tesis literasi bahasa kelas menulis rumah dunia … · this study discusses the language literacy...

279
i TESIS LITERASI BAHASA KELAS MENULIS RUMAH DUNIA MELALUI PENDEKATAN KOMUNIKASI ANTARBUDAYA Oleh: S O B I R I N NIM : 21160510000019 PROGRAM MAGISTER KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2018  

Upload: others

Post on 17-Aug-2020

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

i

TESIS

LITERASI BAHASA KELAS MENULIS RUMAH DUNIA

MELALUI PENDEKATAN KOMUNIKASI ANTARBUDAYA

Oleh:

S O B I R I N

NIM : 21160510000019

PROGRAM MAGISTER

KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2018

 

ii

TESIS

LITERASI BAHASA KELAS MENULIS RUMAH DUNIA

MELALUI PENDEKATAN KOMUNIKASI ANTARBUDAYA

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Magister Sosial (M.Sos)

Di Magister Komunikasi dan Penyiaran Islam

Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh:

S O B I R I N

NIM : 21160510000019

PROGRAM MAGISTER

KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2018

 

 

 

 

 

viii

ABSTRAK

Sobirin. Literasi Bahasa Kelas Menulis Rumah Dunia Melalui

Pendekatan Komunikasi Antarbudaya.

Penelitian ini membahas literasi bahasa Kelas Menulis Rumah

Dunia (KMRD) angkatan 1-5, yang berjumlah 12 orang sebagai

informan, melalui pendekatan Komunikasi Antarbudaya. Alumni

KMRD banyak yang sukses menjadi penulis dari latar budaya yang

berbeda. Untuk mengetahui; bagaimana hasil dari gerakan Rumah

Dunia dengan pendekatan Komunikasi Antarbudaya; seperti apa

anggota KMRD memaknai profesi menulis; memaknai program

kelas menulis, Gol A Gong dan literasi. Peneliti menggunakan

metode kualitatif dengan pendekatan studi lapangan, wawancara,

dokumentasi, serta studi pustaka. Teori yang digunakan, teori

komunikasi antarbudaya dari Stella Ting-Toomey dan teori

pemaknaan dari Charles Osgood. Toomey merumuskan

komunikasi antarbudaya merujuk pada proses komunikasi antara

anggota kelompok budaya yang berbeda. Charles Osgood

mengembangkan bagaimana sebuah makna dipelajari, juga tentang

hubungan antara makna dengan pikiran dan perilaku. Asumsi teori

pemaknaan Osgood adalah bahwa tiap individu akan merespon

setiap stimuli (rangsangan) yang ada di lingkungannya. Hubungan

keduanya, stimulus dan respons, diyakini sebagai elemen

pembentuk makna. Temuan dari penelitian ini; gerakan Rumah

Dunia sebagai gerakan sosial. Komunitas ini banyak melahirkan

penulis baru di Banten. Program KMRD banyak diikuti para

peserta dari berbagai daerah, sehingga memungkinkan terjadinya

komunikasi antarbudaya di sana. Profesi menulis dimaknai sebagai

profesi yang menjanjikan, menghasilkan uang jika ditekuni dengan

serius. Program KMRD dimaknai positif dalam menggali potensi

bakat-bakat menulis orang banyak. Gol A Gong dimaknai sebagai

pejuang literasi, inovatif, kreatif, inspiratif. Literasi dimaknai

sebagai gerbang pengetahuan, sebab kehidupan terus berubah,

untuk itu manusia sudah seharusnya melek literasi.

Kata kunci: Literasi, Kelas Menulis Rumah Dunia, Komunitas,

Komunikasi Antarbudaya

 

ix

ABSTRACT

Sobirin

LITERACY OF KELAS MENULIS RUMAH DUNIA

WITH THE INTERCULTURAL COMMUNICATION APPROACH

This study discusses the language literacy of Kelas Menulis Rumah

Dunia (KMRD) through the Intercultural Communication approach.

Language literacy focussed 1-5 graduate in program Kelas Menulis

Rumah Dunia. It’s followed by 12 informants. The graduate of KMRD

has successful become many profession of different cultures. This study

is to find out; how to produce the Rumah Dunia movement with the

Intercultural Communication approach to KMRD participants; how the

student of KMRD interpret the writing profession; with the following

questions; how the student of KMRD interpret writing a class program in

Rumah Dunia, Gol A Gong, and literacy. Researcher uses qualitative

methods with field research with interviews, documentation, and

literature study. The theory used by Intercultural Communication from

Stella Ting-Toomey and the theory of meaningful from Charles Osgood.

Toomey said about Intercultural Communication which based on process

communication between deferent group cultures. Charles Osgood had

developed how a meaning was learned, and also about the relationship

between the meaning with thinking and acting. Assume that meaning of

Osgood is every people will respond, as stimulation which is there in the

environment. The connecting between that, the stimulation and response

had believed as the form-meaning element. The result of this study is to

include the movement of Rumah Dunia as a social movement. This

community has produced many new writers in Banten. The language

literacy of KMRD program that was attended by participants from many

regions then made the intercultural communication in the process of the

writing class. KMRD program has become the best program in Rumah

Dunia. The participants of KMRD interpret the writing profession can

arrange money if taken seriously. KMRD is defined as a positive

program with developing many people in writing talent. Gol A Gong

defined as a literacy fighter, who is friendly, innovative, creative,

inspiring and has a high social spirit. Literacy is the gate of knowledge

because life continues to change, then the humans have completed

literacy.

Keywords: Literacy, Kelas Menulis Rumah Dunia, Class Writing,

Community, Intercultural Communication

 

x

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT, atas berkat

Rahmat-Nya yang tak pernah putus, sehingga peneliti masih diberi

kesehatan dan kelancaran dalam menyusun Tesis ini. Shalawat

serta salam semoga tetap tercurah kepada baginda Nabi

Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat dan para pengikutnya

yang setia hingga akhir zaman.

Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Master Sosial (M.Sos) Progam Magister Komunikasi dan

Penyiaran Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi,

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam penyusunan Tesis hingga

terselesaikannya, peneliti mendapat bantuan moril maupun materil

dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini izinkan peneliti

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Dede Rosyada sebagai Rektor UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta

2. Dr. Arief Subhan MA sebagai Dekan di Fakultas Ilmu

Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

3. Dr. Yopi Kusmiati, M.Si yang telah bersedia meluangkan

waktunya untuk membimbing Tesis ini hingga dapat

diselesaikan dengan baik.

4. Dr. Sihabuddin Noor, MA selaku Ketua Program Magister

Komunikasi dan Penyiaran Islam di Fakultas Ilmu Dakwah

dan Ilmu Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Dr. Rully Nasrullah, M.Si selaku Sekretaris Progam Magister

Komunikasi dan Penyiaran Islam di di Fakultas Ilmu Dakwah

dan Ilmu Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Prof. Dr. Murodi, M.Ag, sebagai Penasehat Akademik.

7. Dr. Fatmawati, MA. sebagai penguji sekaligus

penyempurnaan tesis.

8. Dr. H. M. Sungaidi, MA. sebagai penguji sekaligus

penyempurnaan tesis.

9. Bapak Saripan dan Ibu Habibah, kedua orang tuaku yang

selalu mendoakan dan mendukung atas kesuksesan peneliti.

 

xi

10. Istriku, Siti Masitoh dan juga anak kami Naura Zahra Zaviera

yang selalu memberikan semangat kepada peneliti.

11. Bapak dan Ibu dosen di Prodi Magister KPI yang telah

mengajar dan membimbing serta memberikan berbagai

ilmunya dengan penuh keikhlasan

12. Staf dan karyawan di FIDKOM yang telah memberikan

pelayanan yang baik dalam hal admininistrasi.

13. Semua pihak yang telah membantu dalam penelitian tesis

ini.

Dalam penyusunan tesis ini peneliti menyadari

bahwa banyak terdapat kesalahan, kelemahan, dan

kekurangan dari berbagai sisi. Oleh karena itu, peneliti

mengharapkan adanya saran dan kritik yang sifatnya

membangun demi kesempurnaan Tesis ini, semoga

bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan

kepentingan yang lainnya, amiin ya rabbal alamin.

Serang, 28 November 2018

Sobirin

 

xii

DAFTAR ISI

Halaman Judul ............................................................................. ….i

Pengesahan .................................................................................. …ii

Persetujuan Tim Penguji Tesis .................................................... ..iii

Lembar Pengesahan Pembimbing Tesis...................................... ...iv

Pernyataan Keaslian .................................................................... …v

Pernyataan Bebas Plagiasi .......................................................... ...vi

Abstrak ........................................................................................ ..vii

Abstrack ...................................................................................... ...ix

Kata Pengantar ............................................................................ ...xi

Daftar Isi...................................................................................... .xiv

Daftar Tabel ................................................................................ ..xv

Daftar Gambar ............................................................................. ..xx

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah…………………………...1

B. Batasan Masalah …………………………………11

C. Rumusan Masalah……………………………….. 12

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian…………………...12

E. Tinjauan Kajian Terdahulu……………………….13

1. Penelitian Lukman Solihin berjudul

Komunitas Literasi dan Transformasi Sosial:

Kisah Gol A Gong dan Rumah Dunia di Kota

Serang, Banten……………………………14

2. Penelitian Ade Jaya Suryani berjudul

Authorship in Banten: Mass Media,

Publishers, Literary Communities, and

Authors……………………………………17

3. Penelitian Siti Anggraini berjudul Budaya

Literasi Dalam Komunikasi………………19

 

xiii

F. Metodologi Penelitian…………………………….21

1. Paradigma Penelitian……………………..21

2. Metode Penelitian………………………...23

3. Subjek Penelitian…………………………24

G. Jadwal Penelitian…………………………………23

1. Waktu Penelitian………………………….25

2. Tahapan Penelitian……………………….26

3. Teknis Analisis Data……………………..26

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori…………………………………...28

1. Teori Komunikasi Antarbudaya………….31

2. Teori Pemaknaan…………………………34

B. Kajian Pustaka……………………………………40

1. Literasi……………………………………40

2. Budaya……………………………………42

3. Komunikasi Kelompok …………………. 44

BAB III GAMBARAN UMUM SUBJEK PENELITIAN

A. Profil Rumah Dunia………………………………49

1. Sejarah Berdirinya Rumah Dunia………...49

2. Struktur Organisasi……………………….53

3. Kegiatan Rumah Dunia…………………..56

4. Pengunjung……………………………….58

B. Profil Pendiri Rumah Dunia:……………………..59

1. Gol A Gong………………………………59

2. Toto ST Radik……………………………67

3. Rys Revolta (alm)………………………..85

C. Profil Informan…………………………………...85

1. Endang Rukmana…………………………86

2. Piter Tamba……………………………….86

 

xiv

3. Adkhilni Mudkhola Sidqi………………...87

4. RG Kedung Kaban………………………..87

5. Bahroji……………………………………88

6. Rizal Fauzi………………………………..88

7. Muhamad Jaeni…………………………...89

8. Rahmat……………………………………89

9. Nita Nurhayati……………………………90

10. Muhammad Tohir………………………...91

11. Hilal Ahmad……………………………...92

12. Khodijah………………………………….92

BAB IV DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

A. Gerakan Rumah Dunia dengan Pendekatan

Komunikasi Antarbudaya pada Peserta Kelas

Menulis…………………………………………...94

1. Komunikasi Antarbudaya antara Tutor Kelas

Menulis dan Peserta KMRD……………...95

B. Peserta KMRD Memaknai Profesi Menulis…….115

1. Pemaknaan Peserta KMRD Mengenai

Profesi Menulis………………………….115

2. Pemaknaan Peserta KMRD Mengenai

Program Kelas Menulis………………….123

3. Pemaknaan Peserta KMRD Mengenai Gol A

Gong……………………………………..133

4. Pemaknaan Peserta KMRD Mengenai

Literasi…………………………………...145

BAB V PEMBAHASAN

A. Pembahasan dan Analisis Gerakan Rumah Dunia

Dengan Pendekatan Komunikasi Antarbudaya pada

Peserta Kelas Menulis…………………………..154

 

xv

1. Gerakan Rumah Dunia sebagai Wadah

Pencetak Penulis…………………………157

B. Pembahasan dan Analisis Para Peserta Program

Literasi Bahasa Rumah Dunia dalam Memaknai

Profesi Menulis, Program Kelas Menulis, Gol A

Gong dan Literasi………………………………..159

BAB VI PENUTUP

A. Kesimpulan…………………………………….170

B. Saran……………………………………………172

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………. 174

LAMPIRAN…………………………………………………….181

 

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 1: Jadwal Penelitian …………………………………..… 25

Tabel 2: Program Regular Rumah Dunia ……….…………..… 56

Tabel 3: Komunikasi Antarbudaya antara Tutor Kelas Menulis dan

Peserta KMRD ………………………………………………… 111

Tabel 4: Pemaknaan Peserta KMRD Mengenai Profesi

Menulis………………………………………………………... 120

Tabel 5: Pemaknaan Peserta KMRD Mengenai Program Kelas

Menulis ……………………………………………………...… 130

Tabel 6: Pemaknaan Peserta KMRD Mengenai Gol A Gong … 142

Tabel 7: Pemaknaan Peserta KMRD Mengenai Literasi …….. 150

 

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1: Makna sebagai Representasi Internal ..……………………….. 38

Gambar 2: Ruang Semantik Tiga Dimensi ……………………………….. 40

 

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Komunitas Rumah Dunia atau sering juga disebut Taman

Bacaan Masyarakat (TBM) Rumah Dunia, merupakan salah satu

komunitas yang konsen pada dunia literasi. Komunitas ini

terletak di Komplek Hegar Alam No. 40 Ciloang, Kota Serang,

Provinsi Banten.1 Rumah Dunia adalah suatu tempat bagi anak-

anak dan remaja menumpahkan segala imajinasi dan ekspresinya

lewat kata-kata dan warna.2

Rumah Dunia menyebarkan gerakan literasi bahasa kepada

para relawannya dan juga kepada para peserta Kelas Menulis

Rumah Dunia (KMRD) yang hingga tahun 2018 sudah mencapai

angkatan ke-32. Masing-masing angkatan kelas menulis

mengikuti pembelajaran literasi bahasa selama tiga bulan. Proses

pembelajaran KMRD berlangsung tiap akhir pekan, dan setiap

pertemuan berlangsung selama kurang lebih empat jam lamanya.3

Rumah Dunia merupakan salah satu komunitas yang

konsisten menyebarkan gerakan literasi. Tidak hanya itu,

komunitas yang di dalamnya digerakkan oleh sejumlah relawan

ini juga fokus mencetak lahirnya para penulis baru, khususnya

bagi masyarakat Banten, umumnya bagi masyarakat Indonesia.

1Venayaksa, Relawan Dunia, (Jakarta: Kepustakaan Populer

Gramedia, 2011), 80. 2 Gong, Balada Si Roy, (Serang: Gong Publishing, 2010), 672.

3Wawancara dengan Gol A Gong di Kota Serang, 29 Oktober 2017.

 

2

Penelitian ini mengkaji tentang Literasi Bahasa Kelas

Menulis Rumah Dunia melalui Pendekatan Komunikasi

Antarbudaya. Peneliti memilih teori pemaknaan yang

dikembangkan oleh Charles Osgood dan teori Komunikasi

Antarbudaya yang dikembangkan oleh Stella Ting-Toomey untuk

menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini.

Teori komunikasi antarbudaya dikembangkan oleh Stella

Ting-Toomey. Menurutnya komunikasi antarbudaya merujuk

pada proses komunikasi antara anggota kelompok budaya yang

berbeda. Dimana derajat perbedaan yang ada diantara individu

yang berkomunikasi terutama berasal dari faktor keanggotaan

pada suatu kelompok budaya seperti kepercayaan, nilai-nilai,

norma-norma dan urut-urutan interaksi. Dengan demikian

komunikasi antarbudaya memiliki karakteristik yang antara lain

menyangkut pertukaran simbol, proses, pada komunitas budaya

yang berbeda, negosiasi pertukaran makna dan situasi interaktif.

Oleh karena itu, komunikasi antarbudaya melibatkan aneka tahap

perbedaan anggota kelompok budaya.4

Setiap enam bulan, di Rumah Dunia dibuka kelas menulis

yang sudah berlangsung sejak Januari tahun 2002. Kelas Menulis

Rumah Dunia (KMRD) hanya diperuntukkan bagi pelajar dan

mahasiswa agar bisa mandiri setelah jadi sarjana nanti. Di kelas

menulis ini, Gol A Gong selaku tutor KMRD memberikan

wawasan bahwa pekerjaan menulis (wartawan atau pengarang)

bisa dijadikan profesi terhormat, layak dan cerah. Dari kelas

4Toomey, Communicating Across Cultures, (New York London: The

Guilford Pres, 1999), 17.

 

3

menulis ini kelak akan muncul satu generasi baru di Banten yang

cerdas dan kritis serta sanggup menuangkan gagasan-gagasannya

lewat tulisan.5

Setiap angkatan KMRD hanya berkisar 25 sampai 30 orang.

setiap calon peserta harus memberikan (contoh) karyanya, fiksi

(cerpen/puisi) atau laporan jurnalistik (feature/news/essay). Dari

contoh karya ini, calon peserta disaring. Bagi yang lolos, ada

persyaratan lain, yaitu ikhlas menyumbangkan sebuah buku

kesayangannya ke Rumah Dunia. Pendidikannya tidak dipungut

bayaran alias gratis.6

Saat kelas menulis dimulai, pada pertemuan pertama para

peserta harus maju satu per satu, memperkenalkan dirinya, mulai

dari nama pemberian orangtua, tanggal lahir, motivasi ikut

KMRD, buku-buku apa saja yang pernah dibaca, tertarik ke sastra

atau jurnalistik, dan ingin jadi wartawan atau pengarang. Juga

yang terpenting, mereka harus menyebutkan nama pena serta

menjelaskan filosofinya. Dengan cara seperti ini, Gong mencoba

mengamati atau mengidentifikasi wawasan, emosi, serta

pengelolaan bahasa atau pemilihan kata para peserta saat bicara.7

Tiga bulan pertama, peserta KMRD akan diberikan materi

jurnalistik. Terutama unsur berita (5W+1H: where, when, what,

who, why, dan how). Metode ini sangat cocok diaplikasikan ke

dalam penulisan fiksi. Misalnya saja, unsur where: di gunung, di

rumah, di pasar. Semua peserta KMRD harus mencoba

5Gong, Gempa Literasi: Dari Kampung untuk Nusantara, (Jakarta:

Kepustakaan Populer Gramedia, 2012), 441. 6Gong, Gempa Literasi: Dari Kampung untuk Nusantara, 1441.

7Gong, Gempa Literasi: Dari Kampung untuk Nusantara, 1442.

 

4

menuliskan imajinasi tentang tempat-tempat tersebut. Dalam

wilyah fiksi, ini dikategorikan sebagai latar tempat. Dengan unsur

who, peserta bisa menulis tentang karakter tokoh, apa dan siapa.

Setiap pertemuan, setiap peserta dikenalkan pada teori, dan

selebihnya adalah praktik, yaitu mengarang.8

Pada tiga bulan berikutnya, peserta KMD diajarkan tentang

unsur-unsur menulis fiksi, seperti cerpen, novel dan juga belajar

puisi. Khusus untuk puisi, para peserta KMRD akan belajar

bersama tutor puisi, Toto ST Radik.9

Kelas Menulis Rumah Dunia angkatan pertama diikuti

Qizink, Ibnu, Wangsa, Endang, Adkhilni, Ade Jahran, dan Najwa

Fadia. Ternyata hanya butuh waktu setahun, mereka sudah mahir

menulis esai, cerpen dan novel. Bahkan, Qizink sudah direkrut

oleh Radar Banten sebagai wartawan untuk daerah Pandeglang.

Ibnu saat itu langsung bisa magang di Suplemen Radar Yunior.

Sedangkan Ade Jahran jadi wartawan Fajar Banten. Yang

spektakuler adalah Adkhilni dan Endang Rukmana. Endang

menyabet Unicef Award for Indonesian Young Writer pada 2004.

Esainya menjadi juara pertama lomba esai UNICEF dengan tema

Anak Indonesia. Sementara itu Adkhilni masuk 20 besar.

Kemudian, IKAPI Book Fair 2004, esai Adkhilni tentang

pentingnya membaca menggondol juara pertama.10

Pada tahun 2004 Kelas Menulis Rumah Dunia sudah

menghasilkan empat buku antologi. Pertama Kacamata Sidik

8Gong, Gempa Literasi: Dari Kampung untuk Nusantara, 1443.

9Wawancara dengan Gol A Gong di Kota Serang, 29 Oktober 2017.

10Gong, Gempa Literasi: Dari Kampung untuk Nusantara, 444-445.

 

5

(kritik sosial-politik, Senayan Abadi, 2004), kedua Harga Sebuah

Hati (kemanusiaan, Akur, 2005), Pelagi Jatuh di Kotaku (kritik

sosial-politik, MU3, 2005), dan Padi Memerah (kritik sosial,

MU3, 2005).11

Tradisi literasi bahasa di Rumah Dunia sudah dimulai dari

pendirinya, bernama Gol A Gong. Gol A Gong merupakan

seorang penulis senior dan pengarang ratusan buku yang pada

tahun 1990-an terkenal dengan novel petualangannya berjudul

“Balada Si Roy” (Gramedia, 1990).

Gol A Gong yang bernama asli Heri Hendayana Harris ini

lahir di Purwakarta, 15 Agustus 1963 ini juga penulis skenario

TV. Pada 1995 bekerja di Indosiar. Kemudian hijrah ke RCTI

(1996-2008) sebagai senior kreatif. Beberapa novelnya diangkat

ke layar kaca, seperti Balada Si Roy yang dibuat versi

sinetronnya oleh PT. Indika Entertaiment, diperankan Ari

Sihasaleh (ditayangkan di Malaysia), Pada-Mu Aku Bersimpuh

(RCTI, 2002) dan Al Bahri (SCTV, 2002).12

Gong mengawali karier di dunia tulis menulis dengan

menjadi wartawan. Tahun 1989, pria penggemar bulutangkis ini

tercatat sebagai wartawan tabloid Warta Pramuka (Kompas

Gramedia). Kemudian pada tahun 1994 hingga tahun 1995, Gol

A Gong bekerja di tabloid Karina. Ia juga sempat menjadi

reporter paruh waktu di beberapa media massa.13

11

Gong, Gempa Literasi: Dari Kampung untuk Nusantara. 12

Gong, Surat dari Bapak; Jalan untuk Kembali, (Jakarta: Puspa

Swara, 2016), 167. 13

Gong, Surat dari Bapak; Jalan untuk Kembali, 168.

 

6

Gol A Gong yang tidak menamatkan kuliahnya dari Jurusan

Sastra Indonesia Unpad, bersama istrinya, Asih Purwaningtyas

Chasanah atau lebih akrab disapa Tias Tatanka, dibantu sahabat-

sahabatnya, mendirikan komunitas baca Rumah Dunia.

Menurutnya pembentukan komunitas ini, merupakan investasi

jangka panjang yang tak ternilai harganya di Banten. Kegiatan

“wisata” bagi anak-anak, yaitu wisata baca, wisata dongeng dan

lain-lain. Sedangkan bagi pelajar dan mahasiswa berupa “gempa

literasi”, yaitu pertunjukkan seni, bazar buku, pelatihan menulis,

diskusi kebudayaan, launching dan bedah buku.14

Bersama para relawan, Gol A Gong ingin melakukan

dekonstruksi sosial di Rumah Dunia. Misalnya “jawara” yang

tidak lagi identik dengan kekerasan, tapi menjadi “jawara ilmu”.

Atau versi Gong, “Saatnya otak, bukan otot!” Lalu munculah

gerakan Banten Membaca untuk Indonesia” di tingkat lokal.

Sedangkan di nasional dia membuat “Gerakan Indonesia

Membaca”, bahkan hingga ke Asia. Setelah Rumah Dunia di

Serang, Banten, Gol A Gong merambah Malaysia, Abu Dhabi,

Dubai, Jeddah, Mekah dan Taiwan.15

Gong mengatakan bahwa Rumah Dunia dibangun sejak

tahun 1994, namun pada tahun 2002 Rumah Dunia baru secara

administrasi menjadi lembaga sebuah komunitas dan strukturnya

terbentuk. Sementara kelas menulis Rumah Dunia angkatan

pertama baru digulirkan Gol A Gong pada awal 2002.16

14

Gong, Surat dari Bapak; Jalan untuk Kembali, 168. 15

Gong, Surat dari Bapak; Jalan untuk Kembali, 167-169. 16

Wawancara dengan Gol A Gong di Kota Serang, 29 Oktober 2017.

 

7

Jika dihitung dari tahun 2002 hingga 2018, Rumah Dunia

kini sudah memasuki umur ke-16 tahun. Tahun 2002 ini yang

diambil Rumah Dunia sebagai perayaan hari jadinya yang jatuh

pada bulan Maret, dan tiap tahunnya dirayakan dengan beragam

kegiatan seputar literasi, seperti kelas menulis, wisata tulis,

wisata dongeng, wisata musik, wisata lakon, wisata gambar,

wisata puisi, english on friday, dan kelas komputer.17

Benih gagasan Rumah Dunia mulai bersemi ketika Gol A

Gong dan beberapa rekan kuliah di Universitas Padjajaran

(Bandung, 1982). “Saya dan kawan-kawan waktu itu bikin janji

bahwa, kalau ada yang lebih dulu berkemampuan, dialah yang

harus mulai membikin perubahan itu,” tutur Gol A Gong yang

tidak menamatkan kuliahnya di Jurusan Sastra Indonesia Unpad.

Dan memilih mengasah keterampilan dalam menulis. Embrio

Rumah Dunia memang berawal dari perpustakaan keluarga Gol A

Gong, Harri Sumantapura, yang pensiunan guru Sekolah

Pendidikan Guru (SPG), yang mempunyai banyak koleksi buku,

majalah dan bahan bacaan lainnya. Pada bulan Maret 2002,

perpustakaan yang sudah dibuka untuk umum sejak tahun 1990-

an itu diberi nama Pustakaloka Rumah Dunia dengan singkatan

PRD. Dia mengakui mendompleng akronim Partai Rakyat

Demokratik (PRD). “Ternyata sangat dahsyat selling poin (nilai

jual)nya, walaupun gara-gara itu kami juga sempat dicap aktivis

PRD betulan,” kata Gol A Gong.18

17

Venayaksa, Relawan Dunia, (Jakarta: Kepustakaan Populer

Gramedia, 2011), 180-181. 18

Mahayana, Apa dan Siapa Penyair Indonesia, (Jakarta: Yayasan

Hari Puisi Indonesia, 2017).

 

8

Bersama istrinya, Asih Purwaningtyas Hasanah atau yang

akrab disapa Tias Tatanka dan dibantu beberapa relawan lainnya,

ia mengelola PRD dengan menawarkan berbagai kegiatan

“wisata”. Kemasan wisata pada setiap kegiatan PRD

dimaksudkan agar kegiatan baca tulis itu memikat anak-anak dan

remaja. Ada wisata baca dan dongeng, wisata tulis, dan ada juga

wisata lakon. Hal itu dipilih agar kesan serius sebuah

perpustakaan berganti dengan kesan rumah dan kuat aroma

bermainnya. Awalnya, perustakaan itu hanya berupa koleksi buku

yang ditumpuk pada satu rak sepatu di sebuah kebun terbuka.19

Perlahan-lahan, bermula dari dibangunnya pendopo (selesai

bulan Juli 2002), berdirilah satu persatu bangunan hingga kini

berjumlah 4 lokal. Koleksi bukunya pun sudah mencapai 3.000-

an judul. Mengingat kegiatannya belakangan ini merambah

sastra, teater, rupa dan jurnalistik, maka pada bulan Desember

2003, berganti nama menjadi Rumah Dunia. Tanggal 14 Februari

2004, Rumah Dunia diresmikan oleh Hj. Cucu Munandar, istri

Gubernur Banten Djoko Munandar. Melalui Rumah Dunia, Gol A

Gong juga melakukan semacam gerakan dekonstruksi kultural

dengan makna baru. Pada kosakata lokal yang mengandung

makna peyorasi. Salah satu contohnya adalah kata “jawara”.

Dengan menggunakan kata tersebut sebagai nama toko buku,

kedai toko buku jawara, ia mencoba agar stigma “jawara” yang

sering identik dengan kekerasan dan pemerasan berubah makna

menjadi “gudang ilmu”. “Saya ingin suatu ketika jika orang

19

Mahayana, Apa dan Siapa Penyair Indonesia, (Jakarta: Yayasan

Hari Puisi, 2017), 239.

 

9

mencari kata „jawara‟ melalui Google (mesin pencari di internet),

ia akan menemukan kata itu dengan arti „gudang ilmu‟. Kami

ingin karakter wong Banten yang keras diperkaya dengan

wawasan dan smart,” kata Gol A Gong.20

Di samping itu, perjalanan Rumah Dunia yang sudah

mencapai 16 tahun merupakan waktu yang tak singkat, menjadi

menarik untuk diteliti. Peneliti melihat keseriusan serta

konsistensi Komunitas Rumah Dunia dalam menggerakkan

literasi bahasa dan mengenalkannya pada masyarakat Banten

serta masyarakat di luar Banten lainnya, dan mencetak generasi

para penulis pemula yang terus bermunculan pada tiap

angkatannya.21

Sebagai gambaran awal, bahwa metode pembelajaran Kelas

Menulis Rumah Dunia (KMRD) ini pada masa awal langsung

ditangani oleh Gol A Gong dan istrinya Tias Tatanka. Namun

seiring waktu, Gol A Gong kemudian melibatkan para relawan

Rumah Dunia untuk menjadi mentor kelas menulis, dengan

catatan sang mentor sudah menerbitkan sebuah buku, atau karya-

karya tulisan mereka berupa esai, cerpen, dan puisi sudah dimuat

di koran/majalah lokal maupun nasional.22

Pembelajaran kelas menulis pada dasarnya dibagi dalam dua

bagian. Selama tiga bulan pertama, para peserta diajarkan

mengenai ilmu jurnalistik, dan pada tiga bulan terakhir barulah

diajarkan ilmu fiksi (cerpen dan novel), sementara untuk kelas

20

Mahayana, Apa dan Siapa Penyair Indonesia, 239. 21

Wawancara dengan Gol A Gong, 29 Oktober 2017. 22

Wawancara dengan Gol A Gong, 29 Oktober 2017.

 

10

puisi, ada kelas tersendiri, yakni Majelis Puisi yang diasuh

langsung oleh penyair nasional asal Banten, Toto ST Radik.

Kegiatan Majelis Puisi berlangsung usai Kelas Menulis Rumah

Dunia.23

Proses kreatif awal yang Gol A Gong berikan kepada para

calon penulis di Kelas Menulis Rumah Dunia adalah

memperkenalkan dunia jurnalistik. Tahap selanjutnya dikenalkan

bahwa teori-teori jurnalistik dengan unsur berita (5W+1H) bisa

diterapkan ke dalam penulisan fiksi. Ketika Gong menanyakan

kepada peserta kelas menulis tentang pernahkah bepergian jauh?

Jawaban mereka beragam; hanya berkutat dari rumah ke

sekolah/kampus. Pertanyaan lainnya, “Apakah membaca buku?”

Rata-rata sesekali saja membaca buku. Wawasan juga adalah hal

penting untuk mempersiapkan diri kita, jika ingin menjadi penulis

(fiksi).24

Pembelajaran kelas menulis ini berlangsung secara santai

tapi serius. Tempat lokasi berlangsungnya kegiatan kelas menulis

lebih sering diadakan di Rumah Dunia, tapi juga sesekali kelas

menulis diadakan di luar Rumah Dunia, seperti di Alun-alun Kota

Serang, Pantai Anyer atau tempat lainnya.

Dalam kegiatan kelas menulis, selain diisi langsung oleh Gol

A Gong dan para relawan Rumah Dunia, juga sedikitnya dalam

sebulan sekali Rumah Dunia mendatangkan para

penulis/sastrawan nasional dari luar daerah. Pada tahun 2018

23

Wawancara dengan Gol A Gong, 29 Oktober 2017. 24

Gong, Ledakkan Idemu Agar Kepalamu Nggak Meledak, (Serang:

Gong Publishing, 2010)

 

11

Rumah Dunia memiliki program kawah literasi, yang di

dalamnya berisi kegiatan temu penulis, bedah buku dan juga

membahas proses kreatif dalam menulis cerpen, puisi, esai

maupun berita atau jurnalistik, yang diprioritaskan bagi peserta

Kelas Menulis dan umum. Sederet nama-nama penulis/sastrawan

nasional yang penah mengisi materi di kelas menulis Rumah

Dunia antara lain; Kurnia Effendi, Fikar W Eda, Taufik Ismail,

Helvy Tiana Rosa, Asma Nadia, Pipiet Senja, Sosiawan Leak,

Goenawan Mohammad, Asrizal Nur, Maman Suherman, dan

masih banyak lagi.25

Pengaruh atas keberadaan Rumah Dunia, terutama lewat

kegiatan KMRD yang dilakukan secara konsisten, sehingga dari

kelas menulis itu menghasilkan banyak penulis baru yang

bermunculan, maka penelitian ini menjadi menarik untuk dikaji.

Keberadaan Rumah Dunia dan Gol A Gong tak bisa dilepaskan

dari pergerakan budaya literasi di Banten. Keduanya menjadi

penggerak dalam memajukan literasi tidak hanya di daerahnya,

tapi juga meluas hingga ke luar Banten.

B. Batasan Masalah

Dari uraian yang sudah dijelaskan di atas, agar penelitian ini

tidak meluas dan terarah, maka peneliti membuat batasan

masalah, dengan menentukan fokus penelitian pada program

literasi bahasa Kelas Menulis Rumah Dunia melalui pendekatan

komunikasi antarbudaya pada angkatan 1-5 KMRD yang sukses

menjadi penulis dari profesi yang beragam dan latar budaya yang

berbeda.

25

Wawancara dengan Gol A Gong, 29 Oktober 2017.

 

12

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas, maka rumusan masalah

dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimana gerakan Rumah Dunia dengan pendekatan

Komunikasi Antarbudaya pada peserta kelas menulis?

2. Bagaimana para peserta program literasi bahasa Rumah

Dunia memaknai profesi menulis?

Dengan pertanyaan turunan sebagai berikut;

a. Seperti apa pemaknaan peserta KMRD mengenai

program kelas menulis?

b. Apa saja pemaknaan peserta KMRD mengenai

Gol A Gong?

c. Bagaimana pemaknaan peserta KMRD mengenai

literasi?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1. Hasil dari gerakan Rumah Dunia dengan pendekatan

Komunikasi Antarbudaya pada peserta kelas menulis.

2. Pemaknaan peserta Kelas Menulis Rumah Dunia

mengenai profesi menulis.

Adapun manfaat penelitian ini, antara lain:

1. Manfaat Teoritis

Peneliti berharap semoga penelitian ini menjadi bahan

kajian tambahan tentang literasi bahasa, komunikasi

antarbudaya, gerakan literasi lokal dan yang lebih luas

lagi mengenai khazanah ilmu komunikasi.

 

13

2. Manfaat Praktis

Peneliti berharap, penelitian ini bisa bermanfaat untuk

mengetahui dan memahami secara mendalam tentang

literasi bahasa di Komunitas Rumah Dunia dan juga

secara luas gerakan literasi di Banten. Selain itu peneliti

juga berharap, penelitian ini bisa dijadikan acuan bagi

pegiat literasi lain yang ingin membangun peradaban

literasi di wilayahnya masing-masing. Sementara bagi

kalangan akademisi, dengan hasil penelitian ini, dapat

dijadikan sumber informasi ilmiah guna melakukan

pengkajian lebih lanjut dan mendalam tentang upaya

sebuah komunitas dalam mengenalkan literasi kepada

masyarakat luas.

3. Manfaat Rekomendasi

Peneliti merekomendasikan kepada Pemerintah Daerah

(Pemda) untuk lebih peduli dan memperhatikan

komunitas literasi seperti Rumah Dunia dan juga

komunitas lain yang konsen pada perkembangan

pendidikan, literasi, sastra dan sebagainya dalam

memajukan dan mengembangkan bakat-bakat generasi

muda di Banten.

E. Tinjauan Kajian Terdahulu

Dalam penelitian ini, peneliti akan memulainya dengan

pemaparan hasil-hasil terdahulu yang peneliti anggap selaras

dengan penelitian yang sedang peneliti lakukan. Ada beberapa

penelitian yang mengkaji mengenai komunitas Rumah Dunia atau

Gol A Gong, tokoh sosial di balik kesuksesan komunitas literasi

 

14

Rumah Dunia yang berhasil dibangunnya dan hingga hari ini

masih eksis di kalangan komunitas literasi lainnya. Penelitian-

penilitian ini akan menjadi pemandu bagi kerangka berfikir

peneliti, sekaligus sebagai acuan dalam penelitian ini.

1. Penelitian Lukman Solihin berjudul Komunitas

Literasi dan Transformasi Sosial: Kisah Gol A Gong

dan Rumah Dunia di Kota Serang, Banten

Penelitian dengan pendekatan studi literatur ini membahas

transformasi sosial yang didorong oleh aktor sosial bernama Gol

A Gong dan komunitas literasi Pustakaloka Rumah Dunia yang

didirikan Gol A Gong (dan dua kawan lainnya, yakni Toto ST

Radik dan Rys Revolta) di Kota Serang, Banten. Dalam

penelitian yang dilakukan Lukman, diterangkan bahwa Gol A

Gong dan Rumah Dunia berhasil melakukan mobilitas sosial bagi

dirinya (sebagai orang cacat) dan transformasi sosial bagi orang-

orang di sekitarnya melalui gerakan literasi.26

Dalam penelitian ini Lukman lebih berfokus pada kisah Gol

A Gong dari kecil, remaja, dewasa dan menikah. Saat kecil Gong

mengalami kecelakaan hingga tangan kirinya harus diamputasi

sebatas siku, dan juga kehebatan kedua orangtuanya yang

mengajarkan Gong untuk tidak minder, dengan cara

mengenalkannya dengan olahraga dan buku, hingga Gong

memiliki mimpi besar yakni ingin mewujudkan gelanggang

remaja di Serang-Banten yang dulu diberi nama Pustakaloka

26

Lukman Solihin, “Komunitas Literasi dan Transformasi Sosial:

Kisah Gol A Gong dan Rumah Dunia di Kota Serang, Banten.” Laporan

penelitian pada Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan dan Kebudayaan,

Kemendikbud tahun 2015. Naskah belum diterbitkan.

 

15

Rumah Dunia, dan kini menjadi Rumah Dunia. Penelitian

Lukman ini juga menjelaskan bahwa Rumah Dunia tak bisa lepas

dari Gol A Gong. Masih dalam penelitian Lukman, ia menulis

bahwa Gol A Gong dan Rumah Dunia mampu mendorong

terjadinya transformasi sosial bagi lingkungannya dari yang

semula „nirliterasi‟ menjadi „melek literasi‟. Melalui kemampuan

membaca dan menulis itu, anak-anak muda yang berkecimpung

di Rumah Dunia berupaya mengolahnya menjadi modalitas

dalam kehidupan sehari-hari guna mencapai cita-cita sebagai

orang sukses.

Perspektif yang digunakan dalam penelitian ini yakni

menggunakan konsep habitus dan kapital budaya Pierre Bourdieu

(1984) menjadi penting untuk dipakai membingkai praktik literasi

yang diamati. Habitus dimaknai sebagai sistem yang secara sosial

tersusun dari disposisi-disposisi (watak) yang dibentuk oleh

aturan, norma, dan nilai yang mengakar dalam kehidupan

seseorang. Disposisi itu menjelma sebagai tindakan-tindakan

otomatis untuk merespon suatu kondisi yang dihadapi. Habitus

inilah yang mendasari terbentuknya kesamaan status dan gaya

hidup dalam satu kelompok sosial (kelas sosial tertentu).27

Penelitian yang dilakukan Lukman ini memberikan acuan

bagi penelitian yang peneliti lakukan. Terutama membantu dalam

hal melihat pergerakkan literasi Rumah Dunia dan peran Gol A

Gong dalam menyebarkan semangat membaca dan menulis,

27

Lukman Solihin, “Komunitas Literasi dan Transformasi Sosial:

Kisah Gol A Gong dan Rumah Dunia di Kota Serang, Banten.” Laporan

penelitian pada Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan dan Kebudayaan,

Kemendikbud tahun 2015. Naskah belum diterbitkan.

 

16

sehingga kemudian tidak hanya mengajak masyarakat sekitar

agar gemar membaca, tapi sudah pada satu tahap lebih tinggi,

yaitu mengajak masyarakat, terutama anggota kelas menulis

Rumah Dunia untuk menghasilkan sebuah karya berupa buku.

Persamaan dan perbedaan antara penelitian yang dilakukan

Lukman dengan penelitian yang peneliti lakukan, terletak pada;

penelitian ini sama-sama mengangkat komunitas Rumah Dunia

dan peran sertanya dalam menggerakkan budaya literasi di

sekitarnya. Sementara perbedaannya terletak pada tujuan

penelitian yang dilakukan. Penelitian yang dilakukan Lukman

memfokuskan pada hasil penelitian mengenai pengaruh Gol A

Gong dan Rumah Dunia yang dikatakannya berhasil dalam

melakukan mobilitas sosial bagi dirinya dan transformasi sosial

bagi orang-orang di sekitarnya melalui gerakan literasi.

Sementara penelitian yang peneliti lakukan berfokus pada

gerakan Rumah Dunia dalam pendekatan Komunikasi

Antarbudaya, serta meneliti terkait pemaknaan para peserta kelas

menulis mengenai profesi menulis.

Peneliti memandang bahwa penelitian yang dilakukan

Lukman ini sangat baik, namun Peneliti melihat ada sedikit

kekurangan dalam penelitian ini, yakni belum adanya pernyataan

langsung dari narasumber yang diteliti, yakni Gol A Gong untuk

dimintai keterangan secara langsung (wawancara), sehingga

penelitian yang dilakukannya lebih mendalam lagi. Hal ini diakui

Lukman dalam penelitiannya yang menyebutkan bahawa ia

belum bisa mewawancarai Gol A Gong secara langsung,

 

17

mengingat ketika Lukman melakukan penelitian tersebut, Gong

sedang ada acara pertemuan sastrawan di Belanda.

2. Penelitian Ade Jaya Suryani berjudul AUTHORSHIP

IN BANTEN: Mass Media, Publishers, Literary

Communities, and Authors

Penelitian ini merupakan tesis Ade Jaya Suryani dari Leiden

University (2008). Penelitian dengan pendekatan studi literatur

ini membahas penulis-penulis di Banten, dimulai dari penulis

kaliber Syaikh Yusuf al-Maqassari, Syaikh Nawawi al-Bantani

hingga penulis pada generasi saat ini, yakni Gol A Gong dan

penulis-penulis dari generasi terbaru. Lahirnya penulis-penulis

hebat dari Banten itu tak lepas dari media massa, penerbit,

komunitas sastra yang mendukung dan memuat karya-karya

mereka, hingga akhirnya dikenal oleh banyak orang. Termasuk

juga Rumah Dunia di dalamnya dibahas cukup mendalam dalam

tesis Ade Jaya. Secara garis besar penelitian Ade Jaya Suryani ini

mengenai kepengarangan di Banten, yang ia definisikan penulis

Banten sebagai penulis yang lahir di Banten, dan mereka yang

lahir di luar Banten, tapi tinggal di Banten. Memang Rumah

Dunia dan Gol A Gong tidak dibahas secara menyeluruh. Karena

dalam penelitian ini, memuat juga biografi para penulis-penulis di

Banten. Ade mengakui ada beberapa yang detail dan yang lainnya

tidak, serta menggambarkan karya mereka, dan hubungannya

dengan penerbit, media massa dan komunitas sastra di Banten.28

28

Ade Jaya Suryani, “Authorship in Banten: Mass Media, Publishers,

Literary Communities, and Authors”. (Tesis Master of Arts (MA) Islamic

Studies, Leiden University, 2008).

 

18

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa sejak lampau

banyak penulis yang lahir maupun tinggal di Banten, yang sampai

pada saat ini tradisi menulis masih diteruskan oleh Gol A Gong

dan penulis-penulis dari generasi terbaru. Dan karya sastra, Ade

menulis bahwa karya sastra kemudian menjadi dominan

jumlahnya, dalam karya orang Banten penulis dalam periode

terakhir. Sementara sosok Gol A Gong adalah salah satu nama

yang cukup dikenal dalam dunia sastra atau penulis yang tinggal

di Banten. Karya Gol A Gong sudah mencapai seratus buku lebih,

termasuk buku antologinya.

Upaya yang dilakukan oleh Gol A Gong dan Toto ST Radik

melalui Yayasan masyarakat Sanggar Sastra Serang dan Rumah

Dunia, memiliki dampak positif terhadap kepengarangan di

Banten. Hal ini dibuktikan dengan munculnya penulis baru dari

komunitas ini, seperti Qizink La Aziva, Firman Venayaksa, Ibnu

Adam Aviciena, Endang Rukmana, dan seterusnya.29

Penelitian ini memberikan acuan bagi penelitian yang

peneliti lakukan. Terlebih membantu dalam hal menemukan

gambaran awal Rumah Dunia dan juga tradisi di Rumah Dunia

pada periode awal-awal pendirian, karena mengingat tulisan ini

dibuat pada tahun 2008. Tentunya penelitian ini memiliki

persamaan sedikit dengan penelitian yang peneliti lakukan, yakni

mengangkat sosok Gol A Gong sebagai penulis dan Rumah

29

Ade Jaya Suryani, “Authorship in Banten: Mass Media, Publishers,

Literary Communities, and Authors”. (Tesis Master of Arts (MA) Islamic

Studies, Leiden University, 2008).

 

19

Dunia sebagai komunitas literasi yang masih eksis hingga saat

ini.

Sementara perbedaan antara penelitian ini dengan yang

peneliti lakukan, perbedaanya terletak pada, penelitian ini hanya

fokus membahas para penulis-penulis di Banten dari Syaikh

Nawawi al-Bantani hingga penulis pada generasi seterusnya,

yakni Gol A Gong serta media massa pada masa itu yang sedikit

menunjang kepengarangan mereka. Sedangkan penelitian yang

peneliti lakukan lebih fokus pada program literasi bahasa di

komunitas Rumah Dunia, yakni kelas menulis yang dikaitkan

lewat pendekatan komunikasi antarbudaya. Dimana peran Rumah

Dunia dalam mencetak generasi penulis baru, serta pemaknaan

bagi para anggota dalam hal profesi penulis.

3. Penelitian Siti Anggraini berjudul Budaya Literasi

Dalam Komunikasi

Penelitian Siti Anggraini ini dimuat dalam Jurnal Wacana

Volume XV No. 3. September 2016. Penelitian tersebut lebih

membahas pada persoalan tentang budaya literasi yang dikaitkan

pada komunikasi. Penelitian ini lebih jauh membahas persoalan-

persoalan gerakan literasi dan peta perkembangan literasi saat ini,

dan juga ketertinggalan Indonesia dari negara-negara maju soal

„melek literasi‟. Dalam penelitian yang dilakukan Siti dari

Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Prof. Dr. Moestopo ini,

membahas persoalan literasi yang cukup luas, serta peran yang

seharusnya diterapkan dalam kehidupan agar bisa menjadikan

gerakan literasi sebagai budaya yang baik, yang itu bisa dimulai

dari lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat, sehingga

 

20

literasi menjadi pondasi penting dalam kemajuan sebuah bangsa

atau negara. Penelitian ini juga membahas persoalan-persoalan

gerakan literasi yang beberapa tahun belakangan ini sedang

hangat dibicarakan.

Dalam penelitian ini juga disebutkan bahwa, literasi

bermakna luas. Literasi dipahami tidak sekadar membaca dan

menulis, tetapi lebih pada memanfaatkan informasi dan bahan

bacaan untuk menjawab beragam persoalan kehidupan sehari-

hari. Gerakan literasi berbasis masyarakat mampu bertahan dan

berkembang di perkotaan hingga pedesaan karena berangkat dari

kebutuhan masyarakat.

Bahasa tulis atau literasi, dengan definisi yang paling umum,

mengacu pada proses dari aspek membaca dan menulis.

Tompkins mengemukakan bahwa literasi merupakan kemampuan

menggunakan membaca dan menulis dalam melaksanakan tugas-

tugas yang bertalian dengan dunia kerja dan kehidupan di luar

sekolah. Sementara itu, Wells mengemukakan bahwa literasi

merupakan kemampuan bergaul dengan wacana sebagai

representasi pengalaman, pikiran, perasaan dan gagasan secara

tepat sesuai dengan tujuan.30

Persamaan penelitian yang dilakukan Siti Anggraini dengan

penelitian yang peneliti lakukan adalah, pembahasan yang sama-

sama mengangkat mengenai budaya literasi. Namun penelitian

Siti dikaitkan pada budaya literasi dalam komunikasi. Sementara

peneliti hanya berfokus pada pergerakan literasi di Rumah Dunia.

30

Anggraini, “Budaya Literasi Dalam Komunikasi”. Jurnal WACANA

Volume XV No. 3. September 2016, 181-279.

 

21

Sementara perbedaan dalam penelitian yang dilakukan Siti dan

penelitian yang peneliti lakukan terletak pada studi kasusnya.

Dimana Siti lebih luas membidik pembahasan literasi hampir dari

semua aspek, seperti literasi pada anak sekolah dasar,

masyarakat, hingga pegiat literasi. Sementara penelitian yang

peneliti lakukan lebih berfokus pada literasi yang digerakkan oleh

komunitas Rumah Dunia dan meberikan dampak pada

masyarakat sekitar dan juga anggota kelas menulis Rumah Dunia.

Namun pembahasan gerakan literasi yang diinisiasi

masyarakat seperti komunitas literasi atau Taman Bacaan

Masyarakat (TBM) pada jurnal tersebut tidak dibahas terlalu

mendalam, melainkan sepintas saja untuk menjelaskan bahwa

gerakan literasi cenderung lebih efektif dijalankan oleh

masyarakat atau pegiat literasi. Terlebih dalam menyadarkan

masyarakat dari yang nol literasi menjadi gemar membaca.

F. Metodologi Penelitian

Dalam metode penelitian ini, akan dijabarkan tentang

paradigma penelitian, metode penelitian serta subjek penelitian

sebagai berikut:

1. Paradigma Penelitian

Penelitian ini menggunakan paradigma interpretif dan

secara langsung peneliti menganalisa terhadap objek kajian yang

diteliti. Seperti yang diungkapkan Watt & Berg,31

bahwa banyak

pakar yang meyakini bahwa jika metode penelitian kualitatif

sangat sesuai digunakan untuk mengungkapkan realitas sosial

31

Watt & Berg, Research Method for Communication Science (1995),

414.

 

22

yang sesungguhnya, khususnya dalam bidang perilaku

komunikasi manusia:

One of the basic concerns in the development of

qualitative methodologies was, and remains, that

adoption of a particular theoretical attitude to the points

of view perspectives or orientations of member of a

communication community in deciding what is to

constitute the nature of an objective phenomenon… most

qualitative communications researchers adopt the view

that what counts as real or objective is a function of the

reasoning, concept, and orientation of the members of a

communication community.32

Paradigma interpretif (menggunakan penafsiran) yang

melibatkan banyak metode, dalam menelaah masalah

penelitiannya. Penggunaan berbagai metode ini—sering disebut

triangulasi—dimaksudkan agar peneliti memperoleh pemahaman

yang komperhensif (holistik) mengenai fenomena yang ia teliti.

Secara konvensional metodologi kualitiatif cenderung

diasosiasikan dengan keinginan peneliti untuk menelaah makna,

konteks, dan suatu pendekatan holistik terhadap fenomena. 33

Paradigma interpretif berupaya untuk memahami gejala

sosial dengan memosisikan individu sebagai makhluk yang aktif.

Manusia menciptakan dunianya sendiri melalui proses

pemaknaan atas gejala sosial di sekitarnya. Pada dasarnya realitas

sosial dibentuk oleh hasil pemaknaan manusia atas realitas sosial

32

Watt & Berg, Research Method for Communication Science (1995),

414. 33

Mulyana, Metode Penelitian Komunikasi: Contoh-contoh Penelitian

Kualitataif dengan Pendekatan Praksis, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,

2008), 6.

 

23

tersebut, sehingga tidak ada realitas sosial yang sifatnya pasti.

Realitas sosial sangat bergantung pada bagaimana manusia

memaknai realitas sosial tersebut. Misalnya, praktik prostitusi

yang terjadi di dalam masyarakat, menurut pendekatan interpretif

tidak serta merta diposisikan sebagai perilaku menyimpang yang

harus segera dihilangkan dari masyarakat. Pendekatan interpretif

lebih melihat pada bagaimana individu memaknai fenomena

prostitusi tersebut. Hasil interpretasi antara individu satu dengan

yang lain mengenai prostitusi dapat dipastikan berbeda, tugas

peneliti kualitatif adalah mengungkap pemahaman individu atas

fenomena prostisusi tersebut, jadi tidak menilai baik-buruknya

satu fenomena sosial, tidak ditentukan oleh norma sosial yang

sifatnya baku, melainkan bergantung pada penafsiran individu

atas fenomena tersebut. Paradigma interpretif berupaya

memahami makna di balik tindakan manusia.34

2. Metode Penelitian

Metode penelitian yang peneliti lakukan ini menggunakan

metode kualitatif. Sesuai dengan prinsip epistemologisnya,

penelitian kualitatif lazim menelaah hal-hal yang berada dalam

lingkungan alamiahnya, berusaha memahami, atau menafsirkan

fenomena berdasarkan makna-makna yang orang berikan kepada

hal-hal tersebut.35

Secara konvensional metodologi kualitatif

cenderung diasosiasikan dengan keinginan peneliti untuk

34

Martono, Metode Penelitian Kuantitatif; Analisis Isi dan Analisis

Data Sekunder, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011), 11-12. 35

Mulyana, Metode Penelitian Komunikasi: Contoh-contoh Penelitian

Kualitataif dengan Pendekatan Praksis, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,

2008), 5. Lihat Denzin dan Lincoln (1998), 3.

 

24

menelaah makna, konteks, dan suatu pendekatan holistik terhadap

fenomena. 36

Menurut Sugiono, penelitian kualitatif yaitu suatu cara

penelitian yang menghasilkan data deskriptif analisis, yaitu

apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis serta lisan

dan juga prilaku yang nyata diteliti sebagai sesuatu yang utuh.

Dalam penelitian kualitatif yang bersifat natural, peneliti

dituntut dapat menggali data berdasarkan apa yang diucapkan,

dirasakan, dan dilakukan oleh partisipan atau sumber data.37

3. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini difokuskan pada Komunitas Literasi

Rumah Dunia lewat program kelas menulis di Komunitas Rumah

Dunia. Peneliti melakukan upaya untuk mengumpulkan data,

mewawancarai pendiri Rumah Dunia, sejumlah relawan Rumah

Dunia, alumni kelas menulis Komunitas Rumah Dunia dari

angkatan pertama hingga angkatan ke-5 yang berjumlah 12

orang. Dan dari sejumlah literatur yang terkait hal penelitian yang

sedang peneliti teliti.

Beberapa informan tersebut terdiri dari para pendiri Rumah

Dunia, seperti Gol A Gong, Toto ST Radik dan Rys Revolta

(alm), serta informan dari angkatan kelas menulis Rumah Dunia.

Masing-masing angkatan diambil dua informan serta beberapa

informan tambahan lainnya, diantaranya; Endang Rukmana, Piter

36

Mulyana, Metode Penelitian Komunikasi: Contoh-contoh Penelitian

Kualitataif dengan Pendekatan Praksis, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,

2008), 5. 37

Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kulitatif R&D (Jakarta:

CV Alfabeta, Cetakan ke VII, 2009).

 

25

Tamba, Adkhilni Mudkhola Sidqi, RG Kedung Kaban, Bahroji,

Rizal Fauzi, Muhamad Jaeni, Rahmat, Nita Nurhayati, Muhamad

Tohir, Hilal Ahmad, dan Khodijah.

