tb, pneumonia, jamur

Upload: melissa-trixiana

Post on 14-Oct-2015

18 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Tuberkulosis

TRANSCRIPT

Tuberkulosis

PatogenesisTempat masuk kuman M.tuberculosis adalah saluran pernapasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi TB terjadi melalui udara, yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi. TB merupakan penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas diperantarai sel. Sel efektor adalah makrofag, dan limfosit (biasanya sel T) adalah sel imunoresponsif. Tipe imunitas seperti ini biasanya lokal, melibatkan makrofag yang diaktifkan di tempat infeksi oleh limfosit dan limfokinnya. Respons ini disebut sebagai reaksi hipersensitivitas selular (lambat). Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil. Gumpalan basil yang lebih besar cenderung tertahan di saluran hidung dan cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam ruang alveolus, biasanya di bagian bawah lobus atas paru atau di bagian atas lobus bawah, basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan memfagosit bakteri namun tidak membunuh organisme tersebut. Sesudah hari-hari pertama, leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi, dan timbul pneumonia akut. Pneumonia selular ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa yang tertinggal, atau proses dapat berjalan terus, dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju ke kelenjargetah bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid, yang dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 10-20 hari.Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti keju disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi di sekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblas menimbulkan respons berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa, membentuk jaringan parut kolagenosa yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel. Lesi primer paru disebut fokus Ghon dan gabungan terserangnya kelenjar getah bening regional dan lesi primer disebut kompleks Ghon. Kompleks Ghon yang mengalami perkapuran ini dapat dilihat pada orang sehat yang kebetulan menjalani pemeriksaan radiogram rutin. Namun, kebanyakan infeksi TB paru tidak terlihat secara klinis atau dengan radiografi. Respons lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, yaitu bahan cair lepas ke dalam bronkus yang berhubungan dan menimbulkan kavitas. Bahan tuberkular yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk ke dalam percabangan trakeobronkial. Proses ini dapat berulang kembali di bagian lain dari paru, atau basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah, atau usus. Walaupun tanpa pengobatan, kavitas yang kecil dapat menutup dan meninggalkan jaringan parut fibrosis. Bila peradangan mereda, lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat dengan taut bronkus dan rongga. Bahan perkijuan dapat mengental dan tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung, sehingga kavitas penuh dengan bahan perkijuan, dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas. Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif.Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang lolos dari kelenjar etah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil, yang kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal sebagai penyebaran limfohematogen, yang biasanya sembuh sendiri. Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut yang biasanya menyebabkan TB milier; ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk ke dalam sistem vaskular dan tersebar ke organ-organ tubuh.

TB Resisten ObatTB resisten obat muncul sebagai akibat pengobatan TB yang tidak optimal. TB resisten obat disebarkan dengan cara yang sama dengan TB sensitif obat. Resistensi obat dibagi menjadi dua jenis: 1) resistensi primer timbul pada seseorang yang terinfeksi pertama kali dengan organisme yang resisten, dan 2) resistensi sekunder (resisten didapat), yang muncul selama pengobatan TB akibat tidak adekuatnya regimen atau gagal mengonsumsi obat yang sesuai. TB resisten obat adalah masalah dunia. Berdasarkan hasil survey pada 35 negara bahwa 12,6% TB sendiri resisten paling tidak terhadap 1 macam obat, dan 2,2% resiten terhadap dua macam obat yang digunakan untuk mengobati TB yaitu isoniazid dan rifampisin. Kebanyakan kasus TB adalah sensitif terhadap obat pada saat didiagnosis dan hanya menjadi resisten terhadap obat akibat terapi yang tidak optimal. WHO sedang mencoba untuk melawan TB yang resisten terhadap banyak obat dengan menitikberatkan usahanya tersebut dalam strategi pencegahan terhadap kasus TB resisten banyak obat generasi baru. Program terapi observasi langsung (DOT) telah meningkatkan pemakaian obat ke seluruh dunia, di mana program ini telah sukses di banyak negara dalam mencegah peningkatan kasus TB resisten terhadap banyak obat, khususnya pada negara yang jumlah kasusnya rendah WHO bekerja sama dengan rekan kerjanya di setiap negara untuk menetapkan keefektifan program DOT di daerah yang terdapat TB. DOT berdasarkan pada ketetapan pemerintah lokal dalam menggunakan berbagai segi usaha untuk mendeteksi kasus dengan menggunakan sputum yang diperiksa dengan mikroskop, terapi observasi langsung dengan regimen terapeutik standar, mempertahankan suplai obat agar tidak terputus dan mengawasi hasil-hasil sistem laporan standar.

Diagnosis dan Manifestasi KlinisGejala akibat TB paru adalah batuk produktif yang berkepanjangan (lebih dari 3 minggu), nyeri dada, dan hemoptisis. Gejala sistemik termasuk demam, menggigil, keringat malam, keemahan, hilangnya nafsu makan, dan penurunan berat badan. Seseorang yang dicurigai menderita TB harus dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan fisik, tes tuberkulin Mantoux, foto toraks, dan pemeriksaan bakteriologi atau histologi. Tes tuberkulin harus dilakukan pada semua orang yang dicurigai menderita TB klinis aktif, namun nilai tes tersebut dibatasi oleh reaksi negatif palsu, khususnya pada seseorang dengan imunosupresif (misalnya, TB dengan infeksi HIV). Seseorang yang diperkirakan memiliki gejala TB, khususnya batuk produktif yang lama dan hemoptisis, harus menjalani foto toraks, walaupun reaksi terhadap tes tuberkulin intradermalnya negatif. Berdasarkan Pusat Pengawasan dan Pencegahan Penyakit (CDC), kasus TB diperkuat dengan kultur bakteriologi organisme M.tuberculosis yang positif. Sangat penting untuk menanyakan orang yang diduga terkena TB tentang riwayat terpajan dan infeksi TB sebelumnya. Haus dipertimbangkan juga faktor-faktor demografi (minsal, negara asal, usia, kelompok etnis atau ras) dan kondisi kesehatan (misalnya, infeksi HIV) yang mungkin meningkatkan risiko seseorang untuk terpajan TB.

