subtitusi ikan
TRANSCRIPT
ABSTRAK RENCANA PENELITIAN
Kebutuhan masyarakat dunia terhadap protein hewani ikan terus meningkat
seiring dengan peningkatan populasi penduduk dunia. Sejak tahun 1990-an, produksi
perikanan tangkap mengalami stagnasi dan cenderung menurun akibat kerusakan
lingkungan laut dan upaya penangkapan ikan illegal. Oleh karena itu pemenuhan
konsumsi ikan dunia hanya diharapkan dari usaha budidaya ikan.
Kebutuhan ikan dunia, termasuk ikan lele yang terus meningkat menjadikan
usaha budidaya dilakukan dengan sangat intensif. Intensifikasi dicirikan dengan
masukan nutrien berupa pakan dan bahan kimia lainnya serta tingkat kepadatan ikan
yang tinggi. Banyaknya nutrien yang masuk dikhawatirkan akan berdampak negatif
terhadap lingkungan perairan.
Pakan sebagai komponen terbesar dalam pembiayaan sangat menentukan
keberhasilan budidaya. Saat ini penelitian pakan diarahkan kepada penciptaan pakan
ikan yang murah dan ramah lingkungan. Pakan ini dicirikan dengan tingkat kecernaan
yang tinggi sehingga buangan sisa metabolisme berupa nitrogen dan fosfor (N dan P) ke
lingkungan perairan menjadi rendah. Seiring dengan semakin menurunnya produksi
perikanan tangkap, maka ketersediaan tepung dan minyak ikan sebagai komponen
pakan terbesar juga menurun. Oleh karena itu pencarian sumber-sumber protein dan
lemak alternatif untuk menggantikan tepung ikan dan minyak ikan yang semakin mahal
perlu dilakukan. Selain itu pemanfaatan bahan-bahan pakan lokal secara langsung
dapat mengurangi biaya produksi pakan ikan.
BAB 1. TUJUAN KHUSUS
Penelitian ini bertujuan untuk menciptakan pakan ikan lele yang murah dan
ramah lingkungan dengan memanfaatkan bahan-bahan lokal untuk menghasilkan
budidaya ikan secara berkelanjutan. Isu-isu yang berkembang tentang budidaya ikan
saat ini diarahkan kepada aspek hubungan antara keberhasilan budidaya dan
keselamatan lingkungan. Hubungan kedua faktor ini sangat besar pengaruhnya untuk
menghasilkan keberlanjutan usaha budidaya.
Pakan ikan diketahui sebagai komponen pembiayaan terbesar (sekitar 40-70%)
dalam budidaya sangat menentukan keberhasilan usaha tersebut. Kesalahan dalam
pengelolaan pakan ikan akan berakibat kegagalan usaha budidaya. Pakan ikan yang
baik adalah disamping pakan tersebut dikonsumsi ikan dan berakibat pada peningkatan
pertumbuhan juga buangan ke lingkungan perairan akibat sisa metabolisme juga
sedikit.
Selain itu usaha-usaha untuk meminimalisasi biaya pakan juga merupakan
faktor keuntungan dalam budidaya ikan. Pencarian terhadap pengganti tepung ikan dan
minyak ikan sebagai bahan pakan termahal terus dilakukan untuk menghasilkan pakan
ikan yang murah. Salah satu usaha tersebut adalah pemanfaatan bahan-bahan pakan
lokal yang bisa didapat disekitar dimana bahan tersebut tidak perlu didatangkan dari
tempat lain atau bahkan diimpor dapat mengurangi biaya produksi pakan. Bahan
pengganti protein ikan seperti tepung kedelai, tepung kepala udang, tepung usus ayam,
dan limbah produk pangan lainnya dapat dijadikan sebagai sumber protein pengganti
tepung ikan. Sedangkan pemanfaatan minyak sawit, minyak kelapa, minyak kedelai atau
minyak jagung dapat digunakan untuk mengganti minyak ikan yang mahal. Selain
penggantian tepung dan minyak ikan sebagai sumber protein dan lemak, perlu pula
pencarian bahan lokal sumber karbohidrat. Di Sulawesi Tenggara yang dikenal sebagai
penghasil sagu, bahan ini dapat pula digunakan sebagai sumber karbohidrat pakan.
Oleh karena itu penciptaan pakan ikan yang murah dan ramah lingkungan
diharapkan dapat membantu petani budidaya ikan untuk membuat pakan ikan yang
dapat memacu pertumbuhan ikannya dan usaha budidayanya yang relatif lama karena
lingkungannya selalu bersih dari limbah pakan yang sedikit dan tidak mengotori dan
berdampak negatif bagi lingkungan.
2
BAB 2. PENTINGNYA PENELITIAN
Penyediaan pakan yang berkelanjutan pada saat pendederan dan pembesaran
sangat menunjang keberhasilan usaha budidaya. Dibanding pemberian pakan buatan,
pemberian ikan rucah sebagai pakan tambahan dalam budidaya dapat menimbulkan
masalah mengingat ketersediaan di alam tidak sepanjang masa. Sementara itu
pemberian pupuk untuk menghidupkan pakan alami terkadang mendapatkan kendala
dengan adanya dosis pupuk yang sulit ditentukan. Masalah utama adalah bila dosis
pupuk yang diberikan berlebih dimana selain tidak efisien apalagi harga yang tinggi dan
ketersediaan pupuk yang langka, juga akan menyebabkan blooming plankton yang
dapat meningkatkan mortalitas organisme budidaya.
