sifat fisikokimia

16
Grisselda Priliacita 240210120099 IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN Minyak dan lemak merupakan anggota dari golongan lipid, yaitu lipid netral. Minyak dan lemak yang telah dipisahkan dari jaringan asalnya mengandung sejumlah kecil komponen selain trigliserida. Berdasarkan sumbernya, minyak dibagi menjadi 2 macam, yaitu minyak bumi (mineral oils atau petroleum) dan minyak dari mahluk hidup (lipida atau lipids). Adapun minyak dari mahluk hidup terbagi lagi menjadi minyak nabati (vegetable oils) dan minyak hewani (animal oils). Minyak nabati (vegetable oils) berasal dari biji-bijian palawija (minyak jagung, biji kapas, dll), kulit buah tanaman tahunan (minyak zaitun dan kelapa sawit) dan biji-bijian dari tanaman tahunan (kelapa, cokelat, dll). Sedangkan minyak hewani (animal oils) berasal dari susu hewan peliharaan (lemak susu), daging hewan peliharaan (oleo oil, oleo stearin, dll) dan hasil laut (minyak ikan sarden dan minyak ikan paus) (Sutanto, 2008). Minyak memiliki sifat fisikokimia yang berbeda-beda bergantung pada sumber bahan baku pembuatannya. Beberapa jenis ester berada dalam bentuk padat, cair, mudah menguap atau terdiri dari senyawa jenuh dan tidak jenuh. Masing- masing ester tersebut menentukan sifat fisiko kimia dari minyak, sehingga jumlah dan jenis dari ester menentukan sifat fisiko kimia dari minyak. Kegunaan dari lemak dan minyak juga ditentukan oleh sifat fisiko kimianya. Pengujian sifat fisiko kimia juga digunakan untuk

Upload: grisselda-priliacita

Post on 16-Nov-2015

23 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

Laporan praktikum

TRANSCRIPT

Grisselda Priliacita

240210120099

IV.HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASANMinyak dan lemak merupakan anggota dari golongan lipid, yaitu lipid netral. Minyak dan lemak yang telah dipisahkan dari jaringan asalnya mengandung sejumlah kecil komponen selain trigliserida. Berdasarkan sumbernya, minyak dibagi menjadi 2 macam, yaitu minyak bumi (mineral oils atau petroleum) dan minyak dari mahluk hidup (lipida atau lipids). Adapun minyak dari mahluk hidup terbagi lagi menjadi minyak nabati (vegetable oils) dan minyak hewani (animal oils). Minyak nabati (vegetable oils) berasal dari biji-bijian palawija (minyak jagung, biji kapas, dll), kulit buah tanaman tahunan (minyak zaitun dan kelapa sawit) dan biji-bijian dari tanaman tahunan (kelapa, cokelat, dll). Sedangkan minyak hewani (animal oils) berasal dari susu hewan peliharaan (lemak susu), daging hewan peliharaan (oleo oil, oleo stearin, dll) dan hasil laut (minyak ikan sarden dan minyak ikan paus) (Sutanto, 2008).Minyak memiliki sifat fisikokimia yang berbeda-beda bergantung pada sumber bahan baku pembuatannya. Beberapa jenis ester berada dalam bentuk padat, cair, mudah menguap atau terdiri dari senyawa jenuh dan tidak jenuh. Masing-masing ester tersebut menentukan sifat fisiko kimia dari minyak, sehingga jumlah dan jenis dari ester menentukan sifat fisiko kimia dari minyak. Kegunaan dari lemak dan minyak juga ditentukan oleh sifat fisiko kimianya. Pengujian sifat fisiko kimia juga digunakan untuk identifikasi jenis dan penilaian mutu minyak (Ketaren, 2012). Pada praktikum kali ini dibahas mengenai sifat fisiko kimia beberapa jenis minyak nabati diantaranya minyak kelapa, minyak kelapa sawit, minyak kedelai, minyak jagung, minyak bekas, minyak curah, minyak canola, dan minyak bekatul.4.1Sifat Organoleptik

