tasawuf ema

Download Tasawuf Ema

If you can't read please download the document

Upload: luckman

Post on 04-Jan-2016

3 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

tasawuf

TRANSCRIPT

10MASA DEPAN TASAWUFMAKALAHDisusun Guna Memenuhi TugasMata Kuliah : Ilmu TasawufDosen Pengampu: Aristoni,S. Hi M.HDisusun Oleh :1. Tri Mawar Ningsih(1320310094)2. Choirus Saadah(1320310095)3. Ema Andriyani(1320310105)10SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KUDUSJURUSAN/PRODI SYARIAH ( MBS )TAHUN 2015BAB IPENDAHULUANLatar BelakangTasawufadalahsalah satu cabang ilmu Islam yang menekankan dimensi atau aspek spiritual dalam Islam. Dalam kaitannya dengan manusia, tasawuf lebih menekankan aspek rohaninya ketimbang aspek jasmaninya. Dalam kaitannya dengan kehidupan, ia lebih menekankan kehidupan akhirat ketimbang kehidupan dunia yang fana.Orang yang ahli dalam tasawuf disebut dengan seorang sufi.Seorang sufi menekankan aspek rohaninya daripada aspek jasmaninya. Seorang sufi selalu berusaha untuk dekat dengan Tuhan-nya. Dan untuk mencapai itu, terdapat tingkatannya, yaitu taubat, zuhud, sabar, kefakirankerendahan hati, takwa, tawakkal, kerelaan, cinta, ma'rifat.Rumusan MasalahBagaimana Landasan Normatif Tasawuf?Bagaimana Tasawuf Dan Pembangunan Masa Depan? Apa Neo Sufisme Itu?Bagaimana Hubungan Syariat Dan Thariqat?Bagaimana Hubungan Taswuf Dan Integrasi Kehidupan?BAB IIPEMBAHASANLandasan Normatif TasawufIslam adalah agama pertengahan (wasath), bila dibanding dengan kedua agama samawi pendahuluannya. Agama Yahudi, misalmya lebih menekankan kepada aspek legalistik yang berorientasi kepada kemasyarakatan. Sementara agama kristen lebih menekankan kepada aspek spiritualistik seperti pengalaman rohani sehingga membuat agama itu terkesan lembut (kasih).Maka sebagai bentuk pertengahan (wasath) dari agama pendahuluannya itu, Islam mengandung ajaran-ajaran hukum dengan orientasi kepada masalah-masalah tingkah laku secara lahiriyah seperti agama Yahudi, tetapi juga mengandeng ajaran-ajaran ketuhanan yang mendalam seperti pada agama Kristen. Bahkan sesungguhnya ntara keduanya itu tidak bisa dipsahkan, meskipun bisa dibedakan. Sebab, ketika orang muslim dituntut untuk tunduk mepada suatu hukum tingkah laku lahiriyah, ia diharapkan atau diharuskan menerimanya dengan ketulusan yang tertib dari lubuk hatinya. Ia harus merasakan ketentuan hukum itu sebagai sesuatu yang menjadi komitmen spiritualnya. Kenyataan seperti ini adalah sebagaimana tercermin dalam kitab-kitab fiqh, yang selalu dimulai dengan bab thaharah (penyucian lahir), sebagai awal penyucian batin.Walaupun begitu, tetap ada kemungkinan bagi seseorang untuk mengenalin mana yang lahiriyah, dn mana yang batiniyah. Sebenarnya sejak zaman Rasulullah sendiri sudah terdapat kelompok shabat nabi yang lebih tertarik kepada hal-hal yang bersifat lebih batiniyah itu. Disebut-sebut misalnya Ahli al-Shuffah, yaitu sejumlah sahabat yang lebih memilih hidup fakir, dan sangat setia kepada masjid sehingga kemudian kelompok ini sering diacu sebagai teladan kehidupan saleh di kalangan para sahabat.Al-Quran sendiri memuat berbagai firman yang merujuk kepada pengalaman spiritual nabi. Misalnya, lukisan tentang dua kali nabi bertemu dan berhadapan dengan malaikat Jibril serta Allah SWT. Yang pertama adalah pengalaman beliau ketika menerima wahyu di Gua Hira. Dan yang kedua adalah pengalaman beliau ketika melakukan perjalanan Isra Miraj. Kedua pengalaman beliau ini dilukiskan oleh A-Quran Surah Al-Najm 1-8.Bagi kaum sufi menganggap bahwa pengalaman nabi sewaktu menjalankan Isra Miraj adalah sebuah contoh puncak pengalaman rohani yang hanya dipunyai oleh seorang nabi. Sekalipun begitu, kaum sufi berusaha untuk meniru dan berusaha untuk mengulnginya untuk dirinya