teori neuralgiatrigeminal
DESCRIPTION
TeoriTRANSCRIPT
![Page 1: Teori NeuralgiaTrigeminal](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082518/55cf9ad4550346d033a39b79/html5/thumbnails/1.jpg)
NEURALGIA TRIGEMINAL ec MENINGIOMA CEREBELLO PONTIN ANGLE ( CPA )
BAB ITINJAUAN PUSTAKA
I.NEURALGIA TRIGEMINAL
1. PENDAHULUAN
Neuralgia Trigeminal merupakan suatu nyeri pada wajah yang intermiten unilateral
dan berat yang tidak memberikan respon dengan pemberian analgetika. Nyeri ini merupakan
nyeri didaearh fasial, nyeri fasial yang disebabkan oleh serabut saraf aferen yang
menginervasi daerah muka disebut neuralgia. Neuralgia terjadi pada saraf yang mengandung
serabut saraf aferen somatik yaitu N. Trigeminus, N. Fasialis, N. Glosopharigeus, N. Vagus.
Nyeri yang dirasakan terbatas di daerah inervasi serabut saraf tertentu atau cabangnya
dinamakan neuralgia tipikal, paling sering ditemukan pada N. trigeminus.
Dokter pada abad pertama yang bernama Arataeus dan John Locke telah
mendiskripsikan dan mengobati neuralgia trigeminal sebagai nyeri fasial yang paroksimal.
Dokter dari arab pada abat IX menyatakan bahwa penyakit ini oleh kompresi pembuluh darah
terhadap serabut saraf diakar gigi dan dokter Persia menyatakan penyakit ini disebabkan oleh
penyakit gigi sendiri. Oleh karena itu pencabutan gigi merupakan salah satu terapi dan itu
masih dijumpai sampai saat ini.
Pada tahun 1756 Nicolacus Andre mengenalkan penyakit ini secara klinis. Dia
menjelaskan adanya suatu konvulsi yang dinamakan “ tic douloureux” atau kedutan yang
sangat nyeri, suatu yang menggambarkan adanya kerutan dan wajah cemberut yang
disebabkan oleh nyeri yang tidak tertahankan. Penderita selalu meringis waktu serangan.
Nyeri yang terjadi sangat hebat bahkan pada kasus yang ektrim penderita sering bunuh diri
karena nyeri yang hebat. Nyeri tersebut hanya beberapa detik jarang sampai beberapa menit
tetapi sangat hebat, sehingga pasien berkedip secara involunter yang disebut tic. Tidak
diketahui dengan jelas apakah suatu tic merupakan suatu reflek atau gerakan kuasi volunter.
Nyeri paroksimal ini terjadinya sering baik siang maupun malam selama beberapa minggu.
Nyeri timbul spontan atau muncul karena rangsang sentuhan, tiupan angin, suhu panas atau
dingin pada permukaan kulit wajah, juga dapat ditimbulkan oleh rangsang bicara, mengunyah
dan gerakan wajah.
2. DEFINISI DAN KLASIFIKASI
![Page 2: Teori NeuralgiaTrigeminal](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082518/55cf9ad4550346d033a39b79/html5/thumbnails/2.jpg)
Secara harfiah, Neuralgia adalah nyeri yang dirasakan di kawasan saraf tepi sensorik,
nyeri bersifat tajam seperti ditusuk atau kulit seperti disayat atau terbakar. Neuralgia
Trigeminal berarti nyeri pada nervus Trigeminus, yang menghantarkan rasa nyeri menuju
kewajah. Neuralgia trigeminal merupakan nyeri yang hebat, intermiten, berulang, seperti
sengatan arus listrik atau nyeri tajam yang dirasakan pada daerah yang disarafi oleh N. V
yang dapat dicetuskan oleh berbagai stimulus. Dicirikan dengan suatu nyeri yang muncul
mendadak, berat, seperti sengatan listrik, atau nyeri yang menusuk-nusuk, biasanya pada satu
sisi rahang atau pipi. Pada beberapa penderita, mata, telinga atau langit - langit mulut dapat
pula terserang. Pada kebanyakan penderita, nyeri berkurang saat malam hari, atau pada saat
penderita berbaring.
Ada 2 kriteria diagnosis neuralgia trigeminal yaitu yang diajukan International
Association for the Study of Pain (IASP) dan yang diajukan oleh International Headache
Society (IHS). Kedua kriteria difinisi menitik beratkan pada gejala berupa nyeri mendadak
dan intensitas berat
Definisi IASP : nyeri mendadak, biasanya unilateral, nyeri singkat dan berat seperti ditusuk
disalah satu atau lebih cabang N V
Definisi IHS : Neuralgia trigeminal adalah kelainan unilateral yang ditandai dengan nyeri
seperti sengatan listrik, onset dan terminasinya mendadak, terbatas pada distribusi salah satu
atau lebih bagian nervus trigeminalis. Nyeri biasanya dipacu oleh stimulus trivial termasuk
mencuci, mencukur, merokok, berbicara, dan/ atau menggosok gigi (faktor pencetus), dan
seringkali terjadi spontan. Area kecil dari lipatan nasolabial dan atau dagu terutama rentan
terhadap presipitasi nyeri. Nyeri biasanya mereda dalam waktu yang bervariasi. Onset dan
terminasi nyeri mendadak dan dapat berulangdalam waktu yang berubah ubah.
Klasifikasi Neuralgia Trigeminal/NT (IHS)
1. Neuralgia Trigeminal Idiopatik / klasik (NTI) sering disebut Tic Douleoreux
2. Neuralgia Trigeminal Simtomatik (NTS)
Atau menurut IASP Secondary Trigeminal Neuralgia
2.1. Neuralgia Trigeminal Sekunder kausa lesi sentral
2.2. Neuralgia Trigeminal Sekunder kausa lesi perifer
Klasifikasi IHS (International Headache Society) membedakan NT klasik dan NT
simptomatik. Termasuk NT klasik adalah semua kasus yang etiologinya belum diketahui
(idiopatik), jumlahnya cukup banyak. Sedangkan NT simptomatik dapat akibat tumor,
multipel sklerosis kompresi vaskuler pada nervus trigeminus, atau kelainan di basis kranii.
Jumlah kasus kecil, kausa pada umumnya tumor didaerah Meckels cave atau malformasi
![Page 3: Teori NeuralgiaTrigeminal](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082518/55cf9ad4550346d033a39b79/html5/thumbnails/3.jpg)
arteriovenosa di cerebellopontine angle Sebagai indikator NT simptomatik adalah defisit
sensorik nervus trigeminus berupa hipoastesi, terlibatnya nervus trigeminus bilateral dan
kelainan refleks trigeminus berupa hilangnya reflek kornea. Kelainan motorik sulit dideteksi
kecuali sudah lama. Pemeriksaan penunjang rongen, CT Scan dan MRI dapat menunjukan
adanya lesi karena masa. Tidak dijumpai hubungan antara NT simptomatik dengan
terlibatnya nervus trigeminus cabang pertama, usia muda, ataupun kegagalan terapi
farmakologik. Ciri khas NTS kausa lesi perifer adalah kelainan perifer NV terutama sensorik
yang dapat berupa hipestesia.
