studi perbandingan semen portland tipe i dari tiga pabrik semen di indonesia untuk mengetahui kuat...
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Beton merupakan bahan yang dibantuk oleh campuran semen,agregat
halus,agregat kasar, air, dan bahan lain. Dari beberapa bahan pembentuk beton
tersebut, semen merupakan bahan yang relatif mahal. Dengan keadaan yang
demikian maka banyak diusahakan pemanfaatan semen dalam campuran beton
seefisien mungkin. Selama ini semen portland tipe I sering digunakan untuk
membangun bangunan perumahan, jembatan dan juga gedung. Oleh karena itu
jenis semen seperti ini menjadi pililhan dalam pembangunan struktur.
Penggunaan beton sebagai material konstruksi banyak digunakan,
dimana beton mempunyai kemampuan durabilitas, perilaku serta kinerja dengan
ketahanan yang baik terhadap lingkungan luar serta memiliki keunggulan dalam
hal kuat terhadap tekan, namun lemah terhadap tarik.
Dengan demikian banyaknya pemakaian beton sebagai bahan stuktur,
maka semakain banyak pula usaha untuk mengetahui bagaiman sifat-sifat beton
dari tiga macam semen yang berada di Indonesia yang dipertimbangkan untuk
mengetahui kuat tekan dan modulus elastisitas beton dari tiga macam semen
dengan tipe yang sama. Karena sifat elastisitas tersebut akan berpengaruh
terhadap kekakuan terhadap suatu struktur. Semakin besar elastisnya semakin
besar semakin besar pula kekakuan struktur tersebut. Adapun tolak ukur yang
digunakan untuk mengetahui elastisitas tersebut adalah modulus elastisitas
(Modulus Young). Modulus elastisitas dipengaruhi oleh kekuautan, umur, sifat-
1
sifat agregat dalam semen, kecepatan pembebanan, jenis agregat dan ukuran
benda uji.
Berdasarkan urain diatas maka penulis ingin mengetahui perbandinagan
semen portland tipe I dari tiga pabrik semen yang berada di Indonesia tehadap
kuat tekan dan modulus elastisitas beton. Sehingga kita dapat mengetahui
manfaatnya baik secara teori maupun penerapan waktu berada di lapangan.
1.2 Identifikasi Masalah
Dalam meneliti kekuatan dari tiga semen yang sama tipe tapi berbeda
pabrikanya, kita telebih dahulu mengetahui kekuatan semen tersebut yang telah
di uji sebelumnya. Bahan – bahan apa saja yang digunakan untuk membuat
semen tersebut. Apakah kriteria semen tersebut layak untuk digunakan dalam
membuat struktur.
1.3 Pembatasan Masalah
Dengan memperhatikan latar belakang dan identifikasi masalah di atas,
dalam kajian ini diambil batasan-batasan sebagai berikut :
a. Penelitian dilakukakan di labulatorium bukan di lapangan.
b. Bahan – bahan yang digunakan :
- Semen portland tipe I, produksi P.T. Semen Gresik, P.T. Semen
Tiga Roda, dan P.T. Holcim.
- Agregat kasar dan agregat halus
- Air yang dipakai adalah air yang berasal dari PDAM Kodya
Malang.
2
c. Spesifikasi campuran beton :
- Campuran beton dalam perbandinagan volume semen : agregat
halus : agregat kasar ; 1 : 1,5 : 2,5 dan dengan air semen.
- Penentuan perbandingan campuran beton dengan mix design.
d. Pembuatan benda uji :
- Kualitas pembuatan benda uji dianggap sama dan perbedaan
waktu pembuautan dianggap tidak berpengaruh.
- Benda uji berupa silinder berdiameter 15 cm dan tinggi 30 cm.
- Tidak diadakan perawatan beton terhadap benda uji.
e. Pengujian benda uji :
- Pengujian menggunakan alat commpressometer.
- Uji tekan beton dilakukan pada umur 3, 7, 14, 21, dan 28 hari.
- Kecepatan pembebanan dibuat konstan pada seluruh percobaan.
- Uji beton segar denga uji slump.
f. Ikatan kimia yang terjadi pada saat pencampuran dan pada proses
pengerasan beton tidak diadakan penelitian da pembahasan lebih
lanjut.
1.4 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian-uraian di atas, dapat dirumuskan masalah yang akan
dibahas adalah sebagai berikut: “Berapakah kuat tekan dan modulus
elastisitasnya yang terjadi pada masing-masing dimensi silinder dari tiga macam
semen tersebut?”
