terapi cairan dan nutrisi

24
Nama : Irfan Haris NIM : 11/317404/KU/14639 Kelompok : 15.1.07 Stase : Anestesi TERAPI CAIRAN PENILAIAN VOLUME INTRAVASKULER Penilaian dan evaluasi klinis volume intravascular biasanya dapat dipercaya, sebab pengukuran volume cairan kompartemen belum ada. Volume cairan intravascular dapat ditaksir dengan menggunakan pemeriksaan fisik atau laboratorium atau dengan bantuan monitoring hemodynamic yang canggih. Dengan mengabaikan metoda yang ada, evaluasi serial diperlukan untuk mengkonfirmasikan kesan awal dan panduan terapi cairan. Lebih dari itu, perlu melengkapi satu sama lain, sebab semua parameter tidak langsung, pengukuran volume nonspesifik, kepercayaan pada tiap parameter mungkin salah. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik preoperative adalah yang paling dapat dipercaya .Tanda- tanda hipovolemia meliputi turgor kulit, hidrasi selaput lendir, denyut nadi yang kuat, denyut jantung dan tekanan darah dan orthostatic berubah dari yang terlentang ke duduk atau posisi berdiri, dan mengukur pengeluaran urin. Banyak obat yang pakai selama pembiusan, seperti halnya efek fisiologis dari stress pembedahan, mengubah tanda-tanda ini dan memandang tak dapat dipercaya periode sesudah operasi. Selama operasi, denyut nadi yang kuat (radial atau dorsalis pedis), pengeluaran urin, dan tanda tidak langsung, seperti respon tekanan darah ke tekanan ventilasi yang positive dan vasodilatasi atau efek inotropic negative dari anestesi, adalah yang paling sering digunakan. Pitting edema-presacral pada pasien yang tidur atau pada pretibial pada pasien yang dapat berjalan- peningkatan pengeluaran urin adalah tanda hypervolemia pada pasien dengan dengan jantung, hepar, dan fungsi ginjal yang normal. Gejala lanjut dari hypervolemia yaitu tachycardia, pulmonary crackles, wheezing, cyanosis, dan frothy pulmonary secretion. Tabel. Tanda-Tanda Kehilangan Cairan (Hipovolemia)

Upload: adi-priyanto

Post on 12-Feb-2016

30 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

anestesiologi

TRANSCRIPT

Page 1: Terapi Cairan Dan Nutrisi

Nama : Irfan HarisNIM : 11/317404/KU/14639Kelompok : 15.1.07Stase : Anestesi

TERAPI CAIRANPENILAIAN VOLUME INTRAVASKULER Penilaian dan evaluasi  klinis volume intravascular biasanya dapat dipercaya, sebab pengukuran volume cairan kompartemen belum ada. Volume cairan intravascular dapat ditaksir dengan menggunakan pemeriksaan fisik atau laboratorium atau dengan bantuan monitoring hemodynamic yang canggih. Dengan mengabaikan metoda yang ada, evaluasi serial diperlukan untuk mengkonfirmasikan kesan awal dan panduan terapi cairan. Lebih dari itu,  perlu melengkapi satu sama lain, sebab semua parameter tidak langsung, pengukuran volume nonspesifik, kepercayaan pada tiap parameter mungkin salah.

Pemeriksaan FisikPemeriksaan fisik preoperative adalah yang paling dapat dipercaya .Tanda- tanda hipovolemia meliputi turgor kulit, hidrasi selaput lendir, denyut nadi yang kuat, denyut jantung dan tekanan darah dan orthostatic berubah dari yang terlentang ke duduk atau posisi berdiri, dan mengukur pengeluaran urin. Banyak obat yang pakai selama pembiusan, seperti halnya efek fisiologis dari stress pembedahan, mengubah tanda-tanda ini dan memandang tak dapat dipercaya periode sesudah operasi. Selama operasi, denyut nadi yang kuat (radial atau dorsalis pedis), pengeluaran urin, dan tanda tidak langsung, seperti respon tekanan darah ke tekanan ventilasi yang positive dan vasodilatasi atau efek inotropic negative dari anestesi, adalah yang paling sering digunakan.Pitting edema-presacral pada pasien yang tidur atau pada pretibial pada pasien yang dapat berjalan- peningkatan pengeluaran urin adalah tanda hypervolemia pada pasien dengan dengan jantung, hepar, dan fungsi ginjal yang normal. Gejala lanjut dari hypervolemia yaitu tachycardia, pulmonary crackles, wheezing, cyanosis, dan frothy pulmonary secretion.Tabel. Tanda-Tanda Kehilangan Cairan (Hipovolemia)

Evaluasi Laboratorium Beberapa pengukuran laboratorium digunakan untuk menilai volume intravascular dan ketercukupan perfusi.jaringan Pengukuran ini meliputi serial hematocrits, seperti pH darah arteri, berat jenis atau osmolalitas urin, konsentrasi klorida atau natrium dalam urin, Natrium dalam darah, dan creatinin serum, ratio blood urea nitrogen (perbandingan BUN). Ini

Page 2: Terapi Cairan Dan Nutrisi

hanya pengukuran volume intravascular secara tidak langsung dan sering tidak bisa dipercaya selama operasi sebab dipengaruhi oleh beberapa variabel dan hasilnya sering terlambat. Tanda-tanda laboratorium dari dehidrasi yaitu peningkatan hematocrit progresif acidosis metabolic yang progresif, berat jenis urin >1.010, Natrium dalam urin <10 mEq/L, osmolalitas > 450 mOsm/kg, hypernatremia, dan ratio BUN- -kreatinin >10:1. Tanda-tanda pada foto roentgen adalah meningkatnya vaskularisasi paru dan interstitiel yang ditandai dengan ( Kerly " B") atau infiltrasi difus pada alveolar adalah tanda-tanda dari overload cairan   

Pengukuran Hemodinamik  Monitoring CVP diindikasikan pada pasien dengan jantung dan fungsi paru yang normal jika status volume sukar untuk dinilai dengan alat lain atau jika diharapkan adanya perubahan yang cepat. Pembacaan CVP harus diinterpretasikan nilai yang rendah(< 5 mm Hg) mungkin normal kecuali jika ada tanda-tanda hypovolemia. Lebih dari itu, respon dari bolus cairan ( 250 mL) yang ditandai dengan: sedikit peningkatan ( 1-2 mm Hg) merupakan indikasi penambahan cairan, sedangkan suatu peningkatan yang besar (> 5 mm Hg) kebutuhan cairan cukup dan evaluasi kembali status volume cairan.. CVP yang terbaca >12 mmHg dipertimbangkan. hypervolemia dalam disfungsi ventricular kanan, meningkatnya tekanan intrathorakal, atau penyakit pericardial restriktif. Monitoring tekanan arteri Pulmonary dimungkinkan jika CVP tidak berkorelasi dengan gejala klinis atau jika pasien mempunyai kelainan primer atau sekunder dari fungsi ventrikel kanan, kelainan fungsi tubuh; yang juga berhubungan dengan paru-paru atau penyakit pada ventrikel kiri. Pulmonary Artery Occlusion Pressure (PAOP) <8 mmHg menunjukkan adanya hypovolemia ,dikonfirmasi dengan gejala klinis; bagaimanapun, nilai <15 Mm Hg berhubungan dengan pasien yang hipovolemia relative dengan compliance ventrikel lemah. Pengukuran PAOP >18 mmHg dan biasanya menandakan beban volume ventrikel kiri yang berlebih. Adanya penyakit katup Mitral (stenosis), stenosis aorta yang berat, atau myxoma atrium kiri atau thrombus mengubah hubungan yang normal antara PAOP dan volume diastolic akhir ventrikel kiri. Peningkatan tekanan pada thorak dan tekanan pada jalan nafas paru terlihat adanya kesalahan; sebagai konsekwensi, semua pengukuran tekanan selalu diperoleh pada waktu akhir expirasi . Teknik terbaru mengukur volume ventrikel dengan transesophageal echocardiography atau oleh radioisotop dan lebih akurat tetapi belum banyak tersedia.  CAIRAN INTRAVENA  Terapi cairan intravena terdiri dari cairan kristaloid, koloid, atau suatu kombinasi kedua-duanya. Solusi cairan kristaloid adalah larutan mengandung ion dengan berat molekul rendah (garam) dengan atau tanpa glukosa, sedangkan cairan koloid berisi ion dengan berat molekul tinggi seperti protein atau glukosa. Cairan koloid menjaga tekanan oncotic plasma dan sebagian besar ada di intravascular, sedangkan cairan kristaloid dengan cepat didistribusikan keseluruh ruang cairan extracellular.Ada kontroversi mengenai penggunaan cairan koloid dan kristaloid untuk pasien dg pembedahan. Para ahli mengatakan bahwa koloid dapat menjaga plasma tekanan oncotic plasma, koloid lebih efektif dalam mengembalikan volume intravascular dan curah jantung.Ahli yang lain mengatakan bahwa pemberian cairan kristaloid efektif bila diberikan dalam jumlah yang cukup. Pendapat yang mengatakan bahwa koloid dapat menimbulkan edema pulmoner pada pasien dengan peningkatan permeabilitas kapiler paru adalah tak benar, sebab tekanan onkotik interstitial paru-paru sama dengan plasma ( lihat Bab 22). Beberapa pernyataan dibawah ini yang mendukung : 

1. Kristaloid, jika diberikan dalam jumlah cukup sama efektifnya dengan koloid dalam mengembalikan volume intravascular. 

2. Mengembalikan deficit volume intravascular dengan kristaloid biasanya memerlukan 3-4 kali dari jumlah cairan jika menggunakan koloid. 

3. Kebanyakan pasien yang mengalami pembedahan mengalami deficit cairan extracellular melebihi deficit cairan intravascular.. 

4. Defisit cairan intravascular yang berat dapat dikoreksi dengan cepat dengan menggunakan cairan koloid. 5. Pemberian cairan kristaloid dalam jumlah besar (> 4-5 L) dapat menimbulkan edema jaringan.

Beberapa kasus membuktikan bahwa, adanya edema jaringan mengganggu transport oksigen, memperlambat penyembuhan luka dan memperlambat kembalinya fungsi pencernaan setelah pembedahan.

