sk 3 panca indera.pptx
DESCRIPTION
skenarioTRANSCRIPT
SKENARIO 3Ketua : Wahyu Solekhudin 1102009295
Sekretaris : Leora Annastiti H 1102009158
Anggota : Prabowo Agus 1102007211
Rezkyana Danil 1102008212
M.Fadly Salahuddin 1102009182
M.Ikhsan Amadea 1102009186
Nurrisya Sholyhanna 1102009210
Raka Aditya 1102009234
Rina Chairunnisa 1102009247
Rinda Putri A 1102009248
UJUD KELAINAN KULITSeorang laki-laki, 35 tahun, pekerjaan petani, dating ke puskesmas dengan keluhan timbul benjolan-benjolan merah dan nyeri di kedua lengannya sejak tiga hari yang lalu, disertai demam ringan dan nyeri sendi. Kelainan tersebut diawali timbulnya bercak kemerahan sejak sembilan bulan yang lalu di punggung kemudia bertambah banyak serta meluas, telapak kai terasa baal dan kesemutan. Pada pemeriksaan didapatkan kelainan berupa plakat eritomatosa di wajah, lengan dan badan, sebagian berbatas tegas, berkilat, simetris dan tidak nyeri. Pada kedua lengan terdapat beberapa nodus eritomatosus yang nyeri bila disentuh. Kulit kedua tungkai sangat kering dan bersisik. Pada pemeriksaan syaraf ditemukan pembesaran syaraf Tibialis Posterior sinistra. Saat ini penderita sedang dalm pengobatan penyakitnya.Usulan pemeriksaan pada pasien ini untuk dilakukan pemeriksaan bakterioskopis. Sebagai seorang muslim dokter menyarankan pasien untuk menjaga kesehatan kulit menurut ajaran Islam.
SASARAN BELAJAR
LO 1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Mikroskopik Kulit
LO 2. Memahami dan Menjelaskan Mikrobiologi Mycobacterium leprae
LO 3. Memahami dan Menjelaskan Penyakit Kusta
LO 4. Memahami dan Menjelaskan Menjaga Kesehatan Kulit Menurut Ajaran Islam
LO 1. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN ANATOMI MIKROSKOPIK KULIT
Kulit manusia tersusun atas dua lapisan, yaitu epidermis, dermis dan hypodermis (subkutan).
Epidermis Lapisan teratas pada kulit manusia dan memiliki tebal yang
berbeda: 400-600 μm untuk kulit tebal (kulit pada telapak tangan dan kaki) dan 75-150 μm untuk kulit tipis (kulit selain telapak tangan dan kaki, memiliki rambut). Epidermis juga tersusun atas sel-sel : Melanosit menghasilkan melanin melalui proses melanogenesis. Sel Langerhans makrofag turunan sumsum tulang, yang
merangsang sel Limfosit T, mengikat, mengolah, dan mempresentasikan antigen kepada sel Limfosit T. Berperan penting dalam imunologi kulit.
Sel Merkel sebagai mekanoreseptor sensoris dan berhubungan fungsi dengan sistem neuroendokrin difus.
Keratinosit menghasilkan keratin.
Lapisan epidermis : Stratum Korneum, terdiri atas 15-20 lapis sel gepeng, tanpa inti
dengan sitoplasma yang dipenuhi keratin. Stratum Lucidum, terdiri atas lapisan tipis sel epidermis eosinofilik
yang sangat gepeng, dan sitoplasma terdri atas keratin padat. Antar sel terdapat desmosom.
Stratum Granulosum, terdiri atas 3-5 lapis sel poligonal gepeng yang sitoplasmanya berisikan granul keratohialin.
Stratum Spinosum, terdiri atas sel-sel kuboid. Sel-sel spinosum saling terikat dengan filamen (memiliki fungsi untuk mempertahankan kohesivitas/kerekatan antar sel dan melawan efek abrasi).
Stratum Basal/Germinativum, merupakan lapisan paling bawah pada epidermis, terdiri atas selapis sel kuboid. Terjadi aktivitas mitosis, bertanggung jawab dalam proses pembaharuan sel-sel epidermis.
Dermis
Lapisan kulit di bawah epidermis, memiliki ketebalan yang bervariasi bergantung pada daerah tubuh dan mencapai maksimum 4 mm di daerah punggung. Dermis terdiri atas dua lapisan dengan batas yang tidak nyata, yaitu stratum papilare dan stratum reticular. Stratum papilare, yang merupakan bagian utama dari papila
dermis, terdiri atas jaringan ikat longgar. Pada stratum ini didapati fibroblast, sel mast, makrofag, dan leukosit yang keluar dari pembuluh (ekstravasasi).
