sop sat reskrim
TRANSCRIPT
1
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH GORONTALO
RESOR LIMBOTO
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR DI BIDANG PENYIDIKAN
PADA SAT RESKRIM POLRES LIMBOTO I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
a. Dalam menjalankan tugas dan wewenang penyidikan, setiap
penyidik dituntut untuk mengetahui dan mengerti langkah-
langkah yang diperlukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
b. Untuk menjabarkan peraturan perundang-undangan ke dalam
langkah-langkah penyidikan agar diperoleh keseragaman dan
ketepatan bertindak, diperlukan suatu acuan/pedoman,
sehingga diperoleh kesamaan persepsi;
c. Dalam rangka menyamakan persepsi ke dalam pola tindak
yang benar, maka dibuatlah Standar Operasional Prosedur
(SOP) guna dijadikan pedoman bagi seluruh penyidik dalam
menjalankan kegiatan penyidikan.
2. Dasar
a. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP);
b. Undang-undang Republik Indonesa Nomor 2 Tahun 2002
tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri);
c. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor
12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian
2
Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Kepolisian Negara
Republik Indonesia.
3. Maksud dan Tujuan
a. Maksud :
Pedoman ini dimaksudkan untuk memberikan panduan
bagi Penyidik Satuan Reserse Kriminal dalam melakukan
persiapan, pelaksanaan, dan penyelesaian Berkas Perkara serta
penyenggaraan Administrasi Penyidikan yang mendukung
pelaksanaan penyidikan tindak pidana.
b. Tujuan :
Tujuan dari pedoman ini adalah untuk menyatukan
persepsi diantara para Penyidik Satuan Reserse Kriminal, agar
diperoleh kesatuan arah dalam rangka Penyidikan Tindak Pidana
di lingkungan Satuan Reskrim Polres Limboto.
4. Ruang Lingkup
Standar Operasional Prosedur di bidang Penyidikan ini meliputi
kegiatan Perencanaan dan Penganggaran Penyidikan, Pelaksanaan
Penyidikan (Pemanggilan, Pemeriksaan, Penangkapan, Penahanan,
Penggeledahan, dan Penyitaan), Penyelenggaraan Administrasi
Penyidikan, Pemberkasan dan Penyerahan Berkas Perkara serta
Pengawasan dan Pengendalian Penyidikan pada lingkungan Satuan
Reskrim Polres Limboto.
II. TUGAS POKOK
1. Tugas Pokok Penyidik :
a. Tugas Pokok Penyidik Sat. Reskrim adalah :
1) Penyidik Sat. Reskrim bertugas menyelenggarakan
penyelidikan, penyidikan, dan pengawasan penyidikan
3
tindak pidana umum, termasuk fungsi identifikasi dan
laboratorium forensik lapangan serta bertugas
menyelenggarakan penyelidikan dan penyidikan tindak
pidana khusus, koordinasi, pengawasan operasional, dan
administrasi penyidikan PPNS sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
2) Dalam melaksanakan tugas di atas, Penyidik Sat. Reskrim
menyelenggarakan fungsi :
a) Penyelidikan dan penyidikan tindak pidana khusus,
antara lain tindak pidana ekonomi, korupsi, dan tindak
pidana tertentu di daerah hukum Polres Limboto ;
b) Pembinaan pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan
tindak pidana umum, identifikasi, dan laboratorium
forensik lapangan;
c) Pelayanan dan perlindungan khusus kepada remaja,
anak, dan wanita, baik sebagai pelaku maupun
korban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
d) Pengidentifikasian untuk kepentingan penyidikan dan
pelayanan umum;
e) Pembinaan teknis, koordinasi, dan pengawasan
operasional serta administrasi penyidikan oleh PPNS;
f) Penganalisasian kasus beserta penanganannya, serta
mempelajari dan mengkaji efektivitas pelaksanaan tugas
Sat. Reskrim;
g) Pelaksanaan pengawasan penyidikan tindak pidana
khusus dan umum di lingkungan Polres dan ;
h) Pengumpulan dan pengolahan data serta menyajikan
informasi dan dokumentasi program kegiatan Sat
Reskrim.
4
III. VISI, MISI DAN TUGAS FUNGSI SAT. RESKRIM POLRES LIMBOTO
1. Visi :
Tergelarnya postur personil Sat Reskrim Polres Limboto yang
dipercaya masyarakat dalam memberikan pelayanan di bidang
penegakan hukum secara proporsional, professional, transparan dan
akuntabel melalui kemitraan dengan masyarakat.
2. Misi :
1) Pemenuhan hak-hak dan meningkatkan kesejahteraan penyidik
baik di tingkat Sat Reskrim Polres Limboto maupun Unit Reskrim
kewilayahan demi terwujudnya penyelenggaraan pemerintah
yang bersih;
2) Melaksanakan kegiatan penyelidikan dan penyidikan dalam
rangka penegakan hukum demi terwujudnya supremasi hukum;
3) Menerapkan perpolisian masyarakat pada tugas-tugas
penyidikan yang berbasis pada masyarakat patuh hukum;
4) Menjamin keberhasilan penaggulangan gangguan keamanan
dalam negeri melalui tugas-tugas penyidikan guna
meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap Polri;
5) Menegakkan hukum secara profesional, obyektif,
proporsional, transparan dan akuntabel melalui tugas-tugas
penyidikan untuk menjamin kepastian hukum dan rasa
keadilan;
6) Terbangunnya kerjasama dengan lembaga, Instansi dan
masyarakat melalui kemitraan dalam penegakan hukum;
7) Terwujudnya sistem rekrutmen personil Sat Reskrim Polres
Limboto yang bersih, transparan dan bebas dari intervensi
untuk mencegah resiko masuknya personel Polri yang
emosionalnya labil, tidak sabar, malas, korup, kolusi dan
sebagainya dalam rangka mewujudkan sosok reserse yang
profesional, bermoral dan mahir dalam melaksanakan tugasnya;
5
8) Terwujudnya sarana operasional yang mendukung tugas-tugas
Sat Reskrim Polres Limboto maupun Unit Reskrim kewilayahan;
9) Melakukan pengkajian dan penelitian dalam rangka
meningkatkan dan mengembangkan sumber daya serta sistem
untuk mendukung tugas-tugas penyelidikan dan penyidikan;
10) Menyelenggarakan pembinaan dan penegakan terhadap profesi
penyidik Sat Reskrim Polres Limboto dalam rangka mewujudkan
sosok penyidik yang profesional dan mahir dalam melaksanakan
tugas;
11) Menyelenggarakan dukungan tehnologi Kepolisian di bidang
Reskrim sesuai sumber daya yang ada untuk kepentingan tugas
Kepolisian;
12) Melakukan pengkajian, penelitian dan pengembangan terhadap
pembangunan sistem dan metode yang berlaku di lingkungan
Satuan Reserse Kriminal Polres Limboto.
IV. PELAKSANAAN
1. Personel
a. Penyidik Satuan Reserse Kriminal adalah personel Polri yang
bertugas di lingkungan Satuan Reserse Kriminal Polres Limboto
dan Polsek yang telah memiliki Surat Keputusan sebagai
Penyidik;
b. Penyidik adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia
berpangkat IPDA sampai dengan Komisaris Besar Polisi yang
berada di lingkungan Satuan Reskrim yang diberi wewenang
khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan
sebagaimana diatur oleh UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP;
c. Penyidik Pembantu adalah pejabat Kepolisian Negara
Republik Indonesia yang karena diberi wewenang tertentu dapat
melakukan tugas penyidikan sebagaimana diatur oleh UU No.
8 Tahun 1981 tentang KUHAP;
6
d. Atasan Penyidik adalah penyidik yang berwenang menerbitkan
Surat Perintah Tugas, Surat Perintah Penyelidikan, dan Surat
Perintah Penyidikan di daerah hukum Atasan Penyidik sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
e. Petugas Lainnya adalah personel yang bertugas dan/atau
bekerja di lingkungan Polres Limboto dan atau setidak-tidaknya
di lingkungan Satuan Reskrim serta diberikan tugas oleh
Penyidik Sat. Reskrim untuk membantu atau mendukung
pelaksanaan tugas-tugas penyidikan, seperti pembuatan
administrasi penyidikan, penyusunan Berkas Perkara dan
sejenisnya.
2. Sarana-Prasarana yang Digunakan
a. Sarana dan Prasarana yang digunakan untuk kepentingan
penyidikan adalah yang tersedia di lingkungan Satuan
Reskrim;
b. Sarana dan Prasarana lain yang menunjang untuk
kepentingan penyidikan yang digunakan apabila telah mendapat
persetujuan dari Atasan Penyidik.
3. Urutan Tindakan
a. Tindakan penyidikan mempedomani UU No. 8 Tahun 1981
tentang KUHAP, Peraturan Kapolri No. 12 Tahun 2009 tentang
Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di
Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia;
b. Urut-urutan tindakan penyidikan sebagai berikut :
1) Membuat tata naskah (takah) yang terdiri dari :
a) Laporan Polisi;
b) Laporan Hasil Penyelidikan (LHP) apabila didahului
dengan penyelidikan;
c) Surat Perintah Penyidikan;
d) Surat Perintah Tugas
e) Rencana Penyidikan;
7
f) Rencana Kebutuhan Anggaran Penyidikan;
g) Gambar Skema Pokok Perkara; dan
h) Matrik untuk Daftar Kronologis Penindakan.
2) Menyusun rencana penyidikan dan penganggaran
penyidikan, meliputi :
a) Rencana Kegiatan;
b) Rencana Kebutuhan Anggaran Penyidikan;
c) Target pencapaian kegiatan;
d) Skala prioritas penindakan; dan
e) Target penyelesaian perkara.
3) Melakukan upaya hukum dalam rangkaian kegiatan
penyidikan, meliputi :
a) Pemanggilan saksi-saksi;
b) Pemeriksaan saksi-saksi;
c) Penyitaan barang bukti;
d) Pemanggilan tersangka;
e) Penangkapan tersangka (jika diperlukan);
f) Pemeriksaan tersangka;
g) Menawarkan bantuan Penasihat Hukum terhadap
Tersangka yang tidak mampu, yang ancaman
hukumannya diatas 4 tahun
h) Penggeledahan (jika diperlukan) dan ditindaklanjuti
dengan penyitaan (jika ditemukan barang bukti
baru);
i) Penahanan tersangka (jika diperlukan); dan
j) Pemeriksaan Ahli (jika diperlukan).
4) Menyelenggarakan Administrasi Penyidikan dengan
kegiatan meliputi :
a) Membuat Surat Perintah Penyidikan;
b) Membuat Surat Perintah Tugas;
c) Membuat Surat Pemberitahuan Dimulainya
Penyidikan (SPDP);
8
d) Membuat Surat Perintah Penyitaan;
e) Mengajukan Ijin Penyitaan ke Pengadilan Negeri
setempat;
f) Membuat Berita Acara Penyitaan;
g) Membuat Surat Tanda Terima Penyitaan
h) Mengajukan Surat Persetujuan Penyitaan ke
Pengadilan Negeri setempat (jika penyitaan yang
dilakukan mendahului permintaan ijin sita atau dalam
keadaan mendesak);
i) Membuat Surat Perintah Penggeledahan (jika
diperlukan);
j) Membuat Berita Acara Penggeledahan;
k) Mengajukan Surat Ijin Penggeledahan Rumah
dan/atau tempat tertutup lainnya ke Pengadilan
Negeri Setempat;
l) Mengajukan Surat Pemberitahuan Penggeledahan
Rumah dan/atau Tempat tertutup lainnya (apabila
penggeledahan dilakukan mendahului permintaan ijin
geledah atau dalam keadaan mendesak)
m) Membuat Surat Panggilan;
n) Membuat Surat Perintah Penangkapan (jika
diperlukan);
o) Membuat Berita Acara Penangkapan;
p) Membuat dan menyampaikan Surat Pemberitahuan
Penangkapan kepada Keluarga Tersangka;
q) Membuat Surat Perintah Penahanan (jika diperlukan);
r) Membuat Berita Acara Penahanan;
s) Membuat dan menyampaikan Pemberitahuan
Penahanan disertai Surat Perintah Penahanan kepada
Keluarga Tersangka;
t) Mengajukan Permintaan Perpanjangan Penahanan ke
Kejaksaan Negeri setempat (jika masa penahanan
9
penyidik telah berakhir dan masih diperlukan
perpanjangan penahanan);
u) Membuat Berita Acara Perpanjangan Penahanan;
v) Membuat dan menyampaikan pemberitahuan
perpanjangan penahanan disertai Surat Perpanjangan
Penahanan dari Kejaksaan Negeri setempat;
w) Mengajukan Permintaan Perpanjangan Penahanan
ke Pengadilan Negeri setempat (jika masa
penahanan yang diberikan Kejaksaan Negeri telah
berakhir dan masih diperlukan perpanjangan
penahanan);
x) Membuat Berita Acara Perpanjangan Penahanan;
y) Membuat dan menyampaikan pemberitahuan
perpanjangan penahanan dengan disertai Surat
Penetapan Perpanjangan Penahanan dari
Pengadilan Negeri setempat;
z) Membuat dan menyampaikan Surat Pemberitahuan
Perpanjangan Penahanan berikut Surat Perintah
Perpanjangan Penahanan dan Surat Penetapan
Perpanjangan Penahanannya setiap kali ada
perpanjangan penahanan
5) Menyelenggarakan kegiatan penyidikan dengan urutan
kegiatan yang meliputi :
a) Menganalisis perkara yang ditangani/disidik;
b) Menyusun rencana penyidikan dan rencana
kebutuhan anggaran;
c) Melakukan kegiatan penyidikan dalam bentuk
upaya hukum;
d) Menyampaikan Surat Pemberitahuan Perkembangan
Hasil Penyidikan (SP2HP) Tahap Pertama, kepada :
(1) Pelapor atau Korban atau Keluarga
Pelapor/Korban untuk perkara kriminal umum;
10
(2) Tersangka atau keluarga tersangka untuk
perkara kriminal khusus yang tidak memiliki
korban (victimless crime).
e) Melakukan Gelar Perkara untuk menentukan :
(1) Tersangka, utamanya bagi penanganan /
penyidikan perkara tindak pidana khusus
sebelum dikirimkannya SPDP ; atau
(2) Ditemukan dua atau lebih alat bukti yang cukup
dan bersesuaian, sehingga dapat diteruskan
kegiatan penyidikannya atau tidak ditemukan
dua alat bukti yang cukup dan bersesuaian
sehingga dapat dihentikan penyidikannya.
(3) Melibatkan Ahli untuk keterangan Ahli sebagai
Alat Bukti
f) Melakukan upaya hukum lanjutan setelah ditentukan
tersangkanya atau penghentian penyidikan
apabila tidak ditemukan alat bukti yang cukup;
g) Menyampaikan Surat Pemberitahuan Perkembangan
Hasil Penyidikan (SP2HP) Tahap Kedua, kepada :
(1) Pelapor atau Korban atau Keluarga
Pelapor/Korban untuk perkara kriminal umum;
(2) Tersangka atau keluarga tersangka untuk
perkara kriminal khusus yang tidak memiliki
korban (victimless crime).
h) Menyusun Berkas Perkara dan siap untuk
dilimpahkan ke Penuntut Umum;
i) Memperbaiki Berkas Perkara apabila dinyatakan
kurang lengkap oleh Penuntut Umum dan
mengirimkan kembali Berkas Perkara yang telah
diperbaiki kepada Penuntut Umum;
j) Menyerahkan Berkas Perkara beserta barang
bukti dan tersangkanya kepada Penuntut Umum;
11
k) Menyampaikan Surat Pemberitahuan Perkembangan
Hasil Penyidikan (SP2HP) Tahap Ketiga, kepada :
(1) Pelapor atau Korban atau Keluarga
Pelapor/Korban untuk perkara kriminal umum;
(2) Tersangka atau keluarga tersangka untuk
perkara kriminal khusus yang tidak memiliki
korban (victimless crime).
V. KETENTUAN LARANGAN DAN KEWAJIBAN
a. Larangan dalam Penyidikan
Penyidik Dilarang :
1) Melakukan tindak kekerasan (penyiksaan fisik) dalam
melaksanakan penyidikan;
2) Melakukan diskriminasi pelayanan dalam kegiatan penyidikan;
3) Menerima dan/atau meminta imbalan sebelum, selama,
dan/atau setelah kegiatan penyidikan;
4) Menyebarkan rasa takut kepada terperiksa baik dengan
menggunakan ancaman atau ancaman kekerasan atau dengan
menunjukkan senjata (api).
b. Kewajiban Dalam Penyidikan :
1) Memberikan pelayanan yang sama kepada semua orang (pihak)
dalam kegiatan penyidikan;
2) Menjalankan kegiatan penyidikan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
3) Penggunaan senjata (api) sesuai dengan Prosedur Tetap Kepala
Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor :
Protap/1/X/2010 tentang Penanggulangan Anarki;
VI. PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
a. Pengawasan
Pengawasan terhadap kegiatan penyidikan dilakukan oleh :
12
1) Atasan Penyidik, yaitu :
a) Kasat; dan/atau
b) Kaur Bin Ops.
2) Pengawas Penyidik yang ditunjuk berdasarkan Surat Perintah
Pengawasan Penyidik.
b. Pengendalian
Pengendalian penyidikan dilakukan dalam bentuk :
1) Tata Naskah (Takah) yang berisikan komunikasi tertulis antara
penyidik dan Atasan Penyidik;
2) Gelar Perkara yang dilakukan dengan melibatkan :
a) Penyidik di lingkungan Sat. Reskrim;
b) Penyidik dengan mengikutsertakan Pengawas Penyidik;
c) Penyidik dengan mengikutsertakan Satuan lain yang
dipimpin oleh Kapolres atau Kasat Reskrim;
d) Penyidik dengan mengikutsertakan institusi pengawasan
di lingkungan internal Polres Limboto.
VII. ADMINISTRASI
1. Kelengkapan Administrasi
Segala administrasi adalah administrasi yang menunjang
terselenggaranya penyidikan, berupa :
a. Administrasi Penyidikan yang diatur oleh UU No. 8 Tahun
1981 tentang KUHAP dan/atau yang diatur oleh perundang-
undangan lainnya; atau
b. Administrasi Perkantoran yang menunjang kegiatan penyidikan
sebagaimana diatur oleh Hukum Administrasi dan/atau
Peraturan Kapolri serta peraturan administrasi lainnya.
VIII. ANGGARAN
a. Anggaran penyidikan menyesuaikan dengan DIPA Polri untuk
program penyelidikan dan penyidikan yang disediakan bagi Polres
Limboto ;
13
b. Anggaran yang digunakan untuk kepentingan penyidikan
menyesuaikan dengan kriteria tingkat kesulitan atas penyidikan yang
ditentukan oleh pejabat yang berwenang atau Atasan Penyidik;
c. Penggunaan anggaran dalam kegiatan penyidikan sesuai dengan
standar biaya khusus (SBK) penyidikan yang disahkan oleh Kapolri.
IX. PENUTUP
1. Ketentuan Lain-Lain
a. Batas waktu penyelesaian perkara ditentukan berdasarkan
kriteria tingkat kesulitan atas penyidikan :
1) Sangat sulit ;
2) Sulit ;
3) Sedang ; atau
4) Mudah
b. Batas waktu penyelesaian perkara dihitung mulai diterbitkannya
Surat Perintah Penyidikan, meliputi :
1) 120 (seratus dua puluh) hari untuk penyidikan perkara
sangat sulit;
2) 90 (sembilan puluh) hari untuk penyidikan perkara sulit;
3) 60 (enam puluh) hari untuk penyidikan perkara sedang;
atau
4) 30 (tiga puluh) hari untuk penyidikan perkara mudah.
c. Penentuan kriteria tingkat kesulitan atas penyidikan dilakukan
oleh pejabat yang berwenang atau Atasan Penyidik;
d. Apabila penyidikan yang dilakukan tidak sesuai dengan kriteria
tingkat kesulitan di atas, maka penyidik mengajukan alasan
tentang kesulitan dan/atau hambatan yang dihadapi dalam
bentuk Laporan Kemajuan kepada Atasan Penyidik (Kasat)
untuk mendapatkan persetujuan.
