survey nasional kerukunan umat beragama di indonesia

Upload: stevenchandra

Post on 07-Jul-2018

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/19/2019 Survey Nasional Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia

    1/84

    SU RV EI NA SIONA L

    K ERU KU  NA  N U M AT BER AGA M A

    DI I NDONESI A

    Editor:

    Haidlor Ali Ahmad

  • 8/19/2019 Survey Nasional Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia

    2/84

    Perpustakaan Nasional: katalog dalam terbitan (KDT)

    survei nasional kerukunan umat beragama di indonesia/Puslitbang Kehidupan Keagamaan,

    Badan Litbang Dan Diklat, Kementerian Agama RIedisi I, Cet. 1 …… 

    Jakarta, Badan Litbang dan Diklat, Kementerian Agama RI

    xxii + 62hlm; 14,8 x 21 cm

    ISBN : 978-979-797-359-9

    Hak Cipta pada Penerbit

    Dilarang mengutip sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara apapun, termasuk

    dengan cara menggunakan mesin fotocopy, tanpa izin sah dari penerbit

    Cetakan Pertama, Nopember 2013

     SURVEI NASIONAL KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI INDONESIA

    Editor:

    Haidlor Ali Ahmad

    Desain cover dan Lay out, oleh:

    Zabidi

    Penerbit:

    Puslitbang Kehidupan Keagamaan

    Badan Litbang dan Diklat

    Kementerian Agama RI

    Jl. MH. Thamrin No. 6 Jakarta

    Telp./Fax. (021) 3920425, 3920421

    www.puslitbang1.balitbangdiklat.co.id

  • 8/19/2019 Survey Nasional Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia

    3/84

    iii

    KATA PENGANTAR

    KEPALA PUSLITBANG KEHIDUPAN

    KEAGAMAAN

    uji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan

    Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-

    Nya yang tiada terhingga, sehingga kami dapat

    merealisasikan ”Penerbitan Naskah Buku Kehidupan

    Keagamaan”. Penerbitan buku tahun 2013 ini merupakanhasil penelitian Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Badan

    Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI pada tahun 2012.

    Buku hasil penelitian yang diterbitkan sebanyak 8

    (delapan) naskah. Buku-buku yang dimaksud sebagai berikut:

    1.  Survei Nasional Kerukunan Umat Beragama di Indonesia. 

    2. 

    Efektivitas Pengawasan Fungsional bagi Peningkatan Kinerja Aparatur Kementerian Agama. 

    3.   Menelusuri Makna di Balik Fenomena Perkawinan di

    Bawah Umur dan Perkawinan Tidak Tercatat. 

    4.  Perilaku Komunitas Muslim Perkotaan dalam Mengonsumsi

    Produk Halal. 

    5. 

    Pandangan Pemuka Agama terhadap Kebijakan Pemerintah

    Bidang Keagamaan. 

    6.  Pandangan Pemuka Agama terhadap Ekslusifisme Agama di

    Berbagai Komunitas Agama. 

  • 8/19/2019 Survey Nasional Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia

    4/84

    iv

    7.   Masyarakat Membangun Harmoni: Resolusi Konflik dan Bina

    Damai Etnorelijius di Indonesia. 

    8.  Peran Pemerintah Daerah dan Kementerian Agama dalam

    Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama. 

    Kami berharap penerbitan naskah buku hasil penelitian

    yang lebih banyak menyampaikan data dan fakta ini dapat

    memberikan kontribusi bagi pengembangan khazanah sosial

    keagamaan, serta sebagai bahan masukan bagi para

    pengambil kebijakan tentang pelbagai perkembangan dan

    dinamika sosial keagamaan. Di samping itu, diharapkan pula

     buku-buku ini dapat dijadikan sebagai acuan bagi berbagai

    pihak tentang informasi kehidupan keagamaan di Indonesia.

    Dengan selesainya kegiatan penerbitan naskah buku

    kehidupan keagamaan ini, kami mengucapkan terima kasih

    kepada:

    1.  Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI

    yang telah memberikan kepercayaan, arahan dan

    sambutan bagi terbitnya buku-buku ini.

    2.  Para pakar yang telah sudi membaca dan memberikan

    prolog atas buku-buku yang diterbitkan.

    3.  Para peneliti sebagai editor yang telah menyelaraskan

    laporan hasil penelitian menjadi buku, dan akhirnya dapat

    hadir di depan para pembaca yang budiman.4.  Kepada semua fihak yang telah memberikan kontribusi

     bagi terlaksananya program penerbitan naskah buku

    kehidupan keagamaan ini.

    5.  Tim Pelaksana Kegiatan, sebagai penyelenggara.

  • 8/19/2019 Survey Nasional Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia

    5/84

    v

    Apabila dalam penerbitan buku ini masih ada hal-hal

    yang perlu perbaikan, kekurangan dan kelemahannya baik

    dari sisi substansi maupun teknis, kami mohon maaf dan

     berharap masukan serta saran untuk penyempurnaan dan

    perbaikan buku-buku yang kami terbitkan selanjutnya dan

    semoga bermanfaat. Semoga bermanfaat.

     Jakarta, Oktober 2013

    Kepala,

    Puslitbang Kehidupan Keagamaan

    Prof. Dr. H. Dedi Djubaidi, M.Ag.

    NIP. 19590320 198403 1 002

  • 8/19/2019 Survey Nasional Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia

    6/84

    vi

     

  • 8/19/2019 Survey Nasional Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia

    7/84

    vii

    Survei Nasional Kerukunan Umat Beragama di Indonesia

    SAMBUTAN

    KEPALA BADAN LITBANG DAN DIKLAT

    KEMENTERIAN AGAMA RI

    alam tahun 2012 yang lalu, berbagai kalangan baik

    dari kalangan birokrasi maupun kalangan umat

     beragama sempat dikejutkan oleh hasil penelitian

    yang dilakukan CSIS yang menunjukkan bahwa sikap intoleran

    masyarakat beragama di Indonesia semakin meningkat. Hal inidapat dimaklumi, karena masalah intolerasi beragama adalah

    masalah yang peka dalam kehidupan bermasyarakat, ber-

     bangsa dan bernegara. Memang dalam realitasnya, konflik

    akibat intolerasi sampai saat ini masih sering terjadi dan

    melibatkan berbagai lapisan masyarakat. Akan tetapi benarkah

     jika bangsa Indonesia semakin tidak toleran?

    Untuk mendapatkan gambaran tentang kerukunan antar

    umat beragama dengan menggali masalah kerukunan dan

    mencatatkan tingkatan serta indeksnya, Puslitbang Kehidupan

    Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI -

    dalam tahun 2009 - melakukan penelitian berkaitan dengan

    kerukunan ini di daerah Jawa Barat. Penelitian yang sama

    dilakukan pula di Jawa Timur (2010) dan Lampung (2011).

    Hasil yang didapat dari penelitian ini hampir sama dengan

    penelitian yang dilakukan sebelumnya di Jawa Barat.

    Kesimpulannya adalah ditemukannya variasi tingkat

    kerukunan di berbagai wilayah kabupaten di Jawa Barat dan

    Lampung mulai dari yang “tidak rukun” sampai pada yang

    “harmonis”.

  • 8/19/2019 Survey Nasional Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia

    8/84

    viii

    Sambutan Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI

    Untuk lebih mempertajam penelitian kerukunan dan

    mendapatkan indeks kerukunan bagi seluruh daerah di

    Indonesia, Puslitbang Kehidupan Keagamaan pada tahun 2012 berusaha memperlebar penelitian masalah kerukunan dengan

    menjadikan seluruh provinsi sebagai lokasi penelitian. Dengan

    pengambilan lokasi sampel sebanyak ini diharapkan survei

    dapat merepresentasikan jawaban atau sikap seluruh masya-

    rakat beragama dalam hal hubungan mereka dengan pemeluk

    agama lainnya. Survei yang melibatkan peneliti Lembaga Ilmu

    Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan peneliti Puslitbang

    Kehidupan Keagamaan ini hasilnya menunjukkan bahwa bangsa Indonesia masih toleran, dengan indeks terendah 3.1

    (cukup toleran) hingga 4.2 (sangat toleran). 

    Oleh karena itu, saya menyambut baik penerbitan buku

    ”Survei  Nasional Kerukunan Umat Beragama di Indonesia” ini.

    Saya berharap buku hasil survei kerukunan ini dapat

    memberikan gambaran lain kondisi faktual bangsa Indonesia,

    dan dapat mengonfirmasi kondisi sesungguhnya umat beragama atau memberikan jawaban benarkah bangsa

    Indonesaia semakin tidak toleran? Survei nasional tentang peta

    kerukunan umat beragama ini diharapkan dapat memberikan

    gambaran lain, kondisi faktual lapangan yang bersifat nasional. 

    Wilayah yang di survei untuk penelitian ini meliputi seluruh

    provinsi di Indonesia. Dengan pengambilan lokasi sampel

    sebanyak ini diharapkan survei akan dapat merepresentasikan

     jawaban atau sikap seluruh masyarakat beragama dalam halhubungan mereka dengan pemeluk agama lainnya.

    Buku yang memberikan informasi seputar peta

    kerukunan dan indeks kerukunan di tiap-tiap wilayah

    provinsi ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan bagi

  • 8/19/2019 Survey Nasional Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia

    9/84

    ix

    Survei Nasional Kerukunan Umat Beragama di Indonesia

    kebijakan khususnya bagi para pimpinan di lingkungan

    Kementerian Agama RI dan pada umumnya Kementerian

    Dalam Negeri beserta jajaran Pemerintah Daerah baik tingkatprovinsi maupun kabupaten/kota, sehingga dapat meningkat-

    kan kualitas kebijakan yang dirumuskan. Di samping itu

    diharapkan pula buku hasil survei ini dapat dijadikan sebagai

    acuan bagi berbagai pihak tentang masalah kerukunan di

    Indonesia.

    Ucapan terima kasih khususnya disampaikan kepada

    Kepala Puslitbang Kehidupan Keagamaan dan umumnya

    kepada para peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

    dan peneliti Puslitbang Kehidupan Keagamaan yang telah

    melaksanakan tugas dengan baik.

     Jakarta, Oktober 2013.

    Pgs. Kepala,

    Badan Litbang dan Diklat

    Prof. Dr. H. Machasin, MA

    NIP. 19561013 198103 1003

  • 8/19/2019 Survey Nasional Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia

    10/84

    x

    Sambutan Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI

     

  • 8/19/2019 Survey Nasional Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia

    11/84

    xi

    Survei Nasional Kerukunan Umat Beragama di Indonesia

    PROLOG

    SURVEI KERUKUNAN UMAT BERAGAMA

    DI INDONESIA

    Oleh: Prof. Dr. Imam Tholkhah MA.

    nformasi hasil penelitian survei yang memfokuskan

    pada kerukunan antar umat beragama (kerukunan

    keagamaan) di Indonesia sebagaimana dilaporkan

    dalam buku ini sangat penting diketahui oleh para pengamat

    atau policy maker pembangunan bidang agama, karena:

    Pertama , studi yang memfokuskan tentang kerukunan

    keagamaan  di Indonesia dengan pendekatan kuantitatif

    semacam ini tergolong langka. Studi semacam ini dapat

    menjadi “pengimbang” dari banyaknya informasi penelitian

    yang menekankan pada aspek konflik antar umat beragama

    (konflik keagamaan). Sejak era reformasi informasi hasil

    penelitian yang memfokuskan pada aspek kerukunankeagamaan dengan pendekatan survei masih terasa kurang,

    dan popularitasnya lebih rendah dibanding dengan informasi

    penelitian yang terkait dengan konflik keagamaan.1  Memang

     bisa dimengerti, seringkali studi tentang kerukunan keagamaan 

    informasinya cenderung terasa datar, kurang tajam, tidak

    menggigit dan tidak ada hal yang aneh sehingga kurang

     bermakna “informatif.”  Sedangkan hasil penelitian tentang

    konflik keagamaan informasinya sering sangat menarik danmenyentuh perasaan, karena mengejutkan, mengharukan,

    memprihatinkan dan membahayakan tertib sosial, apalagi

    1  Bandingkan Syamsul Arifin. 2009. Studi Agama Perspektif Sosiologis dan Isu- Isu Kontemporer. Malang: UMM Press. hlm. 63-98 

    I

  • 8/19/2019 Survey Nasional Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia

    12/84

    xii

    Prolog

    kalau konflik keagaman  itu membawa korban hilangnya harta

     benda, kekuasaan dan jiwa raga. Selain itu konflik keagamaan 

     juga dipandang sebagai penyimpangan norma sosial dan budaya, yang kemunculannya seringkali tak terduga, tak

    terdeteksi , unorganized , dan perlu segera diatasi oleh negara.

