sunda kelapa heritage
TRANSCRIPT
BPKWB SundaKelapa Waterfront Tourism Dev‟t Board – Bandar Jaya Foundation - IKANED
SUNDA KELAPA Revitalization – Erasmus Huis Jakarta – 9 October 2004
1
PENGEMBANGAN BISNIS PROPERTI
DI KAWASAN BANGUNAN BERSEJARAH 1
O l e h : Johannes Tulung2
Bab I Pendahuluan
Setiap kota di dunia dan khususnya di Indonesia memiliki hal-hal tertentu yang menjadi ciri-ciri khas kota tersebut yang berbeda-beda pada setiap kota. Ciri tersebut sering muncul menjadi icon kota tersebut atau julukan dari kota tersebut. Cirebon dikenal sebagai “kota udang”, Surabaya sebagai “kota buaya”, Pekalongan sebagai “kota batik”, Bandung sebagai “kota bunga” dan sebagainya. Jakarta – sebagai sebuah “kota tua” – yang telah berdiri sejak abad ke 14 dan terutama berkembang secara fisik di zaman penjajahan Belanda, memiliki berbagai peninggalan berupa bangunan-bangunan bersejarah yang sesuai peraturan dan perundangan harus dipugar dan dilindungi. Jakarta hingga saat ini masih merupakan “gerbang utama” masuknya wisatawan asing ke Indonesia – selain beberapa kota lainnya di Indonesia. Terutama untuk wisatawan bisnis maka Jakarta adalah tujuan utama. Bangunan bersejarah yang ada di Jakarta, khususnya kawasan Sunda Kelapa sudah sejak lama merupakan obyek wisata yang bahkan lebih banyak dikunjungi wisatawan mancanegara (wisman) daripada wisatawan nusantara (wisnu). Dipihak lain, mengingat berbagai keterbatasan yang ada seperti pendanaan, SDM dsb tidak mungkin bila program pemugaran serta perawatan berbagai bangunan bersejarah tersebut hanya mengandalkan kepada Pemerintah - baik Pusat maupun Daerah. Oleh karena itu kerjasama dengan dunia usaha, termasuk para pengembang/developer bidang properti menjadi salah satu pilihan. Tentunya kerjasama tersebut haruslah dalam bentuk yang menguntungkan kedua belah pihak, Pemerintah diuntungkan karena tidak perlu lagi membiayai pemugaran dan perawatan bangunan bersejarah, Pengembang diuntungkan karena mendapat lahan usaha baru, sedangkan masyarakat diuntungkan karena dapat tetap “menikmati” berbagai obyek sejarah dalam kondisi yang baik selain tentunya memanfaatkan berbagai properti yang dikembangkan oleh pengembang sebagai bagian dari bangunan bersejarah tersebut.
1 Disampaikan pada Diskusi Revitalization “Shared Heritage of Four Periods Port” SUNDA KELAPA , di
Erasmus Huis – Jakarta 9 Oktober 2004 2 Penulis adalah Ketua Kompartemen Infrastruktur dan Lingkungan Hidup DPP Realestat Indonesia periode 2001 - 2004
BPKWB SundaKelapa Waterfront Tourism Dev‟t Board – Bandar Jaya Foundation - IKANED
SUNDA KELAPA Revitalization – Erasmus Huis Jakarta – 9 October 2004
2
Bab II Kajian Ekonomi dan Properti
2.1. Perekonomian Indonesia
Kondisi riil ekonomi Indonesia saat ini menunjukkan keadaan yang membaik
dibanding tahun-tahun sebelumnya, meskipun masih tetap rapuh. Sejak akhir 1997 sampai dengan 2001 merupakan tahun-tahun yang sangat suram dan penuh pergulatan untuk keluar dari krisis. Dunia usaha dihadapkan pada berbagai persoalan seperti ancaman perampasan, pendudukan/perusakan aset, pemogokan, aturan yang tumpang-tindih, lemahnya penegakan hukum dll sehingga banyak pelaku ekonomi dan investor memilih menunggu, tidak melakukan kegiatan atau bahkan hengkang dari Indonesia.
Tabel 1 Data Ekonomi Makro Indonesia
INDIKATOR 1996 1997 1998 1999 2000 2001
PDB
(milyarUSD) 227,40 215,75 94,16 136,87 144,59 141,14
Pertumbuhan PDB (%)
7,82 4,91 -13,68 0,30 5,20 3,30
Penduduk (juta)
196,81 199,87 204,42 209,26 213,65 218,14
Inflasi
(%) 6,47 11,05 77,63 2,01 9,35 12,55
Ekspor (milyar USD)
49,81 53,44 48,85 48,67 61,32 68,00
Impor (milyarUSD/CIF)
42,93 41,69 27,34 24,00 32,89 37,82
Neraca Transaksi
Berjalan -7,66 -4,89 4,10 5,79 5,00 4,40
Cad.Devisa (milyarUSD)
17,82 16,09 22,40 26,25 28,90 25,00
Total Utang LN (milyarUSD)
128,94 136,17 146,80 147,60 149,80 150,00
Cicilan Utang LN
(mily.USD) 21,54 19,74 19,54 21,82 21,79 22,00
Kurs Rupiah (akhir tahun)
2361 4460 8025 7085 9675 10607
Sumber: Dirangkum dari PERC, BPS Jakarta, PSPI dan Kompas
Dari sisi ekonomi, terlihat adanya peningkatan ekspor dari tahun ke tahun setelah sempat menurun pada tahun 1998 dan 1999. Meskipun demikian terlihat bahwa di tahun 2001 terjadi penurunan pertumbuhan PDB, yang diperkirakan akan sedikit meningkat di tahun 2002.
BPKWB SundaKelapa Waterfront Tourism Dev‟t Board – Bandar Jaya Foundation - IKANED
SUNDA KELAPA Revitalization – Erasmus Huis Jakarta – 9 October 2004
3
Pertumbuhan PDB yang cukup tinggi di tahun 2000 (dibanding 1999) sebenarnya terjadi karena lonjakan pertumbuhan konsumsi masyarakat, yang menyumbang 70% dari PDB tahun 2000 tersebut. Namun pada tahun 2001 terlihat pertumbuhan tersebut melemah yang disebabkan berkurangnya konsumsi masyarakat karena telah terpenuhinya kebutuhan barang tahan lama (durable goods) pada tahun sebelumnya. Selanjutnya hingga pertengahan 2002 ini terlihat membaiknya berbagai indikator perekonomian, antara lain :
IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan) BEJ yang telah menembus angka 500 Nilai tukar rupiah terhadap dolar yang menguat secara signifikan, dengan
volatilitas yang menyempit Suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) berangsur-angsur turun Inflasi semakin terkendali dan terus membaik
Peran aktivitas perkotaan dalam peningkatan PDB nasional cenderung terus
meningkat dari waktu ke waktu. Hal ini terlihat dari sumbangan ekonomi kawasan perkotaan terhadap PDB nasional. Pada kurun waktu tahun 90-an, kegiatan ekonomi perkotaan telah menggerakkan 40 – 50 % PDB nasional. Selanjutnya berdasarkan studi Bappenas diperkirakan bahwa di era 2000, sekitar 60 – 70 % PDB nasional digerakkan dari kegiatan yang ada di perkotaan. Hal ini sejalan dengan pergeseran struktur ekonomi nasional dari ekonomi agraris ke ekonomi industri yang selama ini dipacu pada PJP II. Sektor perumahan dan permukiman sendiri merupakan salah satu sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional dan saat ini menyumbang + 1,5% PDB, padahal di banyak negara berkembang sumbangan sektor ini berkisar antara 2 – 8% PDB (Menkimpraswil, 29 Oktober 2001).
