sinus paranasal

62
1. Perkembangan dan Anatomi Sinonasal Sarah K. Wise, Richard R. Orlandi dan John M. Delgaudio Perkembangan sinonasal Untuk memahami anatomi sinur paranasal dan dikelilingi struktur sebagai suatu kesatuan untuk menunjukkan keamanan dan ketepatan pembedahan sinus melalui endoskopik dan tehnik operasi terbuka. Sebagai tambahan, pengetahuan perkembangan embriologik sinus paranasal mengizinkan pemahaman yang lebih baik dari keterlibatan proses spasial penyakit dalam mempengaruhi sinus. Oleh karena, struktur sinus paranasal dan nasa berkembang dari berbagai tulang, dibandingkan satu tulang, pemahaman hubungan perkembangan antara tulang-tulang ini mengizinkan ahli bedah untuk mengevaluasi lebih baik dan mengobati proses penyakit tertentu yang mempengaruhi kavitas sinonasal.

Upload: ps4only

Post on 25-Nov-2015

78 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

1. Perkembangan dan Anatomi SinonasalSarah K. Wise, Richard R. Orlandi dan John M. Delgaudio

Perkembangan sinonasal

Untuk memahami anatomi sinur paranasal dan dikelilingi struktur sebagai suatu kesatuan untuk menunjukkan keamanan dan ketepatan pembedahan sinus melalui endoskopik dan tehnik operasi terbuka. Sebagai tambahan, pengetahuan perkembangan embriologik sinus paranasal mengizinkan pemahaman yang lebih baik dari keterlibatan proses spasial penyakit dalam mempengaruhi sinus. Oleh karena, struktur sinus paranasal dan nasa berkembang dari berbagai tulang, dibandingkan satu tulang, pemahaman hubungan perkembangan antara tulang-tulang ini mengizinkan ahli bedah untuk mengevaluasi lebih baik dan mengobati proses penyakit tertentu yang mempengaruhi kavitas sinonasal.

Gambar 1. Ilustrasi kartilagenosa kapsul nasalis pada 9-12 minggu perkembangan fetus

Perkembangan kavitas sinonasal

Oerkembangan awal kavitas sinonasal selama minggu kedelapan kehidupan fetus. Pada saat ini, septum nasal dapat dilihat pembagian nya pada sisi kanan dan kiri dari kavitas nasal kedepannya. Pada minggu ke 8 gestasi,septum nasal adalah struktur mesenkim yang secara parsial terdiferensiasi menjadi kartilago. Pada minggu ke 8 gestasi juga, beberapa rigi mulai berkembang sepanjang dinding nasal lateral. Rigi dinding nasal lateral merupakan tanda awal dari perkembangan turbin. Disekeliling kavitas nasal embriologik sebuah bentuk kapsul kartilagensa dan pada minggu ke 9 dan 10 kapsul kartilago berkontribusi terhadap pembangunan seperti jari tangan menjadi perkembangan turbin. Juga diantara minggu 9 dan 12 gestasi, pemisahan sebuah kartilagenosa dan bentuk cikal bakal jaringan lembut antara perkembangan turbin tengah dan inferior. Cikal bakal ini akan menjadi prosesus unsinatus.

Rigi sepanjang dinding lateral nasal, dimana pada akhirnya berkembang menjadi turbin, telah dilaporkan berbeda dengan asalnya oleh banyak pengarang disepanjang sejarah. Pada 1985, Killian mendeskripsikan turbin inferior sebagai bentuk asli proses maksilaris dan disebutkan pada perkembangan struktur maksiloturbinasi. Killian lebih lanjut mendeskripsikan lebih superior dilokasikan pada ethmoturbinlis sebagai pembentuk turbin tengah dan superior dengan sebuah bentuk kecil nasorturbin regio agger nasal. Dukungan Stamberger pada asal maksiloturbin dari turbin inferior, tetapi catatan beberapa perbedaan halus dalam perkembangan termewah 5 dari etmoturbinalis tetap disepanjang perkembangan dan akhirnya area agger nasi (Bagian atas ethmoturbinalis pertama atau nasoturbinal), turbin tengah (ethmoturbinalis kedua), turbin atas (ethmoturbinalis ketiga), dan turbin tertinggi (ethmoturbinalis keempat dan kelima). Berbeda halnya dengan Killian dan Stammberger, Bingham dan kawan-kawan mendeskripsikan turbin inferior sebagai kemunculan dari kapsul nasal kartilagenosa disepanjang dengan turbin tengah dan superior dan mereka tidak mendukung pemisahan terminologi maksiloturbin.

Pada 15 dan 16 minggu gestasi, turbin inferior, tengah, dan superior secara jelas dibentuk dan paling mudah terlihat pada bagian embriologik. Seperti yang dilihat dari perkembangan bagian histologik, turbin tengah dan superior muncul dari prekursor tulang ethmoid, sedangkan turbin inferior adalah bebas, menerima kontribusi dari struktur dewasa final dari kartilagenosa kapsul nasal dan tulang maksila.

Antara rigi ethmoidturbinal secara alur primer dimana akan membentuk resesus dan meatus yang memisahkan turbin dewasa. Ethmoidturbinalis pertama dan kedua dipisahkan oleh alur primer pertama, dimana menjadi meatus media, infundibulum ethmoid, hiatus semilunaris, dan bagianfrontal resesus pada dewasa. Meatus superior dan meatus tertinggi berasal dari alur primer sekunder dan ketiga. Perluasan pneumatisasi sinus paranasal dewasa dan perbedaan perkembangan secara besar dari satu orang ke orang lain. Hal ini dipikirkan sebagai hasil dari perluasan invaginasi dan evaginasi antara perkembangan turbin dan alur campur tangan mereka.

MUKOSA SINONASAL DAN PERKEMBANGAN OLFAKTORIUS

Pada riwayat studi kepala fetus manusia, Wake et al telah mendeskripsikan perkembangan mukosa sinonasal. Pada kesimpulannya, sebagai permulaan perkembangan kavitas nasalis pada minggu ke 8 gestasi, kapsul mesenkim hiperseluler menbentuk sekeliling perkembangan struktur perkembangan nasal, meskipun mayoritas kavitas nasalis terdiri dari sel yang tidak dapat berdiferensiasi menjadi kartilago pada saat ini, dan epitelium olfaktorius dapat terlihat pada aspek dukungan superior kavitas nasalis. Pada minggu kesembilan dan kesepuluh, kartilago kapsul nasalis sepenuhnya telah terdiferensiasi., pseudostratifikasi silia epitel kolumnar dan kuboid terlihat pada septum dan turbin inferior, dan pembuluh darah primitif. Pada minggu ke 11 dan 12, epitelium septum telah berdiferensiasi menjadi epitelium pernapasan silia dan sel sekretori goblet juga hadir, tetapi dinding nasal lateral mukosa berlanjut menjadi sedikit terdiferensiasi, Plat kribiform terdapat pada bentuk kartilagenosa pada minggu ke 14 dan 16, dengan ikatan neurovaskuler yang menekan kedalamya, dan epitelium olfaktorius terdapat disepanjang bagian kavitas nasalis. Juga pada minggu ke 14 dan 16, epitelium skuamos berlapis dengan rambut folikel dapat terlihat dalam vestibulum nasalis. Garis mukosa perkembangan sinus paranasal tetap sferis atau kuboid dengan beberapa silia dan kelenjar. Pada minggu ke 17 dan 18, dinding nasal lateral dan sinus ethmoid mukosa telah matang untuk menjadi epitelium pernapasan, dengan konsentrasi sel goblet yang lebih tinggi pada bagian anterior dan sel silia di posterior. Pada minggu ke 20 dan 24 gestasi, sel sekretori bahkan lebih terdistribusi dan struktur vaskuler hadir disepanjang lamina propria. Terdapat penurunan parsial perkembangan nasalis. Setelah lahir, terdapat penurunan sebagian epitelium olfaktorius seperti halnya sel epitelium olfaktorius pada area kerja plat kribiform dan turbin superior.Pada tahap awal sel ethmoid anterior termasuk permulaan kartilagenosa dari bulla ethmoi, dibentuk sebagai hasil penggabungan dari meatus media kira-kira minggu ke 17 dan 18, calon cikal bakal ethmoid posterior bermula dari perkembangan meatus superior. Osifikasi sinus ethmoid dan lamina papirasea terjadi pada minggu ke 20 dan 24 gestasi.

