tbc paru paper
TRANSCRIPT
Tuberculosis Paru
TUBERKULOSIS PARU
Pendahuluan
Insiden penyakit tuberkulosis cenderung meningkat, hal ini di pengaruhi oleh
berbagai macam faktor seperti sosioekonomi, dan masalah-masalah yang berkaitan
dengan kesehatan, alkoholisme, tuna wisma dan sebagainya.
Penyakit ini hampir selalu fatal tanpa pengobatan, data terbaru di Indonesia
tahun 2001 di kemukakan oleh Dirjen Pemberantasan Penyakit Menular dan
penyehatan lingkungan Dep Kes RI, Prof.Dr Umar Fahcri Ahmadi, MPH kasus
terbaru penderita TBC di Indonesia sekitar 583.000 kasus per tahun. Secara nasional
TBC membunuh kira-kira 140.000 orang per tahun atau setiap hari 43 orang
meninggal karena penyakit TBC ini.
Jika tidak ditangani secara tepat, mortalitas penyakit ini mendekati 100%,
tetapi dengan pengobatan yang dini dan adekuat mortalitas dapat di tekan, Karena itu
penanggulangan TBC tidak hanya terkait dengan masalah kesehatan saja namun juga
mencakup masalah sosial, ekonomi, sikap dan prilaku penderita perlu mendapat
perhatian.
Karena itu sangat penting untuk mengenal, mendiagnosa, secara dini dan
melakukan pengobatan yang adekuat terhadap penderita TBC. Dan di harapkan
kepada tenaga medis agar angka-angka tersebut dapat di tekan.(1,2)
Defenisi
Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium Tuberculosis. Kuman tersebut biasanya masuk ke dalam tubuh
manusia melalui udara pernapasan ke dalam paru. Kemudian kuman tersebut
menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem
saluran limfe, melalui saluran napas (bronchus) atau penyebaran langsung ke bagian-
bagian tubuh lainnya. TB dapat terjadi pada semua kelompok umur, baik di paru
maupun di luar paru.(1,2,,3,4,)
KKS ILMU PENYAKIT DALAMRSU. HAJI MEDANFK-UISU2009
1
Tuberculosis Paru
Tidak semua orang yang menghirup kuman TB akan tertular penyakit tersebut.
Pada orang yang sehat, biasanya kuman tersebut menjadi tidak aktif dan orang itu
tetap sehat tetapi kuman tersebut akan jadi aktif bila:
Kekurangan gizi
Kondisi fisik yang lemah
Terkena penyakit tertentu sepeti HIVdan Diabetes melitus
Pecandu obat-obat terlarang
Menggunakan hormon steroid
Perokok berat
Kuman-kuman akan mulai berkembang-biak dan menimbulkan penyakit
TBC. Timbulnya penyakit bisa langsung terjadi setelah terinfeksi atau butuh waktu
tahunan untuk berkembang.(4,5)
Gejala klinis
Pada Tb paru dapat menimbulkan gejala klinis pada penderitanya, namun
tidak jarang pula tanpa menimbulkan gejala klinis pada penderitanya sama sekali.
Gejala klinik Tb paru dapat dibagi menjadi 2 golongan:
1. Gejala respiratorik (sistim pernapasan)tampak berupa:
Batuk selama 2 minggu atau lebih yang dapat berupa batuk kering
atau sampai produktif
Batuk darah (hemoptisis) akibat robeknya pembuluh darah di
sekitar bronkus.
Sesak napas
Nyeri dada dapat timbul bila infiltrasi sampai ke pleura.
2. Gejala sistemik dapat berupa:
Demam tidak terlalu tinggi terutama pada malam hari.
Kelelahan pada tubuh (malaise).
Tidak ada nafsu makan (anoreksia).
Berat badan berkurang tanpa tahu sebabnya.
KKS ILMU PENYAKIT DALAMRSU. HAJI MEDANFK-UISU2009
2
Tuberculosis Paru
Sakit-sakit pada otot (mialgia)
Gambaran klinis yang berbeda akan dihasilkan bila organisme tersebut di
lepaskan ke peredaran darah secara terputus-putus dan dalam jumlah yang kecil dan
berlangsung lama.(1,2,4)
Diagnosis
Tuberkulosis dapat didiagnosis dengan tes tuberculin, pemeriksaan
radiology dan pemeriksaan bakteriologik. Menurut CDC (centers for disease control),
suatu kasus tuberculosis dapat di identifikasi. Jika bakteri tidak diperoleh maka
laporan kasus tuberkulosis dianggap benar bila hal-hal berikut dapat ditemukan
(Public Healt ServiceCDC,1980):
1. Prosedur diagnostik telah dilakukan dengan lengkap.
2. Bukti adanya infeksi tuberculosis (sepeti tes tuberkulin positif).
3. Radiologi dada dengan hasil abnormal ,dapat memperburuk dan
memperbaik bukti klinis akan adanya penyakit ini.
