skripsi i-iii
TRANSCRIPT
1
BAB I
LATAR BELAKANG
A. Latar Belakang
Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi mempengaruhi
segala aspek kehidupan manusia terutama pola pikirnya yang mulai
mengalami perubahan. Hal ini tampak pada perubahan pola pikir anak-anak
remaja sekarang ini terutama pandangan mereka mengenai pentingnya
pendidikan. Pendidikan merupakan usaha manusia dalam mengembangkan
potensi dirinya melalui proses pembelajaran.
Usaha pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan, dalam hal
ini departemen pendidikan nasional memberikan perhatian pada lembaga
pendidikan dasar pada pendidikan tinggi. Aktualisasi dari usaha pemerintah
dapat dilihat dari berbagai segi seperti halnya pembangunan dan perbaikan
sarana dan prasarana pendidikan, peningkatan pengetahuan, tenaga
pengetahuan, tenaga kependidikan, penyesuaian kurikulum dan lain
sebagainya.
Kemajuan Ilmu Pengetahuan tidak lepas dari perkembangan
kehidupan masyarakat dewasa ini yang senatiasa ingin berkembang dan lebih
maju, semua ini dasar berlangsungnya pembangunan khususnya dunia
2
pendidikan. Oleh karena itu Ilmu Pengetahuan dan Teknologi harus senantiasa
selaras dengan pendidikan.
Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi mendorong
masyarakat untuk meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan yang
dimilikinya. Sehubungan hal tersebut, masyarakat mengembangkan potensi
pada setiap jenjang pendidikan. Fisika merupakan kerangka dasar dari ilmu
pengetahuan dan teknologi, maka fisika salah satu cabang ilmu pengetahuan.
Fisika penting dan keberadannya sangat diperlukan, sehingga upaya
kita selanjutnya adalah bagaimana agar fisika itu dapat dipelajari, diketahui,
dan dipahami sampai akhirnya dapat diterapkan oleh semua orang dalam
kehidupan sehari-hari dalam bentuk yang paling sederhana sekalipun.
Namun kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa prestasi belajar
siswa dalam mata pelajaran fisika masih belum menggembirakan.
Berdasarkan hasil observasi awal penulis dengan guru mata pelajaran fisika
yang bertindak sebagai observator di SMP Negeri 2 Tinambung, ditemukan
bahwa rata-rata interaksi dan minat siswa terhadap mata pelajaran Fisika
masih kurang. Oleh karena itu guru tidak berhenti mencari model
pembelajaran untuk memperbaiki masalah rendahnya prestasi belajar siswa
pada mata pelajaran Fisika.
Berbagai usaha telah dilakukan oleh guru untuk meningkatkan prestasi
belajar Fisika siswa. Namun pada akhirnya kita sadari bahwa prestasi belajar
3
siswa dapat meningkat jika siswa dapat termotivasi dengan giat untuk belajar.
Sehingga salah satu upaya yang perlu dilakukan oleh guru adalah menerapkan
metode yang sesuai dengan kebutuhan sekolah khususnya siswa sehingga ada
motivasi belajar dan memberikan semangat dan dukungan agar Self-Efficacy
atau keyakinan siswa tertanam dalam dirinya bahwa ia bisa meningkatkan
hasil belajarnya karena potensi diri yang ia miliki dan lingkungan sekitarnya
yang mendukung.
Adapun faktor yang mempengaruhi peningkatan Self-Efficacy atau
keyakinan seseorang adalah:
a. Pengalaman keberhasilan (masteri experiences)
Keberhasilan yang sering didapatkan akan meningkatkan Self-efficacy
yang dimiliki seseorang sedangkan kegagalan akan menurungkan Self-
efficacynya. Apabila keberhasilan yang didapat seseorang lebih lebih
banyak karena faktor-faktor diluar dirinya, biasanya tidak akan membawa
pengaruh terhadap peningkatan Self-efficacy. Akan tetapi jika keberhalan
tersebut didapat dengan melalui hambatan yang besar dan merupakan hasil
perjuangannya sendiri, maka hal itu akan membawa pengaruh pada
peningkatan Self-efficacynya.
