temu 10

Upload: vazria-ulfa-liandini

Post on 15-Oct-2015

15 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

TEMU 10Kelompok : 10Ni Made Ampriyanti(1215351166)Ni Luh Gede Krisna Dewi(1215351169)Vazria Ulfa Liandini(1215351191)Ni Nyoman Trysedewi Mahaputri(1215351197)

PEMBAHASAN

10.1 DEFINISI MATERIALITASAda beberapa definisi tentang materialitas. IAI dalam SPAP-nya mendefinisikan materialitas sebagai: besarnya nilai yang dihilangkan atau salah saji informasi akuntansi, dilihat dari keadaan yang melingkupinya, yang mungkin dapat mengakibatkan perubahan atas atau pengaruh terhadap pertimbangan orang yang meletakkan kepercayaan atas informasi tersebut karena adanya penghilangan atau salah saji tersebut.Sedangkan Financial Accounting Standard Board (FASB) melalui Statement of Financial Statements Concept no. 2 mendefinisikan materialitas sebagai: besarnya kealpaan dan salah saji informasi akuntansi, yang di dalam lingkungan tersebut membuat kepercayaan seseorang berubah atau terpengaruh oleh adanya kealpaan dan salah saji tersebut.Jadi, materialitas adalah besarnya salah saji yang dapat mempengaruhi keputusan pemakai informasi. Standar auditing seksi 312 Risiko Audit dan Materialitas dalam Pelaksanaan Audit mengharuskan auditor untuk mempertimbangkan materialitas dalam (a) merencanakan audit dan merancang prosedur audit, dan (b) mengevaluasi apakah laporan keuangan secara keseluruhan disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.Definisi tersebut mengharuskan auditor untuk mempertimbangkan (1) keadaan-keadaan yang berhubungan dengan satuan usaha (perusahaan klien), dan (2) informasi yang diperlukan oleh mereka yang akan mengandalkan pada laporan keuangan yang telah diaudit. Sebagai contoh, suatu jumlah yang material bagi laporan keuangan perusahaan lain yang berbeda ukuran atau sifatnya. Selain itu, apa yang material bagi laporan keuangan suatu perusahaan, bisa berubah dari periode ke periode. Oleh karena itu, auditor misalnya dapat menyimpulkan bahwa tingkat materialitas untuk rekening-rekening modal kerja (working capital account) pada sebuah perusahaan yang hampir bangkrut harus lebih rendah bila dibandingkan dengan materialitas untuk perusahaan yang memiliki rasio lancar 4 : 1. Dalam mempertimbangkan informasi yang diperlukan bagi pemakai laporan keuangan, hendaknya dilandasi dengan asumsi yang tepat, misalnya bahwa pemakai laporan keuangan adalah investor-investor yang memahami informasi keuangan.

10.2 CARA MENETAPKAN TINGKAT MATERIALITASDalam perencanaan suatu audit, auditor harus menetapkan materialitas pada dua tingkatan, yaitu:a. Tingkat laporan keuangan, karena pendapat auditor mengenai kewajaran mencakup laporan keuangan sebagai keseluruhan.b. Tingkat saldo rekening, karena auditor melakukan verifikasi atas saldo-saldo rekening untuk dapat memperoleh kesimpulan menyeluruh mengenai kewajaran laporan keuangan.

Materialitas Laporan KeuanganMaterialitas laporan keuangan adalah besarnya keseluruhan salah saji minimum dalam suatu laporan keuangan yang cukup penting sehingga membuat laporan keuangan menjadi tidak disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum. Dalam konteks ini, salah saji bisa diakibatkan oleh penerapan prinsip akuntansi secara keliru, tidak sesuai dengan fakta, atau karena hilangnya informasi penting.Auditor menggunakan dua cara dalam menerapkan materialitas. Pertama, auditor menggunakan materialitas dalam perencanaan audit, dan kedua pada saat mengevaluasi bukti audit dalam pelaksanaan audit.Pada saat merencanakan audit, auditor perlu membuat estimasi materialitas karena terdapat hubungan yang terbalik antara jumlah dalam laporan keuangan yang dipandang material oleh auditor dengan jumlah pekerjaan audit yang diperlukan untuk menyatakan kewajaran dalam laporan keuangan.