Oleh karena itu produksi pakan buatan oleh petani dengan penggunaan
bahan-bahan lokal yang murah dan ramah lingkungan sangat dibutuhkan dalam
budidaya ikan lele. Pakan buatan yang berasal dari pabrik dapat diadakan tetapi
harganya yang mahal menjadikan petani pembudidaya ikan sering tidak bisa
membelinya. Disamping itu pakan buatan pabrik terkadang kadaluarsa dan berubah
warna dan bau akibat kendala transportasi dari distributornya. Pada budidaya intensif,
dimana tidak membutuhkan pakan alami dari tambak atau hanya membutuhkan pakan
dari luar, biaya pakan dapat mencapai 60 – 70%.
Pada saat ini dimana harga-harga barang di pasar naik juga berimbas kepada
mahalnya harga pakan yang naik menjadi 200-300%, karena sekitar 60% bahan baku
pakan adalah impor. Harga produksi per kilogram ikan atau udang terasa tinggi pada
saat harga ikan atau udang turun tetapi harga pakan ikan tetap tidak turun. Hal tersebut
sangat membebani petani karena terbiasa menggunakan pakan buatan dari pabrik.
Oleh karena itu penciptaan pakan ikan lele yang ramah lingkungan dengan
menggunakan bahan lokal sangat diperlukan. Pemakaian pakan ramah lingkungan
diharapkan dapat menunjang dan mendukung usaha budidaya yang berkelanjutan.
3
BAB 3. STUDI PUSTAKA
Praktek budidaya ikan telah dikenal lama dan sekarang sudah tumbuh dengan
pesat baik pada lingkungan air tawar maupun laut. Selama dekade terkahir ini budidaya
ikan telah dikenal sebagai industri pangan dengan pertumbuhan tercepat dengan rata-
rata pertumbuhan tahunan sekitar 10% di dunia (FAO, 1997). Organisasi pangan dunia
(FAO) memperkirakan bahwa kebutuhan konsumsi ikan dunia akan menanjak dari nilai
konsumsi sekarang sekitar 110 juta metrik ton di tahun 2010 dan sumbangan produksi
budidaya ikan telah meningkat menjadi 38% pada total produksi perikanan dunia (FAO,
1997). Sebagai hasil dari meningkatnya produksi, aktivitas budidaya sangat
berpengaruh banyak terhadap lingkungan. Terdapat bukti yang kuat bahwa
diperkirakan meningkatnya permintaan terhadap produksi perikanan budidaya
memunculkan potensi beberapa kerusakan pada ekosistem (Beveridge dkk., 1994).
Selanjutnya isu tentang hubungan-hubungan antara lingkungan dan keberlanjutan
usaha budidaya telah menyebabkan meningkatnya perhatian pada tingkat lokal,
nasional dan bahkan internasional. Selama dekade terakhir dan langkah-langkah
penting perlu dilakukan untuk menghasilkan keberlanjutan usaha budidaya yang bersih
lingkungan.
Sebenarnya peningkatan produksi yang dicapai akibat penerapan sistem intensif
dan teknologi budidaya yang lebih modern yang meliputi pemakaian air, pakan, pupuk,
bahan-bahan kimia dll. Masukkan bahan-bahan ini yang berlebih berakibat pada
meningkatnya buangan dari usaha budidaya ke lingkungan perairan. Pengaruh yang
sangat nyata dari buangan usaha budidaya adalah meningkatnya konsentrasi nutrien di
perairan. Unsur yang umumnya terkait dengan limbah budidaya adalah unsur nitrogen
(N) dan fosfor (P). Limbah yang berlebihan dalam badan air (hypernutrifikasi)
menyebabkan meningkatnya jumlah plankton dan populasi mikroba (eutrofikasi) (Walker
and Hillmann, 1982 ; Hargreave, 1998) dan hal ini akan berakibat terjadinya blooming.
Blooming menghasilkan kondisi perairan dengan kandungan oksigen yang rendah
(hypoxia) dan kehabisan oksigen (anoxia). Diketahui bahwa fosfor terikat pada sedimen
daan relatif tidak dapat dimanfaatkan dengan baik oleh organisme hidup perairan.
Hal ini sangat penting utamanya pada budidaya ikan air tawar yang dipelihara di
kolam atau karamba jaring apung di danau, dimana fosfor biasanya menjadi unsur yang
sangat terbatas untuk pertumbuhan fitoplankton (Braaten and Ervik, 1983). Pada sisi
lain, N juga berpengaruh dan berperan penting pada budidaya air laut sebagai
4
penyebab eutrofikasi pada lingkungan perairan laut dengan potensi yang lebih besr
(Hargreaves, 1988). Kelebihan N di perairan baik laut maupun air tawar dapat
menjadikannya perairan tersebut berbahaya karena mengandung racun amonia bagi
hewan perairan (Bergheim et al., 1984, 1991). Tiga unsur yang berperan dan terlibat
langsung dalam proses metabolisme energi pada tubuh ikan yakni karbon, nitrogen dan
fosfor. Ketiga unsur ini sebagiannya dikeluarkan (dibuang dalam bentuk feses, urine
dan buangan respirasi yang juga mengandung carbon, nitrogen dan fosfor dalam
berbagai bentuk.
Sisa nutrient yang tidak diserap dan atau tidak dicerna berupa urine dan nutrient
non fecal harus dibuang dari tubuh. Kelebihan buangan nutrien (utamanya unsur N dan
P) dalam bentuk feses dan urine dan pakan yang tidak dikonsumsi dapat menyebabkan
polusi pada perairan budidaya. Jumlah buangan sisa metabolimse tergantung pada
formulasi pakan bervariasi antara 25-50% berat kering pkan yang dikonsumsi
sebagaimana yang terjadi pada budidaya ikan salmon (EVS, 2000).
