skizofrenia

Upload: nella

Post on 15-Oct-2015

67 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

makalah blok 22

TRANSCRIPT

SkizofreniaNellaNIM : 102011185Email: [email protected] Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta

PendahuluanSkizofrenia adalah suatu gangguan psikosa dengan etiologi tak diketahui, ditandai oleh gejala psikotik yang secara berarti mengganggu fungsi dan menyangkut gangguan dalam perasaan, berpikir, dan perilaku. Gangguan ini kronik dan umumnya memiliki fase prodromal, fase aktif dengan delusi, halusinasi, atau keduanya, dan suatu fase residual di mana gangguan itu mungkin dalam keadaan remisi. Menurut DSM-IV, adapun klasifikasi untuk skizofenia ada 5 yakni subtipe paranoid, terdisorganisasi (hebefrenik), katatonik, tidak tergolongkan dan residual.1 Pada makalah ini akan dibahas lebih lanjut mengenai bagaimana melakukan anamnesis pada pasien yang mengalami gangguan psikiatrik, bagaimana gejala, penangangan serta prognosis penyakit skizofrenia.PembahasanA. Anamnesis Anamnesis merupakan salah satu cara untuk mendiagnosis suatu penyakit. Secara umum anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara melakukan serangkaian wawancara yang dapat langsung dilakukan terhadap pasien (auto-anamnesis) atau terhadap keluarganya atau pengantarnya (alo-anamnesis) untuk mengetahui beberapa penyakit yang berhubungan dengan kelainan mental organik dan kebenaran autoanamnesis pasien1. Identitas pasiena. Nama b. Tempat tanggal lahirc. Alamatd. Jenis kelamine. Status perkawinanf. Pekerjaan g. Agama/suku bangsa

2. Riwayat gangguan sekarangKlasifikasi tentang keluhakan utama dilakukan disini. Informasi yang dicarai antara lain mengenai gambaran detil dan akurat tentang kesulitan atau gejala yang dialami, onset, dan lama penyakit, perjalanan gejala-gejala itu konstan, hilang timbul, atau makin memburuk, faktor yang mencetuskan dan meringankan gejala, peristiwa yang baru terjadi seperti keluarga yang sakit atau meninggal, masalah perkawinan, keluarga, keuangan, hukum, pekerjaan, dan masalah sosial yang mungkin berhubungan dengan timbulnya gejala serta pertolongan apa saja yang sudah diupayakan. Alasan penghentian pengobatan, penting untuk mengetahui ketaatberobatan (compliance) pasien. Yang perlu juga ditanyakan adalah penggunaan alkohol atau zat lainnya, seberapa banyak, frekuensi, dan kapan penggunaan terakhir.

3. Riwayat gangguan sebelumnyaa. Gangguan psikiatrikBagian ini menggambarkan semua episode dan gejala yang pernah dialami dahulu sebelum ini, diobati ataupun tidak. Dimulai dari pertama kali gejala atau episode tersebut muncul sampai dengan yang terakhir. Harus digambarkan disini perjalanan longotudinal gejala tersebut, apakah terus menerus, kambuhan, atau episode tunggal. Jika pasien pernah mendapatkan pengobatan (termasuk psikoterapi) sebelum ini, tanyakan jenisnya, dosis, dan lama pengobatan. Juga alasan penghentian pengobatan. Hal ini akan membantu membedakan antara kondisis nonrespons dan pemberian dosis subterapeutik.b. Gangguan medikTujuan pemeriksaan ini adalah menyaring penyakit medis dan menemukan penyebab medis dari penyakit psikiatrik. Yang utama disini adalah riwayat penyakit medis yang relevan terhadapa keluhan utama, termasuk penyakit medis sekarang dan pengobatannya serta penyakit keuturunan. Juga digambarkan riwayat pembedahan yang pernah dialami.c. Penggunaan zat psikoaktif4. Riwayat kehidupan pribadia. Riwayat perkembangan fisikb. Riwayat perkembangan pribadic. Riwayat pendidikan dan pekerjaand. Kehidupan beragamae. Riwayat kehidupan psikososial dan perkawinan

5. Riwayat keluargaMengetahui siapa saja keluarga pasien yang menderita gangguan jiwaakan bermanfaat untuk memperoleh gambaran diagnostik seutuhnya, karena banyak gangguan jiwa bersifat familial dan mempunyai komponen genetik. Untuk masing-masing anggota keluarga dapatkan informasi berikut: umur, jika meninggal: tahun, umur, dan penyebab meninggalnya; juga hubungan interpersonal orang tersebut dengan pasien (dekat, asing, bermusuhan, pelaku, atau korban penganiayaan fisik atau sexual).

6. Situasi kehidupan socialUntuk mengetahui kebiasaan social, hobi dan pengisian waktu luang, hubungan antarmanusia, kondisi perumahan, relasi sosial, catatan hukum, kasus kriminal dan penahanan, hukuman penjara.2

