sintesis rpi 2011-2014vii" " ringkasaneksekutif! " pusat" penelitian"...
TRANSCRIPT
i
SINTESIS RPI 2011-2014
PUSTEKOLAH
ii
iii
KATA PENGANTAR
Sintesis Rencana Penelitian Integratif (RPI) 2011-‐2014 Pustekolah merupakan sintesis hasil penelitian tahun 2011 sampai dengan 2014. Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan (Pustekolah) melaksanakan 5 RPI, yaitu: Sifat Dasar Kayu dan Bukan Kayu (RPI 19); Keteknikan dan Pemanena Hasil Hutan (RPI 20); Pengolahan Hasil Hutan Kayu dan Bambu (RPI 21); Pengolahan Hasil Hutan Bukan Kayu (RPI 22); dan Perekayasaan Alat dan Substitusi Bahan Pembantu (RPI 23).
Sintesis ini disusun berdasarkan luaran-‐luaran sebagaimana yang telah ditetapkan dalam dokumen RPI 2011 – 2014 (Revisi), baik berupa informasi ilmiah, teknologi, prototipe maupun formula. Informasi yang disampaikan dalam sintesis ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai review dan dasar untuk membuat kebijakan serta menentukan kegiatan penelitian dan pengembangan ke depan.
Kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan sintesis ini diucapkan terima kasih.
Bogor, Januari 2015 Kepala Pusat, Dr. Ir. Rufi’ie, M.Sc. NIP 19601207 198703 1 005
iv
v
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR ............................................................................. iii DAFTAR ISI ......................................................................................... v RINGKASAN EKSEKUTIF ...................................................................... vii RPI 19. SIFAT DASAR KAYU DAN BUKAN KAYU .................................. 1
I. Pendahuluan ................................................................... 1 II. Metode Sintesis .............................................................. 1 III. Sintesis Hasil Pelaksanaan RPI ........................................ 2 IV. Penutup .......................................................................... 173
RPI 20. KETEKNIKAN DAN PEMANENAN HASIL HUTAN ..................... 185 I. Pendahuluan ................................................................... 185 II. Metode Sintesis .............................................................. 185 III. Sintesis Hasil Pelaksanaan RPI ........................................ 185 IV. Penutup .......................................................................... 200
RPI 21. PENGOLAHAN HASIL HUTAN KAYU DAN BAMBU ................ 207 I. Pendahuluan ................................................................... 207 II. Metode Sintesis .............................................................. 208 III. Sintesis Hasil Pelaksanaan RPI ........................................ 208 IV. Penutup .......................................................................... 229
RPI 22. PENGOLAHAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU .......................... 241 I. Pendahuluan ................................................................... 241 II. Metode Sintesis .............................................................. 241 III. Sintesis Hasil Pelaksanaan RPI ........................................ 242 IV. Penutup .......................................................................... 254
RPI 23. PEREKAYASAAN ALAT DAN SUBSTITUSI BAHAN PEMBANTU 261 I. Pendahuluan ................................................................... 261 II. Metode Sintesis .............................................................. 263 III. Sintesis Hasil Pelaksanaan RPI ........................................ 263 IV. Penutup .......................................................................... 302
vi
vii
RINGKASAN EKSEKUTIF
Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan (Pustekolah) melaksanakan 5 Rencana Penelitian Integratif (RPI), yaitu: Sifat Dasar Kayu dan Bukan Kayu (RPI 19); Keteknikan dan Pemanenan Hasil Hutan (RPI 20); Pengolahan Hasil Hutan Kayu dan Bambu (RPI 21); Pengolahan Hasil Hutan Bukan Kayu (RPI 22); Perekayasaan Alat dan Substitusi Bahan Pembantu (RPI 23). RPI dimaksud dilaksanakan oleh Pustekolah serta Balai Besar Penelitian Dipterokarpa Samarinda, Balai Penelitian Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu Mataram, Balai Penelitian Kehutanan Makassar, Balai Penelitian Kehutanan Kupang, Balai Penelitian Kehutanan Manokwari, dan Balai Penelitian Teknologi Serat Tanaman Hutan Kuok. Secara umum, sampai dengan tahun 2014 semua kegiatan dapat dilaksanakan dan mendukung capaian luaran yang telah ditetapkan.
RPI 2011-‐2014 merupakan revisi RPI 2010-‐2014. Kegiatan penelitian pada tahun 2010 tidak seluruhnya berlanjut. Namun demikian hasil penelitian yang telah dilaksanakan pada tahun 2010 menjadi bahan dan bagian dari sintesis ini.
Sifat Dasar Kayu dan Bukan Kayu (RPI 19) menghasilkan 3 informasi, yaitu: 1) Informasi sifat dasar dan kemungkinan penggunaan 75 jenis kayu; 2) Informasi sifat dasar dan kemungkinan penggunaan 22 jenis rotan; dan 3) Informasi sifat dasar dan kemungkinan penggunaan 8 jenis bambu. Sampai tahun 2014 telah diperolah informasi sifat dasar dan kegunaan 85 jenis kayu, 24 jenis rotan dan 10 jenis bambu. Informasi-‐informasi dimaksud digunakan dalam penyusunan Atlas Kayu Indonesia. Sampai saat ini telah disusun Atlas Kayu Indonesia Jilid I – IV.
Keteknikan dan Pemanena Hasil Hutan (RPI 20) menghasilkan 4 teknik, yaitu: 1) Teknik penentuan luas petak tebang optimal di hutan tanaman lahan basah; 2) Teknik stabilisasi badan jalan dan alat bantu logging; 3) Teknik efisiensi pemanenan kayu; dan 4) Teknik pemanenan optimal resin dan getah. Hasil penelitian yang menonjol di antaranya Teknik tree length logging di hutan alam produksi lahan kering, teknik ini dapat meningkatkan efisiensi pemanenan kayu, mengurangi limbah pemanenan. Volume kayu batang bebas cabang yang dimanfaatkan dengan metode tree length logging adalah berkisar antara 90-‐94% dan terjadinya penambahan potensi kayu yang berasal dari batang di atas cabang pertama sebesar 16,24-‐18,24% yang tidak akan diperoleh pada metode konvensional.
Pengolahan Hasil Hutan Kayu dan Bambu (RPI 21) menghasilkan 6 teknik dan 1 informasi, yaitu: 1) Diversivikasi produk komposit; 2) Teknik penyempurnaan kualitas kayu; 3) Teknik diversifikasi produk olahan bambu; 4) Teknik optimasi pemanfaatan material lignoselulosa; 5) Konsep standar produk olahan; 6) Teknik produksi pulp dan kertas dari kayu alternatif dan pengolahan
viii
limbahnya; dan 7) Informasi pasar dan ekonomi produk kertas dan papan serat. Hasil penelitian yang menonjol diantaranya penemuan perekat alternatif berbahan baku dari sumber hayati (kulit kayu dan serbuk kayu gergajian) untuk mensubstitusi pemakaian perekat sintetis untuk produksi panel kayu komposit yang sampai saat ini sebagian masih impor. Keberhasilan penemuan formula perekat berbasis fenolik dari sumberdaya alam yang renewable berpotensi prospektif untuk mensubstitusi perekat sintetis berbahan baku dari minyak bumi, sehingga ketergantungan pada perekat sintetis impor lambat laun dapat dikurangi.
Pengolahan Hasil Hutan Bukan Kayu (RPI 22) menhasilkan 2 teknik, yaitu: 1) Teknik pengolahan dan pemanfaatan HHBK untuk peningkatan nilai tambah dan pemenuhan kebutuhan industri; dan 2) Teknik pengolahan bahan bakar nabati berbasis tanaman kehutanan. Semua luaran telah dicapai sesuai rencana. Hasil penelitian yang menonjol di antaranya teknologi pengolahan karbon kemurnian tinggi sebagai bahan baku nano karbon. Nano karbon di antaranya dapat digunakan untuk biosensor. Biosenseor yang dibuat dengan sistem Moleculary Imprinted Polymer (MIP) berbasis elektroda pasta karbon menghasilkan kondisi optimum 15% MIP, 40% karbon dan 40% parafin dengan faktor nernst sebesar 49,7 mV/dekade dan limit deteksi sebesar 1,02 x 10-‐6 M pada pH optimum 4.
Perekayasaan Alat dan Substitusi Bahan Pembantu (RPI 23) menghasilkan 2 prototype dan 1 formula, yaitu: 1) prototype alat pemanenan hasil hutan; 2) prototype alat pengolahan hasil hutan kayu dan non kayu; dan 3) formula substitusi bahan pembantu pengolahan kayu dan bambu. Hasil penelitian yang menonjol antara lain adalah prototipe portable chipper yang dilengkapi dengan alat tambahan yaitu teromol kayu kabel layang dan conveyor. Hasil lainnya adalah formula pengawet dan stabilisasi kayu dengan bahan yang murah dan mudah didapat antara lain Spo dan Sca.
Sintesis RPI ini memberikan gambaran capaian RPI tahun 2011-‐2014 (Revisi) dan akan digunakan sebagai masukan dalam penyusunan rancangan RPI 2015 – 2019.
RPI 19 SIFAT DASAR KAYU DAN
BUKAN KAYU
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
1
RPI 19 SIFAT DASAR KAYU DAN BUKAN KAYU
Koordinator:
Drs. Muhammad Muslich, M.Sc.
I. PENDAHULUAN
Di Indonesia terdapat kurang lebih 4.000 jenis kayu, sedangkan yang dianggap penting hanya 400 jenis dan baru sekitar267 jenis dikenal sebagai kayu perdagangan. Kurang lebih ada 350 jenis rotan dan sekitar 51 jenis termasuk rotan komersial, 30 jenis sangat disukai masyarakat, sedangkan sisanya 265 jenis termasuk rotan kurang dimanfaatkan. Di Asia Tenggara kurang lebih ada 200 jenis bambu dari 20 genera, sedangkan di Indonesia baru ada 60 jenis yang ditemukan dan data sifat dasarnya terbatas.
Penelitian sifat dasar kayu dan bukan kayu merupakan penelitian dasar yang penting dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk menyediakan informasi yang menyeluruh suatu jenis kayu dan bukan kayu untuk diketahui pemanfaatannya secara luas. Dengan diketahuinya sifat dasar jenis dimaksud, seperti sifat anatomi, sifat fisis mekanis, sifat pemesinan, sifat keawetan, keterawetan, sifat pengeringan, dan sifat kimianya, maka penggunaan jenis tersebut akan lebih mudah ditentukan. Metode yang dipakai pada penelitian ini sesuai dengan standar yang berlaku, sehingga hasil yang dicapai dapat memenuhi persyaratan dalam kenggunaannya.
Informasi mengenai pengetahuan sifat dasar juga sangat penting dalam teknik pengolahan dan sangat membantu dalam pemilihan treatment yang akan dipakai. Dengan demikian sifat inferior suatu jenis akan mudah ditentukan cara untuk meningkatkan kualitasnya, seperti kelas awet dan kelas kuatnya.
Luaran RPI Sifat Dasar Kayu dan Bukan Kayu, yaitu: 1. Informasi sifat dasar dan kemungkinan penggunaan 75 jenis kayu 2. Informasi sifat dasar dan kemungkinan penggunaan 22 jenis rotan 3. Informasi sifat dasar dan kemungkinan penggunaan 8 jenis bambu
II. METODE SINTESIS
Sintesis RPI 19 dilakukan dengan metode sintesis terfokus berdasarkan
hasil kegiatan penelitian yang menjadi cakupan RPI yang dilaksanakan oleh Pustekolah maupun UPT dan berdasarkan literatur review. Sintesis RPI disajikan dengan pendekatan sintesis berdasarkan luaran RPI.
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
2
III. SINTESIS HASIL PELAKSANAAN RPI
A. Informasi Sifat Dasar dan Kemungkinan Penggunaan 75 Jenis Kayu
Target 75 jenis kayu dari RPI ini dapat tercapai, bahkan melampaui target yaitu dapat dihasilkan informasi sifat dasar dan kemungkinan kegunaan dari 85 jenis kayu. Dalam sintesis ini juga diuraikan informasi sifat dasar dan kemungkinan kegunaan kayu yang telah dihasilkan pada tahun 2010 sebanyak 5 jenis yaitu: rengas gunung (Semecarpus albescens Kurz.), hauwan (Elaeocarpus floribundus Bl.), baros (Michelia champaka L.), manglid (Manglietia glauca Blume.) dan cempaka (Mangnolia candolii Blume/King) dan. Jenis-‐jenis kayu yang diteliti diuraikan sebagai berikut: 1. Rengas gunung (Semicarpus albescen Kurz.) – Anacardeacea
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat
Ciri umum Warna: kayu teras coklat muda keabu-‐abuan, dapat dibedakan dengan jelas dari kayu gubal yang berwarna coklat muda agak kekuning-‐kuningan, pada bidang radial tampak warna keperakan, lebar kayu gubal berkisar antara 2-‐3 cm sekitar 25% dari diameter kayu. Tekstur: agak halus dan merata. Arah serat: lurus sampai agak berpadu. Kilap: kusam. Kesan raba: agak kesat. Kekerasan: agak keras. Corak: polos. Bau: tidak ditemukan bau yang khas.
Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: tidak jelas (ciri 2). Pembuluh: baur (ciri 5), pori hampir seluruhnya soliter (ciri 9), berganda sampai 5 sel, bidang perforasi sederhana (ciri 13). Diameter pembuluh berkisar 100-‐200 µm, frekuensi 5 buah/mm2 atau kurang (ciri 42 dan 46). Ceruk antar pembuluh selang seling (ciri 22), bentuk ceruk selang-‐ seling bersegi banyak (ciri 23) dengan ukuran besar > 10 mikron (ciri 27). Percerukan pembuluh dan jari-‐jari ada dua ciri, dengan halaman yang sempit sampai sederhana; ceruk bundar atau bersudut dan dengan halaman yang sempit sampai sederhana; ceruk horisontal atau vertikal (ciri 31 dan 32). Parenkim: paratrakea aliform (ciri 80), aliform lozenge (ciri 81), dan konfluen (ciri 83). Panjang untai sel parenkim adalah 2 sel (ciri 91) dan 3-‐4 sel per untai (ciri 92). Jari-‐jari: lebar jari-‐jari 1-‐3 sel (ciri 92). Komposisi jari-‐jari dengan 1 hingga 2-‐4 jalur sel tegak atau sel bujur sangkar marginal (ciri 106 dan 107), frekwensi > 4-‐12 permm. Serat: jaringan serat dasar dengan ceruk sederhana sampai berhalaman sangat kecil (ciri 61), serat tanpa sekat dijumpai (ciri 66), dinding serat tipis sampai tebal (ciri 69). Inklusi material: dalam parenkim aksial tak berbilik, berderet radial dalam sel baring (ciri 136, 139 dan 141).
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
3
b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis
Jenis kayu Kadar Air (%) Berat Jenis Berdasar
Penyusutan,% Bsh -‐ KU Bsh -‐ KO
Basah Kering udara Bb/Vb Bo/Vu Bo/Vb Bu/Vu Bo/Vo R T R T
R. gunung 125,60 12,52 0,84 0,41 0,38 0,46 0,42 2,29 5,49 4,14 8,64
Sifat mekanis MOR BJ S/W Kelas kuat
383,280 0,46 833,22 III-‐IV
Ket. Lentur Statis (kg/cm2) Ket. Tekan (kg/cm2)
Ket. Geser (kg/cm2)
Ket. Belah (kg/cm)
Ket.Tarik ┴ (kg/cm2)
Ket.Tarik // (kg/cm2)
MPL MOE MOR // I R T R T R T R T 201.27 46688,02 319,40 157,97 49,42 40,16 41,42 25,31 28,93 22,12 21,82 321,97 319,34
c. Sifat pemesinan
Pengetaman Pembentukan Pengampelasan Pemboran Pembubutan
I I I I II
d. Kelas kuat, kelas awet dan kelas keterawetan
Kelas kuat Ketahanan terhadap Kelas
keterawetan Rayap tanah R. kayu kering Jamur Penggerek laut III-‐IV V V IV V I
e. Sifat pengeringan
Pendugaan suhu dan kelembaban Jenis kayu Kadar air awal
rata-‐rata (%) Suhu, oC Kelembaban, %
Kualitas Min. Maks. Min. Maks. R. gunung 125 49 80 29 80 sedang
f. Sifat pengkaratan
Belum ada noda karat pada sekrup yang dipasang selama 6 bulan. g. Pengujian sifat venir dan kayu lapis
Pengujian keteguhan rekat kayu lapis dilakukan memenuhi menurut Standar Nasional Indonesia (SNI), Jepang (JAS) dan Jerman (DIN), menunjukkan jenis kayu tersebut keteguhan rekatnya memenuhi syarat.
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
4
h. Sifat kimia
Hasil analisis komponen kimia Lignin (%)
Pentosan (%)
Holose lulosa (%)
Alpase lulosa (%)
Hemise lulose (%)
Kelarutan ekstraktif (%) Air (%)
Abu (%)
Silika (%) Air
dingin Air panas
Alk.l bensin
NaOH 1%
23,14 15,29 75,98 45,92 30,06 4,74 6,86 0,68 7,51 2,03 0,94 0,047
Hasil destilasi kering dan nilai kalor Kadar air (%)
Berat contoh (gr)
Hasil arang (gr)
Berat ter (gr)
Berat cairan (gr)
Rendemen (%)
Arang Ter
destilat Cairan
15,06 2068/1788,92 508 138 858 28,40 7,71 47,96
Sifat fisika dan kimia arang Kadar (%) Nilai kalor
arang (kal/g)
Nilai kalor kayu (kal/g) Air Abu Zat terbang*) Karbon terikat
4,73 16,16 3,70 80,13 6.401 4.240
i. Sifat pengolahan pulp dan kertas
Kualitas serat untuk bahan pulp dan kertas termasuk kelas I. 2. Hauwan (Elaeocarpus floribundus Blime.) – Tiliaceae
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat
Ciri umum Warna: kayu teras dan gubal tidak dapat dibedakan, berwarna merah muda pekat. Tekstur: agak halus dan merata. Arah serat: lurus kadang berpadu. Kilap: permukaan kayu kusam. Kesan raba: agak kesat. Kekerasan: agak keras. Corak: polos. Bau: tidak ada bau khusus.
Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: batas lingkar tumbuh tidak jelas (ciri 2). Pembuluh: semi tata lingkar (ciri 4); bidang perforasi sederhana (ciri 13). Diameter pembuluh sekitar 50-‐100 µm (ciri 41) sampai 100-‐200 mikron (ciri 42), frekuensi 5-‐20 buah/mm2 atau kurang (ciri 41 dan 47). Terdapat getah atau endapan dalam pembuluh (ciri 58). Ceruk antar pembuluh selang-‐seling dan berukuran kecil (ciri 22 dan 25). Percerukan pembuluh dan jari-‐jari dengan halaman yang sempit sampai sederhana, ceruk bundar atau bersudut (ciri 31). Parenkim: paratrakea jarang dan vaskisentrik (ciri 78 dan 79), pita sempit ≤ 3 lapis sel, dan marjinal atau tampaknya marjinal (ciri 89). Tipe sel parenkim aksial 3-‐4 sel per untai (ciri 92). Jari-‐jari: multiseriate, 1-‐3 seri (ciri 97), komposisi sel jari-‐jari umumnya dengan 2-‐4 jalur sel tegak atau sel bujur sangkar marginal (ciri 107) dan sel baring, sel
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
5
bujur sangkar dan sel tegak bercampur (ciri 109). Terdapat sel ubin (ciri 111). Frekwensi jari-‐jari 12 atau lebih per mm (ciri 116). Serat: jaringan serat dasar dengan ceruk sederhana sampai berhalaman sangat kecil (ciri 61), serat bersekat ditemui (ciri 65). Ceruk antar serat dengan halaman yang jelas (ciri 62). Dinding serat tipis sampai tebal (ciri 69). Inklusi mineral: kristal prismatik dijumpai (136), dalam sel tegak berbilik (140). b. Sifat fisis dan mekanis
Sifat fisis
Jenis kayu
Kadar Air (%) Berat Jenis Berdasar Penyusutan,%
Bsh -‐ KU Bsh -‐ KO Basah K. Ud. Bb/Vb Bo/Vu Bo/Vb Bu/Vu Bo/Vo R T R T
Hauwan 62,90 15,05 0,81 0,52 0,50 0,60 0,55 1,37 3,49 3,30 6,72
Kelas kuat II, berat jenis 0,60 dan S/W= 1071,71.
Sifat mekanis Ket. Lentur Statis
(kg/cm2) Ket. Tekan (kg/cm2)
Ket. Geser (kg/cm2)
Ket. Belah (kg/cm)
Ket.Tarik ┴ (kg/cm2)
Ket.Tarik // (kg/cm2)
MPL MOE MOR // I R T R T R T R T
339.62 77549,20 536,75 295,75 83,24 68,88 75,33 38,62 37,55 29,62 30,45 534,38 504,20
c. Sifat pemesinan
Pengetaman Pembentukan Pengampelasan Pemboran Pembubutan
I I II I I d. Kelas kuat, kelas awet dan kelas keterawetan
Kelas Kuat Ketahanan terhadap Kelas
Keterawetan Rayap tanah R. Kayu kering Jamur Penggerek laut II V III III IV I
e. Sifat pengeringan
Pendugaan suhu dan kelembaban
Jenis kayu Kadar air awal rata-‐rata (%)
Suhu, oC Kelembaban,% Kualitas
Min. Maks. Min. Maks. Hauwan 110 50 85 27 85 Sedang
f. Sifat pengkaratan
Belum ada noda karat pada sekrup yang dipasang selama 6 bulan
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
6
g. Pengujian sifat venir dan kayu lapis
Pengujian keteguhan rekat kayu lapis dilakukan menurut Standar Nasional Indonesia (SNI), Jepang (JAS) dan Jerman (DIN), menunjukkan jenis kayu tersebut keteguhan rekatnya memenuhi syarat. h. Sifat kimia
Hasil analisis komponen kimia
Hasil destilasi kering dan nilai kalor
Kadar air (%)
Berat contoh (gr)
Hasil arang (gr)
Berat ter (gr)
Berat cairan (gr)
Rendemen (%)
Arang Terdestilat Cairan
18,09 2302/1949,36 629 135 795 32,26 6,92 40,68
Sifat fisika dan kimia arang Kadar (%) Nilai kalor
arang (kal/g) Nilai kalor kayu (kal/g) Air Abu Zat terbang*) Karbon terikat
4,35 18,21 1,08 80,70 6.584 4.204 i. Sifat pengolahan pulp dan kertas
Kualitas serat untuk bahan pulp dan kertas termasuk kelas I. 3. Baros (Michelia champaka L.inn) -‐ Magnoliaceae
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat
Ciri umum Warna: Kayu teras berwarna coklat muda keabuan. Kayu gubal berwarna putih krem, lebar sekitar 2-‐3 cm, sekitar 20% diameter batang. Tekstur: agak kasar dan tidak merata. Arah serat: lurus dan berpadu. Kilap: agak mengkilap. Kesan raba: agak halus. Kekerasan: agak keras. Corak: polos. Bau: tidak ada bau khusus.
Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: jelas (ciri 1). Pembuluh porositas baur (ciri 5), pembuluh berganda radial 4 atau lebih biasa di jumpai (3-‐6 sel) (ciri 10). Rata-‐rata panjang pembuluh 1003,02 mikron (ciri 54), diameter pembuluh 170,06 mikron (ciri 42), frekwensi pembuluh 5 – 20 per-‐mm (ciri 47). Bidang perforasi bentuk tangga (ciri 14), lebih dari 20-‐40 palang (ciri 17).Ceruk antar pembuluh bentuk tangga
Lignin (%)
Pento san (%)
Holose lulosa (%)
Alpase lulosa (%)
Hemise lulose
(%)
Kelarutan ekstraktif (%) Air (%)
Abu (%)
Silika (%) Air
dingin Air
panas Alkohol bensin
NaOH 1%
26,62 15,16 66,67 39,79 26,88 4,22 5,01 1,94 7,31 4,19 0,29 0,021
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
7
dan berhadapan (ciri 20 dan 21), ukurannya besar > 10 mikron (ciri 27). Ceruk antar pembuluh dan jari-‐jari dengan halaman yang jelas dan serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh (ciri 30). Parenkim: parenkim aksial paratrakea jarang (ciri 78) dan paratrakea sepihak (ciri 84). Panjang untai parenkim empat (3-‐4) sel per-‐untai (ciri 92). Jari-‐jari: lebar jari-‐jari 1-‐3 seri (ciri 97), komposisi sel jari-‐jari umumnya dengan 2-‐4 jalur sel tegak dan atau sel bujur sangkar marjinal (ciri 107), frekwensi jari-‐jari per mm>4-‐12 per mm (ciri 115). Serat: serat tanpa sekat dijumpai (ciri 66). Dinding serat tipis sampai tebal (ciri 69). Sel minyak dan muscilage: bergabung dengan jari-‐jari (ciri 124).
b. Sifat fisis dan mekanis
Sifat fisis
Jenis kayu
Kadar Air (%) Berat Jenis Berdasar Penyusutan,%
Bsh -‐ KU Bsh -‐ KO
Basah K. Udara Bb/Vb Bo/Vu Bo/Vb Bu/Vu Bo/Vo R T R T
Baros 160,07 14,28 0,80 0,33 0,33 0,38 0,34 0,83 2,52 2,27 5,39
Sifat mekanis Ket. Lentur Statis (kg/cm2) Ket. Tekan (kg/cm2) Ket. Geser (kg/cm2)
MPL MOE MOR // I R T 267.18 56581,29 445,15 242.85 52.526 52.641 54.483 Ket. Belah (kg/cm) Ket.Tarik ┴ (kg/cm2) Ket.Tarik // (kg/cm2) R T R T R T
24.675 23.463 9.748 20.255 333.085 410.386
Kelas kuat III-‐IV, berat jenis 0,38 dan S/W= 1171,00.
c. Sifat pemesinan
Pengetaman Pembentukan Pengampelasan Pemboran Pembubutan II II II II II
d. Kelas kuat, kelas awet dan kelas keterawetan
Kelas Kuat Ketahanan terhadap Kelas
Keterawetan Rayap tanah R. Kayu kering Jamur Penggerek laut III-‐IV V V III V I
e. Sifat pengeringan Pendugaan suhu dan kelembaban
Jenis kayu Kadar air awal rata-‐rata (%)
Suhu, oC Kelembaban,% Kualitas
Min. Maks. Min. Maks. Baros 115 49 75 27 85 Jelek
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
8
f. Sifat pengkaratan
Belum ada noda karat pada sekrup yang dipasang selama 6 bulan
g. Pengujian sifat venir dan kayu lapis
Pengujian keteguhan rekat kayu lapis dilakukan memenuhi menurut Standar Nasional Indonesia (SNI), Jepang (JAS) dan Jerman (DIN), menunjukkan jenis kayu tersebut keteguhan rekatnya memenuhi syarat. h. Sifat kimia
Hasil analisis komponen kimia Lignin (%)
Pento san (%)
Holose lulosa (%)
Alpase lulosa (%)
Hemise lulose (%)
Kelarutan ekstraktif (%) Air (%) Abu (%)
Silika (%) Air
dingin Air
panas Alkohol bensin
NaOH 1%
25,64 15,56 75,64 49,13 26,51 4,05 5,09 4,02 15,35 11,94 0,77 0,23
Hasil destilasi kering dan nilai kalor
Kadar air (%)
Berat contoh (gr)
Hasil arang (gr)
Berat ter (gr)
Berat cairan (gr)
Rendemen (%)
Arang Ter destilat Cairan
37,28 1506/1097,0 332 125 780 30,26 11,39 71,10
Sifat fisika dan kimia arang Kadar (%) Nilai kalor arang
(kal/g) Nilai kalor kayu
(kal/g) Air Abu Zat terbang*) Karbon terikat 1,99 22,78 1,81 75,41 6.735 4.302
i. Sifat pengolahan pulp dan kertas
Kualitas serat untuk bahan pulp dan kertas termasuk kelas I. 4. Manglid (Manglietia glauca Blume.) – Magnoliaceae
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat
Ciri umum Warna: Kayu teras berwarna coklat muda keabuan. Kayu gubal berwarna putih krem agak coklat muda. Tekstur: agak kasar dan tidak merata. Arah serat: berpadu. Kilap: agak kusam. Kesan raba: agak licin. Kekerasan: agak keras. Corak: polos. Bau: tidak ada bau khusus.
Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: batas lingkat tumbuh jelas (ciri 1). Pembuluh: baur (ciri 5); berganda radial sampai 4 sel atau lebih biasa di jumpai (sampai 6 sel) (ciri 10), panjang pembuluh 1040,66 mikron (ciri 54), diameter 176,12 mikron (ciri 42),
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
9
frekwensi 5-‐20 per mm (ciri 47); Bidang perforasi bentuk tangga (ciri 13), lebih 20-‐40 palang; ceruk antar pembuluh berhadapan (ciri 22) dengan ukuran besar > 10 mikron (ciri 27). Ceruk antar pembuluh dan jari-‐jari dengan halaman yang jelas; serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh (ciri 30). Parenkim: parenkim aksial paratrakea jarang, dan paratrakea sepihak (ciri 78 dan 84). Jari-‐jari: jari-‐jari 1-‐3 seri, (ciri 97) dan jari-‐jari besar umumnya 4-‐10 seri (ciri 98). Komposisi sel jari-‐jari dengan 1 jalur sel tegak dan atau sel bujur sangkar marjinal (ciri 106), dan umumnya dengan 2-‐4 jalur sel tegak atau sel bujur sangkar marjinal (ciri 107). Serat: serat tanpa sekat dijumpai (ciri 66), dinding serat tipis sampai tebal (ciri 69). Sel minyak dan muscilage: dijumpai sel minyak bergabung dengan jari-‐jari (ciri 124). b. Sifat fisis dan mekanis
Sifat fisis
Jenis kayu Kadar Air (%) Berat Jenis Berdasar Penyusutan,%
Bsh -‐ KU Bsh -‐ KO
Basah K. udara Bb/Vb Bo/Vu Bo/Vb Bu/Vu Bo/Vo R T R T Manglid 140,42 14,27 0,87 0,39 0,37 0,44 0,40 1,15 2,61 2,97 5,67
Sifat mekanis Ket. Lentur Statis (kg/cm2) Ket. Tekan (kg/cm2) Ket. Geser (kg/cm2)
MPL MOE MOR // I R T 290.97 60412,14 458,53 264.89 57.495 53.137 58.985
Ket. Belah (kg/cm) Ket.Tarik ┴ (kg/cm2) Ket.Tarik // (kg/cm2) R T R T R T
22.539 22.142 11.380 16.622 330.267 648.410 Kelas kuat III, berat jenis 0,44 dan S/W= 1037,00. c. Sifat pemesinan
Pengetaman Pembentukan Pengampelasan Pengeboran Pembubutan II II II II II
d. Kelas kuat, kelas awet dan kelas keterawetan
Kelas Kuat Ketahanan terhadap Kelas
Keterawetan Rayap tanah R. Kayu kering Jamur Penggerek laut III V V II V I
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
10
e. Sifat pengeringan
Pendugaan suhu dan kelembaban
Jenis kayu Kadar air awal rata-‐rata (%)
Suhu, oC Kelembaban, % Kualitas
Min. Maks. Min. Maks. Manglid 158 65 88 29 75 Bagus
f. Sifat pengkaratan
Belum ada noda karat pada sekrup yang dipasang selama 6 bulan.
g. Pengujian sifat venir dan kayu lapis
Pengujian keteguhan rekat kayu lapis dilakukan menurut Standar Nasional Indonesia (SNI), Jepang (JAS) dan Jerman (DIN), menunjukkan jenis kayu tersebut keteguhan rekatnya memenuhi syarat. h. Sifat kimia
Hasil analisis komponen kimia Lignin (%)
Pento san (%)
Holose lulosa (%)
Alpase lulosa (%)
Hemise lulose (%)
Kelarutan ekstraktif (%) Air (%)
Abu (%)
Silika (%) Air
dingin Air
panas Alkohol bensin
NaOH 1%
26,64 15,07 76,37 48,66 27,71 3,65 4,42 4,21 14,43 11,49 0,43 0,25
Hasil destilasi kering dan nilai kalor
Kadar air (%)
Berat contoh (gr)
Hasil arang (gr)
Berat ter (gr)
Berat cairan (gr)
Rendemen (%)
Arang Ter destilat Cairan
30,37 1806/1385,00 358 130 934 25,84 9,38 67,42
Sifat fisika dan kimia arang Kadar (%) Nilai kalor
arang (kal/g)
Nilai kalor kayu (kal/g) Air Abu Zat terbang*) Karbon terikat
1,07 20,73 1,03 78,24 6.835 4.386 i. Sifat pengolahan pulp dan kertas
Kualitas serat untuk bahan pulp dan kertas termasuk kelas I. 5. Cempaka (Magnolia candolii (Blume.) King.) – Magnoliaceae
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat
Ciri umum Warna: kayu teras dan gubal jelas dapat dibedakan. Kayu teras berwarna coklat muda keabuan. Kayu gubal berwarna putih krem, lebar sekitar 5-‐7 cm. Tekstur:
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
11
agak halus dan tidak merata. Arah serat: berpadu. Kilap: agak mengkilap. Kesan raba: agak licin. Kekerasan: agak keras. Corak : polos. Bau: tidak ada bau khusus.
Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: batas lingkar tumbuh tidak jelas (ciri 2). Pembuluh: baur (ciri 5); berganda radial sampai 4 sel ditemukan (8 sel) (ciri 10), panjang pembuluh 930,05 mikron (ciri 54), diameter 143,05 mikron (ciri 42), frekwensi 5-‐20 per mm (ciri 47); Bidang perforasi bentuk tangga (ciri 14); ceruk antar pembuluh berhadapan (ciri 21) dengan ukuran besar > 10 mikron (ciri 27). Ceruk antar pembuluh dan jari-‐jari dengan halaman yang jelas; serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh (ciri 30), dengan halaman yang sempit sampai sederhana; ceruk horizontal atau vertikal (ciri 32). Parenkim: parenkim aksial paratrakea jarang, dan paratrakea sepihak (ciri 78dan 84), juga dijumpai parenkim pita > 3 lapis sel dan pita sempit ≤ 3 lapis sel (ciri 85 dan 86). Tipe sel parenkim aksial dua sel per untai (ciri 91). Jari-‐jari: jari-‐jari 1-‐3 seri, (ciri 97). Komposisi sel jari-‐jari dengan 1 jalur sel tegak dan atau sel bujur sangkar marjinal (ciri 106) dan 2-‐4 jalur sel tegak atau sel bujur sangkar marjinal (ciri 107). Serat: serat tanpa sekat dijumpai (ciri 66), dinding serat tipis sampai tebal (ciri 69). Sel minyak dan muscilage: dijumpai sel minyak bergabung dengan jari-‐jari (ciri 124). b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis
Jenis kayu
Kadar Air (%) Berat Jenis Berdasar Penyusutan,%
Bsh -‐ KU Bsh -‐ KO Basah K.udara Bb/Vb Bo/Vu Bo/Vb Bu/Vu Bo/Vo R T R T
Cempaka 94,54 14,78 0,86 0,47 0,45 0,54 0,49 0,82 2,17 0,98 5,76
Sifat mekanis Ket. Lentur Statis (kg/cm2) Ket. Tekan (kg/cm2) Ket. Geser (kg/cm2)
MPL MOE MOR // I R T 352.119 62802.429 551,108 225.946 71.139 51.789 58.543
Ket. Belah (kg/cm) Ket.Tarik ┴ (kg/cm2) Ket.Tarik // (kg/cm2) R T R T R T
30.147 35.070 15.461 23.804 491.362 568.766 c. Sifat pemesinan
Pengetaman Pembentukan Pengampelasan Pemboran Pembubutan II II II II II
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
12
d. Kelas kuat, kelas awet dan kelas keterawetan
Kelas Kuat Ketahanan terhadap Kelas
Keterawetan Rayap tanah R. Kayu kering Jamur Penggerek laut III III III III V I
e. Sifat pengeringan
Pendugaan suhu dan kelembaban
Jenis kayu Kadar air awal rata-‐rata (%)
Suhu, oC Kelembaban, % Kualitas
Min. Maks. Min. Maks. Cempaka 113 50 80 27 81 Sedang
f. Sifat pengkaratan
Belum ada noda karat pada sekrup yang dipasang selama 6 bulan.
g. Pengujian sifat venir dan kayu lapis
Pengujian keteguhan rekat kayu lapis menunjukkan memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia (SNI), Jepang (JAS) dan Jerman (DIN).
h. Sifat kimia Hasil analisis komponen kimia
Lignin (%)
Pento san (%)
Holose lulosa (%)
Alpase lulosa
(%)
Hemise lulose
(%)
Kelarutan ekstraktif (%) Air (%)
Abu (%)
Silika (%) Air
dingin Air
panas Alk.
bensin NaOH 1%
29,67 14,67 75,76 49,41 26,35 3,69 4,37 3,12 13,64 11,34 0,28 0,48
Hasil destilasi kering dan nilai kalor
Sifat fisika dan kimia arang Kadar (%) Nilai kalor arang
(kal/g) Nilai kalor kayu (kal/g) Air Abu Zat terbang*) Karbon terikat
1,30 22,45 1,49 76,06 6.838 4.374
i. Sifat pengolahan pulp dan kertas
Kualitas serat untuk bahan pulp dan kertas termasuk kelas I.
Kadar air (%)
Berat contoh (gr)
Hasil arang (gr)
Berat ter (gr)
Berat cairan (gr)
Rendemen (%)
Arang Ter destilat
Cairan
33,54 1819/1362,00 395 135 882 28,99 9,91 64,75
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
13
6. Pangsor (Ficus callosa Willd.) – Moraceae
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat
Ciri umum Warna: kayu teras berwarna putih jerami hingga kuning muda, susah dibedakan dari gubal yang berwarna sama atau berwarna lebih muda. Corak: polos. Tekstur: kasar. Arah serat: lurus hingga berpadu. Kilap: agak mengkilap. Kesan raba: licin. Kekerasan: agak keras. Bau: tidak ada bau khusus.
Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: tidak jelas (ciri 2). Pembuluh: baur (ciri 5), pembuluh hampir seluruhnya soliter (ciri 9). Diameter pembuluh 100-‐200 mikron (ciri 42); frekuensi pembuluh per-‐mm2 sekitar 5 atau kurang (ciri 46). Bidang perforasi sederhana (ciri 13).Ceruk antar pembuluh selang-‐seling (ciri 22), ukurannya sedang > 7-‐10 mikron, (ciri 26). Ceruk antar pembuluh dan jari-‐jari ada tiga ciri, pertama dengan halaman yang jelas, serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh (ciri 30), dengan halaman yang sempit sampai sederhana: ceruk bundar atau bersudut (ciri 31) serta dengan halaman sempit sampai sederhana, ceruk horisontal atau vertikal (ciri 32) dan ini yang paling sering ditemukan. Parenkim: parenkim pita (ciri 85). Panjang untai parenkim 3-‐4 sel per-‐untai (ciri 92). Jari-‐jari: lebar jari-‐jari 1-‐3 seri (ciri 97), dan yang paling sering ditemukan jari-‐jari besar umumnya 4-‐10 seri (ciri 98), komposisi seluruhnya sel baring (ciri 104) atau dengan 1 jalur sel tegak atau sel bujursangkar marjinal (ciri 106), dan yang paling sering ditemukan dengan 2-‐4 jalur sel tegak atau sel bujur sangkar marjinal (ciri 107). Frekwensi jari-‐jari > 4-‐12 per mm (ciri 115). Serat: jaringan serat dasar dengan ceruk sederhana sampai berhalaman sangat kecil (ciri 61), serat tanpa sekat ditemui (ciri 66). Dinding serat tipis sampai tebal (ciri 69). Inklusi material: kristal primatik dijumpai (ciri 136) dalam sel tegak (ciri 137), dan dalam parenkim aksial tak berbilik (ciri 141). b. Sifat fisis dan mekanis
Sifat fisis
Kadar air,% Berat Jenis berdasar Penyusutan,% B-‐KU B-‐KO
B KU Bb/Vb Bo/Vu Bo/Vb Bu/Vu Bo/Vo R T R T 139.73 11.75 0.81 0.36 0.34 0.40 0.37 1.03 3.69 2.16 6.37
Sifat mekanis Keteguhan Lentur Statis (kg/cm2) KeteguhanTekan (kg/cm2)
MPL MOE MOR // ┴ 203.96 44136.87 329.34 98.19 24.15
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
14
Keteguhan Geser (kg/cm2) Kekerasan(Kg/cm2)
Ujung Sisi
R T Radial Tangensial 23.63 23.47 210.85 121.56 136.72
c. Sifat pemesinan
Pengetaman Pembentukan Pengampelasan Pemboran Pembubutan
III III II III II
d. Kelas kuat, kelas awet dan kelas keterawetan
Kelas Kuat Ketahanan terhadap Kelas
Keterawetan Rayap tanah R. Kayu kering Jamur Penggerek laut IV V V IV III I
e. Sifat pengeringan
Kadar air awal
Jenis kayu Lebar contoh uji (Tebal 2,5 cm)
Kadar air awal (%) (5 sampel)
Kadar air rata-‐rata (%)
Pangsor 28 91,3; 88; 89,9; 88,5; 94,9 90,5
Lama dan cacat pengeringan
Jenis kayu Kadar air awal rata-‐rata (%)
Lama pengeringan sampai kadar air 15% (hari)
Cacat
Pangsor 90 4 memuntir; menjamur
f. Sifat pengkaratan
Belum ada noda karat pada sekrup yang dipasang selama 6 bulan.
g. Pengujian sifat venir dan kayu lapis
Pengujian keteguhan rekat kayu lapis menunjukkan memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia (SNI), Jepang (JAS) dan Jerman (DIN). h. Sifat kimia
Hasil analisis komponen
Lignin (%)
Pentosan (%)
Holose lulosa (%)
Kelarutan ekstraktif (%) Air (%)
Abu (%)
Silika (%) Air
dingin Air
panas Alkoh bensin
NaOH 1%
32,15 15,36 53,18 4,80 10,99 3,06 20,75 3,95 2,48 0,841
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
15
Hasil destilasi kering dan nilai kalor
Sifat fisika dan kimia arang Kadar (%) Nilai kalor
arang (kal/g)
Nilai kalor kayu (kal/g) Air Abu Zat terbang*) Karbon terikat
2,50 2,40 21,70 79,90 6.432 3.983 i. Sifat pengolahan pulp dan kertas
Konsumsi alkali, bilangan kappa, kadar air dan rendemen pulp hasil pemasakan
Jenis kayu BB (g)
BKO (g)
Kadar Air (%) Berat pulp (g)
Rendemen (%)
Konsumsi alkali
Bilangan kappa Basah Kering
oven Pangsor 10 2,5 75 300,00 860,9 35,87 13,23 21,205
7. Jering (Pithecellobium rosulatum Kosterm.) – Mimosaceae
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat
Ciri umum Warna: kayu teras berwarna putih jerami, susah dibedakan dari gubal yang berwarna sama. Corak: polos. Tekstur: kasar. Arah serat: lurus, bergelombang hingga berpadu. Kilap: permukaan kayu kusam. Kesan raba: kesat. Kekerasan: lunak. Bau: tidak ada bau khas.
Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: tidak jelas (ciri 2). Pembuluh: baur (ciri 5); hampir seluruhnya soliter ini yang paling sering ditemukan (ciri 9), ada beberapa ditemui berganda radial hingga tiga sel; diameter pembuluh 50 -‐100 mikron (ciri 41); frekuensi 5 buah/mm2 atau kurang (ciri 46). Bidang perforasi sederhana (ciri 13); ceruk antar pembuluh selang-‐seling (ciri 22), dengan ukuran kecil > 4-‐7 mikron (ciri 25). Ceruk antar pembuluh dan jari-‐jari dengan halaman yang jelas, serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh (ciri 30). Parenkim: parenkim aksial paratrakea paratrakea jarang (ciri 78), vaskisentrik (ciri 79). Tipe sel parenkim aksial dua sel per untai (ciri 91). Jari-‐jari: jari-‐jari seluruhnya 1 seri (ciri 96) ini yang paling sering dijumpai, juga 1-‐3 seri (ciri 97). Komposisi sel jari-‐jari seluruhnya sel baring (ciri 104), frekwensi jari-‐jari >4-‐12 per mm (ciri 115). Serat: jaringan serat dasar dengan ceruk sederhana sampai berhalaman sangat kecil (ciri 61), dinding serat tipis sampai tebal (ciri 69), serat bersekat dijumpai (ciri 65), juga serat tanpa sekat (ciri 66).
Kadar air (%)
Berat contoh (gr)
Hasil arang (gr)
Berat ter (gr)
Berat cairan (gr)
Rendemen (%) BJ
(gr/cm3) Arang Ter destilat Cairan
19,74 1690/1411,4 489 137 735 34,64 9,70 52,07 0,401
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
16
b. Sifat fisis dan mekanis
Sifat fisis
Kadar air, % Berat Jenis berdasar Penyusutan, %
B-‐KU B-‐KO B KU Bb/Vb Bo/Vu Bo/Vb Bu/Vu Bo/Vo R T R T
137.26 12.29 0.87 0.38 0.37 0.43 0.40 1.06 2.80 2.28 5.42
Sifat mekanis Keteguhan Lentur Statis (kg/cm2) Keteguhan Tekan (kg/cm2)
MPL MOE MOR // ┴ 297.06 53671.86 435.14 118.66 42.31
Keteguhan Geser (kg/cm2) Kekerasan (kg/cm2)
Ujung Sisi
R T Radial Tangensial 31.30 35.61 284.17 242.99 263.29
c. Sifat pemesinan
Pengetaman Pembentukan Pengampelasan Pemboran Pembubutan
II II II II II d. Kelas kuat, kelas awet dan kelas keterawetan
Kelas Kuat Ketahanan terhadap Kelas
Keterawetan Rayap tanah R. Kayu kering Jamur Penggerek laut IV V V IV IV I
e. Sifat pengeringan
Kadar air awal kayu
Jenis kayu Lebar contoh uji (Tebal 2,5 cm)
Kadar air awal (%) (5 sampel)
Kadar air rata-‐rata (%)
Jering 25 59,9; 63,2; 71,6; 61; 76,2 66,4
Lama dan cacat pengeringan
Jenis kayu Kadar air awal rata-‐
rata (%)
Lama pengeringan sampai kadar air 15%
(hari) Cacat
Jering 66,4 5 pecah ujung; menjamur
f. Sifat pengkaratan
Belum ada noda karat pada sekrup yang dipasang selama 6 bulan.
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
17
g. Pengujian sifat venir dan kayu lapis
Pengujian keteguhan rekat kayu lapis menunjukkan memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia (SNI), Jepang (JAS) dan Jerman (DIN). h. Sifat kimia
Hasil analisis komponen kimia kayu
Lignin (%)
Pento san (%)
Holose lulosa (%)
Kelarutan ekstraktif (%) Air (%)
Abu (%)
Silika (%) Air
dingin Air
panas Alk.
bensin NaOH 1%
31,17 17,15 48,57 3,78 6,17 3,77 19.75 4,01 0,56 0,140
Hasil destilasi kering dan nilai kalor Kadar air (%)
Berat contoh (gr)
Arang (gr)
Ter (gr)
Cairan (gr)
Rendemen (%) BJ
(gr/cm3) Arang Ter destilat Cairan
35,65 1720/1267,96 423 105 704 33,37 8,28 55,52 0,430
Sifat fisika dan kimia arang Kadar (%) Nilai kalor arang
(kal/g) Nilai kalor kayu
(kal/g) Air Abu Zat terbang*) Karbon terikat 2,90 0,80 19,80 79,40 6.485 4.080
i. Sifat pengolahan pulp dan kertas
Konsumsi alkali, bilangan kappa, kadar air dan rendemen pulp hasil pemasakan
Jenis kayu BB (g)
BKO (g)
Kadar air (%) Berat pulp (g)
Rendemen (%)
Konsumsi alkali
Bilangan kappa Basah Kering oven
Jering 10 2,4 76 316,67 980,1 39,20 12,67 13,205
8. Petai (Parkia speciosa Hasak) -‐ Mimosaceae
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat
Ciri umum Warna: kayu coklat muda kemerahan, agak mudah dibedakan gubal yang coklat muda. Corak: polos. Tekstur: halus sampai agak kasar. Arah serat: lurus sampai berpadu. Kilap: permukaan kayu kusam. Kesan raba: kesat. Kekerasan: keras. Bau: tidak ada bau khusus.
Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: batas lingkar tumbuh tidak jelas (ciri 2). Pembuluh: baur (ciri 5); bergabung sampai dengan 4 sel (ciri 10). Bidang perforasi sederhana (ciri 13). Diameter pembuluh berkisar antara 50-‐100 mikron (ciri 41) dan 100-‐200 mikron (ciri 42); frekuensi pori 5 buah/mm2 atau kurang (ciri 46). Ceruk antar
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
18
pembuluh selang-‐seling dan berukuran sedang (ciri 22 dan 26); ceruk berumbai (ciri 29); ceruk antar pembuluh dan jari-‐jari dengan halaman yang jelas; serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh (ciri 30). Parenkim: aksial paratrakea vaskisentrik, aliform, konfluen (ciri 79, 80, 83). Panjang untai sel parenkim adalah 2 sel peruntai (ciri 91). Jari-‐jari: 1-‐3 seri (ciri 97), jari-‐jari besar umumnya 4-‐10 seri (ciri 98). Komposisi sel jari-‐jari umumnya seluruhnya sel baring (ciri 104) kadang dengan 1 jalur sel tegak dan atau sel bujur sangkar marjinal. Serat: jaringan serat dasar dengan ceruk berhalaman yang jelas (ciri 62). Serat tanpa sekat dijumpai (ciri 66), dinding serat tipis sampai tebal (ciri 69). Kristal prismatik dijumpai (ciri 136), dalam parenkim aksial berbilik (ciri 142).
b. Sifat fisis dan mekanis
Sifat fisis
Kadar air,% Berat Jenis berdasar Penyusutan,% B-‐KU B-‐KO
B KU Bb/Vb Bo/Vu Bo/Vb Bu/Vu Bo/Vo R T R T 94.61 13.18 0.95 0.51 0.49 0.58 0.53 1.15 2.11 2.92 4.97
Sifat mekanis Keteguhan Lentur Statis (kg/cm2) KeteguhanTekan (kg/cm2)
MPL MOE MOR // ┴ 325.09 62421.69 504.34 133.61 51.02
Keteguhan Geser (kg/cm2) Kekerasan(Kg/cm2)
Ujung Sisi
R T Radial Tangensial 38.53 39.68 314.57 276.21 288.35
c. Sifat pemesinan
Persentase bebas cacat pemesinan Pengetaman Pembentukan Pengampelasan Pemboran Pembubutan
II II II II II d. Kelas kuat, kelas awet dan kelas keterawetan
Kelas Kuat Ketahanan terhadap Kelas
keterawetan Rayap tanah R. Kayu kering Jamur Penggerek laut III V V IV III I
e. Sifat pengeringan Kadar air awal kayu
Jenis kayu Lebar contoh uji (Tebal 2,5 cm)
Kadar air awal (%) (5 sampel)
Kadar air rata-‐rata (%)
Petai 20 60,9; 75,6; 88,3; 80,0; 96,5 80,3
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
19
Lama dan cacat pengeringan
Jenis kayu Kadar air awal rata-‐rata (%)
Lama pengeringan sampai kadar air 15% (hari) Cacat
Petai 80 5 Pecah ujung; menjamur
f. Sifat pengkaratan
Belum ada noda karat pada sekrup yang dipasang selama 6 bulan. g. Pengujian sifat venir dan kayu lapis
Pengujian keteguhan rekat kayu lapis memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia (SNI), Jepang (JAS) dan Jerman (DIN). h. Sifat kimia
Hasil analisis komponen kimia
Lignin (%)
Pento san (%)
Holose lulosa (%)
Kelarutan ekstraktif (%) Air (%)
Abu (%)
Silika (%) Air
dingin Air
panas Alk.
bensin NaOH 1%
31,58 16,07 54,86 3,60 6,99 2,95 20,03 4,20 1,04 0,375
Hasil destilasi kering dan nilai kalor Kadar air (%)
Berat contoh (gr)
Arang (gr)
Ter (gr)
Cairan (gr)
Rendemen (%) BJ (gr/cm3) Arang Ter destilat Cairan
9,02 1701/1560,06 454 150 680 29,09 9,61 43,58 0,482
Sifat fisika dan kimia arang Kadar (%) Nilai kalor
arang (kal/g)
Nilai kalor kayu (kal/g) Air Abu Zat terbang*) Karbon terikat
3,81 1,63 22,75 75,62 6.562 3.743 i. Sifat pengolahan pulp dan kertas
Konsumsi alkali, bilangan kappa, kadar air dan rendemen pulp hasil pemasakan
Jenis kayu
BB (g)
BKO (g)
Kadar Air (%) Berat pulp (g)
Rendemen (%)
Konsumsi alkali
Bilangan kappa Basah Ker. Oven
Petai 10 2,7 73 270,37 860,4 38,72 12,67 13,425
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
20
9. Manii (Maesopsis eminii Engl.) – Rhamnaceae
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat
Ciri umum Warna: kayu teras berwarna coklat kemerahan, agak susah dibedakan dari gubal yang berwarna coklat muda kekuningan. Corak: pada penampang longitudinal terdapat corak berupa garis-‐garis bergelombang dan berwarna terang, kemungkinan disebabkan karena susunan parenkim konfluen berjarak teratur. Tekstur: agak kasar. Arah serat: sangat berpadu. Kilap: permukaan kayu mengkilap. Kesan raba: licin. Kekerasan: keras. Bau: tidak ada bau khusus.
Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: batas lingkar tumbuh tidak jelas (ciri 2). Pembuluh: semi tata lingkar (ciri 4); bidang perforasi sederhana (ciri 13). Diameter pembuluh sekitar 50-‐100 µm, frekuensi 5 buah/mm2 atau kurang (ciri 41 dan 46). Terdapat getah atau endapan dalam pembuluh (ciri 58). Ceruk antar pembuluh selang-‐seling dan berukuran kecil (ciri 22 dan 25). Percerukan pembuluh dan jari-‐jari dengan halaman yang sempit sampai sederhana, ceruk bundar atau bersudut (ciri 31). Parenkim: paratrakea sepihak hingga konfluen (ciri 83 dan 84). Tipe sel parenkim aksial 3-‐8 sel per untai (ciri 92-‐93). Jari-‐jari: multiseriate, 1-‐3 seri (ciri 97), komposisi sel jari-‐jari dengan 1 jalur sel tegak atau sel bujur sangkar marginal (ciri 106). Terdapat jari-‐jari agregat (ciri 110). Serat: serat bersekat ditemui (ciri 65). Ceruk antar serat dengan halaman yang jelas (ciri 62). Dinding serat tipis sampai tebal (ciri 69). Terdapat penebalan ulir pada jaringan serat dasar (ciri 64). Inklusi mineral: kristal prismatik tidak dijumpai. Ciri lain: terdapat sel ubin (ciri 111).
b. Sifat fisis dan mekanis
Sifat fisis
Kadar air,% Berat Jenis berdasar Penyusutan, % B-‐KU B-‐KO
B KU Bb/Vb Bo/Vu Bo/Vb Bu/Vu Bo/Vo R T R T 138.27 11.86 0.98 0.44 0.41 0.49 0.45 1.16 3.05 2.83 5.80
Sifat mekanis Keteguhan Lentur Statis (kg/cm2) KeteguhanTekan (kg/cm2)
MPL MOE MOR // ┴ 272.37 53791.71 436.37 114.16 37.33
Keteguhan Geser (kg/cm2) Kekerasan (kg/cm2)
Ujung Sisi
R T Radial Tangensial 30.14 36.33 258.87 245.69 254.44
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
21
c. Sifat pemesinan Persentase bebas cacat pemesinan Pengetaman Pembentukan Pengampelasan Pemboran Pembubutan
II II II II II
d. Kelas kuat, kelas awet dan kelas keterawetan
Kelas kuat Ketahanan terhadap Kelas
keterawetan Rayap tanah R. kayu kering Jamur Penggerek laut IV V V IV V I
e. Sifat pengeringan Kadar air awal kayu
Jenis kayu Lebar contoh uji (Tebal 2,5 cm)
Kadar air awal (%) (5 sampel)
Kadar air rata-‐rata (%)
Manii 20 122,5; 86,7; 92,6; 91; 122 102,6
Lama dan cacat pengeringan
Jenis kayu Kadar air awal rata-‐rata
(%) Lama pengeringan sampai
kadar air 15% (hari) Cacat
Manii 103 5 -‐
f. Sifat pengkaratan
Belum ada noda karat pada sekrup yang dipasang selama 6 bulan.
g. Pengujian sifat venir dan kayu lapis
Pengujian keteguhan rekat kayu lapis menunjukkan memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia (SNI), Jepang (JAS) dan Jerman (DIN).
h. Sifat kimia
Hasil analisis komponen kimia
Lignin (%)
Pentosan (%)
Holose-‐ lulosa (%)
Kelarutan ekstraktif (%) Air (%)
Abu (%)
Silika (%) Air
dingin Air
panas Alk. bensin
NaOH 1%
26,74 16,68 42,03 3,52 6,24 3,53 20,96 8,07 0,47 0,118
Hasil destilasi kering dan nilai kalor Kadar air (%)
Berat contoh (gr)
Arang (gr)
Berat ter (gr)
Cairan (gr)
Rendemen (%) BJ
(gr/cm3) Arang Ter destilat Cairan
19,83 1837/1657,49 511 125 730 30,82 7,54 44,04 0,441
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
22
Sifat fisika dan kimia arang Kadar (%) Nilai kalor arang
(kal/g) Nilai kalor kayu
(kal/g) Air Abu Zat Terbang*) Karbon terikat 3,34 1,42 22,80 76,08 6.534 4.060
i. Sifat pengolahan pulp dan kertas Konsumsi alkali dan bilangan kappa, kadar air dan rendemen pulp hasil pemasakan
BB (g)
BKO (g)
Kadar Air (%) Berat pulp (g)
Rendemen (%)
Konsumsi alkali
Bilangan kappa Basah Kering oven
10 2,7 73 270,37 1020,1 45,91 12,12 13,585
10. Balsa (Ochromagrandiflora Rowlee) – Bombacaceae
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat
Ciri umum Warna: kayu teras berwarna putih kecoklatan, susah dibedakan dari gubal. Corak: polos, terkadang ditemui lingkaran tumbuh berwarna kecoklatan pada bidang longitudinal. Tekstur: kasar. Arah serat: lurus sampai berpadu. Kilap: permukaan kayu kusam. Kesan raba: kesat. Kekerasan: agak keras.
Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: tidak jelas (ciri 2). Pembuluh: baur (ciri 5), bidang perforasi sederhana (ciri 13). Diameter pembuluh berkisar antara 100-‐200 µm, frekuensi 5 buah/mm2 atau kurang (ciri 42 dan 46). Ceruk antar pembuluh selang seling (ciri 22) dengan bentuk ceruk bersegi banyak (ciri 23), berukuran kecil > 4-‐7 mikron (ciri 25). Percerukan pembuluh dan jari-‐jari dengan halaman yang jelas, serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh (ciri 30), serta dengan halaman yang sempit sampai sederhana, ceruk bundar atau bersudut (ciri 31). Parenkim: aksial apotrakea tersebar (ciri 76), aksial paratrakea jarang (ciri 78). Panjang untai sel parenkim adalah 3-‐4 sel per untai (ciri 92) sampai delapan (5-‐8) sel peruntai (ciri 93). Jari-‐jari: 1-‐3 seri (ciri 97), dan jari-‐jari yang lebar umumnya > 4-‐10 seri (ciri 98). Komposisi jari-‐jari dengan 2-‐4 jalur sel tegak atau sel bujur sangkar marginal (ciri 107), sel seludang dijumpai (ciri 110). Serat: serat bersekat dijumpai (ciri 65), dinding serat sangat tipis (ciri 68).
b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis
Kadar air,% Berat Jenis berdasar Penyusutan,% B-‐KU B-‐KO
B KU Bb/Vb Bo/Vu Bo/Vb Bu/Vu Bo/Vo R T R T 259.15 10.84 0.62 0.19 0.18 0.21 0.19 0.89 4.04 1.79 5.81
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
23
Sifat mekanis Keteguhan Lentur Statis
(kg/cm2) KeteguhanTekan
(kg/cm2) Keteguhan Geser
(kg/cm2) Kekerasan (kg/cm2)
Ujung Sisi MPL MOE MOR // ┴ R T Radial Tangensial 60.64 12624.12 105.62 27.83 4.52 7.16 8.99 70.84 26.86 32.22
c. Sifat pemesinan
Persentase bebas cacat pemesinan Pengetaman Pembentukan Pengampelasan Pemboran Pembubutan
IV III III IV III
d. Kelas kuat, kelas awet dan kelas keterawetan
Kelas Kuat Ketahanan terhadap Kelas
Keterawetan Rayap tanah R. Kayu kering Jamur Penggerek laut V V IV IV IV I
e. Sifat pengeringan
Kadar air awal kayu
Jenis kayu Lebar contoh uji (Tebal 2,5 cm)
Kadar air awal (%) (5 sampel)
Kadar air rata-‐rata (%)
Balsa 19 95,5; 111,7; 110; 80,7; 97,6 99,1
Lama dan cacat pengeringan
Jenis kayu Kadar air awal rata-‐rata (%)
Lama pengeringan sampai kadar air 15% (hari) Cacat
Balsa 99,1 3 memuntir; menjamur
f. Sifat pengkaratan
Belum ada noda karat pada sekrup yang dipasang selama 6 bulan.
g. Pengujian sifat venir dan kayu lapis
Pengujian keteguhan rekat kayu lapis menunjukkan memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia (SNI), Jepang (JAS) dan Jerman (DIN).
h. Sifat kimia
Hasil analisis komponen kimia
Lignin (%)
Pento-‐ san (%)
Holosel (%)
Kelarutan ekstraktif (%) Air (%)
Abu (%)
Silika (%) Air
dingin Air
panas Alk.
bensin NaOH 1%
30,81 16,30 48,53 1,29 6,03 3,75 22,89 4,99 0,84 0,130
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
24
Hasil destilasi kering dan nilai kalor Kadar Air (%)
Berat contoh (gr)
Arang (gr)
Ter (gr)
Cairan (gr)
Rendemen (%) BJ
(gr/cm3) Arang Ter destilat Cairan
12,33 862/768,06 243 80 337 31,63 10,51 43,87 0,403
Sifat fisika dan kimia arang Jenis kayu
Kadar (%) Nilai kalor arang (kal/g)
Nilai kalor kayu (kal/g) Air Abu Zat terbang*) Karbon terikat
Balsa 3,01 2,53 17,28 78,19 6.466 3.980 i. Sifat pengolahan pulp dan kertas
Konsumsi alkali, bilangan kappa, kadar air dan rendemen pulp hasil pemasakan Jenis kayu
BB (g)
BKO (g)
Kadar Air (%) Berat Pulp (g)
Riject (g)
Rendemen (%)
Konsumsi alkali
Bilangan kappa Basah Ker. Oven
Balsa 10 2,1 79 376,19 1090,3 2,4 38,16 12,67 15,635
11. Ki cauk (Pisonia umbellifera (Forst. Seem.) -‐ Nyctaginaceae
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat
Ciri umum Warna: kayu teras berwarna putih jerami hingga kuning muda, susah dibedakan dari gubal yang berwarna sama atau berwarna lebih muda. Corak: polos kadang beralur pada bidang radial karena gambaran jari-‐jari yang lebar. Tekstur: agak kasar dan tidak merata. Arah serat: agak berpadu. Kilap: kusam. Kesan raba: agak licin. Kekerasan: agak keras. Bau: tidak ada bau khusus.
Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: tidak jelas (ciri 2). Pembuluh : baur (ciri 5), pembuluh hampir seluruhnya soliter (ciri 9). Diameter pembuluh 100-‐200 mikron (ciri 42); frekuensi pembuluh per-‐mm2 sekitar 5 atau kurang (ciri 46). Bidang perforasi sederhana (ciri 13).Ceruk antar pembuluh selang-‐seling (ciri 22), ukurannya sedang > 7-‐10 mikron, (ciri 26). Ceruk antar pembuluh dan jari-‐jari ada tiga ciri, pertama dengan halaman yang jelas, serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh (ciri 30), dengan halaman yang sempit sampai sederhana: ceruk bundar atau bersudut (ciri 31) serta dengan halaman sempit sampai sederhana, ceruk horisontal atau vertikal (ciri 32) dan ini yang paling sering ditemukan. Parenkim: parenkim pita (ciri 85). Panjang untai parenkim 3-‐4 sel per-‐untai (ciri 92). Jari-‐jari: lebar jari-‐jari 1-‐3 seri (ciri 97), dan yang paling sering ditemukan jari-‐jari besar umumnya 4-‐10 seri (ciri 98), komposisi seluruhnya sel baring (ciri 104) atau dengan 1 jalur sel tegak atau sel bujursangkar marjinal (ciri 106), dan yang paling sering ditemukan dengan 2-‐4 jalur sel tegak atau sel bujur
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
25
sangkar marjinal (ciri 107). Frekwensi jari-‐jari > 4-‐12 per mm (ciri 115). Serat: jaringan serat dasar dengan ceruk sederhana sampai berhalaman sangat kecil (ciri 61), serat tanpa sekat ditemui (ciri 66). Dinding serat tipis sampai tebal (ciri 69). Inklusi material: kristal primatik dijumpai (ciri 136) dalam sel tegak (ciri 137), dan dalam parenkim aksial tak berbilik (ciri 141).
b. Sifat fisis dan mekanis
Sifat fisis
Jenis kayu Kadar air,% Berat jenis berdasar
Penyusutan,% Bsh-‐ker.Ud Bsh-‐K.oven
Basah KU Bb/Vb Bo/Vb Bo/Vu Bu/Vu Bo/Vo R T R T Ki cauk 293.58 12.28 0.98 0.25 0.32 0.38 0.34 6.68 11.49 9.80 14.01
Sifat mekanis
Jenis kayu Ket.Lentur Statis,kg/cm2 Keteguhan tekan Keteguhan Geser
kg/cm2 MPL MOE MOR C// C┴ R T
Ki cauk 2.76 14,089 135.62 42.82 17.06 17.87 18.64
Keteguhan pukul dalam keadaan basah radial = 8,93 kgm/dm3 dan tangensial = 11.39 kgm/dm3. c. Sifat kekuatan kayu
Jenis kayu
Kerapatn
MOR (kg/cm2)
Tekan // (kg/cm2)
Kelas kuat
Rasio kekuatan terhadap berat
Ki cauk 0.38 -‐ -‐ V -‐
d. Kelas awet dan keteraweatan
Kelas keawetan Kelas keterawetan Rayap kayu kering Rayap tanah Jamur Penggerek laut
II II IV IV I e. Sifat pengeringan Sifat pengeringan suhu tinggi
Jenis kayu Kadar air awal
rata-‐rata (%)
Pengelompokkan cacat pengeringan Retak/pecah awal Deformasi Pecah dalam
Ki cauk 227 -‐ Kolap -‐
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
26
Estimasi bagan pengeringan
Jenis kayu Kadar air awal
rata-‐rata (%)
Suhu, oC Kelembaban, % Kualitas Awal Akhir Awal Akhir
Ki cauk 227 -‐ -‐ -‐ -‐ Sangat jelek
f. Sifat Pengkaratan Belum ada noda karat pada sekrup yang dipasang selama 6 bulan.
g. Pengujian sifat venir dan kayu lapis
Pengujian keteguhan rekat kayu lapis menunjukkan memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia (SNI), Jepang (JAS) dan Jerman (DIN). h. Sifat kimia
Hasil analisis komponen kimia
Jenis kayu
Lignin (%)
Pento-‐ san (%)
Selulosa (%)
Kelarutan ekstraktif (%) Air (%)
Abu (%)
Silika (%) Air
dingin Air
panas Alk.
bensin NaOH 1%
Ki cauk 31,77 16,93 54,95 5,50 9,32 4,60 19,20 10,42 2,53 0,549
Hasil destilasi kering dan nilai kalor
Jenis kayu Kadar air (%)
Hasil arang (gr)
Berat ter (gr)
Berat cairan (gr)
Rendemen (%) BJ
(gr/cm3) Arang Ter
destilat Cairan
Ki cauk 40,61 352 40 1.285 26,50 3,09 56,66 0,387
Sifat fisika dan kimia arang Jenis kayu
Kadar (%) Nilai kalor kayu (kal/g)
Nilai kalor arang (kal/g) Air Abu Zat terbang*) Karbon terikat
Ki cauk 1,16 2,65 17,63 74,75 4.034 6,132 i. Sifat dan pengolahan pulp untuk kertas
Konsumsi alkali, bilangan kappa, kadar air dan rendemen pulp hasil pemasakan BB (g)
BKO (g)
Kadar Air (%) Berat pulp (g)
Rendemen (%)
Konsunsi alkali
Bilangan kappa Basah Kering oven
10 2,9 71,0 244,83 694 33,54 14,09 4,315
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
27
12. Huru manuk (Litsea monopelata Pers.) -‐ Lauraceae
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat
Ciri umum Warna: kayu berwarna kekuningan bagian kayu gubal mempunyai warna lebih muda. Corak: polos. Tekstur: agak halus dan tidak merata. Arah serat: lurus sampai berpadu. Kilap: permukaan kayu agak mengkilap. Kesan raba: agak kesat. Kekerasan: agak keras. Bau: bau khusus pada waktu segar.
Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: batas lingkar tumbuh tidak jelas (ciri 2). Pembuluh: baur (ciri 5); bergabung sampai dengan 4 sel (ciri 10). Bidang perforasi sederhana (ciri 13). Diameter pembuluh berkisar antara 50-‐100 mikron (ciri 41) dan 100-‐200 mikron (ciri 42); frekuensi pori 5 buah/mm2 atau kurang (ciri 46). Ceruk antar pembuluh selang-‐seling dan berukuran sedang (ciri 22 dan 26); ceruk berumbai (ciri 29); ceruk antar pembuluh dan jari-‐jari dengan halaman yang jelas; serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh (ciri 30). Parenkim: aksial paratrakea vaskisentrik, aliform, konfluen (ciri 79, 80, 83). Panjang untai sel parenkim adalah 2 sel per-‐untai (ciri 91). Jari-‐jari: 1-‐3 seri (ciri 97), jari-‐jari besar umumnya 4-‐10 seri (ciri 98). Komposisi sel jari-‐jari umumnya seluruhnya sel baring (ciri 104) kadang dengan 1 jalur sel tegak dan atau sel bujur sangkar marjinal. Serat: jaringan serat dasar dengan ceruk berhalaman yang jelas (ciri 62). Serat tanpa sekat dijumpai (ciri 66), dinding serat tipis sampai tebal (ciri 69). Kristal prismatik dijumpai (ciri 136), dalam parenkim aksial berbilik (ciri 142).
b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis
Jenis kayu Kadar air
(%) Berat jenis berdasar Penyusutan,% Bsh-‐ker.Ud Bsh-‐K.oven
Basah KU Bb/Vb Bo/Vb Bo/Vu Bu/Vu Bo/Vo R T R T Huru manuk 72.17 11.66 0.76 0.44 0.47 0.54 0.49 1.51 3.76 2.92 6.23
Sifat mekanis
Kondisi kayu
Ket.Lentur Statis,kg/cm2 Keteguhan tekan Keteguhan Geser Ket.eguhan Belah
kg/cm2 kg/cm MPL MOE MOR C// C┴ R T R T
Basah 268.62 73,978 461.99 250.70 51.33 56.16 61.20 24.52 33.88 KU 353.62 80,370 585.32 342.13 69.15 71.68 88.54 32.55 35.76
Klasifikasi kekuatan kayu
Jenis kayu Kerapatan MOR (kg/cm2)
Tekan // (kg/cm2)
Kelas kuat
Rasio kekuatan terhadap berat
Huru manuk 0.54 585.32 342.13 II-‐IV 649
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
28
c. Kelas pemesinan
Jenis kayu Pengetaman Pembentukan Pengampelasan Pemboran Pembubutan Huru manuk II II II II II
d. Kelas awet dan keteraweatan
Kelas keawetan Kelas keterawetan Rayap kayu kering Rayap tanah Jamur Penggerek laut
II II III III III
e. Sifat pengeringan
Sifat pengeringan suhu tinggi
Jenis kayu Kadar air awal rata-‐rata (%)
Pengelompokkan cacat pengeringan Retak/pecah awal Deformasi Pecah dalam
Huru manuk 51 Baik – agak baik baik – agak baik -‐
Estimasi bagan pengeringan
Jenis kayu Kadar air awal rata-‐rata (%)
Suhu, oC Kelembaban, % Kualitas
Awal Akhir Awal Akhir Huru manuk 51 55 80 76 22 Agak baik
f. Sifat Pengkaratan
Belum ada noda karat pada sekrup yang dipasang selama 6 bulan
g. Pengujian sifat venir dan kayu lapis
Pengujian keteguhan rekat kayu lapis menunjukkan memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia (SNI), Jepang (JAS) dan Jerman (DIN).
h. Analisis komponen kimia
Jenis kayu Lignin (%)
Pento-‐ san (%)
Selulosa (%)
Kelarutan ekstraktif (%) Air (%)
Abu (%)
Silika (%) Air
dingin Air
panas Alk.
bensin NaOH 1%
H. manuk 35,20 16,74 50,98 2,71 4,41 3,85 10,35 9,59 0,97 0,104
Hasil destilasi kering dan nilai kalor
Jenis kayu Kadar air (%)
Hasil arang (gr)
Berat ter (gr)
Berat cairan (gr)
Rendemen (%) BJ
(gr/cm3) Arang Ter destilat Cairan
H. manuk 21,94 531 110 1.002 28,83 5,96 54,35 0,497
Sifat fisika dan kimia arang
Jenis kayu Kadar (%) Nilai kalor
kayu (kal/g) Nilai kalor
arang (kal/g) Air Abu Zat terbang*) Karbon terikat H. manuk 0,98 1,09 17,00 82,91 4.223 6,582
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
29
i. Sifat dan pengolahan pulp untuk kertas
Konsumsi alkali , bilangan kappa, kadar air dan rendemen pulp hasil pemasakan BB (g)
BKO (g)
Kadar Air (%) Berat pulp (g)
Rendemen (%)
Konsunsi alkali
Bilangan kappa Basah Kering oven
10 2,8 72,0 257,14 844,5 39,41 14,09 4,32
13. Ki hampelas (Fikus ampelas Burn.F.) -‐ Anacardiaceae
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat
Ciri umum Warna: kayu teras dan gubal berwarna sama putih krem. Corak: polos. Tekstur: agak halus dan merata. Arah serat: lurus dan agak berpadu. Kilap: permukaan kayu kusam. Kesan raba: agak kesat Kekerasan: lunak. Tidak ditemukan bau khas.
Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: tidak jelas (ciri 2). Pembuluh: baur (ciri 5), bidang perforasi sederhana (ciri 13). Diameter pembuluh berkisar antara 100-‐200 µm, frekuensi 5 buah/mm2 atau kurang (ciri 42 dan 46). Ceruk antar pembuluh selang seling (ciri 22) dengan bentuk ceruk bersegi banyak (ciri 23), berukuran kecil > 4-‐7 mikron (ciri 25). Percerukan pembuluh dan jari-‐jari dengan halaman yang jelas, serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh (ciri 30), serta dengan halaman yang sempit sampai sederhana, ceruk bundar atau bersudut (ciri 31). Parenkim: aksial apotrakea tersebar (ciri 76), aksial paratrakea jarang (ciri 78). Panjang untai sel parenkim adalah 3-‐4 sel per untai (ciri 92) sampai delapan (5-‐8) sel peruntai (ciri 93). Jari-‐jari: 1-‐3 seri (ciri 97), dan jari-‐jari yang lebar umumnya > 4-‐10 seri (ciri 98). Komposisi jari-‐jari dengan 2-‐4 jalur sel tegak atau sel bujur sangkar marginal (ciri 107), sel seludang dijumpai (ciri 110). Serat : serat bersekat dijumpai (ciri 65), dinding serat sangat tipis (ciri 68).
b. Sifat fisis dan mekanis
Sifat fisis
Jenis kayu Kadar air,% Berat jenis berdasar
Penyusutan,% Bsh-‐ker. Udara Bsh-‐K.oven
Basah KU Bb/Vb Bo/Vb Bo/Vu Bu/Vu Bo/Vo R T R T Ki hampelas 116.55 11.98 0.91 0.42 0.45 0.52 0.47 1.22 3.37 2.66 6.96
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
30
Sifat mekanis
Jenis kayu Ket.Lentur Statis,kg/cm2 Keteguhan tekan Keteg. Geser Keteguhan Belah
kg/cm2 kg/cm MPL MOE MOR C// C┴ R T R T
Basah 183.59 8,595 92.28 217.00 68.69 62.22 65.80 40.46 48.43 KU 369.09 65,391 557.59 270.86 109.42 97.22 05.53 35.81 40.23
Jenis kayu
Keteguhan Tarik┴ KeteguhanTarik// Kekerasan Keteguhan.Pukul kg/cm2 kgm/dm3
R T R T Ujung Sisi R T Basah 30.45 34.63 339.52 389.19 277.06 208.99 14.04 12.14 KU 16.87 19.69 462.92 356.25 376.73 275.38 14.04 12.14
Klasifikasi kekuatan kayu Jenis kayu
Kerapatn
MOR
(kg/cm2) Tekan // (kg/cm2)
Kelas kuat
Rasio kekuatan terhadap berat
Ki hampelas 0.52 557.59 270.86 III 704
c. Kelas pemesinan
Jenis kayu Pengetaman Pembentukan Pengampelasan Pemboran Pembubutan Ki hampelas II II II II II
d. Kelas awet dan keteraweatan
Kelas keawetan Kelas keterawetan Rayap kayu kering Rayap tanah Jamur Penggerek laut
III III IV V I
e. Sifat pengeringan
Sifat pengeringan suhu tinggi
Jenis kayu Kadar air awal rata-‐rata (%)
Pengelompokkan cacat pengeringan Retak/pecah awal Deformasi Pecah dalam
Ki hampelas 83 Baik-‐agak baik Baik -‐
Estimasi bagan pengeringan
Jenis kayu Kadar air awal rata-‐rata (%)
Suhu, oC Kelembaban,% Kualitas
Awal Akhir Awal Akhir Ki hampelas 83 60 85 82 24 Baik
f. Sifat Pengkaratan
Belum ada noda karat pada sekrup yang dipasang selama 6 bulan.
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
31
g. Pengujian sifat venir dan kayu lapis
Pengujian keteguhan rekat kayu lapis menunjukkan memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia (SNI), Jepang (JAS) dan Jerman (DIN).
h. Hasil analisis komponen kimia
Lignin (%)
Pentosan (%)
Selulosa (%)
Kelarutan ekstraktif (%) Air (%)
Abu (%)
Silika (%)
Air dingin
Air panas
Alk. bensin
NaOH 1%
25,04 16,71 46,28 4,21 5,80 3,43 16,01 10,99 2,89 0,677
Hasil destilasi kering dan nilai kalor
Jenis kayu Kadar air (%)
Hasil arang (gr)
Berat Ter (gr)
Berat cairan (gr)
Rendemen (%) BJ
(gr/cm3) Arang Ter destilat Cairan
Ki hampelas 33,85 550 70 900 36,39 4,63 59,56 0,449
Sifat fisika dan kimia arang
Jenis kayu Kadar (%) Nilai kalor kayu
(kal/g)
Nilai kalor arang
(kal/g) Air Abu Zat terbang*) Karbon terikat
Ki hampelas 0,95 2,89 17,89 79,22 4.045 6,068
i. Sifat dan pengolahan pulp untuk kertas
Konsumsi alkali, bilangan kappa, kadar air dan rendemen pulp hasil pemasakan
BB (g)
BKO (g)
Kadar Air (%) Berat pulp (g)
Riject (g)
Rendemen (%)
Konsunsi alkali
Bilangan kappa Basah Kering oven
10 2,8 72,0 257,14 797 10,0 37,19 13,61 11,32
14. Ki banen (Crypterona paniculata Blume) – Crypteroneaceae
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat
Ciri umum Warna: kayu teras kuning kecoklatan, kayu gubal berwarna putih krem. Corak: penampang longitudinal bidang tangensial terdapat corak berupa garis-‐garis agak hitam. Tekstur: agak halus dan tidak merata. Arah serat: berpadu. Kilap: permukaan kayu kusam. Kesan raba: agak kesat. Kekerasan: agak keras. Bau: tidak ada bau khusus.
Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: batas lingkar tumbuh tidak jelas (ciri 2). Pembuluh: semi tata lingkar (ciri 4); bidang perforasi sederhana (ciri 13). Diameter pembuluh sekitar 50-‐100 µm, frekuensi 5 buah/mm2 atau kurang (ciri 41 dan 46). Terdapat getah
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
32
atau endapan dalam pembuluh (ciri 58). Ceruk antar pembuluh selang-‐seling dan berukuran kecil (ciri 22 dan 25). Percerukan pembuluh dan jari-‐jari dengan halaman yang sempit sampai sederhana, ceruk bundar atau bersudut (ciri 31). Parenkim: paratrakea sepihak hingga konfluen (ciri 83 dan 84). Tipe sel parenkim aksial 3-‐8 sel per untai (ciri 92-‐93). Jari-‐jari: multiseriate, 1-‐3 seri (ciri 97), komposisi sel jari-‐jari dengan 1 jalur sel tegak atau sel bujur sangkar marginal (ciri 106). Terdapat jari-‐jari agregat (ciri 110). Serat: serat bersekat ditemui (ciri 65). Ceruk antar serat dengan halaman yang jelas (ciri 62). Dinding serat tipis sampai tebal (ciri 69). Terdapat penebalan ulir pada jaringan serat dasar (ciri 64). Inklusi mineral: kristal prismatik tidak dijumpai. Ciri lain: terdapat sel ubin (ciri 111).
b. Sifat fisis dan mekanis
Sifat fisis
Jenis kayu Kadar air,% Berat jenis berdasar Penyusutan,%
Bsh-‐ker.Udara Bsh-‐K.oven Basah KU Bb/Vb Bo/Vb Bo/Vu Bu/Vu Bo/Vo R T R T
Ki bonen 71.79 12.36 0.85 0.49 0.61 0.60 0.54 1.28 3.06 2.93 5.87
Sifat mekanis
Jenis kayu
Ket.Lentur Statis,kg/cm2 Keteguhan tekan Keteguhan Geser Ket. Belah kg/cm2 kg/cm
MPL MOE MOR C// ┴ R T R T Basah 152.89 31,659 488.98 260.76 94.85 84.22 91.58 33.29 40.86 KU 423.04 69,100 560.55 353.81 122.23 13.59 107.40 36.75 44.27
Jenis kayu
Ket. Tarik┴ Ket.Tarik// Kekerasan Keteguhan.Pukul kg/cm2 kgm/dm3
R T R T Ujung Sisi R T Basah 26.08 37.55 451.80 580.25 430.76 294.84 20.09 22.04 KU 19.75 21.61 383.82 466.49 467.63 339.08 14.58 12.09
Kayu ki banen mempunyei kerapatan 0,60, tekan sejajar 353,81 kg/cm2, kelas kuat II dan rasio kekuatan terhadap berat 700. c. Kelas awet dan keteraweatan
Kelas keawetan Kelas keterawetan Rayap kayu kering Rayap tanah Jamur Penggerek laut
III II III III II
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
33
d. Sifat Pengeringan
Sifat pengeringan suhu tinggi
Jenis kayu Kadar air awal rata-‐rata (%)
Pengelompokkan cacat pengeringan Retak/pecah awal Deformasi Pecah dalam
Ki bonen 66 Agak baik -‐ sedang Agak baik – buruk
-‐
Estimasi bagan pengeringan
Jenis kayu Kadar air awal rata-‐rata (%)
Suhu, oC Kelembaban,% Kualitas
Awal Akhir Awal Akhir Ki bonen 66 50 70 80 20 Agak buruk
e. Sifat Pengkaratan
Belum ada noda karat pada sekrup yang dipasang selama 6 bulan.
f. Pengujian sifat venir dan kayu lapis
Pengujian keteguhan rekat kayu lapis menunjukkan memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia (SNI), Jepang (JAS) dan Jerman (DIN). g. Analisis komponen kimia
Lignin (%)
Pentosan (%)
Selulosa (%)
Kelarutan ekstraktif (%) Air (%)
Abu (%)
Silika (%) Air
dingin Air
panas Alk.
bensin NaOH 1%
28,41 16,22 44,39 5,40 11,19 4,14 22,17 10,80 1,03 0,284
Hasil destilasi kering dan nilai kalor
Kadar air (%)
Hasil arang (gr)
Berat ter (gr)
Berat cairan (gr)
Rendemen (%) BJ
(gr/cm3) Arang Ter
destilat Cairan
25,96 590 125 910 34,36 7,28 53,00 0,607
Sifat fisika dan kimia arang
Jenis kayu
Kadar (%) Nilai kalor kayu (kal/g)
Nilai kalor arang (kal/g) Air Abu Zat terbang*) Karbon terikat
Ki bonen 1,53 1,94 21,69 76,37 4.363 6,584 h. Sifat dan pengolahan pulp untuk kertas Konsumsi alkali, bilangan kappa, kadar air dan rendemen pulp hasil pemasakan
BB (g)
BKO (g)
Kadar Air (%) Berat Pulp
(g) Riject (g)
Rendemen (%)
Konsunsi alkali
Bilangan kappa Basah Kering
oven 10 2,6 73,5 277,36 594,5 37,6 26,26 13,13 13,36
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
34
15. Ki rengas (Buchanamia arborescens Blume) – Moraceae
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat
Ciri umum Warna: kayu berwarna kekuningan bagian kayu gubal mempunyai warna lebih muda. Corak: polos. Tekstur: agak halus dan tidak merata. Arah serat: lurus sampai berpadu. Kilap: permukaan kayu agak mengkilap. Kesan raba: agak kesat. Kekerasan: agak keras. Bau: bau khusus pada waktu segar.
Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: batas lingkar tumbuh tidak jelas (ciri 2). Pembuluh: baur (ciri 5); bergabung sampai dengan 4 sel (ciri 10). Bidang perforasi sederhana (ciri 13). Diameter pembuluh berkisar antara 50-‐100 mikron (ciri 41) dan 100-‐200 mikron (ciri 42); frekuensi pori 5 buah/mm2 atau kurang (ciri 46). Ceruk antar pembuluh selang-‐seling dan berukuran sedang (ciri 22 dan 26); ceruk berumbai (ciri 29); ceruk antar pembuluh dan jari-‐jari dengan halaman yang jelas; serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh (ciri 30). Parenkim: aksial paratrakea vaskisentrik, aliform, konfluen (ciri 79, 80, 83). Panjang untai sel parenkim adalah 2 sel per-‐untai (ciri 91). Jari-‐jari: 1-‐3 seri (ciri 97), jari-‐jari besar umumnya 4-‐10 seri (ciri 98). Komposisi sel jari-‐jari umumnya seluruhnya sel baring (ciri 104) kadang dengan 1 jalur sel tegak dan atau sel bujur sangkar marjinal. Serat: jaringan serat dasar dengan ceruk berhalaman yang jelas (ciri 62). Serat tanpa sekat dijumpai (ciri 66), dinding serat tipis sampai tebal (ciri 69). Kristal prismatik dijumpai (ciri 136), dalam parenkim aksial berbilik (ciri 142).
b. Sifat fisis dan mekanis
Sifat fisis
Jenis kayu Kadar air,% Berat jenis berdasar
Penyusutan,% Bsh-‐ker. Udara Bsh-‐K.oven
Basah KU Bb/Vb Bo/Vb Bo/Vu Bu/Vu Bo/Vo R T R T Ki rengas 74.21 12.55 0.90 0.52 0.56 0.65 0.58 2.12 4.37 4.10 6.93
Sifat mekanis
Jenis kayu Ket.Lentur Statis,kg/cm2 Ket. tekan Ket. Geser Ket. Belah
kg/cm2 kg/cm MPL MOE MOR C// C� R T R T
Ki rengas Bsh 159.53 36,139 486.35 240.84 80.12 72.71 78.14 39.55 39.71
KU 338.35 71,769 597.07 372.65 133.67 114.07 129.30 44.43 54.16
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
35
Jenis kayu Keteg. Tarik┴ Ket.eguhanTarik// Kekerasan Keteguhan.Pukul
kg/cm2 kgm/dm3 R T R T Ujung Sisi R T
Ki rengas
Basah 30.29 29.96 563.61 490.29 335.73 318.43 28.50 29.60 KU 24.16 23.70 796.94 764.98 388.26 384.47 28.50 29.60
c. Kelas pemesinan
Jenis kayu Pengetaman Pembentukan Pengampelasan Pemboran Pembubutan Ki rengas II II II II II d. Kelas awet dan keteraweatan
Kelas keawetan Kelas keterawetan Rayap kayu kering Rayap tanah Jamur Penggerek laut
II V III IV I e. Sifat pengeringan
Sifat pengeringan suhu tinggi
Jenis kayu Kadar air awal
rata-‐rata (%)
Pengelompokkan cacat pengeringan Retak/pecah awal Deformasi Pecah dalam
Ki rengas 60 Agak baik Agak baik-‐sedang
-‐
Estimasi bagan pengeringan
Jenis kayu Kadar air awal
rata-‐rata (%)
Suhu, oC Kelembaban, % Kualitas Awal Akhir Awal Akhir
Ki rengas 60 50 80 75 22 Sedang
f. Sifat pengkaratan Belum ada noda karat pada sekrup yang dipasang selama 6 bulan g. Pengujian sifat venir dan kayu lapis
Pengujian keteguhan rekat kayu lapis menunjukkan memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia (SNI), Jepang (JAS) dan Jerman (DIN). h. Analisis komponen kimia
Jenis kayu Lignin (%)
Pento-‐ san (%)
Selulosa (%)
Kelarutan ekstraktif (%) Air (%)
Abu (%)
Silika (%)
Air dingin
Air panas
Alkoh bensin
NaOH 1%
Ki rengas 22,66 16,33 51,64 3,50 5,37 3,68 15,52 10,91 0,89 0,153
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
36
Hasil destilasi kering dan nilai kalor
Jenis kayu Kadar air (%)
Hasil arang (gr)
Berat ter (gr)
Berat cairan (gr)
Rendemen (%) BJ
(gr/cm3) Arang Ter
destilat Cairan
Ki rengas 28,09 545 107 1.008 31,84 6,27 59,09 0,579
Sifat fisika dan kimia arang
Jenis kayu Kadar (%)
Nilai kalor kayu (kal/g)
Nilai kalor arang (kal/g) Air Abu Zat
terbang*) Karbon terikat
Ki rengas 1,45 2,40 21,29 76,31 4.328 6,503
i. Sifat dan pengolahan pulp untuk kertas
Konsumsi alkali, bilangan kappa, kadar air dan rendemen pulp hasil pemasakan BB (g)
BKO (g)
Kadar Air (%) Berat Pulp (g)
Rendemen (%)
Konsunsi alkali
Bilangan kappa Basah Krg oven
10 2,7 73,0 270,37 708,5 31,88 14,09 5,47 16. Ki bugang (Arthophyllum diversifolium Bl.) -‐ Araliaceae
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat
Ciri umum Warna: kayu teras putih jerami, susah dibedakan dari gubal. Corak: polos. Tekstur: agak kasar dan tidak merata. Arah serat: lurus dan agak berpadu. Kilap: agak kusam. Kesan raba: agak kesat. Kekerasan: agak keras. Bau: tidak ada bau khusus.
Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: tidak jelas (ciri 2). Pembuluh: baur (ciri 5). Diameter pembuluh 200 mikron atau lebih (ciri 43); frekuensi pembuluh per-‐mm2 sekitar 5 atau kurang (ciri 46). Bidang perforasi sederhana (ciri 13). Ceruk antar pembuluh selang-‐seling (ciri 22). Ceruk antar pembuluh dan jari-‐jari dengan halaman yang jelas, serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh (ciri 30). Parenkim: parenkim pita > 3 lapis sel (ciri 85). Panjang untai parenkim delapan (5-‐8) sel per-‐untai (ciri 93), dan lebih dari 8 sel peruntai (ciri 94). Jari-‐jari: lebar jari-‐jari 1-‐3 seri (ciri 97), komposisi seluruhnya sel baring (ciri 104), dengan 1 jalur sel tegak dan atau sel bujur sangkar marjinal (ciri 106). Serat: jaringan serat dasar dengan ceruk sederhana sampai berhalaman sangat kecil (ciri 61), serat bersekat ditemui (ciri 65). Panjang serat 1390,39 ± 87,25 mikron (ciri 72), dinding serat umumnya 3,96 ± 1 mikron, tipis sampai tebal (ciri 69).
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
37
b. Sifat fisis dan mekanis
Sifat fisis
Kadar air,% Berat jenis berdasar Penyusutan,%
Bsh-‐ker.Udara Bsh-‐K.oven Basah KU Bb/Vb Bo/Vb Bo/Vu Bu/Vu Bo/Vo R T R T
94,6 14,59 0,929 0,578 0,538 0,504 0,481 1,29 3,59 3,52 7,77
Sifat mekanis
Jenis kayu Ket.Lentur Statis Keteguhan tekan Keteguhan
Geser Keteguhan Belah
kg/cm2 kg/cm MPL MOE MOR C// C┴ R T R T
Ki bugang 407,69 70.970,13 645,24 351,63 108,20 62,10 90,78 27,49 22,86
Jenis kayu
Keteg. Tarik┴ Ket.eguhanTarik// Kekerasan Keteguhan.Pukul kg/cm2 kgm/dm3
R T R T Ujung Sisi R T Ki bugang 31,91 38,60 769,72 811,92 397,29 288,14 15,27 14,23
Klasifikasi kekuatan kayu Jenis kayu
Kerapatn
MOR (kg/cm2)
Tekan // (kg/cm2)
Kelas kuat Rasio kekuatan terhadap berat
Ki bugang 0,578 733,42 412,27 III 1268,893
c. Kelas pemesinan
Jenis kayu Pengetaman Pembentukan Pengampelasan Pemboran Pembubutan
Ki bugang II II II II II
d. Kelas awet dan keteraweatan
Kelas keawetan Kelas keterawetan Rayap kayu kering Rayap tanah Jamur Penggerek laut
III-‐IV II V (IV-‐V) V I
e. Sifat pengeringan
Sifat pengeringan suhu tinggi
Jenis kayu Kadar air awal
rata-‐rata (%)
Klasifikasi cacat pengeringan Sifat
pengeringan Retak/pecah awal
Deformasi Pecah dalam
Kibugang 92 (89-‐99) Agak baik Sedang Baik sedang
f. Sifat pengkaratan
Belum ada noda karat pada sekrup yang dipasang selama 6 bulan.
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
38
g. Pengujian sifat venir dan kayu lapis
Pengujian keteguhan rekat kayu lapis menunjukkan memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia (SNI), Jepang (JAS) dan Jerman (DIN.
h. Analisis komponen kimia
Jenis kayu Lignin (%)
Pento san (%)
Selulosan (%)
Kelarutan ekstraktif (%) Air (%)
Abu (%)
Silika (%) Air
dingin Air
panas Alkohol bensin
NaOH 1%
Ki bugang 29,75 21,37 52,57 1,01 6,24 0,34 18,55 5,68 1,64 0,103
Hasil destilasi kering dan nilai kalor
Kadar air (%)
Hasil arang (gr)
Berat ter (gr)
Berat cairan (gr)
Rendemen (%) BJ
(gr/cm3) Arang Ter destilat Cairan
17,88 530 2140/1815,4 29,19 110 718 0,50 17,88
Sifat fisika dan kimia arang
Jenis kayu Kadar (%) Nilai kalor
kayu (kal/g) Nilai kalor
arang (kal/g) Air Abu Zat terbang*) Karbon terikat Ki bugang 5,09 3,53 19,37 77,11 6,1 39,55
i. Sifat dan pengolahan pulp untuk kertas
Konsumsi alkali, bilangan kappa dan rendemen
Jenis kayu Konsunsi alkali Rata-‐rata Bilangan kappa Rata-‐rata Rendemen (%)
Ki bugang 16,30 15,94 14,19
14,19 32,63 15,57 14,19
17. Sempur lilin (Dillenia obovata Hoogl.) -‐ Dilleniaceae
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat
Ciri umum Warna: kayu teras berwarna coklat muda, susah dibedakan dari gubal yang berwarna sama. Corak: umumnya polos. Tekstur: halus dan merata. Arah serat: lurus dan agak berpadu. Kilap: permukaan kayu agak mengkilap. Kesan raba: agak licin. Kekerasan: keras. Bau: tidak ada bau khas.
Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: tidak jelas (ciri 2). Pembuluh: baur (ciri 5); hampir seluruhnya soliter ini yang paling sering ditemukan (ciri 9). Bidang perforasi bentuk tangga (ciri 14); dengan 10-‐20 palang (ciri 16); ceruk antar pembuluh selang-‐seling (ciri 22). Ceruk antar pembuluh dan jari-‐jari dengan halaman yang jelas, serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh (ciri 30); dengan halaman yang sempit sampai sederhana, ceruk horizontal atau vertikal (ciri 32).
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
39
Terdapat endapan berwarna putih (ciri 58). Parenkim: parenkim aksial apotrakea tersebar (ciri 76) da pratrakea sepihak (ciri 84). Jari-‐jari: jari-‐jari besar umumnya 4-‐10 seri (ciri 98), jari-‐jari agregat (ciri 101), tinggi > 1 mm (ciri 102). Komposisi sel jari-‐jari dengan 1 jalur sel tegak dan atau sel bujur sangkar marjinal (ciri 106), atau umumnya dengan 2-‐4 jalur sel tegak atau sel bujur sangkar marjinal (ciri 107). Serat: jaringan serat dasar dengan ceruk sederhana sampai berhalaman sangat kecil (ciri 61), kadang dengan ceruk berhalaman yang jelas (ciri 62); dinding serat tipis sampai tebal (ciri 69), atau sangat tebal (ciri 70). b. Sifat fisis dan mekanis
Sifat fisis
Jenis kayu Kadar air, % Berat jenis berdasar
Penyusutan,% Bsh-‐ker.Ud. Bsh-‐K.oven
Basah KU Bb/Vb Bo/Vb Bo/Vu Bu/Vu Bo/Vo R T R T Sempur lilin 66,67 14,17 1,066 0,779 0,727 0,682 0,641 1,40 4,39 3,75 8,88
Sifat mekanis
Jenis kayu Ket.Lentur Statis
Keteguhan tekan Keteguhan Geser
Ket.eguhan Belah
kg/cm2 kg/cm MPL MOE MOR C// C┴ R T R T
Sempur lilin 607,77 86.247,54 864,10 489,19 237,35 138,56 168,61 65,95 75,87
Jenis kayu Keteg. Tarik┴ Ket.eguhanTarik// Kekerasan Keteguhan.Pukul
kg/cm2 kgm/dm3 R T R T Ujung Sisi R T
Sempur lilin 50,16 52,38 829,84 732,37 735,55 636,13 18,88 20,81
Klasifikasi kekuatan kayu Jenis kayu
Kerapatan
MOR
(kg/cm2) Tekan // (kg/cm2)
Kelas kuat Rasio terhadap berat
Sempur lilin 0,779 864,10 489,19 II 1109,243
c. Kelas pemesinan
Jenis kayu Pengetaman Pembentukan Pengampelasan Pemboran Pembubutan
Sempur lilin I I I I II
d. Kelas awet dan keteraweatan
Kelas keawetan Kelas keterawetan Rayap kayu kering Rayap tanah Jamur Penggerek laut
III-‐IV II V (IV-‐V) II I
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
40
e. Sifat pengeringan
Sifat pengeringan suhu tinggi Jenis kayu Kadar air awal
rata-‐rata (%)
Klasifikasi cacat pengeringan Sifat pengeringan Retak/pe
cah awal Deformasi Pecah
dalam Sempur lilin 67 (64-‐69) Sedang -‐
buruk buruk Agak baik Buruk
f. Sifat pengkaratan
Belum ada noda karat pada sekrup yang dipasang selama 6 bulan.
g. Pengujian sifat venir dan kayu lapis
Pengujian keteguhan rekat kayu lapis menunjukkan memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia (SNI), Jepang (JAS) dan Jerman (DIN).
h. Analisis komponen kimia
Lignin (%)
Pentosan (%)
Selulosa (%)
Kelarutan ekstraktif (%) Air (%)
Abu (%)
Silika (%) Air
dingin Air
panas Alk.
bensin NaOH 1%
30,062 16,62 49,64 2,53 8,56 1,45 20,69 6,29 3,60 1,921
Hasil destilasi kering dan nilai kalor
Jenis kayu Kadar air (%)
Hasil arang (gr)
Berat ter (gr)
Berat cairan (gr)
Rendemen (%) BJ (gr/cm3) Arang Ter
destilat Cairan
Sempur lilin 26,07 530 2417/1996,5 34,31 121 1030 0,63 26,07
Sifat fisika dan kimia arang
Jenis kayu Kadar (%) Nilai kalor kayu
(kal/g) Nilai kalor arang
(kal/g) Air Abu Zat terbang*) Karbon terikat Sempur lilin 5,54 2,24 20,00 77,76 6,1 54,59 i. Sifat dan pengolahan pulp untuk kertas
Konsumsi alkali, bilangan kappa dan rendemen Jenis kayu Konsunsi alkali Rata-‐rata Bilangan kappa Rata-‐rata Rendemen (%)
Sempur lilin 37,50
37,57 15,09
15,09 23,34 37,65 15,09
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
41
18. Cangcaratan (Lithocarpus sundaicus Bl.) -‐ Fagaceae
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat
Ciri umum Warna: kayu berwarna coklat muda keabu-‐abuan kadang agak merah muda, tidak dapat dibedakan dari kayu gubal. Corak: polos. Tekstur: agak halus dan merata. Arah serat: lurus kadang agak berpadu. Kilap: permukaan kayu mengkilap. Kesan raba: agak licin. Kekerasan: keras. Bau: tidak ada bau khusus.
Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: batas lingkar tumbuh tidak jelas (ciri 2). Pembuluh: baur (ciri 5). Bidang perforasi sederhana (ciri 13), kadang bentuk tangga (ciri 14). Ceruk antar pembuluh selang-‐seling (ciri 22); ceruk antar pembuluh berumbai (ciri 29), ceruk antar pembuluh dan jari-‐jari dengan halaman yang jelas; serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh (ciri 30); dengan halaman yang sempit sampai sederhana ceruk bundar atau bersudut (ciri 31); dengan halaman yang sempit sampai sederhana; ceruk horisontal atau vertikal (ciri 32) Parenkim: aksial apotrakea tersebar (ciri 76); aksial paratrakea: paratrakea jarang (ciri 78). Panjang untai sel parenkim adalah empat (3-‐4) sel per-‐untai (ciri 92). Jari-‐jari: 1-‐3 seri (ciri 97). Komposisi sel jari-‐jari seluruhnya sel baring (ciri 104); dengan 1 jalur sel tegak dan atau sel bujur sangkar marjinal (ciri 106). Serat: jaringan serat dasar dengan ceruk berhalaman sangat kecil (ciri 61). Serat tipis sampai tebal (ciri 69). Sel minyak bergabung dengan jari-‐jari (ciri 124).
b. Sifat fisis dan mekanis
Sifat fisis
Jenis kayu Kadar air,% Berat jenis berdasar Penyusutan,%
Bsh-‐ker.Ud. Bsh-‐K.oven Basah KU Bb/Vb Bo/Vb Bo/Vu Bu/Vu Bo/Vo R T R T
Cangcaratan 61,77 14,71 1,018 0,758 0,714 0,661 0,632 1,18 3,04 3,89 8,01
Sifat mekanis
Jenis kayu Ket.Lentur Statis Keteguhan tekan Keteguhan Geser Ket.eguhan
Belah kg/cm2 kg/cm
MPL MOE MOR C// C┴ R T R T Cangcaratan 532,91 93.795,06 811,17 477,37 225,83 144,41 159,11 53,50 76,15
Jenis kayu Keteg. Tarik┴ Ket.eguhanTarik// Kekerasan Keteguhan.Pukul
kg/cm2 kgm/dm3 R T R T Ujung Sisi R T
Cangcaratan 37,09 47,58 609,51 568,81 680,86 584,14 22,89 28,89
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
42
Klasifikasi kekuatan kayu Kerapatan MOR
(kg/cm2) Tekan // (kg/cm2)
Kelas kuat Rasio kekuatan terhadap berat
0,758 811,17 477,37 II 1070,145
c. Kelas pemesinan
Jenis kayu Pengetaman Pembentukan Pengampelasan Pemboran Pembubutan Cangcaratan II II II II II
d. Kelas awet dan keteraweatan
Kelas keawetan Kelas keterawetan Rayap kayu kering Rayap tanah Jamur Penggerek laut
III II III (III-‐IV) IV I e. Sifat pengeringan
Sifat pengeringan suhu tinggi
Jenis kayu Kadar air awal rata-‐rata
(%)
Klasifikasi cacat pengeringan Sifat
pengeringan Retak/pecah awal
Deformasi Pecah dalam
Cangcaratan 58 (56-‐61) Sedang Sedang Baik Sedang
f. Sifat pengkaratan
Belum ada noda karat pada sekrup yang dipasang selama 6 bulan
g. Pengujian sifat venir dan kayu lapis
Pengujian keteguhan rekat kayu lapis menunjukkan memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia (SNI), Jepang (JAS) dan Jerman (DIN).
h. Analisis komponen kimia
Lignin (%)
Pento san (%)
Selulosa (%)
Kelarutan ekstraktif (%) Air (%)
Abu (%)
Silika (%) Air
dingin Air
panas Alk.
bensin NaOH 1%
31,84 15,31 51,67 1,15 5,32 1,93 21,38 3,89 1,35 0,208
Hasil destilasi kering dan nilai kalor
Jenis kayu Kadar air (%)
Hasil arang (gr)
Berat ter (gr)
Berat cairan (gr)
Rendemen (%) BJ
(gr/cm3) Arang
Ter destilat Cairan
Cangcaratan 16,02 553 2125/1831,58 30,19 137 739 0,56 16,02
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
43
Sifat fisika dan kimia arang
Jenis kayu Kadar (%) Nilai kalor
kayu (kal/g) Nilai kalor
arang (kal/g) Air Abu Zat terbang*) Karbon terikat Cangcaratan 5,56 1,96 18,19 79,85 7,5 40,34
i. Sifat dan pengolahan pulp untuk kertas
Konsumsi alkali, bilangan kappa dan rendemen
Jenis kayu Konsumsi alkali
Rata-‐rata Bilangan kappa
Rata-‐rata Rendemen (%)
Ki bugang 15,94
15,94 14,19
14,19 36,15 15,94 14,19
19. Ki pasang (Prunus javanica Miq.) – Rosaceae
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat
Ciri umum Warna: kayu teras berwarna coklatan kemerahan dapat dibedakan dari gubalnya yang berwarna coklat muda. Corak: polos. Tekstur: halus dan merata. Arah serat: lurus dan agak berpadu. Kilap: permukaan kayu agak mengkilap. Kesan raba: agak licin. Kekerasan: keras. Bau: tidak ada bau khusus.
Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: batas lingkar tumbuh tidak jelas (ciri 2). Pembuluh: baur (ciri 5); sebaran pembuluh pola diagonal atau radial (ciri 7). Bidang perforasi sederhana (ciri 13). Ceruk antar pembuluh selang-‐seling (ciri 22). Percerukan pembuluh dan jari-‐jari dengan halaman yang jelas; serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh (ciri 30). Diameter pembuluh 100-‐200 mikron (ciri 42), frekuensi 5 buah/mm2 atau kurang (ciri 46). Dijumpai trakea vaskisentrik dan vaskular (ciri 60). Parenkim: aksial apotrakea vaskisentrik (ciri 79), aksial paratrakea: paratrakea sepihak (ciri 84) dan pita sempit ≤ 3 lapis sel (ciri 86). Tipe sel parenkim aksial empat (3-‐4) sel per untai (ciri 92). Jari-‐jari: seluruhnya satu seri (ciri 96) dan jari-‐jari besar umumnya > 10 seri (ciri 99), tinggi jari-‐jari > 1 mm (ciri 102), jari-‐jari dengan 2 ukuran yang jelas (ciri 103), komposisi sel jari-‐jari dengan 1 jalur sel tegak dan atau sel bujur sangkar marjinal (ciri 106) dan sel baring, sel bujur sangkar dan sel tegak bercampur (ciri 109). Serat: jaringan serat dasar dengan dengan ceruk sederhana sampai berhalaman sangat kecil (ciri 61), serat tanpa sekat ditemui (ciri 66), dinding serat tipis sampai tebal (ciri 69). Inklusi mineral: kristal prismatik dijumpai (ciri 136) dalam parenkim aksial berbilik (ciri 142).
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
44
b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis
Jenis kayu Kadar air,% Berat jenis berdasar
Penyusutan,% Bsh-‐ker.Ud. Bsh-‐K.oven
Basah KU Bb/Vb Bo/Vb Bo/Vu Bu/Vu Bo/Vo R T R T
Ki pasang 56,96 14,33 1,097 0,867 0,815 0,758 0,7 1,81 4,64 4,75 9,60
Sifat mekanis Jenis kayu Ket.Lentur Statis Keteguhan tekan Keteguhan Geser Ket.eguhan
Belah kg/cm2 kg/cm
MPL MOE MOR C// C┴ R T R T Ki pasang 567,98 98.804,53 952,10 490,04 199,94 132,44 162,48 40,60 68,20
Jenis kayu Keteg. Tarik┴ Ket.eguhan Tarik// Kekerasan Keteguhan Pukul
kg/cm2 kgm/dm3 R T R T Ujung Sisi R T
Ki pasang 43,36 63,37 971,50 1263,98 645,63 545,16 14,66 48,82
Klasifikasi kekuatan kayu
Jenis kayu Kerapatn MOR
(kg/cm2) Tekan // (kg/cm2) Kelas kuat
Rasio kekuatan terhadap berat
Ki pasang 0,867 952,10 490,04 II-‐III 1098,155
c. Kelas pemesinan
Jenis kayu Pengetaman Pembentukan Pengampelasan Pemboran Pembubutan Ki pasang I I I II II
d. Kelas awet dan keteraweatan
Kelas keawetan Kelas keterawetan Rayap kayu kering Rayap tanah Jamur Penggerek laut
III-‐IV IV III (II-‐IV) V I
e. Sifat pengeringan
Sifat pengeringan suhu tinggi
Jenis kayu
Kadar air awal rata-‐rata
(%)
Klasifikasi cacat pengeringan Sifat
pengeringan Retak/pecah awal
Deformasi Pecah dalam
Ki pasang 82 (50-‐106) Buruk Buruk Baik Sangat buruk
f. Sifat pengkaratan
Belum ada noda karat pada sekrup yang dipasang selama 6 bulan.
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
45
g. Pengujian sifat venir dan kayu lapis
Pengujian keteguhan rekat kayu lapis menunjukkan memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia (SNI), Jepang (JAS) dan Jerman (DIN).
h. Analisis komponen kimia
Jenis kayu Lignin (%)
Pento-‐ san (%)
Selulosa (%)
Kelarutan ekstraktif (%) Air (%)
Abu (%)
Silika (%) Air
dingin Air
panas Alk.l
bensin NaOH 1%
Ki pasang 30,77 16,82 45,42 2,44 3,91 0,72 15,88 4,84 0,80 0,211
Hasil destilasi kering dan nilai kalor
Jenis kayu Kadar air (%)
Hasil arang (gr)
Berat ter (gr)
Berat cairan (gr)
Rendemen (%) BJ
(gr/cm3) Arang Ter destilat Cairan
Ki pasang 22,76 659 2502/2038,12 32,33 118 1106 0,69 22,76
Sifat fisika dan kimia arang
Jenis kayu
Kadar (%) Nilai kalor kayu (kal/g)
Nilai kalor arang (kal/g) Air Abu Zat terbang*) Karbon terikat
Ki pasang 5,64 1,40 21,16 77,44 5,8 54,26
i. Sifat dan pengolahan pulp untuk kertas
Konsumsi alkali, bilangan kappa dan rendemen Jenis kayu Konsunsi alkali Rata-‐rata Bilangan kappa Rata-‐rata Rendemen (%) Ki pasang 16,30 16,30 14,19 14,19 35,59
16,30 14,19
20. Ki langir (Othophora spectabilis Bl.) – Sapindaceae
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat
Ciri umum Warna: kayu teras merah muda kecoklatan, kayu gubal merah muda pucat. Corak: polos. Tekstur: agak halus dan tidak merata. Arah serat: lurus dan agak berpadu. Kilap: permukaan kayu agak kusam. Kesan raba: agak licin. Kekerasan: agak keras. Tidak ditemukan bau khas.
Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: tidak jelas (ciri 2). Pembuluh: baur (ciri 5), hampir seluruhnya soliter (ciri 9) yang bergabung juga ada sampai dengan 3 sel (ciri 10), bidang perforasi sederhana (ciri 13). Ceruk antar pembuluh selang seling (ciri 22). Diameter pembuluh 50-‐100 mikron (ciri 41), frekuensi 5-‐20 buah/mm2 (ciri 47). Percerukan pembuluh dan jari-‐jari dengan halaman yang jelas, serupa dalam
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
46
ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh (ciri 30); getah dan endapan ditemukan (ciri 58). Parenkim: aksial apotrakea tersebar dalam kelompok (ciri 77), dan paratrakea sepihak (ciri 84). Jari-‐jari: 1-‐3 seri (ciri 97), dan jari-‐jari yang lebar umumnya > 4-‐10 seri (ciri 98). Komposisi sel jari-‐jari dengan 1 jalur sel tegak dan atau sel bujur sangkar marginal (ciri 106). Serat: jaringan serat dasar dengan ceruk sederhana sampai berhalaman sangat kecil (ciri 61), kadang dengan ceruk berhalaman yang jelas (ciri 62), serat tanpa sekat dijumpai (ciri 66), dinding serat tipis sampai tebal (ciri 69). b. Sifat fisis dan mekanis
Sifat fisis
Jenis kayu Kadar air,% Berat jenis berdasar
Penyusutan,% Bsh-‐ker.Ud. Bsh-‐K.oven
Basah KU Bb/Vb Bo/Vb Bo/Vu Bu/Vu Bo/Vo R T R T
Ki langir 63,87 14,37 1,098 0,828 0,771 0,724 0,671 1,54 5,52 3,64 9,88
Sifat mekanis Ket.Lentur Statis Keteguhan tekan Keteguhan Geser Ket.eguhan Belah
kg/cm2 kg/cm MPL MOE MOR C// C┴ R T R T 437,28 79.960,45 644,32 421,45 267,10 160,53 198,02 27,49 22,86
Jenis kayu Keteg. Tarik┴ Ket.eguhanTarik// Kekerasan Keteguhan pukul
kg/cm2 kgm/dm3 R T R T Ujung Sisi R T
Ki langir 31,91 38,60 822,232 961,887 766,00 656,00 19,21 16,62
Klasifikasi kekuatan kayu
Kerapatan MOR (kg/cm2)
Tekan // (kg/cm2)
Kelas kuat Rasio kekuatan terhadap berat
0,828 644,32 421,45 III 778,1643
c. Kelas pemesinan
Jenis kayu Pengetaman Pembentukan Pengampelasan Pemboran Pembubutan Ki langir II II II II II
d. Kelas awet dan keteraweatan
Kelas keawetan Kelas keterawetan Rayap kayu kering Rayap tanah Jamur Penggerek laut
III-‐IV IV-‐V IV (III-‐IV) V I
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
47
e. Sifat pengeringan
Sifat pengeringan suhu tinggi Jenis kayu Kadar air awal
rata-‐rata (%) Klasifikasi cacat pengeringan Sifat
pengeringan Retak/pecah awal
Deformasi Pecah dalam
Ki langir 65 (58-‐71) Baik – agak baik
Sangat buruk
Agak baik
Sangat buruk
f. Sifat pengkaratan
Belum ada noda karat pada sekrup yang dipasang selama 6 bulan. g. Pengujian sifat venir dan kayu lapis
Pengujian keteguhan rekat kayu lapis menunjukkan memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia (SNI), Jepang (JAS) dan Jerman (DIN).
h. Analisis komponen kimia
Jenis kayu
Lignin (%)
Pento-‐ san (%)
Selulosa (%)
Kelarutan ekstraktif (%) Air (%)
Abu (%)
Silika (%) Air
dingin Air
panas Alk.
bensin NaOH 1%
Ki langir 29,34 17,87 44,96 3,34 7,87 2,75 22,17 7,72 0,95 0,420
Hasil destilasi kering dan nilai kalor
Jenis kayu Kadar air (%)
Hasil arang (gr)
Berat ter (gr)
Berat cairan (gr)
Rendemen (%) BJ (gr/cm3) Arang Ter
destilat Cairan
Ki langir 16,20 532 2020/1738,38 34,31 125 832 0,75 16,20
Sifat fisika dan kimia arang Kadar (%) Nilai kalor kayu
(kal/g) Nilai kalor arang
(kal/g) Air Abu Zat terbang*) Karbon terikat 5,00 1,25 20,17 78,58 7,1 47,86
i. Sifat dan pengolahan pulp untuk kertas
Konsumsi alkali, bilangan kappa dan rendemen Jenis kayu Konsunsi alkali Rata-‐rata Bilangan kappa Rata-‐rata Rendemen (%) Ki langir 15,57 15,76 14,19 14,19 28,95
15,94 14,19
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
48
21. Bungbulang (Premna tomentosa Willd. – Verbinaceae
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat Ciri umum Warna: kayu teras berwarna krem, kuning jerami, susah dibedakan dari gubal yang berwarna sama atau berwarna lebih muda. Corak: bercorak karena lingkar tahun. Tekstur: agak kasar dan tidak merata. Arah serat: lurus dan agak berpadu. Kilap: agak mengkilap. Kesan raba: agak licin. Kekerasan: keras. Bau: tidak ada bau khusus. Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: jelas (ciri 1). Pembuluh: tata lingkar (ciri 3). Diameter pembuluh 50-‐100 mikron (ciri 41); frekuensi pembuluh per-‐mm2 sekitar 5-‐20 (ciri 47). Bidang perforasi sederhana (ciri 13). Ceruk antar pembuluh selang-‐seling (ciri 22), berumbai (ciri 29). Ceruk antar pembuluh dan jari-‐jari dengan halaman yang jelas, serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh (ciri 30) dan dengan halaman yang sempit sampai sederhana; ceruk bundar atau bersudut (ciri 31). Parenkim: tersebar (ciri 76) dan paratrakea sepihak (ciri 84). Panjang untai parenkim dua sel per untai (ciri 91). Jari-‐jari: lebar jari-‐jari 1-‐3 seri (ciri 97), komposisi dengan 1 jalur sel tegak dan atau sel bujur sangkar marjinal (ciri 106). Serat: jaringan serat dasar banyak ditemukan dengan ceruk berhalaman yang jelas (ciri 62), kadang sederhana sampai berhalaman sangat kecil (ciri 61), serat bersekat ditemui (ciri 65). Panjang serat 1390,39 ± 87,25 mikron (ciri 72), dinding serat umumnya 3,96 ± 1 mikron, tipis sampai tebal (ciri 69).
b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis
Jenis kayu
Kadar air,% Berat jenis berdasar Penyusutan,%
Bsh-‐ker.Ud. Bsh-‐K.oven Basah KU Bb/Vb Bo/Vb Bo/Vu Bu/Vu Bo/Vo R T R T
Bung-‐ bulang 86,774 12,554 1,106 0,714 0,667 0,634 0,593 1,861 3,557 3,986 6,905
Sifat mekanis Ket.Lentur Statis,kg/cm2 Keteguhan tekan Keteguhan Geser Ket.eguhan Belah
kg/cm2 kg/cm MPL MOE MOR C// C┴ R T R T 458,56 70.105,87 616,36 300,26 118,58 92,14 103,41 75,54 71,48
Jenis kayu Keteg. Tarik┴ Ket.eguhanTarik// Kekerasan Keteguhan.Pukul
kg/cm2 kgm/dm3 R T R T Ujung Sisi R T
Bungbulang 18,94 29,01 534,02 874,85 461,57 367,25 50,81 54,09
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
49
c. Kelas pemesinan
Jenis kayu Pengetaman Pembentukan Pengampelasan Pemboran Pembubutan
Bungbulang II II II II II
d. Kelas awet dan keteraweatan
Kelas keawetan Kelas keterawetan Rayap kayu kering Rayap tanah Jamur Penggerek laut
II III II (II-‐III) II I e. Sifat pengeringan
Sifat pengeringan suhu tinggi Jenis kayu Kadar air
awal (%)
Klasifikasi cacat pengeringan Sifat pengeringan Retak/pecah
awal Rubahan bentuk
Pecah dalam
Bungbulang 66-‐ 84 (70) Agak baik-‐ sedang
Agak baik– sedang
Agak baik Agak -‐ sedang
f. Sifat pengkaratan
Belum ada noda karat pada sekrup yang dipasang selama 6 bulan.
g. Pengujian sifat venir dan kayu lapis
Pengujian keteguhan rekat kayu lapis menunjukkan memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia (SNI), Jepang (JAS) dan Jerman (DIN). h. Analisis komponen kimia
Jenis kayu Lignin (%)
Pentosan (%)
Selulosa (%)
Kelarutan ekstraktif (%) Air (%)
Abu (%)
Silika (%) Air
dingin Air
panas Alk.
bensin NaOH 1%
Bungbulang 30,7 16,06 57,12 10,12 11,09 7,85 11,3 7,75 2,18 0,452
Hasil destilasi kering dan nilai kalor
Jenis kayu Kadar air (%)
Hasil arang (gr)
Berat ter (gr)
Berat cairan (gr)
Rendemen (%) BJ
(gr/cm3) Arang Ter destilat Cairan
Bungbulang 31,11 664 86 1,072 36,14 4,68 58,34 0,581
Sifat fisika dan kimia arang Kadar (%) Nilai kalor
kayu (kal/g) Nilai kalor
arang (kal/g) Air Abu Zat terbang Karbon terikat
2,46 2,80 22,33 74,85 4.338 6,241
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
50
i. Sifat dan pengolahan pulp untuk kertas
Konsumsi alkali, bilangan kappa dan rendemen
Jenis kayu Konsunsi alkali
Rata-‐rata Bilangan kappa
Rata-‐rata Rendemen (%)
Bungbulang 14,44
14,44 48,76
48.87 23,63 14,44 48,97
22. Hamirung ( Vernonia arborea Ham.) – Compositae
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat
Ciri umum Warna: kayu teras berwarna putih krem susah dibedakan dari gubal yang berwarna sama. Corak: umumnya polos. Tekstur: halus dan merata. Arah serat: lurus. Kilap: permukaan kayu agak mengkilap. Kesan raba: agak licin. Kekerasan: agak keras. Bau: tidak ada bau khas.
Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: tidak jelas (ciri 2). Pembuluh: baur (ciri 5); diameter 100-‐200 mikron (ciri 42), frekwensi 5 atau kurang (ciri 46), sebagian besar soliter berganda sampai dengan 3 sel. Bidang perforasi bentuk sederhana (ciri 13); ceruk antar pembuluh selang-‐seling (ciri 22). Ceruk antar pembuluh dan jari-‐jari dengan halaman yang jelas, serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh (ciri 30). Parenkim: umumnya parenkim aksial paratrakea vaskisentrik (ciri 79), dan aliform (ciri 80), kadang paratrakea sepihak (ciri 84); dengan 2-‐4 sel per untai (ciri 91 dan 92). Jari-‐jari: 1-‐3 seri (ciri 97), jari-‐jari besar umumnya 4-‐6 seri (ciri 98). Komposisi sel jari-‐jari dengan 1 jalur sel tegak dan atau sel bujur sangkar marjinal (ciri 106); ada sel seludang (ciri 110), frekwensi jari-‐jari >4-‐12 per mm (ciri 115). Serat: jaringan serat dasar dengan ceruk sederhana sampai berhalaman sangat kecil (ciri 61), dinding serat tipis sampai tebal (ciri 69), serat bersekat dijumpai (ciri 65), ada susunan bertingkat pada serat (ciri 121).
b. Sifat fisis dan mekanis
Sifat fisis
Jenis kayu Kadar air,% Berat jenis berdasar
Penyusutan,%
Bsh-‐ker.Ud. Bsh-‐K.oven Basah KU Bb/Vb Bo/Vb Bo/Vu Bu/Vu Bo/Vo R T R T
Hamirung 110,27 12,155 0,735 0,445 0,410 0,397 0,359 2,322 6,330 4,044 8,919
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
51
Sifat mekanis Ket.Lentur Statis,kg/cm2 Keteguhan tekan Keteguhan Geser Ket.eguhan Belah
kg/cm2 kg/cm MPL MOE MOR C// C┴ R T R T 217,29 43.871,77 333,63 166,82 44,38 49,16 59,88 27,76 32,36
Jenis kayu Keteg. Tarik┴ Ket.eguhanTarik// Kekerasan Keteguhan
Pukul kg/cm2 kgm/dm3
R T R T Ujung Sisi R T Hamirung 7,03 8,25 413,34 419,71 224,14 136,64 27,22 26,60
c. Kelas pemesinan
Jenis kayu Pengetaman Pembentukan Pengampelasan Pemboran Pembubutan
Hamirung II II II III II d. Kelas awet dan keteraweatan
Kelas keawetan Kelas keterawetan Rayap kayu kering Rayap tanah Jamur Penggerek laut
III IV/V IV (IV-‐V) I e. Sifat pengeringan
Sifat pengeringan suhu tinggi Jenis kayu Kadar air
awal (%)
Klasifikasi cacat pengeringan Sifat pengeringan Retak/pecah
awal Rubahan bentuk
Pecah dalam
Hamirung 95-‐111 (104) Baik – agak baik
Agak baik – buruk
Baik Agak baik
f. Sifat pengkaratan
Belum ada noda karat pada sekrup yang dipasang selama 6 bulan. g. Pengujian sifat venir dan kayu lapis
Pengujian keteguhan rekat kayu lapis menunjukkan memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia (SNI), Jepang (JAS) dan Jerman (DIN).
h. Analisis komponen kimia
Jenis kayu Lignin (%)
Pentosan (%)
Selulosa (%)
Kelarutan ekstraktif (%) Air (%)
Abu (%)
Silika (%) Air
dingin Air
panas Alk.
bensin NaOH 1%
Hamirung 34,38 18,07 51,10 3,78 5,07 3,61 10,67 8,36 1,04 0,17
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
52
Hasil destilasi kering dan nilai kalor
Jenis kayu Kadar air (%)
Hasil arang (gr)
Berat ter (gr)
Berat cairan (gr)
Rendemen (%) BJ
(gr/cm3) Arang Ter destilat Cairan
Hamirung 25,84 363 80 1,080 23,46 5,17 69,80 0,372 Sifat fisika dan kimia arang
Kadar (%) Nilai kalor kayu (kal/g)
Nilai kalor arang (kal/g)
Air Abu Zat terbang*) Karbon terikat 3,24 1,58 22,0 76,41 4.138 6,130
i. Sifat dan pengolahan pulp untuk kertas
Konsumsi alkali, bilangan kappa dan rendemen
Jenis kayu Konsunsi alkali
Rata-‐rata
Bilangan kappa
Rata-‐rata Rendemen (%)
Hamirung 14,44
14,44 62,08
61,5 42,38 14,44 60,92
23. Jaha (Terminalia arborea K. Et V.) – Combretaceae
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat
Ciri umum Warna: kayu berwarna coklat muda, coklat muda agak kekuningan kadang tidak dapat dibedakan dari kayu gubal yang berwarna lebih terang. Corak: polos. Tekstur: agak halus dan merata. Arah serat: lurus dan agak berpadu. Kilap: permukaan kayu agak mengkilap. Kesan raba: agak licin. Kekerasan: agak keras. Bau: tdk ada bau khusus
Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: batas lingkar tumbuh tidak jelas (ciri 2). Pembuluh: baur (ciri 5) kadang semi tata lingkar (ciri 4), diameter 100-‐200 mikron (ciri 42) dan 50-‐100 mikron pada batas riap tumbuh (ciri 41), frekwensi 5 atau kurang (ciri 46); pembuluh hampir seluruhnya soliter (ciri 9), kadang berganda sampai dengan 4 sel (ciri 10), bergerombol kadang dijumpai (ciri 11). Bidang perforasi sederhana (ciri 13). Ceruk antar pembuluh selang-‐seling (ciri 22), sedang (ciri 26); ceruk antar pembuluh dan jari-‐jari dengan halaman yang jelas ; serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh (ciri 30). Parenkim: aksial paratrakea vaskisentrik (ciri 79), aliform (ciri 80), dan umumnya konfluen (ciri 83). Panjang untai sel parenkim adalah dua sel per untai (ciri 91), dan empat (3-‐4) sel per-‐untai (ciri 92). Jari-‐jari: seluruhnya satu seri (ciri 96). Komposisi sel jari-‐jari seluruhnya sel baring (ciri 104). Serat: jaringan serat dasar dengan ceruk
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
53
berhalaman sangat kecil (ciri 61), serat bersekat dijumpai (ciri 65), serat tipis sampai tebal (ciri 69) kadang sangat tipis (ciri 68). Inklusi mineral: dijumpai kristal bentuk lain dalam sel parenkim.
b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis
Jenis kayu
Kadar air,% Berat jenis berdasar Penyusutan,%
Bsh-‐ker.Ud. Bsh-‐K.oven Basah KU Bb/Vb Bo/Vb Bo/Vu Bu/Vu Bo/Vo R T R T
Jaha 102,681 10,459 0,838 0,484 0,457 0,438 0,415 1,741 3,539 3,463 6,354
Sifat mekanis Ket.Lentur Statis,kg/cm2 Keteguhan tekan Keteguhan Geser Ket.eguhan Belah
kg/cm2 kg/cm MPL MOE MOR C// C┴ R T R T 282,08 72.772,62 474,60 258,21 69,06 67,47 73,61 36,22 38,28
Jenis kayu Keteg. Tarik┴ Ket.eguhanTarik// Kekerasan Keteguhan.Pukul
kg/cm2 kgm/dm3 R T R T Ujung Sisi R T
Jaha 9,06 7,30 532,00 627,84 293,23 199,41 27,14 23,69 c. Kelas pemesinan
Jenis kayu Pengetaman Pembentukan Pengampelasan Pemboran Pembubutan
Jaha II II II II II
d. Kelas awet dan keteraweatan
Kelas keawetan Kelas keterawetan Rayap kayu kering Rayap tanah jamur Penggerek laut
III III III (II-‐IV) II I e. Sifat pengeringan
Sifat pengeringan suhu tinggi Jenis kayu
Kadar air awal (%)
Klasifikasi cacat pengeringan Sifat pengeringan Retak/pecah
awal Rubahan bentuk Pecah
dalam Jaha 52–83 (71) Baik – agak baik Baik – agak baik Baik Baik
f. Sifat pengkaratan
Belum ada noda karat pada sekrup yang dipasang selama 6 bulan
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
54
g. Pengujian sifat venir dan kayu lapis
Pengujian keteguhan rekat kayu lapis menunjukkan memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia (SNI), Jepang (JAS) dan Jerman (DIN).
h. Analisis komponen kimia
Jenis kayu Lignin (%)
Pentosan (%)
Selulo-‐sa (%)
Kelarutan ekstraktif (%) Air (%)
Abu (%)
Silika (%) Air
dingin Air
panas Alk.
bensin NaOH 1%
Jaha 33,18 14,55 61,35 5,52 8,16 2,25 15,52 7,89 1,14 0,181
Hasil destilasi kering dan nilai kalor
Jenis kayu
Kadar air (%)
Hasil arang (gr)
Berat ter (gr)
Berat cairan (gr)
Rendemen (%) BJ (gr/cm3
) Arang Ter
destilat Cairan
Jaha 26,47 507 76 994 30,60 4,58 60,0 0,470
Sifat fisika dan kimia arang Kadar (%) Nilai kalor
kayu (kal/g) Nilai kalor
arang (kal/g) Air Abu Zat terbang*) Karbon terikat 3,04 2,12 21,24 76,63 4.332 6,243
i. Sifat dan pengolahan pulp untuk kertas
Konsumsi alkali, bilangan kappa dan rendemen
Jenis kayu
Konsunsi alkali
Rata-‐rata Bilangan kappa
Rata-‐rata Rendemen (%)
Jaha 12,88
12,88 45,32
45,53 24,94 12,88 45,74
24. Ki acret (Sphatodea campanulata Beauv.)-‐ Begoneaceae
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat
Ciri umum Warna: kayu teras berwarna krem, atau putih krem tidak dapat dibedakan dari gubalnya yang berwarna sama. Corak: polos. Tekstur: halus dan merata. Arah serat: lurus dan agak berpadu. Kilap: permukaan kayu agak mengkilap. Kesan raba: agak licin. Kekerasan: agak lunak. Bau: tidak ada bau khusus.
Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: batas lingkar tumbuh jelas (ciri 1). Pembuluh: semi tata lingkar (ciri 4); hampir seluruhnya soliter (ciri 9), ada berganda radial sampai 3 sel. Bidang perforasi sederhana (ciri 13). Ceruk antar pembuluh selang-‐seling (ciri 22), kecil >4-‐7 mikron (ciri 25). Percerukan pembuluh dan jari-‐jari dengan
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
55
halaman yang jelas; serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh (ciri 30), dengan halaman yang sempit sampai sederhana; ceruk horisontal atau vertikal (ciri 32). Diameter pembuluh 100-‐200 mikron (ciri 42), frekuensi 5 buah/mm2 atau kurang (ciri 46), tilosis umum (ciri 56). Parenkim : aksial paratrakea aliform (ciri 80), agak sering ditemukan konfluen (ciri 83), dan pita (ciri 85). Tipe sel parenkim dua sel per untai (ciri 91). Jari-‐jari: 1-‐3 seri (ciri 96) dan jari-‐jari besar umumnya 4-‐10 seri (ciri 98), komposisi sel jari-‐jari dengan 1 jalur sel tegak dan atau sel bujur sangkar marjinal (ciri 106), frekwensi jari-‐jari >4-‐12 per mm. Serat: jaringan serat dasar dengan ceruk sederhana sampai berhalaman sangat kecil (ciri 61), dinding serat tipis sampai tebal (ciri 69). b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis
Jenis kayu
Kadar air,% Berat jenis berdasar Penyusutan,%
Bsh-‐ker.Ud. Bsh-‐K.oven Basah KU Bb/Vb Bo/Vb Bo/Vu Bu/Vu Bo/Vo R T R T
Ki acret 176,128 10,495 0,732 0,328 0,301 0,297 0,267 3,344 5,695 4,500 7,639
Sifat mekanis Ket.Lentur Statis,kg/cm2 Keteguhan tekan Keteguhan Geser Ket.eguhan Belah
kg/cm2 kg/cm MPL MOE MOR C// C┴ R T R T 132,08 30.982,56 252,72 120,23 29,80 39,85 39,90 21,97 24,57
Jenis kayu Keteg. Tarik┴ Ket.eguhanTarik// Kekerasan Keteguhan.Pukul
kg/cm2 kgm/dm3 R T R T Ujung Sisi R T
Ki acret 5,32 6,55 250,38 244,11 171,38 124,04 27,00 30,19 c. Kelas pemesinan
Jenis kayu Pengetaman Pembentukan Pengampelasan Pemboran Pembubutan Ki acret III III II IV III d. Kelas awet dan keteraweatan
Kelas keawetan Kelas keterawetan Rayap kayu kering Rayap tanah jamur Penggerek laut
III IV/V III (III-‐IV) II I
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
56
e. Sifat pengeringan
Sifat pengeringan suhu tinggi
Jenis kayu
Kadar air awal (%)
Klasifikasi cacat pengeringan Sifat
pengeringan Retak/pecah awal
Rubahan bentuk
Pecah dalam
Kiacret 109-‐145 (133) Baik buruk Agak buruk Buruk f. Sifat pengkaratan
Belum ada noda karat pada sekrup yang dipasang selama 6 bulan. g. Pengujian sifat venir dan kayu lapis
Pengujian keteguhan rekat kayu lapis menunjukkan memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia (SNI), Jepang (JAS) dan Jerman (DIN). h. Analisis komponen kimia
Jenis kayu Lignin (%)
Pento-‐san (%)
Selulosa (%)
Kelarutan ekstraktif (%) Air (%)
Abu (%)
Silika (%) Air
dingin Air
panas Alk.
bensin NaOH 1%
Ki acret 31,73 15,47 54,27 4,34 6,58 2,13 6,73 9,21 1,79 0,105
Hasil destilasi kering dan nilai kalor
Jenis kayu Kadar air (%)
Hasil arang (gr)
Berat ter (gr)
Berat cairan (gr)
Rendemen (%) BJ (gr/cm3
) Arang Ter destilat Cairan
Ki acret 28,88 246 56 926 24,53 4,64 76,74 0,203
Sifat fisika dan kimia arang Kadar (%) Nilai kalor
kayu (kal/g) Nilai kalor
arang (kal/g) Air Abu Zat terbang*) Karbon terikat 2,53 2,77 17,05 79,17 4.072 5,915
i. Sifat dan pengolahan pulp untuk kertas
Konsumsi alkali, bilangan kappa dan rendemen
Jenis kayu Konsunsi alkali
Rata-‐rata
Bilangan kappa
Rata-‐rata Rendemen (%)
Ki acret 13,66
13,66 34,88
34,30 29,27 13,66 33,71
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
57
25. Pasang taritih (Lithocarpus elegans (Blume) -‐ Fagaceae
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat
Ciri umum Warna: kayu teras coklat muda keabu-‐abuan berbeda dari kayu gubal yg berwarna coklat muda teang. Corak: polos. Tekstur: agak halus dan tidak merata. Arah serat: lurus dan berpadu. Kilap: permukaan kayu agak kusam. Kesan raba: agak licin. Kekerasan: keras. Tidak ditemukan bau khas.
Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: tidak jelas (ciri 2). Pembuluh: baur (ciri 5), hampir seluruhnya soliter (ciri 9) yang bergabung juga ada sampai dengan 3 sel (ciri 10), bidang perforasi sederhana (ciri 13). Ceruk antar pembuluh selang seling (ciri 22). Diameter pembuluh 50-‐100 mikron (ciri 41), frekuensi 5-‐20 buah/mm2 (ciri 47). Percerukan pembuluh dan jari-‐jari dengan halaman yang jelas, serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh (ciri 30); getah dan endapan ditemukan (ciri 58). Parenkim: aksial apotrakea tersebar dalam kelompok (ciri 77), dan paratrakea sepihak (ciri 84). Jari-‐jari: 1-‐3 seri (ciri 97), dan jari-‐jari yang lebar umumnya > 4-‐10 seri (ciri 98). Komposisi sel jari-‐jari dengan 1 jalur sel tegak dan atau sel bujur sangkar marginal (ciri 106). Serat: jaringan serat dasar dengan ceruk sederhana sampai berhalaman sangat kecil (ciri 61), kadang dengan ceruk berhalaman yang jelas (ciri 62), serat tanpa sekat dijumpai (ciri 66), dinding serat tipis sampai tebal (ciri 69). b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis
Jenis kayu
Kadar air,% Berat jenis berdasar Penyusutan,%
Bsh-‐ker.Ud. Bsh-‐K.oven Basah KU Bb/Vb Bo/Vb Bo/Vu Bu/Vu Bo/Vo R T R T
P. taritih 56,96 14,33 1,097 0,867 0,815 0,758 0,7 1,81 4,64 4,75 9,60
Sifat mekanis Ket.Lentur Statis,kg/cm2 Keteguhan tekan Keteguhan Geser Ket.eguhan Belah
kg/cm2 kg/cm MPL MOE MOR C// C┴ R T R T 567,98 98.804,53 952,10 490,04 199,94 132,44 162,48 40,60 68,20
Jenis kayu Keteg. Tarik┴ Ket.eguhanTarik// Kekerasan Keteguhan.Pukul
kg/cm2 kgm/dm3 R T R T Ujung Sisi R T
P. taritih 43,36 63,37 971,50 1263,98 645,63 545,16 14,66 48,82
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
58
c. Kelas pemesinan
Jenis kayu Pengetaman Pembentukan Pengampelasan Pemboran Pembubutan
P. taritih II II II II II
d. Kelas awet dan keteraweatan
Kelas keawetan Kelas keterawetan Rayap kayu kering Rayap tanah Jamur Penggerek laut
II III III (II-‐IV) II II e. Sifat pengeringan
Sifat pengeringan suhu tinggi
Jenis kayu
Kadar air awal (%)
Klasifikasi cacat pengeringan Sifat
pengeringan Retak/pecah awal
Rubahan bentuk
Pecah dalam
Pasang 41-‐60 (50) Buruk Buruk Agak buruk Buruk
f. Sifat pengkaratan
Belum ada noda karat pada sekrup yang dipasang selama 6 bulan.
g. Pengujian sifat venir dan kayu lapis
Pengujian keteguhan rekat kayu lapis menunjukkan memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia (SNI), Jepang (JAS) dan Jerman (DIN. h. Analisis komponen kimia
Jenis kayu Lignin (%)
Pentosan (%)
Selu-‐losa (%)
Kelarutan ekstraktif (%) Air (%)
Abu (%)
Silika (%) Air
dingin Air
panas Alk.
bensin NaOH 1%
P. taritih 35,14 16,46 60,19 2,35 7,32 3,55 15,90 8,19 0,73 0,502
Hasil destilasi kering dan nilai kalor
Jenis kayu
Kadar air (%)
Hasil arang (gr)
Berat ter (gr)
Berat cairan (gr)
Rendemen (%) BJ
(gr/cm3) Arang Ter
destilat Cairan
P. taritih 24,73 562 125 1.163 30,04 6,68 62,16 0,860
Sifat fisika dan kimia arang Kadar (%) Nilai kalor
kayu (kal/g) Nilai kalor
arang (kal/g) Air Abu Zat terbang*) Karbon terikat
1,43 1,77 17,58 80,64 4.490 6,668
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
59
i. Sifat dan pengolahan pulp untuk kertas
Konsumsi alkali, bilangan kappa dan rendemen
Jenis kayu Konsunsi alkali
Rata-‐rata
Bilangan kappa Rata-‐rata Rendemen (%)
P. taritih 13,66
13,66 42,67
42,47 32,25 13,66 42,27
26. Dipterocarpus stellatus Vesque -‐ Dipterocarpaceae
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat
Ciri umum Warna: kayu teras dan gubal jelas dapat dibedakan. Kayu teras berwarna coklat tua keabuan, kayu gubal berwarna cokelat muda keputihan. Tekstur: agak kasar dan tidak merata. Arah serat : lurus sampai berpadu. Kilap: agak mengkilap. Kesan raba: kasar. Kekerasan: keras. Corak: polos. Bau: tidak ada bau khusus.
Ciri anatomi Lingkar tumbuh: tidak jelas, porositas baur, sebaran pembuluh pola radial sampai diagonal. Diameter pembuluh 376µm, tinggi 858µm dan jumlahnya 4/mm2. Pengelompokan pembuluh hampir seluruhnya soliter, terdapat beberapa yang ganda radial. Outline pembuluh soliter bundar, bidang porporasi sederhana. Ceruk antar pembuluh berhadapan dan selang-‐seling, dijumpai adanya tilosis. Elemen trakea berlubang berupa trakeida vasesentrik, jaringan serat dasar merupakan serat dengan ceruk yang sempit dengan serat tanpa sekat. Dinding serat sangat tebal, panjang 2167µm, diameter 37µm, dinding lumen 32µm dan tebal dindingnya 3µm. Parenkim: parenkim aksial apotrakea tersebar dalam kelompok parenkim paratrakeal vasisentrik dan belak ketupat. Tipe sel parenkim aksial 4-‐6 untai. Jari-‐jari: tinggi 1645µm, jumlah 4/mm2, terdapat jari-‐jari 1 seri dan multiseri 3-‐5 seri dan mempunyai dua ukuran yang jelas, komposisi selnya mempunyai tubuh jari-‐jari sel baring dan umumnya dengan 3-‐5 jalur sel tegak atau sel bujur sangkar marinal. Sel jari-‐jari aksial dalam baris tangensial pendek dan saluran aksial tersebar. Kristal prismatik tidak ada. Nilai turunan serat pada Dipterocarpus stellatus Vesque mempunyai rata-‐rata panjang serat 2167 dengan nilai 75, rata-‐rata felting 58,51 dengan nilai 51. Rata-‐rata muhlstep (100%) 27,45 dan rata-‐rata fleksibility 0,85 dengan nilai 100. Rata-‐rata bilangan Runkel 0,17 dengan nilai 100. Rata-‐rata nilai kekakuan 0,07 dengan nilai 100. Kualita nilai turunan serat Dipterocarpus stellatus Vesque termasuk kelas I.
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
60
b. Sifat fisis dan mekanis
Sifat fisis Ka segar (%)
Kerapatan (g/cm3)
Penyusutan L R T T/R
53.45 0,77 0,14 7,84 9,66 1,23
Sifat mekanis
MOE (N/mm2)
MOR (N/mm2)
Ket. Tek. //
Ket. Geser
(N/mm2)
Ket. Pukul (N/mm2)
Kekerasan(N/cm2) T R
10231.3 52.67 52.57 11.4 0.07 4710.46 4305.12
c. Sifat pemesinan
Jenis kayu Pengetaman Pembentukan Pengampelasan Pemboran Pembubutan Ki langir I I I I II
d. Kelas awet dan keteraweatan
Kelas keawetan Kelas keterawetan Rayap kayu kering Rayap tanah Jamur Penggerek laut
I I I I IV
e. Pengeringan kayu
Dipterocarpus stellatus termasuk kayu yang sulit dikeringkan. Rata-‐rata kadar air awal pengeringan sekitar 44,25% terjadi cacat pengeringan sebanyak 7-‐8 berupa retak/pecah ujung dan permukaan (end and surface cheks), 4-‐5 terjadi perubahan bentuk/deformasi (deformation/warping), dan terjadi 1-‐2 pecah dalam (honeycombing).
f. Pengujian sifat venir dan kayu lapis
Pengujian keteguhan rekat kayu lapis menunjukkan memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia (SNI), Jepang (JAS) dan Jerman (DIN). g. Analisis komponen kimia
Lignin (%)
Pentosan (%)
Selulosa (%)
Kelarutan ekstraktif (%) Abu (%) Air
dingin Air
panas Alk.
bensin NaOH 1%
35,0 17,87 72,9 8,0 10,2 6,8 22,2 0,7
h. Sifat pengolahan pulp dan kertas
Kualitas serat untuk bahan pulp dan kertas termasuk kelas I.
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
61
27. Dipterocarpus pachyphyllus Meijer -‐ Dipterocarpaceae
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat
Ciri umum Warna: kayu teras dan gubal jelas dapat dibedakan. Kayu teras berwarna coklat tua agak kemerahan, kayu gubal berwarna coklat muda. Tekstur: agak kasar. Arah serat: lurus sampai berpadu. Kilap: agak mengkilap. Kesan raba: kasar. Kekerasan: keras. Corak: polos. Bau: tidak ada bau khusus.
Ciri anatomi Lingkar tumbuh: tidak jelas, porositas baur, sebaran pembuluh pola radial. Diameter pembuluh 254µm, tinggi 716µm dan jumlahnya 6/mm2. Pengelompokan pembuluh hampir seluruhnya soliter. Outline pembuluh bundar, bidang porporasi sederhana. Ceruk antar pembuluh berhadapan bentuk tangga, dijumpai adanya tilosis. Terdapat serat bersekan dan tanpa sekat. Dinding serat sangat tebal, panjang 1946µm, diameter 33µm, dinding lumen 29µm dan tebal dindingnya 2µm. Parenkim: parenkim aksial paratrakea sepihak. Tipe sel parenkim aksial 3-‐6 untai. Jari-‐jari: tinggi 1025µm, jumlah 6/mm2, terdapat jari-‐jari 1 seri dan multiseri 3-‐5 seri dan mempunyai dua ukuran yang jelas, komposisi selnya mempunyai tubuh jari-‐jari sel baring dan umumnya dengan 2-‐4 jalur sel tegak atau sel bujur sangkar marinal. Sel jari-‐jari aksial dalam baris tangensial pendek. Kristal prismatik tidak ada. Nilai turunan serat pada D. Pachyphyllus mempunyai rata-‐rata panjang serat 1946 dengan nilai 75, rata-‐rata felting 58,37 den gan nilai 50. Rata-‐rata muhlstep (100%) 26,35 dan rata-‐rata fleksibility 0,86 dengan nilai 100. Rata-‐rata bilangan Runkel 0,17 dengan nilai 100. Rata-‐rata nilai kekakuan 0,07 dengan nilai 100. Kualitas nilai turunan serat D. pachyphyllus termasuk kelas I.
b. Sifat fisis dan mekanis
Ka segar (%)
Kerapatan (g/cm3)
Penyusutan L R T T/R
58.45 0,77 0,17 8,88 10,42 1,17
MOE (N/mm2)
MOR (N/mm2) Ket. Tek. // Ket. Geser
(N/mm2) Ket. Pukul (N/mm2)
Kekerasan(N/cm2)
T R 13282.78 49.71 54.81 7.75 0,08 5840.84 5479.30
c. Sifat pemesinan
Jenis kayu Pengetaman Pembentukan Pengampelasan Pemboran Pembubutan D. pachyphyllus I I I I II
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
62
d. Kelas awet dan keteraweatan
Kelas keawetan Kelas keterawetan Rayap kayu kering Rayap tanah Jamur Penggerek laut
I I I II IV e. Pengeringan kayu
D.pachyphyllus termasuk kayu yang sulit dikeringkan. Rata-‐rata kadar air awal pengeringan sekitar 61,85% terjadi cacat pengeringan sebanyak 4 berupa retak/pecah ujung dan permukaan (end and surface cheks), 6 terjadi perubahan bentuk/deformasi (deformation/warping), dan terjadi 5 pecah dalam (honeycombing).
f. Analisis komponen kimia
Jenis kayu Lignin (%)
Pento-‐ san (%)
Selulosa (%)
Kelarutan ekstraktif (%) Abu (%) Air
dingin Air
panas Alk.
bensin NaOH 1%
D.pachyphyllus 34,2 17,87 76,9 16,0 16,8 7,7 27,9 0,1
g. Sifat pengolahan pulp dan kertas
Kualitas serat untuk bahan pulp dan kertas termasuk kelas I. 28. Dipterocarpus glabrigemmatus P.S.Ashton -‐ Dipterocarpaceae a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat
Ciri umum Warna: kayu teras dan gubal jelas dapat dibedakan. Kayu teras berwarna coklat tua, kayu gubal berwarna cokelat muda. Tekstur: agak kasar. Arah serat: lurus sampai berpadu. Kilap: agak mengkilap. Kesan raba: kasar. Kekerasan: keras. Corak: polos. Bau: tidak ada bau khusus.
Ciri anatomi Lingkar tumbuh: tidak jelas, porositas baur, sebaran pembuluh pola radial sampai diagonal. Diameter pembuluh 311µm, tinggi 674µm dan jumlahnya 4/mm2. Pengelompokan pembuluh hampir seluruhnya soliter dijumpai sedikit ganda tangensial. Outline pembuluh bundar, bidang porporasi sederhana. Ceruk antar pembuluh selang-‐ seling dan berhadapan, dijumpai adanya tilosis. Terdapat serat bersekan dan tanpa sekat. Dinding serat sangat tebal, panjang 1946µm, diameter 36µm, dinding lumen 31µm dan tebal dindingnya 3µm. Parenkim: parenkim aksial paratrakea sepihak. Tipe sel parenkim aksial 3-‐6 untai. Jari-‐jari: tinggi 1103µm, jumlah 5/mm2, terdapat jari-‐jari 1 seri dan
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
63
multiseri 3-‐5 seri dan mempunyai dua ukuran yang jelas, komposisi selnya mempunyai tubuh jari-‐jari sel baring dan umumnya dengan 2-‐4 jalur sel tegak atau sel bujur sangkar marinal. Sel jari-‐jari aksial dalam baris tangensial pendek. Kristal prismatik tidak ada. Rata-‐rata muhlstep (100%) 26,94 dan rata-‐rata fleksibility 0,85 dengan nilai 100. Rata-‐rata bilangan Runkel 0,17 dengan nilai 100. Rata-‐rata nilai kekakuan 0,07 dengan nilai 100. Kualita nilai turunan serat termasuk kelas I. b. Sifat fisis dan mekanis
Ka segar (%)
Kerapatan (g/cm3)
Penyusutan L R T T/R
61.61 0,80 0,22 8,37 11,54 1,38
MOE (N/mm2)
MOR (N/mm2)
Ket. Tek. //
Ket. Geser
(N/mm2)
Ket. Pukul (N/mm2)
Kekerasan(N/cm2) T R
9630.77 52.78 54.84 9.97 0.07 5357.7 4966.09
c. Sifat pemesinan Jenis kayu Pengetaman Pembentukan Pengampelasan Pemboran Pembubutan
D. glabrigemmatus I I I II II
d. Kelas awet dan keteraweatan
Kelas keawetan Kelas keterawetan Rayap kayu kering Rayap tanah Jamur Penggerek laut
I I I I IV e. Pengeringan kayu
D. glabrigemmatus termasuk jenis kayu yang sulit dikeringkan. Rata-‐rata kadar air awal pengeringan sekitar 52,60% terjadi cacat pengeringan sebanyak 2-‐3 berupa retak/pecah ujung dan permukaan (end and surface cheks), 5-‐6 terjadi perubahan bentuk/deformasi (deformation/warping), dan terjadi 3-‐4 pecah dalam (honeycombing).
f. Analisis komponen kimia
Jenis kayu Lignin (%)
Pentosan (%)
Selulosa (%)
Kelarutan ekstraktif (%) Abu (%) Air
dingin Air
panas Alk.
bensin NaOH 1%
D. glabrigemmatus 33,4 17,87 72,7 12,2 14,3 8,8 23,8 0,5
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
64
g. Sifat pengolahan pulp dan kertas
Kualitas serat untuk bahan pulp dan kertas termasuk kelas I. 29. Vatica nitens King -‐ Dipterocarpaceae
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat
Ciri umum Warna: kayu teras dan gubal dapat dibedakan. Kayu teras berwarna cokelat kehitaman, kayu gubal cokelat muda kekuningan. Tekstur: halus. Arah serat: lurus kadang berpadu, kadang bidang radial tampak corak pita pendek. Kilap: permukaan kayu agak mengkilap. Kesan raba: kasar. Kekerasan: keras. Corak: polos. Bau: tidak ada bau khusus.
Ciri anatomi Lingkar tumbuh: tidak jelas, porositas baur, sebaran pembuluh pola radial sampai diagonal. Diameter pembuluh 149µm, tinggi 780µm dan jumlahnya 22/mm2. Outline pembuluh bundar, bidang porporasi sederhana. Ceruk antar pembuluh selang-‐seling berhadapan, dijumpai adanya tilosis. Dinding serat tipis sampai tebal, panjang 1800µm, diameter 30µm, dinding lumen 26µm dan tebal dindingnya 2µm. Parenkim: parenkim aksial apotrakea tersebar. Tipe sel parenkim aksial 3-‐6 untai. Jari-‐jari: tinggi 1103µm, jumlah 5/mm2, terdapat jari-‐jari 1 seri dan multiseri 3-‐5 seri dan mempunyai dua ukuran yang jelas. Sel jari-‐jari aksial dalam baris tangensial pendek. Kristal prismatik dalam parenhim aksial berbalik. Nilai turunan serat pada Vatica nitens King mempunyai rata-‐rata panjang 1800 dengan nilai 75, rata-‐rata felting 59,91 dengan nilai 50. Rata-‐rata muhlstep (100%) 27,68 dan rata-‐rata fleksibility 0,85 dengan nilai 100. Rata-‐rata bilangan Runkel 0,18 dengan nilai 100. Rata-‐rata nilai kekakuan 0,07 dengan nilai 100. Kualita nilai turunan serat Vatica nitens King termasuk kelas I.
b. Sifat fisis dan mekanis
Sifat fisis Ka segar (%)
Kerapatan (g/cm3)
Penyusutan L R T T/R
50.98 0,81 0,18 9,88 10,80 1,09
Sifat mekanis
MOE (N/mm2)
MOR (N/mm2)
Ket. Tek. //
Ket. Geser
(N/mm2)
Ket. Pukul (N/mm2)
Kekerasan(N/cm2)
T R
14432.28 72.3 71.91 9.5 0,11 7202.66 6272.33
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
65
c. Sifat pemesinan
Jenis kayu Pengetaman Pembentukan Pengampelasan Pemboran Pembubutan Vatica nitens I I I II II d. Kelas awet dan keteraweatan
Kelas keawetan Kelas keterawetan
Rayap kayu kering Rayap tanah Jamur Penggerek laut I I I II IV
e. Pengeringan kayu
Vatica nitens sulit dikeringkan. Kadar air awal pengeringan sekitar 62,50% terjadi cacat sebanyak 2-‐4 berupa retak/pecah ujung dan permukaan (end and surface cheks), 4-‐5 terjadi perubahan bentuk (deformation/warping), dan terjadi 3 pecah dalam (honeycombing). f. Analisis komponen kimia
Lignin (%)
Pentosan (%)
Selulosa (%)
Kelarutan ekstraktif (%) Abu (%) Air
dingin Air
panas Alk.
bensin NaOH 1%
23,9 17,87 81,9 10,8 10,9 6,9 1% 25 0,2
g. Sifat pengolahan pulp dan kertas
Kualitas serat untuk bahan pulp dan kertas termasuk kelas I. 30. Shorea hopeifolia Symington -‐ Dipterocarpaceae
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat
Ciri umum Warna: kayu teras dan gubal jelas dapat dibedakan. Kayu teras berwarna kuning cerah, kayu gubal berwarna lebih muda. Tekstur: agak kasar/sedang. Arah serat: lurus sampai berpadu. Kilap: permukaan kayu agak mengkilap. Kesan raba: kasar. Kekerasan: lunak sampai agak keras. Corak: polos. Bau: tidak ada bau khusus.
Ciri anatomi Lingkar tumbuh: tidak jelas, porositas baur, sebaran pembuluh pola radial sampai diagonal. Diameter pembuluh 258µm, tinggi 635µm dan jumlahnya 4/mm2. Pengelompokan pembuluh hampir seluruhnya soliter, sianya ganda 2-‐3 dan dijumpai sedikit bergerombol 3. Outline pembuluh oval, bidang porporasi sederhana. Ceruk antar pembuluh selang-‐seling dengan ukuran 5,9 mikron, dijumpai adanya tilosis. Terdapat serat bersekan dan tanpa sekat. Dinding serat
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
66
sangat tebal, panjang 1733µm, diameter 31µm, dinding lumen 27µm dan tebal dindingnya 2µm. Parenkim: parenkim aksial paratrakea sepihak sampai vaskisentrik, kadang aliform sampai bersambung. Paenkim apotrakeal umumnya mengelilingi saluran interselular, saluran getah tersebar dalam garis tangensial. Jari-‐jari: tinggi 1103µm, jumlah 5/mm2, terdapat jari-‐jari 1 seri dan multiseri 3-‐5 seri dan mempunyai dua ukuran yang jelas, komposisi selnya mempunyai tubuh jari-‐jari sel baring dan umumnya dengan 2-‐4 jalur sel tegak atau sel bujur sangkar marinal. Sel jari-‐jari aksial dalam baris tangensial pendek. Kristal prismatik dalam sel baring dan sel tegak. Nilai turunan serat pada S. hopeifolia Symington mempunyai rata-‐rata panjang serat 1733 dengan nilai 75, rata-‐rata felting 55,67 dengan nilai 50. Rata-‐rata muhlstep (100%) 27,57 dan rata-‐rata fleksibility 0,85 dengan nilai 100. Rata-‐rata bilangan Runkel 0,18 dengan nilai 100. Rata-‐rata nilai kekakuan 0,07 dengan nilai 100. Kualita nilai turunan serat S. hopeifolia Symington termasuk kelas I. b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis
Ka segar (%)
Kerapatan (g/cm3)
Penyusutan L R T T/R
73.84 0,60 0,14 5,02 7,97 1,59
Sifat mekanis MOE
(N/mm2) MOR
(N/mm2) Ket. Tek.
// Ket. Geser (N/mm2)
Ket. Pukul (N/mm2)
Kekerasan(N/cm2)
T R 8532.77 47.29 46.66 8.87 0.07 4518.25 3791.9
c. Sifat pemesinan
Jenis kayu Pengetaman Pembentukan Pengampelasan Pemboran Pembubutan S. hopeifolia I II I II I
d. Kelas awet dan keteraweatan
Kelas keawetan Kelas keterawetan Rayap kayu kering Rayap tanah Jamur Penggerek laut
V V V V I
e. Pengeringan kayu
S. hopeifolia Symington termasuk kayu yang sulit dikeringkan. Rata-‐rata kadar air awal pengeringan sekitar 62,50% terjadi cacat pengeringan sebanyak 2-‐4 berupa retak/pecah ujung dan permukaan (end and surface cheks), 4-‐5 terjadi perubahan bentuk/deformasi (deformation/warping), dan terjadi 3 pecah dalam (honeycombing).
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
67
f. Analisis komponen kimia
Jenis kayu Lignin (%)
Pento-‐ san (%)
Selulosa (%)
Kelarutan ekstraktif (%) Abu (%) Air
dingin Air
panas Alk.
bensin NaOH 1%
S. hopeifolia 32,4 17,87 78,1 16,9 17,0 9,0 28,1 0,2
g. Sifat pengolahan pulp dan kertas
Kualitas serat untuk bahan pulp dan kertas termasuk kelas I. 31. Aveyangkulat (Hopea nervosa) King -‐ Dipterocarpaceae
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat
Ciri umum Warna: kayu teras dan gubal jelas dapat dibedakan. Kayu teras berwarna coklat tua agak kekuningan dengan garis berwarna kehitaman karena adanya perbedaan kepadatan jaringan serat. Kayu gubal berwarna putih, lebar sekitar 4-‐6,5 cm, sekitar 30% diameter batang. Tekstur: agak halus dan tidak merata. Arah serat : berpadu. Kilap: agak mengkilap. Kesan raba: agak licin. Kekerasan: agak keras. Corak: bergaris kehitaman pada permukaan radial kayu teras karena adanya perbedaan kepadatan jaringan serat. Bau: tidak ada bau khusus.
Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: tidak jelas (ciri 2). Pembuluh: baur (ciri 5). Pembuluh hampir seluruhnya soliter (9). Diameter pembuluh sekitar 100-‐200 μm (ciri 42); frekuensi pembuluh per-‐mm2 sekitar 5 atau kurang (ciri 46). Bidang perforasi sederhana (ciri 13). Ceruk antar pembuluh selang-‐seling (ciri 22), dan bersegi banyak (ciri 23), ukurannya sedang > 7-‐10 mikron (ciri 26). Ceruk antar pembuluh dan jari-‐jari ada dua ciri, pertama dengan halaman yang jelas, serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh (ciri 30) serta dengan halaman sempit sampai sederhana, ceruk bundar atau bersudut (ciri 31). Tilosis umum ditemukan (ciri 56), dan trakeida vaskisentrik dan vaskular dijumpai (ciri 60). Parenkima: parenkim aksial paratrakea sepihak (ciri 84), dan parenkim pita sempit ≤ 3 lapis sel (ciri 86). Panjang untai parenkim 3-‐4 sel per-‐untai (ciri 92) dan delapan (5-‐8) sel per untai. Jari-‐jari: lebar jari-‐jari 1-‐3 seri (ciri 97) dan ditemukan pula jari-‐jari dengan lebar 4 sel lebih (ciri 98), komposisi dengan 1 jalur sel tegak atau sel bujursangkar marjinal (ciri 106). Frekwensi jari-‐jari per mm ≤ 4 (ciri 114). Serat: serat tanpa sekat ditemui (ciri 66). Dinding serat tipis sampai tebal (ciri 69). Inklusi material: kristal primatik dijumpai, dalam parenkim aksial tak berbilik. Kristal dalam sel yang membesar (156). Saluran interselular dalam baris tangensial panjang (ciri 127) dengan diameter lebih kecil dari pembuluh.
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
68
b. Sifat fisis dan mekanis
Sifat fisis Kadar air segar 50,45%, kerapatannya 0,40 g/cm3, penyusutan longitudinal 0,15%, radial 7,54%, tangensial 10,25%, dan penyusutan anisotropis T/R 1,59%.
Sifat mekanis MOE
(N/mm2) MOR
(N/mm2) Ket. Tek. // (N/mm2)
Ket. Geser (N/mm2)
Kekerasan(N/cm2) T R
44107.66 308.83 86.15 20.06 103.89 100.23
c. Kelas kuat, kelas awet dan kelas keterawetan
Kelas Kuat Ketahanan terhadap Kelas
keterawetan Rayap tanah R. Kayu kering Jamur Penggerek laut IV IV IV -‐ V I
d. Sifat pemesinan
Jenis kayu Pengetaman Pembentukan Pengampelasan Pemboran Pembubutan H. nervosa II II II II II
e. Kelas awet dan keteraweatan
Kelas keawetan Kelas keterawetan Rayap kayu kering Rayap tanah Jamur Penggerek laut
V V V V I f. Pengeringan kayu
Hopea nervosa mudah dikeringkan. Rata-‐rata kadar air awal pengeringan sekitar 47,25% terjadi cacat sebanyak 5-‐8 berupa pecah ujung dan permukaan (end and surface cheks), 4-‐7 terjadi deformation/warping, dan terjadi 1-‐2 pecah dalam (honeycombing).
g. Analisis komponen kimia
Hasil destilasi kering dan nilai kalor
Jenis kayu Kadar air (%)
Hasil arang (gr)
Berat ter (gr)
Berat cairan (gr)
Rendemen (%) BJ
(gr/cm3) Arang Ter destilat Cairan
H. nervosa 814 617 135 2173 31,68 6,93 41,80 2173
Jenis kayu Lignin (%)
Pento-‐ san (%)
Selulosa (%)
Kelarutan ekstraktif (%) Kadar air
Abu (%)
Kadar Silica (%)
Air dingin
Air panas
Alk. bensin
NaOH 1%
H. nervosa 26,36 15,88 52,56 4,16 8,65 8,94 21,37 10,56 0,24 0,049
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
69
Sifat fisika dan kimia arang
Jenis kayu Kadar (%) Nilai kalor kayu
(kal/g) Nilai kalor arang (kal/g) Air Abu Zat terbang*) Karbon terikat
H. nervosa 1,16 2,65 17,63 74,75 4.034 6,132
Sifat fisika dan kimia arang Kadar (%)
Nilai kalor arang (kal/g)
Nilai kalor kayu (kal/g) Air Abu Zat terbang*) Karbon
terikat 0,78 1,08 19,21 79,71 6850 4451
h. Sifat pengolahan pulp dan kertas
Kualitas serat untuk bahan pulp dan kertas termasuk kelas I. 32. Kyoulaen (Vatica umbonata (Hook.f.) Burck) – Dipterocarpaceae
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat
Ciri umum Warna: kayu teras berbeda dengan kayu gubal. Kayu teras berwarna coklat tua agak kemerahan dengan garis berwarna kehitaman karena perbedaan kepadatan jaringan serat. Kayu gubal berwarna putih, lebar sekitar 3-‐4 cm sekitar 50% dari diameter batang. Tekstur: agak halus dan tidak merata. Arah serat: berpadu. Kilap: permukaan kayu agak mengkilap. Kesan raba: agak licin. Kekerasan: keras. Corak: bergaris kehitaman pada mermukaan radial kayu teras. Bau: tidak ada bau khas.
Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: tidak jelas (ciri 2). Pembuluh: baur (ciri 5); hampir seluruhnya soliter (ciri 9), ada beberapa ditemui berganda radial hingga dua; diameter pembuluh 50-‐100 mikron (ciri 41); frekuensi 5-‐20 buah/mm2 (ciri 47). Bidang perforasi sederhana (ciri 13), kadang juga ditemukan nemtuk tangga (ciri 14); ceruk antar pembuluh selang-‐seling (ciri 22), juga berhadapan (ciri 21), ukuran ceruk kecil > 4-‐7 mikron. Ceruk antar pembuluh dan jari-‐jari ada dua ciri, dengan halaman yang jelas, serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh (ciri 30), serta dengan halaman yang sempit sampai sederhana, ceruk horizontal atau vertikal (ciri 32). Tilosis umum dijumpai (ciri 56), juga trakeida vaskisentrik dan vaskular (ciri 60). Parenkim: parenkim aksial apotrakea tersebar dalam kelompok (ciri 77) dan pita sempit ≤ 3 lapis sel (ciri 86). Tipe sel parenkim aksial sulit diamati. Jari-‐jari: jari-‐jari seluruhnya 1 seri (ciri 96), jari-‐jari besar umumnya 4-‐10 seri (ciri 98). Komposisi sel jari-‐jari umumnya dengan 2-‐4 jalur sel tegak atau sel bujursangkar marginal (ciri 107), sel seludang juga dijumpai (ciri 110). Serat: ceruk umum pada dinding radial dan tangensial jaringan serat
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
70
dasar (ciri 63), serat bersekat dijumpai (ciri 65), dinding serat sangat tebal (ciri 70). Saluran interselular dijumpai dalam baris tangensial panjang (ciri 127).
b. Sifat fisis dan mekanis
Sifat fisis Ka segar (%)
Kerapatan (g/cm3)
Penyusutan L R T T/R
50,25 0,57 0,17 8,88 9,52 1,15
Sifat mekanis
MOE (N/mm2)
MOR (N/mm2)
Ket. Tek. //
Ket. Geser
(N/mm2)
Kelas kuat
Kekerasan(N/cm2) T R
74338.06 622.60 165.80 41.14 III 272.05 283.78 c. Sifat pemesinan kayu
Jenis kayu Pengetaman Pembentukan Pengampelasan Pemboran Pembubutan V. umbonata
I I I I I
d. Kelas kuat, kelas awet dan kelas keterawetan
Kelas kuat Ketahanan terhadap
Kelas Keterawetan Rayap tanah R. kayu
kering Jamur Penggerek laut
III IV IV IV V I
e. Pengeringan kayu
Kayu ini mudah dikeringkan. Rata-‐rata kadar air awal pengeringan sekitar 60,25% terjadi cacat pengeringan sebanyak 4-‐5 berupa retak/pecah ujung dan permukaan (end and surface cheks), 4-‐6 terjadi perubahan bentuk/deformasi (deformation/warping), dan terjadi 5 pecah dalam (honeycombing).
f. Analisis komponen kimia
Jenis kayu Lignin (%)
Pento-‐san (%)
Selulosa (%)
Kelarutan ekstraktif (%) Kadar air
Abu (%)
Kadar Silica (%)
Air dingin
Air panas
Alk. bensin
NaOH 1%
V. umbonata 31,22 17,47 55,33 11,74 6,8 7,76 27,13 8,38 0,93 0,273
Hasil destilasi kering dan nilai kalor
Jenis kayu Kadar air (%)
Hasil arang (gr)
Berat ter (gr)
Berat cairan (gr)
Rendemen (%) Hasil cuka
kayu Arang Ter destilat Cairan
V. umbonata 13,33 630 115 1981 31,80 5,80 44,11 874
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
71
Sifat fisika dan kimia arang Kadar (%) Nilai kalor kayu
(kal/g) Nilai kalor arang
(kal/g) Air Abu Zat terbang*) Karbon terikat 0,48 0,78 18,76 80,46 4494 6924
Sifat fisika dan kimia arang Kadar (%) Nilai kalor arang
(kal/g) Nilai kalor kayu
(kal/g) Air Abu Zat terbang*) Karbon terikat 0,78 1,08 19,21 79,71 6850 4451
g. Sifat pengolahan pulp dan kertas
Kualitas serat untuk bahan pulp dan kertas termasuk kelas I. 33. Shorea retusa Meijer – Dipterocarpaceae
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat
Ciri umum Kayu teras berwarna coklat kemerahan, kayu gubal putih kekuningan. Kesan raba agak kasar. Arah serat lurus.
Ciri anatomi S. retusa tidak memiliki batas lingkaran tumbuh yang jelas. Berpori tata lingkar baur dengan pembuluh tersusun secara diagonal, pengelompokan pembuluh hampir seluruhnya soliter (90%), bila dijumpai pembuluh yang bergerombol hanya ada dua pembuluh yang bergerombol. Perforasi sederhana. Ceruk antar pembuluh seperti tangga. Jari-‐jari monoseriate dan multiseriate (2-‐5). Parenkim aksial aliform, kadang berbentuk pita dan menghubungkan beberapa pembuluh.
b. Sifat fisis dan mekanis
Sifat fisis Ka segar (%)
Kerapatan (g/cm3)
Penyusutan Basah ke kering udara Basah ke kering oven
L R T T/R L R T T/R
58,80 0,528 0,229 1,935 2,448 1,265 0,778 3,097 7,534 2,432
Sifat mekanis MOE
(N/mm2) MOR
(N/mm2) Ket. Tek. // (N/mm2)
Ket. Tek ┴ (N/mm2)
Ket. Geser (N/mm2)
Ket. Belah (N/mm2)
Kekerasan (N/cm2)
856.868,6 7.066,9 3.929,3 947,0 728,7 43,5 699,5
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
72
c. Sifat pengerjaan
Jenis kayu
Pengetaman Pembentukan Pengampelasan Pemboran Pembubutan
S. retusa I I I I I
d. Sifat keawetan dan keterawetan kayu
Kelas keawetan Kelas
keterawetan Rayap kayu kering
Rayap tanah Jamur Penggerek di laut
III II I III II
e. Analisis komponen kimia
Jenis kayu Lignin (%)
Selulosa (%)
Kelarutan ekstraktif (%) Abu (%) Air dingin Air panas Alk. bensin
S. retusa 21.58 73.44 1.70 2.28 4.19 0.20
f. Sifat pengolahan pulp dan kertas
Kualitas serat untuk bahan pulp dan kertas termasuk kelas I. 34. Shorea macroptera ssp. sandakanensis (Sym) Ashton -‐ Dipterocarpaceae
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat
Ciri umum Saat segar kayu teras berwarna kecoklatan dan kayu gubalnya berwarna putih kekuningan. Namun pada saat kering, bagian kayu gubal dan teras tidak dapat dibedakan karena keduanya berwarna putih kekuningan semua. Kesan raba agak halus. Arah serat lurus.
Ciri anatomi S. macroptera tidak memiliki batas lingkaran tumbuh yang jelas. Berpori tata lingkar baur dengan pembuluh tersusun secara radial dan diagonal, pengelompokan pembuluh hampir seluruhnya soliter (90%), bila dijumpai yang bergerombol bisa sampai empat buah pembuluh yang bergerombol. Perforasi sederhana. Ceruk antar pembuluh seperti tangga. Jari-‐jari monoseriate dan multiseriate (2-‐6). Parenkim aksial vasisentrik dan aliform. Ada saluran dammar yang tersusun secara diagonal.
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
73
b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis Kadar air
(%) Penyusutan T/R rasio
P. Basah -‐ K. Udara P. Basah -‐ K. Oven B-‐KU B-‐KO
Basah R T R T 78,87 1,805 2,836 2,517 4,664 1,571 1,845
Sifat mekanis Ket. Lentur statis
kg/cm2 Ket. tekan kg/cm2 Ket. Geser
kg/cm2 Ket. Belah kg/cm
Kekerasan kg/cm2 Ujung
Berat Jenis Bb/Vb
MOE MOR // ┴ 1.128.883,0 7.264,2 3.971,0 1.116,3 792,8 49,3 935,5 0,57 c. Sifat pengerjaan
Jenis kayu Pengetaman Pembentukan Pengampelasan Pemboran Pembubutan
S. macroptera I I I I I
d. Sifat keawetan dan keterawetan kayu
Kelas keawetan Kelas keterawetan Rayap kayu kering Rayap tanah Jamur Penggerek di laut
III II I III II
e. Pengujian sifat kimia dan nilai kalor
Lignin (%)
Selulosa (%)
Kelarutan ekstraksi (%) Air (%)
Abu (%)
Silika (%) Air dingin Air panas Alk. benzen
18.16 71.98 5.22 6.18 8.89 2,10 0.41 0,25 f. Sifat pengolahan pulp dan kertas
Kualitas serat untuk bahan pulp dan kertas termasuk kelas I. 35. Shorea agamii Aston P.S. Ashton –Dipterocarpaceae
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat
Ciri umum Warna: Kayu teras kuning kecoklatan, terpisah dari kayu gubalnya warna lebih muda. Arah serat: berpadu dan bergelombang. Kekerasan: agak lunak. Kesan raba: agak licin. Kilap: agak mengkilap. Tekstur: agak kasar dan rata. Permukaan radial bercorak seperti pita-‐pita halus.
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
74
Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: tidak jelas (ciri 2). Pori/pembuluh: baur (ciri 5), sebaran pembuluh pola diagonal atau radial. Pembuluh hampir seluruhnya soliter (9). Diameter lumen pembuluh 200 µm atau lebih (ciri 43); frekuensi pembuluh per-‐mm2 sekitar 5 atau kurang (ciri 46). Bidang perforasi sederhana (ciri 13).Ceruk antar pembuluh selang-‐seling (ciri 22), ukurannya kecil>4-‐7 µm (ciri 25), dan berumbai (ciri 29). Ceruk antar pembuluh dan jari-‐jari terdiri dari 3 tipe yaitu dengan halaman yang jelas, serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh (ciri 30); dengan halaman yang sempit sampai sederhana ceruk bundar atau bersudut (ciri 31); dan dengan halaman yang sempit sampai sederhana; ceruk horisontal atau vertikal (ciri 32). Tilosis umum ditemukan (ciri 56) dan trakeida vasicentric dijumpai (ciri 60). Jari-‐jari: lebar jari-‐jari 1-‐3 seri (ciri 97). Komposisi dengan 1 jalur sel tegak atau sel bujursangkar marjinal (ciri 106) dan dengan tubuh jari-‐jari sel baring, umumnya dengan 2-‐4 jalur sel tegak atau sel bujur sangkar (ciri 107). Frekuensi jari-‐jari per mm > 4-‐12 (ciri 115).Parenkim: parenkim aksial paratrakea aliform (80), konfluen (ciri 83), dan parenkim pita sempit ≤ 3 lapis sel (ciri 86). Panjang untai parenkim 2 sel per untai (ciri 91), 3-‐4 sel per-‐untai (ciri 92), dan 5-‐8 sel per untai (ciri 93). Serat: jaringan serat dasar dengan ceruk sederhana sampai berhalaman sangat kecil (ciri 61), serat bersekat dijumpai (ciri 65), tebal dinding serat tipis sampai tebal (ciri 69). Saluran interseluler: aksial dalam baris tangensial panjang (ciri 127), baur (129), berukuran lebih kecil dari pembuluh (<100 µm). Dijumpai butir-‐butir silika (ciri 159) dalam sel jari-‐jari (160). Dimensi serat termasuk kelas I. b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis
Kadar Air (%) Penyusutan T/R rasio
P. Basah -‐ K. Udara P. Basah -‐ K. Oven B-‐KU B-‐KO
Basah KU R T R T 66,36 12,33 2,30 4,17 4,77 7,62 1,83 1,61
Kadar Air (%) Berat Jenis
Basah KU Bb/Vb Bku/Vku Bko/Vko Bko/Vku Bko/Vb 49,65 13,74 0,82 0,66 0,61 0,58 0,55
Sifat mekanis Ket. lentur statis
(kg/cm2) Keteteguhan tekan
(kg/cm2) Keteteguhan
geser (kg/cm2) Keteteguhan belah (kg/cm)
MOE MOR // ┴ R T R T 97909 695,62 375,95 98,16 88,75 -‐ 38,26 43,03
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
75
Ketetguhan tarik ┴ Serat, kg/cm2
Keteteguhan tarik // serat, kg/cm2 Kekerasan kg/cm2 Keteguhan pukul
kgm/dm3 R T R T Ujung Sisi R T
25,53 31,43 261,94 314,60 386 243 16,86 17,16
Klasifikasi kelas kuat S. agamii berdasarkan 3 kriteria berat jenis, MOR, dan keteguhan tekan // serat termasuk kelas kuat II-‐III. c. Sifat pemesinan kayu
Jenis kayu Pengetaman Pembentukan Pengampelasan Pemboran Pembubutan
S. agamii I II II I II d. Sifat keawetan dan keterawetan kayu
Kelas keawetan Kelas
keterawetan Rayap kayu kering
Rayap tanah Jamur Penggerek laut
II IV IV 1V II
e. Sifat kimia kayu Hasil analisis komponen kimia
Lignin (%)
Pento san (%)
Selulosa (%)
Kelarutan ekstraksi (%) Air (%)
Abu (%)
Silika (%) Air
dingin Air
panas Alkohol benzen
NaOH 1 %
31,25 14,20 54,89 2,20 5,40 5,65 29,67 2,10 1,22 0,25
Hasil destilasi kering dan nilai kalor
Kadar air (%) Rendemen (%)
Arang Ter destilat Cairan 21,69 33,10 6,50 55,60
Sifat fisika dan kimia arang Kadar (%) Nilai kalor arang
(kal/g) Nilai kalor kayu
(kal/g) Air Abu Zat terbang*) Karbon terikat 1,08 2,40 20,00 77,60 6.805 21,69
f. Sifat dan pengolahan pulp untuk kertas
Rata-‐rata Kons. alkali
Rata-‐rata Bil. kappa
Rendemen (%)
Ketahanan retak (kPa)
Ketahanan sobek (gf)
Ketahanan tarik
Ketahanan lipat
13,13 6,89. 36,89 212,2±31,9 62,5±7 6,51±0,67 81±21
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
76
36. Shorea almon Foxw -‐ Dipterocarpaceae
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat
Ciri umum Warna: kayu teras merah kecoklatan dan pada kondisi kering berwarna coklat kemerahan, terpisah jelas dari kayu gubalnya yang berwarna lebih muda. Tekstur: agak kasar dan merata. Arah serat: berpadu dan bergelombang. Kilap: permukaan kayu agak mengkilap. Kesan raba: agak licin. Kekerasan: agak lunak. Corak: lurik atau berupa pita-‐pita pada bidang radial.
Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: tidak jelas (ciri 2). Pori/pembuluh: baur (ciri 5). Pembuluh hampir seluruhnya soliter (9). Diameter pembuluh ≥200 µm (ciri 43); frekuensi pembuluh per-‐mm2 sekitar 5 atau kurang (ciri 46). Bidang perforasi sederhana (ciri 13).Ceruk antar pembuluh selang-‐seling (ciri 22), bersegi banyak (ciri 23), ukurannya kecil> ≤4 µm (ciri 24), dan berumbai (ciri 29). Ceruk antar pembuluh dan jari-‐jari dengan halaman yang jelas, serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh (ciri 30). Tilosis umum ditemukan (ciri 56) dan trakeida vaskisentrik dijumpai (ciri 60). Jari-‐jari: lebar jari-‐jari 1-‐3 seri (ciri 97), komposisi dengan 1 jalur sel tegak atau sel bujursangkar marjinal (ciri 106), dan Komposisi sel jari-‐jari dengan tubuh jari-‐jari sel baring dengan 2-‐4 jalur sel tegak dan atau sel bujur sangkar marjinal (ciri 107). Frekuensi jari-‐jari per mm ≤4 (ciri 114).Parenkima: parenkim aksial paratrakea jarang (78), sepihak (ciri 84), dan parenkim pita >3 lapis sel (ciri 85). Panjang untai parenkim 3-‐4 sel per-‐untai (ciri 92) dan delapan (5-‐8) sel per untai (ciri 93). Serat: Jaringan serat dasar dengan ceruk sederhana sampai berhalaman sangat kecil (61), serat tanpa sekat ditemui (ciri 66). Dinding serat tipis sampai tebal (ciri 69). Saluran interseluler: aksial dalam baris tangensial panjang (ciri 127) dan baur (ciri 129) yang ukurannya lebih kecil daripada pembuluh (<100 µm). Kualitas serat termasuk kelas I.
b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis
Kadar Air (%) Penyusutan (P) T/R rasio
P. Basah -‐ K. Udara P. Basah -‐ K. Oven B-‐KU B-‐KO Basah KU R T R T 66,49 12,70 2,16 4,45 4,25 7,29 2,08 1,74
Kadar Air (%) Berat Jenis Basah KU Bb/Vb Bku/Vku Bko/Vko Bko/Vku Bko/Vb 60,51 14,85 0,65 0,58 0,46 0,50 0,41
Shorea almon termasuk kelas kuat III.
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
77
Sifat mekanis Ketegugan lentur statis kg/cm2 Ket. tekan kg/cm2 Ket. belah, kg/cm MPL MOE MOR // ┴ R T 302,83 82494 525,41 62,22 74,52 35,33 38,03
Ketetguhan tarik ┴
serat, kg/cm2 Keteteguhan tarik //
serat, kg/cm2 Kekerasan kg/cm2 Keteguhan pukul kgm/dm3
R T R T Ujung Sisi R Sisi T R T 19,02 22,48 234,56 238,09 307 205 -‐ 21,81 17,67
c. Sifat pemesinan kayu
Jenis kayu Pengetaman Pembentukan Pengampelasan Pemboran Pembubutan
S. almon I II II I II d. Sifat keawetan dan keterawetan kayu
Kelas keawetan Kelas
keterawetan Rayap kayu kering
Rayap tanah Jamur Penggerek di laut
II III III III III
e. Pengeringan kayu
Estimasi bagan pengeringan Kadar air awal rata-‐rata
(%) Suhu, oC Kelembaban,%
Kualitas Awal Akhir Awal akhir
37 60 90 77 24 Baik
f. Sifat kimia kayu
Hasil analisis komponen kimia
Lignin (%)
Pentosan (%)
Selulosa (%)
Kelarutan ekstraksi (%) Air (%)
Abu (%)
Silika (%) Air
dingin Air
panas Alkohol benzen
NaOH 1 %
29,40 15,40 52,58 3,19 4,66 2,03 22,40 2,84 0,40 0,22
Hasil destilasi kering dan nilai kalor
Kadar air (%) Rendemen (%)
Arang Ter destilat Cairan 24,50 29,10 7,60 50,40
Sifat fisika dan kimia arang Kadar (%) Nilai kalor
arang (kal/g) Nilai kalor kayu
(kal/g) Air Abu Zat terbang*) Karbon terikat 0,40 1,01 21,00 78,60 6.921 4.585
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
78
g. Sifat dan pengolahan pulp untuk kertas Rata-‐rata
konsumsi alkali Rata-‐rata bil. kappa
Rendemen (%)
Ketahanan retak (kPa)
Ketahanan sobek (gf)
Ketahanan tarik
Ketahanan lipat
14,09 4,62 37,19 201,2±28,5 48,3±7 5,46±1, 62±31
37. Hopea rudiformis -‐ Dipterocarpaceae
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat
Ciri umum Warna: Kayu teras berwarna coklat tua, terpisah secara jelas dari kayu gubalnya yang berwarna krem. Arah serat: berpadu. Kekerasan: agak keras. Kesan raba: agak halus. Kilap: kusam. Tekstur: agak halus dan rata. Corak: Pada permukaan radial bercorak lurik seperti pita-‐pita pendek
Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: tidak jelas (ciri 2). Pori/pembuluh: baur (ciri 5). Pembuluh soliter 75% (ciri 9) sisanya ganda 2 radial. Diameter lumen pembuluh 183,3±34,8 µm (ciri 42); frekuensi pembuluh 9,8±1,2 per-‐mm2 (ciri 46). Bidang perforasi sederhana (ciri 13). Ceruk antar pembuluh selang-‐seling (ciri 22), ukurannya kecil 4,3±0,6 µm (ciri 25), dan berumbai (ciri 29). Ceruk antar pembuluh dan jari-‐jari dengan halaman yang sempit sampai sederhana ceruk bundar atau bersudut (ciri 31). Tilosis umum ditemukan (ciri 56) dan trakeida vasisentrik dijumpai (ciri 60). Jari-‐jari: lebar jari-‐jari 1-‐3 seri (ciri 97). Komposisi dengan tubuh jari-‐jari sel baring, umumnya dengan 2-‐4 jalur sel tegak atau sel bujur sangkar (ciri 107). Frekuensi jari-‐jari per mm > 4-‐12 (ciri 115). Parenkim: parenkim aksial paratrakea vasisentrik (79) aliform (ciri 80) bersayap (ciri 82), konfluen (ciri 83), sepihak (ciri 84) dan parenkim pita > 3 lapis sel (ciri 85). Panjang untai parenkim 4-‐8 sel per untai (ciri 92 dan 93). Serat: jaringan serat dasar dengan ceruk sederhana sampai berhalaman yang jelas (ciri 62), serat tanpa sekat dijumpai (ciri 66), tebal dinding serat tipis sampai tebal (ciri 69). Saluran interseluler: aksial dalam baris tangensial panjang (ciri 127), berukuran lebih kecil yaitu 39,8±8,4 µm. Inklusi mineral: dijumpai kristal prismatik (ciri 136) dalam sel baring jari-‐jari (138).
b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis
Kadar Air (%) Penyusutan
Berat Jenis T/R rasio B-‐KO Kelas kuat P. Basah -‐ K. Oven
Basah KU R T Bb/Vb Bku/Vku 93.993 13.373 3.358 8.863 0.934 0.633 2.639 II
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
79
Sifat mekanis Ketegugan lentur statis kg/cm2 Ket. tekan kg/cm2 Ket. belah, kg/cm MPL MOE MOR // ┴ R T
533.657 101035.90 797.38 433.01 111.29 52.52 65.57 Ket. tarik ┴ serat
kg/cm2 Ket. tarik // serat
kg/cm2 Kekerasan kg/cm2
Ket. pukul kgm/dm3
Keteguhan Geser Radial (kg/cm2)
R T R T Ujung Sisi R T R T 25.65 43.12 755.67 743.94 477.44 369.28 22.35 21.32 81.44 93.11 c. Sifat pemesinan kayu
Jenis kayu Pengetaman Pembentukan Pengampelasan Pemboran Pembubutan H. rudiformis II II II II II
d. Sifat keawetan dan keterawetan kayu
Kelas keawetan Kelas
keterawetan Rayap kayu kering
Rayap tanah Jamur Penggerek di laut
II IV IV (III-‐IV) IV-‐V I e. Pengeringan kayu
Jenis kayu Kadar air awal rata-‐rata (%)
Klasifikasi cacat pengeringan Sifat
pengeringan Pecah awal Deformasi Pecah dalam
H. rudiformis 85 2 3-‐4 2 Sedang
f. Sifat kimia kayu
Hasil analisis komponen kimia
Lignin (%)
Pento san (%)
Selulosa (%)
Kelarutan ekstraksi (%) Air (%)
Abu (%)
Silika (%) Air
dingin Air
panas Alkohol benzen
NaOH 1 %
30,59 15,31 50,15 2,30 5,79 4,33 10,75 12,36 0,85 0,095
Nilai kalor tinggi 4.430 (kal/g). g. Sifat dan pengolahan pulp untuk kertas
Jenis kayu Bilangan kappa Konsumsi alkali Rendemen
(%) 1 2 Rata-‐rata 1 2 Rata-‐rata H. rudiformis 15,20 14,48 14,84 15,09 15,09 15,09 35,50
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
80
38. Shorea parvistipulata -‐ Dipterocarpaceae
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat
Ciri umum Warna: kayu teras coklat kemerahan, terpisah jelas dari kayu gubalnya yang berwarna coklat. Tekstur: kasar dan merata. Arah serat: berpadu. Kilap: permukaan kayu kusam. Kesan raba: kasar. Kekerasan: lunak. Corak: berupa pita-‐pita panjang pada bidang radial.
Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: tidak jelas (ciri 2). Pori/pembuluh: baur (ciri 5). Pembuluh hampir seluruhnya soliter (85%) sisanya ganda 2 radial (9). Diameter pembuluh ≥ 266,8±63,6 µm (ciri 43); frekuensi pembuluh per-‐mm2 5,9±1,3 (ciri 47). Bidang perforasi sederhana (ciri 13). Ceruk antar pembuluh selang-‐seling (ciri 22), ukurannya kecil 5,1±1,1 µm (ciri 25), dan berumbai (ciri 29). Ceruk antar pembuluh dan jari-‐jari dengan halaman yang sempit sampai sederhana, ceruk bundar atau bersudut (ciri 31). Tilosis umum ditemukan (ciri 56) dan trakeida vaskisentrik dijumpai (ciri 60). Jari-‐jari: lebar jari-‐jari 1-‐3 seri (ciri 97), komposisi dengan 1 jalur sel tegak atau sel bujursangkar marjinal (ciri 106), dan Komposisi sel jari-‐jari dengan tubuh jari-‐jari sel baring dengan 2-‐4 jalur sel tegak dan atau sel bujur sangkar marjinal (ciri 107). Frekuensi jari-‐jari per mm 5,13±1,1 (ciri 115). Parenkima: parenkim aksial apotrakea tersebar dalam kelompok (77), paratrakea vasisentrik (79), aliform (ciri 80), dan parenkim pita > 3 lapis sel (ciri 85). Panjang untai parenkim 3-‐4 sel per-‐untai (ciri 92) dan delapan (5-‐8) sel per untai (ciri 93). Serat: Jaringan serat dasar dengan ceruk sederhana sampai berhalaman sangat kecil (61), serat bersekat dijumpai (ciri 65). Dinding serat tipis sampai tebal (ciri 69). Saluran interseluler: aksial dalam baris tangensial panjang (ciri 127) yang ukurannya lebih kecil daripada pembuluh (51±9,9 µm). Inklusi mineral: kristal prismatik dijumpai (ciri 136) dalam parenkim aksial berbilik (142).
b. Sifat fisis dan mekanis
Sifat fisis
Kadar Air (%) Penyusutan
Berat Jenis T/R rasio B-‐KO
Kelas kuat P. Basah -‐ K. Oven Basah KU R T Bb/Vb Bku/Vku 93.993 13.373 3.358 7.234 0.934 0.633 2.012 III
Sifat mekanis Ketegugan lentur statis kg/cm2 Ket. tekan kg/cm2 Ket. belah, kg/cm MPL MOE MOR // ┴ R T
337.427 68156.42 483.54 254.66 58.90 36.07 38.18
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
81
Ket. tarik ┴ Serat, (kg/cm2)
Ket. tarik // serat
(kg/cm2)
Kekerasan (kg/cm2)
Ket. pukul (kgm/dm3)
Keteguhan Geser
Radial (kg/cm2) R T R T Ujung Sisi R T R T
24.70 26.50 476.26 476.81 283.00 169.78 14.05 14.66 72.51 73.98
c. Sifat pemesinan kayu
Jenis kayu Pengetaman Pembentukan Pengampelasan Pemboran Pembubutan S. parvistipulata III II III III II
d. Sifat keawetan dan keterawetan kayu
Kelas keawetan Kelas keterawetan Rayap kayu kering Rayap tanah Jamur Penggerek di laut
III IV IV V I
e. Pengeringan kayu
Kadar air awal (%)
Klasifikasi cacat pengeringan Sifat pengeringan Pecah awal Deformasi Pecah dalam
99 3 -‐ 4 5 -‐ 6 2 Buruk f. Sifat kimia kayu
Hasil analisis komponen kimia
Lignin (%)
Pento san (%)
Selulosa (%)
Kelarutan ekstraksi (%) Air (%)
Abu (%)
Silika (%) Air
Dingin Air
Panas Alkohol benzen
NaOH 1 %
31,63 16,82 50,56 2,41 4,64 5,53 10,28 12,50 1,09 0,310
Nilai kalor tinggi 4,242 (kal/g).
g. Sifat dan pengolahan pulp untuk kertas
Jenis kayu Bilangan Kappa Konsumsi Alkali Rendemen
(%) 1 2 Rata-‐rata 1 2 Rata-‐rata S. parvistipulata
15,20 14,48 14,84 15,09 15,09 15,09 35,50
Jenis kayu Bilangan Kappa Konsumsi Alkali Rendemen
(%) 1 2 Rata-‐rata 1 2 Rata-‐rata S. parvistipulata 16,81 16,09 16,45 14,19 14,19 14,19 39,15
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
82
39. Dipterocarpus convertus -‐ Dipterocarpaceae
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat
Ciri umum Warna: kayu teras berwarna coklat hingga coklat tua, kayu gubal putih kekuningan. Kesan raba: agak kasar terasa bergetah. Arah serat: lurus.
Ciri anatomi Lingkar tumbuh: tidak memiliki batas lingkaran tumbuh yang jelas. Pori: Berpori tata lingkar baur dengan pembuluh tersusun secara diagonal, pengelompokan pembuluh hamper seluruhnya soliter (90%), bila dijumpai pembuluh yang bergerombol hanya ada dua pembuluh yang bergerombol dan keberadaannya sangat jarang. Persentase pembuluh 31,37%. Diameter pembuluh 112,50 µm, tinggi pembuluh 271,00µm, jumlah pembuluh tiap 20-‐32mm2. Perforasi sederhana. Ceruk antar pembuluh seperti tangga. Jari-‐jari: monoseriate dan multiseriate (2-‐7). Tinggi jari-‐jari 945µm, lebar jari-‐jari 325µm, jumlah jari-‐jari tiap 4-‐7mm2, persentase jari-‐jari 2,94%. Parenkim: Sebagian besar parenkim aksial paratrakheal jarang, kadang ditemukan parenkim aliform dan vasisentrik. Persentase parenkim 2,19%. Serat: Dinding serat sangat tebal, persentase serat 63,50%, panjang serat 1723µm, diameter serat 25,15µm, tebal dinding serat 10,20µm, diameter lumen 4,75µm).
b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis Kadar air segar (%)
Kerapatan (g/cm3)
Penyusutan (P) T/R rasio P. Basah -‐ K. Udara P. Basah -‐ K. Oven
B-‐KU B-‐KO L R T L R T
91,47 0,72 0,54 1,92 2,53 0,78 1,46 2,74 1,32 1,88
Sifat mekanis
MOE (kg/cm2)
MOR (kg/cm2)
Ket. Tek. //
(kg/cm2)
Ket. Geser (kg/cm2)
Ket. ┴ (kg/cm2)
Ket. belah (kg/cm2)
Kekerasan (N/cm2)
1.060.666 1.633 44,48 67,53 24,12 59,15 99,68
c. Sifat pemesinan kayu
Jenis kayu Pengetaman Pembentukan Pengampelasan Pemboran Pembubutan D. convertus II II II II II
d. Sifat keawetan dan keterawetan kayu
Kelas keawetan Kelas keterawetan Kayu kering Rayap tanah Jamur Penggerek di laut
IV IV IV-‐I V II
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
83
e. Sifat kimia kayu
Hasil analisis komponen kimia
Lignin (%)
Pento-‐ san (%)
Selulo sa (%)
Kelarutan ekstraksi (%) Abu tidak larut asam
(%)
Abu (%)
Nilai kalor (kal/g)
Air dingin
Air panas
Alk. benzen
NaOH 1 %
32,75 15,40 70,57 1,96 2,28 4,35 22,40 0,43 0,57 4292 f. Sifat pengolahan pulp dan kertas
Kualitas serat untuk bahan pulp dan kertas termasuk kelas I. 40. Vatica sarawakensis -‐ Dipterocarpaceae
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat
Ciri umum Warna: kayu teras berwarna kuning kecoklatan dan kayu gubalnya berwarna putih kekuningan. Kesan raba: halus. Arah serat: lurus.
Ciri anatomi Lingkar tumbuh: tidak memiliki batas lingkaran tumbuh yang jelas. Pori: mempunyai tata lingkar baur dengan pembuluh tersusun secara radial dan diagonal, pembuluh ada yang tunggal dan ada yang bergerombol hingga empat buah pembuluh. Persentase pembuluh 16,06 %. Diameter pembuluh 153,50µm, tinggi pembuluh 167,50µm, jumlah pembuluh tiap 2-‐5mm2, diameter lumen 7,69 µm. Perforasi sederhana. Ceruk antar pembuluh seperti tangga. Jari-‐jari monoseriate dan multiseriate (2-‐8). Tinggi jari-‐jari 575µm, lebar jari-‐jari 400µm, jumlah jari-‐jari tiap 3-‐7mm2, persentase jari-‐jari 4,07%. Parenkim: aksial vasisentrik dan kadang menghubungkan 2 hingga 3 pembuluh. Persentase parenkim 2,71%. Serat: Dinding serat sangat tebal, persentase serat 77,15%, panjang serat 1879µm, diameter serat 30,63µm.
b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis Kadar air segar (%)
Kerapatan (g/cm3)
Penyusutan (P) T/R rasio P. Basah -‐ K. Udara P. Basah -‐ K. Oven
B-‐KU B-‐KO L R T L R T
78,32 0,62 0,37 1,37 2,85 0,49 1,51 2,51 1,66 2,08
Sifat mekanis MOE
(kg/cm2) MOR
(kg/cm2) Ket. Tek. // (kg/cm2)
Ket. Geser (kg/cm2)
Ket. ┴ (kg/cm2)
Ket. belah (kg/cm2)
Kekerasan (kg/cm2)
975.491 1.294 53,98 43,65 16,26 31,35 92,28
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
84
c. Sifat pemesinan kayu
Jenis kayu Pengetaman Pembentukan Pengampelasan Pemboran Pembubutan Vatica sarawakensis II II II II II
d. Kelas kuat, kelas awet dan kelas keterawetan
Kelas Kuat Ketahanan terhadap
Kelas Keterawetan Rayap tanah R. Kayu kering Jamur Penggerek
laut IV IV IV -‐ V II
e. Sifat kimia kayu
Hasil analisis komponen kimia
f. Sifat pengolahan pulp dan kertas
Kualitas serat untuk bahan pulp dan kertas termasuk kelas I. 41. Parashorea tomentella (Sym.) Meijer – Dipterocarpaceae
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat
Ciri umum Warna: coklat muda. Corak: polos.Tekstur: agak halus dan merata. Arah serat: lurus hingga berpadu. Kilap: kusam. Kesan raba: agak halus. Kekerasan: agak lunak. Bau: tidak ada.
Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: tidak jelas (ciri 2). Pembuluh: baur (ciri 5), pembuluh hampir seluruhnya soliter (ciri 9). Diameter pembuluh 100-‐200 mikron (ciri 42) dan >200 mikron (ciri 43); frekuensi pembuluh per-‐mm2 sekitar 5 atau kurang (ciri 46); terdapat trakeida vaskisentrik dan vaskular (ciri 60). Bidang perforasi sederhana (ciri 13).Ceruk antar pembuluh selang-‐seling (ciri 22), ukurannya kecil>4-‐7 mikron, (ciri 25). Ceruk antar pembuluh dan jari-‐jari dengan halaman yang jelas, serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh (ciri 30). Parenkim: parenkim vaskisentrik (ciri 79) dan paratrakea sepihak (ciri 84). Panjang untai parenkim 2 sel per-‐untai (ciri 91). Jari-‐jari: lebar jari-‐jari 1-‐3 seri (ciri 97), dan ditemukan jari-‐jari besar umumnya 4-‐6 seri (ciri 98), komposisi seluruhnya sel baring (ciri 104) dan tubuh jari-‐jari sel baring dengan sel baring
Lignin (%)
Pento san (%)
Selulosa (%)
Kelarutan ekstraksi (%) Abu tidak lar. asam
(%)
Abu (%) Nilai kalor
(kal/g) Air dingin
Air panas
Alkohol benzen
NaOH 1 %
26,09 15,40 73,29 4,33 2,83 4,04 22,40 0,09 0,34 4380
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
85
dan bujur sangkar bercampur (ciri 109). Frekwensi jari-‐jari > 4-‐12 per mm (ciri 115). Serat: jaringan serat dasar dengan ceruk berhalaman yang jelas (ciri 62). Dinding serat tipis sampai tebal (ciri 69). Inklusi material: kristal primatik dijumpai (ciri 136) dalam sel baring (ciri 138), dalam sel tegak berbilik (ciri 140), dan dalam parenkim aksial berbilik (ciri 142).Saluran interseluler: aksial tersebar (ciri 129).
b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis
Jenis kayu Kadar Air (%) Berat Jenis Berdasar
Penyusutan B -‐ KU B -‐ KO
Basah KU Bb/Vb Bu/Vu Bo/Vo Bo/Vu Bo/Vb R T R T P. tomentella 89,31 13,63 0,86 0,55 0,50 0,48 0,46 1,41 2,98 3,44 6,32
Sifat mekanis
Jenis Kayu Ket.Lentur Statis (kg/cm2) Ket. Tekan
(kg/cm2) Ket. Geser (kg/cm2)
Ket. Belah (kg/cm)
MPL MOE MOR // � R T R T P. tomentella 229,64 37.719,9 308,80 335,2 78,45 75,29 89,47 42,93 49,60
Ket. Tarik � (kg/cm2)
Ket. Tarik // (kg/cm2)
Kekerasan (kg/cm2)
Ket. Pukul (kgm/dm3)
R T R T Ujung Sisi R T 18,76 30,82 811,22 640,68 342,40 274,80 47,84 56,82
c. Sifat pemesinan kayu
Jenis kayu Pengetaman Pembentukan Pengampelasan Pemboran Pembubutan P. tomentella II II II II II
d. Kelas kuat, kelas awet dan kelas keterawetan
Kelas kuat Ketahanan terhadap
Kelas Keterawetan Rayap
tanah R. kayu kering
Jamur Penggerek laut
III III III III (I(II-‐IV) IV II
e. Sifat pengeringan Pengeringan pada suhu tinggi
Jenis kayu Kadar air awal (%)
Klasifikasi cacat pengeringan Sifat
pengeringan Retak/pecah Rubah bentuk
Pecah dalam
P. tomentella 52-‐80 (66) Agak buruk Buruk Sedang Agak baik-‐buruk
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
86
f. Sifat pengkaratan Kehilangan berat sekrup 0,67 setelah 12 bulan. g. Sifat kimia kayu
Hasil analisis komponen kimia
Lignin (%)
Pento san (%)
Selulo sa (%)
Kelarutan ekstraksi (%) Kadar air
Abu tidak lar. asam
(%)
Abu (%)
Nilai kalor (kal/g)
Air Dingin
Air Panas
Alk. benzen
NaOH 1 %
32,75 14,57 54,01 1,12 3,33 2,76 14,16 15,98 2,32 0,317 4.482 h. Sifat pengolahan pulp dan kertas
Jenis kayu Konsumsi Alkali
Rata-‐Rata Bilangan KAPPA
Rata-‐Rata Rendemen (%)
P. tomentella 14,96 14,96
39,22 38,28 33,83
14,96 37,34 Kualitas serat untuk bahan pulp dan kertas termasuk kelas I.
42. Parashorea smythiesii Wyatt.Sm ex P.S. Ashton -‐ Dipterocarpaceae
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat
Ciri umum Warna: coklat kekuningan,Corak: polos, pada bidang radial bercorak lurik seperti pita pendek. Tekstur: agak halus dan merata. Arah serat: lurus hingga berpadu. Kilap: kusam. Kesan raba: agak kasar. Kekerasan: agak keras. Bau: tidak ada.
Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: tidak jelas (ciri 2). Pembuluh: baur (ciri 5), pembuluh sebagian besar soliter (ciri 9). Diameter pembuluh 100-‐200 mikron (ciri 42); frekuensi pembuluh per-‐mm2 sekitar 5 atau kurang (ciri 46); terdapat tilosis (ciri 56), terdapat trakeida vaskisentrik dan vaskular (ciri 60). Bidang perforasi sederhana (ciri 13).Ceruk antar pembuluh selang-‐seling (ciri 22), ukurannya sedang>7-‐10 mikron, (ciri 26). Ceruk antar pembuluh dan jari-‐jari dengan halaman yang jelas, serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh (ciri 30). Parenkim: parenkim aksial apotrakea tersebar dalam kelompok (ciri 77), vaskisentrik (ciri 79), aliform (ciri 80), konfluen (ciri 83) dan paratrakea sepihak (ciri 84). Panjang untai parenkim 2 sel per-‐untai (ciri 91) dan 3-‐6 sel per untai (ciri 92, 93). Jari-‐jari: lebar jari-‐jari 1-‐3 seri (ciri 97), dan jari-‐jari besar umumnya 4-‐6 seri (ciri 98), komposisi tubuh jari-‐jari sel baring dengan 1-‐2 jalur sel tegak atau sel bujur sangkar marjinal (ciri 106,107). Frekuensi jari-‐jari > 4-‐12 per mm (ciri 115). Serat: jaringan serat dasar dengan ceruk berhalaman sangat kecil (ciri 61). Dinding serat tipis sampai tebal (ciri 69), kadang ditemui
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
87
sangat tebal (ciri 70). Inklusi material: kristal primatik dijumpai (ciri 136) dalam sel baring (ciri 138), dan dalam parenkim aksial berbilik (ciri 142). Saluran interseluler: aksial tersebar (ciri 129). b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis
Jenis kayu Kadar Air (%) Berat Jenis Berdasar
Penyusutan B -‐ KU B -‐ KO
Basah KU Bb/Vb Bu/Vu Bo/Vo Bo/Vu Bo/Vb R T R T P smythiesii 89,31 13,63 0,86 0,55 0,50 0,48 0,46 1,41 2,98 3,44 6,32
Sifat mekanis
Ket.Lentur Statis (kg/cm2) Ket. Tekan (kg/cm2) Ket. Geser (kg/cm2) Ket. Belah (kg/cm)
MPL MOE MOR // � R T R T 229,64 37.719,93 308,80 335,23 78,45 75,29 89,47 42,93 49,60
Ket. Tarik � (kg/cm2) Ket. Tarik // (kg/cm2) Kekerasan (kg/cm2) Ket. Pukul (kgm/dm3)
R T R T Ujung Sisi R T 18,76 30,82 811,22 640,68 342,40 274,80 47,84 56,82
c. Sifat pemesinan kayu
Jenis kayu Pengetaman Pembentukan Pengampelasan Pemboran Pembubutan P. smythiesii -‐ -‐ -‐ -‐ -‐ d. Kelas kuat, kelas awet dan kelas keterawetan
Kelas Kuat Ketahanan terhadap
Kelas Keterawetan Rayap tanah
R. Kayu kering Jamur
Penggerek laut
P. smythiesii IV III III (II-‐IV) IV II
e. Sifat pengeringan
Pengeringan pada suhu tinggi Jenis kayu Kadar air
awal (%) Klasifikasi cacat pengeringan Sifat
pengeringan Retak/pecah Rubah bentuk
Pecah dalam
P. smythiesii 53-‐58 (55) Baik Agak buruk
Agak baik Baik-‐ agak baik
f. Sifat pengkaratan
Kehilangan berat sekrup 0,67 setelah 12 bulan.
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
88
g. Sifat kimia kayu
Hasil analisis komponen kimia
Lignin (%)
Pento san (%)
Selulo sa (%)
Kelarutan ekstraksi (%) Kadar air (%)
Abu (%)
Nilai kalor (kal/g)
Nilai kalor Kal/g
Air Dingin
Air Panas
Alkohol benzen
NaOH 1 %
32,75 14,57 54,01 1,12 3,33 2,76 14,16 15,98 2,32 0,317 4.482 h. Sifat pengolahan pulp dan kertas
Jenis kayu Konsumsi Alkali
Rata-‐Rata
Bilangan KAPPA
Rata-‐Rata Rendemen (%)
P. smythiesii 14,96 14,96
39,22 38,28 33,83
14,96 37,34
43. Kemenyan toba (Styrax sumaterana) -‐ Meliacea
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat
Ciri umum Warna: teras coklat muda atau kuning kecoklatan agak keabuan; belum/tidak ada perbedaan warna antara kayu teras dan kayu gubal. Corak: polos.Tekstur: halus dan rata.Arah serat: lurus hingga agak berpadu. Kilap: mengkilapKesan raba: licin.Kekerasan: agak keras.Bau: tidak ada bau khusus.
Ciri anatomi Lingkar tumbuh: batas lingkar tumbuh (agak) jelas, ditandai dengan massa serabut yang ketebalannya berbeda dan menggepeng secara radial. Pori: pori tata baur, pengelompokan pembuluh soliter, bergabung radial hingga empat. Gabungan hingga 6 pori jarang, namun bila ada membentuk rangkaian yang unik dimana pembuluh yang besar dan kecil tersusun secara bergantian dengan pola tertentu (Gambar 6). Terkadang juga ditemui pembuluh yang bergabung diagonal dan tangensial, serta pembuluh yang bergerombol 4 (Gambar 4); bidang perforasi bentuk sederhana dan bentuk tangga sampai 10 palang; ceruk antar pembuluh selang-‐seling, percerukan antara pembuluh dengan jari-‐jari adalah berhalaman yang tegas, serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh; diameter lumen pembuluh 87-‐251 µm, rata-‐rata 168 ± 37 µm; panjang pembuluh 396-‐1449 µm, rata-‐rata 1031±178 µm; tidak ada tilosis maupun endapan. Parenkim:parenkim aksial apotrakea tersebar dan tersebar dalam kelompok; parenkim aksial paratrakea jarang; panjang untai 3-‐4 hingga 5-‐8 sel per-‐untai. Jari-‐jari: jari-‐jari ada dua ukuran, yang sempit bertipe uniseriat dan yang lebar 3-‐6 seri; komposisi sel jari-‐jari seluruhnya sel bujursangkar atau sel tegak, serta tubuh jari-‐jari sel baring dengan 2 sampai > 4 jalur sel tegak atau bujur sangkar marginal, terkadang hingga 6-‐7 sel tegak/sel bujur sangkar
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
89
marginal. Untuk tipe kedua, komposisi sel jari-‐jari adalah di bagian dalam tubuh sel jari-‐jari baring, kemudian diikuti sel semi baring di sebelah luarnya. Serat: serat bersekat dan serat tanpa sekat dijumpai, serat memiliki ceruk halaman yang jelas; dinding serat tipis sampai tebal, tebal dinding serat 1-‐3 µm, rata-‐rata 2,3 ± 0,4 µm; diameter sel serat 25-‐48 µm, rata-‐rata 35 ± 3 µm; diameter lumen serat 20-‐43 µm, rata-‐rata 31± 3 µm; dan panjang serat 1525-‐2290 µm, rata-‐rata 1860±163 µm. Saluran interseluler: saluran interseluler traumatik berukuran kecil ditemui pada batas lingkar tumbuh. Struktur ini menunjukkan bahwa kayu kemenyan yang diteliti telah disadap. Kecilnya ukuran sel interseluler traumatik kemungkinan disebabkan karena proses penyadapan baru satu kali, atau karena faktor genetik. Inklusi mineral: kristal prismatik dijumpai dalam serat dan parenkim aksial berbilik. Ciri lain: sel ubin ditemui. b. Sifat fisis dan mekanis
Sifat fisis
Kadar air,% Berat Jenis berdasar Penyusutan,%
B-‐KU B-‐KO Basah KU Bb/Vb Bo/Vu Bo/Vb Bu/Vu Bo/Vo R T R T 44,74 11,13 0,71 0,52 0,49 0,58 0,55 1,23 1,77 3,34 5,26
Sifat mekanis Ketegugan lentur
statis (kg/cm2)
Keteteguhan tekan (kg/cm2)
Keteteguhan geser
(kg/cm2)
Keteteguhan belah (kg/cm)
Keteguhan tarik ┴ serat (kg/cm2)
MPL MOE MOR // ┴ R T R T R T 330.59 67140.76 478.10 217.29 72.67 53.02 62.65 20.68 28.15 19.14 19.77 Ketetguhan tarik ┴
serat (kg/cm2)
Ket. tarik // serat (kg/cm2)
Kekerasan (kg/cm2)
Keteguhan pukul
(kgm/dm3) R T R T Ujung Sisi R Sisi T R T
19.14 19.77 536.34 603.16 293.42 266.78 262.21 40.48 36.37 c. Kelas kuat, kelas awet dan kelas keterawetan
Kelas Kuat Ketahanan terhadap
Kelas Keterawetan Rayap tanah R. Kayu kering Jamur Penggerek
laut IV V I -‐ -‐ I
d. Sifat kimia
Lignin (%)
Pento san (%)
Holose lulosa (%)
Alphase lulosa (%)
Heminse lulosa (%)
Kelarutan ekstraksi (%) Air (%)
Abu (%)
Silika (%) Air
dingin Air
panas Alkohol benzen
NaOH 1 %
24,42 17,76 72,73 44,40 28,33 6,98 8,12 5,63 15,68 11,18 0,942 0,236
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
90
e. Sifat pengolahan pulp dan kertas
Kualitas serat untuk bahan pulp dan kertas termasuk kelas I. 44. Kemenyan bulu (Styrax paralleneurum) -‐ Meliaceae
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat
Ciri umum Warna: coklat muda atau kuning kecoklatan agak keabuan; belum/tidak ada perbedaan warna antara kayu teras dan kayu gubal. Corak: polos.Tekstur: halus dan rata.Arah serat: lurus hingga agak berpadu.Kilap: mengkilap. Kesan raba: licin. Kekerasan: agak keras. Bau: tidak ada bau khusus.
Ciri anatomi Lingkar tumbuh: batas lingkar tumbuh (agak) jelas, ditandai dengan massa serabut yang ketebalannya berbeda dan menggepeng secara radial. Pori: porositas, sebaran hingga pengelompokan pembuluh mirip dengan S. sumatrana; pori tata baur, pengelompokan pembuluh soliter, bergabung radial hingga empat dan lima. Ceruk antar pembuluh selang-‐seling, percerukan antara pembuluh dengan jari-‐jari adalah berhalaman yang tegas, serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh; diameter lumen pembuluh 103-‐257 µm, rata-‐rata 171 ± 40 µm; panjang pembuluh 671-‐1374 µm, rata-‐rata 1026±187 µm; tidak ada tilosis maupun endapan. Parenkim: parenkim aksial apotrakea tersebar dan tersebar dalam kelompok; parenkim aksial paratrakea jarang; panjang untai 3-‐4 hingga 5-‐8 sel per-‐untai. Jari-‐jari: jari-‐jari ada dua ukuran, yang sempit bertipe uniseriat dan yang lebar 3-‐4 seri; komposisi sel jari-‐jari seluruhnya sel bujursangkar atau sel tegak, serta tubuh jari-‐jari sel baring dengan 2 sampai > 4 jalur sel tegak atau bujur sangkar marginal, terkadang hingga 6-‐7 sel tegak/sel bujur sangkar marginal. Untuk tipe kedua, komposisi sel jari-‐jari adalah di bagian dalam tubuh sel jari-‐jari baring, kemudian diikuti sel semi baring di sebelah luarnya, dan pada sel jari-‐jari bagian luar (sel marjinal) sepenuhnya sel tegak/sel bujursangkar. Serat: serat bersekat dan serat tanpa sekat dijumpai, serat memiliki ceruk halaman yang jelas; dinding serat tipis sampai tebal; tebal dinding serat 2-‐3 µm, rata-‐rata 2,5 ± 0,4 µm; diameter sel serat 32-‐48 µm, rata-‐rata 39 ± 4 µm; diameter lumen serat 28-‐44 µm, rata-‐rata 34 ± 4 µm; dan panjang serat 1502-‐2216 µm, rata-‐rata 1858±160 µm. Saluran interseluler: saluran interseluler traumatik berukuran besar ditemui pada batas lingkar tumbuh (kayu awal). Inklusi mineral: kristal prismatik dijumpai dalam serat dan parenkim aksial berbilik, sebarannya lebih sedikit dibandingkan S. sumatrana. Ciri lain: sel ubin ditemui; terdapat varian kambial berupa kulit tersisip yang besar dan tersebar, serta ada juga yang berukuran kecil namun tersusun menurut deret tangensial.
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
91
b. Sifat fisis dan mekanis
Sifat fisis
Kadar air,% Berat Jenis berdasar Penyusutan,%
B-‐KU B-‐KO Basah KU Bb/Vb Bo/Vu Bo/Vb Bu/Vu Bo/Vo R T R T 37,91 11,10 0,67 0,52 0,49 0,58 0,55 1,79 2,77 4,20 6,09
Sifat mekanis
Ketegugan lentur statis (kg/cm2)
Keteteguhan tekan (kg/cm2)
Keteteguhan geser (kg/cm2)
Keteteguhan belah (kg/cm)
MPL MOE MOR // ┴ R T R T 316.50 64429.78 435.63 237.48 76.44 58.31 59.20 22.96 22.77 Ketetguhan tarik ┴ serat, kg/cm2
Keteteguhan tarik // serat, kg/cm2
Kekerasan kg/cm2 Keteguhan pukul kgm/dm3
R T R T Ujung Sisi R Sisi T R T 12.46 22.96 557.89 525.56 314.71 234.31 250.15 24.87 23.04
c. Kelas kuat, kelas awet dan kelas keterawetan
Kelas Kuat
Ketahanan terhadap Kelas
Keterawetan Rayap tanah R. kayu kering Jamur Penggerek laut
IV IV I -‐ IV I
d. Kimia kayu
Lignin (%)
Pento san (%)
Holose lulosa (%)
Alphase lulosa (%)
Hemi selulosa (%)
Kelarutan ekstraksi (%) Air (%)
Abu (%)
Silika (%)
Air dingin
Air panas
Alkohol benzen
NaOH 1 %
25,56 18,96 76,67 45,90 30,77 4,73 6,17 4,24 13,68 12,91 0,526 0,150
e. Sifat pengolahan pulp dan kertas
Kualitas serat untuk bahan pulp dan kertas termasuk kelas I. 45. Cep-‐cepan (Castanopsis costata) -‐ Fagaceae
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat
Ciri umum Warna: coklat muda kemerahan; tidak ada perbedaan warna antara kayu teras dan gubal. Corak: polos, namun pada bagian melintang nampak lingkar tumbuh samar-‐samar terlihat serta jari-‐jari tebal berwarna muda yang bersambung.
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
92
Tekstur: halus dan tidak rata akibat perbedaan lebar jari-‐jari. Arah serat: lurus hingga agak berpadu. Kilap: mengkilap. Kesan raba: kesat. Kekerasan: agak keras. Bau: tidak ada bau khusus.
Ciri anatomi Lingkar tumbuh: batas lingkar tumbuh samar atau tidak jelas (ciri 2). Pori: porositas baur (ciri 5), pengelompokan pembuluh bergabung radial dan diagonal 2; outline pembuluh soliter bersudut (12). Bidang perforasi bentuk sederhana dan bentuk tangga 20-‐40 palang (ciri 13, 14 dan 17); ceruk antar pembuluh selang-‐seling hingga berhadapan (ciri 21-‐22), percerukan antara pembuluh dengan jari-‐jari adalah berhalaman yang tegas, serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh (ciri 30); diameter lumen pembuluh 114-‐229 µm, rata-‐rata 173,67±23,31 µm (ciri 42); panjang pembuluh 916-‐2.519 µm, rata-‐rata 1.665,10±324,75 µm; terdapat trakeida vaskuler dan vaskisentrik(ciri 60. Parenkim: parenkim aksial apotrakea tersebar (ciri 76); panjang untai 3-‐4 hingga 5-‐8 sel per-‐untai (ciri 92-‐93). Jari-‐jari: jari-‐jari dua ukuran yang jelas, yang sempit bertipe uniseriat dan yang lebar 4-‐10 seri (ciri 96,98 dan 103); tinggi jari-‐jari > 1 mm (ciri 102); komposisi sel jari-‐jari seluruhnya sel bujursangkar atau sel tegak, serta sel baring, sel bujur sangkar dan sel tegak bercampur (ciri 105 dan 109). Serabut: serabut bersekat dan serabut tanpa sekat dijumpai (ciri 65-‐66), serabut memiliki ceruk halaman yang jelas (ciri 62); dinding serabut tipis sampai tebal (ciri 69); tebal dinding serabut 1-‐5 µm, rata-‐rata 3,16 ± 0,71 µm; diameter sel serabut 40-‐69 µm, rata-‐rata 53,58±6,17 µm; diameter lumen serabut 35-‐62 µm, rata-‐rata 47,26±5,97 µm; dan panjang serabut 1.145-‐2.347 µm, rata-‐rata 1.747,80±206,92 µm (ciri 73). Saluran interseluler: tidak dijumpai. Inklusi mineral: kristal prismatik dijumpai dalam serabut dan parenkim aksial berbilik.
b. Sifat fisis dan mekanis
Ket.Len Statis (kg/cm2)
Ket.Tekan (kg/cm2)
Ket.Geser (kg/cm2) Kekerasan. Kg/cm2
MPL MOE MOR // ┴ R T Ujung Sisi
Radial Tangensial 172.84 33850.68 252.94 72.18 36.60 54.98 57.88 186.08 121.99 148.53
c. Kelas kuat, kelas awet dan kelas keterawetan
Kelas kuat Ketahanan terhadap Kelas
keterawetan Rayap tanah R. kayu kering Jamur Penggerek laut V IV I -‐ -‐ I
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
93
d. Sifat kimia
Lignin (%)
Pentosan (%)
Selulosa (%)
Kelarutan ekstraksi (%) Air (%)
Abu (%)
Silika (%) Air
dingin Air
panas Alk.
benzen NaOH 1 %
34,10 15,30 52,09 6,33 7,57 1.60 15,01 12,97 1,051 0,143
e. Sifat pengolahan pulp dan kertas
Kualitas serat untuk bahan pulp dan kertas termasuk kelas I. 46. Kemenyan durame (Styrax benzoin) -‐ Meliaceae
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat
Ciri umum Warna: coklat muda kemerahan; belum/tidak ada perbedaan warna antara kayu teras dan kayu gubal. Corak: polos, namun dari penampang melintang lingkar tumbuh nampak jelas terlihat, dan jari-‐jari tampak seperti garis tipis terputus-‐putus, semakin ke ujung semakin jelas. Tekstur: halus dan rata. Arah serat: lurus hingga agak berpadu. Kilap: mengkilap. Kesan raba: licin. Kekerasan: agak keras. Bau: tidak ada bau khusus.
Ciri anatomi Lingkar tumbuh: batas lingkar tumbuh (agak) jelas, ditandai dengan massa serabut yang ketebalannya berbeda dan menggepeng secara radial (ciri 1 dan 2). Pori: pori tata baur (ciri 5), pengelompokan pembuluh soliter dan bergabung radial 2-‐4 (5), ditemui juga gabungan radial pembuluh yang berganda (Gambar 4). Bidang perforasi bentuk sederhana dan bentuk tangga sampai 10 palang (3-‐6 palang), serta ditemui pula bentuk yang kompleks, perpaduan antara bentuk tangga dan jala (Gambar 7)-‐ ciri 13, 14, 15 dan 19). Ceruk antar pembuluh selang-‐seling (ciri 22); percerukan antara pembuluh dan jari-‐jari dengan halaman yang tegas, serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh (ciri 30). Diameter lumen pembuluh 87-‐229 µm, rata-‐rata 156,38±24.03 µm (ciri 42); panjang pembuluh 352-‐1.653 µm, rata-‐rata 1032,34±262,75 µm; tidak ada tilosis maupun endapan. Parenkim: parenkim aksial tidak ada atau sangat jarang hinga apotrakea tersebar dan tersebar dalam kelompok (ciri 75-‐77); panjang untai 5-‐8 sel per-‐untai (ciri 93). Jari-‐jari: lebar jari-‐jari 1-‐3 seri (ciri 97); komposisi sel jari-‐jari seluruhnya sel bujursangkar atau sel tegak (sampai dengan kurang lebih 13 lajur), serta tubuh jari-‐jari sel baring dengan 2 sampai > 4 jalur sel tegak atau bujur sangkar marginal, terkadang hingga 6-‐7 sel tegak/sel bujur sangkar marginal (ciri 5)105, 107 dan 108). Untuk tipe kedua, komposisi sel jari-‐jari adalah di bagian dalam tubuh sel jari-‐jari baring, kemudian diikuti sel semi baring di sebelah luarnya, dan pada sel jari-‐jari
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
94
bagian luar (sel marjinal) sepenuhnya sel tegak/sel bujursangkar. Serabut: serabut bersekat dan serabut tanpa sekat dijumpai (ciri 65 dan 66), serabut memiliki ceruk halaman yang jelas; serta ceruk umum pada dinding radial dan tangensial (ciri 62-‐63). Dinding serabut tipis sampai tebal (ciri 69), tebal dinding serabut 1-‐4 µm, rata-‐rata2,48 ± 2,55 µm; diameter sel serabut 27-‐65 µm, rata-‐rata 35,87±5,60 µm; diameter lumen serabut 22-‐58 µm, rata-‐rata 30,91±5,00 µm; dan panjang serabut1.960-‐3.714 µm, rata-‐rata 2.901,68 ± 206,92 µm (ciri 73). Saluran interseluler: saluran interseluler traumatik berukuran besar ditemui pada batas lingkar tumbuh (ciri 131). Struktur ini menunjukkan bahwa kayu kemenyan yang diteliti telah disadap. Inklusi mineral: kristal prismatik dijumpai dalam serabut dan parenkim aksial berbilik (ciri 136, 142, 143).
b. Sifat fisis dan mekanis
Ket.Len Statis (kg/cm2) Ket.Tekan (kg/cm2)
Ket.Geser (kg/cm2)
Kekerasan. Kg/cm2
MPL MOE MOR // ┴ R T Ujung Sisi
Rl Tl 389.58 77481.68 528.64 135.44 65.53 84.94 82.11 350.01 268.69 266.75
c. Kelas kuat, kelas awet dan kelas keterawetan
Kelas kuat Ketahanan terhadap Kelas
keterawetan Rayap tanah R. Kayu kering Jamur Penggerek laut III IV I -‐ IV I
d. Sifat kimia
Lignin (%)
Pento san (%)
Selulosa (%)
Kelarutan ekstraksi (%) Air (%)
Abu (%)
Silika (%) Air
dingin Air
panas Alk.
benzen NaOH 1%
28,64 13,65 44,78 8,60 10,05 4,38 20,47 12,56 0,575 0,065 e. Sifat pengolahan pulp dan kertas
Kualitas serat untuk bahan pulp dan kertas termasuk kelas I. 47. Tampui beras (Baccaurea macrocarpa (Miq.) Müll. Arg. -‐ Euphorbiaceae
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat
Ciri umum Kayu teras berwarna coklat kekuningan, berwarna agak kemerahan tidak dipisahkan secara jelas dengan bagian gubalnya. Serat lurus, kadang berpadu.Tekstur halus, kadang tidak rata karena ukuran jari-‐jari mempunyai dua
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
95
macam ukuran, arah serat lurus, kadang berpadu, kilap sedikit mengkilap, kesan raba permukaan agak licin, kekerasan sangat keras.
Ciri anatomi Lingkar tumbuh: kurang jelas atau tidak nampak, jika nampak akibat adanya perbedaan warna penyusun kayu, lebih padat, lebih gelap. Pembuluh: kecil sampai sedang, berbentuk angular, sebagian besar berganda radial 2 – 4 sel per utas. Panjang pembuluh 1.213,51 ± 264,14 ; diameter 148,20 ± 22,41. Bidang perforasi sederhana dan sebagian dijumpai scalariform. Parenkima: tipe difus berkelompok membentuk garis pendek diantara jari-‐jari, dan parenkim pita 3 – 4 sel per utas. Jari-‐jari: dua macam ukuran, kecil dan besar. Jari-‐jari kecil homoseluler, 1 – 3 sel per utas, dengan tinggi kurang dari 1.000 mikron. Jari-‐jari besar, heteroseluler, 2 – 6 sel per utas. Tinggi mencapai 1.465 ± 111 mikron. Frekuensi 8 ± 1 per mm. Serat: tidak bersekat, dengan noktah sederhana, dinding sel tebal, panjang 2.549,8 ± 197,5 mikron, diameter 42,6 ± 6,8 mikron, tebal dinding 2,7 ± 0,7 mikron. Saluran interseluler tidak dijumpai. Inklusi material kristal ada dalam parenkima tetapi jarang, silika banyak terdapat dalam jari-‐jari. b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis
Jenis kayu Berat jenis
Ba/Va Ba/VT BT/VT Tampui beras 0,850 0,906 0,805
Sifat mekanis Ket.Len Statis
(kg/cm2) Ket.Tekan (kg/cm2)
Ket.Geser (kg/cm2)
Kekerasan. Kg/cm2
MPL MOE MOR // ┴ R T Ujung Sisi
R T 312,27 56.524,58 476,86 250,60 123,65 66,71 77,60 384,50 342,33 335,83
Termasuk dalam kelas kuat II. c. Sifat penggergajian dan sifat pemesinan kayu
Jenis cacat Pengetaman Pembentukan Pengampelasan Pemboran Pembubutan
II I I II II
d. Sifat keawetan dan keterawetan kayu
Kelas keawetan Kelas keterawetan Rayap kayu kering Rayap tanah Jamur Penggerek di laut
I III I IV I
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
96
e. Sifat kimia dan nilai kalor
Komponen kimia dua jenis kayu Jenis kayu
Lignin (%)
Pento san (%)
Selulosa (%)
Kelarutan ekstraksi (%) Air (%)
Abu (%)
Silika (%) Air
dingin Air
panas Alkohol benzen
NaOH 1%
T. beras 28,64 13,65 44,78 8,60 10,05 4,38 20,47 12,56 0,575 0,065
Nilai kalor 4.673 cal/gr.
f. Sifat pengolahan pulp dan kertas
Konsumsi alkali, bilangan KAPPA, Kadar air dan rendemen pulp hasil pemasakan
BB (g)
BKO (g)
Kadar Air (%) Berat Hasil pemasakan
(g)
Rendemen (%)
Konsumsi alkali
Bilangan Kappa Basah Ker.oven
10 3,9 61 156,41 469 30,49 13,13 8,38
Hasil pengujian kertas Ketahanan retak
(kPa) Ketahanan sobek
(gf) Ketahanan tarik (kgf/15 mm)
Ketahanan lipat
159,6 + 16,3 37,1 + 3,1 4,96 + 0,31 41 + 12 48. Manggis hutan (Garcinia sp.) -‐Guttiferae
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat
Ciri umum Warna kayu teras kuning kecoklatan, tidak dipisahkan secara jelas dengan kayu gubalnya yang berwarna lebih pucat. Corak polos, kecuali pada bidang radial tampak jari-‐jari membentuk corak garis-‐garis pendek putus-‐putus secara horisontal. Tekstur agak halus, arah serat lurus, kadang berpadu, Kilap sedikit mengkilap. Kesan raba permukaan tangensial agak licin, Kekerasan sangat keras.
Ciri anatomi Lingkar tumbuh: tidak jelas, Pembuluh: baur, soliter dan berganda radial 2 – 5 sel, diameter 158 ± 11 mikron, frekuensi 3 ± 1 pembuluh per mm2. Bidang perforasi sederhana, noktah antar pembuluh selang seling, poligonal, diameter 8 – 10 mikron, noktah antar pembuluh dan jari-‐jari serupa dengan noktah antar pembuluhnya. Panjang pembuluh 818,54 ± 132,31 ; diameter 221,52 ± 17,38. Parenkim: bentuk sayap dan pita konfluen, parenkim aksial 6 – 12 sel per utas. Jari-‐jari: heteroseluler, lebih dari 4 jalur sel tegak, lebar 1 – 2 seri, tinggi sampai 3.200 mikron dengan rata-‐rata tinggi jari-‐jari 1.335 ± 103 mikron, frekuensi 6 ± 1 per mm. Serat: noktah sederhana, dinding sel tebal, panjang 2.105,59 ± 198,33 mikron, diameter 38,50 ± 5,64 mikron, tebal dinding 2,68 ± 0,5 mikron. Saluran
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
97
interseluler tidak dijumpai. Inklusi material: kristal ada dalam parenkima tetapi jarang, silika ada dalam jari-‐jari tetapi jarang. Berdasarkan nilai turunan dimensi serat, termasuk kelas kualitas I untuk penggunaan sebagai pulp dan kertas.
b. Pengujian sifat fisis dan mekanis
Sifat fisis
Jenis kayu Berat jenis
Ba/Va Ba/VT BT/VT Manggis hutan 0,751 0,781 0,699
Sifat mekanis
Ket.Len Statis (kg/cm2) Ket.Tekan (kg/cm2)
Ket.Geser (kg/cm2) Kekerasan. Kg/cm2
MPL MOE MOR // ┴ R T Ujung Sisi
Rad. Tang. 367,37 67.287,06 570,70 234,24 102,96 69,42 77,13 358,17 280,83 290,33
Termasuk dalam kelas kuat II.
c. Sifat penggergajian dan sifat pemesinan kayu
Pengetaman Pembentukan Pengampelasan Pemboran Pembubutan I I I II II
d. Sifat keawetan dan keterawetan kayu
Kelas keawetan Kelas keterawetan Rayap kayu kering Rayap tanah Jamur Penggerek laut
I IV I IV I
e. Pengujian sifat kimia dan nilai kalor
Komponen kimia Lignin (%)
Pentosan (%)
Selulosa (%)
Kelarutan ekstraksi (%) Air (%)
Abu (%)
Silika (%) Air
dingin Air
panas Alkohol benzen
NaOH 1%
28,68 15,74 51,89 4,01 4,68 3,09 14,23 12,33 0,972 0,243
Nilai kalor 4.478 cal/gr.
f. Sifat pengolahan pulp dan kertas
Konsumsi alkali, bilangan KAPPA, kadar air dan rendemen pulp hasil pemasakan
BB (g)
BKO (g)
Kadar Air (%) Berat Hasil Pemasakan
(g)
Reject (g)
Rendemen (%)
Konsumsi alkali
Bilangan Kappa Basah Ker. oven
10 3,7 63 170,27 612 8,5 37,74 14,09 4,28
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
98
Hasil pengujian kertas Jenis kayu Ketahanan retak
(kPa) Ketahanan sobek
(gf) Ketahanan tarik (kgf/15 mm)
Ketahanan lipat
Manggis hutan 126,2 + 20,9 57,0 + 4,0 3,74 + 0,82 i.
49. Kayu bawang (Azadirachta excelsa (Jack) Jacobs -‐ Meliaceae
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat
Ciri umum Warna: kayu teras kecoklatan agak merah pucat, dipisahkan secara jelas dengan kayu gubalnya yang berwarna putih kekuningan atau kuning abu-‐abu. Corak: polos. Tekstur: agak kasar. Arah serat: berpadu. Kilap: mengkilap. Kesan raba: permukaan tangensial agak licin. Kekerasan: keras.
Ciri anatomi Lingkar tumbuh: jelas, tampak dari ukuran pembuluh yang berbeda, ketebalan dinding serat yang berbeda dan adanya parenkima inisial. Pembuluh: difus dan berkelompok. Pembuluh berukuran kecil berkelompok membentuk lingkaran tumbuh, sedangkan pembukuh yang berukuran besar berkelompok membentuk pit lebar pendek, pembuluh kecil berukuran < 4 mikron, sedangkan pembuluh besar sampai 7 mikron. Frekuensi pembuluh besar kurang dari 5 per mm2 sedangkan frekuensi pembuluh kecil 5 – 20 per mm2.Bidang perforasi sederhana, noktah antar pembuluh selang seling, poligonal, noktah antar pembuluh dan jari-‐jari serupa dengan noktah antar pembuluhnya. Panjang pembuluh 818,54 ± 132,31 ; diameter 221,52 ± 17,38. Parenkim: selubung, pita memanjang dengan lebar lebih dari 3 sel. Parenkim pita marjinal membentuk pita marjinal 3 – 8 sel per utas. Jari-‐jari: heteroseluler, 1 jalur sel tegak, lebar 1 – 3 seri, tinggi sampai 3.200 mikron dengan rata-‐rata tinggi jari-‐jari 1.335 ± 103 mikron, frekuensi 6 ± 1 per mm. Serat: dengan noktah sederhana, dinding sel tipis sampai tebal, panjang 2.105,59 ± 198,33 mikron, diameter 38,50 ± 5,64 mikron, tebal dinding 2,68 ± 0,5 mikron. Saluran: interseluler tidak dijumpai. Inklusi material: kristal ada dalam bilik parenkima.
b. Pengujian sifat fisis dan mekanis
Sifat fisis
Kadar air (%) Berat Jenis (g/cm3) berdasar Penyusutan (%)
Basah-‐KU Basah -‐ KO Basah KU Bb/Vb Bu/Vu Bo/Vo Bo/Vu Bo/Vb R T R T 66,79 14,68 0,85 0,61 0,56 0,53 0,51 1,16 2,64 3,25 6,41
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
99
Sifat mekanis
Kayu KA BJ
Ket. Lentur Statis (kg/cm2)
Ket.Tekan (kg/cm2)
Ket. Geser (kg/cm2)
Kekerasan (kg/cm2)
MPL MOE MOR // R T Sisi Ujung
Basah 20,22 0,57 448,53 84716,08 680,38 346,81 110,51 99,75 99,99 294,79 451,71
Kering 12,04 0,56 541,15 92465,29 781,80 363,00 141,01 162,06 112,27 335,79 507,86
Kayu Ket.Pukul (kgm/dm3)
Ket. Belah (kg/cm)
Ket. Tarik (kg/cm2)
Ket. Tarik // (kg/cm2)
R T R T R T R T Basah 18,11 20,34 48,62 61,49 37,00 48,07 763,32 741,15 Kering 16,61 15,63 49,29 60,91 36,81 47,88 570,83 635,79
c. Sifat penggergajian dan sifat pemesinan kayu
Pengetaman Pembentukan Pengampelasan Pemboran Pembubutan II II II II II
d. Sifat keawetan dan keterawetan kayu
Kelas keawetan Kelas keterawetan Rayap kayu kering Rayap tanah Jamur Penggerek laut
II II -‐ II I e. Pengujian sifat kimia dan nilai kalor
Komponen kimia Lignin (%)
Pentosan (%)
Selulosa (%)
Kelarutan ekstraksi (%) Air (%)
Abu (%)
Silika (%) Air
dingin Air
panas Alkohol benzen
NaOH 1%
33,16 17,68 46,42 2,78 5,83 2,54 13,95 3,45 0,34 0,23
f. Sifat pengolahan pulp dan kertas
Kode Contoh Konsumsi alkali Rata-‐rata Bilangan Kappa Rata-‐rata Rendemen
Kayu bawang 15,09
15,09 15,20
15,20 40,05 15,09 15,20
50. Bambang lanang (Michelia champaca L.var pubinervia) -‐ Macnoliaceae
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat
Ciri umum Warna: Kayu teras berwarna coklat gelap, gubalnya berwarna coklat pucat. Arah serat: lurus, kadang berpadu, Tekstur: halus sampai agak halus dan rata. Kilap:
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
100
sedikit mengkilap. Kesan raba: permukaan agak berminyak. Kekerasan: sangat keras. Bau: agak seperti kamper.
Ciri anatomi Lingkar tumbuh: jelas, karena adanya parenkim pita marjinal. Pembuluh: kecil sampai sedang, soliter, sebagian besar berganda radial 2–5 sel per utas. Panjang pembuluh 1.213,51 ± 264,14; diameter 148,20 ± 22,41. Bidang perforasi bentuk tangga (scalariform). Parenkima: marjinal, tampak seperti pita marjinal 4 – 8 sel per utas. Jari-‐jari: lebar 1–3 sel per utas, dengan tinggi kurang dari 1.000 mikron. Tinggi mencapai 1.465 ± 111 mikron. Frekuensi 4 – 12 per mm. Serat: tidak bersekat, dengan noktah berhalaman, dinding sel tipis sampai tebal, panjang 2.549,8± 197,5mikron, diameter 42,6 ± 6,8 mikron, tebal dinding 2,7 ± 0,7 mikron. Saluran interseluler tidak dijumpai. Minyak dijumpai pada sel jari-‐jari. Silika terdapat dalam sel jari-‐jari. b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis
Kadar air (%) Berat Jenis (g/cm3) berdasar Penyusutan (%)
Basah-‐KU Basah -‐ KO Basah KU Bb/Vb Bu/Vu Bo/Vo Bo/Vu Bo/Vb R T R T 110,33 14,25 0,90 0,53 0,48 0,46 0,43 1,25 3,06 3,30 6,23
Sifat mekanis
Kayu KA BJ Ket. Lentur Statis
(kg/cm2) Ket.Tekan (kg/cm2)
Ket. Geser (kg/cm2)
Kekerasan (kg/cm2)
MPL MOE MOR //
R T Sisi Ujung
Basah 28,94 0,52 307,76 65697,78 505,77 272,32 89,70 69,66 81,58 274,19 358,78 Kering 12,35 0,48 408,44 72092,44 629,22 326,45 102,37 94,77 101,74 260,28 404,61
Kayu Ket.Pukul (kgm/dm3)
Ket. Belah (kg/cm)
Ket. Tarik ┴ (kg/cm2)
Ket. Tarik // (kg/cm2)
R T R T R T R T Basah 20,13 20,78 43,04 51,30 35,55 38,55 614,31 707,21 Kering 15,26 13,45 42,72 48,70 36,01 43,33 447,50 569,84
c. Sifat penggergajian dan sifat pemesinan kayu
Pengetaman Pembentukan Pengampelasan Pemboran Pembubutan II II II II II
d. Sifat keawetan dan keterawetan kayu
Kelas keawetan Kelas keterawetan Rayap kayu kering Rayap tanah Jamur Penggerek laut
V III -‐ III I
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
101
e. Pengujian sifat kimia dan nilai kalor
Komponen kimia
Lignin (%)
Pentosan (%)
Selulosa (%)
Kelarutan ekstraksi (%) Air (%)
Abu (%)
Silika (%) Air
dingin Air
panas Alkohol benzen
NaOH 1 %
29,53 15,45 45,30 3,45 5,84 3,38 13,74 3,67 0,34 0,07
f. Sifat pengolahan pulp dan kertas
Jenis kayu
Konsumsi alkali Rata-‐rata Bilangan Kappa Rata-‐rata Rendemen (%)
M. champaca
15,09 15,09
13,76 13,59 33,47
15,09 13,41 51. Bira-‐bira (Fragaea crenulata M.ex.C.B.) – Lecythidaceae Kurz
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat
Ciri umum Ciri umum: Warna kayu kuning cerah, bagian terasnya tidak dipisahkan secara jelas dengan kayu gubalnya yang berwarna kekuningan. Corak polos. Tekstur halus sampai agak halus. Arah serat lurus, bergelombang, kadang dijumpai berpadu. Kilap kusam (tidak mengkilap). Kesan raba permukaan tangensial agak licin. Kekerasan keras. Pada saat ditebang kayunya mengeluarkan bau kurang sedap, namun menghilang pada saat dikeringanginkan.
Ciri anatomi Lingkar tumbuh: tidak jelas, kadang tampak samar akibat adanya parenkim pita. Pembuluh: difus, sebagian besar tunggal dan berganda 2 – 5, bentuk oval dengan diameter 120 – 210 µm, frekuensi 8 – 18 per mm2. Bidang perforasi sederhana, noktah antar pembuluh selang seling, berumbai, bentuk bundar sampai oval dengan ukuran 8 – 10µm, noktah antar pembuluh dan jari-‐jari serupa dengan noktah antar pembuluhnya. Panjang pembuluh 850,54 ± 108,17 ; diameter 281,33 ± 19,42. Tyloses banyak ditemukan dalam pembuluh. Parenkim: selubung, pita memanjang dengan lebar lebih dari 1 -‐ 3 sel. Pada parenkima pita membentuk garis memanjang kadang bergelombang dan terputus (tidak berlanjut). Jari-‐jari: uniseriat, tinggi 0,7 – 1,7 mm, heteroseluler, terdiri dari sel tegak dan sel berbentuk kubus. Frekuensi jari-‐jari 7 ± 2 per mm. Serat: dengan noktah sederhana, tidak bersekat, panjang 1.435,54 ± 223,9 mikron, diameter 38,50 ± 5,64 mikron, tebal dinding 2,68 ± 0,5 mikron.
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
102
b. Sifat fisis dan mekanis
Sifat Fisis
Kadar air (%) Berat Jenis (g/cm3) berdasar Penyusutan (%)
Basah-‐KU Basah -‐ KO Basah KU Bb/Vb Bu/Vu Bo/Vo Bo/Vu Bo/Vb R T R T 77,375 12,234 0,991 0,661 0,618 0,589 0,560 1,095 3,156 3,002 6,940
Sifat mekanis
Kayu Ket. Lentur Statis (kg/cm2) Ket.Tekan
(kg/cm2) Ket. Geser (kg/cm2)
Kekerasan (kg/cm2)
MPL MOE MOR // R T Sisi Ujung Basah 304,950 60.379,1 463,164 246,413 143,859 85,202 84,489 404,200 385,450
Kayu Ket.Pukul (kgm/dm3) Ket. Belah (kg/cm) Ket. Tarik
┴ (kg/cm2) Ket. Tarik // (kg/cm2)
R T R T R T R T Basah 32,428 34,475 62,961 69,012 35,299 41,823 453,191 396,232
c. Sifat penggergajian dan sifat pemesinan kayu
Pengetaman Pembentukan Pengampelasan Pemboran Pembubutan
II II II II II d. Sifat keawetan dan keterawetan kayu
Kelas keawetan Kelas keterawetan Rayap kayu kering Rayap tanah Jamur Penggerek laut
II II -‐ IV II
e. Pengujian sifat kimia dan nilai kalor
Komponen kimia
lignin (%)
Pento-‐san (%)
Selu-‐losa (%)
Kelarutan ekstraksi (%) Air (%)
Abu (%)
Silika (%) Air
Dingin Air
Panas Alkohol benzen
NaOH 1 %
34,55 15,68 51,12 1,78 4,95 3,65 22,90 7,75 0,41 0,090
f. Sifat pengolahan pulp dan kertas
Jeniskayu Konsumsi alkali
Rata-‐rata
Bilangan Kappa
Rata-‐rata
Rendemen (%)
Bira-‐bira 13,92
13,92 19.67
19,30 30,07 13,92 18.93
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
103
52. Mahang putih (Macaranga hypoleuca Muell. Arg. – Euphorbiaceae
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat
Ciri umum Warna: kayu kuning keabu-‐abuan, tidak dipisahkan secara jelas dengan kayu gubalnya yang berwarna lebih pucat. Corak: polos. Tekstur: halus dan rata. Arah serat: lurus. Kilap: kusam (tidak mengkilap). Kesan raba: permukaan tangensial kesat. Kekerasan: lunak.
Ciri anatomi Lingkar tumbuh: tidak jelas, kadang tampak serat yang lebih padat. Pembuluh: difus, sebagian besar tunggal, kadang berganda 2 – 4, bentuk oval dengan diameter rata-‐rata 199 + 5 µm. Frekuensi pembuluh 1 – 5 per mm2. Bidang perforasi sederhana, noktah antar pembuluh selang seling, polygonal sampai bentuk bundar, diameter 12 – 17 µm, noktah antar pembuluh dan jari-‐jari serupa dengan noktah antar pembuluhnya bentuk elips, bundar dan angular. Tyloses kadang dijumpai. Parenkim: difus, scanty paratrakeal dan unilateral paratrakeal, 7 – 15 sel per utas. Jari-‐jari: heteroselular dengan satu atau lebih dari empat sel tegak, 1 – 3 baris sel per lebar jari-‐jari. Dijumpai juga sel jari-‐jari uniseriat.Tinggi jari-‐jari rata-‐rata 1.695 µm dengan frekuensi 8 – 14 jari-‐jari per mm. Serat: dengan noktah sederhana sampai berhalaman, tidak bersekat, panjang 1.705,9 ± 33,2 µm, diameter 41,97 ± 1,4µm, tebal dinding 2,9 ± 0,1µm. Saluran interseluler tidak dijumpai. Sel kristal prismatik dijumpai terselubung dalam sel jari-‐jari.
b. Sifat fisis dan mekanis
Sifat Fisis
Kadar air (%) Berat Jenis (g/cm3) berdasar Penyusutan (%)
Basah-‐KU Basah -‐ KO Basah KU Bb/Vb Bu/Vu Bo/Vo Bo/Vu Bo/Vb R T R T 81,774 13,700 0,575 0,383 0,347 0,337 0,317 0,730 2,231 2,133 4,631
Sifat mekanis
Kayu Ket. Lentur Statis (kg/cm2) Ket.Tekan (kg/cm2)
Ket. Geser (kg/cm2) Kekerasan kg/cm2)
MPL MOE MOR // R T Sisi Ujung
Basah 203,337 62.500,0 310,022 171,323 58,717 51,222 56,353 233,600 118,200
Kayu Ket.Pukul (kgm/dm3) Ket. Belah (kg/cm) Ket. Tarik ┴
(kg/cm2) Ket. Tarik // kg/cm2)
R T R T R T R T Basah 26,138 27,361 28,445 27,617 20,624 21,720 373,972 392,039
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
104
c. Sifat penggergajian dan sifat pemesinan kayu
Pengetaman Pembentukan Pengampelasan Pemboran Pembubutan
II II II III II
d. Sifat keawetan dan keterawetan kayu
Kelas keawetan Kelas keterawetan Rayap kayu kering Rayap tanah Jamur Penggerek laut
I IV -‐ IV I
e. Pengujian sifat kimia dan nilai kalor
Komponen kimia
lignin (%)
Pentosan (%)
Selulosa (%)
Kelarutan ekstraksi (%) Air (%)
Abu (%)
Silika (%) Air
Dingin Air
Panas Alkohol benzen
NaOH 1 %
35,80 15,48 48,61 0,68 2,85 4,50 14,54 14,42 1,10 0,455
f. Sifat pengolahan pulp dan kertas
Jeniskayu Konsumsi alkali
Rata-‐rata Bilangan Kappa
Rata-‐rata
Rendemen (%)
Mahang putih 13,92
13,92 44,69
45,10 24,73 13,92 45,52
53. Kambelu (Buxus rolfieVidal) -‐ Buxuceae
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat
Ciri umum Warna: kayu teras dan gubal jelas dapat dibedakan. Kayu teras berwarna kemerahan. Kayu gubal berwarna merah muda keabuan, lebar sekitar 2-‐3 cm, sekitar 20% diameter batang. Tekstur: agak halus dan tidak merata. Arah serat : berpadu. Kilap : agak mengkilap. Kesan raba: agak kesat. Kekerasan: keras. Corak : polos. Bau: tidak ada bau khusus.
Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: jelas (ciri 1). Pembuluh porositas baur (ciri 5), pembuluh berganda radial 4 atau lebih biasa di jumpai (3-‐6 sel) (ciri 10), kadang ditemukan pori bergerombol (ciri 11), outline pembuluh soliter bersudut (ciri 12). Rata-‐rata panjang pembuluh 852,22 mikron (ciri 54), diameter pembuluh 209,94 mikron (ciri 42), frekwensi pembuluh 5 – 20 per-‐mm (ciri 47). Bidang perforasi sederhana (ciri 13).Ceruk antar pembuluh selang-‐seling (ciri 22), ukurannya besar > 10 mikron (ciri 27). Ceruk antar pembuluh dan jari-‐jari ada dua ciri, pertama dengan halaman yang sempit sampai sederhana; ceruk bundar atau
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
105
bersudut (ciri 31), serta dengan halaman sempit sampai sederhana, ceruk horizontal atau vertikal (ciri 32). Parenkim: parenkim aksial paratrakea jarang (ciri 78). Panjang untai parenkim dua sel per-‐untai (ciri 91) dan empat (3-‐4) sel per untai (ciri 92). Jari-‐jari : lebar jari-‐jari 1-‐3 seri (ciri 97), komposisi sel jari-‐jari dengan 1 jalur sel tegak dan atau sel bujur sangkar marjinal (ciri 106), frekwensi jari-‐jari per mm > 4-‐12 per mm (ciri 115) Serat : serat bersekat ditemui (ciri 65). Dinding serat tipis sampai tebal (ciri 69). Varian kambial : dijumpai dalam bentuk kulit tersisip konsentrik (ciri 133). Serat tergolong kualitas I untuk bahan baku pulp dan kertas.
b. Sifat fisis dan mekanis Sifat Fisis
Jenis Kayu Kadar Air (%) Berat Jenis Berdasar
Penyusutan,% Basah-‐KU Basah-‐KO
Basah KU Bb/Vb Bu/Vu Bo/Vo R T R T Buxus rolfie 44,45 11,40 0,53 0,62 0,59 1,41 2,78 3,43 6,21
Sifat mekanis Kondisi Keteguhan statis
(kg/cm3) Ket. Tekan (kg/cm2)
Keteguhan geser
(kg/cm2)
Keteguhan pukul (kg/cm2) MPL MOE MOR // serat ┴
Basah 431,94 4.440,83 611,33 283,00 84,81 75,25 1,00 Kering 457,13 10.160,65 693,78 283,00 90,01 103,75 1,01
Berat jenis 0,62, penyusutan tinggi dan tergolong kayu kelas kuat III-‐II.
c. Sifat pengolahan pulp dan kertas
Kualitas serat untuk bahan pulp dan kertas termasuk kelas I. 54. Kanduruan (Phoebe cuneata Bl.)– Lauraceae
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat
Ciri umum Warna: kayu teras dan gubal jelas dapat dibedakan. Kayu teras berwarna coklat keabuan. Kayu gubal berwarna coklat muda, lebar sekitar 5-‐7 cm, sekitar 30% diameter batang. Tekstur: agak halus dan tidak merata. Arah serat : berpadu. Kilap : agak mengkilap. Kesan raba: agak licin. Kekerasan: agak keras. Corak : polos. Bau: tidak ada bau khusus. Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: (ciri 1). Pembuluh: baur (ciri 5); sebaran pembuluh cenderung pola diagonal atau radial (ciri 7), berganda radial sampai 4 sel (ciri 10), outline pembuluh soliter bersudut (ciri 12), panjang pembuluh 799,36 mikron (ciri 53), diameter 173,70 mikron (ciri 42), frekwensi 5-‐20 per mm (ciri
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
106
47); Bidang perforasi sederhana (ciri 13); ceruk antar pembuluh selang-‐seling (ciri 22) dengan ukuran kecil > 4-‐7 mikron (ciri 25). Ceruk antar pembuluh dan jari-‐jari dengan halaman yang sempit; ceruk horizontal atau vertikal (ciri 32). Ditemukan trakeida vaskisentrik dan vaskular (ciri 60). Parenkim: parenkim aksial paratrakea jarang, dan paratrakea sepihak (ciri 78dan 84). Tipe sel parenkim aksial empat (3-‐4) sel per untai (ciri 92). Jari-‐jari: jari-‐jari 1-‐3 seri, (ciri 97). Komposisi sel jari-‐jari dengan 1 jalur sel tegak dan atau sel bujur sangkar marjinal (ciri 106).Serat: serat bersekat dijumpai (ciri 65), dinding serat tipis sampai tebal (ciri 69).Sel minyak dan muscilage: dijumpai sel minyak bergabung dengan jari-‐jari (ciri 124). Varian kambial: kulit tersisip konsentrik (ciri 133).
b. Sifat fisis dan mekanis
Sifat fisis
Jenis Kayu Kadar Air (%) Berat Jenis Berdasar
Penyusutan,% Basah-‐KU Basah-‐KO
Basah KU Bb/Vb Bu/Vu Bo/Vo R T R T P. cuneata 50,06 11,25 0,54% 0,63 0,60 1,91 3,38 4,23 6,50
Berat jenis 0,63, penyusutan tinggi dan tergolong kayu kelas kuat III-‐II.
Sifat mekanis Kondisi Keteguhan statis (kg/cm3) Ket. Tekan kg/cm2) Keteguhan
geser (kg/cm2)
Keteguhan pukul
(kg/cm2) MPL MOE MOR // serat ┴
Basah 397,20 4.446,31 651,30 308,50 74,33 63,50 0,91 Kering 462,40 11.123,30 730,38 362,58 82,55 84,00 0,91
c. Sifat pengolahan pulp dan kertas
Kualitas serat untuk bahan pulp dan kertas termasuk kelas I. 55. Agatis (Agathis hamii M.Dr.) -‐ Araucariaceae
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat
Ciri umum Kayu teras dan gubal hampir tidak dapat dibedakan. Kayu teras berwarna keputihan sampai kuning kecokelatan. Tebal gubal sekitar 6,5 cm dan persentase volume kayu teras 61,07%. Tekstur halus dan merata, serat lurus dan kadang-‐kadang spiral, permukaan kayu mengkilap, pada bidang radial tampak bintik cokelat yang terputus-‐putus pada sel jari-‐jari, permukaan kayu mengkilap, kesan raba licin, kekerasan tergolong agak lunak, tidak ada bau khusus.
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
107
Ciri anatomi Lingkaran tumbuh jelas. Tidak memiliki pembuluh. Parenkim tersebar atau difus. Jari-‐jari: lebar jari-‐jari 1 seriat (uniseriate) komposisi sel jari-‐jari seluruhnya sel baring. Serat tergolong sangat panjang, diameter serat lebar, diameter lumen lebar dan dinding sel serat tipis. Saluran damar sering ditemukan pada bidang lintang kayu. Saluran interselular radial dijumpai.
Dimensi serat Dimensi serat (μm)
Panjang Diameter Diameter lumen Tebal dinding 3.560,34 44,15 39,58 2,28
Kualitas serat kayu agathis
b. Sifat fisis dan mekanis
Sifat fisis
Jenis Kayu Kadar Air (%) Berat Jenis Berdasar
Penyusutan,% Basah-‐KU Basah-‐KO
Basah KU Bb/Vb Bu/Vu Bo/Vo R T R T A. hamii 102,70 14,12 0,43 0,48 0,45 1,68 2,26 3,17 6,39 Kadar air basah kayu agathis 102,70%, kerapatan 0,45 gr/cm3, berat jenis kering udara rata-‐rata 0,48. Agathis tergolong kayu ringan (berat jenis < 0,60) atau kayu kelas III. Penyusutan dari keadaan basah ke kering udara pada arah tangensial.
Sifat mekanis
Kondisi Keteguhan statis (kg/cm3) Ket. Tekan kg/cm2) Keteguhan
geser (kg/cm2)
Keteguhan pukul (kg/cm2) MPL MOE MOR // serat ┴
Basah 373,05 41.871,28 466,73 217,75 109,35 44,18 31,70 Kering 505,82 44.787,48 561,48 393,13 127,07 74,33 32,69
c. Sifat pemesinan
Agathis yang memiliki berat jenis 0,48 dan tergolong kayu kelas kuat III. Berdasarkan sifat tersebut agatis dapat digunakan sebagai komponen non struktural pada bangunan rumah/gedung dan perkapalan. Pada bangunan rumah/gedung sebagai papan pelapis dinding, partisi, plafont, dan lis, dan pada
Panjang serat (µm)
Nilai turunan dimensi serat Kualitas serat untuk pulp kertas
Bilangan Runkel
Daya tenun
Bilangan fleksibilitas
Bilangan Muhlsteph
Koefisien kekakuan
Total nilai
3,560,34 0,12 80,64 0,89 19,63 0,05 575 I
100 100 75 100 100 100
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
108
bangunan perkapalan sebagai papan dinding, plafon dan lis untuk geladak. Agathis juga baik digunakan untuk mebel (kursi, meja, almari), kerajinan (ukiran dan mainan anak-‐anak), bahan baku industri perkayuan (alat ukur dan gambar, pensil, sumpit, tusuk gigi, sendok eskrim, moulding, vinir untuk plywood dan korek api, serta pulp kertas).
d. Komponen kimia
Jenis kayu Lignin (%)
Pentosan (%)
Selulosa (%)
Kelarutan ekstraktif (%) Abu (%)
Silika (%) Air
dingin Air
panas Alk.
bensin NaOH 1%
A. hamii 26,87 17,29 50,52 2,68 3,40 3,04 12,34 0,30 0,01
e. Sifat pengolahan pulp dan kertas
Kualitas serat untuk bahan pulp dan kertas termasuk kelas I. 56. Cempedak (Artocarpus integar Tunb. Merr.)-‐ Moraceae
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat
Ciri umum Kayu teras dan gubal jelas dapat dibedakan. Teras berwarna kuning kecokelatan dan gubal berwarna kuning. Tebal gubal sekitar 3,7 cm dan persentase volume kayu teras 66,34%. Tekstur agak halus dan tidak merata, arah serat berpadu, permukaan agak mengkilap, kesan raba agak licin, agak keras, corak pada permukaan kayu berupa garis tebal yang berwarna lebih gelap, tidak ada bau khusus.
Ciri anatomi Lingkaran tumbuh tidak jelas. Pembuluh baur panjang pembuluh 486,15 µm, diameter 330,34 µm, frekwensi 5 atau kurang per mm, bidang perforasi sederhana, ceruk antar pembuluh selang-‐seling dengan ukuran kecil (4-‐7 µm). Ceruk antar pembuluh dan jari-‐jari dengan halaman yang sempit, serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh. Parenkim aksial paratrakea bentuk aliform dan konfluen, tipe sel parenkim aksial empat (3-‐4) sel per untai. Jari-‐jari 1-‐3 seri dan jari-‐jari besar umumnya 4-‐10 seri, komposisi sel jari-‐jari dengan 1 jalur sel tegak dan atau sel bujur sangkar marjinal dan umumnya dengan 2-‐4 jalur sel tegak atau sel bujur sangkar marjinal. Sel sel udang dijumpai. Serat dengan ceruk sederhana sampai berhalaman sangat kecil, serat tanpa sekat dijumpai, dinding serat tipis sampai tebal.
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
109
Dimensi serat Dimensi serat (μm)
Panjang Diameter Diameter lumen Tebal dinding 1.647,91 31,85 25,32 3,26
Kualitas serat
b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis Kadar air basah kayu cempedak 56,26%, kerapatan 0,60 gr/cm3, berat jenis kering udara 0,65. Penyusutan dari keadaan basah ke kering udara pada arah tangensial 2,45% dan agathis 2,26% tergolong kayu yang memiliki sifat penyusutan sedang. Berat jenis 0,65, Kelas kuat II.
Sifat mekanis Kondisi Keteguhan statis (kg/cm3) Ket. Tekan (kg/cm2) Keteguhan
geser (kg/cm2)
Keteguhan pukul
(kg/cm2) MPL MOE MOR //serat ┴
Basah 539,54 5.819,38 883,18 401,08 121,52 78,05 33,25
Kering 60.479,97 602,77 989,63 431,50 197,69 120,45 34,39
c. Sifat pemesinan
Jenis cacat Pengetaman Pembentukan Pengampelasan Pemboran Pengampelasan
II II II II III
d. Komponen kimia
Jenis kayu Lignin (%)
Pento san (%)
Selulosa (%)
Kelarutan ekstraktif (%) Air (%)
Abu (%)
Silika (%) Air
dingin Air
panas Alk. bensin
NaOH 1%
A. integar 34,72 17,35 42,53 2,95 6,25 5,98 11,43 11,32 0,91 0,04
e. Sifat pengolahan pulp dan kertas
Kualitas serat untuk bahan pulp dan kertas termasuk kelas I.
Panjang serat (µm)
Nilai turunan dimensi serat Kualitas serat untuk pulp kertas
Bilangan runkel
Daya tenun
Bilangan fleksibilitas
Bilangan uhl steph
Koefisien kekakuan
Total nilai
1.647,91 0,26 51,74 0,79 36,80 0,11 75 75 50 75 75 75 415 II
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
110
57. Jabon merah (Anthocephallus macrophyllus) -‐ Rubiaceae
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat
Ciri umum Teras dan gubal pada kayu jabon merah (A. macrophyllus) tidak dapat dibedakan. Kayu yang masih segar berwarna merah jambu muda dan setelah kering berwarna kemerahan. Corak kayu berbentuk garis-‐garis lurus sampai miring berwarna cokelat, tebal garis 1-‐2 mm dengan jarak yang tidak beraturan tampak pada bidang tangensial.Tekstur agak halus dan merata. Arah serat lurus dan kadang-‐kadang agak berpadu. Permukaan kayu agak mengkilap. Kesan raba permukaan kayu agak licin sampai licin. Kekerasan agak lunak sampai agak keras.
Ciri anatomi Lingkaran tumbuh tidak jelas. Pembuluh (pori) baur, berganda radial 4 atau lebih biasa dijumpai, panjang pembuluh 1.056,33 ± 225,83 µm dan diameter 209,64 ± 42,28 µm, frekwensi 5 atau kurang per mm2 kadang 5-‐20 per mm2. Bidang perforasi sederhana, ceruk antar pembuluh selang-‐seling, kadang bentuk ceruk selang seling bersegi banyak, dengan ukuran kecil (4-‐7 µm) atau sedang (7-‐10 µm). Ceruk antar pembuluh berumbai, ceruk antar pembuluh dan jari-‐jari dengan halaman yang sempit, serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh. Parenkim aksial apotrakea tersebar dan tersebar dalam kelompok. Tipe sel parenkim aksial lebih dari 8 sel per untai. Jari-‐jari 1-‐3 seri dan jari-‐jari besar umumnya 4-‐10 seri. Jari-‐jari terdiri atas 2 ukuran yang jelas. Komposisi sel jari-‐jari dengan 1 jalur sel tegak dan atau sel bujur sangkar marjinal. Frekwensi jari-‐jari 12 atau lebih per mm. Serat dengan ceruk berhalaman yang jelas, serat tanpa sekat dijumpai. Panjang serat 2.108,07 ± 263,72 µm, diameter serat 38,46 ± 3,71 µm, diameter lumen serat 29,21 ± 4,12 µm, tebal dinding serat 4,63 ± 0,88 µm. Dinding serat yang sangat tipis akan mudah dipipihkan dan serat yang sangat panjang akan menghasilkan daya tenun yang kuat. Walaupun kayu jabon merah memiliki serat sangat panjang dan tebal dinding serat sangat tipis, akan tetapi berdasarkan nilai diemensi turunan seratnya kayu jabon merah hanya tergolong kayu yang memiliki serat kualitas II sebagai bahan baku pembuatan pulp kertas. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena diameter serat kayu tersebut tidak lebar (38,46 ± 3,71 µm). b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis
Jenis Kayu Kadar Air (%) Berat Jenis Berdasar
Penyusutan,% B-‐KU B-‐KO
Basah KU Bb/Vb Bu/Vu Bo/Vo R T R T A. macrophyllus 2,26 14,23 0,42 0,48 0,45 0,61 1,37 3,03 5,41 A. macrophyllus termasuk ke dalam kayu kelas kuat III.
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
111
Sifat mekanis Keteguhan statis (kg/cm3) Ket. Tekan (kg/cm2) Keteguhan
geser (kg/cm2)
Keteguhan pukul (kg/cm2)
MPL MOE MOR //serat ┴
526,35 74.220,23 678,84 396,25 110,46 94,94 18,75
c. Sifat pengerjaan
Jenis cacat Pengetaman Pembentukan Pengampelasan Pemboran Pembubutan
II II II II III d. Komponen kimia
Lignin (%)
Pentosan (%)
Selulosa (%)
Kelarutan ekstraktif (%) Abu (%)
Silika (%) Air
dingin Air
panas Alk.
bensin NaOH 1%
26,81 15,23 52,47 3,39 4,81 6,12 12,83 0,52 0,05
e. Sifat pengolahan pulp dan kertas Kualitas serat untuk bahan pulp dan kertas termasuk kelas II. 58. Saling-‐saling (Artocarpus teysmanii Miq.)
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat
Ciri umum Teras dan gubal dapat dibedakan dengan jelas. Gubal berwarna putih kekuningan dan teras berwarna cokelat kekuningan. Corak polos, tekstur agak halus dan tidak merata, arah serat lurus kadang-‐kadang agak berpadu, kilap permukaan agak mengkilap, kesan raba agak kesat, kekerasa tergolong agak keras, tidak ada bau khusus.
Ciri anatomi Lingkaran tumbuh tidak jelas. Pembuluh (pori) baur, soliter dan berganda sama banyak, berganda radial sampai dengan 2 sel, panjang pembuluh 488,87 ± 77,44 µm, diameter pembuluh 259,59 ± 34,15 µm, frekwensi 5 atau kurang per mm2, bidang perforasi sederhana, ceruk antar pembuluh selang-‐seling dengan ukuran sedang (7-‐10 µm), ceruk antar pembuluh dan jari-‐jari dengan halaman yang jelas, serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh, endapan dijumpai berwarna hitam dan jarang. Parenkim aksial paratrakea aliform dan sepihak, tipe sel parenkim aksial empat (3-‐4) sel per untai. Jari-‐jari 1-‐3 seri, jari-‐jari besar umumnya sampai dengan 6 seri, komposisi sel jari-‐jari dengan 1 jalur sel tegak dan atau sel bujur sangkar marjinal, frekwensi jari-‐jari 12 atau lebih per mm, dijumpai adanya sel seludang. Jaringan serat dasar
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
112
dengan ceruk sederhana sampai berhalaman sangat kecil, serat tanpa sekat dijumpai, panjang serat 1.800,40 ± 139,78 µm, diameter serat 38,69 ± 6,32 µm, diameter lumen serat 31,28 ± 6,37 µm, tebal dinding serat 3,70 ± 0,70 µm (tergolong sangat tipis).
b. Sifat fisis dan mekanis
Sifat fisis
Jenis Kayu Kadar Air (%) Berat Jenis Berdasar
Penyusutan,% B-‐KU B-‐KO
Basah KU Bb/Vb Bu/Vu Bo/Vo R T R T A. teysmanii 1,95 12,13 0,35 0,40 0,37 1,04 1,45 2,65 3,78
Artocarpus teysmanii termasuk ke dalam kayu kelas kuat III.
Sifat mekanis Keteguhan statis (kg/cm3) Ket. Tekan (kg/cm2) Keteguhan
geser (kg/cm2)
Keteguhan pukul
(kg/cm2) MPL MOE MOR //serat ┴
424,21 63.931,42 609,60 377,32 31,76 66,21 31,76 c. Sifat pengerjaan
Jenis cacat Ketaman Bentukan Ampelasan Pemboran Bubutan
II II II II III d. Komponen kimia
Lignin (%)
Pento san (%)
Selu-‐ losa (%)
Kelarutan ekstraktif (%) Abu (%)
Silika (%) Air
dingin Air
panas Alk.
bensin NaOH 1%
24,85 20,28 40,12 1,34 4,40 6,52 8,19 5,21 0,05 e. Sifat pengolahan pulp dan kertas
Kualitas serat untuk bahan pulp dan kertas termasuk kelas II. 59. Diospyros pilosanthera Blanco. – Ebenaceae
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat
Ciri umum Warna: kayu teras berwarna hitam keunguan, mudah dibedakan dari gubal yang tebal dengan lebar sekitar 10-‐15 cm berwarna merah muda agak kecoklatan. Corak: sedikit beralur pada bidang tangensial karena perbedaan warna kayu
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
113
teras dan gubal. Tekstur: halus dan merata. Arah serat: berpadu. Kilap: agak mengkilap. Kesan raba: licin. Kekerasan: keras. Bau: tidak ada bau khusus.
Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: tidak jelas (ciri 2). Pembuluh: semi tata lingkar (ciri 4) kadang juga tidak jelas dan nampak baur (ciri 5). Pembuluh sebagian besar bergabung sampai dengan 4 sel. Diameter pembuluh sekitar 50-‐100 mikron (ciri 41); frekuensi pembuluh per-‐mm2 sekitar 5 – 20 (ciri 47). Bidang perforasi sederhana (ciri 13).Ceruk antar pembuluh selang-‐seling (ciri 22), ukurannya kecil > 4-‐7 mikron sampai sedang > 7 – 10 mikron (ciri 25-‐26). Ceruk antar pembuluh dan jari-‐jari dengan halaman yang jelas, serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh (ciri 30). Parenkim: parenkim aksial paratrakea jarang (ciri 78), parenkim pita sempit ≤ 3 lapis sel dan bentuk jala (ciri 86, 87). Panjang untai parenkim 3-‐4 sel per-‐untai (ciri 92). Jari-‐jari: lebar jari-‐jari seluruhnya 1 seri (ciri 96), komposisi dengan 1 jalur sel tegak atau sel bujursangkar marjinal (ciri 106) kadang sel baring, sel bujur sangkar dan sel tegak bercampur (109), frekwensi jari-‐jari > 4_12 per mm (ciri 115). Serat : Jaringan serat dasar dengan ceruk sederhana sampai berhalaman sangat kecil (ciri 61), serat tanpa sekat ditemui (ciri 66). Dinding serat tipis sampai tebal (ciri 69). Inklusi material: kristal primatik dijumpai (ciri 136), dalam sel baring (ciri 138). Ciri lainnya terdapat saluran interselular traumatik (ciri 131).
b. Sifat fisis dan mekanis
Sifat fisis
Jenis Kayu Berat jenis Kelas Kuat Penyusutan,% Basah ke-‐Kering oven
R T D. pilosanthera 0,85 II 4,5 6,8
Sifat mekanis Ket. Statis (kg/cm3)
Ket. Tekan //serat (kg/cm2)
Ket. geser (kg/cm2)
Kekerasan (kg/cm2)
MOE MOR R T R T 118029.57 821.73 218.43 77.11 92.14 591.55 597.62
c. Sifat penggergajian dan sifat pemesinan kayu
Jenis cacat Pengetaman Pembentukan Pengampelasan Pemboran Pembubutan
I I I I I
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
114
d. Kelas awet dan keteraweatan
Kelas keawetan Kelas keterawetan Rayap kayu kering Rayap tanah Jamur Penggerek laut
I I I I V
e. Pengeringan kayu
Hasil pengujian sifat pengeringan kayu Diospyros pilosantheraBlancotermasuk jenis kayu yang sulit dikeringkan, lambat dan mudah pecah. Pengeringan dalam dapur pengring harus dilakukan dalam kondisi yang lunak dengan suhu sekitar 30 – 50oC dengan kelembaban nisbi 88 – 30%.
f. Sifat kimia kayu
Hasil destilasi kering dan nilai kalor
Kadar air (%)
Berat contoh (gr)
hasil arang (gr)
Berat ter (gr)
cairan (gr)
Rendemen (%)
Arang Ter
destilat Cairan
18,16 2215/1874,57 618 165 996 32,96 8,80 5313
Sifat fisika dan kimia arang Kadar (%) Nilai kalor arang
(kal/g) Nilai kalor kayu (kal/g) Air Abu Zat terbang*) Karbon terikat
3,80 3,30 21,10 7560 6653 4242
g. Sifat pengolahan pulp dan kertas
Kualitas serat untuk bahan pulp dan kertas termasuk kelas I. 60. Litsea (Litsea ledermanii Tesch.) – Lauraceae
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat
Ciri umum Warna: kayu teras coklat muda kekuningan, kayu gubal putih jerami. Corak: polos kadang pada bidang tangensial beralur bergantian warna gelap dan muda. Tekstur: agak halus dan merata. Arah serat: lurus hingga agak berpadu. Kilap: permukaan kayu mengkilap. Kesan raba: licin. Kekerasan: agak keras. Bau: tidak ada bau khas.
Jenis kayu Lignin (%)
Pento San (%)
Selu-‐ losa (%)
Kelarutan ekstraktif (%) Air (%)
Abu (%)
Silika (%)
Air dingin
Air panas
Alk. bensin
NaOH 1%
D. pilosanthera 32,53 16,08 53,57 2,13 5,51 3,62 16,12 11,32 0,55 0,207
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
115
Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: tidak jelas (ciri 2). Pembuluh: baur (ciri 5); bergabung radial sampai dengan 6 dijumpai (ciri 10) kadang pengelompokan pembuluh bergerombol juga dijumpai (ciri 11). Diameter pembuluh 100-‐200 mikron (ciri 42); frekuensi 5-‐20 per mm2 (ciri 47). Bidang perforasi sederhana (ciri 13); ceruk antar pembuluh selang-‐seling (ciri 22), dengan ukuran sedang > 7-‐10 mikron dan juga dijumpai besar > 10 mikron. Ceruk antar pembuluh dan jari-‐jari ada dua ciri, dengan halaman yang jelas, serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh (ciri 30), serta dengan halaman yang sempit sampai sederhana, ceruk horisontal atau vertikal (ciri 32). Parenkim: parenkim aksial paratrakea jarang (ciri 78), parenkim pita sempit ≤ 3 lapis sel (ciri 86). Tipe sel parenkim aksial empat (3-‐4) sel per untai (ciri 92). Jari-‐jari: jari-‐jari 1-‐3 seri (ciri 97) Komposisi sel jari-‐jari dengan satu jalur sel tegak dan atau sel bujursangkar marginal (ciri 106), frekwensi jari-‐jari > 4-‐12 per mm. Serat: jaringan serat dasar dengan ceruk sederhana sampai berhalaman sangat kecil (ciri 61), serat bersekat dijumpai (ciri 65), dinding serat tipis sampai tebal (ciri 69). Ciri lain: terdapat sel minyak yang bergabung dengan jari-‐jari (ciri 124) dan dan bergabung dengan parenkim aksial (ciri 125). b. Sifat fisis dan mekanis
Sifat fisis
Jenis Kayu Berat jenis Kelas Kuat Penyusutan,%
B-‐KU B-‐KO R T R T
L. ledermanii 0,50 (0,45 – 0,58) III-‐IV 1,49 5,90 2,61 5,75
Sifat mekanis Ket. Statis (kg/cm3) Ket. Tekan (kg/cm2) Ket. geser (kg/cm2) Kekerasan (kg/cm2)
MOE MOR //serat ┴ R T 40834.52 302.77 83.34 33.75kg 42.54 83.00 83.00
c. Sifat penggergajian dan sifat pemesinan kayu
Jenis cacat Pengetaman Pembentukan Pengampelasan Pemboran Pembubutan
II II II III II d. Kelas awet dan Keteraweatan
Kelas keawetan Kelas keterawetan
Rayap kayu kering Rayap tanah Jamur Penggerek laut V V IV IV II
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
116
e. Pengeringan kayu
Kayu Litsea ledermanii mudah dikeringkan. kadar air awal pengeringan 50% menjadi 15% waktu 20 hari. Suhu peneringan alami 200C-‐330C, Rh 62%-‐85%. Cacat sebanyak 6-‐8 retak/pecah ujung dan permukaan (end and surface cheks), 5-‐7terjadi perubahan bentuk/deformasi (deformation/warping), dan terjadi 1-‐2 pecah dalam (honeycombing).
f. Sifat kimia kayu
Lignin (%)
Pentosan (%)
Selulosa (%)
Kelarutan ekstraktif (%) Air (%)
Abu (%)
Silika (%) Air
dingin Air panas
Alk. bensin
NaOH 1%
28,73 17,71 52,67 6,19 7,78 6,22 24,70 11,96 1,43 0,138
Hasil destilasi kering dan nilai kalor
Kadar air (%)
Berat contoh (gr)
Hasil arang (gr)
Berat ter (gr)
cairan (gr)
Rendemen (%)
Arang Ter destilat Cairan
18,93 1629/1369,71 372 105 620 27,15 7,66 45,26
Sifat fisika dan kimia arang Kadar (%)
Nilai kalor arang (kal/g)
Nilai kalor kayu (kal/g) Air Abu Zat terbang*) Karbon
terikat 4,50 9,40 21,00 78,60 6410 3816
g. Sifat pengolahan pulp dan kertas
Kualitas serat untuk bahan pulp dan kertas termasuk kelas I. 61. Gymnacranthera paniculata -‐ Myristicaceae
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat
Ciri umum Lingkar tahun tidak jelas, warna merah kecoklatan, beda warna antara kayu gubal dan kayu teras tidak jelas, tekstur agak kasar, agak keras, agak mengkilap dan arah serat agak berpadu dan bergelombang.
Ciri anatomi Lingkar tumbuh: tidak jelas. Pembuluh: baur, soliter dan berganda radial 2-‐(3), terkadang ada yang bergerombol; bentuk pada umumnya bulat, bidang perforasi bentuk tangga; noktah antar pembuluh berhadapan; noktah antar pembuluh dengan jari-‐jari dengan halaman sempit sampai sederhana, noktah horizontal atau vertikal; tilosis biasa dijumpai, tilosis sklerotik. Parenkim: axial
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
117
paratrakea jarang, vaskisentrik dan parenkim aksial pada marjin atau tampaknya pita marjinal. Jari-‐jari: heteroseluler; dengan 1 jalur sel tegak dan atau sel bujur sangkar marjinal; lebar 1-‐3 seri. Serat: serat dengan noktah sederhana sampai berhalaman sangat kecil; panjang rata-‐rata 1940 mikron; diameter 29,11 mikron; tebal dinding 6,12 mikron. Sel minyak: Sel minyak dan/atau sel lendir berasosiasi dengan parenkim jari-‐jari. Pipa getah atau tanin: ada.
b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis
Jenis Kayu Kadar Air
(%) Berat Jenis Berdasar Penyusutan,%
B-‐KU B-‐KO Basah KU Bb/Vb Bu/Vu Bo/Vo Bo/Vu Bo/Vb R T R T
G. paniculata 111,54 13,05 0,82 0,47 0,44 0,41 0,39 2,51 4,29 5,75 8,25
Sifat mekanis
Kondisi kayu Ket.Lentur Statis kg/cm2 Ket tekan Ket Geser MPL MOE MOR C// C┴ R T
Basah 221,51 60578 344,85 184,45 42,24 54,11 55,03 Kering 342,00 80312 514,00 144 30,00 30,00 37,00
Kondisi kayu Ket. belah (kgm/dm3)
Kekerasan (kgm/dm3)
Ket. Pukul (kgm/dm3)
R T Ujung Sisi R T Basah 18,22 25,18 278,64 154,95 12,02 11,00 KU 23,00 34,33 299,00 183,00 11,00 11,00
c. Kelas pemesinan
Jenis kayu Pengetaman Pembentukan Pengampelasan Pemboran Pembubutan G. paniculata II II II III II d. Sifat keawetan dan keterawetan kayu
Kelas keawetan Kelas keterawetan Kayu kering Rayap tanah Jamur Penggerek laut
IV V IV V I
e. Hasil analisa komponen kimia kayu
Jenis kayu Lignin (%)
Pentosan (%)
Selulosa (%)
Kelarutan ekstraktif (%) Air (%)
Abu (%)
Silika (%) Air
dingin Air
panas Alk.
bensin NaOH 1%
G. paniculata 26,14 14,38 51,10 3,84 1,12 4,56 14,66 8,13 1,05 0,081
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
118
f. Sifat dan pengolahan pulp dan kertas
Konsumsi alkali, bilangan kappa, kadar air dan rendemen pulp hasil pemasakan
BB (g)
BKO (g)
Kadar air (%) Berat pulp pemasakan
(g)
Rendemen (%)
Konsumsi alkali
Bilangan kappa Basah Kering
10 3,0 400 70 827,5 41,38 13,13 3,70 62. Terminalia complenata -‐ Combretaceae
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat
Ciri umum Lingkar tahun jelas, warna coklat muda kekuningan, beda warna antara kayu gubal dan kayu teras tidak jelas, tekstur agak kasar, agak keras, agak mengkilap dan arah serat lurus.
Ciri anatomi Lingkar tumbuh: jelas ditandai dengan adanya lapisan serat yang relatif lebih padat. Pembuluh: baur, soliter dan berganda radial 2-‐3, terkadang ada yang bergerombol; bentuk pada umumnya bulat, bidang perforasi sederhana; noktah antar pembuluh selang-‐seling;noktah berumbai; noktah antar pembuluh dengan jari-‐jari dengan halaman yang jelas, serupa dalam ukuran dan bentuk dengan noktah antar pembuluh. Parenkim: axial aliform, vaskisentrik dan konfluen. Jari-‐jari: heteroseluler; dengan 1 jalur sel tegak dan atau sel bujur sangkar marjinal; lebar 1-‐3 seri. Serat: serat bersekat ada; serat dengan noktah sederhana sampai berhalaman sangat kecil; panjang rata-‐rata 1810 mikron; diameter 28,21 mikron; tebal dinding 5,14 mikron. Inklusi mineral: kristal prismatik ada dalam sel parenkim aksial tak berbilik; druse ada.
b. Sifat fisis dan mekanis
Sifat fisis
Kadar air (%) Berat Jenis Berdasar Penyusutan,%
B-‐KU B-‐KO Basah KU Bb/Vb Bu/Vu Bo/Vo Bo/Vu Bo/Vb R T R T 129,64 12,96 0,80 0,41 0,37 0,36 0,34 1,24 3,52 2,74 6,44
Sifat mekanis Kondisi kayu
Ket.Lentur Statis kg/cm2 Ket tekan Ket Geser MPL MOE MOR C// C┴ R T
Basah 162,40 40527,3 249,89 157,96 34,07 45.59 49,77 Kering 214 50700 326 99,66 18,66 25,00 31,00
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
119
Keadaan kayu
Keteguhan belah Kekerasan Keteguhan.Pukul kgm/dm3
R T Ujung Sisi R T Basah 19,03 23,22 196,22 95,61 7,11 7,78 KU 27,33 27,33 220,33 104,66 7,00 7,60
c. Kelas pemesinan
Jenis kayu Pengetaman Pembentukan Pengampelasan Pemboran Pembubutan T. complenata III III III III III
d. Sifat keawetan dan keterawetan kayu Kelas keawetan Kelas
keterawetan Kayu kering Rayap tanah Jamur Penggerek laut IV V IV V I
e. Sifat kimia
Lignin (%)
Pentosan (%)
Selulosa (%)
Kelarutan ekstraktif (%) Air (%)
Abu (%)
Silika (%)
Air dingin
Air panas
Alk. bensin
NaOH 1%
30,31 15,74 54,83 2,45 1,19 2,09 11,64 14,24 0,51 0,084
f. Sifat dan pengolahan pulp dan kertas Konsumsi alkali, bilangan kappa, kadar air dan rendemen pulp hasil pemasakan
BB (g)
BKO (g)
Kadar air (%) Berat pulp pemasakan
(g)
Rendemen (%)
Konsumsi alkali
Bilangan kappa Basah Kering
10 2,5 300 75 997 41,54 13,13 5,99 63. Tetrameles nudiflora R. Br. – Datiscaceae
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat
Ciri umum Warna: putih krem (kuning muda), perbedaan warna antara kayu gubal dan kayu teras tidak jelas, lingkaran tahun tidak jelas. Tekstur: agak kasar. Kekerasan: agak lunak. Arah serat: lurus. Kilap: kayu agak kusam.
