sistem informasi tni -...
TRANSCRIPT
SISTEM INFORMASI TNI
DALAM RANGKA INTEROPERABILITY DATA LINK
PERTAHANAN NEGARA
SISTEM INFORMASI TNI
DALAM RANGKA INTEROPERABILITY DATA LINK
PERTAHANAN NEGARA
Penyunting
Dr. Ir. SUPARTONO, MM
Kata Pengantar Rektor Universitas Pertahanan
Letjen TNI Dr. I Wayan Midhio, M.Phil
Universitas Pertahanan
Bogor 2017
SISTEM INFORMASI TNI DALAM RANGKA INTEROPERABILITY DATA LINK
PERTAHANAN NEGARA
Penyunting
Dr. Ir. SUPARTONO, MM
mobile : 08161444483
ISBN: 9-786027-499959
Hal 141 halaman
Hak Cipta Dilindungi Undang-undang
Cetak Pertama, Oktober 2017
Diterbitkan Oleh UNIVERSITAS PERTAHANAN
Bogor, Oktober 2017
Kawasan IPSC Sentul Bogor Indonesia 16730
Website: www.idu.ac.id
Kata Pengantar Rektor Universitas Per tahanan
KATA PENGANTAR
REKTOR UNIVERSITAS PERTAHANAN
Implementasi Sistem Informasi Pertahanan Negara merupakan salah
satu sistem yang perlu dikembangkan dalam penyelenggaraan pertahanan
negara yang akuntabel. Sistem ini sangat diperlukan untuk dipergunakan
dalam kaitannya dengan pertahanan negara, sebagai alat bantu utama
proses pengambilan keputusan dalam pengelolaan pertahanan negara
yang akuntabel. Sistem informasi ini sifatnya federasi atau satu kesatuan
dan tidak dapat berdiri sendiri. Selain itu sistem ini harus merupakan
suatu sistem yang terintegrasi dan menjadi bagian dari sistem informasi
nasional. Sistem informasi TNI sebagai bagian dari sistem informasi
pertahanan negara di bangun dan dikembangkan oleh Kementerian
Pertahanan mengarah pada suatu sistem berbasis design, yaitu membangun
dan memperkaya suatu sistem berbasis teknologi informasi. Sistem ini
juga memberikan layanan data dan informasi dalam rangka mendukung
penyelenggaraan pertahanan negara yang meliputi layanan internal untuk
tercapainya tujuan reformasi birokrasi menuju ke pemerintahan yang baik,
dan layanan publik di lingkungan Kemhan dan TNI.
Secara lebih spesifik sistem informasi TNI yang merupakan bagian
dari interoperability data linkpertahanan negara akan mengatur pola
komunikasi antar Pusat Komando Pengendalian (Puskodal) matra TNI
menggunakan saluran yang berbeda, sehingga penyampaian pesan dan
v
informasi mengalami tantangan pada standarisasi. Langkah ini penting
dilakukan mengingat jajaran Komando Utama TNI masih memiliki sistem
komunikasi dengan jenis yang berbeda-beda dan menjadi masalah dalam
hal interoperability antar sistem komunikasi. Interoperability menjadi kata
yang kerap mudah diucapkan dalam dunia militerdanmerupakansalahsatu
Indikator kemajuan militer suatu negara.
Namun faktanya, mewujudkan interoperability merupakan sebuah
tantangan besar, terlebih bila sedari awal perangkat yang digunakan berasal
dari beberapa macamtehnologi yang berbeda. Hal inilah yang menjadi
pekerjaan rumah bagi TNI untuk bisa dicarikan solusinya. Melalui karya
ilmiah ini, akan dirumuskan solusi interoperability dan data link yang terbaik
untuk dapat diadopsi oleh ketiga matra TNI AD, TNI AL, dan TNI AU.
Selama ini interoperability masih menjadi masalah yang cukup signifikan
bagi operasional TNI. Salah satu faktornya karena penggunaan beberapa
perangkat (jaringan komunikasi) yang berbeda antarsatuan, sehingga
menjadi persoalan dalam lingkup Komando dan Pengendalian (Kodal).
Dengan teknologi informasi yang sudah berkembang dewasa ini,
maka integrasi sistem informasi harus meningkat ke tahap berikutnya
yaitu interoperability sistem informasi. Di negara-negara yang sudah maju,
konsep interoperability bahkan sudah pada tahap composability. Demikian pula
Interoperability sistem informasi harus selaras dengan sistem informasi yang
dikembangkan Kemeninfo RI, agar compatible dalam tataran system of system
dan familiy of system. Inilah urgensi pokok dalam pengembangan sistem dan
teknologi informasi terpadu guna terwujudnya strategi pertahanan negara
yang kuat, efektif dan efisien.
Buku tentang Sistem Informasi TNI bertujuan mendorong terwujudnya
interoperabilitas data link pertahanan yang diterbitkan oleh Universitas
Pertahanan (Unhan), perlu dibaca dan disimak oleh Mahasiswa Unhan
dan pihak-pihak yang membutuhkan informasi tambahan tentang upaya
untuk membangun interoperability komunikasi TNI. Dalam prakteknya,
sistem ini telah dilakukan pada Operasi Gabungan (Opsgab) TNI yang
telah dituangkan dalam Permenhan No. 38 Tahun 2011, tentang Kebijakan
Sistem Informasi Pertahanan Negara. Kepada Penyunting buku, Laksamana
vi Sistem Informasi TNI dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara
Muda TNI Dr. Ir. Supartono, MM, dan tim peneliti dari LP2M Unhan, saya
sampaikan penghargaan atas hasil karya ilmiahnya yang dapat diterbitkan
dalam bentuk buku dan dapat dibaca oleh masyarakat luas.
Sekian dan Terima kasih.
Bogor, Oktober 2017
Rektor UniversitasPertahanan,
Dr. I Wayan Midhio, M.Phil
LetnanJenderal TNI
Kata Pengantar Rektor Universitas Per tahanan vii
[Halaman ini sengaja dikosongkan]
ix Kata Pengantar Penyunting
KATA PENGANTAR PENYUNTING
Syukur Alhamdulillah, penulisan Buku denganjudul “Sistem Informasi
TNI dalam rangka Interoperability Data Link Pertahanan Negara”, yang
merupakan gabungan dari Laporan Hasil Penelitian tentang Sistem
Informasi TNI AD, TNI AL dan TNI AU dalam rangka Interoperability Data
Link Pertahanan Negara, dapat diselesaikan tepat waktu.
Kelancaran penulisan buku iniberkatdukungan dari banyak pihak yang
tidak mungkin bisa kami sebutkan satu persatu. Sungguhpun demikian,
pada kesempatan ini kami ingin mengucapkan terima kasih secara
khusus kepada Bapak Rektor Universitas Pertahanan, yang telah bersedia
memberikan kata pengantar pada Buku ini. Ucapan terima kasih juga perlu
kami sampaikan kepada para peneliti, Dekan, Ketua LP2M, Ketua LP3M,
Kapus Perbatasan, Kaprodi AW dan Staf Universitas Pertahanan. Kami juga
mengucapkan terima kasih kepada para senior di Kementerian Pertahanan,
Markas Besar TNI AD, Markas BesarTNI AL dan Markas Besar TNI AU,
serta pihak eksternal yang telah mendukung secara langsung maupun tidak
langsung atas terbitnya buku ini. Sungguhpun demikian, semua kesalahan
yang terdapat pada Buku ini menjadi tanggung jawab penulis.
Kami menyadari Buku ini masih banyak kekurangan, untuk itu dengan
tangan terbuka kami selalu menunggu masukan dari pihak-pihak yang
berkepentingan dalam rangka kebaikan bersama. Penerbitan Buku ini
tidak akan berarti kalau hanya bersifat dokumentasi semata, tapi proses
dialektika menuju arah yang lebih baik. Karena sebagian dari peneliti
yang memberikan kontribusi pada penerbitan buku ini adalah sama, maka
pengulangan kalimat pada setiap Bab tidak bisa dihindari, walaupun
penyunting sudah berusaha meminimalkan pengulangan tersebut.
Demikian yang dapat kami sampaikan, sekali lagi terima kasih kepada
semua pihak dan mohon maaf segala kekurangan.
Universitas Pertahanan,
10 November 2017
Dr. Ir. Supartono, MM
Laksamana Muda TNI
x Sistem Informasi TNI dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara
xi Daftar Isi
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR REKTOR UNIVERSITAS
PERTAHANAN v
KATA PENGANTAR PENYUNTING ix
DAFTAR ISI xi
BAB 1 SISTEM INFORMASI TNI AD DALAM RANGKA
INTEROPERABILITY DATA LINK
PERTAHANAN NEGARA 1
1.1 Pendahuluan 1
1.2 Literatu dan Pengembangan Teori 3
1.3 Metode Penelitian 6
1.4 Hasil Penelitan dan Pembahasan 9
1.5 Kesimpulan dan Saran 14
1.5.1 Kesimpulan 14
1.5.2 Saran 16
BAB 2 SISTEM INFORMASI TNI AL DALAM RANGKA
INTEROPERABILITY DATA LINK
PERTAHANAN NEGARA 23
2.1 Pendahuluan 23
2.2 Rumusan Masalah 26
2.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 29
2.4 Kerangka Teori dan Tujuan Pustaka 30
2.4.1 Model Perang Informasi
(Information Warfare)
31
2.4.2 C4ISR/K4IPP Pertahanan Negara 35
2.5 Keunggulan Informasi dan OODA 40
2.6 Metodologi Penelitian 43
2.6.1 Metode Pendekatan Rapid Application
Development (RAD)
45
2.6.2 Subjek Penelitian 49
2.6.3 Objek Penelitian 50
2.6.4 Teknik Pengumpulan data 51
2.6.5 Pelaporan 51
2.7 Hasil Penelitian dan Pembahasan 52
2.7.1 Doktrin TNI AL Eka Sasana Jaya 50
2.7.2 Sistem Komunikasi Satelit TNI AL 56
2.7.3 Radar Pantai sebagai alat Pendeteksi
Lalu Lintas Kapal Laut
57
2.8 Pembahasan 66
2.8.1 Doktrin TNI sebagai dasar Pengembangan
Doktrin TNI AL
66
2.8.2 Interoperabilitas sebagai Kapabilitas
dalam Perang Informasi
72
2.8.3 Perang Cyber salah satu Jenis
Operasi Informasi
73
2.8.4 KODIM P5 sebagai Kapabilitas
Perang Informasi
73
2.9 Kesimpulan dan Saran 76
2.9.1 Kesimpulan 76
2.9.2 Saran 77
xii Sistem Informasi Tni Dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara
BAB 3 SISTEM INFORMASI TNI AU DALAM RANGKA
INTEROPERABILITY DATA LINK
PERTAHANAN NEGARA 85
3.1 Pendahuluan 85
3.2 Rumusan Masalah 88
3.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 91
3.4 Tinjauan Pustaka 91
3.4.1 Model Perang Informasi
(Information Warfare) 93
3.4.2 Sistem Informasi 95
3.4.3 Interoperability 95
3.5 Metode Penelitian 105
3.5.1 Subjek Penelitian 105
3.5.2 Objek Penelitian 106
3.5.3 Metode Analisis 106
3.5.4 Pelaporan 106
3.6 Hasil Penelitian dan Pembahasan 108
3.6.1 TNI AU Menjaga Kedaulatan di Udara 108
3.6.2 Disinfolahtaau Sebagai Pioner
Sistem Informasi TNI AU 111
3.6.3 Dispenau sebagai Pusat Informasi Publik
TNI AU 120
3.7 Grand Design Interoperabality Kodal
TNI AU dan Pertahanan Negara 123
3.8 Kesimpulan dan Saran 130
3.8.1 Kesimpulan 130
3.8.2 Saran 132
BIODATA PENULIS 139
Daftar Isi xiii
[Halaman ini sengaja dikosongkan]
xv Daftar Isi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Observe, Orientation,
Decition dan Action (OODA)
4
Gambar 1.2 Kodal kalau merujuk Model Lawson 6
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Pertahanan Cyber 21
Gambar 2.2 Model Perang Informasi 34
Gambar 2.3 Kerangka Pengembangan C4ISR 40
Gambar 2.4 Siklus Informasi Observe, Orientation,
Decition dan Action (OODA)
41
Gambar 2.5 Model Pengembangan RAD 45
Gambar 2.6 Sistem Integrasi dalam Cara Kerja
Radar Pantai
58
Gambar 2.7 Prinsip kerja Echo 59
Gambar 2.8 Efek Doppler 59
Gambar 2.9 Skema Cara Kerja Radar 60
Gambar 2.10 Antena Radar 63
Gambar 2.11 Instalasi Radar Pantai 67
Gambar 2.12 Radar Pantai di Monitor 67
Gambar 2.13 Sistem Komunikasi Data Link 69
xvi Sistem Informasi Tni Dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara
Gambar 2.14 Model OSI Data Link 71
Gambar 2.15 Hubungan Kapabilitas,
Operasi dan Keputusan 73
Gambar 3.1 Jaringan Data Antar Angkatan 96
Gambar 3.2 Data Link Antar Satuan dalam Internal
Angkatan 96
Gambar 3.3 Pola Interoperatibilitas Sebagai
Strategi dan Taktis 97
Gambar 3.4 Teori Interoperability 102
Gambar 3.5 Skema Grand Research Sistem Informasi
Pertahanan Negara 107
Gambar 3.6 Grand Design Sistem Komunikasi dan Informasi TNI AU 125
Gambar 3.7 Blok Diagram Comand and Control System 125
Gambar 3.8 Blok Diagram Intelligent and Information
System 126
Gambar 3.9 Wall Display System 127
Gambar 3.10 Sistem Memaksa Berbicara Cerdas Tentang Input,
Proses Output dan Umpan Balik 129
1 Bab 1 | Sistem Informasi TNI AD dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara
Bab 1
SISTEM INFORMASI TNI AD DALAM RANGKA INTEROPERABILITY DATA LINK PERTAHANAN
NEGARA
Dr. I Gede Sumerta, Dr. Supartono, Dr. Moh. Halkis dan Dr. Tri Yoga B.S.
1.1 Pendahuluan
Upaya untuk membangun Interoperability komunikasi dalam jajaran
TNI telah dilakukan pada Operasi Gabungan (Opsgab) TNI. Kegiatan ini
untuk menciptakan satu kesatuan komando, kendali dan koordinasi antar
satuan yang terlibat dalam operasi dan terlaksananya proses perencanaan
komunikasi pada Opsgab TNI secara lengkap, terinci, terkendali dan
terkoordinasi. Secara permanen Menhan RI telah menetapkan Peraturan
Menteri Pertahanan Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2011 Tentang
Kebijakan Sistem Informasi Pertahanan Negara.
Dalam prakteknya sulit dilaksanakan, bahkan selama penelitian
berlansung tahun 2016 peneliti belum menemukan TNI Angkatan
Darat menggunakan Permen ini dalam membuat keputusan pengaturan
pengendalian informen Nomor 38 Tahun 2011 tersebut adalah upaya untuk
mengintegrasikan sistem informasi lingkungan Kementerian Pertahanan
termasuk Mabes TNI AD. Upaya tersebut merupakan langkah strategis
dalam bidang penguasaan data informasi dalam mendukung Keputusan
Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad), termasuk sampai pada level Panglima
TNI dan Presiden. Langkah langkah seperti ini menurut Stuart H. Starr
akan mendapatkan tantangan yang serius karena perbedaan konsep operasi
2 Sistem Informasi TNI dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara
dan budaya manajemen tiap bagian, untuk itu interoperabilitas merupakan
upaya yang perlu dilakukan terus menerus.1
Interoperability bukan hanya teknis sambung-putus jaringan data, tapi
interoperability menggambarkan strategi dan capability. Generasi ke-empat
perang yang didominasi oleh virtual reality, Michel Foucault menggambarkan
tidak ada sistem yang dapat berlaku tunggal, tidak ada yang dapat melaku
menyatukan seluruh bagian-bagian, tapi system by system. Kalau suatu zaman
“kebenaran dan kekuasaan” menjadi domain wakil tuhan di muka bumi, dialah
sang raja, kemudian negara sang subjek dalam era perang generasi kedua,
dan ketiga berubah menjadi “kekuasaan yang tersebar ada dimana-mana,
dan teknologi informasi menjadi penentu”. Saat ini tidak hanya penguasaaan
teknologi komunikasi, tapi epistemik publik mencair menjadi kekuatan non-
state perlu menjadi perhatian serius bagi aparat penyelenggara negara.
Bagaimanapun, wadah kehidupan bersama adalah negara harus
diselamatkan. Kekuasaan bisa terbagi, namun sistem terus bekerja dalam
membangun interaksi dalam suatu kesatuan untuk itu manajemen
sistem informasi merupakan sesuatu yang sangat vital dalam pengelolaan
Pertahanan Negara. Menurut Sun Tzu,“ jika anda tidak tahu dengan
informasi kekuatan mu, dan tidak tahu dengan dengan kekuatan lawan,
maka anda kalah setiap kali pertempuran. Kalau anda tahu dengan
kemampuan pasukan anda, dan tidak tahu dengan kekuatan lawan, maka
perang memungkinkan akan berimbang. Namun jika anda tahu dengan
kekuatan sendiri dan tidak tahu juga dengan kekuatan lawan, maka pasukan
anda akan menang setiap pertempuran.
Melihat teori informasi yang dikemukan Sun Tzu ini sesungguhnya
negara harus mampu memiliki bank data tetang kekuatan sendiri dan
kekuatan lawan. Penguasaan informasi sangat menentukan menang dan
kalahnya sebuah pertempuran, karena pengetahuan atau seseorang menjadi
“tahu” terkait dengan informasi. Karena dengan informasi strategi, taktik
dan teknik operasional dibangun. Untuk itu intelijen menjadi penjuru
paling depan dalam pertempuran. Tugas intelijen tidak hanya mendapatkan
1Starr, Stuart H., The Challenges Associated with Achieving Interoperability in Support of Net- Centric Operations, Barcroft Research Institute Falls Church, VA 22041 http:// dodccrp.org/events/10th ICCRTS/CD/papers/093.pdf, 2016
Bab 1 | Sistem Informasi TNI AD dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara 3
data dan informasi lawan tapi juga mengamankan data dan informasi-
informasi sendiri, apabila informasi kategori rahasia jatuh ketangan lawan
maka perang akan dimenangkan pihak lawan. Akan tetapi, sekalipun data
militer bersifat rahasia para pencari informasi tidak hanya intelijen tapi juga
para wartawan bersifat terbuka perlu konsumsi informasi militer sehingga
peran Pusat Penerangan militer menjadi penting.
Pentingnya informasi juga terlihat dari pesan yang diungkapkan oleh
Cosmo dalam film “Sneakers”, “There is a war out there,old friend-a World War.
And it’s not about whose got the most bullets; It’s about who controls the information.
” Film yang muncul setelah perang dingin ini usai (tahun 1992) seolah-olah
menafikan persenjataan bersifat fisik. Pertarungan bergeser dari pengamanan
informasi menjadi kontrol terhadap informasi. Dunia media masa sangat
berperan dalam menentukan, cara pemberitaan, media apa, kapan sebuah
informasi disampaikan, kapan harus dihentikan dan sebagainya. Pola
pengelolaan informasi demikian sangat berpengaruh terhadap situasi politik,
ekonomi dan perdagangan global. Perang Timur Tengah diawali dengan
terbukanya informasi, kecurangan pelaku kekuasaan, kebencian rakyat
tersebar akhinya terjadi revolusi dengan alas an demokrasi dan HAM. Karena
terdapat indikasi keterlibatan Negara asing, maka fenomena tersebut masuk
dalam konsep informations warfare, sistem informasi tanpa batas Negara.
1.2 Literatur dan Pengembangan Teori
Secara umum manusia menerima informasi 83 persen berasal dari
media publik terutama internet, televise, koran, majalah, jurnal dan radio.2
Hanya sedikit yang diterima melalui jaringan khusus, bahkan laporan-
laporan dari agen khusus juga sering terlambat jika dibandingkan dengan
informasi dari media elektonik, terutama internet on line dan televisi.
Informasi yang diterima oleh Pimpinan TNI sebelum membuat keputusan
memang tidak hanya dari media publik tapi dari staf intelijen dan staf
khusus dan staf-staf lain. Penjelasan terdahulu terkait dengan sistem
informasi dan upaya keunggulan informasi TNI antara lain ditulis oleh
Iwan Kustiyawan dan Arwin DWS.
2http://repository. ipb. ac. id/handle/123456789/64794?show=full
4 Sistem Informasi TNI dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara
Menurut Iwan Kustiyawan, TNI saat ini perlu merubah doktrin agar
dapat menafaatkan teknologi dalam merebut keunggulan informasi,
diantaranya melalui konsep Revolution Military Affair (RMA). Didasari
atas teori Asymmetric Warfare, kelihatannya kemenangan perang tidak lagi
ditentukan factor-faktor yang pasti, maka upaya merebut keunggulan
informasi dilakukan melalui prinsip Network Centic Warfare, yaitu:
merencanakan, membangun dan mengembangkan jaringan sesuai dengan
tuntutan kebutuhan operasional sistem, sehingga memiliki kekuatan yang
akan meningkatkan kemampuan sharing informasi, kerja sama informasi/
kolaborasi, dan meningkatkan efektivitas misi secara dramatis. 3
Kemudian Arwin DWS sesungguhnya fokus masalah doktrin Operasi
Informasi TNI AU yang tidak implementatif, namun relevan bagi TNI AD.
Arwin mengajukan pola tersendiri untuk merangkai elemen-elemen yang
dimiliki TNI AU menjadi sebuah sistem informasi. Arwin DWS membuat
formulasi siklus informasi mulai dari input data, proses dan ouput secara
terpadu, yang disebut Observe, Orientation, Decition dan Action (OODA)4;
Gambar 1.1 Observe, Orientation, Decition dan Action (OODA)
3Disampaiakan pada acara :“Sarasehan Informatika TNI AL 2009”25 Juni 2009,
Auditorium Denma Mabesal, Cilangkap, Jakarta Timur. 4Lihat Arwin D. W. Sumari dan Adang S. Ahmad, Information Fusion System
FIR Supproting Decition Making (a Case Study on Military Operantion, ITB Journal of Information and Communication Technology (J. ICT), Vol. 2, No. 1, May, 2008
Bab 1 | Sistem Informasi TNI AD dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara 5
Menurut peneliti, kerangka kerja ini sangat bagus dalam menyusun
kerangka kerja dalam suatu sistem secara linear. Akan tetapi kalau melihat
hubungan data menjadi data base terjadi loncatan, karena pada saat ini
terjadi reduksi data. Artinya tidak semua data masuk ke data base. Like
and dislike operator misalnya sangat menentukan, atau arahan pimpinan
data yang masuk cukup ini dan itu sehingga terjadi kekacauan reduksional.
Apabila peralatan yang bagus namun tidak dibarengi dengan sumber daya
yang diharapkan, maka perlatan mahal menjadi sia-sia.
Untuk mengatasi ini harus ada perubahan mind set, atau cara pandang
bersama tentang keunggulan informasi. Standar data yang masuk dan itu
sangat dipengaruhi oleh otoritas pimpinan dan bawahan pun menyesuaikan
dengan selera pimpinan. Akan tetapi, walau bagaimanapun juga proses
tetap harus jalan, maka sebuah konsep hanya bisa diuji oleh waktu.
Kemudian Eitan Altman dalam tulisannya berjudul “Information Theory:
New Challenges and New Interdisciplinary Tools” dengan menggunakan teori
permainan (Game Theory) menunjukan hubungan ketidak teraturan satu dengan
yang lain pola tersendiri walaupun digerakkan secara bebas. Artinya sesuatu
yang bekerja menurut dirinya sendiri akan menghasilkan pola sendiri. 5
Operasi-operasi informasi pada dasarnya terbagi dua, operasi informasi
depensif dan opersai informasi opensif. Operasi informasi depensif
merupakan kesiapan sistem untuk mengamankan informasi sendiri dari
upaya musuh untuk merusak, mengganti,mencuri atau dengan cara lain
yang dapat mengganggu keputusan komando. Sedangkan operasi opensif
bersifat menyerang, atau berupaya untuk mendapatkan informasi tentang
lawan dengan cara-cara yang aman dari pengetahuan musuh, namun
mendapatkan informasi yang objektif, cepat, akurat dan dibutuhkan.
Terkait dengan sistem informasi satuan-satuan TNI, pertanyaan yang
diuji adalah kemampuan ofensif dan defense seperti apa yang dimiliki TNI
sekarang. Untuk itu perlu dilakukan penilaian terhadap Prosedur, Aplikasi,
Infrastruktur dan Data (PAID) dalam menghidangkan sebuah keputusan
untuk pimpinan TNI/Komando. Dalam beberapa latihan gabungan TNI
telah melaksanakan operasi informasi. TNI menyadari pentingnya operasi
5Postal address: INRIA, 2004 Route des Lucioles B. P. 93, 06902 Sophia Antipolis, France
6 Sistem Informasi TNI dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara
informasi, namun belum memiliki landasan teori karena belum ada research
standar akademis tentang operasi informasi.
Kebijakan pimpinan mencari refensi diataranya United States Joint
Publication (JP 3-13) tahun 2014 tentang Information Operations dan United
States Air Force Doctrin Documen (AFDD) 2-5 tahun 2002 tentang Informations
Operations. Kodal kalau merujuk Model Lawson dapat digambarkan;.6
Gambar 1.2 Kodal kalau merujuk Model Lawson
Khusus operasi informasi di lingkungan TNI AD dimuat dalam dotrin
SBP 2004 dan dituangkan dalam Surat Keputusan Kasad nomor Skep/133/
VII/2005 tentang Operasi Informasi dalam bentuk Naskah Sementara
Buku Petunjuk Pelaksana (Bujuklak). Karena JP 3-13 sepanjang penelitian
literature yang dilakukan peneliti paling lengkap, maka penelitian ini akan
merujuk kembali JP 3-13 sehingga dapat menelaah doktrin yang digunakan
TNI AD dan operasional secara teknis dilapangan.
1.3 Metode Penelitian
Metodologi Penelitian dapat diartikan dengan suatu kegiatan keilmuan
untuk mencari kebenaran, kebaikan dan kemuliaan dengan cara meneliti.
6A., Neville (edt.), Modelling Command and Control Event Analysis of Systemic Teamwork,
Human Factors Integration Defence Technology Centre, ASHGT, 2008,p.15
Bab 1 | Sistem Informasi TNI AD dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara 7
Karena upaya tersebut bersifat metafisis, dalam hal ini untuk membangun
sistem informasi agar command and control (CC) dapat melakukan koordinasi
dengan baik, keputusan yang tepat dan sebagainya. Pertanyaannya
bagaimana menyusun data dari berbagai sumber yang tidak tersusun dan
transfer data yang lambat untuk dapat mendukung command and control
(CC) komando, sesuai dengan hirarkhi dan kondisi yang berbeda dalam
kerangka keilmuan, maka disini tugas filsafat ilmu memberi persyaratan
dasar sebuah penelitian bernilai karya ilmu.
Bagi Filsafat Ilmu, sebuah penelitian yang termasuk dalam suatu kajian
harus memiliki tiga unsur, yaitu; ontologis, epistemologis dan axiologis.
Dalam aplikasinya, ketiga unsur tersebut harus diimplementasikan melalui
sebuah metodologi yang mengandung; keteraturan (sistematis), konsistensi,
korespondensi (rasional-empiris) dan determinisme (kausalitas). Dengan
demikian Metodologi Penelitian adalah prosedur keilmuan yang dilakukan
peneliti untuk mencapai tujuan yang ditetapkan oleh peneliti itu sendiri.
Untuk mencapai sesuatu tujuan harus dilakukan dengan cara yang
tepat. Ilmu menentukan cara yang tepat untuk mencapai tujuan dalam dunia
ilmu pengetahuan dipelajari dalam metodologi. Secara harfiah metodologi
berasal dari bahasa Yunani yaitu metodos dan logos. Metodos berasal dari
metha yang berarti melalui dan hodos berarti jalan ke atau prosedur, dan
logos berarti ilmu. Secara sederhana metodologi artinya ilmu atau prosedur
untuk mencapai tujuan. Kemudian kata “Penelitian” berasal dari kata teliti,
tambah konfiks pe-an, sehingga menambah makna cara meneliti.
Dengan demikian metode penelitian dalam penelitian ini untuk
menentukan langkah-langkah dalam mencari kemudahan untuk
melaksanakan command and control (CC) bagi komando atas sesuai dengan
hirarkhi dan kondisi yang berbeda dalam kerangka keilmuan. Sesuai dengan
tujuan CC adalah untuk dapat merumuskan perintah, keputusan yang
tepat, mengontrol pelaksanaannya, melakukan koordinasi antar komando,
intansi samping dan sebagainya.
Sesuai dengan tujuan penelitian ini, yaitu menggambarkan sistem
informasi di lingkungan TNI AD, maka karena berbagai keterbatasan,
peneliti hanya memilih Dinas Penerangan dan Dinas Informasi dan
Pengolahan Data Angkatan Darat, sebagai nara sumber, serta salah satu
8 Sistem Informasi TNI dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara
Kodim sebagai representasi aplikasi di lapangan. Dua Dinas tersebut
diharapkan dapat memenuhi tuntutan elemen informasi yaitu prosedur,
aplikasi, infrastruktur dan data.
Penelitian yang terkait dengan Pertahanan Negara selama ini belum
optimal7. Keterkaitan ini penting untuk memperlihatkan keberadaan Strata
Mutlak Pertahanan Negara demi kelangsungan NKRI berupa integritas
teritorial, kedaulatan nasional, dan keselamatan bangsa Indonesia8.
Integritas teritorial tergambar dalam efektifitas CC, dalam hal ini Presiden
sebagai Pemimpin seluruh Angkatan, termasuk Angkatan Darat mestinya
memiliki akses terhadap prajurit di lapangan karena dalam era Perang
Informasi perebutan keunggulan informasi merupakan keniscayaan.
Informasi yang cepat, akurat dan lengkap sangat diperlukan oleh pimpinan
dalam mengambil keputusan yang tepat, dan mengkoordinasikan siapa
berbicara apa sehingga keseimbangan opini dapat menjaga suasana nyaman
dan menjamin sinergitas dalam sebuah sistem pertahanan negara.
Kalau melihat kenyataan di lapangan dan penjelasan pejabat Kemhan/
TNI sistem informasi belum memiliki bentuk yang dapat mendukung
operasi informasi dan masih belum standar kalau dibandingkan dengan
US JP-313.9 Penelitian ini terkait dengan model interoperability data link
pertahanan Negara sebagai upaya membangun Kodal Presiden atau Kodal
Pertahanan Negara, dan bisa juga diarahkan Pusat Siber Indonesia (Indonesia
Cyber Centre). Dengan demikian Interoperability data link bagian dari sistem
informasi menggunakan teknologi digital, maka penelitian ini merujuk pada
metode mencari model penyempurnaan sistem informasi. Karena pilihan
metode-metode untuk melakukan penelitian sistem informasi sangat banyak,
maka peneliti berhadapan dengan pilihan-pilihan metode mana yang tepat
dalam mengadakan perbaikan sistem informasi pertahanan negara tersebut.
Bagi peneliti, secara sederhana metode pengembangan sistem
informasi terbagi dua; yaitu metode bersifat tradisional atau konservatif
yang mengutamakan pemikiran deduktif, dan kedua metode yang progresif
7Hasil dialog dalam Focus Group Discussion (FGD) dalam Seminat Internasional
tentang Merebut Keunggulan Informasi, 11-12 November 2015 di Hotel Lor In, Bogor 8Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2008 Tentang
Kebijakan Umum Pertahanan Negara 9Masalah ini terkait dengan OODA (Observation, Orientation, Decition, And Action)
Bab 1 | Sistem Informasi TNI AD dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara 9
yang bertumpu pada metode induktif. Setelah meninjau beberapa metode
untuk menggambarkan sistem informasi TNI AD, peneliti menggunakan
metode pendekatan interaksional simbolik. Penekanan penelitian adalah
untuk mendapatkan pemahaman tentang Sistem Informasi TNI AD
dalam kaitannya dengan Kodal Presiden sebagai Pemimpin tertinggi. Hasil
penelitian ini dikaitkan dengan penelitian Pemodelan Interoperability Data Link
Pertahanan Negara dengan pendekatan Rapid Application Development (RAD).
1.4 Hasil Penelitian dan Pembahasan
US JP3-13 sebagai rujukan dalam memahami operasi-operasi informasi
tidak bisa diterjemahkan dengan operasi informasi. Kesalahan pegertian
ini berakibat kepada pola operasi yang dilakukan. Dalam operasi informasi
bermaksud menjelaskan beberapa jenis operasi yang tergabung dalam
suatu operasi. Gabungan berbagai jenis operasi tersebut bisa dilaksanakan
secara mandiri dan bisa dilakukan secara bersama. Hubungan antara satu
operasi dengan operasi tersebut perlu dilakukan dalam rangka menghasilkan
sinergitas sistem operasi sehingga mendapatkan hasil yang optimal. Kendala
yang dihadapi adalah sistem operasi itu sendiri yang memang berbeda dan
tradisi manajemen yang banyak rahasia menjadi kendala.
Akan tetapi dengan kendala apapun mesti diatasi karena dalam perang
Asimetris intinya adalah informasi. Informasi tersebut berasal dari data-
data dari manapun sumbernya. Persoalannya, ketika data itu diterima oleh
satu bagian, barang kali tidak bermakna, atau kurang bermakna, sebaliknya
jika diterima oleh bagian yang lain data tersebut akan sangat bermakna.
Untuk itu Perang Asimetris kadang kala dikatakan juga dengan Irregular
Warfare, dan bisa juga dikatakan dengan perang hybrid. Padahal, jika telusuri
lebih jauh, konsep tersebut sama dengan pemberdayaan wilayah, sistem
pertahanan rakyat semesta atau “perang rakyat”.
Upaya ini sesuai dengan konstitusi dan perundangan Negara.
Sebagaimana ditulis dalam laporan Komado Distrik Militer 0612/Tasik
Malaya Komando Rayon Militer 1203 ”Melaksanakan pemberdayaan
wilayah pertahanan di darat sesuai UU RI No. 34 tahun 2004 pasal 8
merupakan tugas TNI AD yaitu membantu pemerintah menyiapkan Potnas
menjadi kekuatan pertahanan untuk melaksanakan OMP dengan cara
10
Sistem Informasi TNI dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara
membantu pemerintah menyelenggarakan pelatihan dasar kemiliteran
secara wajib dan memberdayakan rakyat sebagai kekuatan pendukung.
Secara substantif Binter yang dilakukan TNI AD adalah amanat UU,
karena pada hakekatnya penyelenggaraan Binter bagi TNI AD merupakan
pelaksanaan tugas pemberdayaan wilayah pertahanan di darat yang
diselenggarakan oleh Satkowil. Maka Binter dijadikan fungsi utama TNI
AD dengan sasaran untuk mewujudkan Ruang, Alat dan Kondisi Juang
yang tangguh untuk kepentingan Hanneg”10
Pemahaman ini sudah menjadi pemahan umum setiap Pembina
teritorial. Untuk itu pemberdayaan wilayah dapat juga diartikan dengan
segala kemampuan menggunakan sumber daya yang ada baik mausia,
buatan, alamiah untuk mengalahkan lawan, termasuk cyber. Dalam perang
modern digambarkan oleh Jenderal (Mar) Charles C. Krulak adalah untuk
menghadapi wilayah yang diklaim oleh Amerika sebagai tempat melaksakan
tugas pada tataran operasional militer dikatakan berhasil namun gerakan
rakyat tidak bisa dibendung. Keadaan demikian Krulak menyebutnya dalam
istilah perang tiga blok (Three Block War), “Anda berjuang seperti iblis pada
satu blok, Anda berbuat baik menyerahkan bantuan kemanusiaan di blok
berikutnya, dan Anda harus berjuang untuk tetap menjaga supaya kedua faksi
tidak bertikai di blok yang berikutnya”. (Marine Corps Gazette, edisi 1999). 11
Teknologi sesungguhnya bersifat pasif, hanya pikiran manusia yang
menentukan. Perang bentuk apapun bukan hanya teknologi tapi juga
manusia sehingga harus diingat musuh bukah hanya teknologi. Untuk
itu perang juga memerhatikan aspek sosial budaya dan aspek lain dalam
masyarakat.12 Perang dalam bentuk apapun, Presiden menjadi penentu
kenegaraan sehingga Presiden memilki akses terhadap Kodal TNI. Kalau
merujuk pemahaman Kodal yang digariskan NATO (1988) bahwa Komando
dan kontrol berfungsi melalui pengaturan personil, peralatan, komunikasi,
10https://www.academia.edu/12058633/1_REN_BINFUNG_GIAT_TW_II_
TA_2015 11Budiman S. Pratomo, Tenologi Informasi dalam Perang Hybrid, Kasubdis Binfung
Disinfolahtad dalam http://seskoad2seskoad.blogspot.co.id/2014/03/teknologi- informasi-dalam-perang-hibrida.html.
12(Proceedings Magazine, Issue: November 2005 Vol. 132/11/1,233 Future Warfare: The Rise of Hybrid Warsoleh Letnan Jenderal James N. Mattis, USMC, dan Letkol (Purn) Frank Hoffman, USMCR
Bab 1 | Sistem Informasi TNI AD dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara 11
fasilitas, dan prosedur yang digunakan oleh dalam perencanaan,
mengarahkan, mengkoordinasikan, dan mengendalikan untuk mencapai
prestasi mencapai tujuan bersama.
Mengingat pentingnya aspek manusia, kalangan militer Amerika untuk
menghadapi perang hibrida ini, mereka mengembangkan konsep yang
disebut sebagai Human Terrain Systems (HTS). Konsep HTS ini pertama kali
dikembangkan oleh Anthropolog Montgomery McFate pada tahun 2005,
sebagai respons terhadap kesenjangan antara komandan dan staf tentang
pemahaman terhadap penduduk dan budaya setempat, terutama ketika
melakukan invasi ke Irak dan Afghanistan. HTS ternyata bukan hal yang
asing bagi TNI AD karena apabila dipadankan tidak lain dan tidak bukan
adalah konsep pembinaan teritorial.13
“Keutamaan yang ingin dicapai dalam pengabdian dan perjuangan
setiap personel TNI-AD dan kekuatan Matra darat adalah perjuangan tanpa
akhir yang dilandasi niat dan keinginan yang luhur dengan berpegang
teguh pada tegaknya kebenaran murni dan keadilan yang suci menjadi
keutamaan pengabdian, perjuangan dan pengorbanan segenap prajurit
dengan keyakinan kepada rahmat Tuhan YME yang akan selalu menyertai
setiap langkah perjuangannya.”14
Konsep perang apapun, TNI selalu menyiapkan diri termasuk Perang
Hibrida yang di bicarakan banyak kalangan. Hibrida dalam istilah biologi,
hibrida identik dengan heterozigot: setiap anak yang dihasilkan dari
perkawinan dua individu secara genetik berbeda, artinya kombinasi antara
gen yang berbeda. Dalam bidang elektronika, hibrida menggambarkan
kombinasi dari produsen listrik dan sarana untuk menyimpan tenaga
dalam media penyimpanan energi. Sistem hibrida, seperti namanya,
menggabungkan dua atau lebih mode pembangkit listrik bersama-sama.
Di bidang otomotif, mobil hibrida adalah mobil yang menggunakan
energi dari listrik dan juga bisa dari bahan bakar fosil. Sedangkan di bidang
komputer adalah merupakan gabungan antara kemampuan komputer
analog dan komputer digital. Dengan demikian istilah hibrida intinya adalah
13Ibid 14Doktrin TNI AD Kartika Eka Paksi yang disahkan dengan keputusan KASAD
Nomor KEP / 480 / XII / 2013 Tanggal 4 Desember 2013 “
12
Sistem Informasi TNI dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara
merupakan gabungan dari beberapa hal yang berbeda, sehingga dengan
demikian perang hibrida secara logika adalah penggabungan beberapa jenis
perang yang meliputi perang konvensional dan inkonvensional.
