tanam jahe

11
KAJIAN EFISIENSI PEMUPUKAN PADA BUDIDAYA JAHE DITINGKAT PETANI SUPRIADI FAUZI Fakultas Pertanian Jurusan Ilmu Tanah Universitas sumatera Utara I. PENDAHULUAN Ekspor komoditi nonmigas memperoleh perhatian khusus setelah merosot dan tidak menentunya harga migas di pasaran dunia. Upaya penggalakkan ekspor komoditi nonmigas ini menunjukkan hasil yang menggembirakan dengan meningkatnya jenis komoditi, volume dan nilai ekspor nonmigas. Bagi daerah Sumatera Utara yang terkenal dengan sektor perkebunannya, upaya peningkatan ekspor dijalankan dengan melakukan diversifikasikan komoditi ekspor. Salah satu komoditi yangmengalami peningkatan baik dari segi produksi, volume maupun nilai ekspor di daerah ini adalah komoditi jahe. Perkembangan ekspor jahe sangat tergantung kepada produksi yang dihasilkan yang berkaitan pula dengan luas areal pertanaman dan tingkat produktivitas yang ditunjukkan oleh nilai produksi per satuan luas. Menurut Dinas Perkebunan Sumatera Utara, 1990, produksi jahe di Sumatera Utara mengalami peningkatan sejalan dengan pertambahan areal pertanaman dan tingkat produktivitasnya. Pada tahun 1985, produktivitas jahe sebesar 14.76 ton/ha meningkat menjadi 19.96ton/ha. Namun pada tahun 1990 tingkat produktivitas menurun menjadi 15.85 ton per hektar. Penurunan tingkat produktivitas ini, jika terus terjadi, dapat mengakibatkan penurunan produksi dan penurunan tingkat pendapatan petani. Bila hal ini terjadi, maka ekspor komoditi jahe akan mengalami hambatan dalam hal ketersediaan bahan baku. Sebagaimana terlihat pada Tabel 1.1 bahwa volume ekspor jahe selama periode 1984 sampai 1991 meningkat dari 9.422,636 ton menjadi 32.293,742 ton, atau mengalami peningkatan volume 19,24 % per tahun. Peningkatan volume diikuti pula dengan peningkatan nilai ekspor dar i US $ 1. 185.924 pada tahun 1984 menjadi US $ 7.746.652 pada tahun 1990, atau mengalami peningkatan nilai ekspor rata-rata 30, 75 % per tahun. Pangsa relatif daerah ini terhadap ekspor jahe nasional hingga tahun 1988 cukup tesar, yakni 89 % terhadap volume dari 72 % terhadap nilai ekspor nasional. Besarnya pangsa relatif ekspor jahe ini menunjukkan bahwa, daerah Sumatera Utara merupakan pengekspor jahe utama di Indonesia. © 2004 Digitized by USU digital library 1

Upload: moody-infinity

Post on 07-Aug-2015

43 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Taham Jahe

TRANSCRIPT

Page 1: Tanam Jahe

KAJIAN EFISIENSI PEMUPUKAN PADA BUDIDAYA JAHE DITINGKAT PETANI

SUPRIADI FAUZI

Fakultas Pertanian Jurusan Ilmu Tanah

Universitas sumatera Utara

I. PENDAHULUAN

Ekspor komoditi nonmigas memperoleh perhatian khusus setelah merosot dan tidak menentunya harga migas di pasaran dunia. Upaya penggalakkan ekspor komoditi nonmigas ini menunjukkan hasil yang menggembirakan dengan meningkatnya jenis komoditi, volume dan nilai ekspor nonmigas. Bagi daerah Sumatera Utara yang terkenal dengan sektor perkebunannya, upaya peningkatan ekspor dijalankan dengan melakukan diversifikasikan komoditi ekspor. Salah satu komoditi yangmengalami peningkatan baik dari segi produksi, volume maupun nilai ekspor di daerah ini adalah komoditi jahe.

