tatalaksana nutrisi pasien penyakit kritis...
TRANSCRIPT
i
Universitas Indonesia
UNIVERSITAS INDONESIA
TATALAKSANA NUTRISI PASIEN PENYAKIT KRITIS
DENGAN SEPSIS
SERIAL KASUS
VETINLY
1106142633
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS-1
PROGRAM STUDI ILMU GIZI KLINIK
JAKARTA
JANUARI 2014
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
ii
Universitas Indonesia
UNIVERSITAS INDONESIA
TATALAKSANA NUTRISI PASIEN PENYAKIT KRITIS
DENGAN SEPSIS
SERIAL KASUS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Spesialis Gizi Klinik
VETINLY
1106142633
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS-1
PROGRAM STUDI ILMU GIZI KLINIK
JAKARTA
JANUARI 2014
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
iii
Universitas Indonesia
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Laporan serial kasus ini adalah hasil karya saya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar
Nama : Vetinly
NPM : 1106142633
Tanda tangan :
Tanggal : 3 Januari 2014
ii
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
iv
Universitas Indonesia
HALAMAN PENGESAHAN
Serial Kasus ini diajukan oleh :
Nama : Vetinly
NPM : 1106142633
Program Studi : Program Pendidikan Dokter Spesialis-1
Program Studi Ilmu Gizi Klinik
Judul Serial Kasus : Tata Laksana Nutrisi Pasien Penyakit Kritis dengan Sepsis
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima
sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
Spesialis Gizi Klinik pada Program Studi Ilmu Gizi Klinik, Program
Pendidikan Dokter Spesialis-1, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing : dr. Samuel Oetoro, MS, SpGK (…..…………..)
Penguji I : Dr. dr. Johana Titus, MS, SpGK (………………..)
Penguji II : dr. Victor Tambunan, MS, SpGK (………………..)
Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 3 Januari 2014
iii
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
v
Universitas Indonesia
KATA PENGANTAR
Puji syukur dan terima kasih kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan
karuniaNya, maka penulis dapat menyelesaikan laporan serial kasus ini. Laporan
serial kasus yang berjudul “Tata Laksana Nutrisi Pasien Penyakit Kritis dengan
Sepsis”, disusun sebagai tugas akhir dalam menempuh Program Pendidikan
Dokter Spesialis Gizi Klinik di Departemen Ilmu Gizi FKUI-RSCM, Jakarta.
Ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya penulis haturkan kepada dr.
Samuel Oetoro, MS, SpGK selaku pembimbing akademik, karena selesainya
penyusunan laporan kasus serial ini tidak lepas dari bimbingan, perhatian dan
dukungan beliau.
Kepada Dr. dr. Fiastuti Witjaksono, MSc, SpGK selaku kepala departemen
Ilmu Gizi FKUI, dr. Sri Sukmaniah. MSc, SpGK selaku ketua program studi
PPDS-1 IGK FKUI, DR.dr. Johana Titus, MS, SpGK sebagai sekretaris program
studi PPDS-1 IGK FKUI dan seluruh dosen pembimbing di RSCM serta rumah
sakit jejaring di RSUD Tangerang, RS Sumber Waras, dan RSAB Harapan Kita,
atas bimbingan selama masa pendidikan.
Penulis menghaturkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Dr. dr.
Luciana B. Sutanto, MS, SpGK, atas masukan dan bimbingan sepanjang
pengambilan data untuk laporan serial kasus ini.
Terima kasih kepada teman-teman peserta PPDS-1 IGK FKUI-RSCM
angkatan ketiga yang telah setia menemani dalam suka maupun duka selama
menjalani proses pendidikan di PPDS Ilmu Gizi Klinik FKUI. Kepada semua
rekan PPDS Ilmu Gizi Klinik FKUI-RSCM terima kasih atas dukungannya,
semoga persahabatan ini tetap berlanjut dan semoga kita dapat memanfaatkan
ilmu yang kita dapat untuk kebaikan dan kemajuan bersama.
Terima kasih kepada teman-teman dietisien RSCM, RSUD Tangerang, RS
Sumber Waras, dan RSAB Harapan Kita atas kerja sama yang terjalin baik selama
ini. Penghargaan tak terhingga kepada semua pasien di seluruh rumah sakit
pendidikan. Ucapan terima kasih kepada seluruh karyawan Departemen Ilmu Gizi,
atas bantuan dan dukungan selama menyelesaikan pendidikan ini.
iv
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
vi
Universitas Indonesia
Penulis juga menghaturkan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada
orangtua tercinta atas bantuan, dukungan serta doa yang tak putus-putusnya
dipanjatkan. Kepada suami tercinta Ali Yanto, ucapan terima kasih tak terhingga
penulis sampaikan atas cinta kasih dan kesabarannya mendampingi, memberikan
dukungan moril dan materiil selama ini. Kepada dua putri tercinta, Valencia dan
Graciela semoga kalian menjadi anak yang sukses di kemudian hari.
Akhir kata, penulis berharap Tuhan Yang Maha Kuasa membalas segala
budi baik semua pihak yang telah membantu. Semoga karya tulis ini memberikan
manfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan.
Jakarta, 3 Januari 2014
Penulis
v
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
vii
Universitas Indonesia
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di
bawah ini :
Nama : Vetinly
NPM : 1106142633
Program Studi : Ilmu Gizi Klinik
Fakultas : Kedokteran
Jenis Karya : Serial Kasus
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-
free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :
Tatalaksana Nutrisi Pasien Penyakit Kritis dengan Sepsis
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalih
media/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat
dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik hak cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Jakarta
Pada tanggal 3 Januari 2014
Yang menyatakan
(Vetinly)
vi
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
viii
Universitas Indonesia
ABSTRAK
Nama : Vetinly
Program Studi : Program Pendidikan Dokter Spesialis-1
Program Studi Ilmu Gizi Klinik
Judul : Tatalaksana Nutrisi Pasien Penyakit Kritis dengan
Sepsis
Pembimbing : dr. Samuel Oetoro, MS, SpGK
Sepsis adalah keadaan infeksi yang disertai dengan respon infeksi secara sistemik,
yang merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas pasien dengan
penyakit kiritis. Penyakit kritis dapat menyebabkan seorang pasien jatuh ke dalam
kondisi malnutrisi. Prevalensi malnutrisi pada pasien sakit kritis yang dirawat di
unit perawatan intensif adalah 50%. Tujuan penatalaksanaan nutrisi pasien sepsis
adalah untuk menurunkan stres metabolik, mencegah kerusakan sel akibat stres
oksidatif, dan memodulasi fungsi imun. Penatalaksanaan nutrisi meliputi kegiatan
skrining, assessment, terapi nutrisi, pemantauan dan evaluasi.
Pasien pada serial kasus ini adalah pasien dewasa dengan diagnosis sepsis
yang disebabkan oleh pneumonia (3 pasien) dan infeksi intraabdomen (1 pasien).
Komplikasi sepsis terbanyak dalam serial kasus ini adalah acute kidney injury
(AKI). Kebutuhan energi dihitung berdasarkan rule of thumb, yaitu 20-25 kkal/kg
BB/hari pada fase akut dan 25-30 kkal/kg BB/hari pada fase anabolik. Pada pasien
yang mendapat continuous renal replacement therapy (CRRT) diberikan energi
35 kkal/kg BB/hari. Pemberian protein dengan jumlah minimal 1,5 gram/kg
BB/hari diberikan kepada pasien tanpa AKI, sementara pada pasien dengan CRRT
diberikan protein 1,7 gram/kg BB/hari. Pemantauan terapi nutrisi meliputi tanda
klinis, toleransi asupan makanan, kapasitas fungsional, balans cairan, parameter
laboratorium dan antropometri.
Selama pemantauan didapatkan semua pasien dapat mencapai kebutuhan
energi total dalam waktu kurang dari tujuh hari, namun karena terjadi beberapa
efek samping seperti peningkatan volume residu lambung dan tekanan karbon
dioksida, maka dilakukan penurunan asupan pada 2 pasien. Pemberian nutrisi
pada pasien sakit kritis bersifat individual dan terintegrasi. Tatalaksana nutrisi
yang baik, diharapkan dapat menurunkan laju morbiditas dan mortalitas pasien
dengan sepsis.
Kata kunci : sepsis, sakit kritis, tatalaksana nutrisi
vii
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
ix
Universitas Indonesia
ABSTRACT
Name : Vetinly
Study Programme : Study Programme of Clinical Nutrition Specialist,
Faculty of Medicine, Universitas Indonesia
Title : Nutritional Management in Critically Ill Patient with
Sepsis
Counselor : dr. Samuel Oetoro, MS, SpGK
Sepsis is a state of infection accompanied by systemic inflammatory
response syndrome. It often associated with increase morbidity and mortality rate
in critically ill patient. Fifty percent of critically patient admitted in intensive care
unit were malnourished. Aims of nutritional management of septic patients are to
reduce metabolic stress, prevent cell damage from oxidative stress and modulate
immune function. Nutrition intervention in septic patients are including : nutrition
screening and assessment, nutrition therapy, monitoring and evaluation.
Subjects were four adult septic patients caused by pneumonia infection (3
patients) and intra-abdominal infection (1 patient). Most frequent septic
complications in this serial case report were acute kidney injury (AKI). Energy
requirementis calculated based on the rule of thumb, which is 20-25 kcal/kg
BW/day in the acute phase and 25-30 kcal/kg BW/day in the anabolic phase.
Patients whose receiving continuous renal replacement therapy (CRRT) were
given an energy of 35 kcal/kg BW/day. Minimal protein requirement for patient
without AKI was 1.5g/kg BW/day and in patients with CRRT protein intake were
1.7 grams/kg BW/day. Monitoring includes clinical symptoms, tolerance of food
intake, functional capacity, fluid balance, laboratory and anthropometric findings.
All patients were able to obtain total energy requirement in less than seven
days. However, reduction of total energy was appied in 2 patients after several
days of treatment due to increased gastric residual volume and carbon dioxide
pressure. Nutrition therapy in critically ill patients is individualized and
integrated. Proper nutrition therapy may decrease of morbidity and mortality rate
in septic patients.
Key word : sepsis, critically ill, nutrition therapy
viii
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
x
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .......................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iii
KATA PENGANTAR ................................................................................... iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ..................... vi
ABSTRAK ..................................................................................................... vii
DAFTAR ISI …………………………………………………..........……… ix
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xii
DAFTAR SINGKATAN ............................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xv
1. PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2. Tujuan ................................................................................................ 2
1.3. Manfaat Penulisan .............................................................................. 2
2. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 3
2.1. Patofisiologi sepsis ............................................................................. 4
2.2. Respon stres dan perubahan metabolik terhadap injuri, trauma dan
sepsis ..................................................................................................
7
2.3. Disfungsi multiorgan akibat sepsis….…...………………................. 11
2.4. Diagnosis sepsis ......................................……………………........... 13
2.5. Tatalaksana sepsis .........………………………………..................... 13
2.6. Tatalaksana nutrisi pada sepsis/penyakit kritis .................................. 14
2.6.1. Kebutuhan nutrisi pada sepsis .................................................. 15
2.6.2. Kebutuhan makronutrien .......................................................... 18
2.6.3. Kebutuhan mikronutrien.....………………………….............. 19
2.6.4. Kebutuhan nutrisi pada pasien sepsis yang menggunakan
ventilator....................................................................................
20
2.6.5. Imunonutrisi …..................………….………….………...... 20
2.6.6. Jalur pemberian nutrisi …………………..………..……......... 23
3. KASUS ..................................................................................................... 25
3.1. Metode pemilihan kasus ..................................................................... 25
3.2. Resume Kasus ....................................................................................
3.2.1. Kasus 1 Sepsis e.c. infeksi intra abdomen e.c. appendicitis
perforasi .................................................................................
25
3.2.2. Kasus 2 Sepsis e.c. pneumonia, fistula enterovesikokutan,
pasca laparotomi e.c. TBC usus …………………….…........
28
3.2.3. Kasus 3 Sepsis e.c. pneumonia, AKI, pasca histerektomi
subtotal atas indikasi atonia uteri ……...................................
32
3.2.4. Kasus 4 Sepsis e.c. pneumonia, AKI, eklampsia
gravidarum..............................................................................
35
ix
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
xi
Universitas Indonesia
4. PEMBAHASAN ……………………………………………………....... 39
5. KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………………....… 55
DAFTAR REFERENSI ………………………………………………....…. 57
x
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
xii
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Kriteria diagnostik sepsis .............................................…..
3
Tabel 2.2. Kriteria diagnostik sepsis berat ..........................................
4
Tabel 2.3. Gambaran klinis akibat defisiensi vitamin dan mineral
pada pasien yang dirawat di ICU .......................................
19
Tabel 4.1. Karakteristik subyek ...........................................................
39
Tabel 4.2. Persamaan untuk menghitung KET pada pasien dengan
penyakit kritis .....................................................................
50
xi
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
xiii
Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1.
Respon inflamasi pada sepsis .............................................
5
Gambar 2.2.
Patogenesis infeksi hingga terjadi syok septik ................... 7
Gambar 2.3.
Respon metabolik terhadap stres dan inflamasi sistemik
8
Gambar 2.4.
Metabolisme karbohidrat ......................................................
9
Gambar 2.5.
Early goal directed therapy ...................................................
14
Gambar 2.6.
Aktivasi jalur nuclear factor κB ...........................................
21
Gambar 2.7.
Komplikasi metabolik pemberian nutrisi parenteral ............
24
Gambar 3.1. GRV dan produksi ileostoma pasien VA ...........................
27
Gambar 3.2. Analisis asupan pasien VA selama perawatan di ICU .........
28
Gambar 3.3. Analisis asupan pasien FC selama perwatan di ICU ............
31
Gambar 3.4. paCO2 pasien FC selama perawatan di ICU .........................
32
Gambar 3.5. Penurunan fungsi ginjal pasien K .........................................
34
Gambar 3.6. Analisis asupan pasien K selama perawatan di ICU ............
35
Gambar 3.7. Kadar ureum dan kreatinin pasien JA ..................................
37
Gambar 3.8. Analisis asupan pasien JA selama perawatan di ICU ...........
38
Gambar 3.9. GRV pasien JA .....................................................................
38
xii
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
xiv
Universitas Indonesia
DAFTAR SINGKATAN
AA : asam arakhidonat
AARC : asam amino rantai cabang
AKG : Angka Kecukupan Gizi
AKI : acute kidney injury
ALI : acute lung injury
APACHE : acute physiology and chronic health evaluation
ARDS : acute respiratory distress syndrome
ASPEN : American Society for Parenteral and Enteral Nutrition
BB : berat badan
BTS : British Thoracic Society
CAP : community acquired pneumonia
CPIS : clinical pulmonary infection score
CRP : C-reactive protein
CRRT : continuous renal replacement therapy
CRT : capillary refill time
CT-scan : computerized tomography scan
CVC : central venous catheter
CVP : central venous pressure
CVVH : continuous venovenous haemofiltration
DHA : docosahexaenoic acid
DIC : disseminated intravascular coagulopathy
EE : energy expenditure
EGDT : early goal directed therapy
EPA : eicosapentaenoic acid
ESPEN : European Society of Parenteral and Enteral Nutrition
ETT : endo tracheal tube
FOS : fruktooligosakarida
GDS : glukosa darah sewaktu
GLA : gamma-linolenic acid
GLUTs : glucose transporters
GRV : gastric residual volume
HAP : hospitalized acquired pneumonia
HB : Harris-Benedict
HD : hemodialisis
HELLP : hemolysis elevated liver enzymes low platelet
HMGB1 : high mobility group box 1
ICU : intensive care unit
IFN : interferon
iNOS :inducible nitric oxide synthase
IL : interleukin
IMT : indeks massa tubuh
KEB : kebutuhan energi basal
KET : kebutuhan energi total
LCT : long-chain triglyceride
LLM : low-lactose milk
xiii
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
xv
Universitas Indonesia
MAP : mean arterial pressure
MCT : medium chain triglyceride
MNA : mini nutritional assessment
MOD : multiple organ dysfunction
MST : malnutrition screening tools
MUST : malnutrition universal screening tools
NED : nutrisi enteral dini
NEFA : non esterified fatty acid
NF-κB : nuclear factor-κB
NGT : nasogastric tube
NO : nitric oxide
NPC : non protein calorie
NRS-2002 : nutrition risk screening-2002
OAT : obat anti tuberkulosis
PB : panjang badan
PCO2 : pressure of carbon dioxide
PCT : prokalsitonin
PO2 : pressure of oxygen
PPI : proton pump inhibitor
PPOK : penyakit paru obstruktif kronik
PRC : packed red cell
PRRs : pattern recognition receptors
REE : resting energy expenditure
ROS : reactive oxygen species
RQ : respiratory quotient
SAPS : simplified acute physiology score
SGA : subjective global assessment
SIRS : systemic inflammatory response syndrome
SNAQ : short nutritional assessment questionnaire
TB : tinggi badan
TBC : tuberculosis
TG : trigliserida
Th1 : T-helper 1
Th2 : T-helper 2
TLRs : toll-like receptors
TNF-α : tumor necrosis factor–α
USG : ultra sonografi
VAP : ventilator associated pneumonia
WSD : water seal drainage
WSES : World Society of Emergency Surgery
xiv
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
xvi
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Pemantauan Pasien Kasus 1............................................... 63
Lampiran 2. Pemantauan Pasien Kasus 2............................................... 70
Lampiran 3. Pemantauan Pasien Kasus 3............................................... 87
Lampiran 4. Pemantauan Pasien Kasus 4............................................... 96
xv
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
1
Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Sepsis adalah keadaan infeksi yang disertai dengan sindrom respon inflamasi
sistemik, yang merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas pada
pasien dengan penyakit kiritis. Sepsis berat adalah keadaan sepsis yang
menyebabkan disfungsi organ atau hipoperfusi jaringan. Angka kematian pada
pasien dengan sepsis berat berkisar antara 20-50%.1,2
Penyakit kritis dapat menyebabkan seorang pasien jatuh ke dalam kondisi
malnutrisi, di antaranya disebabkan oleh perubahan metabolisme dan asupan yang
menurun akibat berbagai sebab.3 Prevalensi malnutrisi pada pasien yang dirawat
di rumah sakit (RS) sekitar 30%, jumlah ini akan meningkat menjadi 50% pada
pasien yang dirawat di unit perawatan intensif (ICU).4
Keadaan malnutrisi akan menyebabkan penurunan fungsi imun, integritas
mukosa usus, sintesis protein dan proses penyembuhan luka, sehingga secara tidak
langsung akan mempengaruhi morbiditas dan mortalitas seorang pasien. Oleh
karena itu tata laksana nutrisi pada pasien yang dirawat di RS pada umumnya, dan
pasien dengan penyakit kritis pada khususnya, merupakan salah satu bagian yang
tidak terpisahkan pada penatalaksanaan penyakit secara keseluruhan.4
Tujuan penatalaksanaan nutrisi pasien dengan sepsis tidak hanya sekedar
untuk memenuhi kecukupan kalori dan protein, namun hal yang lebih penting
adalah modifikasi pemberian nutrisi untuk menurunkan stres metabolik,
mencegah kerusakan sel akibat stres oksidatif serta memodulasi fungsi imun.
Tatalaksana nutrisi yang baik pada akhirnya akan mempertahankan massa otot,
menurunkan komplikasi infeksi, mempertahankan fungsi barier mukosa usus,
meningkatkan fungsi imun, serta mempersingkat masa rawat di ICU. 4
Secara umum penatalaksanaan nutrisi pasien dengan sepsis meliputi
penilaian status nutrisi yang diikuti dengan penentuan kebutuhan/jumlah, jenis,
jalur dan cara pemberian nutrisi. Monitoring dan evaluasi juga merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari tatalaksana nutrisi pasien dengan sepsis.3 Berikut akan
1
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
2
Universitas Indonesia
dipaparkan serial kasus mengenai tatalaksana nutrisi penyakit kritis pasien dewasa
dengan sepsis.
1.2. TUJUAN
1.2.1. Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui tatalaksana nutrisi
pasien dengan penyakit kritis.
1.2.2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui perubahan metabolisme zat gizi pada pasien sepsis
2. Mengetahui kebutuhan makronutrien dan mikronutrien pada pasien sepsis
3. Mengetahui efek terapi nutrisi terhadap outcome
4. Mengetahui interaksi zat gizi dengan obat-obatan yang digunakan pada
terapi medikamentosa
1.3. MANFAAT
1. Manfaat untuk subyek serial kasus
Diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan pengetahuan yang benar
tentang tatalaksana nutrisi pada pasien sepsis
2. Manfaat untuk institusi
Diharapkan dapat menjadi pengetahuan dan pengembangan untuk
memberikan tatalaksana nutrisi yang optimal pada pasien sepsis
3. Manfaat untuk penulis
Diharapkan dapat mengaplikasikan ilmu yang dapat didapat selama
pendidikan dan menjadikannya sarana berpikir dengan berdasarkan pada
pengetahuan dan penelitian yang sudah ada.
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
3
Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Sepsis adalah suatu keadaan infeksi yang ditegakkan secara pasti maupun dugaan,
berdasarkan pemeriksaan penunjang, disertai dengan kumpulan gejala inflamasi
sistemik (systemic inflammatory response syndrome, SIRS) (Tabel.2.1).1 Keadaan
SIRS adalah bila terdapat dua atau lebih tanda-tanda berikut: (1) suhu >38°C atau
<36°C, (2) nadi >90 kali per menit, (3) frekuensi napas >20 kali per menit atau
PaCO2 <32 torr, (4) leukosit >12000/mm3 atau <4000/mm
3 atau hitung jenis
batang lebih dari 10%.5
Tabel 2.1. Kriteria diagnostik sepsis Gambaran umum :
- Demam >38,3° C
- Hipotermia <36° C
- Nadi >90 x/menit atau >2 SD nilai normal sesuai usia
- Takipnea
- Perubahan status mentalis
- Edema yang signifikan atau keseimbangan cairan positif (>20 mL/kg dalam 24 jam)
- Hiperglikemia (glukosa plasma >140 mg/dL) dengan tidak adanya riwayat diabetes
mellitus
Variabel inflamasi :
- Leukosit >12000/μL
- Leukopenia <40000/μL
- Leukosit normal namun hitung jenis batang >10%
- C-reactive protein (CRP) plasma >2 SD nilai normal
- Prokalsitonin plasma >2SD nilai normal
Variabel hemodinamik :
Hipotensi arterial (tekanan darah sistolik <90 mmHg, MAP <70mmHg atau penurunan
tekanan darah sitolik >40 mmHg pada dewasa atau <2 SD nilai normal sesuai usia
Variabel disfungsi organ :
- Hipoksemia arterial (PaO2/FiO2 <300)
- Oliguria akut (produksi urin <0,5 mL/kg dalam dua jam setelah resusitasi cairan yang
adekuat)
- Peningkatan kreatinin >0,5 mg/dL atau 44,2 μmol/L
- Kelainan koagulasi (international normalized ratio, INR >1,5 atau aPTT >60 detik)
- Ileus (bising usus -)
- Trombositopenia (trombosit <100000/μL)
- Hiperbilirubinemia (bilirubin total >4mg/dL atau 70 μmol/L)
Variabel perfusi jaringan :
- Hiperlaktatemia (>1 mmol/L)
- Penurunan capillary refill time (CRT)
Sumber: daftar referensi no. 1
3
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
4
Universitas Indonesia
Sepsis berat merupakan keadaan sepsis yang disertai satu atau lebih
disfungsi organ (Tabel.2.2). Syok septik adalah keadaan sepsis yang disertai
hipotensi refrakter, yaitu tekanan darah sistolik <90 mmHg, tekanan arteri rata-
rata (mean arterial pressure, MAP) <65 mmHg atau penurunan tekanan darah
darah sistolik >40 mmHg, yang tidak respon terhadap pemberian cairan kristaloid
sebanyak 20-40 mL/kg.5
Tabel 2.2. Kriteria diagnostik sepsis berat - Hipotensi yang disebabkan oleh sepsis
- Laktat melebihi nilai normal
- Produksi urin <0,5 mL/kg dalam dua jam setelah resusitasi cairan yang adekuat
- Acute lung injury (ALI) dengan PaO2/FiO2 <250, dalam keadaan tidak adanya pneumonia
sebagai sumber infeksi
- Acute lung injury (ALI) dengan PaO2/FiO2 <200, dalam keadaan adanya pneumonia
sebagai sumber infeksi
- Kreatinin >2 mg/dL
- Bilirubin >2 mg/dL
- Trombosit < 100.000/μL
- Koagulopati (INR >1,5)
Sumber: daftar referensi no. 1
Syok septik dan disfungsi organ multipel (multiple organ dysfunction,
MOD) merupakan penyebab kematian tersering pada pasien dengan sepsis. Angka
mortalitas akibat sepsis berat dan syok septik beturut-turut 25-30% dan 40-70%.
Diperkirakan 750.000 kasus sepsis per tahun terjadi di Amerika Serikat, dan
frekuensinya semakin meningkat seiring dengan pertambahan usia dan keadaan
imunosupresi.6
2.1 Patofisiologi sepsis
Sepsis diawali dari suatu proses inflamasi lokal oleh mikroorganisme, yang diikuti
oleh respon pejamu untuk melawan mikoorganisme tersebut. Respon awal pejamu
meliputi aktivasi leukosit pada fokus infeksi, yang kemudian akan menyebabkan
aktivasi beberapa mediator.7
Secara umum sistem imunitas tubuh dikategorikan menjadi dua yaitu
sistem imun innate dan adaptive. Sistem imun innate merespon dengan cepat
melalui pattern recognition receptors (PRRs), di mana salah satu contohnya
adalah toll-like receptors (TLRs). Reseptor ini akan berinteraksi dengan bagian
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
5
Universitas Indonesia
dari mikroorganisme secara spesifik, sebagai contoh TLR-2 akan mengenali dan
berinteraksi dengan peptidoglikan yang terdapat pada bakteri gram positif,
sedangkan TLR-4 akan mengenali dan berinteraksi dengan lipopolisakarida yang
terdapat pada bakteri gram negatif. Terikatnya TLRs dengan epitop dari
mikroorganisme akan menstimulasi signaling intrasel, yang selanjutnya akan
menyebabkan terjadinya transkripsi sitokin proinflamasi seperti tumor necrosis
factor –α (TNF-α) dan interleukin-1β (IL-1β). Sitokin proinflamasi ini akan
menyebabkan adhesi molekul neutrofil dan sel endotel. Neutrofil yang teraktivasi
akan menghancurkan mikroorganisme, namun neutrofil tersebut juga akan
merusak sel endotel melalui pelepasan mediator-mediator yang meningkatkan
permeabilitas pembuluh darah, sehingga menyebabkan terjadinya edema paru dan
jaringan lain. Selain itu sel endotel yang terakivasi juga akan melepaskan nitric
oxide (NO) yang merupakan vasodilator, dan berperan pada kejadian syok septik
(Gambar 2.1).6
Gambar 2.1. Respon inflamasi pada sepsis
Sumber: daftar referensi no. 6
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
6
Universitas Indonesia
Mikroorganisme akan menstimulasi respon imun adaptive (sel B dan sel
T) pejamu. Sel B akan melepaskan imunoglobulin yang akan mengikat
mikroorganisme, yang selanjutnya akan menyebabkan fagositosis
mikroorganisme oleh sel natural killer dan neutrofil. Sedangkan peranan sel T
terhadap respon inflamasi adalah melalui T-helper 1 (Th1) dan T-helper 2 (Th2),
di mana Th1 akan menghasilkan sitokin proinflamasi (TNF-α dan IL-1β) dan Th2
akan menghasilkan sitokin antiinflamasi (IL-4 dan IL-10). Perbandingan Th1
terhadap Th2 tergantung dari mikroorganisme yang menyebabkan infeksi, tingkat
keparahan infeksi dan faktor-faktor lainnya.6
Inflamasi sistemik akan terjadi apabila respon pejamu gagal untuk
membatasi mikroorganisme di area lokal. Mikroorganisme dan produknya akan
memicu aktivasi sistem komplemen sistemik dan menstimulasi produksi sitokin
inflamasi yang lebih banyak dan menyebabkan respon inflamasi yang memanjang
dan berlebihan. Sitokin yang terlibat di antaranya adalah TNF-α, interferon-γ
(IFNγ), IL-1β dan IL-6. Mediator lainnya yang diduga turut berperan pada
kejadian sepsis adalah high mobility group box 1 (HMGB1), kaspase-1 serta
kaspase-12.7
Respon pejamu terhadap infeksi yang berlebihan akan mengakibatkan
aktivasi selular dan kerusakan endotel. Kerusakan endotel akan mengganggu
integritas dari endotel itu sendiri, sehingga akan terjadi injuri mikrovaskular dan
trombosis yang mengakibatkan iskemia jaringan (Gambar 2.2). Injuri
mikrovaskular akan menyebabkan penurunan distribusi dan konsumsi oksigen
pada tingkat jaringan dan sel.5
Jantung bertugas memompa darah untuk mendistribusikan oksigen yang
akan digunakan oleh jaringan. Karbon dioksida sebagai hasil akhir metabolisme
jaringan akan dikembalikan ke jantung melalui sirkulasi vena. Dalam keadaan
fisiologi konsumsi oksigen oleh jaringan secara sistemik berjumlah 25%.
Keseimbangan antara distribusi oksigen sistemik dengan yang dikonsumsi
jaringan, dapat terlihat dari saturasi oksigen hemoglobin dalam darah vena
campur/mixed vein (SvO2). Ketidak-mampuan distribusi oksigen untuk memenuhi
kebutuhan oksigen jaringan akan mengakibatkan hipoksia jaringan, yang pada
akhirnya akan menyebabkan asidosis laktat.5
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
7
Universitas Indonesia
Gambar 2.2. Patogenesis infeksi hingga terjadi syok septik
Sumber: daftar referensi no. 5
Salah satu penyebab ketidak-mampuan tubuh untuk memenuhi kebutuhan
oksigen jaringan pada pasien sepsis adalah insufisiensi kardiovaskular. Hipoksia
menyeluruh akibat insufisiensi kardiovaskular disebabkan oleh menurunnya
preload, disfungsi vasoregulatori, depresi miokard, meningkatnya kebutuhan
metabolisme serta disfungsi mikrosirkulasi dan hipoksia sitopatik.5
2.2. Respon stres dan perubahan metabolik terhadap injuri, trauma dan
sepsis
Respon metabolik tubuh terhadap penyakit kritis, terdiri atas dua fase, yaitu fase
ebb dan flow. Fase ebb terjadi sesaat setelah injuri, di mana terjadi keadaan
hipovolemia, syok dan hipoksia jaringan. Selain itu terdapat pula penurunan
cardiac output, konsumsi oksigen dan suhu tubuh. Berikutnya adalah fase flow,
yang ditandai oleh meningkatnya cardiac output, konsumsi oksigen, suhu tubuh,
energy expenditure serta katabolisme protein tubuh.8
Keadaan stres dan penyakit kritis pada umumnya, serta sepsis pada
khususnya menyebabkan perubahan metabolisme, di antaranya hipermetabolisme,
proteolisis, kehilangan nitrogen, serta meningkatnya glukoneogenesis dan
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
8
Universitas Indonesia
penggunaan glukosa. Hal ini disebabkan peningkatan hormon-hormon counter
regulatory dan sitokin proinflamasi yang dihasilkan oleh sel fagosit. Sitokin
proinflamasi yang dihasilkan oleh sel fagosit antara lain adalah TNF-α, IL-1, dan
IL-6. 8,9
Gambar 2.3. Respon metabolik terhadap stres dan inflamasi sistemik
Sumber: daftar referensi no. 10
Pada kondisi hipermetabolisme terjadi peningkatan kebutuhan oksigen,
yang disebabkan oleh penggunaan oksigen oleh mitokondria dan penggunaan
oksigen untuk pembentukan radikal bebas, yang terutama terjadi di hati. Tanda
terjadinya suatu keadaan hipermetabolisme adalah hiperglikemia, hiperlaktatemia
serta peningkatan ambilan oksigen (Gambar 2.3).8,10
Perubahan metabolisme karbohidrat yang terjadi pada keadaan stres
metabolik di antaranya adalah hiperglikemia, peningkatan ambilan dan
penggunaan glukosa oleh jaringan perifer, hiperlaktatemia, peningkatan produksi
glukosa melalui glikogenolisis dan glukoneogenesis, menurunnya glikogenesis,
intoleransi glukosa dan resistensi insulin.11
Perubahan metabolisme karbohidrat
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
9
Universitas Indonesia
ini bertujuan untuk mempertahankan ketersediaan glukosa sebagai sumber energi
bagi organ-organ tubuh (Gambar 2.4).10
Gambar 2.4. Metabolisme karbohidrat
Sumber: daftar referensi no. 10
Pada fase ebb, dengan kadar insulin yang rendah, terdapat sedikit
peningkatan produksi glukosa. Namun pada fase flow terdapat peningkatan kadar
glukosa walaupun terdapat peningkatan kadar insulin. Hal ini menunjukkan
ketidaksesuaian antara sensitivitas insulin dengan penggunaan glukosa.11
Pada keadaan normal pengendalian kadar gula darah dilakukan oleh
insulin, namun pada keadaan sepsis terjadi resistensi insulin yang menyebabkan
gangguan pengendalian gula darah. Keadaan hiperglikemia pada pasien dengan
penyakit kritis tidak hanya sebagai penanda keparahan dan prediktor outcome,
tetapi keadaan hiperglikemia juga dapat memberi pengaruh buruk bagi berbagai
organ, di antaranya adalah terganggunya sistem imun dalam menghadapi infeksi
mikroorganisme. Hal ini disebabkan pada keadaan hiperglikemia akan terjadi
penurunan aktivitas neutrofil sebagai kemotaksis, terjadi pembentukan ROS,
peningkatan sitokin proinflamasi, dan penurunan pembentukan NO di endotel.12
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
10
Universitas Indonesia
Meningkatnya produksi glukosa disebabkan oleh hormon-hormon counter
regulatory, di mana glukagon merupakan hormon yang berperan pada
glukoneogenesis dan glikogenolisis oleh hati, sementara epinefrin menyebabkan
glikogenolisis, dan kortisol menyebabkan mobilisasi asam amino dari jaringan
otot untuk digunakan sebagai substrat glukoneogenesis. Katekolamin
menstimulasi glukoneogenesis dan glikolisis oleh hati, meningkatkan produksi
laktat oleh jaringan perifer, meningkatkan laju metabolik, dan lipolisis. 11
Glukoneogenesis yang terjadi di hati akibat dari hormon counter
regulatory, akan menggunakan substrat gliserol, piruvat, laktat dan asam amino
(glutamin dan alanin). Laktat dihasilkan dari metabolisme anaerob yang terjadi
pada jaringan otot dan jaringan lainnya, melalui siklus Cori. Namun demikan
glukoneogenesis melalui siklus Cori bersifat boros energi, sehingga akan
meningkatkan energy expenditure (EE).11
Perubahan metabolisme protein yang terjadi pada pasien penyakit kritis
antara lain adalah meningkatnya proteolisis dan ureagenesis hepatik. Proteolisis
terutama terjadi di jaringan otot, disebabkan oleh pengaruh hormon
glukokortikoid. Asam amino yang dilepaskan dari proteolisis ini akan digunakan
oleh hati sebagai substrat untuk glukoneogenesis dan pembentukan protein fase
akut, sedangkan pembentukan protein viseral akan menurun. Peningkatan laju
katabolisme protein juga terjadi di seluruh tubuh sehingga menyebabkan imbang
nitrogen negatif. 9,13
Perubahan metabolisme lipid yang terjadi pada keadaan stres metabolik
adalah peningkatan aktivitas lipolisis. Meningkatnya hormon kortisol pada stres
metabolik menyebabkan peningkatan kadar asam lemak nonesterifikasi (NEFA)
yang disebabkan meningkatnya aktivitas lipoprotein lipase. Selain itu hormon
katekolamin dan noradrenalin juga ikut mempengaruhi metabolisme lipid, yaitu
meningkatkan aliran darah ke jaringan adiposa, yang pada akhirnya akan
meningkatkan efluks NEFA dan gliserol dari jaringan adiposa.14
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
11
Universitas Indonesia
2.3. Disfungsi multi organ akibat sepsis
Mekanisme terjadinya MOD pada sepsis belum diketahui dengan pasti, namun
gangguan sirkulasi makro dan mikro merupakan salah satu penyebab terjadinya
gangguan perfusi fungsi normal organ-organ tubuh. Selain itu terjadi pula injuri
pada tingkat seluler akibat sepsis berupa peroksidasi membran lipid, kerusakan
atau modifikasi protein (enzim, reseptor, transporter) dan kerusakan DNA.15
Keadaan hipotensi merupakan salah satu penyebab terjadinya gangguan
perfusi pada berbagai organ. Penyebab hipotensi diantaranya adalah hipovolemia
akibat kehilangan cairan ekstra sel, redistribusi cairan intravaskular, vasodilatasi,
dan penurunan tonus pembuluh darah. Keadaan ini disebabkan oleh produksi NO
dan metabolitnya, aktivasi saluran kalium vaskular, perubahan hormonal dan
reaksi dari pembuluh darah terhadap perubahan hormon tersebut.15
Penyebab lain yang berperan pada kejadian disfungsi organ adalah
keadaan hiperglikemia. Beberapa kelainan yang dapat terjadi akibat hiperglikemia
adalah kerusakan mitokondria, perubahan profil lipid, disfungsi endotel, dan
penurunan fungsi neutrofil. Kelainan ini akan menyebabkan efek negatif terhadap
fungsi organ.15
Kadar glukosa darah yang tinggi akan menyebabkan overload glukosa di
dalam sel, yang pada akhirnya akan menghasilkan stres oksidatif, dan keadaan ini
akan mempengaruhi sel yang ambilan glukosanya tidak tergantung insulin, seperti
hepatosit, neuron, mukosa usus, tubulus renalis, sel imun dan sel endotel. Ambilan
glukosa oleh sel-sel ini adalah melalui glucose transporters (GLUTs) 1, 2 dan 3,
sedangkan pada sel-sel yang tergantung insulin (jaringan otot, jantung, dan
adiposa) ambilan glukosa melalui GLUT-4. Sel-sel yang tergantung insulin lebih
terlindungi dari keadaan hiperglikemia karena efek down-regulation dari GLUT-
4. Selain itu sitokin proinflamasi dan kondisi hipoksia akan memberikan efek up-
regulation lokalisasi membran dan ekspresi dari GLUT-1 dan GLUT-3.15
Paru merupakan organ yang biasanya pertama kali terpengaruh oleh proses
inflamasi, di mana terjadi infiltrasi sel mononuklear, proliferasi sel pneumosit tipe
II dan fibrosis interstitial. Injuri pada jaringan paru dapat disebabkan oleh proses
nekrotik dan apoptosis sel. Selain itu reactive oxygen species (ROS) juga diduga
berperan pada kejadian injuri paru, baik melelui efek langsung sitotoksik maupun
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
12
Universitas Indonesia
melalui efek tidak langsung, yaitu dalam menjaga keseimbangan oksidan-
antioksidan, memberi sinyal redoks, dan reaksi katalitik yang dimediasi zat besi.15
Selain itu pasien sepsis juga sering disertai oleh keadaan ensefalopati,
yang ditandai agitasi, confusion, dan koma. Pada pemeriksaan otopsi didapatkan
kelainan di otak berupa iskemia, perdarahan, mikrotrombus, mikroabses dan
multifocal necrotizing leukoencephalopathy. Terlibatnya otak dalam proses
inflamasi ini dapat melalui beberapa mekanisme, di antaranya difusi langsung
mikroorganisme akibat kerusakan sawar otak oleh mediator inflamasi, aktivasi
endotel, dan difusi pasif sitokin atau produk bakteri melalui serat sensorik aferen
nervus vagus. Selanjutnya otak akan memberikan respon melalui tiga jalur eferen,
yaitu aksis hipotalamus-pituitari-adrenal, sistem saraf simpatis, dan jalur anti
inflamasi kolinergik. Oleh karena itu pengaruh sepsis terhadap otak akan
mempegaruhi pula organ lainnya melalui respon neuroendokrin dan gangguan
keseimbangan antara sistem saraf pusat dengan sistem imun, yang menyebabkan
gangguan fungsi imun.15
Sistem hepato-splanknik juga turut dipengaruhi pada keadaan sepsis, baik
secara langsung maupun sebagai akibat terlibatnya organ otak dan paru. Jaringan
hati merupakan organ utama pembersihan endotoksin bakteri dan produksi protein
fase akut, maka jaringan hati lebih bersifat terlindungi dari pengaruh buruk sepsis.