4. Keputusan untuk memberikan satu paket terapi yang lengkap dengan 2
atau lebih OAT.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk menegakkan diagnosis tuberkulosis
selain dari gejala-gejala klinik yang sudah disebut diatas:
1. Pemeriksaan fisik, pada pemeriksaan fisik sangat tergantung luas dan kelainan
struktural paru, kelainan umumnya pada puncak paru, pada pemeriksaan fisik
dapat ditemukan suara napas bronchial,amforik, suara napas melemah, ronki
basah, dan penarikan paru.
2. Tuberkulin Test, pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu
menegakkan diagnosis Tuberkulosis terutama bagi anak-anak (balita). Biasanya
dipakai tes Mantoux, yakni dengan menyuntikkan 0,1 cc tuberculin P.P.D
(Purified Protein Derivative) intrakutan berkekuatan 5 T.U. Setelah 48-72 jam
tuberculin disuntikkan, akan timbul reaksi berupa indurasi kemerahan yang terdiri
dari infiltrate, yakni reaksi persenyawaan antara antibodi seluler dan antigen
KKS ILMU PENYAKIT DALAMRSU. HAJI MEDANFK-UISU2009
3
Tuberculosis Paru
tuberculin. Dan ini dipengaruhi antibodi humoral, makin besar pengaruh antibodi
humoral, makin kecil indurasi yang ditimbulkan.
Berdasarkan hal diatas, Mantoux ini dibagi dalam :
1) Indurasi 0-5 mm : Mantoux negative = golongan no sensitivity. Disini peran
antibodi humoral paling menonjol.
2) Indurasi 6-9 mm : Hasil meragukan = golongan low grade sensitivity. Disini
peran antibodi humoral masih menonjol.
3) Indurasi 10-15 mm : Mantoux positif = golongan normal sensitivity. Disini
peran kedua antibody seimbang.
4) Indurasi > 15 mm : Mantoux positif kuat = golongan hypersensitivity. Disini
peran antibody selular paling menonjol.
Di Indonesia pada saat ini uji tuberculin tidak mempunyai arti dalam menentukan
diagnosa Tb pada orang dewasa, sebab sebagian besar masyarakat sudah
terinfeksi M. Tuberkulosis karena tingginya prevalensi Tb. Suatu uji tuberculin
positif hanya menunjukkan bahwa yang bersagkutan pernah terpapar dengan M.
Tuberkulosa. Dilain pihak, hasil uji tuberkulin dapat negatif meskipun orang
tersebut menderita Tuberkulosis, misalnya pada penderita HIV/AIDS, malnutrisi
berat, TBC miler, morbili.(6,7))
Pemeriksaan Radiologi, standar pemeriksaan adalah foto thoraks PA dengan
atau tanpa foto lateral. Tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-macam,
gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi aktif TBC:
Bayangan berawan di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan
segmen superior lobus bawah.
Kavitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan
atau nodular.
Bayangan bercak milier.
Efusi pleura unilateral.
Gambaran radiologi lesi inaktif TBC:
Fibrotik.
KKS ILMU PENYAKIT DALAMRSU. HAJI MEDANFK-UISU2009
4
Tuberculosis Paru
Kalsifikasi.
Schwarte atau penebalan pleura.
3. Pemeriksaan Bakteriologik, pemeriksaan ini mempunyai arti sangat penting
dalam menegakkan diagnosis, bahannya dapat berupa sputum, bilasan bronkus,
jaringan paru, cairan pleura dan lain-lain yang disebut dengan BTA direct smear.
