terapi arv
TRANSCRIPT
-
5/28/2018 Terapi ARV
1/34
Panduan Layanan Terapi Antretroviral
1
-
5/28/2018 Terapi ARV
2/34
Panduan Layanan Terapi Antretroviral Panduan Layanan Terapi Antretroviral
1. Prof. DR. Dr. Samsuridjal Djauzi, Sp.PD, KAI
2. Prof. DR. Dr. Zubairi Djoerban, Sp.PD, KHOM
3. Prof. DR. Dr. Sudarto Ronoatmojo, M.Sc
4. Drg. Diah ErtMustkawat, MPH
5. Dr. Evy Yunihastut, Sp.PD
6. DR. Dr. Pandu Riono, Ph.D, MPH
7. Dr. Darma Imran, Sp.S
8. Dr. Dyah Agustna Waluyo
9. Dr. Nia Kurniat, Sp.A
10.Dr. Dina Muktart, Sp.A
11.Dr. Erlina Burhan, Sp.P
12.Dr. Janto G. Lingga, Sp.P
13.Dr. Hariadi Wisnu Wardhana
2 i
-
5/28/2018 Terapi ARV
3/34
Pencegahan Penularan HIV/AIDS dari Ibu Ke Bayi Preventon Mother to Child HIV/AIDS Transmission (PMTCT)
1. Terapi ARV diberikan sebagai bagian dari intervensi pengobatan
dan perawatan, yang juga meliput profilaksis kotrimoksasol,
penatalaksanaan infeksi oportunistk dan komorbiditas lainnya, dan
juga dukungan nutrisi dan perawatan paliatf.
2. Nilai batas hitung CD 4 sebaiknya jangan mulai menunggu hitung CD4
< 200/mm3 namun sebaiknya CD 4 < 350/mm3 Alasan menaikkan
ambang CD 4 adalah pada kadar yang lebih tnggi diharapkan
dengan pemberian ART maka sistem imunitas akan pulih lebih baik
sehingga akan meningkatkan kualitas hidup odha.
3. Kombinasi rejimen ARV pada keadaan khusus (hepatts, tuberkulosis,
pengguna napza, anak).
4. Interaksi obat ARV dengan obat-obatan lainnya.
5. Untuk memperluas akses terapi dan penemuan kasus baru makabagi petugas kesehatan dianjurkan untuk melakukan Provider
Initated HIV Testng and Counselling (PITC).
6. Usulan Rekomendasi PAPDI :
Setap dokter penyakit dalam menganjurkan untuk tes HIV pada
semua pasiennya.
Semua pasien yang menderita Hepatts C, dokternya diwajibkan
menganjurkan tes HIV7. Usulan Rekomendasi POGI:
Semua pasien hamil disarankan tes HIV mengingat transmisi vertkal
dari ibu ke bayi 90 %
Semua pasien yang telah diketahui Hepatts C, wajib diperiksa HIV
8. Beberapa rekomendasi dari Rapid Advice WHO on ART for
HIV infecton in adults and adolescents November 2009 telah
ditambahkan pada bab yang terkait dalam panduan ini.
ii iii
-
5/28/2018 Terapi ARV
4/34Pencegahan Penularan HIV/AIDS dari Ibu Ke Bayi Preventon Mother to Child HIV/AIDS Transmission (PMTCT)
3TC Lamivudin
ABC Abacavir
AIDS Acquired Immunodeficiency Syndrome/ SindromImuno
ART Terapi Antretroviral
ARV Obat Antretroviral
AZT Zidovudin (juga disingkat ZDV)
ATV AtazanavirHitung CD 4 Hitung kadar Limfosit T CD 4+
d4T Stavudin
ddI Didanosin
EFV Efavirenz
FTC Emtresitabin
HBsAg Hepatts B surface antgen
HBV Virus Hepatts B
HCV Virus Hepatts CHIV Human Imunnodeficiency Virus
IFN Interferon
IRIS Sindrom Inflamasi Pulih Imun
LPV Lopinavir
NNRTI Non Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor
NRTI Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor
NVP Nevirapin
IO Infeksi OportunistkOdha Orang yang hidup dengan HIV/AIDS
PI Protease Inhibitor
PPP Profilaksis Pasca Pajanan
RBV Ribavirin
RTV Ritonavir
SQV Saquinavir
TB Tuberkulosis
TLC Total Lymphocyte Count/Hitung Limfosit Total
iv v
-
5/28/2018 Terapi ARV
5/34
1. Situasi HIV/AIDS di Indonesia
2. Pedoman ART yang berlaku diIndonesia
-
5/28/2018 Terapi ARV
6/34Panduan Layanan Terapi Antretroviral 3
1.1. Situasi HIV/AIDS di Indonesia
Penyakit HIV/AIDS di Indonesia saat ini telah menjadi salah
satu masalah kesehatan nasional. Jumlah kasus AIDS hingga akhir
Juni 2009 adalah 17,699 kasus yang dilaporkan dari 33 propinsi di
seluruh Indonesia (Subdit AIDS, Laporan Triwulan II 2009). Estmasipopulasi rawan tertular pada tahun 2006 adalah 193,000.
Metode penularan HIV/AIDS di Indonesia terutama adalah :
heteroseksual (48,8% kasus kumulatf), penggunaan napza suntk
(41,5% kasus kumulatf) , Laki-laki seks dengan laki-laki (3,3% kasus
kumulatf). Infeksi oportunistk yang sering dialami oleh odha : TB
paru, kandidiasis oral dan esofagus, diare kronis, infeksi susunan
saraf pusat (SSP) baik oleh jamur, bakteri maupun parasit. Koinfeksi
dengan penyakit lainnya : TB paru, Hepatt
s B dan C.Indonesia masih termasuk negara dengan sumber daya terbatas
(limited resources country) untuk penanggulangan HIV/AIDS.
Pendanaan berasal dari APBN/APBD maupun bantuan lembaga
donor asing.
Pemerintah telah menetapkan 235 rumah sakit/RS sebagai pusat
rujukan untuk perawatan dan pengobatan HIV/AIDS pada tahun
2007,termasuk dalam memberikan obat antretroviral lini 1 dan
beberapa diantaranya juga memberikan lini 2.Terapi ARV diberikan sebagai bagian dari intervensi pengobatan
dan perawatan, yang juga meliput profilaksis kotrimoksasol,
penatalaksanaan infeksi oportunistk dan komorbiditas lainnya, dan
juga dukungan nutrisi dan perawatan paliatf.
