standar penggunaan obat pneumonia

39
TUGAS TERSTRUKTUR FARMASI RUMAH SAKIT Karakteristik Pneumonia dan Standar Penggunaan Obat KELAS : B NO. ABSEN : 26 NAMA : MICHIKO TANADI NPM : 2014001246 PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER 1

Upload: michiko-fujiwara-tanadi

Post on 14-Sep-2015

75 views

Category:

Documents


13 download

DESCRIPTION

FRS

TRANSCRIPT

TUGAS TERSTRUKTURFARMASI RUMAH SAKITKarakteristik Pneumonia dan Standar Penggunaan Obat

KELAS: BNO. ABSEN: 26NAMA: MICHIKO TANADINPM: 2014001246

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKERFAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS PANCASILAJAKARTA2015A. DEFINISI / PENGERTIANPneumonia merupakan infeksi di ujung bronkhiol dan alveoli yang dapat disebabkan oleh berbagai patogen seperti bakteri, jamur, virus dan parasit. (1)Pneumonia adalah peradangan akut pada parenkim paru, bronkiolus respiratorius dan alveoli, menimbulkan konsolidasi jaringan paru sehingga dapat mengganggu pertukaran oksigen dan karbon dioksida di paru-paru. (2)Pneumonia adalah penyakit saluran napas bawah (lower respiratory tract (LRT)) akut, biasanya disebabkan oleh infeksi bermacam-macam dan diketahui ada sumber infeksi, dengan sumber utama bakteri, virus, mikroplasma, jamur, berbagai senyawa kimia maupun partikel. (3). Penyakit ini dapat terjadi pada semua umur, walaupun manifestasi klinik terparah muncul pada anak, orang tua dan penderita penyakit kronis.

Gambar 1 Keadaan pneumonia pada pasien (13)umonia pada pasien

B. ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI1. EtiologiPneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme, yaitu bakteri, virus, jamur dan protozoa. Dari kepustakaan pneumonia komuniti yang diderita oleh masyarakat luar negeri banyak disebabkan bakteri Gram positif, sedangkan pneumonia di rumah sakit banyak disebabkan bakteri Gram negatif sedangkan pneumonia aspirasi banyak disebabkan oleh bakteri anaerob (1,4). Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme yaitu bakteri, virus, jamur, dan protozoa. Tabel 1 memuat daftar mikroorganisme dan masalah patologis yang menyebabkan pneumonia (3). Tabel 1- Mikroba penyebab pneumonia (3)

2. Patofisiologi (1,3,4)Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroornagisme di paru. Keadaan ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Masuknya mikroorganisme ke saluran napas dan paru dapat melalui berbagai cara: 1. Inhalasi langsung dari udara 2. Aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring 3. Perluasan langsung dari tempat-tempat lain 4. Penyebaran secara hematogen Apabila terjadi ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dapat berkembang biak dan menimbulkan penyakit. Resiko infeksi di paru sangat tergantung pada kemampuan mikroorganisme untuk sampai dan merusak permukaan epitel saluran napas. Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan : 1. Inokulasi langsung 2. Penyebaran melalui pembuluh darah 3. Inhalasi bahan aerosol 4. Kolonisasi dipermukaan mukosa Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah secara Kolonisasi. Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 -2,0 m melalui udara dapat mencapai bronkus terminal atau alveol dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dari sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur (50 %) juga pada keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat (drug abuse).Sekresi orofaring mengandung konsentrasi bakteri yang tinggi 108-10/ml, sehingga aspirasi dari sebagian kecil sekret (0,001 - 1,1 ml) dapat memberikan titer inokulum bakteri yang tinggi dan terjadi pneumonia. Pada pneumonia mikroorganisme biasanya masuk secara inhalasi atau aspirasi. Umumnya mikroorganisme yang terdapat disaluran napas bagian atas sama dengan di saluran napas bagian bawah, akan tetapi pada beberapa penelitian tidak di temukan jenis mikroorganisme yang sama.Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan reaksi radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN dan diapedesis eritrosit sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum terbentuknya antibodi. Sel-sel PMN mendesak bakteri ke permukaan alveoli dan dengan bantuan leukosit yang lain melalui psedopodosis sitoplasmik mengelilingi bakteri tersebut kemudian dimakan. Pada waktu terjadi peperangan antara host dan bakteri maka akan tampak 4 zona pada daerah parasitik terset yaitu :1. Zona luar : alveoli yang tersisi dengan bakteri dan cairan edema. 2. Zona permulaan konsolidasi : terdiri dari PMN dan beberapa eksudasi sel darah merah. 3. Zona konsolidasi yang luas : daerah tempat terjadi fagositosis yang aktif dengan jumlah PMN yang banyak.4. Zona resolusi : daerah tempat terjadi resolusi dengan banyak bakteri yang mati, leukosit dan alveolar makrofag. Red hepatization ialah daerah perifer yang terdapat edema dan perdarahan 'Gray hepatization' ialah konsolidasi yang luas.

