seminar multipel sclerosis
Post on 17-Nov-2015
40 views
DESCRIPTION
bjhjkghbhvhgjhvbvghTRANSCRIPT
ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN NEUROLOGI PADA PASIEN DENGAN MULTIPLE SKLEROSISDISUSUN OLEH:KELOMPOK IV
1. Arif Nur Rohman(G2A012058)
9. Meiva N
(G2A012066)2. Diah Hapsari Putri(G2A012059)
10. Edy Nuryanto(G2A012067)
3. Moh. Syaiful Ari N(G2A012060)
11. Aulia Iqlima S(G2A012068)
4. Jauhari Setyawan(G2A012061)
12. Adesta Triatma(G2A012069)
5. Hendrix Kurniawan(G2A012062)
13. Siti Rahmadiyanti(G2A012070)
6. Iramaya Devita Sari(G2A012063)
14. Hendro Dwi P(G2A012071)
7. Andhieca Wulandary(G2A012064)
15. Adhim Prayoga(G2A012072)
8. Elly Widyawati(G2A012065)
16. Eni Kusriani(G2A012073)S1 ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
TAHUN 2012BAB I
PENDAHULUANA. LATAR BELAKANG
Multipe sklerosis merupakan salah satu gangguan neurologis yang paling sering ditemukan pada usia muda. Penyakit ini lebih sering terjadi pada perempuan dari pada laki-laki (kira-kira 1,5 : 1). Penyakit dapat terjadi pada segala umur walaupun onset pertama jarang terjadi pada anak-anak dan orang usia lanjut. Biasanya usia munculnya gejala antara 20-40 tahun. Usia rata-rata penderita penyakit ini adalah 30 tahun, dengan batas antara 18 sampai 40 tahun. Skelrosis ditandai dengan bercak kerusakan myelin yang terbesar, diikuti dengan gliosis dari substansia alba system pernapasan. Sifat perjalanan penyakit merupakan serangkaian serangan pada berbagai bagiian system pernapasan pusat. Setiap serangan memperlihatkan derajat remisi tertentu, tetapi secara menyeluruh gambarannya adalah kearah yang buruk. Penyebab pasti masih belum diketahui.
Sklerosis multiple lebih sering ditemukan pada area dengan suhu sedang di bandingkan daerah iklim tropis. Perbedaan etnis ini insidensi penyakit merupakan argument kerentanan genetic terhadap kondisi ini. Akan tetapi, fariasi geografis juga memperlihatkan peran factor lingkungan, misalnya virus. Hal ini terutama terlihat dari epidermis munculnya multiple sklerosis, misalnya pada kepulauan Faroe dan Istandia. Di inggris prevalensinya di perkirakan 1 dari 1000. Terdapat juga bukti bahwa orang yang dilahirkan pada area beresiko tinggi untuk multipe sklerosis akan membawa resiko tersebut jika mereka pindah kearea dengan risiko rendah dan sebaliknya. Tetapi hanya jika perpindahan terjadi pada usia remaja. Hal ini menunjukkan bahwa virus yang berdasarkan hipotensis bekerja pada decade pertama atau kedua kehidupan.
B. TUJUAN PENULISAN
Tujuan Instruksional Umum:
Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan pada pasien dengan Multipe Sklerosis
Tujuan Instruksional Khusus:
1. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi dari multiple sklerosis2. Mahasiswa mampu menyebutkan penyebab dari multiple sklerosis
3. Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi secara rinci dari multiple sklerosis
4. Mahasiswa mampu mengidentifikasi tanda gejala dari multiep seklerosis
5. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan pada pasien dengan multiple sklerosis
6. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan multiple sklerosis
7. Mahasiswa mampu menegakan diagnose keperawatan pada pasien dengan multiple sklerosis
8. Mahasiswa mampu menyusun rencana tindakan pada pasien dengan multiple sklerosis
C. METODE PENULISAN
1. Mencari referensi dari berbagai sumber buku-buku yang berkaitan dengan multiple sklerosis
2. Mencari referensi dari sumber-sumber internet yang terpercaya
3. Diskusi dalam kelompok
D. SISTEMATIKA PENULISAN
Dalam penulisan makalah ini, sistematika yang dibuat berdasarkan tiga poin penting, diantaranya yaitu; pertama Pendahuluan yang berisi Latar belakang, Tujuan penulisan, Metode penulisan dan Sistematika penulisan; poin kedua yaitu Pembahasan berisi Definisi masalah, Etiologi dari penyakit, Patofisiologi penyakit, Manifestasi klinis atau tanda gejala, Penatalaksaan, Pengkajian focus, Pathways keperawatan, Diagnosa yang ditegakakan berdasarkan diagnose keperawatan, dan perencanaan atau intevensi; poin yang ketiga Penutup dengan dua poin penting Keimpulan dan Saran. BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
Sklerosis Multipel (multiple sklerosis, MS) merupakan gangguan yang dalam bentuk paling khasnya ditandai oleh lesi pada SSP yang terpisah dalam hal waktu dan lokasi. Penyakit ini merupakan salah satu kondisi neurologis kronik yang paling sering mengenai orang muda (Ginsberg, 2008,)
Sklerosis Multipel adalah penyakit autoimun yang ditandai dengan respon imun yang dimediasi sel dan respon imun humoral dengan anti bodi dan sel T yang diaktifasi, yang keduanya diproduksi melawan antigen sendiri (Corwin, 2009,).