G. Jadwal Penelitian

1. Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini dimulai pada pertengahan Januari

2018, ketika proposal tesis ini disetujui oleh Dosen Penasihat

Akademik pada 27 Oktober 2017 sebelumnya. Selanjutnya akan

dijelaskan secara rinci jadwal penelitian yang peneliti lakukan,

seperti yang tertera dalam tabel di bawah ini:

Tabel 1: Jadwal Penelitian

No Keterangan Januari

2018

Februari

2018

Maret

2018

April

2018

1 Pra Penelitian - - -

2 Wawancara

Informan -

3 Wawancara Pendiri

Rumah Dunia:

Toto ST Radik

- - -

4 Wawancara Pendiri

Rumah Dunia:

Gol A Gong

- - -

Sementara untuk penelitian pada anggota kelas menulis

Rumah Dunia dibatasi pada angkatan pertama hingga angkatan

 

26

kelima, dengan mewawancarai beberapa alumni kelas menulis

secara acak. Alasan rentang waktu tersebut didasarkan atas

beberapa pertimbangan, yakni; Pertama, melihat awal berhasil

atau tidaknya saat program kelas menulis Rumah Dunia

diluncurkan. Kedua, pada angkatan tersebut paling banyak

menghasilkan lulusan yang menjadi penulis dan masih produktif

menulis hingga sekarang ini.

2. Tahapan Penelitian

Tahapan penelitian meliputi pengumpulan data, baik

wawancara atau dari sumber buku terkait Komunitas Literasi

Rumah Dunia menjadi sumber pokok dalam objek penelitian.

Sementara itu, Peneliti menggunakan literatur dan hasil

penelitian lainnya yang relevan untuk dijadikan data sekunder

dalam penelitian ini. Data sekunder yang dimaksud antara lain;

pernyataan para ahli, buku-buku, dokumen, wawancara dengan

pendiri Rumah Dunia, relawan Rumah Dunia dan alumni kelas

menulis.

Peneliti selanjutnya mengumpulkan data-data tersebut hingga

sampai pada tahap menganalisa data temuan untuk

mendeskripsikan berdasarkan dari data yang diperoleh.

3. Teknik Analisis Data

Tahapan selanjutnya adalah, setelah data didapatkan adalah

mengolah dan menganalisisnya. Peneliti mengorganisasikan data,

melakukan sistematisasi dari data tersebut, mencari dan

menemukan polanya, menemukan hal-hal yang penting,

 

27

selanjutnya memutuskan apa yang akan diceritakan kepada orang

lain. Peneliti akan bekerja sesuai dengan data tersebut.38

Dalam melakukan analisis, peneliti tidak sekadar

menjelaskan fakta, tetapi juga mencoba menganalisis proses

sosial yang berlangsung serta maknanya dari fakta-fakta yang

tampak di permukaan. Strategi analisis data yang dilakukan

peneliti, meliputi: pengamatan terhadap fenomena sosial,

identifikasi, revisi-revisi, dan pengecekan ulang terhadap data

yang ada; melakukan kategorisasi terhadap informasi yang

diperoleh; menelusuri dan menjelaskan kategorisasi; menjelaskan

hubungan-hubungan kategorisasi; menarik kesimpulan-

kesimpulan umum; serta membangun dan menjelaskan teori.39

Dalam penulisan tesis ini, peneliti menggunakan kerangka

acuan berdasarkan buku Pedoman Akademik Penyusunan

Proposal dan Penulisan Tesis, Program Magister Komunikasi dan

Penyiaran Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2017,40

yang mencakup

Bab I hingga Bab IV, keseluruhannya peneliti berkiblat kepada

buku pedoman akademik tersebut.

38Bogdan, Cualitative Research for Education to Theory and Methods

(Boston: Allyin and Bacon, inc, 1998). 39

Bungin, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan

Publik dan Ilmu Sosial lainnya, (Jakarta: Kencana, 2007), 144. 40

Pedoman Akademik Penyusunan Proposal dan Penulisan Tesis,

berdasarkan Keputusan Rektor UIN Jakarta Syarif Hidayatullah Jakarta,

Nomor; 507, tahun 2017.

 

28

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

Dari pembahasan kajian ini, peneliti menggunakan teori atau

konsep dari para pakar untuk menemukan simpulan-simpulan

atau hubungan antara penelitian yang dilakukan dengan teori-

teori yang berkaitan dengan pembahasan penelitian ini.

Bahasa selalu berkaitan dengan budaya dan komunitas para

penggunanya. Bahasa dan budaya adalah dua wujud yang tidak

bisa dipisahkan. Bahasa menjadi salah satu alat ekspresi budaya

bagi penggunanya, sementara budaya merupakan muatan nilai

yang menjadi kekuatan bahasa dalam memengaruhi cara berfikir,

bersikap, dan bertindak. Perhimpitan kedua wujud tersebut, salah

satunya tampak dalam aktivitas komunikasi. Bahkan, menurut

riset komunikasi, bahasa diakui sebagai alat komunikasi yang

paling efektif. Pada lain sisi, komunikasi merupakan saluran

pembentukan kebudayaan. Bahasa, budaya, dan komunikasi

merupakan kesatuan yang saling memengaruhi dan saling

melengkapi.41

Dalam konteks kebudayaan, agama dapat dikategorikan

sebagai faktor pembentuk pola komunikasi antarbudaya sehingga

interaksi yang berlangsung dalam aktifitas komunikasi seperti itu

secara bersamaan berlangsung pula tahap orientasi untuk

menemukan kesamaan karakteristik yang dimiliki oleh tiap-tiap

41

Muhtadi, Komunikasi Dakwah: Teori, Pendekatan dan Aplikasi,

(Bandung: Simbioasa Rekatama Media, 2012), 47.

 

29

pelaku komunikasi. Model komunikasi antarbudaya seperti

dirumuskan Samovar, misalnya, mengilustrasikan terjadinya

penetrasi kultural di antara budaya-budaya yang terlibat.42

Pola komunikasi merefleksikan nilai dan perspektif budaya.

Komunikasi secara serentak mencerminkan dan menopang nilai-

nilai budaya. Setiap kali kita mengekspresikan nilai-nilai budaya,

kita juga mengabadikannya. Komunikasi juga merupakan cermin

dari nilai-nilai suatu budaya dan sarana utama untuk tetap

menyatukan nilai-nilai budaya tersebut ke dalam kehidupan

sehari-hari.43

Melalui pengaruh budaya orang-orang dapat saling

mengkomunikasikan setiap pesan dengan sesamanya. Sebaliknya,

melalui komunikasi sesuatu kebudayaan dapat tumbuh,

berkembang dan diturunkan dari satu generasi ke generasi

berikutnya. Setiap perilaku yang diperankan seseorang atau

sekelompok orang dapat memberikan makna bagi yang lainnya,

karena perilaku itu dipelajari dan diketahui melalui proses

interaksi; dan perilaku tersebut, menurut Porter dan Samovar,44

terkait oleh budaya. Orang-orang, lanjut Porter dan Samovar,

42

Muhtadi, Komunikasi Dakwah: Teori, Pendekatan dan Aplikasi,

(Bandung: Simbioasa Rekatama Media, 2012), 191. Lihat “Model of

Intercultural Communication”, dari Samovar dalam bukunya Understanding

Intercultural Communication, hal.29. Dalam model ini ia menggambarkan

adanya penetrasi kultural pada tiga budaya yang mendominasi kekuatan para

pelaku komunikasi. 43

Wood, Komunikasi Teori dan Praktik, (Jaksel: Penerbit Salemba

Humanika, 2013), 138-139. 44

Porter dan Samovar (1996: 24), dalam buku Muhtadi, Komunikasi

Politik Indonesia: Dinamika Islam Politik Pasca-Orde Baru, (Bandung: PT

Remaja Rosdakarya, 2008), 22.

 

30

memandang dunia mereka melalui kategori-kategori, konsep-

konsep, dan label-label yang dihasilkan budaya mereka.45

Komunikasi antarbudaya dapat terjadi dalam konteks

komunikasi manapun, mulai dari komunikasi dua orang yang

intim hingga ke komunikasi organisasional dalam komunikasi

massa. Menurut Tubbs dan Moss, setiap kali komunikasi

antarbudaya terjadi, perbedaan kerangka rujukan (frame of

reference) peserta komunikasi membuat komunikasi lebih rumit

dan lebih sulit dilakukan, terutama karena peserta mungkin tidak

menyadari semua aspek budaya peserta lainnya.46

Rogers dan Steinfatt mendefinisikan komunikasi antarbudaya

sebagai pertukaran informasi antara individu yang berbeda secara

budaya. Knapp mendefinisikan komunikasi antarbudaya sebagai

interaksi antar individu antar anggota kelompok yang berbeda

satu sama lain dalam hal pengetahuan yang dimiliki oleh anggota

mereka dengan menggunakan bentuk-bentuk linguistik dan

perilaku simbolis. Ting-Toomey mendefinisikan komunikasi

antarbudaya sebagai sebuah proses pertukaran simbolik dari

individu yang berlatarbelakang budaya berbeda, dalam upaya

menegosiasikan makna bersama dalam sebuah situasi komunikasi

yang bersifat interaktif.47

45

Muhtadi, Komunikasi Politik Indonesia: Dinamika Islam Politik

Pasca-Orde Baru, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), 22. 46

Sihabudin, Komunikasi Antarbudaya: Satu Perspektif Multidimensi,

(Jakarta: PT Bumi Aksara, 2013), 3-4. 47

Priandono, Komunikasi Keberagaman, (Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 2016), 58. Lihat Communicating Across Cultures, Stella Ting-

Toomey, (The Guilford Press, New York London, 1999), 16-17.

 

31

Komunikasi antarbudaya berbeda dengan kajian komunikasi

lainnya48

berdasarkan tema pokoknya adalah derajat perbedaan

latarbelakang pengalaman yang relatif besar antara para

komunikatornya, yang disebabkan oleh perbedaan-perbedaan

kebudayaan. Kelompok etnik adalah kumpulan orang yang dapat

dikenal secara unik dari warisan tradisi kebudayaan yang sama,

yang seringkali asalnya bersifat nasional.49

Berikut teori pendukung terkait penelitian mengenai Literasi

Bahasa Komunitas Rumah Dunia melalui Pendekatan

Komunikasi Antarbudaya:

1. Teori Komunikasi Antarbudaya

Teori komunikasi antarbudaya ini dikembangkan oleh

Stella Ting-Toomey. Menurutnya komunikasi antarbudaya

merujuk pada proses komunikasi antara anggota kelompok

budaya yang berbeda. Dimana derajat perbedaan yang ada

diantara individu yang berkomunikasi terutama berasal dari

faktor keanggotaan pada suatu kelompok budaya seperti

kepercayaan, nilai-nilai, norma-norma dan urut-urutan

interaksi. Dengan demikian komunikasi antarbudaya memiliki

karakteristik yang antara lain menyangkut pertukaran simbol,

proses, pada komunitas budaya yang berbeda, negosiasi

pertukaran makna dan situasi interaktif. Oleh karena itu,

48

Rakhmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya. 1985), 16. 49

Arbi, Problem Potensial Pada Komunikasi Antar Budaya: Studi

Akulturasi Etnis Cina Pada Kelompok di Karim Oei dan Kelompok di Ciputat,

Laporan Hasil Penelitian. Diterbitkan di Pusat Penelitian Institut Agama Islam

Negeri (IAIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Dakwah IAIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, 1999.

 

32

komunikasi antarbudaya melibatkan aneka tahap perbedaan

anggota kelompok budaya. Proses pertukaran dalam

komunikasi antarbudaya mencakup encoding dan decoding

yang simultan dari pesan verbal dan nonverbal. Pada anggota

komunitas sering terjadi well meaning clashes, yakni

kesalahan pengertian padahal orang sudah bertingkahlaku

sopan dan penuh tata cara karena dalam hal ini tata cara yang

digunakan adalah menurut norma budaya yang dimilikinya.

Komunikasi antarbudaya selalu terjadi dalam konteks tertentu,

bukan pada ruang kosong dan pada sistem yang

membatasinya.50

Komunikasi Antarbudaya tidak hanya terbatas pada ruang

lingkup komunikasi yang terjadi pada orang dengan lain agama,

negara atau ras, tetapi juga antara jenis kelamin yang berbeda,

misalnya antara pria dan wanita. Istilah komunikasi antarbudaya

secara luas untuk mencakup semua bentuk komunikasi di antara

orang-orang yang berasal dari kelompok yang berbeda, selain

juga secara lebih sempit yang mencakup bidang komunikasi antar

kultur yang berbeda Joseph. Komunikasi Antarbudaya menurut

Joseph mencakup semua hal berikut ini:51

a) Seperti, komunikasi antarbudaya, misalnya antara orang

Cina dan Portugis, atau antara orang Prancis dan orang

Norwegia.

50

Toomey, Communicating Across Cultures, (New York London: The

Guilford Pres, 1999), 17. 51

DeVito, Komunikasi Antarmanusia, (Tangsel: Karisma Publishing

Group, 2011), 536.

 

33

b) Komunikasi antara ras yang berbeda (kadang-kadang

dinamakan komunikasi antarras), misalnya, antara orang

kulit hitam dan orang kulit putih.

c) Komunikasi antara kelompok etnis yang berbeda, misalnya

antara orang Amerika keturunan Italia dan orang Amerika

keturuan Jerman (Qim, 1986).

d) Komunikasi antar kelompok agama yang berbeda, misalnya

antara orang katolik roma dan evis kopal, atau antara orang

Islam dan orang Yahudi.

e) Komunikasi antar bangsa yang berbeda, misalnya antara

Amerika serikat dan Meksiko.

f) Komunikasi antara sub kultur yang berbeda, misalnya

antara dokter dan Pengacara, atau antara tunanetra dan

tunarungu.

g) Komunikasi antara suatu sub kultur dan kultur yang

dominan, misalnya antara kaum homosek dan heterosek,

antara kaum manula dan kaum muda.

h) Komunikasi antara jenis kelamin yang berbeda, misalnya

antara pria dan wanita.52

Karena cara kita berkomunikasi sebagaian besar

dipengaruhi kultur, orang-orang dari kultur yang berbeda akan

berkomunikasi secara berbeda. Kita perlu menaruh perhatian

khusus, perlu menjaga jangan sampai perbedaan kultur

menghambat interaksi yang bermakna, melainkan justru menjadi

sumber untuk memperkaya pengalaman komunikasi kita. Jika

kita ingin berkomunikasi secara efektif, kita perlu memahami dan

52

DeVito, Komunikasi Antarmanusia, 537.

 

34

menghargai perbedaan-perbedaan ini. Kita juga perlu memahami

penghambat-penghambat yang lazim serta prinsip-prinsip

efektivitas untuk berkomunikasi diantara kultur yang berbeda.53

Bila komunikasi terjadi antara orang-orang yang berbeda

bangsa, ras, bahasa, agama, tingkat pendidikan, status sosial, atau

bahkan jenis kelamin, komunikasi demikian disebut komunikasi

antarbudaya. Istilah komunikasi antarbudaya sering dipertautkan

dengan istilah komunikasi lintasbudaya (cross-cultural

communication) dan terkadang diasosiasikan dengan komunikasi

antaretnik (interethnic communication), komunikasi antarras

(interracial communication) dan komunikasi internasional

(international communication). Komunikasi antarbudaya

sebenarnya lebih inklusif daripada komunikasi antaretnik atau

komunikasi antarras, karena bidang yang dipelajarinya tidak

sekadar komunikasi antara dua kelompok etnik atau dua

kelompok ras. Komunikasi antarbudaya lebih informal, personal

dan tidak selalu bersifat antarbangsa/antarnegara, komunikasi

internasional cenderung mempelajari komunikasi antar bangsa

lewat saluran-saluran formal dan media massa.54

2. Teori Pemaknaan

Teori pemaknaan ini dikembangkan oleh Charles Osgood

pada 1960-an. Fokus penelitiannya mengenai bagaimana sebuah

makna dipelajari, juga tentang hubungan antara makna dengan

pikiran dan perilaku. Asumsi teori pemaknaan dari Osgood

53

DeVito, Komunikasi Antarmanusia, 538. 54

Mulyana, Komunikasi Antarbudaya Panduan Berkomunikasi dengan

Orang-orang Berbeda, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010).

 

35

adalah bahwa tiap individu akan merespon setiap stimuli

(rangsangan) yang ada di lingkungannya. Hubungan keduanya,

stimulus dan respons, diyakini sebagai elemen pembentuk makna.

Teori Osgood membantu bagaimana sebuah pesan dipahami.55

Charles Osgood, adalah seorang psikolog sosial terkemuka

pada tahun 1960-an, mengembangkan salah satu teori yang paling

berpengaruh tentang makna. Pada masa itu, psikologi didominasi

oleh ilmu perilaku, tetapi pendekatan kognitif baru saja mulai

populer; teorinya sebenarnya memiliki dasar di kedua tradisi

tersebut. Teori Osgood berhubungan dengan cara-cara

mempelajari makna dan makna tersebut berhubungan dengan

bagaimana makna pemikiran dan perilaku sekarang dianggap

sebagai sebuah karya. Teori Osgood adalah sebuah tempat yang

berguna untuk berpikir tentang bagaimana lawan bicara

memahami pesan. Teori ini melihat bagaimana rangsangan dari

luar menghasilkan sebuah pemaknaan internal dalam pikiran.

Pemaknaan dalam diri seseorang karena sifatnya ada dalam

internal seseorang, maka Osgood menyebutnya sebagai

konotatif.56

Berikut ini salah satu contoh sederhana tentang teori Osgood

dan kita lihat bagaimana pandangan Osgood bekerja. Apa yang

seseorang bayangkan jika mendengar kata “terbang”? Mungkin

sebagian orang membayangkan terbang sebagai sesuatu yang

menyenangkan, cara yang cepat untuk bepergian, atau mungkin

55

Littlejohn, Theories of Human Communication, (Belmont

California: Fifth Edition, Wadsworth Publishing Company, 1996), 189. 56

Littlejohn, Theories of Human Communication, (Belmont

California: Fifth Edition, Wadsworth Publishing Company, 1996).

 

36

ada yang memandangnya sebagai sesuatu yang berbahaya dan

menakutkan. Apa pun yang dibayangkan seseorang, semua itu

adalah konotasi terhadap kata “terbang” itu. Osgood melalui

teorinya mencoba menjelaskan apa isi konotasi itu dan dari mana

asalnya. Dengan kata lain, teori ini membantu kita melihat

bagaimana pesan dipahami. Osgood pertama mengemukakan

teori pembelajaran (learning theory). Teori ini dimulai dengan

asumsi bahwa individu memberikan respon terhadap rangsangan

(stimuli) yang berasal dari lingkungannya yang membentuk

hubungan stimulus-respon (S-R). Ia percaya hubungan S-R

berperan dalam pembentukan makna secara internal yang

merupakan respon mental terhadap stimulus. Ketika seseorang

mendengar suatu pembicaraan maka suatu hubungan internal

akan muncul di pikiran, dan hubungan ini membentuk makna

seseorang atas konsep yang sedang dibicarakan.57

Selain itu, seseorang juga menerima stimulus fisik dan

memberikan respon dalam bentuk perilaku. Respon yang

diberikan diperantarai oleh representasi internal yang ada dalam

pikiran, dan makna yang diberikan terletak diantara stimulus

yang diterima dan tanggapan yang diberikan. Stimulus yang

diterima dari luar akan menuju kepada makna internal yang

kemudian menghasilkan respons.58

Makna internal sendiri dapat dibagi ke dalam dua bagian

yaitu respons internal dan stimulus internal. Keseluruhannya

57

Morissan, Teori Komunikasi Individu Hingga Massa, (Jakarta:

Prenadamedia Group, cetakan ke-3, 2015). 58

Morissan, Teori Komunikasi Individu Hingga Massa, 190.

 

37

terdiri atas tahapan sebagai berikut: (1) stimulus fisik; (2) respons

internal; (3) stimulus internal; dan (4) respons luar. Contoh,

ketika mendengar kata “pesawat terbang” (stimulus fisik)

seseorang yang takut terbang akan memiliki respons internal

yaitu munculnya rasa takut dalam dirinya, dan rasa takut ini akan

menuju atau mengarah kepada stimulus internal yaitu

kecenderungan untuk menghindar, dan penghindaran ini akan

menghasilkan respon luar yaitu tidak mau naik pesawat terbang

(lihat gambar 1.1).59

Selain dari objek fisik, kita juga memiliki makna bagi tanda

dari objek itu seperti kata-kata dan gerak tubuh. Dengan kata lain,

bila suatu tanda dipadankan dengan maknanya, maka tanda itu

akan menghasilkan respons yang sama. Inilah sebabnya mengapa

dengan hanya menyebutkan kata “pesawat terbang” sudah bisa

membuat takut seabgaian orang.

Makna, karena bersifat internal dan unik berdasarkan pada

pengalaman seseorang dengan lingkungan alamnya, disebut

bersifat konotatif. Jika seseorang takut dengan ular, maka kata

“ular” akan menghasilkan tanggapan untuk lari karena takut, dan

sebagian dari rasa takut itu bahkan diasosiasikan dengan kata

“ular” itu sendiri. Makna internal ini menjadi perantara antara

tanggapan yang diberikan dengan kata tersebut, walaupun objek

ular yang sesungguhnya tidak ada.60

59

Morissan, Teori Komunikasi Individu Hingga Massa, 190. 60

Charles Osgood, The Nature of Measurement Meaning dalam buku

Theories of Human Communication oleh Stephen W. Littlejohn dan Karen A

Foss (Belmont California: Fifth Edition, Wadsworth Publishing Company,

1996), 189.

 

38

Gambar 1.1 Makna sebagai Representasi Internal (Sumber:

Stephen W. Littlejohn dan Karen Foss (2008). Theories of Human

Communication. Ninth Edition. Thomson Wadswort, hlm. 130.

Salah satu sumbangan penting yang diberikan Osgood adalah

karyanya mengenai pengukuran makna. Metode pengukuran

makna, disebut juga dengan perbedaan semantic (semantic

differential), beranggapan bahwa makna yang dimiliki seseorang

dapat diungkapkan dengan penggunaan kata sifat.61

Metodenya

dimulai dengan menemukan seperangkat kata sifat yang dapat

digunakan untuk menyatakan konotasi bagi setiap stimulus,

termasuk tanda. Kata sifat itu dipasangkan secara berlawanan

seperti baik-buruk, tinggi-rendah, dan lambat-cepat. Orang yang

akan ditanya (subjek) diberikan suatu kata atau tanda lainnya dan

ia diminta untuk menunjukkan pada skala 1-7 bagaimana ia

mengasosiasikan tanda dengan pasangan kata sifat tersebut. Skala

dimaksud yaitu:

baik__:__:__:__:__:__:__buruk

61

Charles Osgood, The Nature of Measurement Meaning dalam

Littlejohn dan Foss.

 

39

Subjek diminta untuk memberikan tanda (x) pada ruang yang

ada di antara dua kata sifat itu untuk menunjukkan derajat baik

dan buruk dari suatu stimulus. Ia dapat mengisi sebanyak-

banyaknya 50 skala untuk setiap stimulus, masing-masing dengan

pasangan kata sifat yang berbeda-beda (cepat-lambat, aktif-tidak

aktif dan seterusnya). Subjek kemudian diberikan satu kata

seperti pesawat terbang, serangga dan sebagainya dan ia diminta

untuk mengisi berbagai skala tersebut.

Osgood kemudian menggunakan teknik statistik yang

dinamakan “analisis faktor” (factor analysis), untuk menemukan

dimensi dasar (basic dimension) seseorang terhadap makna.

Temuannya dalam riset ini menghasilkan teori “ruang semantik”

(semantic space). Makna yang diberikan seseorang terhadap

setiap tanda akan berada pada ruang metaforis yang memiliki tiga

dimensi utama adalah: evaluasi, aktivitas, dan potensi. Setiap

tanda yang diberikan kepada seorang subjek, mungkin suatu kata

atau konsep, akan menimbulkan reaksi di dalam diri orang itu

yang terdiri atas tiga rasa yaitu evaluasi (baik atau buruk),

aktivitas (aktif atau tidak aktif), dan potensi (kuat atau lemah).

Lihat gambar 1.2, makna konotatif subjek akan berada di suatu

titik pada ruang hipotetik ini, tergantung pada respons yang

diberikan terhadap ketiga faktor tersebut.62

62

Morissan, Teori Komunikasi Individu Hingga Massa (Jakarta:

Prenadamedia Group, cetakan ke-3, 2015).

 

40

Gambar 1.2 Ruang Semantik Tiga Dimensi.

Dalam penelitian ini, para informan tentu memiliki

pemaknaan masing-masing terhadap literasi bahasa kelas menulis

di Rumah Dunia.

B. Kajian Pustaka

1. Literasi

Secara pengertian, literasi merupakan kemampuan menulis

dan membaca, atau pengetahuan atau keterampilan dalam bidang

atau aktivitas tertentu.63

Sementara Bahasa adalah kemampuan

yang dimiliki manusia untuk berkomunikasi dengan manusia

lainnya menggunakan tanda, misalnya kata dan gerakan.64

Pada

masa perkembangan awal, literasi didefinisikan sebagai

63

KBBI Daring, https://kemdikbud.go.id, diakses pada Rabu 15

November 2017, pukul 02.30 Wib. 64

https://id.m.wikipedia.org, diakses pada Rabu 15 November 2017,

pukul 02.30 Wib.

 

41

kemampuan untuk menggunakan bahasa dan gambar dalam

bentuk yang kaya dan beragam untuk membaca, menulis,

mendengarkan, berbicara, melihat, menyajikan, dan berpikir kritis

tentang ide-ide. Literasi merupakan proses yang kompleks yang

melibatkan pembangunan pengetahuan sebelumnya, budaya, dan

pengalaman untuk mengembangkan pengetahuan baru dan

pemahaman yang lebih dalam.65

Literasi berfungsi untuk menghubungkan individu dan

masyarakat, serta merupakan alat penting bagi individu untuk

tumbuh dan berpartisipasi aktif dalam masyarakat yang

demokratis.66

Istilah literasi menunjuk pada huruf, sehingga terkadang

literasi diterjemahkan sebagai keaksaraan. Ini sesuai dengan

makna hurufiah bahwa literasi adalah kemampuan membaca dan

menulis. Berdasarkan istilah itu, orang yang tidak bisa membaca

disebut orang yang iliterat atau biasa diterjemahkan buta aksara.

Karena literasi pada dasarnya berkenaan dengan keaksaraan,

orang yang memiliki kemampuan membaca dan menulis disebut

oang yang melek aksara atau melek literasi. Dalam

perkembangan selanjutnya, istilah literasi ini dipergunakan secara

longgar dan meluas, bukan hanya berkenaan dengan kemampuan

membaca dan menulis saja. Bukan juga hanya berkenaan hingga

kita mengenal istilah literasi informasi, literasi media, literasi

65

Abidin dkk, Pembelajaran Literasi, (Bumi Aksara, 2017), 1. 66

Abidin dkk, Pembelajaran Literasi, 2.

 

42

televisi atau bisa juga secara popular dinyatakan sebagai melek

informasi, melek-media, dan melek-televisi.67

Seseorang melek huruf (bisa baca-tulis) mampu memahami

semua bentuk komunikasi yang lain. Implikasi dari kemampuan

literasi yang dia miliki ialah pada pikirannya. Literasi melibatkan

berbagai dasar-dasar kompleks tentang bahasa seperti fonologi

(melibatkan kemampuan untuk mendengar dan

menginterpretasikan suara), arti kata, tata bahasa dan kelancaran

dalam satu bahasa komunikasi. Keterampilan ini menentukan

tingkat yang dicapai oleh seorang individu.68

2. Budaya

Budaya berkenaan dengan cara manusia hidup. Manusia

belajar berfikir, merasa, mempercayai dan mengusahakan apa

yang patut menurut budayanya. Bahasa, persahabatan, kebiasaan

makan, praktik komunikasi, tindakan-tindakan sosial, kegiatan

ekonomi dan politik, dan teknologi, semua itu berdasarkan pola-

pola budayanya. Ada orang-orang berbicara bahasa tagalog,

memakan ular, menghindari minuman keras yang terbuat dari

anggur, menguburkan orang-orang yang mati, berbicara melalui

telepon, atau meluncurkan roket ke bulan, ini semua karena

mereka telah dilahirkan atau sekurang-kurangnya dibesarkan

dalam suatu budaya yang mengandung unsur-usur tersebut.69

67

Iriantara, Literasi Media: Apa, Mengapa, Bagaimana, (Bandung:

Simbioasa Rekatama Media, 2009). 68

http://www.wikipendidikan.com, diakses pada Rabu, 15 November

2017. Pukul 22.30 Wib. 69

Mulyana, Komunikasi Antarbudaya, (Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, 2010), 18

 

43

Budaya adalah suatu konsep yang membangkitkan minat.

Secara formal budaya didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan,

pengalama, kepercayaan, nilai, sikap, makna, hirarki, agama,

waktu, peranan, hubungan ruang, konsep alam semesta, objek-

objek materi dan milik yang diperoleh sekelompok besar orang

dari generasi ke generasi melalui usaha individu dan kelompok.

Budaya dan komunikasi tak dapat dipisahkan oleh karena budaya

tidak hanya menentukan siapa berbicara dengan siapa, tentang

apa, dan bagaimana orang menyandi pesan, makna yang ia miliki

untuk pesan, dan kondisi-kondisinya untuk mengirim,

memperhatikan dan menafsirkan pesan. Sebenarnya seluruh

perbendaharaan prilaku kita sangat bergantung kepada budaya

tempat kita dibesarkan. Konsekuensinya, budaya merupakan

landasan komunikasi. Bila budaya beraneka ragam, maka

beraneka ragam pula praktik-praktik komunikasi. Dan yang

menandai komunikasi antarbudaya adalah bahwa sumber dan

penerimanya berasal dari budaya yang berbeda. Budaya adalah

satu pola hidup menyeluruh. Budaya bersifat kompleks, abstrak,

dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan prilaku

komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi

banyak kegiatan sosial budaya manusia.70

Budaya juga merupakan satu cara hidup yang berkembang

dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan

diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari

banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik,

adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya

70

Mulyana, Komunikasi Antarbudaya, 19-20.

 

44

seni.71

Stuart Hall memandang bahwa budaya adalah semacam

medan perjuangan di mana budaya-budaya berupaya untuk

menancapkan hegemoninya. Tidak ada budaya yang bisa keluar

dari permainan seperti ini. Setiap budaya selalu berada dalam

tarik-menarik kekuasaan dalam relasi antarbudaya.72

Kebudayaan, menurut Liliweri73

adalah merupakan suatu

unit interpretasi, ingatan, persepsi dan makna yang ada di dalam

manusia dan bukan sekadar dalam kata-kata. Ia meliputi

kepercayaan, nilai-nilai, dan norma. Kebudayaan mempengaruhi

perilaku manusia karena setiap orang akan menampilkan

kebudayaannya takkala dia bertindak dan melibatkan

karakteristik suatu kelompok manusia dan bukan sekadar pada

individu.74

3. Komunikasi Kelompok

Komunikasi kelompok adalah proses komunikasi yang

berlangsung antara 3 orang atau lebih secara tatap muka di mana

anggota-anggotanya saling berinteraksi satu sama lain. Tidak ada

jumlah batasan anggota yang pasti, 2-3 orang atau 20-30 orang,

tetapi tidak lebih dari 50 orang. Komunikasi kelompok dengan

sendirinya melibatkan pula komunikasi antarpribadi. Selain itu,

komunikasi kelompok cenderung spontan dan belum adanya

71

Tubbs dan Moss, Human Communication (Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 2005), cet. IV. 72

Hall, “What is this „Black‟ in Black Popular Culture?,” dalam Stuart

Hall: Critical Dialogues in Cultural Studies, ed. David Morley dan Kuan

Hsing-Chen (London: Routledge, 2005), 471. 73

Liliweri, Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya,

(Yogyakarta: LKiS, 2002), 10. 74

Nawawi, THE NEW WE: Relasi Identitas dan Budaya dalam

Pemikiran Tariq Ramadan, (Jakarta Timur, Nuqtah, November 20012).

 

45

bagian atau tugas dari masing-masing anggota yang terstruktur

jelas. Jadi, dalam komunikasi ini setiap orang bisa memegang

peran apa saja.75

Pengakuan bahwa orang dipengaruhi oleh keanggotannya

dalam kategori yang luas menyebabkan munculnya upaya

perbaikan terhadap pemikiran tentang psikologi kelompok.

Beberapa peneliti, khusunya psikolog John C. Turner dan Henri

Tajfel, telah mengembangkan apa yang mereka sebut model

identifikasi sosial (social identification model) pengaruh

kelompok. Model ini mendefinisikan kelompok sosial sebagai

dua individu atau lebih yang berbagai identifikasi sosial yang

sama atau memandang diri mereka sendiri sebagai anggota

kategori sosial yang sama.76

Komunikasi kelompok mempunyai tujuan dan organisasi

(meskipun tidak selalu formal) dan melibatkan interaksi diantara

anggota-anggotanya. Ada dua tanda kelompok secara psikologis

yaitu:

a. Anggota-anggota kelompok merasa terikat dengan

kelompok (ada sense of belonging, yang tidak dimiliki

orang yang bukan anggota).

75

Syaiful, Teori Komunikasi Perspekstif, Ragam dan Aplikasi,

(Jakarta: Rineka Cipta, 2009), 87. 76

Werner dan James, Teori Komunikasi: Sejarah, Metode, dan

Terapan di Dalam Media Masa, (Jakarta: Kencana 2005). Lihat Towards a

congnitive redefinition of the social group. In H. Tajfel, ed., Social Identity

and Intergroup Relation, pp. 15-40. Cambridge, Eng.: Cambridge University

Press (1982).

 

46

b. Nasib anggota-anggota saling bergantung, sehingga hasil

setiap orang terkait dalam cara tertentu dengan hasil

yang lain.

Ada empat faktor situasional yang mempengaruhi efektifitas

komunikasi kelompok adalah, ukuran kelompok, jaringan

komunikasi, kohesi kelompok, kepemimpinan. Seperti halnya

tindakan komunikasi, peranan yang dimainkan oleh anggota

kelompok dapat membantu penyelesaian tugas kelompok,

memelihara hubungan emosional yang baik, atau hanya

mementingkan kepentingan individu saja.77

Pada 1950-an, psikolog sosial Kurt Lewin mengatakan bahwa

dinamika kelompok ada di mana-mana.78

Dia berpendapat bahwa

semua orang ada di ruang kehidupan di mana kelompok adalah

bagian yang penting. Lewin mendasarkan teorinya ini pada

gagasan bahwa seseorang tidak bisa dipisahkan dari kelompok.

Teori ini mengemukakan sejumlah premis: orang adalah anggota

dari banyak kelompok pada saat bersamaan; kelompok adalah

bagian penting dari ruang hidup seseorang; kelompok

menciptakan ketegangan dalam ruang kehidupan; dan kelompok

memengaruhi aktivitas orang dalam ruang hidup.79

77

Aditya, “Memahami Pola Komunikasi Kelompok Antar Anggota

Komunitas Punk di Kota Semarang”. Jurnal THE MESSENGER, Volume IV,

Nomor 1, Edisi Januari 2012, 49. 78

Lewin, Field Theory in Social Science (New York: Harper & Row,

1951), dalam buku Strategic Communication in Business and the Professions,

Dan O‟Hair, dkk, (Jakarta: Kencana 2009), 337. 79

O‟Hair dkk, Strategic Communication in Business and the

Professions, (Jakarta: Kencana 2009), 337.

 

47

Sedangkan unsur-unsur komunikasi kelompok menurut teori

Cartwright dan Zander (1968) antara lain:

1. Pelaku komunikasi dalam komunikasi kelompok

Pelaku komunikasi yaitu siapa yang berperan sebagai

sumber atau dapat dikatakan pula sebagai penyampai

pesan. Peranan sumber tersebut adalah siapa yang

menyampaikan informasi kepada para anggota kelompok

lain dan penyampai informasi apa saja yang dianggap

penting bagi kelangsungan kelompok.

2. Pesan-pesan yang dipertukarkan dalam komunikasi

kelompok

Pesan adalah apa yang dikomunikasikan oleh sumber

kepada penerima. Pesan merupakan seperangkat simbol

verbal dan nonverbal yang mewakili perasaan, nilai,

gagasan, atau maksud sumber tadi.

3. Interaksi yang terjadi di dalam proses komunikasi

kelompok

Interaksi adalah suatu hubungan antara dua atau lebih

individu manusia dimana perilaku individu yang satu

mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki kelakuan

individu lain atau sebaliknya. Ketertarikan secara tidak

langsung berpengaruh pada kohesi kelompok yaitu

melalui interaksi. Pada anggota kelompok dengan tingkat

kohesi yang tinggi, komunikasi antar anggotanya tinggi

dan interaksinya berorientasi positif. Sedangkan antar

anggota dalam kelompok kohesi rendah yang terjadi

 

48

adalah sebaliknya, komunikasi antar anggotanya rendah

dan interaksinya berorientasi negatif.

4. Kohesivitas yang terjadi di dalam proses komunikasi

kelompok

Kohesi kelompok adalah bagaimana anggota kelompok

saling menyukai dan saling mencintai satu sama lain.

Tingkatan kohesivitas akan menunjukkan seberapa baik

kekompakan dalam kelompok yang bersangkutan.

5. Norma kelompok yang diterapkan

Norma di dalam kelompok mengidentifikasikan anggota

kelompok itu berperilaku. Penyesuaian anggota kelompok

dengan norma tersebut adalah bagian dari harga yang

harus dibayar sebagai hasil dari diterima menjadi anggota

kelompok tersebut.80

80

Tommy, “Komunikasi Kelompok Komunitas Enlightened Ingress

Surabaya dalam Program Fun Ingress”. Jurnal E-Komunikasi, Vol 4. No.1

Tahun 2016, 3. Lihat Cartwright, D & Zander, A. Group Dynamics : Research

and Theory. New York : Harper and Row, 1968.

 

49

BAB III

GAMBARAN UMUM SUBJEK PENELITIAN

A. Profil Rumah Dunia

1. Sejarah Berdirinya Rumah Dunia

Rumah Dunia adalah komunitas kebudayaan yang

memberikan kesempatan luas kepada siapa saja yang memiliki

kehendak untuk membangun manusia cerdas, mandiri, kritis,

demokratis dan berbudi luhur. Keberadaan komunitas ini berawal

dari mimpi-mimpi para pembangunnya untuk memiliki

perpustakaan pribadi yang ditujukan bagi masyarakat, khususnya

anak-anak, remaja, pelajar dan mahasiswa. Rumah Dunia berawal

dari kondisi di Banten, selain memiliki iklim membaca serta cara

mengkajinya kurang, juga sarana prasarana perpustakaan yang

masih minim.81

Mendirikan Rumah Dunia merupakan cita-cita Gol A Gong

sejak remaja. Menurut Gol A Gong, sejak ia masih SMA pada

tahun 1982, di Kota Serang masih sangat sulit mencari sanggar

seni, sastra, jurnalistik dan film. Pada masa itu, Kota Serang,

dimana Gol A Gong tinggal, belum ada sanggar sastra. Meski

pada zaman itu, sastrawan yang berasal dari Serang sudah

bermunculan, seperti Teguh Karya, Misbah Yusabiran, Slamet

Raharjo, tetapi mereka aktif berkegiatan di luar Kota Serang dan

81

Venayaksa, Presiden Rumah Dunia: Bikin Generasi Gemar

Membaca, Radar Banten, Senin 5 Maret 2007. Dimuat di rubrik Radar Yunior,

penulis Huma/pers kampus, 13.

 

50

menurut Gong, mereka tidak pernah kembali lagi ke kampung

halamannya.82

Waktu SMA, saya suka mengirim berita-berita sekolah ke

majalah HAI, puisi-puisi saya juga dimuat di sana. Kalau

cari buku juga harus ke Matraman Jakarta atau ke Senen.

Saat itu saya berpikir bahwa anak-anak muda Banten di

masa depan, nasibnya jangan seperti saya. Maka saya

berjanji sama Allah, ya Allah jika saya sukses jadi penulis,

akan saya mudahkan anak-anak muda Banten di masa

depan, saat mereka ingin belajar seni, teruatama sastra,

jurnalistik dan film.83

Rumah Dunia bukanlah keinginan satu malam. Rumah Dunia

sudah menjadi obsesi Gol A Gong di usia SMA. Kehendak itu

dikolaborasikan dengan teman SMA-nya; Toto ST Radik dan Rys

Revolta (alm). Kemudian ia mendapat penyaluran obsesinya

dengan mendirikan organisasi sosial dan kepemudaan bernama

Cipta Muda Banten (1989) bersama Roni Chaeroni, Toni Bule,

Edi Setiadi, Reni Arifin, Romli, Taufik Rohman, Andi T.

Trisnahadi, Maulana Wahid Fauzi, dan Mhaex Rangkuti, tapi itu

tidak memuaskan Gol A Gong. Setelah sukses secara finansial

dan bekerja sebagai tim kreatif di RCTI, pada akhir tahun 2000

Gol A Gong bersama istrinya, Tias Tatanka, mendirikan Rumah

Dunia. Toto, Rys, Andi, Uzi dan Abdul Malik mendukung.

Dengan visi “membentuk dan mencerdaskan generasi baru” yang

kreatif dan kritis di Banten lewat dunia baca tulis, Rumah Dunia

terus menggelinding. Pada mulanya, Rumah Dunia menempati

82

Wawancara dengan Gol A Gong di Kota Serang, Sabtu, 3 Maret

2018. 83

Wawancara dengan Gol A Gong di Kota Serang, Sabtu, 3 Maret

2018.

 

51

area seluas 1.000 m2 (milik pribadi di halaman belakang Gol A

Gong). Di lahan tersebut terdapat beberapa fasilitas penunjang

segala aktivitas yang terdiri dari: panggung utama serbaguna

(untuk ragam diskusi dan pementasan), perpustakaan dewasa, dan

anak-anak, ruang sekretariat, laboratorium kursus komputer

gratis, mes relawan dan mushalah. Tapi hari berdirinya Rumah

Dunia diresmikan tiga tahun berikutnya, ketika struktur

organisasi pertama Rumah Dunia terbentuk pada 3 Maret 2002.84

Terkait nama-nama pendiri Rumah Dunia, menurut Gong

menjadi fleksibel. Ia mengaku pagi tadi, sebelum peneliti

mewawancarinya, Gong mencoba merenung bahwa ada orang-

orang yang menemaninya, kemudian saling berdiskusi soal

Rumah Dunia. Gong teringat Toto, Rys, terus ada lagi Bagus

Bageni, Si Uzi, Andi Suhud, dengan mereka Gong sering

melakukan diskusi. Juga ada Kang Dadi, Abdul Malik, dahulu

mereka intens di awal-awal membantu Rumah Dunia lewat

promo-promo di Radar Banten. Dan ada Tias Tatanka.85

Ketika Gong hendak menikah dengan Tias Tatanka, diakui

Gong, memang komitmennya ingin mewujudkan cita-cita Gong

saat SMA itu, yakni membangun gelanggang remaja, tempat bagi

anak-anak muda berekspresi. Setelah Gong melamar Tias, Tias

sudah tahu mengenai visi Gong, dan ternyata Tias juga punya

cita-cita yang sama. Kemudian setelah Gong ada rizki, rancangan

84

Venayaksa, Relawan Dunia, (Jakarta: Kepustakaan Populer

Gramedia, 2011), 178-179. 85

Wawancara dengan Gol A Gong di Kota Serang, Sabtu, 3 Maret

2018.

 

52

tentang Rumah Dunia dimulai ketika mereka mempunyai anak

pertama yang lahir di bidan Halana.86

Lalu saya mendengar sura bayi dan saya selalu membawa

buku tulis, lalu saya bilang ke Tias, “Mah, nama

perpustakaan atau gelanggang remaja kita judulnya Rumah

Dunia. Kata Tias, kenapa Rumah Dunia? Saya bilang,

karena di tempat ini pertama kali bayi lahir melihat dunia.

Itu awalnya, maka kenapa saya namai itu, karena spirit bayi

itu kan lahir, masih kosong otaknya, lalu di situ dia

memulai kehidupan. Analoginya itu. Setelah itu, ada

filosofi lain, muncul Rumahku Rumah Dunia, Kubangun

dengan Kata-kata. Kata Tias, dari mana uangnya? Nanti

dari kata-kata itu. Dari novel, film, kita akan beli tanah di

belakang rumah. Nah terus muncul lagi filosofi lain,

memindahkan dunia ke rumah lewat sastra, rupa, suara dan

warna. Itu kemudian saya presentasikan ke Toto ST Radik,

Rys dan yang lainnya. Akhirnya semua gabung, ada Mailk,

Bagus Bageni, dan lain-lain.87

Rumah Dunia pada 2010 mendapat penghargaan sebagai

TBM Kreatif dari Kementerian Pendidikan Nasional RI adalah

pusat pendidikan masyarakat nonformal yang bergerak di bidang

jurnalistik, sastra, teater, seni rupa, dan film bagi masyarakat luas,

terutama bagi kalangan pelajar dan mahasiswa. Melihat persoalan

daya tampung yang kerap dirasa kurang setiap kali menggelar

kegiatan berskala nasional, pada 2008 Rumah Dunia melakukan

penggalangan dana baik di dunia nyata maupun di dunia maya

dan berhasil membebaskan tanah seluas 3.000 m2. Pada tahun

yang sama, Direktorat Pendidikan Masyarakat Nonformal dan

86

Wawancara dengan Gol A Gong di Kota Serang, Sabtu, 3 Maret

2018. 87

Wawancara dengan Gol A Gong di Kota Serang, Sabtu, 3 Maret

2018.

 

53

Informal Kementerian Pendidikan Nasional di Jakarta

mempercayakan program Rintisan Balai Belajar Bersama (RB3)

pada Rumah Dunia. RB3 merupakan program yang bertujuan

memperluas kapasitas jangkauan pembelajaran masyarakat yang

sudah dilakukan sebuah lembaga, dalam hal ini Rumah Dunia,

dengan beragam program wajib (pengembangan karakter budaya

dan aksara kewirausahaan) dan program pilihan (pengembangan

minat baca, keterampilan, pendampingan, dan pelatihan). Pada

tahun 2011, Rumah Dunia tidak lagi menempati areal di halaman

belakang rumah Gol A Gong, tapi di areal seluas 3.000 m2, persis

di depan Rumah Dunia. Rencananya di sana akan dibangun

fasilitas taman bermain anak-anak, gedung kesenian,

perpustakaan tertutup, dan fasilitas MCK warga, mengingat

sebagaian masyarakat sekitar masih menggunakan air sungai

kecil untuk mandi dan mencuci.88

2. Struktur Organisasi

Setelah 16 tahun bergulir, Rumah Dunia telah beberapa kali

berganti kepengurusan. Presiden Rumah Dunia pertama adalah

Gol A Gong (Periode: 2000-2005), dilanjutkan Firman

Venayaksa (Periode: 2005-2010), Ibnu Adam Aviciena (Periode:

2010-2015), dan kini Ahmad Wayang (Periode: 2015-2020).

Berikut susunan kepengurusan Rumah Dunia di masa pimpinan

Ahmad Wayang:89

88

Venayaksa, Relawan Dunia, (Jakarta: Kepustakaan Populer

Gramedia, 2011), 178-179. 89

Venayaksa, Relawan Dunia, (Jakarta: Kepustakaan Populer

Gramedia, 2011), 182.

 

54

Presiden : Ahmad Wayang

Wakil Presiden : Abdul Salam HS

Sekretaris : Aeny Asma

Bendahara : Siti Nadrotul Ain

Pj. Sastra : Rahmat Heldy HS

Pj. Jurnalistik : Jack Alawi

Pj. Musik : M. Arif Baehaki

Pj. Dongeng : Daru Borsalino

Pj. Teater : Perisandi

Pj. Pusling : Zainal Abidin

Pj. Bahasa : Ardian Je

Pj. Kelas Menulis : Taufik

Pj. Majlis Puisi : Hilman Sutedja

Pj. Dokumentasi/Publikasi : Gading Tirta, Hilal

Ahmad, Ferry Setiawan

Unit Usaha :

Gong Media Cakrawala, Gong Publishiang, dan Gong

Traveling.

Ambassador :

Jaya Komarudin (Dubai), Dedy Mulyadi Sugih (Arab

Saudi), Endang Rukmana, Adkhilni M. S, Iwan Rasta

(Jakarta), Bambang Q Anees, Heru Hikayat, Daniel

Mahendra (Bandung), Iif Umar Rifai (Yogyakarta), Herli

Salim (Australia), Jenny Ervina (Taiwan), Imelda Emma

Veronica (Jepang), Ita Kusbiantoro (Swiss).

 

55

Penasehat :

H. Nek Atisah, Gol A Gong, Toto ST Radik, Tias Tatanka,

Ahmad Mukhlis Yusuf, H. Embay Mulya Syarief, Firman

Venayaksa, Wien Muldian, Andi Suhud Trisnahadi, N.P.

Rahadian, M.W Fauzi, Dr. H. Zulkieflimansyah, S.E.,

M.Sc., Muchtar Mandala, Mukoddas Syuhada, Ariful Amir,

Jodhi Yudono, Yudis Juwono.

Jaringan Kerjasama :

Forum Taman Bacaan Masyarakat, Forum Lingkar Pena,

Yayasan Tunas Cendekia, Forum Indonesia Membaca,

1001buku, Eco Village, Wong Banten, BPAD Provinsi

Banten, Dindik Banten, Library@Senyan (Perpustakaan

Diknas), Yayasan Nurani Dunia, Mizan, Antaranews,

Gramedia, Senayan Abadi, GIP, Salamadani, Tiga

Serangkai, Gagas Media, Sygma Bandung, Kementerian

Pendidikan Nasional RI, Zikrul Hakim, Suhud

Mediapromo, Rekonvasi Bumi, Baraya TV, Yayasan

Nurani Dunia, Banten Raya, Institut Kemandirian, Pempek

Arane, kompas.com, Perpusnas RI, Hot FM, RRI Banten,

Kremov Picture, Rolling Action, Bahasa Jawa Serang

(BJS).

Situs : www.koranrumahdunia.com

Email : [email protected]

Telepon : 08190631100790

90Venayaksa, Relawan Dunia (Jakarta: Kepustakaan Populer

Gramedia, 2011), 184. Dan dari hasil pegembangan wawancara dengan Gol A

Gong di Kota Serang (Sabtu, 3 Maret 2018).

 

56

3. Kegiatan Rumah Dunia

Pada perkembangannya Rumah Dunia sebagai lembaga

nirlaba kini berada di bawah naungan Yayasan Pena Dunia

berakta notaris Fachrul Kesuma Dharma, SH Nomor 006 tanggal

12 Juni 2006. Sebagai ketua yayasan adalah Gol A Gong. Posisi

penasehat diisi oleh orang-orang yang memiliki kepedulian sosial

tinggi: Prof. Dr. Yoyo Mulyana (alm), H. Embay Mulya Syarief

(tokoh masyarakat), Toto ST Radik dan Akhmad Mukhlis Yusuf

(mantan Direktur LBKN Antara). Bendaharanya Siti Nadrotul

Ain dan posisi sekretaris diisi oleh Aeni Asma.

Tak bisa dipungkiri bahwa keberadaan Rumah Dunia dari

hari ke hari kian berkembang dengan ragam aktivitas literasinya

atas kegigihan para relawan Rumah Dunia yang tak hanya ada di

Banten, tetapi juga di beberapa kota besar di Indonesia. Berbagai

program kegiatan Rumah Dunia yang telah berjalan sejak tahun

2002 terbagi menjadi program reguler dan program unggulan.

Program reguler adalah program yang diadakan berkala

dengan sasaran anak dan remaja (pelajar dan mahasiswa) yang

diselenggarakan Senin-Minggu pukul 13.00-17.00 WIB. Program

regular yang dipopulerkan dengan nama “wisata” agar akrab

dengan anak dan remaja dengan jadwal sebagai berikut:

Tabel 2: Program Reguler Rumah Dunia

No Hari Kegiatan

1 Senin Wisata Tulis

2 Selasa Wisata Dongeng

Wisata Musik

 

57

3 Rabu Wisata Lakon

4 Kamis Wisata Gambar

5 Jumat English on Friday

6 Sabtu Bedah Buku

7 Minggu

Kelas Menulis

Majelis Puisi

Kelas Novel

Program unggulan adalah program insidental yang

berskala lokal dan nasional, yang rutin digelar di Rumah Dunia

meliputi:

1. Pesta Anak (Juli)

2. Kado Lebaran (Menjelang Lebaran)

3. Pesta Ulang Tahun Rumah Dunia (Maret)

4. Jumpa Pengarang (menyesuaikan, hampir setiap bulan

sekali).

5. Wong Cilik Baca Puisi (April)

6. Panggung Kampung (tiap bulan)

7. Perpustakaan Keliling (tiap Minggu)

8. Festival kesenian se-Banten (menyesuaikan)

9. Lomba Literasi

10. Hari Kebangkitan Buku

11. World Book Day (April)

 

58

12. Ode Kampung (kegiatan nasional yang diadakan dua

tahun sekali).91

4. Pengunjung

Pengunjung yang datang ke Rumah Dunia terdiri atas Anak-

anak, Pelajar, Mahasiswa, Guru, Dosen, Pedagang, Pemulung,

Anak Jalanan, atau Ibu Rumah Tanggga dari daerah dengan

radius 1 km dari Rumah Dunia atau se-Banten. Pada Sabtu dan

Minggu terjadi peningkatan jumlah pengunjung yang berasal dari

sekitar Banten, luar kota, atau bahkan mancanegara. Biasanya

mereka sengaja datang untuk berwisata baca dengan anak-anak

mereka. Pada hari-hari tertentu Rumah Dunia sering kedatangan

tamu dari siswa-siswi sekolah setingkat TK, SD, SMP, SMA,

bahkan mahasiswa dari daerah Banten ataupun luar Banten yang

meminta pelatihan pembuatan majalah dinding atau pelatihan

jurnalistik, sastra, dan film.

Sepanjang tahun 2002-2018, tokoh-tokoh yang kompeten di

bidangnya telah mengisi berbagai acara di Rumah Dunia dan

menjadi bagian dari Rumah Dunia, mereka antara lain adalah:

Pipit Senja (penulis novel Meretas Unggu), Wan Anwar (alm),

Ahmad Fuadi (Penulis novel Negeri 5 Menara), Goenawan

Muhammad (pendiri majalah Tempo), Taufiq Ismail (penyair),

Akhmad Mukhlis Yusuf (pernah menjabat sebagai Direktur

LKBN Antara), Udin Saefudin Noor (Mantan Dirut Bank

Muamalat), Zulkieflimansyah (anggota DPR RI), Muchtar

91

Venayaksa, Relawan Dunia, (Jakarta: Kepustakaan Populer

Gramedia, 2011), 180. Dan dari hasil pegembangan wawancara dengan Gol A

Gong di Kota Serang (Sabtu, 3 Maret 2018).

 

59

Mandala (pengusaha), Doody Nandika (Depdiknas), Irwansyah

(Artis), Dick Doang (artis), Helvy Tiana Rossa (penulis),

Ahmadun Yosy Herfanda (penyair), Habiburahman El-Shirazy

(penulis novel Ayat-ayat Cinta), Asma Nadia (penulis Surga yang

Tak Dirindukan), Taufik Nuriman (Mantan Bupati Serang), H.

Bunyamin (mantanWali Kota Serang), Abdul Latief, S. Mulyadi,

Daniel Mahendra, Rano Karno (Gubernur Banten), Benny Arnas

(sastrawan Lubuklinggau), Sosiawan Leak (penyair), Asrizal Nur

(penyair), Hasan Aspahani (penyair), Maman Suherman (artis

dan penulis), Subro (artis), Anies Baswedan (Saat masih menjadi

Menteri Pendidikan RI), Najwa Shihab (Duta Baca Indonesia),

dan lain-lain.92

B. Profil Pendiri Rumah Dunia

1. Gol A Gong

Gol A Gong merupakan sastrawan Banten. Rumah Dunia

tak bisa lepas dari peran dan juga jiwa seninya. Gol A Gong lahir

di Purwakarta 15 Agustus 1963. Atas dedikasinya di dunia

perbukuan, Gol A Gong menerima award “Tokoh Perbukuan

Islamic Book Fair” (2007), “Nugra Jasadrama Pustaloka” (2007)

dari Perpustakaan Nasional RI, dan “Anugerah Literasi World

Book Day 2008” dari Komunitas Literasi Indonesia. Suami dari

Tias Tatanka dan Ayah dari Nabila Nurkhalisah, Gabriel

Firmansyah, Jordy Alghifary, dan Natasya Azka Noorsyamsa ini

sudah menulis sekitar 60 buku. Mulai dari serial Balada Si Roy

92

Venayaksa, Relawan Dunia, (Jakarta: Kepustakaan Populer

Gramedia, 2011), 181. Dan dari hasil pegembangan wawancara dengan Gol A

Gong di Kota Serang (Sabtu, 3 Maret 2018).