C. KLASIFIKASI (1,3,4)1. Berdasarkan klinis dan epidemiologisa. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)Pneumonia yang didapatkan di masyarakat yaitu terjadinya infeksi di luar lingkungan rumah sakit. Infeksi LRT yang terjadi dalam 48 jam setelah dirawat di rumah sakit pada pasien yang belum pernah dirawat di rumah sakit selama > 14 harib. Pneumonia nosokomial (hospital-acqiured pneumonia/ nosocomial pneumonia)Pneumonia yang terjadi selama atau lebih dari 48 jam setelah masuk rumah sakit. Jenis ini didapat selama penderita dirawat di rumah sakit. Hampir 1% dari penderita yang dirawat di rumah sakit mendapatkan pneumonia selama dalam perawatannya. Demikian pula halnya dengan penderita yang dirawat di ICU, lebih dari 60% akan menderita pneumonia.c. Pneumonia aspirasiInfeksi oleh bakteroid dan organisme anaerob lain setelah aspirasi orofaringeal dan cairan lambung. Pneumonia jenis ini biasa didapat pada pasien dengan status mental terdepresi, maupun pasien dengan gangguan refleks menelan.d. Pneumonia pada penderita Immunocompromisedpasien dengan penekanan sistem imun (misalnya steroid, kemoterapi, HIV) mudah mengalami infeksi oleh virus, jamur, dan mikobakteri, selain organisme bakteria lain.e. Pneumonia rekurenDisebabkan organisme aerob dan aneorob yang terjadi pada fibrosis kistik dan bronkietaksis.Pembagian ini penting untuk memudahkan penatalaksanaan.2. Berdasarkan bakteri penyebab a. Pneumonia bakterial / tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa bakteri mempunyai tendensi menyerang sesorang yang peka, misalnya Klebsiella pada penderita alkoholik, Staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza.b. Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan Chlamydiac. Pneumonia virusd. Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama pada penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised)3. Berdasarkan predileksi infeksia. Pneumonia lobaris. Sering pada pneumania bakterial, jarang pada bayi dan orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen kemungkinan sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus misalnya : pada aspirasi benda asing atau proses keganasan b. Bronkopneumonia. Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada lapangan paru. Dapat disebabkan oleh bakteria maupun virus. Sering pada bayi dan orang tua. Jarang dihubungkan dengan obstruksi bronkusc. Pneumonia interstisial