sendiri, dalam dimensi, format, dan skala yang sepadan dengan kemampuan diri mereka. Sebab inti pengalaman itu ialah penghayatan yang pekat akan situasi diri yang sedang ada di hadapan Tuhan, dan bagaimana ia bertemu dengan dzat yang maha tinggi. Pertemuan dengan Tuhan dihayati oleh orang sufi sebagai puncak kebahagiaan, yang dilukiskan dalam sebuah hadits sebagai sesuatu yang tak pernah dilihat oleh mata tak terdengar oleh telinga dan terbertik dalam hati manusia. Sebab, dalam pertemuan itu segala rahasia kebenaran telah tersingkap untuk sang hamba dan sang hamba pun lebur dan sirna (fana) dalam kebenaran. Maka ibn Arabi, misalnya, melukiskan metode atau thariqahnya sebagai perjalanan ke arah penyingkapan cahaya ilahi, melalui pengunduran diri (khalwat) dari dunia ramai.Demikianlah gerak keluar dari dunia kasat mata ini (transendensi) adalah miraj spiritual para mistikus yang tertinggi, karena itu dirasakan amat mengasikkan. Dalam suasana transendensi, seorang sufi tiba-toba merasa memasuki realitas baru, realitas yang terbebaskan dari hidup kebengisan, kebekuan dan kejenuhan. Bagi kaum sufi, realitas spiritual yang dilaluinya, itu bukan realitas semu, ini sebagaimana ketika kita berada di depan layar dan hanyut dalam alur cerita bioskop.Pentingnya esoterisme dalam islam tak bisa dipungkiri, namun apakah transendensi seperti yang dialami seperti para sufi dan yang terpisah dari dunia kini dan disini itu merupakan terminal akhir dari dambaan setiap muslim. Al-Quran dengan tegas menyatakan tidak sebab menurut Al-Quran dunia itu riil, bukan maya. Beberapa ayat berulang kali menegaskan agar kita beriman kepada Allah, hari akhir dan amal saleh. Ketika term itu merupakan isyarat sekaligus formulasi yang menyatukan dimensi spiritual yang mengarah pada realitas transendental, dan aktivitas komplit dalam sejarah. Konsepsi amal saleh dalam Al-quran, selalu mengasumsikan tiga hal secara serasi dan serentak. 1. Amal saleh mengharuskan adanya kesadaran spiritual suatu perjuangan dan pendakian spiitual yang berujung pada penyucian diri. 2. Amal saleh adalah juga beramal untuk peningkatan dan perbaikan kualitas diri. Tidak ada amal saleh dalam Islam yang jika melakukannya akan merusak pelaku, tetapi yang ada justru menyiehatkan pelakunya.3. Amal saleh selalu mengasumsikan dampak riil positif bagi perbaikan sosial Dan konsep esoterisme Islam seperti tersebut, lebih banyak dikembangkan oleh neosufisme.Islam sebagai sistem ajaran keagamaan yang lengkap dan utuh, sebagaimana telah dituturkan di atas, telah memberi tempat kepada jenis penghayatan keagamaan baik yang eksoterik (dhahiri) maupun yang bathini (esoterik). Amin Syukur Dan Abdul Muhayya, Tasawuf Dan Krisis, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2000, hal., 34-38 Tasawuf Dan Pembangunan Masa Depan Tasawuf adalah bagian dari syariat islam, yakni perwujudan dari ihsan, salah satu dari tiga kerangka ajaran islam yang lain, yakni iman dan islam. Oleh karena itu bagaimanapun, perilaku tasawuf harus tetap berada dalam kerangka syariat.Tasawuf sebagai manifestasi dari ihsan, merupakan penghayatan seseorang terhadap agamanya, dan berpotensi besar untuk menawarkan pembebasan spiritul, sehingga ia mengajak manusia mengenal dirinya sendiri, dan akhirnya mengenal Tuhannya. Lahirnya tasawuf sebagai fenomena ajaran Islam, diawali dari ketidakpuasan terhadap praktk ajaran Islam yang cenderung formalisme dan legalisme, selain itu, tasawuf juga sebagai gerakan moral (kritik) terhadap ketimpangan sosial, politik, moral, dan ekonomi yang dilakukan oleh umat Islam, khususnya kalangan penguasa pada waktu itu. Pada saat demikian tampillah beberapa orang tokoh untuk memberikan solusi, dengan ajaran tasawufnya. Solusi tasawuf terhadap formalisme dan legalisme