4
b. Pengalaman orang lain (vicarious experiences)
Pengalaman keberhasilan orang lain yang memiliki kemiripan dengan
individu dalam mengerjakan suatu tugas biasanya akan meningkatkan
Self-efficacy seseorang dalam mengerjakan tugas yang sama.
c. Persuasi sosial (social persuation)
Informasi tentang kemampuan yang disampaikan secara verbal oleh
seseorang yang berpengaruh biasanya digunakan untuk meyakinkan
bahwa ia cukup mampu melakukan suatu tugas.
d. Keadaan psikologi dan emosional (physiological and emotional states)
Kecemasan dan stress yang terjadi dalam diri seseorang ketika melakukan
suatu tugas sering diartikan sebagai suatu kegagalan. Pada umumnya
seseorang cenderung akan mengharapkan keberhasilan dalam kondisi
yang tidak diwarnai oleh ketegangan dan tidak merasakan adanya keluhan
atau gangguan somatik lainnya. Self-efficacy biasanya ditandai oleh
rendahnya tingkat stress dan sebaliknya Self-efficacy yang rendah ditandai
oleh tingkat stress dan kecemasan yang tinggi pula.
Dengan adanya Self-efficacy yang tinggi dalam diri siswa maka ia
dapat menguasai dan menghasilkan hasil (outcomes) yang positif
(santrouck,2001).
5
Bertolak dari uraian diatas, maka penulis mencoba mengangkat
permasalahan dengan judul “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Fisika
Melalui Peningkatan Self-efficacy Siswa dengan penerapan metode
Cooperative Script pada siswa kelas VIII SMP NEGERI 2
TINAMBUNG ”
B. RUMUSAN MASALAH.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas, maka dapat
dirumuskan masalah sebagai berikut: Apakah hasil belajar fisika siswa
kelas VIII SMP Negeri 2 Tinambung dapat ditingkatkan melalui
peningkatan Self-efficacy siswa dengan penerapan metode Cooperative
Script?
C. TUJUAN PENELITIAN.
Pada dasarnya tujuan penelitian adalah untuk menjawab masalah
yang telah dikemukakan diatas. Adapun tujuan penelitian ini secara
operasional adalah untuk mengetahui apakah dengan melalui peningkatan
Self-efficacy siswa dengan penerapan metode Cooperative Script fisika
siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Tinambung dapat meningkat atau tidak.
6
D. MANFAAT PENELITIAN.
1. Untuk siswa, hasil penelitian ini bermanfaat bagi siswa yang
mengalami kesulitan belajar, karena kurangnya rasa kepercayaan
dirinya dalam melaksanakan tugasnya.
2. Untuk guru, hasil penetian ini akan menjadi masukan bagi guru
sebagai metode atau pendekatan yang sesuai dengan kondisi kelas
yang mereka tangani.
3. Untuk sekolah, sebagai bahan pertimbangan dalam menerapkan
peningkatan Self-efficacy dengan penerapan metode Cooperative
Script yang dapat pula diterapkan pada mata pelajaran lain.
4. Bagi peneliti, memberikan pengalaman langsung dalam melakukan
penetian dengan mengembangkan peningkatan Self-efficacy dengan
penerapan metode Cooperative Script dan hasilnya dapat dijadikan
sebagai bahan perbandingan dan informasi bagi para peneliti lain.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERFIKIR
A. TINJAUAN PUSTAKA.
1. Hakikat Belajar Mengajar
Dalam keseluruhan proses pendidikan disekolah, kegiatan belajar
mengajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Ini berarti bahwa
berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung
bagaimana proses belajar dialami oleh siswa sebagai anak didik.
a. Belajar
Pada dasarnya belajar pada diri manusia merupakan suatu kegiatan
yang dilakukan secara sadar dan mempunyai tujuan serta sasaran yaitu: a)
tujuannya mengubah tingkah laku kearah yang lebih berkualitas, b)
sasaranya meliputi tingkah laku penalaran (kognitif), keterampilan
(psikomotorik), dan sikap (efektif).