Cairan KristaloidCairan kristaloid merupakan cairan untuk resusitasi awal pada pasien dengan syok hemoragik dan septic syok seperti pasien luka bakar, pasien dengan trauma kepala untuk menjaga tekanan perfusi otak, dan pasien dengan plasmaphersis dan reseksi hepar. Jika 3-4 L cairan kristaloid telah diberikan, dan respon hemodinamik tidak adekuat, cairan koloid dapat diberikan. Ada beberapa macam cairan kristaloid yang tersedia. Pemilihan cairan tergantung dari derajat dan macam kehilangan cairan. Untuk kehilangan cairan hanya air, penggantiannya dengan cairan hipotonik dan disebut juga maintenance type solution. Jika hehilangan cairannya air dan elektrolit, penggantiannya dengan cairan isotonic dan disebut juga replacement type solution. Dalam cairan, glukosa berfungsi menjaga tonisitas dari cairan atau menghindari ketosis dan hipoglikemia dengan cepat. Anak- anak cenderung akan menjadi hypoglycemia(< 50 mg/dL) 4-8 jam puasa. Wanita mungkin lebih cepat hypoglycemia jika puasa (> 24 h) disbanding pria. Kebanyakan jenis kehilangan cairan intraoperative adalah isotonik, maka yang biasa digunakan adalah replacement type solution, tersering adalah Ringer Laktat. Walaupun sedikit hypotonic, kira-kira 100 mL air per 1 liter mengandung Na

Page 3: Terapi Cairan Dan Nutrisi

serum 130 mEq/L, Ringer Laktat mempunyai komposisi yang mirip dengan cairan extraselular dan paling sering dipakai sebagai larutan fisiologis. Laktat yang ada didalam larutan ini dikonversi oleh hati sebagai bikarbonat. Jika larutan salin diberikan dalam jumlah besar, dapat menyebabkan dilutional acidosis hyperchloremic oleh karena Na dan Cl yang tinggi (154 mEq/L): konsentrasi bikarbonat plasma menurun dan konsentrasi Clorida meningkat. Larutan saline baik untuk alkalosis metabolic hipokloremik dan mengencerkan Packed Red Cell untuk transfusi. Larutan D5W digunakan untuk megganti deficit air dan sebagai cairan pemeliharaan pada pasien dengan restriksi Natrium. Cairan hipertonis 3% digunakan pada terapi hiponatremia simptomatik yang berat (lihat Bab 28). Cairan 3 – 7,5% disarankan dipakai untuk resusitasi pada pasien dengan syok hipovolemik. Cairan ini diberikan lambat karena dapat menyebabkan hemolisis. 

Cairan KoloidAktifitas osmotic dari molekul dengan berat jenis besar dari cairan koloid untuk menjaga cairan ini ada di intravascular. Walaupun waktu paruh dari cairan kristaloid dalam intravascular 20-30 menit, kebanyakan cairan koloid mempunyai waktu paruh dalam intravascular 3-6 jam. Biasanya indikasi pemakaian cairan koloid adalah : 

1. Resusitasi cairan pada pasien dengan deficit cairan intravascular yang berat (misal: syok hemoragik) sampai ada transfusi darah. 

2. Resusitasi cairan pada hipoalbuminemia berat atau keadaan dimana 

Kehilangan protein dalam jumlah besar seperti luka bakar. Pada pasien luka bakar, koloid diberikan jika luka bakar >30% dari luas permukaan tubuh atau jika > 3-4 L larutan kristaloid telah diberikan lebih dari 18-24 jam setelah trauma. Beberapa klinisi menggunakan cairan koloid yang dikombinasi dengan kristaloid bila dibutuhkan cairan pengganti lebih dari 3-4 L untuk transfuse. Harus dicatat bahwa cairan ini adalah normal saline ( Cl 145 – 154 mEq/L ) dan dapat juga menyebabkan asidosis metabolic hiperkloremik. Banyak cairan koloid kini telah tersedia. Semuanya berasal dari protein plasma atau polimer glukosa sintetik.  Koloid yang berasal dari darah termasuk albumin ( 5% dan 25 % ) dan fraksi plasma protein (5%). Keduanya dipanaskan 60 derajat selama 10 jam untuk meminimalkan resiko dari hepatitis dan penyakit virus lain. Fraksi plasma protein berisi alpha dan beta globulin yang ditambahkan pada albumin dan menghasilkan reaksi hipotensi. Ini adalah reaksi alergi yang alami da melibatkan aktivasi dari kalikrein. Koloid sintetik termasuk Dextrose starches dan gelatin. Gelatin berhubungan dengan histamine mediated- allergic reaction dan tidak tersedia di United States.Dextran terdiri dari Dextran 70 ( Macrodex ) dan Dextran 40, yang dapat meningkatkan aliran darah mikrosirkulasi dengan menurunkan viskositas darah. Pada Dextran juga ada efek antiplatelet. Pemberian melebihi 20 ml/kg/hari dapat menyebabkan masa perdarahan memanjang (Dextran 40) dan gagal ginjal. Dextran dapat juga bersifat antigenic dan anafilaktoid ringan dan berat dan ada reaksi anafilaksis. Dextan 1 ( Promit ) sama dengan Dextran 40 atau dextran 70 untuk mencegah reaksi anafilaxis berat.;bekerja seperti hapten dan mengikat setiap antibody dextran di sirkulasi. Hetastarch (hydroxyetil starch) tersedia dalam cairan 6 % dengan berat molekul berkisar 450.000. Molekul-molekul yang kecil akan dieliminasi oleh ginjal dan molekul besar dihancurkan pertama kali oleh amylase. Hetastarch sangat efektif sebagai plasma expander dan lebih murah disbanding albumin.. Lebihjauh, Hetastarch bersifat nonantigenik dan reaksi anafilaxisnya jarang. Studi masa koagulasi dan masa perdarahan umumnya tidak signifikan dengan infus 0.5 – 1 L. Pasien transplantasi ginjal yang mendapat hetastarch masih controversial. Kontroversi ini dihubungkan juga dengan penggunaan hetastarch pada pasien yang menjalani bypass kardiopulmoner. Pentastarch, cairan starch dengan berat molekul rendah, sedikit efek tambahannya dan dapat menggantikan hetastarch.  TERAPI CAIRAN PERIOPERATIF Terapi cairan perioperatif termasuk penggantian deficit cairan, kehilangan cairan normal dan kehilangan cairan lewat luka operasi termasuk kehilangan darah.

Kebutuhan Pemeliharaan Normal    Pada waktu intake oral tidak ada, deficit cairan dan elektrolit dapat terjadi dengan cepat karena adanya pembentukan urin yang terus berlangsung,sekresi gastrointestinal, keringat dan insensible losses dari kulit dan paru. Kebutuhan pemeliharaan normal dapat diestimasi dari tabel berikut:Tabel Estimasi Kebutuhan Cairan Pemeliharaan

       Berat Badan                                                       Kebutuhan10 kg pertama                                                            4 ml/kg/jam10-20 kg kedua                                                          2 ml/kg/jamMasing-masing kg  > 20 kg                                       1 ml/kg/jam

Contoh: berapa kebutuhan cairan pemeliharaan untuk anak 25 kg? Jawab: 40+20+5=65 ml/jam

Preexisting Deficit    Pasien yang akan dioperasi setelah semalam puasa tanpa intake cairan akan menyebabkan defisit cairan sebanding dengan lamanya puasa. Defisit ini dapat diperkirakan dengan mengalikan normal maintenance dengan lamanya puasa.

Page 4: Terapi Cairan Dan Nutrisi

Untuk 70 kg, puasa 8 jam, perhitingannya (40 + 20 + 50) ml / jam x 8 jam atau 880 ml. Pada kenyataannya, defisit ini dapat kurang sebagai hasil dari konservasi ginjal. Kehilangan cairan abnormal sering dihubungkan dengan defisit preoperatif. Sering terdapat hubungan antara perdarahan preoperatif, muntah, diuresis dan diare.

Penggantian Cairan IntraoperatifTerapi cairan intraoperatif meliputi kebutuhan cairan dasar dan penggantian deficit cairan preoperative seperti halnya kehilangan cairan intraoperative ( darah, redistribusi dari cairan, dan penguapan). Pemilihan jenis cairan intravena tergantung dari prosedur pembedahan dan perkiraan kehilangan darah. Pada kasus kehilangan darah minimal dan adanya pergeseran cairan, maka maintenance solution dapat digunakan. Untuk semua prosedur yang lain Ringer Lactate biasa digunakan untuk pemeliharaan cairan. Idealnya, kehilangan darah harus digantikan dengan cairan kristaloid atau koloid untuk memelihara volume cairan intravascular ( normovolemia) sampai bahaya anemia berberat lebih (dibanding) resiko transfusi. Pada kehilangan darah dapat diganti dengan transfuse sel darah merah. Transfusi dapat diberikan pada Hb 7-8 g/dL (hematocrit 21 - 24%).Hb < 7 g/dL cardiac output meningkat untuk menjaga agar transport Oksigen tetap normal. Hb 10 g/dL biasanya pada pasien orang tua dan penyakit yang berhubungan dengan jantung dan paru-paru. Batas lebih tinggi mungkin digunakan jika diperkirakan ada kehilangan darah yang terus menerus. Dalam prakteknya, banyak dokter memberi Ringer Laktat kira-kira 3-4 kali dari banyaknya darah yang hilang, dan cairan koloid dengan perbandingan 1:1 sampai dicapai Hb yang diharapkan.

Tabel. Perkiraan Volume Darah Rata-Rata (Average Blood Volumes) Umur                                          Volume DarahNEONATES     PREMATURE                            95 ML/KG     FULL-TERM                             85 ML/KGINFANTS                                       80 ML/KGADULTS     MEN                                            75ML/KG     WOMAN                                     65 ML/KG

Pada keadaan ini   kehilangan darah dapat diganti dengan Packed red blood cell.