dengan spiritualisasi ritual, merupakan pembenahan dan transformasi tindakan fisik ke dalam tindakan batin. Sedangkan reaksi terhadap sikap politik dan ekonomi penguasa akibat telah diraihnya kemakmuran material yang menimbulkan sikap kefoya-foyaan, berupa penanaman sikap isolasi dan hiruk pikuknya duniawi. Faktor internal lainnya ialah reaksi kaum muslimin terhadap sistem sosial, politik, budaya dan ekonomi de kalangan Islam sendiri. Dengan kemakmuran di satu pihak, dan di pihak lain terjadinya pertikaian poitik intern umat Islam yang menyebabkan perang sauara antara Ali ibn Abi Thalib dengan Muawiyah bermula dari al-fitnah al-kubra yang menimpa khalifah ketiga, Utsman ibn Affan, maka sebagian tokoh agama mengambil jarak dengan kehidupan sosial politik.Dari pemahaman terhadap ajaran-ajaran tersebut, lahirlah pemaknaan yang menumbuhkan konsep zuhud dalam tasawuf. Dalam rentangan sejarahnya, pengaplikasian dari konsep ini dapat di klasifikasikan menjadi dua macam yaitu zuhud sebagai maqam dan zuhud sebagai akhlak Islam. Amin Syukur, Tasawuf Sosial, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2004, hal., 12-14Neo-Sufisme Neo-Sufisme adalah jenis kesufian yang terikat dengan syariah, atau dalam wawasan dalam Ibn Taimiyah jenis kesufian yang merupakan kelanjutan dari ajaran Islam itu sendiri sebagaimana termaktub dalam Al-Quran dan Sunnah, dan tetap berada dalam pengawasan kedua pengawasan sumber utama ajaran Islam tersebut, kemudian ditambah dengan ketentuan untuk tetap menjaga keterlibatan dalam masyarakat secara aktif. Neo-Sufisme adalah sufisme yang di perbaharui (reformed sufism). Sebagian besar sifat ekstatik metafisi dan kandungan mistiko-filosofis yang sebelumnya dominan dalam tasawuf awal digantikan dengan kandungan yang tidak lain dari pada postulat-postulat agama (Islam) ortodoks (salaf). Ali Maksum,Tasawuf Sebagai Pembebasan Manusia Modern, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2003, hal., 113 Kebangkitan Neo-Sufisme adalah ahl al hadis. Ahl al hadis menyimpulkan bahwa sama sekali tidak mungkin mengabaikan sufisme. Neo-Sufisme menekankan aktifisme salafi dan menanamkan kembali sikap positif kepada dunia. Jadi, Neo-Sufisme sangat menanamkan perlunya perlibatan diri dalam masyarakat secara lebih kuat dari pada sufisme lama. Amin Syukur, Tasawuf Dan Krisis, Op.Cit, hal., 39Hubungan Syariat dan ThariqatDalam konsepsi agama Islam terdapat konsep Iman, Islam dan Ihsan yang ketiga nya secara ideal merupakan satu kesatuan yang tidak boleh dipisahkan dalam rangka ke Islaman seseorang. Atau dengan kata lain, Islam sebagai suatu sistem ajaran keagamaan yang lengkap dan utuh, telah memberi tempat kepada jenis penghayatan, keagamaan yang eksoterik (lahiri) serta esoterik (bathini) secara sekaligus. Tekanan yang berlebihan kepada salah satu dari dua aspek penghayatan itu akan menghasilkan perbincangan yang menyalahi prinsip tawazun (keseimbangan dalam Islam). Namun, dalam prakteknya masih banyak kaum muslim yang penghayatan ke Islamannya lebih mengarah kepada yang lahiri, atau disebut Ahl Al-Zhawahir, dan banyak pula yang lebih mengarah kepada yang bathini.Kaum syariah adalah mereka yang lebih menitikberatkan perhatian kepada segi-segi legal formla. Sememntara kaum sufi adalah mereka yang banyak berkecimpung di dalam amalan-amalan bathin Islam. Dalam sejarah pemikiran Islam, antara kedua orentasi penghayatan keagamaan ini, sempat terjadi ketegangan dan polemik, disertai sikap-sikap saling menuduh bahwa lawannya adalah penyeleweng dari agama dan sesat, atau penghayatan keagamaan mereka tidak sempurna. Tiga dimensi agama Islam, yaitu syariah, thariqah, dan hakikat, dari suatu sudut pandangan, linier dengan tiga dimensi keagamaan yang lain, sebagaimana telah disebutkan diatas, yaitu