14
X. KETENTUAN PENUTUP
a. Segala hal yang berkaitan dengan kegiatan penyidikan tetap
mengacu pada UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP dan/atau
undang-undang tertentu yang mengatur hukum acaranya sendiri;
b. Kegiatan penyidikan yang dilakukan oleh Penyidik Sat Reskrim
mempedomani Perkap No. 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan
Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Kepolisian
Negara Republik Indonesia;
c. Hal-hal yang belum ditentukan dan/atau diatur di dalam SOP ini,
maka penyidik tetap mempedomani aturan hukum acara yang
berlaku.
Limboto, Juni 2012
An. KEPALA KEPOLISIAN RESOR LIMBOTO KASAT RESKRIM
HERI RUSYAMAN, SIK AJUN KOMISARIS POLISI NRP 78061316
15
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH GORONTALO
RESOR LIMBOTO
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR KINERJA PENYIDIK
PADA SAT RESKRIM POLRES LIMBOTO I. Pendahuluan
1. Umum
a. Tuntutan masyarakat terhadap kinerja penyidik Polri dalam
proses penyidikan suatu perkara, perspektif serta persepsi
masyarakat yang terus berkembang dalam melihat kinerja
penyidik.
b. Harapan yang begitu besar terhadap Polri khususnya dalam
memproses suatu perkara pidana, membutuhkan prosedur
operasional standar untuk mempercepat pencapaian tingkat
kepuasan masyarakat yang diharapkan dan disesuaikan dengan
tingkat kemampuan organisasi.
2. Dasar
a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981
tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002
tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
c. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 12
Tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan
Perkara Pidana di Lingkungan Kepolisian Negara Republik
Indonesia.
16
3. Maksud dan Tujuan
a. Maksud
Penulisan Prosedur Operasional Standar ini dimaksudkan untuk
menginventarisasi langkah-langkah penyidik sesuai prosedur
yang berlaku, dalam upaya meningkatkan kinerjanya.
b. Tujuan
Penulisan Prosedur Operasional Standar ini bertujuan untuk :
1) Memudahkan penyidik dalam mengikuti langkah-langkah
proses penyidikan yang baku sesuai dengan undang-
undang dan prosedur yang berlaku.
2) Menjadi pedoman dalam proses penyidikan suatu perkara
pidana, termasuk memedomani KUHAP dan prosedur baku
sebagaimana yang telah diatur dalam petunjuk teknis
maupun petunjuk operasional lainnya dari Kepala Kepolisian
Republik Indonesia.
4. Ruang Lingkup
Ruang lingkup Prosedur Operasional Standar ini meliputi
langkah-langkah dalam proses penyidikan suatu perkara, mulai dari
Laporan Polisi diterima oleh penyidik/penyidik pembantu sampai
dengan dilimpahkannya berkas perkara ke Jaksa Penuntut Umum
hingga terbit P.21 atau sampai dengan dihentikannya perkara tersebut
dengan alasan sebagaimana yang telah diatur dalam undang-undang.
II. Prosedur Berpenampilan
Sebagai seorang penyidik/penyidik pembantu, melekat kewajiban padanya
untuk berpenampilan sebagai berikut :
1. Berpakaian yang rapi, bersih serta berdasi sesuai ketentuan yang
berlaku di lingkungan Satuan Reskrim Polres Limboto (dilarang
menggunakan celana berbahan jeans).
2. Rambut dipotong rapi dan bersih. Bagi penyidik/penyidik pembantu
yang berkumis agar merapikan kumisnya sehingga terlihat rapi
dan bersih serta tidak berjenggot.
17
3. Dilarang merokok ketika sedang melayani masyarakat yang datang
ke Satuan Reskrim Polres Limboto.
4. Ruang pelayanan harus rapi, bersih dan nyaman ketika sedang
melayani masyarakat.
III. Prosedur Melayani Saksi Korban/Saksi Pelapor
Saksi Korban/Saksi Pelapor harus dilayani oleh penyidik/penyidik
pembantu sebagai berikut :
1. Saksi korban / saksi pelapor sebaiknya langsung dimintai
keterangannya untuk mempercepat proses pengumpulan alat bukti,
kecuali karena alasan yang patut dan masuk akal saksi pelapor dapat
menunda pemeriksaannya oleh penyidik/penyidik pembantu.
2. Paling lambat 30 menit sebelum pemeriksaan dilakukan terhadap
saksi korban/saksi pelapor, penyidik/penyidik pembantu telah siap di
ruang pelayanan pemeriksaan untuk mencegah saksi korban/saksi
pelapor menunggu berlama-lama.
3. Penyidik/penyidik pembantu dilarang merokok serta makan dan
minum di hadapan saksi korban/saksi pelapor, serta wajib
menunjukkan sikap empati dan simpati.
4. Penyidik/penyidik pembantu wajib mengikuti ketentuan KUHAP
selama melayani saksi korban/saksi pelapor serta tetap
proporsional, transparan dan akuntabel.
5. Penyidik/penyidik pembantu wajib memberitahukan perkembangan
hasil penyidikan kepada pelapor melalui SP2HP (Surat
Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan).
6. Jika diperlukan, selama proses pemeriksaan saksi korban/saksi
pelapor dapat direkam dengan menggunakan handycam atau
alat perekam gambar dan suara lainnya.
18
IV. Prosedur Melayani Saksi
Penyidik/penyidik pembantu wajib melayani saksi sebagai berikut :
1. Penyidik/penyidik pembantu memeriksa saksi dengan terlebih
dahulu mengirimkan surat panggilan kepadanya sesuai ketentuan
KUHAP.
2. Paling lambat 30 menit sebelum pemeriksaan dilakukan terhadap
saksi, penyidik/penyidik pembantu telah siap di ruang pelayanan
pemeriksaan untuk mencegah saksi menunggu berlama-lama.
3. Penyidik/penyidik pembantu dilarang merokok serta makan dan
minum di hadapan saksi.
4. Penyidik dilarang menggunakan hand phone/alat komunikasi
lainnya selama melaksanakan pemeriksaan terhadap saksi.
5. Berpenampilan rapi dan bersih sesuai ketentuan yang berlaku
di lingkungan Satuan Reskrim Polres Limboto.
6. Berperilaku santun, ramah namun tetap tegas dan humanis serta
tidak membentak-bentak atau menghardik saksi selama berjalannya
proses pemeriksaan. Tetap proporsional, transparan dan akuntabel.
7. Penyidik/penyidik pembantu dalam melakukan pemeriksaan
terhadap saksi sudah membuat daftar pertanyaan terlebih dahulu
sehingga pemeriksaan dapat dilaksanakan sesegera mungkin dan
tidak melebihi dari 8 (delapan) jam.
8. Jika memang diperlukan, selama proses pemeriksaan dapat direkam
dengan handycam/webcam secara proporsional sesuai kebutuhan
penyidikan.
9. Setelah melakukan pemeriksaan terhadap saksi, penyidik
menyampaikan terima kasih dengan memberikan kartu nama
penyidik kepada saksi agar terjadi komunikasi dan transparansi
terhadap perkara yang ditangani.
19
V. Prosedur Melayani Ahli
Penyidik/penyidik pembantu wajib melayani ahli yang akan dimintai
keterangannya sebagai berikut :
1. Penyidik/penyidik pembantu memeriksa ahli dengan terlebih dahulu
mengirimkan surat panggilan kepadanya sesuai ketentuan KUHAP.
2. Paling lambat 30 menit sebelum pemeriksaan dilakukan terhadap
ahli, penyidik/penyidik pembantu telah siap di ruang pelayanan
pemeriksaan untuk mencegah ahli menunggu berlama-lama.
3. Penyidik/penyidik pembantu dilarang merokok serta makan dan
minum di hadapan ahli.
4. Penyidik dilarang menggunakan hand phone/alat komunikasi lainnya
selama melaksanakan pemeriksaan terhadap saksi.
5. Berpenampilan rapi dan bersih sesuai ketentuan yang berlaku di
lingkungan Satuan Reskrim Polres Limboto.
6. Berperilaku santun, ramah namun tetap tegas dan humanis serta
tidak membentak-bentak atau menghardik ahli selama berjalannya
proses pemeriksaan. Tetap proporsional, transparan dan akuntabel.
7. Jika memang diperlukan, proses pemeriksaan dapat direkam
dengan handycam/webcam secara proporsional sesuai kebutuhan
penyidikan.
8. Setelah melakukan pemeriksaan terhadap saksi, penyidik
menyampaikan terima kasih dengan memberikan kartu nama
penyidik kepada saksi agar terjadi komunikasi dan transparansi
terhadap perkara yang ditangani.
VI. Prosedur Melayani Tersangka
Dalam melayani tersangka, penyidik/penyidik pembantu berkewajiban
sebagai berikut :
1. Penyidik/penyidik pembantu memeriksa tersangka dengan terlebih
dahulu mengirimkan surat panggilan kepadanya sesuai ketentuan
KUHAP, kecuali tersangka yang tertangkap tangan atau tersangka
yang ditangkap sesuai dengan ketentuan KUHAP.
20
2. Paling lambat 30 menit sebelum pemeriksaan dilakukan terhadap
tersangka, penyidik/penyidik pembantu telah siap di ruang
pelayanan pemeriksaan untuk mencegah tersangka menunggu
berlama-lama.
3. Penyidik/penyidik pembantu dilarang merokok serta makan dan
minum di hadapan tersangka.
4. Penyidik dilarang menggunakan hand phone/alat komunikasi lainnya
selama melaksanakan pemeriksaan terhadap saksi.
5. Berpenampilan rapi dan bersih sesuai ketentuan yang berlaku di
lingkungan Satuan Reskrim Polres Limboto.
6. Berperilaku santun, ramah namun tetap tegas dan humanis serta
tidak membentak-bentak atau menghardik tersangka apalagi
melakukan kekerasan fisik dan intimidasi terhadap tersangka selama
berjalannya proses pemeriksaan. Tetap proporsional, transparan dan
akuntabel.
7. Penyidik/penyidik pembantu dalam melakukan pemeriksaan terhadap
Tersangka sudah membuat daftar pertanyaan terlebih dahulu
sehingga pemeriksaan dapat dilaksanakan sesegera mungkin dan
tidak melebihi dari 8 (delapan) jam.
8. Proses pemeriksaan sebaiknya direkam dengan handycam /webcam
secara proporsional sesuai kebutuhan penyidikan. Hal tersebut
bertujuan untuk menghindari upaya tersangka memungkiri /
mengingkari keterangan / BAP yang disampaikan kepada penyidik,
ketika proses pemeriksaan pada tingkat persidangan telah berjalan.
9. Untuk tersangka yang melakukan tindak pidana dengan ancaman
pidana lebih dari 15 tahun, penyidik/penyidik pembantu wajib
menunjuk penasehat hukum untuk tersangka sebagaimana
ketentuan dalam KUHAP.
VII. Kewajiban Penyidik/Penyidik Pembantu Sejak Menerima Laporan Polisi
21
Seorang penyidik/penyidik pembantu sejak menerima Laporan Polisi
berkewajiban untuk :
1. Melakukan gelar perkara penentuan kriteria kasus.
2. Melengkapi administrasi penyidikan termasuk mengisi blanko kontrol
perkara sesuai kriteria kasus.
3. Membuat Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan
(SP2HP) dan dikirim ke pelapor sebagai bentuk transparansi dan
kuntabilitas penyidik terhadap kasus yang ditangani.
4. Melakukan proses penyidikan secara professional, proporsional,
procedural, transparan dan akuntabel atas kasus yang ditangani.
5. Melakukan gelar perkara dalam setiap kesempatan ketika mengalami
hambatan dalam proses penyidikan.
6. Melakukan gelar perkara dalam meningkatkan status seseorang dari
saksi menjadi tersangka.
7. Melakukan gelar perkara dalam hal penyidik/penyidik pembantu akan
melakukan upaya paksa.
8. Selalu berkoordinasi dengan Pengawas Penyidik dalam setiap
kesempatan untuk mempercepat proses penyelesaian perkara
yang ditangani.
9. Mengajukan anggaran penyidikan serta mempertanggung
jawabkannya melalui pertanggungjawaban keuangan (Perwabku)
setelah proses penyidikan selesai.
VIII. Indikator Penyelesaian Perkara
Setiap perkara yang ditangani oleh penyidik/penyidik pembantu,
wajib untuk diselesaikan dengan indikator penyelesaian yaitu berkas
dinyatakan
lengkap oleh Jaksa Penuntut Umum dengan terbitnya lembar P.21 atau
perkara tersebut dihentikan dengan terbitnya Surat Pemberitahuan
Penghentian Penyidikan (SP3).
22
IX. Target Kinerja Bagi Setiap Penyidik/Penyidik Pembantu
Setiap penyidik/penyidik pembantu dalam menangani perkara yang
ditugaskan kepadanya, dibebani target penyelesaian sesuai dengan
kriteria perkara, untuk perkara mudah maksimal 30 hari, perkara sedang
maksimal 60 hari, perkara sulit maksimal 90 hari, penyidikan sangat sulit
maksimal 120 hari dan selalu melaporkan perkembangannya.
X. PENUTUP
Demikian Prosedur Operasional standar ini dibuat sebagai pedoman dan
panduan bagi penyidik/penyidik pembantu dalam melaksanakan
penyidikan.
Limboto, Juni 2012
An. KEPALA KEPOLISIAN RESOR LIMBOTO KASAT RESKRIM
HERI RUSYAMAN, SIK AJUN KOMISARIS POLISI NRP 78061316
23
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH GORONTALO
RESOR LIMBOTO
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEMANGGILAN
PADA SAT RESKRIM POLRES LIMBOTO A. Pendahuluan
Guna menjamin pelaksanaan tugas penyelidikan yang benar, perlu
disusun standar operasional prosedur untuk dijadikan standar dalam
melaksanakan upaya hukum pemanggilan.
Standar Operasional Prosedur ini merupakan pedoman bagi penyidik
dalam melaksanakn tugas pemanggilan yang harus dilaksanakan dalam
proses penyidikan.
B. Tujuan
Tindakan hukum berupa pemanggilan merupakan rangkaian dari
suatu proses penyidikan guna memperoleh suatu keterangan baik
terhadap saksi, ahli maupun terhadap tersangka didalam proses
penegakan hukum baik pada tingkat penyidikan, penuntutan dan
peradilan.
Standar Operasional Prosedur ini dibuat bertujuan guna menghindari
pelanggaran hukum baik pelanggaran HAM maupun pelanggaran
terhadap hukum acara pidana serta menghindari kesalahan prosedur
dalam proses pemanggilan.
C. Ruang Lingkup
Standar Operasional Prosedur pemanggilan memuat petunjuk
tentang tatacara dari mulai pemenuhan syarat formil, syarat materil
pembuatan surat panggilan, pengajuan atau penandatanganan surat
24
panggilan pencatatan dalam register surat panggilan, penyampaian surat
panggilan, serta bagaimana orang yang dipanggil apabila tidak memenuhi
panggilan tersebut.
Standar Operasional Prosedur ini berlaku bagi penyidik Polri khususnya
pada lingkungan Penyidik Sat Reskrim Polres Limboto.
D. Pengertian Pemanggilan
1. Pemanggilan adalah tindakan penyidik untuk menghadirkan saksi /
tersangka guna didengar keterangannya sehubungan dengan tindak
pidana yang terjadi.
2. Tenggang waktu yang wajar adalah antara tanggal, hari,
diterimanya surat panggilan dengan hari, tanggal orang yang di
panggil diharuskan memenuhi panggilan harus ada tenggang waktu
yang layak dan wajar serta surat panggilan yang disampaikan
selambat – lambatnya tiga (3) hari sebelum tanggal hadir yang
ditentukan dalam surat panggilan.
3. Alasan yang tidak patut dan wajar adalah seseorang yang dipanggil
sebagai saksi/tersangka dimana dapat diyakinkan bahwa surat
panggilan tersebut tidak dapat hadir dengan menyampaikan alasan
yang tidak sesuai dengan fakta yang ditemukan.
4. Surat panggilan ke II adalah surat yang diterbitkan oleh penyidik
dalam menindak lanjuti surat panggilan pertama apabila yang
dipanggil diyakini telah menerima panggilan pertama namun yang
bersangkutan tidak hadir dengan alasan-alasan yang patut dan
wajar.
5. Surat perintah membawa adalah surat perintah yang ditandatangani
oleh penyidik guna membawa saksi atau tersangka dikarenakan
yang dipanggil tidak dapat memenuhi surat panggilan baik panggilan
kesatu dan kedua tanpa alasan yang patut dan wajar.
6. Ijin adalah permohonan atau pemberitahuan yang isampaikan oleh
penyidik kepada lembaga tinggi Negara atau instansi pemerintahan /
lembaga lain, guna memperoleh ijin yang diberikan kepada penyidik
dalam rangka proses pemanggilan.
25
E . Petunjuk dan Koordinasi
1. Membuat surat panggilan untuk saksi dan tersangka bukan lembaga
tinggi Negara dan pejabat pemerintahan.
a. Syarat formil :
1) Pasal 1 butir 2, Pasal 7 ayat (1) huruf e, Pasal 112,
Pasal 113, Pasal 119, Pasal 120 KUHAP;
2) Undang-undang No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia.
3) Undang-undang yang dipersangkakan
4) Laporan Polisi
5) Surat Perintah Tugas
6) Surat Perintah Penyidikan
7) Buku Register surat panggilan
8) Agenda tanda terima surat panggilan
b. Langkah-langkah membuat surat panggilan :
1) Surat Panggilan dibuat dengan jelas tentang ; dasar
pemanggilan, alasan, waktu pemanggilan, identitas lengkap
orang yang dipanggil, kapasitas yang dipanggil (saksi atau
tersangka), perkara apa.
2) Untuk waktu pemanggilan diberikan tenggang waktu yang
wajar (dengan memperhitungkan diluar kota /luar negeri),
apabila alamat tidak diketahui dicantumkan alamat terakhir
yang ada pada penyidik (berdasarkan hasil penyelidikan);
3) Surat panggilan ditanda-tangani oleh Kasat Reskrim atau
pejabat yang berwenang/penyidik yang memanggil.
2. Membuat surat panggilan untuk saksi dan tersangka untuk Lembaga
Tinggi Negara dan Pejabat Pemerintah.
a. Syarat formil :
1) Pasal 1 butir 2, Pasal 7 ayat (1) huruf e, Pasal 11, Pasal
112, Pasal 113, Pasal 119, Pasal 120 KUHAP;
26
2) Pasal 66, 220, 289, 340, 391 Undang-undang Nomor 27
Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD;
3) Pasal 36 (1) Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintahan Pengganti Undang-undang Nomor
8 tahun 2005;
4) Undang-undang Kekuasaan Kehakiman;
5) Undang-undang No 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia;
6) Pasal 66 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang
Notaris;
7) Pasal 23 Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005
tentang Desa.
b. Langkah-langkah membuat surat panggilan saksi dan tersangka
pejabat Lembaga Tinggi Negara dan Pejabat Pemerintahan, Non
Pemerintah (Notaris).
1) Pemanggilan terhadap Pejabat-pejabat Negara, anggota-
anggota MPR / DPR / DPD / BPK / Mentri kabinet,
Gubernur, Bupati / Walikota, Deputi Gubernur BI, sebelum
dipanggil mengajukan surat permohonan ijin kepada
Presiden RI, pengajuan permohonan kepada Kapolri melalui
Kapolda diteruskan ke Kabareskrim.
2) Anggota DPRD/DPD tingkat I, sebelum dipanggil
mengajukan surat permohonan izin kepada Mentri Dalam
Negeri pengajuan permohonan kepada Kapolri melalui
Kapolda diteruskan ke Kabareskrim.
3) Anggota DPRD/DPD tingkat II Kabupaten/kota sebelum
dipanggil mengajukan surat permohonan izin kepada
Gubernur Kepala Daerah melalui Kapolda.