A. Interpretasi hasil pemeriksaan mikroskopik 3 kali pemeriksaan (sewaktu, pagi,
sewaktu):
3 x positif mikroskopik positif
2 x positif dan 1 x negative mikroskopik positif
1 x positif, 2 x negatif ulang BTA 3 x ,
- bila 1 x positif mikroskopik positif
- bila 3 x negatif mikroskopik negatif.(8)
B. Pemeriksaan biakan kuman.
Pada pemeriksaan dengan biakan, seelah 4-6 minggu penanaman sputum dalam
medium biakan, koloni kuman tuberculosis mulai tampak. Bila setelah 8 minggu
penanaman koloni tidak juga tampak, biakan dinyatakan negative. Medium
biakan yang sering dipakai yaitu Lowenstein Jensen, Kudoh atau Ogawa.(6)
4. Pemeriksaan laboratorium, darah rutin, LED yang meningkat, lekosit dapat
sedikit meninggi, dengan diftell shift to the left. Pemeriksaan ini kurang mendapat
perhatian karena hasilnya kadang-kadang meragukan, hasilnya tidak sensitive dan
juga tidak spesifik.(6)
Klasifikasi TB paru
Klasifikasi ini berdasarkan gejala klinik, radiologik, bakteriologik dan riwayat
pengobatan sebelumnya:
TB paru BTA (+) yaitu:
- Dengan atau tanpa gejala
- Gambaran radiologi sesuai dengan TB paru
TB paru BTA (-)
- Gejala klinik dan gambaran radiologi sesuai dengan TB paru
KKS ILMU PENYAKIT DALAMRSU. HAJI MEDANFK-UISU2009
5
Tuberculosis Paru
- BTA (-)
Bekas TB paru
- BTA (-)
- Gejala klinik tidak ada, ada gejala sisa akibat kelainan paru yang di
tinggalkan.
- Radiologi menunjukkan gambaran lesi TB inaktif, terlebih
gambaran serial menunjukan foto yang sama
- Riwayat pengobatan TB (+)
Sedangkan WHO membagi penderita TB atas 4 kategori:
1. Kategori I: kasus baru dengan dahak (+) dan penderita dengan keadaan berat
seperti meningitis, TB milier, perikarditis,peritonitis, spondilitis dengan gangguan
neurologik dan lain-lain.
2. Kategori II: kasus kambuh atau gagal dengan dahak yang tetap (+).
3. Kategori III: kasus dengan dahak (-), tetapi kelainan paru tidak luas dan kasus
TB diluar paru selain kategori I.
4. Kategori IV: tuberkulosis kronik.(1,9)
Pengobatan Tuberkulosis
Jenis obat yang di gunakan untuk pengobatan TB:
Rifampisin (R)
INH (H)
Pirazinamid (Z)
Streptomisin (S)
Etambutol (E)
Dan cara pemberiannya dibagi menurut klasifikasinya menurut WHO:
Kategori-1 (2HRZE/4H3R)
Paduan ini terdiri atas: 2 bulan fase awal intensif dengan Isoniasid(H), Rifampisin
(R), Pirazinamid (Z), Ethambutol (E) diminum setiap hari, diteruskan dengan fase
KKS ILMU PENYAKIT DALAMRSU. HAJI MEDANFK-UISU2009
6
Tuberculosis Paru
lanjutan (intermitten) selama 4 bulan dengan Isoniasid (H), Rifampisin (R), tiga kali
dalam seminggu. Kategori ini untuk : (i) penderita baru BTA positif dan penderita
baru BTA negatif atau rontgen positif yang “sakit berat” dan “ekstra paru berat”,
yang belum pernah menelan OAT atau kalau pernah kurang dari satu bulan. “Sakit
berat” yang dimaksud adalah Tuberkulosis paru BTA negatif yang mengenai jaringan
parenkhim yang luas. Sedangkan ektra paru berat antara lain: meningitis TB,
perikarditis, pleuritis berat atau bilateral, peritonitis, milier TB, limfadenitis,
osteomielitis, penyakit pada medulla spinalis dengan komplikasi syaraf,tuberkulosis
usus,tuberkulosis saluran kemih.
Kategori-2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E3)
Panduan ini terdiri atas 2 bulan fase intensif dengan Isoniasid, Rifampisin,
Pirazinamid, Ethambutol, diminum setiap hari, setiap kali selesai minum obat
langsung diberi suntikan streptomisin. Dilanjutkan 1 bulan pemberian
Isoniasid ,Rifampisin, Pirazinamid, Ethambutol, diminum setiap hari tanpa
suntikan.teruskan dengan fase lanjutan selama 5 bulan, dengan Isoniasid, Rifampisin
dan Ethambutol diminum 3 kali seminggu. Kategori ini diberikan kepada penderita
BTA positif yang sudah pernah makan OAT selama lebih sebulan. Termasuk
didalamnya adalah penderita:
1. kambuh (relaps) BTA positif
2. gagal dengan BTA positif
kategori-3 (2HRZ/4H3R3)
Panduan ini terdiri atas 2 bulan fase awal intensif dengan Isoniasid, Rifampisin dan
Pirazinamid diminum setiap hari, diteruskan fase lanjutan selama 4 bulan Isoniasid
dan Rifampisin diminum 3 kali seminggu.Kategori ini diberikan pada (i) penderita
baru BTA negatif/rontgen positif dan (ii) penderita ekstra paru ringan
Kategori IV
KKS ILMU PENYAKIT DALAMRSU. HAJI MEDANFK-UISU2009
7
Tuberculosis Paru
TB kronis dimana BTA tetap positif dibawah supervisi ketat, suspek suatu MDR TB.