Reaksi Hipersensitivitas Patogenisitas basil tidak berasal dari keracunan intrinsik apapun, tetapi dari kemampuannya untuk menimbulkan reaksi hipersensitivitas pada pejamu. Tuberkuloprotein yang berasal dari basil agaknya menimbulkan reaksi tersebut. Respons peradangan dan nekrosis jaringan adalah akibat dari respons hipersensitivitas selular (tipe lambat) dari pejamu terhadap hasil TB. Reaksi hipersensitivitas TB biasanya terjadi 3-10 minggu setelah infeksi. Individu yang terpajan basil tuberkel membentuk limfosit-T yang tersensitisasi. Bila derivat protein tuberkulin yang telah dimurnikan (PPD) disuntikkan ke dalam kulit individu yang limfositnya sensitif terhadap tuberkuloprotein maka limfosit yang sensitif akan mengadakan reaksi dengan ekstrak tersebut dan menarik makrofag ke daerah tersebut.

TES TUBERKULIN INTRADERMAL (MANTOUX)Teknik standar (tes Mantoux) adalah dengan menyuntikkan tuberkulin (PPD) sebanyak 0,1 ml yang mengandung 5 unit (TU) tuberkulin secara intrakutan, pada sepertiga atas permukaan volar atau dorsal lengan bawah setelah kulit dbersihkan dengan alkohol. Biasanya dianjurkan memakai spuit tuberkulin sekali pakai dengan ukuran jarum suntik 26-27 G. Jarum yang pendek ini dipegang dengan permukaan yang miring diarahkan ke atas dan ujungnya dimasukkan ke bawah permukaan kulit. Akan terbentuk satu gelembung berdiameter 6-10 mm yang menyerupai gigitan nyamuk bila dosis 0,1 ml disuntikkan dengan tepat dan cermat.Untuk memperoleh reaksi kulit yang maksimum diperlukan waktu antara 48 sampai 72 jam sesudah penyuntikan dan reaksi harus dibaca dalam periode tersebut, yaitu dalam cahaya yang terang dan posisi lengan bawah sedikit ditekuk. Yang harus dicatat dari reaksi ini adalah diameter indurasi dalam satuan milimeter, pengukuran harus dilakukan melintang terhadap sumbu panjang lengan bawah. Hanya indurasi (pembengkakanyang teraba) dan bukan eritema yang bernilai. Indurasi dapat ditentukan dengan inspeksi dan palpasi (meraba daerah tersebut dengan jari tangan). Tidak adanya indurasi sebaiknya dicatat sebagai 0 mm bukan negatif. Interpretasi tes kulit menunjukkan adanya berbagai tipe reaksi. Daerah indurasi sebesar 5 mm atau lebih dianggap reaksi positif pada kelompok tertentu, dan mencerminkan adanya sensitivitas yang berasal dari infeksi dengan basil. Daerah indurasi yang diameternya sebesar 10 mm atau lebih juga diklasifikasikan positif pada kelompok tertentu, sedangkan indurasi sebesar 15 mm atau lebih adalah positif pada semua orang dengan faktor risiko TB yang tidak diketahui. Reaksi positif terhadap tes tuberkulin mengindikasikan adanya infeksi tetapi belum tentu terdapat penyakit secara klinis. Namun, tes ini adalah alat diagnostik penting dalam mengevaluasi seorang pasien dan juga berguna untuk menentukan prevalensi infeksi TB pada masyarakat.

Vaksinasi BCGBacille Calmette-Guerin (BCG), satu bentuk strain hidup basil TB sapi yang dilemahkan adalah jenis vaksin yang paling banyak dipakai d berbagai negara. Pada vaksinasi BCG, organisme ini disuntikkan ke kulit untuk membentuk fokus primer yang berdinding, berkapur dan berbatas tegas. BCG tetap berkemampuan untuk meningkatkan resistensi imunologis pada hewan dan manusia. Infeksi primer dengan BCG memiliki keuntungan daripada infeksi dengan organisme virulen karena tidak menimbulkan penyakit pada pejamunya.Vaksinasi dengan BCG biasanya menimbulkan sensitivitas terhadap tes tuberkulin, Derajat sensitivitasnya bervariasi, bergantung pada strain BCG yang dipakai dan populasi yang divaksinasi. Tes tuberkulin kulit tidak merupakan kontraindikasi bagi seseorang yang telah divaksinasi dengan BCG. Terapi pencegahan harus dipertimbangkan untuk siapa pun orang yang telah divaksinasi BCG dan hasil reaksi tes tuberkulin kulitnya berindurasi sama atau lebih dari 10 mm, khususnya bila salah satu keadaan di bawah ini juga menyertai orang tersebut:1. Kontak dengan kasus TB2. Berasal dari negara yang berprevalensi TB tinggi3. Terus-terusan terpajan dengan populasi yang berprevalensi TB tinggi (contohnya, rumah penampungan bagi tuna wisma, pusat terapi obat).