3. EPIDEMOLOGI
Neuralgia trigeminal (NT) relatif jarang. Angka insiden NT diperkirakan sebesar 4,3
per 100.000 populasi di Rochester, Minnesota, antara tahun 1945 dan 1984. Survei berbasis
komunitas yang lebih baru dari CM beberapa praktisi di London mengahasilkan insiden
tahunan sebesar 8 per 100.000 populasi dan prevalensi seumur hidup sebsesar 70 per 100.000
orang tiap tahunnya. Angka insiden ini lebih tinggi pada wanita dari pada pria dengan
perbandingan 2:1. Angka insiden pada kedua jenis kelamin meningkat sejalan dengan umur,
dan paling tinggi di atas 60 tahun. Cabang yang paling sering terkena adalah cabang
maxilaris dan mandibularis.
4. ANATOMI NERVUS TRIGEMINUS
Saraf trigeminus bersifat campuran, bagian mayornya membawa serat sensorik dari wajah
dan bagian yang lebih kecil membawa serat motorik untuk otot-otot pengunyah.
Unsur Sensorik N. V
Bagian sensorik berasal dari ganglion trigeminalis (ganglion semilunaris Gasseri) yang
mengandung sel-sel ganglion psedounipolar. Akson perifer dari neuron ganglionik tersebut
membentuk tiga bagian mayor:
1. Saraf oftalmikus, yang berjalan melewati fissura orbitalis superior dan menghantarkan
impuls sensorik dari mata, ruang orbita, hidung, meningen, sinus paranasal mukosa nasal,
kulit dahi dampai vertex.
2. Saraf maksilaris, yang berjalan melewati foramen rotundum dan menghantarkan impuls
sensorik dari rahang atas, pipi, kelopak mata bawah, sebagian rongga hidung, bibir atas, gigi,
geligi rahang atas, ruang naso pharing, palatum durum dan mole, sinus maksilaris, mukosa
nasal.
![Page 4: Teori NeuralgiaTrigeminal](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082518/55cf9ad4550346d033a39b79/html5/thumbnails/4.jpg)
3. Saraf mandibularis, yang berjalan melewati foramen ovale dan menghantarkan impuls
sensorik dari rahang bawah, gigi, mucosa bibir bawah, mukosa bukal, 2/3 bagian depan
lidah, bagian luar telinga, meatus akustikus eksternus, gusi rahang bawah, glandula parotis
dan meningen.
Prosesus sentral sel-sel ini membentuk radiks sensorik saraf trigeminus yang akan
masuk ke dalam pons dan berakhir pada nukleus-nukleus saraf trigeminalis di dalam pons.
Rasa raba dan tekan dikirim oleh serabut-serabut saraf yang berakhir di dalam nukleus
sensorik utama. Serabut-serabut saraf yang membawa rasa nyeri dan suhu berakhir di nukleus
spinalis. Suatu hal yang penting adalah adanya suatu lokalisasi somatotopik dan fungsional di
dalam nukleus spinalis N. V, yaitu serat-serat aferen dari saraf oftalmikus berakhir pada
sepertiga bagian kaudal (subnucleus caudalis), serat-serat aferen dari saraf maksilaris
berakhir pada sepertiga bagian tengah (subnucleus interpolaris), dan serat-serat aferen dari
saraf mandibularis berakhir pada sepertiga bagian kranial nukleus spinalis N. V (subnucleus
cranialis).
Impuls propioseptif dari otot-otot pengunyah, otot-otot wajah, dan otot-otot
ekstraokuler dibawa oleh serabut dalam radiks sensorik N. V yang telah melintasi ganglion
trigeminalis dan berakhir pada nukleus mesesefalikus N. V yang terdiri dari sel-sel unipolar.
Akson neuron dalam nukleus sensorik utama dan nukleus spinalis dan prosesus sentral
sel-sel dalam nukleus mesensefalikus menyilang bidang median dan naik sebagai lemniscus
trigeminalis dan berakhir pada nukleus ventroposteromedial thalamus. Akson dari sel-sel
nukleus tersebut berjalan melalui crus posterior kapsula interna menuju sepertiga bawah
girus postsentralis korteks serebri.
Unsur Motorik N. V
Nukleus motorik N. V yang terletak di dalam pons menerima serabut kortikonuklearis
dari kedua hemisferium serebri. Selain itu juga menerima serabut dari formatio retikularis,
nukleus rubrum, tectum, dan fasciculus longitudinalis medial, serta serabut dari nukleus
mesensefalikus. Sel-sel nukleus motorik mengeluarkan akson yang membentuk radiks
motorik dan serabut-serabutnya melewati saraf mandibularis mensarafi otot-otot pengunyah,
m. tensor timpani, m. tensor veli palatini, m. mylohyoideus, dan venter anterior m.
digastricus.
![Page 5: Teori NeuralgiaTrigeminal](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082518/55cf9ad4550346d033a39b79/html5/thumbnails/5.jpg)
5. ETIOLOGI NEURALGIA TRIGEMINAL
Etiologi neuralgia trigeminal terbagi menjadi dua kategori, yaitu idiopatik dan sekunder.
Neuralgia trigeminal sekunder/simptomatik dapat disebabkan oleh adanya proses patologi
yang mengenai N.Trigeminus:
1. Tumor
- Meningoma fosa posterior
- neurinoma akustik atau trigeminal
- kordoma setinggi clivus
- glioma atau glioblastoma pontin
- kista epidermoid
- metastase
- limfoma
2. Vaskuler
- Infark pontin
- Malformasi arteriovenous
- kompresi oleh arteri serebeller superior (atau yang lebih jarang, arteri serebeller
anteroinferior)
3. Penyakit demielinasi
- sklerosis multipel
Bila semua faktor etiologi sudah disingkirkan, maka diagnosia neuralgia trigeminal idiopatik
dapat ditegakkan (Love & Coakham,2001 ; Ashkenasi & Levin 2004)
6. PATOFISIOLOGI NEURALGIA TRIGEMINAL
Mekanisme patofisiologi yang terjadi pada nyeri paroksimal Neuralgia Trigeminal
sampai saat ini belum jelas meskipun telah banyak dilakukan penelitian. Hasil penelitian
sangat berfariasi, tapi pada dasarnya ada dua pendapat yang menyatakan patofisiologi dari
NT :
1. Gangguan mekanisme saraf perifer sebagai penyebab Neuralgia Trigeminal
2. Gangguan mekanisme saraf sentral sebagai penyebab Neuralgia Trigeminal
Data klinis yang mendukung mekanisme perifer adalah ditemukanya NT sebagai
manifestasi pendesakan masa tumor yang menekan akar preganglionik trigeminal di fosa
media atau posterior. Adanya proses demyelinisasi, penyakit penyakit vaskuler termasuk
vasospasme dan arteroscerosis pembuluh darah yang mendarahi ganglion sensorik, proses
alergi dan inflamasi yang mengenai saraf Trigeminus memperkuat dukungan adanya
![Page 6: Teori NeuralgiaTrigeminal](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082518/55cf9ad4550346d033a39b79/html5/thumbnails/6.jpg)
mekanisme perifer. Baker II dan Cols meneliti 26 pasien selama 20 tahun dengan gejala
tipikal NT didapatkan tumor pada fosa posterior yang berupa 14 meningioma, 8 neurinoma
akustik, 2 tumor epidermoid, 1 angiolipoma dan 1 ependimoma.