1.2. Pedoman ART yang berlaku di Indonesia
Pedoman ART menurut Departemen Kesehatan diterbitkan padatahun 2006. Hingga kini terdapat berbagai pemutakhiran pedoman
ART di negara-negara lain maupun perhimpunan profesi kedokteran
bahwa :
Nilai batas hitung CD 4 sebaiknya jangan mulai menunggu hitung
CD4 < 200/mm3 namun sebaiknya CD 4 < 350/mm3
Alasan menaikkan ambang CD 4 adalah pada kadar yang lebih
tnggi diharapkan dengan pemberian ART maka sistem imunitas
akan pulih lebih baik sehingga akan meningkatkan kualitas hidupodha.
-
5/28/2018 Terapi ARV
7/34
1. Rendahnya cakupan ARV diIndonesia
2. Kemampuan dan keterampilan
tenaga kesehatan dalam peresepan
ARV
-
5/28/2018 Terapi ARV
8/34
Panduan Layanan Terapi Antretroviral 7
2.1. Rendahnya cakupan ARV di Indonesia
Menurut data yang dikeluarkan oleh Subdit AIDS, yaitu Laporan
Triwulan II tahun 2009, disebutkan bahwa hingga periode tersebut
terdapat 12,493 odha yang telah mendapat ARV dari 28,050
odha yang memenuhi syarat terapi. Sementara itu data estmasiodha secara keseluruhan untuk tahun 2009 adalah 314,500 (baik
yang belum memenuhi maupun yang telah memenuhi syarat
pengobatan).
Melihat kenyataan di atas maka jelaslah bahwa antara data
estmasi dengan data terapi terdapat kesenjangan yang jauh. Hal ini
disebabkan oleh berbagai faktor antara lain kemungkinan pelaporan
dan pencatatan yang kurang baik, atau memang angka cakupan kita
yang rendah.Untuk itulah maka melalui panduan ini bersama dengan panduan
tes dan konseling HIV dan PMTCT diharapkan tenaga kesehatan
dapat memperluas cakupan dengan melakukan konseling dan tes
HIV bagi pasien dengan perilaku berisiko, menemukan kasus baru
HIV baik dari rawat jalan maupun rawat inap dan menatalaksana
kasus HIV sederhana serta melakukan rujukan yang baik dan benar.
2.2. Kemampuan dan keterampilan tenaga kesehatan dalam
peresepan ARV
Kemampuan peresepan obat antretroviral oleh dokter dapat
dikembangkan melalui pelathan dan magang Kemampuan ini
pentng dalam melakukan pengobatan bagi pasien HIV. Dokter
perlu memahami golongan obat ARV, dosis dan indikasinya.
Disamping itu masalah interaksi obat, penggunaan ARV pada
keadaan khusus dan lainnya juga harus dipahami dengan baik.Selain melalui pelathan, seorang tenaga kesehatan juga dapat
mengembangkan kemampuan dan keterampilannya melalui
magang di insttusi kesehatan yang berpengalaman dalam merawat
pasien HIV.
-
5/28/2018 Terapi ARV
9/34
1. Prasyarat2. Persiapan pasien
3. Kepatuhan minum obat/ Adherence
ARV
4. Resistensi ARV
5. Indikasi pemberian ART
6. Obat Antretroviral
7. Kombinasi ARV yang tdak disarankan
-
5/28/2018 Terapi ARV
10/34
Panduan Layanan Terapi Antretroviral 11
3.1. Prasyarat
Berikut ini adalah layanan yang diperlukan sebelum memulai
terapi yaitu :
1. Layanan konseling dan tes HIV sukarela (VCT)
2. Layanan konseling kepatuhan berobat
3. Layanan medis
4. Layanan laboratorium
5. Ketersediaan obat ARV dan obat infeksi oportunistk serta
penyakit lainnya
Sebelum memulai terapi ARV, pasien perlu dilakukan :
1. Konseling pra ART
2. Penilaian status klinis
3. Riwayat penyakit termasuk koinfeksi
4. Pemeriksaan fisis
5. Pemeriksaan laboratorium : kadar CD 4, jumlah virus dalam
darah (viral load/VL)
3.2. Persiapan pasienKonseling Pra ART, Konseling Kepatuhan Berobat, Konseling Efek
Samping ART.
Pasien perlu mendapat informasi mengenai efek samping obat
ARV yang mungkin tmbul saat memulai ART, terutama pada masa 3
bulan pertama meminum ART.
3.3. Kepatuhan minum obat/ Adherence ARVKepatuhan minum obat ARV merupakan komponen pentng
untuk mencapai keberhasilan pengobatan. Kepatuhan/adherens
yang tnggi dalam minum obat ARRV diperlukan untuk supresi
virologis yang optmal. Penelitan mengindikasikan bahwa dengan
90-95% dosis harus diminum untuk supresi optmal, dibawah angka
tersebut dikhawatrkan akan tmbul kegagalan virologis. Menjaga
adherens cukup sulit. Adherens yang tdak lengkap sering terjadi
dan survei menunjukkan bahwa sepertga dari pasien terlupaminum obat selama 3 hari.
-
5/28/2018 Terapi ARV
11/34
-
5/28/2018 Terapi ARV
12/34
-
5/28/2018 Terapi ARV
13/34
-
5/28/2018 Terapi ARV
14/34
Panduan Layanan Terapi Antretroviral Panduan Layanan Terapi Antretroviral18 19
Tenofovir (TDF) : 300 mg sekali sehari (golongan Nucleotde
Reverse Transcriptase Inhibitor)
Golongan Protease Inhibitor (PI)
Golongan protease inhibitor di Indonesia masih disediakansebagai obat lini 2 untuk kegagalan terapi dengan lini 1.
Golongan protease inhibitor/PI ini diperkuat kerja obatnya
dengan menambahkan ritonavir.
Lopinavir/ritonavir (LPV/r) memiliki kelebihan dalam bentuk
kombinasi dosis tetap,lebih lanjut, saat ini tersedia dalam bentuk
yang stabil terhadap panas dan tdak memerlukan pendingin untuk
penyimpanannya. Alternatf lain untuk LPV/r adalah SQV/r. ATV/r
dan FPV/r.Dosis LPV/r :400 mg/100 mg setap 12 jam
3.6.2. Pemberian ARV lini 1 dan 2
Berikut ini adalah rekomendasi ARV lini pertama untuk dewasa
dan remaja menurut WHO tahun 2006.