Pengobatan merupakan suatu standar khusus dan bersifat individu.(5,9)
Prinsip-prinsip kemoterapi
Agar pengobatan dapat berjalan efektif, obat yang diberikan harus mampu
menganggu fungsi vital kuman tanpa membahayakan pasien. Stead dan Bates (1983)
menekan kan bahwa “pilihan terapi harus dipandu oleh prinsip-prinsip yang diakui
kebenarannya”.
Prinsip pengobatan Tuberkulosis menurut Stead dan Bates (1983):
1. Obat yang dipilih harus merupakan obat yang peka terhadap basil
manapun.
2. Harus diberikan obat efektif terhadap penderita guna menghindari
multiplikasimutan yang resistensi obat.
3. Jika pengobatan yang diberikan gagal, maka penambahan obat lain akan
jadi bahaya, sebaiknya di ubah menjadi rejimen baru dan dipastikan
bahwa penderita benar-benar makan obat secara teratur.
4. Terapi harus dilanjutkan cukup lama untuk eradikasi basil dari tubuh.
5. Semua obat haruus diminum sebelum makan pagi dalam dosis tunggal
agar dicapai efek maksimal.(1)
Pengobatan DM pada TB Paru
Pengobatan DM pada TB paru meliputi pengobatan terhadap DM nya dan
pengobatan terhadap TB parunya. Pengobatan DM adalah sama saja pengobatan DM
pada umumnya yang meliputi terapi perencanaan makan /diet, anti diabetes oral
maupun insulin. Perencanaan makan selain untuk menormalkan kadar glukosa darah,
juga untuk mengembalikan berat badan ke berat badan ideal. Bila pasien DM kurus
diberikan diet DM yang lebih tinggi kalori sedang apabila gemuk maka diturunkan
berat badan. Pada umumnya pengobatan diet diabetes berkisar 2000-2400 kalori.
Pemberian obat anti diabetes pada DM disertai dengan TB paru dipilih pengobatan
KKS ILMU PENYAKIT DALAMRSU. HAJI MEDANFK-UISU2009
8
Tuberculosis Paru
dengan insulin. Bagi pasien yang sementara dapat pengobatan anti diabetes oral,
seperti sulfonilurea dan biguanid sebaiknya diganti dengan insulin.
Pemberian sulfonilurea pada DM dengan TB paru adalah kontra indikasi
karena tuberkulosis dianggap penyakit dengan infeksi serius yang berat. Sedang
biguanid tidak diberikan karena pada umumnya TB paru mempunyai keluhan
nafsu makan menurun, berat badan menurun dan adanya malabsorbsi glukosa,
dimana metformin mempunyai mekanisme kerja sama diatas.(10)
Pemberian rifampicin pada DM dengan TB paru dapat mempercepat
metabolisme obat-obat anti diabetik oral, menginaktifasi sulfonilurea dan
meningkatkan kebutuhan insulin. Disamping itu rifampicin menyebabkan
“hiperglikemi dini” pada non DM maupun non TB paru dan meningkatkan absorbsi
glukosa di usus. Sebaliknya isoniazid dapat mengganggu absorpsi karbohidrat di usus
dan bekerja antagonis dengan sulfonilurea. Walaupun jarang isoniazid menyebabkan
pankreatitis dan menghambat efek metformin pada absorbsi glukosa di usus.
Pada DM tipe 2 disertai tuberkulosis paru pemberian insulin dianjurkan
selama infeksi masih aktif. Telah dikenal berbagai macam insulin mulai kerja cepat,
pendek, sedang sampai lama yang disuntikkan sendiri (tunggal) atau mixed dalam
satu semprit. Saat ini tersedia insulin analog yang kerja cepat yaitu insulin lispro dan
insulin aspart. Sedang untuk kerja pendek tersedia Actrapid, HumulinR, kerja sedang
seperti monotard, insulatard dan humulin N. Sedang kerja lama atau panjang adalah
ultra lente, insulin glargine(lantus). Insulin yang dikombinasi (tercampur) antara
insulin kerja pendek dan sedang adalah Insulin mixtard, yang terdiri Monotard 70%
dan Actrapid 30%.