Perkembangan ekspor jahe sangat tergantung kepada produksi yang dihasilkan yang berkaitan pula dengan luas areal pertanaman dan tingkat produktivitas yang ditunjukkan oleh nilai produksi per satuan luas. Menurut Dinas Perkebunan Sumatera Utara, 1990, produksi jahe di Sumatera Utara mengalami peningkatan sejalan dengan pertambahan areal pertanaman dan tingkat produktivitasnya. Pada tahun 1985, produktivitas jahe sebesar 14.76 ton/ha meningkat menjadi 19.96ton/ha. Namun pada tahun 1990 tingkat produktivitas menurun menjadi 15.85 ton per hektar. Penurunan tingkat produktivitas ini, jika terus terjadi, dapat mengakibatkan penurunan produksi dan penurunan tingkat pendapatan petani. Bila hal ini terjadi, maka ekspor komoditi jahe akan mengalami hambatan dalam hal ketersediaan bahan baku.

Sebagaimana terlihat pada Tabel 1.1 bahwa volume ekspor jahe selama periode 1984 sampai 1991 meningkat dari 9.422,636 ton menjadi 32.293,742 ton, atau mengalami peningkatan volume 19,24 % per tahun. Peningkatan volume diikuti pula dengan peningkatan nilai ekspor dar i US $ 1. 185.924 pada tahun 1984 menjadi US $ 7.746.652 pada tahun 1990, atau mengalami peningkatan nilai ekspor rata-rata 30, 75 % per tahun. Pangsa relatif daerah ini terhadap ekspor jahe nasional hingga tahun 1988 cukup tesar, yakni 89 % terhadap volume dari 72 % terhadap nilai ekspor nasional. Besarnya pangsa relatif ekspor jahe ini menunjukkan bahwa, daerah Sumatera Utara merupakan pengekspor jahe utama di Indonesia.

© 2004 Digitized by USU digital library 1

Page 2: Tanam Jahe

Tabel 1.1. Perkembangan volume dan nilai ekspor jahe Sumatera Utara sejak 1984 -1991

No. Tahun Volume (ton) Nilai (US $.000) 1. 1984 9.422,636 1.185,924 2. 1985 10.152,062 1.259,958 3. 1986 15.772,339 1.767,739 4. 1987 22.206,741 3.271,400 5. 1988 27.737,769 4.167,780 6. 1989 32.893,391 6.302,822 7. 1990 32.293,742 7.746,652 Sumber : kanwil Perdagangan Sumatera Utara

Dilihat dari bagian yang diterima dari harga yang terjadi di tingkat FOB, seperti yang terlihat pada Tabel 1.2,tampak adanya kecenderungan bahwa bagian yang diterima pihak produsen semakin menurun. Pada tahun 1984, petani sebagai produsen menerima 76,22 % dari harga yang terjadi ditingkat FOB, namun pada tahun 1990 petani hanya menerima 51,28 % dari harga FOB.

Tabel 1.2. Perkembangan harga jahe di tingkat petani

dan fob serta bagian yang diterima petani (1984-1990) Tahun Harga tingkat Harga tingkat Perbedaan harga Bagian produsen Petani (Rp/kg) FOB (Rp/kg) (Rp/kg) (%) 1984 250 328 78 76,22 1985 259 389 130 66,58 1986 328 539 211 60,85 1987 360 724 364 49,72 1988 400 546 146 73,26 1989 402 697 295 57,68 1990 382 745 363 51,28 Sumber: Kanwil Perdagangan Sumatera Utara Tingkat produksi tanaman tergantung pada pengalokasian berbagai faktor produksi. petani sebagai makhluk ekonomi akan berupaya meningkatkan keuntungan yang belum tentu dengan jalan meningkatkan produksi. Ketersediaan atau produksi jahe dapat dipertahankan atau ditingkatkan bila adanya keuntunganyang lebih tinggi dibanding usaha tani lainnya. Tingkat keuntungan yang diterima petani, karena keterbatasannya sering tidak berada pada keuntungan yang optimum. Hal ini mungkin disebabkan oleh alokasi faktor produksi yang tidak efisien. Salah satu penyebab tingkat keuntungan petani tidak berada kondisi maksimum dikarenakan faktor produksi yang diberikan sangat kecil atau berlebihan (Soekartawi.1987).

Permasalahan utama pada pertanal11an jahe adalah bagaimana produksi jahe dapat dipertahankan atau ditingkatkan. Upaya ini hanya akan berhasil bila

© 2004 Digitized by USU digital library 2

Page 3: Tanam Jahe

keuntungan yang diperoleh petani lebih tinggi dibanding usahatani lainnya. Untuk itu perlu diketahui bagaiaman alokasi input produksi yang dilakukan petani dalam memperoleh pendapat.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Dari hasil penelitian di kecamatan Cugenang Jawa Barat, Pribadi dan

Rosmeilisa (1988) menemukan bahwa pemberian pupuk, baik pupuk kandang maupun pupuk buatan tidak berpengaruh terhadap produksi.