Efek proteksi terhadap jaringan hati ini dilakukan oleh kadar antioksidan yang
tinggi, sehingga tanda-tanda klinis disfungsi hati terjadi pada fase akhir dalam
perjalanan sepsis. Ditemukannya tanda-tanda gangguan fungsi hati menunjukkan
outcome yang kurang baik pada pasien penderita sepsis.15
Ginjal merupakan organ yang sering terganggu fungsinya dalam
perjalanan sepsis. Kelainan yang terjadi disebabkan oleh gangguan hemodinamik
yang menyebabkan iskemia jaringan. Penyebab lain yang diduga berperan pada
kerusakan ginjal adalah proses inflamasi, mekanisme seluler dan koagulasi. Injuri
yang terjadi pada ginjal dapat disebabkan oleh sitokin proinflamasi yang
dihasilkan oleh sel mesangial, tubular renal, serta sel endotel. Produksi ROS dan
aktivasi jalur koagulasi juga berperan pada pada injuri ginjal.15
Depresi miokardium merupakan salah satu penyebab hipoperfusi jaringan
pada pasien sepsis. Kelainan yang terjadi berupa difungsi sistolik dan diastolik,
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
13
Universitas Indonesia
sehingga terjadi dilatasi ventrikel dan penurunan fraksi ejeksi. Depresi
miokardium ini disebabkan oleh TNF-α, IL-1β, IL-6, lisosim C, DNA dan RNA
bakteri, serta NO. Pada tingkat seluler, gangguan fisiologi kalsium dan produksi
NO yang berlebihan, merupakan faktor yang paling berperan pada kejadian
depresi miokardium.15
2.4. Diagnosis sepsis
Diagnosis pasti sepsis dapat ditegakkan berdasarkan gejala, tanda dan
pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang untuk diagnosis meliputi
pemeriksaan kultur darah atau cairan tubuh lainnya dan pemeriksaan pencitraan.
Pemeriksaan kultur sebaiknya dilakukan sebelum memulai pemberian
antimikroba dan untuk optimalisasi identifikasi, pemeriksaan kultur darah
sebaiknya mencakup pemeriksaan bakteri aerob dan anaerob. Selain itu
diperlukan pula pemeriksaan menggunakan 1,3 β-D-glucan mannan assays dan
antibodi anti-mannan assays, jika terdapat kecurigaan infeksi oleh kandida.1
2.5. Tatalaksana sepsis
Tatalaksana sepsis meliputi stabilisasi hemodinamik dan pengendalian terhadap
sumber infeksi. Prioritas utama dalam tatalaksana sepsis berat dan syok sepsis
adalah membuat akses intravena dan resusitasi cairan. Pengendalian sumber
infeksi dapat dilakukan dalam bentuk pemberian anti mikroba, drainase maupun
tindakan pembedahan pada sumber infeksi. Pemberian antimikroba intra vena
sebaiknya dimulai dalam satu jam pertama ketika seorang pasien telah didiagnosis
sebagai syok sepsis atau sepsis berat.1,12
The surviving sepsis campaign guidelines, mengemukakan bahwa pada
pasien dengan sepsis berat atau syok sepsis harus dilakukan resusitasi sesegera
mungkin, yaitu dalam waktu enam jam pertama. Resusitasi harus segera dimulai
ketika sudah terdapat gejala berupa peningkatan kadar laktat di dalam darah.
Target yang ingin dicapai dalam enam jam pertama resusitasi adalah: (1) tekanan
vena sentral (central venous pressure, CVP) 8-12 mmHg, (2) MAP ≥65 mmHg,
(3) produksi urin ≥0,5 mL/kg BB/jam, (4) saturasi oksigen di vena sentral
(ScvO2) atau vena campur (SvO2) ≥ 70% (Gambar 2.5).1, 16
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
14
Universitas Indonesia
Gambar 2.5. Early goal directed therapy (EGDT)
Sumber: datar referensi no. 16
2.6. Tatalaksana nutrisi pada sepsis/penyakit kritis
Penatalaksanaan nutrisi pasien dengan penyakit kritis pada umumnya dan sepsis
pada khususnya diawali dengan penilaian status nutrisi, yang kemudian
dilanjutkan dengan menentukan kebutuhan/jumlah, jenis, dan jalur pemberian
nutrisi.3
Pasien yang dirawat di ICU mempunyai risiko terjadi malnutrisi, sehingga
perlu dilakukan skrining gizi (nutrition screening). Skrining gizi adalah suatu
proses untuk menentukan apakah seorang pasien termasuk dalam kondisi
malnutrisi atau berisiko terjadinya malnutrisi, sehingga perlu dilakukan
asseessment gizi, yaitu pendekatan secara menyeluruh untuk mengetahui masalah
nutrisi, meliputi kegiatan anamnesis serta pemeriksaan fisik, antropometri dan
laboratorium.17
Terdapat beberapa instrumen yang digunakan untuk skrining dan
assessment gizi. Instrumen yang banyak digunakan untuk skrining adalah
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
15
Universitas Indonesia
malnutrition screening tools (MST), malnutrition universal screening tools
(MUST), nutrition risk screening-2002 (NRS-2002), short nutritional assessment
questionnaire (SNAQ), dll. Instrumen untuk nutrition assessment adalah
subjective global assessment (SGA) dan mini nutritional assessment (MNA).17
Ferguson dkk18
mengemukakan bahwa MST merupakan alat yang
sederhana, cepat, valid dan reliable untuk mengidentifikasi pasien berisiko
malnutrisi. Hal serupa juga dikemukakan oleh Neelemaat dkk19
, yang
membandingkan lima alat skrining gizi pada pasien rawat inap di satu RS.
Neelemat dkk menunjukkan bahwa MST dan SNAQ cocok untuk digunakan pada
pasien rawat inap di RS, dan validitasnya sama seperti MUST dan NRS-2002.
Nutritional assessment yang umum digunakan adalah SGA, dan parameter
yang dinilai adalah keluhan subyektif berupa perubahan berat badan (BB),
penurunan asupan makan, gejala gastrointestinal serta kapasitas fungsional. Hasil
pemeriksaan obyektif yang digunakan sebagai parameter penilaian dalam SGA
adalah hilangnya massa lemak subkutan, muscle wasting, dan edema.20
Sungurtekin dkk21
menunjukkan bahwa hasil assessment gizi menggunakan SGA
berkorelasi positif dengan nilai acute physiology and chronic health evaluation II
(APACHE II) dan simplified acute physiology score II (SAPS II), serta angka
mortalitas pada pasien yang dirawat di ICU.
Tujuan penatalaksanaan nutrisi pada pasien penyakit kritis adalah untuk
mempertahankan massa otot, menurunkan komplikasi infeksi, mempercepat
penyembuhan luka, mempertahankan fungsi barier mukosa usus, meningkatkan
fungsi imun, dan mempersingkat masa rawat di ICU.4
2.6.1.Kebutuhan nutrisi pada sepsis
Secara baku emas penentuan kebutuhan energi basal (KEB) adalah menggunakan
kalorimetri indirek, yaitu dengan menghitung konsumsi oksigen (O2) dan produksi
karbondioksida (CO2):22
KEB = Cardiac ouput x VO2 + (1,11) xVCO2
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
16
Universitas Indonesia
Konsumsi oksigen (VO2) dapat pula dihitung menggunakan persamaan Fick dan
produksi CO2 dapat diperoleh dari nilai respiratory quotient (RQ), yaitu 0,85.
Dengan demikian dapat diperoleh KEB. 22
Perhitungan KEB menggunakan kalorimetri indirek dan persamaan Fick
tidak praktis, tidak banyak tersedia di sarana kesehatan, oleh karena itu lebih
banyak digunakan cara lain yaitu menggunakan rumus-rumus persamaan.22, 23
Persamaan Harris-Benedict (HB) merupakan salah satu persamaan yang
sering digunakan untuk menghitung KEB. Parameter yang digunakan untuk
perhitungan ini adalah BB, TB dan usia. Persamaan ini diciptakan melalui
penelitian yang dilakukan pada individu sehat dan non obes. Oleh karena itu,
penggunaan persamaan ini pada pasien di RS memerlukan penambahan faktor
stres untuk mendapatkan kebutuhan energi total (KET). Faktor stres yang dapat
digunakan pada pasien dengan penyakit kritis adalah 1,2, sedangkan untuk pasien
sepsis sebesar 1,4−1,8.22, 23
Pada tahun 2007 dilakukan evaluasi persamaan ini,
dilakukan pada pasien dewasa yang dirawat di ICU dan didapatkan perbedaan
250-900 kkal/hari pada pasien yang diperhitungkan menggunakan persamaan HB
tanpa penambahan faktor stres. Sedangkan apabila diperhitungkan dengan
penambahan faktor stres, hasil yang didapat menjadi underestimated dan
overestimated. Oleh karena itu persamaan HB tidak direkomendasikan
penggunaannya pada pasien dengan penyakit kritis.23
Selain persamaan HB, terdapat beberapa persamaan lain yang dapat
digunakan untuk menghitung kebutuhan energi pada pasien dengan penyakit
kritis, di antaranya persamaan menurut American College of Chest Physicians
Calories-PerKilogram, Ireton-Jones, Penn State dan Swinamer.23
Persamaan Fick :
- Konsumsi oksigen (VO2) = CO (L/menit) x (CaO2-CvO2) x 10
- CaO2 (mL/dL) = Hb g/dL x 1,37 x SaO2 + 0,003* x PaO2
- CvO2 (mL/dL) = Hb g/dL x SvO2 + 0,003* x PvO2
*Koefisien solubilitas oksigen darah
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
17
Universitas Indonesia
American College of Chest Physicians Calories-PerKilogram
merekomendasikan 25 kkal/kg BB aktual/hari untuk pasien penyakit kritis secara
umum, namun pada pasien obes (IMT >25 kg/m2) digunakan BB ideal, dan pada
pasien malnutrisi (IMT <16 kg/m2) digunakan BB aktual selama 7-10 hari
selanjutnya menggunakan BB ideal. Berdasarkan studi-studi yang dilakukan
sesudahnya, persamaan ini mempunyai tingkat akurasi yang rendah, sehingga
tidak direkomendasikan penggunaannya pada pasien dengan penyakit kritis.23
Persamaan berikutnya adalah Ireton-Jones, yang menggunakan parameter
usia, BB, jenis kelamin, ada-tidaknya trauma dan luka bakar untuk menentukan
KET. Perhitungan menggunakan persamaan ini mempunyai akurasi yang tinggi
pada pasien muda dan obes, sedangkan pada pasien yang menggunakan ventilator
dan malnutrisi berat terlihat overestimated dan underestimated.23
Persamaan Penn State pertama kali digunakan pada tahun 1998 pada 169
pasien kritis yang menggunakan ventilator. Persamaan ini mempunyai akurasi
yang tinggi (72%) dalam menghitung KET pada pasien lanjut usia obes dan non
obes, serta dewasa muda non obes. Namun demikian persamaan ini baru
digunakan dalam penelitian dengan jumlah subyek yang sedikit, sehingga
penggunaannya secara umum belum direkomendasikan.23
Berikutnya adalah persamaan Swinamer pertama kali diperkenalkan pada
tahun 1990, dilakukan pada 112 pasien penyakit kritis yang menggunakan
ventilator. Parameter yang digunakan dalam persamaan ini adalah luas permukaan
tubuh, usia, frekuensi napas, volume tidal dan suhu tubuh. Dua studi sesudahnya
menunjukkan tingkat akurasi persamaan ini 45% dan 55%. Namun persamaan ini
masih jarang digunakan karena sulitnya memperoleh data untuk perhitungan
persamaan tersebut. Selain itu baru terdapat dua studi yang menilai validasi
persamaan ini, sehingga masih diperlukan penelitian-penelitian selanjutnya.23
European Society of Parenteral and Enteral Nutrition (ESPEN)
merekomendasikan 20-25 kkal/kg BB/hari pada fase akut dan 25-30 kkal/kg
BB/hari pada fase anabolik. Namun demikian pada pasien dengan keadaan
malnutrisi dapat diberikan mulai dari 25-30 kkal/kg BB/hari.24
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
18
Universitas Indonesia
2.6.2. Kebutuhan makronutrien
Pemberian protein dalam jumlah cukup sangat penting dalam mencegah
terjadinya imbang nitrogen negatif. Pemberian protein untuk pasien dengan
penyakit kritis adalah sebesar 1,2−2 gram/kg BB aktual/hari.4 Slone dkk
22
menunjukkan bahwa jumlah protein yang dibutuhkan oleh pasien dengan penyakit
kritis adalah 1,5−2 gram/kg BB ideal/hari. Perbandingan nitrogen dan non-protein
calorie (NPC) pada pasien penyakit kritis untuk mempertahankan status nutrisi
adalah sebesar 1:100.25
Asam amino rantai cabang (AARC) dapat dianjurkan pemberiannya pada
pasien sepsis. Asam amino ini merupakan asam amino esensial, terutama
tersimpan dan mengalami katabolisme di otot, diperlukan sebagai prekursor untuk
sintesis glutamin dan alanin dalam otot rangka, serta bermanfaat untuk mencegah
muscle wasting.26
Kannan27
mengemukakan bahwa 20%-50% dari KET dapat diberikan dalam
bentuk lipid. ESPEN merekomendasikan pemberian lipid (parenteral) sebesar
0,7−1,5 gram/kg BB/hari. Beberapa studi mengatakan bahwa pada pasien dengan
penyakit kritis, pemberian lipid sebaiknya tidak melebihi 1 gram/kg BB/hari.
Sediaan lipid parenteral yang dipilih untuk pasien dengan penyakit kritis adalah
kombinasi antara long-chain triglyceride (LCT) dengan medium-chain
triglyceride (MCT). Beberapa studi menunjukkan bahwa kombinasi LCT-MCT
lebih baik daripada LCT karena terbukti dapat meningkatkan status nutrisi,
mempertahankan imbang nitrogen dan meningkatkan kadar pre-albumin
plasma.28,29
Salah satu tujuan pemberian nutrisi yang mengandung lipid pada
pasien penyakit kritis adalah untuk mencegah defisiensi asam lemak esensial.
Beberapa studi menunjukkan bahwa pemberian nutrisi secara parenteral total
tanpa sediaan lipid selama tiga minggu akan mengakibatkan defisiensi asam
lemak esensial.29
Jumlah karbohidrat minimum yang dibutuhkan bagi pasien kritis adalah
100−150 gram per hari. Pemberian karbohidrat dalam jumlah yang cukup
diperlukan untuk mencegah protein sparing effect.29
Ziegler.30
mengemukakan
bahwa pemberian NPC parenteral pada pasien dengan penyakit kritis sebaiknya
60-70% berasal dari karbohidrat serta 30-40% berasal dari lipid. Pemberian
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
19
Universitas Indonesia
karbohidrat parenteral seharusnya tidak melebihi 4−5 mg/kg BB/menit. Demikian
pula pada pasien penderita diabetes mellitus, pasien yang mendapatkan terapi
steroid, dan pada keadaan hiperglikemia yang disebabkan stres metabolik,
pemberian karbohidrat parenteral sebaiknya berkisar antara 2,5−4 mg/kg
BB/menit. Pemberian karbohidrat parenteral harus diikuti dengan monitoring
kadar glukosa darah. Apabila terdapat peningkatan kadar glukosa darah, maka
dapat dipertimbangkan pemberian insulin disertai penurunan pemberian nutrisi
parenteral yang mengandung karbohidrat.
Kadar glukosa darah yang tinggi menyebabkan overload glukosa di dalam
sel, yang akan menghasilkan stres oksidatif, terutama pada sel yang ambilan
glukosanya tidak tergantung insulin (hepatosit, neuron, mukosa usus, tubulus
renalis, sel imun dan sel endotel). Ambilan glukosa oleh sel-sel ini adalah melalui
GLUT-1, GLUT-2 dan GLUT-3, sedangkan pada sel-sel yang tergantung insulin
(jaringan otot, jantung, dan adiposa) ambilan glukosa akan melalui GLUT-4.
Pengendalian kadar glukosa darah yang baik pada pasien penyakit kritis akan
memberikan hasil akhir yang lebih baik pula. Kadar glukosa darah sebaiknya
dipertahankan kurang dari 180 mg/dL.30
2.6.3. Kebutuhan mikronutrien
Pemberian mikronutrien merupakan salah satu bagian dari dukungan nutrisi,
termasuk nutrisi pada pasien dengan penyakit kritis. Secara umum terdapat
peningkatan metabolisme (hipermetabolisme) pada pasien dengan penyakit kritis,
sehingga terdapat pula peningkatan kebutuhan mikronutrien. Beberapa vitamin
dan mineral dapat berperan sebagai antioksidan dan diperlukan untuk
metabolisme makronutrien. Selain itu pada pasien penyakit kritis sering dijumpai
penurunan kadar beberapa vitamin dan mineral dalam serum (Tabel 2.3).28
Tabel 2.3. Gambaran klinis akibat defisiensi vitamin dan mineral pada pasien
yang dirawat di ICU Mikronutrien Tanda klinis
Vitamin B1
Asam askorbat
Tembaga
Selenium
Seng
Gagal jantung kongestif, asidosis laktat
Skurvi
Aritmia, gangguan imunitas, pseudo skurvi
Kardiomiopati akut
Gangguan penyembuhan luka, infeksi
Sumber: daftar referensi no. 28
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
20
Universitas Indonesia
ESPEN merekomendasikan terutama pada pasien penyakit kritis yang mendapat
nutrisi parenteral untuk mendapatkan sedikitnya multivitamin dan mineral sebesar
satu kali Angka Kecukupan Gizi (AKG).28
2.6.4. Kebutuhan nutrisi pada pasien sepsis yang menggunakan ventilator
Pasien yang dirawat di ICU seringkali membutuhkan dukungan ventilasi mekanik
oleh karena berbagai sebab. Beberapa studi menunjukkan bahwa pemberian
nutrisi yang adekuat akan mempercepat pasien untuk weaning dari ventilasi
mekanik serta menurunkan masa rawat di ICU. Keadaan undernutrition akan
menurunkan regenerasi epitel saluran pernapasan dan menyebabkan kelemahan
pada otot-otot pernapasan, yang dapat menyebabkan seorang pasien akan sulit
weaning dari ventilasi mekanik. Sebaliknya pemberian nutrisi yang berlebihan
akan meningkatkan produksi CO2, yang akan meningkatkan ventilasi untuk
mempertahankan keseimbangan gas darah. Kan.31
menunjukkan bahwa kelompok
yang mendapat nutrisi adekuat, mempunyai status nutrisi yang lebih baik daripada
kelompok yang mendapat nutrisi underfeeding dan overfeeding. Status nutrisi
pasien dinilai berdasarkan imbang nitrogen. Selain itu didapatkan pula bahwa
pemberian nutrisi sebesar 120% resting energy expenditure (REE) memenuhi
kecukupan nutrisi yang adekuat pada pasien penyakit kritis yang menggunakan
ventilator. Parameter yang dinilai adalah stabilitas hemodinamik.
2.6.5. Imunonutrisi
Imunonutrisi adalah nutrisi yang diberikan dengan tujuan untuk meningkatkan
respon sistem imun. Senyawa yang termaksuk dalam imunonutrisi adalah
glutamin, arginin, asam lemak omega-3 dan nukleotida.32
ESPEN
merekomendasikan pasien dengan sepsis ringan (skor APACHE II < 15) diberikan
imunonutrisi, namun pada pasien dengan sepsis berat tidak direkomendasikan
pemberian imunonutrisi.24
Asam amino glutamin dapat dipertimbangkan pemberiannya pada pasien
sepsis. Hal ini disebabkan dalam keadaan stres metabolik terdapat penurunan
kadar glutamin. Glutamin merupakan asam amino semi esensial dan merupakan
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
21
Universitas Indonesia
prekursor dari glutation. Sintesis glutamin dimulai dari glutamat, dengan bantuan
enzim glutamin sintetase. Pada keadaan stres, misalnya pada keadaan sepsis,
terdapat peningkatan sitokin inflamasi dan hormon glukokortikoid yang
mempengaruhi ekspresi enzim glutamin sintetase. Pada pasien dengan penyakit
kritis, kadar glutamin di sirkulasi dipertahankan oleh jaringan otot dan paru-paru.
Glutamin diperlukan sebagai donor nitrogen untuk sintesis amonia oleh ginjal.22,33
Glutamin juga diketahui meningkatkan fungsi sel imun dan produksi
sitokin. Peran ini dimediasi melalui beberapa mekanisme diantaranya adalah
nuclear factor-κB (NF-κB) (Gambar 2.6), protein kinase dan inhibisi peningkatan
ekspresi iNOS, memperbaiki interaksi antara limfosit polimorfonuklear dengan
endotel, dan menurunkan infiltrasi neutrofil.33
Gambar 2.6. Aktivasi jalur nuclear factor κB Sumber: daftar referensi no. 33
Suplementasi glutamin menjaga keseimbangan antara Th1 dengan Th2,
menurunkan sekresi IL-6 pada organ non hepatik, menurunkan IL-4, dan
meningkatkan ekspresi IFN-α. Selain itu glutamin juga merupakan bahan bakar
utama bagi limfosit, makrofag, dan enterosit. Glutamin diperlukan untuk
mempertahankan integritas mukosa usus, sehingga mencegah terjadinya
translokasi bakteri.33
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
22
Universitas Indonesia
Glutamin bersifat relatif tidak larut, tidak tahan terhadap panas, dan tidak
stabil dalam larutan. Oleh karena itu glutamin jarang merupakan bagian dari
larutan nutrisi parenteral. Namun, terdapat sediaan nutrisi parenteral yang
mengandung glutamin, dan biasanya dalam bentuk dipeptida, seperti
glycylglutamin dan alanylglutamin. Dosis glutamin yang dianjurkan pada pasien
dengan penyakit kritis adalah 0,3-0,5 gram/kg BB/hari.32
Palmese dkk.34
menunjukkan bahwa pasien yang dirawat di ICU yang mendapat nutrisi enteral
yang diperkaya dengan fruktooligosakarida (FOS) dan glutamin intravena
mempunyai tingkat infeksi yang lebih rendah.
Arginin merupakan prekursor bagi poliamin, serta diperlukan bagi sintesis
asam nukleat dan stimulasi pelepasan hormon pertumbuhan, prolaktin, insulin dan
glukagon. Arginin dimetabolisme di hepatosit menjadi ornitin dan urea dengan
bantuan enzim arginase, serta menjadi sitrulin dengan bantuan enzim arginin
deaminase. Arginin merupakan substrat bagi sintesis NO, sehingga berperan
dalam mempertahankan integritas mukosa usus.13
Pada keadaan stres metabolik arginin menjadi asam amino semi esensial
karena kebutuhannya yang meningkat bila dibandingkan produksinya di dalam
tubuh. Arginin diperlukan untuk perbaikan jaringan, namun penggunaannya pada
pasien kritis atau sepsis masih kontroversial karena pengaruhnya terhadap
produksi NO yang bersifat vasodilator.13
Asam lemak omega-3 juga merupakan salah satu nutrien spesifik yang
sering ditambahkan pada formula enteral bagi pasien dengan penyakit kritis.
Eicosapentaenoic acid (EPA) dan docosahexaenoic acid (DHA) merupakan asam
lemak omega-3 yang sering digunakan. Asam lemak omega-3 berperan dalam
menghambat metabolisme asam arakhidonat (AA).35
Pontes-Arruda dkk.36
menunjukkan bahwa pemberian EPA dan gamma-linolenic acid (GLA)
memperlambat progresivitas sepsis menjadi disfungsi organ. Selain itu Prabha
dkk.37
mengemukakan bahwa pada pasien sepsis terdapat kadar GLA, EPA dan
AA yang rendah. Asam lemak EPA dan DHA dapat menekan produksi TNF-α,
yang berperan pada kejadian sepsis.35
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
23
Universitas Indonesia
2.6.6. Jalur pemberian nutrisi
Jalur pemberian nutrisi secara umum dapat dibedakan menjadi tiga yaitu secara
oral, enteral dan parenteral. Jalur oral/enteral diindikasikan bagi pasien tanpa
gangguan gastrointestinal. Pemberian makanan secara oral/enteral akan
menyebabkan makanan berhubungan langsung dengan lumen saluran cerna. Hal
ini akan menyebabkan aliran darah meningkat ke daerah saluran cerna,
terangsangnya sistem saraf otonom, keluarnya hormon dan enzim pencernaan,
yang kesemuanya ini akan menjaga integritas mukosa dan fungsi saluran cerna,
sekaligus mencegah terjadinya translokasi bakteri.38
Pada fase akut, nutrisi enteral diberikan untuk menjaga integritas mukosa,
melalui cara gut feeding. Namun pada fase selanjutnya nutrisi enteral diberikan
untuk menjamin kecukupan kalori. Pemberian nutrisi enteral dapat beberapa cara
di antaranya adalah dengan metode nonoperatif yaitu menggunakan pipa
nasogastrik, orogastrik, atau nasoduodenal. Cara yang lain adalah dengan metode
operatif yaitu gastrostomi dan jejunostomi.38
Apabila terdapat kontraindikasi atau
gangguan saluran cerna, maka pemberian melalui parenteral dapat
dipertimbangkan.28
ESPEN juga merekomendasikan pemberian nutrisi secara parenteral
apabila pemberian secara enteral tidak dapat mencapai kebutuhan energi. Pasien
dengan malnutrisi berat, sebaiknya mendapat nutrisi sebanyak 25-30
kkal/kgBB/hari, dan apabila kebutuhan ini tidak dapat dicapai melalui nutrisi
enteral, maka nutrisi parenteral dapat diberikan.24
Beberapa hal harus diperhatikan dalam pemantauan pemberian nutrisi
secara enteral, salah satunya adalah gastric residual volume (GRV). Perlambatan
pengosongan lambung dapat disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya adalah
faktor nutrisi (densitas, osmolaritas, kandungan makanan), keadaan klinis tertentu
(diabetes mellitus, kelainan neurologi, reumatologi, pasca bedah) dan akibat
penggunaan obat-obatan tertentu (opiat, dopamin).39
ESPEN merekomendasikan
pemberian metoklopramid atau eritromisin pada pasien dengan GRV yang
tinggi.24
Terdapat dua jalur parenteral yaitu melalui vena sentral dan perifer.
Pertimbangan menggunakan jalur vena sentral adalah pemberian nutrisi parenteral
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
24
Universitas Indonesia
dengan osmolaritas >850 mosml/L.28
Pemberian nutrisi parenteral melalui vena
sentral berkaitan dengan komplikasi mekanik, metabolik dan infeksi. Salah satu
bentuk komplikasi metabolik akibat pemberian nutrisi parenteral adalah
overfeeding dan sindroma refeeding (Gambar 2.7). Komplikasi metabolik lainnya
berupa hiperkapnia, steatosis hati, disfungsi neuromuskular, dan defek
imunologi.30
Gambar 2.7. Komplikasi metabolik pemberian nutrisi parenteral Sumber: daftar referensi no. 30
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
25
Universitas Indonesia
BAB 3
KASUS
3.1. METODE PEMILIHAN KASUS
Pasien dalam kasus serial ini adalah pasien sepsis yang dirawat di ICU dewasa
RSCM selama periode 15 Juli 2013−4 Oktober 2013. Kasus yang diambil adalah
pasien dewasa, usia 18−60 tahun, dan lama perawatan minimal lima hari.
Pemilihan kasus dihentikan bila sudah mencapai empat kasus.
3.2. RESUME KASUS
3.2.1. Resume kasus 1 (Nn. VA)
Pasien wanita usia 25 tahun datang ke RSCM dengan keluhan utama perut terasa
nyeri sejak satu minggu sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Satu minggu SMRS
pasien mengeluhkan nyeri pada seluruh perut yang dirasakan terus-menerus.
Tidak ada demam, namun terdapat keluhan mual dan muntah. Pasien tidak dapat
buang angin dan buang air besar. Pasien berobat ke klinik dokter umum dan
dikatakan infeksi saluran kemih, sehingga pasien dipulangkan dan diberi obat.
Namun setelah perawatan di rumah pasien merasakan tidak ada perubahan, nyeri
masih terus dirasakan. Selain itu pasien juga merasa perut semakin besar dan
tegang sehingga pasien berobat ke RSCM.
Di RSCM pasien terdiagnosis obstruksi usus mekanik, dan dilakukan
laparotomi dan didapatkan perforasi apendiks. Pasca bedah pasien dirawat di ICU.
Hari ke-6 pasca bedah, kondisi pasien menurun. Pasien mulai demam, sesak, dan
terdapat rembesan dari luka operasi. Tekanan darah menurun disertai nadi
meningkat, sehingga pasien mendapat obat-obatan vasopresor (nor-epinefrin 4
mg). Pasien didiagnosis sepsis e.c. infeksi intra abdomen, pasca laparotomi
appendektomi e.c. perforasi appendisitis.
Berdasarkan riwayat penyakit dahulu, pasien menyangkal adanya riwayat
kencing manis, asma, jantung dan hipertensi. Pasien juga menyangkal adanya
penyakit-penyakit tersebut dalam keluarganya.
Pasien bekerja sebagai karyawan toko. Sebelum sakit pasien terbiasa
makan teratur tiga kali per hari dengan menu nasi putih satu porsi, lauk hewani
25 Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
26
Universitas Indonesia
atau nabati satu porsi dan sayur. Pasien biasa mengonsumsi gorengan dua hingga
tiga potong per hari (±1500-1700 kkal). Dua puluh empat jam terakhir pasien
mendapatkan makanan cair dan nutrisi melalui parenteral, dengan jumlah kalori
kurang lebih 400 kkal. Pasien menyangkal adanya penurunan BB, BB sebelum
sakit 60 kg.
Pada pemeriksaan fisik yang dilakukan tanggal 16 Juli 2013 (hari ke-7
pasca bedah), didapatkan keadaan umum tampak sakit berat, dengan kesadaran
kompos mentis namun pasien gelisah. Hemodinamik tidak stabil, dengan tekanan
darah 140/80 mmHg, tekanan nadi rata-rata 84 mmHg, nadi 140 x/menit,
frekuensi napas 22 x/menit (dengan ventilator), suhu 38,9°C, dan CVP +9 s/d +17
cm H2O.
Pemeriksaan fisik lainnya menunjukkan adanya konjungtiva mata yang
pucat, terpasang nasogastric tube (NGT) pada hidung, tanpa aliran balik. Pada
mulut terlihat mukosa bibir tampak pucat dan kering serta terpasang endotracheal
tube (ETT) dan guidel. Central venous catheter (CVC) terpasang pada leher.
Pemeriksaan toraks menunjukkan jantung dan paru dalam batas normal. Pada
pemeriksaan abdomen terlihat abdomen distensi, luka operasi yang tertutup
verban dan terdapat rembesan. Pada auskultasi abdomen didapatkan bising usus
menurun dan dinding abdomen tegang pada palpasi. Pada ekstremitas didapatkan
edema pada kedua tungkai. Pemeriksaan antropometri menunjukkan panjang
badan (PB) 153 cm, BB 60 kg, sehingga didapatkan indeks massa tubuh (IMT)
25,6 kg/m2.
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan hemoglobin (Hb) 8 g/dL,
hematokrit (Ht) 22,9%, leukosit 7,35x103/μL, trombosit 390.000/μL, kolinesterase
1261 u/L, albumin 2,96 g/dL. Selain itu juga dilakukan pemeriksaan ultra
sonografi (USG) abdomen, yang menunjukkan adanya cairan di daerah parakolika
bilateral hingga perivesika. Esoknya, hari ke-8 pasca operasi (17 Juli 2013), pada
pemeriksaan didapatkan abdomen cembung dengan defence muscular (+) dan
bising usus yang menurun sehingga oleh teman sejawat bedah diputuskan untuk
dilakukan relaparotomi.
Pada operasi kedua didapatkan adanya bekuan darah pada bagian lateral
dinding posterior peritoneum kanan dan rembesan perdarahan dari mesokolon
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
27
Universitas Indonesia
transversum fleksura hepatika, sehingga dilakukan evakuasi bekuan darah dan
tampon sumber perdarahan. Jumlah perdarahan pada operasi kedua sekitar 500
ml. Pada tanggal 19 Juli 2013 dilakukan operasi ketiga untuk pengangkatan
tampon, namun dalam operasi tersebut juga ditemukan perforasi pin point pada
ileum (130 cm dari ligamentum Treitz), sehingga diputuskan untuk dilakukan
ileostomi pada daerah yang perforasi tersebut.
Selama perawatan di ICU, hemodinamik pasien relatif stabil dengan
bantuan obat-obatan, serta pernapasan yang dibantu ventilator. Pasien mendapat
terapi antibiotik piptazo dan amikasin, proton pump inhibitor (PPI), analgetik,
sedasi, prokinetik metoklopramid dan beberapa vitamin.
Pasca operasi ketiga, dari NGT pasien keluar GRV lebih kurang 1150 ml
berwarna hijau kekuningan. Jumlah ini semakin berkurang, hingga hari ke-4
sudah tidak terdapat GRV lagi. (Gambar 3.1). Produksi ileostoma pada pasien ini
berkisar antara 1600-2700 ml, berwarna kuning dan terdapat ampas.
Gambar 3.1. GRV dan produksi ileostoma pasien Nn. VA
Pasien mendapatkan nutrisi yang ditingkatkan bertahap mulai dari 20
kkal/kg BB/hari hingga 30 kkal/kg BB/hari, sesuai dengan toleransi pasien
(Gambar 3.2). Satu hari pasca bedah pasien mendapat nutrisi yang berasal dari
kombinasi parenteral dan enteral. Nutrisi enteral berupa cair jernih, yang
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
28
Universitas Indonesia
dikombinasi dengan nutrisi parenteral yang mengandung karbohidrat 40% dan
asam amino 10%. Hari kedua pasca bedah, pasien mulai diberikan makanan cair
rumah sakit dengan bahan dasar susu rendah laktosa (MC LLM), sebanyak 68%
dari kebutuhan energi total (KET), dan sisanya masih didapat dari nutrisi
parenteral. Pada hari kelima pasien tidak lagi mendapat nutrisi parenteral,
sehingga seluruh kebutuhan nutrisi pasien dipenuhi melalui enteral.