Tabel 2
Laju Pertumbuhan PDB Indonesia 1996 – 2001 (dan prediksi 2002)
Tahun 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002P
% 8,10 4,65 -13,20 0,30 5,20 3,30 2,86 – 3,70
Sumber: Jurnal Properti 2002, INDEF & LPEM-UI
Untuk dapat mengharapkan peningkatan pertumbuhan ekonomi Indonesia maka masuknya investasi asing sangat berperan. Sayangnya, terutama pada periode 2000 – 2001 yang terjadi justru kebalikannya. Gangguan keamanan dan ketertiban, demonstrasi maupun pemogokan bahkan sweeping dan pengusiran warga negara asing, telah mengakibatkan banyak investor asing yang menutup usahanya, relokasi ke negara lain atau mengurangi kegiatan usaha. Investasi asing yang sangat diharapkan masuk ke Indonesia nyaris tidak ada dan arus modal masuk nyaris hanya dari dana pinjaman resmi dari lembaga dan negara donor, sementara arus pelarian modal diperkirakan mencapai 10 milyard US$ (Kompas, 3 Des.2001).
BPKWB SundaKelapa Waterfront Tourism Dev‟t Board – Bandar Jaya Foundation - IKANED
SUNDA KELAPA Revitalization – Erasmus Huis Jakarta – 9 October 2004
4
Tabel 3 Perkembangan Penanaman Modal (PMA dan PMDN) 1996 – 2002
INVESTOR NILAI INVESTASI*
1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002P
PMDN 100,72 119,87 60,75 53,55 56,90 52,11 57,32
PMA 29,93 33,83 13,56 10,89 12,25 7,40 8,14
Sumber: PSPI Research Keterangan: *) Satuan Investasi PMDN : Rp.triliun, PMA : US $ billion
Berdasarkan survey Transparancy International tahun 2001, dari 91 negara yang
disurvey ternyata Indonesia merupakan negara terkorup nomor 4 di dunia. Sedangkan dari indeks sisi risiko politik, menurut Business Environment Risk Intellegence, Indonesia adalah yang terburuk dibandingkan dengan negara-negara Asia lainnya. Demikian pula dari iklim kebebasan serta sistem dan praktek hukum, di mata dunia, Indonesia menduduki peringkat yang sangat buruk. Hasil kajian Economic Freedom of the World dalam Laporan Tahunan 2001, indeks kebebasan Indonesia berada pada urutan ke 47 (dari total 58). Salah satu unsur penilaian adalah legal structure and security of property rights, dimana Indonesia menduduki urutan terendah bersama Equador dan Peru dengan indeks 3,2 dari kemungkinan indeks tertinggi 10.
Semua ini bermuara pada menurunnya daya saing Indonesia dibandingkan
negara-negara lain, sehingga berdasarkan World Competitiveness Network 2001, Indonesia bahkan menduduki peringkat terbawah dari 49 negara yang dibandingkan.
Tabel 4
Daya Saing Indonesia
NO NEGARA NILAI NO NEGARA NILAI NO NEGARA NILAI
1 USA 100,00 18 Taiwan 64,84 35 Ceko 46,68
2 Singapore 87,66 19 Inggris 64,78 36 Meksiko 43,67
3 Finlandia 83,38 20 Norwegia 63,10 37 Slovakia 43,59
4 Luxemburg 82,81 21 NewZealand 61,73 38 Thailand 42,67
5 Nederland 81,46 22 Estonia 60,20 39 Slovenia 42,48
6 Hongkong 79,55 23 Spanyol 60,14 40 Filipina 40,60
7 Irlandia 79,20 24 Chile 59,84 41 India 40,41
8 Swedia 77,86 25 Perancis 59,56 42 AfrikaSelatan 38,61
9 Canada 76,94 26 Jepang 57,52 43 Argentina 37,51
10 Swiss 76,81 27 Hongaria 55,64 44 Turki 35,44
11 Australia 75,87 28 Korea 51,08 45 Rusia 34,57
12 Jerman 74,04 29 Malaysia 50,03 46 Colombia 32,84
13 Eslandia 73,75 30 Yunani 49,96 47 Polandia 32,01
14 Austria 72,54 31 Brasil 49,66 48 Venezuela 30,66
15 Denmark 71,79 32 Italia 49,58 49 Indonesia 28,26
16 Israel 67,92 33 China 49,53
17 Belgia 66,03 34 Portugal 48,36 Sumber: World Competetiveness Yearbook, 2001
BPKWB SundaKelapa Waterfront Tourism Dev‟t Board – Bandar Jaya Foundation - IKANED
SUNDA KELAPA Revitalization – Erasmus Huis Jakarta – 9 October 2004
5
Dengan kondisi seperti demikian harapan agar investor asing masuk dalam waktu dekat masih menjadi tanda-tanya. Indonesia saat ini masih menjadi pilihan terakhir para investor asing, kecuali jika Pemerintah secara serius menciptakan kondisi yang kondusif serta memberi insentif-insentif dan daya tarik baru untuk menarik para investor asing tersebut. Di samping itu investor dalam negeri juga merupakan potensi yang sangat besar yang diharapkan mau menanamkan modalnya di Indonesia.
Berdasarkan data BKPM, dalam 6 tahun terakhir nilai persetujuan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) anjlok terus. Tahun 1997 merupakan tahun kejayaan investasi dalam negeri dengan nilai persetujuan PMDN mencapai angka tertinggi selama kurun waktu 10 tahun terakhir yaitu sebesar Rp.119,872 triliun dengan jumlah 717 proyek. Kecenderungan yang sama juga terjadi pada Penanaman Modal Asing (PMA). Tahun 1995 persetujuan PMA mencapai angka tertinggi dengan nilai US$ 39.891,6 juta, tetapi selanjutnya terus merosot. Kemerosotan yang tajam justru terjadi dalam 5 bulan pertama tahun 2002 ini dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2001, yakni 59% untuk PMA dan 30% untuk PMDN.
Tabel 5
Persetujuan Penanaman Modal 1992 – 2002
TAHUN
P M D N P M A
PROYEK NILAI
(Rp.Milyar) PROYEK
NILAI (Juta US$)
1992 422 29.395,9 304 10.466,1
1993 547 39.715,9 330 8.153,8
1994 825 53.598,3 444 27.056,4
1995 793 69.844,7 782 39.891,6
1996 807 97.401,1 947 29.941,0
1997 717 119.872,9 783 33.816,1
1998 320 57.937,3 1.034 13.585,5
1999 228 53.120,3 1.174 10.892,2
2000 355 92.410,4 1.524 15.420,0
2001 249 58.672,9 1.317 9.027,6
2002 69 9.439,8 402 1.674,9 Sumber: BKPM 2002
Sebagaimana dikatakan Kepala BKPM (Kompas 28 Juni 2002) bahwa masalah
utama yang dikeluhkan investor adalah iklim usaha di Indonesia yang masih belum kondusif karena stabilitas sosial dan politik serta jaminan keamanan dan penegakan hukum yang masih rawan. Investor asing terutama mengeluhkan masalah penegakan hukum, salah satu contoh adalah pemailitan Asuransi Jiwa Manulife oleh Pengadilan Niaga.