Sklerosis Multipel merupakan penyakit kronis, degenerative, kronis dari system saraf pusat yang ditandai dengan bercak kecil demielinisasi pada otak dan medulla spinalis (Brunner & Suddarth, 2000)
Multiple seklerosis- MS adalah penyakit kronis pada system saraf pusat yang dikarakteristikan oleh sedikit lapisan dari batas subtansia alba pada saraf optic, otak, dan medulla spinalais (Batticaca, 2008,)
B. ETIOLOGI
Dari berbagai bukti, hipotesis kerja untuk penyebab sklerosis multipel saat ini adalah agen lingkungan, misalnya virus, memicu kondisi pada individu yang rentan secara genetic. Peran mekanisme ini pada pathogenesis sklerosis multiple didukung beberapa temuan, seperti adanya sel inflamasi kronik pada plak aktif dan hubungan kondisis ini dengan gen spesifik pada kompleks histokompatibilitas mayor ( major histocompatibility, MHC ). Banyak gangguan autoimun yang ternyata berhubungan dengan kelompok gen ini.
Hubungan dengan MHC merupakan salah satu bukti pengarauh komponen genetic dalam etiologi sklerosis multipel, begitu pula dengan adanaya kasus pada keluarga dan temuan peningkatan kejadian pada kasus kembar identik ( monozigot ) dibandingkan kembar non identik ( dizigot ). Akan tetapi , belum ditemukan gen tunggal yang penting untuk terjadinya sklerosis multiple (Lionel Ginsberg, 2008)
Ada beberapa factor pencetus, antara lain :
- Kehamilan
- Infeksi yang disertai demam
- Stress emosional
- Cedera
C. PATOFISIOLOGI
Penyakit ini terutama mengenai subtansial alba otak dan medulla spinalis, serta nervus opticus. Ditemukan sel inflamasi kronik dan kerusakan myelin dengan akson yang relative masih baik. Pada subtansia alba terdapat area yang relative tampak normal yang berselang seling dengan focus inflamasi dan demielinesasi yang disebut juga plak,yang sering kali terletak dekat venula. Demielinisasi inflamasi jalur SSP menyebabkan penurunan dan gangguan kecepatan hantar saraf dan akhirnya hilangnya penghantaran informasi oleh jaras tertentu.
Plak inflamasi akan mengalami evolusi seiring dengan waktu. Pada tahap awal terjadi perombokan local sawar darah otak, diikuti inflamasi dengan edema, hilangnya myelin, dan akhirnya jaringan parut SSP yaitu gliosi. Hasil akhir akan menyebabkan area sklerosis mengerut, yang berkaitan dengan deficit klinis minimal dibandingkan saat plak masih aktif. Hal ini sebagian disebabkan oleh remielinisasi yang merupakan potensi SSP, dan juga memperjelas kembalinya fungsi dengan resolusi inflamasi dan edema. Keadaan patologis ini berhubungan dengan pola klinis relaps sklerosis multiple, yaitu terjadi gejala suatau periode tertentu yang selanjutnya membaik secara parsial atau total. Lesi inflamasi lebih lanjut yang terletak dekat lokasi kerusakan yang sudah ada sebelumnya akan menyebabkan akumulasi defisist neurologis. Plak tidak harus berhubungan dengan kejadian klinis spesifik, misalnya jika plak hanya kecil dan terletak pada area SSP yang relative tenang (Ginsberg, 2008,)D. MANIFESTASI KLINISNyeri/ketidaknyamananGejala:Nyeri spasme, nyeri terbakar sepanjang jalur saraf. Frekuensi bervariasi mungkin sporadic/intermiten atau mungkin juga terus menerus (konstan). Lamanya: seperti nyalanya lampu, berulang, intermiten; nyeri spasmen terus bertahan pada nyeri pnggung.
