slide sejarah hukum adat s2 pancasila
DESCRIPTION
mengenai materi sejarah hukum adat perkuliahan semester 1TRANSCRIPT
Overview :Teori-Teori Sosisologi
Hukum
Bambang Widodo [email protected]
08129644455
Universitas Indonesia
T E O R I
Teori memiliki beberapa pengertian a. l :1. Pendapat yg dikemukakan sbg keterangan
mengenai suatu peristiwa. Misalnya, teori tentang kejadian bumi, juga teori tentang pembentukan negara dll.
2. Asas atau hukum scr umum yg menjadi dasar suatu kesenian atau ilmu pengetahuan, Misalnya teori ttg mengendarai mobil, teori ttg hukum dagang dll.
3. Seperangkat premis yg berhubungan scr logis baik linear maupun tdk linear dan dinyatakan scr sistematis utk menjelaskan gejala-gejala empiris.
4. Seperangkat konsep yg berhubungan satu sama lain yg menggambarkan st fenomena dlm hubungan scr kausalitas dg tujuan utk menerangkan, dan meramalkan fenomena.
P R E M I S Disebut juga postulat, yaitu rangkaian
pernyataan mengenai hubungan antara dua atau lebih konsep, yg tidak perlu dibuktikan kebenarannya karena diterima scr ilmiah (logis).
Contoh : besi kalau dipanaskan akan memuai. Air jika dipasnaskan akan menguap dll
Perspektif dan Paradigma Perspektif Sudut pandang yang berbeda
tentang suatu pengertian dan asas-asas yang teratur dari mana pengertian itu dihasilkan.
Paradigma Sekumpulan pencapaian ilmiah yang diakui secara universal, yang dalam jangka waktu tertentu, menjadi model permasalahan dan pemecahannya bagi suatu komunitas praktis.
Pemikiran Perspektif dan Paradigmatik Michalowski
Perspektif yang digunakan dalam menjelaskan hubungan antara hukum dan masyarakat adalah model organisasi masyarakat : konsensus, pluralis dan konflik
KONSENSUS PLURALIS KONFLIK
(P Positivis) (P Interaksionis) (P Sosialis)
Model Konsensus – Paradigma Positivis
Model Pluralis – Paradigma Interaksionis
Model Konflik – Paradigma Sosialis
Sebaran Teori Dalam Paradigma Positivis
Teori Proses Belajar SosialTeori-Teori Struktur Sosial, terdiri dari : Social disorganization theory Strain theory Cultural deviance theory
Teori Proses Belajar SosialDifferential Association oleh Sutherland Kejahatan dianggap sebagai pola tingkah laku
yang dipelajari oleh individu dari lingkungannya, dalam hubungannya dengan perumusan-perumusan tingkah laku yang menguntungkan bagi kejahatan.
Jadi kejahatan adalah tingkah laku yang dipelajari, seperti juga lain-lain kegiatan manusia.
Teori-Teori Struktur Sosial
Strain TheoryStrain Theory Cabang dari social structure theory yang
memandang kejahatan sebagai fungsi dari konflik antara tujuan orang-orang dan cara-cara yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut
Tipe-tipe dari strain theory mencakup:• Anomie Theory (Merton)• Micro-Level Theory: General Strain Theory
(Agnew)
Teori Anomi - Merton
Variasi Adaptasi SosialSetiap orang memiliki konsepnya sendiri tentang tujuan-tujuan masyarakat dan cara-cara yang dikembangkan dalam dirinya untuk mencapai tujuan tersebut; mereka mungkin saja mengembangkan solusi-solusi kriminal atau delinkuen bagi masalah-masalah pencapaian tujuan
Teori Anomi - Merton Merton mengembangan tipologi adaptasi
Conformity—accepts goals and means (law abiding)Innovation—accepts goals, rejects means (property/white-collar offenses)Ritualism—rejects goals, accepts means (repetitive/mundane lifestyle)Retreatism—rejects both goals and means (addiction/victimless crimes)Rebelion—rejects goals and means and substitutes his own goals and means (political crime)
Teori Ketegangan UmumTeori Ketegangan Umum Ketegangan memiliki berbagai sumber dan
menyebabkan kejahatan di dalam ketidak-hadiran mekanisme penyelesaian yang memadai
Mengidentifikasi kompleksitas dari ketegangan di dalam masyarakat modern
Memperluas Teori Anomi Menunjukkan pengaruh dari peristiwa-peristiwa
sosial pada tingkah laku pada perjalanan hidup Menjelaskan kejahatan-kejahatan klas menengah
Sumber Ketegangan
Teori Penyimpangan KulturalTeori-Teori Penyimpangan Kultural Cabang dari social structure theory yang
memandang bahwa ketegangan dan disorganisasi sosial secar bersama-sama menghasilkan budaya klas rendah yang unik yang bertentangan dengan norma-norma sosial konvensional
