studi numerik karakteristik pembakaran di dalam boiler...

5
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 AbstrakTurbulensi merupakan salah satu parameter yang menentukan optimasi suatu proses pembakaran. Turbulensi dapat dihasilkan melalui adanya swirl pada sistem suplai udara pembakaran. Penelitian ini mengambil studi kasus mengenai pembakaran natural gas di dalam boiler furnace PLTU unit 1, PT. PJB UP Gresik, dimana sistem pembakaran di dalamnya menggunakan Radially Stratified Flame Core (RSFC) burner. RSFC burner beroperasi untuk membakar bahan bakar dengan sistem non-premixed, dimana terdapat tiga swirl combustion air yang menyelimuti bahan bakar. Untuk mengoptimasi turbulensi pembakaran, dapat dilakukan pengaturan sudut swirl vanes pada primary dan tertiary combustion air. Penelitian dilakukan melalui simulasi berdasarkan studi numerik computational fluid dynamics (CFD) menggunakan software ANSYS Fluent 14. Penyelesaian untuk persamaan continuity, momentum, energy, combustion species, radiation, dan pollutant NO dilakukan untuk memperoleh hasil temperatur, fraksi massa komponen pembakaran, serta emisi nitrogen oxide (NOx). Kondisi operasional boiler pada 85 MWe dan terdapat sembilan susunan burner dengan arah swirl yang berbeda. Simulasi ditinjau pada variasi sudut swirl vanes untuk tertiary air combustion terhadap karakteristik pembakaran yang dihasilkan, diantaranya temperatur rata-rata dan temperatur tertinggi di dalam boiler furnace, serta temperatur rata-rata, emisi NOx, fraksi massa methane (CH 4 ) dan oxygen (O 2 ) pada sisi furnace outlet. Besar sudut swirl vanes pada keseluruhan burner diatur pada nilai yang sama. Dari hasil simulasi, diketahui bahwa pengaturan sudut swirl vanes 25% untuk tertiary combustion air pada keseluruhan burner, menghasilkan karakteristik pembakaran yang lebih optimum dibandingkan pengaturan 37.5% dan 50%, dengan hasil temperatur pembakaran rata-rata 1456.30 °C, sisa CH 4 0.52%, sisa O 2 2.41%, pembentukan carbon dioxide (CO 2 ) 12.75%, dan pembentukan emisi total NOx 456.76 dry-ppm. Kata Kunciboiler furnace, burner, combustion air, natural gas, non-premixed, swirl. I. PENDAHULUAN alam memenuhi kebutuhan energi listrik di Indonesia, PT. Pembangkitan Jawa Bali (PT. PJB) sebagai badan usaha milik negara yang berperan dalam usaha pembangkitan, memiliki beberapa unit pembangkitan yang tersebar di wilayah Pulau Jawa, salah satunya adalah Unit Pembangkitan Gresik (UP Gresik). PT. PJB UP Gresik memiliki tiga jenis pembangkitan diantaranya pembangkit listrik tenaga gas (PLTG), pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), dan pembangkit listrik tenaga gas-uap (PLTGU). PLTU yang pertama kali dioperasikan adalah PLTU unit 1- 2, dimana pada awal operasionalnya, boiler PLTU unit 1-2 didesain untuk beroperasi dengan fuel oil. Namun, seiring melimpahnya pasokan fuel gas, dilakukan retrofit pada sistem pembakaran di dalam boiler dengan mengganti burner dengan jenis RSFC burner sehingga dapat beroperasi dengan fuel oil atau fuel gas. Namun, selama masa operasional menggunakan fuel gas, PLTU unit 1 mengalami derating akibat kurang optimumnya proses pembakaran yang terjadi, sehingga hanya dapat menghasilkan daya 85 MWe dari kapasitas daya maksimum 100 MWe. Untuk mengoptimalkan proses pembakaran, dapat dilakukan dengan mengatur turbulensi pembakaran dengan mengatur swirl vanes dari RSFC burner untuk memberikan pengaruh turbulensi yang berbeda akibat swirl pada primary dan tertiary combustion air. Studi CFD telah banyak digunakan dalam memberikan prediksi fenomena dan karakteristik pembakaran mendekati kondisi aktual sistem, sehingga lebih efektif dan efisien melalui hasil simulasi. Habib. dkk (2008) melakukan simulasi pembakaran natural gas di dalam boiler berkapasitas 160 MWe dengan variasi air to fuel ratio (AFR), temperatur air inlet, serta sudut swirl untuk mengetahui karakteristik temperatur dan emisi NOx yang dihasilkan. Dai-fei, dkk (2009) melakukan simulasi pembakaran natural gas di dalam gas suspension calcinations (GSC) furnace dengan variasi kecepatan dan temperatur udara pembakaran, serta kecepatan bahan bakar, untuk mengetahui karakteristik distribusi temperatur dan kuantitas emisi dari NOx, carbon monoxide (CO), dan CO 2 di dalam GSC furnace tersebut. II. MODEL BOILER FURNACE DAN BURNER Simulasi dilakukan pada daerah furnace dari boiler jenis water-tube, dengan sistem pembakaran non-premixed berbahan bakar natural gas, secara three-dimensional (3D). Boiler digunakan untuk menghasilkan superheated steam dengan laju aliran massa feedwater 301.98 T/h. Tekanan dan temperatur feedwater di dalam waterwall yang terletak pada dinding boiler furnace yakni 105 kgf/cm 2 dan 310 °C. Luas efektif pemanasan waterwall yakni 875 m 2 . Terdapat sembilan burner yang memiliki konfigurasi arah swirl counter clockwise (CCW) untuk burner A1, A3, B2, C1, dan C3, sedangkan arah swirl clockwise (CW) untuk burner A2, B1, B3, dan C2. Natural gas diinjeksikan ke dalam furnace melalui 16 nozzle dengan diameter 10.4 mm pada tiap fuel- gun burner. Cap fuel gun burner memiliki diameter luar 165 mm. Diameter luar untuk laluan primary air 360 mm, untuk secondary air 518 mm, dan tertiary air 862 mm. Swirl vanes pada secondary air merupakan fixed vanes sehingga tidak dapat dilakukan perubahan sudut. Untuk geometri boiler furnace dapat dilihat pada gambar 1. Studi Numerik Karakteristik Pembakaran Natural Gas di dalam Boiler Furnace dengan Variasi Sudut Swirl Vanes pada Radially Stratified Flame Core Burners Senna Septiawan dan Atok Setiyawan Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia e-mail: [email protected] D

