studi kasus pengadaan tanah di tanjung penggaru desa panke
TRANSCRIPT
1
GANTI RUGI TANAH PANTAI DAN PERAIRAN OLEH PEMERINTAH DAERAH
(Studi Kasus Pengadaan Tanah di Tanjung Penggaru Desa Panke Kecamatan Menai Kabupaten Karumun Prop. Kep. Riau)
TESIS
OLEH
ANNISA RIZKI SAKIH B4B008023
PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVRSITAS DIPONEGORO
SEMARANG 2010
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Saat ini pemerintah pusat mengimbau para pemimpin daerah baik
kota maupun propinsi untuk menarik investor sebanyak mungkin ke
daerahnya demi pengembangan perekonomian dan perolehan devisa.
Termasuk diantaranya Kabupaten Karimun yang merupakan bagian dari
Propinsi Kepulauan Riau. Wilayah Kabupaten Karimun adalah kepulauan
dengan beberapa pulau utama yang antara lain Pulau Karimun Besar,
Pulau Karimun Anak, Pulau Moro dan Pulau Kundur. Ibukotanya terletak
di Pulau Karimun dengan nama Tanjung Balai Karimun.
Wilayah kabupaten ini yang sangat strategis karena berbatasan
langsung dengan negara tetangga Malaysia dan Singapura yang terkenal
dengan Selat Malaka dan Selat Singapura yang terbentang dari One
Fathom Bank di sebelah Utara sampai suar Horsburg di sebelah
Tenggara adalah area pelayaran yang terpadat dan tersibuk diseluruh
dunia.1 Kabupaten ini juga termasuk dalam kawasan Perdagangan Bebas
dan Pelabuhan Bebas bedasarkan Peraturan pemerintah Nomor 48
Tahun 2007 tentang Daerah Perdagangan Bebas Dan Pelabuhan Bebas.
1 Badan Perencanaan Pembangunan Kabupaten Karimun dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Karimun , Karimun Dalam Angka,(Karimun : BPS Kabupaten Karimun, 2003), hal. 1
3
Selain itu Kabupaten Karimun juga termasuk dalam wilayah Special
Economic Zone (SEZ).
Special Economic Zone (SEZ) merupakan pakta perdagangan
antara Indonesia dan Singapura yang menyangkut penggunaan pulau
Batam, pulau Karimun, dan pulau Bintan dibawah kerjasama kedua
negara dalam mengembangkan perekonomian. Wilayah ini memiliki
kebijaksanaan khusus yang diharapkan mamampu menarik investor baik
asing maupun lokal. Kebijaksanaan khusus tersebut meliputi kebijakan di
bidang keuangan, perpajakan, imigrasi, pelayanan perijinan satu atap dan
peraturan perburuhan.2
Keuntungan bagi Indonesia dan khususnya kabupaten Karimun
adalah membuka untuk meningkatkan lapangan kerja. Untuk
merealisasikan Special Economic Zone (SEZ) pemerintah Kabupaten
Karimun harus menyediakan fasilitas infrastruktur misalnya pelabuhan
dan penyediaan tanah. Penyediaan tanah ini dilakukan sesuai dengan
Keputusan Bupati Karimun Nomor 100 Tahun 2006 tentang Pembentukan
tim persiapan Penerapan Special Economic Zone (SEZ). Tim tersebut
bertugas menyediakan tanah untuk kepentingan investasi di Kabupaten
Karimun. 3
2One Stop Service in Sumatra Promotion Centre (SPC) Karimun, Kepulauan Riau Province,2007,http://bpidkep.riau.go.id/index.php?bahasa=english&bpid=halutama&link=pelayanan. Diakses pada tanggal 24 Agustus 2007
4
Dalam rangka penyediaan tanah tersebut maka dilakukanlah
pengadaan tanah di Tanjung Penggaru Desa Pangke Kecamatan Meral
Kabupaten Karimun Propinsi Kepulauan Riau. Pengadaan tanah ini
dilakukan bedasarkan Keputusan Bupati Karimun Nomor 24 Tahun 2007
tanggal 19 Febuari 2007 tentang Penetapan Lokasi Pengadaan Tanah
Bagi Pelaksanaan Pembangunan di Kabupaten Karimun.
Masyarakat sebagai pemilik sebagian tanah yang termasuk
kawasan yang ditetapkan untuk Kawasan Special Economic Zone (SEZ)
tersebut yakni sebanyak 17 persil menuntut ganti rugi. Jika tidak di penuhi
maka pemilik tanah laut akan membuat pagar di kawasan tersebut. Hal ini
dapat menghambat kegiatan investasi oleh calon investor asing. Untuk
meredam masyarakat, maka pihak pemerintah daerah Kabupaten
Karimun melakukan pembayaran terhadap tanah (pantai dan laut) yang
akan dibebaskan atas dasar pengadaan tanah untuk kepentingan Umum
(investasi tanah industri). Tanah yang dibebaskan untuk kepentingan
investasi ini terdapat sebagian tanah yang memiliki memiliki surat tanah
berupa Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR) yaitu surat yang keterangan
yang dikeluarkan oleh Kepala Desa dan PPAT Camat. Ganti rugi
dilakukan dengan cara pembelian dan penyerahan ganti rugi oleh negara
5
yang bersumber pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Kabupaten Karimun Tahun anggaran 2007. 4
Kasus ini telah mengalami serangkaian persidangan. Dalam
persidangan diantaranya menghadirkan saksi ahli Syafruddin Kalo,
seorang dosen dari Universitas Sumatera Utara (USU) mengatakan
bahwa pantai masih termasuk katagori tanah atau permukaan bumi.5
Sehingga sepanjang tanah yang dimaksud tidak ada masalah mengenai
status kepemilikan tersebut. Bedasarkan keterangannya pula bahwa
tanah yang dibebaskan untuk kepentingan industri dapat dikatagorikan
sebagai kepentingan umum karena dapat menyediakan lapangan
pekerjaan bagi masyarakat. Pendapat saksi ahli ini menimbulkan
keraguan karena sesungguhnya pengadaan tanah untuk pembangunan
untuk kepentingan umum yang dilaksanakan Pemerintah atau Pemerintah
Daerah telah dibatasi sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Presiden
Nomor 36 Tahun 2005 Jo Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006
tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum. Dalam kasus ini pengadaan tanah untuk kawasan
industri menurut Peraturan Presiden ini tidak termasuk dalam kepentingan
Umum. Begitu pula Undang-undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960
4 Sandy, Keterangan Sekdes Pangke Ringankan Terdakwa, Sebut Tanah Pantai Tidak Bisa diganti rugi, (Tanjung Balai Karimun : Batam Pos, Selasa tanggal 6 Januari 2009)
5 Sidang Lanjutan Dugaan Tipikor Penyelewengan Lahan PT. Saipem, Hadirkan Saksi Ahli Dari USU, ( Batam : Sijori Mandiri, Selasa Tanggal 3 Febuari 2009)
6
tidak mengatur secara implisit mengenai penggantirugian tanah pantai
dan perairan.
Selanjutnya bedasarkan pembuktian dalam persidangan,
terungkap beberapa kejanggalan yang pada akhirnya memutuskan bahwa
keempat terdakwa yang merupakan pejabat di struktur pemerintahan
Kabupaten karimun sebagai anggota dari tim penyediaan tanah terbukti
melakukan tindak pidana korupsi. Keempat terdakwa yakni mantan
Kepala Bagian Tata Pemerintahan Kabupaten Karimun, mantan Kepala
Sub Bagian Tata Pemerintahan Kabupaten Karimun, mantan Camat
Meral dan mantan Kepala Desa Pangke masing - masing dijatuhi vonis 18
bulan penjara dan denda masing-masing Rp 50 juta serta mengganti
kerugian negara sebesar Rp 1.3 miliar. 6
B. Perumusan Masalah
Sehubungan dengan uraian di atas dan dalam upaya memberikan
penjelasan, maka permasalahan yang penulis rumuskan dalam penulisan
ini ialah sebagai berikut:
1. Apakah proses ganti rugi tanah oleh Pemerintah Daerah di Tanjung
Penggaru Desa Pangke Kecamatan Meral Kabupaten Karimun
Propinsi Kepulauan Riau telah sesuai prosedur dan ketentuan hukum
agraria nasional?
6 Yan Indra Cs Tidak Akan Banding, Mengaku Capek Jalani Proses Persidangan, (Batam : Koran Tribun Batam, Selasa, 14 April 2009)
7
2. Mengapa dalam proses ganti rugi tanah oleh Pemerintah Daerah di
Tanjung Penggaru Desa Pangke Kecamatan Meral Kabupaten
Karimun Propinsi Kepulauan Riau objek yang diganti rugi meliputi
tanah pantai dan perairan?
3. Bagaimanakah upaya penyelesaian secara hukum kasus Ganti Rugi
Tanah Pantai dan Perairan oleh Pemerintah Daerah Pembebasan
Tanah Di Tanjung Penggaru Desa Pangke Kecamatan Meral
Kabupaten Karimun Propinsi Kepulauan Riau?
C. Tujuan Penelitian
Perumusan tujuan penulisan merupakan pencerminan arah dan
penjabaran strategi terhadap masalah yang muncul dalam penulisan,
sekaligus agar penulisan hukum yang sedang dilaksanakan tidak
menyimpang dari tujuan semula. Kemudian dirumuskanlah tujuan dari
penulisan hukum ini yaitu sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui kesesuaian proses pembelian tanah oleh
pemerintah daerah di Tanjung Penggaru desa Pangke Kecamatan
Meral Kabupaten Karimun Propinsi Kepulauan Riau dengan prosedur
dan ketentuan hukum agraria nasional.
2. Untuk mengetahui alasan objek yang diganti rugi meliputi tanah pantai
dan perairan dalam proses ganti rugi tanah oleh Pemerintah Daerah di
Tanjung Penggaru Desa Pangke Kecamatan Meral Kabupaten
Karimun Propinsi Kepulauan Riau
8
3. Untuk mengetahui upaya penyelesaian secara hukum kasus proses
pembelian tanah oleh pemerintah daerah di Tanjung Penggaru desa
Pangke Kecamatan Meral Kabupaten Karimun Propinsi Kepulauan
Riau
D. Manfaat Penelitian
Dengan ini penulis mengharapkan dapat mencapai tujuan yang
telah dituliskan di atas, sehingga penulisan ini diharapkan dapat memberi:
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan bagi ilmu pengetahuan dan ilmu hukum pada umumnya,
kenotariatan dan hukum keagrarian terkait dengan pengadaan tanah
pada khususnya
2. Manfaat Praktis
Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan bagi
masyarakat terutama
a. Menambah wawasan peneliti mengenai perkembangan terbaru
Hukum Agraria terutama mengenai praktek pelaksanaan perolehan
tanah.
b. Memberikan informasi dan masukan dalam mencari penyelesaian
terhadap masalah-masalah yang ditemui oleh masyarakat dalam
usahanya memperoleh nilai lebih terhadap tanah yang mereka
tempati selama ini.
9
c. Memberi sumbang saran/ informasi dalam penentuan kebijaksanaan
perolehan tanah khususnya kepada pemerintah dan pihak terkait
khususnya masyarakat mengenai Kasus Pembebasan Tanah Di
Tanjung Penggaru Desa Pangke Kecamatan Meral Kabupaten
Karimun Propinsi Kepulauan Riau.
E. Kerangka Pemikiran
Untuk mengungkap problematika yang telah diajukan pada bagian
perumusan masalah, diajukan beberapa konsep yang berkaitan dengan
judul tesis ini. Konsep negara sebagai suatu organisasi kekuasaan
memiliki suatu otoritas yang besar dalam menjalankan kekuasaannya.
Indonesia sebagai suatu negara membagi pelaksanaan kekuasaannya
bedasarkan Pasal 18 Undang-undang Dasar 1945 dan Undang-undang
otonomi daerah.
Terutama Indonesia mengatur kewenangannya dalam bidang
keagrariaan dalam Pasal 33 Undang-undang Dasar Tahun 1945. Dimana
bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dipergunakan
sebesar-besarnya demi kepentingan rakyat. Di samping itu kewenangan
ini juga diatur dalam undang –undang otonomi daerah. Otonomi Daerah
merupakan suatu wewenang untuk menyelenggarakan pemerintahan
10
sendiri (local self government) yang memiliki dua unsur utama yaitu
mengatur (rules making) dan mengurus (rules application).7
Secara historis pengaturan pelimpahan kewenangan pemerintah
pusat pada daerah otonom atau pemerintah daerah telah mengalami
beberapa perubahan pengaturan. Diawali dengan Undang-undang Nomor
22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, kewenangan di bidang
pertanahan di serahkan pada pemerintah daerah sebagaimana tercantum
dalam Pasal 11 ayat (2). Namun pelaksanaannya menjadi terhambat,
karena pemerintah pusat menunda penyerahan kewenangan di bidang
pertanahan pada daerah kabupaten atau kota.
Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun
2000 yang mengatur kewenangan di bidang pertanahan berkaitan dengan
otonomi daerah, yang menyatakan sebelum ditetapkan peraturan baru
berdasarkan Peraturan Pemerintah tersebut maka tetap berlaku
peraturan, undang–undang, keputusan, instruksi dan surat edaran menteri
agraria yang ada. 8
Selanjutnya pemerintah mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor
10 Tahun 2001 yang menyatakan bahwa kewenangan di bidang
pertanahan sesuai Pasal 11 ayat (2) Undang – undang Nomor 22 Tahun
7 Benyamin Hossein dalam Suriansyah Murhaini, Kewenangan Pemerintah Daerah Mengurus Bidang Pertanahan, (Surabaya : Laksbank Justitia, 2009), hal. 17 8 Suriansyah Murhaini, Kewenangan Pemerintah Daerah Mengurus Bidang Pertanahan, (Surabaya : Laksbank Justitia, 2009), hal. 17
11
1999 akan diatur kemudian dalam Peraturan Pemerintah. Kemudian
dalam Pasal 6 ayat (1) Keputusan Presiden Nomor 62 Tahun 2001
ditegaskan bahwa sebagian tugas pemerintahan yang dilaksanakan di
Badan Pertnahan Nasional (BPN) di daerah tetap dilaksanakan oleh
Pemerintah Pusat sampai ditetapkannya seluruh peraturan perundang-
undangan dibidang pertanahan selambat-lambatnya dua tahun. Namun
dalam Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan
Nasional di Bidang Pertanahan dikatakan bahwa pelaksanaan
Kewenagan Pemerintah Daerah Kabupaten / Kota ditangguhkan. Dalam
Pasal 3 ayat (2) Keputusan Presiden ini disebutkan bahwa penerbitan di
bidang regulasi pertanahan bagi daerah akan dilaksanakan oleh Badan
Pertanahan Nasional (BPN) paling lambat tanggal 1 Agustus 2004. Hanya
saja hingga lahirnya Undang–undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah hal ini juga belum diwujudkan. Ketentuan dalam
tiga Keputusan Presiden yang telah disebutkan diatas merupakan policy
of non-enforcement (kebijakan untuk tidak menerapkan hukum) otonomi
daerah di bidang pertanahan yang wajib dipatuhi oleh seluruh pemerintah
daerah. 9
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Dareah menetapkan kewenangan pemerintah daerah di bidang
9 Suhendro Dalam Suriansyah Murhaini, Kewenangan Pemerintah Daerah Mengurus Bidang Pertanahan, (Surabaya : Laksbank Justitia, 2009), hal. 17
12
pertanahan mewajibkan pemerintah kabupaten / kota untuk
menyelenggarakan urusan dibidang pertanahan sebagai bagian dari
otonomi daerah.
Konsep kedua ialah falsafah nasional bahwa tanah memiliki fungsi
sosial, sebagaimana diatur dalam Pasal 6 Undang-undang Nomor 5
Tahun 1960 tentang Pokok Agraria. Masalah yang mungkin timbul ialah
sejauh mana otoritas tersebut dapat dipergunakan dan tidak menyimpang
dari keadaan yang seharusnya.
Kata tanah atau “land” disini memiliki arti yang luas, namun dalam
hal ini menurut Boedi Harsono tanah adalah permukaan bumi yang dalam
penggunaannya meliputi juga sebagian tubuh bumi yang ada dibawahnya
dan sebagian dari ruang yang ada diatasnya dengan pembatasan Pasal 4
Undang-undang Pokok Agraria, yaitu sekedar diperlukan untuk
kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah
yang bersangkutan, dalam batas-batas menurut UUPA dan peraturan-
peraturan yang lebih tinggi.10
Tanah memiliki fungsi selain sebagai faktor produksi yang secara
ekonomi sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia,
namun juga memiliki fungsi sosial. Fungsi sosial mengandung makna
bahwa tanah yang dimiliki oleh seseorang tidak hanya berfungsi bagi
10 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-undang Pokok Agraria, isi, dan Pelaksanaannya, (Jakarta : Djambatan, 2007), hal. 18
13
dirinya sendiri sebagai pemilik hak atas tanah tetapi juga harus berfungsi
baik bagi masyarakat sekitar dan bangsa Indonesia. Sehingga dalam
menggunakan tanah tidak hanya untuk kepentingan sendiri tetapi untuk
kepentingan masyarakat luas. Dalam hal ini harus diusahakan adanya
keseimbangan antara kepentingan pribadi pemilik tanah dengan
kepentingan umum.
Kepentingan umum telah dirumuskan dalam berbagai peraturan
perundang-undangan berbagai bangsa di dunia, khsususnya mengenai
teori kedaulatan negara. Salah satu pendapat yang terkenal ialah dari
Plato yang mengatakan bahwa kepentingan Polis (Negara kota di Yunani)
selalu melebihi kepentingan pribadi sehingga semua keluarga bersama
kekayaan miliknya ialah milik negara.11 Negara harus memiliki kekuasaan
yang mutlak bagi warganya. Kekuasaan tersebut diperlukan untuk
mendidik warganya dengan nilai-nilai moral. Bagi Plato individu memiliki
kecendrungan yang keras untuk bertindak untuk kepentingannya sendiri,
tetapi negara harus mencegahnya. Walaupun negara ideal mengandung
ketidakadilan bagi manusia, tetapi tidak bagi kebebasan individu, sebab
Plato mengucilkan semua keindividuan yang pribadi dari konsep
negaranya demi mempertahankan moral yang baku.
11 Theo Hujibers, dalam Aminuddin Salle, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Jakarta : Kreasi Total Media, 2007), hal. 34
14
Selanjutnya konsep negara ini diberikan alasan yang rasional oleh
Hugo de Groot yang menyatakan bahwa kemutlakan kekuasaan negara
bukan karena negara dianggap sebagai wakil Tuhan di dunia tetapi
karena itu menguntungkan rakyat sendiri.12 Pandangan ini lalu di
kembangkan oleh Thomas Hobbes yang menyatakan bahwa dalam
masyarakat yang berlaku ialah ius naturalis atau hukum alam. Setiap
individu merasa tidak aman dan dalam keadaan ketakutan atas
keselamatan dirinya, karena pada dasarnya manusia ialah serigala bagi
manusia lainnya. Oleh sebab itu diperlukan adaya lex naturalis undang-
undang alam yang tujuannya ialah terciptanya perdamaian dengan
membatasi kemerdekaan dari setiap orang. Untuk itu perlu diangkat
seorang penguasa / raja dengan kekuasaan yang mutlak yang
kepentingannya berada diatas kepentingan-kepentingan warganya.13
Keinginan negara merupakan kepentingan umum untuk kebaikan
semua orang. Oleh karena itu maka negara harus dipatuhi. Dengan dasar
itulah sehingga negara modern memiliki hak untuk memaksakan
keinginannya bagi warga negaranya. Namun kekuasaan yang besar untuk
memaksakan keinginannya itu harus selalu didasarkan pada kepentingan
yang lebih besar dari warga negara yang bersangkutan.
12 Arif Budiman dalam Aminuddin Salle, 2007, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Jakarta : Kreasi Total Media,2007), hal. 37 13 ibid
15
Berkaitan dengan konsep tanah memiliki fungsi sosial tersebut,
Indonesia mengatur pengadaan tanah oleh negara untuk kepentingan
umum dalam Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 tentang
Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan
Umum. Selanjutnya peraturan ini dicabut dengan Peraturan Presiden
Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan
Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Perkembangan terkini
pengaturan tanah untuk kepentingan umum diatur dalam Peraturan
Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan
Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi
Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
Pasal 1 ayat (3) Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006
menyatakan bahwa yang dimaksud dengan pengadaan tanah adalah
setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti
rugi kepada yang melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan,
tanaman, dan benda - benda yang berkaitan dengan tanah. Pada
Peraturan Presiden ini pelepasan atau penyerahan hak atas tanah yang
terjadi dilakukan bedasarkan penghormatan terhadap hak atas tanah.
Pengertian kepentingan umum dalam Peraturan Presiden Nomor
65 Tahun 2006 sama dengan pengertian kepentingan umum dalam
Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 yaitu kepentingan sebagian
besar masyarakat. Kriteria kepentingan umum pembangunan dalam
16
Peraturan Presiden ini adalah terbatas pada apa yang telah dirumuskan
yaitu kegiatan pembangunan tersebut dilaksanakan oleh pemerintah dan
hasil pembangunan tersebut selanjutnya dimiliki atau akan dimiliki oleh
pemerintah. Kegiatan pembangunan tersebut meliputi:
a. Jalan umum dan jalan tol, rel kereta api (diatas tanah, di ruang atas
tanah, ataupun di ruang bawah tanah),
b. saluran air minum / air bersih, saluran pembuangan air dan sanitasi
c. Waduk, bendungan, bendungan irigasi dan bangunan pengairan
lainnya
d. Pelabuhan Bandar udara, stasiun kereta api, dan terminal
e. Fasilitas keselamatan umum, seperti tanggul penanggulangan bahaya
banjir, lahar, dan lain-lain bencana
f. Tempat pembuangan sampah
g. Cagar alam dan cagar budaya
h. Pembangkit, transmisi, distribusi tenaga listrik
Peraturan Presiden ini mengatur pembentukan panitia pengadaan
tanah sama dengan pembentukan panitia pengadaan tanah pada
Peraturan Presiden sebelumnya yang berbeda hanyalah susunan
keanggotaan panitia pengadaan tanah susunan keanggotaan panitia
pengadaan tanah pada Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006
Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk
17
Kepentingan Umum ini adalah terdiri dari unsur perangkat daerah terkait
dan unsur Badan Pertanahan Nasional.