Sampai saat ini, teori kompresi vasculer mungkin paling banyak diterima, diasumsikan
lengkung vasculer akan menekan n trigeminus. Pada saat operasi sering didapatkan kompresi
vaskuler ditempat masuknya akar n trigeminus. Jenneta berpendapat bahwa NT adalah
keadaan nyeri yang ditimbulkan karena abnormalitas pada tempat masuknya akar n
trigeminus, dan abnormalitas ini berhubungan dengan kompresi silang oleh lengkung arteri
yang menekan saraf akibat elongasi vaskuler sekunder karena proses penuaan atau kompresi
silang vena atau keduanya. Pada penelitian Jenneta terhadap 1204 pasien NT menyebutkan
adanya keterlibatan pembuluh darah yang menekan n trigeminus. Pembuluh darah yang
paling banyak menekan adalah a. Serebellaris superior (75%), diikuti a. Serebellaris anterior
inferior (9,6%), arteri arteri kecil (15,4%), a. Vertebralis (1,6%), a. Serebellaris posterior
inferior (0,7%), a. Labirentine (0,2%).
Bukti ilmiah yang meyatakan bahwa proses yang berjalan lambat, apakah akibat proses
kompresi saraf oleh pembuluh darah, tumor atau suatu proses demielinisasi seperti pada
proses multipel scerosis di daerah dorsal root entry zone, menyebabkan peningkatan
esitabilitas aferen trigeminal dan menyebabkan gejala seperti NT tipikal. Ganglion trigeminal
pada NT menunjukkan perubahan patologis berupa hipermielinisasi degeneratif dan
pembentukan mikroneuromata. Ini yang akan menjadi fokus gerbang ektopik (Nurmikko &
Eldrige,2001).
Bukti yang mendukung mekanisme sentral adalah adanya nyeri yang hebat meskipun
hanya dicetuskan oleh rangsang taktil yang minimal, spasme nyeri yang memanjang setelah
onset dan berkembangnya periode refrakter dimana perangsangan lokal tidak akan
mencetuskan nyeri. Serangan nyeri erat hubungannya dengan Cerebral Paroxysmal
Discharge, pada saat ini nyeri adalah sesuatu yang menyerupai serangan atau keadaan
epilepsi. Bukti lain berupa : adanya periode laten yangn dapat diukur antara waktu stimulus
terhadap triger point dan onset NT, serangan tidak dapat dihentikan bila sudah berlangsung,
setiap serangan diikuti oleh periode refrakter dan selama periode ini pacuan apapun tidak
dapat menimbulkan serangan, nyeri yang menyebar keluar daerah yang diberi stimulus.
Teori sentral menyatakan bahwa iritasi kronik pada serabut n trigeminus akan
menyebabkan gangguan atau berkurangnya inhibisi segmental dan ectopic actional potensial.
Kombinasi dua hal tersebut akan menyebabkan low treshold mechanoceptive interneuron
(LTM) dinucleus oralis menjadi aktif secara paroksimal. Bila paroxysmal discharge ini cukup
![Page 7: Teori NeuralgiaTrigeminal](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082518/55cf9ad4550346d033a39b79/html5/thumbnails/7.jpg)
kuat akan mampu mengaftifkan wide dynamic range neuron (WDR) di nucleus caudalis dan
inilah yang menyebabkan munculnya serangan NT. Dalam keadaan normal neuron WDR
akan aktif bila ada stimulus noksius, akan tetapi bila ada iritasi kronik dan ectopic discharge
maka akanmenyebabkan nilai ambang neuron WDR turun atau sensitifitasnya meningkat, hal
ini merupakanpenyebab sensitifitas sentral (Meliala 1997). Dengan turunnya nilai ambang
neuron WDR, maka neuron tersebut sangat peka, sehingga rangsangan non noksius sudah
dapat memicu timbulnya serangan NT.
Daerah perioral merupakan daerah yang paling sering sebagai daerah triger point
karena sel ganglion n mandibularis terletak disebelah disebelah sentral yang lebih peka
terhadap kompresi. Selain itu n mandibularis dan n maxilaris merupakancabang dari NV yang
paling sering mendapat iritasi dari penyakit gigi dan mulut.
NT kebanyakan terjadi di usia 50 tahun, hal ini disebabkan kemungkinan pada usi
tersebut terjadi penurunan sesitifitas somatosensorik oleh karena penurunan terminal aferen
primer dan ini yang menyebabkan gangguan inhibisi segmental.
7. MANIFESTASI KLINIS
Neuralgia trigeminal bermanifestasi sebagai suatu serangan nyeri wajah dengan gejala
khas berupa nyeri unilateral tiba-tiba seperti tersengat listrik berlangsung singkat, nyeri
seperti di tusuk-tusuk, nyeri berlangsung paroksimal bervariasi dari beberapa detik sampai
beberapa menit. Diantara 2 serangan ada keadaan bebas nyeri sama sekali , tetapi kadang ada
rasa nyeri yang ringan dan tumpul. Jelas terbatas pada satu atau lebih distribusi cabang N. V.
Distribusi nyeri biasanya pada cabang NV pada n. Maxilaris dan n. Mandibularis jarang pada
n. Optalmicus. Walaupun jarang, dapat terjadi nyeri bilateral. Nyeri mengalami remisi dalam
jangka waktu yang bervariasi dari beberapa minggu sampai beberapa bulan.
Nyeri umumnya dicetuskan oleh stimulus ringan seperti sentuhan pada pipi atau gusi,
membasuh, bercukur, merokok, gosok gigi, menguyah, berbicara, hembusan angin di wajah.