Akhir-akhir ini penelitian tentang budidaya mengarah khusus kepada
pengembangan pakan ikan untuk pemeliharaan organisme budidaya dan usaha
perlindungan lingkungan perairan. Kebanyakan penelitian sekarang dalam bidang
budidaya ditujukan untuk pembuatan industri budidaya ikan yang berkelanjutan dan
lebih kepada budidaya yang ramah lingkungan. Watanabe et al (1991a)
mengembangkan suatu jenis baru dari pakan (pellet) kering lembut untuk ikan ekor
kuning yang dapat mengurangi buangan masing-masing sebesar 25% N dan 18% fosfor
dibanding dengan pellet komersial. Cho et al., (1991) memperkenalkan pakan berenergi
tinggi pada pakan ikan salmon yang dapat mengurangi 20-30% N dan P dibanding
dengan pakan komersial. Johnsen dan Wandsvik (1991) menunjukan bahwa ekskresi
amonia dari ikan atlantik salmon dapat dikurangi melalui pemberian pakan energi tinggi
dimana protein sebagian diganti dengan lemak.
Ikan lele ( Clarias batrachus) merupakan ikan jenis catifsh air tawar ekonomis
penting dan sudah lama dibudidayakan di Indonesia utamanya di pulau Jawa meskipun
sekarang usaha budidaya ini dapat dikatakan telah merata di seluruh Indonesia.
Menurut Adi (2007), ikan lele diklasifikan kedalam filum Chordata, kelas Pisces, sub
kelas Teleostei, famili Ostariophusi, sub famili Siluridae, genus Clarias dan spesies
Clarias sp.
Secara biologis, ikan lele dumbo mempunyai kelebihan dibandingkan jenis lele
lainnya, antara lain mudah dibudidayakan dan dapat dipijahkan sepanjang tahun,
5
fekunditas yang tinggi, dapat hidup pada kondisi air yang marjinal (mendiami sungai,
kolam, selokan dan reservoir) serta mempunyai kecepatan tumbuh dan efisiensi pakan
yang tinggi (Sunarma, 2004). Ikan ini bersifat omnivora; makan serangga, plankton,
siput, kepiting, udang dan invertebrate lainnya serta pemakan bangkai (Jauhari, 2007)
Ikan lele dumbo mempunyai kulit berlendir dan tidak bersisik, mempunyai
pigmen hitam yang berubah menjadi pucat apabila terkena cahaya matahari. Mulutnya
lebar, mampu memakan berbagai makanan, dari zooplankton renik sampai ikan dan
pemakan bangkai. Sekitar mulut ada delapan kumis, yaitu nasal, maksila, mandibula
luar dan mandibula dalam. Sirip tunggal terdapat pada punggung, ekor dan dubur
sedangkan sirip-sirip yang berpasangan terdapat pada dada dan perut. Mempunyai alat
pernafasan tambahan berupa arborescent organ (Viveen, dkk., dalam Adi, 2007).
Beberapa studi tentang nutrisi ikan lele telah difokuskan pada kebutuhan
makronutrien berupa kebutuhan optimum dari protein, dan rasio energi protein pada ikan
lele afrika ( Ali dan Jaucey, 2005 ; Thung et al., 2004). Sementara itu salah satu kriteria
untuk menciptakan pakan ramah lingkungan adalah mengurangi buangan nitrogen dan
fosfor ke perarian dengan cara peningkatan energi pakan berupa penggantian protein
dengan lemak.
Selama ini pemberian tepung ikan ke dalam formulasi pakan buatan selalu
menimbulkan biaya pakan yang tinggi akibat ketersediaan sumberdaya ikan di laut
semakin terbatas. Oleh karena itu perlu dilakukan penggantian terhadap tepung ikan
dengan bahan-bahan alternatif sumber protein lain selain tepung ikan. Beberapa
diantaranya adalah tepung kedelai, tepung kepala udang, dan tepung tulang ikan.
Demikian pula hal yang sama perlunya penggantian minyak ikan sebagai sumber lemak
bagi ikan perlunya diganti dengan sumber lemak yang berasal dari tumbuhan (nabati).
Penelitian pakan ikan lele yang terkait dengan penggantian tepung ikan dan
minyak ikan dengan sumber-sumber protein dan lemak masih sangat terbatas.
Kemampuan untuk mengganti minyak ikan dengan sumber-sumber lemak lainnya dapat
mengurangi biaya dan meningkatkan keberlangsungan usaha budidaya ikan lele.
Demikian pula dengan penggantian tepung ikan dengan sumber-sumber protein
alternatif lainnya dapat mengurangi biaya produksi budidaya. Namun penggantian
tepung ikan dan minyak ikan dengan sumber-sumber protein dan lemak alternatif
lainnya akan dapat mengurangi pertumbuhan sebab telah diketahui bahwa interaksi
dan kesesuaian kebutuhan antara tepung ikan dan minyak ikan umunya adalah dalam
keadaan seimbang dalam pakan ikan (Brown et al., 1989). Tepung ikan dan minyak
6
ikan adalah sumber protein dan lemak terbaik dan terlengkap dalam hal komposisi
asam amino dan asam lemak dan juga palatability pakan (aroma, ketahanan pakan, sifat
fisik pakan dan kimianya) sangat cocok khususnya bagi ikan-ikan karnivora (Hertrampf
and Piedad-Pascual, 2000).