Tugas panitia pengadaan tanah pada Peraturan Presiden ini
adalah :
1. mengadakan penelitian dan inventarisasi atas tanah, bangunan,
tanaman dan benda-benda lain yang ada kaitannya dengan tanah
yang haknya akan dilepaskan atau diserahkan;
2. mengadakan penelitian mengenai status hukum tanah yang haknya
akan dilepaskan atau diserahkan dan dokumen yang mendukungnya;
3. menetapkan besarnya ganti rugi atas tanah yang haknya akan
dilepaskan atau diserahkan;
4. memberikan penjelasan atau penyuluhan kepada masyarakat yang
terkena rencana pembangunan dan/atau pemegang hak atas tanah
mengenai rencana dan tujuan pengadaan tanah tersebut dalam
bentuk konsultasi publik baik melalui tatap muka, media cetak,
maupun media elektronik agar dapat diketahui oleh seluruh
masyarakat yang terkena rencana pembangunan dan / atau
pemegang hak atas tanah;
5. mengadakan musyawarah dengan para pemegang hak atas tanah dan
instansi pemerintah dan / atau pemerintah daerah yang memerlukan
tanah dalam rangka menetapkan bentuk dan/atau besarnya ganti rugi;
18
6. menyaksikan pelaksanaan penyerahan ganti rugi kepada para
pemegang hak atas tanah, bangunan, tanaman, dan benda-benda lain
yang ada di atas tanah
7. membuat berita acara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah
8. mengadministrasikan dan mendokumentasikan semua berkas
pengadaan tanah dan menyerahkan kepada pihak yang berkompeten
Pasal 12 Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 menyebutkan
ganti rugi dalam rangka pengadaan tanah diberikan untuk hak atas tanah,
bangunan, tanaman dan benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah.
Ganti kerugian yang diberikan dalam bentuk :
1. Uang; dan/atau
2. Tanah pengganti; dan/atau
3. Pemukiman kembali; dan/atau
4. Gabungan dari dua atau lebih bentuk ganti kerugian sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c;
5. Bentuk lain yang disetujui oleh pihak-pihak yang bersangkutan
Untuk menentukan besarnya ganti rugi tersebut didasarkan atau
diperhitungkan dari nilai benda-benda tersebut sebagaimana diatur dalam
Pasal 15 Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 Tentang Pengadaan
Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum yaitu:
19
1. Nilai jual objek Pajak (NJOP) atau nilai nyata dengan memperhatikan
NJOP Tahun berjalan bedasarkan penetapan lembaga / tim penilai
harga tanah yang ditunjuk oleh panitia
2. Nilai jual bangunan yang ditaksir perangkat daerah yang bertanggung
jawab di bidang bangunan
3. Nilai jual tanaman yang ditaksir perangkat daerah yang bertanggung
jawab di bidang pertanian
Bila dalam musyawarah tidak terdapat kesepakatan panitia
pengadaan tanah menetapkan besarnya ganti kerugian dan akan
menitipkannya pada pengadilan negeri.
Berkaitan dengan Prosedur Pelaksanaan Pengadaan tanah untuk
Kepentingan Umum Menurut Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993
dan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan
Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum, serta
Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas
Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah
Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum, setiap
kegiatan pengadaan tanah untuk kepentingan umum mengajukan
permohonan lokasi untuk pembangunan untuk kepentingan umum melalui
kepala kantor pertanahan atau walikota setempat.
Peraturan pelaksaanaannya ialah Peraturan Menteri Agraria /
Kepala Badan Pertanahan Nasional nomor 3 Tahun 2007 tentang
20
Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005
tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk
Kepentingan Umum Sebagaimana Telah Diubah Dengan Peraturan
Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan
Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum, dengan tegas
menyebutkan bahwa pembangunan untuk permohonan lokasi untuk
pembangunan untuk kepentingan umum dilakukan oleh instansi
pemerintah, tidak termasuk pihak swasta untuk membuka kawasan
industri.
Pasal 4 ayat (1) Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 dan
Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Pengadaan Tanah
Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
menyebutkan bahwa pengadaan dan rencana pemenuhan tanah yang
diperlukan bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum
hanya dapat di lakukan, apabila rencana pembangunan untuk
kepentingan tersebut sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang yang
ditetapkan terlebih dahulu, sedangkan pada Pasal 4 ayat (2) Keputusan
Presiden dan Peraturan Presiden tersebut menyebutkan bahwa bagi
daerah yang belum menetapkan Rencana Umum Tata Ruang, pengadaan
tanah dilakukan dengan bedasar pada perencanaan ruang wilayah atau
kota yang telah ada.
21
Jika Pasal 4 Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 dan Pasal
4 Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 dihubungkan dengan Pasal
4 Jo Pasal 12 Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan
ruang jelas bahwa penataan ruang dilakukan oleh pemerintah dengan
peran serta masyarakat.14
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten / Kota menjadi salah
satu urusan wajib yang harus dilaksanakan pemerintah Kabupaten / kota
sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (1) Undang –undang Nomor 32
Tahun 2004. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten / Kota menduduki
posisi yang sangat penting karena menjadi pedoman penetapan lokasi
investasi dan pelaksanaan pembangunan. Dalam hal ini ketentuan Pasal
24 Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang
yang menyatakan bahwa penyelanggaran tata ruang dilakukan dengan
tetap menghormati hak yang dimiliki orang harus menjadi perhatian yang
sungguh- sungguh. Dalam Pasal 4 antara lain dinyatakan bahwa setiap
orang berhak menikmati manfaat yang ruang termasuk pertambahan nilai
ruang sebagai akibat penataan ruang. Lebih lanjut dinyatakan bahwa
setiap orang berhak memperoleh penggantian yang layak atas kondisi
yang dialami sebagai pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai
dengan rencana tata ruang.
14 Maria S.W. Sumardjono, Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi dan Implementasi, (Jakarta : Kompas, 2001), hal. 74
22
Pembangunan kota secara terencana, yang didasarkan pada
rencana tata ruang, akan sangat tergantung pada kemampuan
pemerintah kota (pemerintah daerah) untuk mengelola kotanya.
Kemampuan pemerintah kota, tersebut, dilain pihak juga tergantung
Rencana Tata Ruang Wilayah, yang disusun berazaskan pemanfaatan
ruang bagi semua kepentingan secara terpadu, berdayaguna dan berhasil
guna serasi, seimbang dan berkelanjutan serta mengandung nilai–nilai
keterbukaan, persamaan, keadilan dan perlindungan hukum
Pembentukkan Rencana Tata Ruang Wilayah ini termasuk dalam
16 bidang urusan yang wajib diselenggarakan oleh pemerintah daerah
bidang pelayanan pertanahan. Urusan pertanahan adalah urusan yang
bersifat wajib karena sangat mendasar, berkaitan dengan hak dan
kewajiban masyarakat di bidang pertanahan.
Konsep lain yang terkait erat dengan objek ganti rugi ialah
mengenai isi dari Pasal 60 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996
tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Atas
Tanah yang menyatakan bahwa pemberian Hak Guna Usaha, Hak Guna
Bangunan, dan Hak Pakai atas seluruh tanah yang merupakan pulau atau
yang berbatasan dengan pantai diatur tersendiri dengan Peraturan
Pemerintah namun hingga saat ini belum ditindaklanjuti.15 Sehingga
15 Arie Sukanti, dalam pernyataan sebagai saksi ahli dalam persidangan tangal 2 Febuari 2009
23
dalam penulisan tesis ini penulis akan memberikan definisi operasional
bahwa pantai ialah perbatasan antara daratan dengan laut dan bagian
yang dapat dipengaruhi air tersebut.16 Yang dimaksud dengan perairan
adalah laut yang termasuk dalam kawasan suatu negara.17 Sedangkan
menurut Boer Mauna laut ialah keseluruhan rangkaian air asin yang
menggenangi permukaan bumi.18 Secara hukum, laut adalah keseluruhan
air laut yang berhubungan secara bebas di seluruh permukaan bumi.
F. Metode Penelitian
Metode adalah suatu cara untuk menemukan jawaban akan
sesuatu hal. Cara penemuan jawaban tersebut sudah tersusun dalam
langkah–langkah tertentu yang sistematis.19 Penelitian merupakan suatu
sarana pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
oleh karena penelitian bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara
sistematis, metodologis dan konsisten, dengan mengadakan analisa dan
konstruksi.20 Penelitian (research) dapat berarti pencarian kembali, yang
bernilai edukatif. Dengan demikian setiap penelitian berangkat dari
ketidaktahuan dan berakhir pada keraguan dan tahap selanjutnya
16 Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi kedua, (Jakarta: Balai Pustaka, 1995), hal. 726 17 Loc.cit, hal. 14 18 Boer Mauna, Hukum Internasional, Pengertian, peranan dan Fungsi Dalam Dinamika Global, (Bandung : Alumni, 2005), hal. 305 19 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat), (Jakarta : Rajawali Press, 2003), hal. 1 20 Ibid.
24
berangkat dari keraguan dan berahir pada suatu hipotesis (jawaban yang
dapat dianggap hingga dapat dibuktikan sebaliknya).21
Dalam melakukan kegiatan penelitian perlu didukung oleh metode
yang baik dan benar, agar diperoleh hasil yang tepat dan dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa metode merupakan unsur mutlak yang harus ada di dalam
pelaksanaan kegiatan penelitian. Penelitian hukum merupakan suatu
kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode berupa cara berpikir dan
berbuat untuk persiapan penelitian, sistematika dan pemikiran tertentu,
yang mempelajari satu atau lebih gejala hukum tertentu, dengan cara
menganalisanya.
Pemilihan metodologi penelitian harus didasarkan pada ilmu
pengetahuan induknya, sehingga walaupun tidak ada perbedaan yang
mendasar antara satu jenis metodologi dengan jenis metodologi lainnya,
karena ilmu pengetahuan masing-masing memiliki karakteristik identitas
tersendiri, maka pemilihan metodologi yang tepat akan sangat membantu
untuk mendapatkan jawaban atas segala persoalannya. Oleh karena itu
metodologi penelitian hukum juga mempunyai ciri-ciri tertentu yang
21 Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), hal. 19
25
merupakan identitasnya, karena ilmu hukum dapat dibedakan dari ilmu
pengetahuan lainnya.22
Penelitian hukum dapat dibedakan menjadi penelitian hukum yang
normatif dan penelitian hukum yang empiris atau sosiologis. Perbedaan
diantara keduanya hanyalah masalah titik berat perhatiannya saja.
Penelitian hukum normatif dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka
yang merupakan data sekunder, oleh karena itu penelitian hukum normatif
bisa disebut penelitian hukum kepustakaan. Sedangkan penelitian hukum
empiris atau sosiologis lebih menitikberatkan pada penelitian data
primer.23
1. Pendekatan Masalah
Metode yang digunakan dalam penelitian tesis ini ialah metode
penelitian yuridis empiris. Pengertian yuridis disini dimaksudkan bahwa
dalam meninjau dan menganalisis hasil penelitian digunakan prinsip-
prinsip dan asas-asas hukum. Sedangkan pengertian empiris dalam
tesis ini adalah penelitian terhadap kaidah-kaidah hukum yang ada di
masyarakat. Oleh karena itu data yang diperlukan adalah data primer
dan data sekunder dalam hukum nasional Indonesia yang berkenaan
dengan dengan judul penelitian yaitu Upaya Penyelesaian Hukum
Terhadap Ganti Rugi Tanah Pantai dan Perairan oleh Pemerintah
22 Soerjono Soekanto dan Sri Pamudji, Op.cit., hal. 3 23 Soerjono Soekanto dan Sri Pamudji, Op.cit., hal.13-14
26
Daerah (Studi Kasus Pembebasan Tanah Di Tanjung Penggaru Desa
Pangke Kecamatan Meral Kabupaten Karimun Propinsi Kepulauan
Riau).
2. Spesifikasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan secara deskriptif analitis yaitu prosedur atau
pemecahan masalah penelitian dilakukan dengan cara memaparkan
obyek yang diselidiki sebagaimana adanya berdasarkan fakta-fakta
aktual pada saat sekarang tidak terbatas hanya sampai pada
pengumpulan data tetapi meliputi analisis dan interpretasi tentang arti
data tersebut. Norma-norma Hukum agraria digambarkan dalam
kaitannya terhadap teori hukum dan praktek pelaksanaannya dalam
Ganti Rugi Tanah Pantai dan Perairan oleh Pemerintah Daerah (Studi
Kasus Pembebasan Tanah Di Tanjung Penggaru Desa Pangke
Kecamatan Meral Kabupaten Karimun Propinsi Kepulauan Riau)
3. Objek dan Subjek Penelitian
Obyek penelitian adalah sesuatu yang menjadi pokok pembicaraan
dan tulisan serta menjadi sasaran penelitian. Dalam hal ini obyek
penelitian berdasarkan atas Keputusan Bupati Karimun Nomor 100
Tahun 2006 tentang Pembentukkan Tim Persiapan Penerapan Special
Economic Zone (SEZ), Keputusan Bupati Karimun Nomor 24 Tahun
2007 tanggal 19 Febuari 2007 tentang Penetapan Lokasi Pengadaan
Tanah bagi pelaksanaan Pembangunan di Kabupaten Karimun,
27
Peraturan Daerah Kabupaten Karimun Nomor 12 Tahun 2002 Tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Karimun, Berita acara rapat
dan bahan-bahan lain yang berkaitan dengan kasus, dan dilanjutkan
dengan mempelajari berbagai peraturan perundang-undangan
mengenai ganti rugi tanah.
Subyek diartikan sebagai manusia dalam pengertian kesatuan
kesanggupan dalam berakal budi dan kesadaran yang berguna untuk
mengenal atau mengetahui sesuatu.24 Subyek penelitian adalah
pelaku yang terkait dengan obyek penelitian, yang menjadi subyek
dalam penelitian ini sebagai informan adalah :
a. Bagian Tata Pemerintahan Pemerintah Daerah Kabupaten
Karimun,
b. Lembaga Masyarakat Adat,
c. Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Karimun,
d. Pihak-pihak lain yang berkaitan dengan kasus ini dan
e. wawancara kepada para ahli hukum agraria untuk memperkuat
bahan kepustakaan yang diperoleh penulis
24 Komaruddin, Yoke Tju Parmah, Kamus istilah Karya Tulis Ilmiah, (Jakarta : PT Bumi Aksara, 2002), halaman 256
28
Sumber dan jenis data dalam penelitian ini adalah
a. Data Primer
Data Primer, merupakan data yang diperoleh melalui studi
lapangan. Dalam penelitian ini, data primer dapat diperoleh melalui
pengamatan dan wawancara.
b. Data Sekunder
Data sekunder ialah data yang diperoleh dengan cara studi
kepustakaan sebagai bahan pelengkap yang berkaitan dengan
teori-teori yang ada.
4. Teknik Pengumpulan Data
Jenis penelitian hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian hukum yuridis empiris sehingga penulis menggunakan
metode pengumpulan data primer, dan data sekunder.
1) Data Primer
Data primer adalah data di lapangan yang dapat diperoleh dengan
cara wawancara dengan narasumber. Wawancara / Interview,
adalah cara untuk memperoleh informasi dengan bertanya langsung
pada objek yang diwawancarai.25 Interview yang digunakan dalam
penelitian ini adalah interview bebas terpimpin, yaitu dengan
mempersiapkan terlebih dahulu pertanyaan-pertanyaan sebagai
25 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta:Ghalia Indonesia, 1985), hal 57.
29
pedoman, tetapi tidak menutup kemungkinan adanya variasi
pertanyaan sesuai dengan situasi ketika wawancara berlangsung.26
Wawancara mana dilakukan dengan pihak yang berwenang dan
terkait dengan wawancara yang akan dilakukan ditujukan kepada
ahli yang terkait dan berkompetensi dalam bidang hukum agraria
khususnya terhadap masalah Upaya Penyelesaian Hukum
Terhadap Ganti Rugi Tanah Pantai dan Perairan oleh Pemerintah
Daerah (Studi Kasus Pembebasan Tanah Di Tanjung Penggaru
Desa Pangke Kecamatan Meral Kabupaten Karimun Propinsi
Kepulauan Riau), yaitu :
1) Bagian Tata Pemerintahan Pemerintah Daerah Kabupaten
Karimun,
2) Ketua Lembaga Masyarakat Adat Kabupaten Karimun,
3) Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Karimun,
4) Pihak-pihak lain yang berkaitan dengan kasus ini dan
5) Wawancara kepada para ahli hukum agraria untuk memperkuat
bahan kepustakaan yang diperoleh penulis
2) Data sekunder
Penulis mengunakan data sekunder yang dapat diteliti dengan cara
studi kepustakaan dengan melakukan inventarisasi ketentuan
peraturan-peraturan keagrariaan. Data tersebut diolah dengan cara 26 Loc.Cit., hal 59-60.
30
mengutip, menyadur tulisan–tulisan baik yang berupa hasil karya
ilmiah para sarjana yang tertuang dalam bentuk buku literatur,
peraturan perundang-undangan, majalah hukum dan surat kabar,
data dari situs internet serta data sekunder berupa studi dokumen
pada instansi yang terkait dengan judul penulisan tesis yang ditulis.
1) Bahan Hukum Primer dengan menelaah:
a) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria
b) Undang-undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan
Hak atas Tanah dan Benda-benda di Atasnya
c) Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah
d) Undang–undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah
e) Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah ,
Pemerintah Daerah Propinsi dan Pemerintah Kabupaten/ Kota
f) Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 tentang
Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan
Kepentingan Umum
g) Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan
Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan
Umum
31
h) Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang Perubahan
Atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang
Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk
Kepentingan Umum
i) Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan
Nasional di Bidang Pertanahan
j) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional nomor 3 Tahun
2007 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Presiden
Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi
Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum
Sebagaimana Telah Diubah Dengan Peraturan Presiden
Nomor 65 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan
Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah
Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum
2) Bahan hukum sekunder data sekunder atau studi kepustakaan ini
untuk mencari konsepsi-konsepsi , teori-teori, pendapat-pendapat,
ataupun penemuan-penemuan yang berhubungan erat dengan
pokok permasalahan.27 Selain studi kepustakaan, pengumpulan
data sekunder ini dilakukan dengan studi dokumen yang meliputi
27 Ronny Hanitijo Soemitro, Op. cit, hal. 98
32
dokumen hukum yang tidak dipublikasikan melalui perpustakaan
umum.28
3) Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk
maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan
hukum sekunder yang berupa :
a) Kamus hukum
b) Kamus bahasa
5. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang penulis lakukan adalah deskriptif kualitatif
yakni dengan memberikan gambaran secara khusus berdasarkan data
yang dikumpulkan secara kualitatif. Metode ini memusatkan diri pada
pemecahan masalah - masalah yang ada pada masa sekarang, pada
masalah-masalah yang aktual. Data yang dikumpulkan mula - mula
disusun, dijelaskan dan kemudian dianalisa.29
Analisis dilakukan atas suatu yang telah ada, berdasarkan data
yang telah masuk dan diolah sedemikian rupa dengan meneliti
kembali, sehingga analisis dapat diuji kebenarannya. Analisis data ini
dilakukan peneliti secara cermat dengan berpedoman pada tipe dan
tujuan dari penelitian yang dilakukan.30
28 Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004) hal .151 29 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Op. cit., hal. 28 30 Ronny Hanitijo Soemitro, Op. cit, hal. 35
33
G. Sistematika Penulisan
Penulisan tesis ini sistematikanya mengacu pada buku Pedoman
Penulisan Usulan Penelitian Dan Tesis Program Studi Magister
Kenotariatan Program Pascasarjana Universitas Diponegoro.
Penulisan tesis ini terbagi menjadi 4 (empat) bab, dimana masing
– masing bab ada keterkaitannya antara satu dengan yang lainnya.
Adapun gambaran yang jelas mengenai penulisan tesis ini akan diuraikan
dalam sistematika sebagai berikut:
Bab I : Pendahuluan
Dalam Bab satu ini dibahas mengenai latar belakang yang menjadi alasan
pemilihan judul penulisan tesis ini, kemudian dilanjutkan dengan
perumusan masalah yang menjadi pembahasan, tujuan dilakukannya
penelitian terhadap permasatanah tersebut, dan manfaat dari penelitian
yang dilakukan dari penulisan hukum ini, serta terakhir adalah sistematika
yang memberikan gambaran mengenai isi dari tesis ini
Bab II : Tinjauan Pustaka
Dalam bab dua ini akan dipaparkan gambaran umum mengenai kondisi
geografis Kabupaten Kepulauan Riau, Kewenangan Pemerintah Daerah
di bidang Pertanahan sesuai dengan Undang- undang Otonomi Daerah,
landasan hukum dan pengaturan pengadaan tanah untuk kepentingan
umum dan pemberian ganti rugi
34
Bab III : Hasil Penelitian Dan Pembahasan
Dalam bab ini akan dipaparkan hasil-hasil dari penelitian yang telah
dilakukan dan pembahasan dianalisa berdasarkan teori – teori yang ada,
sesuai dengan permasalahan yang dikemukakan yaitu Upaya
Penyelesaian Hukum Terhadap Ganti Rugi Tanah Pantai dan Perairan
oleh Pemerintah Daerah (Studi Kasus Pembebasan Tanah Di Tanjung
Penggaru Desa Pangke Kecamatan Meral Kabupaten Karimun Propinsi
Kepulauan Riau
Bab IV : Penutup
Dalam bab empat ini akan ditarik suatu kesimpulan sebagai jawaban dari
permasalahan hasil penulisan dan merupakan kristalisasi dari semua
yang telah terurai pada bab – bab sebelumnya serta akan diberikan saran
– saran yang berkaitan penulisan tesis ini yang berguna bagi ilmu
pengetahuan dan ilmu hukum, khususnya bidang kenotariatan
35
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Urusan Pertanahan Dalam Rangka Otonomi Daerah
1. Urusan Pertanahan Dalam Rangka Otonomi Daerah
Negara sebagai suatu organisasi kekuasaan memiliki suatu
otoritas yang besar dalam menjalankan kekuasaannya. Indonesia
mengatur kewenangannya dalam bidang keagrariaan bedasarkan
Pasal 18 Undang-undang Dasar 1945, Pasal 33 Undang-undang
Dasar Tahun 1945. Dimana bumi, air dan kekayaan alam yang
terkandung didalamnya dipergunakan sebesar-besarnya demi
kepentingan rakyat. Di samping itu kewenangan ini juga diatur dalam
Undang–undang Pemerintahan Daerah
Istilah otonomi berasal dari bahasa Yunani yaitu autos yang
artinya sendiri dan nomos yang artinya peraturan. Secara harfiah
otonomi berarti peraturan sendiri atau undang-undang sendiri, otonomi
daerah merupakan suatu wewenang untuk melaksanakan
kewenangannya sendiri (local self government) yang memiliki dua
unsur utama yaitu mengatur (rules making) dan mengurus (rules
application).31
31 Benyamin Hossein dalam Suriansyah Murhaini, Op.Cit hal. 17
36
Pembentukan daerah otonom berarti telah terkandung penyerahan
wewenang untuk mengatur dan mengurus oleh local government dan
dengan terbentuknya daerah otonom maka lahirlah status otonomi
daerah.
