suntingan teks babad tanggalan ing panaraga
TRANSCRIPT
1
Suntingan Teks Babad Tanggalan Ing Panaraga
Tri Rahayu dan Titik Pudjiastuti
1. Javanese literature, Faculty of Humanities, Indonesia University, Depok, 16424, Indonesia2. Javanese literature, Faculty of Humanities, Indonesia University, Depok, 16424, Indonesia
E- mail:[email protected]
Abstrak
Skripsi ini menyajikan deskripsi dan suntingan teks Babad Tanggalan Ing Panaraga yang terdapat dalam naskah Andhe-Andhe Lumut yang merupakan koleksi Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Naskah bernomor Cl.1-NR.394 ini ditulis pada sekitar tahun 1825, berbentuk tembang macapat ditulis dengan menggunakan bahasa Jawa dan aksara Jawa. Metode penelitian filologi yang digunakan adalah metode kritis. Suntingan teks dilengkapi dengan ringkasan cerita dan pedoman alih aksara. Teks ini berisi kisah seorang guru bernama Purwawasana yang tinggal di Desa Tanggalan Kabupaten Panaraga. Ia mengajarkan berbagai ilmu, khususnya agama Islam. Teks Babad Tanggalan Ing Panaraga ini disunting dengan tujuan menyajikan teks dalam aksara latin agar dapat dibaca oleh masyarakat masa kini.
Kata kunci:
Filologi, babad, Tanggalan, Panaraga, manuskrip
Babad Tanggalan Ing Panaraga
Abstract This undergraduate thesis presents the description and the editing of the text Babad Tanggalan Ing Panaraga contained in the manuscript of Andhe-Andhe Lumut which is the collection of the Faculty of Humanities, Universitas Indonesia. The manuscript with number Cl.1-NR.394 was written around 1825 and is in a form of tembang macapat written using Javanese language and alphabet. The philological research method used is the critical method. The text editing is equipped with the summary of the story and the guidelines of transliteration. This text contains a story of a teacher named Purwawasana living in the Village of Tanggalan, Panaraga Regency. He taught various sciences, particularly Islamic religion. The text of Babad Tanggalan Ing Panaraga is edited with the objective to present the text in Latin alphabet so that it can be read by the present society.
Keywords:
Philology, babad, Tanggalan, Panaraga, manuscript
Pendahuluan
Indonesia mempunyai kebudayaan yang sangat beranekaragam. Salah satu bentuk
kebudayaan terwujud dalam benda-benda hasil karya manusia. Naskah merupakan salah satu
contoh kebudayaan fisik hasil karya manusia pada masa lampau. Naskah yang akan dibahas
dalam makalah ini, adalah naskah yang berisi tentang teks babad. Babad adalah teks sastra
yang memiliki kandungan sejarah. Babad juga dapat disebut sebagai sastra sejarah. Dalam
tradisi Jawa teks babad mengandung sejumlah konvensi, yakni rekaan, unsur sejarah,
Suntingan teks ..., Tri Rahayu, FIB UI, 2016
2
genealogi (silsilah), cerita rakyat, simbolisme (perlambang), dan kenisbian waktu peristiwa
yang ada di dalamnya (Karsono, 2013: 50).
Menurut Darusuprapta (1985: 79) babad pada umumnya selalu mengandung unsur
lukisan cerita mengenai tokoh sejarah disertai peristiwa yang telah atau dianggap terjadi. Pada
umumnya babad menggambarkan suatu cerita yang berkaitan dengan masalah: pembukaan
hutan atau tanah, penobatan raja atau pengangkatan penguasa daerah, pendirian kerajaan,
pemindahan pusat pemerintahan, peperangan, adat-istiadat, kadang-kadang terdapat jalinan
perkawinan dan ikatan perkerabatan yang turun temurun. Babad mencerminkan kehidupan
dengan lukisan-lukisan tokoh dan tindakannya yang pantas dijadikan suri teladan.
Contoh naskah babad yang berisi tentang cakupan wilayah yang luas serta dalam jangka
waku yang lama, yaitu Babad Tanah Jawi. Selain Babad Tanah Jawi ada juga babad yang
menceritakan tentang daerah yang wilayah cangkupannya lebih sempit, seperti Babad
Tanggalan Ing Panaraga yang akan diteliti ini.
Ditinjau dari isinya, Teks Babad Tanggalan Ing Panaraga menceritakan wilayah yang
bernama Dusun Tanggalan yang terletak di Kabupaten Panaraga. Dusun Tanggalan sangat
terkenal karena di tempat tersebut ada seorang guru bernama Purwawasana. Ia mengajarkan
berbagai ilmu, yang banyak berkaitan dengan ajaran agama Islam. Pada saat itu, orang-orang
Jawa banyak yang antusias belajar agama Islam, mulai dari pembelajaran tentang tasawuf,
rukun iman, rukun Islam, hawa nafsu yang ada dalam diri manusia, dan isi hadis.
Agama Islam mulai masuk di Jawa dibawa oleh para pedagang muslim melalui pantai
utara Jawa pada abad ke-15 dan 16, membawa banyak perubahan di Jawa, tidak hanya dalam
bidang spiritual, tetapi juga ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Munculnya pondok-pondok
dan pesantren-pesantren sebagai tempat belajar ilmu agama secara tidak langsung menjadi
tempat tumbuh-kembangnya kesusastraan Islam Jawa (Titik Pudjiastuti, 2006:88).
Agama Islam yang datang dari Arab mengalami proses akulturasi1 dengan budaya Jawa.
