studi kasus pt.cps

11
DINAMIKA LINGKUNGAN BISNIS DI PT CATUR PUTRA SURYA STUDI KASUS 9 Kelompok 4 Disusun Oleh : Abdurrahman Adil Amrullah Andrean Fuza Amrulloh Fachry Nurdiansyah Hawarini Muliasri Lucky Budi Pamungkas Tiarani

Upload: amrubedug

Post on 27-Sep-2015

35 views

Category:

Documents


18 download

DESCRIPTION

Studi Kasus PT.CPS

TRANSCRIPT

DINAMIKA LINGKUNGAN BISNIS DI PT CATUR PUTRA SURYASTUDI KASUS 9

Kelompok 4Disusun Oleh :Abdurrahman Adil AmrullahAndrean Fuza AmrullohFachry NurdiansyahHawarini MuliasriLucky Budi PamungkasTiarani

Kelas 2-QD-III AKUNTANSISEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARASaat ini perubahan dinamika lingkungan bisnis semakin sulit diprediksi. Hal ini mengharuskan sebuah perusahaan untuk senantiasa waspada dan bersiap menghadapi berbagai masalah yang akan terjadi untuk mempertahankan eksistensi perusahaan. Yudi Susanto, pengusaha asal Surabaya memulai usahanya dari bawah. Sejak remaja sudah tertarik pada elektronik kemudian mendorongnya untuk belajar secara otodidak untuk mereparasi elektronik serta jam. Sampai akhirnya, Yudi Susanto berhasil mendirikan pabrik jamnya sendiri, PT Empat Putra Watch Industry (EPWI) pada tahun 1980 dengan lokasi pabrik di Rungkut, Surabaya. Kemudian bersamaan dengan didirikannya pabrik kedua di Porong, Sidoarjo, Yudi Susanto mengubah nama perusahaannya menjadi PT Catur Putra Surya.PT Catur Putra Surya adalah salah satu contoh sebuah perusahaan yang bertahan menghadapi perubahan dinamika lingkungan bisnis yang suatu saat mengancam perusahaan tersebut.Krisis pertama adalah masalah perburuhan dimana terdapat kasus penculikan dan pembunuhan seorang buruh perusahaan bernama Marsinah, krisis kedua adalah kinerja perusahaan menurun akibat krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1997 hingga tahun 2000, dan krisis ketiga dan sampai sekarang masih belum bisa diselesaikan yaitu terjadinya bencana semburan lumpur yang menenggelamkan pabrik utamanya. Lantas bagaimana PT Catur Putra Surya mampu melewati krisis pertama dan kedua? Kemudian bagaimana solusi dalam menghadapi krisis ketiga? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka perlu dipaparkan latar belakang setiap masalah dalam krisis pertama, kedua, dan ketiga.A. Krisis Pertama Dalam beberapa kasus perselisihan antara buruh dan perusahaan, hal yang paling sering menjadi pemicunya adalah masalah upah. Terkadang upah yang diterima buruh dirasa kurang mencukupi. Apabila perusahaan tidak mampu meredam tuntutan buruh biasanya buruh akan mengadakan aksi mogok kerja. Begitulah yang dialami PT Catur Putra Surya, para buruh melakukan mogok kerja karena upah yang diterima kurang mencukupi pada tahun 1993. PT Catur Putra Surya memutuskan untuk memakai pihak ketiga, namun hal ini malah membawa masalah baru ketika terjadi kasus pembunuhan seorang buruh bernama Marsinah, sehingga menyeret Yudi Susanto dalam ranah hukum, meskipun pada tingkat kasasi Yudi Susanto dinyatakan bebas. Hal ini menyebabkan keterpurukan perusahaan dan berkurangnya motivasi karyawan. Hal ini menjadi tugas berat bagi Sibing dan Riyanto sebagai pengawas dan pemimpin perusahaan sementara ketika Yudi Susanto masih berurusan dengan hukum. Keduanya berusaha untuk memotivasi karyawan untuk bisa bangkit dari keterpurukan ini. Keduanya memerlukan sifat kepemimpinan yang baik dan berwibawa untuk mampu menciptakan karyawan/buruh yang loyal terhadap perusahaan. Dalam krisis kali ini kita dapat mengambil pelajaran dari PT Catur Putra Surya. Menjaga kepercayaan karyawan/buruh adalah hal yang mutlak dilakukan perusahaan. Ketika kita cermati kasus tersebut, pokok permasalahan adalah upah buruh. Maka dari itu diperlukan adanya transparansi laporan keuangan karena hal ini sangat vital dalam membangun kepercayaan karyawan atau buruh terhadap perusahaan meskipun PT Catur Putra Surya adalah perusahaan swasta. Jika memang perusahaan dalam kondisi yang baik dan memungkinkan untuk memberi fasilitas yang mewadai bagi karyawan/buruh, maka hal ini perlu dilakukan juga. Agar ketika terjadi krisis perusahaan akan lebih mudah menjaga loyalitas karyawan/buruh, mereka akan merasa bahwa perusahaan sebenarnya berpihak pada mereka juga. Ketika adanya transparansi terutama laporan keuangan maka perusahaan akan lebih mudah berkomunikasi dengan karyawan/buruh ketika terjadi krisis dan diperlukan loyalitas semua pelaku di dalam perusahaan. Keputusan top manager untuk mempercayakan orang lain untuk menggantikannya sebagai pemimpin perusahaan pun penting dilakukan saat top manager ada suatu kepentingan atau permasalahan yang harus ia selesaikan.B. Krisis Kedua Meskipun telah mengambil