4) Untuk memanggil Lurah/Kepala Desa sebelum dipanggil
penyidik mengajukan surat permohonan izin kepada
Bupati/Walikota.
27
5) Untuk pemanggilan terhadap Ketua dan Majelis Hakim,
sebelum dipanggil mengajukan surat permohonan izin
kepada Ketua Mahkamah Agung RI melalui Kabareskrim.
6) Untuk pemanggilan Notaris, sebelum dipanggil penyidik
mengajukan surat kepada Majelis Pengawas Daerah, guna
mendapat persetujuan/ijin.
3. Pengajuan Penandatanganan Surat Panggilan.
a. Surat Panggilan diajukan secara berjenjang (diparaf oleh para
pejabat yang terkait) sampai dengan ditanda tangani oleh Kasat
Reskrim atau Pejabat yang berwenang dan oleh Penyidik yang
memanggil.
b. Mencatat surat panggilan untuk saksi dan tersangka pada
register surat panggilan serta mencatat dalam buku ekspedisi.
c. Membuat surat guna mendapatkan ijin dalam rangka
pemanggilan (saksi/tersangka) yang termasuk lingkup pejabat
Lembaga Tinggi Negara dan Pejabat Pemerintah, Non
Pemerintah (Notaris).
d. Penyampaian surat panggilan ke satu/ ke dua untuk saksi dan tersangka :
F. PENUTUP
Demikian Prosedur Operasional standar ini dibuat sebagai pedoman dan
panduan bagi penyidik/penyidik pembantu dalam melaksanakan
penyidikan.
Limboto, Juni 2012
An. KEPALA KEPOLISIAN RESOR LIMBOTO KASAT RESKRIM
HERI RUSYAMAN, SIK AJUN KOMISARIS POLISI NRP 78061316
28
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH GORONTALO
RESOR LIMBOTO
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENANGKAPAN
PADA SAT RESRIM POLRES LIMBOTO A. Pendahuluan
Guna menjamin pelaksanaan tugas penyidikan yang benar, perlu
disusun standar operasional prosedur untuk dijadikan standar dalam
melaksanakan penangkapan terhadap tersangka. SOP ini merupakan
pedoman bagi penyidik dalam melaksanakan tugas penangkapan yang
dilaksanakan terhadap tersangka.
Standar operasional ini merupakan panduan untuk menghindarkan
penyidik terhadap hal-hal yang kontra produktif yang dapat menghalangi
kelancaran proses penyidikan. Dalam pelaksanaan upaya paksa melalui
penangkapan ini, ketentuan hukum acara yang ada dalam KUHAP
maupun hukum acara Undang-Undang lainnya , menjadi dasar SOP ini
sebagai otorisasi operasional penyidik.
B. Tujuan
Tindakan penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa
pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa
apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau
penuntutan dan atau peradilan dalam hal atau menurut cara yang diatur
dalam undang-undang.
Penangkapan merupakan rangkaian atau bagian dari penyidikan,
untuk mencegah tersangka menghilangkan barang bukti dan mencegah
tersangka melarikan diri.
29
Standar Operasional Prosedur Penangkapan ini dibuat sebagai
standar atau panduan bagi Penyidik dalam melakukan tindakan
penangkapan terhadap tersangka sebagai langkah antisipasi terhadap
kemungkinan adanya kesalahan prosedur yang dapat mengakibatkan
gugatan hukum atau hal-hal yang kontra produktif saat pelaksanaan
penyidikan.
Standar Operasional Prosedur Penangkapan dirancang untuk
terciptanya efektifitas dan efisiensi terhadap penyidikan dan koordinasi
baik dalam lingkungan internal Polri (penyidik, atasan penyidik dan
petugas penyimpan barang bukti) maupun dalam lingkungan eksternal
yang berwenang.
C. Ruang Lingkup
Standar Operasional Prosedur Penangkapan ini memuat petunjuk
dan koordinasi meliputi syarat yang harus dipenuhi, langkah-langkah
penangkapan dalam rangkaian penyidikan, maupun tertangkap. Standar
Operasional Prosedur Penangkapan ini dapat menjadi panduan bagi
seluruh Penyidik Polri di Wilayah Polres Limboto.
D. Definisi
1. Pengertian penangkapan dalam Standar Operasional Prosedur ini
adalah pengertian penangkapan dalam KUHAP;
2. Pengertian tertangkap tangan dalam Standar Operasional Prosedur
ini adalah pengertian tertangkap tangan dalam KUHAP;
E. Petunjuk dan Koordinasi
Tindakan penangkapan merupakan rangkaian proses penyidikan
perkara yang termasuk dalam kategori upaya paksa penyidik. Dalam
proses kegiatan penangkapan, penyidik melakukan berdasarkan
ketentuan hukum yang ada di dalam KUHAP dan hukum acara
lainnya.
30
Dalam pelaksanaan kegiatan penangkapan melibatkan penyidik /
petugas Kepolisian lainnya maupun pihak di luar institusi Kepolisian antara
lain penyidik pegawai negeri sipil, saksi, Kepala Desa / Kepala
Lingkungan, Penyedia Jasa Keuangan, Penyedia Barang dan Jasa
lainnya, Pengadilan Negeri, pemilik atau yang menguasai barang dan
lain-lain.
Penangkapan dalam rangkaian kegiatan penyidikan
Syarat formal yang harus dipenuhi :
1) Dalam Surat Perintah Penangkapan harus mencantumkan
dasar dilakukan penangkapan yaitu :
a) Pasal 1 butir 2 KUHAP;
b) Pasal 1 butir 20 KUHAP;
c) Pasal 7 ayat (1) huruf d dan pasal 16 KUHAP;
d) Pasal 17 KUHAP;
e) Pasal 18 KUHAP;
f) Pasal 19 KUHAP;
g) UU RI No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia;
h) Undang-Undang yang dipersangkakan, yang sifatnya
LezSpecialist penyidik harus menyesuaikan dengan
hukum acara pada undang-undang tersebut. Contoh yaitu
Undang-Undang Narkotika dan Teroris yang mengatur
berbeda dalam hal masa penahanan, serta Undang-
Undang ITE yang mengatur berbeda dalam hal
mendapatkan penetapan penahanan dari pengadilan, dan
harus dilakukan dalam waktu 1x24 jam. Untuk hal ini
maka ijin penangkapan harus diminta kepada pihak
Pengadilan sebelum penangkapan dilakukan;
i) Undang-Undang lain yang terkait;
j) Laporan Polisi;
k) Surat Perintah Penyidikan;
l) Surat Perintah Penggeledahan;
31
m) Surat Perintah Penyitaan;
n) Surat Perintah Tugas.
2) Penyidik membuat berita acara penangkapan dan surat
pemberitahuan penangkapan dan disampaikan kepada
keluarga tersangka;
3) Petugas yang melaksanakan penangkapan adalah penyidik yang
mendapat perintah dalam Surat Perintah Penyidikan.
Syarat materiil yang harus dipenuhi :
Penangkapan dilakukan dengan mempertimbangkan persesuaian
alat bukti, hasil penyelidikan yang dianalisis dan menyimpulkan
bahwa seseorang adalah tersangkanya dan perlu dilakukan upaya
paksa (penangkapan).
Langkah-langkah Penangkapan :
1) Sebelum penangkapan dilakukan, penyidik wajib melakukan
gelar perkara dan melaporkan kepada atasan Penyidik kegiatan
penangkapan yang akan dilakukan;
2) Penyidik sebelum melakukan penangkapan agar melakukan
briefing dan diskusi untuk membahas kegiatan penangkapan
termasuk menilai resiko yang mungkin berdasarkan informasi,
dan mendapatkan cara untuk meminimalisir resiko yang
mungkin terjadi;
3) Penyidik menunjukkan Surat Perintah Tugas dan Surat
Perintah Penangkapan yang sudah disiapkan terlebih dahulu
kepada orang yang akan ditangkap atau orang yang
mempunyai hubungan dengan tersangka atau pihak lain yang
berada di TKP;
4) Penyidik, sedapat mungkin berkoordinasi dengan pihak terkait
baik kepolisian setempat termasuk pejabat setingkat RT/RW
untuk menyampaikan kegiatan penangkapan yang akan
dilakukan;
32
5) Penyidik wajib memberikan peringatan agar tersangka bekerja
sama untuk menyerahkan diri secara baik- baik;
6) Penyidik setelah memberikan peringatan kepada tersangka
untuk bekerjasama namun tidak mendapat respon, maka
langkah paksa secara terukur dan melindungi penyidik untuk
menangkap Tersangka segera dilakukan. Upaya paksa yang
dilakukan sifatnya melumpuhkan, dan dapat ditingkatkan
dengan melihat penilaian resiko berkembang dilapangan;
7) Penyidik melakukan identifikasi dan dokumentasi serta
pemeriksaan kesehatan terhadap tersangka yang ditangkap;
8) Setelah dilakukan penangkapan, Penyidik membuat Berita
Acara Penangkapan dan permohonan penetapan penangkapan
dari Pengadilan Negeri;
9) Setelah tersangka ditangkap, pada kesempatan pertama
segera dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan berita
acara pemeriksaan tersangka.
Terhadap penangkapan yang menemukan benda/barang bergerak
maka dapat langsung dilakukan penyitaan, sedangkan terhadap
benda yang tidak bergerak tidak dilakukan penyitaan, melainkan
disegel/diblokir. Untuk penangkapan yang dilanjutkan dengan
penyitaan bukti digital, hal ini diatur dalam SOP khusus Subdit
Fismondev. Demikian juga bahwa dalam penyidikan cyber crime,
metode penangkapan harus menghindarkan tersangka dari
perangkat IT yang digunakan untuk menjamin keaslian data dan
informasi yang didapatkan pada komputer dan menghindari
terjadinya kerusakan barang bukti.
Hal-hal khusus dalam Penangkapan Tersangka
1) Setiap orang dapat yang menemukan tindak pidana dalam
keadaan tertangkap tangan, berhak menangkap tersangka,
untuk kemudian segera melaporkan atau menyerahkan
tersangka tersebut beserta barang bukti yang ada kepada
kesatuan Polri terdekat. Demikian juga, Anggota Polri atau
33
Penyidik yang menemukan tindak pidana dapat melakukan
penangkapan dan segara menyerahkan tersangka dan barang
bukti kepada Perwira siaga atau Ka SPK dan diteruskan kepada
Penyidik. Hal penting dalam hal ini adalah barang bukti dari
tindak pidana yang didapatkan tidak boleh tidak harus
diserahkan kepada Penyidik untuk disita;
2) Penangkapan atas dasar permintaan melalui Interpol dengan
dilengkapi Surat permintaan penangkapan yang dikeluarkan
oleh negara peminta harus dikoordinasikan dengan pihak
terkait untuk kepastian hukum yang menjadi dasar otoritas
penangkapan;
3) Penangkapan terhadap tersangka yang keberadaannya diluar
yuridiksi Penyidik yang melakukan penyidikan, dapat dilakukan
oleh penyidik setempat dengan dilengkapi surat perintah
penangkapan dengan dasar surat perintah penangkapan
yang diterbitkan oleh Penyidik atau dasar surat DPO. Hal
ini dapat juga dilakukan oleh penyidik yang menangani dengan
dibantu oleh penyidik setempat;
4) Penangkapan terhadap pejabat dan penyelenggara negara
harus mendapatkan ijin melalui permintaan yang diajukan oleh
penyidik, kepada Presiden untuk anggota DPR/MPR, DPD, BPK,
Menteri, Gubernur dan Deputy Gubernur BI, Gubernur, Bupati,
dan Walikota. Untuk anggota DPR tingkat provinsi harus seijin
Menteri Dalam Negeri. Untuk anggota DPR setingkat kabupaten
atas seijin Gubernur Kepala Daerah. Untuk Ketua dan Majelis
Hakim, permohonan kepada Mahkamah Agung RI, melalui
Kapolda yang akan ditujukan kepada Kabareskrim dan
diteruskan oleh Jaksa Agung.
F. Penutup
Demikian Prosedur Operasional standar ini dibuat sebagai pedoman dan
panduan bagi penyidik/penyidik pembantu dalam melaksanakan
penyidikan
34
F. Penutup
Demikian Prosedur Operasional standar ini dibuat sebagai pedoman dan
panduan bagi penyidik/penyidik pembantu dalam melaksanakan
penyidikan
Limboto, Juni 2012
An. KEPALA KEPOLISIAN RESOR LIMBOTO KASAT RESKRIM
HERI RUSYAMAN, SIK AJUN KOMISARIS POLISI NRP 78061316
35
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH GORONTALO
RESOR LIMBOTO
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENAHANAN
PADA SAT RESRIM POLRES LIMBOTO A. Pendahuluan
Guna menjamin pelaksanaan tugas penyidikan yang benar, perlu
disusun standar operasional prosedur untuk dijadikan standar dalam
melaksanakan penahanan. SOP ini merupakan pedoman bagi penyidik
dalam melaksanakan tugas yang wajib dilaksanakan.
B. Tujuan
Tindakan penahanan merupakan rangkaian atau bagian dari
penyidikan. Penahanan dilakukan dengan mempertimbangkan alasan
obyektif dan alasan subyektif, alasan obyektif adalah penahanan dilakukan
terhadap tersangka yang melakukan tindak pidana yang diancam
hukuman lebih dari 5 (lima) tahun sesuai pasal 21 ayat (4) huruf a KUHAP
atau terhadap pasal pengecualian yang diatur dalam pasal 21 ayat (4)
huruf b KUHAP, sedangkan alasan subyektif adalah adanya kekhawatiran
tersangka melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan
atau mengulangi perbuatan pidana sesuai pasal 21 ayat (1) KUHAP.
Penahanan adalah pengekangan kebebasan seseorang, sehingga
harus dilakukan dengan proses yang benar, kesalahan terhadap proses
dapat mengganggu proses penyidikan.
Standar Operasional Prosedur penahanan ini dibuat sebagai standar
bagi Penyidik dalam melakukan tindakan penahanan dan sebagai langkah
antisipasi terhadap adanya kesalahan prosedur yang mengakibatkan
gugatan hukum.
36
Standar Operasional Prosedur penahanan disusun untuk
mengefektifkan koordinasi baik dalam lingkungan internal Polri (Penyidik,
Atasan penyidik dan pejabat rutan) maupun dalam lingkungan eksternal
antara lain Jaksa Penuntut Umum ,Pengadilan dan instansi terkait lainnya.
C. Ruang Lingkup
Standar Operasional Prosedur Penahanan memuat petunjuk dan
koordinasi meliputi syarat yang harus dipenuhi dan langkah–langkah
penahanan. Standar Operasional Prosedur Penahanan ini berlaku bagi
seluruh Penyidik Sat Reskrim Polres Limboto.
D. Definisi
1. Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa ditempat
tertentu oleh penyidik atau Penuntut Umum atau Hakim dengan
penetapannya, dalam hal serta menurut cara diatur dalam undang –
undang.
2. Penangguhan Penahanan adalah ditundanya atau tidak
dilanjutkannya seorang tersangka/terdakwa baik dengan jaminan
orang atau jaminan uang berdasarkan syarat – syarat lain yang
ditentukan.
3. Pengalihan Jenis Penahanan adalah mengalihkan status penahanan
dari jenis penahanan yang satu kejenis penahanan yang lain oleh
penyidik atau penuntut umum.
4. Pembantaran penahanan adalah penundaan penahanan sementara
terhadap tersangka karena alasan kesehatan (memerlukan rawat
jalan/rawat inap) yang dikuatkan dengan keterangan dokter sampai
dengan yang bersangkutan dinyatakan sembuh kembali.
5. Pemindahan tempat penahanan adalah memindahkan tersangka
dari rutan yang satu ke rutan yang lain dengan pertimbangan –
pertimbangan tertentu guna mempermudahkan penyelesaian
perkara.
37
6. Penahanan lanjutan adalah menempatkan kembali tersangka yang
pernah ditangguhkan penahanannya dengan pertimbangan atau
alasan tertentu kedalam Rumah Tahanan Negara guna kepentingan
penyidikan.
E . PetunJuk dan koordinasi
Tindakan penahanan merupakan salah satu bagian dari rangkaian
penyidikan yang termasuk dalam kategori upaya paksa penyidik. Dalam
proses kegiatan penahanan, penyidik melakukan berdasarkan ketentuan
hukum yang ada dalam KUHAP dan ketentuan hukum lainnya.
Dalam melaksanakan kegiatan penahanan akan melibatkan penyidik /
petugas kepolisian lainnya maupun pihak di luar institusi kepolisian antara
lain Jaksa Penuntut Umum, Pengadilan Negeri dan Pejabat Rutan.
1. Penahanan di Rutan/Cabang Rutan
a. Syarat yang harus dipenuhi
1) Dalam Surat Perintah Penahanan harus mencantumkan
dasar dilakukan penahanan yaitu :
a) Pasal 1 butir 21 KUHAP
b) Pasal 7 ayat (1) huruf d, pasal 11, pasal 20, pasal
21, pasal 22 a yat (1) KUHAP.
c) UU R I No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia.
d) Undang – Undang yang dipersangkakan.
e) Undang – Undang lain yang terkait;
f) Laporan Polisi;
g) Surat perintah penyidikan;
h) Surat Perintah Tugas;
2) Penyidik membuat surat pemberitahuan penahanan
tersangka kepada keluarga tersangka/penasehat hukum;
3) Petugas yang melaksanakan penahanan adalah penyidik
yang mendapat perintah dalam surat perintah penahanan.
38
b. Langkah – langkah penahanan di Rutan/Cabang Rutan :
1) Membuat Berita Acara penahanan sesaat segera setelah
melakukan penahanan dan ditanda tangankan kepada
tersangka.
2) Membuat Berita Acara Penolakan tanda tangan, apabila
tersangka menolak menanda tangani Berita Acara
Penahanan.
3) Menyerahkan Surat Perintah Penahanan disampaikan
kepada tersangka untuk tanda tangan.
4) Surat perintah Penahanan disampaikan kepada tersangka,
keluarga tersangka dan pejabat rutan.
5) Meminta Dokter Tahanan untuk memeriksa kesehatan
tersangka.
6) Memfoto dan mengambik sidik jari tersangka.
7) Menyerahkan tersangka kepada pejabat rutan untuk
dimasukkan ke dalam rutan, dengan dituangkan dalam
Berita Acara Penyerahan Tersangka.
8) Memberitahukan kepada keluarga tersangka/ penasehat
hukum dengan surat resmi dan tanda penerimaan surat.
2. Perpanjangan penahanan
Surat perintah penahanan yang diterbitkan Kasatker selaku penyidik
sebagaimana dimaksud pasal 20 KUHAP berlaku paling lama 20 (dua
puluh) hari.
Apabila selama 20 (dua puluh) hari penyidikannya belum selesai
dan masih diperlukan penahanan tersangka maka penyidik dapat
meminta kepada JPU untuk menerbitkan Surat Perpanjangan
Penahanan yang berlaku paling lama 40 (empat puluh) hari dan
apabila masih belum selesai dan masih diperlukan penahanan
tersangka maka penyidik dapat meminta kepada pengadilan
Negeri untuk menerbitkan Surat Perpanjangan Penahanan yang
berlaku selama 30 (tiga puluh) hari dan perpanjangan penahanan
39
dari pengadilan negeri dapat diperpanjangkembali apabila
diperlukan.
Langkah – Langkah perpanjangan penahanan :
a. Penyidik mengirimkan surat permintaan perpanjangan
penahanan tersangka kepada Kejaksaan Negeri/Pengadilan
Negeri dengan mencantumkan rujukan :
1) Pasal 24 ayat (2) KUHAP
2) UU RI No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia;
3) Laporan Polisi;
4) SPDP;
5) Surat Perintah penahanan;
Dan melapirkan :
1) Resume singkat;
2) Laporan Polisi;
3) Surat Perintah penyidikan;
4) SPDP;
5) Surat Perintah Penahanan;
6) Perpanjangan penahanan dari JPU ( untuk meminta
penetapan dari Pengadilan Negeri)
b. Dengan dasar surat perintah perpanjangan dari
JPU/penetapan penahanan dari Pengadilan Negeri tersebut,
maka penyidik dapat melakukan perpanjangan penahanan
tersangka.
c. Penyidik membuat surat pemberitahuan perpanjangan
penahanan kepada keluarga tersangka atau penasehat hukum.
d. Penyidik membuat berita acara perpanjangan penahanan dan
ditanda tangankan kepada tersangka.
e. Membuat Berita Acara penolakan tanda tangan, apabila
tersangka menolak menanda tangani Berita Acara
Perpanjangan penahanan.