    Mungkin, kerukunan keagamaan  itu bagi bangsa Indonesia

    sudah menjadi hal yang sangat rutin dan biasa serta telah

    menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari di berbagai

    pelosok tanah air. Hidup rukun, damai dan saling menghargai

    antar teman dan tetangga, antar kampung dan kawasan serta

    antar suku bangsa yang berbeda faham keagamaan sudahmembudaya dan bahkan sudah menjadi bagian dari kearifan

    lokal sejak berabad-abad yang lalu,2  sehingga kerukunan

    keagamaan bagi kebanyakan orang bukan peristiwa atau

    masalah yang penting untuk dipublikasikan.

    Namun bisa dipahami bahwa studi-studi tentang

    kerukunan keagamaan dan konflik keagamaan, dapat dipandang

    sebagai dua sisi mata uang yang saling berhubungan.Semakin tinggi intensitas konflik keagamaan  pada sebuah

    komunitas umat beragama menandakan kualitas kerukunan

    keagamaan  pada komunitas tersebut semakin rendah.

    Demikian sebaliknya, semakin tinggi kualitas kerukunan

    keagamaan pada sebuah komunitas umat beragama

    menandakan semakin rendah intensitas konflik keagamaan

    pada komunitas tersebut.

    2  Hasil penelitian Badan Litbang Agama tahun 1989/1990, memberikan contohtradisi hidup rukun, damai, tidak saling mengganggu antar penganut Buddha danHindu sejak masa kerajaan Sriwijaya tahun 629M telah berkembang (Bahrul

    Hayat. 2012.  Mengelola Kemajemukan Umat Beragama. Jakarta: Saadah CiptaMandiri)

  • 8/19/2019 Survey Nasional Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia

    13/84

    xiii

    Survei Nasional Kerukunan Umat Beragama di Indonesia

    Kedua, dilihat dari segi hasil penelitian, informasi yang

    diberikan dari penelitian tentang kerukunan keagamaan ini juga

    dapat menjadi “penyejuk” dari banyaknya informasi hasilpenelitian tentang konflik keagamaan  di Indonesia yang terasa

    ”sumbang”. Berbagai informasi penelitian tentang konflik

    keagamaan sejak era reformasi ini menunjukkan bahwa konflik

    keagamaan  dalam bentuk kekerasan, intoleransi dan

    radikalisme keagamaan semakin meningkat.3  Sedangkan

    dalam laporan penelitian kerukunan keagamaan dalam buku ini,

    dengan pendekatan survei menunjukkan bahwa kerukunan

    umat beragama di Indonesia masih signifikan dalam “kondisi baik.” Tentu, hasil penelitian ini memiliki makna penting bagi

    para  policy maker  dan pengamat sosial khususnya untuk

    mengevaluasi apakah kebijakan pembangunan agama selama

    ini di bidang kerukunan umat beragama sudah berjalan sesuai

    dengan cita-cita bangsa Indonesia atau belum. Hasil penelitian

    ini dapat dijadikan bahan evaluasi dalam kerangka untuk

    meningkatkan kualitas kerukunan keagamaan yang lebih baik di

    masa yang akan datang dan agar kondisi persatuan dan

    kesatuan bangsa tetap terjaga secara baik.

    Meskipun kondisi kerukunan keagamaan saat ini dinilai

    dalam kategori “kondisi baik,” dan tradisi kerukunan itu telah

    membudaya sejak lama, namun sangat disadari bahwa

    penyimpangan norma sosial dan budaya dalam bentuk

    letupan-letupan konflik keagamaan tidak bisa dihindari sejak

    lama juga. Karena itu, pemerintah Indonesia sejak erakemerdekaan hingga era reformasi dituntut tetap waspada

    dan terus berusaha agar kerukunan keagamaan tetap terpelihara

    3  Imam Tholkhah (ed). 2012.  Masalah Sosial Keagamaan Peserta Didik SLTA

     Pulau Jawa Jawa dan Sulawesi.  Jakarta: Puslitbang Pendidikan Agama danKeagamaan. hlm 1-4 

  • 8/19/2019 Survey Nasional Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia

    14/84

    xiv

    Prolog

    dan konflik keagamaan dapat ditekan. Bagi bangsa Indonesia,

    pemancangan pilar-pilar utama yang sangat fundamental

    agar seluruh umat beragama tetap dalam kondisi rukun telahdilakukan oleh para founding fathers Republik Indonesia. Pilar-

    pilar itu terdapat dalam Dasar Negara NKRI Pancasila dan

    Undang-Undang Dasar 1945, yang sebagian substansinya

    adalah negara memberikan jaminan untuk melindungi

    existensi agama, keanekaragaman penganut agama dan

    kepercayaan umat beragama di Indonesia. Secara tidak

    langsung, Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 tersebut

     juga mendorong seluruh umat beragama yang berbeda-bedaitu agar dapat hidup rukun, damai, saling menghargai,

    dengan motto negara Bhineka Tunggal Ika. Dalam

    perkembangannya, para penguasa pemerintahan RI dalam

    mempertahankan kerukunan keagamaan  memiliki strateginya

    masing-masing, sesuai dengan tuntutan masyarakat pada

    masanya yang tentu saja memiliki kekuatan dan

    kelemahannya masing-masing.

    Pada Era Orde Lama, di antara upaya pemerintah untuk

    membangun kerukunan nasional, termasuk kerukunan

    keagamaan  adalah dengan tetap mempertahan Pancasila dan

    Undang-Undang Dasar 1945 sesuai dengan aslinya. Selain itu

    kebijakan politik Demokrasi Terpimpin dan Nasakom

    dikembangkan, meskipun dalam perjalanannya mendapat

    penentangan. Pada Era Orde Baru, untuk mempertahan

    keutuhan bangsa dan kerukunan umat beragama Pancasilatetap dipertahankan sesuai aslinya. Pada masa ini kebijakan

    politik Demokrasi Terpimpin diganti dengan Demokrasi

    Pancasila, dan kebijakan Asas Tunggal Pancasila diberlakukan

    untuk semua ormas dan orpol, meskipun pada akhirnya

    kebijakan ini tidak sepi dari kecaman. Pada pemerintahan era

  • 8/19/2019 Survey Nasional Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia

    15/84

    xv

    Survei Nasional Kerukunan Umat Beragama di Indonesia

    reformasi, untuk mempertahankan keutuhan bangsa dan juga

    kerukunan umat beragama Pancasila juga tetap dipertahankan

    sesuai dengan aslinya, tetapi Undang-Undang Dasar 1945untuk merespon perkembangan zaman dilakukan aman-

    demen. Pada era ini kebijakan politik demokrasi lebih liberal

    dan otonomi daerah diberlakukan, meskipun kebijakan

    pembinaan agama tetap dilakukan secara sentralistis.

    Kementerian Agama selaku penanggung jawab

    pembinaan kerukunan keagamaan  juga telah lama menerbitkan

    regulasi dan mengembangkan konsep-konsep kebijakan yang

     bersifat normatif dan akademik. Pada aspek regulasi, era

    Menteri Agama KH Moh. Dahlan, diterbitkan Surat

    Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri Dalam

    Negeri, tentang Pelaksanaan Tugas Aparatur Pemerintahan

    Dalam Menjamin Ketertiban dan Kelancaran Pelaksanaan

    Pengembangan dan Ibadat Agama oleh Pemeluk-Pemeluknya.

    Pada era Menteri Alamsyah Ratuperwiranegara diterbitkan

    Keputusan Menteri Agama tentang Penyiaran Agama danBantuan Luar Negeri, yang kemudian diperkuat dengan SKB

    Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri tentang Tatacara

    Pelaksanaan Penyiaran Agama dan Bantuan Luar Negeri

    kepada Lembaga Keagamaan di Indonesia. Pada masa Menteri

    Agama Tarmizi Taher, diterbitkan Surat keputusan Tentang

    Petunjuk Pelaksanaan Penanggulangan Kerawanan

    Kerukunan Hidup Umat Beragama. Kemudian pada masa

    Menteri Agama Maftuh Basuni, dilahirkan Peraturan BersamaMenteri Agama dan Menteri Dalam Negeri, tentang Pedoman

    Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah

    Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama,

  • 8/19/2019 Survey Nasional Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia

    16/84

    xvi

    Prolog

    Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama dan

    Pendirian Rumah Ibadat.4 

    Dari aspek kebijakan yang bersifat normatif, MenteriAgama Mukti Ali dikenal sebagai motor penggerak kerukunan

    keagamaan yang mengedepankan konsep  agree in disagrement 

    (setuju dalam perbedaan). Setiap umat beragama hendaknya

    menerima adanya orang lain yang berbeda agama. Kemudian

    pada masa Menteri Alamsyah Ratu Perwira Negara, kebijakan

    kerukunan keagamaan dikenal dengan konsep kebijakan yang

    menekankan trilogi kerukunan  umat beragama, yakni

    kerukunan intern umat beragama, kerukunan antar umat

     beragama, dan kerukunan antar umat beragama dengan

    pemerintah. Pada masa Menteri Agama Munawir Sjadzali,

    konsep trilogi kerukunan dilanjutkan dengan istilah Tri

    Kondial  (Tiga Kondisi Ideal) kerukunan umat beragama.

    Kondisi bangsa akan sangat ideal kalau kerukunan intern

    umat dalam satu agama, kerukunan antar umat berbeda

    agama dan kerukunan antar umat beragama denganpemerintah terwujud. Pada era Menteri Agama Tarmizi Taher,

    kementerian agama lebih memfokuskan pada kebijakan

    pengembangan Bingkai Teologi Kerukunan , yang intinya

    mengedepankan perlunya titik temu konsep ajaran semua

    agama yang bisa dijadikan landasan kerukunan antar umat

     beragama. Kebijakan-kebijakan para Menteri Agama yang

     bersifat normatif tersebut terus dikembangkan oleh para

    penggantinya, Menteri Agama Malik Fajar, Tolhah Hasan, dan

    4  Lihat Atho’Mudhzhar .”Memelihara Kerukunan Umat Beragama: Jalan Landaiatau Mendaki.” Dalam Abdurrahman Mas’ud dkk (ed). 2011.  Kerukunan Umat Beragama dalam Sorotan: Refleksi dan Evaluasi 10 Tahun Kebijakan dan

     Program Pusat Kerukunan Umat Beragama. Jakarta: Sekretariat JenderalKementerian Agama. Hlm. 19 –  38.

  • 8/19/2019 Survey Nasional Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia

    17/84

    xvii

    Survei Nasional Kerukunan Umat Beragama di Indonesia

    Said Aqil Husin Al Munawar. Dalam tataran praktis,

    kebijakan para Menteri Agama tersebut kemudian melahirkan

     berbagai kegiatan diskusi, seminar, workshop dan dialogkerukunan keagamaan dan dialog lintas iman antar tokoh agama

    pada tingkat lokal, nasional dan bahkan juga internasional.