Dalam Babad Tanggalan Ing Panaraga proses akulturasi tersebut terjadi dalam acara
selamatan dan pernikahan. Doa-doa dipanjatkan ketika acara selamatan berlangsung. Selain
itu juga dijelaskan bahwa pada acara akad nikah mereka menggunakan adat Arab, sedangkan
resepsinya menggunakan adat Jawa.
1Akulturasi atau culture contacs adalah proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu
kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing dengan sedemikian rupa,
sehingga unsur-unsur kebudayan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa
menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri. (Koentjaraningrat, 2009: 202)
Suntingan teks ..., Tri Rahayu, FIB UI, 2016
3
Selain bercerita tentang agama Islam, teks Babad Tanggalan Ing Panaraga juga
bercerita mengenai hal-hal yeng berkaitan dengan kehidupan seperti nasihat untuk menjadi
seorang istri yang baik dan tentang berguru. Dalam Babad Tanggalan Ing Panaraga juga
terdapat cerita mengenai pernikahan antara kedua anak Purwawasana dengan santrinya yang
merupakan anak Tumenggung Trenggalek.
Teks Babad Tanggalan Ing Panaraga perlu disunting karena beberapa alasan. Pertama
untuk dapat memperoleh informasi dan wawasan terkait Desa Tanggalan yang berada di
Kabupaten Panaraga. Ditinjau dari isinya teks Babad Tanggalan Ing Panaraga memuat ajaran
moral dan religi yang lebih ditekankan pada ajaran Islam. Setiap ajaran yang disampaikan
dimaknai dari isi Al-Quran dan hadis. Selain itu terdapat banyak makna filosofi yang diambil
dari berbagai petikan teks dalam naskah-naskah Jawa lainnya.
Dari segi teksnya, Babad Tanggalan Ing Panaraga menunjukkan banyak kesalahan.
Kesalahan tersebut antara lain mengenai penulisan aksara murda. Ada beberapa kata yang
seharusnya tidak ditulis dengan aksara murda tetapi ditulis murda atau sebaliknya, seperti
kata yang menunjukkan nama orang. Kemudian, penulisan aksara rekan yang tidak konsisten
dan tidak sesuai dengan kamus Baoesastra Djawa. Penulisan konsonan khususnya yang
sedaerah artikulasi ditulis tidak sesuai dengan kamus Baoesastra Djawa, sehingga dapat
mengubah arti teks. Guru lagu, guru wilangan, dan guru gatra yang ditulis tidak sesuai
dengan aturan metrum. Dilihat dari berbagai permasalahan tersebut, maka penyuntingan teks
Babad Tanggalan Ing Panaraga ini bertujuan untuk menyajikan suntingan teks dari aksara
Jawa ke latin agar mudah dibaca oleh khalayak umum.
Tinjauan Teoritis
Filologi mempunyai objek kajian penelitian berupa naskah dan teks. Melalui
penggarapan naskah, filologi mengkaji naskah lama. Baried (1985: 59) memaparkan bahwa
dalam filologi terdapat rangkaian penurunan yang dilewati oleh suatu teks secara turun-
temurun yang disebut tradisi. Naskah diperbanyak karena beberapa alasan, misalnya orang
ingin memiliki naskah tersebut, naskah asli sudah rusak dimakan zaman, khawatir terjadi
sesuatu dengan naskah asli, misalnya hilang, terbakar, ketumpahan benda cair; karena perang,
atau hanya karena terlantar saja. Mungkin pula naskah disalin dengan tujuan magis, dengan
menyalin suatu naskah tertentu orang merasa mendapat kekuatan magis dari yang disalinnya
Suntingan teks ..., Tri Rahayu, FIB UI, 2016
4
itu. Naskah yang dianggap penting disalin dengan tujuan, misalnya politik, agama,
pendidikan, dan sebagainya.
Dalam penyalinan naskah dapat terjadi kesalahan. Robson (1994: 18-19) memaparkan
kesalahan atau perubahan yang dapat terjadi dalam sebuah teks seperti di bawah ini.
1. Kesalahan yang disebabkan oleh kemiripan bentuk huruf dalam tulisan tertentu.
2. Penghilangan terhadap sejumlah huruf, kata, maupun kalimat yang dibedakan
berdasarkan skalanya. Skala kecil yaitu penghilangan terhadap satu atau dua suku
kata. Haplografi merupakan suku kata yang sama, harusnya direduplikasi tetapi
hanya ditulis satu kali. Kesalahan yang lebih besar “saut du meme au meme” yaitu
mata penyalin bergerak ke depan dan belakang, melompat dari kata yang satu ke
kata lain yang sama dengan melihat sedikit ke bawah, sehingga sebagian teks
hilang.
3. Kesalahan dalam bentuk penambahan dapat terjadi apabila sebuah suku kata atau
bahkan sebuah kata yang kecil diulang secara tidak hati-hati (ditografi).
4. Kesalahan dalam bentuk perubahan juga dapat terjadi jika huruf-huruf disalin
terbalik atau baris-baris puisi disalin dalam urutan yang salah.
5. Kesalahan yang lain dapat disebabkan oleh kesengajaan penyalin, yang mungkin
memutuskan bahwa sebuah kata dalam teks yang asli itu salah, baik karena ia tidak
mengenali kata tersebut maupun karena alasan yang lain.
Dalam studi dan penelitian filologi suatu teks yang akan disunting, harus melalui tahapan
atau langkah kerja terlebih dahulu. Langkah kerja merupakan kegiatan yang harus dilalui
dalam penggarapan naskah dan teks (Karsono, 2013:80). Menurut Baried (1985: 67-72)
langkah kerja yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Inventarisasi naskah.