Berikut ini diberikan pengertian belajar menurut para ahli yang
dikemukakan dalam Haling (2007:1):
1. Slameto (2003) mengatakan bahwa belajar adalah suatu proses
yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
pengalamannya sendri dalam interaksi dengan lingkungannya.
8
2. Winkel (1991) mengatakan bahwa belajar pada manusia
merupakan suatu proses psikologi yang berlangsung dalam
interaksi aktif subjek dengan lingkungan yang menghasilkan
perubahan-perubahan dalam pengetahuan, keterampilan, dan sikap
yang bersifat konstan.
3. Gredler (1991) mengatakan bahwa belajar adalah proses orang
memperoleh berbagai kecakapan, keterampilan dan sikap.
4. Hamalik (1993) mengatakan bahwa belajar adalah suatu
perkembangan dari seseorang yang dinyatakan dalam cara
bertingkah laku yang baru berkat pengalaman dan latihan.
Dari beberapa pendapat tentang belajar dapat disimpulkan
bahwa belajar dalam arti luas adalah kegiatan psikofisik menuju
perkembangan pribadi seutuhnya sedangkan belajar dalam arti sempit
adalah usaha penguasaan materi pelajaran.
b. Mengajar
Secara deskriptif mengajar diartikan sebagai proses
penyampaian informasi atau pengalaman dari guru kepada siswa.
Proses penyampaian itu dapat diartikan dengan menanamkan ilmu
pengetahuan seperti yang dikemukakan Smith (1987) bahwa mengajar
adalah menanamkan pengetahuan atau keterampilan (teaching is
imparting knowledge or skill) sedangkan menurut Gegne (1992)
9
mengajar merupakan bagian dari pembelajaran dimana guru lebih
ditekankan bagaimana merancang berbagai sumber dan fasilitas yang
tersedia untuk digunakan atau dimanfaatkan siswa dalam mempelajari
sesuatu. (Sanjaya, 2007:102)
Dalam mengajar terjadi interaksi atau hubungan situasi timbal
balik antara siswa dengan guru antar sesama siswa dalam proses
pembelajaran. Proses pembelajaran ditandai oleh komponen
komponen yang saling mempengaruhi yakni tujuan intruksional yang
ingin dicapai dalam materi yang diajarkan oleh guru.
2. Pembelajaran Fisika
Para ahli memberikan batasan tentang pembelajaran yang
dikemukakan oleh Degeng dan Miarso (1993), bahwa pembelajaran
adalah suatu proses yang dilaksakan secara sistematik dimana setiap
komponen saling berpengaruh. Dalam proses secara implisit terdapat
kegiatan memilih, menetapkan dan mengembangkan metode untuk
mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan sedangkan menurut AECT
(1986) pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang
secara sengaja dikelola untuk memungkinkan terjadinya belajar pada diri
pembelajar. (Haling, 2007:14)
Sanjaya (2007:23) mengemukakan bahwa pembelajaran guru
berperan sebagai fasilitator yang memberikan pelayanan untuk
10
memudahkan siswa dalam kegiatan belajar. Sebagai motivator guru
hendaknya dapat mendorong siswa agar bergairah dan belajar. Sebagai
dinamisator guru perlu menciptakan situasi yang hidup dan monoton agar
semangat belajar siswa meningkat.
Cara yang baik untuk meningkatkan kualitas pembelajaran adalah
cara yang dapat membuat siswa tak sekedar mengetahui tapi mampu
mencari sendiri apa yang harus ia pelajari. Untuk itu sebagai guru
seharusnya mempunyai metode pembelajaran yang berkualitas.
Seperti hal dengan materi pembelajaran fisika yang membutuhkan
cara pendekatan mengajar, hal ini cukup beralasan karena kenyataan
menunjukkan bahwa mata pelajaran fisika di SMP masih banyak siswa
yang menganggap materi pelajaran rumit dan sulit untuk dipelajari. Hal ini
dapat memberikan pengaruh yang buruk terhadap hasil belajar fisika.
