skripsi print

52
BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Sampai saat ini karies gigi masih terus menjadi masalah utama pada bidang kedokteran gigi, dan tetap menjadi penyakit infeksius yang paling umum pada anak. Karies gigi pada anak dikenal dengan sebutan Early Childhood Caries (ECC) yaitu adanya satu permukaan gigi atau lebih pada gigi sulung yang mengalami kerusakan (dengan atau tanpa kavitas) ataupun yang ditambal pada anak usia sampai dengan 71 bulan. 1 Prevalensi dan tingkat keparahan karies pada anak di bawah lima tahun di beberapa negara di dunia cukup tinggi. Prevalensi ECC di negara Arkansas, Lousiana, New Mexico, Oklahoma dan Texas pada 1230 anak (usia 3-5 tahun) didapat sebesar 18,5% untuk usia 3 tahun; 22,4% anak usia 4 tahun; dan 27,9% anak usia 5 tahun. Di 1

Upload: budhi-karoma

Post on 12-Feb-2015

35 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

gita

TRANSCRIPT

Page 1: Skripsi Print

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. LATAR BELAKANG

Sampai saat ini karies gigi masih terus menjadi masalah utama pada bidang

kedokteran gigi, dan tetap menjadi penyakit infeksius yang paling umum pada anak.

Karies gigi pada anak dikenal dengan sebutan Early Childhood Caries (ECC) yaitu

adanya satu permukaan gigi atau lebih pada gigi sulung yang mengalami kerusakan

(dengan atau tanpa kavitas) ataupun yang ditambal pada anak usia sampai dengan 71

bulan. 1

Prevalensi dan tingkat keparahan karies pada anak di bawah lima tahun di

beberapa negara di dunia cukup tinggi. Prevalensi ECC di negara Arkansas,

Lousiana, New Mexico, Oklahoma dan Texas pada 1230 anak (usia 3-5 tahun)

didapat sebesar 18,5% untuk usia 3 tahun; 22,4% anak usia 4 tahun; dan 27,9% anak

usia 5 tahun. Di Amerika Serikat, prevalensi ECC pada anak usia 3-5 tahun adalah

90% . Di Thailand ECC pada bayi usia 15-19 bulan adalah 82,8% .

Sementara di Indonesia, prevalensi karies pada anak usia 3-5 tahun terus

meningkat. Pada tahun 1988, prevalensi karies pada anak-anak prasekolah di Jakarta

dan sekitarnya adalah 85,17% dan Pada tahun 2001, prevalensi karies pada anak

usia 3-5 tahun di DKI Jakarta adalah 81,2%.2

1

Page 2: Skripsi Print

Etiologi ECC sama dengan etiologi karies secara umum yaitu disebabkan

oleh multifaktorial yang awalnya karena terinfeksi bakteri. Salah satu mikroba

patogen penyebab karies yang banyak ditemukan dalam biofilm kariogenik atau plak

adalah Streptococcus mutans Penelitian menemukan bahwa dari mutans streptococci

didapat jumlah koloni Streptococcus. mutans sebesar 74-94% pada berbagai populasi

yang berbeda. S. mutans ini dapat menghasilkan produk asam yang menyebabkan

demineralisasi enamel sehingga dapat menyebabkan karies.3

Teh hijau dikelolah tidak melalui proses fermentasi. Setelah dipetik segera

dilakukan pemanasan 2 – 3 menit (proses pelayuan) yang bertujuan untuk

menginaktifkan enzim – enzim yang dapat mempengaruhi terjadinya proses

fermentasi. Katekin pada teh hijau dapat menghancurkan bakteri kariogenik

penghasil glucan yang akan meningkatkan plak gigi. Teh hijau memiliki daya

hambat 2,5%, meskipun pada konsentrasi 1% teh hijau sudah memperlihatkan

adanya daya hambat terhadap bakteri streptococcus mutans..4

Teh hijau dapat menjadi salah satu alternative pemecahan masalah yang ada.

Hal ini disebabkan oleh aktivitas antibakteri yang dimiliki oleh teh hijau.

Konsentrasi polifenol dalam ekstrak teh hijau efektif menghambat pertumbuhan

bakteri Streptococcus mutans yang merupakan bakteri kariogenik, yang merupakan

penyebab utama Early Childhood Caries pada anak berumur tiga sampai lima tahun.

Teh hijau ini merupakan minuman yang paling banyak dikonsumsi masyarakat

Indonesia dan pohonnya dapat tumbuh didaerah tropis maupun subtropics yang

2

Page 3: Skripsi Print

sangat cocok tumbuh di Indonesia, sehingga dapat dengan mudah diperoleh dan

dibudidayakan di Indonesia.5

I.2. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan maka dirumuskan

masalah, yaitu :

Bagaimana peranan teh hijau sebagai obat kumur pada anak usia 3 – 6 tahun

dengan pemeriksaan streptocccus mutans pada saliva anak penderita ECC

I.3. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk :

Mengetahui peranan teh hijau sebagai obat kumur pada anak usia 3 – 6

dengan pemeriksaaan streptococcus mutans pada saliva pada saliva anak

penderita ECC

1.4. MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa :

1. Memperluas wawasan dan pengetahuan tentang peranan teh hijau sebagai

obat kumur pada anak usia 3 – 6 tahun dengan pemeriksaan streptococcus

mutans pada saliva anak penderita ECC

3

Page 4: Skripsi Print

2. Sebagai sumbangan ilmiah yang diharapkan dapat bermanfaat bagi

masyarakat dalam pemakaian teh hijau sebagai obat kumur sehingga dapat

mengurangi resiko terkena karies

4

Page 5: Skripsi Print

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. TEH HIJAU (CAMELLIA SINENSIS)