Salah satu sumber protein alternatif yang cukup baik dijadikan sebagai sumber
protein adalah buangan berupa usus, tulang dan kulit dari peternakan ayam. Bahan-
bahan buangan ini memiliki kandungan protein yang cukup tinggi dan memiliki banyak
dan jenis asam amino (Tacon, 1993). Bahan-bahan buangan dari peternakan ayam
bervariasi dalam kualitas dan banyak atau kekurangan satu atau lebih asam amino
esensial (Davies et al., 1991). Umumnya bahan produk buangan dapat mengganti
sebagian tepung ikan dalam pakan tetapi beberapa jenis asam amino yang kurang dari
bahan tersebut harus ditambahkan dalam pakan ikan. Penurunan tingkat kecernaan
protein dan asam amino dari bahan produk buangan dapat membatasi penggunaannya
dalam pakan ikan kakap (Portz and Cyrino, 2004). Tidwell et al. (2005) menggunakan
33.4% bahan produk buangan dan sumber-sumber protein lain seperti tepung kedelai
untuk mengganti tepung ikan pada ikan seabass tanpa adanya perbedaan dalam
pertumbuhan. Minyak ikan juga dimasukkan kedalam pakan ikan. Penggantian minyak
ikan secara keseluruhan pada pakan ikan lele belum pernah dilakukan. Subhara et al.
(2006) menunjukan bahwa pemakaian minyak dari produk buangan ayam dan minyak
kanola adalah sesuai untuk mendukung pertumbuhan ikan seabass yang diberi pakan
yang mengandung 30% tepung ikan menhaden untuk mengurangi kandungan minyak
menjadi kurang dari 1.2%.
Karbohidrat merupakan senyawa organik terbesar yang biasa terdapat pada
tanaman, seperti : gula sederhana, amilum (tapioka), selulosa, gum dan zat-zat lain
yang berhubungan Karbohidrat merupakan sumber energi yang murah dan dapat
menggantikan sumber energi protein yang lebih mahal. Pengunaan karbohidrat untuk
menggantikan protein dan lemak sebagai sumber energi dapat dimaksimalkan untuk
mengurangi biaya pakan, karena sumber energi karbohidrat lebih ekonomis, dan mudah
dicerna dan dimanfaatkan oleh ikan. Sumber karbohidrat seperti tapioka, sagu, terigu,
alginat, agar, karagenan dan gum dapat juga digunakan sebagai perekat pakan untuk
menjaga stabilitas kandungan air pada pakan ikan dan udang (Hemre et al., 2002).
7
BAB 4. METODE PENELITIAN
1. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium perikanan FPIK Universitas Haluoleo
sedangkan analisa pakan, tubuh ikan dan kualitas air dilakukan di Laboratorium Dasar
Unhalu.
Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan, mulai dari bulan juni – september 2009
mulai dari persiapan penelitian hingga kegiatan analisa-analisa pakan dan kualitas air di
laboratorium.
Gambar 1. Lokasi Penelitian
2. Pakan dan Pemberian Pakan
Lima jenis pakan akan dibuat dan disiapkan dalam percobaan ini. Kelima jenis
pakan ini akan dibuat dengan isonitrogenous dan isoenergetik yakni masing-masing
mengandung tingkat protein (45% protein) dan energi (430 g/kg pakan) yang sama.
Kadar air pakan akan berkisar antara 6-10% dan kadar abu pakan berkisar antara 6-8%.
Kelima jenis pakan tersebut adalah merupakan nilai persentase penggantian tepung
ikan (TI) dengan sumber-sumber protein alternatif (PA) berupa produk buangan
peternakan ayam dan tepung kedelai yang disusun dengan rincian sebagai berikut :
8
Pakan A : 100% TI
Pakan B : 75 % TI + 25 % PA
Pakan C : 50% TI + 50 % PA
Pakan D : 25% TI + 75 % PA
Pakan E : 100 % PA
Gambar 2. Pakan Penelitian
Semua bahan pakan dalam bentuk tepung dan dibuat dengan homogen
berbentuk pellet kering. Pencampuran bahan pakan akan dimulai dari yang paling
sedikit jumlah persentasenya sampai yang terbesar lalu diaduk dengan memakai mixer
dan dibentuk menjadi pellet ukuran diameter 3 -5 mm. Pengeringan dilakukan dengan
oven dan kemudian dimasukkan ke plastik dan disimpan pada pendingin 4oC untuk
menghindari jamur dan detoksi panas matahari.
3. Pemeliharaan ikan lele
Wadah pemeliharaan ikan lele adalah akuarium berukuran 40x50x60. Sebanyak
15 akuarium disiapkan dan diisi air tawar yang telah disterilkan sebanyak 60 liter.
Sebanyak 300 ekor ikan lele dengan berat 50 g disebar secara acak di dalam 15
akuarium (20 ekor per akuarium). Pergantian air dilakukan secara manual setiap hari
sebanyak 30% volume air akuarium yang dilakukan pada pagi hari sesaat sebelum
dilakukan pemberian pakan.
9
Pengamatan dan pengukuran kualitas air meliputi pengamatan suhu air dengan
termometer setiap hari. Sedangkan pengamatan oksigen terlarut, kadar amonia dan nilai
pH dilakukan seminggu sekali.
Lama pemeliharaan ikan lele adalah 40 hari dimana sampling berupa
penimbangan berat dan pengukuran konsumsi pakan dilakukan setiap 10 hari sekali.
Sampling pada tiap 10 hari dilakukan pada waktu pagi hari dan dilakukan pengukuran
terhadap berat dan panjang ikan. Mortalitas ikan diamati tiap hari, ikan yang mati
ditimbang beratnya.
