sinusitis bakteria akut

15
Anak Perempuan berusia 4 tahun yang sering datang ke penitipan anak mengalami rhinorrhea dan batuk pada pagi hari yang menteap selama 12 hari. Dia tidak mengalami demam, namun nafsu makannya menurun dan dia tidak mau beraktifitas. Pada pemeriksaan fisik, terdapat rhinorrhea jernih pada saluran nasal. Pemeriksaan lainnya tidak ada kelainan. Apakah pasien ini harus diobati dengan pemberian antibiotik? Permasalahan Klinis Infeksi Saluran Pernafasan Atas oleh virus sering mengenai anak berbagai usia. Sinusitis Bakterial Akut juga dapat memperparah infeksi ini pada 6-8% kasus, walaupun tingkat insidensi yang sebenarnya masih belum diketahui. Anak yang dititipkan ke tempat penitipan memiliki resiko 2x lipat untuk mengalami sinusitis setelah terkena infeksi saluran pernafasan atas dibandingkan yang tidak dititipkan. Di Amerika Serikat, Sinusitis mengenai 1% dari total populasi anak setiap tahunnya dan terhitung menghabiskan biaya kesehatan lebih dari $1.8 miliar untuk pengeluaran kesehatan dan 20 juta penggunaan antibiotik setiap tahunnya. Dua faktor predisposisi yang paling sering untuk sinusitis bakterial akut adalah infeksi saluran pernafasan atas akibat virus dan alergi. Sektiar 80% dari episode sinusitis bakterial akut didahului dengan 8

Upload: ugi-rahul

Post on 28-Sep-2015

10 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

telaah jurnal sinusitis bakteria akut

TRANSCRIPT

Anak Perempuan berusia 4 tahun yang sering datang ke penitipan anak mengalami rhinorrhea dan batuk pada pagi hari yang menteap selama 12 hari. Dia tidak mengalami demam, namun nafsu makannya menurun dan dia tidak mau beraktifitas. Pada pemeriksaan fisik, terdapat rhinorrhea jernih pada saluran nasal. Pemeriksaan lainnya tidak ada kelainan. Apakah pasien ini harus diobati dengan pemberian antibiotik?

Permasalahan KlinisInfeksi Saluran Pernafasan Atas oleh virus sering mengenai anak berbagai usia. Sinusitis Bakterial Akut juga dapat memperparah infeksi ini pada 6-8% kasus, walaupun tingkat insidensi yang sebenarnya masih belum diketahui. Anak yang dititipkan ke tempat penitipan memiliki resiko 2x lipat untuk mengalami sinusitis setelah terkena infeksi saluran pernafasan atas dibandingkan yang tidak dititipkan. Di Amerika Serikat, Sinusitis mengenai 1% dari total populasi anak setiap tahunnya dan terhitung menghabiskan biaya kesehatan lebih dari $1.8 miliar untuk pengeluaran kesehatan dan 20 juta penggunaan antibiotik setiap tahunnya.Dua faktor predisposisi yang paling sering untuk sinusitis bakterial akut adalah infeksi saluran pernafasan atas akibat virus dan alergi. Sektiar 80% dari episode sinusitis bakterial akut didahului dengan infeksi saluran pernafasan atas akibat virus. Pemahaman tentang riwayat perjalanan penyakit seperti infeksi sangat penting untuk membedakan penakit lain dengan sinusitis. Flu ditandai dengan obstruksi nasal dan dishcrge dengan atau tanpa sore throat (nyeri/rasa tidak nyaman pada tenggorokan). Discharge nasal biasanya jernih dan berair, namun terkadang bisa kental dan mukoid (lengket) serta berwarna atau opaq (buram)Sebelum membaik, discharge nasal akan mengering atau kembali seperti semula, menjadi berair dan jernih. Suara serak dan batuk dapat menyertai gejala nasal lainnya. Demam sering terjadi pada anak (hingga usia 8 tahun ke atas) dibandingkan dewasa yang mengalami infeksi saluran pernafasan atas, dan jika ada, biasnaya demam membaik dalam waktu 1-2 hari. Infeksi biasanya akan bertahan selama 5-10 hari, dengan puncak dari gejala terhadap di hari 3-5. Kurang dari 10% anak dengan pilek mengalami gejala lebih dari 10 hari, dan kebanyakan dari penyakit ini mengalami perbaikan dalam waktu 10 hari. Pada penelitian di tahun 1996 pada anak dengan gejala respirasi, hanya 6.5% anak mengalami gejala yang tidak membaik pada akhir hari ke-10.