Teh merupakan minuman yang telah lama diyakini khasiatnya bagi kesehatan

tubuh karena kandungan antioksidannya. Teh mengandung senyawa kimia polifenol

yang merupakan suatu kelompok antioksidan yang secara alami terdapat pada sayur-

sayuran, buah-buahan, dan minuman seperti teh dan anggur (Pambudi, 2004).6

Gambar 1. Green tea ( camellia sinensis )

Sumber : http://www.organicfacts.net/organic-beverages/organic-tea/health-benefits-

of-green- tea.html

Teh hijau diperoleh tanpa proses fermentasi; daun teh diperlakukan dengan panas sehingga terjadi inaktivasi enzim. Pemanasan ini dilakukan dengan dua cara yaitu

5

Page 6: Skripsi Print

dengan udara kering dan pemanasan basah dengan uap panas (steam). Pada

pemanasan dengan suhu 85oC selama 3 menit, aktivitas enzim polifenol oksidase

tinggal 5,49%. Pemanggangan (pan firing) secara tradisional dilakukan pada suhu

100-200oC sedangkan pemanggangan dengan mesin suhunya sekitar 220-300oC.

Pemanggangan daun teh akan memberikan aroma dan flavor yang lebih kuat

dibandingkan dengan pemberian uap panas. Keuntungan dengan cara pemberian uap

panas, adalah warna teh dan seduhannya akan lebih hijau terang. 7

2.1.1. KARAKTERISTIK UMUM

Divisi : Spermatophyta (tumbuhan biji)

Sub divisi : Angiospermae (tumbuhan biji terbuka)

Kelas : Dicotyledoneae (tumbuhan biji belah)

Sub Kelas : Dialypetalae

Ordo (bangsa) : Guttiferales (Clusiales)

Familia (suku) : Camelliaceae (Theaceae)

Genus (marga) : Camellia

Spesies (jenis) : Camellia sinensis

Varietas : Assamica7

6

Page 7: Skripsi Print

2.1.2. KANDUNGAN TEH HIJAU

Daun teh yang baru dipetik mengandung air 75 % dari berat daun dan sisanya

berupa padatan dan terdiri dari bahan – bahan organik dan anorganik. Bahan organik

yang penting dalam pengolahan antara lain polifenol, karbohidrat dan turunannya,

ikatan nitrogen, pigmen, enzim dan vitamin.

Bahan-bahan kimia dalam da un teh dikelompokkan menjadi 4 kelompok

besar, yaitu:

a. Substansi fenol : tanin / katekin, flavanol

b. Sustansi bukan fenol : resin, vitamin, serta substansi mineral

c. Substansi aromatis : fraksi karboksilat, fenolat, karbonil, netral bebas karbonil

(sebagian besar terdiri atas alkohol).

d. Enzim : Invertase, amilase, _-glukosidase, oximetilase, protease, dan peroksidase.

Keempat kelompok tersebut bersama-sama mendukung terjadinya sifat-sifat

yang baik pada teh. Jadi apabila pengendalian selama proses pengolahan dapat

dilakukan dengan tepat, maka akan diperoleh :

7

Page 8: Skripsi Print

a. Substansi Fenol

Komponen fenol dalam daun teh segar dan muda mencapai 25-35 % dari

keseluruhan bahan kering daun.

- Tanin/Katekin

Senyawa ini tidak berwarna dan paling penting pada daun teh karena dapat

menentukan kualitas daun teh dimana dalam pengolahannya, perubahannya

selalu dihubungkan dengan semua sifat teh kering yaitu rasa, warna dan aroma.

Tanin atau katekin pada daun teh merupakan senyawa yang sangat kompleks.

Jumlah totalnya hanya merupakan fraksi saja yang merupakan ukuran kualitas

teh. Tanin dalam istilah teh disebut katekin. Katekin teh merupakan flavonoid

yang termasuk dalam kelas flavanol. Jumlah atau kandungan katekin ini

bervariasi untuk masing-masing jenis teh. Adapun katekin teh yang utama adalah

epicathecin (EC), Epicathecin galat (ECG), Epigalochatechin dan Epichatecin

gallate (EGCG). Katekin teh memiliki sifat tidak berwarna, larut dalam air, serta

membawa sifat pahit dan sepat pada seduhan teh. Hampir semua sifat produk teh

termasuk didalamnya warna, rasa dan aroma secara langsung maupun tidak

langsung, dihubungkan dengan modifikasi pada katekin ester menjadi katekin

non ester dapat menurunkan rasa pahit dan sepat dari teh hijau.

8

Page 9: Skripsi Print

- Flavanol

Flavanol utama yang terdapat didalam daun teh adalah querecetin, kaemferol dan

myricetin terutama dalam bentuk glikosidanya (berikatan dengan molekul gula)

dan sedikit dalam bentuk aglikonnya. Jumlahnya dapat bervariasi tergantung

suhu dan cara ekstraksinya .

b. Substansi Non Fenol

- Karbohidrat

Seperti tanaman lain, daun teh juga mengandung karbohidrat mulai dari gula

sederhana sampai dengan yang kompleks. Yang terpenting diantaranya adalah

sukrosa, glukosa dan fruktosa. Keseluruhan karbohidrat yang dikandung teh

adalah 0,75 % dari berat kering daun.