Lebih lanjut apabila kita mengacu pada pendapat dari para ahli yang
mendalami teori mengenai perang hibrida maka kita akan mendapatkan
hal-hal yang kurang lebih sama. Salah satunya adalah Frank Hoffman yang
mendefinisikan perang hibrida sebagai setiap musuh yang menggunakan
secara bersama dan mengkombinasikan senjata konvensional, perang tidak
teratur, terorisme dan cara kriminal dalam pertempuran untuk mencapai
tujuan politis (Conflict in 21st Century: The Rise of Hybrid Wars).
Apabila Indonesia ingin dapat bertahan sebagai bangsa pejuang yang
besar maka yang pertama dibangun dalam menghadapi era perang hibrida ini
adalah menguatkan jati diri bangsa Indonesia agar tidak mudah terbawa oleh
paham-paham yang tidak sesuai dengan filosofi yang ada dalam Pancasila.
Pancasila sudah terbukti sebagai benteng kekuatan untuk melindungi dari
ancaman, gangguan, tantangan serta hambatan dalam penyelenggaraan
kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karenanya maka TNI AD haruslah
menjadi pengawal yang setia terhadap Pancasila untuk menjamin tetap
tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
Tugas po ko k TNI adalah me ne gakk an kedaulatan negara,
mempertahankan keutuhan wilayah NKRI berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta
melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari
ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara. Tugas
pokok tersebut dilakukan dengan melalui operasi militer untuk perang
dan operasi militer selain perang. (Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia).
Pembinaan Teritorial yang selama ini diklaim sebagai roh TNI AD
haruslah diilmiahkan sehingga menjadi ilmu yang bisa dipelajari dan
diterapkan untuk membantu kesuksesan setiap operasi yang digelar oleh TNI
AD baik di dalam maupun di luar negeri. Sampai saat ini apabila ada pihak
yang ingin mempelajari teritorial akan sulit mencari dimana tempatnya. Hal
ini disebabkan oleh kerancuan mengenai apa yang disebut sebagai teritorial.
Penulis mengusulkan untuk cenderung memandang teritorial ini sebagai
Bab 1 | Sistem Informasi TNI AD dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara 13
salah satu staf dalam militer dan dikembangkan mengikuti pola negara-
negara lain namun dengan mengusung nilai-nilai asli Indonesia.
Ketika berbicara Teritorial sebagai staf militer maka padanan yang
ada adalah sebagai Cvivil Affair atau Civil Military Cooperation (CIMIC) di
negara-negara lain. Oleh karenanya, tidak ada salahnya apabila kita meniru
Korea yang mengusung konsep CIMIC namun dengan nilai-nilai Korea yang
mengemas konsep Saemaul Undong yang berisi tiga nilai utama yaitu: rajin
(dilligence), berdikari (self-help) dan gotong royong (cooperation).15
Untuk mengilmiahkan Teritorial sebagai CIMIC yang mengusung
nilai-nilai asli Indonesia, maka yang pertama kali dirumuskan adalah nilai
apa yang akan dimasukkan (pilih dua atau tiga nilai saja, misalnya ramah,
berdikari, gotong royong, ringan tangan dan sebagainya). Setelah dipilih
nilai luhurnya maka hal itu perlu dibakukan dan dibentuk pusat-pusat
pelatihan teritorial di seluruh Indonesia. Berikutnya adakan evaluasi ketika
dilaksanakan pada operasi di medan pertempuran yang berbeda-beda dan
diadakan penyesuaian-penyesuaian, baru berikutnya dirumuskan konsep
bakunya dengan berdasarkan pengalaman-pengalaman operasi tersebut
(lesson learned).
Setelah konsep baku ini jadi maka dapat digunakan sebagai pedoman
bagi TNI AD untuk menjadikan teritorial sebagai roh dari TNI AD. Dengan
demikian apabila memang sudah terbukti bahwa teritorial ini memang
menjadi roh TNI AD maka siapapun dan dimanapun orang bertanya tentang
teritorial rakyat pun akan mengetahui tentang hal tersebut. Hal ini bisa
dianalogikan dengan sistem Subak di Bali, dimanapun petani atau orang
ingin tahu tentang Subak maka ketika pergi ke Bali kemanapun perginya
asal bertanya kepada petani maka mereka akan bisa menjelaskannya karena
Subak sudah menjadi bagian dari hidup atau roh petani di Bali. Demikian
pula, nantinya apabila orang bertanya tentang teritorial maka setiap prajurit
dan rakyat akan tahu karena hal itu sudah menjadi bagian dari kehidupan
prajurit. Dengan demikian maka dalam menghadapi ancaman perang
hibrida ini, setiap prajurit akan siap karena teritorial ini sudah menjadi
roh dari setiap prajurit 16
15(http://www. saemaul. or. kr/english/). 16Op.Cit, Budiman.
14
Sistem Informasi TNI dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara
1.5 Kesimpulan dan Saran
1.5.1 Kesimpulan
Konsep Operasional TNI AD bertitik tolak pada Doktrin Kartika Eka
Paksi (KEP). Jika dibandingkan KEP dengan Doktrin TNI Tridek terdapat
perbedaan masalah pemaham defenisi kekuatan atau capability. Inti
kekuatan tersebut trush (keyakinan) sebagai prasyarat dalam menyusun
strategi dan penyelenggaraan operasi. Konsep Interoperability data link
pertahanan negara belum tergambar pada program TNI AD sebagaimana
halnya juga tidak ada dalam doktrin TNI Tridek. Upaya penggunaan Web
dengan jajaran satuan bawah merupakan upaya kearah moderinasi C2
(Command and Control) walaupun masih sederhanya.
Karena konsep interoperability data link sebagai bagaian dari upaya
mendukung informations operation belum ada dalam Doktrin TNI AD, maka
pelatihan atau kegiatan yang ada masih di luar konteks informations operation.
Untuk itu penelitian ini membuktikan memeng benar konsep operasi dan
budaya organisasi TNI AD merupakan kendala dalam membagun integrasi
sistem informasi pertahanan negara secara menyeluruh. Konsep operasi
TIN AD tercermin dalam Doktrin TNI AD dan turunannya, memang
telah memiliki semangat untuk menghadapi information warfare melalui
pembinaan teritorial (Binter). Kepala Staf Angkatan Darat menyadari
perang gerilya adalah startegi pemungkas dalam perang. Konsep Informations
Operation, secara leterlek diartikan dengan operasi-operasi dengan berbagai
system terintegrasi. Karena banyak system operasi TNI AD bagaimana pun
perlu data, banyak personil terlibat dan banyak dukungan, termasuk radio
pasukan, termasuk penggalangan warga warga masyarakat sehingga dapat
menjadi sumber data dan informasi menjadi pengetahuan yang tepat dalam
melahirkan keputusan pimpinan, terutama Kasad.
Radar Pantai TNI AD dapat diaplikasikan dalam Operasi Informasi
Interoperability data link Pertahanan Negara, namun perlu regulasi yang
komprehensif, sehingga dapat dirumuskan dalam bentuk model data dan
model proses data dalam konteks perang informasi sehingga memungkinkan
dapat diaplikasikan dalam bentuk semantik web. Setiap data baik yang
didapat melaui eksternal maupun internal di lingkungan satuan TNI AD
Bab 1 | Sistem Informasi TNI AD dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara 15
dapat diklasifikasi berdasarkan tingkat kerahasian menurut masing-masing
angkatan. Persepsi klasifikasi kerahasiaan tiap angkatan berbeda-beda,
bahakan setiap sub Satuan Kerja dalam angkatan juga berbeda-beda. Untuk
menjaga otoritas tiap angkatan, namun menjaga hubungan koordinasi tiap
angkatan dan mengurangi kecurigaan antar angkatan perlu ketentuan khusus
level Peraturan Presiden selaku Panglima Tertinggi dan diturunkan menjadi
Keputusan Kasad. Pemodelan data agar dapat disusun dan diberikode
menurut ontologi semantik web sehingga dapat dimanfaatkan pada saat
dibutuhkan kapanpun dan di manapun atau ada koneksi internet.
Untuk menjamin transfer data dalam rangka mendukung keputusan
Pimpinan TNI, ada tiga model interoperabiliti yang memungkinkan
dilakukan oleh TNI; Interoperabiliti (tutup buka) tergantung pada situasi,
Interoperabiliti (tutup buka) tergantung pada urgensi, dan data yang
bersifat operasional dan taktis non struktural bersifat integrasi.
Budaya organisasi TNI AD dalam mendukung kerahasiaan operasi
sangat kuat. Pengamanan informasi tercermin dari sikap Kepala Staf
Angkatan Darat yang keberatan peneliti melakukan penelitian lansung,
namun diharapkan data melalui kuesioner dalam bentuk jawabatan
tertulis. Gelar kekuatan dengan didomnasi menggunakan peralatan
komunikasi teknologi TR2400 Radio Taktis Infantri TNI AD cukup efektif
walaupun belum dapat disetarakan dengan informations warfare, atau
informations operation sebagaimana konsep aslinya. Penggunaan media
sosial yang digunakan satuan bawah dengan twitter, facebook, insagram
perlu diwaspadai karena disatu sisi merupkan bernilai promosi satuan dan
pemimpinya tapi satu sisi lawan mengukur posisi dan sikap TNI, bahkan
hungan sipil militer tergambar di situ.
Doktrin TNI AD fokus pada menjaga kedaulatan di darat, kelar kekuatan
dan sebagainya dimaknai dengan upaya mempertahanankan wilayah darat
dan objek vital, sehingga pasukan pengamanan darat tersebar diselur objek
vital dan wilayah darat di manapun. Dengan melihat kemampuan pasukan
TNI AD yang dikembangkan dan digunakan TNI AD dapat diolah dan
disalurkan melalui web sehingga menyentuh dengan operasi informasi-
informasi terutama dalam menignkatkan capability C4iSR/K4IPP TNI.
Budaya organisasi TNI AD terlihat dalam tradisi pembinanaan kekuatan.
16
Sistem Informasi TNI dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara
Interoperability data link sebagai bagian dari Sistem Informasi Pertahanan
Negara mestinya masuk dalam Peraturan Menteri Pertahanan Republik
Indonesia Nomor 38 Tahun 2011 Tentang Kebijakan Sistem Informasi
Pertahanan Negara, karena interoperability data link menghubungan satu
bagian dengan yang lain dalam batas tempo dan atau subjek tertentu. Akan
tetapi mengingat struktur hukum yang mengatur keberadaan TNI dan
Departemen Pertahanan pada level Undang-undang, maka Sistem Informasi
Pertahanan Negara relevan berdiri diatas sebuah Undang-undang khusus
sehingga akan efektif dalam membangun interoperabiliti dan integrasi
sistem informasi antar dan inter-angkatan Angkatan Darat dan ekseteral,
yaitu Komponen Pendukung dan Komponen Cadangannya.
1.5.2 Saran
Mabes TNI Angkatan Darat dapat terus meningkatkan kemampuan
integrasi sistem informasi dalam bentuk Kodal Pertahanan Negara diawali
dengan merevisi doktrin dan merubah budaya organisasi. Akan tetapi
kendala strukral dan kerahasiaan sehingga pengajuan amandemen UU TNI
suatu keniscayaan. Untuk itu secara bertahap Kasad dapat mendorong
perubahan UU TNI dengan membahkan klausul “operasi informasi-
informasi” masuk sebagai bagian dari tugas Pokok TNI operasi militer
selain perang” dalam rangka memaknai Sistem Pertahanan Rakyat Semesta
dalam UUD 1945 dalam suatu Kodal Presiden RI.
Budaya organisasi yang mengandung banyak kerahasiaan yang
tidak jelas Kasad dapat melakukan intervensi terhadap satuan bawah
agar taat hukum dan norma-norma kemasyarakatan yang berkembang
dan menggunakan teknologi informasi yang memiliki kemampuan
interoperability data link. Agar TNI AD dapat menguasai teknologi informasi
level enterpres dalam standar Levels of Information System Interoperability
(LISI), Kasad menyiapkan kemampuan sumberdaya manusia pada level
unified, jika tidak TNI AD akan membutuhkan personil sipil diluar TNI
AD karena perkembangan teknologi dan perubahan tren perang informasi
menuntut aplikasikas secara bersama dalam websehingga system informasi
mampu dalam bentuk integrasi, interoperability dan independen data.
Bab 1 | Sistem Informasi TNI AD dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara 17
Kemhan dan semua pihak mendukung Pembentukan RUU Sistem
Informasi Perahanan Negara. Kasad dapat merevisi Doktrin TNI AD
agar memasukan informations operation sebagai tugas pokok TNI dalam
konteks OMSP. Kemhan melakukan pengadaan Aplikasi Sistem Informasi
dan Pengadaan Personil secara terpusatKasad Mendukung ketersediaan
data untuk Interoperability Data Link Pertahanan Negara. Manajemen
TNI AD, disatu sisi bersifat teknis dan mengatur kedalam lanjutan dari
Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI dan pada sisi lain
Undang-undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara sebagai
paying hukum pengadaan dan dukungan keuangan dan manajerial. Menteri
Pertahanan meninjaukembau efektifitas Peraturan Menteri Pertahanan
Republik Indonesia Nomor 38 Tahun2011 Tentang Kebijakan SistemInformasi
Pertahanan Negara, satusisi memiliki kekuatan untuk perencanaan anggaran
namun dalam prakteknya tidak mampu menerobos perbedaan system operasi
dan tradisi manajeman TNI. Universitas Pertahanan dapat mengembangkan
studi Sistem Informasi dititik beratkan pada Prodi Peperangan Asimetris dan
Teknologi Informasi pada Prodi Industri Pertahanan.
DAFTAR PUSTAKA
A., Neville (edt.), Modelling Command and Control Event Analysis of Systemic
Teamwork, Human Factors Integration Defence Technology Centre,
ASHGT, 2008
Anandarajan (Editors), e-Research Collaboration Theory, 2010 Techniques and
Challenges, Springer, Heidelberg Dordrecht, London New York.
Ablameyko, Sergey (ed. ), Limitations and Future Trends in Neural Computation,
Amsterdam Berlin Oxford Tokyo Washington, DC Published in
cooperation with NATO Scientific Affairs Division, 2003.
Akers, Daniel (Ed. ), Understanding Voice and Data Link Networking, Northrop
Grumman’s Guide to Secure Tactical Data Link, Grumman, Northrop
(Distributed, San Diego, 2014.
Armistead, Leigh (edt. ). Information Operation Warfare and The Hard
Reality of Soft Power, (ISBN-13 978-1574886993),Brassey ’is Inc. Virginia,
2004 .
18
Sistem Informasi TNI dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara
Arwin D. W. SumaridanAdang S. Ahmad, Information Fusion System fir
Supproting Decition Makingg (a Case Study on Military Operantion, ITB
Journal of Information and Communication Technology (J. ICT), Vol. 2, No.
1, May, 2008.
David T. Signori, Jr. , and Stuart H. Starr, “The Mission Oriented Approach
to NATO C2 Planning,” SIGNAL, pp 119 – 127, September 1987.
Division on Engineering and Physical Sciences National Research Council,
Cybersecurity Today and Tomorrow, Division on Engineering and Physical
Sciences , Academy Press Washington. D. C, 2002.
Franklin D. Kramer, Stuart H. Starr, and Larry K. Wentz, (edt.)
Cyberpower and National Security, Center for Technology and
National Security Policy National Defense University, ISO27001 A
Pocket Guide, Governance Publishisting, 2008.
John M. Artz, The Fundamentals of Metric Driven Data Warehouse Design,
George Washington University, http://home. gwu. edu/~jartz/
books/DWDesign. pdf
Joint Cief of Staff, Information Operation, Joint Publication 3 13, 2014.
J. E. Freeman and S. H. Starr, “Use of Simulation in the Evaluation of the
IFFN Process”, AGARD Conference Proceedings No. 268 (“Modeling
and Simulation of Avionics Systems and C3 Systems”), Paris, France,
paper 25, 15 – 19 October 1979.
Kasunic, Markand William Anderson , Measuring Systems Interoperability:
Challenges and Opportunities, Unlimited distribution subject to the
copyright. Technical Note CMU/SEI-2004-TN-003 April 2004.
Kott, Alexander, Information Warfare and Organizational Decision-Making,
Artech House, Inc. 685 Canton Street, Norwood, MA, 2007.
Kuhl, F. S. , Weatherly, R. W., Dahmann, J. S. , “Creating Computer Simulation
Systems: An Introduction to the High Level Architecture”, Prentice Hall, 2000.
Larson, Eric V. (ed. ) ,Assessing Irregular Warfare A Framework for Intelligence
AnalysisBrianNichiporuk, Prepared for the United States ArmyApproved
for public release; distribution unlimited, RAND Corporation1776
Main Street, P. O. Box 2138, Santa Monica, CA, 2007.
Bab 1 | Sistem Informasi TNI AD dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara 19
Martin, James William, Measuring and Improving Performance Information
Technology Applications in Lean Systems, CRC Press, London New York,
2010.
Mauroux, Philippe Cudré, Emergent Semantics Interoperability In Large-
Scale Decentralized Information Systems, Epfl Press, A Swiss Academic
Publisher, 2008.
McFarlane, Nigel, Rapid Application Development with Mozilla, Prentice Hall,
Professional Technical Reference Upper Saddle River, NJ 07458.
Otter, Martine, Guide Des, Certifications SI Comparatif, Analyse Et
TendancesItil, Cobit, Iso 27001, Escm.
Russ Richards, “MORS Workshop on Analyzing C4ISR in 2010”,
PHALANX, Vol. 32, No. 2, p 10, June 1999.
Randi R dan Riant Nugroho, Manajemen Pemberdayaan (Jakarta:2007,Elek
Media Komputindo) hal. 103-104.
Ramachandran, Muthu, Engineeringfor Software DevelopmentLife Cycles:
Support Technologies and Applications, Leeds Metropolitan University,
UKKnowledge, 2011.
Ricki Sweet, et al, “The Modular Command and Control Evaluation Structure
(MCES): Applications of and Expansion to C3 Architectural
Evaluation”, Naval Postgraduate School, September 1986.
Sapsford, Roger and Victor Jupp, Data Collection And Analysis, Sage
Publications, L ondon Thousand Oaks New Delhi, The Open
University,2006.
Sidharta, Lani, 1995. Pengantar Sistem Informasi Bisnis, PT. Elex Media
Komputindo, Jakarta.
Schneider, John R. , Resolving Tactical Network Management Interoperability
by Using Ontology, http://www. jhuapl. edu/techdigest/TD/
td3301/33_01-Schneider.
Swanson, Richard A, Analysis for Improving Performance Tools for Diagnosing
Organizations and Documenting Workplace Expertise, Second Edition,
Revised and Expanded, Berrett-Koehler Publishers, Inc. 235
Montgomery Street, Suite 650, San Francisco, California.
20
Sistem Informasi TNI dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara
Tang Christopher S. , Chung-PiawTeo, Kwok-Kee Wei, Supply Chain Analysis
A Handbook on the Interaction of Information, System and Optimization ,
Springer New York Dordrecht Heidelberg London, 2008.
Thomas J. Pawlowski III, et al, C3IEW Measures of Effectiveness Workshop,
Final Report, Military Operations Research Society (MORS), Fort
Leavenworth, Kansas, 20 - 23 October 1993.
Tim Direktorat Keamanan Informasi Kementerian Komunikasi dan
Informatika RI, Panduan Penerapan Tata KelolaKeamanan Informasibagi
Penyelenggara Pelayanan Publik, , Edisi: 2. 0,September 2011.
Thurstone, L. L. ,The Vectors of Mind, The Psychological Review, Vol. 41 No.
I, The University Chicago, 1934.
Turban, Efraim., McClean, Ephraim., Wetherbe. James, Information
Technology for Management Making Coinnections for Strategis
Advantage. 2 nd Edition, John Wiley &Sons.Inc, 1999.
_, Surat Keputusan Kasad nomor Skep/133/VII/2005 tentang Operasi
Informasi dalam bentuk Naskah Sementara Buku Petunjuk Pelaksana
(Bujuklak).
USA, Depatement of Defense, National Defense Strategy, 2008.
U. S. House of Representatives, Systems Development Life-Cycle Policy, Final
3/24/99.
Nanang Martono, Metode Penelitian kuantitatif: Analisis Isi dan Analisis Data
Sekunder, Jakarta:2010, RajaGrafindo Persada, hal. 57.
NATO Code of Best Practice (COBP) on the Assessment of C2, RTO
Technical Report 9,AC/323(SAS)TP/4, Hull, Que. : Communication
Group, Inc. , March 1999..
Nigel McFarlane, Rapid Application Development with Mozilla, Prentice Hall
Professional Technical Reference, Upper Saddle River, NJ 07458, www.
phptr.com
Pressman, Roger S. , Software Engineering A Practitioner’ S Approach, Seventh
Edition Hight Education, Boston Toronto, 2010.
Bab 1 | Sistem Informasi TNI AD dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara 21
Sylvain Hellegouarch,CherryPy Essentials Rapid Python Web Application
Development Design, develop, test, and deploy your Python web
applications easily, Published by Packt Publishing Ltd. 32 Lincoln
Road Olton Birmingham, B27 6PA, UK, 2007.
Veer, Hans van der (Alcatel-Lucent), TSI White Paper No. 3 Achieving
Technical Interoperability - the ETSI ApproachAuthors: Anthony Wiles
(ETSI Secretariat, 2008
[Halaman ini sengaja dikosongkan]
Bab 2 | Sistem Informasi TNI AL dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara
Bab 2
SISTEM INFORMASI TNI AL DALAM RANGKA INTEROPERABILITY DATA LINK PERTAHANAN
NEGARA
Dr. Supartono, Dr. I Wayan Medio, Dr. Moh. Halkis dan Dr. Yusnaldi
2.I Pendahuluan
Esensi Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia Nomor 38
Tahun 2011 Tentang Kebijakan Sistem Informasi Pertahanan Negara adalah
upaya untuk mengintegrasikan sistem informasi dilingkungan Kementerian
Pertahanan termasuk Mabes TNI AL. Upaya tersebut merupakan langkah
strategis dalam bidang penguasaan data informasi dalam mendukung
Keputusan Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal), termasuk sampai pada
level Panglima TNI dan Presiden. Langkah seperti ini menurut Stuart H.
Starr akan mendapatkan tantangan yang serius karena perbedaan konsep
operasi dan budaya manajemen tiap bagian, untuk itu interoperabilitas
merupakan upaya yang perlu dilakukan terus menerus.
Interoperability bukan hanya teknis sambung-putus jaringan data,
tapi menggambarkan strategi dan capability. Generasi ke-empat perang
yang didominasi oleh virtual reality, Michel Foucault menggambarkan tidak
ada sistem yang dapat berlaku tunggal, tidak ada yang dapat menyatukan
seluruh bagian-bagian, tapi system by system. Suatu zaman kebenaran
menjadi domain wakil Tuhan di muka bumi, dialah sang raja, kemudian
negara sang subjek dalam era perang generasi kedua, dan ketiga berubah
menjadi “kekuasaan yang tersebar ada dimana-mana, teknologi informasi
23
24 Sistem Informasi TNI dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara
menjadi penentu”. Saat ini tidak hanya penguasaan teknologi komunikasi,
tapi epistemik publik mencair menjadi kekuatan non-state.
Bagaimanapun, sebagai wadah kehidupan bersama, negara harus
diselamatkan. Kekuasaan bisa terbagi, namun sistem terus bekerja dalam
membangun interaksi dalam suatu kesatuan. Untuk itu manajemen
sistem informasi merupakan sesuatu yang sangat vital dalam pengelolaan
Pertahanan Negara. Menurut Sun Tzu, “jika anda tidak tahu dengan
informasi kekuatan mu, dan tidak tahu dengan dengan kekuatan lawan,
maka anda akan kalah dalam setiap kali pertempuran. Kalau anda tahu
dengan kemampuan pasukan anda, dan tidak tahu dengan kekuatan lawan,
maka perang kemungkinan akan berimbang. Namun jika anda tahu dengan
kekuatan sendiri dan tahu juga dengan kekuatan lawan, maka pasukan anda
akan menang pada setiap pertempuran”.
Melihat teori informasi yang dikemukan Sun Tzu ini sesungguhnya
negara harus mampu memiliki Bank Data tetang kekuatan sendiri dan
kekuatan lawan. Penguasaan informasi sangat menentukan menang dan
kalahnya sebuah pertempuran. Karena dengan informasi, maka strategi,
taktik dan teknik operasional bias dibangun. Untuk itu intelijen menjadi
juru paling depan dalam pertempuran. Tugas intelijen tidak hanya
mendapatkan data dan informasi lawan tapi juga mengamankan data dan
informasi sendiri, karena jika informasi rahasia jatuh ketangan lawan maka
perang akan dimenangkan pihak lawan. Akan tetapi, sekalipun data militer
bersifat rahasia para pencari informasi tidak hanya intelijen, tapi juga para
wartawan, yang membutuhkan informasi militer, sehingga peran Pusat
Penerangan militer menjadi penting.
Pentingnya informasi juga terlihat dari pesan yang diungkapkan oleh
Cosmo (1992) dalam film “Sneakers”, There is a war out there, old friend - a
World War. And it’s not about whose got the most bullets; It’s about who controls the
information. Film yang muncul setelah perang dingin ini, seolah-olah menafikan
persenjataan yang bersifat fisik. Pertarungan bergeser dari pengamanan
informasi menjadi kontrol terhadap informasi. Media masa menjadi sangat
berperan dalam menentukan cara pemberitaan, media apa, kapan sebuah
informasi disampaikan, kapan harus dihentikan dan sebagainya.
Bab 2 | Sistem Informasi TNI AL dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara 25
Pola pengelolaan informasi demikian sangat berpengaruh terhadap
situasi politik, ekonomi dan perdagangan global. Perang Timur Tengah
diawali dengan terbukanya informasi, kecurangan pelaku kekuasaan,
kebencian rakyat tersebar, yang akhirnya terjadi revolusi dengan alasan
demokrasi dan HAM. Karena terdapat indikasi keterlibatan Negara asing,
maka fenomena tersebut masuk dalam konsep informations warfare, sistem
informasi tanpa batas Negara.
Informations warfare secara sederha diartikan sebagai perang informasi-
informasi. Terminologi pengucapan kata “informasi-informasi”, atau kata
informasi yang diulang tidak lazim diucapkan. Banyak yang lebih senang
mengucapkan kata pengganti atau memaknai kata informations warfare
dengan “perang informasi”, termasuk karya ilmuwan dan pembuatan
doktrin dan Standard Operating Procedure (SOP). Padahal lingkungan yang
menyangkut informasi tersebut paling tidak terkait dengan kognitif, fisik
dan data itu sendiri. Untuk itu kesalahan dalam memaknai maka lingkungan
kognitif akan berdampak terhadap keberadaan data dan lingkungan fisik
informasi itu sendiri.
Perubahan pengertian demikian berakibat pergeseran makna dari
yang benar-benar menghendaki berbagai informasi-informasi dari berbagai
dimensi kehidupan melalui berbagai informasi menjadi perang sarana
informasi sehingga informations warfare sulit dibedakan dengan cyber
warfare. Secara sederhana sebagian menjawab kalau information warfare
adalah perangkat lunak (soft) dan cyber warfare perangkat kerasnya (hard).
Kalau ditinjau tambah kesalahan lagi, karena cyber warfare, bukan hanya
teknis perangkat keras semata, tapi disana tersimpan persoalan perangkat
lunak juga, bahkan cyber dikaitkan dengan virtual reality juga menyangkut
persoalan etika.
Sistem informasi dalam era globalisasi menerobos zona negara tanpa
batas, dominasi kekuasaan negara-negara ditentukan dalam merebut
keunggulan informasi. Persoalannya bukan terletak penting dan tidaknya
informasi, namun bagaimana mengelola informasi. Menurut Donald
Rumsfeld (tahun...) manusia itu unik.“ there are things we know we know. We
also know there are known unknowns; that is to say we know there are some things
we do not know. But there are also unknown unknowns -- the ones we don't know
26 Sistem Informasi TNI dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara
we don't know. Untuk itu persoalannya bukan terletak dari data sebagai
objek, tapi data juga ditentukan oleh persepsi pelaku. Untuk itu perlu
diselidiki bukan hanya konsep operasional yang tergambar dalam doktrin
dan budaya manajemen yang tergambar dalam perilaku yang tak terungkap
dalam tulisan/ketentuan tertulis. Agar penelitian ini dapat terintegrasi
dengan teori universal, peneliti melakukan pembandingan dengan sistem
informasi NATO.
Untuk menjamin integrasi sistem informasi dalam mendukung operasi
taktis antar Negara, NATO menggunakan interoperability data link standar yang
sama, yaitu Link 22 (pembaharuan dari Link 11 dan Link 16. Setiap satuan
anggota NATO memiliki ketentuan tentang PAID (Prosedur, Aplikasi,
Infrastruktur dan Data) yang sama, sehingga setiap elemen yang terlibat
dapat melaksakan komunikasi untuk mendukung terselenggaranya operasi.
2.2 Rumusan Masalah
Persoalan inti penelitian ini adalah untuk melaksanakan Command and
Control (C2), TNI perlu membangun sistem informasi seluruh angkatan
secara terintegrasi. TNI, termasuk TNI AL, sebagai sebuah organisasi militer
menganut asas satu komando dengan Presiden sebagai Panglima Tertinggi.
C2 terkait dengan tata kelola informasi, atau perebutan keunggulan
informasi, karena prajurit bekerja menjalankan perintah untuk mendukung
kebijakan negara yang perlu perlindungan. Disamping itu pimpinan dapat
mengontrol prajurit, khususnya yang terkait dengan tugas-tugas mereka.
Penguasaan informasi merupakan persoalan militer atau negara
sepanjang zaman, menyangkut masalah data, knowledge, berdampak
strategy, decision dan action. Pada satu sisi, negara ala sosialis harus kuat
mendominasi penguasaan informasi namun disisi lain, negara liberal
memberi ruang yang luas kepada para pebisnis, LSM, wartawan, dan lain-
lain, dalam merebut informasi.
Indonesia memiliki pola sendiri dalam membangun penguasaan atas
informasi. Negara memiliki struktur, kemudian dalam elemen struktur
penyelenggara negara banyak terdapat bagian-bagian, atau departemen-
departemen, institusi-institusi termasuk Departemen Pertahanan. Demikian
Bab 2 | Sistem Informasi TNI AL dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara 27
juga halnya dalam Depertemen Pertahanan yang terkait lansung dengan
Mabes TNI, Markas Besar TNI Angkatan Laut, TNI Angkatan Darat dan TNI
Angkatan Udara. Dalam kondisi darurat perang, semua kekuatan dalam satu
Komando di bawah Presiden sebagai Panglima Tertinggi, untuk itu idealnya
Command and Control (C2) bekerja dibawah Presiden. Namun sampai saat ini
secara formal belum ada prosedur, aplikasi dan instalasi yang menunjukkan
C2 dibawah Presiden. Bukan hanya hanya dalam lingkup taktis, dalam
menghadapi masalah tersulit - strategipun Presiden belum memiliki PAID
(Prosedur, Aplikasi, Infrastruktur dan Data) dalam menjalankan C2 tersebut.
Konsep C2 lahir untuk menjawab persoalan bagaimana komandan
mengerahkan semua kekuatan personil, persenjataan dan pendukung
untuk memenangkan pertempuran. Konsep ini berkembang seiring
dengan perkembangan teknologi dan cara berpikir manusia, secara
simultan; Command, Control, Communications, Computers, Surveillance and
Reconnaissance (C4ISR). Di era perang generasi keempat, banyak ahli
berpendapat setelah perang dingin usai, perang tidak lagi mengandalkan
kekuatan fisik, sehingga perbandingan jumlah personil dan persenjataan
tidak lagi relevan untuk dijadikan indikator kekuatan, tapi yang paling
menentukan sesungguhnya adalah upaya mendapatkan informasi
unggul. Informasi unggul atau keunggulan informasi adalah efek dari
informasi yang disampaikan ke atasan dalam menyerang sistem informasi
musuh, mempertahanankan sistem informasi sendiri dan membentuk
lingkungan informasi. Pertanyaannya adalah, “apakah Indonesia telah
memiliki sistem informasi yang dapat merebut keunggulan informasi”.
Dugaan awal, Indonesia belum memiliki kesamaan persepsi dalam
merumuskan keunggulan informasi, sehingga masih lemah pada
tataran doktrin, organisasi, sumberdaya manusia, teknologi maupun
implementasinya. Konsep operasi informasi secara umum dasarnya terkait
dengan operasi elektronika, operasi cyber, opererasi intelijen, operasi
psikologi dan operasi Humas (public affair).
Integritas teritorial diantaranya tergambar dalam efektifitas C2, dalam
hal ini Presiden sebagai Panglima Tertinggi, Panglima TNI, dan Kepala Staf
Angkatan, mestinya memiliki akses terhadap prajurit di lapangan karena
dalam era Perang Informasi merebut keunggulan informasi merupakan
sebuah keniscayaan. Informasi yang cepat, akurat dan lengkap sangat
28 Sistem Informasi TNI dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara
diperlukan oleh pimpinan dalam mengambil keputusan. Asumsinya C2
belum optimal dikarena Prosedur, Aplikasi, Infrastruktur dan Data (PAID),
tidak sepenuhnya diarahkan bekerja mendukung penuh terjaminnya C2.
Agar dapat memastikan sistem informasi satuan TNI AL tidak
terintegrasi dengan Mabes TNI perlu diidentifikasi baik perangkat keras
atau peralatan yang digunakan, perangkat lunak berupa atauran main
terkait dengan manusia, kepemimpinan, doktrin, Protap dan tradisi yang
membuat jarak masing-masing angkatan tersebut, sehingga penelitian ini
lebih umum lagi dengan melakukan audit sistem informasi TNI. Dengan
demikian dapat diketahui sejauh mana kesiapan Angkatan Laut dalam
menghadapi pertahanan era cyber tersebut. Adapun gambaran umum
pertahanan cyber dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Pertahanan Cyber
Dengan berbagai pertimbangan tersebut, penelitian ini terbatas pada
manajemen (tata kelola) sistem informasi Pertahanan Negara Indonesia,
fokus pada Mabes TNI Angkatan Laut, dalam merebut keunggulan
informasi. Karena data awal menunjukan bahwa hubungan antar angkatan
dan Mabes TNI pada level 0 (independent) dan level 1 (ad hoc) pada
saat Latihan Gabungan, maka data diambil pada Disinfolahta = Dinas
Informasi Pengolahan Data tentang masalah prosedur dan aplikasi dan
Bab 2 | Sistem Informasi TNI AL dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara 29
Dinas Penerangan Angkatan Laut terkait operasi informasi. Interoperability
data link merupakan strategi dalam mendapatkan informasi, namun
belum terselenggara secara optimal, maka penelitian ini diharapkan dapat
menjawab pertanyaan; mengapa interoperability data link dalam sistem
informasi TNI AL tidak dapat terselenggara secara optimal.
Dengan demikian penelitian ini diharapkan dapat menggambarkan
PAID (Prosedur, Aplikasi, Infrastruktur dan Data) yang dimiliki TNI AL
dalam mendukung tugas Pokok. Karena esensi dari penelitian ini adalah
pengembangan sistem informasi, maka metode pendekatan yang digunakan
adalah interaksional symbolic, sehingga penelitian ini terkait dengan
penelitian Sistem Informasi TNI AL dalam merebut keunggulan informasi.
Inti pertanyaan penelitian ini adalah mengapa TNI Angkatan Laut
melihat informasi sebagai sesuatu yang sangat penting sehingga data
operasi tidak dapat diintegrasikan dengan Mabes TNI? Untuk itu penting
diketahui bagaimana pemahaman Mabesal tentang operasi informasi terkait
dengan pengolahan data menjadi informasi dan keputusan pimpinan.
Untuk itu, pertanyaan penelitiannya adalah;
a. Bagaimana gambaran konsep operasional yang dimiliki TNI Angkatan
Laut tentang operasi informasi yang tergambar dalam sistem informasi
TNI AL.
b. Bagaimana Budaya Tata Kelola Informasi TNI Angkatan Laut dalam
rangka kesiapsiagaan information warfare.
c. Bagaimana penggunaan radar pantai dalam mengumpulkan, mengolah
dan mendistribusikan data dalam membangun interoperabilitas
sebagai kapabilitas TNI Angkatan Laut.
2.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan Penelitian;
a. Menganalisa konsep operasional TNI AL yang diaplikasikan melalui
sistem informasi dalam rangka kesiapsiagaan information warfare.
b. Menganalisa Budaya Tata Kelola Informasi dalam lingkungan TNI
Angkatan Laut dalam rangka meningkatkan interoperabilitas sebagai
kapabilitas pertahanan negara.
30 Sistem Informasi TNI dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara
c. Menganalisa penggunaan radar pantai dalam mengumpulkan, mengolah
dan mendistribusikan data dalam membangun interoperabilitas
sebagai kapabilitas TNI Angkatan Laut.
Manfaat Penelitian.
a. Sebagai bahan masukan bagi pimpinan TNI, khususnya TNI Angkatan
Laut, dalam membuat data link pertahanan Negara
b. Sosialisasi revisi Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia Nomor
38 Tahun 2011 Tentang Kebijakan Sistem Informasi Pertahanan Negara.
c. Mendukung pembaharuan Doktrin TNI AL terutama menyangkut
Operasi Informasi.
2.4 Kerangka Teori dan Tinjauan Pustaka
Oleh karena penelitian terdahulu tentang Interoperability Data Link
Pertahanan Negara belum pernah ditemukan, maka Bab ini akan membahas
konsep atau teori yang digunakan, untuk lebih memahami persoalan
Interoperability data link Pertahanan Negara. Studi ini bersifat konseptual
yang memungkinkan dapat diterapkan dalam pengembangan sistem
informasi dalam pertahanan negara.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2002 tentang
Pertahanan Negara menyatakan bahwa pertahanan negara bertujuan
untuk menjaga dan melindungi kedaulatan negara, keutuhan wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan keselamatan segenap
bangsa dari segala bentuk ancaman. Pertahanan negara berfungsi untuk
mewujudkan dan mempertahankan seluruh wilayah NKRI sebagai satu
kesatuan pertahanan, diselenggarakan melalui usaha membangun dan
membina kemampuan, daya tangkal bangsa dan negara, dan menanggulangi
setiap ancaman yang diselenggarakan oleh pemerintah dan dipersiapkan
secara dini dengan sistem pertahanan negara.
Pertahanan negara pada hakekatnya merupakan segala upaya
pertahanan bersifat semesta, yang penyelenggaraannya didasarkan pada
kesadaran akan hak dan kewajiban seluruh warga negara serta keyakinan
pada kekuatan sendiri untuk mempertahankan kelangsungan hidup
bangsa dan Negara Indonesia yang merdeka dan berdaulat. Kesemestaan
Bab 2 | Sistem Informasi TNI AL dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara 31
mengandung makna pelibatan seluruh rakyat, segenap sumber daya
nasional, sarana dan prasarana, serta seluruh wilayah negara sebagai satu
kesatuan pertahanan yang utuh danmenyeluruh.
