studi ekspresi il-2 dan jumlah sel radang …repository.ub.ac.id/667/1/ahmad febrianto.pdf · 2020....

62
i STUDI EKSPRESI IL-2 DAN JUMLAH SEL RADANG MONONUKLEAR PADA JARINGAN KULIT TIKUS JANTAN STRAIN WISTAR (Rattus novergicus) PASCA DIBERI LUKA TERBUKA YANG DITERAPI SALEP EKTRAK KULIT BUAH NAGA (Hylocereus costaricensis) SKRIPSI Oleh : AHMAD FEBRIANTO 125130107111033 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER HEWAN FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2017

Upload: others

Post on 21-Oct-2020

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • i

    STUDI EKSPRESI IL-2 DAN JUMLAH SEL RADANG MONONUKLEAR PADA JARINGAN KULIT TIKUS JANTAN

    STRAIN WISTAR (Rattus novergicus) PASCA DIBERI LUKA TERBUKA YANG DITERAPI SALEP

    EKTRAK KULIT BUAH NAGA (Hylocereus costaricensis)

    SKRIPSI

    Oleh : AHMAD FEBRIANTO

    125130107111033

    PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER HEWAN FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

    UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

    2017

  • ii

    STUDI EKSPRESI IL-2 DAN JUMLAH SEL RADANG MONONUKLEAR PADA JARINGAN KULIT TIKUS JANTAN

    STRAIN WISTAR (Rattus novergicus) PASCA DIBERI LUKA TERBUKA YANG DITERAPI SALEP

    EKTRAK KULIT BUAH NAGA (Hylocereus costaricensis)

    SKRIPSI

    Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan

    Oleh :

    AHMAD FEBRIANTO 125130107111033

    PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER HEWAN FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

    UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

    2017

  • iii

    LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

    STUDI EKSPRESI IL-2 DAN JUMLAH SEL RADANG MONONUKLEAR PADA JARINGAN KULIT TIKUS JANTAN

    STRAIN WISTAR (Rattus novergicus) PASCA DIBERI LUKA TERBUKA YANG DITERAPI SALEP

    EKTRAK KULIT BUAH NAGA (Hylocereus costaricensis)

    Oleh:

    AHMAD FEBRIANTO

    125130107111033

    Setelah dipertahankan di depan Majelis Penguji Pada tanggal...................

    Dan dinyatakan memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan

    Pembimbing I

    Prof. Dr. Pratiwi Trisunuwati, drh., M.S

    NIP. 19480615 197702 2 001

    Pembimbing II

    drh. Fajar Shodiq P, M.Biotech

    NIP. 198705012015041001

    Mengetahui, Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

    Universitas Brawijaya

    NIP. 19600903 198802 2 001

  • iv

    LEMBAR PERNYATAAN

    Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

    Nama : Ahmad Febrianto

    NIM : 125130107111033

    Program Studi : Pendidikan Dokter Hewan

    Penulis Skripsi berjudul :

    Studi Ekspresi IL-2 Dan Jumlah Sel Radang Mononuklear Pada Jaringan Kulit

    Tikus Jantan Strain Wistar (Rattus novergicus) Pasca Diberi Luka Terbuka Yang

    Diterapi Salep Ektrak Kulit Buah Naga (Hylocereus costaricensis).

    Dengan ini menyatakan bahwa:

    1. Isi dari skripsi yang saya buat adalah benar-benar karya saya sendiri dan

    tidak menjiplak karya orang lain, selain nama-nama yang tercantum di isi

    dan tertulis di daftar pustaka dalam skripsi ini.

    2. Apabila dikemudian hari ternyata skripsi yang saya tulis terbukti hasil

    jiplakan, maka saya bersedia menanggung segala resiko yang akan saya

    terima.

    Demikian pernyataan ini dibuat dengan segala kesadaran.

    Malang, 12 Juli 2017

    Yang menyatakan

    Ahmad Febrianto

    NIM.125130107111033

  • v

    STUDI EKSPRESI IL-2 DAN JUMLAH SEL RADANG MONONUKLEAR PADA JARINGAN KULIT TIKUS JANTAN

    STRAIN WISTAR (Rattus novergicus) PASCA DIBERI LUKA TERBUKA YANG DITERAPI SALEP

    EKTRAK KULIT BUAH NAGA (Hylocereus costaricensis)

    ABSTRAK

    Luka adalah rusaknya jaringan, dimana terdapat substansi jaringan yang rusak atau hilang. Kulit buah naga dapat digunakan sebagai terapi alternatif penyembuhan luka karena memiliki kemampuan sebagai anti-inflamasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh salep ekstrak kulit buah naga (Hylicereus costaricensis) terhadap ekspresi IL-2 dan penurunan jumlah sel radang mononuklear dalam penyembuhan luka terbuka. Hewan coba yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak dua puluh hewan coba tikus putih (Rattus norvegicus) yang dibagi menjadi 5 kelompok yaitu kontrol positif, kontrol negatif, P1 (konsentrasi 5 %), P2 (konsentrasi 10%), dan P3 (konsentrasi 15%) pemberian salep dilakukan dua kali sehari setiap 12 jam selama 6 hari secara topikal pada daerah luka. Pengamatan jumlah sel monosit dan limfosit pada jaringan kulit menggunakan mikroskop Olympus BX51 perbesaran 400x dan dianalisis secara kuantitatif dan pengamatan ekspresi IL-2 dianalisis secara kuantitatif menggunakan microsoft excel dan SPSS for Windows dengan analisis statistik ragam ANOVA satu arah dan uji lanjutan uji

    njukkan bahwa pemberian salep ekstrak kulit buah naga dengan konsentrasi 15 % dapat menurunkan jumlah dari sel radang mononuklear sebesar 80,31% dan menurunkan ekspresi IL-2 sebesar 37,75% pada jaringan kulit tikus yang diberi luka terbuka pada daerah punggung. Kesimpulan dari penelitian ini adalah salep ekstrak kulit buah naga dapat menurunkan inflamasi pada luka terbuka sehingga kesembuhan luka akan meningkat yang ditandai dengan menurunnya jumlah sel radang mononuklear dan ekspresi IL-2 pada jaringan kulit secara signifikan pada konsentrasi 15%.

    Kata kunci : Luka Terbuka, Ekstrak kulit buah naga, IL-2, jumlah sel radang

  • vi

    STUDY OF EXPRESSION IL-2 AND THE NUMBER OF INFLAMMATORY MONONUCLEAR CELLS IN SKIN

    TISSUE STRAIN WISTAR MALE RATS (Rattus novergicus) POST OPEN WOUNDS TREATED OINTMENT EXTRACTS

    PEEL OF DRAGON FRUIT (Hylocereus costaricensis)

    ABSTRACT

    Wound is a break of tissues, which have missing or damaged spesific tissues substant. Peel from a dragon fruit can be used for alternative therapy of wound healing, has ability as anti inflamatory. This aim of this research is to know effect of dragon fruit (Hylicereus costaricensis) peel extract ointment to expression of IL-2 as antiinflamatory and decrease number of inflamatory cell in the healing of the open wound. Aminal used in this study as many as twenty white rats divided into five groups: positive control, negative control, P1 concentration of 5%, 10% concentration of P2, P3 concentration of 15% for 6 days topically to the wound area and given twice daily. Monocytes and lymphocytes observation in the skin tissue of the Olympus BX51 microscope using enlargement 400x and analyzed quantitatively and observation of the expression of IL-2 analyzed quantitatively using microsoft excel and SPSS for Windows statistical analysis one-way ANOVA and advanced test of Tukey method ering ointment peel extracts of the dragon fruit with a concentration of 15% may affect significantly in reduced mononuclear inflammatory cells by 80.31% and decreased expression IL-2 by 37.75%in the skin tissue of mice which were open wound on the back. Conclusion of this research is dragon fruit peel extracts ointment can decrease inflammatory in open wound so that wound healing will increase as indicated by mononuclear inflammatory cells decrease and the expression of IL-2 on skin tissue significantly at 15% concentration.

    Key word : Wound, Peel Extract Of Dragon Fruit, IL-2, Monocytes,

    Lymphocytes

  • vii

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang mengatur segala urusan manusia

    dan atas segala limpahan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat

    menyelesaikan tugas akhir ini yang berjudul Studi Ekspresi IL-2 Dan Jumlah

    Monosit Dan Limfosit Pada Jaringan Kulit Tikus Jantan Strain Wistar (Rattus

    novergicus) Pasca Diberi Luka Terbuka Yang Diterapi Salep Ektrak Kulit Buah

    Naga (Hylocereus costaricensis). Sholawat dan salam semoga teteap tercurah

    kepada Nabi Muhammad SAW.

    Selama penelitian dan penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan

    bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan terimakasih

    dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

    1. Prof. Dr. Pratiwi Trisunuwati, drh., M.S sebagai pembimbing I serta Drh.

    Fajar Shodiq P, M.Biotech sebagai pembimbing II yang telah banyak

    memberikan bimbingan, nasehat dan arahan kepada penulis.

    2. Prof. Dr. Au

    yang selalu memberikan dukungan tiada henti demi kemajuan FKH UB

    tercinta.

    3. Ayahanda tercinta Ahmad Suhairi dan Ibunda tercinta Nurjanah, kakak

    tercinta Fifi Yulia Rahman serta seluruh keluarga besar yang telah

    4. Seluruh staf dan asisten Laboratorium Biosains Universitas Brawijaya atas

    bantuan yang diberikan selama penulis melakukan penelitian.

    5. Seluruh staf dan karyawan FKH, yang telah membantu proses administrasi

    dalam membuat tugas akhir.

    6. Keluarga besar CEROLAS yang telah menjadi keluarga baru selama proses

    pendidikan di Kedokteran Hewan dan menjadi penolong untuk meraih

    kesuksesan.

    7. Ucapan terimaksih penulis kepada semua sahabat angkatan terutama

    angkatan 2012 yang telah banyak memberikan motivasi sehingga skripsi ini

    dapat terselesaikan.

  • viii

    Akhirnya hanya kepada Allah SWT kita kembalikan semua urusan dan

    semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi

    penulis dan para pembaca pada umumnya, semoga Allah SWT meridhoi

    dan dicatat sebagai ibadah disisi-Nya, Amin.

    Malang, 12 Juli 2017

    Penulis

  • ix

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iii HALAMAN PERNYATAAN .............................................................................. iv ABSTRAK .............................................................................................................. v ABSTRACT .......................................................................................................... vi KATA PENGANTAR ......................................................................................... vii DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix DAFTAR TABEL ................................................................................................ xi DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiii DAFTAR ISTILAH DAN LAMBANG ............................................................ xiv BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

    1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1 1.2. Rumusan Masalah .................................................................................... 2 1.3. Batasan Masalah ...................................................................................... 3 1.4. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 3 1.5. Manfaat Penelitian ................................................................................... 4

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 5 2.1. Luka ........................................................................................................ 5 2.1.1 Deskripsi ......................................................................................... 5 2.1.2 Penyembuhan Luka ........................................................................ 6 2.2. Sitokin Interleukin-2 (IL-2) ..................................................................... 8 2.3. Sel Radang .............................................................................................. 9 2.3.1 Sel Radang Mononuklear ............................................................... 9 2.4. Jaringan Kulit ........................................................................................ 10 2.5. Obat Topikal ......................................................................................... 11 2.6. Buah Naga ............................................................................................ 12 2.7. Tikus (Rattus novergicus) ..................................................................... 16

    BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN .............. 18 3.1. Kerangka Konsep................................................................................... 18 3.2. Hipotesis Penelitian ............................................................................... 20