Saat lahir, sinus ethmoid merupakan bentuk paling matang dari sinus paranasal, secarra lengkap berkembang sejumlah sel tetapi bukan ukuran sel.Padabayi baru lahir, kompleks ethmoid 8-12 mm panjangnya. 1-3 mm lebarnya, dan 1-5mm tingginya. Sinus ethmoid menjalani pertumbuhan bermakna selama dekade pertama kehidupan. Wolf et al mencatat kecepatan rtercepat ekspansi kompleks ethmoid antara 1-4 tahun usia, sedangkan Shah et al telah mendemonstrasikan kercepatan tercepat ekspansi anteroposterior sinus ethmoid terjadi antara 3-8 tahun usia. Pada usia 12 tahun, sinus ethmoid secara penting mencapai dimensi dewasa mereka. Sel ethmoid dapat dikembangkan meskipun diluar batas tulang ethmoid untuk meluas ke resesus frontalis (sel frontal, sel suprabular, dan sel sular frontal), tulang sel sfenoid (sfenoethmoid [onoid] ), dan tulang maksilaris (ethmoid infraorbital sel [haller]).

Tulang ethmoid terdari dari lebih sinur ethmoid. Struktur lain berkembang dari tulang ethmoid pada turbin tengah, turbin superior , turbin tertinggi, plat kribiform, dan area posterosuperior septum nasal (plat garis tegak lurus dari ethmoid).

SINUS MAKSILARIS

Pada permulaan osifikasi maksila pada minggu ke 11 dan 12 gestasi sebagai awal sinur ethmoid anterior dikembangkan. Infundibulum maksilaris menjadi bukti bahwa pada minggu ke 14-16 usia kehidupan fetus sebagai sebuah invaginasi tulang maksilaris, temuan lateral ke rigi unsinatus. Pada point ini,masih terdapat kavitas sinus maksilaris yang tidak benar. Pada minggu ke 17 dan 18 gestasi, sebuah ruang udara secara jelas terlihat lateral ke perkembangan prosesus unsinatus , menonjil kedepan daro gelombang tulang maksila. Perkembangan sinus maksilaris dapat didefernsiasi dari duktus nasolakrimalis pada tahap ini sama baiknya. Oleh karena itu setelahnya, kapsul kartilagenosa menyerab atau berosifikasi, tergantung lokasi, sinus maksilaris tumbuh membesar. Lebih dari trimester kedua dan ketiga sinus maksilaris berlanjut membesar dari infundibulum maksilaris.

Pada saat lahirm pengukuran sinus maksilaris -10mm panjang dan 4mm lebar, dan 3mm tingginya . Pada usia 4mm sinus maksilaris meluas ke samping pada derajat saraf infraorbital dan inferior pada derajat perlekatan turbin inferior. Pada usia 8 tahun, pertumbuhan sinus maksilaris secara khusus meluas kesamping melewati kanal infraorbital dan ke arah inferior pada pertengahan meatus inferior. Pada usia 12 tahun sinus maksilaris meluas ke lateral menuju resesusn zygomatikus, ke arah medial duktus nasolaktimalis dan ke arah inferior ke derajat lantai kavitas nasalis (gambar 1.2). Shah et al telah mencatat bahwa kecepatan tertinggi antara usia 1-8 tahun, dan maksilaris

Gambar 1.2 Ilustrasi Perkembangan sinus maksilaris dan frontal postnasal

Sinus maksilaris, mungkin terkait obstruksi fisiologik pada ostium, menurunkan aerasi dan mengganggu pneumatisasi maksila.

SINUS SFENOID

Perkembangan sinus sfenoid dimulai pada bulan ketiga dan keempat kehidupan fetus sebagai sebuah invaginasi mukosa kavitas nasalis kedalam kapsul nasal kartilagenosa, disebut resesus kupolar kartilagenosakavitas nasalis. Pada saat ini, invaginasi kavitas nasalis yang akan menjadi sinus sfenoid tidak secara jelas berhubungan dengan tulang sfenoid, terapi dibandingkan datang dari are posterior ethmoid melalui osikulum bertini atau tulang bertini. Pada tahap ini, tulang sfenoid memiliki dua pusat osifikasi, terpisah oleh kanalis faringeus. Selama tahun pertama kehidupan, kartilago memisahkan osikulum bertini dari tulang sfenoid akan diserap dan pneumatisasi sinus sfenoid akan berkembang kedalam tulang sfenoid itu sendiri.

Merskipun shah et al dapat mengidentifikasi perkembangan minimal sinus sfenoid pada 33% bayi baru lahir secara radiografi, pada kebanyakan kejadian hanya ostium sfenoid dapat diidentifikasi saat lahir. Pneumatisasi sinus sfenoid dimulai dari usia 1 tahun, dengan kecepatan pertumbuhan dilaporkan antara 3 bulan- 5 tahun. Banyak pengarang mencatat bahwa hampir usia 12 tahun, ukuran sinus sfenoid dewasa tercapai. Wolf et al telah mengomentari bahwa diatas usia 12 tahun dapat berlanjut ke perubahan bentuk, meskipun ukuran tetap konstan. Menariknya, pada studi ini aerasi sinus sfenoid disepanjang siklus hidup, yonetsu et al melaporkan bahwa pneumatisasi sinur sofenoid tidak mencapai titik maksimum hingga akhir dekade ketiga kehidupan. Mengikuti dekade ketiga, pengarang mencatat bahwa aerasi sfenoid dapat secara bermakna menurun dengan kemungkinan penyebab kehilangan sedikit pembuluh darah, hipoksia dan atropi mukosa mengarah ke pengendapan tulang.

Disekeliling sinus sfenoid adalah sturktur neovaskuler multipel yang penting, termasuk kelenjar pituitari dan kiasma optik pada superior posisi medial, arteri karotis internal dan sinus kavenosus pada posisi superior lateral dan saraf vidian inferolateral. Derajat pneumatisasi sfenoid dengan diawali dari sella sering dideskripsikan dengan visualisasi dalam potongan sagital. Vidic melaporkan bahwa pneumatisasi sellar (termasuk postsellar) sering (83.6%), didefinisikan sebagai perluasan posterior pneumatisasi sfenoid ke garis vertikal yang digambar melalui tuberkulum sella. Gambaran selanjutnya pneumatisasi sfenoid padapotongan sagital. Batra et al, mencatat bahwa postsellar pneumatisasi (meluas melebihi dinding posterior sella) ditemukan pada 65% kasus. Pneumatisasi sinus sfenoid dapat juga terjadi disekililing prosesus penonjolan tulang, seperti prosesus pterigoid, sayaf sfenoid lebih besar dan lebih sedikit, prosesus klinoid anterior dan tulang palatina, diantara yang lain. Lebih besar dari aerasi, lebih besar seperti struktur neovaskularisasi yang berbatasan dengan sinus sfenoid akan muncul pada pembebasan penonjolan tulang pada dinding lateral atau atap perluasan samping. (Gambar 3) Sebagai tambahan, granulasi araknoid sering terjadi pada proksimal cabang sekunder dari nervus trigeminus pada resesus pterigoid arasi sinus sfenoid yang baik. Area ini dapat menghasilkan kebocoran cairan serebrospinal atau meningoensefalokel pada pasien dengan hipertensi ontrakranial jinak.

Derajat perkembangan setelah lahir sinus sfenoid dapat dipengaruhi oleh penyakit kronis atau mungkin faktor genetik. Sebagai contoh, pasien dengan fibrosis kistik (CF) dimaksudkan untuk memiliki sinus sfenoid hipoplastik (Gambar 1.4A) Lebih lanjut, pasien fibrosis kistik homozigot untuk mutasi F508-delta memiliki insidensi yang lebih besar pada hipoplasia sfenoid dibandingkan mereka dengan genotif kistik fibrosis yang lain. Apakah hal ini terkait efek faktor genetik pada perkembangan sinus atau patofisiologi mukosa setelah lahir masih belum jelas.