Pemeriksaan RadiologiPemeriksaan radiologi seringkali menunjukkan adanya TB, tetapi hampir tidak dapat membuat diagnosa berdasarkan pemeriksaan ini saja karena hampir semua manifestasi TB dapat menyerupai penyakit-penyakit lainnya.Secara patologis, manifestasi dini TB paru biasanya berupa suatu kompleks kelenjar getah bening parenkim. Pada orang dewasa, segmen apeks dan posterior lobus atas atau segmen superior lobus bawah merupakan tempat-tempat yang sering menimbulkan lesi yang terlihat homogen dengan densitas yang lebih pekat. Dapat juga terlihat adanya pembentukan kavitas dan gambaran penyakit yang menyebar yang biasanya bilateral. Ketidaknormalan apa pun pada foto dada seseorang yang positif HIV dapat mengindikasikan adanya penyakit TB. Sebenarnya, seseorang yang positif HIV dengan penyakit TB dapat memiliki foto dada yang normal.

Pemeriksaan BakteriologikWalaupun urin dari kateter, cairan otak, dan isi lambung dapat diperiksa secara mikroskopik, tetapi pemeriksaan bakteriologik yang paling penting untuk diagnosis TB adalah pemeriksaan sputum. Metode pewarnaan Ziehl-Neelsen dapat dipakai. Sediaan apus digenangi dengan zat karbolfuksin yang dipanaskan, lalu dilakukan dekolorisasi dengan alkohol-asam. Sesudah itu diwarnai lagi dengan metilen biru atau brilliant green. Cara pewarnaan yang paling banyak digunakan adalah teknik pewarnaan fluoresensi memakai larutan auramin-rodamin. Setelah larutan ini melekat pada mikobakteri maka tidak dapat didekolorisasi lagi dengan alkohol-asam. Pemeriksa dapat memperkirakan jumlah basil tahan asam (BTA) yang terdapat pada sediaan. Sediaan yang positif memberikan petunjuk awal untuk menegakkan diagnosis, tetapi suatu sediaan yang negatif tidak menyingkirkan kemungkinan adanya infeksi penyakit. Cara penegakan diagnosis yang paling tepat adalah dengan menggunakan teknik biakan. Pemeriksaan biakan harus dilakukan pada semua sediaan. Mikobakteri tumbuh lambat dan membutuhkan suatu media yang kompleks. Koloni matur, akan berwarna krem atau kekuningan, seperti kutil dan bentuknya seperti kembang kol. Jumlah sekecil 10 bakteri / ml media konsentrat yang telah diolah dapat dideteksi oleh media biakan ini. Pertumbuhan mikobakteri yang diamati pada media biakan ini sebaiknya dihitung sesuai dengan jumlah koloni yang timbul. Mikroorganisme membutuhkan waktu 6 hingga 12 minggu pada suhu 36o hingga 37 o C untuk dapat tumbuh bila menggunakan tes biokimia yang biasa. Namun, bila yang digunakan untuk inokulasi adalah medium cair seperti sistem radiometrik BACTEC dan metode cepat yang digunakan untuk identifikasi spesies, hasil biakan seharusnya sudah ada dalam waktu 7-21 hari pengumpulan sediaan. Uji kerentanan obat harus dilakukan pada hasil isolasi awal dari semua pasien untuk meyakinkan apakah terapi obat TB yang direkomendasikan kepada pasien akan efektif. Uji tersebut harus diulang bila pasien tidak membaik atau terus menghasilkan biakan sputum yang positif setelah dua bulan terapi.

PengobatanPengobatan TB terutama berupa pemberian obat antimikroba dalam jangka waktu lama. Obat-obat ini juga dapat digunakan untuk mencegah timbulnya penyakit klinis pada seseorang yang sudah terjangkit infeksi. The American Thoracic Society (ATS) menekankan tiga prinsip dalam pengobatan TB yang berdasarkan pada: 1) regimen harus termasuk obat-obat multipel yang sensitif terhadap mikroorganisme, 2) obat-obatan harus diminum secara teratur, 3) terapi obat harus dilakukan terus-menerus dalam waktu yang cukup untuk menghasilkan terapi yang paling efektif dan paling aman pada waktu yang paling singkat. Pada tahun 1994 CDC dan ATS mempublikasikan petunjuk baru untuk pengobatan penyakit dan infeksi TB, yaitu:1. Regimen obat 6 bulan yang terdiri dari isoniazid (hidrazida asam isonikotinat [INH]), rifampisin, dan piirazinamid diberikan selama 2 bulan, kemudian diikuti dengan INH dan rifampisin selama 4 bulan adalah regimen yang direkomendasikan untuk terapi awal TB pada pasien yang organismenya sensitif terhadap pengobatan. Etambutol (atau streptomisin pada anak terlalu muda harus diawasi ketajaman matanya) seharusnya termasuk dalam regimen awal hingga terdapat hasil studi krentanan obat, paling tidak sedikit kemungkinan terdapat resistensi obat (yaitu, < 4% resistensi primer terhadap INH dalam masyaratkat, pasien belum pernah mendapat pertolongan dengan obat anti TB, tidak berasal dari negaradengan prevalensi tinggi resistensi obat, dan diketahui belum pernah terpajan dengan kasus resistensi obat. Empat obat ini, berupa regimen 6 bulan adalah efektif bila organisme yang menginfeksi tersebut resisten terhadap INH. Pengobatan TB mungkin memerlukan perubahan untuk orang yang sedang mengonsumsi penghambat protease HIV. Bila dimungkinkan, kasus HIV yang berkaitan dengan TB seharusnya dikonsultasikan dengan seorang yang ahli dalam menangani TB dan penyakit HIV.2. INH dan rifampisin regimen 9 bulan sensitif pada orang yang tidak boleh atau tidak bisa mengonsumsi pirazinamid. Etambutol (atau streptomisin pada anak terlalu muda harus diawasi ketajaman penglihatannya) seharusnya termasuk dalam regimen awal hingga terdapat hasil studi kerentanan obat, paling tidak sedikit kemungkinan terdapat resistensi obat. Bila resistensi INH telah terlihat, rifampisin dan etambutol harus diminum secara terus-menerus minimal selama 12 bulan. 3. Mengobati semua pasien dengan DOT adalah rekomendasi utama4. TB resisten banyak obat (MDR TB)yang resisten terhadap INH dan rifampisisn sulit untuk diobati. Pengobatan harus berdasarkan pada riwayat pengobatan dan hasil studi kerentanan. Dokter yang belum terbiasa dengan pengobatan MDR TB harus bertanya kepada konsultan yang ahli.5. Anak-anak harus diberikan regimen yang sama dengan orang dewasa, dengan dosis obat yang disesuaikan.6. INH dan rifampisin regimen 4 bulan, lebih cocok bila ditambah dengan pirazinamid untuk 2 bulan pertama, regimen ini direkomendasikan untuk orang dewasadengan TB aktif dan untuk orang dengan pulasan dan biakan negatif, bila terdapat sedikit kemungkinan resistensi obat.