Untuk mengantisifasi hal tersebut mata pelajaran fisika sebaiknya
disajikan dalam menggunakan metode yang tepat
3. Konsep Dasar SELF-EFFICACY
Menurut Badura Self-efficacy adalah belief atau keyakinan
seseoarang bahwa ia dapat menguasai situasi dan menghasilkan hasil
(autcomes) yang positif (Santrock,2001). Sedangkan menurutWilhite
(1990) dalam tesis yang berjudul goal orientation, Self-efficacy dan
prestasi belajar pada siswa peserta dan Non peserta program pengajaran
11
intensif di Sekolah oleh Retno Wulansari tahun 2001, Self-efficacy adalah
suatu keadaan dimana seseorang yakin dan percaya bahwa mereka dapat
mengontrol hasil dari usaha yang telah dilakukan.
Menurut Dale Schunk Self-efficacy mempengaruhi siswa dalam
memilih kegiatannya. Siswa dengan Self-efficacy yang rendah mungkin
menghindari pelajaran yang banyak tugasnya, khususnya untuk tugas-
tugas yang menantang, sedangkan siswa dengan Self-efficacy yang tinggi
mempunyai keinginan yang besar untuk mengerjakan tugas-tugasnya.
a. Manfaat SELF-EFFICACY
Sebagaimana dikatan dalam tesis yang berjudul Goal
Orientantion, Self-efficacy dan prestasi balajar pada siswa peserta dan
Non peserta program pengajaran intensif di Sekolah oleh Retno
Wulansari tahun 2001, bahwa ada beberapa fungsi dari Self-efficacy
yaitu:
1) Pilihan perilaku dengan adanya Self-efficacy yang dimiliki,
individu akan menetapkan tindakan yang akan ia lakukan dalam
menghadapi suatu tugas untuk mencapai tujuan yang
diinginkannya.
2) Pilihan karir Self-efficacy merupakan mediator yang cukup
berpengaruh terhadap pemilihan karir seseorang. Bila seseorang
12
merasa mampu melaksakan tugas-tugas dalam karir tertentu maka
biasanya ia akan memilih karir tersebut.
3) Kuantitas usaha dan keinginan untuk bertahan pada suatu tugas
individu yang memiliki Self-efficacy yang tinggi biasanya akan
berusaha keras untuk menghadapi kesulitan dan bertahan dalam
mengerjakan suatu tugas bila mereka telah mempunyai
keterampilan prasyarat. Sedangkan individu yang mempunyai
Self-efficacy yang rendah akan terganggu oleh keraguan terhadap
kemampuan diri dan mudah menyerah bila menghadapi kesulitan
dalam mengerjakan tugas.
4) Kualitas usaha penggunaan strategi dalam memproses suatu tugas
secara lebih mendalam dan keterlibatan kognitif dalam belajar
memiliki hubungan yang erat dengan Self-efficacy yang tinggi.
Sebuah penelitian telah menemukan bahwa ada hubungan yang
erat antara Self-efficacy dan orientasi sasaran (goal orientasi). Self-
efficacy dan achievemen siswa akan meningkat saat mereka
menetapkan tujuan yang spesifik, untuk jangka pendek dan menantang.
Meminta siswa untuk menetapkan jangka panjang adalah hal yang baik
seperti: “saya ingin melanjutkan keperguruan tinggi”, tetapi akan
sangat lebih baik kalau mereka juga membuat tujuan jangka pendek
13
tentang apa yang harus ia lakukan seperti: “saya harus mendapatkan
angka 100 untuk tes ujian fisika yang akan datang”.
4. Pegukuran SELF-EFFICACY
Menurut Badura (1997) sebagaimana dikatakan dalam tesis yang
berjudul Goal Orientantion, Self-efficacy dan prestasi belajar pada siswa
peserta Non Peserta Program Pengajaran Intensif di Sekolah oleh Retno
Wulansari tahun 2001, pengukuran Self-efficacy yang dimiliki seseorang
mengacu pada tiga dimensi yaitu:
a. Magnitude, yaitu suatu tingkat ketika seseorang menyakini usaha atau
tindakan yang dapat ia lakukan.
b. Strength, yaitu suatu kepercayaan diri yang ada dalam diri seseorang
yang dapat ia wujudkan dalam meraih performa tertentu.
c. Generatily, diartikan sebagai keleluasaan dari bentuk Self-efficacy
yang dimilki seseorang untuk digunakan dalam situasi lain yang
berbeda.