2. Deskripsi naskah.
3. Pemilihan metode dalam penyuntingan teks.
4. Rekonstruksi teks.
Karsono (2013:81) menguraikan lebih lanjut langkah kerja dalam penelitian filologi sebagai
berikut:
1. Inventarisasi naskah
2. Deskripsi naskah
3. Perbandingan teks
Suntingan teks ..., Tri Rahayu, FIB UI, 2016
5
4. Penentuan teks yang disunting
5. Pertanggungjawaban alih aksara
6. Kritik teks
7. Pengalihaksaraan
Mengingat naskah Babad Tanggalan Ing Panaraga merupakan naskah tunggal, maka tidak
melakukan perbandingan teks.
Metode Penelitian
Robson (1994: 13) menjelaskan bahwa untuk menjalankan tugasnya sebagaimana
mestinya, seorang filolog harus mendasari metodenya pada penilaian tentang sifat materi yang
harus dikerjakan, karena metode yang sesuai untuk sebuah teks tidak selalu dapat diterapkan
pada teks lainnya.
Robson (1994) mengungkapkan 3 metode penyuntingan naskah yaitu stemma, edisi
diplomatis dan edisi kritis. Metode penyuntingan stemma ialah membuat pohon silsilah
naskah-naskah. Pada cabang paling atas adalah pola dasar naskah yang menurunkan semua
naskah-naskah yang ada. Pola dasar itu mungkin sama dengan autografi, atau sedikit berbeda.
Kegunaan stemma untuk memperlihatkan hubungan genetik dari naskah-naskah yang akan
disunting.
Menurut Robson (1994) edisi diplomatis lebih menyajikan teks sesuai dengan apa yang
ada pada sumber naskah asli tanpa menambah maupun menguranginya. Penggunaan edisi
diplomatis ini dapat memperlihatkan tentang cara mengeja kata-kata yang ada di dalam teks,
mengetahui gambaran tentang konvensi waktu dan tempat tertentu, mengetahui pengunaan
tanda baca yang digunakan dalam teks. Edisi yang ketiga, yaitu edisi kritis. Edisi ini lebih
memudahkan para pembaca untuk mengetahui isi dari suatu teks. Dalam edisi kritis,
penyunting mengidentifikasikan kesalahan yang ada di dalam teks. Setiap kesalahan
diperbaiki dengan cara memberikan tanda yang mengacu pada “aparatus criticus” lalu
menyarankan agar pembaca membaca referensi bacaan lain yang lebih baik. Selain itu
penyunting juga dapat memberikan koreksi terhadap bagian yang salah, kemudian diberi
tanda yang jelas sesuai dengan ketentuan “aparatus criticus”.
Melihat kelebihannya dalam membantu pembaca untuk membaca dan mengerti suatu
teks, peneliti memilih menggunakan edisi kritis. Penerapan edisi kritis dalam teks Babad
Tanggalan Ing Panaraga yaitu dengan melakukan identifikasi apabila ada kesalahan dalam
Suntingan teks ..., Tri Rahayu, FIB UI, 2016
6
teks. Kesalahan tersebut meliputi kesalahan ejaan dan ketidakonsistenan dalam penulisan.
Selain itu juga terdapat beberapa tulisan yang tidak dapat terbaca baik karena rusak maupun
coretan tinta yang tidak begitu jelas. Peneliti juga akan memperbaiki teks dengan
menggunakan tanda perbaikan bacaan seperti yang telah dijelaskan dalam subbab
pertanggungjawaban alih aksara. Untuk kata yang dianggap perlu diberi penjelasan dalam
naskah, ditempatkan pada catatan kaki.
Hasil Penelitian
Inventarisasi naskah adalah kegiatan mendaftar semua naskah yang mengandung teks
sekorpus. Pengertian teks sekorpus yaitu semua naskah yang mengandung teks dengan judul
yang sama atau mempunyai kemiripan cerita. Naskah yang mempunyai judul yang sama,
tetapi jalan ceritanya berbeda tidak dapat dikatakan sekorpus. Penelusuran dilakukan di
berbagai lembaga yang mempunyai koleksi katalog naskah Jawa baik yang berada di dalam
maupun luar negeri.
Penelusuran katalog naskah Jawa yang berada di Indonesia antara lain :
1. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 1 Meseum Sonobudoyo Yogyakarta
(Behrend, 1990)
2. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 2 Keraton Yogya (Lindsay, Soetanto,
dan Feinstein, 1994)
3. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid IV Perpustakaan Nasional Republik
Indonesia (Behrend, 1997)
4. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 5A Jawa Barat koleksi Lima Lembaga
(Edi S., Ekadjati, dan Darsa, 1999)
5. Katalog Naskah-Naskah Perpustakaan Pakualaman (Saktimulya, 2005).
6. Javanese Literature In Surakarta Manuscript Volume 1 Introduction and Manuscripts
Of The Keraton Surakarta (Florida, 1993)
7. Javanese Literature In Surakarta Manuscript Volume 2 Manuscripts Of The
Mangkunegaran Palace (Florida, 2000)
Suntingan teks ..., Tri Rahayu, FIB UI, 2016
7
8. Javanese Literature In Surakarta Manuscript Volume 3 Manuscripts Of The Radya
Pustaka Museum and Hardjonagaran Library (Florida, 2012).
Selain penelusuran katalog naskah yang ada di nusantara juga dilakukan penelusuran
terhadap katalog yang berada di luar negari seperti :
1. Indonesian Manuscripts In Great Britain A Catalog Of Manuscripts In Indonesian
Languages In British Public Collection (Rickless, 1977)
2. Javanese and Balinese Manuscripts And Some Codices Written In Related Idioms
Spoken Java and Bali Descriptive Catalogues (Pigeud, 1975)
3. Supplement Op Den Catalogus Van De Javaansche En Madoereesche Handshriften
Der Leidsche Universiteits- Bibliotheek Deel 1 (Juynboll, 1907)
4. Supplement Op Den Catalogus Dan De Javaansche En Madoereesche Handshriften
Der Leidsche Universiteits-Bibliotheek deel II (Juynboll, 1911).