Sementara itu penelitian percobaan untuk menelaah pengaruh bibit dan pemupukan N pada jahe kecil telah dilakukan di KP IPB Babakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan yang pesat terjadi pada umur antara 120 hari sampai 180 hari. Tanaman jahe memberikan respon yang nyata terhadap terhadap pemupukan N pada fase pertumbuhan dan meningkatkan produksi rimpang basah dengan adanya tambahan plupuk sebesar 90 kg N per ha pada umur 180 hari (Santoso, 1981).

Sementara itu, percobaan pemupukan di tanah Latosol dengan tingkat kesuburan tinggi menunjukkan bahwa pemberian N sampai batas 133 kg urea per ha (56 kg N/ha), P sampai batas 160 kg TSP per ha (72 kg P205/ha), K sampai batas 200 kg ZK/ha (101 kg K20/ha) dan pupuk hijau Crotalaria usaramoensis tidak nyata pengaruhnya terhadap hasil rimpang baik secara tersendiri maupun kombinasinya. Demikian pula percobaan pada tanah Andosol yang cukup subur pemupukan N sampai batas 237 kg Urea per ha (108 kg N/ha) dan K sampai batas 120 kg ZK per ha (61 kg K20/ha) secara tersendiri maupun kombinasinya tidak memberikan pengaruh yang nyata (Sudiarto, dkk., 1985).

Penelitian lain mengenai pemupukan N dan K di tanah Latosol Coklat Cicurug Sukabumi yang bersifat agak masam, kandungan bahan organik dan nitrogen rendah, kandungan kalium dapat ditukar tergolong sedang dan tekstur lempung berdebu, menunjukkan bahwa pemberian 100 kg N/ha meningkatkan dengan nyata produksi rimpang dari 5.8 kg menjadi 7.8 kg bobot segar per 10 rumpun. Peningkatan dosis menjadi 150 kg N per ha secara nyata masih men ingkatkan produksi menjadi 9.7 kg per 10 rumpun. Pemupukan N ternyata juga meningkatkan ukuran rimpang yang dihasilkan. Pengaruh pemberian pupuk K tidak nyata terhadap produksi kecuali pada tingkat pemberian pupuk N dosis tinggi 150 kg N per ha pemberian K dosis tinggi 150 kg K per ha memberikan pengaruhi, interaksi yang nyata terhadap peningkatan produksi rimpang, yakni menjadi 11.3 kg per 10 rumpun dari tanpa pupuk 5.4 kg per 10 rumpun (Santoso, Barus dan Sudiarto, 1989).

Sementara itu, Barus, Santoso dan Sudiarto (1989) yang melakukan penelitian pemupukan pupuk kandang di tanah Latosol Coklat Cicurug diperoleh petunjuk bahwa. Pemberian pupuk kandarlg sapi sampai dosis 15 ton per ha tidak berbeda nyata. Sedangkan pada dosis 20 -25 ton per ha pengaruhnya menjadi nyata, yakni mengalami peningkatan dari 4,44 kg per rumpun bobot segar menjadi 6.47 kg per rumpun pada dosis 20 ton per ha dan 7.05 kg per rumpun pada dosis 25 ton per ha.

Sejalan dengan itu, Januwati dkk., (1988) mendapatkan bahwa pemupukan dengan dosis tinggi ternyata menunjukkan. tanaman jahe yang responsip akan pupuk N. Sampai taraf 800 kg N per ha masih meningkatkan jumlah anakan dan jumlah daun.

Dari keterangan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi produksi jahe adalah: luas lahan garapan, pupuk kendang dan

© 2004 Digitized by USU digital library 3

Page 4: Tanam Jahe

pupuk buatan dengan dosis yang tinggi. Penelitian pada tingkat petani yang menyatakan bahwa pemberian pupuk kandang dan pupuk buatan tidak berpengaruh terhadap produksi tampaknya berbeda pada tingkat penggunaan dosis pemupukan yang rendah.