Banyaknya transfusi dapat ditentukan dari hematocrit preoperatif dan dengan perkiraan volume darah. Pasien dengan hematocrit normal biasanya ditransfusi hanya setelah kehilangan darah >10-20% dari volume darah mereka. Sebenarnya tergantung daripada kondisi pasien] dan prosedur dari pembedahan . Perlu diketahui jumlah darah yang hilang untuk penurunan hematocrit sampai 30%, dapat dihitung sebagai berikut:

Estimasi volume darah dari Tabel 29-5. Estimasi volume sel darah merah (RBCV) hematocrit preoperative (RBCV preop). Estimasi RBCV pada hematocrit 30% ( RBCV30%), untuk menjaga volume darah normal. Memperkirakan volume sel darah merah yang hilang ketika hematocrit 30% adalah RBCV lost = RBCV preop

- RBCV 30%. Perkiraan jumlah darah yang hilang = RBCV lost X 3

Contoh :Seorang perempuan 85 kg mempunyai suatu hematocrit preoperatif 35%. Berapa banyak jumah darah yang hilang untuk menurunkan hematocritnya sampai 30%?Volume Darah yang diperkirakan = 65 mL/kg x 85 kg = 5525 ml.RBCV 35 % =  5525 x 35 % = 1934 mL. RBCV30% = 5525 x 30 % = 1658 mL Kehilangan sel darah merah pada 30% = 1934 - 1658 = 276 mL. Perkiraan jumlah darah yang hilang = 3 x 276 mL = 828 mL.Oleh karena itu, transfusi harus dipertimbangkan hanya jika pasien kehilangan darah melebihi 800 ml. Transfusi tidak direkomendasikan sampai terjadi penurunan hematocrit hingga 24% (hemoglobin < 8.0 g/dL), tetapi ini diperlukan untuk menghitung banyaknya darah yang hilang, contohnya pada penyakit jantung dimana diberikan transfusi jika kehilangan darah 800 mL.

Tabel. Redistribusi dan evaporasi kehilangn cairan saat pembedahanDERAJAT DARI TRAUMA JARINGAN               PENAMBAHAN CAIRANMINIMAL (contoh hernioraphy)                                        0 – 2 ml/KgSEDANG  ( contoh cholecystectomy)                               2 – 4 ml/KgBERAT (contohreseksi usus)                                               4 – 8 ml/Kg

Petunjuk lain yang biasa digunakan sebagai berikut:1. Satu unit sel darah merah sel akan meningkatkan hemoglobin 1 g/dL dan hematocrit 2-3% (pada orang

dewasa); dan 2. 10mL/kg transfusi sel darah merah akan meningkatkan hemoglobin 3g/dL dan hematocrit 10%.

Page 5: Terapi Cairan Dan Nutrisi

Menggantikan Hilangnya Cairan Redistribusi dan EvaporasiSebab kehilangan cairan ini dihubungkan dengan ukuran luka dan tingkat manipulasi dan pembedahan, dapat digolongkan menurut derajat trauma jaringan. Kehilangan cairan tambahan ini dapat digantikan menurut tabel di atas, berdasar pada apakah trauma jaringan adalah minimal, moderat, atau berat. Ini hanyalah petunjuk, dan kebutuhan yang sebenarnya bervariasi pada masing-masing pasien.   

TERAPI NUTRISI PADA PENDERITA SAKIT KRITIS PENDAHULUANMalnutrisi adalah masalah umum yang dijumpai pada kebanyakan pasien yang masuk ke rumah sakit. Malnutrisi mencakup kelainan yang disebabkan oleh defisiensi asupan nutrien, gangguan metabolisme nutrien, atau kelebihan nutrisi. Sebanyak 40% pasien dewasa menderita malnutrisi yang cukup serius yang dijumpai pada saat mereka tiba di rumah sakit dan dua pertiga dari semua pasien mengalami perburukan status nutrisi selama mereka dirawat di rumah sakit. Untuk pasien kritis yang dirawat di Intensive Care Unit (ICU) sering kali menerima nutrisi yang tidak adekuat akibat dokter salah memperkirakan kebutuhan nutrisi dari pasien dan juga akibat keterlambatan memulai pemberian nutrisi.1 Pasien-pasien yang masuk ke ICU umumnya bervariasi, yaitu pasien elektif pasca operasi mayor, pasien emergensi akibat trauma mayor, sepsis atau gagal napas. Kebanyakan dari pasien-pasien tersebut ditemukan malnutrisi sebelum dimasukkan ke ICU.2 Keparahan penyakit dan terapinya dapat mengganggu asupan makanan normal dalam jangka waktu yang lama. Selanjutnya, lamanya tinggal di ICU dan kondisi kelainan sebelumnya, seperti alkoholisme dan kanker dapat memperburuk status nutrisi. Respon hipermetabolik komplek terhadap trauma akan mengubah metabolisme tubuh, hormonal, imunologis dan homeostasis nutrisi. Efek cedera atau penyakit berat terhadap metabolisme energi, protein, karbohidrat dan lemak akan mempengaruhi kebutuhan nutrisi pada pasien sakit kritis.3 Malnutrisi sering dikaitkan dengan peningkatan morbiditas, mortalitas akibat perburukan pertahanan tubuh, ketergantungan dengan ventilator, tingginya angka infeksi dan penyembuhan luka yang lama, sehingga menyebabkan lama rawat pasien memanjang dan peningkatan biaya perawatan. Malnutrisi juga dikaitkan dengan meningkatnya jumlah pasien yang dirawat kembali.1,3,4 Pentingnya nutrisi terutama pada perawatan pasien-pasien kritis mengharuskan para klinisi mengetahui informasi yang benar tentang faktor-faktor yang mempengaruhi manajemen pemberian nutrisi dan pengaruh pemberian nutrisi yang adekuat terhadap outcome penderita kritis yang dirawat di ICU.5 MENILAI STATUS NUTRISI PADA PASIEN SAKIT KRITIS       Pada penderita sakit kritis ditemukan peningkatan pelepasan mediator-mediator inflamasi atau sitokin (misalnya IL-1, IL-6, dan TNF) dan peningkatan produksi "counter regulatory hormone" (misalnya katekolamin, kortisol, glukagon, hormon pertumbuhan), sehingga menimbulkan efek pada status metabolik dan nutrisi pasien. Status nutrisi adalah fenomena multidimensional yang memerlukan beberapa metode dalam penilaian, termasuk indikator-indikator yang berhubungan dengan nutrisi, asupan nutrisi dan pemakaian energi, seperti Body Mass Index (BMI), serum albumin, prealbumin, hemoglobin, magnesium dan fosfor.5-8 Pengukuran antropometrik termasuk ketebalan lapisan kulit (skin fold) permukaan daerah trisep (triceps skin fold, TSF) dan pengukuran lingkar otot lengan atas (midarm muscle circumference, MAMC), tidak berguna banyak pada pasien sakit kritis karena ukuran berat badan cenderung untuk berubah.3,6 Jenis protein yang paling sering diukur adalah albumin serum. Level albumin yang rendah merefleksikan status nutrisi penderita yang dihubungkan dengan proses penyakit dan atau proses pemulihan. Pada pasien kritis terjadi penurunan síntesa albumin, pergeseran distribusi dari ruangan intravaskular ke interstitial, dan pelepasan hormon yang meningkatkan dekstruksi metabolisme albumin.9,10 Level serum pre-albumin juga dapat menjadi petunjuk yang lebih cepat adanya suatu stres fisiologik dan sebagai indikator status nutrisi.10 Level serum hemoglobin dan trace elements seperti magnesium dan fosfor merupakan tiga indikator biokimia tambahan. Hemoglobin digunakan sebagai indikator kapasitas angkut oksigen, sedangkan magnesium atau fosfor sebagai indikator gangguan pada jantung, saraf dan neuromuskular.11,12 Selain itu Delayed hypersensitivity dan Total Lymphocyte Count (TLC) adalah dua pengukuran yang dapat digunakan untuk mengukur fungsi imun sekaligus berfungsi sebagai screening.   Penilaian global subyektif (Subjective global assessment/SGA) juga merupakan alat penilai status nutrisi, karena mempertimbangkan kebiasaan makan, kehilangan berat badan yang baru ataupun kronis, gangguan gastrointestinal, penurunan kapasitas fungsional dan diagnosis yang dihubungkan dengan asupan yang buruk. Penilaian jaringan lemak subkutan dan penyimpanannya dalam otot skelet juga merupakan bagian dari SGA, dan bersama dengan evaluasi edema dan ascites, membantu untuk menegakkan kemungkinan malnutrisi sebelumnya. Level stres pada pasien sakit kritis juga harus dinilai karena bisa memperburuk status nutrisi penderita secara keseluruhan.13 KEBUTUHAN ENERGI PADA PENDERITA SAKIT KRITIS Keseimbangan nitrogen dapat digunakan untuk menegakkan keefektifan terapi nutrisi. Nitrogen secara kontinyu terakumulasi dan hilang melalui pertukaran yang bersifat homeostatik pada jaringan protein tubuh. Keseimbangan nitrogen dapat dihitung dengan menggunakan formula yang mempertimbangkan nitrogen urin 24 jam, dalam bentuk nitrogen urea urin (urine urea nitrogen/UUN), dan nitrogen dari protein dalam makanan:

Page 6: Terapi Cairan Dan Nutrisi

Keseimbangan Nitrogen = ((Dietary protein/6,25)- (UUN/0,8) + 4)  Karena umumnya protein mengandung 16% nitrogen, maka jumlah nitrogen dalam makanan bisa dihitung dengan membagi jumlah protein terukur dengan 6,25. Faktor koreksi 4 ditambahkan untuk mengkompensasi kehilangan nitrogen pada feses, air liur dan kulit. Keseimbangan nitrogen positif adalah kondisi dimana asupan nitrogen melebihi ekskresi nitrogen, dan menggambarkan bahwa asupan nutrisi cukup untuk terjadinya anabolisme dan dapat mempertahankan lean body mass. Sebaliknya keseimbangan nitrogen negatif ditandai dengan ekskresi nitrogen yang melebihi asupan.3,13-15 Kebutuhan energi dapat juga diperkirakan dengan formula persamaan Harris-Bennedict (tabel 1), atau kalorimetri indirek. Persamaan Harris-Bennedict pada pasien hipermetabolik harus ditambahkan faktor stres.3,5 Penelitian menunjukkan bahwa rumus perkiraan kebutuhan energi dengan menggunakan prosedur ini cenderung berlebih dalam perhitungan energi expenditure pada pasien dengan sakit kritis hingga 15%.3,15 Sejumlah ahli menggunakan perumusan yang sederhana "Rule of Thumb" dalam menghitung kebutuhan kalori, yaitu 25-30 kkal/kgbb/hari. Selain itu penetapan Resting Energy Expenditue (REE) harus dilakukan sebelum memberikan nutrisi. REE adalah pengukuran jumlah energi yang dikeluarkan untuk mempertahankan kehidupan pada kondisi istirahat dan 12 - 18 jam setelah makan. REE sering juga disebut BMR (Basal Metabolic Rate), BER (Basal Energy Requirement), atau BEE (Basal Energy Expenditure). Perkiraan REE yang akurat dapat membantu mengurangi komplikasi akibat kelebihan pemberian nutrisi (overfeeding) seperti infiltrasi lemak ke hati dan pulmonary compromise.16 Banyak metode yang tersedia untuk memperkirakan REE, salah satunya adalah kalorimetri yang dapat dipertimbangkan sebagai gold standard dan direkomendasi sebagai metode pengukuran REE pada pasien-pasien sakit kritis.5,17,18