 

60

(1989), Al-Bahri (2000), hingga Menggenggam Dunia (nonfiksi,

DAR! Mizan, 2005). Buku terbarunya; Cinta-Mu Seluas Samudra

(Mizania, 2008), Musafir (kumcer, Salamadani, 2008), The

Journey (Maximalis, 2008), Labirin Lazuardi (Tinga Serangkai,

2007), dan Jangan Mau Gak Nulis Seumur Hidup (Maximalis,

2008).93

Gong merupakan pendiri Rumah Dunia. Menurut Gong,

relawan pertama adalah dirinya sendiri, kedua anaknya Bella dan

Abi, kemudian ada Muhamad Jaeni, salah satu warga Ciloang.

Lalu seiring waktu datang Qizink La Aziva, Ibnu Adam

Aviciena, dan Toto ST Radik membawa anak-anak didiknya yang

tergabung dalam Sanggar Sastra Siswa Serang seperti Endang

Rukmana, Adkhilni Mudkhola Sidqi dan lain-lain mulai mengisi

Rumah Dunia.94

Pada 3 Maret 2002 peserta kelas menulis kemudian menjadi

relawan pertama, pada angkatan Ibnu. Lalu dijadikanlah

kepengurusannya. Ketuanya saya sama Tias. Berdua waktu

itu ditangani. Jadi berdua saja. Saya urusan luar, Tias

urusan dalam. Jadi saya menyebut Presiden Rumah Dunia,

Tias juga Presiden. Jadi kalau urusan dalam Tias, nanti

kalau di Jakarta saya yang menangani. Kami mendidik Ibnu

cs. Mendidik dari nol.95

93

Gong, Aku, Anak Matahari: Sebuah Memoar Pendidikan Keluarga

Yang Impresif, (Bandung: Semesta Parenting, 2008). 94

Wawancara dengan Gol A Gong di Kota Serang, Sabtu, 3 Maret

2018. 95

Wawancara dengan Gol A Gong di Kota Serang, Sabtu, 3 Maret

2018.

 

61

Awalnya mayoritas peserta kelas menulis diakui Gong belum

memiliki basic menulis yang baik. Kecuali beberapa saja, Endang

dan Adkhilni yang lumayan.

Menurut saya yang lain belum. Saya bisa menilai mereka

adalah orang yang senang membaca buku, suka ikut

pelatihan-pelatihan, terasahnya di sini, di Rumah Dunia.

Kemudian Ibnu juara lomba menulis di Untirta, Najwa

juga. Saya rasa mereka memang butuh komunitas untuk

men-trigernya. Tapi saya yakin kalau mereka tidak

ketemu saya dan Toto, barangkali mereka akan biasa-

biasa saja. Mereka semakin sadar menulis penting, ketika

bergabung dengan Rumah Dunia. Sementara nama kelas

menulis itu dari saya.96

Metode kelas menulis yang diterapkan Gong di Rumah

Dunia yaitu secara interaktif dan lebih banyak praktik menulis.

Menurut Gong, ia tidak pernah mencetak para peserta kelas

menulis agar mengikuti gaya kepenulisan Gong. Diakui Gong,

soal gaya penulisan diserahkan kepada masing-masing peserta

kelas menulis. Gong hanya mengenalkan pada mereka tentang

profesi menulis. Sementara untuk persoalan kualitas, jangre,

masih menurut Gong, itu dikembalikan pada kemampuan

membaca setiap masing-masing peserta.

Jadi saya bilang ke mereka, kita tidak boleh fanatik ke

satu jangre. Semua harus bisa kita lakukan. Makanya saya

mengajarkan cara menulis yang baik. Nanti setelah itu

kalian pilih sendiri, mau ke sastra serius, sastra remaja,

sastra dewasa, silahkan enggak apa-apa, sama saja

teorinya. Sebab di kelas menulis sesungguhnya lebih

banyak praktik. Kan kelas menulis sudah bikin majalah,

termasuk majalah Kaibon. Itu tanggung jawab saya

96

Wawancara dengan Gol A Gong di Kota Serang, Sabtu, 3 Maret

2018.

 

62

sebagai mentor. Memberi mereka media untuk praktik.

Kemudian kerjasama dengan Radar Banten waktu itu.97

Tutor kelas menulis Rumah Dunia diakui Gong, awalnya

dirinya yang menangani. Sebab saat itu Toto ST Radik, sahabat

Gong yang juga penyair, masih mengajar di Sanggar Sastra.

Menurut Gong, ia harus mengenalkan prosa secara langsung

kepada para peserta kelas menulis dari tangan pertamanya.

Seiring waktu, masih diakui Gong, Toto kemudian diminta

membantu untuk memberikan materi puisi kepada peserta kelas

menulis, terutama soal diksi, bagaimana diksi puisi bisa dipakai

dalam prosa. Berikutnya Gong mulai mendatangkan penulis tamu

atau tutor dari luar seperti Helvy Tiana Rosa, Asma Nadia,

Kurnia Effendi, Hasan Aspahani, Iyut Fitra, Benny Arnas dan

lain-lain.

Saya ingin memberitahukan kepada mereka bahwa kelas

menulis itu tidak Gol A Gong atau Gol A Gongisme.

Tidak. Saya memberi tahu bahwa apa-apa yang saya

keluarkan itu tidak mutlak kebenaran. Jadi cara menulis

itu beragam versi. Maka didatangkanlah penulis-penulis

dari luar. Saya buat diskusi bukunya dan lain sebagainya.

Mereka menjadi kaya. Bahwa menulis itu tidak bisa hanya

belajar dari satu penulis, harus ada wawasan lain.98

Pada tahun 2018, kelas menulis Rumah Dunia sudah

memasuki angkatan yang ke-31. Dan umur Rumah Dunia

memasuki tahun ke-16. Gong merasa sangat gembira, karena

sekarang mulai ada kesadaran dari orang-orang Banten, bahwa

97

Wawancara dengan Gol A Gong di Kota Serang, Sabtu, 3 Maret

2018. 98

Wawancara dengan Gol A Gong di Kota Serang, Sabtu, 3 Maret

2018.

 

63

yang dia kenalkan kepada peserta kelas menulis itu adalah

keterampilan menulis, bukan harus jadi pengarang.

Setelah 31 angkatan itu, kata Gong, masing-masing

alumni mencari jalannya masing-masing. Ada yang menjadi

bloger, ada yang jadi penulis anak, penulis sekenario dan lain-

lain. Gong juga mengatakan, kelas menulis ini Insya Allah akan

terus ada, karena nanti seluruh angkatan dari angkatan satu

sampai 31 ikut menyebarkan bahwa Kelas Menulis Rumah Dunia

bermanfaat. “Jadi di kelas menulis itu dikenalkan bahwa menulis

itu satu keterampilan yang memiliki fungsi ekonomi yang tinggi,

berdayaguna, jadi life skill yang bisa mendatangkan uang.”99

Menurut Gong, peserta kelas menulis Rumah Dunia

berasal dari berbagai daerah. Kelas menulis dibuka gratis untuk

siapa saja yang berminat. Masih menurut Gong, peserta kelas

menulis ada yang dari Pandeglang, dari Rangkasbitung,

kemudian kelas menulis angkatan ke-5 ada yang dari Palembang.

Peserta kelas menulis paling jauh, dikatakan Gong, ada yang dari

Bandung dan dari Sulawesi. Jika Kelas Menulis Rumah Dunia

mudah dijangkau, Gong yakin pasti akan banyak orang yang akan

mengaksesnya.

Terkait alasan kegiatan Rumah Dunia selalu gratis,

menurut Gong bahwa Allah memerintahkan manusia semua

untuk membaca dan menulis. Ketika Gong sadar bahwa membaca

dan menulis itu memiliki nilai ekonomi yang tinggi baginya,

99

Wawancara dengan Gol A Gong di Kota Serang, Sabtu, 3 Maret

2018.

 

64

kegiatan di Rumah Dunia yang selalu gratis itulah merupakan

sedekahnya.

Allah minta 2,5 persen, jadi itu bagian dari sedekah kita.

Hanya pada tahun 2010 mulai diberlakukan menyumbang

Rp.100.000,- untuk kas Rumah Dunia dan peserta dikasih

buku. Tapi mentornya sendiri enggak dibayar. Itu

termasuk tutor dari luar juga tidak dibayar, mereka datang

sendiri, karena kebanyakan teman saya.100

Tugas akhir kelas menulis yang membuat buku, diakui

Gong itu sudah ada sejak dulu. Sejak awal sudah difasilitasi. Ada

yang membuat majalah dari hasil fotocopy, buku dan sebagainya.

Bahkan orang per orang nulis. Ibnu itu menulis buku

dengan judul Mana Bidadari Untukku, ada antologi

cerpen lainnya. Jadi memang itu tanggungjawab saya

sebagai mentor. Itu sebabnya hingga hari ini ada kegiatan

World Book Day (Hari Buku se-Dunia), pokoknya kita

fasilitasi sampai benar-benar bisa.101

Gong selalu memberi semangat kepada peserta kelas

menulis, menurutnya keterampilan menulis itu bisa mengangkat

derajat kita, karena itu perintah Allah. Menurut Gong, dilihat dari

terminologinya, literasi adalah aksara. Lalu ditingkatkan lagi

kontekstualnya menjadi kemampuan membaca dan menulis, itu

makna literasi bagi Gol A Gong. Lalu ditafsir lagi bahwa literasi

adalah usaha dari orang per orang untuk mengubah kualitas

hidupnya menjadi lebih baik. Gong menambahkan, orang-orang

yang datang ke Rumah Dunia seperti Harir Baldan dan banyak

100

Wawancara dengan Gol A Gong di Kota Serang, Sabtu, 3 Maret

2018. 101

Wawancara dengan Gol A Gong di Kota Serang, Sabtu, 3 Maret

2018.

 

65

yang lain, mereka punya semangat untuk mengubah hidupnya

lebih baik lagi. Tapi yang paling penting, tambah Gong, bahwa

membaca itu perintah Allah.

Gong menilai, Rumah Dunia pertama harus dilihat apakah

dia fungsional atau tidak? Ketika dia berfungsi dengan baik,

berarti bisa dikatakan Rumah Dunia sebagai wadah pencetak para

penulis. Gong menjelaskan saat ia mendirikan Rumah Dunia, hal

yang pertama yang dipikirkannya adalah organisasi itu harus

memiliki base camp. Dengan adanya tempat, Gong mengaku

tidak khawatir tentang SDM. Baginya jika ada tempat, maka

SDM akan datang dengan sendirinya. Selanjutnya ketika base

camp sudah ada, Gong menyediakan diri sebagai SDM pertama

yang tidak dibayar, bahkan memberi modal.

Saya memberitahu ke orang-orang, kalau kamu ingin

belajar menulis datang ke sini nyaman. Mau makan ada,

mau tidur silahkan, bebas. Nyaman di sini. Yang penting

kamu belajar yang benar. Kemudian SDM dari saya, Toto,

Rys dan yang lain berdatangan. Jadi banyak orang yang

ingin menyedekahkan ilmunya.102

Gong menuturkan, selanjutnya adalah program. Di Rumah

Dunia selalu terbuka dengan program dan selalu didiskusikan.

Program itu terbuka dan tidak boleh saling membunuh program/

membunuh ide. Jika ada ide program yang jelek, idenya

diperbaiki. Berikutnya kata Gong adalah dana. Gong

mengatakan:

Dana itu bisa dikatakan awalnya saya yang menanggung

semua, yang kemudian setelah mereka yakin dan percaya,

yang lain menyumbang tenaga, pikiran. Kemudian

102

Wawancara dengan Gol A Gong di Kota Serang, Sabtu, 3 Maret

2018.

 

66

mulailah mereka percaya bahwa Rumah Dunia ini, orang

per orangnya saya dan Toto dan lain-lainnya tidak punya

maksud apa-apa, tidak pernah mengambil keuntungan

secara materi. Barangkali soal pencitraan saya rasa tidak

juga. Kita masing-masing sudah punya jejak rekam

sendiri. Jadi ini murni ibadah.103

Terakhir adalah networking atau jejaring. Itulah Rumah

Dunia. Menurut Gong, semuanya by desingn dan sepanjang ada

orang-orang yang mencintai Rumah Dunia, platform-nya bisa

dijalankan, siapa pun presidennya.

Sementara di awal-awal adanya kelas menulis, diakui

Gong memang dia yang menjadi Tutor. Selanjutnya ia mulai

mengajak alumni kelas menulis yang menurutnya sudah bagus

dan bisa mengajar untuk menemaninya menjadi pembicara,

menjadi asisten tutor kelas menulis, kemudian Gong lepas.

Sekarang tutor kelas menulis bisa diundang sendiri-

sendiri. Tapi kenapa saya mesti tetap bicara memberikan

materi ke kelas menulis, mudah-mudahan peserta kelas

menulis itu bisa melihat puncaknya, yang dituakannya

yaitu saya sebagai spirit. Ini loh bukti nyata. Profesi

menulis itu salah satunya saya. Nanti mulai turun ke

relawan. Jadi penting. Saya tidak menyebut sebagai

benchmark, tapi mungkin istilahnya tauladan, kalau di

menulis itu ada saya, Toto, yang sampai hari ini masih

menulis.104

Gong mengaku akan terus mengajari orang-orang menulis

sampai tidak ada umur, sampai maut menjemput. Setelah ada

103

Wawancara dengan Gol A Gong di Kota Serang, Sabtu, 3 Maret

2018. 104

Wawancara dengan Gol A Gong di Kota Serang, Sabtu, 3 Maret

2018.

 

67

alumni pertama kelas menulis, baru kemudian struktur organisasi

lengkap Rumah Dunia dibentuk. Muhamad Jaeni sebagai

bendahara dan Ibnu Adam sebagai humas Rumah Dunia.

Untuk menjadi seorang penulis diakui Gong tidak cukup

hanya dengan membaca buku sastra saja, tetapi juga harus mau

mengikuti diskusi sastra, harus berani naik ke panggung dan

melakukan orasi literasi, aktif mengikuti lomba menulis,

mengikuti launching buku, membaca puisi, praktik meresensi

buku, ini disebut Gong sebagai metode gempa literasi, sehingga

otak menjadi ada stimulus.

Secara spesifik adalah kelas menulis. Lalu fokusnya di

point pelatihan tadi, pelatihan menulis setiap Minggu. Di

situ saya kasih teori-teori menulisnya. Nah, orang-orang

yang ikut kelas menulis, tapi tidak pernah menghadiri

peluncuran buku, acara-acara kesenian, akselerasinya

lambat. Untuk menjadi penulis, saya rasa butuh sekitar

dua tahun. Belajar enam bulan, selebihnya mengikuti

gempa literasi terus-menerus. Dan rajin membaca buku,

menulis puisi, praktik meresensi buku, itu semuanya

berkelindan. Insya Allah jadi penulis dalam waktu dua

tahun. Mungkin tidak tepat dua tahun, ada yang satu tahun

jadi, ada yang agak lama. Itu alokasi waktu yang saya

prediksikan.105

2. Toto ST Radik

Toto ST Radik merupakan salah satu sosok penting dalam

perkembangan Rumah Dunia sekarang ini. Ia adalah salah satu

pendiri Rumah Dunia. Toto sudah berkawan dengan Gol A Gong

sejak SMA di awal tahun 1980-an. Gong merupakan Kakak kelas

Toto saat di SMAN Serang (sekarang SMAN 1 Kota Serang).

105

Wawancara dengan Gol A Gong di Kota Serang, Sabtu, 3 Maret

2018.

 

68

Kemudian Gong kuliah di Unpad Bandung jurusan Sastra

Indonesia. Berikutnya Toto juga kuliah di Bandung di Sekolah

Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS). Mereka bertemu lagi di

Bandung. Tetapi keduanya sama-sama tidak selesai kuliah. Gong

lebih banyak avonturir pergi keliling Indonesia, kemudian Toto

juga berhenti kuliah pada tahun ketiga (1986).106

Toto mengatakan, memang benar ia tidak memiliki latar

belakang dari fakultas sastra, tapi itu diakuinya tidak diperlukan.

Terkecuali mau menjadi kritikus sastra yang memerlukan teori-

teori sastra yang diperoleh di fakultas sastra. Kecintaannya pada

dunia sastra, terutama puisi dan keistiqomahannya di jalan sunyi

ini, menjadikan Toto salah satu penyair yang masih konsisten

menulis puisi hingga kini.

Toto kuliah di Unpad Bandung jurusan sosial. Tapi karena

Toto hobi menulis puisi, sejak SMA dirinya sudah mulai menulis

puisi. Ketika kuliah di Bandung, keterampilan menulis puisi,

membaca puisi, terus Toto kembangkan. Ia juga mengaku masih

aktif mengikuti kegiatan sastra di Bandung. Toto mengaku sejak

saat itu sudah ada karya puisinya yang dimuat di koran Pikiran

Rakyat di Jawa Barat. Termasuk juga Toto pernah menjadi juara

menulis esai, juara baca puisi, pembacaan cerpen dan sebagainya

di Bandung di masa-masa ia kuliah sekitar tahun 1983-1986.107

Toto bertahan kuliah hingga tiga tahun di Bandung,

tepatnya pada semester VI. Karena tidak selesai, Toto kembali

106

Wawancara dengan Toto ST Radik di Kota Serang, Minggu, 25

Februari 2018. 107

Wawancara dengan Toto ST Radik di Kota Serang, Minggu, 25

Februari 2018.

 

69

lagi ke Serang pada 1986 akhir. Dari sana, Toto kembali bertemu

lagi dengan Gol A Gong di Serang-Banten pada tahun 1986-

1987. Selang satu tahun kemudian, Gong menulis Balada Si Roy

dan dimuat di majalah HAI. Pembukaan dalam serial Balada Si

Roy selalu diawali dengan kutipan pepatah, puisi dan yang

lainnya. Berikutnya Gong meminta puisi-puisi Toto ST Radik

untuk disertakan di setiap episode serial Balada Si Roy. Dari sana

mereka kemudian bersama-sama lagi mengaktifkan dunia sastra,

teater penulisan dan sebagainya di Serang. Pada masa itu diakui

Toto, di Kota Serang tidak ada toko buku, nyaris juga tidak ada

kegiatan sastra, sementara untuk kegiatan teater cukup banyak.

Kemudian kami bertiga, Saya, Rys Revolta (alm) dan Gol

A Gong membentuk kelompok Azeta. Kelompk Azeta

lebih berfokus pada kegiatan sastra. Kami juga membuat

antologi puisi dan mengedarkannya ke sekolah-sekolah

sambil membuat pelatihan menulis puisi, cerpen, serial

dan sebagainya. Terus keliling ke beberapa sekolah di

Kota Serang. Kemudian dibuatlah Rumah Dunia. Waktu

itu setelah Gong sudah ada pekerjaan di RCTI, Indosiar

dan sebagainya di Jakarta. Saya kerja di Serang.

Kemudian bersepakatlah membuat komunitas Rumah

Dunia untuk menyediakan bahan bacaan, berdiskusi dan

sebagainya. Dulu namanya Pustakaloka Rumah Dunia,

sekitar tahun 2000-an awal. Kemudian nama Rumah

Dunia baru diresmikan pada tahun 2002. Tapi sebetulnya

ide, gagasan dan kegiatannya sudah dimulai di tahun

2000-an.108

Salah satu alasan membuat komunitas Rumah Dunia,

menurut Toto karena memang minim kegiatan sastra, serta tidak

108

Wawancara dengan Toto ST Radik di Kota Serang, Minggu, 25

Februari 2018.

 

70

ada toko buku sastra, sehingga mereka membentuk komunitas itu,

sebagai salah satu tempat belajar bagi remaja yang memiliki

minat di dunia sastra, teater, film dan rupa.

Respon masyarakat soal adanya Rumah Dunia saat itu

diakui Toto memang belum banyak. Orang-orang pada saat itu

belum banyak yang minat pada sastra. Maka kegiatan Rumah

Dunia dipadukan dengan teater, mendongeng dan sebagainya,

sehingga menjadi salah satu cara untuk menarik minat para

remaja.

Di tempat Rumah Dunia berdiri, di Kampung Ciloang,

Searang-Banten, juga belum tersentuh kegiatan-kegiatan sastra

seperti itu. Ditambah posisi Rumah Dunia berada di dalam

kampung, sekitar 500 meter dari jalan utama. Menurut Toto, di

awal-awal kegiatan Rumah Dunia, ada semacam kecurigaan dari

masyarakat sekitar saat Rumah Dunia sering mendatangkan

orang-orang dari luar, yang tampangnya agak berbeda, gondrong,

dengan berpakaian jenas belel, dekil dan sebagainya, yang rata-

rata waktu itu penampilan sastrawan, pegiat teater, seperti itu.

Jadi cukup menimbulkan kekagetan.

Tetapi karena memang kita menyelenggarakan

kegiatannya tidak seperti yang mereka curigakan, ya

akhirnya bisa berjalan dengan baik. Bahkan beberapa

orang dari Kampung Ciloang sendiri terlibat sebagai

relawan, maupun sebagai sasaran kegiatan Rumah

Dunia.109

109

Wawancara dengan Toto ST Radik di Kota Serang, Minggu, 25

Februari 2018.

 

71

Terkait suport awal dari pemerintah terhadap kegiatan

Rumah Dunia, secara anggaran diakui Toto belum ada saat itu.

Meski Rumah Dunia sering mengundang dari pihak pemerintah

Provinsi Banten untuk datang ke Rumah Dunia. Mereka, kata

Toto, jika datang ke Rumah Dunia diperlakukan sama dengan

narasumber-narasumber yang lain. Tidak hanya secara anggaran,

secara kegiatan juga tidak ada suport dari pemerintah untuk

Rumah Dunia. Pemerintah belum banyak menyelenggarakan

kegiatan sastra, maupun bekerjasama dengan pemerintah juga

belum ada. Karena menurut Toto, waktu itu kegiatan pemerintah

lebih kepada kegiatan seremoni, hanya lomba-lomba dan

sebagainya.

Terkait sejarah pemberian nama Rumah Dunia, Toto

menjelaskan, memang nama Rumah Dunia muncul dari Gol A

Gong. Toto menerangkan makna dari Rumah Dunia yang

mengibaratkan bahwa rumah itu jadi semacam tempat untuk

sampai ke dunia lain. Artinya dengan berada di rumah pun kita

bisa sampai ke tempat-tempat yang lain. Caranya dengan

membaca buku. Karena buku mereka anggap sebagai media

untuk bisa sampai ke tempat-tempat lain di seluruh dunia, tanpa

perlu meninggalkan rumah. Maka „Rumah Dunia‟ jadinya.

Rumah, dengan begitu banyak bahan bacaan buku-buku, bahan

pustaka dan sebagainya, yang memungkinkan orang untuk

sampai ke tempat-tempat lain di seluruh dunia.

Menurut Toto, ide dasarnya nama Rumah Dunia itu

memang muncul dari Gol A Gong. “Kemudian disepakati nama

 

72

itu, karena mewakili cita-cita, mimpi dari saya dan Rys untuk

membuat komunitas sastra dan menggulirkan kegiatannya.” 110

Relawan pertama yang menggerakkan kegiatan di masa

awal-awal Rumah Dunia berdiri diakui Toto awalnya dari

keluarga Gol A Gong sendiri, dari para pendiri, kemudian

mencoba melibatkan lingkungan sekitar di Ciloang dan peserta

kelas menulis. Selain mereka mengikuti kelas menulis, sekaligus

mereka juga menjadi relawan.

Di waktu yang hampir bersamaan, saat Rumah Dunia

berjalan, Toto ST Radik juga tengah menyelenggarakan kegiatan

Sanggar Sastra Siswa Indonesia (SSSI) pada tahun 2000 dan

Sanggar Sastra Remaja Indonesia (SSRI) yang bekerjasama

dengan majalah sastra Horison tahun berikutnya. Toto melibatkan

para peserta SSSI maupun SSRI di Rumah Dunia, karena Gol A

Gong juga saat itu sebagai narasumber di SSSI, dan hampir setiap

pekan setelah dari Sanggar Toto, para peserta dibawa ke Rumah

Dunia pada sore hari, atau pagi hari, tergantung waktu yang ada.

Mereka ikut berkegiatan dan beraktivitas di Rumah Dunia. Dari

sana kemudian mulai banyak kegiatan yang mendatangkan orang-

orang dari luar, baik sebagai narasumber maupun sebagai peserta.

Juga dari sekolah-sekolah, dari komunitas lain. Rumah Dunia

juga menjangkau dengan publikasi, termasuk kerjasama dengan

media Harian Banten (sekarang Radar Banten).

Menurut Toto, “setiap Minggu Rumah Dunia

mempublikasikan kegiatan-kegiatannya di Harian Banten lewat

110

Wawancara dengan Toto ST Radik di Kota Serang, Minggu, 25

Februari 2018.

 

73

rubrik Salam dari Rumah Dunia, sehingga banyak orang

mengetahui dan kemudian datang ke Rumah Dunia. Di sana juga

termasuk memuat pengumuman-pengumuman kegiatan Rumah

Dunia.”111

Diakui Toto, perbedaan antara SSSI dan Rumah Dunia

terletak pada konten saja. SSSI lebih fokus pada bidang sastra

saja, dan Rumah Dunia lebih luas lagi, seperti ada kelas menulis,

sastra, film, teater, menggambar, musik dan lain-lain. Sementara

Sanggar hanya sebatas sastra saja, yang lebih banyak belajar

menulis puisi, cerpen, esai, dan menilai sebuah karya sastra.

Sedangkan di Rumah Dunia ada pertunjukan, musikalisasi puisi,

dongeng dan lain-lain. Di Sanggar memang hanya tempat

berdiskusi, menulis, mengembangkan keterampilan menulis,

termasuk mempublikasikannya di luar. Para peserta Sanggar juga

menulis di Harian Banten, di koran-koran lokal, maupun di media

nasional seperti majalah Horison. Dari kegiatan SSSI maupun

SSRI tujuannya adalah meningkatkan keterampilan menulis siswa

dan para remaja.

Di Sanggar, Toto juga membuat buletin atau jurnal,

membuat antologi dan lain-lain. Itu juga menurut Toto yang sama

dilakukan di Rumah Dunia, membuat penerbitan buku dan

sebagainya. Tetapi titik tekannya di Sanggar itu, hanya untuk

meningkatkan keterampilan menulis siswa di tahun pertama,

kemudian ketika menjadi SSRI, meningkatkan keterampilan

menulis sastra peserta pada remaja.

111

Wawancara dengan Toto ST Radik di Kota Serang, Minggu, 25

Februari 2018.

 

74

Lambat laun kegiatan Rumah Dunia semakin padat. Toto

memaparkan, kegiatan acara sudah bergulir setiap pekan, bahkan

satu pekan itu bisa dua kali kegiatan. Dari sana, maka dirasa perlu

ada semacam orang-orang yang berada dalam organisasi yang

bertindak sebagai panitia acara. Para peserta SSSI dan Kelas

Menulis Rumah Dunia yang kemudian mereka dilibatkan menjadi

relawan. Gol A Gong memberi semacam tempat untuk mereka

kos di Rumah Dunia, karena para peserta memang sebagian besar

pelajar dan mahasiswa, sehingga mereka kemudian bermalam di

Rumah Dunia dan mereka menjadi relawan yang menggulirkan

kegiatan-kegiatan di Rumah Dunia.

Ibu Adam Aviciena relawan pertama, dia waktu itu masih

mahasiwa, daripada dia kos di tempat lain, jadi kos di sini.

Mereka bisa disebut sebagai relawan pertama, karena

waktu itu juga dia pernah jadi Presiden Rumah Dunia,

sementara teman-temannya yang lain di UIN Banten, atau

di kampus-kampus lain, itu sama-sama sebagai pengurus

di organisasi Rumah Dunia. Waktu itu ada Qizink La

Aziva, Piter Tamba, Mahdi Duri, ada Endang Rukmana,

walaupun dia masih pelajar SMA, kemudian Adkhilni dan

beberapa orang lain dari teman-temannya Ibnu.112

Waktu awal-awal, diakui Toto, Rumah Dunia memang

belum banyak memiliki pengurus yang menggerakkan Rumah

Dunia saat itu. Organisasinya simpel, kata Toto, tapi memang tiap

Minggu menggulirkan kegiatan.

Di Kelas Menulis Rumah Dunia, Toto ST Radik juga

menjadi salah satu tutor menulis. Toto lebih khusus pada ranah

112

Wawancara dengan Toto ST Radik di Kota Serang, Minggu, 25

Februari 2018.

 

75

puisi. Sejak awal ia tetap konsisten mengajari materi puisi, meski

sesekali juga pernah mengisi materi umum tentang kepenulisan

cerpen atau jurnalistik. Tetapi memang penekanannya lebih ke

bidang puisi. Saat itu kelas puisi belum dipisah, masih digabung

dengan Kelas Menulis Rumah Dunia dan belum ada Majelis Puisi

secara khusus waktu itu. Jadi kelas menulis disusun untuk

mempelajari jurnalistik, mempelajari sastra. Untuk sastra dibagi

lagi, ada prosa dan puisi, film dan skenario. Antara Gol A Gong

dan Toto berbagi tugas menjadi tutor menulis kreatif.

Selain Gong, Toto atau Tias Tatanka, kelas menulis juga

diisi oleh para tutor baik dari penulis-penulis atau sastrawan yang

ada di Banten, seperti Wan Anwar, Herwan FR, kemudian di

teater ada Nandang Aradea dan lain-lain. Dari luar Banten, itu

diakui Toto juga sangat banyak.

Salah satunya ada Helvy Tiana Rosa, Asma Nadia,

Ahmadun Yosi Herfanda, kemudian sampai ke Taufiq

Ismail, dan masih banyak satrawan-sastrawan lainnya.

Alhamdulillah mereka mau datang ke sini dengan

pembiayaan yang terbatas dan memang mereka berkiprah

di kesusastraan secara nasional. Yang pasti banyak, saya

sudah agak lupa. Sudah tidak terhitung jumlahnya.113

Para peserta kelas menulis angkatan pertama, diakui Toto

memang ada beberapa peserta yang sudah menulis sebelumnya.

Namun juga banyak yang masih awam soal menulis. Jadi variatif,

ada yang memang baru belajar menulis sastra, ada juga yang

sudah mempublikasikan karyanya. Salah satu contohnya adalah

113

Wawancara dengan Toto ST Radik di Kota Serang, Minggu, 25

Februari 2018.

 

76

Qizink La Aziva, peserta kelas menulis pertama yang sebelumnya

sudah aktif di Sastra Cyber dan sebagainya, atau Firman

Venayaksa juga awal-awal bergabung ke Rumah Dunia sudah

aktif menulis sastra. Tapi memang, kata Toto, selebihnya para

pemula, pelajar dan mahasiswa yang memang baru terjun ke

dunia sastra. Jadi misalnya ada karya-karya yang ditulis, itu baru

sebatas konsumsi pribadi dan belum dipublikasi secara luas.

Melalui kelas menulis itulah mereka didorong, dibantu

untuk selain meningkatkan kualitas karya, juga bisa

menembus publikasi di media-media lokal maupun

nasional. Baik dalam media masa, maupun ke penerbitan

buku seperti novel dan sebagainya yang tidak

memungkinkan pemuatannya di media masa koran. Dan

Alhamdulillah dengan adanya kelas menulis itu, mereka

bisa mempublikasikan sampai ke luar.114

Tahun ini Kelas Menulis Rumah Dunia sudah memasuki

angkatan ke-31, Toto melihat perkembangannya cukup banyak

secara kuantitas. Dari tahun ke tahun per angkatan Kelas Menulis

pesertanya selalu cukup banyak di awal-awal. Tetapi menurut

Toto, proses menulis itu butuh ketahanan, kesabaran dan

sebagainya. Dan yang agak kurang di tahun-tahun belakangan ini,

terletak pada kesabarannya, ketahanan dan militansinya,

ketimbang pada angkatan awal. Toto menambahkan, jadi

angkatan-angkatan awal masih menulis, angkatan-angkatan yang

sekarang justru sudah menghilang. Belum berproses kemudian

sudah tinggal sedikit.

114

Wawancara dengan Toto ST Radik di Kota Serang, Minggu, 25

Februari 2018.

 

77

Tapi memang kami memahami itu, karena dunia

kepenulisan itu bukan dunia massal, seperti dunia hiburan.

Kalau hiburan itu memang massal, atau seperti main bola

banyak orang dan sebagainya, itu massal. Kalau ini

memang dunia individual, dunia pribadi, memang sangat

tergantung pada kesabaran, ketahanan dari masing-masing

peserta. Tapi antusiasme di awalnya tetap seperti dulu,

masih cukup banyak yang mendaftar.115

Sementara terkait kegiatan Rumah Dunia yang selalu

diadakan gratis, Toto mengatakan karena memang di waktu awal

pendiriannya Rumah Dunia mencoba menjadi sebuah tempat

yang tidak membebani para peserta, sehingga kemudian tidak

dikenakan biaya. Bukan hanya di kelas menulis, di kegiatan

menggambar, teater dan sebagainya juga tidak dikenakan biaya

untuk para pesertanya. Biaya untuk menggerakkan kegiatan

Rumah Dunia, kata Toto, selain dari Gol A Gong, juga didapat

dari teman-teman yang sudah bisa menulis dan sudah

mempublikasikan dan mendapatkan honorarium, dari teman-

teman yang sudah bekerja atau urunan, kemudian juga

mendapatkan donasi dari teman-teman yang memiliki

ketertarikan atau kepedulian pada dunia literasi.

Jadi kami mengontak teman-teman di Serang maupun di

luar untuk menjadi semacam donatur, ada yang menjadi

donatur bulanan, ada yang donatur temporer kalau ada

kegiatan. Jadi memang biayanya dari semua orang yang

peduli dan terlibat di Rumah Dunia, sehingga si peserta

tidak lagi dibebani oleh biaya.116

115

Wawancara dengan Toto ST Radik di Kota Serang, Minggu, 25

Februari 2018. 116

Wawancara dengan Toto ST Radik di Kota Serang, Minggu, 25

Februari 2018.

 

78

Toto mengakui, bahwa Rumah Dunia sebagai wadah

mencetak penulis-penulis baru di Banten. Mungkin sebelum

adanya Sanggar, adanya Rumah Dunia, kata Toto, mungkin

sudah ada penulis-penulis, tetapi sifatnya satu-dua, yang itupun

kiprahnya lebih banyak di luar, di Jakarta atau di Bandung. Ada

beberapa orang Serang, orang Banten yang menjadi

penulis/pengarang, tetapi kiprahnya di luar Banten. Toto

menyebut misalnya ada nama Misbah Yusabiran yang berasal

dari Rangkasbitung, tetapi memang sejak mudah aktivitasnya jadi

seniman teater di Jakarta. Misbah menulis drama dan sebagainya.

Kemudian ada Eros Jarot, Slamet Raharjo, Teguh Karya, mereka-

mereka itu juga orang-orang Banten, tetapi berkiprah di luar

Banten, ada yang berkiprah di Jakarta, Jogja, Bandung dan kota-

kota lain. Sementara di daerah Banten sendiri, di Kota Serang

waktu itu, memang nyaris belum ada pengarang, belum ada

penulis atau seniman/sastrawan yang muncul. Jika pun ada, hanya

baru menulis sebagai konsusmsi pribadi, berteater sebagai

konsumsi lokal.

Dengan ada Sanggar, ada Rumah Dunia waktu itu, karena

Gol A Gong, juga saya memang sudah menulis di luar,

ada jaringan di luar, jadi publikasi teman-teman di Rumah

Dunia maupun di Sanggar jadi terbantu. Sehingga mulai

dari situ kemudian muncul penulis dari Banten di media

nasional, termasuk di penerbit besar atau nasional.

Dengan munculnya nama-nama baru yang masih berusia

muda dan sebagainya itu, ya sekarang Banten atau Serang

itu bisa dibilang cukup baik regenerasi penulisnya, cukup

dipandang di dunia kepengarangan dan di dunia sastra.117

117

Wawancara dengan Toto ST Radik di Kota Serang, Minggu, 25

Februari 2018.

 

79

Toto memiliki pendapat sendiri memaknai literasi.

Baginya literasi bukan hanya sekadar melek huruf, memberantas

buta huruf, bukan sekadar membaca, tapi juga sebuah upaya

kecakapan hidup. Toto menambahkan, dengan literasi itulah

seseorang bisa melakoni hidupnya menjadi lebih baik, ketimbang

dia tidak memiliki kecakapan membaca dan menulis. Jadi literasi

itu membuka wawasan seseorang terhadap dirinya dan

lingkungannya, sehingga dia bisa atau mampu mengatasi setiap

persoalan hidupnya. Jadi menurut Toto literasi bukan perkara

buku atau soal membaca saja, tapi juga membuka wawasan hidup

seseorang lebih luas. Walaupun caranya dengan membaca buku.

Karena membaca buku itulah wawasan menjadi luas, jendela

terbuka, banyak pintu untuk menuju ke dunia luar dan kemudian

mengaktualisasikan dirinya melalui menulis.118

Toto mengaku sudah mengenal buku sejak Sekolah Dasar

(SD). Sejak saat itu ia sudah membaca koran langganan

orangtuanya yang merupakan guru. Di rumah, keluarga Toto

punya langganan koran dan beberapa buku, meski koleksi

bukunya belum banyak. Kegemaran membaca koran bahkan

sebelum SD, sampai masuk SD itulah, kemudian di SMP Toto

mulai membaca buku-buku sastra seperti buku puisi, buku cerita

pendek, buku-buku pelajaran tentang sastra milik orangtuanya.

Sementara pasokan buku-buku puisi, Toto mengaku

mendapatkannya dari sang Kakak yang kuliah di Bandung.

Melalui Kakaknya itu kemudian Toto berkenalan dengan buku-

buku puisi kanon seperti buku puisi karangan WS Rendra, Abdul

118

Wawancara dengan Toto ST Radik. Lihat halaman 185.

 

80

Hadi WM, Sapardi Djoko Damono, Subagio Sastrowardoyo, serta

buku-buku filsafat. Kegemarannya terhadap buku terus ia pupuk

hingga SMA kelas II. Dan saat SMA kelas II itu Kakak Toto

meninggal dunia, sehingga pasokan buku otomatis berhenti. Di

tambah saat itu di Serang belum ada toko buku besar. Toto

menjelaskan, kalaupun ada toko buku, isinya hanya buku-buku

pelajaran, buku-buku Agama di Royal dan sebagainya. Waktu itu

belum ada buku-buku sastra yang berat-berat, hanya ada komik

dan sebagainya di penyewaan.

Selepas Kakaknya meninggal, akhirnya Toto mencari

buku sendiri ke Jakarta atau ke Bandung. Kebetulan di Bandung

Toto mengaku masih memiliki saudara.

Alhamdulillah setelah lulus SMA, saya kuliah di

Bandung, jadi kegemaran membaca buku itu jadi terawat

dan ketemu tokonya, ada tempatnya. Jadi uang harian

selama kuliah di Bandung itu lebih banyak untuk beli

buku. Kemudian honor menulis puisi dibelikan buku lagi,

walaupun kecil honornya.119

Tahun 1985 merupakan tahun pertama kalinya puisi Toto

muncul di koran, tepatnya di koran Pikiran Rakyat, yang saat itu

diasuh oleh penyair senior Sanini KM. Toto masih ingat, waktu

itu tiga puisinya dimuat Pikiran Rakyat. Satu puisi diberi

honorarium Rp.4000,-. Jadi untuk tiga puisi, Toto mendapat

honor Rp.12.000,- itu tahun 1985.

Honor segitu lumayan. Kalau uang bulanan saya dikasih

Rp.10.000,- ini honor puisi 12 ribu rupiah, ya lumayan

kan? Karena dari uang 12 ribu saja waktu itu saya bisa

119

Wawancara dengan Toto ST Radik di Kota Serang, Minggu, 25

Februari 2018.

 

81

kebeli buku yang harganya rata-rata Rp.550 perak, Rp.600

perak. Harga buku puisi itu paling mahal rata-rata Rp.750

perak. Kemudian baju sweater itu harganya sekitar

Rp.8000,- dan saya sempat membeli sweater untuk ibu,

dari hasil honor menulis puisi itu. Alhamdulillah kebeli.120

Sementara arti buku bagi Toto, adalah kawan untuk

mengantarkan kita memahami dunia di luar diri kita, untuk

kemudian bisa mengerti diri kita. Jenis buku memang beragam,

ada buku-buku informatif, dengan membaca buku-buku

informatif tersebut kita jadi mengetahui dunia luar. Juga ada

buku-buku yang mengajak berpikir, seperti buku-buku analitis,

dengan buku itu kita diajak berpikir, jadi bukan mengetahui dunia

luar, tapi memahami dunia luar. Dengan dua hal itu, kata Toto,

mengetahui dan memahami dunia di luar diri kita, kita jadi bisa

memahami dunia kita sendiri.

Toto merupakan salah satu sastrawan yang benar-benar

mengabdikan hidupnya untuk sastra, terutama pada puisi, karena

puisi baginya menjadi medium untuk melakukan permenungan,

melakukan pemikiran, memahami, mengetahui dan sebagainya.

Kemudian juga bagaimana menyampaikan pesan kepada orang

lain secara tertib lewat puisi. Karena puisi, menurut Toto,

bagaimapun menulis puisi itu membutuhkan ketertiban yang

tinggi ketimbang jenis tulisan yang lain. Walaupun tulisan yang

lain, seperti artikel, esai, cerpen, punya ketertibannya masing-

masing.

120

Wawancara dengan Toto ST Radik di Kota Serang, Minggu, 25

Februari 2018.

 

82

Toto menganggap di puisi itu ketertibannya paling tinggi.

Karena harus memeras kata, memeras kalimat, harus

mengkristalkan sesuatu hal sampai ke hal yang sekecil-kecilnya,

tetapi menyampaikan sesuatu yang sebanyak-banyaknya. Itu

tantangannya sangat besar dengan memilih kata-kata, memilih

diksi, memilih cara ungkap, memilih metafora, memilih majas,

menyusun bentuk dan sebaginya yang tidak ditemukan di genre

tulisan lain.

Puisi memliki tingkat ketertiban yang menurut Toto

paling tinggi. Dengan menggeluti itu, manfaat untuk kehidupan

pribadi, Toto mengaku menjadi orang yang lebih sabar, lebih

tabah, lebih cermat, lebih hati-hati, lebih terukur untuk

menyampaikan sesuatu hal. Menurut Toto bukan hanya di puisi,

di kehidupan sehari-harinya juga sangat bermanfaat.

Sehingga tidak lebih banyak kata. Karena saya memiliki

prinsip, bahwa di puisi itu hanya dengan satu kata bisa

menyampaikan sebuah dunia. Bisa menyampaikan ribuan

hal. Dan itu masuk dalam kehidupan sehari-hari, sehingga

lebih banyak menahan diri ketimbang mengumbar kata-

kata. Lebih banyak mengukur sesuatu hal, ketimbang

dengan menyamaratakan orang. Itu manfaat yang sengaja

atau tidak sengaja muncul di diri saya dengan lebih

banyak menggeluti dunia puisi.121

Selama masih ada umur, selama masih ada waktu dan

masih ada orang yang mau bersama-sama belajar, Toto mengaku

akan mengajari orang-orang menulis puisi. Jika dihitung dari

mulai berdirinya Sanggar tahun 2000 sampai tahun 2018, berarti

121

Wawancara dengan Toto ST Radik di Kota Serang, Minggu, 25

Februari 2018.

 

83

Toto sudah mengajar puisi selama 18 tahun. Tapi jauh sebelum

itu Toto juga pernah membentuk komunitas Azeta dan Lingkaran

Sastra. Jika dimulai dari kegemaran dirinya menulis puisi sejak

SMP (1980), maka sudah hampir 38 tahun Toto berkiprah di

dunia sastra. Dan jika dihitung dari pertama kali karya puisinya

dimuat di media pada tahun 1985, berarti sudah 33 tahun Toto

istiqomah di dunia kepenulisan.

Toto juga mengaku akan terus mengajari orang-orang

menulis puisi. “Kalau tidak ada orang yang mau belajar puisi,

Toto akan belajar dengan dirinya sendiri. Bagi Toto, ada satu atau

dua orang, ada sepuluh atau duapuluh orang itu tidak pernah

menjadi persoalan. Bagi Toto, meski tidak ada peserta pun, ia

masih bisa belajar dengan dirinya sendiri. Selama masih ada

waktu dan umur, Toto mengungkapkan, rasanya dunia puisi itu

tetap sesuatu yang bukan lagi menarik hatinya, tetapi sudah

menjadi bagian kehidupan sehari-hari Toto.” 122

Nama Toto ST Radik di dunia kepenyairan sudah malang-

melintang. Toto pernah diundang mengikuti Pertemuan

Sastrawan Nusantara X di Johor Bahru, Malaysia (1999),

diundang Dewan Kesenian Jakarta untuk baca puisi tiga kota

(Serang-Jakarta-Yogyakarta) di Taman Ismail Marzuki Jakarta

tahun 2000. Tahun 2001 kembali diundang Dewan Kesenian

Jakarta baca puisi tiga generasi bersama Sapardi Djoko Damono,

Toety Herati, Leon Agusta, Afrizal Malna, F. Rahardi, Isbedy

Setiawan ZS, Dorothea Rosa Herliany dan Helvy Tiana Rosa di

122

Wawancara dengan Toto ST Radik di Kota Serang, Minggu, 25

Februari 2018.

 

84

Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Penghargaan yang pernah diraih

ialah, Surosowan Award (1998), kumpulan puisi/penyair terbaik

1998 untuk manuskrip kumpulan puisinya Indonesia Setengah

Tiang yang kemudian diterbitkan sebagai buku oleh Komunitas

Sastra Indonesia (1999), FKIP Universitas Tirtayasa Banten

Award (1999), dan penghargaan Bidang Seni Budaya tingkat

Provinsi Banten dari Gubernur Banten (2008).123

Selain sejumlah penghargaan di bidang sastra, karya-

karya Toto ST Radik juga sudah banyak dihasilkan. Diantaranya

buku kumpulan puisi berjudul Jekak Tiga (Serang, 1988), yang

ditulis tiga orang; Toto, Gol A Gong dan Ryas Revolta. Buku

tersebut diterbitkan oleh komunitas Azeta. Toto mengaku, saat itu

menjadi awal-awal mereka bertiga bertemu. Gong sambil

membuat Balada Si Roy saat itu, juga menerbitkan antologi puisi.

Berikutnya puisi Toto berjudul Ode Kampung (Serang, 1995),

yang ditulis Toto dengan Gong. Kemudian antologi puisi tunggal

Toto ST Radik berjudul Mencari dan Kehilangan (1996),

Indonesia Setengah Tiang (Tangerang, 1999), Jus Tomat Rasa

Pedas (Serang 2003), Pangeran [Lelaki yang Tak Menginginkan

Sorga] (Serang, 2005), Kota yang Ditinggalkan (Serang, 2013),

Reruntuhan Baluwarti (Serang, 2013), Kepada Para Pangeran

(Serang, 2013), Lidah Politikus (2017), dan lain-lain. Buku yang

tengah dipersiapkan Toto selanjutnya berjudul 1000 Kilometer

dari Hatiku. Puisi ini diakui Toto lebih kepada puisi-puisi

pribadi, ketimbang Lidah Politikus dan buku kumpulan puisi

123

Radik, Lidah Politikus, (Serang-Banten: Gong Publishing, 2017),

V.

 

85

yang sifatnya berbicara tentang puisi, mengupas apa itu puisi,

bagaimana itu puisi dan dituliskan melalui puisi. Untuk puisi-

puisinya sudah mulai dimunculkan di media sosial pribadinya,

namun untuk judul belum dipilih Toto.

3. Rys Revolta

Rys Revolta, nama lain dari Rahmat Yanto Suharja, lahir

di Serang pada 7 Februari tahun 1964. Jatuh cinta pada dunia

sastra/tulis-menulis sejak masa SMP. Karya tulisannya—terutama

puisi—banyak dimuat dalam lembaran majalah remaja HAI dan

Mitra. Pendidikan formalnya tamat kelas bahasa SMAN 1 Serang

(1983). Terus kuliah pada Departemen Prancis FASA-UNPAD,

Bandung. Karena merasa jenuh berkutat di kampus, maka pada

semester V Rys mengundurkan diri, dan nekad otodidak. Rys

pernah magang sebagai kuli-tinta harian Sinar Pagi sekaligus jadi

kuli-kontrak di PT Bukaka, Bogor (Juni 1987-Juni 1988). Kini

Rys tengah belajar „ngaji‟ lewat wawancara „gaib‟ dengan roh-

roh suci leluhur/syuhada Banten.124

Rys Revolta meninggal dunia

pada 2004.

C. Profil Informan

Profil informan ini memuat para peserta kelas menulis

Rumah Dunia angkatan 1-5. Terkait jumlah informan dalam

penelitian ini meliputi 10 orang pada angkatan 1-5 Kelas Menulis

Rumah Dunia yang masing-masing angkatan diambil dua

informan, adapun selebihnya merupakan data pendukung. Di

124

Radik dkk, Antologi Puisi Jejak Tiga, (Serang-Banten: Kelompok

Azeta, Juli 1988).

 

86

bawah ini peneliti akan menjabarkan sedikit mengenai profil

informan:

1. Endang Rukmana

Endang Rukmana merupakan alumni Kelas Menulis

Rumah Dunia angkatan pertama. Pada 2006 nama Endang di

dunia kepenulisan cukup meroket karena novel komedinya

yang berjudul Sakit ½ Jiwa terbitan Gagas Media laris manis

dipasaran. Endang juga menulis sembilan novel komedi

lainnya dan laris di pasaran. Sebelum mengikuti kelas menulis

Rumah Dunia, Endang sudah lebih dahulu belajar menulis

pada Sanggar Sastra Siswa Indonesia (SSSI) asuhan Toto ST

Radik. Endang memiliki kriteria yang tepat sebagai informan

dalam penelitian ini. Endang merupakan salah satu orang

pertama yang menjadi peserta kelas menulis Rumah Dunia dan

menyaksikan perkembangan awal berdirinya Rumah Dunia

sebagai komunitas yang masih eksis hingga hari ini.125

2. Piter Tamba

Piter Tamba merupakan alumni Kelas Menulis Rumah

Dunia angkatan pertama pada 2002. Ia mulai mengenal Rumah

Dunia saat masih kuliah di IAIN Sultan Maulana Hasanuddin

(SMH) Banten (sekarang UIN Banten), semester V jurusan

Syariah Muamalat. Di kampus ia juga aktif di UKM teater

Gesbica. Dari sana ia kemudian mengenal Gol A Gong dan

Rumah Dunia. Sebelum Piter akhirnya menetap di Rumah

Dunia dan menjadi relawan. Piter pernah menjadi tutor teater

125

Wawancara dengan Endang Rukmana di Kota Serang, Rabu, 24

Januari 2018.

 

87

bagi anak-anak Rumah Dunia. Tapi masih pulang-pergi, belum

menetap di Rumah Dunia. Kemudian Gol A Gong membuka

kelas menulis, dan Piter mulai mengikut kelas menulis.

3. Adkhilni Mudkhola Sidqi

Adkhilni Mudkhola Sidqi atau biasa disapa Aad,

merupakan kawan seangkatan Endang Rukmana di Kelas

Menulis Rumah Dunia angkatan pertama. Aad lebih banyak

menulis esai, meski karya cerpennya juga cukup banyak dalam

beberapa antologi, seperti dalam buku antologi Kacamata

Sidik dan Dongeng Sebelum Tidur. Saat mengikuti Kelas

Menulis Rumah Dunia, Aad masih menjadi pelajar SMA di

Kota Serang. Ia lantas menyelesaikan kuliah S2 di Monash

University Australia, Master of International Relations. Dan

ditugaskan di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI)

Mesir tahun 2010, KBRI Suriah (2015). Sekarang Aad bekerja

menjadi Diplomat di KBRI untuk Swiss dan Liechtenstein

berkedudukan di Kota Bern.126

4. RG Kedung Kaban

RG Kedung Kaban, merupakan alumni kelas menulis

angkatan ke-2. Ia sudah bergabung dengan Rumah Dunia sejak

awal berdiri pada tahun 2002, namun baru mengikuti kelas

menulis pada angkatan ke-2, karena di awal-awal RG tidak

terlalu aktif mengikuti kegiatan di Rumah Dunia. Beberapa

buku yang sudah dihasilkan RG Kedung Kaban adalah

126

Wawancara dengan Adkhilni Mudkhola Sidqi melalui surat

elektronik, Jumat, 9 Februari 2018.

 

88

antologi cerpen Padi Memerah, Pada Sebuah Hati, Cinta

Lelaki dan Peluru, selebihnya antologi stensilan. Ia juga

kemudian menulis sekenario film pada 2006-2007 di Sinemart

dan tayang di RCTI. Buku tunggalnya berjudul Lelaki Kiriman

Tuhan (Lumbung Banten 2013).127

5. Bahroji

Bahroji atau yang memiliki nama pena Aji Setiakarya

adalah alumni Kelas Menulis Rumah Dunia angkatan ke-2.

Bahroji juga merupakan salah satu relawan senior Rumah

Dunia. Sejak SMA Bahroji sudah mengikuti KMRD. Dan

sejak SMA Bahroji suka membaca koran dan punya

keterampilan menulis. Ia mengenal Rumah Dunia dari koran

Radar Banten dalam rubrik Salam Rumah Dunia yang terus ia

baca. Saat ini Bahroji menjabat sebagai Chiefn Content Officer

Sultan TV yang sudah didirikannya sejak 2010 lalu.128

6. Rizal Fauzi

Rizal Fauzi adalah angkatan kelas menulis Rumah Dunia

yang ketiga. Saat mengikuti kelas menulis angkatan ke-3

tersebut, Rizal masih menjadi siswa di MAN 1 Serang pada

2003 lalu. Karya-karya Rizal sesudah mengikuti Kelas

Menulis Rumah Dunia semakin bermunculan. Buku Rizal

yang sudah terbit diantaranya kumpulan cerpen Cinta Lelaki

dan Peluru, Kumpulan esai Relawan Dunia (KPG 2012),

kumpulan puisi Ode Kampung pertama. Selain cerpen, ia juga

127

Wawancara dengan RG Kedung Kaban di Kota Serang, Minggu,

11 Februari 2018. 128

Wawancara dengan Bahroji di Kota Serang, Kamis, 22 Februari

2018.

 

89

menulis esai-esai di media lokal Banten dan nasional. Setelah

mengikuti Kelas Menulis Rumah Dnia, Rizal kemudian

diangkat menjadi relawan Rumah Dunia. Dan kini Rizal

menjadi dosen di sejumlah kampus di Kota Serang, seperti

Universitas Serang Raya (Unsera) dan Universitas Mathlaul

Anwar (Unma).129

7. Muhamad Jaeni

Muhamad Jaeni atau yang memiliki nama pena Muhzen

Den, merupakan anggota kelas menulis Rumah Dunia angkatan

ke-3. Sebelum Rumah Dunia diresmiskan sebagai Pustakaloka

Rumah Dunia dan TBM, Muhzen sudah bergabung di sana sejak

tahun 2000. Karena tempat Rumah Dunia berdiri masih di sekitar

kampung halamannya. Muhzen bergabung dengan Rumah Dunia

ketika ia masih kelas II SMP. Tetapi baru mengikuti Kelas

Menulis Rumah Dunia pada angkatan ke-3 di tahun 2003-2004

saat ia baru kelas satu SMA. Ia mengaku lebih senang menulis

cerpen, artikel dan sesekali menulis puisi. Muhzen merupakan

editor di Koran Seputar Indonesia (Sindo) di Jakarta. Ia termasuk

relawan Rumah Dunia yang masih aktif datang ke Rumah

Dunia.130

8. Rahmat

Rahmat atau yang memiliki nama pena Rahmat Heldy HS

atau sapaan akrabnya Rahel, merupakan alumni Kelas Menulis

Rumah Dunia angkatan ke-4. Saat mengikuti KMRD, Rahmat

129

Wawancara dengan Rizal Fauzi di Kota Serang, Kamis, 25 Januari

2018. 130

Wawancara dengan Muhamad Jaeni di Kota Serang, Sabtu, 27

Januari 2018.