Rekomendasi Rejimen Komentar
Rekomendasi
Rejimen
AZT + 3TC + NVP AZT dapat me-
nyebabkan anemia,
intoleransi gastroin-
testnal, netropenia,hepatotoksisitas,
ruam kulit berat
d4T + 3TC + NVP Neuropatterkait
d4T, pankreatts,
lipodistrofi, gang-
guan profil lipid,
hepatotoksisitas,
ruam kulit berat
AZT + 3TC + EFV Intoleransi gastro-
intestnal dari AZT,
anemia, netropenia,
toksisistas pada SSP,
potensi teratogenik
pada EFV
d4T + 3TC +EFV Neuropatterkaitd4T, pankreatts,
lipodistrofi, gang-
guan profil lipid,
hepatotoksisitas,
ruam kulit berat,
potensi teratogenik
pada EFV
Rejimen ARV lini 2 TDF atau ABC + ddI+ LPV/r atau SQV/r
Rekomendasi dalam Rapid Advice WHO 2009, untuk memulai
terapi ARV pada individu yang belum pernah mendapat terapi ARV
sebelumnya dapat diberikan kombinasi (perlu diperhatkan keadaan
di Indonesia) :
AZT + 3TC + EFV
AZT + 3TC + NVPTDF + 3TC atau FTC + EFV
-
5/28/2018 Terapi ARV
15/34
Panduan Layanan Terapi Antretroviral 21
Rekomendasi Rapid Advice WHO 2009 untuk ART lini 2 adalah :
1. Golongan boosted protease inhibitor (PI/r) ditambah 2 golongan
NRTI direkomendasikan untuk ART lini 2.
2. ATV/r dan LPV/r adalah pilihan dari golongan boosted PI untuk
ART lini 2.
3. Penyederhanaan dari pilihan NRTI kedua direkomendasikan :
Jika d4T atau AZT telah digunakan sebagai ART lini 1, gunakan
TDF + 3TC atau FTC sebagai golongan NRTI utama dalam lini
2.
Jika TDF telah digunakan sebagai ART lini 1, gunakan AZT +
3TC sebagai golongan NRTI utama dalam lini 2.
Pemberian ARV lini 2 3.7. Kombinasi ARV yang tdak disarankan :
Kombinasi ARV Alasan
Monoterapi atau terapi ganda
untuk pengobatan HIV jangkapanjang
Resistensi cepat tmbul
d4T + AZT Berlawanan kerjanya (antago-
nis); menurunkan dosis dari
kedua obatnya
d4T + didanosin Toksisitas
yang overlap/tumpang
tndih(pankreatts, hepatts,
lipoatrofi)Kematan dilaporkan pada
perempuan hamil
3TC + FTC Dapat saling ditukar/inter-
changeable, namun tdak
boleh digunakan bersamaan
TDF + 3TC + ABC atau TDF +
3TC + ddI
Kombinasi ARV ini akan men-
ingkatkan mutasi gen K65R
dan berhubungan dengan
insiden kegagalan virologis
yang tnggi
TDF + ddI + golongan NNRTI Insiden kegagalan virologis
yang tnggi
Periode 6 bulan pertama minum ART adalah masa yang pentng.
Perbaikan klinis dan imunologis harus bermanifestasi namun bisajadi tdak terlalu nyata dan toksisitas obat dapat tmbul. Beberapa
pasien gagal berespon baik sepertyang diharapkan atau bahkan
dapat menunjukkan perburukan klinis pada awal terapi. Hal
ini memberikan tantangan untuk semakin menyederhanakan
pengobatan Komplikasi pada beberapa minggu pertama memulai
ART umum terlihat pada pasien dengan imunokompromais berat.
Kegagalan yang nyata dari seorang pasien dengan HIV lanjut untuk
membaik tdak selalu mencerminkan respon terhadap ART yang
buruk. Perlu waktu untuk sistem imun untuk pulih dan ART untuk
dapat mengendalikan replikasi virus HIV.
-
5/28/2018 Terapi ARV
16/34
Panduan Layanan Terapi Antretroviral22
Pentng untuk memberikan waktu yang cukup saat terapi
sebelum memutuskan efektvitas dan mempertmbangkan
tmbulnya sindrom pulih imun/IRIS pada pasien dengan perburukan
penyakit dalam beberapa bulan pertama minum ART. Pada keadaan
ini menggantART tdak tepat.
Pemulihan CD 4
Pada kebanyakan pasien, kadar CD 4 menaik dengan inisiasi
terapi dan pemullihan sistem imun. Hal ini dapat berlangsung
terus hingga beberapa tahun dengan terapi yang efektf, meskipun
hal ini dapat terhent jika kadar CD 4 awal sangat rendah. Namun
bahkan pada pasien dengan kadar CD 4 dibawah 10 sel/mm3 dapat
menaglami pemulihan CD 4 yang efektf, memberikan waktu yang
cukup setelah inisiasi ART.
Pada pasien yang mencapai respons puncak, terjadinya
penurunan progresif hitung CD 4 tanpa adanya penyakit yang
menyertai menandakan kegagalan imunologis. Kadar CD 4 awal
dan berikutnya dinilai setap 6 bulan untuk mengetahui kegagalan
imunologis. Pada minoritas pasien dengan penyakit lanjut dan hitung
CD 4 rendah saat terapi dimulai, hitung CD 4 dapat tdak menaik
atau sedikit menurun bahkan dengan adanya perbaikan klinis. 1. Kegagalan Terapi
2. Menggant(switching) ART dari lini
1 ke lini 2
-
5/28/2018 Terapi ARV
17/34
Bab I
Panduan Layanan Terapi Antretroviral 25
4.1. Kegagalan Terapi
Kegagalan Terapi : kriteria gagal terapi
Definisi kegagalan terapi :
a. Kegagalan secara klinis : Timbulnya infeksi oportunistk baru atau
rekuren sesuai dengan stadium WHO 4 setelah paling sedikit 6
bulan minum ARV.
Perkecualian adalah infeksi TB, kandidiasis esofagus dan infeksi
bakteri berat yang tdak selalu menunjukkan kegagalan ART.
Perlu melihat respon terhadap terapi pertama dan jika respon
baik, tdak perlu menggantrejimen.
b. Kegagalan virologik: Ditandai dengan kadar virus dalam darah/
viral load > 10,000 kopi/mL setelah paling sedikit 6 bulan minum
ARV.
Kegagalan ART tdak hanya didiagnosis berdasarkan kriteria klinis
saja dalam 6 bulan dalam ART. Kejadian klinis yang juga terjadi
selama 6 bulan terapi seringkali merupakan IRIS dan bukan gagal
terapi.c. Kriteria Imunologis :
Pola 1 : Hitung CD 4 < 100 sel/mm3 (beberapa ahli menyarankan
< 50 sel/mm3) setelah 1 tahun terapi.
Pola 2 : Hitung CD 4 yang kembali atau turun ke hitung awal
sebelum menjalani terapi setelah 1 tahun terapi.
Pola 3 : Penurunan dari nilai CD 4 puncak (tertnggi) saat terapi
sebesar 50% (jika diketahui nilainya).