Dalam katalog Literature Of Java terdapat keterangan yang menyebutkan bahwa naskah
Andhe-Andhe Lumut merupakan koleksi Pigeaud yang diberikan kepada Fakultas Sastra.
“Manuscripts and notes collected by Dr Th. G. Pigeaud. Government lexicographer in
Surakarta and Yogyakarta between 1925 and 1942. At present this collection is in the keeping
of the Faculty of Art ( Fakultas Sastra) of the University Of Indonesia in Jakarta” (Pigeaud,
1968:139).
Penelusuran semua katalog naskah Jawa di atas menunjukkan bahwa Babad Tanggalan
Ing Panaraga hanya tercatat dalam katalog Fakultas Sastra Universitas Indonesia jilid 3-A.
Kode naskahnya CL.1-NR 394. Dengan demikian dapat disimpulkan sementara, bahwa ini
Babad Tanggalan Ing Panaraga merupakan naskah tunggal.
Naskah Babad Tanggalan Ing Panaraga tercatat dalam katalog Fakultas Sastra
Universitas Indonesia jilid 3-A. Naskah Babad Tanggalan Ing Panaraga dengan kode CL.1-
NR 394 dalam judul Dongeng Andhe-Andhe Lumut. Judul naskah Dongeng Andhe-Andhe
Lumut dituliskan di potongan kertas putih yang telah robek sebagian. Kertas tersebut
ditempelkan di sampul depan tepatnya di bagian tengah. Naskah tersebut menggunakan
sampul karton tebal dan dilapisi dengan kain berwarna kuning. Lapisan kain yang digunakan
sudah berlubang dan ada yang robek. Ukuran naskah 33 x 21 cm, sedangkan ukuran blok teks
29,3 cm x 15,7 cm.
Suntingan teks ..., Tri Rahayu, FIB UI, 2016
8
Judul teks yang terdapat dalam katalog dan teks aslinya berbeda. Dalam katalog judul
ditulis dengan judul Babab Canggalan Ing Panaraga, sedangkan dalam teks aslinya
dituliskan dengan Babad Tanggalan Ing Panaraga. Teks Babad Tanggalan ing Panaraga
telah dibuat mikrofilmnya oleh Perpustakaan Universitas Indonesia dengan nomor Rol
138.07.
Ketebalan naskah Andhe-Andhe Lumut secara keseluruhan 263 halaman, sedangkan
yang berisi teks Babad Tanggalan Ing Panaraga memiliki ketebalan 159 halaman, dimulai
dari halaman 98—257. Jumlah baris 18 perhalaman. Halaman i sebelah kiri dan kanan atas
terdapat keterangan yang ditulis dengan menggunakan pensil. Keterangan tersebut dikutip di
bawah ini.
HS. Th. P. NR Gekocht Yogyakarta
no 394 5 Desember 1939
Tulisan yang berada di sebelah kiri atas menunjukkan bahwa naskah tersebut semula
merupakan koleksi Dr. Th. Pigeaud didaftar nomor 394. Tulisan yang berada di sebelah kanan
tersebut berarti dibeli di Yogyakarta pada 5 Desember 1939. Di bagian bawahnya terdapat
kalimat yang ditulis dengan aksara Jawa. Tulisan tersebut sulit untuk terbaca karena tintanya
tidak jelas dan terdapat banyak coretan. Dalam beberapa tulisannya (1993, 1968) Pigeaud
mendaftarkan naskah-naksh HS (handschrifften) dengan kode HS NR-ThP. Tulisan tersebut
berarti naskah seri baru (NR=nieuwe reeks) hasil pengkoleksian Th Pigeaud, sedangkan seri
lama telah diserahkan kepada KBG pada tahun 1933, dengan kode Perpustakaan Nasional
Republik Indonesia/KBG 660s/d 737. Oleh karena itu dalam katalog disingkat NR yang
digunakan untuk menandai ciri koleksi NR (HS) tersebut. Berdasarkan pemeriksan naskah
yang dilakukan pada tahun 1993, diketahui naskah NR berjumlah 448 buah dengan isi yang
beraneka ragam, seperti babad, suluk, primbon, pakem, dll. Salah satunya yang memuat teks
Babad Tanggalan Ing Panaraga ini.
Teks Babad Tanggalan Ing Panaraga disusun dalam bentuk macapat, menggunakan
bahasa dan aksara Jawa. Kertas yang digunakan kertas bergaris. Kertas tersebut berwarna
putih dengan garis berwarna biru. Jarak antar baris satu dengan lainnya 0,8 cm. Terdapat garis
panduan yang ditulis dengan menggunakan pensil. Naskah Andhe-Andhe Lumut disalin atau
disusun oleh R.NG. Wiryatani sekitar tahun 1930 di Yogyakarta.
Suntingan teks ..., Tri Rahayu, FIB UI, 2016
9
Pembahasan
Teks Babad Tanggalan ing Panaraga dialihaksarakan agar dapat dibaca oleh pembaca
masa kini. Menurut Karsono (2013: 98) pengalihaksaraan merupakan pengubahan suatu
sistem aksara berikut ejaan dan tanda-tandanya ke sistem aksara yang lain. Dalam alih aksara
peneliti menggunakan edisi kritis.