3
1.5 Tujuan dan Kegunaan Studi
Tujuan dari kajian ini adalah untuk mengetahui kekuatan dari tiga
semen yang berada di Indonesia yang bertipe I, sehingga kekuatan kuat tekan dan
modulus elastisitasnya dapat diperbandingkan dan pada penelitian ini bukan
untuk bermaksud menjatuhkan salah satu pabrikan semen tersebut. Disini hanya
untuk mengetahui apakah sama dengan standart SNI. Serta penellitian ini untuk
mengetahui dan memperoleh kurva dari modulus elastisitas pada umur-umur
awal terhadap umur 28 hari, serta seberapa besar perbedaan modulus elastisitas
beton pada tiga jenis semen tersebut.
Adapun kegunaan dari kajian ini antara lain :
- Untuk para peneliti member pengetahuan tambahan tentang kuat
tekan dari tiga semen tipe I, tanpa adanya rekayasa.
- Untuk para praktisi memberikan informasi tentang modulus
elastisitas beton dengan variasi dari tiga semen berbeda tapi
mempunyai tipe yang sama, serta prosentase peningkatan
modulus elastisitas beton pada umur – umur awal terhdap umur
28 hari.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Beton merupakan bahan bangunan yang diperoleh dengan cara
pencampuran semen, air, agregat dan kadang-kadang bahan tambahan yang
sangat bervariasi mulai bahan kimia sampai bahan bangunan non-kimia dengan
perbandingan tertentu.
2.1 Semen
Semen merupakan bagian yang terpenting dalam pembentukan beton.
Ada dua macam yaitu yang hidrolis dan semen yang non-hidrolis. Semen hidrolis
adalah semen yang akan mengeras bila bereaksi dengan air akan tetapi tetap
tahan terhadap air ( water resistant ) dan stabil dalam air. Sedangkan semen non-
hidrolis adalah semen yang tidak dapat mengeras dan tidak stabil dalam air
( Paulus Nugraha, 1986: 151-16)
Semen Portland dibentuk oleh oksida-oksida utama yaitu :
- Kapur ( CaO )
- Silica ( SiO2 )
- Alumunia ( Al2O3 )
- Besi ( Fe2O3 ).
5
Setelah melalui proses pembakaran oksida-oksida ini berubah menjadi
senyawa-senyawa anhidrat yaitu :
- Trikalsium Silikat 3 CaO SiO2, disingkat C3S
- Dikalsium Silikat 2 CaO SiO2, disingkat C2S
- Trikalsium Alumino Forit 4 CaOAl2O3Fe2O3, disingkat C4A
Semen Portland menurut Standart Nasional Indonesia termasuk bahan
pengikat hidrolis yang dibuaut dengan cara menggiling besama kerak dan bahan
lain yang tidak menurunkakn mutu. Semen portland mempunyai panas pans
hidrasi yang rendah. Dengan panas hidrasi yang rendah akan dapat menghasilkan
porositas yang lebih kecil. Disamping itu akan memperkecil efek penyusutan,
sehingga kemungkinan terjadinya keretakan pada beton dapat dikurangi.
Pada reaksi antara semen dengan air terjadi dua proses yaitu peningkatan
dan proses pengerasan. Proses pengikatan adalah peralihan dari keadaan plastis
menjadi keadaan keras, sedangkan pengerasan adalah penambahan kekuatan
setelah pengikatann itu selesai.