Neurolgia fasial (lesi sentral)
Nyeri tumpul pada punggung (lesi pada saraf perifer)
Keamanan
Gejala:Tidak nyaman dalam lingkunngan yang banyak anak atau objek bergerak, takut teratuh (kehilangan sensasi terhadap posisi tubuh)
Adanya riwayat terjatuh/trauma kecelakaan
Menggunnakan alat bantu untuk mobilisasi, gangguan penglihatan, adanya ide untuk bunuh diri.
Seksualitas
Gejala:Mengalami sters dalam berhubungan
Impoten/kesulitan dalam ekskresi atau ejakulasi nocturnal
Gangguan fungsi seksual
Meningkatnya keinginan seksual
Masalah dalam menentukan posisi tubuh
Adanya rasa bebas pada genital
Interaksi Sosial
Gejala:Hilangnya aktivitas/keterlibatan dalam lingkunngan soasialMenarik diri dari interaksi dengan orang lain
Perasaan terisolasi
Tanda:Gangguan bicara
Penyuluhan/pembelajaranGejala:Pengguanaan obat sesuai resep/obat yang dijua bebas
Kesulitan dalam menerima informasi
Riwayat penyakit keluarga
Pengguanaan hasil-hasil alam atau holistik
E. PENATALAKSANAAN1. Farmakoterapi
a. Kortikosteroid dan ACTH digunakan sebagai agen inflamasi yang dapat meningkatkan konduksi saraf. Karena mekanisme imun merupakan faktor patogenesis multipel sklerosis, maka sejumlah agen farmakologidicoba untuk modulasi respons imun dan menurunkan kecepatan perkembangan penyakit dan serangan yang sering dan menurunkan keadaan yang semakin memburuk obat-obatan ini mencakup azatioprin,siklofosfamin dan interferon
b. Beta interferon
Beta interferon(betaseron) efektif dalam menurunkan secara signifikan jumlah dan beratnya aksaserbasi akut dengan pemindaian MRI yang ditujukan area determinasi yang lebih kecil pada jaringan otak
c. Baklofen sebagai agen antipasmodik merupakan pengobatan yang dipilih untuk spastisitas. Klien dengan spastititas berta dan kontraktur memerlukan blok saraf dan intervensi pembedahan untuk mencegah kecacatan lebih lanjut
2. Penatalaksanaan Defekasi dan Berkemih
a. Penatalaksanaan terhadap kontrol berkemih dan defekasi pada kebanyakan masalah sulit klien. Umumnya gejala disfungsi keadaan kandung kemih dibagi menjadi beberapa kategori , yaitu ketidakmampuan untuk menyimpan urine ,ketidakmampuan mengosongkan kandung kemih.
b. Infeksi saluran kemih sering terjadi akibat disfungsi neurologis. Asam askorbat dapat dipilih untuk mengasamkan urine,sehingga dapat menurunkan kemungkinan bakteri akan tumbuhF. PENGKAJIAN FOKUS
1. Pengkajian Primer
Meliputi keluhan-keluhan yang dirasakan oleh klien dan data-data objektif yang didapatkan pada saat pemeriksaan
a. Aktivitas istirahat
b. Sirkulasi
c. Makanan dan cairan
d. Neorosensori
d. Nyeri
e. Interaksi sosial
2. Pengkajian Sekunder
a. Pemeriksaan fisik Keadaan umumKlien dengan multipel sclerosis umumnya tidak mengalami penurunan kesadaran. Adanya perubahan pada TTV, meliputi : bradikardia, hipotensi, dan penurunan frekuensi pernafasan berhubungan dengan bercak lesi di medulla spinalis. Tingkat kesadaranTingkat kesadaran klien biasanya komposmentis Pemeriksaan fungsi serebriStatus mental : biasanya status mental klien mengalami perubahan yang berhubungan dengan penurunan status kognitif penurunan persepsi dan penurunan memori, baik jangka pendek maupun jangka panjang Pemeriksaan sistem motorik(kelemahan anggota gerak)
Pemeriksaan refleksBerikiut dijelaskan beberapa pengkajian refleks :
1. Refleks tendon hiperaktif dan refleks-refleks abdominalis tidak ada2. Respon plantar berupa ekstensor ( tanda Babinski). Tanda ini merupakan indikasi terseranganya lintasan kortikospinsl.
