paper rengar sat reskrim resta malang
DESCRIPTION
Tugas Mata Kuliah Manajemen Perencanaan dan PenganggaranTRANSCRIPT
OPTIMALISASI PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN DALAM RANGKA MENINGKATKAN KINERJA
FUNGSI RESKRIM POLRESTA MALANG TAHUN ANGGARAN 2010
I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Keberhasilan kinerja suatu satuan kewilayahan Polri sampai dengan
saat ini masih menggunakan pemahaman yang masih berada dalam
paradigma ”konservatif” dimana keberhasilan dimaksud seringkali diukur
hanya berdasarkan tingginya angka pengungkapan kasus-kasus
kriminalitas (crime clearence) dari keseluruhan jumlah kasus kriminalitas
yang terjadi (crime total). Keberhasilan dalam konteks yang demikian pula
yang hingga saat ini masih ”populer” di kalangan middle manager dalam
lingkungan Polri sehingga pendekatan dimaksud masih digunakan sebagai
acuan dalam rangka peningkatan jenjang karir seorang middle manager
tersebut. Fenomena tersebut juga dialami oleh penulis sewaktu berdinas
pada fungsi Reskrim di lingkungan Polda Jatim selama kurang lebih 4
tahun.
Namun demikian, sebenarnya terdapat aspek-aspek lain yang sangat
vital dalam menunjang keberhasilan pada aspek operasional tersebut,
yaitu terkait dengan aspek perencanaan dan penganggaran. Apabila
dalam suatu perencanaan dan penganggaran terhadap rencana kerja
suatu satuan kerja tertentu tidak dilaksanakan dengan baik maka niscaya
dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang telah disusun pun tidak akan
berhasil secara optimal. Fenomena berupa ketidaksinkronan antara aspek
perencanaan dan penganggaran terhadap aspek operasional dimaksud
senantiasa dialami oleh penulis setiap kali berdinas pada fungsi Reskrim di
tiap satuan kerja yang berbeda-beda dalam lingkungan Polda Jatim, antara
lain sewaktu penulis menjabat sebagai Kanit Tekab Sat Reskrim Polres
Probolinggo (2005), sebagai Kanit Idik I / TP HaKI Subbag Reskrim Polwil
Malang (2006), Kanit Reskrim Polsek Blimbing Polresta Malang (2007) dan
Kaur Bin Ops Sat Reskrim Polresta Malang (2008).
Dalam perspektif ilmu manajemen modern, aspek perencanaan dan
penganggaran terhadap kinerja suatu organisasi menempati posisi yang
penting disamping aspek-aspek manajemen lainnya. Bahkan dikatakan
dalam ilmu manajemen bahwa perencanaan dan penganggaran sangat
menentukan keberhasilan pencapaian sasaran-sasaran yang ditentukan
oleh suatu organisasi. Disamping itu, sehubungan dengan telah
dimasukinya tahap II (2010 – 2014) dari Grand Strategy Polri, yaitu
Partnership Building serta senantiasa dilakukannya upaya-upaya guna
membangun kepercayaan melalui program akselerasi transformasi kultural
dan reformasi birokrasi Polri yaitu melalui Program Quick Wins, terutama
Program Quick Wins di bidang penyidikan, yaitu transparansi dalam
pelaksanaan penyidikan melalui pemberian Surat Pemberitahuan
Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) secara berkala terhadap
pelapor / korban tindak pidana, maka apabila dalam aspek perencanaan
dan penganggaran kegiatan penyelidikan tidak terlaksana dengan optimal
berdasarkan prinsip-prinsip ilmu manajemen serta ketentuan perundang-
undangan, niscaya akan terjadi hambatan dalam pencapaian Partnership
Building dimaksud, termasuk hambatan dalam mewujudkan transparansi di
bidang penyidikan.
Oleh karena itu, selanjutnya dalam penulisan ini, penulis hendak
berupaya melakukan pembahasan terkait dengan pentingnya pengaruh
aspek perencanaan dan penganggaran terhadap aspek operasional pada
fungsi Reskrim Polresta Malang berdasarkan fenomena nyata berupa
ketidaksinkronan antara aspek perencanaan dan penganggaran terhadap
aspek operasionalnya yang dialami secara langsung oleh penulis sewaktu
menjabat sebagai Kaur Bin Ops Polresta Malang periode tahun 2008.