- Substansi Pektin

Substansi pektin terutama terdiri atas pektin dan asam pektat, besarnya bervariasi

antara 4,9 - 7,6% dari berat kering daun atau tangkai. Sustansi ini dianggap ikut

menentukan kualitas dari teh.

- Alkaloid

Senyawa ini yang menjadikan teh sangat digemari karena bersifat menyegarkan.

Sifat penyegar teh yang berasal dari bahan tersebut menyusun 3-4 % berat kering.

Alkaloid utama dalam daun teh adalah kafein, theobromin dan theofilin.

9

Page 10: Skripsi Print

- Protein dan Asam-asam Amino

Daun teh mengandung protein yang sangat besar peranannya dalam

pembentukan aroma teh. Diketahui bahwa perubahan utama selama pelayuan

adalah pembongkaran protein menjadi asam-asam amino. Asam amino

bersama dengan karbohidrat dan katekin akan membentuk senyawa aromatis.

Asam amino yang paling berpengaruh adalah alanin, fenilalanin, valin, leusin,

dan isoleusin. Seluruh protein dan asam amino bebas berkisar 1,4-5 % dari

berat kering daun.

- Klorofil dan Zat Warna Lain

Zat warna (klorofil) dalam daun mendukung 0,019 % dari berat kering daun teh.

Zat lainnya seperti karotenoid (zat warna jingga) dalam daun teh dapat

menentukan aroma teh, karena oksidasinya menghasilkan substansi yang mudah

menguap yang terdiri atas aldehid dan keton tidak jenuh.

- Asam organik

Dalam proses metabolisme tertama respirasi, asam organik berperan penting

sebagai pengatur proses oksidasi dan reduksi. Selain itu, asam organik juga

merupakan bahan untuk membentuk karbohidrat, asam amino dan lemak untuk

tanaman.

10

Page 11: Skripsi Print

- Substansi Resin

Bau atau aroma teh tergantung pada minyak esensial dan resin. Sebagai bahan

kimia, resin sukar dibedakan dengan minyak esensial dan terpena. Peranan resin

yang lain adalah menaikkan daya tahan tanaman teh terhadap frost. Kandungan

resin besarnya 3 % dari berat kering.

- Vitamin-vitamin

Daun teh mengandung beberapa vitamin yaitu vitamin C, K, A, B1, B2, asam

nikotinat dan asam pantotenat. Tetapi kebanyakan rusak selama proses

pengolahan.

- Substansi Mineral

Elemen mineral yang merupakan mayoritas adalah potasium yang jumlahnya

separuh dari kandungan mineral. Kandungan mineral dalam daun teh kira-kira 4-

5 % dari berat kering. Dari segi kualitas, peranan substansi ini tidak banyak

disebut. Namun ada beberapa unsur yang berhubunan dengan oksidasi polifenol,

yaitu fosfor yang mengtur PH selama oksidasi, magnesium yang merupakan

komponen dari klorofil serta tembaga yang merupakan gugusan prostetis dari

polifenol oksidasi.

11

Page 12: Skripsi Print

c. Substansi Aromatis

Salah satu sifat penting dari kualitas teh adalah aroma. Timbulnya aroma ini

secara langsung atau tidak langsung, selalu dihubungkan dengan terjadinya oksidasi

senyawa polifenol. Para peneliti dari Jepang telah melakukan penyelidikan yang

intensif terhadap aroma teh dan menggolongkannya dalam 4 kelompok, yaitu:

• Fraksi karboksilat

• Fraksi fenolat

• Fraksi karbonil

• Fraksi bebas karbonil

d. Enzim-enzim

Enzim berperan sebagai biokatalisator pada setiap reaksoi kimia didalam

tanaman. Enzim yang dikandung didalam daun teh diantaranya adalah invertase,

amilase, glukosidase, oksimetilase, protease dan peroksidase.8

2.2. KARIES

Karies gigi merupakan suatu penyakit umum yang sering ditemukan sejak

pertama terdapat sejarah kehidupan manusia. Dr. WD Miller (1980) merupakan

orang pertama yang menggambarkan karies sebagai aksi dari asam organic terhadap

kalsium fosfat pada gigi. Ia memperlihatkan bila gigi diinkubasi dengan saliva dan

karbohidrat, asam akan terbentuk dan menguraikan bagian gigi yang termineralisasi.

12

Page 13: Skripsi Print

Ia menyimpulkan bahwa asam yang dibentuk oleh bakteri dalam saliva menguraikan

gigi. Dari penelitian ini ia merumuskan teori “kemo-parasitik” dari karies gigi. Sejak

saat itu banyak data yang mendukung teori menurunnya pH oleh produksi asam

bakteri akan menghasilkan penguraian email. Penelitian Dr. Miller telah membentuk

dasar untuk teori “plak-tuan rumah-substrat” dari pembentukan karies. Proses

pembentukan karies gigi disebabkan oleh multifaktor, pada dasarnya dapat

disederhanakan menjadi hubungan yang tidak seimbang antara daya tahan gigi

dengan faktor kariogenik.9

Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi, yaitu email, dentin dan

sementum yang disebabkan oleh aktivitas suatu jasad renik dalam suatu karbohidrat

yang dapat diragikan. Tandanya adalah adanya demineralisasi jaringan keras gigi

yang kemudian diikuti oleh kerusakan bahan oerganiknya. Akibatnya, terjadi invasi

bakteri dan kematian pulpa serta penyebaran infeksinya kejaringan periapeks yang

dapat menyebabkan nyeri.7

Karies gigi merupakan penyakit universal yang dapat terjadi disemua orang,

semua usia, ras, dan semua tempat di dunia.berat ringannya karies di dalam gigi

geligi seseorang tergantung dari faktor – faktor yang ada di sekitar manusia dan

lingkungannya. Proses karies di gigi sulung (dentes decidui) berjalan lebih cepat

dibanding gigi tetap dan mudah terbentuk karies rampan.4 Karies merupakan

penyakit infeksi hasil interaksi bakteri kariogenik, hospes dan makanan tinggi

karbohidrat.10

13

Page 14: Skripsi Print

2.2.1 Etiologi karies gigi

Karies gigi adalah penyakit multifaktor yang merupakan hasil kombinasi dari 4

faktor utama yaitu inang dan gigi, mikroorganisme di dalam plak, substrat dan waktu

(Pine, 1997).