Ciri anatomi Lingkar tumbuh: tidak jelas. Pembuluh: baur, soliter dan berganda radial 2-‐(3), terkadang ada yang bergerombol, pada umumnya berbentuk bulat; bidang perforasi sederhana; noktah antar pembuluh selang-‐seling bersegi banyak; noktah pembuluh dengan jari-‐jari dengan halaman sempit sederhana, noktah
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
120
horizontal atau vertikal. Parenkim: aksial vaskisentrik, aksial aliform, aksial konfluen. Jari-‐jari: heteroseluler, dengan 1 jalur sel tegak dan atau sel bujur sangkar marjinal; lebar 1-‐3 seri, jari-‐jari besar biasanya 4-‐10 seri. Serat: serat bertingkat, serat dengan noktah sederhana sampai berhalaman sangat kecil; panjang rata-‐rata 1.600 mikron, diameter 42,50 mikron, tebal dinding 7,64 mikron.
b. Sifat fisik dan mekanik Sifat fisis
Kadar Air (%) Berat Jenis Berdasar Penyusutan,% B-‐KU B-‐KO
Basah KU Bb/Vb Bu/Vu Bo/Vo Bo/Vu Bo/Vb R T R T
194,22 12,45 0,69 0,28 0,25 0,25 0,24 1,08 2,81 2,32 5,13
Sifat mekanis
Posisi Ket Pukul Ket Belah Ket.Tarik,kg/cm2 kgm/dm3 kg/cm // serat ┴ serat
R T R T R T R T Basah 6,35 5,00 14,85 14,05 119,66 90,37 5,32 6,39 Kering 5,00 5,00 19,00 22,00 80,00 103,00 10,00 15,00
Keadaan kayu
Ket Lentur statis Ket. Tekan Geser Kekerasan kg/cm2 kg/cm2 kg/cm2 kg/cm2
MPL MOE MOR C// C┴ R T Ujung Sisi Basah 100,79 18528,00 142,11 86,87 21,54 30,03 32,64 150,79 67,29 Kering 181,00 40824,00 299,00 84,00 16,00 21,00 23,00 200,00 92,00
c. Kelas pemesinan
Jenis kayu Kelas
Pengetaman Pembentukan Pengampelasan Pemboran Pembubutan T. nudiflora III III II III III d. Sifat keawetan dan keterawetan kayu
Kelas keawetan Kelas keterawetan Kayu kering Rayap tanah Jamur Penggerek laut
IV V IV IV I e. Analisis komponen kimia
Jenis kayu Lignin (%)
Pento san (%)
Selulosa (%)
Kelarutan ekstraktif (%) Air (%)
Abu (%)
Silika (%)
Air dingin
Air panas
Alkohol bensin
NaOH 1%
T. nudiflora 29,36 12,15 54,05 4,15 1,73 5,87 11,21 11,41 1,78 0,080
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
121
f. Sifat dan pengolahan pulp untuk kertas
Konsumsi alkali dan bilangan kappa dan rendemen.
Jenis kayu Bilangan Kappa
rata-‐rata Konsumsi alkali (%) rata-‐rata
Rendemen (%)
T. nudiflora 6,22 14,09 39,76
64. Rhus taitensis Guill. – Anacardiaceae
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat
Ciri umum Warna: coklat muda kemerahan, perbedaan warna antara kayu gubal dan kayu teras jelas. Tekstur: agak kasar. Kilap: permukaan kayu agak mengkilap. Kekerasan: agak keras. Arah serat: agak bergelombang. Ciri anatomi Lingkar tumbuh: jelas ditandai dengan adanya lapisan serat yang relatif lebih padat. Pembuluh: baur, soliter, dan lainnya berganda radial 2-‐(3-‐4); bentuk pada umumnya bulat, bidang perforasi sederhana; noktah antar pembuluh selang-‐seling; noktah antar pembuluh dengan jari-‐jari dengan halaman yang jelas, serupa dalam ukuran dan bentuk dengan noktah antar pembuluh; tilosis umum. Parenkim: axial aliform (lozenge dan bersayap), vaskisentrik, konfluen, dan pita lebih dari 3 lapis sel; panjang untai empat (3-‐4) sel per untai. Jari-‐jari: heteroseluler; dengan 1 jalur sel tegak dan atau sel bujur sangkar marjinal; lebar 1-‐3 seri. Serat: serat bersekat dijumpai; serat dengan noktah sederhana sampai berhalaman sangat kecil, panjang rata-‐rata 1.440 mikron, diameter 26,45 mikron, tebal dinding 6,78 mikron. Inklusi mineral: kristal prismatik dijumpai dalam parenkim aksial berbilik. Memiliki ciri khas berupa kristal prismatik dalam parenkim aksial berbilik.
b. Sifat fisik dan mekanik Sifat fisis
Kadar Air (%) Berat Jenis Berdasar Penyusutan,%
B-‐KU B-‐KO
Basah KU Bb/Vb Bu/Vu Bo/Vo Bo/Vu Bo/Vb R T R T 69,52 13,53 0,90 0,67 0,64 0,59 0,53 3,69 7,36 6,33 11,15
Sifat mekanis Kondisi kayu
kgm/dm3 kg/cm // serat ┴ serat R T R T R T R T
Basah 15,85 15,61 41,99 50,63 604,82 498,57 32,35 34,00 Kering 23,00 24,00 69,00 70,00 243,00 257,00 30,00 48,00
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
122
c. Kelas pemesinan
d. Sifat keawetan dan keterawetan kayu
Kelas keawetan Kelas keterawetan Rayap kayu kering Rayap tanah Jamur Penggerek laut
II IV -‐ IV II
e. Analisis komponen kimia
Lignin (%)
Pentosan (%)
Selulosa (%)
Kelarutan ekstraktif (%) Air (%)
Abu (%)
Silika (%) Air
dingin Air
panas Alkohol bensin
NaOH 1%
22,44 16,27 50,03 7,12 5,65 6,010 21,37 11,28 0,830 0,221
f. Sifat dan pengolahan pulp untuk kertas
Konsumsi alkali dan bilangan kappa dan rendemen
Jenis kayu Bilangan Kappa Konsumsi Alkali Rendemen
(%) Rata-‐rata Rata-‐rata R. taitensis 2,92 13,13 38, 86
65. Pterygota horsfieldii -‐ Sterculiaceae
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat
Ciri umum Warna coklat muda kekuningan, lingkar tahun tidak jelas, beda warna antara kayu gubal dan kayu teras tidak jelas, tekstur agak halus, agak keras, agak mengkilap dan arah serat agak lurus dan bergelombang.
Ciri anatomi Lingkar tumbuh: tidak jelas. Pembuluh: baur, soliter, berganda radial 2-‐3 dan 4 atau lebih biasa dijumpai; bentuk umumnya bulat; panjang 478 ± 33 (511-‐ 445) mikron, diameter 244 ± 24 (268-‐220); bidang perforasi sederhana; noktah antar pembuluh selang-‐seling; bentuk noktah selang-‐seling bersegi banyak; noktah antar pembuluh dengan jari-‐jari dengan halaman yang jelas, serupa dalam ukuran dan bentuk dengan noktah antar pembuluh. Parenkim: vaskisentrik, konfluen dan pita lebih dari 3 lapis sel; bentuk gelendong; empat (3-‐4) sel per
Jenis kayu Kelas
Pengetaman Pembentukan Pengampelasan Pemboran Pembubutan R. taitensis II II II II II
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
123
untai; parenkim aksial bertingkat. Jari-‐jari: heteroseluler; dengan 1 jalur sel tegak dan atau sel bujur sangkar marjinal; dengan lebih dari 4 jalur sel tegak atau bujur sangkar marginal; sel seludang; lebar 1-‐3 seri, jari-‐jari besar umumnya 4-‐10 seri; jari-‐jari 2 ukuran yang jelas. Serat: serat dengan noktah sederhana sampai berhalaman sangat kecil; panjang 1882 ± 152 (2034-‐1732) mikron; diameter lumen 18,39 ± 1,38 (19,77-‐17,00) mikron; tebal dinding 3,78 ± 0,13 (3,91-‐3,65) mikron. Inklusi mineral: kristal prismatik dijumpai; kristal prismatik ada dalam sel parenkim aksial tak berbilik.
b. Sifat fisis dan mekanis
Sifat fisis
Jenis kayu Kadar Air (%) Berat Jenis Berdasar
Penyusutan,% B-‐KU B-‐KO
Basah KU Bb/Vb Bu/Vu Bo/Vo Bo/Vu Bo/Vb R T R T P.horsfieldii 74,92 14,22 0,83 0,61 0,57 0,53 0,50 1,32 3,48 3,81 7,77
Sifat mekanis
Kondisi kayu
Ket.Lentur Statis Ket tekan Ket Geser Kekerasan
kg/cm2 MPL MOE MOR C// C┴ R T Ujung Sisi
Basah 603,49 161.833,68 963,37 506,88 149,21 94,53 90,13 576,79 590,83 Kering 680,14 150.070,23 1.065,27 561,92 154,36 97,61 104,57 510,33 448,08
Kondisi kayu
Ket.eguhan Tarik┴ Ket.eguhanTarik// Kekerasan Keteguhan.Pukul
kg/cm2 kgm/dm3 R T R T Ujung Sisi R T
Basah 22,40 19,94 1155,87 1173,23 576,79 590,83 31,53 34,62 KU 17,85 25,35 1.114,98 1.117,23 510,33 448,08 25,91 27,70
c. Kelas pemesinan
Jenis kayu Pengetaman Pembentukan Pengampelasan Pemboran Pembubutan P. horsfieldii II II II II II
d. Kelas awet dan Keteraweatan
Kelas keawetan Kelas keterawetan Rayap kayu kering Rayap tanah Jamur Penggerek laut
II V IV V I
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
124
e. Analisis komponen kimia
Jenis kayu Lignin (%)
Pento san (%)
Selu-‐ losa (%)
Kelarutan ekstraktif (%) Air (%)
Abu (%)
Silika (%) Air
dingin Air
panas Alkohol bensin
NaOH 1%
P.horsfieldii 27,61 17,46 66,19 4,34 4,68 2,73 13,21 4,44 1,57 0,29 f. Sifat dan pengolahan pulp untuk kertas
Jenis kayu Bilangan Kappa Konsumsi Alkali Rendemen
(%) 1 2 Rata-‐rata 1 2 Rata-‐rata P.horsfieldii 18,05 17,31 17,68 14,19 14,19 14,19 41,31
66. Sterculia shillinglawii -‐ Sterculiaceae
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat
Ciri umum Lingkar tahun: tidak jelas, Warna: coklat kekuningan, beda warna antara kayu gubal dan kayu teras tidak jelas. Tekstur kasar, agak lunak, agak kusam. Arah serat : lurus.
Ciri anatomi Lingkar tumbuh: tidak jelas. Pembuluh: baur, soliter dan berganda radial 4 biasa dijumpai, terkadang ada yang bergerombol; bentuk umumnya bulat; panjang 573 ± 19,90 (593-‐553) mikron, diameter 296 ± 28,82 (325-‐267); bidang perforasi sederhana; noktah antar pembuluh dengan jari-‐jari dengan halaman yang jelas, serupa dalam ukuran dan bentuk dengan noktah antar pembuluh. Parenkim: tersebar dalam kelompok, vaskisentrik, aliform, konfluen; bentuk gelendong; delapan (5-‐8) sel per untai; parenkim aksial bertingkat. Jari-‐jari: heteroseluler; umumnya dengan 2-‐4 jalur sel tegak atau sel bujur sangkar marjinal; sel seludang; lebar 1-‐3 seri; jari-‐jari besar umumnya 4-‐10 seri; jari-‐jari 2 ukuran yang jelas; jari-‐jari rendah bertingkat. Serat: serat dengan noktah sederhana sampai berhalaman sangat kecil; panjang 2114 ± 187 (2301-‐1927) mikron; diameter lumen 25,45 ± 0,82 (26,27-‐24,63) mikron; tebal dinding 3,44 ± 0,24 (3,68-‐3,20) mikron. Inklusi mineral: kristal prismatik dijumpai; kristal prismatik dalam sel tegak dan dalam sel parenkim aksial berbilik.
b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis
Kadar Air (%) Berat Jenis Berdasar Penyusutan,%
B-‐KU B-‐KO
Basah KU Bb/Vb Bu/Vu Bo/Vo Bo/Vu Bo/Vb R T R T 128,17 12,97 0,64 0,34 0,31 0,30 0,29 1,11 2,86 2,65 5,69
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
125
Sifat mekanis
Keadaan kayu
Ket.Lentur Statis Ket tekan Ket Geser Kekerasan kg/cm2
Ujung Sisi MPL MOE MOR C// C┴ R T
Basah 199,95 43.802,72 323,31 173,09 33,19 36,54 36,12 137,92 175,67 Kering 452,90 92.616,89 401,25 35,43 249,52 47,74 47,92 147,17 86,92
Keadaan kayu
Keteguhan Tarik┴ KeteguhanTarik// Kekerasan Keteguhan Pukul kg/cm2 kgm/dm3
R T R T Ujung Sisi R T Basah 7,76 7,93 366,31 256,98 137,92 175,67 13,12 12,09 KU 13,32 12,97 477,43 476,87 147,17 86,92 13,90 14,50
c. Kelas pemesinan
Jenis kayu Pengetaman Pembentukan Pengampelasan Pemboran Pembubutan S. shillinglawii II II II III III
d. Kelas awet dan keteraweatan
Kelas keawetan Kelas keterawetan Rayap kayu kering Rayap tanah Jamur Penggerek laut
III-‐IV V IV IV-‐V I
e. Analisis komponen kimia
Jenis kayu Lignin (%)
Pentosan (%)
Selulosa (%)
Kelarutan ekstraktif (%) Air (%)
Abu (%)
Silika (%) Air
dingin Air
panas Alk.
bensin NaOH 1%
S. shillinglawii 27,65 18,30 53,59 4,98 5,46 3,66 13,96 9,02 2,91 0,82
f. Sifat dan pengolahan pulp untuk kertas
Sampel Bilangan Kappa Konsumsi Alkali Rendemen
(%) 1 2 Rata-‐rata 1 2 Rata-‐rata S.shillinglawii 18,05 18,78 18,42 15,09 15,09 15,09 36,81
67. Haplolobus sp. -‐ Burseraceae
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat
Ciri umum Lingkar tahun jelas, warna coklat kekuningan, beda warna antara kayu gubal dan kayu teras jelas dimana kayu teras lebih gelap dan kayu gubal lebih terang, tekstur halus, keras, mengkilap dan arah serat bergelombang.
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
126
Ciri anatomi Lingkar tumbuh: jelas ditandai dengan perbedaan ketebalan dinding serat, dimana dinding serat kayu akhir lebih tebal dibanding dinding serat kayu awal. Pembuluh: baur, soliter, berganda radial 2-‐3; bentuk umumnya bulat; persen soliter 75% (soliter dan berganda); frekuensi 10/mm2 (agak jarang); panjang 567 ± 39 (606-‐528) mikron, diameter 184 ± 14 (198-‐170); bidang perforasi sederhana; noktah antar pembuluh selang-‐seling; noktah antar pembuluh dengan jari-‐jari dengan halaman yang sempit sampai sederhana, noktah horisontal atau vertikal; tilosis umum. Parenkim: paratrakea jarang; empat (3-‐4) sel per untai. Jari-‐jari: heteroselular; dengan 1 jalur sel tegak dan atau sel bujur sangkar marginal; lebar seluruhnya 1 seri. Serat: serat dengan noktah sederhana sampai berhalaman sangat kecil; serat bersekat dijumpai; dinding serat tipis sampai tebal; panjang 1210 ± 41 (1251-‐1169) mikron; diameter lumen 18,84 ± 1,32 (20,16-‐17,52) mikron; tebal dinding 3,69 ± 0,12 (3,81-‐3,57) mikron. Inklusi mineral: kristal prismatik dijumpai dalam sel tegak berbilik; kristal dalam sel yang membesar; serta silika yang terdapat dalam sel jari-‐jari. b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis
Kadar Air (%) Berat Jenis Berdasar Penyusutan,%
B-‐KU B-‐KO Basah KU Bb/Vb Bu/Vu Bo/Vo Bo/Vu Bo/Vb R T R T 58,31 14,68 0,90 0,68 0,63 0,59 0,57 1,24 2,88 4,00 7,10
Sifat mekanis Keteguhan Lentur Statis
(kg/cm2) Ket. Tekan (kg/cm2)
Ket. Geser (kg/cm2)
Ket. Belah (kg/cm2)
MPL MOE MOR // � R T R T 572,018 104564,935 778,250 496,275 172,603 126,736 134,745 55,806 59,914
Ket. Tarik � (kg/cm2)
Ket. Tarik // (kg/cm2)
Kekerasan (kg)
Ket. Pukul (kg/dm3)
29,997 36,103 813,264 817,740 552,417 418,625 22,742 25,756 c. Kelas pemesinan
Pengetaman Pembentukan Pengampelasan Pemboran Pembubutan
II II II II II
d. Sifat keawetan dan keterawetan kayu
Kelas keawetan Kelas keterawetan Kayu kering Rayap tanah Jamur Penggerek di laut
III V -‐ II III
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
127
e. Pengeringan kayu
Sifat pengeringan suhu tinggi
Jenis kayu Kadar air awal (%)
Pengelompokkan cacat pengeringan pecah awal Deformasi Pecah dalam
Hoplolobus sp. 64 4 4 -‐ 5 3 -‐ 4
Estimasi bagan pengeringan
Jenis kayu Kadar air awal
(%) Suhu, oC Kelembaban,%
Awal Akhir Awal akhir Hoplolobus sp 64 45/50 70 78/84 40 f. Hasil analisis komponen kimia dan nilai kalor
Lignin (%)
Pento san (%)
Selulosa (%)
Kelarutan ekstraktif (%) Air (%)
Abu (%)
Silika (%) Air
dingin Air
panas Alkohol bensin
NaOH 1%
32,27 15,12 60,81 5,29 5,69 4,84 13,51 5,19 1,12 0,06
g. Sifat dan pengolahan pulp untuk kertas
Rendemen pulp, konsumsi alkali dan bilangan kappa hasil pemasakan Jenis Rendemen (%) Konsumsi alkali Bilangan kappa
Haplolobus sp. 37,92 14,64 17,68 68. Pimetiodendron amboinicum-‐ Euphorbiaceae
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat
Ciri umum Lingkar tahun: tidak jelas, warna: putih kekuning-‐kuningan, beda warna antara kayu gubal dan kayu teras jelas, tekstur: agak halus, kekerasan: agak keras, kilap: agak mengkilap dan arah serat: lurus
Ciri anatomi Lingkar tumbuh: tidak jelas. Pembuluh: baur, soliter dan berganda radial 2-‐3 dan 4 atau lebih biasa dijumpai; bentuk umumnya bulat; persen soliter 37% (sebagian besar berganda); frekuensi 4/mm2 (jarang); panjang 950 ± 48 (999-‐902) mikron, diameter 207 ± 13 (220-‐194); bidang perforasi sederhana; noktah antar pembuluh selang-‐seling; noktah antar pembuluh dengan jari-‐jari dengan halaman yang sempit sampai sederhana, tilosis umum; noktah bundar. Parenkim: aksial apotrakea tersebar dalam kelompok dan paratrakea jarang; empat (3-‐4) sel per untai. Jari-‐jari: heteroseluler; umumnya dengan 2-‐4 jalur sel tegak atau sel bujur sangkar marjinal; lebar 1-‐2 seri; lebar jari-‐jari multiseri sama dengan lebar jari-‐jari 1 seri. Serat: serat dengan noktah sederhana sampai
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
128
berhalaman sangat kecil; dinding serat tipis sampai tebal; panjang 1593 ± 44 (1637-‐1549) mikron; diameter lumen 22,05 ± 1,25 (23,30-‐20,80) mikron; tebal dinding 4,12 ± 0,19 (4,31-‐3,93) mikron. Inklusi mineral: kristal prismatik dijumpai dalam sel tegak, dalam parenkim aksial tak berbulik dan dalam serat.
b. Sifat fisis dan mekanis
Sifat fisis
Jenis Kayu Kadar Air (%) Berat Jenis Berdasar
Penyusutan,% B-‐KU B-‐KO
Basah KU Bb/Vb Bu/Vu Bo/Vo Bo/Vu Bo/Vb R T R T P. amboinicum 109,70 14,78 0,89 0,53 0,48 0,47 0,43 1,04 2,79 3,70 6,59
Sifat mekanis Ket. Lentur Statis
(kg/cm2) Ket. Tekan (kg/cm2)
Ket. Geser (kg/cm2)
Ket. Belah (kg/cm2)
MPL MOE MOR // � R T R T 449,426 91274,372 618,773 361,735 99,598 83,676 94,756 32,471 34,087
Ket. Tarik � (kg/cm2)
Ket. Tarik // (kg/cm2)
Kekerasan (kg)
Ket. Pukul (kg/dm3)
R T R T Ujung Sisi R T 23,341 24,542 896,459 930,692 338,000 229,375 22,873 21,544
c. Kelas pemesinan
Pengetaman Pembentukan Pengampelasan Pemboran Pengampelasan
II II II II II
d. Sifat keawetan dan keterawetan kayu
Kelas keawetan Kelas keterawetan Rayap kayu kering Rayap tanah Jamur Penggerek di laut
III V -‐ V I
e. Hasil analisis komponen kimia dan nilai kalor
Lignin (%)
Pentosan (%)
Holo-‐selulosa
(%)
Kelarutan ekstraktif (%) Air (%)
Abu (%)
Silika (%)
Air dingin
Air panas
Alkohol bensin
NaOH 1%
31,12 15,11 51,80 5,53 6,98 6,32 13,05 4,83 1,49 0,20
f. Sifat dan pengolahan pulp untuk kertas
Rendemen pulp, konsumsi alkali dan bilangan kappa hasil pemasakan Jenis Rendemen (%) Konsumsi alkali Bilangan kappa
P. amboinicum 40,15 14,64 17,68
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
129
69. Pentaphalangium parviflorum -‐ Guttiferae
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat
Ciri umum Lingkar tahun: tidak jelas, warna: kayu (kering udara) kuning-‐coklat tua, perbedaan warna antara kayu gubal dan kayu teras tidak jelas. Tekstur: agak kasar, kekerasan: agak keras, kilap: agak mengkilap, arah serat: agak lurus.
Ciri anatomi Lingkar tumbuh: batas lingkar tumbuh tidak jelas. Pembuluh: baur, soliter, dan berganda radial 2-‐3; bentuk umumnya oval; persen soliter 86% (sebagian besar soliter); frekuensi 5/mm2 (jarang); panjang 888,5 ± 40 (844-‐932) mikron, diameter 280 ± 13 (276-‐293); bidang perforasi sederhana; ceruk antar pembuluh selang-‐seling bersegi banyak; diameter ceruk antar pembuluh 6,19 mikron (kecil); ceruk antar pembuluh dengan jari-‐jari dengan halaman yang jelas; serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh. Parenkim: konfluen; panjang untai delapan (5-‐8) sel per untai. Jari-‐jari: heteroseluler; umumnya dengan 2-‐4 jalur sel tegak atau sel bujur sangkar marjinal, dengan > 4 jalur sel tegak atau bujur sangkar marjinal; lebar jari-‐jari besar umumnya 4-‐10 seri. Serat: serat dengan ceruk sederhana sampai berhalaman sangat kecil; serat bersekat dijumpai; dinding serat tipis sampai tebal; panjang 2727 ± 60 (2667-‐2787) mikron; diameter lumen 8,47 ± 0,54 (7,93-‐9,01) mikron; tebal dinding 10,11 ± 0,75 (9,36-‐10,86) mikron. Inklusi mineral: kristal prismatik dijumpai dalam sel baring, dan dalam parenkim aksial tak berbilik.
b. Sifat fisis dan mekanis
Sifat fisis
Jenis Kayu Kadar Air (%) Berat Jenis Berdasar
Penyusutan,% B-‐KU B-‐KO
Basah KU Bb/Vb Bu/Vu Bo/Vo Bo/Vu Bo/Vb R T R T P. parviflorum 74,55 13,36 1,02 0,73 0,68 0,64 0,58 1,79 5,97 4,37 11,12
Sifat mekanis Ket. Lentur Statis
(kg/cm2) Ket. Tekan (kg/cm2)
Ket. Geser (kg/cm2)
Ket. Belah (kg/cm2)
MPL MOE MOR // ┴ R T R T 500,72 102.297,37 799,69 117,67 412,04 80,01 86,14 49,64 70,36
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
130
Ket. Tarik ┴ (kg/cm2)
Ket. Tarik // (kg/cm2)
Kekerasan (kg) Ket. Pukul (kg/dm3)
R T R T Ujung Sisi R T 46,27 28,69 1.186,16 907,04 534 445 32,91 44,90
c. Kelas pemesinan
Pengetaman Pembentukan Pengampelasan Pemboran Pembubutan
I I I II II
d. Sifat pengeringan
Data sifat pengeringan suhu tinggi
e. Sifat pengkaratan
Pengurangan berat sekrup setelah 12 bulan adalah 0,0003%.
g. Sifat keawetan dan keterawetan kayu
Kelas keawetan Kelas keterawetan Rayap kayu kering Rayap tanah Jamur Penggerek di laut
II II IV (II-‐IV) V
h. Hasil analisis komponen kimia dan nilai kalor
Lignin (%)
Pento san (%)
Holose lulosa (%)
Kelarutan ekstraktif (%) Air (%)
Abu (%)
Silika (%)
Air dingin
Air panas
Alkohol bensin
NaOH 1%
24,58 15,47 49,83 2,89 6,56 1,52 18,84 6,73 1,33 0,147
i. Sifat dan pengolahan pulp untuk kertas
Rendemen pulp, konsumsi alkali dan bilangan kappa hasil pemasakan Jenis Rendemen (%) Konsumsi alkali Bilangan kappa
P. parviflorum 29,96 12,88 31,84
Jenis kayu Kadar air awal (%)
Pengelompokan cacat pengeringan Retak/pecah awal
Deformasi Rubah bentuk
Pecah dalam
Sifat pengeringan
P. parviflorum 33 -‐ 39 (37) Agak baik Agak buruk Baik Agak buruk
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
131
70. Mastixiodendron pachyclados Melch.-‐ Rubiceae
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat
Ciri umum Lingkar tahun: jelas, warna kayu (kering udara) kuning-‐coklat muda, perbedaan warna antara kayu gubal dan kayu teras: tidak jelas, tekstur: halus, keras, mengkilap, arah serat: lurus.
Ciri anatomi Lingkar tumbuh: jelas ditandai dengan perbedaan ketebalan dinding serat dan menggepeng pada kayu akhir dibandingkan serat kayu awal yang berdinding tipis. Pembuluh: baur, soliter, dan berganda radial 2(-‐3); bentuk umumnya oval; persen soliter 67,28%; frekuensi 19/mm2 (agak banyak); panjang 1063 ± 56 (1007-‐1119) mikron, diameter 136 ± 4 (132-‐140); bidang perforasi sederhana; ceruk antar pembuluh selang-‐seling; diameter ceruk antar pembuluh 3,33 mikron (sangat kecil); ceruk antar pembuluh berumbai; ceruk antar pembuluh dengan jari-‐jari dengan halaman yang jelas; serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh; Parenkim: paratrakea jarang; empat (3-‐4) sel per untai. Jari-‐jari: heteroselular; dengan 1 jalur sel tegak dan atau sel bujur sangkar marginal; lebar 1-‐3 seri. Serat: serat dengan ceruk sederhana sampai berhalaman sangat kecil; serat bersekat dijumpai; dinding serat tipis sampai tebal; panjang 1872 ± 73 (1799-‐1945) mikron; diameter lumen 19,77 ± 1,08 (18,69-‐20,85) mikron; tebal dinding 7,39 ± 0,5 (6,89-‐7,89) mikron. Inklusi mineral: kristal prismatik dijumpai dalam sel tegak berbilik.
b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis Jenis Kayu Kadar Air (%) Berat Jenis Berdasar Penyusutan,%
B-‐KU B-‐KO
Basah KU Bb/Vb Bu/Vu Bo/Vo Bo/Vu Bo/Vb R T R T
M. pachyclados
65,23 12,86 1,09 0,79 0,74 0,74 0,70 1,73 4,26 4,29 8,23
Sifat mekanis
Ket. Lentur Statis (kg/cm2) Ket. Tekan (kg/cm2)
Ket. Geser (kg/cm2)
Ket. Belah (kg/cm2)
MPL MOE MOR // ┴ R T R T 588,86 118.449,74 881,19 443,20 155,81 89,18 103,99 95,46 85,40
Ket. Tarik ┴ (kg/cm2)
Ket. Tarik // (kg/cm2) Kekerasan (kg) Ket. Pukul (kg/dm3)
R T R T Ujung Sisi R T 27,88 44,02 1.142,70 2.220,39 608 1169 41,27 38,76
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
132
c. Kelas pemesinan
Pengetaman Pembentukan Pengampelasan Pemboran Pembubutan
II I I I I
d. Sifat keawetan dan keterawetan kayu
Kelas keawetan Kelas keterawetan Kayu kering Rayap tanah Jamur Penggerek di laut
II II III (II-‐IV) II II
e. Sifat pengeringan
Data sifat pengeringan suhu tinggi
f. Sifat pengkaratan
Pengurangan berat sekrup setelah 12 bulan 0,0002%.
g. Hasil analisis komponen kimia dan nilai kalor
Lignin (%)
Pento san (%)
Holose lulosa (%)
Kelarutan ekstraktif (%) Nilai kalor Kal/gr
Air (%)
Abu (%)
Silika (%) Air
dingin Air
panas Alk.
bensin NaOH 1%
28,76 18,14 45,78 5,32 9,04 2,91 17,52 4,482 6,80 0,55 0,071
h. sifat dan pengolahan pulp untuk kertas Rendemen pulp, konsumsi alkali dan bilangan kappa hasil pemasakan
Jenis Rendemen (%) Konsumsi alkali Bilangan kappa M. pachyclados 26,48 13,92 31,82 71. Cempaka (Emerillia papuana) Dandy -‐ Magnoliaceae
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat
Ciri umum Kayu gubal berwarna putih krem, kayu teras berwarna coklat muda kekuningan. Arah serat: lurus dan agak berpadu; corak: polos kadang dengan garis-‐garis berwarna lebih tua; tekstur: agak halus dan merata; kilap: agak kusam; kesan raba: agak licin; kekerasan: agak keras; bau: tidak ada bau yang mencolok.
Jenis kayu Kadar air awal (%)
Pengelompokan cacat pengeringan Retak/pecah
awal Deformasi Pecah dalam
Sifat pengeringan
M. pachyclados 49 -‐ 54 (51) Sedang Buruk Baik Agak buruk
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
133
Ciri anatomi Batas lingkar tumbuh: tidak jelas (ciri 2). Pembuluh: porositas baur (ciri 5), hampir seluruhnya soliter (ciri 9), bidang perforasi sederhana (ciri 13), ceruk antar pembuluh bentuk tangga (cirri 20) kadang dijumpai juga selang seling (cirri 22), dengan ukuran sedang > 7-‐10 mikron (cirri 26), percerukan pembuluh dan jari-‐jari dengan halaman yang sempit sampai sederhana; ceruk bundar atau bersudut (cirri 31) atau dengan halaman yang sempit sampai sederhana ceruk horizontal atau vertical (cirri 32), diameter pembuluh ada 50-‐100 mikron (cirri 41) juga ada 100-‐200 mikron (cirri 42), frekuensi 5 atau kurang per mm2 (cirri 46). Parenkim: aksial paratrakea tersebar (cirri 76) Jari-‐jari: lebar jari-‐jari 1-‐3 seri (cirri 97), tubuh jari-‐jari sel baring dengan 1 jalur sel tegak dan atau sel bujur sangkar marjinal (cirri 106), frekuensi jari-‐jari >4-‐12 per mm (cirri 115). Serat: jaringan serat dasar dengan ceruk sederhana sampai berhalaman sangat kecil (cirri 61), serat tak bersekat dijumpai (cirri 66), tebal dinding serat tipis sampai tebal (cirri 69).
b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis
Jenis Kayu Kadar Air (%) Berat Jenis Berdasar Penyusutan,%
B-‐KU B-‐KO Basah KU Bb/Vb Bo/Vo Bo/Vu R T R T
E. papuana 170,01 15,64 0,40 0,46 0,42 0,72 1,40 2,95 5,28
Sifat mekanis Ket. Lentur Statis
(kg/cm2) Ket. Tekan (kg/cm2)
Ket. Geser (kg/cm2)
Ket. Belah (kg/cm2)
MPL MOE MOR // � R T R T 410,891 76.132,02 580,580 273,286 108,485 108,946 108,299 9,406 9,933
Ket. Tarik � (kg/cm2)
Ket. Tarik // (kg/cm2)
Kekerasan (kg) (kg/dm3)
R T R T Sisi R Sisi T T 27,88 44,02 537,092 677,103 181,000 189,500 37,489
c. Kelas pemesinan
Ketaman Bentukan Ampelasan Pemboran Bubutan
II II II II II d. Sifat keawetan dan keterawetan kayu
Kelas keawetan Kelas keterawetan Rayap kayu kering Rayap tanah Jamur Penggerek di laut
II III -‐ IV I
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
134
e. Hasil analisis komponen kimia
Komponen kimia Pangkal Tengah Ujung Kadar Abu (%) 0,64 0,56 0,76 0,58 0,58 0,71 Kadar zat Ekstra aktif (%) 10,32 8,39 8,62 9,16 5,48 5,22 Kadar Lignin (%) 34,72 40,88 31,77 25,34 20,49 30,17 Kadar Holoselulosa (%) 54,33 50,17 58,85 64,92 73,45 63,90 Rata-‐rata kadar Holoselulosa (%)
52,25 61,88 68,68
f. Sifat pengolahan pulp dan kertas
Kualitas serat untuk bahan pulp dan kertas termasuk kelas I. 72. Disoxilum (Dysoxyllum mollisimum)
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat
Ciri umum Kayu gubal: berwarna krem, atau putih krem, kayu teras: berwarna putih agak coklat muda. Arah serat: lurus; corak: polos; tekstur: agak halus dan merata; kilap: agak kusam; kesan raba: agak licin; kekerasan: agak keras; bau: tidak ada bau yang mencolok.
Ciri anatomi Batas lingkar tumbuh: tidak jelas (ciri 2). Pembuluh: porositas baur (ciri 5), hampir seluruhnya soliter (ciri 9), bidang perforasi sederhana (ciri 13), ceruk antar pembuluh selang seling (cirri 22), dengan ukuran kecil > 4-‐7 mikron (cirri 25), percerukan pembuluh dan jari-‐jari dengan halaman yang jelas; serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh (cirri 30), dengan halaman yang sempit sampai sederhana; ceruk bundar atau bersudut (cirri 31), diameter pembuluh 100-‐200 mikron (cirri 42), frekuensi 5 atau kurang per mm2 (cirri 46). Parenkim: aksial paratrakea sepihak (cirri 84) dan pita > 3 lapis sel (cirri 85), panjang untai delapan (5-‐8) sel per untai (cirri 93) dan lebih dari 8 sel per untai ( cirri 94). Jari-‐jari: lebar jari-‐jari 1-‐3 seri (cirri 97), tubuh jari-‐jari seluruhnya sel baring (cirri 104), frekuensi jari-‐jari >4-‐12 per mm (cirri 115). Serat: jaringan serat dasar dengan ceruk sederhana sampai berhalaman sangat kecil (cirri 61), serat bersekat dijumpai (cirri 65), tebal dinding serat tipis sampai tebal (cirri 69).
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
135
b. Sifat fisis dan mekanis
Sifat fisis
Jenis Kayu Kadar Air (%) Berat Jenis Berdasar
Penyusutan,% B-‐KU B-‐KO
Basah KU Bb/Vb Bu/Vu Bo/Vo R T R T
D. mollisimum 61,93 14,76 0,48 0,50 0,52 2,48 6,71 4,48 8,23
Sifat mekanis Ket. Lentur Statis (kg/cm2) Ket. Tekan (kg/cm2) Ket. Geser (kg/cm2) MPL MOE MOR // � R T
421,351 87.515,78 594,281 350,314 111,178 107,792 105,133 Ket. Belah (kg/cm2) Ket. Tarik //
(kg/cm2) Kekerasan
(kg) (kg/dm3) R T R T Sisi R Sisi T T
11,281 14,422 789,791 915,283 211,100 216,400 51,922
b. Kelas pemesinan
Ketaman Bentukan Ampelasan Pemboran Bubutan II I I I I
c. Sifat keawetan dan keterawetan kayu
Kelas keawetan Kelas keterawetan Kayu kering Rayap tanah Jamur Penggerek di laut
II III -‐ IV I
d. Kelas pemesinan
Pengetaman Pembentukan Pengampelasan Pemboran Pembubutan II I I I I
e. Hasil analisis komponen kimia
Komponen kimia Pangkal Tengah Ujung Kadar Abu (%) 0,92 0,76 0,88 0,93 0,79 0,80 Kadar zat Ekstra aktif (%) 4,17 3,85 3,96 3,93 3,84 4,07 Kadar Lignin (%) 39,26 37,15 32,91 40,99 34,01 28,52 Kadar Holoselulosa (%) 55,66 58,24 62,24 54,14 61,36 66,60 Rata-‐rata kadar Holoselulosa (%) 56,95 58,19 63,98
f. Sifat pengolahan pulp dan kertas
Kualitas serat untuk bahan pulp dan kertas termasuk kelas I.
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
136
73. Kabesak (Acasia leucophloea) -‐ Mimosaceae
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat
Ciri umum Warna: kayu teras berwarna coklat pucat sampai coklat tua, gubal berwarna kuning. Corak: berjalur-‐jalur berwarna gelap terang pada bidang radial. Seperti halnya pada kayu dari famili jenis leguminoceae, kayu kabesak bercorak indahi. Tekstur: halus sampai agak kasar dan merata. Arah serat: lurus, bergelombang hingga berpadu. Kilap: permukaan kayu agak mengkilap. Kesan raba: licin. Kekerasan: agak keras sampai keras. Bau: mempunyai bau seperti jengkol.
Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: tidak jelas. Pembuluh: sebagian besar soliter (90%), ganda radial 2 s.d 3 proporsi sel pembuluh 19%, ceruk antar pembuluh poligonal, jumlah pembuluh tiap mm2 adalah 8, diameter 165 mikron dan panjang pembuluh 1140 mikron. Parenkim: vasisentrik, ada yang berbentuk pita dengan proporsi sel 11% ceruk selang seling. Jari-‐jari: bertingkat tak beraturan/ multiseries (2-‐12), panjang jari-‐jari 1570 mikron, tinggi jari-‐jari 210 mikron dan jumlah tiap mm2 11, adanya sel baring jari-‐jari dan sebagian persegi, adanya kristal prismatik pada sel tegak jari-‐jari, proporsi sel 12%. Serat: proporsi serat 58%.
b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis
Penyusutan,% Kadar Air,%
Berat Jenis B-‐KU B-‐KO R T R T Basah KU
1,61 3,94 3,68 8,00 86,44 13,73 0,73
Sifat mekanis
Kabesak Ket. Lentur Statis Ket. tekan Ket. Geser Kekerasan
kg/cm2 Sisi MPL MOE MOR C// C┴ R T Ujung R T
Basah 402 54645 614 290 177 101 126 535 448 425 Kering 430 79685 815 369 231 170 178 569 517 568
Kabesak termasuk kelas kuat II (II-‐III).
c. Kelas pemesinan
Pengetaman Pembentukan Pengampelasan Pemboran Pembubutan
I I I I I
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
137
d. Sifat keawetan dan keterawetan kayu
Kelas keawetan Kelas keterawetan Kayu kering Rayap tanah Jamur Penggerek di laut
II II I II I
e. Hasil analisis komponen kimia dan nilai kalor
Lignin (%)
Pento san (%)
Holose lulosa (%)
Kelarutan ekstraktif (%) Air (%)
Abu (%)
Silika (%)
Nilai Kalor (kal/g)
Air dingin
Air panas
Alkohol bensin
NaOH 1%
29,99 20,41 63,48 7,28 8,05 5,55 28,94 8,47 1,164 0,129 4305
f. Sifat dan pengolahan pulp untuk kertas Kadar air dan rendemen pulp hasil pemasakan
BB (g)
BKO (g)
BKO Rata-‐rata
(g)
Kadar air (%) Berat pulp hasil pemasakan
(g)
Reject (g)
Rendemen (%) Basah Kering
oven 10 3,6
3,5 65 185,71 484,5 55,7 28,26 10 3,4
Konsumsi alkali dan bilangan kappa Konsumsi alkali Rata-‐rata Bilangan kappa Rata-‐rata
14,09 14,09
7,25 7,57
14,09 7,89 74. Timo (Timoneus seriseus) -‐ Rubiaceae
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat
Ciri umum Warna: kayu teras berwarna coklat muda. Corak: polos. Tekstur: agak halus sampai halus. Arah serat: lurus, bergelombang hingga berpadu. Kilap: permukaan kayu kusam. Kesan raba: licin. Kekerasan: agak keras sampai keras. Bau: tidak berbau. Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: tidak jelas. Pembuluh: sebagian besar soliter (60%), ganda radial 2 s.d 3 proporsi sel pembuluh 15%, jumlah pembuluh tiap mm2 6, diameter pembuluh 95 mikron, panjang pembuluh 1170 mikron, ceruk sangat kecil dan selang seling. Parenkim: aksial konfluen, proporsi sel parenkim 10%. Jari-‐jari: monoseriate dan multiseriate (2-‐6) dengan proporsi sel 8%, panjang jari-‐jari 230 mikron, tinggi jari-‐jari 680 mikron dan jumlah tiap mm2 9. Serat: bersekat dengan proporsi sel 67%.
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
138
b. Sifat fisis dan mekanis
Sifat fisis Penyusutan,%
Kadar Air,% Berat Jenis
B-‐KU B-‐KO R T R T Basah KU
1,52 3,70 3,78 7,69 86,91 12.93 0,68
Sifat mekanis
Timo Ket.Lentur Statis
(kg/cm2) Ket. tekan kg/cm2)
Ket Geser kg/cm2) Kekerasan
MPL MOE MOR C// C┴ R T Ujung R T Basah 381 74774 593 308 168 91 112 515 401 396 Kering 473 81527 727 368 196 115 134 533 423 441 Timo termasuk kelas kuat II (II-‐III).
c. Sifat pengerjaan Jenis kayu Pengetaman Pembentukan Pengampelasan Pemboran Pembubutan Timo I I I I I
d. Sifat keawetan dan keterawetan kayu
Kelas keawetan Kelas keterawetan Rayap kayu kering Rayap tanah Jamur Penggerek di laut
III II I III I
e. Pengujian sifat kimia dan nilai kalor
Hasil analisis komponen kimia dan nilai kalor
Lignin (%)
Pento-‐ san (%)
Holose-‐ lulosa (%)
Kelarutan ekstraktif (%) Air (%)
Abu (%)
Silika (%)
Nilai Kalor (kal/g)
Air dingin
Air panas
Alkohol bensin
NaOH 1%
26,65 29,99 65,77 7,61 6,52 6,56 17,23 9,53 0,643 0,161 4400
f. Pengujian sifat dan pengolahan pulp untuk kertas
Kadar air, rendemen pulp hasil pemasakan, konsumsi alkali dan bilangan kappa
BB (g)
BKO (g)
Kadar Air (%) Berat Pulp Hasil Pemasakan
(g)
Rendemen (%)
Konsumsi alkali
Bilangan kappa
Basah Kering oven
10 3,5 66 194,12 486,5 27,57 14,09 6,45
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
139
75. Wagha (Archidendron jiringa (Jack.) Nelson) -‐ Fabaceae
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat
Ciri umum Warna: kayu teras berwarna coklat kemerahan, gubal berwarna kuning sampai coklat pucat. Corak: berjalur-‐jalur berwarna gelap terang pada bidang radial. Seperti halnya pada kayu dari famili jenis leguminoceae, kayu wagha bercorak indah. Tekstur: agak kasar sampai kasar dan merata. Arah serat: lurus, sedikit berpadu atau bergelombang. Kilap: permukaan kayu kusam. Kesan raba: kesat. Kekerasan: agak keras sampai keras. Bau: tidak berbau.
Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: tidak jelas. Pembuluh: baur; hampir seluruhnya soliter ini yang paling sering ditemukan; diameter pembuluh 100 -‐200 mikron; frekuensi 5 buah/mm2 atau kurang. Bidang perforasi sederhana; ceruk antar pembuluh selang-‐seling, dengan ukuran kecil > 4-‐7 mikron. Ceruk antar pembuluh dan jari-‐jari dengan halaman yang jelas, serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh. Parenkim: parenkim aksial apotrakea tersebar dalam kelompok, parenkim aksial paratrakea vaskisentrik, aliform dan konfluen. Tipe sel parenkim aksial lebih dari delapan sel per untai). Jari-‐jari: jari-‐jari seluruhnya 1 seri ini yang paling sering dijumpai. Komposisi sel jari-‐jari seluruhnya sel baring, frekwensi jari-‐jari >12 per mm. Serat: jaringan serat dasar dengan ceruk berhalaman yang jelas, dinding serat tipis sangat tebal, serat tanpa sekat dijumpai. Ditemukan adanya kristal prismatik, kristal prismatik dalam parenkim aksial dalam serat.
b. Sifat fisis dan mekanis
Sifat fisis
Kadar Air (%) Berat Jenis Berdasar Penyusutan
Basah-‐K. Udara
Basah-‐K. oven
Basah KU Bb/Vb Bu/Vu Bo/Vu Bo/Vb R T R T 43,35 15,77 1,05 0,90 0,78 0,73 1,82 3,86 5,45 9,65
Sifat mekanis
Keadaan kayu
Lentur statis (kg/cm2)
Ket. Tekan (kg/cm2)
Ket. Geser (kg/cm2) )
Ket. Belah (kg/cm)
MPL MOE MOR Sejajar Tgklurus R T R T Basah 528,69 109205,80 818,82 411,16 192,40 75,86 96,24 66,42 70,24
KU 697,18 115856,99 1029,21 561,57 224,90 100,86 130,59 69,69 58,89
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
140
Keadaan kayu
Ket. Tarik (kg/cm2) Kekerasan, (kg/cm2)
Ket. Pukul, (kgm/dm3) Tegak lurus Sejajar
R T R T Sisi Ujung R T Basah 28,66 39,82 875,88 1221,43 693,06 772,90 51,30 44,24 KU 33,19 36,36 1020,97 828,55 829,20 901,20 53,73 42,62 c. Sifat pengerjaan Jenis kayu Pengetaman Pembentukan Pengampelasan Pemboran Pembubutan
Wagha II II II II II
d. Sifat keawetan dan keterawetan kayu
Kelas keawetan Kelas keterawetan Kayu kering Rayap tanah Jamur Penggerek di laut
I II I II-‐I I
e. Sifat pengeringan
Jenis kayu Kadar air awal rata-‐rata
(%) Pengelompokkan cacat pengeringan
Retak/pecah awal Deformasi Pecah dalam Wagha 50 5 5 3
Estimasi bagan pengeringan
Jenis kayu Kadar air awal rata-‐rata (%)
Suhu, oC Kelembaban,% Kualitas
Awal Akhir Awal akhir Wagha 50 50 70 84 40 Agak buruk-‐
sedang f. Pengujian sifat kimia dan nilai kalor
Jenis kayu
Lignin (%)
Pento-‐ san (%)
Selulosa (%)
Kelarutan ekstraktif (%) Air (%)
Abu (%)
Silika (%)
Nilai Kalor (kal/g)
Air dingin
Air panas
Alk. bensin
NaOH 1%
Wagha 30,66 16,17 55,86 2,80 4,15 4,64 15,05 2,39 3,06 2,20 4350 g. Pengujian sifat dan pengolahan pulp untuk kertas
Jenis kayu Bilangan Kappa Konsumsi Alkali Rendemen (%) 1 2 Rata-‐rata 1 2 Rata-‐rata
Wagha 19,52 21,31 20,55 14,19 14,19 14,19 29,40
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
141
76. Wala (Planchonia valida (Blume) -‐ Lecythidaceae
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat
Ciri umum Warna: kayu teras berwarna kuning kecoklatan, gubal berwarna putih kemerahan. Corak: berjalur-‐jalur berwarna gelap terang pada bidang longitudinal. Tekstur: agak kasar sampai kasar dan merata. Arah serat: sedikit berpadu atau bergelombang. Kilap: permukaan kayu kusam. Kesan raba: kesat. Kekerasan: agak keras sampai keras. Bau: tidak berbau.
Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: tidak jelas. Pembuluh: baur; pengelompokan pembuluh berganda radial 4 atau lebih biasa dijumpai dan bergerombol biasa dijumpai; diameter pembuluh 100 -‐200 mikron; frekuensi 5-‐20 buah/mm2. Bidang perforasi sederhana; ceruk antar pembuluh selang-‐seling, bentuk ceruk selang seling bersegi banyak, dengan ukuran kecil > 4-‐7 mikron. Ceruk antar pembuluh dan jari-‐jari dengan halaman yang sempit sampai sederhana, ceruk horisontal atau vertikal. Parenkim: parenkim aksial apotrakea tersebar dalam kelompok, parenkim aksial paratrakea jarang. Tipe sel parenkim aksial lebih dari delapan sel per untai. Jari-‐jari: lebar jari-‐jari 1-‐3 dan umumnya 4-‐10 seri. Komposisi sel jari-‐jari dengan tubuh jari-‐jari sel baring dengan 1 dan 2-‐4 jalur sel tegak atau sel bujur sangkar marjinal, frekwensi jari-‐jari >12 per mm. Serat: jaringan serat dasar dengan ceruk berhalaman sederhana sampai berhalaman sangat kecil, dinding serat sangat tebal, serat tanpa sekat dijumpai. Ditemukan adanya kristal prismatik, kristal prismatik dalam sel tegak dan dalam parenkim aksial berbilik. b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis
Keadaan kayu
Lentur statis, (kg/cm2)
Ket. Tekan, (kg/cm2)
Ket. Geser, (kg/cm2)
Ket. Belah, (kg/cm)
Ket. Tarik (kg/cm2) Tegaklurus Sejajar
MPL MOE MOR Sejajar Tgklurus R T R T R T R T
Basah 364,17 83065,43 606,73 292,94 152,90 81,56 102,74 57,74 52,90 49,19 42,81 552,43 812,86
K.U. 506,39 82496,43 733,42 362,83 180,23 126,65 128,58 66,31 78,21 30,72 54,87 689,33 705,59 Keadaan kayu
Ket. Tarik ┴ kg/cm2 Ket. Tarik // kg/cm2 R T R T Sisi Ujung R T
Basah 49,19 42,81 552,43 812,86 524,04 585,64 29,21 28,31 K.U. 30,72 54,87 689,33 705,59 574,17 641,67 48,33 25,24 c. Sifat pengerjaan
Jenis kayu Pengetaman Pembentukan Pengampelasan Pemboran Pembubutan
Wala II II II II II
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
142
d. Sifat keawetan dan keterawetan kayu
Kelas keawetan Kelas keterawetan Rayap kayu kering Rayap tanah Jamur Penggerek di laut
II-‐I II I II I
e. Sifat pengeringan
Jenis kayu Kadar air awal rata-‐rata
(%) Pengelompokkan cacat pengeringan
Retak/pecah awal Deformasi Pecah dalam Wala 50 5 5 3
Estimasi bagan pengeringan
Jenis kayu Kadar air awal rata-‐rata (%)
Suhu,oC Kelembaban,% Kualitas
Awal Akhir Awal akhir Wala 59 50 80 80 29 Sedang
f. Hasil analisis komponen kimia dan nilai kalor kayu
Jenis kayu
Lignin (%)
Pento san (%)
Se lulosa (%)
Kelarutan ekstraktif (%) Air (%)
Abu (%)
Silika (%)
Nilai Kalor (kal/g)
Air dingin
Air panas
Alkohol bensin
NaOH 1%
Wala 28,68 14,36 46,82 4,45 6,80 4,53 18,05 5,22 1,55 0,10 4330 g. Pengujian sifat dan pengolahan pulp untuk kertas
Jenis kayu Bilangan Kappa Konsumsi Alkali Rendemen (%) 1 2 Rata-‐rata 1 2 Rata-‐rata
Wala 19,78 18,78 19,15 14,19 14,19 14,19 29,77 77. Injuwatu (Pleioginium timoriense) – Anacardiaceae
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat
Ciri umum Kayu gubal: berwarna krem, atau merah muda, kayu teras: berwarna coklat kemerahan. Arah serat: terpilin kadang berpadu; corak: polos; tekstur: agak kasar dan merata; kilap: agak mengkilap; kesan raba: agak licin; kekerasan: keras; bau: tidak ada bau yang mencolok.
Ciri anatomi Batas lingkar tumbuh: tidak jelas (ciri 2). Pembuluh: porositas baur (ciri 5), bidang perforasi sederhana (ciri 13), ceruk antar pembuluh selang seling (ciri 22), dengan ukuran sedang > 7-‐10 mikron (ciri 26), percerukan pembuluh dan jari-‐jari dengan halaman yang jelas; serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh (ciri 30), diameter pembuluh 100-‐200 mikron (ciri 42), frekuensi 5 atau kurang per mm2 (ciri 46), terdapat endapan dalam pembuluh
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
143
(ciri 58). Parenkim: aksial paratrakea jarang (ciri 78) dan parenkim pita sempit ≤ 3 lapis sel (ciri 86), panjang untai empat (3-‐4) sel per untai (ciri 92). Jari-‐jari: lebar jari-‐jari 1-‐3 seri (ciri 97), tubuh jari-‐jari sel baring dengan 1 jalur sel tegak dan atau sel bujur sangkar marjinal (ciri 106), dan umumnya dengan 2-‐4 jalur sel tegak atau sel bujur sangkar marjinal (ciri 107), frekuensi jari-‐jari >4-‐12 per mm (ciri 115). Serat: jaringan serat dasar dengan ceruk sederhana sampai berhalaman sangat kecil (ciri 61), serat tanpa sekat dijumpai (ciri 66), tebal dinding serat sangat tebal (ciri 70). Inklusi material: Kristal prismatik dijumpai (ciri 136), dalam sel baring (ciri 138) dan dalam parenkim aksial tidak berbilik (ciri 141).
b. Sifat fisis dan mekanis
Sifat fisis
Kondisi kayu
Lentur statis,kg/cm2 Ket. Tekan, kg/cm2
Ket. Geser, kg/cm2
Ket. Belah, kg/cm
MPL MOE MOR // ┴ R T R T
Basah 313,5 65358 532,5 306,7 289,3 132,3 161,1 -‐ -‐
Keadaa Ket. Tarik, kg/cm2 Kekerasan
(kg/cm2) Ket. Pukul (kgm/dm3) Tegaklurus Sejajar
R T R T Sisi Ujung R T Basah 47,6 60,8 630,9 797,0 772,1 835,4 37,6 49,4
c. Sifat pengerjaan Jenis kayu Pengetaman Pembentukan Pengampelasan Pemboran Pembubutan Injuwatu I I I I I
d. Sifat keawetan dan keterawetan kayu
Kelas keawetan Kelas keterawetan Rayap kayu kering Rayap tanah Jamur Penggerek di laut
I II -‐ II IV
e. Sifat pengeringan
Jenis kayu
Kadar air awal (%)
Klasifikasi cacat pengeringan Sifat
pengeringan Retak/pecah awal
Rubah bentuk
Pecah dalam
Injuwatu 47 – 69 (60)
4 4 – 6* 3 -‐ 5 Sedang -‐ buruk
Keterangan; **) Memangkuk, menggelinjang, sedikit kolaps; 3 = agak baik; 4 = sedang; 5 = agak buruk; 6 = buruk
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
144
f. Hasil analisis komponen kimia dan nilai kalor kayu
Jenis kayu
Lignin (%)
Pento san (%)
Se lulosa (%)
Kelarutan ekstraktif (%) Air (%)
Abu (%)
Silika (%)
Nilai Kalor (kal/g)
Air dingin
Air panas
Alkohol bensin
NaOH 1%
Injuwatu 32,75 16,78 52,70 5,63 9,82 5,51 20,61 4,04 1,02 0,17 4.403
g. Pengujian sifat dan pengolahan pulp untuk kertas
Kualitas serat untuk bahan pulp dan kertas termasuk kelas II. 78. Mayela (Artocarpus glaucus Bl.) -‐ Moraceae
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat
Ciri umum Kayu gubal: berwarna krem, atau putih agak kekuningan, kayu teras: berwarna kuning. Arah serat: lurus dan agak berpadu; corak: polos; tekstur: agak kasar dan merata; kilap: agak kusam; kesan raba: agak licin; kekerasan: keras; bau: tidak ada bau yang mencolok.
Ciri anatomi Batas lingkar tumbuh: tidak jelas (ciri 2). Pembuluh: porositas baur (ciri 5), hampir seluruhnya soliter (ciri 9), bidang perforasi sederhana (ciri 13), ceruk antar pembuluh selang seling (ciri 22), dengan ukuran sedang > 7-‐10 mikron (ciri 26), percerukan pembuluh dan jari-‐jari dengan halaman yang sempit sampai sederhana; ceruk bundar atau bersudut (ciri 31), diameter pembuluh 100-‐200 mikron (ciri 42), frekuensi 5 atau kurang per mm2 (ciri 46), tilosis umum ada dalam pembuluh (ciri 56). Parenkim: aksial paratrakea aliform (ciri 80) dan konfluen (ciri 83), panjang untai empat (3-‐4) sel per untai (ciri 92). Jari-‐jari: lebar jari-‐jari 1-‐3 seri (ciri 97) dan jari-‐jari besar umumnya 4-‐10 seri (ciri 98), tubuh jari-‐jari sel baring dengan 1 jalur sel tegak dan atau sel bujur sangkar marjinal (ciri 106), dan umumnya dengan 2-‐4 jalur sel tegak atau sel bujur sangkar marjinal (ciri 107), dijumpai adanya sel seludang (ciri 110), frekuensi jari-‐jari >4-‐12 per mm (ciri 115). Serat: jaringan serat dasar dengan ceruk sederhana sampai berhalaman sangat kecil (ciri 61), serat bersekat dijumpai (ciri 65), tebal dinding serat tipis sampai tebal (ciri 69).
b. Sifat fisis dan mekanis Sifat fisis
Keadaan Lentur statis,kg/cm2 Ket. Tekan, kg/cm2 Ket. Geser,
kg/cm2 MPL MOE MOR // ┴ R T
Basah 492,1 100884,9 715,6 395,1 273,1 92,9 110,4
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
145
Ket. Tarik, kg/cm2 Kekerasan
(kg/cm2) Ket. Pukul (kgm/dm3) Tegaklurus Sejajar
R T R T Sisi Ujung R T Basah 52,4 60,1 1000,7 1083,6 768,6 810,9 51,8 56,0
c. Sifat pengerjaan Jenis kayu Pengetaman Pembentukan Pengampelasan Pemboran Pembubutan Mayela I I I I I
d. Sifat keawetan dan keterawetan kayu
Kelas keawetan Kelas
keterawetan Rayap kayu kering
Rayap tanah Jamur Penggerek di laut
I I -‐ II IV
e. Sifat pengeringan
Jenis kayu Kadar air awal (%)
Klasifikasi cacat pengeringan Sifat
pengeringan Retak/pecah awal
Rubah bentuk
Pecah dalam
Mayela 51-‐ 81 (65) 2 -‐ 3 5 -‐ 6 2 -‐ 4 Agak baik-‐ buruk
f. Hasil analisis komponen kimia dan nilai kalor kayu
Jenis kayu
Lignin (%)
Pento san (%)
Selu losa (%)
Kelarutan ekstraktif (%) Air (%)
Abu (%)
Silika (%)
Nilai Kalor (kal/g)
Air dingin
Air panas
Alkohol bensin
NaOH 1%
Mayela 32,62 16,97 52,26 3,90 8,84 5,43 20,15 3,52 1,06 0,61 4274
g. Pengujian sifat dan pengolahan pulp untuk kertas
Kualitas serat untuk bahan pulp dan kertas termasuk kelas I.
79. Gerunggang (Cratoxylon sp.) -‐ Guttiferae
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat
Ciri umum Secara makroskopis kayu gerunggang berwarna merah bata. Kayu bertekstur agak kasar, saat diraba memberi kesan kesat. Permukaan kayu agak mengkilap. Batang kayu mengeluarkan getah kuning.
Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: tidak jelas. Pembuluh: baur; berganda radial 4 atau lebih biasa dijumpai; panjang pembuluh 514,48±123,80 mikron, diameter pembuluh 158,59±32,06µ, diameter 15 cm), panjang pembuluh 549,35±111,52µ, diameter
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
146
pembuluh 186,37±34,83 mikron (gerunggang ø 20 cm), dan panjang pembuluh 484,72±92,96µ, diameter pembuluh 187,35±34,57µ (gerunggang ø 25 cm), frekwensi 5 sampai 20 per mm; Bidang perforasi sederhana; ceruk antar pembuluh selang-‐seling dengan ukuran sedang > 4-‐7 mikron. Ceruk antar pembuluh dan jari-‐jari dengan halaman yang sempit; serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh. Parenkim: parenkim aksial paratrakea jarang dan vaskisentrik. Tipe sel parenkim aksial delapan (5-‐8) sel per untai. Pada kayu dengan umur yang lebih tua ditemukan parenkim pita sempit ≤ 3 lapis sel. Jari-‐jari: jari-‐jari 1-‐3 seri dan jari-‐jari besar umumnya 4-‐10 seri ditemukan pada kayu dengan umur lebih tua. Komposisi sel jari-‐jari seluruhnya sel bujur sangkar atau sel tegak; tubuh jari-‐jari sel baring dengan 1 jalur sel tegak dan atau sel bujur sangkar marjinal. Serat: dengan ceruk sederhana sampai berhalaman sangat kecil, pada gerunggang ø 15 cm panjang serat 1230,52±85,34µ, diameter 28,09±3,13 mikron, diameter lumen 23,88±3,10µ, dinding serat 2,10±0,34µ, pada gerunggang ø 20 cm panjang serat 1327,29±111,85µ, diameter 31,18±2,86 mikron, diameter lumen27,05±2,65 mikron, dinding serat 2,07±0,48µ, dan pada gerunggang ø 25 cm panjang serat 1257,54±102,14µ, diameter 28,85±3,01µ, diameter lumen 24,84±3,37µ, dinding serat 2,00±0,46µ, tebal dinding serat termasuk kategori tipis sampai tebal. Inklusi mineral tidak ditemukan, tapi berdasarkan prosea (5) 1, 2, 3 seharusnya ditemukan silika pada jari-‐jari, pada kayu contoh uji silika belum ditemukan, kemungkinan kayu masih berumur muda dan silika belum terbentuk.
Nilai kualitas serat
Parameter yang diamati
Diameter 15 cm 20 cm 25 cm
Rata2 Std deviasi
Nilai kualitas Rata2 Std
Deviasi Nilai
kualitas Rata2 Std
Deviasi Nilai
kualitas Panjang serat (μ)
1.230,52 85,34 50 1.327,29 111,85 50 1.257,5 102,14 50
Daya tenun 44,46 5,67 25 42,42 4,69 25 44,02 6,23 25 Muhlsteph ratio (%)
27,86 4,60 100 24,84 4,76 100 26,11 6,67 100
Rasio Fleksibilitas
0,85 0,03 100 0,86 0,03 100 0,86 0,04 100
Bilangan runkel
0,18 0,04 100 0,16 0,04 100 0,17 0,06 100
Koef. kekakuan
0,08 0,01 100 0,07 0,01 100 0,07 0,02 100
Total nilai
475
475
475 Kelas kualitas
I
I
I
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
147
c. Sifat fisis dan mekanis
Sifat fisis
Sifat yang diamati Diameter
Ø 15 Ø 20 Ø 25 Berat jenis, gr/cm3 0,445 0,515 0,452
Sifat mekanis
Diameter kayu
Ket.Lentur Statis kg/cm2)
Ket. tekan g/cm2)
Ket. Geser g/cm2
Ket. Belah g/cm2
MPL MOE MOR C// C┴ R T R T 15 313,7 69121,3 573,6 280,7 71,9 85,4 86,9 23,0 29,9 20 391,5 71723,8 672,5 307,0 129,4 74,8 106,6 18,7 30,0 25 355,5 61716,5 555,8 276,7 89,1 89,3 95,3 24,0 22,3
Diameter kayu
Keteg. Tarik┴ kg/cm2
Ket. Tarik// kg/cm2
Kekerasan kg/cm2
Ket. Pukul kg/cm2
R T R T Ujung Sisi R T 15 21,2 34,3 374,1 604,2 322,5 226,2 12,3 14,1 20 11,7 34,8 689,6 645,6 399,5 281,5 22,8 11,4 25 29,8 29,4 457,4 528,9 340,3 213,9 17,2 24,8
d. Sifat kimia kayu
Analisis komponen kimia kayu
Diameter kayu
Lignin (%)
Pento san (%)
Selulosa (%)
Kelarutan ekstraksi (%) Air (%)
Abu (%)
Silika (%) Air
dingin Air
panas Alk.
benzen NaOH 1 %
15 30,30 15,71 52,02 1,34 5,99 2,40 11,38 6,979 0,857 0,375 20 30,01 14,15 51,71 1,95 5,54 1,33 11,03 7,951 0,424 0,053 25 31,49 15,78 50,03 1,84 3,01 1,91 11,39 7,483 0,563 0,241
Sifat yang diamati Diameter
Ø 15 Ø 20 Ø 25 Nilai kalor 4,311 4,296 4,268
e. Sifat pengolahan pulp dan kertas
Kualitas serat untuk bahan pulp dan kertas termasuk kelas I. 80. Jabon merah (Anthocephalus sp.) -‐ Rubiaceae
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat
Ciri umum Warna: putih kekuningan, kayu gubal dan teras tidak terdapat perbedaan. Kayu bertekstur agak halus, saat diraba memberi kesan agak licin. Permukaan kayu agak mengkilap.
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
148
Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: tidak jelas. Pembuluh baur, panjang µ641,96±145,73 mikron, diameter 172,94±26,50 mikron pada umur 4 tahun, panjang pembuluh 778,51±166,75 mikron, diameter 222,68±42,09 mikron pada umur 5 tahun, dan panjang pembuluh 624,47±151,60 mikron, diameter 241,67±55,21 mikron pada umur 6 tahun, frekwensi 5 atau kurang per mm, pembuluh bergabung radial 4 atau lebih kadang sampai 6 biasa dijumpai. Bidang perforasi sederhana dengan ceruk antar pembuluh selang-‐seling dengan ukuran kecil > 4-‐7 mikron, pada kayu yang lebih tua kecenderungan ukuran ceruk sedang > 7-‐10 mikron dijumpai, ceruk antar pembuluh berumbai. Ceruk antar pembuluh dan jari-‐jari dengan halaman yang sempit, serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh. Parenkim: parenkim aksial apotrakea bentuk tersebar, dan tersebar dalam kelompok. Jari-‐jari: jari-‐jari 1-‐3 seri, dan jari-‐jari besar umumnya 4-‐10 seri, pada kayu yang umur 4 dan 5 tahun kecenderungan jari-‐jari satu seri lebih banyak. Jari-‐jari 2 ukuran yang jelas. Komposisi sel jari-‐jari dengan 1 jalur sel tegak dan atau sel bujur sangkar marjinal. Sel seludang kadang dijumpai pada kayu dengan umur 6 tahun. Serat: dengan ceruk berhalaman yang jelas, serat tanpa sekat dijumpai. Pada jabon umur 4 tahun panjang serat 1537,25±151,94 mikron, diameter serat 36,90±2,42 mikron, diameter lumen 31,47±2,06 mikron, dan tebal dinding serat 2,72±0,43 mikron; pada jabon umur 5 tahun panjang serat 1856,25±160,71 mikron, diameter serat 41,59±3,78 mikron, diameter lumen 36,16±3,67 mikron, dan tebal dinding serat 2,72±0,39 mikron; pada jabon umur 6 tahun panjang serat 1680,53±143,98 mikron, diameter serat 39,93±3,28 mikron, diameter lumen 34,67±3,34 mikron, dan tebal dinding serat 2,64±0,33 mikron, dinding serat termasuk kategori tipis sampai tebal.
Nilai kualitas serat
Parameter yang diamati
Umur 4 tahun 5 tahun 6 tahun
Rata2 Std deviasi
Kualitas kayu
Rata2 Std Deviasi
Kualitas kayu
Rata2 Std Deviasi
Kualitas kayu
Panjang serat 1.537,25 151,94 50 1.856,25 160,71 50 1.680,53 143,98 50 Daya tenun 40,28 4,33 25 44,32 5,38 25 42,74 4,99 25 Muhlsteph ratio (%)
27,20 3,38 100 24,49 3,32 100 24,77 3,31 100
Rasio Fleksibilitas 0,85 0,02 100 0,87 0,02 100 0,87 0,02 100 Runkel ratio 0,17 0,03 100 0,15 0,03 100 0,15 0,02 100 Koef. kekakuan 0,07 0,01 100 0,07 0,01 100 0,07 0,01 100
Total nilai
475
475
475 Kelas kualitas
I
I
I
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
149
b. Sifat fisis dan mekanis
Sifat fisis Sifat yang diamati Diameter Umur
Berat jenis (gr/cm3)
Ø 15 Ø 20 Ø 25 4 tahun 5 tahun 6 tahun 0,445 0,515 0,452 0,497 0,383 0,420
Sifat mekanis
Umur (tahun)
Ket.Lentur Statis (kg/cm2)
Ket. tekan (kg/cm2)
Keteguhan Geser
Keteguhan Belah
MPL MOE MOR C// C┴ R T R T 4 314,1 62940,2 558,6 240,6 115,8 97,2 84,4 20,3 35,2 5 264,3 37329,6 373,3 187,1 67,9 61,2 47,5 18,9 23,3 6 366,6 50681,2 491,7 244,2 53,9 78,7 86,1 20,2 27,9
Umur (tahun)
Keteg. Tarik┴ KeteguhanTarik// Kekerasan Keteguhan.Pukul kg/cm2 kgm/dm3
R T R T Ujung Sisi R T 4 22,0 26,2 548,2 400,1 341,6 277,3 24,4 30,3 5 35,7 14,9 439,0 354,6 249,7 157,2 13,3 15,1 6 86,6 32,4 395,2 372,6 266,0 291,6 12,9 15,5
c. Sifat kimia kayu
Analisis komponen kimia kayu
Umur (tahun)
Lignin (%)
Pento-‐ san (%)
Selulosa (%)
Kelarutan ekstraksi (%) Air (%)
Abu (%)
Silika (%) Air
dingin Air
panas Alk.
benzen NaOH 1%
4 30,18 18,29 53,09 2,10 3,50 1,66 14,54 7,242 0,811 0,043 5 30,97 18,04 54,73 2,54 5,91 1,35 14,70 7,495 1,119 0,448 6 31,89 18,05 50,91 3,64 4,24 1,91 12,92 8,211 0,925 0,432
Nilai kalor Umur 4 tahun Umur 5 tahun Umur 6 tahun
4,365 4,289 4,411
81. Binuang (Octomeles sp.) -‐ Daticaceae
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat
Ciri umum Secara makroskopis, kayu binuang berwarna putih kekuningan, serat kayunya agak kasar dengan arah yang cukup lurus. Kayunya terasa lunak, dan tidak mengandung getah ataupun resin.Warna antara kayu gubal dan kayu teras sulit dibedakan.
Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: tidak jelas (ciri 2). Pembuluh: baur (ciri 5), frekuensi pembuluh 5 atau kurang per mm2 (ciri 46) kadang 5-‐20 per mm2 (ciri 47);
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
150
bidang perforasi sederhana (ciri 13) kadang bentuk tangga (ciri 14); ceruk antar pembuluh selang-‐seling (ciri 22), kadang bentuk ceruk selang-‐seling bersegi banyak (ciri 23); ukuran kecil > 4-‐7 mikron (ciri 25). Ceruk antar pembuluh dan jari-‐jari dengan halaman yang jelas; serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh (ciri 30). Parenkim: parenkim aksial paratrakea vaskisentrik (ciri 79), panjang untai 2 sel peruntai (ciri 91), empat (3-‐4) sel per untai (ciri 92), delapan (5-‐8) sel per untai. Jari-‐jari: jari-‐jari 1-‐3 seri, (ciri 97), jari-‐jari besar umumnya 4-‐10 seri (ciri 98). Tinggi jari-‐jari > 1 mm (ciri 102), dengan 1 jalur sel tegak dan atau sel bujur sangkar marjinal (ciri 106) kadang dengan 2-‐4 jalur sel tegak atau sel bujur sangkar marjinal (ciri 107). Serat: dengan ceruk sederhana sampai berhalaman sangat kecil (ciri 61), serat tanpa sekat dijumpai (ciri 66). Dinding serat termasuk kategori sangat tipis (ciri 65) dan tipis sampai tebal (ciri 69).
Sifat turunan serat kayu binuang dari dua lokasi Kayu Felting Muhlstep (%) Flexibility Runkel Kekakuan Bi 54.27* ± 6.67 33.63* ± 6.47 0.81 ± 0.04 0.23* ± 0.06 0.09* ± 0.02 Bku 40.95 ± 8.09 28.96 ± 5.59 0.84* ± 0.03 0.19 ± 0.05 0.08 ± 0.02 Kualitas serat kayu mahang, terentang dan binuang dari dua asal lokasi
Kriteria Kode sampel/nilai
Binuang Inhu (Bi) Binuang Kuok (Bku) Fiber length 1,899.63 / 50 1,703.53 / 50 Runkel ratio 0.23 / 100 0.19 / 100 Felting power 54.27 / 50 40.95 / 25 Muhlsteph ratio 33.63 / 50 28.96 / 100 Flexibility 0.81 / 100 0.84 / 100 Rigidity 0.09 / 100 0.08 / 100 Nilai 450 475 Class quality I I
b. Sifat fisis dan mekanis
Kode Keteguhan Lentur Statis (kg/cm2) Ket. Tekan (kg/cm2)
MPL MOE MOR Tekan// Tekan┴ Bi 194.25* ± 26.37 30919.35ns ± 5,125.18 267.15* ± 16.16 185.35* ± 24.57 14.52 ± 3.39 Bku 80.09 ± 13.96 28,520.13 ± 1,325.01 132.38 ± 32.82 82.11 ± 15.97 22.16ns ± 7.70
Kode Ket. Tarik ┴ (kg/cm2) Ket. Tarik // (kg/cm2) Kekerasan (kg)
Tarik TLR Tarik TLT Tarik //R Tarik //T Keras Ujung Keras Sisi
Bi 7.41* ± 1.17 10.17ns ± 3.14 224.78ns ± 131.70 282.14* ± 77.56 147.33* ± 20.53 87.75* ± 14.75 Bku 3.98 ± 1.12 6.90 ± 1.29 100.38 ± 29.72 105.26 ± 0 95.50 ± 9.01 47.83 ± 5.35
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
151
c. Sifat kimia kayu Analisis komponen kimia kayu
Asal Kayu
Lignin (%)
Pento san (%)
Selulosa (%)
Kelarutan ekstraksi (%) Air (%)
Abu (%)
Silika (%) Air
dingin Air
panas Alk.
benzen NaOH 1 %
Bi 33.62 11.95 52.16 3.30 5.55 3.25 9.87 9.43 1.48 0.19 Bku 34.44 11.45 52.35 3.44 4.89 2.69 9.75 9.80 1.68 0.06
82. Terentang hijau (Campnosperma sp.) -‐ Anacardiaceae
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat
Ciri umum Kayu terentang berwarna kuning kemerahan. Antara kayu gubal dan kayu teras tidak terdapat perbedaan warna yang jelas. Tekstur kayunya agak kasar. Arah serat lurus sampai berpadu. Pada potongan melintang kayu seringkali ditemukan substansi seperti resin yang berwarna kemerahan.
Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: tidak jelas (ciri 2). Pembuluh: baur (ciri 5), frekuensi pembuluh 20-‐40 per mm2 (ciri 48) kadang 5-‐20 per mm2 (ciri 47); Bidang perforasi sederhana (ciri 13) kadang bentuk tangga (ciri 14); ceruk antar pembuluh selang-‐seling (ciri 22), bentuk ceruk selang-‐seling bersegi banyak (ciri 23) kadang bentuk tangga (ciri 20), ukuran kecil > 4-‐7 mikron (ciri 25), pada kayu yang lebih tua kecenderungan ukuran ceruk sedang > 7-‐10 mikron (ciri 26). Ceruk antar pembuluh dan jari-‐jari dengan halaman yang sempit sampai sederhana; ceruk horisontal atau vertikal (ciri 32). Tilosis umum (ciri 56). Parenkim: parenkim aksial tidak ada atau sangat jarang (ciri 75). Jari-‐jari: jari-‐jari 1-‐3 seri, (ciri 97). Komposisi sel jari-‐jari seluruhnya sel baring (ciri 104) dengan 1 jalur sel tegak dan atau sel bujur sangkar marjinal (106) kadang dengan 2-‐4 jalur sel tegak atau sel bujur sangkar marjinal (ciri 107). Serat: dengan ceruk sederhana sampai berhalaman sangat kecil (ciri 61), serat bersekat dijumpai (ciri 65), dinding serat termasuk kategori sangat tipis (ciri 65) dan tipis sampai tebal (ciri 69). Ukuran serat dapat dilihat pada Tabel berikut. Saluran interselular: radial (pada jari-‐jari) (ciri 130). Asal kayu
Felting Muhlstep (%)
Flexibility Runkel Kekakuan
Tk 45.92 ± 6.71 39.15 ± 4.07 0.78ns ± 0.03 0.28 ± 0.04 0.11 ± 0.01 Td 46.32n ± 5.54 41.65* ± 4.12 0.76 ± 0.03 0.31ns ± 0.05 0.12ns ± 0.01
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
152
Kualitas serat kayu terentang dari dua asal lokasi
Kriteria Kode sampel/nilai
Terentang Kuansing (Td) Terentang Dharmasraya (Tk) Fiber length 1,378.96 / 50 1,306.06 / 50 Runkel ratio 0.28 / 50 0.31 / 50 Felting power 45.92 / 25 46.32 / 25 Muhlsteph ratio 39.15 / 50 41.65 / 50 Flexibility 0.78 / 50 0.76 / 50 Rigidity 0.11 / 50 0.12 /50 Nilai 275 275 Class quality II II
b. Sifat fisis dan mekanis
Kode Keteguhan Lentur Statis (kg/cm2) MPL MOE MOR
Td 201.60 ± 37.63 46,083.40 ± 7,598.09 366.11 ± 41.51 Tk 72.46* ± 44.54 76090.19* ± 17,376.80 583.61* ± 81.58
Kode Ket. Tekan (kg/cm2) Ket. Tarik ┴ (kg/cm2)
Tekan// Tekan┴ Tarik TLR Tarik TLT Td 176.73 ± 33.17 42.72 ± 7.65 20.87 ± 3.94 21.10 ± 1.53 Tk 272.76* ± 35.48 77.57* ± 13.89 24.26ns ± 11.24 25.00ns ± 8.99
Kode Ket. Tarik // (kg/cm2) Kekerasan (kg)
Tarik //R Tarik //T Keras Ujung KerasSisi Td 354.13 ± 131.11 574.99ns ± 222.76 223.33 ± 26.10 121.67 ± 17.78 Tk 400.12ns ± 123.72 392.02 ± 116.32 331.33* ± 13.87 183.50* ± 18.02
c. Sifat kimia kayu
Analisis komponen kimia kayu
Asal Kayu
Lignin (%)
Pento san (%)
Selulosa (%)
Kelarutan ekstraksi (%) Air (%)
Abu (%)
Silika (%) Air
dingin Air
panas Alk.
benzen NaOH 1 %
Td 26.31 18.09 54.74 0.77 3.84 4.04 11.40 6.54 0.28 0.05 Tk 26.64 12.73 53.03 1.08 4.55 4.65 14.25 6.24 0.53 0.08 83. Mahang (Macaranga sp.) -‐ Euphorbiaceae
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat
Ciri umum Kayu mahang berwarna hampir putih dan teksturnya terasa sedikit kasar. Kayunya terasa ringan dan cukup lunak. Tidak terlihat perbedaan warna yang menonjol antara kayu teras dan kayu gubal. Arah serat cukup lurus.
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
153
Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: tidak jelas (ciri 2). Pembuluh: baur (ciri 5); berganda radial sampai dengan 5 sel biasa dijumpai (ciri 10), ukuran pembuluh dapat dilihat pada Tabel 4.1. frekwensi pembuluh 5 atau kurang per mm2 (ciri 46); Bidang perforasi sederhana (ciri 13); ceruk antar pembuluh selang-‐seling (ciri 22), bentuk ceruk selang-‐seling bersegi banyak ( ciri 23), dengan ukuran sedang > 4-‐7 mikron (ciri 26). Ceruk antar pembuluh dan jari-‐jari dengan halaman yang sempit; serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh (ciri 30), dengan halaman yang sempit sampai sederhana; ceruk bundar atau bersudut (ciri 31), dan dengan halaman yang sempit sampai sederhana; ceruk horisontal atau vertikal (ciri 32). Kadang ditemukan tilosis dalam pembuluh (ciri 56). Parenkim: parenkim aksial apotrakea tersebar (ciri 76), paratrakea jarang (ciri 78), dan dan parenkim pita sempit ≤ 3 lapis sel. Tipe sel parenkim aksial delapan (5-‐8) sel per untai (ciri 93). Jari-‐jari: jari-‐jari 1-‐3 seri, (ciri 97) dan lebar jari-‐jari multiseri=lebar jari-‐jari 1 seri (ciri 100), tinggi jari-‐jari > 1 mm (ciri 102). Komposisi sel jari-‐jari umumnya dengan 2-‐4 jalur sel tegak atau sel bujur sangkar marjinal (ciri 107), frekuensi jari-‐jari 12 atau lebih per mm (ciri 116). Serat: dengan ceruk sederhana sampai berhalaman sangat kecil (ciri 61), serat tanpa sekat dijumpai (ciri 66). Ukuran serat dapat dilihat pada Tabel 4.1. tebal dinding serat termasuk kategori tipis sampai tebal (ciri 69). Inklusi mineral: kristal prismatik dijumpai (ciri 136) dalam parenkim aksial berbilik (ciri 142).
Sifat turunan serat kayu mahang dari dua lokas Kode Sampel Felting Muhlstep (%) Flexibility Runkel Kekakuan
Mk 43.58 ± 8.10 27.93 ± 3.71 0.85ns ± 0.02 0.18 ± 0.03 0.08ns ± 0.01 Md 44.29ns ± 6.40 28.80ns ± 5.20 0.84 ± 0.03 0.19ns ± 0.04 0.08 ± 0.02
Kualitas serat kayu mahang dari dua asal lokasi
Kriteria Kode sampel/nilai
Mahang Kuansing (Mk) Mahang Dharmasraya (Md) Fiber length 1,883.53 / 50 1,844.60 / 50 Runkel ratio 0.18 / 100 0.19 / 100 Felting power 43.58 / 25 44.29 / 25 Muhlsteph ratio 27.93 / 100 28.80 / 100 Flexibility 0.85 / 100 0.84 / 100 Rigidity 0.08 / 100 0.08 / 100 Nilai 475 400 Class quality I I
b. Sifat fisis dan mekanis
Kode Keteguhan Lentur Statis (kg/cm2)
MPL MOE MOR Md 270.64ns ± 6.56 54607.64* ± ,238.62 439.33 ± 20.54 Mk 240.25 ± 44.24 0,975.77 ± 595.31 347.87* ± 43.54
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
154
Kode Ket. Tekan (kg/cm2) Ket. Tarik ┴ (kg/cm2)
Tekan// Tekan┴ Tarik TLR Tarik TLT Md 258.12* ± 23.87 51.25* ± 10.69 525.15* ± 31.40 755.11* ± 61.81 Mk 200.29 ± 14.47 28.99 ± 1.39 260.49 ± 13.27 323.31 ± 58.45
Kode Ket. Tarik // (kg/cm2) Kekerasan (kg)
Tarik //R Tarik //T Keras Ujung Keras Sisi
Md 525.15* ± 131.40 755.11* ± 161.81 247.33* ± 31.64 144.83* ± 21.23
Mk 260.49 ± 13.27 323.31 ± 58.45 165.33 ± 11.72 79.75 ± 6.50
c. Sifat kimia kayu Analisis komponen kimia kayu
Asal Kayu
Lignin (%)
Pento-‐ san (%)
Selulosa (%)
Kelarutan ekstraksi (%) Air (%)
Abu (%)
Silika (%) Air
Dingin Air
Panas Alk.
benzen NaOH 1 %
Md 30.52 4.14 52.11 1.48 4.52 1.61 10.05 8.42 0.67 0.14 Mk 33.77 4.60 53.41 0.84 4.11 4.74 8.02 6.27 0.61 0.13
84. Sekubung (Macaranga gigantean)
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat
Ciri umum Warna: kayu teras berwarna kuning agak merah muda atau merah muda kecoklatan tidak dapat dibedakan dari gubal. Corak :polos. Tekstur: agak kasar dan merata. Arah serat: lurus. Kilap: agak kusam. Kesan raba: agak kesat. Kekerasan: agak keras. Bau: tidak ada bau khusus.
Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: tidak jelas (ciri 2). Pembuluh: baur (ciri 5); berganda radial sampai dengan 4 sel biasa dijumpai (ciri 10); frekwensi 5 atau kurang per mm2 (ciri 46); Bidang perforasi sederhana (ciri 13); ceruk antar pembuluh selang-‐seling (ciri 22) dengan ukuran sedang >7-‐10 mikron (ciri 26). Ceruk antar pembuluh dan jari-‐jari dengan halaman yang sempit sampai sederhana;ceruk bundar atau bersudut (ciri 31). Parenkim: parenkim aksial apotrakea tersebar dalam kelompok (ciri 77), dan parenkim pita sempit ≤ 3 lapis sel. Tipe sel parenkim aksial lebih dari delapan sel per untai (ciri 94). Jari-‐jari: umumnya seluruhnya satu seri (ciri 96) ada juga jari-‐jari 1-‐2 seri (ciri 97). Komposisi sel jari-‐jari umumnya sel baring, sel bujur sangkar, dan sel tegak bercampur (ciri 109). Serat: dengan ceruk sederhana sampai berhalaman sangat kecil (ciri 61).
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
155
Ukuran serat dan pembuluh kayu Jenis parameter A B
Serat
Panjang 1777.91 ± 61,76 a 1873.17± 117,92 b Ø serat 43.38 a ± 1,88 45.02 ± 1,27a Ø Lumen 35.39 a ± 2,01 37.16 ± 1,09 b T. Dinding 4.00 a ± 0,09 3.93 ± 0,20 a
Pembuluh Panjang 1072.18 ± 31,79 a 1154.47 ± 74,06 a Ø 259.53 ± 9,54 a 274.95 ± 13,02 a
Keterangan: A = kelas diameter 20 cm; B = kelas diameter 30 cm
Nilai turunan dimensi serat dan kelas kualitas kayu Jenis parameter A B
Panjang serat 1777.91 50 II 1873.17 50 II Felting 41.00 25 III 41.60 25 III Mulsteph (100%) 33.49 50 II 31.88 50 II Flexibility 0.02 25 III 0.02 25 III Runkel 0.23 100 I 0.21 100 I Kekakuan 0.09 100 I 0.09 100 I Jumlah 350 350 Kualitas
II
II
Keterangan: A = kelas diameter 20 cm; B = kelas diameter 30 cm.
b. Sifat fisis dan mekanis
Keteguhan Lentur Statis (kg/cm2)
MPL MOE MOR 20 cm 30 cm 20 cm 30 cm 20 cm 30 cm 300.23 276.90 64,873.18 55,660.09 468.34 436.84
Ket. Tekan (kg/cm2) Ket. Tarik ┴ (kg/cm2)
Tekan// Tekan┴ R T 20 cm 30 cm 20 cm 30 cm 20 cm 30 cm 20 cm 30 cm
262.25 227.08 87.52 51.12 26.33 22.18 13.26 7.69
Ket. Geser // serat (kg/cm2) Ket. Tarik ┴ (kg/cm2) R T R T
20 cm 30 cm 20 cm 30 cm 20 cm 30 cm 20 cm 30 cm 75.91 57.64 87.61 71.23 26.33 22.18 13.26 7.69
Ket. Tarik // (kg/cm2) Kekerasan (kg) R T Ujung Sisi
20 cm 30 cm 20 cm 30 cm 20 cm 30 cm 20 cm 30 cm 655.21 438.80 471.66 531.18 346.00 264.67 346.00 135.67
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
156
c. Sifat kimia kayu
Analisis komponen kimia kayu Diameter Kayu
lignin (%)
Pento san (%)
Selulo sa (%)
Kelarutan ekstraksi (%) Cristanility (%)
Abu (%)
Silika (%) Air
Dingin Air
Panas Alk.
benzen NaOH 1 %
20 cm 35.97 12,08 55.14 2,88 2,91 1,38 10,21 63.29 0.85 0.20 30 cm 38.12 10,05 51.80 3,48 4,14 1,41 10,95 54.13 1.25 0.29 85. Sesendok (Endospermum diadenum)
a. Pengenalan struktur anatomi dan dimensi serat
Ciri umum Warna: kayu teras berwarna krem kekuningan atau kuning jerami dan tidak dapat dibedakan dari gubal. Corak :polos. Tekstur: agak kasar sampai agak halus dan merata. Arah serat : lurus. Kilap : agak mengkilap. Kesan raba: agak licin. Kekerasan: agak keras sampai agak lunak. Bau: tidak ada bau khusus.
Ciri anatomi Lingkaran tumbuh: tidak jelas (ciri 2). Pembuluh: baur (ciri 5), berganda radial sampai dengan 4 dijumpai (ciri 10); Frekuensi 5-‐20 per mm2 (ciri 47); Bidang perforasi sederhana (ciri 13), ceruk antar pembuluh selang-‐seling (ciri 22), ukuran kecil > 4-‐7 mikron (ciri 25), ceruk antar pembuluh dan jari-‐jari dengan halaman yang sempit sampai sederhana; ceruk bundar atau bersudut (ciri 31). Parenkim: parenkim aksial tersebar dalam kelompok (ciri 77). Parenkim pita sempit ≤ 3 lapis sel. Jari-‐jari: jari-‐jari 1-‐3 seri, (ciri 97). Komposisi sel jari-‐jari dengan 1 jalur sel tegak dan atau sel bujur sangkar marjinal ( 106) kadang dengan > 4 jalur sel tegak atau sel bujur sangkar marjinal (ciri 108). Serat: dengan ceruk sederhana sampai berhalaman sangat kecil (ciri 61).
Ukuran serat dan pembuluh kayu Jenis parameter Diameter 20 cm Diameter 30 cm
Serat
Panjang 2042.87 ± 1111,83 a 2081.05 ± 27,14 b Ø serat 47.42 ± 26,70 b 49.74 ± 1,46 b Ø Lumen 38.92 ± 21,87 a 41.24 ± 1,92 b T. Dinding 4.25 ± 2,36 b 4.25 ± 0,30 b
Pembuluh Panjang 1314.09 ± 717,12 b 1292.84 ± 77,22 b Ø 309.20 ± 171,15 b 310.92 ± 20,52 b
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
157
Nilai turunan dimensi serat dan kelas kualitas kayu Jenis parameter Diameter 20 cm Diameter 30 cm
Panjang Serat 2042.87 100 I 2081.05 100 I Felting 43.15 25 III 41.85 25 III Mulsteph (100%) 32.62 50 II 31.29 50 II Flexibility 0.02 25 III 0.02 25 III Runkel 0.22 100 I 0.21 100 I Kekakuan 0.09 100 I 0.09 100 I Jumlah 400 400 Kualitas II II
Keterangan: A = kelas diameter 20 cm; B = kelas diameter 30 cm
b. Sifat fisis dan mekanis
Keteguhan Lentur Statis (kg/cm2)
MPL MOE MOR 20 cm 30 cm 20 cm 30 cm 20 cm 30 cm 232.54 205.64 51,420.56 47,313.04 412.67 347.57
Ket. Tekan (kg/cm2) Ket. Tarik ┴ (kg/cm2)
Tekan// Tekan┴ R T 20 cm 30 cm 20 cm 30 cm 20 cm 30 cm 20 cm 30 cm 216.55 198.80 45.13 31.29 53.96 52.31 62.08 46.20
Ket. Geser // serat (kg/cm2) Ket. Tarik ┴ (kg/cm2) R T R T
20 cm 30 cm 20 cm 30 cm 20 cm 30 cm 20 cm 30 cm 403.69 363.74 475.41 358.53 8.35 6.89 11.76 6.45
Ket. Tarik // (kg/cm2) Kekerasan (kg) R T Ujung Sisi
20 cm 30 cm 20 cm 30 cm 20 cm 30 cm 20 cm 30 cm 403.69 363.74 475.41 358.53 232.67 177.67 118.83 79.33
c. Sifat kimia kayu
Analisis komponen kimia kayu Diameter Kayu
lignin (%)
Pento san (%)
Selu-‐ losa (%)
Kelarutan ekstraksi (%) Cristanility (%)
Abu (%)
Silika (%) Air
Dingin Air
Panas Alk.
benzen NaOH 1 %
20 cm 57.17 9,22 57.88 6,39 6,61 2,05 15,82 50.71 0.63 0.11 30 cm 31.28 11,08 57.17 6,59 4,14 5,67 14,87 44.35 1.01 0.32
Hasil penelitian sifat dasar ke 85 jenis kayu di atas kemungkinan
kegunaannya direkomendasikan seperti pada Tabel 1.
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
158
Tabel 1. Kemungkinan kegunaan 85 jenis kayu yang dapat direkomendasikan
No Jenis Kayu Kemungkinan Kegunaan 1. Rengas gunung (Semecarpus albescens Kurz.) 2, 3, 6, 10 2. Hauwan (Elaeocarpus floribundus Blume.) 2, 3, 6, 10 3. Baros (Michelia champaka L.). 2, 3, 6, 10 4. Manglid (Manglietia glauca Blume.) 2, 3, 6, 10 5. Cempaka (Magnolia candolii Blume./King.) 2, 3, 6, 10 6. Pangsor (Ficus callosa Willd.) 6, 12 7. Jering(Pithecellobium rosulatum Kosterm.) 2, 3, 6, 10 8. Petai (Parkia speciosa Hasak) 2, 3, 6, 10 9. Manii (Maesopsis eminii Engl.) 2, 3, 6, 9, 10 10. Balsa (Ochroma grandiflora Rowlee.) 6, 12 11. Ki cauk (Pisonia umbellifera (Forst. Seem.) 5 12. Huru manuk (Litsea monopelata Pers.) 1, 2, 3, 9, 10 13. Ki hampelas (Fikus ampelas Burn.F.) 2, 5, 6, 10 14. Ki banen (Crypterona paniculata Blume) 1, 2, 3, 9, 10 15. Ki rengas (Buchanamia arborescens Blume) 1, 2, 3, 9, 10 16. Ki bugang (Arthophyllum diversifolium Bl.) 2, 3, 6, 9, 10 17. Sempur lilin (Dillenia obovata Hoogl.) 1, 3, 4, 7 18. Cangcaratan (Lithocarpus sundaicus Bl.) 2, 3, 6, 9, 10 19. Ki pasang (Prunus javanica Miq.) 2, 3, 6, 9, 10 20. Ki langir (Othophora spectabilis Bl.) 2, 3, 6, 9, 10 21. Bungbulang (Premna tomentosa Willd) 1, 2, 3, 4, 7, 10 22. Hamirung (Vernonia arborea Ham.) 2, 3, 10 23. Jaha (Terminalia arborea K. et V.) 2, 3, 10 24. Ki acret (Sphatodea campanulata Beauv.) 2, 3, 10 25. Pasang taritih (Lithocarpus elegans (Blume)
Hatus. 1, 2, 3, 4, 7, 10
26. Dipterocarpus stellatus Vesque 1, 3, 4, 7, 10 27. Dipterocarpus pachyphyllus Meijer 1, 3, 4, 7, 10 28. Dipteroarpus glabrigemmatus P.S.As. 1, 3, 4, 7, 10 29. Vatica nitens King 1, 3, 4, 7, 10 30. Shorea hopeifolia Symington 1, 3, 4,10 31. Aveyangkulat (Hopea nervosa) King 1, 2, 3, 4, 6, 10 32. Kyoulaen (Vatica umbonata (Hook.f.) Burck) 1, 2, 3, 4, 6, 10 33. Shorea retusa Meijer 1, 2, 3, 10 34. Shorea macroptera Dyer 1, 2, 3, 10 35. Shorea agamii Aston P.S. Ashton 1, 2, 3, 10 36. Shorea almon Foxw 2, 3, 6, 9, 10 37. Hopea rudiformis 2, 3, 6, 9, 10 38. Shorea parvistipulata 2, 3, 6, 9, 10 39. Dipterocarpus convertus 2, 3, 6, 9, 10 40. Vatica sarawakensis 2, 3, 6, 9, 10 41. Meranti putih (Parashorea tomentella (Sym.)