D. FAKTOR RESIKO (3,5,6,7)Faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan peningkatan risiko pneumonia antara lain:1. Usia > 65 tahun dan usia < 5 tahunResiko terjadinya infeksi dengan Drug Resistant Streptococcus Pneumoniae (DRSP) juga meningkat pada usia < 5 tahun dan >65 tahun.2. Penyakit komorbidInsidensi meningkat pada orang dengan penyakit komorbid. Penyakit-penyakit tersebut diantaranya Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD), diabetes mellitus, insufisiensi renal, Congestive Heart Failure (CHF), penyakit jantung koroner, keganasan, penyakit neurologik kronik, penyakit hati kronik. Pada penyakit kardiopulmoner beresiko terjadinya infeksi oleh bakteri gram negatif. Pseudomonas aeruginosa berisiko terjadi pada penyakit-penyakit paru strukutral seperti bronkiektasis.3. Imunosupresi (misalnya obat-obatan, HIV)Adanya penyakit, obat-obatan dan makanan yang bersifat imunosupresi (menekan sistem imun) menyebabkan tubuh seseorang semakin rentan terinfeksi oleh mikroba penyebab pneumonia.4. Ketergantungan alkoholEfek samping alkohol berpengaruh pada beberapa system pertahanan dalam saluran pernafasan. Alkohol menyebabkan kolonisasi bakteri gram negatif pada orofaring, mengganggu refleks batuk, merubah gerak menelan, dan transport mukosiliar. Alkohol juga mengganggu fungsi limfosit, neutrofil, monosit, dan makrofag alveolar. Faktor-faktor tersebut menyebabkan penurunan bersihan bakteri dari jalan nafas pasien. Legionella pneumophila lebih sering terjadi pada pemabuk berat.5. Penyakit virus yang baru terjadi (misalnya influenza)6. MalnutrisiKerentanan terhadap infeksi meningkat dengan adanya fenomena akibat malnutrisi seperti penurunan kadar sekresi IgA, suatu kegagalan pengerahan makrofag, dan perubahan pada imunitas seluler. Sehingga frekuensi kolonisasi saluran nafas oleh bakteri gram negatif meningkat pada pasien dengan malnutrisi, dan kejadian pneumonia berat meningkat.7. Pascaoperasi / lama tinggal di rumah sakit8. Adanya penyakit paru yang menyertai9. Lingkungan (merokok, pekerjaan dan gaya hidup)Merokok mempengaruhi transport mukosilier, pertahanan humoral dan seluler, dan fungsi sel epitel dan meningkatkan perlekatan Streptococcus pneumoniae dan Haemophylus influenzae kepada epitel orofaring. Lebih dari itu merokok merupakan predisposisi terjadinya infeksi yang disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae, Haemophylus influenzae, dan Legionella pneumophilla.

E. GEJALA KLINIS Gejala dan tanda klinis pneumonia bervariasi tergantung mikroba pneyebab, usia pasien, status imunologis pasien dan beratnya penyakit. Manifestasi klinis bisa berat yaitu sesak, sianosis, dapat juga gejalanya tidak terlihat jelas seperti pada neonatus. Gejala dan tanda pneumonia dapat dibedakan menjadi gejala umum infeksi (non spesifik), gejala pulmonal, pleural dan ekstrapulmonal. Gejala non spesifik meliputi demam, menggigil, sefalgia dan gelisah.Gejala khas adalah demam, menggigil, berkeringat, batuk (baik non produktif atau produktif atau menghasilkan sputum berlendir, purulen, atau bercak darah), sakit dada karena pleuritis dan sesak. Pada pasien dengan pneumonia, keluhan batuk biasanya timbul mendadak dan tidak berkurang setelah meminum obat batuk yang biasanya tersedia di pasaran. Pada awalnya keluhan batuk yang tidak produktif, tapi selanjutnya akan berkembang menjadi batuk produktif dengan mucus purulen kekuning-kuningan, kehijau-hijauan, dan seringkali berbau busuk. Gejala umum lainnya adalah pasien lebih suka berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri dada. Pada pasien muda atau tua dan pneumonia atipikal (misalnya Mycoplasma), gambaran nonrespirasi (misalnya konfusi, ruam, diare) dapat menonjol. (3)

F. DIAGNOSIS (1,3)Pneumonia didiagnosis berdasarkan tanda klinik dan gejala, hasil pemeriksaan laboratorium dan mikrobiologis, evaluasi foto x-ray dada. Gambaran adanya infiltrate dari foto x-ray merupakan standar yang memastikan diagnosis. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya leukositosis dengan shift to the left. Sedangkan evaluasi mikrobiologis dilaksanakan dengan memeriksa kultur sputum (ada kemungkinan terkontaminasi dengan koloni saluran pernapasan bagian atas). Pemeriksaan mikrobiologis lainnya yang lazim dipakai adalah kultur darah, khususnya pada pasien dengan pneumonia yang fulminan, serta pemeriksaan Gas Darah Arteri (Blood Gas Arterial) yang akan menentukan keparahan dari pneumonia dan apakah perlu-tidaknya dirawat di ICU. 1. Gambaran klinis a. Anamnesis Gambaran klinik biasanya ditandai dengan demam, menggigil, suhu tubuh meningkat dapat melebihi 40C, batuk dengan dahak mukoid atau purulen kadang-kadang disertai darah, sesak napas dan nyeri dada.b. Pemeriksaan fisik Temuan pemeriksaan fisis dada tergantung dari luas lesi di paru. Pada inspeksi dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas, pasa palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronkial yang mungkin disertai ronki basah halus, yang kemudian menjadi ronki basah kasar pada stadium resolusi. 2. Pemeriksaan penunjang a. Gambaran radiologis Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai konsolidasi Foto toraks saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya gambaran pneumonia lobaris tersering disebabkan oleh Steptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa sering memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia sedangkan Klebsiela pneumonia sering menunjukkan konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat mengenai beberapa lobus.