1) Mikroorganisme

Peran bakteri dalam menyebabkan terjadinya karies sangatlah besar. Bakteri

plak sangat dominant dalam karies gigi adalah streptococcus mutans. Bakteri

ini sangat kariogen karena mampu membuat asam dari karbohidrat yang

dapat diragikan. Dapat menempel pada permukaan gigi karena

kemampuannya membuat polisakarida ekstrasel yang sangat lengket dari

karbohidrat makanan. Polisakarida ini terdiri dari polimer glukosa,

menyebabkan matriks plak gigi mempunyai konsistensi seperti gelatin.

Akibatnya bakteri-bakteri terbantu untuk melekat pada gigi serta saling

melekat satu sama lain.

2) Substrat

Substrat adalah campuran makanan halus dan minuman yang dikonsumsi

sehari-hari yang menempel pada gigi. Seringnya mengkonsumsi gula akan

menambah pertumbuhan plak dan menambah jumlah Streptococcus mutans

didalamnya. Sukrosa merupakan gula yang kariogen, walaupun gula lainnya

tetap berbahaya. Sukrosa merupakan gula yang paling banyak dikonsumsi,

maka sukrosa merupakan penyebab karies yang utama (Kidd & Bechal,1991)

14

Page 15: Skripsi Print

3) Inang atau Gigi

Faktor- faktor dari gigi yang berpengaruh terhadap peningkatan karies, yaitu :

1. Bentuk

Gigi dengan fit dan fisur yang dalam lebih mudah terserang karies

2. Posisi

Gigi yang berjejal dan susunanya tidak teratur lebih sukar

dibersihkan. Hal inicenderung meningkatkan penyakit periodontal dan karies

3. Struktur

Keberadaan flour dalam konsentrasi yang optimum pada jaringan gigi

dan lingkungannya merangsang efek anti karies (Kidd & Bechal, 1991)

4) Waktu

Waktu menjadi salah satu faktor penting, karena meskipun ada ketiga

faktor sebelumnya proses pembentukan karies gigi relatif lambat dan secara

klinis terlihat kehancuran dari email lebih dari empat tahun (Pine, 1997)

Adanya kemampuan saliva untuk mendepositkan kembali mineral

selamaberlangsungnya proses karies, menandakan bahwa proses karies

tersebut terdiri atas periode kerusakan dan perbaikan yang bergantian.

Apabila saliva ada di dalam lingkungan gigi, maka karies tidak

menghancurkan gigi dalam hitungan hari atau minggu, melainkan dalam

bulan atau tahun.11

15

Page 16: Skripsi Print

Gambar 2. Empat Lingkaran faktor penyebab karies4

Adapun Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya karies gigi:

1)   Keturunan

Dari suatu penelitian terhadap 12 pasang orang tua dengan keadaan gigi yang

cukup baik. Disamping itu dari 46 pasang orang tua dengan prosentase karies

gigi, hanya 1 pasang yang memiliki anak dengan gigi yang baik, 5 pasang

dengan prosentase karies sedang, selebihnya 40 pasang lagi, dengan prosentase

karies yang tinggi.

2)    Ras

Pengaruh ras terhadap terjadinya karies gigi amat sulit ditentukan. Tetapi

keadaan tulang rahang suatu ras bangsa mungkin berhubungan dengan

prosentase karies yang semakin meningkat atau menurun. Misalnya, pada ras

tertentu dengan rahang yang sempit, sehingga gigi-gigi pada rahang sering

tumbuh tidak teratur, tentu dengan keadaan yang tidak teratur ini akan

16

Page 17: Skripsi Print

mempersulit pembersihan gigi, dan ini akan mempertinggi prosentase karies gigi

pada ras tersebut.

3)   Jenis kelamin

Dari hasil pengamatan yang dilakukan Milhahn-Turkeheim pada gigi M1,

terlihat bahwa persentase karies gigi pada wanita adalah lebih tinggi daripada

pria. Prosentase molar kiri lebih tinggi dibandingkan dengan molar kanan,

karena faktor penguyahan dan pembersihan dari masing-masing bagian gigi.

4)    Umur

Sepanjang hidup dikenal 3 fase umur dilihat dari sudut gigi geligi:

a)      Periode gigi campuran, disini molar 1 paling sering terkena karies.

b)     Periode pubertas (remaja) umur antara 14-20 tahun. Pada masa pubertas

terjadi perubahan hormonal yang dapat menimbulkan pembengkakan gusi,

sehingga kebersihan mulut menjadi kurang terjaga. Hal ini yang

menyebabkan prosentase karies lebih tinggi.

c)     Umur antara 40-50 tahun. Pada umur ini sudah terjadi retraksi atau

menurunnya gusi dan papil, sehingga sisa-sisa makanan sering sukar

dibersihkan.