Tujuan otonomi daerah adalah memberikan keluasaan
(discretionary power) kepada daerah untuk menyelanggarakan
pemerintah daerah. Tujuan ini mengandung makna adanya perubahan
kepada kehidupan pemerintah daerah yang lebih mengutamakan
kepentingan rakyat, dalam upaya mendekatkan pemerintah dengan
rakyatnya dan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat
secara keseluruhan. Selain itu juga adanya keinginan untuk
mewujudkan terciptanya masyarakat madani (civil society) dalam
kehidupan berpemerintahan, bermasyarakat dan bernegara yang
memiliki nilai-nilai good governance yang memunculkan nilai
demokrasi, dan sikap ketebukaan, kejujuran, keadilan, berorientasi
pada kepentingan rakyat serta bertanggung jawab kepada rakyat.32
Secara historis pengaturan pelimpahan kewenangan pemerintah
pusat pada daerah otonom atau pemerintah daerah telah mengalami
beberapa perubahan pengaturan. Diawali dengan Undang-undang
Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, kewenangan di
32 I Nyoman Sumaryadi, Perencanaan Pembangunan Daerah Otonom dan Pemberdayaan Masyarakat, (Jakarta : Citra Utama,2005), hal. 83
37
bidang pertanahan di serahkan pada pemerintah daerah sebagaimana
tercantum dalam Pasal 11 ayat (2). Namun pelaksanaannya menjadi
terhambat, disatu sisi pemerintah pusat menunda penyerahan
kewenangan di bidang pertanahan pada daerah kabupaten atau kota.
Sedangkan di sisi lain pemerintah kabupaten atau kota dengan
bedasarkan Pasal 11 ayat (2) tersebut menganggap bahwa bidang
pertanahan merupakan kewenganan daerah sehingga banyak
dibentuk dinas pertanahan yang diurusi sendiri oleh daerah.
Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun
2000 yang mengatur kewenangan di bidang pertanahan berkaitan
dengan otonomi daerah, yang menyatakan sebelum ditetapkan
peraturan baru berdasarkan Peraturan Pemerintah tersebut maka
tetap berlaku peraturan, undang–undang, keputusan, instruksi dan
surat edaran menteri agraria yang ada. 33
Selanjutnya pemerintah mengeluarkan Keputusan Presiden
Nomor 10 Tahun 2001 yang menyatakan bahwa kewenangan di
bidang pertanahan sesuai Pasal 11 ayat (2) Undang – undang Nomor
22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah akan diatur kemudian
dalam Peraturan Pemerintah. Kemudian dalam Pasal 6 ayat (1)
Keputusan Presiden Nomor 62 Tahun 2001 tentang Kedudukan,
Fungsi, Kewenangan, Susunan dan Organisasi dan Tata Kerja 33 Suriansyah Murhaini, Op.Cit, hal. 17
38
Lembaga Pemerintahan Non Departemen ditegaskan bahwa sebagian
tugas pemerintahan yang dilaksanakan di Badan Pertnahan Nasional
(BPN) di daerah tetap dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat sampai
ditetapkannya seluruh peraturan perundang-undangan dibidang
pertanahan selambat-lambatnya dua tahun. Namun dalam Keputusan
Presiden Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional di Bidang
Pertanahan dikatakan bahwa pelaksanaan Kewenagan Pemerintah
Daerah Kabupaten / Kota ditangguhkan. Dalam Pasal 3 ayat (2)
Keputusan Presiden ini disebutkan bahwa penerbitan di bidang
regulasi pertanahan bagi daerah akan dilaksanakan oleh BPN paling
lambat tanggal 1 Agustus 2004. Hanya saja hingga lahirnya Undang –
undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah hal ini
juga belum diwujudkan. Ketentuan dalam tiga Keputusan Presiden
yang telah disebutkan diatas merupakan policy of non-enforcement
(kebijakan untuk tidak menerapkan hukum) otonomi daerah di bidang
pertanahan yang wajib dipatuhi oleh seluruh pemerintah daerah. 34
2. Kewenangan Pemerintah Kabupaten / Kota Daerah Di Bidang
Pertanahan
Pemerintah kabupaten / kota adalah daerah otonom terkecil dalam
struktur pembagian daerah di Indonesia. Sebelum berlakunya Undang-
34 Suhendro Dalam Suriansyah Murhaini, Kewenangan Pemerintah Daerah Mengurus Bidang Pertanahan, (Surabaya : Laksbank Justitia, 2009), hal. 17
39
undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, daerah
Kabupaten / kota merupakan daerah Tingkat II yang secara struktural
kedudukannya dibawah propinsi selaku daerah Tingkat I. Setelah
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah,
tingkatan daerah tersebut dihapus, dan daerah kabupaten/kota
merupakan daerah otonom yang tidak menjadi sub oridinat dari daerah
propinsi.
Undang–undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah tidak secara tegas menyatakan bahwa kabupaten / kota
merupakan sub ordinat dari daerah propinsi. Secara tegas dalam
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
dan Undang –undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah dijelaskan bahwa kedudukan Gubernur selaku Kepala Daerah
Popinsi adalah wakil dari pemerintah pusat di daerah dan berwengan
melakukan pengawasan dan pembinaan pada pemerintah kabupaten /
kota.
Pemerintah Daerah menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah menyelenggarakan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangannya kecuali urusan
pemerintah yang menjadi kewenangan pemerintah pusat. Dalam
menyelenggarakan urusan pemerintah yang menjadi kewenangan
daerah tersebut, pemerintah daerah melaksanakan otonomi yang
40
seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintah bedasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan.35
Urusan pemerintah pusat ialah di bidang politik, luar negeri,
pertanahan, keamanan, moneter, dan fiskal nasional, yustisi dan
agama. Sedangkan urusan lainnnya selain urusan tersebut dapat
dikelola bersana-sama.
Bertolak pada Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Pokok Agraria pengurusan di bidang pertanahan merupakan urusan
pemerintah pusat karena pemerintah memandang masalah bidang
hukum tanah dan kebijakan di bidang pertanahan merupakan masalah
yang bersifat hukum nasional sehingga tidak dapat dihibahkan pada
Pemarintah Daerah. Hal ini terbukti dari adanya peraturan perundang-
undangan yang menganulir wewenang pemerintah daerah dalam
mengurusi bidang pertanahan dan adanya kebijakan pemerintah
untukm tetap mempertahankan eksistensi Badan Pertanahan Nasional
Kantor Wilayah BPN Propinsi dan Kantor Pertanahan Kabupaten /
Kota sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 10 tahun
2006 tentang Badan Pertanahan Nasional.
35 Suriansyah Murhaini, Op.cit, hal. 90
41
Bedasarkan Peraturan Presiden Nomor 10 tahun 2006 kantor
pertanahan kabupaten / kota mempunyai fungsi :
a. Menyiapkan kegiatan di bidang pengaturan penguasaan tanah,
penataan tanah, pengurusan hak-hak atas tanah serta pengukuran
dan pendaftaran tanah.
b. Melaksanakan kegiatan pelayanan dibidang pengaturan
penguasaan tanah, penatagunaan tanah, pengurusan hak-hak atas
tanah, serta pengukuran dan pendaftaran tanah.
c. Melakukan urusan tata usaha dan rumah tangga.
Kantor pertanahan bertanggung jawab kepada instansi yang
berada diatasnya namun secara teknis operasional dikoordinasi oleh
bupati / walikota selaku kepala daerah. 36 Dalam pelaksanaan tugas
tersebut Kepala Kantor Pertanahan wajib menerapkan prinsip
koordinasi, intergrasi, dan sinkronisasi dengan unsur-unsur di
lingkungannnya dengan instansi vertikal di wilayah dan unsur
Pemerintah Daerah yang terkait.
B. Hak Penguasaan Atas Tanah Dalam Hukum Tanah Nasional
1. Hak Penguasaan Atas Tanah Dalam Hukum Tanah Nasional
Hak penguasaan atas tanah ialah suatu hak berisikan serangkaian
wewenang, kewajiban dan / atau larangan bagi pemegang hak atas
tanah tersebut untuk berbuat seuatu dengan tanah yang di haki. Hak – 36 Suriansyah Murhaini, Op.Cit., hal 119
42
hak penguasaan atas tanah dapat diartikan sebagai lembaga hukum,
jika belum dihubungkan dengan tanah dan subjek tertentu. Hak –hak
penguasaan tanah baru dapat dikatakan sebagai hubungan hukum
konkret (subjectief recht) jika sudah dihubungkan dengan tanah
tertentu dan subjek tertentu sebagai pemegang haknya.37
Dalam hukum tanah Nasional ada bermacam-macam hak
penguasaan atas tanah yaitu :
a. Hak Bangsa Indonesia (pasal 1 UUPA)
b. Hak menguasai dari Negara (pasal 2 UUPA)
c. Hak ulayat masyarakat–masyarakat hukum adat sepanjang
menurut kenyataannya masih ada (pasal 3 UUPA)
d. Hak-hak individual
1) Hak-hak atas tanah (Pasal 4 UUPA)
a) Primer : Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna
Bangunan yang diberikan negara, dan Hak Pakai yang
diberikan negara
b) Sekunder : Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai yang
diberikan pemilik tanah, Hak Gadai, Hak Guna Usaha
Bagi Hasil, Hak Menumpang, Hak Sewa dan hak-hak
lainnya (pasal 37, 41 dan 55 UUPA)
2) Wakaf (pasal 49 UUPA) 37 Boedi Harsono, Op.Cit. hal 265
43
3) Hak jaminan atas tanah : Hak Tanggungan (pasal 23, 33, 39,
51 UUPA dan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang
Hak Tanggungan
2. Asas- Asas Pengadaan Tanah Dalam Hukum Tanah Nasional
Berpegang pada konsepsi hukum tanah nasional yang bersumber
dari hukum adat yaitu komunalistik religius, maka penguasaan
terhadap tanah dimungkinkan penguasaan tanah secara individual
dengan hak-hak atas tanah yang bersifat pribadi sekaligus
mengandung unsur kebersamaan.
Suatu bidang tanah di wilayah Indonesia yang dikuasai dengan
hak apapun, tanah yang bersangkutan adalah sebagian dari tanah
bersama bangsa Indonesia. Didasari oleh hal ini dalam hal penetapan
peruntukkan dan penggunaan tanah selain berpedoman pada
kepentingan pribadi pemegang haknya juga wajib memperhatikan
kepentingan bersama. Kepentingan bersama terebut antara lain
diwujudkan dan dituangkan dalam Rencana Tata Ruang atau Rencana
Guna Tata Wilayah yang bersangkutan yang ditetapkan oleh
pemerintah daerah.
Konsepsi hukum tanah nasional itu kemudian lebih dikonkretkan
dalam asas-asas hukum pengadaan tanah yaitu:38
38 Boedi Harsono, Op.Cit., hal 329
44
a. Penguasan dan penggunaan tanah oleh siapapun dan untuk
keperluan apapun harus dilandasi hak atas tanah disediakan oleh
hukum tanah nasional
b. Penguasaan dan penggunaan tanah tanpa ada landasan haknya
tidak dibenarkan dan diancam dengan sanksi pidana
c. Penguasaan dan penggunaan tanah yang berlandasakan hak
dilindungi oleh hukum terhadap gangguan –ganguan dari pihak
manapun baik oleh sesama bagi pihak anggota masyrakat maupun
pihak penguasa sekalipun, jika gangguan tersebut tidak ada
landasan hukumnya
d. Oleh hukum disediakan saran hukum untuk menanggulangi
gangguan yang ada yaitu :
1) Gangguan dari pihak sesama anggota masyarakat dapat
dilakukan dengan :
a) Gugatan perdata di pengadilan
b) Meminata bantuan Bupati / Walikota yang bersangkutan
bagi pihak yang menggunakan tanah secara illegal seperti
yang diatur dalam Undang-undang nomor 51 Prp tahun
1960
c) Tuntutan pidana bagi para okupan (liar)
Gangguan dari pihak penguasa yang tidak ada dasar
hukumnya, dapat ditanggulangi dengan:
45
(1) Gugatan perdata bedasarkan Pasal 1365 KUH Perdata
(2) Gugatan melalui Peradilan Tata Usaha Negara
2) Gangguan dari pihak penguasa yang tidak ada dasar hukumnya
dapat ditanggulangi dengan :
a) Gugatan Perdata bedasarkan Pasal 1365 KUHPerdata
b) Gugatan melalui Peradilan Tata Usaha Negara
e. Dalam kedaaan biasa diperlukan oleh siapapun dan untuk
keperluan apapun (termasuk untuk kepentingan umum) perolehan
tanah oleh seseorang harus melalui musyawarah untuk melalui
musyawarah untuk mencapai kesepakatan baik mengenai
imbalannya yang merupakan hak atas yang bersangkutan untuk
menerimanya
f. Dalam keadaan biasa untuk memperoleh tanah yang diperlukan
(termasuk kepentingan umum) tidak dibenarkan adanya paksaan
dalam bentuk apapun dan oleh pihak siapapun kepada pemegang
haknya untuk menyerahkan tanah kepunyaannya dan atau
menerima imbalan yang tidak disetujuinya, termasuk juga
penggunaan lembaga konsinyasi yang diatur dalam pasal 1404
KUH Perdata
g. Dalam keadaan pemaksa jika tanah yang bersangkutan diperlukan
untuk menyelenggarakan kepentingan umum dan tidak mungkin
menggunakan tanah lain, sedang musayawarah yang dilakukan
46
tidak tercapai kesepakatan dapat dilakukan pengambilan secara
paksa dalam arti tidak memerlukan persetujuan pemegang haknya
dengan cara pencabutan hak yang diatur dalam Undang-udang
nomor 20 tahun 1961 Tentang Pencabutan Hak atas tanah
h. Perolehan atas dasar kesepakatan bersama maupun melalui
pencabutan hak pemegang haknya berhak memperoleh imbalan
atau ganti kerugian yang bukan hanya meliputi tanahnya,
bangunan dan tanaman pemegang hak melainkan juga kerugian
lain yang dideritanya sebagai penyerahan tanah yang
bersangkutan.
i. Bentuk dan jumlah imbalan atau ganti kerugian tersebut (juga jika
tanahnya diperlukan untuk kepentingan umum dan dilakukan
pencabutan hak) harus sedemikian rupa sehingga bekas
pemegang haknya tidak mengalami kemunduran baik di bidang
sosial maupun ekonominya.
C. Fungsi Sosial Hak Atas Tanah
Konsep kedua ialah falsafah nasional bahwa tanah memiliki fungsi
sosial, sebagaimana diatur dalam Pasal 6 Undang-undang Nomor 5
Tahun 1960 tentang Pokok Agraria. Masalah yang mungkin timbul ialah
sejauh mana otoritas tersebut dapat dipergunakan dan tidak
menyimpang dari keadaan yang seharusnya.
47
Kata tanah atau “land” disini memiliki arti yang luas, namun dalam
hal ini menurut Boedi Harsono tanah adalah permukaan bumi yang
dalam penggunaannya meliputi juga sebagian tubuh bumi yang ada
dibawahnya dan sebagian dari ruang yang ada diatasnya dengan
pembatasan Pasal 4 Undang-undang Pokok Agraria, yaitu sekedar
diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan
penggunaan tanah yang bersangkutan, dalam batas-batas menurut
UUPA dan peraturan-peraturan yang lebih tinggi.39
Bagi manusia tanah memiliki fungsi dan peranan yang sangat
penting. Tanah memiliki fungsi selain sebagai faktor produksi yang
secara ekonomi sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup
manusia, namun juga memiliki fungsi sosial. Fungsi sosial mengandung
makna bahwa tanah yang dimiliki oleh seseorang tidak hanya berfungsi
bagi dirinya sendiri sebagai pemilik hak atas tanah tetapi juga harus
berfungsi baik bagi masyarakat sekitar dan bangsa Indonesia. Sehingga
dalam menggunakan tanah tidak hanya untuk kepentingan sendiri tetapi
untuk kepentingan masyarakat luas. Dalam hal ini harus diusahakan
adanya keseimbangan antara kepentingan pribadi pemilik tanah dengan
kepentingan umum.
Kepentingan umum telah dirumuskan dalam berbagai peraturan
perundang-undangan berbagai bangsa di dunia, khsususnya mengenai 39 Boedi Harsono, Op. Cit. hal. 18
48
teori kedaulatan negara. Salah satu pendapat yang terkenal ialah dari
Plato yang mengatakan bahwa kepentingan Polis (Negara kota di
Yunani) selalu melebihi kepentingan pribadi sehingga semua keluarga
bersama kekayaan miliknya ialah milik negara.40 Negara harus memiliki
kekuasaan yang mutlak bagi warganya. Kekuasaan tersebut diperlukan
untuk mendidik warganya dengan nilai-nilai moral. Bagi Plato individu
memiliki kecendrungan yang keras untuk bertindak untuk kepentingannya
sendiri, tetapi negara harus mencegahnya. Walaupun negara ideal
mengandung ketidakadilan bagi manusia, tetapi tidak bagi kebebasan
individu, sebab Plato mengucilkan semua keindividuan yang pribadi dari
konsep negaranya demi mempertahankan moral yang baku.
Selanjutnya konsep negara ini diberikan alasan yang rasional oleh
Hugo de Groot yang menyatakan bahwa kemutlakan kekuasaan negara
bukan karena negara dianggap sebagai wakil Tuhan di dunia tetapi
karena itu menguntungkan rakyat sendiri.41 Pandangan ini lalu di
kembangkan oleh Thomas Hobbes yang menyatakan bahwa dalam
masyarakat yang berlaku ialah ius naturalis atau hukum alam. Setiap
individu merasa tidak aman dan dalam keadaan ketakutan atas
keselamatan dirinya, karena pada dasarnya manusia ialah serigala bagi
40 Theo Hujibers, dalam Aminuddin Salle, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Jakarta : Kreasi Total Media, 2007), hal. 34 41 Arif Budiman dalam Aminuddin Salle, 2007, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Jakarta : Kreasi Total Media,2007), hal. 37
49
manusia lainnya. Oleh sebab itu diperlukan adaya lex naturalis undang-
undang alam yang tujuannya ialah terciptanya perdamaian dengan
membatasi kemerdekaan dari setiap orang. Untuk itu perlu diangkat
seorang penguasa / raja dengan kekuasaan yang mutlak yang
kepentingannya berada diatas kepentingan-kepentingan warganya.42
Keinginan negara merupakan kepentingan umum untuk kebaikan
semua orang. Oleh karena itu maka negara harus dipatuhi. Dengan
dasar itulah sehingga negara modern memiliki hak untuk memaksakan
keinginannya bagi warga negaranya. Namun kekuasaan yang besar
untuk memaksakan keinginannya itu harus selalu didasarkan pada
kepentingan yang lebih besar dari warga negara yang bersangkutan.
D. Tata Cara Perolehan Tanah Dalam Hukum Tanah Nasional
Cara memperoleh tanah yang disediakan atau diatur dalam hukum
tanah Nasional dengan melihat keadaan sebagai berikut:43
1. Status tanah hak yang tersedia, tanahnya merupakan tanah Negara
atau tanah hak
2. Apabila tanah hak apakah pemegang haknya bersedia atau tidak
menyerahkan haknya atas tanah tersebut
3. Apabila pemegang hak bersedia menyerahkan atau memindahkan
haknya, apakah yang memerlukan tanah memenuhi syarat sebagai
42 ibid 43 Boedi Harsono, Op. Cit. hal. 310
50
pemegang hak atas tanah yang bersangkutan atau tidak memenuhi
syarat
Sistem perolehan tanah bedasarkan kriteria diatas baik untuk
keperluan swasta maupun untuk kepentingan umum dapat dilakukan
sebagai berikut:
1. Tanah Negara
Cara perolehan tanah Negara dapat ditempuh dengan cara
permohonan hak baru atas tanah
2. Tanah hak
Cara perolehan tanah hak ditempuh melalui musyawarah untuk
mencapai kesepakatan, baik mengenai penyerahan haknya maupun
mengenai besarnya ganti rugi ditempuh dengan cara :
a. Pemindahan Hak atas tanah
Pemindahan hak atas tanah adalah perbuatan hukum yang
sengaja dilakukan dengan tujuan agar hak atas tanah berpindah
dari yang mengalihkan kepada yang menerima pengalihan.
Cara ini ditempuh apabila yang memerlukan tanah memenuhi
syarat sebagai pemegang hak atas tanah dan pemilik tanah secara
sukarela menjual tanah tersebut. Apabila yang memerlukan tanah
tidak memenuhi syarat sebagai pemegang hak maka jual belinya
menjadi batal.
51
b. Pelepasan hak atas tanah
Pengertian pelepasan hak atas tanah adalah kegiatan
melepaskan hubungan hukum anatara pemengang hak atas tanah
dengan tanah yang dikuasainya dengan memberikan ganti rugi
atas dasar musyawarah.
Cara memperoleh tanah dengan pelepasan hak atas tanah ini
ditempuh apabila yang mebutuhkan tanah tidak memenuhi syarat
sebagai pemegang hak atas tanah
c. Pencabutan hak atas tanah
Pengertian pencabutan hak atas tanah adalah pengambilan
tanah kepunyaan suatu pihak oleh negera secara paksa yang
mengakibatkan hak atas tanah menjadi hapus tanpa yang
bersangkutan melakukan suatu pelanggaran atau lalai dalam
memenuhi kewajiban hukum
Cara ini ditempuh jika musyawarah tidak berhasil mencapai
kesepakatan dan tanahnya diperlukan untuk kepentingan umum
telah berbagai cara dalam musyawarah menemui jalan buntu.