 

90

masih kuliah S1 di Untirta jurusan Bahasa Indonesia pada tahun

2003-2004. Seperti halnya Bahroji, Rahmat juga mengenal

Rumah Dunia dari koran Radar Banten yang memuat kegiatan-

kegiatan Rumah Dunia dalam rubrik Salam Rumah Dunia. Dari

sana kemudian Rahmat penasaran dengan pemberitaan esai

tersebut. Ketika Rahmat berkunjung ke Rumah Dunia, ternyata di

sana banyak kegiatan, seperti sastra, film, teater, dongeng,

kemudian ada buku-buku bacaan yang lain termasuk di dalamnya

ada bedah buku, pementasan drama dan lain-lain. Dari situ Rahel

mengaku tertarik mencoba ikut bergabung di Rumah Dunia.

Rahmat merupakan dosen di sejumlah perguruan tinggi di Kota

Serang dan Tangerang. Rahmat juga menjabat sebagai kepala

SMP Al-Irsyad Waringinkurung. Rahmat termasuk relawan

Rumah Dunia yang masih konsisten menulis, baik puisi, cerpen,

artikel maupun novel. Ada Surga di Kerudung Ibu merupakan

novel terbarunya yang diterbitkan Gong Publishing (Februari

2018).131

9. Nita Nurhayati

Nita Nurhayati merupakan angkatan Kelas Menulis Rumah

Dunia ke-4. Nita dahulu sekolah di MAN 2 Serang dan mengenal

Rumah Dunia sejak kelas II di MAN 2 Serang saat di sekolah

menggelar pelatihan jurnalistik yang saat itu pematerinya Gol A

Gong, Toto ST Radik dan Ibnu Adam Aviciena. Setelah mereka

menyampaikan materi, Gong mengajak para siswa untuk

berkunjung ke Rumah Dunia. Sampai akhirnya Nita dan dua

131

Wawancara dengan Rahmat di Kabupaten Serang, Sabtu, 17

Februari 2018.

 

91

kawannya yang lain, Desty dan Gita akhirnya tertarik mengikuti

kelas menulis di Rumah Dunia. Saat itu Nita mengaku setiap kali

dia membaca buku, ia merasa bahwa ia juga bisa menulis seperti

apa yang ia baca. Nita yakin, tentu modalnya tidak hanya

membaca semata, melainkan butuh pula latihan dan tekad yang

kuat untuk bertahan menyelesaikan tulisan. Karena itu Nita

merasa butuh wadah menulis. Dan Rumah Dunia adalah wadah

yang ditemukan Nita dalam mengasah keterampilan menulisnya

lewat kegiatan kelas menulis di Rumah Dunia.132

10. Muhamad Tohir

Muhamad Tohir atau yang memiliki nama pena Gading

Tirta, merupakan alumni Kelas Menulis Rumah Dunia angkatan

ke-5 sekitar tahun 2004-2005. Saat itu Gading masih kuliah

semester awal di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Serang-

Banten (sekarang UIN Banten) jurusan Pendidikan Bahasa Arab,

Fakultas Tarbiah dan Adab (Tarda). Sebelum mengikuti Kelas

Menulis Rumah Dunia, Gading baru mendaftar menjadi anggota

Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) SiGMA di IAIN Banten.

Setelah belajar Kelas Menulis di Rumah Dunia, tulisan-tulisan

artikel Gading dimuat di Banten Raya. Sementara untuk buku,

terdapat dalam buku antologi Banten Bangkit [Saatnya Otak,

Bukan Otot] jilid I (Gong Publishing 2010). Buku tunggalnya

berisi kumpulan artikel berjudul Jangan Mau Jadi Pembaca,

antologi esai Banten Qouvadis. Gading mengaku kurang berbakat

menulis cerpen. Jadi ia lebih memilih dunia esai. Dari esai, ia

132

Wawancara dengan Nita Nurhayati melalui surat elektronik,

Minggu, 4 Maret 2018.

 

92

kemudian merambah ke dunia jurnalis dan menjadi wartawan di

Banten Raya sejak 2009 hingga sekarang.133

11. Hilal Ahmad

Hilal Ahmad adalah alumni Kelas Menulis Rumah Dunia

angkatan ke-5 sekitar tahun 2004 akhir. Saat itu Hilal mengaku

masih kuliah semester II di Institut Agama Islam Negeri (IAIN)

Sultan Maulana Hasanuddin Banten, Jurusan Pendidikan Bahasa

Inggris. Meski Hilal tidak menjadi relawan tetap di Rumah

Dunia, tapi Hilal selalu rajin datang ke Rumah Dunia setiap kali

ada kegiatan. Saat masih menjadi mahasiswa, Hilal sudah

bergabung dengan Radar Banten. Tahun 2018 ini merupakan

tahun ke-12 Hilal bekerja di Radar Banten sebagai wartawan.

Hilal juga menulis dalam berbagai genre, ada esai, cerpen dan

novel. Buku indie Hilal berjudulnya Selingkuh Holic, Gilaova

series jilid 1-6, Sepatu Kaca Lili yang ia tulis duet dengan Wanja

Almunawar dan novel Blitz. Sementara buku antologinya yang

lain cukup banyak.134

12. Khodijah

Khodijah atau yang memiliki nama pena Wanja

Almunawar ini merupakan alumni Kelas Menulis Rumah Dunia

angkatan ke-5. Saat itu ia sedang kuliah semester V di

Universitas Sriwijaya jurusan FKIP Fisika. Karena senang

menulis, ia rela jauh-jauh dari Palembang „mondok‟ di Rumah

Dunia, Serang Banten, selama satu tahun. Wanja diantar

133

Wawancara dengan Muhamad Tohir di Ciputat, Tangerang, Jumat,

2 Februari 2018. 134

Wawancara dengan Hilal Ahmad di Kota Serang, Minggu, 18

Februari 2018.

 

93

orangtuanya dari Palembang untuk belajar di Rumah Dunia dan

hingga cuti kuliah selama satu tahun hanya untuk belajar di Kelas

Menulis Rumah Dunia. Sebelum bergabung dengan Rumah

Dunia, cerpen perdana Wanja pernah dimuat di Majalah Sabili. Ia

juga aktif sebagai editor di majalah kampus. Dan saat SMA

Wanja aktif menulis di majalah sekolah dan pernah menjadi

editor. Setelah mengikuti Kelas Menulis Rumah Dunia, Wanja

mengaku tulisan-tulisannya kemudian banyak dimuat di Majalah

Gadis, Aneka Yess, Female Readers, Femina. Novelnya berjudul

Blitz! diterbitkan oleh Gramedia Glitzy hasil kolaborasi dengan

Hilal Ahmad, Sepatu Kaca Lili juga hasil menulis kolaborasi

dengan Hilal Ahmad. Cerpennya terdapat dalam buku kumcer

Gilalova. Tahun 2012 Wanja kemudian mulai menulis

skenario.135

135

Wawancara dengan Khodijah melalui surat elektronik, Senin, 12

Februari 2018.

 

94

BAB IV

DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

A. Gerakan Rumah Dunia dengan Pendekatan

Komunikasi Antarbudaya pada Peserta Kelas Menulis

Rumah Dunia tidak hanya tumbuh sebagai Taman Bacaan

Masyarakat, tapi Rumah Dunia sudah menjadi sebuah gerakan

kebudayaan di Banten, menjadi wadah menulis bagi warga Kota

Serang khususnya, serta masyarakat luas pada umumnya. Rumah

Dunia perlahan berkembang, sehingga menjadi satu komunitas

yang tidak bisa dilepaskan dari Provinsi Banten dalam

memajukan gerakan literasi.

Gerakan Rumah Dunia yang bersifat sosial ini menjadikan

di dalamnya banyak pihak yang membantu dalam kemajuan

Rumah Dunia, seperti dalam suport kegiatan sebagai donatur

tetap dan tidak tetap. Sehingga kegiatan Rumah Dunia diadakan

secara gratis bagi siapa saja yang ingin belajar di sana. Dan itu

menjadikan banyak dari para peserta kelas menulis Rumah Dunia

merasa nyaman dan tidak terbebani biaya iuran bulanan atau

sebagainya. Seperti yang sudah dipaparkan pada bab sebelumnya,

para peserta kelas menulis di Rumah Dunia tidak hanya datang

dari Kota Serang, tetapi dari berbagai kota dan provinsi, sehingga

memungkinkan terjadinya komunikasi antarbudaya selama proses

pembelajaran kelas menulis Rumah Dunia.

Maka gerakan Rumah Dunia dengan pendekatan

Komunikasi Antarbudaya terjadi di sana. Hal ini sesuai dengan

 

95

pernyatan dari pendiri Rumah Dunia, Gol A Gong saat peneliti

mewawancarinya. Bahwa menurut Gol A Gong, kelas menulis

Rumah Dunia dibuka bagi siapa saja yang mau belajar dan tidak

perlu membayar. Para peserta datang ke Rumah Dunia berupaya

sendiri. Waktu awal-awal, masih diakui Gong, pembukaan kelas

menulis dibuka se-Banten, ada yang datang dari Pandeglang, dari

Rangkasbitung dan daerah sekitarnya, kemudian pada angkatan

ke-5 ada peserta kelas menulis yang datang dari Palembang.

Paling jauh ada juga yang dari Tanjung Priuk, dari Bandung, dan

dari Sulawesi. Gol A Gong menambahkan, jika Kelas Menulis

Rumah Dunia ini mudah dijangkau oleh masyarakat, Gong yakin

bakal banyak orang yang akan mengakses Rumah Dunia dan

mengikuti kelas menulis Rumah Dunia.136

1. Komunikasi Antarbudaya antara Tutor Kelas

Menulis dan Peserta KMRD

Gol A Gong selaku tutor kelas menulis mengatakan,

komunikasi yang dilakukannya selama dalam pembelajaran kelas

menulis menggunakan Bahasa Indonesia, sehingga tidak ada yang

tidak mengerti akan paparannya. Masih dikatakan Gong, memang

dalam interaksi sosialnya, biasa berkomunikasi menggunakan

Bahasa Indonesia. Tapi dalam komunikasi budayanya lebih intens

secara pribadi. “Misalnya lebih ke konten, kalau menulis cerita

pendek misalnya, di situ ada warna lokalitas. Dalam kelas

menulisnya menggunakan Bahasa Indonesia. Tapi ketika

persoalan-persoalan konten-konten cerita pendek, nah

komunikasi budaya di situ. Kalau misalnya ada peserta kelas

136

Wawancara dengan Gol A Gong, di Serang, Sabtu, 3 Maret 2018.

 

96

menulis dari Bekasi, dari Bandung, Palembang atau Lebak,

pendekatan-pendekatan budaya di situ kita mulai. Mencoba

memasukan unsur-unsur kelokalan atau lokalitas di dalamnya.

Jadi ada dua hal yang berbeda.” 137

Sepanjang kelas menulis berlangsung, dikatakan Gol A

Gong, tidak terjadi miskomunikasi dengan peserta. Dan juga

tidak adanya gerak-gerik atau simbol bahasa nonverbal dari para

peserta. Sebab ketika kelas pertama dimulai, Gong mengaku akan

membawa peserta kelas menulis pada persoalan Kebinekaan.

Jadi, jika misalnya dalam kelas menulis ada perbedaan

persoalan-persoalan itu, harus diselesaikan pada hari itu. Masih

dikatakan Gong, biasanya dalam perkenalan kelas menulis baru,

Gong bertanya kepada peserta mulai dari asalnya dari mana dan

sebagainya, sehingga kemudian Kebinekaan disampaikan oleh

Gong. “Bahwa diupayakan kita menggunakan perspektif

Indonesia. Persoalan-persoalan kedaerahan, kelokalan

dihilangkan. Jadi kita harus memaklumi. Alhamdulillah sampai

hari ini tidak menjadi kendala persoalan-persoalan kesukuan

itu.”138

Gong menuturkan, dirinya hanya sesekali menggunakan

komunikasi dengan Bahasa Jawa Serang atau Bahasa Sunda,

namun itu bersifat celetukan atau candaan semata. “Sesekali ya

ada celetukan-celetukan Bahasa Sunda atau Bahasa Jawa Banten.

Biasanya hanya celetukan. Tetapi seluruhnya menggunakan

137

Wawancara dengan Gol A Gong di Kota Serang, Sabtu, 3 Maret

2018. 138

Wawancara dengan Gol A Gong di Kota Serang, Sabtu, 3 Maret

2018.

 

97

Bahasa Indonesia untuk memudahkan dan merekatkan mereka.

Karena para peserta Kelas Menulis Rumah Dunia pun tidak

semuanya mengerti Bahasa Sunda atau Bahasa Jawa.”139

Gong juga mengatakan, dirinya selaku tutor kelas menulis

selalu mencoba mengikuti cara berpikirnya peserta KMRD,

terutama para peserta dari kalangan perempuan. Menurut Gong,

itu bagian dari metodenya. Gong menambahkan, jadi dari

perkenalan dan dari tugas-tugas itu, kemudian Gong bisa

menentukan metode seperti apa, komunikasi seperti apa yang

harus ia lakukan. Diakui Gong, rata-rata memang peserta KMRD

bisa dikatakan nol sastra, nol kemampuan berbahasa. “Jadi

kenapa Rumah Dunia masih bertahan hingga angkatan ke-31 atau

tahun ke-16 ini, karena saya terutama tutor utama KMRD

mencoba menyesuaikan diri dengan kapasitas para peserta. Jadi

persoalan tadi komunikasi dalam bahasa daerah, kalau ada yang

dari Sunda biasanya saya celetuk menggunakan Bahasa Sunda,

supaya gap-gap knowledge itu, atau gap psikologis saya coba

hilangkan, agar mereka tidak sungkan belajar di Rumah Dunia.

Salah satu metode agar mereka bisa cepat menangkap materi

yang saya sampaikan, mereka harus nyaman dulu, tidak merasa

dibedakan, tiadak ada junior senior, semua sama manusia

pembelajar.”140

Gong mengakui memahami budaya para peserta KMRD.

Menurut Gong, dalam kelas menulis itu budaya tidak begitu

139

Wawancara dengan Gol A Gong di Kota Serang, Sabtu, 3 Maret

2018. 140

Wawancara dengan Gol A Gong di Kota Serang, Sabtu, 3 Maret

2018.

 

98

menjadi kendala, tapi lebih kepada kapasitas masing-masing

peserta. Gong, biasanya mengawali dengan pertanyaan kepada

peserta kelas menulis dengan pertanyaan; punya buku apa saja di

rumah? Punya koleksi berapa buku? Jadi dari sana, masih

dikatakan Gong, ia akan mengetahui bahwa kapasitas mereka

memang masih nol sastra. Gong mengatakan:

Rata-rata seperti itu peserta kelas menulis Rumah Dunia.

Itu sebabnya mereka datang ke sini, karena merasa

nyaman dengan nol kemampuan itu merasa nyaman,

karena tidak didiskriminasikan, karena memang mau

belajar, justru orang-orang yang belajar ke kelas menulis

Rumah Dunia merasa nyaman dengan ketidaktahuan

mereka. Jadi datang ke sini dibimbing, dibina, bahwa

ketidaktahuan mereka bukan satu kekurangan. Kemudian

dalam perjalannya tampaklah minat passion-nya ketahuan

orang per orang. Ada yang serius, ada yang menyerah, ada

yang pelan-pelan, di situ keberterimaan mereka. Pada

akhirnya prosesnya menjadi berbeda.141

Sedangkan para peserta kelas menulis mengatakan tidak

menemui hambatan komunikasi sepanjang kelas berlangsung

bersama tutor menulis Gol A Gong. Endang Rukmana

mengatakan Gol A Gong selalu menggunakan Bahasa Indonesia

dalam mengajar. “Hanya sesekali diselingi dengan Bahasa Sunda

dan Jawa Serang, itu pun disertai dengan penjelasan karena

sebagian dari kami bukan penutur asli kedua bahasa tersebut. Jadi

secara keseluruhan saya dapat memahami materi yang

disampaikan Mas Gong.”142

141

Wawancara dengan Gol A Gong di Kota Serang, Sabtu, 3 Maret

2018. 142

Wawancara dengan Endang Rukmana di Kota Serang, Rabu, 24

Januari 2018.

 

99

Sedangkan untuk gerak-gerik/simbol nonverbal dari Gol

A Gong yang tidak dipahami Endang, Endang mengaku tidak ada

hal demikian, atau tidak mungkin juga Endang yang kurang

memperhatikan detail visual. Endang menuturkan, bahwa antara

dirinya dan tutor sama-sama memahami budaya masing-masing.

“Saya kira berlaku komunikasi dua arah dan saling pengertian

soal latar belakang budaya ini. Sebagai seorang novelis dan

traveler Mas Gola Gong memiliki pengetahuan budaya yang

baik, sehingga dapat dengan mudah menjalin komunikasi dan

memahami background budaya peserta KMRD.”143

Selama kelas menulis berlangsung, Endang mengaku

tidak pernah mengalami hambatan komunikasi, baginya tidak ada

kendala. Endang bisa menyerap semua materi yang diberikan

tutor dengan lancar. Termasuk juga dengan misskomunikasi,

diakui Endang hal itu otomatis tidak ada. Jikapun ada, hanya

sesekali saja Endang kurang paham, tapi itu diakui Endang

lantaran dirinya sedang meminum kopi dan mengunyah gorengan

pisang yang dihidangkan.

Piter Tamba mengatakan komunikasi yang disampaikan

Gol A Gong kepada peserta kelas menulis yakni Bahasa

Indonesia. Meski sesekali Gong mengatakan Bahasa Jawa Serang

dan Bahasa Sunda. Seperti kata sire (kamu), apane (gimana), atau

kata lainnya, tapi itu masih dikatakan Piter, semua masih

dimengerti olehnya, karena bahasa itu sudah familiar. Sementara

komunikasi nonverbal yang dilakukan Gol A Gong, Piter

143

Wawancara dengan Endang Rukmana di Kota Serang, Rabu, 24

Januari 2018.

 

100

menambahkan itu juga tidak ada. Tidak ada masalah dalam

komunikasi nonverbal dari Gong. Dalam pembelajaran kelas

menulis, dikatakan Piter, antara tutor dan peserta kelas menulis

sama-sama memahami budaya masing-masing. Karena yang

ditonjolkan Gong adalah budaya Indonesia. Piter juga mengaku,

selama mengikuti kelas menulis, tidak ada hambatan komunikasi

yang terjadi.144

Adkhilni Mudkhola Sidqi mengatakan komunikasi yang

dilakukan Gol A Gong memang menggunaakan Bahasa

Indonesia, tetapi menurtnya, penggunaan bahasa/dialek lokal

tidak dapat dihindarkan dalam percakapan sehari-hari. Gol A

Gong, masih menurut Adkhilni sering menggunakan itu, namun

karena Adkhilni berasal dari sub kultur yang sama, jadi

komunikasi tetap bisa dipahami dan tidak ada masalah sama

sekali. Dan sejauh Adkhilni berinteraksi dengan Gol A Gong,

tidak ada masalah dengan simbol nonverbal. Masih dikatakan

Adkhilni, ia tidak mengalami hambatan, karena Adkhilni berasal

dari suku yang sama dengan Gong.145

RG Kedung Kaban mengatakan komunikasi yang

dilakukan Gol A Gong saat kelas menulis berlangsung

menggunakan Bahasa Indonesia serta paparannya sangat

dimengerti. Sedangkan untuk komunikasi nonverbal sepanjang

pembelajaran kelas menulis diakui RG Kedung Kaban tidak ada

komunikasi nonverbal yang tidak dipahami, semuanya bisa

144

Wawancara dengan Piter Tamba. Lihat halaman 211. 145

Wawancara dengan Adkhilni. Lihat halaman 215.

 

101

dipahami RG dari pemaparan Gong. RG Kedung Kaban juga

mengakui sangat memahami budaya Gol A Gong, begitupun Gol

A Gong memahami budaya RG. Terkait hambatan komunikasi

sepanjang mengikuti kelas menulis Rumah Dunia, RG Kedung

Kaban mengatakan tidak ada hambatan komunikasi, semuanya

lancar-lancar saja dan tidak ada misskomunikasi.146

Bahroji mengatakan, komunikasi yang disampaian Gol A

Gong saat kegiatan kelas menulis lebih banyak menggunakan

Bahasa Indonesia. Jika pun ada Bahasa Jawa Serang atau Bahasa

Sunda, itu hanya muncul di ruang-ruang candaan saja. Sementara

gerak-gerik atau simbol nonverbal dari Gol A Gong, diakui

Bahroji hampir tidak ada. “Saya rasa hampir tidak ada. Kecuali di

luar forum saat ngobrol-ngobrol yang lain. Dan karena saya bisa

Bahasa Jawa dan Bahasa Sunda juga, jadi nyaris tidak ada

hambatan ya, untuk menangkap pesan-pesan yang disampaikan

oleh Gol A Gong. Karena mungkin antara saya dan Gol A Gong

lahir dari kultur yang sama.”147

Masih dikatakan Bahroji,

sepanjang kelas menulis berlangsung, tidak ada hambatan

komunikasi yang ditemukan Bahroji, semuanya lancar-lancar

saja.

Rizal Fauzi mengatakan tutor kelas menulis lebih banyak

menggunakan Bahasa Indoensia daripada Bahasa Jawa Serang

atau Bahasa Sunda. Tapi memang diakui Rizal, Gong sesekali

menggunakan Bahasa Sunda, kadang menggunakan Bahasa Jawa

146

Wawancara dengan RG Kedung Kaban. Lihat halaman 218. 147

Wawancara dengan Bahroji di Kota Serang, Kamis, 22 Februari

2018.

 

102

Serang. Karena di Banten menggunakan dua bahasa itu. Secara

pribadi, Rizal juga mengatakan tidak ada misskomunikasi yang

terjadi, tidak ada yang tidak dipahaminya selama mengikuti

kegiatan KMRD. “Karena saya berasal dari Sunda, kemudian

saya lama di Serang juga. Tapi mungkin temen-teman yang lain

ada saja yang misskomunikasi. Jadi memang secara komunikasi

tiga bahasa itu (Sunda, Jawa Serang dan Bahasa Indonesia),

dengan Bahasa Indonesia yang dominan.”148

Sedangkan terhadap komunikasi nonverbal dari Gol A

Gong yang tidak dipahami, Rizal mengatakan hal itu ada saja.

Sebab dalam komunikasi kadang tidak semua dipahami. Tidak

semua intruski dari Gong yang dimengerti Rizal. Kalau

disampaikan dalam bahasa verbal menurut Rizal akan terasa

enak, tapi kalau dengan bahasa kiasan jadi agak repot. “Jadi

kitanya yang harus berpikir keras menerjemahkannya,

maksudnya apa ini. Contohnya saat pertama kali kita masuk kelas

menulis, kita disuruh mencari nama pena, sementara kita sendiri

awal-awal belum tahu apa itu nama pena. Mas Gong

mengibaratkan bikinlah nama pena dalam artian harus filosofis

dan lain-lain. Nah, itukan kita belum terlampau paham bagaimana

soal filosofis sebuah nama dan lain-lain. Baru setelah sekian lama

dan dijalani baru paham. Bahwa nama pena itu ternyata penting

untuk sebuah proses kreatif. Cara memahaminya ya kita banyak

baca lagi, banyak bertanya lagi, untuk memahami maksudnya itu

148

Wawancara dengan Rizal Fauzi di Kota Serang, Kamis, 25 Januari

2018.

 

103

apa sampai benar-benar jelas.”149

Terkait pemahamannya tentang

budaya Gol A Gong, Rizal mengaku sangat memahami budaya

sang tutor, karena antara Rizal dan Gong dari budaya yang sama,

yakni Bahasa Sunda.

Muhamad Jaeni mengatakan tutor kelas menulis hampir

semuanya menggunakan Bahasa Indonesia, terutama juga Gol A

Gong, sehingga para peserta memahami apa yang disampaikan

pemateri terkait dengan materi kelas menulis tersebut. Meskipun

kadang diselipkan sedikit Bahasa Jawa Serang/Sunda, tapi

selebihnya diakui Muhamad Jaeni, Gong banyak menggunakan

bahasa nasional. Gong, dikatakan Muhamad Jaeni merupakan

tipe narasumber yang memahami konteks pemikiran para peserta

kelas menulis. Dengan demikian, Gong tidak menunjukkan

gelagat yang membuat para peserta kebingungan. Sebab Gong

menyampaikan materi tentang menulis dengan cara sederhana,

bahkan dia memberikan contoh lewat karya-karya tulis yang dia

buat, sehingga tiadak ada komunikasi nonverbal yang dilakukan

Gong.150

Muhamad Jaeni juga menambahkan, karena dirinya dan

Gong berasal dari tanah kelahiran yang sama, sehingga tidak

begitu sulit memahami latar belakang Muhamad Jaeni sebagai

peserta dan Gong sebagai pemateri. Walaupun awalnya diakui

Muhamad Jaeni, ia harus melalui jeda waktu untuk saling

mengenal dan menjalin kedetakan dalam membangun komunikasi

149

Wawancara dengan Rizal Fauzi di Kota Serang, Kamis, 25 Januari

2018. 150

Wawancara dengan Muhamad Jaeni di Kota Serang, Sabtu, 27

Januari 2018.

 

104

serta saling memahami. Hambatan komunikasi sepanjang

mengikuti kelas menulis Rumah Dunia, dikatakan Muhamad

Jaeni itu terjadi karena ia termasuk anak yang introvert, seperti

yang diceritakan Muhamad Jaeni berikut ini:

Ketika saya bergabung di Rumah Dunia sekitar tahun

2001/2002, waktu itu saya masih anak SMP, sehingga

mengalami waktu untuk saling memahami. Terutama

dengan latar belakang saya sebagai anak kampung yang

tidak begitu banyak mengetahui informasi tentang orang-

orang perkotaan. Saya termasuk anak yang introvert

sehingga butuh waktu tahunan untuk bisa lancar

berkomunikasi dengan para peserta Kelas Menulis bahkan

dengan Mas Gong atau pendiri lainnya. Jadi, hambatan

komunikasi itu ada dan membuat saya berupaya terus

belajar untuk bisa memahami konteks sosial di Rumah

Dunia.151

Muhamad Jaeni menambahkan, jika pun ada

misskomunikasi, ia mengakui lantaran dahulu ia tipe orang yang

gugup dalam menyampaikan pesan/bahasa kepada orang-orang

baru atau Gol A Gong. “Bahkan sampai sekarang kegugupan itu

masih, meski sudah mulai berkurang. Namun, saya punya niat

dan semangat ingin belajar. Selain itu, bimbingan dari Mas Gong

dan Mbak Tias serta lingkungan di RD yang begitu mendukung

untuk saya belajar membuat saya betah menjalani waktu-waktu

kebersamaan dengan mereka.”152

Rahmat mengatakan sebenarnya Gol A Gong dalam

menyampaikan materi lebih dominan menggunakan Bahasa

151

Wawancara dengan Muhamad Jaeni di Kota Serang, Sabtu, 27

Januari 2018. 152

Wawancara dengan Muhamad Jaeni di Kota Serang, Sabtu, 27

Januari 2018.

 

105

Indonesia. Jika pun ada Bahasa Sunda atau Bahasa Jawa Serang

itu sifatnya hanya untuk merubah suasana agar lebih cair. Dalam

konteks komunikasi dan pemebelajaran menulis, Gong diakui

Rahmat lebih banyak menggunakan Bahasa Indonesia. Terkait

dengan gerak-gerik nonverbal Gol A Gong diakui Rahmat dalam

posisi noverbal ia belum menemukan. “Tapi kalau dalam posisi

rambut Mas Gong yang gondrong itu, dia selalu mengibaskan

rambutnya ke belakang, tapi itu bukan berarti kemudian harus

dimaknai gerakan nonverbal. Tapi barangkali beliau tidak

nyaman saja. Hal-hal lain saya belum menemukan hal yang tidak

dipahami itu. Tapi Gol A Gong itu orangnya ada berubah-

rubahnya gitu. Jadi kalau kita menerima perintah itu, bisa jadi

perintah itu dibeberapa menit, atau satu jam ke depan itu berubah.

Nah artinya begini, kalau perintahnya sudah dikatakan sampai

tiga kali, berarti itu silahkan dilaksanakan. Contohnya diminta

melakukan tindakan ini-itu, tapi itu kadang berubah. Akhirnya

kadang kita menunggu hingga tiga kali perintah itu. Biasanya

dalam hal kegiatan menulis, bikin majalah atau kegiatan gitu.”153

Rahmat juga mengatakan cukup memahami budaya Gol A

Gong. Misalnya dalam mencoba memahami budaya Gol A Gong

saat berkarya. Menurut Rahmat, kalau karya yang dihasilkan Gol

A Gong begitu banyak, berarti di jam berapa saja Gong produktif

berkarya, dan ternyata Gol A Gong diketahui siang hari

digunakan untuk mengumpulkan bahan bacaan atau riset, malam

harinya ternyata Gong gunakan untuk menulis karya. Sehingga

153

Wawancara dengan Rahmat di Kota Serang, Sabtu, 17 Februari

2018.

 

106

Rahel mengetahui malam hari hingga subuh Gong mulai

mengetik.

Sepanjang mengikuti kelas menulis, masih dikatakan

Rahmat, dirinya tidak pernah mengalami hambatan komunikasi.

Rahmat malah merasakan saat awal-awal bertemu dengan dengan

Gol A Gong ada rasa segan. Rahmat sebelumnya menduga bahwa

Gol A Gong itu akan berjarak dengan para peserta, tapi ternyata

dugaan Rahmat salah. Di Rumah Dunia semua duduk bersama.

Misalnya jika ada pejabat, juga kita duduk di bangku yang sama.

Mejanya juga dari meja kayu bekas tempat wadah jeruk. “Kenapa

saya merasa segan itu, karena waktu itu saya melihat Gol A Gong

pada posisi orang yang hebat, terkenal, sementara saya baru

datang begitu. Bercanda atau mau tanya-tanya itu takut tidak

sopan begitu. Makin lama, ternyata Gol A Gong gaul dan berbaur

tidak memandang jabatan. Sehingga dia kepada siapapun selalu

nyambung. Yang membuat minder, saya itu kan dari kampung

dan belum bisa apa-apa. Belum terkenal seperti sekarang ini.

Menulis juga belum sejago hari ini.”154

Nita Nurhayati mengatakan Gol A Gong lebih sering

menggunakan Bahasa Indonesia dalam percakapan KMRD.

Kalaupun terselip Bahasa Sunda atau Bahasa Jawa Serang itu

masih dapat dimengerti oleh Nita. Sementara bagi Nita tidak ada

bahasa nonverbal dari Gol A Gong. Nita juga mengaku sangat

memahami budaya Gol A Gong dan sepanjang mengikuti KMRD

154

Wawancara dengan Rahmat di Kota Serang, Sabtu, 17 Februari

2018.

 

107

tak pernah mengalami hambatan komunikasi dan lancar-lancar

saja.

Nita menambahkan, terkait apakah Gol A Gong selaku

tutor (laki-laki) mengikuti cara berfikir peserta KMRD dari

kalangan perempuan dan Gong mengikuti bahasa perempuan, hal

ini diakui Nita jelas berbeda. Bahasa seseorang itu bergantung

pada pola pikir, pengetahuan, pengalaman, bahan bacaan, dan

lingkungan tempat seseorang hidup. “Nah, kendala

berkomunikasi dengan Mas Gong adalah karena adanya

kesenjangan pemikiran. Daya tangkap dan pengalaman saya yang

terbatas terkadang tak dapat menjangkau maksud dan tujuan

komunikasi tersebut. Tapi, sejauh ini berjalan baik.”155

Muhamad Tohir mengatakan, Gol A Gong dalam kelas

menulis menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa

pengantar. Terkait dengan gerak-gerik/simbol nonverbal Gol A

Gong, Tohir mengatakan seingatnya tidak ada. Gong dinilai Tohir

sangat memahami budaya Tohir. “Sepertinya Mas Gong yang

mengerti saya. Dia kan memiliki pengalaman banyak sejak

remaja dengan keliling Indonesia dan bertemu banyak orang

dengan banyak karakter juga budaya mereka. Maka dia yang

lebih memahami budaya saya. Setidaknya asumsi saya

mengatakan demikian.”156

Selama mengikuti kelas menulis, masih diakui Tohir,

untuk hambatan komunikasi sepertinya tidak ada. Materi yang

155

Wawancara dengan Nita Nurhayati melalui surat elektronik,

Minggu, 4 Maret 2018. 156

Wawancara dengan Muhamad Tohir di Ciputat, Jumat, 2 Februari

2018.

 

108

disampaikan Gong bisa dipahami. Misskomunikasi juga diakui

Tohir cenderung sedikit. Misskomunikasi masih dikatakan Tohir

bisa diluruskan dengan cara dialog. Mas Gong akan mengikuti

gaya serta level komunikasi lawan bicaranya sehingga misskom

atau hambatan komunikasi cenderung sedikit. “Karena

komunikasi Gong yang komunikatif dan tidak memiliki jarak

antara peserta KMRD dengan tutor seperti setara. Seperti teman

bicara dengan teman. Bukan guru dengan murid.”157

Hilal Ahmad mengatakan komunikasi yang dilakukan Gol

A Gong selama kelas menulis selalu menggunakan Bahasa

Indonesia. Sementara gerak-gerik/simbol nonverbal dari Gol A

Gong, diakui Hilal tidak terlalu sering. Gong menurut Hilal

orangnya atraktif. Jadi gerak tubuhnya hanya melengkapi apa

yang dia sampaikan. Hilal sebagai murid, mengaku dialah yang

harus mencari tahu untuk paham budayanya Gol A Gong, karena

Hilal sadar murid Gong banyak, jadi kitalah yang harus paham

budaya Gol A Gong. Terkait hambatan komunikasi, dikatakan

Hilal jarang terjadi. Jikapun ada miskomunikasi diakui Hilal dia

akan bertanya kepada peserta lain yang sudah paham atau ke

senior. “Misal tentang tugas menulis, saya akan tanya ke senior

atau teman seangkatan, Mas Gong maunya seperti apa. Kalau

tanya ke Mas Gong langsung, waktu itu kan saya masih polos,

jadi selain nggak berani, juga malu, dan takut dibahas di

kelas.”158

Gol A Gong menurut Hilal selalu menjelaskan dengan

157

Wawancara dengan Muhamad Tohir di Ciputat, Jumat, 2 Februari

2018. 158

Wawancara dengan Hilal Ahmad di Kota Serang, Minggu, 18

Februari 2018.

 

109

ringkas dan lebih banyak praktik, serta Gong bukan tipikal yang

teoritis.

Khodijah mengatakan selama kegiatan kelas menulis yang

dia ikuti di Rumah Dunia, Gol A Gong selalu menggunakan

Bahasa Indonesia. Tetapi ketika bercanda, atau ketika saat

tertentu terkadang menggunakan Bahasa Sunda yang familiar,

jadi meskipun Khodijah dari Palembang, dia mengaku masih bisa

mengerti dengan Bahasa Sunda itu. Sedangkan komunikasi

nonverbal Gol A Gong selama kelas menulis, dikatakan Khodijah

sangat jarang terjadi. “Sebenarnya karena mungkin sudah jangka

waktu yang lama sekali saya belajar di Rumah Dunia waktu itu

tahun 2005, gerakan nonverbal yang tidak saya pahami, saya

tidak ingat, tapi saya hampir menghabiskan waktu seharian di

Rumah Dunia saat itu, saya merasa tidak ada kendala dan cukup

memahami hampir semua materi yang diberikan. Karena materi

kepenulisan menurut saya materi yang ringan, kita belajar dari

diskusi, melihat pertunjukan, kegiatan writing camp,

mengunjungi tempat dan lain-lain, sehingga materi itu diserap

melalui pengalaman, dan menyenangkan.”159

Masih menurut Khodijah, Gol A Gong adalah salah satu

orang yang sangat idealis dalam mengembangkan budaya di

Banten, selama dua tahun ia belajar di Rumah Dunia, Khodijah

menikmati beragam budaya Banten. “Di setiap pementasan di

Rumah Dunia, bahkan di dalam lingkungan Rumah Dunia itu pun

sudah mencerminkan budaya berbagai daerah. Sikap santun Gol

159

Wawancara dengan Khodijah melalui surat elektronik, Senin, 12

Februari 2018.

 

110

A Gong kepada orang tuanya pun membuat saya kagum, kepada

para murid, para tamu, sikap santun dan toleransi sangat dijaga di

Rumah Dunia.”160

Khodijah menjelaskan, selama dirinya belajar menulis di

Rumah Dunia, tidak pernah mengalami kendala dalam bahasa,

semua menyenangkan, seru, dan jikapun ada bahasa yang tidak

dimengerti, akan langsung dijelaskan oleh tutor. “Misalkan waktu

itu kami mau mengadakan acara “bacakan”, saya nggak ngerti itu

apa? Padahal kan acara makan-makan bersama gitu di atas daun

pisang misalnya, saya yang nggak ngerti ya langsung dijelasin aja

bacakan itu apa? Sehingga saya memahami, oh ada budaya

bacakan dimana kita kumpul, makan, bercanda, di situ.”161

Khodijah menambahkan, terkait Gol A Gong selaku tutor

(laki-laki) mengikuti cara berfikirnya peserta KMRD perempuan

atau mengikuti bahasanya peserta KMRD perempuan, diakui

Khodijah tidak ada perbedaan untuk peserta KMRD perempuan

atau laki-laki, semua sama. Dalam pelajaran sastra, masih

dikatakan Khodijah, kita menghasilkan karya, Gol A Gong

membimbing peserta menemukan ide, dan ketika ide itu

didapatkan, bagaiman cara mengolahnya. Menurut Khodijah:

Laki-laki dan perempuan tidak ada bedanya, tapi tetap

dalam sebuah karya, perasaan terkadang mempengaruhi,

misalnya ketika seorang penulis perempuan menulis

tentang cerita rumah tangga, mungkin lebih manis dan

lebih drama daripada laki-laki. Dan itu pun

mempengaruhi saya ketika membuat skenario film seperti

160

Wawancara dengan Khodijah melalui surat elektronik, Senin, 12

Februari 2018. 161

Wawancara dengan Khodijah melalui surat elektronik, Senin, 12

Februari 2018.

 

111

sekarang ini. Sebagai perempuan, perasaan saya lebih

peka ketika membuat adegan drama, menguras airmata,

atau tentang cerita drama rumah tangga.162

Berikut rincian tabel mengenai Komunikasi Antarbudaya

antara tutor kelas menulis dan peserta KMRD:

Tabel 3: Komunikasi Antarbudaya antara Tutor Kelas

Menulis dan Peserta KMRD

No Informan Komunikasi Antarbudaya antara

tutor kelas menulis dan peserta

KMRD

1 Endang Rukmana Gol A Gong selalu menggunakan

Bahasa Indonesia dalam mengajar.

Hanya sesekali diselingi dengan

Bahasa Sunda dan Jawa Serang, itu

pun disertai dengan penjelasan. Jadi

secara keseluruhan saya dapat

memahami materi yang disampaikan

Mas Gong.163

2 Piter Tamba Komunikasi yang disampaikan Gol A

Gong kepada peserta kelas menulis

yakni Bahasa Indonesia. Meski

sesekali Gong mengatakan Bahasa

162

Wawancara dengan Khodijah melalui surat elektronik, Senin, 12

Februari 2018. 163

Wawancara dengan Endang Rukmana. Lihat halaman 204.

 

112

Jawa Serang dan Bahasa Sunda, tapi

itu masih dimengerti oleh Piter.164

3 Adkhilni Mudkhola Sidqi Komunikasi Gol A Gong memang

menggunaakan Bahasa Indonesia.

Tetapi, penggunaan bahasa/dialek

lokal tidak dapat dihindarkan dalam

percakapan sehari-hari. Gol A Gong,

masih sering menggunakan itu, namun

karena saya berasal dari sub kultur

yang sama, jadi komunikasi tetap bisa

dipahami.165

4 RG Kedung Kaban Saat kelas menulis, Gol A Gong

menggunakan Bahasa Indonesia.

Sedangkan untuk komunikasi

nonverbal sepanjang pembelajaran

kelas menulis, saya rasa tidak ada.

Saya juga sangat memahami budaya

Gol A Gong, begitupun Gol A Gong

memahami budaya saya.166

5 Bahroji Komunikasi Gol A Gong saat kelas

menulis lebih banyak menggunakan

Bahasa Indonesia. Jika pun ada Bahasa

Jawa Serang atau Bahasa Sunda, itu

164

Wawancara dengan Piter Tamba. Lihat halaman 211. 165

Wawancara dengan Adkhilni Mudkhola Sidqi. Lihat halaman 215. 166

Wawancara dengan RG Kedung Kaban. Lihat halaman 218.

 

113

hanya muncul di ruang-ruang candaan

saja.167

6 Rizal Fauzi Tutor kelas menulis lebih banyak

menggunakan Bahasa Indoensia

daripada Bahasa Jawa Serang atau

Bahasa Sunda. Tapi memang, Gong

sesekali menggunakan Bahasa Sunda,

kadang menggunakan Bahasa Jawa

Serang. Secara pribadi, tidak ada

misskomunikasi yang terjadi.168

7 Muhamad Jaeni Semua tutor kelas menulis

menggunakan Bahasa Indonesia.

Termasuk juga Gol A Gong, sehingga

para peserta memahami apa yang

disampaikan pemateri. Meskipun

kadang diselipkan sedikit Bahasa Jawa

Serang/Sunda, tapi selebihnya banyak

menggunakan bahasa nasional.169

8 Rahmat Gol A Gong dalam menyampaikan

materi lebih dominan menggunakan

Bahasa Indonesia. Jika pun ada Bahasa

Sunda atau Bahasa Jawa Serang, itu

167

Wawancara dengan Bahroji.. Lihat halaman 223. 168

Wawancara dengan Rizal Fauzi. Lihat halaman 227. 169

Wawancara dengan Muhamad Jaeni. Lihat halaman 231.

 

114

sifatnya hanya untuk merubah suasana

agar lebih cair.170

9 Nita Nurhayati Gol A Gong lebih sering

menggunakan Bahasa Indonesia dalam

percakapan di kelas menulis. Kalaupun

terselip Bahasa Sunda atau Bahasa

Jawa Serang, itu masih dapat

dimengerti oleh saya. Dan tidak ada

bahasa nonverbal dari Gol A Gong.171

10 Muhamad Tohir Gol A Gong dalam kelas menulis

menggunakan Bahasa Indonesia

sebagai bahasa pengantar. Terkait

dengan gerak-gerik/simbol nonverbal

Gol A Gong, seingat saya tidak ada.172

11 Hilal Ahmad Komunikasi Gol A Gong selama kelas

menulis selalu menggunakan Bahasa

Indonesia. Sementara gerak-

gerik/simbol nonverbal dari Gol A

Gong, tidak terlalu sering. Kalau soal

hambatan komunikasi, saya rasa jarang

terjadi.173

12 Khodijah Gol A Gong selalu menggunakan

Bahasa Indonesia saat kelas menulis.

170

Wawancara dengan Rahmat. Lihat halaman 236. 171

Wawancara dengan Nita Nurhayati. Lihat halaman 246. 172

Wawancara dengan Muhamad Tohir. Lihat halaman 249. 173

Wawancara dengan Hilal Ahmad. Lihat halaman 253.

 

115

Tetapi ketika bercanda, atau ketika

saat tertentu terkadang menggunakan

Bahasa Sunda yang familiar, jadi

meskipun saya berasal dari

Palembang, masih bisa mengerti

dengan Bahasa Sunda itu.174

Peneliti dapat menyimpulkan bahwa Komunikasi

Antarbudaya antara tutor kelas menulis dan peserta KMRD yang

berasal dari berbagai daerah, berjalan dengan menggunakan

Bahasa Indonesia, sehingga tiadak ada miskomnikasi yang

terjadi. Jika pun ada komunikasi sang tutor KMRD dengan

Bahasa Jawa Serang atau Bahasa Sunda, itu terjadi hanya dalam

ranah candaan saja atau di luar kelas. Sementara saat kelas

berlangsung, tutor lebih dominan menggunakan Bahasa

Indonesia, sehingga dapat dimengerti oleh semua peserata kelas

menulis dari berbagai daerah tersebut. Terkait dengan gerak-

gerik/simbol nonverbal Gol A Gong, para informan mengaku

tidak ada kendala yang berarti dalam hal ini. Artinya tidak ada

gerak-gerik secara nonverbal yang tidak dimengeti para informan.

B. Peserta KMRD Memaknai Profesi Menulis

1. Pemaknaan Peserta KMRD Mengenai Profesi

Menulis

Endang Rukmana mengatakan, profesi menulis

merupakan profesi yang menjanjikan dan bisa hidup. Menurutnya

profesi menulis itu profesi yang asyik, karena tidak banyak orang

174

Wawancara dengan Khodijah. Lihat halaman 257.

 

116

yang bercita-cita ingin menjadi seorang penulis. Jika anak-anak

ditanya mengenai cita-citanya pasti akan menyebutkan ingin jadi

dokter, insinyur dan sebagainya, kalau ingin jadi penulis jarang.

Endang menambahkan jika ada perdebatan terkait apakah profesi

menulis bisa untuk kebutuhan hidup? Jawabannya bisa, dengan

catatan harus produktif.

Problemnya kan kita masih menganggap menulis masih

sebagai profesi sampingan, jadi tidak diseriusi seperti kita

bekerja seperti orang biasanya.175

Piter Tamba menilai, bahwa profesi menulis adalah ilmu

dasar yang bisa digunakan dalam keterampilan apa saja. Misalnya

dalam dunia teater, disana juga dibutuhkan penulis naskah, juga

dalam industri pertelevisian juga dibutuhkan keterampilan

menulis.

Seperti yang tadi saya bilang, bahwa ilmu jurnalistik itu,

tidak harus menjadi penulis, ini menurut saya. Jadi

ilmunya kita ambil, bisa kita manfaatkan untuk apa saja.

Bahkan menulis di facebook atau menulis artikel atau apa

pun, kalau kita tahu ilmunya akan gampang-gampang

saja.176

Adkhilni Mudkhola Sidqi memaknai profesi menulis tidak

sekadar untuk mencari uang, tetapi lebih pada untuk mengasah

keterampilannya dalam menulis serta bisa dengan baik

mengutarakan ide dan gagasan lewat sebuah tulisan.177

175

Wawancara dengan Endang Rukmana di Kota Serang, Rabu, 24

Januari 2018. 176

Wawancara dengan Piter Tamba di Kota Serang, Selasa, 20

Februari 2018. 177

Wawancara dengan Adkhilni Mudkhola Sidqi. Lihat halaman 215.

 

117

Kemampuan menulis bagi RG Kedung Kaban harus

dimiliki oleh setiap orang apapun latar belakang profesinya.

Karena menurutnya dengan menulis itu kita lebih gampang

mengomunikasikan, mempromosikan, mensosialisasikan, bahkan

juga mengabadikan pemikiran-pemikiran atau riset kita lewat

tulisan. Dengan menulis, kita akan punya brand tersendiri.

Karena menulis bagian dari industri kreatif.178

Bahroji memaknai profesi menulis atau apapun, jika

ditekuni dengan serius pasti akan mendapatkan hasil yang

maksimal. Tidak ada yang sia-sia selama kita terus menggali ilmu

tersebut. Konsistensi di sana menjadi hal penting.179

Rizal Fauzi memaknai profesi menulis pada akhirnya

menjadi passion dirinya. Menulis, menurut Rizal harusnya

menjadi kebutuhan kita semua. Karena untuk menumpahkan ide,

gagasan dan lain-lain tak lepas dari kemampuan menulis.180

Muhamad Jaeni melihat perkembangan dunia tulis-

menulis di Indonesia menunjukkan perkembangan baik di awal

tahun 2000. Muhzen Den memandang pemaknaan terhadap

profesi menulis di era digital ini menjadikan banyak orang

menulis lebih mudah, termasuk juga berkomentar tidak bernas di

media sosial. Bukan lagi lewat ruang diskusi dan adu gagasan

lewat sebuah tulisan esai/artikel.181

Rahmat memaknai profesi menulis itu sesuatu yang jika

ditekuni akan menguntungkan. Artinya tidak ada sejarah orang

178

Wawancara dengan RG Kedung Kaban. Lihat halaman 218. 179

Wawancara dengan Bahroji. Lihat halaman 223. 180

Wawancara dengan Rizal Fauzi. Lihat halaman 227. 181

Wawancara dengan Muhamad Jaeni. Lihat halaman 231.

 

118

menulis itu miskin, kalau memang betul-betul ditekuni. Kalau

kemudian pada akhirnya kita tidak serius, bisa jadi kita sebagai

orang yang gagal dalam dunia menulis. Harus produktif, harus

banyak membaca, rajin mengikuti bedah buku, banyak sharing

dan diskusi, membangun jaringan dengan penerbit dan jaringan

sosial. Rahmat yakin dengan itu semua, jika diseriusi sesuatu

yang menggiurkan ada di dunia menulis.182

Nita Nurhayati memaknai profesi menulis mungkin belum

bisa mensejahterakan secara kehidupan pribadi bagi penulis jika

dinilai dari segi finansial. Namun, jika dilihat dari segi yang lebih

luas dari sekadar materi, tentu menulis merupakan profesi yang

mulia. Hanya saja kurang dihargai di lingkungan kita. Bahwa

penulis di dalam masyarakat masih kurang diapresiasi. Masih

terbatas pada kalangan tertentu saja yang bisa menghargai penulis

dan dunia kepenulisan. Namun, jangkauan pasarnya dan keluasan

jaringannya, saat ini dunia kepenulisan sudah semakin

berkembang.183

Muhamad Tohir juga memiliki pandangan yang sama

dengan Rahmat. Tohir memaknai profesi menulis adalah sesuatu

yang menjanjikan. Terlebih saat ia tahu tentang honorarium

seorang penulis cukup besar, apabila karyanya dimuat di media

koran/majalah nasional. Informasi itu ia dapatkan saat membaca

buku dan majalah yang membahas mengenai profesi menulis.

“Saya pernah membaca buku Arswendo dan majalah Anida yang

pernah memuat profesi menulis, di sana dibeberkan soal honor-

182

Wawancara dengan Rahmat. Lihat halaman 236. 183

Wawancara dengan Nita Nurhayati. Lihat halaman 246.

 

119

honor penulis. Menurut saya profesi yang bisa dijadikan sumber

mencari uang.” 184

Hilal Ahmad memaknai profesi menulis dalam ranah

menjadi wartawan menurutnya tidak terlalu menjanjikan. Hal itu

dilihat dari gajinya di awal-awal Hilal menjadi wartawan itu

masih di bawah UMR, sementara pengeluaran besar.

Cuma kenapa saya masih bertahan jadi wartawan, ini

sudah tahun ke-12 saya jadi wartawan, itu seperti ada

kepuasan tersendiri saja ketika saya menulis. Ketika

tulisan kita dimuat, orang kan baca, „Makasih ya Mas

udah ditulis. Udah dibikinin beritanya,‟ katanya

tulisannya bagus.‟ Dulu kan saya wartawan bisnis.

Dengan orang bilang suka itu, udah puas dan seneng

banget.185

Semua profesi, asalkan ditekuni dan fokus pasti hasilnya

menjanjikan, begitu kata Wanja Almunawar. Dan profesi menulis

menurutnya adalah salah satu profesi yang ketika kita masuk ke

dalamnya, orang tidak akan menanyakan soal ijazah, berapa IPK-

nya, apa prestasi kamu, karena yang dilihat hanya karya kita.

Menjanjikan atau tidaknya profesi menulis, tergantung

dari diri kita sendiri yang mengolahnya. Sejauh ini profesi

sebagai penulis skenario menurut saya sangat

menjanjikan. Nggak perlu modal banyak, cukup gunakan

otak keren kamu buat bikin karya keren, bisa kerja sambil

dasteran, di rumah, biar belum mandi juga masih dapat

duit.186

184

Wawancara dengan Muhamad Tohir di Ciputat, 2 Februari 2018. 185

Wawancara dengan Hilal Ahmad di Kota Serang, Minggu 18

Februari 2018. 186

Wawancara dengan Khodijah melalui surat elektronik, 12 Februari

2018.

 

120

Tabel berikut ini akan menjelaskan pemaknaan masing-

masing informan dalam memaknai profesi menulis:

Tabel 4: Pemaknaan Peserta KMRD Mengenai Profesi Menulis

No Informan Pemaknaan Peserta KMRD

Mengenai Profesi Menulis

1 Endang Rukmana Profesi menulis merupakan profesi

yang menjanjikan dan bisa hidup.

Menurut saya profesi menulis itu

profesi yang asyik, karena tidak banyak

orang yang bercita-cita ingin menjadi

seorang penulis.187

2 Piter Tamba Profesi menulis adalah ilmu dasar yang

bisa digunakan dalam keterampilan apa

saja. Misalnya dalam dunia teater,

disana juga dibutuhkan penulis naskah,

juga dalam industri pertelevisian juga

dibutuhkan keterampilan menulis.188

3 Adkhilni Mudkhola

Sidqi

Profesi menulis tidak sekadar untuk

mencari uang, tetapi lebih pada untuk

mengasah keterampilannya dalam

menulis serta bisa dengan baik

mengutarakan ide dan gagasan lewat

187

Wawancara dengan Endang Rukmana. Lihat halaman 204. 188

Wawancara dengan Piter Tamba. Lihat halaman 211.

 

121

sebuah tulisan.189

4 RG Kedung Kaban Dengan menulis, kita akan punya brand

tersendiri. Karena menulis bagian dari

industri kreatif.190

5 Bahroji Profesi menulis atau apapun, jika

ditekuni dengan serius pasti akan

mendapatkan hasil yang maksimal.

Tidak ada yang sia-sia selama kita terus

menggali ilmu tersebut.191

6 Rizal Fauzi Profesi menulis menjadi passion saya.

Menulis, harusnya menjadi kebutuhan

kita semua. Karena untuk

menumpahkan ide, gagasan dan lain-

lain tak lepas dari kemampuan

menulis.192

7 Muhamad Jaeni Profesi menulis di era digital ini

menjadikan banyak orang menulis lebih

mudah, termasuk juga berkomentar

tidak bernas di media sosial. Bukan lagi

lewat ruang diskusi dan adu gagasan

lewat sebuah tulisan esai/artikel.193

189

Wawancara dengan Adkhilni Mudkhola Sidqi. Lihat halaman 215. 190 Wawancara dengan RG Kedung Kaban. Lihat halaman 218. 191

Wawancara dengan Bahroji. Lihat halaman 223. 192

Wawancara dengan Rizal Fauzi. Lihat halaman 227. 193

Wawancara dengan Muhamad Jaeni. Lihat halaman 231.

 

122

8 Rahmat Profesi menulis itu sesuatu yang jika

ditekuni akan menguntungkan.194

9 Nita Nurhayati Profesi menulis jika dilihat dari segi

yang lebih luas, tentu menulis

merupakan profesi yang mulia.195

10 Muhamad Tohir Profesi menulis adalah sesuatu yang

menjanjikan.196

11 Hilal Ahmad Profesi menulis dalam ranah menjadi

wartawan menurutnya tidak terlalu

menjanjikan.197

12 Khodijah Profesi menulis menurut saya adalah

salah satu profesi yang ketika kita

masuk ke dalamnya, orang tidak akan

menanyakan soal ijazah, berapa IPK-

nya, apa prestasi kamu, karena yang

dilihat hanya karya kita.198

Dari pemaknaan peserta KMRD mengenai profesi

menulis, peneliti dapat menyimpulkan bahwa: ada dua

pemaknaan yang berbeda dari para informan dalam memaknai

profesi menulis, dari keseluruhan informan. Pertama mayoritas

informan memaknai profesi menulis adalah sesuatu yang

menjanjikan dan bisa menghasilkan uang yang cukup besar,

194

Wawancara dengan Rahmat. Lihat halaman 236. 195

Wawancara dengan Nita Nurhayati. Lihat halaman 246. 196

Wawancara dengan Muhamad Tohir. Lihat halaman 249. 197

Wawancara dengan Hilal Ahmad. Lihat halaman 253. 198

Wawancara dengan Khodijah. Lihat halaman 257.