B. Pemeriksaan status mentalHindari melaporkan gambaran-gambaran yang terdahulu pada status mental, laporan merupakan suatu potret keadaan pasien saat itu juga.2 Berikut ini hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan status mental :1. Deskripsi umum a. Penampilan Postur, pembawaan, pakaian, dan kerapihan. Penampilan pasien skizofrenia dapat berkisar dari orang yang sangat berantakan, menjerit-jerit, dan teragitasihingga orang yang terobsesi tampil rapi, sangat pendiam, dan imobil. b. Perilaku dan aktivitas psikomotor yang nyata Kategori ini merujuk pada aspek kuantitatif dan kualitatif dari perilaku motorik pasien. Termasuk diantaranya adalah manerisme, tik, gerakan tubuh, kedutan, perilaku streotipik, ekopraksia, hiperaktivitas, agitasi, sikap melawan, fleksibilitas, rigiditas, gaya berjalan, dan kegesitan. c. Sikap terhadap pemeriksa Sikap pasien terhadap pemeriksa dapat dideskripsikan sebagai kooperatif, bersahabat, penuh perhatian, tertarik, balk-blakan, seduktif, defensif, merendahkan, kebingungan, apatis, bermusuhan, suka melucu, menyenangkan, suka mengelak, atau berhati-hati. 2. Mood dan afek Mood didefinisikan sebagai emosi menetap dan telah meresap yang mewarnai persepsi orang tersebut terhadap dunia. Afek didefinisikan sebagai responsivitas emosi pasien saat ini, yang tersirat dari ekspresi wajah pasien, termasuk jumlah dan kisaran perilaku ekspresif. 3. Kakteristik gaya bicara Pasien dapat digambarkan sebagai banyak bicara, cerewet, fasihm pendiam, tidak spontan, atau terespons normal terhadap petunjuk dari pewawancara. Gaya bicara dapat cepat atau lambat, tertekan, tertahan, emosional, dramatis, monoton, keras, berbisik, cadel, terputus-putus, atau bergumam. Gangguan bicara, contohnya gagap, dimasukkan dalam bagian ini. 4. Persepsi Gangguan persepsi, seperti halusinasi dan ilusi mengenai dirinya atau lingkungannya, dapat dialami oleh seseorang. Sistem sensorik yang terlibat (contohnya: auditorik, visual, olfaktorik, atau taktil) dan isi ilusi atau halusinasi tersebut harus dijelaskan.5. Halusinasi senestik Halusinasi senestik merupakan sensasi tak berdasar akan adanya keadaan organ tubuh yang terganggu. Contoh halusinasi senestik mencakup sensasi terbakar pada otak, sensasi terdorong pada pembuluh darah, serta sensasi tertusuk pada sumsum tulang. 6. Ilusi Sebagaimana dibedakan dari halusinasi, ilusi merupakan distorsi citra yang nyata, sementara halusinasi tidak didasarkan pada citra atau sensasi yang nyata. Ilusi dapat terjadi pada pasien skizofrenik selama fase aktif, namun dapat pula terjadi dalam fase prodromal dan selama periode remisi. 7. Isi pikir dan kecenderungan mental a. Proses pikir (bentuk pemikiran) Pasien dapat memiliki ide yang sangat banyak atau justru miskin ide. Dapat terjadi proses pikir yang cepat, yang bila berlangsung sangat ekstrim, disebut flight of ideas. Seorang pasien juga dapat menunjukkan cara berpikir yang lambat ataut ertahan. Gangguan kontinuitas pikir meliputi pernyataan yang bersifat tangensial, sirkumstansial, meracau, suka mengelak, atau perseveratif. Bloking adalah suatu interupsi pada jalan pemikiran sebelum suatu ide selesai diungkapkan. Sirkumstansial mengisyaratkan hilangnya kemampuan berpikir yang mengarah ke tujuan dalam mengemukakan suatu ide, pasien menyertakan banyak detail yang tidak relevan dan komentar tambahan namun pada akhirnya mampu ke ide semula. Tangensialitas merupakan suatu gangguan berupa hilangnya benang merah pembicaraan pada seorang pasien dan kemudian ia mengikuti pikiran tangensial yang dirangsang oleh berbagai stimulus eksternal atau internal yang tidak relevan dan tidak pernah kembali ke ide semula. Gangguan proses pikir dapat tercermin dari word salad (hubungan antarpemikiran yang tidak dapat dipahami atau inkoheren), clang association (asosiasi berdasarkan rima), punning (asosiasi berdasarkan makna ganda), dan neologisme (kata-kata baru yang diciptakan oleh pasien melalui kombinasi atau pemadatan kata-kata lain). b. Isi pikirGangguan isi pikir meliputi waham, preokupasi, obsesi, kompulsi, fobia, rencana, niat, ide berulang mengenai bunuh diri atau pembunuhan, gejala hipokondriakal, dan kecenderungan antisosial tertentu.

8. Sensorium dan kognisiPemeriksaan ini berusaha mengkaji fungsi organik otak dan inteligensi pasien, kemampuan berpikir abstrak, serta derajat tilikan dan daya nilai. a. Kesadaran Gangguan kesadaran biasanya mengindikasikan adanya kerusakan organik pada otak. b. Orientasi dan memori Gangguan orientasi biasanya dibagi menajadi tiga yaitu berdasarkan waktu, tempat, dan orang. c. Konsentrasi dan perhatianKonsentrasi pasien terganggu karena berbagai allasan. Gangguan kognitif, ansietas, depresi, dan stimulus internal, seperti halusinasi auditorik, semuanya dapat berperan menyebabkan gangguan konsentrasi. d. Membaca dan menulis e. Kemampuan visuospasial Pasien diminta untuk menyalin suatu gambar, misalnya bagian depan jam dinding atau segilima bertumpuk. f. Pikiran abstrakKemampuan untuk menangani konsep-konsep. Pasien mungkin memiliki gangguan dalam membuat konsep atau menangani ide. g. Informasi dan inteligensi

9. Impulsivitas, Kekerasan, Bunuh diri, dan Pembunuhan Pasien mungkin tidak dapat mengendalikan impuls akibat suatu gangguan kognitif atau psikotik atau merupakan hasil suatu defek karakter yang kronik, seperti yang dijumpai pada gangguan kepribadian. Perilaku kekerasan lazim dijumpai di antara pasien skizofrenik yang tidak diobati. Waham yang bersifat kejar, episode kekerasan sebelumnya, dan defisit neurologis merupakan faktor resiko perilaku kekerasan atau impulsif. Kurang lebih 50 persen pasien skizofrenik mencoba bunuh diri, dan 10 sampai 15 persen pasien skizofrenia meninggal akibat bunuh diri. Mungkin faktor yang paling tidak diperhitungkan yang terlibat dalam kasus bunuh diri pasien ini adalah depresi yang salah diagnosis sebagai afek mendatar atau efek samping obat. Faktor pemicu lain untuk bunuh diri mencakup perasaan kehampaan absolut, kebutuhan melarikan diri dari penyiksaan mental, atau halusinasi auditorik yang memerintahkan pasien mebunuh diri sendiri. Saat seorang pasien skizofrenik benar-benar melakukan pembunuhan, hal itu mungkin dilakukan dengan alasan yang aneh atau tak disangka-sangka yang didasarkan pada halusinasi atau waham. 10. Daya nilai dan tilikan Daya nilai adalah aspek kemampuan pasien untuk melakukan penilaian sosial. Dapatkah pasien meramalkan apa yang akan dilakukannya dalam situasi imajiner. Contohnya: apa yang akan pasien lakukan ketika ia mencium asap dalam suasana gedung bioskop yang penuh sesak? Tilikan adakah tingkat kesadaran dan pemahaman pasien akan penyakitnya. Pasien dapat menunjukkan penyangkalan total akan penyakitnya atau mungkin menunjukkan sedikit kesadaran kalau dirinya sakit namun menyalahkan orang lain, faktor eksternal, atau bahkan faktor organik. Mereka mungking menyadari dirinya sakit, namun menganggap hal tersebut sebagai sesuatu yang asing atau misterius dalam dirinya. 11. Realiabilitas Kesan psikiater tentang sejauh mana pasien dapat dipercaya dan kemampuan untuk melaporkan keadaanya secara akurat. Contohnya, bila pasien terbuka mengenai penyalahgunaan obat tertentu secara aktif mengenai keadaan yang menurut pasien dapat berpengaruh buruk (mislnya, bermasalah dengan hukum), psikiater dapat memperkirakan bahwa realiabilitas pasien adalah baik.3