Stratum retikulare, yang lebih tebal dari stratum papilare dan tersusun atas jaringan ikat padat tak teratur (terutama kolagen tipe I)
Dermis juga mengandung : Rambut, merupakan struktur berkeratin panjang yang berasal
dari invaginasi epitel epidermis, yaitu folikel rambut. Pada folikel ini terdapat pelebaran terminal yang berbentuk benjolan pada sebuah papilla dermis. Papila dermis tersebut mengandung kapiler dan ditutupi oleh sel-sel yang akan membentuk korteks rambut, kutikula rambut, dan sarung akar rambut.
Kelenjar keringat, yang terdiri atas Kelenjar keringat merokrin, berupa kelenjar tubular simpleks
bergelung dengan saluran bermuara di permukaan kulit. Kelenjar keringat apokrin, memiliki ukuran lebih besar (3-5
mm) dari kelenjar keringat merokrin. Kelenjar ini terbenam di bagian dermis dan hipodermis, dan duktusnya bermuara ke dalam folikel rambut. Terdapat di daerah ketiak dan anus.
Kelenjar sebacea, yang merupakan kelenjar holokrin, terbenam di bagian dermis.
Pada bagian bawah dermis, terdapat suatu jaringan ikat longgar yang disebut jaringan subkutan dan mengandung sel lemak. Jaringan ini disebut juga fasia superficial, atau panikulus adiposus. Mengandung jalinan yang kaya akan pembuluh darah dan pembuluh limfe.
Arteri yang terdapat membentuk dua plexus, satu di antara stratum papilare dan retikulare, satu lagi di antara dermis dan jaringan subkutis. Cabang-cabang plexus tersebut mendarahi papila dermis. Sedangkan vena membentuk tiga plexus, dua berlokasi seperti arteri, satu lagi di pertengahan dermis. Adapun pembuluh limfe memiliki lokasi sama dengan pembuluh arteri.
Juga terdapat banyak ujung saraf, antara lain di epidermis, folikel rambut, kelenjar kutan, jaringan dermis dan subkutis, serta papila dermis. Ujung saraf ini tanggap terhadap stimulus seperti rabaan-tekanan, sensasi taktil, suhu tinggi/rendah, nyeri, gatal, dan sensasi lainnya. Ujung saraf ini meliputi ujung Ruffini, Vaterpacini, Meissner, dan Krause.
KLASIFIKASI ILMIAH
Kingdom : Bacteria Filum : Actinobacteria Class : Actinomycetales Ordo : Corynebacterineae Family : Mycobacteriaceae Genus : Mycobacterium Spesies : Mycobacterium
leprae
CARA PENULARAN
Cara penularan lepra belum diketahui secara pasti.
Jika seorang penderita lepra berat dan tidak diobati bersih, maka bakteri akan menyebar ke udara.
Infeksi juga mungkin ditularkan melalui tanah, armadillo, kutu busuk dan nyamuk.
Sekitar 95% orang yang terpapar oleh bakteri lepra tidak menderita lepra karena sistem kekebalannya berhasil melawan infeksi.
Penyakit yang terjadi bisa ringan (lepra tuberkuloid) atau berat (lepra lepromatosa).
GEJALAGejala baru muncul minimal 1 tahun setelah terinfeksi (rata-rata muncul pada tahun ke-5-7). Lepra tuberkuloid
ditandai dengan ruam kulit berupa 1 atau beberapa daerah putih yang datar. Daerah tersebut bebal terhadap sentuhan
Lepra lepromatosaditandai dengan munculnya benjolan kecil atau ruam menonjol yang lebih besar. Terjadi kerontokan rambut tubuh, termasuk alis dan bulu mata
Lepra perbatasansuatu keadaan yang tidak stabil. Jika keadaannya membaik, maka akan menyerupai lepra Tuberkuloid, jika keadaannya memburuk, maka akan menyerupai lepra lepromatosa.
DEFINISI
Penyakit kusta (Penyakit Hansen) : infeksi granulomatuosa kronik pada manusia yang menyerang jaringan superfisial, terutama kulit dan saraf perifer (Fauci, 2008)
Berasal dari bahasa sansekerta kushtha : kumpulan gejala-gejala kulit secara umum.