Pengikatan harus belangsung lambat, sebab jika tidak demikian adukan
beton akan sukar dikerjakan. Oleh karena itu spesifikasi – spesifikasi untuk
semen mensyaratkan untuk awal pengikatan dari pasta semen tidak boleh kurang
dari 45 menit, setelah pemberian air pada semen. Spesifikasi dari semen Portland
tipe I dengan SNI seperti pada Tabel 2.1 dan 2.2 berikut ini :
6
TABEL 2.1 KANDUNGAN KIMIA DARI SEMEN PORTLAND
TIPE I DENGAN SNI DALAM PERSEN ASLI
URAIAN TIPE I S N I
Bagian yang larut 0,22
Silikon Dioksida SiO2 20,44
Besi III Dioksida Fe2O3 3,06
Almunium Oksida Al2O3 6,32
Kalsium Oksida CaO 65,06
Magnesium Oksida MgO 0,87
Belerang Trioksida SO3 1,89 <3,0
Hilang pada pemijaran 0,70
Alkali sebagai Na2O 0,20
Kapur bebas 0,21
7
TABEL 2.2 KANDUNGAN FISIKA DARI SEMEN PORTLAND
TIPE I
URAIAN TIPE I S N I
1. Kehalusan
Dengan alat Blaine M2/ kg
469 >280
2.Waktu pengikatan
Dengan alat Vicat
- Awal, menit
- Ahir, menit
123
285
>45
<375
3.Kekekalan dalam Autoclave
- pemuain %
-penyusutan %
-
-
<0,8
<0,2
4.Peningkatan semu
- penetrasi ahir % 71 >50
Sumber : Departemen Perindustrian dan Bdan Penelitian dan Pengembangan
Industri
Keterangan :
Tipe I = Semen Portland Tipe I
8
2.2 Umur Beton
Umur ternyata mempengaruhi kekuatan dari beton. Kecepatan
penambahan kekuatan dari semen dan beton tergantung pada senyawa – senyawa
yang ada. Kekuatan naik dengan pesat salama awal dari pengerasan dan makin
lama makin berkurang. Pada awal hidrasi hanya berlangsung reakksi kimia pada
sebelah luar partikel semen. Bilamana sepotong beton diperiksa dibawah
mikroskop, tampak masih adanya partikel yang belum mengalami hidrasidalam
pasta yang mengeras. Partikel yang belum mengalami hidrasi ini terus menyerap
air dari udara meskipun air pencampur telah kering. Proses kimia yang
berlangsung terus menerus ini meningkatkan kekuatan dan kepadatan beton
sampai beberapa tahun tetapi peningkatannya kecil dibandingkan pada umur
muda ( Murdock 1991,72-74).
2.3 Hukum Perilaku Bahan
Beton terbentuk dari tiga komponen yaitu semen, air, dan agregat yang
merupakan suatu bahan yang heterogen. Adanya sifat ini, maka pada masing-
masing komponene mempunyai perilaku yang berbeda antara satu dengan yang
lainnya. Menurut teori Miliukontinyu, sifat heterogen ini dianggap cukup kecil
jika di tinjau dari perilaku secara mikroskopi, sehingga perilaku beton ini
didekati dengan baik oleh teknik homogenisasi. Hal ini mempermudah kita untuk
mempelajari perilaku beton. Perilaku dari struktur yang mengalami pembebanan
singkat sebagian besar tergantung pada hubungan tegengan-regangan dari bahan
pembentuknya, sesuai jenis tegangan yang bekerja pada struktur tersebut. Karena
beton terutama dipakai untuk memikul beban tekan, maka disini diutamakan
9
adalah grafik tegangan-regangan dalam kondisi tekan. Grafik tersebut dapat
diperoleh dari pengukuran-pengukuran reganagn yang sesuai dalam pengujian-
pengujian silinder. Pada pembebanan kecil dan singkat, beton secara umum
mempunyai elastisitas linier. Namun pada pembebanan yang lebih besar lagi
akan timbul retak-retak kecil yang cukup berarti. Apabila kita mengikuti suatu
percobaan tekan benda uji silinder, maka beton akan memperlihatkan hubungan
tegangan – regangan skematis seperti pada gambar dibawah ini
( Winter, 1993 : 15 ).
Dalam perilaku beton yang dinyatakan oleh tegangan regangan diatas,
kelihatanya dengan jelas tiga perilaku bahan yang berurutan dan dapat dijelaskan
sebagai berikut :
- Tahap I disebut tahap elastis, adalah perilaku dimana deformasi
aksial benda uji hampir proposional dengan tegangan yang
10
III III
0,4 f ’c
f ‘ c
ɛ1 ɛ2
Gambar 2.1 Skematis Kurva Tegangan Regangan
diberikan. Bagian kuva yang hampir linier ini berhenti pada
kira-kira 40% dari tegangan maksimal yang telah dicapai. Juga
perlu dicatat kemiringan pada bagian ini jauh lebih besar dari
bagian yang lain.
- Tahap II merupakan bagian nonlinier dari kurva yang naik. Pada
bagian ini ddeformasi aksial terdiri dari elastis dan deformasi
plastis yang disebabkan munculnya retak-retak kecil. Tahap ini
berhenti pada saat tegangan maksimal dicapai.