Penulisan dimaksud akan menggunakan naskah Laporan Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Polresta Malang Tahun 2009 dan
Rencana Kerja (Renja) Polresta Malang Tahun 2010 sebagai data acuan
untuk melakukan analisis. Analisis dimaksud ditujukan untuk mengetahui
apakah dalam perencanaan dan penganggaran tersebut sudah sesuai
dengan prinsip-prinsip manajemen maupun ketentuan perundang-
undangan yang berlaku.
2
2. Permasalahan
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut diatas, maka yang
menjadi permasalahan dalam penulisan ini adalah :
”Bagaimana upaya optimalisasi perencanaan dan penganggaran
dalam rangka peningkatan kinerja Sat Reskrim Polresta Malang tahun
2010 ?”
3. Persoalan-persoalan
a. Bagaimana kondisi riil perencanaan dan penganggaran dalam rangka
pencapaian sasaran kinerja Fungsi Reskrim Polresta Malang tahun
2010 ?
b. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perencanaan dan
penganggaran dalam rangka pencapaian sasaran kinerja Fungsi
Reskrim Polresta Malang ?
c. Bagaimana upaya optimalisasi perencanaan dan penganggaran
dalam rangka peningkatan kinerja Fungsi Reskrim Polresta Malang
tahun 2010 ?
II. PEMBAHASAN
1. Kondisi Riil
Berdasarkan naskah Renja Polresta Malang tahun 2010, maka telah
dilakukan penyusunan visi, misi, sasaran, kebijakan strategi dan usulan
anggaran yang terkait dengan kegiatan penyelidikan dan penyidikan tindak
pidana di Polresta Malang, yang di dalamnya telah mencakup aspek
perencanaan dan penganggaran, sebagai berikut :
a. Visi
Mewujudkan keamanan dalam negeri melalui kemitraan dan
memantapkan kepercayaan di wilayah hukum Polresta Malang.
b. Misi
Meningkatkan kemampuan penyelidikan dan penyidikan perkara
secara profesional dalam upaya penegakan hukum dengan
memperhatikan hak asasi manusia.
c. Tujuan
3
1) Menurunkan angka pelanggaran hukum dan indeks kriminalitas
serta meningkatkan penuntasan kasus kriminalitas untuk
menciptakan rasa aman masyarakat.
2) Mengungkap jaringan kejahatan internasional terutama
narkotika, perdagangan manusia dan pencucian uang serta
terorisme.
3) Meningkatkan kinerja Polresta Malang yang tercermin dengan
menurunnya angka kriminalitas, pelanggaran hukum dan
meningkatnya penyelesaian kasus, serta meningkatnya
partisipasi masyarakat terhadap tugas-tugas polisi dilapangan.
d. Sasaran
1) Meningkatkan kerja sama dan koordinasi dengan sejumlah
instansi terkait dalam rangka penyelesaian kasus kejahatan
terutama kasus-kasus yang menjadi sorotan masyarakat.
2) Mengoptimalkan penegakkan hukum terhadap kejahatan
konvensional yang diprioritaskan kepada kejahatan yang
meresahkan masyarakat ( seperti : premanisme, pencopetan,
perjudian, kejahatan jalanan, debt colector, pencurian kendaraan
bermotor, pencurian dengan pemberatan/kekerasan,
penggelapan dan penipuan ), maupun kejahatan transnasional
yang menonjol ( seperti narkoba, terorisme, perdagangan orang
dan kejahatan maya ), serta kejahatan yang merugikan
kekayaan negara ( seperti korupsi, illegal logging, illegal fishing
dan kasus penyalahgunaan BBM), dan kejahatan yang
berimplikasi kontijensi.
3) Meningkatkan penyelidikan tindak pidana yang berdimensi
Internasional meliputi cyber crime, illegal logging, money
laundering dan trafficking in person serta tindak pidana
konvensional yang meresahkan masyarakat.