Gambaran dari sinusitis bakterial akut mengikuti salah satu dari tiga pola yang ada. Anak yang terkena infeksi saluran nafas atas juga akan mengaami kongesti nasal (atau rinorea), batuk, atau keduanya yang menetap lebih dari 10 hari, namun tidak sampai 30 hari, tanpa adanya perbaikan. Rinore dapat terjadi dengan berbagai kualitas sekret (tebal atau tipis, berair, mukoid, atau purulent). Batuk, baik batuk kering maupun basah, terjadi pada siang hari namun memburuk di malam hari; batuk yang hanya terjadi di malam hari menunjukkan adanya postnasaldrip atau penyakit saluran pernafasan reaktif. Karena infeksi virus pada saluran pernafasan atas biasanya mulai membaik setelah 10 hari, hal ini bisa dibedakan berdasarkan lamanya gejala, tanpa perbaikan, yang menjadi gambaran penyakit sinusitis ini. Pada pemeriksaan fisik, anak akan terlihat tamak sakit ringan.Panas demam biasanya tidak terlalu tinggi. Mukosa nasal biasanya kemerahan (eritema) dan discharge dapat terlihat dari saluran nasal. Pola kedua ditandai dengan onset gejala berat. Anak biasanya akan mengalami demam tinggi (38.5) setidaknya selama durasi 3-4 hari periode yang lebih lama dibandingkan demam 1-2 hari yang sering terjadi pada infeksi virus pada saluran pernafasan atas. Demam biasanya disertai rinore yang purulent (kental, berwarna, dan keruh)Pola ketiga ditandai dengan perburukan penyakit setelah perbaikan gejala awal (seperti pada penyait bifasik). Gejala yang memburuk, yang biasanya terjadi setelah 1 minggu dari onset penyakit, termasuk demam tinggi dan peningkatan dari discharge nasal, batuk di siang hari, atau keduanya.Komplikasi dari sinusitis jarang terjadi, namun dapat disebabkan oleh kedekatan struktur anatomis sinus paranasais ke bagian otak dan orbita. Komplikasi yang terjadi dapat bersifat ekstrakranial, termasuk edema inflammatory periorbital, abses subperiosteal, selulitis orbital, abses orbital, dan Pott puffy tumor (abses subperiosteal pada os frontal), atau bersifat intracranial, termasuk empiema subdural, abses epidural atau otak, meningitis, dan venous sinus thrombosis. Penelitian yang ada terhadap terapi antibiotik masih belum cukup untuk menilai tingkat pengobatan antimirkoba untuk mengurangi komplikasi yang ada.Patogenesis dari sinusitis melibatkan tiga komponen yaitu: obstruksi dari sinus ostia, penurunan clerance (tingkat pembersihan) mukosilier, dan penumpukan sekret yang kental. Karena mukosa dari sinus terus berlanjut hingga mukosa pada rongga nasal, inflammasi pada mukosa sinus sangat sering terjadi pada saat infeksi virus di saluran pernafasan atas. Kebanyakan pasien akan mengalami perbaikan spontan, namun obstruksi sinus ostia, pengentalan sekret, atau gangguan dari apparatus mukosilier dapat terjadi, dan membuat kondisi dimana bakteri dapat tumbuh.Rencana dan BuktiPemantauanSinusitis bakterial akut pada anak didiagnosis berdasarkan anamnesis, dengan menggunakan kriteria yang ditampilkan di Tabel 1. Penelitian radiologis (plain-film radiography, computed tomography [CT], magnetic resonance imaging [MRI], dan ultrasonography) dapat menunjukkan tanda teradinya inflammasi sinus namun tidak dianjurkan pada pasien yang tidak mengalami komplikasi, karena dapat menyebabkan penurunan spesifisitas pada penelitian ini. Banyaknya temuan abnormal sering dilaporkan secara konsisten terhadap foto radiologi sinus pada pasien dengan infeksi virus saluran pernafasan atas tanpa adanya komplikasi tertentu Sebagai contoh, dalam penelitian dengan menggunakan CT-scan pada orang dewasa setelah 48-96 jam onset dari pilek, ditemukan adanya temuan abnormal (inflammasi mukosa yang menetap) pada sinus paranasal, dan dilaporkan pada 80% lebih pasien. Penelitian radiologis tidak dapat membedakan inflammasi yang disebabkan oleh virus atau bakteriWalaupun pemeriksaan radiologis tidak diindikasikan untuk tujuan diagnosis sinusitis bakterial, pemeriksaan ini dapat berguna untuk menegakkan diagnosis jika gejala lainnya normal. Pemeriksaan CT dan MRI disarankan pada pasien dengan gejala atau tanda terjadinya sinusitis dengan komplikasi (cth sakit kepala berat, kejang, defisit neurologis fokal, edema periorbital, atau fungsi abnormal dari otot intraocular) dan dapat menunjukkan adanya penumpukan cairan pada bagian cranium atau orbita.