Gambar 2 Perbandingan foto radiologi paru normal (kiri) dan paru terinfeksi pneumonia (kanan) (13)b. Pemeriksaan labolatorium Pada pemeriksaan labolatorium terdapat peningkatan jumlah leukosit, biasanya lebih dari 10.000/l kadang-kadang mencapai 30.000/l, dan pada hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur darah dapat positif pada 20- 25% penderita yang tidak diobati. Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia dan hikarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.

G. KOMPLIKASI (3)Komplikasi yang dihasilkan dari pneumonia antara lain:1. Pneumonia ekstrapulmoner, pneumonia pneumokokus dengan bakteriemia. 2. Pneumonia ekstrapulmoner non infeksius gagal ginjal, gagal jantung, emboli paru dan infark miokard akut.3. ARDS ( Acute Respiratory Distress Syndrom) 4. Komplikasi lanjut berupa pneumonia nosokomial 5. Sepsis 6. Gagal pernafasan, syok, gagal multiorgan 7. Penjalaran infeksi (abses otak, endokarditis) 8. Abses paru 9. Efusi pleura

H. PENATALAKSANAAN (1,4,7)1. PengobatanPengobatan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif. Pemberian antibiotik pada penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan data mikroorganisme dan hasil uji kepekaannya, akan tetapi karena beberapa alasan yaitu: a. Penyakit yang berat dapat mengancam jiwa b. Bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab pneumonia.c. Hasil pembiakan bakteri memerlukan waktu, maka pada penderita pneumonia dapat diberikan terapi secara empiris1) Terapi antibiotika awalTerapi ini menggambarkan tebakan terbaik berdasarkan pada klasifikasi pneumonia dan kemungkinan organisme, karena hasil mikrobiologis tidak tersedia selama 12-72 jam. Tetapi disesuaikan bila ada hasil dan sensitivitas antibiotika. 2) Tindakan suportifMeliputi oksigen untuk mempertahankan PaO2 > 8 kPa (SaO2 38C (aksila) / riwayat demam Pemeriksaan fisis : ditemukan tanda-tanda konsolidasi, suara napas bronkial dan ronki Leukosit > 10.000 atau < 4500

Penilaian derajat kerahan penyakit pneumonia komuniti dapat dilakukan dengan menggunakan sistem skor menurut hasil penelitian Pneumonia Patient Outcome Research Team (PORT) seperti tabel di bawah ini :

Tabel 2 Tabel Sistem skor pada pneumonia komuniti berdasarkan PORT (4)