4. Metode-metode Analisa
Pakan dan kandungan tubuh ikan dianalisa untuk mendapatkan komposis
proksimat dengan menggunakan metode-metode konvensional. Kadar air dan serat
kasar pakan ditentukan dengan metode gravimetric mengikuti metode yang dijelaskan
oleh Watanabe (1988). Total nitrogen ditentukan dengan elemen penganalisa nitrogen
(LECO, FP-428; system 601-700-500, Perkin Elmer Coop., Norwalk, CT, USA), dan
protein kasar dihitung sebagai Nx6.25. Kadar lemak kasar ditentukan dengan metode
ekstraksi sample menggunakan kloroform dan methanol dengan perbandingan 2:1 dan
ditentukan sesuai dengan metode yang dijelaskan oleh Folch dkk (1957). Kadar fosfor
pakan diukur dengan cara dilarutkan dalam pelarut asam nitrit dan kemudian dimasukan
pada mesin MLS-1200 Mega Microwave Digestion System, lalu didinginkan selama 30
menit, kemudian dilarutkan dengan aquades tanpa ion sesuai volumenya. Kadar
konsentrasi fosfor diukur dengan menggunakan spektrofotometer.
Pengukuran tingkat penyerapan makanan dilakukan dengan mengumpulkan
feses ikan saat sebelumnya pakan yang diberikan penanda berupa Cr2O3. Seminggu
sebelum akhir penelitian, pakan yang tidak termakan disipon dan juga feses ikan
dikumpulkan. Feses dan pakan ini kemudian disimpan dalam lemari es dan dijaga
hingga saat analisa kimia berupa fosfor dan nitrogen dilakukan.
5. Rancangan Percobaan
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan
mengaplikasikan 5 perlakuan dengan 3 ulangan. Penempatan wadah penelitian
10
dilakukan secara acak. Analisa statistik dilakukan dengan menggunakan metode
Rancangan Acak Lengkap satu Arah (One-way ANOVA) dengan menggunakan
software SYSTAT 8.0 (SPSS Inc., 1998). Perbedaan diantara perlakuan akan
ditindaklanjuti dengan Uji Tuckeys. Selang kepercayaannya disusun pada P<0.05 untuk
semua perlakuan.
6. Variabel yang Diamati
Variabel-variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Pertumbuhan Mutlak
Pertumbuhan mutlak berdasarkan bobot tubuh (Weatherley, 1972) :
Wm = Wt – Wo
Ket : Wm = Pertumbuhan mutlak (g)
Wt = Biomassa ikan pada waktu t (g)
Wo = Bimassa ikan pada awal penelitian (g)
2. Laju Pertumbuhan Spesifik
Laju pertumbuhan spesifik berdasarkan bobot tubuh menggunakan rumus
(Zonneveld et al, 1991)
Ket : SGR = Laju pertumbuhan spesifik
Wt = Bobot rata-rata individu pada waktu t (g)
Wo = Bobot rata-rata individu pada awal penelitian (g)
3. Rasio Konversi Pakan
SGR = LnWt - LnWo
tX 100 %
11
Rasio Konversi Pakan (FCR) dihitung menggunakan rumus yang dikemukakan
oleh Stickney (1994) sbb :
Ket : FCR = Rasio konversi pakan
F = Jumlah pakan yang diberikan (gram)
Wt = Bobot pada waktu t (gram)
Wo = Bobot awal (gram)
4. Efisiensi Pemberian Pakan
Efisiensi pemberian pakan (FCE) dihitung menggunakan rumus yang dikemukakan
oleh Takeuchi (1988) :
Ket : FCE = Efisiensi Pemberian Pakan
FCR = Rasio Konversi Pakan
5. Tingkat Kelangsungan Hidup
Ket : SR = Tingkat kelangsungan hidup (%)
Nt = Jumlah individu pada akhir penelitian (ekor)
FCR =
Wt - Wo
F
FCE = 1
FCR
SR =
Nt
NoX 100%
12
No = Jumlah individu pada awal penelitian (ekor)
7. Analisis Efisiensi secara Ekonomi
Untuk mengukur efisiensi yaitu analisis rasio dan analisis regresi (Nugroho,
1995). Analisis rasio mengukur efisiensi dengan cara membandingkan antara input
yang digunakan dengan output yang dihasilkan seperti persamaan berikut :
Nilai Output
Efisiensi =
Nilai Input
Dalam persamaan ini, efisiensi akan semakin besar bila nilai output tetap tetapi nilai
input semakin kecil. Atau sebaliknya, dengan nilai input yang tetap tetapi nilai output
yang dihasilkan semakin besar. Begitu pula jika nilai input yang semakin kecil terjadi
bersamaan dengan nilai output yang semakin besar.
Sedangkan analisis regresi menyusun suatu model dari tingkat output tertentu
sebagai fungsi dari berbagai tingkat input tertentu. Seperti digambarkan dalam
persamaan berikut :
Y = f (X1, X2, X3, …, Xn)
dimana : Y = Output; X1, X2, …, Xn = Input ke-1, ke-2,…, ke-n.
Persamaan regresi akan menghasilkan estimasi hubungan yang dapat digunakan untuk
memprediksi tingkat output yang dihasilkan oleh suatu unit pada tingkat input tertentu.
Unit tersebut akan dinilai efisien bila mampu menghasilkan jumlah output yang lebih
banyak dibandingkan dengan jumlah output hasil estimasi. (Silkman, 1986 dalam
Nugroho, 1995).