Dasar hukum pencabutan hak atas tanah diatur dalam Pasal 18
Undang-undang Pokok Agraria yang menyatakan untuk
kepentingan Umum termasuk kepentingan bersama dari rakyat,
hak-hak atas tanah dapat dicabut dengan memberi ganti rugi yang
layak dengan cara yang diatur dengan Undang-undang.
52
E. Ketentuan Hukum Yang Mengatur Pengadaan Tanah Untuk
Kepentingan Umum
1. Tinjauan terhadap Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005
tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan
untuk Kepentingan Umum
Berkaitan dengan konsep tanah memiliki fungsi sosial tersebut,
Indonesia mengatur pengadaan tanah oleh negara untuk kepentingan
umum dalam Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 tentang
Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk
Kepentingan Umum. Selanjutnya peraturan ini dicabut dengan
Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah
bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
Perkembangan terkini pengaturan tanah untuk kepentingan umum
diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang
Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang
Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk
Kepentingan Umum.
Pasal 1 ayat (3) Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006
tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk
Kepentingan Umum menyatakan bahwa yang dimaksud dengan
pengadaan tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah
dengan cara memberikan ganti rugi kepada yang melepaskan atau
53
menyerahkan tanah, bangunan, tanaman, dan benda - benda yang
berkaitan dengan tanah. Peraturan Presiden ini mengatur pelepasan
atau penyerahan hak atas tanah yang terjadi dilakukan bedasarkan
penghormatan terhadap hak atas tanah.
Pengertian kepentingan umum dalam Peraturan Presiden Nomor
65 Tahun 2006 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan
Pembangunan untuk Kepentingan Umum sama dengan pengertian
kepentingan umum dalam Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005
Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum yaitu kepentingan sebagian besar masyarakat.
Kriteria kepentingan umum pembangunan dalam Peraturan Presiden
ini adalah terbatas pada apa yang telah dirumuskan yaitu kegiatan
pembangunan tersebut dilaksanakan oleh pemerintah dan hasil
pembangunan tersebut selanjutnya dimiliki atau akan dimiliki oleh
pemerintah. Kegiatan pembangunan tersebut meliputi:
a. Jalan umum dan jalan tol, rel kereta api (diatas tanah, di ruang atas
tanah, ataupun di ruang bawah tanah),
b. Saluran air minum / air bersih, saluran pembuangan air dan sanitasi
c. Waduk, bendungan, bendungan irigasi dan bangunan pengairan
lainnya
d. Pelabuhan Bandar udara, stasiun kereta api, dan terminal
54
e. Fasilitas keselamatan umum, seperti tanggul penanggulangan
bahaya banjir, lahar, dan lain-lain bencana
f. Tempat pembuangan sampah
g. Cagar alam dan cagar budaya
h. Pembangkit, transmisi, distribusi tenaga listrik
Peraturan Presiden ini mengatur pembentukan panitia pengadaan
tanah sama dengan pembentukan panitia pengadaan tanah pada
Peraturan Presiden sebelumnya yang berbeda hanyalah susunan
keanggotaan panitia pengadaan tanah susunan keanggotaan panitia
pengadaan tanah pada Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006
tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum ini adalah terdiri dari unsur perangkat daerah
terkait dan unsur Badan Pertanahan Nasional.
Tugas panitia pengadaan tanah pada Peraturan Presiden ini
adalah :
a. mengadakan penelitian dan inventarisasi atas tanah, bangunan,
tanaman dan benda-benda lain yang ada kaitannya dengan tanah
yang haknya akan dilepaskan atau diserahkan;
b. mengadakan penelitian mengenai status hukum tanah yang haknya
akan dilepaskan atau diserahkan dan dokumen yang
mendukungnya;
55
c. menetapkan besarnya ganti rugi atas tanah yang haknya akan
dilepaskan atau diserahkan;
d. memberikan penjelasan atau penyuluhan kepada masyarakat yang
terkena rencana pembangunan dan/atau pemegang hak atas tanah
mengenai rencana dan tujuan pengadaan tanah tersebut dalam
bentuk konsultasi publik baik melalui tatap muka, media cetak,
maupun media elektronik agar dapat diketahui oleh seluruh
masyarakat yang terkena rencana pembangunan dan / atau
pemegang hak atas tanah;
e. mengadakan musyawarah dengan para pemegang hak atas tanah
dan instansi pemerintah dan / atau pemerintah daerah yang
memerlukan tanah dalam rangka menetapkan bentuk dan/atau
besarnya ganti rugi;
f. menyaksikan pelaksanaan penyerahan ganti rugi kepada para
pemegang hak atas tanah, bangunan, tanaman, dan benda-benda
lain yang ada di atas tanah
g. membuat berita acara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah
h. mengadministrasikan dan mendokumentasikan semua berkas
pengadaan tanah dan menyerahkan kepada pihak yang
berkompeten
Pengadaan tanah bagi pelaksaan pembangunan untuk
Kepentingan Umum dilakukan bedasarkan musyawarah. Dalam kedua
56
peraturan presiden ini dijelaskan bahwa musyawarah ialah kegiatan
saling mendengar, saling memberi dan saling menerima pendapat,
serta keinginan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan
besarnya ganti rugi dan maslah lain berkaitan dengan pengadaan
tanah atas dasar kesukarelaan dan kesetaraan antara para pihak yang
mempunyai tanah, bangunan, tanaman, dan benda-benda lain yang
berkaitan dengan tanah dengan pihak yang memerlukan tanah.
Musyawarah dilakukan secara langsung antara pemegang hak
atas tanah yang bersangkutan dan instansi pemerintah yang
memerlukan tanah, yaitu dengan cara penelitian mengundang instansi
pemerintah yang memerlukan tanah, pemegang hak atas tanah dan
pemilik bangunan, tanaman dan / atau benda-benda lain yang
berkaitan dengan tanah yang bersangkutan untuk mengadakan
musyawarah di tempat yang telah ditentukan oleh panitia dalam
rangka menetapkan bentuk dan besarnya ganti kerugian. Musyawarah
dipimpin oleh ketua panitia dengan ketentuan apabila ketua
berhalangan hadir maka musyawarah dipimpin oleh wakil ketua.
Dalam hal jumlah pemegang hak atas tanah dan pemilik
bangunan, tanaman dan/atau benda-benda lain yang terkait dengan
tanah yang bersangkutan tidak memungkinkan terselenggaranya
musyawarah secara efektif, musyawarah dapat dilaksanakan secara
bergiliran secara parsial atau dengan wakil-wakil yang ditunjuk
57
diantara dan oleh mereka. Panitia menentukan pelaksanaan
musyawarah secara bergilir atau dengan perwakilan bedasarkan
pertimbangan yang meliputi banyaknya peserta musyawarah, luas
tanah yang diperlukan, jenis kepentingan yang terkait dan hal-hal lain
yang dapat memperlancar pelaksanaan musyawarah dengan tetap
memperhatikan kepentingan pemegang hak atas tanah yang
bersangkutan. Dalam hal musyawarah dilaksanakan melalui
perwakilan, penunjukkan wakil dilakukan secara tertulis, bermaterai
cukup yang diketahui oleh lurah atau kepala desa atau surat
penunjukkan atau kuasa yang dibuat dihadapan pejabat yang
berwenang.
Dalam pasal 12 Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006
tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum disebutkan secara tegas benda-benda yang
diberikan ganti kerugian yaitu :
a. Hak atas tanah
b. Bangunan
c. Tanaman
d. Benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah
Pasal 12 Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang
Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum menyebutkan ganti rugi dalam rangka pengadaan
58
tanah diberikan untuk hak atas tanah, bangunan, tanaman dan benda-
benda lain yang berkaitan dengan tanah. Ganti kerugian yang
diberikan dalam bentuk :
a. Uang; dan/atau
b. Tanah pengganti; dan/atau
c. Pemukiman kembali; dan/atau
d. Gabungan dari dua atau lebih bentuk ganti kerugian sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c;
e. Bentuk lain yang disetujui oleh pihak-pihak yang bersangkutan
Untuk menentukan besarnya ganti rugi tersebut didasarkan atau
diperhitungkan dari nilai benda-benda tersebut sebagaimana diatur
dalam Pasal 15 Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang
Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum yaitu:
a. Nilai jual objek Pajak (NJOP) atau nilai nyata dengan
memperhatikan NJOP Tahun berjalan bedasarkan penetapan
lembaga / tim penilai harga tanah yang ditunjuk oleh panitia
b. Nilai jual bangunan yang ditaksir perangkat daerah yang
bertanggung jawab di bidang bangunan
c. Nilai jual tanaman yang ditaksir perangkat daerah yang bertanggung
jawab di bidang pertanian
59
Bila dalam musyawarah tidak terdapat kesepakatan panitia
pengadaan tanah menetapkan besarnya ganti kerugian dan akan
menitipkannya pada pengadilan negeri
2. Tinjauan terhadap Peraturan Menteri Agraria / Kepala Badan
Pertanahan Nasional nomor 3 Tahun 2007 tentang Ketentuan
Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang
Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk
Kepentingan Umum
Tinjauan terhadap Peraturan Menteri Agraria / Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2007 tentang Ketentuan
Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang
Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang
Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum.
Tahap-tahapan dalam pengadaan tanah yang diatur dalam
Peraturan Menteri Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nomor 3 Tahun
2007 yang dikeluarkan pada tanggal 21 Mei 2007, yaitu :
a. Tahap I
Tahap I dapat dibagi menjadi dua yaitu tahap perencanaan dan
tahap penetapan lokasi :
Untuk memperoleh tanah, instansi pemerintah menyususn proposal
rencana pembangunan, paling lambat 1 (satu) tahun sebelumnya
60
yang berisi uraian tentang maksud dan tujuan, luasan tanah,
sumber danan dan analisis kelayakan lingkungan
Rencana pembangunan tersebut tidak diperlukan untuk
pembangunan fasilitas keselamatan umum dan penanganan
bencana yang bersifat mendesak.
1) Tahap Penetapan Lokasi
Bedasarkan proposal rencana pembangunan, instansi
pemerintah yang memerlukan tanah mengajukan permohonan
penetapan lokasi yang akan dikaji oleh Bupati / Walikota /
Gubernur bedasarkan pertimbangan tata ruang, penatagunaan
tanah, sosial-ekonomi, lingkungan, penguasaan, pemilikan dan
pemanfaatan tanah.
2) Keputusan penetapan lokasi yang berlaku juga sebagi izin
perolehan tanah itu diberikan untuk jangka waktu :
a) Satu tahun, bagi pengadaan tanah yang memerlukan
tanah seluas sampai dengan 25 (dua puluh lima) hektar;
b) Dua tahun, bagi pengadaan tanah yang memerlukan
tanah seluas lebih dari 25 (dua puluh lima) hektar sampai
dengan 50 (lima puluh) hektar;
c) Tiga tahun, bagi pengadaan tanah yang memerlukan
tanah seluas lebih dari 50 (lima puluh) hektar
61
b. Tahap II
Setelah tahap I dilaksanakan maka dilanjutkan dengan cara
Perolehan Tanah dengan Cara Pengadaan Tanah Untuk
Kepentingan Umum dengan kegiatan sebagai berikut :
1) Pembentukan Panitia Pengadaan Tanah
Pembentukan panitia Pengadaan Tanah diatur dalam pasal 14
sampai dengan Pasal 18 PMA Nomor 3 Tahun 2007. Kegiatan
dan Tugas Panitia Pengadaan Tanah dirinci masing-masing
untuk:
a) Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten / kota yang dibentuk
dengan Keputusan Bupati / Walikota / Gubernur DKI dengan
anggota paling banyak 9 (Sembilan ) orang
b) Panitia Pengadaan Tanah Propinsi jika tanah terletak di dua
Kabupaten / kota atau lebih dalam satu propinsi yang
dibentuk dengan keputusan Gubernur
c) Panitia pengadaan Tanah Nasional, jika tanah terletak di
dua propinsi atau lebih yang dibenuk dengan keputusan
Menteri dalam Negeri
2) Penyuluhan
Penyuluhan diatur dalam Pasal 19 PMA nomor 3 tahun 2007.
Panitia Pengadaan Tanah bersama instansi yang memerlukan
tanah melaksanakan penyuluhan untuk menjelaskan manfaat,
62
maksud dan tujuan pemebangunan kepada masyarakat dalam
rangka memperoleh kesedian dari para pemilik tanah.
Dari hasil penyuluhan, ada dua kemungkinan yang dapat
terjadi, yakni :
a) Bila diterima oleh masyarakat, maka kegiatan pengadaan
tanah ditindaklanjuti
b) Bila tidak diterima masyarakat, maka dilakukan penyuluhan
ulang. Hasil penyuluhan ulang. Membuka adanya dua
kemungkinan, yakni :
a) Tetap ditolak oleh 75 persen pemegang hak atas tanah.
Jika lokasi dapat dipindahkan, dicari alternatif loksi lain.
b) Tetap ditolak oleh pemegang hak atas tanah dan lokasi
tidak dapat dipindah, maka panitia pengadaan tanah
mengusulkan kepada Bupati / walikota / Gubernur DKI
untuk menggunakan acara pencabutan hak atas tanah
menurut Undang- undang Nomor 20 Tahun 1961
Hasil pelaksanaan penyuluhan dituangkan dalam Berita
Acara Hasil Penyuluhan.
3) Identifikasi dan inventarisasi
Identifikasi dan inventarisasi diatur dalam Pasal 20 sampai
dengan Pasal 24 PMA Nomor 3 Tahun 2007. Setelah rencana
Pembangunan diterima oleh masyarakat maka dilakukan
63
Identifikasi dan inventarisasi tanah yang meliputi kegiatan yang
terdiri dari 8 (delapan) aspek sebagaimana dinyatakan dalam
Pasal 20 ayat (2) PMA nomor 3 tahun 2007:
a) Penunjukan batas
b) Pengukuran bidang tanah dan / atau bangunan
c) Pemetaan bidang tanah dan / atau bangunan dan keliling
batas bidang tanah
d) Penetapan batas- batas bidang tanah dan atau bangunan
e) Pendataan penggunaan dan pemanfaatan tanah
f) Pendataan status tanah dan pembangunan
g) Pendataan penguasaan dan pemilikan tanah dan / atau
bangunan dan / atau tanaman
h) Pendataan bukti – bukti penguasaan dan pemilikan tanah
dan / atau bangunan dan / atau tanaman.
Hasil pelaksanaan identifikasi dan inventarisasi berkenaan
dengan pengukuran bidang tanah dan / atau bangunan dan
pemetaan bidang tanah dan / atau bangunan dan keliling batas
bidang tanah dituangkan dalam bentuk peta bidang tanah. Hasil
pelaksanaan Identifikasi dan inventarisasi terkait enam aspek
lainnya dituangkan dalam bentuk daftar yang memuat berbagai
keterangan berkenaan dengan subjek dan objek sebagaimana
64
dinyatakan dalam pasal 23 ayat (2) PMA Nomor 3 Tahun 2007
yaitu:
a) Nama pemegang Hak atas tanah
b) Status dan dokumennya
c) Luas tanah
d) Pemilik dan atau penguasaan tanah / atau bangunan dan /
atau tanaman dan / atau benda-benda lain yang berkaitan
dengan tanah
e) Penggunaan dan pemanfaatan tanah
f) Pembebanan hak atas tanah
Peta bidang Tanah dan Daftar tersebut diumumkan selama 7
(tujuh) hari di kantor Desa / kelurahan, Kantor Pertanahan
kabupaten / kota melalui website selama 7 (tujuh) hari dan /
atau melalui media massa dalam dua kali penerbitan.
Sengketa atau perkara terkait pemilikan atau penguasaan yang
tidak dapat diselesaiakan atau penguasaan yang tidak dapat
diselesaikan secara musyawarah disarankan untuk diselesaikan
melalui lembaga peradilan. Panitia Pengadaan Tanah mencatat
sengketa atau perkara tersebut dalam peta Bidang Tanah dan
Daftar. Peta Bidang Tanah dan Daftar tersebut disahkan oleh
seluruh anggota Panitia Pengadaan tanah
4) Penunjukan Lembaga / Tim Penilai Harga Tanah
65
Penunjukan lembaga / tim penilai harga tanah diatur dalam
Pasal 25 sampai dengan Pasal 27 PMA Nomor 3 Tahun 2007.
Penilaian harga tanah dilakukan oleh Lembaga Penilai Harga
Tanah. Jika di Kabupaten / Kota belum ada lembaga penilai
harga tanah, penilaian dilakukan oleh tim Penilai Harga Tanah
yang keanggotaannya terdiri dari 5 (lima) unsur yang dibentuk
Bupati / Walikota / Gubernur DKI. Kenggotaan tim penilai
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) terdiri dari :
a) Unsur instansi yang membidangi bangunan dan atau
tanaman
b) Unsur instansi pemerintah pusat yang membidangi
Pertanahan Nasional
c) Unsur instansi Pelayanan Pajak bumi dan Bangunan
d) Ahli atau orang yang berpengalaman sebagai penilai harga
tanah
e) Akademisi yang mampu menilai harga tanah dan / atau
bangunan dan / atau tanamanan dan atau benda-benda lain
yang berkaitan dengan tanah
5) Penilaian
Penilaian harga tanah sebagaimana diatur dalam pasal 27
sampai dengan Pasal 30 PMA Nomor 3 Tahun 2007 dilakukan
oleh Tim Penilai Harga Tanah didasarkan pada Nilai Jual Objek
66
Pajak (NJOP) atau nilai nyata dengan memperhatikan NJOP
tahun berjalan dan data berpedoman pada 6 (enam) variable
yakni :
a) Lokasi dan letak tanah
b) Status tanah
c) Peruntukkan tanah
d) Kesesuaian penggunaan tanah dengan rencana tata ruang
wilayah atau perencanaan ruang wilayah atau tata kota yang
telah ada
e) Sarana dan prasarana
f) Faktor –faktor lain yang mempengaruhi harga tanah
g) Penilaian harga bangunan dan / atau tanaman dan / atau
benda-benda lain dilakukan oleh instansi terkait.
Hasil penelitian diserahkan kepada Panitia Pengadaan Tanah
untuk digunakan sebagai dasar musyawarah
6) Musyawarah
Musyawarah diatur dalam Pasal 31 sampai dengan Pasal 38
PMA Nomor 3 tahun 2007. Kesepakatan dianggap telah
tercapai bila 75% luas tanah telah diperoleh atau 75 % pemilik
tanah menyetujui bentuk dan besarnya ganti rugi.
Jika musyawarah tidak mencapai 75 % maka terjadi dua
kemungkinan, yakni :
67
a) Jika lokasi dapat dipindahkan, Panitia Pengadaan Tanah
mengusulkan kepada instansi pemerintah yang memerlukan
tanah untuk memindahkan lokasi
b) Jika lokasi tersebut tidak dapat dipindahkan, sesuai kritertia
dalam pasal 39 PMA Nomor 3 tahun 2007, maka kegiatan
pengadaan tanah tetap dilanjutkan. Kriteria dalam pasal 39
tersebut adalah:
(1) Bedasarkan aspek historis, klimatologis, geografis,
geologis dan topografi tidak ada ditempat lain
(2) Dipindahkan ketempat lain memerlukan pengorbanan,
kerugian dan biaya yang lebih atau sangat besar
(3) Rencana pembangunan tersebut sangat diperlukan dan
lokasi tersebut terbaik dibandingakan lokasi lain dan
atau tidak tersedia bagi lokasi yang lain dan/ atau
(4) Tidak di lokasi tersebut dapat menimbulkan bencana
yang mengancam keamanan dan keselamatan
masyarakat yang lebih luas
Jika 25% dari pemilik tanah belum sepakat tentang bentuk dan
besarnya ganti rugi atau 25% luas tanah belum diperoleh,
Panitia Pengadaan tanah melakukan musyawarah kembali
dalam jangka waktu 120 hari kalender.
68
Jika jangka waktu 120 hari lewat, maka:
a) Bagi yang sepakat mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi
diserahkan dengan Berita acara penyerahan Ganti Rugi
atau Berita Acara Penyerahan Ganti Rugi
b) Bagi yang tetap menolak, ganti rugi dititipkan oleh instansi
Pemerintah di Pengadilan Negeri setempat bedasarkan
Berita Acara Penyerahan Ganti Rugi
Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten / Kota membuat Berita
Acara Hasil Pelaksanaan Musyawarah dan Penetapan Bentuk
dan / atau besarnya ganti rugi yang ditandatangani oleh seluruh
anggota Panitia Pengadaan Tanah, instansi pemerintah yang
memerlukan tanah dan para pemilik
7) Putusan Panitia Pengadaan Tanah tentang Bentuk dan / atau
besarnya ganti rugi
Putusan Panitia Pengadaan Tanah tentang Bentuk dan / atau
besarnya ganti rugi diatur dalam Pasal 40 sampai dengan Pasal
42. Pemilik yang berkeberatan terhadap putusan Panitia
pengadaan tanah dapat mengajukan keberatan disertai
alasannya kepada Bupati / Walikota / Gubernur DKI / Mendagri
dalam waktu 14 hari. Putusan penyelesaian atas keberatan
diberikan dalam waktu paling lama 30 hari.
69
Bupati / Walikota / Gubernur DKI / Mendagri memberikan
putusan dalam jangka waktu 30 hari yang mengukuhkan atau
mengubah bentuk dan / atau besarnya ganti rugi. Sebelum
memberikan putusan Bupati / Walikota / Gubernur DKI /
Mendagri dapat meminta pertimbangan atau pendapat pemilik
tanah yang berkeberatan, Panitia pengadaan Tanah dan / atau
instansi pemerintah yang memerlukan tanah
Bila pemilik tetap berkeberatan dan lokasi pembangunan tidak
dapat dipindahkan Bupati / Walikota / Gubernur DKI / Mendagri
mengajukan usul pencabutan hak atas tanah menurut Undang-
undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak atas
Tanah dan Benda-benda di Atasnya.