C. Pemeriksaan fisik Sifat keluhan pasien penting untuk menentukan dibutuhkan atau tidaknya suatu pemeriksaan fisik lengkap. Gejala fisik seperti nyeri kepala dan palpitasi memerlukan pemeriksaan medis yang menyeluruh untuk menentukan bagian dari proses somatik. Bila ada, yang berperan menyebabkan penderitaan tersebut. Hal yang sama dapat digunakan pada gejala mental misalnya depresi, ansietas, halusinasi, dan waham kejar, yang bisa jadi merupakan ekspresi dan proses somatik. Terkadang keadaan menyebabkan kita perlu menunda pemeriksaan medis lengkap. Misalnya, pasien dengan waham atau panik dapat menunjukkan perlawanan sikap bertahan atau keduanya. Pada keadaan ini, riwayat medis harus diperoleh dari anggota keluarga bila memungkinkan. Namun, kecauali ada alasan mendesak untuk melanjutkan pemeriksaan fisik, hal itu sebaiknya ditunda sampai pasien menurut.Selama proses anamnesis pada kasus tersebut, tingkat kesadaran dan atensi pasien terhadap detil pemeriksaan, pemahaman, ekspresi wajah, cara bicara, postur, dan cara berjalan perlu diperhatikan. Pemeriksaan neurologis dilakukan untuk dua tujuan. Tujuan pertama dicapai melalui pemeriksaan neurologis rutin, yaitu terutama dirancang untuk mengungkap asimetri fungsi motorik, persepsi, dan refleks pada kedua sisi tubuh yang disebabkan oleh penyakit hemisferik fokal. Tujuan kedua tercapai dengan mencari untuk memperoleh tanda yang selama ini dikaitkan dengan disfungsi otak difus atau penyakit lobus frontal. Tanda ini meliputi refleks mengisap, mencucur, palmomental, dan refleks genggam serta menetapnya respons terhadap ketukan di dahi. Sayangnya, kecuali refleks genggam, tanda seperti itu tidak berkaitan erat dengan patologi otak yang mendasari.2

D. Pemeriksaan Penunjang 1. Brain imaginga. CT-scan : Atrofi kortikal pada 10-35% pasien; pembesaran ventrikel III dan lateral pada 10-50% pasien; atrofi vermis serebelar dan turunnya radiodensitas parenkim otak. Mungkin ada korelasi antara CT abnormal dan adanya gejala negatif (misal, afek datar, withdrawal sosial, retardasi psikomotor, kurang motivasi), gangguan neuropsikiatrik, naiknya frekuensi gejala ekstrapiramid akibat obat antipsikotik, dan riwayat premorbid lebih buruk.b. Positron emission tomography (PET) : pada sebagian penderita dapat ditemukan turunnya metabolism lobus frontal dan parietal, metabolisme posterior relatif tinggi, dan lateralitas abnormal.2. EEGUmumnya pasien skizofren memiliki EEG normal tapi sebagian menunjukkan turunnya aktivitas alfa dan naiknya aktivitas teta dan delta; gangguan paroksismal; dan naiknya kepekaan terhadap prosedur aktivasi, misal deprivasi tidur.3. LaboratoriumTidak ada hasil laboratorium karakteristik ditemukan dalam skizofrenia. Seperti pada pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium ini dapat digunakan untuk menyingkirkan dugaan-dugaan kelainan yang berhubungan dengan sistem tubuh pasien sendiri.4

E. Working DiagnosisSkizofrenia adalah gangguan mental atau kelompok gangguan yang ditandai oleh kekacauan dalam bentuk dan isi pikiran (contohnya delusi atau halusinasi), dalam mood (contohnya afek yang tidak sesuai), dalam perasaan dirinya dan hubungannya dengan dunia luar serta dalam hal tingkah laku. Skizofrenia adalah suatu gangguan psikosa dengan etiologi tak diketahui. Gangguan ini kronik dan umumnya memiliki fase prodromal, fase aktif dengan delusi, halusinasi, atau keduanya, dan suatu fase residual di mana gangguan itu mungkin dalam keadaan remisi.4Skizofrenia ditandai adanya distorsi pikiran dan persepsi yang mendasar dan khas, dan adanya afek yang tidak wajar atau tumpul. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia edisi ketiga (PPDGJ III) membagi simtom skizofrenia dalam kelompok-kelompok penting, dan yang sering terdapat secara bersama-sama untuk diagnosis. Cara diagnosis pasien skizofrenia menrut PPGDJ III antara lain;Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas): 1. Thought echo: isi pikiran diri sendiri yang berulang atau bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda atau 2. Thought insertion or withdrawal: isi pikiran yang asing dari luar masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal) maupun Thought broadcasting: isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum mengetahuinya. 3. Waham dikendalikan (delusion of control). waham dipengaruhi (delusion of influence), atau passivity yang jelas merujuk pada pergerakan tubuh atau pergerakan anggota gerak, atau pikiran, perbuatan atau perasaan (sensations) khusus.4. Suara halusinasi yang berkomentar secara terus-menerus terhadap perilaku pasien, atau mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri. atau jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian rubuh;5. Waham-waham menetap jenis lain yang menurut budayanya dianggap tidak wajar serta sama sekaJi mustahil, seperti misal-nya mengenai identitas keagamaan atau pulitik, atau kekuatan dan kemampuan "manusia super" (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain).5Atau paling sedikit gejala di bawah ini yang harus selalu ada secara jelas dalam kurun waktu satu bulan atau lebih;1. Halusinasi yang menetap dalam setiap modalitas. apabila disenai baik oleh waham yang mengambang/melayang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun oleh ide-ide berlebihan (over valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbu-lan-bulan terus-menerus;2. Arus pikiran yang terputus atau yang mengalami sisipan (interpolasi) yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme;3. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), sikap tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas serea, negativisme, mutisme dan stupor;4. Gejala-gejala negatif seperti sikap sangat masa bodo (apatis), pembicaraan yang terhenti, dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial, tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika;5. Suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan dari beberapa aspek perilaku perorangan, bermanifestasi sebagai hilangnya minat, tak bertujuan, sikap malas, sikap berdiam diri (self-absorbed attitude) dan penarikan diri secara sosial.Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau lebih. Kondisi-kondisi yang memenuhi persyaratan gejala tersebut tetapi yang lamanya kurang dari satu bulan (baik diobati atau tidak) harus didiagnosis pertama kali sebagai gangguan psikosis fungsional.1,5

F. Diagnosis Differential1. Psikotik akutDiagnostic and statistical manual of Mental Disorders (DSM-IV) mengomindasikan dua konsep diagnostik menjadi diagnosis gangguan psikosis singkat gangguan psikotik akut atau brief psychotic disorder. Pertama gangguan berlangsung singkat, didefinisikan di dalam DSM-IV sebagai kurang dari satu bulan tetapi sekurangnya satu hari, gejala mungkin memenuhi atau tidak memenuhi criteria diagnosis untuk skizofrenia. Kedua, gangguan mungkin berkembang sebagai respon terhadap stressor psikososial yang parah atau kumpulan stressor.Menurut PPDGJ III.F23 urutan diagnosis yang mencerminkan urutan prioritas yang diberikan untuk ciri-ciri utama terpilih dari gangguan ini. Urutan prioritas yang dipakai ialah :1. Onset yang akut (dalam masa 2 minggu atau kurang = jangka waktu gejala-gejala psikotik menjadi nyata dan mengganggu sedikitnya beberapa aspek kehidupan dan pekerjaan sehari-hari, tidak termasuk periode prodromal yang gejalanya sering tidak jelas) sebagai ciri khas yang menentukan seluruh kelompok.2. Adanya sindrom yang khas berupa polimorfik (beraneka ragam dan berubah cepat) atau schizoprenia-like (gejala skizofrenia yang khas).3. Adanya stress akut yang berkaitan. Kesulitan atau problem yang berkepanjangan tidak boleh dimasukan sebagai sumber stres dalam konteks ini.4. Tidak diketahuinya berapa lama gangguan akan berlangsung.5. Tidak ada gangguan dalam kelompok ini yang memenuhi kriteria baik untuk episode manik maupun depresif, walaupun perubahan emosional dan gejala-gejala afektif individu dapat menonjol dari waktu ke waktu. 6. Tidak ada penyebab organik, seperti : trauma kapitis, delerium atau demensia. Tidak merupakan intoksifikasi akibat penggunaan alkohol atau obat-obatan.4