langkah preventif, penurunan nilai tukar rupiah tidak terbendung setelah pemerintah akhirnya menghentikan intervensinya sehingga nilai tukar rupiah telah diambangkan secara penuh. Hal ini membuat cicilan hutang yang harus dibayar ke bank mendadak meningkat tajam karena kenaikan suku bunga yang signifikan. Margin juga semakin tergerus akibat harga bahan baku naik sedangkan daya beli konsumen tetap bahkan cenderung turun.Situasi inilah yang dihadapi PT Catur Surya Putra pada kuartal keempat 1997. Langkah yang diambil PT Catur Surya Putra yaitu produksi disesuaikan dengan jumlah order dari luar negeri, sedangkan untuk pasar domestik akan diproduksi minimal telah ada pembayaran 40%. Selanjutnya perusahaan juga mengurangi jumlah karyawan secara bertahap untuk menyesuaikan pengurangan produksi yang terjadi. Keputusan ini dirasa sudah tepat untuk menghadapi krisis. Pada akhirnya keadaan mulai membaik setelah pasar domestik mulai menunjukan kenaikan penawaran karena sedang berlangsungnya pemilihan umum 1999. Dari krisis yang dihadapi PT Catur Surya Putra ini kita dapat mengambil poin yang sangat penting bagaimana mengambil keputusan ketika terjadi krisis ekonomi. Pada masa krisis seperti itu jangan pernah ditanamkan bahwa perusahaan harus mengambil untung banyak, sebaiknya fokus untuk bertahan terlebih dahulu, agar perusahaan tidak tumbang atau gulung tikar. Ada dua hal yang perlu diperhatikan untuk bertahan dalam keadaan krisis ekonomi. Pertama, memfokuskan pada cash/mengelola likuiditas dengan mengusahakan piutang segera kembali, karena institusi keuangan ketika terjadi krisis mata uang juga akan terpukul jadi akan susah jika kita mencari pinjaman ketika kita membutuhkan dana. Namun jika cash di tangan malah terlalu banyak, hal ini juga beresiko. Maka cash yang mungkin berlebih dialihkan untuk membeli asset yang lebih aman missal tanah atau membeli asset kompetitor. Kedua, Jika dalam keadaan krisis seperti itu dan dana perusahaan terbatas maka hal yang perlu dilakukan adalah mengurangi biaya tetap (fixed cost) dan mengubahnya lebih banyak menjadi (flexible cost) atau meminimalkan biaya tetap. Ini adalah kunci mengurangi kerugian. Patut diingat pada krisis pertama, bahwa pengurangan karyawan dapat menimbulkan efek negatif, yakni menjatuhkan moral organisasi. Moral yang lemah akan membuat perusahaan kehilangan loyalitas karyawannya. Hal ini merupakan masalah serius bagi perusahaan. Untuk itu perlu adanya pengambilan keputusan yang baik. PHK akan lebih baik jika memang pada akhirnya menjadi pilihan terakhir perusahan. Hal ini dapat mengurangi ekses negatif bagi moral perusahaan. Dalam etika organisasi, mengurangi biaya tetap (fixed cost) lebih baik daripada mengurangi jumlah pekerja.C. Krisis Ketiga Bencana lumpur lapindo menenggelamkan pabrik PT Catur Putra Surya yang berada di Porong, Sidoarjo pada tanggal 15 Juni 2006. Kerugian mencapai Rp48 milyar, nilai ini belum termasuk potensi penjualan yang hilang karena perusahaan hanya mampu memproduksi 15% dari total produksi nomal. Dari 244 buruh, hanya 220 orang yang bersedia terus bekerja dan dipindah di pabrik yang berada di Rungkut, Surabaya. Perusahaan tetap menggaji para buruh yang membutuhkan Rp150 juta per bulan dikarenakan tidak semua pekerja bisa dipekerjakan bersamaan di pabrik Rungkut. Pabrik Rungkut hanya mampu memproduksi 20% dari total produksi perusahaan secara normal. Jika tidak membayar gaji buruh, PT Catur Putra Surya harus membayar pesangon dan jumlah dana yang dibutuhkan lebih besar. Tuntutan yang diajukan oleh perusahaan kepada Lapindo tidak juga dipenuhi, hal ini membuat perusahaan mengalami bleeding. PT Catur Putra Surya sudah mencoba melakukan tindakan darurat untuk menanganin krisis ini. Ketika lumpur belum benar-banar menenggelamkan pabrik, pihak perusahaan mencoba mengevakuasi mesin-mesin kecil yang tidak dipasang permanen dan asset lainnya yang paling mudah untuk dievakuasi. Namun hal ini tidak mampu menghindarkan perusahaan dari kerugian. Perusahaan kemudian mencoba bergabung dengan pengusaha lainnya dalam wadah GBKLL ( Gabungan Pengusaha Luapan Lumpur Lapindo ) bersama-sama menggugat Lapindo dan menekan pemerintah untuk mengambil keputusan. Namun hal ini tak kunjung mendapatkan hasil juga. Rencananya perusahaan akan merelokasi tempat produksi baru, namun terkendala masalah modal, dikarenakan kerugian yang dialami perusahaan tidak kunjung diganti oleh Lapindo, dan pemerintahpun tak kunjung member bantuan pula. Masalah ini belum mampu diselesaikan, padahal bisnis yang dilakukan perusahaan ini mempunyai iklim yang baik, terbukti sebelum bencana lapindo keuntungan perusahaan mulai meningkat.