Meijer) 1, 2, 3, 4, 10,
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
159
No Jenis Kayu Kemungkinan Kegunaan 42. Meranti merah (Parashorea smythiesii
Wyatt.Sm ex P.S. Ashton) 2, 2, 10
43. Kemenyan toba (Styrax sumatrana) 2, 3, 9 44. Kemenyan bulu (Styrax paralleneurum). 2, 3, 9 45. Cep-‐cepan (Castanopsis costata Bl.) 1, 2, 3 46. Kemenyan durame (Styrax benzoin) 2, 3, 9 47. Tampui beras (Baccaurea macrocarpa (Miq.)
Müll. Arg. 1, 2, 3, 10
48. Manggis hutan (Garcinia sp.) 1, 2, 3, 10 49. Kayu bawang (Azadirachta excelsa (Jack) Jacobs 1, 3, 4, 7, 10 50. Bambang lanang (Michelia champaca L.var
pubinervia) 2, 3, 6, 9, 10
51. Bira-‐bira(Fragaea crenulata M.ex.C.B.) 2, 3, 10 52. Mahang putih (Macaranga hypoleuca
(Rchb.f.&Zoll.)Mull.Arg 2, 3, 10
53. Kambelu (Buxus rolfie Vidal) 1, 2, 3, 4, 10 54. Kanduruan (Phoebe cuneata Blume.) 1, 2, 3, 4, 10 55. Agatis (Agathis hamii M.Dr.) 2, 3, 6, 9, 10 56. Cempedak (Artocarpus integar Tunb. Merr.) 2, 3, 6, 9, 10 57. Jabon merah (Anthocephallus macrophyllus) 2, 3, 6, 9, 10 58. Saling-‐saling (Artocarpus teysmanii Miq.) 2, 3, 6, 9, 10 59. Diospyros pilosanthera Blanco 8, 11 60. Litsea (Litsea ledermanii) 2, 3, 6, 9, 10 61. Gymnacranthera paniculata 2, 3, 6, 9, 10 62. Terminalia complenata 2, 3, 6, 9, 10 63. Tetrameles nudiflora R. Br. 2, 3, 6, 9, 10 64. Rhus taitensis Guill. 2, 3, 6, 9, 10 65. Pterygota horsfieldii 2, 3, 6, 9, 10 66. Sterculia shillinglawii 2, 3, 6, 9, 10 67. Haplolobus sp. 1, 3, 4, 7, 10 68. Pimetiodendron amboinicum 1, 2, 3, 10 69. Pentaphalangium parviflorum 1, 2, 3, 4, 10 70. Mastixiodendron pachyclados 1, 2, 3, 4, 7, 10 71. Cempaka (Emerillia papuana) 2, 3, 6, 9, 10 72. Disoxilum (Dysoxyllum mollisimum) 2, 3, 6, 9, 10 73. Kabesak (Acasia leucophloea) 2, 3, 6, 9, 10 74. Timo (Timoneus seriseus) 1, 2, 3, 9, 10 75. Wagha (Archidendron jiringa (Jack.) Nelson) 1, 3, 4, 7, 10 76. Wala (Planchonia valida (Blume) 1, 3, 4, 7, 10 77. Injuwatu (Pleioginium timoriense) 1, 3, 4, 7, 10 78. Mayela (Artocarpus glaucus Bl.) 1, 3, 4, 7, 10 79. Gerunggang (Cratoxylon sp.) 9 80. Jabon (Anthocephalus sp.) 9 81. Binuang (Octomeles sp.) 9 82. Terentang hijau (Campnosperma sp.) 9
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
160
No Jenis Kayu Kemungkinan Kegunaan 83. Mahang (Macaranga sp.) 9 84. Sekubung (Macaranga gigantean) 9 85. Sesendok (Endospermum diadenum) 9
Keterangan: 1 = bangunan 4 = bantalan 7 = perkapalan 10 = moulding 2 = kayu lapis 5 = peti kemas 8 = finir mewah 11 = ukiran 3 = pertukangan 6 = olah raga, mainan 9 = pulp kertas 12 = peredam
B. Informasi Sifat Dasar dan Kemungkinan Kegunaan 13 jenis Rotan
1. Rotan tebu (Myrialepis paradoxa (Kurz) J.Dransf.)
Diameter batang 27-‐43 mm, panjang ruas 29 -‐36 cm, tinggi buku 0,70 mm, kerapatan ikatan pembuluh 4 buah/mm2 dan waran hijau kekuningan. Diameter serat 33 μm, diameter lumen serat 28 μm, tebal dinding sel serat 2,5 μm, panjang sel serat m2.655 μm. Panjang pembuluh metaxylem 2.102 μm, diameter pembuluh metaxylem 519 μm, panjang pembuluh protoxylem 1.666 μm, diameter pembuluh protoxylem 59 μm. Komponen kimia: selulosa 62,98%; lignin 24,75% dan pati 22%. Kadar air 15%, BJ 0,49, MOE 34.713 kg/cm2, MOR 98 kg/cm2, sulit dilengkungkan dan langsung patah. Pemanfaatan hanya untu kerangka lurus yang tidak menahan beban seperti tangkai sapu. 2. Rotan cincin (Calamus polystachys Beccari)
Diameter batang 3,3 – 4,9 mm, panjang ruas 9 -‐ 12 cm, tinggi buku 0,31 mm, kerapatan ikatan pembuluh 10 buah/mm2 dan warna kuning kecoklatan. Diameter serat 22 μm, diameter lumen serat 17 μm, tebal dinding sel serat 2 μm, panjang sel serat 1.578 μm. Panjang pembuluh metaxylem 2.878 μm, diameter pembuluh metaxylem 153,89 μm, panjang pembuluh protoxylem 1.780 μm, diameter pembuluh protoxylem 48μm. Komponen kimia: selulosa 54,97%; lignin 24,08% dan pati 19,68%. Fisis Mekanis: KA 20%, BJ 0,46. Pelengkungan: 3,75 mm (Baik). Pemanfaatan: dapat dibuat bahan baku lilitan untuk keranjang 3. Rotan cakre (Ceratolobus subangulatus (Miquel) Beccari)
Ciri umum: diameter batang 5 -‐ 7 mm, panjang ruas 14 -‐ 26 cm, tinggi buku 0,36 mm, kerapatan ikatan pembuluh 8 buah/mm2 dan warna kekuningan. Ciri anatomi: diameter serat 23 μm, diameter lumen serat 19 μm, tebal dinding sel serat 2 μm, panjang sel serat 1,789 μm. Panjang pembuluh metaxylem 2.998 μm, diameter pembuluh metaxylem 196 μm, panjang pembuluh protoxylem 2.194 μm, diameter pembuluh protoxylem 60 μm. Komponen kimia: selulosa
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
161
58,66%; lignin 23,61% dan pati 20%. Fisis mkanis: KA 14%, BJ 0,47, kekuatan tarik sejajar 129.81 kg/cm2. Pengerjaan: Dapat dibelah dua hasil belahan nilai 90 (Sangat baik). Pelengkungan: Radius lengkung 3,75, kelas I (Sangat baik). Pemanfaatan: Digunakan sebagai bahan baku keranjang. 4. Rotan Boga (Calamus kooedeniensianus Becc.)
Ciri umum: diameter batang 17 -‐ 25 mm, panjang ruas 21 -‐ 49 cm, tinggi buku 1,2 mm, kerapatan ikatan pembuluh 7 buah/mm2. Ciri anatomi: diameter serat 26 μm, diameter lumen serat 21 μm, tebal dinding sel serat 3 μm, panjang sel serat 1.606 μm. Panjang pembuluh protoxylem 1.622 μm, diameter pembuluh protoxylem 63 μm. Komponen kimia: selulosa 62,43%, lignin 20,98% dan pati 20%. Fisis mekanis: KA 12%; BJ 0,49; MOE 14908 kg/cm2; MOR 390 kg/cm2. Pengerjaan: bisa dipolis dengan nilai 90 atau mutu I (Sangat baik). Pelengkungan: radius lengkung 3,75, kelas I (Sangat baik). Pemanfaatan: digunakan sebagai bahan baku mebeler. 5. Calamus aruensis Beccari
Ciri umum: diameter batang 13 -‐ 22 mm, panjang ruas 14 -‐20 cm, tinggi buku 0,0 9-‐0,69 mm, kerapatan ikatan pembuluh 10 buah/mm2 dan warna putih. Ciri anatomi: diameter serat 23 μm, diameter lumen serat 18 μm. Tebal dinding sel serat 2,43 μm, panjang sel serat 1.892 μm. Panjang pembuluh metaxylem 1.947 μm, diameter pembuluh metaxylem 275 μm, panjang pembuluh protoxylem 1.978 μm, diameter pembuluh protoxylem78 μm. Komponen kimia: selulosa 43,31%; lignin 29,03% dan pati 26,33%. Fisis mekanis: KA 12%, BJ 0,61, Tarik // serat 249.859 kg/cm2. Rotan ini tahan terhadap serangan bubuk kering. Pelengkungan 5,5 cm (Sangat baik). Pemanfaatan: komponen mebel. 6. Calamus pachypus WJ Baker & al.
Ciri umum: diameter batang 13 – 16 mm, panjang ruas 23 -‐ 29 cm, tinggi buku 0,06 – 1,8 mm, kerapatan ikatan pembuluh 11 buah/mm2 dan warna kuning kecoklatan. Ciri anatomi: diameter serat 26 μm, diameter lumen serat 21 μm. Tebal dinding sel serat 2,37 μm, panjang sel serat 2.018 μm, panjang pembuluh metaxylem 3.226 μm, diameter pembuluh metaxylem 303 μm, panjang pembuluh protoxylem 2.061 μm, diameter pembuluh protoxylem 57 μm. Komponen kimia: selulosa 52,82%; lignin 28,93% dan pati 25,92%. Fisis mekanis : KA 13%, BJ 0,51, tarik // serat 134.086 kg/cm2. Pelengkungan: 7,5 mm (Sangat baik). Ketahanan: I. Pemanfaatan untuk komponen mebel.
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
162
7. Calamus warburgii K. Schum.
Ciri umum: diameter batang 13 -‐ 18 mm, panjang ruas 18 -‐ 46 cm, tinggi buku 0,24 – 1,35 mm, Kerapatan ikatan pembuluh 10 buah/mm2 dan warna kekuningan. Ciri anatomi: diameter serat 25 μm, diameter lumen serat 20 μm, tebal dinding sel serat 2,38 μm, panjang sel serat 1,719 μm. Panjang pembuluh metaxylem 1.495 μm, diameter pembuluh metaxylem 280 μm, panjang pembuluh protoxylem 1.704 μm, diameter pembuluh protoxylem 75 μm. Komponen kimia: selulosa 42,39%; lignin 29,50% dan pati 24,39%. Sifat fisis mekanis: KA 13%, BJ 0,51, kekuatan tarik sejajar 122.81 kg/cm2. Ketahanan termasuk kelas: II. Pelengkungan: 5,25 cm (Sangat baik). Pemanfaatan untuk komponen mebel. 8. Korhalsia zippelii Burret
Ciri umum: diameter batang 19 -‐ 28 mm, panjang ruas 20 -‐ 30 cm, tinggi buku 0,13 – 1,7 mm, kerapatan ikatan pembuluh 10 buah/mm2. Ciri anatomi: diameter serat 24 μm, diameter lumen serat 19 μm, tebal dinding sel serat 2,43 μm, panjang sel serat 2.601μm. Panjang pembuluh metaxylem 1.874 μm, diameter pembuluh metaxylem 240 μm. Panjang pembuluh protoxylem 3.016μm, diameter pembuluh protoxylem 86 μm. Komponen kimia: selulosa 44,39%, lignin 27,52% dan pati 23,95%. Fisis mekanis: KA 14%; BJ 0,42; MOE 5.576,27 kg/cm2; MOR 189,04 kg/cm2. Ketahanan termasuk kelas II. Pelengkungan: tidak bisa dilengkungkan, kalau dipaksakan dilengkungkan akan pecah. Pemanfaatan: disarankan digunakan sebagai rotan pengisi yang berbentuk lurus. 9. Rotan endow (Calamus zebrinus Beccari)
Ciri umum: diameter batang 13 -‐ 22 mm, panjang ruas 21 -‐45 cm, tinggi buku 0,0 4-‐1,3 mm, kerapatan ikatan pembuluh 8 buah/mm2 dan warna putih. Ciri anatomi: tebal dinding sel serat 2,14 μm, panjang sel serat 2.150 μm, diameter pembuluh metaxylem 429 μm, diameter pembuluh protoxylem 80 μm. Komponen Kimia: Selulosa 47,4%; lignin 29,52% dan pati 23,32%. Fisis mekanis: KA 13%, BJ 0,56, MOE 23.324 kg/cm2, MOR 445 kg/cm2. Ketahanan terhadap bubuk rotan kering kelas II, terhadap rayap tanah kelas I. Pelengkungan: 3,5-‐9 cm (Sangat baik). Pemanfaatan: Komponen mebel. 10. Rotan davone (Korthalsia brasii Br.)
Ciri umum: Diameter batang 19 – 28 mm, panjang ruas 18 -‐ 36 cm, tinggi buku 0,02 – 1,8 mm, Kerapatan ikatan pembuluh 8 buah/ mm2 dan warna kecoklatan. Ciri anatomi: tebal dinding sel serat 2,24 μm, panjang sel serat 2.410
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
163
μm. Diameter pembuluh metaxylem 345 μm, diameter pembuluh protoxylem 83 μm. Komponen Kimia: Selulosa 43,49%; Lignin 22,89% dan pati 22,84%. Sifat fisis mekanis: KA 14%, BJ 0,64. MOE 23.618 kg/cm2, MOR 390 kg/cm2. Pelengkungan: > 30 cm (kurang baik). Ketahanan terhadap bubuk kayu kering kelas V, terhadap rayap tanah kelas III. Pemanfaatan: Komponen mebel yang tidak memerlukan pelengkungan. 11. Rotan itoko (Calamus hollorungii Becc.)
Ciri umum: diameter batang 21-‐39 mm, panjang ruas 18 -‐ 34 cm, tinggi buku 0,40–1,94 mm, kerapatan ikatan pembuluh 9 buah/mm2 dan warna kekuningan. Ciri anatomi: tebal dinding sel serat 2,2 μm, panjang sel serat 2.439 μm, diameter pembuluh metaxylem 431 μm, diameter pembuluh protoxylem 83 μm. Komponen kimia: selulosa 44,31%; lignin 21,00% dan pati 23,15%. Sifat fisis mekanis: KA 13%, BJ 0,52, MOE 21.698 kg/cm2, MOR 517 kg/cm2. Ketahanan terhadap bubuk rotan kering kelas III, terhadap rayap tanah kelas I. Pelengkungan: 3,5 -‐ 9 cm (Sangat baik). Pemanfaatan: komponen mebel. 12. Rotan B (Calamus humboldtianus Becc.)
Ciri umum: diameter batang 6 -‐ 13 mm, panjang ruas 17 -‐ 39 cm, tinggi buku 0,13–1,7 mm, kerapatan ikatan pembuluh 8 buah/mm2, warna kekuningan. Ciri anatomi: tebal dinding sel serat 2,8 μm, panjang sel serat 1804 μm, diameter pembuluh metaxylem 264 μm, diameter pembuluh rotoxylem 71 μm. Komponen kimia: selulosa 48,81%, lignin 23,72% dan pati 24,26%. Fisis mekanis: KA 14%; BJ 0,38, Kekuatan tarik // 305 kg/cm2. Ketahanan bubuk rotan kering kelas awet II, terhadap rayap tanah kelas IV. Pelengkungan: rotan ini diameter kecil namun bisa dilengkukan (5,5 cm) dan dapat juga dijadikan hati, fitrit atau belah dua. Pemanfaatan: dapat digunakan untuk keranjang dan komponen kursi dan meja yang membutuhkan rotan hati atau fitrit. 13. Rotan hoa (Calamus mindoreansis Becc.)
Ciri umum: diameter batang 16-‐30 mm, panjang ruas 27 -‐ 40 cm, tinggi buku 0,9 -‐2 mm, kerapatan ikatan pembuluh 8 buah/2 mm2 dan warna putih kemerahan. Ciri anatomi: tebal dinding sel serat 2,48 μm, panjang sel serat 1.897 μm, diameter pembuluh metaxylem 385 μm, diameter pembuluh protoxylem 87 μm. Komponen kimia: selulosa 50,00; lignin 22,13% dan pati 24,18%. Fisis mekanis: KA 16%, BJ 0,53, MOE 13.433 kg/cm2, MOR 508 kg/cm2. Ketahan terhadap bubuk: belum dilakukan karena bubuk belum ada. Ketahanan rayap tanah: I. Pelengkungan: 5 -‐ 9 cm (Sangat baik). Pemanfaatan: komponen mebel.
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
164
14. Rotan tohiti (Calamus robisianus Becc.)
Ciri umum: diameter batang 11 – 27 mm, panjang ruas 18 -‐ 29 cm, tinggi buku 0,2 – 1,7 mm, kerapatan ikatan pembuluh 10 buah/2 mm2 dan warna putih gading. Ciri anatomi: tebal dinding sel serat 2,74 μm, panjang sel serat 1.951 μm, diameter pembuluh metaxylem 396 μm, diameter pembuluh protoxylem 78 μm. Komponen kimia: selulosa 58,81%; lignin 23,23% dan pati 21,36%. Fisis mekanis: KA 17%, BJ 0,68. MOE 27.215 kg/cm2, MOR 793 kg/cm2. Pelengkungan: 3,5 -‐9,50 (sangat baik). Ketahanan rayap tanah: I. Pemanfaatan: komponen mebel. 15. Rotan jarmasin (Calamus leocaulis Becc.)
Ciri umum: diameter batang 7 -‐ 14 mm, panjang ruas 15 -‐ 25 cm, tinggi buku 0,4–1,1 mm, kerapatan ikatan pembuluh 8 buah/2 mm2 dan warna kekuningan. Ciri anatomi: tebal dinding sel serat 2,12 μm, panjang sel serat 1.916 μm, diameter pembuluh metaxylem 369 μm, diameter pembuluh protoxylem 84 μm. Komponen kimia: selulosa 53,98%; lignin 29,42% dan pati 20,89%. Fisis mekanis: KA 15%; BJ 0,47; kekuatan tarik//serat 353 kg/cm2. Ketahanan terhadap rayap tanah: III. Pelengkungan: rotan ini diameter kecil namun bisa dilengkukan (5,5 cm) dan dapat juga dijadikan hati, fitrit atau belah dua (sangat baik). Pemanfaatan: kompoenen mebel, keranjang dan anyaman. 16. Rotan tambailulu (Calamus sclereanthus)
Ciri umum: diameter batang 9 -‐ 19 mm, panjang ruas 21 -‐ 30 cm, tinggi buku 1,1 – 2,6 mm, kerapatan ikatan pembuluh 13 buah/2 mm2. Warna kekuningan. Ciri anatomi: tebal dinding sel serat 2,4 μm, panjang sel serat 1781μm, diameter pembuluh metaxylem 371 μm, diameter pembuluh protoxylem 70 μm. Komponen kimia: selulosa 55,18%, lignin 22,13% dan pati 20,70%. Fisis mekanis: KA 16%; BJ 0,49; MOE 20.111 kg/cm2; MOR 484 kg/cm2. Ketahanan rayap tanah : III. Pelengkungan : rotan ini diameter kecil namun bisa dilengkukan (5,5 cm) dan dapat juga dijadikan hati, fitrit atau belah dua. Pemanfaatan: dapat digunakan untuk keranjang dan komponen kursi dan meja yang membutuhkan rotan hati atau fitril. 17. Rotan baruk-‐baruk (Calamus tolitoliensis Becc.)
Ciri umum: diameter 1,0 cm, tergolong rotan kecil, panjang ruas 20,6 cm, tinggi buku 0,9 mm, kulit berwarna kuning dan hati berwarna krem, bentuk batang hamper silindris. Ciri anatomi: panjang serat 1.937,11 μm, diameter serat 19,42 μm, diameter lumen 14,27 μm, tebal dinding 2,58 μm, panjang dimensi pembuluh 2.366,62 μm, diameter dimensi pembuluh 247,17 μm. Komponen kimia: selulose 50,70%; lignin 26,89% dan pati 22,58%. Fisis mekanis:
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
165
KA 13,06%; BJ 0,64; MOE 43.491,85. Kelas mutu I. Pemanfaatan untuk tikar, lampit dan bahan anyaman, kap lampu dan lain-‐lain. 18. Rotan manuk merah (Daemonorops robusta Warb.)
Ciri umum: diameter > 2.0 cm, tergolong rotan besar, panjang ruas macam-‐macam, ruas pendek, ruas bagian ujung lebih pendek, kulit cukup tipis dan tidak keras sehingga mudah diserang serangga. Ciri anatomi: panjang serat 1.672,01 μm, diameter serat 23,71 μm, diameter lumen 19,31 μm, tebal dinding 2,20 μm, panjang dimensi pembuluh 1.823,93 μm, diameter dimensi pembuluh 265,33 μm. Komponen kimia: selulose 43,96%; lignin 25,17% dan pati 22,57%. Fisis mekanis: KA 14,05%; BJ 0,48; MOE 12.252,02. Kelas mutu II. Pemanfaatan untuk pengikat, anyaman kursi, bingkai cermin, cap lampu dan lain-‐lain. 19. Rotan hoa (Calamus didymocarpus)
Ciri umum: diameter rata-‐rata 2,7 cm tergolong rotan berdiameter besar (> 2,0 cm). Kulit batang rotan terdiri atas 2 lapis sel, lapisan paling luar disebut epidermis sedangkan lapisan kedua disebut endodermis. Ciri anatomi: diameter pembuluh 472,18 µm, metaksilem 354,95 µm dan diameter protoksilem 96,18 µm sedangkan phloem sekitar 57,43 µm, berkas serat mulai berbentuk seperti bulan sabit, parenkim dinding selnya tipis tersusun menyerupai sarang lebah. Komponen kimia: holoselulosa (70,07-‐74,42%), selulosa (37,36-‐44,19%), lignin (19,93-‐24,03%) dan silika (0,80-‐1,82%) serta kandungan pati (18,50-‐23,57). Sifat fisis dan mekanis: keteguhan lengkung maksimum pada rotan hoa berkulit (629,17 kg/cm2) lebih tinggi daripada tanpa kulit (553,91 kg/cm2). Pemanfaatan: dapat digunakan untuk berbagai produk seperti untuk rangka kursi, meja dan rak.
20. Daemonorops longipes (Griff.) Mart.
Ciri umum: diameter batang rata-‐rata 6 -‐12 mm tergolong rotan berdiameter besar, panjang ruas 12 – 25 cm, tinggi buku 0,9-‐2,0 mm. Batang tanpa pelepah daun berdiameter 30 mm dengan panjang ruas 5 cm, batang dengan pelepah daun berdiameter 50 mm. Ciri anatomi: panjang serabut 1574 µm, tebal dinding serat 3,9 µm, diameter metasilim 197 µm, protosilim 58 µm. Sifat fisis mekanis: kadar air 13%, berat jenis 0,68, MOE 22.155 kg/cm2, MOR 730.12 kg/cm2. Komponen kimia: selulosa 54,66%; lignin 25,81% dan kandungan pati 20,17%. Termasuk kelas ketahanan I, dapat dilengkungkan tanpa cacat. Pemanfaatan: dapat digunakan untuk produk mebel, barang kerajinan atau anyaman,
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
166
21. Daemonorops verticillaris (Griff.) Mart.
Ciri umum: diameter batang rata-‐rata 13-‐24 mm tergolong rotan berdiameter besar, panjang ruas 10-‐14 cm, tinggi buku 0,5-‐2,0 mm. Pelepah daun hijau terang dengan kolar berpasangan, di antara pasangan kolar terdapat rambut pendek hitam menyerupai rambut kuda, dan membentuk sarang semut, dan kolar tunggal beduri panjang 2 cm. Ciri anatomi: panjang serabut 1.335 µm, tebal dinding serat 4,2 µm, diameter metasilim 206 µm, protosilim 69 µm. Sifat fisis mekanis: kadar air 13%, berat jenis 0,54, MOE 25.209 kg/cm2, MOR 538.63 kg/cm2. Komponen kimia: selulosa 50,59%; lignin 25,31 dan kandungan pati 18,56. termasuk kelas ketahanan I, dapat dilengkungkan tanpa cacat. Pemanfaatan: dapat digunakan untuk produk mebel, barang kerajinan atau anyaman. 22. Calamus rugosus Beccari
Ciri umum: diameter batangt rata-‐rata 7-‐14 mm tergolong rotan berdiameter besar, panjang ruas 10 – 18 cm, tinggi buku 0,5-‐1,18 mm. Batang tanpa pelepah daun berdiameter 6 mm, ruas agak pendek (8 cm) panjangnya, batang dengan pelepah daun berdiameter 13 mm. Ciri anatomi: panjang serabut 1048 µm, tebal dinding serat 3,7 µm, diameter metasilim 213 µm, protosilim 69 µm. Sifat fisis mekanis: kadar air 12%, berat jenis 0,72, MOE 26.871 kg/cm2, MOR 798.62 kg/cm2. Komponen kimia: selulosa 46,51%, lignin 27,15 dan kandungan pati 18,32. termasuk kelas ketahanan II, dapat dilengkungkan tanpa cacat. Pemanfaatan: dapat digunakan untuk produk mebel, barang kerajinan atau anyaman. 23. Calamus spectatissimus Furtado
Ciri umum: diameter rata-‐rata 7-‐13 mm tergolong rotan berdiameter besar, panjang ruas 12-‐20 cm, tinggi buku 0,6-‐1,5 mm. Batang tanpa pelepah daun berdiameter 13 mm dengan panjang ruas 35 cm, warna batang hijau kekuningan, batang dengan pelepah daun berdiameter 19 mm. Ciri anatomi: Panjang serabut 1.281 µm, tebal dinding serat 3,6 µm, diameter metasilim 230 µm, protosilim 60 µm. Sifat fisis mekanis: kadar air 12%, berat jenis 0,57, MOE 19.669kg/cm2, MOR 632,44kg/cm2. Komponen kimia: selulosa 49,54%, lignin 23,78 dan kandungan pati 18,32. termasuk kelas ketahanan II, Dapat dilengkungkan tanpa cacat. Pemanfaatan: dapat digunakan untuk produk mebel, barang kerajinan atau anyaman. 24. Rotan merah (Calamus spp.)
Ciri umum: Panjang ruas 19,2 + 5,0 cm, diameter ruas 22 + 0,6 cm dan tinggi buku 0,8 + 0,2 mm. Rotan merah yang berdiameter 2,2 cm tergolong
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
167
rotan berdiameter besar (> 2,0 cm). Kulit batang rotan terditri atas 2 lapis sel, lapisan paling luar disebut epidermis sedangkan lapisan kedua disebut endodermis. Bagian epidermis terdiri atas 1 lapis sel dengan ketebalan 56,65 µm. Diameter ikatan pembuluh sekitar 246,81 µm, mempunyai 1 pembuluh metaksilem diameter 94,27 mikron dan 2 protoksilem diameter 24,16 µm yang bersebrangan. Komponen kimia rotan: holoselulosa 61,12%, selulosa 38,89%, lignin 22,98% dan silika 1,16% serta kandungan pati 16,14%. Sifat fisis mekanis: kadar air 13,94%, berat jenis 0,54, MOE=17.805,57 kg/cm2, MOR = 251,22 kg/cm2. Rotan merah cukup kuat dan lentur, sehingga baik sebagai bahan pengikat (binder). Baik bagian kulit maupun bagian hati (heart) rotan tersebut berpotensi untuk pembuatan bahan anyaman (knitting purposes) untuk kursi, partisi, tikar, lampit dan produk anyaman lainnya.
Hasil penelitian sifat dasar ke 24 jenis rotan di atas kemungkinan kegunaannya disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Kemungkinan kegunaan 24 jenis rotan yang dapat rekomendasikan
No Jenis rotan Sifat pengerjaan Pengganti rotan 1. Rotan tebu (Myrialepis
paradoxa (Kurz.) J. Dransf.) Kurang baik, sulit dikerjakan, mudah patah
-‐
2. Rotan cincin (Calamus polystachys Beccari)
Perakitan mebel, alas meja dan keranjang
Irit
3. Rotan cakre (Ceratolobus subangulatus M.)
Baik digunakan dalam belahan (pengikat)
Sega
4. Rotan boga (Calamus kooedeniensianus B.)
Mudah dilengkungkan dan dikerjakan
Manau
5. Calamus aruensis Beccari Mudah dilengkungkan dan dikerjakan
Manau
6. Calamus pachypus WJ Baker & al.
Mudah dilengkungkan dan dikerjakan
Manau
7. Calamus warburgii K.Schum
Mudah dilengkungkan dan dikerjakan
Manau
8. Korhalsia zippelii Burret Kurang baik, komponen yang lurusan
-‐
9. Rotan endow (Calamus zebrinus Beccari)
Mudah dilengkungkan dan dikerjakan
Manau
10. Rotan davone (Khortalsia brassii Br)
Kurang baik, komponen yang lurus
-‐
11. Rotan itoko (Calmus hollurugil Becc.)
Mudah dilengkungkan dan dikerjakan
Manau
12. Rotan B (Calamus humboldtlanus Becc.)
Mudah dilengkungkan dan dikerjakan
Manau
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
168
No Jenis rotan Sifat pengerjaan Pengganti rotan 13. Rotan hoa (Calamus
mindoreansis Becc.) Baik dilengkungkan, mebel Manau
14. Rotan tohiti (Calamus robisianus Becc)
Perakitan mebel, alas meja dan keranjang
Sega
15. Rotan jarmasin (Calamus leocaulis Becc)
Perakitan mebel, alas meja dan keranjang
Sega
16. Rotan tambailulu (Calamus sclereanthus)
Baik digunakan dalam belahan (pengikat)
Sega
17. Rotan baruk-‐baruk (Calamus tolitoliensis Becc.)
Perakitan mebel, alas meja dan keranjang
Irit
18. Rotan manuk merah (Daemonorops robusta Warb.)
Mudah dilengkungkan dan dikerjakan
Manau
19. Rotan hoa (Calamus didymocarpus)
Mudah dilengkungkan dan dikerjakan
Manau
20. Daemonorops longipes (Griff.) Mart.
Mudah dilengkungkan dan dikerjakan
Manau
21. Daemonorops verticillaris (Griff.) Mart.
Mudah dilengkungkan dan dikerjakan
Manau
22. Calamus rugosus Beccari Mudah dilengkungkan dan dikerjakan
Manau
23. Calamus spectatissimus Furtado
Mudah dilengkungkan dan dikerjakan
Manau
24. Rotan merah (Calamus spp.)
Kurang baik, komponen yang lurus
-‐
C. Informasi Sifat Dasar dan Kemungkinan Penggunaan 10 Jenis Bambu 1. Bambu wulung (Gigantochloa atriviciacea)
Bambu wulung (Gigantochloa atriviciacea) dalam keadaan segar berwarna hijau ketika mulai mengering warna kehitaman. Panjang lebih dari 13 meter, diameter 8-‐9 cm dan sekitar 21 ruas lebih. Panjang serat 3.699.43 mm, diameter serat 31.39 mikron, diameter lumen 29.34 mikron dan tebal dinding serat 2.18 mikron. Bambu wulung mempunyai berat jenis antara 0,40-‐0,62 Keteguhan lentur statis MOE 85170.96 kg/cm2 dan MOR 278.19 kg/cm2, tekan sejajar 329.74 kg/cm2, tekan geser 27.27 kg/cm2 dan tariik sejajar 434.94 kg/cm2. Komponen kimia pada bambu wulung: kadar lignin 32,35%, pentosan 18,50%, holoselulosa 63,32%, alphaselulosa 42,32%, hemiselulosa 21%; kelarutan dalam air dingin 3,41%, dalam air panas 5,14%, dalam alkohol benzene 2,24%, dalam NaOH 1% 17,42%; sedangkan kadar air 9,61%, abu 2,94% dan silica 1,55%. Kadar pati 11,90%. Sifat perekatan terhadap perekat urea
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
169
formaldehida (UF) cukup baik dengan nilai rata-‐rata. Bambu ini baik digunakan untuk konstruksi ringan, bahan anyaman dan furniture. Memiliki kualitas serat I, baik sebagai bahan baku pulp dan kertas. 2. Bambu tutul (Bambusa maculata)
Bambu tutul dalam satu rumpun terdapat sekitar 14 batang. Panjang bambu lebih dari 13 meter, diameter 8-‐9 cm, sekitar 20 ruas. Panjang serat 3.643,39 mm, diameter serat 33,69 mikron, diameter lumen 26,87 mikron dan tebal dinding serat 2,27 mikron. Bambu tutul mempunyai berat jenis antara 0,40-‐0,62. Keteguhan lentur statis MOE 63.631,80 kg/cm2 dan MOR 333, 16 kg/cm2, tekan sejajar 218,15 kg/cm2 dan tekan geser 26,98 kg/cm2, kadar lignin 36,35%, pentosan 19,54%, holoselulosa 69,32%, alphaselulosa 46,36%, hemiselulosa 27%; kelarutan dalam air dingin 1,05%, dalam air panas 6,54%, dalam alkhol benzene 3,68%, dalam NaOH 1% 19,52%; sedangkan kadar air 2,41%, abu 6,94% dan silika 5,42, kadar pati 15,72%. Oleh karena bambu tutul mudah diserang organisme perusak kayu: bubuk kayu kering. Sifat perekatan terhadap perekat urea formaldehida (UF) cukup baik dengan nilai rata-‐rata. Bambu ini baik digunakan untuk konstruksi ringan, bahan anyaman dan furniture. Memiliki kualitas serat I, baik sebagai bahan baku pulp dan kertas. 3. Bambu apus (Gigantochloa apus)
Bambu apus mempunyai warna batang hijau saat masih segar dan krem setelah kering. Masing-‐masing rumpun terdapat sekitar 33 sampai 68 batang, ditepian sungai. Panjang sampai 11 meter lebih, jumlah ruas sekitar 29 ruas. Panjang serat 3.641,35 mm, diameter serat 27,86 mikron, diameter lumen 22,56 mikron dan tebal dinding serat 2,31 mikron. Keteguhan lentur statis MOE 60.126,88 kg/cm2 dan MOR 263.07 kg/cm2, tekan sejajar 248.01 kg/cm2, tekan geser 34.35 kg/cm2 dan tariik sejajar 712.89 kg/cm2. Bambu apus memiliki ketahanan lebih baik terhadap rayap kayu kering Cryptotermes cynocephlaus Light dari pada rayap tanah Coptotermes curvignathus Holmgren, termasuk agak tahan terhadap jamur (kelas III). Kelarutan dalam alcohol bensin 1,82%, air panas 5,19%, air dingin 3,60%, NaOH (1%) 17,75%. Kadar selulosa 61,29%, lignin 31,45%, pentoson 16,76%, pati 9,42%. Sifat perekatan terhadap perekat urea formaldehida (UF) cukup baik dengan nilai rata-‐rata. Bambu ini baik digunakan untuk konstruksi ringan, bahan anyaman dan furniture. Memiliki kualitas serat I, baik sebagai bahan baku pulp dan kertas. 4. Bambu andong (Gigantochloa pseudoarundinacea)
Batang berwarna hijau dengan garis-‐garis vertical putih kekuningan pada waktu masih segar. Satu rumpun bamboo terdapat sekitar 68 batang,
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
170
panjang sampai 22 meter lebih, diameter bagian pangkal sekitar 13,4 cm, ketebalan 19,1 mm. Panjang serat 3.509,93 mm, diameter serat 34,41 mikron, diameter lumen 29,24 mikron dan tebal dinding serat 2,58 mikron. Keteguhan lentur statis MOE 25.490,64 kg/cm2 dan MOR 237,49 kg/cm2, tekan sejajar 303,66 kg/cm2, tekan geser 37,37 kg/cm2. Bambu andong memiliki ketahanan lebih baik terhadap rayap kayu kering Cryptotermes cynocephlaus Light dari pada rayap tanah Coptotermes curvignathus Holmgren, termasuk agak tahan terhadap jamur (kelas III). Kelarutan dalam alcohol bensin 2,73%, air panas 3,74%, air dingin 2,50%, NaOH (1%) 18,43%. Kadar selulosa 59,58%, lignin 31,42%, pentoson 17,83%, pati 15,80%. Sifat perekatan terhadap perekat urea formaldehida (UF) cukup baik dengan nilai rata-‐rata. Bambu ini baik digunakan konstruksi berat, jembatan, bamboo lamina dan furniture. Memiliki kualitas serat I, baik sebagai bahan baku pulp dan kertas. 5. Bambu mayan (Gigantochloa robusa Kurz.)
Bambu yang tua berada di bagian tengah rumpun, tumbuh di pinggiran tebing sungai. Panjang serat 3,467 mm, diameter serat 27,04 mikron, diameter lumen 22,40 mikron dan tebal dinding serat 2,32 mikron. Keteguhan lentur statis MOE 35,948 kg/cm2 dan MOR 145 kg/cm2, tekan sejajar 207 kg/cm2, tekan geser 38 kg/cm2 dan tariik sejajar 1.459 kg/cm2. Bambu mayan memiliki ketahanan lebih baik terhadap rayap kayu kering Cryptotermes cynocephlaus Light dari pada rayap tanah Coptotermes curvignathus Holmgren, termasuk agak tahan terhadap jamur (kelas III). Kelarutan dalam alcohol bensin 3,24%, air panas 9,63%, air dingin 6,68%, NaOH (1%) 23,95%. Kadar selulosa57,55%, holoselulosa 63,32%, lignin 31,66%, pentoson 18,60%, pati 9,42%. Kadar air 9,68%, abu 2,67% dan silica 1,48%. Sifat perekatan terhadap perekat urea formaldehida (UF) cukup baik dengan nilai rata-‐rata. Bambu ini baik digunakan untuk konstruksi ringan, furniture dan kerajinan. 6. Bambu betung (Dendrocalamus asper Backer)
Panjang ruas pada bagian pangkal sekitar 20 cm, semakin ke arah ujung batang semakin panjang bisa Permukaan batang bambu betung berwarna hijau dengan buku di bagian pangkal sering mempunyai akar pendek yang menggerombol. Pelepah batang mudah jatuh, panjangnya 20-‐55 cm, seringkali batang terlihat seperti tidak mempunyai pelepah. Panjang serat 3,947 mm, diameter serat 33,84 mikron, diameter lumen 29,10 mikron dan tebal dinding serat 2,37 mikron. Keteguhan lentur statis MOE 86.550 kg/cm2 dan MOR 349 kg/cm2, tekan sejajar 261 kg/cm2, tekan geser 35 kg/cm2 dan tariik sejajar 1.872 kg/cm2. Bambu betung rentan terhadap rayap kayu kering Cryptotermes cynocephlaus Light dan rayap tanah Coptotermes curvignathus Holmgren, agak tahan terhadap jamur (kelas III). Kelarutan dalam alcohol bensin 2,24%, air
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
171
panas 3,91%, air dingin 2,15%, NaOH (1%) 19,12%. Kadar selulosa 55,10 %, holoselulosa 63,32%, lignin 32,35%, pentoson 19,02%, pati 15,80%. Kadar air 10,89%, abu 10,89% dan silica 0,38%. Sifat perekatan terhadap perekat urea formaldehida (UF) cukup baik dengan nilai rata-‐rata. Bambu ini baik digunakan untuk konstruksi ringan, furniture dan kerajinan. 7. Bambu ampel (Bambusa vulgaris Schard)
Pada satu rumpun memiliki antara 23 – 60 batang, panjang lebih dari 13 meter. Diameter 7-‐8,4 cm, sekitar 40 ruas. Seludang menempel pada bambu muda sampai umur 6 bulan. Bambu ampel mempunyai diameter pembuluh metaksilem 222,48 mikron, termasuk serat panjang 3,176 mm. Keteguhan lentur statis MOE 33.540,74 kg/cm2 dan MOR 186,08 kg/cm2, tekan sejajar 312,51 kg/cm2, tekan geser 55,44 kg/cm2 dan tariik sejajar 1.474,84 kg/cm2. Bambu duri rentan terhadap rayap kayu kering Cryptotermes cynocephlaus Light dan rayap tanah Coptotermes curvignathus Holmgren, agak tahan terhadap jamur (kelas III). Kelarutan dalam alkohol bensin 4,32%, air panas 9,16%, air dingin 2,55%, NaOH (1%) 31,19%. Kadar selulosa 44,79%, lignin 28,01%, pentoson 16,62%, pati 21,35%. Kadar air 6,81%, abu 2,47% dan silica 0,47%. Sifat perekatan terhadap perekat urea formaldehida (UF) cukup baik dengan nilai rata-‐rata bambu ini baik digunakan untuk konstruksi ringan, furniture dan kerajinan. Panjang serat termasuk kualitas kelas 1 untuk pulp dan kertas. Bambu ini baik digunakan untuk konstruksi berat, bangunan atau jembatan, bambu lamina, furniture dan kerajinan. 8. Bambu ater (Gigantochloa atter (Hassk) Kurz ex Munro)
Satu rumpun memiliki 35-‐45 batang, panjang sekitar 15 meter lebih, diameter 5-‐9 cm sekitar 33 ruas. Permukaan bambu berwarna hijau kusam dan seperti kesat, seludang menempel pada bambu muda sampai dengan bambu berumur sekitar 6 bulan. Diameter pembuluh metaksilem 232 mikron, panjang serat 4,322 mm, panjang serat menggolongkan kedua jenis bambu ini termasuk kualitas kelas 1 untuk pulp dan kertas. Keteguhan lentur statis MPL 146,69 kg/cm2, MOE 60.779,07 kg/cm2 dan MOR 210,75 kg/cm2, tekan sejajar 317,97 kg/cm2, tekan geser 45,04 kg/cm2 dan tariik sejajar 1.694,24 kg/cm2. Bambu duri rentan terhadap rayap kayu kering Cryptotermes cynocephlaus Light dan rayap tanah Coptotermes curvignathus Holmgren, agak tahan terhadap jamur (kelas III). Kelarutan dalam alkohol bensin 3,95%, air panas 11,39%, air dingin 8,17%, NaOH (1%) 26,60%. Kadar selulosa 44,29%, lignin 36,08%, pentoson 17,68%, pati 20,06%. Kadar air 8,85%, abu 1,40% dan silica 0,64%. Sifat perekatan terhadap perekat urea formaldehida (UF) cukup baik dengan nilai rata-‐rata Bambu ini baik digunakan untuk konstruksi ringan, furniture dan kerajinan. Panjang serat termasuk kualitas kelas I untuk pulp dan kertas. Bambu ini baik digunakan untuk
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
172
konstruksi berat, bangunan atau jembatan, bamboo lamina, furniture dan kerajinan. 9. Bambu duri (Bambusa blumeana Bl. Ex Schult. F.)
Setiap rumpun memiliki 20-‐70 batang, panjang batang 18 – 21,50 meter, permukaan batang bambu berwarna hijau kusam dan seperti kesat, tidak memiliki banyak rambut atau bulu-‐bulu gatal. Pada buku bagian pangkal sampai ketinggian sekitar 3 meter tampak juluran cabang yang berduri. Berkas pembuluh bagian tepi 571,30 mikron, sedangkan di bagian sentral 895,72 mikron; pembuluh metaksilem di bagian tepi 69,88 mikron dan di bagian sentral 198,75 mikron. Keteguhan lentur statis MOE 19.909,7 kg/cm2 dan MOR 125,04 kg/cm2, tekan sejajar 168,45 kg/cm2, tekan geser 25,68 kg/cm2 dan tarik sejajar 620,29 kg/cm2. Bambu duri rentan terhadap rayap kayu kering Cryptotermes cynocephlaus Light dan rayap tanah Coptotermes curvignathus Holmgren, agak tahan terhadap jamur (kelas III). Kelarutan dalam alkohol bensin 9,68%, air panas 13,96%, air dingin 11,39%, NaOH (1%) 29,62%. Kadar selulosa 47,81%, holoselulosa 63,32%, lignin 24,43%, pentoson 17,35%, pati 18,34%. Kadar air 8,47%, abu 2.20% dan silica 0,727%. Sifat perekatan terhadap perekat urea formaldehida (UF) cukup baik dengan nilai rata-‐rata. Bambu ini baik digunakan untuk konstruksi ringan, furniture dan kerajinan. 10. Bambu temen (Gigantochloa verticillata Munro)
Setiap rumpun bisa memiliki 20-‐56 batang, panjang batang sampai ujung berkisar dari 9,5-‐11 meter, dengan ruas sejumlah 23-‐29 ruas. Diameter batang sampai 6,2 cm, ketebalan 1,3-‐1,5 cm. Permukaan batang berwarna hijau mengkilap, tidak memiliki banyak bulu-‐bulu gatal. Pada buku bagian pangkal sampai ketinggian sekitar 3 meter tidak tampak seludang menempel. Diameter pembuluh bagian tepi 554,16 mikron, sedangkan di bagian sentral 604,83 mikron; pembuluh metaksilem bambu duri di bagian tepi 62,99 mikron dan di bagian sentral 153,98 mikron. Keteguhan lentur statis MOE 334,64kg/cm2 dan MOR 101.310,3 kg/cm2, tekan sejajar 438,54 kg/cm2, tekan geser 59,47 kg/cm2 dan tariik sejajar 1.885,56 kg/cm2. Bambu temen rentan terhadap rayap kayu kering Cryptotermes cynocephlaus Light dan rayap tanah Coptotermes curvignathus Holmgren, agak tahan terhadap jamur (kelas III). Kelarutan dalam alcohol bensin 9,68%, air panas 13,96%, air dingin 11,39%, NaOH (1%) 29,62%. Kadar selulosa 47,81%, holoselulosa 63,32%, lignin 24,43%, pentoson 17,35%, pati 18,34%. Kadar air 8,47%, abu 2.20% dan silica 0,727%. Sifat perekatan terhadap perekat urea formaldehida (UF) cukup baik dengan nilai rata-‐rata Bambu ini baik digunakan untuk konstruksi ringan, furniture dan kerajinan.
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
173
Hasil penelitian sifat dasar ke 10 jenis bambu di atas kemungkinan kegunaannya dapat direkomendasikan seperti pada Tabel 3. Tabel 3. Kemungkinan kegunaan 10 jenis bambu yang dapat rekomendasikan
No Jenis bambu Kegunaan 1. Bambu wulung (Gigantochloa atriviciacea) 2, 5, 6 2. Bambu tutul (Bambusa maculata) 2, 5, 6 3. Bambu apus (Gigantochloa apus (Schultz) Kurz) 2, 4, 5 4. Bambu andong (Gigantochloa pseudoarundinacea) 1, 3, 4 5. Bambu mayan (Gigantochloa robusa Kurz. 2, 5, 6 6. Bambu betung (Dendrocalamus asper Backer) 1, 3, 4, 5 7. Bambu ampel (Bambusa vulgaris) 1, 2, 5, 6 8. Bambu ater (Gigantochloa ater) 1, 2, 5, 8 9. Bambu duri (Bambusa blumeana Bl. Ex Schult. F.) 2, 5, 6 10. Bambu temen (Gigantochloa verticillata Munro) 2, 5, 6
Keterangan: 1. 1 = Konstruksi berat
2 = Konstruksi ringan 3 = Bangunan/jembatan 4 = Bambu lamina
5 = Furniture 6 = Kerajinan/anyaman
IV. PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Jenis kayu yang berasal dari Jawa, Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, Bali dan Nusa Tenggara serta Papua, sebagian besar baik digunakan untuk kayu lapis, kayu pertukangan, moulding, pulp dan kertas. Janis-‐jenis kayu tersebut sebagian besar rentan terhadap organism perusak, akan tetapi mempunyai sifat keterawetan yang tinggi atau mudah diawetkan. Ada 4 jenis kayu yang tahan terhadap organism perusak di laut yaitu Dipterocarpus stellatus, Dipterocarpuspachyphyllus, Dipteroarpus glabrigemmatus., dan Vatica nitens.
2. Ada 7 jenis rotan yang kurang dikenal dapat dipakai sebagai pengganti manau yaitu Calamus kooedeniensianus, Calamus aruensis, Calamus pachypus, Calamus warburgii, Calamus zebrinus, Calmus hollurugil, dan Calamus umboldtlanus. Ceratolobus subangulatus dapat dipakai pengganti rotan sega dan Myrialepis paradoxa sebagai pengganti rotan irit.
3. Bambu wulung (Gigantochloa atriviciacea), tutul (Bambusa maculata), mayan (Gigantochloa robusa, dan petung (Dendrocalamus asper) bagus untuk konstruksi ringan, furniture dan kerajinan anyaman. Bambu gomleh (Gigantochloa pseudoarundinacea) bagus untuk konstruksi berat, jembatan
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
174
dan bambu lamina. Semua jenis bamboo yang diteliti sangat rentan terhadap organism perusakl, namun sangat mudah diawetkan.
B. Rekomendasi
Jenis-‐jenis kayu yang rentan terhadap organism perusak, dalam pemakaiannya harus dioawetkan terlebih dahulu. Jenis-‐jenis kayu yang tahan terhadap penggerek di laut direkomendasikan untuk digunakan sebagai bangunan kelautan. Jenis rotan yang dapat dipakai pengganti manau, sega dan irit perlu diperkenalkan pada masyarakat. Semua jenis bambu yang diteliti dalam pemakaiannya harus diawetkan.
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
175
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1952. Nama-‐nama kesatuan untuk jenis-‐jenis pohon yang penting di Indonesia. Pengumuman Istimewa No. 6. Balai Penyelidikan Kehutanan. Bogor.
______,1980. Guideline for utilization and marketing of tropical wood species. Food and Agricultural Organization of the United Nation, Rome.
______, 1993. TAPPI Test Methodes. TAPPI Press. Atlanta, Georgia. ______, 2000. DIN Taschenbuch 60 Beuth Verlag Gm BH, Koln. Frankfurt (Main).
Berlin. ______, 2002. Kayu lapis penggunaan umum Standar Nasional Indonesia (SNI
01-‐5008-‐2-‐2000). Badan Standardisasi Nasional (BSN). Jakarta. ______, 2003. Japanese Agricultural Standar of Common Plywood its Comentary
the Japan Plywood Manufacture’s Association. Tokyo. _______, 2006. ASTMD 143-‐94 (reaproved 2000). Standars Test Methods for
Small Clear Specimens of Timber. Annual Book of ASTM Standars. Section 4 (Construction), Vol 4.10 (wood). Balltinore, MD, USA.
_______, 2006.Uji ketahanan kayu dan produk kayu terhadap organisme perusak kayu. Standar Nasional Indonesia (SNI 01-‐7207-‐2006). Badan Standardisasi Nasional (BSN). Jakarta.
Dransfield, J. 1974. A Shot guide to rattan Biotrop/TF/74/128 Bogor, Indonesia 69 pp.
Jasni dan O. Rachman. 2000.Pemanfaatan rotan. Laporan Kegiatan Working Group. Research and Development For Forest Product in Indonesia (ASOF). Departemen Kehutanan dan Perkebunan. Badan Litbang Kehutanan dan Perkebunan.
Martawijaya, A., I. Kartasudjana, K. Kadir, dan S.A. Prawira. 1981. Atlas Kayu Indonesia Jilid I. Balai Penelitian Hasil Hutan. Bogor.
Nurachman, A. dan R.M. Siagian. 1976. Dimensi serat jenis kayu Indonesia. Laporan No. 2. Lembaga Penelitian Hasil Hutan, Bogor.
Priasukmana, S. dan T. Silitonga. 1972. Dimensi serat beberapa jenis kayu Jawa Barat. Laporan No. 2. Lembaga Penelitian Hasil Hutan Bogor.
Rachman, O. 2000. Protokol pengujian pelengkungan rotan utuh. Laboratorium pengerjaan kayu. Puslitbang Teknologi Hasil Hutan, Bogor. Tidak diterbitkan.
Sass, J.E. 1961. Botanical microtechnique. The IOWA State University Press. Silitonga, T., R.M. Siagian dan A. Nurachman, 1973. Cara pengukuran serat di
Lembaga Penelitian Hasil Hutan. Publikasi Khusus No. 2. Lembaga Penelitian Hasil Hutan, Bogor.
Smith, D.N.R. and N. Tamblyn, 1970. Proposed scheme for international standard test for the resistance of timbers to impregnation with,
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
176
preservatives. Ministry of Technology, Forest Products Research Laboratory.
Terazawa, S. 1965. An easy methods for the determination of wood drying schedule. Wood Industry Vol. 20 (5), Wood Technological Association of Japan.
Tesoro, F.O. 1989. Methodology for Project 8 on Corypha and Livistona. FIRDI, College, Laguna 4031. Philipines.
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
177
Lampiran 1. Daftar output RPI 19 (Sifat dasar Kayu dan Bukan Kayu) tahun 2010 -‐2014
No Judul Penelitian Tahun Judul Publikasi Media Penulis 19.1 Luaran 1 :
Informasi sifat dasar dan kemungkinan penggunaan 75 jenis kayu
19.1.1 Sifat Dasar dan Kegunaan Kayu Jawa
2010 Sifat pemesinan kayu dolok diameter kecil jenis manglid (Manglieta glauca BL)
Warta Hasil Hutan Vol. 7 (1) 2012
Ary Widianto dan Nanang Siswanto
2010 Durability of local specific wood species from Java
Journal of Forestry 2010
M. Muslich
2010 Kualitas kayu produk sosial forestry
Sosial Forestry Rest, 2010
M. Muslich
2011 Kelas awet 15 jenis andalan kayu setempat terhadap rayap kayu kering, rayap tanah dan penggerek di laut
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 29 (1) Maret 2011
M. Muslich
2011 Ketahanan lima jenis kayu asal Lengkong Sukabumi terhadap beberapa jamur pelapuk
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 29 (3) Sept. 2011
Sihati Suprapti
2011 Manfaat pohon ki kendal
Buletin Hasil Hutan Vol. 17 (1) April 2011
M. Muslich
2011 Durability of 50 indonesian wood species preserved with CCB against marine borers atack
INAFOR M.Muslich
2011 Kelas awet 250 jenis kayuterhadap penggerek kayu di laut
Buletin Hasil Hutan, 2011
M. Muslich
2011 Kelas awet 15 jenis kayu andalan setempat terhadap rayap kayu kering, rayap tanah, dan penggerek di laut
Seminar MAPEKI XIII 2011
M. Muslich
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
178
No Judul Penelitian Tahun Judul Publikasi Media Penulis 2011 Identifikasi dan tipe
serangan penggerek kayu di laut
Jurnal Penelitian Hasil Hutan, 2011
M. Muslich
2011 Sifat pemesinan kayu dolok diameter kecil jenis manglid (manglieta glauca Bl)
Prosiding Hasil Penelitian tahun 2011
Mochamad Siarudin dan Ary Widianto
2012
Hubungan antara berat jenis dan keawetan kayu
Seminar MAPEKI XIV 2012
M. Muslich
2012
Kayu alternatif untuk industri perkapalan
Seminar MAPEKI XIV 2012
M. Muslich
2012
Permasalahan dan solusi penggerek kayu di laut
Ekspose Hasil Penelitian 2012
M. Muslich
2012
Keawetan 50 jenis kayu terhadap uji kuburan dan uji di laut
Orasi Ahli Peneliti Utama 2012
M. Muslich
2012
Mengenal pengerek kayu di laut : Kisah perjalanan ke pulau Rambut
Majalah Forpro Vol. 1 (2) Des. 2012
Muslich dan Krisdianto
2012
Sifat pemesinan kayu gmelina (Gmelina arbores Roxb) dan mangium (Acacia mangium Wild)
Warta hasil Hutan Vol. 7 (1) 2012
Ary Widianto dan Nanang Siswanto
2012 Sifat pemesinan kayu dolok diameter kecil jenis manglid (Manglieta glauca BL)
Warta Hasil Hutan Vol. 7 (1) 2012
Ary Widianto dan Nanang Siswanto
2012 Studi sifat pemesinan kayu pilang (Acacia leucophloea Wid)
Warta Hasil Hutan Vol. 7 (2) 2012
Ary Widianto dan Nanang Siswanto
2013 Sifat dasar kayu jati plus Perhutani dari berbagai umur dan kaitannya dengan sifat dan kualitas pengeringan
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 31 (2) Juni 2013
Efrida Basri dan Imam Wahyudi
2013 Sifat pengkaratan lima jenis kayu asal Cianjur terhadap
Jurnal Penelitian Hasil Hutan
Djarwanto
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
179
No Judul Penelitian Tahun Judul Publikasi Media Penulis Besi Vol. 31 (3)
Sept. 2013
2013 Ketahanan lima jenis kayu asal Cianjur terhadap Jamur
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 31 (3), Sept. 2013
Sihati Suprapti dan Djarwanto
2013 Keawetan lima puluh jenis kayu terhadap uji kuburan dan uji di laut
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 31 (4) Des. 2013
Muhammad Muslich dan Sri Rulliaty
2013 Struktur anatomi dan kualitas serat lima jenis kayu andalan setempat asal Carita Banten
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 31 (4) Des. 2013
Sri Rulliyati
2013 Kontribusi penyediaan kayu dari Hutan rakyat di Jawa
FORPRO Vol.2 (2) Des. 2013
D. Martono
2013 Beberapa informasi tentang ki lemo (Litsea cubeba)
Buletin Hasil Hutan Vol.16 (2) Okt. 2010
19.1.2. Sifat Dasar dan Kegunaan Kayu Kalimantan
2012 Sifat fisik dan mekanik kayu Shorea macroptera ssp. Sandakanensis (Sym) Ashton sebagai bahan baku mebel
Jurnal Penelitian Dipeterocarpa Vol.7 (1) Okt. 2013
Andrian Fernandes, Amiril Saridan
2012 Kayu shorea retusa Meijer sebagai bahan baku alat edukasi anak
Proseding Seminar MAPEKI 2013
2013 Stabilisasi dimensi kayu shorea retusa Meijer dengan polyvinil acetate PVAC
Jurnal Dipterocarpa Vol. 8 (1) Juni 2014
2013 Ciri morfologi dan mikroskopis Vatica sarawakensis
Jurnal Dipterocarpa Vol. 8 (2) Nov. 2014
2013 Sifat kimia dari kayu Shorea retusa, Shorea macroptera dan Shorea macrophylla
Jurnal Dipterocarpa Vol. 8 (1) Juni 2014
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
180
No Judul Penelitian Tahun Judul Publikasi Media Penulis 19.1.3. Sifat dasar dan
Kegunaan Kayu Sulawesi
2012 Beberapa sifat dasar dan kegunaan tiga jenis kayu kurang dikenal asal hutan alam Sulawesi
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 30 (1) Maret 2012
Mody Lempang da Muhammad Asdar
2013 Struktur anatomi, sifat fisis dan mekanis kayu kambelu dan kanduruan asal hutan alam di Sulawesi Barat
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 31 (1) Maret 2013
Mody Lempang, Muhammad Asdar dan Sri Rulliaty
19.1.4. Sifat Dasar dan Kegunaan Kayu Sumatera
2012 Variasi keasaman dan kapasitas penyangga kayu tampui beras dan manggis hutan
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 31 (4) Des. 2013
Krisdianto
2013 Sifat anatomi, sifat fisis dan mekanis pada kayu kemenyan toba dan kemenyan bulu
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 31 (2) Juni 2013
Gunawan Pasaribu
2010 Info sebaran dan persyaratan tumbuh jenis kayu penghasil kayu pulp
Buku, 2011
2010 Jenis pohon potensial bahan baku pulp di Wilayah Sumatera Bagian Barat
Buku
2012 Anatomical structure and fiber dimensions of jabon (Anthocephallus Cadamba Miq.) dan gerunggang (Cratoxylon arborescens BI) from Sumatera
INAFOR 2013
2012 Sifat dasar dan kegunaan kayu jenis alternatif jabon (Anthocephallus Cadamba Miq.)
Seminar Hasil Penelitian Pustekolah 2013
Rima Rinanda
2012 Karakteristik pulp kayu terentang (Campnosperma auriculatum (BI.)
Seminar Teknisi Pustekolah, 2014
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
181
No Judul Penelitian Tahun Judul Publikasi Media Penulis 2012 Pulp Binuang Info Teknis 2012 Pulp Terentang Info Teknis 2013 Morfologi serat dan
sifat fisis kimia kau sesendok sebagai alternatif bahan baku pulp
Seminar MAPEKI, 2014
2013 Pulp Sekubung Info Teknis 19.1.5. Sifat Dasar dan
Kegunaan Kayu Papua
2011 Sifat fisik kayu andalan Papua: Cempaka (Elmerilla papuana Dandy)
Buletin Hasil Hutan Vol. 17 (2) Okt. 2011
Susan Trida Salosa dan Endra Gunawan
2012 Mengenal tumbuhan kratom (Mitragyna spesiosa Korth)
FORPRO Vol.2 (1) Juni 2013
Freddy J. Hutapea
19.1.6 Sifat Dasar dan Kegunaan Kayu Bali dan Nusa Tenggara
-‐ Ciri kelas kuat kayu Acacia leaocophloea (Roxb) Willd
Warta Cendana
-‐
Sifat dasar kayu timo (Timoneus sericeus (Desf) K.Schum)
Leaflet
19.2. Luaran 2 : Informasi sifat dasar dan kemungkinan penggunaan 22 jenis rotan
19.2.1 Sifat Dasar dan Kegunaan Rotan
2010 Daya tahan 25 jenis rotan terhadap rayap tanah
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 28 (1) 2010
Jasni & Han Roliadi
2011 Daya tahan 16 jenis rotan terhadap bubuk rotan (Dinoderus minutus Fabr)
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 29 (2) 2011
Jasni & Han Roliadi
2011 Komponen kimia dan ketahanan empat jenis rotan
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 29 (2) 2011
Ina Winarni & Jasni
2012 Beberapa jenis rotan kurang dikenal sebagai alternatif bahan baku mebel
Prosiding Hasil Hutan Tahun 2012
Jasni, Krisdianto dan Abdurahman
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
182
No Judul Penelitian Tahun Judul Publikasi Media Penulis 2013 Sekilas pandang
budaya dan pemanfaatan rotan di Kutai Barat
Warta Hasil hutan Vol.8 (2) 2013
Jasni
2013 Perkembangan komoditas rotan di Indonesia
FORPRO Vol. 2 (2) Des. 2013
D. Martono
2012 Pengertian ekolabeling dan penerapanya pada industry rotan
FORPRO Vol. 1 (1) Juli 2012
D. Martono
19.3 Luaran 3 Informasi sifat dasar dan kemungkinan penggunaan 8 jenis bambu
19.3.1 Sifat Dasar dan Kegunaan Bambu
2011 Pemanfaatan lignin hasil isolasi dari lindi hitam proses biopulping bambu betung (Dendrocalamus asper ) sebagai media selektif jamur pelapuk putih
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 29 (4), 2011
Sita Heris Anita , Dede Heri Yuli Yanto & Widya Fatriasari
2012 Pengaruh jenis bambu, waktu kempa dan perlakuan pendahuluan bilah bambu terhadap sifat papan bambu lamina
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 30 (3) 2012
IM Sulastiningsih
2012 Pengaruh perendaman menggunakan larutan campuran tembaga sulfat dan nikel terhadap warna permukaan bambu giganto-‐chloa apus kurz.
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 30 (2) 2012
Barly & Susilawati
2012 Sifat fisis dan stabilisasi dimensi beberapa jenis bambu komersial
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 30 (3) 2012
Barly, Agus Ismanto D. Martono dan Abdurahman
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
183
Lampiran 2. Daftar Outcone RPI 19 tahun 2011 – 2014 No Judul/Kegiatan Pemanfaatan Keterangan 1. Atlas Kayu Indonesia Jilid IV Digunakan oleh akademisi,
swasta dan instansi kehutanan Buku
2. Atlas Rotan Indonesia Jili I Digunakan oleh akademisi, swasta dan instansi kehutanan
Buku
3. Atlas Rotan Indonesia Jili II Digunakan oleh akademisi, swasta dan instansi kehutanan
Buku
4. Koleksi Xylarium Dimanfaatkan oleh akademisi, swasta dan instansi kehutanan dan masyarakat umum lainnya
Xylarium
5. Identifikasi jenis kayu Dimanfaatkan oleh swasta, instansi kehutanan, bea cukai dan masyarakat umum lainnya
Identifikasi
6. Identifikasi jenis rotan Dimanfaatkan oleh swasta, instansi kehutanan, bea cukai dan masyarakat umum lainnya
Identifikasi
7. Identifikasi jenis bambu Dimanfaatkan oleh akademisi swasta, dan masyarakat umum lainnya
Identifikasi
8. Jenis-‐jenis Tanaman Lokal Potensial Sebagai Bahan Baku Pulp
ALih Teknologi di Kabupaten Kuansing
Oktober 2011
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
184
RPI 20 KETEKNIKAN DAN PEMANENAN
HASIL HUTAN
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
185
RPI 20
KETEKNIKAN DAN PEMANENAN HASIL HUTAN
Koordinator: Prof. Ir. Dulsalam, MM
I. PENDAHULUAN
Salah satu aspek penting dalam kegiatan pemanfaatan hasil hutan
adalah pemanenan. Kegiatan ini merupakan tahap awal dari pemanfaatan hasil hutan. Kondisi geografis wilayah hutan yang bervariasi, memerlukan pengetahuan dan teknologi yang mendukung kegiatan pemanenan yang efisien dan ramah lingkungan. Karakteristik wilayah, teknik dan alat yang digunakan dalam pemanenan perlu diketahui untuk mendukung hasil pemanenan yang baik secara ekonomis maupun ekologis. Rencana Penelitian Integratif (RPI) Keteknikan dan Pemanenan Hasil Hutan mencakup kegiatan penelitian yang mengarah pada terpenuhinya informasi yang memadai mengenai teknik pemanenan, formulasi petak tebang yang optimal serta teknik stabilisasi jalan logging. Dengan adanya kegiatan penelitian pada RPI ini, diharapkan kendala yang dihadapi dalam kegiatan pemanenan dapat diatasi.
Luaran dari RPI Keteknikan Hutan dan Pemanenan Hasil Hutan adalah:
1. Teknik penentual luas petak optimal di hutan lahan basah 2. Teknologi stabilisasi badan jalan dan alat bantu logging truk 3. Teknik efisiensi pemanenan kayu 4. Teknologi pemanenan optimal resin dan getah.
II. METODE SINTESIS
Sintesis RPI 20 dilakukan dengan metode sintesis terfokus berdasarkan hasil kegiatan penelitian yang menjadi cakupan RPI yang dilaksanakan oleh Pustekolah dan berdasarkan literatur review. Sintesis RPI disajikan dengan pendekatan sintesis berdasarkan luaran RPI. III. SINTESIS HASIL PELAKSANAAN RPI
Kegiatan tahun 2010 sebelum RPI 2011-‐2014 (revisi), sebagian dilanjutkan pada RPI 2011-‐2014 (revisi) dan sebagian telah selesai. Kegiatan yang merupakan lanjutan, hasil kegiatannya telah diintegrasikan ke dalam sintesis RPI ini. Kegiatan yang telah selesai pada tahun 2010 adalah:
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
186
1. Indeks Pemanenan pada Pemanenan Hutan Alam Bekas Tebangan LOF
dalam Penyiapan Lahan HTI
Hasil perhitungan indeks pemanenan pada pemanenan hutan alam bekas tebangan (LOF) dalam penyiapan lahan HTI rawa gambut sebesar 99,4%. Pemanfaatan kayu hasil penebangan pada penyiapan lahan HTI rawa gambut sangat efisien dan maksimal karena semua sortimen kayu dapat dimanfaatkan baik dari batang utama maupun cabang-‐cabang. Limbah yang ditinggalkan hanya sedikit berupa cabang berdiameter kurang dari 10 cm dan panjangnya kurang dari 2,4 meter, limbah tersebut dipergunakan untuk mating-‐mating jalan sarad eksavator. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dalam penentuan jatah produksi tahunan IPK penyiapan lahan HTI.
2. Teknik Pemanenan Bambu Berdampak Minimal Terhadap Permudaan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-‐rata volume bambu, produktivitas penebangan, efisiensi pemanfaatan dan jumlah kerusakan permudaan bambu di Purwokerto berturut-‐turut sebesar 0,056 m3; 0,667 m3.m/jam; 69% dan 7 batang/rumpun. Semantara itu, rata-‐rata volume bambu, produktivitas penebangan, efisiensi pemanfaatan, dan jumlah kerusakan permudaan bambu di Gunungkidul berturut-‐turut sebesar 0,026 m3; 0,232 m3.m/jam; 48,67% dan 3 batang/rumpun. Efisiensi pemanfaatan bambu di Gunungkidul lebih rendah daripada di Purwokerto, hal ini ditunjukkan dengan tingginya tunggak bambu yang ditinggalkan. Teknik pemanenan yang tepat perlu diterapkan untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan bambu sekaligus dapat menjamin kelestarian produk dan sumber penghasil bambu.
3. Kajian Ekologis, Sosial dan Ekonomi Penggunaan Peralatan Pemanenan Hutan Lahan Kering
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: a. Produktivitas rata-‐rata alat tebang pohon chainsaw sthil 07 adalah 3
m3/jam; Produktivitasrata-‐rata penyaradan berkisar antara 12 -‐ 18 m3/jam; Pemuatan dengan Eksavataor pemuat Kobelco SK200 35 m3/jam, Produktivitas pengangkutan dengan truk berkisar antara 7 -‐ 8,5 m3/jam; Produktivitas bongkar kayu dengan eksvator 30 m3/jam.
b. Biaya rata penebangan dengan chainsaw STIHL 070 adalah Rp 6.264/m3, rata-‐rata penyaradan berkiasar antara Rp 18.318 -‐ Rp 29.667/m3, produtivitas rata-‐rata pemuatan pemuatan kayu Rp 10.171/m3, produktivitas rata-‐rata pengangkutan dengan truk berkisar antara Rp 37.118 -‐ Rp 45.071 m3, produktivitas rata-‐rata bongkar kayu dengan eksvatorberkisar antara Rp 11.897 -‐ Rp 11.913/ m3.
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
187
c. Kontribusi penggunaan peralatan pemanenan terhadap pendapatan masyarakat cukup besar, yaitu dengan target produksi kayu 2 juta m3 per tahun maka pendapatan masyarakat adalah sebesar Rp 21,4 miliar dengan perincian Rp 11,2 miliar dari penebangan, Rp 2,6 miliar dari penyardan, Rp 1,2 miliar dari pemuatan kayu, Rp 5 miliar dari pengangkutan kayu dan Rp 1,4 miliar dari bongkar kayu.
d. Luas keterbukaan bekas tebangan HTI rata-‐rata 2000 ha/bulan, gangguan permukaan tanah bekas jalan sarad rata-‐rata 80%/m 2 .
e. Penyaradan kayu dilakukan melalui jalan yang telah ditentukan.
Hasil penelitian RPI 2011-‐2014 (revisi) berdasarkan masing-‐masing luarannya diuraikan sebagai berikut: Luaran 1. Teknik Penentual Luas Petak Optimal di Hutan Lahan Basah
1. Teknik Penentuan Luas Petak Optimal di Hutan Lahan Basah
Penelitian “Teknik penentuan luas petak optimal di hutan lahan basah” telah dilakukan di Provinsi Riau dan Jambi. Hasil Penelitian disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Hasil penelitian “Teknik penentuan luas petak optimal di hutan lahan basah” di Riau dan Jambi
No Provinsi/Ukuran petak
Perihal Satuan Nilai
A. Riau 1. 250 m x 500 m Produktivitas penyaradan
Biaya penyaradan Total biaya penyaradan dan pembuatan kanal Ketebalan gambut
m3/jam Rp/m3 Rp/m3
Kualitatif
11,457 30.592 35.582 Berpengaruh
2. 200 m x 500 m Produktivitas penyaradan Biaya penyaradan Total biaya penyaradan dan pembuatan kanal Subsiden
m3/jam Rp/m3 Rp/m3
Kualitatif
13,043 26.835 31.801 Berpengaruh
3. 150 m x 356 m Produktivitas penyaradan Biaya penyaradan Total biaya penyaradan dan pembuatan kanal Water level
m3/jam Rp/m3 Rp/m3
Kualitatif
15.128 23.159 28.085 Berpengaruh
4. 400 m x 750 m Produktivitas penyaradan Biaya penyaradan Total biaya penyaradan dan pembuatan kanal Ketebalan gambut
m3/jam Rp/m3 Rp/m3
Kualitatif
12,241 26.815,26 117.222.379 8,4
5. 250 m x 250 m Produktivitas penyaradan Biaya penyaradan
m3/jam Rp/m3
12,383 26.482,05
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
188
No Provinsi/Ukuran petak
Perihal Satuan Nilai
Total biaya penyaradan dan pembuatan kanal Subsiden
Rp/m3
Kualitatif
26.787.739 3,6
6. 250 x 500 m Produktivitas penyaradan Biaya penyaradan Total biaya penyaradan dan pembuatan kanal Water level
m3/jam Rp/m3 Rp/m3
Kualitatif
13,449 24.382,59 49.164.269 3,84
7. 250 m x 750 m Produktivitas penyaradan Biaya penyaradan Total biaya penyaradan dan pembuatan kanal Water level
m3/jam Rp/m3 Rp/m3
Kualitatif
13,695 24.010,13 73.218.273 1,92
B. Jambi 1. 180 m x 410 m Produktivitas penyaradan
Biaya penyaradan Total biaya penyaradan dan pembuatan kanal Water level
m3/jam Rp/m3 Rp/m3
Kualitatif
12.416 28.307 31.987 Berpengaruh
2. 140 m x 410 m Produktivitas penyaradan Biaya penyaradan Total biaya penyaradan dan pembuatan kanal Water level
m3/jam Rp/m3 Rp/m3
Kualitatif
13.765 25.483 29.091 Berpengaruh
3. 100 m x 410 m Produktivitas penyaradan Biaya penyaradan Total biaya penyaradan dan pembuatan kanal Suhu
m3/jam Rp/m3 Rp/m3
Kualitatif
15.324 22.843 26.417 Berpengaruh
4 250 m x 298,8 m Produktivitas penyaradan Biaya penyaradan Total biaya penyaradan dan pembuatan kanal Ketebalan gambut
m3/jam Rp/m3 Rp/m3
Kualitatif
12,293 26.522,84 118.558.145 0,96
5 250 m x 250 m Produktivitas penyaradan Biaya penyaradan Total biaya penyaradan dan pembuatan kanal Subsiden
m3/jam Rp/m3 Rp/m3
Kualitatif
12,894 25.977,42 29.619.954 0,6
6 250 m x 500 m Produktivitas penyaradan Biaya penyaradan Total biaya penyaradan dan pembuatan kanal Water level
m3/jam Rp/m3 Rp/m3
Kualitatif
13,889 23.368,19 55.893.975 0,576
7 250 m x 750 m Produktivitas penyaradan Biaya penyaradan Total biaya penyaradan dan pembuatan kanal Water level
m3/jam Rp/m3 Rp/m3
Kualitatif
14,872 21.841,60 77.287.267 0.528
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
189
Tabel 1. Produktivitas dan biaya penyaradan di PT BSN, Kalimantan Barat
No PU Volume (m3)
Waktu (Jam)
Jarak sarad (m)
Produktivitas (m3/jam)
Biaya (Rp/m3)
I. 250m x 250m Kisaran Rata-‐rata
8,2-‐11,7
9,703
0,500-‐0,831
0,665
51-‐250 153,3
10,708-‐19,243
14,880
18.385,3-‐33.038,8
24.286,9
II. 250m x 500m Kisaran Rata-‐rata
7,9-‐11,2
9,337
0,417-‐0,760
0,602
50-‐250 153,3
12,217-‐20,359
15,769
17.377,3-‐28.958,4
22.831,0 III. 250m x 750m
Kisaran Rata-‐rata
7,4-‐10,6
9,267
0,432-‐0,731
0,582
50-‐250 150,2
11,974-‐21,914
16,234
16.144,8-‐29.544,9
22.293,8 Kontrol 700m x 900m
Kisaran Rata-‐rata
6,1-‐11,7 9,443
0,484-‐1,039 0,698
50-‐250 153,3
10,546-‐19,855 13,944
17.818,5-‐33.545,8 26.225,4
Keterangan: Jumlah ulangan masing-‐masing PU = 30; PU = petak ukur Tabel 2. Produktivitas dan biaya pemeliharaan kanal sekunder di PT BSN,
Kalimantan Barat
No PU Panjang (m)
Volume (m3)
Waktu (Jam)
Produktivitas (m/jam)
Biaya (Rp/m)
I. 250m x 250m Kisaran Rata-‐rata
4,0-‐7,4
6,13
60,0-‐11,0
91,95
0,25 0,25
16,0-‐29,6
24,520
15.732,2-‐29.110,1
19.478,3 II. 250m x 500m
Kisaran Rata-‐rata
4,7-‐7,7
6,26
70,5-‐115,5
93,95
0,25 0,25
18,8-‐30,8
25,053
15.122,1-‐24.774,6
18.994,5 III. 250m x 750m
Kisaran Rata-‐rata
4,7-‐7,8
6,47
70,5-‐117,0
97,00
0,25 0,25
18,8-‐31,2
25,867
14.928,3-‐24.774,6
18.296,5 Kontrol 700m x 900m
Kisaran Rata-‐rata
4,0-‐7,3 6,03
60,0-‐109,5 90,5
0,25 0,25
16,0-‐29,2 24,133
15.950,7-‐29.110,1 19.773,4
Keterangan: Jumlah ulangan masing-‐masing PU = 30; PU = petak ukur; Dimensi kanal sekunder= 7m x 5m x 2,5m
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
190
Tabel 3. Produktivitas dan biaya pemeliharaan kanal kolektor di PT BSN, Kalimantan Barat
No PU Panjang (m)
Volume (m3)
Waktu (Jam)
Produktivitas (m/jam)
Biaya (Rp/m)
I. 250m x 250m Kisaran Rata-‐rata
17,4-‐19,6
18,26
30,450-‐34,300
31,955
0,25 0,25
69,6-‐78,4
73,04
4.306,1-‐4.850,6
4.627,5 II. 250m x 500m
Kisaran Rata-‐rata
17,5-‐19,7
18,52
30,625-‐34,475
32,410
0,25 0,25
70,0-‐78,8
74,08
4.284,3-‐4.822,9
4.563,5 III. 250m x 750m
Kisaran Rata-‐rata
17,7-‐20,1
18,76
30,975-‐35,175
32,824
0,25 0,25
70,8-‐80,4
75,03
4.199,0-‐4.768,4
4.508,7 Kontrol 700m x 900m
Kisaran Rata-‐rata
17,0-‐19,6 18,21
29,750-‐34,300 31,873
0,25 0,25
68,0-‐78,4 72,853
4.306,1-‐4.964,7 4.640,5
Keterangan: Jumlah ulangan masing-‐masing PU = 30; PU = petak ukur; Dimensi kanal kolektor = 2m x 1,5m x 1m
Tabel 4. Produktivitas dan biaya pembuatan kanal Tersier di PT BSN, Kalimantan
Barat No. PU Panjang (m) Volume
(m3) Waktu (Jam)
Produktivitas (m/jam)
Biaya (Rp/m)
I. 250m x 250m Kisaran Rata-‐rata
23,5-‐31,2
27,61
23,5-‐31,2
27,61
0,25 0,25
94,0-‐124,8
110,453
2.705,1-‐3.591,5
3.073,6 II. 250m x 500m
Kisaran Rata-‐rata
21,1-‐32,7
27,94
21,1-‐32,7
27,94
0,25 0,25
84,4-‐130,8
111,773
2.581,0-‐4.000,0
3.050,6 III. 250m x 750m
Kisaran Rata-‐rata
23,4-‐29,5
28,04
23,4-‐29,5
28,04
0,25 0,25
93,6-‐118,0
112,160
2.861,0-‐3.606,8
3.016,5 Kontrol 700mx900m
Kisaran Rata-‐rata
20,8-‐30,8 27,51
20,8-‐30,8 27,51
0,25 0,25
83,2-‐123,2 110,053
2.740,3-‐4.057,7 3.093,0
Keterangan: Jumlah ulangan masing-‐masing PU = 30; PU = petak ukur; Dimensi kanal tersier = 1m x 1m x 1m
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
191
Tabel 6. Biaya sarad dan kanal pada blok tebangan di PT BSN, Kalimantan Barat Nomor
Ukuran luas
(Ha) Jumlah petak tebang/ (unit)
Biaya rata-‐rata (x Rp 1000) Penyaradan Kanal Total
1. 2. 3. 4.
6,25 12,50 18,75 63,00
266 133 90 74
640.805 301.273 206.895 189.921
2.307.816 1.995.233 2.101.084 5.105.241
2.948.621 2.296.506 2.307.979 5.295.162
Tabel 7. Subsiden di PT BSN, Kalimantan Barat No Plot Penambahan subsiden bulan ke (cm)
1 2 3 4 5 Rata-‐rata Jumlah/th Kontrol 0 0,10 0,05 0,10 0,1 0.07 0,84 I 0 0,05 0,1 0,05 0,05 0,05 0,6 II 0 0,08 0,05 0,05 0,05 0,046 0,552 III 0 0,08 0,04 0,05 0,05 0,044 0,528
Rata-‐rata 0,053 0,630 Keterangan: Kontrol =63 ha; I = 6,25 ha; II = 12,5 ha; III = 18,75 ha.
Berdasarkan Tabel 1 maka petak tebang optimal di Riau adalah ukuran
150 m x 356 m sedangkan petak tebang optimal di Jambi adalah ukuran 100 m x 410 m. Ada kecenderungan semakin kecil petak tebang dibuat semakin rendah biaya peyaradan yang terjadi akan tetapi biaya pembuatan dan pemeliharaan kanal semakin tinggi demikian juga sebaliknya.
Model pembuatan petak tebang optimal di hutan tanaman rawa gambut A. Crassicarpa di Sumatera, diformulasikan dengan memperhatikan produktivitas dan biaya penyaradan, dan produktivitas dan biaya pemeliharaan/pembuatan kanal.
Uji coba formulasi model di Jambi dan Riau diperoleh model dan luas petak tebang optimal berturut-‐turut adalah Y =254,82 –10,98 X + 0,21 X2 , luas petak optimal 26,69 ha; dan Y =299,47 – 14,85 X + 0,26 X2, luas petak optimal 28,60 ha.
Pengusahaan hutan rawa gambut menyebabkan terjadinya subsiden yang bervariasi sesuai dengan ketebalan gambut. Subsiden yang terjadi di lokasi uji coba di Jambi dan Riau berturut-‐turut adalah 2,20-‐3,40 cm dan 4,25-‐5,21 cm. Angka tersebut masih di bawah ambang batas yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 150 tahun 2000.
1. Model pembuatan petak tebang optimal di hutan tanaman rawa gambut A.
mangium di Kalimantan Barat, diformulasikan dengan memperhatikan produktivitas dan biaya penyaradan, dan produktivitas dan biaya pemeliharaan/pembuatan kanal.
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
192
2. Uji coba formulasi model di Kalimantan Barat diperoleh model dan luas petak tebang optimal adalah Y trans = 55,7 – 6,8 X trans + 0,21 X trans 2 luas petak tebang optimal sebesar = 22,21 ha.
Luaran 2 : Teknologi Stabilisasi Badan Jalan dan Alat Bantu Logging Truk
1. Teknologi Stabilisasi Jalan Logging Secara Mekanis
Diperoleh data dan informasi stabilisasi badan jalan dengan bahan setempat yang telah dilakukan di Jawa Barat dan Kalimantan Timur. Penggunaan anyaman bambu dan ban mobil bekas dapat meningkatkan stabilisasi jalan yang dicirikan dengan meningkatnya kecepatan kendaraan yang melaluinya.
Teknik stabilisasi jalan di HPH dilakukan dengan dua cara yang masing-‐masing dilaksanakan pada kelerengan badan jalan 0 -‐ 10%. Cara ke satu teknik stabilisasi dengan menggunakan kayu limbah tebangan dan penimbunan tanah keras, cara kedua teknik stabilisasi dengan hanya melakukan pengupasan badan jalan yang becek.
Badan jalan yang amblas akibat lintasan dumptruk pada lokasi perlakuan kesatu adalah rata 5,25 cm, sedang badan jalan yang amblas akibat lintasan truk logging pada lokasi perlakukan kedua rata-‐rata 10 cm.
Produktivitas pelaksanaan stabilisasi jalan cara kesatu dan kedua masing-‐masing rata-‐rata 5 m2/jam dan 17.550 m2/jam. Biaya operasi cara ke satu dan cara ke dua masig-‐masing Rp 206.080/m 2 dan 52.991/m2 .
Di Perum Perhutani Unit III Jawa Barat menunjukkan, bahwa antara badan jalan yang amblas akibat lintasan truk kayu pada kemiringan 10 -‐ 20% stabilisasi digunakan batu gunung dan limbah kayu tebangan, dengan kemiringan 0-‐5% stabilisasi menggunakan batu gunung dan bambu tidak memperlihatkan perbedaan, yaitu badan jalan yang amblas masing-‐masing rata-‐rata 3 cm. Sedang kecepatan lintasan truk dengan beban berat muatan sama yaitu rata-‐rata 2 ton/truk hasilnya berbeda, yaitu pada kemiringan 10-‐20% kecepatan lintasan rata-‐rata 10 km/jam/truk sedang pada kemiringan 0-‐5% kecepatan lintasan rata-‐rata 20 km/jam/truk.
2. Alat Bantu Logging untuk Mengurangi Selip Pada Jalan yang Licin
Hasil penelitian “Alat bantu logging untuk mengurangi selip pada jalan yang licin” disajikan pada Tabel 2.
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
193
Tabel 2. Hasil penelitian “Alat bantu logging untuk mengurangi selip pada jalan yang licin”
No Penggunaan alat bantu Kelerengan Selip Satuan Nilai
1. Tanpa alat bantu 0 – 15% % 4,69 -‐ 10,48 > 15% % 13,71 -‐ 19,28 2. Alat bantu pola lurus 0 – 15% % 7,06 -‐ 11,84 > 15% % 10,27 -‐ 12,68 3. Alsat bantu pola serong 0 – 15% % 4,738 -‐ 5,979 > 15% % 6,798 -‐ 9,193
Semakin besar kelerengan semakin besar selip yang terjadi demikian juga sebaliknya. Penggunaan alat bantu logging dapat mengurangi selip pada roda truk angkutan. Alat bantu logging pola serong dapat mengurangi selip lebih besar dari pada alat bantu loging pola lurus.
Teknik meminimumkan selip pada pengangkutan kayu adalah melalui pemasangan alat bantu berupa rangkaian rantai pada ban kendaraan. Pemasangan rantai tersebut terbukti dapat meningkatkan produktivitas pengangkutan, menurunkan biaya pengangkutan, mengurangi kerusakan tanah saat tanjakan dan turunan, dan menurunkan rata-‐rata selip. Rangkaian rantai lurus : a. Meningkatkan produktivitas sebesar 63,92%. b. Menurunkan biaya pengangkutan sebesar 63,92%. c. Mengurangi kerusakan tanah, yang didekati dengan perhitungan penurunan
kedalaman tanah, yaitu sebesar 6,3 cm. d. Menurunkan rata-‐rata selip sebesar 12,62%. Rangkaian rantai lurus serong : a. Meningkatkan produktivitas sebesar 53,72%. b. Menurunkan biaya pengangkutan sebesar 53,72%. c. Mengurangi kerusakan tanah, yang didekati dengan perhitungan penurunan
kedalaman tanah, yaitu sebesar 3,1 cm. d. Menurunkan rata-‐rata selip sebesar 10,71%.
Luaran 3: Teknik Efisiensi Pemanenan Kayu
1. Teknik Tree Length Logging di Hutan Alam Produksi Lahan Kering
Hasil penelitian teknik tree length logging di hutan alam produksi lahan kering disajkan dalam Tabel 3. Tree length logging dapat meningkatkan indeks pemanenan dan efisiensi pemanfaatan kayu.
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
194
Tabel 3. Hasil penelitian teknik tree length logging di hutan alam produksi lahan kering
No Kegiatan/Aspek Perihal Selip Satuan Nilai
1. Proporsi pemanfaatan kayu pada lahan gambut
-‐ Kayu bulat besar (KB) % 11,10 -‐ Kayu bulat sedang (KBS) % 51,52 -‐ Kayu Bulat Kecil (KBK) utama % 17,00 -‐ KBK gerowong % 8,50 -‐ KBK cabang % 11,30
2. Indeks pemanenan
-‐ KB TS 0,111 -‐ KBS TS 0,513 -‐ KBK TS 0,174 -‐ KBK gerowong TS 0,085 -‐ KBK cabang TS 0,113
3. Whole tree logging
-‐ Jumlah pohon ditebang Pohon/ ha 7 -‐ Volume pohon bebas cabang dimanfaatkan
m3/ha %
44,37 60,45
-‐ Pemanfaatan batang c -‐ abang pertama
m3/ha %
15,63 21,31
-‐ Pemanfatan cabang m3/ha %
13,39 18,24
4. Tree length logging
-‐ Batang utama dan batang di atas cabang pertama sampai di TPN
m3/ha
65,36
-‐ Rata-‐rata volume kayu per pohon yang dikeluarkan
m3 7,57
-‐ Volume kayu produksi m3 6,38 -‐ Volume kayu limbah M3 1,78 -‐ Biaya penyaradan Rp/m3 35.585 -‐ Kisaran indeks pemanenan TS 0,89-‐0,98 -‐ Rata-‐rata indeks pemanenan TS 0,94 -‐ Kisaran kerusakan tegakan tinggal
% 14,68-‐25,20
-‐ Rata-‐rata kerusakan tegakan tinggal
% 21,72
Dapat disimpulkan bahwa produktivitas metode tree length logging
berkisar antara 12,79-‐16,68 m³/jam/hm dengan kisaran biaya Rp 31.781/m3-‐Rp 41.447/m³. Dilihat dari aspek efisiensi pemanfaatan kayu dan kerusakan tegakan tinggal, penerapan metode tree length logging dapat memberikan jaminan terhadap peningkatan volume kayu yang dimanfaatkan, nilai faktor eksploitasi (FE) dan keberlanjutan produksi pada siklus tebangan berikutnya.
Volume kayu batang bebas cabang yang dimanfaatkan dengan metode tree length logging adalah berkisar antara 90-‐94% dan terjadinya penambahan
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
195
potensi kayu yang berasal dari batang di atas cabang pertama sebesar 16,24 -‐18,24% yang tidak akan diperoleh pada metode konvensional.
Potensi limbah kayu yang terjadi pada metode tree length logging lebih mudah diangkut untuk diolah lebih lanjut karena sudah terkumpul di tempat pengumpulan kayu (TPn) dan tidak tersebar di dalam petak tebangan.
Nilai faktor eksploitasi dengan metode tree length logging adalah sebesar 0,90 – 0,94, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan FE yang ditetapkan oleh Kementerian kehutanan, yaitu sebesar 0,70.
Kerusakan tegakan tinggal pada penerapan tree length logging berkisar antara 16,39 -‐ 24,58%. Kondisi tegakan tinggal dinilai cukup baik karena jumlah pohon sehat diatas persyaratan minimal yaitu sebesar 41 -‐ 59%.