4) Membangun sarana prasarana penyidikan dan penyelidikan
terutama pada peningkatan kualitas ruang tahanan di Polresta
dan Polsek, tempat-tempat penyimpanan barang bukti yang
berstandar pada tuntutan Hak Azasi Manusia ( HAM ).
4
5) Terwujudnya peningkatan pengungkapan dan penyelesaian
perkara kejahatan konvensional, kejahatan transnasional,
kejahatan terhadap kekayaan negara dan kejahatan yang
berimplikasi kontinjensi serta terlaksananya operasi kepolisian
kewilayahan dan terpusat secara selektif dalam rangka
pengungkapan kejahatan dimaksud termasuk yang bersifat
preventif maupun preemtif.
e. Kebijakan Strategi
1) Meningkatkan penyelidikan tindak pidana yang berdimensi
Internasional meliputi cyber crime, illegal logging, money
laundering dan trafficking in person serta tindak pidana
konvensional yang meresahkan masyarakat.
2) Membangun sarana prasarana penyidikan dan penyelidikan
terutama pada peningkatan kualitas ruang tahanan di Polresta
dan Polsek, tempat-tempat penyimpanan barang bukti yang
berstandar pada tuntutan Hak Azasi Manusia ( HAM ).
f. Usulan Anggaran
Program Penyelidikan dan Penyidikan Tindak Pidana dialokasikan
untuk kegiatan :
1) Penyelidikan dan penyidikan tindak pidana Rp. 2.194.295.000,-,
terdiri dari :
a) Terawatnya kebutuhan makan tahanan di Rutan Polri
Polresta Malang dan Polsek jajaran :
(1) Makan Tahanan Tahun 2010 (130 Org x 365 Hari) :
Rp. 47.450,- per orang / hari.
(2) Perawatan Tahanan Tahun 2010 (130 Org x 365
Hari) : Rp. 47.450,- per orang / hari.
b) Penanganan perkara oleh Polres dan Polsek jajaran :
(1) Sat Reskrim :
(a) Kasus berat : 20 kasus per tahun.
(b) Kasus sedang : 50 kasus per tahun.
(c) Kasus ringan : - (nihil)
(2) Sat Reskoba :
(a) Kasus berat : 5 kasus per tahun.
5
(b) Kasus sedang : 25 kasus per tahun.
(c) Kasus ringan : - (nihil).
(3) Sat Samapta :
Pelanggaran : 145 kasus per tahun.
(4) Unit Reskrim Polsek Klojen :
(a) Kasus berat : - (nihil)
(b) Kasus sedang : 5 kasus per tahun.
(c) Kasus ringan : 7 kasus per tahun
(5) Unit Reskrim Polsek Blimbing :
(a) Kasus berat : - (nihil)
(b) Kasus sedang : 4 kasus per tahun.
(c) Kasus ringan : 7 kasus per tahun.
(6) Unit Reskrim Polsek Kedung Kandang :
(a) Kasus berat : - (nihil)
(b) Kasus sedang : 5 kasus per tahun.
(c) Kasus ringan : 6 kasus per tahun.
(7) Unit Reskrim Polsek Lowokwaru :
(a) Kasus berat : - (nihil)
(b) Kasus sedang : 5 kasus per tahun.
(c) Kasus ringan : 7 kasus per tahun.
(8) Unit Reskrim Polsek Sukun :
(a) Kasus berat : - (nihil)
(b) Kasus sedang : 4 kasus per tahun.
(c) Kasus ringan : 6 kasus per tahun.
2) Bantuan Teknik Penyelidikan dan Penyidikan Tindak Pidana
Rp.6.000.000,-, terdiri dari :
a) Film berwarna : 8 rol.
b) Film hitam putih : 5 rol.
c) Baterai Blits : 82 buah.
d) Blanko AK 23 : 8 box.
e) Tinta sidik jari : 2 tube.
f) Cuci cetak film : 15 set.