DUKUNGAN NUTRISI PADA PASIEN-PASIEN SAKIT KRITIS         Tujuan pemberian nutrisi adalah menjamin kecukupan energi dan nitrogen, tapi menghindari masalah-masalah yang disebabkan overfeeding atau refeeding syndrome seperti uremia, dehidrasi hipertonik, steatosis hati, gagal napas hiperkarbia, hiperglisemia, koma non-ketotik hiperosmolar dan hiperlipidemia.3,6,15 Level yang terbaik untuk memulai pemberian nutrisi pada pasien sakit kritis adalah 25 kkal/kgbb dari berat badan ideal per hari.19 Harus diperhatikan bahwa pemberian nutrisi yang kurang atau lebih dari kebutuhan, akan merugikan buat pasien. REE dapat bervariasi antara meningkat sampai 40% dan menurun sampai 30%, tergantung dari kondisi pasien (tabel 1).Tabel 1. Rumus untuk memperkirakan kebutuhan energi.16

 Pemberian protein yang adekuat adalah penting untuk membantu proses penyembuhan luka, sintesis protein, sel kekebalan aktif, dan paracrine messenger. Disamping itu, serum glukosa dijaga antara 100 -… 200 mg/dL.3,15 Hiperglisemia tak terkontrol dapat menyebabkan koma hiperosmolar non ketotik dan resiko terjadinya sepsis, yang mempunyai angka mortalitas sebesar 40%.3 Hipofosfatemia merupakan satu dari kebanyakan komplikasi metabolik yang serius akibat Refeeding Syndrome. Hipofosfatemia yang berat dihubungkan dengan komplikasi yang mengancam nyawa, termasuk insufisiensi respirasi, abnormalitas jantung, disfungsi SSP, disfungsi eritrosit, disfungsi leukosit dan kesulitan untuk menghentikan penggunaan respirator.3,5  MAKRO DAN MIKRO NUTRIEN DALAM NUTRISI           Karbohidrat   Karbohidrat merupakan sumber energi yang penting. Setiap gram karbohidrat menghasilkan kurang lebih 4 kalori. Asupan karbohidrat di dalam diet sebaiknya berkisar 50% -… 60% dari kebutuhan kalori. Dalam diet, karbohidrat tersedia dalam 2 bentuk: pertama karbohidrat yang dapat dicerna, diabsorbsi dan digunakan oleh tubuh (monosakarida

Page 7: Terapi Cairan Dan Nutrisi

seperti glukosa dan fruktosa; disakarida seperti sukrosa, laktosa dan maltosa;  polisakarida seperti tepung, dekstrin, glikogen) dan yang kedua karbohidrat yang tidak dapat dicerna seperti serat. Glukosa digunakan oleh sebagian besar sel tubuh termasuk susunan saraf pusat, saraf tepi dan sel-sel darah. Glukosa disimpan di hati dan otot skeletal sebagai glikogen. Cadangan hati terbatas dan habis dalam 24 …- 36 jam melakukan puasa. Saat cadangan glikogen hati habis, glukosa diproduksi lewat glukoneogenesis dari asam amino (terutama alanin), gliserol dan laktat. Oksidasi glukosa berhubungan dengan produksi CO2 yang lebih tinggi, yang ditunjukkan oleh RQ (Respiratory Quotient) glukosa lebih besar dari pada asam lemak rantai panjang. Sebagian besar glukosa didaur ulang setelah mengalami glikolisis anaerob menjadi laktat kemudian digunakan untuk glukoneogenesis hati. Kelebihan glukosa pada pasien keadaan hipermetabolik menyebabkan akumulasi glukosa dihati berupa glikogen dan lemak. Meskipun turnover glukosa meningkat pada kondisi stres, metabolisme oksidatif tidak meningkat dalam proporsi yang sama. Oleh karena itu kecepatan pemberian glukosa pada pasien dewasa maksimal 5 mg/kgbb/menit.15Lemak   Komponen lemak dapat diberikan dalam bentuk nutrisi enteral ataupun parenteral sebagai emulsi lemak. Pemberian lemak dapat mencapai 30 % …- 50 % dari total kebutuhan. Satu gram lemak menghasilkan 9 kalori. Lemak memiliki fungsi antara lain sebagai sumber energi, membantu absorbsi vitamin yang larut dalam lemak, menyediakan asam lemak esensial, membantu dan melindungi organ-organ internal, membantu regulasi suhu tubuh dan melumasi jaringan-jaringan tubuh.15 Pemberian kalori dalam bentuk lemak akan memberikan keseimbangan energi dan menurunkan insiden dan beratnya efek samping akibat pemberian glukosa dalam jumlah besar. Penting juga bagi kita untuk memperkirakan komposisi pemberian lemak yang berhubungan dengan proporsi dari asam lemak jenuh (SFA), asam lemak tidak jenuh tunggal (MUFA), asam lemak tidak jenuh ganda (PUFA) dan rasio antara asam lemak esensial omega 6 dan omega 3 dan komponen antioksidan. Selama hari-hari pertama pemberian emulsi lemak khususnya pada pasien yang mengalami stres, dianjurkan pemberian infus selambat mungkin, yaitu untuk pemberian emulsi Long Chain Triglyseride (LCT) kurang dari 0,1 gram/kgbb/jam dan emulsi campuran Medium Chain Triglyseride (MCT)/Long Chain Triglyseride (LCT) kecepatan pemberiannya kurang dari 0,15 gram/kgbb/jam. Kadar trigliserida plasma sebaiknya dimonitor dan kecepatan infus selalu disesuaikan dengan hasil pengukuran.15Protein (Asam-Asam Amino)     Recommended Dietary Allowance (RDA) untuk protein adalah 0,8 g/kgbb/hari atau kurang lebih 10% dari total kebutuhan kalori. Para ahli merekomendasikan pemberian 150 kkal untuk setiap gram nitrogen (6,25 gram protein setara dengan 1 gram nitrogen). Kebutuhan ini didasarkan pada kebutuhan minimal yang dibutuhkan untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen. Dalam sehari kebutuhan nitrogen untuk kebanyakan populasi pasien di ICU direkomendasikan sebesar 0,15 - 0,2 gram/ kgbb/hari. Ini sebanding dengan 1 - 1,25 gram protein/ kgbb/hari. Beratnya gradasi hiperkatabolik yang dialami pasien seperti luka bakar luas, dapat diberikan nitrogen sampai dengan 0,3 gram/kgbb/hari.6 Kepustakaan lain menyebutkan rata-rata kebutuhan protein pada dewasa muda sebesar 0,75 gram protein/kgbb/hari. Namun selama sakit kritis kebutuhan protein meningkat menjadi 1,2 - 1,5 gram/kgbb/hari. Pada beberapa penyakit tertentu, asupan protein harus dikontrol, misalnya kegagalan hati akut dan pasien uremia, asupan protein dibatasi sebesar 0,5 gram/kgbb/hari.15 Kebutuhan protein pada pasien sakit kritis bisa mencapai 1,5 - 2 gram protein/kgbb/hari, seperti pada keadaan kehilangan protein dari fistula pencernaan, luka bakar, dan inflamasi yang tidak terkontrol.3 Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Elwyn 21 yang hanya menggunakan dekstrosa 5% nutrisi, menunjukkan bahwa perbedaan kecepatan kehilangan nitrogen berhubungan dengan tingkat keparahan penyakit. Disamping itu, keseimbangan nitrogen negatif lebih tinggi 8 kali pada pasien dengan luka bakar, dan 3 kali lipat pada sepsis berat apabila dibandingkan dengan individu normal. Data ini dengan jelas mengindikasikan pertimbangan kondisi penyakit ketika mencoba untuk mengembalikan keseimbangan nitrogen.Mikronutrien       Pasien sakit kritis membutuhkan vitamin-vitamin A, E, K, B1 (tiamin), B3 (niasin), B6 (piridoksin), vitamin C, asam pantotenat dan asam folat yang lebih banyak dibandingkan kebutuhan normal sehari-harinya. Khusus tiamin, asam folat dan vitamin K mudah terjadi defisiensi pada TPN. Dialisis ginjal bisa menyebabkan kehilangan vitamin-vitamin yang larut dalam air. Selain defisiensi besi yang sering terjadi pada pasien sakit kritis dapat juga terjadi defisiensi selenium, zinc, mangan dan copper.6 Nutrisi Tambahan   Nutrisi tambahan adalah beberapa komponen sebagai tambahan pada larutan nutrisi untuk memodulasi respon metabolik dan sistim imun, walaupun signifikansinya belum bisa disimpulkan. Komponen tersebut termasuk growth hormone, glutamine,branched chain amino acids (asam amino rantai panjang), novel lipids, omega-3 fatty acids, arginine, nucleotides.2,6,13 Namun perlu di waspadai khususnya L-arginine yang sering disebut sebagai immune-enhancing diets, dapat memperburuk sepsis, karena L-arginine akan meningkatkan NO yang dapat meningkatkan reaksi inflamasi, vasodilatasi, gangguan motilitas usus dan gangguan integritas mukosa, serta gangguan respirasi.6,13,15 Heyland DK dkk.4 menyimpulkan bahwa imunonutrisi dapat menurunkan komplikasi infeksi, tapi tidak berhubungan dengan mortalitas secara umum.     