Faktor penting untuk keberhasilan pengobatan adalah ketaatan pasien meminum regimen obat. DOT adalah satu cara untuk memastikan bahwa pasien taat menjalankan pengobatan. Dengan DOT, pekerja perawat kesehatan atau seseorang yang ditunjuk, mengawasi pasien menelan masing-masing dosis pengobatan TB. Langkah-langkah seperti DOT dipilih untuk meningkatkan ketaatan dan memastikan bahwa pasien meminum obat yang dianjurkan. Respons terhadap pengobatan anti TB pada pasien dengan biakan sputum yang positif dinilai dengan mengulang pemeriksaan sputum. Sediaan biakan harus diambil setiap bulan sampai hasil biakan negatif. Pasien yang hasil biakan sputumnya negatif setelah 2 bulan pengobatan harus dilakukan sedikitnya satu kali lagi apusan dan biakan sputum di akhir regimen terapi obat. Sputum pasien dengan MDR TB harus dibiak setiap bulan sepanjang pengobatan. Radiografi dada pada saat akhir terapi merupakan dasar untuk perbandingan foto dada di masa depan. Namun, pasien dengan sputum negatif sebelum pengobatan seharusnya menjalani radiografi dada dan pemeriksaan klinis. Jarak untuk prosedur tersebut bergantung pada keadan klinis dan diagnosis banding Tindak lanjut rutin setelah terapi tidak diperlukan pada pasien yang respons bakteriologisnya adekuat setelah 6-9 bulan terapi dengan INH dan rifampisin. Pasien yang organismenya ternyata sensitif terhadap pemberian obat seharusnya memberikan laporan berbagai gejala TB seperti batuk yang berkepanjangan, demam, atau penurunan berat badan. Pada pasien dengan organisme TB yang resisten terhadap INH atau rifampisin atau keduanya diperlukan tindak lanjut perorangan. INH juga dipakai untuk mengobati infeksi laten TB (LTBI) dengan dosis 300 mg/ hari untuk dewasa, paling baik selama 9 bulan. Bukti terbaru mengindikasikan bahwa 6 bulan pengobatan LTBI memberikan hasil perlindungan kuat dalam melawan keganasan infeksi TB (LTBI) menjadi penyakit TB. Seseorang dengan infeksi HIV dan anak-anak harus selalu mendapatkan 9 bulan pengobatan. Paling penting bahwa kemungkinan awal adalah mencegah penyakit TB sebelum pengobatan untuk LTBI.Semua orang dengan tes kulit TB yang positif adalah calon-calon untuk mendapatkan pengobatan LTBI.

Tabel 1. Obat-obat untuk Pengobatan TB pada Orang Dewasa (mg/kg)

Nama obatHarianDua kali semingguTiga kali seminggu Efek sampingPemantauan ReaksiKeterangan

OBAT LINI PERTAMA

Isoniazid (INH)5 (300 mg)Maks. 15 (900 mg)Maks. 15 (900 mg)- Kemerahan- Kadar enzim hepatik- Hepatitis- Neuropati perifer- Efek sistem saraf pusat ringanMengukur tingkat dasar enzim hepatisPiridoksin dapat mencegah neuropati perifer

Rifampin (RIF)10 (600 mg)10 (600 mg)10 (600 mg)- Gangguan pencernaan- Interaksi obat- Hepatitis- Perdarahan- Kemerahan- Gagal ginjal- DemamPengukuran dasar trombosit CBC dan enzim hepatisInteraksi nyata timbul akibat pemakaian metadon, kontrasepsi, dan obat-obat lain. RIF menyebabkan warna cairan tubuh jadi oranye

Rifabutin (RFB)5 (300 mg)5 (300 mg) Tidak diketahui- Kemerahan- Hepatitis- Demam-TrombositopeniaPengukuran dasar trombosit, CBC dan enzim hepatisRFB merupakan kontraindikasi untuk pasien yang menggunakan ritonavir atau delavirdin; warna cairan tubuh menjadi oranye

Piraziamid (PZA)15-30 (2g)50-70 (4g)50-70 (3g)-Hepatitis-Hiperurisemia-Gangguan pencernaan-Kemerahan