Kosep Interoperability dan Data Link sebagai pokok bahasan mem-
pertemukan konsepsi dalam diri manusia dengan peralatan, sebagai bagian
dari teknologi komputer dalam konteks Command, Control, Communication,
Computer, Inteligent, Surveilance, and Reconnaisance (C4ISR) Pertahanan
Negara. Dilihat dari material, atau fisik yang dimiliki, studi ini lebih
menekankan pada aspek elektronik, karena dilihat dari aspek Teknologi
Komputer. Padahal studi ini tidak hanya tataran fisik komputer tapi terkait
sistem, logika dan pemaknaan kita tentang Data, Informasi, Keputusan
Komando, Strategi, Operasi dan Pertahanan Negara. Untuk itu Sistem
Informasi merupakan studi bersama dari berbagai kepentingan sehingga
Teknologi Komputer dapat bekerja sesuai dengan fungsinya. Ada beberapa
konsep dan teori yang menjadi alat analisis kajian ini, yaitu :
2.4.1 Model Perang Informasi (Information Warfare)
Sebelum memperkenalkan konsep luas informasi yang diterapkan
dalam peperangan skala besar, adalah penting untuk memahami peran
informasi dalam konflik ditingkat fungsional dasar. Pertimbangkan model
satu-directional dasar konflik untuk menggambarkan peran informasi
dalam peperangan. (dua kombatan menggunakan elemen dasar ini).
Model bisa berlaku untuk dua individu dalam konflik atau dua bangsa
menyatakan berperang. Seorang penyerang, A, terlibat perang dengan B,
yang harus menentukan bagaimana harus bertindak, atau bereaksi. Tujuan
dari A adalah untuk mempengaruhi dan memaksa B untuk bertindak
dengan cara yang menguntungkan A. Ini adalah tujuan akhir dari setiap
Perang. A berharap lawan akan bertindak dengan cara yang diinginkan,
yaitu; menyerah, berbuat salah atau gagal, menarik pasukan, berhenti dari
permusuhan, dan sebagainya.
Penyerang mungkin menggunakan kekuatan atau pengaruh lain
yang tersedia untuk mencapai tujuan ini. Pihak B mungkin membuat
keputusan yang diketahui mendukung A (misalnya, mengakui kekalahan
32 Sistem Informasi TNI dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara
dan menyerah) atau mungkin menjadi korban rayuan atau penipuan dan
tanpa disadari membuat keputusan mendukung A.
Ada tiga faktor utama yang mempengaruhi keputusan dan tindakan
yang menghasilkan B (atau reaksi) untuk menyerang A.
a. Kapasitas B untuk bertindak. Kemampuan B untuk merespon keinginan
A dilihat dari faktor fisik, kemampuan untuk diperintah dan dipaksa B.
Peperangan didasarkan pada premis bahwa degradasi kapasitas perang
melawan B akhirnya akan menyebabkan B untuk membuat keputusan
menyerah. Kapasitas tidak diukur tunggal; tapi banyak komponen,
termasuk "pusat kekuatan sebagai gravitasi global", karakteristik
strategis, kemampuan atau daerah dari mana kekuatan militer berasal,
kebebasan tindakan, kekuatan dan kemauan untuk melawan.
b. Kehendak B. Kehendak untuk bertindak adalah faktor manusia, ukuran
dari menyelesaikan atau penentuan pembuat keputusan manusia dari
B dan kecenderungan mereka kepada tindakan alternatif. Elemen ini
adalah yang paling sulit untukmenyerang, mengukur, model, atau
langsung mempengaruhi. Kekuatan kehendak untuk mengambil
tindakan dalam mencapai tujuan tujuan atau menyatakan mungkin
melampaui "obyektif" kriteria keputusan. Dihadapkan keadaan
tertentu masalah militer atau kekalahan ekonomi, kehendak pembuat
keputusan dapat menekan, tidak peduli seberapa besar risiko, bereaksi
dengan cara yang tidak rasional (dalam domain militer atau ekonomi).
c. Persepsi B. Pemahaman situasi dari perspektif dari B merupakan
faktor informasi abstrak, diukur dalam hal tersebut sebagai akurasi,
kelengkapan, kepercayaan atau ketidakpastian, dan ketepatan waktu.
Keputusan B ditentukan oleh persepsi situasi (serangan A pada
B) dan persepsi kapasitas B sendiri untuk bertindak. Berdasarkan
persepsi tersebut, yang dirasakan tindakan alternatif yang tersedia
dan hasil kemungkinan mereka, dan kemauan manusia keputusan
pembuat, B merespon. Bagaimana kemudian dapat A memaksa B
untuk bertindak dengan cara yang baik untuk tujuan A. Penyerang
memiliki beberapa alternatif untuk mempengaruhi tindakan B,
berdasarkan faktor-faktor ini. penyerang dapat langsung menyerang
kapasitas B untuk bertindak. Ini mengurangi pilihan yang tersedia
Bab 2 | Sistem Informasi TNI AL dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara 33
ke B, secara tidak langsung mempengaruhi kehendak B. Penyerang
juga dapat mempengaruhi persepsi B tentang situasi (serangan
terhadap Kapasitas pasti melakukan ini secara langsung, sementara
serangan terhadap sensor dan komunikasi dapat mencapai hal ini
secara tidak langsung); kendala untuk tindakan; atau mungkin hasil
dari tindakan. Sementara penyerang tidak dapat langsung menyerang
atau mengendalikan keinginan (will) dari B, kapasitas dan persepsi
serangan kedua menyediakan sarana akses ke kehendak.
Sekarang dapat lebih lanjut detil model konflik untuk menggambarkan
sarana yang A dapat mempengaruhi kapasitas B dan arus informasi yang
memungkinkan B untuk memahami situasi konflik. Model rinci (Lihat
Gambar 2.1) menyediakan arus informasi dari penyerang, A, di empat domain
dengan keputusan dan tindakan B. Model ini akan memungkinkan kita untuk
mengeksplorasi alternatif dengan A dapat mempengaruhi persepsi situasi B.
Pertama, domain fisik di mana kapasitas B untuk bertindak berada.
Orang-orang,proses produksi, stok sumber daya, pembangkit energi,
platform senjata,jalur komunikasi, dan komando dan kontrol kemampuan
berada didomain fisik. Domain kedua adalah domain informasi,
elektronikranah di mana B mengamati dunia, memonitor serangan A,
langkah-langkah status pasukan nya sendiri, dan mengkomunikasikan
laporan mengenai lingkungan Hidup. Dalam domain berikutnya, satu
persepsi, B menggabungkan dan analisis semua pengamatan untuk
melihat atau menjadi berorientasi dengan situasi. Ini "Berorientasi" proses
menilai tujuan, kemauan, dan kemampuan A. Hal ini juga membandingkan
hasil layak reaksi itu dapat memilih, berdasarkan B Kapasitas sendiri,
yang disediakan melalui proses observasi sebagai kekuatan melaporkan
status mereka. Dalam domain ini, meskipun didukung oleh pengolahan
elektronik dan proses visualisasi, pikiran manusia adalah elemen pusat
yang komprehensif dan dalam situasi tingkat keyakinan yang dalam.
34 Sistem Informasi TNI dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara
Gambar 2.2 Model Perang Informasi
Perang informasi dalam Informations Warfare sangat menentukan.
Pentingnya informasi dan peran sentral yang dimainkannya dalam
peperangan bukan hal yang baru. Abad kesepuluh sebelum Masehi,
komandan militer dan Raja,Solomon, menekankan pentingnya pengetahuan
(intelijen militer), bimbingan (perencanaan strategis dan operasional),
dan penasehat (analis tujuan) untuk menang dalam perang: "Seorang
yang bijaksana memiliki kekuatan besar, dan seorang pria pengetahuan
meningkatkan kekuatan; untuk melancarkan perang membutuhkan
bimbingan, dan kemenangan dengan banyak penasihat.
Pada abad keenam SM, ahli strategi militer Cina Sun Tzu menulis
dalam The Art of War pentingnya informasi. Berikut ini adalah empat
pernyataan Sun Tzu mengenai informasi.
a. Informasi adalah penting untuk proses pengawasan, situasi pengkajian,
pengembangan strategi, dan penilaian alternatif dan risiko untuk
pengambilan keputusan. Sun Tzu menulis Konsep Informasi di Bab
Perang bagian Tiga, Metode militer ; pertama, pengukuran; kedua,
estimasi kuantitas; ketiga, perhitungan; keempat, menyeimbangkan
peluang; kelima, kemenangan. "
Bab 2 | Sistem Informasi TNI AL dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara 35
b. Informasi dalam bentuk kecerdasan dan kemampuan untuk
meramalkan hasil masa depan mungkin membedakan prajurit terbaik.
Jadi, apa yang memungkinkan perintah bijaksana dan baik umum
untuk menyerang dan menaklukkan, dan mencapai hal-hal di luar
jangkauan orang biasa, adalah ramalan. "
c. Kontrol beberapa informasi dikomunikasikan kepada lawan, oleh
penipuan (rayuan dan kejutan) dan penolakan, adalah kontribusi
yang dapat memberikan persepsi yang salah sementara untuk musuh.
"Semua perang didasarkan pada penipuan musuh," dan, " Seni perang
yang bijak sangat kehalusan dan penih kerahasiaan! Untuk itu belajar
untuk menjadi tak terlihat, dan tak terdengar."
d. Bentuk tertinggi peperangan menggunakan informasi untuk
mempengaruhi persepsi musuh untuk menaklukkan kehendak
daripada menggunakan memaksa fisik. "Dalam seni praktis perang, hal
terbaik adalah untuk mengambil musuh negara secara keseluruhan dan
utuh. Oleh karena itu untuk melawan dan menaklukkan dalam semua
Anda pertempuran tidak keunggulan tertinggi; keunggulan tertinggi
terdiri melanggar perlawanan musuh tanpa pertempuran."Masing-
masing prinsip utama ini, diterapkan bahkan sebelum abad keenam
SM, mengandalkan akuisisi, pengolahan, dan penyebaran informasi.
Prinsip-prinsip tidak berubah, tetapi cara akuisisi, pengolahan,dan
diseminasi memiliki, sarana elektronik memperoleh dan mengelola
informasi memiliki teknologi diganti sebelumnya, kurir manusia,
dan komunikasi tertulis. Meningkatnya ketergantungan pada sarana
elektronik mengelola volume besar informasi dan peningkatan
nilai informasi yangtelah membuat informasi itu sendiri target
yang menguntungkan dan berharga senjata perang. Perubahan ini
merevolusi peran informasi dan perilaku perang.
2.4.2 C4ISR/K4IPP Pertahanan Negara
Command and Control (C2) Communications, Computers, Surveillance and
Reconnaissance(C4IPP) atau Komando, Kendali, Komunikasi, Komputer,
Intelijen, Pemantauan dan Pengintaian (K4IPP)Pertahan Negara adalah
sistem informasi integral untuk mendukung kemampuan militer. Militer
36 Sistem Informasi TNI dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara
sesuah sistem organsisi dengan menggunakan tool-tool elektronika untuk
mencapai tujuan operasi militer. Pada awalnya dalam militer ada atasan
dan bawahan, atasan berhak dan bertanggunjawab memberi perintah
dan mengontrol sejauh mana perintah dilaksanakan.Berjalan waktu,
organisasi lebih luas personil lebih banyak, maka komunikasi merupakan
penambahan elemen selanjutkan. Demikian juka setelah komunikasi adalah
komputer sebagai teknologi dalam mendukung CC tersebut. Selanjutnya
peran intelijen, pemantauan dan pengintaian sebagai kemampuan dasar
organisasi militer. Untuk meningkatkan fungsi C4ISR dalam mendukung
CC atau keputusan pimpinan menurut Stuart H. Starr, ada dua persoalan;
pertama meningkatkan komunikasi lintas komunitas dan mendorong
masyarakat terlibat dalam mengatasi masalah tersebut baik dalam bidang
pendidikan, politik, ekonomi, kebudayaan dan lain-lain. Dua segmen
tersebut berkembang namun dalam prakteknya akan terhalang dalam
meningkatkan C4ISR oleh banyak masalah, antara lain;
a. Masalah Budaya. Dalam penelitian terdahulu secara umum
menggambarakan bahwa budaya TNI sudah mulai berubahdari dulu
yang terfokus pada perintah demi perintah menjadi lebih responsif yaitu
melihat keinginan dan persepsi masyarakat. Perubahan itu tentu modal
awal dalam era reformasi demi tegak dan kuatnya intansi TNI, tetapi
perkembangan masalah bangsa selalu berkembang dan melibatkan
instansi lain yang memiliki wewenangan seperti Depatemen Dalam
Negeri masalah teroris mestinya counter radikadikal lebih awal
ditangani bagaian Kesbangpol misalnya. Penculikan WNI oleh Abu
Sayyap mesti Departemen Luar Negeri lebih terbuka, demikian juga
dengan mitra koalisi kitaterutama anggota negara Asean, negara
tetangga sangat penting dalam pengembangan Interoperability C4ISR.
Kemudian untuk mengubah budaya antara angkatan yang terlihat
memiliki batas, perlu dikaji lebih lanjut. Hampir sama halnya juga
dengan masyarakat, harus ada langkah-langkah untuk menghilangkan
ketakutan, kekhawatiran penyalahgunaan, kesalahpahaman, dan
konsekuensi yang merugikan pihak kita.
b. Organisasi. Keputusan dibuat oleh Komando merupakan proses interaksi
bawahan dan atasan dalam mengelola data-informasi-pengetahuan dan
Bab 2 | Sistem Informasi TNI AL dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara 37
tindakan kita dalam suatu organiasi. Fragmentasi elemen masyarakat
merupakan bagian dari C4ISR. Untuk itu harus dilihat apa langkah
institusional dapat diambil untuk memastikan bahwa penilaian C4ISR
memperlakukan semua elemen masyarakat secara seimbangdalam upaya
masa depan, masayarakat organisasi besar dalam praktet C4ISR.
c. Masyarakat. Pendidikan dan pelatihan dari semua orang yang terlibat
dalam proses penilaian C4ISR dianggap menjadi kritis dalam tingkat
penilaian. Ini menggolongkan program untuk memastikan bahwa
analis berpengalaman dalam metodologi terbaru, serta tantangan yang
berkaitan dengan berurusan dengan sejumlah besar data heterogen.
Tapi harus ditekankan bahwa pendidikan perlu terlibat dalam
pengambil keputusan akan membutuhkan masyarakat berpendidikan
untuk pemahaman atas suatu analis. Secara khusus, ada nilai
yang besar dalam menyediakan pembuat keputusan dengan daftar
pertanyaan yang ia harus berpose untuk analis sebagai hasil penilaian.
d. Proses. Sepanjang Perang Dingin, komunitas penilaian C4ISR diarahkan
untuk melakukan penilaian-ancaman berbasis (misalnya, fokus pada
skenario yang dipilih didokumentasikan). Tantangan masa mendatang
akan melakukan penilaian berdasarkan kemampuan yang berusaha
untuk mengidentifikasi titik kuat-lemah dalam efektifitas operasional
di seluruh spektrum yang luas dari lawan. Dalam rangka untuk
melakukan penilaian ini secara efektif, maka akan diperlukan untuk
melakukan yang luas, analisis eksplorasi (mempekerjakan berjalan
cepat, alat penilaian tingkat tinggi) untuk mengidentifikasi segmen
ruang skenario. Mereka "menarik" segmen kemudian harus dikaji secara
lebih mendalam. Penilaian ini akan sangat menantang bagi daerah misi
yang semakin penting dalam kekuatan berubah (misalnya, Informasi
Operasi, Stabilitas dan Dukungan Operasi, kontra-terorisme).
e. Alat. Hal ini secara luas diakui bahwa tujuan dari transformasi tidak
akan tercapai hanya melalui solusi materil. Sebagaimana dinyatakan
dalam Joint Vision 2020 (Referensi 21), itu akan memerlukan
kerjasama dari semua Kekuatan : Kepemimpinan, Organisasi, Doktrin,
Interoperability, Masyarakat, Personil, Peralatan, Pelatihan, Pasilitas
Pendukung, Perusahanaan Swasta, Pemerintah Daerah, atau disingkat
KODIM-P5. Sayangnya, penilaian masyarakat saat ini hampir tidak
38 Sistem Informasi TNI dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara
ada alat yang memungkinkan kita untuk berinovasi dalam kreativitas.
Dengan demikian, alat baru akan dibutuhkan yang komponennya dapat
diatur secara efektif, untuk memperbaiki kekurangan ini.
f. Penelitian dan Pengembanga (Litbang). Di antara unsur-unsur penting
yang mempengaruhi C2 adalah faktor kognitif dan perilaku, kalau tidak
alat kita ada cenderung untuk kembali ke solusi tahun 1970-an. Untuk
masalah ini kita abaikan atau menganggap sebagai efek urutan kedua
atau ketiga. Ada upaya pemahaman awal untuk mengatasi masalah ini
(misalnya, NATO SAS-050) tetapi penelitian mendasar yang diperlukan
untuk membangun basis teoritis dari mana mereka dapat mengembangkan
alat baru dan membimbing pengumpulan data yang berarti.
g. Data. Hal ini semakin diakui bahwa tepat waktu, tersedia, data yang
dimengerti merupakan "inti" dari masalah penilaian C4ISR. Meskipun
Depepartemen Pertahanan belum berhasil menghimpun data dalam
jajaran TNI secara utuh tapi bagaimanapun data merupakan hal yang
penting, masalah data itu sendiri memerlukan kebutuhan untuk
perubahan dalam budaya, pendidikan dan pelatihan, dan proses
masyarakat (misalnya, kebutuhan untuk kaya, metadata disiplin).
h. Produk. Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia Nomor
38 Tahun 2011 Tentang Kebijakan Sistem Informasi Pertahanan
Negara telah mengatur peran dan tugas Pusat data Dan Informasi
tiap angkatan memiliki pembagian tugas, misalnya dalam lampiran
dijelaskan; Tataran Sistem Informasi Pertahanan Negara. Sesuai dengan
kewenangan, kepentingan, tugas, tanggung jawab dan fungsi yang
diemban pada tiap strata organisasi, maka sistem informasi pertahanan
negara disusun dalam tataran sebagai berikut;
1) Tingkat Kementerian Pertahanan. Melaksanakan pembinaan
dan penyelenggaraan sistem informasi pertahanan negara untuk
mendukung tugas pokok dan fungsi Kementerian Pertahanan serta
sistem informasi nasional.
2) Tingkat Markas Besar Tentara Nasional Indonesia. Melaksanakan
pembinaan dan penyelenggaraan system informasi pertahanan
negara untuk mendukung tugas pokok dan fungsi Tentara Nasional
Indonesia serta system informasi di tingkat Kementerian Pertahanan.
Bab 2 | Sistem Informasi TNI AL dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara 39
3) Tingkat Markas Besar Angkatan. Melaksanakan pembinaan
dan penyelenggaraan sistem informasi pertahanan negara di
lingkungan Angkatan, untuk mendukung tugas pokok dan fungsi
Angkatan, serta sistem informasi di tingkat Markas Besar Tentara
Nasional Indonesia dan Kementerian Pertahanan.
4) Tingkat Komando Utama dan Badan Pelaksana Pusat. Melaksanakan
pembinaan dan penyelenggaraan system informasi pertahanan
negara di lingkungan Komando Utama dan Badan Pelaksana Pusat,
untuk mendukung tugas pokok dan fungsi Komando Utama dan
Badan Pelaksana Pusat, dan sistem informasi di tingkat Angkatan
serta Markas Besar Tentara Nasional Indonesia dan Kementerian
Pertahanan.
Walaupun Dephan memiliki Peraturan tapi dalam kenyataannya
belum dapat dilakukan secara penuh, bahkan belum mampu menghimpun
data dari angkatan yang diperlukan. Bahkan dalam wawancara Peneliti
dengan Staf Pusadatin Tahun 2016 telah dianggarkan 76 milyar samapai
bulan Agustus tiap angkatan masih berbeda pendapat. TNI AL dan
AU sudah mulai berjalan, tapi Mabes TNI dan Mabes Angkatan belum
tahu perkembangannya. Tapi ditelusuru lebih dalam pada tataran taktis
sesungguhnya sulit untuk mendapatkan data tetang kegiatan TNI di
lapangan, misal monitoring pergerakan PAUM dari satu pulau ke pulau
lain, Kapal Laut dari satu pulau ke pulau lain, Pengamanan Industri vital
seperti Freeport, Cevron, Arun dan sebagainya.
Bagaimanapun.untuk pengembangan Kerangka Kerja Arsiteks C4ISR,
dilakukan dengan langkah-langkah;
a. Tinjauan Operasional, menjelaskan tugas dan kegiatan, node (titik
simpul) operasional, dan informasi yang mengalir antara node yang
diperlukan untuk mencapai atau mendukung operasi. Pandangan
operasional menggambarkan sifat pertukaran informasi secara
cukup rinci untuk menentukan apa tingkat tertentu interoperabilitas
pertukaran informasi diperlukan.
b. Tinjauan Sistem, menerjemahkan tingkat yang diperlukan inter-
operabilitas menjadi satu set kemampuan sistem yang diperlukan,
mengidentifikasi sistem saat ini yang digunakan dalam mendukung
40 Sistem Informasi TNI dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara
kebutuhan operasional (atau sistem mendalilkan yang dapat
digunakan), dan memfasilitasi perbandingan implementasi sistem
saat ini/mendalilkan dengan yang dibutuhkan kemampuan.
c. Tinjaun teknis, mengartikulasikan kriteria yang mengatur pelaksanaan
diperlukan kemampuan sistem. Agar konsisten dan terpadu, deskripsi
arsitektur harus menyediakan hubungan eksplisit antara berbagai
pandangannya. Set produk Framework, dijelaskan secara singkat
dalam paragraf berikutnya, menyediakan sejumlah keterkaitan tersebut
antara pandangan. Kerangka Pengembangan C4ISR dapat digambarkan
sebagai berikut;
Gambar 2.3 Kerangka Pengembangan C4ISR
2.5 Keunggulan Informasi dan OODA
Secara umum manusia menerima informasi 83 persen berasal dari
media publik terutama internet, televise, koran, majalah, jurnal dan radio.
Hanya sedikit yang diterima melalui jaringan khusus, bahkan laporan-
laporan dari agen khusus juga sering terlambat jika dibandingkan dengan
informasi dari media elektonik, terutama internet on line dan televisi.
Informasi yang diterima oleh Pimpinan TNI sebelum membuat keputusan
Bab 2 | Sistem Informasi TNI AL dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara 41
memang tidak hanya dari media publik tapi dari staf intelijen dan staf khusus
dan staf-staf lain. Penjelasan terdahulu terkait dengan sistem informasi dan
upaya keunggulan informasi TNI antara lain ditulis oleh Iwan Kustiyawan
dan Arwin DWS. Menurut Iwan Kustiyawan, TNI saat ini perlu merubah
doktrin agar dapat menafaatkan teknologi dalam merebut keunggulan
informasi, diantaranya melalui konsep Revolution Military Affair (RMA).
Didasari atas teori Simmetric Warfare, kelihatannya kemenangan perang
tidak lagi ditentukan factor-faktor yang pasti, maka upaya merebut
keunggulan informasi melalui prinsif Network Centic Warefare, adalah sbb:
merencanakan, membangun dan mengembangkan jaringan sesuai dengan
tuntutan kebutuhan operasional sistem, sehingga memiliki kekuatan yang
akan meningkatkan kemampuan sharing informasi, kerja sama informasi/
kolaborasi, dan meningkatkan efektivitas misi secara dramatis.
Kemudian Arwin DWS lebih fokus masalah doktrin Operasi Informasi
TNI AL yang tidak implementatif. Arwin mengajukan pola tersendiri untuk
merangkai elemen-elemen yang dimiliki TNI AL menjadi sebuah sistem
informasi. Awin DWS membuat formulasi siklus informasi mulai dari input
data, proses dan ouput secara terpadu, yang disebut Observe, Orientation,
Decition dan Action (OODA);
Gambar 2.4 Siklus Informasi Observe, Orientation, Decition dan Action (OODA)
42 Sistem Informasi TNI dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara
Menurut peneliti kerangka kerja ini sangat bagus dalam menyusun
kerangka kerja dalam suatu sistem secara linear. Akan tetapi kalau melihat
hubungan data menjadi data base terjadi loncatan, karena pada saat ini terjadi
reduksi data. Artinya tidak semua data masuk ke data base. Like and dislike
operator misalnya sangat menentukan, atau arahan pimpinan data yang masuk
cukup ini dan itu sehingga terjadi kekacauan reduksi. Apabila peralatan yang
bagus namun tidak dibarengi dengan sumber daya yang diharapkan, maka
perlatan mahal menjadi sia-sia. Untuk mengatasi ini harus ada perubahan mind
set, atau cara pandang bersama tentang keunggulan informasi. Standar data
yang masuk dan itu sangat dipengaruhi oleh otoritas pimpinan dan bawahan
pun menyesuaikan dengan selera pimpinan. Akan tetapi kalau bagaimanapun
proses tetap jalan, maka sebuah hanya diuji oleh waktu.
Kemudian Eitan Altman, dalam tulisannya berjudul “InformationTheory:
New Challenge sand New Interdisciplinary Tools” dengan menggunakan teori
permainan (Game Theory) menunjukan hubungan ketidak teraturan satu
dengan yang lain pola tersendiri walaupun digerakkan secara bebas. Artinya
sesuatu bekerja menurut dirinya sendiri akan menghasilkan pola sendiri.
Operasi-operasi informasi pada dasarnya terbagi dua, operasi informasi
depensif dan opersai informasi opensif. Operasi informasi depensif
merupakan kesiapan sistem untuk mengamankan informasi sendiri dari
upaya musuh untuk merusak, mengganti,mencuri atau dengan cara lain
yang dapat mengganggu keputusan komando. Sedangkan operasi opensif
bersifat menyerang, atau berupaya untuk mendapatkan informasi tentang
lawan dengan cara-cara yang aman dari pengetahuan musuh, namun
mendapatkan informasi yang objektif, cepat, akurat dan dibutuhkan.
Terkait dengan sistem informasi satuan-satuan TNI, pertanyaan yang
diuji adalah kemampuan opensif dan defense seperti apa yang dimiliki TNI
sekarang. Untuk itu perlu dilakukan penilaian terhadap Prosedur, Aplikasi,
nfrastruktur dan Data (PAID) dalam menghidangkan sebuah keputusan
untuk pimpinan TNI/Komando.
Dalam beberapa latihan gabungan TNI telah melaksanakan operasi
informasi. TNI menyadari pentingnya operasi informasi, namun belum
memiliki landasan teori karena belum ada research standar akademis
tentang operasi informasi.
Bab 2 | Sistem Informasi TNI AL dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara 43
Kebijakan pimpinan mencari refensi diataranya United States Joint
Publication (JP 3-13) tahun 1998 tentang Information Operations dan
United States Air Force Doctrin Documen (AFDD) 2-5 tahun 2002 tentang
Informations Operations. Secara khusus operasi informasi di lingkungan TNI
AL dimuat dalam dotrin SBP 2004 dan dituangkan dalam Surat Keputusan
Kasal nomor Skep/133/VII/2005 tentang Operasi Informasi dalam bentuk
Naskah Sementara Buku Petunjuk Pelaksana (Bujuklak). Karena TNI AL
mengadopsi JP 3-13 sebagi rujukan, maka penelitian ini akan merujuk
kembali JP 3-13 sehingga dapat menelaah doktrin yang digunakan TNI dan
operasional secara teknis dilapangan. Doktrin ini telah dilakukan uji coba
dalam Geladi Pos Komando (Posko) Angkasa Yudha tahun 2011 dan 2012.
2.6 Metodologi Penelitian
Metodologi berasal dari bahasa Yunani yaitu metodos dan logos.
Metodos berasal dari metha yang berarti melalui dan hodos berarti jalan
ke atau prosedur, dan logos berarti ilmu.Secara sederhana metodologi
artinya ilmu prosedur. Kemudian kata “Penelitian” berasal dari kata teliti,
tambah konfiks pe-an, sehingga menambah makna cara meneliti. Artinya
Metodologi Penelitian di sini suatu kegiatan keilmuan untuk mencari
kebenaran, kebaikan dan kemulian dengan cara meneliti. Karena upaya
tersebut bersifat metafisis, dalam hal ini untuk membangun sistem
informasi agar command and control (CC) dapat melakukan koordinasi dengan
baik, keputusan yang tepat dan sebagainya.
Pertanyaannya bagaimana menjawab menyusun data dari berbagai
sumber yang tidak tersusun dan transfer data yang lambat untuk dapat
mendukung command and control (CC) komando atas sesui dengan hirarkhi
dan kondisi yang berbeda dalam kerangka keilmuan, maka disini tugas
filsafat ilmu memberi persyarakat dasar sebuah penelitian bernilai karya
ilmu. Bagi Filsafat Ilmu sebuah penelitian masuk dalam suatu kajian harus
memiliki unsur ontologis, epistemologis dan axiologis. Dalam aplikasinya
diimplementasikan oleh sebuah model metodologi yang mengandung;
keteraturan (sistematis), konsistensi, korespondensi (rasional-empiris)
dan determinisme (kausalitas). Dengan demikian Metodologi Penelitian
44 Sistem Informasi TNI dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara
adalah prosedur keilmuan yang dilakukan peneliti untuk mencapai tujuan
yang ditetapkan oleh peneliti itu sendiri.
Untuk mencapai suatu tujuan harus dilakukan dengan cara yang tepat.
Ilmu menentukan cara yang tepat untuk mencapai tujuan dalam dunia
ilmu pengetahuan dipelajari dalam metodologi. Secara harfiah metodologi
berasal dari bahasa Yunani yaitu metodos dan logos. Metodos berasal dari
metha yang berarti melalui dan hodos berarti jalan ke atau prosedur, dan
logos berarti ilmu. Secara sederhana metodologi artinya ilmu prosedur
mencapai tujuan. Kemudian kata “Penelitian” berasal dari kata teliti, tambah
konfiks pe-an, sehingga menambah makna cara meneliti. Dengan demikian
metode penelitian dalam penelitian ini untuk menentukan langkah langkah
dalam mencari kemudahan untuk melaksanakan command and control (CC)
bagi komando atau sesuai dengan hirarkhi dan kondisi yang berbeda
dalam kerangka keilmuan. Sesuai dengan tujuan CC adalah untuk dapat
merumuskan perintah, keputusan yang tepat, mengontrol pelaksnaannya,
melakukan koordinasi antar komando, intansi samping dan sebagainya.
Sesuai dengan rumusan masalah, penelitian ini bertujuan menggambarkan
lingkungan informasi TNI AL. Karena keterbatasan peneliti, maka peneliti
memilih Dinas Penerangan dan Dinas Informasi dan Pengolahan Data. Dua
dinas tersebut dapat memehuhi tuntutan elemen informasi yaitu prosedur,
aplikasi, infrastruktur dan data. Penelitian ini terkait dengan Pertahanan
Negara belum optimal. Keterkaitan ini penting untuk memperlihatkan
keberadaan Strata Mutlak Pertahanan Negara demi kelangsungan NKRI
berupa integritas teritorial, kedaulatan nasional, dan keselamatan bangsa
Indonesia. Integritas teritorial tergambar dalam efektifitas CC, dalam hal ini
Presiden sebagai Panglima Tertinggi, Panglima TNI, Kepala Staf Angkatan
mestinya memiliki akses terhadap prajurit di lapangan karena dalam era
Perang Informasi perebutan keunggulan informasi merupakan keniscayaan.
Informasi yang cepat, akurat dan lengkap sangat diperlukan oleh pimpinan
dalam mengambil keputusan yang tepat, dan mengkoordinasikan siapa
berpicara apa sehingga kesembangan opini dapat menjaga suasana nyaman
dan menjamin sinergisitas dalam sebuah sistem pertahanan negara.
Kalau melihat kenyataan di lapangan dan penjelasan pejabat Kemhan/
TNI sistem informasi belum memiliki bentuk yang dapat mendukung
Bab 2 | Sistem Informasi TNI AL dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara 45
operasi informasi dan masih belum standar kalau dibandingkan dengan
US JP-3 13 Sesuai dengan penjelasan Bab I bahwa penelitian ini terkait
dengan model interoperability data link pertahanan negara. Dengan demikian
Interoperability data link bagian dari sistem informasi menggunakan
teknologi digital, maka penelitian ini merujuk pada metode mencari model
penyempurnaan sistem informasi. Karena pilihan metode-metode untuk
melakukan penelitian sistem informasi sangat banyak, maka peneliti
berhadapan dengan pilihan-pilihan metode mana yang tepat dalam
mengadakan perbaikan sistem informasi pertahanan negara tersebut.
Bagi peneliti, secara sederhana metode pengembangan sistem
informasi terbagi dua; yaitu metode bersifat tradisional atau konservatif
yang mengutamakan pemikiran deduktif, dan kedua metode yang progresif
yang bentumpu pada metode induktif. Setelah meninjau beberapa metode
untuk mencari model sistem informasi dan konsultasi dengan beberapa
ahli, baik dari TNI, Kemhan dan Akademisi maka penelitian ini akan
menggunakan metode pendekatan Rapid Application Development (RAD).
2.6.1 Metode Pendekatan Rapid Application Development (RAD).
Upaya penyatuan pengembangan tradisional dengan progresif dapat
digambarkan sebagai berikut ;
Gambar 2.5 Model Pengembangan RAD
46 Sistem Informasi TNI dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara
Pertimbangan peneliti memilih model pengembangan RAD ini
karena relevan dengan tujuan penelitian untuk mencari model proses
(interoperability) dan model data (data link). Kelebihan Model RAD mampu
mengintegrasikan dari berbagai sistem, memang kelemahan Model RAD
tidak melibatkan proses regulasi, padahal intansi strategis pemerintah
sangat perlu. Kemudian peneliti juga mempertimbangkan aspek tradisi di
lingkungan Kemhan/TNI, pola hukum yang ada dan potensi kemampuan
personil Kemhan/TNI, sehingga peneliti menambah satu tahapan yaitu
tahap regulasi sebelum aplikasi. Memang RAD memiliki kelebihan tapi
juga memiliki kelemahan diataranya;
a. Sangat tergantung pada tim yang kuat dan kinerja individu untuk
mengidentifikasi kebutuhan bisnis. Untuk mengatasi ini Kemhan/TNI
memiliki potesi sumber daya manusia yang dapat dididik dan dibina.
b. Membutuhkan desainer yang sangat terampil. Untuk mengatasi
masalah ini Kemhan/TNI dapat bekerjasama dengan pihak ketiga
dengan didampingi pihak internal, sampai pihak internal mandiri.
c. Ketergantungan tinggi pada kemampuan modeling. Untuk menjaga
kontinuitas kebutuhan yang berkembang Kemhan/TNI perlu
menyiapkan kader secara berkelanjutan, mendidik generasi muda yang
potensial.
d. Diterapkan untuk proyek-proyek yang lebih murah sebagai biaya
pemodelan dan otomatis generasi kode sangat tinggi, sehingga ketika
menggunakan model RAD:harus menciptakan sebuah sistem yang
dapat modular dalam waktu 3-6 bulan.
e. Pembiayaan yang cukup tinggi dari desainer untuk pemodelan, biaya
pembuatan kode samapai menghasilkan alat otomatis sesuai dengan
model proses yang diinginkan.
Untuk memperkuat metode ini peneliti meletakan dalam kerangka
paradigma filosofis-fenomenologis. Intinya, penelitian ini merupakan
penelitian bagian dari sistem pertahanan negara yang sangat komplek
(system to system) berguna untuk pembentukan model yang berdampak
luas, pertimbangan itu peneliti harus memiliki dasar filosofis yang kuat.
Menariknya lagi, dalam metode RAD ini bukan hanya faktor teknis semata
Bab 2 | Sistem Informasi TNI AL dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara 47
tapi memahami persoalan human yang terkait dalam proses sebagai titik
awal yang perlu diperhitungkan. Penelitian ini merupakan rangkaian
dari penelitian terkait lainnya terutama Sistem Informasi tiap Angkatan
di lingkungan TNI, sehingga penelitian tersebut bagian dari penelitian
ini walaupun menggunaka metode yang berbeda, karena sesuai dengan
tujuan pada tahapan yang dikerjakan. Untuk itu pilihan berbagai metode
untuk pengembangan Sisinfohaneg tergantung pada tujuan dan sasaran
penelitian. Model tersebut menentukan berbagai tahap proses dan urutan
di yang akan dilakukan.
James Martin membangun pendekatan RAD membagi proses dalam
empat tahap yang berbeda:
a. Persyaratan tahap perencanaan. Analisa tentang Target, Tujuan dan
Tugas Pokok organisasi menjadi penting. Menggabungkan unsur
perencanaan sistem dan analisis sistem fase Sistem Development Life
Cycle (SDLC). Pengguna, manajer, dan anggota staf IT membahas
dan menyepakati kebutuhan bisnis, lingkup peluang, kendala, dan
persyaratan sistem. Tahap ini penting mencari kesepahaman, secara
prinsip harus ditemukan dan dibicarakan secara terbuka dan diikat
dengan ketentuan.
b. Tahap Mendesain Pengguna, pada fase ini, pengguna berinteraksi
dengan sistem analis dan mengembangkan model dan prototipe yang
mewakili semua sistem proses, input, dan output. Aliran informasi
yang sudah didefinisikan, disusun menjadi sekumpulan objek data.
Ditentukan oleh karakteristik/atribut dan hubungan antar objek-objek
tersebut. Intinya analisis kebutuhan dan data. Kelompok Peneliti dengan
pendekatan RAD atau subkelompok biasanya menggunakan kombinasi
teknik Joint Application Development (JAD) untuk menerjemahkan
kebutuhan pengguna ke dalam model kerja. Dalam JAD memahami
Proses dan Data Model, Merekam Keputusan Stakeholder, Isu, & Action
serta menghasilkan Rencana JAD Rencana, Sesi, & Wrap-Up Kerja.
Desain pengguna adalah proses interaktif yang berkesinambungan
yang memungkinkan pengguna untuk memahami, memodifikasi, dan
akhirnya menyetujui sebuah model kerja dari sistem yang memenuhi
kebutuhan mereka. Langkah-langkah pelaksanaan JAD adalah sebagai
48 Sistem Informasi TNI dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara
berikut; Wawancara Executive Sponsor, Baca Dokumentasi yang ada,
Draft Lengkap, Ringkasan rencana kerja, Wawancara Stakeholder,
Membentuk Tim JAD, Aplikasi Dasar Dokumen, Buat Rencana JAD,
Siapkan Bahan, Set Up Room, Ulasan dengan Executive Sponsor.
c. Tahap Konstruksi, berfokus pada program dan pengembangan aplikasi
tugas mirip dengan SDLC. Namun dalam RAD pengguna terus
berpartisipasi dan masih dapat menyarankan perubahan atau perbaikan
sebagai layar atau laporan yang perlu dikembangkan. Tugasnya adalah
pengembangan program dan aplikasi, coding, unit-integrasi dan
pengujian sistem. Objek data yang sudah didefinisikan diubah menjadi
aliran informasi yang diperlukan untuk menjalankan fungsi-fungsi
bisnis. RAD menggunakan komponen program yang sudah ada atau
membuat komponen yang bisa digunakan lagi, selama diperlukan.
d. Tahap Aplikasi. Pendekatan dasar, (cut-over) - menyerupai tugas akhir
dalam tahap implementasi SDLC, termasuk konversi data, pengujian,
change-over ke sistem baru, dan pelatihan pengguna. Dibandingkan
dengan metode tradisional, seluruh proses yang dikompresi. Testing
and Turnover: karena menggunakan componen yang sudah ada,
maka kebanyakan componen sudah melalui uji atau testing. Namun
komponen baru dan interface harus tetap diuji.
Adapun model RAD yang akan digunakan peneliti adalah:
a. Pemodelan Tugas Pokok: Aliran informasi diidentifikasi antara
berbagai fungsi dan tugas. Tahap perencanaan ini dimulai dengan
menggabungkan unsur perencanaan sistem dan analisis sistem pada
fase Sistem Development Life Cycle (SDLC). Terdiri dari pengguna,
manajer, dan anggota staf IT membahas dan menyepakati kebutuhan,
lingkup proyek, kendala, dan persyaratan sistem. Kata kunci adalah
untuk mencapai kata kesepakatan tim, tentang isu-isu kunci dan
memperoleh otorisasi manajemen untuk menelitinya. Pada tahap ini
menjawab pertanyaan-pertanyaan:
1) Bagaimana mengklsifikasikan data, artinya bagaimana menentukan
apakah data bersifat strategis, takstis, dan operasional, terstruktur,
semi-terstruktur dan non strukural?