Kegagalan Terapi dan MenggantART pada Odha Dewasa
-
5/28/2018 Terapi ARV
18/34
Panduan Layanan Terapi Antretroviral26
4.2. Menggant(switching) ART dari lini 1 ke lini 2Alasan penggantan adalah :
Toksisitas
Toksisitas terkait dengan ketdakmampuan untuk menahan efek
samping obat ARV sehingga terjadi gejala dan tanda akibat disfungsi
organ.
Derajat toksisitas ART : Penatalaksanaan toksisitas ART
berdasarkan skala toksisitas (tabel terlampir) Derajat/Grade 1 : Reaksi ringan : tdak ada terapi yang
diperlukan.
Derajat/Grade 2 : Reaksi sedang : pertmbangkan melanjutkan
ART selama memungkinkan. Jika tdak ada perbaikan dengan
pengobatan simtomatk, pertmbangkan penggantan obat
tunggal (single drug substtuton).
Derajat/Grade 3 : Reaksi berat: penggantan obat lainnya
terhadap obat yang menimbulkan gejala tanpa menghentkan
ART.
Derajat/Grade 4 : Reaksi sangat berat dan mengancam
jiwa : segera hentkan ART dan tangani gejala medis (terapi
simtomatk dan suportf) dan kembali berikan ART dengan
rejimen yang dimodifikasi dengan menggantobat-obat yang
dicurigai sebagai penyebab saat pasien telah stabil.
Kegagalan terapi
Telah dibahas di atas.
Rekomendasi dari Rapid Advice WHO 2009 mengenai
penggantan/switch ART adalah :
1. Bila tersedia, lakukan pemeriksaan kadar virus dalam darah/
viral load untuk konfirmasi adanya kegagalan terapi.
2. Bila tersedia rutn, lakukan pemeriksaan kadar virus dalam
darah setap 6 bulan untuk mendeteksi replikasi virus
3. Kadar virus dalam darah yang persisten diatas 5,000 kopi/mL
menandakan adanya kegagalan terapi.
4. Jika tdak tersedia pemeriksaan kadar virus dalam darah,
gunakan kriteria imunologis untuk konfirmasi kegagalanterapi.
-
5/28/2018 Terapi ARV
19/34
Panduan Layanan Terapi Antretroviral 29
Toksisitas yang terjadi setelah memulai ART lini 1
Efek samping dan toksisitas T dan saat terjadinya
Waktu Efek samping dan toksisitas Penyebab umum
Jangka
pendek
(beberapa
minggu
pertama)
Toksisitas saluran cerna termasuk mual
dan muntah,
diare
AZT, TDF,
golongan PI
Ruam
Kebanyakan ruam terjadi dalam 2-3 min-
ggu pertama
NVP, EFV, ABC,
golongan PI
(jarang)
Hepatotoksisitas
Kebanyakan terjadi jika terjadi koinfeksi
dengan hepatts
B atau C
NVP, EFV,
golongan PI
Mengantuk, pusing, konfusi dan mimpi
buruk
berhubungan dengan penggunaan EFV.
Umumnya dapat sembuh sendiri namun
memerlukan
waktu berminggu-minggu hingga berbu-
lan-bulan
EFV
Jangkamenengah
(beberapa
bulan
pertama)
Anemia dan netropeniaSupresi sumsum tulang akut dan men-
dadak karena AZT
dapat terjadi dalam beberapa minggu
pertama terapi
atau tmbul sebagai anemia progresif
lambat pada
beberapa bulan
AZT
Hiperpigmentasi kulit, kuku dan membran
mukosa
AZT
Asidosis laktat dapat terjadi kapan saja
Lebih sering terjadi setelah beberapa
bulan pertama
d4T, ddI, AZT
Neuropatperifer dapat terjadi kapan saja
Lebih sering terjadi setelah beberapa
bulan pertama
d4T, ddI
Pankreatts dapat terjadi kapan saja ddI
Jangka
panjang
(setelah 6-18
bulan)
Lipodistrofidan lipoatrofi d4T, ddI, AZT,
golongan PI
Dislipidemia d4T, EFV, golon-
gan
PI
Diabetes Indinavir (IDV)
Abnormalitas kulit, kuku dan rambut Golongan PI,
khususnya IDV
Penatalaksanaan toksisitas ARV berdasarkan gejala
Toksisitas Obat ARV penyebab Anjuran
Pankreatts
akut
d4T dan ddI Hentkan ART. Berikatn terapi supor-
tf dan monitor
laboratorium. Lanjutkan ART dengan
golongan
NRTI dengan risiko toksisitas pank-
reas yang rendah
(AZT, ABC, TDF)
Diare ddI (sediaan buffer),
NVF, lopinavir/ritonavir(LPV/r),
saquinavir/ritonavir
(SQV/r)
Biasanya sembuh sendiri, tanpa
menghentkanART. Pengobatan simtomatk diper-
lukan
-
5/28/2018 Terapi ARV
20/34
Panduan Layanan Terapi Antretroviral Panduan Layanan Terapi Antretroviral30 31
Erupsi obat
(ringan
sampai
berat, ter-
masuksindrom
Stevens-
Johnson
atau
Nekrolisis
Epidermal
Toksik)
NVP, EFV (jarang) Pada kasus ringan, berikan
anthistamin.
Ruam sedang, tdak progresif
dan tanpa
keterlibatan mukosa atautanda sistemik,
pertmbangkan untuk meng-
gantkomponen NNRTI
tunggal (misalnya NVP dengan
EFV). Pada kasus
sedang dan berat, hentkan
ART dan berikan
pengobatan suport
f. Setelahmembaik, lanjutkan
ART dengan 3 golongan NRTI
atau 2 NRTI + rejimen PI
Dislipi-
demia,
resistensi
insulin
dan hiperg-likemia
Golongan PI
EFV
Pertmbangkan penggantan
golongan PI yang
dicurigai dengan obat yang
memiliki toksisitas
metabolik yang lebih rendah
Intoleransi
saluran
cerna
Semua obat ARV Biasanya sembuh sendiri,
tdak perlu menghentkan
ART. Pengobatan simtomatk
dapat diberikan.
Toksisitas
hematologi
(khususnya
anemia
dan
lekopenia)
AZT Jika berat (Hb < 6,5 g% dan/
atau hitung netrofil
absolut < 500 sel/mm3) gant
dengan ARV dengan
toksisitas minimal atau tdak
ada terhadap sumsum
tulang (misalnya d4T, ABC
atau TDF) dan
pertmbangkan transfusi
darah pada keadaan umumyang buruk.