Pengukuran tingkat dasar asam urat dan enzim hepatisHiperurisemia diobati hanya bila terdapat gejala pada pasien, mungkin menyebabkan pengontrolan glukosa menjadi lebih slit pada penderita diabetes

Etambutol (EMB)15-255025-30-Neuritis optikus-KemerahanUji ketajaman penglihatan dan penglihatan warna dasar setiap bulanDapat timbul efek okular lain dan peningkatan gagal ginjal

Streptomisin (SM)15 (1g)25-30 (1,5 g)25-30 (1,5 g)-Ototoksik-Keracunan pada ginjal Tes dasar untuk pendengaran dan fungsi ginjal diulangUntuk orang dewasa di atas 60 tahun dosis harus dihindari atau diturunkan

OBAT LINI KEDUA

Kapreomisisn15-30 (1g)---Keracunan pada auditorius -Vestibular-GinjalMenilai fungsi vestibular dan pendengaran.Tes fungsi kreatinin dan BUN. Digunakan dengan hati-hati pada orang tua

Etionamid15-20 (1g)---Gangguan pencernaan-Hepatotoksik-HipersensitivitasPengukuran enzim hepatisDimulai dengan dosis rendah dan ditingkatkan sesuai toleransi

Sikloserin15-20 (1g)---Psikosis-Kejang-Sakit kepala-Interaksi obatPenilaian keadaan mental.Pengukuran tingkat serum obatDimulai dengan dosis rendah dan ditingkatkan sesuai toleransi

Kanamisin 15-30 (1g)---Keracunan pada auditorius-Vestibular-Ginjal Menilai fungsi vestibular dan pendengaran. Tes fungsi kreatinin dan BUN Setelah terdapat perubahan bakteriologis, dosis dapat diturunkan 2-3 kali setiap minggu, namun tidak disetujui oleh FDA

Asam para-aminosalosilat150 (12g)---Gangguan pencernaan-Hepatotoksik-Hipersensitivitas-Natrium berlebihan Pengukuran enzim hepatis.Pengukuran volume yang berlebihanDimulai dengan dosis rendah dan ditingkatkan sesuai toleransi. Memantau tingkat natrium jantung pasien

Pencegahan dan PengendalianProgram-program kesehatan masayarakat sengaja dirancang untuk deteksi dini dan pengobatan kasus dan sumber infeksi secara dini. Menurut hukum, semua orang dengan TB tingkat 3 atau tingkat 5 harus dilaporkan ke departemen kesehatan. Penapisan kelompok berisiko tinggi adalah tugas penting departemen kesehatan lokal. Tujuan mendeteksi dini seseorang dengan infeksi TB adalah untuk mengidentifikasi siapa saja yang akan memperoleh keuntungan dari terapi pencegahan untuk menghentikan perkembangan TB yang aktif secara klinis. Program pencegahan ini memberikan keuntungan tidak saja untuk seseorang yang telah terinfeksi namun juga untuk masyarakat pada umumnya. Karena itu, penduduk yang sangat berisiko terkena TB harus dapat diidentifikasi dan prioritas untuk menentukan program terapi obat harus menjelaskan risiko dibandingkan dengan manfaat terapi. Eradikasi TB meliputi penggabungan kemoterapi yang efektif, identifikasi kontak dan kasus serta tindak lanjut yang tepat, penanganan orang yang terpajan pada pasien dengan TB infeksius, dan terapi kemoprofilaktik pada kelompok-kelompok populasi yang berisiko tinggi.

Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Volume 2. Edisi 6. Jakarta: EGC; 2006.h.852-61.

Infeksi Jamur pada ParuMikosis paru disebabkan jamur patogen atau oportunistis dibagi berdasarkan: Mikosis paru yang disebabkan jamur patogen, bisa bersifat: Endemik yaitu histoplasmosis, blastomikosis, koksidioidomikosis dan parakoksidioidomikosis. Non-endemik yaitu kriptokokosis Disebabkan jamur oportunis yaitu aspergilosis, kandidosis, nokardiosis, mukormikosis

Infeksi jamur oportunis, yang umumnya didapati pada pasien dengan defisiensi sistem pertahanan tubuh ternyata lebih sering terjadi dibandingkan infeksi jamur patogen. Blastomikosis, parakoksidioidomikosis, koksidioidoikosis belum pernah dilaporkan di Indonesia. Tulisan ini selanjutnya lebih difokuskan kepada mikosis paru yang mungkin dijumpai dan pernah dilaporkan di Indonesia.

