studi ekspresi il-2 dan jumlah sel radang …repository.ub.ac.id/667/1/ahmad febrianto.pdf · 2020....
TRANSCRIPT
-
i
STUDI EKSPRESI IL-2 DAN JUMLAH SEL RADANG MONONUKLEAR PADA JARINGAN KULIT TIKUS JANTAN
STRAIN WISTAR (Rattus novergicus) PASCA DIBERI LUKA TERBUKA YANG DITERAPI SALEP
EKTRAK KULIT BUAH NAGA (Hylocereus costaricensis)
SKRIPSI
Oleh : AHMAD FEBRIANTO
125130107111033
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER HEWAN FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
2017
-
ii
STUDI EKSPRESI IL-2 DAN JUMLAH SEL RADANG MONONUKLEAR PADA JARINGAN KULIT TIKUS JANTAN
STRAIN WISTAR (Rattus novergicus) PASCA DIBERI LUKA TERBUKA YANG DITERAPI SALEP
EKTRAK KULIT BUAH NAGA (Hylocereus costaricensis)
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan
Oleh :
AHMAD FEBRIANTO 125130107111033
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER HEWAN FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
2017
-
iii
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
STUDI EKSPRESI IL-2 DAN JUMLAH SEL RADANG MONONUKLEAR PADA JARINGAN KULIT TIKUS JANTAN
STRAIN WISTAR (Rattus novergicus) PASCA DIBERI LUKA TERBUKA YANG DITERAPI SALEP
EKTRAK KULIT BUAH NAGA (Hylocereus costaricensis)
Oleh:
AHMAD FEBRIANTO
125130107111033
Setelah dipertahankan di depan Majelis Penguji Pada tanggal...................
Dan dinyatakan memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan
Pembimbing I
Prof. Dr. Pratiwi Trisunuwati, drh., M.S
NIP. 19480615 197702 2 001
Pembimbing II
drh. Fajar Shodiq P, M.Biotech
NIP. 198705012015041001
Mengetahui, Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Brawijaya
NIP. 19600903 198802 2 001
-
iv
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Ahmad Febrianto
NIM : 125130107111033
Program Studi : Pendidikan Dokter Hewan
Penulis Skripsi berjudul :
Studi Ekspresi IL-2 Dan Jumlah Sel Radang Mononuklear Pada Jaringan Kulit
Tikus Jantan Strain Wistar (Rattus novergicus) Pasca Diberi Luka Terbuka Yang
Diterapi Salep Ektrak Kulit Buah Naga (Hylocereus costaricensis).
Dengan ini menyatakan bahwa:
1. Isi dari skripsi yang saya buat adalah benar-benar karya saya sendiri dan
tidak menjiplak karya orang lain, selain nama-nama yang tercantum di isi
dan tertulis di daftar pustaka dalam skripsi ini.
2. Apabila dikemudian hari ternyata skripsi yang saya tulis terbukti hasil
jiplakan, maka saya bersedia menanggung segala resiko yang akan saya
terima.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan segala kesadaran.
Malang, 12 Juli 2017
Yang menyatakan
Ahmad Febrianto
NIM.125130107111033
-
v
STUDI EKSPRESI IL-2 DAN JUMLAH SEL RADANG MONONUKLEAR PADA JARINGAN KULIT TIKUS JANTAN
STRAIN WISTAR (Rattus novergicus) PASCA DIBERI LUKA TERBUKA YANG DITERAPI SALEP
EKTRAK KULIT BUAH NAGA (Hylocereus costaricensis)
ABSTRAK
Luka adalah rusaknya jaringan, dimana terdapat substansi jaringan yang rusak atau hilang. Kulit buah naga dapat digunakan sebagai terapi alternatif penyembuhan luka karena memiliki kemampuan sebagai anti-inflamasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh salep ekstrak kulit buah naga (Hylicereus costaricensis) terhadap ekspresi IL-2 dan penurunan jumlah sel radang mononuklear dalam penyembuhan luka terbuka. Hewan coba yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak dua puluh hewan coba tikus putih (Rattus norvegicus) yang dibagi menjadi 5 kelompok yaitu kontrol positif, kontrol negatif, P1 (konsentrasi 5 %), P2 (konsentrasi 10%), dan P3 (konsentrasi 15%) pemberian salep dilakukan dua kali sehari setiap 12 jam selama 6 hari secara topikal pada daerah luka. Pengamatan jumlah sel monosit dan limfosit pada jaringan kulit menggunakan mikroskop Olympus BX51 perbesaran 400x dan dianalisis secara kuantitatif dan pengamatan ekspresi IL-2 dianalisis secara kuantitatif menggunakan microsoft excel dan SPSS for Windows dengan analisis statistik ragam ANOVA satu arah dan uji lanjutan uji
njukkan bahwa pemberian salep ekstrak kulit buah naga dengan konsentrasi 15 % dapat menurunkan jumlah dari sel radang mononuklear sebesar 80,31% dan menurunkan ekspresi IL-2 sebesar 37,75% pada jaringan kulit tikus yang diberi luka terbuka pada daerah punggung. Kesimpulan dari penelitian ini adalah salep ekstrak kulit buah naga dapat menurunkan inflamasi pada luka terbuka sehingga kesembuhan luka akan meningkat yang ditandai dengan menurunnya jumlah sel radang mononuklear dan ekspresi IL-2 pada jaringan kulit secara signifikan pada konsentrasi 15%.
Kata kunci : Luka Terbuka, Ekstrak kulit buah naga, IL-2, jumlah sel radang
-
vi
STUDY OF EXPRESSION IL-2 AND THE NUMBER OF INFLAMMATORY MONONUCLEAR CELLS IN SKIN
TISSUE STRAIN WISTAR MALE RATS (Rattus novergicus) POST OPEN WOUNDS TREATED OINTMENT EXTRACTS
PEEL OF DRAGON FRUIT (Hylocereus costaricensis)
ABSTRACT
Wound is a break of tissues, which have missing or damaged spesific tissues substant. Peel from a dragon fruit can be used for alternative therapy of wound healing, has ability as anti inflamatory. This aim of this research is to know effect of dragon fruit (Hylicereus costaricensis) peel extract ointment to expression of IL-2 as antiinflamatory and decrease number of inflamatory cell in the healing of the open wound. Aminal used in this study as many as twenty white rats divided into five groups: positive control, negative control, P1 concentration of 5%, 10% concentration of P2, P3 concentration of 15% for 6 days topically to the wound area and given twice daily. Monocytes and lymphocytes observation in the skin tissue of the Olympus BX51 microscope using enlargement 400x and analyzed quantitatively and observation of the expression of IL-2 analyzed quantitatively using microsoft excel and SPSS for Windows statistical analysis one-way ANOVA and advanced test of Tukey method ering ointment peel extracts of the dragon fruit with a concentration of 15% may affect significantly in reduced mononuclear inflammatory cells by 80.31% and decreased expression IL-2 by 37.75%in the skin tissue of mice which were open wound on the back. Conclusion of this research is dragon fruit peel extracts ointment can decrease inflammatory in open wound so that wound healing will increase as indicated by mononuclear inflammatory cells decrease and the expression of IL-2 on skin tissue significantly at 15% concentration.
Key word : Wound, Peel Extract Of Dragon Fruit, IL-2, Monocytes,
Lymphocytes
-
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang mengatur segala urusan manusia
dan atas segala limpahan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas akhir ini yang berjudul Studi Ekspresi IL-2 Dan Jumlah
Monosit Dan Limfosit Pada Jaringan Kulit Tikus Jantan Strain Wistar (Rattus
novergicus) Pasca Diberi Luka Terbuka Yang Diterapi Salep Ektrak Kulit Buah
Naga (Hylocereus costaricensis). Sholawat dan salam semoga teteap tercurah
kepada Nabi Muhammad SAW.
Selama penelitian dan penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan terimakasih
dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:
1. Prof. Dr. Pratiwi Trisunuwati, drh., M.S sebagai pembimbing I serta Drh.
Fajar Shodiq P, M.Biotech sebagai pembimbing II yang telah banyak
memberikan bimbingan, nasehat dan arahan kepada penulis.
2. Prof. Dr. Au
yang selalu memberikan dukungan tiada henti demi kemajuan FKH UB
tercinta.
3. Ayahanda tercinta Ahmad Suhairi dan Ibunda tercinta Nurjanah, kakak
tercinta Fifi Yulia Rahman serta seluruh keluarga besar yang telah
4. Seluruh staf dan asisten Laboratorium Biosains Universitas Brawijaya atas
bantuan yang diberikan selama penulis melakukan penelitian.
5. Seluruh staf dan karyawan FKH, yang telah membantu proses administrasi
dalam membuat tugas akhir.
6. Keluarga besar CEROLAS yang telah menjadi keluarga baru selama proses
pendidikan di Kedokteran Hewan dan menjadi penolong untuk meraih
kesuksesan.
7. Ucapan terimaksih penulis kepada semua sahabat angkatan terutama
angkatan 2012 yang telah banyak memberikan motivasi sehingga skripsi ini
dapat terselesaikan.
-
viii
Akhirnya hanya kepada Allah SWT kita kembalikan semua urusan dan
semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi
penulis dan para pembaca pada umumnya, semoga Allah SWT meridhoi
dan dicatat sebagai ibadah disisi-Nya, Amin.