5)    Makanan

Makanan sangat berpengaruh terhadap gigi dan mulut. Pengaruh ini dapat

dibagi menjadi:

17

Page 18: Skripsi Print

a)    Isi dari makanan yang menghasilkan energi.

Misalnya karbohidrat, protein, lemak, vitamin, serta mineral-mineral. Unsur-

unsur tersebut diatas berpengaruh pada masa praerupsi dan pasca erupsi dari

gigi geligi.

b)    Fungsi mekanis dari makanan yang dimakan.

Makanan-makanan yang bersifat membersihkan gigi merupakan gosok gigi

alami, tentu saja akan mengurangi kerusakan gigi. Makanan yang bersifat

membersihkan ini adalah apel, jambu air, bengkoang, dan lain sebagainya.

Sebaliknya, makanan yang lunak dan melekat pada gigi amat merusak gigi,

seperti coklat, biskuit, dan lain sebagainya.

6)    Unsur kimia

Unsur-unsur kimia yang mempunyai pengaruh terhadap terjadinya karies gigi

masih dalam penelitian. Unsur kimia yang paling mempengaruhi prosentase

karies gigi adalah Fluor. Adapun beberapa unsur kimia yang menghambat

terjadinya karies gigi diantaranya adalah Berillium, Fluor, Aurum (An), Cuprum

(Cu), Magnesium (Mg), Strontium, dan Zinc.

7)    Saliva

Sejak tahun 1901 oleh Rigolet, telah diketahui bahwa pasien dengan sekresi

saliva yang sedikit atau tidak ada sama sekali memiliki prosentase gigi yang

semakin meninggi misalnya oleh karena: Aptyalismus, terapi radiasi kanker

ganas, Xerostomia, pasien dalam waktu singkat akan mempunyai prosentase

18

Page 19: Skripsi Print

karies yang tinggi. Sering juga ditemukan pasien-pasien balita umur 2 tahun

dengan kerusakan atau karies pada seluruh giginya, aplasia kelenjar parotis .

8)    Plak

Plak terbentuk dari campuran antara bahan-bahan air ludah seperti mucin,

sisa-sisa sel jaringan mulut, leukosit, limfosit dengan sisa-sisa makanan serta

bakteri. Plak ini, mula-mula berbentuk agar cair yang lama kelamaan menjadi

kelat, tempat bertumbuhnya bakteri. Tidak dapat disangkal bahwa kita harus

menghilangkan plak sebanyak mungkin, karena plak merupakan awal terjadinya

kerusakan gigi. Jadi yang bersih akan sulit rusak 11

2.3. EARLY CHILDHOOD CARIES ( ECC )

Karies anak usia dini (ECC) adalah bentuk virulen karies gigi yang dapat

menghancurkan gigi utama balita dan anak prasekolah. Populasi berisiko tinggi

Amerika Utara termasuk anak-anak Amerika Hispanik dan asli, serta anak-anak

terdaftar di Head Start, sebuah program yang didanai pemerintah federal untuk anak-

anak prasekolah yang hidup dalam kemiskinan. Prevalensi ECC antara anak-anak ini

berkisar dari 11% sampai 72%. ECC adalah penyakit menular, dan Streptococcus

mutans adalah agen penyebab yang paling mungkin; diet juga memainkan peran

penting dalam akuisisi dan ekspresi klinis dari infeksi ini. Kolonisasi primer oleh S.

mutans ditambah dengan karies yang disebabkan oleh perilaku pemberian makan

akan menyebabkan akumulasi organisme ini ke tingkat melebihi 30% dari flora plak

keseluruhan sehingga menyebabkan demineralisasi cepat struktur gigi.. Pengobatan

19

Page 20: Skripsi Print

biasanya terdiri dari restorasi atau operasi pengangkatan gigi karies. Pencegahan

primer ECC sebagian besar dilakukan konseling tentang karies melalui kepada orang

tua mempromosikan perilaku makan. Strategi baru mengatasi komponen

mikroorganisme agar tidak menular melalui penggunaan terapi antimikroba topikal

yang cukup menjanjikan.12

Gambar 3. Early Chlidhood Caries (ECC)

Anak-anak pada usia 12-30 bulan memiliki pola karies khusus yang berbeda

dari pada anak yang lebih tua. Karies mempengaruhi gigi insisivus rahang atas dan

geraham utama primer pertama dengan cara yang mencerminkan pola letusan.

Semakin lama gigi telah hadir dan terkena karies tantangan, semakin terpengaruh.

Gigi seri atas yang paling rentan, sementara gigi seri rahang bawah dilindungi oleh

lidah dan air liur dari kelenjar submandibula dan sublingual [ 1 Pola karies gigi telah

diberi label berbagai sebagai "karies botol," "keperawatan karies," "bayi botol

kerusakan gigi," atau ini istilah "mulut botol malam." Menunjukkan bahwa penyebab

20

Page 21: Skripsi Print

utama dari karies gigi pada anak usia dini adalah botol tidak tepat makanBukti saat

ini menunjukkan bahwa penggunaan cairan yang mengandung gula dalam botol di

malam hari mungkin merupakan faktor etiologi yang penting, meskipun belum tentu

satu-satunya faktor etiologi. Oleh karena itu, dianjurkan bahwa istilah “karies anak

usia dini (ECC)” akan digunakan ketika menggambarkan segala bentuk karies pada

bayi dan anak-anak prasekolah.1

2.3.1. Definisi

Early Childhood Caries ( Karies Anak Usia Dini ) didefinisikan sebagai

adanya satu atau lebih lesi berlubang (cavitated) ataupun lesi tidak berlubang (non-

cavitated), hilang (karena karies) atau disisi permukaan gigi dalam setiap gigi primer

pada anak prasekolah-usia antara kelahiran dan usia 71 bulan. Istilah "Karies Dini