Nyeri juga bisa timbul spontan.Terdapat area pencetus (trigger zone), yaitu daerah terbatas
yang terutama sangat peka terhadap presipitasi nyeri. Ada pasien yang mengatakan serangan
akan muncul bila memakan buah yang rasanya kuat atau mengucapkan kata kata yang banyak
menggunakan huruf bibir. Faktor presipitasi lain yang menyebabkan nyeri berupa tertiup
angin yang dingin diwajah atau waktu menyisir rambut. Oleh karena itu penderita akan
menghindari rangsangan didaerah nyeri tersebut, sampai sampai ada yang takut makan dan
mengakibatkan berat badan turun drastis, pasien menyendiri untuk menghindari percakapan
dengan orang lain.
![Page 8: Teori NeuralgiaTrigeminal](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082518/55cf9ad4550346d033a39b79/html5/thumbnails/8.jpg)
Pasien tidak akan lupa pada serangan pertama, biasanya berlangsung lebih lama dari
serangan berikutnya. Pada permulaanya serangan akan diikuti periode refrakter yang lama
sebelum serangan berikutnya. Selama fase refrakter daerah picu menjadi kurang sensitif,
tetapi setelah beberapa minggu atau bulan fase refrakter ini akan memendek dan serangan
akan lebih sering terjadi.
Dengan demikian orang nyang mengalami NT akan menghindarin menyentuh wajah bila
mencuci muka, mencukur, menggerakkan rahang bawah bila berbicara, menggigit atau
mengunyah atau semua gerakan yang memacu nyeri. Perilaku ini penting dalam membantu
menegakkan diagnosa. Pada semua sindrom nyeri fasial pasien akan memijit atau
mengompres dengan kompres panas atau dingin yang kadang kadang menyebabkan
kerusakan jaringan superfisial, tetapi pada pasien dengan NT pasien akan menghindari
perangsangan wajah.
8. DIAGNOSIS
Neuralgia Trigeminal berdasar etiologinya dibagi menjadi neuralgia trigeminal
idiopatik/klasik dan neuralgia trigeminal simptomatik, yang masing- masing mempunyai
kriteria diagnostik yang berbeda, yaitu sebagai berikut:
1. Neuralgia trigeminal klasik
A. Serangan nyeri paroksismal beberapa detik sampai dua menit,
melibatkan 1 atau lebih cabang N. Trigeminus, dan memenuhi
kriteria B dan C.
B. Nyeri paling sedikit memenuhi 1 karakteristik sbb:
- Kuat, tajam, superfisial, atau rasa menikam
- Dipresipitasi dari trigger area atau oleh faktor pencetus
C. Jenis serangan stereotipik pada masing-masing individu
D. Tidak ada defisit neurologis
E. Tidak berkaitan dengan gangguan lain
2. Neuralgia trigeminal simptomatik
A. Serangan nyeri paroksismal beberapa detik sampai dua menit dengan
atau tanpa nyeri persisten di antara serangan paroksismal, melibatkan
1 atau lebih cabang/divisi N. Trigeminus, dan memenuhi kriteria B
dan C.
B. Nyeri paling sedikit memenuhi 1 karakteristik sbb:
- Kuat, tajam, superfisial, atau rasa menikam
![Page 9: Teori NeuralgiaTrigeminal](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082518/55cf9ad4550346d033a39b79/html5/thumbnails/9.jpg)
- Dipresipitasi dari trigger area atau oleh faktor pencetus
C. Jenis serangan stereotipik pada masing-masing individu
D. Lesi penyebab adalah selain kompresi pembuluh darah, juga kelainan
struktural yang nyata terlihat pada pemeriksaan canggih dan atau
eksplorasi fossa posterior.
Kunci diagnosis adalah riwayat. Umumnya, pemeriksaan dan test neurologis (misalnya
CT scan) tak begitu jelas. Faktor riwayat paling penting adalah distribusi nyeri dan terjadinya
'serangan' nyeri dengan interval bebas nyeri relatif lama. Nyeri mulai pada distribusi divisi 2
atau 3 saraf kelima, akhirnya sering menyerang keduanya. Beberapa kasus mulai pada divisi
1. Biasanya, serangan nyeri timbul mendadak, sangat hebat, durasinya pendek (kurang dari
satu menit), dan dirasakan pada satu bagian dari saraf Trigeminal, misalnya bagian rahang
atau sekitar pipi. Nyeri seringkali terpancing bila suatu daerah tertentu dirangsang (trigger
area atau triggerzone).
Trigger zones sering dijumpai di sekitar cuping hidung atau sudut mulut. Yang unik
dari trigger zone ini adalah rangsangannya harus berupa sentuhan atau tekanan pada kulit
atau rambut di daerah tersebut. Rangsang dengan cara lain, misalnya dengan menggunakan
panas, walaupun menyebabkan nyeri pada tempat itu, tidak dapat memancing terjadinya
serangan neuralgi. Pemeriksaan neurologik pada neuralgi Trigeminal hampir selalu normal.
Tidak terdapat gangguan sensorik pada neuralgi Trigeminal murni.
Dilaporkan adanya gangguan sensorik pada neuralgia Trigeminal yang menyertai
multiple sclerosis. Sebaliknya, sekitar 1-2% pasien dengan MS juga menderita neuralgia
Trigeminal yang dalam hal ini bisa bilateral.
Suatu varian neuralgia Trigeminal yang dinamakan tic convulsive ditandai dengan
kontraksi sesisih dari otot muka yang disertai nyeri yang hebat. Keadaan ini perlu dibedakan
dengan gerak otot muka yang bisa menyertai neuralgi biasa, yang dinamakan tic douloureux.
Tic convulsive yang disertai nyeri hebat lebih sering dijumpai di daerah sekitar mata dan lebih
sering dijumpai pada wanita.
Secara sistematis, anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan sebagai berikut:
Anamnesis
· Lokalisasi nyeri, untuk menentukan cabang nervus trigeminus
yang terkena.
· Menentukan waktu dimulainya neuralgia Trigeminal dan
mekanisme pemicunya.
![Page 10: Teori NeuralgiaTrigeminal](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082518/55cf9ad4550346d033a39b79/html5/thumbnails/10.jpg)
· Menentukan interval bebas nyeri.
· Menentukan lama, efek samping, dosis, dan respons terhadap
pengobatan.
· Menanyakan riwayat penyakit herpes.
Pemeriksaan Fisik
· Menilai sensasi pada ketiga cabang nervus trigeminus bilateral (termasuk refleks kornea).
· Menilai fungsi mengunyah (masseter) dan fungsi pterygoideus (membuka mulut, deviasi
dagu).
Untuk mengetahui etiologi dari neuralgia trigeminal simptomatik dapat dilakukan
pemeriksaan penunjang diagnostik. MRI dan CT Scan merupakan pemeriksaan penunjang
yang menjadi pilihan karena dapat memberikan gambaran yang cukup jelas pada fossa
posterior untuk mencari etiologi primer di daerah posterior atau di sudut serebelo pontin.