Hepatts Semua ARV
(khususnya NVP
dan
golongan PI/r)
Jika kadar ALT> 5 kali nilai
awal, hentkan ART dan
pantau lebih lanjut. Setelah
kembali normal,
gant
lah obat yang dicurigaisebagai penyebab
dengan obat lain.
Hiperbiliru-
binemia
(indirek)
Atazanavir (ATZ) Umumnya asimtomatk, na-
mun dapat menimbulkan
ikterus sklera (tanpa pening-
katan ALT). GantATV
dengan obat golongan PI lain-
nya.Reaksi
hipersensi-
tvitas
ABC Hentkan ABC dan jangan
diberikan kembali.
Berikan terapi simtomatk.
Pemberian kembali
dapat menimbulkan reaksi
yang berat dan
mengancam jiwa.
Asidosis
laktat
Semua golongan
NRTI
(khususnya d4T
dan
ddI)
Hentkan ART dan berikan
terapi suportf. Setelah
keadaan klinis membaik, lan-
jutkan ART dengan
menggantobat NRTI pe-
nyebab. ABC, TDF dan
3TC memiliki potensi yang
lebih kecil untuk
mencetuskan hal ini.
Lipoatrofi
dan
Lipodistrofi
Semua golongan
NRTI
(khususnya d4T)
Penggantan dini terhadap
obat ARV yang dicurigai
(misalnya d4T dengan TDF
atau ABC).
Pertmbangkan terapi estetka
dan lathan fisik
-
5/28/2018 Terapi ARV
21/34
Panduan Layanan Terapi Antretroviral32
Perubahan
neurop-
sikiatri
EFV Biasanya sembuh sendiri,
tanpa harus
menghentkan ART.
Toksisitas
ginjal(nefrolita-
sis)
IDV Jika meminum IDV, hentkan
IDV dan berikanhidrasi yang cukup, peman-
tauan laboratorium dan
pengobatan simtomatk (tng-
kat rekurens 50%).
Pertmbangkan menggantIDV
dengan golongan PI
lainnya.
Toksisitasginjal
(disfungsi
tubulus
ginjal)
TDF Hentkan TDF dan berikanterapi suportf. Setelah
perbaikan klinis, lanjutkan
ART, gantkan obat yang
diduga dengan obat lainnya.
Neuropat
perifer
d4T dan ddI Pertmbangkan penggantan
dengan NRTI dengan
obat yang memiliki efek neu-
rotoksisitas minimal
atau tdak ada sama sekali
(AZT, TDF atau ABC).
Pengobatan simtomatk
mungkin diperlukan.
Menghentkan NNRTI (efavirenz atau nevirapin) perlu
memperhatkan hal berikut :
1. Hentkan NVP dan EFV
2. Lanjutkan meminum 2 obat yang tersisa (golongan NRTI, bila
dalam lini 1) selama 7 hari lalu hentkan semua obat.
3. Hal ini dilakukan untuk menutup waktu paruh yang panjang
dari golongan NNRTI sehingga mengurangi risiko resistensi
NNRTI akibat monoterapi (penghentan secara bersamaan
menyebabkan hanya golongan NNRTI saja yang masih beredar
dalam plasma darah pasien/monoterapi).
1. Koinfeksi TB dan HIV
2. Koinfeksi Hepatts dan HIV
3. Pengguna napza suntk
4. Pencegahan Pasca Pajanan
5. ARV pada anak ARV pada anak
6. Interaksi obat ARV dengan obat lain
-
5/28/2018 Terapi ARV
22/34
Bab V
Panduan Layanan Terapi Antretroviral 35
5.1. Koinfeksi TB dan HIV
Diagnosis Koinfeksi TB pada penderita HIV
Definisi kasus :
1. Suspek TB : Setap orang yang datang dengan gejala atau tanda
mengarah/sugestf TB, khususnya, batuk dalam waktu yang lama
(>2-3 minggu).
2. Kasus TB : Pasien dengan konfirmasi bakteriologi TB atau
diagnosis oleh doker. Setap orang yang mendapat terapi TB
harus dicatat. Pengobatan ad juvantbus TB yang tdak lengkapjangan digunakan sebagai metode diagnosis.
3. Kasus definitf/pastTB : Pasien dengan pemeriksaan sputum BTA
2 kali positf. Pada negara-negara dimana terdapat pemeriksaan
kultur rutn, pasien dengan kultur Mycobacterium tuberculosis
positf juga dianggap kasus definitf.
Lokasi predileksi TB (paru dan ekstra paru)TB paru/pulmoner : penyakit TB yang mengenai parenkim paru.
Karena itu, limfadenopat intratoraks TB (mediastnum dan/atau
hilus) atau efusi pleura TB, tanpa abnormalitpada paru (radiologi),
termasuk dalam TB ekstra paru. Pasien dengan TB paru dan ekstra
paru diklasifikasikan sebagai TB paru.
TB ekstra paru : penyakit TB pada organ selain paru, misalnya
pleura, kelenjar getah bening, abdomen, saluran kemih, kulit dan
tulang, meningen. Diganosis ditegakkan dengan spesimen jaringandengan kultur positf, atau secara histologis dan bukt klinis yang
kuat mengarah pada TB ekstra paru aktf, diikutdengan keputusan
dokter untuk mengobatdengan rejimen OAT.
Kombinasi rejimen ARV pada keadaan khusus
-
5/28/2018 Terapi ARV
23/34
Panduan Layanan Terapi Antretroviral Panduan Layanan Terapi Antretroviral36 37
Kategori rejimen pengobatan TB
Kategori
diagnostk
TB
Tipe pasien TB
Alternatf rejimen terapi
Fase intensif
(harian
atau 3 kali
seminggu)(a)
Fase lanjutan
(harian atau
3 kali
seminggu)
I Kasus baru-BTA
positf; Kasus baru-
BTA negatf dengan
keterlibatan paren-
kim yang luas; pe-
nyakit penyerta HIV
berat atau TB ekstra
paru berat
2 RHZE (b) 4 RH atau 6
HE (c)
II Pernah diobat-BTA
positf :
Relaps
Gagal terapi (d)
Pengobatan
setelah putus obat
2 RHZES / 1
RHZE
5 RHE
III Kasus baru BTA
negatf (selainkategori I); TB ekstra
paru yang lebih
ringan
2 RHZE (e) 4 RH atau 6 HE
setap hari (c)
IV Kasus kronik dan
resisten mult
obat/MDR TB (BTA
positf setelahpengobatan ulang
yang diawasi) (f)
Rejimen dirancang per individu
Keterangan :
R: rifampisin; H: isoniazid; E : etambutol; Z: pirazinamid; S:
streptomisin. Setap rejimen terdiri dari 2 fase pengobatan.