SINUS FRONTALIS

Sinus frontalis merupakan sinus paranasal terakhir untuk memulai perkembangan dan penyempurnaan perkembangan terakhir. Terdapat berbagai macam interpretasi potensial dari perkembangan pasti sinus frontalis, dengan beberapa tema tersering. Pada 1916, Schaeffer mendeskripsikan bebrapa (satu dari 4) alur frontal atau lubang yang terdapat selama perkembangan embriologik yang secara mewah membentuk sinus frontalis dan berbagai macam sel ethmoid anterior. Kasper lebih lanjut menggambarkan alur sinus frontal sebagai bentuk sel agger nasi (pertama, alur), sinus frontal (alur kedua), dan sel ethmoid anterior seperti aerasi mereka kedalam tulang ethmoid atau bagian orbit tulang frontal (alur ketiga dan keempat) pada spesimen mayoritas pembedahan. Kasper juga mencatat bahwa sinus frontal dapat berasal dari sel ethmoid anterior frontal dan alur frontal (57%), perluasan sel ethmoid infundibulum (34%), perluasan resesus frontalis (3%), atau setidaknya sering diekspasi oleh sel suprabullar (2%). Baik Schaeffer dan kasper mendiskusikan berbagai macam variasi sinus frontal dan pneumatisasi resesus frontali, membentuk anatomi awal dihargai sebagai variabilitas nyata dari area ini. Pada akhirnya, Stambberger mendukung perkembangan resesus frontalis pada aspek alur superior antara ethmoturbinalis pertama dan kedua. Seperti yang dikuasakan oleh Bolger, hal ini mudah untuk dibayangkan bahwa pemberian kompleksmanatomi yang tinggi resesus frontalis dan sinus frontalis. Invaginasi ini atau alur ini dapat pada akhirnya menmpneumatisasi variasi derajat. Kontribusi seluk beluk area ini, pada asalnya merupakan sinus frontalis yang pantas dapat membentuk dari berbagai macam alur dan multipel alur dapat pada akhirnya di aerasi tulang frontalis sama baiknya. Tinggi sinus vertikal meningkat dengan cepat antara usia 1-5 tahun.

Tengah celah wajah bayi sangat kecil, menghasilkan perbedaan bermakna pada sinus maksilaris antara bayi dan dewasa muda. Pada bayi dan anak-anak muda, atap lereng sinus maksilaris arah inferiolateral, sebagai pusat orbit yang menempati bagian yang lebih luas dari tengah celah wajah. Pada tahap ini , lantai sinus maksilaris terletak diatas derajat lantai dasar nasal kehadiran gigi yang tindak muncul keluar. Dengan pertumbuhan celah tengah wajah dan erupsi gigi permanen pada kanak-kanak, sinus berlanjut menganginkan, menghasilkan orientasi yang lebih horizontal lantai orbital dan pertumbuhan inferior lantai sinus maksilaris pada derajat yang sama atau dibawah lantai dasar yang lebih rendah.

Perkembangan dan ukuran yang paling mewah dari sinus maksilaris dapat dipengaruhi oleh banyak faktor. Jarnag, sinum maksilaris gagal berkembang dengan tulang kanselus yang mengisi maksila. Trauma awal masa kanak-kanak dapat menghasilkan hipoplasia, kemungkinan karena aerasi yang tidak adekuat untuk mengizinkan perluasan sinus. Kegagalan erupsi gigi permanen, menghasilkan pemendekan pertumbuhan vertikal inferior sinus. Hipoplasia sinus maksilaris dapat juga terjadi dalam ketidakhadiran faktor lainnya seperti gigi yang tidak erupsi atau trauma. Pasien dengan fobrosis kistik sering hipoplastik

Gambar 1.3 Ilustrasi anatomi sinus sfenoid dewasa. Gambar merupakan potongan oblik, dengan sisi kiri gambar mendemonstrasikan struktur yang terdapat lebih anterior, sama seperti saraf vidian dan foramen rotundum, dimana sisi kanan gambar menunjukkan struktur yang lebih posterior, sperti sinus kavenosusPada saat lahir, sinus frontalis yang paling tidak terlihat pada kebanyakan individu, dengan hanya 12% dari pencitraan CT scan bayi baru lahir mendemonstrasikan sinus frontalis. Sinus frontal hadri pada usia 4 tahun, pada usia 4-8 mm panjangnya, 6-9 mm tingginya, dan 11-19 mm lebarnya. Pada usia 12 tahun sinus frontal mencapai bentuk tetrahedral dan berlanjut ke aerasi hingga sampai usia dewasa (Gambar 1.2)

Sebagai dalam sinus sfenoid, sinus frontal berkembang hampir pada periode setelah lahir. Karena ini, sinus frontal juga subjek sama perkembangan jaringan seperti hipoplasi pada pasien kistik fibrosis.(Gambar 1.4B)

MAKSUD KLINIS PERKEMBANGAN SINUS PARANASAL

Sebagai sebuah contoh kepentingan pemahaman perkembangan anatomi sinonasal sama keterkaitannya proses penyakit dapat terlihat dengan displasia fibrosis monostotik. Pembentukan tulang abnormal dan perluasan terlihat pada displasia fibrosis monostotik tidak dapat menyebrangi garis sutura penonjolan. Oleh akrena itu, analisa area penonjolan tulang terlibat dalam tipe displasia fibrosis ini dapat menyediakan informasi tentang asal embriologi berbagai macam bagian kavitas sinonasal, seperti tulang ethmoid dan sfenoid. (Gambar 1.5)

Sebagai tambahan, mokokel dapat mengobstruksi resesus frontal dapat berasal dari sumber multipel. Mukokel melibatkan resesus frontal dapat membentuk sel agger nasi, sel frontal, sel suprabulbar, dan sel bullar frontal, atau dari sinus frontal itu sendiri. Memahami perkembangan asal dari berbagai macam sel resesus frontalis dapat membantu ahli otolaringologis dan radiologis dalam mengevaluasi studi pencitraan untuk memutuskan tantangan perluasan dinding penonjolan tulang dan merencanakan lokasi dan perluasan kebutuhan pembedahan untuk menatalaksanan patologi sacara adekuat.

Sebagai contoh akhir, penyakit seperti fibrosis kistik sering dihasilkan dari perkembangan yang tidak lengkap dari sinus. Sinus maksilaris dan ethmoid hadir saat lahir, sedangkan perkembangan sinus sfenoid dan frontal seletah lahir. Pada banyak pasien dengan fibrosis kistik, dimana sekresi tebal mengobstruksi sinus dan menghambat aerasi, menghasilkan kemungkinan hambatan perkembangan sinus sfenoid dan frontal. (Gambar 1.4A,B)

Gambar 1.4 (A) CT scan aksial dalam algoritma jendela tulang dan pasien kistik fobrosis dewasa . Sinus ethmoid secara relatif berkembang, sedangkan sinus sfenoid berada dibawah perkembangan. (B) CT scan coronal dalam algoritma jendela tulang pasien kistik fibrosis dewasa dengan sinus frontal bilateral uang belum sempurna

ANATOMI SINONASAL

Pendahuluan

Bab ini difokuskan pada anatomi sinonasal, diawali dengan konstruksi skematik kompleks ethmoid. Banyak ahli bedah sinus paranasal, pemahaman pada awalnya 700Sinus ethmoid membuktikan tantangan. Konstruksi metologikal sederhana sinus ethmoid dan struktur disekeliling dengan menyediakan ruang kerja untuk memahami anatomi sinus maksilaris, frontalis, dan sfenoid sama baiknnya.

Gambar 1.5 CT scan aksial dalam algoritme jendela tulang monistotik fibrosis displasia tulang sfenoid kanan (asterisk). Catatan bahwa pembentukan tulang abnormal dijepid oleh tulang sfenoid sisi kanan.SINUS ETHMOID

Kompleks ethmoid hanya merupakan komplek seperti itu. Melalui pemahaman anatomi dan variasi yang melekat merupakan sebuah kunci pembedahan yang aman dan teliti. Meskipun anatomi sinus ethmoid dapat sebagai individual atau sebagai sebuah sidik jari, penunjuk tersering dan hubungan pedoman adalah pemotongan efektif. Sebaliknya konstruksi struktur kompleks sering membantu pemahaman mereka. Untuk alasan tersebut, konstruksi sinus ethmoid sederhana diikuti, sepanjang deskripsi dan menyoroti anatomi.

Bulla ethmoid

Konstruksi skematik sinus anterior ethmoid dengan sebuah bulatan. Bola ini kemudian dibagi berdasarkan potongan dan bagian yang lebih kecil dari bulatan dubuang. Bagian potongan yang tipis menggambarkan lamina papirasea. Bulatan setengah melekat ke lamina papirasia menunjukkan bulla ethmoid. (Gambar 1.6A). Seperti yang dimaksudkan dari konstruksi dasar kompleks ethmoid, bulla ethmoid secara khusus lebih besar dari sel udara ethmoid anterior yang mengambil keaslian dari lamina papirasea disepanjang dinding medial orbit. Meskipun anatomi ethmoid cukup rumit, bula ethmoid sering konsisten dan dikenali sel ethmoid. Sebagai pengingat anatomi ethmoid ditambahkan ke sekeliling struktur dan akan menjadi bukti: medial ke lamina papirasea posterior ke prosesus unsinatus,anterior dari vertikal lamella basalis turbin tengah, dan poster0inferior ke resesus frontalis. Stamberger mendiskripsikan penumatisasi minimal bula ethmoid atau ketidakhadiran bulla ethmoid terjadi pada 8% pasien, merujuk ke sebuah tors lateralis.