Pemeriksaan sistem sensorik(perasaan geli,nyeri,mati rasa atau nyeri seperti tertusuk)b. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan elektroforesis terhadap ssp biasanya mengungkap adanya oligoklonal(pita immunoglobulin gama atau IgG) yang menunjukkan abnormalitas imunoglobulin
CT scan dapat menunjukkan atrofi serebri
MRI menjadi alat diagnostic utama untuk memperlihatkan plak kecil dan untuk mengevaluasi perjalanan penyakit dan efek pengobatan
3. Riwayat Penyakit Terdahulu
Pengkajian yang perlu ditanyakan adalah adanya riwayat infeksi virus atau tidak
4. Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan klien yang mengeluh karena pandangan kabur,lapang pandang semakin menyempit dan mengeluh seakan-akan tungkainya meloncat secara spontan terutama ketika berbaring dan waktu berjalan terlihat kaki yang sebelah terseret maju
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit ini ditemukan diantara keluarga yang pernah memiliki riwayat menderita penyakit yang serupa.G. PATHWAYS KEPERAWATAN
Gangguan asupan makan
dan cairan
sumber : Arif muttaqin,2008H. DIAGNOSA KEPERAWATAN1. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kelemahan, paresis, dan spastisitas.
2. Risiko tinggi cedera yang berhubungan dengan kerusakan sensorik dan penglihatan, dampak tirah baring lama, dan kelemahan spastis.
3. Defisit perawatan diri (makan, minum, berpakaian, higiene) yang berhubungan dengan perubahan kemampuan merawat diri sendiri, dan kelemahan fisik spastis.
4. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat.
5. Perubahan pola eliminasi urine yang berhubungan dengan kelumpuhan saraf perkemihan.
6. Risiko tinggi gangguan integritas kulit(kerusakan jaringan) yang berhubungan dengan tirah baring lama.
7. Perubahan eliminasi: konstipasi yang berhubungan dengan gangguan saraf pada usus dan rectum, imobilisasi, asupan cairan tidak adekuat.
8. Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan perubahan proses pikir dan disfungsi akibat perkembangan penyakit.
I. INTERVENSI DAN RASIONAL
1. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kelemahan, paresis, dan spastisitas.
Tujuan: agar klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya.
Kriteria Hasil : Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas.
IntervensiRasional
Mandiri
Kaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap peningkatan kerusakan. Kaji secara teratur fungsi motorik.
Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstremitas yang tidak sakit.
Lakukan gerak pasif pada ekstremitas yang sakit.Moodifikasi peningkatan mobilitas fisik
Anjurkan teknik aktivitas dan teknik istirahat.
Ajarkan teknik latihan jalan
Ubah posisi klien tiap 2 jam
Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstremitas yang tidak sakit
Lakukan gerak pasif pada ekstremitas yang sakit
Bantu klien melakukan ROM,perawatan diri sesuai toleransiMengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktivitas.
Gerakan aktif memberikan massa, tonus, dan kekutan otot, serta memperbaiki fungsi jantung dan pernapasanOtot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk digerakkan.Relaksasi dan kordinasi latihan otot meningkatkan efisiensi otot pada klien multiple sklerosis. Latihan secara progresif digunakan untuk menguatkan otot yang lemah karena penurunan kekuatan otot adalah masalah signifikan untuk klien ini
Klien dianjurkan untuk melakukan aktivitas melelahkan dalam waktu singkat.latihan fisik yang giat tidak dianjurkan karena hal itu meningkatkan suhu tubuh dan dapat menimbulkan gejala yang lebih buruk. Lamanya latihan yang melelahkan ekstremitas dapat menyebabkan paresis,kebas, atau tidak ada kordinasi. Klien dianjurkan untuk sering beristirahat pada periode pendek dan berbaring lebih disukai. Kelelahan yang berlebih dapat berhubungan dengan faktor penyebab gejala eksaserbasi.