Gambar 3.2. Analisis asupan pasien Nn. VA selama perawatan di ICU
Pasien mencapai 100% KET (1500 kkal) pada hari keempat pasca bedah
ketiga (Gambar 3.2). Pemberian protein pada pasien ini juga ditingkatkan secara
bertahap (16-19% KET) sesuai dengan peningkatan energi. Hari kelima, keadaan
umum pasien membaik, dan dilakukan ekstubasi kemudian pada hari ketujuh
pasien pindah ke ruang rawat bedah.
3.2.2. Resume kasus 2 (Tn. FC)
Pasien laki-laki usia 18 tahun, masuk ICU RSCM dengan diagnosa sepsis e.c.
pneumonia, fistula enterovesikokutan, pasca laparatomi e.c. tuberkulosis (TBC)
usus. Lebih kurang dua bulan SMRS (April 2013) pasien mengeluhkan mual dan
muntah yang disertai dengan penurunan BB. Pasien berobat ke RS di Ambon,
yang kemudian dirujuk ke Jakarta. Di Jakarta keluhan pasien tidak berkurang,
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
29
Universitas Indonesia
pasien berobat di RS PM dan dikatakan pasien menderita usus buntu perforasi,
sehingga diputuskan untuk dilakukan operasi. Dalam operasi tersebut diketahui
pasien menderita TB usus. Pasca operasi pasien mendapatkan obat anti
tuberkulosis (OAT), namun luka operasi tidak kunjung sembuh, hingga dua
minggu SMRS, keluar feses dari luka operasi, sehingga pasien dirujuk ke RSCM.
Pasien dirawat di ruang perawatan biasa RSCM lebih kurang satu bulan,
selanjutnya pasien dirujuk ke ICU RSCM dengan diagnosis sepsis e.c. community
acquired pneumonia (CAP) dengan ancaman gagal napas, fistula
enterovesikokutan, pasca laparatomi e.c. TB usus. Selama perawatan di ruang
rawat biasa dilakukan perbaikan keadaan umum dan observasi terhadap fistula.
Pada anamnesis riwayat penyakit dahulu, pasien menyangkal menderita
penyakit TB, dan batuk lama. Pasien juga menyangkal adanya penyakit-penyakit
tersebut di dalam keluarga. Pasien baru lulus dari sekolah menengah dan
berencana untuk melanjutkan sekolah di Jakarta. Pasien terbiasa makan tidak
teratur berupa jajanan dan roti di sekolah (± 1200-1500 kkal). Berat badan pasien
sebelum sakit lebih kurang 40 kg dan menurut keluarga saat ini pasien telihat jauh
lebih kurus. Selama di ruang perawatan pasien mendapat makanan cair
semielemental dan nutrisi parenteral. Dua puluh empat jam terakhir pasien
mendapatkan nutrisi enteral berupa cair jernih dan nutrisi parenteral, dengan
jumlah kalori 564 kkal.
Pada pemeriksaan fisik tanggal 23 Juli 2013 didapatkan keadaan umum
tampak sakit berat, dengan kesadaran sulit dinilai karena dalam pengaruh obat.
Hemodinamik relatif tidak stabil, dengan tekanan darah 130/80 mmHg, tekanan
nadi rata-rata 90 mmHg, nadi 120 x/menit, frekuensi napas 36 x/menit (dengan
ventilator), suhu 36,8°C, dan CVP -6 s/d +9 cm H2O.
Pemeriksaan fisik lainnya menunjukkan konjungtiva mata pucat, terpasang
NGT pada hidung, tanpa aliran balik. Pada mulut terlihat mukosa bibir pucat dan
kering serta terpasang ETT dan guidel. Pada leher terpasang CVC. Pemeriksaan
toraks menunjukkan jantung dalam batas normal, dan pemeriksaan paru
menunjukkan adanya ronki basah kasar pada kedua paru disertai ekspirasi
memanjang. Pada pemeriksaan abdomen, didapatkan abdomen cekung, luka
operasi di linea mediana dengan rembesan sebanyak 20 ml berwarna kuning, dan
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
30
Universitas Indonesia
pada abdomen bagian bawah terlihat fistula enterovesika dengan produksi 50 ml
berwarna kuning (bercampur dengan urin). Auskultasi abdomen menunjukkan
bising usus normal. Pada ekstremitas didapatkan muscle wasting dan lemak
subkutan yang tipis. Pemeriksaan antropometri menunjukkan PB 157 cm, BB 26
kg, sehingga didapatkan IMT 10,54 kg/m2.
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan hasil Hb 10,1 g/dL, Ht 31,3%,
leukosit 36,48x103/μL, trombosit 141.000/μL, prokalsitonin 1,68, glukosa darah
sewaktu (GDS) 119 mg/dL, natrium 142,8 mEq/L, kalium 3,86 mEq/L, klorida
97,9 mEq/L. Analisis gas darah menunjukkan pH 7,325, paO2 85,1 mmHg, paCO2
59,3 mmHg, base excess +4,4, HCO3 31,2 mEq/L, SaO2 95,2%.
Selama perawatan di ICU, hemodinamik pasien tidak stabil. Pasien
mempunyai kecenderungan pCO2 yang tinggi (tidak pernah mencapai normal)
selama perawatan di ICU. Di akhir perawatan di ICU pasien terdiagnosis
pneumothoraks. Pada pasien dilakukan kultur darah dan sputum dan ditemukan
Candida albicans, sehingga oleh teman sejawat, pasien diberikan terapi anti
jamur. Selain itu pasien juga mendapatkan terapi OAT, PPI, analgetik, sedasi,
antikoagulan dan beberapa vitamin.
Pasien mendapatkan nutrisi berupa nutrisi enteral yang dikombinasi
dengan parenteral., yang ditingkatkan bertahap mulai dari 20 kkal/kg BB/hari
hingga 30 kkal/kg BB/hari (Gambar 3.3). Tujuh puluh hingga 80% asupan pasien
berasal dari nutrisi parenteral, diberikan dalam bentuk compounding yang
mengandung sediaan asam amino 10%, lipid 20%, karbohidrat 40%,
multivitamin dan beberapa mineral. Pada awal perawatan di ICU nutrisi enteral
pasien hanya diperoleh dari cair jernih yang mengandung karbohidrat 5%. Hal ini
disebabkan produksi fistula pasien yang cenderung tinggi (bercampur dengan
urin).
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
31
Universitas Indonesia
Gambar 3.3. Analisis asupan pasien Tn. FC selama perawatan di ICU
Pasien mulai mendapatkan MC LLM yang dikombinasikan dengan cair
jernih karbohidrat 5%, pada hari perawatan ke-13, sehingga diperoleh asupan
melalui enteral 30% KET, dan sisanya (70% KET) tetap diperoleh melalui nutrisi
parenteral.
Pasien mencapai 100% KET (780 kkal) pada hari perawatan ke-12, namun
ketika mencapai 30 kkal/kg BB, terdapat peningkatan CO2 pada analisis gas darah
(AGD), sehingga direncanakan penurunan nutrisi menjadi 25 kkal/kg BB, tetapi
dari analisis asupan yang diperoleh pasien tetap mendapat nutrisi sebesar 30
kkal/kg BB hingga hari perawatan ke-17. Namun terdapat kadar CO2 dalam AGD
yang tidak konsisten dengan nutrisi yang diperoleh (Gambar 3.4).
Pemberian protein pada pasien ini terutama diperoleh dari nutrisi
parenteral, yaitu sebesar 1,5 gram/kg BB/hari, Pada hari perawatan ke-28 pasien
terdiagnosis pneumotoraks, dan pada hari ke-29 kondisi pasien memburuk dan
akhirnya pasien meninggal dunia.
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
32
Universitas Indonesia
Gambar 3.4. paCO2 pasien Tn.FC selama perawatan di ICU
3.2.3. Resume kasus 3 (Ny. K)
Pasien wanita usia 34 tahun datang ke RSCM dengan keluhan utama perdarahan
dari jalan lahir setelah melahirkan. Lebih kurang empat jam SMRS, pasien baru
saja melahirkan di klinik bersalin swasta di daerah Cileungsi, Bogor. Dari surat
rujukan, diketahui persalinan kala II berlangsung lebih kurang satu jam, dan
dilakukan pendorongan pada fundus uterus untuk melahirkan bayi. Pasien
melahirkan bayi perempuan dengan BB 3500 gram dan pada saat dilahirkan bayi
menangis kuat. Saat plasenta lahir, tampak perdarahan dari jalan lahir dan
kontraksi uterus dinilai tidak baik oleh dokter, sehingga diberikan uterotonika 20
unit dalam infus ringer laktat, misoprostol 5 tablet, dan metergin 2 ampul. Pasien
dirujuk ke RS yang lebih besar dan selama perjalanan ke RS pasien mendapat
cairan kristaloid 4 kantong, HES 2 kantong. Pasien dibawa ke dua RS di daerah
Cibubur dan dikatakan tidak ada dokter spesialis kebidanan yang jaga, sehingga
pasien dirujuk ke RSCM.
Ketika tiba di RSCM pasien sudah dalam keadaan syok hipovolemik.
Selanjutnya di RSCM dilakukan tindakan operasi histerektomi subtotal atas
indikasi atonia uteri. Pasca operasi didapatkan penyulit berupa anemia yang
disebabkan oleh perdarahan pasca melahirkan, disseminated intravascular
coagulopathy (DIC), peningkatan enzim transaminase dan acute kidney injury
(AKI), sehingga pasien dirawat di ICU.
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
33
Universitas Indonesia
Laboratorium pasien ketika tiba di RSCM menunjukkan keadaan anemia
(Hb 5,8 g/dL, Ht 16,1%), sehingga dilakukan transfusi. Selain itu didapatkan pula
peningkatan enzim transaminase (SGOT 925 U/L, SGPT 457 U/L), penurunan
fungsi ginjal (ureum 84 mg/dL, kreatinin 2,2 mg/dL) dan peningkatan D-dimer
(3500 pg/L) serta fibrinogen (454,5 g/L).
Berdasarkan alloanamnesis dengan keluarga, kehamilan ini merupakan
kehamilan ke-4, di mana pada kehamilan ke-2 terdapat riwayat abortus pada
pasien. Keluarga juga menyangkal adanya riwayat kencing manis, asma, jantung,
hipertensi pada pasien. Selain itu tidak terdapat pula penyakit-penyakit tersebut di
dalam keluarga.
Pasien tidak bekerja, sehari-hari pasien sebagai ibu rumah tangga. Analisis
asupan, menunjukkan sebelum sakit pasien biasa mengonsumsi sekitar 1500 kkal.
Dua puluh empat jam terakhir pasien mendapatkan makanan cair dan nutrisi
melalui parenteral, dengan jumah kalori total kurang lebih 1000 kkal. Sebelum
kehamilan BB pasien tidak diketahui keluarga, BB saat kehamilan 60 kg.
Pada pemeriksaan fisik tanggal 12 Agustus 2013, didapatkan keadaan
umum tampak sakit berat, dengan kesadaran yang sulit dinilai karena pasien
dalam pengaruh obat midazolam 3 mg/jam. Hemodinamik relatif stabil dengan
bantuan obat-obatan vasoaktif, dengan tekanan darah 120/65 mmHg, tekanan nadi
rata-rata 85 mmHg, nadi 115 x/menit, frekuensi napas 30 x/menit (dengan
ventilator), suhu 36,9° C, dan CVP +10 cm H2O.
Pemeriksaan fisik lainnya menunjukkan konjungtiva mata pucat, terpasang
NGT pada hidung, tanpa aliran balik. Pada mulut, mukosa bibir tampak pucat dan
kering serta terpasang ETT dan guidel. Pada leher terpasang CVC. Pemeriksaan
toraks menunjukkan jantung dalam batas normal dan didapatkan ronki basah pada
pemeriksaan di kedua paru. Pemeriksaan abdomen menunjukkan adanya luka
operasi yang tertutup verban dan tidak terdapat rembesan. Pada auskultasi
abdomen didapatkan bising usus normal dan pada palpasi dinding abdomen teraba
supel. Pada ekstremitas didapatkan edema di kedua lengan dan tungkai bawah.
Pemeriksaan antropometri menunjukkan PB 155 cm, BB 59 kg, sehingga
didapatkan IMT 24,5 kg/m2.
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
34
Universitas Indonesia
Selama perawatan di ICU, hemodinamik pasien relatif stabil dengan
bantuan obat-obatan, serta pernapasan yang dibantu ventilator. Pasien juga
mendapatkan terapi pengganti ginjal (continous renal replacement therapy,
CRRT) oleh karena fungsi ginjal pasien yang semakin memburuk (Gambar 3.5).
Pasien mendapatkan terapi dari teman sejawat berupa antibiotik, analgetik-
antipiretik, obat-obatan vasoaktif, PPI serta beberapa vitamin.
Gambar 3.5. Penurunan fungsi ginjal pasien Ny. K
Pasien mendapatkan nutrisi berupa nutrisi enteral, yang ditingkatkan
bertahap mulai dari 20 kkal/kgBB/hari hingga 30 kkal/kg BB/hari. Kurang dari 24
jam pasien dirawat di ICU, pasien sudah mendapatkan nutrisi enteral, yang
diawali dari cair jernih karbohidrat 5% dan kemudian diganti menjadi MC LLM
sehingga jumlah energi yang diperoleh dari nutrisi enteral sekitar 30% KET dan
sisanya berasal dari nutrisi parenteral berupa larutan all in one.
Hari perawatan keempat pasien sudah mencapat 100% KET, di mana 80%
nya diperoleh dari nutrisi enteral, dan sisanya diperoleh dari nutrisi parenteral
yang mengandung karbohidrat 40%, asam amino 10% dan lipid 20%. Pemberian
protein direncanakan 0,8-1 gram/kg BB/hari (16% KET). Esoknya asupan pasien
menurun karena nutrisi parenteral dihentikan, dengan alasan pembatasan cairan,
dan pada pasien direncanakan untuk dilakukan tindakan CRRT.
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
35
Universitas Indonesia
Hari perawatan ke tujuh hingga ke-11 pasien menjalani CRRT, sehingga
nutrisi pasien direncanakan hingga 35 kkal/kg BB/hari dan protein sebesar 1,7
gram/kg BB/hari (19% KET), yang seluruhnya diperoleh melalui nutrisi enteral
(kombinasi MC LLM dengan MC komersial tinggi protein). Setelah proses CRRT
selesai nutrisi diturunkan kembali menjadi 30 kkal/kg BB (Gambar 3.6).
Gambar. 3.6 Analisis asupan pasien Ny. K selamaperawatan di ICU
Hari perawatan ke-12 pasien terdiagnosis pneumotoraks, sehingga
dilakukan pemasangan water seal drainage (WSD). Selain itu terdapat
perburukan kembali fungsi ginjal pasien, sehingga pasien direncanakan kembali
untuk dilakukan CRRT. Hari perawatan ke-16, keadaan umum pasien menurun,
yang ditandai dengan instabilitas hemodinamik, hingga pasien meninggal dunia
pada hari tersebut.
3.2.4. Resume kasus 4 (Ny. JA)
Pasien wanita usia 32 tahun datang ke RSCM dengan keluhan utama sesak napas
sejak dua hari SMRS. Ketika pasien datang ke RSCM, pasien mengaku hamil
empat bulan. Satu bulan SMRS pasien mengeluh mulas-mulas dan terdapat
riwayat perdarahan dari jalan lahir. Tiga hari SMRS pasien mulai mengeluhkan
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
36
Universitas Indonesia
sesak napas, sehingga mengganggu aktivitas. Terdapat pula keluhan mual dan
muntah.
Pada awal perawatan di RSCM didapatkan pasien mengalami anemia (Hb
4 g/dL), sehingga dilakukan transfusi packed red cell (PRC) empat kantong,
hingga Hb mencapai 9 g/dL. Selain itu terdapat pula penyulit lain berupa edema
paru, AKI dan sindrom hemolysis elevated liver enzymes low platelet (HELLP).
Satu hari pasca dirawat, pasien kejang sehingga dilakukan terminasi kehamilan
dan pasca terminasi pasien dirujuk ke ICU.
Kehamilan ini merupakan kehamilan kedua, pada kehamilan pertama
terdapat riwayat abortus pada pasien. Pasien mempunyai riwayat hipertensi sejak
kehamilan berusia tiga bulan. Pasien kontrol ke bidan setiap bulannya dan
mendapatkan obat nifedipin untuk hipertensinya. Dalam keluarga, ibu dan kakak
pasien juga menderita hipertensi, ayah pasien penyandang asma bronkiale.
Pasien tidak bekerja, sehari-hari pasien sebagai ibu rumah tangga.
Berdasarkan analisis asupan, sebelum sakit pasien biasa mengonsumsi sekitar
1300 kkal. Sejak awal kehamilan pasien mengalami mual, sehingga asupannya
turun bila dibandingkan sebelum hamil, namun pasien mengonsumsi susu hamil
2-3 kali per hari. Dua puluh empat jam terakhir pasien mendapatkan makanan cair
dengan jumlah kalori total kurang lebih 500 kkal. Berat badan sebelum kehamilan
60 kg, dan BB SMRS 64 kg.
Pada pemeriksaan fisik yang dilakukan tanggal 22 Agustus 2013,
didapatkan keadaan umum tampak sakit berat, dengan kesadaran yang sulit dinilai
karena pasien dalam pengaruh obat midazolam 3 mg/jam. Pasien baru saja
menjalani hemodialisis (HD). Hemodinamik relatif stabil, dengan tekanan darah
190/90 mmHg, tekanan nadi rata-rata 110 mmHg, Nadi 105 x/menit, frekuensi
napas 24 x/menit (dengan ventilator), suhu 37,3° C, dan CVP +8 cm H2O.
Pemeriksaan fisik lainnya menunjukkan konjungtiva mata pucat, terpasang
NGT pada hidung, tanpa aliran balik. Pada mulut, mukosa bibir tampak pucat dan
kering serta terpasang ETT dan guidel. Terpasang CVC pada leher. Pemeriksaan
toraks menunjukkan jantung dalam batas normal dan pemeriksaan paru
menunjukkan ronki basah pada kedua paru. Pemeriksaan abdomen menunjukkan
keadaan normal. Pada ekstremitas didapatkan edema di kedua tungkai bawah.
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
37
Universitas Indonesia
Pemeriksaan antropometri menunjukkan PB 155 cm, BB 64 kg, sehingga
didapatkan IMT 26,6 kg/m2.
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan hasil Hb 7,3 g/dL, Ht 21,2%,
leukosit 33,7x103/μL, trombosit 104x10
3/μL, ureum 236 mg/dL, kreatinin 12,9
mg/dL, prokalsitonin 15,69, kalsium 7,3, magnesium 5,69.
Selama perawatan di ICU, hemodinamik pasien relatif stabil dengan
bantuan obat-obatan, serta pernapasan yang dibantu ventilator. Pasien juga
mendapatkan terapi hemodialisis karena fungsi ginjal pasien yang semakin
memburuk (Gambar 3.7). Pasien mendapatkan terapi dari teman sejawat berupa
antihipertensi, sedatif, antibiotik, analgetik-antipiretik, obat-obatan vasoaktif, PPI,
kortikosteroid, diuretik, antikoagulan, prokinetik, serta beberapa vitamin.
Gambar 3.7. Kadar ureum dan kreatinin pasien JA
Pasien mendapatkan nutrisi berupa nutrisi enteral yang dikombinasi
dengan parenteral., yang ditingkatkan bertahap mulai dari 20 kkal/kgBB/hari
hingga 30 kkal/kg BB/hari (Gambar 3.8). Kurang dari 24 jam pasien dirawat di
ICU, pasien sudah mendapat nutrisi enteral yang dikombinasi dengan parenteral
(90% berasal dari nutrisi enteral), namun karena terdapat kecenderungan GRV
yang tinggi pada pasien ini, maka pemberian nutrisi enteral diturunkan menjadi
50% KET (sisanya berasal dari nutrisi parenteral).
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
38
Universitas Indonesia
Gambar 3.8. Analisis asupan pasien ny. JA selama perawatan di ICU
Protein yang direncanakan pada pasien ini adalah sebesar 1,2 gram/kg
BB/hari (23% KET), namun pada awal perawatan (hingga hari ke-5) kebutuhan
protein ini tidak terpenuhi karena intoleransi pasien terhadap nutrisi enteral.
Pasien mencapai 100% KET pada hari perawatan keenam, di mana 60% nya
berasal dari nutrisi enteral dan 40% nya berasal dari nutrisi parenteral, namun
terdapat lagi peningkatan produksi GRV (Gambar 3.9), sehingga nutrisi enteral
kembali diturunkan. Hari perawatan kedelapan pasien pindah ke ruang rawat
biasa.
Gambar 3.9. GRV pasien JA
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
39
Universitas Indonesia
BAB 4
PEMBAHASAN
Keempat pasien adalah pasien dewasa, tiga di antaranya perempuan, dan
semuanya dalam usia produktif. Russel6 menunjukkan bahwa insiden sepsis
semakin meningkat dengan pertambahan usia dan keadaan imunosupresi.
Tabel 4.1. Karakteristik subyek
Karakteristik Pasien I Pasien II Pasien III Pasien IV
Nama Nn. VA Tn. FC Ny. K Ny. JA
Usia 25 tahun 18 tahun 34 tahun 32 tahun
Jenis kelamin Perempuan Laki-laki Perempuan Perempuan
Antropometri
- BB
- PB
- IMT
60 kg
153 cm
25,6
26 kg
157 cm
10,54
59 kg
155 cm
24,5
64 kg
155 cm
26,6
Etiologi sepsis Infeksi intra
abdomen
CAP VAP CAP
Masa rawat di ICU 12 hari 31 hari 16 hari 8 hari
Penyulit Pembedahan
berulang.
Produksi
ileostoma
banyak
Malnutrisi berat
Fistula
vesikoenterokutan
Multi organ
dysfunction
GRV ↑↑
AKI
Status terakhir Pindah ke ruang
rawat
Meninggal Meninggal Pindah ke ruang
rawat
Berdasarkan IMT, 1 pasien dari kasus serial ini mempunyai status gizi
malnutrisi berat, 1 orang overweight dan 2 orang obes derajat satu. Penentuan
IMT membutuhkan data BB dan TB/PB. Pengukuran panjang badan dilakukan
langsung ketika pasien berbaring, dan BB dinilai dengan penimbangan
menggunakan bed scale. Satu dari tiga pasien dengan overweight-obes meninggal
dunia. Arabi dkk.40
mengemukakan bahwa angka mortalitas di rumah sakit dan
ICU secara bermakna lebih rendah pada pasien dengan overweight dan obes bila
dibandingkan dengan pasien dengan IMT normal. Demikian pula yang
dikemukakan oleh Kuperman dkk.41
bahwa keadaan obes menurunkan angka
mortalitas pada pasien sepsis. Salah satu mediator yang berperan pada efek
proteksi ini adalah hormon leptin, karena hormon ini meningkatkan kadar TNF-α
dan IL-6, yang berkaitan dengan peningkatan angka mortalitas.41
39
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
40
Universitas Indonesia
Instrumen skrining gizi yang digunakan di RSCM adalah MST. Pada
MST terdapat dua parameter yang dinilai, yaitu riwayat penurunan BB yang tidak
direncanakan serta penurunan nafsu makan. Parameter lain yang mejadi
pertimbangan dalam skrining gizi ini (MST) di RSCM adalah adanya diagnosis
khusus. Skor lebih atau sama dengan dua menunjukkan pasien berisiko untuk
terjadi malnutrisi. Berdasarkan MST, keempat pasien ini perlu dilakukan
assessment gizi, karena terdapat diagnosis khusus yaitu sepsis (penyakit kritis).
American Society for Parenteral and Enteral Nutrition (ASPEN) membagi
status nutrisi menjadi: (1) malnutrisi terkait starvasi kronik, (2) malnutrisi terkait
penyakit kronik, (3) malnutrisi terkait penyakit akut. Empat pasien dalam laporan
ini termasuk dalam status malnutrisi terkait penyakit akut. Hal ini disebabkan
proses inflamasi yang terjadi (sepsis) akan menyebabkan perubahan dalam
komposisi tubuh dan metabolisme.17
Etiologi sepsis pada tiga pasien dalam kasus serial ini adalah pneumonia
(Community acquired pneumonia, CAP dan ventilator associated pneumonia
VAP), sedangkan satu di antaranya adalah infeksi intra abdomen. CAP adalah
pneumonia yang diperoleh dari komunitas, pada pasien yang tidak dirawat di RS
dalam 14 hari sebelum timbulnya gejala atau pada pasien yang dirawat kurang
dari empat hari sebelum timbulnya gejala. VAP adalah pneumonia yang terjadi
pada pasien setelah 48 jam dilakukan intubasi endotrakeal dan ventilasi
mekanik.42
Pneumonia jenis ini merupakan bagian dari hospitalized acquired
pneumonia (HAP).43
Hospitalized acquired pneumonia merupakan infeksi nosokomial kedua
terbanyak dengan angka morbiditas 6,1 kasus per 1000 pasien, di mana 30%
pasien HAP terjadi di ICU. Insiden VAP adalah 7,6 kasus per 1000 hari
penggunaan ventilator. Angka mortalitas VAP berkisar antara 24-50% dan dapat
mencapai 76% pada keadaan infeksi oleh bakteri patogen risiko tinggi. Secara
keseluruhan insiden HAP dan VAP adalah 10 kasus per 1000 pasien rawat inap.43
Gejala klinis pneumonia secara umum adalah demam, sesak, nyeri dada,
batuk, serta adanya produksi sputum. Tanda yang dijumpai pada pemeriksaan
fisik berupa takipnea, takikardia, ekpansi yang menurun pada paru yang terkena,
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
41
Universitas Indonesia
redup pada perkusi, dan adanya pernapasan bronkial dan ronki pada
auskultasi.43,44
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk mendiagnosa VAP dan
CAP di antaranya adalah pemeriksaan sputum, kultur darah serta pemeriksaan
radiologi thoraks. Adanya gambaran infiltrat pada pemeriksaan radiologi thoraks
mengarah pada suatu pneumonia. Konsolidasi fokal ditemukan pada pneumonia
bakterial, sedangkan pneumonia yang disebabkan oleh virus biasanya
memberikan gambaran interstitial. Perjalanan penyakit yang cepat memburuk
disertai keterlibatan paru multifokal, mengindikasikan organisme legionella,
streptokokus pneumoniae atau stafilokokus aureus.45
Diagnosis VAP dan CAP dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa
perjalanan penyakit, pemeriksaan fisik dan penunjang. Diagnosis VAP dan CAP
tidak bersifat sensitif maupun spesifik, di mana clinical pulmonary infection score
(CPIS) dapat digunakan untuk meningkatkan sensitivitas dan spesivisitas
diagnosis. Pengambilan kultur dari saluran pernapasan diperlukan untuk
pemilihan antibiotik.43
Diagnosis CAP menurut British Thoracic Society (BTS) adalah sebagai
berikut44
:
1. Adanya gejala penyakit saluran pernapasan bawah akut seperti batuk yang
disertai dengan gejala lainnya seperti dispnea, nyeri pleuritik.
2. Terdapat gejala fokal pada paru, misalnya pernapasan bronkial.
3. Terdapat salah satu gejala umum, seperti : demam, menggigil, mialgia atau
pireksia
4. Tidak ada penyebab lainnya yang dapat menjelaskan penyakit yang ada.
Gejala yang ada pada ketiga pasien ini adalah sesak disertai produksi
sputum, sedangkan gejala demam hanya terdapat pada pasien ketiga dan keempat,
pasien kedua mempunyai kecenderungan terjadi hipotermia. Hal ini sesuai dengan
gejala sepsis, di mana dapat terjadi peningkatan suhu tubuh (>38° C) atau
penurunan suhu tubuh (<36° C). Gambaran radiologi thoraks ketiga pasien
mengarah pada suatu pneumonia, yaitu adanya gambaran infiltrat. Selain itu pada
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
42
Universitas Indonesia
ketiga pasien juga dilakukan pemeriksaan kultur sputum dan darah, yang
diperlukan untuk pemilihan antimikrobial yang akan diberikan.
Identifikasi faktor risiko, juga merupakan salah satu komponen penting
dalam mendiagnosa CAP dan VAP. Faktor risiko yang berhubungan dengan
kejadian CAP diantaranya penggunaan alkohol dan obat-obatan, pajanan dengan
orang lain yang terdiagnosa pneumonia atau penyakit paru lainnya, riwayat
diabetes, riwayat penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), riwayat merokok,
pekerjaan, lingkungan, perjalanan dan penyakit yang ada saat ini.44
Pada kedua
pasien (pasien kedua dan keempat) tidak didapatkan riwayat batuk lama, namun
riwayat kontak dengan individu lain yang menderita paru tidak diketahui. Selain
itu pada pasien kedua terdapat riwayat TB intestinal. Rosado dkk.46
mengemukakan bahwa berdasarkan beberapa studi, hanya 15% pasien dengan TB
abdominal, mempunyai kelainan pada parunya, namun pada studi yang dilakukan
olehnya, seluruh pasien dengan TB intestinal mempunyai kelainan pada paru.
Faktor risiko VAP di antaranya adalah kolonisasi organisme patogen di
orofaring, posisi supine, luka bakar berat, penggunaan ventilasi mekanik,
pembedahan thoraks, keadaan acute respiratory distress syndrome (ARDS) serta
trauma kepala. Selain itu penggunaan obat-obatan penekan asam lambung (antasid
dan PPI) dapat meningkatkan risiko kejadian VAP.43
Pasien ketiga mempunyai
riwayat penggunaan ventilasi mekanik selama perawatannya di ICU, selain itu
posisi supine dan penggunaan obat-obatan di ICU di antaranya PPI dapat
merupakan salah satu faktor risiko terjadinya VAP pada pasien ini.
Tatalaksana CAP diantaranya meliputi penentuan derajat keparahan
penyakit. Penentuan derajat keparahan suatu CAP dapat digunakan beberapa
sistem skoring, di antaranya adalah menggunakan pneumonia severity index dan
CURB-65. Pneumonia severity index menilai pasien berdasarkan 20 variabel dan
mengelompokkan pasien menjadi 5 kelompok, sedangkan CURB-65 menilai
pasien berdasarkan lima variabel. Skor yang diperoleh oleh pasien, akan
menentukan apakah pasien dapat rawat jalan, rawat inap atau bahkan
membutuhkan perawatan di ICU.45
Rotstein.43
mengemukakan bahwa pasien
sepsis yang disebabkan oleh CAP merupakan indikasi untuk dirawat di ICU.
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
43
Universitas Indonesia
Tatalaksana pneumonia secara umum meliputi tatalaksana antimikrobial
dan non antimikrobial. Antimikrobial sebaiknya diberikan dalam waktu kurang
dari 24 jam setelah diagnosis, di mana terapi antimikrobial secara kombinasi lebih
baik daripada terapi tunggal. Pemberian antimikrobial sebaiknya berdasarkan
hasil kultur. Tatalaksana lainnya meliputi keseimbangan hemodinamik dengan
pemberian cairan dan obat-obatan vasoaktif, terutama pada pasien sepsis yang
disebabkan oleh VAP. Selain itu pemberian nutrisi yang adekuat dan dukungan
pernapasan menggunakan ventilasi mekanik, akan memperbaiki outcome.43
Ketiga pasien ini telah mendapatkan terapi antimikrobial dan nonantimikrobial.
Terapi nonantimikrobial pada pasien ini telah mengikuti standar penatalaksanaan
sepsis yaitu EGDT.
Etiologi sepsis pada pasien pertama adalah infeksi intra abdominal. Infeksi
intra abdominal terkomplikasi merupakan penyebab kematian nomor dua di ICU
akibat sepsis. Tatalaksana yang diperlukan untuk memperbaiki outcome di
antaranya adalah terapi pembedahan dan pemberian antibiotik. Namun demikian
pasien dengan sepsis berat atau syok septik yang disebabkan oleh infeksi intra
abdominal, yang menjadi prioritas dalam tatalaksana adalah mempertahankan
hemodinamik, mengendalikan sumber infeksi dan terapi antibiotik. World Society
of Emergency Surgery (WSES) guidelines merekomendasikan pemeriksaan ultra
sonografi (USG) bagi pasien dalam kondisi tidak stabil dan computerized
tomography scan (CT-scan) abdomen bagi pasien yang stabil, untuk menunjang
diganosa infeksi intra abdominal.47
Pasien pertama merupakan pasien dengan
diagnosa pasca laparotomi dengan indikasi perforasi appendicitis, namun setelah
pembedahan pertama keadaan umum pasien menurun, disertai dengan tanda-tanda
peritonitis. Selanjutnya dilakukan USG abdomen yang menunjukkan adanya
cairan di daerah parakolika bilateral hingga perivesika, sehingga oleh teman
sejawat bedah diputuskan untuk melakukan relaparotomi. Pasien juga telah
mendapat terapi antibiotik berupa meropenem 3 x 1 gram.
Keempat pasien mengalami anemia. Gangguan hematologi yang terjadi
pada sepsis di antaranya adalah anemia, leukositosis, trombositopenia dan aktivasi
sistem hemostasis. Anemia pada sepsis disebabkan oleh menurunnya produksi
produksi eritropoitin, terganggunya respon sumsum tulang terhadap eritropoitin
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
44
Universitas Indonesia
serta menurunnya usia hidup sel darah merah. Selain itu adanya disfungsi organ
seperti hepar dan ginjal, juga akan memperberat anemia pada pasien sepsis.
Keadaan anemia akan menurunkan kapasitas darah untuk mengangkut oksigen,
walaupun tubuh akan mengkompensasinya dengan meningkatkan indeks kardiak
dan ekstraksi oksigen.48
Leukositosis merupakan salah satu tanda sepsis, di mana pada hitung jenis
yang meningkat adalah netrofil (netrofilia). Penyebab terjadinya netrofilia pada
sepsis adalah meningkatnya produksi dan pelepasan netrofil dari sumsum tulang.
Sebaliknya keadaan netropenia disebabkan karena menurunnya produksi oleh
sumsum tulangdan ketidakseimbangan antara produksi dan ektravasasi.
Meningkatnya produksi dan aktivasi netrofil di sirkulasi merupakan salah satu
bentuk respon pejamu terhadap infeksi.48
Insiden trombositopenia pada sepsis adalah berkisar antara 35-59%.
Penyebab primer terjadinya trombositopenia pada sepsis adalah meningkatnya
penghancuran terhadap trombosit yang bersifat nonimunologi , namun dapat pula
disebabkan karena proses imunologi, yaitu terdapatnya antibodi yang melawan
glikoprotein IIb/IIIa.48
Prokalsitonin (PCT) merupakan salah satu parameter yang dinilai dalam
diagnosis sepsis. Prokalsitonin adalah 116-asam amino dengan 13 k-Da dan
merupakan prohormon kalsitonin. Dalam keadaan fisiologi, PCT akan melalui
proses proteolisis intraseluler spesifik, yang kemudian akan dilepaskan dalam
bentuk aktif kalsitonin oleh sel C glandula tiroid. Namun dalam keadaan infeksi
(bakteri) terdapat kegagalan dalam proteolisis spesifik, sehingga terjadi
peningkatan kadar PCT di dalam plasma. Ada pula pendapat yang mengatakan
bahwa dalam keadaan infeksi, PCT dihasilkan oleh jaringan ekstra tiroid. Waktu
paruh PCT di sirkulasi adalah 24-30 jam.49
Uzzan dkk.50
menunjukkan bahwa
PCT merupakan penanda biologi yang baik untuk sepsis, sepsis berat atau syok
sepsis. Selain itu PCT juga bersifat lebih superior bila dibandingkan C-reactive
protein (CRP) sebagai penanda sepsis.
Pasien ketiga dan keempat mengalami komplikasi berupa acute kidney
injury (AKI). Acute kidney injury adalah menurunnya fungsi ginjal secara
mendadak (kurang dari 48 jam), yang dinilai berdasarkan peningkatan kadar
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
45
Universitas Indonesia
kreatinin serum, menurunnya output urin, serta perlunya terapi pengganti ginjal.
Etiologi AKI dapat dibedakan menjadi tiga kategori yaitu pre renal, renal dan post
renal. Kategori pre renal biasanya disebabkan karena menurunnya perfusi ke renal
yang disebabkan oleh menurunnya volume intravaskular secara keseluruhan.