Gambar 1.6 (A) konstruksi skematik lamina papirasea dan bulla ethmoid (B) skematik komplek ethmoid anterior dengan penambahan prosesus, B, ethmoid bulla; L, lamina papirasea; U, prosesus unsinatus

PROSESUS UNSINATUS, INFUNDIBULUM ETHMOID DAN HIATUS SEMILUNARIS

Sebuah garis berbentuk bulan sabit ditambahkan ke anterior bulla ethmoid dan paralel terhadap itu. Dari garis ini, sebuah pertumbuhan keluar kemudian meluas ke posterior dan sedikit menjauh dari lamina papirasea dan dinding nasal lateral. Bentuk cantelan pertumbuhan keluar demikian terjadi disepanjang potongan vertikal yang paralel permukaan anterior dari bulatan (atau bulla ethmoid). Istilah bentuk cantelan pertumbuhan keluar ini adalah prosesus unsinatus. Sepeti yang terlihat pada gambar 1.6B, prosesus unsinatus membentuk aspek anterior dan superior ethmoid bulla, dan memiliki batas bebas tanpa perlekapan penonjolan tulang posterior. Pada aspek anterior superior, prosesus unsinatus melekat ke puncak ethmoid maksila dan bagian posterior dari tulang lakrimal, dekat area agger nasi. Pada aspek posterior inferior, prosesus unsinatus bergabung dengan prossus ethmoid tulan turbin inferior.

Perlekatan superior dan posterior dari prosesus unsinatus berhak atas perhatian khusus, sebagai perlekatan ini dapat bermaksud untuk konfigurasi resesus frontalis dan jalur aliran keluar sinus frontalis. Publikasi pada awal abad ke 20, berdasarkan pemisahan anatomi resesus frontal oleh Schaeffer dan Kasper, mengindikasikan bahwa perkembangan awal dari sinus frontal dan disekeliling struktur resesus frontalis bervariasi. Oleh karena berbagai variasi, aliran keluar traktus frontal dapat mengalirkan secara langsung kedapal aspek superior infundibulum ethmoid (sedikit lebih sering), atau kedalam meatus tengah tanpa hubungan langsung aspek superior infundibulum ethmoid (lebih sering). Prosesus unsinatus lebih sering masuk secara lateral kedalam lamina papirasea, menghasilkan drainase sinus frontal yang terjadi ke medial ke pemasukan prosesus unsinatus dan secara lansung ke dalam meatus tengah antara turbin dan perlekatan kedasar tengkorak. Sedikit lebih sering, prosesus unsinatus dapat dimasukkan kedalam aspek superior turbin tengah atau secara langsung kedalam dasar tengkorak. Pada kedua kasus ini, jalur drainase sinus frontal akan seara lateral ke prosesus unsinatus dan kedalam infundibulum ethmoid diaman akan dideskripsikan kemudia, Pada akhirnya, aspek posterior superior prosesus unsinatus mungkin memiliki perlekatan multipel ke laminan papirasea, dasar tengkorak, dan turbin tengah. Hal ini peting untuk dikenali bahwa karena variabilitas pneumatisasi yang ekstrim dari resesus frontalis, deskripsi ini dari aliran keluar sinus frontal cukup sederhana dan hanya menampilkan sebagau sebuah lapangan kerja untuk sebuah pemahaman dari area ini.

Melalui hal ini dibentuk lateral dari prosesus unsinatus, diantara komplek ethmoid anterior, yang disebut infundibulum ethmoid. Infundibulum ethmoid diikat secara medial oleh aspek lateral prosesus unsinatus, kesamping oleh lamina papirasea, dan poeterosuperior oleh bulla ethmoid. Sebagai tambahan, prosesus frontalis maksila dan tulang lakrimal mungkin juga berkontribusi ke rintangan-rintangan anterior dan superior dari infundibulum ethmoid. Kepentingan perlekatan superior dan prosesus unsinatus dan hubungannya dengan traktus aliran luar sinus frontalis telah dideskripsikan. Catatan, pada skenario tersering dari perlekatan unsinatus ke lamina papirasea adalah konfigurasi tersamar di disebut resesus terminalis.

Penilaian ke 3 dimensi infundibulum ethmoid merupakan dua dimensi dengan gap berbentuk semilunar atau pembukaan antara batas bebas prosesus unsinatus dan bulla ethmoid, disebut hiatus semilunaris. Meskipun rujukan sering sederhana sebagai hiatus semilunaris, Grunwald lebih lanjut mengklasifikasikan pintu masuk ini menjadi infundibulum ethmoid sebagai hiatus semilunaris inferior. Hiatus semilunaris superior kemudian didefinisikan sebagai pintu masuk dua dimensi ke sinus lateralis (deskripsinya kemudian) kemudian dibentuk oleh ruang antara aspek posterior bulla ethmoid dan aspek anterior turbin tengah lamina basalis.

Area Agger Nasi

Dalam bagian anterior dari dinding nasal lateral, sejumlah tulang bahwa sering terdapat pneumatisasi. Istilah untuk gundukan hidung adalah agger nasi. Ketika area ini dipneumatisasi, hal ini disebut sel agger nasi. (gambar 1.7A). Area agger nasi atau sel ditemukan bagian anterior dan inferior sinus frontal dan sering kali bentuk bagian lantai anteromedial sinus frontal. Rintangan agger nasi sel adalah sinus frontal superior dan resesus frontal superior dan posterior, prosesus frontalis maksila anterolateral, tulang nasal anterior, tulang lakrimal inferolateral, dan prosesus unsinatus inferomedial. Pada terapi pembedahan penyakit sinus frontal, sel agger nasi adalah penting untuk dikenali dan dihilangkan, sama seperti kontribusi bermakna dari penyempitan resesus frontalis dan traktus aliran keluar sinus frontal. Pada kasus perbaikan pembedahan sinus frontal, didapatkan sisa sel agger nasi yang tertutup juga dapat diidentifikasi.

TURBIN TENGAH

Sebagai tambahan kelengkapan turbin tengah konstruksi komplek ethmoid anterior (Gambar 1.7A), Turbin tengah menyediakan rintangan medial dan posterior dari kompleks ethmoid anterior. Turbin tengah sebagai sebuah kompleks, struktur tiga dimensi, yang bentuknya tidak mungkin berdasarkan asalnya. Bagian tengah turbin yang asalnya terlihat pada rhinoskopi anterior dan endoskopi nasal berorientasi dalam potongan parasagital, dengan sebuah rigi mukosa anterior dan inferior bebas. Bagian turbin tengah dapat di pneumatisasi, membentuk sel udara sebuah konka bulosa. Perlekatan penonjolan tulang pada area parasagital dari turbin tengah terjadi anterosuperior krista ethmoid maksila, dalam arah sel agger nasi. Turbin tengah melekat pada dasar tengkorak pada potongan parasagital terjadi pada lamella lateral potongan kribiform tulang ethmoid.

Bagian tengah turbin dapat lari ke potongan koronal dan melekat ke dasar tengkorak superior dan lamina propria pada lateral disebut bagian vertikal lamina basalis turbin tengah (gambar 1.7A-D). Lamina basalis turbin tengah memisahkan kompleks ethmoid anterior dan posterior. Meskipun konsep bagian vertikal dari trbin tengah lamina basalis turbon tengah dapat menunjukkan kemudahan menggenggam melalui diagram sederhana (Gambar 1.7A), dalam kenyataan lamina basalis turbin tengah adalah jarang merupakan sebuah struktur lembut. Lamina basalis turbin tengah seringkali dimaksudkan dari baik aspek anterior dan posterior kompleks ethmoid pada setiap sisi, ditambahkan keruwetan dari bentuk nya. Bagian vertikal dari turbin tengah lamela basalis juga dapat di pneumatisasi, membentuk sebuah sel interlamelar. Pneumatisasi sel interlamelar telah dideskripsikan sebagai sebuah asal dari meatus superior.