Pengujian sifat fisik-kimia digunakan untuk identifikasi jenis dan penilaian mutu minyak dan lemak, pengujiannya meliputi uji organoleptik yang terdiri dari pengujian terhadap warna, aroma, dan kejernihan minyak secara visual. Perbedaan warna pada berbagai jenis minyak disebabkan karena ada atau tidaknya pigmen berwarna merah jingga atau kuning yang disebabkan oleh karotenoid. Karotenoid bersifat larut dalam minyak dan merupakan persenyawaan hidrokarbon tidak jenuh. Jika minyak dihidrogenasi, karoten ikut terhidrogenasi, sehingga intensitas warna kuning berkurang. Mengingat sifat karotenoid yang tidak stabil pada suhu tinggi, maka jika minyak dialiri uap panas maka warna kuning akan hilang. Hal ini juga yang mempengaruhi kejernihan dari minyak tersebut (Winarno, 1991).

Tabel 1. Hasil Pengamatan Organoleptik

SampelWarnaAromaKejernihan

Minyak KelapaPutih-+5

Minyak KedelaiKuning +1-+4

Minyak CanolaKuning +1-+4

Minyak BekasCoklatKhas Minyak +4

Amis +1-

Minyak Kelapa SawitKuning +2-+3

Minyak BekatulKuning +4-+1

Minyak JagungKuning +3Khas Minyak +2+3

Minyak CurahKuning +3Khas Minyak ++1

Sumber : (Dokumentasi Pribadi, 2014)Hasil pengamatan menunjukkan bahwa minyak yang berwarna paling kuning hingga hampir bening yaitu minyak minyak bekas yang berwarna coklat, minyak bekatul, minyak jagung dan minyak curah yang memiliki intensitas warna yang sama, selanjutnya minyak kelapa sawit, minyak canola dan minyak kedelai, serta yang paling bening adalah minyak kelapa. Menurut Ketaren (2012), hubungan yang erat antara proses absorpsi dan timbulnya warna kuning dalam minyak terutama terjadi dalam minyak atau lemak tidak jenuh. Selama penyimpanan, minyak mengalami proses oksidasi yang menyebabkan ikatan rangkapnya terputus menjadi ikatan tunggal (ikatan jenuh), hal ini menyebabkan warna kuning menjadi pudar. Minyak jagung, minyak kelapa sawit, minyak kedelai, minyak canola, dan minyak bekatul berwarna kuning dengan tingkat kekuningan yang berbeda hal tersebut karena masing-masing minyak mengandung pigmen karoten yang terkandung secara alami pada bahan bakunya dengan konsentrasi yang berbeda pula. Minyak kelapa yang hampir berwana bening sebenarnya juga mengandung karoten, namun karena pada pengolahan minyak menggunakan uap panas, maka warna kuning akan mengalami degradasi (Ketaren, 2012). Minyak bekas lama maupun baru berwarna kuning keruh agak kecoklatan, disebabkan karena adanya oksidasi dan degradasi komponen kimia. Warna gelap disebabkan oleh proses oksidasi terhadap tokoferol (vitamin E). Oksidasi terhadap fraksi tidak tersabunkan dalam minyak, terutama oksidasi tokoferol dan chroman 5,6 quinone menghasilkan warna kecoklat-coklatan (Ketaren, 2012).Bau atau flavor dalam minyak terdapat secara alami namun karena terjadinya reaksi hidrolisis dan oksidasi, maka baunya menjadi tengik karena adanya asam lemak bebas dan peroksida. Asam lemak bebas yang dapat menguap, dengan jumlah atom karbon C4, C6, C8, dan C10 menghasilkan bau tengik dan rasa yang tidak enak dalam bahan pangan berlemak (Keraten, 2012). Aroma dari minyak memiliki ciri khas masing-masing bergantung pada sumber bahan bakunya. Aroma khas minyak kelapa sawit berasal dari beta ionone sedangkan minyak kelapa adalah nonyl methylketon. Minyak kedelai, minyak jagung dan minyak bekatul juga memiliki aroma yang khas. Minyak bekas berbau masakan karena minyak tersebut telah digunakan untuk memasak sehingga aroma masakan menempel pada minyak karena sifat minyak yang mudah menyerap bau. Selain sifat warna dan aroma, pengujian sifat organoleptik pada berbagai jenis minyak juga dilakukan terhadap kejernihan minyak. Pengujian dilakukan secara visual sehingga hasilnya tidak bersifat objektif. Warna minyak yang diamati sebenarnya berkorelasi dengan kejernihan minyak. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa minyak yang paling keruh adalah minyak bekas. Warna gelap dan keruh pada minyak bekas menunjukkan bahwa proses pengolahan dan penyimpanan dapat merusak warna dan kejernihan minyak. Suhu pemanasan yang terlalu tinggi menyebabkan minyak teroksidasi dan dalam keadaan panas akan mengekstraksi zat warna. Selain itu kejernihan juga dapat dipengaruhi akibat adanya pengotor serta proses penyaringan pada minyak. Sementara itu minyak paling jernih adalah minyak kedelai yang disimpan selama 1 tahun. Minyak kedelai yang kurang berwarna kuning karena disimpan lama menyebabkan pemucatan sehingga tampak lebih jernih.