5. Strategi untuk Meningkatkan SELF-EFFICACY.
Untuk meningkatkan Self-efficacy siswa, ada beberapa strategi
yang dapat kita lakukan (Stipek, 1996) yaitu:
a. Mengajarkan siswa suatu strategi khusus sehingga dapat meningkatkan
kemampuannya untuk fokus pada tugas-tugasnya.
14
b. Memandu siswa dalam menetapkan tujuan, khususnya dalam membuat
tujuan jangka pendek setelah tujuan jangka panjang.
c. Memberikan reward untuk performa siswa.
d. Mengkombinasikan strategi training dengan menekankan pada tujuan
dan member feedback tentang hasil pembelajarannya.
e. Memberikan support atau dukungan pada siswa. Dukungan yang
positif dapat berasal dari Guru seperti pernyataan “Kamu dapat
melakukan ini”, orang tua dan peers.
f. Menyakinkan bahwa siswa tidak terlalu aroused dan cemas karena hal
itu justru akan menurungkan Self-efficacy siswa.
g. Menyediakan siswa model yang bersifat positif seperti adult dan peer.
Karakteristik tertentu dari model dapat meningkatkan Self-efficacy
siswa. Modeling efektif untuk meningkatkan Self-efficacy khususnya
ketika siswa mengobservasi keberhasilan teman peernya yang
sebenarnya mempunyai kemampuan yang sama dengan mereka.
6. Penerapan Metode Cooperative Script Dalam Proses Pembelajaran
Pada dasarnya, agar semua metode berhasil seperti yang diharapkan
pembelajaran kooperatf, setiap metode harus melibatkan materi ajar yang
memungkinkan siswa saling membantu dan mendukung ketika mereka
belajar materi dan bekerja saling tergantung (interdependen) untuk
menyelesaikan tugas.
15
Skrip kooperatif adalah metode belajar siswa bekerja berpasangan dan
secara lisan mengiktisarkan bagian-bagian dari materi yang dipelajari.
langkah-langkah penerapan metode skrip kooperatif sebagai berikut:
a) Guru membagi siswa untuk berpasangan.
b) Guru membagikan wacana / materi tiap siswa untuk dibaca dan
membuat ringkasan.
c) Guru dan siswa menetapkan siapa yang berperan sebagai
pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar.
d) Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin,
dengan memasukkan ide-ide pokok dalam ringkasannya.
Sementara pendengar menyimak / mengoreksi / mununjukkan
ide-ide pokok yang kurang lengkap dan membantu mengingat /
menghapal ide-ide pokok dengan menhubungkan materi
sebelumnya atau dengan materi sebelumnya atau dengan
materi yang lainnya.
e) Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi
pendengar dan sebaliknya, serta lakukan seperti diatas.
f) Kesimpulan guru
g) Penutup
Kelebihan metode skrip kooperatif:
a) Melatih pendengaran, ketelitian / kecermatan.
16
b) Setiap siswa mendapat peran.
c) Melatih mengungkapkan kesalahan orang lain dengan lisan.
Kekurangan metode skrip kooperatif:
a) hanya dilakukan dua orang (tidak melibatkan seluruh kelas
sehingga koreksi hanya sebatas pada dua orang tersebut).
(Kiranawati, 2007)
7. Hasil Belajar Fisika
Hasil belajar adalah istilah yang digunakan untuk mengukur
tingkat keberhasilan seseorang yang akan dicapai setelah seseorang
melakukan usaha tertentu. Dalam kamus bahasa indonesia, hasil berarti
sesuatu yang telah dicapai dan telah dilakukan atau dikerjakan
sebelumnya. Pengertian hasil belajar dikemukakan oleh Sudjana (1989)
bahwa suatu tindakan atau kegiatan untuk melihat sejauh mana tujuan-
tujuan intruksional telah dicapai atau dikuasai oleh siswa dalam bentuk-
bentuk hasil belajar yang telah diperlihatkannya setelah mereka
menempuh pengalaman belajarnya.