Bagian posterior, lamela basalis turbin tengah diinsersi pada ptotongan yang lebih aksial, membentuk bagian horisontal lamela basalis turbin tegah. Penonjolan tulang posterior melekat ke turbin tengah nasal lateral akan terjadi pada krista ethmoidalis prosesus perpendikular tulang palatina, dimana sering digunakan sebagai sebuah penanda anatomik anterior ke foramen sfenopalatina.Dengan turbin tengah yang sekarang divisualisasikan, istilah kompleks osteomeatal atau unit osteomeatal dapat dialamatkan. Sebuah fungional dibandingkan pola anatomik sebenarnya, unit osteomeatal merujuk ke konglomerasi struktur dan sinus disekeliling atau mengalirkan kedalam metaus tengah. Termasuk ethmoid anterior, maksilaris, dan sinus frontal; prosesus unsinatus; dan infundibulum ethmoid. Karena anatomi area ini dan potensi penyempitan drainase jalur meatus tengah, sebuah blokade minor pada area penting dapat mengarah ke obstruksi sinus frontal, anterior ethmoid dan maksilaris.

Gambar 1.7 (A) Kompleks ethmoid anterior skematik menunjukkan posisi turbin tengah, sel agger nasi, dan lamela bulla (B) Potongan abu-abu diletakkan melalui kompleks ethmoid pada potongan sagital untuk mendemonstrasikan bagian struktur pada diikuti CT scan. (C) CT Scan koronal dalam algoritma jendela tulang menunjukkan bulla ethmoid dan disekeliling sruktur. (D) Pandangan endoskopik awal dari kompleks ethmoid dari kavitas nasalis B. Bulla ethmoid (hijau); L, lamina papirasea (biru); U, prosesus unsinatus (kuning); MT, turbin tengah (pink), LNW , dinding nasal lateral (biru); S, septum nasal.RESESUSRETROBULBAR DAN SUPRABULBAR

(Sinus Lateralis)

Situasi antara bula ethmoid dan turbin tengah lamela basalis merupakan resesus retrobulbar dan suprabulbar, dimana terletak pada posterior dan superior bula ethmoidalis (Gambar 1,8). Terkadang merujuk ke kolektivitas sebagai sinus lateralis, ruang ini pada dasarnya bukan merupakan sinus tetapi merupakan ruangan potensial, atau resesus, yang diikat oleh kompleks struktur ethmoid. Pintu masuk dua dimensi ke sinus lateralis dari meatus tengah adalah superior dari hiatus semilunaris superior, terletak diantara aspek posterior bulla ethmoid dan aspek anterior lamela basalis turbin tengah sebagai mana yang telah dideskripsikan sebelumnya.

Sinus lateralis dapat dipneumatisasi ke berbagai derajat dan pada waktu, bagian penonjolan tulang dapat membagi menjadi resesus suprabulbar dan retrobulbar. Sinus lateralis diikat ke lamina papirasea sisi lateral, bulla ethmoid anterior, turbin tengah lamela bagian posterior dan dasar tengkorak superior.

RESESUS FRONTALIS

Pada dasarnya, terdapat proyeksi superior dari bulla kearah atap dari kavitas ethmoid yang melekat ke dasar tengkorak. Perlekatan ini disebut lamela bula (Gambar 1.7A). Ruang anteior dari lamela bula dimana ikatan ke sel agger nasi bagian anteior laminan papirasea lateral dan turbin tengah medial, mengarah ke ostium sinus frontal. Demikian ruang ini adalah resesus frontalis (Gambar 1.8). Jika sebuah lamela bula tidak menghadirkan hubungan dengan bula ethmoid ke dasar tengkorak, resesus frontal dapat berkomunikasi dengan resesus suprabullar posterior bulla ethmoid. Resesus frontal dideskripsikan dalam lebih detil dalam bagian sinus frontal dai bab ini dan pada bab lain dalam teks spesifik yang membahas anatomi dan pembedahan sinus frontalis.

KOMPLEKS ETHMOID POSTERIOR

Kompleks ethmoid posterior sekarang telah ditambahkan (Gambar 1.9 A-C). Sinus ethmoid posterior memiliki rintangan bagian parasagital dari turbin superior dan diatasnya ke arah medial, permukaan anterior sinus sfenoid arah posterior, lamina papiraseake arah lateral, lamina basalis papirasea turbin tengah anterior dan dasar tengkorak superior. Terdapat hampir satu sampai lima sel udara yang bekerja pada ruangan ethmoid posterior.

Hal ini penting untuk dikenali bahwa struktur kritikal dapat berperan disekeliling sinus ethmoid posterior. Sel ethmoid posterior pada pneumatisasi tinggi dapat beraerasi secara posterior disepanjang aspek superolateral sinus sfenoid, anatomi ini bervariasi dan seringnya dirujuk sebagai sel onodi. Instilah sel sfenoethmoid saat ini dirujuk disepanjang sel onodi, sama seperti ilustrasi anatomi area ini sebelumnya. Ketika sel sfenoethmoid hadir, aspek posterior lamina papirasea.RESESUS FRONTAL

Pada khusunya terdapat proyeksi superior dari bula kearah atap dari kavitas ethmoid melekat pada dasar tengkorak.Perlekatan ini disebut bulla lamela (Gambar 1.7A) Ruang anterior dari bulla lamela.

Gambar 1.8 Kompleks ethmoid anterior skematik menunjukkan resesus suprabulbar dan retrobulbar. Resesus frontal juga ditunjukkan. B, bulla ethmoid, L, Lamina papirasea, U prosesus unsinatus, MT, turbin tengah, AN, sel agger nasi, BL bulla lamela; SBR, resesus suprabulbar; RBR, resesus retrobulbar; FR resesus frontal.Variasi Anatomi ini seringkali merujuk ke sel onodi. Instilah spenoethmoid sering dirujuk sepanjang sel onodi sama seperti yang diilustrasikan pada anatomi area ini, ketika sel sfenoethmoud hadri, aspek posterior dari lamina papirasea.

Gambar 1.9 (A) Komplek ethmoid skematik dengan turbin superior (ST), area ethmoid posterior dan ostium sinus sfenoid (SD) ditunjukkan. Ethmoid anterior diikat secara medial ke turbin tengah, sedangkan ethmoid posterior dikat secara medial oleh turbin superior. Lamela basalis vertikaloleh turbin tengah memisahkan kompleks ethmoid anterior dan posterior.

Gambar 1.9 (lanjutan) (B) kadaver sagital dibelah dan menunjukkan posisi turbin superior, tengah, dan inferior dan mereka menghormati meatus dengan sinus sfenoid dan dasar tengkorak. (C) Orientasi oblik dari pembelahan kadaver sagital menunjukkan posisi turbin dengan resesus sfenoethmoid, ostium sinus sfenoid (metal probe) dan nasofaring

U, Prosesus unsinatus; L, lamina papirasea; ST, turbin superior, SM, meatus superior; MT, turbin tengah, MM meatus tengah; ST, turbin superior; IT turbin inferior; IM meatus inferior, SO ostium sinus sfenoid; Sph sinus sfenoid; Pit kelenjar pituitari; CI, klivus; ET orifisium tuba eustachia; SER, resesus sfenoethmoid, NP nasofaring

Optik saraf dan kadang kadang arteri karotis dapat dilihat sebagai pelepasan penonjolan tulang dari aspek superolateraldinding posterior ethmoid; dibandingkan dengan sinus sfenoid. Prevalensi sel sfenoethmoidale pada pencitraan telah dilaporkan sebesar 28.1%. Sebuah sel sfenoethmoid sering dikenali sebagai pencitraan CT scan oleh posisinya dalam aspek superolateral muncuk pada dasarnya sepakai pemisah sinus sfenoid pada potongan CT scan sagital. (Gambar 1.10A,B). Melalui penelusuran sel ini dalam aksial, koronal dan pencitraan sagital, ahli bedah dengan sering mengungkapkan asal asli dari sel dari ethmoid posterior, dibandingkan dengan sinus sfenoid. Pada pencitraan seperti itu, sinus sfenoid secara benar sering terletak pada posisi medial inferior pada pencitraankoronal.Pola drainase sinus paranasal

Kompleks ethmoid anterior dibatasai sedara medial oleh turbin tengah. Demikian juga, turbin superior membentuk hambatan medial pada sel ethmoid posterior. Catatan bahwa turbin tengah dan superior sering membagi dasar tengkorak melekat dan berlari ke potongan parasagital yang sama. Posisi vertikal dari lamela basalis turbin tengah diorientasikan pada potongan koronal, membagi bentuk anterior dari sel ethmoid posterior. Mengikuti penambahan turbin tengah dan superior, meatus tengah dan superior dapat divisualisasikan sama baiknya. Meatus superior, tengah dan inferior terletak pada ruang inferior dan lateral terhadap turbin (gambar 1.9B). Sebuah turbin teratas dapat menunjukkan kehadirnanya pada beberapa pasien dengan metaus inferior dan lateral dari turbin. Oleh karena perkembangan mereka asli dari prekursor meatus tengah, sinus ethmoid anterior,frontal dan maksilairs mengalir kedalam meatus tengah. Sinus ethmoid posterior mengalir ke kedalam meatus superior dan meatus yang lebih tinggu jika ada.