Terapi AntimikrobaPeran terapi antibiotik terhadap sinusitis bakterial akut masih diperdebatkan. Dari 4 penelitian randomisasi dengan kontrol placebo terhadap obat antimikroba untuk pengobatan sinusitis pada anak, dua penelitian menunjukkan tidak ada keuntungan dari penggunaan terapi antibiotik. Pada salah satu penelitian dengan hasil negatif, dosis terpeutik dari cefuroxime axetil digunakan, dan kebanyakan pasien akan mengalami gejala kurang dari 10 hari. Pada penelitian lainnya, anak akan mengalami gejala setidaknya 10 hari, dimana kebanyakan anak dalam penelitian ini mempunyai riwayat asma dan alergi (yang dapat mengaburkan diagnosis dan pengobatan), penggunaan pengobatan simptomatis dapat dilakukan (yang dapat memberikan keuntungan tambahan jika diberikan dengan obat penelitian), dan dosis amoxillin dan amoxillin-clavunate yang digunakan biasanya rendah untuk memusnahkan Streptococcus pneumoniae. Hasil pengukuran dari penelitian ini adalah penilaian berdasarkan gejala dibandingkan keberhasilan atau kegagalan pengobatan.Banyak penelitian terbaru yang membandingkan penggunaan dosis tinggi amoxicillin-clavunalate dengan placebo pad 58 anak berusia 1-19 tahun yang mengalami gejala persisten, memburuk, atau berat. Pada penilaian di hari 14 setelah terapi dimulai, pasien akan diberikan pengobatan aktif (90 mg amoxicillin dan 6.4 mg clavunalate/kgBB/hari, diberikan dalam dua dosis) lebih sering mengalami kegagalan pengobatan (14% vs 68% dengan placebo); jumlah pasien yang membutuhkan pengobatan untuk mencegah kegagalan terapi adalah 3 (95% confidence interval, 1.7-16.7). Efek samping (diare paling sering terjadi) sering terjadi pada anak yang menerima antibiotik dibandingkan placebo (44% vs 14%) dan menyebabkan penghentian terapi antibiotik pada 3 dari total 28 (11%) anak Penelitian keempat membandingkan pemberian amoxicillin (40 mg/kgBB/hari, diberikan dalam tiga dosis), amoxicillin-clavunalate (40 mg amoxicillin dan 10 mg clavunalate/kgBB/hari, diberikan dalam tiga dosis) dan placebo. Penelitian ini menunjukkan adanya keuntungan pada kelompok yang mendapatkan terapi antibiotik. Tingkat kesembuhan terlihat pada hari ketiga di 45% anak yang menerima antibiotik dan 11% anak yang menerima placebo dan pada hari ke-10 meningkat menjadi 65% untuk terapi antibiotik dan 40% untuk placebo. Tingkat kesembuhan untuk amoxicillin (64%) dan amoxicillin-clavunlate (64%) tidak memiliki perbedan yang bermakna. Namun, penelitian ini dilakukan sebelum adanya pengenalan vaksin konjugasi pneumococcal.Pemilihan obat antimikroba yang sesuai untuk pengobatan sinusitis membutuhkan pengetahuan terkait patogen yang menginfeksi dan pola resistensinya. Dua penelitian lama yang melibatkan pasien anak dengan aspirasi sinus maksilaris dengan gejala berdurasi 10-30 hari, menunjukkan bahwa S.pneumonia menjadi bakteri yang paling sering menginfeksi (dideteksi dari 40% biakan), diikuti dengan Haemophilus influenza dan Moraxella catarrhalis (keduanya ditemukan pada 20% biakan kultur), dan bakteri lainnya (Group A Streptococcus, dan Alpha-hemolytic streptococcus). Virus respirasi seperti parainfluenza, adenovirus, rhonovirus, dan influenza virus jarang ditemukan dalam pemeriksaan kultur virus tradisional.Tidak ada penelitian baru terkait aspirasi sinur yang dilakukan untuk menentukan apakah terdapat perubahan sifat mikrobiologis dari sinusitis bakterial akut dalam tiga dekade terakhir ini. Kultur cairan yang diambil dari telinga tengah (yaitu sinus paranasal) didapatkan dengan cara timpanocentesis pada anak dengan otitis media akut tampaknya dapat menggantikan hasil kultur dari sinus paranasalis. Penelitian ini dilakukan dalam 10 tahun