8) Pembayaran Ganti Rugi
Pembayaran ganti rugi diatur dalam Pasal 43 sampai dengan
Pasal 47 PMA Nomor 3 Tahun 2007, yang berhak menerima
ganti rugi adalah :
a) Pemegang hak atas tanah
b) Nazir untuk tanah wakaf
c) Ganti rugi tanah untuk HGB / HP yang diberikan di atas
tanah HM /HPL yang diberikan kepada pemegang HM/ HPL
d) Ganti rugi bangunan dan /atau tanaman dan / atau benda-
benda yang ada diatas tanah HGB / HP yang diberukan
70
diatas tanah HGB / HP yang diberikan diats HM /HPL,
diberikan kepada pemilik bangunan dan/ atau bneda-benda
tersebut.
Ganti rugi dalam bentuk uang diberikan dalam jangka waktu
paling lambat 60 hari sejak tanggal keputusan. Untuk ganti rugi
yang tidak berupa uang, penyerahannya dilakukan dalam
jangka waktu yang disepakati para pihak.
Ganti rugi diberikan dalam bentuk :
a) Uang
b) Tanah dan / atau bangunan pengganti atau pemukiman
kembali
c) Tanah dan /atau bangunan dan / atau fasilitas lainnya
dengan nilai paling kurang sama dengan harta wakaf yang
dilepaskan
d) Recognisi yaitu pembangunan fasilitas umum atau bentuk
lain yang bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat
setempat (untuk tanah ulayat), atau sesua keputusan
pejabat yang berwenang untuk tanah instansi pemerintahan
atau pemerintah daerah
9) Pelepasan hak
Pelepasan hak diatur dalam Pasal 49 sampai dengan Pasal 52
PMA Nomor 3 Tahun 2007.
71
Pada saat ganti rugi dalam bentuk uang yang diterima yang
berhak menerima membuat surat peryataan pelepasan /
penyerahan hak, diikuti dengan pembuatan Berita Acara
Pembayaran Ganti Rugi dan pelepasan hak atas tanah atau
Penyerahan Tanah oleh Panitia Pengadaan tanah
Penerima ganti rugi menyerahkan dokumen asli yang
diperlukan. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten / Kota
mencatat hapusnya hak atas Tanah yang dilepaskan /
diserahkan bedasarkan surat pernyataan / pelepasan hak dan /
atau penetapan Pengadilan Negeri.
10) Pengurusan Hak Atas tanah
Pengurusan hak Atas tanah diatur dalam Pasal 63 sampai
dengan Pasal 68 PMA Nomor 3 Tahun 2007.
Panitia Pengadaan tanah melakukan pemberasan dokumen
yang dilampirkan pada Berita Acara Pelaksanaan Pengadaan
Tanah untuk diserahkan kepada pihak–pihak yang
berkepentingan. berita acara pembayaran ganti rugi dan berita
acara hasil pelaksanaan musyawarah. Lokasi Pembangunan
dan Penetapan Bentuk dan / atau besarnya ganti rugi berlaku
juga sebagai pemberian kuasa dari pemegang hak atas tanah
kepada instansi pemerintah yang memerlukan tanah atau
72
melepaskan atau menyerahkan hak atas tanah menjadi tanah
Negara.
Instansi pemerintah yang memerlukan tanah mengajukan
permohonan hak atas tanah.
11) Pelaksanaan pembangunan fisik dapat dimulai setelah
Pelepasan hak atas tanah dan / atau bangunan dan / atau
tanaman atau telah dititipkan ganti rugi di Pengadilan Negeri
setempat
Hal ini diatur dalam Pasal 67 PMA Nomor 3 Tahun 2007. Bila
ganti rugi dititipkan pada Pengadilan Negeri maka untuk
melaksanakan pembangunan fisik diterbitkan keputusan oleh
Bupati / walikota / Gubernur DKI
Penitipan ganti rugi karena sebab-sebab tertentu sesuai dengan
Pasal 48 yakni ;
a) Yang berhak atas ganti rugi tidak diketahui keberadaannya
b) Tanah, bangunan, tanaman, atau benda lain terkait dengan
tanah sedang menjadi objek perkara di Pengadilan
c) Sengketa pemilikan yang masih berlangsung dan belum
ada penyelesainnya
d) Tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda lain yang
terkait dengan tanah sedang diletakkan sita oleh pihak yang
berwenang.
73
e) Penitipan ganti rugi dilakukan dengan permohonan
penitipan Kepada Ketua Pengadilan Negeri
12) Evaluasi dan supervisi
Dalam Pasal 68 disebutkan evaluasi dan supervisi yang
dilakukan adalah
a) Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten / Kota memberikan
bimbingan teknis pelaksanaan Pengadaan tanah di
wilayahnya
b) Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten / kota menyampaikan
laporan pelaksanaan pengadaan tanah di daerahnya
Kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional
Propinsi setiap triwulan pada tahun berjalan
c) Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi
membuat laporan pelaksanaan pengadaan tanah di
wilayahnya kepada Kepala Kantor Pertanahan nasional
Republik Indonesia setiap semester pada tahun berjalan
Pasal 69 PMA Nomor 3 Tahun 2007 juga memberikan
tambahan bahwa Kepala Kantor Pertanahan Nasional Propinsi
melakukan pembinaan, bimbingan, memebrikan petunjuk teknis
dan melakukan evaluasi pelaksanaan pengadaan tanah di
wilayahnya.
74
Disamping butir-butir yang diuraikan di atas, peraturan Kepala
BPN nomor 3 tahun 2007 ini juga memuat ketentuan tentang:
Pengadaan tanah skala kecil (Pasal 54-60) dan Pengadaan
tanah selain bagi pelaksanaan pembangunan untuk
kepentingan umum (Pasal 61 dan Pasal 62). Pada prinsipnya
untuk pelaksanaan pembangunan terkait dengan dua hal
tersebut dilakukan secara langsung melalui jual beli, tukar
menukar, atau dengan cara lain yang disepakati para pihak
13) Penitipan Ganti Kerugian Di pengadilan Negeri
Penitipan ganti rugi dilakukan dengan permohonan penitipan
kepada Ketua Pengadilan Negeri
Berkaitan dengan Prosedur Pelaksanaan Pengadaan tanah untuk
Kepentingan Umum Menurut Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun
1993 dan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang
Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan
Umum, serta Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang
Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang
Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan
Umum, setiap kegiatan pengadaan tanah untuk kepentingan umum
mengajukan permohonan lokasi untuk pembangunan untuk kepentingan
umum melalui kepala kantor pertanahan atau walikota setempat.
75
Peraturan pelaksaanaannya ialah Peraturan Menteri Agraria /
Kepala Peraturan Menteri Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional
nomor 3 Tahun 2007 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan
Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi
Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum Sebagaimana
Telah Diubah Dengan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006
tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005
tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk
Kepentingan Umum, dengan tegas menyebutkan bahwa pembangunan
untuk permohonan lokasi untuk pembangunan untuk kepentingan umum
dilakukan oleh instansi pemerintah, tidak termasuk pihak swasta untuk
membuka kawasan industri.
Pasal 4 ayat (1) Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 dan
Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Pengadaan Tanah
Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
menyebutkan bahwa pengadaan dan rencana pemenuhan tanah yang
diperlukan bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum
hanya dapat di lakukan, apabila rencana pembangunan untuk
kepentingan tersebut sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang yang
ditetapkan terlebih dahulu, sedangkan pada Pasal 4 ayat (2) Keputusan
Presiden dan Peraturan Presiden tersebut menyebutkan bahwa bagi
daerah yang belum menetapkan Rencana Umum Tata Ruang,
76
pengadaan tanah dilakukan dengan bedasar pada perencanaan ruang
wilayah atau kota yang telah ada.
Jika Pasal 4 Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 dan Pasal
4 Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Pengadaan Tanah
Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
dihubungkan dengan Pasal 4 Jo Pasal 12 Undang-undang Nomor 24
Tahun 1992 tentang Penataan Ruang jelas bahwa penataan ruang
dilakukan oleh pemerintah dengan peran serta masyarakat.44
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten / Kota menjadi salah satu
urusan wajib yang harus dilaksanakan pemerintah Kabupaten / kota
sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (1) Undang –undang Nomor
32 Tahun 2004. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten / Kota
menduduki posisi yang sangat penting karena menjadi pedoman
penetapan lokasi investasi dan pelaksanaan pembangunan. Dalam hal
ini ketentuan Pasal 24 Undang - undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang
Penataan Ruang yang menyatakan bahwa penyelanggaran tata ruang
dilakukan dengan tetap menghormati hak yang dimiliki orang harus
menjadi perhatian yang sungguh - sungguh. Dalam Pasal 4 antara lain
dinyatakan bahwa setiap orang berhak menikmati manfaat yang ruang
termasuk pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang. Lebih
lanjut dinyatakan bahwa setiap orang berhak memperoleh penggantian 44 Maria S.W. Sumardjono, Op.Cit., hal. 74
77
yang layak atas kondisi yang dialami sebagai pelaksanaan kegiatan
pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang.
Pembangunan kota secara terencana, yang didasarkan pada
rencana tata ruang, akan sangat tergantung pada kemampuan
pemerintah kota (pemerintah daerah) untuk mengelola kotanya.
Kemampuan pemerintah kota, tersebut, dilain pihak juga tergantung
Rencana Tata Ruang Wilayah, yang disusun berazaskan pemanfaatan
ruang bagi semua kepentingan secara terpadu, berdayaguna dan
berhasil guna serasi, seimbang dan berkelanjutan serta mengandung
nilai–nilai keterbukaan, persamaan, keadilan dan perlindungan hukum
Pembentukkan Rencana Tata Ruang Wilayah ini termasuk dalam 16
bidang urusan yang wajib diselenggarakan oleh pemerintah daerah di
bidang pelayanan pertanahan. Urusan pertanahan adalah urusan yang
bersifat wajib karena sangat mendasar, berkaitan dengan hak dan
kewajiban masyarakat di bidang pertanahan.
Konsep lain yang terkait erat dengan objek ganti rugi ialah
mengenai isi dari Pasal 60 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996
tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Atas
Tanah yang menyatakan bahwa pemberian Hak Guna Usaha, Hak
Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas seluruh tanah yang merupakan
78
pulau atau yang berbatasan dengan pantai diatur tersendiri dengan
Peraturan Pemerintah namun hingga saat ini belum ditindaklanjuti.45
Penulis akan memberikan definisi operasional dalam penulisan tesis
ini bahwa pantai ialah perbatasan antara daratan dengan laut dan
bagian yang dapat dipengaruhi air tersebut. Pantai merupakan daerah
datar, atau bisa bergelombang dengan perbedaan ketinggian tidak lebih
dari 200 m, yang dibentuk oleh endapan pantai dan sungai yang bersifat
lepas, dicirikan dengan adanya bagian yang kering (daratan) dan basah
(rawa). Garis pantai dicirikan oleh suatu garis batas pertemuan antara
daratan dengan air laut. Oleh karena itu, posisi garis pantai bersifat tidak
tetap dan dapat berpindah (walking land atau walking vegetation) sesuai
dengan pasang-surut air laut dan abrasi pantai atau pengendapan
lumpur46
Bedasarkan Peraturan Pemerintah nomor 40 tahun 1996 pasal 60
penggunaan tanah yang berbatasan dengan pantai akan diatur sendiri.
Sebagai interaksi dari tentang Hak Guna Usaha, hak Guna Bangunan
dan hak Pakai atas Tanah yang seluruhnya adalah pulau atau pantai
akan diatur sendiri dengan peraturan pemerintah. Dalam penjelasannya
dengan adanya ketentuan ini maka pemerintaan hak atas tanah yang
45 Arie Sukanti, dalam pernyataan sebagai saksi ahli dalam persidangan tangal 2 Febuari 2009 46 Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi kedua, (Jakarta: Balai Pustaka, 1995), hal. 726
79
baru yang seluruhnya merupakan pulau tidak dilayani samapai dengan
ditetapkan dalam Peraturan pemerintah. Namun hingga saat ini
peraturan pemerintah yang mengatur hal tersebut belum juga
terealisasikan.
Yang dimaksud dengan perairan adalah laut yang termasuk dalam
kawasan suatu negara.47 Sedangkan menurut Boer Mauna laut ialah
keseluruhan rangkaian air asin yang menggenangi permukaan bumi.48
Secara hukum, laut adalah keseluruhan air laut yang berhubungan
secara bebas di seluruh permukaan bumi. Laut tidak dapat dilekati
dengan hak atas tanah. Pemegang hak atas laut sampai ke batas yang
ditentukan oleh United Nations Conference on the Law of the Sea
(UNCLOS) III / Konvensi Hukum Laut PBB yang telah diratifikasi
Indonesia dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 1985 adalah
negara. Belum ada pengaturan pemilikan hak atas tanah laut. Laut
dikuasai oleh Negara dan hanya dapat dimanfaatkan oleh subjek hukum
stelah mendapat izin dari pihak yang berwenang. Dalam hal ini seluruh
kawasan perairan laut Indonesia dikuasakan kepada Departemen
Perhubungan untuk kepentingan pelayaran. Contoh lain pemanfaatan
panati dan laut oleh instansi yang berwenang ialah bedasarkan Undang-
undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran yang mengelola
47 Loc.cit, hal. 14 48 Boer Mauna, Op.Cit., hal. 305
80
pelabhuan adalah Direktorat Jendral Perhubungan laut dengan
pengelola Otorita Pelabuhan.
81
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Gambaran Umum Kabupaten Karimun
Secara historis Kabupaten Karimun dimulai dari sebuah kota
kecil dengan nama Tanjung Balai Karimun. Tanjung merupakan
daratan yang menjorok ke laut atau sebuah tanjung. Kata Balai
dipergunakan karena tempat ini sering digunakan sebagai tempat
atau balai pertemuan raja-raja Melayu. Sedangkan kata Karimun
dalam bahasa Melayu dapat berarti tempat pertemuan yang
menyenangkan.
Kota ini berdasarkan catatan sejarah pernah diduduki rakyat
Malaka dibawah pemerintahan Sultan Mansyur Syah yang melarikan
diri setelah dikalahkan Portugis pada tahun 1511. Kemudian pada
masa pemerintahan Sultan Mahmud Syah I (1518-1521) hingga
Sultan Abdul Jalil Ri'ayat Syah (1559-1591) Kerajaan Johor
menjadikan Karimun sebagai pangkalan armada angkatan lautnya
untuk menyerang Portugis.49 Selanjutnya sebagaimana tertulis dalam
sejarah, kerajaan Riau Lingga mengambil alih kerajaan Johor
49 Mohd Roji Abdullah, 2007, Gugusan Pulau Karimun Tumpuan Utama Pelancong, www.bharian.com.my
82
termasuk sebagian besar bagian Kepulauan Riau. Posisi Tanjung
Balai Karimun yang strategis di penghujung bagian Selatan Selat
Melaka, membuat Belanda pada zaman penjajahan, menjadikannya
sebagai pelabuhan utama.50
Setelah Indonesia merdeka, berdasarkan keputusan
Pemerintah Republik Indonesia, dimana Propinsi Sumatra Tengah
Pada 18 Mei 1956 bergabung dengan Kepulauan Riau dibawah
pemerintahan Republik Indonesia. Dan kemudian saat itu Kepulauan
Riau diberi status otonomi Daerah Tingkat II yang terdiri atas 4
Kecamatan yaitu:51
1. Kecamatan Tanjung Pinang terdiri atas kelurahan Bintan Selatan
(menjadi Bintan Timur, Galang, Tanjung Pinang Barat dan
Tanjung Pinang Timur sekarang).
2. Kecamatan Karimun terdiri atas kelurahan Karimun, Kundur dan
Moro.
3. Kecamatan Lingga terdiri atas kelurahan Lingga, Singkep dan
Senayang.
4. Kecamatan Pulau Tujuh terdiri atas Kelurahan Jemaja, Siantan,
Midai, Serasan, Tambelan, Bunguran Barat dan Bunguran Timur.
50 Loc.cit 51 Kabupaten Karimun, 2007, http://depdagri.go.id/konten.ph, 2
83
Selanjutnya Kecamatan Karimun dihapuskan berdasarkan
Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Riau tertanggal 9
Agustus 1964 dengan nomor UP/247/5/1965. Surat ini ditindaklanjuti
dengan penghapusan seluruh Administrasi teritorial Kecamatan
dalam Kabupaten Kepulauan Riau pada 1 Januari 1966. Kemudian
dengan semangat otonomi daerah yaitu pada tanggal 12 Oktober
1999, dimana Undang-undang Nomor 53 Tahun 1999 menyebutkan
bahwa Kecamatan Karimun bersama dengan Kecamatan Kundur
dan Kecamatan Moro digabungkan menjadi satu kabupaten yaitu
dengan nama Kabupaten Karimun.52
Selanjutnya berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Karimun
Nomor 16 Tahun 2001, maka wilayah Kabupaten Karimun
dimekarkan menjadi 8 kecamatan. Kemudian berdasarkan Peraturan
Daerah Kabupaten Karimun nomor 10 tahun 2004 dimekarkan lagi
menjadi sembilan kecamatan yaitu Kecamatan Karimun, Kecamatan
Meral, Kecamatan Tebing, Kecamatan Kundur Kota, Kecamatan
Kundur Utara, Kecamatan Kundur Barat, Kecamatan Durai,
Kecamatan Moro dan Kecamatan Buru. Sembilan Kecamatan ini
terdiri atas 22 kelurahan dan 32 Desa dengan 327 RW dan 945 RT.
Secara geografis Kabupaten Karimun merupakan daerah
kepulauan yang mempunyai luas 7.984 km2 yang terdiri dari wilayah 52 Loc.cit
84
daratan seluas 2.784,2 Km2 (34,87%) dan wilayah perairan seluas
5.119,8 Km2 (65,13%).53 Sebagai daerah kepulauan, Kabupaten
Karimun memiliki 245 pulau dimana tiga diantaranya merupakan
pulau-pulau yang besar, yakni Pulau Karimun, Pulau Kundur dan
Pulau Sugi. Dari keseluruhan pulau tersebut terdiri dari 73 pulau
berpenghuni, 172 pulau tidak berpenghuni, 200 pulau bernama dan
45 pulau tidak bernama.54
Secara astronomis wilayah Kabupaten Karimun terletak antara
0 derajat 35 detik Lintang Utara sampai dengan 1 derajat 10 detik
Lintang Utara dan 103 derjat 30 detik Bujur Timur sampai dengan
104 derajat Bujur Timur.55 Kabupaten Karimun berbatasan langsung
dengan:56
Utara : Selat Malaka dan Singapura
Selatan : Kecamatan Kateman Kabupaten Indragiri Hilir
Barat :Kecamatan Rangsang, Kabupaten Bengkalis dan
Kecamatan Kuala Kampar, Kabupaten Pelalawan.
Timur : Kota Batam dan Kepulauan Riau.
Kabupaten Karimun merupakan wilayah yang relatif datar dan
landai dengan ketinggian 2 meter - 500 meter diatas permukaan laut. 53 Badan Perencanaan Pembangunan Kabupaten Karimun dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Karimun, Karimun Dalam Angka, Tanjung Balai Karimun: Badan Pusat Statistik Kabupaten Karimun, 2003, hal. 1 54 Ibid, hal. 2 55 Loc.cit 56 Ibid, hal. 3
85
Sebagian wilayah Kabupaten Karimun merupakan pegunungan atau
perbukitan dengan kemiringan 40o dan ketinggian 20 meter - 500
meter diatas permukaan laut, yang terdapat di Utara Pulau Karimun.
Disamping itu pada beberapa pulau diwilayah Kabupaten Karimun
terdapat rawa-rawa. Kemudian, dilihat dari keberadaan potensi
wilayahnya maka wilayah laut Kabupaten Karimun merupakan
perairan yang sangat stategis karena sebagian wilayahnya berada
pada Selat Malaka dan merupakan alur pelayaran internasional.
Rute yang lazim di tempuh kapal – kapal asing adalah dari Selat We
di Aceh menyusuri Selat Malaka lalu memotong di Selat Durian yang
merupakan wilayah Kabupaten Karimun, menuju Kearah Pulau
Bangka yang pada akhirnya menuju Pulau Jawa. 57
Jumlah penduduk di Kabupaten Karimun hingga saat ini
mencapai 205.438 jiwa tersebar dengan kelompok etnis yang
berbeda. Bersamaan dengan peningkatan jumlah penduduk dan
pertumbuhan ekonomi, terdapat kecenderungan pertumbuhan
pembangunan kawasan urban, khususnya untuk kawasan-kawasan
pemukiman, pusat perbelanjaan, jasa pariwisata dan kawasan
industri.
57 Fakhrin Riza, Wawancara, Pejabat Bidang / Seksi Penjagaan Dan Penyelamatan Kantor Administrasi Pelabuhan Tanjung Balai Karimun di Pelabuhan Tanjung Balai Karimun (Tanjung Balai Karimun, tanggal 11 Febuari 2008)
86
2. Gambaran Umum Daerah Special Economic Zone (SEZ)
Special Economic Zone (SEZ) ialah suatu wilayah yang luas
tanpa pembatas yang jelas (pagar) yang di dalamnya terdapat
wilayah-wilayah tertentu untuk kegiatan perekonomian. Batas
Wilayah dan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas
ditetapkan dalam Peraturan Presiden. Pengaturan Special Economic
Zone (SEZ) idilakukan oleh Undang-undang Nomor 44 Tahun 2007
Tentang Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.
Pada tanggal 25 Juni 2006, Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono melakukan penandatanganan kerja sama pembentukan
Special Economic Zone (SEZ) bersama Perdana Menteri Singapura
Lee Hsien Loong di Turi Beach Resort. Wilayah Special Economic
Zone (SEZ) yang diterapkan di pulau Batam, pulau Bintan dan pulau
Karimun tentu akan menjadi pilot project bagi daerah lain di
Indonesia.58 Payung hukum bagi wilayah Special Economic Zone
(SEZ) ialah Undang-undang Nomor 44 Tahun 2007 sebagai
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000 tentang
Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2000 tentang Perdagangan
Bebas dan Pelabuhan Bebas.
58Rindu Makmur, 2006, APBD Kepri 2007 Bisa Lewati Rp1 Triliun Penerapan SEZ di Batam Bintan dan Karimun, http : / / www.ebloggy.com/ blog.php? username = bocahlangit&id = 1&entry=16
87
Special Economic Zone (SEZ) meliputi wilayah pulau Batam,
pulau Bintan dan Pulau Karimun.