Tipe-tipe dari Teori Penyimpangan Kultural : Conduct Norms – Thorsten Sellin Theory of Delinquent Subcultures – A.K. Cohen Theory of Differential Opportunity – Cloward
Ohlin
Teori Norma Tingkah LakuThorsten Sellin
Norma-Norma Tingkah Laku Konsep bahwa klas rendah
mengembangkan suatu budaya yang unik sebagai respon atas ketegangan
Kelompok-kelompok ini memelihara perangkat norma tingkah laku mereka sendiri – aturan-aturan yang mengatur kondisi kehidupan sehari-hari di dalam sub kebudayaannya
Teori Sub Kebudayaan Delinkuen A.K. CohenTeori Sub Kebudayaan Delinkuen Frustasi Status dari anak laki-laki klas rendah, diciptakan
melalui kegagalan dalam mencapai kesuksesan klas menengah, menyebabkan mereka terlibat dalam delinkuensi
Menunjukkan bagaimana kondisi kehidupan klas rendah menimbulkan kejahatan
Mengidentifikasi konflik dari klas rendah dengan klas menengah
Adalah suatu konsekuensi dari praktek-praktek sosialiasi yang ditemui dalam tempat tinggal minoritas dan bagian tertua dari kota
Dapat meliputi : cacat perkembangan, lemah dalam berbicara dan berkomunikasi, tidak mampu menunda kepuasan
Teori Kesempaan Berbeda - C. Ohlin
Teori Kesempatan Yang Berbeda Kemacetan dari kesempaan-kesempatan
konvensional menyebabkan remaja klas rendah bergabung dengan penjahat, konflik atau gang-gang yang “retreatist”
Menunjukkan bahwa kesempatan yang ilegal terstruktur di dalam masyarakat
Menunjukkan mengapa orang menjadi terlibat di dalam tipe khusus dari aktivitas kejahatan
Kesempatan bagi kesuksesan, baik ilegal maupun konvensional, adalah tertutup bagi remaja yang paling tidak beruntung
Reckless dan HirschiContainment Theory dan Social Bond TheoryAsumsi Umum: Manusia cenderung mengejar kepentingan diri
secara maksimal Oleh karena itu, setiap orang memiliki kapasitas
untuk melakukan kejahatan Banyak orang tidak melakukan kejahatan karena
pengaruh-pengaruh yang membatasinya Oleh karena itu, apa yang harus dijelaskan
adalah bukan “mengapa beberapa orang terlibat kenakalan?” Tetapi “mengapa kebanyakan orang tidak terlibat kenakalan?”
Containment Theory - RecklessContainment—berbagai aspek dari perikatan sosial dan personalitas (kepribadian) yang dapat mencegah individu dari perbuatan jahat. Ada dua tipe pengendalian diri:
1. Outer control behavior — elemen-elemen yang berasal dari luar diri individu (friends, law, family, social position).
2. Inner control behavior — elemen-elemen di dalam diri individu yang bersifat psikologis (conscience, positive self-image, tolerance).
Social Bond Theory - HirschiSocial Bond TheoryTingkah laku menyimpang diminimalkan ketika orang-orang memiliki ikatan yang kuat yang menghubungkannya dengan :
keluarga/sekolah/”peers”/gereja/atau institusi sosial lainnya
Ada empat elemen dari teori Hirschi :1. Attachment (kepada orang lain)2. Commitment (terhadap gaya hidup yang pantas)3. Involvement (dalam nilai-nilai konvensional)4. Belief (pada kebenaran dari aturan-aturan
masyarakat)
Sebaran Teori Dalam Paradigma Interaksionis
Frank Tannenbaum dengan konsepnya : Dramatization of EvilInti dari pemikirannya adalah bahwa terjadinya kejahatan pada anak merupakan dramatisasi tingkah laku nakal yang pertama pada anak. Dramatisasi ini berupa perlakuan khusus yang dilakukan oleh masyarakat dan perlakuan khusus ini bukan tanpa akibat pada si anak.
[Masyarakat mendramatisir arti tingkah laku yang salah dan pelakunya divonis sedemikian rupa kerasnya, sehingga si pelaku itu sendiri terpaksa merasa dirinya jahat dan berusaha memenuhi harapan‑harapan negatif yang ditekankan kepadanya]
Edwin Lemert
Edwin Lemert dengan konsepnya Primary and Secondary Deviance. Lemert berpendapat bahwa jika tingkah laku
menyimpang tidak diberi sanksi yang negatif (keras) oleh masyarakat, dampaknya bagi pelaku penyimpangan akan relatif kecil.
Mungkin sekali ia akan bertindak rasional dan menghadapinya sebagai suatu fungsi dari salah satu peran penyimpangan yang tidak diberi sanksi ini sebagai primary deviance.
Edwin Lemert
Secondary deviance timbul bila perilaku penyimpangan masih terus ada dan respon sosial meningkat melalui hukuman sosial (penolakan dan hukuman berat) yang kemudian menjadi stigma yang melekat pada pelaku penyimpangan.