Sedangkan kategori renal disebabkan karena proses yang terjadi di ginjal, dan
kategori post renal disebabkan karena drainase urin distal ke ginjal yang tidak
adekuat. Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk mendiganosa AKI di
antaranya adalah pemeriksaan kadar kreatinin serum, urinalisis, pemeriksaan
darah perifer lengkap, pemeriksaan elektrolit di urin, USG ginjal, serta biopsi
renal. Prinsip tatalaksana AKI adalah menjamin perfusi renal yang adekuat,
dengan cara mempertahankan stabilitas hemodinamik serta mencegah terjadinya
hipovolemia.51
Penyakit AKI merupakan komplikasi ginjal yang sering terjadi pada
pasien dengan sepsis. Dahulu diketahui bahwa penyebab terjadinya AKI pada
pasien sepsis adalah inadekuasi aliran darah ke ginjal, namun saat ini diketahui
terdapat penyebab lain, di antaranya adalah melalui mekanisme imunologi. Pada
keadaan sepsis terdapat pelepasan sitokin inflamasi seperti TNF-α yang berperan
pada kejadian AKI pada syok septik akibat gram negatif, melalui pengaruhnya
terhadap endotelial glomerular dan sel tubulus, yang berakhir pada apoptosis.52
Penyakit AKI sendiri menyebabkan perubahan metabolisme energi, tanpa
menyebabkan perubahan resting energy expenditure (REE), namun pada pasien
AKI yang disebabkan oleh sepsis atau MOD akan terjadi peningkatan EE 20-
30%. Pemberian nutrisi secara berlebihan (overfeeding) pada pasien AKI, akan
lebih berbahaya bila dibandingkan dengan pemberian nutrisi yang kurang
(underfeeding). Oleh karena itu dianjurkan pemberian nutrisi sebanyak maksimal
30 kkal/kgBB/hari pada pasien AKI yang disertai dengan keadaan
hipermetabolisme sekalipun.53
Pada AKI sering terjadi keadaan resistensi insulin dan asidosis metabolik,
di mana keadaan ini akan menyebabkan katabolisme protein. Oleh karena itu
target dari pemberian nutrisi adalah mempertahankan kadar gula darah sehingga
tetap berada dalam status normoglikemia. Keadaan ini akan lebih menguntungkan
(meningkatkan survival) bila dibandingkan dengan keadaan hipoglikemia.52,53
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
46
Universitas Indonesia
Finfer dkk.54
mengemukakan bahwa kadar glukosa darah pasien yang dirawat di
unit perawatan intensif (ICU), maksimal 180 mg/dL, akan menurunkan mortalitas
bila dibandingkan dengan kadar glukosa darah 81-108 mg/dL.
Selain itu pada AKI juga akan terjadi peningkatan trigliserida (TG) yang
disebabkan karena menurunnya enzim lipoprotein lipase, sehingga bersihan TG
akan terganggu hingga 50%-nya. Pemberian emulsi lipid parenteral pada pasien
AKI harus sangat hati-hati karena emulsi lipid artifisial akan didegradasi seperti
lipid endogen, yang akan menyebabkan peningkatan TG di darah karena adanya
gangguan lipolisis. Pemberian lipid pada pasien AKI sebaiknya tidak melebihi
dari 30% KET dan pemberian lipid parenteral sebaiknya dihindari pada TG
plasma >350 mg/dL, keadaan DIC, asidosis (pH <7,2) serta pada keadaan
gangguan sirkulasi.52,53
Penyakit AKI menyebabkan penurunan bersihan kalium, magnesium dan
fosfat, oleh sebab itu komplikasi yang terjadi biasanya karena penumpukkan
elektrolit tersebut di dalam tubuh. Pemberian nutrisi enteral menggunakan MC
polimerik harus dengan pemantauan yang baik terhadap elektrolit tersebut di atas,
karena MC polimerik mengandung kalium dan fosfat yang cukup tinggi.53
Pada
pasien ketiga didapatkan kecenderungan peningkatan kadar kalium di dalam
darah, namun setelah dilakukan tindakan CRRT kadar kalium menurun dalam
rentang normal.
Selain elektrolit terdapat pula penurunan mikronutrien seperti selenium,
seng, vitamin C dan E.56
Pemberian vitamin larut air (kecuali vitamin C) sejumlah
satu kali AKG dianjurkan bagi pasien AKI, sedangkan maksimal pemberian
vitamin C adalah tidak melebihi 250 mg/hari.53
Kedua pasien (pasien ketiga dan keempat) mendapatkan terapi pengganti
ginjal, di mana pasien ketiga mendapatkan terapi continuous venovenous
haemofiltration (CVVH), sedangkan pasien keempat mendapatkan terapi HD.
Terapi CVVH juga dikenal sebagai CRRT. Terapi pengganti ginjal merupakan
modalitas utama pada AKI yang disebabkan oleh sepsis. Secara umum terdapat
dua prinsip terapi pengganti ginjal, yaitu difusi dan konveksi. Dialisis
menggunakan prinsip difusi, sedangkan hemofiltrasi menggunakan prinsip
konveksi.52
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
47
Universitas Indonesia
Berikut adalah keuntungan CRRT bila dibandingkan dengan dialisis55
:
1. CRRT dapat dilakukan pada kondisi hemodinamik tidak stabil karena
pengeluaran cairan dengan metode ini dilakukan dengan kecepatan
rendah.
2. CRRT dapat mengontrol keadaan azotemia, elektrolit dan keseimbangan
asam basa.
3. CRRT dapat menunjang pengeluaran cairan pada kondisi tertentu,
misalnya edema paru
4. Mengeluarkan mediator proinflamasi
Kerugian CRRT adalah :
1. Pemantauan hemodinamik dan keseimbangan cairan secara terus menerus
2. Infus dialisat reguler
3. Penggunaan antikoagulan secara terus menerus
4. Pasien imobilisasi
5. Lebih mahal
Tindakan CRRT juga menyebabkan hilangnya beberapa makro dan
mikronutrien, di antaranya adalah glukosa, asam amino, vitamin dan karnitin.
Selain itu CRRT juga menyebabkan terjadinya katabolisme protein dan pelepasan
radikal bebas. Secara umum tindakan CRRT dapat menyebabkan hilangnya
glukosa sebanyak 40-80 gram/hari, walaupun jumlah ini juga dipengaruhi oleh
cairan dialisat yang digunakan, kadar glukosa darah dan laju ultrafiltrasi. Jumlah
protein yang hilang melalui terapi pengganti ginjal berbasis konveksi adalah
antara 1,2-7,5 gram/hari, sedangkan pada terapi pengganti ginjal berbasis difusi
berkisar antara 2-3 gram/hari. Asam amino yang hilang pada tindakan CRRT
berkisar antara 6-15 gram/hari (tergantung teknik dan volume yang digunakan).
ASPEN merekomendasikan pemberian energi total sebesar 25-35 kkal/kg
BB/hari serta protein sebesar 1,5-1,8 gram/kgBB/hari pada pasien yang menjalani
CRRT.56
Pemberian vitamin larut air (asam folat, vitamin B1, B6 dan C) sebanyak
minimal satu kali AKG dianjurkan bagi pasien yang sedang menjalani CRRT
dengan tujuan untuk mempertahankan kadarnya di dalam plasma.53
Pada pasien
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
48
Universitas Indonesia
ketiga, dilakukan tindakan CRRT selama lima hari berturut-turut, sehingga dalam
masa tindakan CRRT, pasien diberikan energi sebesar 35 kkal/kg BB/hari dan
protein sebesar 1,7 gram/kg BB/hari.
Selain itu juga dianjurkan suplementasi glutamin pada pasien yang
menjalani CRRT, karena asam amino ini bersifat semiesensial dan hilang pada
saat proses CRRT.56
Glutamin merupakan bahan bakar utama bagi limfosit,
makrofag, dan enterosit, sehingga diperlukan untuk mempertahankan integritas
mukosa usus, yang secara tidak langsung dapat mencegah terjadinya translokasi
bakteri. Selain itu pemberian glutamin juga dapat menjaga keseimbangan antara
Th1 terhadap Th2, menurunkan sekresi IL-6 pada organ non hepatik, menurunkan
IL-4, serta meningkatkan ekspresi IFN-α.33
Namun demikian, terhadap keempat
pasien tidak diberikan suplementasi glutamin. ESPEN tidak merekomendasikan
pemberian glutamin pada pasien penyakit kritis secara umum, selain pasien luka
bakar dan trauma, karena dari beberapa studi menunjukkan bahwa pemberian
glutamin tidak berbeda bermakna dalam mencegah kejadian infeksi dan
menurunkan laju mortalitas serta masa rawat.24
Heyland dkk.57
dalam suatu uji
acak terkontrol menyatakan bahwa terdapat peningkatan laju mortalitas dalam 28
hari pada pasien yang mendapatkan glutamin, bila dibandingkan dengan yang
tidak mendapat glutamin.
Asidosis merupakan suatu keadaan yang sering terjadi pada pasien dengan
sepsis dan penyakit kritis lainnya, di mana keadaan ini sangat berkaitan dengan
buruknya outcome. Asidosis dapat disebabkan karena meningkatnya pCO2 di
arteri (asidosis respiratorik) atau karena pengaruh dari asam organik/inorganik
(asidosis metabolik). Asidosis metabolik dapat disebabkan oleh beberapa hal, di
antaranya adalah asidosis laktat, hiperkloremik, gagal ginjal dan ketoasidosis.
Asidosis metabolik dapat memicu terjadinya instabilitas hemodinamik, yang
diakibatkan oleh produksi inducible nitric oxide synthase (iNOS) yang
selanjutnya akan menyebabkan vasodilatasi dan syok.58
Kompensasi tubuh
terhadap keadaan asidosis metabolik adalah meningkatnya laju pernapasan,
sehingga akan meningkatkan pengeluaran CO2. Kompensasi respiratori biasanya
diawali dengan peningkatan laju pernapasan menjadi 15-30 kali per menit, di
mana kompensasi ini akan terjadi setiap penurunan 1 mEq/l bikarbonat.
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
49
Universitas Indonesia
Tatalaksana asidosis metabolik adalah koreksi terhadap penyebab utamanya.
Pemberian natrium bikarbonat sebaiknya dihindari pada asidosis yang disebabkan
oleh laktat atau keadaan asidosis lain yang berkaitan dengan hipoksia jaringan.
Pada pasien yang mendapat nutrisi parenteral, kandungan asetat dapat
ditingkatkan dan kandungan klorida diturunkan.59
Ketiga pasien dalam kasus ini mengalami asidosis metabolik dan satu di
antaranya mengalami asidosis respratorik. Kemungkinan penyebab asidosis pada
pasien ini adalah kondisi gagal ginjal. Selain itu asidosis metabolik juga dapat
disebabkan oleh keadaan hipoalbuminemia, di mana albumin merupakan salah
satu unmeasured anion dan keadaan hipoalbuminemia akan menurunkan anion
gap. Sedangkan keadaan asidosis respiratorik yang terdapat pada pasien kedua
dapat disebabkan oleh penyakit paru berat, yang mengakibatkan retensi CO2, dan
pada akhirnya menyebabkan kegagalan sistem pernapasan untuk mengeluarkan
CO2. Tatalaksana asidosis respiratorik adalah pemberian oksigenasi yang
adekuat.59
Keempat pasien juga mengalami hipoalbuminemia. Secara umum keadaan
hipoalbuminemia dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu menurunnya sintesis
albumin, meningkatnya kehilangan albumin, redistribusi albumin ke
ekstravaskular atau keadaan yang menyebabkan dilusi albumin intravaskular.60
Penyebab hipoalbuminemia pada keempat pasien ini kemungkinan adalah
menurunnya sintesis albumin disertai meningkatnya kehilangan albumin. Keadaan
stres metabolik akan menyebabkan jaringan hati lebih cenderung untuk
memproduksi protein fase akut lebih banyak daripada albumin dan prealbumin.61
Perhitungan kebutuhan energi pada keempat pasien ini adalah
menggunakan rule of thumb yang direkomendasikan oleh ESPEN, yaitu 20-25
kkal/kgBB ideal/hari pada fase akut dan 25-30 kkal/kgBB ideal/hari pada fase
anabolik. Kalori yang diberikan pada pasien yang mendapatkan CRRT adalah
hingga 35 kkal/kg BB ideal/hari.
Pertimbangan penggunaan rule of thumb dalam perhitungan KET pada
keempat pasien ini adalah penggunaannya yang praktis, dan hasilnya yang
mendekati perhitungan berdasarkan HB. Pemberian nutrisi sebesar 20 kkal per kg
BB ideal menurut rule of thumb setara dengan 80% KEB berdasarkan HB,
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
50
Universitas Indonesia
sedangkan pemberian 25 kkal per kg BB ideal pasien setara dengan 100% KEB
berdasarkan HB. Tiga pasien dalam serial kasus ini memiliki IMT <40 kg/m2 dan
satu diantaranya memiliki IMT <18,5 kg/m2. Frankenfield dkk.
62 mengemukakan
bahwa persamaan HB dapat digunakan pada individu dengan IMT maksimal 40
kg/m2. Selain itu pada penelitian lainnya yang dilakukan Frankefield dkk.
63
menunjukkan bahwa penggunaan BB aktual pada perhitungan HB, menghasilkan
perhitungan yang overestimated 4% pada pasien obes dan underestimated 1,5%
pada pasien malnutrisi.
Berdasarkan beberapa persamaan yang pernah digunakan untuk pasien
penyakit kritis, diketahui bahwa belum ada persamaan yang lebih baik dari
kalorimetri indirek untuk menentukan KET (Tabel 4.2).23
Tabel 4.2. Persamaan untuk menghitung KET pada pasien dengan penyakit kritis Persamaan Rekomendasi
Non obes Obes Pasien menggunakan
ventilator
Ireton-Jones 1992 Ya (akurasi 52%) Ya Ya
Penn State 1998 Tidak Ya Ya
Penn State 2003 Ya (akurasi 79%) Tidak Tidak
Swinamer Ya (akurasi 55%) Tidak Tidak
Harris-Benedict Tidak Tidak Tidak
American College of
Chest Physicians
Tidak Tidak Tidak
Ireton-Jones 1997 Tidak Tidak Tidak
Sumber: daftar referensi no. 23
Secara umum keempat pasien mendapatkan nutrisi enteral yang
dikombinasikan dengan parenteral. ESPEN merekomendasikan pemberian nutrisi
enteral dini (NED), yaitu dalam waktu kurang dari 24-48 jam setelah admisi ke
ICU.24
Marik dkk.64
menunjukkan bahwa nutrisi enteral dini berkorelasi secara
bermakna terhadap penurunan komplikasi infeksi dan masa rawat di rumah sakit.
Pemberian nutrisi enteral harus selalu diikuti oleh pemantauan terhadap
toleransi saluran cerna. Intoleransi terhadap nutrisi enteral akan mempengaruhi
asupan secara keseluruhan. Penilaian terhadap saluran cerna di antaranya meliputi
keluhan nyeri, mual, muntah, serta diare oleh pasien, serta pemeriksaan fisik
abdomen yang menunjukkan adanya distensi dan bising usus abnormal.39
Parameter lain yang sering digunakan untuk penilaian toleransi saluran cerna
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
51
Universitas Indonesia
adalah pemeriksaan terhadap pengosongan lambung, yang salah satunya dapat
dilakukan dengan memeriksa GRV. Cut off yang digunakan untuk penilaian GRV
adalah 150 ml per empat-enam jam.65
Empat puluh hingga 50% pasien penyakit kritis mengalami perlambatan
pengosongan lambung.66
Perlambatan pengosongan lambung dapat disebabkan
oleh beberapa hal, di antaranya penggunaan obat-obatan (PPI, opiat),
hiperglikemia, sepsis.65
Pasien pertama dan keempat dari kasus serial ini
mengalami peningkatan GRV. Pemberian obat-obatan golongan opiat pada kedua
pasien dapat menjadi salah satu penyebab meningkatnya GRV. Kedua pasien ini
mendapatkan metoklopramid 3x10 mg sebagai obat prokinetik. Metoklopramid
bekerja sebagai obat antiemetik dan prokinetik, di mana kerjanya sebagai
antagonis dopamin baik secara sentral maupun perifer. Selain itu, obat prokinetik
lainnya yang sering digunakan adalah eritomisin, suatu antibiotik golongan
makrolid. Eritomisin bekerja sebagai agonis motilin.67
Nguyen dkk.66
mengemukakan bahwa pemberian eritromisin pada pasien penyakit kritis yang
mengalami intoleransi nutrisi enteral, lebih efektif bila dibandingkan denga
metoklopramid.
Keempat pasien ini mendapatkan nutrisi enteral dengan metode intermiten,
menggunakan feeding buret. Salah satu cara untuk meningkatkan toleransi
pemberian nutrisi enteral pada pasien penyakit kritis adalah dengan cara
intermittent gravity drip feedings, yaitu pemberian 240-720 ml formula enteral
selama 20-60 menit setiap empat hingga enam jam. pemberian nutrisi enteral
menggunakan cara ini menurunkan komplikasi gastrointestinal bila dibandingkan
dengan pemberian bolus.68
Nutrisi enteral yang diberikan pada keempat pasien ini adalah makanan
cair polimerik berupa makanan cair rumah sakit dengan bahan dasar susu rendah
laktosa (MC LLM) atau makanan cair komersial. Setiap 1000 ml MC LLM
mengandung 1000 kkal yang terdiri dari 40 gram protein (16%), 31 gram lemak
(27%) dan 144 gram karbohidrat (57%). Makanan cair LLM dibuat dari bahan
makanan seperti susu rendah laktosa, susu skim, telur ayam, gula pasir dan tepung
jagung. ESPEN tidak merekomendasikan pemberian makanan cair oligomerik
pada pasien penyakit kritis, karena beberapa studi yang membandingkan kedua
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
52
Universitas Indonesia
sediaan terhadap gastrointestinal masih bersifat kontroversi. Selain itu harga
sediaan polimerik yang lebih ekonomis bila dibandingkan oligomerik.24
Pada pasien yang mendapatkan nutrisi enteral, tidak dilakukan
suplementasi mikronutrien, dengan pertimbangan mikronutrien dapat diperoleh
dari bahan makanan sumber yang digunakan untuk pembuatan makanan cair.
Selain itu pada beberapa sediaan makanan cair komersial, sudah dilakukan
suplementasi mikronutrien. Sedangkan pada pasien yang mendapatkan nutrisi
parenteral diberikan multivitamin melalui akses vena dengan dosis satu kali AKG.
Hal ini disebabkan karena pada sediaan nutrisi parenteral biasanya hanya
mengandung makronutrien dengan tujuan untuk menjaga stabilitas larutan.24,28
Sebagian besar pasien mendapatkan antibiotik yang bervariasi, seperti
meropenem, amikasin, piperasilin tazobactam, ampisillin sulbaktam, levofloksasin
serta antibiotik untuk pengobatan TB. Meropenem merupakan antibiotik golongan
karbapenem dan berspektrum luas. Efek samping penggunaan meropenem adalah
mual, muntah, diare, konstipasi dan sepsis. Meropenem mempengaruhi kerja flora
usus, yang pada akhirnya akan mengganggu kerja beberapa mikronutrien, seperti
biotin, niasin, asam pantotenat, piridoksin, tiamin dan vitamin K1.69
Amikasin merupakan antibiotik golongan aminoglikosida. Indikasi
penggunaan amikasin adalah resistensi beberapa obat bakteri gram negatif.
Interaksi amikasin dengan beberapa mikronutrien di antaranya adalah
menurunkan kerja biotin, kalsium, niasin, tiamin dan vitamin K1 melalui
pengaruhnya terhadap flora usus. Selain itu, amikasin juga menghambat absorbsi
sianokobalamin di saluran cerna dan meningkatkan bersihan magnesium di ginjal,
sehingga kadar kedua mikronutrien di dalam darah akan menurun.69
Piperasilin tazobactam merupakan antibiotik golongan penisilin, inhibitor
beta-laktamase, efektif untuk pseudomonas. Piperasilin tazobactam menurunkan
bersihan vitamin C di ginjal, sehingga kadarnya di dalam darah akan meningkat.69
Ampisillin sulbaktam juga merupakan antibiotik golongan penisilin dan
sulbaktam, suatu inhibitor beta laktamase. Obat ini diindikasi bagi infeksi S
aureus, E coli, Klebsiela spp dan Acinetobacter calcoaceticus. Efek samping obat
ini terutama adalah nyeri di tempat suntikan dan diare. Interaksi obat ini dengan
beberapa mikronutrien di antaranya adalah menurunkan bersihan vitamin C di
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
53
Universitas Indonesia
ginjal, sehingga meningkatkan kadarnya di dalam plasma, menurunkan natrium,
kalium dan magnesium serum, menurunkan kadar biotin, asam pantotenat,
piridoksin, dan tiamin karena pengaruhnya terhadap flora usus. Selain itu kalsium
dan sodium akan menurunkan efektivitas ampicilin karena zat-zat nutrisi tersebut
meningkatkan pH gaster.69
Levofloksasin merupakan antibiotik spektrum luas, dan termasuk dalam
golongan kuinolon. Efek samping pada saluran cerna terutama adalah gangguan
pengecapan, mual, diare, dan konstipasi. Sediaan zat besi, sodium, magnesium
akan menurunkan kadar levoflokasasin karena menghambat absorbsi di saluran
pencernaan. Selain itu penggunaan kalsium dan levofloksasin secara bersamaan,
akan saling menurunkan kadarnya karena pengaruh penghambatan absorbsi di
saluran cerna. Levofloksasin juga akan berinteraksi dengan mikronutrien lain
seperti biotin, piridoksin, dan tiamin karena pengaruhnya terhadap flora normal
usus.69
Streptomisin merupakan antibiotik golongan aminoglikosida, dan biasa
digunakan sebagai pengobatan tuberkulosis. Efek samping terhadap saluran cerna
di antaranya adalah mual dan muntah. Streptomisin akan menurunkan kadar
kalsium melalui penghambatan absorbsinya di saluran cerna. Selain itu
streptomisin akan menurunkan pula kadar magnesium karena peningkatan
bersihan di ginjal. Pengaruh streptomisin terhadap mikronutrien lainnya adalah
menurunkan kadar asam pantotenat, tiamin dan piridoksin karena pengaruhnya
terhadap flora normal usus.69
Etambutol merupakan antibiotik yang bekerja sebagai bakteriostatik
terhadap bakteri golongan mikobakterium dan biasa digunakan sebagai
pengobatan tuberkulosis bersama dengan obat-obat lainnya. Efek samping
terhadap saluran cerna di antaranya adalah anoreksia, mual dan muntah. Belum
ada laporan mengenai interaksi etambutol dengan zat-zat nutrisi.69
Salah satu pasien dalam kasus serial ini mengalami kandidemia dan oleh
dokter penanggung jawab pasien (DPJP) pasien mendapatkan terapi flukonazol,
yang kemudian diganti menjadi anidulafungin. Flukonazole merupakan obat
antifungal yang bekerja menghambat enzim sitokrom P450 14α-demetilase dan
diindikasikan untuk kandidiasis. Efek samping obat ini terutam berupa sakit
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
54
Universitas Indonesia
kepala, mual, muntah, diare, dan nyeri abdomen. Tidak ditemukan interaksi
flukonazol terhadap nutrisi.69
Anidulafungin merupakan obat antifungal yang
diindikasikan bagi kandidemia, peritonitis kandida dan abses intra abdominal.
Obat ini memberikan efek samping berupa diare, hipokalemia, sakit kepala, dan
mual. Anidulafungin menurunkan kadar natrium, kalium dan magnesium serum.69
Beberapa antibiotik yang digunakan berpengaruh terhadap flora normal
usus. Selain karena pengaruh pemberian antibiotik, perubahan flora normal di
usus pada pasien dengan penyakit kritis dapat dipengaruhi pula oleh hormon stres,
keadaan iskemia intestinal dan imunosupresi serta penggunaan obat-obatan
penekan asam lambung. Beberapa studi menunjukkan bahwa pemberian probiotik
pada pasien penyakit kritis pasca transplantasi, pembedahan abdominal mayor,
serta trauma berat, memberikan outcome yang baik, namun ASPEN belum
merekomendasikan pemberian probiotik pada pasien penyakit kritis secara umum.
70,71
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
55
Universitas Indonesia
BAB 5
SIMPULAN DAN SARAN
5.1. SIMPULAN
Berdasarkan paparan keempat kasus di atas, maka diperoleh kesimpulan sebagai
berikut:
1. Tatalaksana nutrisi pada pasien yang dirawat di rumah sakit pada
umumnya dan pada pasien penyakit kritis khususnya, diawali dari skrining
gizi untuk mendeteksi adanya malnutrisi atau risiko malnutrisi, karena
akan mempengaruhi laju morbiditas dan mortalitas pasien.
2. Malnutrition screening tools (MST) merupakan instrumen skrining yang
sederhana, cepat, valid dan reliable untuk mengidentifikasi pasien berisiko
malnutrisi pada pasien yang dirawat di rumah sakit.
3. Keadaan sepsis akan menyebabkan perubahan metabolisme makronutrien,
sehingga tatalaksana nutrisi merupakan bagian dalam tatalaksana sepsis
secara keseluruhan.
4. Penentuan kebutuhan energi pasien penyakit kritis, secara baku emas
adalah menggunakan kalorimetri indirek, dan belum ada rumus persamaan
yang dapat digunakan secara umum untuk pasien penyakit kritis.
5. Pemberian nutrisi pada pasien penyakit kritis yang menggunakan
ventilator adalah maksimal 120% REE.
6. Pemberian protein dalam jumlah yang cukup perlu dilakukan untuk
menjaga keseimbangan nitrogen. Protein diberikan sejumlah 1,5-2
gram/kgBB/hari.
7. Pemberian mikronutrien sebanyak minimal satu kali AKG dianjurkan bagi
pasien penyakit kritis
8. Pemberian nutrisi diutamakan melalui jalur enteral, dan apabila tidak
terdapat kontraindikasi, maka nutrisi enteral dapat dimulai dalam waktu
24-48 jam setelah admisi (nutrisi enteral dini).
9. Apabila terdapat kontraindikasi atau gangguan saluran cerna, maka
pemberian nutrisi melalui parenteral dapat dipertimbangkan.
55
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
56
Universitas Indonesia
10. Formula oligomerik tidak bersifat superior bila dibandingkan formula
polimerik.
11. Pemantauan dan evaluasi terhadap terapi gizi perlu dilakukan setiap saat,
yang meliputi pemantauan terhadap gejala klinis dan parameter
laboratorium.
12. Dalam pemberian terapi gizi harus memperhatikan pula interaksi nutrisi
dan obat-obatan yang diberikan.
5.2. SARAN
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pemberian nutrisi, khusus pada
pasien penyakit kritis dengan sepsis.
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
57
Universitas Indonesia
DAFTAR REFERENSI
1. Dellinger RP, Levy MM, Rhodes A, Annane D, Gerlach H, Opal S, et al.
Surviving Sepsis Campaign: International Guidelines for Management of
Severe Sepsis and Septic Shock: 2012. Crit Care Med 2013;41:580-637
2. Sreedharan S, Faizal B, Manohar R, Pillai MGK. Patterns and
Complications of Sepsis in Critically Ill Patients and the Role of Apache
IV Score in Predicting Mortality. Amrita J Med 2012;8:1-44
3. Prins A. Nutritional Assessment of the Critically Ill Patient. S Afr J Clin
Nutr 2010;23(1):11-18
4. Sanjith DRKS. Nutrition in the Critically Ill Patient. Medicine Update,
2012;22:711-714
5. Nguyen HB, Rivers EP, Abrahamian FM, Moran GJ, Abraham E,
Trzeclak S, et al. Severe Sepsis and Septic Shock: Review of the Literature
and Emergency Department Management Guidelines. Ann Emerg Med
2006;28-54
6. Russell JA. Management of Sepsis. N Engl J Med 2006;355:1699-713
7. Okazaki Y, Matsukawa A. Pathophysiology of Sepsis and Recent Patents
on the Diagnosis, Treatment and Prophylaxis for Sepsis. Recent Pat
Inflamm Allergy Drug Discov 2009;3:26-32
8. Winkler MF, Malone AM. Medical Nutrition Therapy for Metabolic
Stress:Sepsis, Trauma, Burns, and Surgery. In Mahan LK, Escott-Stump S.
Krause’s Food and Nutrition Therapy. 12nd edition. Saunders Elsevier.
Philadelphia, 2008:1021-1041
9. Newton LE, Heimburger DC. Critical Illness. In Heimburger DC, Ard JD.
Handbook of Clinical Nutrition. 4th edition. Elsevier. Philadelphia
2006:487-502
10. Trager K, Leverve X, Radermacher P. Metabolism in Sepsis and
Metabolic Effects of Drug Therapy. Advances in Sepsis 2003;2:118-126
11. Marian M, Connor K. Carbohydrate Metabolism. In Cresci G. Nutrition
Support for the Critically Ill Patient.1st edition. CRC Press Taylor and
Francis. United States of America 2005:15-26.
12. Hanazaki K. Blood Glucose Control in Patient with Severe Sepsis and
Septic Shock. World J Gastroenterol 2009;15:4132-6.
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
58
Universitas Indonesia
13. Furst P. Protein and Amino Acid Metabolism: Comparison of Stressed and
Nonstressed States. In Cresci G. Nutrition Support for the Critically Ill
Patient.1st edition. CRC Press Taylor and Francis. United States of
America 2005:27-47.
14. Waitzberg DL, Torrinhas RS, Nardi LD. Lipid Metabolism: Comparison
of Stressed and Nonstressed States. In Cresci G. Nutrition Support for the
Critically Ill Patient.1st edition. CRC Press Taylor and Francis. United
States of America 2005:49-67.
15. Abraham E, Singer M. Mechanism of Sepsis-Induced Organ Dysfunction.
Crit Care Med 2007:35:1-9
16. Nguyen HB, Rivers EP. The Clinical Practise of Early Goal-Directed
Therapy in Severe Sepsis and Septic Shock. Advances in Sepsis
2005;4:126-33
17. Mueller C, Compher C, Ellen DM. ASPEN Clinical Guidelines, Nutrition
Screening, Assessment and Intervention in Adult. JPEN 2011;35:16-24
18. Ferguson M, Capra S, Bauer J, Banks M. Development of a Valid and
Reliable Malnutrition Screening Tool for Adult Acute Hospital Patients.
Nutrition 1999;15:458-64
19. Neelemaat F, Meijers J, Kruizenga H, Ballegooijen HV, Schueren
MVBDVD. Comparison of Five Malnutrition Screening Tools in One
Hospital Inpatient Sample. Journal of Clinical Nursing 2011;1-9
20. Bratanaw S, Brown S. Nutrition in the Critically Ill.
(www.anaesthesiologist.org) diunduh pada tanggal 20 Desember 2013
21. Sungurtekin H, Sungurtekin U, Oner O, Okke D. Nutrition Assessment in
Critically Ill Patients. Nutr Clin Pract 2008;23:635-41
22. Slone DS. Nutritional Support of the Critically Ill and Injured Patient. Crit
Care Clin 2004;20:135-57
23. Walker RN, Heuberger RA. Predictive Equations for Energy Needs for the
Critically Ill. Respir Care 2009;54:509-21
24. Kreymann KG, Berger MM, Deutz NEP, Hiesmayr M, Jolliet P,
Kazandjiev G, et al. ESPEN Guidelines on Enteral Nutrition : Intensive
Care. Clin Nutr 2006:25;210-223
25. Marian M, Robert S. Clinical Nutrition for Oncology Patients. Boston:
Jones and Bartlett Publishers. 2010
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
59
Universitas Indonesia
26. Fanelli R. Branched Chain Amino Acids: The best compromise to achieve
anabolism. Curr Opin Clin Nutr Metab Care 2005;8:408-14.
27. Kannan M. Nutrition in Critically Ill Patient. Indian J Anaesth
2008;52(5):642-651
28. Singer P, Berger MM, Berghe GVD, Biolo G, Calder P, Forbes A. ESPEN
Guidelines on Parenteral Nutrition : Intensive Care. Clin Nutr
2009;28:387-400
29. Lefton J, Lopez PP. Macronutrient Requirements: Carbohydrate, Protein
and Lipid. In Cresci G. Nutrition Support for the Critically Ill Patient.1st
edition. CRC Press Taylor and Francis. United States of America 2005:99-
108.
30. Ziegler TR. Parenteral Nutrition in the Critically Ill Patient. N Engl J Med
2009;361:1088-1097
31. Kan MN, Chang HH, Sheu WF, Cheng CH, Lee BJ, Huang YC.
Estimation of Energy Requirements for mechanically Ventilated, Critically
Ill Patient Using Nutritional Status. Crit Care 2003;7:R108-15
32. Lipp J, Sax HC. Novel (Immune) Nutrients in Critical Illness. In Cresci G.
Nutrition Support for the Critically Ill Patient.1st edition. CRC Press
Taylor and Francis. United States of America 2005:173-189.
33. Oliveira GP, Dias CM, Pelosi P, Rocco PRM. Understanding the
Mechanisms of Glutamine Action in Critically Ill Patients. An Acad Bras
Cienc 2010;82:417-30.
34. Palmese S, Odierna I, Scarano D, Scibilia AC, Natale A, Pezza M. Early
Enteral Nutrition Enriched with FOS and Intravenous Glutamine
Supplementation in Intensive Care Unit Patients. Nutritional Therapy and
Metabolism 2006;24:140-6
35. Das UN. Role of lipids in Sepsis. Crit Care and Shock 2004;7:87-92
36. Pontes-Arruda A, Martins LF, Lima SMD, Isola AM, Toledo D, Rezende
E, et al. Enteral Nutrition with Eicosapentaenoic acid, gamma linolenic
acid, and antioxidants in the Early treatment of Sepsis: Result from
multicenter, prospective, randomized, double-blinded, controlled study :
the INTERSEPT Study. Crit Care 2011;15:1-15
37. Prabha PS, Das UN, Ramesh G, et al. Free Radical Generation, Lipid
Peroxidation and Essential Fatty Acids in Patient with Septicemia.
Prostaglandins Leukot Essen Fatty Acids 1991;42:61-5
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
60
Universitas Indonesia
38. Moenajat Y. Luka Bakar Masalah dan Tata Laksana. Edisi ke-4. Balai
Penerbit FKUI. Jakarta. 2009
39. Malone AM, Brewer CK. Monitoring for Efficacy, Complications, and
Toxicity. In Rolandelli RH, Bankhead R, Boullate JI, Comphar CW.
Clinical Nutrition Enteral and Tube Feeding. 4th edition. Elsevier
Saunders. Philadelphia. 2005:276-90
40. Arabi YM, Dara SI, Tamim HM, Rishu AH, Bouchama A, Khedr MK, et
al. Clinical Characteristics, Sepsis Interventions and Outcomes in the
Obese patients with Septic Shock: an International Multicenter Cohort
Study. Crit Care 2013;17:1-13
41. Kuperman EF, Showalter JW, Lehman EB, Leib AE, Krascnewski JL. The
Impact of Obesity on Sepsis Mortality: a retrospective review. BMC Infect
Dis 2013;13:1-8
42. Chastre J, Fagon JY. Ventilator-associated Pneumonia. Am J of Respir
Crit Care Med 2002;165:867-903
43. Rotstein C, Evans G, Born A, Grossman R, Light RB, Magder S, et al.
Clinical Practice Guidelines for Hospital-Acquired Pneumonia and
Ventilator –associated Pneumonia in Adults. Can J Infect Dis Med
Microbiol 2008;19:19-53
44. Kandi S. Diagnosis of Community Acquired Pneumonia. Supplement to
JAPI, 2012;60:17-20
45. Butt S, Swiatlo E. Treatment of community-acquired pneumonia in an
ambulatory setting. Am J Med 2011;124:297-300
46. Rosado E, Penha D, Paixao P, Costa AMD. Abdominal Tuberculosis –
Imaging Findings. (www.myESR.org) diunduh pada tanggal 22 Desember
2013
47. Sartelli M, Viale P, Catena F, Ansaloni L, Moore E, Malangoni M, et al.
2013 WSES Guidelines for Management of Intra-Abdominal Infections.
World J Emerg Surg 2013;8:1-29
48. Aird WC. The Hematologic System as a Marker of Organ Dysfunction in
Sepsis. Mayo Clin Poc 2003;78:869-81
49. Aikawa N, Fujishima S, Endo S, Sekine I, Kogawa K, Yamamoto Y, et al.
Multicenter Prospective Study of Procalcitonin as an Indicator of Sepsis. J
Infect Chemother 2005;11:152-59
50. Uzzan B, Cohen R, Nicolas P, Cucherat M, Perret GY. Procalcitonin as a
Diagnostic Test for Sepsis in Critically Ill Adults and After Surgery or
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
61
Universitas Indonesia
Trauma: A Systematic Review and Meta-Analysis. Crit Care Med
2006;34:1996-2003
51. Rahman M, Shad F, Smith MC. Acute kidney injury : a guide to diagnosis
and management. Am Fam Physician 2012;86(7):631-639
52. Rajapakse S, Rodrigo C, Wijewickrema E. Management of Sepsis-Induced
Acute Kidney Injury. Sri Lanka J Crit Care 2009;1:3-14
53. Druml W. Nutritional Support in Acute Renal Failure. In Mitch WE,
Ikizler TA. Handbook of Nutrition and the Kidney. Sixth Edition.
Lippincott Williams and Wilkins. Philadelphia 2010:p72-91
54. Finfer S, Chittock DR, Su SY, Blair D, Foster D, Dhingra V, et al.
Intensive versus conventional glucose control in critically ill patients. N
Engl J Med 2009; 360: 1283-97.
55. Mandang JS. Pengganti Ginjal Berkesinambungan. Majalah Kedokteran
Terapi Intensif 2011;1:19-24
56. Wiesen P, Overmeire LV, Delanaye P, Dubois B, Preiser JC. Nutrition
Disorders During Acute Renal Failure and Renal Replacement Therapy.
JPEN 2011;35:217-22
57. Heyland D, Muscedere J, Wischmeyer PE, Cook D, Jones G, Albert M, et
al. A Randomized Trial of Glutamine and Antioxidants in Critically Ill
Patients. N Engl J Med 2013;368:1489-97.
58. Kellum JA. Metabolic Acidosis in Patients with Sepsis:Epiphenomenon or
Part of the Pathophysiology ? Crit Care Resusc 2004;6:197-203
59. Lucarelli MR, Pell LJ, Shirk MB, Mirtallo JM. Fluid, Electrolyte, and
Acid-Base Requirement. In Cresci G. Nutrition Support for the Critically
Ill Patient.1st edition. CRC Press Taylor and Francis. United States of
America 2005:125-49.
