status ujian yasar
DESCRIPTION
nTRANSCRIPT
BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR
BPK RSUZA BANDA ACEH
BAB I
PENDAHULUAN
Angka prevalensi PJK tidak setinggi penyakit lain seperti penyakit infeksi,
Namun, walaupun demikian PJK masih dianggap sebagai penyumbang angka
kematian tertinggi di Indonesia.1 Sindroma koroner akut merupakan salah satu
subset akut dari penyakit jantung koroner (PJK) dan saat ini telah menempati
angka prevalensi 7,2 % pada tahun 2007 di Indonesia (data Riskesdas 2007).
Sindroma koroner akut (SKA) adalah istilah yang digunakan untuk kumpulan
simptom yang muncul akibat iskemia miokard akut. SKA yang terjadi akibat
infark otot jantung disebut infark miokard. Termasuk di dalam SKA adalah
unstable angina pektoris, infark miokard non elevasi segmen ST (Non STEMI),
dan infark miokard elevasi segmen ST (STEMI).2 ST elevation myocardial
infarction (STEMI) merupakan salah satu spektrum sindroma koroner akut yang
paling berat. Strategi pengobatan STEMI sangat berkaitan dengan masa awitan
(time onset) dan memerlukan pendekatan yang berbeda di masing-masingsenter
pelayanan kardiovaskular demi mendapatkan tatalaksana yang tepat, cepat dan
agresif.3
Diagnosis infark miokard didasarkan atas diperolehnya dua atau lebih dari
3 kriteria, yaitu adanya nyeri dada, perubahan gambaran elektrokardiografi (EKG)
dan peningkatan pertanda biokimia. Sakit dada terjadi lebih dari 20 menit dan tak
ada hubungan dengan aktifitas atau latihan. Gambaran EKG yang khas yaitu
timbulnya gelombang Q yang besar, elevasi segmen ST dan inversi gelombang T.4
Pada nekrosis otot jantung, protein intraseluler akan masuk dalam ruang
interstitial dan masuk ke sirkulasi sistemik melalui mikrovaskuler lokal dan aliran
limfatik.5 Protein-protein intraseluler ini meliputi aspartate aminotransferase
(AST), lactate dehydrogenase, creatine kinase isoenzyme MB (CK-MB),
mioglobin, carbonic anhydrase III (CA III), myosin light chain (MLC) dan
cardiac troponin I dan T (cTnI dan cTnT).6 Peningkatan kadar serum protein-
protein ini mengkonfirmasi adanya infark miokard.7
Apabila arteri koronaria yang utama tersumbat, maka akan terjadi infark
transmural yang mana kerusakan jaringannya mengenai seluruh dinding miokard.
1
BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR
BPK RSUZA BANDA ACEH
Pada EKG tampak ST-segmen elevasi dan gelombang Q-patologis yang disebut
ST-segmen elevasi Miokard Infark (STEMI). Apabila hanya cabang profunda
yang tersumbat, atau mungkin tidak tersumbat namun tiba-tiba terjadi peningkatan
konsumsi oksigen yang hebat, maka kerusakan miokard hanya terbatas pada
subendokard. Pada EKG tidak tampak gelombang Q-patologis dan ST-elevasi
yang disebut Non ST-elevasi Miokard Infark (NSTEMI).8
Istilah NSTEMI digunakan pada penderita dengan nyeri dada khas infark
dengan bukti adanya kerusakan miokard tanpa elevasi ST-segmen. Dengan
bertambah luasnya miokard maka NSTEMI dapat berubah menjadi STEMI.
NSTEMI lebih sering menyebabkan kematian dibanding STEMI karena kadang-
kadang tidak terdiagnosis pada saat pasien masuk rumah sakit.8
2
BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR
BPK RSUZA BANDA ACEH
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi dan Klasifikasi
Infark miokard akut (IMA) adalah nekrosis miokard akibat aliran darah ke
otot jantung terganggu sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk
memenuhi kebutuhanmetabolisme jaringan sehingga berakibat adanya gangguan
pada organ-organ tubuh. Hal ini bisa disebabkan trombus arteri koroner oleh
ruptur plak yang dipermudah terjadinya oleh factor seperti hipertensi, merokok
dan hiperkolesterolemia. IMA dengan elevasi ST (ST elevation myocardial
infarction = STEMI) merupakan bagian dari spectrum sindrom koroner akut
(SKA) yang terdiri dari angina pectoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST, dan IMA
dengan elevasi ST.9
Istilah NSTEMI digunakan pada penderita dengan nyeri dada khas infark
dengan bukti adanya kerusakan miokard tanpa elevasi ST-segmen. Dengan
bertambah luasnya miokard maka NSTEMI dapat berubah menjadi STEMI.
NSTEMI lebih sering menyebabkan kematian diabnding STEMI karena kadang-
kadang tidak terdiagnosis pada saat pasien masuk rumah sakit. (peter karbo)
Klasifikasi berdasarkan Killip digunakan pada penderita infark miokard
akut,denganpembagian:
1. Derajat I : tanpa gagal jantung
2. Derajat II : Gagal jantung dengan ronki basah halus di basal paru, S3 galop dan
peningkatan tekanan vena pulmonalis
3. Derajat III : Gagal jantung berat dengan edema paru seluruh lapangan paru.
4. Derajat IV : Syok kardiogenik dengan hipotensi (tekanan darah sistolik _ 90
mmHg) dan vasokonstriksi perifer (oliguria, sianosis dan diaforesis).10
Ada dua tipe dasar infark miokard akut:
1. Transmural: terkait dengan aterosklerosis arteri koroner utama yang
melibatkan. Halpada anterior, posterior, inferior, lateral atau septum. Infark
transmural memperpanjang melalui seluruh ketebalan otot jantung dan biasanya
merupakan akibat dari kurangsuplai darah di daerah itu.
3
BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR
BPK RSUZA BANDA ACEH
2. Subendocardial: melibatkan area kecil di dinding subendocardial dari ventrikel
kiri,septum ventrikel, atau otot papiler. Infark Subendocardial dianggap akibat
dari suplai darah menurun secara lokal, mungkin dari penyempitan arteri koroner.
Daerah subendocardial adalah daerah terjauh dari suplai darah jantung dan lebih
rentan terhadap jenis patologi.11
2.2. Etiologi
Infark miokard terjadi oleh penyebab yang heterogen, antara lain:
1. Infark miokard tipe 1 : Infark miokard secara spontan terjadi karena ruptur
plak, fisura,atau diseksi plak aterosklerosis. Selain itu, peningkatan kebutuhan dan
ketersediaan oksigen dan nutrien yang inadekuat memicu munculnya infark
miokard. Hal-hal tersebut merupakan akibat dari anemia, aritmia dan hiper atau
hipotensi.