2. Teknologi Pemanenan dalam Rangka Penyiapan Lahan dalam
Implementasi SILIN
Hasil penelitian pemanenan dalam rangka penyiapan lahan dalam implementasi SILIN disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Hasil penelitian pemanenan dalam rangka penyiapan lahan dalam
implementasi SILIN No Perusahaan/Kegiatan Perihal Selip
Satuan Nilai 1 PT IKANI /Penebangan
konvensional -‐ Produktivitas rata-‐rata m3/jam 36,24 -‐ Biaya rata-‐rata Rp/m3 1.893 -‐ Efisiensi % 86,56 -‐ Kerusakan pohon % 4,54 -‐ Kerusakan tiang % 5,52 -‐ Kerusakan pancang % 6,68 -‐ Pergeseran tanah % 5,38
Penebangan terkendali -‐ Produktivitas rata-‐rata m3/jam 32,80 -‐ Biaya rata-‐rata Rp/m3 2.104 -‐ Efisiensi % 89,36 -‐ Kerusakan pohon % 3,90 -‐ Kerusakan tiang % 4,68 -‐ Kerusakan pancang % 5,81 -‐ Pergeseran tanah % 4,71
2 PT Sarpatim/ Penebangan Konvvensional
-‐ Produktivitas rata-‐rata m3/jam 35,38 -‐ Biaya rata-‐rata Rp/m3 1.934 -‐ Efisiensi % 87,05 -‐ Kerusakan pohon % 5,57
-‐ Kerusakan tiang % 5,49 -‐ Kerusakan pancang % 7,32 -‐ Pergeseran tanah % 6,40
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
196
No Perusahaan/Kegiatan Perihal Selip Satuan Nilai
Penebangan terkendali -‐ Produktivitas rata-‐rata m3/jam 33,71 -‐ Biaya rata-‐rata Rp/m3 2.028 -‐ Efisiensi % 90,31 -‐ Kerusakan pohon % 3,57 -‐ Kerusakan tiang % 5,16 -‐ Kerusakan pancang % 5,58 -‐ Pergeseran tanah % 5,16
3. PT Gunung Meranti / Penyaradan konvensional
-‐ Produktivitas rata-‐rata m3/jam 37,67 -‐ Biaya rata-‐rata Rp/m3 23.962 -‐ Efisiensi % 98,57 -‐ Kerusakan pohon % 11,70 -‐ Kerusakan tiang % 12,27 -‐ Kerusakan pancang % 14,99 -‐ Pergeseran tanah % 23,19
Penyaradan berdampak minimal
-‐ Produktivitas rata-‐rata m3/jam 36,27 -‐ Biaya rata-‐rata Rp/m3 26.293 -‐ Efisiensi % 99,50 -‐ Kerusakan pohon % 9,99 -‐ Kerusakan tiang % 10,24 -‐ Kerusakan pancang % 13,01 -‐ Pergeseran tanah % 18,83
4. PT Greaty Sukses Abadi/ Penyaradan konvensional
-‐ Produktivitas rata-‐rata m3/jam 69,74 -‐ Biaya rata-‐rata Rp/m3 10.549 -‐ Efisiensi % 97,05 -‐ Kerusakan pohon % 11,40 -‐ Kerusakan tiang % 9,53 -‐ Kerusakan pancang % 14,84 -‐ Pergeseran tanah % 20,60
Penyaradan terkendali -‐ Produktivitas rata-‐rata m3/jam 72,13 -‐ Biaya rata-‐rata Rp/m3 10.687 -‐ Efisiensi % 99,62 -‐ Kerusakan pohon % 9,85 -‐ Kerusakan tiang % 7,54 -‐ Kerusakan pancang % 12,55 -‐ Pergeseran tanah % 18,88
5. PT Barito Putera Penebangan dengan takik rebah konvensional terbalik
-‐ Produktivitas rata-‐rata m3/jam 21,91 -‐ Biaya rata-‐rata Rp/m3 2.873 -‐ Efisiensi % 93,18 -‐ Kerusakan pohon % 0,79 -‐ Kerusakan tiang % 1,84 -‐ Kerusakan pancang % 4,02
-‐ Pergeseran tanah
% 2,58
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
197
No Perusahaan/Kegiatan Perihal Selip Satuan Nilai
Penebangan dengan takik rebah berbentuk tangga
-‐ Produktivitas rata-‐rata m3/jam 14,62 -‐ Biaya rata-‐rata Rp/m3 4.362 -‐ Efisiensi % 89,34 -‐ Kerusakan pohon % 1,25 -‐ Kerusakan tiang % 2,44 -‐ Kerusakan pancang % 3,69 -‐ Pergeseran tanah % 2,68
Penyaradan tanpa alat bantu
-‐ Produktivitas rata-‐rata m3/jam 27,81 -‐ Biaya rata-‐rata Rp/m3 28.898 -‐ Efisiensi % 99,24 -‐ Kerusakan pohon % 5,41 -‐ Kerusakan tiang % 3,77 -‐ Kerusakan pancang % 8,37 -‐ Pergeseran tanah % 14,84
Penyaradan dengan alat bantu
-‐ Produktivitas rata-‐rata m3/jam 24,38 -‐ Biaya rata-‐rata Rp/m3 31.257 -‐ Efisiensi % 98,21 -‐ Kerusakan pohon % 4,89 -‐ Kerusakan tiang % 7,53 -‐ Kerusakan pancang % 9,49 -‐ Pergeseran tanah % 15,25
6. PT Dasa Intiga Takik rebah konvensional terbalik
-‐ Produktivitas rata-‐rata m3/jam 28,17 -‐ Biaya rata-‐rata Rp/m3 2.309 -‐ Efisiensi % 94,73 -‐ Kerusakan pohon % 0,79 -‐ Kerusakan tiang % 1,84 -‐ Kerusakan pancang % 4,02 -‐ Pergeseran tanah % 2,80
Penebangan dengan takik rebah berbentuk tangga
-‐ Produktivitas rata-‐rata m3/jam 21,04 -‐ Biaya rata-‐rata Rp/m3 3.038 -‐ Efisiensi % 88,79 -‐ Kerusakan pohon % 0,67 -‐ Kerusakan tiang % 2,85 -‐ Kerusakan pancang % 4,63 -‐ Pergeseran tanah % 2,73
Penyaradan tanpa alat bantu
-‐ Produktivitas rata-‐rata m3/jam 35,30 -‐ Biaya rata-‐rata Rp/m3 19.827 -‐ Efisiensi % 99,28 -‐ Kerusakan pohon % 6,76 -‐ Kerusakan tiang % 4,97 -‐ Kerusakan pancang % 8,28 -‐ Pergeseran tanah %
17,76
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
198
No Perusahaan/Kegiatan Perihal Selip Satuan Nilai
Penyaradan dengan alat bantu
-‐ Produktivitas rata-‐rata m3/jam 34,36 -‐ Biaya rata-‐rata Rp/m3 20.152 -‐ Efisiensi % 97,05 -‐ Kerusakan pohon % 7,87 -‐ Kerusakan tiang % 6,33 -‐ Kerusakan pancang % 10,46 -‐ Pergeseran tanah % 18,02
Hasil yang telah dicapai antara lain: pemanenan berdampak minimal
dalam rangka penyiapan lahan dalan teknik SILIN menghasilkan produktivitas penebangan rata-‐rata berkisar antara 32,52 – 34,32 m3/jam, biaya penebangan rata-‐rata berkisar antara Rp 2.028 – Rp 2.104/m3, kerusakan tegakan tingkat pohon rata-‐rata berkisar antara 3,57 – 3,90%, kerusakan tegakan tingkat tiang berkisar antara 4,68 – 5,16%. Kerusakan tegakan tingkat pancang berkisar antara, 5,58 – 5,81%, rata-‐rata pergeseran tanah akibat penebangan berkisar antara 4,71–5,16%, produktivitas penyaradan berdampak minimal 36,36 m3.hm/jam, pergeseran tanah akibat penyaradan berdampak minimal 18,83%. Penyaradan berdampak minimal dapat mengurangi pergeseran tanah sebesar 4,32%.
Teknik penyaradan berdampak minimal dapat menurunkan kerusakan tegakan tinggal dan pergeseran tanah. Teknik tersebut sudah diuji coba di PT Gunung Meranti dan PT Greaty Sukses Abadi. Penurunan kerusakaan tegakan tinggal untuk tingkat pohon, tiang dan pancang berturut-‐turut adalah berkisar 1,55 -‐ 1,77%; 1,99 -‐ 2,03%; dan 1,98 -‐ 2,29%. Penurunan pergeseran tanah adalah berkisar antara 1,72 – 4,36%. Penyaradan berdampak minimal juga menurunkan produktivitas rata-‐rata penyaradan di PT Gunung Meranti sebesar 1,40 m3.hm/jam. Namun, Penyaradan berdampak minimal dapat meningkatkan produktivitas rata-‐rata penyaradan di PT Greaty Sukses Timber sebesar 2,39 m3.hm/jam.
Biaya penyaradan dan efisiensi penyaradan pada penerapan teknik penyaradan berdampak minimal lebih tinggi dibandingkan dengan penyaradan konvensional. Selain teknik penyaradan, hal tersebut juga dipengaruhi oleh kondisi lapangan dan keterampilan tenaga kerja. Produktivitas penyaradan menggunakan teknik berdampak minimal pada PT Gunung Meranti memiliki produktivitas lebih rendah dibandingkan teknik konvensional, sedangkan untuk PT Greaty Sukses Abadi produktivitas penyaradan teknik berdampak minimal lebih tinggi dibandingkan dengan teknik konvensional.
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
199
a. Penebangan Penebangan dilakukan dengan chainsaw merek STIHL 072. Produktivitas
penebangan dengan takik rebah konvensional terbalik berkisar antara 15,77-‐31,01 m3/jam dengan rata-‐rata 21,91 m3/jam. Produktivitas penebangan dengan takik rebah berbentuk tangga berkisar antara 10,33-‐21,97 m3/jam dengan rata-‐rata 14,62 m3/jam. Efisiensi penebangan dengan takik rebah konvensional terbalik berkisar antara 85,48-‐97,57% dengan rata-‐rata 93,32%. Efisiensi penebangan dengan takik berbentuk tangga berkisar antara 81,72-‐95,16% dengan rata-‐rata 89,34%. Biaya penebangan dengan bentuk takik rebah konvensional terbalik berkisar antara Rp 1.941 -‐ Rp 3.817/m3 dengan rata-‐rata Rp 2.873/m3. Biaya penebangan dengan bentuk takik rebah tangga berkisar antara Rp 2.740 -‐ Rp 5.822/m3 dengan rata-‐rata Rp 4.352/m3. b. Penyaradan
Penyaradan dilakukan dengan traktor berban rantai baja (Crawler tractor) merek Caterpillar. Produktivitas penyaradan dengan alat bantu berbentuk setengah kapsul berkisar antara 16,70 -‐ 46,62 m3.hm/jam dengan rata-‐rata 27,81 m3.hm/jam. Produktivitas penyaradan dengan alat bantu berbentuk kapsul berkisar antara 15,74 -‐ 44,14 m3.hm/jam dengan rata-‐rata 24,38 m3.hm/jam. Efisiensi penyaradan dengan alat bantu berbentuk setengah kapsul berkisar antara 97,65 – 100,5 dengan rata-‐rata 99,24%. Efisiensi penyaradan dengan alat bantu berbentuk kapsul berkisar antara 92,92 -‐ 100% dengan rata-‐rata 98,21%. Biaya penyaradan dengan alat bantu setengah kapsul berkisar antara Rp 16.479 -‐ 48.224/m3.hm dengan rata-‐rata Rp 32.849/m3.hm. Biaya penyaradan dengan alat bantu berbentuk kapsul berkisar antara Rp 17.405 -‐ Rp 48.796/m3.hm dengan rata-‐rata Rp 35.530/m3.hm . Luaran 4. Teknologi Pemanenan Optimal Resin dan Getah
1. Teknologi Pemanenan Resin dan Getah untuk Meningkatkan Produksi dan Kualitas
Penyadapan getah pinus dilakukan pada pohon pinus kelas umur III. Teknik penyadapan dilakukan dengan tiga cara, yaitu penyadapan dengan kedukul, Mujiteck dan bor. Stimulan yang digunakan ada tujuh jenis yaitu etrat, ekstrak jahe, kunyit, kencur, lengkuas, bawang merah dan bawang putih. Masing-‐masing perlakuan diulang tiga kali dan dibandingkan dengan kontrol.
Pemberian 7 jenis stimulan pada tiga jenis sadapan pinus menghasilkan getah yang bervariasi jumlahnya. Berdasarkan hasil pengamatan menunjukkan bahwa pemberian stimulant organik lengkuas dengan teknik penyadapan Mujitech menghasilkan getah sadapan pinus yang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan stimulan lainnya, yaitu sebesar 26,650 gram dan lebih tinggi bila dibandingkan dengan kontrol (12,584 gram). Kemudian diikuti
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
200
bawang merah sebesar 14,058 gram. Stimulan yang lain pada teknik Mujitech ini menghasilkan getah lebih rendah dari kontrol. Pada teknik sadapan kedukul, pemberian stimulan kencur menghasilkan getah 31,043 gram, lebih banyak dari pada kontrol (22,459 gram). Sementara itu teknik sadap dengan menggunakan bor, pemberian stimulant menghasilkan getah lebih rendah bila dibandingkan dengan kontrol (20,522 gram).
Penyadapan getah pinus dengan kedukul mempunyai produksi rata-‐rata paling besar bila dibandingkan dengan cara penyadapan dengan Mujitech dan bor. Stimulan kencur menghasilkan produksi getah lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Teknik penyadapan dengan kedukul dengan stimulan kencur menghasilkan getah sebesar 31,043 gram sedangkan kontrol hanya 22,459 gram. Penyadapan Mujitech dengan stimulan lengkuas menghasilkan getah sadap paling tinggi, yaitu 26,650 gram sedangkan kontrol hanya 12,584 gram.
Metode penyadapan yang menghasilkan produksi getah lebih tinggi adalah metode penyadapan kedukul, seperti yang dilakukan pada penyadapan di areal BKPH Majenang.
Metode penyadapan yang menghasilkan kualitas getah lebih baik yang dilihat dari kadar kotoran dalam getah pinus adalah metode panyadapan dengan bor, dengan kadar kotoran sebesar 3,2%. Selain metode penyadapan yang digunakan, produksi getah juga dipengaruhi oleh ukuran diameter batang pinus dan tempat tumbuh. Semakin besar diameter dan semakin tinggi tempat tumbuh, produksi getah semakin besar.
Stimulan berbahan dasar cuka kayu dari limbah batang pinus dapat digunakan untuk meningkatkan produksi getah pinus. Semua komposisi stimulan cuka kayu yang digunakan (100, 75, 50 dan 25%) dapat meningkatkan produksi getah pinus. Besarnya peningkatan produksi getah yang dihasilkan berkisar 26–39%. IV. PENUTUP
A. Kesimpulan 1. Luas petak tebang optimal di Riau adalah ukuran 150 m x 356 m sedangkan
petak tebang optimal di Jambi adalah ukuran 100 m x 410 m. Ada kecenderungan semakin kecil petak tebang dibuat semakin rendah biaya peyaradan yang terjadi akan tetapi biaya pembuatan dan pemeliharaan kanal semakin tinggi demikian juga sebaliknya.
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
201
2. Teknik stabilisasi jalan di HPH dilakukan dengan dua cara yang masing-‐masing dilaksanakan pada kelerengan badan jalan 0 -‐ 10%. Cara kesatu teknik stabilisasi dengan menggunakan kayu limbah tebangan dan penimbunan tanah keras, cara kedua teknik stabilisasi dengan hanya melakukan pengupasan badan jalan yang becek.
3. Penggunaan alat bantu logging dapat mengurangi selip pada roda truk angkutan. Alat bantu logging pola serong dapat mengurangi selip lebih besar dari pada alat bantu loging pola lurus. Teknik meminimumkan selip pada pengangkutan kayu adalah melalui pemasangan alat bantu berupa rangkaian rantai pada ban kendaraan.
4. Tree length logging dapat meningkatkan efisiensi pemanenan kayu, mengurangi limbah pemanenan. Volume kayu batang bebas cabang yang dimanfaatkan dengan metode tree length logging adalah berkisar antara 90 – 94% dan terjadinya penambahan potensi kayu yang berasal dari batang di atas cabang pertama sebesar 16,24 – 18,24% yang tidak akan diperoleh pada metode konvensional.
5. Penebangan dan penyaradan berdampak minimal dapat mengurangi kerusakan tegakan tinggal dan pergeseran tanah pada penyiapan lahan dalam rangka implementasi teknik SILIN
6. Stimulant organik lengkuas dengan teknik penyadapan Mujitech menghasilkan getah sadapan pinus yang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan stimulan lainnya, yaitu sebesar 26,650 gram. Stimulan berbahan dasar cuka kayu dari limbah batang pinus dapat digunakan untuk meningkatkan produksi getah pinus. Semua komposisi stimulan cuka kayu yang digunakan (100, 75, 50 dan 25%) dapat meningkatkan produksi getah pinus. Besarnya peningkatan produksi getah yang dihasilkan berkisar 26–39%.
B. Rekomendasi 1. Penentuan luas petak tebang optimal perlu diterapkan 2. Stabilisasi badan jalan dan alat bantu logging perlu diaplikasikan 3. Tree length logging perlu diimplementasikan 4. Pemanenan berdampak minimal perlu diimplementasikan 5. Stimulan cuka kayu pinus dapat diterapkan pada penyadapan getah pinus
C. Saran 1. Penentuan petak tebang optimal perlu ditentukan modelnya. 2. Stabilisai permukaan jalan dengan bahan kimia masih perlu dilakukan 3. Pengguanaan alat bantu logging perlu dikembangkan penggunaannya di
luar jawa 4. Teknik Tree length logging perlu diikuti dengan pemanfaatan kayu
berdiameter kecil
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
202
5. Perlu dikembangakan alat pemotong kayu berdiameter kecil pada jalur tanam
6. Perlu dikembanghkan penelitian pelarut cuka kayu yang ideal.
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
203
Lampiran 1. Daftar output RPI 20 (Keteknikan dan pemanenan hasil hutan) tahun 2010 – 2014
No Judul Penelitian Tahun Judul Publikasi Media Penulis Luaran 1
Teknik penentuan luas petak tebang optimal di hutan tanaman lahan basah
20.1.1.
Kajian luas petak tebang optimal di hutan tanaman lahan basah
2011
Peningkatan produktivitas pemanenan kayu melalui teknik pemanenan kayu ramah lingkungan: Kasus di satu perusahaan hutan rawa gambut di Kalbar
Jurnal Penelitian Hasil Hutan 29 (4) 2011
Sona Suhartana, Yuniawati
2012
Kajian luas petak tebang optimal di hutan tanaman rawa gambut: Kasus di satu perusahaan hutan di Riau
Jurnal Penelitian Hasil Hutan 30(2) 2012
Suhartana, S., Sukanda dan Yuniawati.
2013 Optimasi petak tebang di hutan
Jurnal Penelitian
Suhartana, S., Yuniawati,
tanaman rawa gambut berdasarkan produktivitas dan biaya.
Hasil Hutan 31(3) 2013
Dulsalam.
2010 Produktifitas dan pembuatan kanal di satu perusahaan hutan tanaman rawa gambut di Riau
Buletin Hasil Hutan Vol.16 No.2 Oktober 2010
2010 Studi komparasi apliaksi penebangan ramah lingkungan di Riau dan Jambi .
Jurnal Penelitian Hasil Hutan 28(4) 2010
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
204
No Judul Penelitian Tahun Judul Publikasi Media Penulis Pemanenan di
hutan rawa di PT RAPP Riau
Draft Kebijakan
Luaran 2 Teknik stabilisasi badan jalan dan alat bantu loging
20.2.1.
Teknologi stabilisasi jalan logging secara mekanis
-‐ Analisis produktivitas, biaya operasi dan pemadatan tanah pada penyaradan traktor Falmet Forwader 890.3 di Riau
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 30 (1) Maret 2012
Zakaria Basari, Dulsalam
20.2.2.
Alat bantu logging untuk megurangi selip pada jalan yang licin
2012 Alat bantu logging untk mengurangi selip roda pada jalan yang licin
Jurnal Penelitian Hasil Hutan
Yuniawati dan Dulsalam
Luaran 3 Teknik efisiensi pemanenan kayu
20.3.1.
Teknik tree lenght logging di hutan alam produksi lahan kering
2011 Produktivitas dan biaya metode pembalakan sepanjang mungkin pada kegiatan pengelolaan hutan alam dengan teknik SILIN di Kalimantan
Jurnal Penelitian Hasil Hutan
Maman Mansyur Idris dan Soenarno
2012 Biaya dan produktivitas Tree Length Logging di hutan alam produksi
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 30 (4) 2012
Maman Mansyur Idris
2012 Pedoman tree length loging di hutan alam produksi
Draft Pedoman
20.3.2.
Teknologi pemanenan dalam rangka penyiapan lahan dalam
2011 Produktivitas dan biaya penebangan dengan
Jurnal Penelitian Hasil Hutan
Dulsalam Sukadaryati Zakaria Basari
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
205
No Judul Penelitian Tahun Judul Publikasi Media Penulis implementasi SILIN chainsaw di
areal teknik SILIN
2011 Kerusakan tegakan tinggal akibat kegiatan penebangan di areal SILIN PT Gunung Meranti
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Pustekolah
Dulsalam Sukadaryati
Luaran 4 : Teknik pemanenan optimal resin dan getah
20.4.1 Teknologi pemanenan resin dan getah untuk meningkatkan produksi dan kualitas
2011 Teknik penyadapan getah pinus untuk meningkatkan kualitas getah
Jurnal Penelitian Hasil Hutan
Sukadaryati dan Dulsalam
2013 Penggunaan stimulan dalam penyadapan pinus
Jurnal Penelitian Hasil Hutan 33 (4) Des. 2014
Sukadartyati
20.4.3 Teknik pemanenan bambu berdampak minimal terhadap permudaan
2010 Produktivitas dan efisiensi pemanenan bambu
Prosiding MAPEKI 2011
Sukadaryati Dulsalam
20.8.3 Kajian ekologis, sosial dan ekonomi penggunaan peralatan pemanenan hutan lahan kering
2010 Analisis produktivitas, biaya operasi dan pemadatan tanah pada penyaradan traktor Valmet Forwader 890.3 di areal HTI Riau
Jurnal Penelitian Hasil Hutan tahun 2012
Zakaria Basari Dulsalam
-‐ 2010 Studi komparasi aplikasi penebangan ramah lingkungan di Riau dan Jambi
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol.28 (4) 2010
Sona Suhartana dan Yuniawati
-‐ 2010 Produktivitas dan biaya penanaman bibit secara semi mekanis di lahan kering
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol.28 (4) 2010
Dulsalam dan Agustinus Tampubolon
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
206
Lampiran 2. Daftar Outcome RPI 21 tahun 2010-‐2014
No Output/Kegiatan Pemanfaatan Keterangan 1. Alat bantu loging dengan rantai besi
untuk mengurangi selip pada alat angkut kayu di KPH Cianjur
Perum Perhutani, KPH Cianjur
2. Aplikasi stimulansia organic untuk meningkatkan produksi getah pinus di KPH Sukabumi
Ujicoba operasional di KPH Sukabumi, PT Perhutani
3. Implementasi pemanenan ramah lingkungan pada silvikultur intensif sistem SILIN di
PT Gunung Meranti, Kalimantan Tengah
4. Draft Pedoman Teknik Tree Lenght Logging di PT Sarpotani di Kalimantan Tengah
PT Sarpotani, Kalimantan Tengah
5. Draf Kebijakan Pemanenan di Hutan Rawa di PT RAPP Riau
PT RAPP Riau
6. Aplikasi Stimulansia Organik untuk Meningkatkan Produksi Getah Pinus di KPH Sukabumi
Perum Perhutani, KPH Sukabumi,
7. Teknik penentual luas petak optimal di hutan lahan basah di PT Riau Andalan Pulp & Paper dan PT Bina Sylva Nusantara
PT Riau Andalan Pulp & Paper dan PT Bina Sylva Nusantara
8. Teknologi stabilisasi badan jalan dan alat bantu logging truk di Perum Perhutani
Perum Perhutani
9. Teknik efisiensi pemanenan kayu di PTGunung Meranti, PT Sarmiento Parakanca Timber
PTGunung Meranti, PT Sarmiento Parakanca Timber
10. Teknologi pemanenan optimal resin dan getah di Perum Perhutani
Perum Perhutani
RPI 21 PENGOLAHAN HASIL HUTAN KAYU
DAN BAMBU
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
207
RPI 21 PENGOLAHAN HASIL HUTAN KAYU DAN BAMBU
Koordinator:
Prof. Dr. Drs. Adi Santoso, M.Si,
I. PENDAHULUAN
Dalam Rencana Strategis Kementerian Kehutanan tahun 2010 – 2014 termuat masalah utama yang memerlukan solusi dari Badan Litbang Kehutanan, yaitu: (1) Kesenjangan antara suply dan demand bahan baku, dan (2) Masih rendahnya efisiensi produksi industri hasil hutan. Sementara kondisi yang diinginkan adalah: (1) Tercukupinya kebutuhan bahan baku industri kehutanan secara berkelanjutan, dan (2) Ekspor komoditas hasil hutan dan industri pengolahan hasil hutan terus meningkat.
Atas dasar uraian tersebut salah satu misi yang diemban oleh Badan Litbang Kehutanan adalah meningkatkan ketersediaan produk teknologi dasar dan terapan, dengan skala prioritas: peningkatan nilai tambah dan pengembangan hasil penelitian.
Pusat Litbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan (Pustekolah) selaku salah satu unit pelaksana di bawah Badan Litbang Kehutanan sudah barang tentu harus menyesuaikan kegiatannya dengan Renstra tersebut di atas dengan berpedoman pada roadmap eselon di atasnya. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka road map litbang pengolahan hasil hutan mencakup 8 (delapan) aspek: 1. Keunggulan dalam proses pengolahan hasil hutan; 2. Memperkuat keunggulan kompetitif produk; 3. Cost-‐eficiency untuk menghasilkan harga yang bersaing, peningkatan kualitas
produk dan desain; 4. Kompetisi bernuansa isu lingkungan; 5. Pemanfaatan dan pengembangan bahan baku (pemanfaatan lesser-‐used dan
lesser-‐known species dan bahan berlignoselulosa untuk menjembatani gap kebutuhan bahan baku);
6. Optimasi proses produksi (peningkatan kualitas, diversifikasi); 7. Rekayasa alat produksi dan bahan pembantu (proper technology, ramah
lingkungan dan peningkatan pendayagunaan potensi domestik/local content);
8. Analisis pasar serta pengembangan produk baru (new and improved products) terutama panel kayu, pulp dan kertas.
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
208
Sasaran yang diinginkan pada phase 2010 -‐ 2014 mencakup: 1. Pengujian sifat dasar dan optimasi bahan baku; 2. Optimasi proses produksi (panen, pengolahan, pengendalian mutu) dan
rekayasa alat dan bahan; 3. Kajian strategi produksi (diversifikasi produk, desain produk, by products); 4. Kajian pasar dan sosekjak (analisis finansial, ekonomi, pasar dan kebijakan
hasil hutan). Target yang ingin dicapai dalam bentuk:
a. Basis data sifat dasar dan model optimasi alokasi bahan baku; b. Teknologi dan standardisasi proses dan produk panel kayu, pulp dan kertas,
produk kayu lainnya; c. Hasil rekayasa alat dan bahan; d. Protokol panel kayu baru, pulp dan kertas; e. Strategi pemasaran dan sosek dan kebijakan perkayuan integratif. II. METODE SINTESIS
Sintesis RPI 21 dilakukan dengan metode sintesis terfokus berdasarkan hasil kegiatan penelitian yang menjadi cakupan RPI yang dilaksanakan oleh Pustekolah maupun UPT dan berdasarkan literatur review. Sintesis RPI disajikan dengan pendekatan sintesis berdasarkan luaran RPI. III. SINTESA HASIL PELAKSANAAN RPI
Kegiatan tahun 2010 sebelum RPI 2011-‐2014 (revisi) sebagian dilanjutkan pada RPI 2011-‐2014 (revisi) dan sebagian telah selesai. Kegiatan yang merupakan lanjutan, hasil kegiatannya telah diintegrasikan ke dalam sintesis RPI ini. Kegiatan yang telah selesai pada tahun 2010 adalah: 1. Teknologi Pembuatan Rumah Kayu Sistem Knockdown untuk Darurat
Bencana Hasil penelitian adalah sebagai berikut:
a. Rumah kayu T-‐21 yang dirancang dengan system knockdown dengan menggunakan kayu yang berasal dari hutan tanaman atau hutan rakyat di Jawa Barat dapat digunakan untuk rumah tinggal maupun rumah hunian sementara karena telah memenuhi persyaratan konstruksi.
b. Elemen knockdown pada bangunan ini terdapat pada setiap titik pertemuan satu struktur dengan struktur lainnya, karena untuk mempermudah pemasangan di lapangan. Setiap elemen knockdown
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
209
dihubungkan dengan baut dan paku sekerup sehingga mudah dilepas apabila dilakukan bongkar pasang.
c. Biaya yang diperlukan untuk mendirikan bangunan rumah kayu ini sebesar Rp 32.685.985,-‐ atau setara dengan Rp 1.556.475/m2 yang pendiriannya dapat diselesaikan dalam waktu 18 hari kerja.
2. Kajian Implementasi dan Harmonisasi Standar Mutu Produk Industri
Perkayuan untuk Meningkatkan Efisiensi dan Mutu Produk Hasil kajian menunjukkan bahwa hingga saat ini sudah tersedia 119 SNI
produk perkayuan, belum termasuk SNI produk mebel dari kayu. 20 di antaranya SNI tersebut telah diabolisi. Untuk produk kayu olahan berorientasi ekspor, standar produk yang digunakan adalah standar negara tujuan atau sesuai pesanan pembeli. Secara prinsip spesifikasi teknis standar nasional tidak berbeda dengan standar internasional. Faktor budaya kerja dan sarana pendukung merupakan kendala penerapan standar nasional. Perlu dilakukan harmonisasi standar dan implementasinya untuk meningkatkan efisiensi industri perkayuan.
Hasil penelitian RPI 2011-‐2014 (revisi) berdasarkan masing-‐masing
luaran diuraikan sebagai berikut: Luaran 1: Diversifikasi Produk Komposit
1.1. Teknologi Pembuatan Produk Lamina
Dalam upaya mencapai luaran telah dilakukan berbagai kegiatan yang meliputi: Teknologi pembuatan papan lamina dari bilah broti dan balok grider untuk produk kayu pertukangan (2010), Teknologi penyempurnaan sifat glulam, girder dan broti untuk kayu pertukangan (2011), Pemanfaatan produk laminasi untuk kayu pertukangan (2012), Teknologi transformasi log menjadi balok untuk kayu pertukangan (2013).
Kegiatan-‐kegiatan penelitian di atas sudah menghasilkan produk kayu lamina struktural untuk kayu pertukangan dari kayu mahoni dan jabon yang berasal dari tanaman rakyat dengan perekat isosianat dan bahan pengawet CKB. Glulam dari mahoni, jabon dan campuran mahoni-‐jabon ukuran penampang 6/12 panjang 300 cm. Berdasarkan nilai rata-‐rata glulam yang dibuat, maka ketiga jenis glulam mempunyai kerapatan yang rendah yaitu 0,41-‐0,49 kg/cm2. Keteguhan lentur maksimum berkisar antara 326-‐544 kg/cm2, kayu jabon terendah, glulam mahoni tertinggi dan campuran mahoni-‐jabon terletak di antaranya. Berdasarkan nilai kerapatannya, glulam yang dibuat tergolong ringan dan tidak sesuai dengan persyaratan JAS (2007). Akan tetapi berdasarkan nilai keteguhan lentur maksimumnya, ketiga jenis glulam memenuhi standar JAS (2007), yaitu di atas 300 kg/cm2, sehingga dapat dimanfaatkan untuk bahan
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
210
struktural. Berdasarkan hasil penelitian terhadap glulam jabon, mahoni dan campuran mahoni-‐jabon, maka glulam yang dibuat dapat dimanfaatkan untuk bahan struktural seperti kuda-‐kuda, dengan pengaturan bagian yang berkekuatan tinggi pada bagian yang memerlukan kekuatan tinggi.
Hasil penelitian 2014 lebih lanjut menunjukkan bahwa pencampuran jabon yang telah diawetkan, dengan jenis kayu yang berkualitas lebih tinggi, pada 1/3 bagian tengah penampang dalam pembuatan glulam dapat memenuhi persyaratan kayu struktural. Struktur kuda-‐kuda kayu dari glulam dapat direkomendasikan menggantikan kayu solid dari hutam alam maupun hutan tanaman.
1.2. Teknologi Pembuatan Papan Serat
Dalam rangka diversifikasi produk papan serat dan lebih menambah wawasan penggunaan bahan serat bukan kayu, Pusat Litbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hutan telah melakukan kegiatan pembuatan kertas bungkus dan pembuatan papan serat, keduanya menggunakan bahan serat alternatif berlignoselulosa, dengan cakupan kegiatan: uji coba pembuatan kertas bungkus skala usaha kecil dari berbagai bahan serat alternatif (tahun 2010), potensi teknis pemanfaatan pelepah nipah dan campurannya dengan sabut kelapa untuk pembutatan papan serat berkerapatan rendah atau tipe MDF (tahun 2011), penyempurnaan sifat papan serat tipe MDF dari pelepah nipah dan campurannya dengan sabut (tahun 2012), dan pada tahun 2013 telah dilaksanakan pembuatan papan serat tipe hardboard, menggunakan bahan serat alternatif rumput gelagah, tandan kosong kelapa sawit (TKKS), dan serat bambu.
Hasil dari kegiatan di atas menunjukkan bahwa sabut kelapa dan campurannya dengan pelepah nipah pada proporsi 50% + 50% menghasilkan MDF dengan sifat menyamai MDF dari 100% pelepah nipah, dan sebagian besar memenuhi persyaratan standar JIS dan ISO. Di lain pihak, rumput gelagah dapat digunakan untuk menghasilkan hardboard dengan sifat (fisis/mekanis) yang lebih baik dibandingkan dengan serat bambu dan TKKS.
Hasil penelitian tahun 2014 lebih lanjut menunjukkan bahwa hardboard yang dibuat dengan menggunakan campuran rumput gelagah, TKKS, bambu andong dan bambu betung setelah dilakukan penyempurnaan (yaitu dengan meningkatan konsentrasi larutan NaOH menjadi 12% pada pemasakan TKKS, dan penggunaan tanin resorsinol formaldehida (TRF), serta penghapusan emulsi lilin sebagai campuran aditif) menunjukkan peningkatan sifat fisis, demikian pula penggunaan sisal sebagai bahan utama pengganti bambu pada pembuatan hardboard menunjukkan peningkatan sifat fisis pada komposisi TKKS 50% + Sisal 50% yang dimasak dengan NaOH 9%.
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
211
1.3. Pembuatan Papan Serat dari Jenis Kayu Alternatif
Kegiatan ini dilaksanakan mulai tahun 2012 oleh BPTSTH-‐Kuok, yang terdiri atas teknik pembuatan pulp dan kertas dari 2 jenis kayu alternatif (2012), Penyempurnaan kualitas pulp dan kertas dari 2 jenis kayu alternatif (2013), dan untuk tahun 2013 kegiatan yang dilakukan adalah pembuatan papan serat dari jenis kayu terentang dan binuang. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi sifat-‐sifat papan serat kerapatan sedang tanpa menggunakan perekat sintetis dari jenis kayu binuang (Octomeles sumatrana) dan terentang (Campnosperma auriculatum). Pembuatan pulp dilakukan dengan cara mekanis, proses pembuatan papan serat dilakukan dengan proses kering. Perlakuan penambahan activator asam sitrat dengan kadar 0%, 5%, 10%, 15%, 20%, 25% dan 30%, dapat meningkatkan sifat mekanik papan serat kerapatan sedang.
Papan serat kerapatan sedang dengan pemberian activator kadar asam sitrat dengan kadar 20%, 25% dan 30% memenuhi standar SNI 01 4449 – 2006 type 5. Peningkatan sifat mekanika dan kestabilan dimensi disebabkan munculnya ikatan ester dari turunan kelompok karboksil.
Luaran 2: Penyempurnaan Kualitas Kayu
2.1. Teknologi Stabilisasi Dimensi Kayu
Penelitian tahap 1 (2010) diperoleh berdasarkan data sifat anatomi dan fisis kayu, pembentukan kayu dewasa kayu mindi yang diambil dari lokasi Kaliurang dimulai pada tahun ke-‐8. Jika kayu ditebang pada umur di bawah 8 tahun maka seluruh bagian batang masih muda atau porsi kayu juvenilnya 100%, sementara pada umur 13 tahun porsi kayu dewasa baru terbentuk 31%. Berdasarkan data sifat pengeringannya maka bagan pengeringan yang sesuai untuk kayu mindi sebagai bahan baku kayu pertukangan, berturut-‐turut adalah suhu 40 – 60oC dan Rh 35 – 83% (umur 5 tahun); 45 -‐75oC dan Rh 43 – 71% (9 tahun); 50 -‐ 80 oC dan Rh 31 – 80% (umur 13 tahun). Jika akan mencampurkan kayu muda bersama-‐sama kayu dewasa dalam satu ruangan pengeringan, maka disarankan menggunakan suhu pengeringan untuk kayu muda, yaitu 40 – 60oC dan Rh 35 – 83%. Penelitian tahap 2 (2011) diperoleh hasil pengeringan kayu waru gunung yang diteliti umur 8, 12 dan 16 tahun, hanya yang berumur 16 tahun yang dapat distabilkan dengan cara pengeringan konvensionil untuk keperluan mebel. Stabilisasi dimensi kayu tisuk (Hibiscus macrophyllus Roxb) umur 16 tahun dapat diperoleh melalui pengeringan konvensional dengan menggunakan bagan pengeringan T8B4, yaitu suhu dalam ruang pengeringan pada kisaran 55 – 80oC dan kelembaban 31 – 81% (depresi suhu bola basah 4). Stabilisasi
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
212
dimensi kayu tisuk umur 8 dan 12 tahun hanya dapat diperoleh melalui perlakuan pemadatan, menggunakan suhu kempa 180oC dan tekanan 25 kg/cm2 selama 40 menit. Kayu yang dipadatkan kerapatan dan BJ lebih tinggi, kekerasan meningkat, dimensi lebih stabil, permukaan kayu lebih halus dan licin serta mampu memperbaiki sifat-‐sifat kayu yang lain sehingga bisa memenuhi persyaratan untuk kayu mebel sesuai standar yang berlaku. Penelitian tahun 2013 lingkup kegiatan meliputi pengeringan, ekstraksi limbah kayu jati konvensional umur 60 tahun, impregnasi, dan pengujian stabilisasi dimensi (perubahan dimensi), perubahan berat, tekan sejajar dan tekan tegak lurus serat, keawetan, struktur anatomi, dan perubahan permukaan fisik kayu jati cepat tumbuh (JCT) dan karet yang diimpregnasi dengan metode vakum tekan. Perlakuan impregnasi dengan campuran ekstrak jati dan sirlak secara nyata berpengaruh terhadap sifat pengembangan kayu. Perlakuan impregnasi pada kayu JCT dan karet dengan penggunaan campuran ekstrak jati dan damar memberikan pengaruh nyata terhadap laju pengembangan contoh uji selama rendaman. Nilai anti swelling efficiency (ASE) pada contoh uji JCT yang diimpregnasi dengan ekstrak jati dapat mencapai lebih dari 50%. Sementara pada penggunaan campuran sirlak 8%, perlakuan ini dapat memberikan nilai ASE hingga lebih dari 80%. Perlakuan impregnasi kayu dengan campuran ekstrak jati dan damar memberikan pengaruh stabilisasi dimensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan melulu dengan ekstrak jati. Namun demikian, pengaruh stabilisasi perlakuan ini relatif setara dengan perlakuan campuran ekstrak jati dan sirlak. Teknik stabilisasi dimensi dan peningkatan kualitas kayu jati cepat tumbuh dan kayu karet dapat dilakukan dengan perlakuan impregnasi menggunakan larutan campuran ekstrak serbuk jati tua dan resin sirlak atau resin damar. Penyempurnaan sifat stabilisasi dimensi dan keteguhan tekan terbaik dari kedua jenis kayu ini diperoleh pada penggunaan konsentrasi resin 8%. Ekstrak serbuk jati bagus untuk bahan impregnasi karena mengandung senyawa antrakinon (kelompok senyawa tektokinon) cukup tinggi, sekitar 14%. Senyawa ini sangat penting sebagai bahan pestisida dan zat pewarna organik. Penambahan resin damar 4% ke dalam larutan ekstrak serbuk jati tua sudah dapat meningkatkan ketahanan kedua jenis kayu di atas terhadap rayap kayu kering dari kelas IV ke kelas II. Permukaan kayu jati cepat tumbuh dan karet yang diimpregnasi dengan ekstrak jati tua maupun campurannya menjadi lebih keras, bernilai dekoratif dengan kesan warna terlihat mendekati warna kayu jati tua, dan memenuhi persyaratan untuk mebel. Penelitian lebih lanjut pada tahun 2014 menunjukkan bahwa ekstraksi serbuk gergajian jati dengan menggunakan pelarut air panas menghasilkan ekstrak padatan (solid content) sekitar 1%. sementara dengan pelarut 0,5% NaOH adalah sekitar 11%. Proses impregnasi larutan ekstrak jati pada kayu JCT dan jabon menunjukkan hasil beragam menurut jenis kayu dan arah orientasi
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
213
serat kayu. Kayu jabon memiliki permeabilitas lebih baik daripada kayu JCT, sehingga mengalami pertambahan berat akibat impregnasi lebih tinggi dibandingkan dengan kayu JCT. Deposisi ekstrak jati pada contoh uji radial lebih besar dibandingkan dengan contoh uji tangensial.
Perlakuan impregnasi kayu dengan larutan ekstrak jati larut air serta campurannya dengan resin Akrilik maupun Polivinil menunjukkan efektifitas yang berbeda menurut jenis kayu. Secara umum perlakuan impregnasi pada kayu jabon lebih efektif menyempurnakan sifat stabilitas dimensi pada kayu tersebut dibandingkan dengan perlakuan yang sama pada kayu JCT. Impregnasi dengan penambahan resin Resorsinol pada larutan ekstrak jati memberikan pengaruh stabilitas dimensi paling baik pada kedua jenis kayu dibandingkan dengan penggunaan resin lainnya.
Deposisi ekstrak jati maupun campurannya dengan resin menyebabkan perubahan struktur makroskopis kayu. Kesan warna kayu menjadi lebih gelap kecokelatan mendekati kesan warna pada kayu jati tua, terutama pada perlakuan dengan campuran Resorsinol. Deposisi ekstrak dan resin pada struktur kayu menyebabkan kesan permukaan kayu menjadi sangat keras, serta meningkatkan sifat keawetan kayu, terutama ketahanannya terhadap serangan rayap tanah.
Perlakuan impregnasi kayu dengan menggunakan larutan ekstrak jati menyebabkan timbulnya biaya perlakuan sekitar sembilan ratus ribu Rupiah per m3. Biaya perlakuan tersebut meningkat sekitar 20 -‐ 60% bila ditambahkan resin krilik, polivinil atau resorsinol pada larutan ekstrak jati. Biaya ini relatif setara dengan biaya yang diperlukan dalam perlakuan pengawetan kayu konvensional, dan jauh lebih kecil dibandingkan dengan biaya perlakuan modifikasi kayu modern. Penggunaan resin resorsinol dalam penelitian ini memberi pengaruh penyempurnaan berbagai aspek, baik stabilisasi dimensi, keteguhan tekan maupun sifat keawetan pada kedua jenis kayu. Penyempurnaan karakteristik tersebut perlu diujicoba pada ukuran sortimen komersial, atau pada contoh uji berukuran besar. Keperluan uji coba pada sortimen berukuran besar memerlukan mesin dan peralatan yang memadai. Alasan ini menunjukkan perlunya Pustekolah memiliki fasilitas tersebut, atau memperbaiki fasilitas yang ada untuk memenuhi keperluan tersebut. 2.2. Teknologi Stabilisasi Warna Kayu
Kegiatan ini bertujuan untuk mendapatkan cara pencegahan perubahan warna yang diakibatkan oleh jamur pewarna biru (blue stain) dan cara penanggulangannya agar dapat meningkatkan kualitas kayu yang telah terserang jamur dan mengurangi kerugian ekonomis yang diakibatkan oleh perubahan warna kayu. Sasaran penelitian ini adalah diperolehnya teknik yang
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
214
efisien dan efektif untuk mencegah dan menanggulangi perubahan warna kayu akibat serangan jamur.
Hasil peneltian tahap 1 (2011) menunjukkan bahwa pemberian bahan kimia dapat meningkatkan kecerahan warna kayu baik di bagian dalam (core) maupun permukaan luar, jika dibandingkan dengan perlakuan fisik pemanasan 60oC dan 120oC maupun shed. Meskipun setiap jenis kayu memiliki respon yang berbeda. Bahan yang baik untuk jenis kayu pulai belum tentu baik untuk tusam. Pada penelitian tahap 2 (2012) telah dilakukan pengamatan terhadap perubahan warna alami kayu jamuju (Podocarpus imbricatus) dan kisampang (Evodia aromatica BL.) sebelum dan sesudah perlakuan karena pengaruh suhu, kelembaban, dan panas. Sedangkan pada penelitian ini dilakukan pengamatan terhadap kayu tusam (Pinus merkusii) dan kemiri (Aleurites moluccana).
Kegiatan yang telah dilakukan pada tahun ke-‐3 (2013): penyiapan contoh uji, di mana contoh uji dilakukan di dua tempat yaitu di tempat terbuka dan dalam ruangan. Dari setiap jenis kayu diambil lima pohon, dan dari setiap pohon diambil 18 dolok masing-‐masing ukuran dua meter untuk digergaji menjadi papan yang diserut dipergunakan untuk contoh uji kayu segar berukuran 100 cm x 10 cm x 2,5 (3) cm. Setiap perlakuan terhadap contoh uji dilakukan sebanyak 5 ulangan (sudah dilakukan); Contoh uji yang telah disiapkan dicelupkan/dioleskan dengan bahan kimia sesuai dengan konsentrasi 2, 3, dan 4%. Kemudian contoh uji yang telah dioleskan tersebut dikeringkan dengan dua cara yaitu di tempat terbuka dan di bawah atap.
Teknik pencegahan perubahan warna yang diakibatkan blue stain dilakukan dengan pengolesan seluruh permukaan kayu dengan larutan staneous chloride (ST) dan metilen-‐bistiosianat (MBT) pada konsentrasi 2, 3, 4%, serta pengeringan dilakukan di tempat terbuka. Dengan cara tersebut, warna kayu dapat stabil selama beberapa bulan. Berdasarkan hasil uji coba, selama kurang lebih satu bulan warna kayu relatif masih stabil.
Teknik penanggulangan perubahan warna pada kayu yang sudah terserang blue stain dilakukan dengan rekayasa warna kayu melalui pengolesan larutan chromic acid (CA) yang berperan dalam menyamarkan noda biru pada kayu, serta finishing dengan wood stain (pewarna kayu), sehingga kayu kembali bernilai. Pada tahun 2014 kegiatan ini direvisi.
Luaran 3: Teknologi Diversifikasi Produk Olahan Bambu
3.1. Pembuatan Produk Bambu Komposit Tujuan kegiatan penelitian ini adalah mendapatkan teknologi
pembuatan bambu lamina dengan sitem laminasi silang serta uji coba pembuatan produk mebel. Sasaran kegiatan penelitian ini adalah tersedianya data dan informasi teknis mengenai pembuatan bambu komposit dengan sistem laminasi silang yang sesuai untuk bahan mebel.
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
215
Pada tahun 2010 telah diteliti karakteristik jenis bambu sebagai bahan baku bambu komposit dengan sasaran penelitian adalah tersedianya data dan informasi mengenai sifat dasar dan sifat perekatan jenis bambu sebagai bahan baku bambu komposit. Hasil penelitian menunjukkan sifat anatomi bambu andong dan bambu mayan memiliki karakteristik ikatan pembuluh tipe III dan IV. Berat jenis bambu andong dan bambu mayan berturut turut 0,75 dan 0,63 sedangkan penyusutan tebal dari kondisi basah ke kering udara dan dari kondisi kering udara ke kering oven berturut-‐turut 4,97% dan 2,56% untuk bambu andong sedangkan untuk bambu mayan 5,43% dan 2,33%. Keteguhan lentur bambu andong dan bambu mayan setara dengan kayu kelas kuat II. Sifat perekatan bambu andong dan bambu mayan baik tidak diawetkan maupun diawetkan terhadap perekat urea formaldehida dan tanin resorsinol formaldehida cukup baik.
Pada tahun 2011 telah dilakukan penelitian pembuatan produk bambu komposit dengan tujuan menyempurnakan teknik pembuatan bambu lamina untuk bahan mebel serta meningkatkan diversifikasi produk pengolahan bambu. Sasarannya adalah tersedianya data dan informasi teknis penyempurnaan teknik pembuatan bambu lamina untuk bahan mebel. Penyempurnaan teknik pembuatan meliputi penggunaan dua jenis perekat (tipe interior dan eksterior), waktu kempa yang lebih singkat serta pemberian perlakuan pendahuluan berupa pemutihan bilah bambu sehingga diperoleh warna yang lebih terang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pendahuluan berupa pengawetan bilah bambu dengan larutan boron 7% secara rendaman dingin selama 2 jam sudah dapat mencegah terjadinya serangan bubuk pada bilah bambu. Perlakuan pendahuluan berupa pemutihan bilah bambu dengan larutan H2O2 15% secara rendaman dingin selama 4 jam menghasilkan bilah bambu dengan warna yang lebih putih/terang. Secara keseluruhan perlakuan pendahuluan berupa pengawetan dan pemutihan bilah bambu dapat menurunkan sifat mekanis bambu lamina yang dihasilkan. Penerapan waktu kempa yang lebih lama pada umumnya meningkatkan sifat mekanis bambu lamina yang dihasilkan. Bambu lamina dari bambu andong pada umumnya memiliki sifat mekanis lebih tinggi dibanding bambu lamina dari bambu mayan, sedangkan stabilitas dimensinya relatif sama. Tergantung dari jenis perekat yang digunakan maka bambu lamina dapat dibuat dengan penerapan waktu kempa yang relatif singkat. Berdasarkan nilai keteguhan lentur (MOR) dan keteguhan tekan bambu lamina maka semua bambu lamina yang dibuat dengan berbagai perlakuan setara dengan kayu kelas kuat II.
Pada tahun 2012 telah dilakukan penelitian pembuatan produk bambu komposit dengan tujuan menyempurnakan teknik pembuatan bambu lamina untuk bahan mebel dan konstruksi ringan serta meningkatkan diversifikasi produk pengolahan bambu. Sasarannya adalah tersedianya data dan informasi teknis mengenai penyempurnaan teknik pembuatan bambu lamina untuk bahan
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
216
mebel dan konstruksi ringan. Untuk bahan konstruksi ringan ukuran bambu lamina harus cukup tebal sehingga diperlukan jumlah lapisan yang cukup banyak. Oleh karena itu untuk efisiensi bahan baku maka komposisi lapisan bambu lamina dikombinasikan dengan kayu untuk mendapatkan bambu lamina yang relatif tebal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerapatan bambu komposit sangat dipengaruhi oleh jenis bambu, jenis kayu dan komposisi lapisan penyusun bambu komposit. Kualitas perekatan bambu komposit yang dibuat dari bambu andong dan bambu mayan dengan berbagai komposisi lapisan dan kombinasi kayu damar dan kayu jabon cukup baik. Penambahan lapisan bambu andong atau mayan pada balok kayu damar atau kayu jabon dalam bambu komposit dapat meningkatkan keteguhan lentur dan keteguhan tekan dari kayu yang digunakan. Besarnya peningkatan nilai keteguhan lentur dan keteguhan tekan tersebut pada bambu komposit dengan lapisan luar 2 lapis bambu berturut-‐turut bervariasi antara 26% hingga 73,6% untuk keteguhan lentur dan antara 25,5% hingga 37,4% untuk keteguhan tekan. Bambu komposit dari bambu andong dan bambu mayan dengan berbagai komposisi lapisan dan kombinasi jenis kayu pada umumnya setara dengan kayu kelas kuat III. Penambahan lapisan bambu pada balok kayu meningkatkan kelas kuat kayu tersebut dari kelas kuat IV menjadi kelas kuat III dan permukaan bambu komposit yang dihasilkan memiliki corak penampilan serat yang bagus dan unik dengan adanya buku pada bilah bambu penyusun bambu komposit tersebut sehingga penampilan permukaannya indah atau fancy, sedangkan penggunaan kayu yang cukup tebal sebagai lapisan tengah bambu komposit dapat menekan biaya pembuatan bambu komposit.
Pada tahun 2013 telah dilakukan penelitian pembuatan produk bambu komposit dengan tujuan mendapatkan teknologi pemanfaatan bambu serta mengembangkan diversifikasi produk pengolahan bambu sebagai bahan mebel. Sasarannya adalah tersedianya data dan informasi teknis mengenai pembuatan bambu komposit dengan sistem laminasi silang yang sesuai untuk bahan mebel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar air bambu komposit berkisar antara 11,16% sampai 12,56% dengan rata-‐rata 11,9% sedangkan kerapatan nya berkisar antara 0,74 g/cm3 hingga 0,77 g/cm3 dengan rata-‐rata 0,76 g/cm3. Kualitas perekatan bambu komposit yang dibuat dari bambu andong dan bambu mayan dengan berbagai komposisi arah lapisan cukup baik. Penggunaan lapisan silang pada lapisan dalam bambu komposit menurunkan nilai keteguhan lentur dan keteguhan tekan bambu komposit tetapi meningkatkan kestabilan dimensi bambu komposit yang dihasilkan. Berdasarkan nilai keteguhan lentur, secara keseluruhan bambu komposit 5 lapis dari bambu andong maupun bambu mayan dengan berbagai variasi komposisi arah lapisan setara dengan kayu kelas kuat II. Nilai keteguhan tekan bambu komposit 5 lapis yang dibuat dari bambu andong yang semua lapisannya disusun sejajar serat setara dengan kayu kelas kuat I (satu). Keteguhan tekan bambu komposit 5 lapis yang dibuat dari bambu
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
217
andong maupun bambu mayan dengan lapisan ketiga (tengah) disusun menyilang terhadap lapisan lainnya setara dengan kayu kelas kuat II (dua), sedangkan bambu komposit 5 lapis dengan lapisan kedua dan keempat yang disusun menyilang terhadap lapisan didekatnya setara dengan kayu kelas kuat III (tiga).
Pada tahun 2014 telah dilakukan penelitian pembuatan produk bambu komposit dengan tujuan penyempurnaan teknik pembuatan produk bambu komposit dengan sistem laminasi silang. Sasarannya tersedianya teknik pembuatan bambu komposit dengan sistem laminasi silang yang sesuai untuk bahan mebel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar air bambu komposit berkisar antara 10,9% sampai 11,3% dengan rata-‐rata 11,1% sedangkan kerapatannya berkisar antara 0,58 g/cm3 hingga 0,75 g/cm3 dengan rata-‐rata 0,64 g/cm3. Penyerapan air bambu komposit berkisar 20,5% -‐ 30,2% dengan rata-‐rata 25,0%, pengembangan lebar berkisar 1,3% -‐ 2,6% dengan rata-‐rata 1,9%, sedangkan pengembangan tebalnya berkisar 1,3% -‐ 2,6% dengan rata-‐rata 2,0%. Kualitas perekatan bambu komposit dengan dimensi 125 cm x 16 cm x 6 cm (p x l x t) yang dibuat dari bilah bambu andong maupun bambu mayan menggunakan perekat isosianat dengan variasi komposisi dan arah lapisan cukup baik. Penggunaan lapisan silang pada lapisan dalam bambu komposit menurunkan nilai keteguhan lentur dan keteguhan tekan tetapi dapat meningkatkan kestabilan dimensi bambu komposit yang dihasilkan karena nilai pengembangan lebarnya lebih kecil. Keteguhan lentur bambu komposit hasil penelitian ini yang dibuat dari bilah bambu andong berkisar 429 kg/cm2 – 958 kg/cm2 dengan rata-‐rata 686 kg/cm2, sedangkan keteguhan tekannya berkisar 438 kg/cm2 – 647 kg/cm2 dengan rata-‐rata 496 kg/cm2. Keteguhan lentur bambu komposit hasil penelitian ini yang dibuat dari bilah bambu mayan berkisar 556 kg/cm2 – 917 kg/cm2 dengan rata-‐rata 683 kg/cm2, sedangkan keteguhan tekannya berkisar 392 kg/cm2 – 629 kg/cm2 dengan rata-‐rata 468 kg/cm2. Keteguhan lentur bambu komposit yang semua lapisannya disusun sejajar serat setara dengan kayu kelas kuat II (dua). Berdasarkan nilai keteguhan lentur, secara keseluruhan bambu komposit yang semua lapisannya disusun sejajar serat, baik yang semua lapisannya dari bambu maupun kombinasi dengan kayu, setara dengan kayu kelas kuat II (dua), sedangkan bambu komposit dengan lapisan tengah/dalam tegak lurus serat setara dengan kayu kelas kuat III (tiga) dan kelas kuat IV (empat). Berdasarkan nilai keteguhan tekan, secara keseluruhan bambu komposit yang dibuat dengan berbagai perlakuan setara dengan kayu kelas kuat II kecuali bambu komposit yang dibuat dari bambu mayan dengan lapisan tengah tegak lurus serat setara dengan kayu kelas kuat III.
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
218
3.2. Teknologi Pembuatan Produk Bambu untuk Komponen Struktur Bangunan
Hasil penelitian tahap 1 (2011) tentang teknik pembuatan tiang struktur dari bambu solid, diperoleh konsep tata ruang yang dibuat sederhana untuk menghemat waktu dan biaya bangunan. Elemen knockdown pada bangunan ini terdapat pada setiap titik pertemuan satu struktur dengan struktur lainnya, karena untuk mempermudah pemasangan di lapangan. Setiap elemen knockdown dihubungkan dengan baut dan paku sekerup sehingga mudah dilepas apabila dilakukan bongkar pasang. Retensi kayu duren lebih tinggi dari yang lainnya sedangkan penetrasinya lebih rendah, sedangkan retensi kayu meranti paling rendah sementara penetrasinya paling tinggi dibandingkan dengan jenis kayu lainnya.
Analisa struktur dimaksudkan antara lain untuk menentukan dimensi dari bahan kayu yang digunakan dengan meninjau tegangan dan lenturan yang terjadi. Tegangan lentur yang terjadi akibat kombinasi pembebanan tetap adalah sebesar 112,03 kg/cm2. Lenturan yang terjadi pada struktur rangka atap ditinjau terhadap sumbu x, sumbu y dan lenturan total masing-‐masing δx = 0,401 cm, δy = 2,178 cm dan δtotal = 2,21 cm.
Biaya yang diperlukan untuk mendirikan bangunan rumah kayu ini sebesar Rp 32.685.985 terdiri dari biaya pembelian bahan kayu, bahan non kayu dan upah pengerjaan selam proses sampai upah pendirian atau Rp 1.556.475/m2. Pendirian bangunan dapat diselesaikan dalam waktu 18 hari kerja, jika komponen bangunan sudah dipabrikasi secara masal maka waktu pendirian akan lebih cepat yaitu kurang lebih 4 hari.
Hasil penelitian tahap 2 (2012), yakni teknik pembuatan balok struktur bambu solid menunjukkan bahwa teknologi perangkaian tiang bambu solid dapat diterapkan di masyarakat, karena besaran-‐besaran tegangan yang dihasilkan memenuhi persyaratan konstruksi kayu Hasil penelitian ini dapat membantu meningkatkan sumber daya manusia dengan penerapan teknolgi sesuai hasil penelitian. Karena penelitian ini menggunakan teknologi sederhana yaitu menggabungkan beberapa batang bambu menjadi komponen tiang struktur dengan alat sambung baut dan perekat sehingga tidak menimbulkan banyak limbah. Dengan demikian kontinuitas sumber daya alam (bambu) dapat dipertahankan dan tidak merusak lingkungan. Sementara ini belum ada standar-‐standar mengenai tata cara pengujian bambu komposit maupun struktur konstruksi, jadi masih mengacu kepada standar pengujian kayu. Dengan demikian belum ada koneksi dengan regulasi yang diperlukan.
Pada tahun 2013, penelitian difokuskan pada teknik pembuatan komponen dinding pelupuh dari tiga jenis bambu, perekatan dan pengujian produk. Penelitian ini bertujuan mendapatkan teknik pembuatan dinding komposit berupa panel dari pelupuh bambu dengan menggunakan perekat tipe eksterior dengan sasaran menyediakan data teknis dan informasi ilmiah
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
219
mengenai teknologi pembuatan komponen dinding komposit yang terbuat dari pelupuh bambu. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa teknologi komposit berbagai jenis bambu yang ada di Indonesia secara teknis dan ilmiah dapat diaplikasikan pada komponen barang yang terbuat dari bambu terutama pada konstruksi bangunan sipil (rumah, jembatan dan lain-‐lain), dan teknologi perangkaian tiang bambu solid dan panel bambu komposit dapat diterapkan di masyarakat, karena besaran-‐besaran tegangan yang dihasilkan memenuhi persyaratan konstruksi kayu.
Penelitian lebih lanjut pada tahun 2014 dilakukan penelitian teknik pembuatan struktur rangka atap dan bambu komposit. Sampai saat ini penelitian masih berlangsung sampai pada taraf pengujian produk.
Luaran 4: Teknologi Optimasi Pemanfaatan Material Lignoselulosa
4.1. Teknik Produksi Resorsinol Alami untuk Bahan Perekat Produk Kayu Komposit
Hasil penelitian tahun 2010 (tahap 1) menunjukkan bahwa ekstrak kayu merbau memiliki pH 4,8 berwarna merah kecokelatan mirip dengan larutan fenol atau resorsinol. Hasil identifikasi dengan spektofotometer UV-‐Vis, spektroskopi inframerah (FTIR), maupun py-‐GCMS menunjukkan bahwa komponen kimia senyawa ekstrak cair limbah kayu merbau ini identik dengan resorsinol, yang berpotensi dapat digunakan sebagai bahan perekat mengingat rendemennya yang lebih tinggi (5,59 % b/b) dibandingkan ekstrak tanin dari kayu mangium. Karakterisasi terhadap produk reaksi ekstrak merbau dengan formaldehida menunjukkan bahwa ekstrak tersebut dapat diformulasi-‐kan sebagai bahan perekat. Resin yang terbentuk dari hasil reaksi tersebut tidak tergelatinasi setelah dilakukan pemanasan selama 3 jam. Waktu gelatinasi perekat umumnya dipengaruhi oleh nilai pH, kadar padatan, dan viskositas. Kadar padatan produk reaksi ekstrak merbau sebelum ditambahkan ekstender untuk ekstraksi I dan II sebesar 0,89% dan 0,94%, dengan densitas masing-‐masing 1,00 – 1,01 g/ml, dengan viskositas masing-‐masing 0,0010 – 0,0012 poise. Kadar padatan produk yang sama setelah ditambahkan ekstender untuk ekstraksi I pada penambahan ekstender 5 – 10% berkisar 0,93 – 1,04%, sedangkan kadar padatan untuk ekstraksi II sebesar 0,93 – 1,04 %, dengan nilai viskositas masing-‐masing tetap. Dari uji coba aplikasi perekat pada kayu lamina pada skala laboratorium diketahui bahwa keteguhan rekat kayu lamina sengon uji kering tertinggi untuk ekstraksi I dan II terdapat pada kayu lamina sengon dengan penambahan ekstender 7,5% dan pengeras 2%, yaitu sebesar 62,49 kg/cm2 dan 54,91 kg/cm2. Dan nilai terendah untuk hasil ekstraksi I terdapat pada kayu lamina sengon tanpa penambah-‐an ekstender (kontrol) yaitu 41,00 kg/cm2. Sedangkan untuk hasil ekstraksi II terdapat pada kayu lamina sengon
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
220
dengan penambahan pengeras 0,5% tanpa penambahan ekstender, yaitu sebesar 36,96 kg/cm2.
Penelitian yang dilakukan pada tahap 2 (2011) adalah purifikasi ekstrak kayu merbau, analisis karakteristiknya serta memformulasi-‐kannya menjadi perekat melalui proses polimerisasi dan kopolimerisasi serta menguji produk perekatannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rendemen ekstrak cair limbah kayu merbau yang 5,59% (b/b), memiliki tingkat kemurnian 78,03%. Berdasarkan identifikasi dengan spektofotometer UV-‐Vis, FTIR, Py-‐GCMS, XRD, DTA dan IV-‐meter intrinsic viscosity disimpulkan bahwa senyawa yang terkandung dalam ekstrak cair limbah kayu merbau identik dengan senyawa fenolik (resorsinol), dengan bobot molekul: 753. Ekstrak cair limbah kayu merbau dapat direaksikan dengan formaldehida dalam suasana basa, membentuk polimer berbobot molekul 9.308. Identifikasi terjadinya polimerisasi dilakukan dengan spektofotometer UV-‐Vis, FTIR, Py-‐GCMS, XRD, DTA dan IV-‐meter intrinsic viscosity. Aplikasi produk polimerisasi dari ekstrak cair limbah kayu merbau sebagai perekat menghasilkan kayu lamina tipe eksterior rendah emisi (0,22 mg/L) dengan katagori E0 atau F****. Kopolimerisasi ekstrak cair limbah kayu merbau dengan monomer resorsinol dan formaldehida dalam suasana basa, menghasilkan kopolimer berbobot molekul 49.658. Identifikasi terjadinya kopolimerisasi dilakukan dengan spektofotometer UV-‐Vis, FTIR, Py-‐GCMS, XRD, DTA dan IV-‐meter intrinsic viscosity. Aplikasi produk kopolimerisasi dari ekstrak cair limbah kayu merbau sebagai perekat menghasilkan kayu lamina tipe eksterior rendah emisi (0,03 mg/L) dengan katagori E0 atau F****(Santoso dan Malik, 2011a).
Pada tahun 2012 telah dilakukan serangkaian kegiatan uji coba aplikasi perekat berbahan baku resorsinol alami dari ekstrak merbau di PT Jatiluhur Agung (PT JLA), Jl. Gunung Kelir Raya No. 3– 9, Semarang 50152 (Jawa Tengah). Produk utama PT JLA adalah three-‐layer flooring di mana face-‐nya terbuat dari berbagai bilah/papan kayu utuh yang memiliki nilai dekoratif, dengan pasar utama ke USA. Uji coba dilakukan pada produk yang saat itu sedang diproduksi, yaitu 3 ply-‐1strip flooring parquet dari jenis jenis kayu karet dan sengon. Berdasarkan kendala yang ditemui pada saat uji coba telah dilakukan penyempurnaan formula pada perekat berbahan baku resorsinol alami dari ekstrak merbau dan kemudian dilakukan uji coba lebih lanjut untuk aplikasi produk 3 ply-‐1strip flooring parquet dengan bahan baku/kayu yang diperoleh dari PT JLA pada 7 (tujuh jenis kayu), yaitu: sungkai, oak, kempas, merbau, acacia, mahoni dan karet, masing-‐masing menggunakan core dari jenis kayu sengon.
Uji coba perekat dengan formula yang telah disempurnakan selanjutnya dilakukan di CV Panuju dan PT Galih Prima (Sukabumi, Jawa Barat) yang memproduksi komponen mebel dan unfinished furniture sebagai mitra dari perusahaan antara lain Olympic, serta beehive box/kotak sarang lebah dari
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
221
bahan lamina kayu sengon yang diekspor ke Korea Selatan dan Jepang. Uji coba di CV Panuju dilakukan pada produk yang saat itu sedang diproduksi, yaitu beehive box/kotak sarang lebah dari bahan lamina kayu sengon, sementara di PT Galih Prima uji coba dilakukan pada pembuatan papan sambung dengan jenis kayu: sengon, karet dan pinus. Uji coba perekat dilakukan pula pada pembuatan multipleks (5 lapis) dari jenis kayu sengon (core) dan meranti (face & back) di PT Pundi Uniwood Industries, Balaraja-‐Serang.
Hasil penelitian uji coba aplikasi formula perekat resorsinol dari ekstrak limbah kayu merbau pada tahun ketiga (2012) seperti tersebut di atas menunjukkan bahwa produk kopolimer dari ekstrak cair limbah kayu merbau adalah resin berbobot molekul 49.658, yang dapat diaplikasikan sebagai perekat dalam pembuatan cross laminated timber (CLT) pada skala industri berupa 3 ply-‐1strip flooring parquet pada tujuh jenis kayu, yaitu: sungkai, karet, kempas, merbau, mangium, mahoni dan sengon. Kualitas perekatan dan sifat mekanik produk tersebut sebanding dengan produk sejenis berperekat Phenol Resorsinol Formaldehida impor. Hasil penelitian juga menunjukkan perekat yang sama dapat diaplikasikan pada pembuatan finger joint board pada tiga jenis kayu, yaitu: sengon, karet, dan pinus. serta balok lamina berupa 5 ply-‐CLT dari empat jenis kayu, yaitu: pangsor, mindi, pinus dan mangium. Kualitas perekatan dan sifat mekanik produk tersebut setara dengan produk sejenis berperekat Isosianat (impor). Semua jenis produk uji coba tersebut tergolong tipe eksterior rendah emisi formaldehida.
Penelitian yang dilakukan pada tahap IV (tahun 2013), yang merupakan tahap akhir kegiatan ini, adalah aplikasi perekat berbasis resorsinol dari ekstrak limbah kayu merbau pada pembuatan panel komposit dengan komposisi bahan baku penyusun berupa bilah bambu (bambu lamina), maupun komposisi campuran dengan kayu berbobot jenis rendah dalam skala laboratorium, serta pengujian kualitas dari masing-‐masing produk panel tersebut. Selanjutnya formula perekat yang sesuai untuk aplikasi bambu dalam penelitian di atas diuji coba di Pengembangan Kayu Pertukangan dan Pusat Pelatihan PIK -‐ Semarang serta industri produk panel kayu komposit di PT Surya Bali Bamboo -‐ Bali pada pembuatan bambu lamina. Rangkaian penelitian terdiri atas kegiatan yang dimulai dari ekstraksi limbah kayu merbau hingga pembuatan perekat dengan komposisi tertentu dari komponen penyusunnya.
Ekstraksi dilakukan dengan alat ekstraktor di mana limbah kayu merbau berupa serbuk diekstrak dengan cara mencampurkannya dengan air dengan perbandingan 1 : 3 (v/v) dan dipanaskan pada suhu 80oC selama 3 jam. Ekstrak yang diperoleh dipisahkan dari serbuknya melalui penyaringan. Ekstraksi dapat diulang selama ekstrak yang dihasilkan berwarna pekat, akan tetapi di anjurkan maksimal 3 kali guna memperoleh tingkat kemurnian dan rendemen senyawa fenolik yang relatif tinggi. Pembuatan perekat dilakukan dengan mereaksikan cairan ekstrak merbau (M) dengan formaldehida 37% (F), dan ekstender berupa
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
222
tepung sagu (E), serta larutan resorsinol teknis 25 dan 50% (R). Penambahan larutan resorsinol dalam formulasi ini dimaksudkan sebagai ‘catching agent‘ dari formaldehida bebas. Formulasi yang disempurnakan ini terdiri atas enam taraf kombinasi, yaitu nisbah % bobot antara M : F : E = 100 : 10 : 5, dengan penambahan R masing-‐masing: (0, 5, 10, 15, 20 dan 25)%. Telah dilakukan pula pengujian sifat fisiko-‐kimia perekat dari setiap formulasi tersebut dengan pembanding perekat komersial phenol-‐resorsinol-‐formadehida(PRF) dan perekat PF (SNI, 1998), mencakup viskositas, densitas, visual, benda asing, pH, kadar padatan dan kadar formaldehida bebas. Hasil penelitian menunjukkan perekat dengan formula yang telah disempurnakan (perbandingan % bobot ekstrak merbau : Resorsinol 50% : Formaldehida 37% : sagu = 100 : 10 : 10 : 5) dengan pH akhir reaksi 10, mampu merekat bambu andong, bitung dan mayan menjadi produk lamina, baik sesama jenis bambu (homogen) maupun kombinasi dengan kayu jabon, dan sengon (heterogen) dengan kualitas rekat yang memenuhi persyaratan tipe eksterior. Formula perekat tersebut diujicoba di industri bambu lamina (di Bangli-‐Bali) dengan hasil yang cukup baik, namun masih terdapat kelemahan, yaitu kurang bagus untuk bambu yang telah diawetkan dengan cara pengasapan (produk yang direkatnya memerlukan waktu kondisioning yang lebih lama dibandingkan dengan bambu yang diawetkan secara kimia sebelum dibuat contoh uji). Hasil perhitungan finansial harga perekat dari ekstrak serbuk kayu merbau per kg yang layak Rp. 8.000,-‐. Penjualan perekat resorsinol alami dari ekstrak kayu gergajian merbau ini akan mencapai titik impas (BEP) setelah produksi mencapai rata-‐rata 20 ton/tahun. Dengan nilai B/C > 1%, yang berarti industri perekat yang menggunakan bahan baku dari limbah kayu merbau ini layak untuk didirikan. Jangka waktu pengembalian modal, dicapai setelah produksi 80% dengan nilai > 25% (bunga bank), dengan PBP (Pay back periode): 3 tahun.
4.2. Teknologi Reduksi Emisi Formaldehida Produk Panel Kayu Secara Non
Kimiawi
Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan (Pustekolah) selama 20 tahun terakhir telah melakukan penelitian dan pengembangan tentang teknologi pengurangan emisi formaldehida terhadap produk-‐produk panel kayu (papan serat, kayu lapis papan partikel dan sejenisnya) yang menggunakan perekat berformaldehida (Sutigno dan Santoso 1991; 1995; 1996; Santoso and Sutigno, 1998; 1999; Iskandar dan Santoso, 1999; Santoso and Sutigno, 2000; Santoso dan Sutigno, 2000; Santoso et al., 2001a; 2001b; 2002; Santoso dan Sutigno, 2002; 2004; Santoso, 2004; Santoso and Hadi, 2005; Santoso et al., 2005; Malik dan Santoso. 2006) yaitu dengan cara menurunkan perbanding-‐an mol urea dengan formaldehida menjadi 1 : 1,1 atau menggunakan bahan kimia sebagai zat
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
223
penangkapnya seperti urea, melamin, maupun campuran urea dengan melamin, garam-‐garam amonium seperti NH4Cl dan NH4OH.
Bahan-‐bahan kimia tersebut digunakan dengan berbagai cara seperti pen-‐campuran dalam ramuan perekatnya, maupun dengan cara pelaburan atau fumigasi terhadap produk panel kayunya. Upaya lain dalam menurunkan emisi formaldehida pada produk panel berupa kayu lapis yang menggunakan perekat berbahan formaldehida adalah dengan menggunakan arang atau arang aktif yang berperan sebagai penjerap emisi formaldehida (Pari, et.al., 2006b; Park et.al., 2006). Hasil penelitian tahun 2010 (tahap I) mengemukakan bahwa pencampuran arang aktif pada perekat urea formaldehida untuk aplikasi papan partikel meng-‐hasilkan produk yang sifat fisis-‐mekanisnya sebagian besar memenuhi persyaratan Indonesia maupun Jepang, demikian pula emisi formal-‐dehidanya berhasil direduksi dari 3,44 mg/L menjadi 0,39 mg/L sehingga aman untuk penggunaan interior. Sementara pada tahun 2011 (tahap II) aplikasi arang aktif yang dicampurkan ke dalam partikel bahan baku papan mampu mereduksi emisi formaldehida papan partikel dari 3,46 mg/L menjadi 0,69 mg/L yang berarti memenuhi persyaratan emisi formaldehida papan partikel untuk penggunaan di dalam ruangan (interior) dengan klasifikasi E1.
Dibandingkan dengan hasil penelitian tahap I, hasil penelitian tahap II kurang ekonomis karena arang aktif yang dicampurkan lebih banyak (20% dari bobot partikel kayu) dan produknya tergolong E1 – E2, namun produk E2 yang dihasilkannya memiliki keunggulan yakni seluruh sifat fisis-‐mekanis panel memenuhi persyaratan. Di pihak lain, papan partikel yang dibuat pada penelitian tahap I menggunakan arang aktif jauh lebih sedikit (1,5 – 2 % dari bobot perekat UF cair) dan produknya tergolong E0 – E2, tetapi keteguhan lenturnya tidak memenuhi persyaratan.
Pada tahun 2012 telah dilakukan aplikasi teknik pencampuran arang aktif hasil penelitian tahap I (tahun 2010) pada pembuatan papan partikel daur ulang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pencampuran arang aktif sebanyak 3% ke dalam perekat urea formaldehida mampu mereduksi emisi formaldehida papan partikel daur ulang hingga 33% dengan sifat fisis-‐mekanis produk seluruhnya memenuhi persyaratan standar Indonesia dan Jepang. Papan partikel daur ulang ini mampu menyerap gas/uap beberapa jenis bahan kimia berbahaya secara signifikan sehingga ramah lingkungan, dan dapat digunakan sebagai dinding penyekat isolator terhadap rambat panas/listrik. Hasil analisis kajian finansil menunjukkan bahwa industri papan partikel rendah emisi yang menggunakan bahan baku limbah partikel industri dengan ramuan perekat UF mengandung arang aktif layak untuk didirikan.
Pada tahun 2013 yang merupakan tahap akhir dari kegiatan penelitian, dilakukan uji coba pemanfaatan panel rendah emisi di industri papan partikel berlapis kertas bercorak indah. Kegiatan sudah mencakup pembuatan papan partikel indah (berlapis kertas) dan kondisoning untuk pembuatan contoh uji
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
224
sifat fisik mekanis dan emisi formaldehida. Pengujian kualitas (sifat fisis-‐mekanis dan emisi formaldehida) dan evaluasi data dari produk di atas di laboratorium Produk Majemuk, Pustekolah, Bogor. Hasil penelitian pada skala industri menunjukkan bahwa produk penelitian papan partikel indah rendah emisi ini memiliki keunggulan dalam hal stabilitas dimensinya (pengembangan tebal setelah direndam dalam air dingin selama 24 jam dalam air dingin pada suhu kamar) yang memenuhi persyaratan standar karena nilainya < 10% (SNI, 2006), sementara bila ditinjau dari nilai emisi formaldehidanya tergolong tipe E2, produk ini memiliki kelemahan dalam hal sifat mekanisnya yaitu MOR-‐nya < 82 kg/cm2sehingga dalam hal ini tidak memenuhi persyaratan untuk papan partikel tipe 8, akan tetapi nilai MOE-‐nya memenuhi tipe tersebut karena nilainya > 20.400 kg/cm2sementara papan partikel produk penelitian pada tahap I yang menggunakan bahan baku partikel karet MOE-‐nya tidak memenuhi persyaratan. Pencampuran arang aktif ke dalam perekat urea formaldehida mampu mereduksi emisi formaldehida papan partikel indah. Teknik pencampuran arang aktif adalah dengan peramuan arang aktif buatan pustekolah sebanyak 1% ke dalam perekat urea formaldehida. Dengan penggunaan perekat tersebut pada pembuatan papan partikel indah, mampu menurunkan emisi formaldehida produk tersebut sebesar 26% yang tergolong tipe E2, sementara untuk kelas produk yang sama bila menggunakan arang aktif komersial memerlukan 3% dengan tingkat penurunan emisi sebesar 23% dibandingkan dengan kontrolnya (tanpa arang aktif). Sifat fisis-‐mekanis (keteguhan rekat internal, keteguhan patah, keteguhan lentur, kuat pegang sekrup, dan pengembangan tebal setelah direndam dalam air dingin selama 24 jam) papan partikel berlapis kertas bercorak indah ini tergolong tipe 8 menurut SNI (2006), yang secara keseluruhan kualitasnya lebih baik bila dibandingkan dengan papan partikel tanpa lapisan kertas bercorak indah. Produk ini cocok untuk furniture (seperti: carcass, cabinets for kitchen & bathroom, toilet partitions, substrat for any decorative finish). Rekomendasi: Arang aktif buatan pustekolah memiliki keunggulan kualitas dibandingkan arang aktif komersial dalam hal aplikasi pada papan partikel indah, yaitu lebih banyak menjerap emisi formaldehida, lebih hemat dalam pemakaian, dan bahan baku arang aktif dari bahan berlignoselulosa (serbuk kayu gergajian) tersedia melimpah.
Papan partikel berlapis kertas bercorak indah ini yang dibuat dengan perekat yang dicampur arang aktif lokal merupakan produk ramah lingkungan dan berdasarkan hasil kegiatan finansial, industri papan partikel indah rendah emisi dengan ramuan perekat UF mengandung arang aktif prospektif untuk didirikan.
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
225
Luaran 5: Konsep Standar Produk Olahan
5.1. Kajian dan Penyusunan Konsep Standar Produk Olahan Kayu
Hasil penelitian 2010 telah disusun dalam bentuk konsep Standar Nasional Indonesia mengenai kayu lapis bermuka polivinil klorida. Persyaratan yang layak untuk dijadikan standar adalah: mutu penampilan, panjang, lebar, tebal, diagonal, kadar air, delaminasi, ketahanan terhadap asam, ketahanan terhadap basa dan ketahanan terhadap pengencer. Pada tahu 2010 juga telah dilakukan kegiatan kajian implementasi dan harmonisasi standar nasional produk kayu perkayuan untuk peningkatan mutu dan efisiensi, Hasil kajian menunjukkan bahwa sampai tahun 2010 sudah tersedia 119 SNI produk perkayuan, belum termasuk SNI produk mebel dari kayu. Sebanyak 20 di antara SNI tersebut telah diabolisi. Untuk produk kayu olahan berorientasi ekspor, standar produk yang digunakan adalah standar negara tujuan atau sesuai pesanan pembeli. Secara prinsip spesifikasi teknis standar nasional tidak berbeda dengan standar internasional. Faktor budaya kerja dan sarana pendukung merupakan kendala penerapan standar nasional. Perlu dilakukan harmonisasi standar dan implementasinya untuk meningkatkan efisiensi industri perkayuan
Pada tahun 2011 telah dilakukan pengujian terhadap mutu penampilan kayu lapis bermuka poliuretan (goresan, perubahan warna dan kotoran yang menempel, diagonal, tebal, panjang dan lebar produk). Hasil pengujian terhadap produk yang diteliti termasuk mutu A menurut standar Jepang, demikian pula kadar air, delaminasi, ketahanan terhadap asam, ketahanan terhadap basa dan ketahanan terhadap pengencer. Hasil pengujian tersebut dapat diadopsi untuk Konsep SNI kayu lapis bermuka poliuretan.
Pada tahun 2012 telah dilakukan penelitian terhadap produk kayu lapis dan papan blok bermuka bahan pewarna. Tujuan kegiatan ini adalah membuat konsep Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang kayu lapis dan papan blok bermuka bahan pewarna. Sasarannya adalah tersedianya konsep SNI tentang kayu lapis dan papan blok bermuka bahan pewarna. Berdasarkan hasil pengujian kayu lapis dan papan blok bermuka bahan pewarna dikemukakan bahwa mutu penampilan kayu lapis dan papan blok bermuka bahan pewarna yang diuji termasuk mutu A. Hasil sifat fisis & mekanis lainnya (kada air, delaminasi, ketahanan terhadap asam, basa dan pengencer) dibandingkan dengan standar pembeli dari Jepang semuanya memenuhi syarat. Berdasarkan hasil penelitian, studi pustaka dan hasil serta informasi yang diperoleh, maka konsep SNI kayu lapis dan papan blok bermuka bahan pewarna dapat diusulkan melalui Pusat Standardisasi dan Lingkungan Kementrian Kehutanan dan Badan Standardisasi Nasional untuk diproses menjadi SNI kayu lapis dan papan blok bermuka bahan pewarna.
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
226
Pada tahun 2013 dilakukan penyusunan konsep SNI produk olahan kayu untuk papan partikel indah. Hasil pengujian sampel berupa uji visual, papan partikel termasuk ke dalam mutu B, hasil pengukuran panjang, lebar, tebal dan diagonal memenuhi syarat standar pembeli dari Jepang. Hasil pengujian sampel berupa uji laboratoris meliputi kadar air, delaminasi, ketahanan terhadap basa dan ketahanan terhadap pengencer memenuhi syarat standar dari Jepang. Konsep SNI papan partikel indah disusun dengan mengacu pada hasil pengujian sampel beberapa pabrik papan partikel indah. Konsep SNI papan partikel indah dapat diusulkan melalui Pusat Standardisasi dan Lingkungan Kementrian Kehutanan ke Badan Standardisasi Nasional untuk diproses menjadi SNI Papan Partikel Indah.
Kegiatan penelitian tahun 2014 ini dilakukan penyusunan konsep SNI produk olahan kayu untuk papan partikel bermuka kertas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mutu penampilan papan partikel bermuka kertas yang diuji termasuk mutu B menurut standar pembeli dari Jepang. Nilai tebal rata-‐rata 12.0 mm, panjang 2.440 mm, lebar 1.220 mm dan diagonal 2.728 mm. Nilai tersebut bila dibandingkan dengan standar pembeli dari Jepang, memenuhi persyaratan standar. Berdasarkan hasil pengujian kadar air, delaminasi, ketahanan terhadap asam, ketahanan terhadap basa dan ketahanan terhadap pengencer papan partikel bermuka kertas nilai rata-‐rata kadar air 10.45 %, delaminasi 0 mm, ketahanan terhadap asam, ketahanan terhadap basa dan ketahanan terhadap pengencer hasil pengujian ketiga sifat tersebut adalah tidak ada yang mengelupas, melepuh pecah dan pelunakan. Hasil pengujian tersebut bila dibandingkan dengan standar pembeli dari Jepang semuanya memenuhi syarat. Berdasarkan hasil penelitian, studi pustaka serta informasi yang diperoleh, maka akan disusun konsep Standar Nasional Indonesia (SNI) Papan Partikel Bermuka Kertas.
Luaran 6: Teknologi Produksi Pulp dan Kertas dari Kayu Alternatif dan
Pemanfaatan Limbahnya
6.1. Teknik Pembuatan Pulp dari Kayu Alternatif
Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh penggunaan bahan kimia pemasak natrium hidroksida (NaOH) dan tempat tumbuh kayu terhadap sifat pengolahan dan fisik pulp semikimia kayu terentang (Camnospermae auriculata) dan binuang (Octomelas sumatrana). Pengolahan pulp ini diawali dengan aksi kimia terdahulu, yaitu pemasakan kayu menggunakan NaOH 4, 6, 8 dan 10%, dilanjutkan aksi mekanis melalui refiner kemudian dilakukan pemutihan pulp 2 (dua) tahap hidrogen peroksida. Selanjutnya ditentukan sifat pengolahan dan sifat fisik pulp. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa pulp terentang dipengaruhi faktor lokasi, konsentrasi NaOH dan interaksinya terhadap derajat putih dan ketahanan lipat, sedangkan rendemen putih dan
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
227
indeks sobek tidak berpengaruh pada faktor tersebut. Pulp binuang dipengaruhi oleh faktor lokasi, konsentrasi NaOH dan interaksi keduanya terhadap derajat putih, indeks tarik, retak dan opasitas sedangkan rendemen cokelat, rendemen putih tidak berpengaruh terhadap pada faktor tersebut. Penggunaan pulp semikimia dari terentang Kuansing memberikan nilai pengolahan dan fisik lebih baik. Sedangkan jenis binuang yang terbaik diperoleh dari Rengat. Pengembangan pulp untuk kedua kayu ini disarankan menggunakan konsentrasi NaOH 8%.
6.2. Teknologi Pembuatan Kertas dari Jenis Kayu Alternatif
Kegiatan yang dilaksanakan tahun 2013 oleh Balai Penelitian Teknologi Serat Tanaman Hutan – Kuok (BPTSTH-‐ Kuok) ini menggunakan bahan baku dari jenis kayu terentang dan binuang. Penelitian ini mengkaji perbedaan sifat kertas cetak A kedua jenis kayu dari dua lokasi tempat tumbuh yang berbeda. Serpih kayu dibuat pulp dengan proses sulfat dengan kondisi AA 16%, sulfiditas 30%, suhu maks 170ºC, waktu 2+2 jam; nisbah serpih dan larutan pemasak 1:4. Pulp yang dihasilkan kemudian diputihkan empat tahap D0ED1D2 berdasarkan bilangan kappanya, kemudian LBKP yang diperoleh dibuat kertas cetak A dengan perlakuan kadar GCC (10, 20 dan 30%). Pulp kraft dari terentang menunjukkan rendemen dan bilangan kappa yang lebih baik daripada binuang. LBKP terentang juga menunjukkan kelebihan dibanding LBKP binuang pada sebagian parameter kualitasnya. Hampir seluruh parameter kualitas LBKP kedua jenis kayu memenuhi SNI 6107-‐2009, namun derajat putih masih di bawah standar. Beberapa sifat fisis kertas berbeda pada kayu yang berasal dari tempat tumbuh yang berbeda, dan hampirseluruh parameter memenuhi SNI 7274-‐2008 kecuali untuk derajat putih, ketahanan cabut, kekasaran dan kadar air. Rekomendasi: Kadar GCC 10% sudah cukup efektif untuk mendapatkan kertas cetak A yang cukup berkualitas. Perlu dicari kondisi pemasakan yang lebih tepat sehingga diperoleh pulp coklat dengan bilangan kappa yang diinginkan, sehingga diperoleh konsentrasi pemutihan yang lebih tepat untuk memperbaiki derajat putih kertas cetak A dari kayu terentang dan binuang.
6.3. Teknologi Pemanfaatan Limbah Industri Pulp dan Kertas
Kegiatan yang dilaksanakan tahun 2013 oleh BPTSTH-‐Kuok ini mencakup pemanfaatan limbah industri pulp sebagai kompos dan pupuk ramah lingkungan yang dilakukan pada penelitian tahun lalu dengan menggunakan aktivator berupa jamur sellulitik dan lignolitik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan kompos dan pupuk ramah lingkungan dari limbah industri pulp dan kertas dalam menyediakan hara bagi tanaman alternatif jabon. Berdasarkan hasil penelitian, tanaman jabon yang ditumbuhkan di tanah gambut dengan penambahan kompos dan pupuk ramah lingkungan dari limbah industri pulp
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
228
dan kertas menunjukkan pertumbuhan tinggi yang lebih baik daripada di tanah ultisol dengan penambahan kompos yang sama. Tanah gambut dengan penambahan kompos dan pupuk ramah lingkungan dari limbah industri pulp dan kertas dengan dosis setara 10 ton/ha memberikan pertumbuhan tinggi tanaman alternative jabon hingga 14.75 cm setelah 5 bulan pengamatan. Sementara, pemberian pupuk serupa dengan dosis setara 10 ton/ha di tanah Ultisol meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman alternative jabon hingga 7.58 cm setelah 5 bulan pengamatan. Aplikasi kompos dari limbah industri pulp dan kertas di tanah Ultisol sebaiknya disertai dengan pemberian kompos kandang atau kompos hijau untuk memperbaiki tekstur dan aerasi tanah.
Luaran 7: Informasi Pasar dan Ekonomi Produk Kertas dan Papan Serat
7.1. Kajian Potensi Pasar, Supply Demand dan Trend Produk Papan Serat
Kegiatan yang dilaksanakan tahun 2013 oleh BPTSTH-‐Kuok ini dilakukan karena para pelaksana pembangunan industri MDF membutuhkan data dan informasi pasar guna mengurangi resiko usaha, sehingga dapat membuat keputusan dan rencana usaha yang lebih matang. Keluaran yang diharapkan adalah data dan informasi tentang potensi pasar dan kondisi supply demand MDF khususnya di Indonesia. Pengumpulan data dilakukan secara survey terhadap konsumen dan produsen MDF. Data disajikan secara deskriptif kuantitatif. Dari penelitian ini diketahui bahwa Peluang pasar MDF Indonesia di dalam negeri lebih kecil dibandingkan peluang pasar MDF Indonesia di luar negeri. Peluang pasar MDF Indonesia di dalam negeri senilai US$ 114.500.000 dalam kurun waktu tahun 2007-‐2011, sedangkan peluang pasar MDF Indonesia di Luar negeri senilai US $ 170.633.000 dalam kurun waktu tahun 2007-‐2011. Pada kurun waktu tahun 2007-‐2011, Produksi MDF di Indonesia stabil di angka 229.000 m3. Hasil produksi ini sebagian besar di gunakan untuk ekspor ke luar negeri dan sebagian lagi digunakan untuk memenuhi kebutuhan industri dalam negeri. Kapasaitas permintaan MDF di dalam negeri belum begitu tinggi. Sebagian besar hasil produksi MDF Indonesia diperuntukan ekspor ke Luar Negeri. total kapasitas ekspor MDF Indonesia pada kurun waktu tahun 2007-‐2011 adalah 1.011.000 m3. Total permintaan MDF untuk konsumsi dalam negeri dalam kurun waktu 5 tahun tersebut adalah 470.000 m3.
7.2. Analisis Ekonomi Pengembangan Produk Kertas dan Papan Serat
Kegiatan yang dilaksanakan tahun 2013 oleh BPTSTH-‐Kuok ini bermaksud memberikan paket data dan informasi ekonomi produksi MDF berupa analisa finansial terhadap skala usaha minimum produksi dan kelayakan usaha MDF bagi pelaku usaha dan pengambil kebijakan. Sasaran yang ingin dicapai antara lain tersedianya data dan informasi status kelayakan usaha MDF,
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
229
skala usaha minimum produksi yang profitable bagi usaha MDF dan faktor-‐faktor produksi yang berpengaruh terhadap pendapatan usaha MDF. Penelitian dilakukan di 3 unit usaha MDF yang berlokasi di Propinsi Sumatera Selatan. Demi menjaga kerahasiaan data perusahaan, maka nama unit usaha yang menjadi sumber data kami lambangkan dengan simbol PT X, PT Y dan PT Z. Metode analisa data yang digunakan antara lain analisis Break Even Point (BEP) untuk melihat skala usaha minimum produksi, dan analisis kelayakan usaha dengan indikator investasi (NPV, BCR, dan IRR) untuk melihat kelayakan pengembangan usaha MDF. Berdasarkan penelitian disimpulkan bahwa Status kelayakan usaha MDF di Status kelayakan usaha MDF di PT X, PT Y dan PT Z layak dilakukan dan menguntungkan. Skala usaha minimum (Q) yang harus dihasilkan agar memperoleh keuntungan pada PT X, PT Y dan PT Z di Sumatera Selatan masing-‐masing adalah 22.409 m3/ tahun, 52.954 m3/tahun, dan 64.152 m3/tahun. Faktor produksi yang kemungkinan dapat mempengaruhi pendapatan antara lain kapasitas produksi terpasang, ketersediaan bahan baku, manajemen pegawai, dan nilai tukar rupiah terhadap dollar.
IV. PENUTUP
Kayu merupakan produk primer hasil hutan. Jumlah volume kayu yang dapat dipanen dari kawasan hutan cenderung menurun dengan semakin menurunnya luasan kawasan hutan yang produktif, akibat perambahan lahan, perubahan fungsi kawasan maupun illegal logging. Dengan adanya realita seperti ini maka teknik pengolahan kayu menjadi penting untuk menghasilkan produk turunan kayu yang tetap berkualitas dan berdaya saing. Kecenderungan jumlah kayu berdiameter kecil yang semakin besar, berdampak pada semakin kecilnya rendemen dan kualitas kayu penggergajian. Teknologi stabilisasi dimensi dan stabilisasi warna kayu dipandang penting untuk mengantisipasi kualitas kayu inferior sehingga ke depannya jenis-‐jenis kayu serupa dapat berperan menggantikan kayu-‐kayun dari hutan alam.
Usaha pemanfaatan bahan serat sebagai alternatif terhadap sumber konvensional baik berbentuk kayu ataupun non-‐kayu (pelepah nipah, sabut kelapa, serat daun nenas, sludge industri pulp/kertas, rumput gelagah, serat bambu, dan tandan kosong kelapa sawit) untuk pengolahan pulp dan produk turunannya (kertas bungkus, dan papan serat tipe MDF dan tipe hardboard) berindikasi prospektif, sehingga perlu ditindak lanjuti atau mendapat perhatian seksama. Usaha ini dapat pula meningkatkan daya guna dan nilai tambah bahan serat alternatif tersebut, di samping untuk mengurangi ketergantungan industri pengolahan serat terhadap bahan baku konvensional (kayu hutan alam) yang potensinya semakin terbatas dan langka. Teknologi yang diterapkan seperti proses pengolahan pulp semi-‐kimia soda panas terbuka dan pembentukan
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
230
lembaran baik kertas ataupun papan serat secara basah membutuhkan peralatan yang tak terlalu rumit sehingga biayanya relatif rendah. Hal ini memungkinkan penerapan usaha kegiatan ini di usaha kecil menengah pada pembuatan karton dan papan serat.
Kegiatan yang tercakup dalam RPI 21 ini juga terfokus kepada penemuan perekat alternatif berbahan baku dari sumber hayati (kulit kayu dan serbuk kayu gergajian) untuk mensubstitusi pemakaian perekat sintetis untuk produksi panel kayu komposit yang sampai saat ini sebagian masih impor. Keberhasilan penemuan formula perekat berbasis fenolik dari sumberdaya alam yang renewable berpotensi prospektif untuk mensubstitusi perekat sintetis berbahan baku dari minyak bumi, sehingga ketergantungan pada perekat sintetis impor lambat laun dapat dikurangi.
Selain itu RPI 21 mencakup aspek pengolahan bambu sebagai produk komposit. Bambu yang melimpah jumlahnya di Indonesia, harus dimanfaatkan dengan dukungan teknologi dan pengetahuan pengolahan yang dapat meminimalisir kekurangan sifat produk bambu. Bambu yang cenderung rentan terhadap serangan serangga maupun jamur memerlukan teknologi yang mampu meningkatkan kualitas dan keawetan bambu sebagai produk komposit. Penelitian bambu komposit bermanfaat dalam menyediakan informasi teknologi pemanfaatan bambu serta peningkatan diversifikasi produk pengolahan bambu sebagai bahan mebel. Menyediakan data dan informasi teknis mengenai pembuatan bambu komposit dengan sistem laminasi silang yang sesuai untuk bahan mebel. Memberikan informasi alternatif penampilan bahan baku untuk mebel selain kayu. Implikasi dari hal tersebut, bambu andong dan bambu mayan harus ditanam secara luas karena sangat sesuai sebagai bahan baku bambu komposit khususnya untuk bambu lamina yang dapat digunakan sebagai bahan substitusi kayu untuk mebel dan bangunan. Dalam hal teknologi pembuatan produk bambu untuk komponen struktur bangunan, untuk inovasi ke depan disarankan mengeksplorasi dan mengkaji lebih dalam lagi mengenai penggunaan komoditas bambu secara lebih luas guna menopang kehidupan rakyat serta meningkatkan taraf perekonomian secara nasional.