Iman, Islam, dan Ihsan. Nabi Muhammad SAW mendeskripsikan ihsan sebagai dimensi terdalam setelah al Islam (penyerahan diri) dan al iman pemahaman yang benar. Amin Syukur, Menggugat Tasawuf, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 1999., hal 133-135Tasawuf Dan Integrasi KehidupanYang di cari manusia dalam kehidupan ini ialah kebahagian dunia dan akhirat. Tapi bagaimana kedua macam kebahagian itu dapat dicapai tanpa harus mematikan yang satu untuk mendapatkanyang lain, tapi dapat dicapai secara selaras dan secara bersama. Dalam kenyataan ini, manusia terbagi menjadi tiga:Sebagian manusia mengorbankan kehidupan duniawi dan mengejar ukhrawi.Sebagian manusia mengejar ukhrawinya dan mengorbankan kehidupan duniawiKelompok yang mamapu mengejar keduanya.Kebanyakan masyarakat Barat yang hidup dalam suasana sekularisme, kebanyakan hanya mengoreantasikan hidupnya pada kelompok kedua, yaitu mendapatkan kehidupan duniawi sebanyak-banyaknya, dengan mengorbankan spiritual. Maka, ketika kesenangan duniawi telah di dapat dengan kemewahan materi yang dikumpulkannya, jiwa-jiwa mereka lapar dan haus akan kebutuhan spiritual tercampakan. Ketika itu pula, mereka menderita bathin dan mencoba untuk lari kepada pemenuhan diri yang lebih sepiritual.Sesungguhnya keseluruhan program sufisme atau cara-cara spiritual atau thariqah, adalah untuk membebaskan manusia dari penjara berbagai masalah, untuk menyembuhkan mereka dari kemunafikan dan menjadikan dirinya sebagai manusia yang utuh, karena dengan menjadi manusia yang utuh akan diliputi oleh kesucian. Praktek tasawuf yang benar tidak bisa dipisahkan dari kerangka wahyu atau ajaran agama yang menjadi sumbernya. Dengan kata lain, spiritualisme harus dipegang dan dipraktekan dalam kerangka agama, tidak di luarnya. Ali Maksum,Tasawuf Sebagai Pembebasan Manusia Modern, Op.Cit hal., 122-127BAB IIIPENUTUPKesimpulanIslam adalah agama pertengahan (wasath), bila dibanding dengan kedua agama samawi pendahuluannya. Agama Yahudi, misalmya lebih menekankan kepada aspek legalistik yang berorientasi kepada kemasyarakatan. Sementara agama kristen lebih menekankan kepada aspek spiritualistik seperti pengalaman rohani sehingga membuat agama itu terkesan lembut (kasih).Tasawuf adalah bagian dari syariat islam, yakni perwujudan dari ihsan, salah satu dari tiga kerangka ajaran islam yang lain, yakni iman dan islam. Oleh karena itu bagaimanapun, perilaku tasawuf harus tetap berada dalam kerangka syariat.Neo-Sufisme adalah jenis kesufian yang terikat dengan syariah, atau dalam wawasan dalam Ibn Taimiyah jenis kesufian yang merupakan kelanjutan dari ajaran Islam itu sendiri sebagaimana termaktub dalam Al-Quran dan Sunnah.Dalam konsepsi agama Islam terdapat konsep Iman, Islam dan Ihsan yang ketiga nya secara ideal merupakan satu kesatuan yang tidak boleh dipisahkan dalam rangka ke Islaman seseorang. Sesungguhnya keseluruhan program sufisme atau cara-cara spiritual atau thariqah, adalah untuk membebaskan manusia dari penjara berbagai masalah, untuk menyembuhkan mereka dari kemunafikan dan menjadikan dirinya sebagai manusia yang utuh.Saran Demikianlah makalah ini kami buat, atas kesalahan yang baik sengaja atau tidak sengaja dalam penyusunana makalah ini, kami mohon maaf, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan untuk memperbaiki makalah kami selanjutnya. Selamat membaca dan semoga bermanfaat.DAFTAR PUSTAKAAmin Syukur Dan Abdul Muhayya, Tasawuf Dan Krisis, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000. , Menggugat Tasawuf, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999. , Tasawuf Sosial, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004Ali Maksum,Tasawuf Sebagai Pembebasan Manusia Modern, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003