Insulin yang beredar sekarang insulin murni atau human insulin yang dibuat
dengan teknologi rekombinan DNA dan mempunyai kerja lebih cepat dan lama kerja
lebih pendek dibanding dengan insulin babi. Di Indonesia hanya beredar insulin
dengan dosis 40 unit per ml dan 100 unit per ml. Di luar negeri tersedia pula insulin
dengan dosis 500 unit per ml yang ditujukan pada kasus-kasus resistensi insulin
dimana memerlukan insulin dosis besar. Pemberian insulin pada DM dengan TB paru
KKS ILMU PENYAKIT DALAMRSU. HAJI MEDANFK-UISU2009
9
Tuberculosis Paru
diindikasikan pada keadaan penurunan berat badan yang cepat, hiperglikemia berat
apalagi disertai ketosis, perlu penanganan lebih ketat kadar glukosa darah dan obat-
obat anti TB paru mengurangi efektifitas obat oral anti diabetes.
Pemberian insulin sebaiknya dimulai dengan insulin kerja cepat seperti
actrapid atau humulin R dengan dosis kecil 5 unit diberikan tiap ½ jam sebelum
makan dan dosis ditingkatkan 2-4 unit dalam waktu 2-4 hari. Macam dan jadwal
pemberian insulin dapat diubah sesuai respons pasien.
Bila pengendalian DM berlangsung baik dan keadaan TB paru sudah
membaik maka insulin kerja pendek dapat dilanjutkan dengan insulin kerja menengah
seperti monotard atau Humulin N dengan dosis 2/3 dari dosis total insulin kerja
pendek. Bila dosis total perhari diperlukan kurang 30 unit perhari maka cukup
pemberian insulin kerja menengah sekali perhari dan apabila dosis lebih 30 unit maka
pemberian insulin diberikan 2 kali perhari yaitu 2/3 dosis sebelum makan pagi dan
1/3 dosis sebelum makan malam. Pemberian insulin mixed lebih baik dalam
menormalkan kadar glukosa darah dibanding insulin tunggal. Namun demikian
insulin campuran sebaiknya mengikuti petunjuk dan prosedur standar pemberian
seperti penyuntikan dilakukan 15 menit sebelum makan, dianjurkan hanya pada
pasien yang sudah terkontrol baik. Tidak dianjurkan menggambungkan antara lente
insulin dengan NPH karena Zink pospat dapat mempresipitasi sehingga insulin kerja
lambat akan menjadi kerja pendek. Demikian pula insulin glargine tidak dapat
dicampur dengan insulin lainnya karena pH rendah karena akan saling mengencerkan.
Dosis insulin pada pasien DM tergantung respos glikemik setiap individu dan asupan
makanan serta latihan jasmani. Pada umumya pada pemberian awal diberikan 3 kali
atau lebih suntikan perhari dengan insulin kerja pendek untuk memperoleh derajat
euglikemik. Jadwal penyuntikan tergantung dari kadar glukosa darah, jumlah asupan
makanan, aktifitas fisik (olahraga) dan tipe insulin yang dipakai.. Pada umumnya
penyuntikan dilakukan 30 menit sebelum makan khusus untuk insulin kerja pendek
karena penyuntikan setelah makan atau segera sebelum makan akan menyebabkan
hipoglikemia atau insulin tidak efektif menekan kenaikan glukosa darah postprandial.
KKS ILMU PENYAKIT DALAMRSU. HAJI MEDANFK-UISU2009
10
Tuberculosis Paru
Pada saat ini setiap pemberian insulin khususnya dalam periode lama seperti DM
dengan TB paru maka perlu monitor glukosa darah sendiri. Untuk memantau kadar
glukosa dapat dipakai darah kapiler dengan memakai meter. Hasil pemeriksaan kadar
glukosa darah dengan meter dapat dipercaya sejauh kalibrasi dilakukan dengan baik
dan cara pemeriksaan dilakukan sesuai dengan cara standar yang dianjurkan. Secara
berkala, hasil pemantauan dengan cara meter atau reagens kering perlu dibandingkan
dengan cara konvensional. Waktu pemeriksaan untuk pemantauan adalah pada saat
sebelum makan dan waktu tidur untuk menilai risiko hipoglikemia. Pemeriksaan
glukosa darah 2 jam setelah makan untuk menilai ekskursi maksimal glukosa selama
sehari. Pengobatan antituberkulosis untuk pasien dengan DM adalah terapi quadripel
yang meliputi rifampicin, isoniazid, pirazinamid dan etambutol. Selama 2 bulan
pertama, dan diikuti 4 bulan berikutnya dengan pengobatan rifampicin dan isonoazid.