Latihan berjalan meningkatakan gaya berjalan, karena umumnya pada keadaan tersebut,kaki dan telapak kaki kehilangan sensasi positif. Jika kelompok otot yang terpengaruh tidak dapat sembuh maka otot-otot lain dapat di coba untuk melakukan aksi
Menurunkan terjadinya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang buruk pada daerah yang tertekanGerakan aktif memberikan massa,tonus, dan kekuatan otot, serta memberbaiki fungsi jantung dan pernapasan.Otot voluter akan kehilangan tonus dan kekuatan bila tidak dilatih untuk digerakan
Untuk memelihara fleksibilitas sendi sesuai kemampuan
Kolaborasi
Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien.
Peningkatan kemampuan dalam mobilisasi ekstermitas dapat ditingkatkan dengan latihan fisik dari tim fisioterapi.
2. Risiko tinggi cedera yang berhubungan dengan kerusakan sensorik dan penglihatan, dampak tirah baring lama, dan kelemahan spastis.
Tujuan:mencegah terjadinya trauma.
Kriteria Hasil: Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan trauma dan dekubitus tidak terjadi.
IntervensiRasional
Mandiri
Pertahankan tirah baring dan mobilisasi sesuai indikasi.
Berikan kacamata yang sesuai pada klien
Minimalkan efek imobilitas
Inspeksi kulit bagiann distal setiap hari. Pantau kulit dan membran mukosa terhadap iritasi, kemerahan, atau luka
Pertahankan sendi 90 derajat terhadap papan kaki.
Memodifikasi pencegahan cedera
Modifikasi lingkungan
Ajarkan teknik berjalan
Berikan terapi okupasi
Meminimalkan risiko dekubitus
Meminimalkan spastisitas dan kontraktur
Ajarkan teknik latihan
Meminimalkan rangsang nyeri akibat gesekan antara fragmen tulang dengan jaringan lunak di sekitarnya.
Tameng mata atau kacamata penutup dapat digunakan untuk memblok impuls penglihatan pada sutu mata bila klien mengalami diplopia (penglihatan ganda). Kacamata prisma dapat membantu klien yang terbaring ditempat tidur yang mempunyai kesulitan penglihatan saat membaca dalam posisi terlentang. Individu dengan keterbatasan fisik perlu menhindari bacaan yang dicetak biasa, hal ini merupakan pilihan untuk bebas dari buku- buku yang berbicara tentang politik atau dapat diharapkan untuk memperoleh buku-buku dengan tipe yang banyak tersedia pada perpustakaan lokalKarena penurunan aktivitas fisik dan imobilitas sering terjadi pada multipel sklerosis, maka komplikasi yang sering di hubungkan dengan imobilisasi mencakup dekubitus dan langkah untuk mencegahnya.Deteksi dini adanya gangguan sirkulasi dan hilangnya sensasi resiko tinggi kerusakan intergritas kulit kemungkinan komplikassi imobilitas
Telapak kaki dalam posisi 90 derajat dapat mencegah terjadinya footdrop. Pada klien multipel skerosis jika disfungsi motorik menyebabkan masalah akibat tidak adanya kordinasi dan kekakuan
Untuk mengatasi ketidakmampuan klien dianjurkan untuk berjalan dengan kaki pada ruang yang luasBerjalan dengan langkah cepat dicoba dengan alat bantu dan terapi fisik
Merupakan sumber yang membantu individu dalam memberi anjuran dan menjamin bantuan untuk meningkatkan kemandirianKarena bertambahnya kehilangan gerakan motorik, dekubitus terus diatasi untuk intergritas kulitKantung hangat mungkin menguntungkan, tetapi mandi panas harus dihindari karena berisiko terjadinya luka bakar sekunder akibat adanya kehilangan sensorik dan risiko meningkatnya gejala yang berhubungan dengan meningkatnya suhu tubuh
Latihan setiap hari untuk menguatkan otot diberikan untuk meminimalkan kontraktur sendi. Klien tidak harus terburu-buru dalam melakukan aktivitas ini, karena spastisitas ini sering meningkat
3. Defisit perawatan diri (makan, minum, berpakaian, higiene) yang berhubungan dengan perubahan kemampuan merawat diri sendiri, dan kelemahan fisik spastis.