Dalam alih aksara Babad Tanggalan Ing Panaraga peneliti menggunakan beberapa
buku pedoman. Kamus Baoesastra Djawa (1939) karangan Poerwadarminta digunakan untuk
memperbaiki bacaan agar sesuai dengan konteks. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Jawa Huruf
Latin yang Disempurnakan (2011) oleh Balai Bahasa Yogyakarta Kemendiknas digunakan
untuk pedoman penulisan ejaan. Puisi Jawa (2012) oleh Karsono H Saputra digunakan untuk
memperbaiki guru lagu, guru wilangan, dan guru gatra. Dalam penulisan bahasa Arab
menggunakan Pedoman Transliterasi Arab-Latin (2003) oleh Badan Litbang Agama dan
Diklat Keagamaan Proyek Pengkajian dan Pengembangan Lektur Pendidikan Agama dan Al-
Quran Terjemahan (2009) oleh Departemen Agama RI.
Ketentuan yang digunakan dalam alih aksara Babad Tanggalan Ing Panaraga adalah:
1. Aksara
• Aksara murda yang terdapat dalam Babad Tanggalan Ing Panaraga yaitu aksara na, ta, sa, pa, dan ba. Aksara murda digunakan untuk nama gelar, nama diri, nama geografi, sebagai penghormatan, dan nama suatu lembaga pemerintah, dan nama lembaga berbadan hukum yang biasanya ditulis di depan kata dengan menggunakan huruf kapital. Namun tidak semua kata yang terdapat aksara murda ditulis dengan huruf kapital.
Pengecualian :
NaBi dialihaksarakan nabi (101)
• Dalam pengalihaksaraan Babad Tanggalan Ing Panaraga aksara rekan kha dan gha
disesuaikan dengan ejaan kamus Bausastra Jawa dan kekonsistenan penulisan.
Contoh:
ghaib dialihaksarakan g[h]aib (hlm. 129)
Suntingan teks ..., Tri Rahayu, FIB UI, 2016
10
2. Ejaan
2.1 Vokal
Terdapat enam vokal, yaitu /a/, /i/, /u/, /e/, /o/. Dalam teks Babad Tanggalan Ing
Panaraga ditemukan kata yang penulisannya tidak sesuai dengan ejaan Bahasa Jawa
yang disempurnakan, seperti penulisan vokal /a/ yang ditulis dengan vokal /o/, vokal
/o/ ditulis dengan vokal /u/. Pengalihaksaraan disesuaikan dengan kamus Baoesastra
Djawa.
Contoh:
kenonga dialihaksarakan ken[o]<a>nga (hlm. 100) 2.2 Konsonan
Pada naskah Babad Tanggalan Ing Panaraga sering dijumpai penulisan kata
yang mengalami kesalahan pemakaian konsonan, khususnya pada konsonan yang
sedaerah artikulasi. Pemakaian konsonan yang sering mengalami kesalahan ialah
konsonan /p/ ditulis menjadi /b/, konsonan /t/ ditulis menjadi /d/, konsonan /k/ ditulis
menjadi /g/, atau sebaliknya. Dalam pengalihaksaraan akan disesuaikan dengan
penulisan kata dalam kamus Baoesastra Djawa.
Contoh:
tekat dialihaksarakan teka[t]<d> ((hlm. 119)
2.3 Sastra Lampah
Sastra lampah adalah cara menuliskan aksara jawa yang ditulis dengan mengikuti
bunyi pengucapan konsonan akhir kata sebelumnya (Padmosoekotjo, 1967: 68).
lambungngingngarga dialihaksarakan lambunging
arga (hlm. 100)
Pengecualian :
Ingriki dialihaksarakan menjadi ing ngriki (hlm. 127)
2.4 Perangkapan huruf
Perangkapan huruf berbeda dengan sastra lampah. Perangkapan huruf hanya terdapat
dalam satu kata sedangkan sastra lampah terjadi dalam dua kata. Sesuai dengan ejaan
bahasa Jawa yang telah disempurnakan, peneliti menggabungkan huruf yang sama
tersebut menjadi satu huruf saja.
Suntingan teks ..., Tri Rahayu, FIB UI, 2016
11
Contoh :
sannes dialihaksarakan sanes
2.5 Penggunaan Huruf Kapital
- Huruf kapital digunakan disetiap awal pada (bait) untuk menandakan pada (bait) baru.
- Huruf kapital digunakan untuk awal kata si dan sang yang diikuti oleh nama orang.
3. Metrum tembang
Teks Babad Tanggalan Ing Panaraga berbentuk macapat. Macapat selalu diikat oleh
guru lagu (bunyi vokal akhir tiap baris dalam satu bait), guru gatra (jumlah baris dalam satu
bait), dan guru wilangan (jumlah suku kata dalam satu baris). Setiap kesalahan pada guru
lagu, guru gatra, maupun guru wilangan diperbaiki dengan menggunakan tanda perbaikan
bacaan pada suntingan teks.
3.4 Tanda perbaikan bacaan yang digunakan dalam suntingan teks, yaitu :
• Awal-akhir pupuh ditandai dengan : //0//
• Awal-akhir bait (pada) ditandai dengan : //
• Awal-akhir baris (gatra) ditandai dengan : /
• Kata yang tidak terbaca ditandai dengan : {...}
• Pengubah huruf, kata ditandai dengan : <...>
• Menambahkan huruf, kata ditandai dengan : (...)
• Menghilangkan huruf, kata, maupun kelompok kata ditandai dengan : [...]
• Angka Arab (1, 2, 3, dan seterusnya) pada margins sebelah kiri menandakan
nomor urut setiap bait dalam satu pupuh.
• Pergantian halaman pada suntingan ditandai dengan #...#.