Bab 2 | Sistem Informasi TNI AL dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara 49
2) Bagaimana data dikirim dan kepada siapa yang bersifat dua arah
atau hanya atasan lansung (kompatibilitas), data yang mana yang
dikirim terus menerus (jaringan secara integrasi), dan mana pula
data yang disampaikan hanya data tertentu dalam waktu tertentu,
atau kondisi tertentu (interoperabilitas)
3) Bagaimana untuk menganalisa data menjadi informasi, apa
yang mengendalikan proses pengambilan keputusan? Kemana
informasi itu diberikan? Siapa yang menyimpan informasi? Apa
sesungguhnya kebutuhan dari sistem kebutuhan dari sistem.
4) Pemodelan Data: Informasi yang dikumpulkan dari pemodelan
tugasdan fungsi digunakan untuk mendefinisikan objek data yang
dibutuhkan untuk melaksanakan tugas pokok.
5) Pemodelan Proses: objek data yang didefinisikan dalam pemodelan
data dikonversi untuk mencapai aliran informasi bisnis untuk
mencapai beberapa tujuan bisnis yang spesifik. Deskripsi
diidentifikasi dan dibuat untuk Create, Read, Update and Delete
(CRUD) objek data.
6) Pembentukan regulasi dengan melibatkan setiap stakeholder
yang ada secara mendalam, dengan mempertimbangan hak dan
keawajiban setiap bagian sehingga tergambar siapa berbuat apa.
7) Aplikasi generasi: alat otomatis yang digunakan untuk mengkonversi
model proses ke dalam kode dan sistem yang sebenarnya.
8) Pengujian dan maintenance: Uji komponen baru dan semua antar
muka.
2.6.2 Subjek Penelitian
Subjek adalah Kementerian Pertahanan, yang memiliki wewenang
dalam mengatur system informasi pertahanan Negara, sesuai dengan judul
penelitian yaitu Sistem Informasi TNI AL dalam rangka Interoperabiliti
Pertahanan Negara. Pertahanan Negara terdiri dari berbagai unsur sebagai
kekuatan negara yang diharapkan bekerja untuk menjamin kedaulatan
dan keutuhan wilayah NKRI. Intra dan ekstra lingkungan militer. Dalam
lingkungan militer ada angkatan Darat, Laut dan Udara. Penelitian ini
50 Sistem Informasi TNI dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara
khusus angkatan laut, yaitu sistem informasi Angkatan Laut terkait dengan
pertahanan negara untuk terselenggaranya CC antara atasan dengan
bawahan, koordinasi antar pimpinan.
Sistem Informasi Pertahanan Negara disingkat Sinfohaneg sesuai
dengan Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia Nomor 38
Tahun 2011 Tentang Kebijakan Sistem Informasi Pertahanan Negara,
bahwa Sisfohanneg adalah informasi yang dibina dan diselenggarakan oleh
Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia yang digunakan
untuk kepentingan penyelenggaraan pertahanan negara. Pembina Teknis
Sistem Informasi di Kementerian Pertahanan adalah Pusat Data dan
Informasi Kementerian Pertahanan yang selanjutnya disingkat Pusdatin
Kemhan. Pembina Teknis Sistem Informasi di Unit Organisasi Tentara
Nasional Indonesia dan Angkatan adalah Pusat Informasi dan Pengolahan
Data Tentara Nasional Indonesia dan Dinas Informasi dan Pengolahan Data
Angkatan yang selanjutnya disingkat Pusinfolahta TNI dan Disinfolahta
Angkatan. Dengan demikian Subjek Penelitian adalah Mabes TNI AL,
dalam hal ini sample Dispen TNI AL dan Disinfolahta TNI AL. Namun
setelah diadakan penjajakan tidak ada model interoperability baik antar
satker, antara angkatan, maupun Mabes TNI sehingga penelitian hanya
menggambarkan lingkungan informasi TNI AL, dan data dikumpulkan
melalui metode e-research collaboration.
2.6.3 Objek Penelitian
Objek adalah sasaran. Sasaran Penelitian adalah Sistem Informasi TNI
AL, yaitu Peralatan dan personil yang menjadi penentu terselenggaranya
proses informasi, dari data menjadi fakta, fakta mengaji pengetahuan
dalam pengambilan keputusan pimpinan. Untuk itu yang mejadi objek
pada penelitian ini adalah;
a. Radar Pantai yang digunakan dalam mengumpulkan dan mengolah
data data menjadi informasi.
b. Para prajurit yang disiapkan, baik pejabat pada level strategis, taktis
maupun operasional.
c. Peralatan pendukung komukasi yang dipergunakan, terutama telepon,
ponsel, dan radio.
Bab 2 | Sistem Informasi TNI AL dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara 51
d. Naskah, Buku dan dokumen yang diharapkan dapat menggambarkan
tentang tata cara kerja dan pelatan dalam pengumpulan data, proses
data untuk menjadi bukti-bukti dan petunjuk tentang sistem informasi
Haneg.
2.6.4 Teknik Pengumpulan data
Data dikumpulkan dengan berbagai cara, wawancara, pengumpulan
data melalaui perpustakaaan, dokumentasi dan berbagai sumber lainnya.
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan e-reserch
collaboration. Jenis teknik pengumpulan data ini masih baru. Menurut
Siemens untuk memahami e research collaboration sesungguhnya kita
hanya membahas peran alat komunikasi untuk memfasilitasi penelitian
kolaboratif. Siemens menekankan pentingnya tidak menjadi lebih
bergantung pada alat e research collaboration karena hal ini dapat benar-benar
menghambat kolaborasi. Siemens mencatat bahwa individu bisa menjadi
rentan terhadap lebih dari ketergantungan pada satu cara mengumpulkan
data, atau salah satu alat digital. Sementara e research collaboration telah
memperluas peluang untuk kolaborasi antara akademisi, catatan peneliti
agar menjadi efektif, tim global perlu menerapkan berbagai alat komunikasi
dan kolaborasi, menggambar atas kekuatan masing-masing. Siemens
mencatat bahwa keseimbangan antara alat e research collaboration dan
pertemuan tatap muka adalah diperlukan untuk kolaborasi yang efektif.
2.6.5 Pelaporan
Penelitian ini bagian dari proyek Penelitian Pusat Studi Perbatasan
Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M).Unhan,
sehingga laporan penelitian ini disampaiakan kepada Rektor Unhan melalui
LP2M. Pelaporan menggunakan ketentuan yang ditetapkan oleh Rektor
Unhan. Penelitian ini bagian dari Penelitian Pertahanan Negara, sub dari
Penelitian Interoperability Data Link Pertahanan Negara.
Penelitian system informasi Pertahanan Negara pada tahap Pertama
mulai dari analisa tugas pokok, implementasinya terkait dengan system
informasi. Kemampuan masing-masing angkatan diharapkan tergambar
dalam Penguasaan Tata Kelola Organisasi, Penguasaan Tenologi dan Kesipan
52 Sistem Informasi TNI dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara
dalam Operasi Informasi.Pembuatan laporan sesui dengan format dan
standar yang belaku di Unhan.Debatable mengenai standar dapat mengacu
pada Standar KKNI, sehingga dalam penelitian ini diharapkan dapat
memenuhi standar tersebut. Kekurang di sana sisi sudah pasti, melalui
kritikan dan saran penelitian ini akan terus diperbaiki.
2.7 Hasil Penelitian dan Pembahasan
Kepala Staf Angkatan Laut merupakan pembina tertinggi dalam matra
laut dan pengunaan kekuatan berada di bawah kendali Panglima TNI.
Kemudian Pasal 10 UUD 1945 menyatakan Presiden memegang kekuasaan
yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Laut. Pasal
ini menunjukan secara konstitusional Presiden adalah pimpinan tertinggi
TNI, termasuka angkatan laut. Persoalannya belum ada jaringan khusus
antara Presiden dengan prajurit sehingga Presiden tidak memiliki hubungan
lansung dengan prajurit, untuk itu penting diteliti bagaimana Presiden
melakukan Command and Control (C2) terhadap prajurit TNI. Secara teoritis
pelaksanaan tugas menjaga kedaulatan dan keutuhan NKRI didistribusikan
kepada satuan bawah sehingga Presiden melakukan C2 tidak secara lansung,
namun bukan berarti lepas dari kendaliatau tidak memiliki prosedur, aplikasi
dan infrastuktur dan data (PAID) yang pasti. Kalau dibandingkan dengan
Amerika Serikat saat Operasi Navy Seal dimana Obama dapat lansung
memonitor bagaimana kegiatan prajurit mereka menerobos kediaman
Osama bin Laden yang dikejar 10 tahun lebih tersebut.
2.7.1 Doktrin TNI AL Eka Sasana Jaya
Menurut Undang Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, Tugas
TNI Angkatan Laut;
a. Menjamin kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI, TNI Angkatan
Laut bertugas :
1) Melaksanakan tugas TNI matra laut di bidang pertahanan.
2) Menegakkan hukum dan menjaga keamanan di wilayah laut
yurisdiksi nasional sesuai dengan ketentuan hukum nasional dan
hukum internasional yang telah diratifikasi.
Bab 2 | Sistem Informasi TNI AL dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara 53
3) Melaksanakan tugas TNI AL dan pengembangan kekuatan matra
laut.
4) Melaksanakan pemberdayaan wilayah pertahanan laut.
b. Pelaksanaan tugas diatas diwujudkan dalam kegiatan operasi militer
untuk perang (OMP) dan operasi militer selain perang (OMSP).
Untuk mengarahkan TNI AL dalam melaksanakan tugas, TNI memiliki
doktrin; Eka Sasana Jaya.
Doktrin TNI AL Eka Sasana Jaya merupakan landasan bagi pelaksanaan
tugas AL yang berdasarkan istilahnya dipakai sebagai penuntun ke arah
keunggulan Angkatan Laut di medan perang. Selain itu, doktrin ini memberi
inspirasi yang visionary tentang perlunya kekuatan dan kemampuan
maritime serta Angkatan Laut yang kuat untuk menjadikan Indonesia
sebagai bangsa yang besar, kuat, dan disegani di dunia. Doktrin Eka Sasana
Jaya menjelaskan beberapa hal dasar sebagai berikut:
a. lingkungan laut dan sifat dasar kekuatan laut;
b. perang dan konflik bersenjata;
c. konsepsi pertahanan negara di laut;
d. kekuatan dan kemampuan maritime;
e. gambaran tentang bagaimana Angkatan Laut memberikan kontribusinya
kepada pertahanan negara.
Penjelasan tentang lingkungan laut dan sifat dasar kekuatan laut
beranjak dari konsepsi geostrategis dan geografi Indonesia sebagai negara
kepulaun terbesar didunia yang mengandung beberapa konsekuensi baik
ekonomi, politik, hukum, militer, dan fisik yang harus dilindungi. Sebagai
negara kepulauan terbesar dan dimensi maritime yang terbuka maka aspek/
konsekuensi ekonomi, politik, hukum, militer, dan fisik yang harus dilindungi
menuntut suatu pengembangan kekuatan laut yang mampu memanfaatkan
dan mengeksploitasi sifat laut diatas. Karena itulah kekuatan maritime
dipandang strategis dan mempunyai akses yang lebih besar baik secara
fisik maupun politik; lebih fleksibel dalam menghadapi perubahan situasi.
Beranjak dari pemahaman tentang kekuatan dan kemampuan maritime
di atas, doktrin Eka Sasana Jaya kemudian menjelaskan konsepsi Perang dan
54 Sistem Informasi TNI dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara
Konflik Bersenjata, Secara khusus doktrin ini menyatakan bahwa karena
sifat khas laut, peperangan di laut bersifat lebih terbuka, bergerak secara
bebas yang menuntut manuver lebih tinggi, medan tempur tidak statis,
bias berubah secara cepat. Karena sifatnya pula, perang laut lebih banyak
diikat oleh tidak hanya hukum humaniter internasional, melainkan juga oleh
rezim hukum laut intemasional seperti ditentukan dalam UNCLOS yang
mengandung aspek kewajiban dan tanggung jawab yang harus dipenuhi
oleh Indonesia. Sebagai negara kepulauan dengan luas laut yang yang
menjadi tanggung jawab Indonesia sekitar 5.8 juta km persegi, maka wajar
laut mempunyai makna penting. Secara politik laut melahirkan konsepsi
tentang persatuan tidak hanya ke dalam, melainkan juga ke luar sebagaimana
telah diakui oleh UNCLOS/l982. Laut juga menjadi media perhubungan
(termasuk perdagangan) yang sangat vital. Kecenderungan ke depan
justru akan menunjukkan makin pentingnya jalur-jalur perhubungan dan
perdagangan laut sejalan dengan proses globalisasi. Laut juga mempunyai
arti ekonomi yang besar karena kandungan sumber-sumber alamnya.
Dengan nilai-nilai penting laut itu dan pengalarnan sejarah, serta
lingkungan strategis dan geografis, maka laut akan menjadi elemen
penting bagi pertahanan Indonesia baik secara konsepsi dan cara
pandang pertahanan (geopolitik dan geo strategis), perumusan kebijakan
pertahanan, maupun kepentingan nasional yang harus dilindungi, terutama
kepentingan nasional di dan lewat laut yaitu: keamanan di perairan wilayah
jurisdiksi Indonesia; keamanan GPL dan ALKI; keamanan sumber alam
di laut; perlindungan ekosistem atau lingkungan laut; stabilitas kawasan
strategis yang berbatasan dengan negara tetangga; keamanan ZEE; dan
peningkatan kemampuan industri untuk mendukung pertahanan negara di
laut. Pandangan dan konsepsi tentang laut yang mempengaruhi kebijakan
pertahanan dan kepentingan nasional di dan lewat laut membentuk fungsi
dan peran Angkatan Laut yaitu peran militer (pertahanan negara dan
penangkalan), peran polisionil; peran dukungan diplomasi; dan peran
lain (MOOTW). Tetapi yang penting dalam doktrin ini adalah peran dan
fungsi Angkatan Laut tersebut kemudian diterapkan dalam perlindungan
kawasan-kawasan yang dianggap vital dari perspektif geopolitik dan geo
strategis Indonesia yaitu SLOC, SLOT, GPL, dan ALKI.
Bab 2 | Sistem Informasi TNI AL dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara 55
Untuk itulah doktrin ini menegaskan perlunya pembangunan kekuatan
dan kemampuan maritime dan secara khusus perlunya pembangunan
kekuatan Angkatan Laut dengan focus pada: kemampuan pertahanan laut;
kemampuan keamanan laut; kemampuan intelijen maritime; kemampuan
angkutan laut militer; kemampuan survei; dsb. Semua itu ditujukan untuk
tugas-tugas baik perang (dengan tugas penguasaan, pengendalian, dan
penangkalan) maupun non perang.
Doktrin Angkatan Laut secara garis sudah sangat komprehensif baik
dilihat dari konsepsi geopolitik dan geostrategis yang mendasari maupun
secara operasional yang dijabarkan dalam berbagai bentuk kepentingan
nasional nasional di laut dan perlunya pembangunan kemampuan angkatan
laut untuk memperjuangkan kepentingan nasional tersebut. Menjadi
persoalan adalah komitmen politik untuk memberikan prioritas dalam
kebijakan pertahanan dan pembangunan kekuatan militer yang diwujudkan
dalam bentuk bentuk pemenuhan kebutuhan anggaran.
Dasar pemikiran keuatan maritime bertitil tolak pada pemikiran rezim
maritime, diataranya yang paling popular adal Alfred T Mahan dalam buku
yang berjudul ”The Influence of Sea Powerupon History 1660-1753” terbit
pada tahun 1890 menyebutkan betapapentingnya peran laut sebagai aspek
kekuatan sebuah bangsa. Seiring dengan keterpanggilan pembangunan
maritim Indonesia sesuai dengan kodrat penciptaannya maka untuk
mewujudkan TNI AL yang memiliki kemampuan World Class Navy yang
memiliki lompatan pemikiran kedepan harus melakukan revolusi paradigma
maritim terhadap Character of the people dan Style of government serta
harus diwujudkan dalam sebuah konsep doktrin maritim dan strategi
militer maritim Indonesia. Doktrin maritim harus didukung dengan
kebijakan politik yang berupa penerbitan undang-undang kemaritiman
atau kelautan untuk mengikat semua komponen bangsa. Demikian pula
apabila Indonesia akan melaksanakan transformasi dari status Negara
berkembang menuju negara maju. Strategi maritim yang disusun harus
mampu mengamankan aspirasi kepentingan nasional Indonesia yangmasih
berstatus negara berkembang. Dalam 20 sd 30 tahun ke depan, bisa jadi
status Indonesia telah meningkat menjadi negara maju sehingga aspirasinya
mengalami perluasan dibandingkan saat ini. Perubahan itu akan diikuti
56 Sistem Informasi TNI dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara
pula strategi keamanan nasionalnya, termasuk pula strategi maritim dan
strategi militer maritim yang disusunnya.
2.7.2 Sistem Komunikasi Satelit TNI AL
Sejak 7 Desember 2015 Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) Laksamana
TNI Ade Supandi, S.E, MAP di Komando Armada RI Kawasan Timur
(Koarmatim) Surabaya meresmikan sistem komunikasi di lingkungan
TNI AL dengan menggunakan sistem komunikasi satelit (Siskomsat).
Penggunakan site mini merupakan langkah maju bagi Angkatan Laut
dalam dunia informasi. Siskomsat TNI AL ini dapat berdiri karena berbasis
bantuan Satelit Komunikasi BRISAT yang telah mengorbit pada bulan
Oktober 2015. Siskomsat TNI AL ini direalisasikan dalam dua kegiatan
yaitu Pengembangan Siskomsat TNI AL dengan Backbone C Band untuk
pendirian darat dan Siskomsat TNI AL dengan Backbone Ku-Band untuk
KRI. Pada tahapan pelaksanaannya TNI AL juga menjalin kerja sama
dengan PT Telkom dan PT LEN dari tahap perencanaan teknis, tahap
pengembangan software hingga pengadaan hardware-nya.
Dasar pemikiran Mabes TNI AL untuk menghadapiperang laut moderen,
komunikasi sangat menentukan keberhasilan operasi. Perkembangan
teknologi informasi dan komunikasi menuntut pelaksanaan gelar operasi
yang semakin kompleks dimana jaminan terjalinnya komunikasi yang lancar,
aman dan dapat dipercaya merupakan suatu keharusan. Selama ini sistem
komunikasi di lingkungan TNI, baik di darat maupun unsur kapal perang
(KRI) yang menggunakan perangkat radio HF, VHF, dan UHF, memiliki
keterbatasan dalam pengoperasiannya karena memiliki data rate rendah.
Dengan gelar Sistem Komunikasi Satelit (Siskomsat) TNI yang berada
di bawah Komando Pengendalian Panglima TNI belum optimal diaplikasikan
sebagian besar KRI karena dimensi Antena C-Band yang relatif cukup besar.
Karena itu TNI AL mengambil peluang kesempatan dengan adanya alokasi
satu transponder Ku-Band untuk TNI AL melalui Satelit Komunikasi BRISAT
Siskomsat TNI AL akan diaplikasikan untuk penugasan prajurit
yang bertugas di pulau-pulau terluar, survellance, mobile trunking, dan
backpack prajurit Korps Marinir. Untuk penggunaan surveillance atau
pengamatan, Siskomsat dilengkapi dengan perangkat surveillance yang
Bab 2 | Sistem Informasi TNI AL dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara 57
terdiri dari fasilitas radar, kamera, Automatic Identification System (AIS)
transponder, PSTN dan E-mail. Sebagai Siskomsat mobile atau mobile
trunking, kendaraan Siskomsat dilengkapi perangkat Very Short Aperture
Terminal (VSAT) dan repeater, serta pada aplikasi bacpack untuk pasukan
Korps Marinir, Siskomsat dilengkapi fasilitas e-mail, PSTN dan handy talky
(HT) berbasis Internet Protocol (IP).
Siskomsat TNI AL dengan Backbone KU-Band diterapkan pada KRI dari
unsur-unsur pemukul sehingga Komando dan Pengendalian Operasi bisa
dilaksanakan secara langsung oleh pimpinan kepada unsur-unsur pelaku
operasi.Siskomsat pada aplikasi KRI ini memiliki fasilitas berupa data, PSTN
dan Visual Comunication (Vicom) serta dilengkapi dengan kamera, radar
dan Automatic Identification System (AIS) Transponder.Tahun ini, Siskomsat
dengan Backbone KU-Band dipasang di Multi Role Light Frigate KRI Usman
Harun-359 dan korvet KRI Sultan Iskandar Muda-367.Aplikasi Siskomsat
di pendirat dan KRI dari unsur pemukul diharapkan mampu meningkatkan
performa operasi TNI Angkatan Laut yang berkelas dunia.
2.7.3 Radar Pantai sebagai alat Pendeteksi Lalu Lintas Kapal Laut
ISRA (Indonesian Sea Radar) merupakan radar pengawas pantai yang
dikembangkan oleh Pusat Penelitian Elektronika dan Telekomunikasi
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (PPET-LIPI). Radar pengawas
pantai PPET-LIPI menggunakan teknologi FMCW (Frequency Modulated
Continous Wave) yang digunakan untuk mendeteksi dan mengukur jarak
suatu kapal di lautan dengan menggunakan daya pancar yang rendah.
Karena daya pancar yang rendah radar ISRA tidak menimbulkan radiasi
yang besar sehingga tidak mengganggu perangkat elektronik lain di
sekitarnya. Radar ini diperuntukkan untuk mengamati obyek kapal laut
dengan tujuan membantu manajemen lalu lintas laut dengan mendeteksi
keberadaan kapal laut.
Radar pengawas pantai ISRA digunakan untuk mendeteksi adanya
suatuobyek misalnya kapal laut yang sedang beroperasi di perairan
Indonesia. Obyek yang dideteksi tersebut dapat diketahui jenisnya
berdasarkan informasi yang didapatkan oleh radar berupa karakteristik
dari obyek tersebut. Pada radar, sebuah target ditandai dengan fungsi Radar
58 Sistem Informasi TNI dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara
Cross Section (RCS). Melalui Radar Cross Section dapat diperkirakan ukuran
obyek yang dideteksi.
Gambar 2.6 Sistem Integrasi dalam Cara Kerja Radar Pantai
RCS merupakan ukuran obyek yang tertangkap oleh radar, walaupun
berbeda dengan ukuran fisik yang sebenarnya. Hal ini karena RCS tidak
hanya tergantung dari ukuran obyek saja tetapi juga dari bentuknya, materi
obyek dan sudutnya terhadap sinyal radar. Oleh karena itu estimasi dan
kalibrasi RCS pada radar merupakan aspek yang sangat penting untuk
perkiraan akurasi informasi target. Prinsip Kerja Radar apapun memiliki
kesamaan seperti pada Echo (gema) dan Efek Dopler.
a. Efek Echo dapat juga di sebut dengan proses gema. Echo dapat
dicontohkan pada teriakan pada tebing gunung atau jurang yang akan
menghasilkan gema beberapa saat kemudian. Gema terjadi karena
adanya pantulan gelombang suara dari permukaan (dinding, tebing
atau jurang) menuju ke indra pendengaran (telinga). Lamanya waktu
antara saat berteriak dan saat mendengar gema ditentukan oleh jarak
antara sumber suara dengan permukaan yang menciptakan echo.
Cara kerja echo adalah sinyal gelombang mikro (microwave) akan
dipancarkan oleh antena radar pada sasaran (objek), kemudian sasaran
akan memantulkan kembali sinyal microwave kepada alat penerima
dan sinyal listrik akan diteruskan oleh antena penerima.
Bab 2 | Sistem Informasi TNI AL dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara 59
Gambar 2.7 Prinsip kerja Echo
b. Efek Dopler Efek doppler merupakan pergeseran sinyal/frekuensi yang
diproduksi oleh target dimana perbedaan sinyal yang dipancarkan dan
sinyal yang diterima akan dihitung. Efek dopler dapat dicontohkan
dengan suara sirine ambulan yang mendekati objek (pendengar) yang
sedang diam ditepi jalan, suara sirine makin keras, namun setelah
melewati objek (pendengar) maka suara sirine semakin mengecil
seiring semakin jauhnya jarak objek (pendengar) dengan mobil sirine.
Terdengar keras lemahnya suara yang didengar tersebut bisa dikatakan
sebagai pergeseran doppler atau efek Doppler.
Gambar 2.8 Efek Doppler
60 Sistem Informasi TNI dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara
Secara sederhana komponen-komponen radar antara lain adalah:
a. Antena, berfungsi memancarkan gelombang elektromagnetika ke ruang
bebas.
b. Transmitter, berfungsi untuk menghasilkan sinyal gelembang elektro
magnetik untuk ditransmiskan ke antenna untuk diradiasikan ke udara
bebas.
c. Receiverand processing (RP), berfungsi menerima sinyal echo dari obyek
yang terkena gelombang elektromagnetik dan memproses sinyal
tersebut, selanjutnya mengirim ke kabin operasi.
d. Display, berfungsi menampilkan hasil tangkapan Radar yang telah
diterima dan diproses di RP.
e. Ancillaries, merupakan peralatan pelengkap seperti generator dan
peralatan komunikasi.
Gambar 2.9 Skema Cara Kerja Radar
Prinsip kerja radar Transmitter dapat berupa oscillator, seperti magnetron,
dimana pulsa transmisi dihasilkan oleh modulator untuk membangkitkan
deretan pulsa yang berulang. Sebuah radar yang digunakan untuk medeteksi
pesawat pada jarak 100-200 NM, membutuhkan Peak Power 1 MW, Average
power beberapa kilowatt, lebar pulsa beberapa ms, dan PRF (Pulse Repetition
Frequency) beberapa ratus pulsa per detik. Bentuk gelombang dihasilkan
oleh transmitter dan disalurkan melalui transmission line ke antena, untuk
selanjtnya dipancarkan ke udara bebas. Radar membutuhkan satu buah
antena saja untuk memancarkan dan menerima sinyal, yang dilengkapi
dengan duplexer untuk melindungi dari kerusakan.
Duplexer mampu menerima sinyal yang diterima ke receiver, bukan
menuju ke transmitter. Duplexer terdiri dari dua bagian, yaitu TR
Bab 2 | Sistem Informasi TNI AL dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara 61
(Transmitt-Receive) dan ATR (Anti Transmitt-Receive). TR berfungsi untuk
melindungi receiver selama pemancaran dan ATR meneruskan sinyal echo
ke receiver selama penerimaan sinyal. Tahap pertama dapat berupa Low
Noise RF Amplifier, seperti penguat parametrik atau rendah kebisingan
transistor. Namun, menggunakan LNA yang pertama di radar tidak selalu
diinginkan. Input penerima hanya dapat tahap mixer, terutama di radar
militer yang harus beroperasi di lingkungan yang bising. Meskipun receiver
dengan low-noise front-end akan lebih sensitif, input mixer dapat memiliki
rentang yang lebih besar dinamis, berkurang kerentanannya terhadap
overload, dan kurang kerentanan terhadap interferensi elektronik. Mixer
dan Local Oscillator (LO) mengubah sinyal RF ke Intermediate Frequency
(IF). Sebuah IF amplifier untuk radar surveillance 8 dapat memiliki
pusat frekuensi 30 atau 60 MHz dan bandwidth satu megahertz. Jika
penguat harus dirancang sebagai filter, yaitu, fungsi frekuensi-respon H(f)
memaksimalkan puncak-sigtial-to-berarti-noise-daya rasio pada output.
Hal ini terjadi ketika besarnya frekuensi-respon fungsi H(f) sama
dengan besarnya spektrum sinyal echo S(f), dan spektrum fase filter yang
cocok adalah negatif dari spektrum fase sinyal echo. Dalam radar sinyal
yang mendekati gelombang pulsa persegi panjang, konvensional jika
karakteristik bandpass filter mendekati filter cocok ketika produk dari IF
bandwidth B dan lebar pulsa p. Setelah memaksimalkan signal-to-noise
rasio di IF amplifier, modulasi pulsa diekstraksi oleh detektor kedua dan
diperkuat oleh video amplifier hingga ke tingkat puncak kemampuannya.
Kelebihan, Kekurangan dan Penerapan Radar
a. Kelebihan radar:
1) Dapat mendeteksi target yang berada ditempat yang sangat jauh
2) Dapat mengukur jangkauan dengan cepat dan teliti
3) Dapat bekerja ditempat gelap dan disegala cuaca dengan uap,
asap, kabut dan sebagainya
4) Kecepatan relatif dari target dapat diukur.
b. Kekurangan radar:
1) Aspek resolusi yang terbatas, misalnya gambar mentah (raw
video) yang mewakili sinyal yang kembali tidak mengindikasikan
62 Sistem Informasi TNI dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara
sudut target (target angle) dan sulit untuk membedakan obyek-
obyek yang berdekatan.
2) Kadang-kadang sinyal yang kembali palsu.
c. Penerapan Radar di Indonesia. Pengamanan dan pengawasan wilayah
NKRI yang terdiri dari kurang lebih 17.504 pulau dengan 2/3 wilayah
terdiri dari lautan memerlukan aparat dan peralatan yang berjumlah
sangat besar. Kemampuan TNI dan Polri untuk mengawasi wilayah
RI sangat terbatas sehingga wilayah perairan Indonesia rawan
akan pencurian ikan, pelanggaran wilayah oleh kapal-kapal asing,
pembajakan kapal laut dan penyelundupan. Wilayah udara Indonesia
(terutama di Indonesia timur) juga rawan akan penyusupan oleh
pesawat udara asing.
Khusus untuk wilayah perairan, salah satu cara untuk meningkatkan
kemampuan aparat pemerintah dalam mengawasi dan mengamankan
wilayah NKRI adalah dengan menggunakan Radar pengawas pantai. Radar
ini digunakan untuk mengawasi pergerakan kapal-kapal laut sehingga dapat
dicegah tindakan-tindakan yang dapat merugikan NKRI dan juga tabrakan
kapal apabila hendak merapat ke pelabuhan. Indonesia sangat memerlukan
Radar pengawas pantai dalam jumlah yang banyak dan hal ini disebabkan
oleh beberapa fakta berikut ini:
a. Jarak dari kota Sabang di NAD sampai kota Jayapura diPapua sekitar
5. 556 Km.
b. Jumlah kapal milik angkatan laut Indonesia adalah sekitar 117 buah
dan 77 diantaranya berusia 21-60 tahun.
c. Perbandingan antara jumlah kapal terhadap total luas perairan
Indonesia adalah sekitar 1:72 ribu mil persegi.
d. Sekitar 350 kapal patroli diperlukan untuk mencakup seluruh perairan
Indonesia.
Adanya jaringan Radar ini memungkinkan seluruh wilayah perairan
Indonesia dapat dipantau secara terus menerus. Beberapa radar yang
diterapkan di Indonesia antara lain adalah system Airborne early warning
(AEW) adalah sistem radar untuk mendeteksi pesawat terbang lain.
Sistem radar ini sering digunakan untuk pertahanan dan penyerangan
Bab 2 | Sistem Informasi TNI AL dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara 63
udara. Radar Gun dan Microdigicam radar merupakan contoh radar yang
sering digunakan pihak kepolisian untuk mendeteksi kecepatan kendaraan
bermotor di jalan. Sistem penerbangan di Indonesia juga memanfaatkan
teknologi radar, yaitu Air traffic control (ATC). ATC adalah Kendali lalu
lintas udara yang bertugas mengatur kelancaran lalulintas udara bagi
pesawat terbang yang akan lepas landas, ketika terbang di udara maupun
ketika akan mendarat serta 10 meberikan layanan informasi bagi pilot
tentang cuaca, situasi dan kondisi Bandar.
Saat ini Indonesia butuh 800 radar pengawas Pantai untuk bisa
memantau seluruh perairan di Indonesia. Radar yang ada selama ini diimpor
dengan harga sangat mahal yakni 8 milyar rupiah hingga 10 milyar rupiah
per unitnya. Dengan program LIPI ini Indonesia diharapkan mengurangi
mengimpor produk luar.
Gambar 2.10 Antena Radar
ISRA ( Indonesian Sea Radar ada juga yang menyebutkan Indonesian Sea
Radar). Radar ISRA berfungsi mengawasi lalu lintas laut sehingga dapat
mencegah tindakan yang merugikan Negara, dan juga tabrakan kapal
apabila hendak merapat ke pelabuhan. Dia Juga menambahkan bahwa
radar tersebut mampu mendeteksi hingga jarak 64 km.
64 Sistem Informasi TNI dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara
Gambar 2.11 Instalasi Radar Pantai
Gambar 2.12 Radar Pantai di Monitor
ISRA menggunakan teknologi terbaru di bidang radar yakni FM-CW
( Frequency Modulated Continous Wave ), dengan teknologi ini ukuran dan
konsumsi daya radar menjadi kecil, sedangkan sistemnya menggunakan
komponen yang tersedia secara komersial. Frequensi kerja ISRA adalah
pada pita X-band 9,4 Ghz dengan menggunakan dua antenna pemancar dan
penerima yang bekerja bersamaan berbentuk modular serta mempunyai
daya pancar maksimum 2 watt dengan penguatan (gain) antenna 30 dB.
Bab 2 | Sistem Informasi TNI AL dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara 65
Agar penyimpanan data lebih aman dan dapat terkonekasi dengan berbagai
pihak kepentingan, maka Radar Pantai dapat disalurkan welalui web.
Untuk mendukung kemampuan teknologi informasi TNI Angkatan
Laut juga telah menggelar pelatihan Cyber Warfare tanggal 7 Juni 2016 di
Mabesal, Cilangkap Jakarta Timur. Kegiatan latihan tersebut dibuka oleh
Asisten Operasi (Asops) Kasal Laksamana Muda TNI I.N.G.N. Ary Atmaja,
SE. Latihan tersebut bertujuan untuk menciptakan sekaligus menggali
pengetahuan dan kemampuan personel pengawak sistem komputer dan
jaringan internet dalam melaksanakan operasi cyber pada konteks pertahanan
cyber TNI Angkatan Laut melalui ruang/media siber (cyberspace).
Latihan Cyber Warfare dipandang penting dalam rangka mengantar
sekaligus memperkenalkan konsep peperangan di masa mendatang yaitu
konsep peperangan domain kelima atau dikenal sebagai peperangan
siber .TNI Angkatan Laut juga dituntut untuk mampu menyelenggarakan
operasi siber dalam rangka peperangan siber sebagai wujud pertahanan
siber angkatan laut. Materi yang diberikan dalam latihan selama 3 hari ini
meliputi teori dan praktek antara lain pengenalan berbagai bentuk ancaman
cyber, perkembangan dunia cyber serta latar belakang timbulnya konsep
cyber security, cyber crime dan cyber defense, pengenalan konsep operasi
cyber TNI AL dan pengenalan basic cyber war challenge serta dilaksanakan
demonstrasi meretas sistem jaringan berbasis android.
Latihan tersebut untuk pemanfaatan Teknologi Informasi dan
Komunikasi dalam rangka membangun pertahanan Siber TNI Angkatan
Laut yang diikuti oleh 100 personil yang terdiri dari staf latihan, tim
penasihat, peninjau, penilai dan evaluasi serta pelaku latihan yang berasal
dari Mabesal, Koarmatim, Koarmabar, Kolinlamil, Kormar, Kobangdikal,
AAL, dan Seskoal. Bertindak sebagai Direktur Latihan adalah Kepala
Dinas Informasi dan Pengolahan Data (Kadisinfolahta) Kolonel Laut (E)
Ir. Nur Fahrudin. Harapan yang ingin dicapai TNI AL adalah terpeliharanya
tingkat pengetahuan dan kemampuan personil pengawak sistem komputer
dan jaringan internet, tercapainya tingkat kesiapan peralatan cyber TNI
Angkatan Laut, terbinanya pola pikir dan pola tindak dalam penyelenggaraan
cyber warfare serta terujinya konsep-konsep penyelenggaraan operasi cyber
yang sesuai dengan perkembangan situasi di lapangan.
66 Sistem Informasi TNI dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara
2.8 Pembahasan
2.8.1 Doktrin TNI sebagai dasar Pengembangan Doktrin TNI AL
Doktrin TNI belum mengenal operasi informasi sebagai strategi.
Dengan demikian Doktrin TNI AL Eka Sasana Jaya belum memperlihatkan
nomenklatur perang informasi. Kalau dilihat kerangka dasar Perang
informasi perang informasi identik dengan tugas intelijen, walaupun
intelijen bagian dari perang informasi. Memang sulit disetarakan karena
memang perang informasi memilki dasar filosofis yang beda dengan
intelijen. Dalam peperangan skala besar, adalah penting untuk memahami
peran informasi dalam konflik ditingkat fungsional dasar. Pertimbangkan
model satu-directional dasar konflikuntuk menggambarkan peran informasi
dalam peperangan. (dua kombatan menggunakan elemen dasar ini).
Model bisa berlaku untuk dua individu dalam konflik atau dua bangsa
menyatakan berperang. Seorang penyerang, A, terlibat (B), yang harus
menentukan bagaimana harus bertindak, atau bereaksi. Tujuan dari A
adalah untuk mempengaruhi dan memaksa B untuk bertindak dengan
cara menguntungkan untuk tujuan A. Ini adalah tujuan akhir dari setiap
Perang. Diharapkan A menyebabkan lawan untuk bertindak dengan cara
yang diinginkan: untuk menyerah, untuk berbuat salah atau gagal, untuk
menarik pasukan, untuk berhenti dari permusuhan, dan sebagainya.
Penyerang mungkin menggunakan kekuatan atau pengaruh lain
yang tersedia untuk mencapai tujuan ini. Pihak B mungkin membuat
keputusan diketahui mendukung A (misalnya, untuk mengakui kekalahan
dan menyerah) atau mungkin menjadi korban rayuan atau penipuan dan
tanpa disadari membuat keputusan mendukung A.
Tiga faktor utama mempengaruhi keputusan dan tindakan yang
menghasilkan B (atau reaksi) untuk menyerang A.
a. Kapasitas B untuk bertindak. Kemampuan B untuk merespon keinginan
A dilihat dari faktor fisik, kemampuan untuk diperintah dan dipaksa B.
Peperangan didasarkan pada premis bahwa degradasi kapasitas perang
melawan B akhirnya akan menyebabkan B untuk membuat keputusan
menyerah. Kapasitas tidak diukur tunggal; tapi banyak komponen,
Bab 2 | Sistem Informasi TNI AL dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara 67
termasuk "pusat kekuatan sebagai gravitasi global", karakteristik
strategis, kemampuan atau daerah dari mana kekuatan militer berasal,
kebebasan tindakan, kekuatan dan kemauan untuk melawan.
b. Kehendak B. Kehendak untuk bertindak adalah faktor manusia, ukuran
dari menyelesaikan atau penentuan pembuat keputusan manusia dari
B dan kecenderungan mereka kepada tindakan alternatif. Elemen ini
adalah yang paling sulit untukmenyerang, mengukur, model, atau
langsung mempengaruhi. Kekuatan kehendak untuk mengambil
tindakan dalam mencapai tujuan tujuan atau menyatakan mungkin
melampaui "obyektif" kriteria keputusan. Dihadapkan keadaan
tertentu masalah militer atau kekalahan ekonomi, kehendak pembuat
keputusan dapat menekan, tidak peduli seberapa besar risiko, bereaksi
dengan cara yang tidak rasional (dalam domain militer atau ekonomi).
c. Persepsi B. Pemahaman situasi dari perspektif dari B merupakan
faktor informasi abstrak, diukur dalam hal tersebut sebagai akurasi,
kelengkapan, kepercayaan atau ketidakpastian, dan ketepatan waktu.