Teknik imaging maju membentuk pemeriksaan etiologis pada tulang belakang dan juga
memberikan informasi yang berguna untuk dokter bedah saraf apabila pengobatan operatif
dipertimbangkan. Ketika mungkin, tiap pasien dengan NT yang baru didiagnosis seharusnya
menjalani MRI, terutama menggunakan teknik rekonstruksi 3-D untuk (a) menyingkirkan
sebab lain selain kompresi pembuluh darah (MS, tumor) dan (b) memeriksa hubungan nervus
dengan pembuluh darah yang berdekatan. Gambar seluruh otak T2-weighted minimal
dilakukan untuk kecurigaan MS.
Beberapa grup menunjukkan bahwa identifikasi sebab yang dapat diterapi—kompresi
nervus pada zona masuk oleh pembuluh darah di atasnya—mungkin dilakukan dengan
reliabilitas yang bermakna. Pada penelitian pendahuluan, Meaney dkk menggunakan
pencitraan cepat 3-D dengan ketepatan keadaan tetap (FISP) merekonstruksi gambaran
dengan menunjukkan pembuluh darah sebagai struktur sinyal intensitas tinggi disekita nervus
pada berbagai orientasi. Sementara arteri dengan mudah diidentifikasi, vena dapat dilihat
dengan benar hanya setelah enhancement dengan gadolinium intravena. Metode ini
divalidasi pada 50 pasien dengan nervus simptomatik dan 5 pasien mengalami NT bilateral)
yang menjalani eksplorasi fossa posterior. Pada 52 eksplorasi yang dilakukan, kontak
neurovaskulerdikonfirmasi pada 49 kasus yang ditunjukkan dengan FISP 3-D. Kasus
selanjutnya dengan gambaran pre-operatif negatif menunjukan tidak mempunyai kontak
vaskuler apapun pada operasi. Terdapat dua negatif palsu, dan tidak ada positif palsu,
menghasilkan sensitivitas 100% dan spesifisitas 96%. Pemeriksaan serupa menggunakan
parameter imaging mengkonfirmasi hasil ini.
![Page 11: Teori NeuralgiaTrigeminal](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082518/55cf9ad4550346d033a39b79/html5/thumbnails/11.jpg)
Akimoto et all mengkombinasikan 3-D FISP dengan interferensi konstruktif 3-D pada
keadaan tetap (CISS) untuk memperbaiki visualisasi nervus trigeminalis. Teknik imaging
kombinasi ini memperbaiki visualisasi struktur di ruang LCS karena penggunaannya pada
sumber gambar T2-weighted. Pada 24 pasien berurutan yang menjalani dekompresi
mikrovaskuler (DMV), terdapat keseragaman yang sempurna antara pencitraan preoperatif
dan diagnosis operatif pada semua kasus kecuali satu, dan ditemukan kompresi oleh
pembuluh darah yang tidak terdiagnosis pada pasien ini. Walaupun ini hanya penelitial
observasional tanpa blinding radiologis, hasilnya mengagumkan. Teknik MRI rutin,
walaupun lebih cepat, tidak menghasilkan gambar yang cukup akurat untuk menentukan
hubungan nervus dan pembuluh darah yang bedekatan.
MRI memberi klinisi dengan substrat anatomi dari NT yang terdiagnosis secara klinis
tetapi tidak memungkinkan dokter mendiagnosis NT karena kontak pembuluh darah
dilaporkan pada 8% nervus asimptomatis. Dengan kata lain, signifikansi fungsional dari
kontak antara pembuluh darah dan nervus trigeminalis tidak jelas pada pasien yang tidak
mempunyai NT secara klinis. Temuan negatif palsu juga masih mungkin, karena arteri kecil
(diameter <1mm), penebalan arachnoid, dan sebab serupa yang kurang lazim tidak terdeteksi
menggunakan MRI. Disamping kekurangan ini, rekonstruksi MRI 3-D pada NT, ketika
digunakan bersama dengan pemeriksaan yang teliti dari kualitas nyeri, memberikan
kesempatan yang jarang untuk diagnosis yang lebih tepat dari pada standar pada kondisi nyeri
yang melibatkan kepala dan wajah.
Metode lain, misalnya tes sensoris kuantitatif dan potensial dibangkitkan-laser,
menyediakan manfaat diagnostik yang sedikit, terutama dalam mengkuantifikasi disfungsi
afferen, dan tidak mempunyai peran terapeutik, baik dalam pembuatan keputusan maupun
dalam follow up.
9. DIFFERENSIAL DIAGNOSIS
Untuk membedakan berbagai bentuk nyeri yang timbul didaerah orofasial kita harus
mengenali bentuk, kualitas nyeri dan bentuk berlangsungya nyeri, hal ini berguna untuk
menentukan diferensial diagnosis. Dengan demikian penilaian atau pengukuran rasa nyeri
didaerah orofasial ini menjadi tindakan sangat penting, baik untuk mendiagnosa maupun
untuk pengambilan keputusan klinis. ( Meliala et all, 1999 ).
Deferensial diagnosis dari Neuralgia Trigeminal adalah :
1. Cluster Headache
![Page 12: Teori NeuralgiaTrigeminal](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082518/55cf9ad4550346d033a39b79/html5/thumbnails/12.jpg)
Gejala dan tanda khas berupa : sakit kepala yang sangat hebat, menusuk, rasa
nyeri terbakar didaerah retroorbital. Unilateral dan sering juga diarea trigeminal juga.
Pola nyeri berupa siklus . bergerombol dari beberapa hari sampai beberapa minggu
diikuti remisi beberapa minggu dan kemudian berulang lagi, muncul biasanya malam
hari, diprofokasi dengan minum alcohol dan antihistamin. Sering didapati kongesti nasal,
lakrimasi pada sisi ipsilateral, konjungtiva injecsi, muka memerah. Biasanya terjadi pada
usia muda. Pada Cluster headache tidak didapati trigger poin.
2. Neuralgia Post Herpetik
Gejala dan tanda khas berupa : rasa nyeri terbakar yang hebat dengan eksaserbasi
yang tajam. Unilateral, yang paling sering terkena adalah cabang 1 nervus Trigeminus (n.
optalmikus). Nyeri biasanya kontinyu. Biasanya ada gangguan sensorik, diprofokasi oleh
rabaan ringan sehingga berasosiasi seperti allodonia. Gambaran khas berupa vasikuler
rash dan skar herpes yang mulai menyembuh.
3. Neuralgia Glosopharingeal
Gejala dan tanda khas : nyeri yang hebat, tajam seperti kilat, paroksimal,
serangan dalam bentuk kelompok. Unilateral pada distribusi saraf glossopharygeal.
Tidak ada kelainan klinis. Perbedaan terletak pada trigger poin dan penyebaran nyerinya.