Tujuan: memberikan pembelajaran kepada klien tentang perawatan diriKriteria Hasil: Klien dapat menunjukkan perubahan gaya hidup untuk merawat diri
IntervensiRasional
Mandiri
Ajarkan dan dukung klien selama aktivitas.
Kaji kemampuan dan tingkat penurunan dalam skala0-4 untuk melakukan ADL
Modifikasi perbaikan perawatan diri
Hindari apa yang tidak dapat dilakukan klien dan bantu bila perlu
Rencanakan tindakan untuk mengatasi defisit motorik seperti tempatkan makanan dan peralatan di dekat klien agar mampu sendiri mengambilModifikasi lingkungan
Gunakan pagar di sekeliling tempat tidur
Identifikasi kebiasaan defekasi. anjurkan minum dan meningkatkan aktivitasDukungan pada klien selama aktivitas kehidupan sehari-hari dapat meningkatkan perawatan diri.
Membantu dalam mengatasi dan meremcanakan pertemuan kebutuhan individu
Multipel skerosis dapat mempengaruhi setiap segi kehidupan sehari-hari
Klien dalam keadaan cemas dan bergantung pada orang lain. Hal ini dilakukan untuk mencegah frustasi dan merendahkan harga diri klien
Klien akan mampu melakukan aktivitas sendiri untuk memenuhi perawatan dirinya.
Modifikasi lingkungan diperlukan untuk mengompensasi ketidak-mampuan fungsi
Gunakan pagar di sekeliling tempat tidur di RS dan di rumah, atau sebuah tali yang di kaitkan pada kaki tempat tidur untuk memberikan bantuan dalam mendorong diri untuk bangun tanpa bantuan orang lain serta mencegah klien untuk mengalami traumaMeningkatkan latihan dan menolong, mencegah konstipasi
Kolaborasi
Konsultasi ke dokter terapi okupasiUntuk mengembangkan terapi dan melengkapi kebutuhan khusus.
4. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat.
Tujuan: memberikan pemenuhan kebutuhan nutrisi klienKriteria Hasil: Klien mengerti tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh, memperlihatkan kenaikan berat badan sesuai dengan hasil pemeriksaan laboratorium.
IntervensiRasional
Mandiri
Evaluasi kemampuan makan klien.
Observasi/timbang berat badan jika memungkinkan.
Lakukan pemeriksaan laboratorium yang diindikasikan, seperti serum, transferin, BUN/Kreatinin, dan glukosa.Kolaborasi dengan ahli giziKlien mengalami kesulitan dalam mempertahankan berat badan mereka. Mulut mereka kering akibat obat-obatan dan mengalami kesulitan mengunyah dan menelan.
Klien berisiko terjadi aspirasi akibat penurunan reflex batuk.
Tanda kehilangan berat badan (7-10%) dan kekurangan asupan nutrisi klien via oral. Tujuan lain adalah mencegah terjadinya kelelahan, memudahkan masuknya makanan, dan mencegah gangguan pada lambung.
Memberikan informasi yang tepat tentang keadaan nutrisi yang dibutuhkan klien.Dengan kolaborasi maka klien akan mendapatkan diit yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan
5. Perubahan pola eliminasi urine yang berhubungan dengan kelumpuhan saraf perkemihan.
Tujuan: Dalam waktu 2 x 24 jam pemenuhan eliminasi urine terpenuhi.
Kriteria Hasil: Pemenuhan eliminasi urine dapat dilaksanakan dengan/tidak menggunakan kateter dan eluhan eliminasi urine tidak ada.
IntervensiRasional
Mandiri
Kaji pola berkemih dan catat produksi urine tiap 6 jam.
tingkat kontrol nerkemih :
Berikan dukungan pada klien tentang pemenuhan eliminasi urine
Modifikasi kebutuhan untuk berkemih
Lakukan jadwal berkemih
Ukur jumlah urine tiap 2 jam
Bantu cara penggunaan obat-obatan
Ajarkan penggunaan kateter intermitenPalpasi kemungkinan adanya distensi kandung kemih.
Anjurkan klien untuk minum 2000 cc/hari.Mengetahui status fungsi ginjal.