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
231
Lampiran 1. Daftar output RPI 21 (Pengolahan Hasil Hutan Kayu dan Bambu) tahun 2010 -‐2014
No Judul Penelitian Tahun Judul Publikasi Media Penulis Luaran 1:
Diversifikasi Produk Komposit
21.1.1 Teknologi pembuatan produk Lamina
2010 Peningkatan pemanfaatan Jati Plus Perhutani (JPP) untuk kayu lamina
Jurnal Penelitian Hasil hutan Vol.28 (3) 2010
Moch Muslih dan Nurwati Hadjib
2011 Karakteristik kayu lamina dari kayu keruing berminyak setelah di eakstrak
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol.29 (3) Sept. 2011
Jamaludin Malik
2012 Pengaruh jenis bambu, waktu kempa dan perlakuan pendahuluan bilah bambu terhadap sifat papan bambu lamina
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 30 (3) Sept. 2012
IM Sulastiningsih dan Adi Santoso
2013 Teknologi bambu lamina: Peluang penyedia bahan mebel dan desain interior alternatif yang berkelas
Warta Hasil Hutan Vol. 8 (1) 2013
IM Sulastiningsih, Agus, Dede Rustandi dan Ayit T. Hidayat
21.1.2 Teknologi pembuatan papan serat
2010 Sifat papan serat MDF dengan penambahan arang
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol.28 (4) 2010
Saptadi Darmawan, Gustan Pari dan Adi Santoso
2012 Pemanfaatan batang pisang sebagai bahan baku papan serat dengan perlakuan termo -‐ mekanis
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 30 (1) Maret 2012
Lis Nurrani
2012 Potensi teknis pemanfaatan pelepahan nipah dan campurannya
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 30 (3)
Han Roliadi, Dian Anggraeni, Gustan dan
dengan sabut kelapa untuk pembuatan papan serat berkerapatan sedang
Sept. 2012 Rosi Margareth tampubolon
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
232
No Judul Penelitian Tahun Judul Publikasi Media Penulis 2011 Pembuatan papan
serat berkerapatan sedang menggunakan campuran pulp limbah pembalakan hutan tanaman dan arang aktif
Prosiding Hasil Penelitian Tahun 2011
Han Roliadi, Rena M Sagian, Diang Anggraini Indrawan dan Rosi M Tampubolon
2011 Ketahana papan serat MDF terhadap serangan rayap kayu kering (Cryptotermes cynocephalus Light)
Prosiding Hasil Penelitian Tahun 2011
Jasni, Gustan Pari dan Rena M Siagian
2013 Penyempurnaan sifat papan serat kerapatan sedang dari pelepah nipah dan campurannya dengan sabut kelapa
Jurnal Penelitian Hasil Hutah Vol. 31 (2) Juni 2013
Dian Anggraini Indrawan, Han Roliadi, Rosi Margareth Tampubolon dan G. Pari
2012 Teknologi pengolahan bahan berserat lingo-‐selulosa ramah lingkungan menjadi pulp dan produk turunannya
Himpunan Bunga Rampai Orasi Ilmiah APU, 2012
Han Roliadi
Pembuatan papan isolasi dari campuran pulp limbah pembalakan hutan dan arang aktif dengan bahan perekat khitosan cangkang udang
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 30 (1), Maret 2012
Han Roliadi, Rena M. Siagian, Dian Anggraeni Indrawan, Rosi M. Tampubolon
Teknologi pembuatan papan serat
Seminar
21.1.3.
Teknogi pemanfaatan hybrid bermatrik polipropilen
-‐ Teknologi pemanfaatan hybrid bermatrik polypropilen
Seminar-‐ -‐
21.1.4.
Teknologi pembuatan potray serat kayu
-‐ Teknologi pembuatan potray serat kayu
Seminar -‐
Luaran 2: Teknik penyempurnaan kualitas kayu
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
233
No Judul Penelitian Tahun Judul Publikasi Media Penulis 21.2.1.
Teknologi stabilisasi dimensi kayu
-‐ Pengaruh umur pohon terhadap sifat dasar dan kualitas pengeringan kayu waru gunung
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 30 (4) 2012
Efrida Basri, T.A. Prayitno dan Gustan Pari
Sifat dasar kayu jati plus Perhutani dari berbagai umur dan kaitannya dengan sifat dan kualitas pengeringan
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 31 (2) 2013
Efrida Basri, Imam Wahyudi
Effect of heat pressure treatment on some properties of young teak wood
Proceed of the 2nd INAFOR 2013 : 460-‐465
Efrida Basri
Pengaruh pengukusan dan pengempaan panas terhadap beberapa sifat kayu Jabon (Anthocepalus cadamba Miq) untuk bahan mebel
Jurnal Iptek Kayu Tropis
Impregnasi ekstrak jati dan resin pada kayu jati cepat tumbuh dan karet
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 32 (4) 2014
Efrida Basri, Jamal Balfas
Stabilitasi dimensi kayu jati cepat tumbuh dan jabon dengan perlakuan pemadatan secara kimia
Draft Jurnal
21.2.2.
Teknologi stabilisasi warna kayu
2012 Pengaruh perenda-‐man menggunakan larutan campuran tembaga sulfat dan nikel nitrat terhadap warna permukaan bambu
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 30 (2) Juni 2012
Barly dan Susilawati
2012 Pengawetan warna kayu tusam dan pulai dengan menggunakan bahan dasar disinfektan
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 30 (2) Juni 2012
Barly, Agus Ismanto, D. Martono, Abdurahman dan Andianto
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
234
No Judul Penelitian Tahun Judul Publikasi Media Penulis 2011 Pengaruh waktu dan
nisbah pelarut pada ekstraksi tumbuhan pewarna alami Lawsonia inermis
Prosiding Hasil Penelitian Tahun 2011
Yelin Adalina
2013 Pencegahan perubahan warna pada kayu jamuju dan kisampang dengan bahan dasar desinfektan
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 31 (3) Sept. 2013
Agus Ismanto dan Iqbal
2013 Pengukuran warna kayu dengan sistem Cielab
FORPRO Vol. 2 (1) Juni 2013
Krisdianto
Luaran 3: Teknik diversifikasi produk kayu olahan
21.3.1 Teknologi pembuatan produk bambu komposit
2012 Sifat dan pemanfaatan serat sisal (Agave sisalana) sebagai bio komposit polimer: suatu tinjauan
Warta Hasil Hutan Vol. 7 (2) 2012
Efrida Basri
21.3.2 Tekologi pembuatan produk bambu untuk komponen struktural
2013 Bambu sebagai bahan bangunan dan konstruksi masa depan
FORPRO Vol. 2 (2) Des. 2013
Ujang W Darmawan
2013 Teknologi pembuatan pelupuh bambu secara tradisional
Warta Hasil Hutan Vol. 8 (1) 2013
Abdurahman, Endang Sudrajat, Aries Sembiring dan Nuryani
2012 Modifikasi Bambu Dendrocalamus Asper secara fisika dan kimia
Prosiding Hasil Penelitian Tahun 2012
Krisdianto
Luaran 4: Teknik optimasi pemanfaatan material lignoselulosa
21.4.1 Teknologi produksi resorsinol alami
2011 Potensi lignin dari limbah biomassa pada sektor
Buletin Hasil Hutan Vol. 17 (2) Okt. 2011
Widya Fatria Sari
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
235
No Judul Penelitian Tahun Judul Publikasi Media Penulis untuk bahan
perekat produk kayu komposit
kehutanan dan perkebunan sebagai bahan baku perekat alami
2012 Resorsinol dari limbah biomasa merbau sebagai perekat kayu komposit
FORPRO Vol. 1 (1) Juli 2012
Adi Santoso
2011 Perekat Berbasis Resorsinol Ekstrak Limbah Kayu Merbau
Prosiding Hasil Penelitian Tahun 2011
Adi Santoso dan jamaludin Malik
2012 Perekat Resorsinol dari ekstrak limbah kayu merbau
Prosiding Hasil Penelitian Tahun 2012
Adi Santoso
Perekat resorsinol alami dari ekstrak serbuk kayu gergajian merbau untuk produk panel komposit”
Paten, Februari 2012
Adi Santoso
Composite flooring Quality of Combined Wood Species Using Adhesive from Merbau Wood Extract
Karya tulis ilmiah internasional FOREST PRODUCT JOURNAL Vol. 64, No 5/6, 2014
Adi Santoso
21.4.2 Teknologi reduksi emisi formaldehida produk panel kayu secara non kimiawi
-‐ Pmanfaatan arang aktif sebagai reduktor emisi formaldehida pada panel komposit di pabrik perekat, 2011-‐2013
Dimanfaatkan oleh PT Dofer Chemical, Banten; PT Duta Pertiwi Nusantara Tbk. Pontianak dan PT Paparti Pertama –Cibadak, Sukabumi
-‐
Luaran 5: Konsep standar produk olahan
21.5.1 Kajian dan penyusunan konsep standar
2011 Pengaruh besaran kempa terhadap sifat papan partikel
Jurnal Penelitian Hasil Hutan
MI Iskandar
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
236
No Judul Penelitian Tahun Judul Publikasi Media Penulis produk olahan kayu
serutan kayu Vol.29 (3) Sept. 2011
2013 Apakah SNI perlu banyak? (Kasus sektor Kehutanan)
FORPRO Vol. 2 (1) Juni 2013
Paribotro Sutigno
Luaran 6: Teknik produksi pulp dan kertas dari ksayu alternatif dan pemanfaatan limbahnya
21.6.1 Teknologi pembuatan pulp dari kayu alternatif
2010 Kemungkinan pemanfaatan kayu Mahang sebagai bahan baku alternatif untuk pulp kertas
Buletin Hasil Hutan Vol. 16 (2) Okt. 2010
2011 Pembuatan pulp ramah lingkungan dari Limbah Agro
Prosiding Hasil Penelitian
Zulfansyah, Hari Rionaldo dan Nur
industri sawit Tahun 2011 Asma Deli 2011 Kemungkinan
pemanfaatan beberapa jenis bambu tertentu, berdasarkan pola penyusunan berkas pembuluh sebagai bahan baku pulp dan kertas
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 29 (4) Des. 2011
Nani Nuriyatin dan Kurnia Sofyan
2011 Penelitian awal pemuliaan Araucaria cunninghamii sebagai jenis alternatif kayu pulp di Bondowoso, Jatim
Prosiding Hasil Penelitian Tahun 2011
Dedi Setiadi
2011 Kemungkinan penerapan sistem tertutup pada pemutihan pulp di Indonesia
Buletin Hasil Hutan Vol. 17 (2) Okt. 2011
Dian Anggraeni
2012 Teknologi pengolahan bahan berserat lingo-‐selulosa ramah lingkungan menjadi pulp dan produk turunannya
Himpunan Bunga Rampai Orasi Ilmiah APU, 2012
Han Roliadi
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
237
No Judul Penelitian Tahun Judul Publikasi Media Penulis 21.6.2 Teknolgi
pembuatan kertas dari kayu alternatif
-‐ Pembuatan dan kualitas karton seni dari campuran pulp
Jurnal Penelitian Hasil Hutan
Han Roliadi, Dian Anggraeni
tandan kosong kelapa sawit, sluge industri kertas dan pulp batang pisang
Vol. 28 (4) 2010
Pembuatan karton skala industri kecil dari campuran limbah pembalakan dan sludge industri kertas
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 28 (2) 2010
Han Roliadi, Setyani Budi Lestari
Pembuatan pulp dari tandan kosong kelapa sawit untuk karton pada skala usaha kecil
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 29 (3) Sept. 2011
Dian Anggraeni, Han Roliadi
21.6.3 Teknologi pemanfaatan limbah industri pulp dan kertas
2011 Pemanfaatan slugde dari instalisasi pengolahan air limbah industri pulp dan kertas sebagai bahan baku bioetanol
Prosiding Hasil Penelitian Tahun 2011
Rina S Sutopo, Sri Purwati, Susi Sugesty dan Yusuf Setiawan
2010 Pembuatan dan kualitas karton dari campuran pulp tandan kosong kelapa sawit dan limbah padat organik industri pulp
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 28 (3) 2010
Han Roliadi
Luaran 7: Informasi pasar dan ekonomi produk kertas dan papan serat
21.7.2 Kajian pasar, produk kertas dan papan serat
-‐ Kajian potensi pasar, supply demand dan trend medium density fiberwood
Draft Jurnal -‐
21.7.3 Analisa ekonomi pengembangan produk kertas dan papan serat
2012 Kelayakan usaha pembuatan produk kemasan telur dari kertas limbah di Sumatera Barat
Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 10 (3), Sept. 2013: 157-‐172
Pebriyanti Kurniasih
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
238
No Judul Penelitian Tahun Judul Publikasi Media Penulis 2010 Penentuan daur
teknis optimal dan faktor ekslpoitasi kayu hutan tanaman jenis Eucalyptus Hybrid sebagai bahan baku pulp dan kertas
Jurnal Penelitian Hasil hutan Vol.28 (4) 2010
Han Roliadi, Dulsalam dan Dian Anggraini
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
239
Lampiran 2. Daftar Outcome RPI 21 tahun 2010 -‐ 2014 No Output/Kegiatan Pemanfaatan Keterangan
1. Hasil penelitian “Teknik produksi resorsinol alami untuk bahan perekat produk kayu komposit”
Telah dimanfaatkan oleh pengguna dari Ciamis (Jawa Barat) dan telah dilakukan pelatihan selama 5 hari
Januari 2013
2. Composite Flooring Quality of Combined Wood Species Using Adhesive from Merbau Wood Extract
Karya tulis ilmiah internasional;
FOREST PRODUCTS JOURNAL Vol. 64, No. 5/6, 2014)
3. Perekat resorsinol alami dari ekstrak serbuk kayu gergajian merbau untuk produk panel komposit
Paten Februari 2012
4. Konsep Standar Nasional Indonesia mengenai kayu lapis bermuka polivinil klorida
Konsep SNI 2010
5. Konsep SNI kayu lapis bermuka poliuretan
Konsep SNI 2011
6. Pmanfaatan arang aktif sebagai reduktor emisi formaldehida pada panel komposit di pabrik perekat
Dimanfaatkan oleh PT Dofer Chemical, Banten
2011-‐2013
7. Pemanfaaatan arang aktif sebagai reduktor emisi formaldehida pada panel komposit di pabrik perekat
Dimanfaatkan oleh PT Duta Pertiwi Nusantara (DPN, Tbk, Pontianak)
2011-‐2013
8. Pemanfaaatan arang aktif sebagai reduktor emisi formaldehida pada panel komposit di pabrik perekat
Dimanfaatkan oleh industry papan partikel PT Paparti pertama –Cibadak, Sukabumi
2011-‐2013
9. Pemanfaatan teknologi pengoalahan bambu rakyat untuk industry kreatif
Dimanfaatkan oleh Forum Daerah Aliran Sungai, Bali
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
240
RPI 22 PENGOLAHAN HASIL HUTAN
BUKAN KAYU
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
241
RPI 22 PENGOLAHAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU
Koordinator:
Ir. Totok Kartono Waluyo, M.Si. I. PENDAHULUAN
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.35/Menhut-‐II/2007 telah menetapkan 9 kelompok Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) yang terdiri dari 557 spesies tumbuhan dan hewan. Pada saat ini terdapat 5 jenis HHBK Unggulan yang mendapat prioritas dalam pengembangannya yaitu : rotan, bambu, lebah madu, sutera dan gaharu. Pemanfatan HHBK pada umumnya masih bersifat tradisional dan menghadapi kendala pada aspek pemanenan maupun pengolahan.
Pada saat ini pemerintah telah menetapkan HHBK sebagai salah satu prioritas dalam pembangunan kehutanan, namun pengembangan HHBK belum cukup signifikan. Hal ini antara lain disebabkan belum banyak tersedia data dan informasi teknologi pasca panen HHBK. Pemanfaatan HHBK mulai dari pemanenan hingga pengolahan masih sederhana dan diperdagangkan umumnya masih berupa bahan mentah, sehingga belum dapat memberikan nilai tambah yang maksimal.
Beberapa teknologi yang telah dihasilkan untuk mendorong pengembangan HHBK, namun masih terbatas HHBK energi, tumbuhan obat, serta HHBK lainnya seperti tengkawang, jernang, gaharu. Di sisi lain teknologi dan informasi tersebut belum sepenuhnya lengkap dan utuh, sehingga masih perlu digali berbagai informasi dan penyempurnaan teknologi yang sudah ada, serta menemukan teknologi dan informasi yang belum dikuasai untuk berbagai jenis HHBK strategis.
Dengan demikian tujuan RPI adalah: 1. Menghasilkan informasi teknik pengolahan HHBK yang efisien dan
diversifikasi produk untuk meningkatkan nilai tambah. 2. Memperoleh informasi teknologi pemanfaatan HHBK sebagai sumber bahan
baku untuk energi yang berbasis tanaman kehutanan.
II. METODE SINTESA
Sintesis RPI 22 dilakukan dengan metode sintesis terfokus berdasarkan hasil kegiatan penelitian yang menjadi cakupan RPI yang dilaksanakan oleh Pustekolah maupun UPT dan berdasarkan literatur review. Sintesis RPI disajikan dengan pendekatan sintesis berdasarkan luaran RPI.
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
242
III. SINTESA HASIL PELAKSANAAN RPI
Kegiatan penelitian tahun 2010 sebelum RPI 2011-‐2014 (revisi) sebagian dilanjutkan pada RPI 2011-‐2014 (revisi) dan sebagian telah selesai. Kegiatan yang merupakan lanjutan, hasil kegiatannya telah diintegrasikan ke dalam sintesis RPI ini. Kegiatan yang telah selesai pada tahun 2010, yaitu:
1. Teknologi Produksi Wood Pellet dari Jenis Pohon Alternatif dengan Sistem
Semi Kontinyu
Berdasarkan hasil penelitian pembuatan wood pellets dari bahan baku serbuk kayu kaliandra, akor dan serbuk kayu sengon dapat disimpulkan sebagai berikut: a. Wood pellets yang terbaik dihasilkan dari kayu akor dengan ukuran serbuk
80 mesh pada suhu kempa 200oC yang menghasilkan kerapatan sebesar 0,879 g/cm3, keteguhan tekan sebesar 97,742 kg/cm² dan nilai kalor bakar sebesar 4345,457 kal/g, sedangkan nalai kalor bakar wood pellets yang terbaik terdapat pada serbuk kayu kaliandra dengan ukuran serbuk 40 mesh pada suhu pada suhu 1500 C yaitu sebesar 4688,818 kal/g.
b. Produksi wood pellets yang menggunakan mesin semi kontiniu untuk briket arang, masih diperlukan penyempurnaan dan modifikasi pada lingkaran kemiringan skrew (uril), panjang dan lebar antara gigi ulir yang digunakan dan elektromotor untuk memutarkan ulir pendorong bahan baku serbuk kayu pada proses pembuatan wood pellets kurang kuat.
c. Serbuk kayu yang mempunyai kerapatan rendah ini dapat ditingkatkan sifat fisiko kimianya dengan cara dicampur serbuk kayu yang mempunyai kerapatan lebih tinggi, sehingga pellets yang diperoleh kerapatannya akan meningkat, selain itu penambahan serbuk ini akan meningkatan nilai kalor bakar pellets.
2. Ekstraksi dan Identifikasi Senyawa Aktif Kilemo
Pemanfaatan pohon kilemo berasal dari hutan alam oleh masyarakat sampai saat ini adalah dengan penebangan pohon, diambil kulitnya dan langsung dijual dengan harga yang murah, sehingga pemanfaatan semua bagian pohon kilemo belum optimal. Tujuan penelitian tahun 2010 adalah untuk mengetahui pengaruh metode ekstraksi dan isolasi dengan kombinasi pelarut terhadap rendemen dan kandungan bahan aktif pada buah, daun dan kulit kilemo. Metode yang digunakan adalah metode ekstraksi bertingkat (heksana, etil asetat dan metanol) serta kombinasi metanol : heksana (25 : 75; 50 : 50; dan 75:25%); 100% metanol dan 100% heksan, sedangkan isolasi menggunakan metode silika gel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rendemen ekstraksi tertinggi (13,33%) dengan bahan ekstraksi buah kilemo dengan menggunakan
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
243
pelarut metanol 100%. Sedangkan komponen aktif kilemo yaitu sitronela tertinggi terdapat pada daun kilemo. Rendemen tertinggi hasil isolasi komponen aktif tertinggi berasal dari ekstrak buah kilemo (28,52%). 3. Teknologi Produksi dan Diversivikasi Produk Nilam
Minyak nilam merupakan salah satu minyak atsiri yang mudah menguap dan banyak digunakan dalam industri sebagai pemberi aroma dan rasa. sabun, deodoran dan lain-‐lain. Umumnya nilai jual dari minyak nilam ditentukan oleh kualitas dan kadar komponen utamanya. Di Indonesia nilam sebagian besar masih diusahakan oleh masyarakat secara konvensional, sehingga minyak yang dihasilkan tidak memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan. Hal ini selalu menjadi alasan bagi tengkulak untuk menjatuhkan harga nilai jual, sehingga selalu saja petani penyuling dirugikan. Kualitas dan mutu minyak umumnya ditentukan oleh karakteristik alamiah dari minyak tersebut serta bahan yang tercampur di dalamnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi bahan pemurni (penjerap/pengkelat) yang digunakan, semakin rendah rendemen minyak yang dihasilkan serta dapat memperbaiki kualitas minyak nilam dengan hasil bervariasi. Natrium sulfat anhidrat (Na2SO4) dapat merubah kadar/konsentrasi berat jenis, indek bias, bilangan asam, bilangan ester dan kadar patchouli alcohol (PA) hingga memenuhi standar SNI dan EOA. Penggunaan Na2SO4 teknis atau Na2SO4 murni tidak memberikan perbedaan hasil yang menyolok. Penggunaan arang aktif lokal dan impor tidak memberi pengaruh yang besar terhadap bobot jenis dan indek bias minyak nilam asal Garut, namun arang aktif impor 15% dapat menurunkan bilangan asam hampir 50%. Penggunaan arang aktif lokal dan impor tidak memberi pengaruh yang besar terhadap bobot jenis dan indek bias minyak nilam asal Ciamis, tetapi penggunaan 15% arang aktif impor dapat meningkatkan bilangan ester dari 4,43% menjadi 8,88% (hampir 50% meningkat). Penggunaan arang aktif lokal dan impor tidak memberi pengaruh yang besar terhadap bobot jenis, indek bias, dan bilangan asam minyak nilam asal Ciamis, namun penggunaan 15% arang aktif impor dapat meningkatkan bilangan ester dari 8,887% menjadi 11,088, kadar PA meningkat dari 43,87% menjadi 46,68%. Penggunaan bentonit dan Na EDTA tidak memberi pengaruh yang besar terhadap bobot jenis dan indek bias minyak nilam asal Garut, tetapi penggunaan bentonit 15% dapat menurunkan bilangan asam dari 8,25% menjadi 4,62%. Penggunaan bentonit dan Na EDTA tidak memberi pengaruh yang besar terhadap bobot jenis, indek bias, dan bilangan asam minyak nilam asal Ciamis, tetapi penggunaan bentonit 15% dapat meningkatkan bilangan ester dari 4,43% menjadi 11,59%, dan dapat meningkatkan kadar PA dari 36,8% menjadi 39,9%.Penggunaan bentonit dan Na EDTA tidak memberi pengaruh yang besar terhadap bobot jenis, indek bias dan bilangan asam minyak nilam asal Pasaman, tetapi penggunaan bentonit 15%
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
244
dan NaEDTA 15% masing-‐masing dapat meningkatkan bilangan ester dari 8,88% menjadi 11,69% dan 8,88% menjadi 13,10%. Penggunaan bentonit dan Na EDTA tidak memberi pengaruh yang besar terhadap bobot jenis, indek bias dan bilangan asam minyak nilam asal Tanjungsari, Sumedang, tetapi sedikit meningkatkan kadar PA masing-‐masing dari 25,46% menjadi 27,86% dan 25,46% menjadi 28,22%. 4. Peningkatan Pemanfaatan Getah Damar Mata Kucing dalam Industri
Minuman
Ekstraksi damar mata kucing dengan pelarut etanol dapat memisahkan senyawa polimer dengan non polimer. Senyawa yang larut dalam etanol akan membentuk koloid bila dicampur dengan air sehingga dapat dimungkinkan digunakan sebagai agens pengeruh dalam industri minuman.
5. Uji Fitokimia dan Antioksidan Jenis Bahan Baku Obat Dari Pohon Yang
Kurang Dikenal
Antioksidan adalah senyawa kimia yang dapat menyumbangkan satu atau lebih elektron kepada radikal bebas sehingga aktifitasnyaa dapat diredam. Radikal bebas tersebut dapat merusak sel pada tubuh sehingga merusak/mengganggu kesehatan. Ekstrak metanol daun, kulit, kayu dan akar pohon Acacia nelotica Bl mempunyai sifat antioksidan, sedangkan jenis songga (Strycnos ligustrina Bl) hanya pada bagian kayu yang bersifat antioksidan.
Hasil penelitian RPI 2011-‐2014 (revisi) berdasarkan masing-‐masing luaran diuraikan sebagai berikut:
Luaran 1: Teknik Pengolahan dan Pemanfaatan HHBK untuk Peningkatan Nilai
Tambah dan Pemenuhan Kebutuhan Industri
Rendemen jernang tertinggi adalah rotan umbut. Komponen utama kelima jenis jernang adalah 10-‐dimethyl-‐6methylen-‐1-‐oxa-‐2-‐phenyl-‐spiro (4.5)decane. Rendemen jernang diekstrak menggunakan pelarut heksana 12.25% dan etil asetat 94.17%. Hasil penapisan fitokimia ekstrak metanol dan etil asetat jernang kalamuai, rambai dan umbut mengandung senyawa golongan flavonoid dan triterpena. Ekstrak jernang kalamuai yang dihasilkan dari pelarut metanol dan pelarut etil asetat bersifat antioksidan, sedangkan ekstrak jernang rambai dan umbut yang dihasilkan dari pelarut metanol bersifat antioksidan karena nilai IC50 (mgL-‐1) kurang dari 200 mgL-‐1. Uji aktifitas antikoagulan darah secara in vitro, semua ekstrak tiga jenis jernang dengan menggunakan pelarut etil asetat bukannya bersifat antikoagulasi justru cenderung bersifat prokoagulasi darah. Selanjutnya, ekstrak n-‐heksana jernang
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
245
rambai dan kalamuai bersifat antimikroba (antijamur dan antibakteri) terhadap species Basillus subtilis, Staphyloccoccus dan candida albicans. Uji aktifitas secara in vivo terhadap kelinci, ekstrak etil asetat jernang rambai dan kalamuai berpotensi sebagai obat penyembuh luka (wound healing). Selanjutnya uji karakteristik matriks/membran serat nano dengan matriks serat nano sebagai media ekstrak etil asetat jernang untuk obat penyembuh luka (wound healing) terjadi perubahan sifat matriks tersebut. Hasil pengamatan dengan menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM), matrik serat nano tanpa ekstrak jernang tampak jelas serat-‐serat penyusun matriks, sedangkan matriks yang telah diisi ekstrak jernang serat tidak tampak karena rongga-‐rongga serat terisi ekstrak jernang. Selanjutnya hasil pengujian menggunakan X-‐Ray, terjadi penurunan sifat kristalinitas matriks. Matriks tanpa ekstrak jernang kristalinitasnya 53,71%, matriks yang diisi ekstrak etil asetat jernang 5% kristalinitasnya 41,22% dan matriks yang diisi ekstrak etil asetat jernang 10% kristalinitasnya 38,16%. Hasil uji toksisitas ekstrak jernang sebagai berikut: jernang rambai (ekstrak metanol LC50 69,66 ppm; ekstrak etil asetat LC50 570,16 ppm) dan jernang kalamuai (ekstrak metanol LC50 594,08 ppm; ekstrak etil asetat LC50 593,73 ppm). Ekstrak metanol dan ekstrak etil asetat 2 jenis jernang (rambai dan kalamuai) memiliki potensi antikanker dikarenakan nilai LC50 di bawah 1000 ppm.
Rendemen lemak tengkawang asal Kalbar menghasilkan persentasi ekstrak sebesar 50.65% dengan pelarut benzena dan 50.86% dengan pelarut heksana. Rendemen lemak tengkawang asal Jawa Barat menghasilkan persentasi ekstrak rata-‐rata 5,71% untuk jenis Stenoptera Bruch forma dengan pelarut heksana, untuk persentasi ekstrak rata-‐rata Stenoptera pinanga 15,72%, Mecisopteric spp 9,13%, Shore parvifolia Dyer 38,41%. Kadar asam lemak bebas tengkawang asal Kalbar dengan pelarut Benzena sebesar 2,94%, pelarut heksana 2,74%. Tengkawang asal Jawa Barat memiliki kadar asam lemak bebas dengan rincian : untuk jenis Stenoptera Bruch forma 2,10%, Stenoptera pinanga 1,44%, Mecisopteric spp 2,39%, dan Shore parvifolia Dyer 0,66%. lemak tengkawang asal Kalbar baik diektraksi dengan pelarut benzena maupun heksana. komponen kimia yang dominan adalah Methyl oleate, Methyl Octadec-‐9-‐Enoate, Methyl palmitate dan 1,6-‐Anhydro-‐2,4-‐Dideoxy-‐Beta-‐D-‐Ribo-‐Hexopyranose. Teknik pemurnian lemak tengkawang agar menghasilkan lemak yang berkualitas dilakukan dengan dua tahap yaitu degumming dan netralisasi. Dengan teknik pemurnian tersebut diperoleh nilai bilangan asam berkisar 3,44-‐7,32, serta kadar FFA berkisar 1,77-‐3,68%. Bilangan asam digunakan untuk mengukur jumlah asam lemak bebas (FFA) yang terdapat didalam lemak. Kadar FFA berhubungan dengan daya simpan (tahan) lemak, dimana semakin tinggi kadar FFA menyebabkan lemak menjadi semakin mudah teroksidasi (tengik/rusak). Bilangan asam dan kadar FFA lemak tengkawang murni jenis S. pinanga paling rendah dibandingkan dengan lemak tengkawang lainnya dan
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
246
lemak komersial. Hal ini berarti bahwa lemak tengkawang dai jenis S. pinanga merupakan yang paling baik. Lemak tengkawang dapat dimanfaatkan sebagai bahan kosmetik yang mempunyai sifat-‐sifat relatif sama dengan kosmetik komersial (kekerasan, titik leleh) dengan formula minyak jarak 40% ; Candelia wax 10% ; lemak tengkawang 2% ; Carnauba wax 1% ; malam lebah 10% ; warna 1% ; BHT 0,5% ; parafin 8% ; metyl paraben 0,1% ; Titanium dioksida 1% dan parfum secukupnya. Selanjutnya hasil uji organoleptik, menunjukkan tingkat kesukaan koresponden akan tekstur, kilap, warna dan daya oles yang sesuai terdapat pada lipstik dengan formula minyak jarak 38% ; Candelia wax 10% ; lemak tengkawang 3% ; Carnauba wax 1% ; malam lebah 10% ; warna 1% ; BHT 0,5% ; parafin 9% ; metyl paraben 0,1% ; Titanium dioksida 1% dan parfum secukupnya. Uji keamanan produk lipstik berbahan dasar lemak tengkawang telah dilakukan berupa uji cemaran mikroba dan uji iritasi sederhana. Hasil penelitian menunjukkan tidak ditemukan adanya cemaran mikroba terhadap lipstik fresh (baru selesai diproduksi) dan lipstik yang telah disimpan selama 3 bulan. Uji iritasi sederhana dilakukan terhadap mencit diamati selama 24, 48, 72 dan 168 jam menunjukkan tidak adanya gejala iritasi yang terjadi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa lisptik berbahan dasar lemak tengkawang secara klinis aman dipakai untuk manusia.
Hasil identifikasi Dryobalanops lanceolata menunjukkan 45 senyawa penyususn yang terdeteksi, dengan senyawa dominan adalah Androstan-‐3-‐ol, 9-‐methyl-‐, acetate, (3.beta.,5.alpha.)-‐ (CAS) sebanyak 15 %. Sedangkan senyawa borneol hanya 0,37. Sedangkan Dryobalanops aromatica menunjukkan 30 senyawa penyusun yang terdeteksi. Senyawa dominan yang terdeteksi adalah Caryophyllene oxide dengan konsentrasi 16,16 %, sedangkan senyawa borneol hanya 0,21 %. Jenis Dryobalanops potensial penghasil getah/minyak adalah Dryobalanops aromatica. Jenis ini dapat diperoleh di Subulussalam (Aceh), Pasaman Barat (Sumatera Barat) dan Pakpak Barat (Sumatera Utara). Teknik kristalisasi minyak D. aromatica dilakukan dengan cara sublimasi untuk menghasilkan kristal kapur/kamper dengan pemanasan kompor induksi 60 0C secara bertahap hingga 120 0C dan rendemen yang dihasilkan mencapai 5,73%. Berdasarkan uji organoleptik, minyak Dryobalanops berpotensi sebagai bahan parfum yang disukai dengan formula parfum minyak Dryobalanops adalah campuran minyak Dryobalanops, etanol, minyak nilam, minyak Eucalyptus citriodora atau Palm flower. Selain itu minyak dan kristal Dryobalanops berpotensi sebagai obat karena aktivitas antimikrob minyak dan kristal sangat baik menghambat pertumbuhan mikroba S. aureus dan C. Albicans. Senyawa borneol merupakan senyawa penciri minyak dan kristal Dryobalanops. Senyawa borneol dijumpai pada fraksi 1 dan 2 dengan menggunakan metode fraksinasi menggambarkan minyak berada pada senyawa polar-‐semi polar. Selain di Sumatera bagian Utara, Dryobalanops aromatica juga dijumpai di Pulau Lingga Kepulauan Riau. Analisis minyak dan getah Dryobalanops aromatica dari Pulau
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
247
Lingga tidak dijumpai senyawa borneol, hanya senyawa prekursornya saja. Formula parfum minyak Dryobalanops adalah campuran Dryobalanops, etanol, minyak nilam, dan odorant. Berdasarkan uji organoleptik, Dryobalanops berpotensi sebagai bahan parfum yang disukai. Senyawa borneol dijumpai pada fraksi 1 dan 2 menggambarkan minyak berada pada senyawa polar-‐semi polar. Dengan melihat hasil penelitian penelitian sebelumnya, minyak dan kristal kapur sangat potensial dimanfaatkan dalam bidang farmasi dan kosmetik. Produk yang sedang dikembangkan adalah sabun antijerawat dan lilin aromaterapi. Formulasi lilin aromaterapi yang dibuat berupa parafin, stearin, odoran, pewarna minyak Dryobalanops dan nilam.
Bahan baku yang paling baik untuk digunakan sebagai bahan pembuatan nano karbon adalah kayu jati karena mempunyai derajat kristalinitas yang tinggi, nilai tahanan yang rendah dan konduktifitas yang tinggi. Bahan logam yang paling baik untuk doping atau di interkalasikan ke dalam struktur karbon adalah Nikel (Ni) dengan perbandingan 1:5 bagian. Menghasilkan derajat kristalinitas 73,45%, resistensi 0,02 Ω dan konduktivitas sebesar 433,86 S/m. Pola I-‐V meter yang yang dihasilkan berbentuk signoid dan respon potensiometer mempunyai slope mendekati faktor nerst. Atas dasar ini nano karbon dari lignoselulosa sangat baik untuk dibuat elektroda biosensor. Hasil uji coba pembuatan biosenseor yang dibuat dengan sistem Moleculary Imprinted Polymer (MIP) berbasis elektroda pasta karbon menghasilkan kondisi optimum 15 % MIP, 40 % karbon dan 40% parafin dengan faktor nernst sebesar 49,7 mV/dekade dan limit deteksi sebesar 1,02 x 10-‐6 M pada pH optimum 4. Elektroda biosensor berbasis pasta karbon ini dapat mendeteksi melamin dalam susu yang dilkakukan dengan metoda spike dan fruktosa dalam madu dengan selektivitas yang tinggi. Biosensor layak untuk mendeteksi melamin dalam susu dengan tingkat akurasi 86,6% dan kandungan fruktosa dalam madu dengan koefisen selektifitas kurang dari 10-‐3 M . Dengan demikian
nano karbon dari lignoselulosa sangat prospektif untuk diproduksi menjadi biosensor dengan sistem elektroda pasta karbon berbasis moleculary imprinted polimer
Karbonisasi pirolisis dan hidrotermal kayu pinus pada suhu 200 °C menghasilkan karbon aktif optimal yang memiliki pori mikro (nanoporous) berdasarkan kurva isotermal. Karbon nanoporous optimal memiliki luas permukaan 1.526 dan 1.389 m2/g; dengan ukuran pori 1,047 dan 1,083 nm dengan derajat kristalinitas karbon nano porous sebesar 44,19 dan 39,11% dengan konduktivitas 2.980 dan 215 S/m. Tingkat kemurnian karbon (C) nanoporous dari arang pirolisis 200oC mencapai 96,10% dengan kandungan oksigen (O) 3,90% serta tidak mengandung unsur pengotor seperti mineral atau logam lainnya. Dengan demikian, kayu pinus dapat dibuat menjadi karbon nanoporous dengan luas permukaan (BET) tinggi yaitu sebesar 2.240 m2/g. Dengan demikian kayu pinus berpotensi digunakan sebagai bahan baku
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
248
pembuatan karbon nanoporous yang sifatnya terbarukan. Untuk karbon sphere pada umumnya dibuat dari bahan baku minyak bumi, batu bara atau pati dengan kemurnian tinggi yang hargannya tinggi dan terbatas. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, pati dari biomasa berpotensi untuk dibuat menjadi karbon sphere konduktif. Karbon nanoporous pinus memiliki luas permukaan besar sedangkan karbon sphere pati konduktivitasnya tinggi sehingga kedua bahan baku tersebut berpeluang digunakan sebagai komponen elektroda untuk perangkat energi. Nilai kapasitansi spesifik untuk kapasitor yang telah dibuat mencapai 41,5 F/g.
Rendemen arang dari limbah potongan kayu campuran mahoni dan nangka, kayu sengon dan kulit, kayu sengon tanpa kulit dan sebetan, kayu sengon dan kulit adalah 21,18%, 12,28%, 12,62% dan 9,90%. Sedangkan rendemen cuka kayunya 7,35%, 5,64%, 5,27% dan 4,95%. Hasil analisis GC-‐MS pirolisis menunjukkan bahwa cuka kayu dari masing-‐masing jenis limbah kayu mengandung jumlah dan konsentarasi komponen kimia yang berbeda mulai dari 20 -‐ 32 komponen. Unsur hara yang terdapat dalam cuka kayu : C organik 6,12 – 7,35% ; N total 0,62 – 0,67% ; P2O5 total 0,24 – 0,31% dan K2O total 0,31 – 0,36%. Pemberian cuka kayu, arang, maupun kombinasi cuka kayu dan arang dapat meningkatkan pertumbuhan tinggi dan diameter anakan pohon. Penambahan bahan-‐bahan tersebut dapat meningkatkan kandungan unsur-‐unsur hara ubtuk pertumbuhan, yaitu C, N, P dan K, yang bervariasi pada daun, batang dan akar, sesuai dengan prosentase bahan yang ditambahkan. Pertumbuhan tinggi dan diameter anakan sengon (Paraserianthes falcataria L. Nielsen) yang paling tinggi yaitu berturut-‐turut 156,33 cm dan 20,08 cm diperoleh dengan pemberian cuka kayu 2% dan arang 10%, Pertumbuhan tinggi dan diameter anakan jabon (Anthocephalus cadamba Miq.) yang paling tinggi yaitu berturut-‐turut 89,17 cm dan 19,22 cm diperoleh dengan pemberian arang 30%. Pertumbuhan tinggi dan diameter anakan pohon penghasil gaharu (Aquilaria mycrocarpa) yang paling tinggi yaitu berturut-‐turut 72,20 cm dan 18,29 cm diperoleh dengan pemberian cuka kayu 4% dan arang 20%.
Telah diketahui berbagai jamur ragi yang beredar di masyarakat berbagai macam dan dikenal sesuai dengan daerah produksinya. Ada ragi impor dan lokal. Ragi lokal diproduksi secara turun temurun dengan teknologi sederhana. Contoh ragi jawa, ragi banjar, ragi toraja. Ragi digunakan untuk pembuatan roti, minuman keras, tape, tempe, dll. Jenis jamur dan ragi yang berhasil diidentifikasi untuk pembuatan bioetanol adalah Aspergillus sp. (jamur) dan Saccharomyces sp. (ragi). Ragi dari penelitian ini yang memiliki kinerja paling bagus yaitu ragi C (Saccharomyces sp.) yang dapat menghasilkan etanol 179 liter per ton sagu aren (Arenga pinnata) dan 200 liter etanol per ton kirai (Metroxylon rumphii). Ragi racikan yang efektif adalah ragi racikan 7% menghasilkan kadar etanol sebesar 1,569%; ragi racikan konsentrasi 9% sebesar 0,738% dan ragi komersil 7% sebesar 0,652%. Komposisi ragi racikan terdiri dari
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
249
Aspergillus oryzae, Rhyzopus oryzae, Sacharomyces serevisae, tepung beras 50g, pati 8g, tepung garlic 0,5g, cabe alas 0,5g, lada bubuk 0,5g, laos bubuk 0,5g, sukrosa 7g, yeast extract 5g, malt-‐extract 8g.
Rendemen ekstrak aseton kualitas gaharu berkisar antara 16-‐22%. Kemedangan B menghasilkan ekstrak aseton yang tertinggi, diikuti oleh kacangan B, teri B dan kemedangan A. gaharu kualitas abu super mengandung 5 senyawa yang meliputi mempunyai amonia, carbinamine, 4-‐hydroxy-‐4-‐metyl-‐2-‐pentanone, 1,2-‐benzenedicarboxylic acid, dan 3-‐phenyl-‐propionic acid hydrazide. Kadar ekstrak metanol gaharu kualitas teri A, teri B, kacangan A, kacangan B dan tanggung yaitu 24,67%, 10,72%, 29,42%, 23,02% dan 30,85%. Sedangkan kadar ekstrak heksana berturut-‐turut 0,76%, 0,65%, 1,23%, 2,44% dan 2,82%. Rendemen resin gaharu sangat dipengaruhi oleh kualitas gaharu. Keduanya memiliki hubungan linear dimana rendemen resin semakin meningkat sejalan dengan peningkatan kualitas gaharu. Kelas kualitas gaharu memiliki komponen kimia yang berbeda, baik jenis senyawa maupun beesaran prosentasinya. Senyawa aromadendrene dapat ditemui pada setiap kualitas gaharu, sehingga dapat diduga senyawa aromadendrene merupakan senyawa penciri (chemical marker). Semakin bagus kualitas gaharu, kandungan aromadendrene semakin besar. Kelas kualitas gaharu memiliki komponen kimia yang berbeda, baik jenis senyawa maupun besaran prosentasinya. Senyawa sesquiterpene terdeteksi pada kelompok kemedangan saja. Pada gubal gaharu (kelas super) selain senyawa sesquiterpen, terdeteksi juga senyawa kromon. Parameter kadar resin dan komposisi kimia dimasukkan dalam penentuan kelas kualitas gaharu. Kelas kualitas gaharu diusulkan dibagi tiga yaitu gubal gaharu, tanggung dan kemedangan. Konsep standar gaharu yang bersifat objektive berdasarkan komposisi/komponen kimia dan kadar resin yang terkandung dalam gaharu.
Penyulingan gaharu Gyrinops kualitas kamedangan dengan bentuk serbuk menghasilkan rendemen 0,0135% dengan perlakuan bahan direndam 2 minggu sebelum direbus dan 0,0086% dengan metode kukus. Gaharu berbentuk serpih (chips) menghasilkan rendemen 0,019% dengan perlakuan bahan direndam 2 minggu sebelum direbus dan 0,0063% dengan metode dikukus. Pemanfaatan limbah dari penyulingan gaharu untuk bahan baku obat anti nyamuk bakar. Hal ini diharapkan menimbulkan aroma wangi gaharu bilamana obat anti nyamuk dibakar. Formula yang terbaik yaitu limbah gaharu dan gemor dengan perbandingan 4:1 atau 3:1 dengan penambahan serbuk cangkang kemiri dan perekat tepung gewang masing-‐masing 10% dari total bahan. Sifat obat anti nyamuk memiliki lama bakar 368 menit.
Ekstraksi kayu gaharu sebagai sebelum disuling dan limbah sisa penyulingan telah dilakukan menggunakan pelarut metanol teknis dengan teknik perendaman dan soklet. Hasil ekstrak bahan penyulingan lebih tinggi dari pada limbah sisa penyulingan. Ekstraksi bahan penyulingan dengan proses
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
250
perendaman menghasilkan rendemen eksrak sebesar 6,75% (BKO) sementara itu pada proses soklet diperoleh rendemen sebesar 4,54% (BKO). Pada limbah sisa penyulingan masing-‐masing diperoleh rendemen sebesar 5,95% dan 2,62%. Hal ini menunjukkan bahwa pada kayu sisa limbah penyulingan masih terdapat resin gaharu yang berpotensi sebagai sumber aroma (wangi) gaharu. Pemanfaatan limbah penyulingan dibuat pelet. Pelet gaharu dibuat tanpa menggunakan perekat (kanji) dan resin lain sebagai pemicu wangi. Pelet dibuat dengan beberapa komposisi dari limbah penyulingan gaharu, kayu pinus dan arang aktif. Tidak digunakannya kanji dan penambahan arang aktif dimaksudkan untuk mengurangi asap yang ditimbulkan saat pelet di bakar/dinyalakan. Kayu pinus digunakan sebagai perekat menggantiikan kanji. Hasil analisis organoleptik terhadap 30 responden menunjukkan bahwa penambahan arang aktif mampu menurunkan jumlah asap, namun dari segi penampilan warna tidak disukai karena produk pelet gaharu menjadi berwarna lebih gelap. Aroma dari pelet yang disukai responden diperoleh dari pelet gaharu dengan komposisi limbah dan arang aktif sebesar 8:2, diikuti komposisi limbah dan pinus 9:1. Kelemahan dari pelet pada komposisi pertama adalah keutuhan pelet yang rendah, sementara itu sifat fisik dan hasil uji orgaoleptik yang lain lebih unggul. Disamping itu limbah penyulingan dimanfaatkan resin sisa yang terdapat pada limbah penyulingan. Limbah penyulingan gaharu masih mengandung resin yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan aroma/wangi gaharu. Melalui proses ekstraksi etanol diperoleh resin gaharu sebanyak 1,67% dan ekstrak metanol sebesar 3,58%. Resin yang diperoleh, digunakan sebagai sumber wangi gaharu untuk membuat produk resin gaharu+lilin lebah madu dan produk resin gaharu+arang aktif. Jenis produk pertama lebih disukai responden dibandingkan produk kedua. Konsentrasi resin gaharu yang disukai pada produk resin gaharu+lilin adalah sebesar 1 dan 2%. Luaran 2 : Teknik Pengolahan Bahan Bakar Nabati Berbasis Tanaman
Kehutanan
Kegiatan yang dilakukan untuk mencapai luaran ini antara lain: Teknologi Pengolahan Bahan Bakar Nabati Berbasis Karbohidrat (Bio-‐Etanol), Teknologi Pengolahan Bahan Bakar Nabati Berbasis Lemak dan Minyak (Bio-‐Diesel), Teknologi Pengolahan Bahan Bakar Nabati Berbasis Selulosa dan Hemiselulosa (Bio-‐Oil). Teknik pembuatan bioetanol biji mangrove perlu diawali dengan proses hidrolisis sebelum dilakukan proses fermentasi. Proses hidrolisis dilakukan karena biji mangrove mengandung kadar serat kasar dan gula polisakarida. Selain itu juga dilakukan proses destilasi untuk memisahkan bioetanol dan non bioetanol. Penghidrolisa H2SO4 adalah terbaik dari HCL dan NaOH bahkan dengan NaOH sama sekali tidak terjadi proses hidrolisa karbohidrat kompleks
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
251
biji api-‐api menjadi gula sederhana. Konsentrasi penghidrolisa H2SO4 sebesar 10% menunjukkan kadar gula dan bioetanol tertinggi yaitu dengan waktyu inkubasi 5 dan 6 hari. Berikutnya yang terbaik adalah konsentrasi H2SO4 5% dengan waktu inkubasi 6 hari. Perlakuan terbaik yang diterapkan dalam teknik pembuatan bioetanol jenis lindur adalah dengan penggunaan konsentrasi H2SO4 5% dan waktu fermentasi 3 hari. Proses tersebut menghasilkan volume 330 ml/kg bahan dan konsentrasi bioetanol 34,27%. Dalam pembuatan etanol dari nira lontar, kadar etanol meningkat dengan bertambahnya konsentrasi ragi komersial dan lama fermentasi. Kadar tertinggi dihasilkan pada sampel dengan konsentrasi ragi 2% dan lama waktu fermentasi 3 hari yaitu dengan kadar etanol 74,44%. Selain bahan baku tersebut di atas, bahan yang cukup potensial untuk menghasilkan bioetanol adalah limbah yang berlignoselulosa dan salah satu contohnya adalah limbah batang sawit. kadar pati bahan baku tertinggi terdapat pada vascular bundel (VB) sebesar 22.8% dan terendah pada parenkim dan vascular bundel (PVB) sebanyak 14.45%. Konsentrasi kadar gula pereduksi pada semua contoh lebih tinggi dibanding kontrol (tanpa 1% Tween 20) pada 10 dan 15 FPU/g substrat. Penggunaan konsentrasi enzim 10 FPU/g substrat menghasilkan kadar gula pereduksi tertinggi pada VB sebanyak 63.14 mg/ml sebelum fermentasi dan terendah pada P sebanyak 18.88 mg/ml. Sedangkan penggunaan konsentrasi enzim sebanyak 15 FPU/g substrat menghasilkan kadar gula pereduksi tertinggi pada PVB yaitu 59.83 mg/ml dan terendah pada P sebanyak 32.38 mg/ml sebelum fermentasi. Kadar etanol tertinggi adalah pada VB 0.911%; sedangkan kontrol VB sebanyak 0.228% dan terrendah adalah pada sampel P 0.314%; kontrol P 0.114% (10 FPU/g substrat). Sedangkan pada konsentrasi enzim 15 FPU/g substrat, sampel VB juga menghasilkan kadar etanol tertinggi sebanyak 1.631%; kontrol VB sebanyak 1.234% dan terendah pada PVB sebanyak 0.384% dan kontrol PVB sebanyak 0.297%. Minyak bintaro dapat dibuat biodiesel berkualitas tinggi dan memiliki prospek untuk pengusahaannya secara komersial. Komposisi jenis asam lemak dari minyak dan biodiesel bintaro didominasi asam oleat (38,13%), palmitat (19,68%) dan linoleat (14,19%). Untuk biodieselnya didominasi metil ester oleat (49,49%), metil ester palmitat (17,83%) dan metil ester linoleat (17,74%). Hasil uji degumming menunjukkan penggunaan H3PO4 mulai konsentrasi 16% sudah memberikan nilai bilangan asam yang memenuhi syarat untuk minyak tersebut diolah lanjut menjadi biodiesel. Minyak biji kemiri sunan mempunyai nilai bilangan asam sebesar 13,65 mg KOH/g, kadar asam lemak bebas (FFA) 6,63%, kadar air 9,6%, densitas 985,49 kg/m³, dan viskositas kinematik sebesar 26,57mm2/s (cSt). Proses degumming dengan penambahan katalis H3PO4, 1% (v/v), esterifikasi dengan campuran katalis metanol 10% (v/v) dan H2SO4 0,5% (v/v) dan transesterifikasi dengan campuran katalis metanol 20% (v/v) dan NaOH 0,6% (b/v), merupakan biodiesel yang mempunyai kualitas terbaik yang dihasilkan dari penelitian pendahuluan. Produksi biodiesel berbahan baku
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
252
minyak biji kemiri sunan telah memiliki mutu yang sesuai dengan persyaratan standar biodiesel (SN-‐2006), yaitu kadar air sebesar 0,05%, bilangan asam 0,66 mg KOH/g, kadar asam lemak bebas 0,33%, densitas 874 kg/m3, viskositas kinematik pada suhu 40oC 4,24 mm2/s (cSt), bilangan iodium 91,20 g I2/100 g, bilangan setana 64 dan rendemen minyak biodiesel yang dihasilkan sebesar 79,68%. Aplikasi penggunaan minyak biodiesel kemiri sunan untuk bahan bakar mesin diesel 7 PK tanpa beban dengan tekanan gas sedang, menghabiskan minyak biodiesel sebanyak 1 liter selama 3 jam. Aplikasi penggunaan minyak biodiesel pada mobil pick-‐up mesin diesel 2500 cc tahun buatan 1999, diperoleh konsumsi bahan bakar biodiesel dengan per-‐bandingan rata-‐rata 1:13,29 yang artinya 1 liter minyak biodiesel dapat menempuh jarak sejauh 13,29 Km, dengan kecepatan antara 40 – 100 km/jam dalam keadaan tanpa beban. Pembuatan minyak mentah (crude oil) dari bahan baku biji malapari menghasilkan rendemen sebesar 31,66%. Minyak mentah (crude oil) biji malapari mempunyai nilai bilangan asam sebesar 12,17 mg KOH/g, kadar asam lemak bebas (FFA) 6,08%, kadar air 9,6%, densitas 865 kg/m³, dan viskositas kinematik sebesar 26,57 mm2/s (cSt). Proses degumming I meng-‐gunakan penambahan katalis H3PO4 0,50%, yang dilanjutkan dengan pro-‐ses degamming II menggunakan campuran bentonit dan zeolit (0,5% : 0,5%) b/v, esterifikasi menggunakan campuran katalis metanol 20% (v/v) dan HCl 1% (v/v) dan transesterifikasi menggunakan campuran katalis metanol 15% (v/v) dan KOH 0,4% (b/v). memiliki kualitas biodiesel yang cukup baik untuk diterapkan pada skala besar. Produksi biodiesel dari penelitian utama menunjukkan bahwa sifat fisiko kimianya telah memenuhi mutu yang sesuai dengan persyaratan SNI biodiesel yaitu kadar air sebesar 0,048%, bilangan asam 0,82 mg KOH/g, kadar asam lemak bebas 0,43%, densitas 886 kg/m3, viskositas kinematik 5,41 mm2/s (cSt), Bilangan penyabunan 196,24 mg/g, kadar ester alkil 104,55% massa, bilangan iod 48,73 g I2/100 g, bilangan setana 63,15. Aplikasi penggunaan minyak biodiesel malapari untuk bahan bakar mesin diesel 7 PK untuk menjalankan pompa air dengan tekanan gas sedang, menghabiskan minyak biodiesel sebanyak 1 liter selama 2 jam. Minyak biodiesel malapari lebih irit 1/2 jam (250 ml) dibandingkan dengan minyak solar dengan mesin diesel dan perlakuan yang sama. Aplikasi penggunaan minyak biodiesel untuk bahan bakar mesin diesel 22 PK merk Kubota untuk menggerakkan mesin penggilingan padi selama 1 jam dengan konsumsi bahan bakar biodiesel 1268 ml lebih irit dibandingkan dengan pemakaian minyak solar yaitu sebesar 1666 ml. Perlu adanya upaya penyempurnaan biodiesel nyamplung, malapari dan bintaro yang dihasilkan terdahulu. Proses degumming yang dilanjutkan dengan penambahan bentonit dapat menurunkan menurunkan bilangan asam. Proses ini lebih baik dari pada menggunakan metode estran tanpa penambahan bentonit pada proses degumming dan zeolit pada proses esterifikasi. Produksi biodiesel berbahan baku minyak biji nyamplung telah memiliki mutu yang sesuai dengan
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
253
persyaratan standar biodiesel (SN-‐2006), yaitu densitas sebesar 887,5 kg/m3, viskositas kinematik pada suhu 40oC 5,64 mm2/s (cSt), kadar air dan sedimen 0,08%, kadar ester alkil 99,74% massa, kadar abu tersulfatkan 0,22% massa, bilangan asam 0,73 mg Basa/g, bilangan penyabunan 145,29 mg Basa/g, bilangan iodium 56,25 g I2/100 g, dan bilangan setana 71,21. Produksi biodiesel berbahan baku minyak biji malapari telah memiliki mutu yang sesuai dengan persyaratan standar biodiesel (SN-‐2006), yaitu densitas sebesar 894 kg/m3, viskositas kinematik pada suhu 40oC 4,81 mm2/s (cSt), kadar air dan sedimen 0,24%, kadar ester alkil 97,25% massa, kadar abu tersulfatkan 0,18% massa, bilangan asam 0,73 mg Basa/g, bilangan penyabunan 219,35 mg Basa/g, bilangan iodium 53,30 g I2/100 g, dan bilangan setana 59,18. Produksi biodiesel berbahan baku minyak biji bintaro telah memiliki mutu yang sesuai dengan persyaratan standar biodiesel (SN-‐2006), yaitu densitas sebesar 870 kg/m3, viskositas kinematik pada suhu 40oC 3,60 mm2/s (cSt), kadar air dan sedimen sebesar 0,22%, kadar ester alkil 102,45% massa, kadar abu tersulfatkan 0,07% massa, bilangan asam 0,47 mg Basa/g, bilangan penyabunan 178,95 mg Basa/g, bilangan iodium 78,45 g I2/100 g, dan bilangan setana 59,15. Untuk pembuatan bio-‐oil, rendemen minyak bio-‐oil dari serbuk gergajian kayu Jati 60 -‐ 80 mesh sebesar 67,26%, serbuk 80 – 100 mesh sebesar 68,13%, sedangkan serbuk gergajian kayu Akasia mangium 60 – 80 mesh sebesar 69,79% dan serbuk 80 – 100 mesh sebesar 71,20%. Pembuatan bio-‐oil dari serbuk gergaji kayu sengon menggunakan teknik pirolisis lambat (slow Ppyrolysis) dengan suhu 350 – 500 oC, waktu 30 dan 60 menit, diperoleh rendemen bio-‐oil berkisar antara 5,29 – 7,99%, kadar fenol 3,71 – 3,82%, pH 2,83 – 3,11, berat jenis 1,16 – 1,17 g/cm3, nilai kalor 19,51 – 22,42 MJ/kg, dan daya nyala termasuk dalam katagori lambat – sedang. Bio-‐oil yang dihasilkan didominasi oleh asam asetat, fenol, dan furfural serta terdapat beberapa komponen yang mudah terbakar yaitu 2-‐propanon (CAS) aseton, benzene, 1,2,4 trimethylbenzene, dan 2-‐Furanmethanol (furfuril alkohol). Bio-‐oil yang optimum adalah suhu 500 oC selama 30 menit, yang mempunyai karakteristik; rendemen liquid 43,75%, rendemen bio-‐oil sebesar 7,95%, kadar fenol 3,80%, pH 2,84, bobot jenis 1,116 g/cm3, nilai kalor 22,42 MJ/kg dan daya nyala sedang. Pembuatan bio-‐oil dari serbuk kayu, kulit kayu dan sludge menggunakan teknik pirolisis free fall pyrolisis dengan suhu 400–550 oC, diperoleh rendemen bio-‐oil berkisar antara 1–5%, kadar fenol 3,71–3,82%, pH 2,83– 3,11, berat jenis 1,16–1,17 g/cm3, nilai kalor 8,97-‐ 9,28 MJ/kg (hanya sampel serbuk kayu pada suhu 500 dan 550 oC), dan daya nyala termasuk dalam katagori tidak terbakar sampai katagori sedang. Bio-‐oil yang dihasilkan didominasi oleh asam-‐asam terutama asam asetat, dan fenol serta terdapat beberapa komponen zat yang mudah terbakar yaitu aseton, benzene, dan furfuril alkohol. Bio-‐oil tertinggi adalah suhu 550 oC dengan bahan baku serbuk kayu mahoni yang mempunyai karakteristik; rendemen liquid 43,75%, rendemen bio-‐oil sebesar 5,95%, kadar
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
254
fenol 3,80%, pH 2,98, bobot jenis 1,116 g/cm3, nilai kalor 22,42 MJ/kg dan daya nyala lambat. Kulit kayu mahoni dan sludge kertas menghasilkan bio-‐oil yang sangat rendah yaitu 1 dan 1,1 %. Informasi teknik pembuatan bio-‐oil dengan bahan baku rumput gelagah (Saccharum spontaneum) dengan menggunakan teknik pirolisis cepat (fast pirolisis) dengan alat free fall reactor. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah suhu pirolisis dan ukuran bahan. Hasil sementara menunjukkan bahwa rumput gelagah dapat digunakan sebagai bahan baku bio-‐oil dengan karakteristik kadar air 8,12%, kadar holoselulosa 51,32%, alpha selulosa 33,22% dan kadar hemiselulosa 18,10%. Nyamplung dan kemiri sunan dapat dibuat menjadi biokerosin melalui tahapan degumming dengan menggunakan asam phospat 1% yang ditambahkan dengan bentonit yang dilanjutkan dengan pencucian dan pengeringan. Sifat fisik biokerosin nyamplung asal Sumbawa relatif lebih baik dibanding dengan biokerosin nyamplung asal Lombok namun sebaliknya dengan sifat kimianya. Rendemen rata-‐rata untuk biokerosin nyamplung asal Lombok dengan penambahan bentonit 7% mencapai nilai tertinggi yaitu 81% sedangkan untuk nyamplung asal Sumbawa mencapai nilai tertinggi pada penambahan bentonit 6%. Selanjutnya, Rendemen biokerosin kemiri sunan mencapai nilai tertinggi pada penambahan bentonit sebanyak 5% dan 9% yaitu 91%. Biokerosin dapat diaplikasikan dengan cukup baik pada kompor minyak tanah (semawar) dengan dicampurkan minyak tanah 25-‐50%.
IV. PENUTUP A. Kesimpulan
Hasil hutan bukan kayu merupakan komoditas yang sangat beragam dan mempunyai nilai ekonomi meskipun pemanfatannya masih sebatas sebagai bahan baku atau bahan setengah jadi. Untuk meningkatkan nilai tambah dari HHBK tersebut perlu dilakukan upaya-‐upaya pemanfaatan yang berupa produk olahan lebih lanjut. Berdasarkan hasil penelitian, HHBK ternyata mempunyai potensi yang cukup beragam untuk dimanfaatkan antara lain sebagai bio-‐cosmetic, bio-‐medicine, bio-‐sensor, dan lain-‐lain. Sedangkan buah atau biji tanaman hutan dan serbuk gergaji berpotensi sebagai bio-‐ethanol, bio-‐diesel, bio-‐oil dan bio-‐kerosene sebagai sumber energi terbarukan.
B. Saran Pemanfaatan HHBK perlu terus dikembangkan dengan memanfaatkan
produk-‐produk turunannya sehingga manfaat yang diperoleh sangat beragam sehingga dapat meningkatkan nilai tambah HHBK tersebut.
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
255
Lampiran 1. Daftar output RPI 22 (Pengolahan Hasil Hutan Bukan Kayu) tahun 2010 -‐2014
No Judul Penelitian Tahun Judul Publikasi Media Penulis Luaran 1 :
Teknik pengolahan dan pemanfaatan HHBK peningkatan nilai tambah dan pe-‐menuhan kebutuhan industri
22.1.1 Teknologi pengolahan dan pemanfaatan jernang untuk peningkatan nilai tambah
2013 Perbandingan sifat fisiko kimia 5 jenis Jernang
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 31 (2), Juni 2013
Totok K. Waluyo
2013 Jernang (dragon bloods) berpotensi sebagai antioksidan dan koagulan
Poster 2013 Totok K. Waluyo & Gunawan Pasaribu
2013 Aktifitas antioksidan dan antikoagulasi resin jernang
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 31 (4) Des. 2013
Totok K Waluyo & Gunawan Pasaribu
2014 Dragon’s blood indigenous from jambi province potentially prospective to be developed
Internationals Seminar Proceedings, Forest & Medicinal Plants for Better Human Welfare
Totok K Waluyo
2015 Aktifitas antijamur, antibakteri dan penyembuhan luka ekstrak resin jernang
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 33, 2015 (Proses Cetak)
22.1.2.
Teknologi pengolahan dan pemanfaatan tengkawang untuk peningkatan nilai tambah
2012 Sifat fisika-‐kimia lemak tengkawang dari empat jenis pohon induk
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 30, (4) Des. 2012
Raden Esa Pangersa G, Zulnely & Evi Kusmiyati
2012 Pemanfaatan tengkawang
FORPRO Vol.1, 2012
Raden Esa Pangersa G.
2014 Karakteristik lemak hasil ekstraksi buah
Jurnal Penelitian Hasil
Esa Pangersa , Zulnely
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
256
No Judul Penelitian Tahun Judul Publikasi Media Penulis tengkawang asal Kalimantan Barat menggunakan dua macam pelarut
Hutan Vol. 33, 2015 (Proses cetak)
22.1.3 Teknologi dan pemanfaatan Dryobalanops sp untuk peningkatan nilai tambah
2013 Catatan perjalanan ke pulau Lingga dalam rangka ekslporasi Dryobalanops sp
Majalah Forpro Vol.2 (2) Des. 2013
Gusmailina dan sri Komarayati
2013 Potensi pemanfaatan minyak dan kristal Dryobalanops aromatica untuk kosmetik dan obat
Prosiding Ekspose Hasil Penelitian Pustekolah 2013
Gunawan Pasaribu
2013 Dryobalanops, the Indonesia potential tree species endangered to become almost extinct
Proseeding of INAFOR 2013
Gusmailina & Gunawan
2014 Analisis senyawa kimia Dryobalanops aromatic
Jurnal Penelitian Hasil Hutan 32 (1) Maret 2014
Gunawan Pasaribu
2014 Pemanfaatan minyak Dryobalanops aromatic Gaertn. sebagai bahan pewangi alami
Jurnal Penelitian Hasil Hutan 32 (3) Sept. 2014
Gunawan Pasaribu
2014 Etnopharmacology and antioxidant activity of Dryobalanops aromatica
Internationals Seminar Proceedings, Forest & Medicinal Plants for Better Human Welfare
Pustekolah
2014 Menyingkap manfaat Dryobalanops
FORPRO Vol 3 (1) April 2014
Gunawan Pasaribu
22.1.4 Teknik pembuatan karbon kemurnian tinggi sebagai bahan baku nano karbon
2013 Karakterisasi struktur nano karbon dari lignoselulosa
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 31 (1) Maret 2013
G. Pari, A. Santoso, Dj. Hendra, Buchari, A. Maddu, M. Rachmat, M. Harsini, T.
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
257
No Judul Penelitian Tahun Judul Publikasi Media Penulis Herianto dan S. Darmawan
22.1.5 Teknologi pengolahan arang dan turunannya untuk energi dan carbon store
2011 Produksi cuka kayu hasil modifikasi tungku arang terpadu
Jurnal Penelitian Hasil Hutan, vol 29 (3), September 2011
Sri Komarayati, Gusmailina & Gustan Pari
2013 Arang dan cuka kayu produk hasil hutan bukan kayu untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman dan serapan hara karbon
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 31 (1) Maret 2013
Sri Komarayati
2014 Kombinasi pemberian arang hayati dan cuka kayu terhadap pertumbuhan jabon dan sengon
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 32 (1) Maret 2014
Sri Komarayati & Gustan Pari
Pengaruh arang dan cuka kayu terhadap peningkatan pertumbuhan dan simpanan karbon
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 32 (4) Des. 2014
Sri Komarayati, Gusmailina, Gustan Pari
22.1.6 Teknik produksi ragi untuk pembuatan bio etanol
2013 Teknik produksi ragi untuk pembuatan bio etanol
Draft Publikasi-‐ Djarwanto
22.1.7 Penyusunan standar mutu gaharu
2012 Penyempurnaan kualitas gaharu dengan impregnasi resin
Prosiding Hasil Penelitian tahun 2012
Jamal Balfas
2012 Mengenal Gaharu Majalah Forpro Vol.1 No.1 Juli 2012
Jamal Balfas
2012 Standar mutu gaharu: Evaluasi dan penyempurnaan SNI 7631:2011
Prosiding Hasil Penelitian tahun 2012
Totok K Waluyo
2012 Identifikasi komponen kimia empat kelas mutu gaharu (Kacangan B, Teri B, Medang A dan Medang B)
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 30 (4) Des. 2012
Totok K Waluyo dan F. Anwar
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
258
No Judul Penelitian Tahun Judul Publikasi Media Penulis 2013 Analisis senyawa
kimia penanda kualitas gaharu
Proseeding Mataram 2013
Gunawan Pasaribu, Totok K.Waluyo, dan Gustan Pari
2013 Analisis komponen kimia beberapa kualitas gaharu dengan kromatografi gas spektrometri massa
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 31 (3) Sept. 2013
Gunawan Pasaribu, Totok K. Waluyo dan Gustan Pari
2014 Keragaman senyawa sesquiterpena pada dua jenis Aquilaria
Prosiding Ekspose Hasil Penelitian Pustekolah 2014
Gunawan Pasaribu, Totok K.Waluyo
2014 Rancangan standard mutu gaharu
Seri 5 IPTEK Kehutanan, 2014
Gunawan Pasaribu, Totok K.Waluyo, dan Gustan Pari
22.1.8.
Teknologi penyulingan gaharu
-‐ Teknik penyulingan gaharu
Seminar -‐
22.1.9.
Teknologi pemanfaatan dan pengolahan limbah penyulingan gaharu
-‐ Teknik pemanfaatan dan pengolahan limbah penyulingan gaharu
Seminar -‐
Luaran 2 : Teknik Pengolahan BBN Berbasis Tanaman Kehutanan
22.2.1 Teknologi pengolahan bahan bakar nabati berbasis karbohidrat (bio-‐etanol)
2011 Pembuatan bioetanol dari empulur sagu (Metroxylon spp.) dengan menggunakan enzim
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 29 (1) 2011
Sri Komarayati, Ina Winarni & Djarwanto
2012 Teknologi pengolahan bioetanol dari biji mangrove jenis api-‐api (Avicennia merina)
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Tahun 2012
Sudradjat, D. Hendra, H. Roliadi, Sri Mulyani dan D. Setiawan
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
259
No Judul Penelitian Tahun Judul Publikasi Media Penulis 2014 Komponen kimia
sepuluh jenis kayu kurang dikenal: Kemungkinan penggunaan sebagai bahan baku pembuatan bioetanol
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 32 (3) Sept. 2014
Arya Sokanandi, Gustan Pari, Dadang Setiawan & Saepuloh
22.2.2 Teknologi pengolahan bahan bakar nabati berbasis lemak dan minyak (Bio-‐diesel)
2012 Potensi beberapa hasil hutan bukan kayu (HHBK) sebagai bahan baku biodisel
Majalah Forpro Vol.1 (2) Des. 2012
Ari Widianto, M. Siarudin
2011 Aplikasi biodiesel nyamplung untuk bahan bakar motor
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Tahun 2011
Sudradjad, Sahirman, D. Hendra, S. Wibowo dan D. Setiawan
2014 Pembuatan biodiesel dari biji kemiri sunan
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 32 (1) Maret 2014
Djeni Hendra
22.2.3 Teknologi pengolahan BBN berbasis selulosa dan hemiselulosa (Bio-‐oil)
2013 Karakteristik Bio-‐oil serbuk gergaji sengon menggunkan proses pirolisis lambat
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 31 (4) Des. 2013
Santiyo Wibowo
22.2.4.
Teknologi pengolahan Bio-‐ kerosene
2013 Teknik pengolahan biokerosin berbahab baku nyamplung
Prosiding Ekspose Hasil Penelitian BPPHHBK Mataram, 2013
Nurul Wahyuni, Saptadi Darmawan, Djeni Hendra
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
260
Lampiran 1. Daftar outcome RPI 22 tahun 2011 – 2013
No Output/Kegiatan Pemanfaatan Keterangan
1. Konsep Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) Gaharu
RSNI (Konseptor)
2. Standar Nasional Indonesia (SNI) 7940:2013 Kemenyan
SNI (Konseptor)
3. Standar Nasional Indonesia (SNI) 7898:2013 Kulit gemor (Konseptor)
SNI (Konseptor)
4. Standar Nasional Indonesia (SNI) 7942:2013 Getah Jelutung (Konseptor)
SNI (Konseptor)
5. Sosialisasi Pengolahan Biji Tengkawang
Kelompok Tani Tengkawang di Sanggau, Kalimantan Barat
Sosialisasi
6. Sosialisasi Teknik Pemanenan dan Proses Pengolahan Getah Jelutung
Kelompok Tani Kehutanan di Indragiri Hulu, Riau
Sosialisasi
7. Pemungutan dan Pengolahan HHBK (kelompok resin dan getah)
Pelatihan GANIS/WASGANIS PHPKL-‐JIPOKTAH Di BP2HP Pontianak, Aceh, Pekanbaru dan Lampung
Bahan ajar
RPI 23 PEREKAYASAAN ALAT DAN SUBSTITUSI
BAHAN PEMBANTU
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
261
RPI 23 PEREKAYASAAN ALAT DAN SUBSTITUSI BAHAN PEMBANTU
Koordinator:
Wesman Endom, M.Sc.
I. PENDAHULUAN
Undang-‐Undang Pokok Kehutanan No 41 tahun 1999 membagi hutan
berdasarkan fungsinya ke dalam 3 bagian yakni sebagai fungsi lindung, fungsi produksi serta fungsi konsevasi dan wisata. Pembagian ini dimaksudkan agar keberadaannya sebagai kekayaan alam dan anugerah sumber kehidupan, tetap terjaga dan terkelola dengan baik secara bekelanjutan, dalam upaya menuju tercapainya peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan bangsa.
Kini hutan produksi tanaman dan hutan rakyat telah bisa memberi andil cukup besar dalam upaya memenuhi kebutuhan industri pengolahan kayu. Hal ini tidak lain terjadi karena kemampuan pasokan dari hutan alam sudah jauh merosot ( Soenarno, dkk, 2013)
Terkait dengan itu, Badan Litbang Kehutanan dituntut akselerasinya untuk mampu memberikan dukungan dalam banyak hal, antara lain upaya terhadap peningkatan efisiensi produksi industri hasil hutan, teknologi pemanenan yang produktif dan ramah lingkungan, efisiensi manfaat penggunaan bahan berkayu (keawetan dan stabilisasi hasil hutan) dan peningkatan hasil-‐hasil hutan non kayu seperti rotan , getah, damar dan material lainnya.
Dengan upaya di atas, diharapkan terjadi ektensifikasi manfaat ekonomi, sosial dan lingkungan. Untuk itu, diperlukan upaya-‐upaya peningkatan nilai tambah produk dengan antara lain meningkatkan keawetan dan kekuatan kayu, menjaga kesetabilan kayu dari kembang susut yang tinggi, peningkatan nilai tambah limbah tebangan, getah, resin dan minyak atsiri, pemanfaatan daun, buah, kulit, akar untuk diambil minyaknya, dan sebagainya (Strategi Kementrian Kehutanan 2010-‐2014). Bersamaan dengan harapan itu, untuk lebih memudahkan pemanfaatan hasil hutan kayu maka diperlukan pengenalan jenis kayu yang hemat, cepat dan akurat.
Terkait dengan upaya pemenuhan pasokan kebutuhan kayu, penggunaan berbagai alat berat dalam kegiatan pemanenan kayu amat penting. Namun, dengan tingginya harga impor alat maupun bahan pembantu, menyebabkan pemanfaatan hasil hutan kayu dan non kayu tidak maksimal. Sementara di sisi lain, sinyalemen dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan akibat penggunaannya juga telah banyak di kritisi banyak pihak, baik LSM di dalam maupun di luar negeri.
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
262
Pada fakta yang lain, alat-‐alat berat dan canggih belum tentu bisa dioperasikan langsung di lapangan, karena terbatasnya akses (jalan dan jembatan) dan kondisi medan yang sulit. Kondisi ini menyebabkan pembuatan kedua prasarana angkutan menjadi sangat sulit dan mahal. Oleh karena itu, tidak berlebihan selayaknya hal ini bisa menjadi pendorong untuk tumbuhnya invensi di bidang rekayasa alat dan substitusi bahan pembantu. Dengan demikian, di samping tetap memperhatikan sisi-‐sisi ekonomi, teknis, sosial dan lingkungan, juga hal ini bisa mendorong tumbuh kembangnya industri peralatan tepat guna di dalam negeri. Untuk mengantisipasi kendala tersebut, pada periode 2010-‐2014, Pustekolah melalui salah satu amanahnya ditugaskan untuk menjadi bagian dari upaya solusi praktis mendukung program pembangunan nasional kehutanan. Sebagai bagian dari upaya tersebut, RPI 23 telah diarahkan dengan tujuan untuk bisa menghasilkan rekayasa alat dan substitusi bahan pembantu dengan 3 luaran yaitu: a. Luaran 1: Spesifikasi teknis dan prototipe alat pemanenan hasil hutan,
dengan kegiatannya berupa rekayasa alat bantu ekstraksi di daerah curam b. Luaran 2: Rekayasa alat pengolahan hasil hutan kayu dan non kayu, di
dalamnya ada 5 kegiatan yakni (1) rekayasa alat penghasil bio-‐diesel, (2) rekayasa alat steaming pengeringan kayu, (3) rekayasa rancangan sistem identifikasi kayu secara otomatis, (4) rekayasa alat wood pellet dan (5) rekayasa alat chipper
c. Luaran 3: Bahan substitusi pengolahan kayu dan bambu dengan dua kegiatan yaitu (1) formulasi bahan pengawet dan stabilitas dimensi kayu dan bambu dan (2) formulasi bahan untuk memudahkan dalam mendetekasi gaharu.
Secara keseluruhan, ada 8 (delapan) aspek amanah yang diemban oleh Pusat Litbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan, yaitu: a. Keunggulan dalam proses pengolahan hasil hutan; b. Memperkuat keunggulan kompetitif produk; c. Cost-‐eficiency untuk menghasilkan harga yang bersaing, peningkatan
kualitas produk dan desain; d. Kompetisi bernuansa isu lingkungan; e. Pemanfaatan dan pengembangan bahan baku (pemanfaatan lesser-‐used
dan lesser-‐known species dan bahan berlignoselulosa untuk menjembatani gap kebutuhan bahan baku);
f. Optimasi proses produksi (peningkatan kualitas, diversifikasi); g. Rekayasa alat produksi dan bahan pembantu (proper technology, ramah
lingkungan dan peningkatan pendayagunaan potensi domestik/local content).
h. Analisis pasar serta pengembangan produk baru (new and improved products) terutama panel kayu, pulp dan kertas.
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
263
Itulah beberapa research question pada RPI 23 yang perlu diantisipasi dan dicari jawabannya, dan khusus untuk pengeluaran kayu, alternatif solusi sudah didapatkan dengan hasil cukup memadai. Namun demikian, untuk lebih meyakinkan atas hasil yang telah diperoleh, perlu ada verifikasi operasional pada skala lebih besar dengan pengguna, misal Perhutani dan atau APHI atau pihak pengguna lainnya, yang diharapkan itu dapat dilakukan dalam bentuk berbagai kerjasama, sehingga kekurangan yang kemungkinan masih terjadi dapat segera diperbaiki bagi peningkatan mutu dan kuantitas produknya. II. METODE SINTESIS
Sintesis RPI 23 dilakukan dengan metode sintesis terfokus berdasarkan hasil kegiatan penelitian yang menjadi cakupan RPI yang dilaksanakan oleh Pustekolah dan berdasarkan literatur review. Sintesis RPI disajikan dengan pendekatan sintesis berdasarkan luaran RPI. III. SINTESA HASIL PELAKSANAAN RPI
Kegiatan penelitian tahun 2010 sebelum RPI 2011-‐2014 (revisi) sebagian
dilanjutkan pada RPI 2011-‐2014 (revisi) dan sebagian telah selesai. Kegiatan yang merupakan lanjutan, hasil kegiatannya telah diintegrasikan ke dalam sintesis RPI ini. Kegiatan yang telah selesai pada tahun 2010 adalah:
Luaran 1. Prototipe Alat Pemanenan Hasil Hutan
Kegiatan 1. Rekayasa Alat Bantu Pemanenan Kayu dan Non Kayu : Alat Bantu Ekstraksi di Daerah Curam
Untuk mencapai luaran ini telah dilakukan pembuatan dan ujicoba
prototipe alat bantu ekstraksi kayu dengan tahapan 1) sebagai tahap awal dibuat prototipe sederhana dengan ukuran lebih kecil dibanding prototipe Generasi Expo-‐2000 (2010). Hal ini dimaksudkan agar alat mudah diangkut dan dipindah di lapangan, dengan catatan kekuatannya diharapkan tetap kurang lebih sama. Pada prototipe ini diterapkan pendekatan penggunaan semacam crane, yakni sebuah alat berat yang mempergunakan kabel sebagai media penarik menggunakan media katrol ganda alat untuk memperingan kemampuan angkat benda dibanding katrol tunggal.
Rancangan prototipe ini kemudian dirobah dengan model penggunaan satu gigi eksentrik. Gigi eksentrik yaitu media yang dibuat dari besi pipa pejal yang dibubut tidak persis pada lingkaran tengah, sehingga setelah dipasang
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
264
pada rangka, gerakan putarannya bisa dipakai penghubung putaran pada media lain, seperti teromol untuk menarik kabel yang terhubung dengan kereta kayu kabel layang. Keberadaan gigi eksentrik ini dipasang dengan reducer (pengecil putaran) yang terhubung dengan dua teromol (2011).
Berdasarkan pengalaman lapangan, model prototipe 2011 kemudian dirobah lagi menjadi menggunakan dua gigi eksentrik dengan satu reducer (2012). Pengujian menunjukkan bahwa konstruksi seperti ini masih mengalami kelemahan terutama pada dudukan gigi eksentrik maupun reducer (2012). Oleh karena itu perlu dirobah dan dipertimbangkan ulang konstruksi yang lebih kokoh.
Dari berbagai pengalaman itu, maka pada tahun 2013 direkonstruksi dimana pemasangan gigi eksentrik ditempatkan sebelum reducer sehingga beban muatan kayu dan kabel dapat terantisipasi lebih baik. Selain itu juga dilakukan penggantian ukuran rantai dari ukuran 50 menjadi ukuran rantai 60 yang dibuat dalam sistem sepasang. Pada rekayasa prototipe sebelumnya, ukuran rantai selalu mempergunakan ukuran 50 dan bersifat tunggal.
Saat ini, model prototipe mesin penarik kayu sistem kabel layang yang dibangun tahun 2013 telah berhasil mengeluarkan kayu dengan lancar dan mudah. Keberhasilan itu juga didukung oleh sistem muat/angkat dan bongkar kayu yang mempergunakan sistem takel dengan kereta layang lebih sederhana dan lebih ringan. Di sisi lain, keberhasilan pengeluaran kayu sistem kabel layang ini juga didukung oleh inovasi media yang disebut dengan stopper, yakni media yang dipasang pada kabel utama berfungsi untuk mengunci kereta muatan sesaat sampai di tempat pengumpulan kayu. Secara ringkas perjalanan dan perkembangan pembuatan prototipe alat pengeluaran kayu sistem kabel layang yang dilakukan selama periode 2010-‐2013 disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Karakterstik model prototipe alat pengeluaran kayu kabel layang 2010-‐
2013
No Model konstruksi prototipe alat
Awal (2010)
Perbaikan tahap I (2011)
Perbaikan tahap II (2012)
Perbaikan akhir (2013)
Lokasi uji coba
Cibanteng, Ranca Parang, Cianjur dan G.Walat, Sukabumi
Cikeuyeup, Sukabumi
Campaka, Cianjur Cibatu, Leles Cianjur
Kelengkapan mesin
Tanpa gigi eksentrik, dilengkapi penggunaan katrol ganda, satu teromol
Satu gigi eksentrik, dua reducer tanpa katrol ganda, dipasang dua teromol
Dua gigi eksentrik, dua reducer, tanpa katrol ganda, dioperasikan dua teromol
Dua gigi eksentrik, dua reducer, dua teromol dengan posisi menyilang tanpa katrol ganda
Kereta kabel layang
Model gantung sistem penguncian baut, ulir cepat aus
Model kotak serupa model peluru, tidak berhasil, dicoba
Kombinasi bagan kereta wisata dengan model gantung sistem
Kereta baru lebih sederhana, dan dikombinasi dengan dua sistem takel
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
265
No Model konstruksi prototipe alat
Awal (2010)
Perbaikan tahap I (2011)
Perbaikan tahap II (2012)
Perbaikan akhir (2013)
satu sistem takel baut Kelengkapan kereta layang
Tidak ada Tidak ada Tidak ada Stopper, untuk mengunci kereta muat sesaat sampai di tempat pengumpulan
Kontrol operasi mesin
Mudah atau maju mundur tinggal menarik atau mendorong tongkat dari box marine
Hanya ada satu pilihan penggunaan teromol, tergantung kendali tuas gigi eksentrik, dan maju atau mundur ting-‐gal menarik atau mendorong tongkat dari box marine
Ada dua pilihan pemakaian teromol bersamaan atau sendiri-‐sendiri, tergan tung kendali tuas gigi eksentrik, maju atau mundur teromol tinggal menarik atau mendorong tongkat dari box marine
Ada dua pilihan pemakaian teromol bersamaan atau sendiri-‐sendiri, tergan tung kendali tuas gigi eksentrik, maju atau mundur teromol tinggal menarik atau mendorong tongkat dari box marine
Kendala yang masih terjadi
Gangguan pada konstruksi katrol ganda dan putaran kabel licin. Butuh persediaan kabel lebih banyak untuk bisa dipasang pada sistem penarikan katrol ganda
Gangguan terjadi pada konstruksi dudukan gigi eksentrik sehingga menyebabkan keruskan pada gir dan putaran rantai tidak normal
Gangguan pada konstruksi dudukan gigi eksentrik dan reducer sehingga menyebabkan kerusakan pada gir dan putaran rantai tidak normal
Pada awalnya masih ada sedikit gangguan namun setelah diperbaiki tak ada lagi gangguan pada kons-‐truksi dudukan gigi eksentrik, reducer atau lainnya.
Mesin/daya Mesin bensin 6 HP Mesin bensin 6 HP dan diesel 6 HP
Mesin diesel 13 HP
Mesin diesel 13 HP
Kecepatan 70 m/menit 70 – 100 m/menit 70 – 100 m/menit 70 – 150 m/menit Cara kerja Operasi untuk satu
arah Operasi untuk satu arah
Operasi bisa untuk dua arah
Operasi bisa untuk dua arah dan bisa kontinyu
Kinerja < 0,3 m3/jam 0,30-‐1,42 m
3/jam 0,75 m
3/jam 0,75-‐ 2,15 m3/jam
BBM < 1 liter /jam < 1 liter/jam < 1 liter/jam 1-‐1,2 liter/jam Jarak 50 – 350 m 200 m 400 m 160 m Biaya operasi Rp 108.546/jam Rp 111.975 Rp 111.975 /jam Rp 118.743/jam Biaya Rp/m3) Rp 61.758/m3 Rp 76.843 per
m3 Rp 145.491 per m3
Rp 67.852 per m3
Dari Tabel terlihat perobahan dan perbaikan model prototipe yang kini
konstruksinya telah berhasil diuji coba dengan hasil baik. Sejauh mana karakteristik dari prototipe yang dibangun tahun 2013 ini disajikan pada gambar berikut.
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
266
Gambar 1. Prototipe mesin alat angkut sistem kabel layang (kiri), teknik muat dan
bongkar kayu dengan sistem takel (tengah) dan penguncian kereta kayu sesaat sampai di tempat pengumpulan dengan media stopper.
Dengan sistem takel, pengangkatan kayu tidak diperlukan tenaga besar,
demikian pula pada saat penurunan, sekalipun untuk muat bongkar itu posisi kereta layang berada cukup tinggi (> 3 m). Pada pengeluaran kayu sistem kabel layang yang lalu, terlebih dahulu harus dibuat panggung atas maupun bawah. Panggung yaitu wahana yang disiapkan untuk membantu kemudahan saat mengangkat dan menurunkan muatan kayu. Pembuatan kedua panggung itu di samping tidak mudah, juga pelaksanaannya cukup beresiko tinggi, karena kayu yang harus digotong untuk bisa diangkat/diturunkan cukup berat. Panggung ini dibuat dari bahan kayu dan atau bambu, dan dipersiapkan pada lokasi untuk muat atau bongkar. Dengan sistem takel, tak ada lagi kesulitan itu dan tidak perlu ada panggung tersebut.
Mengenai biayanya, investasi pembuatan alat sebesar Rp 72.500.000 dan biaya pemilikan dan pengoperasian dengan satu teromol sebesar Rp 67.852/m3. Bila teromol kedua bisa dioperasikan biaya pengeluaran kayu pada medan sulit bisa diturunkan menjadi sekitar Rp 35.000/m3. Biaya pengeluaran kayu dengan cara manual pada medan sulit bisa mencapai Rp 200.000 s/d Rp 300.000 per m3. Analisis finansial dengan simulasi penyewaan sebesar Rp 72.500/m3 dan asumsi waktu kerja 200 hari kerja per tahun dan tingkat suku bunga bank 16%, masih memberikan NPV dan IRR positif, dengan nilai masing-‐masing NPV sebesar Rp 26.871.086 dan IRR sebesar 32%.
Terkait dengan biaya ekstraksi kayu, menurut Lloyd (2007) agaknya sulit untuk dilakukan perbandingan antara satu unit alat sistem kabel layang dengan unit yang lain. Ini mudah bisa difahami karena alat ini biasanya digunakan pada hutan yang aksesibiltasnya rendah, yang besar kemungkinan kondisi lapangannya amat berbeda. Namun, bila dibanding dengan traktor, biaya operasi dan pemeliharaan unit kabel layang lebih rendah sementara umur alat bisa lebih panjang. Oleh karena itu, biaya aktual ekstraksi kayu per m3
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
267
sangat bervariasi, tergantung kondisi lapangan. Trzesniowski (1985) kelayakan ekonomis sistem kabel layang terjadi bila jumlah volume kayu yang dikeluarkan sebanding dengan panjang lereng. Artinya bila panjang lereng 500 m maka volume kayu minimal 500 m3.
Dulsalam et al (1997) volume kayu yang dapat dikeluarkan dengan alat kabel layang P3HH 20 rata-‐rata 1,856 m3/jam dan biaya pengeluaran Rp 9.531/m3 pada kemiringan lapangan 60% dan bentangan kabel 150 m. Basari et al (1997) uji coba ekstraksi kayu tebang habis di BKPH Wilis Utara dengan kemiringan rata-‐rata 16,80 dan panjang lereng 255 m mengunakan yarder isuzu bertenaga 115 HP, diperoleh produktivitas kerja 0,55 m3/rit atau 2,65 m3/jam. Harga alat saat itu dihitung sebesar Rp 200 juta, dan biaya kepemilikan alat Rp 25.499/jam dan biaya operasi sebesar Rp 14.855/jam. Basari et al (1998) melaporkan hasil penelitian di BKPH Salem Pekalongan Barat dengan sistem kabel layang gaya berat ber-‐rem dengan sudut kemiringan lapangan sekitar 200 dan bentangan kabel 400 m, produktivitas pengeluaran kayu sebesar 0,22 m3/rit atau 2,27 m3/jam. Biayanya sebesar Rp 3.855,7/m3. Biaya ini relatif kecil karena tidak menggunakan mesin dan hanya bisa dipakai untuk pengeluaran kayu ke arah bawah lereng. Sukadaryati (2008) produktivitas kayu dengan alat kabel layang P3HH24 rata-‐rata 0,950 m3/jam dan biaya pengeluaran Rp 81.030 /m3. Namun tidak dijelaskan panjang bentangan kabel dan hambatan kecuali disebutkan bahwa topografi lapangan berkisar 15-‐20%.
Untuk gambaran perbandingan dengan percobaan lainnya, Senturk (2007) menyebutkan bahwa pada operasi Koller K300 cable system's di daerah berbukit Salalet Hill, waktu pengeluaran kayu untuk jarak angkut 100, 200 and 250 m atau rata-‐rata sekitar 180 m, hasilnya rata-‐rata 6,24, 8,05 dan 10,0 menit. Produktivitas pada berbagai jarak tersebut ditemukan 6.6 m3 /jam (100 m), 5.5 m3/jam (200 m) dan 4.9 m3/jam (250 m), dengan rata-‐rata setiap penarikan sebanyak dua sortimen log. Biayanya, sebesar $4.2 per m3 atau sekitar Rp 45.000/m3. Dari gambaran perbandingan terlihat hasil rekayasa alat masih cukup produktif dan ekonomis.
Luaran 2. Protipe Alat Pengolahan Hasil Hutan Kayu dan Non Kayu Kegiatan 1. Rekayasa Alat Kupas Kayu dan Meja Gergaji Mobile untuk
Meningkatkan Pemanfatan Kayu Berdiameter Kecil
Kegiatan ini merupakan tambahan dari kegiatan rekayasa mesin kabel layang mengingat besarnya limbah di lapangan. Kegiatan ini hanya dilakukan pada tahun 2010. Sebagaimana diketahui bila limbah tebangan kayu jumlahnya masih cukup melimpah dapat ditingkatkan nilai tambahnya apabila bisa dilakukan pengolahan. Misal menjadi barang setengah jadi seperti balok, galar, kaso, reng, dan papan, tergantung pada ukuran bahan, dan jenis kayu limbah
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
268
tebangan yang tersedia. Contoh limbah tebangan misal batang bekas penyadapan pinus, batang kayu bengkok, pecah dan cabang yang berdiameter > 10 cm. Upaya peningkatan nilai dilakukan dengan mencoba melalui pembuatan rekayasa prototipe alat meja penggergajian mobile.
Untuk meja penggergajian, digunakan penggeraknya mesin disel dan pengolahan dapat langsung dilakukan di lapangan. Produktivitas pembuatan dolok menjadi balok dengan cara membuang kulit di ke empat sisi dolok sebesar 1,4700 m3/jam. Dari balken bisa dibuat jadi kayu persegian dan diolah lebih lanjut menjadi papan ukuran 3 cm x 10 cm x 120 cm, kaso ukuran 3 cm x 8 cm x 120 cm, galar ukuran 3 cm x 4 cm x 120 cm dan reng ukuran 2 cm x 3 cm x 120 cm. Pada prototipe ini bisa dipasang 3 gergaji bulat berdiameter 40 cm pada berbagai jarak.
Untuk meja gergaji mobile hasil analisis biaya memperlihatkan bila meja penggergajian disewakan dengan biaya sewa sebesar Rp 40.000/m3 diperoleh NPV sebesar Rp 28.050.555 dengan IRR 66%. Adapun model alat hasil rekayasa tersebut seperti pada Gambar 2.
Gambar 2. Pemanfaatan potongan limbah dan percobaan penggergajian
balok menjadi empat buah papan sekaligus sekali jalan. Kegiatan 2. Rekayasa Sistem Pengeringan Hemat Energi dengan Memaksimalkan
Pemanfaatan Panas Surya
Konstruksi alat pengeringan yang dibangun merupakan kombinasi penggunaan sistem pemanas antara sel surya dengan sumber pemanas lain, karena panas yang dihasilkan belum maksimal baik tinggi suhu maupun lama penyimpanan panasnya (Efrida, 2010). Konstruksi bangunan dirancang dengan sistem pengering uap panas yang dialirkan ke pipa-‐pipa yang bisa menahan panas dalam ruang dalam waktu sampai 2-‐3 jam. Suhu maksimum dapat dicapai 70oC dan hanya dapat bertahan selama 3-‐4 jam. Boiler untuk pengukusan didesain P3HH dengan sumber pemanas utama tenaga surya. Panas matahari diperoleh dari sel-‐sel surya namun untuk mencapai panas sampai 100oC masih
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
269
dibantu dengan heater. Uji coba pada kayu mindi per m3 dari kondisi basah sampai mencapai kadar air 15% memerlukan tambahan energi dari listrik sebanyak 51,7 Kwh dan minyak solar 14 liter atau setara dengan nilai uang Rp 100.800,-‐. Ini terhitung murah untuk kapasitas minimal 30 m3 kayu. Kegiatan ini masih perlu terus ada kajian lanjutan agar dapat diterapkan pada industri UKM dengan harga yang lebih murah. Namun hasil penelitian ini belum mencapai target panas yang diinginkan untuk bisa bertahan 5-‐10 jam.
Gambar 3. Rumah rekayasa alat pengering dan bagian-‐bagian utamanya
Kegiatan 3. Rekayasa mesin penghasil energi dari bahan nabati
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan prototipe rekayasa alat degumming minyak nabati yang multi fungsi. Uji coba dilakukan dengan bahan baku biji kepuh (Sterculia foetida. L) sebagai pengganti minyak tanah dan diolah menjadi biodiesel pengganti solar. Rekayasa alat ini merupakan lanjutan dari kegiatan sebelumnya yaitu rekayasa mesin ekstraksi minyak dari biji jarak pagar (Jatropha curcas L.) secara kontinyu yang dilaksanakan pada tahun 2008 dan tahun 2009. Alat tersebut selanjutnya diuji coba dalam aplikasi untuk pembuatan biodiesel dari biji kepuh kapasitas 60 liter pada tahun 2010. Hasil pengujian kualitas biodiesel akan dibandingkan dengan Standar Nasional Indonesia (SNI 04-‐7182-‐2006).