Tujuan dari pelaksanaan Special Economic Zone (SEZ) di
wilayah ini ialah untuk :
a. Peningkatan investasi
b. Penyerapan tenaga kerja
c. Peningkatan penerimaan devisa dari ekspor
d. Peningkatan daya saing
e. Peningkatan pemanfaatan sumber daya local, pelayanan dan
kapital bagi peningkatan ekspor.
f. Untuk mendorong terjadinya alih teknologi
Fasilitas bebas yang diberikan di kawasan Special Economic
Zone (SEZ):
a. Bea Masuk;
b. PPN dan PPnBM;
c. Cukai
d. Bagi pengusaha yang telah mendapat izin dari Badan
Pengusahaan;
e. Untuk kebutuhan penduduk di kawasan.
1) Pemasukan barang yang berhubungan dengan kegiatan
usahanya.
88
2) Pemasukan dan pengeluaran barang melalui bandar udara
dan pelabuhan yang ditunjuk dan berada di bawah
pengawasan pabean.
a) Pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari
kawasan
b) Pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari
kawasan melalui pelabuhan dan bandar udara yang
ditunjuk;
c) Pemasukan barang konsumsi dari luar daerah pabean
untuk kebutuhan pendudukan di kawasan.
Prinsip dan Syarat pelaksanaan Special Economic Zone (SEZ):
a. Kawasan merupakan wilayah hukum NKRI;
b. Jangka waktu kawasan 70 tahun;
c. Fasilitas diberikan kepada pengusaha yang telah mendapat izin
dari Badan Pengusahaan;
d. Pengusaha hanya dapat memasukan barang ke kawasan yang
berhubungan dengan kegiatan usahanya;
e. Jumlah dan jenis barang yang diberikan fasilitas ditetapkan oleh
Badan Pengusahaan;
f. Kawasan berfungi sebagai tempat mengembangkan usaha-
usaha di bidang :
1) perdagangan
89
2) jasa
3) industri
4) pertambangan dan energi
5) transportasi
6) maritim dan perikanan
7) pos dan telekomunikasi
8) perbankan
9) asuransi
10) pariwisata
11) dan bidang-bidang lainnya.
g. Fungsi tersebut meliputi
1) kegiatan manufaktur; rancang bangun; perekayasaan;
penyortiran; pemeriksaan awal; pemeriksaan akhir;
pengepakan dan pengepakan ulang atas barang dan bahan
baku dari dalam dan luar negeri; pelayanan perbaikan atau
rekondisi permesinan dan peningkatan mutu;
2) penyediaan dan pengembangan prasarana dan sarana air
dan sumber air; prasarana dan sarana perhubungan,
termasuk pelabuhan laut dan bandar udara; bangunan dan
jaringan listrik; pos dan telekomunikasi, serta prasarana dan
sarana lainnya.
90
Agar terlaksanaannya Special Economic Zone (SEZ) dengan
baik tergantung setidak-tidaknya pada sepuluh pranata dasar yakni:
a. Konsistensi regulasi yang pro-bisnis dan mempermudah
investasi disegala bidang pelayanan. Regulasi yang dikeluarkan
oleh Dewan Kawasan Special Economic Zone (SEZ) misalnya
harus dipatuhi dan secara tegas dilaksanakan (law enforcement)
dan didukung oleh seluruh pihak tampa kompromistis,
b. Institusi-pengelola yang profesional dengan pendekatan
manajemen stratejik-cibernetik. Manajemen Special Economic
Zone (SEZ) dilaksanakan secara efisien dan efektif dan memiliki
otoritas yang besar. Harus ada unsur penguat kelembagaan
dengan didukung oleh adanya instrumen pemaksa.
c. Penyediaan infrastruktur yang moderen dan lengkap diberbagai
sektor. Special Economic Zone (SEZ) membutuhkan penyiapan
tempat yang layak untuk berusaha disamping aktifitas ekonomi
Special Economic Zone (SEZ) akan menciptakan tempat yang
jauh lebih baik bagi berbagai peluang berusaha itu sendiri.
Bermula dari investasi Pemerintah dalam penyiapan infrastruktur
kemudian akan diikuti dengan investasi swasta,
d. Adanya fasilitas fiskal yang menarik dan paket insentif moneter
dan finansial yang tegas dan jelas. Pemberian fasilitas
perpajakan, bea dan cukai termasuk keimigrasian merupakan
91
kunci dari daya ransang Special Economic Zone (SEZ). Fasilitas
fiskal dan non-fiskal ini yang membedakan antara SEZ dan Non-
Special Economic Zone (SEZ).
e. Komitmen politik yang kuat dan berkelanjutan oleh
kelembagaan nasional dan dukungan terus-menerus dari
Pemerintah Pusat. Dukungan yang nyata bagi kemajuan Special
Economic Zone (SEZ) adalah dengan menetapkan regulasi yang
merangsang investasi dan pendekatan kepemimpinan yang
berorientasi pasar dan manajemen global.
f. Cakupan zonasi yang jelas tapal batas dan kejelasan
peruntukan lokasi untuk mendapat fasilitas. Ketegasan ini
penting karena menyangkut orientasi kawasan ekonomi yang
akan dikembangkan.
g. Kebijakan publik dan dukungan Pemerintah Daerah yang kuat
dan saling memperkuat, bukan malah melemahkan. Dukungan
ini baru efektif apabila Pemerintah Daerah memiliki otoritas yang
besar dalam mengelola Special Economic Zone (SEZ) karena
Special Economic Zone (SEZ) berada di tingkatan lokal,
meskipun diregulasi secara nasional.
h. Inisiatif dunia bisnis untuk berpartisipasi dan pro aktif dunia
usaha untuk merebut peluang dengan cepat. Para pengusaha
harus dapat membaca arah perkembangan Special Economic
92
Zone (SEZ) dalam tataran lokal untuk merebut peluang pasar di
tataran global.
i. Sosialisasi kebijakan, promosi kawasan dan diseminasi
informasi Special Economic Zone (SEZ) oleh Pemerintah,
berbagai lembaga bisnis termasuk media massa,
j. Partisipasi kaum pekerja dan masyarakat secara umum untuk
mengambil manfaat dan memperkecil perbedaan dan
perdebatan yang kontraproduktif antara pengusaha dan pekerja.
Untuk persiapan Special Economic Zone (SEZ) Batam, Bintan,
Karimun (BBK) telah dilakukan berbagai upaya persiapan yakni:
a. Penyediaan Lahan untuk kawasan Industri dan beberapa
kawasan untuk pariwisata, pertanian dan perikanan.
b. Membentuk Pelayanan Badan Terpadu, di bidang Perizinan
untuk mempercepat proses dan prosedur berinvestasi dengan
persyaratan tarif dan jangka waktu perizinan yang jelas
(Cheaper, Clear, Faster).
c. Membangun Infrastruktur Pendukung (Listrik, Air,
Telekomunikasi, Jalan) untuk memudahkan Investor melakukan
Investasi.
93
3. Gambaran Umum Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan di
Kawasan Tanjung Penggaru Desa Pangke Kecamatan Meral
Kabupaten Karimun Propinsi Kepulauan Riau
Kawasan Special Economic Zone (SEZ) di Kabupaten Karimun
meliputi sebagian Pulau Karimun dan Pulau Karimun Anak. Untuk
merealisasikan Special Economic Zone (SEZ) pemerintah
Kabupaten Karimun harus menyediakan fasilitas infrastruktur
misalnya pelabuhan dan penyediaan tanah. Penyediaan tanah ini
dilakukan sesuai dengan Keputusan Bupati Karimun Nomor 100
Tahun 2006 tentang Pembentukan Tim Persiapan Penerapan
Special Economic Zone (SEZ).
Pada saat itu investor yang telah menyatakan keinginannya
untuk berinvestasi di kawasan Special Economic Zone (SEZ)
Kabupaten Karimun ialah PT Saipem Indonesia . PT Saipem adalah
perusahaan dengan Penanaman Modal Asing (PMA) yang didirikan
di Indonesia sejak 1995 yang bergerak dalam bidang penunjang
industri minyak dan gas. Perusahaan ini merupakan anak
perusahaan Saipem Group yang berpusat di Italia, selaku
perusahaan jasa penunjang dan kontraktor industri minyak dan gas
di mana 43% sahamnya dimiliki oleh Eni Group, Italia.
Sebelum memutuskan berinvestasi di Karimun, PT. Saipem
telah mengkaji beberapa lokasi di Asia seperti China, Vietnam,
94
Thailand, Filipina, Malaysia, dan Batam. Pada akhirnya perusahaan
memutuskan ingin berinvestasi untuk pengembangan suatu
galangan pabrikasi di Tanjung Pangaru, Desa Pangke, Kecamatan
Meral Kabupaten Karimun. Galangan ini akan digunakan untuk
kegiatan fabrikasi struktur on and off shore. Galangan ini akan
menjadi pusat kegiatan pabrikasi dan basis logistik bagi kegiatan
Saipem Group di kawasan Asia Pasifik. Untuk tahap pertama
pengembangan, akan menyerap investasi sebesar US $450 juta
dengan target penyerapan tenaga kerja sebanyak 5.000 orang.
Dengan nilai investasi sebesar hampir 4 triliun rupiah ini, kehadiran
PT. Saipem di Kabupaten Karimun diharapkan dapat meningatkan
pembangunan ekonomi di kabupaten tersebut. Untuk kepentingan
tersebut tanah yang PT Saipem meminta untuk disediakan tanah
oleh Pemerintah Daerah Kebupaten Karimun seluas 140 Hektar
Dalam rangka penyediaan tanah tersebut maka dilakukanlah
Pengadaan tanah di Tanjung Penggaru Desa Pangke Kecamatan
Meral Kabupaten Karimun Propinsi Kepulauan Riau. Pengadaan
tanah ini dilakukan bedasarkan Keputusan Bupati Karimun Nomor 24
Tahun 2007 tanggal 19 Febuari 2007 tentang Penetapan Lokasi
Pengadaan Tanah bagi pelaksanaan Pembangunan di Kabupaten
Karimun.
95
Masyarakat sebagai pemilik sebagian tanah yang termasuk
kawasan yang ditetapkan untuk Kawasan Special Economic Zone
(SEZ) tersebut yakni sebanyak 17 persil menuntut ganti rugi. Jika
tidak di penuhi maka pemilik tanah laut akan membuat pagar di
kawasan tersebut. Hal ini dapat menghambat kegiatan investasi oleh
calon investor asing. Untuk meredam masyarakat, maka pihak
pemerintah daerah Kabupaten Karimun melakukan pembayaran
terhadap tanah (pantai dan laut) yang akan dibebaskan atas dasar
pengadaan tanah untuk kepentingan Umum (investasi tanah
industri). Tanah yang dibebaskan untuk kepentingan investasi ini
terdapat sebagian tanah yang memiliki memiliki surat tanah berupa
Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR) yaitu surat yang keterngan
yang dikeluarkan oleh Kepala Desa dan PPAT Camat. Ganti rugi
dilakukan dengan cara pembelian dan penyerahan ganti rugi oleh
negara yang bersumber pada Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) Kabupaten Karimun Tahun anggaran 2007. 59
59 Sandy, Keterangan Sekdes Pangke Ringankan Terdakwa, Sebut Tanah Pantai Tidak Bisa diganti rugi, (Tanjung Balai Karimun : Batam Pos, Selasa tanggal 6 Januari 2009)
96
B. Mekanisme Pelaksanaan Proses Ganti Rugi Oleh Pemerintah Daerah
Kabupaten Karimun dalam Pengadaan tanah di Tanjung Penggaru
Desa Pangke Kecamatan Meral Kabupaten Karimun Propinsi
Kepulauan Riau.
Pada mulanya pada tahun 2006 Pemerintah Daerah Kabupaten
Karimun telah menganggarkan dana dengan nilai anggaran sebesar Rp.
8. 301.992.000 sesuai dengan Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan
Kerja Perangkat Daerah (DPA – SKPD) nomor : 1.16.03.17.02.01 5. 2
tanggal 31 januari 2007 untuk pembebasan lahan seluas 100 hektar di
kawasan Tanjung Penggaru desa Pangke Kecamatan Meral Kabupaten
Karimun. Pengadaan tanah ini dilakukan bedasarkan Keputusan Bupati
Karimun Nomor 24 Tahun 2007 tanggal 19 Febuari 2007 tentang
Penetapan Lokasi Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan
di Kabupaten Karimun yang antara lain berlokasi di Desa Pangke
Tanjung Pengaru Kecamatan Meral Kabupaten Karimun Pengadaan
tanah ini disiapkan untuk kawasan industri dengan investor asing
sehubungan dengan penetapan kawasan Special Economic Zone (SEZ)
dan ditambahkan dalam angaran pendapatan belanja daerah perubahan
tahun 2007 untuk ganti rugi bangunan / tanaman sebesar Rp
548.883.900 (lima ratus empat puluh delapan juta delapan ratus delapan
puluh tiga ribu sembilan ratus rupiah ).
97
Pemerintah Daerah Kabupaten Karimun melengkapi izin lokasi
dengan melampirkan:
1. Lokasi tanah yang diperlukan
2. Luas tanah yang dibutuhkan
3. Rencana penggunaan tanah yang pada saat itu masih menggunakan
peraturan Daerah Kabupaten Karimun nomor 12 tahun 2002 Tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Karimun
4. Uraian rencana proyek yang akan dibangun
Bahwa dalam rangka memperlancar kebijakan pelaksanaan
administrasi di dalam pengadaan tanah untuk pembangunan berbagai
fasilitas di Kabupaten Karimun dibentuklah Panitia Pengadaan
Penambahan Lahan Industri Kabupaten Karimun dengan susunan :
TABEL 1
Susunan Panitia Pengadaan Penambahan Lahan Industri
Kabupaten Karimun
No Kedudukan Dalam Tim Kedudukan Dalam Dinas
1 Ketua merangkap anggota Wakil Bupati Karimun
2 Wakil ketua merangkap
anggota
Sekretaris Daerah Kabupaten
Karimun
3 Sekretaris I Bukan Anggota Asisten Tata Praja Sekretaris
Daerah Kabupaten Karimun
98
4 Sekretaris II Bukan Anggota
Kepala Bagian Tata
Pemerintahan Kabupaten
Karimun
5 Anggota
Kepala Kantor Badan
Pertanahan Nasional
Kabupaten Karimun
6 Anggota Kepala Balitbangpeda
7 Anggota Kepala Dinas Pekerjaan
Umum Kabupaten. Karimun
8 Anggota
Kepala Dinas Pekerjaan
Pertanian dan Kehutanan
Kabupaten Karimun
9 Anggota
Kepala Dinas Perindustrian,
Perdagangan dan Penanaman
Modal Kabupaten Karimun
10 Anggota
Kepala Sub Bagian
Pertanahan Bagian Tata
Pemerintahan Kabupaten
Karimun
11 Anggota Camat Meral
12 Anggota Kepala Desa Pangke
99
Panitia pengadaan Tanah Kabupaten Karimun memiliki tugas
yaitu:
a. Mengadakan penelitian dan inventarisasi atas tanah, bangunan,
tanaman dan benda-benda lain yang ada kaitannya dengan tanah,
yang hak atas tanahnya akan dilepaskan atau diserahkan
b. Mengadakan penelitian mengenai status hukum tanah yang
haknya akan dilepaskan atau diserahkan pada dokumen yang
mendukungnya
c. Menaksir dan mengusulkan besarnya ganti kerugian atas tanah,
bangunan, tanaman, dan benda benda lain yang ada kaitannya
dengan tanah yang hak atas tanahnya akan dilepaskan atau
diserahkan
d. Memberikan penjelasan atau penyuluhan kepada pemegang hak
atas tanah mengenai rencana dan tujuan pengadaan tanah tersebut
e. Mengadakan musyawarah dengan para pemengang hak atas
tanah dan instansi pemerintah yang memerlukan tanah dalam
rangka menetapkan bentuk dan besarnya ganti kerugian.
f. Menyaksikan pelaksanaan penyerahan uang ganti kerugian
kepada para pemegang hak atas tanah, bangunan tanaman dan
benda-benda lain yang ada diatasnya.
g. Membuat Berita Acara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah
100
Pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan di Kabupaten
Karimun melalui musyawarah yang dilakukan secara langsung antara
pemengang hak atas tanah yang bersangkutan dengan instansi
pemerintah yang memerlukan tanah yang dipimpin oleh Panitia
Pengadaan Tanah.
Dalam masa trasnsisi untuk masa pembebasan tanah yang
sekarang sedang dalam proses pelaksanaan tetap dilaksanakan oleh
Panitia Pengadaan Tanah yang sudah ada sebelum Keputusan ini
ditetapkan, dengan ketentuan besarnya ganti kerugian sepanjang belum
ditetapkan berpedoman pada ketentuan yang baru.
Mekanisme proses ganti rugi dalam pengadaan tanah yang
dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Karimun di Tanjung
Penggaru Desa Pangke Kecamatan Meral Kabupaten Karimun Propinsi
Kepulauan Riau yaitu:
1. Sosialisasi
Tim Pengadaan tanah dalam hal ini melaksanakan sosialisasi
penyuluhan pada waktu dan tempat yang telah ditentukan dalam
undangan yang disebarakan oleh panitia Pengadaan tanah.
Sosialisasi ini berlangsung di Kantor Kepala Desa dan
dilaksanakan oleh Tim Pengadaan tanah diwakili oleh anggotanya
yaitu M. Noor Idris yang juga Kepala Desa Pangke. Ia mempunyai
tugas melaksanakan kegiatan pemerintah kabupaten di tingkat desa
101
dan melaksanakan kewenangan Kepala Desa sebagai mana tertuang
Keputusan Bupati Karimun Nomor 7 tahun 2001 tentang susunan
Pemerintahan Desa selaku anggota pengadaan tanah Kabupaten
Karimun Tahun 2007 berdasarkan Surat Keputusan Bupati Karimun
Nomor 31.A Tahun 2007 tanggal 26 Pebruari 2007 yang memiliki
tugas mengadakan penelitian dan invetarisasi atas tanah, bangunan
dan benda – benda lain yang ada kaitannya dengan tanah yang hak
atas tanahnya akan dilepas atau diserahkan, mengadakan penelitian
mengenai status hukum tanah yang haknya akan dilepaskan atau
diserahkan dan dokumen yang mendukungnya, memberikan
penjelasan atau penyuluhan kepada pemegang hak atas tanah
mengenai rencana dan tujuan pengadaan tanah tersebut.
2. Musyawarah Harga
Bertempat di kantor Kepala Desa Pangke pada hari Rabu tanggal
18 Juli tahun 2007 diadakan rapat Pembahasan mengenai
Pembahasan penyelesaian Tanah laut (pantai) di Tanjung Pengaru
Desa Pangke Kecamatan Meral. Rapat dibuka dan dipimpin oleh
kepala desa Pangke disaksikan Sekretaris kecamatan Meral dan
Kepala Sub Bagian Pertanahan Kabupaten Karimun. Selain itu rapat
juga dihadiri oleh masyarakat pemilik tanah pantai di Tanjung
Penggaru Desa Pangke Kecamatan Meral.
102
Rapat ini berlangsung lama dan berlarut-larut karena meskipun
Suhaimi selaku Kepala Sub Bagian Pertanahan Kabupaten Karimun
telah menyampaikan dalam proses sosialisasi bahwa laut tidak dapat
diganti rugi dapat diganti rugi, paa pemilik tanah tidak menyetujui bila
tanah mereka tidak diganti rugi. Dengan alasan bahwa mereka
memiliki surat keterangan ganti rugi. Para pihak yang berkeberatan
yaitu :
a. Budi Haryanto
b. Tjeng Ho
c. Ramlan
d. Burhanuddin M. Ali
Rapat yang dipimpin M. Noor Idris selaku Kepala Desa Pangke ,
dan dihadiri oleh Suhaimi selaku Kepala Sub Bagian Pertanahan dan
staf di hadiri masyarakat Pangke, Yan Indra selaku Kepala Bagian
Tata Pemerintahan Kabupaten Karimun, dan pemilik tanah untuk
membicarakan masalah tanah yang dimiliki oleh ke 17 (tujuh belas)
pemilik lahan. Pada saat itu masyarakan meminta lahan mereka
diganti rugi sebesar Rp. 8.000,- (delapan ribu rupiah ) tetapi belum
tercapai kesepakatan. Selanjutnya. M. Noor Idris selaku Kepala Desa
Pangke meminta dilanjutkan ke Camat, rapat di Kantor Camat Meral
yang hadir saat itu Raja Ubaidillah selaku Camat Meral, M. Noor Idris
selaku Kepala Desa Pangke , dan Suhaimi selaku Kepala Sub Bagian
103
Pertanahan dan staf di hadiri masyarakat Desa Pangke yang memiliki
tanah. Masyarakat meminta tanah mereka diganti rugi sebesar Rp.
8.000,-/m2 (delapan ribu rupiah),sehingga tetapi tidak mencapai
kesepakatan, Raja Ubaidillah selaku Camat Meral pun tidak dapat
memutusakan dan menyatakan akan diadakan rapat lagi di kantor
Bupati Karimun. Pada akhirnya dari rapat ini telah tercapai suatu
bentuk kesepakatan bersama yaitu:
a. Masyarakat yang memiliki tanah pantai yang berlokasi di tanjung
Penggaru Desa Pangke Kecamatan Meral setuju utnuk
dibebaskan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Karimun guna
keperluan lahan Special Economic Zone (SEZ)
b. Harga permerter persegi ialah Rp 7.500,00 (tujuh ribu limaratus
rupiah) permeter persegi termasuk dipotong pajak 5%
c. Menandatangani surat pernyataan pemilik lahan
d. Masyarakat yang memiliki lahan tanah pantai tersebut sanggup
membuat batas tanah (patok) sebelum pihak Badan Pertanahan
Nasional melakukan pengukuran dilapangan
e. Masyarakat setuju untuk turun kelapangan apabila dilaksanakan
pengukuran oleh Badan Pertanahan Nasional
f. Masyarakat sanggup melengkapi :
1) Fotocopy KTP
2) Foto copy surat Keterengan Tanah
104
3) Foto copy rekening bank
Menyerahkan surat asli kepada Kepala Sub Bagian
Pertanahan Kabupaten Karimun.