60. Throop JL,Kerl ME, Cohn LA. Albumin in Health and Disease:Causes
and Treatment of Hypoalbuminemia. An In Depth Look 2004:940-9
61. August D, Huhmann M. Surgical Nutrition for General Gastrointestinal
and Vascular Surgery Patient. In Marian M, Russell MK, Shikora SA.
Clinical Nutrition for Surgical Patient. 1st edition. Jones and Bartlett
Publisher. USA,2008:111
62. Frankenfield DC, Muth ER, Rowe WA. The Harris–Benedict studies of
human basal metabolism: history and limitations. J Am Diet Assoc
1998;98:439–45.
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
62
Universitas Indonesia
63. Frankenfield DC, Rowe WA, Smith JS, Cooney RN. Validation of several
established equations for resting metabolic rate in obese and nonobese
people. J Am Diet Assoc 2003;103:1152–9.
64. Marik PE, Zaloga GP. Early enteral nutrition in acutely ill patients: a
systematic review. Crit Care Med 2001;29:2264–70.
65. Parish CR. Checking Gastric Residual Volumes : A Practice in Search of
Science ? Nutrition Issues in Gastroenterology #67, 2008.
66. Nguyen NQ, Chapman MJ, Fraser RJ, Bryant LK, Holloway RH.
Erythromycin is More Effective than Metoclopramide in the Treatment of
Feed Intolerance in Critical Illness. Crit Care Med 2007;35:483-9.
67. Deane AM, Fraser RJ, Chapman MJ. Prokinetic Drugs for Feed
Intolerance in Critical Illness Current and Potential Therapies. Crit care
Resusc 2009;11:132-43
68. Clohessy S, Roth JL. Administration of Enteral Nutrition: Initiation,
Progression, and Transition. In Rolandelli RH, Bankhead R, Boullate JI,
Comphar CW. Clinical Nutrition Enteral and Tube Feeding. Fourth
edition. Elsevier Saunders. Philadelphia 2005:p243-7
69. WebMD Corporate. Drug information. 2013
(www.reference.medscape.com) diunduh pada tanggal 24 Desember 2013
70. Kreymann G. New Developments in Clinical Practice Guidelines. S Afr J
Clin Nutr 2010;23:S29-32
71. Jacobi CA, Schulz C, Malfertheiner P. Treating Critically Ill Patient with
Probiotics: Beneficial or dangerous? Gut Pathogens 2011;3:1-5
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
63
Universitas Indonesia
Pemantauan pasien VA
17 Juli 2013 18 Juli 2013 19 Juli 2013 20 Juli 2013
Subyektif : Kontak tidak adekuat, rencana operasi kembali hari ini
Subyektif : Kontak tidak adekuat
Subyektif : Kontak tidak adekuat, rencana operasi lagi hari ini (aff tampon)
Subyektif Kontak adekuat, post operasi kembali, nyeri luka +, mual -, muntah -
Obyektif : Keadaan umum : Tampak sakit berat Kesadaran : dalam pengaruh obat Tanda-tanda vital : T : 110-140/ 50-80 mmHg N : 130-160 x/menit S : 38,3-39,6°C RR : 12 – 16 x/menit CVP : +7 - +15 MAP : 74-94 Pemeriksaan fisik : Mata :
konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/- Hidung : terpasang NGT no 16, tidak ada aliran balik Mulut : terpasang ETT Leher : terpasang CVC Thoraks : cor dan pulmo kesan normal Abdomen :
Inspeksi : distensi +, tampak luka operasi di linea mediana, tertutup verban, rembesan +, terpasang drain (2 buah) kanan produksi 720 ml serohemoragik, kiri produksi 220 ml serohemoragik Auskultasi : bising usus – Palpasi : tegang
Ekstremitas : edema tungkai +/+ Analisa asupan :
870 Kkal (P35, L27, KH125)
Balance cairan : + 1283 ml Input : 3573 ml Output : 2290 ml (urin 1350 + drain 940)
Laboratorium :
Hb : 6,7
Obyektif : Keadaan umum : Tampak sakit berat Kesadaran : dalam pengaruh obat Tanda-tanda vital : T : 100-150/ 60-90 mmHg N : 100-150 x/menit S : 37,9-39,1°C RR : 12 – 36 x/menit Pemeriksaan fisik : Mata :
konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/- Hidung : terpasang NGT no 16, aliran balik + 350 ml / 24
jam, warna coklat Mulut : terpasang ETT Leher : terpasang CVC Thoraks : cor dan pulmo kesan normal Abdomen :
Inspeksi : tampak luka operasi di linea mediana, tertutup verban, rembesan - Auskultasi : bising usus + minimal Palpasi : supel
Ekstremitas : edema tungkai +/+ Analisa asupan :
554 Kkal (P32, L25, KH46,5)
Balance cairan : + 535,5 ml Input : 2685,5 ml Output : 2150 ml (urin 1800 + NGT 350)
Laboratorium : Hb : 9,6 Ht : 29,2 Leukosit : 8790 Trombosit : 365.000
Obyektif : Keadaan umum : Tampak sakit berat Kesadaran : dalam pengaruh obat Tanda-tanda vital : T : 100-150/ 60-90 mmHg N : 110-145 x/menit S : 36,7-39,7°C RR : 16 – 30 x/menit CVP : +8 - +17 MAP : 85-110 Pemeriksaan fisik : Mata :
konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/- Hidung : terpasang NGT no 16, aliran balik + 1150 ml /
24 jam, warna kuning hijau Mulut : terpasang ETT Leher : terpasang CVC Thoraks : cor dan pulmo kesan normal Abdomen :
Inspeksi : tampak luka operasi di linea mediana, tertutup verban, rembesan - Auskultasi : bising usus + minimal Palpasi : tegang
Ekstremitas : edema tungkai +/+ Analisa asupan :
1366 Kkal (P44, L39, KH231) Balance cairan : + 1973,8 ml
Input : 4273,8 ml Output : 2300 ml (urin 1150 + NGT 1150)
Laboratorium :
Elektrolit : Na : 138; K:3,69; Cl : 94,7 Laktat : 1,3
Obyektif : Keadaan umum : Tampak sakit berat Kesadaran : kompos mentis Tanda-tanda vital : T : 110-170/ 60-120 mmHg N : 120-150 x/menit S : 36,7-39,3°C RR : 16 – 30 x/menit CVP : +7 - +18 MAP : 80-114 Pemeriksaan fisik : Mata :
konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/- Hidung : terpasang NGT no 16, aliran balik + 100 ml / 24
jam, warna hujau kehitaman Mulut : terpasang ETT Leher : terpasang CVC Thoraks : cor dan pulmo kesan normal Abdomen :
Inspeksi : tampak luka operasi di linea mediana, tertutup verban, rembesan -, tampak stoma di regio iliaka dekstra, vital +, produksi + 10-20 ml, serous hemoragik, terpasang drain, produksi +, 900 ml, hemoragik. Auskultasi : bising usus + Palpasi : supel
Ekstremitas : edema tungkai +/+ Analisa asupan :
576 Kkal (P40, KH120,5) Balance cairan : - 72,9 ml
Input : 2077,9 ml Output : 2150 ml (urin 1150 + Drain 900 + NGT 100)
63
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
64
Universitas Indonesia
Ht : 19 Leukosit : 6140 Trombosit : 306.000 Albumin : 2,21 GDS : 85 Laktat : 1,9 Kalsium : 7,3 Magnesium : 1,8 Analisis gas darah : pH 7,272 PaO2 : 114, 2 PaCO2 : 53,2 BE : -2,3 HCO3 : 24,9 SaO2 : 98
Ureum : 32 Kreatinin : 0,3 Albumin : 2,96 Elektrolit : Na : 139; K:4,72; Cl : 95,2 Laktat : 1,2 Kalsium : 8,6 Magnesium : 1,67 Prokalsitonin : 1,93 Analisis gas darah : pH 7,421 PaO2 : 243,5 PaCO2 : 40,9 BE : 2,2 HCO3 : 26,9 SaO2 : 99,8
Kalsium : 7,6 Magnesium : 1,71 Analisis gas darah : pH 7,350 PaO2 : 72,6 PaCO2 : 46,6 BE : 0,2 HCO3 : 26 SaO2 : 93,4
Laboratorium : Hb : 12,5 Ht : 38,4 Leukosit : 20.730 Trombosit : 165.000 Ureum : 32 Kreatinin : 0,2 Albumin : 2,45 GDS : 91 Elektrolit : Na : 134,6; K:3,73; Cl : 98,9 Laktat : 1 Prokalsitonin : 1,73 Kalsium : 8 Magnesium : 1,51 Analisis gas darah : pH 7,415 PaO2 : 141,2 PaCO2 : 35,4 BE : -1,8 HCO3 : 22,9 SaO2 : 99,2
Assessment : Sepsis ec infeksi intra abdomen ec appendicitis perforasi, status gizi obes I, hipermetabolisme berat, anemia, hipoalbuminemia, hipokalsemia, asidosis respiratorik.
Assessment : Sepsis ec infeksi intra abdomen ec appendicitis perforasi, post relaparotomi, status gizi obes I, hipermetabolisme berat, anemia, hipoalbuminemia.
Assessment : Sepsis ec infeksi intra abdomen ec appendicitis perforasi, post relaparotomi, status gizi obes I, hipermetabolisme berat, anemia, hipokalsemia, hipoalbuminemia, asidosis respiratorik terkompensasi
Assessment : Sepsis ec infeksi intra abdomen ec appendicitis perforasi, post relaparotomi dan ileostomi, status gizi obes I, hipermetabolisme berat, hipoalbuminemia, leukositosis
Planning post operasi : KET : 960 kkal ≈ 1000 kkal (20 kkal/kgBB/24jam) Protein:1,3 gram /kgBB = 62 gram (25%KET) Lemak: 25% KET = 28 gram KH : 50% KET = 125 gram Preskripsi diet : Jenis diet : enteral kombinasi parenteral Rute : enteral dan parenteral (vena sentral) Jumlah : 1000 kkal
Planning : KET : 960 kkal ≈ 1000 kkal (20 kkal/kgBB/24jam) Protein:1,3 gram /kgBB = 62 gram (25%KET) Lemak: 25% KET = 28 gram KH : 50% KET = 125 gram Preskripsi diet : Jenis diet : enteral kombinasi parenteral Rute : enteral dan parenteral (vena sentral) Jumlah : 1000 kkal
Planning post operasi : KET : 960 kkal ≈ 1000 kkal (20 kkal/kgBB/24jam) Protein:1,3 gram /kgBB = 62 gram (25%KET) Lemak: 25% KET = 28 gram KH : 50% KET = 125 gram Preskripsi diet : Jenis diet : enteral kombinasi parenteral Rute : enteral dan parenteral (vena sentral) Jumlah : 1000 kkal
Planning : KET : 960 kkal ≈ 1000 kkal (20 kkal/kgBB/24jam) Protein:1,3 gram /kgBB = 62 gram (25%KET) Lemak: 25% KET = 28 gram KH : 50% KET = 125 gram Preskripsi diet : Jenis diet : enteral kombinasi parenteral Rute : enteral dan parenteral (vena sentral) Jumlah : 1000 kkal
64 Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
65
Universitas Indonesia
Nutrisi E P L KH
Enteral : CF D5% 50 ml/jam
90
-
-
22,5
Parenteral: -AA 10% 500 ml -Lipid 20% 100 ml -D40% 375 ml
200 200 510
50 - -
- 20 -
- - 150
Total 1000 50 20 172,5
N : NPC = 1 : 100 Micronutrien : cernevit 1 amp /hari Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance cairan, keseimbangan asam basa Lab : ureum, kreatinin
Nutrisi E P L KH
Enteral : CF D5% 30 ml/jam → 50 ml/jam → MC LLM 50 ml/jam
498
18
14
77
Parenteral: -AA 10% 500 ml - D40% 225 ml
200 306
50 -
- -
- 90
Total 1004 68 14 167
N : NPC = 1 : 67 Micronutrien : cernevit 1 amp /hari Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance cairan, keseimbangan asam basa
Nutrisi E P L KH
Enteral : CF D5% 30 ml/jam
90
22,5
Parenteral: -AA 10% 500 ml - D40% 375 ml - Lipid 20%
200 510 200
50 - -
- - 20
- 150 -
Total 1000 50 20 172,5
N : NPC = 1 : 100 Micronutrien : cernevit 1 amp /hari Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance cairan, keseimbangan asam basa
Nutrisi E P L KH
Enteral : MC LLM 50 ml/jam
750
30
23
108
Parenteral: -AA 10% 200 ml - D40% 125 ml
80 170
20 -
- -
- 50
Total 1000 50 23 158
N : NPC = 1 : 100 Micronutrien : cernevit 1 amp /hari Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance cairan, keseimbangan asam basa
21 Juli 2013 22 Juli 2013 23 Juli 2013 24 Juli 2013
Subyektif : Kontak tidak adekuat
Subyektif : Kontak tidak adekuat
Subyektif : Kontak adekuat, nyeri luka operasi +, mual +
Subyektif : Kontak adekuat, nyeri luka operasi +, mual -, muntah -, sudah ekstubasi
Obyektif : Keadaan umum : Tampak sakit berat Kesadaran : dalam pengaruh obat Tanda-tanda vital : T : 90-150/ 50-90 mmHg N : 90-140 x/menit S : 37,6-38,8°C RR : 16 – 26 x/menit CVP : +8 - +13 MAP : 86-105 Pemeriksaan fisik : Mata :
konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/- Hidung : terpasang NGT no 16, aliran balik +, 50 hijau Mulut : terpasang ETT
Obyektif : Keadaan umum : Tampak sakit berat Kesadaran : dalam pengaruh obat Tanda-tanda vital : T : 120-160/ 60-90 mmHg N : 100-120 x/menit S : 36,7-38,6°C RR : 14 –28x/menit Pemeriksaan fisik : Mata :
konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/- Hidung : terpasang NGT no 16, aliran balik + 180 ml / 24
jam, warna kuning Mulut : terpasang ETT Leher : terpasang CVC
Obyektif : Keadaan umum : Tampak sakit berat Kesadaran : kompos mentis Tanda-tanda vital : T : 110-150/ 70-90 mmHg N : 100-130 x/menit S : 37-38,2°C RR : 14 – 24 x/menit CVP : +9 - +12 MAP : 104-120 Pemeriksaan fisik : Mata :
konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/- Hidung : terpasang NGT no 16, aliran balik - Mulut : terpasang ETT
Obyektif : Keadaan umum : Tampak sakit sedang Kesadaran : kompos mentis Tanda-tanda vital : T : 110-160/ 70-90 mmHg N : 80-110 x/menit S : 36,2-37,7°C RR : 14 – 26 x/menit CVP : +5 - +12 MAP : 87-112 Pemeriksaan fisik : Mata :
konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/- Hidung : terpasang NGT no 16, aliran balik -, terpasang
nasal kanul O2 3 liter /menit
65
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
66
Universitas Indonesia
Leher : terpasang CVC Thoraks : cor dan pulmo kesan normal Abdomen :
Inspeksi : tampak luka operasi di linea mediana, tertutup verban, rembesan -, tampak stoma di regio iliaka dekstra, vital +, produksi + 1600 ml, warna kuning, ampas +, terpasang drain, produksi +, 795 ml, serous hemoragik. Auskultasi : bising usus + Palpasi : supel
Ekstremitas : edema tungkai +/+ Analisa asupan :
945 Kkal (P37, L20, KH167) Balance cairan : -522,6 ml
Input : 3292,4 ml Output : 3815 ml (urin 1370 + drain 795 + Stoma 1600 +NGT 50)
Laboratorium : Hb : 8,8 Ht : 27 Leukosit : 13.320 Trombosit : 327.000 Laktat : 1,9 Kalsium : 8 Magnesium : 1,22 Prokalsitonin : 8,99 Analisis gas darah : pH 7,340 PaO2 : 136, 3 PaCO2 : 38,8 BE : -4,8 HCO3 : 21,1 SaO2 : 98,9
Thoraks : cor dan pulmo kesan normal Abdomen :
Inspeksi : tampak luka operasi di linea mediana, tertutup verban, rembesan -, tampak stoma di regio iliaka dekstra, vital +, produksi + 2650 ml, warna kuning, ampas +, terpasang drain, produksi +, 550 ml, serous hemoragik. Auskultasi : bising usus + Palpasi : supel
Ekstremitas : edema tungkai +/+ Analisa asupan :
1372 Kkal (P64, L31, KH240)
Balance cairan : -667 ml Input : 4463 ml Output : 5130 ml (urin 1580 + drain 670 + stoma 2700 + NGT 180)
Laboratorium : Hb : 11 Ht : 33,1 Leukosit : 15.570 Trombosit : 404.000 Ureum : 20 Kreatinin : 0,2 Albumin : 2,29 Elektrolit : Na : 136,2; K:3,58; Cl : 97,8 Analisis gas darah : pH 7,284 PaO2 : 146,2 PaCO2 : 41,3 BE : -7,1 HCO3 : 19,8 SaO2 : 98,9
Leher : terpasang CVC Thoraks : cor dan pulmo kesan normal Abdomen :
Inspeksi : tampak luka operasi di linea mediana, tertutup verban, rembesan -, tampak stoma di regio iliaka dekstra, vital +, produksi + 2700 ml, warna kuning, ampas +, terpasang drain, produksi +, 670 ml, serous hemoragik. Auskultasi : bising usus + minimal Palpasi : tegang
Ekstremitas : edema tungkai +/+ Analisa asupan :
1533 Kkal (P69, L31, KH252) Balance cairan : -2064 ml
Input : 3736 ml Output : 5800 ml (urin 2600 + drain 550 + stoma 2650)
Laboratorium : Elektrolit : Na : 132,7; K:3,07; Cl : 99,3 Laktat : 2 Analisis gas darah : pH 7,371 PaO2 : 133,2 PaCO2 : 35,9 BE : -4,5 HCO3 : 20,9 SaO2 : 98,8
Mulut : bibir pucat, cheilosis - Leher : terpasang CVC Thoraks : cor dan pulmo kesan normal Abdomen :
Inspeksi : tampak luka operasi di linea mediana, tertutup verban, rembesan -, tampak stoma di regio iliaka dekstra, vital +, produksi + 1950 ml, warna kuning, ampas +, terpasang drain, produksi +, 290 ml, serous hemoragik. Auskultasi : bising usus + Palpasi : supel
Ekstremitas : edema tungkai +/+ Analisa asupan :
1199 Kkal (P53, L36, KH172) Balance cairan : - 717,5 ml
Input : 4022,5 ml Output : 4740 ml (urin 2500 + Drain 290 + stoma 1950)
Laboratorium : Hb : 11,4 Ht : 33 Leukosit : 17.140 Trombosit : 533.000 Elektrolit : Na : 135; K:3,19; Cl :106,4 Laktat : 0,8 Kalsium : 8,6 Magnesium : 1,17 Analisis gas darah : pH 7,381 PaO2 : 189,2 PaCO2 : 28,6 BE : -8,2 HCO3 : 17,1 SaO2 : 99,6
Assessment : Sepsis ec infeksi intra abdomen ec appendicitis perforasi, post relaparotomi dan ileostomi, status gizi obes I, hipermetabolisme berat, anemia, leukositosis.
Assessment : Sepsis ec infeksi intra abdomen ec appendicitis perforasi, post relaparotomi dan ileostomi, status gizi obes I, hipermetabolisme berat, anemia, leukositosis, hipoalbuminemia, asidosis metabolik
Assessment : Sepsis perbaikan ec infeksi intra abdomen ec appendicitis perforasi, post relaparotomi dan ileostomi, status gizi obes I, hipermetabolisme berat, anemia, hiponatremia, hipokalemia
Assessment : Sepsis perbaikan ec infeksi intra abdomen ec appendicitis perforasi, post relaparotomi dan ileostomi, status gizi obes I, hipermetabolisme berat, anemia, leukositosis, hipokalemia, asidosis metabolik terkompensasi
66
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
67
Universitas Indonesia
Planning : KET : 1200 kkal (25 kkal/kgBB/24jam) Protein:1,3 gram /kgBB = 62 gram (20%KET) Lemak: 25% KET = 33 gram KH : 55% KET = 165 gram Preskripsi diet : Jenis diet : enteral kombinasi parenteral Rute : enteral (NGT) dan parenteral (vena sentral) Jumlah : 1200 kkal
Nutrisi E P L KH
Enteral : MC LLM 50 ml/jam
750
30
23
108
Parenteral: -AA 10% 200 ml -D40% 275 ml
80 374
20 -
- -
- 110
Total 1204 50 23 218
N : NPC = 1 : 125 Micronutrien : cernevit 1 amp /hari Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance cairan, keseimbangan asam basa
Planning : KET : 1500 kkal (30 kkal/kgBB/24jam) Protein:1,5 gram /kgBB = 75 gram (20%KET) Lemak: 25% KET = 42 gram KH : 55% KET = 206 gram Preskripsi diet : Jenis diet : enteral kombinasi parenteral Rute : enteral (NGT) dan parenteral (vena sentral) Jumlah : 1500 kkal
Nutrisi E P L KH
Enteral : MC LLM 70 ml/jam
1050
40
31
144
Parenteral: -AA 10% 300 ml -D40% 250 ml
120 340
30 -
- -
- 100
Total 1510 70 31 244
N : NPC = 1 : 110 Micronutrien : cernevit 1 amp /hari Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance cairan, keseimbangan asam basa
Planning : KET : 1500 kkal (30 kkal/kgBB/24jam) Protein:1,5 gram /kgBB = 75 gram (20%KET) Lemak: 25% KET = 42 gram KH : 55% KET = 206 gram Preskripsi diet : Jenis diet : enteral Rute : enteral (NGT) Jumlah : 1500 kkal
Nutrisi E P L KH
Enteral : MC LLM 9 x100 ml/jam Peptisol 6x100
900 600
36 34
28 7
130 101
Total 1500 70 35 231
N : NPC = 1 : 109 Micronutrien : cernevit 1 amp /hari Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance cairan, keseimbangan asam basa
Planning : KET : 1500 kkal (30 kkal/kgBB/24jam) Protein:1,5 gram /kgBB = 75 gram (20%KET) Lemak: 25% KET = 42 gram KH : 55% KET = 206 gram Preskripsi diet : Jenis diet : enteral Rute : enteral (NGT) Jumlah : 1500 kkal
Nutrisi E P L KH
Enteral : MC LLM 9 x100 ml/jam Peptisol 6x100
900 600
36 34
28 7
130 101
Total 1500 70 35 231
N : NPC = 1 : 109 Micronutrien : cernevit 1 amp /hari Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance cairan, keseimbangan asam basa
25 Juli 2013 26 Juli 2013
Subyektif : Kontak adekuat, nyeri di kemaluan karena terpasang cateter, mual -, muntah -
Subyektif : Kontak adekuat, mual +, muntah -, rencana pindah ruang rawat biasa
Obyektif : Keadaan umum : Tampak sakit sedang Kesadaran : kompos mentis Tanda-tanda vital : T : 90-140/ 70-80 mmHg N : 100-130 x/menit S : 36,8-37,5°C RR : 16 – 32 x/menit
Obyektif : Keadaan umum : Tampak sakit sedang Kesadaran : kompos mentis Tanda-tanda vital : T : 120-140/ 50-80 mmHg N : 110-150 x/menit S : 37,2-37,9°C RR : 20 – 24 x/menit
67
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
68
Universitas Indonesia
CVP : +1 - +10 MAP : 88-124 Pemeriksaan fisik : Mata : terpasang NGT no 16, aliran balik -, terpasang nasal
kanul O2 3 liter /menit Mulut : bibir pucat, cheilosis - Leher : terpasang CVC Thoraks : cor dan pulmo kesan normal Abdomen :
Inspeksi : tampak luka operasi di linea mediana, tertutup verban, rembesan -, tampak stoma di regio iliaka dekstra, vital +, produksi + 1900 ml, warna kuning, ampas +, terpasang drain, produksi +, 180 ml, serous hemoragik. Auskultasi : bising usus + Palpasi : supel
Ekstremitas : edema tungkai +/+ Analisa asupan :
1500 Kkal (P70, L35, KH231) Balance cairan : +10 ml
Input : 6090 ml Output : 6080 ml (urin 4000 + drain 180 + Stoma 1900)
Laboratorium : Hb : 11,1 Ht : 32,8 Leukosit : 20.740 Trombosit : 680.000 Ureum : 7 Kreatinin : 0,2 GDS : 88 Kalsium : 8,6 Magnesium : 1,17 Analisis gas darah : pH 7,388 PaO2 : 97,9 PaCO2 : 33,7 BE : -4,7 HCO3 : 20,5 SaO2 : 97,6
CVP : +5 - +7,5 MAP : 59-95 Pemeriksaan fisik : Mata : terpasang NGT no 16, aliran balik -, terpasang nasal
kanul O2 3 liter /menit Mulut : bibir pucat, cheilosis - Leher : terpasang CVC Thoraks : cor dan pulmo kesan normal Abdomen :
Inspeksi : tampak luka operasi di linea mediana, tertutup verban, rembesan -, tampak stoma di regio iliaka dekstra, vital +, produksi + 1800 ml, warna kuning, ampas +, terpasang drain, produksi +, 150 ml, serous hemoragik. Auskultasi : bising usus + Palpasi : supel
Ekstremitas : edema tungkai +/+ Analisa asupan :
1500 Kkal (P70, L35, KH231) Balance cairan : -582 ml
Input : 3868 ml Output : 4450 ml (urin 2500 + drain 150 + Stoma 1800)
Laboratorium : GDS : 114 Laktat : 0,8 Prokalsitonin : 1,08 Kalsium : 7,7 Magnesium : 1,54 Analisis gas darah : pH 7,387 PaO2 : 92,8 PaCO2 : 42,8,7 BE : 0,8 HCO3 : 26 SaO2 : 97
68
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
69
Universitas Indonesia
Assessment : Sepsis perbaikan ec infeksi intra abdomen ec appendicitis perforasi, post relaparotomi dan ileostomi, status gizi obes I, hipermetabolisme berat, anemia, leukositosis, hiponatremia, hipomagnesemia, asidosis metabolik terkompensasi
Assessment : Sepsis ec infeksi intra abdomen ec appendicitis perforasi, post relaparotomi dan ileostomi, status gizi obes I, hipermetabolisme berat, anemia, leukositosis, hipoalbuminemia, hipokalsemia, hipomagnesemia
Planning : KET : 1500 kkal (30 kkal/kgBB/24jam) Protein:1,5 gram /kgBB = 75 gram (20%KET) Lemak: 25% KET = 42 gram KH : 55% KET = 206 gram Preskripsi diet : Jenis diet : enteral Rute : enteral (NGT) Jumlah : 1500 kkal
Nutrisi E P L KH
Enteral : MC LLM 9 x100 ml/jam Peptisol 6x100
900 600
36 34
28 7
130 101
Total 1500 70 35 231
N : NPC = 1 : 109 Micronutrien : cernevit 1 amp /hari Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance cairan, keseimbangan asam basa
Planning : KET : 1500 kkal (30 kkal/kgBB/24jam) Protein:1,5 gram /kgBB = 75 gram (20%KET) Lemak: 25% KET = 42 gram KH : 55% KET = 206 gram Preskripsi diet : Jenis diet : enteral Rute : enteral (NGT) Jumlah : 1500 kkal
Nutrisi E P L KH
Enteral : MC peptisol 2x250kkal MC LLM 4x250
500 1000
28 40
6 31
84 144
Total 1500 68 37 228
N : NPC = 1 : 113 Micronutrien : cernevit 1 amp /hari Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance cairan, keseimbangan asam basa
69
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
70
Universitas Indonesia
Pemantauan pasien FC
24 Juli 2013 25 Juli 2013 26 Juli 2013 27 Juli 2013
Subyektif : Kontak tidak adekuat
Subyektif : Kontak tidak adekuat
Subyektif : Kontak tidak adekuat
Subyektif : Kontak tidak adekuat
Obyektif : Keadaan umum : Tampak sakit berat Kesadaran : dalam pengaruh obat Tanda-tanda vital : T : 130-190/ 50-60 mmHg N : 110-150 x/menit S : 34,3-36,5°C RR : 20 – 40 x/menit CVP : +2 - +8 MAP : 69-96 Pemeriksaan fisik : Mata :
konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/- Hidung : terpasang NGT no 16, tidak ada aliran balik Mulut : terpasang ETT Leher : terpasang CVC Thoraks :
cor dalam batas normal pulmo : ronchi +/+, wheezing -/-, ekspirasi memanjang +
Abdomen : Inspeksi : tampak luka operasi di linea mediana, rembesan +, terpasang kantong stoma, produksi + 100 ml warna hijau kecoklatan, tampak kantong stoma di suprapubis, produksi urin + bercampur sekret (kesan feses) 50 ml. Auskultasi : bising usus + Palpasi : supel
Ekstremitas : edema tungkai -/-, muscle wasting +/+, lemak subkutan tipis
Analisa asupan :
530 Kkal (P20, L20, KH70)
Balance cairan : + 326 ml Input : 1976 ml
Obyektif : Keadaan umum : Tampak sakit berat Kesadaran : dalam pengaruh obat Tanda-tanda vital : T : 110-130/ 50-80 mmHg N : 100-130 x/menit S : 35-36,7°C RR : 20-28 x/menit CVP : +3-+10 MAP : 70-94 Pemeriksaan fisik : Mata :
konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/- Hidung : terpasang NGT no 16, tidak ada aliran balik Mulut : terpasang ETT Leher : terpasang CVC Thoraks :
cor dalam batas normal pulmo : ronchi +/+ berkurang, wheezing -/-, ekspirasi memanjang +
Abdomen : Inspeksi : tampak luka operasi di linea mediana, rembesan +, terpasang kantong stoma, produksi + 100 ml warna hijau kehitaman, tampak kantong stoma di suprapubis, produksi urin + bercampur ampas (kesan feses) 100 ml. Auskultasi : bising usus + Palpasi : supel
Ekstremitas : edema tungkai -/-, muscle wasting +/+, lemak subkutan tipis
Analisa asupan :
460 kkal (P30, L16, KH51)
Balance cairan : - 456 ml Input : 2094 ml
Obyektif : Keadaan umum : Tampak sakit berat Kesadaran : dalam pengaruh obat Tanda-tanda vital : T : 100-130/ 60-80 mmHg N : 100-130 x/menit S : 35-36,3°C RR : 20-32 x/menit CVP : +7-+12 MAP : 70-90 Pemeriksaan fisik : Mata :
konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/- Hidung : terpasang NGT no 16, aliran balik 100 ml per 24
jam Mulut : terpasang ETT Leher : terpasang CVC Thoraks :
cor dalam batas normal pulmo : ronchi +/+ berkurang, wheezing -/-
Abdomen : Inspeksi : tampak luka operasi di linea mediana, rembesan +, terpasang kantong stoma, produksi + 50 ml warna hijau kehitaman, tampak kantong stoma di suprapubis, produksi urin + bercampur ampas (kesan feses) 100 ml. Auskultasi : bising usus + Palpasi : supel
Ekstremitas : edema tungkai -/-, muscle wasting +/+, lemak subkutan tipis
Analisa asupan :
418 kkal (P24, L8, KH69)
Balance cairan : - 598 ml Input : 1502 ml
Obyektif : Keadaan umum : Tampak sakit berat Kesadaran : dalam pengaruh obat Tanda-tanda vital : T : 80-130/ 50-80 mmHg N : 80-130 x/menit S : 34,4-35,4°C RR : 18-24 x/menit CVP : +4-+9 MAP : 65-90 Pemeriksaan fisik : Mata :
konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/- Hidung : terpasang NGT no 16, tidak ada aliran balik Mulut : terpasang ETT Leher : terpasang CVC Thoraks :
cor dalam batas normal pulmo : ronchi -/-, wheezing -/-
Abdomen : Inspeksi : tampak luka operasi di linea mediana, rembesan +, terpasang kantong stoma, produksi + 20 ml warna hijau kehitaman, tampak kantong stoma di suprapubis, produksi urin + bercampur ampas (kesan feses) Auskultasi : bising usus + Palpasi : supel
Ekstremitas : edema tungkai -/-, muscle wasting +/+, lemak subkutan tipis
Analisa asupan :
572 kkal (P34,L17, KH76)
Balance cairan : - 2808 ml Input : 1692 ml Output : 4500 ml (urin + feses)
70 Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
71
Universitas Indonesia
Output : 1650 ml (urin 1500 + fistula 150) Laboratorium :
Hb : 10,3 Ht : 32,6 Leukosit : 40350 Trombosit : 141.000 GDS : 109 Laktat : 1,3 Kalsium : 8,5 Magnesium : 1,78 Prokalsitonin : 2,07 Na : 146,1 K : 3,75 Cl : 99,4 Analisis gas darah :
pH : 7,312 PaO2 : 86,9 PaCO2 : 60,9 BE : 4,1 HCO3 : 31 SaO2 : 95,3
HBSAg : non reaktif Anti HCV : non reaktif
Output : 2600 ml (urin 2350 + fistula 200) Laboratorium :
Na : 152 K : 3,01 Cl : 106,5 GDS : 124 Laktat : 1,4 Kalsium : 8,1 Magnesium : 1,65 Prokalsitonin : 1,06 Analisis gas darah :
pH : 7,346 PaO2 : 67,7 PaCO2 : 61,7 BE : 8,2 HCO3 : 34,1 SaO2 : 91,4
Output : 2000 ml (urin 1850 + NGT 100 + fistula 150) Laboratorium :
Hb : 9,8 Ht : 31,1 Leukosit : 34590 Trombosit : 106.000 GDS : 114 SGOT : 27 SGPT : 10 Ureum : 18 Kreatinin : 0,1 Albumin : 2,02 Na : 153 K : 3,74 Cl : 95,6 Analisis gas darah :
pH : 7,252 PaO2 : 80 PaCO2 : 87,5 BE : 11,5 HCO3 : 38,9 SaO2 : 92,4
Rontgen thoraks : dibandingkan rontgen sebelumnya tampak bendungan paru dan pneumonia , namun infiltrat berkurang
Laboratorium :
Hb : 11,7 Ht : 35 Ureum : 21 Kreatinin : 0,1 Albumin : 2,67 Analisis gas darah :
pH : 7,269 PaO2 : 65 PaCO2 : 102,6 BE : 20,3 HCO3 : 47,4 SaO2 : 87
Kultur darah : Tangan kanan : candida albicans Tangan kiri : candida albicans Kultur dahak dan sputum : candida albicans Kultur ujung CVC : candida albicans
Assessment : Sepsis ec pneumonia, fistula enterovesikokutan, pasca laparatomi ec TB usus, status gizi malnutrisi berat, hipermetabolisme berat, anemia, leukositosis, trombositopenia, hipernatremia, asidosis respiratorik.
Assessment : Sepsis ec pneumonia, fistula enterovesikokutan, pasca laparatomi ec TB usus, status gizi malnutrisi berat, hipermetabolisme berat, anemia, leukositosis, trombositopenia, hipernatremia, hipokalemia, asidosis respiratorik terkompensasi
Assessment : Sepsis ec pneumonia, fistula enterovesikokutan, pasca laparatomi ec TB usus, status gizi malnutrisi berat, hipermetabolisme berat, anemia, leukositosis, trombositopenia, hipernatremia, asidosis respiratorik.
Assessment : Sepsis ec pneumonia, fistula enterovesikokutan, pasca laparatomi ec TB usus, status gizi malnutrisi berat, hipermetabolisme berat, anemia, leukositosis, trombositopenia, hipernatremia, asidosis respiratorik.