terakhir dan tercatat adanya penurunan relatif pada kasus otitis media akut yang disebabkan oleh S.pneumoniae, akibat adanya pengenalan vaksin pneumococal konjugasi 7-valent dan 13-valent (PCV7 dan PCV13). Tingkat isolasi dari H.influenza semakin meningkat.Pilihan antibiotik harus mempertimbangkan kemungkinan flora yang menginfeksi serta pola resistensi flora tersebut, dimana resistensi ini biasanya semakin beragam dan bergantung pada lokasi geografis pasien. Tingkat resistensi penisilin diantaran biakan S.pneumonia mencapai 10-15% namun dapat mencapai 50% pada beberapa daerah. Serupa dengan penisilin, tingkat produksi betalaktamase diantara biakan H.influenza berksiar dari 10-68%. M.catarrhalis menghasilkan betalaktamase hampir 100%. Resistensi dari patogen sinus terhadap makrolid juga meningkat. Tingkat resistensi patogen terhadap azithromycin berkisar dari 22-63% untuk S.pneumoniae, dan resistensi mencapai 100% juga pernah dilaporkan pada H.influenzaSekitar biakan H.influenza dan setengah dari biakan S.pneumoniae menunjukkan pola resistensi terhadap trimethroprimsulfamethoxazole. Fluoroquiolone, seperti levofloxacin dan moxifloxacin mempunyai tingkat aktifitas yang tinggi terhadap S.pneumoniae dan H.influenzae yang menginfeksi respirasi, namun pemberian obat ini tidak disarankan terkait pertimbangan tingkat toksisitas, biaya, dan pembentukan resistensi. Linezolid mempunyai aktifitas yang sangat baik terhadap S.pneumoniae, termasu pada golongan yang resisten penisilin, namun tidak terlalu bagus untuk H.influenzae dan M.catarhalissAmoxicillin-clavunate, biasanya diberikan dengan dosis 90 mg/kgBB/hari, dan menunjukkan efek terhadap bakteri yang menyebabkan sinusitis. Obat ini dapat dipertimbangkan sebagai pengobatan lini pertama untuk sinusitis bakterial akut, terutama karena tingkat beta-lactamase-producing H.influenza semakin meningkat di berbagai daerah. Pemberian amoxicillin dapat digunakan sebagai alternatif namun tidak boleh diberikan dengan dosis 90 mg/kgBBhari di aerah yang endemik terhadap infeksi penicillin-nonsuspectible dan tingkat resistensinya 10% lebih pada anak. Selain itu, pemberian obat ini dapat meningkatkan resiko terjadinya resistensi terhadap pneumococcus (anak berusia kurang dari 2 tahu, yang masuk ke tempat penitipan, dan anak yang menerima antibiotik di bulan sebelunya)Antibiotik lainnya untuk pengobatan sinusitis bakterial akut di anak masih belum dipantau secara sistematis, namun dapat digunakan sebagai obat pilihan lainnya. Sefalosproin seperti cefuroxime axetil, cefpodoxime, atau cefdinir dapat digunakan, namun tidak seefektif amoxicillin-clavunalate. Azithromycin dan clarithromycin tidak lagi dianjurkan untuk pengobatan sinusitis, karena tingkat resistensi yang tinggi terhadap S.pneumoniae dan H.influenzae. Untuk pasien dengan alergi penisilin dan sefalosporin, levofloxacin (satu-satunya fluoroquinolone yang tersedia dalam bentuk cairan) dapat diberikan, walaupun masih belum disetujui oleh Food and Drug Administratision terhadap pengobatan penyakit sinusitis pada anak. Jika pengobatan dengan amoxicillin-clavunalate gagal, pemberian levofloxacin atau kombinasi clindamycin dengan cefixime atau lnezolid dengan cefixime dapat diberikan (obat antimikroba yang digunakan untuk pengobatan sinusitis bakterial akut ditampilkan di tabel 2).Masih terdapat kekurangan data untuk membandingkan efektifitas dari berbagai antibiotik untuk pengobatan sinusitis bakterial akut pada anak dan menentukan durasi pengobatan yang paling efektif. Pnaduan profesional menyarankan pemberian pengobatan selama 10-14 hari, atau hingga pasien pulih dari gejala yang ada dan ditambah 7 hari pengobatan lagi.