Dengan hasil dari kesepakatan ini maka permasalahan
mengenai harga ganti rugi telah dianggap selesai
Selanjutnya pada hari Rabu tanggal 15 Agustus 2007 pukul 09.00
WIB, di kantor Bupati Karimun di adakan rapat musyawarah negosiasi
penetapan besarnya ganti rugi tanah pantai dalam rangka pengadaan
penambahan lahan industri kabupaten yang dihadiri oleh M. Noor
Idris selaku Kepala Desa Pangke, Suhaimi selaku Kepala Sub Bagian
Pertanahan dan staf serta turut dihadiri masyarakat Pangke, Yan
Indra selaku Kepala Bagian Tata Pemerintahan, dan masyarakat
pemilik tanah pantai yang akan diganti rugi. Berita acara besarnya
ganti rugi tanah pantai Kabupaten Karimun di Tanjung Pengaru Desa
Pangke Kecamatan Meral Nomor :08. ABAPGR/PPT/2007 tanggal 15
Agustus 2007 yang ditandatangani panitia pengadaan tanah
diantaranya terdakwa M. Noor Idris setelah dijelaskan dalam klausal
berita acara tersebut bahwa dalam pantai tidak dapat diganti rugi
tetapi pada akhir musyawarah disetujui harga ganti rugi lahan pantai
tiap meternya adalah Rp. 6.500,- ( enam ribu limaratus rupiah)
105
3. Inventarisasi Tanaman Dan Bangunan
Inventarisasi Tanaman Dan Bangunan dilakukan oleh anggota Panitia
Pengadaan Tanah yaitu :
a. Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Karimun bertugas
untuk mengidentifikasi apakah ada bangunan di lokasi lahan yang
akan diganti rugi. Kemudian tersebut kemudian ditaksir nilai ganti
ruginya
b. Kepala Dinas Kehutanan dan Pertanian Kabupaten Karimun ialah
mengidentifikasi apakah ada tanaman produktif di lokasi lahan
yang akan diganti rugi. Tanaman tersebut kemudian ditaksir nilai
ganti ruginya.
Hasil inventarisir yang dilakukan ialah
a. Rumah tinggal : 11
b. Gudang : 1
c. Kandang ayam : 2
d. Rumah jaga : 3
e. Bak air : 2
f. kamar mesin :1
106
Selanjutnya Kepala sub bagian Pertanahan Pemerintah
Kabupaten Karimun, Suhaimi, memeriksa / menginventarisir dari surat
lahan yang diajukan ketujuh belas pemilik lahan pantai/laut antara lain
berupa :
a. 3 persil surat keterangan ganti rugi,
b. 5 persil surat keterangan pelepasan hak,
c. 1 persil surat keterangan pemilikan/ pengusahaan tanah,
d. 5 persil surat keterangan
e. 1 surat keterangan tanah untuk keperluan permohonan hak.
Surat tersebut yang berlaku paling lama 6 (enam) bulan sejak
dikeluarkan dan surat dimaksud hanyalah berupa surat permohonan
untuk pengajuan hak atas tanah bukan surat kepemilikan tanah.
Namun atas dasar surat tersebut Kepala Sub Bagian Pertanahan
Pemerintah Kabupaten Karimun tetap membuat berita acara
pelepasan hak dari ketujuh belas lahan tersebut yang kemudian
diserahkan kepada pemilik lahan untuk ditandatangani oleh M.Noor
Idris selaku Kepala Desa Pangke dan Raja Ubaidillah selaku Camat
Meral serta pemilik tanah sebagai syarat untuk pencairan ganti rugi
4. Pengukuran Tanah
Pengukuran adalah memberikan informasi topografi baik semua
maupun sebagian terhadap unsur alam dan unsur yang dibuat oleh
manusia seperti bangunan dan tanda batas sungai dan jalan.
107
Pemerintah Kabupaten Karimun mengajukan permohonan
pengukuran kepada Kantor Badan Pertanahan Kabupaten Karimun
dengan melengkapi sysrat Pengukuran dalam Standar Prosedur
Operasi Pengaturan dan Pelayanan (SPOPP) lampiran Keputusan
Kepala BPN nomor 1 tahun 2005, persyaratan tersebut ialah :
a. Permohonan pengukuran (surat Permohonan dari pemerintah
Kabupaten Karimun)
b. Surat-surat tanah yang dimohonkan
c. Izin lokasi
d. Memasang tanda batas sebelum dilakukan pengukuran
e. Menghadirkan saksi sempadan tanah pada saat dilakukan
pengukuran
Bedasarkan surat Keputusan dari Pemerintah daerah Karimun
nomor 24 A tahun 2007 tentang Penetapan Pengadaan Tanah bagi
Pelaksanaan Pembangunan di Kabupaten Karimun maka Kepala
Kantor Pertanahan Kabupaten Karimun memberikan disposisinya
kepada kepada seksi survei untuk melakukan pengukuran.
Selanjutnya kepala sub seksi bagian pengukuran membuat surat
tugas nomor 130 / 2007 untuk melakukan pengukuran di lapangan.
Setelah lahan di inventarisir oleh Suhaemi, kemudian dirinya
berangkat ke Desa Pangke untuk melakukan pengukuran. Sebagai
pelaksana pengukuran dan menghitung luas tanah yang diukur.
108
Mando Atan selaku juru ukur desa, M. Noor Idris selaku Kepala Desa
Pangke. dan dihadiri juga oleh para Pemilik tanah. Pengukuran
dilakukan oleh Januar selaku juru ukur Kantor Pertanahan Kabupaten
Karimun dengan surat tugas nomor 130/ 2007 tanggal 1 Maret 2007.
Pengukuran dilakukan sore hari pada waktu air laut pasang surut
selama 1 (satu) bulan dengan berjalan kaki. Pengukuran untuk tanah
17 persil yakni seluas 213.709 m2 di lakukan dengan cara mengukur
persil demi persil. Pada saat pengukuran tanah berlangsung
menggunakan alat angkut sampan karena pengukuran patok batas
tanah hingga sampai ke laut, dan untuk menancapkan batas tanah
hal tersebut karena yang di ukur adalah laut. Pada saat melakukan
pengukuran sebagian pemilik tanah menggunakan perahu untuk
menunjukkan batas tanahnya. Jadi masyarakat mengetahui bahwa
tanah yang akan diganti rugi oleh pemerintah daerah Kabupaten
Karimun tersebut meliputi juga tanah pantai dan laut.
Dari hasil pengukuran tersebut dihitung koordinat titik, yaitu :
Paling Utara : X 181092, 148 Y 1616102, 579
Paling Selatan : X 179781, 441 Y 1614243, 608
Paling Timur : X 181055, 195 Y 1615333, 412
Paling Barat : X 179391, 617 Y 1618061, 208
Hasil pengukuran dilakukan di ke Kepala bagian Pemerintahan
Kabupaten Karimun dan dibuat peta situasi, lalu dihitung luasnya
109
5. Pembayaran Ganti Rugi
Surat pelepasan hak atas lahan yang di tandatangani oleh
R.Ubaidillah selaku Camat Meral di serahkan kepada Suhaemi selaku
Kepala Sub Bagian Pertanahan yang kemudian meminta kepada
pemilik lahan untuk mencantumkan nomor rekening Bank yang di
miliki pemilik tanah guna mentransfer uang ganti rugi tanah. Suhaemi
kemudian menandatangani surat kelengkapan berkas sebagai syarat
untuk di ajukan Surat Permintaan Pembayaran (SPP) untuk di
buatkan Surat Perintah Membayar (SPM). Selanjutnya untuk di
terbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D). Pembayaran dan
pencairan ganti rugi dilakukan oleh Yan Indra dan Suhaimi.
Masyarakat yang yang telah menerima uang ganti rugi tanah
untuk kepentingan/ keperluan lahan Special Economic Zone (SEZ) di
Tanjung Penggaru Desa Pangke Kecamatan Meral sesuai perincian
Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) yakni:
a. Hendrik dengan alat bukti Surat keterangan Riwayat tanah
tanggal 14 Maret 1994 , sebesar Rp.115.719.500
b. Jasin Fattah dengan alat bukti Surat Keterangan tanah untuk
permohonan hak tanggal 28 Febuari 1994, sebesar
Rp.83.362.500,
110
c. Wang Lian Tju, dengan alat bukti Surat Keterangan ganti
Kerugian reg camat nomor 246/ 593/ 1998 tanggal 9 Juni 1998,
sebesar Rp.26.000.000,-
d. Ramlan dengan alat bukti Surat Keterangan ganti Kerugian reg
camat nomor 247/ 593/ 1998 tanggal 9 Juni 1998, sebesar
Rp.52.000.000,-
e. Tatang Surya dengan alat bukti Surat Keterangan tanah untuk
permohonan hak dengan Nomor 274 / 593/ 1990 tanggal 17
oktober 1990 , sebesar Rp. 256.509.500,-
f. Suwandy Hartono dengan alat bukti Surat Keterangan
Pelepasan Hak nomor 318/ 593/ 1996 tanggal 8 Mei 1996,
sebesar Rp.63.602.500,-
g. Hui Kiang Surat Keterangan Pelepasan Hak nomor 321/ 593/
1996 tanggal 8 Mei 1996, sebesar Rp. 63.571.625,-
h. Rudi haryanto dengan alat bukti Surat Keterangan Pelepasan
Hak nomor 320/ 593/ 1996 tanggal 8 Mei 1996 , sebesar
Rp.63.590150,-
i. Asie dengan alat bukti Surat Keterangan Pelepasan Hak nomor
319/ 593/ 1996 tanggal 8 Mei 1996, sebesar Rp.63.583.975,-
j. Tjeng Ho dengan alat bukti Surat Keterangan Pelepasan Hak
nomor 317/ 593/ 1996 tanggal 8 Mei 1996, sebesar
Rp.63.540.750,-
111
k. Rohimah bin Aim dengan alat bukti Surat Keterangan tanah
untuk permohonan hak dengan Nomor 162 / 593/ 1996 ,
sebesar Rp.63.540.750,-
l. Burhanuddin M. Ali Surat dengan alat bukti Keterangan tanah
untuk permohonan hak dengan Nomor 158 / 593/ 1996 ,
sebesar Rp.63.334.575,-.
m. M. Muh bin Awang Ali/ Ares dengan alat bukti Surat Keterangan
tanah untuk permohonan hak dengan Nomor 160 / 593/ 1996 ,
sebesar Rp 63.404.900,-
n. Razali Surat dengan alat bukti Keterangan riwayat tanah ,
sebesar Rp.107.846.375,-
o. Hamzah Komat, sebesar Rp.83.980.000,-
p. Nuraini, sebesar Rp.50.030.500,-
q. Ritya Sum, sebesar Rp.44.460.000.
Dengan jumlah keseluruhan Rp.1.328.077.600.
6. Pelepasan Hak
Selanjutnya pada tanggal 3 Mei 2007 Yan Indra selaku Kepala
bagian Tata Pemrintahan Kabupaten Karimun telah mengajukan
permohonan hak pengelolaan kepada Badan Pertanahan Nasional
(BPN) melalui Kepala Kantor Badan Pertanahan Kabupaten Karimun
seluas 1.400.000 m2 (termasuk 17 persil seluas 213.709 M2 yang
berada di laut) dengan menyebut jenis tanah kering, namun proses
112
pelepasan hak untuk 17 persil yang merupakan Laut proses
pelepasan haknya baru terlaksana pada tanggal 18 September 2007.
Persyaratan yang telah dilengkapi Pemerintah Kabupaten Karimun
sehubungan dengan Permohonan Hak pengelolaan ialah :60
a. Persyaratan teknis : tanah tersebut telah diukur Kantor
Pertanahan kabupaten Karimun dengan dtitunjukan oleh pemilik
tanah /kuasanya
b. Yuridis : diatas tanah telah dibayarkan ganti rugi oleh Pemerintah
Kabupaten Karimun
c. Administrasi : persyaratan surat menyurat tanah dalam Berita
Acara pelepasan haknya telah ditandatangani masyarakat selaku
pemilik tanah dengan pemerintah Kabupaten Karimun.
7. Sertipikasi tanah
Pemerintah Daerah Kabupaten Karimun melalui Kepala bagian
tata pemerintahan mengajukan Rekomendasi Hak pengelolan (HPL)
Kabupaten Karimun nomor 100/Pem.122/2007 tanggal 20 Agustus
2007. Setelah serangkaian proses diatas terlaksana maka Kantor
Pertanahan Kabupaten Karimun mengeluarkan Surat Pengantar
nomor 530.2/68 tanggal 18 September 2007 perihal permohonan
Hak Pengelolaan (HPL) ke Kantor Wilayah Badan Pertanahan
60 Nur Rizal, Wawancara Kepala Seksi Hak tanah dan Pendaftaran tanah merangkap Kepala Staf Penyelesaian Sengketa, konflik dan Perkara BPN Kabupaten Karimun, (Tanjung Balai Karimun, tanggal 17 Desember 2009)
113
Nasional (BPN) Propinsi Kepulauan Riau. Permohonan diteruskan
pada BPN pusat, dan setelah dilengkapi dengan risalah pengelolaan
data dan pada akhirnya diterbitkan hak pengelolaan pada tanggal 7
Desember 2007 dengan Surat Keputusan Kepala BPN Republik
Indonesia nomor 21-HPL-BPN-RI-2007.
Pemegang hak pengelolaan ialah Pemerintah Kabupaten
Karimun dengan asal hak ialah pemberian hak. Surat Ukur dalam
sertifikat tanah tanggal 11 Desember 2007 dengan keterangan
keadaan tanah ialah sebidang tanah untuk kawasan industri seluas
1.400.000 m2 (satu juta empat rarus ribu meter persegi).
Stuktur mekanisme ganti rugi pengadaan tanah di Tanjung Penggaru Desa
Pangke Kecamatan Meral Kabupaten Karimun :
Masyarakat
RT/RW
Kepala Desa Pangke
Camat meral
114
Bagian tata pemerintahan kabupaten karimun
BPN Kepala sub bagian pertanahan
Kepala Desa Pangke Camat meral
Persiapan pengalihan hak
Bagian Tata Pemerintahan Kabupaten Karimun
Mengajukan permohonan kepada bagian keungan kabupaten karimun untuk dilakukan
ganti rugi
Menetapkan SP2D Dan dilakukan pembayaran dengan transfer ke
rekening para pemilik tanah
Dari stuktur mekanisme ganti rugi pengadaan tanah di Tanjung
Penggaru Desa Pangke Kecamatan Meral Kabupaten Karimun yang
dikeluarkan oleh Bagian Tata pemerintahan Kabupaten Karimun ini dapat
dilihat bahwa proses bermula pada masyarakat yang lalu dibawa ke
tingkat selanjutnya yaitu RT/RW, Lurah Desa Pangke dan Camat Meral.
Hal ini menunjukkan begitu besarnya pengaruh masyarakat dalam
proses ganti rugi ini.
115
Pengadaan pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan
pembangunan ini telah dilaksanakan sesuai dengan bedasarkan
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia nomor
3 tahun 2007 tentang ketentuan Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor
65 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 36
Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan
untuk Kepentingan Umum. Penyalahgunaan terjadi pada saat pelaksaan
proses ganti rugi dimana terjadi manipulasi data yang pada akhirnya
merugikan Negara.
C. Alasan Objek Yang Diganti Rugi Meliputi Tanah Pantai Dan Perairan
Dalam Proses Ganti Rugi Tanah Oleh Pemerintah Daerah di Tanjung
Penggaru Desa Pangke Kecamatan Meral Kabupaten Karimun
Propinsi Kepulauan Riau
Pengadaan tanah untuk kawasan Special Economic Zone (SEZ)
ini meliputi kawasan pantai dan perairan. Kawasan pantai merupakan
kawasan penting dalam penguasaan dan penggunaan tanahnya karena
dapat dimanfaatkan untuk tempat melakukan kegiatan pemenuhan
kebutuhan hidup masyarakat dan dapat juga difungsikan untuk
kepentingan yang lebih tinggi, antara lain menyangkut masalah
lingkungan hidup, pertahanan dan keamanan,
Berbagai bentuk bentang alam kawasan pantai atau sungai yang
dipengaruhi pasang surut perpaduan air sungai dan air laut yang
116
mengandung garam. Pada dasarnya kawasan pantai merupakan wilayah
peralihan antara daratan dan perairan laut. Secara fisiografis kawasan ini
didefinisikan sebagai wilayah antara garis pantai hingga ke arah daratan
yang masih dipengaruhi oleh pasang-surut air laut, dengan lebar yang
ditentukan oleh kelandaian pantai dan dasar laut, serta dibentuk oleh
endapan lempung hingga pasir yang bersifat lepas, dan kadang
bercampur kerikil.
Ruang kawasan pantai merupakan ruang wilayah diantara
ruang daratan dengan ruang lautan yang saling berbatasan. Ruang
daratan terletak diatas dan dibawah permukaan daratan termasuk
perairan darat dan sisi darat dari garis laut terendah. Sedangkan ruang
lautan terletak diatas dan dibawah permukaan laut dimulai dari sisi laut
pada garis laut terendah, termasuk dasar laut dan bagian bumi di
bawahnya..
Kabupaten Karimun sebagai kawasan yang terdiri dari wilayah
kepulauan memiliki wilayah pantai yang cukup luas. Kabupaten ini juga
penduduknya sebagian besar terdiri atas masyarakat Melayu yang pada
mulanya bermata pencaharian sebagai nelayan. Masyarakat Melayu di
wilayah ini juga memiliki kebiasaan turun temurun untuk membangun
rumah-rumah diatas laut atau dengan sebagian wilayah rumah berada
diatas laut. Kebiasaan ini cukup menyulitkan dalam penerapan hukum
117
agrarian Nasional misalnya dalam pembuatan sertipikat tanah.61
Biasanya bangunan yang memiliki sertipikat tanah hanya sebatas bagian
yang berada diatas tanah, tetapi pada kenyataannya ketika hak atas
tanah tersebut akan dialihkan secara ekonomis bagian bangunan yang
berada diatas permukaan air juga turut diperhitungkan dalam
pembayaran.
Berkaitan dengan pengadaan tanah ganti rugi merupakan
komponen yang paling sensitif. Pembahasan mengenai bentuk dan
besarnya pembayaran ganti kerugian menjadi proses yang panjang dan
berlarut-larut akibat tidak ditemukannya titik temu antara pihak
pemerintah daerah dan mayarakat. Permasalahan utama bahkan
sebelum mencapai bentuk dan besarnya ganti rugi melainkan mengenai
batas tanah yang akan diganti rugi oleh pemerintah berikut dengan alas
hak kepemilikan atas tanah tersebut.
Adanya perbedaan pendapat serta keinginan dalam
menentukan bentuk dan besarnya kerugian antara pemegang hak yang
satu dengan pemegang hak yang lainnya. Hal ini dilatarbelakangi antara
lain karena kurangnya kesadaran masyarakat untuk berperan serta
dalam pembangunan dan kurang pemahaman terhadap peraturan
perundang-undangan terutama di bidang pertanahan, kurangnya
61 Edianis, Wawancara, Staf Kantor Badan Pertanahan Kabupaten Karimun, (Tanjung Balai Karimun, 17 Desember 2009)
118
pengertian terhadap arti kepentingan umum, fungsi sosial atas tanah,
dan kurangnya pemahaman masyarakat atas tujuan pelaksananan
Special Economic Zone (SEZ), keinginan pemegang hak untuk
memperoleh ganti rugi dengan nilai yang lebih tinggi daripada harga yang
di tetapkan oleh panitia pengadaan tanah. Alasan lainnya ialah karena
masyarakat menginginkan ganti rugi sesuai dengan luas lahan yang
mereka klaim. Meskipun sesungguhnya lahan yang di klaim tersebut juga
meliputi kawasan pantai dan laut. Hal ini sesuai dengan notulen rapat
pada tanggal 18 Juni 2007 bahwa ada beberapa orang pemilik tanah
yang menuntut tanahnya diganti rugi dan apabila tidak diganti maka
mereka akan memagari kawasan tersebut.
Penggantirugian tanah pantai dan laut di Tanjung Penggaru Desa
Pangke Kecamatan Meral Kabupaten Karimun Propinsi Kepulauan Riau
ini cenderung dimuati unsur politis, yaitu keinginan Pemerintah
kabupaten Karimun untuk menyiapkan lahan agar investor asing
sehubungan dengan pelaksanaan kawasan Special Economic Zone
(SEZ) mau berinvestasi di kawasan ini.
Bedasarkan hasil wawancara dengan Chaidir Anwar, Asisten 2
bagian Tata Pemerintahan Kabupaten Karimun pengertian kepentingan
umum yang menjadi dasar Pemerintah Daerah Kabupaten Karimun untuk
melaksanakan ganti rugi tanah untuk pengadaan tanah ini ialah
kemanfaatan bagi masyarakat apabila PT. Saipem berinvestasi di
119
kawasan ini, diperkirakan akan menyerap tenaga kerja sebanyak 5000
orang dengan tingkat kenaikan pendapatan asli daerah yang signifikan.62
Pembentukan Panitia Pengadaan tanah setalah adanya kepastian
bahwa PT. Saipem Indonesia masuk dan berinvestasi di Kabupaten
Karimun. Setelah ditandatanganinya Memorandum of Understanding
(MOU) antara Pemerintah Daerah Kabupaten Karimun dan PT. Saipem.