Planning : KET : 520 kkal (20 kkal/kgBB/24jam) Protein:1,3 gram /kgBB = 33 gram (25%KET) Lemak: 25% KET = 14 gram KH : 50% KET = 65 gram Preskripsi diet : Jenis diet : parenteral + enteral (gut feeding) Rute : enteral dan parenteral (vena sentral) Jumlah : 520 kkal
Planning : KET : 650 kkal (25 kkal/kgBB/24jam) Protein:1,5 gram /kgBB = 39 gram (24%KET) Lemak: 25% KET = 18 gram KH : 51% KET = 83 gram Preskripsi diet : Jenis diet : parenteral + enteral (gut feeding) Rute : enteral dan parenteral (vena sentral) Jumlah : 650 kkal
Planning : KET : 650 kkal (25 kkal/kgBB/24jam) Protein :1,5 gram /kgBB = 39 gram (24%KET) Lemak: 25% KET = 18 gram KH : 51% KET = 83 gram Preskripsi diet : Jenis diet : parenteral + enteral (gut feeding) Rute : enteral dan parenteral (vena sentral) Jumlah : 650 kkal
Planning : KET : 650 kkal (25 kkal/kgBB/24jam) Protein :1,5 gram /kgBB = 39 gram (24%KET) Lemak: 25% KET = 18 gram KH : 51% KET = 83 gram Preskripsi diet : Jenis diet : parenteral + enteral (gut feeding) Rute : enteral dan parenteral (vena sentral) Jumlah : 650 kkal
71
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
72
Universitas Indonesia
Nutrisi E P L KH
Enteral : CF KH 5% 30 ml/jam
90
-
-
22,5
Parenteral: -AA 10% 200 ml -Lipid 20% 100 ml -KH 40% 117 ml
80 200 160
20 - -
- 20 -
- - 47
Total 530 20 20 69,5
N : NPC = 1 : 140 Micronutrien : cernevit 1 amp /hari KCl, Ca glukonas, MgSO4 Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance cairan, keseimbangan asam basa, produksi fistula
Nutrisi E P L KH
Enteral : CF KH 5% 20 ml/jam
60
-
-
15
Parenteral: -AA 10% 390 ml -Lipid 20% 100 ml -KH 40% 175 ml
156 200 238
39 - -
- 20 -
- - 70
Total 654 39 20 85
N : NPC = 1 : 80 Micronutrien : cernevit 1 amp /hari KCl, Ca glukonas, MgSO4 Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance cairan, keseimbangan asam basa, produksi fistula
Nutrisi E P L KH
Enteral : CF KH 5% 20 ml/jam
60
-
-
15
Parenteral: -AA 10% 390 ml -Lipid 20% 100 ml -KH 40% 175 ml
156 200 238
39 - -
- 20 -
- - 70
Total 654 39 20 85
N : NPC = 1 : 80 Micronutrien : cernevit 1 amp /hari KCl, Ca glukonas, MgSO4 Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance cairan, keseimbangan asam basa, produksi fistula
Nutrisi E P L KH
Enteral : CF KH 5% 20 ml/jam
60
-
-
15
Parenteral: -AA 10% 390 ml -Lipid 20% 100 ml -KH 40% 175 ml
156 200 238
39 - -
- 20 -
- - 70
Total 654 39 20 85
N : NPC = 1 : 80 Micronutrien : cernevit 1 amp /hari KCl, Ca glukonas, MgSO4 Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance cairan, keseimbangan asam basa, produksi fistula
28 Juli 2013 29 Juli 2013 30 Juli 2013 31 Juli 2013
Subyektif : Kontak tidak adekuat
Subyektif : Kontak tidak adekuat
Subyektif : Kontak tidak adekuat
Subyektif : Kontak tidak adekuat
Obyektif : Keadaan umum : Tampak sakit berat Kesadaran : dalam pengaruh obat Tanda-tanda vital : T : 100 -130/ 50-80 mmHg N : 90-120 x/menit S : 34,8-36°C RR : 20-28 x/menit CVP : +2-+8 MAP : 69-86 Pemeriksaan fisik : Mata :
konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/- Hidung : terpasang NGT no 16, tidak ada aliran balik Mulut : terpasang ETT Leher : terpasang CVC Thoraks :
Obyektif : Keadaan umum : Tampak sakit berat Kesadaran : dalam pengaruh obat Tanda-tanda vital : T : 110 -150/ 50-80 mmHg N : 100-130 x/menit S : 35,2-36°C RR : 20-38 x/menit CVP : +2-+6 MAP : 82-100 Pemeriksaan fisik : Mata :
konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/- Hidung : terpasang NGT no 16, tidak ada aliran balik Mulut : terpasang ETT Leher : terpasang CVC Thoraks :
Obyektif : Keadaan umum : Tampak sakit berat Kesadaran : dalam pengaruh obat Tanda-tanda vital : T : 110 -150/ 50-90 mmHg N : 85-120 x/menit S : 36,5°C RR : 20-28 x/menit CVP : +3-+8 MAP : 82-99 Pemeriksaan fisik : Mata :
konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/- Hidung : terpasang NGT no 16, tidak ada aliran balik Mulut : terpasang ETT Leher : terpasang CVC Thoraks :
Obyektif : Keadaan umum : Tampak sakit berat Kesadaran : dalam pengaruh obat Tanda-tanda vital : T : 120 -150/ 60-80 mmHg N : 90-120 x/menit S : 35-36°C RR : 20-26 x/menit CVP : +4-+8 MAP : 81-100 Pemeriksaan fisik : Mata :
konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/- Hidung : terpasang NGT no 16, tidak ada aliran balik Mulut : terpasang ETT Leher : terpasang CVC Thoraks :
72
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
73
Universitas Indonesia
cor dalam batas normal pulmo : ronchi -/-, wheezing -/-
Abdomen : Inspeksi : tampak luka operasi di linea mediana, rembesan +, terpasang kantong stoma, produksi + 150 ml, warna kuning, tampak kantong stoma di suprapubis, produksi urin + bercampur ampas (kesan feses) Auskultasi : bising usus + Palpasi : supel
Ekstremitas : edema tungkai -/-, muscle wasting +/+, lemak subkutan tipis
Analisa asupan :
568 kkal (P34,L17, KH75)
Balance cairan : + 76 ml Input : 1326 ml Output : 1250 ml (urin + feses)
Laboratorium :
Hb : 9,4 Ht : 32,3 Leukosit : 34140 Trombosit : 56.000 GDS : 129 Na : 154,5 K : 3,34 Cl : 93,5 Ca : 9,4 Mg : 1,78 Laktat : 1,1 Analisis gas darah :
pH : 7,299 PaO2 : 83,8 PaCO2 : 94,5 BE : 20,3 HCO3 : 46,9 SaO2 : 93,9
cor dalam batas normal pulmo : ronchi +/+, wheezing -/-
Abdomen : Inspeksi : tampak luka operasi di linea mediana, rembesan +, terpasang kantong stoma, produksi + minimal warna kuning, tampak kantong stoma di suprapubis, produksi urin + bercampur ampas (kesan feses) Auskultasi : bising usus + Palpasi : supel
Ekstremitas : edema tungkai -/-, muscle wasting +/+, lemak subkutan tipis
Analisa asupan :
425 kkal (P24,L12, KH58)
Balance cairan : + 412 ml Input : 1362 ml Output : 950 ml (urin + feses)
Laboratorium :
Hb : 9,2 Ht : 31,6 Leukosit : 35450 Trombosit : 53.000 Na : 156,5 K : 3,31 Cl : 94,4 Ca : 9,3 Mg : 2,17 Laktat : 0,6 Analisis gas darah :
pH : 7,38 PaO2 : 73,3 PaCO2 : 98,1 BE : 22,1 HCO3 : 51,9 SaO2 : 91,5
cor dalam batas normal pulmo : ronchi +/+, wheezing -/-
Abdomen : Inspeksi : tampak luka operasi di linea mediana, rembesan +, terpasang kantong stoma, produksi + 120 ml warna kuning, tampak kantong stoma di suprapubis, produksi urin + bercampur ampas (kesan feses) Auskultasi : bising usus + Palpasi : supel
Ekstremitas : edema tungkai -/-, muscle wasting +/+, lemak subkutan tipis
Analisa asupan :
651 kkal (P34,L17, KH95,5)
Balance cairan : + 236 ml Input : 1606 ml Output : 1370 ml (urin campur feses 1250 + stoma 120)
Laboratorium :
Na : 153,8 K : 3,43 Cl : 91 Laktat : 0,6 Analisis gas darah :
pH : 7,365 PaO2 : 67,4 PaCO2 : 79,9 BE : 20,5 HCO3 : 46,1 SaO2 : 90,9
cor dalam batas normal pulmo : ronchi +/+, wheezing -/-
Abdomen : Inspeksi : tampak luka operasi di linea mediana, rembesan +, terpasang kantong stoma, produksi + 400 ml warna kuning, tampak kantong stoma di suprapubis, produksi urin + bercampur ampas (kesan feses) Auskultasi : bising usus + Palpasi : supel
Ekstremitas : edema tungkai -/-, muscle wasting +/+, lemak subkutan tipis
Analisa asupan :
708 kkal (P37,L18, KH103,5)
Balance cairan : + 234 ml Input : 1826 ml Output : 2060 ml (urin campur feses 1660 + stoma 400)
Laboratorium :
Hb : 9,6 Ht : 31 Leukosit : 33110 Trombosit : 63.000 GDS : 108 Na : 149,2 K : 3,7 Cl : 94,1 Laktat : 0,8 Analisis gas darah :
pH : 7,273 PaO2 : 96,5 PaCO2 : 95,4 BE : 17,4 HCO3 : 44,5 SaO2 : 95,5
Assessment : Sepsis ec pneumonia, fistula enterovesikokutan, pasca laparatomi ec TB usus, status gizi malnutrisi berat, hipermetabolisme berat, anemia, leukositosis,
Assessment : Sepsis ec pneumonia, fistula enterovesikokutan, pasca laparatomi ec TB usus, status gizi malnutrisi berat, hipermetabolisme berat, anemia, leukositosis,
Assessment : Sepsis ec pneumonia, fistula enterovesikokutan, pasca laparatomi ec TB usus, status gizi malnutrisi berat, hipermetabolisme berat, hipernatremia, hipokalemia,
Assessment : Sepsis ec pneumonia, fistula enterovesikokutan, pasca laparatomi ec TB usus, status gizi malnutrisi berat, hipermetabolisme berat, hipernatremia, hipokalemia,
73
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
74
Universitas Indonesia
trombositopenia, hipernatremia, asidosis respiratorik. trombositopenia, hipernatremia, hipokalemia, asidosis respiratorik terkompensasi
asidosis respiratorik terkompensasi perbaikan asidosis respiratorik.
Planning : KET : 650 kkal (25 kkal/kgBB/24jam) Protein :1,5 gram /kgBB = 39 gram (24%KET) Lemak: 25% KET = 18 gram KH : 51% KET = 83 gram Preskripsi diet : Jenis diet : parenteral + enteral (gut feeding) Rute : enteral dan parenteral (vena sentral) Jumlah : 650 kkal
Nutrisi E P L KH
Enteral : CF KH 5% 20 ml/jam
60
-
-
15
Parenteral: -AA 10% 390 ml -Lipid 20% 100 ml -KH 40% 175 ml
156 200 238
39 - -
- 20 -
- - 70
Total 654 39 20 85
N : NPC = 1 : 80 Micronutrien : cernevit 1 amp /hari KCl, Ca glukonas, MgSO4 Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance cairan, keseimbangan asam basa, produksi fistula
Planning : KET : 650 kkal (25 kkal/kgBB/24jam) Protein :1,5 gram /kgBB = 39 gram (24%KET) Lemak: 25% KET = 18 gram KH : 51% KET = 83 gram Preskripsi diet : Jenis diet : parenteral + enteral (gut feeding) Rute : enteral dan parenteral (vena sentral) Jumlah : 650 kkal
Nutrisi E P L KH
Enteral : CF KH 5% 20 ml/jam
60
-
-
15
Parenteral: -AA 10% 390 ml -Lipid 20% 100 ml -KH 40% 175 ml
156 200 238
39 - -
- 20 -
- - 70
Total 654 39 20 85
N : NPC = 1 : 80 Micronutrien : cernevit 1 amp /hari KCl, Ca glukonas, MgSO4 Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance cairan, keseimbangan asam basa, produksi fistula
Planning : KET : 780 kkal (30 kkal/kgBB/24jam) Protein :1,5 gram /kgBB = 39 gram (20%KET) Lemak: 25% KET = 22 gram KH : 55% KET = 107 gram Preskripsi diet : Jenis diet : parenteral + enteral (gut feeding) Rute : enteral dan parenteral (vena sentral) Jumlah : 650 kkal
Nutrisi E P L KH
Enteral : CF KH 5% 30 ml/jam
90
-
-
22,5
Parenteral: -AA 10% 390 ml -Lipid 20% 100 ml -KH 40% 175 ml
156 200 238
39 - -
- 20 -
- - 70
Total 684 39 20 92,5
N : NPC = 1 : 85 Micronutrien : cernevit 1 amp /hari KCl, Ca glukonas, MgSO4 Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance cairan, keseimbangan asam basa, produksi fistula
Planning : KET : 650 kkal (25 kkal/kgBB/24jam) Protein :1,5 gram /kgBB = 39 gram (24%KET) Lemak: 25% KET = 18 gram KH : 51% KET = 83 gram Preskripsi diet : Jenis diet : parenteral + enteral (gut feeding) Rute : enteral dan parenteral (vena sentral) Jumlah : 650 kkal
Nutrisi E P L KH
Enteral : CF KH 5% 20 ml/jam
60
-
-
15
Parenteral: -AA 10% 390 ml -Lipid 20% 100 ml -KH 40% 175 ml
156 200 238
39 - -
- 20 -
- - 70
Total 654 39 20 85
N : NPC = 1 : 80 Micronutrien : cernevit 1 amp /hari KCl, Ca glukonas, MgSO4 Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance cairan, keseimbangan asam basa, produksi fistula
1 Agustus 2013 2 Agustus 2013 3 Agustus 2013 4 Agustus 2013
Subyektif : Kontak tidak adekuat
Subyektif : Pasien sudah dapat berkomunikasi, kontak masih belum adekuat
Subyektif : Kontak adekuat, pasien merasa lapar, tidak ada mual, tidak ada muntah
Subyektif : Pasien tidur
Obyektif : Keadaan umum : Tampak sakit berat Kesadaran : dalam pengaruh obat Tanda-tanda vital : T : 100 -150/ 50-90 mmHg N : 90-120 x/menit
Obyektif : Keadaan umum : Tampak sakit berat Kesadaran : kompos mentis Tanda-tanda vital : T : 100 -140/ 50-80 mmHg N : 80-120 x/menit
Obyektif : Keadaan umum : Tampak sakit berat Kesadaran : kompos mentis Tanda-tanda vital : T : 100 -140/ 50-70 mmHg N : 90-120 x/menit
Obyektif : Keadaan umum : Tampak sakit berat Kesadaran : dalam pengaruh obat Tanda-tanda vital : T : 100 -140/ 60-90 mmHg N : 100-130 x/menit
74 Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
75
Universitas Indonesia
S : 36-36,9°C RR : 24-36 x/menit CVP : +2-+9 MAP : 74-119 Pemeriksaan fisik : Mata :
konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/- Hidung : terpasang NGT no 16, tidak ada aliran balik Mulut : terpasang ETT Leher : terpasang CVC Thoraks :
cor dalam batas normal pulmo : ronchi +/+, wheezing -/-
Abdomen : Inspeksi : tampak luka operasi di linea mediana, rembesan +, terpasang kantong stoma, produksi + 100 ml, warna kuning, tampak kantong stoma di suprapubis, produksi urin + bercampur ampas (kesan feses) Auskultasi : bising usus + Palpasi : supel
Ekstremitas : edema tungkai -/-, muscle wasting +/+, lemak subkutan tipis
Analisa asupan :
712 kkal (P37,L18, KH105)
Balance cairan : + 318 ml Input : 2768 ml Output : 2450 ml (urin & feses 2350 + fistula 100 )
Laboratorium :
GDS : 110 Na : 143,2 K : 3,82 Cl : 94,2 Laktat : 1,2 Analisis gas darah :
pH : 7,304 PaO2 : 92,6 PaCO2 : 73 BE : 10,1
S : 34,5-36°C RR : 22-36 x/menit CVP : +3-+10 MAP : 70-113 Pemeriksaan fisik : Mata :
konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/- Hidung : terpasang NGT no 16, tidak ada aliran balik Mulut : terpasang ETT Leher : terpasang CVC Thoraks :
cor dalam batas normal pulmo : ronchi +/+ berkurang, wheezing -/-
Abdomen : Inspeksi : tampak luka operasi di linea mediana, rembesan +, terpasang kantong stoma, produksi + minimal, warna kuning, tampak kantong stoma di suprapubis, produksi urin + bercampur ampas (kesan feses) Auskultasi : bising usus + Palpasi : supel
Ekstremitas : edema tungkai -/-, muscle wasting +/+, lemak subkutan tipis
Analisa asupan :
735 kkal (P39,L20, KH107,5)
Balance cairan : + 318 ml Input : 2099 ml Output : 1400 ml (urin & feses 1400)
Laboratorium :
GDS : 91 Na : 143,3 K : 3,43 Cl : 93,8 Ca : 8,4 Mg : 1,79 Ureum : 24 Kreatinin : 0,1 Laktat : 0,7 Prokalsitonin : 0,49
S : 36-37,2°C RR : 18-34 x/menit CVP : +4-+12 MAP : 66-120 Pemeriksaan fisik : Mata :
konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/- Hidung : terpasang NGT no 16, tidak ada aliran balik Mulut : terpasang ETT Leher : terpasang CVC Thoraks :
cor dalam batas normal pulmo : ronchi +/+, wheezing -/-
Abdomen : Inspeksi : tampak luka operasi di linea mediana, rembesan +, terpasang kantong stoma, produksi + 400 ml warna kuning, tampak kantong stoma di suprapubis, produksi urin + bercampur ampas (kesan feses) Auskultasi : bising usus + Palpasi : supel
Ekstremitas : edema tungkai -/-, muscle wasting +/+, lemak subkutan tipis
Analisa asupan :
933 kkal (P44,L24, KH152,5)
Balance cairan : + 202 ml Input : 2202 ml Output : 2000 ml (urin campur feses 1600 + stoma 400)
Laboratorium :
Hb : 9 Ht : 28,5 Leukosit : 37630 Trombosit : 109.000 GDS : 92 Na : 143,9 K : 3,28 Cl : 99,8 Ca : 6,7
S : 36-36,1°C RR : 16-28 x/menit CVP : +3-+8 MAP : 80-104 Pemeriksaan fisik : Mata :
konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/- Hidung : terpasang NGT no 16, tidak ada aliran balik Mulut : terpasang ETT Leher : terpasang CVC Thoraks :
cor dalam batas normal pulmo : ronchi +/+, wheezing -/-
Abdomen : Inspeksi : tampak luka operasi di linea mediana, rembesan +, terpasang kantong stoma, produksi + 150 ml warna kuning, tampak kantong stoma di suprapubis, produksi urin + bercampur ampas (kesan feses) Auskultasi : bising usus + Palpasi : supel
Ekstremitas : edema tungkai -/-, muscle wasting +/+, lemak subkutan tipis
Analisa asupan :
769 kkal (P43,L23,5, KH103,5)
Balance cairan : + 808 ml Input : 2068 ml Output : 1260 ml (urin campur feses 1210 + stoma 150)
Laboratorium :
Analisis gas darah : pH : 7,217 PaO2 : 119,2 PaCO2 : 89 BE : 8,6 HCO3 : 36,5 SaO2 : 97,2
Terapi sejawat :
75
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
76
Universitas Indonesia
HCO3 : 36,6 SaO2 : 95,7
Rontgen thoraks : Dibandingkan dengan rontgen thoraks sebelumnya,
infiltrat di kedua lapang paru dd/ pneumonia, edema paru, masih mungkin suatu ARDS. Dibanding sebelumnya tampak infiltrat di paru kanan bertambah.
Analisis gas darah : pH : 7,318 PaO2 : 76,2 PaCO2 : 64,6 BE : 7,1 HCO3 : 33,4 SaO2 : 93,2
Mg : 1,47 Analisis gas darah :
pH : 7,375 PaO2 : 129,5 PaCO2 : 53 BE : 5,9 HCO3 : 31,3 SaO2 : 98,6
Ethambutol 1x750 mg INH 1x300 mg Streptomisin 1x300 mg Levofloksasin 1x250 mg mica fungin 1x50 mg Omeprazole 2 x 40 mg Vitamin C 2 x 200 mg Farmadol 3x500 mg Hydonac Cefoperazon sulbactam 2x1 gram
Assessment : Sepsis ec pneumonia, fistula enterovesikokutan, pasca laparatomi ec TB usus, status gizi malnutrisi berat, hipermetabolisme berat, anemia, leukositosis, trombositopenia, hipernatremia, asidosis respiratorik.
Assessment : Sepsis ec pneumonia, fistula enterovesikokutan, pasca laparatomi ec TB usus, status gizi malnutrisi berat, hipermetabolisme berat, anemia, leukositosis, trombositopenia, hipokalemia, asidosis respiratorik perbaikan
Assessment : Sepsis ec pneumonia, fistula enterovesikokutan, pasca laparatomi ec TB usus, status gizi malnutrisi berat, hipermetabolisme berat, hipokalemia, asidosis respiratorik terkompensasi perbaikan
Assessment : Sepsis ec pneumonia, fistula enterovesikokutan, pasca laparatomi ec TB usus, status gizi malnutrisi berat, hipermetabolisme berat, hipernatremia, hipokalemia, asidosis respiratorik.
Planning : KET : 780 kkal (30 kkal/kgBB/24jam) Protein :1,5 gram /kgBB = 39 gram (20%KET) Lemak: 25% KET = 22 gram KH : 55% KET = 107 gram Preskripsi diet : Jenis diet : parenteral + enteral (gut feeding) Rute : enteral dan parenteral (vena sentral) Jumlah : 750 kkal
Nutrisi E P L KH
Enteral : CF KH 5% 50 ml/jam
150
-
-
37,5
Parenteral: -AA 10% 390 ml -Lipid 20% 100 ml -KH 40% 175 ml
156 200 238
39 - -
- 20 -
- - 70
Total 744 39 20 107,5
N : NPC = 1 : 94 Micronutrien : cernevit 1 amp /hari KCl, Ca glukonas, MgSO4 Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance cairan, keseimbangan asam basa, produksi fistula
Planning : KET : 780 kkal (30 kkal/kgBB/24jam) Protein :1,5 gram /kgBB = 39 gram (20%KET) Lemak: 25% KET = 22 gram KH : 55% KET = 107 gram Preskripsi diet : Jenis diet : parenteral + enteral (gut feeding) Rute : enteral dan parenteral (vena sentral) Jumlah : 800 kkal
Nutrisi E P L KH
Enteral : - CF KH 5% 30
ml/jam (9 jam) - MC RS 30
ml/jam (6 jam)
54 180
- 7
- 6
13,5 26
Parenteral: -AA 10% 390 ml -Lipid 20% 100 ml -KH 40% 175 ml
156 200 238
39 - -
- 20 -
- - 70
Total 828 46 26 109,5
N : NPC = 1 : 87,5 Micronutrien : cernevit 1 amp /hari KCl, Ca glukonas, MgSO4
Planning : KET : 780 kkal (30 kkal/kgBB/24jam) Protein :1,5 gram /kgBB = 39 gram (20%KET) Lemak: 25% KET = 22 gram KH : 55% KET = 107 gram Preskripsi diet : Jenis diet : parenteral + enteral (gut feeding) Rute : enteral dan parenteral (vena sentral) Jumlah : 800 kkal
Nutrisi E P L KH
Enteral : - CF KH 5% 30
ml/jam (9 jam) - MC RS 30
ml/jam (6 jam)
54 180
- 7
- 6
13,5 26
Parenteral: -AA 10% 390 ml -Lipid 20% 100 ml -KH 40% 175 ml
156 200 238
39 - -
- 20 -
- - 70
Total 828 46 26 109,5
N : NPC = 1 : 87,5 Micronutrien : cernevit 1 amp /hari KCl, Ca glukonas, MgSO4
Planning : KET : 650 kkal (25 kkal/kgBB/24jam) Protein :1,5 gram /kgBB = 39 gram (24%KET) Lemak: 25% KET = 18 gram KH : 51% KET = 83 gram Preskripsi diet : Jenis diet : parenteral + enteral (gut feeding) Rute : enteral dan parenteral (vena sentral) Jumlah : 650 kkal
Nutrisi E P L KH
Enteral : - CF KH 5% 30
ml/jam (9 jam) - MC RS 30
ml/jam (6 jam)
54 180
- 7
- 6
13,5 26
Parenteral: -AA 10% 300 ml -Lipid 20% 64 ml -KH 40% 125 ml
120 128 170
30 - -
- 13 -
- - 50
Total 652 37 19 89,5
N : NPC = 1 : 85 Micronutrien : cernevit 1 amp /hari KCl, Ca glukonas, MgSO4
76
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
77
Universitas Indonesia
Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance cairan, keseimbangan asam basa, produksi fistula
Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance cairan, keseimbangan asam basa, produksi fistula
Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance cairan, keseimbangan asam basa, produksi fistula
5 Agustus 2013 6 Agustus 2013 7 Agustus 2013 8 Agustus 2013
Subyektif : Kontak tidak adekuat
Subyektif : Kontak tidak adekuat
Subyektif : Kontak tidak adekuat
Subyektif : Kontak tidak adekuat
Obyektif : Keadaan umum : Tampak sakit berat Kesadaran : dalam pengaruh obat Tanda-tanda vital : T : 100 -130/ 55-70 mmHg N : 110-130 x/menit S : 36-36,1°C RR : 35-45 x/menit CVP : +4-+9 MAP : 76-95 Pemeriksaan fisik : Mata :
konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/- Hidung : terpasang NGT no 16, tidak ada aliran balik Mulut : terpasang ETT Leher : terpasang CVC Thoraks :
cor dalam batas normal pulmo : ronchi +/+, wheezing -/-
Abdomen : Inspeksi : tampak luka operasi di linea mediana, rembesan +, terpasang kantong stoma, produksi + 300 ml, warna kuning, tampak kantong stoma di suprapubis, produksi urin + bercampur ampas (kesan feses) Auskultasi : bising usus + Palpasi : supel
Ekstremitas : edema tungkai -/-, muscle wasting +/+, lemak subkutan tipis
Analisa asupan :
Obyektif : Keadaan umum : Tampak sakit berat Kesadaran : dalam pengaruh obat Tanda-tanda vital : T : 100 -130/ 60-80 mmHg N : 90-130 x/menit S : 35,8-36,5°C RR : 22-34 x/menit CVP : +5-+12 MAP : 73-88 Pemeriksaan fisik : Mata :
konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/- Hidung : terpasang NGT no 16, tidak ada aliran balik Mulut : terpasang ETT Leher : terpasang CVC Thoraks :
cor dalam batas normal pulmo : ronchi +/+ berkurang, wheezing -/-
Abdomen : Inspeksi : tampak luka operasi di linea mediana, rembesan +, terpasang kantong stoma, produksi + 100 ml, warna kuning, tampak kantong stoma di suprapubis, produksi urin + bercampur ampas (kesan feses) Auskultasi : bising usus + Palpasi : supel
Ekstremitas : edema tungkai -/-, muscle wasting +/+, lemak subkutan tipis
Analisa asupan :
Obyektif : Keadaan umum : Tampak sakit berat Kesadaran : dalam pengaruh obat Tanda-tanda vital : T : 120 -130/ 50-70 mmHg N : 90-120 x/menit S : 34,8-36°C RR : 16-32 x/menit CVP : +6-+10 MAP : 83-91 Pemeriksaan fisik : Mata :
konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/- Hidung : terpasang NGT no 16, aliran balik + 50 ml
warna kuning Mulut : terpasang ETT Leher : terpasang CVC Thoraks :
cor dalam batas normal pulmo : ronchi +/+ minimal , wheezing -/-
Abdomen : Inspeksi : tampak luka operasi di linea mediana, rembesan +, terpasang kantong stoma, produksi + 350 ml warna kuning, tampak kantong stoma di suprapubis, produksi urin + bercampur ampas (kesan feses) Auskultasi : bising usus + Palpasi : supel
Ekstremitas : edema tungkai -/-, muscle wasting +/+, lemak subkutan tipis
Obyektif : Keadaan umum : Tampak sakit berat Kesadaran : dalam pengaruh obat Tanda-tanda vital : T : 110 -150/ 50-80 mmHg N : 100-120 x/menit S : 35-36°C RR : 28-42 x/menit CVP : +5-+12 MAP : 67-102 Pemeriksaan fisik : Mata :
konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/- Hidung : terpasang NGT no 16, tidak ada aliran balik. Mulut : terpasang ETT Leher : terpasang CVC Thoraks :
cor dalam batas normal pulmo : ronchi +/+ minimal , wheezing -/-
Abdomen : Inspeksi : tampak luka operasi di linea mediana, rembesan +, terpasang kantong stoma, produksi + 470 ml warna kuning, tampak kantong stoma di suprapubis, produksi urin + bercampur ampas (kesan feses) Auskultasi : bising usus + Palpasi : supel
Ekstremitas : edema tungkai -/-, muscle wasting +/+, lemak subkutan tipis
Analisa asupan :
77
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
78
Universitas Indonesia
793 kkal (P44,L24,5, KH106)
Balance cairan : + 318 ml Input : 2282 ml Output : 1800 ml (urin & feses 1500 + fistula 300 )
Laboratorium :
Na : 140,3 K : 3,88 Cl : 97,4 Laktat : 0,9 Analisis gas darah :
pH : 7,295 PaO2 : 139,3 PaCO2 : 77,2 BE : 11,2 HCO3 : 37,9 SaO2 : 98,5
811 kkal (P45,L25, KH108,5)
Balance cairan : + 397,5 ml Input : 1997,5 ml Output : 1600 ml (urin & feses 1500 + fistula 100)
Laboratorium :
Hb : 9,2 Ht : 30,4 Leukosit : 39000 Trombosit : 189.000 GDS : 103 Ureum : 26 Kreatinin : 0,1 Na : 143,4 K : 4,14 Cl : 93 Ca : 8,3 Mg : 1,27 Prokalsitonin : 1,58 Analisis gas darah :
pH : 7,201 PaO2 : 57,3 PaCO2 : 102,1 BE : 12,2 HCO3 : 40,4 SaO2 : 80,7
Rontgen thoraks : infiltrat di kedua lapang paru, relatif berkurang.
Analisa asupan : 715 kkal (P40,L21, KH95,5)
Balance cairan : + 32,4 ml Input : 1632,4 ml Output : 1600 ml (urin campur feses 1200 + fistula 350 + NGT 50)
Laboratorium :
SGOT : 51 SGPT : 28 Ureum : 25 Kreatinin : 0,1 Laktat : 1,3 Analisis gas darah :
pH : 7,277 PaO2 : 54,6 PaCO2 : 69,7 BE : 5,8 HCO3 : 32,8 SaO2 : 82,4
684 kkal (P39,L19, KH89)
Balance cairan : + 150,6 ml Input : 1470,6 ml Output : 1320 ml (urin campur feses 850 + fistula 470)
Laboratorium :
SGOT : 59 SGPT : 38 Ureum : 32 Kreatinin : 0,1 Laktat : 0,9 Na : 140,3 K : 3,77 Cl : 93,1 Ca : 7,8 Mg : 2,31 Analisis gas darah :
pH : 7,4 PaO2 : 91,8 PaCO2 : 58,7 BE : 6,7 HCO3 : 36,7 SaO2 : 96,7
Assessment : Sepsis ec pneumonia, fistula enterovesikokutan, pasca laparatomi ec TB usus, status gizi malnutrisi berat, hipermetabolisme berat, anemia, leukositosis, trombositopenia, asidosis respiratorik.
Assessment : Sepsis ec pneumonia, ARDS, fistula enterovesikokutan, pasca laparatomi ec TB usus, status gizi malnutrisi berat, hipermetabolisme berat, anemia, leukositosis, asidosis respiratorik.
Assessment : Sepsis ec pneumonia, ARDS, fistula enterovesikokutan, pasca laparatomi ec TB usus, status gizi malnutrisi berat, hipermetabolisme berat, anemia, leukositosis, asidosis respiratorik.
Assessment : Sepsis ec pneumonia, ARDS, fistula enterovesikokutan, pasca laparatomi ec TB usus, status gizi malnutrisi berat, hipermetabolisme berat, anemia, leukositosis, asidosis respiratorik terkompensasi
Planning : KET : 650 kkal (25 kkal/kgBB/24jam) Protein :1,5 gram /kgBB = 39 gram (24%KET) Lemak: 25% KET = 18 gram KH : 51% KET = 83 gram Preskripsi diet : Jenis diet : parenteral + enteral (gut feeding) Rute : enteral dan parenteral (vena sentral)
Planning : KET : 650 kkal (25 kkal/kgBB/24jam) Protein :1,5 gram /kgBB = 39 gram (24%KET) Lemak: 25% KET = 18 gram KH : 51% KET = 83 gram Preskripsi diet : Jenis diet : parenteral + enteral (gut feeding) Rute : enteral dan parenteral (vena sentral)
Planning : KET : 650 kkal (25 kkal/kgBB/24jam) Protein :1,5 gram /kgBB = 39 gram (24%KET) Lemak: 25% KET = 18 gram KH : 51% KET = 83 gram Preskripsi diet : Jenis diet : parenteral + enteral (gut feeding) Rute : enteral dan parenteral (vena sentral)
Planning : KET : 650 kkal (25 kkal/kgBB/24jam) Protein :1,5 gram /kgBB = 39 gram (24%KET) Lemak: 25% KET = 18 gram KH : 51% KET = 83 gram Preskripsi diet : Jenis diet : parenteral + enteral (gut feeding) Rute : enteral dan parenteral (vena sentral)
78
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
79
Universitas Indonesia
Jumlah : 650 kkal
Nutrisi E P L KH
Enteral : - CF KH 5% 30
ml/jam (9 jam) - MC RS 30
ml/jam (6 jam)
54 180
- 7
- 6
13,5 26
Parenteral: -AA 10% 300 ml -Lipid 20% 64 ml -KH 40% 125 ml
120 128 170
30 - -
- 13 -
- - 50
Total 652 37 19 89,5
N : NPC = 1 : 85 Micronutrien : cernevit 1 amp /hari KCl, Ca glukonas, MgSO4 Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance cairan, keseimbangan asam basa, produksi fistula
Jumlah : 650 kkal
Nutrisi E P L KH
Enteral : - CF KH 5% 30
ml/jam (9 jam) - MC RS 30
ml/jam (6 jam)
54 180
- 7
- 6
13,5 26
Parenteral: -AA 10% 300 ml -Lipid 20% 64 ml -KH 40% 125 ml
120 128 170
30 - -
- 13 -
- - 50
Total 652 37 19 89,5
N : NPC = 1 : 85 Micronutrien : cernevit 1 amp /hari KCl, Ca glukonas, MgSO4 Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance cairan, keseimbangan asam basa, produksi fistula
Jumlah : 650 kkal
Nutrisi E P L KH
Enteral : - CF KH 5% 30
ml/jam (9 jam) - MC RS 30
ml/jam (6 jam)
54 180
- 7
- 6
13,5 26
Parenteral: -AA 10% 300 ml -Lipid 20% 64 ml -KH 40% 125 ml
120 128 170
30 - -
- 13 -
- - 50
Total 652 37 19 89,5
N : NPC = 1 : 85 Micronutrien : cernevit 1 amp /hari KCl, Ca glukonas, MgSO4 Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance cairan, keseimbangan asam basa, produksi fistula
Jumlah : 650 kkal
Nutrisi E P L KH
Enteral : - CF KH 5% 30
ml/jam (9 jam) - MC RS 30
ml/jam (6 jam)
54 180
- 7
- 6
13,5 26
Parenteral: -AA 10% 300 ml -Lipid 20% 64 ml -KH 40% 125 ml
120 128 170
30 - -
- 13 -
- - 50
Total 652 37 19 89,5
N : NPC = 1 : 85 Micronutrien : cernevit 1 amp /hari KCl, Ca glukonas, MgSO4 Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance cairan, keseimbangan asam basa, produksi fistula
9 Agustus 2013 10 Agustus 2013 11 Agustus 2013 12 Agustus 2013
Subyektif : Pasien tenang, Kontak adekuat
Subyektif : Pasien tenang, Kontak adekuat
Subyektif : Pasien tenang, Kontak adekuat
Subyektif : Pasien tenang, Kontak adekuat
Obyektif : Keadaan umum : Tampak sakit berat Kesadaran : kompos mentis Tanda-tanda vital : T : 110 -140/ 70-80 mmHg N : 80-110 x/menit S : 36-36,2°C RR : 24-36 x/menit CVP : +6-+11 MAP : 73-100 Pemeriksaan fisik : Mata :
konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/- Hidung : terpasang NGT no 16, tidak ada aliran balik
Obyektif : Keadaan umum : Tampak sakit berat Kesadaran : kompos mentis Tanda-tanda vital : T : 100 -140/ 60-90 mmHg N : 80-110 x/menit S : 36-37°C RR : 26-35 x/menit CVP : +4-+11 MAP : 73-112 Pemeriksaan fisik : Mata :
konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/- Hidung : terpasang NGT no 16, tidak ada aliran balik
Obyektif : Keadaan umum : Tampak sakit berat Kesadaran : kompos mentis Tanda-tanda vital : T : 120 -140/ 50-90 mmHg N : 70-120 x/menit S : 35,7-36,2°C RR : 26-32 x/menit CVP : +1-+7 MAP : 70-110 Pemeriksaan fisik : Mata :
konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/- Hidung : terpasang NGT no 16, tidak ada aliran balik.
Obyektif : Keadaan umum : Tampak sakit berat Kesadaran : kompos mentis Tanda-tanda vital : T : 100 -140/ 50-90 mmHg N : 80-100 x/menit S : 36-36,2°C RR : 12-36 x/menit CVP : +1-+4 MAP : 72-98 Pemeriksaan fisik : Mata :
konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/- Hidung : terpasang NGT no 16, tidak ada aliran balik.