    Selain itu, organ Kementerian Agama setara eselon II yang

    menangani khusus kerukunan keagamaan dikembangkan,

    dengan nama Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB). Pada

    era Menteri Agama Muhammad Maftuh Basyuni hingga

    Menteri Agama Suryadarma Ali, kebijakan pembinaan

    kerukunan umat beragama yang bersifat normatif dan akade-mik tetap diteruskan, dengan memperkuat pengembangan

    wawasan multikultural umat beragama. Pengembangan

    wawasan multikultural ini secara teknis dilakukan melalui

    penekanan pendidikan agama yang bernuansa rahmatan lil

    alamin  dan inklusif mulai dari pendidikan tingkat dasar

    hingga perguruan tinggi.5 

    Hasil penelitian dalam buku ini secara meyakinkan telahmenunjukkan bahwa kerukunan keagamaan secara nasional

    dalam “kondisi baik.” Kondisi semacam ini tentu tidak lepas

    dari serangkaian upaya pemerintah melakukan pembinaan

    kerukunan keagamaan. Namun perlu dicatat, bahwa hasil

    penelitian ini jangan dilihat sebagai sebuah kondisi secara

    hitam putih atau kondisi yang statis. Kerukunan keagamaan 

    adalah sebuah kondisi yang dinamis, selalu on going process 

    dan selalu berubah di setiap saat. Kondisi kerukunan keagamaan pada saat ini memang menampakkan wajah yang ramah dan

     baik, tetapi pada saat yang lain mungkin akan menampakkan

    5  Lihat Bahrul Hayat. 2012.  Mengelola Kemajemukan Umat Beragama. Jakarta:Saadah Cipta Mandiri.

  • 8/19/2019 Survey Nasional Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia

    18/84

    xviii

    Prolog

    wajah yang buruk, tergantung bagaimana perkembangan

    lingkungan strategis di sekitarnya. Di antara lingkungan

    strategis yang secara teoritik sangat berpengaruh adalahlingkungan sosial keagamaan, ekonomi, politik dan

    keamanan. Dari aspek sosial keagamaan, perkembangan

    sebuah komunitas sosial yang semula penduduknya homogin

    dengan keseimbangan struktur penganut paham keagamaan

    tertentu, kemudian pada saat lain karena pendatang ( penduduk

    baru) dengan paham agama yang berbeda akan mengalami

    perubahan keseimbangan struktur penganut paham

    keagamaan pada komunitas sosial tersebut. Pergeserankeseimbangan struktur penganut paham keagamaan yang

    tidak adaptif dengan sistem sosial yang ada akan menjadikan

    komunitas sosial tersebut menjadi rawan konflik. Kerawanan

    komunitas sosial tersebut semakin rentan manakala sumber-

    sumber ekonomi semakin didominasi oleh pendatang. Kondisi

    ini akan berakibat penduduk asli setempat semakin melarat dan

     penduduk baru semakin mampu. Kondisi kerawanan konflik ini

    akan menjadi sangat rentan apabila pusat-pusat sumber

    kekuasaan, khususnya pada jajaran birokrasi mengalami

    pergeseran yang semakin memarjinalkan  penduduk asli

    setempat. Kerentanan komunitas sosial ini akan mudah

    meledak apabila kondisi keamanan tidak lagi mampu

    mendeteksi secara dini terhadap semakin memburuknya

    kondisi kerukunan keagamaan.

    Kerukunan keagamaan  dapat dilihat melalui pendekatanorganisme. Pendekatan ini menggambarkan bahwa kerukunan

    keagamaan  di Indonesia dapat diibaratkan sebagai mahluk

    hidup yang kadangkala mengalami kondisi sakit, kadangkala

    sehat dan kadangkala sekarat. Hasil penelitian ini melapor-

    kan bahwa kerukunan keagamaan di Indonesia dewasa ini

  • 8/19/2019 Survey Nasional Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia

    19/84

    xix

    Survei Nasional Kerukunan Umat Beragama di Indonesia

    dalam kondisi kesehatan yang baik. Indikasi kesehatan

    tersebut dianalisis melalui  persepsi, sikap dan kerjasama umat

    beragama yang dinilai cukup baik. Namun kesehatan yang baikpada kerukunan keagamaan ini, sebagaimana juga mahluk

    hidup yang lain sewaktu-waktu akan mengalami sakit, tidak

    sehat manakala virus sosial berkembang. Di antara virus sosial

    yang dapat menimbulkan penyakit kerukunan keagamaan 

    adalah adanya kelompok sosial yang intoleran, radikal atau

    provokator. Virus sosial inilah yang secara langsung atau

    tidak langsung melahirkan penyakit sosial dalam bentuk

    konflik keagamaan. Di Indonesia konflik keagamaan  ini dapatdikatakan sudah menjadi penyakit kronis yang mengganggu

    kerukunan keagamaan , dan karena itu perlu secara terus

    menerus memperoleh pengobatan dan perawatan agar tidak

    semakin parah.

    Banyak faktor yang dapat memelihara kerukunan

    keagamaan tetap dalam kondisi sehat. Di antara faktor tersebut

    adalah pengembangan persepsi yang positif antar umat yang berbeda faham keagamaan. Persepsi positif ini semacam

    antibody, ketahanan diri yang memang sudah melekat pada

    diri seseorang. Persepsi positif merupakan fitrah manusia

    sebagai mahluk sosial yang sama-sama ingin selalu berteman

    dan hidup berkelompok. Dorongan internal yang positif ini

    meminjam teori Maslow, karena adanya kebutuhan dasar

    manusia untuk memperoleh rasa aman dan kasih sayang

    sesama manusia. Dorongan kebutuhan dasar untukmemperoleh rasa aman dan kasih sayang ini diperkuat oleh

    motif atau keyakinan keagamaan yang mengajarkan bahwa

    hidup rukun, hidup damai merupakan ajaran agama yang

    akan membawa kebahagiaan dunia dan akhirat yang harus

    ditaati dan disebarluaskan.

  • 8/19/2019 Survey Nasional Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia

    20/84

    xx

    Prolog

    Akhirnya, temuan hasil penelitian yang menjelaskan

     bahwa kerukunan keagamaan di Indonesia dalam “kondisi

     baik” dapat bermakna sebagai justifikasi terhadap budaya bangsa Indonesia yang sesungguhnya memang mencintai

    kerukunan dan kedamaian. Persepsi, sikap dan relasi sosial

     bangsa Indonesia nampaknya masih tetap mengindikasikan

     budaya kerukunan keagamaan masih mengakar dalam

    masyarakat. Masyarakat Indonesia pada umumnya masih

    tetap menghargai sesama manusia, menyukai hidup rukun,

    damai, toleran, gotong royong, persatuan, santun dan

    menghargai adanya pluralitas paham keagamaan, meskipundiakui bahwa penyimpangan budaya ini tetap juga exist.

    Karena itu setiap umat beragama harus tetap waspada.

    Selamat membaca laporan penelitian ini.

     Jakarta, 21 Agustus 2013

  • 8/19/2019 Survey Nasional Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia

    21/84

    xxi

    Survei Nasional Kerukunan Umat Beragama di Indonesia

    DAFTAR ISI

    hal

    Kata Pengantar Kepala Puslitbang Kehidupan

    Keagamaan …………………………………………………  iii

    Sambutan Kepala Badan Litbang dan Diklat

    Kementerian Agama RI …………………………………..  vii

    Prolog oleh: Prof. Dr. H. Imam Tholkhah, MA ………...  xi

    Daftar Isi ……………………………………………………  xxi

    BAB I : PENDAHULUAN …………………………..  1

    Latar Belakang Masalah …………………  1

    B.  Permasalahan Penelitian ………………... 3

    C. 

    Tujuan dan Lingkup Penelitian …………  4

    Penelitian Terdahulu ..……………………  4

    E.  Lokasi dan Sampel ……………………….  7

    F. 

    Paradigma ...………………………………  9G

     

    Fokus Penelitian ………………………….  12

    H  Instrumen Pengumpulan Data ………….  17

    I. 

    Pengolahan dan Analisis Data 28

    BAB II : HASIL SURVEI ……………………………...  31

    Karakteristik Responden …………………...  31

    Pengetahuan Berkaitan dengan Kerukunan

    Beragama …………………………………….  42

    Hasil Penghitungan dengan SPSS …………  45

    Hubungan Indeks Kerukunan dengan

    Karakteristik Responden …………………..  47

    Sebaran Indeks Kerukunan Berdasarkan

    Provinsi ………………………………………  52

  • 8/19/2019 Survey Nasional Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia

    22/84

    xxii

    Daftar Isi

      Hubungan Antarvariabel ………………….  53

    Catatan untuk Nilai Korelasi ………………..  54

    BAB : PENUTUP ……………………………………  55

    A Kesimpulan ……………………………….  55

    B Rekomendasi ……………………………... 58

    DAFTAR PUSTAKA 61

  • 8/19/2019 Survey Nasional Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia

    23/84

    1

    Survei Nasional Kerukunan Umat Beragama di Indonesia

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A.  Latar Belakang

    ndonesia sering dilihat sebagai contoh bagaimana

    masyarakat dengan beragam etnik dan agama bisa

    hidup rukun dengan tanpa memunculkan masalah yang

     berarti dalam jangka waktu yang cukup lama. Penilaian seperti

    ini mungkin benar jika melihat potret masyarakat Indonesiapada umumnya yang mementingkan harmoni dan mempunyai

    toleransi yang cukup tinggi akan perbedaan di antara mereka.

    Meskipun demikian, penilaian seperti itu sebenarnya tidak

    sepenuhnya benar, mengingat masyarakat Indonesia sendiri

    menyadari akan rentannya hubungan di antara mereka dan

     juga mengalami seringnya konflik yang berlatar belakang

    agama. Oleh karena itu, membangun kerukunan umat

     beragama telah lama menjadi perhatian dan upaya pemerintah,karena hubungan antarumat beragama di Indonesia bukan saja

    sering memunculkan masalah tetapi juga telah menimbulkan

    konflik berkepanjangan. Klimak dari hubungan yang tidak

     baik antara pemeluk agama di Indonesia ini adalah terjadinya

    konflik SARA di Ambon dan Poso yang dinilai banyak orang

    sebagai konflik berlatar belakang agama, yakni antara pemeluk

    Islam dan Kristen. Konflik-konflik ini dikatakan sebagai konflik

    agama, karena bukan rahasia lagi bahwa kalangan yang terlibat

    di dalamnya telah memakai bendera agama masing-masing

    dan menegaskan adanya kepentingan agama yang mengiringi

    perjuangan mereka.

    I

  • 8/19/2019 Survey Nasional Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia

    24/84

  • 8/19/2019 Survey Nasional Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia

    25/84

    3

    Survei Nasional Kerukunan Umat Beragama di Indonesia

    konflik melainkan juga di antara mereka para pemeluk agama

    pada umumnya.

    Keadaan seperti itu tentu saja tidak menguntungkan bagi

    persatuan dan kesatuan sebagai bangsa, sebab perpecahan

     bukan saja akan menghambat pembangunan pada umumnya

    tetapi juga menghilangkan semangat untuk membangun itu

    sendiri. Ini berarti bahwa ketahanan nasional di bidang agama

    akan menurun, yang dapat berakibat pada melemahnya

    persatuan sebagai bangsa. Konflik antara Islam dan Kristen ini

    akhirnya bersifat laten, yang bisa muncul lagi setiap saat dimasa mendatang. Situasi ini bahkan dikawatirkan akan lebih

    memburuk, mengingat di antara pemeluk kedua agama

    tersebut telah muncul orang-orang yang sangat radikal dan

    fanatik. Dengan adanya keadaan seperti ini bukan saja

    pemantauan oleh pemerintah harus dilakukan tetapi juga

    upaya menurunkan ketegangan dengan menumbuhkan sikap

    tasamuh (toleran) harus dilakukan oleh para pemimpin agama.

    B. 

    Permasalahan Penelitian

    1.  Disatu sisi agama merupakan faktor integratif yang

    mendorong para pemeluknya untuk bersatu dan menyadari

    kebersatuan mereka sebagai pemeluk agama. Di sisi lain,

    pemeluk agama lebih condong bersikap “inward looking” 

    dan menganggap pemeluk agama lain sebagai orang luar.

    Sehingga menimbulkan sikap fanatisme yang ekslusif.