Malang, 12 Juli 2017
Penulis
-
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iii HALAMAN PERNYATAAN .............................................................................. iv ABSTRAK .............................................................................................................. v ABSTRACT .......................................................................................................... vi KATA PENGANTAR ......................................................................................... vii DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix DAFTAR TABEL ................................................................................................ xi DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiii DAFTAR ISTILAH DAN LAMBANG ............................................................ xiv BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1 1.2. Rumusan Masalah .................................................................................... 2 1.3. Batasan Masalah ...................................................................................... 3 1.4. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 3 1.5. Manfaat Penelitian ................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 5 2.1. Luka ........................................................................................................ 5 2.1.1 Deskripsi ......................................................................................... 5 2.1.2 Penyembuhan Luka ........................................................................ 6 2.2. Sitokin Interleukin-2 (IL-2) ..................................................................... 8 2.3. Sel Radang .............................................................................................. 9 2.3.1 Sel Radang Mononuklear ............................................................... 9 2.4. Jaringan Kulit ........................................................................................ 10 2.5. Obat Topikal ......................................................................................... 11 2.6. Buah Naga ............................................................................................ 12 2.7. Tikus (Rattus novergicus) ..................................................................... 16
BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN .............. 18 3.1. Kerangka Konsep................................................................................... 18 3.2. Hipotesis Penelitian ............................................................................... 20
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN .......................................................... 22 4.1. Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................ 22 4.2. Alat dan Bahan Penelitian ..................................................................... 22 4.3. Tahapan Penelitian................................................................................. 22 4.4. Prosedur Kerja ....................................................................................... 23 4.4.1 Rancangan Penelitian dan Persiapan Hewan Coba ...................... 23 4.4.2 Variabel Penelitian ....................................................................... 25 4.4.3 Perlakuan Insisi Pada Hewan Coba .............................................. 25 4.4.4 Pembuatan Ekstrak Kulit Buah Naga ........................................... 26 4.4.5 Pembuatan Salep Ekstrak Kulit Buah Naga ................................. 26 4.4.6 Terapi Salep Ekstrak Kulit Buah Naga ........................................ 27 4.4.7 Pengambilan dan Pembuatan Preparat kulit ................................. 27 4.4.8 Ekspresi IL-2 dengan Metode Imunohistokimia (IHK) ............... 28
-
x
4.4.9 Tahapan Perhitungan Sel Radang ................................................. 28 4.5. Analisis Data .......................................................................................... 29
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 30 5.1. Pengaruh Salep Ekstrak Kulit Buah Naga Terhadap Ekspresi IL-2 ...... 31 5.2. Pengaruh Salep Ekstrak Kulit Buah Naga Terhadap Penurunan Monosit dan Limfosit .................................................................................................. 36
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN.............................................................. 43 6.1. Kesimpulan ............................................................................................ 43 6.2. Saran ...................................................................................................... 43
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 44 LAMPIRAN .......................................................................................................... 49
-
xi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Kandungan Nilai Gizi Per 100 gr Buah Naga Merah ...................................... 15
4.1 Rancangan Penelitian ....................................................................................... 24
5.1 Terapi Salep Ekstrak Kulit Buah Naga Terhadap Penurunan Ekspresi IL-2 ... 33
5.2 Terapi Salep Ekstrak Kulit Buah Naga Terhadap Penurunan Jumlah Monosit
dan Limfosit ........................................................................................................... 38
-
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Histologi Jaringan Kulit ................................................................................... 10
2.2 Nuah Naga Merah ............................................................................................ 13
2.3 Tikus Putih (Rattus novergicus) ....................................................................... 16
5.1 Ekpresi IL-2 Pada Jaringan Kulit Tikus Dengan Pewarnaan Imunohistokimia
Perbesaran 400x ..................................................................................................... 32
5.2 Gambaran Mikroskopis Sel Radang Yang Muncul Pada Pewarnaan HE ........ 37
-
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
Lampiran 1: Kerangka Operasional Rancangan Penelitian ................................... 49
Lampiran 2: Uji Laik Etik ...................................................................................... 50
Lampiran 3: Uji Ekstrak Kulit Buah Naga ............................................................. 51
Lampiran 4: Pembuatan Ekstrak Kulit Buah Naga ................................................ 52
Lampiran 5: Pembuatan Salep Ekstrak Kulit Buah Naga ...................................... 53
Lampiran 6: Terapi Salep Ekstrak Kulit Buah Naga ............................................. 53
Lampiran 7: Pembuatan Histologi Kulit Menggunakan Metode Parafin............... 54
Lampiran 8: Pewarnaan Hematoksilin Eosin (HE) ................................................ 56
Lampiran 9: Ekspresi IL-2 Dengan Metode Imunohistokimia (IHK) ................... 58
Lampiran 10: Perhitungan Konsentrasi Salep Ekstrak Kulit Buah Naga .............. 60
Lampiran 11: Data Perhitungan Jumlah Sel Radang Mononuklear ....................... 61
Lampiran 12: Data Ekspresi IL-2 ........................................................................... 62
Lampiran 13: Hasil Uji Statistika Jumlah Sel Radang Mononuklear .................... 63
Lampiran 14: Hasil Uji Statistika Ekspresi IL-2 .................................................... 65
-
xiv
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
Simbol/singkatan Keterangan
ANOVA Analysis of variance IHK Imunohistokimia NaCl Natrium klorida PBS Phospate Buffer Saline RAL Rancangan Acak Lengkap ROS Reactive Oxygen Species SA-HRP Strep Avidin Horse Radish Peroxidase TGF ß Transforming Growth Factor Beta WHO World Health Organization PMN Polimorfonuklear TGF- Transforming growth factor alpha PDGF platelet-derived growth factor VEGF Vascular endothelial growth factor FGF Fibroblast growth factor 5-HETE 5-Hydroxyeicosatetraenoic acid IL 1 Interleukin 1 IL 2 Interleukin 2 TNF- Tumor necrosis factors alpha EGF epidermal growth factor gr Gram HCL Hidrogen klorida
-
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Beberapa tahun terakhir pemeliharaan hewan kesayangan terutama anjing
dan kucing meningkat dengan pesat. Hal ini menunjukkan bahwa anjing dan kucing
telah memiliki posisi yang unik dalam kehidupan manusia. Saat ini tidak hanya
manusia yang menjalani pengobatan apabila mengalami suatu penyakit, hewan pun
demikian mulai dari penyakit ringan hingga operasi yang menimbulkan luka guna
kepentingan sterilisasi hewan. Luka insisi (Incised wounds), terjadi karena teriris
oleh instrumen yang tajam. Misal yang terjadi akibat pembedahan. Luka merupakan
kerusakan fisik sebagai akibat dari terbukanya kulit yang menyebabkan ketidak
seimbangan fungsi dan anatomi kulit normal.
Pada saat terjadinya luka limfosit T muncul secara signifikan pada hari
kelima sampai hari ketujuh. Limfosit mempengaruhi fibroblas dengan
menghasilkan sitokin seperti IL-2. Sel T memiliki peran dalam penyembuhan luka
kronis. Munculnya luka kronis ditandai dengan adanya infiltrasi sel mononuklear
termasuk makrofag, limfosit dan plasma sel, serta proliferasi pembuluh darah.
Penyembuhan luka adalah suatu proses koordinasi yang melibatkan hubungan
antara faktor seluler, humoral dan unsur jaringan ikat. Penyembuhan luka pada
umumnya dibagi atas beberapa fase yaitu fase inflamasi, proliferasi, dan
remodelling. Saat ini obat obatan herbal telah banyak digunakan sebagai
pengobatan salah satunya buah naga. Buah naga merupakan tumbuhan yang berasal
dari daerah beriklim tropis. Buah naga biasanya hanya dimanfaatkan daging
buahnya saja dan bagian kulit buahnya dibuang begitu saja, namun sebagian orang
-
2
mungkin tidak mengerti bahwa pada bagian kulit buah naga tersebut mengandung
banyak zat yang berguna untuk obat antiinflamasi salah satu contohnya flavonoid.
Flavonoid sebagai salah satu kelompok senyawa fenolik yang banyak
terdapat pada jaringan tanaman dapat berperan sebagai antiinflamasi dan
antioksidan. Senyawa ini berperan sebagai penangkap radikal bebas karena
mengandung gugus hidroksil. Karena bersifat sebagai reduktor, flavonoid dapat
bertindak sebagai donor hidrogen terhadap radikal bebas. Flavonoid dapat
berkhasiat sebagai antioksida, antibakteri dan antiinflamasi. Mekanisme flavonoid
dalam menghambat proses terjadinya inflamasi melalui dua cara, yaitu dengan
menghambat permeabilitas kapiler dan menghambat metabolisme asam arakidonat
dan sekresi enzim lisosom dari sel neutrofil dan sel endothelial (Kurniawati, 2005).
Kulit buah naga dapat diekstrak dan dijadikan obat berupa salep yang
digunakan sebagai terapi alternatif pada luka. Kulit buah naga bersifat sebagai
antibakteria serta dapat merangsang pertumbuhan fibroblas untuk meningkatkan
penyembuhan luka dan menghalangi penyebaran infeksi.Penelitian ini dilakukan
untuk mengetahui bahwa kulit buah naga (Hylicereus costaricensis) dapat
digunakan sebagai salah satu pilihan terapi pada luka dilihat dari penurunan
ekspresi Interleukin-2 (IL-2) dan jumlah sel radang mononuklear yang terjadi
dalam proses inflamasi.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apakah pemberian topikal salep ekstrak kulit buah naga (Hylicereus costaricensis)
dapat menurunkan ekspresi Interleukin-2 (IL-2) pada tikus (Ratus novergicus)
pasca diberi luka terbuka ?
-
3
1.2.2 Apakah pemberian topikal ekstrak kulit buah naga (Hylicereus costaricensis) dapat
berpengaruh terhadap jumlah sel radang mononuklear pada tikus (Rattus
norvegicus) pasca diberi luka terbuka ?
1.3 Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penelitian ini dibatasi
pada:
1) Hewan model yang digunakan adalah tikus (Rattus novergicus) dewasa jantan
strain wistar umur 8-12 minggu dengan berat badan 150-250 Gram.
2) Kulit buah naga yang digunakan berasal dari kota Batu dan diuji determinasi di
UPT Materica Medica kota Batu.
3) Insisi pada tikus dilakukan pada daerah punggung dengan ukuran ± 1x1 cm.
4) Bentuk sediaan obat menggunakan salep dengan vaselin album sehingga
didapatkan salep dengan konsentrasi 5%, 10 %, 15%. Salep diberikan pada luka
sebanyak ±50 g, 2 kali sehari selama 6 hari.
5) Variabel yang diamati pada penelitian ini adalah pengamatan ekspresi Interleukin-
2 (IL-2) dengan menggunakan imunorasio dan jumlah sel radang mononuklear
dengan menggunakan perhitungan 5 lapang pandang.
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Mengetahui pemberian topikal salep ekstrak kulit buah naga dapat menurunkan
ekspresi Interleukin-2 (IL-2) pasca diberi luka terbuka tikus.
1.4.2 Mengetahui pemberian topikal salep ekstrak kulit buah naga dapat berpengaruh
terhadap jumlah sel radang mononuklear pasca diberi luka terbuka.
-
4
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi dan untuk
memberikan bukti mengenai pemberian terapi salep ekstrak kulit buah naga
(Hylicereus costaricensis) sebagai antiiflamasi yang dapat digunakan oleh
masyarakat dan telah diuji berdasarkan penurunan ekspresi Interleukin-2 (IL-2) dan
penurunan jumlah sel radang mononuklear pada tikus pasca diberi luka terbuka.
-
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Luka
2.1.1 Definisi
Luka adalah kerusakan fisik sebagai akibat dari terbukanya atau kulit
yang menyebabkan ketidakseimbangan fungsi dan anatomi kulit normal (Nagori et
al., 2011). Luka juga didefinisikan sebagai gangguan dari seluler, anatomi, dan
fungsi yang berkelanjutan dari jaringan hidup yang disebabkan oleh trauma fisik,
kimia, suhu, mikroba, atau imunologi yang mengenai jaringan (Thakur et al.,
2011). Disebutkan juga luka adalah kerusakan dari integritas epitel kulit diikuti
dengan terganggunya struktur dan fungsi dari jaringan normal sebagai akibat
dari luka memar, luka lebam, luka robek, luka koyak atau luka lecet (Soni,
2012). Luka ini mengakibatkan kehilangan kesinambungan dari epitel dengan atau
tanpa kehilangan dari jaringan penunjangnya (Nagori et al., 2011).
Menurut Nagori, et al. (2011) luka dapat diklasifikasikan berdasarkan
penyebab dasar dari luka yaitu luka terbuka dan tertutup,
a. Luka terbuka : terjadi perdarahan yang terlihat secara kasat mata dimana darah
keluar dari tubuh. Luka terbuka meliputi luka insisi, luka laserasi, abrasi atau luka
dangkal, luka tusukan kecil, luka penetrasi, dan luka tembak.
b. Luka tertutup : pada luka jenis ini darah keluar dari sistem sirkulasi darah namun
tidak keluar dari tubuh melainkan darah berada di dalam tubuh. Telihat dalam
bentuk luka memar. Luka tertutup sedikit penggolongannya tetapi lebih
berbahaya dari luka terbuka. Luka tertutup meliputi benturan atau luka memar,
hematoma atau tumor darah, dan cedera yang keras (Solanki, 2011).