79
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
80
Universitas Indonesia
Mulut : terpasang ETT Leher : terpasang CVC Thoraks :
cor dalam batas normal pulmo : ronchi +/+, wheezing -/-
Abdomen : Inspeksi : tampak luka operasi di linea mediana, rembesan +, terpasang kantong stoma, produksi + 750 ml, warna kuning, tampak kantong stoma di suprapubis, produksi urin + bercampur ampas (kesan feses) Auskultasi : bising usus + Palpasi : supel
Ekstremitas : edema tungkai -/-, muscle wasting +/+, lemak subkutan tipis
Analisa asupan :
684 kkal (P39,L19, KH89)
Balance cairan : 0 ml Input : 1950 ml Output : 1950 ml (urin & feses 1200 + fistula 750 )
Laboratorium :
Na : 140 K : 3,4 Cl : 92,9 Ca : 8,6 Mg : 2 GDS : 70 SGOT : 46 SGPT : 35 Laktat : 1,7 Analisis gas darah :
pH : 7,410 PaO2 : 138,7 PaCO2 : 55 BE : 10,5 HCO3 : 35,6 SaO2 : 99,1
Mulut : terpasang ETT Leher : terpasang CVC Thoraks :
cor dalam batas normal pulmo : ronchi +/+ berkurang, wheezing -/-
Abdomen : Inspeksi : tampak luka operasi di linea mediana, rembesan +, terpasang kantong stoma, produksi + 1050 ml, warna kuning, tampak kantong stoma di suprapubis, produksi urin + bercampur ampas (kesan feses) Auskultasi : bising usus + Palpasi : supel
Ekstremitas : edema tungkai -/-, muscle wasting +/+, lemak subkutan tipis
Analisa asupan :
684 kkal (P39,L19, KH89)
Balance cairan : - 291 ml Input : 1959 ml Output : 2250 ml (urin & feses 1200 + fistula 1050 )
Laboratorium :
Hb : 8,8 Ht : 27,4 Leukosit : 25110 Trombosit : 220.000 Na : 140,5 K : 3,2 Ca : 6,5 Mg : 1,16 GDS : 65 Laktat : 0,6
Kultur sputum : acinobacter baumanii Rontgen thoraks : Infiltrat di kedua lapang paru stqa,
Mulut : terpasang ETT Leher : terpasang CVC Thoraks :
cor dalam batas normal pulmo : ronchi -/- , wheezing -/-
Abdomen : Inspeksi : tampak luka operasi di linea mediana, rembesan +, terpasang kantong stoma, produksi + 650 ml warna kuning, tampak kantong stoma di suprapubis, produksi urin + bercampur ampas (kesan feses) Auskultasi : bising usus + Palpasi : supel
Ekstremitas : edema tungkai -/-, muscle wasting +/+, lemak subkutan tipis
Analisa asupan :
658 kkal (P39,L19, KH89,5)
Balance cairan : -41 ml Input : 2209 ml Output : 2250 ml (urin campur feses 1600 + fistula 650)
Laboratorium :
SGOT : 62 SGPT : 52 Ureum : 49 Kreatinin : 0,1 Na : 139,9 K : 3,99 Cl : 103,4 Ca : 8,9 Mg : 2,36 Laktat : 0,3 Analisis gas darah :
pH : 7,362 PaO2 : 119,8 PaCO2 : 54,5 BE : 5,6 HCO3 : 31,2 SaO2 : 98,5
Mulut : terpasang ETT Leher : terpasang CVC Thoraks :
cor dalam batas normal pulmo : ronchi -/-, wheezing -/-
Abdomen : Inspeksi : tampak luka operasi di linea mediana, rembesan +, terpasang kantong stoma, produksi + 700 ml warna kuning, tampak kantong stoma di suprapubis, produksi urin + bercampur ampas (kesan feses) Auskultasi : bising usus + Palpasi : supel
Ekstremitas : edema tungkai -/-, muscle wasting +/+, lemak subkutan tipis
Analisa asupan :
644 kkal (P38,L18, KH87)
Balance cairan : +41 ml Input : 2091 ml Output : 2050 ml (urin campur feses 1350 + fistula 700)
Laboratorium :
Hb : 8,6 Ht : 27 Leukosit : 25180 Trombosit : 272.000 SGOT : 67 SGPT : 52 GDS : 69 Ureum : 49 Kreatinin : 0,1 Na : 134,8 K : 3,91 Cl : 101,1 Ca : 8,9 Mg : 2,36 Laktat : 0,4 Analisis gas darah :
pH : 7,370
80
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
81
Universitas Indonesia
PaO2 : 123,4 PaCO2 : 59,4 BE : 9,2 HCO3 : 34,7 SaO2 : 98,4
Assessment : Sepsis ec pneumonia, ARDS, fistula enterovesikokutan, pasca laparatomi ec TB usus, status gizi malnutrisi berat, hipermetabolisme berat, anemia, leukositosis, asidosis respiratorik terkompensasi
Assessment : Sepsis ec pneumonia, ARDS, fistula enterovesikokutan, pasca laparatomi ec TB usus, status gizi malnutrisi berat, hipermetabolisme berat, anemia, leukositosis
Assessment : Sepsis ec pneumonia, ARDS, fistula enterovesikokutan, pasca laparatomi ec TB usus, status gizi malnutrisi berat, hipermetabolisme berat, anemia, leukositosis, asidosis respiratorik terkompensasi perbaikan
Assessment : Sepsis ec pneumonia, ARDS, fistula enterovesikokutan, pasca laparatomi ec TB usus, status gizi malnutrisi berat, hipermetabolisme berat, anemia, leukositosis, asidosis respiratorik terkompensasi perbaikan
Planning : KET : 650 kkal (25 kkal/kgBB/24jam) Protein :1,5 gram /kgBB = 39 gram (24%KET) Lemak: 25% KET = 18 gram KH : 51% KET = 83 gram Preskripsi diet : Jenis diet : parenteral + enteral (gut feeding) Rute : enteral dan parenteral (vena sentral) Jumlah : 650 kkal
Nutrisi E P L KH
Enteral : - CF KH 5% 30
ml/jam (9 jam) - MC RS 30
ml/jam (6 jam)
54 180
- 7
- 6
13,5 26
Parenteral: -AA 10% 300 ml -Lipid 20% 64 ml -KH 40% 125 ml
120 128 170
30 - -
- 13 -
- - 50
Total 652 37 19 89,5
N : NPC = 1 : 85 Micronutrien : cernevit 1 amp /hari KCl, Ca glukonas, MgSO4 Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance cairan, keseimbangan asam basa, produksi fistula
Planning : KET : 650 kkal (25 kkal/kgBB/24jam) Protein :1,5 gram /kgBB = 39 gram (24%KET) Lemak: 25% KET = 18 gram KH : 51% KET = 83 gram Preskripsi diet : Jenis diet : parenteral + enteral (gut feeding) Rute : enteral dan parenteral (vena sentral) Jumlah : 650 kkal
Nutrisi E P L KH
Enteral : - CF KH 5% 30
ml/jam (9 jam) - MC RS 30
ml/jam (6 jam)
54 180
- 7
- 6
13,5 26
Parenteral: -AA 10% 300 ml -Lipid 20% 64 ml -KH 40% 125 ml
120 128 170
30 - -
- 13 -
- - 50
Total 652 37 19 89,5
N : NPC = 1 : 85 Micronutrien : cernevit 1 amp /hari KCl, Ca glukonas, MgSO4 Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance cairan, keseimbangan asam basa, produksi fistula
Planning : KET : 650 kkal (25 kkal/kgBB/24jam) Protein :1,5 gram /kgBB = 39 gram (24%KET) Lemak: 25% KET = 18 gram KH : 51% KET = 83 gram Preskripsi diet : Jenis diet : parenteral + enteral (gut feeding) Rute : enteral dan parenteral (vena sentral) Jumlah : 650 kkal
Nutrisi E P L KH
Enteral : - CF KH 5% 30
ml/jam (9 jam) - MC RS 30
ml/jam (6 jam)
54 180
- 7
- 6
13,5 26
Parenteral: -AA 10% 300 ml -Lipid 20% 64 ml -KH 40% 125 ml
120 128 170
30 - -
- 13 -
- - 50
Total 652 37 19 89,5
N : NPC = 1 : 85 Micronutrien : cernevit 1 amp /hari KCl, Ca glukonas, MgSO4 Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance cairan, keseimbangan asam basa, produksi fistula
Planning : KET : 650 kkal (25 kkal/kgBB/24jam) Protein :1,5 gram /kgBB = 39 gram (24%KET) Lemak: 25% KET = 18 gram KH : 51% KET = 83 gram Preskripsi diet : Jenis diet : parenteral + enteral (gut feeding) Rute : enteral dan parenteral (vena sentral) Jumlah : 650 kkal
Nutrisi E P L KH
Enteral : - CF KH 5% 30
ml/jam (9 jam) - MC RS 30
ml/jam (6 jam)
54 180
- 7
- 6
13,5 26
Parenteral: -AA 10% 300 ml -Lipid 20% 64 ml -KH 40% 125 ml
120 128 170
30 - -
- 13 -
- - 50
Total 652 37 19 89,5
N : NPC = 1 : 85 Micronutrien : cernevit 1 amp /hari KCl, Ca glukonas, MgSO4 Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance cairan, keseimbangan asam basa, produksi fistula
81
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
82
Universitas Indonesia
13 Agustus 2013 14 Agustus 2013 15 Agustus 2013 16 Agustus 2013
Subyektif : Pasien tenang, Kontak adekuat
Subyektif : Pasien tenang, Kontak adekuat
Subyektif : Pasien tenang, Kontak adekuat
Subyektif : Pasien tenang, Kontak adekuat
Obyektif : Keadaan umum : Tampak sakit berat Kesadaran : kompos mentis Tanda-tanda vital : T : 100 -130/ 70-80 mmHg N : 70-80 x/menit S : 35,6-36,2°C RR : 20-30 x/menit CVP : 0-+6 MAP : 69-83 Pemeriksaan fisik : Mata :
konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/- Hidung : terpasang NGT no 16, tidak ada aliran balik Mulut : terpasang ETT Leher : terpasang CVC Thoraks :
cor dalam batas normal pulmo : ronchi +/+ minimal, wheezing -/-
Abdomen : Inspeksi : tampak luka operasi di linea mediana, rembesan +, terpasang kantong stoma, produksi + 350 ml, warna kuning, tampak kantong stoma di suprapubis, produksi urin + bercampur ampas (kesan feses) Auskultasi : bising usus + Palpasi : supel
Ekstremitas : edema tungkai -/-, muscle wasting +/+, lemak subkutan tipis
Analisa asupan :
684 kkal (P39,L19, KH89)
Balance cairan : +309 ml Input : 1469 ml Output : 1160 ml (urin & feses 810 + fistula 350 )
Obyektif : Keadaan umum : Tampak sakit berat Kesadaran : kompos mentis Tanda-tanda vital : T : 100 -120/ 60-70 mmHg N : 70-90 x/menit S : 35-36°C RR : 14-36 x/menit CVP : +2-+12 MAP : 73-95 Pemeriksaan fisik : Mata :
konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/- Hidung : terpasang NGT no 16, tidak ada aliran balik Mulut : terpasang ETT Leher : terpasang CVC Thoraks :
cor dalam batas normal pulmo : ronchi +/+ minimal, wheezing -/-
Abdomen : Inspeksi : tampak luka operasi di linea mediana, rembesan +, terpasang kantong stoma, produksi + 300 ml, warna kuning, tampak kantong stoma di suprapubis, produksi urin + bercampur ampas (kesan feses) Auskultasi : bising usus + Palpasi : supel
Ekstremitas : edema tungkai -/-, muscle wasting +/+, lemak subkutan tipis
Analisa asupan :
729 kkal (P40,L20, KH97,5)
Balance cairan : + 439 ml Input : 2509 ml Output : 2070 ml (urin & feses 1770 + fistula 300 )
Obyektif : Keadaan umum : Tampak sakit berat Kesadaran : kompos mentis Tanda-tanda vital : T : 110 -120/ 60-70 mmHg N : 70-80 x/menit S : 33,7-36°C RR : 14-32 x/menit CVP : +2-+7 MAP : 81-88 Pemeriksaan fisik : Mata :
konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/- Hidung : terpasang NGT no 16, tidak ada aliran balik. Mulut : terpasang ETT Leher : terpasang CVC Thoraks :
cor dalam batas normal pulmo : ronchi +/+ , wheezing -/-
Abdomen : Inspeksi : tampak luka operasi di linea mediana, rembesan +, terpasang kantong stoma, produksi + 600 ml warna kuning, tampak kantong stoma di suprapubis, produksi urin + bercampur ampas (kesan feses) Auskultasi : bising usus + Palpasi : supel
Ekstremitas : edema tungkai -/-, muscle wasting +/+, lemak subkutan tipis
Analisa asupan :
877 kkal (P48,L26, KH112)
Balance cairan : +84 ml Input : 3434 ml Output : 3350 ml (urin campur feses 2750 + fistula 600)
Obyektif : Keadaan umum : Tampak sakit berat Kesadaran : kompos mentis Tanda-tanda vital : T : 100 -130/ 50-90 mmHg N : 70-100 x/menit S : 36-36,2°C RR : 12-24 x/menit CVP : +3-+12 MAP : 85-104 Pemeriksaan fisik : Mata :
konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/- Hidung : terpasang NGT no 16, tidak ada aliran balik. Mulut : terpasang ETT Leher : terpasang CVC Thoraks :
cor dalam batas normal pulmo : ronchi +/+, wheezing -/-
Abdomen : Inspeksi : tampak luka operasi di linea mediana, rembesan +, terpasang kantong stoma, produksi + 500 ml warna kuning, tampak kantong stoma di suprapubis, produksi urin + bercampur ampas (kesan feses) Auskultasi : bising usus + Palpasi : supel
Ekstremitas : edema tungkai -/-, muscle wasting +/+, lemak subkutan tipis
Analisa asupan :
900 kkal (P50,L27, KH114,5)
Balance cairan : +31 ml Input : 1661 ml Output : 1630 ml (urin campur feses 1130 + fistula 500)
82
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
83
Universitas Indonesia
Laboratorium : Hb : 8,3 Ht : 26,7 Leukosit : 23470 Trombosit : 202.000 SGOT :67 SGPT : 58 Ureum : 56 Kreatinin : 0,1 Na : 138,2 K : 3,94 Cl : 95,5 GDS : 72 Laktat : 0,5 Prokalsitonin : 0,92 Analisis gas darah :
pH : 7,282 PaO2 : 97,1 PaCO2 : 62,6 BE : 2,9 HCO3 : 29,9 SaO2 : 96,2
Kultur darah : candida albicans
Laboratorium : Albumin : 2,8 Na : 134,4 K : 3,12 Cl : 99,5 Analisis gas darah :
pH : 7,342 PaO2 : 114,9 PaCO2 : 60,3 BE : 7 HCO3 : 32,9 SaO2 : 97,2
Laboratorium : Hb : 10 Ht : 30,4 Leukosit : 32370 Trombosit : 196.000 Albumin : 2,68 GDS : 60 Na : 137,8 K : 3,88 Cl : 95,8 Laktat : 0,4 Prokalsitonin : 0,97 Bilirubin direk : 2,38 Bilirubin indirek :0,68 Bilirubin total : 3,06 Analisis gas darah :
pH : 7,244 PaO2 : 103,8 PaCO2 : 71,2 BE : 1,4 HCO3 : 31,1 SaO2 : 96,7
Laboratorium : Hb : 9,5 Ht : 30,1 Leukosit : 23930 Trombosit : 193.000 Na : 133,3 K : 3,4 Cl : 97,6 Ca : 10 Mg : 2,11 Analisis gas darah :
pH : 7,348 PaO2 : 83,3 PaCO2 : 59,7 BE : 7,3 HCO3 : 33,1 SaO2 : 95,1
Sepsis ec pneumonia, ARDS, fistula enterovesikokutan, pasca laparatomi ec TB usus, status gizi malnutrisi berat, hipermetabolisme berat, anemia, peningkatan enzim transaminase, leukositosis, asidosis respiratorik.
Sepsis ec pneumonia, ARDS, fistula enterovesikokutan, pasca laparatomi ec TB usus, status gizi malnutrisi berat, hipermetabolisme berat, anemia, peningkatan enzim transaminase, leukositosis, asidosis respiratorik.
Sepsis ec pneumonia, ARDS, fistula enterovesikokutan, pasca laparatomi ec TB usus, status gizi malnutrisi berat, hipermetabolisme berat, anemia, peningkatan enzim transaminase, leukositosis, asidosis respiratorik.
Sepsis ec pneumonia, ARDS, fistula enterovesikokutan, pasca laparatomi ec TB usus, status gizi malnutrisi berat, hipermetabolisme berat, anemia, peningkatan enzim transaminase, leukositosis, asidosis respiratorik.
Planning : KET : 650 kkal (25 kkal/kgBB/24jam) Protein :1,5 gram /kgBB = 39 gram (24%KET) Lemak: 25% KET = 18 gram KH : 51% KET = 83 gram Preskripsi diet : Jenis diet : parenteral + enteral (gut feeding) Rute : enteral dan parenteral (vena sentral) Jumlah : 650 kkal
Planning : KET : 650 kkal (25 kkal/kgBB/24jam) Protein :1,5 gram /kgBB = 39 gram (24%KET) Lemak: 25% KET = 18 gram KH : 51% KET = 83 gram Preskripsi diet : Jenis diet : parenteral + enteral (gut feeding) Rute : enteral dan parenteral (vena sentral) Jumlah : 650 kkal
Planning : KET : 780 kkal (30 kkal/kgBB/24jam) Protein :1,5 gram /kgBB = 39 gram (20%KET) Lemak: 25% KET = 22 gram KH : 55% KET = 107 gram Preskripsi diet : Jenis diet : parenteral + enteral (gut feeding) Rute : enteral dan parenteral (vena sentral) Jumlah : 800 kkal
Planning : KET : 780 kkal (30 kkal/kgBB/24jam) Protein :1,5 gram /kgBB = 39 gram (20%KET) Lemak: 25% KET = 22 gram KH : 55% KET = 107 gram Preskripsi diet : Jenis diet : parenteral + enteral (gut feeding) Rute : enteral dan parenteral (vena sentral) Jumlah : 800 kkal
83
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
84
Universitas Indonesia
Nutrisi E P L KH
Enteral : - CF KH 5% 30
ml/jam (9 jam) - MC RS 30
ml/jam (6 jam)
54 180
- 7
- 6
13,5 26
Parenteral: -AA 10% 300 ml -Lipid 20% 64 ml -KH 40% 125 ml
120 128 170
30 - -
- 13 -
- - 50
Total 652 37 19 89,5
N : NPC = 1 : 85 Micronutrien : cernevit 1 amp /hari KCl, Ca glukonas, MgSO4 Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance cairan, keseimbangan asam basa, produksi fistula
Nutrisi E P L KH
Enteral : - CF KH 5% 30
ml/jam (9 jam) - MC RS 30
ml/jam (6 jam)
54 180
- 7
- 6
13,5 26
Parenteral: -AA 10% 300 ml -Lipid 20% 64 ml -KH 40% 125 ml
120 128 170
30 - -
- 13 -
- - 50
Total 652 37 19 89,5
N : NPC = 1 : 85 Micronutrien : cernevit 1 amp /hari KCl, Ca glukonas, MgSO4 Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance cairan, keseimbangan asam basa, produksi fistula
Nutrisi E P L KH
Enteral : - MC RS 30
ml/jam
450
18
14
65
Parenteral: -AA 10% 210 ml -Lipid 20% 40 ml -KH 40% 125 ml
84 80 170
21 - -
- 8 -
- - 50
Total 784 39 24 115
N : NPC = 1 : 100 Micronutrien : cernevit 1 amp /hari KCl, Ca glukonas, MgSO4 Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance cairan, keseimbangan asam basa, produksi fistula
Nutrisi E P L KH
Enteral : - MC RS 30
ml/jam
450
18
14
65
Parenteral: -AA 10% 210 ml -Lipid 20% 40 ml -KH 40% 125 ml
84 80 170
21 - -
- 8 -
- - 50
Total 784 39 24 115
N : NPC = 1 : 100 Micronutrien : cernevit 1 amp /hari KCl, Ca glukonas, MgSO4 Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance cairan, keseimbangan asam basa, produksi fistula
17 Agustus 2013 18 Agustus 2013 19 Agustus 2013
Subyektif : Pasien tenang, Kontak adekuat
Subyektif : Pasien tenang, Kontak adekuat
Subyektif : Pasien tenang, Kontak adekuat
Obyektif : Keadaan umum : Tampak sakit berat Kesadaran : kompos mentis Tanda-tanda vital : T : 90 -120/ 50-70 mmHg N : 60-110 x/menit S : 36-37°C RR : 16-28 x/menit CVP : +4-+9 MAP : 82-90 Pemeriksaan fisik : Mata :
konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/- Hidung : terpasang NGT no 16, tidak ada aliran balik Mulut : terpasang ETT
Obyektif : Keadaan umum : Tampak sakit berat Kesadaran : kompos mentis Tanda-tanda vital : T : 110 -130/ 50-60 mmHg N : 60-110 x/menit S : 34,4-36°C RR : 14-38 x/menit CVP : 0-+8 MAP : 71-100 Pemeriksaan fisik : Mata :
konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/- Hidung : terpasang NGT no 16, tidak ada aliran balik Mulut : terpasang ETT
Obyektif : Keadaan umum : Tampak sakit berat Kesadaran : kompos mentis Tanda-tanda vital : T : 90 -140/ 60-70 mmHg N : 90-100 x/menit S : 35,5-35,8°C RR : 22-40 x/menit CVP : +4-+10 MAP : 85-110 Pemeriksaan fisik : Mata :
konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/- Hidung : terpasang NGT no 16, tidak ada aliran balik. Mulut : terpasang ETT
84
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
85
Universitas Indonesia
Leher : terpasang CVC Thoraks :
cor dalam batas normal pulmo : ronchi +/+, wheezing -/-
Abdomen : Inspeksi : tampak luka operasi di linea mediana, rembesan +, terpasang kantong stoma, produksi + 900 ml, warna kuning, tampak kantong stoma di suprapubis, produksi urin + bercampur ampas (kesan feses) Auskultasi : bising usus + Palpasi : supel
Ekstremitas : edema tungkai -/-, muscle wasting +/+, lemak subkutan tipis
Analisa asupan :
837 kkal (P45,L25, KH107) Balance cairan : -557,8 ml
Input : 1692,2 ml Output : 2250 ml (urin & feses 1350 + fistula 900 )
Laboratorium : Na : 133,2 K : 3,5 Cl : 98,7 GDS : 87 Laktat : 0,7 Prokalsitonin : 0,92 Analisis gas darah :
pH : 7,343 PaO2 : 134,8 PaCO2 : 61,5 BE : 7,3 HCO3 : 33,7 SaO2 : 98,7
Leher : terpasang CVC Thoraks :
cor dalam batas normal pulmo : ronchi +/+ minimal, wheezing -/-
Abdomen : Inspeksi : tampak luka operasi di linea mediana, rembesan +, terpasang kantong stoma, produksi + 400 ml, warna kuning, tampak kantong stoma di suprapubis, produksi urin + bercampur ampas (kesan feses) Auskultasi : bising usus + Palpasi : supel
Ekstremitas : edema tungkai -/-, muscle wasting +/+, lemak subkutan tipis
Analisa asupan :
900 kkal (P50,L27, KH114,5) Balance cairan : + 77 ml
Input : 1547 ml Output : 1470 ml (urin & feses 1070 + fistula 400 )
Laboratorium : GDS : 59 Analisis gas darah :
pH : 7,234 PaO2 : 62,50 PaCO2 : 70,80 BE : 1,7 HCO3 : 25,7 SaO2 : 85,90
Rontgen thoraks : Dibandingkan rontgen thoraks sebelumnya infiltrat di kedua paru stqa. Kesan pneumothoraks kanan
Leher : terpasang CVC Thoraks :
cor dalam batas normal pulmo : ronchi +/+ , wheezing -/-
Abdomen : Inspeksi : tampak luka operasi di linea mediana, rembesan +, terpasang kantong stoma, produksi + 550 ml warna kuning, tampak kantong stoma di suprapubis, produksi urin + bercampur ampas (kesan feses) Auskultasi : bising usus + Palpasi : supel
Ekstremitas : edema tungkai -/-, muscle wasting +/+, lemak subkutan tipis
Analisa asupan :
900 kkal (P50,L27, KH114,5) Balance cairan : -398 ml
Input : 1722 ml Output : 2120 ml (urin campur feses 1570 + fistula 550)
Laboratorium : Hb : 8,3 Ht : 26,7 Leukosit : 28500 Trombosit : 76.000 Albumin : 2,81 Ureum : 32 Kreatinin :0,1 Prokalsitonin : 1 Analisis gas darah :
pH : 7,188 PaO2 : 84,5 PaCO2 : 79,5 BE : 1,33 HCO3 : 30,5 SaO2 : 92,6
Rontgen thoraks : Dibandingkan rontgen thoraks sebelumnya efusi pleura kiri dan pneumothoraks laterobasal, hemithoraks kanan stqa
85
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
86
Universitas Indonesia
Sepsis ec pneumonia, ARDS, fistula enterovesikokutan, pasca laparatomi ec TB usus, status gizi malnutrisi berat, hipermetabolisme berat, anemia, peningkatan enzim transaminase, leukositosis, asidosis respiratorik.
Sepsis ec pneumonia, ARDS, fistula enterovesikokutan, pasca laparatomi ec TB usus, status gizi malnutrisi berat, hipermetabolisme berat, anemia, peningkatan enzim transaminase, leukositosis, asidosis respiratorik.
Sepsis ec pneumonia, ARDS, fistula enterovesikokutan, pasca laparatomi ec TB usus, status gizi malnutrisi berat, hipermetabolisme berat, anemia, peningkatan enzim transaminase, leukositosis, asidosis respiratorik.
Planning : KET : 780 kkal (30 kkal/kgBB/24jam) Protein :1,5 gram /kgBB = 39 gram (20%KET) Lemak: 25% KET = 22 gram KH : 55% KET = 107 gram Preskripsi diet : Jenis diet : parenteral + enteral (gut feeding) Rute : enteral dan parenteral (vena sentral) Jumlah : 800 kkal
Nutrisi E P L KH
Enteral : - MC RS 30
ml/jam
450
18
14
65
Parenteral: -AA 10% 210 ml -Lipid 20% 40 ml -KH 40% 125 ml
84 80 170
21 - -
- 8 -
- - 50
Total 784 39 24 115
N : NPC = 1 : 100 Micronutrien : cernevit 1 amp /hari KCl, Ca glukonas, MgSO4 Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance cairan, keseimbangan asam basa, produksi fistula
Planning : KET : 650 kkal (25 kkal/kgBB/24jam) Protein :1,5 gram /kgBB = 39 gram (24%KET) Lemak: 25% KET = 18 gram KH : 51% KET = 83 gram Preskripsi diet : Jenis diet : parenteral + enteral (gut feeding) Rute : enteral dan parenteral (vena sentral) Jumlah : 650 kkal
Nutrisi E P L KH
Enteral : - CF KH 5% 30
ml/jam (9 jam) - MC RS 30
ml/jam (6 jam)
54 180
- 7
- 6
13,5 26
Parenteral: -AA 10% 300 ml -Lipid 20% 64 ml -KH 40% 125 ml
120 128 170
30 - -
- 13 -
- - 50
Total 652 37 19 89,5
N : NPC = 1 : 85 Micronutrien : cernevit 1 amp /hari KCl, Ca glukonas, MgSO4 Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance cairan, keseimbangan asam basa, produksi fistula
Planning : KET : 650 kkal (25 kkal/kgBB/24jam) Protein :1,5 gram /kgBB = 39 gram (24%KET) Lemak: 25% KET = 18 gram KH : 51% KET = 83 gram Preskripsi diet : Jenis diet : parenteral + enteral (gut feeding) Rute : enteral dan parenteral (vena sentral) Jumlah : 650 kkal
Nutrisi E P L KH
Enteral : - CF KH 5% 30
ml/jam (9 jam) - MC RS 30
ml/jam (6 jam)
54 180
- 7
- 6
13,5 26
Parenteral: -AA 10% 300 ml -Lipid 20% 64 ml -KH 40% 125 ml
120 128 170
30 - -
- 13 -
- - 50
Total 652 37 19 89,5
N : NPC = 1 : 85 Micronutrien : cernevit 1 amp /hari KCl, Ca glukonas, MgSO4 Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance cairan, keseimbangan asam basa, produksi fistula
86
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
87
Universitas Indonesia
Pemantauan pasien K 13 Agustus 2013 14 Agustus 2013 15 Agustus 2013 16 Agustus 2013
Kontak tidak adekuat Kontak tidak adekuat Kontak tidak adekuat Kontak tidak adekuat
Keadaan umum : Tampak sakit berat Kesadaran : dalam pengaruh obat Tanda-tanda vital : T : 110-120/ 60-80 mmHg N : 120 x/menit S : 36-36,5°C RR : 26 – 34 x/menit CVP : +13 - +15 MAP : 72 -94 Pemeriksaan fisik : Mata :
konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/- Hidung : terpasang NGT no 16, aliran balik tidak ada Mulut : terpasang ETT Leher : terpasang CVC Thoraks : cor : kesan normal pulmo : ronchi +/+, wheezing -/- Abdomen :
Inspeksi : tampak striae gravidarum, drain +, produksi + serous hemoragik 100 ml Auskultasi : bising usus + Palpasi : supel Perkusi : timpani
Ekstremitas : edema tungkai +/+ Analisa asupan :
918 Kkal (P42, L51, KH65)
Balance cairan : +1349 ml Input : 1913 ml Output : 2950 ml (urin 2850 + drain 100)
Laboratorium :
Hb : 9,1 Ht : 26,8 Leukosit : 13.230 Trombosit : 59.000
Keadaan umum : Tampak sakit berat Kesadaran : dalam pengaruh obat Tanda-tanda vital : T : 110-120/ 70-80 mmHg N : 110-120 x/menit S : 36,5-36,8°C RR : 20 – 40 x/menit CVP : +10 - +15 MAP : 69 -86 Pemeriksaan fisik : Mata :
konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/- Hidung : terpasang NGT no 16, aliran balik tidak ada Mulut : terpasang ETT Leher : terpasang CVC Thoraks : cor : kesan normal pulmo : ronchi +/+, wheezing -/- Abdomen :
Inspeksi : tampak striae gravidarum, drain +, produksi + serous hemoragik 15 ml Auskultasi : bising usus + Palpasi : supel Perkusi : timpani
Ekstremitas : edema tungkai +/+ Analisa asupan :
1412 Kkal (P74, L41, KH198)
Balance cairan : -376 ml Input : 2789 ml Output : 3165 ml (urin 3150 + drain 15)
Laboratorium :
Hb : 9 Ht : 26 Leukosit : 18.810 Trombosit : 107.000
Keadaan umum : Tampak sakit berat Kesadaran : dalam pengaruh obat Tanda-tanda vital : T : 110-150/ 70-100 mmHg N : 120-135 x/menit S : 36-36,9°C RR : 24 – 34 x/menit CVP : +11 - +15 MAP : 81-106 Pemeriksaan fisik : Mata :
konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/- Hidung : terpasang NGT no 16, aliran balik tidak ada Mulut : terpasang ETT Leher : terpasang CVC Thoraks : cor : kesan normal pulmo : ronchi +/+, wheezing -/- Abdomen :
Inspeksi : tampak striae gravidarum, drain +, produksi + serous hemoragik 10 ml Auskultasi : bising usus + Palpasi : supel Perkusi : timpani
Ekstremitas : edema tungkai +/+ Analisa asupan :
1200 Kkal (P48, L38, KH173)
Balance cairan : -505 ml Input : 1995 ml Output : 2500 ml (urin 3150 + drain 15)
Laboratorium :
Hb : 9,5 Ht : 27,3 Leukosit : 32.660 Trombosit : 163.000
Keadaan umum : Tampak sakit berat Kesadaran : dalam pengaruh obat Tanda-tanda vital : T : 100-140/ 60-80 mmHg N : 90-140 x/menit S : 37,2-37,4°C RR : 26 – 34 x/menit CVP : +10 - +11 MAP : 87-102 Pemeriksaan fisik : Mata :
konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/- Hidung : terpasang NGT no 16, aliran balik
tidak ada Mulut : terpasang ETT Leher : terpasang CVC Thoraks : cor : kesan normal pulmo : ronchi +/+, wheezing -/- Abdomen :
Inspeksi : tampak striae gravidarum, drain +, produksi + serous10 ml Auskultasi : bising usus + Palpasi : supel Perkusi : timpani
Ekstremitas : edema tungkai +/+ Analisa asupan :
1200 Kkal (P48, L38, KH173)
Balance cairan : -337 ml Input : 1963 ml Output : 2300 ml (urin 2300)
Laboratorium :
Hb : 8,5 Ht : 24,6 Leukosit : 40,35
87 Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
88
Universitas Indonesia
SGOT : 111 SGPT : 194 Ureum : 148 Kreatinin : 2,6 Albumin : 2,68 Laktat : 0,3 Na : 135,2 K : 5,31 Cl : 113,3 Prokalsitonin : 16,22 Analisis gas darah : pH 7,209 PaO2 : 143,7 PaCO2 : 39,8 BE : -10,4 HCO3 : 16 SaO2 : 98,5
Laktat : 0,3 Na : 131,6 K : 4,89 Cl : 106,3 Prokalsitonin : 16,22 Analisis gas darah : pH 7,209 PaO2 : 143,7 PaCO2 : 39,8 BE : -10,4 HCO3 : 16 SaO2 : 98,5
Laktat : 0,4 Na : 135,4 K : 5,05 Cl : 110,7 Ca : 7 Mg : 1,77 Ureum : 249 Kreatinin : 2,6 SGOT : 38 SGPT : 79 GDS : 97 Rontgen thoraks : Dibandingkan radiografi sebelumnya, saat ini perbaikan CT scan : Edema serebri luas, penebalan mukosa sinus ethmoidalis bilateral, mastoiditis bilateral.