4.2Titik CairMinyak merupakan gliserida yang terdiri dari campuran berbagai asam lemak dan komponen lainnya, sehingga tidak memiliki titik cair yang tepat, tetapi mencair diantara kisaran suhu tertentu. Mennurut Krischenbauer (1960), asam lemak selalu menunjukkan titik cair dengan semakin panjangnya rantai karbon. Asam lemak yang derajat ketidakjenuhannya semakin tinggi mempunyai titik cair yang semakin rendah. Asam lemak yang berstruktur trans memiliki titik cair yang lebih tinggi daripada yang berstruktur cis. Pengukuran titik cair dilakukan dengan membekukan terlebih dahulu sampel minyak dalam pipa kapiler kemudian dicairkan dan pada saat sampel jernih maka titik tersebut adalah titik cairnya.

Tabel 2. Hasil Pengamatan Titik CairSampelTitik Cair

Minyak Kelapa30 C

Minyak Kedelai50 C

Minyak Canola52 C

Minyak Bekas60 C

Minyak Kelapa Sawit> 50 C

Minyak Bekatul31 C

Minyak Jagung37 C

Minyak Curah42 C

Sumber : (Dokumentasi Pribadi, 2014)Hasil pengamatan menunjukkan ada beberapa sampel yang titik cairnya tidak sesuai dengan literatur yaitu minyak jagung dimana suhu titik cairnya seharusnya berkisar antara 4-120C tetapi hasil pengamatan adalah 370C. Begitu pula itu titik cair pada minyak kelapa sawit yang diatas 500C sedangkan nilai literatur pada minyak kelapa sawit yaitu sekitar 26-290C. Minyak yang memiliki titik cair terendah adalah minyak kelapa dimana pada minyak kelapa menurut Ketaren (2012), memiliki asam lemak jenuh hampir 90% sehingga titik cairnya rendah, namun hal ini tidak sesuai dengan hasil pengamatan yang didapatkan.