Menurut Abdurrahman (1999:37) hasil belajar adalah:
“Kemampuan yang diperoleh anak yang melalui kegiatan belajar. Belajar
tersebut dipengaruhi oleh intelegensi dan penguasaan anak melalui
kegiatan belajar mengajar”.
17
Selanjutnya menurut Gagne dan Driscoll dalam Djamaah
(2000:126) mengemukakan hasil hasil belaja adalah kemampuan-
kemampuan yang dimiliki siswa akibat perbuatan belajar yang dapat
diamati melalui penampilan siswa (leartner’ performance).
Pengertian hasil belajar menurut sagala (2006:23)
“Hasil belajar merupakan penampilan-penampilan yang dapat diamati sebagai hasil belajar. Penampilan-penampilan tersebut dapat berupa ketera,pilan-keterampilan intelektual yang memungkinkan seseorang berinteraksi dengan lingkungannya melalui penggunaan simbol-simbol atau gagasan-gagasan, strategi-stragi kognitif yang merupakan proses-proses kontrol dan dikelompokkan sesuai dengan fungsinya.
Dari beberapa pengertian belajar diatas jelas terlihat bahwa
hasil belajar tidak lain adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh
siswa sebagai hasil pembelajaran yang diamati melalui penampilan siswa
dengan menggunakan tes sebagai alat ukur hasil belajar fisika.
B. KERANGKA BERPIKIR
Berdasarkan teori-teori dan didukung oleh hasil-hasil penelitian yang
relevan maka berikut ini dikemukakan kerangka pikir yang mendasari
penelitian ini.
18
Proses belajar mengajar merupakan aktifitas yang selalu mendapat
perhatian terutama dari kalangan pakar pendidikan. Berbagai langkah-
langkah, upaya-upaya dan metode telah dirancang guna meningkatkan
kualitas pembelajaran sehingga kualitas pendidikan lebih optimal.
Keberhasilan mengajar seorang guru tidak hanya ditentukan oleh hal-hal yang
berhubungan langsung dengan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar, seperti
perumusan tujuan secara tepat dan jelas, pemilihan materi pengajaran yang
sesuai dan penguasaan materi yang memadai, tetapi juga pemilihan metode
pengajaran yang tepat.
Dalam proses belajar mengajar khususnya IPA Fisika guru memiliki
peran yang sangat penting dalam membangkitkan minat siswa untuk
mengikuti pelajaran. Oleh karena itu, salah satu strategi pembelajaran yang
baik adalah pembelajaran beriorentasi pada aktivitas siswa. Salah satu strategi
pembelajaran yang beriorentasi pada pada aktivitas siswa adalah melalui
metode cooperative script, diharapkan self-efficacy siswa akan meningkat,
sehingga siswa akan lebih berminat untuk belajar fisika, dan pada akhirnya
akan dapat meningkatkan hasil belajar fisika.
Pengajaran Fisika
Metode Cooperative Script
self-efficacy siswa meningkat
Hasil pembelajaran fisika meningkat
pembelajaran kondusif (minat siswa meningkat dan interaksi guru dan siswa meningkat)
19
Gambar 1. Kerangka Pikir
C. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan Tinjauan Pustaka, maka diajukan hipotesis penelitian sebagai
berikut: “jika peningkatan self-efficacy siswa dengan penerapan metode
cooperative script dalam proses pembelajaran fisika secara optimal, maka
hasil belajar siswa kelas VIII.B SMPN 2 Tinambung akan meningkat”.
20
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (Classroom Action
Research) yang bersifat deskriptif, yaitu penelitian yang berusaha
menjelaskan atau memaparkan keadaan berdasarkan fakta yang ada.
B. Lokasi Dan Subjek Penelitian
Penelitian diadakan di SMP Negeri 2 Tinambung. Dengan mengambil
siswa kelas VIII tahun ajaran 2008/2009 sebagai subjek penelitian.