2. Infark miokard tipe 2 : Infark miokard jenis ini disebabkan oleh vaskonstriksi
dan spasme arteri yang menurunkan aliran darah miokard.
3. Infark miokard tipe 3 : Pada keadaan ini, peningkatan pertanda biokimiawi
tidak ditemukan. Hal ini disebabkan sampel darah penderita tidak didapatkan atau
penderita meninggal sebelum kadar pertanda biokimiawi sempat meningkat.
4.a. Infark miokard tipe 4a : Peningkatan kadar pertanda biokimiawi infark
miokard(contohnya troponin) 3 kali lebih besar dari nilai normal akibat
pemasangan percutaneous coronary intervention (PCI) yang memicu terjadinya
infark miokard.
4.b. Infark miokard tipe 4b : Infark miokard yang muncul akibat pemasangan stent
trombosis.
5. Infark miokard tipe 5 : Peningkatan kadar troponin 5 kali lebih besar dari nilai
normal.Kejadian infark miokard jenis ini berhubungan dengan operasi bypass
koroner.12
Abnormalitas kadar lipid serum yang merupakan faktor resiko adalah
hiperlipidemia. Hiperlipidemia adalah peningkatan kadar kolesterol atau
trigliserida serum di atas batas normal. The National Cholesterol Education
Program (NCEP) menemukan kolesterol LDL sebagaifaktor penyebab penyakit
jantung koroner. The Coronary Primary Prevention Trial (CPPT) memperlihatkan
4
BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR
BPK RSUZA BANDA ACEH
bahwa penurunan kadar kolesterol juga menurunkan mortalitas akibat infark
Miokard.13
Gambar 2.1. Tipe Infark Miokard sesuai kondisi arteri koroner12
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mmHg
atautekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg. Peningkatan tekanan darah sistemik
meningkatkan resistensi vaskuler terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri.
Akibatnya kerja jantung bertambah, sehingga ventrikel kiri hipertrofi untuk
meningkatkan kekuatan pompa. Bila proses aterosklerosis terjadi, maka
penyediaan oksigen untuk miokard berkurang. Tingginya kebutuhan oksigen
karena hipertrofi jaringan tidak sesuai dengan rendahnya kadar oksigen yang
tersedia.13
Merokok meningkatkan resiko terkena penyakit jantung kororner sebesar
50%. Seorangperokok pasif mempunyai resiko terkena infark miokard. Di Inggris,
sekitar 300.000 kematiankarena penyakit kardiovaskuler berhubungan dengan
rokok.2
Obesitas meningkatkan resiko terkena penyakit jantung koroner. Sekitar 25-
49% penyakit jantung koroner di negara berkembang berhubungan dengan
peningkatan indeks masa tubuh (IMT). Overweight didefinisikan sebagai IMT >
25-30 kg/m2 dan obesitas dengan IMT >30 kg/m2. Obesitas sentral adalah
obesitas dengan kelebihan lemak berada di abdomen. Biasanya keadaan ini juga
berhubungan dengan kelainan metabolik seperti peninggian kadar trigliserida,
5
BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR
BPK RSUZA BANDA ACEH
penurunan HDL, peningkatan tekanan darah, inflamasi sistemik, resistensi insulin
dan diabetes melitus tipe II.2
Risiko terkena infark miokard meningkat pada pasien yang mengkonsumsi
diet yang rendah serat, kurang vitamin C dan E, dan bahan-bahan polisitemikal.
Mengkonsumsi alkohol satu atau dua sloki kecil per hari ternyata sedikit
mengurangi resiko terjadinya infark miokard. Namun bila mengkonsumsi
berlebihan, yaitu lebih dari dua sloki kecil per hari, pasien memiliki peningkatan
resiko terkena penyakit.15
2.3. Patofisiologi
Seperti pada angina pektoris, patogenesis infark miokard akut (STEMI dan
Non-STEMI) juga disebabkan karena ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen di miokard akibat atherosklerosis atau plak.8
2.3.1 Proses terjadinya fissura dan ruptur plak
Infark Miokard akut dimulai dengan adanya ruptur plak arteri koroner,
aktivasi kaskade pembekuan dan platelet, pembentukan trombus, serta aliran
darah koroner yang mendadak berkurang. Hal ini terjadi pada plak koroner yang
kaya lipid dengan fibrous cap yang tipis (vulnerable plaque). Ini disebut fase
plaque disruption ‘disrupsi plak’. Setelah plak mengalami ruptur maka tissue
factor ‘faktor jaringan’ dikeluarkan dan bersama faktor VIIa membentuk tissue
factor VIIa complex mengaktifkan faktor X menjadi faktor Xa sebagai penyebab
terjadinya produksi trombin yang banyak.
2.3.2 Trombosis akut dan agregasi platelet
Adanya adhesi platelet, aktivasi, dan agregasi, menyebabkan pembentukan
trombus arteri koroner. Ini disebut fase acute thrombosis ‘trombosis akut’. Proses
inflamasi yang melibatkan aktivasi makrofage dan sel T limfosit, proteinases, dan
sitokin, menyokong terjadinya ruptur plak serta trombosis tersebut. Sel inflamasi
tersebut bertanggung jawab terhadap destabilisasi plak melalui perubahan dalam
antiadesif dan antikoagulan menjadi prokoagulan sel endotelial, yang
menghasilkan faktor jaringan dalam monosit sehingga menyebabkan ruptur plak.
2.3.3 Vasopasme arteri koroner
6
BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR
BPK RSUZA BANDA ACEH
Vasokonstriksi arteri koroner terjadi akibat disfungsi endotel ringan dekat
lesi atau respons terhadap lesi itu. Pada keadaan disfungsi endotel, faktor
konstriktor lebih dominan daripada faktor relaksator. Adanya vasospasme
episodik ini dapat mengubah plak arteri koroner yang sebelumnya stabil menjadi
tidak stabil yaitu terjadi ruptur intima, penetrasi makrofag dan agregasi trombosit.8
2.4. Manifestasi Klinis
Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala cardinal pasien IMA, seorang
dokter harus mampu mengenal nyeri dada angina dan mampu membedakan
dengan nyeri dada lainnya, karena gejala ini merupakan petanda awal dalam
pengelolaan pasien IMA. Sifat nyeri dada pada angina sebagai berikut :
Lokasi : substernal, retrosternal, dan prekordial.
Sifat nyeri : rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat,
seperti ditusuk, rasadiperas, dan dipelintir.
Penjalaran : biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah,
gigi, punggung/interskapula, perut, dan dapat juga ke lengan kanan.
Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat, atau obat nitrat.
Factor pencetus : latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah
makan.
Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin,
cemas dan lemas.
2.5. Diagnosis Banding
Beberapa penyakit dapat menyerupai kondisi seperti pada sindrom
koroner akut Non-STEMI16.
Gambar 2.2. Diagnosis banding ACS Non-STEMI14
7
BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR
BPK RSUZA BANDA ACEH
2.6. Diagnosis
1. Anamnesis
Pada pasien yang datang dengan keluhan nyeri dada perlu dianamnesis
apakah nyeri dadanya berasal dari jantung atau dari luar jantung. Perlu
dianamnesis apakah ada riwayat infark miokard sebelumnya serta factor-faktor
resiko antara lain hipertensi, diabetes mellitus, dislipidemia, merokok, stress serta
riwayat sakit jantung koroner pada keluarga.
2. Pemeriksaan fisis
Sebagian besar pasien cemas dan tidak bisa istirahat (gelisah). Seringkali
ekstremitas pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal > 30
menit dan banyak keringat. Sekitar seperempat pasien infark anterior mempunyai
manifestasi hiperaktivitas saraf simpatis (takikardia dan atau hipotensi) dan
hampir setengah pasien infark inferor menunjukkan hiperaktivitas parasimpatis
(bradikardia dan atau hipotensi). Bila telah terjadi komplikasi gagal jantung, maka
dapat ditemukan irama gallop (bunyi jantung ketiga) atau ronki basah. Bila terjadi
aritmia dan hipotensi, maka penderita mungkin tampak pucat dan berkeringat
dingin.8
3. Pemeriksaan penunjang
a. Elektrokardiogram
Pemeriksaan EKG 12 sadapan harus dilakukan pada pasien dengan keluhan
nyeri dada atau keluhan yang dicurigai STEMI. Rekaman listrik jantung
merupakan langkah diagnosis awal yang membedakan kedua kelompok sindrom
koroner akut yang mempunyai pendekatan terapi berbeda. Jika terjadi peningkatan
segmen ST, artinya terjadi infark miokard yang merupakan indikasi untuk
reperfusi segera. Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST
mengalami evolusi menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya didiagnosis
infark miokard gelombang Q. jika obstruksi trombus tidak total, obstruksi bersifat
sementara atau ditemukan banyak kolateral, biasanya tidak ditemukan elevasi
segmen ST. pasien tersebut biasanya mengalami angina tidak stabil atau non-
STEMI.18
8
BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR
BPK RSUZA BANDA ACEH
Pada Infark Miokard Akut non-transmural, tidak ada perubahan EKG yang
spesifik, kecuali depresi segmen ST. Apabila dilakukan pemeriksaan biomarker
jantung yaitu troponin atau CKMB dan ditemukan positif, maka pasien
didiagnosis didiagnosis sebagai NSTEMI. Apabila pada pemeriksaan biomarker
jantung ditemukan negatif, maka pasien didiagnosis sebagai UAP.8
b. Laboratorium
Pemeriksaan yang dianjurkan adalah creatinine kinase (CK)MB dan cardiac
specifictroponin (cTn)T atau cTn I dan dilakukan secara serial. cTn harus
digunakan sebagaipetanda optimal untuk pasien STEMI yang disertai kerusakan
otot skeletal, karenapada keadaan ini juga akan diikuti peningkatan CKMB.
Pada pasien dengan elevasi ST dan gejala IMA, terapi reperfusi diberikan
sesegera mungkin dan tidak tergantung pemeriksaan biomarker.
Gambar2.3. Grafik penanda biokimia pada infark miokard
Peningkatan nilai enzim di atas 2 kali nilai batas atas normal menunjukkan
adanekrosis jantung (infark miokard).
CKMB : meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai
puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari.
9
BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR
BPK RSUZA BANDA ACEH
cTn : ada 2 jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam
bila ada infark miorkard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T
masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.
Pemeriksaan enzim jantung yang lain yaitu :
Mioglobin : dapat dideteksi satu jam setelah infark dan mencapai puncak
dalam 4-8 jam.
Creatinine Cinase (CK) : meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark
miokard dan mencapai puncak dalam 10-36 jam dan kembali normal
dalam 3-4 hari.
Lactic dehydrogenase (LDH), meningkat setelah 24-48 jam bila ada infark
miokard, mencapai 3-6 hari dan kembali normal dalam 8-14 hari.
Reaksi nonspesifik terhadap lesi miokard adalah leukositosis PMN yang
dapat terjadi dalam beberapa jam setelah onset nyeri dan menetap selama 3-7 hari.
Leukosit dapat mencapai 12.000-15.000/uL.16
Gambar 2.4. Algoritma ACS NSTEMI14
2.7. Penatalaksanaan
10
BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR
BPK RSUZA BANDA ACEH
Tujuan utama penatalaksanaan IMA adalah diagnosis cepat,
menghilangkan nyeri dada, penilaian dan implementasi strategi reperfusi yang
mungkin dilakukan, pemberian antitrombotik dan terapi antiplatelet, pemberian
obat penunjang dan tatalaksana komplikasi IMA.19
Penanganan kegawatdaruratan Tatalaksana awal:
Oksigen 4L/ menit (saturasi dipertahankan > 90%).
Aspirin 160mg (dikunyah).
Nitrat diberikan 5mg SL (dapat diulang 3x) lalu drip bila masih nyeri.
Morfin iv bila nyeri tidak teratasi dengan nitrat.4
a. Tatalaksana lanjut sesuai indikasi dan kontraindikasi:
Anti iskemik: Nitrat, B-bloker, Ca antagonis.
Anti platelet oral: Aspirin, Clopidogrel.
Anti koagulan: Heparin (UFH, LMWH).
Terapi tambahan: Ace inhibitor/ ARB, Statin.
Dosis heparin (UFH) sebagai co-terapi: Bolus iv 60 u/ kg BB maksimum
4000u, dosis maintenance drip 12u/ kg BB selama 24 – 48 jam dengan maksimum
1000 u/ jam dengan target aPTT 50 – 70s. Monitoring aPTT 3, 6, 12, 24 jam
setelah terapi dimulai. LMWH dapat digunakan sebagai alternative UFH pada
pasien-pasien berusia < 75 tahun dengan fungsi ginjal baik (kreatinin < 2,5 mg/dl
pada laki-laki atau < 2 mg/ dl pada wanita).4
Strategi Invasive dini
Strategi invasive dini adalah angiografi koroner dengan stenting yang
dilakukan dalam waktu 24 jam setelah timbul gejala SKA (peter karbo).