1. Gangguan wahamWaham adalah salah satu perubahan proses khususnya isi pikir yang ditandai dengan keyakinan terhadap ide-ide, pikiran yang tidak sesuai dengan kenyataan dan sulit diubah dengan logika atau bukti-bukti yang ada. waham terbagi atas beberapa jenis, yaitu:a. Waham agama Keyakinan klien terhjadap suatu agama secara berlebihan diucapkan beulang kali tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.b. Waham kebesaranYakin secara berlebihan bahwa ia memiliki kebesaran atau kekuatan khusus diucapkan beulang kali tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.c. Waham somaticMeyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya teganggu dan terserang penyakit, diucapkan beulang kali tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.d. Waham curigaKecurigaan yang berlebihan dan tidak rasional dimana klien yakin bahwa ada seseorang atau kelompok orang yang berusaha merugikan atau mencurigai dirinya, diucapkan beulang kali tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.e. Waham nihilisticYakin bahwa dirinya sudah ridak ada di dunia atau sudah meninggal, diucapkan beulang kali tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. f. Waham bizar Sisip pikir: yakin ada ide pikiran orang lain yang dsisipkan di dalam pikiran yang disampaikan secara berulang dan tidak sesuai dengan kenyataan Siar pikir: yakin bahwa orang lain mengetahui apa yang dia pikirkan walaupun dia tidak menyatakan kepada orang tersebut, diucapkan beulang kali tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. Kontrol pikir: yakin pikirannya dikontrol oleh kekuatan dari luar.1

G. EtiologiKarena banyak ragamnya presentasi gejala dan prognostik skizofrenia, tak ada faktor etiologik tunggal yang dianggap kausatif. Model yang paling sering digunakan adalah model stres-diatesis, yang mengatakan bahwa orang yang menderita skizofrenia memiliki kerentanan biologik khas, atau diatesis, yang dicetuskan oleh stres dan menimbulkan gejala skizofrenia. Stres mungkin biologik, genetik, psikososial, atau lingkungan. Berikut ini beberapa etiologi skizofrenia yang dikemukakan beberapa para ahli;1. KeturunanDapat dipastikan bahwa ada faktor keturunan yang juga menentukan timbulnya skizofrenia. Hal ini telah dibuktikan dengan penelitian tentang keluarga-keluarga penderita skizofrenia dan terutama anak-anak kembar satu telur. potensi untuk mendapatkan skizofrenia diturunkan (bukan penyakit itu sendiri) melalui gene yang resesif. Potensi ini mungkin kuat, mungkin juga lemah, tetapi selanjutnya tergantung pada lingkungan individu itu apakah akan terjadi skizofrenia atau tidak (mirip hal genetik pada diabetes melitus).

2. Biokimiaa. Hipotesis dopamineGejala skizofren sebagian disebabkan oleh aktivitas hiperdopaminergik yang disebabkan oleh_hipersensitifnya reseptor dopamin atau naiknya aktivitas dopamin.b. Hipotesis norepinefrinAktivitas naik pada skizofren, menyebabkan naiknya sensitisasi terhadap input sensorik.c. Hipotesis serotoninMetabolism serotonin abnormal tampak terjadi pada sebagian pasien skizofren kronik, hiper-maupun hiposerotoninemia pernah dilaporkan.d. Feniletilamin (PEA)Suatu amina endogen yang sangat mirip amfetamin. Bila jumlahnya naik mungkin menimbulkan kenaikan umum kerentanan endogen terhadap psikosis.e. HalusinogenTelah diusulkan bahwa amina endogen tertentu mungkin bertindak sebagai substrat bagi metilasi.

3. Psikososiala. Faktor keluargaPasien yang keluarganya memiliki emosi ekspresi (EE) yang tinggi memiliki angka relaps lebih tinggi daripada yang berkeluarga berekspresi emosi lebih rendah. EE telah didefinisikan sebagai setiap perilaku yang intrusif, terlibat berlebihan, terlepas dari itu kejam dan kritis ataukah mengontrol dan membayikan.b. Isu psikodinamikSangat penting untuk mengerti stresor psikososial mana yang mungkin spesifik untuk pasien skizofrenik masing-masing. Mengetahui bahwa stres psikologik dan lingkungan paling mungkin mencetuskan dekompensasi psikotik pada pasien akan mcmbantu klinisi secara suportif mengarah ke hal ini dan dalam proses itu membantu pasien merasa dan tetap lebih terkontrol.2

H. EpidemiologiPenelitian insiden pada gangguan yang relatif jarang terjadi, seperti skizofrenia, sulit dilakukan. Survei telah dilakukan di berbagai negara, namun dan hampir semua hasil menunjukkan tingkat insiden per tahun skizofrenia pada orang dewasa dalam rentang yang sempit berkisar antara 0,1 dan 0,4 per 1000 penduduk. Ini merupakan temuan utama dari penelitian di 10-negara yang dilakukan oleh WHO. Untuk prevalensi atau insiden skizofrenia di Indonesia belum ditentukan sampai sekarang, begitu juga untuk tiap-tiap subtipe skizofrenia.Prevalensinya antara laki-laki dan perempuan sama, namun menunjukkan perbedaan dalam onset dan perjalanan penyakit. Laki-laki mempunyai onset yang lebih awal daripada perempuan. Usia puncak onset untuk laki-laki adalah 15 sampai 25 tahun, sedangkan perempuan 25 sampai 35 tahun. Beberapa penelitian telah menyatakan bahwa laki-laki adalah lebih mungkin daripada wanita untuk terganggu oleh gejala negatif dan wanita lebih mungkin memiliki fungsi sosial yang lebih baik daripada laki-laki. Pada umumnya, hasil akhir untuk pasien skizofrenik wanita adalah lebih baik daripada hasil akhir untuk pasien skizofrenia laki-laki.Skizofrenia tidak terdistribusi rata secara geografis di seluruh dunia. Secara historis, prevalensi skizofrenia di Timur Laut dan Barat Amerika Serikat adalah lebih tinggi dari daerah lainnya.1

I. Patofisiologi Neurobiologi Terdapat peningkatan jumlah penelitian yang mengindikasikan adanya peran patofisiologis area otak tertentu, termasuk sistem limbik, korteks frontal, serebelum, dan ganglia basalis. Keempat area ini saling terhubung sehingga disfungsi satu area dapat melibatkan proses patologi primer di tempat lain. Pencitraan otak manusia hidup dan pemeriksaan neuropatologi jaringan otak postmortem menyatakan sistem limbik sebagai lokasi potensial proses patologi primer pada setidaknya beberapa, bahkan mungkin sebagian besar, pasien skizofrenia. Dua area yang menjadi subjek penelitian aktif adalh waktu ketika suatu lesi neuropatologi terlihat di otak serta interaksi lesi tersebut dengan stresor sosial dan lingkungan. Dasar penampakan abnormalitas otak mungkin terletak pada pembentukan abnormal atau pada degenerasi neuron setelah pembentukan. Namun, fakta bahwa kembar monozigotik memiliki angka kejadian bersama sebesar 50% menyiratkan adanya interaksi yang masih sangat sedikit diketahui antara lingkungan dan timbulnya skizofrenia. Di lain pihak, faktor yang mengatur ekspresi gen baru mulai dipahami. Meski kembar monozigotik mempunyai informasi genetik yang sama, regulasi gen yang berbeda sepanjang hidup mungkin menyebabkan salah satu kembar monozigotik mengalami skizofrenia, sementara kembarannya tidak.