Penyakit kusta disebut juga Morbus Hansen
Penyakit kusta : penyakit menular yang menimbulkan masalah yang sangat meluas sampai masalah sosial, ekonomi, budaya, keamanan dan ketahanan nasional.
ETIOLOGI
Mikobakteriae Bakteri berbentuk basil Bersifat aerob yang tidak membentuk spora Setelah diwarnai mereka mempertahankan
dekolorisasi oleh asam atau alkohol, oleh karena itu dinamakan basil “cepat asam” (Brooks, 453:2005).
Mycobacterium leprae : agen causal pada lepra Berbentuk batang tahan asam Termasuk familia Mycobacteriaeceae atas dasar
morfologik, biokimia, antigenik, dan kemiripan genetik dengan mikobakterium lainnya (Isselbacher, 808:1999).
Bentuk bentuk kusta yang dapat kita lihat dibawah mikroskop
bentuk utuh (mengambil zat warna merata, dan panjangnya biasanya empat kali lebarnya)
bentuk pecah – pecah ( fragmented ) dimana dinding selnya terputus sebagian atau seluruhnya dan pengambilan zat warna tidak merata
bentuk granular ( granulated ) kelihatan seperti titik – titik tersusun seperti garis lurus atau berkelompok
EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia penderita kusta terdapat hampir diseluruh daerah dengan penyebaran yang tidak merata.
Di Indonesia bagian Timur terdapat angka kesakitan kusta yang lebih tinggi.
Penderita kusta 90% tinggal diantara keluarga mereka dan hanya beberapa persen saja yang tinggal di rumah sakit kusta, koloni penampungan atau perkampungan kusta.
Prevalensi kusta di Indonesia cenderung menurun dari tahun ke tahun sampai 1,39 per 10.000 penduduk pada tahun 1997
KLASIFIKASI
1. Klasifikasi Internasional : Klasifikasi Madrid (1953)o Indeterminate (I)o Tuberkuloid (T)o Borderline-Dimorphous (B)o Lepromatosa (L)
2. Klasifikasi untuk kepentingan riset : Klaisfikasi Ridley-Jopling (1962)o Tuberkuloid (TT)o Borderline tuberkuloid (BT)o Mid-borderline (BB)o Borderline lepromatous (BL)o Lepromatosa (LL)
3. Klasifikasi untuk kepentingan program kusta : Klasifikasi WHO (1981) dan modifikasi WHO (1988)
Pausibasiler (PB) hanya kusta tipe I, TT dan sebagian besar BT dengan pemeriksaan BTA negatif menurut kriteria Ridley dan Jopling atau tipe I dan T menurut klasifikasi Madrid
Multibasiler (MB) termasuk kusta tipe LL, BL, BB dan sebagian BT menurut kriteria Ridley dan Jopling atau B dan L menurut Madrid dan semua tipe kusta dengan pemeriksaan BTA positif
kontak langsung yang lama dan erat
port d`entree
:- kulit (-)
intak- saluran
nafas mukosa nasal
Timbul kusta bergantung;
1. faktor imunitas
2. sumber penularan3. faktor
patogenitas kuman
Obligat Intra
selluler
Fagosit di Sel
makrofag pada pembul
uh darah
PATOGENESIS
CONT.Imunitas sellular
Menurun
multipikasi bebas
merusak jaringan
Tipe LL (Lepratomatosa)
Imunitas sellular
Meningkat
Makrofag Menghancurkan
Kuman
Makrofag jadi sel epiteloid yang tidak bergerak
Tipe TT (Tuberkuloid)
Sel epiteloid (-) bergarak
Bisa bersatu sel datia langerhans
masa Epiteloid
Reaksi imunitas
kerusakan saraf dan Jaringan sel
Target : sel schwan
Demielinisasi Terhambat
regenerasi saraf menurun dan Menyebabkan rusaknya saraf
TT (Tuberkuloid)Mengenai baik kulit dan saraf. Lesi kulit makula plakat, batas
jelas, pada bagian tengah ada central healing. Adanya infiltrasi tuberkuloid dan tidak adanya kuman
menunjukkan adanya respon imun yang adekuat terhadap kuman.
BT (Boderline tuberculo’d )Lesi mirip dengan TT berupa makula atau plak, sering disertai
lesi satelit di tepinya dan terletak dekat saraf perifer yang menebal. Jumlah lesi satu atau beberapa. Gangguan saraf tidak seberat TT, biasanya asimetris.
BB (Mid-borderline )Bentuk dimorfik dan merupakan tipe yang paling tidak stabil.