Pada pemeriksaan potongan setengah sagital kompleks ethmoid, satu dapat menghargai lamela multipel, yang terletak pada sebuah oblik, kasarnya potongan paralel (Gambar 1.11). Dari anterior ke posterior, penampakan lamela pertama adalah prosesus unsinatus, diikuti oleh bulla ethmoid. Lamela ketiga dan keempat adalah basal lamela dari turbin tengah dan turbin superior. Lamela ini juga terlihat selama endoskopik selama pembedahan operatif senagai kemajuan kerja pada arah anterior ke posterior.

Sebagai tambahan kelengakapan konstruksi septum nasal (gambar 1.12A,B). Aliran sinus sfenoid kedalam resesus sfenoethmoid terletak pada medial ke superior dan turbin teratas, lateral ke posterior dari nasal septum, inferior ke dasar tengkorak dan superior ke nasofaring.

ATAP ETHMOIDN DAN DASAR TENGKORAK

Atap sinus ethmoid dibentuk dari potongan orbital tulang frontalis lateral dan lateral lamela kribiform dari tulang ethmoid kearah medial. Sedangkan aspek lateral atap ethmoid lebih tebal (0.5mm), aspek medial atap ethmoid pada potongan kribiform lamela lateral yang hanya 0.2 mm ketebalannya. Titik penipisan atap ethmoid ditemukan sepanjang sebuah alur dalam potongan kribiform lamela lateral pada sisi anterior arteri ethmoid (0.05 mm ketebalannya), menunjukka sisi terpenting untuk kebocoran cairan serebrospinal iatrogenik selama pembedahan sinus.

Aspek medial tipis dari atap ethmoid harus diobservasi selaman pembedahan sinus endoskopik. Namun begitu, dimensi lamela lateral ditunjukkan oleh solares et al yang mengungkapkan bahwa keros tipe I merupaka tiper tersering yang diidentifikasi (83%), dimana dibagi menjadi keros asli laporan 2 tahunan yang sering terjadi.

Ketika studi anatomi dan atap sel ethmoid preoperatif, ahli bedah juga dapat mengenali asimetrisasi antri antara dua sisi. Oleh karena perbedaan dalam perkembangan, atah ethmoid tingginya apat dipertimbangkan lebih rendah dari perbandingan sisi pasien dengan lainnya. Pada akhirnya, orienasi sisi vertikal pada potongan lamela lateral harus dinilai, pada tahap ini terdapat bervariasi dari vertikal sebenarnya ke orientasi oblik. Pada orientasi oblik lainnya dari potongan kribiform lamela lateralis, aspek medial dari atap ethmoid akan cukup tipis dan perawatan lebih besar harus dilatih pada area ini.

Arteri ethmoid anterior adalah penanda penting lainnya berhubungan dengan dasar tulang tengkorak, Arteri ethmoid anterior terdapat di arah anteromedial dari orbit memasuki dasar tengkorak pada sulkus ethmodidal pada lamela lateral potongan kribiform, Arteri ethmoidal anterior sering bergubungsan sepanjang dasar tengkorak tetapi di pnseumatisasi dengan baik pada sinus ethmoid, hal ini mungkin ditemukan 1-3mm dibawah atap ethmoid pada asebuah meseterika. Pada pencitraan CT scan, arteri ethmoid anterior dapat terlihat meninggalkan osbit sebagai proyeksi medial. Proyeksi Arteri ethmoid

Dapat diidentifikasi pada potongan pencitraan koronal hampir ke lokasi dimana dimana pblik superior otot dan rektus abdominalis medial sangat berdekatan dengan hampir diantara orbit atau dekat dengan visualisasi paling anterior dari saraf optik yang berada di posterior bola dunia.Meatus terletak pada ruang inferior dan lateral dari turbin nya (gambar 1.9B). Sebuah turbin teratas dapat dijumpai pada beberapa pasien sama baiknya dengan meatus inferior dan lateral dari turbin. Oleh karena perkembangan asli mereka dari prekursor meatus media, sinus ethmoid, frontal dan maksilaris. 1.10 (A) Pencitraan CT scan koronal dalam algoritma jendela penonjulan tulang menunjukkan sel sfenoethmoid bilateral (asterisk) dimana lokasi superior dan lateral terhadap sinus sfenoid sebenarnya. Saraf optik terlihat pada penonjolan tulang memukau dalam sel sfenoethmoid, dibandingkan sinus sfenoid asli. (B) aksial

Gambar 1.11 Pembelahan kadaverik menunjukkan lamela oblik orientasi paralel diantara sinus ethmoid anterior dan posterior. F, sinus frontal, ANR area agger nasi , U prosesus unsinatus; B bula ethmoid, MTvBL area turbin tengah vertikal lamela basalis, StvBI turbin superior area vertikal lamela basalis, SThBL turbin superior area horizontal lamela basalis; IT turbin inferior; SF permukaan sinus sfenoid; Sph sinus sfenoid; Pit kelenjar pituitar, CI clivus , ET tuba estasiusGambaran lebih lanjut dari kedalaman klasifikasi sulkus olfaktorius akan dapat menunjukkan potensi trauma iatrogenik dari potongan kribiform lamela lateral. Keros tipe 1 didefinisikan sebagai kedalaman sulkus olfaktorius sedalam 1-3 mm dan keros tipe 2 adalah sulkus olfaktorius sedalam4-7 mm. Pada akhirnya keros tipe III menunjukkan sulkus olfaktorius sedalam 8-16 mm dan meninggalkan sejumlah bermakna potongan kribiform tipis lamela lateral sepanjang aspek medial atap ethmoid. Dengan peningkatan tipe keros, terdapat kontribusi yang lebih sedikit dari ketebalan tulang frontalis membentuk atap ethmoid, dengan lebih dari atap ethmoid dibentuk oleh tipisnya plat kribiform lamela lateral. Oleh karena itu, peningkatan tipe keros, terdapat peningkaan resiko kebocoran cairan serebrospinal terkait pembedahan. Analisa rontgen akhir akhir ini pada potongan kribiform.

Gambar 1.2 (A) bayangan skematik septum nasal ditambahkan ke resesus ethmoid kompleks diagram (B) pandanga n kavitas nasalis dari endoskopik kavitas nasalis dan resesus nonethmoid medial ke turbin tengah. U, prosesus unsinatus, L laminan papirasea, S septum nasal; SO ostium sinus sfenoid, NP Nasofaring.SINUS MAKSILARIS

Dalam infundibulum ethmoid melalui pembukaan kedalam sinus maksilaris atau ostium malsilaris. (Gambar 1.13A-C). Pada deskripsi anatomikostium sinuss maksilaris Van aliya dideskripsikan ostium alami sinus maksilaris sebagai dasar dari sepertiga posterior infundibulum pada 71.8% kasus. Pada aspek anterior dan posterior prosesus unsinatus terdapat perlekatan ke turbin inferior anterior dan interior. Menghasilkan tulang turbin pada fontanela anterior dan posterior. Menunjukkan dehiscens dari penonjolan tulang pada dinding medial tanda sinus maksilaris. Berdasarkan bank alya-23 tahun harus memiliki defek penemmbatan lomba menutupi makanan menghasilkan sdtie aksesoris.

Gamar 1,13 (A) seecara skematik mennunjukkan posisi maksilaris dengan ostium sinum adah dipengaruhi oleh unsinatus maksilaris secara alami dan ostium dengan laporan prosesus unsinatus 9 pasien dihilangkan. (B) pandangan endoskopik pada sinus maksilaris kiri alami ostium dengan prosesus unsinatus (setengahnya dibuang, bula ethmoid dan lamina popirasea.