Materialitas pada Tingkat Saldo RekeningMaterialitas saldo rekening adalah minimum salah saji yang bisa ada pada suatu saldo rekening yang dipandang sebagai salah saji material. Salah saji sampai tingkat tersebut di-sebutsalah saji bisa diterima. Konsep materialitas pada tingkat saldo rekening hendaknya tidak dicampuradukan dengan istilah saldo rekening yang material. Perlu dipahami bahwa saldo rekening yang material menunjukkan besarnya saldo sebuah rekening yang tercatat dalam pembukuan, sedangkan konsep materialitas berkaitan denganjumlah salah saji yang bisa berpengaruh terhadap pengambilan keputusan oleh pemakai laporan keuangan.Saldo yang tercatat secara umum menyajikan batas atas jumlah dimana suatu akun dapat disajikan lebih. Sehingga saldo dengan akun yang lebih rendah dari materialitas sering disebut sebagai tidak material mengenai risiko lebih saji. Namun tidak ada batasan mengenai jumlah dimana suatu akun dengan saldo tercatat yang sangat kecil mungkin disajikan kurang. Sehingga, harus disadari bahwa akun-akun yang tampak memiliki saldo tidak material mungkin akan mengandung kurang saji melampaui materialitas.Dalam membuat pertimbangan tentang materialitas pada tingkat saldo rekening, auditor harus mempertimbangkan hubungannya dengan materialitas laporan keuangan. Pertimbangan ini akan membantu auditor dalam merencanakan audit untuk mendeteksi salah saji yang secara individual tidak material, tetapi sebagai kumpulan dengan salah saji dalam rekening yang lain, bisa menjadi material ditinjau dari laporan keuangan sebagai keseluruhan.

10.3 JENIS-JENIS RESIKO AUDITAda 3 jenis risiko audit, yaitu:1. Risiko Deteksi (Detection Risk)Adalah risiko bahwa bukti yang dikumpulkan dalam segmen gagal menemukan kekeliruan yang melampaui jumlah yang dapat ditolerir. Jika kekeliruan semacam itu timbul. Ada dua hal penting yang harus diperhatikan:a. Risiko deteksi tergantung pada tiga unsur risiko lainnya dalam model. Jadi risiko penemuan yang direncanakan hanya akan berubah jika auditor mengubah salah satu unsur lainnya.b. Risiko deteksi menentukan besarnya bukti yang akan dikumpulkan. Hubungan antara Risiko deteksi dengan bukti berbanding terbalik. Jika nilai risiko penemuan yang direncanakan diperkecil, berarti jumlah bukti yang harus dikumpulkan auditor dalam audit lebih banyak.Jika nilai risiko deteksi terencana berkurang, maka auditor harus mengumpulkan lebih banyak bukti audit untuk mencapai nilai risiko deteksi yang berkurang ini.

2. Risiko Bawaan atau Risiko Melekat (Inherent Risk)Adalah penetapan auditor akan kemungkinan adanya kekeliruan (salah saji) dalam segmen audit yang melampaui batas toleransi, sebelum memperhitungkan faktor efektivitas pengendalian intern. Risiko bawaan menunjukkan faktor kerentanan laporan keuangan terhadap kekeliruan yang material dengan asumsi tidak ada pe-ngendalian intern. Bila auditor berkesimpulan bahwa akan banyak kemungkinan ter-jadi kekeliruan tanpa pengendalian intern, berarti risiko bawaannya tinggi. Faktor pe-ngendalian intern tidak diperhitungkan dalam menetapkan risiko bawaan (inherent risk) karena dalam model risiko audit hal itu akan diperhitungkan tersendiri sebagai risiko pengendalian. Hubungan antara risiko bawaan (inherent risk) dengan risiko deteksi (detection risk) serta rencana pengumpulan bukti adalah bahwa risiko bawaan sifatnya berbanding terbalik dengan risiko deteksi rendah, maka risiko deteksi tinggi dan bukti yang harus dikumpulkan pun sedikit. Hubungan antara risiko bawaan dengan risiko deteksi serta dengan bukti audit yang direncanakan adalah sebagai berikut: risiko bawaan saling berlawanan dengan risiko deteksi terencana serta memiliki hubungan yang searah dengan bukti audit.

3. Risiko Pengendalian (Control Risk)Adalah ukuran penetapan auditor akan kemungkinan adanya kekeliruan (salah saji) dalam segmen audit yang melampaui batas toleransi yang tidak terdeteksi atau tercegah oleh struktur pengendalian intern klien. Risiko pengendalian (control risk) mengandung unsur:a. Apakah struktur pengendalian intern klien cukup efektif untuk mendeteksi atau mencegah kekeliruan.b. Keinginan auditor untuk membuat penetapan tersebut di bawah nilai maksimum (100%) dalam rencana audit.Misalnya: auditor menyimpulkan bahwa struktur pengendalian intern yang ada sama sekali tidak efektif dalam mencegah atau mendeteksi kekeliruan.