Klien dengan gangguan berkemih: sering berkemih, dorongan, atau inkonensia memerlukan dukungan khusus. Sensasi terhadap kebutuhan untuk berkemih harus diperhatikan dengan segera, sehingga bedpan atau urinal harus siap pakai. Kateterisasi intermiten yang dilakukan sendiri paling sukses dalam mempertahankan kontrol kandung kemih. Jika klien wanita, prosedur diversi urinarus dapat dipertimbangkan. Klien pria dapat menggunakan kateter kondom untuk penampungan urine.Menilai perubahan akibat dari inkontinensia urine.
Membantu mempertahankan fungsi ginjal.
6. Risiko tinggi gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan tirah baring lama.
Tujuan: mempertahankan integritas kulit klien Kriteria Hasil: Klien mampu berpartisipasi terhadap pencegahan luka dan tidak ada tanda-tanda kemerahan.
IntervensiRasional
Mandiri
Anjurkan untuk melakukan latihan ROM dan mobilisasi jika mungkin.
Ubah posisi tiap 2 jam.
Jaga kebersihan kulit, seminimal mungkin hindari trauma dan panas terhadap kulit.Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di bawah daerah-daerah yang menonjol
Lakukan mesase pada daerah yang menonjol yang baru mengalami tekanan pada waktu berubah posisiBersihkan dan keringkan kulit. Jagalah terus tetap keringMeningkatkan aliran darah ke seluruh tubuh.
Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah.
Mempertahankan keutuhan kulit.Menghindari tekanan pada daerah yang menonjol
Menghindari kerusakan-kerusakan kapiler
Meningkatkan intergritas kulit dan mengurangi risiko kelembapan kulit
7. Perubahan eliminasi: konstipasi yang berhubungan dengan gangguan saraf pada usus dan rectum, imobilisasi, asupan cairan tidak adekuat.
Tujuan: membantu klien memenuhi kebutuhan eliminasiKriteria Hasil: Klien dapat defekasi secara spontan dan lancar tanpa menggunakan obat.
IntervensiRasional
Mandiri
Anjurkan pada klien untuk makan makanan yang mengandung serat.
Observasi adanya distensi perut.catat adanya keluhan mual dan ingin muntahAskultasi bising usus,catat lokasi dan karakteristiknya
Bila klien mampu minum, berikan intake cairan yang cukup (2liter/hari) jika tidak ada kontraindikasi.Lakukan mobilisasi sesuai dengan keadaan klienDiet seimbang tinggi kandungan serat merangsang peristaltic dan eliminasi regular.Pendarahan gastrointestinal dan lambung mungkin terjadi akibat truma dan stressBising usus menandakan sifat aktivitas peristalti. Penurunan bising usus mungkin ada selama syok spinal.
Masukan cairan adekuat membantu mempertahankan konsistensi feses yang sesuai pada usus dan membantu eliminasi regular.Aktivitas fisik reguler mambantu eliminasi dengan memperbaiki tonus otot abdomen dan merangsang nafsu makan dan peristaltik
Kolaborasi
Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian pelunak feses (laksatif, supositoria, enema)Pelunak feses meningkatkan efisiensi pembasahan usus, yang melunakkan massa feses dan membantu eliminasi.
8. Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan perubahan proses pikir dan disfungsi akibat perkembangan penyakit.
Tujuan: membantu klien untuk dapat menyesuaikan diri dengan kondisi yang sedang dihadapiKriteria Hasil: Klien mampu menyatakan atau mengomunikasikan dengan orang terdekat tentang situasi dan perubahan yang sedang terjadi.
IntervensiRasional
Mandiri
Kaji perubahan dari gangguan persepsi dan hubungan dengan derajat ketidakmampuan.
Dukung kemampuan koping.
Catat ketika klien menyatakan terpengaruh akan penyakitnya seperti sekarat atau mengingkari dan menyatakan inilah kematian Dukung perilaku atau usaha seperti peningkatan minat atau partisipasi dalam aktivitas rehabilitasi.Bentuk program aktivitas pada keseluruhan hari
Anjurkan orang yang terdekat unruk mengizinkan klien melakukan sebanyak-banyaknya hal-hal untuk dirinya.
Monitor gangguan tidur peningkatan minat atau partisipasi dalam aktivitas rehabilitas
Menentukan bantuan individual dalam menyusun rencana keperawatan atau pemelihan intervensi.