    2.  Beberapa konflik agama sepertinya dipicu oleh fanatisme

    yang berlebihan. Untuk itu sikap tersebut perlu

    dikendalikan agar mampu menjadi faktor yang dinamis

    untuk memperkuat keberagamaan pemeluknya tanpa

    menimbulkan sikap agresif terhadap pemeluk agama lain.

  • 8/19/2019 Survey Nasional Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia

    26/84

    4

    Bab I. Pendahuluan

    C.  Tujuan dan Lingkup Penelitian

    1.  Mendapatkan data tentang variasi tingkat kerukunan umat

     beragama di Indonesia.

    2.  Menggali faktor yang berpengaruh terhadap hubungan

    antarumat beragama tersebut.

    3.  Memberikan informasi kepada pemerintah daerah tentang

    tingkat kerukunan dan sekaligus kerawanan berkaitan

    dengan masalah hubungan antarumat beragama di

    daerahnya.

    4. 

    Memberikan gambaran  peta indeks kerukunan umat

     beragama di Indonesia yang terintegrasi dalam bentuk data

    GIS (Geographic Information Systems).

    Sedangkan lingkup penelitian ini terutama mengenai

    hubungan sosial antarumat beragama di Indonesia yang terjadi

    di seluruh provinsi.

    D.  Penelitian Terdahulu

    Kementerian Agama telah berusaha untuk mendapatkan

    gambaran tentang kerukunan antarumat beragama ini dengan

    menggali masalah kerukunan tersebut dan mencatatkan

    tingkatan serta indeksnya. Dengan demikian, dapat diketahui

    variasi tingkat kerukunan antara pemeluk agama di berbagai

    daerah yang diteliti. Dalam tahun 2009, para peneliti

    Kementerian Agama melakukan penelitian berkaitan dengan

    kerukunan ini di daerah Jawa Barat. Penelitian ini dilakukan di26 kabupaten di Jawa Barat dan menghasilkan angka indeks

    kerukunan di masing-masing kabupaten yang diteliti.

    Pengukuran terhadap tingkat kerukunan ini adalah dengan

    menempatkan kabupaten yang diteliti ke dalam kategori,

    rukun atau harmonis dan tidak harmonis.

  • 8/19/2019 Survey Nasional Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia

    27/84

    5

    Survei Nasional Kerukunan Umat Beragama di Indonesia

    Penelitian yang sama dilakukan pula di Jawa Timur dan

    Lampung oleh Kementerian Agama, dengan tujuan yang sama

    dengan membidik sasaran yang sama pula, yakni hubunganantarumat beragama di dua wilayah provinsi tersebut. Hasil

    yang didapat dari penelitian ini hampir sama dengan penelitian

    yang dilakukan sebelumnya di Jawa Barat. Kesimpulannya

    adalah ditemukannya variasi tingkat kerukunan di berbagai

    wilayah kabupaten di Jawa Barat dan Lampung ini mulai dari

    yang “tidak rukun” sampai pada yang “harmonis”. 

    Penelitian ini memakai kuesioner sebagai instrumenutama dalam mengumpulkan datanya. Data-data telah dikla-

    sifikasi ke dalam empat dimensi (variabel besar), yang

    kemudian dirinci ke dalam iten-item pertanyaan (variabel

    kecil). Masing-masing variabel ini kemudian diurutkan secara

    rangking ke dalam empat tingkatan, yaitu dari yang paling

    tidak rukun sampai pada yang harmonis. Selanjutnya data hasil

    analisis statistik memperlihatkan mana saja kabupaten dengan

    keadaan yang tidak rukun dan mana saja kondisi kabupatenyang diwarnai oleh kerukunan.

    Hasil yang didapat dari penelitian ini memang telah

    memberikan gambaran tentang indeks kerukunan di berbagai

    kabupaten yang diteliti. Tingkat kerukunan dan ketidak-

    rukunan bisa dilihat dari hasil angka uji statistik terhadap

     jawaban para responden. Gambaran kerukunan ini juga telah

    dijelaskan secara lebih jauh melalui hasil wawancara mendalamterhadap para tokoh agama dan masyarakat umum.

    Selain penelitian-penelitian tersebut, Puslitbang Kehidup-

    an Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama

    telah melakukan kegiatan Dialog Pengembangan Wawasan

    Multikultural Antara Pemuka Agama Pusat dan Daerah.

  • 8/19/2019 Survey Nasional Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia

    28/84

    6

    Bab I. Pendahuluan

    Kegiatan unggulan yang dilakukan setiap tahun sejak 2002 ini

    kini sudah sampai provinsi ke-31 (tersisa Provinsi DKI Jakarta

    dan Banten). Kegiatan yang berupaya menyerap nilai-nilaikearifan lokal di berbagai daerah ini antara lain menunjukkan

     bahwa secara umum kondisi bangsa Indonesia adalah kondusif

    rukun. Hal ini terlihat dari masih efektif berlakunya berbagai

    kearifan lokal di berbagai daerah yang dikunjungi, seperti:

    dalihan na tolu , menyama braya, sauyunan , dan sebagainya. Hanya

    saja memang terdapat beberapa kasus keagamaan yang turut

    menjadi tantangan bagi kondisi rukun tersebut. Surveikerukunan ini kiranya dapat mengonfirmasi (atau mungkin

    memberikan gambaran lain) kondisi faktual bangsa Indonesia

    tersebut di atas.

    Kegiatan penelitian yang dilakukan CSIS (2012) misalnya

    menunjukkan kondisi intoleransi yang kian meningkat. Hasil

    survei ini menyebutkan, sebanyak 59,5% responden tidak

     berkeberatan bertetangga dengan orang beragama lain, dan

    sekitar 33,7% lainnya menjawab sebaliknya. Penelitian

    dilakukan pada Februari 2012 lalu di 23 provinsi dan

    melibatkan 2.213 responden. Saat ditanya soal pembangunan

    rumah ibadat agama lain di lingkungannya, sebanyak 68,2%

    responden menyatakan lebih baik hal itu tidak dilakukan.

    Hanya 22,1% yang tidak berkeberatan. Meski sebagian orang

    percaya dengan hasil survei ini, namun tak kalah banyak yang

    meragukannya.

    Survei nasional tentang peta kerukunan umat beragama

    kali ini kiranya dapat memberikan gambaran lain tentang

    kondisi sesungguhnya kondisi faktual lapangan yang bersifat

    nasional. Untuk lebih mempertajam penelitian Kerukunan ini

  • 8/19/2019 Survey Nasional Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia

    29/84

    7

    Survei Nasional Kerukunan Umat Beragama di Indonesia

    dan mendapatkan indeks kerukunan untuk seluruh daerah di

    Indonesia, Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang

    dan Diklat Kementerian Agama pada tahun 2012 ini berusahamemperlebar penelitian masalah kerukunan tersebut dengan

    menjadikan seluruh provinsi sebagai lokasi penelitian.

    E.  Lokasi dan Sampel

    Wilayah yang disurvei untuk penelitian ini adalah 33

    provinsi yang ada di Indonesia dengan masing-masing provinsi

    diambil 100 orang sampel, sehingga jumlah keseluruhan

    sampel adalah 3.300 responden. Dengan pengambilan lokasi

    sampel sebanyak ini diharapkan survei akan dapat

    merepresentasikan jawaban atau sikap seluruh masyarakat

     beragama dalam hal hubungan mereka dengan pemeluk agama

    lainnya. Dalam survei ini, ibukota provinsi dijadikan sebagai

    lokasi penelitian, di mana para responden dipilih secara

    purposif untuk memenuhi heterogenitas yang ada. Pemilihan

    ibukota provinsi didasarkan pada pertimbangan besarnyapluralitas penduduknya dari sisi kepemelukan agama. Di

    samping hal itu, para penganut berbagai agama di wilayah ini

    lebih terbuka selain lebih diperkenalkan atau terekspos kepada

    situasi yang sering mendatangkan ketegangan dalam

    hubungan antarmereka. Pertimbangan yang terakhir adalah

    karena mereka juga dari sisi keterdidikan mempunyai level

    lebih tinggi dari pada masyarakat beragama di kota-kota

    kabupaten di luar ibu kota provinsi.

    Pengambilan data diawali dengan pemilihan

    kota/kabupaten di Indonesia yang merupakan ibukota provinsi,

    serta menentukan 2 kecamatan dengan memperhatikan

    hetrogenitas 6 (enam) pemeluk agama. Selanjutnya dipilih

  • 8/19/2019 Survey Nasional Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia

    30/84

    8

    Bab I. Pendahuluan

    secara random 5 (lima) kelurahan yang terdapat di kota

     bersangkutan. Tahap selanjutnya adalah memilih 10 rumah

    tangga yang dilakukan secara random dalam kelurahan terpilihyang menjadi responden.

    Gambar 3.

    Proses Pengambilan Sampel

    Dalam pengambilan sampel di kelurahan ini, tahap

    pertama adalah mengambil data keluarga dengan berdasarkan

    pada kepemelukan 6 agama yang ada. Pada kota-kota di mana

    agama selain Islam dominan, maka pengambilan responden

    disesuaikan sebagai berikut: untuk lokasi Bali, dalam kelurahan

    Tahap pertama :

    Penentuan Kabupaten/Kota

    Ibukota Provinsi

    Tahap kedua :

    Penentuan Kecamatan

    (ambil 2 kecamatan)

    Tahap Keempat :

    Setiap kelurahan dipilih

    Diplih 10 Rumah Tangga

    Tahap ketiga :

    Penentuan Kelurahan

    ambil 5 kelurahan

  • 8/19/2019 Survey Nasional Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia

    31/84

    9

    Survei Nasional Kerukunan Umat Beragama di Indonesia

    yang dijadikan sampel diambil 3 orang responden pemeluk

    agama Hindu, 3 responden dari Islam dan 1 orang responden

    dari Kristen, Katolik, Budha dan Konghucu. Untuk lokasiManado dan Papua serta NTT, maka diambil 4 orang

    responden beragama Kristen dan Katholik, 3 orang beragama

    Islam dan masing-masing 1 orang responden beragama Hindu,

    Buddha dan Konghucu.

    F. Paradigma

    Konflik keagamaan yang diawali oleh keadaan yang tidak

    rukun antarpara pemeluk agama yang berbeda muncul karena

    adanya beberapa faktor penyebab. Untuk lebih jelasnya

    keterkaitan berbagai faktor ini dengan konflik atau keadaan

    tidak rukun bisa diturunkan dalam variabel-variabel berikut:

    1. Variabel Norma dan Ajaran.

    Ajaran yang ada yang mempengaruhi tingkah laku dan

    tindakan seorang Muslim berasal dari al Quran dan hadits(mungkin juga ijma). Ajaran ini diinterpretasi dan

    diinternalisasi. Karena ajaran yang ada sangat bersifat umum,

    hal ini memungkinkan munculnya berbagai interpretasi. Hal ini

     juga dimungkinkan karena setiap anggota masyarakat Muslim

    mengalami sosialisasi primer yang berbeda, di samping

    pengalaman, pendidikan dan tingkatan ekonomi yang juga

    tidak sama. Dari hasil interpretasi ini muncullah apa yang

    diidealkan berkaitan dengan kehidupan masyarakat Islam

    (baldatun thoyyibatun wa robbun ghofur). Termasuk dalam hal ini

    adalah pengakuan bahwa interpretasinya adalah yang paling

     benar, sehingga menafikan interpretasi kalangan lain, seperti

    terlihat dalam gerakan purifikasi. Dalam agama lain, hal seperti

  • 8/19/2019 Survey Nasional Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia

    32/84

    10

    Bab I. Pendahuluan

    ini juga bisa terjadi, dengan situasi dan faktor penyebab yang

    mungkin sama.

    2. Variabel Pemahaman.

    Pemahaman adalah kelanjutan dari penafsiran terhadap

    ajaran. Dalam kasus masyarakat Islam diasumsikan bahwa di

    sana ada beberapa paham umum yang muncul setelah

    masyarakat menafsirkan ajaran Islam. Pemahaman ini

    merupakan penerapan manhaj tertentu dalam menafsirkan teks

    al Quran maupun hadits. Karena pemahaman bisa berbeda,

    tindakan atau sikap dalam hubungannya dengan agama lain

     juga bisa berbeda. Variabel pemahaman ini bisa saja diwarnai

    oleh perbedaan yang mencolok antara satu daerah dari daerah

    lainnya.