a. Pengawasan langsung minum obat diperlukan pada fase
intensif pada kasus BTA positf, dan rejimen selalu mengandungrifampisin.\
b. Streptomisin dapat digunakan disamping etambutol. Pada
meningits TB, etambutol digantdengan streptomisin.
c. Rejimen ini berhubungan dengan kegagalan terapi yangtnggi
dan relaps dibandingkan dengan rejimen 6 bulan dengan
rifampisin pada fase lanjutannya.
d. Kapanpun bila dimungkinkan, uji kepekaan obat
direkomendasikan sebelum memberikan pengobatan kategori
II pada kasus gagal. Direkomendasikan pada pasien yang
terbuktsebagai MDR TB maka diobatdengan kategori IV.
e. Etambutol dapat tdak diberikan selama fase intensif
pengobatan pasien dengan TB paru BTA negatf, tanpa kavit
yang diketehui HIV negatf, pasien yang terinfeksi dengan
bakteri TB yang masih suseptbel/peka dan anak yang lebihmuda dengan TB primer.
f. Kontak pasien dengan MDR TB yang dibuktkan dengan kultur
harus dipertmbangkan untuk uji sensitvitdan kultur dini.
Pengobatan ART direkomendasikan pada pasien HIV yang
menderita TB dengan hitung CD 4 < 200/mm3, dan perlu
dipert
mbangkan bila hitung CD 4 < 350/mm3.Perhatan perlu diberikan karena interaksi antara rifampisin
dengan obat ARV terutama golongan NNRTI dan PI.
Rekomendasi dalam Rapid Advice WHO 2009 menganjurkan :
1. Memulai ART pada semua pasien HIV dengan TB aktf tanpa
melihat hitung CD 4.
2. Memulai terapi TB terlebih dahulu, kemudian ART sesegera
muingkin setelah memulai terapi TB.3. Menggunakan efavirenz (EFV) sebagai pilihan golongan NNRTI
pada pasien yang memulai terapi ARV saat dalam terapi TB.
-
5/28/2018 Terapi ARV
24/34
Panduan Layanan Terapi Antretroviral Panduan Layanan Terapi Antretroviral38 39
5.2 Koinfeksi Hepatts dan HIV
Infeksi Hepatts B
Prinsip Terapi Koinfeksi Hepatts C dan HIV
Terapi HCV Tidak ada obat ARV yang aktf langsung terh-adap virus HCV. Namun, ART dapat memper-
lambat progresifitas penyakit hatakibat HCV
pada koinfeksi HCV/HIV. Terapi satu-satunya
yang efektf adalah IFN pegilasi dan RBV, yang
umumnya sulit tersedia di negara dengan
sumber daya terbatas.
Hasil Terapi Hasil penelitan :
Genotpe HCV 1 : respons virologis yang baik
mencapai 15-28%
Genotpe HCV 2 dan
Efek samping IFN Sampai 60% individu yang diterapi dengan
IFN akan mengalami
masalah kesehatan jiwa, umumnya depresi.
Diperlukan
pemantauan kejiwaan yang ketatWaktu untuk
pengobatan HCV
EFV adalah pilihan NNRTI
NVP digunakan dengan pengawasan teratur
dan ketat pada pasien dengan koinfeksi
HIV/HBV dan peningkatan ALT/AST grade
1,2 dan 3.
NVP tdak direkomendasikan pada pasien
dengan peningkatan ALT/AST grade 4 ataulebih
Rejimen Lini 2 3TC harus dilanjutkan sebagai bagian reji-
men ART lini 2 bila terjadi kegagalan terapi,
bahkan jika telah digunakan sebagai rejimen
lini 1.
Resistensi HBV Secara ideal, 3TC digunakan dengan atau
tanpa kombinasi dengan TDF.
Hal ini tdak mudah dilakukan pada keadaan
dengan sumber daya terbatas.
Resistensi HBV terhadap 3TC akan tmbulpada 50% pasien setelah 2 tahun dan pada
90% setelah 4 tahun pengobatan jika 3TC
hanya satu-satunya obat ant HBV aktf
pada rejimen ART
Hasil Terapi Serokonversi HBV (hilangnya HBeAg dan tm-
bulnya antbodi terhadap HBe) terjadi pada
11-22% pasien HIV dengan HBeAg positf
yang mendapat terapi 3TC selama 1 tahun
Hepatc Flare Dapat tmbul seggera setelah memulai ART
sebagai bagian dari IRIS
Penghentan 3TC dapat pula menyebabkan
hepatc flare
FTC (emtresit-
abin)
FTC memiliki tngkat supresi HBV yang serupa
dan profil keamanan dan resistensi mirip
dengan 3TC
Hepatc Flare
Flare hepatk dapat terjadi pada :
Saat awal memulai ARV sebagai bagian dari IRIS
Saat ART dihentkan
Flare umumnya tmbul dengan peningkatan kadar ALT/AST dan
gejala-gejala hepatts (fatg, nausea, nyeri abdomen dan ikterus)
dalam waktu 6-12 minggu memulai ART. Flare dapat sulit dibedakan
dengan hepatotoksisitas akibat ART. Obat yang aktf terhadap
HBV tetap dilanjukan jika flare dicurigai. Jika tdak mungkin untuk
membedakan antara flare hepatts B yang serius dan toksisitas obat
grade 4, semua ART dihentkan hingga kondisi pasien stabil.
-
5/28/2018 Terapi ARV
25/34
Panduan Layanan Terapi Antretroviral 41
Rekomendasi menurut Rapid Advice WHO 2009 untuk terapi
ARV pada koinfeksi HIV/HBV adalah :
1. Memulai ART pada semua pasien HIV dengan koinfeksi HIV/HBV
yang memerlukan terapi HBV, tanpa memperhatkan hitung CD4
atau stadium klinis WHO.
2. Memulai rejimen ART TDF dan 3TC atau FTC pada pasien koinfeksi
HIV/HBV yang memerlukan terapi.
5.3 Pengguna napza suntk
Komponen utama untuk perawatan komprehensif pada penasun
adalah :
1. Penilaian dan penatalaksanaann komorbiditasfisik dan psikologistermasuk hepatts virus dan kondisi psikiatris (sepertdepresi).
2. Penilaian prioritas pengobtan pasien, tujuan dan kesiapan untuk
memulai ART jika telah memenuhi syarat indikasi medis.
3. Penyediaan terapi substtusi opioid
4. Penyediaan jarum suntk steril dan kondom
5. Penatalaksanaan masalah kesehatan lainnya.
Kriteria klinis, laboratorium pada penasun untuk pemberian ART
tdak berbeda dengan rekomendasi umum.