Ada perbedaan pendapat antara Badan Pertanahan Naional (BPN)
Kabupaten Karimun dan Pemerintah Daerah Kabupaten Karimun, bagian
tata pemerintahan Kabupaten Karimun menyatakan apabila BPN tidak
mengukur tanahnya maka Pemerintah Daerah Kabupaten Karimun tidak
akan mengganti rugi.63 Namun sebaliknya menurut Guntur Suprijadi
Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Karimun
saat itu, menyatakan bahwa Pemerintah Kabupaten Karimun berkeras
agar Kantor Pertanahan Kabupaten Karimun mau melaksanakan
pengukuran. Bupati Karimun yang langsung menghubunginya untuk
meminta agar Kantor Pertanahan Kabupaten Karimun mau membantu
dan mengukur tanah pantai dan laut tersebut agar dapat terlaksananya
penanaman modal di Tanjung Balai Karimun.64
62 Chaidir Anwar, Wawancara, Asisten 2 Bidang Tata Pemerintahan Kabupaten Karimun, (Tanjung Balai Karimun, tanggal 9 Desember 2009) 63 Rosli Henri, Wawancara, Staf Bidang Tata Pemerintahan Kabupaten Karimun, dilakukan pada tanggal 7 Desember 2009 64 Berita Acara Persidangan, Kesaksian Guntur Supriaji Kepala Kantor Badan Pertanahan Kabupaten Karimun saat itu
120
Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Karimun kemudian
menyatakan berani mengukur tanah apabila Pemerintah Daerah
Kabupaten Karimun berani mengeluarkan pernyataan bahwa siap
memenuhi segala persyaratan pertanahan yang dibutuhkan dan
menanggung segala akibat yang ditimbulkan. BPN Kabupaten Karimun
juga menyatakan bahwa tanah baru dapat diukur apabila Pemerintah
Daerah Kabupaten Karimun telah melaksanakan reklamasi di kawasan
tersebut. Pemerintah Daerah Kabupaten Karimun menyanggupinya dan
oleh karena itu dikeluarkanlah surat pernyataan dari Bupati Karimun
nomor 100 / pem/ 136. A. / 2007. Namun kenyataannya reklamasi baru
dilaksanakan setelah pengukuran tanah dilakukan. 65
Surat pernyataan dari Bupati Karimun ini ditindaklanjuti oleh
Kepala Kantor BPN Kabupaten Karimun dengan menugaskan Januar
selaku juru ukur BPN Kabupaten Karimun dengan surat tugas nomor
130/ 2007 tanggal 1 Maret 2007 sebagai pelaksanan pengukuran dan
untuk menghitung tanah yang diukur.
Pertentangan kepentingan ini pada akhirnya berujung pada
pemberian ganti rugi oleh Pemerintah di Tanjung Penggaru Desa Pangke
Kecamatan Meral Kabupaten Karimun Propinsi Kepulauan Riau, yang
menurut pendapat penulis kebijaksanaan yang diambil oleh Pemerintah
65 ibid
121
Daerah Kabupaten Karimun tidak seharusnya dapat dipengaruhi oleh
kepentingan masyarakat yang berorientasi pada keuntungan belaka.
Pemerintah Daerah Kabupaten Karimun seharusnya dapat
menjadikan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang
Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan
Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 65
Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 36
Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan
untuk Kepentingan Umum dan pertauran Pelaksanaannya yaitu
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional nomor 3 Tahun 2007
sebagai landasan. Dalam peraturan tersebut mengenai kegiatan
pembangunan yang dikatagorikan sebagai pembangunan untuk
kepentingan umum telah dibatasi secara tegas. Kriteria kepentingan
umum pembangunan dalam Peraturan Presiden ini adalah terbatas pada
apa yang telah dirumuskan yaitu kegiatan pembangunan tersebut
dilaksanakan oleh pemerintah dan hasil pembangunan tersebut
selanjutnya dimiliki atau akan dimiliki oleh pemerintah.
Sedangkan pembangunan untuk kawasan Special Economic Zone
(SEZ) di Tanjung Penggaru Desa Pangke Kecamatan Meral Kabupaten
Karimun Propinsi Kepulauan Riau ini merupakan pembangunan fasilitas
umum yang bersifat komersial serta kepemilikanya tidak sepenuhnya
berada di tangan pemerintah daerah Kabupaten Karimun. Tentu
122
seharusnya pengadaan tanah untuk proyek ini tidak dapat dilakukan
dengan cara pencabutan atau dengan pembebasan dengan ganti rugi,
tetapi harus ditegaskan pengadaan tanahnya yaitu dengan cara
peralihan hak. tanah tersebut diturunkan haknya menjadi tanah dengan
Hak pengelolaan kemudian disewakan pada PT Saipem dengan jangka
waktu yang telah ditetapkan.
D. Upaya Penyelesaian Secara Hukum Kasus Proses Pembelian Tanah
Oleh Pemerintah di Tanjung Penggaru Desa Pangke Kecamatan
Meral Kabupaten Karimun Propinsi Kepulauan Riau
Dalam kasus ini penyelesaian secara hukum yang dilaksanakan
ialah melalui tuntutan pidana terhadap keempat orang anggota Panitia
Pengadaan Tanah dengan tuntutan telah melakukan tindak pidana
korupsi yang mengakibatakan kerugian negara. Hasil putusan hakim
menyatakan bahwa M.Noor Idris selaku Kepala Desa Pangke, Raja
Ubaidillah selaku Camat Meral, Suhaimi selaku Kepala Sub Bagian
Pertanahan Kabupaten Karimun, dan Yan Indra selaku Kepala Bagian
Tata Pemerintahan Kabupaten Karimun bersalah telah melakukan
penyalahgunaan keuangan Negara. Suatu peristiwa yang seharusnya
tidak perlu terjadi apabila bahwa kesalahan fundamental dalam
mekanisme pengadaan tanah untuk PT. Saipem ini tidak dilakukan.
Penyelesaian secara hukum yang dapat dilakukan sejak awal ialah
dengan mempertimbangkan:
123
1. Mengklasifikasikan kegiatan ini sebagai Pembangunan Bukan Untuk
Kepentingan Umum
Pembatasan Pengadaan tanah untuk kepentingan Umum dalam
Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah
Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum pada 7
(tujuh) jenis kepentingan umum tidak termasuk di dalamnya
pengadaan tanah untuk kawasan industri. Namun yang perlu
dicermati juga ialah dalam Peraturan Presiden ini juga kata-kata “tidak
digunakan untuk mencari keuntungan” dihapuskan. Sehingga
Peraturan Presiden ini dapat menajdi landasan hukum kemitraan
antara pemerintah dengan swasta, khususnya dalam proyek-proyek
pembangunan infrastuktur yang pendanaannya sulit diperoleh
pemerintah sendiri.66
Penulis berpendapat pengadaan tanah di Tanjung Penggaru Desa
Pengke Kecamatan Meral Kabupaten Karimun ini tidak dapat
dikategorikan sebagai Pengadaan tanah untuk kepentingan umum.
Karena meskipun pengadaan tanah dilakukan oleh panitia
Pengadaan Tanah yang dibentuk bedasarkan Keputusan Bupati
Karimun, tujuan pengadaan tanah untuk kawasan industri dalam
rangka penerapan Special Economic Zone (SEZ) ini semata-sama
mencari keuntungan. 66 Maria S.W Sumardjono, Op.Cit, hal 112
124
Pengadaan tanah selain bagi pelaksanaan untuk Pembangunan
Umum dapat dilakukan dengan cara jual beli, tukar menukar atau
dengan cara lain yang disepakati oleh kedua belah pihak. Melalui
proses tersebut maka terjadilah pemindahan hak atas tanah dengan
tujuan agar hak atas tanah berpindah dari yang mengalihkan kepada
yang menerima pengalihan.
Pemindahan hak atas tanah dengan jual beli adalah suatu
perbuatan hukum penyerahan tanah oleh penjual kepada pembeli
yang pada saat itu juga menyerahkan harganya kepada penjual.
Cara ini ditempuh apabila yang memerlukan tanah memenuhi
syarat sebagai pemegang hak atas tanah bdan pemilik tanah secara
sukarela menjual tanah tersebut. Dalam kasus ini yang menjadi
penjual ialah masyarakat pemilik tanah sedangkan pemebelinya ialah
PT. Saipem yang sebagai perusahaan berbentuk badan hukum
Perseroan bedasarkan Pasal 26 ayat (2) Undang-undang Pokok
Agraria tidak dapat menjadi pemegang hak milik atas tanah. Alternatif
yang diberikan ialah tanah tersebut dapat digunakan dengan Hak
Pengelolaan. Hak Pengelolaan ialah hak untuk menguasai atas tanah
yang langsung dikuasai oleh negara, dimana negara memberikan
wewenang kepada pemegang haknya untuk :
a. Merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah yang
bersangkutan
125
b. Menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan
tugasnya
c. Menyerahkan bagian-bagian dari tanah itu kepada pihak ke tiga
menurut persyaratan yang ditunjukkan oleh perusahaan
pemegang hak tersebut.
Hak Pengelolaan diberikan kepada Instansi Pemerintah termasuk
Pemerintah Daerah, BUMN/BUMD, Badan Otorita, Badan-badan
hukum pemerintah lainnya yang ditunjuk Pemerintah,
Departemen/Instansi Pemerintah dan Badan Hukum yang seluruh
modalnya dimiliki pemerintah dan atau Pemerintah Daerah. Jangka
waktu diberikan selama tanah tersebut dipergunakan oleh pemegang
haknya. Hapusnya Hak Pengelolaan adalah oleh pemegang hak,
pembatalan dan pencabutan.
Dana untuk pengadaan tanah tersebut tidak perlu diambilkan dari
Anggaran Belanja dan Pendapatan Daerah (APBD) Kabupaten
Karimun tahun 2007. Penyerahan biaya jual beli sesuai dengan harga
yang dibayarkan PT. Saipem yatu sebesar Rp 9.000,-/m2 dengan total
biaya 126 Milyar Rupiah untuk pengadaan tanah yang dibutuhkan
yaitu 140 hektar.
2. Dengan tegas memberikan pembatasan terhadap hak penguasaan
tanah pantai dan laut yang tidak dapat diganti rugi.
126
Bertentangan dengan pendapat Syafrudin Kalo yang menyatakan
bahwa pantai termsuk katagori tanah atau permukaan bumi.
Memancang patok saja sudah bisa menjadi bukti kepemilikan secara
de facto. Pantai dapat dikuasai sepanjang tidak ada yang mengklaim.
Masyarakat yang memliiki tanah tesebut juga berhak mendapat ganti
rugi. Menurut Arie Sukanti belum ada pengaturan mengenai hak atas
tanah laut. Laut dikuasai oleh Negara dan hanya dapat dimanfaatkan
oleh subjek hukum setelah mendapat izin dari pihak yang berwenang.
Sedangkan untuk tanah pantai hak penguasaan wilayah pantai oleh
masyarakat tidak mengakomodasi atau memenuhi syarat
sebagaimana yang tercantum dalam ketentuan hak-hak atas tanah
sebagaimana yang di atur dalam pasal 16 ayat (1) Undang-undang
Pokok Agraria, sehingga dapat dikatakan bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sehingga Tanah pantai
dan laut dalam Pengadaan Tanah oleh pemerintah daerah di Tanjung
Penggaru desa Pangke Kecamatan Meral Kabupaten Karimun ini
seharusnya tidak dapat di ganti rugi.67
3. Penguasaan wilayah pantai tersebut telah menimbulkan permasalahan
hukum yang berfokus pada alas hak yang menjadi dasar hukum
penguasaan wilayah pantai
67 Arie Sukanti, dalam pernyataan sebagai saksi ahli dalam persidangan tangal 2 Febuari 2009
127
Dalam kasus ini adanya pemilik tanah yang punya surat
keterangan atas tanah atas tanah pantai di Desa Pangke menurut
keterangan Mando Atan ialah karena tanah di data terlebih dahulu
kemudian masyarakat membuat surat dari kelurahan dan camat surat
permohonan hak dari tahun 1994 sampai dengan tahun 1996.68 Surat
permohonan atas tanah diteruskan dan direalisasikan menjadi tanah
hak milik. Keanehan yang timbul adanya salah seorang pemilik tanah
yang turun diganti rugi yaitu saudara Tatang, mempunyai surat
permohonan hak / alas hak atas tanah di Desa Pangke pada tahun
1996 yang ketika itu ia baru berusia 12 tahun sehingga belum cakap
secara hukum.
Secara kultur masyarakat Indonesia yang menganggap bahwa
tanah yang ditempatinya secara turun temurun walaupun tanpa surat
pembuktian adalah miliknya sedangkan secara hukum formil pejabat
beranggapan bahwa tanah yang tidak dapat dibuktikan dengan surat
adalah tanah Negara.
Oleh karena hukum agraria Nasional Indonesia bersasar pada
hukum adat sehingga ketentuan-ketentuan hukum adat tercermin
dalam rumusan pasal-pasalnya. Menurut hukum adat salah satu
kriteria yang dapat menentukan sesorang sebagai pemegang hak
68 Mando Atan, Wawancara, Mantan pegawai honorer Desa Pangke (Tanjung Balai Karimun, 20 Desember 2009)
128
milik atas tanah ialah apabila tanah itu telah dikuasai yang
bersangkutan secara turun temurun, dengan sepengetahuan dan
seizin kepala persekutuan hukum tanpa kewajiban membuktikannya
dengan alat bukti tertulis.69
Pembuktian akan hak atas tanah diatur dalam Pasal 24 Peraturan
Presiden nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang
merupakan pelaksanaan dari Pasal 22 Undang-undang Pokok
Agraria. Dinyatakan bahwa hak atas tanah dibuktikan dengan adanya
hak tersebut berupa bukti tertulis, keterangan saksi, dan atau
pernyataan yang bersangkutan yang kebenarannya dianggap cukup
untuk mendaftar hak. Selanjutnya jika ternyata bahwa tidak dimiliki
bukti akan adanya hak atas tanah dibuktikan dengan adanya hak
tersebut berupa bukti tertulis dan keterangan saksi maka pembuktian
akan hak atas tanah dapat dilakukan dengan penguasaan fisik tanah
tersebut selama 20 tahun atau lebih oleh pemohon pendaftaran.
Syarat penguasaan tersebut ialah bedasarkan itikad baik dan tidak
dipermasalahkan oleh masyarakat hukum adat atau desa / kelurahan
atau pihak-pihak yang berkepentingan lainnya.
Dalam kasus ini dengan menilik alat bukti yang dimiliki para
pemilik tanah yaitu Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR) dan bukan
merupakan sertifikat hak milik. Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR) 69 Aminuddin Sale Op.Cit 129
129
yaitu surat yang keterangan yang dikeluarkan oleh Kepala Desa dan
PPAT Camat. Surat-surat tanah tersebut bukan merupakan bukti
kepemilikan yang sah atas tanah hanya merupakan syarat untuk
mengajukan sertifikat ke Badan Pertanahan Nasional Surat-surat
warga atas hak tanah sudah tidak berlaku lagi karena pada dasarnya
surat-surat tersebut telah habis masa berlakunya 6 (enam) bulan
sejak diterbitkan sehingga pada dasarnya tanah tersebut telah
kembali dikuasai Negara. Pengaturan ini telah ditegaskan dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran
Tanah. 70
Biasanya Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR) dibuat apabila
pemegang hak menyerahkan / melepaskan hak atas tanah kepada
Negara untuk kepentingan pihak lain dan menerima ganti rugi.71 Jadi
Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR) berupa semacam kuitanasi
penerimaan ganti rugi dalam rangka pelepasan hak atas tanah.
Sangat bertentangan apabila justru Surat Keterangan Ganti Rugi
(SKGR) dijadikan alasan pemberian ganti rugi.
Penulis berpendapat apabila ketiga hal tersebut diatas
diperhatikan dan dilaksanakan sesuai dengan kaidah dan peraturan
70Nur Rizal, Wawancara Kepala Seksi Hak tanah dan Pendaftaran tanah merangkap Kepala Staf Penyelesaian Sengketa, konflik dan Perkara BPN Kabupaten Karimun, (Tanjung Balai Karimun, tanggal 17 Desember 2009) 71 Arie Sukanti, dalam pernyataan sebagai saksi ahli dalam persidangan tangal 2 Febuari 2009
130
hukum yang berlaku maka kasus dalam pengadaan tanah di Tanjung
Penggaru Desa Pangke Kecamatan Meral Kabupaten Karimun ini tidak
akan terjadi. Penyimpangan dari kasus pengadaan tanah yang sering
terjadi di Indonesia dimana aparat pemerintahlah yang cenderung
memaksakan pelaksanaan ganti rugi dalam kasus ini dibutuhkan
ketegasan dan konsistensi oleh pejabat Pemerintah Daerah khususnya
yang termasuk dalam panitia Pengadaan Tanah dalam melaksanakan
kaidah dan peraturan hukum tersebut.
Ketegasan Pemerintah Daerah Kabupaten Karimun dan dengan
dikonsultasikan dengan para pemuka adat Melayu dapat membawa
alternatif penyelesaian lainnya yaitu melalui musyawarah adat. Dengan
menghadirkan tokoh-tokoh masyarakat adat Melayu yang disegani maka
dalam tahap musyawarah penentuan ganti rugi diharapkan masyarakat
mau bekerja sama dan tidak memaksakan agar tanahnya tetap diganti
rugi. Keputusan yang dapat disepakati dalam musyawarah adat ialah
dengan pemberian uang sagu hati kepada masyarakat. Yang dimaksud
dengan uang sagu hati ialah sejumlah uang yang diberikan kepada
masyarakat sebagai bentuk kompensasi atas hilangnya kepemilikan atas
tanah mereka.72 Besarnya uang sagu hati ditentukan dalam musyawarah
72 Zainal Abidin Khan, Wawancara, Ketua Cabang Lembaga Swadaya Masyarakat Laskar Anak Bangsa Anti Korupsi Kabupaten Karimun, (Tanjung Balai Karimun, 15 Desember 2009)
131
dengan memperhatikan aspek ekonomis misalnya letak dan luas tanah
maupun aspek sosiologis historis kepemilikan tanah.
Penyelesaian ini bersifat win-win solution, disatu pihak pemegang
hak atau pemilik tanah mendapatkan uang kompensasi dan dilain pihak
pemerintah Daerah Kabupaten Karimun tidak perlu mengeluarkan dana
yang sangat besar dari APBD Kabupaten Karimun karena uang sagu hati
tidak dihitung bedasarkan luas tanah melainkan berupa “syarat”
penggantian kepemilikan atas tanah bedasarkan adat Melayu Riau.
132
BAB IV
PENUTUP A. Kesimpulan
1. Proses ganti rugi tanah oleh Pemerintah Daerah di Tanjung Penggaru
Desa Pangke Kecamatan Meral Kabupaten Karimun Propinsi
Kepulauan Riau telah sesuai prosedur dan ketentuan hukum agraria
nasiona yaitu peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang
Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang
Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk
Kepentingan Umum namun dalam pelaksanannya terjadi
penyalahgunaan pada saat pelaksaan proses ganti rugi dimana terjadi
manipulasi data yang pada akhirnya merugikan Negara.
2. Alasan Objek yang diganti rugi meliputi tanah pantai dan perairan
dalam proses ganti rugi tanah oleh Pemerintah Daerah di Tanjung
Penggaru Desa Pangke Kecamatan Meral Kabupaten Karimun
Propinsi Kepulauan Riau ialah desakan dari masyarakat yang
menuntut tanahnya diganti rugi dan apabila tidak diganti maka
mereka akan memagari kawasan tersebut, Disisi lain penggatirugian
tanah pantai dan pelabuhan ini cenderung dimuati unsur politis, yaitu
keinginan Pemerintah Kabupaten Karimun untuk menyiapkan tanah
agar investor asing sehubungan dengan pelaksanaan kawasan
Special Economic Zone (SEZ) mau berinvestasi di kawasan ini
133
sehingga pemerintah daerah Kabupaten Karimun pada akhirnya
menuruti keinginan masyarakat untuk menggantirugi tanah mereka.
3. Upaya penyelesaian secara hukum kasus Ganti Rugi Tanah Pantai
dan Perairan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Karimun yang telah
berlangsung ialah dengan cara melakukan pengembalian uang
Anggaran Belanja dan Pendapatan Daerah (APBD) Kabupaten
Karimun tahun 2007 dengan menggunakan dana yang diperoleh dari
PT. Saipem sebagai ganti rugi tanah. Namun sebaiknya kasus ini
diselesaikan melalui musyawarah dan membayarkan uang sagu hati
kepada masyarakat.
B. Saran
Dari uraian yang penulis kemukakan diatas maka penulis mengajukan
saran yaitu:
1. Agar pembuat undang-undang atau lembaga legislatif memberikan
definisi yang tegas mengenai pengadaan tanah untuk kepentingan
umum yang telah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun
2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun
2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan
untuk Kepentingan Umum dan selanjutnya definisi tersebut perlu
disosialisasikan oleh Lembaga yang berwenang di bidang
Pertanahan. Karena hingga saat ini dalam pelaksanaan pengadaan
tanah untuk kepentingan umum lingkup definisi kepentingan umum
134
masih menimbulkan interpretasi yang berbeda-beda oleh pihak-pihak
yang membutuhkan tanah.
2. Sebaiknya pembuat undang-undang atau lembaga legislatif
menyusun suatu peraturan dalam hukum agraria nasional yang
mengatur secara tegas mengenai pengaturan dan hak kepemilikan
tanah di wilayah pantai dan laut untuk kepentingan pemerintah
maupun kepentingan masyarakat, sehingga dengan pengaturan
terhadap aspek penguasaan dan penggunaan dari kawasan pantai
dikemudian hari akan terwujud pelaksanaan hukum pertanahan yang
lebih jelas dan konsisten sepanjang menyangkut hak kepemilikan
atas tanah pantai dan laut. Dengan demikian tujuan penetapan UUPA
untuk memberikan tertib hukum agraria dapat dicapai.
3. Mengenai kasus ganti rugi tanah oleh Pemerintah Daerah di Tanjung
Penggaru Desa Pangke Kecamatan Meral Kabupaten Karimun
Propinsi Kepulauan Riau upaya penyelesaian secara hukum yang
dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Karimun sejak
awal ialah dengan melalui proses musyawarah masyarakat adat
karena tanah tersebut merupakan tanah rakyat yang bahkan alat
buktinya bukan merupakan sertifikat hak milik melainkan Surat
Keterangan Ganti Rugi (SKGR) yang dikeluarkan oleh Lurah atau
Camat. Pemilik tanah yang akan digunakan sebagai wilayah kawasan
Special Economic Zone (SEZ) tetapi tidak memenuhi syarat dalam
135
proses pembebasan tanah untuk kepentingan umum menurut dalam
Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah
bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum
Sebagaimana Telah Diubah Dengan Peraturan Presiden Nomor 65
Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 36
Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan
Pembangunan untuk Kepentingan Umum dan pertauran
Pelaksanaannya yaitu Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional
nomor 3 Tahun 2007 dapat diberi uang sagu hati oleh Pemerintah
Daerah Kabupaten Karimun. Kemudian tanah tersebut diturunkan
haknya menjadi tanah dengan hak pengelolaan kemudian disewakan
pada PT Saipem dengan jangka waktu yang telah ditetapkan.