    BAB IV METODOLOGI PENELITIAN .......................................................... 22 4.1. Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................ 22 4.2. Alat dan Bahan Penelitian ..................................................................... 22 4.3. Tahapan Penelitian................................................................................. 22 4.4. Prosedur Kerja ....................................................................................... 23 4.4.1 Rancangan Penelitian dan Persiapan Hewan Coba ...................... 23 4.4.2 Variabel Penelitian ....................................................................... 25 4.4.3 Perlakuan Insisi Pada Hewan Coba .............................................. 25 4.4.4 Pembuatan Ekstrak Kulit Buah Naga ........................................... 26 4.4.5 Pembuatan Salep Ekstrak Kulit Buah Naga ................................. 26 4.4.6 Terapi Salep Ekstrak Kulit Buah Naga ........................................ 27 4.4.7 Pengambilan dan Pembuatan Preparat kulit ................................. 27 4.4.8 Ekspresi IL-2 dengan Metode Imunohistokimia (IHK) ............... 28

  • x

    4.4.9 Tahapan Perhitungan Sel Radang ................................................. 28 4.5. Analisis Data .......................................................................................... 29

    BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 30 5.1. Pengaruh Salep Ekstrak Kulit Buah Naga Terhadap Ekspresi IL-2 ...... 31 5.2. Pengaruh Salep Ekstrak Kulit Buah Naga Terhadap Penurunan Monosit dan Limfosit .................................................................................................. 36

    BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN.............................................................. 43 6.1. Kesimpulan ............................................................................................ 43 6.2. Saran ...................................................................................................... 43

    DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 44 LAMPIRAN .......................................................................................................... 49

  • xi

    DAFTAR TABEL

    Tabel Halaman

    2.1 Kandungan Nilai Gizi Per 100 gr Buah Naga Merah ...................................... 15

    4.1 Rancangan Penelitian ....................................................................................... 24

    5.1 Terapi Salep Ekstrak Kulit Buah Naga Terhadap Penurunan Ekspresi IL-2 ... 33

    5.2 Terapi Salep Ekstrak Kulit Buah Naga Terhadap Penurunan Jumlah Monosit

    dan Limfosit ........................................................................................................... 38

  • xii

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar Halaman

    2.1 Histologi Jaringan Kulit ................................................................................... 10

    2.2 Nuah Naga Merah ............................................................................................ 13

    2.3 Tikus Putih (Rattus novergicus) ....................................................................... 16

    5.1 Ekpresi IL-2 Pada Jaringan Kulit Tikus Dengan Pewarnaan Imunohistokimia

    Perbesaran 400x ..................................................................................................... 32

    5.2 Gambaran Mikroskopis Sel Radang Yang Muncul Pada Pewarnaan HE ........ 37

  • xiii

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran Halaman

    Lampiran 1: Kerangka Operasional Rancangan Penelitian ................................... 49

    Lampiran 2: Uji Laik Etik ...................................................................................... 50

    Lampiran 3: Uji Ekstrak Kulit Buah Naga ............................................................. 51

    Lampiran 4: Pembuatan Ekstrak Kulit Buah Naga ................................................ 52

    Lampiran 5: Pembuatan Salep Ekstrak Kulit Buah Naga ...................................... 53

    Lampiran 6: Terapi Salep Ekstrak Kulit Buah Naga ............................................. 53

    Lampiran 7: Pembuatan Histologi Kulit Menggunakan Metode Parafin............... 54

    Lampiran 8: Pewarnaan Hematoksilin Eosin (HE) ................................................ 56

    Lampiran 9: Ekspresi IL-2 Dengan Metode Imunohistokimia (IHK) ................... 58

    Lampiran 10: Perhitungan Konsentrasi Salep Ekstrak Kulit Buah Naga .............. 60

    Lampiran 11: Data Perhitungan Jumlah Sel Radang Mononuklear ....................... 61

    Lampiran 12: Data Ekspresi IL-2 ........................................................................... 62

    Lampiran 13: Hasil Uji Statistika Jumlah Sel Radang Mononuklear .................... 63

    Lampiran 14: Hasil Uji Statistika Ekspresi IL-2 .................................................... 65

  • xiv

    DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

    Simbol/singkatan Keterangan

    ANOVA Analysis of variance IHK Imunohistokimia NaCl Natrium klorida PBS Phospate Buffer Saline RAL Rancangan Acak Lengkap ROS Reactive Oxygen Species SA-HRP Strep Avidin Horse Radish Peroxidase TGF ß Transforming Growth Factor Beta WHO World Health Organization PMN Polimorfonuklear TGF- Transforming growth factor alpha PDGF platelet-derived growth factor VEGF Vascular endothelial growth factor FGF Fibroblast growth factor 5-HETE 5-Hydroxyeicosatetraenoic acid IL 1 Interleukin 1 IL 2 Interleukin 2 TNF- Tumor necrosis factors alpha EGF epidermal growth factor gr Gram HCL Hidrogen klorida

  • 1

    BAB I PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Beberapa tahun terakhir pemeliharaan hewan kesayangan terutama anjing

    dan kucing meningkat dengan pesat. Hal ini menunjukkan bahwa anjing dan kucing

    telah memiliki posisi yang unik dalam kehidupan manusia. Saat ini tidak hanya

    manusia yang menjalani pengobatan apabila mengalami suatu penyakit, hewan pun

    demikian mulai dari penyakit ringan hingga operasi yang menimbulkan luka guna

    kepentingan sterilisasi hewan. Luka insisi (Incised wounds), terjadi karena teriris

    oleh instrumen yang tajam. Misal yang terjadi akibat pembedahan. Luka merupakan

    kerusakan fisik sebagai akibat dari terbukanya kulit yang menyebabkan ketidak

    seimbangan fungsi dan anatomi kulit normal.

    Pada saat terjadinya luka limfosit T muncul secara signifikan pada hari

    kelima sampai hari ketujuh. Limfosit mempengaruhi fibroblas dengan

    menghasilkan sitokin seperti IL-2. Sel T memiliki peran dalam penyembuhan luka

    kronis. Munculnya luka kronis ditandai dengan adanya infiltrasi sel mononuklear

    termasuk makrofag, limfosit dan plasma sel, serta proliferasi pembuluh darah.

    Penyembuhan luka adalah suatu proses koordinasi yang melibatkan hubungan

    antara faktor seluler, humoral dan unsur jaringan ikat. Penyembuhan luka pada

    umumnya dibagi atas beberapa fase yaitu fase inflamasi, proliferasi, dan

    remodelling. Saat ini obat obatan herbal telah banyak digunakan sebagai

    pengobatan salah satunya buah naga. Buah naga merupakan tumbuhan yang berasal

    dari daerah beriklim tropis. Buah naga biasanya hanya dimanfaatkan daging

    buahnya saja dan bagian kulit buahnya dibuang begitu saja, namun sebagian orang

  • 2

    mungkin tidak mengerti bahwa pada bagian kulit buah naga tersebut mengandung

    banyak zat yang berguna untuk obat antiinflamasi salah satu contohnya flavonoid.

    Flavonoid sebagai salah satu kelompok senyawa fenolik yang banyak

    terdapat pada jaringan tanaman dapat berperan sebagai antiinflamasi dan

    antioksidan. Senyawa ini berperan sebagai penangkap radikal bebas karena

    mengandung gugus hidroksil. Karena bersifat sebagai reduktor, flavonoid dapat

    bertindak sebagai donor hidrogen terhadap radikal bebas. Flavonoid dapat

    berkhasiat sebagai antioksida, antibakteri dan antiinflamasi. Mekanisme flavonoid

    dalam menghambat proses terjadinya inflamasi melalui dua cara, yaitu dengan

    menghambat permeabilitas kapiler dan menghambat metabolisme asam arakidonat

    dan sekresi enzim lisosom dari sel neutrofil dan sel endothelial (Kurniawati, 2005).

    Kulit buah naga dapat diekstrak dan dijadikan obat berupa salep yang

    digunakan sebagai terapi alternatif pada luka. Kulit buah naga bersifat sebagai

    antibakteria serta dapat merangsang pertumbuhan fibroblas untuk meningkatkan

    penyembuhan luka dan menghalangi penyebaran infeksi.Penelitian ini dilakukan

    untuk mengetahui bahwa kulit buah naga (Hylicereus costaricensis) dapat

    digunakan sebagai salah satu pilihan terapi pada luka dilihat dari penurunan

    ekspresi Interleukin-2 (IL-2) dan jumlah sel radang mononuklear yang terjadi

    dalam proses inflamasi.

    1.2 Rumusan Masalah

    1.2.1 Apakah pemberian topikal salep ekstrak kulit buah naga (Hylicereus costaricensis)

    dapat menurunkan ekspresi Interleukin-2 (IL-2) pada tikus (Ratus novergicus)

    pasca diberi luka terbuka ?

  • 3

    1.2.2 Apakah pemberian topikal ekstrak kulit buah naga (Hylicereus costaricensis) dapat

    berpengaruh terhadap jumlah sel radang mononuklear pada tikus (Rattus

    norvegicus) pasca diberi luka terbuka ?

    1.3 Batasan Masalah

    Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penelitian ini dibatasi

    pada:

    1) Hewan model yang digunakan adalah tikus (Rattus novergicus) dewasa jantan

    strain wistar umur 8-12 minggu dengan berat badan 150-250 Gram.

    2) Kulit buah naga yang digunakan berasal dari kota Batu dan diuji determinasi di

    UPT Materica Medica kota Batu.

    3) Insisi pada tikus dilakukan pada daerah punggung dengan ukuran ± 1x1 cm.

    4) Bentuk sediaan obat menggunakan salep dengan vaselin album sehingga

    didapatkan salep dengan konsentrasi 5%, 10 %, 15%. Salep diberikan pada luka

    sebanyak ±50 g, 2 kali sehari selama 6 hari.

    5) Variabel yang diamati pada penelitian ini adalah pengamatan ekspresi Interleukin-

    2 (IL-2) dengan menggunakan imunorasio dan jumlah sel radang mononuklear

    dengan menggunakan perhitungan 5 lapang pandang.

    1.4 Tujuan Penelitian

    1.4.1 Mengetahui pemberian topikal salep ekstrak kulit buah naga dapat menurunkan

    ekspresi Interleukin-2 (IL-2) pasca diberi luka terbuka tikus.

    1.4.2 Mengetahui pemberian topikal salep ekstrak kulit buah naga dapat berpengaruh

    terhadap jumlah sel radang mononuklear pasca diberi luka terbuka.

  • 4

    1.5 Manfaat Penelitian

    Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi dan untuk

    memberikan bukti mengenai pemberian terapi salep ekstrak kulit buah naga

    (Hylicereus costaricensis) sebagai antiiflamasi yang dapat digunakan oleh

    masyarakat dan telah diuji berdasarkan penurunan ekspresi Interleukin-2 (IL-2) dan

    penurunan jumlah sel radang mononuklear pada tikus pasca diberi luka terbuka.

  • 5

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Luka

    2.1.1 Definisi

    Luka adalah kerusakan fisik sebagai akibat dari terbukanya atau kulit

    yang menyebabkan ketidakseimbangan fungsi dan anatomi kulit normal (Nagori et

    al., 2011). Luka juga didefinisikan sebagai gangguan dari seluler, anatomi, dan

    fungsi yang berkelanjutan dari jaringan hidup yang disebabkan oleh trauma fisik,

    kimia, suhu, mikroba, atau imunologi yang mengenai jaringan (Thakur et al.,

    2011). Disebutkan juga luka adalah kerusakan dari integritas epitel kulit diikuti

    dengan terganggunya struktur dan fungsi dari jaringan normal sebagai akibat

    dari luka memar, luka lebam, luka robek, luka koyak atau luka lecet (Soni,

    2012). Luka ini mengakibatkan kehilangan kesinambungan dari epitel dengan atau

    tanpa kehilangan dari jaringan penunjangnya (Nagori et al., 2011).

    Menurut Nagori, et al. (2011) luka dapat diklasifikasikan berdasarkan

    penyebab dasar dari luka yaitu luka terbuka dan tertutup,

    a. Luka terbuka : terjadi perdarahan yang terlihat secara kasat mata dimana darah

    keluar dari tubuh. Luka terbuka meliputi luka insisi, luka laserasi, abrasi atau luka

    dangkal, luka tusukan kecil, luka penetrasi, dan luka tembak.

    b. Luka tertutup : pada luka jenis ini darah keluar dari sistem sirkulasi darah namun

    tidak keluar dari tubuh melainkan darah berada di dalam tubuh. Telihat dalam

    bentuk luka memar. Luka tertutup sedikit penggolongannya tetapi lebih

    berbahaya dari luka terbuka. Luka tertutup meliputi benturan atau luka memar,

    hematoma atau tumor darah, dan cedera yang keras (Solanki, 2011).