4.3Bobot JenisBobot jenis adalah perbandingan massa terhadap volume suatu sampel pada suhu tertentu. Bobot jenis minyak merupakan sifat fisik minyak yang biasanya digunakan untuk menyatakan tingkat kemurnian minyak goreng. Alat yang bisa digunakan untuk penentuan bobot jenis adalah piknometer (Ketaren, 2012). Bobot jenis merupakan salah satu kriteria penting dalam menentukan mutu dan kemurnian minyak. Nilai berat jenis minyak didefinisikan sebagai perbandingan antara berat minyak dengan berat air pada volume air yang sama dengan volume minyak pada yang sama pula. Bobot jenis sering dihubungkan dengan fraksi berat komponen-komponen yang terkandung didalamnya. Semakin besar fraksi berat yang terkandung dalam minyak, maka semakin besar pula nilai densitasnya. Biasanya berat jenis komponen terpen teroksigenasi lebih besar dibandingkan dengan terpen tak teroksigenasi. Semakin tinggi frekuensi pemakaian minyak semakin banyak terakumulasinya bahan-bahan pengotor yang berasal dari bahan yang digoreng ke dalam minyak, misalnya air, remah-remah, bumbu, dan lain-lain selama proses penggorengan. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan nilai bobot jenis minyak setelah digunakan berulang kali (Ayu dan Farida, 2010).

Pengukuran pada bobot jenis ini ketelitian benar-benar harus diperhatikan. Botol pikometer yang digunakan harus benar-benar bersih dan kering sehingga tidak ada bahan lain yang ikut tertimbang sebagai berat pikometer kosong. Pengisian air atau minyak kedalam piknometer juga harus benar-benar penuh dan tidak ada rongga udara, karena jika terjadi kesalahan maka berat minyak maupun berat air hasilnya tidak akan teliti. Selain hal tersebut, faktor suhu harus diperhatikan karena setiap minyak memiliki titik leleh yang berbeda. Bobot air adalah selisih bobot piknometer dengan isinya dikurangi bobot piknometer kosong.

Tabel 3. Hasil Pengamatan Bobot Jenis Minyak

SampelBerat pikno kering (g)Berat pikno + air (gram)Volume air (ml)Berat minyak

(gram)Berat jenis (gr/ml)

Minyak Kelapa32,313981,050548,736677,84690,9349

Minyak Kedelai16,224125,81059,386425,16800,9329

Minyak Canola15,890425,62829,737825,01250,9370

Minyak Bekas23,374347,234623,860345,53000,9290

Minyak Kelapa Sawit23,496747,803624,306445,64540,9100

Minyak Bekatul16,255825,96089,705025,15670,9172

Minyak Jagung15,810025,58479,774724,80010,9200

Minyak Curah32,341181,845149,504077,43460,9110

Sumbe r : (Dokumentasi Pribadi, 2014)Berdasarkan hasil pengamatan, minyak jagung baru memiliki bobot jenis sebesar 0,9200 g/ml dan menurut Ketaren (2012) pada suhu kamar minyak jagung memiliki bobot jenis 0.918-0.925 g/ml, hasil ini sudah sesuai dengan literatur yang ada. Menurut Ketaren (2012), minyak sawit memiliki bobot jenis pada suhu kamar 0.900 g/ml. Minyak kedelai memiliki bobot jenis pada suhu 25C 0.916-0.922 g /ml, sementara itu menurut hasil pengujian minyak kedelai memiliki bobot jenis 0,9329 g/ml, hal ini kurang akurat dengan literatur namun cukup mendekati nilai literatur, ketidak sesuaian ini dapat disebabkan oleh pengukuran yang kurang tepat atau adanya zat pengotor lain yg ikut terukur. Hal tersebut kemungkinan diakibatkan kesalahan atau penggunaan alat atau metode yang berbeda se rta faktor luar yang mempengaruhi ketepatan pengukuran.

4.4Kejernihan MinyakKejernihan minyak berhubungan dengan proses pemurnian minyak. Menurut Ketaren (2012), tujuan utama proses pemurnian minyak adalah menghilangkan rasa dan bau yang tidak enak, warna yang tidak menarik, serta memperpanjang masa simpan minyak sebelum dikonsumsi atau digunakan sebagai bahan mentah dalam industri. Kotoran-kotoran yang ada dalam minyak dapat berupa komponen yang tidak larut dalam minyak, komponen dalam bentuk suspensi koloid, dan komponen yang larut dalam minyak. Komponen yang tidak larut dalam minyak adalah lendir, getah, abu, dan mineral. Komponen dalam bentuk suspensi koloid adalah fosfolipid, karbohidrat, dan senyawa yang mengandung nitrogen. Komponen yang larut dalam minyak berupa asam lemak bebas, sterol, hidrokarbon, monogliserida, digliserida, dan zat warna yang terdiri dari karotenoid dan klorofil.