Upload: others

Post on 17-Jan-2020

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Studi Numerik Karakteristik Pembakaran di dalam Boiler ...digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-33431-2109100151-Paper.pdf · pembakaran natural gas di dalam boiler furnace PLTU unit

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)

1

Abstrak—Turbulensi merupakan salah satu parameter yang

menentukan optimasi suatu proses pembakaran. Turbulensi

dapat dihasilkan melalui adanya swirl pada sistem suplai udara

pembakaran. Penelitian ini mengambil studi kasus mengenai

pembakaran natural gas di dalam boiler furnace PLTU unit 1,

PT. PJB UP Gresik, dimana sistem pembakaran di dalamnya

menggunakan Radially Stratified Flame Core (RSFC) burner.

RSFC burner beroperasi untuk membakar bahan bakar

dengan sistem non-premixed, dimana terdapat tiga swirl

combustion air yang menyelimuti bahan bakar. Untuk

mengoptimasi turbulensi pembakaran, dapat dilakukan

pengaturan sudut swirl vanes pada primary dan tertiary

combustion air. Penelitian dilakukan melalui simulasi

berdasarkan studi numerik computational fluid dynamics

(CFD) menggunakan software ANSYS Fluent 14. Penyelesaian

untuk persamaan continuity, momentum, energy, combustion

species, radiation, dan pollutant NO dilakukan untuk

memperoleh hasil temperatur, fraksi massa komponen

pembakaran, serta emisi nitrogen oxide (NOx). Kondisi

operasional boiler pada 85 MWe dan terdapat sembilan

susunan burner dengan arah swirl yang berbeda.