  • 6

    Klasifikasi luka berdasarkan fisiologi dari penyembuhan luka. Meliputi :

    c. Luka akut : merupakan cedera pada jaringan yang normalnya dilanjutkan dengan

    proses perbaikan yang tersusun rapih dan tepat waktu, mengakibatkan pemulihan

    integritas jaringan secara anatomi dan fungsi dapat dipertahankan. Biasanya

    disebabkan oleh luka terpotong atau insisi bedah dan proses penyembuhan

    luka yang lengkap dalam kerangka waktu yang diharapkan.

    d. Luka kronis : terjadi karena kegagalan penyembuhan luka dalam tahap yang

    normal dan kemudian masuk ke dalam tahap inflamasi yang patologi. Luka kronis

    membutuhkan periode waktu penyembuhan yang lama, tidak sembuh, atau

    kekambuhan yang sering. Merupakan sebab utama ketidakmampuan secara fisik.

    Infeksi lokal, trauma, benda asing dan problem sistemik seperti diabetes melitus,

    malnutrisi, defisiensi fungsi imun atau obat-obatan seringkali menyebabkan

    luka kronis (Solanki, 2011)

    2.1.2 Penyembuhan Luka

    Penyembuhan luka adalah suatu bentuk proses usaha untuk memperbaiki

    kerusakan yang terjadi. Komponen utama dalam proses penyembuhan luka adalah

    kolagen. Fibroblas merupakan sel yang bertanggung jawab untuk sintesis kolagen.

    Fisiologi penyembuhan luka secara alami meliputi fase-fase seperti di bawah ini :

    a. Fase Inflamasi

    Inflamasi merupakan reaksi awal bila tubuh terkena luka ( Li et al., 2007).

    Fase ini terjadi segera setelah cedera dan dapat berlangsung sampai 4-6 hari

    (Broughton et al., 2006). Reaksi awal adalah terjadinya vasodilatasi lokal,

    keluarnya darah dan cairan menuju ruangan ekstravaskuler, dan terhambatnya

  • 7

    aliran limfatik. Semua ini mengakibatkan timbulnya tanda-tanda utama untuk

    terjadinya suatu inflamasi, termasuk bengkak, merah dan panas. Respon inflamasi

    akut ini biasanya antara 24-48 jam dan dapat menetap di atas 2 minggu untuk

    beberapa kasus ( Li et al., 2007). Fase ini merupakan tahap awal yang alami untuk

    mengangkat jaringan debris dan mencegah infeksi yang invasif (Gurtner, 2007).

    b. Fase proliferasi (fibroplasi, regenerasi)

    Pada fase ini aktifitas seluler lebih utama. Tahap-tahap utama meliputi

    pembentukan barier permeabilitas (epitelisasi), kecukupan suplai darah

    (angiogenesis) dan pembentukan kembali jaringan dermis pada jaringan yang luka

    (fibroplasia) (Li et al., 2007). Ciri-ciri fase proliferasi adalah angiogenesis,

    deposit kolagen, pembentukan jaringan granulasi, epitelisasi, dan kontraksi

    luka (Nayak et al., 2007). Fase ini akan dimulai pada hari ke 3 bersamaan

    dengan memudarnya fase inflamasi dan terus sampai pada hari ke 7, bahkan

    lebih setelah luka, didominasi dengan pembentukan jaringan granulasi dan

    epitelisasi (Reddy et al., 2012). Broughton, et al. (2006) menyebutkan fase

    proliferasi dimulai segera setelah fase inflamasi yang berlangsung 4 - 6 hari.

    c. Fase maturasi (remodeling)

    Fase ini dimulai hari ke 21 sampai dengan 1 tahun. Pada fase remodeling

    dan maturasi melibatkan peran fibroblast dan miofibroblas untuk membentuk

    struktur jaringan yang lebih kuat, secara klinis luka akan tampak lebih berkontraksi

    sampai dengan mencapai maturasi. Pada fase ini terjadi juga remodelling kolagen.

    Kolagen tipe III pada fase ini secara gradual digantikan oleh kolagen tipe I dengan

    bantuan matrixmetalloproteinase (MMP) yang disekresi oleh fibroblas, makrofag

  • 8

    dan sel endotel. Sekitar 80% kolagen pada kulit adalah kolagen tipe I yang

    memungkinkan terjadinya tensile strength pada kulit, pada masa 3 minggu

    penyembuhan, luka telah mendapatkan kembali 20% kekuatan jaringan normal

    (Gurtner, 2007).

    2.2 Sitokin Interleukin 2 (IL-2)

    Interleukin adalah kelompok sitokin yang pertama kali terlihat untuk

    diekspresikan oleh sel darah putih ( leukosit ). Mayoritas interleukin disintesis oleh

    helper CD4+ T lymphocytes, serta melalui monosit, makrofag, dan sel endotel.

    Interleukin mempromosikan pengembangan dan diferensiasi T, B, dan sel-sel

    hematopoietik.

    Interleukin-2 (IL-2) adalah faktor pertumbuhan untuk sel T yang dirangsang

    antigen dan berperan pada ekspansi klon sel T setelah antigen dikenal. Ekspresi

    reseptor IL-2 ditingkatkan oleh rangsangan antigen, oleh karena itu sel T yang

    mengenal antigen merupakan sel utama yang berproliferasi pada respon imun

    spesifik. IL-2 meningkatkan proliferasi dan diferensiasi sel imun lain (sel NK, sel

    B). IL-2 meningkatkan kematian apoptosis sel T yang diaktifkan antigen melalui

    Fas. Fas adalah golongan reseptor TNF yang diekspresikan pada permukaan sel T

    (Bratawidjaja dkk, 2014).

    IL-2 merangsang proliferasi dan diferensiasi sel T, sel B, dan sel NK. IL-2

    juga mencegah respon imun terhadap antigen sendiri melalui apoptosis sel T

    melalui Fas dan merangsang aktivasi sel T regulatory. Interleukin-2 (IL-2) adalah

    salah satu sitokin yang bertanggung jawab untuk mengaktifkan pertumbuhan dan

  • 9

    diferensiasi limfosit. IL-2 banyak menghasilkan sel T CD4+ dan menghasilkan

    sedikit sel T CD8+ (Bratawidjaja dkk, 2014).

    2.3 Sel Radang

    Sel radang merupakan sel-sel yang muncul akibat suatu proses inflamasi

    (peradangan) pada jaringan. Sel-sel radang tersebut biasanya dapat ditemukan pada

    eksudat tempat terjadinya inflamasi (radang), dimana eksudat radang terdiri dari sel

    radang akut (PMN), sel radang kronis (MN), serta jaringan ikat (sel-sel fibroblas).

    Yang termasuk sel PMN (polymorphonuclear) adalah sel neutrofil, eosinofil, dan

    basofil. Yang termasuk sel MN (mononuclear) adalah sel limfosit, monosit, dan sel

    plasma (Sudiono, dkk., 2001).

    2.3.1 Sel Radang Mononuklear

    Makrofag merupakan sel jaringan yang berasal dari monosit dalam sirkulasi

    setelah bermigrasi dari aliran darah. Pada saat mencapai jaringan ekstravaskular,

    monosit berubah menjadi makrofag, dan mampu mengadakan fagositosis terhadap

    bakteri dan sisa-sisa sel dalam jumlah yang besar. Sel ini berukuran 10 sampai 30

    µm dan umumnya memiliki inti lonjong atau berbentuk ginjal yang terletak

    eksentris. Makrofag yang teraktivasi menyebabkan ukuran sel bertambah besar,

    kandungan enzim lisosom menjadi meningkat, metabolismenya lebih aktif, dan

    kemampuan membunuh mikroorganismenya lebih besar.

    Limfosit muncul pada tingkat kronis reaksi inflamasi. Sel ini berhubungan

    dengan sistem imun dan berfungsi untuk melepaskan zat antibodi. Limfosit terdiri

    dari limfosit B, limfosit T dan sel pembunuh alami (natural killer). Secara

    histologis limfosit memiliki ukuran sekitar 8-10 mikron, lebih kecil dari sel PMN.

  • 10

    Intinya bulat, gelap yang hampir memenuhi seluruh sel, sedangkan sitoplasmanya

    hanya sedikit.

    2.4 Jaringan Kulit

    Jaringan kulit merupakan organ terbesar tubuh, menutupi sekitar 1,7 m²

    permukaan tubuh dan tersusun hampir 10% dari berat total tubuh. Fungsi utama

    kulit, yaitu menjadi pelindung tubuh dari lingkungan luar seperti radiasi sinar

    ultraviolet, kimia, alergen, mikroorganisme, kehilangan uap, dan nutrisi tubuh.

    Kulit juga berfungsi dalam proses homeostasis, mengatur suhu tubuh, dan tekanan

    darah (Junqueira, L.C, 1999).

    Gambar 2.1 Histologi jaringan kulit

    Kulit terdiri dari dua lapisan, yaitu epidermis dan dermis. Epidermis yaitu

    epitel berlapis pipih bertanduk yang merupakan pelindung primer antara

    lingkungan luar dan dalam tubuh, yaitu mencegah masuknya bakteri atau senyawa

    racun. Tebal epidermis berbeda-beda pada berbagai tempat di tubuh, paling tebal

    pada telapak tangan dan kaki. Ketebalan epidermis hanya sekitar 5 % dari seluruh

    ketebalan kulit. Epidermis tersusun atas lima lapisan tanduk yaitu stratum corneum

    terdiri atas sel-sel mati mirip sisik, jernih tanpa inti, sitoplasmanya diganti keratin.

  • 11

    Kedua stratum lucidium terdiri atas selapis tipis sel eusinofilik sangat pipih dimana

    organel dan ini tidak tampak karena matriks sitoplasma yang cukup padat. Ketiga

    stratum granulosum yang terdiri atas tiga sampai lima lapis sel pipih dengan

    sitoplasma yang mengandung granula basofil kasar yang disebut granula

    keratohialin (Perdanakusuma, 2012).

    Keempat stratum spinosum, memiliki beberapa lapis sel pipih dan terdiri

    atas keratosit polyhedral tidak teratur. Permukaan sel ditutupi juluran sitoplasma

    pendek yang berhubungan dengan juluran serupa pada sel ditutupi juluran

    sitoplasma pendek yang berhubungan dengan juluran serupa pada sel bersebelahan

    dengan membentuk jembatan inter sel. Stratum spinosum juga bisa disebut sebagai

    stratum malpigi. Kelima stratum basale atau germinativum adalah selapis sel

    kuboid atau sel silindris, masing-masing dengan juluran sitoplasma pendek pada

    permukaan basalnya. Juluran sitoplasma tersebut sesuai dengan kantung pada

    lamina basal dan menambatkan epitel pada dermis dibawahnya (Broughton et al.,

    2006).

    2.5 Obat Topikal

    Obat topikal terdiri dari vehikulum (bahan pembawa) dan zat aktif. Zat aktif

    merupakan komponen bahan topikal yang memiliki efek terapeutik, sedangkan zat

    pembawa adalah bagian inaktif dari sediaan topikal yang dapat berbentuk cair atau

    padat mengandung bahan aktif berkontak dengan kulit. Idealnya zat pembawa

    mudah dioleskan, mudah dibersihkan, tidak mengiritasi serta menyenangkan secara

    kosmetik. Selain itu, bahan aktif harus berada di dalam zat pembawa dan kemudian

    mudah dilepaskan (Schaefer et al., 2008).