III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk : a. Mengetahui faktor-faktor produksi masukan yang mempengaruhi

produktivitas jahe. b. Mengetahui tingkat efisiensi pemupukan yang dilakukan petani. 2. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi pelaku dan penentuan kebijakan pertanaman jahe untuk meningkatkan daya saing jahe daerah ini di pasaran dunia

IV. METODE PENELITIAN 1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Sumatera Utara, sebagai salah satu daerah penghasil dari pengekspor jahe utama di lndonesia. Pengembangan jahe di Sumatera Utara diarahkan pada pemanfaatan lahan kering sebagai perkebunan rakyat. Pelaksanaan penelitian di lapangan berlangsung pada bulan Januari hingga April 1992.

Penentuan daerah penelitian ditentukan dengan mempertimbangkan luas areal pertanaman, produksi dan jumlah petani jahe di lokasi penelitian. Dengan pertimbangan tersebut terpilih desa Pematang Purba dan desa Purba Tongah di kecamatan Purba kabupaten Simalungun. 2. Penentuan Responden dan Pengumpulan Data

Responden yang dipilih adalah petani jahe. Kerangka sampel yang digunakan adalah petani jahe desa Pematang Purba dan Purba Tongah di kecamatan Purba Simalungun. Penentuan responden petani dilaksanakan secara proportional stratified random sampling, dengan jumlah petani sampel 30 orang. Penentuan strata didasarkan kepada rerata luas lahan garapan jahe petani. Strata I adalah petani dengan luas lahan lebih kecil dari rerata, yakni < 0,5 ha, dan strata II adalah petani dengan luas lahan pertanaman jahe per petani lebih besar dari rata-rata per petani, yakni > 0,5 ha.

Jumlah petani sampel setiap strata ditentukarl secara proporsional dengan memperhatikan jumlah petani dan rata-rata pemilikan lahan pada setiap desa.

Data primer yang dikumpulkan dari petani responden terdiri dari data luas lahan garapan, penggunaan sarana produksi, tingkat produksi, harga masing-masing sarana dan hasil produksi. Pengumpulan data primer diperoleh melalui wawancara menggunakan daftar pertanyaan yang telah

© 2004 Digitized by USU digital library 4

Page 5: Tanam Jahe

disediakan. Data sekunder dikumpulkan dari Dinas Perdagangan, Dinas Perkebunan, Kantor Biro Pusat Statistik masing-masing di Tingkat I dan II. 3. Metoda Analisis

Dalam analisis produksi, model dugaan yang digunakan adalah fungsi produksi power function – Cobb - Douglas. Spesifikasi model yang digunakan adalah :

Y = a X1

b1 X2b2 X3b3 X4b4 X5b5 eu

dengan : Y = produksi jahe. dalam satuan ton X1 = jumlah pupuk kandang (kg) X2 = jumlah pupuk Nitrogen (kg) X3 = jumlah pupuk Phosphor (kg) X4 = jumlah pupuk Kalium (kg) X5 = luas lahan garapan (ha) a, bi = parameter yang akan diduga e = bilangan natural. u = unsur sisa

Untuk memudahkan pendugaan, maka persamaan di atas dirubah

menjadi bentuk linear dengan cara melogaritmakan menjadi : In Y = Ina + b1lnX1 + b2lnX2 + b3lnX3 + b4lnX4 + b5lnX5 + u

Perhitungan besaran parameter yang diuji, dilakukan dengan menggunakan metoda Ordinary least Square (0LS).

Model pendugaan yang dihasilkan perlu dikaji terlebih dahulu kaitannya dengan multicollirlearity. Untuk menduga apakah pada model terdapat masalah multikolineritas, menurut Maddala (1977) dan Gudjarati (1978), dapat dilihat dari nilai koefisierl determinasi (R2) dan nilai t-hitung. Bila nilai R2 tinggi, akan tetapi masih ada peubah bebas yang mempunyai nilai t-hitung lebih kecil dari satu, maka pada model tersebut diduga terdapat masalah multicollinearity. Menurut Farrar Glauber dalam Gujarati (1988) adanya multicollinierity, ditandai dengan tingginya nilai R2 dari model, tetapi korelasi parsial peubah bebas bernilai rendah.