    3. Variabel Sikap.

    Variabel ini muncul ketika variable kedua dihadapkan

    dengan kondisi sosial nyata dalam masyarakat. Hal ini

    termasuk di dalamnya adalah faktor-faktor domestik dan

    internasional. Hegemoni politik oleh negara atau represi yang

    dilakukan oleh kelompok apapun terhadap umat Islam akan

    melahirkan respon yang berbeda dari berbagai kelompok yang

    ada. Meskipun demikian, sejauh ancaman hegemoni tadi

    menyangkut kedirian Islam sebagai agama atau umat Islam

    sebagai masyarakat, maka respon kalangan Islam akan sama,

    karena mereka juga terikat oleh ajaran bahwa “sebagai sesamaumat Islam, mereka adalah bersaudara”. 

    4. Variabel Persepsi

    Persepsi adalah penilaian yang dalam hal ini terhadap

    kelompok agama lain, baik mengenai gambaran umumnya,

  • 8/19/2019 Survey Nasional Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia

    33/84

    11

    Survei Nasional Kerukunan Umat Beragama di Indonesia

    masyarakatnya ataupun apa yang dilakukan oleh masyarakat

    agama lain bersangkutan. Konflik-konflik yang muncul antara

    pemeluk suatu agama dengan pemeluk agama lainnya bisa berasal dari adanya persepsi yang keliru atau pandangan jelek

    terhadap agama lain dan pemeluknya. Persepsi ini muncul

    setelah mereka melihat dan memberikan penilaian terhadap

    kelompok agama lain tersebut yang dianggapnya merugikan

    agama atau kelompok mereka. Dengan demikian pemahaman

    terhadap variabel ini menjadi penting mengingat hal ini akan

    memberikan gambaran kenapa hubungan sosial antarpemeluk

    agama memanas dan kenapa suatu konflik terjadi.

    Gambar 1:Hubungan Antarpemeluk Agama dalam Konteks

    Faktor-Faktor Berpengaruh 

  • 8/19/2019 Survey Nasional Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia

    34/84

    12

    Bab I. Pendahuluan

    G. Fokus Penelitian

    Secara teoritis sikap dan juga tindakan seseorang sangat

    dipengaruhi baik oleh nilai yang hidup dalam diri orang

     bersangkutan atau yang hidup dalam masyarakat yang

    mengelilinginya. Nilai itu selain berasal dari ciptaan manusia – 

    sebagai produk kebudayaan –  juga bisa berasal dari ajaran-

    ajaran agama yang dalam kehidupan masyarakat beragama

     bisa saja merupakan faktor dominan. Tanpa menyederhana-

    kan permasalahan yang ada, nilai-nilai atau norma-norma

    yang hidup dalam masyarakatlah yang memengaruhi anggotamasyarakat untuk bersikap dan bahkan mendorong tindakan-

    tindakan tertentu, sehingga dalam hal ini nilai dan norma

    tersebut, termasuk juga pandangan hidup (world view),

    merupakan faktor dominan yang mengerahkan baik itu sikap,

    pandangan maupun persepsi manusia yang dalam kasus

    penelitian ini terhadap kelompok lainnya.

    Meskipun demikian, sikap sosial seorang pemeluk agama

    atau bahkan tindakan-tindakan tertentunya bisa merupakan

    respon terhadap tindakan yang dilakukan oleh pemeluk

    agama lain atau terhadap kondisi kehidupan yang diciptakan

    oleh pemeluk agama lain tersebut. Meskipun ajaran bisa saja

     berpengaruh terhadap sikap seorang pemeluk suatu agama,

    unsur sosial atau kondisi sosial politik biasanya lebih

    mendorong dalam memunculkan sikap dalam kaitannya

    dengan pemeluk agama lain tersebut.Survei ini melihat kecenderungan umum berkaitan

    dengan masalah kerukunan antarumat beragama. Untuk

    ketajaman atau fokus telaahan, beberapa variabel dijadikan

    sebagai sasaran. Dalam penelitian pola hubungan antara

    pemeluk agama ini –  dengan maksud melihat unsur

  • 8/19/2019 Survey Nasional Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia

    35/84

    13

    Survei Nasional Kerukunan Umat Beragama di Indonesia

    primordialismenya atau sikapnya terhadap kelompok agama

    lain – variabel target yang menjadi fokus penglihatan adalah :

    1.  Persepsi, yakni aspek kehidupan yang masuk dalam

    wilayah penilaian para pemeluk agama dalam kaitannya

    dengan pemeluk agama lainnya. Dalam tindakan sosial

    atau sikap yang muncul, persepsi atau penilaian biasanya

    mendahului tindakan tersebut. Dengan kata lain, persepsi

     biasanya mendorong lahirnya sikap atau bahkan tindakan.

    Akan tetapi dalam penelitian ini persepsi didudukan

    sebagai variabel dependen karena persepsi terhadappemeluk agama lain juga dipengaruhi oleh norma atau

    world view  yang dipunyai oleh para pemeluk agama

     bersangkutan.

    2.  Sikap, yakni pendirian yang diperlihatkan oleh para

    pemeluk agama yang berupa respon terhadap pemeluk

    agama lainnya. Aspek ini akan menggambarkan apa yang

    akan dilakukan oleh pemeluk agama sehubungan dengan

    hadirnya fakta sosial di hadapan mereka. Sikap yang

    dimaksud di sini bisa berupa tindakan, tetapi bisa juga

     berupa tindakan “diam”. Tetapi dalam penelitian ini sikap

    akan diungkapkan melalui pernyataan-pernyataan.

    3.  Kerjasama, yakni aspek hubungan sosial antara para

    pemeluk agama yang berbeda. Persepsi atau penilaian

    selain bisa mendorong lahirnya sikap juga bisa melahirkan

    tindakan-tindakan kerjasama. Jadi kalau sikap lebihmerupakan tindakan ke dalam dalam artian belum

    melahirkan tindakan nyata berkaitan dengan hubungan

    mereka dengan pemeluk agama lain, kerjasama adalah

    realitas hubungan sosial. Kerjasama dalam hal ini bisa

    diperlihatkan, misalnya, dalam tindakan gotong royong

  • 8/19/2019 Survey Nasional Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia

    36/84

    14

    Bab I. Pendahuluan

    untuk kepentingan bersama atau saling menolong.

    Gambar 2:

    Unsur Variabel yang Saling Berpengaruh

    Ketiga dimensi di atas bisa menggambarkan

    kecenderungan-kecenderungan dalam kaitannya dengan

    kerukunan hidup beragama. “Persepsi” dalam hal ini berkaitan

    dengan penilaian pemeluk suatu agama terhadap pemeluk

    agama lainnya dalam berbagai segi kehidupan sosial mereka.

    Persepsi ini disamping dipengaruhi oleh unsur-unsur yang

     bersifat normatif, seperi ajaran agama, juga dipengaruhi oleh

    event-event sosial yang mengelilingi kehidupan mereka.Sementara itu “sikap” dan “kerjasama” adalah unsur-unsur

    yang berkaitan dengan tindakan sosial masyarakat beragama.

    Dalam penelitian ini ketiganya dijadikan sebagai indikator dari

     bidang-bidang yang biasanya dianggap sebagai wilayah

    kerukunan, yaitu toleransi dan solidaritas. Dengan pemahaman

    Ajaran Agama/Norma/World

    View(Independent

    variable)

    -  Persepsi

    -  Sikap

    -  Kerjasama

    (Dependent variable)

    Kelas/Golongan

    (Intervening variable)

    Pendidikan

    Gender

    (Intervening variable)

  • 8/19/2019 Survey Nasional Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia

    37/84

    15

    Survei Nasional Kerukunan Umat Beragama di Indonesia

    seperti ini menjadi jelas bahwa ketiganya merupakan variable

    dependen yang mengekspresikan tingkat solidaritas dan

    toleransi dalam kehidupan beragama masyarakat. Bahkan lebih jauh bisa dikatakan bahwa ketiganya mengindikasikan tentang

    sejauhmana masyarakat yang barsangkutan secara keseluruhan

    cohesive atau rentan terhadap konflik.

    Selain ketiga dimensi kerukunan di atas, survei ini juga

    mengidentifikasi identitas responden, dan dimensi pengetahu-

    an yang dimilki responden. Kedua dimensi ini terdiri dari

    variable baik yang berupa identitas, seperti jender dan agama,maupun variable lainnya yang berkaitan dengan pengetahuan

    responden tentang hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan

    antarumat beragama. Selain itu, dimensi ini juga mengeksplor

    pengetahuan tentang ajaran agama yang menjadi pedorong

    atau juga membatasi tindakan-tindakan responden dalam hal

    hubungan mereka dengan mereka yang berasal dari agama

    lain.

    Survei kerukunan umat beragama ini merujuk pada teori

    Bogardus2. Teori ini dijadikan sebagai kerangka acuan dalam

    memandang kerukunan hubungan antarumat beragama di

    Indonesia. Dalam teori ini terdapat 7 tingkatan yang

    menunjukan intimasi atau kedekatan seseorang terhadap orang

    lain baik yang tidak senegara, termasuk juga tidak seagama.

    Teori ini dengan kata lain untuk mengukur seberapa dekat

    hubungan si X dengan orang lain (Y, Z, A dsb) yang berasaldari negara-negara lain. Kedekatan tidaknya hubungan ini

    ditandai dengan sikap pilihan si X yang mendudukkan orang-

    orang lain tersebut. Jika X menempatkan Y dengan mau

    2 Bogardus, Emory S. (1933). "A Social Distance Scale ." Sociology and Social Research 17

    (1933): 265-271. 

  • 8/19/2019 Survey Nasional Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia

    38/84

    16

    Bab I. Pendahuluan

    menerimanya, misalnya, sebagai anggota keluarga melalui

    perkawinan, maka hubungan tersebut sangatlah dekat yang

    oleh karenanya mendapatkan nilai bobot tertinggi, yaitu 7.Hubungan yang sangat rendah ditandai oleh pilihan si X

    tersebut ketika dia menempatkan orang lain tersebut, yang

    dalam kasus Bogardus adalah bangsa asing, hanya sebagai

    orang yang boleh masuk ke negaranya. Bobot nilai hubungan

    tersebut adalah satu (1).

    Namun demikian, penglihatan pola hubungan seperti ini

    tidak sepenuhnya dipakai, mengingat adanya beberapakelemahan ketika hal tersebut dipakai untuk melihat keintiman

    atau kedekatan hubungan sosial antara pemeluk yang berbeda

    agama di suatu negara. Tingkatan hubungan yang

    dikonsepsikan Bogardus tidak selamanya bisa dilihat

     berjenjang seperti itu, mengingat dua variabel jenjang yang ada,

    misalnya, bisa saja memperlihatkan keintiman atau jarak sosial

    yang sama dalam praktek kehidupan masyarakat. Selain itu,

    terdapat juga variabel antara (intervening variables) yang ikut berpengaruh terhadap pilihan hubungan yang dilakukan

    seseorang.Oleh karena itu untuk keperluan survei ini yang

    dipakai dari teori skala hubungan sosial Bogardus adalah ide

    umumnya saja, sedangkan skala penjenjangannya dilakukan

    dengan memecah suatu variabel ke dalam beberapa jenjang

    hubungan. Misalnya seorang responden akan ditanya tentang

    kawin dengan kalangan agama lain. Para responden akan

    diminta memilih mulai dari jawaban “senang sekali” sampai

    pada jenjang “sangat tidak senang sekali” atau dalam bahasa

    yang sederhana mulai dari menerima kawin antara pemeluk

    agama berbeda sampai pada “menolak perkawinan beda

    agama”. Dengan demikian, variabel jawaban yang dibuat

  • 8/19/2019 Survey Nasional Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia

    39/84

    17

    Survei Nasional Kerukunan Umat Beragama di Indonesia

    Bogardus, misalnya, tidak lagi dijenjangkan melainkan akan

    dikomparasikan dan dilihat skor jenjang dalam masing-masing

    variabel tersebut. Hasil dari skoring beberapa variabel tersebut– yang tentunya tidak terbatas atau bahkan berbeda dari yang

    dibuat oleh Bogardus –dijumlahkan bobotnya. Dengan analisis

    statistik kelihatan baik variasi, mean dan mediannya, termasuk

    tentu saja kecenderungan pada umumnya.