Pemberian rifampicin pada DM dengan TB paru dapat mempercepat
metabolisme obat-obat anti diabetik oral dan meningkatkan kebutuhan insulin.
Sebaliknya isoniazid dapat mengganggu absorpsi karbohidrat di usus dan bekerja
antagonis dengan sulfonilurea.
Sebagai petunjuk atau guidelines untuk pengelolalaan DM selama infeksi
adalah sebagai berikut :
Pada pasien yang berobat jalan tindakan adalah :
Monitor kadar glukosa plasma sekurang-kurangnya 4 jam terakhir.
Pada pasien yang sudah mendapat pengobatan dengan insulin,
dosis insulin ditingkatkan untuk mengantisipasi hiperglikemia
persisten.
Kebutuhan kalori disesuaikan dengan berat badan. Bagi pasien
yang kurus kebutuhan kalori lebih besar dari yang semestinya,
demikian pula pada pasien gemuk, kalori yang diberikan lebih
rendah dari kalori standard. Indeks massat tubuh dipertahankan
antara 18,5-23.
KKS ILMU PENYAKIT DALAMRSU. HAJI MEDANFK-UISU2009
11
Tuberculosis Paru
Kendalikan DM seoptimal mungkin yaitu mempertahankan kadar
glukosa darah puasa antara 80-109 mg/dl, 2 jam setelah makan
antara 80-144 mg/dl, A 1c <6,5,
Kendalikan kadar dari fraksi lipid antara lain kadar kolesterol total
dipertahankan <200 mg/dl, kolesterol LDL <100mg/dl, kolesterol
HDL>45, trigliserid <150 mg/dl.
Tekanan darah dipertahankan < 130/80 mgHg .
Awasi bila timbul muntah-muntah atau terjadi hiperglikemia berat
atau hipoglikemia dan tindaki segera.
Pada pasien rawat nginap tindakan adalah sebagai berikut:
Monitor kadar glukosa plasma 4 jam terakhir;
tingkatkan dosis insulin untuk mengatasi hiperglikemia bila perlu
berikan insulin intravena atau tetes.
Pada pasien yang memakai obat hipoglikemia oral
pertimbangkan untuk mengganti atau menambah dengan insulin.
Atasi dan awasi kemungkinan adanya dehidrasi.(10)
Prognosa
Dahulu sebelum ditemukan obat anti tuberkulosis,penderita TB mempunyai masa
depan yang suram seperti penderita kanker paru dimasa sekarang.Namun setelah
ditemukan obat TB hal itu telah dapat diatasi,kecuali pada penderita dengan
kekambuhan (relaps),yang sudah berkomplikasi ke organ lain dan adanya diabetes
melitus yang penyembuhannya sukar dan lebih lama walaupun dengan regimen yang
progresif.(10)
Daftar Pustaka
1. Wilson, Price, Patofisiologi,Konsep-konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, ed,4.
EGC, Jakarta, 1995.
2. Hope, RA, Long Moree, JM, Hodgets, TJ and Ramrakha, Oxford, Handbook,od,
Clinical Medicine 3rd ed Oxford University, Press, New York 1997.
KKS ILMU PENYAKIT DALAMRSU. HAJI MEDANFK-UISU2009
12
Tuberculosis Paru
3. Jewetz, Mikrobiology Untuk Profesi Kesehatan edisi 16, Fransisico (terjemahan),
EGC, 1994.
4. Bahar A, Tuberkulosis Paru dalam Soeparman, WS. Ilmu Penyakit Dalam, jilid II,
Balai Penerbit FKUI, 1990.
5. S, Amir, Farmakolgii Tuberkolostik, Bagian Farmakologi UI,Balai Penerbit
FKUI, 1998.
6. Amin Z, Asril B. Tuberkulosis Paru. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi II.
FK UI. 2007.
7. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. DOTS Expansion Project. Sumatera Utara. 2000.
8. Tuberkulosis, Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Jakarta. 2006.
9. A.Muhammad, A.Hood, Pengantar Ilmu Penyakit Paru,edisi II,Penerbit
Universitas Airlangga,1993.
10. Johnston CLW Infections and diabetes mellitus in Pickup JC, Williams G.
Textbook of diabetes 2nd ed.vol.2 Blackwell Science Ltd. 1997;S71-70.14.