HISTOPLASMOSISHistoplasmosis disebabkan jamur Histoplasma kapsulatum versifat dimorfik, hidup dalam tanah yang mengandung kotoran burung, ayam, kelelawar. Histoplasmosis hidup dan tumbuh sangat baik pada suhu antara 22o C-29o C. Manusia mendapatkan infeksi dengan cara terhirup spora jamur histoplasmosis. Tidak ditularkan dari manusia lainnya maupun dari hewan ke manusia atau pun sebaliknya. Manifestasi klinis penyakit histoplasmosis ini merupakan penyakit endemik, dan kebanyakan tidak memberikan gejala. Masa inkubasi sekitar 14 hari dengan gambaran klinis kadang-kadang menyerupai tuberkulosis. Gambaran klinis histoplasmosis paru dibagi atas: Histoplasmosis asimtomatikPada daerah endemik bisa dijumpai sekitar 90% penduduk yang terinfeksi H.capsulatum, tidak menimbulkan gejala walaupun tes histoplasmin positif Histoplasmosis paru akutInfeksi primer bisa terjadi misalnya pada sekelompok orang yang berkunjung ke daerah endemik. Setelah masa inkubasi bisa lebih 90% dari mereka menujukkan gejala klinis tidak khas, dan dianggap sebagai flu biasa. Bila spora jamur yang terhirup cukup banyak, akan menimbulkan sesak nafas, sianosis, sakit dada, rash, eritema multiforme, dan sakit pleura. Stadium akut ini akan berakhir dalam 3 minggu dengan terjadi penyembuhan sempurna. Pemeriksaan radiologis bisa berupa gambaran infiltrat kecil yang tersebar, pembesaran kelenjar hilus, dan bila sudah lama bisa dijumpai kalsifikasi Hiatoplasmosis paru kronik Biasanya dijumpai pada orang dewasa dengan umur paruh baya, riwayat penyakit paru kronik, misalnya tuberkulosis paru. Juga didapati pada pasien dengan diabetes melitus dan penyakit mikosis paru lainnya. Pada foto dada, kedua lobus atas paru sering terlibat, dengan adanya kaverne. Sering disangka tuberkulosis paru. Histoplasmosis diseminataBiasanya timbul pada pasien dengan penyakit yang disertai gangguan fungsi sel T (misalnya penyakit Hodgkin), pasien yang mendapat sitostatik, kortikosteroid, pasien AIDS dan transplantasi organ. Secara klinis dijumpai demam tinggi, hepatosplenomegali, limfadenopati, pansitopenia, dan lesi di mukosa dapat terjadi berupa lesi ulseratif di mulut, lidah, orofaring. Organ lain yang bisa terkena ialah meningen dan endokardium. Pada pemeriksaan radiologis, foto dada kemungkinan dapat normal, walaupun kadang-kadang didapati gambaran infiltrat difus.

DiagnosisKasus histoplasmosi primer banyak yang belum terdiagnosis. Pada histiplasmosis akut, pemeriksaan kultur jamur sangat sulit. Pemeriksaan langsung dari dahak tidak banyak membantu. Tes kulit histoplasmin berguna untuk kepentingan epidemiologi. Tes serologik membantu diagnosis yang dilakukan secara fiksasi komplemen atau imunodifusi untuk mengukur antibodi terhadap H. Capsulatum sangat berguna, tetapi negatif palsu terjadi pada pasien imunokompromais dan positif palsu pada pasien dengan blastomikosis, koksidioidomikosis, dan parakoksidioidomikosis di samping antibodi terbentuk lama setelah infeksi akut.Deteksi antigen dari polisakarida histoplasmosis merupakan pendekatan penting untuk diagnosis kasus yang berat seperti histoplasmosis diseminata dan histoplasmosis paru akut ekstensif. Antigen histoplasma ini menurun bila ada perbaikan terhadap terapi dan suatu peninggian menunjukkan penyakit yang kambuh kembali sehingga bisa digunakan sebagai monitor pengobatan. Diagnosis dengan cara ini perlu dipastikan dengan kultur atau histopatologi untuk menghindari positif palsu. Pada histoplasmosis kronik dengan kaverne, kultur jamur dari dahak biasanya positif. Tes serologik juga sering positif. Pada histoplasmosis diseminata, diagnosa sulit karena gambaran penyakit tidak spesifik. Yang membantu ialah antigen di urin 90% dari pasiennya. Pada pasien AIDS yang disertai histoplasmosis diseminata, bronchoalveolar lavage (BAL) penting untuk pemeriksaan dahak langsung dan kultur. Diagnosis pasti histoplasmosis dibuat dengan pemeriksaan langsung dengan pengecatan dan kultur yang positif dari spesimen jaringan.

CRYPTOCOCCUSPenyakit ini disebabkan oleh jamur Cryptococcus neoformans, suatu jamur berkapsul golongan ragi, yang telah dikenal sebagai jamur patogen bagi manusia. Jamur ini didapat di seluruh dunia dan biasanya terdapat di dalam kototran burung merpati. Pernah dilaporkan terjadinya kasus Cryptococcus di Indonesia walaupun berakhir dengan kematian.Infeksi jamur biasanya terjadi melalui alat pernapasan. Infeksi primer di paru jarang menimbulkan gejala klinis. Gejala yang timbul menyerupai infeksi paru subakut dengan batuk. Kebanyakan akan menimbulkan meningitis subakut atau kronik. Sekurangnya 50% pasien dengan status imun menurun. Di antara pasien AIDS yang mendapat infeksi oportunis, jamur Cryptococcus neoformans ini merupakan penyebab ketiga sesudah Pneumocystis dan Candida. Foto dada menunjukkan tidak spesifik dan bervariasi, bisa berupa infiltrat, konsolidasi lobus, abses, nodul, bentuk milier, adenopati hilus, atau efusi pleura. Diagnosis ditegakkan dengan terlihatnya Cryptococcus pada pemeriksaan histopatologi atau terisolasinya Cryptococcus dari dahak, cairan bilasan bronkus, atau jaringan paru tetapi kultur dahak ini hanya 10% kasus yang positif, dan tes antigen serum Cryptococcus hanya sepertiga yang positif, sedangkan tes kulit tidak mempunyai arti.

ASPERGILOSISPenyebabnya ialah jamur Aspergillus. Di alam ini banyak dijumpai spesies aspergilus dengan konidia atau spora yang berhamburan di udara sehingga gampang dihirup melalui saluran nafas. Spesies yang sering menimbulkan infeksi pada manusia ialah A. fumigatus, terkadang A. niger, A. flavus, A. clavatus, dan A. nidulans juga bisa menimbulkan infeksi. Jamur ini tumbuh dalam jaringan sebagai hifa, sama seperti yang timbul dalam media laboratorium. Spora jamur secara teratur dihirup oleh manusia dan kemudian jamur ini mengadakan kolonisasi di permukaan mukosa. Jamur dapat menembus jaringan hanya bila ada gangguan sistem imun baik lokal maupun sistemik. Dengan demikian aspergilus ini tidak dapat menembus jaringan pada orang normal.