Selanjutnya berdasarkan data yang terdapat dalam naskah Renja
Polresta Malang tersebut diatas, penulis akan membandingkannya dengan
6
data yang terdapat dalam Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah (LAKIP) Polresta Malang Tahun 2009 tentang realisasi
dukungan Penyelidikan dan Penyidikan Tindak Pidana, sebagai berikut :
1) Penyelenggaraan perawatan dan makan tahanan tahun 2009 sebanyak 75 orang per hari.
2) Kegiatan Penyidikan / Pemeriksaan / penanganan kasus pidana yang terjadi :
a) Sat Reskrim : 7 Kasus berat dan 50 Kasus sedang.
b) Sat Reskoba : 6 Kasus berat dan 25 Kasus sedang.
c) Sat Samapta : 95 kasus pelanggaran / Tipiring.
d) Polsek Klojen : 5 kasus sedang, 7 kasus ringan dan 10 pelanggaran.
e) Polsek Blimbing : 4 kasus sedang, 7 kasus ringan dan 10 pelanggaran.
f) Polsek Kedung Kandang : 5 kasus sedang, 6 kasus ringan dan 10 pelanggaran.
g) Polsek Lowok Waru : 5 kasus sedang, 7 kasus ringan dan 10 pelanggaran.
h) Polsek Sukun : 4 kasus sedang, 6 kasus ringan dan 10 pelanggaran.
Dalam kesimpulan LAKIP dimaksud dinyatakan bahwa dibidang
anggaran, seluruh anggaran penyelidikan dan penyidikan tindak pidana
telah terserap 100 % sesuai dengan penyelesaian perkara yang dapat
dilakukan hingga akhir tahun 2009. Namun demikian dinyatakan pula
bahwa jumlah tindak pidana tahun 2009 mengalami kenaikan 69 perkara
(6%) bila dibandingkan dengan tahun 2008, demikian pula penyelesaian
tindak pidana mengalami penurunan 2%.
Berdasarkan data-data tersebut diatas ditambah dengan fakta-fakta
yang diketahui sendiri oleh penulis berdasarkan observasi selama berdinas
di Polresta Malang, maka penulis berpendapat bahwa dalam penyusunan
naskah Renja Polresta Malang tahun 2010, terutama untuk kegiatan
penyelidikan dan penyidikan tindak pidana belum dilakukan secara
optimal, artinya bahwa dalam penyusunan Renja dimaksud belum
menerapkan prinsip-prinsip perencanaan dan penganggaran secara
7
optimal. Pertimbangan penulis menyatakan pendapat demikian adalah
didasari fakta-fakta sebagai berikut :
a. Terkait dengan kegiatan penanganan perkara, perencanaan tentang
jumlah dan kualitas perkara tindak pidana secara garis besar hanya
“disamakan” dengan jumlah dan kualitas perkara tindak pidana yang
telah ditangani oleh fungsi Reskrim Polresta Malang pada tahun
2009, yaitu sebagaimana yang terdapat LAKIP Polresta Malang tahun
2009, namun terdapat perbedaan pengajuan anggaran yang cukup
signifikan untuk tahun 2010, dimana jumlah anggaran yang diajukan
untuk tahun 2010 adalah Rp. 2.194.295.000,- dan jumlah anggaran
yang dialokasikan untuk penanganan perkara tindak pidana pada
tahun 2009 adalah Rp. 1.617.572.000,-.
b. Perencanaan terkait dengan target kuantitas dan kualitas perkara
tindak pidana tidak didasarkan pada data riil trend kriminalitas yang
terjadi, buktinya adalah bahwa berdasarkan data crime total (CT) dan
crime clearence (CC) pada Sat Reskrim Polresta Malang yaitu :
1) Sat Reskrim : CT=888 kasus; CC=497 kasus.
2) Unit Reskrim Polsek Lowokwaru : CT=312 kasus; CC=138 kasus.
3) Unit Reskrim Polsek Kedung Kandang: CT=179 kasus; CC=90
kasus.
4) Unit Reskrim Polsek Klojen : CT=168 kasus ; CC=107 kasus.
5) Unit Reskrim Polsek Sukun : CT=233 kasus ; CC=118 kasus.