Anak parah" mengacu pada "atipikal" atau "progresif" atau "akut" atau "merajalela"

pola karies gigi. 1

2.3.2. Prevalensi

ECC adalah masalah kesehatan publik yang terus mempengaruhi bayi dan

anak-anak prasekolah di seluruh dunia. Sebuah kajian komprehensif epidemiologi

menunjukkan bahwa prevalensi ECC bervariasi dari populasi penduduk. Di Amerika

Serikat, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) melaporkan bahwa

prevalensi karies gigi anak-anak berusia 2-5 tahun, 24,2% dalam Kesehatan Nasional

dan Gizi Survey (NHANES) III antara 1988 dan 1994 dan 27,9% pada NHANES

21

Page 22: Skripsi Print

1999-2004. Diantara anak-anak berusia 2-11 tahun selama 1999-2004, anak-anak

Meksiko-Amerika lebih tinggi tingkat karies (55,4%) daripada hitam (43,4%) atau

non-Hispanik anak putih (38,6%). 200% dari tingkat kemiskinan federal (FPL)

memiliki pengalaman karies lebih rendah (32,3%) dibandingkan pada kelompok

berpenghasilan rendah (48,8% bagi mereka dengan pendapatan keluarga 100-199%

dari FPL dan 54,3% bagi mereka dengan pendapatan keluarga <100% dari FPL).

2.3.3. Faktor Resiko

- Faktor resiko mikrobiologi :

ECC adalah penyakit menular, dan Mutans streptococci (MS), termasuk

spesies Streptococcus mutans dan Streptococcus sobrinus, adalah agen penyebab

yang paling umum.]. Lactobacillus juga berpartisipasi dalam pengembangan lesi

karies dan memainkan peran penting dalam perkembangan lesi, tetapi tidak inisiasi.

Rentang waktu antara kolonisasi Mutans Streptococci dan timbulnya lesi karies

adalah sekitar 13-16 bulan. Anak – anak beresiko tinggi (prematur dan / atau BBLR,

dengan hipomineralisasi gigi), durasi mungkin jauh lebih pendek.

- Faktor Resiko Diet :

Anak-anak dengan ECC biasanya sering mengkonsumsi minuman yang

mengandung glukosa yang tinggi. Sugared beverages are readily metabolized by MS

and lactobacilli to organic acids that can demineralize enamel and dentin. Minuman

22

Page 23: Skripsi Print

manis yang dikonsumsi, akan dimetabolisme oleh MS dan Lactobasilus dan hasilnya

berupa asam organic yang dapat menyebabkan demineralisasi enamel dan dentin.

Pemberian susu sapi pada anak dasarnya adalah noncariogenic karena

kandungan mineral dan kadar laktosa yang rendah. Produksi air liur yang menurun

saat tidur, dan digunakannya dot atau puting yang terus menerus dapat berpotensi

kariogenik. Selain itu, bukti epidemiologis menunjukkan bahwa pemberian ASI

selama lebih dari 1 tahun dan pada malam hari dapat beresiko tinggi menimbulkan

karies.

2.3.4. Pencegahan

Pencegahan ECC dapat dilakukan dengan mengubah pola makan. Konsumsi

minuman dengan botol dapat meningkatkan frekuensi terjadinya karies akibat

demineralisasi enamel. Jenis perilaku makan selama tidur dapat meningkatkan

resiko karies gigi karena laju aliran saliva menurun saat tidur. Dengan demikian,

konsumsi minuman bergula dengan botol harus dikurangi atau dihentikan.1

2.4. STREPTOCOCCUS MUTANS

Streptococcus mutans adalah penyebab utama dari karies gigi di seluruh

dunia dan dianggap paling kariogenik dari semua streptokokus mulut. Streptococcus

mutans, melekat pada permukaan gigi dan hidup di berbagai kelompok karbohidrat.

Ketika terjadi metabolisme gula dan sumber energi lainnya, mikroba menghasilkan

asam yang menyebabkan gigi berlubang.

23

Page 24: Skripsi Print

Streptococcus mutans pertama kali dijelaskan oleh JK Clark pada tahun 1924 setelah

S. Mutans diisolasi dari lesi karies. Para peneliti telah mengidentifikasi beberapa

ratus gen yang unik dari S. mutans. Hal ini bermanfaat untuk menghilangkan S.

mutans tanpa membunuh flora normal lain dalam mulut.13

Streptococcus mutans adalah organisme gram-positif yang merupakan agen

penyebab utama dalam pembentukan gigi berlubang pada manusia. Bakteri Gram-

positif adalah bakteri yang berwarna biru gelap atau ungu dengan

pewarnaan Gram.  Streptococcus merupakan flora normal mulut pada manusia dan

merupakan bakteri penyebab karies gigi.14

Gambar 4. streptococcus mutans

Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/Streptococcus_mutans

Streptococcus Mutans adalah flora normal rongga mulut, mempunyai bentuk

sel bulat atau lonjong dengan garis tengah sekitar 2μm. Koloninya berpasangan atau

berantai, tidak bergerak dan tidak berspora,metabolismenya anaerob, namun dapat

24

Page 25: Skripsi Print

hidup secara anaerob fakultatif dan mempunyai 8 serotipe.. Serotipe KPSK2 sering

ditemui pada plak gigi dan merupakan penyebab utama karies. Serotipe ini pertama

kali ditemukan oleh Clarke pada tahun 1924.10

2.3.1. KARAKTERISTIK UMUM

Kingdom : Monera

Divisio : Firmicutes

Class : Bacilli

Order : Lactobacilalles

Family : Streptococcaceae

Genus : Streptococcus

Species : Streptococcus mutans.15

25

Page 26: Skripsi Print

BAB III

KERANGKA TEORI

KETERANGAN :