Keputusan B ditentukan oleh persepsi situasi (serangan A pada
B) dan persepsi kapasitas B sendiri untuk bertindak. Berdasarkan
persepsi tersebut, yang dirasakan tindakan alternatif yang tersedia
dan hasil kemungkinan mereka, dan kemauan manusia keputusan
pembuat, B merespon. Bagaimana kemudian A dapat memaksa B
untuk bertindak dengan cara yang baik untuk tujuan A. Penyerang
memiliki beberapa alternatif untuk mempengaruhi tindakan B,
berdasarkan faktor-faktor ini. penyerang dapat langsung menyerang
kapasitas B untuk bertindak. Ini mengurangi pilihan yang tersedia
ke B, secara tidak langsung mempengaruhi kehendak B. Penyerang
juga dapat mempengaruhi persepsi B tentang situasi (serangan
terhadap Kapasitas pasti melakukan ini secara langsung, sementara
serangan terhadap sensor dan komunikasi dapat mencapai hal ini
secara tidak langsung); kendala untuk tindakan; atau mungkin hasil
dari tindakan. Sementara penyerang tidak dapat langsung menyerang
atau mengendalikan keinginan (will) dari B, kapasitas dan persepsi
serangan kedua menyediakan sarana akses ke kehendak.
68 Sistem Informasi TNI dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara
Sekarang dapat lebih lanjut detil model konflik untuk menggambarkan
sarana yang A dapat mempengaruhi kapasitas B dan arus informasi yang
memungkinkan B untuk memahami situasi konflik. Model rinci (Lihat
Gambar 1.1) menyediakan arus informasi dari penyerang, A, di empat
domain dengan keputusan dan tindakan B. Model ini akan memungkinkan
kita untuk mengeksplorasi alternatif dengan A dapat mempengaruhi
persepsi situasi B.
Pertama, domain fisik di mana kapasitas B untuk bertindak berada.
Orang-orang,proses produksi, stok sumber daya, pembangkit energi,
platform senjata,jalur komunikasi, dan komando dan kontrol kemampuan
berada didomain fisik. Domain kedua adalah domain informasi,
elektronikranah di mana B mengamati dunia, memonitor serangan A,
langkah-langkah status pasukan nya sendiri, dan mengkomunikasikan
laporan mengenai Lingkungan Hidup. Dalam domain berikutnya, satu
persepsi, B menggabungkan dan analisis semua pengamatan untuk
melihat atau menjadi berorientasi dengan situasi. Ini "Berorientasi" proses
menilai tujuan, kemauan, dan kemampuan A. Hal ini juga membandingkan
hasil layak reaksi itu dapat memilih, berdasarkan B Kapasitas sendiri,
yang disediakan melalui proses observasi sebagai kekuatan melaporkan
status mereka. Dalam domain ini, meskipun didukung oleh pengolahan
elektronik dan proses visualisasi, pikiran manusia adalah elemen pusat
yang komprehensif dan dalam situasi tingkat keyakinan yang dalam.
Hubungan A dan B dapat berhubungan dengan system komunikasi
yang baik. Hubungan A secara internal harus memeliki system informasi
yang solid. Dapat dipahami Indonesia Negara luas, namun dengan
teknologi komunikasi bukan hambatan. Interoperability data link adalah
cara menghubungkan satu lokasi ke lokasi lain untuk tujuan transmisi dan
menerima informasi digital.
Bab 2 | Sistem Informasi TNI AL dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara 69
Gambar 2.13 Sistem Komunikasi Data Link
Hal ini juga dapat merujuk ke satu set majelis elektronik, yang terdiri
dari pemancar dan penerima (dua buah peralatan terminal data) dan
data sirkuit telekomunikasi interkoneksi. Ini diatur oleh protokol link
memungkinkan data digital yang akan ditransfer dari sumber data ke
wastafel data. Setidaknya ada tiga jenis konfigurasi data-link dasar yang
dapat dipahami dan digunakan:
a. Komunikasi simpleks, yang paling umum yang berarti semua
komunikasi satu arah saja.
b. Komunikasi half-duplex, yang berarti komunikasi di kedua arah, tetapi
tidak kedua-duanya secara bersamaan.
c. Komunikasi duplex, komunikasi dua arah secara bersamaan.
Dalam penerbangan sipil, sistem data-link (dikenal sebagai Pengendali
Percontohan Data Link Communications) digunakan untuk mengirim
informasi antara pesawat dan pesawat pengendali lalu lintas ketika
sebuah pesawat terlalu jauh dari ATC untuk membuat komunikasi radio
suara dan radar pengamatan. Sistem seperti ini digunakan untuk pesawat
melintasi Samudera Atlantik dan Pasifik, diantaranya digunakan oleh Nav
Kanada menggunakan lima digit data link nomor urut dikonfirmasi antara
kontrol lalu lintas udara dan pilot pesawat sebelum pesawat hasil untuk
menyeberangi lautan. Sistem ini menggunakan komputer manajemen
70 Sistem Informasi TNI dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara
penerbangan pesawat untuk mengirimkan lokasi, kecepatan dan ketinggian
informasi tentang pesawat ke ATC. ATC kemudian dapat mengirim pesan
ke pesawat mengenai perubahan yang diperlukan tentu saja.Pada pesawat
tak berawak, kendaraan darat, kapal, dan pesawat ruang angkasa, data-link
dua arah (full-duplex atau half-duplex) digunakan untuk mengirim sinyal
kontrol, dan menerima telemetri.
Data Link berguna untuk mengklasifikasikan bit-bit data dalam suatu
format. IEEE 802 membagi level ini pada Logical Link Control (LLC) dan
lapisan Media Access Control (MAC). Dalam Model OSI meletakan Data
Link antara lapisan fisik, berupa perangkat keras dengan lapisan Network.
Kemudian padal level ini terjadi bentuk hubungan, apakah integrasi,
interoperabiliti dan independensi. Dengan demikian pada level ini
mengatur perangkat-perangkat jaringan:
a. Logical Link Control (LLC): link control logis mengacu pada fungsi yang
diperlukan untuk pembentukan dan kontrol link logis antara perangkat
lokal pada jaringan. Seperti disebutkan di atas, ini biasanya dianggap
sebagai sublapisan DLL; menyediakan layanan ke lapisan jaringan di
atasnya dan menyembunyikan sisa rincian lapisan data link untuk
memungkinkan teknologi yang berbeda untuk bekerja secara lancar
dengan lapisan yang lebih tinggi. Sebagian wilayah jaringan teknologi
lokal menggunakan IEEE 802. 2 LLC protokol.
b. Media Access Control (MAC): ini mengacu pada prosedur yang digunakan
oleh perangkat untuk mengontrol akses ke media jaringan. Karena
banyak jaringan menggunakan medium bersama (seperti kabel jaringan
tunggal, atau serangkaian kabel yang elektrik terhubung ke media
virtual tunggal) itu perlu memiliki aturan untuk mengelola media
untuk menghindari konflik. Sebagai contoh. Ethernet menggunakan
metode CSMA / CD kontrol akses media, sementara Token Ring
menggunakan token passing.
c. Data Framing: Lapisan data link bertanggung jawab atas enkapsulasi
akhir dari pesan-tingkat yang lebih tinggi ke dalam frame yang dikirim
melalui jaringan pada lapisan fisik.
d. Alamat: Data link layer adalah lapisan terendah dalam model OSI
yang berkaitan dengan pengalamatan: label informasi dengan lokasi
Bab 2 | Sistem Informasi TNI AL dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara 71
tujuan tertentu. Setiap perangkat pada jaringan memiliki nomor unik,
biasanya disebut alamat hardware atau alamat MAC, yang digunakan
oleh protokol lapisan data link untuk memastikan bahwa data yang
dimaksudkan untuk mesin tertentu sampai ke benar
e. Kesalahan Deteksi dan Penanganan: Lapisan data link menangani
kesalahan yang terjadi pada tingkat yang lebih rendah dari stack
jaringan. Misalnya, bidang cyclic redundancy check (CRC) sering
digunakan untuk memungkinkan stasiun menerima data untuk
mendeteksi jika diterima dengan benar.
Gambar 2.14 Model OSI Data Link
Kemudian Data Link akan dilakukan pemodelan. Pemodelan adalah
membangun cara baru dalam menyelesaian masalah, dalam hal ini adalah
sistem informasi Pertahanan Negara. Pemodelan terkait dengan sistem.
Ciri dari suatu system
a. Terdiri atas sekumpulan elemen
b. Terdapat interaksi dan interdependensi
c. Terdapat mekanisme umpanbalik.
d. Memiliki tujuan bersama
e. Terdapat hubungan antara lingkung.
General Systems Theory (GSS) merupakan pemikiran untuk pengembangan
model teori sistem yang dasaranya terletak pada teori umum matematika
72 Sistem Informasi TNI dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara
murni dan teori disiplin tertentu. Studi tentang sistem dalam konteks
ini lebih berorientasi pada pengenalan dan pengembangan sistem.
Cybernatics berpikir kesisteman yang didasarkan pada ilmu pengendalian
dan komunikasi pada hewan dan mesin. Konsep kotak hitam (black
box) dan negative feedback yang dapat digunakan untuk memahami dan
memperbaiki sistem komplek, seperti: teori otomatisasi, teori kontrol,
terori keputusan dan teori informatika.
Dengan demikian TNI AL sesungguhnya memilki kapasitas untuk
membangun system mendukung operasi informasi dengan personil dan
perlatan yang ada. Dengan Pembinaan satuan, penggunaan satelit dalam
mengembangkan system informasi terlihat TNI AL siap siaga dalam
menghadapi Informations warfare.
2.8.2 Interoperabilitas sebagai Kapabilitas dalam Perang Informasi
Banyaknya data rahasia di masing-masing angkatan merupakan salah
satu faktor mengapa integrasi tidak bisa dilaksanakan. Kerahasian data
melahirkan budaya tertutup dalam setiap angkatan. Dapat dimaklumi TNI
bertindak penuh dengan tipu dan muslihat sehingga data operasi merupakan
rahasia, namun tidak menjadi alasan dalam membangun integrasi kekuatan
agar masing-masing angkatan berada dalam sebuah komado dan control
satuan atas, untuk itu diperlukan interoperabilitas. Artinya data mana
yang bisa disampaikan ke satuan atas, data mana yang tidak. Demikian
juga dengan satuan samping, data mana yang bisa disampaikan dan mana
yang tidak, sehingga kalau digambarkan hubungan antara kapabilitas, jenis
operasi dan jenis keputusan dapat digambarkan secara geometris;
a. Dimensi Tinggi; unsur Kapabilitas/kekuatan,
b. Dimensi Panjang; Jenis Operasi Informasi-Informasi dan,
c. Dimensi Lebar; level keputusan pimpinan dapat digambarkan secara
geometris.
Bab 2 | Sistem Informasi TNI AL dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara 73
Gambar 2.15 Hubungan Kapabilitas, Operasi dan Keputusan
2.8.3 Perang Cyber salah satu Jenis Operasi Informasi
Cyber secara fisik hanya komputer, alat pintar dan dilihat kemampuan
kerja lebih pintar dari manusia. Persoalannya bukan hanya alat tapi sudah
menggeser eksistensi manusia ke dalam suatu ruang kesadaran. Komputer
sesungguhnya tidak lagi dalam dimensi ruang fisik, untuk itu model
koneksi mempengaruhi ruang kesadaran tersebut, ada beberapa model
yang sedang berjalan;
a. Internet (Interconnected Network)
Internet merupakan koneksi elektronika dengan jaringan komputer
bersifat global yang menghubungkan seluruh komputer di dunia
walaupun berbeda system dan aplikasi operasionalnya. Teknologi
komunikasi datanya terdiri dari berbagai model dan platform, namun
dapat saling terhubung dengan protokol TCP/IP dan aplikasi berbasis
web. Internet dapat disebut suatu jaringan telekomunikasi yang sangat
luas meliputi seluruh dunia. Jaringan ini memungkinkan terjadinya
komunikasi data antar berbagai tempat di dunia.
b. Intranet (Intra Network)
Intranet adalah sebuah jaringan komputer berbasis protokol TCP/IP
seperti internet, hanya saja digunakan dalam internal perusahaan/
kantor, dengan aplikasi berbasis web dan teknologi komunikasi data
seperti internet. Bagi intansi militer diperlukan intranet ini karena
sebuah intranet tidak perlu sambungan luar ke internet untuk
berfungsi secara benar, intranet menggunakan semua protokol TCP/
IP dan aplikasi-nya sehingga kita memiliki “private” network atau
74 Sistem Informasi TNI dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara
jaringan internal. Misalnya jaringan komunikasi yang memungkinkan
terjadinya pertukaran data antara cabang dan kantor pusat Bank
Mandiri. Pihak lain (publik) tidak dapat mengakses situs, data atau
aplikasi yang dishare atau dipublikasi di jaringan intranet ini.
c. Ekstranet
Ekstranet merupakan jaringan komunikasi antar dua atau lebih
institusi (perusahaan) untuk kepentingan bisnis tertentu. Komunikasi
data menggunakan jaringan yang sama dengan internet, namun
bersifat tertutup sehingga hanya yang berkepentingan saja yang dapat
terhubung. Teknologinya menggunakan apa yang kita kenal dengan
istilah VPN (Virtual Private Network), misalnya jaringan komunikasi
antara perusahaan manufatur dengan perusahaan supplier (O’brien,
2007). Bisa dibilang ekstranet adalah keadaan dimana sebuah bada
usaha/bisnis/ perusahaan yang mengekspose sebagian dari interal
jaringannya ke komunitas luar. Biasanya tidak semua isi intranet
dikeluarkan ke publik untuk menjadikan intranet sebagai ekstranet.
Badan usaha atau perusahaan yang memiliki jaringan internal
tersebut biasanya memblokir akses ke intranet mereka melalui router
dan meletakkan firewall. Firewall adalah sebuah perangkat lunak/
perangkat keras yang mengatur akses seseorang ke dalam intranet
atau akses user di dalam jaringan lokal ke jaringan di luar. Proteksi
bisa dilakukan dengan berbagai parameter jaringan, apakah itu dari
aplikasi, IP adress, nomor port, dll. Jika firewall diaktifkan maka akses
dapat dikontrol sehingga kita hanya dapat mengakses sebagian saja
dari intranet perusahaan tersebut.
d. Ethernet
Ethernet konsepnya sangat berbeda dengan ketiga konsep diatas.
Ethernet adalah hardware, berupa card yang dipasang pada komputer
agar komputer bisa terhubung dengan jaringan atau kabel LAN. Jadi
ethernet merupakan salah satu alat (media komunikasi) yang dipasang
di dalam CPU pada PCI slot. Ini berfungsi untuk menghubungkan
kabel dalam jaringan dan memungkinkan terjadi koneksi internet,
intranet, atau ekstranet.
Bab 2 | Sistem Informasi TNI AL dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara 75
2.8.4 KODIM P5 sebagai Kapabilitas Perang Informasi
Dalam menyusun strategi, perhitungan kekuatan terhadap kapabilitas
sendiri dan perbandingan lawan, sangat menentukan. Dalam bahasa Inggris
ada tiga istilah yang hampir sulit dibedakan antara ability, capability, dan
capacity. Secara sederhana ability menunjuk pada kemampuan yang didapat
melalui proses latihan, sedangkan capacity kemampuan dibawa sejak lahir,
sedangkan kapabilitas menunjukan kapasitas atau potensi untuk melakukan
atau mempengaruhi sesuatu. Studi ini menekankan pada kapabilitas berarti
potensi yang dapat menentukan proses dalam mendapatkan informasi
sampai pada terlaksananya suatu keputusan dan tindakan.
Ada beberapa model kapabilitas yang dapat dijadikan perbandingan.
a. Konstruksi Model Kanada dikenal dengan PRICIE, singkatan dari;
Personel, Research & Development/Operation Reserch, Infrastructure &
organisation, Concepts, doctrine, collective training, IT Infrastructure dan
Equipment, supplies and services
b. Model Australia disebut Fundamental Inputs to Capability atau FIC, terdiri
dari Organisation, Personnel, Collective Training, Major Systems, Supplies,
Facilities, Support, Command and Management
c. Model Amerika dikonstruksikan dengan DOTMLP, singkatan dari
Doctrine, Organization, Training and Education, Materiel, Leadership, People.
d. NATO mengkonruksi Model DOTMLPFI, standar untuk Doctrine,
Organisation, Training, Materiel, L eadership, Personnel, Facilities,
Interoperability.
e. Dalam Doktrin TNI, kapabilitas diartikan dengan kemampuan, dalam
hal ini menyangkut kemampuan Intelijen, Operasional, Personil,
Logistik, Komunikasi dan Pendukung Lainnya. Dalam penelitian
ini dengan melihat doktrin Negara lain dan doktrin yang ada,
dan dihadapkan dengan pola operasi informasi-informasi peneliti
mengajukan pendekatan; KODIM-P5, merupakan singkatan dari;
Kepemimpinan, Organisasi, Doktrin, Interoperability, Masyarakat,
Personil, Peralatan, Pelatihan, Pendukung invisibility, Penelitian dan
Pengembangan.
76 Sistem Informasi TNI dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara
2.9 Kesimpulan dan Saran
2.9.1 Simpulan
Konsep Operasional Interoperability data link Pertahanan Negara
sudah mulai tergambar pada program TNI AL untuk menyiapkan
pasukan cyber. Karena konsep interoperability data link sebagai bagian
dari upaya mendukung informations operation belum ada dalam Doktrin
TNI AL, maka pelatihan atau kegiatan yang ada masih diluar konteks
informations operation. Untuk itu konsep operasi dan budaya organisasi
TNI AL merupakan kendala dalam membagun integrasi sistem informasi
pertahanan negara secara menyeluruh. Konsep operasi TIN AL tercermin
dalam Doktrin TNI AL dan turunannya, memang telah memiliki semangat
untuk menghadapi information warfare melalui informations operation karena
kepala Staf Angkatan Laut telah mengadakan pelatihan cyber warfare dan
potensi fisik seperti radar pantai. Konsep Informations Operation diartikan
dengan operasi-operasi dengan berbagai system terintegrasi. Karena banyak
system operasi TNI AL bagaimana pun perlu data, banyak personil terlibat
dan banyak dukungan, termasuk radar pantai, termasuk awak nelayan dan
masyarakat pantai sehingga dapat menjadi sumber data dan informasi
menjadi pengetahuan yang tepat dalam melahirkan keputusan pimpinan,
terutama Kasal. Radar Pantai TNI AL dapat diaplikasikan dalam Operasi
Informasi Interoperability data link Pertahanan Negara, namun perlu regulasi
yang komprehensif, sehingga dapat dirumuskan dalam bentuk model
data dan model proses data dalam konteks perang informasi sehingga
memungkinkan dapat diaplikasikan dalam bentuk semantik web. Setiap
data baik yang didapat melaui eksternal maupun internal di lingkungan
satuan TNI AL, dapat diklasifikasi berdasarkan tingkat kerahasian menurut
masing-masing angkatan. Persepsi klasifikasi kerahasiaan tiap angkatan
berbeda-beda, bahkan setiap sub Satuan Kerja dalam angkatan juga
berbeda-beda. Untuk menjaga otoritas tiap angkatan, menjaga hubungan
koordinasi tiap angkatan, serta mengurangi kecurigaan antar angkatan perlu
peraturan khusus, misalnya Peraturan Presiden selaku Panglima Tertinggi
dan diturunkan menjadi Keputusan Kasal. Pemodelan data agar dapat
disusun dan diberi kode menurut ontologi semantik web sehingga dapat
dimanfaatkan pada saat dibutuhkan, kapan pun dan di mana pun, kalau ada
Bab 2 | Sistem Informasi TNI AL dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara 77
koneksi internet. Untuk menjamin transfer data dalam rangka mendukung
keputusan Pimpinan TNI, ada tiga model interoperabiliti yang mungkin
dilakukan oleh TNI, yaitu Interoperabiliti (tutup buka) tergantung pada
situasi, Interoperabiliti (tutup buka) tergantung pada urgensi, dan data
yang bersifat operasional dan taktis non struktural yang bersifat integrasi.
Budaya organisasi TNI cenderung mendukung penggunaan teknologi
yang berkembang seterti penggunaan satelit BRISAT walaupun belum dapat
disetarakan dengan informations warfare, atau informations operation
sebagaimana konsep aslinya. Doktrin TNI AL fokus pada menjaga kedaulatan
di laut yang dimaknai dengan upaya mempertahanankan wilayah laut
sehingga radar pantai sebagai bagian pengamanan laut, sangat bermanfaat
untuk pengamatan pantai secara statis. Dengan melihat kemampuan radar
pantai yang dikembangkan dan digunakan TNI AL, datanya dapat diolah
dan disalurkan melalui web sehingga dapat menyentuh operasi informasi-
informasi terutama dalam meningkatkan capability C4iSR/K4IPP TNI.
Budaya organisasi TNI AL terlihat dalam tradisi pembinaan kekuatan.
Interoperability data link sebagai bagian dari Sistem Informasi Pertahanan
Negara mestinya masuk dalam Peraturan Menteri Pertahanan Republik
Indonesia Nomor 38 Tahun 2011 Tentang Kebijakan Sistem Informasi
Pertahanan Negara, karena interoperability data link menghubungan satu
bagian dengan yang lain dalam batas tempo dan atau subjek tertentu.
Akan tetapi mengingat struktur hukum yang mengatur keberadaan TNI
dan Departemen Pertahanan pada level Undang-undang, maka Sistem
Informasi Pertahanan Negara perlu diatur dalam bentuk sebuah Undang-
undang khusus sehingga akan efektif dalam membangun interoperabiliti
dan integrasi sistem informasi antar dan inter-angkatan Angkatan Laut
dan ekseteral, yaitu Komponen Pendukung dan Komponen Cadangannya.
2.9.2 Saran
a. TNI AL Mabes Angkatan Laut dapat terus meningkatkan kemampuan
integrasi sistem informasi pertahanan negara diawali dengan merevisi
doktrin dan merubah budaya organisasi. Akan tetapi, ada kemungkinan
akan mengalami kendala struktural sehingga pengajuan amandemen
UU TNI menjadi suatu keniscayaan. Untuk itu secara bertahap Kasal
78 Sistem Informasi TNI dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara
dapat mendorong perubahan UU TNI dengan menambahkan klausul
“operasi informasi-informasi” masuk sebagai bagian dari tugas Pokok
TNI AL operasi militer selain perang” dalam rangka memaknai Sistem
Pertahanan Rakyat Semesta dalam UUD 1945.
b. Untuk masalah budaya organisasi yang mengandung banyak
kerahasiaan yang tidak jelas, Kasal dapat melakukan intervensi terhadap
satuan bawah agar taat hukum dan norma-norma kemasyarakatan yang
berkembang dan menggunakan teknologi informasi yang memiliki
kemampuan interoperability data link. Agar TNI AL dapat menguasai
teknologi informasi level enterpries dalam standar Levels of Information
System Interoperability (LISI), Kasal perlu menyiapkan kemampuan
sumberdaya manusia pada level unified, jika tidak TNI AL akan
membutuhkan personil sipil diluar TNI AL, karena perkembangan
teknologi dan perubahan tren perang informasi menuntut aplikasi
secara bersama dalam web sehingga system informasi mampu
membentuk integrasi, interoperability dan independen data.
c. Kemeneterian Pertahanan dan semua pihak perlu mendukung
Pembentukan RUU Sistem Informasi Pertahanan Negara. Kasal dapat
merevisi Doktrin TNI AL agar memasukan informations operation
sebagai tugas pokok TNI dalam konteks OMSP. Kemhan dapat melakukan
pengadaan Aplikasi Sistem Informasi dan Pengadaan Personil secara
terpusat. Kasal Mendukung ketersediaan data untuk Interoperability Data
Link Pertahanan Negara. Manajemen TNI AL, disatu sisi bersifat teknis
dan mengatur kedalam lanjutan dari Undang-undang Nomor 34 Tahun
2004 tentang TNI dan pada sisi lain Undang-undang Nomor 3 Tahun
2002 tentang Pertahanan Negara sebagai payung hukum pengadaan dan
dukungan keuangan dan manajerial. Menteri Pertahanan diharapkan bisa
meninjau kembali efektifitas Peraturan Menteri Pertahanan Republik
Indonesia Nomor 38 Tahun 2011 Tentang Kebijakan Sistem Informasi
Pertahanan Negara, yang walaupun disatu sisi memiliki kekuatan untuk
perencanaan anggaran namun dalam prakteknya tidak mampu menerobos
perbedaan system operasi dan tradisi manajeman TNI. Universitas
Pertahanan dapat mengembangkan studi Sistem Informasi yang dititik
beratkan pada Program Studi Peperangan Asimetris dan Teknologi
Informasi pada Program Studi Industri Pertahanan.
Bab 2 | Sistem Informasi TNI AL dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara 79
DAFTAR PUSTAKA
Anandarajan, A (Editors) e-Research Collaboration Theory, Techniques and
Challenges, Springer Heidelberg Dordrecht London New York, 2010
Ablameyko, Sergey (ed.), Limitations and Future Trends in Neural Computation,
Amsterdam, Berlin, Oxford, Tokyo, Washington, DC Published in
cooperation with NATO Scientific Affairs Division, 2003
Akers, Daniel (Ed.), Understanding Voice and Data Link Networking, Northrop
Grumman’s Guide to Secure Tactical Data Link, Grumman, Northrop
Distributed, San Diego, 2014
Armistead, Leigh (ed.). Information Operation Warfare and The Hard Reality of
Soft Power, (ISBN-13 978-1574886993),Brassey ’is Inc. Virginia, 2004
Arwin D.W, Sumaridan, Adang S. Ahmad, Information Fusion System for
Supporting Decision Making (a Case Study on Military Operation), ITB Journal
of Information and Communication Technology, Vol. 2, No.1, May, 2008
Chan, Yupo, John R. Talburt, Terry M. Talley (ed.) Data Engineering, Mining,
Information and Intelligence, Springer New York Dordrecht Heidelberg
London, 2010
COBIT 4.1, Framework Control Objectives Management Guidelines
Maturity Model, IT Governance Institute, 3701 Algonquin Road, Suite
1010, Rolling Meadows, IL 60008 USA, 2001
Cobit 5, A Business Framework for the Governance and Management of
Enterprise IT Personal Copy of: Anne Milkovich, CGEIT
Data Link Layer Recommended Standard CCSDS 211. 0-B-5 Committee for
Space Data Systems (CCSDS), Recommendation for Space Data System
Standards Proximity-1 Space Link Protocol, Blue Book December 2013
David T. Signori, Jr., and Stuart H. Starr, “The Mission Oriented Approach
to NATO C2 Planning,” SIGNAL, pp 119 – 127, September 1987.
Division on Engineering and Physical Sciences National Research Council,
Cybersecurity Today and Tomorrow, Division on Engineering and Physical
Sciences , Academy Press Washington. D.C, 2002
Fenton, R. Performance Assessment System Development. Educational Research
Journal, Alaska, 1996
80 Sistem Informasi TNI dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara
European Telecommunications Standards Institute (ETSI) TSI TS 103 097
V1.2. 1, Intelligent Transport Systems (ITS); Security; Security header and
certificate formats,2015
European Telecommunications Standards Institute (ETSI), Interoperability Best
Practices, Solve the Challenge of Interoperability www. etsi. org, 2016.
Pattavina, Achille, Switching Theory Architectures and Performance in Broadband
ATM Networks Politecnico di Milano, Italy JOHN WILEY & SONS
Chichester New York Weinheim Brisbane Singapore Toronto, 1998
Franklin D. Kramer, Stuart H. Starr, and Larry K. Wentz, (ed.) Cyberpower
and National Security, Center for Technology and National Security
Policy National Defense University, ISO27001 A Pocket Guide,
Governance Publishisting, 2008
John M. Artz, The Fundamentals of Metric Driven Data Warehouse Design,
George Washington University, http://home.gwu.edu/~jartz/books/
DWDesign. pdf
Joint Cief of Staff, Information Operation, Joint Publication 3 13, 2014
J.E. Freeman and S. H. Starr, “Use of Simulation in the Evaluation of the
IFFN Process”, AGARD Conference Proceedings No. 268 (“Modeling
and Simulation of Avionics Systems and C3 Systems”), Paris, France,
paper 25, 15 – 19 October 1979.
Kasunic, Markand, and William Anderson, Measuring Systems Interoperability:
Challenges and Opportunities, Unlimited distribution subject to the
copyright. Technical Note CMU/SEI-2004-TN-003 April 2004.
Kott, Alexander, Information Warfare and Organizational Decision-Making,
Artech House, Inc. 685 Canton Street, Norwood, MA, 2007.
Kuhl, F.S, Weatherly, R.W dan Dahmann, J.S., “Creating Computer Simulation
Systems: An Introduction to the High Level Architecture”, Prentice Hall, 2000.
K. T. Hoegberg, “Toward a NATO C3 Master Plan,” SIGNAL, October 1985.
Proceedings of Simulation Technology (SIMTECH) 2007, MORS, 1998.
Larson, Eric V. (ed.), Assessing Irregular Warfare A Framework for Intelligence
Analysis Brian Nichiporuk, Prepared for the US Army Approved for public
release; distribution unlimited, RAND Corporation 1776 Main Street,
P. O. Box 2138, Santa Monica, CA, 2007.
Bab 2 | Sistem Informasi TNI AL dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara 81
Lazarinis, Fotis (ed.), Handbook of Research on E-Learning Standards and
Interoperability: Frameworks and Issues, Information science reference,
Hershey, New York, 2011.
Liou, Fank W, Rapid Prototyping and Engineering Applications, a Toolbox for
Prototype Development Mechanical Engineering a Series of Textbooks
and Reference Books Founding Editor L. L. Faulkner, Columbus Division,
Battelle Memorial Institute and Department of Mechanical Engineering
The Ohio State University Columbus, Ohio, 2008.
Martin, James William, Measuring and Improving Performance Information Technology
Applications in Lean Systems, CRC Press, London New York, 2010.
Mauroux, Philippe Cudré, Emergent Semantics Interoperability In Large-
Scale Decentralized Information Systems, Epfl Press, A Swiss Academic
Publisher, 2008.
McFarlane, Nigel, Rapid Application Development with Mozilla, Prentice Hall,
Professional Technical Reference Upper Saddle River, NJ 07458.
Otter, Martine, Guide Des, Certifications SI Comparatif, Analyse Et TendancesItil,
Cobit, Iso 27001, Escm.
Russ Richards, “MORS Workshop on Analyzing C4ISR in 2010”, PHALANX,
Vol. 32, No. 2, p 10, June 1999.
Randi R dan Riant Nugroho, Manajemen Pemberdayaan (Jakarta: 2007, Elek
Media Komputindo) hal. 103-104.
Ramachandran, Muthu, Engineering for Software Development Life Cycles:
Support Technologies and Applications, Leeds Metropolitan University,
UK Knowledge, 2011.
Ricki Sweet, et al, “The Modular Command and Control Evaluation Structure
(MCES): Applications of and Expansion to C3 Architectural Evaluation”,
Naval Postgraduate School, September 1986.
Sapsford, Roger and Victor Jupp, Data Collection And Analysis, Sage
Publications, L ondon Thousand Oaks New Delhi, The Open
University, 2006.
Sidharta, Lani, 1995. Pengantar Sistem Informasi Bisnis, PT. Elex Media
Komputindo, Jakarta.
82 Sistem Informasi TNI dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara
Schneider, John R. , Resolving Tactical Network Management Interoperability
by Using Ontology, http://www.jhuapl.edu/techdigest/TD/
td3301/33_01-Schneider.
Swanson, Richard A., Analysis for Improving Performance Tools for Diagnosing
Organizations and Documenting Workplace Expertise, Second Edition,
Revised and Expanded, Berrett-Koehler Publishers, Inc. 235
Montgomery Street, Suite 650, San Francisco, California, 2007
Tang Christopher S., Chung-PiawTeo, Kwok-Kee Wei, Supply Chain Analysis
A Handbook on the Interaction of Information, System and Optimization ,
Springer New York Dordrecht Heidelberg London, 2008.
Thomas J. Pawlowski III, et al, C3IEW Measures of Effectiveness Workshop,
Final Report, Military Operations Research Society (MORS), Fort
Leavenworth, Kansas, 20 - 23 October 1993.
Tim Direktorat Keamanan Informasi Kementerian Komunikasi dan
Informatika RI, Panduan Penerapan Tata Kelola Keamanan Informasi bagi
Penyelenggara Pelayanan Publik, , Edisi: 2. 0,September 2011.
Thurstone, L.L. ,The Vectors of Mind, The Psychological Review, Vol. 41 No. I,
The University Chicago, 1934.
Turban, Efraim., McClean, Ephraim. Wetherbe. James, Information Technology
for Management Making Coinnections for Strategis Advantage. 2nd Edition,
John Wiley &Sons.Inc, 1999.
TNI AL , Doktrin Swa Bhuwana Paksa tahun 2007
, Surat Keputusan Kasal nomor Skep/133/VII/2005 tentang Operasi
Informasi dalam bentuk Naskah Sementara Buku Petunjuk Pelaksana
(Bujuklak).
USA, Depatement of Defense, National Defense Strategy, 2008.
U.S. House of Representatives, Systems Development Life-Cycle Policy, Final
3/24/99.
Nanang Martono, Metode Penelitian kuantitatif: Analisis Isi dan Analisis Data
Sekunder, (Jakarta: 2010, Raja Grafindo Persada) hal. 57.
NATO Code of Best Practice (COBP) on the Assessment of C2, RTO Technical
Report 9, AC/323(SAS)TP/4 (Hull, Que. : Communication Group,
Inc. , March 1999).
Bab 2 | Sistem Informasi TNI AL dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara 83
NATO Code of Best Practice (COBP) on the Assessment of C2, SAS-026,
Reprinted by CCRP, Revised 2002.
Nigel McFarlane, Rapid Application Development with Mozilla, Prentice Hall
Professional Technical Reference, Upper Saddle River, NJ 07458, www.
phptr.com.
O’brien, Introduction to Information System, Mc. Graw Hill, 2007.
Pressman, Roger S. Software Engineering A Practitioner’ S Approach, Seventh
Edition Hight Education, Boston Toronto, 2010.
Prosseding, International Seminar ,Meraih Keunggulan Nasional di Bidang
Teknologi Pertahanan, Unhan-SAAB, Desember 2015.
Sylvain Hellegouarch, Cherry Py Essentials Rapid Python Web Application
Development Design, develop, test, and deploy your Python web
applications easily, Published by Packt Publishing Ltd. 32 Lincoln
Road Olton Birmingham, B27 6PA, UK, 2007.
Veer, Hans van der (Alcatel-Lucent), TSI White Paper No. 3 Achieving Technical
Interoperability - the ETSI ApproachAuthors: Anthony Wiles (ETSI
Secretariat, 2008.
Wagner, J.A, III. Studies of individualism-collectivism: Effects on cooperation in
groups. Academy of Management Journal, 38, 1995 p. 152–172.
Welch, Major General Jasper A. Jr., “Command and Control Simulation – A
Common Thread”, Key Note Address, AGARD Conference Proceedings
No.268 (“Modeling and Simulation of Avionics Systems and C3
Systems”), Paris, France, 15 – 19 October 1979.
Whaley, Barton Stratagem Deception and Surprise in War, Published by Artech
House 685 Canton Street, Norwood, MA, 2007
Zielinski, Krzysztof, New Developments In Distributed Applications And
Interoperable Systems, Kluwer Academic Publishers, New York, Boston,
Dordrecht, London, Moscow, 2001
Zhao, Yaoyao (ed), Information Modeling for Interoperable Dimensional Metrology,
Springer, Verlag London, 2001.
[Halaman ini sengaja dikosongkan]
Bab 3 | Sistem Informasi TNI AU dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara
Bab 3
SISTEM INFORMASI TNI AU DALAM RANGKA INTEROPERABILITY DATA LINK PERTAHANAN
NEGARA
Dr. Agus Sudarya, Dr. Supartono, Dr. Mardi Siswoyo dan Dr. Moh.Halkis
3.1 Pendahuluan
Esensi Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia Nomor 38
Tahun2011 tentang Kebijakan SistemInformasi Pertahanan Negara adalah
upaya untuk mengintegrasikan sistem informasi di lingkungan Kementerian
Pertahanan termasuk Mabes TNI AU.Upaya tersebut merupakan langkah
strategis dalam bidang penguasaan data dan informasi dalam mendukung
Keputusan Kepala Staf Angkatan Udara (Kasau), termasuk sampai pada
level Panglima TNI dan Presiden. Langkah seperti ini menurut Stuart H.
Starr akan mendapatkan tatangan yang serius karena perbedaan konsep,
operasi dan budaya manajemen tiap bagian, untuk itu interoperabilitas
merupakan upaya yang dilakukan terus menerus.
Interoperability bukan hanya teknis sambung-putus jaringan data, tapi
interoperability menggambarkan strategi dan capability.Generasi ke-empat
perang yang didominasi oleh virtual reality, Michel Foucault menggambarkan
tidak ada sistem yangdapat berlaku tunggal, tidak ada yang dapat melaku
menyatukan seluruh bagian-bagaian, tapi system by system. Suatu zaman
kebenaran menjadi domain wakil tuhan di muka bumi, dialah sang raja,
kemudian negara sang subjek dalam era perang generasi kedua, dan ketiga
berubah menjadi “kekuasaan yang tersebar ada dimana-mana, teknologi
85
100 Sistem Informasi TNI dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara
informasi menjadi penentu”. Saat ini tidak hanya penguasaaan teknologi
komunikasi, tapi epistemik publik mencair menjadi kekuatan non-state.
Bagaimanapun, wadah kehidupan bersama adalah negara harus
diselamatkan.Kekuasaan bisa terbagi, namun sistem terus bekerja dalam
membangun interaksi dalam suatu kesatuan untuk itu manajemen
sistem informasi merupakan sesuatu yang sangat vital dalam pengelolaan
Pertahanan Negara. Menurut Sun Tzu,“ jika anda tidak tahu dengan
informasi kekuatan mu, dan tidak tahu dengan dengan kekuatan lawan,
maka anda kalah setiap kali pertempuran. Kalau anda tahu dengan
kemampuan pasukan anda, dan tidak tahu dengan kekuatan lawan, maka
perang memungkinkan akan berimbang. Namun jika anda tahu dengan
kekuatan sendiri dan tidak tahu juga dengan kekuatan lawan, maka pasukan
anda akan menang setiap pertempuran.
Melihat teori informasi yang dikemukan Sun Tzu ini sesungguhnya
negara harus mampu memiliki bank data tetang kekuatan sendiri dan
kekuatan lawan. Penguasaan informasi sangat menentukan menang dan
kalahnya sebuah pertempuran, karena pengetahuan atau seseorang menjadi
“tahu” terkait dengan informasi. Karena dengan informasi strategi, taktik
dan teknik operasional dibangun. Untuk itu intelijen menjadi penjuru
paling depan dalam pertempuran. Tugas intelijen tidak hanya mendapatkan
data dan informasi lawan tapi juga mengamankan data dan informasi-
informasisendiri, apabila informasi kategori rahasia jatuh ketangan lawan
maka perang akan dimenangkan pihak lawan. Akan tetapi, sekalipun data
militer bersifat rahasia para pencari informasi tidak hanya intelijen tapi juga
para wartawan bersifat terbuka perlu konsumsi informasi militer sehingga
peran Pusat Penerangan militer menjadi penting.
Pentingnya informasi juga terlihat dari pesan yang diungkapkan oleh
Cosmo dalam film “Sneakers”, “There is a war out there, old friend-a World War.