6) Unit Reskrim Polsek Blimbing : CT=129 kasus ; CC=82 kasus
Secara keseluruhan, maka jumlah perkara tindak pidana (crime total)
yang ditangani Polresta Malang pada tahun 2009 adalah 1909 kasus
dan yang berhasil diselesaikan (crime clearence) adalah 1032 kasus.
Berdasarkan data tersebut, maka nampak sekali adanya ketimpangan
antara realita kondisi crime total serta crime clearence perkara tindak
pidana tahun 2009 yang seharusnya dijadikan dasar perencanaan
dan penganggaran kegiatan penyelidikan dan penyidikan tindak
pidana oleh Polresta Malang dalam periode tahun 2010. Oleh karena
itu penetapan kuantitas dan kualitas perkara yang akan ditangani
dalam naskah Renja Polresta Malang tahun 2010 tersebut hanya
terkesan sebagai formalitas belaka dan belum menyentuh
8
permasalahan riil dalam pelaksanaan perencanaan dan
penganggaran dimaksud.
c. Perencanaan hanya dilaksanakan oleh para personel yang bertugas
di Subbag Ren Bag Min Polresta Malang dan tidak melibatkan para
pihak terkait lainnya terutama para Ka Sub Satker (Kasat, Kapolsek,
Kabag, dll) yang merupakan pihak-pihak yang berkompeten dalam
pelaksanaan kegiatan-kegiatan kepolisian dan penggunaan
anggaran.
d. Realisasi anggaran yang diterima oleh para penyidik dan penyidik
pembantu pada Sat Reskrim dan Unit Reskrim Polsek Jajaran
Polresta Malang tidak sesuai dengan sebagaimana yang dilaporkan
dalam LAKIP maupun sebagaimana yang diusulkan dalam Renja.
Dalam pelaksanaan pencairan anggaran penyelidikan dan penyidikan
masih terjadi praktek-praktek korupsi dimana anggaran yang
diturunkan oleh kuasa pengguna anggaran (Kapolres) hanya berkisar
40%-50% dari keseluruhan jumlah anggaran yang seharusnya
menjadi hak dari para penyidik dan penyidik pembantu sedangkan
sisanya digunakan oleh kuasa pengguna anggaran untuk “keperluan
lainnya” yang tidak terkait dengan kegiatan penyelidikan dan
penyidikan.
e. Hingga saat ini, masih terjadi rekayasa laporan terkait dengan jumlah
tindak pidana yang terjadi (crime total) dan jumlah tindak pidana yang
berhasil diselesaikan (crime clearence) oleh Sat Reskrim dan Unit
Reskrim Polsek Jajaran Polresta Malang sehingga data-data yang
dilaporkan bukan merupakan data riil yang benar melainkan
merupakan dark number yang tidak dapat dipertanggungjawabkan
validitasnya.
f. Dukungan berupa peralatan untuk kegiatan penyelidikan dan
penyidikan tidak mendapatkan perhatian yang optimal dalam hal
pemenuhannya sehingga banyak menimbulkan penyimpangan yang
dilakukan oleh para penyidik dan penyidik pembantu, antara lain : 1)
untuk memenuhi kebutuhan akan komputer, maka penyidik dan
penyidik pembantu melakukan upaya pemerasan maupun pungli
untuk mendapatkan sejumlah uang yang kemudian digunakan untuk
9
membeli komputer; 2) untuk memenuhi kebutuhan akan kendaraan
bermotor, maka para penyidik dan penyidik pembantu memenuhinya
dengan cara menggunakan kendaraan bermotor yang merupakan
barang bukti dalam suatu perkara tindak pidana; dll.
g. dll.
2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Berdasarkan kondisi riil aspek perencanaan dan penganggaran yang
telah dilaksanakan oleh Polresta Malang tersebut diatas, maka penulis
menganalisis bahwa tidak optimalnya perencanaan dan penganggaran
terhadap kegiatan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana yang
dilaksanakan oleh fungsi Reskrim Polresta Malang, antara lain disebabkan
beberapa faktor sebagai berikut :
a. Dalam perancangan dan penganggaran tersebut tidak diterapkan
prinsip-prinsip manajemen secara optimal, terutama prinsip SMART
(spesific, measureble, attainable, result oriented, time bound)1 yang
merupakan bagian dari konsep Management By Objectives (MBO)2.