Simulasi ditinjau pada variasi sudut swirl vanes untuk

tertiary air combustion terhadap karakteristik pembakaran

yang dihasilkan, diantaranya temperatur rata-rata dan

temperatur tertinggi di dalam boiler furnace, serta temperatur

rata-rata, emisi NOx, fraksi massa methane (CH4) dan oxygen

(O2) pada sisi furnace outlet. Besar sudut swirl vanes pada

keseluruhan burner diatur pada nilai yang sama. Dari hasil

simulasi, diketahui bahwa pengaturan sudut swirl vanes 25%

untuk tertiary combustion air pada keseluruhan burner,

menghasilkan karakteristik pembakaran yang lebih optimum

dibandingkan pengaturan 37.5% dan 50%, dengan hasil

temperatur pembakaran rata-rata 1456.30 °C, sisa CH4 0.52%,

sisa O2 2.41%, pembentukan carbon dioxide (CO2) 12.75%, dan

pembentukan emisi total NOx 456.76 dry-ppm.

Kata Kunci—boiler furnace, burner, combustion air, natural gas,

non-premixed, swirl.

I. PENDAHULUAN

alam memenuhi kebutuhan energi listrik di Indonesia,

PT. Pembangkitan Jawa Bali (PT. PJB) sebagai badan

usaha milik negara yang berperan dalam usaha

pembangkitan, memiliki beberapa unit pembangkitan yang

tersebar di wilayah Pulau Jawa, salah satunya adalah Unit

Pembangkitan Gresik (UP Gresik). PT. PJB UP Gresik

memiliki tiga jenis pembangkitan diantaranya pembangkit

listrik tenaga gas (PLTG), pembangkit listrik tenaga uap

(PLTU), dan pembangkit listrik tenaga gas-uap (PLTGU).

PLTU yang pertama kali dioperasikan adalah PLTU unit 1-

2, dimana pada awal operasionalnya, boiler PLTU unit 1-2

didesain untuk beroperasi dengan fuel oil. Namun, seiring

melimpahnya pasokan fuel gas, dilakukan retrofit pada

sistem pembakaran di dalam boiler dengan mengganti

burner dengan jenis RSFC burner sehingga dapat beroperasi

dengan fuel oil atau fuel gas. Namun, selama masa

operasional menggunakan fuel gas, PLTU unit 1 mengalami

derating akibat kurang optimumnya proses pembakaran

yang terjadi, sehingga hanya dapat menghasilkan daya 85

MWe dari kapasitas daya maksimum 100 MWe. Untuk

mengoptimalkan proses pembakaran, dapat dilakukan

dengan mengatur turbulensi pembakaran dengan mengatur

swirl vanes dari RSFC burner untuk memberikan pengaruh

turbulensi yang berbeda akibat swirl pada primary dan

tertiary combustion air.

Studi CFD telah banyak digunakan dalam memberikan

prediksi fenomena dan karakteristik pembakaran mendekati

kondisi aktual sistem, sehingga lebih efektif dan efisien

melalui hasil simulasi. Habib. dkk (2008) melakukan

simulasi pembakaran natural gas di dalam boiler

berkapasitas 160 MWe dengan variasi air to fuel ratio

(AFR), temperatur air inlet, serta sudut swirl untuk

mengetahui karakteristik temperatur dan emisi NOx yang

dihasilkan. Dai-fei, dkk (2009) melakukan simulasi

pembakaran natural gas di dalam gas suspension

calcinations (GSC) furnace dengan variasi kecepatan dan

temperatur udara pembakaran, serta kecepatan bahan bakar,

untuk mengetahui karakteristik distribusi temperatur dan

kuantitas emisi dari NOx, carbon monoxide (CO), dan CO2

di dalam GSC furnace tersebut.

II. MODEL BOILER FURNACE DAN BURNER

Simulasi dilakukan pada daerah furnace dari boiler jenis

water-tube, dengan sistem pembakaran non-premixed

berbahan bakar natural gas, secara three-dimensional (3D).