 

123

dengan catatan penulis harus benar-benar produktif berkarya dan

buku-bukunya laris di pasaran. Sedangkan pemaknaan yang

kedua bahwa profesi menulis belum bisa mensejahterakan secara

kehidupan, jika hal tersebut dilihat dari segi finansialnya saja.

Dan profesi menulis dalam ranah menjadi wartawan juga tidak

terlalu menjanjikan, hal tersebut karena pendapatan wartawan

masih kecil, sementara pengeluaran jauh lebih besar.

2. Pemaknaan Peserta KMRD Mengenai Program

Kelas Menulis

Endang Rukmana memaknai program Kelas Menulis

Rumah Dunia sebagai program yang sangat positif, karena

menurutnya ini merupakan kelas yang tidak mudah dijumpai.

Lebih mudah menjumpai kelas menjahit, kursus mobil dan lain-

lain dibanding menjumpai kelas menulis pada masa itu. Karena ia

tertarik menulis, maka Endang memutuskan untuk bergabung di

KMRD angkatan pertama. Namun sebelum bergabung, Endang

mengaku sudah punya ketertarikan di dunia kepenulisan. Kelas

Menulis Rumah Dunia ada ketika Endang sudah kelas III SMA.

Sementara ketertarikannya pada dunia tulis menulis sudah

dimulai sejak SMP.

Piter Tamba mengungkapkan saat mengikuti kelas

menulis didorong rasa ingin tahu. Sebab industri kreatif

menurutnya pasti membutuhkan orang yang bisa menulis. Bagi

Piter, program KMRD adalah program yang bagus dan positif.

“Karena saya tahu latar belakang Mas Gong dari TV, wah ini

kelihatan menarik sekali nih, pikir saya. Saya juga ingin bisa

nulis sekenario, cerpen, novel dan lain-lain. Harapan saya ingin

 

124

bisa menulis lebih baik lagi. Karena sering main ke Rumah Dunia

dan tahu ada kelas menulis, kenapa enggak ikut gitu. Karena

orang lain itu susah untuk mengikuti kelas menulis, saya yang

sudah deket, kenapa enggak ikutan.” 199

Terkait metode pembelajaran kelas menulis Rumah

Dunia, masih diakui Piter, metodenya berkumpul, pemberian

materi, ada tugas, yang kemudian nanti dibahas satu persatu oleh

Gol A Gong. “Dulu sering juga mengundang dari Kompas untuk

belajar layout buku dan buat novel. Atau dari teman-teman

penulis Mas Gong sering ngasih motivasi di kelas menulis. Tutor

kelas menulisnya langsung oleh Mas Gong, sementara Mas Toto

ST Radik mengajar puisi.” 200

Adkhilni Mudkhola Sidqi memaknai program Kelas

Menulis Rumah Dunia adalah kegiatan yang bagus. Tapi

mungkin, masih dikatakan Adkhilni, karena semakin sering

diadakan, semakin kurang terbina dengan baik. Terkait metode

pembelajaran KMRD, Adkhilni masih mengingat pernah ada

tugas menulis dari pengalaman dan reportasi, dimana ia diminta

menulis setiap pekan hal-hal baru yang ditemui di lingkungan

sekitar. “Saya ingat pernah menulis tentang bisnis pedagang

duren musiman di sekitar Alun-alun Kota Serang, dan ibu-ibu

pembuat keripik dari biji duren untuk dijual.”201

199

Wawancara dengan Piter Tamba di Kota Serang, Selasa, 20

Februari 2018. 200

Wawancara dengan Piter Tamba di Kota Serang, Selasa, 20

Februari 2018. 201

Wawancara dengan Adkhilni melalui surat elaktronik, Jumat, 9

Februari 2018.

 

125

Adkhilni memiliki saran untuk program kelas menulis RD,

diantaranya: Dibuat jarak antara angkatan yang lebih jarang agar

mudah membina. Dimanage lebih baik. Jangkau para pekerja,

PNS, dan professional lainnya, bukan hanya siswa dan

mahasiswa. Diadakan di luar tempat selain Rumah Dunia.

RG Kedung Kaban memaknai Kelas Menulis Rumah

Dunia sangat baik. Karena menurut RG, metode pembelajaran

KMRD lebih pada mendorong orang-orang untuk praktik

menulis, bukan hanya sekadar teori. “Untuk tutor kelas menulis

itu Mas Gong dan Mas Toto ST Radik. Tapi penulis dari luar juga

banyak yang diundang. Dari banyak penulis, seperti Fahri

Azizah, Helvy Tiana Rosa, Pipiet Senja dan lain-lain dalam

kegiatan bedah buku atau temu penulis. Dan saya pada waktu itu

hadir dan mendengarkan proses keratif mereka.” 202

Bahroji memaknai program Kelas Menulis Rumah Dunia

menjadi ajang untuk pembinaan mereka yang punya keinginan

menulis. Tetapi Bahroji menilai barangkali perlu dibenahi terkait

sistem kurikulumnya. Sistem kurikulumnya, masih dikatakan

Bahroji sesungguhnya sudah cukup bagus, seperti ada jurnalistik,

sastra dan film. Namun dalam ranah film belum terlalu

berkembang. Menurut Bahroji:

Kalau sastra dan artikel saya rasa Rumah Dunia sudah

jalan. Jadi kalau misalnya ngomongin kelas menulis, saya

rasa, ya saya bukan berlebihan, untuk modeling pelatihan

kepenulisan yang konsisten ya di Rumah Dunia, yang

202

Wawancara dengan RG Kedung Kaban di Kota Serang, Minggu,

11 Februari 2018.

 

126

saya temui di beberapa daerah di Indonesia itu, ya

mungkin di Rumah Dunia yang terus konsisten.203

Rizal Fauzi memaknai Kelas Menulis Rumah Dunia itu

seperti kawah candradimuka, tidak hanya mengubah pengetahuan

seseorang, maindset dan lain-lain, tapi juga skill, kemampuan

menulis kemudian yang berimbas pada kemampuan kita mencari

penghasilan, misalnya mengubah hidup kita juga. Dengan

menulis, tulisan kita dibaca orang dan mengubah dunia dan orang

lian, di sana posisi pentingnya kelas menulis sebagai kawah

candradimuka. Kelas Menulis juga adalah program yang sangat

dibutuhkan Rizal. Rizal menambahkan, saat ia SMA, ia sudah

memiliki ketertarikan kepada dunia sastra. “Saya memang hobi

baca. Karena di Rumah Dunia banyak buku, saya jadi senang.

Makanya saya gabung juga di Kelas Menulis Rumah Dunia.

Kadang setelah acara kelas menulis selesai, saya enggak langsung

pulang, kami ngobrol banyak hal tentang dunia sastra dan lainnya

di sana.” 204

Masih menurut Rizal, metode KMRD saat itu dimulai dari

jurnalistik, baru kemudian berlanjut ke pembelajaran sastra. “Ada

juga pembelajaran tentang sekenario dan praktik pembuatan film.

Saat itu langsung Mas Gong yang mengisi kelas. Terus untuk

pelajaran puisi diisi Mas Toto dan Bu Tias Tatanka (istri Gol A

Gong) mengajar cerita pendek. Kalau dulu kami berlomba-lomba

203

Wawancara dengan Bahroji di Kota Serang, Kamis, 22 Februari

2018. 204

Wawancara dengan Rizal Fauzi di Kota Serang, Kamis, 25 Januari

2018.

 

127

agar tulisan kita bisa tembus majalah nasional, seperti majalah

Aneka Yess, Majalah Keren Beken, Kawanku, Gadis dan koran-

koran di Banten. Selain itu juga tiap hari kita berdiskusi banyak

hal dengan Mas Gong dan Firman Venayaksa, diskusi soal

budaya, politik dan lain-lain.” 205

Muhmad Jaeni memaknai KMRD sebagai program yang

memberi manfaat baik bagi pelajar dan mahasiswa di Banten.

“Sebab di kelas tersebut mengajar bagaimana menulis cerita

fiksi/berita/artikel/puisi yang baik sehingga dapat diterima oleh

media massa atau bahkan bisa dibukukan. Selain itu, keberadaaan

KMRD juga memudahkan para pemuda Banten dalam mencari

alternatif ilmu pengetahuan/kursus menulis. Saya kira kursus

menulis seperti ini jika diadakan di luar Banten akan memakan

biaya mahal dan tidak gratis. Sementara KMRD ini sebuah

momen dan kesempatan untuk memanfaatkan ilmu pengetahuan

dengan gratis dan mudah.” 206

Rahmat memaknai program Kelas Menulis Rumah Dunia

cukup bagus, karena menurutnya bagaimanapun juga kampus

yang ada di Kota Serang (UIN Banten dan Untirta) belum

sepenuhnya mengisi ruang-ruang ini. Kampus relatif pada posisi

teori, tetapi Rumah Dunia nampaknya lebih menonjolkan pada

praktik langsung. Jadi penyeimbang di antara kampus-kampus

yang ada di Banten, yang selama ini para mahasiswanya dicekoki

dengan teori-teori, tapi minim praktik. Dengan adanya program

205

Wawancara dengan Rizal Fauzi di Kota Serang, Kamis, 25 Januari

2018. 206

Wawancara dengan Muhamad Jaeni di Kota Serang, Sabtu, 27

Januari 2018.

 

128

Kelas Menulis di Rumah Dunia melengkapi kegiatan-kegiatan

wahana menulis anak muda Banten. Rahmat mengatakan:

Jadi menurut saya sinergitas ini (antara kampus dan

Rumah Dunia) harus terus dihadirkan, bahkan kalau perlu

ditingkatkan, karena bagaimanapun juga lembaga

pendidikan belum tentu mewadahi semuanya. Maka untuk

praktik, komunitas harus bisa menjangkau wilayah skill

dan juga aplikasi lapangan. Saya kira itu.207

Nita Nurhayati memaknai program KMRD sangat bagus

untuk menggali potensi menulis di kalangan pelajar dan

mahasiswa, serta dapat menjadi wadah bagi para calon penulis

untuk mengasah potensinya. Terkait metode pembelajaran

KMRD diakui Nita metodenya sudah menarik, hanya saja butuh

lebih banyak praktik, diskusi, dan menghasilkan karya lebih

produktif lagi.

Muhamad Tohir memaknai program KMRD sangat bagus.

Karena pembelajaran di KMRD materi hanya disampaikan 30

persen, selebihnya praktik. Karena praktik adalah inti dari

menulis. Menurut Tohir, semakin banyak praktik, maka semakin

baik kualitas tulisan seseorang, termasuk dirinya. Selama belajar

menulis di Rumah Dunia, diskusi mengenai buku, bagi Tohir

akan ikut menjaga keinginannya terus belajar menulis. Seperti

ada yang memotivasi. Seperti ada yang mengajak untuk mencapai

langkah yang sama; menjadi penulis.

Hilal Ahmad memaknai KMRD adalah kegiatan yang

patut terus dipertahankan. Hilal mengaku menaruh harapan besar

207

Wawancara dengan Rahmat di Kabupaten Serang, Sabtu, 17

Februari 2018.

 

129

terhadap KMRD, yaitu ingin bisa menulis sebaik para tutor, dan

bisa diterbitkan di majalah nasional. “Kalau ditanya kenapa

memilih bergabung dengan KMRD, kan Gol A Gong ini

fenomenal banget. Walaupun saya baru tahu saat kuliah, jadi

seperti heran aja, orang-orang pada berguru ke sini, dari luar

Banten juga, kenapa kita yang anak Banten enggak mau berguru.

Pada waktu itu kan masih gratis. Tapi sekarang KMRD ada

infaknya 100 ribu, meskipun dibalikkan lagi dalam bentuk buku.

Jadi waktu angkatan saya semuanya gratis, udah dikasih gartis,

pembicaranya nasional, kenapa sih enggak ikutan. Akhinya dari

situ udah kepikiran, ya duahlah, mendingan ikutan.”208

Khodijah memaknai KMRD adalah salah satu program

Rumah Dunia yang bagus sekali dan bermanfaat. Menurutnya,

pertama karena KMRD programnya gratis, yang kedua Rumah

Dunia menjadi atmosfir bagi penulis untuk memulai menjadi

penulis, atau yang sudah jadi penulis untuk membuat mereka

makin tergerak mengembangkan karya-karyanya, karena

kegiatannya itu mempertemukan dengan penulis-penulis yang

sudah ternama.

Tabel berikut ini akan menjelaskan pemaknaan masing-

masing informan mengenai program kelas menulis:

208

Wawancara dengan Muhamad Jaeni di Kota Serang, Minggu, 18

Februari 2018.

 

130

Tabel 5: Pemaknaan Peserta KMRD Mengenai Program

Kelas Menulis

No Informan Pemaknaan Peserta KMRD

Mengenai Program Kelas Menulis

1 Endang Rukmana Program KMRD sebagai program yang

sangat positif. Menurut saya, ini

merupakan kelas yang tidak mudah

dijumpai. Lebih mudah menjumpai

kelas menjahit, kursus mobil dan lain-

lain.209

2 Piter Tamba Program KMRD adalah program yang

bagus dan positif. Karena saya tahu

latar belakang Mas Gong dari TV.210

3 Adkhilni Mudkhola

Sidqi

Program KMRD adalah kegiatan yang

bagus. Tapi mungkin, karena semakin

sering diadakan, semakin kurang

terbina dengan baik.211

4 RG Kedung Kaban KMRD sangat baik. Karena menurut

saya, metode pembelajarannya lebih

pada mendorong orang-orang untuk

praktik menulis, bukan hanya sekadar

teori.212

5 Bahroji Program KMRD menjadi ajang untuk

209

Wawancara dengan Endang Rukmana. Lihat halaman 204. 210

Wawancara dengan Piter Tamba. Lihat halaman 211. 211

Wawancara dengan Adkhilni Mudkhola Sidqi. Lihat halaman 215. 212

Wawancara dengan RG Kedung Kaban. Lihat halaman 218.

 

131

pembinaan mereka yang punya

keinginan menulis. Sistem

kurikulumnya, sesungguhnya sudah

cukup bagus, seperti ada jurnalistik,

sastra dan film. Namun dalam ranah

film belum terlalu berkembang.213

6 Rizal Fauzi Kelas Menulis Rumah Dunia itu seperti

kawah candradimuka, tidak hanya

mengubah pengetahuan seseorang,

maindset dan lain-lain, tapi juga skill,

kemampuan menulis.214

7 Muhamad Jaeni KMRD sebagai program yang memberi

manfaat baik bagi pelajar dan

mahasiswa di Banten.215

8 Rahmat Program KMRD cukup bagus.

Bagaimanapun juga kampus yang ada

di Kota Serang belum sepenuhnya

mengisi ruang-ruang ini. Kampus

relatif pada posisi teori, tetapi Rumah

Dunia nampaknya lebih menonjolkan

pada praktik langsung.216

9 Nita Nurhayati Program KMRD sangat bagus untuk

menggali potensi menulis di kalangan

213

Wawancara dengan Bahroji. Lihat halaman 223. 214

Wawancara dengan Rizal Fauzi. Lihat halaman 227. 215

Wawancara dengan Muhamad Jaeni. Lihat halaman 231. 216

Wawancara dengan Rahmat. Lihat halaman 236.

 

132

pelajar dan mahasiswa, serta dapat

menjadi wadah bagi para calon

penulis.217

10 Muhamad Tohir Program KMRD sangat bagus. Karena

pembelajaran di KMRD materi hanya

disampaikan 30 persen, selebihnya

praktik. Karena praktik adalah inti dari

menulis.218

11 Hilal Ahmad KMRD adalah kegiatan yang patut

terus dipertahankan.219

12 Khodijah KMRD program yang bagus sekali dan

bermanfaat. Programnya gratis, dan

Rumah Dunia menjadi atmosfir bagi

saya untuk memulai menjadi penulis,

atau yang sudah jadi penulis untuk

membuat mereka makin tergerak

mengembangkan karya-karyanya.220

Berdasarkan pemaknaan peserta KMRD mengenai

program Kelas Menulis, peneliti dapat menyimpulkan bahwa

mayoritas para peserta KMRD memaknai program kelas menulis

sebagai program yang bagus dan positif. Karena banyak dari

mereka yang sudah lama mencari-cari sebuah sanggar yang

megadakan kelas menulis, sebagai tempat pembelajaran mereka

217

Wawancara dengan Nita Nurhayati. Lihat halaman 246. 218

Wawancara dengan Muhamad Tohir. Lihat halaman 249. 219

Wawancara dengan Hilal Ahmad. Lihat halaman 253. 220

Wawancara dengan Khodijah. Lihat halaman 257.

 

133

dalam menggali keterampilan menulis. Meski demikian, sejumlah

peserta memberikan saran terhadap sistem kurikulum

pembelajaran pada KMRD untuk ditambahkan kelas film, karena

ranah kelas film belum terlalu berkembang.

3. Pemaknaan Peserta KMRD Mengenai Gol A Gong

Endang Rukmana memaknai Gol A Gong sebagai orang

yang terkenal, tetapi ramah dan tidak sombong. Menurutnya,

biasanya orang-orang terkenal itu umumnya sangat sulit didekati,

ada rasa menjaga jarak atau sebagainya, sementara Gol A Gong

baru satu-dua kali bertemu dengan Endang, saat bertemu di Alun-

alun Kota Serang, malah Gol A Gong yang menyapa Endang

terlebih dulu.

Dia mengenali saya dan menyapa. Itu sedikit amazing,

surprise! Jarang-jarang orang terkenal yang menyapa

duluan. Saya kan dulu orang yang belum terkenal, siapa

sih Endang Rukmana yang masih anak SMA. Tapi itu

Mas Gong menyapa saya duluan, dan mengajak ngobrol

saya. Jadi dia itu orang yang ramah.221

Endang mengaku awalnya ia mengenal Gol A Gong

bukan dari buku bacaan, tetapi karena Gol A Gong sebagai

tutornya di Sanggar Sastra Siswa Indonesia. Ketika SMA Endang

mengaku daya bacanya belum banyak. Ia pernah membaca buku

komik Petruk karya Tatang S. dan buku-buku novel anak terbitan

Balai Pustaka, sementara seperti karya-karya sastra dan populer

yang lain belum ia baca waktu itu. Sosok Gol A Gong bagi

Endang merupakan sosok yang ramah, bisa bergaul dengan siapa

221

Wawancara dengan Endang Rukmana di Kota Serang, Rabu 24

Januari 2018.

 

134

saja, dan punya energi kreatif, energi untuk menggerakkan

sesuatu, yang orang lain sulit menirunya.

Mas Gong kan selalu punya ide, punya kegiatan, yang aku

sendiri ngebayanginnya tidak punya energi sebesar itu.

Kalau misalnya aku hanya bisa menulis satu karya dalam

satu waktu. Sementara Mas Gong bisa menulis banyak

karya sambil juga dia menggarap banyak kegiatan.

Sekarang umur Mas Gong sudah 50-an, di umur segitu,

orang-orang yang masih umur 20-an pun belum tentu bisa

menyamai energi yang dimiliki Mas Gong. Dan Mas

Gong itu inspiratif, enerjik, influenser atau orang yang

mampu mempengaruhi orang lain dalam hal positif,

inisiator, penggagas dan orangnya idealis. 222

Piter Tamba mengatakan Gol A Gong itu sebagai pejuang

literasi, pendidik, pekerja keras, ambisius serta pantang

menyerah. Ia mengenal Gol A Gong seperti awal ia mengenal

Rumah Dunia. Saat itu ia aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa

(UKM) kesenian kampus Gesbica, ia mengenal dua sosok

seniman Serang; Gol A Gong dan Toto ST Radik. Maka

kemudian Gesbica sering mengundang dua sosok seniman sejati

Serang itu. Bahkan Piter juga sering mampir ke Rumah Dunia.

Karena Toto ST Radik termasuk tutor teater di Gesbica, Piter

banyak belajar dari Toto soal teater terutama tentang naskah,

karena Toto juga menulis naskah teater. Ditambah di UKM

Gesbica juga sering mementaskan naskah-naskah teater karya

Toto ST Radik. Dari sana awal perkenalan antara Piter, Gol A

Gong dan Toto ST Radik serta Rumah Dunia.

222

Wawancara dengan Endang Rukmana di Kota Serang, Rabu, 24

Januari 2018.

 

135

Piter mengaku pernah memiliki momen paling berkesan

sepanjang mengenal Gol A Gong. Waktu itu sekitar tahun 2009,

Gong pernah memberinya sepatu kulit kepada Piter. Piter

menuturkan, Gong pernah bilang, saya kelihatannya udah enggak

mau keliling-keliling lagi. Ini kelihatannya kamu nih. Piter

meyakini sepatu gunung itu sejarah Gol A Gong. Piter mengaku,

saat itu kelihatannya dirinya mewarisi kebiasaan traveling Gong.

Kemudian sepatu itu saya pakai untuk kuliah dan jalan-

jalan. Hingga akhirnya dipinjam teman dan hilang. Haha.

Sebenarnya ada banyak yang dikasih Mas Gong ke saya,

ada topi dan lain-lain, tapi yang paling berkesan sepatu

itu. Kelihatannya mahal. Dan memang sepatu mahal sih

kelihatannya. Kebetulan sepatunya pas di kaki saya. 223

Adkhilni menilai Gol A Gong sebagai seseorang yang

penuh semangat, keukeuh, fokus dengan tujuan, dan sering tidak

peduli dengan pendapat orang lain. Adkhilni pernah memiliki

momen berkesan ketika mengenal Gong. Pertama Gong sangat

percaya diri bahwa Pustakaloka Rumah Dunia akan menjadi

besar. Dan kedua, Gong merasa sangat mengenal Adkhilni dan

mempertanyakan alasan Adkhilni mengambil jurusan ilmu

Hubungan Internasional (HI).

Mengapa bukan sastra Indonesia? katanya. Padahal Mas

Gong hanya mengenal saya pada akhir pekan. Saya punya

passion lain di dunia HI dan diplomasi. Ini menunjukan

Mas Gong hidup bersemangat dalam persepsinya tentang

dunia.224

223

Wawancara dengan Piter di Kota Serang, Selasa, 20 Febrari 2018. 224

Wawancara dengan Adkhilni Mudkhola Sidqi melalui surat

elektronik, Jumat 9 Februari 2018.

 

136

Bagi RG Kedung Kaban, sosok Gong sangat inspiratif dan

percaya dirinya baik. Gong banyak memberikan inspirasi kepada

banyak orang termasuk dirinya. Metode menulis yang RG

dapatkan banyak berasal dari Gong. Tetapi menurutnya yang

paling penting itu sebetulnya bukan bagaimana metode menulis

yang diajarkan Gong, tapi adalah bagaimana Gong itu menjadi

stimulus bagi banyak orang termasuk bagi RG. Gong di usianya

yang terus bertambah, bahkan pada saat itu sudah paruh baya,

tapi masih terus produktif menghasilkan karya-karya buku baru.

Maka RG tak heran ketika tiap kali mengobrol dengan Gong,

yang dibicarakan selalu ide atau konsep.

Soal keterbatasan tangan Gong yang memiliki

kekurangan, menurut RG hal itu tidak pernah dikeluhkan Gong

kepada orang-orang. Dan ini bagi RG menjadi inspirasi lain lagi

dari sosok Gong.

Saya pikir ini mengajarkan kepada orang-orang bahwa,

pertama setiap orang itu harus bersyukur. Dan saya pikir

Mas Gong itu selalu bersyukur, karena tidak pernah

mengeluhkan keadaannya. Dan yang kedua tentu saja ini

menjadi nilai tambah, ketika memang ada orang yang

secara fisik tidak sempurna seperti orang pada umumnya,

tapi dia justru lebih aktif, lebih kreatif dari kebanyakan

orang. Saya pikir ini luar biasa.225

Bahroji menilai Gol A Gong adalah orang yang susah

untuk dibanding-bandingkan. Gong menurut Bahroji orang yang

berbeda dari kebanyakan, dalam arti, Gong punya jiwa sosial

yang tinggi, motivator, dan orangnya cenderung blak-blakkan.

Jadi apa yang Gong ucapkan, kadang kala orang pahit

225

Wawancara dengan RG Kedung Kaban di Kota Serang, Minggu,

11 Februari 2018.

 

137

menerimanya, tapi Gong jujur menyatakan apa yang ada dalam

hatinya. Momen yang paling berkesan bagi Bahroji terhadap Gol

A Gong ketika dirinya menjadi relawan Rumah Dunia dan ia

belum bisa masuk Universitas Indonesia (UI) jurusan Psikologi

yang ia minati. Saat itu Bahroji tertinggal jadwal tes. Padahal

Bahroji berencana tidak akan lama menjadi relawan di Rumah

Dunia, karena ia ingin melanjutkan kuliah di UI Depok.

Mas Gong bilang, bahwa dunia nanti akan bergeser, tidak

usah sedih kalau tidak masuk UI. Mas Gong lantas

menyarankan saya untuk kuliah di Serang. Sekarang kamu

harus berpikir yang lain, katanya. Kamu kan punya skill

menulis dan audio visual, coba kamu kembangin. Mas

Gong memberikan gambaran tentang dunia komunikasi.

Akhirnya saya tertarik, dan kuliah di Universitas Negeri

Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) Serang Jurusan

Komunikasi. 226

Rizal Fauzi memaknai Gol A Gong orang yang tanpa

pamrih. Seribu satu orang yang seperti Gong, yang mau

memberikan ilmunya secara cuma-cuma. “Kalau kita lihat di

Jakarta misalnya, enggak ada orang yang mau menyebarkan ilmu

menulis skenario dan lain-lain secara cuma-cuma, nah itu yang

ada dalam diri Mas Gong. Ilmunya itu mahal. Kita tahu kalau

Mas Gong diundang orang lain di luar Banten misalnya, dia

dibayar jutaan rupiah atau puluhan juta, tapi di Rumah Dunia dia

menggratiskan ilmu yang dia miliki. Padahal dia itu mendapatkan

ilmu menulis itu kan berpuluh-puluh tahun prosesnya, sementara

dalam kelas menulis, misalkan tiga bulan lamanya, tapi kemudian

226

Wawancara dengan Bahroji di Kota Serang, Kamis, 22 Februari

2018.

 

138

Mas Gong bagikan ilmunya itu kepada para peserta kelas menulis

secara grtis, sementara dia mencari ilmu itu berpuluh-puluh

tahun. Jadi orang yang tanpa pamrih.”227

Muhamad Jaeni memaknai Gol A Gong sebagai sosok

yang peduli terhadap anak muda, anak-anak kampung dan baik.

Gong juga dinilai Jaeni sebagai sosok bapak/saudara/teman yang

mengayomi, tegas dalam berpendapat/sikap, dan memberi

teladan. Sisi lain yang membuat Jaeni kagum terhadap Gong,

adalah cara Gong yang selalu berpikir dua langkah lebih kreatif

dan tak kenal lelah (pekerja keras).

Rahmat memaknai Gol A Gong sebagai sosok yang tidak

pernah kehabisan ide. Setiap satu kegiatan selesai, muncul lagi

ide baru, ide baru belum selesai, sudah muncul lagi kegiatan yang

lain. Lompatan-lompatan ide Gong luar biasa dahsyat. Salah satu

contoh, kata Rahmat, sampai kemudian sekarang ada kegiatan 30

tahun Balada Si Roy. Ide Gol A Gong seperti tak pernah kering.

Rahmat melihat Gol A Gong juga sebagai sosok yang kreatif, jika

mengadakan rapat tidak akan selesai-selesai. “Dzuhur rapat, Asar

rapat lagi dan Isa rapat lagi, karena untuk menjaga idenya terus

berjalan. Saya menduganya ke sana. Siap-siap saja kalau relawan

bergabung dengan Gol A Gong akan rapat terus. Haha.”228

Rahmat mengenal Gol A Gong dari pemberitaan-

pemberitaan khususnya pada kolom Salam Rumah Dunia di

koran Radar Banten, dan juga Gong banyak tampil di atas

227

Wawancara dengan Rizal Fauzi di Kota Serang, Kamis, 25 Januari

2018. 228

Wawancara dengan Rahmat di Kota Serang, Sabtu, 17 Februari

2018.

 

139

panggung dengan penulis-penulis nasional. Tetapi kata Rahmat,

ternyata Gol A Gong orangnya low profile karena Gong orangnya

lebih suka mengajak berbagi ilmu pengetahuan, mengajari kita

untuk menulis dan tidak pernah marah-marah soal tulisan kita.

Gong lebih pada mengayomi dan membimbing, juga memberikan

masukan-masukan. Selain itu, Gol A Gong yang Rahmat tahu,

adalah orang yang religius.

Bagi saya, yang saya suka dari beliau itu adalah kekuatan

agamanya bagus. Artinya kita melihat banyak sekali

seniman, sastrawan, tapi kalau untuk urusan Agama

(urusan solat) agak sedikit abai. Tetapi Gol A Gong

untuk urusan Agama tetap dinomorsatukan. Religiusnya

ada. Misalnya kalau sedang ada kegiatan dan sudah waktu

solat, kadang dia izin dulu meninggalkan acara untuk

solat. Itu sisi lain yang saya suka dari Gol A Gong, selain

karya-karyanya juga.229

Nita Nurhayati memaknai Gol A Gong adalah sosok yang

baik, ramah, supel, dan terbuka. Menurut Nita, Gong membuka

jalan bagi banyak orang untuk menjadi lebih baik. Gong juga

memberikan banyak peluang para pelajar dan mahasiswa untuk

banyak belajar di Rumah Dunia. Kesan pertama Nita terhadap

Gong selain sangat baik, juga terkesan kebapakan, serta

mengayomi para peserta kelas menulis terutama yang masih

muda, sehingga tidak mengenal jarak saat berdiskusi. Motivasi

yang selalu diberikan Gol A Gong, serta banyak jalan yang

dibukakan, menurut Nita ini mempermudah jalan bagi peserta

kelas menulis dalam meniti masa depan.230

229

Wawancara dengan Rahmat di Serang, Sabtu, 17 Februari 2018. 230

Wawancara dengan Nita Nurhayati. Lihat halaman 246.

 

140

Nita mengaku banyak memiliki momen paling berkesan

dengan Gol A Gong, salah satunya ketika ia menjadi Pengurus

Pusat (PP) Forum Taman Bacaan Masyarakat (FTBM) dan Gol A

Gong sebagai Ketua FTBM. Suatu hari, Gol A Gong mengajak

para pengurus makan bersama nasi sumsum tulang iga di

Perempatan Royal, Kota Serang. Sambil makan, Gong

menceritakan pengalaman menulisnya kepada pengurus FTBM.

Maka sosok Gol A Gong menurut Nita adalah orang yang baik,

menyenangkan, supel, kritis, reaktif, dan jujur.

Muhamad Tohir memaknai Gol A Gong sebagai sosok

yang humoris dan suri tauladan yang baik. Tohir juga memiliki

momen paling berkesan dengan Gong. Bagi Tohir, yang paling

berkesan tentang sikap Gong dan keluarga, walaupun Tohir

bukan siapa-siapa, tetapi mereka seperti menganggap Tohir

sebagai bagian dari keluarga. Misalnya ketika momen saat tiba

waktu makan, mereka selalu menawari makan kepada Tohir dan

juga kepada yang lain. Selain itu, kata Tohir, Gong mengajari

dirinya dan relawan Rumah Dunia untuk peduli terhadap orang

lain. Bahwa hidup itu bukan tentang diri kita sendiri, tapi ada

orang lain yang mesti kita bantu. Itu juga tidak hanya sekadar

diungkapkan Gong lewat kata-kata saja, tetapi juga dilakukan

Gong dan keluarganya, bagaimana berbuat baik kepada sesama.

Cara yang dilakukan Gong dalam membantu sesama, seperti yang

dikatakan Tohir berikut ini:

Caranya, selain membantu warga sekitar agar hidupnya

lebih baik, misalnya ada beberapa warga Ciloang yang

dijadikan relawan oleh Gol A Gong, mereka diajari

menulis, kemudian dari keterampilan menulis itu mereka

 

141

bisa hidup lebih baik. Misalnya ada salah satu warga

Ciloang yang menjadi penjual gorengan, selain menjual

gorengan, tetapi mereka bisa memiliki skill menulis dan

profesinya jadi lebih tinggi. Di Rumah Dunia ada tukang

gorengan jadi wartawan atau editor dan segala macamnya.

Mungkin kalau mereka tidak dididik oleh Mas Gong dan

yang lain, mungkin tidak akan seperti itu, hidup mereka

akan datar-datar saja. 231

Hilal Ahmad memaknai Gol A Gong sebagai orang yang

blak-blakkan, legendaris, ambisius, relawan dalam arti Gol A

Gong itu merelakan dirinya untuk Rumah Dunia, agamis/religius.

Dan juga taggung jawab untuk membiayai kehidupan di Rumah

Dunia. Dalam satu pertemuan Majlis Puisi yang diasuh Toto ST

Radik, Hilal sempat mendengarkan Toto bercerita mengenai

sosok Gong. Bahwa menurut Toto, Gong itu orangnya emosionil

dan kalau Toto lebih meredamkan jika ada masalah. Dari sana

Hilal kemudian mulai paham. Hilal mengenal Gol A Gong sekitar

tahun 2003, saat Gong masih muda.

Kalau Mas Gong sedang tidak suka, ia akan menegur kita

di kelas. Itu terus diingat kita, emang sih agak sakit hati,

tapi akhirnya kita akan menghindari kesalahan dalam

menulis itu. Jadi Mas Gong itu orangnya meledak-ledak

gitu kalau bahasa dari Mas Toto. 232

Khodijah memaknai Gol A Gong sebagai tokoh yang

sangat menginspirasi, idealis dan mau memberikan waktu dan

hartanya untuk perkembangan literasi. Meskipun sudah terkenal,

231

Wawancara dengan Muhamad Tohir di Ciputat, Jumat, 2 Februari

2018. 232

Wawancara dengan Hilal Ahmad di Kota Serang, Minggu, 18

Februari 2018.

 

142

tapi tetap rendah hati. Mimpinya membangun Rumah Dunia

sangat luar biasa.

Tabel berikut ini akan menjelaskan pemaknaan masing-

masing informan mengenai Gol A Gong:

Tabel 6: Pemaknaan Peserta KMRD Mengenai Gol A

Gong

No Informan Pemaknaan Peserta KMRD

Mengenai Gol A Gong

1 Endang Rukmana Gol A Gong orang terkenal, tetapi

ramah dan tidak sombong. Biasanya

orang-orang terkenal itu umumnya

sangat sulit didekati, ada rasa menjaga

jarak atau sebagainya, sementara Gol A

Gong baru satu-dua kali bertemu

dengan saya di Alun-alun Kota Serang,

malah Gol A Gong yang menyapa saya

terlebih dulu.233

2 Piter Tamba Gol A Gong itu sebagai pejuang

literasi, pendidik, pekerja keras,

ambisius serta pantang menyerah.234

3 Adkhilni Mudkhola

Sidqi

Gol A Gong sebagai seseorang yang

penuh semangat, keukeuh, fokus

233

Wawancara dengan Endang Rukmana. Lihat halaman 204. 234

Wawancara dengan Piter Tamba. Lihat halaman 211.

 

143

dengan tujuan, dan sering tidak peduli

dengan pendapat orang lain.235

4 RG Kedung Kaban Gol A Gong sangat inspiratif, percaya

dirinya baik dan banyak memberikan

inspirasi. Metode menulis yang saya

dapatkan banyak berasal dari Gong.

Tetapi yang paling penting itu, Gong

menjadi stimulus bagi banyak orang

termasuk bagi saya.236

5 Bahroji Gol A Gong adalah orang yang susah

untuk dibanding-bandingkan. Orang

yang berbeda dari kebanyakan, dalam

arti, Gong punya jiwa sosial yang

tinggi, motivator, dan orangnya

cenderung blak-blakkan.237

6 Rizal Fauzi Gol A Gong orang yang tanpa pamrih.

Seribu satu orang yang seperti Gong,

yang mau memberikan ilmunya secara

cuma-cuma.238

7 Muhamad Jaeni Gol A Gong sosok yang peduli

terhadap anak muda, anak-anak

kampung dan baik. Bagi saya Gong

235

Wawancara dengan Adkhilni Mudkhola Sidqi. Lihat halaman 215. 236

Wawancara dengan RG Kedung Kaban. Lihat halaman 218. 237

Wawancara dengan Bahroji. Lihat halaman 223. 238

Wawancara dengan Rizal Fauzi. Lihat halaman 227.

 

144

sebagai sosok bapak/saudara/teman

yang mengayomi, tegas dalam

berpendapat/sikap, dan memberi

teladan.239

8 Rahmat Gol A Gong sosok yang tidak pernah

kehabisan ide. Setiap satu kegiatan

selesai, muncul lagi ide baru.

Lompatan-lompatan ide Gong luar

biasa dahsyat.240

9 Nita Nurhayati Gol A Gong sosok yang baik, ramah,

supel, dan terbuka. Gong membuka

jalan banyak orang untuk menjadi lebih

baik. Gong juga memberikan banyak

peluang bagi para pelajar dan

mahasiswa untuk banyak belajar di

Rumah Dunia.241

10 Muhamad Tohir Gol A Gong sebagai sosok yang

humoris dan suri tauladan yang baik.242

11 Hilal Ahmad Gol A Gong orang yang blak-blakkan,

legendaris, ambisius, relawan dalam

arti Gol A Gong itu merelakan dirinya

untuk Rumah Dunia, agamis/religius.

Dan juga taggungjawab untuk

239

Wawancara dengan Muhamad Jaeni. Lihat halaman 231. 240

Wawancara dengan Rahmat. Lihat halaman 236. 241

Wawancara dengan Nita Nurhayati. Lihat halaman 246. 242

Wawancara dengan Muhamad Tohir. Lihat halaman 249.

 

145

membiayai kehidupan di Rumah

Dunia.243

12 Khodijah Gol A Gong sebagai tokoh yang sangat

menginspirasi, idealis dan mau

memberikan waktu dan hartanya untuk

perkembangan literasi. Meskipun sudah

terkenal, tapi tetap rendah hati.244

Peneliti dapat menyimpulkan bahwa pemaknaan terhadap

Gol A Gong adalah: Gol A Gong dimaknai sebagai seorang yang

terkenal, pejuang literasi tanpa pamrih, agamis/religius, baik,

pendidik, ramah, tidak sombong, pekerja keras, ambisius, pantang

menyerah, penuh semangat, keukeuh, fokus dengan tujuan, sering

tidak peduli dengan pendapat orang lain, inspiratif, percaya diri,

orang yang susah untuk dibanding-bandingkan, berbeda dari

kebanyakan orang, memiliki jiwa sosial yang tinggi, motivator,

cenderung blak-blakkan, selalu banyak ide kreatif, humoris, suri

tauladan yang baik, legendaris, relawan serta bertanggung jawab.

4. Pemaknaan Peserta KMRD Mengenai Literasi

Endang Rukmana menyebut bahwa literasi di zaman

globalisasi dan informasi sekarang ini, orang-orang pemenang

dan pecundang kadang tergantung dari sebanyak apa informasi

yang mereka kuasai. Melek literasi menurut Endang artinya

melek pengetahuan, kemampuan untuk membaca buku, membaca

informasi. Karena literasi itu harus dimaknai secara luas. Bisa

243

Wawancara dengan Hilal Ahmad. Lihat halaman 253. 244

Wawancara dengan Khadijah. Lihat halaman, 257.

 

146

diawali dari sikap kritis dalam membaca buku, menyaring

informasi dari buku, kemudian akan berlanjut pada kemampuan

membaca situasi, baik politik dan lain sebagainya, karena itu

sangat berpengaruh. Endang mengungkapkan: “Orang yang

melek literasi, dia akan tumbuh menjadi orang yang bisa bersaing

secara ekonomi, karena dia menguasai dan paham soal informasi,

sehingga tidak mudah dibego-begoin, kemudian dengan sadar

politik dia tidak mudah dihasut, tidak mudah dibakar dengan isu-

isu politik, oleh berita-berita hoax, sentimen-sentimen SARA

(suku, agama, ras, dan antargolongan), jadi itu pentingnya literasi

bagi masyarakat.” 245

Piter Tamba menuturkan bahwa literasi itu penting, karena

kita akan mengetahui secara mudah apa yang kita akan tahu. Jadi

kita ingin tahu tentang sesuatu, kita bisa dengan cepat tahu

dengan membaca buku. Misalnya kita ingin tahu tentang Syaikh

Nawawi, kita tidak perlu ketemu orangnya, karena memang

beliau sudah meninggal, tapi kita bisa membaca buku-buku

karangan Syaikh Nawawi sehingga seakan-akan kita dekat

dengan beliau.246

Adkhilni menilai, literasi sangat penting dan harus

diajarkan sedini mungkin kepada anak-anak. Perbedaan mendasar

manusia primitif dengan manusia berbudaya, menurut Adkhilni

terletak pada kemampuan literasinya. Bagaimana ia mendapat

informasi, mengolahnya, menghimpunnya, dan

245

Wawancara dengan Rahmat di Kabupaten Serang, Sabtu, 17

Februari 2018. 246

Wawancara dengan Piter Tamba di Kota Serang, Selasa, 20

Februari 2018.

 

147

menyampaikannya kembali ke orang lain. Jika seseorang tidak

melek literasi, bisa fatal akibatnya.247

RG Kedung Kaban mengatakan bahwa literasi juga sangat

penting, karena kehidupan itu terus berubah. Maka hidup harus

inovatif. Harus ada inovasi-inovasi baru dan kita harus sanggup

menghadapi tantangan zaman, sehingga kita menjadi kreatif dan

inovatif. Untuk menuju itu, perlu ada referensi, perlu ada

informasi. Dan buku merupakan sumber informasi tersebut. “Dan

kalau kemudian orang tidak melek literasi, sedikit informasi yang

dia terima, dan sedikit referensi, maka saya pikir dia menjadi

manusia tidak akan kreatif. Jadi buku atau dunia literasi, setiap

orang harus akrab dengan itu. Karena itu akan merubah manusia

menjadi lebih baik.”248

Pemaknaan literasi menurut Bahroji akan mengubah

seseorang menjadi lebih baik lagi. Menjadi orang yang berbeda

dari orang-orang kebanyakan. Jika otak kita penuh dengan bahan

bacaan, akhirnya kita akan menjadi orang kreatif.249

Rizal Fauzi memaknai literasi tidak hanya sekadar

persolan membaca dan meulis, karena dengan literasi kita jadi

bisa memandang sesuatu dari sudut pandang yang banyak, tidak

terjebak pada hoax. “Dan literasi mengubah hidup saya secara

pribadi dengan tulisan-tulisan itu, saya bisa bekerja dan lain-lain

247

Wawancara dengan Adkhilni melalui surat elektronik, Jumat, 9

Februari 2018. 248

Wawancara dengan RG Kedung Kaban di Kota Serang, Minggu,

11 Februari 2018. 249

Wawancara dengan Bahroji di Kota Serang, Kamis, 22 Februari

2018.

 

148

juga karena dari menulis. Tentu saja literasi sangat penting bagi

saya.”250

Muhamad Jaeni memaknai literasi adalah sebuah ilmu

pengetahuan yang dapat mengubah cara pandang seseorang

terhadap dunia, untuk menjadi pribadi lebih baik, baik dalam

bertutur maupun bertindak. Sebab masih menurut Jaeni, melek

literasi atau melek ilmu pengetahuan adalah sesuatu yang penting

dalam mengarungi kehidupan ini. Hal itulah pesan/dakwah yang

dibawa Nabi Muhammad kepada umatnya, agar kita semua terus

berpikir (tauhid) untuk bisa memilih mana yang harus dikerjakan

dan mana yang tidak harus dikerjakan.251

Rahmat memaknai literasi sebagai upaya agar masyarakat

semakin cerdas. Literasi harus dikenalkan kepada anak, karena

yang paling dekat dengan dunia literasi itu adalah dunia anak-

anak dan dunia pendidikan. Kebanyakan masyarakat kita,

menurut Rahmat, masih menganggap kegiatan membaca buku itu

adalah hal yang membuang-buang waktu, termasuk menulis.

Inginnya masyarakat itu sekali baca langsung dapat uang. Bagi

Rahmat ini mustahil dan tidak akan mungkin. Sebab aktivitas

membaca berbeda dengan aktivitas tukang kuli cangkul, yang

saat pagi mencangkul, sore bisa dapat uang bayaran.252

Nita Nurhayati memaknai literasi merupakan kemampuan

membaca dan menulis, namun saat ini kata literasi berkembang

250

Wawancara dengan Rizal Fauzi di Kota Serang, Kamis, 25 Januari

2018. 251

Wawancara dengan Muhamad Jaeni di Kota Serang, Sabtu, 27

Januari 2018. 252

Wawancara dengan Rahmat di Kabupaten Serang, Sabtu, 17

Februari 2018.

 

149

menjadi kemampuan di berbagai bidang sehingga ada istilah

literasi media, literasi sains, dan sebagainya. Meski demikian,

semangat literasi atau ber-literasi bagi saya sangat penting untuk

ditingkatkan, sebab membaca dan menulis, yang diawali dengan

membaca merupakan tonggak sebuah kemajuan di berbagai

bidang.253

Muhamad Tohir memaknai literasi sebagai sesuatu

yang penting. Karena untuk membah pengetehauan dan

ketrampilan seseorang menjadi lebih baik.254

Hilal Ahmad

memaknai literasi juga sebagai sesuatu yang penting, karena

tanpa literasi kita akan kemabali lagi ke masa pra sejarah.255

Hal yang sama juga dikatakan Khodijah. Khodijah

mengatakan, kita semua memang harus melek literasi. Karena

literasi itu bukan hanya sekadar persoalaan membaca atau

menulis saja, tapi melek teknologi juga bagian dari literasi.

“Sementara membaca menurut saya adalah investasi awal untuk

masa depan yang lebih baik. Dengan membaca kita mendapatkan

wawasan, menjadi lebih cerdas untuk semua aktifitas yang kita

kerjakan. Jadi melek literasi sangat penting, dan itu harus

ditularkan ke anak-anak mulai dari balita.”256

Tabel berikut ini akan menjelaskan pemaknaan masing-

masing informan mengenai literasi:

253

Wawancara dengan Nita Nurhayati melalui surat elektronik,

Minggu, 4 Maret 2018. 254

Wawancara dengan Muhamad Tohir di Ciputat, Jumat, 2 Februari

2018. 255

Wawancara dengan Hilal Ahmad di Kota Serang, Minggu, 18

Februari 2018. 256

Wawancara dengan Khodijah melalui suat elektronik, Senin, 12

Februari 2018.

 

150

Tabel 7: Pemaknaan Peserta KMRD Mengenai Literasi

No Informan Pemaknaan Peserta KMRD

Mengenai Literasi

1 Endang Rukmana Melek literasi, artinya melek

pengetahuan, kemampuan untuk

membaca buku, membaca informasi.

Karena literasi itu harus dimaknai

secara luas, karena itu sangat

berpengaruh.257

2 Piter Tamba Literasi itu penting, karena kita akan

mengetahui secara mudah apa yang kita

akan tahu. Jadi kita ingin tahu tentang

sesuatu, kita bisa dengan cepat tahu

dengan membaca buku.258

3 Adkhilni Mudkhola

Sidqi

Literasi sangat penting dan harus

diajarkan sedini mungkin kepada anak-

anak. Perbedaan mendasar manusia

primitif dengan manusia berbudaya,

menurut saya terletak pada kemampuan

literasinya.259

4 RG Kedung Kaban Literasi juga sangat penting, karena

kehidupan itu terus berubah. Maka

hidup harus inovatif. Harus ada inovasi-

257

Wawancara dengan Endang Rukmana. Lihat di halaman 204. 258

Wawancara dengan Piter Tamba. Lihat di halaman 211. 259

Wawancara dengan Adkhilni Mudkhola Sidqi. Lihat di halaman

215.

 

151

inovasi baru dan kita harus sanggup

menghadapi tantangan zaman, sehingga

kita menjadi kreatif dan inovatif.260

5 Bahroji Literasi akan mengubah seseorang

menjadi lebih baik lagi. Menjadi orang

yang berbeda dari orang-orang

kebanyakan. Jika otak kita penuh

dengan bahan bacaan, akhirnya kita

akan menjadi orang kreatif.261

6 Rizal Fauzi Literasi tidak hanya sekadar persolan

membaca dan meulis, karena dengan

literasi kita jadi bisa memandang

sesuatu dari sudut pandang yang

banyak, tidak terjebak pada hoax.262

7 Muhamad Jaeni Literasi adalah sebuah ilmu

pengetahuan yang dapat mengubah cara

pandang seseorang terhadap dunia,

untuk menjadi pribadi lebih baik, baik

dalam bertutur maupun bertindak.263

8 Rahmat Literasi sebagai upaya agar masyarakat

semakin cerdas. Dan literasi harus

dikenalkan kepada anak, karena yang

paling dekat dengan dunia literasi itu

260

Wawancara dengan RG Kedung Kaban. Lihat di halaman 218. 261

Wawancara dengan Bahroji. Lihat di halaman 223. 262

Wawancara dengan Rizal Fauzi. Lihat di halaman 227. 263

Wawancara dengan Muhamad Jaeni. Lihat di halaman 231.

 

152

adalah dunia anak-anak dan dunia

pendidikan.264

9 Nita Nurhayati Literasi merupakan kemampuan

membaca dan menulis, namun saat ini

kata literasi berkembang menjadi

kemampuan di berbagai bidang

sehingga ada istilah literasi media,

literasi sains, dan sebagainya.265

10 Muhamad Tohir Literasi sebagai sesuatu yang penting,

karena untuk menambah pengetehauan

dan keterampilan seseorang menjadi

lebih baik.266

11 Hilal Ahmad Literasi itu penting, karena tanpa

literasi kita akan kemabali lagi ke masa

pra sejarah.267

12 Khodijah Kita semua memang harus melek

literasi. Karena literasi itu bukan hanya

sekadar membaca saja, menulis, melek

teknologi itu juga bagian dari literasi.268

Dari pemaknaan peserta KMRD mengenai literasi,

peneliti dapat menyimpulkan bahwa: literasi itu sangat penting

bagi kehidupan manusia. Terlebih di zaman sekarang ini, yang

264

Wawancara dengan Rahmat. Lihat di halaman 236. 265

Wawancara dengan Nita Nurhayati. Lihat di halaman 246. 266

Wawancara dengan Muhamad Tohir. Lihat di halaman 249. 267

Wawancara dengan Hilal Ahmad. Lihat di halaman 253. 268

Wawancara dengan Khodijah. Lihat di halaman 257.

 

153

segala informasi tersaji begitu cepat dan deras. Seseorang yang

melek literasi berarti melek pengetahuan, kemampuan untuk

membaca buku, membaca informasi dan lain-lain. Karena dengan

melek literasi, kita akan tahu informasi-informasi yang sedang

berkembang. Literasi bisa mengubah seseorang menjadi lebih

baik. Sebab itu literasi harus diajarkan sedini mungkin kepada

anak-anak. Salah satu informan mengatakan, perbedaan mendasar

manusia primitif dengan manusia berbudaya, terletak pada

kemampuan literasinya. Dalam arti, bagaimana seseorang

mendapat informasi, mengolahnya, menghimpunnya, dan

menyampaikannya kembali ke orang lain.

 

154

BAB V

PEMBAHASAN

A. Pembahasan dan Analisis Gerakan Rumah Dunia

Dengan Pendekatan Komunikasi Antarbudaya pada

Peserta Kelas Menulis

Berikut ini merupakan temuan penelitian tentang gerakan

Rumah Dunia dengan pendekatan Komunikasi Antarbudaya pada

peserta kelas menulis: Komunikasi Antarbudaya yang dilakukan

Gol A Gong selaku tutor kelas menulis kepada para peserta

KMRD yang berbeda budaya, dilakukan Gong dengan cara

menggunakan Bahasa Indonesia. Gong selalu berusaha

menciptakan suasana kebersamaan, meski para peserta dari

berbagai daerah, Gong menyatukan mereka dalam bingkai

komunikasi Bahasa Indonesia, di tengah para peserta kelas

menulis yang beragam latar belakang dan budaya. Adapun

penyampaian komunikasi menggunakan Bahasa Jawa Serang atau

Bahasa Sunda, itu hanya digunakan Gong sesekali saja pada

ranah candaan. Jikapun ada muatan budaya, itu lebih diarahkan

pada konten dalam menulis cerita pendek. Maka di dalam tulisan-

tulisan cerita pendek para peserta kelas menulis muncul warna

lokalitas, seperti dari Bekasi, Bandung, Palembang, Lebak dan

lainnya. Dalam cerita pendek itu selalu ada muatan unsur-unsur

kelokalan atau lokalitas di dalamnya.

Tidak ada miskomunikasi selama kelas menulis

berlangsung, karena Gong selalu menggunakan komunikasi

dengan Bahasa Indonesia. Ditambah antara Gong dan peserta

 

155

kelas menulis sama-sama saling mengerti akan kultur budayanya

masing-masing. Gong selaku tutor kelas menulis juga sadar betul

bahwa para peserta kelas menulis bukan berasal dari Kota Serang

saja, sehingga Gong mencoba memahami budaya dari masing-

masing peserta tersebut dengan pengenalan karakter budayanya,

dan dengan menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa

pemersatu selama kelas berlangsung.

Hal ini diperkuat dengan pernyataan para peserta KMRD

yang mayoritas mengatakan bahwa komunikasi yang dilakukan

Gol A Gong kepada peserta kelas menulis, merupakan

komunikasi yang menggunakan Bahasa Indonesia, sehingga

semua peserta dari berbagai daerah bisa memahami komunikasi

yang disampaikan Gong.

Termasuk juga dengan komunikasi nonverbal Gong,

nyaris tidak ada. Semua peserta memahaminya. Peserta kelas

menulis menilai Gol A Gong baik dalam melakukan komunikasi

dengan peserta KMRD perempuan, sehingga Gong bisa

mengikuti cara berfikir mereka atau mengikuti bahasanya peserta

KMRD perempuan. Karena tidak ada perbedaan yang berarti

untuk peserta KMRD perempuan atau laki-laki.

Pada akhirnya, program Kelas Menulis Rumah Dunia

yang di dalamnya diikuti para peserta dari berbagai daerah, baik

peserta laki-laki dan perempuan, memungkinkan terjadinya

Komunikasi Antarbudaya di sana. Hal ini sesuai dengan teori

Komunikasi Antarbudaya yang dikembangkan Stella Ting-

Toomey, yang menyebutkan bahwa komunikasi antarbudaya

merujuk pada proses komunikasi antara anggota kelompok

 

156

budaya yang berbeda. Dimana derajat perbedaan yang ada

diantara individu yang berkomunikasi terutama berasal dari

faktor keanggotaan pada suatu kelompok budaya seperti

kepercayaan, nilai-nilai, norma-norma dan urut-urutan interaksi.

Dengan demikian komunikasi antarbudaya memiliki karakteristik

yang antara lain menyangkut pertukaran simbol, proses, pada

komunitas budaya yang berbeda, negosiasi pertukaran makna dan

situasi interaktif. Oleh karena itu, komunikasi antarbudaya

melibatkan aneka tahap perbedaan anggota kelompok budaya.269

Joseph juga telah merumuskan bahwa Komunikasi

Antarbudaya tidak hanya terbatas pada ruang lingkup komunikasi

yang terjadi pada orang dengan lain agama, negara atau ras, tetapi

juga antara jenis kelamin yang berbeda, misalnya antara pria dan

wanita. Istilah komunikasi antarbudaya secara luas untuk

mencakup semua bentuk komunikasi di antara orang-orang yang

berasal dari kelompok yang berbeda, selain juga secara lebih

sempit yang mencakup bidang komunikasi antar kultur yang

berbeda.270

Sehingga dari program kelas menulis Rumah Dunia ini,

perlahan terus berkembang menjadi wadah bagi lahirnya generasi

penulis baru dari komunitas yang konsen dalam dunia sastra,

seni, rupa dan suara yang bernama Rumah Dunia.

269

Toomey, Communicating Across Cultures, (New York London:

The Guilford Pres, 1999), 17. 270

DeVito, Komunikasi Antarmanusia, 536.