    Dengan demikian hasil penelitian atau survei ini

    memperlihatkan pola kerukunan di masing-masing provinsi

    yang diteliti. Index kerukunan secara umum bisa dihasilkan,yang sekaligus menggambarkan variasi kerukunan, mulai dari

    yang tertinggi sampai yang terendah. Indeks ini hanyalah

    gambaran umum, yang bisa jadi provinsi yang berindex X sama

    mempunyai problematika kerukunan yang berbeda. Di sini

    hasil depth interview  menjelaskan perbedaan-perbedaan ini.

    Dengan indeks seperti itu setidaknya pemerintah sebagai pihak

    yang mempunyai otoritas dalam mengatur hubungan umat

     beragama, termasuk pemerintah daerah, dapat memberikanrambu-rambu atau bahkan membuat program pemberdayaan

    untuk memperkuat hubungan antarumat beragama di daerah

    masing-masing.

    H.  Instrumen Pengumpulan Data

    Pengumpulan  data mengenai kerukunan antarumat

     beragama ini dilakukan melalui kuesioner. Dengan cara ini

    diharapkan bisa tergambar generalisasi pola hubunganantarumat beragama yang ada. Hubungan yang dimaksud

     berkaitan dengan tingkat keintiman (intimacy)  atau bahkan

    sebaliknya kebencian yang menyertainya. Dengan kata lain,

    kerukunan hubungan antarumat beragama ini akan diukur

    melalui seberapa jauh para pemeluk agama menentukan jarak

  • 8/19/2019 Survey Nasional Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia

    40/84

    18

    Bab I. Pendahuluan

    sosial mereka terhadap para pemeluk agama lainnya.

    Pertanyaannya adalah apakah hubungan antarpemeluk agama

    tersebut berjalan normal dalam artian tidak disertai adanya prejudice  atau bahkan kebencian atau sikap lainnya yang bisa

    memunculkan ketegangan atau bahkan konflik. Dalam bahasa

    yang lebih sederhana, penelitian survei ini melihat sejauhmana

    keharmonisan menyertai hubungan mereka.

    Ketiga dimensi yang menjadi fokus survei ini, yaitu

    “persepsi”, “sikap” dan “kerjasama”, dijelaskan melalui

     beberapa indikator yang dirumuskan melalui item-itempertanyaan dalam kuesioner. Indikator yang memperlihatkan

    tiga dimensi di atas diberi bobot, mulai dari yang paling rendah

    sampai yang paling tinggi. Dalam jawaban pada kuesioner,

    para responden diminta untuk memilih salah satu dari 5

     jawaban. Jawaban tersebut diberi nomor secara berurut mulai

    dari no.1 sampai no.5. Kelima jawaban yang ada tentu saja

    tidak memperlihatkan arti apa-apa bagi responden selain

     bahwa mereka diminta untuk memilih satu saja jawaban yangdirasa sesuai dengan pandangan, pendapat dan persepsi

    mereka.

    Penomoran jawaban tersebut sebenarnya sekaligus

    memberikan bobot, yang mengindikasikan potensi kerukunan

    pada diri para responden. Pembobotan ini, yang tentunya

    hanya diketahui oleh para peneliti, dijadikan alat ukur

     berkaitan dengan tingkat kerukunan, di mana jawaban berbobot 5 adalah menunjuk pada tingkat kerukunan yang

    tinggi. Penomoran ini menjadi penting mengingat jawaban

    dalam kuesioner tidak berformat sama, melainkan tergantung

    pada pertanyaannya. Dalam kuesioner terdapat pertanyaan

    yang memerlukan jawaban “sangat setuju” sampai “sangat

  • 8/19/2019 Survey Nasional Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia

    41/84

    19

    Survei Nasional Kerukunan Umat Beragama di Indonesia

    tidak setuju”, pembobotan jawaban seperti ini merujuk pada

    skala Likert yang lazim digunakan dalam penelitian survei.

    Pembobotan jawaban dalam skala Likert pada umumnya berjumlah ganjil: 3, 5, 7 dan seterusnya. Dalam penelitian ini

    ditetapkan 5 variasi, artinya 1 – 5, yang dianggap sudah cukup

    untuk mengakomodasi semua variasi jawaban yang diberikan

    para responden. Bahkan dalam deskripsi temuan pada laporan

    penelitian bisa disederhanakan lagi menjadi 3, yakni (1) tidak

    setuju, (2) kurang setuju, dan (3) setuju, dengan

    menggabungkan nilai ekstrim 1 (sangat tidak setuju) dengan 2

    (tidak setuju), dan nilai ekstrim 5 (sangat setuju) dengan 4

    (setuju).

    Selain itu terdapat beberapa pertanyaan yang tidak bisa

    dijawab “setuju” atau “sangat tidak setuju” seperti di atas.

    Merujuk pada skala Thurstone jawaban untuk pertanyaan-

    pertanyaan ini berbentuk narasi kalimat, di mana nomor yang

    menandai jawaban tersebut menunjukkan bobot atau tingkat

    kerukunannya. Pada beberapa penelitian lain variasi jawaban bisa lebih dari 5, tetapi dalam penelitian ini ditetapkan 5 opsi

     jawaban yang terdapat dalam satu kontinuum dengan nilai 1

    pada kutub negatif dan 5 pada kutub positif. Dengan kata lain,

     jawaban pada kuesioner ini yang disusun berupa narasi kalimat

     juga diberi bobot dengan tingkatan yang sama, yaitu dari 1

    sampai 5. Perlu dijelaskan bahwa pembobotan yang seragam

    ini merupakan persyaratan apabila diperlukan pengolahan data

    secara statistik untuk memperlihatkan kedekatan hubungan

    antarvariabel dengan penggunakan prosedur analisis faktor.

    Dalam dimensi “persepsi” terdapat 5 variabel

    (pertanyaan), sementara dalam dimensi “sikap” dan “kerja-

    sama” masing-masing secara berurut terdapat 8 dan 5 variabel,

  • 8/19/2019 Survey Nasional Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia

    42/84

    20

    Bab I. Pendahuluan

    yang kesemuanya merupakan alat untuk mengukur tingkat

    kerukunan. Jadi, nilai rata-rata semua variabel yang

    menunjukkan “persepsi” digabung, yang hasil keseluruhannyamemperlihatkan indeks kumulatif tingkat kerukunan (dalam

    satu dimensi). Demikian juga dengan dimensi “sikap” dan

    “kerjasama”, yang masing-masing variabelnya digabung dan

    dihitung untuk didapatkan nilai dan tingkat kerukunan

    masyarakat yang diteliti.

    Indeks kumulatif yang diperoleh dari penggabungan

    semua variabel dalam ketiga dimensi tersebut secarakeseluruhan memperlihatkan derajat kerukunan para pemeluk

    agama di lokasi-lokasi yang disurvei. Tingkatan kerukunan

    yang terdapat dalam masyarakat di daerah-daerah yang diteliti

    dikelompokkan menjadi (1) “potensi terjadinya konflik dalam

    hubungan antaragama sangat besar”, (2) “potensi terjadinya

    konflik dalam hubungan antaragama cukup besar”, (3)“agak

    kondusif bagi terciptanya kerukunan antarumat beragama”, (4)

    “kondusif bagi terciptanya kerukunan hubungan antarumat beragama” dan (5)“kondusif bagi terpeliharanya kerukunan 

    dalam hubungan antarumat  beragama”. Pengelompokan ke

    dalam lima jenjang kerukunan ini akan didasarkan pada nilai

    indeks yang dicapai setelah menghitung beragam jawaban

    responden dalam kuesioner berkaitan dengan tiga dimensi

    kerukunan yang dijabarkan di atas.

    “Potensi terjadinya konflik dalam hubungan antaragamasangat besar”adalah situasi hubungan antarumat beragama

    yang dipenuhi oleh  prejudice , bahkan tidak adanya keinginan

    untuk menghormati pemeluk agama lain. Hal ini diperlihatkan

    secara terang-terangan, dan bahkan saling serang dan

    keengganan untuk berkomunikasi juga menandai hubungan

  • 8/19/2019 Survey Nasional Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia

    43/84

    21

    Survei Nasional Kerukunan Umat Beragama di Indonesia

    umat beragama tersebut. Sementara “potensi bagi terjadinya

    konflik dalam hubungan antaragama cukup besar” adalah

    situasi yang ditandai oleh dominannya ekslusifitas dankeengganan untuk bekerjasama. Dengan kata lain, situasi

    seperti ini diwarnai oleh intoleransi yang cukup tinggi.

    Selanjutnya, situasi yang “agak kondusif bagi terciptanya

    kerukunan antarumat  beragama” ditandai oleh kehidupan

    yang berjalan normal di mana riak-riak ketegangan tidak

    terlihat lagi secara nyata. Tetapi hal ini tetap menyimpan bara

    karena fanatisme dan prasangka buruk tentang agama lain

    masih tersisa kuat dalam diri para pemeluk agama.

    Adapun “kondusif bagi terciptanya kerukunan hubungan

    antarumat  beragama” adalah situasi di mana fanatisme yang

    ada telah disertai oleh toleransi bahkan solidaritas yang juga

    sudah diperlihatkan dalam kehidupan antarumat beragama.

    Kondisi yang paling ideal adalah yang “kondusif bagi

    terpeliharanya kerukunan dalam hubungan antarumat

     beragama”. Dalam situasi seperti ini prasangka buruk( prejudice) sudah sangat jauh berkurang, dan kerjasama dalam

    kehidupan bermasyarakat juga sudah berjalan dengan baik,

    karena masyarakat lebih memperdulikan persatuan sebagai

     bangsa daripada memfokuskan diri pada fanatisme kelompok

    asal (primordialisme). Mereka menyadari arti kepentingan

     bangsa dan fanatisme kekelompokan yang bisa menyebabkan

    disintegrasi bangsa.

    Pengelompokan yang didasarkan pada indeks kumulatif

    dari jawaban responden terhadap ketiga dimensi: (1) sikap, (2)

    persepsi dan (3) kerja sama, yang digunakan untuk mengukur

    tingkat kerukunan seperti diuraikan di atas bisa digambarkan

    sebagai berikut:

  • 8/19/2019 Survey Nasional Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia

    44/84

    22

    Bab I. Pendahuluan

     

    Sebelum dilakukan survei, terlebih dahulu dilakukan uji

    coba instrumen. Uji coba instrumen ini meliputi dua hal:

    Pertama , uji validitas instrumen dengan menggunakan korelasi

    spearman antara skor butir pertanyaan  dengan total skor. Uji iniuntuk mengetahui apakah keseluruhan pertanyaan dalam

    kuesioner sudah dipahami dengan baik oleh para responden.