Sebenarnya, Farmakoterapi ajuva n yang optimal penting dalam strategi invasif,
tetapi pada keaadaan pra-terapi seharusnya tidak menunda tindakan angiografi dan
intervensi. Singkatnya, Waktu untuk dilakukan angiografi dan revaskularisasi
11
BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR
BPK RSUZA BANDA ACEH
harus didasarkan pada profil risiko pasien. Pasien pada risiko sangat tinggi
(refrakter angina, gagal jantung parah, aritmia ventrikel yang mengancam
kehidupan atau ketidakstabilan hemodinamik) harus dipertimbangkan untuk
tindakan koroner angiografi urgensi (<2 jam). Pada pasien resiko rendah tanpa
gejala berulang penilaian adanya penghambatan ischaemia non-invasif harus
dilakukan sebelum keluarnya rumah sakit. Angiografi koroner harus dilakukan
jika ditemukan hasil positif untuk ischaemia reversibel.14
Tindakan pembedahan CABG (Coronary Artery Bypass Graft)
Tindakan pembedahan lebih baik jika dilakukan dibandingkan dengan
pengobatan, pada keadaan4:
a) Stenosis yang signifikan ( ≥ 50 %) di daerah left main (LM)
b) Stenosis yang signifikan (≥ 70 %) di daerah proksimal pada 3 arteri
koroner utama
c) Stenosis yang signifikan pada 2 daerah arteri koroner utama termasuk
stenosis yang cukup tinggi tingkatannya pada daerah proksimal dari
left anterior descending coronary artery.
2.8 PROGNOSIS
Prognosis UAP/NSTEMI dapat diperkirakan dengan melakukan penilaian
risiko kuantitatif. Penilaian ini bertujuan untuk penentuan keputusan klinis dan
memprediksi risiko kejadian iskemik jangka pendek dan menengah. Skor risiko
yang paling banyak dipakai diantranya adalah Thrombolysis in Myocardial
Infarction (TIMI) risk score.12
12
BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR
BPK RSUZA BANDA ACEH
Gambar 2.5 TIMI RISK SCORE untuk UAP/NSTEMI
Selain menggunakan skor TIMI, stratifikasi risiko pada UAP/NSTEMI
dapat dinilai dengan menggunakan Global Registry of Acute Coronary Events
(GRACE) score. Skor ini menyajikan stratifikasi risiko baik saat masuk, selama
perawatan, maupun saat keluar dengan lebih akurat.12
Gambar 2.6 GRACE SCORE
13
BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR
BPK RSUZA BANDA ACEH
BAB III
STATUS PASIEN ICCU
3.1 IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. RL
Umur : 48 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Alamat : Desa merduati kecamatan Kuta Raja
Pekerjaan : PNS
Agama : Islam
Suku : Aceh
Status Perkawinan : Sudah Menikah
No. CM : 0-98-20-59
Tanggal Masuk : 11 Desember 2013
Tanggal Pemeriksaan : 13 Desember 2013
3.2 ANAMNESIS
a. Keluhan Utama
Nyeri dada
b. Keluhan Tambahan
Sesak napas
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke RSU dr. Zainoel Abidin dengan keluhan nyeri dada sejak ±
10 jam sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan pada dada sebelah kiri, terasa
14
BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR
BPK RSUZA BANDA ACEH
seperti terpelintir dan seperti ditimpa beban yang berat. Nyeri dada dirasakan
tembus ke belakang, lamanya mencapai ± >20 menit. Nyeri tidak terasa berkurang
jika pasien duduk atau beristirahat. Pada saat nyeri dada berlangsung pasien juga
mengeluhkan keringat dingin. Keluhan mual, muntah , sesak, sakit kepala, nyeri
ulu hati tidak dikeluhkan pasien. Keluhan ini baru pertama kali dirasakan oleh
pasien.
d. Riwayat Pemakaian Obat
Pasien belum mengonsumsi obat untuk keluhannya ini.
e. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah merasakan keluhan seperti ini sebelumnya.
f. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit yang sama dengan pasien.
Riwayat penyakit jantung, hipertensi, dan diabetes mellitus dalam keluarga
disangkal.
g. Riwayat Kebiasaan Sosial
Pasien memiliki kebiasaan merokok dan menghabiskan ± 2 bungkus rokok per
hari.
3.3 PEMERIKSAAN FISIK
a. Status Present
KeadaanUmum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tekanan Darah : 140/90 mmHg
Frekuensi Nadi : 62 x/menit
Frekuensi Nafas : 36 x/menit
Temperatur : 36,5 0C
15
BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR
BPK RSUZA BANDA ACEH
b. Status General
Kulit
Warna : sawo matang
Turgor : kembali cepat
Ikterus : (-)
Anemia : (-)
Sianosis : (-)
Kepala
Bentuk : kesan normocepali
Rambut : warna hitam, sukar dicabut
Mata : cekung (-), refleks cahaya (+/+), sclera ikterik (-/-),
konjungtiva palpebra inferior pucat (-/-)
Telinga : sekret (-/-), perdarahan (-/-)
Hidung : sekret (-/-), perdarahan (-/-), NCH (-/-)
Mulut
Bibir : pucat (-), sianosis (-)
Gigi geligi : karies (-)
Lidah : beslag (-), tremor (-)
Mukosa : basah (+)
Tenggorokan : tonsil dalam batas normal
Faring : hiperemis (-)
Leher
Bentuk : kesan simetris
KGB : pembesaran (-)
TVJ : R -2 cmH2O
Axilla
KGB : pembesaran (-)
16
BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR
BPK RSUZA BANDA ACEH
Thorax
Thorax depan
Inspeksi
Bentuk : normochest
Gerak : simetris
Tipe Pernafasan : abdomino-thoracal
Retraksi : (-)
Palpasi
Stem Fremitus Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Normal Normal
Lap. Paru tengah Normal Normal
Lap. Paru bawah Normal Normal
Perkusi
Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Sonor Sonor
Lap. Paru tengah Sonor Sonor
Lap. Paru bawah Sonor Sonor
Auskultasi
SuaraPokok Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Vesikuler Vesikuler
Lap. Paru tengah Vesikuler Vesikuler
Lap. Paru bawah Vesikuler Vesikuler
SuaraTambahan Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh(-)
Lap. Paru tengah Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh (-)
Lap. Paru bawah Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh(-)
17
BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR
BPK RSUZA BANDA ACEH
Thoraks Belakang
Inspeksi
Bentuk : normochest
Gerak : simetris
Tipe pernafasan : abdomino-thoracal
Retraksi : (-)
Palpasi
Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Normal Normal
Lap. Paru tengah Normal Normal
Lap. Paru bawah Normal Normal
Perkusi
Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Sonor Sonor
Lap. Paru tengah Sonor Sonor
Lap. Paru bawah Sonor Sonor
Auskultasi
Suara pokok Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Vesikuler Vesikuler
Lap. Paru tengah Vesikuler Vesikuler
Lap. Paru bawah Vesikuler Vesikuler
Suara tambahan Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh (-)
Lap. Paru tengah Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh (-)
Lap. Paru bawah Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh(-)
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V 2 cm lateral Linea Mid Clavicula
Sinistra
18
BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR
BPK RSUZA BANDA ACEH
Perkusi
Batas jantung atas : ICS II
Batas jantung kanan : ICS IV Linea Parasternal Dextra
Batas jantung kiri : ICS V 2 cm medial Linea Mid Clavicula
Sinistra
Auskultasi : BJ I > BJ II, reguler, bising sistolik(-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : kesan simetris, distensi (-)
Palpasi : soepel (+), nyeri tekan (-)
Perkusi : timpani (+), Hepar/Lien/Renal tidak teraba
Auskultasi : peristaltik usus (+) N
Genetalia : tidak dilakukan pemeriksaan
Anus : tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas
Ekstremitas Superior Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Sianotik - - - -
Edema - - - -
Ikterik - - - -
Gerakan Aktif Aktif Aktif Aktif
Tonus otot Normotonus Normotonus Normotonus Normotonus
Sensibilitas Normal Normal Normal Normal
Atrofi otot - - - -
3.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium (12 Desember 2013)
19
BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR
BPK RSUZA BANDA ACEH
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan
Hemoglobin 14.4 12-14 gr/dl
Leukosit 12.9 4.1-10.5 x 103/ul
Eritrosit 4.5 4.5-6.0 x 106/ul
Trombosit 264 150-400 x 103/ul
Hematokrit 40 37.0-48.0 %
LED 15 0-15 mm/jam
Waktu Perdarahan 2 1-7 menit
Waktu Pembekuan 5 5-15 menit
Eosinofil 1 1-3 %
Basofil 0 0-1 %
Netrofil Batang 1 2-6 %
Netrofil Segmen 75 50-70 %
Limfosit 15 25-40 %
Monosit 8 2-6 %
Bilirubin Total 0.40 0-1 mg/dl
Bilirubin Direct 0.20 0-0.25 mg/dl
SGOT 111 0-31 u/l
SGPT 28 0-37 u/l
Alkali Phosphatase 68 42-96 u/l
Protein Total 6.6 6.3-8.3 u/l
Albumin 4.0 3.2-5.2 gr/dl
Globulin 2.6 1.3-3.2 gr/dl
Creatinin Darah 0,8 0.6-1.1 mg/dl
Ureum Darah 30 20-45 mg/dl
Asam Urat Darah - 3-7 mg/dl
Total Kolesterol 240 <200 mg/dl
HDL-Kolesterol 40 >45 mg/dl
LDL-Kolesterol 167 <150 mg/dl
Trigliserida 163 30-200 mg/dl
Gula Darah Puasa 104 60-110 mg/dl
20
BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR
BPK RSUZA BANDA ACEH
Natrium 146 135-145 meq/l
Kalium 4.4 3.5-4.5 meq/l
Chlorida 104 90-110 meq/l
c. Pemeriksaan Profil Jantung (11 Desember 2013)
Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai Rujukan
CK-MB 28 < 25
d. Foto Thoraks (11 Desember 2013)
Interpretasi Foto Thoraks
21
BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR
BPK RSUZA BANDA ACEH
1. Keadaan tulang normal, tidak tampak adanya destruksi pada scapula,
klavikula, vertebrae, maupun costae.
2. Gambaran jaringan lunak normal, tidak tampak adanya swelling maupun
udara.
3. Trakhea berada di tengah, tidak tampak deviasi.
4. Intercostal space kiri dan kanan sejajar, tidak ada pelebaran maupun
penyempitan.
5. Jantung : bentuk boot shape appearance, posisi di mediastinum, ukuran
normal (CTR < 50%).
6. Aorta : tidak ada dilatasi ataupun elongasi, tampak kalsifikasi (gambaran
opak).
7. Sinus costophrenicus kanan dan kiri tajam.
8. Sinus cardiophrenicus kanan tajam, kiri tertutup bayangan jantung.
9. Diafragma : betuk seperti kubah, letak kanan lebih tinggi daripada kiri.
10. Paru : hillus kanan lebih tinggi daripada kiri, corakan paru normal.
Kesan : jantung dan paru dalam batas normal
d. Elektrokardiografi (12 November 2013)
22
BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR
BPK RSUZA BANDA ACEH
Interpretasi Elektrokardiografi
Irama : Sinus Rhytm bradichardi
Heart Rate : 55 x/menit
Regularitas : Reguler
Axis : normal
Interval PR : 0.2 detik
Morfologi
Gelombang P : lebar 0.08 detik, tinggi 0.15 mV
Kompleks QRS : durasi 0.08 detik
Segmen ST : normal
Kesan : Ekg normal sinus bradicardy
3.5 RESUME
Pasien datang ke RSU dr. Zainoel Abidin dengan keluhan nyeri dada sejak ±
10 jam sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan pada dada sebelah kiri, terasa
seperti terpelintir dan seperti ditimpa beban yang berat. Nyeri dada dirasakan
tembus ke belakang, lamanya mencapai > 1 jam. Nyeri tidak terasa berkurang jika
pasien duduk atau beristirahat. Pada saat nyeri dada berlangsung pasien juga
mengeluhkan keringat dingin. Keluhan mual, muntah , sesak, sakit kepala, nyeri
ulu hati tidak dikeluhkan pasien. Keluhan ini baru pertama kali dirasakan oleh
pasien.
Riwayat hipertensi dan diabetes mellitus disangkal pasien. Riwayat penyakit
jantung disangkal. Pasien memiliki kebiasaan merokok sejak dan menghabiskan ± 2
bungkus rokok per hari.
Dari pemeriksaan vital sign didapatkan kesadaran compos mentis, tekanan
darah 140/90 mmHg, frekuensi nadi 62 x/menit, frekuensi nafas 36 x/menit, dan
temperatur 36,5 0C. Pemeriksaan laboratorium darah lengkap pada hari berikutnya
menunjukkan peningkatan monosit, alkali phospatase, total kolesterol, HDL, dan
LDL. Foto thoraks memberikan gambaran normal. Pemeriksaaan echocardiografi
menunjukkan gangguan relaksasi.