Dalam bukunya "Social Pathology" tersebut, Lemert menunjukkan adanya hubungan pertalian antara proses stigmatisasi, penyimpangan sekunder dan konsekuensi kehidupan karier pelaku penyimpangan atau kejahatan (konsepsi diri individu)
Howard S. BeckerHoward S. Becker dengan konsepnya Career Deviance Kelompok‑kelompok sosial menciptakan
penyimpangan dengan membuat aturan‑aturan dan menetapkan bahwa yang melanggarnya adalah penyimpang.
Penyimpangan bukanlah sifat dari orang yang melakukan tindakan, tetapi merupakan konsekuensi penerapan aturan dari orang lain dan penerapan sanksi kepada orang tersebut yang masuk kategori pelaku penyimpangan Pelaku penyimpangan adalah orang yang diberi label dengan sukses (Outsiders)
John BraithwaiteJohn Braithwaite melalui karyanya Crime, Shame and Reintegration Melandaskan diri pada konsep Hirschi tentang
keterikatan pada masyarakat, mengevaluasi teori‑teori labeling.
Untuk membuat adanya konformitas pada masyarakat, harus dihindarkan penerapan label yang akan menghasilkan sub kebudayaan kejahatan, yang harus dilakukan adalah pemberian rasa malu yang tidak menghasilkan label tetapi menghasilkan integrasi atau suatu keadaan reintegrative shaming.
Sebaran Teori Dalam Paradigma Sosialis
Quinney : Realitas Sosial Dari Kejahatan “Realitas kejahatan yang dikontruksi untuk
seluruh anggota masyarakat oleh mereka dalam tampuk kekuasaan merupakan realitas di mana kita cenderung menerimanya sebagai bagian dari kita sendiri.
Dengan melakukan hal itu, kita mengakui eksistensi mereka yang dalam tampuk otoritas untuk melaksanakan tindakan yang sebagian besar mempromosikan kepentingan mereka.
Quinney
Ini adalah realitas politik (politics of reality). Realitas sosial dari kejahatan dalam sebuah masyarakat yang terorganisasi secara politik terkonstruksi sebagai sebuah tindakan politik”.(Kesimpulan dari 6 proposisinya)
GordonDavid M. Gordon tentang “Class and Economic of Crime” Memusatkan perhatian pada hubungan antara
kejahatan dengan konflik kelas Kejahatan, pada hakekatnya, merupakan respon-
respon rasional terhadap bekerjanya sistem ekonomi dominan dari suatu negara yang ditandai oleh persaingan serta berbagai bentuk ketidakmerataan.
Pelaku kejahatan adalah orang-orang yang bertindak secara rasional untuk bereaksi terhadap konsdisi-kondisi kehidupan golongan sosialnya di dalam masyarakat.
TEORI FUNGSIONAL(Durkheim, A. Comte, M. Weber, T. Parsons, H.
Spenser) Di setiap masyarakat selalu dijumpai adanya
saling keterkaitan (kohesi) antar lembaga-lembaga dalam pengelompokan-2 tertentu yang dlm skala lebih luas membentuk suatu struktur, di mana dlm struktur tsb tersusun posisi-2, fungsi-2, peran-2, mekanisme dan kegiatan-2 dr suatu masyarakat.
Jika di dalam masyarakat terdapat nilai yg disertai dg penjabaran norma maka masyarakat memiliki aturan pergaulan hidup yg kuat & warganya memiliki ikatan erat dlm kehidupan intermedier dimana mereka sll memelihara nilai‑nilai, norma-norma & aturan-aturan yg tlh disepakati.
Grand Theory
TEORI KONFLIK (Thomas Hobbes, Karl Maarx, Galtung, Dahrendorf,
Simmel, Coser, Slotkin)
Konflik merupakan fenomena yg normal dan natural.
Konflik dpt menimbulkan keadaan tidak enak, meresahkan, menegangkan, menakutkan namun merupakan syarat bagi suatu perubahan.
Konflik merupakan pertentangan antara dua pihak atau lebih yang bisa menyangkut masalah politik, ekonomi, agama, ras.