Lemak dan minyak mengandung zat-zat warna yang dapat menyerap cahaya spektrum dimana warna minyak digunakan sebagai penentu mutu lemak dan minyak. Praktikum mengenai kejernihan minyak ini digunakan alat spektrofotometer untuk mengukur kejernihan minyak sampel. Pengujian terlebih dahulu dilakukan dengan memasukkan larutan pembanding yaitu akuades pada cuvet, lalu absorbansi diatur hingga menunjukkan angka nol. Kemudian larutan pembandingnya diganti dengan masing-masing sampel yang diuji dan nilai absorbansi dibaca pada skala. Pada praktikum ini, kejernihan dinyatakan dalam persen transmitan. Persen transmitan merupakan besarnya sinar yang diteruskan atau yang dapat melewati minyak. Semakin besar persen transmitannya, maka semakin jernih minyak tersebut.Tabel 4. Hasil Pengamatan Kejernihan Minyak

SampelAbsorbansiTransmitansi

Minyak Kelapa0,01596%

Minyak Kedelai-0,17104%

Minyak Canola-0,015103,7%

Minyak Bekas0,50831%

Minyak Kelapa Sawit0,05488,4%

Minyak Bekatul0,07484,4%

Minyak Jagung0,03991,5%

Minyak Curah0,09281,1%

Sumber : (Dokumentasi Pribadi, 2014) Berdasarkan hasil pengamatan, minyak yang memiliki kejernihan paling rendah adalah minyak bekas, hal ini terjadi karena minyak bekas merupakan minyak yang telah digunakan untuk memasak sehingga, banyak terakumulasi bahan-bahan pengotor yang berasal dari bahan yang digoreng ke dalam minyak, misalnya air, remah-remah, bumbu, dan lain-lain selama proses penggorengan. Sementara itu minyak yang paling besar transmittannya adalah minyak canola dan minyak kedelai. Minyak kelapa mengandung pigmen karoten tetapi pigmen tersebut terdegradasi pada saat pengolahan sehingga timbul warna kuning, setelah mengalami pemurnian minyak kelapa menjadi berwarna kuning jernih (Ketaren,2012).

4.5Indeks BiasIndeks bias adalah derajat penyimpangan dari cahaya yang dilewatkan pada suatu medium yang cerah. Indeks bias pada minyak dan lemak dipakai pada pengenalan unsur kimia dan untuk pengujian kemurnian minyak. Indeks bias akan meningkat pada minyak atau lemak dengan rantai karbon yang panjang dan terdapatnya sejumlah ikatan rangkap. Nilai indeks bias akan bertambah sesuai dengan meningkatnya bobot molekul, selain itu dengan naiknya derajat kejenuhan dari asam lemak tersebut.Tabel 5. Hasil Pengamatan Indeks Bias

SampelSuhu (C)Spesifitas Brix

Minyak Kelapa26,11,45565,1

Minyak Kedelai26,21,472572,9

Minyak Canola26,31,47272,8

Minyak Bekas26,31,46670,2

Minyak Kelapa Sawit25,71,46570

Minyak Bekatul25,51,470572

Minyak Jagung25,81,47373

Minyak Curah261,46569,7

Sumber : (Dokumentasi Pribadi, 2014)

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa rata-rata indeks bias berbagai jenis minyak yang sedang diuji mencapai 70. Minyak yang memiliki indeks bias dari yang paling tinggi hingga paling rendah adalah minyak jagung, minyak kedelai, minyak canola, minyak bekatul, minyak bekas, minyak kelapa sawit, minyak curah, dan minyak kelapa. Minyak yang memiliki indeks bias yang tinggi adalah minyak yang memiliki ikatan tak jenuh tinggi. Minyak bekas merupakan minyak yang seharusnya memiliki indeks bias yang paling kecil karena minyak tersebut telah digunakan, sehingga ikatan rangkapnya sudah berkurang karena teroksidasi.