Kepatuhan terhadap program latihan dan berjalan membantu memperlambat kemajuan penyakit. Dukungan dan sumber bantuan dapat diberikan melalui ketekunan berdoa dan penekanan keluar terhadap aktivitas dengan mempertahankan partisispasi aktif.
Mendukung penolakan terhdap bagian tubuh atau perasaan negatif terhadap gambaran tubuh dan kemampuan yang menunjukan kebutuhan dan intervensi serta dukung emosionalKlien dapat beradaptasi terhadap perubahan dan pengertian tentang peran individu masa mendatang.Setiap upaya dibuat untuk mendukung klien keluar dari tugas-tugas yang termasuk koping dengan kebutuhan mereka setiap hari dan untuk membentuk klien mandiri. Apapun yang dilakukan hanya untuk keamanan sewaktu mencapai tujuan dengan meningkatnya kemampuan koping.
Menghidupkan kembali perasaan kemandirian dan membantu perkembangan harga diri serta memengaruhi proses rehabilitas
Dapat mengindikasikan terjadinya depresi umumnya terjadi sebagai pengaruh dan stroke di mana memerlukan intervensi dan evaluasi lebih lanjut.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Sklerosis Multipel merupakan penyakit kronis, degenerative, kronis dari system saraf pusat yang ditandai dengan bercak kecil demielinisasi pada otak dan medulla spinalis. Beberapa factor pencetus, antara lain: Kehamilan, Infeksi yang disertai demam, Stress emosional, Cedera
Penyakit ini terutama mengenai subtansial alba otak dan medulla spinalis, serta nervus opticus. Ditemukan sel inflamasi kronik dan kerusakan myelin dengan akson yang relative masih baik. Pada subtansia alba terdapat area yang relative tampak normal yang berselang seling dengan focus inflamasi dan demielinesasi yang disebut juga plak,yang sering kali terletak dekat venula. Demielinisasi inflamasi jalur SSP menyebabkan penurunan dan gangguan kecepatan hantar saraf dan akhirnya hilangnya penghantaran informasi oleh jaras tertentu.Dalam penatalaksanaannya terbagi atas dua, yaitu penatalaksanaan farmakologi dan penatalakasanaan defekasi dan berkemih.B. SARAN
Sesuai dengan asuhan keperawatan yang ada, dalam menangani penderita dengan multiple sklerosis, sebaiknya ditangani dengan tindakkan yang sesuai dengan asuhan keperawatan yang telah ditentukan dan dipenuhinya ketersediaan rencana tindakanya. Dengan penanganan yang teliti dan jeli, semua tindakan keperawatan akan membuahkann hasil yang maksimal sesuai dengan tindakan yang telah di lakukan.
DAFTAR PUSTAKAMuttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta: Salemba Medika.Doenges, Marlynn E, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Ed 3. Jakarta: EGC.
Smeltzer C.S & Brenda G.B. 2002. Keperawatan Medikal Bedah vol 3. Jakarta : EGCFaktor predisposisi: virus, respons autoimun, dan genetik
Risiko tinggi kerusakan integritas jaringan
Tirah baring lama
Hambatan mobilitas fisik
Defisit perawatan diri
Eforia; Kehilangan kemampuan menyelesaikan masalah; perubahan pengawasan keadaan yang kompleks dan berfikir abstrak; emosi labil, pelupa, apatis; loss deep memory
Perubahan kemampuan merawat diri sendiri
Kerusakan komunikasi verbal
Risiko tinggi trauma
Gangguan penglihatan
Saraf optic dan khiasma
Ataksia serebral
Disartia
Hilangnya daya ingat dan dimensia, gangguan afek
Nistagmus
Serebelum dan batang otak
Disfngsi serebral
Lesi kortiko spinalis
Gangguan sensorik, kelemahan spastik anggota gerak
Serebrum
Medula spinalis
Terhentinya alur implus saraf
Deminelinasi
Lesi sklerosis multiple terjadi pada substansia alba SSP
Demielinisasi yang mengkerut menjadi multiple plak
Edema dan degenerasi mielin
Perubahan eliminasi urinarius,
koping tidak efektif
Gangguan eliminasi (konstipasi)
Gangguan pemenuhan nutrisi
Resiko tinggi cidera
7