3.6 DIAGNOSA KERJA
Chest pain ec NSTEMI
23
BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR
BPK RSUZA BANDA ACEH
3.7 PENATALAKSANAAN
- Bed rest
- Oksigen 2-4 L/menit
- IVFD RL 10 gtt/i
- Inj. Ranitidin 1 amp/12 jam
- Inj. Lovenox 0,6 cc/hari (selama 5 hari)
- Aspilet 1 x 320 mg (loading dose), dilanjutkan 1 x 80 mg
- Clopidogrel 1 x 300 mg (loading dose), dilanjutkan 1 x 75 mg
- Drip cedocard mulai 5 meq
- Simvastatin 1 x 40 mg
- Laxadyn syr 3x CI
3.8 PLANNING DIAGNOSTIK
- Foto thoraks
- Laboratorium darah lengkap
- Echocardiografi
3.9 PROGNOSIS
Quo ad Vitam : Dubia ad bonam
Quo ad Functionam : Dubia ad bonam
Quo ad Sanactionam : Dubia ad bonam
3.10 Anjuran Ketika Pulang
- Berhenti merokok
- Atur pola makan bergizi seimbang. Konsumsi sayur dan buah,
hindari makan makanan yang berlemak secara berlebihan
- Olahraga teratur, pilih jenis olahraga yang bersifat aerobik dan
sesuai dengan kemampuan
- Berpikir positif dan hindari stres
24
BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR
BPK RSUZA BANDA ACEH
- Tetap minum obat pulang dengan teratur sampai waktu yang telah
ditentukan
- Kontrol poli jantung.
3.10 FOLLOW UP
Tanggal S O A P
12
Desember
2013
Hari ke-1
Nyeri dada (+) KU : lemah
Kes : CM
TD : 130/80 mmHg
HR : 60 x/menit
RR : 28 x/ menit
Suhu : 36,50C
Kepala : normochepali
Mata : cekung (-/-),
konj.pucat (-/-), sklera
ikterik (-/-)
Telinga : serumen (-)
Hidung : sekret (-),
NCH (-)
Mulut : Bibir : pucat (-),
sianosis (-)
Lidah : beslag (-)
Geligi : karies (-)
Leher : TVJ R-2cmH2O
Thorax : simetris (+),
retraksi (-), Ves (+/+),
Rh (-/-), Wh (-/-),
Jantung : BJ 1 > BJ II,
Chest Pain
ec
NSTEMI
Th/
- Bed rest
- IVFD RL 10
gtt/menit
- Oksigen 2-4
L/menit
- Inj. Lovenox
0,6 cc/12 jam
(H1)
- Aspilet 1 x 80
mg
- Plavix 1 x 75
mg
- Drip cedocard
mulai 5
meq/jam
- Simvastatin 1 x
40 mg
- Laxadyn syr
3xCI
P/
25
BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR
BPK RSUZA BANDA ACEH
regular, bising (-)
Abdomen : simetris (+),
distensi (-), peristaltik
(+) N, H/L/R tidak
teraba
Ekstremitas: edema (-/-),
pucat (-/-)
- Foto thoraks
- Lab. lengkap
Tanggal S O A P
13
Desember
2013
Hari ke-2
Nyeri dada
berkurang
Nyeri perut
KU : lemah
Kes : CM
TD : 116/66 mmHg
HR : 57 x/menit
RR : 28 x/ menit
Suhu : 36,50C
Kepala : normochepali
Mata : cekung (-/-),
konj.pucat (-/-), sklera
ikterik (-/-)
Telinga : serumen (-)
Hidung : sekret (-),
NCH (-)
Mulut : Bibir : pucat (-),
sianosis (-)
Lidah : beslag (-)
Geligi : karies (-)
Leher : TVJ R-2cmH2O
Thorax : simetris (+),
retraksi (-), Ves (+/+),
Rh (-/-), Wh (-/-),
Jantung : BJ 1 > BJ II,
regular, bising (-)
Abdomen : simetris (+),
Chest Pain
ec
NSTEMI
Th/
- Bed rest
- IVFD RL 10
gtt/menit
- Oksigen 2-4
L/menit
- Inj. Lovenox
0,6 cc/12 jam
(H2)
- Aspilet 1 x 80
mg
- Plavix 1 x 75
mg
- Drip cedocard
mulai 5
meq/jam
- Simvastatin 1 x
40 mg
- Laxadyn sry
3xCI
- Dulcolax sup
extra
P/
26
BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR
BPK RSUZA BANDA ACEH
distensi (-), peristaltik
(+) N, H/L/R tidak
teraba
Ekstremitas: edema (-/-),
pucat (-/-)
Tanggal S O A P
14
Desember
2013
Hari ke-3
Nyeri dada
sudah tidak
dikeluhkan
Nyeri perut
tidak
dikeluhkan,
BAB (+)
KU : lemah
Kes : CM
TD : 115/75 mmHg
HR : 89 x/menit
RR : 20 x/ menit
Suhu : 36,50C
Kepala : normochepali
Mata : cekung (-/-),
konj.pucat (-/-), sklera
ikterik (-/-)
Telinga : serumen (-)
Hidung : sekret (-),
NCH (-)
Mulut : Bibir : pucat (-),
sianosis (-)
Lidah : beslag (-)
Geligi : karies (-)
Leher : TVJ R-2cmH2O
Thorax : simetris (+),
retraksi (-), Ves (+/+),
Rh (-/-), Wh (-/-),
Jantung : BJ 1 > BJ II,
regular, bising (-)
Abdomen : simetris (+),
distensi (-), peristaltik
(+) N, H/L/R tidak
Chest Pain
ec
NSTEMI
Th/
- Bed rest
- IVFD RL 10
gtt/menit
- Oksigen 2-4
L/menit bila
sesak
- Inj. Lovenox
0,6 cc/hari (H3)
- Aspilet 1 x 80
mg
- Plavix 1 x 75
mg
- Simvastatin 1 x
40 mg
- Laxadyn syr 3x
CI
- Dulcolax sup
P/
- Echocardiografi
27
BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR
BPK RSUZA BANDA ACEH
teraba
Ekstremitas: edema (-/-),
pucat (-/-)
BAB IV
ANALISA KASUS
Pasien datang ke RSU dr. Zainoel Abidin dengan keluhan nyeri dada sejak ±
10 jam sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan pada dada sebelah kiri, terasa
seperti terpelintir dan seperti ditimpa beban yang berat. Nyeri dada dirasakan
tembus ke belakang, lamanya mencapai ± > 20 menit. Nyeri tidak terasa
berkurang jika pasien duduk atau beristirahat. Pada saat nyeri dada berlangsung
pasien juga mengeluhkan keringat dingin. Keluhan mual, muntah , sesak, sakit
kepala, nyeri ulu hati tidak dikeluhkan pasien. Keluhan ini baru pertama kali
dirasakan oleh pasien.