Memulai terapi ART pada pasien penasun
Memulai ART Kriteria untuk memulai ART pada penasun/
pecandu napza adalah sama dengan pasien HIVpada umumnya.
Sebelum memulai ART, faktor spesifik yang dapat
mempengaruhi waktu memulai dan pilihan ART
harus dipertmbangkan. Hal ini termasuk insta-
bilitas sosial, pengguna zat yang aktf dan adanya
komorbiditas sepertmasalah mental dan koin-
feksi dengan virus hepatts.
Ket
daktersediaan terapi subst
tusi atau sebagaipengguna zat yang aktf tdak berpengaruh terh-
adap akses ART bagi penasun.
Jaringan yang efektf antara program ART dengan
program harm reducton lainnya pentng.
Kecuali dalam keadaan sakit berat, inisiasi/me-
mulai ART bukanlah hal yang urgent/darurat.
Waktu yang cukup untuk mempersiapkan minum
ART, mengerttujuan pengobatan, adherens danpengobatan bersifat seumur hidup akan memak-
simalkan hasil pengobatan.
Pilihan ART Rejimen pengobatan nasional dapat dipilih untuk
mayoritas penasun. Pilihan ART yang lebih
khusus tergantung pada :
Komorbiditas (terutama hepatts B/C dan
gangguan kejiwaan)
Interaksi obat (metadon)
Menggunakan kombinasi dosis tetap dan jika
mungkin, rejimen ARV dosis sekali sehari
Rejimen lini 1
terpilih
AZT + 3TC + (EFV atau NVP)
AZT dapat digantkan oleh d4T
-
5/28/2018 Terapi ARV
26/34
-
5/28/2018 Terapi ARV
27/34
-
5/28/2018 Terapi ARV
28/34
-
5/28/2018 Terapi ARV
29/34
Panduan Layanan Terapi Antretroviral Panduan Layanan Terapi Antretroviral48 49
2.
Klaritromisin
Tidak ada Kadar
klaritromisin
39%.
Monitor
efikasi atau
gunakanobat alter-
natf lainnya
AUC
Klaritromi-
sin 75%,
perlu pe-
nyesuaian
dosis jikaterdapat
gangguan
ginjal
Tanpa ritonavir,
kadar klari-
tromisin hingga
45%,
kadar SQV
hingga 177%Ritonavir dapat
Kadar klari-
tromisin 75%.
Obat ant
jamur
1.Ketokonazol
2. Flukonazol
3. Itrakonazol
Kadar ke-
tokonazol 63% Nevirapin
15-30%. Koad-
ministrasi tdak
disarankan
Cmaks, AUC,
Cmin nevirapin
100% Tidak ada
perubahan ka-
dar flukonasol.
Tidak ada data
Tidak ada
peruba-han kadar
ketokonazol
atau efa-
virenz
Tidak ada
data
Tidak ada
data
Tidak ada
data
Tidak ada
data
Kadar
itrakonazol.
Jangan
melebihi
200 mg/
hari untuk
itrakonazol
Tidak ada
data
Tidak ada
data
Interaksi 2
arah telah
diobservasi.
Perlu untuk
menurunkan
dosis intra-
konazol. Per-
tmbangkan
monitroing
kadar SQV
(khususnya
bila diberi-
kan tanpa
ritonavir)
Jenis ARV NVP EFV LPV/r SQV
Obat Kon-trasepsiEtnilestradiol
Kadar etni-lestradol 20%Gunakanmetode lainkontrasepsi
Kadaretnilestra-diol 37%.Gunakanmetode lainkontrasepsi
Kadaretnilestra-diol 42%.Gunakanmetode lainkontrasepsi
Tidak adadata untukSQV yangtdak diper-kuat/boostedRitona-vir dosispengobatandapat kadaretnilestra-diol 41%
Obat antkon-vulsanKarbamazepinFenitoin
Gunakan secarahat-hat. Satukasus menun-jukkan konsen-
trasi EFV yangrendah denganfenitoin
Tidak dike-tahui, guna-kan denganhat-hat
Kemungki-nan banyakinteraksi :Karbamaze-
pin :kadarnyasaatdiberikanbersamadengan RTV.Gunakandenganhat-hat.Pantaukadar obat
antkonvul-san dalamdarah.Fenitoin: kadar dariLPV, RTVdan kadarfenitoin saatdiberikanbersama.
Hindaripenggunaanbersamaanatau pantaukadar LPV
Tidak diketa-hui, namundapat secara ber-
makna kadarSQV
Pantau kadar obat antkonvulsan dan pertmbangkan kadar SQV. Penghambat pompa
proton (PPI). Semua ARV golongan PI dan EFV dapat kadar sisaprid dan anthistamin
non sedatf (astemizol, terfenadin), yang dapat menyebabkan toksisitas jantung.
Pemberian bersamaan tdak dianjurkan.
-
5/28/2018 Terapi ARV
30/34
Panduan Layanan Terapi Antretroviral50
Interaksi antara metadon dan obat ARV
ARVEfek terhadap
metadonEfek pada ARV Komentar
Golongan NRTI
Didanosin
(ddI) (
tablet buff-
ered dan
kapsul salut
enterik)
Belum dilapor-
kan
Konsentrasi
menurun 60%
saat tablet buff-
ered diminum
namun tdak den-
gan kapsul salut
enterik
Hindari peng-
gunaan tablet
buffered ddI
Gunakan kapsul
salut enterik jika
tersedia
Golongan NNRTI
Efavirenz
(EFV)
Menurunkan
kadar metadon
60%
Gejala putus
obat opiat
umum terjadi
Tidak diketahui Observasi ge-
jala putus obat
metadon dan
tngkatkan dosis
seperlunya
Pertmbangkan
peningkatan
dosis metadon
50% biasanya
diperlukan
Nevirapin
(NVP)
Menurunkan
kadar metadon
50%
Gejala putus
obat opiat
umum terjadi
Belum dilaporkan
Golongan PI
Lopinavir/
ritonavir
(LPV/r)
Menurunkan
kadar metadon
50%
Belum dilaporkan Memerlukan
peningkatkan
dosis metadon
Ritonavir
(RTV)
Menurunkan
kadar metadon
37%
Penyesuaian dosis
diperlukan
Penelitan masih
terbatas
Pengamatan
tanda putus
obat metadon
Interaksi antara metadon dan obat lainnya
Obat IndikasiEfek terhadap
metadonKomentar
Rifampisin OAT Menurunkan
kadar metadon
33-68% dan da-pat menginduksi
gejala putus obat
opiat
Peningkatan
dosis metadon
diperlukan jikagejala putus
obat tmbul
Sertralin Antdepresan Meningkatkan
kadar metadon
26%
Berhubungan
dengan gang-
guan irama jan-
tung, hat-hat
ketka diguna-
kan bersama
metadon
Obat Indikasi Efek terhadap
metadon
Komentar
Pertmbangkan
menggunakannatrium val-
proat sebagai
alternatf
k b fi d b
-
5/28/2018 Terapi ARV
31/34
Interaksi antara buprenorfin dan obat ARV
ARVEfek terhadap
buprenorfinEfek pada ARV Komentar
Golongan NRTI/NNRTI
Tidak ada interaksi yang signifikan
Golongan PI
Ritonavir
(RTV)
Inhibisi me-
tabolisme
buprenorfin
mengakibat-
kan penurunan
buprenorfin yangbermakna secara
klinis
Belum dilaporkan Dosis bu-
prenorfin perlu
diturunkanAtazanavir
(ATZ)
1. Test
ng HIV
2. Sarana Kesehatan yang Dapat
Memberikan/Meresepkan ARV
3. Pelathan dan Clinical Mentoring
4. Distribusi obat ARV
-
5/28/2018 Terapi ARV
32/34
Bab VI
Panduan Layanan Terapi Antretroviral 55
6.1. Testng HIV
1. Kebijakan testng HIV :
Secara umum untuk diagnosis saat ini masih digunakan strategi
III WHO. Namun seiring dengan semangat untuk memperluas akses
terapi dan penemuan kasus baru maka bagi petugas kesehatan
dianjurkan untuk melakukan Provider Initated HIV Testng and
Counselling (PITC).