LAPORAN KASUS
Seorang laki-laki berusia 61 tahun, menikah yang berdomisili di kota Medan
dengan tinggi badan 170 cm dan berat badan 55 Kg, datang ke Rumah Sakit Haji
Medan pada hari selasa, tanggal 10 Februari 2009 dengan keluhan sesak nafas.
Dari Anamnese:
KKS ILMU PENYAKIT DALAMRSU. HAJI MEDANFK-UISU2009
13
Tuberculosis Paru
Sesak dirasakan penderita sejak 1 minggu ini, rasa sesak timbul secara terus-
menerus, tidak berhubungan dengan cuaca dan tidak berhubungan dengan
aktivitas. Penderita tetap merasa sesak walaupun dalam keadaan istirahat,
penderita merasa lebih baik dengan memakai 2-3 bantal.
Batuk (+) dialami penderita sejak 2 bulan ini. Batuk berdahak berwarna
kuning ± 2 sendok makan tiap batuk. Batuk dirasakan semakin berat dengan
dahak yang kental menjelang pagi hari. Pilek (-).
Demam (+) selama 1 hari sebelum penderita dibawa ke Rumah Sakit Haji
Mina Medan dan 2 hari ketika dirawat di Rumah Sakit.
Penderita sering berkeringat malam hari, sudah ± 1 minggu ini.
Penderita mengalami penurunan berat badan sekitar 15 Kg yang dirasakan
penderita dalam 1 tahun belakangan ini.
Mual (+), muntah (-).
Penderita merasa sakit menelan dan selera makan menurun.
Lemas (+)
BAK (+) biasa
BAB (-) sudah 3 hari.
RPT : Penderita mengalami Diabetes Melitus type II sejak tahun 2006, dan efusi
pleura pada tahun 2006.
RPO : Tidak jelas
Anamnese Famili : -
Status Present :
Keadaan umum
Sensorium : Compos Mentis
Tekanan Darah : 110/60 mmHg
Nadi : 100x/menit
KKS ILMU PENYAKIT DALAMRSU. HAJI MEDANFK-UISU2009
14
Tuberculosis Paru
Pernafasan : 36x/menit
Temperatur : 37ºC
Keadaan Penyakit
Dyspnoe (+)
Pancaran wajah : lemah
Sikap paksa : (+)
Pemeriksaan Fisik
Kepala : Dalam batas normal
Leher : TVJ : R – 2 CmH2O
Thorax :
Inspeksi : Simetris fusiformis
Palpasi : Iktus teraba pada 1 cm medial LMCS pada ICR V
Perkusi : - Sonor pada kedua lapangan paru.
- Batas paru-paru R/A = ICR V / ICR VI dextra,
Peranjakan : tidak dilakukan pemeriksaan.
- Batas jantung relatif atas : ICR III sinistra
- Batas jantung relatif kiri : ICR V LMCS 1 cm ke
medial.
- Batas jantung relatif kanan : LPSD
Auskultasi :
Paru : Suara pernafasan : bronchial pada lapangan paru atas
sebelah kanan.
Suara tambahan :
Ronchi basah di sebelah kanan
lapangan paru atas.
KKS ILMU PENYAKIT DALAMRSU. HAJI MEDANFK-UISU2009
15
Tuberculosis Paru
Jantung : HR : 100x/menit, regular, T/V cukup.
M1>M2, P2>P1, A2>A1, A2>P2
Desah sistole (-)
Desah diastole (-)
Abdomen : Nyeri tekan (-)
Pinggang : Tidak dilakukan pemeriksaan.
Inguinal : Tidak dilakukan pemeriksaan.
Ekstremitas : Superior dan Inferior dalam batas normal.
Diagnosa banding :
1. TB paru + DM type II
2. Pneumonia + DM type II
3. Mycosis + DM type II
Diagnosa Sementara
TB paru + DM type II
Penatalaksanaan
Aktivitas : Tirah baring
Diet : MB DM 1900 kkal
Medikamentosa : 1.
1. IVFD RL 20 gtt/menit
2. Inj. Streptomycin 1 gr/hari
3. Rifampicin 600 mg 1x1
4. INH 400 mg 1x1
5. Etambutol 500 mg 1x1
6. Pirazinamid 2x1
7. Glibenclamid 1x1
8. Metformin 500 mg 2x1
KKS ILMU PENYAKIT DALAMRSU. HAJI MEDANFK-UISU2009
16
Tuberculosis Paru
9. Inj. Ranitidin 1 amp/12 jam
10. Pharmaton 3x1
Rencana Penjajakan :
1. Darah rutin / urine rutin / feses rutin
2. BTA Sputum
3. Kultur Sputum
4. Foto Thorax
5. Faal hati
6. Faal ginjal
Foto thorax tanggal 10 Februari 2009
Paru : Tampak fibroinfiltrat di lapangan atas paru kanan, dan lapangan tengah paru
kiri.