BPKWB SundaKelapa Waterfront Tourism Dev‟t Board – Bandar Jaya Foundation - IKANED
SUNDA KELAPA Revitalization – Erasmus Huis Jakarta – 9 October 2004
6
Tabel 6 Nilai Persetujuan PMA Menurut Negara Asal
(1 Januari 2002 – 31 Mei 2002)
NO NEGARA PROYEK NILAI
(JUTA US$) %
1 SINGAPURA 55 509,4 30,4
2 PERANCIS 5 224,3 13,4
3 KOREA SELATAN 95 173,4 10,4
4 BELANDA 5 163,9 9,8
5 JEPANG 28 133,6 8,0
6 INGGRIS 23 69,5 4,1
7 FILIPINA 1 62,5 3,7
8 AMERIKA SERIKAT 14 37,3 2,2
9 MALAYSIA 22 31,6 1,9
10 TAIWAN 12 25,3 1,5 Sumber: BKPM 2002
Meskipun demikian pada kawasan-kawasan yang selama ini relatif aman dari
berbagai gejolak baik dalam bentuk gangguan keamanan dan ketertiban, demonstrasi, pemogokan, banjir dsb serta memiliki prospek usaha yang baik, maka peluang meraih masuknya investor tersebut – termasuk investor asing – masih terbuka, tentunya dengan pendekatan dan promosi intensif termasuk oleh Kepala Negara serta para menteri dan pejabat negara melalui kunjungan/muhibah ke luar negeri.
Membaiknya indikator perekonomian Indonesia secara teoritis seharusnya diiringi dengan momentum bergairahnya kembali perekonomian Indonesia, termasuk sektor properti yang merupakan salah satu „lokomotif‟ penghela gerbong ekonomi. Peran industri perumahan dan permukiman sangat penting dan strategis untuk menggerakkan ekonomi nasional, terutama karena sifatnya yang sangat “hilir”. Penelitian REI menunjukkan bahwa tidak kurang dari 104 jenis industri yang merupakan jenis-jenis industri/kegiatan yang lebih “hulu” yang terkait dengan pembangunan perumahan dan permukiman. Hampir 100% bahan baku industri perumahan sudah dapat dihasilkan di dalam negeri secara cukup efisien. Seorang pakar bahkan mengatakan bahwa tidak ada satupun industri di dalam negeri yang bahan bakunya paling banyak berasal dari dalam negeri selain industri perumahan (Kompas, 25 Juni 2002), sehingga dengan menggerakkan „lokomotif‟ ini maka rangkaian „gerbong‟ tersebut akan ikut bergerak serta membangkitkan perekonomian Indonesia.
Industri lain yang juga disebut sebagai „lokomotif‟ pemulihan ekonomi nasional adalah pariwisata, yang telah menjadi industri terbesar di dunia dan salah satu sektor tercepat pertumbuhannya di bidang ekonomi jasa, berbarengan dengan sektor telekomunikasi dan teknologi informasi, serta diperkirakan akan menjadi salah satu kunci pendorong ekonomi pada abad 21 ini. Disebut sebagai „lokomotif‟ karena pariwisata merupakan sektor pembangunan yang merangkul seluruh sektor atau bidang pembangunan lainnya, namun sekaligus juga menjangkau peran dan keterlibatan/ partisipasi para pelaku pembangunan, baik pemerintah, swasta, dan khususnya masyarakat.
BPKWB SundaKelapa Waterfront Tourism Dev‟t Board – Bandar Jaya Foundation - IKANED
SUNDA KELAPA Revitalization – Erasmus Huis Jakarta – 9 October 2004
7
Propinsi Bali menjadikan pariwisata sebagai urat nadi kehidupan masyarakat, pada tahun 2001 saja telah mendapat kunjungan dari 1.355.282 wisman dengan pengeluaran belanja sebesar Rp.7,76 triliun. Demikian juga dengan beberapa negara Asia lainnya seperti Malaysia, Thailand, Korea Selatan dan China menjadikan pariwisata sebagai lokomotif bagi pemulihan ekonominya, yang ternyata kemudian berhasil menggerakkan ekonomi kerakyatan, meningkatkan devisa dan akhirnya memulihkan ekonomi dengan cepat.
Tabel 7 Kunjungan Wisatawan Mancanegara (WISMAN)
Ke Indonesia dan Jakarta 1997 – 2002
WILAYAH
JUMLAH WISMAN (orang)
1997 1998 1999 2000 2001 2002P
JAKARTA 1.814.835 1.431.216 908.864 1.098.521 1.003.535 1.179.000
INDONESIA 5.518.243 4.337.017 3.451.400 4.314.400 3.853.920 4.123.700
Sumber: Jurnal Properti, 2002
Pembangunan pariwisata Indonesia secara sistematis dan terarah dimulai pada tahun 1969 dan sejak itu senantiasa menjadi bagian integral pembangunan nasional melalui PELITA (Pembangunan Lima Tahun). Sejak saat itu sampai sekarang – dengan pengecualian pada tahun 1998 – pertumbuhan pariwisata Indonesia menunjukkan pertumbuhan angka positif double digit. Disamping Wisman maka Wisatawan Nusantara (Wisnus) memiliki potensi yang sangat besar baik secara nasional maupun khususnya Jakarta. Pertumbuhan wisman ke Indonesia adalah + 15% per tahun sedangkan wisnus tumbuh rata-rata sebesar 2% per tahun. Pariwisata Indonesia menyumbang rata-rata 9,19% PDB Indonesia dan diperkirakan akan terus tumbuh mencapai 10,1% pada tahun 2007 (U.Saifuddin, Depbudpar - Februari 2002). Sektor pariwisata pernah menjadi penghasil devisa ketiga terbesar di Indonesia setelah migas dan ekspor non migas. Sayangnya, sejak krisis ekonomi dan politik terjadi di Indonesia maka citra pariwisata Indonesia terutama di mata dunia telah terpuruk. Indonesia dianggap sebagai negeri yang tidak aman, sarang teroris, wilayah banjir dan negeri yang penduduknya „doyan‟ demonstrasi dimana-mana (Kompas, 14 Mei 2002). Oleh karena itu dengan potensi demikian besar yang dimiliki Indonesia serta prestasi yang telah pernah dicapai, maka pembangunan pariwisata Indonesia harus digalakkan kembali, yang dapat dimulai dari lokasi terdekat ke pusat kebijakan dan pemerintahan, pusat peredaran keuangan, pusat pembangunan, pintu utama kedatangan wisatawan, yaitu Jakarta.
BPKWB SundaKelapa Waterfront Tourism Dev‟t Board – Bandar Jaya Foundation - IKANED
SUNDA KELAPA Revitalization – Erasmus Huis Jakarta – 9 October 2004
8
2.2. Perekonomian DKI Jakarta
Perekonomian DKI Jakarta menjadi barometer untuk mengukur kemajuan dan
kestabilan pembangunan ekonomi nasional karena kondisi ekonomi Jakarta secara umum jauh lebih baik dibanding propinsi lainnya di Indonesia. Basis ekonomi Jakarta lebih baik karena dukungan sumber daya manusia terbaik di Indonesia berkumpul di sini, ketersediaan prasarana penunjang yang lengkap, serta lebih tingginya daya tarik untuk berinvestasi di Jakarta dibanding propinsi lainnya.