Diprofokasi atau dipicu oleh menelan atau rangsang taktil pada tonsil serta rasa raba
ringan. Penyebaran nyeri bisa sampai dermatom sensorik yang disarafi nervus vagus
termasuk faring dan telinga. Munculnya nyeri setelah perangsangan tonsil dan menelan
digunakan untuk pengangan menegakkan diagnosa
4. Penyakit sendi temporomandibuler dan gigi
Gejala dan tanda khas : rasa nyeri tajam dan episodic yang terjadi saat
mengunyah. Unilateral atau bilateral pada daerah periaurikuler. Nyeri disendi
temporomandibuler dan menyebar dari temporal ke mandibula. Nyeri diprofokasi oleh
gerakan gerakan rahang dan akan berkurang dengan menutup mulut dengan kuat.
Seringkali nyeri menetap walau stress sudah berkurang, mungkin ditemukan area yang
tegang. Nyeri akan membaik dengan pengobatan anti inflamasi non steroid, muskulus
relaksan, mengistirahatkan rahang dan koreksi maloklusi gigi.
Nyeri gigi bersifat tumpul, berdenyut dengan episode yang tumpang tindih.
Eksaserbasi disebabkan oleh mengunyah, tekanan gigi, mekanan panas atau dingin yang
bersentuhan dengan pulpa gigi. Nyeri akan sembuh sendiri secara alamiah.
5. Nyeri wajah atipikal
![Page 13: Teori NeuralgiaTrigeminal](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082518/55cf9ad4550346d033a39b79/html5/thumbnails/13.jpg)
Gejala dan tanda khas : adanya nyeri yang berfariasi. Lokasi berfariasi unilateral
sampai keseluruh wajah. Nyeri kontinyu dengan eksaserbasi yang tajam. Pasien biasanya
dating riwayat nyeri wajah lama dan tidak sembuh dengan berbagai macam terapi. Sering
kali berasosiasi dengan nyeri ditempat lain dari tubuh. Diprofokasi oleh stress atau
depresi. Pemberian narkotik tidak mengurangi nyeri malah menambah stress. Tidak ada
indikasi operasi malah harus dihindari.
6. Sinusitis
Gejala dan tanda khas : rasa nyeri sedang ,berdenyut. Nyeri kontinyu, bias akut
atau kronis. Diprofokasi dengan adanya gerakan. Sering timbul nasal discharge, dapat
terjadi pada satu sinus atau lebih. Dekompresi akan mengurangi rasa sakit.
7. Giant cell arteritis
Gejala dan tanda khas : rasa nyeri hebat berdenyut, menyengat intermiten atau
kontinyu . Nyeri dapat unilateral, bilateral atau temporal. Tampak arteri yang menebal
dan berkelok kelok. Akan diperberat dengan mengunyah dan akan membaik dengan
pemberian steroid.
10. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Neuralgia Trigeminal pada dasarnya dibagi atas 3 bagian:
1. Penatalaksanaan pertama dengan menggunakan obat.
2. Pembedahan dipertimbangkan bila obat tidak berhasil secara memuaskan.
3. Penatalaksanaan dari segi kejiwaan.
Terapi Medis (obat)
Perlu diingatkan bahwa sebagian besar obat yang digunakan pada penyakit ini
mempunyai cukup banyak efek samping. Penyakit ini juga terutama menyerang mereka yang
sudah lanjut usia. Karena itu, pemilihan dan pemakaian obat harus memperhatikan secara
cermat kemungkinan timbulnya efek samping. Dasar penggunaan obat pada terapi neuralgia
Trigeminal dan neuralgi saraf lain adalah kemampuan obat untuk menghentikan hantaran
impulse afferent yang menimbulkan serangan nyeri.
Carbamazepine (Tregetol, Epitol, Carbatrol)
Obat yang hingga kini dianggap merupakan pilihan pertama adalah carbamazepine.
Bila efektif maka obat ini sudah mulai tampak hasilnya setelah 4 hingga 24 jam pemberian,
kadang-kadang bahkan secara cukup dramatis. Dosis awal adalah 3 x 100 hingga 200 mg.
Bila toleransi pasien terhadap obat ini baik, terapi dilanjutkan hingga beberapa minggu atau
![Page 14: Teori NeuralgiaTrigeminal](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082518/55cf9ad4550346d033a39b79/html5/thumbnails/14.jpg)
bulan. Dosis hendaknya disesuaikan dengan respons pengurangan nyeri yang dapat dirasakan
oleh pasien. Dosis maksimal adalah 1200 mg/hari. Karena diketahui bahwa pasien bisa
mengalami remisi maka dosis dan lama pengobatan bisa disesuaikan dengan kemungkinan
ini. Bila terapi berhasil dan pemantauan dari efek sampingnya negatif, maka obat ini
sebaiknya diteruskan hingga sedikitnya 6 bulan sebelum dicoba untuk dikurangi. Pemantauan
laboratorium biasanya meliputi pemeriksaan jumlah lekosit, faal hepar, dan reaksi alergi
kulit.
Bila nyeri menetap maka sebaiknya diperiksa kadar obat dalam darah. Bila ternyata
kadar sudah mencukupi sedangkan nyeri masih ada, maka bisa dipertimbangkan untuk
menambahkan obat lain, misalnya baclofen. Dosis awal baclofen 10 mg/hari yang bertahap
bisa dinaikkan hingga 60 hingga 80 mg/hari. Obat ketiga boleh ditambahkan bila kombinasi
dua obat ini masih belum sepenuhnya mengendalikan nyerinya. Tersedia phenytoin, sodium
valproate, gabapentin, dan sebagainya. Semua obat ini juga dikenal sebagai obat anti
epileptik.
Okskarbazepin ( Barzepin)
Merupakan obat anti konvulsan prodrug carbamasepin yang diciptakan untuk
memberikan efek samping yang lebih sedikit tetapi memiliki efektifitas yang sama dengan
carbamasepin. kelebihan obat ini disbanding dengan carbamasepin adalah sedikitnya interaksi
dengan obat obatan lain yang menyebabkan terlepasnya enzim enzim katabolik. dosis yang
diberikan 300-1800 mg/hari terbagi dalam 2 dosis pemberian. Efek samping yang mungkin
timbul adalah penurunan sodium plasma, dizziness, kelelahan, nyeri kepala, tremor,
mengantuk, diplopia, gagap.
Phenitoin (Dilantin, Ikaphen, Kutoin)
Pada akhir tahun 1950 ditemukan obat antikonfulsan yaitu phenitoin yang
meningkatkan ambang sensitifitas trigeminal dan memiliki kegunaan untuk mengurangi
nyeri. inhibisi reflek bulber lingual mandibuler sebagai reflek polisipnatik oleh phenitoin
belakangan dibuktikan oleh Fromm dan Lindren yang meneliti efek phenitoin iv pada sel sel
yang diisolasi dari akar bagian posterior n. Trigeminus binatang. Phenitoin memiliki efek
spesifik pada potensial post sinaptik yang menunjukkan bahwa memiliki efek pada level
transmisi sinaptik. Dosis phenitoin 300-400 mg/hr dengan monitoring pada kadar serum.