  • 12

    Farmakokinetik sediaan topikal secara umum menggambarkan perjalanan

    bahan aktif dalam konsentrasi tertentu yang diaplikasikan pada kulit dan kemudian

    diserap ke lapisan kulit, selanjutnya didistribusikan secara sistemik. Mekanisme ini

    penting dipahami untuk membantu memilih sediaan topikal yang akan digunakan

    dalam terapi. Secara umum perjalanan sediaan topikal setelah diaplikasikan

    melewati tiga kompartemen yaitu: permukaan kulit, stratum korneum, dan jaringan

    sehat. Stratum korneum dapat berperan sebagai reservoir bagi vehikulum tempat

    sejumlah unsur pada obat masih berkontak dengan permukaan kulit namun belum

    berpenetrasi tetapi tidak dapat dihilangkan dengan cara digosok atau terhapus oleh

    pakaian. Unsur vehikulum sediaan topikal dapat mengalami evaporasi, selanjutnya

    zat aktif berikatan pada lapisan yang dilewati seperti pada epidermis, dermis. Pada

    kondisi tertentu sediaan obat dapat membawa bahan aktif menembus hipodermis.

    Sementara itu, zat aktif pada sediaan topikal akan diserap oleh vaskular kulit pada

    dermis dan hipodermis (Schaefer et al., 2008).

    2.6 Buah Naga

    Buah naga (Dragon fruit) merupakan buah tropis yang banyak digemari

    oleh masyarakat karena memiliki khasiat dan manfaat serta nilai gizi cukup tinggi.

    Bagian dari buah naga merah 30-35% merupakan kulit buah naga merah namun

    seringkali hanya dibuang sebagai sampah. Hal ini sangat disayangkan karena kulit

    buah naga merah yang memiliki manfaat tidak digunakan sebagai bahan tambahan

    makanan seperti pewarna makanan. Kulit buah naga merah memiliki kandungan

    pigmen alami yang dapat digunakan sebagai pewarna alami pangan.

  • 13

    Kulit buah naga merah memiliki kandungan nutrisi seperti karbohidrat,

    lemak, protein dan serat pangan. Kandungan serat pangan yang terdapat dalam kulit

    buah naga merah sekitar 46,7% (Saneto, 2005). Kandungan serat kulit buah naga

    merah lebih tinggi dibandingkan dengan buah pear, buah orange dan buah persik

    (Saneto, 2005). Menurut Santoso (2011) serat pangan memiliki manfaat bagi

    kesehatan yaitu mengontrol berat badan atau kegemukan, menanggulangi penyakit

    diabetes, mencegah gangguan gastrointestinal, kanker kolon (usus besar) serta

    mengurangi tingkat kolestrol darah.

    Menurut Panjuantiningrum (2009), kedudukan taksonomi buah naga merah

    adalah sebagai berikut :

    Kingdom : Plantae

    Subkingdom : Tracheobionta

    Superdivisi : Spermatophyta

    Divisi : Magnoliophyta

    Kelas : Magnoliopsida

    Subkelas : Hamamelidae

    Ordo : Caryophyllales

    Famili : Cactaceae

    Genus : Hylocereus

    Spesies : Hylocereus polyrhizus

    Kulit buah naga mengandung vitamin C, vitamin E, vitamin A, alkaloid,

    terpenoid, flavonoid, tiamin, niasin, piridoksin, kobalamin, fenolik, karoten, dan

    fitoalbumin (Jaafar et al., 2009). Keunggulan dari kulit buah naga yaitu kaya

    flavonoid dan merupakan sumber antioksidan alami. Selain itu flavonoid juga

    berfungsi sebagai antiinflamasi, sehingga berpotensi untuk dikembangkan menjadi

    sumber antiinflamasi alami.

    Gambar 2.2 Buah naga merah (Hylocereus costaricensis)

  • 14

    Flavonoid adalah antioksidan alami yang termasuk dalam golongan terbesar

    senyawa fenol. Flavonoid merupakan suatu golongan metabolit sekunder yang

    dihasilkan oleh tanaman. (Astuti, 2008). Flavonoid adalah suatu kelompok senyawa

    fenol yang potensial sebagai antiinflamasi dan antioksidan dan memiliki

    bioaktifitas sebagai obat. Flavonoid bertindak sebagai penampung yang baik

    terhadap radikal superoksida, dengan melindungi lipid membran terhadap reaksi

    oksidasi yang merusak. Mekanisme kerja dari flavonoid yaitu dengan mendonorkan

    ion hidrogen sehingga dapat menetralisir efek toksik dari radikal bebas

    (Sumardika,2013). Mekanisme flavonoid dalam menghambat proses terjadinya

    inflamasi melalui dua cara, yaitu dengan menghambat permeabilitas kapiler dan

    menghambat metabolisme asam arakidonat dan sekresi enzim lisosom dari sel

    neutrofil dan sel endothelial (Kurniawati, 2005).

    Antosianin merupakan senyawa polifenol yang kaya akan

    pigmen, bertanggung jawab bagi terbentuknya warna merah, ungu dan biru dari

    berbagai buah-buahan dan sayur-sayuran. Antosianin merupakan salah satu jenis

    flavonoid yang banyak terdapat pada buah naga. Antosianin memiliki berbagai

    potensi dan manfaat bagi kesehatan seperti antioksidan, antiinflamasi, antimikroba,

    antivirus, menghambat agregasi platelet, mengurangi resiko terjadinya

    kardiovaskuler dan kanker (Prior, 2003).

    Secara morfologis, tanaman buah naga termasuk tanaman tidak lengkap

    karena tidak memiliki daun. Perakaran tanaman epifit, yaitu merambat dan

    menempel pada batang tanaman lain. Namun, dalam pembudidayaan, media untuk

    merambatkan batang tanaman buah naga ini digantikan dengan tiang penopang atau

  • 15

    kawat. Batang tanaman buah naga mengandung air dalam bentuk lender dan

    berlapis lilin jika sudah dewasa warnanya hijau kebiru - biruan. Batang tersebut

    berukuran panjang dan bentuknya siku atau segitiga, dari batang dan cabang

    tumbuh duri-duri keras sekitar 4-5 buah (Kristanto, 2008).

    Secara keseluruhan, setiap buah naga merah mengandung protein yang

    mampu mengurangi metabolisme badan dan menjaga kesehatan jantung, serat

    (mencegah kanker usus, kencing manis, dan diet), karotine (kesehatan mata,

    menguatkan otak, dan mencegah penyakit), kalsium (menguatkan tulang). Buah

    naga juga mangandung zat besi untuk menambah darah, vitamin B1 (mengawal

    kepanasan badan), vitamin B2 (menambah selera),vitamin B3 (menurunkan kadar

    kolestrol), dan vitamin C. Kandungan zat gizi buah naga dapat dilihat di Tabel 2.2

    Tabel 2.1 Kandungan Nilai Gizi per 100gr Kulit Buah Naga Merah

    Komponen Kadar

    Air (g) Protein (g) Lemak (g) Serat (g) Betakaroten (mg) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Vitamin B1 (mg) Vitamin B2 (mg) Vitamin C (mg) Niasin (mg)

    82,5 - 83 0,16 0,23 0,21 0,23 0,7 0,9 0,005 0,012 6,3 8,8 30,2 36,1 0,55 0,65 0,28 0,30 0,043 0,045 8 9 1,297 1,300

    Sumber : Taiwan Food Industry Development And Research Authorities dalam (Panjuantiningrum, 2009)

    Buah naga tergolong buah batu yang berdaging dan berair. Bentuk buah

    bulat agak memanjang atau bulat agak lonjong seperti yang ditunjukkan pada

    Gambar 2.1. Kulit buah ada yang berwarna merah menyala, merah gelap, dan

  • 16

    kuning, tergantung dari jenisnya. Di sekujur kulitnya dihiasi dengan jumbai- jumbai

    menyerupai sisik-sisik ular naga. Daging buah berserat sangat halus dan di dalam

    daging buah bertebaran biji-biji hitam yang sangat banyak dan berukuran sangat

    kecil. Selain itu buah naga ada yang berwarna merah, putih, dan hitam, tergantung

    dari jenisnya. Daging buah bertekstur lunak dan rasanya manis sedikit masam.

    (Cahyono,2009).

    2.7 Tikus (Rattus novergicus)

    Tikus putih (Rattus norvegicus) banyak digunakan sebagai hewan

    percobaan pada berbagai penelitian. Tikus putih memiliki ciri antara lain rambut

    berwarna putih dan mata yang merah, panjang tubuh total 440 mm, panjang ekor

    205 mm dan bobot tikus putih pada usia dewasa sekitar 250-500 Gram seperti pada

    Gambar 2.2 (Potter, 2007). Tikus putih tersertifikasi diharapkan lebih

    mempermudah para peneliti dalam mendapatkan hewan percobaan yang sesuai

    dengan kriteria yang dibutuhkan. Klasifikasi tikus putih adalah sebagai berikut :

    Kingdom : Animalia

    Kelas : Mammalia

    Ordo : Rodentia

    Subordo : Odontoceti

    Familia : Muridae

    Genus : Rattus

    Spesies : Rattus novergicus

    Sumber : Tikus putih (Rattus novergicus) Potter,2007

    Menurut Smith, et al. (1998) Terdapat beberapa galur tikus yang sering

    digunakan dalam penelitian. Galur-galur tersebut antara lain : Wistar, Sprague-

    Dawley, Long Evans, dan Holdzman. Dalam penelitian ini digunakan galur

  • 17

    Sprague-Dawley dengan ciri-ciri berwarna putih, berkepala kecil dan ekornya lebih

    panjang daripada badannya.

    Keunggulan tikus putih dibandingkan tikus liar antara lain lebih cepat

    dewasa, tidak memperlihatkan perkawinan musiman, dan umumnya lebih cepat

    berkembang biak. Kelebihan lainnya sebagai hewan laboratorium adalah sangat

    mudah ditangani, dapat ditinggal sendirian dalam kandang asal dapat mendengar

    suara tikus lain dan berukuran cukup besar sehingga memudahkan pengamatan.

    Secara umum, berat badan tikus laboratorium lebih ringan dibandingkan

    berat badan tikus liar. Biasanya pada umur empat minggu beratnya 35-40 g, dan

    berat dewasa rata-rata 200-250 g, tetapi bervariasi tergantung pada galur (Krinke,

    2000). Tikus termasuk hewan mamalia, oleh sebab itu dampaknya terhadap suatu

    perlakuan mungkin tidak jauh berbeda dibanding dengan mamalia lainnya Selain

    itu, penggunaan tikus sebagai hewan percobaan juga didasarkan atas pertimbangan

    ekonomis dan kemampuan hidup tikus hanya 2-3 tahun dengan lama produksi 1

    tahun (Krinke, 2000) temperatur 35.90-37.50 C, konsumsi pakan 5-6 g/ 100 g BB

    dan konsumsi minum 10-12 mL / 100g BB (Bogdanske, et al., 2010).

    Menurut Khoshneviszadeh, et al. (2014) yang melakukan penelitian

    mengenai regenerasi jaringan kulit tikus berlangsung selama 4-12 hari yang telah

    dibuktikan pada hari pertama diameter luka (1cm), hari ke-4 (3mm), hari ke-8

    (2mm), dan pada hari ke-12 (1mm). Hal ini telah menunjukan bahwa regenerasi

    jaringan kulit tikus telah melewati fase inflamasi, fase proliferasi, dan fase maturasi

    (remodeling).

  • 18

    BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

    3.1 Kerangka Konsep

    Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

    Keterangan : : Variabel bebas : Efek menghambat

    : Variabel yang Diamati : Efek luka terbuka

    : Efek terapi salep ekstrak kulit buah naga

    Tikus putih (Rattus norvegicus)

    Luka terbuka

    Kerusakan jaringan perifer

    Injury cell

    ROS

    APC ( Makrofag)

    Aktifasi sel T

    FLAVONOID

    IL-2

    Jumlah sel radang

    Inflamasi

    Regenerasi

    Salep ekstrak Kulit Buah Naga

    (Hylocereuscostaricensis)

  • 19

    Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini

    dapat disebabkan oleh trauma, benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia,

    atau gigitan hewan.(Latuheru, 2013). Luka insisi adalah luka yang diakibatkan oleh

    pembedahan, menggunakan gunting, elektroscalpel atau laser (Suwiti, 2010).