40
f. Menyerahkan surat perpanjangan penahanan kepada
tersangka, keluarga tersangka / Penasehat hukum dan pejabat
rutan.
g. Memberitahukan kepada keluarga tersangka/penasehat hukum
dengan surat resmi dan tanda penerimaan surat.
3. Pengalihan Jenis Penahanan
Dalam hal pemeriksaan terhadap tersangka telah selesai dan tidak
dikhawatirkan akan melarikan diri serta tidak menyulitkan dalam
pengawasannya, atau dalam hal kehadiran tersangka sangat
diperlukan oleh masyarakat karena profesi / keahliannya, maka
terhadap tersangka dapat dilakukan pengalihan penahanan.
Jenis penahanan dapat berupa : penahanan rutan, penahanan
rumah, penahan kota.
a. Persyaratan
1) Adanya pengajuan permohonan pengalihan jenis
penahanan dari tersangka / keluarganya / penasehat
hukumnya yang diketahui oleh RT/RW/Kepala desa.
2) Wajib untuk melapor diri kepada penyidik selama
menjalani penahanan.
b. Langkah – langkah pengalihan jenis penahanan :
1) Apabila kasatker mengabulkan permohonan tersangka/
keluarganya/penasehat hukumnya, maka penyidik
membuat :
a) Surat Perintah Pengalihan je nis pena hanan
b) Berita Acara pengalihan jenis Penahanan
c) Surat Keterangan Wajib lapor
d) Resume Singkat
2) Penyidik menyerahkan surat perintah pengalihan jenis
penahanan kepada tersangka untuk ditanda tangani oleh
tersangka dan penyidik.
41
3) Penyidik menyerahkan surat perintah pengalihan jenis
penahanan kepada tersangka, keluarga tersangka dan
pejabat rutan.
4) Kasatker menugaskan anggota untuk melakukan
pengawasan terhadap tersangka
4. Pemindahan tempat penahanan
Dalam hal penyidikan berlangsung dan dibutuhkan tindakan untuk
memindahkan penahanan tersangka dari satu rutan ke rutan lain
guna melancarkan penyidikan, maka penyidik dapat melakukan
pemindahan tempat penahanan, dengan langkah – langkah sebagai
berikut :
a. Penyidik mempertimbangkan alasan pemindahan tempat
penahanan.
b. Pemindahanan tempat penahanan hanya dilakukan untuk
kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan yang cepat,
mudah dan murah.
c. Penyidik menempatkan keamanan dan keselamatan tersangka
yang ditahan sebagai prioritas utama
d. Melakukan koordinasi dengan penyidik dari kesatuan lain yang
mempunyai kaitan dengan kasus tersebut.
e. Menentukan waktu pemindahan tahanan.
f. Menyerahkan tersangka dan menyelesaikan administrasi
pemindahan tempat penahanan :
- Surat perintah tugas
- Surat Perintah penyerahan tersangka
- Berita acara penyerahan tersangka
- Surat Perintah Pemindahan tempat penahanan
- Berita Acara pemindahan tempat penahanan
g. Membuat laporan pelaksanaan tugas pemindahan tempat
penahanan.
42
5. Pembantaran Penahanan
a. Meminta Dokter untuk memeriksa kesehatan tersangka untuk
memastikan tersangka masih bisa ditahan atau tidak.
b. Apabila kondisi tersangka tidak memungkinkan untuk dilakukan
penahanan, maka penyidik melakukan pembantaran agar
tersangka dirawat/opname.
c. Membuat surat perintah pembantaran dan berita acara
pembantaran
d. Selama masa perawatan/opname, penyidik melakukan
pengawasan dan pengamanan terhadap tersangka.
6. Penangguhan penahanan
Penangguhan penahanan dapat dilakukan atas jaminan uang atau
orang
Jaminan Uang
a. Membuat perjanjian antara penyidik dengan tersangka atau
penasehat hukum dengan mencantumkan uang jaminan
dan syarat – syarat lainnya.
b. Pemohonan menyetorkan uang jaminan kepanitera
Pengadilan Negeri dengan formulir penyetoran yang
dilakukan oleh penyidik
c. Berdasarkan bukti setor uang, maka penyidik
mengeluarkan surat perintah penangguhan penahanan.
Jaminan Orang
a. Membuat perjanjian antara penyidik dengan tersangka atau
penasehat hukum dengan mencantumkan identitas
penjamin, besarnya uang yang harus dijamin oleh penjamin
syarat – syarat lainnya.
b. Berdasarkan surat jaminan, maka penyidik mengeluarkan
surat perintah penangguhan penahanan.
43
7. Penahanan Lanjutan
a. Membuat surat perintah penahanan lanjutan dan surat
pemberitahuan penahanan lanjutan kepada keluarga tersangka.
b. Mengajukan surat perintah penahanan lanjutan dan surat
pemberitahuan lanjutan kepada keluarga tersangka
c. Mencatat dalam register surat perintah penahanan lanjutan
dan surat pemberitahuan penahanan lanjutan kepada keluarga
tersangka
d. Melaksana kan penahanan lanjutan
e. Membuat berita acara penahanan lanjutan ditanda tangankan
kepada tersangka
f. Membuat berita acara penolakan tanda tangan, apabila
tersangaka menolak menanda tangani berita acara penahanan
lanjutan
g. Menyerahakan surat perintah penahanan lanjutan kepada
tersangka untuk ditanda tangani
h. Surat Perintah penahanan lanjutan disampaikan kepada
tersangka, keluarga tersangka dan pejabat rutan
i. Meminta Dokter untuk memeriksa tersangka
j. Menyerahkan tersangka kepada pajabat rutan untuk
dimasukkan kedalam rutan, dengan dituangkan dalam berita
acara penyerahan tersangka.
k. Memberitahukan kepada keluarga tersangka / Penasehat
hukum dengan surat resmi dan tanda penerimaan surat.
8. Pengeluaran Tahanan
a. Membuat Surat Perintah pengeluaran tahanan dan surat
pemberitahuan pengeluaran tahanan kepada keluarga
tersangka
b. Mengajukan surat perintah pengeluaran tahanan dan surat
pemberitahuan pengeluaran tahanan kepada keluarga
tersangka
44
c. Mencatat dalam register surat perintah pengeluaran tahanan
dan surat pemberitahuan pengeluaran tahanan kepada
keluarga tersangka
d. Melaksanakan pengeluaran tahanan
e. Membuat Berita Acara pengeluaran tahanan dan ditanda
tangankan kepada tersangka
f. Membuat berita acara penolakan tanda tangan, apabila
tersangka menolak menanda tangani.
g. Menyerahkan surat perintah pengeluaran tahanan kepada
tersangka untuk ditanda tangani
h. Surat Perintah pengeluaran tahanan disampaikan kepada
terangka, keluarga tersangka dan pejabat rutan
i. Meminta Dokter untuk memeriksa tersangka
j. Mengeluarkan tersangka dari Rutan
k. Memberitahukan kepada keluarga tersangka / Penasehat
hukum dengan surat resmi dan tanda penerimaan Surat.
F. Penutup
Demikian Prosedur Operasional standar ini dibuat sebagai pedoman dan
panduan bagi penyidik/penyidik pembantu dalam melaksanakan
penyidikan
Limboto, Juni 2012
An. KEPALA KEPOLISIAN RESOR LIMBOTO KASAT RESKRIM
HERI RUSYAMAN, SIK AJUN KOMISARIS POLISI NRP 78061316
45
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH GORONTALO
RESOR LIMBOTO
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENYITAAN
PADA SAT RESRIM POLRES LIMBOTO A. Pendahuluan
Guna menjamin pelaksanaan tugas penyidikan yang benar, perlu
disusun standar operasional prosedur untuk dijadikan standar dalam
melaksanakan penyitaan barang bukti. SOP ini merupakan pedoman bagi
penyidik dalam melaksanakan tugas.
B. Tujuan
Tindakan penyitaan merupakan rangkaian atau bagian penyidikan.
Penyitaan dilakukan pertimbangan diperlukannya barang bukti terkait
dengan tindak pidana yang terjadi untuk pembuktian kasus dan sebagai
persyaratan kelengkapan berkas perkara guna pembuktian dalam proses
penyidikan, penuntutan dan peradilan. Pembuktian terhadap tindak
pidana harus dilakukan dengan proses yang benar, kesalahan terhadap
proses dapat meruntuhkan pembuktian.
Standar operasional prosedur penyitaan ini dibuat sebagai standar
bagi penyidik dalam melakukan tindakan penyitaan terhadap barang bukti
dan sebagai langkah antisipasi terhadap kemungkianan adanya kesalahan
proses yang dapat mengakibatkan gugatan hukum. Standar operasional
prosedur penyitaan didesain untuk mengefektifkan koordinasi baik
didalam lingkungan internal polri (Penyidik, atasan penyidik dan petugas
penyimpan barang bukti) maupun dalam lingkungan eksternal antara lain
Pengadilan Negeri, penyedia jasa keuangan, penyedia barang dan jasa
lainya serta instansi lain yang terkait.
46
C. Ruang lingkup
Standar operasional prosedur penyitaan memuat petunjuk dan
koordinasi meliputi syarat yang harus dipenuhi, langkah-langkah penyitaan
dalam rangkaian penggeledahan, penangkapan tertangkap tangan telah
ditentukan oleh penyidik dalam rangkaian pemblokiran harta kekayaan
,terhadap benda tidak bergerak dan penyimpanan benda sitaan, standar
operasional penyitaan ini berlaku bagi penyidik polri di seluruh wilayah
Polres Limboto.
D. Definisi
1. Pengertian penyitaan dalam standar prosedur ini adalah pengertian
penyitaan dalam KUHAP.
2. Penggeledahan dalam standar prosedur ini adalah penggeledahan
rumah, maupun penggeledahan badan serta pakaian.
3. Pengertian penangkapan dalam standar operasional ini adalah
penangkapan dalam KUHAP.
4. Pengertian tertangkap tangan dalam standar operasional prosedur
ini adalah tertangkap tangan dalam KUHAP.
5. Penyedia jasa keuangan adalah setiap orang yang menyediakan jasa
dibidang keuangan atau jasa lainnya yang terkait dengan keuangan
termasuk tetapi tidak terbatas pada Bank, lembaga Pembiayaan,
perusahaan efek, pengelola reksa dana, kostodian, wali amanat,
lembaga penyimpanan dan penyelesaian, pedagang Valuta asing,
dana pension, perusahaan asuransi, dan kantor pos.
6. Penyegelan adalah suatu tindakan guna mempertahankan suatu
barang atau benda sitaan dengan menggunakan garis polisi atau
segel.
7. Pemblokiran adalah suatu tindakan dimana suatu rekening,
sertipikat, situs dan lain-lain untuk dicegah melakukan kegiatan.
8. Benda yang dapat dilakukan penyitaan meliputi benda atau tagihan
tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga
47
diperoleh dari tindak pidana, benda yang digunakan secara
langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk
mempersiapkannya, benda yang dipergunakan untuk menghalang
halangi penyidikan tindak pidana, benda yang khusus atau
diperuntukan melakukan tindak pidana dan benda lain yang
mempuanyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang
dilakukan.
9. Benda bergerak adalah kebendaan yang karena sifatnya dapat
berpindah atau dipindahkan atau oleh Undang-undang dianggap
sebagai benda bergerak.
10. Benda tidak bergerak adalah kebendaan yang karena sifatnya tidak
dapat berpindah atau dipindahkan atau karena undang-undang
dianggap sebagai benda tidak bergerak.
E. Petunjuk dan koordinasi.
Tindakan penyitaan merupakan rangkaian proses pembuktian perkara
yang termasuk dalam kategori upaya paksa penyidik. Dalam proses
kegiatan penyitaan, penyidik melakukan berdasarkan ketentuan hukum
yang ada dalam KUHAP dan hukum lainnya.
Dalam pelaksanaan kegiatan penyitaan akan melibatkan penyidik/petugas
kepolisian lainnya maupun pihak luar institusi Kepolisian antara lain saksi,
Kepala desa/Kepala lingkungan, Penyedia jasa keuangan, Penyedia
barang dan jasa lainnya, Pengadilan Negeri, Pemilik atau yang menguasai
barang.
1. Penyitan dalam rangkaian kegiatan penggeledahan
a. Syarat yang harus dipenuhi:
1) Syarat formil:
(a) Dalam surat perintah penyitaan harus
mencantumkan dasar dilakukan penyitaan yaitu :
(1) Pasal 1 butir 16 KUHAP;
(2) Pasal 5 ayat (1) huruf B angka 1, pasal 7 ayat
(1) huruf d, pasal 14, pasal 40, pasal 41 dan
pasal 42 KUHAP;
48
(3) UU RI No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia;
(4) Undang-Undang yang di persangkakan;
(5) Undang-Undang lain yang terkait;
(6) Laporan Polisi;
(7) Surat perintah penyidikan;
(8) Surat perintah tugas.
(b) Penyidik membuat surat tanda penerimaan;
2) Syarat materill :
(a) Petugas yang melaksakan penyitaan adalah penyidik
yang mendapat perintah dalam surat Perintah
Penyidik.
(b) Barang bukti yang disita adalah diduga diperoleh dari
tindakan pidana atau sebagai hasil dari tindak
pidana, benda yang telah digunakan secara
langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk
mempersiapkannya, benda yang dipergunakan
untuk menghalang - halangi penyidikan tindak
pidana, benda yang khusus atau diperuntukan
melakukan tindak pidana, dan benda lain yang
mempunyai hubungan langsung dengan tindak
pidana yang dilakukan, yang bersesuaian dengan
keterangan tersangka, saksi atau alat bukti lain.
b. Langkah-langkah penyitaan :
1) Penyidik menunjukan surat perintah tugas dan surat
penggeledahan kepada orang yang akan digeledah atau
orang yang menguasai tempat tertutup;
2) Penyidik menghadirkan 2 (dua) orang saksi selama
penggeladahan, terhadap penggeledahan yang tidak
disetujui oleh tersangka atau penghuni menghadirkan
kepala desa atau kepala lingkungan;
49
3) Penyidik mengumpulkan dan menghitung jumlah serta
jenis benda/barang yang akan disita dengan di saksikan
oleh 2 (dua) orang saksi;
4) Penyidik mencatat benda/barang yang disita dalam surat
Tanda Penerimaan (STP);
5) Penyidik mendokumentasikan benda/barang yang di sita;
6) Penyidik memasukan barang yang disita ke dalam kantong
barang bukti yang disegel, terhadap barang/benda yang
tidak dimasukan dalam kantong di segel;
7) Peyidik memberikan Surat Tanda Penerimaan kepada
pemilik/yang menguasai benda/barang sitaan;
8) Setelah dilakukan penyitaan membuat Berita acara
Penyitaan dan permohonan penetapan penyitaan dari
Pengadilan Negeri. Terhadap penggeledahan yang
menemukan benda/barang bergerak maka dapat langsung
dilakukan penyitaan, sedang terhadap benda tidak
bergerak tidak dilakukan penyitaan, melainkan di
segel/blokir.
c. Langkah penyimpanan benda sitaan :
1) Penyidik berkoordinasi dengan petugas penyimpanan
barang bukti (Sat tahti);
2) Penyidik melakukan serah terima benda/barang sitaan
dengan petugas penyimpanan barang bukti dan di
buatkan Berita acara serah terima.
2. Penyitaan dalam rangkaian kegiatan penangkapan
a. Syarat yang harus dipenuhi :
1) Syarat formil :
(a) Dalam Surat Perintah Penyitaan harus
mencantumkan dasar dilakukan penyitaan yaitu :
(1) Pasal 1 butir 16 KUHAP;
50
(2) Pasal 5 ayat (1) huruf b angka 1, pasal 7 ayat
(1) huruf d, pasal 14, pasal 40, pasal 41 dan
pasal 42 KUHAP;
(3) UU RI No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia;
(4) Undang-Undang yang dipersangkakan;
(5) Undang-Undang lain yang terkait;
(6) Laporan Polisi;
(7) Surat Perintah Penyidikan;
(8) Surat Perintah Tugas.
(b) Penyidik membuat Surat Tanda Terima.
2) Syarat Materil :
(a) Petugas yang melakukan penyitaan adalah penyidik
yang mendapat surat Perintah penyidikan.
(b) Barang bukti yang disita adalah diduga diperoleh dari
tindakan pidana atau sebagai hasil dari tindak
pidana, benda yang telah digunakan secara
langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk
mempersiapkannya, benda yang dipergunakan
untuk menghalang-halangi penyelidikan tindak
pidana, benda yang khusus atau diperuntukan
melakukan tindak pidana, dan benda lain yang
mempunyai hubungan langsung dengan tindak
pidana yang dilakukan yang bersesuaian dengan
keterangan tersangka, saksi atau alat bukti lain.
b. Langkah-Langkah Penyitaan :
(1) Penyidik menunjukan Surat Perintah Tugas dan Surat
Perintah Penangkapan kepada tersangka;
(2) Penyidik mengumpulkan dan menghitung jumlah serta
jenis benda/barang yang akan disita dengan disaksikan
oleh 2 (dua) orang saksi;
51
(3) Penyidik mencatat benda/barang yang disita dalam Surat
Tanda Penerimaan (STP);
(4) Penyidik mendokumentasikan benda/barang yang disita.
Penyidik memasukkan benda sitaan kedalam kantong
barang bukti dan disegel;
(5) Penyidik memasukkan barang yang disita kedalam
kantong barang bukti yang disegel, terhadap
barang/benda yang tidak dapat dimasukkan dalam
kantong disegel;
(6) Penyidik memberikan Surat Tanda Penerimaan kepada
tersangka yang memiliki atau menguasai benda/barang
sitaan;
(7) Setelah dilakukan penyitaan membuat Berita Acara
Penyitaan dan permohonan penetapan penyitaan dari
Pengadilan Negeri.
c. Penyimpanan benda sitaan :
1) Penyidik berkoordinasi dengan petugas penyimpan
barang bukti (Kasat Tahti)
2) Penyidik melakukan serah terima benda/barang sitaan
dengan petugas penyimpan barang bukti dan dibuatkan
Berita Acara Serah Terima
3. Penyitaan dalam rangkaian kegiatan tertangkap tangan
a. Syarat yang harus dipenuhi :
1) Penyidik membuat Surat Tanda Penerimaan;
2) Penyidik membuat Berita Acara Serah Terima Barang
Bukti.
b. Langkah-langkah penyitaan :
1) Penyidik mengumpulkan dan menghitung jumlah serta
jenis benda/barang yang akan disita dengan disaksikan
oleh 2 (dua) orang saksi;
52
2) Penyidik mencatat benda/barang yang disita dalam Surat
Tanda Penerimaan (STP);
3) Penyidik mendokumentasikan benda /barang yang disita;
4) Penyidik memasukkan barang yang disita dalam kantong
barang bukti yang disegel, terhadap barang/benda yang
tidak dapat dimasukkan dalam kantong disegel;
5) Penyidik memberikan Surat Tanda Penerimaan kepada
tersangka selaku pemilik/yang menguasai benda/barang
sitaan;
6) Penyidik menyerahkan Berita Acara Serah Terima Barang
Bukti apabila yang menangkap tangan bukan Penyidik;
7) Setelah dilakukan penyitaan membuat Berita Acara
Penyitaan dan permohonan penetapan penyitaan dari
Pengadilan Negeri.
c. Langkah Penyimpanan benda sitaan :
1) Penyidik berkoordinasi dengan petugas penyimpan
barang bukti (Kasat Tahti);
2) Penyidik melakukan serah terima benda/barang sitaan
dengan petugas penyimpan barang bukti dan dibuatkan
Berita Acara Serah Terima.