    Penggunaan kata-kata (wording) pada beberapa pertanyaan

    yang ternyata kurang jelas atau mungkin juga menimbulkan

     Jenjang

    Skor/Nilai

    Indeks

    Kumulatif

    Arti Indeks dalam Konteks

    Kerukunan

    Sebutan

    Nilai Indeks

    1 s/d 1.9 “potensi terjadinya konflik

    dalam hubungan antaragama

    sangat besar” 

    Tidak

    harmonis

    2 s/d 2.9 “potensi bagi terjadinya

    konflik dalam hubungan

    antaragama cukup besar” 

    Kurang

    harmonis

    3 s/d 3.9 “kondusif bagi terciptanya

    kerukunan hubungan

    antarumat beragama” 

    Cukup

    harmonis

    4 s/d 5 “kondusif bagi terpeliharanya

    kerukunan dalam hubungan

    antarumat beragama” 

    Harmonis

    1 s/d 1.9 “potensi terjadinya konflikdalam hubungan antaragama

    sangat besar” 

    Tidakharmonis

  • 8/19/2019 Survey Nasional Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia

    45/84

    23

    Survei Nasional Kerukunan Umat Beragama di Indonesia

    multi tafsir akan diperbaiki. Mungkin juga ada responden yang

    menganggap beberapa pertanyaan tidak relevan untuk mereka,

    karena itu harus ditinjau ulang untuk dikeluarkan atau diganti

    dengan pertanyaan yang lebih sesuai. Kedua , uji reliabiltas

    (kehandalan) instrumen dengan menggunakan koefisien Alpha

    Cronbanch. Secara filosofi, instrumen yang reliabel tidak akan

     berubah makna nilainya walaupun dilakukan pada tempat atau

    waktu yang berbeda. Suatu instrumen penelitian mengindikasi-

    kan memiliki reliabilitas yang memadai jika koefisien Alpha

    Cronbach lebih besar atau sama dengan 0,70 (Zulganef, 2006).

    HASIL PENGUJIAN RELIABILITAS

  • 8/19/2019 Survey Nasional Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia

    46/84

    24

    Bab I. Pendahuluan

    HASIL PENGUJIAN VALIDITAS

  • 8/19/2019 Survey Nasional Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia

    47/84

    25

    Survei Nasional Kerukunan Umat Beragama di Indonesia

    RELIABILITAS ANTARKOTA/KABUPATEN

    DEPOK

    RELIABILITAS ANTARKOTA/KABUPATEN

    BOGOR

  • 8/19/2019 Survey Nasional Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia

    48/84

    26

    Bab I. Pendahuluan

    RELIABILITAS ANTARKOTA/KABUPATEN

    BEKASI

    RELIABILITAS ANTARKOTA/KABUPATEN

    KOTA BEKASI

  • 8/19/2019 Survey Nasional Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia

    49/84

    27

    Survei Nasional Kerukunan Umat Beragama di Indonesia

    RELIABILITAS ANTARKOTA/KAB

    KOTA / KABUPATEN NILAI RELIABILITAS

    DEPOK 0.930

    BOGOR 0.837

    BEKASI 0.841

    KOTA BEKASI 0.887

    SELURUHNYA 0.891 

    KESIMPULAN  Nilai Reliabilitas sudah bagus 0.891 (Reliabel)

      Nilai Validitas yang perlu diperhatikan hanya pertanyaan

    E02 karena nilai korelasinya di bawah 0.3 (kurang valid),

    alternatif solusinya dibuang atau diganti pertanyaan dan

    diuji lagi.

     

    Instrumen tetap memiliki reliabilitas yang tinggi walaupundiujicobakan pada daerah yang berbeda.

  • 8/19/2019 Survey Nasional Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia

    50/84

    28

    Bab I. Pendahuluan

    Selain survei, data akan dikumpulkan melalui wawancara

    mendalam (in-depth interview) dan pengamatan lapangan.

    Melalui wawancara ini sekaligus akan terlihat faktor-faktoryang membedakan mengapa hubungan antarumat beragama di

    daerah X lebih baik daripada hubungan tersebut di daerah Y.

    Wawancara mendalam yang dilakukan terhadap para informan

    atau para elit strategis berdasar pada pedoman wawancara

    yang telah disediakan.

    I.  Pengolahan dan analisis data

    Pengolahan dan analisis data kuantitatif diolah denganmenggunakan program statistik SPSS. Jawaban-jawaban

    responden yang diperoleh melalui kuestioner pertama-tama

    diolah untuk mendapatkan tabel frekuensi dan persentase dari

    setiap jawaban pertanyaan. Secara bersamaan juga bisa

    diperoleh nilai skor rata-rata berupa mean dan median dari

    setiap variabel.Untuk dapat memperoleh indeks skor dari

     beberapa variabel yang menanyakan tentang (1) sikap, (2)

    persepsi dan (3) kerjasama,masing-masing dikolaps atau

    digabung menjadi variabel komposit. Karena jawaban2

    terhadap pertanyaan dibobotkan dari yang tertinggi sampai

    yang terendah (1-5), Skor variabel komposit inilah yang

    digunakan sebagai barometer yang menunjukkan tingkatan

    persepsi, sikap dan kerjasama dari sampel yang menjadi

    sumber data di masing-masing lokasi penelitian. Karena ketiga

    variabel komposit ini merupakan sub-sub yangmendeskripsikan kerukunan, maka untuk mendapatkan indeks

    kerukunan ketiganya digabung.

    Dengan mempertimbangkan kenyataan bahwa kondisi

    kehidupan sosial, ekonomi dan latar belakang budaya memang

     berbeda antara satu daerah penelitian dengan daerah lainnya,

  • 8/19/2019 Survey Nasional Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia

    51/84

    29

    Survei Nasional Kerukunan Umat Beragama di Indonesia

    maka jika terdapat skor indeks komposit yang sama pada

     beberapa lokasi penelitian, hal itu dijelaskan lebih lanjut

    dengan menggunakan temuan-temuan kualitatif yang berasaldari hasil observasi dan wawancara mendalam. Dengan kata

    lain, hasil wawancara mendalam lah yang lebih menjelaskan

    kecenderungan-kecenderungan yang ditemukan melalui

    kuesioner, termasuk juga temuan yang menyimpang. Dalam

    hal ini tidak mustahil adanya temuan dari “wawancara

    mendalam” yang tidak sejalan dengan temuan survei

    kuantitatif. Hal ini dapat dipahami mengingat latar belakang

    sosial ekonomi serta pengetahuan para responden pada

    umumnya berbeda (untuk tidak mengatakan lebih rendah)

    dengan para informan yang biasanya dipilih di antara tokoh-

    tokoh masyarakat yang memiliki tingkat pemahaman yang

    lebih baik tentang masalah yang diteliti. Selain itu juga ada

    kecenderungan sebagian responden tidak bersungguh-sungguh

    dalam melakukan pengisian kuesioner, asal isi saja, tidak mau

    repot-repot memikirkan jawaban yang paling sesuai denganpredisposisi atau keyakinan mereka, terlebih apabila mereka

    tidak mendapat imbalan yang sepadan dengan waktu yang

    telah digunakan.

    Dengan menggunakan berbagai teknik statistik dilihat

    seberapa jauh terdapatnya hubungan antara variabel-variabel

    yang dapat lebih menjelaskan temuan-temuan penelitian, baik

    secara deskriptif maupun eksplanatori - seperti tabel silang,

    asosiasi dan korelasi antar variabel serta teknik regresi yang

    menjelaskan kekuatan hubungan kausalitas antarvariabel

    dependen dan beberapa variabel independen. Variabel

    independen, termasuk pengetahuan, meliputi tingkat

    pendidikan, pekerjaan utama, tingkat penghasilan, tingkat

  • 8/19/2019 Survey Nasional Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia

    52/84

    30

    Bab I. Pendahuluan

    kecukupan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup,

    tingkat kepuasan terhadap kehidupan ekonomi, tingkat

    religiusitas, perasaan tentang ada atau tidaknya ekslusifismedalam memperoleh peluang di bidang ekonomi dan pekerjaan,

    keterbukaan dalam berhubungan dengan komunitas di luar

    lingkungan sendiri (cosmopoliteness), mobilitas horizontal, dan

    lain-lain, akan dapat menjelaskan variasi sikap, persepsi serta

    tingkat kebersediaan untuk bekerjasama dengan orang-orang

     bukan seagama dalam rangka menciptakan hubungan yang

    harmonis dalam kehidupan beragama.

  • 8/19/2019 Survey Nasional Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia

    53/84

    31

    Survei Nasional Kerukunan Umat Beragama di Indonesia

    BAB II

    HASIL SUVEI

    KARAKTERISTIK RESPONDEN

    Sebaran Responden Menurut Agama

  • 8/19/2019 Survey Nasional Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia

    54/84

    32

    Bab II. Hasil Survei

     

    Sebaran Responden Menurut Kelompok Umur

  • 8/19/2019 Survey Nasional Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia

    55/84

    33

    Survei Nasional Kerukunan Umat Beragama di Indonesia

     

  • 8/19/2019 Survey Nasional Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia

    56/84

    34

    Bab II. Hasil Survei

     

  • 8/19/2019 Survey Nasional Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia

    57/84

    35

    Survei Nasional Kerukunan Umat Beragama di Indonesia

     

  • 8/19/2019 Survey Nasional Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia

    58/84

    36

    Bab II. Hasil Survei

     

  • 8/19/2019 Survey Nasional Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia

    59/84

    37

    Survei Nasional Kerukunan Umat Beragama di Indonesia

     Frekuensi Mengikuti Kegiatan Ibadah Keagamaan di Rumah

    Ibadat (seperti mesjid, gereja, dsb)

  • 8/19/2019 Survey Nasional Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia

    60/84

    38

    Bab II. Hasil Survei

     

  • 8/19/2019 Survey Nasional Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia

    61/84

    39

    Survei Nasional Kerukunan Umat Beragama di Indonesia

     

  • 8/19/2019 Survey Nasional Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia

    62/84

    40

    Bab II. Hasil Survei

     

      Sebaran Responden menurut agama (sebagai sampel) jika

    dibandingkan dengan sebaran penduduk menurut sensus

    BPS 2010 khusus daerah perkotaan (sebagai populasi) di

    Indonesia cukup mendekati. Demikian pula dengan

    sebaran kelompok umur dan tingkat pendidikan, sekalipun

    nilai prosentasenya agak berbeda, akan tetapi secara pola

    sebaran hampir sama. Terkecuali pada sebaran responden

     berdasarkan jenis kelamin terlihat bahwa proporsi jumlah

    perempuan agak lebih sedikit dibandingkan dengan laki-

    laki. Hal ini dapat dipahami bahwa pengambilan sampel

    dalam survei ini lebih banyak dilakukan terhadap orang

    yang bekerja, dan sebagai konsekuensinya lebih banyak

    laki-laki dibandingkan dengan perempuan. Namun

    demikian proporsi perempuan sebesar 33% dianggap

    sudah memadai.

  • 8/19/2019 Survey Nasional Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia

    63/84

    41

    Survei Nasional Kerukunan Umat Beragama di Indonesia

     

      Dalam karakteristik responden juga dapat digambarkan

     bahwa responden sebagian besar adalah yang sudah

    menetap lebih dari 10 tahun dan tidak terlalu sering

     bepergian keluar kota. Hal ini diharapkan sudah terjadi

    proses adaptasi dan sosialisasi di masyarakat sehingga

    pemahaman dan interaksi dalam masalah kehidupan beragama di tempat tinggalnya dapat merepresentasikan

    keadaan masyarakat tersebut. Hal tersebut juga didukung

    dalam hal pengamalan agamanya (frekuensi ke tempat

    ibadat) cukup tinggi, kepemilikan teman beragama lain,

    dan tingkat interaksi dengan agama lain. Seluruhnya

    memiliki prosentase di atas 50%.

  • 8/19/2019 Survey Nasional Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia

    64/84

    42

    Bab II. Hasil Survei

     

    No Pertanyaan

    Persentase Jawaban Responden

    Tidak

    Tahu

    Tidak

    AdaAda

    Tdk

     Jawab

    B.01

    Dalam masyarakat di sini, apakah

    ada aturan atau pepatah (kearifan

    lokal) yang bisa menyatukan

    masyarakat meskipun berbeda

    agama

    41.8 19.4 38.8 0.0

    B.02

    Setahu bapak/ibu/sdr apakah

    dalam agama yang bapak/ibu/sdranut terdapat ajaran untuk

     bersikap toleran atau menghargai

    kalangan agama lain ?

    19.0 5.1 75.8 0.1

    B.03

    Setahu bapak/ibu/sdr apakah di

    wilayah ini (provinsi tempat ting-

    gal) pernah ada konflik terbuka

    antarumat berbeda agama ?

    17.2 68.6 14.0 0.2

    B.04

    Setahu bapak/ibu/sdr apakah ada

    kerjasama antara tokoh berbedaagama untuk menjaga umat ber-

    agama agar tidak terjadi konflik ?