    Adanya luka terbuka pada jaringan kulit hewan coba tikus (Rattus norvegicus) akan

    menyebabkan kerusakan jaringan perifer sehingga menyebabkan trauma, sel

    Makrofag yang teraktivasi akan melepaskan berbagai metabolit seperti Reactive

    Oxygen Species (ROS). Adanya ROS akan menginduksi makrofag, kemudian

    makrofag akan mengaktifkan sel T naif dan memproduksi IL-2. IL-2 adalah faktor

    pertumbuhan untuk sel T yang dirangsang oleh antigen dan berperan pada ekspansi

    klon sel T setelah antigen dikenal. Ekspresi reseptor IL-2 ditingkatkan oleh

    rangsangan antigen, oleh karena itu sel T yang mengenal antigen merupakan sel

    utama yang berproliferasi pada respon imun spesifik. Bila pada proliferasinya di

    dominasi oleh lingkungan IL-12 akan menghasilkan populasi Th 1 yang melepas

    sitokin dengan ciri khas termasuk IFN- . Bila lingkungan didominasi oleh IL-4

    akan menghasilkan populasi Th 2 yang akan mengaktifasi eosinofil dan sintesis

    berbagai kelas antibodi. Hal ini menyebabkan terjadinya pembentukan sel radang.

    Adanya sel radang akan menyebabkan terjadinya inflamasi. Proses regenerasi pada

    luka dipengaruhi oleh adanya inflamasi. Semakin meningkatnya inflamasi akan

    menyebabkan regenerasi menjadi melambat.

    Pemberian salep ekstrak kulit buah naga (Hylicereus costaricensis) yang

    mengandung flavonoid (Antosianin). Flavonoid bekerja dengan mendonorkan ion

    hidrogen sehingga dapat menetralisir efek toksik dari radikal bebas yang dapat

  • 20

    menurunkan jumlah ROS. Hal ini juga akan mengurangi dari aktifasi sel T sehingga

    poliferasi sel T menurun akibatnya IL-2 mengalami penurunan. Selanjutnya jumlah

    sel radang yang terbentuk akan menjadi menurun hal ini akan mengurangi adanya

    inflamasi sehingga regenerasi dapat terjadi secara cepat. Flavonoid memiliki

    potensi sebagai antiinflamasi karena memiliki gugus hidroksil yang terikat pada

    karbon cincin aromatik sehigga dapat menangkap radikal bebas yang dihasilkan

    dari reaksi peroksidasi lemak. Mekanisme flavonoid dalam menghambat proses

    terjadinya inflamasi melalui dua cara, yaitu dengan menghambat permeabilitas

    kapiler dan menghambat metabolisme asam arakidonat dan sekresi enzim lisosom

    dari sel neutrofil dan sel endothelial (Kurniawati, 2005). Flavonoid terutama

    bekerja pada endothelium mikrovaskular untuk mengurangi terjadinya

    hipermeabilitas dan radang. Beberapa senyawa flavonoid dapat menghambat

    pelepasan asam arakhidonat dan sekresi enzim lisosom dari membran dengan jalan

    memblok jalur siklooksigenase (Hamid et.al, 2010) Penghambatan akumulasi

    leukosit, penghambatan degranulasi neutrofil, penghambat pelepasan histamin

    (Yuda,2015). Senyawa flavonoid akan menyumbangkan satu atom hydrogen untuk

    menstabilkan radikal peroksi lemak (Hamid et.al, 2010).

    3.2 Hipotesis Penelitian

    Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

    1. Salep ekstrak kulit buah naga (Hylicereus costaricensis) dapat sebagai

    antiinflamasi dilihat berdasarkan penurunan ekspresi Interleukin-2 (IL-2) pada

    tikus (Rattus novergicus) pasca diberi luka terbuka.

  • 21

    2. Salep ekstrak Kulit buah naga (Hylicereus costaricensis) dapat sebagai

    antiinflamasi dilihat berdasarkan penurunan jumlah sel radang mononuklear

    pada tikus (Rattus novergicus) pasca diberi luka terbuka.

  • 22

    BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

    4.1 Waktu dan Tempat Penelitian

    Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni juli 2016 yang bertempat di

    Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang,

    Laboratorium Farmakologi Universitas Brawijaya, Laboratorium Patologi Anatomi

    Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, dan Laboratorium Biosains

    Universitas Brawijaya Malang.

    4.2 Alat dan Bahan

    Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah kandang tikus, botol minum

    tikus, timbangan, scalpel, gunting tajam-tajam, gunting tajam tumpul, pinset,

    mikroskop olympus seri BX51, autoclave, penyaring karet, gelas ukur, blender,

    cawan petri, oven, lemari pendingin, plastik klip, mikrotom, spuit injeksi, alat

    pencukur.

    Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah tikus putih (Rattus

    novergicus) jantan strain Wistar dengan berat 150-250 Gram, NaCl fisiologis,

    alkohol 70 %, ketamin, herbal kulit buah naga, pakan pellet, iodine, minuman,

    vaselin album, aquades, formalin 10%, larutan xylol, parafin cair, antibodi

    interleukin-2.

    4.3 Tahapan Penelitian

    1. Persiapan hewan coba

    2. Pembuatan ekstrak kulit Buah naga

    3. Perlakuan luka terbuka pada hewan coba di daerah punggung.

    4. Terapi salep ekstrak kulit buah naga

  • 23

    5. Pengambilan dan pembuatan preparat kulit

    6. Ekspresi IL-2 dengan metode Imunohistokimia (IHK)

    7. Tahap perhitungan jumlah sel radang

    8. Analisis data

    4.4 Prosedur Kerja

    4.4.1 Rancangan Penelitian dan Persiapan Hewan Coba

    Penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratorik dengan

    menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Rancangan eksperimental yang

    digunakan adalah rancangan eksperimen sederhana yang mana subyek dibagi

    menjadi 5 kelompok secara random. Tiap kelompok terdiri dari 4 tikus. Kelompok

    perlakuan dalam penelitian ini antara lain adalah :

    1) Kelompok 1 adalah tikus tidak di insisi dan tidak diberi perlakuan apa-apa (kontrol

    negatif).

    2) Kelompok 2 adalah tikus yang telah dilakukan insisi dan tidak diberi perlakuan apa-

    apa (kontrol positif).

    3) Kelompok 3 adalah tikus yang telah dilakukan insisi dan dilakukan terapi ekstrak

    kulit buah naga yang diberikan secara topikal dengan konsentrasi 5%.

    4) Kelompok 4 adalah tikus yang telah dilakukan insisi dilakukan terapi ekstrak kulit

    buah naga yang diberikan secara topikal dengan konsentrasi 10%.

    5) Kelompok 5 adalah tikus yang telah dilakukan insisi dan dilakukan terapi ekstrak

    kulit buah naga yang diberikan secara topikal dengan konsentrasi 15%.

    Hewan model menggunakan tikus (Rattus norvegicus) jantan strain wistar

    berumur 8-12 minggu. Bobot badan tikus antara 150-250 gram. Hewan coba

  • 24

    diadaptasikan selama 7 hari untuk menyesuaikan dengan kondisi di laboratorium.

    Estimasi besar sampel dihitung berdasarkan rumus Frederer (Kusriningrum, 2008)

    t (n-

    5 (n- 15

    5n

    Keterangan : t : Jumlah perlakuan

    n : Jumlah ulangan yang diperlukan

    Berdasarkan perhitungan di atas, maka untuk 5 macam kelompok perlakuan

    diperlukan jumlah ulangan paling sedikit 4 kali dalam setiap kelompok sehingga

    dibutuhkan 20 ekor hewan coba.

    Tabel 4.1 Rancangan penelitian

    Pada percobaan ini terdapat 20 ekor tikus putih (Rattus novergicus) strain

    wistar jantan sehat dengan berat 180 - 250 gram. Tikus diadaptasi selama tujuh hari

    dengan pemberian pakan basal pada semua tikus. Tikus dibagi menjadi 5 kelompok

    Variable yang diamati Ulangan

    Ekpresi IL-2 dan Jumlah sel

    radang mononuklear

    1 2 3 4

    Kelompok 1 (Kontrol positif)

    Kelompok 2 (Kontrol negatif)

    Kelompok 3 (konsentrasi 5%)

    Kelompok 4 (konsentrasi 10%)

    Kelompok 5 (konsentrasi 15%)

  • 25

    perlakuan dengan setiap kelompok perlakuan terdiri atas 4 ekor tikus. Komposisi

    ransum yang diberikan yaitu mengandung karbohidrat, protein 10%, lemak 3%,

    mineral, vitamin, dan air 12 %.

    Kandang tikus berukuran 17,5 x 23,75 x 17,5. Kandang terbuat dari bahan

    plastik dengan tutup terbuat dari rangka kawat. Kandang tikus berlokasi pada

    tempat yang bebas dari suara ribut dan terjaga dari polutan. Lantai kandang mudah

    dibersihkan dan disanitasi. Suhu optimum ruangan untuk tikus adalah 22-24°C dan

    memiliki kelembapan udara 50-60% dengan ventilasi yang cukup.

    4.4.2 Variabel Penelitian

    Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah :

    Variabel bebas : Luka terbuka dan dosis terapi salep ekstrak kulit buah naga

    Variabel terikat : Ekspresi Interleukin-2 (IL-2) dan jumlah sel radang mononuklear.

    Variabel kontrol : Tikus (Rattus novergicus), jenis kelamin, berat badan, umur,

    suhu, pakan, dan kandang.

    4.4.3 Perlakuan Insisi pada Hewan Coba

    Tikus dihandling dengan cara menjepit kepala tikus diantara jari telunjuk

    dan jari tengah tangan kanan dan ekor tikus dipegang dengan tangan kiri kemudian

    dianestesi menggunakan ketamin dengan volume 0,1ml, setelah itu daerah

    punggung tikus dicukur dengan cara mengolesi rambut tikus dengan sabun lalu di

    cukur, setelah itu dibersihkan dengan alkohol kemudian diolesi iodine kemudian

    dilakukan insisi dengan ukuran PxL ± 1x1 cm. Pembuatan Insisi dilakukan hanya

    sampai subkutan sehingga tidak menembus lapisan muskulus. Kemudian diberikan

    salep ekstrak kulit buah naga (Yenti, 2011).

  • 26

    4.4.4 Pembuatan Ekstrak Kulit Buah Naga

    Sampel buah naga merah dikupas dan dibersihkan untuk memisahkan

    daging buah dengan kulitnya, selanjutnya kulit buah dipotong kecil-kecil kemudian

    dicuci setelah itu dikeringkan menggunakan oven selama 3 hari selanjutnya

    diblender sampai halus. Hasil yang didapat sebanyak 250 g sampel kulit buah yang

    telah halus diekstraksi dengan teknik maserasi basah menggunakan pelarut etanol

    96%, dilakukan perendaman lalu kocok sampai benar-benar tercampur (±30 menit),

    didiamkan 1 malam sampai mengendap, kemudian disaring dan filtratnya

    ditampung, proses perendaman ini dilakukan sampai 3 kali. Filtrat tersebut

    diuapkan dengan menggunakan rotary vacum evaporator biarkan larutan etanol

    berhenti menetes pada labu penampung (±1,5 sampai 2 jam untuk 1 labu) ±900 ml

    sehingga didapat ekstrak kental etanol kemudian ditimbang beratnya (Cahyono,

    2009).

    4.4.5 Pembuatan Salep Ekstrak Kulit Buah Naga

    Salep dibuat dengan bahan dasar vaselin album. Menurut Naibaho dkk

    (2013), salep dengan bahan dasar hidrokarbon memiliki waktu kontak dan daya

    absorpsi yang tinggi dibandingkan dengan basis salep lainnya. Selain itu, basis

    hidrokarbon menunjukkan daya antibakteri yang lebih besar dibandingkan basis

    lainnya, ditandai dengan penyembuhan infeksi pada luka kulit yang lebih cepat.

    (Pongsipulung, 2012).