Menurut ATS kriteria pneumonia berat bila dijumpai 'salah satu atau lebih' kriteria di bawah ini:1. Kriteria minor: Frekuensi napas > 30/menit Pa02/FiO2kurang dari 250 mmHg Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus Tekanan sistolik < 90 mmHg Tekanan diastolik < 60 mmHg 2. Kriteria mayor adalah sebagai berikut : Membutuhkan ventilasi mekanik Infiltrat bertambah > 50% Membutuhkan vasopresor > 4 jam (septik syok) Kreatinin serum > 2 mg/dl atau peningkatan > 2 mg/dI, pada penderita riwayat penyakit ginjal atau gagal ginjal yang membutuhkan dialisis Berdasar kesepakatan PDPI, kriteria yang dipakai untuk indikasi rawat inap pneumonia komuniti adalah : 1. Skor PORT lebih dari 70 2. Bila skor PORT kurang < 70 maka penderita tetap perlu dirawat inap bila dijumpai salah satu dari kriteria dibawah ini. Frekuensi napas > 30/menit Pa02/FiO2 kurang dari 250 mmHg Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus Tekanan sistolik < 90 mmHg Tekanan diastolik < 60 mmHg3. Pneumonia pada pengguna NAPZAPenderita yang memerlukan perawatan di Ruang Rawat Intensif adalah penderita yang mempunyai paling sedikit 1 dari 2 gejala mayor tertentu (membutuhkan ventalasi mekanik dan membutuhkan vasopressor > 4 jam [syok septik]) atau 2 dari 3 gejala minor tertentu (Pa02/FiO2 kurang dari 250 mmHg, foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral, dan tekanan sistolik < 90 mmHg). Penatalaksanaan pneumionia komuniti dibagi menjadi: a. Penderita rawat jalan Pengobatan suportif / simptomatik Istirahat di tempat tidur Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi Bila panas tinggi perlu dikompres atau minum obat penurun panas Bila perlu dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran Pemberian antiblotik harus diberikan (sesuai bagan) kurang dari 8 jamb. Penderita rawat inap di ruang rawat biasa Pengobatan suportif / simptomatik Pemberian terapi oksigen Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik Pengobatan antibiotik harus diberikan (sesuai bagan) kurang dari 8 jam c. Penderita rawat inap di Ruang Rawat Intensif Pengobatan suportif / simptomatik Pemberian terapi oksigen Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik Pengobatan antibiotik (sesuai bagan.) kurang dari 8 jam Bila ada indikasi penderita dipasang ventilator mekanik

Gambar 3 Alur tatalaksana pneumonia komuniti (4)

Setelah dokter menetapkan perlu diberikannya antibiotika kepada pasien, cara berikutnya adalah memilih antibiotika, serta menentukan dosis dan cara pemberian. Dalam memilih antibiotika yang tepat harus dipertimbangkan faktor sensitivitas bakterinya terhadap antibiotika, keadaan tubuh hospes, dan faktor biaya pengobatan (10). Untuk mengetahui kepekaan mikroba terhadap antibiotika secara pasti perlu dilakukan pembiakan kuman penyebab infeksi, yang diikuti dengan uji kepekaan. Bahan biologik dari hospes untuk pembiakan, diambil sebelum pemberian antibiotika. Setelah pengambilan bahan tersebut, terutama dalam keadaan penyakit infeksi yang berat, terapi dengan antibiotika dapat dimulai dengan memilih antibiotika yang tepat berdasarkan gambaran klinik pasien. Dalam praktek sehari-hari tidak mungkin melakukan pemeriksaan biakan pada setiap terapi penyakit infeksi. Bila dapat diperkirakan kuman penyebab dan pola kepekaannya, dapat dipilih antibiotika yang tepat. Bila dari hasil uji kepekaan ternyata pilihan antibiotika semula tadi tepat serta gejala klinik jelas membaik dapat dilanjutkan terus dengan menggunakan antibiotika tersebut. Dalam hal hasil uji sensitivitas menunjukkan ada antibiotika yang lebih efektif, sedangkan dengan antibiotika semula gejala klinik penyakit menunjukkan perbaikan-perbaikan yang meyakinkan, antibiotika semula tersebut sebaiknya dilanjutkan. Tetapi bila hasil perbaikan klinik kurang memuaskan, antibiotika yang diberikan semula dapat diganti dengan yang lebih tepat, sesuai dengan hasil uji sensitivitas (10).

Tabel 4 Terapi empirik pada CAP (4)

Bila dengan pengobatan secara empiris tidak ada perbaikan / memburuk selama 24 - 72 jam maka pengobatan disesuaikan dengan bakteri penyebab dan uji sensitivitas serta harus meninjau kernbali diagnosis, faktor-faktor penderita, obat-obat yang telah diberikan dan bakteri penyebabnya, seperti dapat dilihat pada gambar.

Gambar 4 Evaluasi pengobatan empirik pada pasien pneumonia (4)

Pada infeksi berat seringkali harus segera diberikan antibiotika sementara sebelum diperoleh hasil pemeriksaan mikrobiologik. Pemilihan ini harus didasarkan pada pengalaman empiris yang rasional berdasarkan perkiraan etiologi yang paling mungkin serta antibiotika terbaik untuk infeksi tersebut. Memilih antibiotika yang didasarkan pada luas spektrum kerjanya, tidak dibenarkan karenahasil terapi tidak lebih unggul daripada hasil terapi dengan antibiotika berspektrum sempit, sedangkan superinfeksi lebih sering terjadi dengan antibiotika berspektrum luas (10).