Contoh:
#98# [hlm. 98 baris 1]
• Angka Arab 1, 2, 3, dan seterusnya pada awal tiap pupuh menandakan nomor
urut pupuh.
• Reduplikasi atau pengulangan kata menggunakan tanda penghubung ( … - …).
Suntingan teks ..., Tri Rahayu, FIB UI, 2016
12
Berikut akan disajikan salah satu pupuh hasil suntingan naskah Babad Tanggalan Ing
Panaraga yakni pupuh pertama, yang disertai dengan perbaikan metrum dan bacaan.
Pupuh 1
//0// Dhandhanggula //0//
1. // #98# Manitra ri sarkara marengi/ Respati Pon kaping kalih dasa/ Rabingulakir wulane/
Landep ing warsa Wawu/ m[o]<a>ngsa Surya Kapat wus akir/ #99# sangkalaning
r[e]<i>ng tata/ buja ngesthi tuduh1/ ngl[u]<e>luri ing wiridira/ Dyan Ngabei
R[o]<a>nggawarsita sawargi/ ing Nagri Surakarta//
2. // Caritanya nalikaning uni/ bawah Kabupaten P[r]anaraga/ kaprenah kidul kulone/
tengahireng wana gung/ wonten dhukuh kalangkung asri/ wasta Dhusun Tanggalan/
rumaket ing gunung/ ardi geng datan kawuryan/ winastanan Wukir Adi Mlayamanik/
mepeki pala kirna2//
3. // Isen-isen sapucaking ardi/ tarulata tuwin kembang-kembang/ lagya anedheng uwohe/
n[o]<a>ngka kalawan mundhu/ pelem pakel langse[p]<b> kuweni/ duren mulwa srikaya/
nanas kepel dhuku/ gowok dhompyong myang pijetan/ lan kokosan rambutan
kapundhung blimbing/ sawo jambu d(e)r[e]sana//
4. // Jeruk keproke tar jeruk bali/ karange anranjam myang pijetan/ pelem santog lan
daginge/ g[o]<a>nda myang dodol canthuk/ sengir malam myang pelem gandhik/
banjeng #100# lambunging arga/ kemiri lan pucung/ pete jengkol sa[l]antara/ terikancu
timaha jenar kumuning/ trembalo myang cendhana//
5. // Aren jambe sentul lan k[u]<e>cacil/ cabe suruh rumambat ing pucang/ kayu lanang lan
gedhange/ ing ereng iring gunung/ tegal gagan dinulu asri/ sata kang turut marga/
pasetrenan3 turut/ t[a]<e>taneman warna-warna/ pala-pala j[a]<e>janganan amepeki/
banjeng turut ing arga//
6. // Sinelanan taru-taru tuwin/ kembang-kembang samya jinembangan/ jinajar sapinggiring
we/ taluki lawan menur/ sundel melem gambir malathi/ saruni kanigara/ argulo mawar
rum/ noja muwah lara [k]<ng>endhat/ ragain[a]<i> kacepi ring sida mukti/ kanikir
m[o]<a>nda tuwa//
1kolofon pada naskah berupa sengkala “ring tata buja ngesthi tuduh”yang konvensinya sama dengan tahun 1825
(tata=5, buja=2, ngesthi=8, tuduh=1) (Bratakesawa dan T. W. K. Hadisoeprapta. 1980:39, 125, 128, 132) 2 pala kirna yaitu buah-buahan di perkebunan (nangka, mangga, dll) 3 pasetrenan yaitu sawah di tepi sungai
Suntingan teks ..., Tri Rahayu, FIB UI, 2016
13
7. // Kang pinalengkung pojok b[a]<o>trawi/ s[o]<a>nggalangit miwah gambir pethak/
markisa[t]<h> prabuset tongkeng/ dene kang apit tajug/ tunjung kalak myang nagasari/
ken[o]<a>nga pacarcina/ lan ca(m)paka #101# pingul/ plataran wedhi malela/ kang
cepuri pager jaro tundha katri/ regole kajeng n[o]<a>ngka//
8. // Nenggih ta wau ingkang pali(ng)gih/ dwijawara asmareng lalana/ sangking Arab
lulurine/ tetep yen b[o]<a>ngsa luhur/ ingkang rama terahing nabi/ kang ibu tedhakira/
nateng Majalangu/ j[u]<e>juluk Purwawasana/ adh[a]<e>dhepok neng Wukir
Malayamanik/ subr[o]<a>ngta mati raga//
9. // Winatara risang maha yekti/ durung tetep yuswa seket warsa/ wus jumeneng
pandhitane/ saliring elmu putus/ kasusastran myang basa isim/ kawignyan kapujanggan/
tan ana wina[u]<o>n/ angugemi sambega na/ mila mangke kiwa tengen Panaragi/ kathah
kang sami prapta//
10. // Apuruhita mring sang maharsi/ mandar samya katrem neng Tanggalan/ tilar bale
karangane/ kasmaran wulangipun/ len barkate sang mangun teki/ temah Dhusun
Tanggalan/ arjane kalangkung/ gemah ripah pindha praja/ ngesoraken #102# jroning
kitha P[r]anaragi/ kongsi Sang Adipatya//
11. // Bathara Katong ing P[r]anaragi/ mil[y]a m[u]<e>mundhi sang dwijawara/ sangking
agung karamate/ kuneng datan winuwus/ suyu[t]<d>ireng pram[o]<a>ncanagri/ mangsuli
kang carita/ wau kang winuwus/ Bagawan Purwawasana/ darbe endhang jaka rarane
sayogi/ wasta Endhang Widada//
12. // Atmajanira amung k[a]<e>kalih/ samya kenya endah warnanira/ pitung praja tanpa
tondhe/ sang dyah p[a]<e>parabipun/ Kusuma Yu Retna Subadi/ dene ta kang taruna/