VARIABEL YANG DITELITI

VARIABEL YANG DIKENDALIKAN

VARIABEL YANG TIDAK DITELITI

26

KARIES

EARLY CHILDHOOD CARIES (ECC)

TEH HIJAU

SUBSTANSI BUKAN FENOL

STREPTOCOCCUS MUTANS

SUBSTANSI FENOL

POLIFENOL

KOMPOSISI / KANDUNGAN

SUBSTANSI AROMATIS

ENZIM - ENZIM

Page 27: Skripsi Print

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. JENIS PENELITIAN

4.1.1. Ruang Lingkup Penelitian

Menurut ruang lingkup penelitian jenis penelitiannya adalah

eksperimental laboratorium.

4.1.2. desain Penelitian

Desain penelitian ini menggunakan desain penelitian pre – test dan post

- test control group design.

4.1.3. Subtansi

Menurut substansi jenis penelitiannya adalah penelitian terapan.

4.1.4. Hubungan antara Variabel

Menurut hubungan antara variable jenis penelitiannya adalah penelitian

analitik.

4.1.5. Adanya Perlakuan

Menurut adanya manipulasi/perlakuan jenis penelitiannya adalah

penelitian eksperimental.

27

Page 28: Skripsi Print

4.2. RANCANGAN PENELITIAN

Desain/rancangan penelitiannya adalah studi eksperimental, yaitu

dengan melakukan pemberian teh hijau sebagai obat kumur pada anak

penderita ECC usia 3-6 tahun dan mengevaluasi jumlah bakteri S. mutans pada

saliva anak ( yaitu pada saat dilakukan penelitian). Hasilnya merupakan suatu

analitik mengenai pengaruh pemberian teh hijau sebagai obat kumur terhadap

jumlah bakteri S. mutans pada saliva anak penderita ECC usia 3-6 tahun.

4.3. LOKASI PENELITIAN

1. TK Al-Hidayah

2. TK Ra Alaudin

3. Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Unhas

4.4. WAKTU PENELITIAN

Dilakukan pada bulan November 2012

4.5. POPULASI DAN SAMPEL

4.5.1. Populasi

Populasi yang digunakan adalah murid TK Al-Hidayah, TK Ra Alaudin

usia 3 – 6 tahun.

28

Page 29: Skripsi Print

4.5.2. Sampel

Sampel yang digunakan adalah 30 anak usia 3 – 6 tahun dengan

mengalami ECC dan 30 anak usia 3 – 6 tahun tanpa ECC.

4.6. METODE PENGAMBILAN SAMPEL

Metode pengambilan sampel ini dilakukan dengan mengunjungi TK Ujung

Pandang, TK Frater Bakti luhur, TK Katholik Santa Maria dimana sampel

merupakan semua pasien anak berumur 3-6 tahun dan memenuhi kriteria

inklusi sampel.

4.7. KRITERIA SAMPEL

4.7.1. Kriteria Inklusi

Pasien anak yang berumur 3-6 tahun yang memiliki minimal 4 gigi

yang mengalami karies, bersedia untuk dilakukan pemberian teh hijau

sebagai obat kumur dan bersedia untuk dilakukan pengambilan saliva

untuk diteliti.

4.7.2. Kriteria Eksklusi

Pasien anak yang berumur 3 – 6 tahun yang sedang mengkonsumsi

antibiotik dan yang menolak dilakukan pemberian teh hijau sebagai

obat kumur dan tidak bersedia untuk dilakukan pengambilan saliva

untuk diteliti.

29

Page 30: Skripsi Print

4.8. JUMLAH SAMPEL

Jumlah sampel pada penelitian ini adalah sebanyak 60 anak.

4.9. VARIABEL PENELITIAN

Variabel :

a. Independen (sebab) : Pemberian teh hijau

Variabel bebas : volume pemberian teh hijau à Skala Rasio

Variabel control : umur à Skala Nominal

b. Dependen (akibat) : ECC

Jumlah bakteri S. mutans à Skala Rasio

4.10. DEFENISI OPERASIONAL

1. Streptococcus mutans adalah penyebab utama dari karies gigi di seluruh dunia dan

dianggap paling kariogenik dari semua streptokokus mulut. Streptococcus mutans,

melekat pada permukaan gigi dan hidup di berbagai kelompok karbohidrat.

2.Teh hijau mengandung katekin yang dapat menghambat bakteri streptococcus

mutans

30

Page 31: Skripsi Print

.11. ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN

4.11.1 Alat yang digunakan

1. pot plastic 11. spatula

2. lampu spritus 12. Cawan petri

3. incubator 13. Alat diagnostik

4. objek glass 14. Gelas kimia 250 ml

5. masker 15. Alat sterilisasi

6. senkelit 16. Spoit 10 ml

7. gelas ukur 17. Penjepit pot plastik

8. mikroskop 18. Gelas kumur

9. autoclave 19. Termos

10. penjepit 20. handskun

4.11.2 Bahan

Ekstrak katekin teh hijau 3%

Pewarnaan gram

Media :

1. BHIB ( Brain Heart Infusion Broth ), sebagai media uji bakteri

streptococcus mutans.