-
6
Klasifikasi luka berdasarkan fisiologi dari penyembuhan luka. Meliputi :
c. Luka akut : merupakan cedera pada jaringan yang normalnya dilanjutkan dengan
proses perbaikan yang tersusun rapih dan tepat waktu, mengakibatkan pemulihan
integritas jaringan secara anatomi dan fungsi dapat dipertahankan. Biasanya
disebabkan oleh luka terpotong atau insisi bedah dan proses penyembuhan
luka yang lengkap dalam kerangka waktu yang diharapkan.
d. Luka kronis : terjadi karena kegagalan penyembuhan luka dalam tahap yang
normal dan kemudian masuk ke dalam tahap inflamasi yang patologi. Luka kronis
membutuhkan periode waktu penyembuhan yang lama, tidak sembuh, atau
kekambuhan yang sering. Merupakan sebab utama ketidakmampuan secara fisik.
Infeksi lokal, trauma, benda asing dan problem sistemik seperti diabetes melitus,
malnutrisi, defisiensi fungsi imun atau obat-obatan seringkali menyebabkan
luka kronis (Solanki, 2011)
2.1.2 Penyembuhan Luka
Penyembuhan luka adalah suatu bentuk proses usaha untuk memperbaiki
kerusakan yang terjadi. Komponen utama dalam proses penyembuhan luka adalah
kolagen. Fibroblas merupakan sel yang bertanggung jawab untuk sintesis kolagen.
Fisiologi penyembuhan luka secara alami meliputi fase-fase seperti di bawah ini :
a. Fase Inflamasi
Inflamasi merupakan reaksi awal bila tubuh terkena luka ( Li et al., 2007).
Fase ini terjadi segera setelah cedera dan dapat berlangsung sampai 4-6 hari
(Broughton et al., 2006). Reaksi awal adalah terjadinya vasodilatasi lokal,
keluarnya darah dan cairan menuju ruangan ekstravaskuler, dan terhambatnya
-
7
aliran limfatik. Semua ini mengakibatkan timbulnya tanda-tanda utama untuk
terjadinya suatu inflamasi, termasuk bengkak, merah dan panas. Respon inflamasi
akut ini biasanya antara 24-48 jam dan dapat menetap di atas 2 minggu untuk
beberapa kasus ( Li et al., 2007). Fase ini merupakan tahap awal yang alami untuk
mengangkat jaringan debris dan mencegah infeksi yang invasif (Gurtner, 2007).
b. Fase proliferasi (fibroplasi, regenerasi)
Pada fase ini aktifitas seluler lebih utama. Tahap-tahap utama meliputi
pembentukan barier permeabilitas (epitelisasi), kecukupan suplai darah
(angiogenesis) dan pembentukan kembali jaringan dermis pada jaringan yang luka
(fibroplasia) (Li et al., 2007). Ciri-ciri fase proliferasi adalah angiogenesis,
deposit kolagen, pembentukan jaringan granulasi, epitelisasi, dan kontraksi
luka (Nayak et al., 2007). Fase ini akan dimulai pada hari ke 3 bersamaan
dengan memudarnya fase inflamasi dan terus sampai pada hari ke 7, bahkan
lebih setelah luka, didominasi dengan pembentukan jaringan granulasi dan
epitelisasi (Reddy et al., 2012). Broughton, et al. (2006) menyebutkan fase
proliferasi dimulai segera setelah fase inflamasi yang berlangsung 4 - 6 hari.
c. Fase maturasi (remodeling)
Fase ini dimulai hari ke 21 sampai dengan 1 tahun. Pada fase remodeling
dan maturasi melibatkan peran fibroblast dan miofibroblas untuk membentuk
struktur jaringan yang lebih kuat, secara klinis luka akan tampak lebih berkontraksi
sampai dengan mencapai maturasi. Pada fase ini terjadi juga remodelling kolagen.
Kolagen tipe III pada fase ini secara gradual digantikan oleh kolagen tipe I dengan
bantuan matrixmetalloproteinase (MMP) yang disekresi oleh fibroblas, makrofag
-
8
dan sel endotel. Sekitar 80% kolagen pada kulit adalah kolagen tipe I yang
memungkinkan terjadinya tensile strength pada kulit, pada masa 3 minggu
penyembuhan, luka telah mendapatkan kembali 20% kekuatan jaringan normal
(Gurtner, 2007).
2.2 Sitokin Interleukin 2 (IL-2)
Interleukin adalah kelompok sitokin yang pertama kali terlihat untuk
diekspresikan oleh sel darah putih ( leukosit ). Mayoritas interleukin disintesis oleh
helper CD4+ T lymphocytes, serta melalui monosit, makrofag, dan sel endotel.
Interleukin mempromosikan pengembangan dan diferensiasi T, B, dan sel-sel
hematopoietik.
Interleukin-2 (IL-2) adalah faktor pertumbuhan untuk sel T yang dirangsang
antigen dan berperan pada ekspansi klon sel T setelah antigen dikenal. Ekspresi
reseptor IL-2 ditingkatkan oleh rangsangan antigen, oleh karena itu sel T yang
mengenal antigen merupakan sel utama yang berproliferasi pada respon imun
spesifik. IL-2 meningkatkan proliferasi dan diferensiasi sel imun lain (sel NK, sel
B). IL-2 meningkatkan kematian apoptosis sel T yang diaktifkan antigen melalui
Fas. Fas adalah golongan reseptor TNF yang diekspresikan pada permukaan sel T
(Bratawidjaja dkk, 2014).
IL-2 merangsang proliferasi dan diferensiasi sel T, sel B, dan sel NK. IL-2
juga mencegah respon imun terhadap antigen sendiri melalui apoptosis sel T
melalui Fas dan merangsang aktivasi sel T regulatory. Interleukin-2 (IL-2) adalah
salah satu sitokin yang bertanggung jawab untuk mengaktifkan pertumbuhan dan
-
9
diferensiasi limfosit. IL-2 banyak menghasilkan sel T CD4+ dan menghasilkan
sedikit sel T CD8+ (Bratawidjaja dkk, 2014).
2.3 Sel Radang
Sel radang merupakan sel-sel yang muncul akibat suatu proses inflamasi
(peradangan) pada jaringan. Sel-sel radang tersebut biasanya dapat ditemukan pada
eksudat tempat terjadinya inflamasi (radang), dimana eksudat radang terdiri dari sel
radang akut (PMN), sel radang kronis (MN), serta jaringan ikat (sel-sel fibroblas).
Yang termasuk sel PMN (polymorphonuclear) adalah sel neutrofil, eosinofil, dan
basofil. Yang termasuk sel MN (mononuclear) adalah sel limfosit, monosit, dan sel
plasma (Sudiono, dkk., 2001).
2.3.1 Sel Radang Mononuklear
Makrofag merupakan sel jaringan yang berasal dari monosit dalam sirkulasi
setelah bermigrasi dari aliran darah. Pada saat mencapai jaringan ekstravaskular,
monosit berubah menjadi makrofag, dan mampu mengadakan fagositosis terhadap
bakteri dan sisa-sisa sel dalam jumlah yang besar. Sel ini berukuran 10 sampai 30
µm dan umumnya memiliki inti lonjong atau berbentuk ginjal yang terletak
eksentris. Makrofag yang teraktivasi menyebabkan ukuran sel bertambah besar,
kandungan enzim lisosom menjadi meningkat, metabolismenya lebih aktif, dan
kemampuan membunuh mikroorganismenya lebih besar.
Limfosit muncul pada tingkat kronis reaksi inflamasi. Sel ini berhubungan
dengan sistem imun dan berfungsi untuk melepaskan zat antibodi. Limfosit terdiri
dari limfosit B, limfosit T dan sel pembunuh alami (natural killer). Secara
histologis limfosit memiliki ukuran sekitar 8-10 mikron, lebih kecil dari sel PMN.
-
10
Intinya bulat, gelap yang hampir memenuhi seluruh sel, sedangkan sitoplasmanya
hanya sedikit.
2.4 Jaringan Kulit
Jaringan kulit merupakan organ terbesar tubuh, menutupi sekitar 1,7 m²
permukaan tubuh dan tersusun hampir 10% dari berat total tubuh. Fungsi utama
kulit, yaitu menjadi pelindung tubuh dari lingkungan luar seperti radiasi sinar
ultraviolet, kimia, alergen, mikroorganisme, kehilangan uap, dan nutrisi tubuh.
Kulit juga berfungsi dalam proses homeostasis, mengatur suhu tubuh, dan tekanan
darah (Junqueira, L.C, 1999).
Gambar 2.1 Histologi jaringan kulit
Kulit terdiri dari dua lapisan, yaitu epidermis dan dermis. Epidermis yaitu
epitel berlapis pipih bertanduk yang merupakan pelindung primer antara
lingkungan luar dan dalam tubuh, yaitu mencegah masuknya bakteri atau senyawa
racun. Tebal epidermis berbeda-beda pada berbagai tempat di tubuh, paling tebal
pada telapak tangan dan kaki. Ketebalan epidermis hanya sekitar 5 % dari seluruh
ketebalan kulit. Epidermis tersusun atas lima lapisan tanduk yaitu stratum corneum
terdiri atas sel-sel mati mirip sisik, jernih tanpa inti, sitoplasmanya diganti keratin.
-
11
Kedua stratum lucidium terdiri atas selapis tipis sel eusinofilik sangat pipih dimana
organel dan ini tidak tampak karena matriks sitoplasma yang cukup padat. Ketiga
stratum granulosum yang terdiri atas tiga sampai lima lapis sel pipih dengan
sitoplasma yang mengandung granula basofil kasar yang disebut granula
keratohialin (Perdanakusuma, 2012).
Keempat stratum spinosum, memiliki beberapa lapis sel pipih dan terdiri
atas keratosit polyhedral tidak teratur. Permukaan sel ditutupi juluran sitoplasma
pendek yang berhubungan dengan juluran serupa pada sel ditutupi juluran
sitoplasma pendek yang berhubungan dengan juluran serupa pada sel bersebelahan
dengan membentuk jembatan inter sel. Stratum spinosum juga bisa disebut sebagai
stratum malpigi. Kelima stratum basale atau germinativum adalah selapis sel
kuboid atau sel silindris, masing-masing dengan juluran sitoplasma pendek pada
permukaan basalnya. Juluran sitoplasma tersebut sesuai dengan kantung pada
lamina basal dan menambatkan epitel pada dermis dibawahnya (Broughton et al.,
2006).
2.5 Obat Topikal
Obat topikal terdiri dari vehikulum (bahan pembawa) dan zat aktif. Zat aktif
merupakan komponen bahan topikal yang memiliki efek terapeutik, sedangkan zat
pembawa adalah bagian inaktif dari sediaan topikal yang dapat berbentuk cair atau
padat mengandung bahan aktif berkontak dengan kulit. Idealnya zat pembawa
mudah dioleskan, mudah dibersihkan, tidak mengiritasi serta menyenangkan secara
kosmetik. Selain itu, bahan aktif harus berada di dalam zat pembawa dan kemudian
mudah dilepaskan (Schaefer et al., 2008).
-
12
Farmakokinetik sediaan topikal secara umum menggambarkan perjalanan
bahan aktif dalam konsentrasi tertentu yang diaplikasikan pada kulit dan kemudian
diserap ke lapisan kulit, selanjutnya didistribusikan secara sistemik. Mekanisme ini
penting dipahami untuk membantu memilih sediaan topikal yang akan digunakan
dalam terapi. Secara umum perjalanan sediaan topikal setelah diaplikasikan
melewati tiga kompartemen yaitu: permukaan kulit, stratum korneum, dan jaringan
sehat. Stratum korneum dapat berperan sebagai reservoir bagi vehikulum tempat
sejumlah unsur pada obat masih berkontak dengan permukaan kulit namun belum
berpenetrasi tetapi tidak dapat dihilangkan dengan cara digosok atau terhapus oleh
pakaian. Unsur vehikulum sediaan topikal dapat mengalami evaporasi, selanjutnya
zat aktif berikatan pada lapisan yang dilewati seperti pada epidermis, dermis. Pada
kondisi tertentu sediaan obat dapat membawa bahan aktif menembus hipodermis.