RUTE PEMBERIAN NUTRISI: ENTERAL ATAU PARENTERAL ?  Di Inggris sejak 15 tahun terakhir, penggunaan nutrisi parenteral sudah mulai dikurangi. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa terjadi perubahan sistim imun dan gangguan pada usus lewat jalur GALT (Gut Associated Lymfatic System), yang merupakan stimulasi proinflamasi selama kelaparan usus. Abnormalitas sekunder lainnya adalah perubahan permeabilitas atau bahkan translokasi kuman. Kegagalan pertahanan imun dihubungkan dengan kurangnya

Page 8: Terapi Cairan Dan Nutrisi

nutrisi enteral atau luminal.2,13,15 Idealnya rute pemberian nutrisi adalah yang mampu menyalurkan nutrisi dengan morbiditas minimal. Masing-masing rute mempunyai keuntungan dan kerugian tersendiri (Tabel 2 dan 3), dan pemilihan harus tergantung pada penegakkan klinis dari pasien.3 Meskipun rute pemberian nutrisi secara enteral selalu lebih dipilih dibandingkan parenteral, namun nutrisi enteral tidak selalu tersedia, dan untuk kasus tertentu kurang dapat diandalkan atau kurang aman. Nutrisi parenteral mungkin lebih efektif pada kasus-kasus tertentu, asal diberikan dengan cara yang benar. Dalam perawatan terhadap penderita sakit kritis, nutrisi enteral selalu menjadi pilihan pertama dan nutrisi parenteral menjadi alternatif berikutnya.2,13 Nutrisi EnteralPada pemberian nutrisi enteral, pipa nasal lebih dianjurkan daripada oral, kecuali pada keadaan fraktur basis cranii dimana bisa terjadi resiko penetrasi ke intrakranial. Pipa naso jejunal dapat digunakan jika terjadi kelainan pengosongan lambung yang menetap dengan pemberian obat prokinetik atau pada pankreatitis. Alternatif lain untuk akses nutrisi enteral jangka panjang adalah dengan gastrostomi dan jejunum perkutaneus.6 Larutan nutrisi enteral yang tersedia dipasaran memiliki komposisi yang bervariasi. Nutrisi polimer mengandung protein utuh (berasal dari whey, daging, isolat kedelai dan kasein), karbohidrat dalam bentuk oligosakarida atau polisakarida. Formula demikian memerlukan enzim pankreas saat absorbsinya. Nutrisi elemental dengan sumber nitrogen (asam amino maupun peptida) tidaklah menguntungkan bila digunakan secara rutin, namun dapat membantu bila absorbsi usus halus terganggu, contohnya pada insufisiensi pankreas atau setelah kelaparan dalam jangka panjang. Lipid biasanya berasal dari minyak nabati yang mengandung banyak trigliserida rantai panjang, tapi juga berisi trigliserida rantai sedang yang lebih mudah diserap. Proporsi kalori dari non protein seperti karbohidrat biasanya dua pertiga dari total kebutuhan kalori.6 Serat diberikan untuk menurunkan insiden diare. Serat dimetabolisme oleh bakteri menjadi asam lemak rantai pendek, yang digunakan oleh koloni untuk pengambilan air dan elektrolit. Elektrolit, vitamin dan trace mineral ditambahkan sampai volume yang mengandung 2000 kkal.6 Nutrisi enteral adalah faktor resiko independen pneumonia nosokomial yang berhubungan dengan ventilasi mekanik. Cara pemberian sedini mungkin dan benar nutrisi enteral akan menurunkan kejadian pneumonia, sebab bila nutrisi enteral yang diberikan secara dini akan membantu memelihara epitel pencernaan, mencegah translokasi kuman, mencegah peningkatan distensi gaster, kolonisasi kuman, dan regurgitasi.6,22 Posisi pasien setengah duduk dapat mengurangi resiko regurgitasi aspirasi.22 Diare sering terjadi pada pasien di ICU yang mendapat nutrisi enteral, penyebabnya multifaktorial, termasuk terapi antibiotik, infeksi Clostridium difficile, impaksi feses, dan efek tidak spesifik akibat penyakit kritis. Komplikasi metabolik paling sering berupa abnormalitas elektrolit dan hiperglikemia.6

Nutrisi Parenteral   Tunjangan nutrisi parenteral diindikasikan bila asupan enteral tidak dapat dipenuhi dengan baik. Terdapat kecenderungan untuk tetap memberikan nutrisi enteral walaupun parsial dan tidak adekuat dengan suplemen nutrisi parenteral. Pemberian nutrisi parenteral pada setiap pasien dilakukan dengan tujuan untuk dapat beralih ke nutrisi enteral secepat mungkin. Pada pasien ICU, kebutuhan dalam sehari diberikan lewat infus secara kontinu dalam 24 jam. Monitoring terhadap faktor biokimia dan klinis harus dilakukan secara ketat. Hal yang paling ditakutkan pada

Page 9: Terapi Cairan Dan Nutrisi

pemberian nutrisi parenteral total (TPN/Total Parenteral Nutrition) melalui vena sentral adalah infeksi. Hal-hal yang harus diperhatikan adalah:61. Insersi subklavia: infeksi lebih jarang dibanding jugular interna dan femoral.2. Keahlian operator dan staf perawat di ICU mempengaruhi tingkat infeksi.3. Disenfektan kulit klorheksidin 2% dalam alkohol adalah sangat efektif.4. Teknik yang steril akan mengurangi resiko infeksi. 5. Penutup tempat insersi kateter dengan bahan transparan lebih baik.6. Kateter sekitar tempat insersi sering-sering diolesi dengan salep antimikroba.7. Penjadwalan penggantian kateter tidak terbukti menurunkan sepsis.

 KAPAN SEBAIKNYA MEMULAI TERAPI NUTRISI    Pada pasien sakit kritis yang menderita kurang gizi dan tidak menerima makanan melalui oral, enteral atau parenteral, maka nutrisi harus dimulai sedini mungkin. Keuntungan pemberian dini, menyebabkan hemodinamik pasien menjadi stabil, yang telah ditunjukkan dengan penurunan permeabilitas intestinal dan penurunan disfungsi organ multipel. Pada praktek klinis, pemberian makanan enteral dini dimulai dalam 24 hingga 48 jam setelah trauma.23 Moore dkk.24 mengamati adanya penurunan pada komplikasi klinis pasien dengan cedera abdomen yang menerima makanan melalui NGT dibandingkan grup kontrol yang menerima TPN yang dimulai pada hari ke-6 setelah operasi. Peneliti yang lain juga mengkonfirmasikan hasil yang sama yang mendukung keuntungan pemberian nutrisi secara dini.Tinjauan literatur baru-baru ini menemukan bahwa TPN yang diberikan pada penderita kurang gizi pada periode preoperatif akan menurunkan komplikasi post operasi hampir 10%. Namun jika diberikan ketika periode post operasi, maka resiko komplikasi post operasi, terutama komplikasi infeksi akan meningkat.24 NUTRISI PADA BERBAGAI KONDISI DAN PENYAKIT  Nutrisi Pada Keadaan Trauma   Pasien trauma cenderung mengalami malnutrisi protein akut karena hipermetabolisme yang persisten, yang mana akan menekan respon imun dan peningkatan terjadinya kegagalan multi organ (MOF) yang berhubungan dengan infeksi nosokomial. Pemberian substrat tambahan dari luar lebih awal akan dapat memenuhi kebutuhan akibat peningkatan kebutuhan metabolik yang dapat mencegah atau memperlambat malnutrisi protein akut dan menjamin outcome pasien. Nutrisi enteral total (TEN/Total Enteral Nutrition) lebih dipilih dari pada TPN karena alasan keamanan, murah, fisiologis dan tidak membuat hiperglisemia. Intoleransi TEN dapat terjadi, yaitu muntah, distensi atau cramping abdomen, diare, keluarnya makanan dari selang nasogastrik. Pemberian TPN secara dini tidak diindikasikan kecuali pasien mengalami malnutisi berat.   Nutrisi pada Pasien Sepsis    Pada pasien sepsis, Total Energy Expenditure (TEE) pada minggu pertama kurang lebih 25 kcal/kg/ hari, tetapi pada minggu kedua TEE akan meningkat secara signifikan. Kalorimetri indirek merupakan cara terbaik untuk menghitung kebutuhan kalori, proporsi serta kuantitas zat nutrisi yang digunakan. Pemberian glukosa sebagai sumber energi utama dapat mencapai 4 - 5 mg/kg/menit dan memenuhi 50 - 60% dari kebutuhan kalori total atau 60 - 70% dari kalori non protein. Pemberian glukosa yang berlebihan dapat mengakibatkan hipertrigliseridemia, hiperglikemia, diuresis osmotik, dehidrasi, peningkatan produksi CO2 yang dapat memperburuk insufisiensi pernafasan dan ketergantungan terhadap ventilator, steatosis hepatis, dan kolestasis. Pemberian lemak sebaiknya memenuhi 25 - 30% dari kebutuhan total kalori dan 30 - 40% dari kalori non protein. Kelebihan lemak dapat mengakibatkan disfungsi neutrofil dan limfosit, menghalangi sistem fagositik mononuklear, merangsang hipoksemia yang dikarenakan oleh gangguan perfusi-ventilasi