Terapi SimptomatisData terbatas yang berasal dari uji randoisisi tidak meunjukkan bahwa pemberian nasal saline washes atau spray tidak menyebabkan pemulhn gejala dan pemberian intranasal glucocorticoid dapat mengungari sedikit gejala sinusitis (cth, agar penggunaan obat ini juga disarankan secara rutin). Antihistamin dan decongestan tidak menunjukkan adanya keuntungan dalam pengurangan gejala sinusitis anak dan malah menyebabkan toksisitas. PencegahanPencegahan dari infeksi virus atau kolonisasi bakteri patogen juga bisa mencegah terjadinya sinusitis bakterial akut. Sementara tingkat insiden otitis media semakin berukurang akibat adanya penggunaan vaksin influen dan pengenalan vaksin konjugasi pneumococcal, data yang terbatas menunjukkan adanya penurunan kunjungan pasien anak dengan sinusitis akibat pemberian vaksin ini.

PermasalahanPeran infeksi virus sebelumnya terhadap patogenesis sinusitis bakterial akut (naiknya infeksi bakteri ke sinus atau adanya infeksi pendahulu) masih belum jelas. Namun sinusitis bakterial akut diyakini terjadi akibat adanya infeksi virus saluran pernafasan atas sebelumnya, penelitian sinus-puncture menunjukkan bahwa terdapat kadar virus teidaknya pada 10% pasien. Namun, pada kebanyakan penelitian, sampel yang diambil biasanya pada dikumpulkan pada akhir perjalanan penyakit (7-14 hari setelah onset), sementara pada virus lebih rendah lagi, dan teknik yang digunakan untuk mengidentifikasi virus tidak sesensitif dengan enggunakan nucleic acid amplification.Walaupun S.aureues dapat diidentifikasi pada kultur yang diambil dari endoskopi, namun sampel kultur tidak bisa diambil dari aspirasi sinus, karena dapat terkontaminasi oleh endoskopi yang mengambil kultur dari flora hidung. Selain itu, S.aureus juga terlihat sebagai patogen pada komplikasi sinusitis pasien anak.

PanduanInfectious Diseases Society of America (IDSA) baru saja mempublikasikan rekomendasi penanganan terhadap sinusitis bakterial akut. Rekomendasi pada artikel ini sesuai dengan panduan yang dikeluarkan. Pengobatan yang sesuai disarankan untuk anak yang memenuhi kriteria sinusitis bakterial akut. (Tabel 1)Amoxicillin-clavunalate dosis tinggi (90 mg/kgBB/hari, diberikan dalam dua dosis) disarankan sebagai terapi lini pertama pada anak yang tinggal di daerah endemik penicillin-nonsusceptible S.pneumonia dan tingkat resistensi diatas 10%, anak yang dititipkan di penitipan anak, anak berusia kurang dari 2 tahun, dan anak yang pernak dirawat atau diobati dengan antibiotik dalam beberapa bulan terakhir. Jika faktor resiko ini tidak ada, dosis standar amoxicillin-clavunalate (40 mg/kgBB/hari, diberikan dalam dua dosis) dapat diberikan.Macrolides dan trimethoprim sulfamethoxazole tidak dianjurkan karena tingginya tingkat resistensi di Amerika Levofloxacin disarankan untuk anak dengan riwayat reaksi hipersensitivitas tipe 1 terhadap penisilin. Durasi pengobatan yang dianjurkan dengan penggunaan amoxicillin-clavulanate atau levofloxacin berkisar 10-14 hari pada anak-anak.

Kesimpulan dan SaranGambaran klinis pada anak seperti yang dijelaskan di atas rinore dan batuk selama 12 hari sering terjadi pada sinusitis bakterial akut. Diagnosis dari sinusitis harus ditegakkan berdasarkan kriteria klinis yang ada, dimana pemeriksaan radiologis tidak selalu dibuuhkan. Walaupun kriteria gejala 10 hari atau lebih tidak bersifat absolut (dan jarang ditemukan pada kasus yang disertai infeksi virus pada saluran pernafasan atas), pada kebanyakan anak dengan infeksi virus, gejala ini akan membaik atau menghilang seiring waktuBerdasarkan bukti, walaupun belum konsisten, pemberian terapi antimirkoba terhadap sinusitis bakterial akut dapat meningkatkan waktu pemulihan dalam 10 hari, peneliti juga menyarankan pemberian terapi antibiotik pada anak yaitu; amoxicillin-clavulanate sebagai pilihan pertama dan sesuai dengan panduan yang diberikan IDSA. Walaupun durasi terapi optimal masih belum diketahui, pemberian terapi selama 10-14 hari terbukti adekuat pada kebanyakan pasien. Gejala gastrointestinal sering terjadi akibat efek samping obat namun biasanya ringan dan sembuh sendiri. Antihistamin dan dekongestan tidak dianjurkan karena tidak memberikan keuntungan dan dapat meneybabkan efek samping.15