- Tahap III adalah bagian dari kurva turun. Bagian ini dari segi
perhitungan kkurang memberikan arti tapi hanya dipakai untuk
menunjukan batas maksimal kurva. Dalam perhitungan klasik
konstruksi beton, metode perhitungan secara umum didasarkan
pada teori elastisitas dengan pertimbangan bahwa perilaku beton
dalam keadaan tertekan adalah elastisitas linier.
2.4 Kuat Tekan Beton
Berlainan dengan baja yang kuat tehadap tarik, beton mempunyai daya
tahan terhadap tekan yang sangat besar. Beton disusun dari bahan-bahan utama
yaitu : semen portland disini dipakai tipe I, air, pasir, kerikil dan bahan tambahan
untuk memberi sifat yang menguntungkan dalam perencanaan konstruksi. Hal ini
berhubungan dengan segi kekuatan dan keekonomisan beton. Pembuautan beton
sebagai bahan pendukung bangunan bergantung pada banyak faktor, tidak hanya
dalam pemilihan bahan dan perbandingan yang tepat dari bahan – bahan
penyusutan saja, tapi juga cara pelaksanaanya.
11
Faktor-faktor yang berpengaruh pada kekuatan beton antara lain :
Faktor Air Semen ( FAS )
Mix design dan perbandingan campuran
Proses pembuatan dan quality control
Perawatan
Jadi hendaknya faktor harus diperhatikan untuk mendapatkan mutu
beton yang baik.
Dari uraian diatas, maka rumusan kuat tekan beton karakteristik yang
dipakai adalah : σ’bk = σbmn – k.SB ( 2.1 )
Diamana : σ’bk : tegangan karakteristik yang didapat
σbmn : tegngan rata-rata beton dari n benda uji
S : standart deviasi
k : konstanta yang tergantung dari n benda uji = 1,23
2.5 Modulus Elastisitas Satis Beton
Modulus elastisitas statis beton dapat didefinisikan sebagai
perbandingan antara tegangan dengan perubahan bentuk persatuan panjang
akibat dari tegangan yang diberikan. Secara umum persamaan modulus elastisitas
statis beton diberikan sebagai berikut :
Es = τ / ɛ ( 2.2 )
Dengan : Es = modulus elastisitas beton ( MPa )
τ = Tegangan ( Mpa )
ɛ = reganagan
12
S2
S1
ɛ1 = 0.000050 ɛ2
Gambar 2.2 kurva tegangan regangan beton
Sumber : Waddel, 1993 : 6-22
Dari gambar kurva tegangan regangan beton diatas terlihat ada beberapa
cara dalam menentukan harga yang diambil sebagai modulus elastisitasnya, yaitu:
- Modulus Tangen Awal (inintial tangen)
Karena kurva tegangan – regangan beton pada taraf pembebanan awal
( sampai sekitar 40 % dari tegangan ultimit beton ) pada umumnya untuk
tujuan praktis dapat dianggap linier, maka modulus elastisitas dari bahan ini
garis singgung dari kurva pada titik pusatnya.
- Modulus Sekan (secant)
Didefinisikan sebagai kemiringan suatu garis lurus yang menghubungkan titik
pusat dengan suatu harga tegangan sekitar 40% tegangan ultimit beton ( f’c )
modulus ini memenuhi asummsi praktis bahwa regangan yang terjadi selama
pembebanan pada dasarnya dianggap linier.
- Modulus Chord
Harga ini ditentukan dari kemiringan garis yang menghubungkan antara dua
titik pada diagram tegengan – regangan. Bagian bawah titik didapat dari
13
SECANT
CHOR
INITIAL TANGENT
S2 ≈ Sw
Unit Strain, in/in
Unit Stress, PSI
diagram yang menghubungkan regangan sebesar 0,00005 sedang titik bagian
atas terdiri dari diagram yang menghubungkan tegangan sebesar 40% dari
tegangan ultimiit beton.
Dari beberapa cara dalam menentukan modulus elastisitas tersebut,
pada penelitian ini dipakai cara modulus chord, yang direkomendasikan oleh
ASTM C – 469.
Persamaan modulus chord adalah :
( Mpa) (2.3)
Dengan : Es = modulus elastisitas statis beton ( Mpa )
S2 = tegangan pada 40% tegangan ultimit beton ( Mpa)
S1 = tegangan regangan 0,00005 ( Mpa )
ɛ2 = regangan yang bersesuaian dengan tegangan S2.