Sementara itu, zat aktif pada sediaan topikal akan diserap oleh vaskular kulit pada
dermis dan hipodermis (Schaefer et al., 2008).
2.6 Buah Naga
Buah naga (Dragon fruit) merupakan buah tropis yang banyak digemari
oleh masyarakat karena memiliki khasiat dan manfaat serta nilai gizi cukup tinggi.
Bagian dari buah naga merah 30-35% merupakan kulit buah naga merah namun
seringkali hanya dibuang sebagai sampah. Hal ini sangat disayangkan karena kulit
buah naga merah yang memiliki manfaat tidak digunakan sebagai bahan tambahan
makanan seperti pewarna makanan. Kulit buah naga merah memiliki kandungan
pigmen alami yang dapat digunakan sebagai pewarna alami pangan.
-
13
Kulit buah naga merah memiliki kandungan nutrisi seperti karbohidrat,
lemak, protein dan serat pangan. Kandungan serat pangan yang terdapat dalam kulit
buah naga merah sekitar 46,7% (Saneto, 2005). Kandungan serat kulit buah naga
merah lebih tinggi dibandingkan dengan buah pear, buah orange dan buah persik
(Saneto, 2005). Menurut Santoso (2011) serat pangan memiliki manfaat bagi
kesehatan yaitu mengontrol berat badan atau kegemukan, menanggulangi penyakit
diabetes, mencegah gangguan gastrointestinal, kanker kolon (usus besar) serta
mengurangi tingkat kolestrol darah.
Menurut Panjuantiningrum (2009), kedudukan taksonomi buah naga merah
adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Subkelas : Hamamelidae
Ordo : Caryophyllales
Famili : Cactaceae
Genus : Hylocereus
Spesies : Hylocereus polyrhizus
Kulit buah naga mengandung vitamin C, vitamin E, vitamin A, alkaloid,
terpenoid, flavonoid, tiamin, niasin, piridoksin, kobalamin, fenolik, karoten, dan
fitoalbumin (Jaafar et al., 2009). Keunggulan dari kulit buah naga yaitu kaya
flavonoid dan merupakan sumber antioksidan alami. Selain itu flavonoid juga
berfungsi sebagai antiinflamasi, sehingga berpotensi untuk dikembangkan menjadi
sumber antiinflamasi alami.
Gambar 2.2 Buah naga merah (Hylocereus costaricensis)
-
14
Flavonoid adalah antioksidan alami yang termasuk dalam golongan terbesar
senyawa fenol. Flavonoid merupakan suatu golongan metabolit sekunder yang
dihasilkan oleh tanaman. (Astuti, 2008). Flavonoid adalah suatu kelompok senyawa
fenol yang potensial sebagai antiinflamasi dan antioksidan dan memiliki
bioaktifitas sebagai obat. Flavonoid bertindak sebagai penampung yang baik
terhadap radikal superoksida, dengan melindungi lipid membran terhadap reaksi
oksidasi yang merusak. Mekanisme kerja dari flavonoid yaitu dengan mendonorkan
ion hidrogen sehingga dapat menetralisir efek toksik dari radikal bebas
(Sumardika,2013). Mekanisme flavonoid dalam menghambat proses terjadinya
inflamasi melalui dua cara, yaitu dengan menghambat permeabilitas kapiler dan
menghambat metabolisme asam arakidonat dan sekresi enzim lisosom dari sel
neutrofil dan sel endothelial (Kurniawati, 2005).
Antosianin merupakan senyawa polifenol yang kaya akan
pigmen, bertanggung jawab bagi terbentuknya warna merah, ungu dan biru dari
berbagai buah-buahan dan sayur-sayuran. Antosianin merupakan salah satu jenis
flavonoid yang banyak terdapat pada buah naga. Antosianin memiliki berbagai
potensi dan manfaat bagi kesehatan seperti antioksidan, antiinflamasi, antimikroba,
antivirus, menghambat agregasi platelet, mengurangi resiko terjadinya
kardiovaskuler dan kanker (Prior, 2003).
Secara morfologis, tanaman buah naga termasuk tanaman tidak lengkap
karena tidak memiliki daun. Perakaran tanaman epifit, yaitu merambat dan
menempel pada batang tanaman lain. Namun, dalam pembudidayaan, media untuk
merambatkan batang tanaman buah naga ini digantikan dengan tiang penopang atau
-
15
kawat. Batang tanaman buah naga mengandung air dalam bentuk lender dan
berlapis lilin jika sudah dewasa warnanya hijau kebiru - biruan. Batang tersebut
berukuran panjang dan bentuknya siku atau segitiga, dari batang dan cabang
tumbuh duri-duri keras sekitar 4-5 buah (Kristanto, 2008).
Secara keseluruhan, setiap buah naga merah mengandung protein yang
mampu mengurangi metabolisme badan dan menjaga kesehatan jantung, serat
(mencegah kanker usus, kencing manis, dan diet), karotine (kesehatan mata,
menguatkan otak, dan mencegah penyakit), kalsium (menguatkan tulang). Buah
naga juga mangandung zat besi untuk menambah darah, vitamin B1 (mengawal
kepanasan badan), vitamin B2 (menambah selera),vitamin B3 (menurunkan kadar
kolestrol), dan vitamin C. Kandungan zat gizi buah naga dapat dilihat di Tabel 2.2
Tabel 2.1 Kandungan Nilai Gizi per 100gr Kulit Buah Naga Merah
Komponen Kadar
Air (g) Protein (g) Lemak (g) Serat (g) Betakaroten (mg) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Vitamin B1 (mg) Vitamin B2 (mg) Vitamin C (mg) Niasin (mg)
82,5 - 83 0,16 0,23 0,21 0,23 0,7 0,9 0,005 0,012 6,3 8,8 30,2 36,1 0,55 0,65 0,28 0,30 0,043 0,045 8 9 1,297 1,300
Sumber : Taiwan Food Industry Development And Research Authorities dalam (Panjuantiningrum, 2009)
Buah naga tergolong buah batu yang berdaging dan berair. Bentuk buah
bulat agak memanjang atau bulat agak lonjong seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 2.1. Kulit buah ada yang berwarna merah menyala, merah gelap, dan
-
16
kuning, tergantung dari jenisnya. Di sekujur kulitnya dihiasi dengan jumbai- jumbai
menyerupai sisik-sisik ular naga. Daging buah berserat sangat halus dan di dalam
daging buah bertebaran biji-biji hitam yang sangat banyak dan berukuran sangat
kecil. Selain itu buah naga ada yang berwarna merah, putih, dan hitam, tergantung
dari jenisnya. Daging buah bertekstur lunak dan rasanya manis sedikit masam.
(Cahyono,2009).
2.7 Tikus (Rattus novergicus)
Tikus putih (Rattus norvegicus) banyak digunakan sebagai hewan
percobaan pada berbagai penelitian. Tikus putih memiliki ciri antara lain rambut
berwarna putih dan mata yang merah, panjang tubuh total 440 mm, panjang ekor
205 mm dan bobot tikus putih pada usia dewasa sekitar 250-500 Gram seperti pada
Gambar 2.2 (Potter, 2007). Tikus putih tersertifikasi diharapkan lebih
mempermudah para peneliti dalam mendapatkan hewan percobaan yang sesuai
dengan kriteria yang dibutuhkan. Klasifikasi tikus putih adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Kelas : Mammalia
Ordo : Rodentia
Subordo : Odontoceti
Familia : Muridae
Genus : Rattus
Spesies : Rattus novergicus
Sumber : Tikus putih (Rattus novergicus) Potter,2007
Menurut Smith, et al. (1998) Terdapat beberapa galur tikus yang sering
digunakan dalam penelitian. Galur-galur tersebut antara lain : Wistar, Sprague-
Dawley, Long Evans, dan Holdzman. Dalam penelitian ini digunakan galur
-
17
Sprague-Dawley dengan ciri-ciri berwarna putih, berkepala kecil dan ekornya lebih
panjang daripada badannya.
Keunggulan tikus putih dibandingkan tikus liar antara lain lebih cepat
dewasa, tidak memperlihatkan perkawinan musiman, dan umumnya lebih cepat
berkembang biak. Kelebihan lainnya sebagai hewan laboratorium adalah sangat
mudah ditangani, dapat ditinggal sendirian dalam kandang asal dapat mendengar
suara tikus lain dan berukuran cukup besar sehingga memudahkan pengamatan.
Secara umum, berat badan tikus laboratorium lebih ringan dibandingkan
berat badan tikus liar. Biasanya pada umur empat minggu beratnya 35-40 g, dan
berat dewasa rata-rata 200-250 g, tetapi bervariasi tergantung pada galur (Krinke,
2000). Tikus termasuk hewan mamalia, oleh sebab itu dampaknya terhadap suatu
perlakuan mungkin tidak jauh berbeda dibanding dengan mamalia lainnya Selain
itu, penggunaan tikus sebagai hewan percobaan juga didasarkan atas pertimbangan
ekonomis dan kemampuan hidup tikus hanya 2-3 tahun dengan lama produksi 1
tahun (Krinke, 2000) temperatur 35.90-37.50 C, konsumsi pakan 5-6 g/ 100 g BB
dan konsumsi minum 10-12 mL / 100g BB (Bogdanske, et al., 2010).
Menurut Khoshneviszadeh, et al. (2014) yang melakukan penelitian
mengenai regenerasi jaringan kulit tikus berlangsung selama 4-12 hari yang telah
dibuktikan pada hari pertama diameter luka (1cm), hari ke-4 (3mm), hari ke-8
(2mm), dan pada hari ke-12 (1mm). Hal ini telah menunjukan bahwa regenerasi
jaringan kulit tikus telah melewati fase inflamasi, fase proliferasi, dan fase maturasi
(remodeling).
-
18
BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Konsep
Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian
Keterangan : : Variabel bebas : Efek menghambat
: Variabel yang Diamati : Efek luka terbuka
: Efek terapi salep ekstrak kulit buah naga
Tikus putih (Rattus norvegicus)
Luka terbuka
Kerusakan jaringan perifer
Injury cell
ROS
APC ( Makrofag)
Aktifasi sel T
FLAVONOID
IL-2
Jumlah sel radang
Inflamasi
Regenerasi
Salep ekstrak Kulit Buah Naga
(Hylocereuscostaricensis)
-
19
Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini
dapat disebabkan oleh trauma, benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia,
atau gigitan hewan.(Latuheru, 2013). Luka insisi adalah luka yang diakibatkan oleh
pembedahan, menggunakan gunting, elektroscalpel atau laser (Suwiti, 2010).