Untuk itu perlu diketahui besarnya kontribusi tambahan (incremental contribution) dari setiap faktor produksi (peubah bebas) baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama terhadap R2 totalnya. Peubah bebas yang tidak atau sangat kecil memberikan kontribusi dalam menerangkan proses produksi dalam proses selanjutnya dikeluarakan dari model. Nilai kontribusi setiap peubah bebas diperoleh dengan menggunakan formula Theil (1979) sebagai berikut :

© 2004 Digitized by USU digital library 5

Page 6: Tanam Jahe

(1 -R2) t2xi Cxi = --------------

(n-k) dengan : Cxi = kontribusi peubah bebas ke -i R2 = koefisien determinasi fungsi produksi t2xi = nilai kuadrat t-hitung peubah bebas ke-i n = banyaknya contoh k = banyaknya variabel bebas

Asumsi lain dari model penduga yang perlu ditelaah adalah

heteroskedastisitas. Untuk itu digunakan uji Goldfeld Quandt dengan langkah-langkah : data observas peubah bebas diurut dari nilai terendah, menghilangkan data yang ada di tengah sebanyak c sehingga tebentuk dua kelompok data yang berjumlah (N -c)/2, kedua kelompok dianalisis regresi dengan jumlah kuadrat sisa (RSS, Residual Sums of Squaer) RSSl1 dan RSS2,dan dicari (RSS2/db)/(RSS1/db). Keputusan keterpenuhinya asumsi ini melalui perbandingannya dengan F-tabel.

Untuk mengetahui apakah suatu input perlu ditingkatkan atau diturunkan, dapat diperoleh dengan membandingkan nilai produk marjinal dengan biaya korbanan marj inal, yakni dengan kaidah : jika : VMPxi/Pxi > 1, berarti penggunaan input perlu ditingkatkan

VMPxi/Pxi = 1, berarti alokasi input optimal VMPxi/Pxi < 1, berarti penggunaarl input perlu dikurangi

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Gambaran Umum perjahean di daerah penelitian

Masyarakat Sumatera Utara sudah sejak lama mengenal komoditi jahe meskipun bukan sebagai tanaman utama. Sejak tahun 1966 tanaman jahe sudah mulai berkembang dan di produksi secara besar-besaran. Langkah ini ditempuh disebabkan harga jahe yang cukup baik bagi petani pada waktu itu, yakni Rp 100 per kilogram basah. Sejak saat itu, jahe mengalami perkembangan dengan kabupaten Simalungun sebagai sentara produksi selain kabupaten Deli serdang serta Balige. Tetapi, perkembangan jahe mengalami penurunan drastis pada tahun 1969. Hal ini disebabkan jatuhnya harga jahe di pasaran yang harga Rp 2,50 per kilogram karena itu para petani jahe beralih ketanaman lain yang lebih menguntungkan. Perkembangan jahe membaik lagi pada tahun 1971 karena terjadi kenaikkan harga. Menurut Dinas Perkebunan kabupaten Simalungun, pada tahun 1971, produksi jahe di Simalungun berkisar 470 ton yang meningkat menjadi 3.709 ton pada tahun 1975. Hingga tahun 1982, menurut Dinas Pertanian setempat, di Simalungun terdapat 238 hektar pertanaman jahe yang menghasilkan 3.465 ton. 2. Analisis Produksi 2.1. Deskripsi usahatani jahe petani sampel

Pengolahan tanah sebagai langkah awal budidaya jahe di lokasi penelitian umumnya di lakukan dengan menggunakan traktor sebanyak dua

© 2004 Digitized by USU digital library 6

Page 7: Tanam Jahe

kali. Ketika pengolahan tanah ke dua, pupuk kandang diberikan, dan selanjutnya dilakukan pembedengan. Penanaman dan pemupukan awal dilakukan bersama-sama, sedangkan pemupukan kedua dilakukan bersamaan dengan penimbunan. Pemeliharaan berupa penyiangan sebanyak 2-3 kali tergantung kepada keadaan gulma. Pada petani contoh tidak ditemui penggunaan obat-obatan untuk melindungi dan merangsang pertumbuhan jahe. Menurut sebahagian petani, untuk menghindari penyakit yang disebabkan oleh bakteri Pseudomonas dapat dilakukan dengan menumpangsarikan jahe dengan tanaman cabe.