Dengan terjadinya krisis ekonomi sejak Juli 1997 hingga kini memberi dampak
lebih buruk bagi perekonomian Jakarta dibanding propinsi lainnya. Alasan atas hal ini adalah: Struktur industri sangat bergantung pada bahan baku, barang modal, dan teknologi
yang berasal dari luar negeri; Tidak ada sumber daya alam lain yang dapat dijadikan penyelamat ekonomi; Perekonomian banyak dibiayai oleh pinjaman luar negeri.
Puncak krisis di bidang ekonomi di DKI Jakarta ditandai oleh merosotnya
pertumbuhan ekonomi dengan angka minus 17,49% pada tahun 1998 dan minus 0,29% pada tahun 1999. Perhatikan Tabel 8
Tabel 8
Laju Pertumbuhan PDRB Bruto DKI Jakarta Atas Dasar Harga Konstan 1993 Menurut Lapangan Usaha
Lapangan Usaha 1996 1997 1998 19991 20002
Pertanian -0,70 1,08 -15,00 11,33 -0,96
Industri pengolahan (tanpa migas) 8,18 5,75 -17,97 2,63 3,91
Listrik, gas, dan air bersih 6,13 12,93 -8,81 5,25 5,57
Bangunan 15,39 5,35 -38,29 -2,80 1,02
Perdagangan, hotel dan restoran 10,10 5,84 -15,42 0,62 4,54
Pengangkutan dan komunikasi 10,17 6,92 -11,99 6,16 7,63
Keuangan, persewaan dan jasa
perusahaan 7,62 4,27 -9,62 -6,17 3,83
Jasa-jasa 2,36 0,28 -11,63 1,05 2,53
PDRB 9,10 5,11 -17,49 -0,29 3,98
Sumber: BPS, Jakarta dalam Angka, 2000 Keterangan: 1) angka perbaikan; 2) angka sementara
Tingkat inflasi pada tahun 1998 mendekati 74,4% dan pada tahun 1999 dapat ditekan menjadi 1,8%. Pengangguran menunjukkan peningkatan, dari 10% sebelum terjadi krisis menjadi 12,3% tahun 1998 dan meningkat lagi menjadi 13,2% pada tahun 1999. Krisis ekonomi ini berdampak pada penurunan penghasilan dan daya beli masyarakat.
BPKWB SundaKelapa Waterfront Tourism Dev‟t Board – Bandar Jaya Foundation - IKANED
SUNDA KELAPA Revitalization – Erasmus Huis Jakarta – 9 October 2004
9
Dari gambaran di atas maka ada beberapa persoalan pokok di bidang ekonomi yaitu: bagaimana merehabilitasi prasarana dan sarana ekonomi secepatnya agar dunia usaha dapat beroperasi kembali secara normal; lalu bagaimana menciptakan investasi awal sebagai prasyarat menjadikan Jakarta sejajar dengan kota-kota besar di negara maju yang mampu bersaing dalam perdagangan bebas. Investasi awal ini kemudian dikenal dengan 10 pilar pembangunan ekonomi DKI Jakarta. Ke sepuluh pilar tersebut adalah: prasarana ekonomi yang memadai; masyarakat memiliki jiwa wiraswasta yang tinggi; aparat yang profesional dan berorientasi kepentingan publik; tanah dan bangunan dikendalikan tata ruang dan pertumbuhannya; pusat pengembangan iptek; distribusi perdagangan yang efisien; peranan keuangan global; pusat informasi bisnis; transportasi masal yang cepat dan aman; dan jaringan pariwisata nasional yang handal.
Berdasarkan sumbangan masing-masing sektor atau kegiatan usahanya,
perekonomian Jakarta didominasi oleh tiga sektor berikut: Perdagangan, hotel dan restoran Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan Industri pengolahan (tanpa migas)
Masing-masing sektor menyumbang lebih dari 20% terhadap PDRB dan
sumbangan ke tiga sektor tersebut terhadap total PDRB mencapai lebih dari 65%.
Berkaitan dengan pelaksanaan rencana The Jakarta Waterfront Development
Program, Pemerintah DKI Jakarta berperan untuk melancarkan program pembangunan tersebut dengan membuka kesempatan bekerjasama dengan pihak swasta. Melalui kerjasama ini dilaksanakan reklamasi, pengembangan kawasan revitalisasi dan pembangunan sektoral secara terintegrasi dengan kelengkapan sistem infrastruktur dan fasilitas umum. Paket-paket program khusus terbuka sebagai peluang investasi:
1. Paket Kawasan Khusus Area reklamasi dirancang menurut tahapan dan besaran area dengan luas di atas 150 hektar. 2. Paket Fasilitas Umum Terbuka bagi pengembang yang berminat mengembangkan prasarana seperti jalan layang, jalan arteri, jalur kereta api ringan, dan sistem tata air. 3. Proyek Khusus Kawasan kota lama yang merupakan kawasan penting bernilai monumental akan menjadi inti kota (landmark), diberikan peran strategis untuk menciptakan kota masa depan yang memiliki jatidiri.
Perkembangan investasi baik PMA maupun PMDN di DKI Jakarta menunjukkan
adanya penurunan yang cukup tajam mulai tahun 1997 dan terlihat adanya peningkatan mulai tahun 2000.
BPKWB SundaKelapa Waterfront Tourism Dev‟t Board – Bandar Jaya Foundation - IKANED
SUNDA KELAPA Revitalization – Erasmus Huis Jakarta – 9 October 2004
10
Tabel 9
Jumlah Proyek dan Nilai Investasi PMDN dan PMA di DKI Jakarta Tahun 1989-2000 (dalam juta rupiah)
Tahun
PMDN PMA
Proyek Investasi Proyek Investasi
1989 82 1.736.324 79 557.307
1990 98 2.113.451 108 1.250.799
1991 97 3.178.556 79 759.770
1992 87 3.999.313 83 1.090.996
1993 109 7.138.282 76 1.166.727
1994 211 6.452.696 123 1.355.937
1995 150 10.228.674 197 1.918.702
1996 193 16.660.452 294 3.752.123
1997 120 4.834.675 170 847.169
1998 56 3.318.338 306 703.916
1999 33 1.222.589 429 777.547
2000 88 5.388.487 692 1.364.485 Sumber: BKPMD DKI Jakarta
Tabel 10
Perkembangan Proyek PMDN dan PMA di DKI Jakarta Menurut Bidang Usaha
1987 s/d April 2001 (Rp.juta)
Bidang Usaha PMDN PMA
Proyek Investasi Proyek Investasi
Industri 687 10.436.943,94 479 6.506.534,56
Konstruksi 71 3.061.045,20 247 1.080.317,30
Hotel 103 8.603.241,34 32 1.469.183,65
Perkantoran/real estate
118 19.095.893,85 96 4.322.128,44
Jasa-jasa lainnya 857 23.484.542,26 2.121 5.964.012,49
Sumber: BKPMD DKI Jakarta
Investasi menurut bidang usaha terdapat perbedaan pola antara PMDN dan PMA.