10.4 HUBUNGAN MASING-MASING RESIKO AUDITKonsep dari jenis-jenis risiko audit penting saat auditor mempertimbangkan tingkat yang tepat untuk risiko deteksi ketika merencanakan prosedur audit untuk mengaudit suatu asersi. Untuk tingkat risiko audit tertentu, terdapat hubungan terbalik antara tingkat risiko bawaan dan risiko pengendalian yang dinilai atas suatu asersi dan tingkat risiko deteksi yang dapat diterima oleh auditor untuk asersi tersebut. Oleh karena itu, semakin rendah penilaian risiko bawaan dan risiko pengendalian, semakin tinggi tingkat yang dapat diterima untuk risiko deteksi.Dalam menghubungankan jenis-jenis risiko audit, auditor dapat mengekspresikan setiap jenis dalam istilah kuantitatif, seperti persentase, atau dalam istilah nonkuantitatif seperti sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, atau maksimum. Hubungan antar jenis risiko audit dapat dirumuskan dalam suatu model sebagai berikut:

AR = IR x CR x DR

Keterangan:AR= risiko audit (Audit Risk)IR= risiko bawaan (Inherent Risk)CR= risiko pengendalian (Control Risk)DR= risiko deteksi (Detection Risk)

Untuk mengilustrasikan penggunaan dari model tersebut, asumsikan bahwa auditor telah membuat penilaian risiko berikut untuk suatu asersi tertentu seperti asersi keleng-kapan untuk persediaan.AR = 5%; IR = 75%; CR = 50%

Risiko deteksi dapat ditentukan sebagai berikut:

Risiko deteksi sebesar 13% berarti auditor perlu merencanakan pengujian substantif dengan suatu cara yang akan menghasilkan risiko yang dapat diterima bahwa terdapat kemungkinan kegagalan sekitar sebesar 13% dalam mendeteksi salah saji yang material. Risiko ini dapat diterima jika auditor memiliki keyakinan dari sumber-sumber lain untuk mendukung penilaian risiko bawaan dan risiko pengendalian.Risiko deteksi dibagi menjadi dua komponen, yaitu AP untuk risiko prosedur analitis (analytical procedures risk) dan TD untuk risiko yang berkaitan dengan risiko pengujian terinci (tests of details risk) / pengujian transaksi atau pengujian saldo. Oleh karena itu, hubungan antara komponen-komponen risiko audit dapat diekspresikan sebagai berikut:

AR = IR x CR x AP x TD

Model resiko audit menunjukan hubungan yang erat antara resiko bawaan dan resiko pengendalian. Sama dengan yang terjadi pada resiko bawaan, hubungan antara resiko pengendalian dan resiko deteksi adalah saling berlawanan, sementara hubungan antara resiko pengendalian dan bukti substantif merupakan hubungan yang searah. Sebagai contoh, jika auditor menyimpulkan bahwa pengendalian intern bersifat efektif, maka nilai resiko deteksi dapat meningkat sehingga jumlah bukti audit yang direncanakan akan dikumpulkan akan turun. Auditor dapat meningkatkan resiko deteksi pada saat pengendalian intern bersifat efektif karena pengendalian intern yang efektif akan mengurangi kemungkinan hadirnya salah saji dalam laporan keuangan.

KESIMPULAN

Materialitas adalah besarnya salah saji yang dapat mempengaruhi keputusan pemakai informasi. Definisi tersebut mengharuskan auditor untuk mempertimbangkan keadaan-keadaan yang berhubungan dengan satuan usaha (perusahaan klien), dan informasi yang diperlukan oleh mereka yang akan mengandalkan pada laporan keuangan yang telah diaudit.Dalam perencanaan suatu audit, auditor harus menetapkan materialitas pada dua tingkatan, yaitu tingkat laporan keuangan dan tingkat saldo rekening. Ada 3 jenis risiko audit, yaitu risiko deteksi (detection risk), risiko bawaan atau risiko melekat (inherent risk), risiko pengendalian (control risk).Untuk tingkat risiko audit tertentu, terdapat hubungan terbalik antara tingkat risiko bawaan dan risiko pengendalian yang dinilai atas suatu asersi dan tingkat risiko deteksi yang dapat diterima oleh auditor untuk asersi tersebut. Oleh karena itu, semakin rendah penilaian risiko bawaan dan risiko pengendalian, semakin tinggi tingkat yang dapat diterima untuk risiko deteksi.

DAFTAR PUSTAKA

Al, Haryono Jusup. 2001. Auditing. Buku 1 BP. STIE YKPN. YogyakartaMulyadi. 2002. Auditing. Buku 1. Edisi 6. Salemba 4. Jakarta.Abdul, Halim. 2001. Auditing: Dasar-dasar Audit Laporan Keuangan, Edisi Kedua. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.Boynton, W.C., Johnson, R.N., Kell, G.W. (2003). Modern Auditing. (edisi 7). Jakarta: Erlangga.http://prezi.com/5vbcqqsbh-np/untitled-prezi/