Boiler digunakan untuk menghasilkan superheated steam

dengan laju aliran massa feedwater 301.98 T/h. Tekanan dan

temperatur feedwater di dalam waterwall yang terletak pada

dinding boiler furnace yakni 105 kgf/cm2 dan 310 °C. Luas

efektif pemanasan waterwall yakni 875 m2. Terdapat

sembilan burner yang memiliki konfigurasi arah swirl

counter clockwise (CCW) untuk burner A1, A3, B2, C1, dan

C3, sedangkan arah swirl clockwise (CW) untuk burner A2,

B1, B3, dan C2. Natural gas diinjeksikan ke dalam furnace

melalui 16 nozzle dengan diameter 10.4 mm pada tiap fuel-

gun burner. Cap fuel gun burner memiliki diameter luar 165

mm. Diameter luar untuk laluan primary air 360 mm, untuk

secondary air 518 mm, dan tertiary air 862 mm. Swirl

vanes pada secondary air merupakan fixed vanes sehingga

tidak dapat dilakukan perubahan sudut. Untuk geometri

boiler furnace dapat dilihat pada gambar 1.

Studi Numerik Karakteristik Pembakaran Natural Gas di

dalam Boiler Furnace dengan Variasi Sudut Swirl Vanes

pada Radially Stratified Flame Core Burners Senna Septiawan dan Atok Setiyawan

Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)

Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia

e-mail: [email protected]

D

Page 2: Studi Numerik Karakteristik Pembakaran di dalam Boiler ...digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-33431-2109100151-Paper.pdf · pembakaran natural gas di dalam boiler furnace PLTU unit

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)

2

Gambar 1. Geometri boiler furnace (satuan : meter)

III. MODEL DAN METODE PENYELESAIAN

Penelitian ini dilakukan berdasarkan studi CFD dengan

adanya simulasi pembakaran menggunakan bantuan

software GAMBIT 2.4.6 dan ANSYS Fluent 14.

3.1 Model Penyelesaian

Beberapa model persamaan matematis yang digunakan

dalam simulasi diantaranya :

Turbulence model

Dalam penyelesaian persamaan konservasi massa,

momentum, dan energi, serta mendukung akurasi

akibat pengaruh swirl terhadap proses pembakaran,

digunakan model turbulensi k-ε renormalization

group (RNG) sesuai yang digunakan oleh Habib,

dkk (2008).

Combustion model

Pada penelitian ini, bahan bakar natural gas dan

udara pembakaran memasuki furnace pada aliran

yang berbeda sehingga tidak terjadi mixing sebelum

terjadinya proses pembakaran. Oleh karena itu,

digunakan model pembakaran non-premixed sesuai

yang digunakan oleh Dai-fei, dkk (2009).

Radiation model

Untuk memperoleh hasil simulasi dengan adanya

pengaruh radiasi dari pembakaran, digunakan

model radiasi P-1. Dai-fei, dkk (2009)

menggunakan model radiasi P-1 karena model

radiasi tersebut dapat memberikan hasil yang cukup

relevan dari proses pembakaran.

NOx pollutant model

Terdapat tiga mekanisme pembentukan NOx,

diantaranya thermal, prompt, dan fuel NOx. Karena

hasil analisis natural gas yang digunakan pada

penelitian ini memiliki kandungan nitrogen (N2)

cukup rendah, model polutan NOx yang dipilih

hanya mekanisme thermal dan prompt, untuk

mengetahui pembentukan NOx pada temperatur

tinggi dan pada kondisi pembakaran fuel-rich,

sesuai yang digunakan oleh Habib, dkk (2008) dan

Dai-fei, dkk (2009).

3.2 Boundary Conditions dan Solutions

Tahapan pembuatan domain dari boiler furnace dan

burner di dalamnya menggunakan software GAMBIT

2.4.6 meliputi pembuatan geometri, penentuan

boundary conditions, serta melakukan meshing pada

domain yang telah dibuat. Penetuan boundary

conditions dan hasil pembuatan domain dapat dilihat

pada gambar 2 dan 3. Dari hasil meshing, domain

memiliki jumlah nodes sebanyak 1853917 nodes,

dengan pemilihan mesh jenis hexahedron pada

sebagian besar domain, serta mesh jenis polyhedron

pada domain dari burner throat.