31

Page 32: Skripsi Print

4.12 DATA

4.12.1 Data

Data diperoleh dengan cara memeriksa sampel untuk mengetahui

jumlah bakteri S. mutans pada saliva anak penderita ECC kemudian

melakukan pencatatan dan dianalisa.

4.12.2 Jenis Data

Jenis data yang digunakan adalah data primer.

4.13. ANALISIS DATA

Analisa data dilakukan secara deskriptif dengan membuat uraian secara

psistematis mengenai hasil penelitian, kemudian mendistribusikan ke dalam

bentuk table frekuensi.

4.14.PROSEDUR PENELITIAN

Tahap I

Bahan dan alat yang digunakan

Bahan kumur yang digunakan adalah katekin teh hijau 3% yang

dibuat dengan cara melarutkan 3 gram serbuk kering Katekin Teh Hijau

dalam 600 ml aquades.

Alat yang dipakai adalah pot plastik yang disterilkan di autoclav

selama 10 menit.

32

Page 33: Skripsi Print

Tahap II

Pengambilan spesimen bakteri

A. Dilakukan pemeriksaan OH pada anak usia 3 – 6 tahun penderita ECC

dan non - ECC dengan menggunakan indeks OHI-S. Pengambilan

sampel pada anak yang mempuyai OHI-S buruk dan baik.

B. Sampel dibutuhkan sebanyak 60 orang anak, dan terdapat 3 kali

perlakuan pada tiap anak, yakni :

1. Pengambilan sampel awal sebelum kumur – kumur larutan

katekin teh hijau konsentrasi 3%

2. Pengambilan sampel kedua yaitu 15 menit setelah kumur –

kumur larutan katekin teh hijau konsentrasi 3%

3. Pengambilan sampel ketiga yaitu 30 menit setelah kumur –

kumur larutan katekin teh hijau konsentrasi 3%

C. Tindakan pertama yang dilakukan pada sampel yaitu spesimen bakteri

pada saliva pertama, sampel diambil dan disimpan pada wadah yang

ditutup rapat ( pot plastik )

D. Larutan katekin konsentrasi 3% diberikan pada masing – masing

sampel sebanyak 10 ml.

E. Kemudian sampel diinstruksikan berkumur selama 10 detik dengan

larutan katekin teh hijau konsentrasi 3%. Setelah kumur – kumur

pasien diisntruksikan untuk tidak makan dan minum serta sikat gigi.

33

Page 34: Skripsi Print

F. Setelah 15 menit kemudian, dilakukan pengambilan saliva sampel

kedua dan kemudian saliva sampel kedua tersebut disimpan pada

wadah yag ditutup rapat ( pot plastik )

G. Setelah 30 menit kemudian, dilakukan pengambilan saliva sampel

ketiga dan kemudian saliva sampel ketiga tersebut disimpan pada

wadah yang ditutup rapat ( pot plastik )

Tahap III

Prosedur kerja laboratorium

1. Siapakan alat dan bahan

2. Semua alat disterilkan dalam autoclav

3. Pot plastik yang berisikan saliva harus berada dalam termos agar tidak

terkontaminasi bakteri.

4. Kemudian dilakukan pengambilan saliva dari pot plastik kemudian

diisolasi dengan cara digoreskan menggunakan Senkelit sebanyak

0,04 ml secara aseptic di cawan petri yang berisi medium BHIB,

dimana hal ini dilakukan untuk membiakkan bakteri.

5. Selanjutnya diberi label / tanda pada masing – masing cawan petri

yang telah ditanami (isolat)

6. Kemudian dilakukan pengeraman pada incubator selama 24 jam untuk

bakteri streptococcus mutans pada temperatur 37oC

7. Setelah itu dilakukan pengamatan pada bakteri yang berada pada

cawan petri

34

Page 35: Skripsi Print

8. Setelah itu dilakukan pewarnaan gram yakni dengan cara dilakukan

perendamana pada kristal violet kemudian bilas dengan air lalu beri

larutan lugol selama 20 detik kemudian bilas dengan alkohol 90%,

kemudian bilas lagi dengan air lalu genangkan larutan fuchsin selama

2 menit, bilas dengan air kemudian keringkan. Setelah kering, bentuk

koloni bakteri streptococcus mutans dapat dilihat dibawah mikroskop

dengan mengamati bentuk koloni bakteri yang nampak berantai gram

negative.

9. Mikroorganisme tersebut dapat dilihat dengan mikroskop dengan

pembesaran 100 objektif dengan 1200 kali pembesaran sel bakteri.

10. Kemudian dihitung jumlah koloni bakteri streptococcus mutans

dengan medium BHIB.

11. Perhitungan dihitung dengan spidol warna, sehingga bakteri yang

sudah dihitung tidak berulang untuk hitung.

12. Kemudian data yang diterima di catat dan didistribusikan dalam

bentuk tabel.

35

Page 36: Skripsi Print

4.14 ALUR PENELITIAN

36

sampel

Setelah pemberian ekstrak teh hijau 2,5% pada anak penderita

ECC

Sebelum pemberian ekstrak teh hijau 2,5% pada anak penderita

ECC

Setelah pemberian ekstrak teh hijau 2,5% pada anak tanpa ECC

Sebelum pemberian ekstrak teh hijau 2,5% pada anak tanpa ECC

Streptococcus Mutans

saliva saliva

30 Pasien usia 3 -6 tahun penderita ECC

30 pasien usia 3 -6 tahun tanpa ECC

Hasil