Grand Theory
NO TOKOH BATASAN KONFLIK PIHAK YG TERLIBAT KONSEP PENTING TUJUAN UPAYA PENYELESAIAN
1. Hobbes Usaha mempertahankan diri agar fihak lain tidak merampas kekuasaan yang dimiliki.
Individu versus Individu
PerjuanganPersainganPertahanan diriSuperioritas
Mempertahan-kan ksistensi diri Berjuang dengan segala cara hingga mencapai kematian
2. Galtung Ketidakseimbangan dalamPemenuhan syarat hidup (living condition).
Kelompok versuskelompok
Kesenjangan kesejahteraanKekerasan
Perjuangan menyamakan taraf kehidupan
Menghilangkan kesenjangan Hidup
3. Marx Pertentangan antara pemilik kapital dengan buruh akibat munculnya kesadaran kelas.
Borjuis versus Proletar
EkonomiKapital/ modalAlat produksiKesadaran kelas
Masyarakat tanpa pemilikan atau pemilikan di tangan negara
Revolusi
4. Dahrendorf Pertentangan antara penguasa dengan yang dikuasai akibat distribusi kekuasaan tidak merata.
Kelompok semu (quasi group) versus kelompok kepentingan (interes group)
KekuasaanOtoritasPosisi
Mobilisasi wewenang dan Posisi
Institusionalisasi
5. Simmel Proses memperasatukankehidupan sosial, bukan sekedar lawan dari persatuan
Kelompok superordinat versus kelompok sub-ordinat
SuperordinatSubordinatSosiasiInteraksi timbal-balik
Mendekatkan identitas/hubungan antar etnik
Mempertebal keyakinan akan kebenaran prinsip-prinsip umum
6. Coser Usaha menghilangkanunsur yang memisahkanantar hubungan sosial dan Membangun kesatuan kembali
Kelompok realistis versus kelompok ilusif
Identitas kelompokkatup penyelamat (Savety valve)
Konflik untuk membangun ulang atau memelihara struktur
Menumbuhkan kasih sayang lewat hubungan sosial
7. Slotkin Intersosialisasi yang disebabkan oleh suatu kelompok atau lebih menyisihkan kelompok yang lain
Antarkelompokversus inter- kelompok
Interaksi minimum& maksimunOposisiHarmoniAkomodasi FusiDominasi &subordinasi
Mengembangkanhubungan persamaan ataudominasi subordinasi
Meningkatkansaling pengertian antar kelompok
TEORI KONFLIK
Teori‑teori Under Control atau utk mengkaji perilaku jahat spt teori Disorganisasi Sosial, teori Netralisasi dan teori Kontrol Sosial. Teori ini secara umum membahas mengapa ada orang melanggar hukum meskipun kebanyakan orang tidak demikian.
Teori‑teori Kultur, Status dan Opportunity seperti teori Frustasi, teori Kultur Kelas dan teori Opportunity yang menekankan pd masalah mengapa ada sebagian kecil orang menentang aturan yg telah ditetapkan di mana mereka tinggal.
Teori-teori Over Control yg terdiri dari teori Labeling, teori Konflik Kelompok, teori Kekerasan, & teori exstra yudicial crime lebih menekankan pada mslh mengapa orang bereaksi terhadap kejahatan.
TEORI DRAMATURGI(Erving Goffman)
Identitas manusia itu tidak stabil, identitasnya bukan merupakan bagian dr kejiwaan psikologi yang mandiri. Identitas manusia dpt berubah-ubah tergantung dari interaksinya dengan orang lain.
Interaksi sosial dimaknai sama dengan pertunjukan teater. Manusia adalah aktor yang berusaha untuk menggabungkan karakteristik personal dan tujuan kepada orang lain melalui “pertunjukan dramanya sendiri”.
Manusia akan mengembangkan perilaku2-nya utk mendukung peranannya selayak pertunjukan drama. Seorang aktor drama kehidupan juga harus mempersiapkan kelengkapan pertunjukan. Kelengkapan itu a.l memperhitungkan setting, kostum, penggunakan kata (dialog) dan tindakan non verbal, hal ini bertujuan untuk meninggalkan kesan yang baik pada lawan interaksi dan memuluskan jalan mencapai tujuan (impression management).
Ada perbedaan akting yang besar saat aktor berada di atas panggung (“front stage”) dan di belakang panggung (“back stage”) dalam drama kehidupan.
Akting di front stage ada penonton yg melihat kita dan kita sedang berada dalam bagian pertunjukan. Saat itu kita berusaha untuk memainkan peran sebaik-baiknya agar penonton memahami tujuan dari perilaku kita. Perilaku kita dibatasi oleh oleh konsep-konsep drama yang bertujuan untuk membuat drama berhasil dg baik.
Akting back stage adalah keadaan dimana kita berada di belakang panggung, dengan kondisi bahwa tidak ada penonton. Sehingga kita dapat berperilaku bebas tanpa mempedulikan plot perilaku bagaimana yang harus kita bawakan.
Contoh, seorang front liner hotel senantiasa berpakaian rapi menyambut tamu dg ramah, santun, bersikap formil, dengan perkataan yg diatur. Tetapi, saat istirahat siang, sang front liner bisa bersikap santai, bersenda gurau dg bahasa gaul bersama temannya atau bersikap tdk formil (makan-makan, merokok, berhias dll). Saat front liner menyambut tamu hotel merupakan saat front stage baginya atau saat pertunjukan berlangsung. Tanggungjawabnya adl menyambut tamu hotel dan memberikan kesan baik kepada tamu.