PMDN lebih banyak terjadi pada bidang usaha jasa-jasa dan perkantoran/real estate, sedangkan PMA lebih banyak tercurah pada bidang industri. Perhatikan Tabel 10 Rata-rata nilai investasi per proyek PMDN untuk bidang usaha jasa-jasa sebesar kurang lebih 27 milyar, sedangkan perkantoran/real estate senilai 161 milyar (kolom investasi dibagi kolom proyek). Investasi PMDN di bidang perkantoran/real estate jauh lebih besar dibanding PMA.
BPKWB SundaKelapa Waterfront Tourism Dev‟t Board – Bandar Jaya Foundation - IKANED
SUNDA KELAPA Revitalization – Erasmus Huis Jakarta – 9 October 2004
11
2.3. Prospek Pengembangan Fasilitas Komersial di Jakarta Utara
Salah satu faktor penentu distribusi spasial penyediaan berbagai fasilitas
komersial adalah distribusi penduduk. Berdasarkan Rencana Tata Ruang DKI Jakarta tahun 2010, direncanakan distribusi penduduk seperti pada Tabel 11. Dalam tabel tersebut tampak bahwa untuk Kota Jakarta Utara direncanakan menampung 2.200.000 jiwa penduduk atau sekitar 17,6% dari seluruh total penduduk DKI Jakarta. Jumlah penduduk dapat dijadikan patokan di dalam penyediaan berbagai fasilitas komersial dari sisi kuantitas.
Fasilitas perbelanjaan jenis mall di Jakarta Utara dari segi kuantitas jauh lebih
sedikit dibanding dengan wilayah kota lainnya, tetapi jenis swalayan jumlahnya sangat mencolok dibanding wilayah lainnya. Perhatikan Tabel 12. Hal ini memberi indikasi awal bahwa mall merupakan jenis fasilitas perdagangan yang masih potensial untuk dikembangkan di Jakarta Utara.
Tabel 11
Distribusi Penduduk Tahun 2010 Menurut Kota di DKI Jakarta
Wilayah Penduduk Th 2010
Jumlah Persentase
Jakarta Barat 2.950.000 23,6 %
Jakarta Utara 2.200.000 17,6 %
Jakarta Pusat 1.350.000 10,8 %
Jakarta Timur 2.800.000 22,4 %
Jakarta Selatan 3.200.000 25,6 %
DKI Jakarta 12.500.000 100 % Sumber: Buku RTRW DKI Jakarta 2010
Tabel 12
Sebaran Jumlah Swalayan, Mall, dan Waserda di Jakarta Tahun 2000
Wilayah Swalayan Mall Waserda
Jakarta Barat 523 15 57
Jakarta Utara 1517 1 22
Jakarta Pusat 37 5 62
Jakarta Timur 35 1 401
Jakarta Selatan 44 5 126
DKI Jakarta 2156 27 568 Sumber: Statistik Wilayah DKI Jakarta 2000
Fasilitas rekreasi dan kesenian di Jakarta pada tahun 2000 terdistribusi seperti diperlihatkan pada Tabel 13 Dalam tabel tersebut tampak bahwa Kota Jakarta Utara dibandingkan dengan kota lainnya memiliki bioskop, taman terbuka, dan café paling sedikit jumlahnya. Sebaliknya pentas kesenian dan bilyard dari segi kuantitas cukup banyak. Taman terbuka dapat digagas dalam bentuk public beach.
BPKWB SundaKelapa Waterfront Tourism Dev‟t Board – Bandar Jaya Foundation - IKANED
SUNDA KELAPA Revitalization – Erasmus Huis Jakarta – 9 October 2004
12
Tabel 13 Sebaran Jumlah Fasilitas Rekreasi dan Kesenian di Jakarta Tahun 2000
Wilayah Bioskop Pentas
Kesenian
Taman
Terbuka
Coffee
House Diskotik Cafe Bilyard
Jakarta Barat 16 11 22 12 27 19 34
Jakarta Utara 12 15 14 16 14 2 32
Jakarta Pusat 17 9 56 18 26 26 20
Jakarta Timur 28 6 17 5 5 6 24
Jakarta
Selatan 15 16 33 29 46 24 29
DKI Jakarta 68 57 142 80 118 77 139
Sumber: Statistik Wilayah DKI Jakarta 2000
Pembangunan hotel perlu dikaitkan dengan fungsi Jakarta sebagai kota jasa,
rekreasi, pusat perekonomian, pusat pemerintahan, dan lain-lain. Dilihat dari motivasi kunjungan wisatawan nusantara ternyata paling banyak adalah untuk berlibur (Tabel 14), walaupun terjadi penurunan jumlah wisatawan akibat krisis tetapi mulai tahun 1998 ke tahun 1999 menunjukkan kenaikan meskipun tingkat pertumbuhannya masih minus.
Tabel 14
Persentase Motivasi Kunjungan Wisatawan Nusantara
Motivasi 1995 1996 1997 1998 2000
Berlibur 54,81 56,12 55,69 42,15 35,32
Bisnis 23,25 23,30 22,62 21,76 23,17
Pertemuan 12,69 10,21 11,44 18,03 4,06
Konferensi 2,31 2,13 2,22 5,97 2,90
Pendidikan 3,42 4,14 3,94 2,78 3,42
Lainnya 3,52 4,10 4,09 9,31 31,13
Jumlah 100 100 100 100 100 Sumber: BPS, Jakarta dalam Angka, 2000
Tabel 15
Jumlah Wisman dan Wisnus ke DKI Jakarta 1993-1999
Tahun
Wisman Wisnus
Jumlah Jumlah Pertumbuhan
(%)
Jumlah Pertumbuhan
(%)
1993 1.107.956 8,17 8.280.556 3,57 9.388.512
1994 1.320.722 19,20 8.487.564 2,50 9.808.286
1995 1.388.980 5,17 8.743.039 3,01 10.132.019
1996 1.679.594 20,92 8.987.342 2,79 10.666.936
1997 1.505.263 -10,38 9.176.077 2,10 10.681.340
1998 1.151.037 -23,53 8.728.921 -28,03 9.879.958
1999 981.183 -9,44 8.436.458 -3,35 9.417.641 Sumber: BPS, Jakarta dalam Angka, 2000
BPKWB SundaKelapa Waterfront Tourism Dev‟t Board – Bandar Jaya Foundation - IKANED
SUNDA KELAPA Revitalization – Erasmus Huis Jakarta – 9 October 2004
13
2.4. Analisis Pasar Properti
Sejak tumbangnya rezim Orde Baru, industri properti telah mengalami guncangan berat karena terjadinya perkembangan lingkungan bisnis yang berubah secara drastis. Kericuhan politik, gangguan keamanan, krisis moneter, kemerosotan daya beli, kehancuran perbankan, pelaksanaan Otonomi Daerah, perkembangan teknologi serta arus globalisasi adalah perkembangan yang terjadi dan akan mempengaruhi masa depan industri real estate.