    Pada penelitian ini menggunakan salep dengan konsentrasi 5%, 10%, dan

    15%. Pembuatan salep dengan konsentrasi tersebut yaitu dengan cara menimbang

    ekstrak sebanyak 0,7 gram dan vaselin album sebanyak 13,3 gram untuk salep

  • 27

    konsentrasi 5 %, kemudian ditimbang ekstrak sebanyak 1,4 gram dan vasein album

    sebanyak 12,6 gram untuk konsentrasi 10 % dan ditimbang ekstrak sebanyak 2,1

    gram dan vaslin album sebanyak 11,9 gram untuk konsentrasi 15%, setelah selesai

    menimbang semua bahan kemudian dicampur dengan cara mengaduk secara rata

    hingga homogen. Homogenitas di uji dengan cara salep dioleskan pada objek glass

    lalu diratakan dan diamati butiran partikel yang terlihat, salep homogen jika tidak

    ada partikel kecil yang terlihat.

    4.4.6 Terapi Salep Ekstrak Kulit Buah Naga

    Pemberian salep dilakukan dua kali sehari setiap 12 jam (Smith, 2015)

    dengan cara mengoleskan salep di area luka selama 6 hari, sesuai dengan periode

    fase proliferasi selama penyembuhan luka (Broughton et al, 2006). Konsentrasi

    yang diberikan yaitu perlakuan 1 (5%), perlakuan 2 (10%), perlakuan 3 (15%).

    4.4.7 Pengambilan dan Pembuatan Preparat Kulit

    Pengambilan kulit pada hewan coba tikus putih (Rattus novergicus)

    dilakukan pada hari ke-6 yang selanjutnya diikuti pengambilan atau pemotongan

    jaringan. Langkah awal yang dilakukan yaitu euthanasi dengan cara dislokasi leher.

    Pemotongan dilakukan pada bagian subkutan, tikus diletakkan dengan posisi dorso

    ventral pada papan penyayatan. Bagian kulit tempat insisi diisolasi dan dibilas

    dengan NaCl fisiologis 0,9%. Kulit yang telah dipotong selanjutnya akan melalui

    beberapa proses yaitu Fiksasi, yaitu proses perendaman organ kulit pada larutan

    formalin 10%. Dehidrasi, yaitu perendaman kulit pada etanol bertingkat

    70%,80%,90%,95%. Clearing, yaitu perendaman kulit pada xylol bertingkat xylol

    I,II,III. Embeding, yaitu memasukan kulit pada parafin cair. Section, yaitu

  • 28

    perendaman kulit pada cetakan blok parafin kemudian dipotong ±5 m lalu

    diletakan pada waterbath. Affixing, yaitu pengambilan irisan yang paling sempurna

    dan diletakan pada kaca objek dan preparat kosong (belum terwarnai) telah selesai.

    Proses selanjutnya pewarnaan preparat dengan beberapa cara yaitu Deparafinisasi,

    yaitu menghilangkan parafin yang masih melekat pada kaca objek. Rehidrasi, yaitu

    perendaman pada etahol bertingkat. Stanning, yaitu pewarnaan dengan pewarna

    hematosilin eosin, Mounting, yaitu penetesan etelan pada kaca objek dan ditutup

    kaca cover kemudian dilakukan pelabelan (Setiabudi, 2005).

    4.4.8 Ekspresi IL-2 dengan Metode Imunohistokimia (IHK)

    Metode Imunohistokimia (IHK) menggunakan indirect method atau metode

    tidak langsung yaitu menggunakan dua macam antibodi, antibodi prmer anti mouse

    IL-2 500301 dan antibodi sekunder anti mouse igG. Pelabelan antibodi sekunder

    diikuti dengan dengan penambahan substrat berupa kromogen yaitu Strep Avidin

    Horse Radish Peroxidase (SA-HRP) kemudian dilakukan pewarnaan dengan

    pewarna diaminobenzidine (DAB), pengamatan ekspresi interleukin-2 dilakukan

    dengan mikroskop perbesaran 400x dengan lima bidang pandang pengamatan.

    Setelah itu hasil pengamatan difoto. Hasil foto dari mikroskop kemudian diproses

    menggunakan software imunorasio untuk mengamati penurunan ekspresi IL-2.

    4.4.9 Tahapan Perhitungan Jumlah Sel Radang

    Preparat sampel yang sudah dibuat histopatologi dan telah diwarnai dengan

    pewarnaan Hematosin Eosin (HE), diamati dibawah mikroskop perbesaran 400x

    hingga 1000x. Diamati sel radang yang muncul dan dihitung jumlahnya dengan

    aplikasi image raster 3. Dihitung jumlah sel radang mononuklear antara dosis

  • 29

    pemberian terapi salep ekstrak kulit buah naga dengan perlakuan yang berbeda dan

    dibandingkan dengan organ hewan coba yang diberikan kontrol negatif. Sel radang

    mononuklear memiliki ciri ciri inti sel besar dan berwarna gelap serta

    sitoplasmanya terlihat tipis.

    4.5 Analisis Data

    Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan

    analisis kuantitatif statistik untuk menghitung jumlah sel radang mononuklear dan

    ekspresi IL-2 dengan uji one way ANOVA dan uji lanjutan BNJ (Beda Nyata Jujur).

    ANOVA dan BNJ digunakan untuk mengetahui apakah terapi yang diberikan dapat

    berpengaruh terhadap parameter yang diamati, dan data yang diperoleh dianalisis

    dalam analisis kuantitatif, dengan tingkat kesalahan ( ) sebanyak 0,05%.

  • 30

    BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

    Penelitian ini mengamati jumlah sel radang mononuklear dan ekspresi IL-2

    pada luka terbuka yang di terapi dengan salep ekstrak kulit buah naga. Identifikasi

    jumlah sel radang mononuklear dengan preparat kulit menggunakan pewarnaan

    hematoxylin-eosin (HE) untuk mengetahui gambaran kerusakan yang terjadi pada

    epidermis kulit tikus putih melalui degradasi warna yang terbentuk. Inti sel dari

    jaringan akan berwarna biru akibat adanya ikatan antara hematoxylin bermuatan

    positif dengan asam nukleat DNA (Deoxyribose Nucleic Acid) yang bermuatan

    negatif. Pewarna eosin akan berikatan dengan sitoplasma dan matriks sel yang

    mengakibatkan warna merah pada bagian tersebut (Junquiera L.C, 1999).

    Penghitungan jumlah sel radang mononuklear menggunakan aplikasi Image Raster

    3, untuk dapat dilakukan konfirmasi secara statistik mengenai adanya peningkatan

    maupun penurunan jumlah sel radang mononuklear terhadap variabel bebas jumlah

    konsentrasi salep ekstrak kulit buah naga yang dijadikan terapi pada luka insisi tikus

    putih.

    Tikus (Rattus norvegicus) yang telah diinsisi pada daerah punggung

    kemudian diberikan terapi salep ekstrak kulit buah naga. Untuk mengetahui

    pengaruh pemberian salep ekstrak kulit buah naga terhadap jumlah sel radang

    mononuklear pada jaringan kulit dilakukan pewarnaan dengan metode HE dan

    penurunan ekspresi IL-2 dengan metode Imunohistokimia.

  • 31

    5.1 Pengaruh Salep Ekstrak Kulit Buah Naga Terhadap Ekspresi Interleukin-2 Metode imunohistokimia (IHK) merupakan suatu proses identifikasi protein

    spesifik pada jaringan atau sel menggunakan antibodi. Ekspresi Interleukin-2 (IL-

    2) dengan teknik imunohistokimia ditunjukkan dengan adanya ekspresi warna

    kecoklatan pada bagian sitoplasma. Adanya warna coklat diakibatkan oleh adanya

    ikatan antara antigen dan antibodi yang berada pada jaringan. Antibodi yang

    diberikatan pada penelitian ini digunakan 2 jenis antibodi yaitu antibodi primer

    yang berikatan dengan antigen pada jaringan, dan antibodi sekunder berlabel biotin.

    Pemberian antibodi sekunder diikuti dengan penambahan enzim berupa SA-HRP

    (Strepta Avidin Horseradish Peroxidase) dan substratnya berupa kromogen DAB.

    Kromogen DAB merupakan substrat dari peroksidase yang dapat menghasilkan

    warna kecoklatan, sehingga akan terbentuk warna yang lebih jelas pada jaringan

    (Elias et all, 1989). Hasil penelitian mengenai pengaruh terapi salep ekstrak kulit

    buah naga terhadap ekspresi IL-2 tikus model pasca diberi luka terbuka dengan

    metode imunohistokimia dapat dilihat pada gambar 5.1.

    Pengukuran presentase area ekspresi IL-2 dilakukan dengan menggunakan

    software immunoRatio dan didapatkan jumlah rata-rata ekspresi IL-2 pada tabel

    5.1. Data yang diperoleh kemudian diuji statistik dengan menggunakan one way

    ANOVA dengan hasil uji statistik.

  • 32

    Gambar 5.1. Ekspresi IL-2 jaringan kulit tikus dengan pewarnaan imunohistokimia (perbesaran 400x).

    Keterangan : (A) kontrol negatif, (B) kontrol positif, (C) terapi salep ekstrak kulit

    buah naga konsentrasi 5%, (D) Konsentrasi 10% dan (D) Konsentrasi 15%.

    K- K+

    P1 P2

    P3

  • 33

    Tabel 5.1 Terapi salep ekstrak kulit buah naga terhadap ekspresi Interleukin-2 (IL-2).

    Kelompok Perlakuan

    Rata-rata presentase ekspresi IL-2

    Peningkatan eksprei IL-2 terhadap Kontrol negatif

    Penurunan ekspresi IL-2 terhadap Kontrol Positif

    Kontrol negative 28,916 ± 5,1 a - -

    Kontrol positif 49,5 ± 0,92d 71,18% -

    P1 45,168 ± 3,14c - 8,75%

    P2 41,456 ± 6,36b - 16,25%

    P3 36,648 ± 3,8a - 37,75%

    Hasil perhitungan ekspresi IL-2 pada kelompok tikus kontrol negatif

    menunjukkan ekspresi IL-2. Adanya ekspresi IL-2 pada jaringan kulit adalah

    normal karena sitokin IL-2 secara alami terdapat di dalam tubuh dalam jumlah

    relatif sedikit sebagai komponen imunitas. Gambaran ekspresi IL-2 ditandai dengan

    warna coklat pada bagian sitoplasma. IL-2 merupakan sitokin yang berfungsi untuk

    merangsang dan mengaktifkan sistem imun terhadap respon inflamasi, dimana

    dalam keadaan normal, antigen yang masuk memicu reaktivitas imun pada imunitas

    nonspesifik maupun spesifik (Baratawidjaja, 2014). IL-2 adalah salah satu sitokin

    yang berperan dalam mengatur respon imun, secara potensial meningkatkan

    proliferasi dan fungsi sel T, sel B, dan sel NK, memperbaiki pembentukkan antigen,

    dan meningkatkan produksi dan pelepasan dari sitokin lainnya (Asep dkk,2014).

    Pada kelompok tikus kontrol positif terdapat ekspresi IL-2 yang melebihi kelompok

    negatif. Hal ini disebabkan karena pada kelompok positif tidak diberi terapi namun

    tetap diberikan perlakuan luka terbuka sehingga akan menyebabkan meningkatnya

  • 34

    ekspresi IL-2. Adanya peningkatan ekspresi IL-2 pada kelompok kontrol positif

    akan menyebabkan terjadinya peningkatan dari sistem imunitas pada tikus. Seiring

    meningkatnya ekspresi IL-2 maka akan meningkatkan pula jumlah sel radang

    mononuklear seperti limfosit dan monosit sehingga kesembuhan luka akan

    mengalami penurunan.