Andit’snot about whose got the most bullets; It’s about who controls the information.
Film yang muncul setelah perang dingin ini usai (tahun 1992) seolah-olah
menafikan persenjataan bersifat fisik. Pertarungan bergeser dari pengamanan
informasi menjadi kontrol terhadap informasi. Dunia media masa sangat
berperan dalam menentukan, cara pemberitaan, media apa, kapan sebuah
informasi disampaikan, kapan harus dihentikan dan sebagainya. Pola
Bab 3 | Sistem Informasi TNI AU dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara 87
pengelolaan informasi demikian sangat berpengaruh terhadap situasi politik,
ekonomi dan perdagangan global.Perang Timur Tengah diawali dengan
terbukanya informasi, kecurangan pelaku kekuasaan, kebencian rakyat
tersebar akhinya terjadi revolusi dengan alasan demokrasi dan HAM. Karena
terdapat indikasi keterlibatan negara asing, maka fenomena tersebut masuk
dalam konsep informations warfare, sistem informasi tanpa batas Negara.
Informations warfare secara letter leg diartikan perang informasi.
Terminologi ini dalam tradisi pengetahuankognitif pergaulan sehari-
hari pengucapan kata “informasi-informasi”, atau kata informasi yang
diulangtampaknya tidak lazim diucapkan. Banyak orang lebih senang
mengucapkankata pengganti atau memaknai kata informations warfare
dengan “perang informasi”, termasuk karya ilmuwan dan pembuatan
doktrin dan Standard Operating Procedure (SOP). Padahal lingkungan yang
menyangkut informasi tersebut paling tidak terkait dengan kognitif, fisik
dan data itu sendiri. Untuk itu kesalahan dalam memaknai lingkungan
kognitif akan berdampak terhadap keberadaan data dan lingkungan fisik
informasi itu sendiri.
Perubahan pengertian demikian berakibat pergeseran makna dari
yang benar-benar menghendaki berbagai informasi-informasi dari berbagai
dimensi kehidupan melalui berbagai informasi menjadiperang sarana
informasi sehingga informations warfare sulit dibedakan dengan cyber warfare.
Secara sederhana, sebagian menjawab kalau information warfare perangkat
lunaknya (soft) dan cyber warfare perangkat kerasnya (hard).Kalau ditinjau
tambah kesalahan lagi, karena cyber warfare, bukan hanya teknis perangkat
keras semata, tapi disana tersimpan persoalan perangkat lunak juga, bahkan
cyber dikaitkan dengan virtual reality juga menyangkut persoalan etika.
Sistem informasi dalam era globalisasi menerobos zona negara tanpa
batas, dominasi kekuasaan negara-negara ditentukan dalam merebut
keunggulan informasi. Persoalannya bukan terletak penting dan tidaknya
informasi, namun bagaimana mengelola informasi. Menurut Donald
Rumsfeld manusia itu unik. “there are things we know. We also know there are
known unknowns; that is to say we know there are some things we do not know. But
there are also unknown unknowns -- the ones we don’t know we don’t know. “Untuk
itu persoalannya bukan terletak dari data sebagai objek, tapi data juga
88 Sistem Informasi TNI dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara
ditentukan oleh persepsi pelaku.Untuk itu perlu diselidiki bukan hanya
konsep operasional yang tergambar dalam doktrin dan budaya manajemen
yang tergambar dalam perilaku yang tak terungkap dalam tulisan/ketentuan
tertulis. Agar penelitian ini dapat terintegrasi dengan teori universal
peneliti melakukan pembandingan dengan sistem informasi NATO.
Untuk menjaga terjamin integrasi sistem informasi dalam mendukung
operasi taktis antar negara NATO menggunakan interoperability data link
standar yang sama, yaitu Link 22 (pembaharuan dari Link 11 dan Link 16,
perbandingan lihar Lampiran I). Setiap satuan anggota NATO memiliki
ketentuan tentang PAID (Prosedur, Aplikasi, Infrastruktur dan Data) yang
sama, sehingga setiap elemen yang terlibat dapat melaksakan komunikasi
untuk mendukung terselenggaranya operasi.
3.2 Rumusan Masalah
Perebutan keunggulan informasi, atau penguasaan informasi
merupakan persoalan umat manusia sepanjang zaman, menyangkut
masalah data, knowledge, berdampak strategy, decision dan action.Pada
satu sisi negara (state) ala sosialis harus kuat mendominasi penguasaan
informasi namun sisi lain negara liberal memberi ruang yang luas
pada para pebisnis, non-state/LSM, para wartawan dan lain-lain dalam
merebut informasi. Indonesia memiliki pola sendiri dalam membangun
penguasaan atas informasi. Negara memilki struktur, kemudian dalam
elemen struktur penyelenggara negara banyak terdapat bagian-bagian,
atau departemen-departemen, institusi-institusi termasuk Kementerian
Pertahanan. Demikian juga halnya institusi pertahanan yang terkait
lansung dengan Mabes TNI, Markas Besar TNI Angkatan Udara, TNI
Angkatan Laut dan TNI Angkatan Udara. Kemudian dalam kondisi darurat
perang semua kekuatan dalam satu Komando di bawah Presiden sebagai
Panglima Tertinggi, untuk itu idealnya Command and Control (C2) berkerja
memiliki network dibawah Presiden. Namun sampai saat ini secara formal
belum ada prosedur, aplikasi dan instalasi yang menunjukan C2 dibawah
Presiden. Bukan hanya hanya dalam lingkup taktis, dalam menghadapi
masalah tersulitpun, Presiden belum memiliki PAID (Prosedur, Aplikasi,
Infrastruktur dan Data) dalam menjalankan C2 tersebut.
Bab 3 | Sistem Informasi TNI AU dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara 89
Konsep Command and Control (C2) lahir untuk menjawab persoalan
bagaimana komandan mengerahkan semua kekuatan personil, persenjataan
dan pendukung untuk memenangkan pertempuran. Konsep ini berkembang
seiring dengan perkembangan teknologi dan cara berpikir manusia, secara
simultan; Command, Control, Communications, Computers, Surveillance and
Reconnaissance (C4ISR). Di era perang generasi keempat, para ahli berpendapat
setelah perang dingin usai kemenangan perang sesungguhnya tidak lagi
mengandalkan kekuatan fisik, sehingga perbandingan jumlah personil dan
persenjataan tidak lagi relevan untuk dijadikan indikator kekuatan, tapi yang
paling mentukan sesungguhnya adalah upaya mendapatkan keunggulan
informasi atau informasi unggul. Informasi unggul atau keunggulan
informasi adalah efek dari informasi yang disampaikan ke atasan dalam
menyerang sistem informasi musuh, mempertahanankan sistem informasi
sendiri dan membentuk lingkungan informasi, sehingga pertanyaannya
adalah apakah Indonesia telah memiliki sistem informasi yang dapat
merebut keunggulan informasi. Dugaan awal, Indonesia belum memilki
kesamaan persepsi dalam merumuskan keunggulan informasi, sehingga
lemah pada tataran doktrin, organisasi sumberdaya manusia, teknologi
maupun implementasinya. Konsep operasi informasi, secara umum dasarnya
terkait dengan operasi elektronika, operasi cyber, opererasi intelijen, operasi
psikologi dan operasi Humas (public affair). Agar dapat memastikan bahwa
sistem informasi satuan TNI AU tidak terintegrasi dengan Mabes TNI,
perlu dilakukan identifikasi baik perangkat keras ataupun peralatan yang
digunakan, perangkat lunak berupa aturan main terkait dengan manusia,
kepemimpinan, doktrin, protap dan tradisi yang membuat jarak masimg-
masing angkatan tersebut, sehingga penelitian ini lebih umum lagi dengan
melakukan audit sistem informasi TNI AU.
Penelitian ini untuk menjawab pertanyaan mengapa jaringan command
and control (CC) Pertahanan Negara belum optimal. Menurut Kepala Staf
Angkatan Udara (Kasau), “pada pengelolaan informasi saat ini, tidak semua
pejabat yang ngomong di media memperhatikan kepentingan negara”.
Pertanyaan ini penting untuk menjawab keberadaan Strata Mutlak Pertahanan
Negara demi kelangsungan NKRI berupa integritas teritorial, kedaulatan
nasional, dan keselamatan bangsa Indonesia. Integritas teritorial diantaranya
tergambar dalam efektifitas CC, dalam hal ini Presiden sebagai Panglima
90 Sistem Informasi TNI dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara
Tertinggi, Panglima TNI, Kepala Staf Angkatan mestinya memiliki akses
terhadap prajurit di lapangan karena dalam era Perang Informasi merebut
keunggulan informasi merupakan keniscayaan. Informasi yang cepat, akurat
dan lengkap sangat diperlukan oleh pimpinan dalam mengambil keputusan.
Asumsinya CC belum optimal dikarena Prosedur, Aplikasi, Infrastruktur dan
Data (PAID) tidak sepenuhnya diarahkan untuk mendukung terjaminnya CC.
Dengan berbagai pertimbangan, penelitian ini terbatas pada
manajemen (tata kelola) sistem informasi Pertahanan Negara Indonesia,
fokus pada Mabes TNI Angkatan Udara dalam dalam merebut keunggulan
informasi. Karena data awal menunjukan bahwa hubungan antar angkatan
dan Mabes TNI pada level 0 (independent) dan level 1 (ad hoc) pada saat
Latihan Gabungan, maka sampel diambil pada Disinfolahta tentang masalah
prosedur dan aplikasi serta Dinas Penerangan Angkatan Udara terkait
operasi informasi. Karena interoperability data link merupakan strategi dalam
mendapatkan informasi, namun belum terselenggara secara optimal, maka
penelitian ini diharapkan dapat menjawab;mengapa interoperability data link
dalam sistem informasi TNI AU tidak dapat terselenggara optimal. Dengan
demikian penelitian ini diharapkan dapat menggambarkan PAID (Prosedur,
Aplikasi, Infrastruktur dan Data) yang dimiliki TNI AU dalam mendukung
tugas Pokok. Karena esensi penelitian ini adalah pengembangan sistem
informasi, maka metode pendekatan yang digunakan adalah interaksional
symbolic, sehingga penelitian ini terkait dengan penelitian tim Sistem
Informasi TNI AU dalam merebut keunggulan informasi.
Inti pertanyaanpenelitian ini adalah mengapa TNI Angkatan Udara
melihat informasi sebagai sesuatu yang sangat penting?Untuk itu penting
diketahui bagaimana mendapatkan data, mengolah data menjadi keputusan
dan menyimpannya.Secara umum informasi ada yang bersifat terbuka
(public) dan ada yang tertutup (intelijen, komunitas internal).Penelitian ini
fokus pada informasi terbuka, untuk itu mengambil tempat di Disinfolahta
dan Dispenau. Untuk itu, pertanyaan penelitiannya adalah;
a. Bagaimana Prosedur Tetap (Protap) atau ketentuan yang mengatur
tentang proses dan pengumpulan data.
b. Bagaimana aplikasi dan infrastruktur yang digunakan dalam me-
ngumpulkan, mengolah dan distribusi data.
Bab 3 | Sistem Informasi TNI AU dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara 91
c. Bagaimana data diproses menjadi informasi, menjadi pengetahuan
dan didistribusikan untuk pembentukan opini publik dalam operasi
informasi konsteks Pertahanan Negara.
3.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian.
Tujuan Penelitian
a. Menganalisa Prosedur Tetap (Protap) sebagai Konsep Operasi dan
Budaya Organisasi dalam lingkungan informasi TNI Angkatan Udara
dalam rangka interoperability data link pertahanan negara.
b. Menganalisa aplikasi, infrastruktur data sistem informasi TNI AU
dalam konteks C4ISR.
c. Menganalisa Pengembangan sistem informasi Pertahanan Negara
terutama Mebes TNI AU sehingga dapat mengintegrasikan untuk
melaksanakan operasi informasi dalam Konteks Pertahanan Negara.
Manfaat Penelitian
a. Bahan masukan bagi pimpinan, khusus TNI Angkatan Udara dalam
pembaharuan Protap dan membuat data link pertahanan Negara.
b. Bahan pertimbangan bagi komando atas dalam mengambil kebijakan
pertahanan Negara terkait sistem informasi.
c. Bahan Kajian untuk penelitian Komando dan Kendali TNI.
d. Sosialisasi dan revisi Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia
Nomor 38 Tahun2011 Tentang Kebijakan Sistem Informasi Pertahanan
Negara.
e. Mendukung pembaharuan Doktrin TNI AUterutama menyangkut;
Operasi Informasi.
f. Menambah wawasan dan angka penilaian peneliti selaku dosen
Universitas Pertahanan
3.4 Tinjauan Pustaka
Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan lingkungan infor-
masi TNI AU dalam rangka operasi informasi dengan menggunakan
92 Sistem Informasi TNI dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara
interoperability data link sistem pertahanan negara. Penelitian terdahulu
terkait objek Penelitian tentang Interoperability Data Link Pertahanan Negara
belum pernah ditemukan. Mestinya, secara umum Penelitian ini dibicarakan
dalam Sistem Informasi Pertahanan Negara, karena Penelitian Interoperability
dan Data Link merupakan bagian dari Sistem Informasi. Peneliti juga berusaha
mencari Naskah Akademik Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia
Nomor 38 Tahun 2011 Tentang Kebijakan Sistem Informasi Pertahanan
Negara dan Keputusan Menteri Pertahanan Republik Indonesia Nomor :
Kep/ 1255 / M / XII/2015 Tentang Kebijakan Pertahanan Negara Tahun 2016
belum ditemukan juga, mungkin karena kajian Naskah Akademik tersebut
dianggap rahasia. Akan tetapi jikapun ada tampaknya istilah interoperability
dan data link bagaimana duduk masalahnya kemungkinan besar juga tidak
ditemukan, karena dari berbagai informasi,bahkan dalam intansi pengelola
keamanan negara pun belum ada sistem atau aplikasi yang nampak
menggunakan interoperability (bukan integrasi). Studi terdahulu diharapkan
menjadi penuntun dalam penelitian, karena itu Tinjauan Pustaka yang kami
laporkan berisikan konsep atau teori yang digunakan untuk memahami
persoalan Interoperabilitydata link Pertahanan Negara. Studi ini bersifat
konseptual yang memungkinkan dapat diterapkan dalam pengembangan
sistem informasi dalam pertahanan negara.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2002tentang
Pertahanan Negara menyatakan bahwa pertahanannegara bertujuan
untuk menjaga dan melindungi kedaulatannegara, keutuhan wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesiadan keselamatan segenap bangsa dari
segala bentuk ancaman. Pertahanan negara berfungsi untuk mewujudkan
danmempertahankan seluruh wilayah Negara Kesatuan RepublikIndonesia
sebagai satu kesatuan pertahanan, diselenggarakanmelalui usaha
membangun dan membina kemampuan, dayatangkal bangsa dan negara,
dan menanggulangi setiapancaman yang diselenggarakan oleh pemerintah
dandipersiapkan secara dini dengan sistem pertahanan negara.
Pertahanan negara pada hakekatnya merupakan segala upaya
pertahanan bersifat semesta, yang penyelenggaraannya didasarkan pada
kesadaran akan hak dan kewajiban seluruh warga negara serta keyakinan
pada kekuatan sendiri untuk mempertahankan kelangsungan hidup
Bab 3 | Sistem Informasi TNI AU dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara 93
bangsa dan Negara Indonesia yang merdeka dan berdaulat. Kesemestaan
mengandung makna pelibatan seluruh rakyat, segenap sumber daya
nasional, sarana dan prasarana, serta seluruh wilayah negara sebagai satu
kesatuan pertahanan yang utuh dan menyeluruh.
Konsep Interoperability dan Data Link sebagai sebuah pokok bahasan,
mempertemukan konsepsi dalam diri manusia dengan peralatan, masalah
ini bagian dari teknologi komputer dalam konteks Command, Control,
Communication, Computer, Inteligent, Surveilance, and Reconnaisance (C4ISR)
Pertahanan Negara. Dilihat dari material, atau fisik yang dimiliki studi ini
lebih menekankan pada aspek elektronik, karenadilihat dari aspek Teknologi
Komputer, padahal studi ini tidak hanya tataran fisik komputer tapi
terkaitsistem, logika-logika dan pemaknaan kita tentang Data, Informasi,
Keputusan Komando, Strategi, Operasi dan Pertahanan Negara. Untuk
itu Sistem Informasi merupakan studi bersama dari berbagai kepentingan
sehingga Teknologi Komputer dapat bekerja sesuai dengan fungsinya. Ada
beberapa konsep dan teori yang menjadi alat analisis dalam kajian ini;
3.4.1 Model Perang Informasi (Information Warfare)
Sebelum memperkenalkan konsep informasi untuk diterapkan dalam
peperangan skala besar, adalah penting untuk memahami peran informasi
dalam konflik ditingkat fungsional dasar. Pertimbangkan model satu-directional
dasar konflik untuk menggambarkan peran informasi dalam peperangan (dua
kombatan menggunakan elemen dasar ini). Model bisa berlaku untuk dua
individu dalam konflikatau dua bangsa menyatakan berperang.
Perang informasi dalam Informations Warfare sangat menentukan.
Pentingnya informasi dan peran sentral yang dimainkannya dalam
peperangan bukan hal yang baru. Abad kesepuluh sebelum Masehi,
komandan militer dan Raja Solomon menekankan pentingnya pengetahuan
(intelijen militer), bimbingan (perencanaan strategis dan operasional),
dan penasehat (analis tujuan)untuk menang dalam perang. Seorang
yang bijaksana memiliki kekuatan besar, dan seorang pria meningkatkan
kekuatan; untuk melancarkan perang membutuhkan bimbingan, dan
kemenangan dengan banyak penasihat.
94 Sistem Informasi TNI dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara
Pada abad 6 SM, ahli strategi militer Cina Sun Tzu menulis dalam The
Art of War tentang pentingnya informasi.
a. Informasi adalah penting untuk proses pengawasan, situasi pengkajian,
pengembangan strategi, dan penilaian alternatif danrisiko untuk
pengambilan keputusan. Sun Tzu menulis, Konsep Informasi di Bab
Perang bagian Tiga, Metode militer; pertama, pengukuran; kedua,
estimasi kuantitas; ketiga, perhitungan; keempat, menyeimbangkan
peluang; kelima, kemenangan.
b. Informasi dalam bentuk kecerdasan dan kemampuan untuk meramalkan
hasil masa depan mungkin membedakan prajurit terbaik.” Jadi,
apa yang memungkinkan perintah bijaksana dan baik umum untuk
menyerangdan menaklukkan, dan mencapai hal-hal di luar jangkauan
orang biasa, adalah ramalan.”
c. Kontrol beberapa informasi dikomunikasikan kepada lawan, oleh
penipuan (rayuan dan kejutan) dan penolakan, adalah kontribusi
yang dapat memberikan persepsi yang salah sementara untuk musuh.
”Semua perang didasarkan pada penipuan musuh, dan Seni perang
yang bijak sangat halus dan penuh kerahasiaan. Untuk itu belajar
untuk menjadi tak terlihat, dan tak terdengar.“
d. Bentuk tertinggi peperangan menggunakan informasi untuk mem-
pengaruhi persepsi musuh untuk menaklukkan kehendak daripada
menggunakan memaksa fisik.
Dalam seni praktis perang, hal terbaik adalah untuk mengambil musuh
negara secara keseluruhan dan utuh. Oleh karena itu untuk melawan dan
menaklukkan semua pertempuran tidak keunggulan tertinggi; keunggulan
tertinggi terdiri melanggar perlawanan musuh tanpa pertempuran. Masing-
masing prinsip utama ini, diterapkan bahkan sebelum abad keenam SM,
mengandalkan akuisisi, pengolahan, dan penyebaran informasi. Prinsip-
prinsip tidak berubah, tetapi cara akuisisi, pengolahan,dan diseminasi
memiliki. sarana elektronik memperoleh dan mengelola informasi memiliki
teknologi diganti sebelumnya, kurir manusia, dan komunikasi tertulis.
Meningkatnya ketergantungan pada sarana elektronikmengelola volume
besar informasi dan peningkatan nilai informasi yangtelah membuat
Bab 3 | Sistem Informasi TNI AU dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara 95
informasi itu sendiri target yang menguntungkan dan berharga senjata
perang. Perubahan ini merevolusi peran informasidan perilaku perang.
3.4.2 Sistem Informasi
Sistem informasi adalah sekumpulan komponen yang saling
berhubungan, mengumpulkan/mendapatkan, memproses, menyimpan,
dan mendistribusikan informasi untuk menunjang pengambilan keputusan
dan pengawasan dalam suatu organisasi. Infrastruktur teknologi informasi
(TI) sebagai sumber daya teknologi bersama yang menyediakan platform
untuk aplikasi sistem informasi perusahaan yang terperinci. Infrastruktur
TI meliputi investasi dalam peranti keras, peranti lunak dan layanan
konsultasi, pendidikan, dan pelatihan yang tersebar di seluruh perusahaan
atau tersebar di seluruh unit bisnis dalam perusahaan. Infrasturktu
TI terdiri atas sekumpulan perangkat dan aplikasi peranti lunak yang
dibutuhkan untuk menjalankan suatu perusahaan besar secara keseluruhan.
Infrastruktu TI di dalam organisasi saat ini merupakan hasil dari evolusi
selama lebih dari 50 tahun di dalam platform komputasi. Lima tahap dalam
evolusi ini adalah:
a. Era Mesin Akuntansi Elektroni.
b. Era Maninframe Umum dan Komputer Mini.
c. Era PC.
d. Era Klien/Server.
e. Era Komputasi Internet Perusahaan
Perubahan infrastruktur TI yang baru dijelaskan telah menghasilkan
perkembagna dalam memrosesan komputer, chip memori, perangkat
penyimpanan, telekomunikasi, dan jaringan peranti keras dan peranti lunak,
dan rancangan peranti lunak yang telah meningkatkan daya komputasi
secara eksponensial sementara mengurangi biaya juga secara eksponensial.
3.4.3 Interoperability
Interoperability, atau interoperabilitas secara harfiah dapat diartikan
kemampuan sistem (sebagai sistem senjata) untuk bekerja dengan atau
96 Sistem Informasi TNI dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara
menggunakan bagian-bagian atau peralatan dari sistem lain1. Menurut
Andika Triwidada interoperabiliti adalah masalah pola komukasi antara satu
terminal dengan terminal lain. Pola komunikasi tersebut ada 3 kemungkinan;
kompabilitas, bentuk standard (integrasi) dan interoperabilitas. Kalau
diimplementasikan dalam lingkungan TNI dapat digambarkan;
a. Kompabilitas. Jaringan data (Data Link) antar angkatan (TNI AD, AL
dan AU) masih dalam bentuk Kompabilitas. Dimana satu bagian
dengan bagian lain terhubung menggunakan LAN/WAN atau internet
dapat berkomunikasi dua arah baik antar pimpinan mapun antara
bawahan dan atasan.
Gambar 3.1 Jaringan Data Antar Angkatan
b. Inter Kemungkinan Data Link antar satuan dalam internal angkatan,
masih dalam bentuk standar, dimana satu dengan yang lain terintegrasi,
misal dengan menggunakan satu domain web secara bersama-sama,
satu dengan yang lain dapat berkomunikasi secara terintegrasi, hal itu
dapat digambarkan:
Gambar 3.2 Data Link Antar Satuan dalam Internal Angkatan
c. Dalam kondisi tertentu antar satu satuan dengan satuan lain bekerja
sama dalam waktu tertentu dan tempat tertentu, maka diperlukan sistem
1http://www.merriam-webster.com/dictionary/interoperability, Defenition
of Interoperability: ability of a system (as weapon system) to work with or use the parts or equipment of another system.
Bab 3 | Sistem Informasi TNI AU dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara 97
komunikasi yang dapat melakukan interoperabiliti. Dalam lingkungan
Markas Komando (Mako) dapat dilakukan antar Mako baik sesama
angkatan maupun antara angkatan, hungan tersebut semi-permanen,
dimana antara pusat data satu yang lain terhubung mungkin hanya
masalah tertentu saja, dan mungkin juga dalam batas waktu tertentu
juga. Dengan demikian dalam waktu tertentu dan masalah salah tertentu
antar TNI dapat berkerjasama untuk mendukung tugas komando
menyediakan data yang cepat, akurat dan sesuai dengan kebutuhan,
untuk itu antar angkatan dapat menggunakan pola interoperatibilitas
sebagai strategi dan taktis2
Gambar 3.3 Pola Interoperatibilitas Sebagai Strategi dan Taktis
Dalam prakteknya teori interoperability berkembang dalam dunia militer,
dalam US Joint Publication 1-02 menjelasakan interoprabiliti merupakan
kemampuan sistem, unit, atau kekuatan untuk menyediakan layanan ke dan
menerima layanan dari sistem lain, unit, atau kekuatan dan menggunakan
jasa yang dipertukarkan untuk memungkinkan mereka untuk beroperasi
secara efektif bersama-sama. Kemudian secra teknis interoperabiliti dapat
diartikan; Kondisi dicapai antara sistem komunikasi-elektronik atau sistem
peralatan komunikasi-elektronik ketika informasi atau layanan dapat ditukar
langsung dan memuaskan antara mereka dan / atau pengguna mereka.
Tingkat interoperabilitas harus didefinisikan ketika mengacu pada kasus-
kasus tertentu 3 Dan hampir tidak berbeda dengan sebelumnya; kemampuan
sistem, unit, atau kekuatan untuk menyediakan layanan atau jasa akses dari
2Schneider, John R. , Resolving Tactical Network Management Interoperability by Using Ontology, http://www. jhuapl. edu/techdigest/TD/td3301/33_01-Schneider.
3Joint Chiefs of Staff. “Department of Defense Dictionary of Military and Associated Terms, as amended through December 7, 1998” (Joint Publication 1-02).
98 Sistem Informasi TNI dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara
sistem lain, unit, atau kekuatan, dan menggunakan layanan untuk beroperasi
secara efektif bersama-sama. Interoperabilitas adalah kemampuan dari sistem
untuk memberikan informasi dinamis interaktif dan pertukaran data antara
node C4I untuk perencanaan, koordinasi, integrasi, dan pelaksanaan operasi
latihan Rudal Pertahanan Udara 4
Paul Sutton menjelaskan “Interoperabilitas: Paradigma Baru,” menyediakan
diskusi menyegarkan. Interoperabilitas yang sebagian besar mempengaruhi
jalannya penelitian ini. Kritik Paul Sutton atas Level Interoperabilitas Sistem
Informasi (LISI) menjadi pertimbangan dalam mencoba untuk menggunakan
LISI sebagai dasar alat prediksi. Secara khusus, Sutton mengidentifikasi lima
“kekurangan yang signifikan” dalam model LISI:
Pertama, tidak membahas antarmuka listrik khusus, yang diperlukan
untuk konektivitas sederhana antara komponen sistem, yang dibutuhkan
tetapi tidak kondisi untuk interoperabilitas.
Kedua, tidak menangani masalah kompatibel objek dan model objek.
Ketiga, memberikan nilai nominal dengan tingkat interoperabilitas
antara dua sistem yang berbeda yang didasarkan pada system dokumentasi,
tetapi tidak memberikan langkah-langkah kinerja sistem obyektif yang
didasarkan pada operasi yang sebenarnya dari sistem.
Keempat, metode yang menugaskan skor interoperabilitas tidak
memperhitungkan fakta bahwa beberapa sistem mungkin tidak perlu
terhubung ke sistem lain pada tingkat yang lebih tinggi dari interoperabilitas
menjadi dianggap berhasil. Akhirnya, itu tidak menjelaskan bagaimana
interoperabilitas dapat dikontrol, diubah, atau ditingkatkan. Sutton mengacu
pada analogi keandalan peralatan elektronik untuk mendalilkan teori
kegagalan interoperabilitas (Sutton menggunakan kinerja interoperabilitas).
Namun, asumsi nya untuk kegagalan interoperabilitas acak dan interoperation
konstan tingkat kegagalan dapat dilihat sebagai terlalu optimis. Hal ini
menyebabkan model yang terlalu sederhana untuk menjadi berguna sebagai
dasar aturan prediksi. Akibatnya, teori ini kegagalan interoperabilitas tidak
memiliki cukup “hubungan-struktur dengan model proses itu”.
4JointTheaterAirMissileDefenseOrganization(JTAMDO). “JTAMDO MasterPlan”
Chapter 7.JTAMDO, Joint Staff, Department of Defense, Washington, D.C. 1997.
Bab 3 | Sistem Informasi TNI AU dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara 99
Dengan demikian faktor kontribusi potensial mulai muncul yang
mengarah ke upaya pengumpulan dan analisis data yang mahal, memakan
waktu, dan mungkin tidak pernah akan dilakukan. Apa yang dibutuhkan
adalah teori kegagalan interoperabilitas yang menyederhanakan tugas
mengumpulkan data yang dibutuhkan untuk mengukur hubungan antara
interoperabilitas dan faktor-faktor yang berkontribusi. Dengan menantang
asumsi tingkat kegagalan interoperabilitas konstan dan hati-hati mengingat
mekanisme kegagalan peralatan elektronik, adalah mungkin untuk menarik
lebih berguna analogi. Pertimbangkan bahwa tingkat kegagalan untuk
peralatan elektronik dan mekanik dengan bertambahnya usia mereka lebih
dari waktu sering mengikuti model distribusi kehidupan di bentuk dikenal
luas kurva “Bathtub”. 5
Interoperabilitas - “kemampuan dari dua atau lebih sistem untuk
bertukar informasi dan untuk saling menggunakan informasi yang telah
ditukar. “[IEEE 1988]. Kesalahan Interoperabilitas - cacat atau kondisi
yang berkaitan dengan interaksi sistem yang menyebabkan kerusakan
direproduksi dalam kemampuan dua atau lebih system untuk bertukar
informasi dan saling menggunakan informasi yang telah ditukar. Catatan:
kerusakan dianggap direproduksi jika terjadi secara konsisten di bawah
yang sama keadaan. Kegagalan interoperabilitas- ketidakmampuan,
karena sebuah kesalahan interoperabilitas, dari dua atau lebih sistem
untuk bertukar informasi dan saling menggunakan informasi yang telah
ditukar.6Interoperabilitas dan kompleksitas: Sistem Interaksi dan Coupling,
ada lebih untuk gambar interoperabilitas dari model distribusi kehidupan
yang menangkapinteraksi interoperabilitas dua sistem dari waktu ke
waktu. Kualitas atau sifat interoperabilitas antara dua sistem juga dapat
mempengaruhi kemungkinan interoperabilitas kegagalan.Secara konseptual,
interoperabilitas antara dua sistem real-time kritis yang membutuhkan
beberapa transaksi sinkron untuk menyelesaikan pertukaran informasi
secara inheren lebih rumit dari interoperabilitas antara dua sistem kecepatan
5NIST 2003, Bagian 8. 1. 2. 4 6Michael S. McBeth, Coalition Interoperability Title: A Theory of Interoperability
Failures, Communication Systems Department Space and Naval Warfare Systems Center, Charleston Joint Methodology to Assess C4ISR Architecture 7025 Harbour View Blvd. , Suite 105 Suffolk, VA 2343, mcbethm@spawar. navy. mil http://www. jmaca. jte. osd. mil. P. 4
100
Sistem Informasi TNI dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara
rendah noncritical hanya membutuhkan transaksi asynchronous tunggal
untuk menyelesaikan pertukaran informasi.Ada hanya lebih peluang untuk
hal-hal yang tidak beres dalam kasus pertukaran informasi yang lebih rumit.
Salah satu cara untuk mendekati interoperabilitas dan kompleksitas adalah
melalui atribut “interaksi” dan “kopling.” Ide ini dapat ditelusuri ke karya
Charles Perrow dalam bukunya normal Kecelakaan dan kemudian, John
Rushby yang diperpanjang ide-ide untuk sistem komputer.
Interoperability diartikan Interaksi, yang bisa berkisar dari “linear”
ke “kompleks,” mengacu pada sejauh yang perilaku salah satu komponen
dalam sistem dapat mempengaruhi perilaku komponen lainnya. Secara
sederhana, sistem linear, komponen hanya mempengaruhi orang-orang
orang lain yang secara fungsional “hilir” dari mereka; dalam sistem yang
lebih kompleks, komponen tunggal dapat berpartisipasi dalam berbagai
urutan yang berbeda dari interaksi dengan banyak komponen lainnya.
Dalam sistem komputer, gagasan “komponen” harus mencakup entitas baik
fisik dan abstrak; misalnya, entitas abstrak “Database” adalah komponen,
seperti proses dan data, serta perangkat yang menyediakan eksekusi dan
penyimpanan. Sistem komputer yang mempertahankan gagasan global yang
koordinasi dan konsistensi (misalnya, database terdistribusi) dianggap
memiliki interaksi yang kompleks, karena aktivitas di lokasi yang berbeda
berinteraksi dengan satu sama lain.
Interoperability dapat diartikan dengan kopling, bisa berkisar dari
“longgar” untuk “ketat,” mengacu pada sejauh mana ada metafora “slack”
atau “fleksibilitas” dalam sistem. Kopling bukan gagasan independen; kita
benar-benar harus bertanya “coupling untuk apa?” Untuk analisis awal
yang dilakukan di sini, namun, kita dapat mentolerir ketidaktepatan istilah
wajar tanpa pengecualian, dan pasokan lebih spesifisitas bila diperlukan.
Longgar sistem digabungkan biasanya kurang dibatasi waktu yang erat
yang, dapat mentolerir hal yang dilakukan di urutan yang berbeda dari
yang diharapkan, dan dapat beradaptasi untuk asumsi yang berbeda dari
yang awalnya dianggap. Misalnya, industri kerajinan biasanya longgar
digabungkan, sedangkan produksi baris dengan pengendalian persediaan
just-in-time yang erat. Dipandang sebagai sistem komputer, jaringan
switching telepon dapat dianggap longgar ditambah, karena ada beberapa
Bab 3 | Sistem Informasi TNI AU dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara 101
cara untuk panggilan rute, sedangkan sebagian besar hard-realtime sistem
kontrol yang ketat ditambah, karena mereka bergantung pada segala
sesuatu berperilaku seperti yang diharapkan. Interoperability penting,
karena militer sebagaimana dijelaskan Clausewitz;
The primary purpose of any theory is to clarify concepts and ideas
that have become, as it were, confused and entangled. Not until terms
and concepts have been defined can one hope to make any progress in
examining the question clearly and simply and expect the reader to share
one’s views. Carl Von Clausewitz, On War.
Teori lahir dari phenomena yang telah terjadi, semantara militer
menghadapi tantangan ke depan. Militer akan kesulitan kalau hanya terpaku
pada doktrin yang ditetapkan pada satu teori, karena antar masa lalu
dengan masa depan kadang kala tidak selalu sama, dan kalau kita membabi
buta, bertindak sama, maka kita dalam kebingungan karena terjebak oleh
teori itu sendiri yang menseting pikiran kita. Untuk itu Clausewitz tidak
berharap banyak dengan teori yang sudah sebagai pedoman, diyakni akan
ada kesulitan dengan melihat kejadian kedepan dengan dasar pandangan
orang lain yang kita pahami secara mandiri. Sistem informasi medis mulus
dan manufaktur cerdas upaya untuk mengubah hidup kita dan lingkungan
kerja menggunakan jaringan orang dan teknologi. Tumit Achilles dari upaya
ini akan spesifikasi dan interoperabilitas di berbagai sistem yang merupakan
jaringan yang berbeda. Ada berbagai macam formalisme dan metode yang
digunakan dalam desain sistem, termasuk primitif pemodelan dan bahasa
dari perspektif perangkat lunak (UML), sistem perspektif (SysML) dan
perspektif matematika (persamaan diferensial, diskrit model event).
Model-model yang berbeda, masing-masing dengan semantik sendiri,
menciptakan masalah memastikan kompatibilitas komponen sistem
dalam hal kinerja dan maintenance. Tujuan dari studi ini adalah untuk
menciptakan landasan untuk interoperabilitas menggunakan formalisme
matematis yang disebut kategori teori. Penciptaan Industri jaringan
untuk menghubungkan rantai pasokan dan munculnya sistem cyber
fisik untuk mengelola segala sesuatu dari lalu lintas ke titik kebutuhan
di garis depan ekspansi industri saat ini, sistem yang mudah disusun.
Integrasi sistem tersebut secara tradisional bergantung pada pertukaran
102
Sistem Informasi TNI dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara
data dan format yang pertukaran, tetapi ini tidak cukup untuk menangani
kompleksitas mereka.Ada kebutuhan penting bagi representasi semantik
kaya yang mengikat bersama formalisme yang berbeda semantik dan ad
hoc yang sedang digunakan dan di bawah desain. Kebutuhan ini meliputi
baik di sektor komersial dan pertahanan industri. Untuk pemodelan dan
mengintegrasikan sistem ini, biaya mempertahankan dan merancang sistem
ini akan menjadi penghalang dan rentan terhadap potensi kegagalan.
Gambar 3.4 teori interoperability
Pendekatan National Institute of Standarts and Technology (NIST)
denganteknik matematika untuk mengatasi masalah pemodelan informasi,
agregasi dan transfer. Kategori teori (CT) adalah cabang matematika yang
mempelajari proses dalam arti yang sangat umum, dan menyediakan
pendekatan yang kuat dan fleksibel untuk pemodelan matematika.
CT adalah formalisme grafis, cocok untuk alur kerja yang ada dengan
menggunakan alat-alat seperti UML / SysML.CT memiliki teknik yang kuat
matematika yang mulai menangani masalah integrasi dan interoperabilitas,
menyediakan, misalnya, definisi formal dan hasil provably benar untuk
migrasi data antara model domain, agregasi data dan model integrasi.
Model-model kategoris juga memiliki semantik yang sangat kaya,
memungkinkan kita untuk membangun proses non-deterministik dan
stokastik semudah yang deterministik. Kami sedang bekerja pada aplikasi
dari CT di reproduktifitas ilmiah, manufaktur aditif, perangkat medis
interoperabilitas dan desain sistem cyber fisik dan spesifikasi.7
7https://www2. nist. gov/software-and-systems-division/foundations-semantic- interoperability-and-integration,2016
Bab 3 | Sistem Informasi TNI AU dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara 103
Sebuah teori kegagalan interoperabilitas diperlukan untuk memandu
pengumpulan data yang dibutuhkan untuk mengidentifikasi. Indikator
kausal dan membangun aturan prediksi statistik untuk memilih end-
to-end peralatan stringuntuk pengujian interoperabilitas. Sebelumnya
upaya untuk mencapai pemahaman yang baik dan model untukend-
to -end kinerja interoperabilitas telah terhambat oleh kurangnya
pengumpulan data dan analisis untuk mengukur hubungan antara kinerja
interoperabilitas dan berkontribusi faktor. Hal ini terutama disebabkan
banyaknya faktor kontribusi potensial untuk dipelajari. Suara teori kerja
kegagalan interoperabilitas dapat membantu mengatasi situasi ini dengan
”Menginformasikan” dan membimbing desain eksperimental untuk fokus
pada faktor yang paling erat kaitannya dengan mekanisme dan mode diduga
bertanggung jawab untuk kesalahan interoperabilitas dan kegagalan.
Penguat hubungan antara teori dan eksperimen. Pengamatan penasaran
mengarah pada pembangunan sebuah konsep yang masuk akal. Sebuah
konsep yang masuk akal adalah dimanipulasi melalui proses logis dari
penculikan untuk memberikan penjelasan, induksi untuk memberikan
generalisasi, dan deduksi untuk memberikan konsistensi.
Proses-proses yang logis menyebabkan hipotesis dan model yang
menginformasikan desain eksperimendimana pengukuran dilakukan
untuk mengumpulkan dan menganalisis data yang mengarah ke hasil
diinterpretasikan. Hasil ditafsirkan berfungsi untuk memberikan bukti
atau menentang teori yang diuji. Teori dan proses percobaan dapat dilihat
sebagai salah satu bentuk metode ilmiah.