Perilaku front liner adalah perilaku yang sudah digariskan skenarionya oleh manajemen hotel. Saat istirahat makan siang, front liner bebas untuk mempersiapkan dirinya menuju babak ke dua dari pertunjukan tersebut. Karenanya, skenario yang disiapkan oleh manajemen hotel adalah bagaimana sang front liner dapat refresh untuk menjalankan peran di babak selanjutnya. Sblm berinteraksi dengan orang lain, seseorang pasti akan mempersiapkan perannya dulu, atau kesan yang ingin ditangkap oleh orang lain. Kondisi ini sama dengan apa yang dunia teater katakan sebagai “breaking character”.
INTERAKSIONISME SIMBOLIK(Charles H. Cooley, Herbert Blumer)
Pada dasarnya manusia maupun aturan sosial berada dalam proses akan jadi, bukan sbg fakta yg sdh lengkap. Manusia bukan merupakan produk yg ditentukan olh struktur atau situasi obyektif, ttp (sebagian) merupakan aktor-aktor yg bebas.
Premis-premis : Pertama, manusia bertindak thd sesuatu
berdasarkan makna yg ada saat itu bagi mereka. Kedua, pemaknaan itu berasal dr interaksi sosial
seseorang dg orang lain. Ketiga, makna-2 tsb disempurnakan disaat proses
inter aksi sosial berlangsung.
EXCHANGE THEORY(Peter Blau)
Premis-premisnya : Pertukaran sosial tidak simetris, ttp dilandasi olh sistem
stratifikasi berdasarkan kekuasaan dan wewenang. Perbedaan status dlm masyarakat berakibat adanya
perbedaan transaksi dalam pertukaran antar warga, status yg rendah ditentukan olh status yg tinggi.
Legitimasi pemimpin dlm masyarakat tdk menjamin para anggotanya merasa puas terhadap kepemimpinannya, atau memahami apa yang diharuskan oleh pimpinan, karena setiap pertukaran salalu diikuti oleh pamrih atau balasan.
Kekuasaan dan otoritas dlm masyarakat sangat tergantung pd hasil perbandingan cost dan reward yg menguntungkan semua pihak.
Dalam organisasi hubungan yang asimetris dilestarikan melalui kekuasaan yg memaksa.
TEORI KETERGANTUNGAN(Andre Gunder Frank)
Paul Baran : Imperialisme adl bentuk perkembangan terttinggi dp kapitalisme, dan untuk melakukan ekspansi ekonomi harus menganut paham imperialisme. Jk tdk perkembangan ekonomi suatu negara akan mengalami stagnasi. Imperialisme akan mengubah struktur dsr dr sistem ekonomi yg mandiri menjadi sbh sistem perekonomian yg tergantung pd kekuatan ekonomi luar
Raul Prebish : Terdapat hubungan yg tdk seimbang dalam dunia perdagangan internasional antara negara-2 pusat (negara maju atau Metropolitian) dg negara-2 pinggir (negara berkembang atau periphery)
Hukum akan bertentangan dg keadilan sosial jk masyarakat berkembang dr antagonisme kelas, hubungan eksploitatif,
kekuatan penindas, dan alienasi manusia
TEORI KONSPIRASI(Mathias Brockers)
Mutasi dlm kehidupan tdk saja terjadi atas dsr pertarungan atau persaingan soal keberadaan, ttp juga persekutuan & kerjasama yg justru memungkinkan terjadinya evolusi.
Dlm kehidupan A bersepakat dg B tanpa diketahui C utk memperoleh keuntungan adl wajar.
Konspirasi mengandung bujukan atau rayuan, bukan sekedar bernada sama. Kata-kata yg saling terkait membuat hal-hal yg rumit menjadi sederhana.
Jika tidak ada bukti yg difinitif, kebenaran harus diuji scr berulang-ulang.
Kecenderungan melempar tggjwb masalah yg rumit & menyengsarakan merupakan ciri perilaku manusia.
Misteri yg tdk mampu dijelaskan scr logika akan dilarikan kpd “sdh kehendak Tuhan” sbg Sang Pencipta.
Konspirasi membuat masalah yg rumit menjadi sederhana, dan menjadi alat ideal utk propaganda.
Syak wasangka adl suatu keraguan, kritik dpt dijadikan bukti bagi realitas utk kemajuan.
TEORI KONTROL SOSIAL(Reiss)
Lahirnya teori Kontrol Sosial dilatarbelakangi oleh tiga aspek perkembangan dalam masyarakat :
Adanya reaksi dari teori labeling dan konflik yang dilandasi tingkah laku kriminal. Sebagaimana acuan, teori ini kurang menganalisis masalah kriminal dan hanya mengarah pada subyek perilaku menyimpang;
Munculnya studi tentang criminal justice sebagai suatu ilmu telah mempengaruhi hukum menjadi lebih pragmatis serta berorientasi pada sistem; dan
Teori Kontrol Sosial dikaitkan dg teknik penelitian, khususnya terhadap tingkah laku remaja, yakni self report survey.