4. Penyitaan terhadap barang bukti yang sudah diketahui/ditentukan
oleh penyidik
a. Syarat yang harus dipenuhi :
1) Syarat Formil :
(a) Terhadap barang bukti benda tidak bergerak
memerlukan Surat Izin/Surat Izin Khusus Penyitaan
dari Ketua Pengadilan Negeri setempat.
(b) Membuat Surat Perintah Penyitaan harus
mencantumkan dasar dilakukan penyitaan yaitu :
(1) Pasal 1 butir 16 KUHAP;
53
(2) Pasal 5 ayat (1) huruf b angka 1, pasal 7 ayat
(1) huruf d, pasal 14, pasal 40, pasal 41 dan
pasal 42 KUHAP;
(3) UU RI No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia;
(4) Undang-Undang yang dipersangkakan;
(5) Undang-Undang lain yang terkait;
(6) Laporan Polisi;
(7) Surat Perintah Penyidikan;
(8) Surat Perintah Tugas;
(9) Surat izin/Surat Izin Khusus Penyitaan dari
Ketua Pengadilan Negeri setempat.
(c) Penyidik membuat Surat Tanda Penerimaan ;
2) Syarat Materil :
(a) Petugas yang melaksanakan penyitaan adalah
penyidik yang mendapat perintah dalam Surat
Perintah penyidikan.
(b) Barang bukti yang disita adalah diduga diperoleh dari
tindakan pidana atau sebagai hasil dari tindak
pidana, benda yang telah dipergunakan secara
langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk
mempersiapkannya, benda yang dipergunakan
untuk menghalang-halangi penyelidikan tindak
pidana, benda yang khusus atau diperuntukan
melakukan tindak pidana, dan benda lain yang
mempunyai hubungan langsung dengan tindak
pidana yang dilakukan yang bersesuaian dengan
keterangan tersangka, saksi atau alat bukti lain.
b. Langkah-langkah Penyitaan :
1) Penyidik menunjukkan Surat Perintah Tugas dan Surat
Perintah Penyitaan kepada orang yang memiliki atau
orang yang menguasai barang bukti yang akan disita;
54
2) Penyidik mengumpulkan dan menghitung jumlah serta
jenis benda/barang yang akan disita dengan disaksikan
oleh 2 (dua) orang saksi;
3) Penyidik mencatat benda/barang yang disita dalam Surat
Tanda Penerimaan (STP);
4) Penyidik mendokumentasikan benda/barang yang disita;
5) Penyidik memasukkan barang yang disita dalam kantong
barang bukti yang disegel, terhadap barang/benda yang
tidak dapat dimasukkan dalam kantong disegel;
6) Penyidik memberikan Surat Tanda Penerimaan kepada
Pemilik/yang menguasai benda/barang sitaan;
7) Penyidik membuat Berita Acara Penyitaan.
c. Penyimpanan benda sitaan
1) Penyidik berkoordinasi dengan petugas penyimpan
barang bukti (Kasat Tahti);
2) Penyidik melakukan serah terima benda/barang sitaan
dengan petugas penyimpan barang bukti dan dibuatkan
Berita Acara Serah Terima.
5. Penyitaan yang dilakukan sebagai tindak lanjut dari pemblokiran
harta kekayaan
a. Syarat yang harus dipenuhi :
1) Syarat Formil :
(a) Memerlukan Surat Izin/Surat Izin Khusus Penyitaan
dari Ketua Pengadilan Negeri setempat.
(b) Membuat surat perintah penyitaan harus
mencantumkan dasar dilakukan penyitaan yaitu :
(1) Pasal 1 butir 16 KUHAP;
(2) Pasal 5 ayat (1) huruf b angka 1, pasal 7 ayat
(1) huruf d, pasal 14, pasal 40, pasal 41 dan
pasal 42 KUHAP;
(3) UU RI No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia;
55
(4) Undang-Undang yang dipersangkakan;
(5) Undang-Undang lain yang terkait;
(6) Laporan Polisi;
(7) Surat Perintah Penyidikan;
(8) Surat Perintah Tugas;
(9) Surat izin/Surat Izin Khusus Penyitaan dari
Ketua Pengadilan Negeri setempat.
(10) Penyidik membuat Berita Acara Penitipan dan
Perawatan Barang Bukti
2) Syarat Materil :
(a) Petugas yang melaksanakan penyitaan adalah
penyidik yang mendapat perintah dalam Surat
Perintah penyidikan.
(b) Barang bukti yang disita adalah diduga diperoleh dari
tindakan pidana atau sebagai hasil dari tindak
pidana, benda yang telah dipergunakan secara
langsung untuk melakukan tindak pidana atau
untuk mempersiapkannya, benda yang dipergunakan
untuk menghalang-halangi penyelidikan tindak
pidana, benda yang khusus atau diperuntukan
melakukan tindak pidana, dan benda lain yang
mempunyai hubungan langsung dengan tindak
pidana yang dilakukan yang bersesuaian dengan
keterangan tersangka, saksi atau alat bukti lain.
b. Langkah-langkah penyitaan :
1) Penyidik menunjukkan Surat Perintah Tugas dan Surat
Perintah Penyitaan kepada pihak Penyedia Jasa Keuangan
tempat harta kekayaan berada;
2) Penyidik mengkoordinasikan dengan pihak penyedia jasa
keuangan bahwa setelah dilakukan penyitaan, harta
kekayaan yang telah disita akan dititipkan atau tetap
berada dipihak Penyedia Jasa Keuangan;
56
3) Setelah dilakukan penyitaan membuat Berita Acara;
4) Penyidik memberikan salinan Berita Acara Penitipan dan
Perawatan Barang Bukti kepada pihak Penyedia Jasa
Keuangan.
6. Langkah penyitaan terhadap benda tidak bergerak
a. Syarat yang harus dipenuhi
1) Syarat Formil :
(a) Surat Izin/Surat Izin Khusus Penyitaan dari Ketua
Pengadilan Negeri setempat.
(b) Membuat surat perintah penyitaan harus
mencantumkan dasar dilakukan penyitaan yaitu :
(1) Pasal 1 butir 16 KUHAP;
(2) Pasal 5 ayat (1) huruf b angka 1, pasal 7 ayat
(1) huruf d, pasal 14, pasal 40, pasal 41 dan
pasal 42 KUHAP;
(3) UU RI No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia;
(4) Undang-Undang yang dipersangkakan;
(5) Undang-Undang lain yang terkait;
(6) Laporan Polisi;
(7) Surat Perintah Penyidikan;
(8) Surat Perintah Tugas;
(9) Surat izin/Surat Izin Khusus Penyitaan dari
Ketua Pengadilan Negeri setempat;
(10) Penyidik membuat Surat Tanda Penerimaan;
2) Syarat Materil :
(a) Petugas yang melaksanakan penyitaan adalah
penyidik yang mendapat perintah dalam Surat
Perintah Penyidikan;
(b) Memasang plang penyitaan sesuai Surat Izin/Surat
Izin Khusus dari Pengadilan Negeri setempat;
57
(c) Barang bukti yang disita adalah diduga diperoleh dari
tindakan pidana atau sebagai hasil dari tindak
pidana, dan benda lain yang mempunyai hubungan
langsung dengan tindak pidana yang dilakukan yang
bersesuaian dengan keterangan tersangka, saksi
atau alat bukti lain.
b. Langkah-langkah penyitaan
1) Penyidik menunjukkan Surat Perintah Tugas dan Surat
Perintah Penyitaan kepada orang yang memiliki atau
menguasai barang bukti yang akan disita;
2) Penyidik mencatat benda/barang yang disita dalam Surat
Tanda Penerimaan (STP);
3) Penyidik menyegel benda yang disita dan memasang
Plang penyitaan dengan posisi yang mudah terlihat;
4) Penyidik memberikan Surat Tanda Penerimaan kepada
pemilik/yang menguasai benda/barang sitaan;
5) Penyidik mendokumentasikan benda yang disita;
6) Penyidik membuat Berita Acara Penyitaan F. Penutup
Demikian Prosedur Operasional standar ini dibuat sebagai pedoman dan
panduan bagi penyidik/penyidik pembantu dalam melaksanakan
penyidikan
Limboto, Juni 2012
An. KEPALA KEPOLISIAN RESOR LIMBOTO KASAT RESKRIM
HERI RUSYAMAN, SIK AJUN KOMISARIS POLISI NRP 78061316
58
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH GORONTALO
RESOR LIMBOTO
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENGGELEDAHAN
PADA SAT RESRIM POLRES LIMBOTO A. Pendahuluan
Guna menjamin pelaksanaan tugas penyidikan yang benar, perlu
disusun standar operasional prosedur untuk dijadikan standar dalam
melaksanakan Penggeledahan. SOP ini merupakan pedoman bagi penyidik
dalam melaksanakan tugas penggeledahan yang wajib untuk
dilaksanakan.
Standar operasional ini merupakan panduan untuk menghindarkan
penyidik terhadap hal-hal yang kontra produktif yang dapat menghalangi
kelancaran proses penyidikan. Dalam pelaksanaan upaya paksa melalui
penggeledahan ini, ketentuan hukum acara yang ada dalam KUHAP
maupun hukum acara Undang-Undang lainnya , menjadi dasar SOP ini
sebagai otorisasi operasional penyidik
B. Tujuan
Tindakan penggeledahan merupakan rangkaian atau bagian dari
penyidikan. Penggeledahan dilakukan dengan pertimbangan untuk
mencari barang bukti yang terkait dengan tindak pidana yang terjadi
untuk pembuktian dalam proses penyidikan, penuntutan, dan peradilan.
Penggeledahan dilaksanakan oleh penyidik/penyidik pembantu/penyelidik
dengan berawal dari praduga bahwa pada tempat tinggal, tempat
tertutup lainnya, pakaian, badan, atau tempat lain yang ada
hubungannya dengan tersangka guna mencari dan menemukan barang
bukti yang berkaitan dengan tindak pidana yang terjadi.
59
Pembuktian terhadap tindak pidana harus dilakukan dengan proses yang
benar, kesalahan terhadap proses dapat meruntuhkan pembuktian.
Standar Operasional Prosedur penggeledahan ini dibuat sebagai standar
bagi penyidik/penyidik pembantu/penyelidik dalam melakukan tindakan
penggeledahan untuk mencari barang bukti dan sebagai langkah
antisipasi terhadap kemungkinan adanya kesalahan Proses yang dapat
mengakibatkan gugatan hukum.
Standar Operasional Prosedur penggeledahan didesain untuk
mengefektifkan koordinasi baik dalam lingkungan Polri (penyidik/penyidik
pembantu/penyelidik dan atasan penyidik) maupun dalam lingkungan
eksternal antara lain Kejaksaan Negeri dan Pengadilan Negeri.
C. Ruang Lingkup
Standar Operasional Prosedur Penggeledahan membuat petunjuk
dan koordinasi meliputi syarat yang harus dipenuhi, langkah-langkah
penggeledahan dalam rangkaian tindakan penyidik untuk melakukan
tindakan pemeriksaan dan atau penyitaan dan atau penangkapan dalam
hal yang diatur dalam KUHAP. Standar Operasional Prosedur
penggeledahan ini berlaku bagi seluruh penyidik Polri di wilayah Polres
Limboto.
D. Definisi
1. Pengertian penggeladahan dalam Standar Operasional Prosedur ini
adalah pengertian penggeledahan dalam KUHAP.
2. Penggeledahan dalam Standar Operasional Prosedur ini adalah
penggeledahan rumah, penggeledahan pakaian maupun
penggeledahan badan menurut tata cara yang ditentukan dalam
KUHAP.
3. Pengertian penggeledahan rumah dalam Standar Operasional
Prosedur ini adalah pengertian penggeledahan rumah dalam KUHAP.
60
4. Pengertian penggeledahan pakaian maupun penggeledahan badan
dalam Standar Operasional Prosedur ini adalah pengertian
penggeledahan badan dalam KUHAP.
E. Petunjuk dan Koordinasi
Tindakan penggeledahan merupakan rangkaian proses pembuktian
perkara yang termasuk dalam kategori upaya paksa penyidik. Dalam
proses kegiatan penggeledahan, penyidik melakukan berdasarkan
ketentuan hukum yang ada di dalam KUHAP dan hukum lainnya.
Dalam pelaksanaan kegiatan penggeledahan akan melibatkan
penyidik/penyidik pembantu dan petugas Kepolisian lainnya maupun pihak
diluar institusi Kepolisian antara lain saksi, Kepala Desa / Kepala
Lingkungan, penghuni rumah dan Pengadilan Negeri.
1. Penggeledahan rumah, halaman rumah dan tempat tertutup lainnya,
pakaian dan badan
a. Syarat formal yang harus dipenuhi :
1) Dalam Surat Perintah Penggeledahan harus
mencantumkan dasar dilakukan penggeledahan yaitu :
a) Pasal 1 butir 17 dan 18 KUHAP merupakan
penjelasan tentang apa yang dimaksud
penggeledahan;
b) Pasal 5 (1) huruf b pa sal 7 (1) huruf d pasal 11,
pasal 32 dan pasal 37 KUHAP mengatur tentang
kewenangan penyidik/penyidik pembantu dalam hal
penggeledahan.
c) Pasal 33 KUHAP mengatur tentang syarat dan tata
cara penggeledahan.
d) Pasal 34 KUHAP mengatur tentang alasan
penggeledahan tanpa izin dari Ketua PN serta
tindakan yang tidak diperkenankan.
61
e) Pasal 36 KUHAP mengatur tentang pelaksanaan
penggeledahan rumah diluar daerah hukum
penyidik/penyidik pembantu.
f) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia.
g) Undang-Undang yang dipersangkakan;
h) Undang-Undang lain yang terkait;
i) Laporan Polisi;
j) Surat Perintah Penyidikan;
k) Surat Perintah Tugas.
2) Petugas yang melaksanakan penggeledahan adalah
penyidik yang mendapat perintah dalam surat perintah
penyidikan;
3) Ijin penggeledahan dari Ketua Pengadilan Negeri;
4) Dalam keadaan luar biasa dan mendesak, penyidik dapat
melakukan penggeledahan tanpa lebih dulu mendapat
surat izin dari Ketua Pengadilan Negeri, namun segera
sesudah penggeledahan, penyidik wajib meminta
persetujuan Ketua Pengdilan Negeri yang bersangkutan;
5) Penggeledahan yang secara khusus diatur oleh Undang-
Undang yang mengharuskan dimintakan izin lebih dulu
kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat, maka
peyidik/penyidik pembantu terlabih dahulu memenuhi
ketentuan dimaksud misalnya Undang-Undang RI Nomor
11 Tahun 2008 tentang informasi dan teknologi elektrik.
b. Syarat materiil yang harus dipenuhi
Penggeledahan dilakukan dengan mempertimbangkan
persesuaian alat bukti yang telah ditemukan penyidik/penyidik
pembantu meliputi keterangan saksi, keterangan ahli, surat,
petunjuk, keterangan tersangka dengan hasil olah TKP.
Adapun bentuk-bentuk alat bukti dimaksud meliputi
62
keterangan-keterangan yang diberikan saksi-saksi yang
dituangkan dalam berita acara pemeriksaan saksi, berita acara
pemeriksaan ahli (pemeriksaan forensik), petunjuk, berita acara
pemeriksaan dan pengolahan TKP serta berita acara
pemeriksaan tersangka.
c. Langkah-langkah penggeledahan
1) Penyidik menunjukan Surat Perintah Tugas, Surat
Perintah Penggeledahan dan Surat Izin Pengeledahan
Rumah dari Ketentuan Pengadilan Negeri setempat
kepada orang yang akan digeledah atau orang yang
menguasai tempat tertutup serta penyampaian maksud
bahwa akan dilakukan penggeledahan;
2) Penyidik menghadirkan 2 (dua) orang saksi selama
penggeledahan, terhadap penggeledahan yang tidak
disetujui oleh tersangka atau penghuni menghadirkan
Kepala Desa atau Ketua Lingkungan.
3) Bila menemukan barang bukti yang terkait tindak pidana
disita, langsung diberikan Surat Tanda Penerimaan (STP)
dan dibuatkan berita acara penggeledahan dengan
blangko yang telah disiapkan.
4) Melaporkan hasil pelaksanaan kepada atasan penyidik
dan dibuatkan berita acara penggeledahan.
5) Dalam penggeledahan hal tertangkap tangan tidak perlu
Surat Perintah Penggeledahan dan surat izin
penggeledahan dari Ketentuan Pengadilan Negeri
setempat, dua hari setelah penggeledahan segera
dibuatkan BA penggeledahan dan membuat surat
persetujuan tentang telah dilakukan penggeledahan
kepada ketua Pengadilan Negeri.
63
F. Penutup
1. Standar Operasional Prosedur tentang penggeledahan ini
dikeluarkan untuk dijadikan pedoman didalam pelaksanaan tugas
penyidikan tindak pidana.
2. Format administrasi penyidikan berpedoman kepada Buku Petunjuk
Administrasi yang berlaku.
Limboto, Juni 2012
An. KEPALA KEPOLISIAN RESOR LIMBOTO KASAT RESKRIM
HERI RUSYAMAN, SIK AJUN KOMISARIS POLISI NRP 78061316
64
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH GORONTALO
RESOR LIMBOTO
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENYELESAIAN DAN PENYERAHAN BERKAS PERKARA
PADA SAT RESRIM POLRES LIMBOTO I. Umum
a. Kegiatan penyelesaian dan penyerahan berkas perkara merupakan
kegiatan akhir dalam proses penyidikan tindak pidana yang
dilakukan oleh penyidik/penyidik pembantu.
b. Proses yang meliputi pembuatan resume, penyusunan isi berkas
perkara dan penyerahan berkas perkara haruslah dilakukan secara
cermat dan teliti agar berkas perkara memenuhi syarat, tersusun
rapih dan sistimatis.
c. Untuk dapat melaksanakan pembuatan resume, penyusunan isi
berkas perkara dan penyerahan berkas perkara yang optimal, perlu
dibuat standarisasi.
d. Untuk kepentingan tersebut dikeluarkan ketentuan berupa Standar
Operasional Prosedur ini.
II. Maksud dan Tujuan
a. Maksud Penyusunan buku ini adalah untuk dijadikan standar bagi
para penyidik dalam melakukan penyelesaian akhir dan proses
penyidikan tindak pidana yang ditangani.
b. Untuk memperoleh keseragaman dalam melaksanakan
pemberkasan sampai dengan penyerahan berkas perkaranya.
65
III. Ruang Lingkup
Ruang Lingkup Standar Operasional Prosedur ini meliputi tatacara
standar dalam proses pembuatan resume, penyusunan berkas dan
pelaksanaan penyerahan berkas perkara, serta penyerahan tanggung
jawab atas tersangka dan barang bukti.
IV. Pengertian.
a. Berkas perkara adalah kumpulan dari seluruh kegiatan dan atau
keterangan yang berkaitan dengan tindakan penyidikan tindak
pidana dalam bentuk produk tertulis yang dilakukan oleh
penyidik/penyidik pembantu.
b. Resume adalah ikhtisar dan kesimpulan dari hasil penyidikan tindak
pidana yang terjadi yang dituangkan dalam bentuk dan tertentu
penulisan tertentu
c. Berita Acara adalah Catatan atau tulisan yang bersifat otentik yang
memuat kegiatan tertentu dalam penyidikan dibuat dalam bentuk
tertentu oleh Penyidik atau Penyidik Pembantu atas kekuatan
sumpah jabatan, diberi tanggal dan ditanda tangani oleh Penyidik
atau Penyidik Pembantu dan orang yang diperiksa.
d. Penyusunan berkas perkara adalah kegiatan penempatan urutan
lembar kelengkapan administrasi penyidikan yang merupakan isi
berkas perkara yang disusun dalam satu berkas perkara.
e. Pemberkasan adalah kegiatan memberkas isi berkas perkara
dengan susunan, syarat penyampulan, pengikatan dan penyegelan
yang telah ditentukan serta pemberian nomor berkas perkara.
f. Penyerahan berkas perkara, adalah tindakan penyidik untuk
menyerahkan berkas perkara dan menyerahkan tanggung jawab
atas tersangka dan barang bukti kepada Penuntut Umum atau ke
Pengadilan dalam hal acara pemeriksaan cepat sesuai dengan
ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
66
g. Pengembalian Berkas Perkara adalah dikembalikannya Berkas
Perkara dari Penuntut Umum kepada Penyidik karena adanya
kekurangan isi/materi Berkas Perkara yang perlu dilengkapi sesuai
petunjuk yang diberikan.