Kesan : TB Paru
Hasil BTA sputum tanggal 13 Februari 2009
Sewaktu (+)
Pagi (+)
Pemeriksaan Lab tanggal 10 Februari 2009
KGD : 195 mg/dl
Alkali phospatase : 85 u/dl
Ureum : 15 mg/dl
Creatinin : 0,64 mg/dl
SGOT : 23 u/dl
SGPT : 25 u/dl
Uric acid : 2,47 mg/dl
Hb : 11,6 gr%
Leukosit : 10.000/mm3
KKS ILMU PENYAKIT DALAMRSU. HAJI MEDANFK-UISU2009
17
Tuberculosis Paru
Hematokrit : 33,0%
Trombosit : 267.000/mm3
DISKUSI KASUS
Penderita datang ke RSHM dengan keluhan sesak nafas. Sesak nafas
dirasakan penderita sejak 1 minggu ini, rasa sesak timbul secara terus-menerus, tidak
berhubungan dengan cuaca dan tidak berhubungan dengan aktivitas. Penderita tetap
merasa sesak walaupun dalam keadaan istirahat, penderita merasa lebih baik dengan
memakai 2-3 bantal. Pada penderita TBC paru, sesak nafas akan ditemukan pada
penyakit yang sudah lanjut, yang infiltratnya sudah meliputi setengah bagian paru-
paru.
Penderita mengalami batuk, sejak 2 bulan yang lalu, dengan dahak yang
berwarna kuning sebanyak 2 sendok makan setiap batuk, batuk dirasakan memberat
dengan dahak yang kental menjelang pagi hari. Batuk pada penderita TBC paru
terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang
produk-produk radang keluar. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non produktif)
kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum).
Penderita mengalami riwayat demam selama 1 hari sebelum penderita dibawa
ke RSHM dan 2 hari ketika penderita di rawat di RSHM. Keadaan demam pada
penderita TBC paru dipengaruhi oleh daya tahan tubuh penderita dan berat ringannya
infeksi kuman tuberkulosis yang masuk.
Penderita juga mengalami penurunan nafsu makan, badan yang semakin
kurus, dan sering berkeringat pada malam hari. Hal diatas dialami penderita TBC
paru yang semakin lama semakin memberat dan terjadi hilang timbul secara tidak
teratur.
Pada pemeriksaan fisik dijumpai suara pernafasan bronchial, dan suara
tambahan ronchi basah disebelah kanan lapangan paru bagian atas. Suara pernafasan
bronchial pada penderita TBC paru disebabkan bila adanya infiltrate yang agak luas
di paru. Suara tambahan ronchi basah terjadi karena terbukanya alveoli yang berisi
KKS ILMU PENYAKIT DALAMRSU. HAJI MEDANFK-UISU2009
18
Tuberculosis Paru
cairan eksudat atau gelembung-gelembung udara melalui mukus dalam bronkus yang
besarnya bermacam-macam.
Dari pemeriksaan bakteriologi ditemukan hasil BTA sputum sewaktu (+), pagi
(+) yang merupakan salah satu kriteria untuk menegakkan diagnosa TBC paru.
Pada pemeriksaan radiologis, foto thorax dijumpai gambaran fibro infiltrate di
lapangan atas kanan, dan lapangan tengah kiri paru, sehingga dapat membantu
menegakkan diagnosa TBC paru.
Dari hasil anamnese, pemeriksaan fisik, pemeriksaan bakteriologi dan
pemeriksaan radiology, serta riwayat Diabetes Mellitus positif sejak 3 tahun yang
lalu, yang didukung oleh hasil pemeriksaan laboratorium dimana KGD ad random
penderita adalah 195 mg/dl, maka kami menyimpulkan diagnosa dari pasien ini
adalah TB Paru + DM Type II.
Pada pasien ini diberikan therapy OAT seperti kategori WHO type I. Selain
itu ditambahkan therapy untuk DM nya yakni Glibenklamid 1x1 dan Metformin 500
mg 2x1. Pengobatan pada TB Paru + DM sebaiknya obat golongan sulfonilurea tidak
diberikan karena efektivitasnya akan berkurang bila diberikan bersama Rifampicin
sehingga insulin eksogen adalah pilihan utama untuk pasien ini.
KKS ILMU PENYAKIT DALAMRSU. HAJI MEDANFK-UISU2009
19