TEORI KONTROL SOSIAL(Nye)
Manusia perlu diberi kendali supaya tidak melakukan pelanggaran, proses sosialisasi yg bersifat adequat (memadai) akan mengurangi terjadinya delinkuensi. Pendidikan terhadap seseorang untuk melakukan pengekangan keinginan (impulse). selain itu, kontrol intemal dan ekstemal harus kuat utk membangun ketaatan terhadap hukum (law‑abiding).
Premis teori Kontrol Sosial : 1. Harus ada kontrol intemal maupun
ekstemal. 2 . Manusia diberikan kaidah‑kaidah supaya tidak
melakukan pelanggaran. 3. Proses sosialisasi yang ade quat (memadai)
akan mengurangi terjadinya delinkuen. 4. Ketaatan thd hukum (law abiding).
T E O R I A N O M I(Emile Durkheim)
Anomi adl keadaan deregulation dlm kehidupan masyarakat, karena tdk ditaatinya aturan‑aturan yang telah mapan (aturan lama sdh ditinggalkan sedangkan aturan baru belum dibuat) shg kehidupan menjadi seolah-olah tanpa aturan, orang sulit manangkap apa yang diharapkan dari orang lain baik untuk bersikap maupun untuk bertindak, sehingga keadaan menjadi galau atau membingungkan.
T E O R I A N O M I(R.K.MERTON)
Innovation (pembaharuan) adalah keadaan di mana tujuan dalam masyrakat diakui dan dipelihara, akan tetapi tdk terjadi perubahan sarana yang dipergunakan untuk mencapai tujuan. Masyarakat masih ada yang percaya dengan cara-cara lama untuk mencapai tujuan, namun beralih menggunakan sarana baru jika menemui halangan terhadap cara yang digunakan untuk mencapai kesusksesan.
Conformity (menyetujui) adalah suatu keadaan di mana warga masyarakat menerima tujuan dan sarana‑sarana baru (legitimate mean) yang berkembang di masyarakat karena ada tekanan sosial. Di sisi lain meskipun masyarakat memiliki sarana yang terbatas tetapi tidak melakukan penyimpangan, mereka melanjutkan pencapaian tujuan hidup dan percaya atas legitimasi sarana-sarana konvensional dengan mana kesusksesan akan dicapai.
Ritualism (tatacara keagamaan) yaitu keadaan di mana warga masyarakat yang telah menerima tujuan dan sarana-sarana baru, namun sarana sarana baru tidak kunjung diadakan. Masyarakat meredakan ketegangan dengan menurunkan skala aspirasi sampai pada batas yang bisa mereka capai daripada mengejar tujuan budaya kesuksesan yg hanya ilusi.
Retreatism (penarikan diri) yaitu keadaan di mana warga masyarakat melepaskan tujuan budaya sukses dan sarana-sarana sah. Warga masyarakat mulai menyesuaikan diri dari menurut cara-cara sendiri, misalnya dengan mabok-mabokan, pecandu narkoba hingga puncaknya bunuh diri.
Rebellion (pemberontakan) yaitu keadaan di mana tujuan dan sarana yang terdapat dalam masyarakat ditolak, berusaha untuk mengganti atau mengubah seluruhnya. Meraka juga menginginkan utk mengubah sistem melalui social disobidien (pembangkangan sosial).
DIFFERENTIAL ASSOCIATION THEORY(Edwin H. Sutherland)
Sembilan premis perilaku jahat : 1. Perilaku kejahatan adalah perilaku yang
dipelajari, bukan merupakan warisan. 2. Perilaku kejahatan dipelajari dalam interaksi
dengan orang lain dalam suatu proses komunikasi. Komunikasi tersebut dapat bersifat lisan atau dengan bahasa tubuh.
3. Bagian terpenting dalam proses mempelajari perilaku kejahatan terjadi dalam hubungan personal yang intim. Secara negatif ini berarti bahwa komunikasi interpersonal seperti melalui media film, surat kabar, secara relatif berperanan penting dalam terjadinya kejahatan.
4. Ketika perilaku kejahatan dipelajari, mk yg dipelajari adl: teknik melakukan kejahatan, motif-2, dorongan‑2, alasan‑2 pembenar dan sikap‑2 tertentu.
5. Arah & motif dorongan itu dipelajari mll definisi 2 dr peraturan hukum. Dalam suatu masyarakat, seseorang dikelilingi oleh orang‑2 yang melihat apa yang diatur dalam peraturan hukum sebagai sesuatu yang harus diperhatikan dan dipatuhi, namun ia dikelilingi juga olh orang‑2 yang melihat aturan hukum sebagai sesuatu yang berpeluang utk dilakukannya kejahatan.