Tabel 5 Tabel penatalaksanaan antibiotik pasca uji jenis (1)

Pilihan antibiotika yang disarankan pada pasien dewasa adalah golongan makrolida atau doksisiklin atau fluoroquinolon terbaru (8,9). Namun untuk dewasa muda yang berusia antara 17-40 tahun pilihan doksisiklin lebih dianjurkan karena mencakup mikroorganisme atypical yang mungkin menginfeksi. Untuk bakteri Streptococcus pneumoniae yang resisten terhadap penicillin direkomendasikan untuk terapi beralih ke derivat fluoroquinolon terbaru. Sedangkan untuk CAP yang disebabkan oleh aspirasi cairan lambung pilihan jatuh pada amoksisilin-klavulanat. Golongan makrolida yang dapat dipilih mulai dari eritromisin, claritromisin serta azitromisin. Eritromisin merupakan agen yang paling ekonomis, namun harus diberikan 4 kali sehari. Azitromisin ditoleransi dengan baik, efektif dan hanya diminum satu kali sehari selama 5 hari, memberikan keuntungan bagi pasien. Sedangkan klaritromisin merupakan alternatif lain bila pasien tidak dapat menggunakan eritromisin, namun harus diberikan dua kali sehari selama 10-14 hari.Untuk terapi yang gagal dan tidak disebabkan oleh masalah kepatuhan pasien, maka disarankan untuk memilih antibiotika dengan spektrum yang lebih luas. Kegagalan terapi dimungkinkan oleh bakteri yang resisten khususnya terhadap derivat penicillin, atau gagal mengidentifikasi bakteri penyebab pneumonia.

1. TINJAUAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIKa. Golongan BetalaktamAntibiotika ini dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok penisilin dan sefalosporin.3) Kelompok PenisilinPenisillin bersifat bakterisid dan bekerja dengan cara menghambat sintesis dnding sel. Efek samping yang terpenting adalah reaksi yang dapat menimbulkan urtikaria, dan kadang-kadang reaksi analfilaksis dapat menjadi fatal (5).4) Kelompok SefalosporinSefalosporin merupakan antibiotika betalaktam dengan struktur, khasiat, dan sifat yang banyak mirip penisilin, tetapi dengan keuntungan-keuntungan antara lain spektrum antibakterinya lebih luas tetapi tidak mencakup enterococci dan kuman-kuman anaerob serta resisten terhadap penisilinase, tetapi tidak efektif terhadap Staphylococcus yang resisten terhadap metisilin (5,12).Berdasarkan sifat farmakokinetika, sefalosporin dibedakan menjadi dua golongan. Sefaleksim, sefaklor, dan sefadroksil dapat diberikan per oral karena diabsorpsi melalui saluran cerna. Sefalosporin lainnya hanya dapat diberikan parenteral. Sefalotin dan sefapirin umumnya diberikan secara i.v. karena menimbulkan iritas pada pemberian i.m. Beberapa sefalosporin generasi ketiga misalnya mosalaktam, sefotaksim, seftizoksim, dan seftriakson mencapai kadar tinggi dalam cairan serebrospinal, sehingga bermanfaat untuk pengobatan meningitis purulenta. Kebanyakan sefalosporin dieskresi dalam bentuk utuh ke urin, kecuali sefoperazon yang sebagian besar dieskresi melalui empedu. Oleh karena itu dosisnya harus disesuaikan pada pasien gangguan fungsi ginjal (5). Reaksi alergi merupakan efek samping yang paling sering terjadi. Reaksi anafiilaksis dengan spasme bronkus dan urtikaria dapat terjadi. Reaksi silang biasanya terjadi pada pasien dengan alergi penisilin berat, sedangkan pada alergi penisilin yang ringan dan sedang kemungkinannya kecil. Sefalosporin merupakan zat yang nefrotoksik, walaupun jauh kurang toksis dibandingkan dengan aminoglikosida.