V. Dasar
a. Pasal 8 Ayat (2) dan (3) dan Pasal 110 Ayat (1), Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP.
b. Undang-undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
RI.
c. Peraturan pemerintah Nomor 27 tahun 1983 tentang Pelaksanaan
Kitab Undang-Undang Acara Pidana.
d. Peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 tahun 2010
tentang perubahan atas peraturan pemerintah nomor 27 tahun
1983 tentang pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana.
e. Keputusan Menteri Kehakiman Nomor: M.01.PW.07/1982 tentang
pedoman pelaksanaan KUHAP.
f. Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung, Menteri Kehakiman,
Jaksa Agung dan Kepala Kepolisian Nomor KMA/003/SKB/II/1998,
M.02.PW.07.03.Th-1998, Kep/007/JA/2/1998 Dan Pol Kep / 02 / B
/ 1998 Tahun 1998 tentang pemantapan keterpaduan dalam
penanganan dan penyelesaian perkara-perkara pidana.
g. Buku Petunjuk Pelaksanaan, Buku Petunjuk Lapangan, dan Buku
Petunjuk Administrasi proses penyidikan Tindak Pidana, No. Pol. :
Skep/1205/1X/2000, tanggal 11 September 2000.
h. Peraturan Kapolri Nomor 12 tahun 2009 tentang pengawasan
dan pengendalian penanganan perkara pidana di lingkungan
Kepolisian Negara Republik Indonesia.
67
VI. Penyelesaian dan penyerahan berkas perkara dapat digolongkan sebagai berikut :
a. Penyelesaian Berkas Perkara
b. Penyerahan Berkas perkara
c. Penyerahan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti
Penyelesaian Berkas Perkara
a. Pembuatan Berita Acara Pendapat / Resume
1) Persyaratan
a) Syarat formal
(1) Pasal 8 Ayat (2) dan (3) dan Pasal 110 Ayat (1),
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
KUHAP;
(2) Undang-undang Nomor 2 tahun 2002 tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia;
(3) Undang-Undang yang dipersangkakan;
(4) Undang-Undang lain yang terkait;
(5) Laporan Polisi;
(6) Surat Perintah Penyidikan;
(7) Surat Perintah Tugas.
b) Syarat materiil
(1) Dasar : Laporan Polisi
(2) Fakta-fakta
(a) Memuat tindakan yang telah dilakukan
(b) Barang bukti yang disita
(c) Keterangan-keterangan saksi dan/atau Ahli.
(3) Pembahasan : Memuat gambaran kostruksi tindak
pidananya didasarkan pada hubungan yang logis
antara fakta-fakta dengan keterangan-keterangan
diperoleh,untuk dilakukan analisa meliputi :
68
(a) Analisa kasus:
- Hubungan yang logis antara fakta-fakta
yang ada dengan keterangan yang
diperoleh baik dari tersangka maupun
saksi/ahli
- Hubungan keterangan yang satu dengan
keterangan lainnya
- Hubungan yang logis antara barang bukti
yang ada dengan fakta maupun
keterangan-keterangan yang diperoleh
- Terjadinya hubungan/persentuhan antara
tersangka, korban, barang bukti dan
saksi-saksi di TKP.
- Atas dasar konstruksi unsur-unsur pasal
dipersangkakan berdasarkan fakta-fakta
yang dibahas dalam analisa kasus.
(b) Analisa yuridis :
Memuat gambaran konstruksi unsur-unsur
pasal yang dipersangkakan berdasarkan
fakta yang dibahas dalam analisa kasus.
(c) Kesimpulan:
Memuat pendapat penyidik berdasarkan
pembahasan yang telah dilakukan tentang
sangkaan perbuatan pidana yang dilakukan
oleh tersangka dan apakah perbuatan yang
dilakukan tersangka telah memenuhi unsur
unsur pasal dalam undang-undang atau tidak.
2) Langkah-langkah
a) Pembuatan Berita Acara Pendapat/Resume dilakukan
oleh Kanit atau Penyidik dibawah pengawasan Kanit.
69
Resume berisi tentang: Dasar Laporan Polisi, Uraian
perkara dan pasal yang disangkakan, tempus dan locus
delicty, fakta-fakta, Analisa Fakta, Analisa Yuridis, serta
Kesimpulan.
b) Berita Acara Pendapat/Resume adalah merupakan
ringkasan seluruh tindakan penyidik yang telah
dilakukan dalam melakukan penanganan terhadap
perkara. Oleh karena itu dalam fakta-fakta keterangan
saksi-saksi maupun tersangka bukan memindahkan /
menyalin isi Berita Acara Pemeriksaan, akan tetapi
berisi tentang ringkasan keterangan dari saksi maupun
tersangka.
c) Setelah Resume selesai dibuat, Penyidik menyerahkan
kepada Kanit. Kanit melakukan penelitian terhadap
Resume berkaitan dengan syarat formilnya yaitu:
Dasar Laporan Polisi, Uraian perkara dan pasal yang
disangkakan, tempus dan locus delicty, fakta-fakta serta
syarat penulisan Resume itu sendiri. Selain itu Kanit
melakukan pengecekan terhadap syarat materiilnya
yaitu korelasi antara analisa fakta dengan analisa
yuridisnya terkait dengan pemenuhan unsur pasal.
d) Selesai melakukan pengecekan terhadap syarat formil
dan materiil Resume, Penyidik dan Kanit membubuhkan
tanda tangannya pada Resume yang telah dibuat.
b. Penyusunan Berkas Perkara
Penyusunan Berkas Perkara dilakukan dengan mempedomani
Naskah Sementara Pedoman Penyidikan Tindak Pidana sesuai
Skep Kabareskrim Polri No. Pol : Skep/82/XII/2006/Bareskrim
tanggal 15 Desember 2006, meliputi :
1) Penyidik melakukan penyusunan Berkas Perkara dengan urut-
urutan :
70
a) Sampul Berkas Perkara.
b) Daftar Isi Berkas Perkara.
c) Resume.
d) Laporan Polisi
e) Surat Pemberitahuan Dimulai Penyidikan
f) Surat Perintah Penyidikan.
g) Surat Perintah Tugas
h) Pencegahan/Penangkalan dari Imigrasi
i) Pencegahan/Penangkalan dari Jaksa Agung RI
j) Daftar Pencarian Orang.
k) Surat Perintah Penangkapan
l) Berita Acara Penangkapan
m) Surat Perintah Penahanan
n) Berita Acara Penahanan
o) Surat Pemberitahuan Kepada Keluarga Tersangka.
p) Surat Perintah Penangguan penahanan
q) Berita Acara Penangguhan Penahanan
r) Surat Perintah Pengalihan Jenis Penahanan
s) Berita Acara Pengalihan Jenis Penahanan
t) Surat Perintah Pembantaran Penahanan.
u) Berita Acara Pembantaran Penahanan.
v) Surat Perintah perpanjangan penahanan dari Kejaksaan
w) Surat Perintah perpanjangan penahanan dari Pengadilan
x) Surat Perintah perpanjangan penahanan
y) Berita Acara Perpanjangan Penahanan
z) Surat Perintah Pengeluaran Penahanan
aa) Berita Acara Penggeluaran Penahanan
bb) Surat Perintah Pengge ledahan
cc) Berita Acara Penggeledahan
dd) Surat Persetujuan Penggeledahan dari Ketua PN
ee) Surat Perintah Penyitaan
ff) Surat Persetujuan Penyitaan/ Ijin Khusus Penyitaan dari
71
Ketua PN
gg) Surat Tanda Penerimaan (STP) Barang-Bukti.
hh) Berita Acara Penyitaan
ii) Surat Panggilan
jj) Surat Perintah membawa tersangka /saksi
kk) Berita Acara Saksi-Saksi
ll) Berita Acara Keterangan Ahli
mm) Foto Copy Identitas (KTP/SIM/Pasport) Tersangka
nn) Berita Acara Tersangka
oo) Dokumen-Dokumen Barang Bukti
pp) Daftar Saksi.
qq) Daftar Tersangka
rr) Daftar Barang-Bukti.
ss) Dokumen lainnya yang perlu dilampirkan.
2) Setelah selesai dilakukan penyusunan berkas perkara,
penyidik melakukan penelitian terhadap isi berkas perkara
berkaitan dengan kelengkapan formil seperti tanda tangan
dan cap/stempel kesatuan pada setiap lembar administrasi
penyidikan maupun, berita acara yang telah dibuat, serta
kelengkapan materiilnya.
3) Setelah diteliti, penyidik mengajukan berkas perkara yang
telah disusun namun belum dijilid kepada Kanit untuk diteliti
kembali berkaitan dengan kelengkapan formil, materiil
maupun syarat penyusunan berkas perkara (vide Petunjuk
Teknis Penyidikan Tindak Pidana). Selain itu penyidik
mengajukan Surat Pengantar Pengiriman Berkas Perkara ke
Penuntut Umum kepada Kanit untuk otentikasi paraf di kolom
konseptor
4) Selanjutnya Kanit membubuhkan tanda tangan pada Sampul
Berkas Perkara (bagian dalam) dan kemudian mengajukan
72
berkas perkara yang belum dijilid dengan Surat Pengantar
Pengiriman Berkas Perkara kepada Penuntut Umum secara
berjenjang kepada :
a) Urmin, untuk melakukan penelitan terhadap Surat
Pengantar Pengiriman Berkas Perkara ke Penuntut
Umum dan untuk otentikasi membubuhkan paraf pada
kolom Urmin.
b) Kaur Bin Ops, untuk melakukan penelitan terhadap
Surat Pengantar Pengiriman Berkas Perkara ke
Penuntut Umum dan untuk otentikasi membubuhkan
paraf pada kolom Kaur Bin Ops.
c) Kasat Reskrim, wajib membaca Resume yang memuat
fakta-fakta penyidikan, Pembahasan mengenai
pembuktian Tindak Pidana yang dipersangkakan dan
Analisis Yuridis dan konstruksi hukum penerapan pasal
yang dipersangkakan, kemudian bila telah disetujui
maka untuk otentikasi Kasat membubuhkan paraf pada
arsip Surat serta membubuhkan tanda tangan pada
Surat Pengiriman Berkas Perkara ke Penuntut Umum.
d) Apabila dalam proses penelitian kembali Berkas Perkara
ditemukan adanya koreksi yang diperlukan dalam setiap
tahapan yang dilalui, maka Berkas Perkara dikembalikan
lagi kepada penyidik untuk diperbaiki.
5) Setelah Kasat menandatangani Surat Pengiriman Berkas
Perkara ke Penuntut Umum, penyidik menggandakan Berkas
Perkara menjadi 4 (empat) rangkap kemudian menjilid dan
me-lak Berkas Perkara serta memberikan nomor register
Berkas.
Penyerahan Berkas Perkara Kepada Penuntut Umum
Penyerahan Berkas Perkara kepada Penuntut Umum dilakukan dengan
langkah-langkah sebagai berikut :
73
a. Membuat surat pengantar pengiriman berkas perkara ke Penuntut
Umum (sesuaikan levelering) dengan melampirkan Berkas
perkaranya.
b. Mengirim berkas perkara kepada JPU dengan menggunakan surat
pengantar dan buku Register Pengiriman Berkas Perkara.
c. Bukti Pengiriman/Tanda Terima dari TU atas pengiriman berkas
perkara.
d. Koordinasi dengan JPU.
e. Penelitian Berkas Perkara oleh JPU.
f. Pengembalian Berkas Perkara dari JPU kepada Penyidik (P.18 dan
P.19).
g. Pemenuhan petunjuk JPU.
h. Buat surat pengantar pengiriman kembali berkas perkara kepada
JPU.
i. Pengiriman Kembali Berkas perkara kepada JPU dengan
menggunakan surat pengantar dan buku register pengiriman
berkas perkara.
j. Bukti pengiriman/ tanda terima pengiriman kembali berkas perkara.
Penyerahan Tersangka dan Barang Bukti Setelah berkas perkara dinyatakan lengkap oleh Penuntut Umum (P.21)
dilanjutkan dengan penyerahan tersangka dan barang bukti kepada
Penuntut Umum, yang dilakukan dengan langkah-langkah sebagai
berikut :
a. Membuat surat pengantar pengiriman tersangka dan barang bukti.
b. Meneliti kembali/mempersiapkan tersangka dan barang-bukti
yang akan diserahkan tanggung jawabnya kepada JPU.
c. Koordinasi dengan JPU untuk menentukan waktu penyerahan
Tersangka dan Barang bukti.
d. Mempersiapkan transportasi dan akomodasi untuk penyerahan
tersangka dan barang bukti kepada JPU.
74
e. Menyerahkan tersangka dan barang bukti dilengkapi dengan surat
pengantar pengiriman tersangka dan barang bukti.
f. Membuat berita acara serah terima tersangka dan barang bukti
yang ditandatangani oleh penyidik dan JPU.
g. Membuat laporan hasil pelaksanaan tugas penyerahan tersangka
dan barang bukti kepada pimpinan.
VII. Penyelenggaraan Administrasi Umum mempedomani Jukmin
yang berlaku di lingkungan Poiri.
VIII. Penyelenggaraan Administrasi Penyidikan mempedomani
Naskah Sementara Pedoman Penyelenggaraan Administrasi
Penyidikan Tindak Pidana.
XIV. Penutup
Demikian Prosedur Operasional standar ini dibuat sebagai pedoman dan
panduan bagi penyidik/penyidik pembantu dalam melaksanakan
penyidikan
Limboto, Juni 2012
An. KEPALA KEPOLISIAN RESOR LIMBOTO KASAT RESKRIM
HERI RUSYAMAN, SIK AJUN KOMISARIS POLISI NRP 78061316
75
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH GORONTALO
RESOR LIMBOTO
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENERIMAAN DAN PENANGANAN PENGADUAN KOMPLAIN MASYARAKAT/PUBLIC COMPLAIN
PADA SAT RESRIM POLRES LIMBOTO I. Pendahuluan
1. Umum
a. Dalam rangka menampung, melayani dan menangani keluhan
masyarakat, dengan meningkatkan citra pelayanan cepat,
tepat, profesional, akuntabel, selaras dengan Transparansi
penyidikan;
b. Sebagai langkah penjabaran transparansi penyidikan, guna
meningkatkan kepercayaan masyarakat pada Kesatuan Reskrim
Polri semua tingkat, perlu menampung keluhan masyarakat
dengan membentuk wadah penerimaan komplain masyarakat
(Public Complain);
c. Agar pengaduan komplain masyarakat mendapatkan pelayanan
yang cepat, tuntas dan memberikan kepastian dibuat Standard
Operasional Prosedur (SOP) Penerimaan dan Penanganan
Pengaduan Komplain Masyarakat (Public Complain) guna
dipedomani oleh Penyidik Polri.
2. Dasar
a. Undang-Undang No. 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana;
b. Undang-Undang No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian RI;
76
c. Keputusan Kapolri No. Pol. : Kep/22/VI/2004 tentang
Perubahan atas Keputusan Kapolri No. Kep/30/VI/2003 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Satuan-satuan organisasi pada
tingkat Mabes Polri;
d. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No.
Pol.: 15 tahun 2006 tentang Kode Etik Profesi Penyidik
Kepolisian Republik Indonesia tanggal 6 November 2006;
e. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia
tentang Pedoman Penyidikan Tindak Pidana;
f. Pedoman pengawas penyidikan (naskah sementara) tanggal 1
Januari 2008.
3. Maksud dan Tujuan
a. Maksud
SOP ini dimaksudkan untuk menjadi pedoman terhadap
penerimaan dan penanganan pengaduan komplain masyarakat
/ Public complain di Satuan Reserse Kriminal Polres Limboto.
b. Tujuan
SOP ini bertujuan agar setiap penerimaan dan pengaduan
komplain masyarakat/Public complain dapat ditangani secara
cepat, tuntas dan memberikan kepastian.
4. Ruang Lingkup
Ruang lingkup SOP ini meliputi penerimaan dan penanganan
pengaduan komplain masyarakat/Pubilc complain dari berbagai
sumber yang masuk pada Sat Reskrim Polres Limboto, yang sudah
diterima laporannya, dituangkan dalam Laporan Polisi, ditangani oleh
Penyidik Polri, (tidak termasuk perkara SP3, dalam persidangan
pidana dan yang sudah mendapat keputusan/memperoleh kekuatan
hukum yang tetap/incrach).
77
5. Pengertian
a. Pengaduan komplain masyarakat adalah pengaduan yang
disampaikan oleh masyarakat yang datang langsung atau
melalui surat, SMS, e-Mail atau telepon diterima Sat Reskrim
Polres Limboto, yang sudah diterima laporannya tertuang dalam
Laporan Polisi dan ditangani oleh penyidik Sat Reskrim (tidak
termasuk perkara yang sudah dihentikan penyidikannya, dalam
proses sidang pengadilan pidana, atau perkara yang sudah
mendapat keputusan / memperoleh kekuatan hukum yang
tetap/Incrach);
b. Petugas penerima pengaduan komplain masyarakat selanjutnya
disebut Petugas adalah Personil Sat Reskrim yang ditunjuk
berdasarkan Skep/Sprin Kasat Reskrim ditugaskan untuk
menerima, merespon pengaduan komplain masyarakat;
c. Pengawas Penyidik adalah Personil Sat Reskrim Polres Limboto
yang ditunjuk berdasarkan Skep/Sprin Kasat Reskrim,
ditugaskan untuk menindaklanjuti, menangani pengaduan
komplain masyarakat;
d. Atasan penyidik adalah atasan penyidik secara hirarkhi pada Sat
Reskrim.
II. Mekanisme Penerimaan Dan Penanganan
1. Pada prinsipnya pengaduan komplain masyarakat yang diterima dari
masyarakat yang datang langsung dan atau melalui Instansi, Badan,
Lembaga diluar Polri, disalurkan dari Kapolres, Wakapolres, guna
dilakukan tindaklanjut penanganan komplain masyarakat yang
dikoordinasi oleh Kaur Bin Ops;
2. Pengaduan Komplain Masyarakat meliputi 2 jenis yaitu: datang
langsung ke Sat Reskrim Polres Limboto dan atau melalui surat dari
berbagai sumber atau melalui SMS atau e-Mail, atau telepon.
78
a. Datang langsung ke Sat Reskrim Polres Limboto.
1) Pengaduan Komplain Masyarakat yang datang langsung
ke Sat Reskrim Polres Limboto, diterima langsung oleh
Petugas penerima pengaduan masyarakat dan segera
diklarifikasi kepada/dengan penyidik yang menangani
perkaranya atau Pengawas Penyidik, dengan hasil
klarifikasi dapat berupa :
a) Kepada pengadu disampaikan rekomendasi/saran :
(1) Dipertemukan langsung dengan Penyidik yang
menangani, bila perkaranya ditangani oleh Sat
Reskrim Polres Limboto;
(2) Perlu waktu untuk dilaksanakan gelar perkara;
(3) Perlu supervisi atau diminta laporan kemajuan;
(4) Dapat diketahui langsung melalui sarana
SPPKP.
b) Dibuat rekomendasi kepada Kasat Reskrim melalui
Kaur Bin Ops, dapat berupa :
(1) Perlu klarifikasi, pendalaman, mengecek
langsung kepada Penyidik yang menangani
perkara dijembatani oleh Pengawas Penyidik;
(2) Dimintakan laporan kemajuan perkembangan
perkara;
(3) Perlu dilakukan gelar perkara;
(4) Perlu dilakukan supervisi.