Tidak diterapkannya prinsip-prinsip manajemen tersebut dapat
disebabkan antara lain dikarenakan para pihak yang terlibat dalam
penyusunan perencanaan dan penganggaran tidak menguasai
prinsip-prinsip manajemen dengan baik, melainkan hanya
menggunakan pedoman praktis dengan menyamakan format-format
sebelumnya sebagaimana “biasanya”3.
b. Dalam perencanaan dan penganggaran untuk pelaksanaan kegiatan
penyelidikan dan penyidikan dilaksanakan secara top down dengan
pelaksananya terdiri dari para staf Subbag Ren Bag Min Polresta
Malang. Seharusnya dalam perencanaan dan penganggaran tersebut
1 Prof. Dr. Wibowo, S.E., M. Phil., Manajemen Kinerja, Rajawali Press, Jakarta, 2007, hal. 50. Spesific, artinya sasaran kinerja dinyatakan dengan jelas, singkat dan mudah dimengerti; Measureble, artinya sasaran kinerja dapat diukur dan dikuantifikasi; Attainabel, artinya sasaran kinerja bersifat menantang, tetapi masih dapat terjangkau; Result Oriented, artinya sasaran kinerja berfokus pada hasil untuk dicapai; Time-bound, artinya pencapaian sasaran kinerja ada batas waktu dan dapat dilacak, dapat dimonitor progresnya terhadap sasaran untuk dikoreksi.
2 Do Media, Efektivitas Iklan Partai Dalam Pemilu 2009 Pada Media Masa, diakses dari situs : http://dumadimengguggat.blogspot.com/, pada tanggal 24 Februari 2010. Deskripsi MBO menerangkan secar obyektif dari setiap kader dan membandingkan dan langsung selalu menggambarkan kinerja yang obyektif yang diatur. Peningkatan kinerja organisasional dengan menerapkan sasaran organisasi dengan obyektif dari subordinat melalui Organisasi. Idealya, kader memiliki kekuatan yang memasuk diidentifikasi secara obyektif, tepat dan lengkap, dan sebagainya. Prinsip Management by Objectives (manajemen berdasarakan sasaran) adalah : Melalui tujuan organisasi (Cascading of organizational goals and objectives), Spesifikasi sasaran bagi anggota (Specific objectives for each member), membuat keputusan yang partisipatif (Participative decision making), periode waktu eksplisit (Explicit time period), dan evaluasi kinerja dan menghasilkan umpan balik (Performance evaluation and provide feedback).
3 Yang dimaksud penulis yaitu bahwa anggota Polri secara umum cenderung menggunakan acuan kerja berdasarkan kebiasaan yang dilakukan secara turun-temurun dari anggota Polri yang senior kepada yuniornya tanpa mau tau terhadap konsep dasar sebenarnya dalam pelaksanaan suatu jenis pekerjaan.
10
dilaksanakan secara partisipatif dengan melibatkan pihak-pihak
terkait yang berkompeten, seperti Kasat Reskrim, para Kanit Reskrim
Polsek Jajaran, dsb, dalam rangka menyerap masukan-masukan
terkait dengan berbagai aspek perencanaan dan penganggaran
tersebut sehingga dapat dihasilkan suatu Renja yang optimal karena
perencanaan dan penganggarannya tidak melulu dilaksanakan
secara top down, melainkan juga secara bottom up.
c. Dalam perencanaan dan penganggaran tersebut tidak diterapkan
prinsip-prinsip good governance4 secara optimal.
d. Tidak adanya keberanian dari para penyidik dan penyidik pembantu
untuk mengungkapkan penyimpangan terkait dengan penggunaan
anggaran penyelidikan dan penyidikan oleh kuasa pengguna
anggaran serta pihak-pihak lainnya. Hal tersebut menyebabkan
penyimpangan dimaksud berlangsung secara terus menerus dari satu
kuasa pengguna anggaran (pejabat lama) kepada yang lainnya
(pejabat baru).