13
RENCANA PENELITIAN SELAMA 3 TAHUN
A. Penggantian Protein Tepung Ikan dengan Sumber-Sumber Protein Alternatif terhadap Tepung Ikan (Tahun I) (Skala Laboratorium)
B. Penggantian Minyak Ikan dengan Sumber-Sumber Lemak Alternatif (Tahun II). (Skala Laboratorium)
14
C. Penerapan Pakan Ikan Lele yang Murah dan Ramah Lingkungan di Kolam (Tahun III). (Tahap III : Skala Lapangan).
Pada Tahun I (Bagian A) : Penggantian Protein Tepung Ikan dengan Sumber-
Sumber Protein Alternatif (Tahun I), untuk mewujudkannya telah dilakukan 5 sub
judul penelitian yakni :
1. PENGARUH PENGGANTIAN TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG BEKICOT DALAM PAKAN BUATAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN EFISIENSI PAKAN IKAN LELE DUMBO (Judul ini sudah dibuat oleh Sdri : Asrifa)
2. PENGARUH PENGGANTIAN TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG BEKICOT DALAM PAKAN BUATAN TERHADAP KUALITAS AIR DAN KADAR NITROGEN DAN PHOSPHOR TUBUH IKAN LELE DUMBO
3. PENGARUH PENGGANTIAN TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG USUS AYAM DALAM PAKAN BUATAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN EFISIENSI PAKAN IKAN LELE DUMBO (Judul ini sudah dibuat oleh Sdr : Dedi Hamsul)
4. PENGARUH PENGGANTIAN TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG PERUT IKAN DALAM PAKAN BUATAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN EFISIENSI PAKAN IKAN LELE DUMBO (Judul ini diambil oleh Sdr.Abdul Majid)
5. PENGARUH PENGGANTIAN TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG PERUT IKAN DALAM PAKAN BUATAN TERHADAP KUALITAS AIR DAN KADAR NITROGEN DAN PHOSPHOR TUBUH IKAN LELE DUMBO (Judul ini diambil oleh sdr. Amiruddin).
BAB 5. HASIL SELAMA PENELITIAN
A. PENELITIAN SUB JUDUL 1 DAN 2
A.1 PENGARUH PENGGANTIAN TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG BEKICOT DALAM PAKAN BUATAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN EFISIENSI PAKAN IKAN LELE DUMBO
1. Waktu dan Tempat Penelitian
15
Peneltian ini dilaksanakan selama 2 bulan dari bulan Juli – Agustus 2009 dan
bertempat di Laboratorium Jurusan Perikanan Univ. Haluoleo Kendari
2. Pakan dan Pemberian pakan
Lima jenis pakan dibuat berupa upaya penggantian tepung ikan (TI) dengan
tepung bekicot (TB) sebagai sumber protein alternatif dalam pakan ikan lele. Kelima
jenis pakan tersebut adalah sebagai berikut :
Pakan A : 100% TI
Pakan B : 75 % TI + 25 % TB
Pakan C : 50% TI + 50 % TB
Pakan D : 25% TI + 75 % TB
Pakan E : 100 % TB
Formulasi pakan ikan lele berupa penggantian tepung ikan dengan tepung
bekicot sebagai alternatif sumber protein pakan disajikan dalam Tabel 1 sebagai
berikut :
Tabel 1. Formulasi Pakan Ikan Lele
Bahan Baku Berat Bahan yang Digunakan (g)
Perlakuan A B C D E
Tepung ikan 600 450 300 150 0
16
Tepung bekicot
Tepung kedelai
Tepung kanji
Minyak ikan
Top mix
0
100
200
50
50
150
100
200
50
50
300
100
200
50
50
450
100
200
50
50
600
100
200
50
50
Total 1000 1000 1000 1000 1000
5.1 Hasil
Selama pemeliharaan telah dilakukan sampling sebanyak 5 kali dan dihasilkan
laju pertumbuhan dan konsumsi pakan sebagai berikut :
Tabel 3. Laju pertumbuhan dan tingkat konsumsi pakan ikan lele selama penelitian
Pakan Bobot Biomassa Pertumbuhan Mutlak (g)
Konsumsi Pakan (g)
Kelangsungan Hidup (%)
Bobot Awal (g)
Bobot Akhir (g)
A 2.55 18.8 16.3 86.6 100B 2.6 18.0 15.4 83.1 100C 2.48 18.1 15.6 79.3 100D 2.74 16.6 13.9 75.9 100E 2.58 17.0 14.5 71.4 100
17
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
0 1 2 3 4Waktu sampling (10 hari)
Bo
bo
t Bio
ma
ssa
(g
)
Pakan A Pakan B Pakan C
Pakan D Pakan E
Gambar 3. Grafik laju pertumbuhan ikan lele selama penelitian
12.5
13
13.5
14
14.5
15
15.5
16
16.5
A(100%TI) B (75%;25%TB C(50%TI;50%TB) D(25%TI;75%TB) E (100%TB)
Pakan
Per
tum
bu
han
Mu
tlak
(g
)
Gambar 4. Grafik Laju Pertumbuhan Mutlak Ikan Lele pada pergantian tepung ikan (TI)
dengan tepung bekicot (TB)
18
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
A (100 %TI) B (75%TI;25% TB) C(50%TI;50%TB) D(25%TI;75%) E (100%TB)
Pakan
Tin
gka
t K
on
sum
si p
akan
(g
)
Gambar 5. Grafik Tingkat Konsumsi Ikan Lele pada pergantian tepung ikan (TI) dengan
tepung bekicot (TB)
Sementara itu sub judul 2 tentang :
“PENGARUH PENGGANTIAN TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG BEKICOT DALAM PAKAN BUATAN TERHADAP KUALITAS AIR DAN KADAR NITROGEN DAN PHOSPHOR TUBUH IKAN LELE DUMBO
Dapat kami laporkan bahwa penelitian ini SUDAH SELESAI DILAKSANAKAN namun ANALISA KUALITAS AIR DAN KADAR FOSFOR DAN NITROGEN MASIH SEMENTARA DIANALISA DI LAB.FMIPA UNIV.HALUOLEO.