Manifestasi Klinis

Allergic Bronchopulmonary Aspergillosis (ABPA) merupakan penyakit yang sering timbul dan ternyata lebih banyak dari dugaan semula. Penyakit ini dijumpai pada 8% pasien asma dan sampai 20% pasien asma kronik yang masuk rumah sakit di Inggris. Patogenesis penyakit ini belum sepenuhnya mengerti. Mungkin reaksi imunologis tipe I dan III mempunyai peran.Dengan meningkatnya kewaspadaan terhadap penyakit ini, di samping adanya perbaikan serta kemajuan kriteria diagnosis dan teknik tes serologi, penyakit ini sudah mempunyai kriteria secara klinis, imunologis, radiologis yang tingkatnya dapat dari asma ringan sampai timbulnya fibrosis paru. Manifestasi klinis ABPA sangat bervarias, berupa badan tidak enak, demam, sesak, sakit dada, wheezing, dahak yang purulen dan batuk darah. Berdasarkan pemeriksaan klinis, laboratories dan serologis sudah dikenal 5 macam staging ABPA yaitu akut, remisi, eksaserbasi berulang, asma dependen terhadap kortikosteroid dan fibrosis paru. Pada staging akut, pasien memberikan gejala demam, batuk, sesak, dan sulit mengeluarkan dahak. Laboratotium menunjukkan peninggian serum IgE dan eosinofilia. Secara radiologi dapat dijumpai infiltrat di paru. Pada keadaan akut ini diberikan kortikosteroid sampai timbul remisi. Pada staging remisi, pasien tidak memberikan gejala sedangkan secara laboratorium menunjukkan penurunan IgE dan eosinofil darah. Pemeriksaan radiologis menunjukkan resolusi infiltrat di paru. Tidak diperlukan kortikosteroid pemeliharaan. Pada staging eksaserbasi berulang, pasien dapat memberikan gejala asma yang memerlukan kortikosteroid jangka panjang. Laboratorium menunjukkan peningkatan IgE sedangkan gambaran radiologis berubah-ubah.Pada staging fibrosis paru, pasien memberikan gejala sesak nafas dan manifestasi fibrosis paru. Faal paru menunjukkan adanya obstruksi dan atau restriksi yang reversibel. Peninggian IgE menunjukkan aktivitas penyakit masih berlanjut. Pemeriksaan radiologis menunjukkan adanya fibrosis paru. Pada staging ini diperlukan kortikosteroid jangka panjang.

Aspergiloma Biasanya terjadi pada pasien yang sudah mempunyai kelainan anatomis pada paru, misalnya ada kavitas karena tuberkulosis paru, bronkiektasis, abses paru, tumor paru. Pada penyakit ini ternyata jamur tidak menembus sampai ke jaringan parenkim paru. Secara klinis, hemoptisis merupakan gejala utama yang dapat masif sehingga dapat mengancam jiwa pasien. Selain batuk darah dapat juga dijumpai gejala penyakit dasarnya.Secara radiologis tampak kelompok hifa dan spora jamur memberikan bayangan radioopak, sedangkan rongga kavitas radiolusen. Dengan demikian akan terlihat suatu bayangan bulat lonjong radioopak yang dikelilingi bayangan radiolusen yang disebut fungus ball.

Diagnosis Aspergilosis Aspergilosis Bronkopulmoner Alergik (ABPA) dutegakkan berdasarkan kriteria yang terdiri atas asma, eosinofilia (> 1000/mm3 ), tes kulit positif terhadap A. fumigatus, presipitin antibodi terhadap Aspergilus, radiologis adanya infiltrat, serum IgE total meninggi, bronkiektasis proksimal, IgE dan IgG spesifik meninggi pada A. fumigatus. Gambaran lain termasuk hasil kultur positif terhadap Aspergilus fumigatis dan reaksi tes kulit tipe lambat positif.Aspergiloma, diagnosisnya ditegakkan secara radiologis. Di mana kelompok hifa dan spora jamur memberikan bayangan radioopak, sehingga terlihat suatu bayangan bulat lonjong radioopak yang dikelilingi bayangan radiolusen yang disebut fungus ball. Dengan CT-scan, aspergiloma lebih mudah terlihat. IgG antibodi terhadap antigen aspergilus di serum pasiennya hampir semua positif.KANDIDOSISDisebabkan oleh jamur spesies kandida. Jamur kandida ini dapat hidup sebagai komensal dalam mulut, saluran cerna dan vagina, tetapi pada keadaan tertentu dapat berubah menjadi patogen dan menyebabkan kandidosis. Di antara semua jamur kandida, Candida albicans dianggap paling patogen dan menjadi penyebab terbanyak kandidosis. Berdasarkan penyelidikan terhadap beberapa kasus infeksi jamur (C. Albicans) juga menyertai pasien yang menderita TB paru. Infeksi jamur ini banyak terjadi secara endogen, walaupun infeksi eksogen dapat juga terjadi melalui inhalasi spora. Manifestasi klinis kandidosis paru bisa berupa: Jamur dapat hidup sebagai saprofit di saluran napas, misalnya pada penyakit paru kronik. Kandidosis primer, timbul karena aspirasi jamur dari rongga mulut. Manifestasi klinis dapat berupa pneumonia atau dapat menyebar keberbagai organ. Infeksi sistemik yang melibatkan berbagai organ. Primer umumnya berasal dari ekstra paru misalnya dari saluran pencernaan yang menyebar secara hematogen ke paru. Kelainan paru berupa nodul dengan diameter sangat kecil sampai 10 mm. Selain ke paru, jamur dapat menyebar ke hati, jantung, limpa, dan ginjal. Kadang-kadang berupa misetoma Kandidosis bronkopulmoner alergi. Penulis di Medan baru mendapatkan 1 kasus dengan manifestasi sebagai asma, tes kult positif terhadap C.albicans, IgE meninggi, IgE spesifik terhadap C.albicans meninggi dan dijumpai C.albicans dalam jumlah banyak di dahak.