Lahan garapan untuk pertanaman jahe berupa lahan yang sudah lama tidak diusahakan dan lahan bukaan baru berupa hutan. Penggunaan lahan pertanaman jahe pada umumnya berpola monokultur dengan sebahagian kecil mengadakan tumpang sari dengan tanaman cabe. Lahan pertanaman jahe hanya digunakan untuk 2-3 kali pertanaman untuk selanjutnya ditinggalkan atau ditanami dengan tanaman palawija. Pola ini diterapkan karerla adanya indikasi bahwa pada pertanaman selanjutnya produktivitas lahan untuk pertanaman jahe merosot jauh bila tidak disertai dengan pemupukan terutama pupuk kandang dengan dosis yang lebih tinggi. Banyaknya input produksi yang digunakan oleh petani contoh dapat dilihat pada Tabel 5.1.

Besarnya input produksi dan output usahatani jahe pada 30 petani sampel dapat dilihat pada Tabel 5.1. Dari data tersebut terlihat bahwa tingkat pemakaian input secara umum lebih tinggi dibandingkan dengan dosis anjuran. Namun hal ini diikuti pula dengan tingkat produksi yang secara rata-rata lebih tinggi pula.

Tabel 5.1. Rata-rata input dan output produksi petani sampel No. Jenis parameter Rata-rata Std.Deviasi 1. Luas lahan 0.61 0.43 2. Pupuk kandang (ton/ha) 11.04 2.34 3. Pupuk Nitrogen (kg/ha) 54.12 18.39 4. Pupuk Fosfor (kg/ha) 122.89 39.32 5. Pupuk Kalium (kg/ha) 127.09 27.92 Produksi (ton/ha) 20.20 2.82 Sumber : Data Primer

Dalam memperoleh sarana produksi pupuk, baik pupuk kandang dan

pupuk bua tan, petani memperolehnya dari pedagang setempat. Pada umumnya, sarana produksi yang dibeli petani diantar langsung oleh pedagang ke lokasi pertanian. Pupuk kandang yang digunakan oleh petani berasal dari peternakan ayam yang diperoleh dari kabupaten Asahan atau Deli Serdang yang berdekatan dengan kabupaten ini. 3. Pendugaan Kadel Fungsi Produksi

Dari data yang berhasil dikumpulkan, yakni besaran input dan otuput dari usahatani jahe yang dilakukan petani sampel seperti yang terlihat pada Lampiran 1, maka diperoleh hasil analisis fungsi produksi penduga (Lampiran.

© 2004 Digitized by USU digital library 7

Page 8: Tanam Jahe

2) seperti yang terlihat pada Tabel 5.2. Dari hasil analisis tersebut terlihat bahwa, besaran Koefisien determinasi (R2) yang cukup tinggi (0.9561) menunjukkan bahwa semua peubah bebas dapat menerangkan peubah produksi sebesar 95.61 %. Dan hasil analis juga menunjukkan bahwa, semua peubah bebas secara bersama-sama memperlgaruhi produksi yang dinyatakan oleh nilai F - hitung (269.298) yang sangat nyata, namun secara mandiri hanya peubah pupuk kandang dan luas lahan garapan yang berpengaruh terhadap produksi .Disamping itu koefisien korelasi parsial beberapa peubah bebas sangat rendah. Melihat hasil analisis ini, maka terdapat dugaan bahwa fungsi produksi yang terbentuk belum memenuhi asumsi bebas dari multikolinearitas.

Tabel 5.2. Hasil analisis fungsi produksi usahatani jahe di tingkat petani Parameter Koefisien standard t-hitung

Regresi error

Corlstarlt 1.9850 Pupuk Kandang 0.3491 0.0883 3.955** Pupuk Nitrogen 0.2772 0.1139 2.433tn

Pupuk Fosfor 0.0817 0.1180 0.692tn Pupuk Kalium -0.2566 0.1494 -1.717tn

Luas garapan 0.6470 0.1076 6.013** Adjusted R2 = 0.9491

R2 = 0.9561 F - hitung= 269.298**

**) = berbeda pacta selang kepercayaan 99 % tn) = tldak berbeda pada selang kepercayaan 95 %

Fungsi produksi yang dihasilkan menyatakan bahwa model fungsi

produksi layak digunakan yang ditandai dengan nilai F – hitung yang berbeda sangat nyata dan nilai R2 (koefisien determinasi) 0.9803 yang menyatakan bahwa peubah yang digunakan mampu menerangkan peubah produksi dengan peranannya sebesar 98.03%. Ketiga peubah yang digunakan, yakni luas lahan garapan, pupuk kandang dan pupuk nitrogen berpengaruh secara bersama – sama maupun secara sendiri terhadap produksi.