e. Tidak optimalnya pelaksanaan pengawasan dan pengendalian,
terutama melalui kegiatan supervisi, baik secara internal oleh Itwasda
dan Itwasum, maupun secara eksternal, antara lain oleh BPK. Hal
tersebut dapat terjadi karena para pelaksana pengawasan dan
pengendalian secara umum masih berperilaku koruptif sehingga
dalam pelaksanaan tugasnya seringkali tidak obyektif akibat
“sejumlah uang” yang diterimanya dari Satker Polri yang sedang
diperiksa.
f. Tidak dilaksanakannya penindakan secara tegas dan keras sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan terhadap para pejabat Polri
yang telah terbukti melakukan korupsi oleh instrumen internal Polri
(Itwasum, Propam, dll), terutama hukum pidana, melainkan hanya
diberikan sanksi yang bersifat administratif terhadap pejabat
dimaksud. Hal ini akan menjadikan tidak adanya deterrence effect
bagi para pejabat Polri dalam melakukan korupsi anggaran.
g. dll.
4 Diakses dari situs : http://www.governance-indonesia.com/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=74, pada tanggal 24 Februari 2010. Prinsip-prinsip dalam good governance yaitu : Partisipasi Masyarakat, Tegaknya Supremasi Hukum, Transparansi, Peduli pada Stakeholder, Berorientasi pada Konsensus, Kesetaraan, Efektifitas dan Efisiensi, Akuntabilitas dan Visi Strategis.
11
3. Upaya Optimalisasi
Dalam rangka mengoptimalkan perencanaan dan penganggaran
terhadap kegiatan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana, maka
penulis selanjutnya hendak menyajikan beberapa langkah-langkah
konseptual dan praktis yang didasari dengan prinsip-prinsip keilmuan di
bidang manajemen, khususnya prinsip-prinsip perencanaan dan
penganggaran, serta diseduaikan dengan ketentuan perundang-undangan
yang berlaku di Indonesia, antara lain sebagai berikut :
a. Dalam penyusunan perencanaan kegiatan penyelidikan dan
penyidikan hendaknya dilaksanakan dengan berpedoman terhadap
tipe dari masing-masing kategori subyek yang direncanakan, yaitu
tujuan atau misi; sasaran; strategi-strategi; kebijaksanaan-
kebijaksanaan; prosedur-prosedur dan peraturan-peraturan; program-
program; serta anggaran-angaran. Perlu diperhatikan pula bahwa
tipe-tipe rencana dimaksud bersifat hierarkhis (hierarkhi rencana).5
b. Dalam penganggaran harus mengikuti ketentuan perundang-
undangan yang ditetapkan oleh pemerintah, mengingat Polri
termasuk salah satu organisasi di lingkungan pemerintah.
Penganggaran dimaksud juga harus tetap memperhatikan proses
pentahapan yang telah ditentukan dalam perundang-undangan,
antara lain : tahap perencanaan, tahap pelaksanaan dan tahap
pertanggungjawaban.6
c. Dalam rangka mengeliminasi kerawananan potensi korupsi dalam
pengelolaan anggaran, maka dalam perencanaan dan penganggaran
suatu kegiatan organisasi pemerintah paling tidak harus mengacu
pada legislasi yang telah ditetapkan7, antara lain sebagai berikut :
1) UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
2) UU No, 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan
3) UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara.
5 Karyoso, Manajemen Perencanaan dan Penganggaran, PTIK Press dan CV Restu Agung, Jakarta, 2005, hal. 17-19.6 Ibid., hal. 118-122.7 Endin AJ. Soefihara, Reformasi Pengelolaan Anggaran Negara : Sistem Penganggaran Berbasis Kinerja, Pustaka
Sinar Harapan, Jakarta, 2005, hal. 68.