Ga

Gambar 1.3 (lanjutan) (C) Potongan sagital kadaver pada posisi ostium sinus maksilaris terhadap prosesus unsinatus (sebagian dibuang). B, bulla ethmoid, L lamina papirasea, U prosesus unsinatus, VU bagian vertikal prosesus unsinatus; HU bagian horizontal prosesus unsinatus; *, ostium sinus maksilaris; F sinus frontalis; ANR area ageer nasi; SBC, sel suprabullar; IT turbin inferior; MTvBL turbin tengah posisi vertikal lamela basalis; MThBL, turbin tengah bagian horizontal lamela basalis, STvBL, turbin superior bagian vertikal lamela basalis; IT turbin inferior, SF wajah sinus sfenoid, Pit kelenjar pituitari; Cl clivus.

Pada dewasa muda dengan sinus maksilaris pneumatisasi, rintangan kabitas sninus maksilaris bagian alveolar inferior maksila, zygomatikum lateral dan lantai orbit superior, fosa pteriglopalatina dan posterior fosa infratemporal, dan inferior turbin, prosesus unsinatus, dan fontanela medial anterior dan posterior. Sama dengan sinus paranasal lainnya, sinus maksilaris dapat menghambat berbagai derajat pneumatisasi, dan beberapa kasus, dapat berupa hipoplastik. Menurut Eggesbo et al terdapat 5 kriteria yang diusulkan untuk menganggap sebuah hipoplastik sinus maksilaris dalam cairan serebrospinal, sebuah pengaturan tersering sinus hipoplastik. Kriteria ini untuk hipoplasia maksilaris termasuk 4 dari 5 berikut : sebuah sinus bentuk oval, sebuah pembesarah bentuk oval orbit, rendahnya pneumatisasi sinus maksilaris dibawah derajat lantai dasar nasal, sinus maksilaris medial dinding lateral ke garis vertikal yang digambarkan tangensial ke medial orbit, dan perluasan lateral sinus maksilaris medial ke garis vertikal melalui bagian tengah orbit pada derajat infundibulum potongan koronal. Oleh karena peningkatan rasio volume orbital ke volume sinus maksilaris pada kasus hipoplasia sinus maksilaris, ahli bednah sinus paranasal harus melatih perngawasan ketika operasi dalam dan disekeliling sinus maksilaris hipoplastik. Pada kasus ini, prosesus unsinatus secara khusus dipindahkan inferolateral dan diletakkan dekat proksimal dinding orbital. Sebagai tambahan, memiliki asal perkembangan tersering dari prosesus unsinatus. Infundibulum ethmoid dan sinus maksilaris, dibawahperkembangan prosesus unsinatus dapat berhubungan dengan derajat yang lebih bermakna dari hipoplasia sinus maksilaris.

Pada awalnya dideskripsikan pada 1765, sel Haller merupakan variasi anatomi yang paling sering terlihat dalam sinus maksilaris. Istilah sekarang sebuah sel ethmoid infraorbital sangat tepat mendeskripsikan lokasi anatomik, sel ini dipikirkan untuk dipneumatisasi dari ethmoid anterior (88%) atau sinus ethmoid posterior (12%). Melalui sifatnya yang terletak disepanjang orbit inferomedial nerdampingan dengan drainase natural jalur sinus maksilaris, ethmoid infraorbital atau sel haller mungkin mempersempit ostium sinus maksilaris dan infundibulum ethmoid dan dapat berkontribusi ke obstruksi area ini. (Gambar 1.14)

Gambar 1.14 CT scan potongan koronal pada algoritma jendela tulang seri ethmoid infraorbital (sel haller) disepanjang ostium sinus maksilaris sisi kiri dan infundibulum (panah).Sinus Frontal

Bagian paling anteroposterior area ethmoid yang berhubungan dengan sinus frontal. Meskipun anatomi resesus frontal dapat secara besar, tantangan umum resesus frontalis temasuk aspek posterosuperior sel agger nasi dari aspek lateral superior turbin tengah dengan meatus media, dinding anterior bulla ethmoid dan bulla lamela, dan lamina papirasea (Gambar 1.15A-C). Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, jika bula lamela tidak hadir, resesus frontal dapat berkomunikasi secara langsung dengan sinus lateralis dan resesus suprabulbar. Istilah Sebelumnyaduktus nasofrontalis, sinus frontalis traktus aliran keluar tidak membentuk duntus sebenarnya. Dibandingkan, resesus frontalis membentuk bentuk gelas kaca yang merupakan apresiasi terbaik dalam orientasi parasagital, dengan bagian tersempit menjadi bagian frontal dari ostium sinus (Gambar 1.16). Superior dari ostium sinus frontal internal, aerasi sinus frontal kedalam tulang frontalis. Pada pandangan parasagital tabel anterior dan posterior sinus frontal dapat divisualisasikan dan mereka membagi ketebalan. Tabel sinus frontal anterior (4-12 mm) lebih tebal dari tabel posterior (0.1-4.8 mm).

Gambar 1.16 CAT scan potongan sagital dalam algoritma jendela tulang menunjukkan bentuk gelas kaca dari resesus frontalis, F sinus frontalis dan S sinus sfenoid

Terdapat variasi bermakna dari resesus frontalis dan anatomi sinus frontal. Anatomi area ini tertutupi lebih detil pada bab selanjutnya teks ini. Namun begitu, sedikit variasi anatomi beberapa resesus frontal dan sinus frontal berhak diperhatikan (gambar 1.17). Sel agger nasi sering membentuk aspek anteromedial lantai dasar sinus frontalis. Sel agger nasi cukup sering dan ditunjukkan pad apencitraan dalam 89% pasien. Dimana pneumatisasi bermakna sel agger nasi, aliran keluar traktus sinus frontalis mungkin dapat dipersempit.

Pada pencitraan CT scan sel udara dapat secara periodik terlihat perluasannya secara lateral disepanjang orbital superior lingkaran, pada saat diberikan penampakan pemisahan aspek lateral sinus frontal. Sel ini, Pneumatisasinya sepanjang superolateral orbit, adalah sebuah ethmoid supraorbital. Hal ini dibentuk dari sel udara ethmoid pneumatiasai potongan orbital tulang frontal, dan telah dilaporkan terjadi pada 62% kasus. Deskripsi asal sinus frontal oleh Kasper menunjukkan asal muasal sel ethmoid supraorbital alur frontal ketiga dan keempat. Stamberger mendeskripsikan sel ethmoid supraorbital sebagai asal dari sinus lateralis atau resessus supraorbitalis dan sepanjang pneumatisasi atap orbit. Pada visualisasi endoskopik resesus frontalis, ostium sel ethmoid supraorbital terletak posterior dan lateral ostium sinus frontal.

Meskipun variasi anatomi bermakna dapat terjadi dalam area sinus frontal, sisi kira dan aknan frontal sinus secara khusus dipisahkan dari selapis tipis penonjolan tulang yang disebut septum intersinus frontalis. Seringnya, sinus frontal kiri dan kanan adalah berukuran asimetrik, dengan septum intersinus yang berorientasi kearah satu sisi. Pada saat ini, septum frontal sinus dapat di pneumatisasi, membentuk sel septal intersinus. Melalui penjelajahan secara hati-hati jalur drainase dari sel septal intersinus frontal sering dapat ditentukan oleh sel ini dalam drainase unilateral kedalam sinus frontal sisi kiri dan kaanan tetapi jarang memiliki pemisahan ostium yang dapat mendrainasae secara langsung kedalah resesus frontal.

Gambar 1.17 Ilustrasi sinus drontal dan variasi anatomi resesus frontalis. Perwakilan koronal variasi frontal sinus dan variasi resesus frontal, M sinus maksilaris, F sinus frontal, AN sel agger nasi; 1-4, tiper 1-4 sel frontal; SOL supraorbital sel ethmoid; I sel septal intersinus frontal

Sel frontal seara luas dideskripsikan pada 1941 oleh van alya sebagai sel yang disangkutkan dengan resesus frontalis dan ostium sinus frontal. Akhir-akhir ini, pemerimaan secar luas sering mengklasifikasi sel frontal dan telah dinyatakan oleh Bent et al. Menurut klasifikasi ini, sebuah tipe 1 sel frontal adalah sebuah sel udara ethmoid anterior terhadap sel agger nasi, dimana tidak terjadi pneumatisasi kedalam sinus frontal.sel frontal tipe 2 adalah suatu deretan bertingkat sel frontal multipel k sel agger nasi, dimana perluasan kedalam sinus frontal dan memiliki sebuha hubungan ke resesus frontal. Pada akhirnya, sebuha tipe sel frontal 4 adalah sebuah sel ethmoid anterior yang muncul secara lengkap dalam sinus frontal dan melekat ke tabel anterior sinus frontal. Berdasarkan definisi sel frontal tipe 1 dan 4 memiliki hubungan penonjolan tulang dengan resesus frontal anterior atau tabel anterior sinus frontal; tidak terdapat hubungan penonjolan tulang tabel posterior sinus frontal dasar tengkorak.