Gambar 2. Domain pemodelan boiler furnace dan burner

Gambar 3. Penetuan boundary conditions pada inlet burner

Persamaan untuk konservasi massa, momentum, energi,

serta besaran skalar lainnya seperti turbulensi dan reaksi

kimia, diselesaikan berdasarkan least square cell based.

Penyelesaian tekanan dan kecepatan menggunakan semi-

implicit method for pressure-linked equations consistent

(SIMPLEC). Pada penelitian ini, kriteria konvergensi di

bawah 10-5

untuk residual error parameter continuity, P-1,

dan pollutant NO. Pengaturan arah inlet akibat sudut swirl

menggunakan local cylindrical, dengan nilai yang dapat

dilihat pada tabel 1. Namun, swirl untuk primary air

ditentukan pada swirl 50% untuk keseluruhan variasi

tertiary air swirl. Dan nilai input pada boundary conditions

untuk tiap burner dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 1. Komponen Swirl pada Koordinat Local Cylindrical

Swirl Low

(25%)

Medium

(37.5%)

High

(50%)

Axial component 0.9239 0.8315 0.7071

Tangential component * 0.3827 0.5556 0.7071

* bertanda negatif (-) untuk arah swirl CW dan bertanda (+)

positif untuk arah swirl CCW

Page 3: Studi Numerik Karakteristik Pembakaran di dalam Boiler ...digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-33431-2109100151-Paper.pdf · pembakaran natural gas di dalam boiler furnace PLTU unit

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)

3

Tabel 2. Nilai Input pada tiap Boundary Conditions

Boundary

Conditions Variable Unit Value

Load MWe 85

Gas inlet

@ burner

Pressure Pa g 168674

Temperature K 292

Mass flow rate kg/s 0.4487

Air inlet

@ burner

Pressure Pa g 5499

Temperature K 483

Mass flow

rate

Primary kg/s 1.5675

Secondary kg/s 1.0276

Tertiary kg/s 4.8728

Furnace

outlet

Pressure Pa g 4397

Temperature K 1700

Furnace

Wall

Heat flux W/m2 -123313

Thickness m 0.004

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Untuk mengetahui keakuratan hasil proses simulasi,

dilakukan validasi terhadap data aktual pengoperasian boiler

PLTU unit 1, PT. PJB UP Gresik. Proses validasi ditinjau

pada nilai furnace draft yang terukur oleh measuring tap di

dalam boiler furnace. Data aktual diambil dari hasil

performance test pada bulan April 2013. Validasi hasil

simulasi terhadap data aktual dapat dilihat pada tabel 3.

Karena dari hasil simulasi dari masing-masing variasi

tertiary swirl memiliki error sekitar 1% terhadap data

aktual, maka hasil simulasi dapat dikatakan relevan terhadap

kondisi aktual pembakaran natural gas yang terjadi.

Tabel 3. Perbandingan Data Aktual dan Hasil Simulasi

Variable Unit Act Tertiary

Swirl 25%

Tertiary

Swirl 37.5%

Tertiary

Swirl 50%

Furnace

draft Pa g 4397 4449.46 4448.58 4444.35

Error % 1.1931 1.1592 1.0643

4.1 Analisa Distribusi Temperatur

Fenomena temperatur pembakaran dapat diketahui

pada gambar 4, dimana pengaturan swirl 25% untuk

tertiary combustion air cenderung menghasilkan flame

yang lebih panjang karena udara pembakaran kurang

mampu untuk mengolak aliran natural gas sehingga

flame dapat mengenai rear wall. Pengaturan swirl

37.5% cukup memberikan pengaruh olakan aliran yang

lebih baik namun yang perlu diperhatikan adalah flame

dari burner B1 yang mengarah pada side wall serta

flame dari burner A2 dan C2 yang masih dapat

mengenai rear wall. Dan pada pengaturan swirl 50%

lebih memberikan pengaruh olakan paling besar

sehingga lebih mampu untuk membelokkan arah flame.