Neuroanatomik, Neurofungsional, dan NeurokognitifCT-scan dan MRI secara konsisten menunjukkan peningkatan volume ventrikel lateral dan ketiga pada pasien skizofrenia. Studi ini umumnya juga menunjukkan pengurangan volume otak secara keseluruhan pasien skizofrenia dan pengurangan tertentu. dalam ukuran dari struktur lobus temporal medial, seperti amigdala dan hipokampus. Selain itu, penelitian telah melaporkan penurunan ukuran dari thalamus dan kelainan pada garis tengah daerah perkembangan. Tak satu pun dari perubahan ini spesifik untuk skizofrenia, meskipun beberapa telah terbukti ada pada pasien dengan episode penyakit pertama dan tidak menggunakan obat sebelumnya. Teknik fungsional neuroimaging, seperti tomografi emisi positron (PET), menunjukkan secara in vivo pengukuran metabolisme glukosa regional atau aliran darah otak, dimana keduanya mencerminkan aktivitas neuron regional. Sebagian besar penelitian telah mendeteksi perubahan aktivitas di korteks prefrontal, struktur ganglia basalis, daerah temporo-limbik, dan thalamus, menunjukkan fungsi sirkuit cortico-striato-thalamo-kortikal yang terganggu. Penurunan aktivitas dalam korteks prefrontal pada pasien skizofrenia sering diamati selama tugas aktivasi kognitif dan memori kerja. Selama halusinasi pendengaran aktif, aktivasi abnormal thalamus, striatum, limbik, dan daerah paralimbik telah terdeteksi. Pasien skizofrenia yang menampilkan kelainan pada bagian prefrontal, thalamic, dan cerebellar, menunjukkan gangguan dalam sirkuit pontine-cerebellar-thalamic-frontal.

Neurokimia Penemuan menunjukkan bahwa disregulasi dopamin yang kompleks terjadi dengan aktivitas hiperdopaminergik dalam proyeksi mesencephalic ke striatum limbik dan aktivitas hipodopaminergik di neokorteks. Bukti dari kegiatan hiperdopaminergik termasuk hubungan antara efektivitas dopamin reseptor yang mengikat obat dan pengurangan gejala positif serta peningkatan reseptor D2 dalam studi postmortem dan PET. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa berbagai gejala positif berhubungan dengan kelainan dalam penyimpanan dopamin presynaptic, pelepasan, transportasi, dan reuptake dalam sistem mesolimbik. Hipo-aktivitas dari sistem dopamin ditunjukkan dari penemuan penurunan onset dopamin pada pasien dengan gejala negatif, dan dalam beberapa penelitian agonis dopamin telah terbukti memperbaiki gejala negatif. Pencitraan fungsional juga menunjukkan bahwa hipo-frontalitas akan lebih parah pada pasien dengan gejala negatif. Serotonergik, glutamatergic, dan sistem neurotransmitter lainnya (misalnya, gamma-aminobutyric acid [GABA]) telah diselidiki pada skizofrenia, terutama mengacu pada interaksi dengan sistem dopaminergik.. Dalam studi tentang sistem GABAergic, penurunan dekarboksilase asam glutamat, enzim GABA-sintesis, telah diamati dalam korteks prefrontal pada pasien skizofrenia, dan perubahan dalam subtipe neuron GABAergic telah dilaporkan.Sistem opioid juga telah dianggap sebagai kandidat yang berpotensial yang terlibat dalam skizofrenia, didasarkan terutama pada kesamaan antara efek farmakologis dari terjadinya tanda opioid dan kejiwaan. Hipotesis telah diusulkan pada peningkatan maupun penurunan level dari berbagai peptide opioid sebagai faktor yang mendasari sebagai penyebab gejala skizofrenia. Namun, penelitian klinis berdasarkan hipotesis sering menghasilkan hasil variable atau bermacam-macam.2

J. Manifestasi klinik 1. Pada penderita shizofren juga didapatkan gejala positif dan gejala negatif. Gejala positif (positive symptom) berupa peningkatan atau distorsi dari fungsi yang normal. Gejala negatif berupa pengurangan atau kehilangan dari fungsi normal.a. Gejala Positif Halusinasi yang paling sering auditori atau visual, tapi halusinasi dapat terjadi dalam setiap modalitas sensoris. Delusi. Perilaku kacau. Pemikiran gangguan yang ditandai dengan asosiasi longgar, pikiran koheren, neologisme, pikir memblokir, pikir penyisipan, pikir penyiaran, dan ide dari referensi. b. Gejala Negatif Kemiskinan bicara (alogia) atau kemiskinan konten pikir. Anhedonia. Datar. Hilangnya motivasi (avolition). Attensi defisit. Kehilangan minat sosial.1,2

2. Gangguan Pikirana. Gangguan proses pikir : Pasien biasanya mengalami gangguan proses pikir. Pikiran mereka sering tidak dapat dimengerti oleh orang lain dann terlihat tidak logis. Tanda-tandanya adalah: Asosiasi longgar: ide pasien sering tidak menyambung. Ide tersebut seolah dapat melompat dari satu topik ke topik lain yang tak berhubungan sehingga membingungkan pendengar. Gangguan ini sering terjadi misalnya di pertengahan kalimat sehingga pembicaraan sering tidak koheren. Pemasukan berlebihan: arus pikiran pasien secara terus-menerus mengalami gangguan karena pikirannya sering dimasuki informasi yang tidak relevan. Neologisme: pasien menciptakan kata-kata baru (yang bagi mereka meungkin mengandung arti simbolik) Terhambat: pembicaraan tiba-tiba berhenti (sering pada pertengahan kalimat) dan disambung kembali beberapa saat kemudian, biasanya dengan topik lain. Ini dapat menunjukkan bahwa ada interupsi. Klang asosiasi: pasien memilih kata-kata berikut mereka berdasarkan bunyi kata-kata yang baru saja diucapkan dan bukan isi pikirannya. Ekolalia: pasien mengulang kata-kata atau kalimat-kalimat yang baru saja diucapkan oleh seseorang. Konkritisasi: pasien dengan IQ rata-rata normal atau lebih tinggi, sangat buruk kemampuan berpikir abstraknya. Alogia: pasien berbicara sangat sedikit tetapi bukan disengaja (miskin pembicaraan) atau dapat berbicara dalam jumlah normal tetapi sangat sedikit ide yang disamapaikan (miskin isi pembicaraan).