Tabel 6 Penggunaan Sefalosporin pada terapi antibiotik (1)

b. Golongan MakrolidKelompok antibiotika ini terdiri dari eritromisin dengan derivatnya klaritromisin, roksitromisin, azitromisin, dan diritromisin. Semua makrolida diuraikan dalam hati, sebagian oleh sistem enzim oksidatif sitokrom-P450 menjadi metabolit inaktif. Efek samping yang terpenting adalah pengaruhnya bagi lambung-usus berupa diare, nyeri perut, nausea, dan kadang-kadang muntah, yang terutama terlihat pada eritromisin akibat penguraiannya oleh asam lambung. Eritromisin pada dosis tinggi dapat menimbulkan ketulian yang reversibel. Semua makrolida dapat mengganggu fungsi hati, yang tampak sebagai peningkatan nilai-nilai enzim tertentu dalam serum (5,12).

c. Golongan aminoglikosidaAminoglikosida bersifat bakterisid berdasarkan dayanya untuk menembus dinding bakteri dan mengikat diri pada ribosom di dalam sel. Proses translasi (RNA dan DNA) diganggu sehingga biosintesis proteinnya dikacaukan. Spektrum kerjanya luas yaitu aktif terhadap bakteri gram positif dan gram negatif. Yang termasuk ke dalam golongan ini adalah streptomisin, gentamisin, amikasin, kanamisin, neomisin, dan paramomisin (11).d. Golongan QuinolonGolongan quinolon merupakan antimikrobial oral memberikan pengaruh yang dramatis dalam terapi infeksi. Dari prototipe awal yaitu asam nalidiksat berkembang menjadi asam pipemidat, asam oksolinat, cinoksacin, norfloksacin. Generasi awal mempunyai peran dalam terapi gram-negatif infeksi saluran kencing. Generasi berikutnya yaitu generasi kedua terdiri dari pefloksasin, enoksasin, ciprofloksasin, sparfloksasin, lomefloksasin, fleroksasin dengan spektrum aktivitas yang lebih luas untuk terapi infeksi community-acquired maupun infeksi nosokomial. Mekanisme kerja golongan quinolon secara umum adalah dengan menghambat DNA-gyrase. Aktivitas antimikroba secara umum meliputi, Enterobacteriaceae, P. aeruginosa, srtaphylococci, enterococci, streptococci. Aktivitas terhadap bakteri anaerob pada generasi kedua tidak dimiliki. Demikian pula dengan generasi ketiga quinolon seperti levofloksasin,gatifloksasin, moksifloksasin. Aktivitas terhadap anaerob seperti B. fragilis, anaerob lain dan Gram-positif baru muncul pada generasi keempat. (1)e. Golongan Florokuinolon1) KloramfenikolBerkhasiat bakteriostatik terhadap hampir semua kuman gram-positif dan sejumlah kuman gram-negatif, juga terhadap Chlamydia trachomatis dan Mycoplasma. Bekerja bakterisid terhadap S. pneumonia, dan H. influenzae. Mekanisme kerjanya berdasarkan perintangan sintesis polipeptida kuman. Resorpsinya dari usus cepat dan lengkap dengan bioavaibilitas 75-90%. Ikatan dengan protein plasma lebih kurang 50% , t nya rata-rata 3 jam. Dalam hati 90% zat ini dirombak menjadi glukuronida inaktif. Eksresinya melaui ginjal, terutama sebagai metabolit inaktif dan lebih kurang 10% secara utuh. Efek samping umum berupa gangguan lambung-usus, neuropati optis dan perifer, radang lidah dan mukosa mulut. Tetapi yang sangat berbahaya adalah depresi sumsum tulang yang dapat berwujud dalam bentuk anemia (5,11).2) VankomisinBerkhasiat bakterisid terhadap kuman Gram-positif aerob dan anaerob termasuk Staphylococcus yang resistensi terhadap metisilin. Daya kerjanya berdasarkan penghindaran pembentukan peptidoglikan. Penting sekali sebagai antibiotika terakhir pada infeksi parah jika antibiotika yang lain tidak ampuh lagi. Obat ini juga digunakan bila terdapat alergi untuk penisilin/sefalosporin. Resorpsinya dari usus sehat sangat buruk, tetapi lebih baik pada enteris. Vankomisin mempunyai t nya 5-11 jam. Eksresinya berlangsung 80% melalui kemih. Efek sampingnya berupa gangguan fungsi ginjal, terutama pada penggunaan lama dosis tinggi, juga neuropati perifer, reaksi alergi kulit, mual, dan demam. Kombinasinya dengan aminoglikosida meningkatkan risiko nefro dan ototoksisitas. Dosis untuk infeksi parah i.v. (infuse) 1 g dalam 200 ml larutan NaCl 0,9% (atau glukosa 5%) setiap 12 jam dengan jangka waktu minimal 2 jam (5).3) DoksisiklinDerivat long-acting ini berkhasiat bakteriostastik terhadap kuman yang resisten terhadap tetrasiklin atau penisilin. Resorpsinya dari usus hampir lengkap. Bioavaibilitasnya tidak dipengaruhi oleh makanan atau susu seperti tetrasiklin, namun tidak boleh dikombinasi dengan logam berat (besi, aluminium, dana bismuth). Doksisiklin mempunyai t yang panjang (14-17 jam), sekali sehari 100 mg setelah dimulai, dengan loading dose 200 mg. Efek samping dapat mengakibatkan borok kerongkongan bila ditelan dalam keadaan berbaring atau dengan terlampau sedikit air( 5,11).