Namun perlu diperhatikan juga bahwa flame dari

burner B1, C2, dan C3 masih dapat mengenai rear

wall.

Gambar 4. Kontur distribusi temperatur

tiap elevasi burner

Data kuantitatif temperatur pembakaran pada tiap

elevasi dapat dilihat pada gambar 5. Dari gambar 5

tersebut diketahui bahwa variasi persentase sudut swirl

vanes untuk udara pembakaran tersier lebih

berpengaruh signifikan terhadap temperatur rata-rata

pada elevasi burner row A dan B, namun kurang

berpengaruh signifikan terhadap temperatur rata-rata

pada elevasi burner row C dan measuring tap. Pada

elevasi burner row A dan B, temperatur rata-rata

tertinggi sekitar 1415 °C terjadi pada pengaturan swirl

37.5%, sedangkan pada elevasi burner row C,

pengaturan swirl 25% dan 37.5% menghasilkan

temperatur rata-rata tertinggi yang hampir sama, yakni

sekitar 1360 °C. Dan pada elevasi measuring tap

menuju furnace outlet, temperatur rata-rata tertinggi

sekitar 1500 °C terjadi pada pengaturan swirl 37.5%.

Gambar 5. Grafik perbandingan temperatur

rata-rata tiap elevasi

4.2 Analisa Fraksi Massa O2

Fenomena pengaruh variasi sudut swirl vanes untuk

tertiary combustion air terhadap reduksi O2 selama

proses pembakaran dapat diamati pada gambar 6,

dimana pada elevasi burner row A, terlihat bahwa

dengan pengaturan tertiary air swirl 37.5% dan 50%

dominasi sisa fraksi massa O2 lebih sedikit daripada

pengaturan tertiary swirl air 25%. Sedangkan pada

elevasi burner row B, pengaturan tertiary air swirl

37.5% menghasilkan sisa fraksi massa O2 paling

rendah. Dan sisa fraksi massa O2 paling rendah pada

elevasi burner row C, terjadi dengan pengaturan

tertiary air swirl 25%.

Page 4: Studi Numerik Karakteristik Pembakaran di dalam Boiler ...digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-33431-2109100151-Paper.pdf · pembakaran natural gas di dalam boiler furnace PLTU unit

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)

4

Gambar 6. Kontur fraksi massa O2 tiap elevasi burner

Untuk mengetahui sisa fraksi massa O2 dari daerah

tengah furnace menuju furnace outlet secara kuantitatif

dapat diamati pada gambar 7, dimana dapat diketahui

bahwa dengan pengaturan tertiary air swirl 37.5% dan

50% pada elevasi burner row A menghasilkan sisa

fraksi massa O2 terendah sekitar 0.05. Pada elevasi

burner row B sisa fraksi massa O2 terendah 0.052

terjadi dengan pengaturan tertiary air swirl 37.5%.

Dan pada elevasi burner row C, sisa fraksi massa O2

terendah sekitar 0.061 terjadi dengan pengaturan

tertiary air swirl 25%. Namun, pada daerah measuring

tap, keseluruhan pengaturan sudut swirl vanes untuk

tertiary combustion air menghasilkan akumulasi sisa

fraksi massa yang hampir sama sekitar 0.05.

Gambar 7. Grafik perbandingan fraksi massa O2 rata-

rata tiap elevasi

4.3 Analisa Fraksi Massa CO2

Gambar 8. Kontur fraksi massa CO2 tiap elevasi burner

Sebagaimana diketahui sebelumnya bahwa CO2

merupakan komponen utama hasil proses pembakaran,

sehingga dengan terbentuknya CO2 pada nilai fraksi

massa yang lebih tinggi menunjukkan bahwa pada

daerah tersebut terjadi proses oksidasi antara natural

gas dan O2 pada komposisi yang stoichiometric. Selain

itu, dapat diketahui juga bahwa dengan variasi

pengaturan tertiary air swirl yang berbeda

menghasilkan kontur fraksi massa CO2 yang hampir

sama.