b. Gangguan isi pikir Waham: suatu kepercayaan palsu yang menetap yang taksesuai dengan fakta dan kepercayaan tersebut mungkin aneh atau bisa pula tidak aneh tetapi sangat tidak mungkin dan tetap dipertahankam meskipun telah diperlihaykan bukti-bukti yang jelas untuk mengkoreksinya. Waham sering ditemui pada gangguan jiwa berat dan beberapa bentuk waham yang spesifik sering ditemukan pada skizofrenia. Semakin akut skizofrenia semakin sering ditemui waham disorganisasi atau waham tidak sistematis Tilikan : Kebanyakan pasien skizofrenia mengalami pengurangan tilikan yaitu pasien tidak menyadari penyakitnya serta kebutuhannya terhaap pengobatan, meskipun gangguan yang ada pada dirinya dapat dilihat oleh orang lain.3. Gangguan Persepsi a. Halusinasi : Halusinasi paling sering ditemui, biasanya berbentuk pendengaran tetapi bisa juga berbentuk penglihatan, penciuman, dan perabaan. Halusinasi pendengaran dapatpula berupa komentar tentang pasien atau peristiwa-peristiwa sekitar pasien. Komentar-komentar tersebut dapat berbentuk ancaman atau perintah-perintah langsung ditujukan kepada pasien (halusinasi komando). Suara-suara sering diterima pasien sebagai sesuatu yang berasal dari luar kepala pasien dan kadang-kadang pasien dapat mendengar pikiran-pikiran mereka sendiri berbicara keras. Suara-suara cukup nyata menurut pasien kecuali pada fase awal skizofrenia. b. Ilusi dan depersonalisasi : Pasien juga dapat mengalami ilusi atau depersonalisasi. Ilusi yaitu adanya misinterpretasi panca indera terhadap objek. Depersonalisasi yaitu adanya perasaan asing terhadap diri sendiri. Derealisasi yaitu adanya perasaan asing terhadap lingkungan sekitarnya misalnya dunia terlihat tidak nyata4. Gangguan Perilaku Salah satu gangguan aktivitas motorik pada skizofrenia adalah gejala katatonik yang dapat berupa stupor atauh gaduh gelisah. Paien dengan stupor tidak bergerak, tidak berbicara, dan tidak berespons, meskipun ia sepenuhnya sadar. Sedangkan pasien dengan katatonik gaduh gelisah menunjukkan aktivitas motorik yang tidak terkendali. Kedua keadaan ini kadang-kadang terjadi bergantian. Pada stupor katatonik juga bisa didapati fleksibilitas serea dan katalepsi. Gejala katalepsi adalah bila suatu posisi badan dipertahankan untuk waktu yang lama. Sedangkan fleksibilitas serea adalah bila anggota badan dibengkokkan terasa suatu tahanan seperti pada lilin atau malam dan posisi itu dipertahankan agak lama. Gangguan perilaku lain adalah stereotipi dan manerisme. Berulang-ulang melakukan suatu gerakan atau mengambil sikap badan tertentu disebut stereotipi. Misalnya, menarik-narik rambutnya, atau tiap kali bila mau menyuap nasi mengetuk piring dulu beberapa kali. Keadaan ini dapat berlangsung beberapa hari sampai beberapa tahun. Stereotipi pembicaraan dinamakan verbigrasi, kata atau kalimat diulang-ulangi, hal ini sering juga terdapat pada gangguan otak orgnaik. Manerisme adalah stereotipi tertentu pada skizofrenia, yang dapat dilihat dalam bentuk grimas pada mukanya atau keanehan berjalan dan gaya berjalan. 5. Gangguan Afek Kedangkalan respons emosi, misalnya penderita menjadi acuh tak acuh terhadap hal-hal yang penting untuk dirinya sendiri sepertti keadaan keluarganya dan masa depannya. Perasaan halus sudah hilang. Parathimi, apa yang seharusnya menimbulkan rasa senang dan gembira, pada penderita timbul rasa sedih atau marah. Paramimi, penderita merasa senang dan gembira, akan tetapi ia menangis. Parathimi dan paramimi bersama-sama dinamakan incongruity of affect dalam bahasa inggris dan inadequat dalam bahasa belanda. Kadang-kadang emosi dan afek serta ekspresinya tidak mempunyai kesatuan, misalnya sesudah membunuh anaknya penderita menangis berhari-hari, tetapi mulutnya seperti tertawa.semua ini merupakan gangguan afek dan emosi yang khas untuk skizofrenia. Gangguan afek dan emosi lain adalahEmosi berlebihan, sehingga kelihatan seperti dibuat-buat, seperti pada penderita sedang bersandiwara. Yang penting juga pada skizofrenia adalah hilangnya kemampuan untuk mengadakan hubungan emosi yang baik (emotional rapport). Karena itu sering kita tidak dapat merasakan perasaan penderita. Karena terpecah-belahnya kepribadian, maka dual hal yang berlawanan mungkin timbul bersama-sama, misalnya mencintai dan membenci satu orang yang sama; menangis dan tertawa tentang satu hal yang sama. Ini dinamakan ambivalensi afektif.1,2

K. Jenis-jenis skizofreniaSkizofrenia adalah gangguan mental atau kelompok gangguan yang ditandai oleh kekacauan dalam bentuk dan isi pikiran (contohnya delusi atau halusinasi), dalam mood (contohnya afek yang tidak sesuai), dalam perasaan dirinya dan hubungannya dengan dunia luar serta dalam hal tingkah laku. Menurut DSM-IV, adapun klasifikasi untuk skizofenia ada 5 yakni subtipe paranoid, terdisorganisasi (hebefrenik), katatonik, tidak tergolongkan dan residual. Untuk istilah skizofrenia simpleks dalam DSM-IV adalah gangguan deterioratif sederhana. Sedangkan menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) di Indonesia yang ke-III skizofrenia dibagi ke dalam 6 subtipe yaitu katatonik, paranoid, hebefrenik, tak terinci (undifferentiated), simpleks, residual dan depresi pasca skizofrenia. Skizofrenia ParanoidSkizofrenia tipe ini ditandai dengan preokupasi terhadap satu atau lebih waham atau halusinasi auditorik yang sering serta tidak adanya perilaku spesifik yang sugestif untuk tipe hebrefrenik atau katatonik. Secara klasik, skizofrenia tipe paranoid terutama ditandai dengan adanya waham kejar atau kebesaran. Pasien skizofrenia paranoid biasanya mengalami episode pertama penyakit pada usia yang lebih tua dibanding pasien skizofrenia hebefrenik dan katatonik. Pasien yang skizofrenianya terjadi pada akhir usia 20-an atau 30-an biasanya telah memiliki kehidupan sosial yang mapan yang dapat membantu mengatasi penyakitnya, dan sumber ego pasien paranoid cenderung lebih besar dibanding pasien skizofrenia hebefrenik atau katatonik. Pasien skizofrenia paranoid menunjukkna regresi kemampuan mental, respons emosional, dan perilaku yang lebih ringan dibandingkan pasien skizofrenia tipe lain. Pasien skizofrenia paranoid biasanya tegang, mudah curiga, berjaga-jaga, berhati-hati, dan terkadang bersikap bermusuhan atau agresif, namun mereka kadang-kadang dapat mengendalikan diri mereka secara adekuat pada situasi sosial. Inteligensi mereka dalam area yang tidak dipengaruhi psikosisnya cenderung tetap utuh. Skizofrenia Hebefrenik Suatu bentuk skizofrenia dengan perubahan afektif yang tampak jelas dan secara umum juga dijumpai waham dan halusinasi yang bersifat mengambang serta terputus putus, perilaku yang tak bertanggung jawab da tak dapat diramalkan, serta umumnya mannerism. Suasana perasaan pasien dangkal dan tidak wajar, sering disertai cekikikan atau perasaan puas diri, senyum sendiri, atau oleh sikap yang angkuh/ agung; menyeringai, mengibuli secara bersenda gurau, keluhan hipokondrik, dan ungkapan kata yang diulang ulang. Proses pikir mengalami disoranisasi dan pembicaraan tak menentu serta inkoheren, Ada kecenderungan untuk tetap menyendiri, dan perilaku tampak hampa tujuan dan hampa perasaan.