Adanya luka terbuka pada jaringan kulit hewan coba tikus (Rattus norvegicus) akan
menyebabkan kerusakan jaringan perifer sehingga menyebabkan trauma, sel
Makrofag yang teraktivasi akan melepaskan berbagai metabolit seperti Reactive
Oxygen Species (ROS). Adanya ROS akan menginduksi makrofag, kemudian
makrofag akan mengaktifkan sel T naif dan memproduksi IL-2. IL-2 adalah faktor
pertumbuhan untuk sel T yang dirangsang oleh antigen dan berperan pada ekspansi
klon sel T setelah antigen dikenal. Ekspresi reseptor IL-2 ditingkatkan oleh
rangsangan antigen, oleh karena itu sel T yang mengenal antigen merupakan sel
utama yang berproliferasi pada respon imun spesifik. Bila pada proliferasinya di
dominasi oleh lingkungan IL-12 akan menghasilkan populasi Th 1 yang melepas
sitokin dengan ciri khas termasuk IFN- . Bila lingkungan didominasi oleh IL-4
akan menghasilkan populasi Th 2 yang akan mengaktifasi eosinofil dan sintesis
berbagai kelas antibodi. Hal ini menyebabkan terjadinya pembentukan sel radang.
Adanya sel radang akan menyebabkan terjadinya inflamasi. Proses regenerasi pada
luka dipengaruhi oleh adanya inflamasi. Semakin meningkatnya inflamasi akan
menyebabkan regenerasi menjadi melambat.
Pemberian salep ekstrak kulit buah naga (Hylicereus costaricensis) yang
mengandung flavonoid (Antosianin). Flavonoid bekerja dengan mendonorkan ion
hidrogen sehingga dapat menetralisir efek toksik dari radikal bebas yang dapat
-
20
menurunkan jumlah ROS. Hal ini juga akan mengurangi dari aktifasi sel T sehingga
poliferasi sel T menurun akibatnya IL-2 mengalami penurunan. Selanjutnya jumlah
sel radang yang terbentuk akan menjadi menurun hal ini akan mengurangi adanya
inflamasi sehingga regenerasi dapat terjadi secara cepat. Flavonoid memiliki
potensi sebagai antiinflamasi karena memiliki gugus hidroksil yang terikat pada
karbon cincin aromatik sehigga dapat menangkap radikal bebas yang dihasilkan
dari reaksi peroksidasi lemak. Mekanisme flavonoid dalam menghambat proses
terjadinya inflamasi melalui dua cara, yaitu dengan menghambat permeabilitas
kapiler dan menghambat metabolisme asam arakidonat dan sekresi enzim lisosom
dari sel neutrofil dan sel endothelial (Kurniawati, 2005). Flavonoid terutama
bekerja pada endothelium mikrovaskular untuk mengurangi terjadinya
hipermeabilitas dan radang. Beberapa senyawa flavonoid dapat menghambat
pelepasan asam arakhidonat dan sekresi enzim lisosom dari membran dengan jalan
memblok jalur siklooksigenase (Hamid et.al, 2010) Penghambatan akumulasi
leukosit, penghambatan degranulasi neutrofil, penghambat pelepasan histamin
(Yuda,2015). Senyawa flavonoid akan menyumbangkan satu atom hydrogen untuk
menstabilkan radikal peroksi lemak (Hamid et.al, 2010).
3.2 Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
1. Salep ekstrak kulit buah naga (Hylicereus costaricensis) dapat sebagai
antiinflamasi dilihat berdasarkan penurunan ekspresi Interleukin-2 (IL-2) pada
tikus (Rattus novergicus) pasca diberi luka terbuka.
-
21
2. Salep ekstrak Kulit buah naga (Hylicereus costaricensis) dapat sebagai
antiinflamasi dilihat berdasarkan penurunan jumlah sel radang mononuklear
pada tikus (Rattus novergicus) pasca diberi luka terbuka.
-
22
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni juli 2016 yang bertempat di
Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang,
Laboratorium Farmakologi Universitas Brawijaya, Laboratorium Patologi Anatomi
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, dan Laboratorium Biosains
Universitas Brawijaya Malang.
4.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah kandang tikus, botol minum
tikus, timbangan, scalpel, gunting tajam-tajam, gunting tajam tumpul, pinset,
mikroskop olympus seri BX51, autoclave, penyaring karet, gelas ukur, blender,
cawan petri, oven, lemari pendingin, plastik klip, mikrotom, spuit injeksi, alat
pencukur.
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah tikus putih (Rattus
novergicus) jantan strain Wistar dengan berat 150-250 Gram, NaCl fisiologis,
alkohol 70 %, ketamin, herbal kulit buah naga, pakan pellet, iodine, minuman,
vaselin album, aquades, formalin 10%, larutan xylol, parafin cair, antibodi
interleukin-2.
4.3 Tahapan Penelitian
1. Persiapan hewan coba
2. Pembuatan ekstrak kulit Buah naga
3. Perlakuan luka terbuka pada hewan coba di daerah punggung.
4. Terapi salep ekstrak kulit buah naga
-
23
5. Pengambilan dan pembuatan preparat kulit
6. Ekspresi IL-2 dengan metode Imunohistokimia (IHK)
7. Tahap perhitungan jumlah sel radang
8. Analisis data
4.4 Prosedur Kerja
4.4.1 Rancangan Penelitian dan Persiapan Hewan Coba
Penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratorik dengan
menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Rancangan eksperimental yang
digunakan adalah rancangan eksperimen sederhana yang mana subyek dibagi
menjadi 5 kelompok secara random. Tiap kelompok terdiri dari 4 tikus. Kelompok
perlakuan dalam penelitian ini antara lain adalah :
1) Kelompok 1 adalah tikus tidak di insisi dan tidak diberi perlakuan apa-apa (kontrol
negatif).
2) Kelompok 2 adalah tikus yang telah dilakukan insisi dan tidak diberi perlakuan apa-
apa (kontrol positif).
3) Kelompok 3 adalah tikus yang telah dilakukan insisi dan dilakukan terapi ekstrak
kulit buah naga yang diberikan secara topikal dengan konsentrasi 5%.
4) Kelompok 4 adalah tikus yang telah dilakukan insisi dilakukan terapi ekstrak kulit
buah naga yang diberikan secara topikal dengan konsentrasi 10%.
5) Kelompok 5 adalah tikus yang telah dilakukan insisi dan dilakukan terapi ekstrak
kulit buah naga yang diberikan secara topikal dengan konsentrasi 15%.
Hewan model menggunakan tikus (Rattus norvegicus) jantan strain wistar
berumur 8-12 minggu. Bobot badan tikus antara 150-250 gram. Hewan coba
-
24
diadaptasikan selama 7 hari untuk menyesuaikan dengan kondisi di laboratorium.
Estimasi besar sampel dihitung berdasarkan rumus Frederer (Kusriningrum, 2008)
t (n-
5 (n- 15
5n
Keterangan : t : Jumlah perlakuan
n : Jumlah ulangan yang diperlukan
Berdasarkan perhitungan di atas, maka untuk 5 macam kelompok perlakuan
diperlukan jumlah ulangan paling sedikit 4 kali dalam setiap kelompok sehingga
dibutuhkan 20 ekor hewan coba.
Tabel 4.1 Rancangan penelitian
Pada percobaan ini terdapat 20 ekor tikus putih (Rattus novergicus) strain
wistar jantan sehat dengan berat 180 - 250 gram. Tikus diadaptasi selama tujuh hari
dengan pemberian pakan basal pada semua tikus. Tikus dibagi menjadi 5 kelompok
Variable yang diamati Ulangan
Ekpresi IL-2 dan Jumlah sel
radang mononuklear
1 2 3 4
Kelompok 1 (Kontrol positif)
Kelompok 2 (Kontrol negatif)
Kelompok 3 (konsentrasi 5%)
Kelompok 4 (konsentrasi 10%)
Kelompok 5 (konsentrasi 15%)
-
25
perlakuan dengan setiap kelompok perlakuan terdiri atas 4 ekor tikus. Komposisi
ransum yang diberikan yaitu mengandung karbohidrat, protein 10%, lemak 3%,
mineral, vitamin, dan air 12 %.
Kandang tikus berukuran 17,5 x 23,75 x 17,5. Kandang terbuat dari bahan
plastik dengan tutup terbuat dari rangka kawat. Kandang tikus berlokasi pada
tempat yang bebas dari suara ribut dan terjaga dari polutan. Lantai kandang mudah
dibersihkan dan disanitasi. Suhu optimum ruangan untuk tikus adalah 22-24°C dan
memiliki kelembapan udara 50-60% dengan ventilasi yang cukup.
4.4.2 Variabel Penelitian
Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah :
Variabel bebas : Luka terbuka dan dosis terapi salep ekstrak kulit buah naga
Variabel terikat : Ekspresi Interleukin-2 (IL-2) dan jumlah sel radang mononuklear.
Variabel kontrol : Tikus (Rattus novergicus), jenis kelamin, berat badan, umur,
suhu, pakan, dan kandang.
4.4.3 Perlakuan Insisi pada Hewan Coba
Tikus dihandling dengan cara menjepit kepala tikus diantara jari telunjuk
dan jari tengah tangan kanan dan ekor tikus dipegang dengan tangan kiri kemudian
dianestesi menggunakan ketamin dengan volume 0,1ml, setelah itu daerah
punggung tikus dicukur dengan cara mengolesi rambut tikus dengan sabun lalu di
cukur, setelah itu dibersihkan dengan alkohol kemudian diolesi iodine kemudian
dilakukan insisi dengan ukuran PxL ± 1x1 cm. Pembuatan Insisi dilakukan hanya
sampai subkutan sehingga tidak menembus lapisan muskulus. Kemudian diberikan
salep ekstrak kulit buah naga (Yenti, 2011).
-
26
4.4.4 Pembuatan Ekstrak Kulit Buah Naga
Sampel buah naga merah dikupas dan dibersihkan untuk memisahkan
daging buah dengan kulitnya, selanjutnya kulit buah dipotong kecil-kecil kemudian
dicuci setelah itu dikeringkan menggunakan oven selama 3 hari selanjutnya
diblender sampai halus. Hasil yang didapat sebanyak 250 g sampel kulit buah yang
telah halus diekstraksi dengan teknik maserasi basah menggunakan pelarut etanol
96%, dilakukan perendaman lalu kocok sampai benar-benar tercampur (±30 menit),
didiamkan 1 malam sampai mengendap, kemudian disaring dan filtratnya
ditampung, proses perendaman ini dilakukan sampai 3 kali. Filtrat tersebut
diuapkan dengan menggunakan rotary vacum evaporator biarkan larutan etanol
berhenti menetes pada labu penampung (±1,5 sampai 2 jam untuk 1 labu) ±900 ml
sehingga didapat ekstrak kental etanol kemudian ditimbang beratnya (Cahyono,
2009).
4.4.5 Pembuatan Salep Ekstrak Kulit Buah Naga
Salep dibuat dengan bahan dasar vaselin album. Menurut Naibaho dkk
(2013), salep dengan bahan dasar hidrokarbon memiliki waktu kontak dan daya
absorpsi yang tinggi dibandingkan dengan basis salep lainnya. Selain itu, basis
hidrokarbon menunjukkan daya antibakteri yang lebih besar dibandingkan basis
lainnya, ditandai dengan penyembuhan infeksi pada luka kulit yang lebih cepat.
(Pongsipulung, 2012).