2) Hasil tindak lanjut :
a) Dilaporkan kepada Kasat Reskrim melalui Kaur Bin
Ops ;
b) Dibuat arahan Kasat Reskrim kepada Kanit langkah
tindak lanjut penanganan perkara yang diadukan
complain;
c) Dibuat surat balasan atau jawaban kepada Instansi,
Badan, Lembaga , sesuai masalah yang diadukan;
79
d) Disampaikan SP2HP dari penyidik kepada pengadu /
pelapor, (SP2HP ditanda tangani oleh Kasat).
3) Apabila pengadu komplain, mengadukan perkara yang
penanganannya oleh Satuan Kewilayahan, akan direspon
dengan meminta laporan kemajuan penanganan perkara,
atau diundang gelar perkara di Sat Reskrim Polres Limboto
atau dilakukan supervisi dan atau gelar perkara di
Kewilayahan (Polsek), dan akan ditindak lanjuti,
disampaikan jawaban kepada pengadu komplain.
b. Pengaduan Komplain melalui surat dari berbagai sumber
(Masyarakat, Lembaga/Instansi/Departemen dan Satuan Kerja
Lingkup Polda).
1) Komplain surat dari berbagai Sumber diteruskan kepada
Sat Reskrim :
a) Dari Masyarakat (Perorangan, Perseroan, Kuasa
Hukum/Advokat, LSM);
b) Dari Masyarakat kepada Presiden, Departemen /
Kementerian (Setneg RI, Seskab, Polhukam,
Depdagri, Depkumham, dst);
c) Dari Masyarakat kepada Institusi/Badan/Lembaga
Non Departemen (DPR-RI, KOMNAS HAM,
OMBUDSMAN, MK, KOMPOLNAS, dst);
d) Dari Masyarakat kepada Satuan Kerja lingkup Mabes
Polri (Irwasum Polri, Divisi Binkum Polri, Divisi
Propam Polri, dst).
e) Dari Masyarakat kepada Satuan Kerja lingkup Polda
Gorontalo.
80
2) Diterima dari Direktorat Reserse Kriminal Polda Gorontalo.
a) Surat pengaduan komplain yang diterima dan sudah
ada petunjuk/arahan dalam disposisi dari Kapolres,
Wakapolres, dilakukan tindaklanjut sesuai prosedur
sebagai berikut :
(1) Ditunjuk Pengawas Penyidik untuk mempelajari,
menganalisis, menangani dan mengkordina-
sikan dengan penyidik ;
(2) Dilakukan gelar perkara di Dit Reskrim Polda
Gorontalo;
(3) Dilakukan supervisi dan atau gelar perkara di
Satuan Kewilayahan;
(4) Diminta laporan perkembangan penanganan
perkara;
(5) Menanggapi komplain dengan membuat surat
sebagai jawaban;
(6) Bila bobot perkara yang diadukan komplain
cukup untuk direspon oleh Satuan Kewilayahan,
maka surat pengaduan komplain dilimpahkan
ke Satuan Kewilayahan untuk direspon dan
ditindak lanjuti.
b) Hasil tindak lanjut.
(1) Dilaporkan kepada Direktur Reserse Kriminal
Polda Gorontalo;
(2) Dilaporkan kepada Kapolda/Wakapolda (bila
dianggap perlu diketahui dan diambil
kebijakan);
(3) Disampaikan penjelasan kepada Instansi/
Lembaga / Badan / Departemen yang
mengaharapkan informasi sebagai jawaban;
(4) Disampaikan SP2HP dari penyidik kepada
pelapor / pengadu.
81
(5) Disampaikan penjelasan kepada Pengadu
sebagai jawaban.
c. Pengaduan Komplain melalui SMS, E-MAIL dan Telepon.
a) Penerimaan pengaduan komplain melalui SMS dan E-
Mail.
(1) Petugas menerima dan membuka SMS, E-Mail,
serta diprint (print out), dibuatkan pengantar
dalam bentuk Nota Dinas;
(2) Ajukan kepada Kaur Bin Ops atau dapat diajukan
kepada Kasat Reskrim untuk mendapatkan
petunjuk / disposisi;
(3) Ditugaskan kepada Petugas Penerima Pengaduan
Komplain untuk klarifikasi kepada penyidik (apabila
perkaranya ditangani di Sat Reskrim);
(4) Ditunjuk Pengawas Penyidik untuk cross
cek/klarifikasi dengan penyidik, atau klarifikasi,
minta laporan kemajuan penanganan perkara,
apabila perkaranya ditangani oleh Kewilayahan;
(5) Dapat dilakukan gelar perkara dalam kurun waktu
1 – 2 minggu.
b) Penerimaan pengaduan komplain melalui Telepon.
(1) Petugas menerima telepon, dicatat kemudian
dituangkan dalam Nota Dinas diajukan kepada
Kasat Reskrim untuk mendapatkan petunjuk /
disposisi;
(2) Pengaduan Komplain memuat :
(a) Identitas pengadu komplain (nama lengkap,
pekerjaan dan alamat);
(b) Komplain berhubungan dengan perkara
apa, No LP/Bukti Laporan/STPL, ditangani
82
Kesatuan Kepolisian mana, serta Tim
Penyidik atau Penyidik;
(c) Yang dikomplain permasalahan apa,
hubungannya dengan penanganan perkara.
(3) Ditugaskan kepada Petugas Penerima Pengaduan
Komplain untuk klarifikasi kepada penyidik Sat
Reskrim Polres Limboto (apabila perkaranya
ditangani di Sat Reskrim Polres Limboto);
(4) Ditunjuk Pengawas Penyidik untuk cross cek /
klarifikasi dengan penyidik Sat Reskrim Polres
Limboto atau klarifikasi/minta laporan
perkembangan penanganan perkara, apabila
perkaranya ditangani oleh Kewilayahan;
(5) Dapat dilakukan gelar perkara dalam kurun waktu
1 – 2 minggu.
c) Hasil tindak lanjut.
(1) Petugas penerima komplain melaporkan tertulis
kepada Kaur Bin Ops dan diteruskan kepada Kasat
Reskrim;
(2) Diteruskan Laporan kepada Kapolres, Wakapolres
(bila perlu diketahui untuk mendapatkan arahan /
kebijakan);
(3) Disampaikan penjelasan kepada pengadu komplain
sebagai jawaban melalui surat atau melalui SMS,
atau E-mail;
(4) Surat Jawaban harus dicatat dalam Register dan
diberi Nomor, tanggal, tertanda/ditanda tangani
dan stempel kesatuan kepolisian.
83
III. Tempat, Ruang Dan Sarana, Personil / Petugas Penerima Pengaduan Komplain Masyarakat.
1. Tempat dan Ruang Penerimaan Pengaduan Komplain Masyarakat;
a. Di Satuan Reskrim
Tempat kedudukan Penerimaan pengaduan komplain
Masyarakat berada di Ruang Piket Sat Reskrim Polres Limboto
dan ruangan penerimaan bergabung dengan Ruang Pengawas
Penyidikan atau Ruangan lain yang sudah ditentukan,
didukung dengan sarana pendukung operasionalnya.
b. Di Kesatuan Kewilayahan.
1) Tempat kedudukan Penerimaan pengaduan komplain
Masyarakat berada di Polsek;
2) Ruang Penerimaan pengaduan komplain masyarakat yang
telah ditentukan berada pada Unit Reskrim Polsek,
didukung dengan sarana pendukung operasionalnya.
2. Untuk keseragaman penyebutan, pertama kali ditetapkan nama :
Ruang “PENGADUAN KOMPLAIN MASYARAKAT (PUBLIC COMPLAIN)”
3. Personil/Petugas Penerima Pengaduan Komplain Masyarakat.
a. Pada Sat Reskrim Polres Limboto ;
1) Petugas adalah personil Sat Reskrim Polres Limboto
ditunjuk berdasarkan Surat Perintah Kasat Reskrim terdiri
2 (dua) orang berpangkat Brigadir Polisi/PNS golongan II;
2) Petugas penerima pengaduan komplain masyarakat pada
poin 1), melaksanakan tugas dari jam 08.00 – 15.00 Wita.
b. Tingkat Polsek
a) Petugas adalah personil Unit Reskrim Polsek ditunjuk
berdasarkan Surat Perintah Kapolsek;
b) Petugas penerima pengaduan komplain masyarakat,
melaksanakan tugas dari 08.00 – 15.00 Wita.
84
IV. Pengawasan Dan Pengendalian
1. Setiap memberikan respon / menindaklanjuti atau selesai
menindaklanjuti pengaduan komplain masyarakat, Petugas dan atau
Pengawas penyidik yang ditunjuk bertanggung jawab melaporkan
secara tertulis kepada Kasat Reskrim;
2. Setiap memberikan respon / menindaklanjuti atau selesai
menindaklanjuti pengaduan komplain masyarakat, Petugas dan atau
Pengawas penyidik yang ditunjuk pada Kesatuan Kewilayahan,
bertanggung jawab melaporkan secara tertulis :
a. Kepada Kapolda melalui Direktur Reserse Kriminal Polda
Gorontalo;
b. Kepada Kapolres melalui Kasat Reskrim dan.
3. Petugas dan pengawas penyidik membuat rekap setiap bulan
sebagai pertanggungjawaban atas pelayanan kepada masyarakat
berkaitan dengan penerimaan dan penanganan pengaduan komplain
masyarakat, serta tindak lanjutnya.
V. Administrasi
1. Administrasi berkaitan dengan penerimaan pengaduan complain
masyarakat, penanganan dan tindak lanjut atau Surat Jawaban
kepada pengadu komplain, mempedonani dan menyesuaikan
dengan petunjuk Administrasi umum Polri dan atau Administrasi
penyidikan Polri, serta dicatat dalam register;
2. Kebutuhan sarana prasarana, ATK dan dukungan Anggaran
kesatuan-kesatuan Reskrim sesuai tingkatan.
85
VI. Penutup
Demikian Prosedur Operasional standar ini dibuat sebagai pedoman dan
panduan bagi penyidik/penyidik pembantu dalam melaksanakan
penyidikan
Limboto, Juni 2012
An. KEPALA KEPOLISIAN RESOR LIMBOTO KASAT RESKRIM
HERI RUSYAMAN, SIK AJUN KOMISARIS POLISI NRP 78061316
86
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH GORONTALO
RESOR LIMBOTO
PEDOMAN
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR SP2HP
PADA SAT RESRIM POLRES LIMBOTO
I. Pendahuluan
1. Umum
a. Harus disadari bahwa proses penyidikan yang dilaksanakan
oleh penyidik Polri selama ini dirasakan masih jauh dari
harapan masyarakat, hal ini ditandai dengan masih adanya
komplain atau pengaduan terhadap terjadinya penyalah-
gunaan wewenang, keterlambatan penyelesaian perkara dan
sebagainya. Kondisi seperti ini merupakan salah satu indikator
belum dapat diwujudkannya kepastian hukum dan pelayanan
Polri yang belum memenuhi harapan masyarakat;
b. Sejalan dengan era globalisasi dan transparansi (keterbukaan
informasi publik), kecendrungan semakin meningkatnya
tuntutan masyarakat terhadap kinerja Polri, maka Polri dalam
hal ini penyidik dituntut untuk terus meningkatkan
kemampuan (profesionalisme) dan mereformasi birokrasi
dalam proses penyidikan untuk membangun kepercayaan
masyarakat (trust building);
c. Untuk mengimplementasikan Program Kerja Akselerasi
Tranformasi Polri menuju Polri yang mandiri, profesional dan
dipercaya masyarakat, maka Sat Reskrim Polres Limboto dan
jajarannya dituntut untuk segera merubah mindset dan
87
perilaku dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat
pencari keadilan dari yang selama ini terkesan dilakukan
dengan cara pendekatan kekuasaan (minta dilayani) menjadi
pendekatan yang sifatnya pro-aktif (melayani) sehingga pada
gilirannya akan terbangun kepercayaan ( trust building )
masyarakat terhadap kinerja Polri khususnya Reserse;
d. Dalam upaya percepatan membangun dan meraih
kepercayaan masyarakat tersebut, serta dalam rangka
mengantisipasi perkembangan lingkungan strategis, Kapolri
telah merumuskan kebijakan dalam bentuk Reformasi
Birokrasi dengan me-launching Program Quick Wins Fungsi
Reskrim yaitu : “PEMBERIAN PELAYANAN KEPADA PIHAK
YANG SEDANG MEMPERJUANGKAN KEADILAN DALAM
PROSES PENYIDIKAN SECARA BERKESINAMBUNGAN
MELALUI PEMBERIAN SURAT PEMBERITAHUAN
PERKEMBANGAN HASIL PENYIDIKAN (SP2HP)”.
Sebagai konsekwensi dari ditetapkannya Program Unggulan
Quick Wins tersebut, maka setiap proses penyidikan dimulai
sejak diterimanya Laporan Polisi sampai dengan Pelimpahan
Berkas Perkara ke JPU harus dilaksanakan secara
profesional, proporsional, obyektif dan transparan yang
kesemua kegiatannya tergambar dalam “strive for
excellence” (pelayanan kepada masyarakat yang unggul /
prima);
e. Guna kelancaran pelaksanaan dari Program Quick Wins
melalui penerbitan SP2HP, Olah TKP dan Penanggulangan
Teror oleh Fungsi Reskrim dalam setiap proses penyidikan
diperlukan pedoman bagi para penyidik/penyidik pembantu
di seluruh jajaran Sat Reskrim Polres Limboto.
88
2. Dasar
a. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana;
b. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian
R.I;
c. Keputusan Kapolri No.Pol.: Kep / 37 / X / 2008 tanggal 27
Oktober 2008 tentang Program Kerja Akselerasi Transformasi
Polri Menuju Polri yang Mandiri, Profesional dan Dipercaya
Masyarakat;
d. Surat Telegram Kabareskrim Polri No. Pol.: STR/33/RA/I/2009
tanggal 14 Januari 2009 tentang Mekanisme dan Tahapan
Pemberian Pelayanan kepada pihak yang sedang
memperjuangkan Keadilan dalam Proses Penyidikan melalui
SP2HP.
3. Maksud dan Tujuan
a. Maksud
Maksud penyusunan buku ini adalah sebagai pedoman bagi
para penyidik/penyidik pembantu dalam mememberikan
pelayanan kepada masyarakat pencari keadilan selama proses
penyidikan atas perkara yang dilaporkan dengan
menginformasikan setiap tahap perkembangan hasil
penyidikan yang telah dilakukan melalui pengiriman SP2HP.
b. Tujuan
Terwujudnya mekanisme penyidikan yang profesional,
proporsional, obyektif, transparan dan akuntabel serta tidak
diskriminatif sehingga dapat memberikan jaminan adanya
kejelasan dan kepastian hukum bagi pihak-pihak yang
berperkara.
89
4. Ruang Lingkup
Pedoman pelaksanaan program quick wins ini meliputi petunjuk
tentang tata cara pemberian surat pemberitahuan perkembangan
hasil penyidikan (SP2HP) kepada pelapor/korban yang harus
dilakukan oleh para penyidik/penyidik pembantu sesuai tahapan-
tahapan dan waktu yang telah ditetapkan.
5. Asas-asas dan pengertian-pengertian
a. Asas- asas
1) Legalitas, yaitu setiap tindakan penyidikan senantiasa
berdasarkan peraturan perundang-undangan;
2) Proporsional, yaitu setiap penyidik melaksanakan
tugasnya sesuai legalitas kewenangannya masing-
masing;
3) Kepastian hukum, yaitu setiap tindakan penyidik
dilakukan untuk menjamin tegaknya hukum dan
keadilan;
4) Kepentingan umum, yaitu setiap penyidik Polri lebih
mengutamakan kepentingan umum dari pada
kepentingan pribadi dan/atau golongan;
5) Efektifitas dan efisiensi waktu penyidikan, yaitu dalam
proses penyidikan, setiap penyidik wajib menjunjung
tinggi efektivitas dan efisiensi waktu penyidikan
sebagaimana diatur dalam peraturan-pratuaran /
perkap Kapolri yang berlaku;
6) Kredibilitas, yaitu setiap penyidik memiliki kemampuan
dan ketrampilan yang prima dalam melaksanakan tugas
penyidikan;
7) Transparan yaitu, setiap tindakan penyidik
memperhatikan asas keterbukaan dan bersifat
informatif bagi pihak-pihak terkait;
90
8) Akuntabilitas yaitu, setiap penyidik dapat memper
tanggung jawabkan tindakannya secara yuridis,
administrasi dan tehknis.
b. Pengertian-pengertian
1) Cepat yaitu pelapor/pengadu terlayani dengan segera
dan profesional sesaat setelah menyampaikan
laporannya dengan kretaria sebagai berikut :
a) Adanya kesigapan, kesiapan, dan sikap proaktif
dalam melakukan pelayanan kepada masyarakat
yang menyampaikan laporan/pengaduan;
b) Penyidik segera membuatkan laporan polisi dan
memberikan surat tanda bukti laporan (STBL)
kepada pelapor;
c) Penyidik segera mendatangi TKP untuk laporan
kasus yang memerlukan olah TKP;
d) Penyidik segera memeriksa pelapor/saksi yang
ada dan dituangkan kedalam BAP;
e) Penyidik melakukan penelitian terhadap laporan
yang diterima untuk menentukan status laporan
tersebut;
f) Atasan penyidik segera mengirimkan SP2HP
kepada pelapor mengenai status laporan,
identitas penyidik yang menangani dan rencana
tindak lanjut proses laporan tersebut.
2) Tepat yaitu segala upaya/tindakan yang dilakukan
penyidikan didasari profesional, proporsional, sesuai
dengan ketentuan hukum yang berlaku dengan kreteria
sebagai berikut :
a) Tindakan penyidikan yang terarah dan terukur
didasari 3T (tepat sasaran, tepat alasan dan
tepat dasar hukumnya);
91
b) Setiap tindakan penyidikan didukung oleh
administrasi penyidikan;
c) Tindakan upaya paksa oleh penyidik dilakukan
sesuai urutan tindakan-tindakan yang telah diatur
dalam juklak/juknis yaitu dimulai dari tindakan
persuasif sampai dengan tindakan represif.
3) Transparan yaitu adanya keterbukaan dalam proses
penyidikan melalui penyampaian pemberitahuan
perkembangan hasil penyidikan (SP2HP) dan
pelaksanaan pengawasan penyidikan dari seluruh
tahapan tahapan penindakan yang dilakukan oleh
penyidikan baik melalui surat maupun gelar perkara,
kegiatan yang dilakukan :
a) Dalam penerimaan laporan petugas membacakan
kembali isi laporan yang diterima dan dipahami
oleh pelapor kemudian ditanda tangani bersama;
b) Selama dalam proses penelitian laporan,
penyelidikan dan penyidikan pelapor
mendapatkan informasi perkembangan
penyidikan melalui SP2HP;
c) Sejak proses kepenyidikan sudah diawasi oleh
Pengawas Penyidik.
4) Akuntabel yaitu segala tindakan yang telah dilakukan
sesuai dengan prosedur, terukur, tindakan tidak
bertentangan dengan hukum dan dapat dipertanggung
jawabkan kepada publik/umum;
5) Perkara mudah yaitu apabila :
a) Saksi-saksi ada dan tempat tinggalnya masih
dalam wilayah satu Kecamatan dengan kantor
penyidik;
92
b) Barang buktinya mudah didapat;
c) Petunjuk yang ada terdapat kesesuaian antara
keterangan para saksi, tersangka dan barang
bukti yang ditemukan;
d) Tidak memerlukan keterangan ahli, namun
apabila diperlukan ahli tersedia di wilayah hokum
penyidik;
e) Tersangkanya tertangkap tangan/menyerahkan
diri / keberadaan dan identitasnya diketahui serta
mudah ditangkap;
f) TKP mudah dijangkau dan masih dalam keadaan
utuh serta tidak diperlukan olah TKP atau tidak
diperlukan juga bantuan tehnis dalam olah TKP;
g) Tidak diperlukan peranan lembaga lain dalam
proses penyidikan/kalau diperlukan tersedia
dalam wilayah hukum penyidik.