6. Seseorang menjadi delinkuen karena ekses pola‑pola pikir yang lebih melihat aturan hukurn sebagai pemberi peluang melakukan kejahatan daripada melihat hukum sebagai sesuatu yang harus diperhatikan dan dipatuhi.
7. Asosiasi Diferensial bervariasi dlm frekuensi, durasi, prioritas dan intensitasnya.
8. Proses mempelajari perilaku jahat diperoleh lewat hubungan dengan pola‑pola kejahatan dan mekanisme yang lazim terjadi dalam setiap proses belajar secara urnum.
9. Sementara itu perilaku jahat merupakan ekspresi dari kebutuhan nilai umum, namun tidak dijelaskan bahwa perilaku yang bukan jahatpun merupakan ekspresi dari kebutuhan dan nilai‑nilai umum yang sama.
SOCIAL REALITY OF CRIME THEORY(Richard Quinney)
Premis 1: Definisi ttg tindak kejahatan (perilaku yg melanggar hukum) adalah perilaku manusia yang diciptakan oleh para pelaku yang berwenang dalam masyarakat yang terorganisasi secara politik, atau kualifikasi atas perilaku yang melanggar hukum dirumuskan oleh warga‑warga masyarakat yang mempunyai kekuasaan.
Premis 2: Kejahatan adalah gambaran perilaku yang bertentangan dengan kepentingan kelompok masyarakat yang memiliki kekuasaan untuk membentuk kebijakan publik, atau perumusan pelanggaran hukum merupakan perumusan tentang perilaku yang bertentangan dengan kepentingan pihak‑pihak yang membuat perumusan.
Premis 3: Definisi tindak kejahatan diterapkan di dalam masyarakat yang memiliki kekuasaan untuk membentuk pelaksanaan dan administrasi hukum pidana. Kepentingan penguasa ikut mencampuri di semua tahap dimana kejahatan itu diciptakan.
Premis 4: Pola aksi tindakan melanggar hukum atau tidak tergantung pada faktor : (1) kesempatan dalam masyarakat; (2) pengalaman belajar; (3) identifikasi pada pihak‑pihak lain; (4) konsep diri.
Premis 5: Pemahaman ttg tindak kejahatan dibentuk dan diserap ke dalam kelompok- kelompok masyarakat lewat sarana komunikasi.
CULTURE CONFLICT THEORY(Thorsten Sellin)
Premis 1: Bertemunya dua budaya besar. Konflik budaya dapat terjadi apabila ada benturan aturan
pada batas daerah budaya yang berdampingan. Pertemuan tersebut mengakibatkan terjadinya kontak budaya diantara mereka baik dalam kaitan agama, orientasi kerja, cara berdagang dan budaya minum-minuman keras, judi dan lain-lain yang dapat mernperlemah budaya kedua belah fihak.
Premis 2: Budaya besar menguasai budaya kecil. Konflik budaya dapat juga terjadi bila satu budaya
memperluas daerah berlakunya ke budaya lain. Hal ini terjadi biasanya dengan menggunakan undang undang dimana suatu kelompok budaya diperlakukan untuk daerah lain.
Premis 3: Anggota dari suatu budaya pindah kebudaya lain.
Konflik budaya timbul karena orang‑orang yang hidup dalam budaya tertentu pindah ke lain budaya yang berbeda.
SUB-CULTURE THEORY
Teori sub‑culture membahas kenakalan remaja serta perkembangan dari berbagai tipe gang anak-anak di AS.
Teori sub‑culture dipengaruhi oleh kondisi intelektual (intelectual heritage) aliran Chicago, konsep anomie Robert K. Merton dan Solomon Kobrin yang melakukan penelitian terhadap hubungan antara gang jalanan dengan orang laki‑laki yang berasal dari komunitas kelas bawah (lower class).
Dari hasil penelitiannya menunjukkan ada kaitan antara hierarki politis dg kejahatan teroganisir.
Dua Model Teori Sub-Culture Teori Delinquent Sub‑Culture Albert K. Cohen di dlm bukunya Delinquent Boys
(1955) berusaha memecahkan mslh kenakalan remaja dengan meggabungkan teori Disorganivasi Sosial dari Shaw dan McKay, teori Differential Association Edwin H Sutherland dan teori Anomie R.K. Merton.
Cohen menyimpulkan bahwa kondisi tsb menyebabkan terjadinya peningkatan perilaku delinkuen di kalangan remaja daerah kumuh (slum). Konklusinya bhw perilaku delinkuen di kalangan remaja kelas bawah merupakan cermin ketidak puasan warga terhadap norma dan nilai kelompok kelas menengah yang mendominasi kultur.
Teori Differential Opportunity (Perbedaan kesempatan) Teori ini dikemukakan oleh Richard A.Cloward dan Leyod E.
Ohlin yang membahas perilaku delinkuen remaja (gang). Menurut Cloward, penyimpangan perilkau remaja terjadi karena ada perbedaan kesempatan yang dimiliki anak‑anak untuk mencapai tujuan hidupnya.