Tipe ini jarang dijumpai. Lesi berbentuk makula infiltrat, permukaan lesi mengkilat, batas tidak tegas, jumlah lesi melebihi BT, cenderung simetris dan bisa didapatkan punchedout.
BL (Borderline lepromatcus)Lesi dimulai dengan makula, awalnya dalam jumlah sedikit
dan cepat menyebar ke seluruh badan. Distribusi lesi simetris.
LL (Lepromatosa)Jumlah lesi sangat banyak, simetris, permukaan halus,
tampak lebih eritem, berkilap dan beratas tidak tegas mengenai dahi, pelipis, dagu, cuping telinga, daerah badan yang dingin, lengan, punggung tangan, dan permukaan ekstensor tungkai bawah.
REAKSI KUSTA:Suatu keadaan gejala dan tanda radang akut lesi penderita
kusta yang terjadi dalam perjalanan penyakitnya, yang diduga disebabkan hipersensitivitas akut terhadap Ag basil
Ada dua tipe reaksi berdasarkan hipersensitivitas yang menyebabkannya :
1. Tipe I : disebabkan oleh hipersensitivitas seluler
2. Tipe 2 : disebabkan oleh hipersensitivitas humoral
Organyang diserang
Reaksi ringan Reaksi berat
Kulit Lesi kulit yang telah ada dan menjadi eritematosa.
Lesi yang telah ada menjadi eritematosa, timbul lesi baru yang kadang-kadang disertai panas dan malaise
Saraf Membesar, tidak nyeri fungsi tidak terganggu, berlangsung kurang dari 6 rainggu.
Membesar, nyeri, fungsi terganggu, berlangsung lebih dari 6 minggu.
Kulit dan saraf bersama-sama
Lesi yang telah ada menjadi lebih eritematosa, nyeri pada saraf berlangsung kurang dari 6 minggu.
Lesi kulit yang eritematosa disertai ulserasi atau edem pada tangan / kaki. Saraf membesar, nyeri, dan fungsinya terganggu, Berlangsung sampai 6 minggu atau lebih.
REAKSI TIPE 1
REAKSI TIPE 2Organ yang diserang
Reaksi ringan Reaksi berat
KulitTimbul sedikit nodus yang beberapa diantaranya terjadi ulserasi. Disertai demam ringan dan malaise.
Banyak nodus yang nyeri dan mengalami ulserasi disertai demam tinggi dan malaise.
Saraf Saraf membesar tetapi nyeri dan fungsinya tidak terganggu.
Saraf membesar, nyeri, dan fungsinya terganggu.
Mata Tidak ada gangguan Nyeri, penumnan visus, dan merah di sekitar limbus.
Testis Lunak, tidak nyeri. Lunak, nyeri, dan membesar.
Kulit, saraf mata, dan testis
Gejalanya seperti tersebut diatas.
Gejalacya seperti tersebut diatas disertai keadaan sakit yang keras dan nyeri yang sangat.
Diagnosis penyakit kusta didasarkan pada penemuan (tanda cardinal atau tanda utama) yaitu :
• Bercak kulit yang mati rasaBercak hipopigmentasi atau eritematosa, mendatar (macula) atau meninggi (plak), mati rasa pada bercak bersifat total atau sebagian saja terhadap rasa (raba, suhu, dan nyeri)
• Penebalan saraf tepi disertai rasa nyeri dan juga disertai
atau tanpa gangguan fungsi sarah yang terkena, yaitu :1. Gangguan fungsi sensoris (mati rasa)2. Gangguan fungsi motoris : paresis atau paralisis3. Gangguan fungsi otonom : kulit kering, retak, edema,
pertumbuhan rambut yang terganggu
• Ditemukan kuman tahan asamBahan pemeriksaan adalah hapusan kulit cuping telinga dan lesi kulit pada bagian yang aktif. Kadang-kadang bahan diperoleh dari biopsy saraf atau kulit
PB MB
Lesi kulit (macula datar, papul yang Meninggi, nodus)
- 1-5 lesi
- Hipopigmentasi/eritema
- Distribusi tidak simetris
- Hilangnya sensasi yang jelas
- >5 lesi- Distribusi lebih simetris
- Hilangnya sensasi kurang jelas
Kerusakan Saraf - Hanya 1 cabang saraf - Banyak cabang saraf
Bagan Diagnosis menurut WHO
• Tes lepromin
Berguna untuk menunjukkan sistim imun penderita terhadap M. leprae.