    Berdasarkan Tabel 5.1 ditunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang

    signifikan antar perlakuan (p

  • 35

    Luka terbuka yang diberikan pada jaringan kulit hewan coba tikus (Rattus

    norvegicus) akan menyebabkan kerusakan jaringan perifer sehingga menyebabkan

    trauma, kerusakan jaringan tersebut dapat disebabkan oleh beberapa penyebab

    salah satunya yaitu radikal bebas, radikal bebas merupakan molekul yang tidak

    memiliki elektron yang berpasangan karenanya radikal bebas ini akan mengambil

    elektron dari sel lain sehingga menyebabkan kerusakan jaringan dan secara

    bersamaan makrofag akan aktif (Fessenden, 1986). Makrofag yang teraktivasi akan

    melepaskan berbagai metabolit seperti Reactive Oxygen Species (ROS). Adanya

    ROS akan menginduksi makrofag, kemudian makrofag akan mengaktifkan sel T

    naif dan memproduksi IL-2. IL-2 adalah faktor pertumbuhan untuk sel T yang

    dirangsang oleh antigen dan berperan pada ekspansi klon sel T setelah antigen

    dikenal. Ekspresi reseptor IL-2 ditingkatkan oleh rangsangan antigen, oleh karena

    itu sel T yang mengenal antigen merupakan sel utama yang berproliferasi pada

    respon imun spesifik. Bila pada proliferasinya didominasi oleh lingkungan IL-12

    akan menghasilkan populasi Th 1 yang melepas sitokin dengan ciri khas termasuk

    IFN- . Bila lingkungan didominasi oleh IL-4 akan menghasilkan populasi Th 2

    yang akan mengaktifasi eosinofil dan sintesis berbagai kelas antibodi (Bratawidjaja,

    2014). Hal ini menyebabkan terjadinya pembentukan sel radang. Adanya sel radang

    akan menyebabkan terjadinya inflamasi. Proses regenerasi pada luka dipengaruhi

    oleh adanya inflamasi. Semakin meningkatnya inflamasi akan menyebabkan

    regenerasi menjadi melambat.

    Pemberian salep ekstrak kulit buah naga (Hylicereus costaricensis) yang

    mengandung flavonoid (Antosianin). Flavonoid bekerja dengan mendonorkan ion

  • 36

    hidrogen sehingga dapat menetralisir efek toksik dari radikal bebas yang dapat

    menurunkan jumlah ROS (Nijveldt et al, 2001). Hal ini juga akan mengurangi dari

    aktifasi sel T sehingga poliferasi sel T menurun akibatnya IL-2 mengalami

    penurunan. Selanjutnya jumlah sel radang yang terbentuk akan menjadi menurun

    hal ini akan mengurangi adanya inflamasi sehingga regenerasi dapat terjadi secara

    cepat. Mekanisme flavonoid dalam menghambat proses terjadinya inflamasi

    melalui dua cara, yaitu dengan menghambat permeabilitas kapiler dan menghambat

    metabolisme asam arakidonat dan sekresi enzim lisosom dari sel neutrofil dan sel

    endothelial (Kurniawati, 2005). Flavonoid terutama bekerja pada endothelium

    mikrovaskular untuk mengurangi terjadinya hipermeabilitas dan radang. Beberapa

    senyawa flavonoid dapat menghambat pelepasan asam arakhidonat dan sekresi

    enzim lisosom dari membran dengan jalan memblok jalur siklooksigenase (Hamid

    et.al, 2010) Penghambatan akumulasi leukosit, penghambatan degranulasi

    neutrofil, penghambat pelepasan histamin (Yuda,2015). Senyawa flavonoid akan

    menyumbangkan satu atom hydrogen untuk menstabilkan radikal peroksi lemak

    (Hamid et.al, 2010).

    5.2 Pengaruh Salep Ekstrak Kulit Buah Naga Terhadap Penurunan Jumlah Sel Radang Mononuklear

    Hasil penelitian mengenai pengaruh pemberian ekstrak kulit buah naga pada

    lima perlakuan yaitu tikus A (kontrol negatif), tikus B (kontrol positif), tikus C

    (tikus insisi + konsentrasi 5%), tikus D (tikus insisi + konsentrasi 10%), tikus E

    (tikus insisi + konsentrasi 15%) memperlihatkan adanya perbedaan pada

    penurunan jumlah sel radang mononuklear (Gambar 5.2).

  • 37

    Gambar 5.2 Gambaran mikroskopis sel radang mononuklear yang muncul pada pewarnaan HE

    Keterangan : (A) kontrol negatif. (B) kontrol positif. (C) terapi salep ekstrak kulit buah naga 5%. (D) terapi salep ekstrak kulit buah naga 10%. (D) terapi salep ekstrak kulit buah naga 15%.

    Pada Gambar 5.2 memperlihatkan akumulasi sel radang mononuklear yang

    semakin sedikit pada perlakuan P3. Sel radang mononuklear berupa limfosit

    maupun monosit dapat terlihat cukup baik pada perbesaran 400x. Limfosit dapat

    K- K+

    P1 P2

    P3

  • 38

    diidentifikasi dari inti berwarna biru gelap yang berukuran besar sedangkat monosit

    dapat diidentifikasi dari bentuk inti sel nya yang mirip persis dengan kacang.

    Perhitungan sel radang mononuklear menggunakan aplikasi Image Raster 3

    dengan jumlah rata-rata dari 5 lapang pandang pada tiap preparat. Total lapang

    pandang yang didapat dan digunakan untuk perhitungan statistik sel radang secara

    kuantitatif berjumlah 100 gambar, terdiri dari gambar dari jaringan kulit hewan

    coba pada K-, K+, P1, P2, dan P3 Data statistik peningkatan rata-rata jumlah sel

    radang pada tiap perlakuan hewan coba dapat dilihat pada Tabel 5.2.

    Sel radang merupakan sel yang muncul pada saat terjadi proses luka pada

    jaringan. Manifestasi sel radang pada jaringan luka disebabkan oleh adanya

    mekanisme perlindungan tubuh terhadap kerusakan seluler sehingga dilepaskannya

    mediator sel radang untuk menghantarkan sel radang menuju jaringan luka untuk

    diperbaiki. Pada terapi salep ekstrak kulit buah naga dengan konsentrasi berbeda,

    tampak perbedaan pula jumlah sel radang yang muncul.

    Tabel 5.2 Terapi salep ekstrak kulit buah naga terhadap penurunan jumlah sel radang.

    Kelompok Perlakuan

    Rata-rata presentase Infiltrasi Sel Mononuklear

    Peningkatan Infiltrasi Sel Radang terhadap Kontrol negatif

    Penurunan Infiltrasi Sel Radang terhadap Kontrol Positif

    Kontrol negative 9,52 ± 1,6 a - -

    Kontrol positif 50,4 ± 13d 429,41% -

    P1 31,68 ± 3,4c - 37,14%

    P2 15,8 ± 3,6b - 68,65%

    P3 9,92 ± 2,2a - 80,31%

  • 39

    Dari data yang didapat, pada kelompok tikus kontrol negatif secara normal

    tetap ditemukan sel radang. Hal ini disebabkan sel radang merupakan sel yang

    secara normal juga terdapat pada jaringan sebagai bentuk imunitas alami dari dalam

    tubuh dengan jumlah yang rendah meskipun tidak terjadi kerusakan jaringan.

    Jumlah sel radang yang rendah pada jaringan normal ini berfungsi dalam

    pertahanan diri awal saat terjadi luka pada jaringan atau inflamasi. Pada kelompok

    tikus kontrol positif ditemukan sel radang melebihi kelompok negatif. Hal ini

    disebabkan karena pada kelompok positif tidak diberi terapi namun tetap diberikan

    perlakuan luka terbuka sehingga akan menyebabkan akumulasi infiltrasi sel radang.

    Adanya akumulasi infiltrasi sel radang pada kelompok kontrol positif akan

    menyebabkan terjadinya inflamasi. Sel radang akan bertambah jumlahnya seiring

    dengan kerusakan jaringan yang semakin tinggi akibat zat maupun benda asing

    yang bersifat toksik terakumulasi dan merusak jaringan.

    Pada perbandingan antara kontrol positif terhadap kontrol negatif terdapat

    peningkatan infiltrasi sel radang mononuklear sebesar 429,41%. Nilai infiltrasi sel

    radang mononuklear kontrol negatif dan P1 (perlakuan 1) konsentrasi 5%

    menunjukkan perbedaan nyata. Perbandingan antara kontrol positif dibandingkan

    dengan P1 (perlakuan 1) konsentrasi 5% didapati adanya penurunkan infiltrasi sel

    radang sebanyak 37,14%, namun belum bisa mendekati jumlah infiltrasi sel radang

    kelompok kontrol negatif. Nilai infiltrasi sel radang kontrol negatif dan

    P2(perlakuan 2) konsentrasi 10% menunjukkan perbedaan nyata. Perbandingan

    antara kontrol positif dibandingkan dengan P2(perlakuan 2) konsentrasi 10%

    didapati adanya penurunkan infiltrasi sel radang sebanyak 68,65%, namun belum

  • 40

    bisa mendekati jumlah infiltrasi sel radang kelompok kontrol negatif. Nilai

    presentase kelompok P3 (perlakuan 3) konsentrasi 15% menunjukkan tidak berbeda

    nyata dengan kelompok kontrol negatif. Perbandingan antara kontrol positif dengan

    P3 (perlakuan 3) konsentrasi 15% didapati adanya penurunan infiltrasi sel radang

    sebesar 80,31 %. Data ini dapat menunjukkan bahwa P3 (perlakuan 3) dengan

    konsentrasi 15% merupakan konsentrasi yang efektif mengurangi infiltrasi sel

    radang pada hewan coba.

    Luka terbuka yang diberikan pada jaringan kulit hewan coba tikus (Rattus

    norvegicus) akan menyebabkan kerusakan jaringan perifer sehingga menyebabkan

    trauma, kerusakan jaringan tersebut dapat disebabkan oleh beberapa penyebab

    salah satunya yaitu radikal bebas, radikal bebas merupakan molekul yang tidak

    memiliki elektron yang berpasangan karenanya radikal bebas ini akan mengambil

    elektron dari sel lain sehingga menyebabkan kerusakan jaringan dan secara

    bersamaan makrofag akan aktif. Makrofag yang teraktivasi akan melepaskan

    berbagai metabolit seperti Reactive Oxygen Species (ROS). Seiring bertambahnya

    jumlah ROS akan menyebabkan terjadinya pembentukan sel radang. Adanya sel

    radang akan menyebabkan terjadinya inflamasi.

    Inflamasi merupakan suatu respon terhadap luka atau cedera pada jaringan

    serta terjadinya infeksi. Pada proses inflamasi (peradangan), terjadi reaksi vaskuler

    dimana cairan, elemen darah, sel darah putih (leukosit), dan mediator kimia

    terkumpul pada daerah terjadinya cedera atau luka. Inflamasi merupakan

    mekanisme perlindungan dimana tubuh berusaha melawan agen infeksius

    berbahaya pada lokasi terjadinya cedera dengan tujuan berlangsungnya proses

  • 41

    perbaikan jaringan. Walaupun inflamasi dan infeksi memiliki hubungan, keduanya

    tidaklah sama. Infeksi disebabkan oleh suatu mikroorganisme dan dapat

    menyebabkan adanya proses inflamasi, namun tidak semua inflamasi disebabkan

    karena adanya infeksi (Kee & Hayes, 1993).

    Mediator inflamasi kimia biasa dilepaskan pada saat proses inflamasi, salah

    satunya adalah prostaglandin. Prostaglandin berhasil diisolasi dari eksudat lokasi

    terjadinya proses inflamasi. Prostaglandin sendiri memiliki berbagai macam efek,

    diantaranya vasodilatasi, relaksasi otot polos, meningkatkan permeabilitas kapiler,

    dan sensitisasi sel syaraf terhadap rasa nyeri. Berbagai macam obat seperti aspirin,

    berfungsi dalam menghambat pelepasan prostaglandin, sehingga obat jenis ini

    dapat disebut sebagai obat antiinflamasi (Kee & Hayes, 1993).