Page 10: Terapi Cairan Dan Nutrisi

dan cedera membran alveolokapiler, merangsang steatosis hepatik, dan meningkatkan sintesis PGE2. Dalam keadaan katabolik, protein otot dan viseral dipergunakan sebagai energi di dalam otot dan untuk glukoneogenesis hepatik (alanin dan glutamin). Kebutuhan protein melebihi kebutuhan protein normal yaitu 1,2 g/kg/protein/hari.Kuantitas protein sebaiknya memenuhi 15 - 20 % dari kebutuhan kalori total dengan rasio kalori non protein/ nitrogen adalah 80:1 sampai dengan 110:1.15,25 Nutrisi pada Penyakit Ginjal Akut (Acute Renal Failure)  ARF secara umum tidak berhubungan dengan peningkatan kebutuhan energi. Meski demikian kondisi traumatik akut yang menetap dapat meningkatkan REE (misalnya pada sepsis meningkat hingga 30%). Adanya penurunan toleransi terhadap glukosa dan resistensi insulin menyebabkan uremia akut, asidosis atau peningkatan glukoneogenesis. Pada pasien ARF membutuhkan perhatian yang hati-hati terhadap kadar glukosa darah dan penggunaan insulin dimungkinkan dalam larutan glukosa untuk mencapai kadar euglikemik. Pemberian lipid harus dibatasi hingga 20 - 25% dari energi total. Meski demikian lipid sangatlah penting karena osmolaritasnya yang rendah, sebagai sumber energi, produksi CO2 yang rendah dan asam lemak essensial. Protein atau asamamino diberikan 1,0 - 1,5 g/kg/hari tergantung dari beratnya penyakit, dan dapat diberikan lebih tinggi (1,5 - 2,5 g/kg/hari) pada pasien ARF yang lebih berat dan mendapat terapi menggunakan CVVH, CVVHD, CVVHDF, yang memiliki klirens urea mingguan yang lebih besar.6,15 Nutrisi pada Pankreatitis Akut  Nutrisi enteral dapat diberikan, namun ada beberapa bukti bahwa pemberian nutrisi enteral dapat meningkatkan keparahan penyakit. Nutrisi parenteral pada pankreatitis akut berguna sebagai tambahan pada pemeliharaan nutrisi. Mortalitas dilaporkan menurun seiring dengan peningkatan status nutrisi, terutama pada pasien-pasien pankreatitis akut derajat sedang dan berat. Pada pasien dengan penyakit berat pemberian nutrisi isokalorik maupun hiperkalorik dapat mencegah katabolisme protein. Oleh karena itu, pemberian energi hipokalorik sebesar 15 - 20 kkal/kg/hari lebih sesuai pada keadaan katabolik awal pada pasien-pasien non bedah dengan MOF. Pemberian protein sebesar 1,2 - 1,5 g/kg/hari optimal untuk sebagian besar pasien pankreatitis akut. Pemberian nutrisi peroral dapat mulai diberikan apabila nyeri sudah teratasi dan enzim pankreas telah kembali normal. Pasien awalnya diberikan diet karbohidrat dan protein dalam jumlah kecil, kemudian kalorinya ditingkatkan perlahan dan diberikan lemak dengan hati-hati setelah 3 - 6 hari.6,15 Nutrisi pada Penyakit Hati  Pada penyakit hati terjadi peningkatan lipolisis, sehingga lipid harus diberikan dengan hati-hati untuk mencegah hipertrigliseridemia, yaitu tidak lebih dari 1gr/kg perhari. Pembatasan protein diperlukan pada ensefalopati hepatik kronis, mulai dari 0,5 g/kg perhari, dosis ini dapat ditingkatkan dengan hati-hati menuju kearah pemberian normal. Ensefalopati hepatik menyebabkan hilangnya Branched Chain Amino Acids (BCAAs) mengakibatkan peningkatan pengambilan asam amino aromatik serebral, yang dapat menghambat neurotransmiter. Pada pasien dengan intoleransi protein, pemberian nutrisi yang diperkaya dengan BCAAs dapat meningkatkan pemberian protein tanpa memperburuk ensefalopati yang sudah ada. Kegagalan fungsi hati fulminan dapat menurunkan glukoneogenesis sehingga terjadi hipoglikemia yang memerlukan pemberian infus glukosa. Lipid dapat diberikan, karena masih dapat ditoleransi dengan baik.6 KESIMPULAN Kebutuhan nutrisi pada pasien sakit kritis tergantung dari tingkat keparahan cedera atau penyakitnya, dan status nutrisi sebelumnya. Pasien sakit kritis memperlihatkan respon metabolik yang khas terhadap kondisi sakitnya. Pada sakit kritis terjadi pelepasan mediator inflamasi (misalnya IL-1, IL-6, dan TNF) dan peningkatan produksi "counter regulatory hormone " (misalnya katekolamin, kortisol, glukagon, GH), yang dapat menyebabkan serangkaian proses yang mempengaruhi seluruh sistem tubuh dan menimbulkan efek yang jelas pada status metabolik dan nutrisi pasien. Penilaian secara objektif status nutrisi pasien di ICU adalah sulit, karena proses dari penyakit mengacaukan metode penilaian yang kita gunakan. Status nutrisi adalah fenomena multi dimensional yang memerlukan beberapa metode dalam penilaian, termasuk indikator-indikator nutrisi, intake nutrisi, dan pemakaian / pengeluaran energi. Pemberian nutrisi pada kondisi sakit kritis bisa menjamin kecukupan energi dan nitrogen, namun harus dihindari overfeeding seperti uremia, dehidrasi hipertonik, steatosis hati, gagal napas hiperkarbia, hiperglisemia, koma non-ketotik hiperosmolar dan hiperlipidemia. Pada pasien sakit kritis tujuan pemberian nutrisi adalah menunjang metabolik, bukan untuk pemenuhan kebutuhannya saat itu. Bahkan pemberian total kalori mungkin dapat merugikan karena menyebabkan hiperglisemia, steatosis dan peningkatan CO2 yang menyebabkan ketergantungan terhadap ventilator dan imunosupresi.Secara umum dapat diuraikan tujuan pemberian dukungan nutrisi pada kondisi kritis adalah meminimalkan keseimbangan negatif kalori dan protein dan kehilangan protein dengan cara menghindari kondisi starvasi, mempertahankan fungsi jaringan khususnya hati, sistem imun, sistem otot dan otot-otot pernapasan, dan memodifikasi perubahan metabolik dan fungsi metabolik dengan menggunakan substrat khusus.  REFERENSI

1. Barr J et al. Outcomes in critically ill patients before and after the implementation of an evidencebased nutritional management protocol. Chest 2004;125:1446-57.

Page 11: Terapi Cairan Dan Nutrisi

2. Griffiths RD, Bongers T. Nutrition support for patients in the intensive care unit. Diunduh dari http://www.pmj.bmj.com/ pada tanggal 12 September 2008.

3. Escallon J et al. Nutrition in critical care. In: McCarnish M et al, editors. An integrated approach to patient care total nutritional therapy. 2 nd ed. Pennsylvania:Elsevier; 2003.p.117-28.

4. Heyland DK et al. Should immunonutrition become routine in critically ill patients?: a systematic review of the evidence. JAMA 2001;286(8):944-53.

5. Higgins PA et al. Assesing nutritional status in chronically critically ill adult patients. American Journal of Critical Care 2006;15:2

6. Leonard R. Enteral and parenteral nutrition. In: Bersten AD, editor. Oh �s Intensive Care Manual. 5th ed. New York: Elsevier; 2004.p.903-12.

7. Mechanick JL, Brett EM. Nutrition support of the chronically ill patient. Crit Care Clin 2002;18:597-618. 8. Escallon J et al. Assessing nutritional status in the critically-ill patient. In: McCarnish M et al, editors. An

integrated approach to patient care total nutritional therapy. 2 nd ed. Pennsylvania: Elsevier; 2003.p.117-8.9. Clochesy JM et al. Use of serum albumin level in studying clinical. Outcomes Manag Nurs Pract 1999;3:61-6.10. Rothschild MA, Oratz M, Schreiber SS. Serum albumin. Hepatology 1988;8:385-401.11. Olerich MA, Rude RK. Should we suplement magnesium in critical ill patients? New Horiz 1994;2:186-92.12. Koch SM, Waters RD, Mehlhorn U. The stimultaneous measurement of ionized and total calcium and ionized

and total magnesium in intensive care unit patients. J Crit Care 2002;17:203-5.13. McClave SA, Heyland DK. Critical care nutrition. In: Fink MP, editor. Texbook of critical care. 5th ed.

Philadelphia: Elsevier; 2005.p.939-59.14. Escallon J et al. Carbohydrates, proteins and lipids. In: McCarnish M et al, editors. An integrated approach to

patient care total nutritional therapy. 2 nd ed. Pennsylvania: Elsevier; 2003.p.51-61.15. Mustafa Iqbal, Xavier ML. Nutrition in the intensive care unit. In: Papadakos PJ, editor. Critical care the

requisites in anaesthesiology. Volume 15. 15th ed. Philadelphia: Elsevier; 2005.p.106-16.16. Escallon J et al. Body composition in health and disease. In: McCarnish M et al, editors. In an integrated

approach to patient care total nutritional therapy. 2 nd ed. Pennsylvania: Elsevier; 2003.p.27-50.17. Forbes GB et al. Deliberate overfeeding in women and men: energy cost and composition of the weight gain.

Br J Nutr 1986;56:1-9.18. Makk LJ et al. Clinical aplication of the metabolic card in the delivery of total parenteral nutrition. Crit Care

Med 1990;18:1320-7.19. Burke JF et al. Glukose requirements following burn injury. Ann Surg 1979;190:274-85.20. Kinney JM. The application of indirect calorimetry to clinical studies. In: Kinney JM, editor. Assessment of

energy metabolism in health and disease. Columbus: Ross Laboratories; 1980.p.42.21. Elwyn DH. Protein metabolism and requitments in the criticall ill patient. Crit Care Clin 1987;3:57-69.22. Dahlan Z. Tinjauan ulang masalah pneumonia yang didapat di rumah sakit. Cermin Dunia Kedokteran

1998;121:25.23. Kompan L et al. Effects of early enteral nutrition on intestinal permeability and the development of multiple

organ failure after multiple organ injury. Intensive Care Medicine 1999;25:157-61.24. Klein S et al. Nutrition support in clinical practice: review of published data and recommendations for future

research directions. JPEN J Parenteral Enteral Nutr 1997;21:133-56.25. Zauner C, Schuster BI, Schneeweiss B. Similiar metabolic responses to standardized total parenteral26. nutrition of septic and nonspesific critically ill patients. m J Clin Nutr 2001;74:265-70

NUTRISI PARENTERALPendahuluan

Nutrisi parenteral tidak menggantikan fungsi alamiah usus, karena itu hanya merupakan jalan pintas sementara sampai usus berfungsi normal kembali.

Nutrisi parenteral di indikasikan sebagai  “ jalur subtistusi ” bagi penderita dengan saluran digestif yang tidak dapat dapat menerima dan mencerna makanan . Sedang “ jalur suplemen “ di indikasikan bagi kasus luka bakar yang luas, contusio cerebri, trauma ganda, dan sepsis dimana peningkatan kebutuhan enersi dan nutrisi sangat tinggi dimana usus tidak dapat menampung volume makanan yang sangat dibutuhkan untuk mengatasi katabolisme.     

Pertimbangan Umum Pemberian Nutrisi Bantuan nutrisi parenteral bisa diberikan secara sentral parenteral nutrisi atau secara perifer parentral nutrisi .

Pemilihan antara Total Parenteral Nutrisi ( TPN) dan Perifer parenteral Nutrisi (PPN) sangat tergantung pada resiko pemasangan sentral kateter, lama pemberian sampai pada ditoleransi pemberian secara oral atau enteral serta tergantung pada osmolaritas cairan nutrisi parenteral yang akan diberikan.

Pemberian bantuan nutrisi perifer hanya dapat mentolerir osmolaritas cairan nutrisi < 900 m osmol/L. Akan tetapi bisa saja walaupun jalur enteral su- dah tersedia , tetapi terdapat kontraindikasi relatif untuk memberikan nutrisi enteral, terutama pada fase-fae awal postpertif, maka untuk pasien ini parenteral nutrisi umumnya digunakan sebagai bantuan nutrisi awal. Perinsipnya adalah : “Start Slow, Go Slow” dengan tujuan akhir adalah pemberian secara enteral.