Gambar 9. Grafik perbandingan fraksi massa CO2

rata-rata tiap elevasi

Untuk mengetahui pembentukan CO2 dari daerah

tengah furnace menuju furnace outlet secara kuantitatif

dapat diamati pada gambar 9 dimana dapat diketahui

bahwa pembentukan CO2 yang lebih besar pada elevasi

burner row A dan B terjadi dengan pengaturan tertiary

air swirl 37.5%, sedangkan pada elevasi burner row C

pembentukan CO2 sedikit lebih besar dengan

pengaturan tertiary air swirl 25%. Dan pada daerah

measuring tap, akumulasi CO2 yang terbentuk hampir

memiliki fraksi massa yang sama besar untuk

keseluruhan variasi pengaturan tertiary air swirl, yakni

pada nilai fraksi massa sekitar 0.11.

4.4 Analisa Emisi NOx

Gambar 10. Kontur emisi NOx tiap elevasi burner

Pembentukkan emisi NOx mencapai nilai yang lebih

tinggi pada daerah sekitar rear wall dan pada daerah

mendekati furnace outlet, yang ditunjukkan pada

gambar 10 dengan adanya kontur warna hijau muda

sampai merah tua pada rentang 810 – 1800 dry-ppm.

Pembentukkan emisi NOx yang lebih tinggi

diakibatkan tercapainya temperatur pembakaran

Page 5: Studi Numerik Karakteristik Pembakaran di dalam Boiler ...digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-33431-2109100151-Paper.pdf · pembakaran natural gas di dalam boiler furnace PLTU unit

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)

5

tertinggi dan kurangnya proses pendinginan oleh udara

pembakaran, sehingga pengurangan emisi NOx hanya

berlangsung pada daerah tengah furnace tepatnya pada

daerah mixing pembakaran.

Dari pembahasan mengenai distribusi temperatur,

telah diketahui bahwa pada pengaturan tertiary air

swirl 50% menghasilkan temperatur maksimum

pembakaran yang lebih tinggi, sehingga pembentukkan

emisi NOx juga berpotensi lebih tinggi. Hal tersebut

dapat diamati dari kontur warna kuning sampai merah

tua yang menunjukkan nilai sekitar 1170 – 1800 dry-

ppm, sedangkan pada pengaturan tertiary air swirl

37.5% menghasilkan emisi NOx yang lebih rendah

pada nilai sekitar 720 – 1080 dry-ppm dengan kontur

warna hijau pupus sampai kuning tua. Dan

pembentukkan emisi NOx terendah pada pengaturan

tertiary air swirl 25%, yang hanya ditunjukkan

dominasi warna biru muda dan hijau pupus pada nilai

360 – 630 dry-ppm.

Gambar 11. Grafik perbandingan emisi NOx rata-

rata tiap elevasi

Untuk mengetahui pembentukan emisi NOx secara

kuantitatif mulai dari daerah pembakaran pada tiap

elevasi burner menuju furnace outlet dapat diamati

pada gambar 4.15 mengenai grafik perbandingan emisi

total NOx pada tiap elevasi. Selanjutnya, dapat

diketahui bahwa pada elevasi burner row A dan B,

pembentukkan emisi total NOx terendah sekitar 210

dry-ppm pada pengaturan tertiary air swirl 25%,

dimana dengan adanya swirl yang lebih rendah dapat

memberikan pendinginan yang lebih merata pada

proses pembakaran. Sedangkan pada elevasi burner

row C, pengaturan tertiary air swirl 25% dan 37.5%

memberikan pengaruh pendinginan yang hampir sama,

sehingga pembentukkan emisi total NOx terendah pada

elevasi tersebut, yakni sekitar 255 dry-ppm. Dan pada

daerah menuju furnace outlet, pengaturan tertiary air

swirl 37.5% dan 50% mengakibatkan pembentukkan

NOx yang lebih tinggi sekitar 450 dry-ppm,

dibandingkan pada pengaturan tertiary air swirl 25%

yang menghasilkan emisi NOx sekitar 400 dry-ppm.