Secara radiologis bisa dijumpai bercak-bercak segmental atau ada juga berupa gambaran abses. Diagnosis dapat dipastikan dengan biopsi paru. Namun, oleh karena biopsi paru berupa tindakan invasif yang berbahaya, maka dengan dijumpainya kandida dalam jumlah banyak dan berulang dalam dahak dan sekret bronkus sudah memberi dugaan kuat bahwa jamur ini merupakan penyebab.

MUKORMIKOSISMerupakan infeksi jamur yang disebabkan oleh orde Mucorales yang terdiri atas Rhizopus, Absidia, Mortierella, dan Mucor. Di alam, jamur ini cukup tersebar luas. Jamur ini jarang menimbulkan infeksi pada orang normal. Infeksi baru terjadi bila ada faktor predisposisi, berupa penyakit diabetes melitus, leukimia, gagal ginjal, atau luka bakar. Infeksi pada paru diperkirakan terjadi setelah inhalasi jamur, kemudian terjadi trombosis pada pembuluh darah paru dan infark. Pernah dilakukan isolasi terhadap 4 Mucor dan Rhizopus dari 60 pasien yang disangka mikosis paru, dan isolasi dari dahak 2 Mucor dari 254 kasus mikosis paru.

NOKARDIOSISPenyebabnya adalah Nocardia sp. N.astroides dijumpai di seluruh dunia di dalam tanah. Jamur ini bersifat aerob, gram positif, dan bakteri berfilamen yang bersifat tahan asam parsial. Kasus nokardiosis ini tidak banyak. Di Amerika Serikat kurang lebih 500-1000 kasus per tahun, yang terbanyak disebabkan oleh N.astroides. Sedangkan di Indonesia tampaknya kasus ini sangat jarang dijumpai, terbukti berdasarkan survei yang dilakukan selama 1 tahun hanya mendapatkan 1 kasus. Sedangkan di Medan juga hanya terdapat 1 kasus selama penelitian 5 tahun. Kedua kasus sama-sama telah diobati sebagai tuberkulosis untuk bertahun-tahun. Ternyata dengan pengobatan selama beberapa bulan dengan obat sulfa tampak perbaikan.Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan dijumpainya Nokardia dalam dahak dan sekret bronkus pasien.

Pengobatan Jamur ParuPada saat ini anti jamur yang digunakan pada pengobatan mikosis sistemik adalah amfoterisin B, flusitosin, ketokonasol, itrakonasol, dan flukonasol. Untuk infeksi jamur sistemik yang tidak mengancam jiwa, pilihan jatuh pada flukonasol. Bila flukonasol tidak aktif terhadap jamur penyebab, dipilih itrakonasol. Untuk infeksi jamur sistemik berat, mula-mula diberikan amfoterisin B sebagai terapi awal, kemudian baru diteruskan dengan flukonasol atau itrakonasol.Khusus terhadap aspergilosis bronkopulmoner alergik dan kandidosis bronkopulmoner alergi diberikan kortikosteroid oral. Pengobatan hendaknya dilanjutkan untuk beberapa bulan. Untuk Aspergiloma tidak memerlukan pengobatan, tetapi bila terjadi batuk darah yang hebat dengan cadangan fungsi paru cukup memadai dilakukan operasi berupa reseksi paru. Terapi untuk histoplasmosis paru akut pada pasien imunokompeten umumnya tidak diperlukan karena sembuh sendiri, kecuali pasien dengan demam persisten lebih 3 minggu, gejala-gejala lebih 1 bulan, kelainan radiografi difus, atau hipoksemia bisa diberikan itrakonasol oral (200-400 mg/hari), selama 6-12 minggu. Untuk histoplasmosis paru kronik atau diseminata lebih cocok dengan amfoterisin B deoksikolat (0,7-1,0 mg/kg/hari). Setelah terjadi perbaikan klinis ganti dengan itrakonasol oral 12-18 bulan. Pasien HIV atau imunosupresi perlu terapi pemeliharaan itrakonasol oral (200 mg/hari). Formula lipid dari amfoterisin B (3 mg/kg/hari) bisa dipakai pada pasien yang tidak toleran terhadap amfoterisin B konvensional.Pada aspergilosis bronkopulmoner alergik dapat diberikan profilaksis itrakonasol oral 2x200 mg sehari untuk mengurangi pemakain glukokortikoid dan mengurangi eksaserbasi. Khusus untuk aspergilosis bronkopulmoner a;ergik dan kandidosis bronkopulmoner alergik, diberikan kortikosteroid oral, pengobatan hendaknya diberikan beberapa bulan.Untuk kandidosis paru diberikan amfoterisin B i.v : 0,5-0,7 mg/kg sehari selama 2-4 minggu, atau flukonasol.

Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simardibrata M, dan Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi 5. Jakarta: Interna Publishing; 2009.h. 2267-73.