asilih j[u]<e>juluk / Kusuma Sukadi nama/ kakali[y]<h>e sru bekti ing yayah bibi/ susila
ambe[g]<k> darma//
13. // Lamun rinengg[o]<a> we[ng] sang sudewi/ warnanira yekti kurang c[o]<a>ndra/
ngente[g]<k>na kertas patang pel/ kadi pun kongsi penuh/ kurang c[o]<a>ndra luwih
kang warni/ mung riningkes kewala/ yekti yen pinunjul/ dumadi kidung pralambang/ para
bambang tanapi para priyayi/ #103# keh kasmareng pawarta//
14. // Tata tit[a]<i> lingira ing uni/ kang kocapa wau putranira/ adipati ing Trenggalek/ kang
kalih jalu bagus/ ingkang sepuh dipunwastani/ sira Raden Sumarja/ dene arinipun/
j[u]<e>juluk Radyan Sumarta/ sakaliyan pra samya subrangteng elmi/ kawruh marang
kasidan//
Suntingan teks ..., Tri Rahayu, FIB UI, 2016
14
15. // Apanuju ing dina sawiji/ radyan kalih amiyarsa warta/ tinutur pinajarake/ kalamun
bawahipun/ Kabupaten ing Panaragi/ ana pandhita tama/ agung siswanipun/ karajan
Dhusun Tanggalan/ adh[a]<e>dhepok ing Wukir Malayamanik/ parab Purwawasana//
16. // Radyan Sumarja wacana aris/ adhuh ariningsun mas Sumarta/ sira tumuntura raden/
payo padha rinuruh/ ingkang sampun dadya pawarti/ sowan mring Panaraga/ ri sang
jawara nung/ kang rayi datan lenggana/ yata radyan kalih ing dalu miranti/ enjinge
lumaksana//
17. // Tanpa wadya amung lawan #104# ari/ datan etang pringganing mahawan/ urut gunung
ereng-ereng/ ararywan sakgenipun/ kang dhinahar isen wanadri/ godhongan myang
wowohan/ mrih ayeming kalbu/ lampahe tan kawarnaa/ sampun prapta tepis iring
Panaragi/ ng[e]<a>lamat anon desa//
Kesimpulan
Teks Babad Tanggalan Ing Panaraga merupakan koleksi Perpustakaan Universitas
Indonesia. Sebelumnya naskah ini merupakan koleksi dari Th Pigeaud yang ditulis sekitar
tahun 1825. Teks Babad Tanggalan Ing Panaraga ditulis dalam bentuk tembang macapat
dengan tebal 159 halaman.
Secara keseluruhan teks Babad Tanggalan Ing Panaraga terdiri atas 26 pupuh. Setiap
pupuh mengisahkan cerita yang berkelanjutan. Setiap nasihat yang disampaikan oleh
Purwawasana, diambil dari berbagai kisah yang ada di Jawa. Kisah tersebut ditulis dalam
berbagai kitab Jawa yang terdapat pada zaman dahulu. Contohnya seperti petikan teks
Dewaruci, Serat Nitimani, Permusyawaratan Para Wali, Serat Surti, Seh Mlaya, Serat
Asmaragama, Niti Sastra. Setiap petikan teks hanya memuat inti dan makna filosofi dari
cerita yang disampaikan.
Dilihat dari isinya secara keseluruhan, teks Babad Tanggalan Ing Panaraga memuat
cerita tentang ajaran agama Islam dan nasihat-nasihat yang diambil dari berbagai naskah
Jawa. Setiap kebaikan dan keburukan disampaikan dengan jelas disertai dampak yang akan
diperoleh nantinya. Perjalanan hidup dari manusia masih dalam kandungan hingga manusia
meninggal juga dijelaskan dalam Babad Tanggalan Ing Panaraga ini. Pada hakikatnya setiap
ilmu yang diajarkan dalam Babad Tanggalan Ing Panaraga ini bersifat baik, akan tetapi
untuk mengamalkannya dalam kehidupan yang nyata harus dipahami secara mendalam dan
berpegang pada prinsip yang jelas.
Suntingan teks ..., Tri Rahayu, FIB UI, 2016
15
Setelah melakukan inventarisasi naskah, dapat diketahui bahwa teks Babad Tanggalan
Ing Panaraga merupakan naskah tunggal. Oleh karena itu perbandingan teks tidak mungkin
dilakukan. Penyajian suntingan teks menggunakan edisi kritis. Hal ini disesuaikan dengan
rumusan masalah dalam penelitian, yaitu bagaimana menyajikan suntingan teks Babad
Tanggalan Ing Panaraga yang beraksara Jawa ke aksara latin agar mudah dibaca.
Dibandingkan dengan edisi lain, edisi kritis ini dirasa lebih tepat digunakan untuk menyajikan
suntingan teks ke aksara latin. Alasannya karena dengan edisi kritis dapat memudahkan para
pembaca khususnya para peneliti selanjutnya untuk membaca dan menganalisis teks. Setiap
kesalahan yang ada pada teks telah diperbaiki oleh peneliti dengan tanda perbaikan bacaan
dan disesuaikan dengan ejaan yang berlaku dan konteks bacaan tanpa mengubah teks aslinya.
Kesalahan yang ditemukan dalam suntingan adalah kelebihan huruf, kata, kelompok
kata (ditografi), penghilangan suku kata (haplografi), ketidakonsistenan dalam penulisan.