Dengan demikian model fungsi produksi yang digunakan adalah sebagai berikut:

Y* = 0.0051 + X1

* 0.7418 + X2* 0.3191 + X3

* 0.5604

dengan :

Y* = produksi (ton) X1*= pupuk kandang (ton) X2*= pupuk nitrogen (kg) dan X3*= luas lahan garapan (ha)

© 2004 Digitized by USU digital library 8

Page 9: Tanam Jahe

4. Penafsiran Model Fungsi Produksi Dari nilai parameter fungsi ini dapat diketahui ukuran elastisitas produksi suatu peubah pada kondisi ceterisparibus. Elastisitas pupuk kandang 0.3344 berarti, bila pupuk kandang ditambah sebesar 1% atau (66.633 kg), maka produksi akan meningkat sebesar 0,3344% (41.287 kg), bila pupuk nitrogen ditambah 1% (0.0314 kg), maka produksi akan meningkat sebesar 0.1830% (22.594 kg) dan bila luas lahan garapan ditambah sebesar 1% (0.006 ha) maka akan terjadi peningkatan produksi sebesar 0.5604% (69.191 kg) Dari hasil persamaan regresi yang dihasilkan juga dapat dilihat bahwa elastisitas produksi (Σ bi) sebesar 1,030 memberikan petujuk bahwa skala usaha berkemungkinan pada tahapan kenaikan hasil yang semakin meningkat (increasing return to scale). Pada kondisi ini berarti, setiap panambahan semua faktor sebesar satu persen, maka produksi akan meningkat sebasar 1,0778 persen. Untuk menguji tingkat efisiensi ekonomis ditentukan menurut besarnya rasio nilai produk marjinal (VMP) dan biaya korbanan marjinal untuk setiap faktor produksi. Jika basarnya rasio sama dengan satu berarti, keuntungan maksimum telah tercapai atau dengan kata lain pengguanaan faktor produksi berada pada tingkat optimum. Jika rasio ini tidak sama dengan satu maka diduga tingkat produksi jahe tidak berada dalam keuntungan yang optimum (keadaan ekonomis). Biaya korbanan marjinal (Px) dari faktor produksi luas lahan garapan, pupuk kandang dan pupuk nitrogen merupakan harga representatif. Rasio nilai produk marjinal dengan harga korbanan peubahnya tertera pada tabel 5.6. Dari tabel tersebut diperoleh bahwa rasio VMP/Px dari masing – masing faktor produksi pada kondisi sekarang tidak sama satu sama lain dan lebih besar dari satu. Hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan usahatani jahe pada saat penelitian belum berada pada komdisi optimum. Jika dilihat dari besarnya perbandingan antara VMP/Px, maka dapat dikatakan bahwa input – input produksi perlu dinaikkan untuk memperoleh keuntungan yang optimum. Tabel 5.6. Rasio VMP/Px, faktor – faktor produksi usahatani jahe di daerah penelitian

No. Uraian Luas Lahan P.Kandang Pupuk N 1. Rata-rata 0.51268 5.5489 26.5651 2. Koifisien regresi 0.5604 0.3344 0.1830 3. Produksi Marjinal 6.152789 0.618896 0.0707 4. VMP 1392017 170196.5 1954.95 5. Harga representatif 200 000 40 000 3950 6 NMP/Px 8.460085 4.254912 4.925305

Pada kondisi saat penelitian, rasio VMP/ PX lebih besar sari satu, yang berarti ingkat keuntungan dapat ditingkatkan dangan menambah jumlah penggunaan masing-masing faktor produkasi tergantung kepada besar kecilnya penguasaannya terhadap input produksi.

Dapat dikatakan bahwa, keuntungan maksimum tercapai dengan manikkan luas lahan garapan, pupuk kandang dan pupuk N. penggunaan pupuk kandang pada saat penelitian sebesar 11.04 ton per hektar harus ditingkatkan dosisinya, karena ratio antara VMP/Px nya masih lebih besar dari satu. Peningkatan dosis pupuk kandang ini dapat diterima, karena menurut Barus, dkk, (1989), pemberian pupuk

© 2004 Digitized by USU digital library 9

Page 10: Tanam Jahe

kandang mulai menunjukkan pengaruhnya pada taraf dosis lebih dari 20 – 25 ton per hektar.