19
B. PENELITIAN SUB JUDUL 3
B.1 PENGARUH PENGGANTIAN TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG USUS AYAM DALAM PAKAN BUATAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN EFISIENSI PAKAN IKAN LELE DUMBO (Judul ini sudah dibuat oleh Sdr : Dedi Hamsul)
1. Waktu dan Tempat Peneltian
Peneltian ini dilaksanakan selama 2 bulan dari bulan Juli – Agustus 2009 dan
bertempat di Laboratorium Jurusan Perikanan Univ. Haluoleo Kendari
2. Pakan dan Pemberian pakan
Lima jenis pakan dibuat berupa upaya penggantian tepung ikan (TI) dengan
tepung usus ayam (TU) sebagai sumber protein alternatif dalam pakan ikan lele. Kelima
jenis pakan tersebut adalah sebagai berikut :
Pakan A : 100% TI
Pakan B : 75 % TI + 25 % TU
Pakan C : 50% TI + 50 % TU
Pakan D : 25% TI + 75 % TU
Pakan E : 100 % TU
Formulasi pakan ikan lele berupa penggantian tepung ikan dengan tepung
bekicot sebagai alternatif sumber protein pakan disajikan dalam Tabel 2 sebagai
berikut :
20
Tabel 3. Formulasi pakan Ikan Lele pada penggantian tepung ikan dengan tepung usus
Ayam
Bahan Pakan Pakan (%)
A (TI) B (25PA) C(50PA) D(75PA) E (100PA)
Tepung ikan 50 12.5 25 37.5 50
Tepung usus ayam 0 37.5 25 12.5 0
Tepung sagu 15 15 15 15 15
Tepung terigu 10 10 10 10 10
Minyak ikan 5 5 5 5 5
Topmix 6 6 6 6 6
Dedak halus 14 14 14 14 14
Total 100 100 100 100 100
5.1 Hasil
Selama pemeliharaan telah dilakukan sampling sebanyak 5 kali dan dihasilkan
laju pertumbuhan dan konsumsi pakan sebagai berikut :
Tabel 3. Laju pertumbuhan dan tingkat konsumsi pakan ikan lele selama penelitian
Pakan Bobot Biomassa Pertumbuhan Mutlak (g)
Kelangsungan Hidup (%)
Bobot Awal (g)
Bobot Akhir (g)
A 1.85 3.44 1.59 100B 1.87 2.47 0.6 100C 1.80 2.40 0.6 100D 1.94 3.56 1.62 100E 2.23 2.97 0.74 100
21
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
0 1 2 3 4
Waktu sampling (10 hari)
Bo
bo
t ra
ta-r
ata
bio
ma
ss
a (
g)
Pakan A Pakan B Pakan C
Pakan D Pakan E
Gambar 6. Laju pertumbuhan ikan lele selama penelitian
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
1.6
1.8
A (100%TI) B (75%TI;25%TU) C(50%TI;50%TU) D(25%TI;75%TU) E(100%TU)
Pakan
Pert
um
bu
han
Mu
tlak (
g)
Gambar 7. Pertumbuhan mutlak ikan lele
22
C. PENELITIAN SUB JUDUL 4 DAN 5
C.1 PENGARUH PENGGANTIAN TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG PERUT IKAN DALAM PAKAN BUATAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN EFISIENSI PAKAN IKAN LELE DUMBO
1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama 2 bulan dari bulan Agustus – September 2009
dan bertempat di Laboratorium Jurusan Perikanan Univ. Haluoleo Kendari. Sementara
ini dapat kami laporkan bahwa pelaksanaan penelitian ini sementara berlangsung dan
telah memasuki waktu pengukuran ke-3 dan masih tersisa satu kali sampling akhir.
2. Pakan dan Pemberian pakan
Lima jenis pakan dibuat berupa upaya penggantian tepung ikan (TI) dengan
tepung perut ikan (TP) sebagai sumber protein alternatif dalam pakan ikan lele. Kelima
jenis pakan tersebut adalah sebagai berikut :
Pakan A : 100% TI
Pakan B : 75 % TI + 25 % TP
Pakan C : 50% TI + 50 % TP
Pakan D : 25% TI + 75 % TP
Pakan E : 100 % TP
Formulasi pakan ikan lele berupa penggantian tepung ikan dengan tepung
bekicot sebagai alternatif sumber protein pakan disajikan dalam Tabel 2 sebagai
berikut :
23
Tabel 4. Formulasi pakan penelitian ikan lele
Bahan Pakan Pakan (%)
A (TI) B (25TPI) C(50TPI) D(75TPI) E (100TPI)
Tepung ikan 55 41.25 27.5 13.75 0
Tepung buangan ikan 0 9.25 23.0 36.75 50.5
Tepung kedelai 0 4.50 4.50 4.50 4.50
Tepung sagu 10 10 10 10 10
Tepung terigu 15 15 15 15 15
Minyak ikan 5 5 5 5 5
Topmix 6 6 6 6 6
Dedak halus 9 9 9 9 9
Total 100 100 100 100 100
5.2 Hasil
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
0 1 2 3
Waktu sampling (7 hari)
Bobot
rata
-rata
ikan (
g)
A (100% TI) B(75% TI; 25% TP)C (50% TI;50%TP) D (25%TI;75%TP)D(100TP)
Gambar 6. Laju pertumbuhan rata-rata ikan lele selama 3 kali pengamatan.
24
Sementara itu sub judul 5 tentang :
PENGARUH PENGGANTIAN TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG PERUT IKAN DALAM PAKAN BUATAN TERHADAP KUALITAS AIR DAN KADAR NITROGEN DAN PHOSPHOR TUBUH IKAN LELE DUMBO
Dapat kami laporkan bahwa penelitian ini SUDAH SELESAI DILAKSANAKAN namun ANALISA KUALITAS AIR DAN KADAR FOSFOR DAN NITROGEN MASIH SEMENTARA DIANALISA DI LAB. PERIKANAN UNIV.HALUOLEO.
DAFTAR PUSTAKA
Adi, C. H., 2007. Teknik Budidaya Lele Sangkuriang. Balai Besar Pengembangan
Budidaya Air Tawar (BBPBAT). Sukabumi.