Menurut Ketaren (2012), minyak jagung memiliki indeks bias 1.4657-1.4659 pada 25C, minyak kedelai memiliki indeks bias 1.471-1.475 pada 25C dan minyak sawit memiliki indeks bias pada 40C sebesar 1.4565-1.4585 sedangkan menurut Krischenbauer (1960) dalam Ketaren (2012) mengungkapkan bahwa minyak sawit memiliki indeks bias pada 40C sebesar 46-49. Menurut Ketaren (2012), pengujian indeks bias pada refraktometer Abbe harus menggunakan pengatur suhu yaitu pada suhu 250C untuk minyak. Indeks bias pada suhu tertentu dapat diperoleh dengan perhitungan sebagai berikut:

R = R + K(T-T)

Dimana R: Pembacaan skala pasa suhu T

R: Pembacaan skala pada suhu T

T: Suhu ketika R akan dicari

K: Faktor koreksi untuk minyak adalah 0,000385

Hal tersebut diatas menunjukkan kemungkinan kesalahan terjadi pada saat pengukuran dan skala yang didapat juga kemungkinan harus dihitumg terlebih dahulu dengan menggunakan rumus diatas sehingga hasilnya akan sesuai dengan literatur.

V.KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan

1. Minyak kelapa merupakan minyak yang memiliki kejernihan yang paling tinggi, sedangkan minyak bekas merupakan miyak yang memiliki tingkat kejernihan yang paling rendah.

2. Minyak kelapa, minyak kelapa sawit, minyak kedelao, minyak canola, dan minyak jagung memiliki aroma minyak yang khas. Berbeda dengan minyak bekas yang sudah terkontaminasi dengan aroma masakan yang digorengnya.

3. Pengukuran titik cari didapatkan titik cair terendah yaitu minyak kelapa, dan yang tinggi adalah minyak bekas.4. Bobot jenis yang paling tinggi yaitu minyak kelapa dan bobot jenis minyak kelapa lebih berat dibandingkan dengan minyak bekas yang sudah terkandung zat-zat lain. 5. Tingkat kejernihan minyak terendah yaitu pada minyak bekas dan yang tertinggi adalah minyak kedelai.

6. Spesitifitas tertinggi yaitu minyak jagung dan yang terendah yaitu pada minyak kelapa.

5.2Saran

1. Praktikum yang dilakukan harus dilakukan dengan secara hati-hhati dan teratur, serta dibutuhkan ketelitian yang tinggi.

2. Penggunaan kuvet dalam menentukan kejernihan minyak lebih baik menggunakan kuvet yang baru, sebab penggunaan kuvet mempengaruhi pengukuran kejernihan minyak.

3. Seharusnya didukung dengan sarana dan prasarana yang baik dan susai, serta ketersediaan alat yang memadai agar praktikum yang dilakukan lebih efektif dan haisl yang di dapatkan lebih sesuai.

DAFTAR PUSTAKA

Ayu, F. D. dan Farida Hanum Hamzah. 2010. Evaluasi Sifat Fisiko-Kimia Minyak goreng yang Digunakan oleh Pedagang Makanan Jajanan di Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru. Jurnal SAGU ISSN 1412-4424 Vol. 9 No. 1 hal 4-14 Ketaren S. 2012. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta : UI- Press.Krischenbauer. 1960. Fat and Oil. An Outline of Their Chemistry and Technology. Reinhold Publishing Co. New York.Sutanto, Adi. 2008. Minyak Goreng. Penerbit NTUST Indonesian Student Association, Jakarta.

Winarno, F.G. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.