Potensi untuk perkembangan industri properti masih sangat besar. Data
kebutuhan masyarakat untuk memiliki rumah yang layak huni tercatat mencapai 1.500.000 unit rumah per tahun, yang selama ini terutama dipenuhi oleh para pengembang anggota REI. Dari kebutuhan sebesar itu ternyata hanya 10 – 15% saja yang dapat dipasok dalam bentuk pembangunan rumah formal (terencana), sedangkan sisanya terpaksa harus dibangun oleh masyarakat sendiri. Dari jumlah pembangunan secara formal tersebut maka REI menjadi aktor utama yang selama ini berhasil
memasok rata-rata 70% produksi rumah yang jumlahnya 10% kebutuhan yang ada. Sejak krisis berkepanjangan, kemampuan tersebut bahkan merosot hingga tinggal 5% karena banyaknya pengembang yang terkena dampak krisis tersebut. Sebagian besar anggota REI terpaksa menghentikan atau menunda atau memperlambat kegiatan usaha atau bahkan beralih kegiatan usaha.
Tabel 16
Jumlah Anggota REI 1996 – 2002
TAHUN 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002*
REI NASIONAL 2434 2106 1519 1139 974 880 645
REI JAKARTA 736 723 462 369 272 260 218 Sumber: DPP-REI, Juni 2002 Keterangan : * sampai dengan 24 Juni 2002
2.4.1 Pasar Perumahan
Dalam menganalisis pasar properti, perlu dilakukan pengkajian mengenai pasar perumahan. Kajian pasar perumahan disini terutama ditekankan pada perumahan primer. Penelitian yang dilakukan Procon menunjukkan adanya peningkatan nilai penjualan rumah pada tahun 2001 dibandingkan tahun sebelumnya di wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang dan Bekasi masing-masing sebesar 18%, 18%, 24% dan 27%. Tetapi dalam hal jumlah unit penjualan justru menunjukkan angka sebaliknya yaitu penurunan masing-masing untuk Jakarta, Bogor dan Tangerang sebesar 36%, 21% dan 44% (Property Research Paper Vol.XI Issue 1 – 1st Quarter2002). Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan kualitas pembelian rumah yaitu khususnya segmen rumah yang dipasarkan dengan KPR non subsidi.
BPKWB SundaKelapa Waterfront Tourism Dev‟t Board – Bandar Jaya Foundation - IKANED
SUNDA KELAPA Revitalization – Erasmus Huis Jakarta – 9 October 2004
14
Tabel 17 Tipe yang Laris Terjual Di Wilayah JABOTABEK – 2001
SEGMEN HARGA
(Rp.juta)
UKURAN (M2) LOKASI
BANGN TANAH
BAWAH 40 – 50 21 - 36 60 – 72 Bogor, Bekasi,
Tangerang
BAWAH – MENENGAH
120 – 150 43 - 76 80 – 160 Bekasi, Tangerang Bogor, Jakarta
MENENGAH 375 – 400 90 - 100 136 – 150 Bogor, Tangerang
ATAS – MENENGAH 500 – 600 90 – 280 136 - 375 Jakarta, Tangerang Sumber: Procon Research Paper, Vol.XI Issue 1 – 1st Quarter 2002
Mengacu pada perkembangan ekonomi makro Indonesia diperkirakan bahwa penjualan rumah baru meningkat sebesar 10 – 11% dan mencapai 110.400 unit,
yang akan didominasi oleh penjualan rumah melalui KPR non subsidi termasuk rumah menengah hingga mewah. Peningkatan ini terutama disebabkan oleh adanya ekspansi KPR dari perbankan baik BTN maupun bank-bank swasta nasional serta bank pemerintah lainnya. Pulihnya daya beli kelompok masyarakat sebagai akibat membaiknya perekonomian, demikian juga kemungkinan menurunnya suku bunga KPR, serta realisasi pembelian rumah setelah tertunda akibat krisis, menjadi faktor lainnya yang dapat meningkatkan penjualan rumah baru. Riset yang dilakukan PSPI atas proyek-proyek perumahan di Jabotabek menunjukkan segmentasi pasar sbb :
Tabel 18 Segmentasi Pasar Perumahan di JABOTABEK
WILAYAH BB
(<Rp50jt)
MB (Rp51-
100jt)
MM (Rp101-200jt)
MA (Rp201-
500jt)
AA (>Rp500jt)
JAKARTA 1% 5% 16% 37% 40%
BOGOR 14% 17% 20% 28% 21%
TANGERANG 14% 25% 32% 21% 8%
BEKASI 23% 32% 29% 11% 6%
JABOTABEK 12% 19% 24% 25% 20%
Sumber: Riset PSPI, 2000
BPKWB SundaKelapa Waterfront Tourism Dev‟t Board – Bandar Jaya Foundation - IKANED
SUNDA KELAPA Revitalization – Erasmus Huis Jakarta – 9 October 2004
15
2.4.2. Pasar Properti Komersial
Di samping analisis pasar perumahan, perlu juga dilakukan analisis pasar properti komersial yang terdiri dari 6 analisis properti yaitu condominium, apartemen, perkantoran, pusat perbelanjaan, perhotelan, dan kawasan industri.
Setelah terpuruk sejak Indonesia dilanda krisis multi dimensi mulai akhir tahun
1997 selama bertahun-tahun properti komersial seolah tenggelam. Banyak condominium dan apartemen yang mengalami kekosongan. Demikian pula perkantoran terutama diwilayah pusat kota, yang ditinggalkan oleh penyewanya akibat harga sewa yang semakin tak terjangkau. Pusat perbelanjaan, perhotelan dan kawasan industri mengalami hal yang sama.
Membaiknya berbagai indikator perekonomian serta semakin kondusifnya iklim
usaha terutama ditahun 2002-2003 menimbulkan gairah baru disektor properti terutama properti komersial. Berbagai proyek apartemen dan pusat perbelanjaan yang telah dirancang sejak lama dan tertunda pembangunannya kemudian mulai dilaksanakan.
Belasan proyek pembangunan apartemen bermunculan di wilayah Jakarta dan
sekitarnya baik apartemen mewah maupun menengah dan laris terjual. Demikian juga pusat-pusat perbelanjaaj. Para pengembang berlomba-lomba memanfaatkan kemudahan kredit pemilikan rumah (KPR) bagi konsumen, yang dikucurkan perbankan dengan bunga yang bahkan lebih rendah dibanding sebelum krisis. Celah waktu yang sempit antara membaiknya kondisi perekonomian ditahun 2002 dengan jadual Pemilihan Umum 2004 yang biasanya menyebabkan menurunnya tingkat penjualan.
Pemilu yang tadinya dikawatirkan akan berlangsung panas mengingat jumlah
partai yang berlaga cukup banyak dan masa pemilu yang berlangsung mulai kuartal I 2004 hingga kuartal III 2004 ternyata berlangsung dengan relatif aman dan kondusif.