Beveridge, C.M., Ross, L.G. and Kelly, L.A., 1994. Aquaculture and bio-diversity.
Ambio., 23: 497-502.
Bergheim, A. Hustveit, H., Kittelsen, A., Selmer-Olsen, A.R., 1984. Estimated pollution
loadings from Norweigian fish farms. II. Investigations 1980-1981. Aquaculture,
36:157-168.
Bergheim, D. J., Abel, J.P. and Seymour, E.A., 1991. Past and present approaches to
aquaculture waste management in Norwegian net pen culture operations. In:
Cowey, C.B. and Cho, C.Y. (eds.), Nutritional Strategies and Aquaculture Waste.
University of Guelph, Ontario, pp. 117–136.
Braaten, B., Ervik, A. and Bofe, E., 1983. Pollution problems on Norwegian fish farms.
Aquaculture Ireland, 16: 6-10.
Brown, P.B., Robinson, E.H., Clark, A.E., Lawrence, A.L., 1989. Apparent digestible
energy coefficients and associative effects in practical diets for red swamp crayfish.
J. World Aquac. Soc. 20, 122–126.
Cho, C.Y., Hynes, J.D., Wood, K.R. and Yoshida, H.K., 1991. Quantitation of fish culture
wastes by biological (nutritional) and chemical (limnological) methods; the
development of high nutrient dense (HND) diets. In: Cowey, C.B. and Cho, C.Y.
(eds.), Nutritional Strategies and Aquaculture Waste, Proceedings of the First
25
International Symposium on Nutritional Strategies in Management of Aquaculture
Waste, University of Guelph, Ontario, Canada, pp. 37–50.
Davies, S.J., Nengas, I., Alexis, M., 1991. Partial substitution of fish meal with different
meat meals products in diets for sea bream (Sparus aurata). In: Kaushik, S.J.,
Luquet (Eds.), Fish Nutrition in Practice. Coll. Les Colloques, vol. 61. INRA, Paris,
pp. 907–911.
EVS, 2000. Environmental Consultants. In: Impacts of Fresh water and Marine Aquaculture on the Environment: Knowledge and gaps (Preliminary report). Prepared for Canadian Department of Fisheries and Oceans, June 2000. 12 p.
FAO (Food and Agriculture Organization), 1997. The state of world fisheries and
aquaculture, 1996, FAO fisheries, FAO, Rome, Italy
Hargreaves, J. A., 1998. Nitrogen biochemistry of Aquaculture ponds. Aquaculture,
166:181-212.
Hemre, G.-I., Mommsen, T.P. dan Krogdahl, A ˚ . (2002) Carbohydrates in fish nutrition:
effects on growth, glucose metabolism and hepatic enzymes. Aquacult. Nutr., 8,
175–194.
Hertrampf, J.W., Piedad-Pascual, F., 2000. Handbook on Ingredients for Aquaculture
Feeds. Kluwer Academic Publications, Netherlands.
Jauhari, A., 2007. Teknik Pembenihan dan Pembesaran Lele. Balai Besar
Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT). Sukabumi.
Johnsen, F. and Wandsvik, A., 1991. The impact of high energy diets on pollution control
in the fish farming industry. In: Cowey, C.B. and Cho, C.Y. (eds.), Nutritional
Strategies and Aquaculture Waste. Proceedings of the First International
Symposium on Nutritional Strategies in Management of Aquaculture Waste
(Cowey, C.B. and Cho, C.Y. eds), pp. 37–50. University of Guelph, Ontario.pp. 51-
64
Nugroho, Sahid Susilo, 1995. Analisis DEA dan Pengukuran Efisiensi Merk, Jurnal
Kelola / 8 / IV , 43 – 52, Yogyakarta
Portz, L., Cyrino, J.E.P., 2004. Digestibility of nutrients and amino acids of different
protein sources in practical diets by largemouth bass Micropterus salmoides
(Lacepede, 1802). Aquac. Res. 35, 312–320.
Subhadra, B., Lochmann, R.T., Rawles, S.D., Chen, R., 2006. Effect of dietary lipid
source on the growth, tissue composition and hematological parameters of
largemouth bass (Micropterus salmoides). Aquaculture 255, 210–222.
26
Sunarma, A., 2004. Mengenal Ikan Lele Sangkuriang. Balai Budidaya Air Tawar
(BBAT). Sukabumi.
Tacon, A.G.J., 1993. Feed ingredients for warm water fish. Fish meal and other
processed feed stuffs. FAO Fish. Circ., vol. 856. FAO, Rome, Italy. 64 pp.
Tidwell, J.H., Coyle, S.D., Bright, L.A., Yasharian, D., 2005a. Evaluation of plant and
animal source proteins for replacement of fish meal in practical diets for the
largemouth bass Micropterus salmoides. J. World Aquac. Soc. 36, 454–463.
Walker, K.F. and Hillmann, T.J., 1982. Phosphorus and nitrogen loads in waters
associated with the river Murrey near Albury-Wodonga and their effects on
phytoplamkton populations. Aust. J. Mar. Freshwater Res., 23: 223-243.
Watanabe, T., Lee, M. J., Mizutani, J.,Yamada, T., Satoh, S., Takeuchi, T., Yoshida, N.,
Kitada, T. and Arakawa, T., 1991a. Effective components in cuttlefish meal and
raw krill
for improvement of quality of red sea bream Pagrus major eggs. Nippon Suisan
Gakkaishi, 57: 681–694.
Watanabe, T., 1988. Intensive marine farming in Japan, In: Shepherd, J. and Bromage,
N., (eds), Intensive Fish Farming, BSP Professional Books, Oxford, 239.
27