Nyeri dada terjadi karena terdapatnya area nekrosis koagulasi pada jaringan
yang dapat disebabkan oleh obstruksi sirkulasi ke daerah tersebut. Obstruksi
paling sering disebabkan oleh trombus, embolus atau plak atherosklerosis. Nyeri
dada yang di alami pasien sangat khas untuk nyeri dada tipikal yang merupakan
gejala yang berhubungan dengan Sindrom Koroner Akut (SKA) yang
menandakan jeritan otot jantung akibat kekurangan oksigen ataupun kematian sel-
sel jantung.
Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah kerusakan jaringan miokard akibat
iskemia hebat yang terjadi secara tiba-tiba. Kejadian ini berhubungan dengan
adanya penyempitan arteri koronaria oleh plak ateroma dan thrombus yang
terbentuk akibat rupturnya plak ateroma. Perkembangan cepat infark miokard
dari nekrosis otot jantung disebabkan oleh ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen yang disebabkan oleh karena perfusi yang inadekuat,
28
BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR
BPK RSUZA BANDA ACEH
menyebabkan kadar oksigen ke jaringan miokard menurun dan dapat pula
menyebabkan gangguan dalam fungsi mekanis, biokimia dan elektrikal miokard.
Perfusi yang buruk ke subendokard jantung menyebabkan iskemia yang lebih
berbahaya.
Adapun sifat nyeri dada angina meliputi :
- Lokasi : substernal, retrosternal, dan prekordial.
- Pada pasien ini nyeri dada dirasakan mulai dari lokasi di dada kiri dan nyeri
dada yang menyebabkan rasa tidak nyaman di punggung belakang.
- Sifat nyeri : rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat,
seperti ditusuk, rasa diperas dan terpelintir.
Pada pasien ini nyeri dada dirasakan sebagai perasaan dada terasa berat seperti
ditimpa beban yang berat dan terasa seperti terbakar.
- Penjalaran : biasanya kelengan kiri, dapat juga menjalar keleher, rahang
bawah, gigi, punggung/interskapula, perut hingga lengan kanan.
Pada pasien ini penjalaran hanya tembus ke punggung belakang.
- Nyeri tidak sepenuhnya hilang dengan istirahat atau obat nitrat.
Pada pasien ini nyeri berlangsung hilang timbul, lamanya dalam sekali
serangan ± 20 menit. Nyeri tidak sepenuhnya hilang dengan istirahat namun
sedikit berkurang.
- Gejala yang menyertai: mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin, cemas
dan lemas. Pada pasien ini gejala penyertanya adalah timbulnya keringat
dingin, lemah dan pasien terlihat sangat menahan rasa kesakitan.
Ada beberapa faktor resiko yang dapat menyebabkan terjadinya infark
miokard pada pasien ini, yaitu faktor resiko yang dapat diubah dan yang tidak
dapat diubah. Salah satu faktor resiko yang dapat diubah adalah pasien merupakan
seorang perokok aktif. Pasien memiliki kebiasaan merokok sejak usia 21 tahun
dan menghabiskan ± 1 bungkus rokok per hari, namun sudah berhenti dalam 1
minggu terakhir. Merokok dapat meningkatkan risiko terkena penyakit jantung
koroner sebesar 50%. Di inggris sekitar 300.000 kematian karena penyakit
karfiovaskuler berhubungan dengan rokok. Rokok mengandung 4.000 bahan
kimia berbahaya yang diantaranya terdiri dari nikotin, tar, karbonmonoksida,
29
BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR
BPK RSUZA BANDA ACEH
hydrogen cyanida, amonia, formaldehida, fenol, NO2 dan berbagai macam bahan
lainnya. Rokok akan memacu terjadinya proses infalamasi, vasospasme,
kerusakan endotel, respon imun serta mutagenesis. Suatu studi genetik
menemukan bahwa efek rokok pada penyakit kardiovaskuler erat kaintannya
dengan apolipoprotein E, yaitu alel 2,3, dan 4, yang artinya individu yang
memiliki alel 4 dan merokok mempunyai risiko tinggi menderita penyakit
vaskuler.14 Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi untuk terjadinya penyakit
jantung pada pasien ini adalah jenis kelamin laki-laki dan usia ≥ 45 tahun.
Faktor resiko lain masih dapat diubah, sehingga berpotensi dapat
memperlambat proses aterogenik adalah hipertensi dan DM. Peningkatan tekanan
darah sistemik meningkatkan resistensi vaskular terhadap pemompaan darah dapi
ventrikel kiri. Akibatnya kerja jantung bertambah, sehingga ventrikel kiri
mengalami hipertrofi untuk meningkatkan kekuatan pompa. Bila proses
aterosklerosis terjadi, maka penyediaan oksigen untuk miokard berkurang.
Berdasarkan gambaran Elektrokardiogram (EKG) pasien menunjukkan hasil
abnormal EKG yaitu T inverted di sadapan V2 sampai V6. Umumnya untuk
gambaran infark miokard akut terdapat gambaran iskemia, injuri dan nekrosis
yang timbul menurut urutan tertentu sesuai perubahan-perubahan pada miokard
yang disebut evolusi EKG. Evolusi terdiri dari fase-fase sebagai berikut:
- Fase awal atau hiperakut: 1) elevasi ST yang non spesifik, 2) T yang tinggi dan
melebar
- Fase evolusi lengkap: 1) elevasi ST yang spesifik, konveks ke atas, 2) T yang
negatif dan simetris, 3) Q patologis
- Fase infark lama; 1) Q patologis bisa QS atau Qr, 2) ST yang kembali
isoelektik, 3) T bisa normal atau negatif
Berikut penentuan lokasi infark miokard berdasarkan letak sadapan:
Lokasi infark Sadapan Arteri koroner
Anteroseptal V1 dan V2 Left anterior descending (LAD)
Anterior V3 dan V4 Left anterior descending (LAD)
Lateral V5 dan V6 Left circumflex (LC)
Anteriorekstensif I, aVL, V1-V6 Left anterior descending (LAD), Left
circumflex (LC)
30
BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR
BPK RSUZA BANDA ACEH
High-lateral I, aVL, V5 dan V6 Left circumflex (LC)
Posterior V7-V9 (V1 dan
V2)
Left circumflex (LC) Posterior Left
Ventricular Artery (PL)
Inferior II, III, dan aVF Posterior descending Artery (PDA)
Right ventrikel V2R-V4R Right coronary artery (RCA)
Berdasarkan temuan secara klinis dan pemeriksaan penunjang yaitu,
berupa nyeri dada khas infark, perubahan gambaran EKG dapat mengarahkan
pada diagnosis SKA. Salah satu faktor penting dalam menegakkan diagnosis SKA
dalam kasus ini adalah kenaikan enzim troponin, pada pasien ini hasil
pemeriksaan CKMB 28 U/I sehingga pasien ini di diagnosa dengan NSTEMI.