BPKWB SundaKelapa Waterfront Tourism Dev‟t Board – Bandar Jaya Foundation - IKANED
SUNDA KELAPA Revitalization – Erasmus Huis Jakarta – 9 October 2004
16
Bab III Prinsip dan Proses dalam Bisnis Properti
2.1. Pembangunan Kawasan Permukiman Sebagai Kegiatan Usaha
Mayoritas para pengembang melaksanakan pembangunan dalam skala kecil hingga menengah. Hal ini terutama disebabkan karena tingkat kesulitan dan risiko yang jauh lebih kecil serta tingkat kepastian perolehan gain (keuntungan) lebih tinggi dibandingkan dengan pembangunan skala besar. Dipihak lain, bagi Pemerintah Daerah maka pembangunan perumahan skala kecil dan menengah (terutama skala kecil), perlu diawasi secara lebih teliti mengingat sifatnya yang jangka pendek dan setelah selesai maka sesuai peraturan yang berlaku, berbagai prasarana dan sarana umum (fasos & fasum) akan diserahkan kepada Pemerintah Daerah. Pengawasan yang dimaksud terutama menyangkut aspek perijinan serta implementasinya. Sedangkan pembangunan perumahan skala besar serta kota-kota baru pada dasarnya harus merupakan suatu pembangunan berkelanjutan baik bagi kesejahteraan masyarakat kota tersebut secara keseluruhan maupun bagi masyarakat kota generasi mendatang. Pelaksanaannya haruslah melibatkan para pihak yang terkait mulai dari tahap awal (Perencanaan) sampai dengan tahap akhir (Pengelolaan). Demikian pula dalam pengembangan kawasan perbelanjaan (shopping center/mall), pusat niaga, apartemen dan sebagainya, yang termasuk dalam pengembangan jangka pendek. 2.1.1. Investasi Dalam Pembangunan Permukiman/Properti Semakin besar skala proyek properti yang dibangun, investasi yang ditanamkan akan semakin besar pula. Investasi yang sangat besar terutama dibutuhkan untuk pengembangan berbagai sarana dan prasarana yang akan mendukung pengembangan dan perkembangan kawasan tersebut, seperti3 :
Investasi untuk pengadaan lahan yang meliputi biaya pembebasan lahan, pembangunan (pematangan) lahan dan pengadministrasian lahan
Investasi dalam pengadaan sarana/fasilitas kota seperti perbelanjaan, hiburan & rekreasi, terminal, pendidikan, kesehatan, peribadatan, balai pertemuan, olahraga, taman kota, jalur pengamanan, jalur pemeliharaan kota dan pekuburan
3 Djoko Sujarto, Aspek Kepranataan Dalam Pembangunan Kota Baru , Jurusan PW&K FTSP-ITB, 1995
BPKWB SundaKelapa Waterfront Tourism Dev‟t Board – Bandar Jaya Foundation - IKANED
SUNDA KELAPA Revitalization – Erasmus Huis Jakarta – 9 October 2004
17
Investasi dalam prasarana kota seperti berbagai jenis jalan, air bersih, drainase, sanitasi lingkungan, persampahan, listrik, telepon dan gas
Investasi dalam pembangunan perumahan Investasi untuk pemeliharaan guna menjaga eksistensi dan kelanggengan
berbagai komponen kota yang merupakan aset kota/kawasan tersebut
Pada dasarnya yang dilakukan para pengembang dalam usaha ini adalah meningkatkan profit, sebagaimana yang juga dilakukan dalam berbagai kegiatan usaha lain. Ada 3 hal yang terkait disini yaitu VALUE, PROFIT dan COST. Upaya yang dilakukan adalah optimalisasi atas ketiga hal tersebut :
VALUE
PROFIT
COST Mengingat investasi yang besar tersebut, diperlukan pertimbangan ekonomi dan
berbagai pertimbangan lainnya yang menyangkut pembangunan proyek properti tersebut. Prinsip-prinsip tersebut adalah : 2.1.2. Prinsip Usaha Real Estat Pembangunan perumahan dan permukiman yang dilaksanakan oleh perusahaan pengembang - baik swasta, Pemerintah maupun koperasi/ masyarakat - sebagai sebuah bidang usaha haruslah memenuhi prinsip-prinsip dalam usaha real estat yaitu4 : 1. Prinsip “Highest and Best Used” Orientasi pengembangan usaha pembangunan perumahan tersebut secara keseluruhan bertujuan menghasilkan nilai guna tertinggi dan terbaik yang menghasilkan nilai tambah. Agar bisa menghasilkan keuntungan dari hasil pengembangan tersebut perlu diperhatikan berbagai hal antara lain :
4 J.S.Andidjaja,SH,MH, Aspek Hukum Dalam Proses Pembangunan Real Estat, Jurnal Real Estat, Vol.1 No.1, Januari 2000
BPKWB SundaKelapa Waterfront Tourism Dev‟t Board – Bandar Jaya Foundation - IKANED
SUNDA KELAPA Revitalization – Erasmus Huis Jakarta – 9 October 2004
18
pemilihan jenis investasi yang tepat penggunaan optimasi lahan penggunaan dana yang efektif dan wajar pengelolaan yang efisien sistem kontrol yang menerus
2. Prinsip “Economic of Scale” Usaha pembangunan perumahan pada dasarnya melibatkan berbagai disiplin ilmu serta bidang terkait, mulai dari kegiatan yang terkait dengan pertanahan, perencanaan, pembangunan/konstruksi, pemasaran, pengelolaan, keuangan dsb. Agar bisa menekan harga satuan produk (unit cost) serendah mungkin tanpa mengurangi kualitas dan kuantitas, maka skala pengembangan harus ditingkatkan untuk mencapai tingkat efisiensi yang tinggi dari segi : waktu, biaya dan tenaga. 3. Prinsip “Cost and Benefit” Prinsip biaya dan manfaat berarti bahwa setiap pengeluaran biaya tertentu haruslah menghasilkan manfaat yang lebih besar dari biaya yang dikeluarkan tersebut. Orientasi kegiatannya adalah dengan secara terus menerus mengupayakan inovasi-inovasi dalam seluruh kegiatan, baik perencanaan, pemasaran, pengelolaan dsb. 4. Prinsip Biaya Tinggi dan Penggunaan Hutang Pembangunan perumahan dan permukiman, terutama dalam skala besar membutuhkan biaya investasi yang besar pula. Untuk membiayai investasi yang besar tersebut digunakan tidak hanya dana yang tersedia (availlable funds), tetapi juga dana yang memungkinkan (possible funds).
2.2. Proses Pengembangan Kawasan Permukiman
Dilihat dari kacamata pengusaha, maka pembangunan kawasan permukiman yang akan dilakukan tersebut haruslah memenuhi syarat-syarat kelayakan usaha. Oleh karena itu proses pembangunan perumahan dan permukiman tersebut – secara umum – akan mengikuti alur seperti yang terlihat dalam Gambar 1.
BPKWB SundaKelapa Waterfront Tourism Dev‟t Board – Bandar Jaya Foundation - IKANED
SUNDA KELAPA Revitalization – Erasmus Huis Jakarta – 9 October 2004
19
Gambar 1
Proses Pengembangan Perumahan & Permukiman
STUDI KELAYAKAN
PERENCANAAN
PEMBIAYAAN
PEMBANGUNAN
PEMASARAN
PENGELOLAAN
2.2.1. Studi Kelayakan Berbagai aspek yang terkait dengan pengembangan proyek tersebut dikaji dan dianalisis untuk menentukan tingkat kelayakan dan memutuskan langkah-langkah yang harus dilaksanakan agar proyek tersebut dapat dijalankan dan tujuan dapat dicapai. Pada umumnya studi kelayakan mencakup beberapa analisis yaitu :
Accesibility Analysis Marketibility Analysis Financial Analysis
Physical Analysis Sesuai Undang-undang no.23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Peraturan Pemerintah no.27 tentang AMDAL maka studi Amdal juga menjadi bagian dari Studi Kelayakan.