 

157

1. Gerakan Rumah Dunia sebagai Wadah Pencetak

Penulis

Gol A Gong mengatakan, Rumah Dunia pertama harus

dilihat apakah dia fungsional atau tidak? Ketika dia berfungsi

dengan baik, berarti sudah jelas sebagai wadah pencetak para

penulis. Pertama, kekuatan komunitas Rumah Dunia ketika Gong

membuatnya, ia terlebih dahulu memikirkan base camp. Ia

mengaku tidak khawatir dengan Sumber Daya Manusia (SDM),

jika sudah ada base camp, orang-orang akan datang dengan

sendirinya. Maka Gong menyediakan base camp-nya. Ketika ada

base camp, ia menyediakan diri sebagai SDM pertama, yang

tidak dibayar, bahkan Gong memberi modal. Gong juga

memberitahu ke orang-orang kalau kamu ingin belajar menulis,

datang ke sini nyaman. Mau makan ada, mau tidur silahkan,

bebas. Nyaman di sini. Yang penting kamu belajar yang benar.

Kemudian SDM dari Gol A Gong sendiri, Toto, Rys dan yang

lain berdatangan. Lalu ada Firman Venayaksa datang sekitar

tahun 2003. Jadi banyak orang yang ingin menyedekahkan

ilmunya kepada Rumah Dunia. Setelah base camp, berikutnya

adalah program. Gong sebagai pendiri Rumah Dunia atau yang

dituakan di sana mengaku terbuka dengan program. Program itu

didiskusikan. Tapi di awal-awal berdirinya Rumah Dunia, Gong

memberi tahu kebijakan plotnya, jadi program itu terbuka, tidak

boleh saling membunuh program/ membunuh ide orang lain.

Jadi kalau ada ide program yang jelek, idenya kita

perbaiki. Jadi base camp, SDM, program dan dana. Dana

itu bisa dikatakan awalnya saya yang menanggung semua,

 

158

yang kemudian setelah mereka yakin dan percaya, yang

lain menyumbang tenaga, pikiran. Kemudian mulailah

mereka percaya bahwa Rumah Dunia ini, orang per

orangnya saya dan Toto dan lain-lainnya tidak punya

maksud apa-apa, tidak pernah mengambil keuntungan

secara materi, barangkali soal pencitraan saya rasa tidak

juga. Kita masing-masing sudah punya jejak rekam

sendiri. Jadi ini murni ibadah.271

Masih dikatakan Gol A Gong, yang terakhir adalah

networking atau jejaring. Itulah Rumah Dunia, semuanya by

design. Gong menyebut, sepanjang ada orang-orang yang

mencintai Rumah Dunia, plat form-nya bisa dijalankan, siapa pun

presidennya. Dan ditambahkan Gol A Gong, tugas akhir kelas

menulis adalah membuat buku yang sudah dilakukan Rumah

Dunia sejak dulu. Menurut Gong, para peserta kelas menulis

sejak awal sudah difasilitasi. Ada yang membuat majalah dari

fotocopyan, ada yang membuat buku antologi, bahkan orang per

orang menulis buku. Salah satu contohnya adalah Ibnu Adam

Aviciena, relawan pertama Rumah Dunia yang menulis novel

berjudul Mana Bidadari Untukku, dan ada lagi antologi cerpen

lainnya.

Jadi memang itu tanggung jawab saya sebagai mentor. Itu

sebabnya hingga hari ini ada kegiatan World Book Day

(Hari buku se-Dunia) yang rutin digelar Rumah Dunia,

pokoknya kita fasilitasi sampai benar-benar bisa jadi

penulis.272

271

Wawancara dengan Gol A Gong di Kota Serang, Sabtu, 3 Maret

2018. 272

Wawancara dengan Gol A Gong di Kota Serang, Sabtu, 3 Maret

2018.

 

159

B. Pembahasan dan Analisis Para Peserta Program Literasi

Bahasa Rumah Dunia dalam Memaknai Profesi Menulis

Berikut ini merupakan temuan penelitian pemaknaan peserta

KMRD mengenai program kelas menulis, Gol A Gong dan

literasi:

Pemaknaan peserta KMRD mengenai program kelas menulis

dimaknai sebagai program yang positif dan banyak dicari para

peserta yang ingin memperdalam ilmu tentang menulis. KMRD

juga sebagai program yang bagus, memberikan dampak positif

serta manfaat yang besar terhadap peserta, yang mendorong para

pesertanya lebih banyak mendapatkan pelatihan praktik menulis,

daripada hanya sebatas pemaparan teori-teori dari sang tutor kelas

menulis. Karena praktik, dinilai peserta lebih efektif dari sekadar

teori. Dan pada akhirnya para peserta bisa tahu kekurangan dan

kelebihan masing-masing lewat bimbingan dari sang tutor.

Karena metode pembelajaran dalam kelas menulis Rumah Dunia

dengan pemberian materi, setiap pertemuan diadakan tugas

individu atau kelompok, yang kemudian nanti dibahas satu

persatu oleh tutor kelas menulis, yakni Gol A Gong.273

Selain itu, metode dalam pembelajaran kelas menulis,

Rumah Dunia sering mengundang penulis-penulis dari luar

Banten atau dari media lokal dan nasional untuk berbagi ilmu

kepada peserta kelas menulis mengenai cerpen, jurnalistik, novel,

layout buku dan sebagainya. Lebih sering Gol A Gong juga

mengundang teman-temannya yang sesama penulis untuk

memberikan motivasi kepada peserta kelas menulis. Sedangkan

273

Diolah dari hasil wawancara dengan informan. Lihat halaman 181.

 

160

Toto ST Radik fokus mengajari puisi di kelas menulis Rumah

Dunia.

Pemaknaan selanjutnya bahwa Rumah Dunia dan program

kelas menulis dimaknai sebagai kawah candradimuka yang bisa

mengubah pengetahuan dan wawasan seseorang menjadi lebih

maju dan berbudaya, bisa mengubah pengetahuan, maindset, skill

dan lain-lain. Kemampuan menulis kemudian berimbas pada

kemampuan seseorang mencari penghasilan lewat menulis.

Karena industri kreatif selalu membutuhkan orang-orang yang

bisa menulis.274

Program kelas menulis dimaknai sebagai program yang

bermanfaat, gratis dan menjadi atmosfir bagi penulis pemula

maupun penulis yang sudah jadi, dan membuat mereka makin

tergerak mengembangkan karya-karyanya.

Program KMRD juga dimaknai sebagai tempat untuk

menggali potensi menulis di kalangan pelajar dan mahasiswa,

serta dapat menjadi wadah bagi para calon penulis untuk

mengasah potensinya. Karena di kelas menulis Rumah Dunia,

semua peserta bisa belajar bersama, baik peserta yang sudah

mahir menulis maupun bagi penulis pemula. Semua mendapat

kesempatan dan hak yang sama, yakni mendapatkan materi-

materi menulis dari para tutor.275

Pemaknaan yang lain, bahwa KMRD adalah kegiatan yang

patut terus dipertahankan, karena banyak manfaat yang

didapatkan para peserta dan juga melihat lulusan kelas menulis

274

Diolah dari hasil wawancara dengan informan. Lihat halaman 181. 275

Diolah dari hasil wawancara dengan informan. Lihat halaman 181.

 

161

Rumah Dunia rata-rata berhasil menjadi penulis dan karya-

karyanya banyak tersebar di media lokal dan nasional.

Kelas Menulis Rumah Dunia juga dimaknai sebagai program

yang memberi manfaat baik bagi pelajar dan mahasiswa di

Banten. Karena dalam kelas menulis, para peserta dibimbing

untuk bagaimana bisa menulis novel, cerpen, berita, artikel, dan

puisi dengan baik, sehingga tulisan-tulisan peserta kelas menulis

dapat diterima oleh media massa atau bahkan bisa diterbitkan

menjadi sebuah buku, seperti kumpulan cerpen kelas menulis

Rumah Dunia berjudul Kacamata Sidik (Senayan Abadi, 2004),

Dongeng Sebelum Tidur (Gramedia, 2005), Padi Memerah

(MU:3, 2005), Harga Sebuah Hati (Jakarta, 2006), Cinta Lelaki

dan Peluru (Solo, 2007), Relawan Dunia (KPG, 2012), Sakit ½

Jiwa (Gagas Media, 2006), Lelaki Kiriman Tuhan (Lumbung

Banten, 2013) dan lain-lain.276

Selain itu, adanya KMRD juga dimaknai sebagai wadah

pelatihan yang memudahkan para pemuda Banten dalam mencari

alternatif ilmu pengetahuan atau kursus menulis dan gratis. Pada

masa itu, pelatihan yang sama di luar Banten akan memakan

biaya mahal dan tidak gratis. Sementara adanya KMRD ini

menjadi kesempatan yang baik untuk memanfaatkan ilmu

pengetahuan dengan gratis dan mudah.

Meski program Kelas Menulis Rumah Dunia dimaknai

positif, namun sejumlah informan memberikan masukan terkait

dengan metode KMRD yang harus dievaluasi dan diperbarui.

Seperti, Rumah Dunia sudah harus membuka kelas-kelas jauh,

276

Diolah dari hasil wawancara dengan informan. Lihat halaman 181.

 

162

serta menjaring para peserta kelas menulis dari berbagai daerah

dan dari berbagai kalangan, seperti pekerja, PNS, dan profesional

lainnya, sehingga peserta kelas menulis tidak hanya didominasi

dari kalangan mahasiswa dan pelajar saja. Ada juga yang

menyarankan agar kelas film yang dahulu pernah diadakan di

Rumah Dunia, harus kembali dihidupkan dan dikembangkan lagi.

Sedangkan pemaknaan peserta KMRD mengenai Gol A

Gong dimaknai sebagai sosok teladan yang baik, bertanggung

jawab, relawan, banyak ide, kreatif, agamis/religius, orang yang

menginspirasi, serta percaya dirinya baik. Gong juga dimaknai

sebagai orang yang berbeda dari kebanyakan, karena Gong

memiliki jiwa sosial tinggi serta orang yang cenderung blak-

blakkan. Gong juga dimaknai sebagai sosok yang legendaris,

ambisius, relawan literasi dan Gol A Gong merelakan dirinya

untuk Rumah Dunia. Pemaknaan yang lain terhadap Gol A Gong

sebagai sosok yang agamis atau religius, serta bertaggung jawab

untuk membiayai kehidupan di Rumah Dunia. Gong juga tercatat

atau dimaknai sebagai tokoh yang sangat menginspirasi, idealis

dan mau memberikan waktu dan hartanya untuk perkembangan

literasi. Meskipun Gol A Gong sudah terkenal, tapi tetap rendah

hati.277

Sejak tahun 1990-an, nama Gol A Gong mulai berkibar di

dunia tulis-menulis lewat novel petualanggannya yang fenomenal

dengan judul Balada Si Roy. Sebelum menjadi buku, cerita

Balada Si Roy pernah dimuat secara bersambung di Majalah HAI.

277

Diolah dari hasil wawancara dengan informan. Lihat halaman 204-

261.

 

163

Hingga kini nama Gong masih dikenal di kalangan sastrawan

Indonesia. Hingga hari ini pun, Gong masih aktif menulis dan

karya-karyanya sudah mencapai ratusan buku. Gong juga

mendedikasikan dirinya menjadi relawan atau pejuang literasi

dengan mendirikan saggar belajar Rumah Dunia. Kegiatan-

kegiatan di Rumah Dunia terus berjalan hingga hari ini, seperti

diskusi buku, temu pengarng, perayaan World Book Day atau hari

buku se-dunia, program kelas menulis dan kegiatan lainnya.

Atas komitmen dan dedikasinya pada dunia literasi dan

pendidikan, Gong mendapatkan beberapa penghargaan antara

lain; Islamic Book Fair Award (2005), Nugraha Jasadarma

Pustaloka (Perpusnas, 2007), XL Indonesia Berprestasi Award

(2008), Literacy Award (Komunitas Literasi Indonesia, 2009),

National Literacy Prize (Kemendiknas, 2010), Elshinta Award

(2010), Tokoh Penggerak Literacy (IKAPI, 2011), Anugerah

Peduli Pendidikan (Kemendiknas, 2012), Tokoh Sastra Indonesia

(Balai Pustaka-Horison, 2013), dan Anugerah Kebudayaan

Indonesia (Kemendikbud, 2015).278

Pemaknaan terhadap Gol A Gong yang dimaknai sebagai

orang yang selalu punya ide, punya kegiatan, terlihat jelas dari

padatnya kegiatan di Rumah Dunia, mulai dari kegiatan reguler

dan kegiatan unggulan atau insidental yang berskala lokal

maupun nasional, seperti yang sudah peneliti uraikan pada bab

III. Informan banyak yang memaknai Gong sebagai orang yang

memiliki energi besar, hingga bisa menggerakkan Rumah Dunia

dan dalam waktu yang bersamaan masih terus produktif

278

Diolah dari hasil wawancara dengan informan. Lihat halaman 181.

 

164

melahirkan karya. Maka, Gong bisa menulis satu karya dalam

satu waktu sambil menyelenggarakan kegiatan berskala nasional

di Rumah Dunia. Dan tidak hanya itu, Gong juga dimaknai

selaian sebagai inisiator, juga sebagai influenser atau orang yang

mampu mempengaruhi orang lain dalam hal positif.279

Gong juga dimaknai sebagai sosok yang low profile, karena

Gong dinilai lebih suka mengajak berbagi ilmu pengetahuan,

mengajari peserta kelas menulis untuk menulis dan tidak pernah

marah-marah mengenai tulisan peserta KMRD yang masih acak-

acakan. Sosok Gong dimaknai lebih pada mengayomi dan

membimbing, juga memberikan masukan-masukan terhadap

tulisan para peserta KMRD dengan cara membacanya dan

memberikan catatan-catatan di lembar karya pesera KMRD.

Selain itu, Gol A Gong juga dimaknai sebagai sosok yang

religius, kekuatan agamanya bagus, di tengah-tengah banyak

seniman atau sastrawan lain, jika untuk urusan urusan Agama,

dalam hal ini solat, yang lain agak sedikit abai. Tetapi Gol A

Gong untuk urusan Agama tetap dinomorsatukan. Dalam banyak

kasus misalnya, ketika sedang berlangsung kegiatan dan sudah

tiba waktu solat, Gong sering terlihat izin meninggalkan ruang

acara untuk solat. Dan akhir-akhir ini, Gong terlihat sering

menggunakan busana sarung dalam setiap acara sastra.280

Pemaknaan selanjutnya mengenai Gol A Gong dimaknai

sebagai sosok kebapakan dan mengayomi para peserta kelas

279

Diolah dari hasil wawancara dengan informan. Lihat halaman 204-

261. 280

Wawancara dengan Rahmat. Lihat di halaman 236.

 

165

menulis terutama yang masih muda. Sehingga siapaun jika

berdiskusi dengan Gong, tidak akan mengenal jarak. Karena

Gong sering memberikan motivasi kepada peserta KMRD serta

mempermudah jalan bagi peserta kelas menulis dalam meniti

masa depannya, yakni menjadi seorang penulis.281

Pemaknaan terhadap Gol A Gong dimaknai sebagai sosok

yang peduli terhadap sesama, karena Gong selalu mengajarkan

untuk bisa berbagi kepada orang lain. Salah satu ajarannya,

bahwa hidup itu bukan tentang diri kita sendiri, tapi ada orang

lain yang mesti kita bantu. Kata-kata itu tidak hanya diungkapkan

Gong sebagai nasihat kepada orang lain, tapi Gong dan

keluarganya mempraktikkan kata-kata itu dengan membantu

warga sekitar agar hidupnya lebih baik, cara yang dilakukan

Gong beragam, mulai dari memberikan bantuan lewat beasiswa

pendidikan, atau dengan cara mengajak berapa warga Ciloang

yang dijadikan relawan oleh Gol A Gong, kemudian mereka

diajari menulis, dan dari keterampilan menulis itu, mereka bisa

hidup lebih baik. Salah satu contohnya, ada warga Ciloang yang

menjadi penjual gorengan, selain menjual gorengan, tetapi

mereka bisa memiliki skill menulis dan profesinya jadi lebih

tinggi. Di Rumah Dunia ada tukang gorengan jadi wartawan,

anak pemulung yang jadi editor di surat kabar nasional, anak

penjual kerupuk mie mendapat beasiswa dari royalti novel yang

ditulis Gong dan Tias Tatanka berdasarkan kisah nyata dan

inspiratif dari anak penjual kerupuk mie tersebut. Novel itu

281

Wawancara dengan Nita Nurhayati. Lihat di halaman 246.

 

166

diterbitkan Senayan Abadi Publishing dengan judul Mimpi

Sauni.282

Sementara pemaknaan pserta kelas menulis terhadap literasi

dimaknai sangat penting dan perlu. Sebab kemampuan literasi

sangat dibutuhkan oleh semua orang. Yunus Abidin283

menyebutkan bahwa literasi bukan hanya sekadar tentang

kemampuan membaca dan menulis, tapi sudah berkembang

menjadi kemampuan membaca, menulis, berbicara, dan

menyimak. Literasi didefinisikan sebagai kemampuan untuk

menggunakan bahasa dan gambar dalam bentuk yang kaya dan

beragam untuk membaca, menulis, mendengarkan, berbicara,

melihat, menyimak, dan berpikir kritis tentang ide-ide.284

Melihat pentingnya kesadaran berliterasi, para peserta kelas

menulis Rumah Dunia memaknai literasi sebagai bagian

terpenting dalam hidup. Sebab literasi merupakan ilmu

pengetahuan yang dapat mengubah cara pandang seseorang

terhadap dunia, untuk menjadi pribadi lebih baik, baik dalam

bertutur maupun bertindak. Literasi bila ditekuni dengan serius,

akan membawa manfaat yang besar terhadap seseorang, terlebih

terhadap kemampuan menulis yang bisa dijadikan menjadi

sumber mencari uang. Pada akhirnya benar memang apa yang

dikatakan salah satu informan, bahwa literasi sangat penting dan

282

Diolah dari hasil wawancara dengan informan. Lihat halaman 204-

261. 283

Abidin, dkk, Pembelajaran Literasi: Strategi Meningkatkan

Kemampuan Literasi Matematika, Sains, Membaca dan Menulis, (Jakarta:

Bumi Aksara, 2017), 1. 284

Abidin, dkk, Pembelajaran Literasi: Strategi Meningkatkan

Kemampuan Literasi Matematika, Sains, Membaca dan Menulis.

 

167

harus diajarkan sedini mungkin kepada anak-anak. Karena

perbedaan mendasar manusia primitif dengan manusia

berbudaya, menurut informan terletak pada kemampuan

literasinya.285

Karena jika kita melek literasi, kita akan tumbuh menjadi

orang yang bisa bersaing secara ekonomi, karena kita menguasai

dan paham soal informasi, sehingga tidak mudah ditipu oleh

orang lain, kemudian dengan sadar politik kita tidak mudah

dihasut, tidak mudah dibakar dengan isu-isu politik, oleh berita-

berita hoax, sentimen-sentimen SARA (suku, agama, ras, dan

antargolongan), jadi betapa pentingnya literasi itu bagi kita

semua.286

Dengan melek literasi, ketika kita ingin mengetahui tentang

sejarah seseorang pejuang misalnya, kita tidak perlu bertemu

dengan orangnya, tapi bisa kita baca lewat buku-buku yang

menuliskan tentang pejuang itu, atau lewat pemikiran-

pemikirannya dalam buku, sehingga seakan-akan kita dekat

dengan beliau.287

Karena kehidupan terus berubah dari waktu ke waktu, maka

hidup harus diisi dengan hal-hal yang inovatif. Harus ada inovasi-

inovasi baru dan harus sanggup menghadapi tantangan zaman,

sehingga kita menjadi kreatif dan inovatif. Seseorang bisa

mencapai tingkat kreatif itu, perlu ditopang dengan referensi,

285

Diolah dari hasil wawancara dengan informan. Lihat halaman 204-

261. 286

Diolah dari hasil wawancara dengan informan. Lihat halaman 204-

261. 287

Hasil wawancara dengan Piter Tamba. Lihat halaman 211.

 

168

perlu memiliki data informasi dalam kepalanya. Dan buku

merupakan sumber informasi tersebut. Karena jika seseorang

tidak melek literasi, maka sedikit informasi yang dia terima, dan

sedikit referensi yang dimiliki. Buku menjadi jembatan menuju

dunia literasi dan pada akhirnya bisa merubah seseorang menjadi

lebih baik. Hal tersebut sudah dicontohkan oleh bapak pendiri

bangsa kita, Soekarno-Hatta, mereka berdua besar kaerena literasi

dan buku. Untuk itu literasi penting dikenalkan sejak dini kepada

anak-anak. Karena literasi menjadikan sebuah bangsa bisa

semakin berkembang dan menuju peradaban yang lebih baik.288

Literasi juga dimaknai sebagai pondasi paling penting dalam

peningkatan intelektual seseorang. Literasi dimaknai bisa

mengubah seseorang menjadi lebih baik lagi, menjadi orang yang

berbeda dari orang-orang kebanyakan, karena ketika otak kita

penuh dengan informasi dan bahan bacaan, dengan sendirinya

kita akan menjadi orang kreatif dan berwawasan luas.289

Sebagai penanda peradaban, perkembangan literasi tak dapat

mengabaikan peran perpustakaan sebagai sumber pengetahuan.

Abad ke-18, misalnya, dikenal sebagai Zaman Pencerahan karena

era ini ditandai oleh perkembangan perpustakaan dan literasi,

yang saat itu identik dengan tradisi masyarakat untuk

mempelajari pengetahuan melalui kegiatan membaca dan menulis

(McGarry, 1991). Literasi menjadi tonggak kebangkitan

peradaban, baik di dunia Barat maupun di dunia Islam. Perintah

iqra‟ (baca!) dalam surat Al-Alaq menjadi penanda pentingnya

288

Diolah dari hasil wawancara dengan informan. Lihat halaman 204. 289

Diolah dari hasil wawancara dengan informan. Lihat halaman 204.

 

169

pengetahuan yang identik dengan tumbuhnya peradaban Islam

melalui turunnya wahyu kepada Nabi Muhammad. Peradaban

Islam pun dikenang dengan kejayaan Abad Pertengahan, yaitu

abad ke-7 hingga 13 (Kazmi, 2005).290

Dari pemaknaan peserta KMRD, baik mengenai program

kelas menulis, Gol A Gong dan literasi sesuai dengan teori

pemaknaan yang dikembangkan oleh Charles Osgood pada 1960-

an. Dimana fokus penelitian Osgood mengenai bagaimana sebuah

makna dipelajari, juga tentang hubungan antara makna dengan

pikiran dan perilaku. Masing-masing informan memiliki

pemaknaan yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Hal

ini dimungkinkan terjadi, karena sesuai dengan teori yang

dirumuskan Osgood, bahwa fokus penelitiannya mengenai

bagaimana sebuah makna dipelajari, juga tentang hubungan

antara makna dengan pikiran dan perilaku. Asumsi teori

pemaknaan dari Osgood adalah bahwa tiap individu akan

merespon setiap stimuli (rangsangan) yang ada di lingkungannya.

Hubungan keduanya, stimulus dan respons, diyakini sebagai

elemen pembentuk makna. Teori Osgood membantu bagaimana

sebuah pesan dipahami.291

290

Dewayani, dkk, Suara dari Marjin: Literasi sebagai Praktik Sosial

(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2017), 2-3. 291

Littlejohn, Theories of Human Communication, 189.

 

170

BAB VI

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Setelah melakukan wawancara mendalam, observasi, telaah

dokumen serta analisis data, peneliti dapat menyimpulkan

gerakan Komunitas Rumah Dunia dengan pendekatan

komunikasi antarbudaya pada peserta kelas menulis merupakan

gerakan literasi sosial yang di dalam pembelajaran kelas menulis

terjadi komunikasi antarbudaya di sana.

Karena Komunikasi Antarbudaya tidak hanya terbatas pada

ruang lingkup komunikasi yang terjadi pada orang dengan lain

agama, negara atau ras, tetapi juga antara jenis kelamin yang

berbeda, misalnya antara pria dan wanita. Istilah komunikasi

antarbudaya secara luas untuk mencakup semua bentuk

komunikasi di antara orang-orang yang berasal dari kelompok

yang berbeda, selain juga secara lebih sempit yang mencakup

bidang komunikasi antar kultur yang berbeda.292

Rumah Dunia komunitas yang konsisten dalam

pengembangan sastra dalam pendidikan literasi bagi masyarakat

luas, terutama pada peserta kelas menulis. Tahapan demi tahapan

telah peneliti lakukan dan kemudian peneliti rangkum sesuai

dengan pertanyaan penelitian yang peneliti ajukan pada bab

pertama, sebagai berikut:

292

DeVito, Komunikasi Antarmanusia, (Karisma Publishing Group,

2011).

 

171

1. Gerakan Rumah Dunia dengan pendekatan Komunikasi

Antarbudaya pada peserta kelas menulis; gerakan Rumah

Dunia sebagai gerakan sosial. Dan komunitas Rumah Dunia

menjadi wadah dalam mencetak penulis baru di Banten.

Pada program literasi bahasa, dalam hal ini program kelas

menulis Rumah Dunia yang banyak diikuti dari berbagai

daerah, sehingga Komunikasi Antarbudaya terjadi di sana.

Sedangkan untuk komunikasi antara tutor kelas menulis

dengan peserta dilakukan dengan menggunakan Bahasa

Indonesia, sehingga tidak ada miskomunikasi yang dialami

peserta. Karena Gol A Gong menyatukan para peserta dari

berbagai budaya dan latar belakang yang berbeda dengan

menggunakan komunikasi Bahasa Indonesia saat kelas

menulis berlangsung. Bahasa Indonesia dijadikan sebagai

bahasa pemersatu.

2. Para peserta kelas menulis memaknai profesi menulis

sebagai: profesi yang menjanjikan, bisa menghasilkan uang

jika ditekuni dengan serius, namun sayangnya profesi

menulis oleh sebagian orang masih dianggap sebagai

profesi sampingan. Profesi menulis merupakan salah satu

profesi yang ketika seseorang sudah masuk di dalamnya,

tidak akan ditanyakan mengenai ijazah, nilai IPK, atau

prestasi lainnya, dalam profesi menulis yang dilihat hanya

karya. (a) Para peserta kelas menulis memaknai program

kelas menulis: sebagai program yang positif dalam

menggali potensi menulis di kalangan mahasiswa, pelajar

dan umum, wadah mengasah diri menjadi penulis handal.

 

172

(b) Para peserta kelas menulis memaknai Gol A Gong:

sebagai pejuang literasi, orang hebat yang ramah, inovatif,

kreatif, inspiratif, penuh semangat, memiliki jiwa sosial

yang tinggi, motivator, blak-blakan, penuh ide, humoris dan

suri tauladan yang baik dan legendaris. (c) Para peserta

kelas menulis memaknai literasi: melek literasi sangat

penting, karena literasi adalah gerbang pengetahuan, literasi

harus diajarkan sedini mungkin, karena kehidupan terus

berubah, manusia dituntut untuk menjadi kreatif, untuk

mencapai itu, manusia dituntut melek literasi.

Beragam pemaknaan yang muncul dari para informan

tentang profesi menulis, program kelas menulis, pememaknaan

tentang Gol A Gong dan literasi tersebut, sesuai dengan teori

pemaknaan yang dikembangkan oleh Charles Osgood. Dimana

fokus penelitiannya mengenai bagaimana sebuah makna

dipelajari, juga tentang hubungan antara makna dengan pikiran

dan perilaku. Asumsi teori pemaknaan dari Osgood adalah bahwa

tiap individu akan merespon setiap stimuli (rangsangan) yang ada

di lingkungannya. Hubungan keduanya, stimulus dan respons,

diyakini sebagai elemen pembentuk makna. Teori Osgood

membantu bagaimana sebuah pesan dipahami.293

B. SARAN

1. Penelitian mengenai Komunitas Rumah Dunia sudah

dilakukan dengan berbagai pendekatan, sedangkan

dengan pendekatan semisal komunikasi antarbudaya ini

293

Toomey, Communicating Across Cultures, (New York London:

The Guilford Pres, 1999).

 

173

masih jarang diteliti. Penelitian dengan pendekatan studi

fenomenologi juga layak dilakukan.

2. Peserta Kelas Menulis Rumah Dunia tidak hanya

diarahkan menjadi penulis saja. Tapi bisa dikembangkan

menjadi akademisi, seperti menjadi dosen yang memiliki

bakat menulis yang baik, menjadi doktor, profesor,

pengamat kebudayaan, pengamat politik dan lain-lain.

3. Penelitian mengenai Komunitas Rumah Dunia yang

konsen pada dunia literasi ini perlu dikembangkan dan

lebih difokuskan pada seberapa banyak penulis muda

yang lahir dari kelas menulis Rumah Dunia, beserta

pengaruhnya. Mengingat penelitian semacam ini penting

dilakukan dalam melihat seberapa luas dan seberapa

besar dampak dari Rumah Dunia dalam mencetak para

penulis yang diakui Indonesia dan dunia.

 

174

DAFTAR PUSTAKA

Buku-Buku

Abbas, Afifi Fauzi. Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta:

Koentjaraningrat, 2010.

Abidin, Yunus dkk. Pembelajaran Literasi: Strategi

Meningkatkan Kemampuan Literasi Matematika, Sains,

Membaca dan Menulis. Bumi Aksara, Jakarta, 2017.

Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Satu Pendekatan

Praktik. Jakarta: PT. Bina Aksara, 1989.

O‟Hair, Dan dkk. Strategic Communication in Business and the

Professions. Jakarta: Kencana, 2009.

Bogdan, R.C & Biklen, S.K.B. Cualitative Research for

Education to Theory and Methods. Allyin and Bacon, inc.

Boston, 1998.

Bungin, Burhan. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi,

Kebijakan Publik dan Ilmu Sosial lainnya. Jakarta,

Kencana, 2007.

Cresswell, John. Desain Penelitian: Pendekatan Kualitatif dan

Kuantitatif. Jakarta, KIK Press, 2002.

DeVito, Joseph A. Komunikasi Antarmanusia. Karisma

Publishing Group, 2011.

Dewayani, Sofie dan Retnaningdyah, Pratiwi. Suara dari Marjin:

Literasi sebagai Praktik Sosial, PT. Remaja Rosdakarya,

Bandung, 2017.

 

175

Gong, Gol A dan Irkham, Agus M. Gempa Literasi: Dari

Kampung untuk Nusantara, Jakarta: Kepustakaan Populer

Gramedia, 2012.

Gong, Gol A. Aku, Anak Matahari: Sebuah Memoar Pendidikan

Keluarga Yang Impresif. Semesta Parenting, Bandung,

2008.

Gong, Gol A. Ledakkan Idemu Agar Kepalamu Nggak Meledak.

Gong Publishing, 2010.

Gong, Gol A. Surat dari Bapak; Jalan untuk Kembali. Puspa

Swara, Jakarta, 2016.

Hall, Stuart. “What is this „Black‟ in Black Popular Culture?,”

dalam Stuart Hall: Critical Dialogues in Cultural Studies,

ed. David Morley dan Kuan Hsing-Chen. London:

Routledge, 2005.

Iriantara, Yosal. Literasi Media: Apa, Mengapa, Bagaimana.

Bandung: Simbioasa Rekatama Media, 2009.

Kuswarno, Engkus. Fenomenologi; Fenomena Pengemis Kota

Bandung. Bandung: Remaja Rosdakarta, 2009. dalam Tesis

Atih Ardiansyah, Pemaknaan Aktor Politik Banten

Mengenai Komunikasi Kekuasaan Politik Lokal Dinasti

Chasan Sochib, 2016.

Larry A, Samovar dan Porter, Richard. Intercultural

Communication. A Reader. 7th

ed. International Thomson

Publ.:New York, 1994.

Liliweri, Alo. Konfigurasi Dasar Teori-Teori Komunikasi

Antarbudaya. Nusa Media, 2016.

 

176

Liliweri, Alo. Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya.

Yogyakarta: LkiS, 2002.

Mahayana, Maman S. Apa dan Siapa Penyair Indonesia.

Yayasan Hari Puisi, Jakarta, 2017.

Martono, Nanang. Metode Penelitian Kuantitatif; Analisis Isi dan

Analisis Data Sekunder. PT. RajaGrafindo Persada Jakarta,

2011.

Morissan. Teori Komunikasi Individu Hingga Massa.

Prenadamedia Group, Jakarta, cetakan ke-3, 2015.

Muhtadi, Asep Saeful. Komunikasi Dakwah: Teori, Pendekatan

dan Aplikasi. Bandung: Simbioasa Rekatama Media,

2012.

Muhtadi, Asep Saeful. Komunikasi Politik Indonesia: Dinamika

Islam Politik Pasca-Orde Baru. PT Remaja Rosdakarya,

Bandung, 2008.

Mulyana dan Solatun. Metode Penelitian Komunikasi (Contoh-

contoh Penelitian Kualitataif dengan Pendekatan

Praksis). Cetakan kedua, Bandung, PT Remaja

Rosdakarya, 2008.

Mulyana, Deddy. Komunikasi Antarbudaya. Bandung: Rosda

Karya, 2010.

Nawawi, Abd. Muid. THE NEW WE: Relasi Identitas dan

Budaya dalam Pemikiran Tariq Ramadan. Nuqtah, Jl.

Panang Ranti, Jakarta Timur, 2012.

Nawawi, Alo. THE NEW WE: Relasi Identitas dan Budaya dalam

Pemikiran Tariq Ramadan. Nuqtah, Jl. Panang Ranti,

Jakarta Timur, November 20012.

 

177

Osgood, Charles. The Nature of Measurement Meaning dalam

Littlejohn dan Foss, (2008).

Priandono, Tito Edy. Komunikasi Keberagaman. Cet I, PT

Remaja Rosdakarya, 2016.

Radik, Toto ST, dkk. Jejak Tiga (Antologi Puisi). Kelompok

Azeta, Serang-Banten, 1988.

Radik, Toto ST. Lidah Politikus. Gong Publishing, 2017.

Rakhmat, Jalaluddin. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja

Rosdakarya, 1985.

Rohim, Syaiful. Teori Komunikasi Perspekstif, Ragam dan

Aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta, 2009.

Severin, Werner J dan Tankard, James W. Teori Komunikasi:

Sejarah, Metode, dan Terapan di Dalam Media Masa.

Kencana, Jakarta, 2005.

Sihabudin, Ahmad. Komunikasi Antarbudaya: Satu Perspektif

Multidimensi. PT Bumi Aksara, 2013.

Stephen, W. Littlejohn and Foss, Karen A. Theories of Human

Communication. Fifth Edition, Belmont California,

Wadsworth Publishing Company, 1996.

Sugiono. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kulitatif R&D.

Jakarta: CV Alfabeta, 2009.

Surachmad, Winarno. Dasar dan Teknik Research (Pengantar

Metodologi Ilmiah). Bandung: CV Tarsito, 1975.

Ting-Toomey, Stella. Communicating Across Cultures. The

Guilford Pres; New York London, 1999.

Tubbs, Stewart L. dan Sylvia Moss. Human Communication. PT

Remaja Rosdakarya, Cet. IV, Bandung, 2005.

 

178

Usman, Husaini dkk. Metode Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi

Aksara, 2008.

Venayaksa, Firman. Relawan Dunia, Jakarta: Kepustakaan

Populer Gramedia, 2011.

Watt & Berg. Research Method for Communication Science.

1995.

Wood, Julia T. Komunikasi Teori dan Praktik. Penerbit Salemba

Humanika, Jakarta Selatan, 2013.

Jurnal, Tesis, Disertasi, Makalah, Artikel

Anggraini, Siti. “Budaya Literasi Dalam Komunikasi”. Jurnal

WACANA Volume XV No. 3 (2006): 181-279.

Arbi, Armawati. “Problem Potensial Pada Komunikasi Antar

Budaya: Studi Akulturasi Etnis Cina Pada Kelompok di

Karim Oei dan Kelompok di Ciputat”. Laporan Hasil

Penelitian. Diterbitkan di Pusat Penelitian Institut Agama

Islam Negeri (IAIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas

Dakwah IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 1999.

Ardiansyah, Atih. “Pemaknaan Aktor Politik Banten Mengenai

Komunikasi Kekuasaan Politik Lokal Dinasti Chasan

Sochib: Studi Fenomenologi Pasca Ratu Atut Chosiyah

Menjadi Tersangka Kasus Suap pada Sengketa Pilkada

Lebak 2013”. Tesis Magister tidak dipublikasikan,

Pascasarjana Universitas Islam Bandung. 2016.

Kuswarno, Engkus. Tradisi Fenomenologi pada Penelitian

Komunikasi Kualitatif: Sebuah Pengalaman Akademis.

 

179

Jurnal MediaTor, Vol. 7 No. 1 (Juni 2006), Terakreditasi

Dirjen Dikti SK No.56/DIKTI/Kep/2005.

Oktendy, Aditya. Memahami Pola Komunikasi Kelompok Antar

Anggota Komunitas Punk di Kota Semarang. Jurnal THE

MESSENGER, Volume IV, Nomor 1, Edisi Januari 2012.

h. 49.

Sewa, Tarsisius Florentinus Sio. “Pola Komunikasi Antar Etnis

Asli Dengan Etnis Pendatang (Studi Komunikasi

Antarbudaya Etnis Ende, Lio dengan Etnis Cina dan

Padang di Kota Ende, Flores)”. Tesis Magister tidak

dipublikasi. Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia,

Jakarta. 2002.

Solihin, Lukman. “Komunitas Literasi dan Transformasi Sosial:

Kisah Gol A Gong dan Rumah Dunia di Kota Serang,

Banten”. Laporan penelitian pada Pusat Penelitian

Kebijakan Pendidikan dan Kebudayaan, Kemendikbud.

2015. Naskah belum diterbitkan.

Surya, Tommy, “Komunikasi Kelompok Komunitas Enlightened

Ingress Surabaya dalam Program Fun Ingress”. Jurnal E-

Komunikasi, Vol 4. No.1 (2016): 3.

Suryani, Ade Jaya. “Authorship in Banten: Mass Media,

Publishers, Literary Communities, and Authors.” Tesis

Master of Arts (MA) tidak dipublikasikan, Islamic

Studies, Leiden University. 2008.

 

180

Sumber Lainnya

http://www.wikipendidikan.com, diakses pada Rabu, 15

November 2017. Pukul 22.30 Wib.

https://id.m.wikipedia.org, diakses pada Rabu 15 November

2017, pukul 02.30 Wib.

KBBI Daring, https://kemdikbud.go.id, diakses pada Rabu 15

November 2017, pukul 02.30 Wib.

Pedoman Akademik Penyusunan Proposal dan Penulisan Tesis,

berdasarkan Keputusan Rektor UIN Jakarta Syarif

Hidayatullah Jakarta, Nomor; 507, tahun 2017.

Radar Banten, Firman Venayaksa, Presiden Rumah Dunia: Bikin

Generasi Gemar Membaca. Dimuat di koran Radar Banten,

Senin 5 Maret 2007, rubrik Radar Yunior, penulis

Huma/pers kampus. hal 13. Firman Venayaksa yang saat

diwawancara Radar Banten pada tahun 2007 sebagai

Presiden Rumah Dunia yang ke-2, periode (2005-2010).

 

181

LAMPIRAN

WAWANCARA I

Data Informan 1

Nama Lengkap : Heri Hendrayana Harris

Nama Pena : Gol A Gong

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tempat/Tgl. Lahir : Purwakarta, 15 Agustus 1963

Jabatan : Pendiri Rumah Dunia

Waktu wawancara : Sabtu, 3 Maret 2018, pukul 11.00 WIB

Bisa diceritakan bagaimana cita-cita awal tentang Rumah

Dunia?

Jadi waktu saya SMA tahun 1981, betapa sulitnya saya mau

belajar seni, sastra, jurnalistik dan film di Serang. Di Serang tidak

ada tradisi itu. Saya hanya mendengar orang-orang Serang seperti

Teguh Karya, Misbah Yusabiran, Slamet Raharjo sering dengar,

nah orang-orang Serang tidak pernah balik lagi ke kampung

halamannya. Saya waktu itu suka mengirim berita-berita sekolah

ke majalah HAI, puisi-puisi saya juga dimuat di sana. Kalau cari

buku juga harus ke Matraman Jakarta atau ke Senen. Saat itu saya

berpikir bahwa anak-anak muda Banten di masa depan, nasibnya

jangan seperti saya. Maka saya berjanji sama Allah, ya Allah jika

saya sukses jadi penulis, akan saya mudahkan anak-anak muda

Banten di masa depan, saat mereka ingin belajar seni, teruatama

sastra, jurnalistik dan film.

Siapa saja pendiri Rumah Dunia?

Soal pendiri ini saya fleksibel. Saya tadi pagi juga mencoba

merenung bahwa ada orang-orang yang menemani saya, saling

berdiskusi, saya teringat Toto, Rys, terus ada lagi Bagus Bageni,

Si Uzi, Andi Suhud, itu sering kami berdiskusi, Kang Dadi juga,

Abdul Malik, dulu intens di awal-awal membantu Rumah Dunia

lewat promo-promo di Radar Banten. Terus ada Tias. Saya sama

Rys sering ke Jakarta ke majalah HAI. Rys suka nulis berita

sekolah di majalah HAI. Tapi tidak seintens saya. Kemudian

sama Toto menjadi wartawan koran.

 

182

Bisa diceritakan awal-awal Anda mendirikan Rumah Dunia?

Jadi ketika saya mau menikah dengan Tias, memang

komitmennya mau mewujudkan cita-cita saya saat SMA tadi,

yaitu membangun gelanggang remaja. Sebutannya waktu itu, ya

Allah aku ingin membangun gelanggang remaja, tempat anak-

anak muda berekspresi. Nah itu kan stimulusnya di Bandung.

Setelah saya melamar Tias, dia sudah tahu visi saya, dia juga

punya cita-cita yang sama. Kemudian setelah ada rezeki, itu

dimulai ketika kami punya anak pertama yang lahir di bidan

Halana, lalu saya mendengar sura bayi dan saya selalu membawa

buku tulis, lalu saya bilang ke Tias, “Mah, nama perpustakaan

atau gelanggang remaja kita judulnya Rumah Dunia. Kata Tias,

kenapa Rumah Dunia? Saya bilang, karena di tempat ini pertama

kali bayi lahir melihat dunia. Itu awalnya, maka kenapa saya

namai itu, karena spirit bayi itu kan lahir, masih kosong otaknya,

lalu di situ dia memulai kehidupan. Analoginya itu. Setelah itu,

ada filosofi lain, muncul Rumahku Rumah Dunia, Kubangun

dengan Kata-kata. Kata Tias, dari mana uangnya? Nanti dari

kata-kata itu. Dari novel, film, kita akan beli tanah di belakang

rumah. Nah terus muncul lagi filosofi lain, memindahkan dunia

ke rumah lewat sastra, rupa, suara dan warna. Nah itu kemudian

saya presentasikan ke Toto ST Radik, Rys dan yang lainnya.

Akhirnya semua gabung, ada Mailk, Bagus Bageni, dan lain-lain

itu.

Relawan pertama Rumah Dunia siapa saja?

Ketika tahun 2000 saya bisa membeli tanah belakang ini, relawan

pertama itu sebetulnya Bella, Abi dan Deden. Lalu datang Qizink,

Ibnu, Toto bawa anak sastranya, ada Endang dan lain-lain, mulai

mengisi. Dan 3 Maret 2002 kemudian peserta kelas menulis jadi

relawan pertama, pada angkatan Ibnu. Lalu dijadikanlah

kepengurusannya. Ketuanya saya sama Tias. Berdua waktu itu

ditangani. Jadi berdua saja. Saya urusan luar, Tias urusan dalam.

Jadi saya menyebut pesiden Rumah Dunia, Tias juga presiden.

Jadi kala urusan dalam Tias, nanti kalau di Jakarta saya yang

menangani. Kami mendidik Ibnu cs. Mendidik dari nol. Juga

termasuk mendidik cara diluar teknisnya, cara ke ATM,

bagaimana mengenal dunia. Dan tentu saja dunia menulisnya.

Jadilah Ibnu cs itu. Ibnu mulai nulis esai di koran, dimulai dari

 

183

Salam Rumah Dunia. Awalnya masih saya yang menulis, terus

ada Ibnu yang mulai ngisi.

Kelas menulis waktu itu enam bulan, angkatan pertama seitar ada

25 orang. Ada Ibnu, Deden, Qiznk, Piter, Budi, Mahdi, Najwa,

Endang, Aad, Ade Zahran, Anazkia kalau tidak salah, peserta

perempuan juga banyak, tapi saya sudah lupa.

Awalnya mayoritas peserta kelas menulis belum memiliki basic

menulis yang baik. Kecuali Endang dan Aad yang lumayan. Yang

lain saya rasa belum. Saya bisa menilai mereka adalah orang

yang senang membaca buku, suka ikut pelatihan-pelatihan,

terasahnya di sini di Rumah Dunia. Kemudian Ibnu juara lomba

menulis di Untirta, Najwa juga. Saya rasa mereka memang butuh

komunitas untuk men-trigernya. Tapi saya yakin kalau mereka

tidak ketemu saya dan Toto, barangkali mereka akan biasa-biasa

saja. Mereka semakin sadar menulis penting, ketika bergabung

dengan Rumah Dunia. Kalau nama kelas menulis itu dari saya.

Bagaimana metode kelas menulis yang Anda ajarkan?

Metodenya sama. Jadi interaktif. Saya itu berupaya tidak

mencetak saya. Jadi Ibnu tidak akan saya cetak seperti saya. Saya

hanya bilang ke mereka, saya mengenalkan pada kalian profesi

menulis. Kalau menulis ada ilmunya. Ilmunya begini. Nah,

kemudian untuk persoalan kualitas, genre misalnya, itu

dikembalikan pada kemampuan membaca masing-masing. Jadi

menulis sastra sama saja, cara menulisnya riset dulu, membaca

dulu, riset ke lapangan. Sama. Nah, pada angkatan pertama itu

kita kenalkan target pembaca. Ada buku yang dikategorikan

sastra misalnya kita tulis. Ada tuh di angkatan kedua, kita tulis

buku Padi Memerah, jenisnya berbeda dengan buku Gilalova.

Ada yang di penerbit Gramedia judulnya Dongeng Sebelum

Tidur, itu kan buku surealis. Jadi saya bilang ke mereka, kita

tidak boleh fanatik ke satu jangre. Semua harus bisa kita lakukan.

Makanya saya mengajarkan cara menulis yang baik. Nanti setelah

itu kalian pilih sendiri, mau ke sastra serius, sastra remaja, sastra

dewasa, silahkan enggak apa-apa, sama saja teorinya. Sebab di

kelas menulis sesungguhnya lebih banyak praktik. Kan kelas

menulis sudah bikin majalah, termasuk majalah Kaibon. Itu

tanggung jawab saya sebagai mentor. Memberi mereka media

untuk praktik. Kemudian kerjasama dengan Radar Banten waktu

itu.

 

184

Siapa saja tutor kelas menulis?

Dulu Toto masih di Sanggar Sastra. Jadi kelas menulis sampai

tahun berapa itu murni saya yang pegang. Benar-benar saya harus

mengenalkan prosa secara langsung pada mereka, dari tangan

pertama. Terus di sela-sela itu, Toto kemudian saya mintain

bantuan untuk menguatkan di diksi. Bagaimana diksi puisi bisa

dipakai di prosa. Nah kemudian tamu atau penulis, di tahun

berapa itu ya, kalau tidak salah di angkatan Najwa, saya sudah

mendatangkan Helvy Tiana Rosa. Saya ingin memberitahu ke

mereka bahwa kelas menulis itu tidak Gol A Gong atau Gol A

Gongisme. Tidak. Saya memberi tahu bahwa apa-apa yang saya

keluarkan itu tidak mutlak kebenaran. Jadi cara menulis itu

beragam versi. Maka didatangkanlah Hely, Asma Nadia, Kurnia

Effendi yang sering datang itu. Saya buat diskusi bukunya dan

lain sebagainya. Mereka menjadi kaya. Bahwa menulis itu tidak

bisa hanya belajar dari satu penulis, harus ada wawasan lain.

Mereka jadi tahu, oh, bahwa menulis itu butuh riset.

Kelas menulis sudah ke-31, Anda melihatnya bagaimana?

Sekarang Rumah Dunia sudah memasuki tahun ke-16, dari tahun

2002. Tahun depan sudah angkatan ke-32. Jadi yang membuat

saya gembira sekarang mulai ada kesadaran dari orang-orang

Banten terutama, bahwa yang saya kenalkan di kelas menulis itu

adalah keterampilan menulis. Bukan harus jadi pengarang.

Kenapa ada jurnalistik, itu adalah salah satu cara agar kita

berpikir kritis. Nah kemudian kalau itu menjadi profesi, bisa.

Maka jadi wartawan, Ibnu jadi dosen, tapi dia bisa menulis esai.

Kemudian setelah jurnalistik, metode atau silabusnya kenapa

harus dimulai dari jurnalistik karena riset. Jadi menulis apapun

itu, harus riset. Nah riset itu, metode jurnalistik itulah ilmunya.

Unsur berita dan news value itu. Itu bisa diterapkan lewat riset.

Setelah 31 angkatan itu, masing-masing alumni mencari jalannya

sendiri. Ada yang menjadi bloger, ada yang jadi penulis anak,

penulis sekenario dan lain-lain. Dan satu lagi dulu kan ada kelas

film. Nah cuman ke sini-sini saya capek. Ditanganin silahkan

Roni (Langlang Randhawa) ya. Sudah mulai Roni sekarang

menggarap. Cuma Roni belum permanen. Jadi 31 angatan ini

Insya Allah mungkin akan terus ada Kelas Menulis itu, karena

nanti seluruh angkatan dari angkatan satu sampai 31 ikut

menyebarkan bahwa Kelas Menulis Rumah Dunia ini bermanfaat.

 

185

Jadi di kelas menulis itu dikenalkan bahwa menulis itu satu

keterampilan yang memiliki fungsi ekonomi yang tinggi,

berdayaguna, jadi life skill yang bisa mendatangkan uang.

Peserta kelas menulis dari mana saja?

Kelas menulis itu saya buka buat siapa saja yang mau. Tidak

bayar, lalu datang ke sini berupaya sendiri. Waktu awal itu se-

Banten, ada yang datang dari Pandeglang, dari Rangkasbitung,

kemudian angkatan ke-5 itu ada yang dari Palembang. Paling

jauh itu ada yang dari Tanjung Priuk, ada yang dari Bandung, ya

kemudian kalau didramatisir ada yang dari Sulawesi. Jadi intinya

memang Kelas Menulis Rumah Dunia ini kalau mudah

dijangkau, saya rasa banyak orang yang akan mengakses itu.

Kenapa kegiatan Rumah Dunia selalu gratis?

Jadi gini, Allah itu kan meminta kita membaca dan menulis,

ketika saya sadar membaca dan menulis itu memiliki nilai

ekonomi yang tinggi kepada saya, itulah sedekahnya. Allah minta

2,5 persen, jadi itu bagian dari sedekah kita. Hanya pada tahun

2010 mulai diberlakukan menyumbang Rp.100.000,- untuk kas

Rumah Dunia dan peserta dikasih buku. Tapi mentornya sendiri

enggak dibayar. Itu termasuk tutor dari luar juga tidak dibayar,

mereka datang sendiri, karena kebanyakan teman saya.

Tugas akhir kelas menulis membuat buku?

Itu ada sejak dulu. Sejak awal sudan difasilitasi. Ada yang bikin

majalah dari fotocopyan, ada yang bikin antologi itu banyak.

Bahkan orang per orang nulis. Ibnu itu menlis Mana Bidadari

Untukku, ada antologi cerpen lainnya. Jadi memang itu tanggung

jawab saya sebagai mentor. Itu sebabnya hingga hari ini ada

kegiatan World Book Day (Hari buku se-Dunia), pokoknya kita

fasilitasi sampai benar-benar bisa.

Harapan Anda pada kelas menulis?

Jadi peserta kelas menulis itu harus yakin, bahwa keterampilan

menulis itu bisa mengangkat derajat kita. Karena itu perintah

Allah.

 

186

Makna Literasi bagi Anda?

Literasi itu terminologinya kan aksara. Lalu ditingkatkan lagi

kontekstualnya jadi kemampuan membaca dan menulis, lalu

sekarang tafsir dari saya bahwa literasi adalah usaha dari orang

per orang untuk mengubah kualitas hidupnya menjadi lebih baik.

Itu literasi secara filosofi bagi saya. Orang-orang yang datang

seperti Harir Baldan dan banyak yang lain lagi, jadi itu upaya dari

orang-orang untuk mengubah hidupnya lebih baik lagi. Tapi yang

paling penting bahwa membaca itu perintah Allah.

Rumah Dunia sebagai wadah pencetak penulis?

Jadi Rumah Dunia ini pertama harus dilihat apakah dia

fungsional atau tidak? Ketika dia berfungsi dengan baik, berarti

tadi itu sebagai wadah pencetak para penulis. Pertama kekuatan

Rumah Dunia ini saat saya membuat, organisasi ini atau

komunitas ini, saya memikirkan base camp. Saya tidak khawatir

SDM, kalau ada base camp, akan pada datang. Maka base camp-

nya saya sediakan. Nah, ketika ada base camp, saya menyedikan

diri sebagai SDM yang pertama, yang tidak dibayar, bahkan

memberi modal. Memberitahu ke orang-orang kalau kamu ingin

belajar menulis datang ke sini nyaman. Mau makan ada, mau

tidur silahkan, bebas. Nyaman di sini. Yang penting kamu belajar

yang benar. Kemudian SDM dari saya Toto, Rys dan yang lain

berdatangan. Ada Firman datang sekitar tahun 2003 kalau tidak

salah. Jadi banyak orang yang ingin menyedekahkan ilmunya.

Kemudian program. Saya sebagai pendiri Rumah Dunia atau

yang dituakan di sini terbuka dengan program. Program itu

didiskusikan. Tap di awal-awal itu saya memberi tahu kebijakan

plotnya, jadi program itu terbuka, enggak boleh saling membuhun

program/ membunuh ide. Jadi kalau ada ide program yang jelek,

idenya kita perbaiki. Jadi base camp, SDM, program dan dana.

Dana itu bisa dikatakan awalnya saya yang menanggung semua,

yang kemudian setelah mereka yakin dan percaya, yang lain

menyumbang tenaga, pikiran. Kemudian mulailah mereka

percaya bahwa Rumah Dunia ini, orang per orangnya saya dan

Toto dan lain-lainnya tidak punya maksud apa-apa, tidak pernah

mengambil keuntungan secara materi, barangkali soal pencitraan

saya rasa tidak juga. Kita masing-masing sudah punya jejak

rekam sendiri. Jadi ini murni ibadah. Yang terakhir adalah

networking atau jejaring. Nah itu Rumah Dunia. Jadi semuanya

 

187

by desingn. Sepanjang ada orang-orang yang mencintai Rumah

Dunia, platform-nya bisa dijalankan, siapa pun presidennya.

Sampai sekarang Anda masih menjadi tutor kelas menulis?

Dari sejak angkatan ke berapa ya, saya sudah mulai mengajak

alumni kelas menulis yang menurut saya sudah bagus, saya ajak

untuk menamani saya jadi pembicara, jadi asisten, kemudian saya

lepas. Nah itu terus mulai banyak. Sekarang tutor kelas menulis

bisa diundang sendiri-sendiri. Tapi kenapa saya mesti tetap bicara

memberikan materi ke kelas menulis, mudah-mudahan peserta

kelas menulis itu bisa melihat puncaknya, yang dituakannya yaitu

saya sebagai spirit. Ini loh bukti nyata. Profesi menulis itu salah

staunya saya. Nanti mulai turun ke relawan. Jadi penting saya

tidak menyebut sebagai benchmark, tapi mungkin istilahnya

tauladan, kalau di menulis itu ada saya, Toto yang sampai hari ini

masih menulis. Saya akan mengajari menulis sampai enggak ada

umur, sampai maut menjemput. Setelah ada kelas menulis, baru

kemudian ada struktur organisasi yang lengkap. Deden itu

sebagai bendahara. Ibnu humas. Jadi Ibnu saya suruh nulis.

Waktu itu ketua angkatannya Ibnu.

Bisa diceritakan terkait program “Gempa Literasi”?