Peningkatan awal troponin pada daerah perifer setelah 3-4 jam dan dapat menetap
sampai 2 minggu. Namun pemeriksaan troponin mahal sehingga tidak dilakukan.
Mengatasi sesak nafas, nyeri dada dan perasaan takut pada kasus ini sesuai
dengan teori yang ada yaitu dengan pemberian oksigen 2-4 L/menit untuk
meningkatkan suplai oksigen. Pemberian aspilet dan clopidogrel digunakan
sebagai antiplatelet. Aspirin yang dikunyah agar absorbsi lebih cepat dan
merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai infark miokard dimana
inhibisi cepat siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan dengan reduksi
tromboksan A2 dicapai dengan absorbsi aspirin bukkal dengan dosis 160-325 mg
di ruang emergensi, selanjutnya aspirin diberikan oral dengan dosis 75-150 mg.
Selain itu antiplatelet lain yang dapat diberikan adalah clopidogrel. Pemberian
antiplatelet ini berguna untuk mengurangi resiko terjadinya tromboemboli dan
reinfark.
Untuk mengurangi nyeri dapat di berikan nitrat sublingual 5mg dan diulang
sebanyak 3 kali. Jika nyeri tidak hilang bisa di lanjutkan dengan nitrat intravena
dan jika tidak menghilang juga dapat diberikan morpin. Pada pasien ini diberikan
drip Cedocard untuk menghilangkan nyerinya.
Heparinisasi juga dilakukan pada kasus ini yaitu dengan penyuntikan
arixtra. Pada pasien ini heparin diberikan secara sub kutan dengan dosis 1 x 2,5
mg selama 5 hari. Heparin mempunyai efek antikoagulasi yaitu dengan
meningkatkan aktivitas antitrombin, sebaliknya menurunkan aktivitas thrombin
dan faktor-faktor koagulasi seperti faktor VIIa, IX, X, XI. Selain itu, heparin juga
31
BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR
BPK RSUZA BANDA ACEH
berikatan dengan sel-sel darah dan plasma protein sehingga dapat digunakan pada
infark miokard.
Sebagian besar asal trombus yang menyebabkan obstruksi total pembuluh
darah adalah plak aterosklerosis yang mengalami ruptur. Untuk menstabilkan
plak, pada pasien diberikan simvastatin 1x40 mg. Hal ini sesuai dengan teori yang
menyatakan bahwa golongan statin dapat menghambat biosintesis kolesterol.
Statin juga memiliki efek menurunkan kolesterol LDL dan prekursornya dari
sirkulasi. Disamping itu, statin juga memiliki efek pleiotropik yaitu memperbaiki
fungsi endotel, antiinflamasi, anti oksidan dan anti thrombosis dan stabilisasi plak,
sehingga pemberian statin dianjurkan pada pasien dengan SKA dengan target
LDL < 70 mg/dl tanpa melihat usia.
Prognosis pada pasien ini adalah dubia ad bonam. Hal ini dikarenakan
sesuai dengan temuan stratifikasi resiko SKA yaitu berdasarkan Thrombolysis in
Myocardial Infarction (TIMI) risk score yaitu 1 dari 7 poin. Rata-rata kematian
infark miokard meningkat secara bermakna sesuai dengan meningkatnya skor
risiko TIMI, yaitu berkisar 5% untuk pasien dengan risiko 0 atau 1 dan sampai >
40% untuk pasien dengan skor risiko 6 atau 7.
32
BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR
BPK RSUZA BANDA ACEH
DAFTAR PUSTAKA
1. Hamm CW, Bassand JP, Agewall S, Bax J, Boersma E, Bueno H, et al. ESC
Guidelines for the Management of Acute Coronary Syndromes in Patients
Presenting Without Persistent ST-segment Elevation. European Heart Journal.
2011;32:2999-3054.
2. McManus DD, Gore J, Yarzebski J,Spencer F, Lessard D, et al. Recent Trends
in The Incidence, treatment, and Outcome of Patients with STEMI and
NSTEMI. Am J Med. 2011;124:40-7.
3. Patrick T, Frederick GK, Deborah DA, Donalf EC, Mina KC, James A, et al.
2013 ACCF/AHA Guideline for the Management of ST-Elevation Myocardial
Infarction: A Report of the American College of Cardiology Foundation/
American Heart Association Task Force on Practice Guidelines. Circulation
AHA journals. 2012;127:00-00.
4. Steg G,James SK, Atar D, Badano LP, Blo¨mstrom-Lundqvist C, Borger MA,
et al. Management of Acute Myocardial Infarction in Patients Presenting with
Persistent ST-Segment Elevation. European Heart Journal. 2012;29:2909-45.
5. Malndelzweig L, Battler A, Boyko V, Bueno H, Danchin N. The Second Euro
Heart Survey on Acute Coronary Syndromes: Characteristics, treatment, and
Outcome of patient with ACS in europe and The Mediterranean basin in 2004.
Eur Heart Journal. 2006;27:2285-93
33
BAGIAN/SMF KARDIOLOGI DAN KEDOKTERANVASKULAR
BPK RSUZA BANDA ACEH
6. Kosowsky JM, Yiadom MYAB, Hermann LK, Jagoda A. 2009. The Diagnosis
and Treatment of STEMI in The Emergency Department. Emergency Medicine
Practice. 2009; 11(6): 1-22
7. Ramrakha P, Hill J. Oxford Handbook of Cardiology: Coronary Artery
Disease. Second edition. USA: Oxford University Press. 2012; 222-4
8. Kabo P. Bagaimana Menggunakan Obat-Obat Kardiovaskular Secara
Rasional. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia. Jakarta. 2011
9. Graham SN, Hickey RW. 2001. Molecular Pathophysiology of Stroke.
Neuropsychopharmacology. 2001; 35:141-148
10. Brown CT. Penyakit Aterosklerotik Koroner. Dalam: Price SA dan Wilson
LM. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. 2005. EGC. Jakarta
11. Hemingway H, Fitzpatrick NK, Gnani S et al. Prospective Validity of
Measuring Angina severity with Canadian Cardiovascular Society Class: The
ACRE Study. Can J. Cardiol. 2004; 20:305-9
12. Goncalves PDA, Ferreira J, Aguair C, Gomes RS. 2005. TIMI, PURSUIT, and
Grace risk Scores : Sustained Prognostic value and Interaction with
Revascularization in NSTE-ACS. American Heart Journal. 2005; 26: 865-72.
34