Skizofrenia Katatonik Gangguan psikomotor yang menonjol merupakan gambaran yang esensial dan dominan dan dapat bervariasi antara kondisi ekstrem seperti hiperkinesis dan stupor, atau antara sifat penurut yang otomativs da negativism. Sikap dan posisi tubuh yang dipaksakan (constrained) dapat dipertahankan untuk jangka waktu yang lama. Episode kegelisahan disertai kekerasan (violent) mungkin merupakan gambaran keadaan ini yang mencolok. Pasien mempunyai paling sedikit satu dari beberapa bentuk katatonia: a. Stupor katatonik atau mutisme yaitu pasien tidak berespons terhadap lingkungan atau orang. Pasien menyadari hal-hal yang sedang berlangsung di sekitarnya. b. Negativsme katatonik yaitu pasien melawan semua perintah-perintah atau usaha-usaha untuk menggerakkan fisiknya. c. Rigiditas katatonik yaitu pasien secara fisik sangat kaku atau rigid. d. Postur katatonik yaitu pasein mempertahankan posisi yang tak biasa atau aneh. e. Kegembiraan katatonik yaitu pasien sangat aktif dan gembira. Mungkin dapat mengancam jiwanya (misalnya, karena kelelahan). Skizofrenia Residual Suatu stadium kronis dalam perkembangan suatu gangguan skizofrenik dimana telah terjadi progresi yang jelas dari stadium awal (terdiri dari satu atau lebih episode dengan gejala psikotik yang memenuhi criteria umum untuk skizofrenia di atas) ke stadium leih lanjut yang ditandai secara khas oleh gejala gejala negatif jangka panjang, walalupun belum tentu ireversibel. Skizofrenia tak terperinci Pasien mempunyai halusinasi, waham, dan gejala-gejala psikosis aktif yang menonjol (misalnya: kebingungan, inkoheren) atau memenuhi kriteria skizofrenia tetapi tidak dapat digolongkan pada tipe paranoid, katatonik, hebefrenik, residual, dan depresi pasca skizofrenia. Skizofrenia SimpleksSuatu kelainan yang tidak lazim dmana ada perkembangan yang bersifat perlahan tetapi progresif mengenai keanehan tingkah laku, ketidakmampuan untuk memenuhi tuntutan masyarakat dan penurunan kinerja secara menyeluruh. Tidak terdapat waham dan halusinasi, serta gangguan ini bersifat kurang nyata psikotik jika dibandingkan dengan skizofrenia subtype hebefrenik, paranoid dan katatonik. Ciri ciri negatif yang khas dari skizofrenia residual tmbul tanpa didahului oleh gejala gejala psikotik yang overt. Bersama dengan bertambahnya kemunduran sosial, maka pasien dapat berkembang lebih lanjut menjadi gelandangan (psikotik), pendiam, malas, dan tanpa tujuan.1,2

L. Penatalaksanaan1. Medika mentosaIndikasi pemberian obat antipsikotik pada skizofrenia adalah untuk mengendalikan gejala aktif dan mencegah kekambuhan. Obat antipsikotik mencakup dua kelas utama: antagonis reseptor dopamin, dan antagonis serotonin-dopamin. a. Antagonis Reseptor Dopamin Antagonis reseptor dopamin efektif dalam penanganan skizofrenia, terutama terhadap gejala positif. Obat-obatan ini memiliki dua kekurangan utama. Pertama, hanya presentase kecil pasien yang cukup terbantu untuk dapat memulihkan fungsi mental normal secara bermakna. Kedua, antagonis reseptor dopamin dikaitkan dengan efek samping yang mengganggu dan serius. Efek yang paling sering mengganggu aalah akatisia adan gejala lir-parkinsonian berupa rigiditas dan tremor. Efek potensial serius mencakup diskinesia tarda dan sindrom neuroleptik maligna. b. Antagonis Serotonin-Dopamin SDA menimbulkan gejala ekstrapiramidal ayng minimal atau tidak ada, berinteraksi dengan subtipe reseptor dopamin yang berbeda di banding antipsikotik standar, dan mempengaruhi baik reseptor serotonin maupun glutamat. Obat ini juga menghasilkan efek samping neurologis dan endokrinologis yang lebih sedikit serta lebih efektif dalam menangani gejala negatif skizofrenia. Obat yang juga disebut sebagai obat antipsikotik atipikal ini tampaknya efektif untuk pasien skizofrenia dalam kisaran yang lebih luas dibanding agen antipsikotik antagonis reseptor dopamin yang tipikal. Golongan ini setidaknya sama efektifnya dengan haloperidol untuk gejala positif skizofrenia, secara unik efektif untuk gejala negatif, dan lebih sedikit, bila ada, menyebabkan gejala ekstrapiramidal. Beberapa SDA yang telah disetujui di antaranya adalah klozapin, risperidon, olanzapin, sertindol, kuetiapin, dan ziprasidon. Obat-obat ini tampaknya akan menggantikan antagonis reseptor dopamin, sebagai obat lini pertama untuk penanganan skizofrenia. Pada kasus sukar disembuhkan, klozapin digunakan sebagai agen antipsikotik, pada subtipe manik, kombinasi untuk menstabilkan mood ditambah penggunaan antipsikotik. Pada banyak pengobatan, kombinasi ini digunakan mengobati keadaan skizofrenia.2,6