Trombosit : 177.000 Ureum : 277 Kreatinin : 3 Laktat : 0,5 Na : 132,7 K : 6,26 Cl : 119,4 Ca : 6,2 Mg : 1,56 Prokalsitonin : 6,48 Analisis gas darah : pH 7,162 PaO2 : 183,9 PaCO2 : 46,9 BE : -11,9 HCO3 : 17 SaO2 : 99,2
Post histerektomi subtotal a/i atonia uteri dengan riwayat syok hemoragik, sepsis ec HAP, AKI, obesitas 1, hipermetabolisme berat, anemia, leukositosis, trombositopenia, peningkatan enzim hati, hipoalbuminemia, asidosis metabolik
Post histerektomi subtotal a/i atonia uteri dengan riwayat syok hemoragik, sepsis ec HAP, AKI, obesitas 1, hipermetabolisme berat, anemia, leukositosis, trombositopenia, peningkatan enzim hati, hipoalbuminemia, asidosis metabolik
Post histerektomi subtotal a/i atonia uteri dengan riwayat syok hemoragik, sepsis ec HAP, AKI, obesitas 1, hipermetabolisme berat, anemia, leukositosis, trombositopenia, peningkatan enzim hati, hipoalbuminemia, asidosis metabolik
Post histerektomi subtotal a/i atonia uteri dengan riwayat syok hemoragik, sepsis ec HAP, AKI, obesitas 1, hipermetabolisme berat, anemia, leukositosis, asidosis metabolik, hiperkloremia, hiperkalemia
KET : 900 kkal (20 kkal/kgBB/24jam) Protein:1 gram/kgBB = 45 gram (20%KET) Lemak: 25% KET = 25 gram KH : 55% KET = 124 gram Preskripsi diet : Jenis diet : enteral Rute : NGT Jumlah : 900 kkal
Nutrisi E P L KH
Enteral : MC 70 ml/jam
1050
40
31
144
Total 1050 40 31 144
N : NPC = 1 : 139 Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance cairan, keseimbangan asam basa
KET : 1350 kkal (30 kkal/kgBB/24jam) Protein :1 gram/kgBB = 45 gram (20%KET) Lemak: 25% KET = 25 gram KH : 55% KET = 124 gram Preskripsi diet : Jenis diet : enteral Rute : NGT Jumlah : 900 kkal
Nutrisi E P L KH
Enteral : MC 70 ml/jam
1050
40
31
144
Total 1050 40 31 144
N : NPC = 1 : 139 Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance cairan, keseimbangan asam basa
KET : 1350 kkal (30 kkal/kgBB/24jam) Protein :1 gram/kgBB = 45 gram (20%KET) Lemak: 25% KET = 25 gram KH : 55% KET = 124 gram Preskripsi diet : Jenis diet : enteral Rute : NGT Jumlah : 900 kkal
Nutrisi E P L KH
Enteral : MC 80 ml/jam
1200
48
38
173
Total 1200 48 38 173
N : NPC = 1 : 131 Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance cairan, keseimbangan asam basa
KET : 1350 kkal (30 kkal/kgBB/24jam) Protein :1 gram/kgBB = 45 gram (20%KET) Lemak: 25% KET = 37,5 gram KH : 55% KET = 186 gram Preskripsi diet : Jenis diet : enteral Rute : NGT Jumlah : 1200 kkal
Nutrisi E P L KH
Enteral : MC 80 ml/jam
1200
48
38
173
Total 1200 48 38 173
N : NPC = 1 : 131 Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance cairan, keseimbangan asam basa
88
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
89
Universitas Indonesia
17 Agustus 2013 18 Agustus 2013 19 Agustus 2013 20 Agustus 2013
Kontak tidak adekuat, on CRRT Kontak tidak adekuat, on CRRT Kontak tidak adekuat, on CRRT Kontak tidak adekuat, on CRRT
Keadaan umum : Tampak sakit berat Kesadaran : dalam pengaruh obat Tanda-tanda vital : T : 120-160/ 60-100 mmHg N : 80-140 x/menit S : 37,6-39,4°C RR : 24 – 32 x/menit CVP : +6 - +12 MAP : 74-112 Pemeriksaan fisik : Mata :
konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/- Hidung : terpasang NGT no 16, aliran balik tidak ada Mulut : terpasang ETT Leher : terpasang CVC Thoraks : cor : kesan normal pulmo : ronchi +/+, wheezing -/- Abdomen :
Inspeksi : tampak striae gravidarum, drain +, produksi - Auskultasi : bising usus + Palpasi : supel Perkusi : timpani
Ekstremitas : edema tungkai +/+ Analisa asupan :
1200 Kkal (P48, L38, KH173)
Balance cairan : -1120 ml Input : 2500 ml Output : 1380 ml (urin 1380)
Laboratorium :
Hb : 7,4 Ht : 21,4 Leukosit : 35,51 Trombosit : 161.000 Ureum : 255 Kreatinin : 3
Keadaan umum : Tampak sakit berat Kesadaran : dalam pengaruh obat Tanda-tanda vital : T : 130-190/ 70-90 mmHg N : 60-100 x/menit S : 36,8-37,3°C RR : 16 – 30 x/menit CVP : +2 - +14 MAP : 94-115 Pemeriksaan fisik : Mata :
konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/- Hidung : terpasang NGT no 16, aliran balik tidak ada Mulut : terpasang ETT Leher : terpasang CVC Thoraks : cor : kesan normal pulmo : ronchi +/+, wheezing -/- Abdomen :
Inspeksi : tampak striae gravidarum, drain +, produksi - Auskultasi : bising usus + Palpasi : supel Perkusi : timpani
Ekstremitas : edema tungkai +/+ Analisa asupan :
1350 Kkal (P76, L16, KH227)
Balance cairan : +2483 ml Input : 3353 ml Output : 870 ml (urin 770+BAB 100)
Laboratorium :
Hb : 10,5 Ht : 30,3 Leukosit : 23,70 Trombosit : 159.000 Ureum : 104 Kreatinin : 1,7
Keadaan umum : Tampak sakit berat Kesadaran : dalam pengaruh obat Tanda-tanda vital : T : 140-180/ 80-100 mmHg N : 60-100 x/menit S : 36,2-36,8°C RR : 12 – 20 x/menit CVP : +4 - +10 MAP : 104-118 Pemeriksaan fisik : Mata :
konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/- Hidung : terpasang NGT no 16, aliran balik tidak ada Mulut : terpasang ETT Leher : terpasang CVC Thoraks : cor : kesan normal pulmo : ronchi +/+, wheezing -/- Abdomen :
Inspeksi : tampak striae gravidarum, drain +, produksi - Auskultasi : bising usus + Palpasi : supel Perkusi : timpani
Ekstremitas : edema tungkai +/+ Analisa asupan :
1500 Kkal (P74, L30, KH237)
Balance cairan : +1970 ml Input : +2275 ml Output : 305 ml (urin 305 ml)
Laboratorium :
Hb : 11 Ht : 31,1 Leukosit : 25,67 Trombosit : 183.000 Ureum : 101 Kreatinin : 1,8
Keadaan umum : Tampak sakit berat Kesadaran : dalam pengaruh obat Tanda-tanda vital : T : 110-140/ 80-90 mmHg N : 50-130 x/menit S : 35-36°C RR : 12 – 26 x/menit CVP : +5- +17 MAP : 91-109 Pemeriksaan fisik : Mata :
konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/- Hidung : terpasang NGT no 16, aliran balik
tidak ada Mulut : terpasang ETT Leher : terpasang CVC Thoraks : cor : kesan normal pulmo : Suara pernapasan sinistra menurun, ronchi +/+, wheezing -/- Abdomen :
Inspeksi : tampak striae gravidarum, drain +, produksi - Auskultasi : bising usus + Palpasi : supel Perkusi : timpani
Ekstremitas : edema tungkai -/- Analisa asupan :
1500 Kkal (P74, L30, KH237)
Balance cairan : +1829 ml Input : +2414 ml Output : 585 ml (urin 585 ml)
Laboratorium :
Hb : 11,3 Ht : 32 Leukosit : 26,80
89
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
90
Universitas Indonesia
GDS : 70 Laktat : 0,9 Na : 144 K : 4,63 Cl : 100 Ca : 5,6 Analisis gas darah : pH 7,3 PaO2 : 178,3 PaCO2 : 41,4 BE : -6,1 HCO3 : 20,6 SaO2 : 99,4
Albumin : 2,79 GDS : 70 Laktat : 0,9 Ca : 8,7 Mg : 2,39 Analisis gas darah : pH 7,3 PaO2 : 100,6 PaCO2 : 39 BE : -5,9 HCO3 : 19,4 SaO2 : 97,4
GDS : 97 Laktat : 1,1
Trombosit : 177.000 Ureum : 86 Kreatinin : 1,6 Laktat : 1,4 Na : 136,7 Cl : 98,8 Analisis gas darah : pH 7,361 PaO2 : 158,9 PaCO2 : 35,4 BE : -3,9 HCO3 : 20,2 SaO2 : 99,4 Rontgen thoraks : Pneumothoraks di apeks hemithoraks sinistra dan pneumomediastinum sinistra perbaikan, infiltrat di paru kanan
Post histerektomi subtotal a/i atonia uteri dengan riwayat syok hemoragik, sepsis ec HAP, AKI, obesitas 1, hipermetabolisme berat, anemia, leukositosis, asidosis metabolik terkompensasi, hipokalsemia
Post histerektomi subtotal a/i atonia uteri dengan riwayat syok hemoragik, sepsis ec HAP, AKI, obesitas 1, hipermetabolisme berat, anemia, leukositosis, asidosis metabolik terkompensasi
Post histerektomi subtotal a/i atonia uteri dengan riwayat syok hemoragik, sepsis ec HAP, AKI, obesitas 1, hipermetabolisme berat, anemia, leukositosis.
Post histerektomi subtotal a/i atonia uteri dengan riwayat syok hemoragik, sepsis ec HAP, AKI, obesitas 1, hipermetabolisme berat, anemia, leukositosis, asidosis metabolik terkompensasi
KET : 1350 kkal (30 kkal/kgBB/24jam) Protein : 1,7 gram/kgBB = 75 gram (22%KET) Lemak: 25% KET = 37,5gram KH : 53% KET = 179 gram Preskripsi diet : Jenis diet : enteral Rute : NGT Jumlah : 1350 kkal
Nutrisi E P L KH
Enteral : MC komersial tinggi protein 90 ml/jam
1350
76
16
227
Total 1350 76 16 227
N : NPC = 1 : 86 Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance cairan, keseimbangan asam basa
KET : 1575 kkal (35 kkal/kgBB/24jam) Protein : 1,7 gram/kgBB = 75 gram (19%KET) Lemak: 25% KET = 44 gram KH : 56 % KET = 220 gram Preskripsi diet : Jenis diet : enteral Rute : NGT Jumlah : 1500 kkal
Nutrisi E P L KH
Enteral : MC komersial tinggi protein + MC RS 100 ml/jam
1500
74
30
237
Total 1500 74 30 237
N : NPC = 1 : 102 Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance
KET : 1575 kkal (35 kkal/kgBB/24jam) Protein : 1,7 gram/kgBB = 75 gram (19%KET) Lemak: 25% KET = 44 gram KH : 56 % KET = 220 gram Preskripsi diet : Jenis diet : enteral Rute : NGT Jumlah : 1500 kkal
Nutrisi E P L KH
Enteral : MC komersial tinggi protein + MC RS 100 ml/jam
1500
74
30
237
Total 1500 74 30 237
N : NPC = 1 : 102 Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance
KET : 1575 kkal (35 kkal/kgBB/24jam) Protein : 1,7 gram/kgBB = 75 gram (19%KET) Lemak: 25% KET = 44 gram KH : 56 % KET = 220 gram Preskripsi diet : Jenis diet : enteral Rute : NGT Jumlah : 1500 kkal
Nutrisi E P L KH
Enteral : MC komersial tinggi protein + MC RS 100 ml/jam
1500
74
30
237
Total 1500 74 30 237
N : NPC = 1 : 102
90
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
91
Universitas Indonesia
cairan, keseimbangan asam basa
cairan, keseimbangan asam basa
Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance cairan, keseimbangan asam basa
21 Agustus 2013 22 Agustus 2013 23 Agustus 2013 24 Agustus 2013
Kontak tidak adekuat, on CRRT Kontak tidak adekuat Kontak tidak adekuat, persiapan bronchoskopi Kontak tidak adekuat, post bronchoskopi
Keadaan umum : Tampak sakit berat Kesadaran : dalam pengaruh obat Tanda-tanda vital : T : 120-160/ 80-90 mmHg N : 50-100 x/menit S : 35,1-37°C RR : 14 – 24 x/menit CVP : +6- +9 MAP : 89-113 Pemeriksaan fisik : Mata :
konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/- Hidung : terpasang NGT no 16, aliran balik tidak ada Mulut : terpasang ETT Leher : terpasang CVC Thoraks : cor : kesan normal pulmo : terpasang WSD, undulasi +, Suara pernapasan sinistra menurun, ronchi +/+, wheezing -/- Abdomen :
Inspeksi : tampak striae gravidarum. Auskultasi : bising usus + Palpasi : supel Perkusi : timpani
Ekstremitas : edema tungkai -/- Analisa asupan :
1500 Kkal (P74, L30, KH237)
Balance cairan : +1829 ml Input : +2414 ml Output : 585 ml (urin 585 ml)
Keadaan umum : Tampak sakit berat Kesadaran : dalam pengaruh obat Tanda-tanda vital : T : 90-140/ 60-90 mmHg N : 90-140 x/menit S : 36,7-37°C RR : 14–28 x/menit CVP : +3- +7 MAP : 70-112 Pemeriksaan fisik : Mata :
konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/- Hidung : terpasang NGT no 16, aliran balik tidak ada Mulut : terpasang ETT Leher : terpasang CVC Thoraks : cor : kesan normal pulmo : terpasang WSD, undulasi +, Suara pernapasan sinistra menurun, ronchi +/+, wheezing -/- Abdomen :
Inspeksi : tampak striae gravidarum. Auskultasi : bising usus + Palpasi : supel Perkusi : timpani
Ekstremitas : edema tungkai -/- Analisa asupan :
1500 Kkal (P74, L30, KH237)
Balance cairan : +2538 ml Input : 3088 ml Output : 550 ml (urin 550 ml)
Keadaan umum : Tampak sakit berat Kesadaran : dalam pengaruh obat Tanda-tanda vital : T : 120-140/ 70-90 mmHg N : 100-130 x/menit S : 37,5-38,1°C RR : 24–40 x/menit CVP : +6- +13 MAP : 83-108 Pemeriksaan fisik : Mata :
konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/- Hidung : terpasang NGT no 16, aliran balik tidak ada Mulut : terpasang ETT Leher : terpasang CVC Thoraks : cor : kesan normal pulmo : terpasang WSD, undulasi +, Suara pernapasan sinistra menurun, ronchi +/+, wheezing -/- Abdomen :
Inspeksi : tampak striae gravidarum. Auskultasi : bising usus + Palpasi : supel Perkusi : timpani
Ekstremitas : edema tungkai -/- Analisa asupan :
1350 Kkal (P54, L42, KH192)
Balance cairan : +1274 ml Input : 3774 ml Output : 2500 ml (urin 2500 ml)
Keadaan umum : Tampak sakit berat Kesadaran : dalam pengaruh obat Tanda-tanda vital : T : 130-140/ 60-90 mmHg N : 110-140 x/menit S : 37,9-39°C RR : 24–30 x/menit CVP : +5- +10 MAP : 88-103 Pemeriksaan fisik : Mata :
konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/- Hidung : terpasang NGT no 16, aliran balik
tidak ada Mulut : terpasang ETT Leher : terpasang CVC Thoraks : cor : kesan normal pulmo : terpasang WSD, undulasi +, Suara pernapasan sinistra menurun, ronchi +/+, wheezing -/- Abdomen :
Inspeksi : tampak striae gravidarum. Auskultasi : bising usus + Palpasi : supel Perkusi : timpani
Ekstremitas : edema tungkai -/- Analisa asupan :
1350 Kkal (P43, L38, KH218)
Balance cairan : -182 ml
91
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
92
Universitas Indonesia
Laboratorium :
Hb : 10,1 Ht : 28,7 Leukosit : 28430 Trombosit : 141.000 Ureum : 82 Kreatinin : 1,4 Laktat : 1,4 Na : 138 K : 3,12 Cl : 106,2 GDS : 90 Analisis gas darah : pH 7,392 PaO2 : 154,1 PaCO2 : 35 BE : -3,6 HCO3 : 21,5 SaO2 : 99,4 Laktat : 1,4
Laboratorium :
Hb : 10,4 Ht : 30,4 Leukosit : 42080 Trombosit : 158.000 Ureum : 69 Kreatinin : 1,3 Albumin : 2,77 Laktat : 1,7 Na : 136 K : 3,66 Cl : 101,5 Ca : 9,3 Mg : 2,5 Prokalsitonin : 11,57 Analisis gas darah : pH 7,397 PaO2 : 157,4 PaCO2 : 31,4 BE : -5,6 HCO3 : 19,5 SaO2 : 99
Rontgen thoraks : Pneumothoraks kiri tampak berkurang, infiltrat di kedua paru berkurang Kultur darah : klebsiella pneumonia Kultur urin : pseudomonas aerius MRSA : -
Laboratorium :
Ureum : 120 Kreatinin : 2,2 Albumin : 2,4 Laktat : 1 Na : 139,6 K : 3,82 Cl : 100,9 Analisis gas darah : pH 7,326 PaO2 : 188,8 PaCO2 : 35,5 BE : -7,5 HCO3 : 18,7 SaO2 : 99,6
Input : 2758 ml Output : 2940 ml (urin 2940 ml)
Laboratorium :
Hb : 9,2 Ht : 27 Leukosit : 25220 Trombosit : 164.000 GDS : 97 Ureum : 194 Kreatinin : 2,6 Albumin : 3,07 Laktat : 0,8 Prokalsitonin : 6,17 Na : 141,7 K : 4,11 Cl : 103 Ca : 7,3 Mg : 1,4 Ureum urin : 22 Nitrogen urin : 10,23 Analisis gas darah : pH 7,345 PaO2 : 149,4 PaCO2 : 28 BE : -10,5 HCO3 : 15,4 SaO2 : 99,2
Post histerektomi subtotal a/i atonia uteri dengan riwayat syok hemoragik, sepsis ec HAP, AKI, obesitas 1, hipermetabolisme berat, anemia, leukositosis, asidosis metabolik terkompensasi
Post histerektomi subtotal a/i atonia uteri dengan riwayat syok hemoragik, sepsis ec HAP, AKI, obesitas 1, hipermetabolisme berat, anemia, leukositosis, hipoalbuminemia, asidosis metabolik terkompensasi
Post histerektomi subtotal a/i atonia uteri dengan riwayat syok hemoragik, sepsis ec HAP, AKI, obesitas 1, riwayat tension pneumothoraks on WSD, hipermetabolisme, hipoalbuminemia, asidosis metabolik.
Post histerektomi subtotal a/i atonia uteri dengan riwayat syok hemoragik, sepsis ec HAP, AKI, obesitas 1, riwayat tension pneumothoraks on WSD, hipermetabolisme, hipoalbuminemia, asidosis metabolik.
KET : 1575 kkal (35 kkal/kgBB/24jam) Protein : 1,7 gram/kgBB = 75 gram (19%KET) Lemak: 25% KET = 44 gram KH : 56 % KET = 220 gram Preskripsi diet : Jenis diet : enteral
KET : 1350 kkal (30 kkal/kgBB/24jam) Protein : 1,2 gram/kgBB = 55 gram (16%KET) Lemak: 25% KET = 37,5gram KH : 53% KET = 199 gram Preskripsi diet : Jenis diet : enteral
KET : 1350 kkal (30 kkal/kgBB/24jam) Protein : 1 gram/kgBB = 45 gram (13%KET) Lemak: 25% KET = 37,5gram KH : 62% KET = 209 gram Preskripsi diet : Jenis diet : enteral
KET : 1350 kkal (30 kkal/kgBB/24jam) Protein : 1 gram/kgBB = 45 gram (13%KET) Lemak: 25% KET = 37,5gram KH : 62% KET = 209 gram Preskripsi diet : Jenis diet : enteral
92
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
93
Universitas Indonesia
Rute : NGT Jumlah : 1500 kkal
Nutrisi E P L KH
Enteral : MC komersial tinggi protein + MC RS 100 ml/jam
1500
74
30
237
Total 1500 74 30 237
N : NPC = 1 : 102 Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance cairan, keseimbangan asam basa
Rute : NGT Jumlah : 1350 kkal
Nutrisi E P L KH
Enteral : MC RS90 ml/jam
1350
54
42
194
Total 1350 54 42 194
N : NPC = 1 : 131 Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance cairan, keseimbangan asam basa
Rute : NGT Jumlah : 1350 kkal
Nutrisi E P L KH
Enteral : MC RS + MC Komersial rendah protein 90 ml/jam
1350
43
38
218
Total 1350 43 38 218
N : NPC = 1 : 171 Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance cairan, keseimbangan asam basa
Rute : NGT Jumlah : 1350 kkal
Nutrisi E P L KH
Enteral : MC RS + MC Komersial rendah protein 90 ml/jam
1350
43
38
218
Total 1350 43 38 218
N : NPC = 1 : 171 Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance cairan, keseimbangan asam basa
25 Agustus 2013 26 Agustus 2013
Kontak tidak adekuat, BAB cair, ampas + Kontak tidak adekuat, mencret -, pro CRRT
Keadaan umum : Tampak sakit berat Kesadaran : dalam pengaruh obat Tanda-tanda vital : T : 90-140/ 60-80 mmHg N : 120-140 x/menit S : 38-39,6°C RR : 24–30 x/menit CVP : +3- +10 MAP : 78-101 Pemeriksaan fisik : Mata :
konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/- Hidung : terpasang NGT no 16, aliran balik tidak ada Mulut : terpasang ETT Leher : terpasang CVC Thoraks : cor : kesan normal pulmo : terpasang WSD, undulasi +, Suara pernapasan sinistra menurun, ronchi +/+, wheezing -/- Abdomen :
Inspeksi : tampak striae gravidarum.
Keadaan umum : Tampak sakit berat Kesadaran : dalam pengaruh obat Tanda-tanda vital : T : 90-130/ 50-70 mmHg N : 110-120 x/menit S : 38,9-40,5°C RR : 16–28 x/menit CVP : +4- +8 MAP : 64-86 Pemeriksaan fisik : Mata :
konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/- Hidung : terpasang NGT no 16, aliran balik tidak ada Mulut : terpasang ETT Leher : terpasang CVC Thoraks : cor : kesan normal pulmo : terpasang WSD, undulasi +, Suara pernapasan sinistra menurun, ronchi +/+, wheezing -/- Abdomen :
Inspeksi : tampak striae gravidarum.
92 93
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
94
Universitas Indonesia
Auskultasi : bising usus + Palpasi : supel Perkusi : timpani
Ekstremitas : edema tungkai -/- Analisa asupan :
1350 Kkal (P43, L38, KH218)
Balance cairan : +2538 ml Input : 2689 ml Output : 4200 ml (urin 4200 ml)
Laboratorium :
Ureum : 237 Kreatinin : 2,7 SGOT : 35 SGPT : 13 Ca : 6,5 Mg : 2,35 Analisis gas darah : pH 7,228 PaO2 : 91 PaCO2 : 43,9 BE : -8,10 HCO3 : 19,5 SaO2 : 95,10
Rontgen thoraks : dibanding 21 Agustus 2013 Pneumothoraks kiri berkurang signifikan, infiltrat di kedua paru stqa
Auskultasi : bising usus + Palpasi : supel Perkusi : timpani
Ekstremitas : edema tungkai -/- Analisa asupan :
1350 Kkal (P43, L38, KH218)
Balance cairan : +26 ml Input : 3576 ml Output : 3550 ml (urin 3550 ml)
Laboratorium :
Hb : 10 Ht : 30,2 Leukosit : 17850 Trombosit : 173.000 Ureum : 279 Kreatinin : 3,4 SGOT : 39 SGPT : 9 Na : 145 K : 8,08 Cl : 105,8 Ca : 6 Mg : 2,57 Prokalsitonin : 117 Analisis gas darah : pH 7,213 PaO2 : 117,70 PaCO2 : 41 BE : -9,9 HCO3 : 16,6 SaO2 : 97,6
Post histerektomi subtotal a/i atonia uteri dengan riwayat syok hemoragik, sepsis ec HAP, AKI, obesitas 1, riwayat tension pneumothoraks on WSD, hipermetabolisme, hipoalbuminemia, asidosis metabolik.
Post histerektomi subtotal a/i atonia uteri dengan riwayat syok hemoragik, sepsis ec HAP, AKI, obesitas 1, riwayat tension pneumothoraks on WSD, hipermetabolisme, hipoalbuminemia, asidosis metabolik.
KET : 1350 kkal (30 kkal/kgBB/24jam) Protein : 1 gram/kgBB = 45 gram (13%KET) Lemak: 25% KET = 37,5gram KH : 62% KET = 209 gram Preskripsi diet :
KET : 1350 kkal (30 kkal/kgBB/24jam) Protein : 1 gram/kgBB = 45 gram (13%KET) Lemak: 25% KET = 37,5gram KH : 62% KET = 209 gram Preskripsi diet :
94
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
95
Universitas Indonesia
Jenis diet : enteral Rute : NGT Jumlah : 1350 kkal
Nutrisi E P L KH
Enteral : MC RS + MC Komersial rendah protein 90 ml/jam
1350
43
38
218
Total 1350 43 38 218
N : NPC = 1 : 171 Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance cairan, keseimbangan asam basa
Jenis diet : enteral Rute : NGT Jumlah : 1350 kkal
Nutrisi E P L KH
Enteral : MC RS + MC Komersial rendah protein 90 ml/jam
1350
43
38
218
Total 1350 43 38 218
N : NPC = 1 : 171 Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance cairan, keseimbangan asam basa
95
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
96
Universitas Indonesia
Pemantauan pasien JA 23 Agustus 2013 24 Agustus 2013 25 Agustus 2013
Subyektif : Kontak tidak adekuat
Subyektif : Kontak tidak adekuat, pasien baru menjalani hemodialisa
Subyektif : Kontak tidak adekuat
Obyektif : Keadaan umum : Tampak sakit berat Kesadaran : dalam pengaruh obat Tanda-tanda vital : T : 150-170/ 80-100 mmHg N : 70-100 x/menit S : 35,7-36,2°C RR : 12 – 18 x/menit CVP : +5 - +8 MAP : 99 -125 Pemeriksaan fisik : Mata :
konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/- Hidung : terpasang NGT no 16, aliran balik +, 300 ml/24 jam Mulut : terpasang ETT Leher : terpasang CVC Thoraks : cor : kesan normal pulmo : ronchi +/+, wheezing -/- Abdomen :
Inspeksi : tampak striae gravidarum. Auskultasi : bising usus + Palpasi : supel Perkusi : timpani
Ekstremitas : edema tungkai +/+ Analisa asupan :
796 Kkal (P35, L25, KH112)
Balance cairan : +1349 ml Input : 1774 ml Output : 425 ml (urin 125 + NGT 300)
Laboratorium :
Hb : 9 Ht : 25,6 Leukosit : 24.100
Obyektif : Keadaan umum : Tampak sakit berat Kesadaran : dalam pengaruh obat Tanda-tanda vital : T : 130-170/ 70-100 mmHg N : 80-130 x/menit S : 36°C RR : 14 – 20 x/menit CVP : +5 - +15 MAP : 93 -126 Pemeriksaan fisik : Mata :
konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/- Hidung : terpasang NGT no 16, aliran balik +, 530 ml/24 jam Mulut : terpasang ETT Leher : terpasang CVC Thoraks : cor : kesan normal pulmo : ronchi +/+ minimal, wheezing -/- Abdomen :
Inspeksi : tampak striae gravidarum. Auskultasi : bising usus + Palpasi : supel Perkusi : timpani
Ekstremitas : edema tungkai +/+ Analisa asupan :
790 Kkal (P36, L30, KH126)
Balance cairan : -980 ml Input : 2130 ml Output : 3110 ml (urin 80 + NGT 530 + HD 2500)
Laboratorium :
Laktat : 0,4 Na : 137,3 K : 3,41
Obyektif : Keadaan umum : Tampak sakit berat Kesadaran : dalam pengaruh obat Tanda-tanda vital : T : 120-190/ 70-120 mmHg N : 110-130 x/menit S : 36,7-37°C RR : 18 – 22 x/menit CVP : +5 - +11 MAP : 88 -119 Pemeriksaan fisik : Mata :
konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/- Hidung : terpasang NGT no 16, aliran balik +, 190 ml/24 jam Mulut : terpasang ETT Leher : terpasang CVC Thoraks : cor : kesan normal pulmo : ronchi -/- minimal, wheezing -/- Abdomen :
Inspeksi : tampak striae gravidarum. Auskultasi : bising usus + Palpasi : supel Perkusi : timpani
Ekstremitas : edema tungkai +/+ Analisa asupan :
1122 Kkal (P28, L26, KH180)
Balance cairan : +1380 ml Input : 1690 ml Output : 310 ml (urin 120 + NGT 190)
Laboratorium :
Hb : 9,4 Ht : 27,7 Leukosit : 24.060
96 Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
97
Universitas Indonesia
Trombosit : 122.000 Albumin : 2,7 Laktat : 0,4 Na : 135,9 K : 4,65 Cl : 99,9 Kalsium : 8, 9 Magnesium : 3,73 Prokalsitonin : 91,25 Analisis gas darah : pH 7,196 PaO2 : 194,8 PaCO2 : 35,5 BE : -14,5 HCO3 : 13,8 SaO2 : 99,8
Cl : 105,4 Analisis gas darah : pH : 7,320 PaO2 : 171,4 PaCO2 : 27,6 BE : -11,9 HCO3 : 14,4 SaO2 : 98,5
Trombosit : 121.000 SGOT : 14 SGPT :7 Ureum : 176 Kreatinin : 6,2 Albumin 3,29 Laktat : 0,4 Analisis gas darah : pH : 7,338 PaO2 : 132,7 PaCO2 : 33,6 BE : -6,1 HCO3 : 18,2 SaO2 : 98,8
Rontgen thoraks : bila dibandingkan dengan tanggal 21 Agustus 2013, infiltrat di kedua paru relatif berkurang
P0A2 Eklampsia gravidarum, edema paru dd/ pneumonia perbaikan, acute on CKD, sepsis, obesitas 1, hipermetabolisme berat, anemia, leukositosis, trombositopenia, hipoalbuminemia, asidosis metabolik.
P0A2 Eklampsia gravidarum, edema paru dd/ pneumonia perbaikan, acute on CKD, sepsis, obesitas 1, hipermetabolisme berat, asidosis metabolik.
P0A2 Eklampsia gravidarum, edema paru dd/ pneumonia perbaikan, acute on CKD, sepsis, obesitas 1, hipermetabolisme berat, anemia, leukositosis, trombositosis, asidosis metabolik.
KET : 1000 kkal (20 kkal/kgBB/24jam) Protein:1,2 gram/kgBB = 60 gram (23%KET) Lemak: 25% KET = 28 gram KH : 52% KET = 130 gram Preskripsi diet : Jenis diet : enteral Rute : NGT Jumlah : 1000 kkal
Nutrisi E P L KH
Enteral : MC 70 ml/jam 1050
40
32
144
Total 1050 40 32 144
N : NPC = 1 : 139 Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance cairan, keseimbangan asam basa
KET : 1000 kkal (20 kkal/kgBB/24jam) Protein:1,2 gram/kgBB = 60 gram (23%KET) Lemak: 25% KET = 28 gram KH : 52% KET = 130 gram Preskripsi diet : Jenis diet : enteral kombinasi parenteral Rute : NGT dan vena sentral Jumlah : 1000 kkal
Nutrisi E P L KH
Enteral : CF 30 ml/jam 90
-
-
22,5
Parenteral: -AA 10% 500 ml -Lipid 20% 100 ml -D40% 375 ml
200 200 510
50 - -
- 20 -
- - 150
Total 1000 50 20 172,5
N : NPC = 1 : 100 Micronutrien : cernevit 1 amp /hari
KET : 1250 kkal (25 kkal/kgBB/24jam) Protein:1,2 gram/kgBB = 60 gram (19%KET) Lemak: 25% KET = 35 gram KH : 56% KET = 175 gram Preskripsi diet : Jenis diet : enteral kombinasi parenteral Rute : NGT dan vena sentral Jumlah : 1000 kkal
Nutrisi E P L KH
Enteral : MC 50 ml/jam 900
36
28
130
Parenteral: -AA 10% 240 ml -Lipid 20% 100 ml - D40% 50 ml
96 200 68
24 - -
- 20 -
- - 20
Total 1264 60 48 150
N : NPC = 1 : 107 Micronutrien : cernevit 1 amp /hari
97 Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
98
Universitas Indonesia
Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance cairan, keseimbangan asam basa
Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance cairan, keseimbangan asam basa
26 Agustus 2013 27 Agustus 2013 28 Agustus 2013
Subyektif : Kontak tidak adekuat, rencana HD
Subyektif : Kontak adekuat, mual +, muntah -, post hemodialisa, post ekstubasi
Subyektif : Kontak adekuat, mual +, muntah +, nyeri abdomen -, rencana pindah ruangan
Obyektif : Keadaan umum : Tampak sakit berat Kesadaran : dalam pengaruh obat Tanda-tanda vital : T : 140-170/ 70-90 mmHg N : 110-120 x/menit S : 36-36,5°C RR : 14 – 24 x/menit CVP : +3 - +9 MAP : 87 -115 Pemeriksaan fisik : Mata :
konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/- Hidung : terpasang NGT no 16, aliran balik +, 500 ml/24 jam Mulut : terpasang ETT Leher : terpasang CVC Thoraks : cor : kesan normal pulmo : ronchi -/- minimal, wheezing -/- Abdomen :
Inspeksi : tampak striae gravidarum. Auskultasi : bising usus + Palpasi : supel Perkusi : timpani
Ekstremitas : edema tungkai +/+ Analisa asupan :
1552 Kkal (P76, L31, KH264)
Balance cairan : +2060 ml Input : 2680 ml Output : 620 ml (urin 120 + NGT 500)
Obyektif : Keadaan umum : Tampak sakit berat Kesadaran : kompos mentis Tanda-tanda vital : T : 130-170/ 70-100 mmHg N : 120 x/menit S : 36,1-36,7°C RR : 14 – 20 x/menit CVP : +3 - +8 MAP : 91-125 Pemeriksaan fisik : Mata :
konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/- Hidung : terpasang NGT no 16, aliran balik +, 650 ml/24 jam Mulut : terpasang ETT Leher : terpasang CVC Thoraks : cor dan pulmo kesan normal Abdomen :
Inspeksi : tampak striae gravidarum. Auskultasi : bising usus + Palpasi : supel Perkusi : timpani
Ekstremitas : edema tungkai +/+ Analisa asupan :
1355 Kkal (P66, L44, KH185)
Balance cairan : - 747 ml Input : 1943 ml Output : 2690 ml (urin 40 + HD 2000 + NGT 650)
Laboratorium :
Obyektif : Keadaan umum : Tampak sakit sedang Kesadaran : kompos mentis Tanda-tanda vital : T : 140-190/ 80-100 mmHg N : 100-120 x/menit S : 36,4-37,2°C RR : 10 – 14 x/menit CVP : +4 - +10 MAP : 100-118 Pemeriksaan fisik : Mata :
konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/- Hidung : terpasang NGT no 16, aliran balik +, 100 ml/24 jam, terpasang
nasal kanul Leher : terpasang CVC Thoraks : cor dan pulmo kesan normal Abdomen :
Inspeksi : tampak striae gravidarum. Auskultasi : bising usus + Palpasi : supel Perkusi : timpani
Ekstremitas : edema tungkai +/+ Analisa asupan :
1467 Kkal (P73, L43, KH213)
Balance cairan : + 2046 ml Input : 2746 ml Output : 700 ml (urin 350 + NGT 100 + muntah 250)
Laboratorium :
98 Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
99
Universitas Indonesia
Laboratorium :
Laktat : 0,8
Hb : 9,8 Ht : 27,4 Leukosit : 31.140 Trombosit : 86.000 GDS : 145 Ureum : 231 Kreatinin : 6,8 Laktat : 1,3 Kalsium : 9 Magnesium : 2,32 Analisis gas darah : pH 7,384 PaO2 : 197 PaCO2 : 26,9 BE : -7,1 HCO3 : 16,2 SaO2 : 99,6
Hb : 9,4 Ht : 26,3 Leukosit : 28.430 Trombosit : 98.000 Albumin : 2,8 Ureum : 199 Kreatinin : 3,8 SGOT : 26 SGPT : 5 Laktat : 1,3 Na : 133,7 K : 3,12 Cl : 99,1 Magnesium : 1,62 Analisis gas darah : pH 7,369 PaO2 : 149,4 PaCO2 : 30,8 BE : -7,6 HCO3 : 17,9 SaO2 : 97
Rontgen thorax : dibandingkan dengan rontgen thorax tanggal 24 Agustus, saat ini infiltrat di kedua lapang paru masih relatif stqa
P0A2 Eklampsia gravidarum, edema paru dd/ pneumonia perbaikan, acute on CKD, sepsis, obesitas 1, hipermetabolisme berat, anemia, leukositosis, trombositosis, asidosis metabolik.
P0A2 Eklampsia gravidarum, edema paru dd/ pneumonia perbaikan, acute on CKD, sepsis, obesitas 1, hipermetabolisme berat, anemia, leukositosis, trombositopenia, asidosis metabolik terkompesasi
P0A2 Eklampsia gravidarum, edema paru dd/ pneumonia perbaikan, acute on CKD, sepsis, obesitas 1, hipermetabolisme berat, anemia, leukositosis, trombositopenia, hipoalbuminemia, asidosis metabolik terkompesasi, hiponatremia, hipokalemia
KET : 1500 kkal (30 kkal/kgBB/24jam) Protein:1,2 gram/kgBB = 60 gram (16%KET) Lemak: 25% KET = 42 gram KH : 59% KET = 221 gram Preskripsi diet : Jenis diet : enteral kombinasi parenteral Rute : NGT dan vena sentral Jumlah : 1500 kkal
KET : 1500 kkal (30 kkal/kgBB/24jam) Protein:1,2 gram/kgBB = 60 gram (16%KET) Lemak: 25% KET = 42 gram KH : 59% KET = 221 gram Preskripsi diet : Jenis diet : enteral kombinasi parenteral Rute : NGT dan vena sentral Jumlah : 1500 kkal
KET : 1500 kkal (30 kkal/kgBB/24jam) Protein:1,2 gram/kgBB = 60 gram (16%KET) Lemak: 25% KET = 42 gram KH : 59% KET = 221 gram Preskripsi diet : Jenis diet : enteral Rute : NGT Jumlah : 1500 kkal
99 Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
100
Universitas Indonesia
Nutrisi E P L KH
Enteral : MC 50 ml/jam 900
36
28
130
Parenteral: -AA 10% 240 ml -Lipid 20% 100 ml - D40% 225 ml
96 200 306
24 - -
- 20 -
- - 90
Total 1502 60 48 220
N : NPC = 1 : 131 Micronutrien : cernevit 1 amp /hari Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance cairan, keseimbangan asam basa
Nutrisi E P L KH
Enteral : MC 50 ml/jam 900
36
28
130
Parenteral: -AA 10% 240 ml -Lipid 20% 100 ml -D40% 225ml
96 200 306
24 - -
- 20 -
- - 90
Total 1502 60 48 220
N : NPC = 1 : 131 Micronutrien : cernevit 1 amp /hari Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance cairan, keseimbangan asam basa
Nutrisi E P L KH
Enteral : MC 100 ml/jam
1500
60
47
216
Total 1500 60 47 216
N : NPC = 1 : 131 Monitoring : Tanda-tanda vital, toleransi asupan, balance cairan, keseimbangan asam basa
100
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014
101
Universitas Indonesia
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : dr. Vetinly, M.Gizi
Jenis kelamin : Perempuan
Tempat / tanggal lahir : Jakarta, 7 April 1978
Agama : Katholik
Status perkawinan : Menikah
Alamat : Jl. KH. Ahmad Dahlan
Perumahan Puri Metland blok C4 No. 31
Cipondoh, Tangerang
Riwayat pendidikan :
- Agustus 2011 : Lulus Program Pasca Sarjana Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Program Studi Ilmu Gizi, Kekhususan Ilmu
Gizi Klinik.
- Tahun 2003 : Lulus Pendidikan Profesi Kedokteran Umum Fakultas
kedokteran Unika Atma Jaya, Jakarta
- Tahun 2000 : Lulus Sarjana Kedokteran Umum Fakultas Kedokteran
Unika Atma Jaya, Jakarta
Riwayat pekerjaan :
- Tahun 2003 – 2005 : Staf Honorer departemen Anatomi Fakultas
Kedokteran Unika Atma Jaya.
- Tahun 2005 – 2008 : PTT cara lain sebagai dosen di departemen
Anatomi Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya
- Tahun 2008 – sekarang : Staf departemen Ilmu Kesehatan
Masyarakat dan Ilmu Gizi, Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya
- Tahun 2003 – 2011 : Praktek pribadi dokter umum
Organisasi :
- Anggota Ikatan Dokter Indonesia
- Anggota muda Perhimpunan Dokter Gizi Medik Indonesia
Tatalaksana nutrisi…, Vetinly, FK UI, 2014