2. TINJAUAN TERAPI SUPORTIFa. Analgesik AntipiretikObat ini seringkali digunakan untuk mengurangi gejala letargi, malaise, demam terkait infeksi pernapasan. (1)b. Mukolitik Mukolitik merupakan obat yang dipakai untuk mengencerkan mukus yang kental, sehingga mudah dieskpektorasi. Perannya sebagai terapi tambahan pada pneumonia. Pada bronchitis kronik terapi dengan mukolitik hanya berdampak kecil terhadap reduksi dari eksaserbasi akut, namun berdampak reduksi yang signifikan terhadap jumlah hari sakit pasien. Agen yang banyak dipakai adalah Acetylcystein yang dapat diberikan melalui nebulisasi maupun oral. Mekanisme kerja adalah dengan cara membuka ikatan gugus sulfidril pada mucoprotein sehingga menurunkan viskositas mukus. (1)

DAFTAR PUSTAKA1. Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik DirJen BINFAR. Pharmaceutical Care pada Penyakit infeksi Pernapasan. 2005. Jakarta: DepKes RI2. Dahlan Zul. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi II, Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 20003. Jeremy P. 2007. At Glance Sistem Respirasi. Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga Medical Series. Hal. 76-77.4. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pneumonia Komuniti Pedoam Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia . 2013. Jakarta.5. Sukandar EY. 2008. ISO Farmakoterapi. Jakarta: PT ISFI Penerbitan6. Hartati S. 2011. Analisis Faktor resiko yang Berhubungan dengan Kejadian Pneumonia pada Anak Balita di RSUD Pasar Rebo Jakarta. Fakultas Ilmu Keperawatan UI: Jakarta.7. Misnadirly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia pada Anak Balita, Orang Dewasa, Usia Lanjut. Jakarta: Pustaka Popular Obor. Hal. 55-58. 8. Abramowicz Mark.Handbook of Antimicrobial Therapy.16th ed. The Medical Letter.New York.2002: 34-35. 9. Douglas JG et al. Respiratory Disease. Averys Drug Treatment. 4th ed. Auckland;1997:1039. 10. Gunawan, S.G., Setiabudy, R., Nafrialdi. dan Elysabeth., Farmakologi dan Terapi Edisi V. 2007. Jakarta: Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.11. Tjay, T.H. & Rahardja, K. Obat- Obat Penting. 2007. Jakarta: PT Elex Media Komputindo 12. American thoracic society. Guidelines for management of adults with community-acquired pneumonia. Diagnosis, assessment of severity, antimicrobial therapy, and prevention. Am J Respir Crit.Care Med 2012; 163: 1730-54.13. www.google.co.id , dikases pada 31 Mei 2015.14. WHO 2010 Pneumonia, Sumber : http://www.who.int/mediacentre/, diakses tanggal 31 Mei 2015 .26