2. Non medika mentosaTujuan dari psikoterapi adalah untuk mengembangkan hubungan kolaboratif antara pasien, anggota keluarga, dan dokter sehingga pasien dapat belajar untuk memahami dan mengelola penyakit mereka, mengambil obat-obatan seperti yang ditentukan, dan menangani stres lebih efektif. Meskipun psikoterapi individu plus terapi obat adalah pendekatan umum, pedoman beberapa empiris yang tersedia. Psikoterapi yang dimulai dengan mengatasi kebutuhan dasar pasien pelayanan sosial, memberikan dukungan dan edukasi tentang sifat penyakit, mempromosikan kegiatan adaptif, dan didasarkan pada empati dan pemahaman dinamis suara skizofrenia adalah mungkin paling efektif. Banyak pasien membutuhkan dukungan psikologis empati untuk beradaptasi dengan apa yang sering penyakit seumur hidup yang secara substansial dapat membatasi berfungsi. Selain terapi obat-obatan, juga bisa diterapkan terapi psikososial yang terdiri dari terapi perilaku, terapi berorientasi keluarga, terapi kelompok, psikoterapi individual. Terapi perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan keterampilan sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan praktis, dan komunikasi interpersonal. Perilaku adaptif didorong dengan pujian atau hadiah yang dapat ditebus untuk hal-hal yang diharapkan sehingga frekuensi maladaptif atau menyimpang dapat diturunkan.Terapi berorientasi keluarga cukup berguna dalam pengobatan skizofrenia. Pusat dari terapi harus pada situasi segera dan harus termasuk mengidentifikasi dan menghindari situasi yang kemungkinan menimbulkan kesulitan. Setelah pemulangan, topik penting yang dibahas di dalam terapi keluarga adalah proses pemulihan khususnya lama dan kecepatannya. Selanjutnya diarahkan kepada berbagai macam penerapan strategi menurunkan stres dan mengatasi masalah dan pelibatan kembali pasien ke dalam aktivitas.Terapi kelompok biasanya memusatkan pada rencana, masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata. Terapi kelompok efektif dalam menurunkan isolasi sosial, meningkatkan rasa persatuan dan meningkatkan tes realitas bagi pasien dengan skizofrenia.Psikoterapi individual membantu menambah efek terapi farmakologis. Suatu konsep penting didalam psikoterapi adalah perkembangan hubungan terapeutik yang dialami pasien adalah aman. Pengalaman tersebut dipengaruhi oleh dapat dipercayanya ahli terapi, jarak emosional antara ahli terapi dan pasien, dan keikhlasan ahli terapi seperti yang diinterpretasikan oleh pasien. Ahli psikoterapi sering kali memberikan interpretasi yang terlalu cepat terhadap pasien skizofrenia. psikoterapi untuk seorang pasien skizofrenia harus dimengerti dalam hitungan dekade, bukannya sesi, bulanan, atau bahkan tahunan. Di dalam konteks hubungan profesional, fleksibilitas adalah penting dalam menegakkan hubungan kerja dengan pasien. Ahli terapi mungkin akan makan bersama, atau mengingat ulang tahun pasien. Tujuan utama adalah untuk menyampaikan gagasan bahwa ahli terapi dapat dipercaya, ingin memahami pasien dan akan coba melakukannya dan memiliki kepercayaan tentang kemampuan pasien sebagai manusia. Mandred Bleuler menyatakan bahwa sikap terapeutik terhadap pasien adalah dengan menerima mereka bukannya mengamati mereka sebagai orang yang tidak dapat dipahami dan berbeda dari ahli terapi.2

J. Komplikasi Terdapat komplikasi sosial, dimana penderita dikucilkan oleh masyarakat. Setelah itu dapat juga menjadi korban kekerasan dan melukai diri sendiri. Pada komplikasi depresi, penderita dapat melakukan tindakan bunuh diri. Disamping bunuh diri karena depresi dan halusinasi, penderita skizofrenia yang tadinya tidak merokok, banyak menjadi perokok berat ini diperkirakan karena faktor obat, yang memblok satu reseptor dalam otak (nikotin). Reseptor nikotin yang menimbulkan rasa senang, pikiran jernih, mudah menangkap sesuatu. Akibatnya penderita skizofrenia mencari kompensasi dengan mengambil nikotin dari luar, dari rokok. Dan resiko dari perokok memperpendek usia, karena adanya penyakit saluran pernapasan, kanker, jantung, dan penyakit fisik lainnya. Kemudian, dengan penggunaan antipsikotik, ada tekanan terhadap hormon estrogen, testosteron, dan hormon-hormon tersebut memproteksi tulang sehingga dapat terjadi osteoporosis.2,6M. Prognosis Sekarang dengan pengobatan modern ternyata, bahwa bila penderita itu datang berobat dalam tahun pertama seteiah serangan pertama, maka kira-kira sepertiga dari mereka akan sembuh sama sekali ("full remission atau recovery''). Sepertiga yang lain dapat dikembalikan ke masyarakat walaupun masih didapati cacat sedikit dan mereka masih harus sering diperiksa dan diobati selanjutnya ("social recovery"). Yang sisanya biasanya mempunyai prognosa yang jelek, mereka tidak dapat berfungsi di dalam masyarakat dan menuju kekemunduran mental, sehingga mungkin menjadi penghuni tetap di rumah sakit jiwa. Untuk menetapkan prognosa kita harus mempertimbangkan semua faktor di bawah ini ; 1 Kepribadian prepsikotik : bila skizoid dan hubungan antar-manusia memang kurang memuaskan, maka prognosa lebih jelek.2 Bila skizofrenia timbul secara akut, maka prognosa lebih baik daripada bila penyakit itu mulai secara pelan-pelan.3 Jenis : Prognosa jenis katatonik yang paling baik dari semua jenis. Sering penderita-penderita dengan katatonia sembuh dan kembali ke kepribadian prepsikoti. Kemudian menyusul jenis paranoid. Banyak dari penderita ini dapat dikembalikan ke masyarakat. Hebefrenia dan skizofrenia simplex mempunyai prognosa yang sama jelek. Biasanya penderita dengan jenis skizofrenia ini menuju ke arah kemunduran mental.4 Umur : Makin muda umur permulaannya, makin jelek prognosa.5 Pengobatan : Makin lekas diberi pengobatan, makin baik prognosanya. Dikatakan bahwa bila terdapat faktor pencetus, seperti penyakit badaniah atau stres psikologik, maka prognosa lebih baik.6 Faktor keturunan : prognosa menjadi lebih berat bila di dalam keluarga terdapat seorang atau lebih yang juga menderita skizofrenia.2,4

KesimpulanBerdasarkan hasil pembelajaran yang telah dijabarkan diatas, maka saya dapat menyimpulkan bahwa pasien yang ada dalam skenario kasus tersebut dapat didiagnosis menderita skizofrenia dengan tipe paranoid. Jadi berdasarkan semua hal yang telah dipelajari, dapat disimpulkan bahwa hipotesis diterima.

Daftar Pustaka :

1. Amir N. Buku ajar psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2010.h.170-94. 2. Maramis WF. Catatan ilmu kedokteran jiwa. Edisi ke-2. Surabaya: Airlangga University Press; 2009.h.195-277. 3. Hibber Aison, Godwin Alice, Dear Frances. Rujukan Cepat Psikiatri. Jakarta: EGC; 2008.h.94-1014. Kaplan HI, Sadock BJ. Buku Saku Psikiatri Klinik. Jakarta: Binarupa Aksara; 2004. h.112-25.5. Maslim, Rusdi. Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ- III. FK Unika Atmajaya. Jakarta: 2001. 46-506. Safitri A. Medical pharmacology at a glance. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2006.h.60-2