    37.1 15.5 47.2 0.2

    B.06

    Setahu bapak/ibu/sdr, apakah ada

    kebijakan/peraturan pemerintah

    tentang pendirian rumah ibadat ?

    48.7 9.6 41.5 0.2

    RATA RATA 32.76 23.64 43.46 0.14

  • 8/19/2019 Survey Nasional Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia

    65/84

    43

    Survei Nasional Kerukunan Umat Beragama di Indonesia

     

    No Pertanyaan

    Persentase Jawaban Responden

    Tidak

    Baik

    Baik /

    Biasa

    Sangat

    Baik

    Tdk

     Jawab

    B.05

    Setahu bapak/ibu/sdr bagaimana

    hubungan antarumat beragama

    di wilayah ini?

    0.5 46.8 52.6 0.1

    B.07

    Bagaimana perlakuan umat

    agama lain terhadap bpk/ibu/sdr

    dalam pergaulan sehari-hari?

    0.8 76.3 22.7 0.2

    RATA RATA 0.65 61.55 37.65 0.15

  • 8/19/2019 Survey Nasional Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia

    66/84

    44

    Bab II. Hasil Survei

     

    KLASIFIKASI PENILAIAN

    Pemberian skala/skor jawaban untuk masing-masing

    pertanyaan sudah memiliki arah yang sama (semakin besar

    skala maka semakin bagus persepsinya, dengan kata lain tidak

    ada pertanyaan yang nilai skalanya berbalik dengan skornya).

    Skala yang digunakan dalam pertanyaan 1-5, dan dalam

    pemberian skornya, skala tersebut juga diberi skor 1-5 untuk

    memudahkan interpretasi. Klasifikasi penilaian didasarkan

    pada skala awal (1-5) dengan mengacu pada jawaban pada

    skala tersebut. Misalnya sangat tidak setuju (1), tidak setuju (2),

    kurang setuju (3), setuju (4) dan sangat setuju (5), atau dengan

     bahasa lain yang sepadan. Oleh karena itu klasifikasi skor

    dikelompokkan sebagai berikut:

    INDEKS KERUKUNAN:

    PERSPESI TENTANG KERUKUNAN

    BERAGAMA

    SIKAP DAN INTERAKSI ANTARUMAT

    BERAGAMA

    KERJASAMA ANTARUMAT BERAGAMA

  • 8/19/2019 Survey Nasional Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia

    67/84

    45

    Survei Nasional Kerukunan Umat Beragama di Indonesia

     Jenjang

    Skor/Nilai

    Indeks

    Kumulatif

    Arti indeks dalam konteks Kerukunan Sebutan Nilai Indeks

    1 s/d 1.9 “potensi terjadinya konflik dalam

    hubungan antaragama sangat besar” 

    Tidak harmonis

    2 s/d 2.9 “potensi bagi terjadinya konflik dalam

    hubungan antaragama cukup besar” 

    Kurang harmonis

    3 s/d 3.9 “kondusif bagi terciptanya kerukunan

    hubungan antarumat beragama” 

    Cukup harmonis

    4 s/d 5 “kondusif bagi terpeliharanya

    kerukunan dalam hubungan antarumat

     beragama” 

    Harmonis

    Hasil Penghitungan Dengan SPSS

  • 8/19/2019 Survey Nasional Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia

    68/84

    46

    Bab II. Hasil Survei

     

    VARIABEL SKOR KLASIFIKASI

    PERSESPSI TENTANG KERUKUNAN

    ANTARUMAT BERAGAMA

    3.77 CUKUP

    HARMONIS

    SIKAP DAN TINDAKAN ANTARUMAT

    BERAGAMA

    3.61 CUKUP

    HARMONIS

    KERJASAMA ANTARUMAT BERAGAMA 3.61 CUKUP

    HARMONIS

    INDEKS KERUKUNAN (RATA-RATA) 3.67 CUKUP

    HARMONIS

  • 8/19/2019 Survey Nasional Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia

    69/84

    47

    Survei Nasional Kerukunan Umat Beragama di Indonesia

     

    Indeks Kerukunan Berdasarkan Jenis Kelamin Responden

    Indeks Kerukunan Berdasarkan Rentang Usia

  • 8/19/2019 Survey Nasional Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia

    70/84

    48

    Bab II. Hasil Survei

     

    Indeks Kerukunan Berdasarkan Tingkat Pendidikan

    Indeks Kerukunan Berdasarkan Agama

    Buddha

  • 8/19/2019 Survey Nasional Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia

    71/84

    49

    Survei Nasional Kerukunan Umat Beragama di Indonesia

     

    Indeks Kerukunan Berdasarkan Penghasilan

    Indeks Kerukunan Berdasarkan Jenis Pekerjaan

  • 8/19/2019 Survey Nasional Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia

    72/84

    50

    Bab II. Hasil Survei

     

    Indeks Kerukunan Berdasarkan Frekuensi Keikutsertaan dalam Ibadah

    Keagamaan di Rumah Ibadat

    Indeks Kerukunan Berdasarkan Kepemilikan Teman yang

    Beragama Lain

  • 8/19/2019 Survey Nasional Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia

    73/84

    51

    Survei Nasional Kerukunan Umat Beragama di Indonesia

     

    Indeks Kerukunan Berdasarkan Intensitas Berhubungan dengan

    Teman Beragama Lain

  • 8/19/2019 Survey Nasional Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia

    74/84

    52

    Bab II. Hasil Survei

     

    SEBARAN INDEKS KERUKUNAN BERDASARKAN

    PROVINSI

  • 8/19/2019 Survey Nasional Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia

    75/84

    53

    Survei Nasional Kerukunan Umat Beragama di Indonesia

     

    Persespsi

    TentangKerukunan

    Antarumat

    Beragama

    Sikap Dan

    Tindakan

    Antarumat

    Beragama

    KerjasamaAntarumat

    Beragama

    Membangun

    Kerukunan

    Persespsi Tentang

    Kerukunan

    Antarumat

    Beragama

    1 0.24 0.25 0.26

    Sikap Dan

    Tindakan

    Antarumat

    Beragama

    0.24 1 0.68 0.69

    Kerjasama

    Antarumat

    Beragama

    0.25 0.68 1 0.71

    Membangun

    Kerukunan0.26 0.69 0.71 1

    HUBUNGAN ANTARVARIABEL

  • 8/19/2019 Survey Nasional Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia

    76/84

    54

    Bab II. Hasil Survei

     

      Dari tabel di atas dapat diketahui, bahwa variabel

    persepsi memiliki korelasi yang rendah terhadap

    lainnya. Hal ini dapat dimaknai bahwa dalam

    mewujudkan kerukunan, tidak cukup hanya

    membangun persepsi. Akan tetapi sikap dan tindakan

    antarumat beragama, cukup besar kaitannya dengan

    variabel kerjasama dan membangun kerukunan.

    Demikian juga kerjasama antarumat beragama sangat

     berhubungan erat dengan membangun kerukunan.

  • 8/19/2019 Survey Nasional Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia

    77/84

    55

    Survei Nasional Kerukunan Umat Beragama di Indonesia

    BAB III

    P E N U T U P

    A.  Kesimpulan

    alam survei yang dilakukan, terdapat tiga variabel

    yang ingin diteliti/diketahui, yaitu persepsi

    tentang kerukunan beragama; sikap dan interaksi

    antarumat beragama; dan kerjasama antarumat beragama.

    Dalam survei ini, instrumen yang digunakan yakniangket/kuesioner tertutup menggunakan skala Likert dengan

    lima pilihan jawaban yang disediakan sehingga responden

    hanya tinggal memilih saja. Kemudian angket tersebut

    dianalisis dengan analisis kuantitatif, yakni setiap pilihan

     jawaban diberikan skoring. Semakin positif jawaban yang

    dipilih, maka semakin besar skoring yang diberikan, dan

    sebaliknya.

    Dari skoring yang didapat, kemudian angka tersebut

    dikonversi ke skor maksimal 100. Setelah dikonversi, diperoleh

    rata-rata yakni: untuk survei tentang “persepsi tentang

    kerukunan beragama” diperoleh skor rata-rata 75,2; “sikap dan

    interaksi antarumat  beragama” memiliki rata-rata 71,9; dan

    “kerjasama antarumat  beragama” diperoleh rata-rata 72. Dari

    hasil rata-rata yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa

    kerukunan antarumat beragama sudah berada pada level baik,namun bukan berarti kita puas dengan hasil tersebut, namun

    harus dipelihara bahkan ditingkatkan lagi demi tercapainya

    kehidupan beragama yang rukun, harmonis, dan selaras.

    D

  • 8/19/2019 Survey Nasional Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia

    78/84

    56

    Bab III. Penutup

    Berkaitan dengan hubungan antara variabel dan

    karakteristik responden, pada bagian ini dilakukan

    perhitungan tabulasi silang antara tiga variabel yang diteliti(tentang persepsi tentang kerukunan beragama; sikap dan

    interaksi antarumat beragama; dan kerjasama antarumat

     beragama) dan karakteristik responden (jenis kelamin, usia,

    pendidikan, agama, penghasilan, dan pekerjaan). Dalam proses

    penghitungannya, masing-masing variabel yang diteliti

    dihitung rata-rata total skornya terlebih dahulu (seperti yang

    telah dijabarkan pada bagian sebelumnya) baru kemudian

    dilakukan tabulasi silang.

    Berdasarkan karakteristik jenis kelamin, dari ketiga

    variabel yang diteliti, jenis kelamin laki-laki memliki skor total

    rata-rata yang lebih tinggi dari perempuan.

    Berdasarkan karakteristik usia, trendnya fluktuatif sesuai

    dengan kondisi psikologisnya. Misalnya pada kelompok usia

    17-24 tahun pada tingkat mahasiswa, biasanya memiliki rasa

    ingin tahu yang sangat tinggi terhadap agamanya sehingga

    mempengaruhi persepsi dan sikapnya. Namun diantara kelima

    kelompok usia tersebut, kelompok usia di atas 55 tahun

    memiliki rata-rata total skor yang tertinggi. Hal ini dikarenakan

    pada kelompok usia tersebut, pengalaman hidup sudah sangat

     banyak, sehingga lebih bijak dalam mengambil/memilih sikap

    dan tindakan.

    Berdasarkan karakteristik pendidikan, semakin tinggitingkat pendidikan semakin tinggi pula rata-rata total skornya.

    Artinya dengan pendidikan, seseorang belajar bagaimana cara

     bersikap dan bertindak. Dalam mengambil tindakan, mereka

    penuh dengan pertimbangan secara rasional tentang dampak

    yang akan ditimbulkan. Dengan demikian diharapkan

  • 8/19/2019 Survey Nasional Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia

    79/84

    57

    Survei Nasional Kerukunan Umat Beragama di Indonesia

    tindakan-tindakan main hakim sendiri ataupun yang bersifat

    anarkis dapat dicegah, dan dapat mengambil sikap bijak dalam

    menghadapi setiap persoalan yang berkaitan dengan keru-kunan umat beragama.

    Berdasarkan karakteristik agama, ternyata rata-rata total

    skor terendah terdapat pada kelompok responden beragama

    Islam dibandingkan dengan responden yang beragama lain.

    Hal ini dikarenakan dalam masalah keyakinan agama (tauhid)

    Islam lebih ketat dan tidak ada tawar menawar. Artinya dalam

    Islam keyakinan terhadap kebenaran agama merupakan tolokukur keimanan seorang Muslim.

    Berdasarkan karakteristik penghasilan, ternyata banyak

    sedikitnya penghasilan mempengaruhi persepsi, sikap, dan

    interaksi seseorang dalam bekerjasama antarumat beragama.

    Berdasarkan karakteristik pekerjaan, ternyata jenis pekerjaan

    PNS/TNI/POLRI yang memiliki rata-rata total skor tertinggi

    secara keseluruhan. Kondisi ini juga sama dengan kelompok

    responden yang tidak bekerja.

    Adapun sebaran rata-rata skor vari