C. Variabel Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian yang telah
dipaparkan sebelumnya, maka yang akan menjadi variabel dalam penelitian
ini adalah peningkatan self-efficacy dengan penerapan metode cooperative
script dan hasil belajar fisika.
D. Defenisi Operasional Variabel
1. Peningkatan self-efficacy dalam pembelajaran fisika yang dimaksud
adalah peningkatan kepercayaan diri siswa SMP Negeri 2 Tinambung
21
kelas VIII untuk mengajukan pendapatnya dan dapat mengerjakan
tugasnya di sekolah dan tugasnya di rumah.
2. Metode cooperative script yang di maksud adalah metode belajar dimana
siswa bekerja berpasangan dan bergantian secara lisan mengiktisarkan
bagian-bagian dari materi yang dipelajari.
3. Hasil belajar fisika adalah hasil yang dicapai oleh siswa SMP Negeri 2
Tinambung kelas VIII setelah mengikuti kegiatan pembelajaran fisika
melalui peningkatan self-efficacy siswa dengan penerapan metode
cooperative script, dimana hasil tersebut dinyatakan dalam skor.
E. Prosedur Penelitian
Sesuai dengan kaidah penelitian tindakan kelas (PTK) maka dalam penelitian
ini disusun langkah-langkah kegiatan yang mendukung komponen utama PTK
yaitu: perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi yang dibagi
menjadi beberapa siklus. (Arikunto,2007:20)
Perencanaan
SIKLUS I
Pengamatan
Refleksi Pelaksanaan
Perencanaan
SIKLUS II
Pengamatan
Refleksi Pelaksanaan
?
(Arikunto,2007:19)
22
F. Rencana Tindakan
Penelitian tindakan kelas ini akan dilaksanakan dengan prosedur (1)
tahap persiapan, (2) tahap pelaksanaan, (3) tahap observasi, (4) tahap releksi.
Secara rinci tiap siklus dijabarkan sebagai berikut:
1. Siklus I dilaksanakan sebanyak 4 kali pertemuan atau 8 jam pelajaran.
2. Siklus II dilaksanakan sebanyak 3 kali pertemuan atau 6 jam pelajaran.
Tiap siklus terdiri dari beberapa tahapan kegiatan sesuai hakikat
penelitian. Kegiatan disiklus II merupakan pengulangan dan perbaikan pada
siklus I.
23
1. Siklus I.
a. Tahap perencanaan.
1. menelaah materi yang akan diajarkan.
2. Membuat materi yang akan diajarkan dikelas yang menjadi subyek
penelitian.
3. Membagi siswa untuk berpasangan.
4. Menyusun tugas-tugas yang akan diberikan siswa.
b. Tahap pelaksanaan Tindakan.
1. Menginformasikan tujuan pembelajaran.
2. Membagikan wacana/materi tiap siswa untuk dibaca dan membuat
ringkasan.
3. Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai
pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar.
4. Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan
memasukkan ide-ide pokok dalam ringkasannya. Sementara
pendengar;
Menyimak/mengoreksi/menunjukkan ide-ide pokok yang kurang
lengkap.
Membantu mengingat/menghafal ide-ide pokok dengan
menghubungkan materi sebelumnya atau dengan materi lainnya.
24
5. Bertukaran peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi
pendengar dan sebaliknya. Melakukan kegiatan sebelumnya.
6. Membuat kesimpulan bersama dengan siswa.
7. Memantau keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar
berdasarkan pedoman observasi.
c. Tahap Refleksi.
Hasil yang diperoleh pada tahap pengamatan (observasi) dikumpulkan
dan dianalisis. Dari hasil analisis tersebut dilakukan refleksi yaitu bagian
mana yang perlu diperbaiki dan dikembangkan dengan tetap
memperhatikan hasil pada setiap pertemuan dan dilakukan diskusi hasil
refleksi dengan guru mata pelajaran fisika.
Hasil refleksi pada siklus I digunakan sebagai acuan untuk
melaksanakan siklus berikutnya.