BPKWB SundaKelapa Waterfront Tourism Dev‟t Board – Bandar Jaya Foundation - IKANED
SUNDA KELAPA Revitalization – Erasmus Huis Jakarta – 9 October 2004
20
2.2.2. Perencanaan Sebagai bagian dari studi kelayakan adalah pembuatan rancangan awal berupa rencana pengembangan. Dalam tahap perencanaan lanjut maka rancangan awal tersebut dilanjutkan dengan rancangan-rancangan yang lebih detail baik dalam bentuk Master Plan sampai dengan rencana tapak, demikian juga rancangan bangunan. Rancangan-rancangan ini selanjutnya digunakan untuk mendapatkan ijin-ijin yang terkait dengan pengembangan proyek, seperti Ijin Siteplan, Advies Planning, Ijin Mendirikan Bangunan dsb. 2.2.3. Pembiayaan Sebagai kelanjutan dari studi kelayakan khususnya pembahasan mengenai aspek finansial, maka pada tahap pembiayaan ini diupayakan mendapatkan dana-dana yang dibutuhkan untuk pengembangan proyek mulai dari pembebasan tanah, perencanaan, perijinan, pembangunan maupun pengelolaan. 2.2.4. Pembangunan Pelaksanaan pembangunan mulai dari penyiapan tanah, pembangunan infrastruktur seperti jalan, saluran, utilitas dsb, sampai dengan pendirian bangunan (perumahan/apartemen/perbelanjaan/perkantoran dsb) serta berbagai sarana/prasarana pendukung lainnya. 2.2.5. Pemasaran Pada tahap ini ditentukan tipe, jenis, jumlah maupun harga jual dari unit-unit yang akan dipasarkan dalam rangka memenuhi target penjualan yang telah disepakati oleh manajemen, serta strategi pemasaran maupun biaya-biayanya yang akan digunakan dalam rangka pencapaian target tersebut. 2.2.6. Pengelolaan
Pada tahap ini bagian proyek yang telah dibangun dan dipasarkan selanjutnya akan dipelihara oleh Divisi Pengelolaan, baik perawatan prasarana, sarana maupun properti yang telah dibangun dan diserah-terimakan kepada pemiliknya tetapi masih dalam masa jaminan purna jual.
BPKWB SundaKelapa Waterfront Tourism Dev‟t Board – Bandar Jaya Foundation - IKANED
SUNDA KELAPA Revitalization – Erasmus Huis Jakarta – 9 October 2004
21
Bab III
Pengembangan Properti Di Kawasan Bangunan Bersejarah
Pada dasarnya prinsip utama di dunia usaha – baik bisnis properti maupun semua usaha swasta lainnya – adalah bahwa usaha tersebut haruslah profitable. Berbeda dengan BUMN/BUMD (terutama dimasa lalu) yang walaupun merugi tetapi kegiatannya terus dijalankan. Hal ini dapat terjadi karena adanya bantuan atau subsidi dari Pemerintah terutama untuk jenis-jenis kegiatan yang menyangkut „hajat hidup orang banyak‟, seperti kereta api (PT KAI), angkutan bis kota (PPD) dan sebagainya. Bagi dunia usaha - khususnya bisnis properti – maka sepanjang kegiatan pengembangan properti tersebut memberikan keuntungan, tentunya bisnis tersebut layak untuk dilaksanakan. Revitalisasi bangunan-bangunan bersejarah di Jakarta dikaitkan dengan kerjasama pengembangan properti, merupakan tantangan menarik bagi bisnis properti. Hal ini mengingat adanya perbedaan-perbedaan dengan pengembangan perumahan pada umumnya, khususnya dalam hal pengelolaan kawasan.
Tabel 19 Perbedaan Kawasan Yang Berdiri Sendiri dengan
Kawasan Bersama Bangunan Bersejarah
No ITEM Pengembangan Kwsn
Yg Berdiri Sendiri Pengembangan Kwsn
Bersama Bngn Bersejarah
1 Keberadaan Pengelola Jangka pendek Jangka panjang
2 Arsitektur Bangunan dan lingkungan
Bebas Terikat
3 Maintanance Cost Hanya untuk kwsn sendiri Ditambah untuk bngn lama
4
Dengan melihat prospek perekonomian kedepan dan prospek bisnis properti sebagaimana telah dibahas sebelum ini maka pengembangan properti yang dikaitkan dengan revitalisasi bangunan bersejarah masih merupakan peluang usaha yang menguntungkan. Meskipun demikian ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian terutama bagi Pemerintah DKI agar pengembangan tersebut benar-benar bisa sukses dan berkelanjutan :
BPKWB SundaKelapa Waterfront Tourism Dev‟t Board – Bandar Jaya Foundation - IKANED
SUNDA KELAPA Revitalization – Erasmus Huis Jakarta – 9 October 2004
22
1. Infrastruktur dan Utilitas
Keberadaan (baik kuantitas maupun kualitas) infrastruktur seperti jalan, saluran dsb merupakan hal yang sangat penting untuk mendukung kawasan Sunda Kelapa secara keseluruhan. Mengingat wilayah tersebut juga dilalui oleh sungai/jalur air, perlu diperhatikan bahwa sungai-sungai tersebut benar-benar berfungsi dengan baik terutama dimusim hujan serta tetap bersih dimusim kemarau. Jalur sepanjang sungai seharusnya ditata dan diberi lansekap menarik sehingga asri dan mengingatkan pada kondisi di zaman dahulu. Demikian juga pedestrian perlu mendapat perhatian selain keberadaannya juga kondisi dan disain. Seyogyanya bangunan-bangunan bersejarah di kawasan Sunda Kelapa dihubungkan dengan pedestrian yang lebar dan tertata baik sehingga layak ditempuh dengan berjalan kaki. Utilitas seperti listrik dan air bersih juga harus tersedia dengan memadai, demikian pula sarana telepon.
2. Transportasi/Perhubungan
Sarana angkutan umum yang berkualitas seperti busway dengan bus Trans Jakarta dapat sangat menolong berkembangnya kawasan ini sebagai obyek wisata bai masyarakat Jakarta maupun luar Jakarta. Sarana angkutan lainnya juga perlu ditunjang agar sinkron seperti kereta api, taxi maupun paratransport lainnya.
3. Insentif Khusus Untuk menggairahkan masuknya para pengembang sebagai investor dalam program revitalisasi ini, perlu diberikan insentif-insentif khusus bagi para pengembang tersebut mengingat sifat usaha ini yang relatif „jangka panjang‟ dibandingkan dengan proyek perumahan skala kecil/menengah yang bersifat quick yielding. Insentif tersebut misalnya dalam hal keringanan dalam perpajakan termasuk tax holiday, kemudahan dalam hal kewajiban fasosum dsb
4. Perijinan Salah satu kendala dalam bisnis properti adalah masalah perijinan yang biasanya “padat biaya dan makan waktu”. Perlu dilakukan reformasi perijinan sehingga tidak lagi bertele-tele dan mengandung biaya tinggi.
5. Event-event yang terkoordinir dan terpadu -Secara rutin Pemerintah perlu melaksanakan atau mengkoordinir pelaksanaan EVENT-EVENT secara terpadu baik skala lokal, nasional bahkan Internasional. Misalnya “Jakarta Big Sale” yang menawarkan paket-paket wisata terpadu, mulai dari tiket airline, hotel/akomodasi, discount belanja, tour di Jakarta hingga daerah-daerah lain di Indonesia dsb
Sunda Kelapa Heritage