Untuk belajar menulis itu tidak hanya membaca buku sastra saja,

mengikuti diskusi saja, tapi semuanya. Dia harus berani naik ke

panggung orasi literasi, distimulus otaknya, jadi metode yang

saya berikan itu, ikut loba menulis, ikut launching buku, baca

puisi, praktik meresensi buku, jadi berlatih tidak hanya menulis,

tapi lari ke persoalan tadi, metode gempa literasi tadi. Secara

spesifik kelas menulisnya. Lalu fokusnya di point pelatihan tadi,

pelatihan menulis setiap Minggu. Di situ saya kasih teori-teori

menulisnya. Nah, orang-orang yang ikut kelas menulis, tapi tidak

pernah menghadiri peluncuran buku, acara-acara kesenian,

akselerasinya lambat. Untuk menjadi penulis, saya rasa butuh

sekitar dua tahun. Belajar enam bulan, satu tahun setengah

mengikuti gempa literasi terus-menerus. Dan rajin membaca

buku, menulis puisi, praktik meresensi buku, itu semuanya

berkelindan. Insya Allah jadi penulis dalam waktu dua tahun.

Mungkin tidak tepat dua tahun, ada yang satu tahun jadi, ada

yang agak lama. Itu alokasi waktu yang saya prediksikan.

 

188

Peserta kelas menulis RD terdiri dari berbagai daerah, salah

satunya dari Palembang. Bagaimana cara Anda berkomunikasi

dengan orang yang berbeda budaya tersebut?

Kalau dalam interaksi sosialnya komunikasi biasa menggunakan

Bahasa Indonesia. Tapi dalam komunikasi budayanya itu lebih

intens secara pribadi. Misalnya lebih ke konten, kalau menulis

cerita pendek misalnya, di situ ada warna lokalitas. Tapi dalam

kelas menulisnya menggunakan Bahasa Indonesia tentu. Tapi

ketika persoalan-persoalan konten-konten cerita pendek, nah

komunikasi budaya di situ. Kalau misalnya ada peserta kelas

menulis dari Bekasi, dari Bandung, Palembang atau Lebak,

pendekatan-pendekatan budaya di situ kita mulai. Mencoba

memasukan unsur-unsur kelokalan atau lokalitas di dalamnya.

Jadi ada dua hal yang berbeda.

Adakah Anda menggunakan komunikasi dengan Bahasa Jawa

Serang/Bahasa Sunda?

Sesekali ya ada celetukan-celetukan Sunda atau Jawa Banten,

Sunda Banten, tergantung. Biasanya sih hanya celetukan. Tetapi

seluruhnya menggunakan Bahasa Indonesia untuk memudahkan,

merekatkan mereka. Karena para peserta Kelas Menulis Rumah

Dunia pun tidak semuanya mengerti Bahasa Sunda atau Bahasa

Jawa.

Adakah mis komunikasi? Sehingga peserta KMRD tidak paham

apa yang disampaikan oleh tutuor?

Mis komunikasi sepanjang yang saya tahu tidak ada.

Adakah simbol bahasa nonverbal menurut pandangan budaya

orang Serang? Ketika kelas pertama dimulai, saya membawa peserta kelas

menulis pada persoalan kebinekaan tadi. Jadi kalau misalnya di

sini ada perbedaan persoalan-persoalan itu, harus diselesaikan

pada hari itu. Biasanya dalam perkenalan, saya bertanya asalnya

dari mana dan sebagainya, sehingga kemudian kebinekaan

disampaikan oleh saya, bahwa diupayakan kita menggunakan

perspektif Indonesia. Persoalan-persoalan kedaerahan, kelokalan

dihilangkan. Jadi kita harus memaklumi. Alhamdulillah sampai

hari ini tidak menjadi kendala persoalan-persoalan kesukuan itu.

 

189

Selaku tutor, Anda mengikuti cara berpikirnya peserta KMRD

perempuan?

Itu metode ya. Jadi dari perkenalan dan dari tugas-tugas itu,

kemudian saya bisa menentukan metode seperti apa, komunikasi

seperti apa yang harus saya lakukan. Rata-rata memang yang

belajar di Rumah Dunia, bisa dikatakan nol sastra, nol

kemampuan berbahasa. Jadi kenapa Rumah Dunia masih

bertahan hingga angkatan ke-31 atau tahun ke-16 ini, karena saya

terutama mentor utama KMRD mencoba menyesuaikan diri

dengan kapasitas para peserta. Jadi persoalan tadi komunikasi

dalam bahasa daerah, kalau ada yang dari Sunda biasanya saya

celetuk menggunakan Bahasa Sunda, supaya gap-gap knowledge

itu, atau gap psikologis saya coba hilangkan, agar mereka tidak

sungkan belajar di Rumah Dunia. Salah satu metode agar mereka

bisa cepat menangkap materi yang saya sampaikan, mereka harus

nyaman dulu, tidak merasa dibedakan, tiadak ada junior senior,

semua sama manusia pembelajar.

Apakah Anda memahami budaya para peserta KMRD?

Ya, salah satunya itu, saya mencaoba memahami budaya mereka.

Kelas menulis itu budaya tidak begitu menjadi kendala, tapi lebih

kepada kapasitas orang itu. Biasanya diawali dengan pertanyaan

punya buku enggak di rumah, punya koleksi berapa buku

jumlahnya, jadi ketahuan mereka, memang kapasitasnya masih

nol sastra. Rata-rata seperti itu peserta kelas menulis Rumah

Dunia. Itu sebabnya mereka datang ke sini, karena merasa

nyaman dengan nol kemampuan itu merasa nyaman, karena tidak

didiskriminasikan, karena memang mau belajar, justru orang-

orang yang belajar ke kelas menulis Rumah Dunia merasa

nyaman dengan ketidaktahuan mereka. Jadi datang ke sini

dibimbing, dibina, bahwa ketidaktahuan mereka bukan satu

kekurangan. Kemudian dalam perjalannya tampaklah minat

passion-nya ketahuan orang per orang. Ada yang serius, ada yang

menyerah, ada yang pelan-pelan, di situ keberterimaan mereka.

Pada akhirnya prosesnya menjadi berbeda.

 

190

WAWANCARA II

Data Informan 2 Nama Lengkap : Toto Suharto Suhud

Nama Pena : Toto ST Radik

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tempat/Tgl. Lahir : Serang, 30 Juni 1965

Jabatan : Pendiri Rumah Dunia

Waktu Wawancara : Minggu, 25 Februari 2018

Bagaimana Awal Anda Bertemu Gol A Gong dan Ide Membuat

Rumah Dunia?

Saya berkawan dengan Gong itu sejak SMA, sekitar 1980 awal.

Gong itu Kakak kelas. Kemudian dia kuliah ke Unpad Bandung

jurusan Sastra Indonesia. Berikutnya saya juga kuliah di Bandung

di Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS), kita ketemu lagi

di Banudung, tapi kuliahnya juga sama-sama tidak selesai. Mas

Gong lebih banyak avonturir pergi keliling Indonesia dan

sebagainya, kemudian saya juga berhenti kuliah. Jadi saya enggak

punya latar belakang fakultas sastra, kalau Rys Revolta di Unpad

jurusan Sastra Prancis. Sementara saya di sosial. Tapi karena hobi

menulis puisi, sejak SMA sudah mulai menulis puisi, ketika

kuliah di Bandung juga tetap dikembangkan menulis puisi,

membaca puisi, mengikuti kegiatan sastra di Bandung. Dan

Alhamdulillah sejak saat itu juga sudah ada karya-karya puisi

saya yang dimuat di Koran Jawa Barat di Koran Pikiran Rakyat

waktu itu. Termasuk jadi jura menulis esai, juara pembacaan

puisi, pembacaan cerpen dan sebagainya di Bandung waktu itu di

zaman kuliah, sekitar tahun 1983-1986. Saya tiga tahun di

Bandung, karena tidak selesai, jadi balik lagi ke Serang. Saya

hanya sampai semester VI. Jadi akhir 1986 itu pulang ke Serang.

Nah ketemu lagi dengan Gol A Gong di Serang tahun 1986-1987

di Serang. Tahun 1988 Gong menulis Balada Si Roy dan dimuat

di majalah HAI. Kebetulan bentuk cerita pendeknya itu awalnya

ada kutipan pepatah, puisi dan sebagainya. Di episode awal itu

belum ada puisi-puisi saya, berikutnya Gong minta puisi-puisi

saya untuk di setiap episode serial Balada Si Roy itu. Dari situlah

kemudian bersama-sama lagi di Serang mengaktifkan dunia

 

191

sastra, teater penulisan dan sebagainya. Kemudian karena tidak

ada toko buku di Serang, nyaris juga tidak ada kegiatan sastra,

kalau kegitaan teater cukup banyak. Kemudian kami bertiga

membentuk kelompok Azeta, saya, Rys Revolta dan Gong.

Kelompk Azeta yang lebih berfokus pada kegiatan sastra.

Kemudian juga membuat antologi puisi dan mengedarkannya ke

sekolah-sekolah sambil membuat pelatihan menulis puisi, cerpen,

serial dan sebagainya. Terus keliling ke beberapa sekolah di Kota

Serang. Kemudian dibuatlah Rumah Dunia. Waktu itu setelah

Gong sudah ada pekerjaan di RCTI, Indosiar dan sebagainya di

Jakarta. Saya kerja di Serang. Kemudian bersepakatlah membuat

komunitas Rumah Dunia untuk menyediakan bahan bacaan,

berdiskusi dan sebagainya. Dulu namanya Pustaka Loka Rumah

Dunia, sekitar tahun 2000-an awal. Kemudian nama Rumah

Dunianya sendiri baru di tahun 2002 diresmikannya. Tapi

sebetulnya ide, gagasan dan kegiatannya sudah dimulai di tahun

2000an. Nah itu alasannya ya, karena memang minim kegiatan

sastra, tidak ada toko buku, bahan bacaan yang memadai

sehingga kita membentuk komunitas itu untuk salah satunya

menjadikan tempat belajar buat rekan-rekan yang masih remaja

saat itu yang punya minat di sastra, teater, film dan sebagainya.

Kira-kira latar belakangnya itu.

Respon masyarakat soal Rumah Dunia seperti apa? Ya, belum banyak memang ya, orang yang meminati sastra.

Makanya kita padukan dengan teater, mendongeng dan

sebagainya, itu menjadi salah satu cara untuk menarik minat para

remaja. Di sini, di Ciloangnya juga memang belum tersentuh

kegiatan-kegiatan seperti itu. Masih belum ramai, masih di

kampung, jalan utama belum jadi lintasan jalan raya sampai ke

luar jalan uatama, jadi memang respon dari masyarakat di sini

juga belum besar dan banyak. Bahkan ada semacam kecurigaan,

apalagi kita sering mendatangkan orang-orang dari luar, yang

tampangnya agak berbeda, gondrong, jenas belel, dekil dan

sebagainya, yang rata-rata waktu itu penampakkan sastrawan,

pegiat teater, seperti itu. Jadi cukup menimbulkan kekagetan.

Tetapi karena memang kita menyelenggarakan kegiatannya tidak

seperti yang mereka curigakan, ya akhirnya bisa berjalan dengan

baik. Bahkan beberapa orang dari Kampung Ciloang sendiri

 

192

terlibat sebagai relawan, maupun sebagai sasaran kegiatan Rumah

Dunia.

Adakah suport awal dari pemerintah?

Kalau support awal dari pemerintah itu beulum. Tapi kita sering

mengundang mereka untuk datang ke sini. Diperlakukan sama

dengan narasumber-narasumber yang lain, tetapi secara anggaran

tidak ada. Kemudian secara kegiatan juga tidak ada waktu itu,

belum banyak kegiatan sastra yang dilakukan oleh pemerintah

maupun bekerjasama dengan pemerintah. Karena waktu itu

kegiatan pemerintah lebih kepada kegiatan seremoni, hanya

lomba-lomba dan sebagainya.

Dari mana asal nama Rumah Dunia?

Nama Rumah Dunia itu dari Gol A Gong, yang mengibaratkan

bahwa rumah itu jadi semacam tempat untuk sampai ke dunia

lain. Artinya dengan berada di rumah pun kita bisa sampai ke

tempat-tempat yang lain. Caranya memang dengan membaca

buku. Karena buku kami anggap waktu itu sebagai media untuk

bisa sampai ke tempat-tempat lain di seluruh dunia, tanpa perlu

harus meninggalkan rumah. Maka Rumah Dunia jadinya. Rumah,

dengan begitu banyak bahan bacaan buku-buku, bahan pustaka

dan sebagainya, yang memungkinkan orang untuk sampai ke

tempat-tempat lain di seluruh dunia. Ide dasarnya nama Rumah

Dunia itu memang muncul dari Gol A Gong, dan kita

menyepakati nama itu, karena mewakili cita-cita, mimpi dari

kami untuk membuat komunitas dan menggulirkan kegiatan.

Siapa saja relawan pertama Rumah Dunia?

Relawan awalnya dari keluarga Gol A Gong sendiri, dari kami,

kemudian mencoba melibatkan lingkungan sekitar di Ciloang dan

orang-orang yang mereka jadi peserta tetapi sekaligus juga jadi

relawan. Saya kebetulan waktu itu sedang menyelanggarakan

kegiatan Sanggar Sastra Siswa Indonesia (SSSI) dan Sanggar

Sastra Remaja Indonesia (SSRI) kerjasama dengan majalah sastra

Horison, mereka juga kami bawa ke RD dan dilibatkan, Gol A

Gong sebagai narasumber dan hampir setiap pekan setelah dari

sanggar saya, itu dibawa ke sini (Rumah Dunia) pada sore hari,

atau pagi hari, tergantung waktu yang ada, itu berkegiatan dan

beraktivitas di Rumah Dunia. Tempatnya belum sebesar

 

193

sekarang, masih di belakang rumah Gol A Gong, itu sekitar tahun

2000-2002. Kemudian ketika nama Rumah Dunia diresmikan

tahun 2002 bulan Maret, dari situlah mulai digulirkan banyak

kegiatan yang mendatangkan orang-orang dari luar, baik sebagai

narasumber maupun sebagai peserta. Dari sekolah-sekolah, dari

komunitas lain kita jangkau dengan publikasi termasuk kerjasama

dengan media masa, waktu itu yang ada di Serang dengan Harian

Banten waktu itu, kemudian sekarang berubah jadi Radar Banten.

Setiap Minggu itu kita publikasi kegiatannya di Harian Banten,

sehingga banyak orang mengetahui dan kemudian datang ke sini.

Rubrik Salam dari Rumah Dunia waktu itu, termasuk

pengumuman-pengumuman acara di Rumah Dunia.

Kemudian karena kegiatan acara sudah bergulir setiap pekan,

bahkan satu pekan itu bisa dua kali kegiatan, maka perlu ada

semacam orang-orang yang berada dalam organisasi bertindak

sebagai panitia atau OC atau apa gitu. Nah merekalah kemudian

dilibatkan di sini, dan kemudian Gol A Gong memberi semacam

tempat untuk mereka kos di sini, karena memang sebagian besar

pelajar dan mahasiswa, sehingga mereka kemudian bermalam di

Rumah Dunia dan dia jadi relawan yang bekerja untuk

menggulirkan kegiatan-kegiatan di Rumah Dunia.

Ibu Adam Aviciena relawan pertama, dia waktu itu masih

mahasiwa, daripada dia kos ditempat lain, jadi kos di sini, bisa

disebut sebagai relawan pertama karena waktu itu juga dia pernah

jadi Presiden Rumah Dunia, sementara teman-temannya yang lain

di UIN, atau di kampus-kampus yang lain, itu sama-sama sebagai

pengurus di organisasi Rumah Dunia waktu itu. Waktu itu ada

Qizink La Aziva, Piter Tamba, Mahdi Duri, ada Endang

Rukmana, walaupun dia masih pelajar SMA, kemudian Adkhilni

dan beberapa orang lain dari teman-temannya Ibnu. Jadi memang

enggak banyak pengurus yang mernggerakkan Rumah Dunia saat

itu. Organisasinya simpel, tapi memang tiap Minggu

menggulirkan kegiatan. Termasuk Pak Indra Kesuma sebagi tutor

wisata gambar pada saat itu.

Tentang kelas menulis?

Saya tetap mengisi di puisi, karena wilayah keterlibatan saya di

sastra, memang di bidang puisi, walaupun sesekali juga bisacara

 

194

tentang hal-hal umum, bicara tentang kepenulisan, tapi memang

berbagi tugas dengan Gol A Gong. Saya lebih di puisinya.

Walaupun kadang-kadang saya juga menyampaikan jurnalistik,

karena memang saya juga pernah menjadi wartawan,

menyampaikan prosa, cerpen dan sebagainya, karena waktu itu

juga saya menulis cerpen. Tetapi memang penekanannya lebih ke

bidang puisi. Namanya kelas menulis saja. Digabung. Belum ada

Majelis Puisi secara khusu waktu itu. Jadi kelas menulis disusun

untuk mempelajari jurnalistik, mempelajari sastra. Sastranya ada

prosa dan puisi, terus ada film dan sekenario.

Memilih nama kelas menulis idenya dari mana?

Kalau untuk pemberian nama kelas menulis itu dari teman-teman

semua, ketika menentukan penyusunan program Rumah Dunia,

menentukan kegiatan apa yang akan dijadikan kegiatan rutin,

salah satunya ya kelas menulis. Untuk kegiatan rutin pelayanan

kepada masyarakat siapaun bisa jadi peserta tanpa membayar

waktu itu, cuma-cuma, dan memang jadi kekuatan kegiatan

Rumah Dunia karena itu rutin diselenggarakan tiap pekan.

Sementara untuk menunjang kegiatan rutin itu ada kegiatan-

kegiatan temporer. Jadi selain kelas menulis ada wisata gambar,

wisata teater dan lain-lain. Nah, kelas menulis salah satu program

mingguan itu. Untuk pertemuan kelas menulis siang hari Pukul

14.00 WIB hingga sore. Jadi memang karena di Minggu, karena

kami juga bekerja, kemudian ada yang kuliah dan lain

sebagainya, sehingga lebih banyak mengambil hari libur, hari

Sabtu dan Minggu. Terutama Minggu. Pagi misalnya ada wisata

gambar, kemudian ada wisata teater, kemudian siang hari pukul

14.00 WIB, baru kelas menulis. Piter Tamba dulu pernah jadi

tutor teater, Najla juga, dan beberapa orang lain lagi yang

berganti-ganti menjadi tutor di Rumah Dunia.

Tutor kelas menulis dari luar itu banyak ya. Sudah enggak

kehitung sebenarnya. Awal-awal itu ada Helvy Tiana Rosa, Asma

Nadia, Ahmadun Yosi Herfanda, kemudian sampai ke Taufiq

Ismail, dan banyaklah satrawan-sastrawan dari luar. Jadi di

samping sastrawan yang di Banten, seperti almarhum Wan

Anwar, Herwan FR, kemudian di teater juga ada Nandang Aradea

dan teman-teman yang lain dari Banten. Dan dari luar Banten

juga kita coba datangkan, Alhamdulillah mereka mau datang ke

 

195

sini dengan pembiayaan yang terbatas dan memang mereka

berkiprah di kesustraan secara nasional. Yang pasti banyak, saya

sudah agak lupa.

Pada Angkatan awal apakah mereka sudah bisa menulis sastra

atau baru mengenal?

Pariatif ya. Ada yang memang baru belajar menulis sastra, ada

juga yang sudah mempublikasikan karyanya. Qizink misalnya,

memang dia sudah aktif di cyber sastra dan sebagainya, Firman

Venayaksa juga awal-awal ke sini memang sudah aktif menulis

sastra. Tapi memang selebihnya para pemula, pelajar dan

mahasiswa yang memang baru terjun ke dunia sastra. Jadi

kalaupun ada karya-karya yang ditulis, baru sebatas konsusmsi

pribadi belum dipublikasi secara luas. Nah, melalui kelas menulis

itulah mereka didorong, dibantu untuk selain meningkatkan

kualitas karya, juga bisa menembus publikasi di media-media

lokal maupun nasional. Baik dalam media masa, maupun ke

penerbitan buku seperti novel dan sebagainya yang tidak

memungkinkan pemuatannya di media masa koran. Dan

Alhamdulillah dengan adanya kelas menulis itu, mereka bisa

mempublikasikan sampai ke luar.

Bisa diceritakan tentang SSSI?

Ketika saya di Sanggar Sastra Serang, majalah sastra Horison

sekitar tahun 2000-an itu menawari, menunjuk saya untuk

menjadi koordinator Sanggar Sastra Siswa Indonesia (SSSI) di

Serang. Banten ditunjuk sebagai perwakilannya adalah di Kota

Serang. Waktu itu ada 12 Kota di seluruh Indonesia. Salah satu

titiknya di Serang. Karena dianggap oleh Pak Taufiq Ismail dan

kawan-kawan redaktur majalah sastra Horison dianggap ada

pegiatnya dan ada peserta atau sasarannya. Dari situlah saya

menyelenggarakan itu di rumah, di Penancangan, di ruang yang

terbatas, setiap hari Minggu juga berdiskusi, kadang pagi kadang

siang. Karena di sini juga ada Rumah Dunia, walaupun saat itu

namanya masih Pustakaloka Rumah Dunia, karena Gol A Gong

saya jadikan salah satu narasumbernya, maka mereka (para

peserta) dibawalah ke Rumah Dunia. Jadi bolak-balik dari

Penancangan ke Ciloang, teman-teman SSSI yang semuanya para

pelajar di Kota Serang, belajar juga ke Rumah Dunia. Kegiatan

 

196

SSSI pukul satu siang, kemudian pukul 14.00 WIB, mereka jalan

kaki dari Penancangan ke Ciloang.

Waktu di SSSI angkatan pertama sekitar 20 orang. Anak-anak

SMAN 1 Kota Serang, SMAN 2 Kota Serang, dan SMA-SMA

lain yang ada di Serang. Kemudian tidak semuanya bertahan,

hanya ada setengahnya yang bertahan. Dari setengahnya itu ada

beberapa yang sampai hari ini juga bertahan menjadi penulis.

Tahun berikutnya SSSI itu diperluas tidak hanya untuk siswa,

tetapi juga untuk mereka yang putus sekolah, atau remaja yang

tidak lagi menjadi pelajar. Sehingga namanya diperluas oleh

Horison itu menjadi Sanggar Sastra Remaja Indonesia (SSRI)

sekitar tahun 2001-2002. Program SSSI satu tahun dan SSRI juga

satu tahun. Jadi memang dari Horisonnya SSSI satu tahun, tahun

berikutnya berubah menjadi SSRI yang batasnya satu tahun juga.

Setelah itu sanggar dipersilahkan mandiri, jadi tidak ada bantuan

lagi dari Horison.

Dari situlah di rumah itu saya menerima pendaftaran peserta dari

nonsiswa, jadi ada yang mahasiswa, ada yang tidak sekolah, salah

satunya Rudi Gunawan (RG Kedung Kaban), waktu itu cuma

lulus SMP, kemudian ingin belajar menulis, saya tampunglah di

sanggar di rumah. Acaranya gartis juga, karena biaya

oprasionalnya waktu itu ada dari Horison. Biaya oprasional itu

untuk komputer, untuk belajar layout dan sebagainya, kemudian

buku-buku. Jadi buku-buku diberikan oleh Horison dan para

peserta boleh meminjam buku itu secara bergantian. Buku-buku

karya sastra kanon yang ada di Indonesia. Mereka tidak ditarik

biaya. Karena biaya oprasional sanggar itu disediakan oleh

Horison, walaupun tidak terlalu besar. Nah, mereka ini jugalah

yang kemudian saya ajak ke Rumah Dunia. Jadi mereka, baik

pelajar maupun mahasiswa, maupun yang tidak lagi bersekolah,

yang mengikuti aktivitas di SSRI, di sanggar saya, mereka juga

saya bawa ke sini. Karena di SSRI Gol A Gong menjadi salah

satu narasumbernya. Jadi sekalian memperkenalkan Pustakaloka

Rumah Dunia pada mereka. Sanggar tetap berjalan. Jadi bolak-

balik dari sanggar ke sini. Nah, mungkin jodohnya di situ,

merekalah yang kemudian jadi para relawan di Rumah Dunia. Ibu

Adam Aviciena, Piter Tamba, Rudi Gunawan, Qizink, Mahdi

Duri dan sebagainya yang kemudian hampir setiap pekan setelah

dari sanggar kemudian ke Rumah Dunia. Kadang-kadang sampai

 

197

malam dan sebagainya, satu dua orang, kemudian ditawari untuk

menginap di sini dan menjadi relawan Rumah Dunia. Salah

satunya Ibnu itu. Ketika selesai program SSRI itulah para

pesertanya dibawa ke sini semua. Dan sanggarnya tetap ada,

kemudian kegiatannya diintegrasikan dengan Rumah Dunia. Ya

sejak itu sama-sama. Ya sanggar, ya Rumah Dunia.

Apa Perbedaan SSSI dan Rumah Dunia?

SSSI hanya di sastra saja, sanggar sastra kan. Kalau Rumah

Dunia lebih luas. Ada kelas menulis, ada sastranya, film, ada

teaternya, ada menggambarnya, ada musiknya, macam-

macamlah. Kalau di sanggar memang hanya sastra saja. Lebih

banyak ke belajar menulis puisi, cerpen, esai, bagaimana menilai

sebuah karya sastra. Jadi lebih bersifat ke dalam, ketimbang di

Rumah Dunia ada pertunjukkan, ada musikalisasi puisinya,

macam-macam. Nah, kalau di sanggar memang hanya tempat

berdiskusi, menulis, mengembangkan keterampilan menulis,

termasuk mempublikasikannya di luar. Mereka juga sama

menulis di Harian Banten, di koran-koran lokal, termasuk juga di

Horisonnya. Dari kegiatan SSSI maupun SSRI itu gol-nya

meningkatkan keterampilan menulis siswa untuk SSSI itu, kalau

remaja ya, untuk meningkatkan keterampilan menulis para

remaja. Nah, tetapi di sanggar itu kita coba membuat penerbitan

semacam buletin atau jurnal, kemudian juga membuat antologi

dan sebagainya. Nah itu juga yang sama dilakukan di Rumah

Dunia juga membuat penerbitan buku dan sebagainya. Tetapi titik

tekannya di sanggar itu, hanya untuk meningkatkan keterampilan

menulis siswa di tahun pertama, kemudian ketika menjadi SSRI

ya meningkatkan keterampilan menulis sastra peserta yang

remaja itu.

Anggaran dari Horison hanya untuk buku-buku, kemudian untuk

pembelian komputer. Jadi bukan dalam bentuk uang, jadi dikirim

buku-buku untuk bikin perpustakaan kecil, sekitar 50 judul buku

dan masing-masing judulnya ada 3 eksemplar. Jadi cukup

lumayan. Kemudian karena harus di simpan di rak/lemari, itu

juga disuport rak bukunya. Kemudian untuk latihan melayout,

membuat penerbitan dan lain sebagainya itu diberikan satu

perangkat komputer beserta mejanya. Tapi itu justru lebih

bermanfaat karena di Serang waktu itu sulit mendapatkan buku-

buku sastra.

 

198

KMRD sudah memasuki angkatan ke-31, Anda melihatnya

bagaimana?

Perkembangannya cukup banyak secara kuantitas. Jadi dari tahun

ke tahun per angakatan itu psertanya selalu cukup banyak di

awal-awal. Tetapi kemudian, proses menulis itu kan butuh

ketahanan, kesabaran dan sebagainya. Nah, yang agak kurang di

tahun-tahun belakangan ini, pada kesabaran, ketahanan dan

militansi itu, ketimbang di angkatan awal. Jadi angkatan-

angkatan awal masih menulis, angkatan-angkatan itu sekarang

justru sudah menghilang. Belum berproses kemudian sudah

tinggal sedikit. Tapi memang kami memahami itu, karena dunia

kepenulisan itu bukan dunia massal, seperti dunia hiburan. Kalau

hiburan itu memang massal, atau seperti main bola banyak orang

dan sebagainya, itu massal. Kalau ini memang dunia individual,

dunia pribadi, memang sangat tergantug pada kesabaran,

ketahanan dari masing-masing peserta. Tapi antusiasme di

awalnya tetap seperti dulu, masih cukup banyak yang mendaftar.

Bagaimana dengan kegiatan Rumah Dunia yang selalu gratis?

Memang di waktu awal pendiriannya Rumah Dunia mencoba

menjadi sebuah tempat yang tidak membebani para peserta,

sehingga kemudian tidak dikenakan biaya. Bukan hanya di kelas

menulis, di kegiatan menggambar, teater dan sebagainya juga

tidak dikenakan biaya untuk para pesertanya. Biayanya dari

mana? Biayanya ini didapat dari teman-teman yang sudah bisa

menulis dan sudah mempublikasikan dan mendapatkan

honorarium, dari teman-teman yang sudah bekerja, itu jua

urunan, kemudian juga mendapatkan donasi dari teman-teman

yang punya ketertarikan, kepedulian ke dunia literasi. Jadi kami

mengontak teman-teman di Serang maupun di luar untuk menjadi

semacam donator, ada yang menjadi donator bulanan, ada yang

donator temporer kalau ada kegiatan. Jadi memang biayanya dari

semua orang yang peduli dan terlibat di Rumah Dunia, sehingga

si peserta tidak lagi dibebani oleh biaya.

Rumah Dunia sebagai wadah mencetak penulis-penulis baru?

Tanggapan Anda?

Mungkin sebelum adanya Sanggar, adanya Rumah Dunia

mungkin sudah ada penulis-penulis, tetapi sifatnya satu-dua, yang

itupun kiprahnya lebih banyak di luar, di Jakarta, di Bandung, ada

 

199

beberapa orang Serang, orang Banten yang menjadi

penulis/pengarang tetapi kiprahnya memang di luar itu. Misalnya

Misbah Yusabiran itu dari Rangkasbitung, tetapi memang sejak

mudah itu aktivitasnya jadi seniman teater di Jakarta di Senen.

Dia menulis drama dan sebagainya. Kemudian ada lagi Eros

Jarot, Slamet Raharjo, Teguh Karya, itu juga orang-orang Banten,

orang sini yang berkiprah di luar, di Jakarta, Jogja, di Bandung

dan sebagainya. Sementara di daerah Banten sendiri, di Serang

waktu itu memang nyaris belum ada pengarang, penulis atau

seniman, sastrawan yang muncul. Jadi baru menulis sebagai

konsusmsi pribadi, berteater sebagai konsumsi lokal. Nah, dengan

ada sanggar, ada Rumah Dunia waktu itu, karena Gol A Gong,

saya memang sudah menulis di luar, ada jaringan di luar, nah jadi

publikasi temen-temen di Rumah Dunia maupun di Sanggar jadi

terbantu. Sehingga mulai dari situ kemudian muncul penulis dari

Banten di media nasional, termasuk di penerbit besar di nasional.

Dengan munculnya nama-nama baru yang masih berusia muda

dan sebagainya, ya sekarang Banten atau Serang itu bisa dibilang

cukup baik regenerasinya, cukup dipandang di dunia

kepengarangan, di dunia sastra.

Makna Literasi bagi Anda?

Literasi itu bukan hanya sekedar melek huruf, memberantas buta

huruf, bukan sekedar membaca, tapi juga sebuah upaya

kecakapan hidup. Dengan literasi itulah seseorang bisa melakoni

hidupnya menjadi lebih baik, ketimbang dia tidak memiliki

kecakapan membaca dan menulis. Jadi literasi itu membuka

wawasan seseorang terhadap dirinya dan lingkungannya sehingga

dia bisa atau mampu mengatasi setiap persoalan hidupnya. Jadi

bukan perkara buku, baca saja, tapi juga membuka wawasan

hidup seseorang lebih luas. Walaupun caranya dengan membaca

buku. Nah, karena membaca buku itulah wawasan menjadi luas,

jendela terbuka, banyak pintu untuk menuju ke dunia luar dan

kemudia mengaktualisasikan dirinya melalui menulis.

Bisa Diceritakan Awal Anda Mengenal Buku?

Sejak SD saya sudah baca Koran, buku-buku belum banyak

waktu itu. Bahkan sebelum sekolah saya sudah baca Koran.

Karena di rumah berlangganan Koran, kebetulan orang tua saya

juga adalah guru. Jadi punya langganan Koran dan beberapa

 

200

buku. Tapi memang bukunya belum banyak. Nah, kegemaran

membaca Koran di pra SD sampai ke SD itulah kemudian di

SMP mulai membaca buku-buku sastra, buku puisi, buku cerita

pendek, buku-buku pelajaran tentang sastra punya orang tua.

Kebetulan SMP kelas III, Kakak saya itu kuliah di Bandung,

Kakak almarhum, melalui dialah kemudian saya berkenalan

dengan buku-buku puisi kanon, ada buku Rendra, Abdul Hadi,

Sapardi, buku Subagio Sastro Wardoyo, buku filasafat, terus itu

dippukup sampai SMA kelas II. Dan SMA kelas II itu kakak saya

meninggal, sehingga pasokan buku berhenti. Karena di Serang

waktu itu belum ada toko buku besar, kalaupun ada toko buku ya

isinya buku-buku pelajaran, buku-buku Agama di Royal dan

sebagainya. Belum ada buku-buku sastra yag berat-berat hanya

komik dan sebagainya di penyewaan. Karena kakak meninggal,

pasokan buku-buku berkuang, ya akhirnya nyari sendiri. Saya

pergi ke Senen Jakarta belanja buku, atau ke Bandung pergi

karena ada saudara di Bandung waktu SMA ya pasti mampir ke

toko buku dan membeli buku-buku sastra. Alhamdulillah setelah

lulus SMA, saya kuliah di Bandung, jadi kegemaran memabca

buku itu jadi terawat dan ketemu tokonya, ada tempatnya. Jadi

uang harian selama kuliah di Bandung itu lebih banyak untuk beli

buku. Kemudian honor menulis puisi ya dibelikan buku lagi,

walaupun kecil honornya.

Waktu pertama kali puisi saya muncul di koran itu tahun

1985 di koran Pikiran Rakyat, ada rubrik puisi asuhan Pak Sanini

KM, waktu itu dimuat tiga puisi. Satu puisi honorariumnya

Rp.4000 waktu itu. Jadi kalau tiga puisi dapat Rp.12.000,- itu

tahun 1985. Itu lumayan kalau uang bulanan saya dikasih

Rp.10.000,- ini honor puisi 12ribu, ya lumaan kan? Karena dari

uang 12 ribu saja bisa kebeli buku yang harganya rata-rata

Rp.550 perak, Rp.600 perak. Harga buku puisi itu paling mahal

rata-rata Rp.750 perak. Kemudian baju, swater itu saya sempat

membeli swater untuk ibu harga sekitar Rp.8000. dari honor itu

Alhamdulillah kebeli.

Arti Buku bagi Anda?

Buku itu kawan untuk mengantarkan kita memahami dunia di

luar diri kita, untuk kemudian bisa mengerti diri kita. Kan ada

buku-buku informatif, dengan membaca buku-buku informatif

kita jadi mengetahui dunia luar. Juga ada buku-buku yang

 

201

mengajak berpikir, seperti buku-buku analitis, dengan buku itu

kita diajak berpikir, jadi bukan mengetahui dunia luar, tapi

memahami dunia luar. Dengan dua hal itu, mengetahui dan

memahami dunia di luar diri kita, kita jadi bisa memahami dunia

kita sendiri.

Sampai kapan Anda akan mengajar?

Kalau dihitung dari adanya Sanggar itu tahun 2000 sampai

sekarang berarti sudah 18 tahun. Tapi jauh sebelum itu saya juga

punya komunitas Azeta misalnya, terus Lingkaran Sastra. Kalau

dimulai dari kegemaran menulis puisi sejak SMP ya sudah

hampir 30 tahun. Kalau dihitung dari pertama kali karya puisi di

muat tahun 1985, berarti ke sini sudah 32 tahun.

Apa yang membuat Anda mencintai duni sastra?

Ya itu tadi, dengan membaca, kemudian terutama menulis puisi,

itu jadi medium untuk melakukan permenungan, melakukan

pemikiran, memahami, mengetahui dan sebagainya. Kemudian

juga bagaimana menyampaikan pesan kepada orang lain secara

tertib lewat puisi. Karena puisi bagaimapun menulis puisi itu

membutuhkan ketertiban yang tinggi ketimbang jenis tulisan

yang lain. Walaupun tulisan yang lain, seperti artikel, esai,

cerpen, punya ketertibannya masing-masing. Tetapi saya

menganggap di puisi itu ketertibannya paling tinggi. Karena

harus memeras kata, memeras kalimat, harus mengkristalkan

sesuatu hal sampai ke hal yang sekecil-kecilnya, tetapi

menyampaikan sesuatu yang sebanyak-banyaknya. Itu kan

tantangannya sangat besar dengan memilih kata-kata, memilih

diksi, memilih cara ungkap, memilih metafora, memilih majas,

menyusun bentuk dan sebaginya yang tidak ditemukan di genre

tulisan yang lain, itu puisi jadi memliki tingkat ketertiban yang

menurut saya yang paling tinggi. Dengan menggeluti itu manfaat

buat pribadi, untuk kehidupan pribadi, saya jadi lebih sabar, lebih

tabah, lebih cermat, lebih hati-hati, lebih terukur untuk

menyampaikan sesuatu hal. Jadi bukan hanya di puisi, di

kehidupan sehari-hari juga itu sangat bermanfaat. Sehingga tidak

lebih banyak kata. Karena saya meyakini, prinsip bahwa di puisi

itu hanya dengan satu kata bisa menyampaikan sebuah dunia.

Bisa menyampaikan ribuan hal. Dan itu masuk dalam kehidupan

sehari-hari sehingga lebih banyak menahan diri ketimbang

 

202

mengumbar kata-kata, lebih banyak mengukur sesuatu hal,

ketimbang dengan menyamaratakan orang. Itu manfaat yang

sengaja atau tidak sengaja muncul di diri saya dengan lebih

banyak menggeluti dunia puisi.

Sampai kapan Anda akan mengajari orang-orang menulis

puisi?

Selama masih ada umur, selama masih ada waktu dan masih ada

orang yang mau bersama-sama belajar, kalau tidak ada, ya saya

belajar dengan diri saya sendiri. Jadi ada satu atau dua orang, ada

sepuluh atau duapuluh orang itu tidak pernah jadi persoalan.

Karena tidak ada peserta pun saya masih bisa belajar bersama diri

saya. Selama masih ada waktu dan umur, rasanya dunia puisi itu

tetap sesuatu yang bukan lagi menarik hati, tetapi sudah menjadi

bagian kehidupan sehari-hari.

Bisa disebutkan apa saja karya-karya Anda?

Awalnya kalau yang kumpulan puisi itu berjudul Jekak Tiga, itu

ada tiga penulis, saya, Gol A Gong, dan Ryas Revolta. Rumah

Dunia belum ada waktu itu. Bukunya diterbitkan oleh kelompok

atau komunitas Azeta sekitar tahun 1988. Jadi itu awal-awal kami

ketemuan, Gong sambil membuat Balada Si Roy waktu itu, juga

menerbitkan antologi puisi. Beriktnya puisi Ode Kampung, itu

berdua saya dan Gong. Kemudian antologi puisi tunggal saya

Mencari dan Kehilangan (1995-1996), dari situ kemudian

berlahiran buku-buku puisi yang lain. Yang terbaru terbit itu buku

puisi Lidah Politikus (2017), sekarang sedang menyiapkan ada

satu kumpulan puisi, sebetulnya sejak dua tahun lalu, tapi belum

selesai, judulnya 1.000 Kilometer dari Hatiku, itu lebih ke puisi-

puisi pribadi ketimbang Lidah Politikus. Tapi sekarang ini juga

sedang menyiapkan satu kumpulan lagi yang sifatnya lebih

berbicara tentang, jadi puisi yang berbicara tentang puisi, jadi

mengupas apa itu puisi, bagaimana itu puisi, melalui puisi.

Judulnya belum ketemu. Tapi puisi-puisinya sudah mulai

dimunculkan. Jadi tiap hari menuliskan puisi yang berbicara

tentang puisi dan itu di-upload di media sosial. Target terbitnya

belum ada. Mudah-mudahan tahun ini, kalau tidak tahun depan.

 

203

Arti nama pena Toto ST Radik?

Nama pena saya Toto ST Radik. ST-nya itu dari inisial dari nama

Abah dan Ibu. S-nya Suhud dan T-nya Tuchaeni. Suhud nama

Abah saya. Tuchaeni nama Ibu saya. Saya gabungkan jadi ST di

tengah nama saya. Radik dari bahasa inggris saya ambil, waktu

itu ketika membuat nama pena itu, saya masukkan sebagai akar

berpikir, sampai ke akar-akarnya, memahami sesuatu hal sampai

ke akar-akarnya, sehingga saya pilihlah nama Radik itu.

Filosofinya itu, jadi mengakar, mempertimbangkan sesuatu

sampai ke akar-akarnya, atau percaya kepada akar, bukan kepada

buah. Percaya kepada proses, bukan hanya kepada hasil.

Makanya kata Radik itulah saya pilih.

 

204

WAWANCARA III

Data Informan 3 Nama : Endang Rukmana

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tempat/Tgl. Lahir : Jakarta, 15 Mei 1984

Kelas Menulis Rumah Dunia : Angkatan ke-1

Pekerjaan : Penulis

Waktu Wawancara : Rabu, 24 Januari 2018

Anda ikut kelas menulis angkatan ke berapa? Dan waktu itu

kabarnya Anda masih SMA?

Saya angkatan pertama di kelas menulis Rumah Dunia, tahun

2000. Saat itu saya masih sekolah di SMAN 1 Kota Serang. Saat

itu saya masih kelas II.

Anda tahu keberadaan Rumah Dunia dan KMRD dari mana?

Awalnya saya ikut Sanggar Sastra Siswa Indonesia (SSSI), saat

itu majalah sastra Horison dan Foundation mengadakan agenda

sastra di Inonesia, salah satunya di Kota Serang yang

dipercayakan kepada Mas Toto ST Radik. Salah satu tutor

menulis di SSSI itu Mas Gol A Gong. Dari situ kemudian Mas

Gol A Gong kemudian mengundang kami untuk ke rumahnya,

yang kemdian kami tahu nama Sanggarnya adalah Rumah Dunia

Apa yang mendorong Anda mengikuti kelas menulis ini?

Karena dulu saya, merasa tertarik dengan profesi menulis. Dulu

saya pernah baca beberapa buku. Awalnya yang menuat saya

tertarik itu dulu ada buku kumpulan cerpen Merajut Cahaya itu

kumcer penulis FLP yang menerbitkan dulu itu Anida.

Waktu itu apa motivasi Anda mengikuti kelas menulis?

Saya melihat menjadi penulis itu sesuatu yang keren. Bahwa

menulis itu enggak biasa. Kalau saya menulis itu bakal keren

saya-nya. Mungkin motivasinya untuk populer sebagai ABG

waktu itu.

 

205

Bagaimana metode pembelajaran KMRD saat itu?

Iya, itu karena mungkin kita masih sangat awal sekali, kelas

menulis itu lebih sharing proses kreatif menulis Mas Gol A Gong.

Kalau sekarang kan silabus kelas menulis sudah jelas dan

waktunya 6 bulan. Bahkan sempat pada masa-masa tertentu

hanya 3 bulan kelas menulis. Dan mungkin di angkatan kelima

atau kesekian. Mungkin di angkatan saya itu Cuma empat kali

pertemuan sudah beres. Atau sebaliknya, kan saya agak lupa,

awalnya tidak ada waktu harus berapa lama, yang jelas tiap

minggu ketemu, kemudian ada ketentuan per 3 bulan, baru

kemudian yang saya tahu terakhir ini selam 6 bulan. Jamnya

sama jam 2 siang.

Anda pernah mengikuti kelas menulis di komunitas lain? Jadi kita awalnya ke rumah Mas Toto. Jadi kita ikut dua kelas. Di

Mas Toto kelas Sanggar sastra dengan materi beragam seperti

esai, puisi dan segala macam, kemudian kita dari rumah mas toto

ke rumah mas gong, di mas gong lebih ke fiksi dan jurnalistik.

Tutornya itu mas gol a agong. Saya lupa apakah mas toto itu

apakah ikut mengisi menjadi tutor di rumah dunia juga tau tidak.

Tapi paling banyak mas gol a agong langsung. Seingat saya tidak

ada penulis dari luar Banten yang menjadi tutor di kelas menulis.

Bahkan Herwan FR dan Wan Anwar (alm) itu cuma ada di

sanggarnya Mas Toto. Jadi di RD itu bener-bener Mas Gong.

Bagaimana awalnya Anda bisa mencintai dunia tulis menulis?

Saya tidak ada keturunan keluarga yang menulis. Ibu saya buruh,

bapak saya juga buruh. Jadi saya tidak punya keturunan keluarga

literasi. Bapak-ibu saya bukan dosen, dan di rumah saya tidak ada

perpustakaan. Cuma memang dulu ada tetangga dari Depdikbud

waktu saya masih tinggal di Jakarta, dia punya banyak koleksi

buku bacaan. Dan saya kerap suka membaca, jadi mungkin itu

apa ya bakat atau apa ya, jadi dari kecil memang ketika ada buku

saya selalu suka. Dulu itu ada buku-buku paket bahasa Indonesia,

PPKN dan lainnya itu pasti ada cerita-ceritanya. Untuk

menyaipaikan cerita yang memiliki pesan moral, pasti

disampaikan dengan fable, seperti si kancil anak nakal. Saya

kalau menerima buku say abaca semua. Kalau buku pelajaran itu

saya beli, langsung saya baca sampai habis, ceritanya saya baca

dulu semuanya. Itu tanda-tanda saya sudah mulai suka baca. Saat

 

206

SD saya selalu suka pinjem buku cerita dan how to di perpus dan

membacanya.

Sebelum mengikuti KMRD, Anda pernah menulis karya? Sebelum ke Rumah Dunia saya sempat bertemu pak sayair

Asiman, beliau seorang wartawan di Kabar Banten. Belau bilang,

“Dang, nulis,” katanya. Coba nulis, nanti kalau kamu nulis nanti

dapat uang. Saya seperti adik asuhnya Pak Sayir Asiman, karena

saya sempat tinggal bersama. Sebelum di RD saya baru

menerbitkan dua ficture di Kabar Banten.

Mulai menulis di Koran feature di Fajar Banten itu, setelah

masuk RD saya coba menulis artikel, esai dan terbit di Fajar

Banten, harian banten. Dan semasa itu paing ada kumpulan puisi

dan cerpen. Dan (menerbitkan) satu antologi puisi sendiri

judulnya Hanoman Mencari Cinta, tahun 2003-2004. Kalau buku

pertama “Dari Donat sampai Presiden” itu kumpulan esai bersma

Aad. Kalau novel sesudah saya kuliah bikin buku tunggal.

Judulnya Sakit ½ Jiwa sekitar tahun 2006, terus Gotcha!, Pahetle

Cinta. Total sepuluh buku.

Kenapa Anda memilih bergabung di KMRD?

Karena saya tertarik menulis. Jadi sebelum bergabung, saya

sudah punya ketertarikan di dunia kepenulisan. Kelas menulis

kan muncul ketika saya sudah kelas III SMA. Sementara

ketertarikan saya pada dunia tulis menulis sendiri sudah ada sejak

saya SMP. Ketika saya kenal dengan seorang wartawan Syair

Asiman, saya sudah disuruh menulis artikel. Dan itu menjadi

kebanggan tersendiri ketika karya saya dimuat. Ketika SMA

mulai baca buku-buku cerpen, dan menjadikan saya juga ingin

bisa membuat cerpen seperti dalam buku yang saya baca itu.

Bagaimana menurut Anda terkait adanya KMRD?

Tentu saja sangat positif, karena ini kan kelas yang tidak mudah

dijumpai. Lebih mudah menjumpai kelas menjahit, kursus mobil,

segala macam itu dibanding menjumpai kelas menulis, selagi di

zaman saya itu.

Anda sekarang beralih profesi jadi pengusaha? Sebenarnya saya tidak beralih profesi. Jadi memang life skill saya

itu menulis dan berjualan. Dan dua hal itu beriringan. Kebetulan

 

207

pada suatu masa diasah, misalnya pada titik saya fokus ke novel,

kemudian saya mengabaikan potensi saya sebagai berjulan atau

pengusaha tidak diasah. Saya punya dua bakat. Jadi kalau dua-

duanya dikembangkan bisa. Tapi sekarang lagi fokus berbisnis.

Saya sejak kecil sudah suka berjualan. Waktu SD pernah jualan

es, waku SMA waktu saya masih jadi anggota Rohis, saya jualan

kaset-kaset islam, jualan manset, jualan kerudung juga dan saat

kuliah juga julan makanan catering. Kalau jualan Soto ini baru 6

bulan terakhir ini.

Menurut Anda bagaimana dengan profesi menulis?

Profesi menulis itu bisa hidup. Jadi profesi menulis itu profesi

yang seksi. Karena tidak banyak orang yang bercita-cita ingin

jadi seorang penulis. Kalau anak-anak ditanya cita-citanya pasti

akan menyebutkan ingn jadi dokter, insiyur dan sebagainya, kalau

ingin jadi penulis jarang. Mungkin ada perdebatan bisa enggak

profesi menulis bisa untuk kebutuhan hidup? Sebenarnya bisa,

kalau kita produktif. Problemnya kan kita masih menganggap

menulis masih sebagai profesi sampingan, jadi tidak diseriusi

seperti kita bekerja seperti orang biasanya.

Bagaimana menurut Anda terkait program KMRD?

Menurut saya sangat bermanfaat. Karena menulis itu life skill.

Apalagi sekarang hidup di zaman medos. Saya melihat, bahwa

banyak orang dengan kemampuan menulis, mereka hidup. Entah

kerja menjadi buzzer, influenser dan lainnya. Karena sekarang

banyak set job dari menulis itu, seperti scripit writer, sekanario,

konten media dan lain-lain. Bahkan termasuk bakat untuk

menjadi admin sebuah lembaga saya rasa itu juga membutuhkan

skill (menulis) tersendiri.

Bagaimana kesan pertama saat melihat/mengenal Gol A Gong?

Saya lihat biasanya orang-orang terkenal itu umumnya sangat

sulit didekati, ada rasa menjaga jarak atau apa gitu, sementara

Mas Gol A Gong itu saya ingat, kita baru satu-dua kali bertemu,

saat kita bertemu di Alun-alun Kota Serang, saya lupa acara apa,

dan Mas Gong duluan yang menyapa saya. Dia mengenali saya

dan menyapa. Itu sedikit amazing, surprise! Jarang-jarang orang

terkenal yang nyapa duluan. Saya kan dulu orang yang belum

terkenal, siapa sih Endang Rukmana yang masih anak SMA. Tapi

 

208

itu Mas Gong menyapa saya duluan, dan mengajak ngobrol saya.

Jadi dia itu orang yang ramah.

Darimana Anda mengenal Gol A Gong? Bisa diceritakan?

Saya kenal Gol A Gong bukan dari bacaan, tapi karena Gol A

Gong sebagai tutor saya di Sanggar Sastra Siswa Indonesia. Jadi

ketika SMA sebenarnya daya baca saya belum banyak. Saya

cuma pernah baca komik Petruk Tatang S. dan buku-buku novel

anak terbitan Balai Pustaka, sementata karya-karya sastra dan

populer yang lain, saya belum baca waktu itu.

Menurut Anda bagaimana sosok Gol A Gong?

Sosok yang ramah, bisa bergaul ke siapa saja, dan punya energi

kreatif, energi untuk menggerakkan sesuatu, yang sulit orang lain

tiru. Mas Gong kan selalu punya ide, punya kegiatan, yang aku

sendiri ngebayanginnya tidak punya energy sebesar itu. Kalau

misalnya aku hanya bisa menulis satu karya dalam satu waktu.

Sementara Mas Gong bisa menulis banyak karya sambil juga dia

menggarap banyak kegiatan. Sekarang umur Mas Gong sudah

50an, di umur segitu, orang-orang yang masih umur 20an pun

belum tentu bisa menyamai energi yang dimilik Mas Gong

diumurnya yang 50 tahun itu.

Sebutkan beberapa kata untuk menggambarkan Gol A Gong?

Inspiratif, enerjik, influenser atau orang yang mampu

mempengaruhi orang lain dalam hal positif, inisiator, penggagas

dan Mas Gong orangnya idealis.

Apa arti buku bagi Anda?

Buku itu, cara manusia membagikan kisah dan cerita hidupnya.

Jadi pengetahuan manusia itu diwariskan dari zaman ke zaman.

Umur manusia itu kan pendek, tapi kenapa sekarang kita sudah

membangun banyak hal teknologi, peradaban, kita sudah bisa

mendaratkan pesawat di bulan, sudah bisa melakukan

pencakokan jantung, dan banyak hal lagi pencapaian ilmu

pengetahuan. Di umur manusia yang sangat pendek itu, hal

tersebut tidak mungkin terjadi, jika tidak ada tradisi mewariskan

pengetahuan, dan salah satu cara mewariskan ilmu pengetahuan

dengan cara menulis. Membukukan pengetahuan kita dengan cara

kita menulis buku dan kemudian membacanya, kita bisa

 

209

mewariskan pengetahuan kita ke orang lain. Sampai sekarang kita

masih tahu pemikiran Plato dan Aristoteles, 3000 tahun yang lalu

seperti apa, masih bisa kita baca. Dan uniknya, akhirnya kita tahu

bahwa orang yang hidup 3000 tahun lalu, bisa lebih pintar dari

orang zaman sekarang.

Arti literasi bagi Anda? Dan seberapa penting?

Sekarang ini zaman globalisasi dan informasi, jadi segala hal itu

antara pemenang dan pecundang kadang-kadang tergantung dari

sebanyak apa informasi yang dia kuasai. Jadi melek literasi di sini

artinya melek pengetahuan, kemampuan untuk membaca buku,

membaca informasi. Kan literasi itu harus dimaknai secara luas.

Diawali dengan sikap kritis dalam membaca buku, informasi di

buku, kemudian akan berlanjut ke kemampuan dia membaca

situasi politik, pasar dan sebagainya. Jadi itu sangat berpengaruh.

Dia akan tumbuh menjadi orang yang bisa bersaing secara

ekonomi, karena dia menguasai informasi dan paham soal

informasi, sehingga tidak mudah dibego-begoin, kemudian

dengan sadar politik dia tidak mudah dihasut, tidak mudah

dibakar dengan siu-isu politik, oleh berita-berita hoaks, sentimen-

sentimen SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan), jadi itu

pentingnya literasi bagi masyarakat.

Apa manfaat Rumah Dunia bagi Anda?

Maanfaat Rumah Dunia buat saya tentu saja keahlian menulis,

memberikan saya life skill menulis dan jejaring kesempatan untuk

berkarir sebagai penulis, walaupun kalau untuk ke penerbit Gagas

Media tidak secara langsung, tapi saya kan waktu itu bisa juga

„menjual‟ nama Rumah Dunia, ketika saya ikut programnya

Gagas, saya bilang saya pernah ikut Kelas Menulis di Rumah

Dunia. Itu juga manfaat Rumah Dunia buat saya pribadi.

Kalau manfaat Rumah Dunia untuk masyarakat umum yang saya

lihat, Rumah Dunia telah banyak menetaskan generasi-generasi

baru yang melek literasi.

Apakah Gol A Gong selaku tutor KMRD menggunakan

komunikasi dengan Bahasa Jawa Serang atau Bahasa Sunda? Mas Gong menggunakan bahasa Indonesia dalam mengajar.

Hanya sesekali diselingi dengan bahasa Sunda dan Jawa Serang,

itupun disertai dengan penjelasan karena sebagian dari kami

 

210

bukan penutur asli kedua bahasa tersebut. Jadi secara keseluruhan

saya dapat memahami materi yang disampaikan Mas Gong.

Adakah simbol nonverbal Gol A Gong yang tidak dipahami? Setahu saya tidak ada atau mungkin saya yang kurang

memperhatikan detail visual.

Anda memahami budaya Gol A Gong selaku tutor KMRD?

Saya kira berlaku komunikasi dua arah dan saling pengertian soal

latar belakang budaya ini. Sebagai seorang novelis dan traveler

Mas Gola Gong memiliki pengetahuan budaya yang baik,

sehingga dapat dengan mudah menjalin komunikasi dan

memahami background budaya peserta KMRD.

Pernah mengalami hambatan komunikasi saat KMRD?

Tidak ada kendala. Saya bisa menyerap semua materi dengan

lancar.

 

211

WAWANCARA IV

Data Informan 4 Nama : Piter Tamba

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tempat/Tgl. Lahir : Lampung, 1 November 1982

Kelas Menulis Rumah Dunia : Angkatan ke-1

Waktu Wawancara : Selasa 20 Febrari 2018

Anda angkatan KMRD ke berapa? Bisa diceritakan?