Hasil uji coba telah dihasilkan prototipe bio-‐oil, akan tetapi hanya mampu menghasilkan rendemen bio-‐oil berkisar 28-‐30% (2010). Hal ini belum sesuai dengan standar rendemen yang dipersyaratkan yaitu berkisar 50 – 60%. Informasi terakhir menyebutkan buah nyamplung bisa di press secara cepat sekitar 20-‐50 kg/jam. Pengolahan menjadi minyak bio-‐disel dari sebanyak 80 liter per batch bisa diolah menjadi minyak bio-‐disel sebanyak 75% atau sekitar 40 liter/hari.
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
270
Gambar 4. Rekayasa alat prototipe degumming
Kegiatan 4. Rekayasa alat pembuatan wood pellet untuk industri kecil
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan prototipe alat pembuatan wood pellets dari bahan baku serbuk kayu, karena itu prototipe ini dapat digunakan untuk peningatan nilai tambah limbah tebangan maupun industri pengolahan. Jenis kayu yang diteliti yakni kaliandra, Acacia auriculiformis (akor) dan kayu sengon. Mekanisme kerja prototipe alat pres wood pellet yang dihasilkan yaitu dilakukan dengan menggerakkan Selenoid pump ke hidraulik menggunakan tenaga dari elektromotor, dengan tekanan kempa hidraulik maksimum 20 ton yang dilengkapi dengan pemanas serbuk kayu dari electric heater 220 volt, 50 Hz, 350 -‐ 550 watt.
Wood pellet dihasilkan dari hasil pencetakan serbuk kayu di dalam cetakan yang teraliri listrik melalui elektromotor untuk mendorong penekan hidraulik pada cetakan. Permasalahan yang masih muncul adalah kerapatan serbuk kayu yang rendah, namun ini dapat ditingkatkan sifat fisiko kimianya dengan cara mencampur serbuk kayu yang mempunyai kerapatan rendah dengan yang lebih tinggi, agar kerapatan meningkat. Selain itu, penambahan serbuk ini akan meningkatan nilai kalor bakar pellets. Hasil yang telah diperolah sebagai berikut: 1. Wood pellets terbaik dihasilkan dari serbuk 80 mesh kayu akor pada suhu
kempa 2000C yang menghasilkan kerapatan 0,879 g/cm3, keteguhan tekan 97,742 kg/cm² dan nilai kalor bakar 4345,457 kal/g. Nilai kalor bakar wood pellets terbaik diperoleh dari serbuk kayu kaliandra dengan ukuran serbuk 40 mesh pada suhu pada suhu 15000 C yaitu sebesar 4688,818 kal/g.
2. Produksi wood pellets hasil mesin semi kontinyu untuk briket arang, masih diperlukan penyempurnaan dan modifikasi pada lingkaran kemiringan uril (skrew), panjang dan lebar antara gigi ulir yang digunakan dan elektromotor untuk memutarkan ulir pendorong bahan baku serbuk kayu pada proses pembuatan wood pellets yang masih dinilai kurang kuat.
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
271
Gambar 5. Rekayasa alat wood pellet
Kegiatan 5. Rancangan Sistem Identifikasi Kayu Secara Otomatis
Hingga saat ini proses identifikasi kayu hanya dapat dilakukan oleh petugas terlatih dan berpengalaman sementara kondisi personalitas sangat menentukan hasil dan lamanya waktu melakukan identifikasi. Penelitian ini bertujuan mengembangkan prototipe perangkat lunak untuk identifikasi kayu berdasarkan citra struktur makroskopis kayu, yang diharapkan proses identifikasi kayu dapat dilakukan secara cepat, otomatis dan akurat.
Kegiatan penelitian diarahkan pada pembuatan program komputerisasi dengan melakukan formatisasi citra anatomi kayu dari BMP menjadi PCX agar dapat diolah di dalam matlab. Hasilnya berupa DVD Data Fix process 2 yang diambil berdasarkan unsur entropy, kontras, energi, korelasi, homogenitas, gray level dan standar deviasi. Selanjutnya dilakukan pembuatan file text. Citra diambil melalui tahap penyayatan dan pemindaian yang kemudian diekstrak melalui beberapa tahap untuk mendapatkan ciri khusus dari tiap citra. Dengan menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan (JST), data hasil ekstraksi dibuat menjadi data input pelatihan untuk mencapai kestabilan (konvergensi) jaringan.
Jumlah jenis kayu yang diteliti sebanyak 30 macam dan gambar anatomi yang diambil per tahun sebanyak 15 jenis X 5 lokasi X 3 sampel X 20 gambar = 4.500 gambar dengan pembesaran 50 kali.
Pada tahun 2011 telah dilakukan identifikasi masalah, studi pustaka, akuisisi data, pra-‐proses, uji coba data menggunakan tools, desain antar muka perangkat lunak, implementasi JST pada perangkat lunak, implementasi data pelatihan pada perangkat lunak serta uji coba perangkat untuk 30 jenis kayu yaitu: Jabon merah (Anthocephalus macrophyllus), Jabon (A.cadamba), Kapur (Dryobalanops aromatica), Kapur (D. oocarpa), Keruing (Dipterocarpus kunstleri), Keruing (D. gracilis BI.), Bangkirai (Shorea laevifolia), Belangeran (S.balangeran), Pelawan (Tristania maingayi), Meranti merah (Shorea acuminata), Meranti merah (S.ovalis), Kenari (Canarium aspertum), Kenari (Santiria laevigata), Nyatoh (Palaquium rostratum dan P.hexanteromol), Balau (Shorea maxwelliana), Balau (Parashorea spp.), Durian (Durio carinatus), Benuang laki (Duabanga moluccana), Gia (Homalium foetidum), Benuang bini
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
272
(Octomeles sumatrana), Jelutung (Dyera costulata), Kembang semangkok (Scaphium macropodum), Matoa (Pometia pinnata), Litsea, Meranti kuning (Shorea acuminatissima), Meranti putih (S javanica), Palapi (Heriteria javanica), Pulai (Alstonia scholaris) dan Kenanga (Cananga sp.).
Pengambilan citra dilakukan menggunakan mikroskop genggam dynolite. Aplikasi atau software yang merupakan target dari kegiatan ini belum diperoleh karena hasil penelitian masih berupa prototipe (purwa rupa), sehingga masih membutuhkan penyempurnaan terutama untuk mencapai tingkat pengenalan hingga 99%. Tingkat pengenalan data latih harus mencapai 100%, karena data yang diuji yang akan dikenali harus sesuai data latih. Untuk data uji yang belum pernah digunakan dalam pelatihan JST, dapat dikenali hingga 98% untuk sumber kayu yang sama dengan sumber kayu data latih. Untuk sumber kayu yang berbeda dengan sumber kayu data latih (berbeda lokasi juga), pengenalan baru mencapai tahap 93%. Dari kegiatan yang telah dilakukan diperoleh hasil secara umum sebagai berikut: 1. Arsitektur dan variabel input yang ditemukan sudah memiliki kemampuan
yang sangat baik dalam pelatihan dan juga dalam pengenalan (identifikasi). 2. Tingkat pengenalan belum mencapai 100% karena beberapa faktor antara
lain alat pindai (scanner), pembesaran yang digunakan, ukuran citra pelatihan (200x200), kedataran permukaan kayu saat dipindai.
3. Terjadi kesulitan pada saat penentuan fungsi keanggotaan dari ciri yang sudah ditentukan (entropi, kontras, energi, dan homogenitas), karena nilai-‐nilai ini pada tiap jenis kayu terjadi saling memotong rentang nilai (cross). Karena itu solusinya dilakukan penggabungan beberapa ciri dari data, yaitu kontras, energy, dan homogenitas, kemudian dirata-‐ratakan menjadi fungsi keanggotaan average CEH.
4. Tingkat pengenalan jenis kayu dengan menggunakan metode ini adalah 85% untuk lima jenis kayu yang memiliki perbedaan cukup signifikan. Berdasarkan perkiraan, tingkat pengenalan akan menurun jika jumlah jenis kayu ditingkatkan lagi. Dengan demikian metode ini untuk sementara belum dapat diterapkan bagi pengenalan tekstur atau pola jenis pohon.
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
273
b1
Energi
Homogenitas
Merah (R)
Hijau (G)
Biru (B)
Entropy
Gray Level
Std Deviasi
Kontras
korelasi
b2
n
[0,1] kayu 1
[0,1] kayu 2
[0,1] kayu 3
[0,1] kayu 15
Gambar 6. Beberapa tampilan dalam proses rancangan sistem identifikasi kayu secara
otomatis digitasi anatomi kayu
Kegiatan 6. Rekayasa Mesin Penghasil Energi dari Bahan Nabati
Kegiatan penelitian ini merupakan lanjutan yang menggunakan alat hasil dari kegiatan perekayaaan sebelumnya (2010) dengan tujuan membuat bahan penghasil energi (bio-‐oil) dari bahan nabati. Prototipe ini belum memiliki konstruksi yang baik sehingga hanya mampu menghasilkan rendemen bio-‐oil berkisar 28-‐30%. Belum maksimalnya hasil rendemen diduga karena kemungkinan suhu 500oC masih harus ditingkatkan. Selain itu, tekanan uap air juga belum stabil (berfluktuasi antara 3 – 5 atmosfir)
Pada tahun 2012 kegiatan penelitian dilanjutkan untuk pembuatan bio-‐oil melalui proses gasifikasi. Gasifikasi adalah proses produksi gas kayu atau bahan nabati lain untuk menghasilkan gas kotor, syngas atau biogas. Gas tersebut bisa dibakar langsung untuk dimanfaatkan energinya atau dirobah menjadi tenaga listrik. Umumnya produksi gas dilperoleh dengan cara dibakar (combustion) atau difermentasi. Cara combustion menghasilkan gas kotor dan syngas yaitu gas yang telah dimurnikan dari air, Nox, Sox dan polutan lainnya, sehingga yang keluar hanya CO, CO2, CH4 sebagai bahan bakar murni. Dengan cara fermentasi akan dihasilkan biogas atau setelah dimurnikan akan dihasilkan gas metan.
Pada kegiatan ini dilakukan rekayasa pembuat alat penghasil gas kotor yang telah dipisahkan dari tar dan partikel padat dan gas yang digunakan sebagai bahan bakar langsung untuk kompor rumah tangga. Tujuannya yaitu
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
274
untuk membuat rekayasa mesin pengolah gas kayu menjadi bio-‐oil, dan memproduksi gas bakar. Bahan baku gasifikasi adalah kayu bakar atau bahan nabati lain seperti limbah kayu industri, gabah, tempurung kelapa, tempurung sawit, tonggkol jagung dan lain-‐lain. Perbedaan gasifikasi dengan cara tradisional menggunakan pawon/anglo adalah panas yang dihasilkan lebih efisien karena selain bahan padat yang terbakar juga gas karbonnya terbakar.
Uji coba gasifikasi meliputi pengeringan kayu, reksigsifikasi dan pemurnian gas kayu. Sedangkan pengujian kualitas rendemen dilakukan terhadap lamanya nyala api kompor, efisiensi pembakaran, efisiensi konsumsi energi dan pengamatan visual terhadap warna api. Uji coba diawali untuk mengetahui ada tidaknya kebocoran pada setiap sambungan dengan menggunakan blower, kemudian dimasukan pasir ke bagian bawah reaktor. Uji coba pembuatan gas kayu menggunakan bahan sekam, kayu dan campuran sekam kayu (1: 2).
Dari uji coba diketahui kecilnya nilai efisiensi energi pembakaran kayu, sekam dan campuran kayu sekam 1: 2 kemungkinannya adalah karena lamanya penyalaan kompor, kemungkinan kebocoran serta adanya sedikit kandungan air tersisa dalam bahan tersebut. Untuk mengubah dari air menjadi uap diperlukan kalori 540 kkal. Secara teoritis untuk mendidihkan air 1 liter menjadi uap perlu kalori 73+540 = 613 kkal. Waktu untuk mendidihkan air 1 liter dengan sekam sebanyak 15 menit dengan konsumsi bahan baku sekam 1,5 kg. Kalori panas yang diperlukannya sebanyak 1,5 kg x 2000 kkal = 3000 kkal (nilai kalor sekam = 2000 kkal/kg). Berarti efisiensi konsumsi energi untuk pembakaran sekam 613/3000 = 20,4% (20% dibulatkan).
Dengan prosedur yang sama bahan bakar kayu ternyata tidak bisa habis seluruhnya dan nyala api hanya bertahan 20 menit. Tidak bertahannya nyala api bisa diperbaiki setelah dilakukan perubahan konstruksi alat. Pada penggunaan campuran sekam kayu 1 : 2, konstruksi asli tidak menimbulkan masalah artinya bahan baku dapat memproduksi kalor secara maksimal.
Efisiensi konsumsi energi untuk pembakaran campuran sekam kayu 1 : 2 = 613/2500 x 100% = 24,5% dibulatkan 25%. Kecilnya nilai efisiensi energi pembakaran kemungkinannya sama dengan alasan diatas yakni lamanya penyalaan kompor, masih ada kebocoran, dan ada sisa air dalam bahan.
Pada uji coba awal, kinerja alat gasifikasi masih belum bekerja dengan baik. Hal ini ditunjukkan oleh warna api yang keluar dari kompor kurang biru atau masih didominasi warna merah. Hal ini terjadi karena asap yang keluar masih didominasi CO daripada CO2, karena itu asap yang keluar harus dimurnikan. Perbaikan gasifikasi dilakukan dengan melakukan perubahan konstruksi dengan memasang bak tertutup berisi larutan kapur Ca (OH)2 yang berada pada lokasi antara siklon dan scrubber. Dengan perlakuan ini asap dari rekator gasifikasi setelah melalui siklon akan mengalir ke larutan kapur terus ke scrubber dan langsung ke kompor.
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
275
Perubahan lain dilakukan terhadap letak posisi pengeluaran gas bakar dari reaktor bagian bawah ke bagian atas, sehingga sistem berubah dari “down draft menjadi up druft. Cara ini memungkinkan kayu yang ada di atas reaktor akan terbakar dan jatuh di bawah reaktor dan akan terbakar habis. Konstruksi tutup reaktor asli yang nempel pada reaktor dengan engsel diubah menjadi terpisah. Selanjutnya pada tengah penutup diberi lubang kecil guna memasukkan kawat baja untuk mendorong kayu yang tidak terbakar jatuh ke bagian bawah reaktor.
Hasil uji ulang setelah ada perubahan konstruksi dengan bahan baku kayu 100% hasilnya sangat significant yaitu efisiensi meningkat menjadi 99% sedang abunya hanya 1%. Lama pembakaran untuk mendidihkan air sebanyak 1 liter bisa menyala hingga 30 menit dan jumlah kayu yang terbakar hanya 0,5 kg. Enerji yang dikeluarkan adalah 0,5 x 3000 kkal = 1500 kkal. Efisiensi konsumsi energi adalah 613/1500 x 100% = 40,8% dibulatkan 41%., dengan nilai kalor kayu = 3000 kkal.
Dengan peningkatan efisensi konsumsi energi, waktu didih lebih singkat jumlah kayu terbakar lebih sedikit dan kalor bahan baku meningkat. Untuk sekam, bahan bakar yang diperlukan untuk mendidihkan air adalah 0,5 kg, waktu penyalaan 10 menit dan tidak ada sisa sekam. Efisiensi konsumsi sekam menjadi 60% serta api biru. Namun, efisiensi sekam lebih tinggi dari kayu karena waktu penyalaan kayu lebih lama dan kadar air lebih tinggi.
Alat gasifikasi kayu sebelum direkonstruksi memberikan hasil gas kayu cukup baik untuk bahan baku sekam dan campuran sekam kayu (1: 2). Tetapi belum bisa digunakan untuk bahan baku kayu karena kayu bagian atas tidak bisa turun ke bawah reaktor. Dengan konstruksi asli efisiensi pembakaran sekam 97% campuran sekam kayu 98%. Walaupun demikian efisensi energi masih rendah yaitu 20% untuk sekam dan 25% untuk bahan baku campuran Hal ini karena lamanya waktu penyalaan (5-‐10) menit kemungkinan kebocoran serta kadar air tersisa pada bahan.
Rekayasa alat gasifikasi yang dihasilkan memiliki kapasitas masih terbatas untuk intake 20 kg. Namun dengan perubahan konstruksi dengan menambah unit penangkap CO, mengubah letak pengeluaran gas dari reaktor ke bagian atas (up draft) membuat lubang pada tutup reaktisi untuk mendorong kayu, berhasil meningkatkan efisiensi pembakaran dan konsumsi energi secara signifikan.
Luaran 6. Rekayasa Alat Penghasil Energi dari Bahan Nabati (2014)
Pada tahun 2013 telah dapat dibuat rekayasa mesin penghasil energi dari bahan nabati dalam hal ini alat pemisah biodisel dari gliserol. Spesifikasi alat tersebut berdiameter tabung 130 mm; tinggi 840 mm; panjang 690 mm; lebar 685 mm. Bahan SS tebal 1,5 cm; tabung bahan baku 1 liter/tabung (5
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
276
tabung) dan penggerak elektro motor 1 Hp 3 phase. Kondisi optimum untuk memisahkan biodisel dan gliserol terjadi pada putaran 1.350 rpm dengan waktu 5 nenit dan diperoleh rendemen biodisel nyamplung sebesar 89%. Rendemen biodisel sebesar 89% ini belum seperti rendemen yang diharapkan sebesar 95%. Kendati demikian kejernihannya cukup baik dengan warna rendemen biodisel berwarna kuning cerah yang tidak berbeda dengan kontrol (biodisel yang dipisahkan dengan pengendapan selama 12 jam).
Untuk tahun 2014, dibuat rekayasa alat penghasil energi dari bahan nabati nira nipah dalam upaya meningkatkan nilai tambahnya yang hingga saat pemanfaatannya belum optimal. Sebagaimana diketahui sebagian masyarakat di pesisir pantai seperti di Desa Nusadadi, Kecamatan Sumpiuh, Kabupaten Banyumas memanfaatkan nira nipah untuk pembuatan gula (Tresnawati, 2009). Namun, gula yang diperoleh mempunyai rasa sedikit asin dan kurang disukai konsumen, sehingga pengolahan nira menjadi gula hasilnya tidak maksimal. Oleh karena itu cocok untuk diolah lebih lanjut menjadi bio-‐etanol yang lebih tinggi nilainya.
Pada dasarnya, etanol dapat dibuat dari bahan yang mengandung monosakarida/glukosa melalui proses yang disebut fermentasi menggunakan bakteri maupun yeast. Dalam industri pembuatan bio-‐etanol, umumnya menggunakan yeast Saccharomyces cerevisiae karena mampu memfermentasi glukosa menjadi etanol dengan baik.
Ada tiga jenis proses pembuatan bietanol. Generasi pertama pembuatan bio-‐etanol dilakukan dalam tiga tahap yaitu hidrolisis, fermentasi dan pemisahan. Hidrolisis berfungsi untuk memecah polisakarida/pati menjadi monosakarida atau gula sederhana/ glukosa. Proses ini dapat dilakukan dengan menggunakan asam ataupun enzim. Hidrolisis asam menggunakan asam kuat seperti HCl, H2SO4 atau H3PO4 pekat maupun encer dengan kadar tertentu. Proses hidrolisis dipengaruhi oleh pH, suhu dan konsentrasi asam. Hidrolisis menggunakan larutan asam mempunyai keunggulan kecepatan hidrolisis tinggi, akan tetapi kelemahannya korosif dan berbahaya.
Pada hidrolisis dengan menggunakan enzim, metode ini cukup efektif dengan keunggulan tidak perlu peralatan yang tahan korosi. Enzim yang paling umum digunakan untuk depolimerisasi selulosa menjadi glukosa adalah selulase, namun kelemahan pada hidrolisis harga enzimnya mahal.
Pada generasi kedua, pembuatan bio-‐etanol dilakukan dengan proses SHF dan diperlukan dua buah reaktor untuk hidrolisis dan fermentasi, sementara bila menggunakan proses SSF sebagai pembuatan bio-‐etanol generasi ketiga, hanya diperlukan satu reaktor karena proses hidrolisis dan fermentasi dilakukan berurutan secara langsung. Kelebihan dari proses SSF adalah laju hidrolisisnya meningkat karena inhibitor tidak segera terbentuk, rendemen etanol lebih tinggi, enzim yang dibutuhkan lebih sedikit, waktu yang dibutuhkan lebih singkat dan peralatan yang digunakan lebih sedikit.
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
277
Dalam penelitian ini, alat yang dibuat untuk pembuatan bio-‐etanol adalah rekayasa alat yang menerapkan proses pembuatan dengan metoda SSF, dengan beberapa modifikasi di dalamnya. Untuk pemisahan bioetanol dan air digunakan proses destilasi yang dapat dilakukan dengan berbagai macam tipe seperti destilasi azeotrop, destilasi molecular sieve dan destilasi vacuum. Proses hidrolisis dan fermentasi dilakukan dalam reaktor yang berbeda. Pada metode SSF (Simultaneous Sacarification and Fermentation) adalah proses hidrolisis selulosa secara enzimatik dapat dikombinasikan dengan fermentasi gula yang berkelanjutan sehingga menghasilkan produk akhir berupa etanol. Tahapan-‐tahapan dalam proses sakarifikasi fermentasi-‐simultan adalah sama dengan tahapan pada hidrolisis dan fermentasi secara terpisah, hanya pada proses sakarifikasi fermentasi simultan ini kedua proses tersebut berlangsung dalam satu reaktor yang sama. Glukosa yang dihasilkan dalam proses hidrolisis langsung difermentasikan menjadi etanol.
Selanjutnya dilakukan destilasi yaitu proses pemisahan komponen berdasarkan titik didihnya. Destilasi bertujuan untuk memisahkan etanol hasil fermentasi dengan air. Titik didih etanol murni terjadi ada suhu 780C sedangkan titik didih air adalah 1000C. Dengan memanaskan larutan pada rentang suhu 78-‐1000C akan mengakibatkan sebagian besar etanol menguap dan melalui proses kondensasi akan dihasilkan etanol cair dengan kadar yang tinggi. Bioetanol yang dihasilkan mempunyai kadar 95%. Untuk memurnikan bioetanol sampai kadar 99,5% sebagai syarat untuk keperluan bahan bakar dilakukan destilasi lanjut.
Hasil pengujian uji coba pembuatan bioetanol dengan bahan baku nira nipah.dengan bahan baku pH cairan nira awal = 6,05 dengan kadar gula nira awal = 14%, kadar alcohol = 0% dan volume nira = 60 liter berlangsung: 1) proses fermentasi, nira nipah dengan pH 6,05, kadar gula 14% ditambahkan
ragi roti sebanyak 2% (b/v), lalu difermentasi pada suhu ruang (26-‐28 oC) selama 62 jam menghasilkan kadar etanol 11%.
2) Proses destilasi bioetanol dengan alat hasil rekayasa dihasilkan kadar bioetanol:
Tabel 2. Kadar bioetanol hasil destilasi nira nipah No Hasil destilasi
(ml) Kadar bioetanol
(%) No Hasil destilasi
(ml) Kadar bioetanol
(%) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
453 521 455 494 448 406 433 430 430
83,5 83,5 84 87 88 89 91 93 94,5
10 11 12 13 14 15 16 17
430 430 400 375 300 250 250 250
90 86 84 83 80 80 75 70
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
278
3) Proses dehidrasi
Mengingat kadar bioetanol belum maksimal maka kemudian dilakukan dehidrasi dengan hasil seperti disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Kadar bioetanol setelah dilakukan dehidrasi No Kadar bioetanol awal
(%) Kadar bioetanol akhir
(%) 1. 2. 3. 4. 5.
81 85 91 93 94,5
89 91 95 97,5 98,5
Dari hasil uji coba diketahui bahwa kadar bioetanol yang diperoleh
belum mencapai standar untuk substitusi bahan bakar premium, akan tetapi dapat ditingkatkan kadarnya melalui proses dehidrasi. Prinsip proses dehidrasi tidak jauh berbeda dengan cara destilasi. Setelah dilakukan destilasi kadar bio-‐etanol mengalami kenaikan. Misalnya untuk bioetanol awal dengan kadar 80% naik menjadi 89% dan pada sampel dengan kadar etanol 94,5% jika didehidrasi akan naik kadarnya menjadi 99,5% (Tabel 3).
Kelebihan alat hasil rekayasa lainnya adalah dapat digunakan untuk bahan baku dalam bentuk cairan (nira) dan maupun padatan (empulur sagu, empulur sawit, limbah kayu). Untuk bahan padatan (bahan berlignoselulosa), cara pengolahannya berbeda yakni bahan padatan harus diproses dengan cara sakarifikasi/hidrolisis pada suhu 50oC selama 48 jam sambil diaduk pada putaran konstan. Dengan menggunakan teknik SSF, dalam pembuatan bio-‐etanol dapat melakukan dua proses sekaligus, yaitu pasteurisasi.atau sakarifikasi dan fermentasi.
Beberapa kelemahan yang masih ada pada hasil rekayasa ala ini yaitu: 1. Pada reaktor 1, karena prinsip alat hasil rekayasa ini menggabungkan dua
proses pada satu reaktor yang sama, yaitu pasteurisasi dan fermentasi, maka proses pembuatan tidak bisa digunakan secara kontinyu, kegiatan pekerjaan hanya bisa untuk satu kali proses saja. Artinya, untuk proses fermentasi berikutnya baru bisa dilakukan ketika proses fermentasi yang sedang berjalan telah selesai.
2. Pada reaktor 2, laju alir bioetanol menuju kondensor I masih berjalan lambat. Hal ini disebabkan tempat laju alir uap etanol ke kondensor I pipanya diduga terlalu panjang. Untuk penyempurnaannya panjang pipa perlu dipotong + 10 cm, dengan demikian diharapkan uap etanol akan cepat naik ke pipa dan kemudian akan masuk ke kondensor I (Gambar 8), sehingga proses destilasi bioetanol akan berlang-‐sung lebih cepat.
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
279
Selain diujicoba menggunakan bahan baku nira nipah, alat hasil rekayasa juga telah diujicoba menggunakan bahan baku nira kelapa dan aren. Dari nira nipah rendemen bioetanol yang dihasilkan sebesar 13,5%, sedangkan jika menggunakan nira kelapa dan aren rendemennya lebih tinggi yaitu sebesar 15%.
Reaktor alat I dan II yang berhasil dibangun seperti pada Gambar 7.
Gambar 7. Reaktor I (pasteurisasi dan Reaktor II (destilasi)
fermentasi)
Gambar 8. Proses fermentasi, hidrolisis dan hasil bioetanol nira nipah
Kegiatan 7. Prototipe chipper dan pengepres chips
Kegiatan rekayasa ini bertujuan mendapatkan prototipe alat agar bisa dipakai untuk memanfaatkan limbah tebangan yang kurang bernilai karena misalnya ukurannya pendek, kecil, bengkok, pecah, ada pembusukan dan bentuk-‐bentuk cacat lainnya menjadi serpih. Dengan demikian ada nilai tambah dari selain hanya untuk kayu bakar dan pembuatan arang.
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
280
Pada tahun 2012 dilakukan perbaikan model kontruksi chipper yang dibangun tahun 2011 dengan merobah ukuran pisau berukuran diameter < 10 cm menjadi ukuran 20 cm. Walaupun demikian komponen pelengkap pada prototipe chipper tahun 2011 dengan teromol yang berfungsi sebagai media pengumpul kayu limbah sistem kabel layang tidak dibangun pada chipper 2012.
Pada rekayasa prototipe alat tahun 2011, semula pisau diletakan pada bagian piringan dan pisaunya kecil-‐kecil. Setelah dilakukan pengujian, ditemukan berbagai kesulitan antara lain serpih tipis-‐tipis dan banyak sekali kotoran tersekat di antara pisau dengan dudukan. Oleh karena itu pada tahun yang sama bentuk dan dudukan pisau dirobah dan diletakan di ujung piringan. Dengan perubahan konstruksi ini limbah yang dengan pisau pertama tidak semuanya dapat diproses menjadi serpih dengan produktivitsas 25 kg/jam, sedangkan setelah diganti dengan pisau pada dudukan baru semua bahan dapat diproses sehingga tidak ada tersisa bahan limbah dalam bentuk potongan kayu cabang/ranting. Produkivitas pembuatan serpih dengan model pisau yang diletakan pada bagian badan piringan 380 kg/jam.
Pada rekayasa prototipe chipper tahun 2012, unit mesin dilengkapi dengan pengasah pisau, pembersih kulit dan pemotong panjang limbah, tapi tidak ada untuk fungsi pengumpul kayu kabel layang. Produktivitas alat chipper tahun kedua adalah 582 kg/jam. Dari sisi analisis biaya dengan memperhitungkan harga alat chipper yang dilengkapi sistem kabel layang sebesar Rp 62.500.000, maka biaya pemilikan dan operasinya adalah sebesar Rp 93.938/jam atau sebesar Rp 257/kg untuk penggunaan pisau model-‐II dan sebesar Rp 3.757/kg untuk pisau model-‐I. Dengan asumsi biaya sewa alat dengan pisau model II sebesar Rp 290/kg dan proyeksi 6 tahun maka akan diperoleh hasil usaha dengan nilai NPV sebesar Rp 29.803.131 dan IRR sebesar 63%.
Dilihat dari ukuran hasil serpih tidak begitu berbeda dengan serpih hasil industri besar. Kendati demikian semua bahan yang masuk dalam pengolahan seluruhnya dapat diolah. Hasil yang diperoleh pada chipper model 2 adalah sebesar 582 kg sedangkan setelah ada perobahan sedikit meningkat menjadi 585 kg /jam.
Jika dihitung dengan menggunakan nilai konversi dengan hitungan 1 sm, kayu limbah setara 0,5 m3 kayu solid yang beratnya kurang lebih 400 kg, maka berarti 585 kg serpih adalah berasal dari 585/500 x 1 sm = 1,17 sm. Melihat hasil ini maka dapat dikatakan kinerja alat semakin lebih baik dan dapat dipakai pada pemanfaatan limbah di petak tebangan karena tidak memerlukan angkutan material.
Untuk perhitungan biaya dengan asumsi harga alat unit prototipe chipper yang dilengkapi sistem pemotong, pembersih kulit dan pengasah pisau dihargai sebesar Rp 41.750.000, maka biaya pemilikan dan operasi pengeluaran kayu secara keseluruhan berjumlah Rp 62.929/jam. Dikaitkan dengan kinerja,
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
281
berarti biaya produksi serpih adalah Rp 62.929/jam : 585 kg/jam = Rp 108/kg. Pada prototipe chipper Tipe-‐1 biaya pemilikan dan operasi Rp 247/kg. Ini berarti prototipe chipper tipe-‐2 semakin produktif karena juga tidak memerlukan penyediaan perangkat kabel layang yang cukup mahal.
Pada uji coba chipper terbaru menunjukkan hasil laporan sementara tingkat produktivitas sebesar 685 kg/jam. Kinerjanya tampak semakin membaik bila dibanding terhadap kedua prototipe sebelumnya. Pemanfaatan kemungkinan dari alat ini antara lain ialah dapat digunakan bersamaan dengan penerapan sistem kabel layang dan untuk angkutan kayu, karena hasil chip yang diperoleh dapat digunakan untuk perbaikan aksesibilitas jalan-‐jalan hutan yang buruk, dengan cara menaburkannya pada jalan jalan yang rusak tersebut.
Wajarnya penggunaan alat ini juga dapat dilihat dari penggunaan bahan bakar mesin yang hanya mengkonsumsi kurang lebih 1 liter per jam. Atas dasar itu prototipe yang bertenaga 13 PK ini memiliki kinerja cukup baik dan dapat dimanfaatkan pada kegiatan pembersihan lapangan HTI maupun lainnya, sehingga polusi akibat kebakaran hutan dan lahan dapat diminimalkan.
Gambar 9. Alat chipper hasil rekayasa (atas) dan uji coba pembuatan serpih (bawah)
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
282
Luaran 3. Formulasi Substitusi Bahan Pembantu Pengolahan Kayu dan Bambu
Kegiatan 1. Formulasi Bahan Pengawet dan Stailisasi Dimensi Kayu dan Bambu
Hasil yang diperoleh secara umum menunjukkan bahwa untuk pengawetan dan stabilisasi dimensi kayu dan bambu dapat dilakukan dengan bahan-‐bahan yang relatif murah dan mudah. Hasil uji efikasi dari bahan yang dibuat dari bahan bleng, Spo dan Sca dengan konsentrasi 1-‐10%.
Terhadap stabilisasi dimensi kayu (kemampun penyusutan) hasil uji coba yang diukur secara volumetrik yang ditunjukkan oleh anti shrinkage efficiency (ASE) disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Respon penggunaan bahan pengolahan terhadap kayu
No Bahan yang
digunakan % ASE PEG % ASE
1. Gliserol Tinggi Tinggi 2. Parafin cair Tinggi Tinggi pad kayu manii, mindi dan
sengon 3. Sca Tinggi Tinggi pad kayu mindi dan sengon 4. Bleng Rendah Rendah pada semua jenis kayu
Untuk bambu karena kadar air bambu bervariasi tergantung pada
jenisnya seperti kadar air (KA) bambu hijau = 236,15%, mayan =181,52% , bambu tali = 117,32%, bambu hitam = 111,83%. Begitu juga dengan kerapatannya yang secara umum pada bagian luar lebih rapat dibanding dengan bagian dalam.
Penyusutan volumetrik pada bambu ater paling rendah yakni -‐9,21 (PEG) dan tertinggi pada andong 12,13%. Kemampuan bahan untuk menahan pengembangan bervariasi mulai yang terkecil pada bambu ater 1,70 (LO) dan tertinggi 62,95 (SCa).
Persentase ASE tertinggi pada bambu ater 95,57% dan terendah pada bambu mayan sebesar -‐144,92 (SCa). Bambu yang paling sedikit menyerap bahan yaitu andong (14,12% v/v LO) dan paling banyak bambu hitam (137,54% v/v PEG). Secara umum, bambu hitam menyerap paling banyak semua jenis bahan yang digunakan.
Untuk retensi, bahan dalam bambu kering diurut dari yang tertinggi adalah PEG, LO, Sca dan Slo. Jenis bambu yang memiliki nilai retensi tertinggi yaitu bambu hitam, ater, tutul, andong, mayan dan betung. Sedangkan nilai derajat proteksi tertinggi terhadap rayap kayu kering diperoleh pada perlakuan Sca pada konsentrasi 10%. Kemampuan bahan untuk menahan serangan rayap
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
283
tanah ditunjukkan oleh nilai proteksi 100 terdapat pada perlakun sCa, sPo dan D pada konsentrasi 10%.
Untuk tahun 2012, dilakukan penelitian dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh data dan informasi formula asetilasi dan furfurilasi optimum yang dapat digunakan untuk memperbaiki kualitas kayu dan bambu dari hutan rakyat. Uji coba dilakukan pada kayu sengon (Albizia falcataria) dan pinus (Pinus merkusii) serta bambu petung (Dendrocalamus asper).
Sasaran penelitian ialah tersedianya formulasi bahan dan cara asetilasi dan furfurilasi yang dapat diaplikasikan di industri menengah dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas kayu sengon, pinus dan bambu petung. Hasil yang dicapai sebagai berikut:
1. Asetilasi Asetilasi adalah proses kimia silang bertautan dalam sel kayu yang
bertujuan menggantikan gugus hidroksil dalam kayu dengan gugus asetil. Hasil pengujian menunjukkan pemberian potassium asetat mampu meningkatkan penambahan berat kayu. Semakin besar digunakan katalis semakin bertambah berat kayu. Sebagai contoh dengan katalis 60 berat berat sengon bertambah 2,4% sedang pada pinus 4,7% dan pada bambu 2,8%. Dengan katalis 1440, berat penambahan untuk masing-‐masing adalah secara berurutan 16,2%, 19,5% dan 6,6%. Khusus pada bambu, penambahan katalis potasium asetat tidak meningkatkan berat contoh karena molekul katalis memblok permukaan bambu dan menghalangi masuknya molekul asetic anhydrida. Asetilasi yang optimum untuk bambu adalah dengan memasukan bilah bambu pada acetic anhydide yang sudah dipanaskan dengan pemanasan 30 menit mampu meningkatkan berat sebesar 10%.
2. Furfurilasi Furfurilasi adalah proses polimerisasi yang tidak hanya menghasilkan
tautan bersilang tetapi juga pemenuhan lumen sel-‐sel kayu dengan polimeriassi furfuril alkohol. Hasil uji coba menunjukkan penggunaan katalis mampu meningkatkan persentase berat untuk kayu sengon dan pinus, masing masing dengan cintrix acid 58,8% dan 37,4%, dengan zink chloride 122,8% dan 77,8% dan dengan maleic acid 142,2% dan 87,4%. Untuk bambu penggunaan ketiga katalis tersebut relatif kecil masing-‐masing 2,6% untuk cintric acid, 0,5% untuk zinc chloride dan 1,5% untuk maleic acid. Sebagaimana pada asetilasi, penggunaan kaltalis pada bambu menyebabkan blokade pori bambu.
Dari uji perendaman diketahui semakin lama perendaman setelah proses vakum, semakin tinggi uptake dari furfuril alkoholnya. Pada bambu menyerap lebih banyak dibanding bagian dalamnya. Dapat disimpulkan bahwa substitusi bahan pembantu yang telah dilakukan dapat berjalan dengan cukup baik walau belum sepenuhnya dapat mencapai tujuan dan target yang dikehendaki
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
284
3. Pengujian sifat penyerapan air
Uji asetiliasi menyerap lebih rendah dari uji furfurilasi dan kontrol. Penyrepan air bervariasi tergantung penambahan beratnya. Pada kayu pinus dengan penambahan berat terkecil (7%) mampu mengurangi penyerapan air pada saat pengujian. Penambahan berat 3% dan 5% tidak memiliki perbedaan nyata dengan tidak diasetilasi, artinya belum mampu mengurangi penyerapan uap air. Penyerapan terlihat bia penambahan berat > 10%. Penyerapan air terendah dijumpai pada pengujian tingkat kelembaban 11% dan meningkat secara berkala untuk kelembaban 22%, 33% sampai 97%. Kayu sengon dan pinus memiliki kecenderungan yang sama dengan bambu yang dikelompokkan berdasarkan beratnya. Semakin tinggi penambahan berat semakin kecil penyerapan uap airnya.
4. Pengujian stabilisasi dimensi Pengembangan volumetris contoh uji kayu dan bambu yang telah
diasetilasi dan di furfurilasi lebih rendah dari contoh uji yang tidak dimodifikasi. Koefisien pengebangan volumetris yang telah diasetilasi berkisar 3,6-‐9,8% kira kira empat kali lebih rendah dari kontrol, sedangkan dengan furfurilasi koefisien pengembangan volumetrisnya sebesar 7,2-‐12,3% lebih rendah dari kontrolnya. Koefisien perubahan volume uji contoh yang diasetilasi berkisar antara 29-‐73% sedang yang difurfurilasi sekitar 10-‐49%. Dengan demikian kayu dan bambu yang diasetilasi lebih stabil dari yang difurfurlasi dan kontrolnya.
5. Pengujian ketahanan Hasil pengujian ketahanan kayu dan bambu yang diasetilasi dan
difurfurilasi menunjukkan kayu dan bambu yang diasetilasi dan difurfurilasi termasuk kelas awet I terhadap kayu kering.
6. Pengujian sifat mekanis Pengujian dilakukan pada pembebanan 3 titik. Hasil pengujian
menunjjukkan kekuatan kayu dan bambu berkurang setelah proses asetilasi maupun furfurilasi. Kekuatan kayu dan bambu berkurang 3-‐10% dari kontrol yang terjadi akibat adanya pengaruh lama pemanasan dan suasana asam selama asetilasi akan mengurangi ikatan matriks dalam kayu. Modulus elastisitasnyapun setelah difurfurilasi lebih rendah daripada kontrolnya, namun modulus patahnya meningkat karena terjadi proses pengisian lumen sel dengan polimer furfuryl.
Kegiatan 2 . Formulasi Pereaksi Pendeteki Gaharu
Penelitian dilakukan pada tahun 2013 dan 2014 dengan tujuan untuk mendapatkan informasi awal dan menemukan formula pereaksi pendeteksi gaharu.
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
285
Gaharu adalah produk tanaman berkayu umumnya berasal dari spesies Aquilaria dan Gyrinops (famili Thymelaeceae) yang terbentuk akibat masuknya organisme ke dalam jaringan tanaman (umumnya jaringan kayu) melalui perlukaan. Komponen kimia gaharu yang berasal dari 15 species genus Aquilaria yang tersebar di Asia Tenggara terdiri dari senyawa seskuiterpen dan khromon tercatat sebanyak 132 senyawa (Chen, et all. 2012). Senyawa seskuiterpene adalah bagian dari kelompok senyawa terpene. Kelompok senyawa terpene terdiri dari hemi-‐ dan monoterpene, seskuiterpene, diterpene, sesterterpenen, triterpene, tetraterpene, polyterpene. Sedangkan senyawa seskuiterpene terbagi lagi menjadi famesanes, monocyclic famesanes seskuiterpene, polycyclic famesanes seskuiterpene, other polycyclic seskuiterpene (Breitmaier, 2006). Senyawa seskuiterpen yang terdapat pada gaharu adalah : 1. Agarofurans, banyak ditemukan pada gaharu A. Agallocha dan relatif kecil
pada A. malaccensis asal Kalimantan dan A. sinensis asal China. Contoh senyawa-‐senyawa agarofurans adalah α-‐agarofuran, β-‐agarofuran, dihydroagarofuran, baimuxinol, dan lain-‐lain.
2. Agaropiranes, senyawa kimia ini banyak ditemukan pada minyak gaharu A. agallocha, A. sinensis dan A. malaccensis. Senyawa agaropiranes antara lain agarospirol, baimuxinal, isoagarospirol, oxoagarospirol..
3. Guaianes, senyawa kimia ini terdapat pada gaharu berbagai jenis Aquilaria hasil ekstrak dengan menggunakan pelarut ether maupun minyak gaharu. Senyawa guaianes antara lain sinenofuranol, sinenofuranal, α-‐guaiene, α-‐gurjunene, dan lain-‐lain.
4. Eudesmanes, senyawa kimia ini terdapat pada ekstrak gaharu A. malaccensis asal Indonesia dengan menggunakan pelarut benzene, selain itu juga terdapat pada gaharu A. agallocha asal Vietnam. Senyawa eudesmanes antara lain jinkoheremol, kusunol, dehidrojinkoheremol, calarene, dan lain-‐lain.
5. Eremophilanes, senyawa ini sangat jarang terdapat pada berbagai jenis gaharu. Senyawa ini antara lain agarol, dihidrokaranone, karanone, neopetasane, dan lain-‐lain.
6. Prezizaanes, senyawa ini baru terdeteksi hanya ada 2 senyawa yang terdapat pada gaharu A. malaccensis yaitu jinkohol dan jinkohol-‐II.
7. Senyawa lainnya, senyawa berikut tidak termasuk kelompok senyawa di atas, tetapi terdapat pada berbagai jenis gaharu dan terdeteksi sebanyak 40 senyawa. Senyawa tersebut sebagian besar senyawa turunan kromon antara lain gmelofuran, ar-‐curcumene, dan lain-‐lain.
Hingga saat ini, gaharu dikelompokkan menjadi 3 macam, yaitu gubal gaharu, kemedangan, dan serbuk gaharu. Gubal gaharu adalah kayu yang berasal dari pohon atau bagian pohon penghasil gaharu, memiliki kandungan damar wangi dengan aroma yang agak kuat, ditandai oleh warnanya yang hitam atau kehitam-‐hitaman berseling cokelat. Kemedangan adalah kayu yang berasal
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
286
dari pohon atau bagian pohon penghasil gaharu, memiliki kandungan damar wangi dengan aroma yang lemah, ditandai oleh warnanya yang putih keabu-‐abuan sampai kecokelatan, berserat kasar, dan kayunya yang lunak. Serbuk gaharu adalah serbuk kayu gaharu yang dihasilkan dari proses penggilingan atau penghancuran kayu gaharu sisa pembersihan atau pengerokan. Damar gaharu itu sendiri merupakan sejenis getah padat dan lunak, yang berasal dari pohon atau bagian pohon penghasil gaharu, dengan aroma yang kuat, dan ditandai oleh warnanya yang hitam kecokelatan (Anonim, 2011).
Gaharu yang diteliti berasal Kalimantan Barat dan NTB. Uji pereaksi gaharu dilakukan di Laboratorium Pustekolah Bogor dan kegiatan deteksi terhadap pohon gaharu inokulasi dilakukan di Carita (Banten).
Bahan yang digunakan adalah sampel kayu gaharu (10 kualitas), kertas pH, pereaksi Limbermann-‐Burchard, copper asetat, pereaksi Salkowski dan aseton. Alat yang digunakan adalah soxhlet, GCMS.
Dari sampel kayu gaharu yang diperoleh (8 kualitas) diuji aroma, pH, kandungan senyawa terpena, kandungan senyawa diterpena, kandungan senyawa triterpena dan ekstrak aseton (6 jenis uji). Setiap uji dilakukan sebanyak 3 kali ulangan untuk setiap kualitas gaharu, sedangkan analisa GC-‐MS tanpa ulangan. Dengan demikian data yang didapat sebanyak 152 data.
Uji laboratorium yang dilakukan meliputi : (1)Uji aroma/wangi dengan cara dibakar untuk mengetahui aroma yang dihasilkan, (2) Pengukuran pH, dengan cara perendaman dalam aquades selama 24 jam lalu diukur pHnya dengan menggunakan kertas pH, (3) Uji kandungan senyawa dengan cara sampel kayu dibuat serbuk dan ditetesi larutan Limberman-‐Burchard (Sharma dan Singh, 2012) yaitu 2 ml khloroform lalu ditambahkan H2SO4 3 ml sedikit demi sedikit. Timbulnya warna coklat kemerahan menandakan kayu tersebut mengandung terpena, (4) Uji kandungan senyawa diterpena (Copper acetat’s test) dilakukan cara ekstrak menggunakan air dan ditambahkan dengan 3-‐4 tetes larutan copper asetat. Formasi larutan berwarna hijau menandakan adanya senyawa diterpena (Tiwari, et.al., 2011), (5) Uji kandungan senyawa triterpena (Salkowski’s test), dilakukan dengan cara gaharu diekstrak menggunakan kloroform lalu disaring dengan menggunakan kertas saring. Filtrat ditambahkan 3 tetes anhidrat asam asetat dan 1 tetes H2SO4 pekat. Terbentuknya warna kuning keemasan menandakan adanya senyawa triterpenoid (Tiwari, et.al., 2011), (6) Ekstraksi aseton (Kadar resin) dilakukan dengn cara sampel kayu yang diduga mengandung gaharu dibuat serbuk ukuran 80 mesh lalu diekstrak menggunakan soxhlet berpelarut aseton (ASTM D 297-‐93) untuk mendapatkan resin gaharu dan (7) denga cara Analisis GC MS, resin hasil ekstraksi dianalisis menggunakan GCMS untuk mengetahui kandungan kimianya. Proses analisis dengan GC-‐MS menggunakan metode ionisasi serangan elektron (EI) pada kromatografi gas GC-‐17A (Shimadzu) yang ditandem dengan spektrometer massa MS QP 5050A; kolom kapiler DB-‐5 ms (J&W) (silika
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
287
30 m × 250 µm × 0.25 µm); suhu kolom 50°C (0 menit) hingga 290°C pada laju 15 °C/menit; gas pembawa helium pada tekanan tetap 7,6411 psi.
Selain uji laboratorium juga dilakukan pengujian di lapangan. Pengujian di lapangan dilakukan pada 5 sampel pohon gaharu yang diinduksi dengan jamur (inokulasi jamur) untuk mengetahui keberhasilan induksi tersebut dalam menghasilkan gaharu. Uji di lapangan meliputi 5 hal yaitu uji aroma, pengukuran pH, kandungan senyawa terpena, kandungan senyawa diterpena dan kandungan senyawa triterpena. Uji tersebut dibandingkan dengan hasil pengamatan terhadap uji sampel gaharu sebanyak 8 kualitas yang dilakukan sebelumnya di laboratorium. Masing-‐masing uji dilakukan sebanyak 3 kali ulangan. Data hasil uji di lapangan sebanyak 75 data.
Hasil pengamatan dan pengujian dianalisis secara deskriftif bagaimana hubungan antara pH, perubahan warna dan kandungan kimianya. Hasil penelitian diperoleh sebagai berikut:
1. Kualitas Gaharu Contoh gaharu yang diuji ada 2 jenis yaitu Gyrinops versteghii asal NTB
dan Aquilaria malaccensis asal Pontianak, Kalbar (Tabel 5 dan Gambar 10).
Tabel 5 Jenis, kualitas dan asal gaharu yang diuji No Jenis gaharu Kualitas Asal gaharu Gaharu
alam/budidaya 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Gyrinops versteghii Gyrinops versteghii Gyrinops versteghii Gyrinops versteghii Gyrinops versteghii Aquilaria malaccensis Aquilaria malaccensis Aquilaria malaccensis
Gubal Gubal Gubal
Kamedangan Kamedangan Kamedangan Kamedangan Kamedangan
Mataram, NTB Mataram, NTB Mataram, NTB Mataram, NTB Mataram, NTB Pontianak Pontianak Pontianak
Budidaya Budidaya Budidaya Alam Alam Alam Alam Alam
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
288
1 2 3 4
5 6 7 8
Gambar 10. Gaharu jenis Gyrinops versteghii dan Aquilaria malaccensis
Kualitas gaharu ditentukan berdasarkan pedagang di Mataram dan Pontianak. Kualitas gaharu hasil budidaya dari jenis G. versteghii termasuk kualitas cukup tinggi (Gambar 1. No.1, 2 dan 3) yaitu kualitas gubal, sedangkan gaharu alam jenis G. versteghii (Mataram) dan jenis Aquilaria malaccensis (Pontianak) termasuk kualitas kamedangan. Gaharu kamedangan termasuk kualitas yang rendah.
Gaharu kualitas gubal berwarna hitam, akan tetapi masih tidak tenggelam (terapung) apabila dimasukkan ke dalam air. Berdasarkan SNI 7631:2011, gaharu kualitas gubal umumnya melayang sampai tenggelam bila dimasukkan ke dalam air. Untuk gaharu budidaya tersebut dapat dimasukkan dalam gubal gaharu kualitas super tanggung. Untuk gaharu kamedangan (G. versteghii dan A. malaccensis) semuanya terapung bila dimasukkan ke dalam air. Hal ini sesuai dengan penentuan kualitas gaharu berdasarkan SNI 7631:2011.
2. Aroma Wangi Gaharu bila dibakar menimbulkan aroma wangi gaharu, tetapi aroma wangi yang lembut diperoleh dari gaharu budidaya G. versteghii kualitas gubal (Gambar 1. No. 1 dan 2) dan gaharu alam A. malaccensis (Gambar 1 No 6, 7 dan 8). Aroma wangi juga terdapat pada 5 pohon contoh gaharu hasil induksi di Carita, namun aroma wangi yang timbul masih kurang kuat dibanding 8 sampel gaharu asal Mataram dan Pontianak.
3. Pengukuran pH Hasil pengukuran pH 8 sampel gaharu di laboratorium (Tabel 6) dan di
lapangan tercantum (Tabel 7).
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
289
Tabel 6. Hasil pengukuran pH gaharu No. Jenis gaharu Kualitas pH 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Gyrinops versteghii Gyrinops versteghii Gyrinops versteghii Gyrinops versteghii Gyrinops versteghii Aquilaria malaccensis Aquilaria malaccensis Aquilaria malaccensis
Gubal Gubal Gubal Kamedangan Kamedangan Kamedangan Kamedangan Kamedangan
6,6 6,5 6,8 7,2 6,6 5,3 5,8 4,9
Tabel 7. Hasil pengukuran pH gaharu hasil induksi
No. Pohon sampel Jenis pohon pH 1. 2. 3. 4. 5.
Pohon 1 Pohon 2 Pohon 3 Pohon 4 Pohon 5
Aquilaria mikrokarpa Aquilaria mikrokarpa Aquilaria mikrokarpa Aquilaria mikrokarpa Aquilaria mikrokarpa
5,4 5,4 4,9 5,6 5,2
Dari hasil pengukuran pH gaharu asal Mataram dan Pontianak
menunjukkan ada kecenderungan makin tinggi kualitas gaharu maka makin tinggi pH gaharu, sedangkan pH gaharu hasil induksi relatif sama, hal ini dimungkinkan karena sewaktu pohon diinduksi sama, sehingga kualitas gaharu hasil induksi relatif sama.
Gambar 11. Perendaman serbuk gaharu untuk pengukuran pH
4. Uji kandungan senyawa terpene, diterpene dan triterpene
Hasil uji senyawa terpene, diterpene dan triterpene gaharu asal Mataram, Pontianak dan gaharu induksi tercantum pada Tabel 8.
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
290
Tabel 8. Uji senyawa terpene, diterpen dan triterpene No. Gaharu Terpene Diterpene Triterpen 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
G. versteghii G. versteghii G. versteghii G. versteghii G. versteghii A. malaccensis A. malaccensis A. malaccensis Pohon 1 Pohon 2 Pohon 3 Pohon 4 Pohon 5
+ + + + + + + + + + + + +
-‐ -‐ -‐ -‐ -‐ -‐ -‐ -‐ + + + + +
+ + + + + + + + ? ? ? ? ?
Hasil uji senyawa terpene gaharu di alboratorium dan di lapangan
semuanya mengandung senyawa terpene. Hal ini dibuktikan dengan menggunakan pereaksi 2 ml khloroform lalu ditambahkan H2SO4 3 ml sedikit demi sedikit akan timbul warna coklat kemerahan. Timbulnya warna coklat kemerahan menandakan gaharu mengandung senyawa terpene (Gambar 12. Tabung No 1). Senyawa terpene terdapat pada gaharu, hal ini telah dilaporkan oleh Alkhathlan, et.al. (2005), gaharu asal Kamboja mengandung 2 senyawa terpene.
(1) (2) (3)
Gambar 12. Hasil uji senyawa terpene, diterpene dan triterpen
Hasil uji senyawa diterpene pada semua gaharu di laboratorium tidak
terdapat senyawa diterpen (Tabel 8). Hal ini dapat juga ditunjukkan dengan tidak timbulnya warna hijau pada tabung 2 (Gambar 11). Sedangkan pada gaharu hasil inokulasi terdapat senyawa diterpene yaitu ditandai dengan timbulnya warna hijau dengan menggunakan pereaksi 3-‐4 tetes copper asetat.
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
291
Warna hijau tampak mengalir setelah pohon gaharu induksi ditetesi 3-‐4 tetes copper asetat (Gambar 13).
Berdasarkan hal tersebut di atas, tidak semua gaharu mengandung senyawa diterpen. Naef (2011) menyebutkan bahwa senyawa diterpen merupakan senyawa minor yang terdapat pada gaharu.
Gambar 13. Uji diterpen gaharu induksi
Hasil uji senyawa triterpen menunjukkan bahwa sampel gaharu yang diuji di laboratorium menunjukkan adanya senyawa triterpene (Tabel 8, Gambar 12 tabung No 3). Hasil ini dibuktikan dengan menggunakan pereaksi 3 tetes anhidrat asam asetat dan dilanjutkan 1 tetes H2SO4 pekat akan terbentuk warna kuning keemasan di mana warna tersebut menandakan adanya senyawa triterpen. Senyawa-‐senyawa triterpen pada gaharu relatif sedikit, hal ini diterangkan oleh Chen, et.al. (2012) yaitu ada 2 senyawa triterpen dalam gaharu (22-‐Hidroxyhopan-‐3-‐one dan Hederagenin).
Uji triterpen pada gaharu induksi sangat sulit dideteksi/diamati karena timbul warna hitam, yang kemungkinannya sebagai akibat adanya pemberian asam sulfat pekat (H2SO4) sehingga menyebabkan gosong (Gambar 13).
Gambar 1. Uji triterpene pada gahari induksi
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
292
5. Ekstrak Aseton (Kadar Resin)
Gaharu adalah hasil hutan bukan kayu (HHBK) dan masuk kelompok resin (Permenhut P.35/Menhut-‐II/2007). Dengan demikian penting diketahui kadar resin dari gaharu karena dapat dijadikan salah satu indikator kualitas gaharu. Makin tinggi kadar resin gaharu maka makin tinggi kualitas gaharu tersebut (Waluyo, 2012).
Hasil ekstrak gaharu asal Mataram dan Pontianak tercantum pada Tabel 6. Kadar resin tertinggi adalah gaharu alam dari jenis G. versteghii dengan kualitas kamedangan sebesar 23,80% dan yang terkecil gaharu alam dari jenis A. malaccensis asal Pontianak sebesar 7,46%.
Dilihat dari hubungan antara pH dengan kadar resin gaharu hasilnya menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan antara variabel pH (X) dengan variabel kadar resin gaharu (Y). Hal ini dapat dilihat dari F hitung (7,917) >F tabel (5,99). Sedangkan nilai korelasi (R) hubungan kedua variabel tersebut sebesar 0,755. Hal ini menunjukkan adanya korelasi yang kuat antara pH dan kadar resin gaharu. Persamaan regresi sebagai berikut:
Y = 4,574 + 0,113 X di mana Y = kadar resin gaharu X = nilai pH gaharu
Dari persamaan di atas maka hubungan pH dengan kadar resin maka dengan mudah dapat ditentukan kadar resin gaharu hasil induksi dilapangan yakni hanya dengan mengukur pH gaharunya.
Gambar 14 Grafik hubungan antara pH dan kadar resin gaharu
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
293
6. Analisis GC-‐MS Hasil analisis GC-‐MS gaharu asal Mataram dan Pontianak semuanya
mengandung senyawa-‐senyawa seskuiterpene yang merupakan penciri gaharu antara lain aromadendren, baimuxinal, gurjunene, eudesmane, cyclopentene, dan lain-‐lain. Selain senyawa seskuiterpene, senyawa kromon atau turunannya merupakan senyawa utama yang terdapat pada gaharu yang mencapai lebih dari 40 senyawa kromon (Chen, et.al. 2012). Konishi, et.al. (1989) telah mendeteksi adanya 6 senyawa kromon pada gaharu A. malaccensis asal Kalimanantan. Lebih lanjut Waluyo, dkk (2011) menerangkan bahwa makin tinggi kualitas gaharu maka gaharu tersebut mengandung senyawa khromon selain seskuiterpene.
Dari 8 kualitas gaharu yang dianalisis, hanya ada 3 kualitas gaharu yang mengandung senyawa khromon atau turunannya yaitu gaharu budidaya kualitas gubal 2 dari jenis G. versteghii (5,6,7,8-‐TETRAHYDRO-‐2,2-‐DIMETHYL-‐5-‐ CHROMANONE), gaharu alam kualitas kamedangan 1 dan 2 dari jenis A. malaccensis yaitu 2-‐(2-‐PHENYLETHYL)CHROMEN-‐4-‐ONE dan 8-‐METHOXY-‐2-‐(2-‐PHENYLETHYL)CHROMEN.
Dari uraian di atas dapat disampaikan bahwa: a. Penentuan senyawa terpene, diterpen dan triterpen dapat dengan mudah
diketahui/dideteksi dengan pereaksi Limberman-‐Burchard (khloroform dan H2SO4), air dan copper asetat, Salkowski (anhidrat asam asetat dan H2SO4).
b. Nilai pH gaharu mempengaruhi kadar resin. Makin tinggi nilai pH makin tinggi kadar resin. Hubungan regresinya Y = 4,574 + 0,113 X ; di mana Y = kadar resin gaharu dan X = nilai pH gaharu.
c. Komponen kimia gaharu mengandung senyawa terpene khususnya seskuiterpene dan khromon atau turunannya. Senyawa khromon hanya terdapat pada gaharu budidaya kualitas gubal 2 dari jenis G. versteghii, gaharu alam kualitas kamedangan 1 dan 2 dari jenis A. malaccensis
Untuk kegiatan tahun 2014, penelitian diarahkan pada kemampuan untuk deteksi komponen kimia maupun aroma disebabkan adanya senyawa golongan seskuiterpena dan turunan khromon secara kualitatif. Analisis yang dilakukan meliputi : 1) Rendemen ekstrak senyawa seskuiterpena
Rendemen dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Rendemen ekstrak = X 100% Di mana : B0 = berat serbuk gaharu (g) B1 = berat residu (g)
B0 – B1 B0
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
294
Hasil uji berbagai komposisi pereaksi untuk mendeteksi senyawa seskuiterpena dicatat dan ditabulasi. Selanjutnya dari tabulasi tersebut dinarasikan.
2) Uji senyawa khromon, kualitas gaharu (9 kualitas) dicatat ada tidaknya senyawa khromon yang berasal dari ekstrak seskuiterpena dan selanjutnya dinarasikan.
3) Ekstraksi seskuiterpena, dari masing-‐masing kualitas diekstraksi untuk melihat residu yang dihasilkan dari proses pengujian khloroform, filtrasi pelarut acetat (4% w/v) dan 250 mL etanol.
4) Uji pereaksi identifikasi senyawa seskuiterpena yang terkandung dalam gaharu (senyawa diterpena, triterpena) dan yang termasuk kelompok terpena yang dicoba dengan menggunakan pereaksi-‐pereaksi dengan berbagai komposisi hingga menimbulkan warna yang khas dan konstan.
5) Uji senyawa khromon, untuk mengetahui ada tidaknya senyawa khromon dilakukan dengan uji kertas lapis tipis (KLT) yang dikembangkan oleh Waghmare, et.al., 201. Senyawa khromon akan terlihat warna garis kuning pada KLT dan dapat dilihat jelas dengan bantuan dibawah cahaya/lampu ultra violet (UV).
6) Analisis GC MS untuk mengetahui komposisi jenis-‐jenis senyawa seskuiterpena.
Hasil analisa GC-‐MS berupa khromatogram diamati dan ditabulasi adalah senyawa-‐senyawa seskuiterpena apa saja yang terdapat pada setiap kualitas gaharu.
Selain analisis di atas juga dilakukan analisa biaya pengujian kualitatif Gaharu. Dasar perhitungan biaya ditetapkan atas banyaknya penggunaan biaya bahan kimia yang dipakai untuk mendeteksi gaharu per sampel, sebagai berikut
Biaya produksi per sampel = x H di mana: X = volume pereaksi yang digunakan (mL)
W = volume pereaksi (mL) dengan harga H (Rp. H = harga pereaksi dengan volume W (Rp.)
Apabila bahan pereaksi yang diperlukan lebih dari satu, maka biaya produksi merupakan jumlah biaya produksi untuk setiap bahan pereaksi yang digunakan.
Hasil uji dari 4 jenis yaitu Gyrinops versteghii asal NTB dan Aquilaria malaccensis, Aetoxylon spp dan Gonystilus spp. asal Pontianak, Kalbar disajikan pada (Tabel 9. dan Gambar 15).
X
W
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
295
Tabel 9. Jenis, kualitas dan asal gaharu yang diuji No Jenis gaharu Kualitas Asal gaharu Gaharu alam/
budidaya 1. Gyrinops versteghii Kupingan Mataram, NTB Alam 2. Gyrinops versteghii Kamedangan Mataram, NTB Budidaya 3. Gyrinops versteghii Terian Mataram, NTB Alam 4. Gyrinops versteghii Stick Mataram, NTB Budidaya 5. Aquilaria
malaccensis Kamedangan
Sukabumi
Budidaya/6 bln
6. Aquilaria malaccensis
Kamedangan Sukabumi Budidaya/9 bln
7. Autoxylon spp.
Gaharubuaya/Jari-‐jari halus
Pontianak Alam
8. Autoxylon spp. Gaharu buaya/jari-‐jari kasar
Pontianak
Alam
9. Gonystilus spp. Gaharu buaya Pontianak Alam
(1) (2) (3)
(4) (5) (6)
(7) (8) (9)
Gambar 15. Gaharu jenis Gyrinops versteghii (1,2,3 dan 4), Aquilaria
malaccensis (5 dan 6), Autoxylon spp. (7 dan 8) dan Gonystilus spp. (9)
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
296
Khusus gaharu buaya (Autoxylon dan Gonystilus), gaharu ini sangat murah harganya sekitar Rp 3.000/kg dan boleh dikatakan tidak laku di pasaran, padahal bila dibakar juga menghasilkan aroma wangi. Hal ini sangat menarik untuk diteliti khususnya komponen kimia yang terkandung dalam gaharu buaya tersebut. Pada saat ini, gaharu buaya mulai laku di pasaran dengan harga di tingkat pedagang besar/eksportir Pontianak Rp 20.000 s/d Rp 30.000/kg. Gaharu tersebut banyak diekspor ke India dan Pakistan.
Untuk analisis rendemen ekstrak senyawa seskuiterpena, dari hasil isolasi dengan cara ekstraksi menggunakan khloroform, dilanjutkan dengan larutan lead acetate dan etanol menghasilkan ekstrak senyawa seskuiterpena dengan rendemen seperti pada Tabel 10.
Tabel 10. Rendemen ekstrak senyawa seskuiterpena No Jenis gaharu Kualitas Rendemen senyawa
seskuiterpena (%) 1. Gyrinops versteghii Kupingan 18,51 2. Gyrinops versteghii Kamedangan 6,67 3. Gyrinops versteghii Terian 15,22 4. Gyrinops versteghii Stick 18,16 5. Aquilaria malaccensis Kamedangan 19,03 6. Aquilaria malaccensis Kamedangan 22,75 7. Autoxylon spp. Gaharu buaya/Jari-‐jari halus 15,64 8. Autoxylon spp. Gaharu buaya/jari-‐jari kasar 17,85 9. Gonystilus spp. Gaharu buaya 20,67
Rendemen senyawa seskuiterpena dari jenis gaharu Gyrinops terendah
adalah dari gaharu kualitas rendah (kamedangan) 6,67%, selanjutnya meningkat rendemennya seiring meningkatnya kualitas gaharu. Hal yang sama berlaku juga pada gaharu jenis Aquilaria hasil budidaya/inokulasi. Rendemen senyawa seskuiterpena gaharu inokulasi umur 6 bulan lebih rendah dibanding gaharu inokulasi umur 9 bulan meskipun keduanya masih termasuk kualitas kamedangan.
Gaharu buaya jenis Aetoxylon kualitas jari-‐jari kasar rendemen senyawa seskuiterpena (17,85%) lebih tinggi kualitas jari-‐jari halus (15,64%).
7. Uji Pereaksi Seskuiterpena
Ekstrak senyawa seskuiterpena diuji dengan pereaksi 4 tetes air dan 3-‐4 tetes copper asetat. Pereaksi tersebut diperuntukkan untuk mendeteksi senyawa diterpena. Hasil uji pereaksi tersebut pada ekstrak seskuiterpena tidak menimbulkan warna yang konstan yaitu warna kehijauan (Gambar 15). Hal ini menunjukkan hasil isolasi senyawa seskuiterpena tidak mengandung senyawa diterpena.
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
297
Gambar 15. Uji pereaksi air dan copper asetat Uji pereaksi larutan 3 tetes anhidrat asam asetat dan 1 tetes H2SO4 pekat
pada ekstrak senyawa seskuiterpena menghasilkan larutan dengan warna bermacam-‐macam/tidak konstan antara lain warna kuning keruh, merah kekuningan, merah kehitamanan, dan lain-‐lain (Gambar 16). Hal ini menandakan bahwa ekstrak seskuiterpena tidak mengandung senyawa triterpena, apabila mengandung senyawa triterpena akan menimbulkan warna kuning keemasan (Tiwari, et.al., 2011).
Gambar 16. Uji pereaksi anhidrat asam asetat dan H2SO4 pekat
Uji pereaksi larutan 2 ml khloroform dan 3 ml H2SO4 pada ekstrak suatu
bahan menghasilkan larutan berwarna coklat kemerahan, hal ini menandakan ekstrak tersebut mengandung senyawa terpena (Sharma dan Singh, 2012). Hasil uji pereaksi tersebut pada ekstrak senyawa seskuiterpena gaharu menghasilkan warna coklat kemerahan yang konstan (Gambar 17). Senyawa seskuiterpena merupakan salah satu kelompok dari senyawa terpena (Breitmeier, 2006), sehingga pereaksi yang digunakan untuk mengidentifikasi senyawa terpena dapat juga digunakan untuk mengidentifikasi senyawa seskuiterpena.
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
298
Gambar 17. Uji pereaksi khloroform dan H2SO4
8. Uji Senyawa Khromon Salah satu ciri senyawa yang terdapat pada gaharu adalah senyawa
khromon yang berupa turunannya. Hasil uji kualitatif senyawa turunan khromon dari 9 kualitas gaharu dengan menggunakan KLT (kromatografi lapis tipis) yaitu semua gaharu dari jenis Gyrinops dan Aquilaria alam maupun inokulasi mengandung senyawa turunan khromon. Gaharu buaya jenis Autoxylon dan Gonystilus tidak mengandung senyawa turunan khromon. Adanya senyawa turunan khromon ditandai pada KLT terdapat garis/pita berwarna kuning yang dapat dilihat di bawah sinar lampu ultra violet (Gambar 18).
Gambar 18 . Uji kualitatif senyawa turunan khromon dengan KLT
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
299
Gambar 19. Hasil uji senyawa turunan khromon
9. Analisis GC-‐MS Analisis dengan menggunakan alat GC-‐MS untuk memastikan ada
tidaknya atau tepat tidaknya uji kualitatif senyawa seskuiterpena dan senyawa khromon atau turunannya pada gaharu yang di uji.
Hasil analisis menunjukkan bahwa semua gaharu jenis Gyrinops, Aquilaria, Autoxylon dan Gonystilus mengandung senyawa seskuiterpena, tetapi seskuiterpena yang terdapat pada gaharu buaya (Aetoxylon dan Gonystilus) berupa turunan seskuiterpena (Tabel 11).
Senyawa turunan khromon terdapat pada gaharu jenis Gyrynops dan Aquilaria, sedangkan gaharu buaya tidak mengandung senyawa turunan kromon (Tabel 11). Senyawa turunan khromon ini yang membedakan gaharu dengan gaharu buaya disamping senyawa seskuiterpenenya berupa turunan sehingga hal tersebut yang mungkin menyebabkan gaharu buaya kurang diminati pasar atau harganya relatif murah. Tabel 11. Komponen kimia gaharu No Jenis gaharu Kualitas Komponen kimia 1. Gyrinops versteghii
Kupingan (Alam)
-‐ Gurjunen -‐ Eremophilene -‐ 1a,2,5,5-‐Tetramethyl-‐cis-‐ 1a,4a,5,6,7,8-‐hexahydro-‐gamma-‐ Chromone -‐ Valerenol -‐ Azulane -‐ Valencene -‐ Aromadendrene -‐ Ledane -‐ Spinacene
2. Gyrinops versteghii
Kamedangan (Inokulasi)
-‐ Humulene -‐ Eudesmol -‐ 5-‐hydroxy-‐6-‐6-‐methoxy-‐7H-‐furo(3,2-‐ 6)chromen-‐7-‐one
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
300
No Jenis gaharu Kualitas Komponen kimia -‐ Azulane -‐ Naphtalene -‐ Vatirenene
3. Gyrinops versteghii
Terian (Alam)
-‐ Azulane -‐ Longofolene -‐ Mayurone -‐ Valencene -‐ Valeremol -‐ 2-‐(2-‐phenylethyl)chromone
4. Gyrinops versteghii
Stick (Inokulasi)
-‐ Gurjunene -‐ Aciphyllene -‐ Aromadendrene -‐ Valencene -‐ Vulgatol -‐ 2-‐(2-‐phenyiethyl)chromone -‐ Furanone
5. Aquilaria malaccensis Inokulasi umur 6 bulan
-‐ Azulane -‐ Aromadendrene -‐ α Longipinen -‐ 8-‐methoxyflindersiachromone -‐ Longicyclene -‐ Stigmasterol
6. Aquilaria malaccensis Inokulasi umur 9 bulan
-‐ Valerenal -‐ Baimuxinal -‐ Vulgarol -‐ Vatirenene -‐ Aromadendrene -‐ Ledene -‐ 2-‐(2-‐phenylethyl)chromone
7. Autoxylon spp. Gaharu buaya/jari-‐jari halus
-‐ 3,4-‐dihydro-‐2H-‐pyran -‐ 7-‐beta-‐hydroxy-‐himachal-‐2-‐ene -‐ 5-‐hydroxy-‐4.7-‐dimethoxyflavanone -‐ 6-‐(4-‐methoxybenzyloxy-‐8-‐nitroepidine -‐ (4R,6R,7R,9R)-‐4,7-‐epoxy-‐5(11)-‐ megastigmen-‐9-‐ol
8. Autoxylon spp. Gaharu buaya/jari-‐jari kasar
-‐ 4.2-‐dihydropyran (1) bicycloelemene -‐ 5-‐hydroxy-‐4.7-‐dimethoxyflavanone -‐ (4R,6R,7R,9R)-‐4,7-‐epoxy-‐5(11)-‐ megastigmen-‐9-‐ol -‐5-‐N-‐butyl-‐1,2,3,4-‐tetrahydrona phtalene -‐6-‐(4-‐methoxybenzyloxy-‐8-‐nitroe pidine
9. Gonystilus spp. Gaharu buaya -‐ 4.2-‐dihydropyran (1) bicycloelemene -‐ 5-‐hydroxy-‐4.7-‐dimethoxyflavanone -‐ (4R,6R,7R,9R)-‐4,7-‐epoxy-‐5(11)-‐ megastigmen-‐9-‐ol -‐ 1-‐(1-‐cyclopentene-‐1-‐yl)-‐pyrolidine -‐ bycycloelemene
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
301
Untuk analisis biaya uji kualitatif gaharu dibedakan atas:
1. Uji kualitatif senyawa seskuiterpena, dengan rincian sebagai berikut: Bahan kimia
(Rp) Harga satuan
(Rp) Biaya uji (Rp)
Khloroform, 102 ml 255.600/2,5 L 10.428,48 Lead acetate, 1 gr 3.132.000/kg 3.132,00 Etanol, 25 ml 317.200/2,5 L 3.172,00 H2SO4, 3 ml 250.500/L 751,50
Jumlah: -‐ 17.483,98 2. Uji kualitatif senyawa khromon, dengan rincian sebagai berikut:
Bahan kimia Harga satuan (Rp)
Biaya uji (Rp)
Metanol, 100 mL 227.800/2,5 L 9.112,00 Khloroform, 51 mL 255.600/2,5 L 5.214,24 Kertas lapis tipis, 1 potong 350.000/20 potong 17.500,00 Etil asetat, 5 mL 415.400/2,5 L 830,80 Benzene, 4 mL 1.586.500/1 L 6.346,00
Jumlah: -‐ 39.003,04
Dengan demikian jumlah biaya yang diperlukan untuk uji kualitatif senyawa seskuiterpena dan khromon setiap sampel gaharu Rp 17.483,98 + Rp 39.003,04 = Rp 56.487,02 (dibulatkan menjadi Rp 56.500)
Berdasarkan penelitian pada periode 2014 ini diperoleh hasil sebagai berikut: 1. Formula pereaksi pendeteksi gaharu untuk senyawa sekuiterpena adalah
campuran dari 3 mL khloroform dan 2 ml H2SO4 yang menimbulkan warna coklat kemerahan pada larutan tersebut.
2. Formula pereaksi pendeteksi senyawa turunan khromon menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT) dengan larutan pengembang etil asetat, khloroform dan benzena dengan nisbah 5 : 1 : 4. Senyawa khromon atau turunannya ditandai adanya garis/pita warna kuning pada KLT.
3. Senyawa seskuiterpena dan turunan khromon terdapat pada gaharu alam maupun induksi jenis Gyrinops spp. dan Aquilari spp. Gaharu buaya hanya mengandung senyawa turunan seskuiterpena dan tidak mengandung senyara khromon atau turunannya.
4. Biaya uji kualitatif senyawa seskuiterpena dan khromon atau turunannya yang terdapat pada gaharu sebesar Rp. 56.500,-‐/sampel.
Dari hasil penelitian keseluruhan dapat disarankan bahwa telah dapat ditemukan formula pereaksi pendeteksi gaharu yang secara kualitatif dapat digunakan untuk mendeteksi secara cepat keberhasilan gaharu buatan/induksi di lapangan.
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
302
IV. PENUTUP
A. Kesimpulan
Kegiatan RPI 23 rekayasa alat dan substitusi bahan pembantu bertujuan untuk bisa mendapatkan prototipe, metode dan formula guna peningkatan efisiensi pengeluaran dan pemanfaatan hasil hutan, baik masih dalam bentuk kayu dolok maupun non kayu seperti gaharu dan mencari bahan pengawet kayu agar kayu lebih tahan lama sehingga umur pakainya lebih lama. Kegiaatan ini selayaknya terus didorong untuk ditumbuh kembangkan agar ketergantungan pada impor alat, bahan utama maupun bahan pembantu bisa ditekan sekecil mungkin untuk penghematan devisa dan peningkatan di bidang iptek. Di sisi yang lain juga berdampak positif terhadap perluasan kesempatan kerja dan pemanenan hutan ramah lingkungan.
Rekayasa alat bantu pemanenan sistem kabel layang dalam ukuran reltif kecil sebagai luaran I, kini telah berhasil membuat prototipe alat dan diuji coba dengan kinerja dan konstruksi cukup baik. Keberhasian ini didapatkan setelah ada proses perubahan pada model dan komposisi kelengkapannya yang dilakukan secara terus menerus sejak pertama kali prototipe alat yang lebih kecil dibuat tahun 2010. Keberhasilan prototipe alat tahun 2013 didukung oleh perubahan ukuran rantai dan pasangan rantai, kereta layang, sistem muat bongkar dengan takel serta inovasi stopper untuk mengunci kereta layang saat sampai di tempat pengumpulan kayu. Biaya pemilikan dan operasi pengeluaran kayu sebesar Rp 118.743 /jam sedang biaya per m3-‐nya sebesar Rp 67.852. Capaian produktivitas yang saat uji coba telah bisa dioperasikan dengan satu teromol sebesar 1,78 m3/jam.
Dalam upaya peningkatan kualitas kayu telah dilakukan kegiatan rekayasa sistem pengeringan hemat energi yang memaksimalkan pemanfaatan panas surya, namun panas yang dihasilkan serta penyimpanan panasnya belum maksimal. Konstruksi pengeringan dibuat dengan sistem pengering uap panas yang dialirkan ke pipa-‐pipa, namun suhu maksimum belum dapat mencapai lebih dari 700oC dan hanya dapat bertahan selama 3-‐4 jam. Boiler untuk pengukusannya didesain P3HH dengan sumber pemanas utama tenaga surya namun belum bisa mencapai panas sampai 1000oC. Untuk mencapai suhu tersebut, pemanasan dibantu dengan heater dari pemanas lain. Uji coba pada kayu mindi per m3 dari kondisi basah sampai mencapai kadar air 15% memerlukan tambahan energi dari listrik sebanyak 51,7 kwh dan minyak solar 14 liter atau setara dengan nilai uang Rp 100.800,-‐.
Untuk mencari substitusi pengganti minyak tanah, dan diolah menjadi biodiesel pengganti solar, dilakukan penelitian rekayasa prototipe alat degumming minyak nabati multi fungsi dilakukan pada tahun 2010 dengan bahan baku biji kepuh ( Sterculia foetida. L). Rekayasa alat ini merupakan
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
303
lanjutan dari kegiatan sebelumnya yaitu rekayasa mesin ekstraksi minyak dari biji jarak pagar (Jatropha curcas L.) secara kontinyu yang dilaksanakan pada tahun 2008 dan tahun 2009. Uji coba dalam aplikasi untuk pembuatan biodiesel dari biji kepuh berkapasitas 60 liter. Hasil kualitas biodiesel dibandingkan dengan Standar Nasional Indonesia (SNI 04-‐7182-‐2006). Sebagai kegiatan lanjutan dari uji coba ini, dicoba buah nyamplung untuk pembuatan bio-‐disel dengan hasil cukup baik. Produktivitas pembuatan bio-‐diesel saat ini baru mencapai volume 75% dari isi batch yang berkapasitas 80 liter untuk 2 hari.
Selain meningkatkan manfaat buah (nyamplung, kepuh, dll) juga dilakukan uji coba pemanfaatan limbah kayu melalui pembuatan wood pellets. Rekayasa alat ini telah berakhir sejak 2012. Rekayasa alat produksi wood pellets system hidraulik sudah selesai dengan produktivitas pembuatan pellet sebesar 20-‐40 kg/jam.
Sebagai upaya lain dalam meningkatkan manfaat kayu ialah kegiatan pengenalan jenis melalui pembuatan rekayasa prototipe perangkat identifikasi kayu secara otomatis berbasis citra makroskopis kayu. Telah dicoba data citra dan pembuatan prototipe sistem identifikasi untuk 30 jenis kayu. Arsitektur dan variabel input yang ditemukan sebenarnya sudah memiliki kemampuan yang sangat baik dalam pelatihan dan juga dalam pengenalan (identifikasi), dimana tingkat pengenalan untuk data latih sudah mencapai 100%, namun tingkat pengenalan untuk data uji baru baru 85%. Oleh karena itu penyempurnaan model terutama untuk mencapai tingkat pengenalan hingga 99% bahkan 100% masih perlu dilanjutkan.
Pada pemanfaatan limbah kayu, telah dilakukan rekayasa mesin penghasil energi yang setelah ada perubahan konstruksi hasilnya sangat significant yaitu ada peningkatan efisiensi yang untuk sekam mendidihkan air cukup dari bahan 0,5 kg, waktu penyalaan 10 menit dan tidak ada sisa sekam. Efisiensi konsumsi sekam menjadi 60% serta api biru. Efisiensi sekam lebih tinggi dari kayu karena waktu penyalaan kayu lebih lama dan kadar air lebih tinggi.
Untuk rekayasa alat bio-‐etanol, kegiatan penelitian telah berhasil membangun alat tersebut dengan prinsip adanya penyederhanaan proses yang membagi pembuatan ke dalam dua proses yaitu pada reaktor I melakukan teknik SSF yaitu proses fermentasi, sakarfikasi dan pasteurisasi dalam satu proses dan pada reaktor II melakukan destilasi yang dilengkapi dengan 2 pendingin berbeda (condensor) yaitu pendingin 1 berfungsi sebagai pemisah antara uap air dan uap etanol, sedangkan pendingin 2 berfungsi untuk mendinginkan uap etanol yang masuk ke dalam pipa penyekat menjadi etanol cair dengan kadar tinggi.
Hasil uji coba alat rekayasa dapat memproduksi kadar bioetanol nira nipah sebesar 70-‐94,5%, nira aren sebesar 60-‐85% dan nira kelapa sebesar 83-‐95%. Rendemen yang dihasilkan nira nipah sebesar 13,5% sedangkan nira kelapa dan aren sebesar 15%.
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
304
Dalam memanfaatkan limbah kayu yang lain (dari tebangan), telah dihasilkan rekayasa mesin prototipe chipper dan pengepres chips dalam dua jenis prototipe. Prototipe awal dilengkapi dengan pisau berukuran 10 cm yang diengkapi dengan teromol kayu kabel layang. Pada prototipe kedua pisau potongnya berukuran 20 cm yang diengkapi dengan media pengulit kayu, pemotong batang, pengasah pisau dan untuk tahun 2013 dilengkapi lagi dengan conveyor. Hasil kinerja protoipe pertama sebanyak 380 kg/jam serpih dan untuk prototipe kedua sebanyak 582 kg/jam dan hasil perbaikan di tahun 2013 sebanyak 588 kg/jam. Biaya pembuatan serpih pada prototipe pertama sebesar Rp 287/kg sedangkan pada prototipe 2 sebesar Rp 108/kg.
Untuk Luaran 3, kegiatannya adalah mencari substitusi bahan pembantu untuk meningkatkan keawetah dan stabilisasi kayu dan bambu. Tahap pertama telah berhasil ditemukan bahan substiusi yakni pengawet dan stabiliasasi dengan bleng, Spo (sabun pine oil) dan Sca (sabun crelicic acid). Penelitian serupa dilakukan pada kayu dan bambu dengan metoda asetilasi dan fiurfurilasi yang diketahui pada konsentrasi tertentu telah dapat meningatkan keawetan dan stabilisasi kayu dan bambu.
Pada kegiatan RPI yang bertujuan untuk memudahkan deteksi ada tidaknya kandungan gaharu hasil penelitian analisis GC-‐MS gaharu asal Mataram dan Pontianak semuanya mengandung senyawa-‐senyawa seskuiterpene yang merupakan penciri gaharu antara lain aromadendren, baimuxinal, gurjunene, eudesmane, cyclopentene, dan lain-‐lain. Selain senyawa seskuiterpene, senyawa kromon atau turunannya merupakan senyawa utama yang terdapat pada gaharu yang mencapai lebih dari 40 senyawa kromon
Dari hasil penelitian selama dua tahun diperoleh formula pereaksi pendeteksi gaharu untuk senyawa sekuiterpena adalah campuran dari 3 mL khloroform dan 2 ml H2SO4 yang menimbulkan warna coklat kemerahan pada larutan tersebut. Untuk formula pereaksi pendeteksi senyawa turunan khromon menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT) dengan larutan pengembang etil asetat, khloroform dan benzena dengan nisbah 5 : 1 : 4. Senyawa khromon atau turunannya ditandai adanya garis/pita warna kuning pada KLT. Senyawa seskuiterpena dan turunan khromon terdapat pada gaharu alam maupun induksi jenis Gyrinops spp. dan Aquilari spp. Gaharu buaya hanya mengandung senyawa turunan seskuiterpena dan tidak mengandung senyara khromon atau turunannya. Adapun biaya uji kualitatif senyawa seskuiterpena dan khromon atau turunannya yang terdapat pada gaharu sebesar Rp 56.500/sampel. B. Rekomendasi 1. Rekayasa mesin kabel layang dengan semua kelengkapannya dapat
digunakan pada pengeluaran kayu di medan sulit dengan mudah dan biaya cukup murah. Penggunaannya dapat dipakai pada pengelolaan HTI maupun hutan rakyat terutama pada lokasi yang aksesnya sulit.
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
305
2. Rekayasa meja gergaji mobile dapat digunakan untuk meningkatkan pemanfaatan limbah tebangan
3. Rekayasa sistem pengeringan hemat energi dengan memaksimalkan pemanfaatan panas surya perlu ada kajian lebih mendalam agar diperoleh teknologi yang lebih efektif dan efisien.
4. Rekayasa alat degumming minyak nabati multi fungsi telah berhasil mendapatkan substitusi solar dengan bahan bio-‐disel dari buah nyamplung. Perluasan dan pemanfaatan yang lebih terencana bisa membantu masyarakat pengguna terutama untuk membantu masyarakat nelayan dan penduduk di tepi pantai untuk keperluan energi kapal maupun penerangan.
5. Rekayasa alat biopelets diskontinyu telah berhasil dibuat dengan baik hasilnya bisa dimanfaatkan untuk pengadaan energi panas seperti industri gula kelapa.
6. Rekayasa pengembangan prototipe perangkat identifikasi kayu secara otomatis berbasis citra makroskopis kayu saat ini masih belum berhasil sepenuhnya. Untuk kesempurnannya diperlukan waktu tambahan agar teknologi tersebut dapat berhasil ditemukan dalam upaya pengenalan dan pengujian jenis kayu di lapangan secara mudah, cepat dan akurat.
7. Rekayasa mesin penghasil energi dari bahan nabati sebagai dasar untuk bisa dimanfaatkan dengan sistem gasifikasi masih dalam awal uji coba pada skala kecil. Untuk meningkatkan pemanfaatan dalam usahakomersil masih diperlukan penelitian lebih lanjut.
8. Rekayasa mesin chipper dan pengepresnya telah berhasil dua model prototipe apat digunakan dalam peningkatan manfaat limbah tebangan atau dignakan pada pembersihan lahan tanam tanpa bakar.
9. Substitusi bahan pembantu untuk bahan pengawet dan stabilisasi dimensi kayu dan bambu perlu disosialisasikan dalam upaya peningkatan umur kayu dan penghematan biaya perbaikan konstruksi rumah dengan perabotannya.
10. Gaharu terdiri dari 51% senyawa seskuiterpen dan senyawa tersebut dapat dijadikan dasar untuk mendapatkan formula perekasi pendeteksi gaharu.
11. Penelitian pemisahan biodiel dan gliserol dapat diuji coba pada berbagai produk biodisel dari berbagai macam bahan baku dan agar dihasilkan rendemen bodisel minimal 95% tabung pemisah sebaiknya dibuat dengan alas/dasar berbentuk kerucut.
12. Rekayasa alat penghasil energi dari bahan nabati telah dapat dilakukan yang dioperasikan dengan sistem generasi ketiga yaitu proses terpisah dikenal dengan SHF (Separate Hydrolysis and Fermentation). Proses hidrolisis dan fermentasi dilakukan dalam reaktor yang berbeda. Alat ini juga dapat dimanfaatkan untuk pembuatan bio-‐etanol dari bahan padatan.
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
306
13. Hasil uji memperlihatkan bahwa komponen kimia gaharu mengandung senyawa terpene khususnya seskuiterpene dan khromon atau turunannya. Sedangkan senyawa khromon hanya terdapat pada gaharu budidaya kualitas gubal 2 dari jenis G. versteghii, gaharu alam kualitas kamedangan 1 dan 2 dari jenis A. malaccensis
14. Kandungan gaharu dapat dideteksi dengan cara reaksi kimia menggunakan bahan pereaksi dari 3 mL khloroform dan 2 ml H2SO4 yang menimbulkan warna coklat kemerahan.
15. Kadar resin yang dikandungnya dalam gaharu dapat diuji melalui pengujian pH. Makin tinggi nilai pH berarti makin tinggi kadar resin, hasil kajian memperihatkan adanya hubungan regresinya Y = 4,574 + 0,113 X ; di mana Y = kadar resin gaharu dan X = nilai pH gaharu.
16. Untuk formula pereaksi pendeteksi senyawa turunan khromon menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT) dengan larutan pengembang etil asetat, khloroform dan benzena dengan nisbah 5 : 1 : 4. Senyawa khromon atau turunannya ditandai adanya garis/pita warna kuning pada KLT.
17. Senyawa seskuiterpena dan turunan khromon terdapat pada gaharu alam maupun induksi jenis Gyrinops spp. dan Aquilari spp. Gaharu buaya hanya mengandung senyawa turunan seskuiterpena dan tidak mengandung senyara khromon atau turunannya.
18. Biaya uji kualitatif senyawa seskuiterpena dan khromon atau turunannya yang terdapat pada gaharu sebesar Rp 56.500/sampel.
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
307
Lampiran 1. Daftar Output RPI 23 (Perekayasaan Alat dan Substitusi Bahan Pembantu)
Judul/Kegiatan Penelitian Tahun Judul Publikasi Media Penulis
Luaran 1 Prototipe alat pemanenan hasil hutan
Rekayasa alat bantu pemanenan kayu dan non kayu : Alat bantu ekstraksi di daerah curam
Alat bantu eksraksi kayu di daerah curam
Warta Hasil Hutan Vol. 8 (2) 2013
Wesman Endom
Penelitian awal teknis alat keruk sistim kabel layang
Buletin Hasil Hutan Vol. 17 (2) Okt. 2011
Wesman Endom
Luaran 2 Prototipe alat pengolah hasil hutan kayu dan non kayu
Rekayasa mesin pengolah energi dari bahan nabati (Pustekolah)
Pembuatan biodiesel dari minyak jarak pagar dengan proses esterifikasi -‐transesterifikasi
Gelar Teknologi
2010 Pembuatan biodiesel dari biji kesambi (Schleichera oleosa L.)
Jurnal penelitian Hasil Hutan
R. Sudradjat, Endro Pawoko, D. Hendra & D. Setiawan
2010 Pembuatan biodiesel biji kepuh dengan proses transesterifikasi
Jurnal penelitian Hasil Hutan
R. Sudradjat, Endro Pawoko, D. Hendra & D. Setiawan
2010 Proses transesterifikasi pada pembuatan biodiesel menggunakan minyak nyamplung (Calophyllum inophyllum L.) yang telah dilakukan esterifika
Jurnal penelitian Hasil Hutan Vol. 28 (2) Juni 2010
R.Sudradjat, Sahirman, A. Suryani & D. Setiawan
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
308
Judul/Kegiatan Penelitian Tahun Judul Publikasi Media Penulis
Rekayasa mobile chipper dan pengepres chip (Pustekolah)
Produktifitas dan biaya rekayasa mesin pembuat serpih kayu yang mudah dipindah
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 31 (4) 2013
Wesman Endom
Peningkatan nilai tambah produk HTI dengan chipper mobile di Sukabumi, Jasinga dan Cianjur
Prosiding Hasil Penelitian, 2012
Wesman Endom
2010 Kajian penggunaan meja gergaji tambahan untuk memanfaatkan limbah tebangan menggunakan mesin Expo-‐2000
Jurnal Penelitian Hasil Hutan
Wesman Endom
2013 Produktivitas dan biaya alat hasil rekayasa dalam pengeluaran kayu jati di daerah curam
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 31 (1) 2013
Wesman Endom
2012 Pengaruh perendaman menggunakan larutan campuran tembaga sulfat dan nikel nitrat terhadap warna permukaan bambu Gigantochloa apus Kurz
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 30 (2) 2012
Barly & Susilawati
2011 Perbaikan konstruksi dan perlengkapan dalam rangka standardisasi sistem kabel layang
Jurnal Penelitian Hasil Hutan
Wesman Endom
2010 Drying rasamala with combined heat released from solar energy, fuel-‐powered stove and heater
Jurnal Penelitian Hasil Hutan
Karnita Yuniarti and Efrida Basri.
Rekayasa alat pembuatan wood pellet untuk industri kecil
2012 Rekayasa pembuatan mesin pelet kayu dan pengujian hasilnya
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 30 (2) 2012
Djeni Hendra
2013 Uji coba mesin kabel layang Expo-‐2000 Generasi-‐II dengan konstruksi dua gigi eksentrik terpisah untuk ekstraksi kayu
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 32 (1) 2014
Wesman Endom
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
309
Judul/Kegiatan Penelitian Tahun Judul Publikasi Media Penulis
2013 Produktivitas dan biaya rekayasa mesin pembuat serpih kayu yang mudah dipindah
Jurnal PenelitianHasil Hutan Vol. 31 (4) 2013
Wesman Endom
Peningkatan nilai tambah produk HTI dengan chipper mobile di Sukabumi, Jasinga dan Cianjur
Prosiding Hasil Penelitian Tahun 2012
Wesman Endom
Luaran 3 Formula subtitusi bahan pembantu pengolahan kayu dan bambu
Formula pereaksi pendeteksi gaharu
Formula pereaksi pendeteksi gaharu
Seminar dan Pemeran Hasil Penelitian
Formula bahan pengawet dan stabilitas dimensi kayu dan bambu
Formula bahan pengawet dan stabilitas dimensi kayu dan bambu
Seminar dan Pameran Hasil Penelitian
Rancangan sistem identifikasi kayu secara otomatis (Pustekolah)
2010 Pertama di dunia”Mengenal kayu otomatis:solusi mencegah illegal loging”
Warta Hasil Hutan Vol. 7 (1) 2012
Ratih Damayanti, Sri Rulliaty
Sintesis RPI 2011 – 2014 Pustekolah
310
Lampiran 2. Outcome RPI 23 tahun 2010 -‐ 2014 No Output/Kegiatan Pemanfaatan Keterangan
1. Pemanfaatan mesin bertenaga 6 PK untuk membantu mengeluarkan kayu jati pada medan curam di Ranca Ilat Ranca Parang KPH Cianjur
KPH Cianjur, PT Perhutani Unit III
Tahun 2010
2. Pemanfaatan mesin bertenaga 13 PK di petak 68 BKPH Cibaliung, Provinsi Banten untuk membantu pengeluaran kayu jati pada daerah landai dengan akses sangat rendah (jenis tanah lempung liat) yang mudah amblas saat terkena air hujan
KPH Banten, PT Perhutani Unit III
Tahun 2013
3. Pemanfaatan chipper mobile bertenaga 9 PK untuk membuat serpih penambah stabilisasi jalan yang rusak pada pengeluaran kayu jati di Cibaliung Pandeglang Banten
KPH Banten, PT Perhutani Unit III
4. Pembuatan biodisel dari minyak jarak pagar dengan proses esterifikasi-‐transesterifikasi
Ujicoba
5. Sosialisasi bio-‐disel nyamplung di Arena BPPT pada tahun 2011
Sosialisasi
6. Alat pengolah bioetanol dari nira aren KPH Model Boalemo Unit V di Boalemo, Gorontalo