Ditinjau dari penulisan tembangnya, terdapat beberapa kesalahan dalam penulisan guru lagu,
guru gatra, guru wilangannya. Bahkan dalam satu pupuh ada yang penulisan guru lagunya
berbeda. Dalam penulisan aksara juga terdapat kesalahan seperti penulisan aksara murda dan
rekan. Penulisan kata-kata yang tidak sesuai dengan kamus Baoesastra Djawa. Bahasa yang
digunakan kurang bisa dipahami oleh peneliti, sehingga untuk memahami keseluruhan isi
ceritanya harus dibaca berulang kali.
Koreksi atas kesalahan dalam suntingan diperbaiki menggunakan tanda perbaikan
bacaan seperti yang telah dijelaskan dalam pertanggungjawaban alih aksara. Selain itu peneliti
juga menggunakan pedoman dari berbagai sumber seperti yang telah dijelaskan pada
pertanggungjwaban alih aksara. Peneliti menggunakan catatan kaki untuk memberikan
penjelasan lebih lanjut mengenai kata atau suatu hal yang dianggap perlu diberi penjelasan
dalam naskah.
Penelitian terhadap teks Babad Tanggalan Ing Panaraga ini merupakan penelitian awal
yang dilakukan secara filologi. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk penelitian lebih
lanjut baik di bidang sastra maupun linguistik. Suntingan teks Babad Tanggalan Ing
Panaraga dapat memberikan informasi terkait kota Panaraga dan menambah wawasan bagi
para pembaca.
Daftar Referensi Balai Bahasa Yogyakarta. 2011. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Jawa Huruf Latin yang
Disempurnakan. Yogyakarta: Balai Bahasa Yogyakarta Kemendiknas.
Suntingan teks ..., Tri Rahayu, FIB UI, 2016
16
Bratakesawa dan T. W. K. Hadisoeprapta. 1980. Keterangan Candrasengkala. Jakarta: Balai
Pustaka.
Darusuprapta. 1985. Citra Pahlawan dalam Kebudayaan Jawa: Arti Nilai Babad dalam
Kebudayaan Jawa. Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan (Javanologi)
Direktorat jendral Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Edi S. Ekadjati. 2000. Direktori Naskah Nusantara. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Karsono H Saputra. 2008. Pengantar Filologi Jawa. Jakarta: Wedatama Widya Sastra.
. 2012. Puisi Jawa: struktur dan estetika. Jakarta: Wedatama Widya
Sastra.
Marbangun Hardjowirogo. 1980. Adat-Istiadat Jawa. Bandung: Patma.
Robson, S. O. 1994. Prinsip-prinsip Filologi Indonesia. Jakarta: RUL.
Siti Baroroh Barried. 1985. Pengantar Teori Filologi. Jakarta: Pusat Pembinaan
dan Pengembangan Bahasa, P & K.
Titik Pudjiastuti. 2006. Naskah dan Studi Naskah. Bogor: Akademia.
Katalog
Behrend, T. E. 1990. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 1 Museum Sonobudoyo.
Yogyakarta: Penerbit Djambatan.
dan Titik Pudjiastuti. 1997. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid
3A Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
.1998. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 4 Perpustakaan
Nasional Republik Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Edi S. Ekadjati dan Undang A. Darsa. 1999. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 5
A Jawa Barat Koleksi Lima Lembaga. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Florida, Nancy. K. 1993. Introduction and Manuscripts Of The Kraton Surakarta Volume 1.
New York: Cornell University Ithaca.
. 2000. Javanese Literature in Surakarta Manusscript Volume 2
Manuscripts of the Mangkunegaran Palace . New York: Cornell University Ithaca.
Suntingan teks ..., Tri Rahayu, FIB UI, 2016
17
. 2012. Javanese Literature in Surakarta Manusscript Volume 3
Manuscripts Of Radya Pustaka Museum and the Hardjonagaran Library. New York:
Cornell University Ithaca.
Juynboll, H. N. 1907. Supplement Op Den Catalogus Van De: Javanese en madoereesche
handschriften der Leidsche Universiteits-Bibliotheek Dell 1. Leiden: Boekhandel En
Drukkerij Vooerhen E.J. Brill.
. 1907. Supplement Op Den Catalogus Van De: Javanese en madoereesche
handschriften der Leidsche Universiteits-Bibliotheek Dell II. Leiden: Boekhandel En
Drukkerij Vooerhen E.J. Brill.
Lindsay, Jennifer. R. M. Soetanto dan Alan Feinstein. 1994. Katalog Induk Naskah-Naskah
Nusantara Jilid 2 Kraton Yogyakarta. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
M.C. Rickless and P. Voorhoeve. 1977. Indonesian Manuscript In Great Britain: a catalogue
of manuscripts in Indonesian Languages I British Public collection. :Oxford University
Press.
Pigeaud, Theodore G. 1967. Literature Of Java Volume 1. Leiden: The Hague: Martinus
Nyhoff.
. 1968. Literature Of Java Volume 2. Leiden: The Hague: Martinus
Nyhoff.
. 1970. Literature Of Java Volume 3. Leiden: The Hague: Martinus
Nyhoff.
. 1975. Javanese and Balinese Manuscripts and some codices written in
realesed idioms spoken Java and Bali descriptive catalogue. Frant Steiner Verlac
GMBH-Weisbaden.
Sri Ratna Saktimulya. 2005. Katalog Naskah-Naskah Pakualaman: Yayasan Obor Indonesia.
Kamus
WJS. Poerwadarminta. 1939. Baoesastra Djawa. Groningen, Batavia: JB Wolters‟ Uitgevers-
Maatschappij N.V.
Suntingan teks ..., Tri Rahayu, FIB UI, 2016