Interoperabiliti Data Link cukup maju dibidang Kesehatan. Perangkat
medis mungkin perlu berkomunikasi dengan puluhan, jika bukan ratusan,
dari perangkat lain dari berbagai merek, model, dan modalitas tidak hanya
implikasi pasar yang besar tetapi dapat mengakibatkan hidup atau mati
skenario. Akut point-of-perawatan pengaturan seperti unit perawatan intensif
sebuah rumah sakit atau di samping tempat tidur pasien mengharuskan
setiap kelas perangkat medis untuk menggunakan terminologi dan data
yang sama organisasi untuk mulus dan terpercaya mengkomunikasikan
data fisiologis. Untuk memenuhi point kebutuhan kesehatan kritis standar
komunikasi perangkat medis perawatan yang membahas plug-and-play medis
perangkat interoperabilitas sedang dalam pengembangan.
104
Sistem Informasi TNI dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara
Peneliti National Institute of Standarts and Technology (NIST) bekerjasama
dengan para ahli perangkat medis untuk memfasilitasi pengembangan
dan adopsi standar untuk kesehatan komunikasi perangkat di seluruh
perusahaan kesehatan serta mengintegrasikannya ke dalam catatan
kesehatan elektronik.NIST peneliti telah mengembangkan alat uji dan
representasi elektronik sesuai model informasi standar internasional
yang menyediakan beberapa kemampuan penting yang mengarah ke arah
perangkat interoperabilitas.Dalam sebuah survei terbaru yang dilakukan
oleh Informasi Kesehatan dan Manajemen Sistem Masyarakat, responden
diidentifikasi “berbagi perusahaan lintas dari perangkat perawatan pasien
data” sebagai salah satu prioritas tertinggi mereka. Tujuan didirikan untuk
memenuhi prioritas ini mencakup memperpendek waktu keputusan,
meningkatkan produktivitas, meminimalkan kesalahan transkripsi, dan
investasi dan mengembangkan cara-cara untuk benar menentukan dan
menginterpretasikan data yang dipertukarkan. Untuk memenuhi tujuan
tersebut berbagi informasi perawatan pasien, komunikasi data antara
perangkat medis dan sistem informasi klinis diperlukan sebagai point-
of-perawatan perangkat sering menjadi sumber utama (atau tujuan).
Kesesuaian dan interoperabilitas pengujian komunikasi perangkat medis
data terkemuka penting untuk jangka proposisi nilai panjang yang
meliputi:Integritas data - populasi otomatis semua sistem informasi-
mengurangi kesalahan medis, mengotomatisasi sistem untuk menangkap
data klinis dalam Kesehatan Dokumen Elektronik (EHRs) sehingga
menghemat waktu untuk dokter,m eningkatkan kelincahan perusahaan
untuk memenuhi beban pasien bervariasi, meningkatkan biaya siklus hidup
kepemilikan,akses ke data pasien di seluruh perangkat dan sistem sehingga
antarmuka komunikasi kustom dapat dihilangkan sehingga memungkinkan
untuk terbaik berkembang biak dan bahkan perangkat plug-and-play.
Proyek Penelitian ini terdiri dari skema dan uji alat berbasis standar
yang dikembangkan oleh para peneliti NIST untuk membantu perangkat
medis ahli domain. Silakan gunakan ini domain publik dan sumber daya
yang tersedia secara bebas. Kolaborasi Teknologi Informasi Laboratorium
(ITL) dalam Departemen National Institute of Standards and Technology
(NIST) bekerja sama dengan Organisasi Internasional untuk Standardisasi /
Institute of Electrical and Electronics Engineers, Inc (ISO / IEEE 11073 (X73)
Bab 3 | Sistem Informasi TNI AU dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara 105
3.5 Metode Penelitian
3.5.1 Subjek Penelitian
Subjek adalah yang melakukan tindakan. Sesuai dengan judul
penelitian bahwa Sistem Informasi TNI AU dalam rangka Interoperabiliti
Pertahanan Negara. Pertahanan Negara terdiri dari berbagai unsur sebagai
kekuatan negara yang diharapkan bekerja untuk menjamin kedaulatan
dan keutuhan wilayah NKRI. Intra dan ekstra lingkungan militer. Dalam
lingkungan militer ada angkatan Darat, Laut dan Udara.Penelitian ini
khusus angkatan udara, yaitu sistem informasi Angkatan Udara terkait
dengan pertahanan negara untuk terselenggaranya CC antara atasan
dengan bawahan, koordinasi antar pimpinan. Sistem Informasi Pertahanan
Negara disingkat Sisinfohaneg sesuai dengan Peraturan Menteri Pertahanan
Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2011 Tentang Kebijakan Sistem
Informasi Pertahanan Negara, bahwa Sisfohanneg adalah informasi yang
dibina dan diselenggarakan oleh Kementerian Pertahanan dan Tentara
Nasional Indonesia yang digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan
pertahanan negara.
Pembina Teknis Sistem Informasi di Kementerian Pertahanan adalah
Pusat Data dan Informasi Kementerian Pertahanan yang selanjutnya
disingkat Pusdatin Kemhan. Pembina Teknis Sistem Informasi di Unit
Organisasi Tentara Nasional Indonesia dan Angkatan adalah Pusat
Informasi dan Pengolahan Data Tentara Nasional Indonesia dan Dinas
Informasi dan Pengolahan Data Angkatan yang selanjutnyadisingkat
Pusinfolahta TNI dan Disinfolahta Angkatan. Dengan demikian Subjek
Penelitian adalah Mabes TNI AU, dalam hal ini sample Dispen TNI AU
dan Disinfolahta TNI AU. Namun setelah diadakan penjajakan tidak ada
model interoperability baik antar satker, antar angkatan, maupun Mabes
TNI sehingga penelitian hanya menggambarkan lingkungan informasi TNI
AU, dan data dikumpulkan melalui metode e-research collaboration.8
8Lihat lebih lanjut; A. Anandarajan (Editors) e-Research Collaboration Theory, Techniques and Challenges, Springer Heidelberg Dordrecht London New York, 2010. Lihat juga; Advances in Research on Networked Learning Edited by Peter Goodyear and etc.
106
Sistem Informasi TNI dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara
3.5.2 Objek Penelitian
Objek adalah sasaran. Sasaran Penelitian adalah Sistem Informasi,
yaitu Orang dan Peralatan yang menjadi penentu terselenggaranya proses
informasi, dari data menjadi fakta, fakta mengaji pengetahuan dalam
pengambilan keputusan pimpinan. Untuk itu yang mejadi objek adalah;
a. Alat komputer yang digunakan dalam mengumpulkan dan mengolah
data menjadi informasi.
b. Para Pelaku setiap level, baik pejabat pada level strategis, taktis maupun
operasional.
c. Peralatan pendukung komunikasi yang dipergunakan, terutama
telepon, dan radio.
Naskah, Buku dan dokumen yang diharapakan dapat menggambarkan
tentang tata cara kerja dan pelatan dalam pengumpulan data, proses data
untuk menjadi bukti-bukti dan petunjuk tentang sistem informasi Haneg.
3.53 Metode Analisis
Metode analisa penelitian ini menggunakan pendekatan Rapid
Application Development (RAD) dimaksudkan untuk merumuskan sistem
Pertahanan Negara sekaligus dapat diaplikasikan dalam komputer, Sematik
Web. Pilihan ini dianggap peneliti sebagai pendekatan yang relevan dengan
persoalan yang dihadapi dalam Sistem Informasi Pertahanan Negara dengan
cara baru. Karena penelitian ini sebagai tahap awal maka akan dibatasi pada
persoalan tugas pokok TNI AU dalam perspekatif informations operation maka
peneliti spesifik menggunakan metode interaksional simbolik.
3.5.4 Pelaporan
Penelitian ini bagian dari proyek Penelitian Pusat Studi Perbatasan
Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M). Unhan,
sehingga laporan penelitian ini disampaikan kepada Rektor Unhan melalui
LP2M.Pelaporan menggunakan ketentuanyang ditetapkan oleh Rektor
Unhan.Penelitian ini bagian dari Penelitian Pertahanan Negara, sub dari
Penelitian Interoperability Data Link Pertahanan Negara.
Bab 3 | Sistem Informasi TNI AU dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara 107
N
Penelitian sistem informasi Pertahanan Negara pada tahap Pertama
mulai dari analisa tugas pokok, implementasinya terkait dengan system
informasi. Kemampuan masing-masing angkatan diharapkan tergambar
dalam Penguasaan Tata Kelola Organisasi, Penguasaan Tenologi dan Kesipan
dalam Operasi Informasi. Pembuatan laporan sesui dengan format dan
standar yang belaku di Unhan. Debatable mengenai standar dapat mengacu
pada Standar KKNI, sehingga dalam penelitian ini diharapkan dapat
memenuhi standar tersebut. Kekurang di sana sisi sudah pasti, melalui
kritikan dan saran penelitian ini akan terus diperbaiki.
Desain Penelitian ini sebagai bagian dari Grand Penelitian yang terkait
dapat dilihat dalam gambar 3.5.
SKEMA GRAND RESEARCH SISTEM INFORMASI PERTAHANAN NEGARA
REDUKSI
DATA LAPANGAN
DAN LITERATUR
IV. REGULASI
V. APLIKASI
PHENOMENOLOGI
INTENSIONALITAS
KONSTRUKSI
VI. SIMULASI/TES
III. Model
Proses
II. Model
Data
Integrasi,Kompatabiliti Interoperabiliti dan Independensi
EPOCHÉ
N
MENHAN/PANG/
KASTAF
PenelitiUtama
Data Link
I. PenelitianDasar; Identifikasi/Audit FungsiSI
utk. Duk. TupokMasing-masingAngkatan
O OESIS
E
M A
EMIK
ETIK
Asumsi; KAPABILITAS I TERGAMBAR
DARI TATA KELOLA DAN PERALATAN
PenelitiUtama SI
Angkatan
Gambar 3.5 Skema Grand Research Sistem Informasi Pertahanan Negara
108
Sistem Informasi TNI dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara
3.6 Hasil Penelitian dan Pembahasan
Kepala Staf Angkatan Udara merupakan Pembina tertinggi dalam
kematraaan udara dan pengunaan kekuatan berada di bawah kendali
Panglima TNI. Kemudian Pasal 10 UUD 1945 menyatakan Presiden
memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Udara, Angkatan Laut
dan Angkatan Udara. Pasal ini menunjukan secara konstitusional Presiden
adalah pimpinan tertinggi TNI, untuk itu penting diteliti bagaimana
Presiden melakukan Command and Control (C2) terhadap prajurit TNI.
Secara teoritis pelaksanaan tugas menjaga kedaulatan dan keutuhan NKRI
didistribusikan kepada satuan bawah sehingga Presiden melakukan C2
tidak secara lansung, namun bukan berarti lepas dari kendali atau tidak
memiliki prosedur, aplikasi dan infrastuktur yang pasti. Kalau dibandingkan
dengan Amerika Serikat saat Operasi Navy Seal dimana Obama dapat
lansung memonitor bagaimana kegiatan prajurit mereka menerobos
kediaman Osama bin Laden yang dikejar 10 tahun lebih tersebut.9
3.6.1 TNI AU Menjaga Kedaulatan di Udara
Menurut Undang Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, Tugas
TNI Angkatan Udara;
a. Dalam menjamin kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI, TNI
Angkatan Udara bertugas:
1) Melaksanakan tugas TNI matra udara di bidang pertahanan.
2) Menegakkan hukum dan menjaga keamanan di wilayah udara
yurisdiksi nasional sesuai dengan ketentuan hukum nasional dan
hukum internasional yang telah diratifikasi.
3) Melaksanakan tugas TNI dalam pembangunan dan pengembangan
kekuatan matra udara.
4) Melaksanakan pemberdayaan wilayah pertahanan udara.
b. Pelaksanaan tugas diatas diwujudkan dalam kegiatan operasi militer
untuk perang (OMP) dan operasi militer selain perang (OMSP) meliputi:
9US.Navy SEAL (The United States Navy Sea, Air and Land) merupakan prajurit
Amerika untuk melakukan operasi militer selain perang seperti kontra terorisme, dan operasi khusus lainnya.
Bab 3 | Sistem Informasi TNI AU dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara 109
1) Operasi Militer untuk Perang terdiri atas:
a) Operasi Pertahanan Udara, meliputi kegiatan Operasi Hanud
Aktif dan Operasi Hanud Pasif.
b) Operasi Serangan Udara Strategis, meliputi kegiatan Operasi
Pengamatan dan Pengintaian Udara Strategis, Operasi
Penyerangan Udara dan Operasi Perlindungan Udara.
c) Operasi Lawan Udara Ofensif, meliputi kegiatan Operasi
Penyerangan dan Operasi Perlindungan Udara.
d) Operasi Dukungan Udara, meliputi kegiatan Operasi
Penyekatan Udara, Operasi Serangan Udara Langsung, Operasi
Pengungsian Medis Udara, Operasi Angkutan Udara, Operasi
Patroli Udara, Operasi Pengintaian Udara Taktis, Operasi
Pengisian Bahan Bakar di Udara, Operasi Perlindungan Udara,
Operasi SAR Tempur, Operasi Pengamanan Alutsista, Operasi
Bantuan Tembakan Udara dan Operasi Khusus.
e) Operasi Informasi, meliputi kegiatan Operasi L awan
Informasi Ofensif danOperasi Lawan Informasi Defensif.
2) Operasi Militer Selain Perang (OMSP) berupa Operasi Pertahanan
Udara, Operasi Dukungan Udara dan Operasi Informasi, dalam
rangka:
a) Mengatasi gerakan separatis bersenjata.
b) Mengatasi pemberontakan bersenjata.
c) Mengatasi aksi terorisme.
d) Mengamankan wilayah perbatasan.
e) Mengamankan objek vital nasional yang bersifat strategis.
f) Melaksanakan tugas perdamaian dunia sesuai dengan
kebijakan politikluar negeri.
g) Mendukung mengamankan Presiden dan Wakil Presiden RI
besertakeluarganya.
h) Memberdayakan wilayah pertahanan dan kekuatan pen-
dukungnya secara dini dalam rangka sistem pertahanan semesta.
110
Sistem Informasi TNI dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara
i) Membantu tugas pemerintahan di daerah.
j) Membantu Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam
rangka tugas keamanan dan ketertiban masyarakat yang diatur
dalam undang-undang.
k) Mendukung mengamankan tamu negara setingkat kepala
negara dan perwakilan asing yang sedang berada di Indonesia.
l) Membantu menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian
dan pemberian bantuan kemanusiaan.
m) Membantu pencarian dan pertolongan dalam kecelakaan
(search and rescue).
n) Membantu pemerintah untuk pengamanan pelayaran
dan penerbangan terhadap pembajakan, perompakan dan
penyelundupan.
Intinya, TNI sebagai komponen bangsa bertugas menjaga dan
mempertahankan kedaulatan negara, sedangkan TNI Angkatan Udara
merupakan bagian integral dari TNI yang mempunyai tugas melaksanakan
tugas TNI dalam pembangunan dan pengembangan kekuatan matra
udara. Dalam menjalankan tugasnya TNI Angkatan Udara melaksanakan
operasi udara dimana membutuhkan beberapa hal diantaranya personel,
Alutsista dan sarana informasi.Sarana informasi tersebut diperlukan tingkat
kehandalan dan kesiapan yang tinggi untuk menghadapi era Informasi.
Menurut fungsinya antara lain berupa informasi tentang intelijen, operasi,
personel, logistik, produksi kesehatan, perencanaan program anggaran dan
metode penegakan prosedur. TNI Angkatan Udara telah memiliki beberapa
program aplikasi diantaranya sarana informasi antara lain Sistem Informasi
Status Kesiapan Satuan dan Pangkalan (SISKSP), Eksekutif Informasi
Sistem (EIS), Automatic Logistic Management System (ALMS), Inventaris
Kekayaan Negara (IKN), Riwayat Hidup (RH), Daftar Penghasilan Pokok
(DPP), Photobase (personel) dan Jaringan Informasi Operasi (JIOPS),
Operasi Pendidikan (OPSDIK) TNI AU.
Disamping sarana informasi diatas ada pula sistem informasi lain
yang telah diaplikasikan di TNI Angkatan Udara yaitu Sistem Informasi
Komando Kendali Komunikasi dan Informasi yang dikenal dengan sebutan
Bab 3 | Sistem Informasi TNI AU dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara 111
K3I. Dari semua aplikasi yang ada dalam menjalankan aplikasinya semua
sistem informasi tersebut masih berjalan sendiri-sendiri atau terpisah.
Oleh sebab itu informasi yang dihasilkan masih terputus-putus sehingga
apabila diperlukan untuk input sistem informasi lainnya masih harus
dilaksanakan setelah teknologi informasi sebelumnya selesai dan dilakukan
secara manual, dengan demikian kebutuhan informasi yang disyaratkan
harus mudah, cepat, tepat, aman dan mutahir tidak terpenuhi.
Untuk menjawab tantangan akan teknologi Informasi TNI Angkatan
Udara yang handal, dapat menghadapi ancaman dan tantangan di masa
ke depan maka harus dilakukan pembenahan terhadap Sarana Informasi
yang ada yaitu dengan membuat suatu Sistem Informasi yang terintegrasi
dari semua aplikasi yang dibutuhkan. Dengan kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi untuk merealisasikan suatu sistem teknologi Informasi yang
diharapkan tidak menjadi suatu masalah, tinggal komitmen kita bersama
bagaimana untuk memanfaatkan penggunaan teknologi informasi.
3.6.2 Disinfolahtaau Sebagai Pioner Sistem Informasi TNI AU
Sistem Informasi TNI Angkatan Udara sebagai suatu Sarana Informasi
dan pengolahan data, memegang peranan yang cukup penting dalam
menunjang penyelenggaran kodal, pembinaan dan penggunaan kekuatan
TNI Angkatan Udara yang berkaitan dengan perkembangan dan kemajuan
Iptek di era informasi yang demikian pesatnya, dituntut kehandalan Sistem
Informasi yang dapat menyajikan informasi secara mudah, cepat, tepat, aman
dan mutahir Untuk memenuhi tuntutan tersebut, penyelenggaraan dan
pembinaan Sistem Informasi TNI Angkatan Udara perlu selalu disesuaikan
secara terus menerus dan terpadu. Dalam rangka mendinamisasikan
keterpaduaan dalam penyelenggaraan dan pembinaan, maka perlu
memantapkan dan menata kembali. Pada hakekatnya merupakan kebijakan
penyelenggaraan komputerisasi Teknologi Informasi TNI Angkatan Udara.
Kebijakan perancangan komputerisasi serta pembinaannya dalam rangka
mendukung pelaksanaan Tugas TNI Angkatan Udara perlu memperhatikan
strata manajemen dan komando dalam jaringan sistem yang terpadu.
Peranan dalam perancangan Teknologi Informasi TNI AU yang dapat
menyatu dengan Sistem Informasi Dephan/TNI dilakukan sebagai berikut
112
Sistem Informasi TNI dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara
yaitu: Mabesau, Wewenang Mabesau sebagai badan pelaksana pusat dalam
meningkatkan penggunaan sistem informasi TNI AU sebagai berikut:
a. Perangkat Keras (Hardware). Perangkat keras yang digunakan tidak
dapat mendukung kegiatan dalam mengoperasikan program-program
aplikasi yang ada untuk itu diperlukan peranan untuk meningkatkan
kinerja dari hardware tersebut, yaitu dengan cara:
1) Mengupgrade harddisk SCSI komputer server utama dari 75 GB
menjadi 120 GB sehingga kapasitas penyimpanan data dari pemrosesan
semua server aplikasi dapat disimpan.
2) Mengupgrade memori komputer server utama dari 512 Mb
menjadi menjadi 2 Gb sehingga proses pengolahan data dapat
dilakukan cepat hasil pengolahan data dapat dengan cepat
ditampilkan untuk pimpinan.
3) Untuk komputer-komputer server aplikasi di upgrade kapasitas
harddisk SCSI dari 35 GB menjadi 100 GB sehingga dapat
menampung data dari komputer workstasion.
4) Untuk komputer server aplikasi dengan menambah memori
menjadi 1 Gb sehingga proses pengolahan data pengolahan semua
aplikasi dapat dilakukan cepat.
b. Perangkat Lunak (Software). Proses perancangan sistem dimulai
dengan penjabaran rumusan kebutuhan sistem para Pembina
Fungsi dan Pengguna Informasi dalam rangka melaksanakan fungsi
manajemen dan komando yang menjadi tugasnya. Sesuai dengan
siklus hidup pengembangan Sistem Infomasi kegiatan perencanaan
dimulai dari survei dan investigasi permasalahan atau kebutuhan dan
studi kelayakan sistem. Selanjutnya disusun usulan tentang Sistem
Informasi dan setelah mendapatkan arahan dan persetujuan Pimpinan,
maka usulan Sistem Informasi TNI AU tersebut dijabarkan dalam
rancangan terstruktur yang terintegrasi yang meliputi10:
1) Integrasi Perangkat Lunak Sistem Aplikasi Informasi. Rancangan
Aplikasi Sistem Informasi TNI AU digunakan untuk mendukung
10Lihat; http://wanodyaairforce.blogspot.co.id/2009/11/optimalisasi -
penggunaan-teknologi.html
Bab 3 | Sistem Informasi TNI AU dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara 113
fungsi manajemen dalam melaksanakan kegiatan pembinaan dan
penggunaan kekuatan TNI AU. Aplikasi Sistem Informasi TNI
AU dibentuk dalam susunan modul dari setiap bidang kegiatan
organisasi. Secara garis besar rancangan modul aplikasi Sistem
Informasi TNI AU adalah sebagai berikut:
a) Integrasi Modul Aplikasi Intelijen. Aplikasi Intelijen dibagi
dalam Sub Modul yang terdiri dari:
(1) Sub Modul Sistem Informasi Manajemen Intelijen. Modul
ini berisi informasi tentang data-data intelijen yang akan
disajikan ke pimpinan.
(2) Sub Modul Sistem Informasi Manajemen Pengamanan.
Modul ini berisi informasi tentang data-data pengamanan
para pejabat VIP dan VVIP.
b) Integrasi Modul Aplikasi Operasi. Aplikasi Operasi dibagi
dalam Sub Modul yang terdiri dari:
(1) Sub Modul Sistem Informasi Manajemen Kesiapan
Operasi dan Latihan. Modul ini berisi informasi tentang
kesiapan latihan yang akan dilaksanakan oleh TNI AU.
(2) Sub Modul Sistem Informasi Manajemen Pelaksanaan
Operasi dan Latihan. Modul ini berisi informasi tentang
kegiatan operasi dan latihan yang sedang diselengarakan
oleh TNI AU dan jajarannya.
(3) Sub Modul Sistem Informasi Manajemen Kesiapan Logistik
Dukungan Operasi. Modul ini berisi informasi tentang
kesiapan logistik baik berupa Bmp maupun Senmu.
(4) Sub Modul Sistem Informasi Manajemen Teritorial dan
Potdirga. Modul ini berisi informasi kegiatan binpotdirga.
c) Integrasi Modul Aplikasi Personel. Aplikasi Personel dibagi
dalam Sub Modul yang terdiri dari:
(1) Sub Modul Sistem Informasi Manajemen Pembinaan
Personel Terpusat. Modul ini berisi informasi tentang
pembinaan personel tingkat pusat.
114
Sistem Informasi TNI dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara
(2) Sub Modul Sistem Informasi Manajemen Pembinaan
Personel Kotama / Lanud. Modul ini berisi informasi
tentang pembinaan personel tingkat kotama ataupun lanud.
d) Sub Modul Sistem Informasi Manajemen Pembinaan Lembaga
Pendidikan. Modul ini berisi informasi tentang pembinaan
personel tingkat pusat.
e) Sub Modul Sistem Informasi Manajemen Pembinaan Rumah
Sakit.
f) Integrasi Modul Aplikasi Logistik. Aplikasi bidang logistik
dibagi dalam Sub Modul yang terdiri dari:
(1) Sub Modul Aplikasi yang berkaitan dengan Bidang
Pemeliharaan Alutsista. Modul aplikasi ini berisikan
infomasi tentang pemeliharaan alutsista pesawat yang
dlakukan di satuan pemeliharan.
(2) Sub Modul Sistem Informasi Manajemen Pengendalian
Pemeliharaan Pesawat terbang. Modul aplikasi ini
berisikan infomasi tentang pemeliharaan pesawat
terbang yang dlakukan di satuan pemeliharan.
(3) Sub Modul Sistem Informasi Manajemen Pengendalian
Pemeliharaan Radar / Komlek. Modul aplikasi ini
berisikan infomasi tentang pemeliharaan radar / Komlek
yang dlakukan di satuan pemeliharan.
(4) Sub Modul Sistem Informasi Manajemen Pengendalian
Kalibrasi. Modul aplikasi ini berisikan infomasi tentang
pengendalian kalibrasi di satuan pemeliharan.
g) Integrasi Aplikasi yang berkaitan dengan Bidang Pembekalan
Alutsista. Aplikasi yang berkaitan dengan bidang pembekalan
Alutsista ini mempunyai beberapa modul diantaranya:
(1) Sub Modul Sistem Informasi Manajemen Pengendalian
Inventori, yang terdiri dari Sub Modul Sistem Informasi
Manajemen Pengendalian Inventori tingkat Lanud dan
Inventory Tingkat Pusat.
Bab 3 | Sistem Informasi TNI AU dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara 115
(2) Sub Modul Sistem Informasi Manajemen Pengendalian
Pengadaan/Kontrak. Modul ini berisikan informasi
tentang pengadaan/kontak-kontrak yang sudah
dilakukan.
(3) Aplikasi yang berkaitan dengan komoditi non Alutsista
y ait u Sub Mo dul Sist em I nf o masi Manaje me n
Pengendalian Tanah dan Bangunan.
h) Integrasi Modul Aplikasi Produksi Kesehatan. Aplikasi
Produksi Kesehatan ini terdiri dari dari sub modul diantaranya
sebagai berikut:
(1) Sub Modul Sistem Informasi Manajemen Pengendalian
Produksi Obat-obatan. Modul ini berisikan informasi
tentang data-obat yang dilkeluarkan oleh dinas.
(2) Sub Modul Sistem Informasi Manajemen Inventory Bekal
Kesehatan. Modul ini berisikan informasi tentang stok
bahan baku dari obat yang dilkeluarkan oleh dinas.
i) Integrasi Modul Aplikasi Perencanaan Program dan Anggaran.
Aplikasi Perencanaan Program dan Anggaran ini terdiri dari
beberapa sub modul diantaranya sebagai berikut:
(1) Sub Modul Sistem Informasi Manajemen Perencanaan
Daftar Usulan Kegiatan (DUK / DIK). Modul ini
berisikan informasi tentang usulan kegiatan yang
diajukan oleh satuan-satuan ke Srenaau.
(2) Sub Modul Sistem Informasi Manajemen Perencanaan
Daftar Usulan Pembangunan (DUP/DIP). Modul ini
berisikan informasi tentang usulan pembangunan
(3) Perangkat Lunak Sistem Operasi. Dengan melihat model
aplikasi yang akan dibangun maka pemilihan Sistem
Operasi harus yang memenuhi syarat adalah:
(a) Windows 2003 ser ver. Windows ser ver 2003
server merupakan sebuah operating system yang
digunakan pada komputer server utama
116
Sistem Informasi TNI dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara
(b) Linux Redheat versi 7.3. Perangkat lunak ini adalah
sebuah operating system yang digunakan pada
komputer server aplikasi
2) Integrasi Perangkat Lunak Aplikasi. Mengintegrasikan semua
aplikasi-aplikasi yang ada dengan melibatkan semua organisasi
yang berkepentingan untuk dapat menampilkan data yang
nantinya diperlukan. Melihat sistem yang akan dibangun komplek
maka memerlukan perangkat lunak aplikasi yang handal yaitu, (a)
Oracle Interprise, (b) Oracle Development, (c) Oracle Reporting,
d) Integrasi Modul Aplikasi. Software aplikasi yang sudah ada
harus ada perubahan dan melengkapi kekurangannya, aplikasi
tersebut harus terintegrasi dalam suatu Sistem Informasi.
Perangkat lunak yang dikembangkan dan dioperasikan adalah (1)
Modul Aplikasi Intelijen. Modul ini berisikan informasi tentang
kegiatan intelijen udara. (2) Modul Aplikasi Operasi. Modulini
berisikan informasi tentang kegiatan operasi udara. (3) Modul
Aplikasi Personel. Modul ini berisikan informasi tentang personel
baik berupa riwayat hidup maupun photobase. (4) Modul Aplikasi
Logistik. Modul ini berisikan informasi tentang kegiatan logistik
berupa Senmu dan BMP. (5) Modul Aplikasi Produksi Kesehatan.
Modul ini berisikan informasi tentang kegiatan dalam produksi
obat-obat dan bahan baku yang disiapkan dalam produksi obat-obt
tersebut. (6) Modul Aplikasi Perencanaan Program dan Anggaran.
Modul ini berisikan informasi perencanaan program dan anggaran
tiap-tiap satuan kerja dilingkungan TNI Angkatan Udara.
Integrasi Perangkat Lunak Data Base adalah Penggabungan data
base yang ada dengan melakukan konversi dari data base lama dengan
data base baru serta melakukan pengindekkan ulang untuk semua data
yang adanya dengan melakukan konversi secara manual ataupun secara
automatis dengan menggunakan software. Sotfware data base yang harus
digunakan harus sudah mendukung multi user dan dapat mengelola data
yang sangat banyak mengingat data personel yang sudah pensiun tidak
boleh dihilangkan, untuk itu software data base yang digunakan adalah;
Bab 3 | Sistem Informasi TNI AU dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara 117
a. Oracle Data Base Interprise. Merupakan software database yang
digunakan untuk mengintegrasikan modul-modul aplikasi yang ada.
b. My SQL. Software aplikasi yang digunakan untuk menjalankan program
aplikasi yang dibangun.
Secara umum pemanfaatan teknologi informasi dalam SDM terhadap
TNI Angkatan Udara dapat memberikan pelayanan informasi seperti yang
diharapkan. Hal ini disebabkan adanya software aplikasi, adanya sumber
daya dan prasarana pendukung sehingga kemantapan komponen teknologi
Informasi yang meliputi beberapa bidang yaitu perangkat lunak, perangkat
keras dan personel dapat terpenuhi khususnya untuk tingkat Kotama dan
Lanud, adapun bidang-bidang tersebut adalah;
a. Perangkat Lunak (Software). Perangkat lunak yang digunakan saat ini
dengan pembangunan yang dikembangkan dilakukan secara terencana
serta dilakukan oleh satu pembuat sistem aplikasi, sehingga aplikasi
yang dihasilkan dapat saling terintegrasi atau bekerja dalam satu
database yang besar. Perangkat Lunak yang berupa buku-buku petunjuk
penyelenggaraan teknologi informasi terpenuhi dan memasyarakat
di seluruh instansi TNI Angkatan Udara. Kondisi perangkat lunak
meliputi perangkat lunak aplikasi dan perangkat lunak sistem operasi
yang ada saat ini adalah sebagai berikut:
1) Perangkat Lunak Aplikasi. Perangkat lunak aplikasi yang telah
dikembangkan dandiimplementasikan tersedia. Perangkat lunak
yang dikembangkan dan dioperasikan adalah:
a) Bidang Personel. Modul Aplikasi Manajemen dan
Pembinaan Personel dengan Sub Modul, antara lain:
(1) Sub Modul Aplikasi Riwayat Hidup Personel. Modul ini
berisikan data riwayat hidup personel TNI Angkatan
Udara.
(2) Sub Modul Aplikasi Data Nominatif Personel. Modul
aplikasi ini berisikan tentang daftar nama-nama
nominatif perwira yang diurutkan berdasarkan pangkat
dan jabatan.
118
Sistem Informasi TNI dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara
(3) Sub Modul Aplikasi Pembayaran Penghasilan. Modul
aplikasi ini mengolah data-data yang berhubungan
dengan gaji rutin maupun non rutin personel TNI AU.
(4) Sub Modul Aplikasi EIS Personel. Modul aplikasi ini
berisikan sub modul operasi, logistik dan personel.
(5) Sub Modul Aplikasi Photobase. Modul aplikasi ini
berisikan data personel yang dilengkapi dengan foto,
dimana digunakan untuk p r o m o s i a t a u p u n u s u l a n
kenaikan pangkat personel.
b) Bidang Logistik. Modul Aplikasi Manajemen dan Pembinaan
Logistik dengan Sub Modul antara lain:
(1) Sub Modul Inventori yang dikembangkan oleh Ditjen
Ranahan Dephan meliputi IKN.
(2) Sub Modul Automatic Logistic Manajement System
(ALMS) diselenggarakan Dismatau hasil pengembangan
yang dilaksanakan pihak ketiga.
c) Bidang Operasi. Modul Aplikasi Manajemen dan Pembinaan
Operasi dengan Sub Modul antara lain:
(1) Sub Modul Executive Informasi Sistem (EIS).
Modul aplikasi ini berisikan data tentang operasi,
logistik, personel dan aplikasi ini masih dalam tahap
pengembangan.
(2) Sub Modul Sistem Informasi Status Kesiapan Satuan dan
Pangkalan (SISKSP).
2) Perangkat Lunak Sistem. Perangkat Lunak sistem yang digunakan
adalah:
a) Sistem Operasi. Merupakan suatu perangkat lunak yang
digunakan untuk memproses kerja dari komputer, adapun
sistem operasi yang digunakan adalah:
(1) Windows 2010 Server. Windows server 2010 server
merupakan sebuah operating system yang digunakan
pada komputer server utama.
Bab 3 | Sistem Informasi TNI AU dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara 119
(2) Linux Redheat versi 7.3. Perangkat lunak ini adalah
sebuah operating system yang digunakan pada komputer
server aplikasi.
3) Software Aplikasi. Merupakan perangkat lunak yang digunakan
dalam merancang suatu program aplikasi, yang mana terdiri dari:
a) Visual Basic Versi 6.0. Visual Basic merupakan salah
satu bahasa pemrograman komputer yang mendukung
object(Object Oriented Programming=OOP).
b) Visual Foxpro Versi 6.0. Visual Foxpro merupakan salah satu
bahasa pemrograman komputer yang mendukung object yang
berorientasi kepada multi database.
4) Software Database. Suatu perangkat lunak yang digunakan dalam
merancang datatabase yang akan digunakan, yang terdiri dari :
a) SQL Server Versi 7.0. Perangkat lunak yang digunakan untuk
merancang database pada komputer server.
b) SQL Workstation Versi 2000. Perangkat lunak yang digunakan
untuk merancang database pada komputer workstation
b. Perangkat Keras (Hardware). Di bidang perangkat keras sarana dan
prasarana komunikasi mengunakan server yang dimana tiap-tiap
program aplikasi mempunyai satu server tersendiri. Perangkat keras
untuk mendukung Sistem Informasi TNI Angkatan Udara terdiri dari
perangkat komputer dan perangkat komunikasi data, diantaranya dapat
kita lihat sebagai berikut:
1) Tingkat Mabesau. Konfigurasi komputer yang digunakan adalah
server dan beberapa terminal dengan sistem client server. Jaringan
komputer yang digunakan adalah LAN terbatas aplikasi personel..
2) Tingkat Kotama dan Lanud. Untuk tingkat Kotama TNI AU sudah
di gelar diantaranya:
a) Koopsau I dan jajaran
b) Koopsau II. dan Jajaran
c) Kohanudnas.
120
Sistem Informasi TNI dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara
Komunikasi Data. Telah tergelar “Fiber Optic” di setiap gedung
(Gedung B-I, B-II, B-III dan gedung pimpinan) sebagai Back Bone yang
disiapkan untuk pengembangan jaringan komputer ditingkat Mabesau,
sedangkan jaringan komunikasi data yang menghubungkan Mabesau
dengan Kotama menggunakan jaringan Telkom. Komunikasi data SISKSP
yang menghubungkan Puskodal TNI AU dengan Puskodal Kotama
memungkinkan untuk dikembangkan sebagai jaringan komunikasi data
dari sistem informasi TNI AU tetapi sudah tidak berjalan dan juga saat ini
belum optimalnya pemanfaatan jaringan VPN IP.
Personel (Brainware). Dibidang personel belum semua Kotama
maupun Lanud terdapat personel yang mempunyai kualifikasi komputer
sehingga tidak mampu mengawaki peralatan yang telah diinstalasi, dimana
jumlah personel PDE yang ada untuk mengawaki Infolahta TNI AU sangat
terbatas. Salah satu faktor utama adalah karena di reorganisasi, sehingga
proses pengumpulan, pengolahan data tidak dapat berjalan dengan optimal
dan Infolahta Kotama tidak berfungsinya badan-badan infolahta ditingkat
Kotama dan tingkat Lanud karena tidak adanya personel yang mengawaki
organisasi tersebut.
3.6.3 Dispenau sebagai Pusat Informasi Publik TNI AU
Doktrin Swa Bhuwana Paksa merupakan penjabaran kekuatan
udara, nilai-nilai hakiki TNI Angkatan Udara serta konsepsi
pembinaan kemampuan dan penggunaan kekuatan TNI Angkatan
Udara.Dalam rangka penggunaan kemampuan dan penggunaan
kekuatan TNI Angkatan Udara menggunakan operasi informasi
untuk mempengaruhi, menolak dan mengeksploitasi informasi dan sistem
informasi lawan termasuk menyesatkan siklus pengambilan keputusannya,
serta mampu memproteksi dan mengembangkan informasi dan sistem
informasi yang dimiliki TNI Angkatan udara.
Keputusan Kasau Nomor: Kep/5/II/2005 tanggal 14 Februari
Tahun 2005 Tentang Pokok-Pokok Organisasi dan Prosedur Dinas
Penerangan TNI AngkatanUdara. Pada pasal 2, mengatakan
Dinas Penerangan TNI Angkatan Udara bertugas membina dan
Bab 3 | Sistem Informasi TNI AU dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara 121
menyelenggarakan fungsi penerangan TNI Angkatan Udara secara
terpadu dan berlanjut, meliputi pengolahan informasi menjadi
bahan penerangan kepada masyarakat umum dan keluarga besar
TNI Angkatan Udara untuk mendukung tugas TNI Angkatan Udara.
Untuk melaksanakan tugas tersebut, Dinas Penerangan TNI Angkatan
Udara menyelenggarakan fungsi Dinas Penerangan TNI Angkatan
Udara menyelenggarakan fungsi utama sebagai berikut 11:
a. Menyelenggarakan pengelolaan informasi dan komunikasi melalui
media massa untuk membentuk dan menciptakan opini guna
kepentingan TNI Angkatan Udara.
b. Menyelenggarakan publikasi penerangan TNI Angkatan Udara untuk
memberikan informasi resmi kepada prajurit dan masyarakat.
c. Menyelenggarakan kegiatan kesejarahan dan perpustakaan untuk
pembinaan tradisi kejuangan.
d. Menyelenggarakan produksi dan dokumentasi berhubungan dengan
peliputan obyek penerangan TNI Angkatan Udara.
Keputusan Kepala Staf TNI Angkatan Udara Nomor : Kep/5II/2005
tentang Pokok-pokok Organisasi dan Prosedur Dinas Penerangan TNI
Angkatan Udara dan Dinas Perawatan Personel TNI Angkatan Udara.