Sering dijumpai efek samping dan sering berinteraksi dengan obat obatan lain yang diberikan
berupa penurunan atau peningkatan kadar phenitoin.
![Page 15: Teori NeuralgiaTrigeminal](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082518/55cf9ad4550346d033a39b79/html5/thumbnails/15.jpg)
Lamotrigin (Lamictal)
Lamotrigin merupakan obat antikonfulsan yang relative baru yang digunakan untuk
epilepsi parsial maupun umum. Penelitian selanjutnya membuktikan bahwa obat ini dapat
digunakan untuk mengurangi rasa nyeri pada neuralgia trigeminal yang yerinya tidak
terkontrol dengan carbamasepin. Dosis yang diberikan adalah 100 - 400 mg/hari terbagi
menjadi 2 disis. Dosis dimulai dari 25 mg 6-8 hari kemudian dosis dinaikkan 25-50 mg setiap
1-2 minggu. Efek samping yang sering timbul adalah mengantuk, dissines, nyeri kepala,
vertigo dan rash. SJS dapat terjadi pada 1 dari 1000 pasien.
Gabapentin (Neurotin, Ganin, Gabexal)
Gabapentin adalah suatu antikonvulsan baru yang terbukti dari beberapa uji coba
sebagai obat yang dapat dipertimbangkan untuk nyeri neuropatik. Obat ini mulai dipakai di
Amerika pada 1994, sebagai obat anti epilepsi. Kemampuannya untuk mengurangi nyeri
neuropatik yang membandel dilaporkan secara insidentil mulai 1995 hingga 1997 oleh
Mellick,Rosner,danStacey. Waldeman menganjurkan pemberian obat ini bila carbamazepin
dan phenitoin gagal mengendalikan nyerinya. Dosis awal 300 mg, malam hari, selama 2 hari.
Bila tidak terjadi efek samping yang mengganggu seperti pusing/dizzy, ngantuk, gatal, dan
bingung, obat dinaikkan dosisnya setiap 2 hari dengan 300 mg hingga nyeri hilang atau
hingga tercapai dosis 1800 mg/hari. Dosis maksimal yang diperbolehkan oleh pabrik obat ini
adalah 2400 mg/hari. Waldeman menganjurkan 1800 mg sebagai dosis tertinggi. Rowbotham
dkk. menemukan bahwa gabapentin dalam dosis mulai 900 hingga 3600 mg sehari berhasil
mengurangi nyeri, memperbaiki gangguan tidur, dan secara umum memperbaiki quality of
life.
Untuk neuralgi yang menyertai pasien dengan multipel sklerosis ternyata gabapentin dalam
dosis antara 900 hingga 2400 mg/hari juga efektif pada 6 dari 7 pasiennya.
Cara kerja gabapentin dalam menghilangkan nyeri masih belum jelas benar. Yang pasti dapat
dikemukakan adalah bahwa obat ini meningkatkan sintesis GABA dan menghambat
degradasi GABA. Karena itu, pemberian gabapentin akan meningkatkan kadar GABA di
dalam otak. Karena obat ini lipophilic maka penetrasinya ke otak baik.
Topiramat (Topamax)
Topiramat adalah obat baru yang sedang dievaluasi untuk pengobatan neuralgia trigeminal.
Penelitian terhadap pasien multipelscerosis dan NT yang refrakter terhadap terapi kombionasi
![Page 16: Teori NeuralgiaTrigeminal](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082518/55cf9ad4550346d033a39b79/html5/thumbnails/16.jpg)
obat obatan konvensional ternyata bebas nyeri dengan obat ini. Dosis yang diberikan 200-300
mg/hari terbagi dalam 2 dosis. Pada penelitian 1 pasien kembali pada pengobatan
carbamasepin dan 4 pasien bebas nyeri. Nyeri dapat hilang sama sekali setelah 6 bulan. Efek
samping berupa parastesia, gangguan kognitif dan penurunan berat badan.
Klonasepam (Klonopin)
Merupakan obat baru yang sedang dievaluasi untuk pengobatan neuralgia trigeminal. Dosis
yang diberikan 1,5-6 mg terbagi menjadi 3 dosis pemberian. dosis dimulai dar 1 mg
kemudian dinakkan secara perlahan. Efek samping berupa mengantuk, dizziness, fatigue.
Baclofen (Lioresal)
Baclofen secara khusus dapat bermanfaat pada pasien dengan neuralgia trigeminal dan
sklerosis multipel yang koeksis. dosis yang dib erikan 40-80 mg/hari. Efek samping yang
mungkin timbul biasanya mengantuk, dizziness. dosis dinaikkan dan diturunkan secara
bertahap.
TERAPI OPERATIF
Sekitar 25-50% pasien neuralgia trigeminal mengalami kegagalan dengan monoterapi,
dan bila tetap tidak berhasil dengan terapi kombinasi maka diperlukan tindakan operatif.
Jenis operasi sangat bervariasi tergantung senter masing-masing. Pasien perlu diberitahu
mengenai tindakan yang akan dilakukan mulai dari proses operasi efek yang mungkin terjadi,
biaya, morbiditas dan mortalitas. Sangat diperlukan inform consent untuk mengambil
tindakan operatif.
Tindakan operatif pada neuralgia trigeminal ada beberapa macam yaitu yang bersifat
destruktif maupun non destruktif .
Tindakan destruktif yang sering dilakukan adalah:
1. DMV (Dekompresi Mikrovaskuler)
Pada DMV area target terletak pada sambungan nervus-pons. Fosaposterior
didekati melalui kraniotomi suboksipital. Setelah aspirasi LCF, operator maju menuju
nervus dengan menarik secara halus batas superolateral batas serebelum. Temuan
yang paling umum adalah bagian atas arteri serebelar mengkompresi nervus pada
zona masuk radiks. Yang lebih jarang, arteri serebelar anteroinferior atau vena petrosa
superior menyebabkan kompresi ini. Setelah araknoid didiseksi dan pembuluh darah
![Page 17: Teori NeuralgiaTrigeminal](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082518/55cf9ad4550346d033a39b79/html5/thumbnails/17.jpg)
dibebaskan, operator meletakkan sepotong Teflon felt antara pembuluh darah dan
saraf untuk memisahkannya.
Pengawasan brainstem-evoked potential selama operasi (untuk mencegah
kurang pendengaran pos operasi) seringkali menunjukkan perubahan sementara,
karena tarikan nervus kranialis VIII. Hal ini biasanya menghilang jika penarik telah
dilepas. Sebagian besar peneliti menyarankan pemotongan sebagian radiks jika tidak
ditemukan kompresi vaskuler atau jika arterinya tidak dapat digerakkan.
Tidak ada batasan umur untuk prosedur ini selama pasien dapat dianestesi umum.