Tiga tipe gang kenakalan remaja: (1) Criminal Sub-Sulture, bilamana masyarakat terintegrasi dg baik, mk gang akan berlaku sebagai kelompok yang belajar dari orang dewasa. Aspek itu berkorelasi dengan organisasi kriminal; (2) Retreatist Sub‑culture, remaja tak memiliki kesempatan kerja atau usaha shg banyak melakukan perilaku menyimpang (corat-coret, mabuk‑mabukan, penyalahgunaan narkoba dll); (3) Conflict Sub‑culture, terjadi dalam masyarakat yang tidak terintegrasi sehingga para remaja menunjukkan perilaku bebas. Ciri khas gang ini adl kekerasan, perampasan harta benda, dan perilaku menyimpang lainnya.
TEORI KEKERASAN KOLEKTIF(Tilly)
Kekerasan Kolektif Primitif – pada dasarnya non politis, ruang lingkupnya terbatas pada st komunitas lokal (contoh : pengeroyokan thd pencopet yg tertangkap tangan).
Kekerasan Kolektif Reaksioner – merupakan reaksi thd penguasa, pelaku dan pendukungnya tdk semata-mata berasal dr st komunitas lokal, melainkan siapa saja yg merasa sesuai dg tujuan kolektif atau tdk setuju dg sistem yg tdk adil (contoh : demonstrasi buruh)
Kekerasan Kolektif Modern – merupakan sarana utk mencapai tujuan politis atau ekonomis dlm masyarakat (contohnya: kerusuhan 14 Mei 1998 di Jakarta).
TEORI LABELING Premis teori Labeling Micholowsky sebagai berikut : 1. Kejahatan merupakan kualitas dari reaksi
masyarakat atas tingkah laku seseorang. 2. Reaksi itu menyebabkan tindakan seseorang dicap
sebagai penjahat. 3. Umumnya tingkah laku seseorang yang dicap jahat
menyebabkan orangnya juga diperlakukan sebagai penjahat.
4. Seseorang yang dicap dan diperlakukan sebagai penjahat terjadi dalam proses interaksi, di mana interaksi tersebut diartikan sebagai hubungan timbal balik antara individu, antar kelompok dan antar individu dan kelompok.
5. Terdapat kecenderungan di mana seseorang atau kelompok yang dicap sebagai penjahat akan menyesuaikan diri dengan cap yang disandangnya.
Teori Labeling Howard S. Becker menekankan dua aspek:
(1) Penjelasan tentang mengapa dan bagaimana orang‑orang tertentu sampai diberi cap atau label sebagai penjahat; dan (2) Pengaruh daripada label itu sebagai konsekuensi penyimpangan tingkah laku, perilaku seseorang bisa sungguh2 menjadi jahat jika orang itu di cap jahat.
Edwin Lemert membedakan tiga penyimpangan, yaitu: (1) Individual deviation, dimana timbulnya suatu penyimpangan diakibatkan oleh tekanan psikis dari dalam; (2)Situational deviation, sebagai hasil stres atau tekanan dari keadaan; dan (3) Systematic deviation, sebagai pola‑pola perilaku kejahatan terorganisir dalarn sub‑sub kultur atau sistem tingkah laku.
Pada dasarnya teori labeling menggambarkan: (1) Tidak ada satupun perbuatan yang pada dasarnya
bersifat kriminal; (2) Predikat kejahatan dilakukan oleh kelompok yang dominan atau kelompok penguasa; (3) Penerapan aturan tentang kejahatan dilakukan untuk kepentingan pihak yang berkuasa; (4) Orang tidak menjadi penjahat karena melanggar hukum, tetapi karena ditetapkan demikian oleh penguasa; dan (5) Pada dasarnya semua orang pernah melakukan kejahatan, sehingga tidak patut jika dibuat kategori orang jahat dan orang tidak jahat. Premis tersebut menggambarkan bahwa sesungguhnya tidak ada orang yang bisa dikatakan jahat apabila tidak terdapat aturan yang dibat oleh penguasa untuk menyatakan bahwa sesuatu tindakan yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang diklasifikasikan sebagai kejahatan.
Teori‑teori Under Control atau utk mengkaji perilaku jahat spt teori Disorganisasi Sosial, teori Netralisasi dan teori Kontrol Sosial. Teori ini secara umum membahas mengapa ada orang melanggar hukum meskipun kebanyakan orang tidak demikian.
Teori‑teori Kultur, Status dan Opportunity seperti teori Frustasi, teori Kultur Kelas dan teori Opportunity yang menekankan mengapa adanya sebagian kecil orang menentang aturan yang telah ditetapkan masyarakat di mana mereka tinggal.
Teori-teori Over Control yg terdiri dari teori Labeling, teori Konflik Kelompok, teori Kekerasan, & teori exstra yudicial crime lebih menekankan pada mslh mengapa orang bereaksi terhadap kejahatan.