Reaksi Fernandez positif bila terdapat indurasi dan eritem yang menunjukkan kalau penderita bereaksi terhadap M. leprae yaitu respon imun tipe lambat, ini seperti Mantoux test pada M. tuberculosis.
Reaksi Matsuda bernilai :
• 0 : papul berdiameter 3mm atau kurang.• +1 : papul berdiameter 4-6 mm.• +2 : papul berdiameter 7-10 mm.• +3 : papul berdiameter > 10 mm atau papul dengan ulserasi.
Pemeriksaan serologi
Pemeriksaan serologik ini dapat membantu apabila gejala klinis dan bakteriologik tidak jelas. Pemeriksaan serologi kusta didasarkan atas terbentuknya antibodi pada tubuh seseorang yang terinfeksi M. leprae. Macamnya adalah :
• Uji MLPA (Mycobacterium Leprae Particle Aglutination).• Uji ELISA (Enzymed Linked Immunosorbent Assay).• ML dipstick (Mycobacterium Leprae Dipstick).
• Pemeriksaan histopatologik
Gambaran histopatologik tipe tuberkuloid adalah tuberkel dan kerusakan saraf yang lebih nyata, tidak ada basil atau hanya sedikit dan nonsolid.
OBAT DAN DOSIS REGIMEN MDT-PB
Obat & Dosis MDT – Kusta PB
Dewasa Anak
BB < 35 kg BB > 35 kg 10-14 thn
Rifampisin(diawasi petugas) 450 mg/bln 600 mg/bln 450 mg/bln(12-15 mg/kgBB/bln)
Dapson(Swakelola) 50 mg/hr(1-2 mg/kgBB/hr) 100 mg/hr 50 mg/hr(1-2 mg/kgBB/hr)
OBAT DAN DOSIS REGIMEN MDT-MB
Obat & Dosis MDT – Kusta MB
Dewasa Anak
BB < 35 kg BB > 35 kg 10-14 thn
Rifampisin(diawasi petugas) 450 mg/bln 600 mg/bln 450 mg/bln(12-15 mg/kgBB/bln)
Klofazimin 300 mg/bln (diawasi petugas)dan dilanjutkan esok
EFEK SAMPING DAN TINDAK LANJUT
RegimenMDT Efek Samping(ES) Tindak Lanjut Obat Subsitusi
Rifampisin Urin, tinja, keringat merah. Obat MDT dapat diteruskan. -
Klofazimin Warna kulit menjadi hitam (hiperpigmentasi).
Obat MDT dapat diteruskan. Etionamid dan Protionamid (Tidak dianjurkan, ES
hepatotoksik).
Dapson Gatal, merah pada kulit. Bila berat kulit kepala dan seluruh
tubuh dapat terkelupas.
Stop Dapson dan segera rujuk penderita ke RS.
-
HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN UNTUK MEMULAI PENGOBATAN KUSTA
Keadaan Penderita Tindakan yang harus dilakukan
Jaundice (warna kuning pada kulit/mata) Rujuk ke Dokter Spesialis Penyakit Dalam. Obat jangan diberikan, tunda sampai warna kuning hilang (fungsi hati
sudah normal).Anemia Berikan obat anemia disamping obat kusta
Tuberkulosis (TB) Pengobatan TB dengan Rifampisin tetap diberikan dan tambahkan obat kusta lainnya. Rifampisin pada kemasan obat
kusta jangan diberikan lagi.Hamil Obat kusta tetap diberikan
Alergi Sulfa DDS jangan diberikan
KOMPLIKASI
Trauma dan infeksi kronik sekunder dapat menyebabkan hilangnya jari jemari ataupun ekstremitas bagian distal.
Juga sering terjadi kebutaan. Fenomena lucio yang ditandai dengan artitis. Kasus klinik yang berat lainnya adalah
vaskulitis nekrotikus dan menyebabkan meningkatnya mortalitas.
Amiloidos sekunder merupakan penyulit pada penyakit leprosa berat terutama ENL kronik.
PROGNOSIS
Dengan adanya obat-obat kombinasi, pengobatan menjadi lebih sederhana dan lebih singkat, serta prognosis menjadi lebih baik. Jika sudah ada kontraktur dan ulkus kronik, prognosis kurang baik.
USAHA PENCEGAHAN CACAT
Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam usaha pencegahan kecacatan adalah :
1. Pencatatan data dasar setiap pasien pada waktu registrasi
2. Kesimpulan dan tindakan berdasarkan hasil pemeriksaan
3. Pelaksanaan program pencegahan cacat