Page 12: Terapi Cairan Dan Nutrisi

Kebutuhan Cairan Penderita dewasa pada umumnya sekitar 30-50ml / KgBB / hari. Setiap kenaikan suhu 1 ° kebutuhan cairan bertambah 10 – 20 % dari kebutuhan harian. Penderita dengan oligouria cairan yang diperlukan adalah Insesible Water Lose (IWL) ditambah produksi

urine  perhari. (IWL = 15 cc x Berat Badan)Kebutuhan EnergiEnergi expanditure harus dihitung agar keseimbangan nitrogen yang lebih baik dapat dicapai dan dipertahankan. Metode yang digunakan untuk menghitung kebutuhan energi ada dua cara yaitu:

1.  Rumus Harris-Benedict Harris-Benedict mengkalkulasikan kebutuhan energy seseorang dalam keadaan istirahat, nonstres, setelah puasa overnigt. Pada keadaan metabolic-stress, maka harus dikalikan stress faktor.

Rumus Harris – Benedict.Pria            :   BEE = 66,47 + (13,75 x BB) +(5.0 x TB – (6,76 x U)Wanita      :   BEE = 655,1 + (9,56 x BB) +(1,85 x TB – (4,68 x U)

BEE = K cal/ hari    BB: kg     TB: cm   U: Tahun

Koreksi kebutuhan energi (kkal/hari) :   Basal Energy Expenditure (BEE) x Factor stress

Faktor stress Koreksi kebutuhan energi dihitung sesuai tingkat hipermetabolisme :

Post operasi (tanpa komplikasi)                                            1,0    –  1,10 Fraktur tulang panjang                                                           1,15   –  1,30 Kanker                                                                                    1,10   –  1,30 Peritonitis/sepsis                                                                  1,10   –  1,30 Infeksi serius/ multiple trauma                                            1,20   –  1,40 Sindrom kegagalan organ multiple                                      1,20   –  1,40 Luka bakar                                                                              1,20   –  2,00 Trauma Kapitis                                                                                1,6

2.  Rule of ThumbDalam menghitung kebutuhan awal kalori, Sejumlah ahli menggunakan perumusan sederhana Rule of Thumb yaitu 25 – 30 kkal/kg/hari. Cara ini mudah digunakan tetapi tidak mengikuti faktor usia, jenis kelamin atau komposisi tubuh sehingga kesalahan juga bisa terjadi.

3.  Indirect-calorimetry dengan expired gas analysis.Walaupun memberi hasil yang lebih akurat tetapi oleh karena membutuhkan pemeriksaan laboratorium, teknologi dan mahal maka jarang digunakan untuk perhitungan sehari-hari.

Sumber Kalori Karbohidrat (50 – 70%) Lemak (30 – 50%)

Karbohidrat Sebagai Sumber Energi Asupan karbohidrat di dalam diet pada pasien kritis sebaiknya berkisar 45% - 60% dari kebutuhan kalori Setiap gram karbohidrat menghasilkan kurang lebih 4 kalori. Beberapa jenis karbohidrat yang lazim menjadi sumber energi dengan perbedaan jalur metabolismenya

adalah : glukosa, fruktosa, sorbitokl, maltose, xylitol.      Dosis aman dari masing-masing karbohidrat:

Glikosa ( Dektrose )   : 6 gram / KgBB /Hari. Fruktosa / Sarbitol       : 3 gram / Kg BB/hari. Xylitol / maltose          : 1,5 gram / KgBB /hari.

   Campuran GFX ( Glukosa, Fruktosa – Xylitol ) yang ideal secara metabolik adalah dengan perban-dingan GFX = 4:2:1.

Emulsi Lemak Intravena Lemak dapat diberikan dalam bentuk nutrisi enteral ataupun parenteral sebagai emulsi lemak. 1 gram lemak menghasilkan 9 kalori, Pada pasien kritis sebaiknnya sekitar 20 – 35 % dari kalori bersumber

dari lemak. Pemberian lemak intravena selain sebagai sumber asam lemak esensial (terutama asam linoleat) juga sebagai

subtrat sumber energi pendamping karbohidrat terutama pada kasus stress berat Bila lemak tidak diberikan dalam program nutrisi parenteral total bersama subtrat lainnya maka defisiensi

asam lemak rantai panjang akan terjadi kira-kira pada hari ketujuh dengan gejala klinik bertahan sekitar empat minggu. Untuk mencegah keadaan ini diberikan 500 ml emulsi lemak 10 ml paling edikit 2 kali seminggu.

Page 13: Terapi Cairan Dan Nutrisi

Asam lemak esensial berperan dalam fungsi platelet, penyembuhan luka, sintesa prostaglandin dan immunocompetence. Oleh karena ada keuntungan bila  diberikan bersama-sama dengan glukosa sebagai sumber energi dianjurkan 30 –40 % dari total kalori diberikan dari lemak.

Ada bukti infus lemak merata 24 jam lebih baik dan lebih dipilih dibanding pemberian intermitten. Direkomendasikan untuk tidak memberikan > 60% kalori total diambil dari subtrat lemak. Sebagai pegangan

jangan berikan porsi lemak > 2 gr / kg BB /hari. Sebaiknya lakukan pemeriksaan kadar triglised plasma sebelum pemberian emulsi lemak intravena sebagai

data dasar. Preparat emulsi lemak yang beredar ada dua jenis, konsetrasi 10% ( 1 k cal /ml ) dan 20 % ( 2 k cal/ ml )

dengan osmolalityas 270 –340 m Osmol /L sehingga dapat diberikan  melalui perifer. Kontra indikasi  absolut infus emulsi lemak adalah trigliserit 500 mr/l ,Kolesterol 400 mg/l . kontraindikasi

relatif : Trigeliderit 300 – 500 mg/l, Kolesterol 300 – 400 mg/l, ganggguan berat faal ginjal dan hepar·       Keuntungan Lemak sebagai sumber kalori :

Cepat Terhidrolisa Cepat Dieliminasi Dari Darah Mudah Diambil Oleh Jaringan Mudah Dioksidasi Lebih Mudah Menyebabkan Keseimbangan Nitrogen Keuntungan Imunologis

Kebutuhan Protein Kebutuhan protein pada pasien sakit kritis sangat diperlukan mengingat bahwa pemecahan protein cukup

tinggi. Namun pemberian protein tidak mungkin akan bisa menekan pemecahan protein, walaupun diberikan sangat berlebihan. Bahkan akan merugikan dengan timbulnya azotemia.

Secara umum kebutuhan protein pada penderita sakit kritis 1,5 – 3,5 gr/ Kg BB/ hari yang terdiri dari asam amino esensial dan sedikitnya mengandung 45 % asam amino rantai cabang (BCAA). Tanpa BCAA pemberian 2,1 gram protein/ kg BB/ hari dan kalori 45 kcal/ kg BB/ hari masih belum adekuat, terbukti dengan masih adanya pelepasan asam amino ke perifer terus menerus.

Guidelines for Protein Intake in AdultsClinical Condition Rekommended Intake (g/kg/day)Healty adult, normal organ fungtion O,8Post operative 1,0 – 1,5Sepsis 1,2 – 1,5Multiple trauma 1,3 – 1,7Major burn 1,8 – 2,5

The ASPEN nutrition support practice manual. Silver Spring MD, 1998. American Society for Parenteral and Enteral Nutrition  

Retensi nitrogen sebanding secara proporsional dengan pemberian BCAA, sehingga memper- baiki keseimbangan nitrogen. Pemberian BCAA 1,0 – 1,5 gram/ KgBB/hari sudah memperbaiki keseimbangan nitrogen, menaikkan jumlah limfosit, memulihkan energi, menstimulasi kemotaksis, meningkatkan kadar transferin, menurunkan ekskresi 3 metil histidin. Lebih lanjut mengurangi kebutuhan oksigen dan produksi laktat dan memperbaiki resistensi perifer .

Rasio Kalori Nitrogen Atas dasar pertimbangan adanya intoleransi glukosa, resistensi insulin, dan peningkatan penggunaan protein

sebagai sumber energi pada pasien sakit kritis yang berada dalam keadaan hipermetabolik, maka rasio kalori nitrogen suatu nutrisi harus disesuaikan .

Rasio NPC : Nitrogen pada pasien kritis adalah  80 – 120 : 1 1 gr nitrogen setara dengan  6,25 gr protein Pemberian glukosa harus dikurangi 10 – 15 % ditambah insulin eksogen. Bila fungsi hati dan ginjal masih baik

maka protein diberikan 2,5 – 3,5 gram/ kg BB/ hari. Kombinasi ini akan menghasilkan rasio kalori nitrogen berkisar 80 – 100 kcal/ gr N. standar nutrisi untuk pasien yang tidak mengalami hiperkatabolisme biasanya 150 – 200 kcal/ gr N

 Mikronutrien Pasien sakit kritis membutuhkan vitamin A, E, K, B1 (tiamin), B3 (niasin), B6 (piridoksin), vitamin C, asam

pantotenat dan asam folat yang lebih banyak dibandingkan kebutuhan normal sehari-harinya. Khusus tiamin, asam folat dan vitamin K mudah terjadi defisiensi pada TPN. Dialisis ginjal bisa menyebabkan kehilangan vitamin yang larut dalam air. Defisiensi besi, selenium, zinc, mangan dan copper sering terjadi pada pasien sakit kritis. Pemberian didasarkan kebutuhan setiap hari :

     -  Calcium                          :    0,2 – 0,3 meq / kg BB/ hari     -  Magnesium                    :    0,35 – 0,45 meq / kg BB/ hari

Page 14: Terapi Cairan Dan Nutrisi

     -  Fosfat                             :    30 – 40 mmol/ hari     -  Zink                                :    3 – 10 mg/ hari

ImmunonutrientPerkembangan terbaru dalam tunjangan nutrisi diperkenalkannya immunonutrient .Tiga grup nutrient utama yang termasuk dalam  immunonutrient adalah:

·   Amino acids (arginine, glutamin, glycin )·   Fatty acid.·   Nucleotide.

Nutrient – nutrient tersebut diatas adalah ingredients yang memegang peran penting dalam proses “wound healing” peningkatan sistem immune dan mencegah proses inflamasi kesemuanya essenstial untuk proses penyembuhan yang pada pasien-pasien critical ill sangat menurun.