Peningkatan dosis pupuk Nitrogen dari 54.12 kg / ha juga harus ditingkatkan untuk memperoleh keuntungan optimum yang diindikasikan oleh ratio VMP/Px-nya yang masih lebih besar dari satu. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian lapangan terdahulu, seperti yang dikemukakan Santoso, dkk,(1989) yang menyatakan, pemberian 100 kg N per hektar secara nyata meningkatkan produksi dan ukuran rimpang. Bahkan menurut Januati, dkk., ( 1989) hingga pada taraf dosis 800 kg per hektar, tetap meningkatkan produksi. Karena itu kenaikan dosis N dari rata – rata penggunaan petani sampel masih dapat diterima.

Dari ratio VMP/Px luas lahan garapan yang lebih besar dari satu juga memberikan, indikasi bahwa untuk meningkatkan keuntungan dapat ditempuh melalui perluasan areal garapan rata–rata petani. Hanya saja pada penerapan kondisi ini dapat menimbulkan degradasi lahan bila tidak dilakukan pemantauan secara sekasama, mengingat pemanfaatan lahan untuk budidaya jahe yang diperaktekkan petani pada umumnya hanya dilakukan dua atau tiga kali pertanaman pada lahan tersebut. Lahan untuk pertanaman jahe biasanya digunkan lahan-lahan yang masih relatif baru, sehingga perluasan areal pertanaman dapat saja mengganggu kelestarian sumberdaya lahan.

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan Dari hasil analisis dan pembahasan pada bagian terdahulu dapat dikemukan beberapa kesimpulan sebagai berikut.

a. Faktor –faktor yang mempengaruhi produksi jahe adalah luas garapan lahan, jumlah pupuk kandang dan jumlah Nitrogen yang diberikan. Secara ekonomis, usaha tani jahe belum berada pada kondisi keuntungan yang optimum.

b. Untuk memperoleh keuntungan yang optimal, maka luas lahan garapan, jumlah pupuk kandang dan pupuk Nitrogen harus ditingkatkan.

2. Saran Untuk meningkatkan penerimaan devisa dan sekaligus pendapatan petani jahe dapat disarankan untuk meneliti lebih lanjut besarnya peranan masing–masing input dalam menigkatkan produksi guna menghemat pengguanaan sumberdaya dan mewaspadai dampaknya terhadap kelestarian sumberdaya lahan.

© 2004 Digitized by USU digital library 10

Page 11: Tanam Jahe

DAFTAR BACAAN Barus, A., Santoso, D., dan Sudiarto 1989. Pengaruh Dosis Pupuk Kandang Sapi

terhadap Pertumbuhan dan Produksi Rimpang Jahe. Makalah pada Simposium I Hasil Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri.

Biro Pusat Statistik., 1989. Ekspor Impor 1988. Statistik Perdagangan Sumatera

Utara. Kantor Statistik Sumatera Utara. Medan. Biro Pusat Statistik., 1988. Sumatera Utara dalam Angka. Kantor Statistik Sumatera

Utara. Medan. Gudjarati, D. 1978. Basic Econometrics. Mc.Graw Hill Inc. Tokyo. Johnston, J., 1972. Econometrics Methods. Second Edition. International Student

Edition Mc.Graw Hill Book Company. Tokyo. Kantor Wilayah Departemen Perdagangan Sumatera Utara., 1991 Komiditi Profile

Jahe Sumatera Utara. Medan. Maddala, G.S., 1977. Econometrics. International Student Edition Mc.Graw Hill Book

Company. Tokyo. Pribadi, E.R., dan Romeilisa, P., 1988. Kajian Efisiensi Produksi Jahe pada dua Type

Usahatani di Kecamatan Cugenang Kabupaten Cianjur Jawa Barat. Bulletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Vol 3. No. 1. 1988. Bogor.

Supranto, J., 1984 Ekonometrik. Buku Dua. Lebaga Penerbit Fakultas Ekonomi

Universitas Indonesia. Jakarta. Theil, H., 1971. Principles of Econometrics. A Wiley / Hamilton Publication. John

Wiley & Sons Inc. New York. Trubus.,1988. Peluang Usaha Menanam Jahe. Info Agribisnis. No.5. Th.i. Mei 1988,

hal 2. Trubus., 1990. Dicari Jahe Muda untuk Ekspor. Info Agribisnis. No.27. Th.II. Maret

1980 hal 1.

© 2004 Digitized by USU digital library 11