12
d. Dalam pelaksanaan perencanaan dan penganggaran hendaknya
dilakukan secara transparan dengan melibatkan pihak-pihak terkait
yang berkompeten dan jika perlu melakukan konsultasi terhadap ahli
di bidang perencanaan dan penganggaran sehingga produk dari
perencanaan dan penganggaran tersebut dapat optimal dalam
mendukung kegiatan yang akan dilakukan organisasi.
e. Penerapan reward and punishment secara tegas dan terukur, yaitu
apabila dalam perencanaan dan penganggaran tersebut dilakukan
secara optimal oleh suatu satuan kerja Polri, maka hendaknya
diberikan reward yang layak, baik terhadap instansinya maupun
personel yang terlibat di dalamnya, dan sebaliknya apabila terjadi
suatu penyimpangan, apalagi yang memasuki ranah hukum pidana,
maka selayaknya diterapkan punishment terhadap para personel
yang terlibat di dalamnya.
f. Polri harus membuka informasi seluas-luasnya terhadap publik terkait
dengan perencanaan dan penganggaran yang dilakukannya sehingga
diharapkan terjadi suatu social control dari publik terhadap satuan
kerja Polri dimana pun dalam rangka turut mencegah terjadinya
penyimpangan-penyimpangan.
g. Penyusunan mekanisme pengawasan dan pengendalian yang handal
sehingga tidak terdapat celah sedikit pun bagi pihak-pihak yang akan
melakukan upaya koruptif terkait dengan perencanaan dan
penganggaran tersebut.
III. KESIMPULAN
Kondisi riil perencanaan dan penganggaran kegiatan penyelidikan dan
penyidikan oleh Polresta Malang masih jauh dari sempurna, yaitu dengan
adanya temuan berupa fakta-fakta hasil studi dokumen dan observasi
pengalaman oleh penulis tentang penyimpangan-penyimpangan dalam hal
perencanaan dan penganggaran beserta pengelolaan anggaran tersebut.
Kondisi yang demikian tercipta akibat suatu kelemahan-kelemahan sistem yang
kompleks di tubuh Polri sebagaimana yang diuraikan penulis diatas, antara lain,
lemahnya pemahaman terhadap prinsip-prinsip manajemen; tidak ditaatinya
ketentuan perundang-undangan yang berlaku; perilaku koruptif pejabat yang
terlibat dalam perencanaan dan penganggaran, pejabat yang berperan untuk
13
melakukan pengawasan dan pengendalian, dll; serta tidak transparannya
sistem perencanaan dan penganggaran tersebut.
Mekanisme perencanaan dan penganggaran yang memprihatinkan di
Polresta Malang tersebut sangat merugikan negara pada umumnya dan Polri
pada khususnya sehingga perlu ditempuh upaya-upaya guna memperbaikinya
melalui suatu sistem yang baik dan tepat. Dalam perbaikan dimaksud
diperlukan good will dari setiap elemen terkait di tubuh Polri, terutama pihak-
pihak yang berkompeten dalam perencanaan dan penganggaran tersebut.
Apabila perencanaan dan penganggaran kegiatan penyelidikan dan
penyidikan telah terlaksana dengan baik dan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan, maka niscaya Polri akan mampu mencapai
kepercayaan masyarakat dan terwujud pula transparansi yang dicanangkan
melalui program Quick Wins.
Jakarta, 25 Februari 2010
Penulis
HANDIK ZUSENNO. MHS. 6877
14
DAFTAR PUSTAKA
1. Karyoso, Manajemen Perencanaan dan Penganggaran, PTIK Press dan CV
Restu Agung, Jakarta, 2005.
2. Wibowo, Manajemen Kinerja, Rajawali Press, Jakarta, 2007.
3. Soefihara, Endin AJ., Reformasi Pengelolaan Anggaran Negara : Sistem
Penganggaran Berbasis Kinerja, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta,
2005.
4. http://www.governanceindonesia.com/index2.php?option=com_content&dopdf=
1&id=74, diakses pada tanggal 24 Februari 2010.
5. Do Media, Efektivitas Iklan Partai Dalam Pemilu 2009 Pada Media Masa,
diakses dari situs : http://dumadimengguggat.blogspot.com/, pada
tanggal 24 Februari 2010.
15