Dalam Keputusan tersebut disebutkan pada pasal 16 poin a butir 1 sampai
dengan 6 tentang Subdispenum yang menyebutkan : Subdispenum
adalah staf pelaksana Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Udara
yang mempunyai tugas dan kewajiban sebagai berikut, merencanakan dan
melaksanakan program kegiatan penerangan umum melalui media massa
dalam rangka membangun dan memelihara opini publik ; Menjalin dan
membina hubungan kerjasama dengan media cetak/elektronik termasuk
wartwannya ; Menjalin hubungan kerjasama dengan lembaga kehumasan
instansi pemerintah dan non pemerintah ; Mengkoordinasikan dan
melaksanakan liputan kegiatan pimpinan Mabesau dan Balakpus TNI
Angkatan Udara, sesuai kebijakan dan kepentingan TNI Angkatan Udara
; Menyusun, menyiapkan dan menyebarluaskan siaran pers dan materi
11Keputusan Kepala Staf TNI Angkatan Udara Nomor : Kep/5/11/2005 tanggal
14 Februari 2005, tentang Pokok-Pokok Organisasi Dan Prosedur Dinas Penerangan Dinas Perawatan Personel TNI AU, hal. 1, Jakarta 2005.
122
Sistem Informasi TNI dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara
penerangan umum melalui media cetak dan elektronik. Sedangkan
menyebarkan informasi actual melalui media massa secara cepat dan tepat
melalui internet merupakan tugas kewajiban dari Disinfomed. Dikaitkan
dalam penulisan dalam taskap ini penulis ingin membuat terobosan agar
fungsi humas TNI Angkatan Udara melalui media massa dapat dilaksanakan
secara optimal guna mendukung tugas-tugas TNI Angkatan Udara.
Pemberdayaan fungsi humas TNI Angkatan Udara saat ini secara
tidak langsung tercermin di dalam Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 34 tahun 2004 mengatakan tugas TNI Angkatan Udara adalah
melaksanakan tugas matra udara di bidang pertahanan, menegakkan hukum
dan menjaga keamanan di wilayah udara yuridiksi nasional sesuai dengan
ketentuan hukum nasional dan hukum internasional yang telah diratifikasi,
melaksanakan tugas TNI dalam membangun dan mengembangkan kekuatan
matra udara serta melaksanakan pemberdayaan wilayah pertahanan udara12.
Dinas Penerangan TNI Angkatan Udara adalah badan pelaksana pusat pada
tingkat Markas Besar TNI Angkatan Udara yang berkedudukan langsung
di bawah Kepala Staf TNI Angkatan Udara.
Dalam struktur organisasi TNI Angkatan Udara, secara institusional
Dinas Penerangan TNI Angkatan Udara memikul tugas dan tanggung
jawab fungsi penerangan TNI Angkatan Udara yang melaksanakan tugas
Humas, baik dalam bentuk Penerangan Pasukan (Penpas) dan Penerangan
Umum (Penum). Penerangan Pasukan yang bersifat pembinaan ke dalam
dimaksudkan untuk menyampaikan kebijakan pimpinan TNI Angkatan
Udara dan berbagai informasi lainnya dalam rangka pembinaan moril
dan peningkatan kinerja anggota maupun satuan di jajaran TNI Angkatan
Udara. Sedangkan Penerangan umum bersifat ke luar, dimaksudkan
untuk menjelaskan kebijakan pimpinan TNI Angkatan Udara, agar
masyarakat memperoleh informasi yang benar dan berimbang tentang
TNI Angkatan Udara. Namun kenyataannya di lapangan saat ini dalam
melaksanakan kegiatan penerangan melalui media massa dalam rangka
membangun dan memelihara opini publik, membina hubungan kerjasama
dengan media cetak dan elektronik termasuk wartawan, dan menjalin
12UU RI no 34 tahun 2004 tentang TNI, Jakarta, 2004.
Bab 3 | Sistem Informasi TNI AU dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara 123
hubungan kerjasama dengan lembaga kehumasan instansi pemerintah
dan non pemerintah serta melaksanakan peliputan berita belum optimal.
Hal ini akan memberikan pengaruh di dalam pelaksanaan operasi
informasi yang diharapkan. Dikatakan demikian karena untuk mencapai
keunggulan informasi, susunan tugas informasi merupakan gabungan
kegiatan menyerang dan melindungi yang dilaksanakan oleh unsur-unsur
diantaranya unsur penerangan. Selanjutnya terdapat kesan selama ini di
satuan-satuan bahwa Pentak yang ada di Lanud-lanud hanyalah sebagai
tukang photo, begitu itu juga pendidikan penerangan yang dilaksanakan
sebagian besar dilakukan secara intren TNI Angkatan Udara saja.
3.7 Grand Design Interoperability Kodal TNI AU dan Pertahanan
Negara13
Grand design pembangunan sistem komunikasi dan informasi untuk
mendukung komando dan kendali Panglima harus memiliki interoperability
infrastructure yang aman serta mudah digunakan (user friendly) namun tetap
dapat mengakomodir informasi yang diperlukan dan disampaikan. Grand
design sistem komunikasi dan informasi TNI AU meliputi command and
control system dan intelligent and information system.
Dasar hukum dalam pembuatan grand design interoprability sistem
komunikasi dan informasi TNI AU dasar yang dipakai:
a. Peraturan Panglima TNI Nomor Perpang/45/VII/2010 tanggal 15 Juli
2010 Tentang Doktrin TNI Tridarma Ekakarma (Tridek).
b. Keputusan Kasau Nomor Kep/571/X/2012 tanggal 24 Oktober 2012
tentang Doktrin TNI AU Swa Bhuwana Paksa.
c. Keputusan Kepala Staf TNI AU Nomor: Kep/622/VIII/2014 tanggal
26 Agustus 2014 tentang Protap Komlek TNI AU.
d. Keputusan Kepala Staf TNI AU Nomor: Kep/623/VIII/2014 tanggal
26 Agustus 2014 tentang Instap Komlek TNI AU.
13Grand DesignInteroperability Sistem Komunikasi dan Informasi untuk Komando
dan Kendali TNI AU sampai dengan Tahun 2020 oleh Diskomleks TNI AU
124
Sistem Informasi TNI dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara
e. Keputusan Kepala Staf TNI AU Nomor: Kep/624/VIII/2014 tanggal
26 Agustus 2014 tentang Insops Komlek TNI AU.
f. Keputusan Kepala Staf TNI Angkatan Udara Nomor Kep/587/10/2013
tanggal 16 Januari 2013 tentang Buku Pentunjuk Teknis TNI AU
tentang Standarisasi Kekuatan Peralatan Komunikasi.
Kemajuan yang sangat pesat dalam bidang teknologi, baik itu teknologi
komunikasi, komputer, teknologi informasi serta teknik elektronika, sangat
mempengaruhi sebuah sistem di dunia kemiliteran, hal tersebut bertujuan
untuk mencapai keunggulan dalam pertempuran. Kombinasi teknologi
komunikasi dan informasi mendorong terjadinya penyesuaian konsep grand
design sistem komunikasi dan informasi TNI AU untuk melekat di jamannya.
Grand design sistem komunikasi dan informasi TNI AU merupakan sistem
yang dapat terintegrasikan untuk diimplementasi ke sistem yang lebih
advance yaitu K4IPP atau C4ISR, karena grand design ini merupakan basic
dari interoperability sistem komunikasi dan informasi untuk komando dan
kendali di TNI AU. Konsep grand design sistem komunikasi dan informasi
TNI AU merupakan suatu konsep untuk mendukung proses komando
dan kendali kegiatan operasional baik dalam keadaan damai dan konflik,
sehingga kegiatan tersebut dapat dilakukan secara efektif, akurat dan
real time. Sistem ini memberi fasilitas proses monitoring, komando, dan
kendali suatu operasi agar bisa dilakukan secara efektif dan efisien. Hal
ini dilakukan dengan mengintegrasikan semua data elemen alutsista
maupun elemen pendukungnya dalam satu jaringan komputer terpusat,
menggunakan infrastruktur komunikasi yang handal. Dengan terpusatnya
semua data dalam satu jaringan komputer, dan ditampilkan dalam tampilan
situation display, maka proses monitoring bisa dilakukan secara real time.
Tampilan situation display ini disajikan melalui wall display agar bisa diamati
oleh lebih dari satu observer. Tampilan data dalam situation display dapat
dianalisis untuk menentukan apa yang sedang terjadi saat ini, sehingga
bila diperlukan, proses komando dan kendali bisa segera dilaksanakan.
Bab 3 | Sistem Informasi TNI AU dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara 125
Gambar 3.6 Grand Design Sistem Komunikasi dan Informasi TNI AU
Sistem yang tergambar dalam blok diagram diatas yang terdiri dari:
a. Comand and control system. Peralatan terpenting dalam sistem ini adalah
tactical communication server yang berfungsi mengatur lalu lintas komunikasi
sistem komunikasi mulai dari radio, PSTN maupun seluler. Komunikasi
dapat dilakukan antar personel Mabesau atau kotama ke personel satuan
radio, desktop telephone, PC, maupun smartphone secara cepat, tepat dan live.
Gambar 3.7 Blok Diagram Comand and Control System
126
Sistem Informasi TNI dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara
b. Inteligent and information system, yang Terdiri dari dua bagian yaitu:
Intelligent data processing system berfungsi untuk mengatur dan mengolah
semua data yang diperlukan sehingga siap digunakan oleh command
and control system. Data yang diolah antara lain:
1) Kesiapan pesawat.
2) Kesiapan senjata.
3) Data pangkalan.
4) Data pesawat dan personel
5) Data track radar.
6) Data enroute chart.
7) Data intel.
8) Tampilan track kapal laut.
9) Tampilan informasi cuaca.
10) Tampilan Google Earth.
11) Tampilan berita/news.
12) Tampilan siaran televisi.
Gambar 3.8 Blok Diagram Intelligent and Information System
Bab 3 | Sistem Informasi TNI AU dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara 127
c. Wall Display system.
Sistem wall display digunakan untuk menampilkan data ataupun
video conference atau video operational situation yang didapat dari sistem
intelligent and information system dalam screen besar. Wall display mampu
menampilkan satu atau lebih tampilan dari data yang diperlukan
dengan menggunakn video processor.
Gambar 3.9 Wall Display System
Grand design sistem komunikasi dan informasi terdiri dari dua basic
system yaitu command and control system dan intelligent and information system
yang saling mendukung. Backbone jaringan yang digunakan FO (VPN IP)
maupun Satelit , diharapkan sistem ini dapat menjangkau diseluruh
satuan TNI AU yang digelar maupun satuan temporary sesuai dengan
perkembangan situasi oprasional.
Grand design ini direncanakan sampai dengan tahun 2020, setelah itu
pengembangan akan disesuaikan dengan kemajuan teknogi, disposisi,
komposisi serta tata gelar TNI AU yang disesuaikan dengan ancaman
yang berkembang, namun basic system tetap seperti yang telah dijelaskan
diatas.Integrasi dengan satuan atas (Mabes TNI) dan satuan samping (TNI
AD dan TNI AL) sangat mungkin dilaksanakan dengan berpedoman
dengan backbone jaringan yang sama. Pengadaan dan pengembangan sistem
komunikasi dan informasi TNI AU diharapkan direncanakan oleh TNI AU
128
Sistem Informasi TNI dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara
sendiri, namun demikian dukungan dan masukan dapat didukung oleh
satuan atas atau samping dengan alasan, untuk memudahkan pemetaan
sistem yang dibangun dan pengembangan disesuaikan dengan operasi yang
dilaksankankan oleh TNI AU
Model bukan sebuah teori. Dengan tujuan meningkatkan kinerja
organisasi TNI AU, dalam hal ini adalah operasi informasi-informasi telah
dikembangkan TNI AU kemudian disebarluaskan pemikiran rasional melalui
buku-buku, seminar, dan instusi-intitusi pendidikan belum memadai. Saat
ini penebaran informasi melalui web suatu keharusan, kendalanya bukan
saja masalah teknis tapi system-sistem yang bekerja belum terkonsep
dengan tepat, termasuk operasi informasi ataupun perang informasi.
Beberapa dari ini bisa menjadi model didasarkan pada pengalaman praktis
yang luas dengan meningkatkan kinerja operasional TNI AU. Secara
umum model-model untuk meningkatkan kinerja telah menjadi cara untuk
memecahkan masalah, diataranya dengan mengatasi masalah multidimensi
yang menuntut solusi multidimensi. Misalanya masalah teroris diatasi
dengan berbagai cara, bukan hanya militer semata. Pihak pemerintah dapat
memulai terlibat dalam melakukan kounter-radikalisasi melalui pendidikan.
TNI AU memalaui Dinas penerangan dapat mengambil peran, sehingga apa
penyerangan dengan fasilitas media udara dapat diantisipasi.
Secara teoritis beberapa model untuk peningkatan kinerja bisa jadi
dalam bentuk metrik atau diagram berdasarkan pengalaman pengalaman
para ahli terbaru. Berbekal deskripsi komponen, peningkatan kinerja
mungkin cukup kuat untuk perubahan efek, mereka yang paling mungkin
menjelaskan dinamika yang kompleks dari kinerja organisasi. Singkatnya,
model berasal dari logika merupakan pengganti untuk suatu teori. Model
seperti ini dipandu dalam upaya perbaikan melalui hubungan hipotesis
tanpa memiliki hubungan-hubungan yang pernah diuji. Anda dapat
memiliki model dan tidak ada teori, Anda dapat memiliki teori tanpa model,
dan Anda dapat memiliki teori disertai dengan model yang mendukung.
Studi ini terkait dengan teori sistem, dalam teori sistem relative kecil
jika dibandingkan dengan ekonomi dan psikologi. Dari perspektif teori
sistem, persoalan sistemik negatif mempengaruhi kinerja. Misalnya (1)
tidak mampu secara jelas mencapai tugas pokok yang diharapkan atau (2)
Bab 3 | Sistem Informasi TNI AU dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara 129
tidak memiliki sistematis yang dapat didefinisikan untuk proses perbaikan
(lihat Rummler & Brache, 1995). Terkait dengan penelitian lebih mendekat
dengan tidak memiliki sistem, operasi informasi belum ada baik prosedur
maupun aplikasi. Atau peralatan pendukungnya. Teori sistem adalah
disiplin yang relatif muda terdiri dari “koleksi umum konsep, prinsip,
alat, masalah dan metode terkait dengan sistem “(Passmore, 1997, hlm.
206-207).
Pada intinya, teori sistem memaksa kita untuk berbicara dengan
cerdas tentang input, proses, output, dan umpan balik.Teori sistem umum
menginformasikan kepada kita dari realitas istilah sistem terbuka (vs
sistem tertutup) dibandingkan dengan rekayasa sistem yang berfokus pada
aspek kurang dinamis organisasi dan keterbatasan dari teori tunggal dalam
memprediksi perilaku manusia (Bertalanffy, 1962).
Gambar 3.10 Sistem Memaksa Berbicara Cerdas Tentang Input, Proses Output dan Umpan Balik
Bahkan penggambaran sederhana ini suatu organisasi sebagai suatu
sistem menunjukkan bahwa setiap organisasi memiliki lingkungan; input,
proses, dan output (lihat Gambar di atas). Sistem berpikir menuntut
bahwa analis memahami kuat memengaruhi yang mengemudi kekuatan di
lingkungan memiliki pada organisasi sebagai suatu sistem dan tantangan
dan peluang kekuatan-kekuatan pendorong hadir untuk para pengambil
130
Sistem Informasi TNI dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara
keputusan di seluruh organisasi. Organisasi yang mempelajari pengembang
sistem terbuka; yaitu, mereka mengambil persoalan strategi dalam
input, personalia, persenjataan, dan seterusnya-dari lingkungan. Mereka
kemudian memproses masukan ini dan, di waktunya, mengembalikan
mereka ke lingkungan dalam bentuk output: barang dan/atau jasa.
TNI AU sebagai sebuah organisasi memiliki tujuan, misi. organisasi ada
untuk melaksanakan misinya, untuk melakukan tugasnya. Meningkatkan
kehidupan pekerjaan itu orang dalam organisasi tidak, karena beberapa
ingin kita percaya, itu. Tujuan utama dari sebuah organisasi adalah
pekerjaan atau bisnis. Menghasilkan output yang berkualitas untuk rakyat,
pertahanan negara adalah alasan utama bagi keberadaan organisasi. Ketika
rakyat tidak mencari output organisasi TNI AU, mestinya TNI AU harus
mengubah apa yang harus dilakukan atau akan ditinggalkan rakyat. Setiap
organisasi yang kompleks terdiri dari sejumlah subsistem, masing-masing
memiliki dukungan internal sendiri, mereka berfungsi interdependen
dengan semua subsistem lain dalam mencapai keseluruhan misi organisasi.
Tergantung pada masalah kinerja tertentu, subsistem seperti diplomasi,
pertahanan asimetris, resolusi konflik,penanganan bencana, teroris dan
lain sebagainya.
3.8 Kesimpulan dan Saran
3.8.1 Kesimpulan
TNI AU telah memiliki konsep dan budaya dalam penyelenggaraan
OperasiInformasi, namun belum dapat disetarakan dengan informations
warfare, atau informations operation sebagaimana konsep aslinya. Namun
setelah dikombinasikan dengan Dinas Penerangan TNI hampir menyentuh
dengan operasi psikologi, setidak-tidaknya ada keinginan untuk memahami
opini publik dalam pengambilan keputusan walaupun tidak sepenuhnya
demikian. Konsep Informations Operation, secara leterlek diartikan dengan
operasi-operasi dengan berbagai system terintegrasi. Karena banyak
system sehingga perlu data, banyak personil terlibat dan mendukung
profesionalisme bukan hanya persenjataan militer tapi penting kemampuan
intektual untuk menganalisa data dan informasi menjadi pengetahuan
yang tepat sehingga dapat melahirkan keputusan dan tindakan yang tepat.
Bab 3 | Sistem Informasi TNI AU dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara 131
a. Sistem informasi TNI AU dapat diaplikasikan dalam Operasi Informasi
Interoperability data link Pertahanan Negara, namun perlu regulasi yang
komprehensif, sehingga dapat dirumuskan dalam bentuk model data
dan model proses data dalam konteks perang informasi sehingga
memungkinkan dapat diaplikasikan dalam bentuk semantik web.
Setiap data baik yang didapat melalui eksternal maupun internal di
lingkungan satuan TNI AU dapat diklasifikasi berdasarkan tingkat
kerahasian menurut masing-masing angkatan. Persepsi klasifikasi
kerahasiaan tiap angkatan berbeda-beda, bahakan setiap sub Satuan
Kerja dalam angkatan juga berbeda-beda. Untuk menjaga otoritas tiap
angkatan, namun menjaga hubungan koordinasi tiap angkatan dan
mengurangi kecurigaan antar angkatan perlu ketentuan khusus level
Peraturan Presiden selaku Panglima Tertinggi dan diturunkan menjadi
Keputusan Kasau. Pemodelan data agar dapat disusun dan diberikode
menurut ontologi semantik web sehingga dapat dimanfaatkan pada
saat dibutuhkan kapanpun dan di manapun asal ada koneksi internet.
Untuk menjamin transfer data dalam rangka mendukung keputusan
Pimpinan TNI, ada tiga model interoperabiliti yang memungkinkan
dilakukan oleh TNI;
1) Interoperabiliti (tutup buka) tergantung pada situasi
2) Interoperabiliti (tutup buka) tergantung pada urgensi
3) Data yang bersifat operasional dan taktis non struktural bersifat
integrasi.
4) internal masing-masing angkatan, untuk menjamin jalannya
kordinasi antara pimpinan TNI, antarsatuan TNI (AD,AL, dan AU)
dengan lembanga/instansi lain dan antara TNI dengan masyarakat.
b. Interoperability data link sebagai bagian dari Sistem Informasi Pertahanan
Negara mestinya masuk dalam Peraturan Menteri Pertahanan Republik
Indonesia Nomor 38 Tahun 2011 Tentang Kebijakan Sistem Informasi
Pertahanan Negara, karena interoperability data link menghubungan satu
bagian dengan yang lain dalam batas tempo dan atau subjek tertentu.
Akan tetapi mengingat struktur hukum yang mengatur keberadaan TNI
dan Departemen Pertahanan pada level Undang-undang, maka Sistem
Informasi Pertahanan Negara relevan berdiri diatas sebuah Undang-
132
Sistem Informasi TNI dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara
undang khusus sehingga akan efektif dalam membangun interoperabiliti
dan integrasi sistem informasi antar dan interAngkatan Udara, Angkatan
Laut dan Angkatan Udara beserta dengan pihak ekseternal, yaitu
Komponen Pendukung dan Komponen Cadangannya.
3.8.2 Saran
a. Kepala Staf Angkatan Udara sebaiknya menyiapkan SDM yang mampu
mengikuti perkembangan teknologi dan perubahan tren perang
informasi sehingga dapat diaplikasikan secara bersama dalam web
baik dalam bentuk itegrasi, interoperability dan indefenden.
b. Kepala staf Angkatan dan Panglima TNI mendorong DPR dan Presiden
untuk membentuk UU Sistem Informasi Pertahanan Negara, dengan
memuat ketentuan tentang Interoperability data link baik internal TNI
maupun eksternal TNI. Dalam pelaksnaan dapat membentuk lembaga
khusus dibawah koordinasi Menkopolhutkan dengan Kemenhan,
Kemeninfokom dan Kemendagri.
c. Dualitas Undang-undang terkait dengan Manajemen TNI, disatu sisi
bersifat teknis dan mengatur kedalam tentang Undang-undang Nomor
34 Tahun 2004 tentang TNI dan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2002
tentang Pertahanan Negara untuk memisahkan persoalan bidang tugas
TNI dengan Kepolisian.
d. Menteri Pertahanan meninjau kembali efektifitas Peraturan Menteri
Pertahanan Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2011 Tentang
Kebijakan SistemInformasi Pertahanan Negara, satusisi memiliki
kekuatan untuk perencanaan anggaran namun dalam prakteknya tidak
mampu menerobos perbedaan system operasi dan tradisi manajeman
TNI. Universitas Pertahanan dapat mengembangkan studi Sistem
Informasi dititik beratkan pada Prodi Peperangan Asimetris dan
Teknologi Informasi pada Prodi Industri Pertahanan.
Bab 3 | Sistem Informasi TNI AU dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara 133
DAFTAR PUSTAKA
A. Anandarajan (Ed.) e-Research Collaboration Theory, Techniques and Challenges,
Springer Heidelberg Dordrecht London New York, 2010.
Ablameyko, Sergey (ed.), Limitations and Future Trends in Neural Computation,
Amsterdam Berlin Oxford Tokyo Washington, DC Published in
cooperation with NATO Scientific Affairs Division,2003.
Akers, Daniel (Ed. ), Understanding Voice and Data Link Networking, Northrop
Grumman’s Guide to Secure Tactical Data Link, Grumman, Northrop
(Distributed, San Diego, 2014.
Armistead, Leigh (edt. ). Information Operation Warfare and The Hard Reality of
Soft Power, (ISBN-13 978-1574886993),Brassey ’is Inc. Virginia, 2004.
Arwin D. W. SumaridanAdang S. Ahmad, Information Fusion System for
Supporting Decition Makingg (a Case Study on Military Operantion), ITB
Journal of Information and Communication Technology, Vol. 2, No. 1, May,
2008.
Chan, Yupo, John R. Talburt, Terry M. Talley (ed. ), Data Engineering, Mining,
Information and Intelligence, Springer New York Dordrecht Heidelberg
London, 2010.
COBIT 4.1, Framework Control Objectives Management Guidelines Maturity Model,
IT Governance Institute, 3701 Algonquin Road, Suite 1010, Rolling
Meadows, IL 60008 USA, 2001.
Cobit 5, A Business Framework for the Governance and Management of Enterprise
IT Personal Copy of: Anne Milkovich, CGEIT.
Data Link Layer Recommended Standard CCSDS 211. 0-B-5Committee
for Space Data Systems (CCSDS), Recommendation for Space Data System
Standards Proximity-1 Space Link Protocol, Blue Book December 2013.
David T. Signori, Jr. , and Stuart H. Starr, “The Mission Oriented Approach to
NATO C2 Planning,” SIGNAL, pp 119 – 127, September 1987.
Division on Engineering and Physical Sciences National Research Council,
Cybersecurity Today and Tomorrow, Division on Engineering and Physical
Sciences , Academy Press Washington. D. C, 2002.
Fenton, R. .Performance Assessment System Development. Educational Research
Journal, Alaska, 1996.
134
Sistem Informasi TNI dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara
European Telecommunications Standards Institute (ETSI) TSI TS 103 097
V1.2. 1, Intelligent Transport Systems (ITS); Security; Security header and
certificate formats,2015.
European Telecommunications Standards Institute (ETSI), Interoperability
Best Practices,Solve the Challenge of Interoperability www.etsi.org,
2016.
Pattavina,Achille, Switching Theory Architectures and Performance in Broadband
ATM Networks Politecnico di Milano , Italy JOHN WILEY & SONS
Chichester New York Weinheim Brisbane Singapore Toronto, 1998.
Franklin D. Kramer, Stuart H. Starr, and Larry K. Wentz, (edt.)Cyberpower
and National Security, Center for Technology and National Security Policy
National Defense University,.
ISO27001 A Pocket Guide, Governance Publishisting, 2008.
John M. Artz, The Fundamentals of Metric Driven Data Warehouse Design,
George Washington University, http://home. gwu. edu/~jartz/books/
DWDesign. pdf.
Joint Cief of Staff, Information Operation, Joint Publication 3 13, 2014.
J. E. Freeman and S. H. Starr, “Use of Simulation in the Evaluation of the IFFN
Process”, AGARD Conference Proceedings No. 268 (“Modeling and
Simulation of Avionics Systems and C3 Systems”), Paris, France, paper
25, 15 – 19 October 1979.
Kasunic, Markand, William, Anderson, “Measuring Systems Interoperability:
Challenges and Opportunities”, Unlimited distribution subject to the
copyright. Technical Note CMU/SEI-2004-TN-003 April 2004.
Kott, Alexander, Information Warfare and Organizational Decision-Making,
Artech House, Inc. 685 Canton Street, Norwood, MA, 2007.
Kuhl, F. S. , Weatherly, R. W. , Dahmann, J. S. , “Creating Computer Simulation
Systems: An Introduction to the High Level Architecture”, Prentice Hall, 2000.
K. T. Hoegberg, “Toward a NATO C3 Master Plan,” SIGNAL, October 1985.
Proceedings of Simulation Technology (SIMTECH) 2007, MORS, 1998.
Larson, Eric V. (ed. ) , Assessing Irregular Warfare A Framework for Intelligence
AnalysisBrianNichiporuk, Prepared for the United States ArmyApproved
Bab 3 | Sistem Informasi TNI AU dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara 135
for public release; distribution unlimited, RAND Corporation1776
Main Street, P. O. Box 2138, Santa Monica, CA, 2007
Lazarinis,Fotis (ed.),Handbook of Research on E-Learning Standards and
Interoperability: Frameworks and Issues, Information science reference,
Hershey, New York, 2011.
Liou, Fank W, Rapid Prototyping and Engineering Applications, a Toolbox for
Prototype Development Mechanical Engineering a Series of Textbooks
and Reference Books Founding Editor L. L. Faulkner, Columbus
Division, Battelle Memorial Institute and Department of Mechanical
Engineering The Ohio State University Columbus, Ohio, 2008.
Martin, James William, Measuring and Improving Performance Information
Technology Applications in Lean Systems, CRC Press, London New York,
2010.
Mauroux, Philippe Cudré, Emergent Semantics Interoperability In Large-
Scale Decentralized Information Systems, Epfl Press, A Swiss Academic
Publisher, 2008.
McFarlane, Nigel, Rapid Application Development with Mozilla, Prentice Hall,
Professional Technical Reference Upper Saddle River, NJ 07458.
Otter, Martine, Guide Des, Certifications SI Comparative, Analyse Et
TendancesItil, Cobit, Iso 27001, Escm..
Russ Richards, “MORS Workshop on Analyzing C4ISR in 2010”, PHALANX,
Vol. 32, No. 2, p 10, June 1999. .
RandiRdanRiantNugroho,ManajemenPemberdayaan(Jakarta:2007,Elek Media
Komputindo)hal. 103-104.
Ramachandran, Muthu, Engineeringfor Software DevelopmentLife Cycles:
Support Technologies and Applications, Leeds Metropolitan University,
UKKnowledge, 2011.
Ricki Sweet, et al, “The Modular Command and Control Evaluation Structure
(MCES): Applications of and Expansion to C3 Architectural Evaluation”,
Naval Postgraduate School, September 1986.
Sapsford, Roger and Victor Jupp, Data Collection And Analysis, Sage
Publications, L ondon Thousand Oaks New Delhi, The Open
University,2006.
136
Sistem Informasi TNI dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara
Sidharta, Lani, 1995. PengantarSistemInformasiBisnis, PT. Elex Media
Komputindo, Jakarta.
Schneider, John R. , Resolving Tactical Network Management Interoperability by
Using Ontology, http://www. jhuapl. edu/techdigest/TD/td3301/33_01-
Schneider.
Swanson, Richard A. , Analysis for Improving Performance Tools for Diagnosing
Organizations and Documenting Workplace Expertise, Second Edition,
Revised and Expanded, Berrett-Koehler Publishers, Inc. 235
Montgomery Street, Suite 650, San Francisco, California, 2007.
Tang Christopher S. , Chung-PiawTeo, Kwok-Kee Wei, Supply Chain Analysis
A Handbook on the Interaction of Information, System and Optimization ,
Springer New York Dordrecht Heidelberg London, 2008.
Thomas J. Pawlowski III, et al, C3IEW Measures of Effectiveness Workshop,
Final Report, Military Operations Research Society (MORS), Fort
Leavenworth, Kansas, 20 - 23 October 1993.
Tim Direktorat Keamanan Informasi Kementerian Komunikasi dan
Informatika RI, Panduan Penerapan Tata KelolaKeamanan Informasibagi
Penyelenggara Pelayanan Publik, , Edisi: 2. 0,September 2011.
Thurstone, L. L. ,The Vectors of Mind, The Psychological Review, Vol. 41 No.
I, The University Chicago, 1934.
Turban, Efraim.,McClean, Ephraim. , Wetherbe. James, Information
Technology for Management Making Coinnections for Strategis Advantage. 2
nd Edition, John Wiley &Sons.Inc, 1999.
TNI AU ,Doktrin Swa Bhuwana Paksa tahun 2007
_______, Surat Keputusan Kasau nomor Skep/133/VII/2005 tentang
Operasi Informasi dalam bentuk Naskah Sementara Buku Petunjuk
Pelaksana (Bujuklak).
USA, Depatement of Defense, National Defense Strategy, 2008.
U. S. House of Representatives, Systems Development Life-Cycle Policy, Final
3/24/99.
Nanang Martono, Metode Penelitian kuantitatif: Analisis Isi dan Analisis Data
Sekunder, (Jakarta:2010, RajaGrafindo Persada) hal. 57.
Bab 3 | Sistem Informasi TNI AU dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara 137
NATO Code of Best Practice (COBP) on the Assessment of C2, RTO Technical
Report 9,AC/323(SAS)TP/4 (Hull, Que. : Communication Group,
Inc. , March 1999).
NATO Code of Best Practice (COBP) on the Assessment of C2, SAS-026, Reprinted
byCCRP, Revised 2002.
Nigel McFarlane, Rapid Application Development with Mozilla, Prentice Hall
Professional Technical Reference, Upper Saddle River, NJ 07458, www.
phptr. com
Pressman, Roger S. , Software Engineering A Practitioner’ S Approach, Seventh
Edition Hight Education, Boston Toronto, 2010
Prosseding, International Seminar ,Meraih Keunggulan Nasional di Bidang
Teknologi Pertahanan, Unhan-SAAB, Desember 2015
Sylvain Hellegouarch,CherryPy Essentials Rapid Python Web Application
Development Design, develop, test, and deploy your Python web
applications easily, Published by Packt Publishing Ltd. 32 Lincoln
Road Olton Birmingham, B27 6PA, UK, 2007
Veer, Hans van der (Alcatel-Lucent), TSI White Paper No. 3 Achieving Technical
Interoperability - the ETSI ApproachAuthors: Anthony Wiles (ETSI
Secretariat, 2008.
Wagner, J. A. , III. Studies of individualism-collectivism: Effects on
cooperation in groups. Academy of Management Journal,38, 1995
p. 152–172.
Welch, Major General Jasper A. , Jr. , “Command and Control Simulation – A
Common Thread”, Key Note Address, AGARD Conference Proceedings
No. 268 (“Modeling andSimulation of Avionics Systems and C3
Systems”), Paris, France, 15 – 19 October 1979.
Whaley, Barton Stratagem Deception and Surprise in War, Published by Artech
House 685 Canton Street, Norwood, MA, 2007
Zielinski, Krzysztof, New Developments In Distributed Applications And
Interoperable Systems, Kluwer Academic Publishers, New York, Boston,
Dordrecht, London, Moscow, 2001
Zhao, Yaoyao (ed), Information Modeling for Interoperable Dimensional Metrology,
Springer, Verlag London, 2001.
[Halaman ini sengaja dikosongkan]
Biodata Penulis
BIODATA PENULIS
Laksamana Muda TNI Dr. Ir. Supartono, MM, lahir di Sidoarjo, 17
Januari 1961. Menyelesaikan pendidikan di SDN Sidoarjo (1973), SMPN
Sidoarjo (1976), SMAN Sidoarjo (1979), Tahun 1984 lulus dari Akademi
Angkatan Laut, Surabaya. Tahun 1995 lulus dari Sekolah Tinggi Teknologi
Angkatan Laut (STTAL) Surabaya. Tahun 2002 menyelesaikan pendidikan
S2 (Master Manajemen Agri bisnis Kelaulatan ) IPB Bogor. Tahun 2007
menyelesaikan S3 (Doktor) pada program studi Teknologi Kelautan IPB
Bogor. Sejak 1998 mengajar dibeberapa Perguruan Tinggi, yaitu Dosen
Akademi Maritim Pembangunan (AMP) Jakarta (1998-2002), Dosen STTAL
(2005-Sekarang), Dosen UHT, Stima IMMI, UNJ (2008-Sekarang), Dosen
Universitas Pertahanan (2015-Sekarang), Riwayat penugasan Tahun 2012-
2015 Kadisdikal, Tahun 2015-2016 Kasatwas Unhan, Tahun 2016-2017 Ka
LP3M, Tahun 2017-sekarang Warek II Bid. Umum dan Keuangan Unhan.
Letnan Jenderal TNI Dr. I Wayan Midhio, M.Phil, lahir di Gianyar Bali
27 Desember 1959. Menyelesaikan pendidikan di SDN (1972), SMPN
(1975), SMAN (1979), di Gianyar, Bali. Tahun 1983 lulus dari Akmil
Darat, Magelang. Tahun 2009 menyelesaikan pendidikan S2 Defence and
Strategic Study di Moduor University, India. Tahun 2017 menyelesaikan S3
(Doktor) di UNJ Jakarta. Riwayat penugasan; Asisten Athan RI di Jepang
(1994-1998), Athan di India (2003-2006), Warek III Bid Kerja sama dan
139
140 Sistem Informasi TNI dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara
Kelembagaan,Unhan (2013), WarekII Bid Umum dan Keuangan, Unhan
(2014-2015), Rektor Universitas Pertahanan, Kemhan RI (2015-sekarang).
Mayor Jenderal TNI I GedeSumerthaKy PSC, M.Sc, lahir di Singaraja 16
Nopember 1958, Menyelesaikan pendidikan di SDN (1976), SMPN (1973),
SMAN (1976), di Bali. Tahun 1981 lulus dari Akmil Darat, Magelang,
Riwayat jabatan Ka PMPP TNI (2008), Kasatwas Universitas Pertahanan
(2014), Dekan Fakultas Strategi Pertahanan (2015), Dosen di Universitas
Pertahanan (2015-sekarang).
Marsekal Muda TNI Dr. Agus Sudarya, S.H., S.E., M.M lahir di Bandung
5 Oktober 1959, Menyelesaikan pendidikan di SD Halimun II Bandung
(1972), SMPN VII Bandung (1975), SMAN VII Bandung (1979). Tahun
1984 lulus dari Akademi Angkatan Udara, Tahun 1997 menyelesaikan
pendidikan S1 (Sarjana Ekonomi), Tahun 2001 menyelesaikan pendidikan
S2 (MM Magister Of Management). Tahun 2008 menyelesaikan pendidikan
S1 (SH), Tahun 2011 menyelesaikan pendidikan S2 (M.Sc), Tahun 2016
menyelesaikan pendidikan S3 (Doktor) di UNJ Jakarta.Riwayat jabatan
Wakil Komandan Kodikau (2015), Wakil Rektor III Bid. Kerjasama
KelembagaanUnhan (2016), Dosen Tetap Unhan (2017).
KolonelCaj Dr. Mardi Siswoyo, lahir di Pati, 17 Oktober 1959,
menyelesaikan pendidikan SD (1972), SMPN (1980), SMAN (1985),
Tahun 1988 menjadi anggota TNI AD melalui SEPAMILWA, Tahun 2002
menyelesaikan pendidikan S1, Tahun 2011 menyelesaikan pendidikan pasca
sarjana S2, Tahun 2014 menyelesaikan pendidikan S3 (Doktor), Riwayat
jabatan tahun 2004 menjadi KasubbagBangmatBagbintalpsiPusbintal TNI,
sejak 2015 menjadi Dosen tetap prodi Peperangan Asimetris Fakultas
Strategi Pertahanan dan Kaprodi Asymetric Warefare FSP tahun 2016.
Letkol Dr. Triyoga Budi Prasetyo, M.Silahir di Surabaya 6 Desember
1963, Menyelesaikan pendidikan SD (1977), SMPN (1980), SMAN (1983),
Tahun 1989 lulus Sepawamil di Magelang, Tahun 1988 menyelesaikan
pendidikan S1, Tahun 2002 menyelesaikan pendidikan S2 (M.Sc),
Tahun 2006 menyelesaikan pendidikan S3 (Doktor). Riwayat jabatan
KasubagHublemKemenkopolhukam (2014), Peneliti Muda Bela Negara
Unhan (2016) dan menjadi Dosen Unhan program studi Peperangan
Asimetris Fakultas Strateg Pertahanan.
Letkol Sus Dr. H.M. Halkis, lahir di Kebunlado (Riau), 13 Mei 1969.
Menyelesaikan pendidikan di SDN (1982), SMPN (1985), SMAN (1988),
Tahun 1992 lulus dari AIN SUSKA Pekanbaru (S1). Tahun 2006 lulus
pasca Sarjana (S2), Tahun 2014 menyelesaikan pendidikan S3 (Ilmu
Fisafat), Tahun 1994 lulus SEPA PK ABRI. Tahun 2006 lulus SEKKAU,
Riwayat jabatan Kasi Binwilraddisptdilga (2013), Perencana Muda Kerja
sama LP3M Unhan (2015) dan Tahun 2016 menjadi Dosen tetap Unhan
Fakultas Manajemen Pertahanan.
Letkol Laut Dr. Yusnaldi, S.H, S.E., S.Ag.,M.Pd., MM lahir di Padang
Sibusuk, 21 Juli 1970. Menyelesaikan pendidikan di SDN (1985), SMPN
(1988), SMAN (1991), Tahun 1995 menyelesaikan pendidikan S1 (Filsafat),
Tahun 2015 S1 (Manajemen), Tahun 2015 S1 (Ilmu Hukum), Tahun 2002
menyelesaikan pendidikan pasca sarjana S2 (Magister Pendidikan), Tahun
2015 S2 (Magister Manajemen) danTahun 2008 menyelesaikan pendidikan
S3 (Doktor) program studi Manajemen Pendidikan. Tahun 1995 menjadi
anggota TNI AL melalui SEPA PK ABRI angkatan ke 3. Riwayat jabatan
Kasikermadik/subdisbangdikDisdikalMabesal (2013), sejak 2015 menjadi
Dosen tetap Manajemen Bencana Fakultas Manajemen Pertahanan.
Biodata Penulis 141
142 Sistem Informasi TNI dalam Rangka Interoperability Data Link Per tahanan Negara