Pada penelitian ini menggunakan salep dengan konsentrasi 5%, 10%, dan
15%. Pembuatan salep dengan konsentrasi tersebut yaitu dengan cara menimbang
ekstrak sebanyak 0,7 gram dan vaselin album sebanyak 13,3 gram untuk salep
-
27
konsentrasi 5 %, kemudian ditimbang ekstrak sebanyak 1,4 gram dan vasein album
sebanyak 12,6 gram untuk konsentrasi 10 % dan ditimbang ekstrak sebanyak 2,1
gram dan vaslin album sebanyak 11,9 gram untuk konsentrasi 15%, setelah selesai
menimbang semua bahan kemudian dicampur dengan cara mengaduk secara rata
hingga homogen. Homogenitas di uji dengan cara salep dioleskan pada objek glass
lalu diratakan dan diamati butiran partikel yang terlihat, salep homogen jika tidak
ada partikel kecil yang terlihat.
4.4.6 Terapi Salep Ekstrak Kulit Buah Naga
Pemberian salep dilakukan dua kali sehari setiap 12 jam (Smith, 2015)
dengan cara mengoleskan salep di area luka selama 6 hari, sesuai dengan periode
fase proliferasi selama penyembuhan luka (Broughton et al, 2006). Konsentrasi
yang diberikan yaitu perlakuan 1 (5%), perlakuan 2 (10%), perlakuan 3 (15%).
4.4.7 Pengambilan dan Pembuatan Preparat Kulit
Pengambilan kulit pada hewan coba tikus putih (Rattus novergicus)
dilakukan pada hari ke-6 yang selanjutnya diikuti pengambilan atau pemotongan
jaringan. Langkah awal yang dilakukan yaitu euthanasi dengan cara dislokasi leher.
Pemotongan dilakukan pada bagian subkutan, tikus diletakkan dengan posisi dorso
ventral pada papan penyayatan. Bagian kulit tempat insisi diisolasi dan dibilas
dengan NaCl fisiologis 0,9%. Kulit yang telah dipotong selanjutnya akan melalui
beberapa proses yaitu Fiksasi, yaitu proses perendaman organ kulit pada larutan
formalin 10%. Dehidrasi, yaitu perendaman kulit pada etanol bertingkat
70%,80%,90%,95%. Clearing, yaitu perendaman kulit pada xylol bertingkat xylol
I,II,III. Embeding, yaitu memasukan kulit pada parafin cair. Section, yaitu
-
28
perendaman kulit pada cetakan blok parafin kemudian dipotong ±5 m lalu
diletakan pada waterbath. Affixing, yaitu pengambilan irisan yang paling sempurna
dan diletakan pada kaca objek dan preparat kosong (belum terwarnai) telah selesai.
Proses selanjutnya pewarnaan preparat dengan beberapa cara yaitu Deparafinisasi,
yaitu menghilangkan parafin yang masih melekat pada kaca objek. Rehidrasi, yaitu
perendaman pada etahol bertingkat. Stanning, yaitu pewarnaan dengan pewarna
hematosilin eosin, Mounting, yaitu penetesan etelan pada kaca objek dan ditutup
kaca cover kemudian dilakukan pelabelan (Setiabudi, 2005).
4.4.8 Ekspresi IL-2 dengan Metode Imunohistokimia (IHK)
Metode Imunohistokimia (IHK) menggunakan indirect method atau metode
tidak langsung yaitu menggunakan dua macam antibodi, antibodi prmer anti mouse
IL-2 500301 dan antibodi sekunder anti mouse igG. Pelabelan antibodi sekunder
diikuti dengan dengan penambahan substrat berupa kromogen yaitu Strep Avidin
Horse Radish Peroxidase (SA-HRP) kemudian dilakukan pewarnaan dengan
pewarna diaminobenzidine (DAB), pengamatan ekspresi interleukin-2 dilakukan
dengan mikroskop perbesaran 400x dengan lima bidang pandang pengamatan.
Setelah itu hasil pengamatan difoto. Hasil foto dari mikroskop kemudian diproses
menggunakan software imunorasio untuk mengamati penurunan ekspresi IL-2.
4.4.9 Tahapan Perhitungan Jumlah Sel Radang
Preparat sampel yang sudah dibuat histopatologi dan telah diwarnai dengan
pewarnaan Hematosin Eosin (HE), diamati dibawah mikroskop perbesaran 400x
hingga 1000x. Diamati sel radang yang muncul dan dihitung jumlahnya dengan
aplikasi image raster 3. Dihitung jumlah sel radang mononuklear antara dosis
-
29
pemberian terapi salep ekstrak kulit buah naga dengan perlakuan yang berbeda dan
dibandingkan dengan organ hewan coba yang diberikan kontrol negatif. Sel radang
mononuklear memiliki ciri ciri inti sel besar dan berwarna gelap serta
sitoplasmanya terlihat tipis.
4.5 Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan
analisis kuantitatif statistik untuk menghitung jumlah sel radang mononuklear dan
ekspresi IL-2 dengan uji one way ANOVA dan uji lanjutan BNJ (Beda Nyata Jujur).
ANOVA dan BNJ digunakan untuk mengetahui apakah terapi yang diberikan dapat
berpengaruh terhadap parameter yang diamati, dan data yang diperoleh dianalisis
dalam analisis kuantitatif, dengan tingkat kesalahan ( ) sebanyak 0,05%.
-
30
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini mengamati jumlah sel radang mononuklear dan ekspresi IL-2
pada luka terbuka yang di terapi dengan salep ekstrak kulit buah naga. Identifikasi
jumlah sel radang mononuklear dengan preparat kulit menggunakan pewarnaan
hematoxylin-eosin (HE) untuk mengetahui gambaran kerusakan yang terjadi pada
epidermis kulit tikus putih melalui degradasi warna yang terbentuk. Inti sel dari
jaringan akan berwarna biru akibat adanya ikatan antara hematoxylin bermuatan
positif dengan asam nukleat DNA (Deoxyribose Nucleic Acid) yang bermuatan
negatif. Pewarna eosin akan berikatan dengan sitoplasma dan matriks sel yang
mengakibatkan warna merah pada bagian tersebut (Junquiera L.C, 1999).
Penghitungan jumlah sel radang mononuklear menggunakan aplikasi Image Raster
3, untuk dapat dilakukan konfirmasi secara statistik mengenai adanya peningkatan
maupun penurunan jumlah sel radang mononuklear terhadap variabel bebas jumlah
konsentrasi salep ekstrak kulit buah naga yang dijadikan terapi pada luka insisi tikus
putih.
Tikus (Rattus norvegicus) yang telah diinsisi pada daerah punggung
kemudian diberikan terapi salep ekstrak kulit buah naga. Untuk mengetahui
pengaruh pemberian salep ekstrak kulit buah naga terhadap jumlah sel radang
mononuklear pada jaringan kulit dilakukan pewarnaan dengan metode HE dan
penurunan ekspresi IL-2 dengan metode Imunohistokimia.
-
31
5.1 Pengaruh Salep Ekstrak Kulit Buah Naga Terhadap Ekspresi Interleukin-2 Metode imunohistokimia (IHK) merupakan suatu proses identifikasi protein
spesifik pada jaringan atau sel menggunakan antibodi. Ekspresi Interleukin-2 (IL-
2) dengan teknik imunohistokimia ditunjukkan dengan adanya ekspresi warna
kecoklatan pada bagian sitoplasma. Adanya warna coklat diakibatkan oleh adanya
ikatan antara antigen dan antibodi yang berada pada jaringan. Antibodi yang
diberikatan pada penelitian ini digunakan 2 jenis antibodi yaitu antibodi primer
yang berikatan dengan antigen pada jaringan, dan antibodi sekunder berlabel biotin.
Pemberian antibodi sekunder diikuti dengan penambahan enzim berupa SA-HRP
(Strepta Avidin Horseradish Peroxidase) dan substratnya berupa kromogen DAB.
Kromogen DAB merupakan substrat dari peroksidase yang dapat menghasilkan
warna kecoklatan, sehingga akan terbentuk warna yang lebih jelas pada jaringan
(Elias et all, 1989). Hasil penelitian mengenai pengaruh terapi salep ekstrak kulit
buah naga terhadap ekspresi IL-2 tikus model pasca diberi luka terbuka dengan
metode imunohistokimia dapat dilihat pada gambar 5.1.
Pengukuran presentase area ekspresi IL-2 dilakukan dengan menggunakan
software immunoRatio dan didapatkan jumlah rata-rata ekspresi IL-2 pada tabel
5.1. Data yang diperoleh kemudian diuji statistik dengan menggunakan one way
ANOVA dengan hasil uji statistik.
-
32
Gambar 5.1. Ekspresi IL-2 jaringan kulit tikus dengan pewarnaan imunohistokimia (perbesaran 400x).
Keterangan : (A) kontrol negatif, (B) kontrol positif, (C) terapi salep ekstrak kulit
buah naga konsentrasi 5%, (D) Konsentrasi 10% dan (D) Konsentrasi 15%.
K- K+
P1 P2
P3
-
33
Tabel 5.1 Terapi salep ekstrak kulit buah naga terhadap ekspresi Interleukin-2 (IL-2).
Kelompok Perlakuan
Rata-rata presentase ekspresi IL-2
Peningkatan eksprei IL-2 terhadap Kontrol negatif
Penurunan ekspresi IL-2 terhadap Kontrol Positif
Kontrol negative 28,916 ± 5,1 a - -
Kontrol positif 49,5 ± 0,92d 71,18% -
P1 45,168 ± 3,14c - 8,75%
P2 41,456 ± 6,36b - 16,25%
P3 36,648 ± 3,8a - 37,75%
Hasil perhitungan ekspresi IL-2 pada kelompok tikus kontrol negatif
menunjukkan ekspresi IL-2. Adanya ekspresi IL-2 pada jaringan kulit adalah
normal karena sitokin IL-2 secara alami terdapat di dalam tubuh dalam jumlah
relatif sedikit sebagai komponen imunitas. Gambaran ekspresi IL-2 ditandai dengan
warna coklat pada bagian sitoplasma. IL-2 merupakan sitokin yang berfungsi untuk
merangsang dan mengaktifkan sistem imun terhadap respon inflamasi, dimana
dalam keadaan normal, antigen yang masuk memicu reaktivitas imun pada imunitas
nonspesifik maupun spesifik (Baratawidjaja, 2014). IL-2 adalah salah satu sitokin
yang berperan dalam mengatur respon imun, secara potensial meningkatkan
proliferasi dan fungsi sel T, sel B, dan sel NK, memperbaiki pembentukkan antigen,
dan meningkatkan produksi dan pelepasan dari sitokin lainnya (Asep dkk,2014).
Pada kelompok tikus kontrol positif terdapat ekspresi IL-2 yang melebihi kelompok
negatif. Hal ini disebabkan karena pada kelompok positif tidak diberi terapi namun
tetap diberikan perlakuan luka terbuka sehingga akan menyebabkan meningkatnya
-
34
ekspresi IL-2. Adanya peningkatan ekspresi IL-2 pada kelompok kontrol positif
akan menyebabkan terjadinya peningkatan dari sistem imunitas pada tikus. Seiring
meningkatnya ekspresi IL-2 maka akan meningkatkan pula jumlah sel radang
mononuklear seperti limfosit dan monosit sehingga kesembuhan luka akan
mengalami penurunan.