    Pemberian salep ekstrak kulit buah naga (Hylicereus costaricensis) yang

    mengandung flavonoid (Antosianin). Flavonoid bekerja dengan mendonorkan ion

    hidrogen sehingga dapat menetralisir efek toksik dari radikal bebas yang dapat

    menurunkan jumlah ROS (Nijveldt et al, 2001) serta jumlah sel radang yang

    terbentuk akan menjadi menurun hal ini akan mengurangi adanya inflamasi

    sehingga regenerasi dapat terjadi secara cepat. Mekanisme flavonoid dalam

    menghambat proses terjadinya inflamasi melalui dua cara, yaitu dengan

    menghambat permeabilitas kapiler dan menghambat metabolisme asam arakidonat

    dan sekresi enzim lisosom dari sel neutrofil dan sel endothelial (Kurniawati, 2005).

    Flavonoid terutama bekerja pada endothelium mikrovaskular untuk mengurangi

    terjadinya hipermeabilitas dan radang. Beberapa senyawa flavonoid dapat

    menghambat pelepasan asam arakhidonat dan sekresi enzim lisosom dari membran

  • 42

    dengan jalan memblok jalur siklooksigenase (Hamid et.al, 2010) Penghambatan

    akumulasi leukosit, penghambatan degranulasi neutrofil, penghambat pelepasan

    histamin (Yuda,2015). Senyawa flavonoid akan menyumbangkan satu atom

    hydrogen untuk menstabilkan radikal peroksi lemak (Hamid et.al, 2010).

  • 43

    BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

    6.1 Kesimpulan

    Berdasar hasil penelitian serta analisis yang telah dilakukan terkait dengan

    variabel yang diamati, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pemberian salep

    ekstrak kulit buah naga (Hylocereus costaricensis) dapat menurunkan inflamasi

    pada luka terbuka sehingga kesembuhan luka akan meningkat yang ditandai dengan

    menurunnya jumlah sel radang mononuklear dan ekspresi IL-2 pada jaringan kulit

    secara signifikan pada terapi dengan konsentrasi 15%.

    6.2 Saran

    Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui efek pemberian

    salep ekstrak kulit buah naga (Hylocereus costaricensis) terhadap pet animal dan

    hewan lainnya.

  • 44

    DAFTAR PUSTAKA

    Asep E. Sukmayadi, Sri A. Sumiwi, Melisa I. Barliana, Anisa D. Aryanti, 2014.

    Aktivitas Imunomodulator Ekstrak Etanol Daun Tempuyung (Sonchus

    arvensis Linn). Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran, Sumedang, Jawa Barat, Indonesia

    Astuti, S. 2008. Isoflavon Kedelai Dan Potensinya Sebagai Penangkap Radikal

    Bebas.Staf Pengajar Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas

    Pertanian Universitas Lampung, Bandar Lampung, Lampung.

    Bogdanske, J., S. Stelle, M. Riley, and B. Schiffman. 2010. Laboratory Rat

    Procedural Techniques. CRC Press. Boca Raton. London. 77.

    Bratawidjaja, K., dan I. Rengganis. 2014. Imunologi Dasar. Badan Penerbit

    Fakultas Kedokteran. Universitas Indonesia. Jakarta. 319.

    Broughton, I., J. Janis, and E. Attiger. 2006. Wound healing : an overview. Plastic

    Reconstruction Surgery 117 (supplement) : 1eS-32eS. Dalas, texas

    Cahyono, B. 2009, Buku Terlengkap Sukses Bertanam Buah Naga, Pustaka Mina,

    Jakarta.

    Elias J.M., M. Margiotta, D. Gaborc. 1989. Sensitivity and detection efficiency of

    the peroxidase antiperoxidase (PAP), avidin-biotin peroxidase complex

    (ABC), and peroxidase-labeled avidin-biotin (LAB) methods. Department

    of Pathology, Health Sciences Center, Stony Brook, New York.American

    Journal of Clinical Pathology[1989, 92(1):62-67]

    Fessenden,R dan Fessenden,J., 1986 dalam Batubara, Risa widiani,2011. Uji

    Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Kulit Buah Durian (Durio zibethinus

    Murr) Lokal dan Fraksi-fraksinya Dengan Metode DPPH Serta Penetapan

    Kadar Fenolik Dan Flavonoid Totalnya. Fakultas Farmasi. Universitas

    Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.

  • 45

    Gurtner, G. 2007. Wound healing, normal and abnormal.

    surgery. 6th; p:15-22.Associate Professor of Plastic Surgery. NYU

    Medical Center. New York, New York

    Hamid A. 2010. Antioxidants: Its Medicinal and Pharmacological Applications.

    Department of Chemistry, University of Ilorin. Kwara State, Nigeria.

    Jaafar. A., R. Nazri, dan W. Khairuddin. 2009. Proximate Analysis of Dragon Fruit

    (Hylecereus polyhizus),American Journalof Applied Sciences, 6 : 1341-

    1346.

    Junqueira, L. 1999. Histologi Dasar(Basic Histology), edisi kedelapan. Penerbit

    Buku Kedokteran EGC. Jakarta, hal:357-359

    Kee & Hayes. 1993. Farmakologi. Pendekatan Proses Keperawatan. Buku

    Kedokteran ECG: Jakarta.

    Khoshneviszadeh, M. 2014.Topical Simvastatin Enhances Tissue Regeneration in

    Full-Thickness Skin Wounds in Rat Models. Medicinal and Natural

    Products Chemistry Research Center, Shiraz University of Medical

    Sciences, Shiraz, Iran.

    Kristanto, D. 2009, Buah Naga:Pembudidayaan di Pot dan di Kebun, Penebar

    Swadaya,Jakarta

    Krinke, G. 2000. The Laboratory Rat. San Diego. CA: Academic Press. Hal. 15-

    152.

    Kurniawati, A. 2005. Uji Aktivitas Anti Inflamasi Ekstrak Metanol raptophyllum

    griff pada Tikus Putih. Majalah Kedokteran Gigi Edisi Khusus Temu

    Ilmiah Nasional IV, 11-13 Agustus 2005: 167-170.

    Kusriningrum. 2008. Dasar Perancangan Percobaan dan Rancangan Acak

    Lengkap. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga. Surabaya.

    Latuheru, J., J.Tambajong, dan J. Posangi. 2013. Efek Daun Sirih (Piper Betle L.)

    Terhadap Penyembuhan Luka Insisi Kulit Kelinci (Oryctolagus

  • 46

    cuniculus). Bagian Farmakologi dan Terapi Fakultas Kedokteran

    Universitas Sam Ratulangi.

    Li, J., J. Chen, and R. Kirsner. 2007. Pathophysiology of acute wound healing.

    Clinics in Dermatology. Vol: 25. p. 9-18.

    Nagori, B., and R. Solanki. 2011. Role of Medicinal Plants in Wound

    Healing.Research Journal of Medicinal Plant 5 (4). p. 392-405.

    Naibaho, O., V. Paulina, dan W. Weny. 2013. Pengaruh Basis Salep terhadap

    Formulasi Sediaan Salep Ekstrak Daun Kemangi (Omicum sanctum L.) pada

    Kulit Punggung Kelinci yang Dibuat Infeksi Staphylococcus aureus. Jurnal

    Ilmiah Farmasi UNSTRAT Vol. 2 No. 02.

    Nayak, B., S. Sandiford, and A. Maxwell. 2007. Evaluation of the Wound-healing

    Activity of Ethanolic Extract of Morinda citrifolia L.Leaf. Evid Based

    Complement Alternative Medicine. 6 (3). p. 351-356.

    Nijveldt R, van Nood E, van Hoorn DEC, Boelens PG, van Norren K, van Leeuwen AM. 2001 Dalam Rahmawati, G., F.N. Rachmawati., H. Winarsi., 2014.Aktivitas Superoksida Dismutase Tikus Diabetes Yang Diberi Ekstrak Batang Kapulaga Dan Glibenklamid. Fakultas Biologi. Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.

    Panjuantiningrum. 2009. Ekstraksi dan uji kualitas pigmen antosianin pada kulit

    buah naga merah (Hylocereus costaricensis.). Jurusan Teknologi Hasil

    Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Malang.

    Perdanakusuma, D., S. Hariani, dan A. Budi. 2012. Peranan Progenitor Keratinosit

    Sel Punca Jaringan Lemak pada Proses Epitelisasi Luka Kulit Kelinci.

    Departemen / SMF Bedah Plastik Rekonstruksi dan Estetik. Universitas

    Airlangga, RsuD Dr. Soetomo Surabaya.

    Pongsipulung, R., V. Paulina, dan Y. Banne. 2012. Formulasi dan Pengujian Salep

    Ekstrak Bonggol Pisang Ambon (Musa paradisiacal var. sapientum terhadap

    Luka Terbuka pada Kulit Tikus Putih Jantan Galur Wistar (Rattus

    novergicus). ProGram Studi Farmasi FMIPA UNSTRAT Manado.

  • 47

    Potter, P. 2007. Rats and Mice: Introduction and use In Research. Health Sciences

    Center for Educational Resources university of Washington.

    Prior, R. 2003. Fruit and Vegetables in The Prevention of Cellular Oxidative Damage. Arkansas. The American Journal of Clinical Nutrition. American.Vol. 78: 570-578.

    Reddy, G., B. Priyanka, A. Saranya, and Ch. Kumar. 2012. Wound Healing

    Potential Of Indian Medicinal Plants. International Journal of Pharmacy

    Review & Research. Vol: 2. p. 75-78.

    Santoso, A. 2011. Serat pangan (Dietary fiber) dan manfaatnya bagi kesehatan.

    Jurnal Magistra. Vol 2: 35-40.

    Saneto, B. 2005. Karakterisasi kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus.).

    Jurnal Agarika. Vol 2: 143-149.

    Schafer, M. and S. Werner. 2008. Cancer as an overhealing wound : An old

    hypothesis revisited. Institute of Cell Biology. National Academy of

    Sciences of Ukraine Vol: 9. p. 628-638.

    Setiabudi, A. 2005. Perbandingan Ekspresi Sel T CD4 di Jaringan Sekitar luka

    Dengan Tanpa infiltrasi Levobupivaksin Pada Nyeri Pasca Incisi. Program

    Magister Ilmu Biomedik dan PPDS J Universitas Diponegoro Semarang.

    [Tesis]

    Smith dan Mangkoewidjojo. (1998) dalam Nasution Nurhayati. 2015. Uji Aktifitas

    Ekstrak Etanol Umbi Talas Jepang (Colocasia esculenta(L) Schott var.

    Antiquorum) Terhadap Penyembuhan Luka Terbuka Pada Tikus Putih

    (Rattus novergicus) Jantan Galur Sprague Dawley. Farmasi. UIN Syarif

    Hidayatullah. Jakarta.

    Soni, H. and A. Singhai. 2012. A Recent Update of Botanicals for Wound Healing

    Activity. International Research Journal of Pharmacy, 3. p. 1-6.

    Sudiono, J., B. Kurniadhi, A. Hendrawan, dan B. Djimantoro. 2001. Penuntun

    Praktikum Patologi Anatomi. Penerbit Buku Kedokteran ECG: Jakarta.

  • 48

    Sumardika. 2013. Ekstrak Air Daun Ubi jalar Ungu Memperbaiki Profil Lipid Dan

    Meningkatkan Kadar SOD Darah Tikus Yang Diberi Makanan Tinggi

    Kolesterol. Bagian farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas

    Udayanan, Denpasar, Bali.

    Suwiti, K. 2010. Deteksi Histologik Kesembuhan Luka Pada Kulit Pasca

    Pemberian Daun Mengkudu (Morinda Citrofilia Linn). Lab Histologi,

    Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana. Bali.

    Thakur, R., N. Jain, R. Pathak, and S. Sandhu. 2011. Practices in Wound Healing

    Studies of Plants. Review Article Evidence-Based Complementary and

    Alternative Medicine. p. 1-15.

    Yenti, R., R. Afrianti., L. Afrianti. 2011 dalam Nasution Nurhayati. 2015. Uji

    Aktifitas Ekstrak Etanol Umbi Talas Jepang (Colocasia esculenta(L) Schott

    var. Antiquorum) Ter