Dari permasalahan atau krisis ketiga ini diperlukan solusi yang tepat agar PT Catur Putra Surya mampu menghadapi krisis ini dengan baik seperti krisis sebelumnya yang dapat dilalui. Permasalah pertama yang perlu diselesaikan adalah masalah buruh, disini perlu ditekankan lagi bahwa karyawan/buruh adalah asset terpenting. Untuk menjaga loyalitas buruh namun tetap menjaga perusahaan agar tidak gulung tikar dibutuhkan keputusan yang tepat. Sebelum bisa membuat pabrik baru, maka sistem kerja shift nampaknya menjadi solusi yang baik. Setiap orang akan mendapatkan jatah kerja yang seimbang, hal ini juga akan lebih produktif dibanding merumahkan sementara sebagian pekerja. Perusahaan harus mampu meyakinkan buruhnya untuk saling loyal, terutama antar buruh, terutama buruh yang sudah bekerja di Rungkut terlebih dahulu. Mereka harus rela untuk membagi jatah kerja dengan buruh pendatang dari Porong. Disini peran Top Manager sangat diperlukan. Kepemimpinannya akan di uji untuk membuat buruh/karyawan tetap bekerja dengan nyaman. Permasalahan kedua yang perlu diselesaikan adalah membuat pabrik baru secepat mungkin. Jika Lapindo masih mengurungkan untuk mengganti rugi, sebaiknya mencari alternatif lain. Pertama mencari pinjaman modal ke institusi keuangan atau perusahaan yang lebih besar yang bisa diajak jadi partner. Atau Perusahaan bisa menjual saham atau menerbitkan obligasi untuk mencari modal. Yang terpenting untuk segera dilakukan adalah mencari modal untuk membangun pabrik baru dengan segera. Jika memilih mengorbankan para pekerja harus ada data perhitungan yang detail. Karyawan/buruh terutama yang sudah loyal terhadap perusahaan memiliki nilai yang tinggi. Maka dari itu perlu keputusan yang tepat, jika memang karyawan/buruh terpaksa dirumahkan, perusahaan harus member pengertian yang besar, Top Manager sangat dibutuhkan dalam kondisi seperti ini. Agar ketika perusahaan bangkit kembali, karyawan/buruh yang dirumahkan masih loyal dan mau diajak kembali untuk bergabung bersama perusahaan. Keputusan manajemen dalam mengambil keputusan sangat penting dilakukan dalam kondisi-kondisi tertentu. Seperti halnya ketika PT Catur Putra Surya dilanda bencana lumpur lapindo, jika manejemen tidak mengambil langkah cepat dalam upaya evakuasi, mungkin saja tidak ada satu pun aset yang dapat diselamatkan. Manajemen juga harus mempunyai planning-planning pengganti ketika planning awal tidak berjalan sesuai rencana. Seperti halnya PT Catur Putra Surya, tidak boleh hanya berdiam diri menunggu ganti rugi dari Lapindo saja untuk bisa bangkit, tapi mereka harus mencari planning-planning lain atau usaha lain yang dapat menyelamatkan perusahaan mereka dari situasi tersebut. Kemudian ketika mereka mencari lahan untuk pembangunan pabrik baru, harus dilakukan analisis mendalam, dengan memperhatikan kemungkinan-kemungkinan yang mungkin terjadi pada lingkungan sekitarnya.Dari perjalanan PT Catur Putra Surya tersebut kita banyak mendapatkan pelajaran dalam menghadapi berbagai masalah dalam dunia bisnis. Dinamika dunia bisnis terus berubah semakin cepat dan sulit untuk diprediksi. Manajemen yang baik dalam menghadapi krisis sangat dibutuhkan. Hal ini akan mudah dilalui jika seluruh stakeholder mampu menjaga kepercayaan. Kesimpulannya adalah membangun loyalitas dalam perusahaan adalah sebuah fondasi yang sangat vital dan harus ada dalam sebuah perusahaan. Perusahaan yang didalamnya terdapat pelaku yang loyal, maka akan lebih mudah menghadapi dinamika lingkungan bisnis yang selalu berubah dan mengancam perusahaan