Modulus elastisitas statis beton merupakan suatu sifat beton yang
memengaruhi oleh kekuatan beton, umur, sifat-sifat dari agregat dan semen,
kecepatan pembebanan serta jenis dan ukuran dari benda uji. Regangan pada saat
beton hancur umumnya berkisar antara 0,003 sampai 0,0083 akan tetapi harga
regangan maksimum yang biasa dipakai untuk praktek berkisar antara 0.003
sampai 0,004 tanpa memperdulikan kekuatan betonnya ( Wang and Salmon, 1985
: 12 ).
2.6 Hipotesis Penelitian
14
Dari berbagai kajian teori dan permasalahan yang telah diuraikkan diatas
maka pada penelitiaan yang disajikan hipotesis penelitian sebagai berikut :
”Diduga variasi semen akan memberikan pengaruh yang nyata terhadap kaut
tekan beton dan modulus elastisitas statis beton pada tiga jenis semen yang
berbeda”
15
BAB III
METODOLOGI PERENCANAAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium bahan konstruksi jurusan sipil
Universitas Brawijaya Malang. Pelaksanaan penelitian dilaksanakan bulan
November 2009 sampai Desember 2009 2009.
3.2 Alat dan Bahan
Peralatan dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Peralatan
- mesin uji tekan beton kapasitas 60 ton
- commpressometer
- cetakan silinder diameter 15 cm dan tinggi 30 cm
- kerucut terpancung Abrams
- mesin pengaduk beton ( molen )
- vibrator
- dan lain-lain
2. Bahan
- Semen portland tipe I produksi P.T. Semen Gresik
- Semen portland tipe I produksi P.T. Semen Tiga Roda
- Semen portland tipe I produksi P.T. Semen Holcim
- Agregat halus dan agregat kasar
- Air bersih dari PDAM Kodya Malang
16
3.3 Langkah – Langkah Penelitian
Langkah – langkah penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut :
17
18
Ya
Tidak
Tidak
Ya
DAFTAR PUSTAKA
Andyastanto, Febi. 2006. Pengaruh Penggunaan Agregat Halus Dari Kabupaten
Karangasem, Propinsi Bali Sebagai Pengganti Pasir Alam Biasa
Terhadap Lendutan (Defleksi) Pada Balok Beton Bertulang. Tidak
Diterbitkan.Malang: Jurusan Sipil FT Unibraw
Badan Standardisasi Nasional. 2002. SNI 03-2847-2002 Tata Cara Perencanaan
Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung. Bandung: Departemen
Pekerjaan Umum
Dipohusodo, Istimawan. 1999. Struktur Beton Bertulang. Jakarta : Penerbit
PT.Gramedia Pustaka Utama
Hastiningtyas, Emilia. 2002. Analisa Kebutuhan Tulangan Rangkap Dengan
Menggunakan Metode Tegangan Kerja Dalam Mencapai
Kemampulayanan. Tidak Diterbitkan.Malang: Jurusan Sipil FT Unibraw
Macgregor, James G. 1997. Reinforced Concrete Mechanics and Design. New
Jersey: Prentice-Hall International inc
Mosley, W.H. dan J.H. Bungey. 1989. Perencanaan Beton Bertulang. Jakarta:
Erlangga
Munaf, DR.Ir. Dicky Rezady, MS.,MSCE, dkk. 2003. Concrete Repair &
Maintenance. Jakarta: Yayasan John Hi-Tech Idetama
Nawy, Dr. Edward G., P.E. 1998. Beton Bertulang Suatu Pendekatan Dasar.
Bandung: PT. Refika Aditama
19
Prasetyo, Yudi Eko. 2007. Pengaruh Variasi Prosentase Luas Tulangan
Tumpuan Yang Masuk Ke Lapangan Terhadap Lendutan (Defleksi)
Balok. Tidak Diterbitkan.Malang: Jurusan Sipil FT Unibraw
Wahyudi, Laurentius dan Syahril A. Rahim. 1997. Struktur Beton Bertulang
Standar Baru SNI T-15-1991-03. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Wang, Chu-Kia dan Charles G. Salmon. 1993. Disain Beton Bertulang Jilid 1.
Jakarta: Erlangga
Wang, Chu-Kia dan Charles G. Salmon. 1993. Disain Beton Bertulang Jilid 2.
Jakarta: Erlangga
20