Regimen, Pengaturan, dan Rumatan Nutrisi ParentalPada hari-hari pertama pemberian nutrisi parental, volume, dan konsentrasi larutan nutrisi ditingkatkan secara bertahap (gradual), bergantung pada toleransi tubuh terhadap volume cairan dan konsentrasi glukose yang masuk.

A.    Dengan Larutan Dextrose Saja

HARIKE

SUMBERSUBSTRAT

JUMLAHml/ 24 jam

NON PROTEINKALORI(k.cal/ 24 jam)

ASAMAMINO(gr/ 24 jam)

MOsm/ L

I RINGER D 5%DEXTROSE 5%

10001500

200300

--

588278

TOTAL 2500 500 -II&III RINGER D 5%

DEXTROSE 10%10001500

200600

--

588550

TOTAL 2500 800VIDst.

RINGER D 5%DEXTROSE 20%

10001000

200800

--

5881100

TOTAL 2000 1000 -NB:  Osmolaritas ( 580 + 1100 ) = 840 mOSm ,masih dapat diberikan lewat vena perifer jika diteteskan bersama .

       Dextrose 20% dapat dicampur dengan Reguler insulin 20 unit/ 500 cc

    B.   Dengan Larutan Dextose Dan Asam Amino Lewat Perifer.

HARIKE

SUMBERSUBSTRAT

JUMLAHml/ 24 jam

NON PROTEINKALORI(k.cal/ 24 jam)

ASAMAMINO(gr/ 24 jam)

MOsm/ L

I RINGER D 5%DEXTROSE 5%

10001500

200300

--

588550

TOTAL 2500 500 -II&III ASAM AMINO 2,5% +  KH 10

%DEXTROSE 10%

10001500

300600

25-

772550

TOTAL 2500 900 25IVDst.Nya

ASAM  AMINO 2,5% + KH 10 %DEXTROSE 20%

10001000

300800

25-

7721100

TOTAL 2000 1100 25 940  NB: semua sumber substrat menetes bersama 24 jam, melalui vena perifer

  C.   Dengan Larutan Dextose , Asam Amino  Lewat Vena Sentral. HARIKE SUMBER

SUBSTRATJUMLAHml/ 24 jam

NON PROTEINKALORI(k.cal/ 24 jam)

ASAMAMINO(gr/ 24 jam)

MOsm/ L

I RINGER D5%DEXTROSE 5%

10001500

200300

- 588550

TOTAL 2500 500 -

II&III ASAM AMINO 5% + KH 10%DEXTROSE 10%

10001500

400600

50-

13301100

TOTAL 2500 1000 50 1215

Page 15: Terapi Cairan Dan Nutrisi

IVDst.

ASAM AMINO 5% + KH 10%DEXTOSE 20%

10001000

400800

50-

13301100

TOTAL 2000 1200 50 1215  NB: Dextrose 20% dapat diganti dengan FRUKTOSE-GLUKOSE-XYLITOL (Triofusin) yang lebih jarang hiperglikemia

dan tidak perlu tambahan insulin.

  D.   Larutan Karbohidrat ( Fgx ), Asam Amino & Lemak. (Ini adalah sistem TPN terlengkap tetapi juga termahal )HARIKE

SUMBERSUBSTRAT

JUMLAHml/ 24 jam

NON PROTEINKALORI(k.cal/ 24 jam)

ASAMAMINO(gr/ 24 jam)

Mosm/ L

I GLUKOSE 10%ASAM AMINO 2.7%

15001000

600200

-27

555600

TOTAL 2500 800 27 716II GLUKOSE 20%

LIPID 10%ASAM AMINO 10%

1000500500

800500-

--50

1110300900

TOTAL 2000 1300 50 855III GFX – 421

LIPID 10%ASAM AMINO 10%

10005001000

1667500-

--100

2100300900

TOTAL 2500 1667 100 1500IVDst. Nya

GFX – 421LIPID 20%ASAM AMINO 10%

10005001500

11671000-

--150

2100350900

TOTAL 3000 2167 150 1380

Pemantauan Penderita        Kemajuan dan kemunduran keadaan umum penderita dipantau setiap harinya, termasuk keseimbangan cairan dan elektrolitnya (bila fasilitas ada). Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan adalah :1.     Darah

     a. Darah rutin:  pemeriksaan hemaglobin, hemetokrik, leukosit, mula-mula dua kali seminggu selanjutnya sekali seminggu.

     b. Gula darah : setiap hari selama seminggu, kemudian dua kali seminggu.     c. Protein dan albumin : mula-mula dua kali seminggu, kemudian sekali seminggu.

2.     Urine    Volume urine diukur setiap hari.

Penyulit Tunjangan Nutrisi.Secara garis besar penyulit tunjangan nutrisi dapat kita kelompokkan kedalam penyulit metabolik, infeksi, tromboflebitis, penyulit mekanik dan penyulit gastrointestinal.

1. Penyulit metabolik.Gangguan metabolisme disebabkan karena masuknya subtrat (karbohidrat, protein) secara langsung kedalam vena siatemik yang dalam keadaan normal lewat usus,  subtrat ini ini melewati vena porta  lebih dahulu, masuk kehepar dan baru masuk ke sirkulasi sistemik. Penyulit metabolik bahkan dapat menjadi serius apabila beban substrat melampaui kemampuan “metabolik patway”  tubuh. Glukosa didalam sirkulasi sistemik membutuhkan insulin untuk mencapai sel, sehingga pemberian glukosa intravena akan meningkat kadar gula darah disamping merangsang sekresi insulin lebih banyak. Kelebihan beban glukosa menyebabkan hiperglikemi dan hiperosmolaritas serum. Kedua hal ini dapat menyebabkan kekacauan metabolisme yang biasa kita lihat pada koma hiperglikemia atau koma hperosmoler. Disamping itu dapat terjadi “osmotik diuresis“ Yang akan mengacaukan keseimbangan cairan dan elektrolit. Larutan karbohidrat pekat (20%) setiap botolnya dapat diberi insulin 1 ui setiap 5 gram dektose yang harus rajin digocok.

2. Penyulit infeksi. Merupakan penyakit yang amat ditakuti pada pemberian nutrisis parenteral. Suhu tubuh meninggi, leukositosis yang kadang-kadang disertai degan glkosuria dapat merupakan tanda dini akan adanya septikemia.

3. Penyulit sepsis. Terjadi sebanyak 3 % dari penderita yang menerima nutrisi parenteral yang kateternya diperlihara dengan baik. Sedangkan pada mereka yang katerternya tidak dipelihara dengan baik kejadian sepsis dapat sampai 20%.

4. Penyulit thromboplebitis. Tromboflebitis dapat terjadi karena iritasi cairan infus terhadap dinding vena, melalui kontaminasi kuman dan karena proses peradangan biasa. Iritasi vena karena cairan akan terjadi apabila osmolaritas cairan infus diatas 300 m Osmol / liter  dan makin makin tinggi osmolaritas ini makin cepat terjadinya flebitis, trombosis atau tromflebitis

  Penyulit tromboflebitis dapat dikurangi dengan cara :

Page 16: Terapi Cairan Dan Nutrisi

Pemasangan katerter vena yang lebih kecil dari diameter vena. Pemberian larutan nutrisi bersamaan melalui set transfusi bercabang. Memindahkan infus setiap 3-4 hari ke vena yang berlawanan di lengan dan tidak ke kaki Tidak memberikan larutan nutrisi dengan osmolaritas diatas 800 mOsmol/ liter melalui vena perifer.

     5.   Penyulit  mekanik. Emboli udara,perdarahan karena fungsi arteri, pneumotoraks dan hemotoraks.  Kesalahan Yang Sering Terjadi Pada Parenteral Nutrisi

1. Menggunakan vena perifer untuk cairan pekat. Osmolritas plasma  300 mOsmol . Vena perifer dapat menerima sampai maksimal 900 mOsmol . Makin tinggi osmolaritas (makin hipertonis) maka makin mudah terjadi tromphlebitis, bahkan tromboembli. Untuk cairan > 900 – 1000 mOsm, seharusnya digunakan vena setrral (vena cava, subclavia, jugularis) dimana aliran darah besar dan dapat cepat dapat mengencerkan tetesan cairan NPE yang pekat hingga tidak dapat sempat merusak dinding vena. Jika tidak tersedia kanula vena sentral maka sebaiknya dipilih dosis rendah (larutan encer) lewat vena perifer. Vena kali tidak boleh dipakai karena sangat mudah deep vein trombosis  dengan resiko teromboemboli yang tinggi.

2. Memberikan protein tanpa kalori karbohidrat yang cukup. Sumber kalori yang utama dan harus selalu ada adalah dektrose. Otak dan eritrosit mutlak memerlukan glukosa setiap saat. Jika tidak tersedia terjadi glukoneogenesis dari subtrat lain. Kalori mutlak dicukupi lebih dulu. Diperlukan deksrose 6 gram /kg/hari (300 gr) untuk kebutuhan energi basal 25 kcal/kg. Asam amino dibutuhkan untuk regenerasi sel, sintesis ensim dan viseral protein. Tetapi pemberian asam amino harus dilindungi kalori, agar  asam amino  tersebut tidak  dibakar  menjadi  energi (glukoneogenesis) Tiap gram Nitrogen harus dilindungi 150 kcal berupa karbohidrat. Satu gram Nitrogen setara 6,25 gram protetin. Protein 50 gr memerlukan ( 50 : 6,25 ) x 150 k cal = 1200 kcal atau 300 gram karbohidrat. Kalori dari asam amino itu sendiri tidak ikut dalam perhitungan kebutuhan kalori . “ Jangan memberikan asam amino jika kebutuhan kalori belum  dipenuhi”

3. Tidak melakukan perawatan aseptik. Penyulit trombplebitis karena iritasi vena sering diikuti radang/ infeksi. Prevalensi infeksi berkisar antara 2-30 % Kuman sering ditemukan adalah flora kulit yang terbawa masuk pada penyulit atau ganti penutup luka infus.

Penghentian  Nutrisi Parenteral.Penghentian nutrisi parentral harus dilakukan dengan cara bertahap untuk mencegah terjadinya rebound hipoglkemia. Cara yang kami anjurkan adalah melangkah mundur menuju regimen hari pertama. Sementrara nutrisi enteral dinaikkan kandungan subtratnya. Sesudah tercapai nutrisi enteral yang adekuat (2/3 dari jumlah kebutuhan energi total) nutrisi enteral baru dapat dihentikan.

Sumber: http://ivan-atjeh.blogspot.com/