Pada elevasi burner row B dan C, serta measuring tap,

pengaturan tertiary air swirl 50% rata-rata

menghasilkan emisi total NOx tertinggi dibandingkan

pengaturan tertiary air swirl 25% dan 37.5%. Dengan

adanya swirl yang lebih besar, pendinginan oleh udara

pembakaran kurang merata hingga ujung flame

sehingga pembentukkan emisi total NOx lebih tinggi

pada daerah ujung flame.

4.5 Optimasi Pembakaran pada Furnace Outlet

Untuk mengetahui optimasi pembakaran yang

terjadi, dapat ditinjau pada komponen sisa unburnt fuel

dan oksidan yang terbakar, serta akumulasi

pembentukan CO2 dan emisi NOx pada sisi furnace

outlet. Dari tabel 4, dapat diketahui bahwa dengan

memperbesar persentase tertiary air swirl pada

keseluruhan burner, akan menurunkan optimasi

pembakaran yang terjadi. Hal tersebut dapat diamati

bahwa pada pengaturan tertiary air swirl 50%, sisa

CH4 dan O2, serta emisi total NOx pada furnace outlet

semakin besar, sedangkan pembentukan CO2 menurun,

dibandingkan pada pengaturan tertiary air swirl 25%

dan 37.5%. Pembakaran yang optimum terjadi dengan

pengaturan tertiary air swirl 25% pada keseluruhan

burner, menghasilkan sisa CH4 terendah 0.52%, sisa

O2 terendah 2.41%, pembentukan emisi total NOx

terendah 456.76 dry-ppm, serta pembentukan CO2

tertinggi 12.75%.

Tabel 4. Optimasi Pembakaran pada Furnace Outlet

Tertiary air

swirl [%] CH4 [%] O2 [%] CO2 [%]

Total NOx

[dry-ppm]

25 0.5197 2.4111 12.745 456.7644

37.5 0.5434 2.575 12.6201 475.6702

50 1.0045 3.5034 11.8196 511.031

V. KESIMPULAN/RINGKASAN

Dari hasil simulasi menunjukkan bahwa dengan

memperbesar persentase sudut swirl vanes untuk tertiary

combustion air pada keseluruhan burner, dapat menurunkan

optimasi pembakaran natural gas yang terjadi. Pembakaran

natural gas yang optimum terjadi pada pengaturan swirl

25% untuk tertiary combustion air pada keseluruhan burner,

dengan hasil pada sisi furnace outlet diantaranya sisa CH4

0.52%, sisa O2 2.41%, pembentukan CO2 12.75%, dan

pembentukan emisi NOx 456.75 dry-ppm.

PENGHARGAAN

Dalam penyelesaian penelitian ini, penulis mengucapkan

terima kasih atas adanya bantuan dan kerjasama dari PT.

PJB UP Gresik dan PT. Angkasa Pura II.

DAFTAR PUSTAKA

ABB C-E Instruction Manual Indonesia Naval Base Complex PLN Gresik

units 1 and 2, ABB C-E Services Inc., Ujung, Surabaya, Indonesia, Windsor, Connecticut, USA; 1997.

ANSYS FLUENT 14 Theory Guide, ANYS Inc., Southpointe, 275

Technology Drive, Canonsbrug, PA 15317, USA; 2011. ANSYS FLUENT 14 User’s Guide, ANYS Inc., Southpointe, 275

Technology Drive, Canonsbrug, PA 15317, USA; 2011.

Dai-fei L, Feng-qi D, Hong-liang Z, Wen-bo Z. Numerical Simulation of High Temperature Air Combustion in Aluminum Hydroxide Gas

Suspension Calcinations. J Trans. Nonferrous Met. Soc. China 2009; 19 :

259-266. Habib MA, Elshafei M, Dajani M. Influence of Combustion Parameters on

NOx Production in an Industrial Boiler. J Computers & Fluids 2008; 37 :

12-23. Project Completion Report on the Project for Rehabilitation of Gresik

Steam Power Plant units 1 and 2 The Republic of Indonesia, Tokyo Electric

Power Services Co. Ltd., Tokyo, Japan; 2001.