Jika ada pasien yang berkunjung ke dokter / fasilitas kesehatan
dengan gejala klinis mengarah kepada HIV/AIDS (misalnya infeksioportunistk, TB-HIV dan lainnya) maka dokter / petugas kesehatan
wajib memberikan informasi keterkaitan sakitnya dengan HIV dan
mendiskusikannya dengan pasien dalam bahasa yang dimengert
oleh pasien. Informasi meliputpenularan dan pencegahan HIV, HIV
dapat berlanjut menjadi AIDS, tata laksana pemeriksaan dan terapi,
konfidensialitas , informed consent, dan perlunya pemeriksaan
HIV guna memastkan keterkaitan infeksinya dengan HIV. Testng
HIV dilakukan jika pasien tdak menolak untuk diperiksa. Sesudahmenerima hasil, dokter harus mediskusikan hasilnya, prognosisnya,
dan tatalaksana terapi selanjutnya. Jika terjadi gejolak mental
emosional pasien yang memungkinkan pasien sulit bekerjasama
dalam terapi, sepert terjadinya depresi, tdak adherence, dan
gangguan mental emosional lainnya, pasien dirujuk pada konselor
VCT.
Untuk kasus-kasus baru asimtomatk/tdak bergejala, maka
tenaga kesehatan juga dapat berperan dengan menganjurkan tes
dan melakukan konseling bagi :
1. Kelompok masyarakat berisiko
2. Pasangan dari kelompok berisiko
3. Ibu hamil
4. Orang-orang yang kembali dari daerah dengan prevalensi HIV
tnggi.
Bagaimana memperluas akses terapi ART bagi odha?
Usulan Rekomendasi PAPDI : Buku untuk pelath :
-
5/28/2018 Terapi ARV
33/34
Panduan Layanan Terapi Antretroviral Panduan Layanan Terapi Antretroviral56 57
Usulan Rekomendasi PAPDI :
Setap dokter penyakit dalam menganjurkan untuk tes HIV pada
semua pasiennya.
Semua pasien yang menderita Hepatts C, dokternya diwajibkan
menganjurkan tes HIV
Usulan Rekomendasi POGI:
Semua pasien hamil disarankan tes HIV mengingat transmisi
vertkal dari ibu ke bayi 90 %
Semua pasien yang telah diketahui Hepatts C, wajib diperiksa
HIV
2. Kualifi
kasi reagen : sesuai dengan Kebijakan Depkes
6.2. Sarana Kesehatan yang Dapat Memberikan/Meresepkan
ARV
Untuk Rumah Sakit (RS), Puskesmas dan Klinik Praktek Swasta
adalah telah merawat dan mengobat odha, memiliki staf medis
yang terlath, sarana dan prasarana yang memadai/adekuat.
6.3. Pelathan dan Clinical Mentoring
Pelathan : dilakukan bagi tenaga kesehatan dari sarana yang
belum pernah mendapatkan pelathan dan memiliki kebutuhan
untuk perawatan, dukungan dan pengobatan bagi pasien HIV/AIDS.
Tujuan adalah meningkatkan jumlah tenaga kesehatan yang
terlibat dan terampil dalam bidang HIV/AIDS.
Kriteria/syarat untuk mengikut pelathan : komitmen untuk
merawat kasus HIV/AIDS, jumlah prevalensi HIV/AIDS yang tnggi di
wilayah kerjanya.
Untuk pelathan harus disiapkan :
Buku acuan : teori, TIU, TPK
Buku untuk peserta : identfikasi maslah di lapangan
Buku untuk pelath :
Up date : penyampaian masalah pro & kontra : di akhir
pelathan
Clinical Mentoring/Mentoring Klinik : merupakan kegiatan untukmenambah dan menyegarkan kembali ilmu dan keterampilan
tenaga kesehatan dalam merawat, mengobatdan menatalaksana
pasien HIV/AIDS.
6.4. Distribusi obat ARV
Obat antretroviral saat ini masih didistribusikan melalui RS
rujukan ARV/Odha termasuk untuk satelit layanan (RS, Puskesmas).Skema manajemen dan distribusi ARV : special access scheme,
yaitu melalui satu pintu (melalui Subdit AIDS dan PMS, Depkes RI).
Kriteria sarana kesehatan untuk dapat memberikan ARV :
Kemungkinan pengembangan di masa depan, sarana kesehatan
lain yang dapat memberikan ARV : apotk, klinik swasta, dan
lainnya.
Dafar Pustaka
-
5/28/2018 Terapi ARV
34/34
Panduan Layanan Terapi Antretroviral 59
Dafar Pustaka
1. WHO. Management of HIV Infecton and Antretroviral Therapy
in Adults and Adolescents. New Delhi, Regional Office for South-
East Asia, 2007.
2. Departemen Kesehatan RI, Dirjen P2PL. Pedoman Nasional
Terapi Antretroviral, Edisi Ke 2. Jakarta, 2007.
3. WHO. Rapid Advice Antretroviral Therapy for HIV Infectons in
Adults and Adolescents. November 2009.
Panduan ini juga didukung oleh :
Aliansi Organisasi Profesi Kedokteran
(IDI, IBI, ISFI, PDGI, PPNI, IAKMI)