6) Perkara sedang yaitu apabila :
a) Saksi-saksi ada dan tempat tinggalnya masih
dalam wilayah satu Kabupaten dengan kantor
penyidik;
b) Barang buktinya mudah didapat dan ada
petunjuk yang berkaitan dengan keterangan
saksi, barang bukti dan tersangka;
c) Tidak diperlukan keterangan ahli, namun apabila
diperlukan ahli tersedia di wilayah hukum
penyidik;
d) Tersangka tidak terganggu kesehatannya,
keberadaan dan identitasnya sudah diketahui
serta mudah ditangkap, tidak merupakan
bagian dari kejahatan terorganisir, jumlahnya
tidak lebih dari 3 orang;
93
e) TKP mudah dijangkau dan masih utuh serta
diperlukan olah TKP dan bantuan tehnis dalam
olah TKP;
f) Diperlukan peralatan khusus Kepolisian dalam
proses penyidikan dan peran lembaga lain.
7) Perkara sulit yaitu apabila :
a) Tempat tinggal saksi berada dalam satu Provinsi
dengan kantor penyidik, jumlahnya kurang dari 2
orang, saksi bukan merupakan sumber pertama,
saksi berhubungan dengan lembaga lain dan
untuk melakukan pemeriksaan saksi diperlukan
prosedur birokrasi khusus;
b) Sangat diperlukan bukti surat dan untuk
mendapatkannya diperlukan izin khusus;
c) Terdapat sebagian petunjuk yang berkaitan
dengan keterangan para saksi dengan barang
bukti namun belum mengarah pada tersangka
atau sebaliknya;
d) Diperlukan beberapa keterangan ahli, sedangkan
ahli tersebut belum tersedia diwilayah penyidik;
e) Tersangka belum diketahui identitasnya atau
tersangka terganggu kesehatannya atau
tersangka dilindungi kelompok tertentu atau
tersangka memiliki jabatan tertentu yang dalam
pemeriksaan diatur oleh Undang-Undang atau
jumlah tersangkanya lebih dari 4 orang;
f) TKP sukar dijangkau, jauh dari kantor penyidik
dan TKP sudah dalam keadaan tidak utuh,
diperlukan pengolahan TKP, diperlukan bantuan
tehnis untuk olah TKP, diperlukan pengamanan
khusus terhadap TKP dan TKP lebih dari satu
lokasi dalam wilayah hukum penyidik;
94
g) Barang bukti sulit didapat, barang bukti
memerlukan pemeriksaan secara forensik/ahli,
barang bukti memerlukan pengamanan khusus,
barang bukti memerlukan pengangkutan dan
atau memerlukan tempat penyimpanan khusus;
h) Diperlukan peralatan khusus Kepolisian dan
peran dari lembaga lain.
8) Perkara sangat sulit yaitu apabila :
a) Tempat tinggal saksi berada di luar provinsi atau
luar negeri, atau alamatnya tidak jelas (daerah
terpencil), jumlah saksi kurang dari 2 orang atau
saksi berhubungan dengan lembaga lain;
b) Adanya birokrasi perizinan dalam menghadirkan
saksi atau saksi diperlukan pengamanan khusus
atau saksi dalam keadaan sakit-sakitan;
c) Bukti-bukti berupa surat atau dokumen sulit
ditemukan atau untuk mendapatkan bukti
diperlukan izin khusus atau bukti perlu diperiksa
secara forensik;
d) Petunjuk yang ada belum memperlihatkan
keterkaitan antara keterangan para saksi,
tersangka dan barang bukti;
e) Sangat diperlukan keterangan ahli dimana ahli
tersebut harus didatangkan dari luar provinsi
atau luar negeri;
f) Tersangka belum diketahui identitasnya, atau
tersangka terganggu kesehatannya atau
dilindungi oleh kelompok tertentu, jumlah
tersangka lebih dari 4 orang, memerlukan izin
khusus untuk memeriksa tersangka atau
tersangka merupakan bagian dari sindikat
95
kejahatan atau warga negara asing atau
tersangka melarikan diri;
g) TKP sukar dijangkau, jauh dari kantor penyidik
atau tidak utuh diperlukan pengolah TKP,
diperlukan bantuan tehnis olah TKP, diperlukan
pengamanan khusus TKP atau TKP lebih dari 1
yuridiksi (wilayah hukum penyidik);
h) Barang bukti sulit didapat atau memerlukan
pemeriksaan secara forensik atau memerlukan
pengamanan khusus atau memerlukan
pengangkutan alat angkut khusus atau barang
bukti mudah rusak;
i) Untuk mengungkap kasusnya diperlukan
peralatan khusus dan peran dari lembaga lain.
6. Kegiatan a. Tahap penerimaan/penelitian laporan
1) Sentra Pelayanan Kepolisian (SPK) menerima
laporan/pengaduan dari masyarakat;
2) Untuk kasus-kasus tertentu dimana diperlukan bukti
surat / dokumen, pelapor membawa bukti foto copy /
dokumen yang berkaitan dengan tindak pidana / kasus
yang dilaporkan / diadukan;
3) Pelapor membuat surat penyataan yang menyatakan
bahwa laporan tersebut belum pernah dilaporkan atau
ditangani oleh polisi;
4) Laporan/pengaduan diserahkan dari SPK kepada Piket
Sat Reskrim;
5) Saksi/pelapor dimintai keterangan sementara oleh Piket
Sat Reskrim dan dituangkan ke dalam BAP;
6) Piket Reskrim membawa laporan/pengaduan ke Urmintu
untuk diregister dan oleh Urmintu menelaah serta
mempelajari untuk selanjutnya didistribusikan ke Kasat
Reskrim;
96
7) Kemudian Kasat mendisposisikan meneruskan ke salah
satu unit dalam lingkungan kerja satuan fungsinya
untuk menangani / proses laporan tersebut;
8) Selambat-lambatnya 3 hari setelah laporan diterima oleh
Kanit atau tim penyidik yang di tugaskan untuk
menangani laporan tersebut, pelapor diberi tahu dengan
mengirim surat pemberitahuan perkembangan penelitian
laporan (format A1) yang isinya menjelaskan bahwa :
a) laporan pengaduan saudara telah kami terima
dan akan segera kami tindak lanjuti dengan
penyelidikan oleh (disebutkan nama dan identitas
nama penyidik) yang menangani serta nomor
teleponnya atau HP yang dapat dihubungi
sewaktu-waktu diperlukan;
b) pada akhir kalimat format A1 dibuat catatan
memuat motto Polri : “KAMI SIAP MELAYANI
ANDA DENGAN CEPAT, TEPAT, TRANSPARAN
DAN AKUNTABEL DAN TANPA IMBALAN“
b. Tahap penyelidikan
1) Seterimanya laporan polisi penyidik melakukan
penyelidikan dan melaporkan hasilnya kepada atasan
penyidik, selanjutnya atasan penyidik memimpin gelar
hasil penyelidikan guna menentukan dapat tidaknya
hasil penyelidikan ditingkatkan ke proses penyidikan;
2) Dalam hal disimpulkan bahwa telah terjadi tindak
pidana, selanjutnya atasan penyidik menentukan
klasifikasi ke sulitan perkara (ringan, sedang, sulit dan
sangat sulit)
3) Kasus ringan dan kasus sedang waktu penyelidikan 14
hari bila waktu penyelidikan masih kurang dapat
diperpanjang lagi penyidik mengirimkan SP2HP kepada
pelapor;
97
4) Kasus sulit dan sangat sulit dengan waktu penyelidikan
30 hari dan dapat diperpanjang lagi penyelidikan
penyidik mengirimankan SP2HP kepada pelapor.
c. Tahap penindakan dan pemeriksaan
1) Kasus ringan dengan waktu penyidikan paling lama 30
hari, pengiriman SP2HP yang diberikan kepada pelapor
sebanyak 2 (dua) kali yaitu pada hari ke 15 dan hari ke
30;
2) Kasus sedang dengan waktu penyidikan dilakukan paling
lama 60 hari, pengiriman SP2HP diberikan kepada
pelapor sebanyak 4 (empat) kali yaitu pada hari ke 15,
30, 45, dan hari ke 60;
3) Kasus sulit dengan waktu penyidikan dilakukan paling
lama 90 hari, Pengiriman SP2HP diberikan kepada
pelapor sebanyak 6 (enam) kali yaitu pada hari ke 15,
30, 45, 60, 75, dan hari ke 90;
4) Kasus sangat sulit dengan waktu penyidikan dilakukan
paling lama 120 hari, pengiriman SP2HP diberikan
kepada pelapor sebanyak 5 (lima) kali yaitu pada hari
ke 20, 40, 60, 80, dan hari ke 100;
5) Dalam hal batas waktu penyidikan belum dapat
diselesaikan oleh penyidik dapat mengajukan
perpanjangan waktu penyidikan melalui pengawas
penyidikan kepada yang memberi perintah penyidikan.
d. Tahap penyelesaian dan penyerahan berkas perkara
1) Pada saat penyelesaian dan pelimpahan berkas perkara
tahap pertama penyidik memberikan SP2HP kepada
Pelapor;
2) Apabila dalam penelitian berkas perkara penuntut umum
(JPU) mengembalikan berkas perkara (P.19) maka
98
penyidik memberitahukan kepada pelapor melalui
SP2HP dan setelah dilakukan pelimpahan kembali diikuti
pemberitahuan kepada pelapor dalam bentuk SP2HP;
3) Pada saat penyerahan berkas perkara tahap kedua
penyidik menyampaikan SP2HP kepada pelapor;
4) Data penyampaian/pemberitahuan SP2HP mulai dari
tahap penilaian laporan/pengaduan, penyidikan,
penindakan dan pemeriksaan sampai dengan
pelimpahan berkas perkara (tahap I dan tahap II)
teregister.
e. Pengiriman SP2HP kepada pelapor kedua, ketiga dan
seterusnya berisi tentang perkembangan hasil penyidikan,
namun setiap SP2HP isinya tidak sama dengan SP2HP yang
telah dikirim sebelumnya (ada perkembangan hasil lidik/sidik
yang telah dilakukan);
f. Disamping masyarakat pelapor mendapatkan SP2HP juga
dapat mengakses setiap perkembangan kasus yang
dilaporkan melalui website bareskrim polri dan sms 1112.
II. Pengawasan Dan Pengendalian
1. Pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan quick wins
fungsi Reskrim dilakukan secara berjenjang dari mulai tingkat
Kanit, Kaur bin ops sampai dengan Kasat;
2. Kewenangan penandatanganan SP2HP diatur sebagai berikut :
a. Untuk tingkat Polres ditandatangani oleh Kasat/Wakasat
Reskrim/Kaurbinops dengan tembusan kepada Kapolres /
WakaPolres;
c. Untuk tingkat Polsek ditandatangani oleh Kapolsek/Waka
Polsek.
99
3. Untuk memonitor setiap perkembangan hasil penyidikan, dilakukan
melalui sistem penilaian dan pengawasan kinerja penyidik yang
dituangkan dalam map kontrol.
III. Penutup
Demikian Prosedur Operasional standar ini dibuat sebagai pedoman dan
panduan bagi penyidik/penyidik pembantu dalam melaksanakan
penyidikan
Limboto, Juni 2012
An. KEPALA KEPOLISIAN RESOR LIMBOTO KASAT RESKRIM
HERI RUSYAMAN, SIK AJUN KOMISARIS POLISI NRP 78061316
100
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH GORONTALO
RESOR LIMBOTO
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR GELAR PERKARA
PADA SAT RESRIM POLRES LIMBOTO
I. Pendahuluan
1. Umum.
a. Penyidikan tindak pidana sebagai salah satu tahap dari
penegakan hukum harus dilakukan berdasarkan ketentuan
dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b. Merupakan sarana pengawasan dan pengendalian, gelar
perkara mempunyai fungsi untuk kepentingan
pertanggung jawaban managemen bagi Kepala Kesatuan
di satu sisi dan kepentingan pertanggungjawaban teknis /
taktis serta juridis bagi atasan Penyidik dan Penyidik
Pembantu.
c. Penyidikan mengalami hambatan dalam proses penyidikan
maka dilakukan gelar perkara untuk membedah perkara
guna menentukan langkah-langkah penyidikan
selanjutnya.
2. Dasar.
a. Undang-undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia.
101
b. Perkap No. 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan
Pengendalian Penanganan Perkara Pidana Di Lingkungan
Kepolisian Negara Republik Indonesia.
3. Maksud dan tujuan
a. Maksud
Maksud pembuatan Standar Operasional Prosedural
(SOP) Gelar Perkara ini sebagai pedoman dan petunjuk
untuk para Penyidik dan Penyidik Pembantu dalam
melaksanakan tugas penyidikan tindak pidana sehingga
diperoleh keseragaman tentang kegiatan-kegiatan pokok
yang harus dilaksanakan.
b. Tujuan
1) Untuk mewujudkan keterpaduan intern dan ekstern
dan menuntaskan penanganan perkara yang terjadi.
2) Merupakan alat kontrol terhadap Para Penyidik /
Penyidik Pembantu agar tetap dinamis dan
seimbang dalam koridor batas kewenangan sesuai
aturan perundang-undangan yang ada.
4. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dalam Gelar Perkara meliputi Persyaratan-
persyaratan dalam Gelar Perkara, Jenis perkara, Pejabat yang
berwewenang menyelenggarakan gelar, Peserta gelar,
Pelaksanaan gelar dan laporan setelah gelar.
5. Pengertian Gelar Perkara
Gelar Perkara adalah upaya Penyidik/Penyidik Pembantu berupa
bedah perkara dan tindakan Penyidik/Penyidik Pembantu dalam
rangka percepatan penyelesaian proses penyidikan.
102
II. Persyaratan
1. Jenis Perkara.
Jenis perkara yang digelar adalah :
a. Ada masalah yang dihadapi oleh penyidik :
1) Penyidik / Penyidik Pembantu menghadapi kesulitan
atau ragu dalam :
a) Menentukan apakah perkara merupakan tindak
pidana atau bukan (twilight).
b) Menentukan pasal, UU yang dipersangkakan.
c) Melakukan tindakan/upaya paksa terhadap
tersangka atau barang bukti (penggeledahan,
penyitaan, penangkapan, penahanan dan
peningkatan status saksi menjadi tersangka).
2) Proses penyidikan telah berlangsung lama/waktunya
berlarut-larut (lebih dari 3 bulan) tanpa kemajuan.
3) Proses penyidikan memasuki tahapan penting atau
kritis dari tahap penyelidikan ke tahap penindakan
dan pemeriksaan atau tahap penyelesaian dan
penyerahan Berkas Perkara atau Penyidikan akan
dihentikan/dilanjutkan kembali.
4) Perkara yang disidik juga disidik oleh Penyidik dari
Kesatuan / Instansi lain yang juga memiliki
kewenangan.
5) Gelar Perkara dilaksanakan terhadap semua berkas
perkara yang ditangani yakni pada saat awal
menerima Laporan Polisi, sebelum dilakukan upaya
paksa dan sebelum menaikan status saksi menjadi
tersangka.
b. Perkara yang berbobot
1) Pembuktian perkara cukup sulit dan rumit
2) Perkara terkait berbagai Aspek / kebijakan atau
103
kepentingan Negara / Instansi, hubungan antar
Negara / Dunia Internasional, kepentingan lembaga
tertentu (Politik, Ekonomi, Sosial, Agama, Pertanahan).
3) Perkara melibatkan tokoh penting / mempunyai
pengaruh luas di masyarakat.
4) Tersangka merupakan Warga Negara Asing atau
tunduk pada Undang-undang Hukum acara di luar
Peradilan Umum.
c. Komplain masyarakat
Adanya Komplain masyarakat terhadap tindakan Penyidik /
Penyidik Pembantu yang menangani perkara dan kuat
dugaan terjadi penyimpangan teknis / taktis dan atau
kekeliruan penerapan pasal Undang-undang dalam
penyidikan.
d. Putusan Pengadilan
Adanya Putusan Pengadilan yang menyatakan tindakan
penyidik / Penyidik Pembantu tidak syah.
2. Penggelar
a. Penyidik/Penyidik Pembantu yang menangani perkara.
b. Atasan Penyidik/Penyidik Pembantu.
c. Kepala Kesatuan yang sekarang secara Struktural
membawahi Penyidik / Penyidik Pembantu.
3. Peserta Gelar Perkara.
Peserta gelar yang berhak menghadiri Gelar Perkara disesuaikan
dengan kepentingan dan kebutuhan.
a. Polri (Intern).
1) Kepala Kesatuan atau pejabat yang mewakili/ditunjuk.
2) Atasan Penyidik/Penyidik Pembantu yang menangani
perkara bertindak selaku pimpinan Gelar Perkara.
104
3) Penyidik/Penyidik Pembantu yang menangani perkara
sebagai pemapar.
4) Irwasda
5) Propam
6) Bidkum
7) Notulen yang bertugas mencatat semua kegiatan dan
tanya jawab Gelar Perkara.
b. Instansi di luar Polri (Ekstern).
1) Pimpinan dan pejabat-pejabat tertentu dalam rangka
Criminal Justice System (CJS).
2) Pejabat-pejabat tertentu lainnya yang ada
hubungannya dengan pemeliharaan keamanan.
Peserta Gelar Perkara harus terpilih dan dapat dipercaya
tidak mempunyai hubungan kepentingan dengan pihak-
pihak yang terlibat di dalam perkara.
4. Pimpinan dan Penanggung jawab.
Penyelenggaraan Gelar Perkara dipimpin oleh Kepala Kesatuan,
sedang tanggung jawab penyelenggaraan Gelar Perkara secara
fungsional berada pada Kasat Reskrim/Pawasdik.
III. PELAKSANAAN GELAR PERKARA.
1. Sebelum pelaksanaan.
a. Penyidik/Penyidik Pembantu yang menangani perkara
menyusun dan mengajukan rencana gelar perkara kepada
yang bertugas mengatur Gelar Perkara (Pawasdik).
b. Penyidik/Penyidik Pembantu yang menangani perkara
menyiapkan bahan/materi paparan Gelar Perkara.
c. 3 (tiga) hari sebelum pelaksanaan, para Peserta telah
menerima undangan Gelar Perkara.
d. Penyidik/Penyidik Pembantu yang menangani perkara
menentukan Notulen yang bertugas mencatat lengkap
105
semua kegiatan Gelar Perkara.
2. Saat pelaksanaan.
a. Pembukaan.
b. Paparan Penyidik/Penyidik Pembantu yang menangani
perkara.
c. Pembahasan / Diskusi.
d. Kesimpulan dan Penutup.
Gelar perkara yang diminta oleh Satuan lain (Mabes Polri, Polda,
Propam, Binkum dan Irwasda)pelaksanaannya atas permintaan
secara tertulis dan harus didampingi oleh Atasan Penyidik atau
Pawasdik.
3. Laporan Setelah Gelar Perkara.
a. Notulen menyusun laporan pelaksanaan Gelar Perkara
dengan melampirkan catatan notulen, copy/materi paparan
Penyidik/Penyidik Pembantu yang menangani perkara,
kesimpulan dan rekomendasi hasil Gelar Perkara serta
daftar hadir peserta.
b. Laporan Gelar Perkara setelah ditanda tangani oleh
Pimpinan Gelar, Notulen dan Penyidik/Penyidik Pembantu
yang menangani perkara kemudian disampaikan kepada
Penyidik/Penyidik Pembantu yang menangani perkara untuk
dilaksanakan.
IV. Penutup
Demikian Prosedur Operasional standar ini dibuat sebagai pedoman dan
panduan bagi penyidik/penyidik pembantu dalam melaksanakan
penyidikan
Limboto, Juni 2012
An. KEPALA KEPOLISIAN RESOR LIMBOTO KASAT RESKRIM
HERI RUSYAMAN, SIK AJUN KOMISARIS POLISI NRP 78061316