Berdasarkan Tabel 5.1 ditunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang
signifikan antar perlakuan (p
-
35
Luka terbuka yang diberikan pada jaringan kulit hewan coba tikus (Rattus
norvegicus) akan menyebabkan kerusakan jaringan perifer sehingga menyebabkan
trauma, kerusakan jaringan tersebut dapat disebabkan oleh beberapa penyebab
salah satunya yaitu radikal bebas, radikal bebas merupakan molekul yang tidak
memiliki elektron yang berpasangan karenanya radikal bebas ini akan mengambil
elektron dari sel lain sehingga menyebabkan kerusakan jaringan dan secara
bersamaan makrofag akan aktif (Fessenden, 1986). Makrofag yang teraktivasi akan
melepaskan berbagai metabolit seperti Reactive Oxygen Species (ROS). Adanya
ROS akan menginduksi makrofag, kemudian makrofag akan mengaktifkan sel T
naif dan memproduksi IL-2. IL-2 adalah faktor pertumbuhan untuk sel T yang
dirangsang oleh antigen dan berperan pada ekspansi klon sel T setelah antigen
dikenal. Ekspresi reseptor IL-2 ditingkatkan oleh rangsangan antigen, oleh karena
itu sel T yang mengenal antigen merupakan sel utama yang berproliferasi pada
respon imun spesifik. Bila pada proliferasinya didominasi oleh lingkungan IL-12
akan menghasilkan populasi Th 1 yang melepas sitokin dengan ciri khas termasuk
IFN- . Bila lingkungan didominasi oleh IL-4 akan menghasilkan populasi Th 2
yang akan mengaktifasi eosinofil dan sintesis berbagai kelas antibodi (Bratawidjaja,
2014). Hal ini menyebabkan terjadinya pembentukan sel radang. Adanya sel radang
akan menyebabkan terjadinya inflamasi. Proses regenerasi pada luka dipengaruhi
oleh adanya inflamasi. Semakin meningkatnya inflamasi akan menyebabkan
regenerasi menjadi melambat.
Pemberian salep ekstrak kulit buah naga (Hylicereus costaricensis) yang
mengandung flavonoid (Antosianin). Flavonoid bekerja dengan mendonorkan ion
-
36
hidrogen sehingga dapat menetralisir efek toksik dari radikal bebas yang dapat
menurunkan jumlah ROS (Nijveldt et al, 2001). Hal ini juga akan mengurangi dari
aktifasi sel T sehingga poliferasi sel T menurun akibatnya IL-2 mengalami
penurunan. Selanjutnya jumlah sel radang yang terbentuk akan menjadi menurun
hal ini akan mengurangi adanya inflamasi sehingga regenerasi dapat terjadi secara
cepat. Mekanisme flavonoid dalam menghambat proses terjadinya inflamasi
melalui dua cara, yaitu dengan menghambat permeabilitas kapiler dan menghambat
metabolisme asam arakidonat dan sekresi enzim lisosom dari sel neutrofil dan sel
endothelial (Kurniawati, 2005). Flavonoid terutama bekerja pada endothelium
mikrovaskular untuk mengurangi terjadinya hipermeabilitas dan radang. Beberapa
senyawa flavonoid dapat menghambat pelepasan asam arakhidonat dan sekresi
enzim lisosom dari membran dengan jalan memblok jalur siklooksigenase (Hamid
et.al, 2010) Penghambatan akumulasi leukosit, penghambatan degranulasi
neutrofil, penghambat pelepasan histamin (Yuda,2015). Senyawa flavonoid akan
menyumbangkan satu atom hydrogen untuk menstabilkan radikal peroksi lemak
(Hamid et.al, 2010).
5.2 Pengaruh Salep Ekstrak Kulit Buah Naga Terhadap Penurunan Jumlah Sel Radang Mononuklear
Hasil penelitian mengenai pengaruh pemberian ekstrak kulit buah naga pada
lima perlakuan yaitu tikus A (kontrol negatif), tikus B (kontrol positif), tikus C
(tikus insisi + konsentrasi 5%), tikus D (tikus insisi + konsentrasi 10%), tikus E
(tikus insisi + konsentrasi 15%) memperlihatkan adanya perbedaan pada
penurunan jumlah sel radang mononuklear (Gambar 5.2).
-
37
Gambar 5.2 Gambaran mikroskopis sel radang mononuklear yang muncul pada pewarnaan HE
Keterangan : (A) kontrol negatif. (B) kontrol positif. (C) terapi salep ekstrak kulit buah naga 5%. (D) terapi salep ekstrak kulit buah naga 10%. (D) terapi salep ekstrak kulit buah naga 15%.
Pada Gambar 5.2 memperlihatkan akumulasi sel radang mononuklear yang
semakin sedikit pada perlakuan P3. Sel radang mononuklear berupa limfosit
maupun monosit dapat terlihat cukup baik pada perbesaran 400x. Limfosit dapat
K- K+
P1 P2
P3
-
38
diidentifikasi dari inti berwarna biru gelap yang berukuran besar sedangkat monosit
dapat diidentifikasi dari bentuk inti sel nya yang mirip persis dengan kacang.
Perhitungan sel radang mononuklear menggunakan aplikasi Image Raster 3
dengan jumlah rata-rata dari 5 lapang pandang pada tiap preparat. Total lapang
pandang yang didapat dan digunakan untuk perhitungan statistik sel radang secara
kuantitatif berjumlah 100 gambar, terdiri dari gambar dari jaringan kulit hewan
coba pada K-, K+, P1, P2, dan P3 Data statistik peningkatan rata-rata jumlah sel
radang pada tiap perlakuan hewan coba dapat dilihat pada Tabel 5.2.
Sel radang merupakan sel yang muncul pada saat terjadi proses luka pada
jaringan. Manifestasi sel radang pada jaringan luka disebabkan oleh adanya
mekanisme perlindungan tubuh terhadap kerusakan seluler sehingga dilepaskannya
mediator sel radang untuk menghantarkan sel radang menuju jaringan luka untuk
diperbaiki. Pada terapi salep ekstrak kulit buah naga dengan konsentrasi berbeda,
tampak perbedaan pula jumlah sel radang yang muncul.
Tabel 5.2 Terapi salep ekstrak kulit buah naga terhadap penurunan jumlah sel radang.
Kelompok Perlakuan
Rata-rata presentase Infiltrasi Sel Mononuklear
Peningkatan Infiltrasi Sel Radang terhadap Kontrol negatif
Penurunan Infiltrasi Sel Radang terhadap Kontrol Positif
Kontrol negative 9,52 ± 1,6 a - -
Kontrol positif 50,4 ± 13d 429,41% -
P1 31,68 ± 3,4c - 37,14%
P2 15,8 ± 3,6b - 68,65%
P3 9,92 ± 2,2a - 80,31%
-
39
Dari data yang didapat, pada kelompok tikus kontrol negatif secara normal
tetap ditemukan sel radang. Hal ini disebabkan sel radang merupakan sel yang
secara normal juga terdapat pada jaringan sebagai bentuk imunitas alami dari dalam
tubuh dengan jumlah yang rendah meskipun tidak terjadi kerusakan jaringan.
Jumlah sel radang yang rendah pada jaringan normal ini berfungsi dalam
pertahanan diri awal saat terjadi luka pada jaringan atau inflamasi. Pada kelompok
tikus kontrol positif ditemukan sel radang melebihi kelompok negatif. Hal ini
disebabkan karena pada kelompok positif tidak diberi terapi namun tetap diberikan
perlakuan luka terbuka sehingga akan menyebabkan akumulasi infiltrasi sel radang.
Adanya akumulasi infiltrasi sel radang pada kelompok kontrol positif akan
menyebabkan terjadinya inflamasi. Sel radang akan bertambah jumlahnya seiring
dengan kerusakan jaringan yang semakin tinggi akibat zat maupun benda asing
yang bersifat toksik terakumulasi dan merusak jaringan.
Pada perbandingan antara kontrol positif terhadap kontrol negatif terdapat
peningkatan infiltrasi sel radang mononuklear sebesar 429,41%. Nilai infiltrasi sel
radang mononuklear kontrol negatif dan P1 (perlakuan 1) konsentrasi 5%
menunjukkan perbedaan nyata. Perbandingan antara kontrol positif dibandingkan
dengan P1 (perlakuan 1) konsentrasi 5% didapati adanya penurunkan infiltrasi sel
radang sebanyak 37,14%, namun belum bisa mendekati jumlah infiltrasi sel radang
kelompok kontrol negatif. Nilai infiltrasi sel radang kontrol negatif dan
P2(perlakuan 2) konsentrasi 10% menunjukkan perbedaan nyata. Perbandingan
antara kontrol positif dibandingkan dengan P2(perlakuan 2) konsentrasi 10%
didapati adanya penurunkan infiltrasi sel radang sebanyak 68,65%, namun belum
-
40
bisa mendekati jumlah infiltrasi sel radang kelompok kontrol negatif. Nilai
presentase kelompok P3 (perlakuan 3) konsentrasi 15% menunjukkan tidak berbeda
nyata dengan kelompok kontrol negatif. Perbandingan antara kontrol positif dengan
P3 (perlakuan 3) konsentrasi 15% didapati adanya penurunan infiltrasi sel radang
sebesar 80,31 %. Data ini dapat menunjukkan bahwa P3 (perlakuan 3) dengan
konsentrasi 15% merupakan konsentrasi yang efektif mengurangi infiltrasi sel
radang pada hewan coba.
Luka terbuka yang diberikan pada jaringan kulit hewan coba tikus (Rattus
norvegicus) akan menyebabkan kerusakan jaringan perifer sehingga menyebabkan
trauma, kerusakan jaringan tersebut dapat disebabkan oleh beberapa penyebab
salah satunya yaitu radikal bebas, radikal bebas merupakan molekul yang tidak
memiliki elektron yang berpasangan karenanya radikal bebas ini akan mengambil
elektron dari sel lain sehingga menyebabkan kerusakan jaringan dan secara
bersamaan makrofag akan aktif. Makrofag yang teraktivasi akan melepaskan
berbagai metabolit seperti Reactive Oxygen Species (ROS). Seiring bertambahnya
jumlah ROS akan menyebabkan terjadinya pembentukan sel radang. Adanya sel
radang akan menyebabkan terjadinya inflamasi.
Inflamasi merupakan suatu respon terhadap luka atau cedera pada jaringan
serta terjadinya infeksi. Pada proses inflamasi (peradangan), terjadi reaksi vaskuler
dimana cairan, elemen darah, sel darah putih (leukosit), dan mediator kimia
terkumpul pada daerah terjadinya cedera atau luka. Inflamasi merupakan
mekanisme perlindungan dimana tubuh berusaha melawan agen infeksius
berbahaya pada lokasi terjadinya cedera dengan tujuan berlangsungnya proses
-
41
perbaikan jaringan. Walaupun inflamasi dan infeksi memiliki hubungan, keduanya
tidaklah sama. Infeksi disebabkan oleh suatu mikroorganisme dan dapat
menyebabkan adanya proses inflamasi, namun tidak semua inflamasi disebabkan
karena adanya infeksi (Kee & Hayes, 1993).
Mediator inflamasi kimia biasa dilepaskan pada saat proses inflamasi, salah
satunya adalah prostaglandin. Prostaglandin berhasil diisolasi dari eksudat lokasi
terjadinya proses inflamasi. Prostaglandin sendiri memiliki berbagai macam efek,
diantaranya vasodilatasi, relaksasi otot polos, meningkatkan permeabilitas kapiler,
dan sensitisasi sel syaraf terhadap rasa nyeri. Berbagai macam obat seperti aspirin,
berfungsi dalam menghambat pelepasan prostaglandin, sehingga obat jenis ini
dapat disebut sebagai obat antiinflamasi (Kee & Hayes, 1993).