2. Gangliosis Radiofrekuensi
Prosedur ini dilaksanankan pada pasien yang dianestesi intermiten dengan
kontrol floroskopi. Jarum radiofrekuensi dimasukkan melalui foramen ovale kedalam
kavum Meckel menggunakan penanda tulang. Hubungan radiks trigeminal terhadap
foramen ovale didapatkan melalui maju bertahap dari jarum menuju bagian ketiga,
kedua, dan pertama yang akan distimulasi dama suksesi, ujung jarum paling dekat
pada garis klivus. Segera setelah jarum memasuki kavum Meckel, aspirasi biasanya
menghasilkan LCS. Sekali jarum menuju daerah pre-planned pasien diperbolehkan
bangun, stilet digantikan oleh elektrode dan dilakukan stimulasi radiks nervus.
Parestesia yang dihasilkan harus menunjukkan lokasi neuralgia, bila tidak jarum harus
dipindahkan sekali posisi yang sesuai telah ditemukan, pasien dianestesi lagi untuk
pembuatan lesi termal. Hal ini dilakukan dengan siklus 45-90 detik pada temperatur
60-90 0C. Setelah pembuatan lesi, pasien dibangunkan dan dilakukan tes sensoris
manual pada wajah. Lesi termal tambahan dilakukan hingga hipalgesia ditemukan.
3. Gangliosis gliserol
Prosedur ini dilakukan dengan anestesi lokal pada pasien yang sadar penuh,
walaupun sedasi ringan biasanya digunakan. Jarum dimasukkan kedalam sisterna
trigeminal melalui foramen ovale menggunakan jalur yang serupa dengan pembuatan
lesi radiofrekuensi dan kompresi balon. Posisi jarum harus tepat untuk memastikan
ujung jarum berada pada ganglion dan tidak pada spasium subaraknoid dibawah lobus
temporal. Kontrol floroskopi wajib dilakukan tetapi penggunaan kontras radio opak
(sisternografi) untuk memvisualisasikan sisterna bervariasi antar sentra penelitian.
Ketika jarum ditempatkan secara optimal, pasien diminta duduk dan sedikit gliserol
anhidrous steril diinjeksikan. Selanjutnya disuntikkan sedikit demi sedikit hingga
![Page 18: Teori NeuralgiaTrigeminal](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082518/55cf9ad4550346d033a39b79/html5/thumbnails/18.jpg)
dosis total 0,1-0,4 ml tergantung pada bagian yang terkena. Beberapa peneliti
berpendapat bahwa, kepala pasien harus diposisikan dengan cara tertentu agar gliserol
mencapai radiks yang dituju. Pasien biasanya dapat merasakan efek injeksi sebagai
dengung atau sensasi terbakan pada bagian yang terkena. Pasien tetap pada posisi
duduk selama 2 jam setelah injeksi.
Walaupun nyeri mereda dengan segera, sebagian pasien membutuhkan waktu 7 hari.
Sebagian besar peneliti melaporkan peredaan nyeri awal pada lebih dari 80% pasien
tetapi hasil jangka panjangnya sangat bervariasi. Metode ini secara umum ditoleransi
dengan baik dan mortalitasnya dapat diabaikan. Terdapat laporan meningitis, palsi
nervus kranialis, dan hematoma lokal.
4. Kompresi balon
Prosedur ini dilakukan dibawah anestesi umum. Menggunakan kontrol floroskopi,
jarum pemandu dimasukkan kedalam foramen ovale tapi tidak melebihinya. Melalui
jarum kateter Fogarty dimasukkan hingga ujungnya berada pada kavum Meckel dan
balonnya digembungkan dengan 0,5-1 ml kontras hingga menempati kavum,
memastikan kompresi yang adekuat. Waktu kompresi bervariasi dari 1-6 menit.
Prosedur ini hanya mengakibatkan hilang sensoris ringan dengan peredaan nyeri yang
segera hampir pada semua pasien. Yang menarik, kelemahan masseter sering terjadi
walaupun, pada sebagian besar kasus menghilang setelah beberapa minggu. Pasien
biasanya membutuhkan rawat inap semalam.
5. Radiosurgery Stereotaktik
Pisau gama merupakan sinar terfokus dari 201 pancaran intersepsi radiasi gama, yang
dihasilkan oleh sumber kobalt terpisah. Frame stereotaktik pertama kali diletakkan
pada kepala pasien, diikuti oleh MRI untuk mengidentifikasi nervus trigeminel.
Radiosurgery dilakukan dengan pasien posisi supinasi dengan kepala berada dibawah
helm kolimator (Collimator Helmet). anestesi lokal digunakan untuk memastikan
frame dan iradiasi biasanya dilakukan dengan sedasi oral ringan atau intravena.
Dosis yang digunakan biasanya 70-90 Gy. Biasanya nyeri tidak segera mereda. Waktu
rata-rata untuk peredaan nyeri kurang-lebih satu bulan.
6. Neurektomi perifer
Neurektomi dilakukan melalui insisi yang dibuat pada alis (nervus supra orbitalis)
atau secara intra oral (nervus infra orbital, nervus alveolar dan lingual). Semua cabang
![Page 19: Teori NeuralgiaTrigeminal](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082518/55cf9ad4550346d033a39b79/html5/thumbnails/19.jpg)
dipisahkan dan diavulsi dengan pembesaran. Foramen yang terkait diblok dengan lilin
tulang (bone wax), potongan kayu atau plug silikon. Sisa nervus dapat pula
dikateterisasi.
7. Cryotherapy
Cryotherapy adalah tehnik operasi yang mana cabang perifer dari 3 bagian utama
nervus trigeminal dibuka dan dibekukan dengan pemberian langsung cryoprobe
dengan ujung bersuhu -50 hingga -70 0C. pasien membutuhkan sedasi intravena atau
anestesi umum. Walaupun ditoleransi dengan baik oleh pasien, hasilnya tidak
bermakna.
8. Blok alkohol
Injeksi alkohol harus diberikan secara langsung kedalam nervus, hal ini menyebabkan
nyeri dan edema lokal. Berdasarkan pengamatan kami, resiko berulangnya nyeri yang
tinggi ditambah dengan resiko sedang disestesi dan komplikasi lain mengeksklusi
prosedur ini untuk digunakan secara rutin, kecuali pada pasien yang secara medis
tidak sehat atau mereka yang menolak operasi yang lebih besar.
Penatalaksanaan dari Segi Kejiwaan
Hal lain yang penting untuk diperhatikan selain pemberian obat dan pembedahan adalah
segi mental serta emosi pasien. Selain obat-obat anti depresan yang dapat memberikan efek
perubahan kimiawi otak dan mempengaruhi neurotransmitter baik pada depresi maupun
sensasi nyeri, juga dapat dilakukan teknik konsultasi biofeedback (melatih otak untuk
mengubah persepsinya akan rasa nyeri) dan teknik relaksasi.