Resesus frontal dan sinus frontal hadir beberapa tantangan terbesar untuk ahli bedah sinus. Bagian ini menunjukkan beberapa anatomi dasan dan variasi anatomi yang terdapat pada keruwetan area ini. Pengetahuan resesus frontalis dan bentuk sel frontal ke dasar untuk pemahaman area rumit. Namun begitu, variasi pneumatisasi dan kompleksitas resesus frontal dan sinus frontal tidak dapat terlalu ditekankan dan sering tetap menantang, bahkan untuk ahli bedah sinus paling berpengalaman sekalipun. Kami secara langsung membaca ke bab berikutnya dari teks ini menunjukkan bahwa pembedahan sinus frontal sebagai tmabahan diskusi kompleks anatomi resesus dan sinus frontal.

SINUS SFENOID

Letak paling posterior lokasi medial dari seluruh sinus paranasal, sinus sfenoid duduk di pusat dasar tengkorak. Sinus sfenoid mengalir melalui ostium alamiah kedalam resesus sfenoethmoid. Ostium sfenoid terletak pada permukaan sinus sfenoid dalam sebuah lokasi anterior superior dengan hormat ke sinus itu sendiri, dan secara tradisional diajarkan sebesar 7cm pada sudut 30 derajat dari spina nasalis pada orang dewasa. Pada penampakan permukaan sinus sfenoid dewasa, ostium sinus sfenoid secara khusus terletak pada 1.0-1.5 cm diatas aspek superior dan posterior dari koana dan lantai dasar sinus sfenoid, dan terletak diantara septum nasal dan pemasukan posterior turbin superior dan diatasnya.

Atap sinus sfenoid, menekan dasar tulang sfenoid, diistilahkan sebagai planum sfenoid. Dalam aspek posterior superior kavitas sfenoid, sebuah proyeksi penonjolan tulang melingkar dapat terlihat ketika sinus sfenoid dipenumatisasi dengan baik. Area ini adalah penonjolan tulang yang ditutupi sepanjang kelenjar pituitari, disebut sebagai sella tursika. Inferior dai sela tursika adalah tulang tebal dari clivus yang membentuk dinding inferior posterior sinus sfenoid. Bentuk sfenoid rostrum permukaan dan lantai sinus sfenoid dan artikulasi anterior dengan tulang vomer. Pada beberapa kasus, aspek lateral inferior sinus sfenoid akan dapat dipneumatisasi, membentuk resesus pterigoid lateral. Pada kasus kebocoran cairan serebrospinal mendadak, defek dasar tengkorak sering ditemukan pada pneumatisasi lateral resesus sinus sfenoid dan spesialisasi fossa trans-pterigopalatina pendekatan pembedahan dapat mengalamatkan kebocoran cairan serebrospinal pada lokasi ini.

Seperti yang terlihat dalam sinus frontal, sebuah septum intersinus sfenoid membagi sinus sfenoid kanan dan kiri. Hal ini cukup sering untuk sinus sfenoid kanan dan kiri untuk berkembang asimetris dan menghambat perbedaan ukuran dan pola pneumatisasi pada dewasa. Dalam rencana dan peaksanaan pembedahan sinus sfenoid, seprum intersinus sfenoid harus secara hati-hati dievaluasi. Septum intersinus sfenoid dapat berdeviasi unilateral dan pada beberapa kasus, dapat dimasukkan dalam sekitar satu dari struktur vital sekitar, seperti sebuah arteri karotis internal atau saraf optik. Dalam sebuah cara yang sama ke intersinus septum frontal, septum intersinus sfenoid mungkin juga memiliki beberapa derajat pneumatisasi. Septasi sfenoid yang belum lengkap dapat dicatat sama baiknya.

Ahli bedah snus paranasal harus tetap sadar struktur anatomi penting disekeliling sinus sfenoid (Gambar 1.3) Kelenjar pituitari terletak posterior dan superior dari kavitas sfenoid pada garis tengah, hanya dibawah kiasma optikum. Saraf optik dan arteri karotis interna yang dapat terlihat sebagai kesan penonjolan tulang pada dinding sinus sfenoid pada posisi lateral, posterior dan superior. Dalam sfenoid dengan penumatisasi baik, sebuah indentasi penonjolan tulang menunjukkan resesus optickarotid dapat terlihat diantara saraf optik dan kesan arteri karotis. Sinus kavernosus terletak di lateral dinding sinus sfenoid, dengan tiga hingga enal sel saraf kranial dan arteri karotis interna berubah melaluinya.Saraf vidian terletak dalam sebuah posisi inferolateral. Dalam sinus sfenoid pneumatisasi tinggi, kanal vidian dapat terlihat berlari dadalam sebuah posisi laterla disepanjang lantai sinus sfenoid kearah arteri karotis internal.

Dalam analisa radiologik dari kanal optik intrasfenoid. Batra et al memutuskan bahwa seringanya penumatisasi sfenoid ke derajat kanal optik (39.8%) dengan saraf optik membuat sebuah indentasi pada dinding lateral sinus sfenoid. B=Namun begitu, dalam meningkatkan sinus sfenoid 15.6% dan 8,3% sel sfenoethmoid, saraf optik terlihat bebas mengelilingi sel udara ini. Sel saraf optik terlihat bebas merubah sel udara. Sebagai tambahan, pada 30.5% kasus, septum intersinus diinsersikan secara langsung ke kanul kanal saraf dan pada 12.5% kasus, serat optik sering ,mengalami dehiscant dari penutupan penonjolan tulang. Pada studi ynag sama kanalis karotis arteri karotis internal retrosellaradal ditemukan bahwa 90 atau 180 derajat melekat ke pneumatisasi sinus sfenoid pada 50% kasus. Lebih lanjut, pada 37.5% kasus, septum intersinus sfenoid dimasukkan kedalam kanal karotis interna, dan dalam 19.5% kasus, arteri karotis interna berhenti membelah (dehiscent). Temuan ini menunjukkan kepentingan rencana preoperatif secara hati-hati dan analisa studi pencitraan karena struktur proksimal penting disekeliling sinus sfenoid.KESIMPULAN

Bab ini menunjukkan pandangna perkembangan sinus paranasal sebelum dan setelah lahir, diikuti dengan ringkasan anatomi sinonasal. Meskipun pemahaman prinsip anatomi dan hubungan diluar bab ini akan membantu ahli bedah sinus dalam pendekatan patologi sinonasal, ahli bedah harus dapat memikirkan pola pneumatisasi sinus paranasal yang sangan bermakna. Terdapat potensi besar untuk perbedaan bermakna anatomi sinonasal dari pasien ke pasien dan bahkan antara sisi kiri dan kanan pada pasien yenag sa,a. Oleh karena itu, studi tertutup pencitraan preoperatif dan pengetahuan anatomi individu pasien terutama untuk mencegah komplikasi pasien selama pembedahan sinus paranasal.DAFTAR GAMBAR

RUJUKAN

Gambar 1.15 (A) diagram skematik menunjukkan posisi resesus frontali dengan memperhatikan sel ethmoid anterior dan sel disekeliling struktur. (B) Pandangan endoskopik resesus frontalis, seperti yang terlihat dari aspek inferior meatus media. (C) Belahan potongan sagital kadaver menunjukkan aliran keluar sinus frontal dalam hubungan de area agger nasi dan struktur ethmoid. B, bulla ethmoid, L lamina papirasea, U prosesus unsinatus, VU bagian vertikal prosesus unsinatus; HU bagian horizontal prosesus unsinatus; *, ostium sinus maksilaris; F sinus frontalis; ANR area ageer nasi; SBC, sel suprabullar; IT turbin inferior; MTvBL turbin tengah posisi vertikal lamela basalis; MThBL, turbin tengah bagian horizontal lamela basalis, STvBL, turbin superior bagian vertikal lamela basalis; IT turbin inferior, SF wajah sinus sfenoid, Pit kelenjar pituitari; Cl clivus.

A

C