Pemberian salep ekstrak kulit buah naga (Hylicereus costaricensis) yang
mengandung flavonoid (Antosianin). Flavonoid bekerja dengan mendonorkan ion
hidrogen sehingga dapat menetralisir efek toksik dari radikal bebas yang dapat
menurunkan jumlah ROS (Nijveldt et al, 2001) serta jumlah sel radang yang
terbentuk akan menjadi menurun hal ini akan mengurangi adanya inflamasi
sehingga regenerasi dapat terjadi secara cepat. Mekanisme flavonoid dalam
menghambat proses terjadinya inflamasi melalui dua cara, yaitu dengan
menghambat permeabilitas kapiler dan menghambat metabolisme asam arakidonat
dan sekresi enzim lisosom dari sel neutrofil dan sel endothelial (Kurniawati, 2005).
Flavonoid terutama bekerja pada endothelium mikrovaskular untuk mengurangi
terjadinya hipermeabilitas dan radang. Beberapa senyawa flavonoid dapat
menghambat pelepasan asam arakhidonat dan sekresi enzim lisosom dari membran
-
42
dengan jalan memblok jalur siklooksigenase (Hamid et.al, 2010) Penghambatan
akumulasi leukosit, penghambatan degranulasi neutrofil, penghambat pelepasan
histamin (Yuda,2015). Senyawa flavonoid akan menyumbangkan satu atom
hydrogen untuk menstabilkan radikal peroksi lemak (Hamid et.al, 2010).
-
43
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasar hasil penelitian serta analisis yang telah dilakukan terkait dengan
variabel yang diamati, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pemberian salep
ekstrak kulit buah naga (Hylocereus costaricensis) dapat menurunkan inflamasi
pada luka terbuka sehingga kesembuhan luka akan meningkat yang ditandai dengan
menurunnya jumlah sel radang mononuklear dan ekspresi IL-2 pada jaringan kulit
secara signifikan pada terapi dengan konsentrasi 15%.
6.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui efek pemberian
salep ekstrak kulit buah naga (Hylocereus costaricensis) terhadap pet animal dan
hewan lainnya.
-
44
DAFTAR PUSTAKA
Asep E. Sukmayadi, Sri A. Sumiwi, Melisa I. Barliana, Anisa D. Aryanti, 2014.
Aktivitas Imunomodulator Ekstrak Etanol Daun Tempuyung (Sonchus
arvensis Linn). Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran, Sumedang, Jawa Barat, Indonesia
Astuti, S. 2008. Isoflavon Kedelai Dan Potensinya Sebagai Penangkap Radikal
Bebas.Staf Pengajar Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas
Pertanian Universitas Lampung, Bandar Lampung, Lampung.
Bogdanske, J., S. Stelle, M. Riley, and B. Schiffman. 2010. Laboratory Rat
Procedural Techniques. CRC Press. Boca Raton. London. 77.
Bratawidjaja, K., dan I. Rengganis. 2014. Imunologi Dasar. Badan Penerbit
Fakultas Kedokteran. Universitas Indonesia. Jakarta. 319.
Broughton, I., J. Janis, and E. Attiger. 2006. Wound healing : an overview. Plastic
Reconstruction Surgery 117 (supplement) : 1eS-32eS. Dalas, texas
Cahyono, B. 2009, Buku Terlengkap Sukses Bertanam Buah Naga, Pustaka Mina,
Jakarta.
Elias J.M., M. Margiotta, D. Gaborc. 1989. Sensitivity and detection efficiency of
the peroxidase antiperoxidase (PAP), avidin-biotin peroxidase complex
(ABC), and peroxidase-labeled avidin-biotin (LAB) methods. Department
of Pathology, Health Sciences Center, Stony Brook, New York.American
Journal of Clinical Pathology[1989, 92(1):62-67]
Fessenden,R dan Fessenden,J., 1986 dalam Batubara, Risa widiani,2011. Uji
Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Kulit Buah Durian (Durio zibethinus
Murr) Lokal dan Fraksi-fraksinya Dengan Metode DPPH Serta Penetapan
Kadar Fenolik Dan Flavonoid Totalnya. Fakultas Farmasi. Universitas
Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.
-
45
Gurtner, G. 2007. Wound healing, normal and abnormal.
surgery. 6th; p:15-22.Associate Professor of Plastic Surgery. NYU
Medical Center. New York, New York
Hamid A. 2010. Antioxidants: Its Medicinal and Pharmacological Applications.
Department of Chemistry, University of Ilorin. Kwara State, Nigeria.
Jaafar. A., R. Nazri, dan W. Khairuddin. 2009. Proximate Analysis of Dragon Fruit
(Hylecereus polyhizus),American Journalof Applied Sciences, 6 : 1341-
1346.
Junqueira, L. 1999. Histologi Dasar(Basic Histology), edisi kedelapan. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta, hal:357-359
Kee & Hayes. 1993. Farmakologi. Pendekatan Proses Keperawatan. Buku
Kedokteran ECG: Jakarta.
Khoshneviszadeh, M. 2014.Topical Simvastatin Enhances Tissue Regeneration in
Full-Thickness Skin Wounds in Rat Models. Medicinal and Natural
Products Chemistry Research Center, Shiraz University of Medical
Sciences, Shiraz, Iran.
Kristanto, D. 2009, Buah Naga:Pembudidayaan di Pot dan di Kebun, Penebar
Swadaya,Jakarta
Krinke, G. 2000. The Laboratory Rat. San Diego. CA: Academic Press. Hal. 15-
152.
Kurniawati, A. 2005. Uji Aktivitas Anti Inflamasi Ekstrak Metanol raptophyllum
griff pada Tikus Putih. Majalah Kedokteran Gigi Edisi Khusus Temu
Ilmiah Nasional IV, 11-13 Agustus 2005: 167-170.
Kusriningrum. 2008. Dasar Perancangan Percobaan dan Rancangan Acak
Lengkap. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga. Surabaya.
Latuheru, J., J.Tambajong, dan J. Posangi. 2013. Efek Daun Sirih (Piper Betle L.)
Terhadap Penyembuhan Luka Insisi Kulit Kelinci (Oryctolagus
-
46
cuniculus). Bagian Farmakologi dan Terapi Fakultas Kedokteran
Universitas Sam Ratulangi.
Li, J., J. Chen, and R. Kirsner. 2007. Pathophysiology of acute wound healing.
Clinics in Dermatology. Vol: 25. p. 9-18.
Nagori, B., and R. Solanki. 2011. Role of Medicinal Plants in Wound
Healing.Research Journal of Medicinal Plant 5 (4). p. 392-405.
Naibaho, O., V. Paulina, dan W. Weny. 2013. Pengaruh Basis Salep terhadap
Formulasi Sediaan Salep Ekstrak Daun Kemangi (Omicum sanctum L.) pada
Kulit Punggung Kelinci yang Dibuat Infeksi Staphylococcus aureus. Jurnal
Ilmiah Farmasi UNSTRAT Vol. 2 No. 02.
Nayak, B., S. Sandiford, and A. Maxwell. 2007. Evaluation of the Wound-healing
Activity of Ethanolic Extract of Morinda citrifolia L.Leaf. Evid Based
Complement Alternative Medicine. 6 (3). p. 351-356.
Nijveldt R, van Nood E, van Hoorn DEC, Boelens PG, van Norren K, van Leeuwen AM. 2001 Dalam Rahmawati, G., F.N. Rachmawati., H. Winarsi., 2014.Aktivitas Superoksida Dismutase Tikus Diabetes Yang Diberi Ekstrak Batang Kapulaga Dan Glibenklamid. Fakultas Biologi. Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.
Panjuantiningrum. 2009. Ekstraksi dan uji kualitas pigmen antosianin pada kulit
buah naga merah (Hylocereus costaricensis.). Jurusan Teknologi Hasil
Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Malang.
Perdanakusuma, D., S. Hariani, dan A. Budi. 2012. Peranan Progenitor Keratinosit
Sel Punca Jaringan Lemak pada Proses Epitelisasi Luka Kulit Kelinci.
Departemen / SMF Bedah Plastik Rekonstruksi dan Estetik. Universitas
Airlangga, RsuD Dr. Soetomo Surabaya.
Pongsipulung, R., V. Paulina, dan Y. Banne. 2012. Formulasi dan Pengujian Salep
Ekstrak Bonggol Pisang Ambon (Musa paradisiacal var. sapientum terhadap
Luka Terbuka pada Kulit Tikus Putih Jantan Galur Wistar (Rattus
novergicus). ProGram Studi Farmasi FMIPA UNSTRAT Manado.
-
47
Potter, P. 2007. Rats and Mice: Introduction and use In Research. Health Sciences
Center for Educational Resources university of Washington.
Prior, R. 2003. Fruit and Vegetables in The Prevention of Cellular Oxidative Damage. Arkansas. The American Journal of Clinical Nutrition. American.Vol. 78: 570-578.
Reddy, G., B. Priyanka, A. Saranya, and Ch. Kumar. 2012. Wound Healing
Potential Of Indian Medicinal Plants. International Journal of Pharmacy
Review & Research. Vol: 2. p. 75-78.
Santoso, A. 2011. Serat pangan (Dietary fiber) dan manfaatnya bagi kesehatan.
Jurnal Magistra. Vol 2: 35-40.
Saneto, B. 2005. Karakterisasi kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus.).
Jurnal Agarika. Vol 2: 143-149.
Schafer, M. and S. Werner. 2008. Cancer as an overhealing wound : An old
hypothesis revisited. Institute of Cell Biology. National Academy of
Sciences of Ukraine Vol: 9. p. 628-638.
Setiabudi, A. 2005. Perbandingan Ekspresi Sel T CD4 di Jaringan Sekitar luka
Dengan Tanpa infiltrasi Levobupivaksin Pada Nyeri Pasca Incisi. Program
Magister Ilmu Biomedik dan PPDS J Universitas Diponegoro Semarang.
[Tesis]
Smith dan Mangkoewidjojo. (1998) dalam Nasution Nurhayati. 2015. Uji Aktifitas
Ekstrak Etanol Umbi Talas Jepang (Colocasia esculenta(L) Schott var.
Antiquorum) Terhadap Penyembuhan Luka Terbuka Pada Tikus Putih
(Rattus novergicus) Jantan Galur Sprague Dawley. Farmasi. UIN Syarif
Hidayatullah. Jakarta.
Soni, H. and A. Singhai. 2012. A Recent Update of Botanicals for Wound Healing
Activity. International Research Journal of Pharmacy, 3. p. 1-6.
Sudiono, J., B. Kurniadhi, A. Hendrawan, dan B. Djimantoro. 2001. Penuntun
Praktikum Patologi Anatomi. Penerbit Buku Kedokteran ECG: Jakarta.
-
48
Sumardika. 2013. Ekstrak Air Daun Ubi jalar Ungu Memperbaiki Profil Lipid Dan
Meningkatkan Kadar SOD Darah Tikus Yang Diberi Makanan Tinggi
Kolesterol. Bagian farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas
Udayanan, Denpasar, Bali.
Suwiti, K. 2010. Deteksi Histologik Kesembuhan Luka Pada Kulit Pasca
Pemberian Daun Mengkudu (Morinda Citrofilia Linn). Lab Histologi,
Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana. Bali.
Thakur, R., N. Jain, R. Pathak, and S. Sandhu. 2011. Practices in Wound Healing
Studies of Plants. Review Article Evidence-Based Complementary and
Alternative Medicine. p. 1-15.
Yenti, R., R. Afrianti., L. Afrianti. 2011 dalam Nasution Nurhayati. 2015. Uji
Aktifitas Ekstrak Etanol Umbi Talas Jepang (Colocasia esculenta(L) Schott
var. Antiquorum) Ter