2. Siklus II.
Kegiatan siklus II relatif sama dengan siklus I dengan mengadakan
perbaikan dan menyempurnakan sesuai dengan kebutuhan dilapangan.
Secara rinci hal-hal yang dilakukan dalam siklus ini adalah sebagai
berikut:
25
a. Tahap perncanaan.
Untuk tahap ini, dirumuskan perencanaan siklus II sesuai dengan
pelaksanaan siklus I dengan menambah atau mengurangi bagian yang
dianggap kurang sempurna berdasarkan hasil refleksi pada siklus I.
b. Tahap pelaksanaan tindakan
Tindakan pada siklus II dilakukan dengan melanjutkan langkah-
langkah siklus I disesuaikan dengan perencanaan untuk siklus II.
c. Tahap Observasi dan Evaluasi
Pada tahap ini dilaksanakan proses observasi terhadap pelaksanaan
tindakan dengan menggunakan lembar observasi yang telah dibuat
serta melaksanakan evaluasi.
d. Tahap Refleksi
Pada tahap refleksi siklus ini, pada dasarnya sama dengan apa yang
dilakukan pada siklus I. pada tahap ini siswa diberikan kesempatan
untuk memberikan tanggapannya terhadap proses pembelajaran fisika
bekerja berpasangan dan bergantian. Hasil analisis yang diperoleh
dari tahap observasi secara kualitatif maupun kuantitatif menjadi
dasar dilakukannya releksi terhadap kegiatan tindakan yang telah
dilakukan.
26
G. Teknik Pengumpulan Data
1. Sumber Data
Sumber data dari penelitian ini adalah tes hasil pelajaran fisika dan lembar
observasi serta tanggapan siswa kelas SMP Negeri 2 Tinambung.
2. Jenis Data
Jenis data yang dikumpulkan, yaitu data kuantitatif yang diperoleh dari
hasil belajar dan data kualitatif yang diperoleh dari lembar observasi.
Adapun keseluruhan data diperoleh dengan melalui:
a. Tes hasil belajar
b. Lembar observasi
3. Cara pengambilan data
a. Data tingkah laku dan pelaksanaan pembelajaran oleh guru pada saat
proses belajar mengajar diambil melalui lembar format observasi dan
diskusi antar peneliti dan observer.
b. Data tentang hasil belajar siswa yang diperoleh dari hasil tes hasil
belajar siswa pada setiap siklus.
H. Teknik Analisis Data
Data pengamatan tentang aktifitas siswa dan guru dianalisis secara kualitatif,
sedangkan data hasil tes dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan
statistic deskriptif berupa persentase, dengan rumus:
PTK= XY
× 100 %
27
Dimana : PTK : persen tingkat penguasaan
X : Skor total
N : skor maksimum (Suharsimi Arikunto, 2003)
Untuk pengategorian digunakan skala lima dengan rumus:
γ = Skor ideal
Jumlah skala
Sehingga diperoleh kategori dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:
Tabel 3.1: kategori penskoran
Skor Kategori
0 - 4 Sangat Rendah
5 - 8 Rendah
9 - 12 Sedang
13 - 16 Tinggi
17 - 20 Sangat Tinggi
Berdasarkan kriteria ketuntasan minimal (KKM) berdasarkan kompetensi
dasar yang berlaku di SMP Negeri 2 Tinambung yakni setiap siswa disebut
telah tuntas belajar bila telah mencapai persentase skor hasil belajar 65% dari
100% yang mungkin dicapai oleh siswa.
I. Indikator Keberhasilan
1. Penelitian ini dikatakan berhasil apabila persentase siswa kelas VIII.B yang
tuntas meningkat dari siklus I ke siklus II.
28
2. Penelitian ini dikatakan berhasil apabila skor rata-rata hasil belajar yang
diperoleh oleh siswa kelas VIII.B meningkat dari siklus I ke siklus II.
3. Bila guru (peneliti) telah dapat melaksanakan metode pembelajaran secara
optimal yang meliputi pengelolaan kelas dan pemberian materi.