Saya Kelas Menulis Rumah Dunia angkatan pertama. Sekitar

tahun 2002/2003. Saat itu saya masih kuliah di IAIN Sultan

Maulana Hasanuddin (SMH) Banten (sekarang UIN Banten),

semester V jurusan Syariah Muamalat.

Apa yang mendorong Anda mengikuti kelas menulis ini?

Saya ikut kelas menulis ini ingin tahu. Sebab industri kreatif kan

pasti harus bisa nulis. Karena saya juga tahu latar belakang Mas

Gong dari TV, wah ini kelihatan menarik sekali nih, pikir saya.

Saya juga ingin bisa nulis sekenario, cerpen, novel dan lain-lain.

Waktu itu apa harapan Anda mengikuti kelas menulis RD?

Harapannya saya ingin bisa menulis lebih baik lagi. Karena

sering main di Rumah Dunia dan tahu ada kelas menulis, kenapa

enggak ikut gitu. Karena orang lain itu susah untuk mengikuti

kelas menulis, saya yang sudah deket, kenapa enggak ikutan gitu.

Bagaimana metode pembelajaran KMRD dan siapa tutor

menulis saat itu?

Metodenya biasa, kumpul, ngasih materi, ada tugas, nanti dibahas

satu-satu. Dulu sering juga ngundang dari Kompas untuk belajar

layout buku, buat novel. Atau dari teman-teman penulis Mas

Gong sering ngasih motovasi di kelas menulis. Tutornya

langsung oleh Mas Gong, Mas Toto puisi.

Apakah Anda mengikuti kelas menulis di komunitas lain?

Saya juga ikut Sanggar Sastra Siswa Serang di rumah Mas Toto

di Penancangan. Saya kebetulan masih mahasiswa jadi ikut.

Habis dari rumah Mas Toto, baru ikut kelas menulis di Rumah

Dunia.

 

212

Kenapa Anda bisa mencintai dunia tulis menulis?

Awalnya dari dunia kesenian di teater sebenarnya. Jadi bisa

menulis itu kelihatannya asyik, walaupun kemudian bukan dunia

tulis menulis yang saya dalamin. Dari pergulatan, saya memilih

kesenian dan sekarang saya menggeluti dunia desain grafis. Tapi

kan kalau desain grafis butuh copy writer, jadi saya tahu dasar-

dasarnya misalnya butuh ilmu jurnalistik, saya tahu dasarnya.

Untuk menulis caption atau apalah gitu kan, itu penting juga ilmu

jurnalistik. Jadi tidak murni dibuang itu ilmu jurnalistik.

Dari menulis ke desain grafis, bisa diceritkan?

Bukan tulis menulis akhirnya yang saya tekuni. Saya malah

kemudian lebih tertarik mendalami dunia desain grafis. Yang tadi

saya bilang, bahwa ilmu jurnalistik itu, tidak harus menjadi

penulis, ini menurut saya. Jadi ilmunya kita ambil, bisa kita

manfaatkan untuk apa saja. Bahkan menulis di facebook atau

menulis artikel atau apa pun, kalau kita tahu ilmunya akan

gampang-gampang saja. Saya di teater Gesbica pernah jadi ketua

unit tetaer. Pementasan sering, baik di Banten maupun luar kota,

seperti di Serang, Cilegon, Tangerang, Bandung, Cirebon dan

Lampung.

Kabarnya sekarang Anda beralih profesi? Bisa diceritakan? Saya pernah bekerja di Banten TV pada 2009-2010. Kemudian di

Baraya TV sejak tahun 2010-2016, dulu menjadi tim kreatif,

kemudian terakhir menjadi manager program. Jadi sebenarnya

bukan beralih profesi. Jadi ibaratnya gini, kan kita bisa belaar

silat, kemudian jadi tukang ojek. Kaitannya apa? Kalau dirampok

kan kita bisa silat, ya gitu? Jadi ilmu masih tetap berguna

walaupun tidak harus menjadi misalnya, kalau belaar silat

menjadi petarung, kan enggak harus itu. Jadi bisa menjadi desain

garfish, bisa menjadi tim kreatif, termasuk tin keratif kan buat

naskah, sinopsis dan sekenario dan yang lain-lain. Itu kan

ilmunya masih dipakai. Enggak mungkin enggak dipake.

Sekarang saya sibuk free lance desain grafis, buat logo, buat

desain cover dan yang lain-lain.

Bagaimana awal kenal dengan Gol A Gong?

Awal kenalnya sama sebenarnya seperti awal kenal saya dengan

Rumah Dunia. Karena saya aktif di kuliah, aktif di kampus di

 

213

dunia seni, di Serang ini, dulu yang saya kenal antara Mas Gong,

Mas Toto. Makanya kemudian sering ngundangnya itu. Bahkan

kita juga sering main ke Rumah Dunia. Mas Toto kan dulu,

termasuk tutor teater juga. Sebenarnya kita juga banyak belajar

dari Mas Toto soal teater, tetang naskah, karena Mas Toto juga

penulis naskah teater. Dan kita juga sering mementasakn naskah-

naskah teater Mas Toto. Dari sana kenalnya.

Menurut Anda bagaimana sosok Gol A Gong?

Dia itu pejuang literasi, pendidik, pekerja keras, ambisius,

pantang menyerah.

Apa arti buku bagi Anda?

Buku itu jendela dunia. Baca buku, bisa banyak tahu. Saya juga

pernah di pesantren dan yang dibahas juga tentang buku atau

kitab-kitab. Ya banyak membaca, banyak tahu. Jadi satu ilmu itu

sama, ibaratnya 1+1, kalau orang yang tahu pasti jawabannya

dua. Seluruh dunia tahun soal itu. Jadi kalau kita tahu 1+1 itu

adalah dua, maka kita sudah membuka cakrawala dunia.

Ibaratnya begitu.

Apa makna literasi bagi Anda? Dan seberapa penting?

Literasi itu penting. Karena kita akan mengetahui secara mudah

apa yang kita akan tahu. Jadi kita ingin tahu apa, kita bisa dengan

cepat tahu dengan baca buku. Misalnya kita ingin tahu tentang

Negara Amerika, walaupun kita enggak harus ke Amerika.

Tentang apapun. Misalnya tentan Syaikh Nawawi, kita tidak

perlu ketemu orangnya, karena memang beliau sudah meninggal,

jadi kita bisa baca buku-buku karangan beliau sehingga seakan-

anak dekat dengan beliau.

Apa manfaat Rumah Dunia bagi Anda?

Rumah Dunia sangat erat kaitannya dengan saya. Misalkan

kenapa saya akhirnya menetap di Rumah Dunia, awalnya kan dari

saya kuliah di IAIN, kenal Gesbica, di Gesbica saya berkegiatan,

mulai dibentuk, dan kemudian dibentuk lagi di Rumah Dunia.

Dan antara Gesbica dan Rumah Dunia ini pasti ada relasi yang

saya temuin. Relasi A, relasi B dan relasi C. hingga sampai

sekarang saya kerja, saya banyak kenal sama orang-orang, ya

salah satunya dari Rumah Dunia, selain dari kampus misalnya.

 

214

Kan kerja di Banten TV dulu juga rekomendasi dari Rumah

Dunia, kerja di Baraya TV juga awal kenalnya juga, karena saya

orang Rumah Dunia. Selain memang kitanya harus kompeten

juga, karena enggak mungkin juga kalau enggak kompeten.

Karena Rumah Dunia untuk saat ini sangat berpengaruh di

kehidupan saya. Apalagi di dunia kerja. Saya belajar bikin film

awalnya di Rumah Dunia. Jadi kan ada workshop-workshop film,

kita sering ikut dan mengadakan acara film dan kita mulai syuting

di sini. Dulu di Rumah Dunia ada kelas film. Dulu kelas menulis

itu enggak seperti sekarang, kelas menulis itu bisa campuran. Jadi

besok kita belajar sekenario, misalnya. Karena format kelas

menulis masih baru.

Apakah tutor menggunakan komunikasi dengan Bahasa Jawa

Serang atau Bahasa Sunda?

Bahasa Serang dan Bahasa Sunda yang tidak dimengerti itu tidak

ada. Tapi sesekali Mas Gong mengatakan. Sesekali menggunakan

Bahasa Serang atau Sunda. Seperti sire (kamu), apane (gimana),

pokokya yang kata sambung begitu. Saya rasa semua mengerti,

karena bahasa itu sudah familier.

Adakah simbol nonverbal tutor yang tidak dipahami Anda?

Tidak ada itu. Dan komunikasi nonverbal juga tidak ada masalah.

Anda memahami budaya Gol A Gong selaku tutor KMRD?

Yang ditonjolkan Mas Gong ya budaya Indonesia saja, meski

Mas Gong lahir di Purwakarta. Dan kita juga semua paham,

memahami semua.

Ada hambatan komunikasi saat kegiatan KMRD? Selama saya ikut kelas menulis, tidak ada hambatan komunikasi.

 

215

WAWANCARA V

Data Informan 5 Nama : Adkhilni Mudkhola Sidqi

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tempat/Tgl. Lahir : Serang, 8 Agustus 1986

Kelas Menulis Rumah Dunia : Angkatan ke-1

Pekerjaan : Diplomat di Kedutaan Besar

Republik Indonesia (KBRI) untuk

Swiss dan Liechtenstein

Berkedudukan di Kota Bern.

Pendidikan : Monash University Australia,

Master of International Relations.

Waktu Wawancara : Jumat, 9 Februari 2018

Teknik Wawancara : Dilakukan melalui surat elektronik

Anda mengikuti KMRD angkatan ke berapa? Bisa diceritakan?

Kelas Menulis Rumah Dunia angkatan pertama. Sekitar tahun

2001. SMA kelas 1.

Dari mana Anda mengetahui info kelas menulis?

Sebelumnya saya aktif mengikuti Sanggar Sastra Siswa Indonesia

(SSSI) dibawah asuhan Mas Toto ST Radik. Mas Gong pernah

menjadi pemateri di SSSI dan mengenalkan tentang rencana

pendirian Pustakaloka Rumah Dunia, kemudian membuka kelas

menulis angkatan pertama.

Waktu itu apa harapan Anda mengikuti kelas menulis?

Saya sudah mulai menulis di koran-koran lokal, dahulu hanya ada

Fajar Banten dan Harian Banten. Saya berharap agar menjadi

penulis yang lebih baik dan produktif.

Kenapa Anda memilih bergabung di KMRD?

Mengikuti anjuran Mas Toto dan untuk menambah pengalaman

lain selain di SSSI.

Bagaimana menurut Anda terkait adanya KMRD?

Bagus. Tapi mungkin karena semakin sering diadakan, semakin

kurang terbina dengan baik.

 

216

Bagaimana pembelajaran KMRD dan siapa saja tutornya?

Itu 17 tahun yang lalu. Sudah banyak yang lupa. Tapi yang masih

saya ingat adalah menulis dari pengalaman dan reportasi dimana

kami diminta menulis setiap pekan hal-hal baru yang ditemui di

lingkungan sekitar. Saya ingat saya menulis tentang bisnis

pedagang duren musiman di sekitar Alun-alun Kota Serang, dan

ibu-ibu pembuat keripik dari biji duren untuk dijual.

Tutornya Mas Gong, Mas Toto, dosen-dosen Untirta dan IAIN

Banten (dh. STAIN) seperti Herwan FR, alm. Ruby Baedowi.

Juga tutor tidak tetap dari luar Serang, seperti Ahmadun Yosi

Herfanda, Helvy Tiana Rosa, dan penulis FLP lainnya,

tergantung kesediaan waktu mereka.

Sebelum ikuti KMRD, Anda pernah menulis cerpen/puisi?

Iya ketika di SSSI. Menulis artikel opini di koran lokal pada

kurun tahun 2003-2004. Kemudian setelah lulus kelas menulis

Rumah Dunia dan lulus SMA, menerbitkan buku kumpulan

artikel, puisi, dan cerpen bersama teman-teman.

Adakah saran untuk program KMRD?

Dibuat jarak antara angkatan yang lebih jarang agar mudah

membina. Dimanage lebih baik. Jangkau para pekerja, PNS, dan

professional lainnya. Bukan hanya siswa dan mahasiswa. Dan

diadakan di luar tempat selain Rumah Dunia.

Kabarnya sekarang Anda beralih profesi sebagai diploma?

Tidak beralih, karena menulis itu bisa dilakukan oleh profesi apa

saja.

Menurut Anda bagaimana dengan profesi penulis?

Saya menulis tidak untuk mencari uang. Tapi mengutarakan ide

dan gagasan.

Bagaimana kesan pertama Anda saat mengenal Gol A Gong?

Penuh semangat dan impian.

Menurut Anda bagaimana sosok Gol A Gong?

Orang yang penuh semangat, keukeuh, fokus dengan tujuan, dan

sering tidak peduli dengan pendapat orang lain.

 

217

Menurut Anda sosok Gol A Gong seperti apa?

Semangat, emosional, kekeuh, fokus, dan percaya diri.

Apa arti buku dan makna literasi?

Buku adalah jendela ilmu. Sedangkan literasi sangat penting dan

harus diajarkan sedini mungkin ke anak-anak kita.

Menurut Anda seberapa penting kita harus melek literasi?

Perbedaan mendasar manusia primitive dengan manusia

berbudaya terletak pada kemampuan literasinya. Bagaimana ia

mendapat informasi, mengolahnya, menghimpunnya, dan

menyampaikannya kembali ke orang lain. Kalau tidak melek

literasi, bisa fatal akibatnya.

Apakah tutor KMRD menggunakan Bahasa Jawa Serang/

Bahasa Sunda?

Penggunaan bahasa/dialek lokal tidak dapat dihindarkan dalam

percakapan sehari. Mas Gong sering menggunakan itu. Namun

karena saya berasal dari sub kultur yang sama, jadi komunikasi

tetap bisa dipahami dan tidak ada masalah sama sekali.

Adakah simbol nonverbal Gol A Gong yang tidak dipahami

Anda saat berlangsunya KMRD?

Sejauh saya berinteraksi tidak ada masalah dengan symbol

nonverbal.

Apakah Anda pernah mengalami hambatan komunikasi

sepanjang mengikuti KMRD?

Tidak mengalami hambatan, karena saya berasal dari suku yang

sama dengan Mas Gong.

 

218

WAWANCARA IV

Data Informan 6 Nama : RG Kedung Kaban

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tempat/Tgl. Lahir : Serang, 3 Maret 1983

Kelas Menulis Rumah Dunia : Angkatan ke-2

Pekerjaan : Vidio Maker,

Waktu Wawancara : Minggu, 11 Februari 2018

Anda ikut kelas menulis angkatan berapa?

Saya baru ikutan kelas menulis Rumah Dunia angkatan ke-2,

sekitar tahun 2003. Tapi saya sudah gabung ke Rumah Dunia

sejak awal berdiri pada 2002. Profesi saya waktu dulu itu

serabutan. Pernah gabung dengan Kelompok Musik Jalanan

(KPJ), berjualan juga, tapi memang saya dari kecil sudah suka

membaca dan menulis.

Apa yang mendorong Anda mengikuti kelas menulis ini?

Karena memang dari kecil saya sudah senang menulis. Bikin

puisi, senang menciptakan lagu dan sudah senang menulis cerita

juga. Karena dari kecil saya suka menulis. Sebelum saya gabung

ke Rumah Dunia, satu cerpen saya pernah dimuat di Fajar

Banten.

Bagaimana metode pembelajaran KMRD?

Metode pembelajaran Kelas Menulis Rumah Dunia yang saya

lihat lebih pada mendorong orang-orang untuk praktik menulis,

bukan hanya sekedar teori. Untuk tutor kelas menulis itu Mas

Gong dan Mas Toto ST Radik. Tapi penulis dari luar juga banyak

yang diundnag. Dari banyak penulis, seperti Fahri Azizah, Helvy

Tiana Rosa, Pipiet Senja dan lain-lain dalam kegitan bedah buku

atau temu penulis. Dan saya pada waktu itu hadir dan

mendengarkan proses keratif mereka.

Bagaimana menurut Anda terkait adanya KMRD?

Saya pikir program kelas menulis adalah program yang sangat

bagus ya. Karena memang kelas menulis mungkin hanya ada di

Banten, mungkin juga di Indonesia engga banyak kelas menulis,

 

219

mungkin juga di luar sana kelas menulis banyak, tapi berbayar,

kalau di Rumah Dunia kan konsepnya gratis. Entah ada di mana

lagi selain di Rumah Dunia. Yang ingin saya katakan bahwa

kelas menulis Rumah Dunia ini langka dan bagus.

Dari menulis, Anda beralih profesi menjadi filmmaker?

Jujur saja, motivasi saya menjadi filmmaker memang mencari

uang. Misalkan seperti teman saya Langlang Randhawa alumni

kelas menulis Rumah Dunia angkatan ke-6, yang sampai

sekarang masih konsisten menulis sekenario FTV. Saya

melihatnya lebih gampang mencari uang dari dunia audio visual.

Saya menggeluti dunia oudio visual seperti membuat profil

company, membuat iklan layanan masyarakat dan lain-lain, bagi

saya itu uangnya lebih cepat dan lebih besar. Sehingga saya fokus

di situ, dunia itu kan dunia yang berdekatan dengan film, karena

audio visual, akhirnya merambah ke film. Karena saya

Alhamdulillah bisa menulis sekenario, jadi akhirnya mulai saya

membuat film pendek dan yang lainnya. Jadi memang nyambung.

Karya film pendek saya yang viral berjudul “Jawara Banten: Di

atas Langit ada Langit”. Tapi saya juga sering membuat film

dokumenter tapi seperti advetorial dan lain-lain. Mungkin kalau

itu bisa juga disebut karya, saya sudah membuat 50 film pendek

dokumenter. Nama PH saya Rolling Action yang beridi sejak

2012. Sebelumnya saya sudah merintis, tapi baru berani bikin PH

itu sejak 2012.

Menurut Anda bagaimana dengan profesi menulis?

Menulis itu kan banyak cabangnya. Bahkan saya pikir bukan

profesi menulis, tapi kemampuan menulis itu harus dimiliki oleh

setiap orang apapun latar belakang profesinya. Karena dengan

menulis itu kita lebih gampang mengkomunikasikan,

mempromosikan, mensosialisasikan, bahkan juga mengabadikan

pemikiran-pemikiran atau riset kita, akan lebih baik kalau kita

bisa menulis. Dengan menulis, nanti kita punya brand yang lebih

baik lagi.

Manfaat Rumah Dunia bagi Anda apa?

Sebenarnya Rumah Dunia itu sudah mampu menciptakan iklim

kreatif, menjadi spirit buat semua orang yang lebur di dalamnya.

Tanpa disadarinya bahwa ketika dia masuk ke Rumah Dunia, dia

 

220

sudah berbeda dengan teman-temannya yang lain. Saya pribadi,

bisa merasakan saya merasa berbeda dengan teman yang lian itu

ketika saya hadir di khalayak, ternyata saya tampil dengan

kemampuan yang tidak dimiliki oleh orang pada umumnya. Tapi

saya tidak menyebut diri saya pintar, bukan. Tapi bahwa saya

punya kemampuan dan punya skill yang berbeda dari kebanyakan

orang, sehingga itulah yang membuat saya kemudian mudah

eksis, kemudian saya sering diundang jadi narasumber karena

saya punya keahlian yang berbeda dari kebanyakan orang yaitu

keahlian menulis terutama keahlian sinematografi-nya itu. Jadi

bagaimanapun juga Rumah Dunia berpengaruh besar terhadap

kehidupan saya. Dan Rumah Dunia menurut saya sudah berhasil

mencetak generasi-generasi yang hebat.

Jenjang karir saya di dunia televisi diantaranya pernah bekerja di

Banten TV sebagai editor naskah berita (2007-2008), reporter

(2008-2009), tim kreatif pada program Bianglala (2007), di

Baraya TV sebagai tim kreatif pada program Gong Smash (2011-

2012), menjadi redaktur di Kaibon: Majalah Keluarga Banten

(2007), Tim kreatif GMC (Gong Media Cakrawala) pada 2006-

2007 dan tenaga kreatif freelance dan lain-lain. Jenjang karir saya

di dunia TV itu semuanya tak lepas dari peran Rumah Dunia.

Bagaimana kesan pertama saat melihat/mengenal Gol A Gong?

Saya pikir Mas Gong itu tipikal orang yang berjuang untuk

bermanfaat bagi orang kebanyakan. Pada saat itu posisinya

sebagai head kreatif di RCTI, tapi masih mau juga menjadi tutor

kelas menulis membagai waktu, padahal dia di sana juga sibuk.

Saya pikir hal yang dilakukan Mas Gong itu tidak banyak

dilakukan oleh banyak orang.

Menurut Anda bagaimana sosok Gol A Gong?

Saya pikir sosok Mas Gong inspiratif ya. Dia banyak memberikan

inspirasi kepada banyak orang termausk saya. Metode menulis

saya dapatkan banyak dari beliau. Tetapi yang paling penting itu

sebetunya bukan bagaimana metode menulisnya yang diajarkan

Mas Gong tapi adalah bagaimana Mas gong itu menjadi stimulus

bagi banyak orang termasuk bagi saya. Mas Gong di usianya

yang terus bertambah, bahkan pada saat itu sudah paruh baya,

sekarang udah tua kali ya.. hee, tapi karyanya cukup tinggi dan

terus muncul karya-karya barunya. Makanya kalau ngobrol itu

 

221

selalu ide atau konsep yang dibicarakan. Saya pikir beliau sosok

yang menginspirasi dan berhasil memberikan stimulus kepada

banyak orang.

Dan soal keterbatasan tangannya yang memiliki kekurangan,

sebetulnya hal itu kan tidak pernah ia keluhkan kepada orang-

orang. Dan ini saya pikir menjadi inspirasi lain lagi dari sosok

Mas Gong. Dan saya pikir ini mengajarkan kepada orang-orang

bahwa, pertama setiap orang itu harus bersyukur. Dan saya pikir

Mas Gong itu selalu bersyukur, karena tidak pernah mengeluhkan

keadaannya. Dan yang kedua tentu saja ini menjadi nilai tambah,

ketika memang ada orang yang secara fisik tidak sempurna

seperti orang pada umumnya, tapi dia justru lebih aktif, lebih

keratif dari kebanyakan orang. Saya pikir ini luar biasa.

Sosok Gol A Gong menurut Anda?

Inofvatif, inspiratif dan percayadirinya baik.

Apa arti buku bagi Anda?

Buku gudang ilmu. Ada pepatah yang mengatakan bahwa

pengalaman dalah guru terbaik. Tetapi kan kalau semua orang

hanya berpedoman dari pengalaman, karena setiap orang punya

pengalaman yang berbeda, misalkan saya pernah mengalami

hidup di sini, yang lain tidak pernah mengalami seperti apa yang

saya alami, hal yang menarik dari buku apa yang belum kita

alami atau mungkin yang tidak pernah kita alami, tetapi kita tahu

informasinya dari hasil bacaan. Setiap penulis buku itu dia seperti

sedang merangkum semua pengalaman dan keilmuannya untuk

kemudian dibagikan pada orang lain.

Menurut Anda seberapa penting kita harus melek literasi?

Saya pikir sangat penting, karena kehidupan itu kan terus

berubah. Hidup itu harus inovatif. Haurs ada inovasi-inovasi baru

dan kita harus sanggup menghadapi tantangan zaman, dan untuk

menghadapai tantangan zaman itu dan agar kita bisa kreatif dan

inovatif itu kan perlu ada referensi, perlu ada informasi. Dan saya

pikir buku itu sumber informasi. Dan kalau kemudian orang tidak

melek literasi, sedikit informasi yang dia terima, dan sedikit

referensi, maka saya pikir dia menjadi manusia tidak akan kreatif.

Jadi buku atau dunia liteasi, setiap orang harus akrab dengan itu.

Karena itu akan merubah manusia menjadi lebih baik.

 

222

Apakah Gol A Gong menggunakan komunikasi dengan Bahasa

Jawa Serang atau Bahasa Sunda saat KMRD?

Menggunakan bahasa indonesia. Paparannya sangat dimengerti.

Adakah simbol nonverbal tutor yang tidak dipahami Anda?

Tidak ada gerak gerik non verbal yg tidak dipahami, semuanya

bisa dipahami.

Anda memahami budaya Gol A Gong selaku tutor KMRD?

Saya sangat memahami buaya Gol A Gong, begitupun Gol A

Gong memagami budaya saya.

Pernah mengalami hambatan komunikasi saat KMRD?

Tidak ada hambatan komunikasi, semuanya lancar-lancar saja.

Apakah ada misskomunikasi sepanjang saat KMRD?

Mis komunikasi terjadi karena belum saling mengenal, maka jika

terjadi mis komunikasi ya terus berupaya membangun

komunikasi yang lebih baik dengan pendekatan yg lebih pula.

 

223

WAWANCARA VII

Data Informan 7 Nama : Bahroji, S.Sos

Nama Pena : Aji Setiakarya

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tempat/Tgl. Lahir : Serang, Desember 1985

Kelas Menulis Rumah Dunia : Angkatan ke-2

Jabatan : Chiefn Content Officer Sultan TV

Waktu Wawancara : Kamis, 22 Februari 2018

Anda ikut kelas menulis angkatan berapa? Bisa diceritakan?

Saya Kelas Menulis Rumah Dunia angkatan ke-2. Sejak

pertengahan 2003.

Dari mana Anda tahu keberadaan Rumah Dunia dan KMRD?

Saya itu sejak SMA suka baca koran, dan punya keterampilan

menulis. Saya pernah tiga kali juara menulis sejak SMA. Karena

kebiasaan menulis dan membaca itu, saya sangat akrab dengan

koran, seperti koran Radar Banten, Kabar Banten itu saya bacain.

Dulu itu di Radar Banten ada rubrik Salam Rumah Dunia dan

saya terus-terusan baca. Dan saya mengenal Rumah Dunia dari

sana. Terakhir ternyata Mas Gong mengisi materi sastra di MAN

2 Kota Serang. Waktu itu Mas Gong dan Mas Toto yang jadi

narasumber, waktu itu kalau tidak salah dalam acara Forum

Lingkar Pena.

Bagaimana tanggapan Anda terkait KMRD?

Program Kelas Menulis Rumah Dunia itu program yang harusnya

menjadi ajang untuk pembinaan mereka yang punya keinginan

menulis, karena itu bagus ya. Cuma mungkin yang perlu dibenahi

adalah soal sistem kurikulumnya. Sistem kurikulumnya kan

sebenarnya sudah oke. Ada jurnalistik, sastra dan film. Di film

kan belum berkembang. Kalau sastra dan artikel saya rasa rumah

dunia sudah jalan. Jadi kalau misalnya ngomongin kelas menulis,

saya rasa, ya saya bukan berlebihan, untuk modeling pelatihan

kepenulisan yang konsisten ya di Rumah Dunia, yang saya temui

di beberapa daerah di Indonesia itu, ya mungkin di Rumah Dunia

yang terus konsisten.

 

224

Metode pembelajaran KMRD seperti apa?

Metodenya sama saja saya rasa. Polanya sama, dari nonfiksi ke

fiksi. Selalu begitu dan tutornya sama, ada Mas Gong, ada Mas

Toto. Kemudian untuk jurnalistik itu Rumah Dunia ngundang

teman-teman Mas Gong dari Jakarta, ada wartawan Metro TV,

wartawan Kompas diundang, mereka cerita tentang pengalaman,

tentang teknis penulisan berita. Ibu Tias Tatanka juga sudah

mengajar di KMRD.

Tulisan/buku apa saja yang sudah dihasilkan?

Kalau untuk buku ada dalam antologi Padi Memerah yang

kemudian dibuat film pendeknya. Ada juga kumpulan esai yang

berjudul Banten Bangkit. Selebihnya artikel-artikel yang banyak

dimuat baik di koran lokal maupun nasional.

Sekarang Anda beralih profesi? Kenapa memilih beralih

profesi? Bisa diceritakan lebih lanjut?

Sebenarnya ini tidak berlaih. Jurstru ini sebenarnya

mengembangkan keterampilan yang saya miliki. Jadi saya itu

suka menganggap diri, oh kemampuan yang saya miliki itu ini,

nah kebetulan kan saya itu jurnalistik televisi, lantas karena dunia

teknologi informasi, multimedia berkembang, maka saya berpikir

saya kuat di jurnalisik tivi, kemudian kuat juga di film/audio

visual. Ya sudah menguatkan di situ. Kan sama basic-nya itu

kreatif dan nulis. Orang yang suka baca dan nulis, masuk dunia

ini enggak bakal sulit. Tinggal mengembangkan saja. Kemudian

memvisualisasikan itu hal teknis yang memang itu skill mesti

didalami. Tapi basic-nya kreativitas membacanya itu.

Kalau Sultan TV yang Anda rintis itu bergerak di bidang apa?

Sultan TV itu ke mulitmedia. Konten profaider media. Jadi buatin

audiovisual untuk tivi-tivi, digital konten begitu. Sultan TV

berdiri sejak saya keluar dari Banten TV pada Februari 2010.

Selama satu tahun setengah sempat saya tinggal karena saya

bekerja di Metro TV, tapi kemudian saya betul-betul fokus di

sini.

Menurut Anda bagaimana dengan profesi menulis?

Jadi profesi menulis itu gini, mau profesi menulis, mau profesi

kameramen, garfis, kalau ditekuni pasti akan mendapatkan hasil

 

225

yang maksimal. Tidak ada yang sia-sia selama kita terus

menggali ilmu tersebut. Konsitensi kan menjadi hal yang penting.

Saya Alhamdulillah dengan kemampuan menulis tadi, saya bisa

mengembangkan Sultan TV dan Alhamdulillah juga sekarang,

mungkin karena teknologi juga berkembang, saya harus berpikir

oh ini kita, perlu berkreasi di konten digital. Teman-teman di sini

kan sudah masuk kea rah sana. Dan Alhamdulillah sudah banyak

yang mamakian jasa kita.

Awalnya darimana Anda mengenal Gol A Gong?

Beliau itu orang yang susah untuk dibanding-bandingkan. Jadi

Mas Gong ini orang yang menurut saya beda, dalam arti, dia

punya jiwa sosial yang tinggi, motivator, terus blak-blakan

orangnya. Jadi apa yang dia ucapkan itulah, kadang kala kita

pahit menerimanya, tapi bahwa dia menyatakan apa yang ada

dalam hatinya.

Bagaimana sosok Gol A Gong menurut Anda?

Mas Gong itu orang yang punya jiwa sosial, motivator dan

orangnya elegan, blak-blakan orangnya.

Apa arti buku bagi Anda?

Buku itu bagi saya seperti darah yang mengalir dalam tubuh. Jadi

kalau misalnya kita enggak baca buku, ga ada referensi, ga ada

masukan, itu blank enggak bisa mikir kita. Enggak ada itu

kreativitas. Jadi kita harus terus membaca agar energi tubuh kita

tetap prima.

Apa makna literasi bagi Anda dan seberapa penting?

Sama seperti buku tadi, literasi itu akan mengubah kita menjadi

lebih baik lagi. Menjadi orang yang berbeda dengan orang-orang

kebanyakan. Karena otak kita penuh dengan bahan bacaan

sehingga akhirnya kita menjadi orang kreatif.

Adakah manfaat Rumah Dunia bagi Anda?

Ada. Jadi saya ingin bilang bahwa Lumbung Kreatif yang saya

buat itu juga yang memberikan pelaihan-pelatihan audio visual

dari tim Sultan TV itu ada renkarnasi dari Rumah Dunia. Kalau

Rumah Dunia non komersil, cuma Rumah Dunia kadang kala,

saya lihat dan saya harus bilang, Rumah Dunia gagal memprojus

 

226

untuk subsidi silangnya. Jadi Mas Gong harus segera

merevoluisasi tentang konsep Rumah Dunia. Karena kalau tidak

begitu, ini.. ini bisa jadi salah ya, cuma Rumah Dunia akan

tumbang, apalagi dengan banyak orang yang datang, ada gedung

yang besar, itu butuh oprasional, butuh pemeliharaan. Nah

sekarang budgeting-nya dari mana? Itu pertanyaan saya. Enggak

mungkin kita terus-terusan minta ke orang, maka harus berpikir.

Berpikir bagaimana? Berpikir supaya menggali di sisi finansial

yang betul-betul mapan dan elegan gitu loh, tanpa mengorbankan

jati diri Rumah Dunianya.

Apakah Gong menggunakan komukiasi dengan Bahasa Jawa

Serang atau Bahasa Sunda saat kegiatan KMRD?

Mas Gong dalam menjelaskan materi kepada peserta kelas

menulis selalu menggunakan Bahasa Indonesia. Kalau pun ada

Bahasa Jawa Serang atau Bahasa Sunda hanya muncul saat

bercanda saja.

Adakah simbol nonverbal Gol A Gong yang tidak dipahami

peserta KMRD?

Saya rasa hampir tidak ada. Kecuali di lua forum saat ngobrol-

ngobrol yang lain. Dan karena saya bisa Bahsa Jawa dan Bahasa

Sunda juga, jadi nyaris tidak ada hambatan ya, untuk menangkap

pesan-pesan yang disampaikan oleh Gol A Gong. Karena

mungkin antara saya dan Gol A Gong lahir dari kultur yang

sama.

Apakah Anda pernah mengalami hambatan komunikasi

sepanjang mengikuti kelas menulis Rumah Dunia? Kalau ada,

bisa diceritakan? Tidak ada hambatan. Semuanya lancar-lancar saja.

 

227

WAWANCARA VIII

Data Informan 8 Nama Lengkap : Rizal Fauzi

Nama Pena : Rimba Alangalang

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tempat/Tgl. Lahir : Saketi, 25 Desember 1984

Kelas Menulis Rumah Dunia : Angkatan ke-3

Pendidikan : S2 Unindra Jakarta

Pekerjaan : Dosen di Universitas Mathlaul

Anwar (Unma) dan Universitas

Serang Raya (Unsera)

Waktu Wawancara : Kamis, 25 Januari 2018

Anda mengikuti KMRD angkatan berapa?

Saya ikutan kelas menulis saat angkatan ke-3, waktu itu satu

angkatan dengan Rahel (Rahmat Heldy HS), sekitar tahun 2003.

Anda tahu keberadaan Rumah Dunia dan KMRD dari mana?

Saya tahu Rumah Dunia itu sejak saya masih sekolah di MAN 1

Serang. Watu itu ada kegiatan di Sanggar Sastra Siswa Indonesia

(SSSI) yang diasuh oleh Mas Toto ST Radik. Sejak SMA itu saya

tahu Rumah Dunia dari sahabat saya, Wangsa Nestapa. Jadi

setiap Minggu pagi jam 9 kami belajar di SSSI. Terus ada

pembukaan kelas menulis angkatan ke-3. Kami itu habis belajar

di rumah Mas To, kami terus ke Rumah Dunia jalan kaki.

Jaraknya deket, sekitar 200 meteran.

Bagaimana metode pembelajaran KMRD pada angkatan ke-3

di masa Anda? Siapa saja tutor menulis saat itu?

Metode KMRD waktu zaman saya itu dimulai dari jurnlistik.

Baru kemudian ke sastra. Ada juga pembelajaran tentang

sekenario dan praktik pembuatan film. Saat itu langsung Mas

Gong yang mengisi kelas. Terus untuk pelajaran puisi diisi Mas

Toto dan Bu Tias Tatanka (istri Gol A Gong) mengajar cerita

pendek. Kalau dulu kami berlomba-lomba agar tulisan kita bisa

tembus majalah nasional, seperti majalah Aneka Yes, Majalah

Keren Beken, Kawanku, Gadis dan koran-koran di Banten. Selain

 

228

itu juga tiap hari kita berdiskusi banyak hal dengan Mas Gong

dan Firman Venayaksa, diskusi soal budaya, politik dan lain-lain.

Menuut Anda, bagimana dengan adanya program KMRD? Kalau kita berhubungan dengan gerakan literasi, pasti sangat

penting sekali. Literasi dalam artian tidak hanya aksara, tapi pada

proses menulis. Kemudian dari menulis itu bisa mengubah

dirinya, entah itu secara pengetahuan, sudut pandang maupun ada

imbas secara materi. Misalkan dari orang yang tidak punya uang

jadi punya uang, itukan imbas dari literasi kekinian sebenarnya.

Kelas menulis itu seperti kawah candradimuka, tidak hanya

mengubah pengetahuan kita, maindset dan lain-lain, tapi juga

skill, kemampuan menulis kemudian yang berimbas pada

kemampuan kita mencari penghasilan, misalnya mengubah hidup

kita juga, dengan menulis, tulisan kita dibaca orang juga kan

mengubah dunia dan orang lian, di sana posisi pentingnya kelas

menulis sebagai kawah candradimuka.

Anda beralih profesi menjadi dosen? Bisa diceritakan?

Sesungguhnya sejak saya masih kulian di IAIN (sekarang UIN

Banten), saya pernah jadi asisten dosen (asdos) pada tahun 2009-

2010 untuk mata kuliah Bahasa Inggris dan Metodologi Studi

Islam. Kemudian setelah lulus S2 dari Universitas Indraprasta

(Unindra) Jakarta, mengambil Pendidikan Bahasa Inggris, lulus

pada tahun 2016. Dari sana saya menjadi dosen tamu di Unma,

mengajar Bahasa Inggris pada Fakultas Hukum (2012), dan di

Unsera juga mengajar Bahasa Inggris pada 2015-2016, kemudian

sempat berhenti sebentar. Lalu mualai lagi pada 2017 hingga

sekarang.

Tapi saya juga pernah menjadi wartawan di Majalah Kaibon,

majalah keluarga Banten pada 2006-2007, kemudian di Koran

Banten Pos (2012-2016). Di majalah Banten Muda 2013.

Sekarang sebagai pendiri di media online tuntasmedia.com di

tahun 2017. Tunas media berkantor di Pandeglang, Provinsi

Banten. Sampai sekarang juga saya masih menulis freelance.

Kadang ada order untuk menulis ficture, artikel, dan ngisi di

tunasmedia. Ngajar juga masih dan sama menjalankan bisnis

batik.

 

229

Menurut Anda bagaimana dengan profesi menulis?

Pada akhirnya menulis menjadi passion saya. Dan juga menjadi

kebutuhan kita. Karena untuk menumpahkan ide, gagasan dan

lain-lain tak lepas dari kemampuan menulis.

Dari menulis ke dosen, kendala jadi penulis bagi Anda apa?

Kendala menulis tu ibarat bensin, jadi kalau bacaan kita minim

dan (pengalaman) perjalanan kita minim, pasti mentok. Sebab

menulis itu bukan kegiatan mengkhayal. Ada proses kreatif dan

berpikir. Salah staunya dengan jalan-jalan dan banyak baca buku.

Apa manfaat Rumah Dunia bagi Anda?

Manfaat Rumah Dunia bagi saya jelas sangat bermanfaat.

Ibaratnya saya terlahir kembali itu di Rumah Dunia. Lahir

pertama di rumah orangtua, lahir kedua di Rumah Dunia. Jadi

saya menemukan kembali diri saya itu ya di Rumah Dunia.

Rumah Dunia adalah rumah saya. Sebelum saya masuk Kampus

IAIN dan UKM Kampus Gesbica, saya sudah di Rumah Dunia

dulu. Ya itu, Rumah Dunia tempat proses saya menemukan diri

saya.

Apa Makna Literasi bagi Anda? Makna literasi bagi saya adalah, tidak hanya persolan membaca

dan meulis, karena dengan literasi kita jadi bisa memandang

sesuatu itu dari sudut pandang yang banyak, tidak terjebak pada

hoax, dan literasi mengubah hidup saya secara pribadi dengan

tulisan-tulisan itu, saya bisa bekerja dan lain-lain juga karena dari

menulis. Tentu saja literasi sangat penting bagi saya.

Sosok Gol A Gong menurut Anda?

Kalau bagi saya melihat Mas Gong itu istilahnya tanpa pamrih.

Seribu satu kali ya, orang yang mau memberikan ilmunya secara

cuma-cuma. Kalau kita lihat di Jakarta misalnya, enggak ada

orang yang mau menyebarkan ilmu menulis skenario dan lain-

lain secara cuma-Cuma, nah itu tadi itu yang ada dalam diri Mas

Gong. Ilmunya itu mahal. Kita tahu kalau Mas Gong diundang

orang lain di luar Banten misalnya, dia dibayar jutaan rupiah atau

puluhan juta, tapi di rumah dunia dia menggratiskan ilmu yang

dia miliki. Dia itu mendapatkan ilmu menulis itu kan berpuluh-

puluh tahun prosesnya, sementara dalam kelas menulis, misalkan

 

230

tiga bulan lamanya, tapi kemudian Mas Gong bagikan ilmunya

itu kepada para peserta kelas menulis secara grtis, sementara dia

mencari ilmu itu berpuluh-puluh tahun. Jadi orang yang tanpa

pamrih.

Apakah tutor kelas menulis menggunakan komukiasi dengan

Bahasa Jawa Serang atau Bahasa Sunda? Lebih banyak Bahasa Indoensia, tapi sesekali menggunakan

Bahasa Sunda, kadang menggunakan Bahasa Jawa Serang.

Karena di Banten kan menggunakan dua bahasa yang dipakai.

Secara pribad tidak ada miss ya, tidak ada yang tidak dipahami,

karena saya berasal dari Sunda, kemudian saya lama di Serang

juga. Tapi mungkin temen-teman yang lain ada aja yang mis

komunikasi. Jadi memang secara komunikasi tiga bahasa itu ya

(Sunda, Jawa Serang dan Bahasa Indonesia), dengan Bahasa

Indonesia yang dominan.

Adakah simbol non verbal Gol A Gong yang tidak dipahami

peserta KMRD?

Ada aja sih. Dalam komunikasikan kadang enggak semua

dipahami. Tidak semua intruski Mas Gong yang dimengerti.

Kalau disampaikan dalam bahasa verbal kan enak. Kalau pakai

bahasa kiasan kan agak repot, jadi kitanya yang harus berpikir

keras menerjemahkannya, maksudnya apa ini. Contohnya saat

pertama kali kita masuk kelas menulis, kita disuruh mencari nama

pena, sementara kita sendiri awal-awal belum tahu apa itu nama

pena. Mas Gong mengibaratkan bikinlah nama pena dalam artian

harus filosofis dan lain-lain. Nah, itukan kita belum terlampau

paham bagaimana soal filosofis sebuah nama dan lain-lain. Baru

setelah sekian lama dan dijalani baru paham. Bahwa nama pena

itu ternyata penting untuk sebuah proses kreatif. Cara

memahaminya ya kita banyak baca lagi, banyak bertanya lagi,

untuk memahami maksudnya itu apa sampai benar-benar jelas.

Apakah Anda memahami budayanya Gol A Gong selaku tutor

KMRD?

Paham. Karena kami dari budaya yang sama, Bahasa Sunda. Saya

paham.

 

231

WAWANCARA IX

Data Informan 9 Nama Lengkap : Muhamad Jaeni, S.Pd

Nama Pena : Muhzen Den

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tempat/Tgl. Lahir : Serang, 6 Juli 1986

Pendidikan : S1 Untirta Serang

KMRD : Angkatan ke- 3

Pekerjaan : Editor Koran Sindo, sejak 2013-

Sekarang

Waktu Wawancara : Sabtu, 27 Januari 2018

Sejak kapan Anda bergabung dengan Rumah Dunia? Sebelum Rumah Dunia diresmiskan sebagai Pustakaloka Rumah

Dunia dan TBM, saya sudah bergabung di sana. Sejak 2000.

Karena tempat Rumah Dunia berdiri masih ada di sekitar

kampung saya. Saat bergabung dengan Rumah Dunia, saya masih

kelas II SMP sekitar tahun 2000-2001. Tapi baru ikut kelas

menulis Rumah Dunia pada angkatan ke-3 di tahun 2003-2004,

saat saya kelas I SMA.

Apa motivasi Anda mengikuti kelas menulis Rumah Dunia?

Motivasi saya sih, karena pendidikan. Saya lahir dari kondisi

ekonomi keluarga yang lemah. Bapak saya sebagai buruh

serabutan. Ibu saya juga Ibu Rumah Tangga. Jadi ketika melihat

keadaan di rumah, dari segi ekonomi dan pendidikan kan jauh.

Saya berupaya, ketika melihat Rumah Dunia itu seperti melihat

peluang, bahwa saya bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang

yang lebih tinggi, dengan cara bergabung dengan Rumah Dunia

dan belajar giat. Apalagi di Rumah Dunia banyak buku, jadi

dengan baca buku, ilmu saya akan semakin bertambah.

Kenapa Anda memilih bergabung di KMRD?

Di sekolah, saya termasuk murid yang paling suka dengan mata

pelajaran Bahasa Indonesia atau boleh dikatakan pintar di mata

pelajaran tersebut. Apalagi ketika di mata pelajaran itu ada

tentang cara mengarang cerita. Sejak saat itu, ketika saya

bergabung di Kelas Menulis Rumah Dunia, wawasan saya

 

232

tentang tema menulis cerita/mengarang semakin banyak. Sebab

bukan hanya diajarkan menulis cerita fiksi, juga menulis berita

dan artikel. Bahkan ada juga menulis puisi.

Bagaimana menurut Anda terkait adanya KMRD?

Saya kira Kelas Menulis Rumah Dunia memberi manfaat baik

bagi pelajar dan mahasiswa di Banten. Sebab di kelas tersebut

mengajar bagaimana menulis cerita fiksi/berita/artikel/puisi yang

baik sehingga dapat diterima oleh media massa atau bahkan bisa

dibukukan. Selain itu, keberadaaan KMRD juga memudahkan

para pemuda Banten dalam mencari alternatif ilmu

pengetahuan/kursus menulis. Saya kira kursus menulis seperti ini

jika diadakan di luar Banten akan memakan biaya mahal dan

tidak gratis. Sementara KMRD ini sebuah momen dan

kesempatan untuk memanfaatkan ilmu pengetahuan dengan gratis

dan mudah.

Bagaimana pembelajaran KMRD dan siapa saja tutornya?

Awal-awal sih yang mengajar Kelas Menulis adalah Mas Gong

(Gol A Gong) dan Mas Toto (Toto ST Radik), dan teman-teman

Mas Gong dari Forum Lingkar Pena (FLP), seperti Helvy Tianas

Rosa, Asma Nadia, Pipiet Senja, pokoknya teman-teman Mas

Gong yang di Jakarta dan wartawan di Banten juga ikut mengisi

sebagai tutor kelas menulis. Tutornya banyak sih. Mungkin

karena dulu peminat kelas menulis tidak seramai sekarang. Dulu

paling ada 20 peserta saja dalam satu angkatan. Skarang kan

sudah banyak peminatnya.

Waktu itu kelas menulis ada 20-an orang. Alumni RD itu yang

berkualitas itu banyak lahir di awal-awal angkatan. Mereka ada

yang sudah jadi seorang penulis, menjadi editor, wartawan dan

lain sebagainya.

Kapan pertamakali Anda menulis dan mulai istoqomah

menekuni dunia kepenulisan?

Saya menulis itu pertama kali nulis cerpen saat baru lulus STM,

sekitar tahun 2006. Waktu itu cerpen pertama saya dimuat di

majalah Aneka Yes. Kalau buku kumpulan cerpen terangkun

dalam buku Gilalova yang pertama.

 

233

Kenapa Anda memilih profesi menjadi editor?

Kenapa saya memilih jadi editor, pertama karena suka membaca,

kedua saya bukan tipe orang yang suka kerja lapangan. Saya tipe

orang yang senang bekerja di belakang menja. Meski orang-orang

banyak yang bilang bahwa pekerjaan yang saya lakukan hanya

buang-buang waktu, “ngapain sih meneliti huruf per huurf?”

begitu kata orang. Tapi karena itu bagian dari minat saya. Apalagi

di Rumah Dunia juga saya sudah punya pengalaman karena

sering diminta Gol A Gong untuk mengedit beberapa bukunya,

sering diminta mengedit tulisan dan menyunting. Lantas saya

berfikir, mungkin saya bisa jadi editor. Dan itu terpetik ketika

saya masuk kuliah di Univerisitas Sultan Ageng Tirtayasa

(Untirta) pada jurusan Pendidikan Bahsa dan Sastra, Fakultas

Keguruan (lulus kuliah awal ahun 2011).

Bagaimana dengan profesi menulis menurut Anda?

Saya melihat perkembangan dunia tulis-menulis di Indoensia

bagusnya di awal tahun 2000. Saya melilihat gegap-gempita

pernulisan di Indonesia itu sejak tahun itu. Itu ditandai misalnya

saat polemik antara sastra islami dan sastra “wangi” ramai di

tahun itu. Mereka-mereka yang pro atau kontra, tidak hanya

berbual, tetapi mereka benar-benar berkonflik yang tidak hanya

bicara asal-asalan. Tapi mereka menulis di media masa lewat

gagasan ada ruang-ruang diskusi. Sekarang orang mudah

berkomentar leawa smartfone atau medsos dan banyak kometar

tidak bernas, dan mungkin secara keilmuan masih kita ragukan.

Menurut Anda, apa kendala jadi penulis saat ini?

Profesi penulis di Indonesia itu mungkin bukan profesi yang wah.

Bukan satu profesi yang membuat kita cepat kaya. Justru kalau

kita bercermin ke Eropa atau Amerika, penulis itu dibayar dengan

mahal. Kalau di Indonesia penulis itu dibayar dengan murah.

Misalnya kalau kita menulis artikel di media lokal, masih

dihargai murah. Kalau di luar negeri, penerbit atau media itu

sangat mengapresiasi kepada kerja-kerja para penulis.

Bagaimana kesan pertama Anda mengenal Gol A Gong?

Kesan pertama kali saya (sebagai anak kampung) bertemu Mas

Gong adalah seperti melihat sosok yang berjarak dan harus

dihormati. Saat itu, saya masih asing bertemu dengan orang baru,

 

234

tapi lama-lama bertemu Mas Gong dan kenal banyak, baik dari

karya buku-bukunya, cara dia berbicara, bersikap, dan lainnya,

saya merasa beruntung dipertemukan pada beliau. Ternyata dia

adalah sosok yang peduli terhadap anak muda, kampung

halamannya, dan baik. Mas Gong juga tipe sosok

bapak/saudara/teman yang mengayomi, tegas dalam

berpendapat/sikap, dan memberi teladan. Sisi lain yang membuat

saya kagum pada beliau adalah cara dia berpikir dua langkah

lebih kreatif dan tak kenal lelah (pekerja keras).

Sosok Gol A Gong menurut Anda?

Peduli, pekerja keras, dan tegas.

Apa arti buku bagi Anda?

Buku adalah sebuah pintu awal yang dapat membawa saya

berkeliling dunia tanpa harus keluar dari rumah.

Apa arti literasi menurut Anda?

Sebuah ilmu pengetahuan yang dapat mengubah cara pandang

kita terhadap dunia untuk menjadi pribadi lebih baik, baik dalam

bertutur maupun bertindak.

Menurut Anda seberapa penting kita harus melek literasi?

Melek literasi atau melek ilmu pengetahuan adalah sesuatu yang

penting dalam mengarungi kehidupan ini. Sebab hal itulah

pesan/dakwah yang dibawa Nabi Muhammad kepada umatnya

agar kita terus berpikir (tauhid) untuk bisa memilih mana yang

harus dikerjakan dan mana yang tidak harus dikerjakan.

Apakah Gol A Gong menggunakan komunikasi dengan Bahasa

Jawa Serang atau Bahasa Sunda saat KMRD?

Tutor hamir semuanya menggunakan Bahasa Indonesia, terutama

juga Mas Gong, sehingga para peserta memahami apa yang

disampaikan pemateri terkait dengan materi kelas menulis

tersebut. Meskipun kadang diselipkan sedikit Bahasa Jawa

Serang/Sunda, tapi selebihnya banyak menggunakan bahasa

nasional.

 

235

Adakah gerak-gerik komunikasi nonverbal Gol A Gong yang

tidak dipahami Anda?

Alhamdulillahnya, Mas Gong merupakan tipe narasumber yang

memahami konteks pemikiran para peserta kelas menulis.

Dengan demikian, Mas Gong tidak menunjukkan gelagat yang

membuat para peserta kebingungan. Sebab Mas Gong

menyampaikan materi tentang menulis dengan cara sederhana,

bahkan dia memberikan contoh lewat karya-karya tulis yang dia

buat.

Apakah Anda memahami budaya Gol A Gong?

Karena kami dari tanah kelahiran yang sama sehingga tidak

begitu sulit memahami latar belakang saya sebagai peserta dan

Mas Gong sebagai pemateri. Walaupun awalnya harus melalui

jeda waktu untuk saling mengenal dan menjalin kedetakan dalam

membangun komunikasi serta saling memahami.

Anda pernah mengalami hambatan komunikasi saat KMRD?

Ketika saya bergabung di Rumah Dunia sekitar tahun 2001/2002,

waktu itu saya masih anak SMP, sehingga mengalami waktu

untuk saling memahami. Terutama dengan latar belakang saya

sebagai anak kampung yang tidak begitu banyak mengetahui

informasi tentang orang-orang perkotaan. Saya termasuk anak

yang introvert sehingga butuh waktu tahunan untuk bisa lancar

berkomunikasi dengan para peserta Kelas Menulis bahkan

dengan Mas Gong atau pendiri lainnya. Jadi, hambatan

komunikasi itu ada dan membuat saya berupaya terus belajar

untuk bisa memahami konteks sosial di Rumah Dunia.

Jika ada misskomunikasi, lantas bagaimana cara Anda agar

bisa bertahan selama mengikuti pembelajaran KMRD?

Saya dahulu gugup dalam menyampaikan pesan/bahasa kepada

orang-orang baru/Mas Gong. Bahkan sampai sekarang

kegugupan itu masih, meski sudah mulai berkurang. Namun, saya

punya niat dan semangat ingin belajar. Selain itu, bimbingan dari

Mas Gong dan Mbak Tias serta lingkungan di RD yang begitu

mendukung untuk saya belajar membuat saya betah menjalani

waktu-waktu kebersamaan dengan mereka.

 

236

WAWANCARA X

Data Informan 10 Nama Lengkap : Rahmat, M.Pd

Nama Pena : Rahmat Heldy HS

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tempat/Tgl. Lahir : Serang, 12 Juli 1981

Kelas Menulis Rumah Dunia : Angkatan ke-4

Pendidikan : S2 Untirta Serang-Banten

Pekerjaan : Dosen dan kepala SMP Al-Irsyad

Waringinkurung

Waktu Wawancara : Sabtu, 17 Februari 2018

Anda ikut kelas menulis angkatan ke berapa? Bisa dijelaskan?

Saya angkatan Kelas Menulis Rumah Dunia ke-4. Saat itu masih

kuliah S1 Untirta jurusan Bahasa Indonesia, tahun 2003-2004.

Dari mana Anda tahu keberadaan Rumah Dunia yang

membuka kelas menulis?

Waktu itu saya membaca Koran Radar Banten. Di sana ada

kolom Salam Rumah Dunia, di dalamnya selalu memuat esai-esai

yang membahas tentang kegiatan Rumah Dunia. Dan dari situ

kemudian saya penasaran dengan pemberitaan esai tersebut,

bagaimana sih aplikasi di lapangannya di Rumah Duninya. Maka

kemudian ketika saya main ke RD ternyata betul, RD itu banyak

kegiatan, ada sastra, film, teater, dongen, kemudian ada buku-

buku bacaan yang lain termasuk di dalamnya ada bedah buku,

ada pementasan drama. Dari situ saya tertarik mencoba ikut

bergabung, agar saya juga bisa menulis cerpen, puisi dan drama.

Mengapa Anda memilih bergabung dengan RD?

Pertama, komunitas yang paling gencar melakukan kegiatan-

kegiatan itu Rumah Dunia, walaupun memang pada waktu itu

sudah ada komunitas Kubah Budaya, Forum Kesenian Banten

(FKB), tetapi yang sering banyak kegiatan dan dokumentasi

media yang cukup gencar, itu hanya Rumah Dunia. Karena

Rumah Dunia itu kegiatannya diadakan tiap hari. Ada kelas

mendongeng, ada kelas melukis, dan kelas menulis. Sementara

komunitas lain mengadakan acaranya mingguan atau bulanan.

 

237

Jadi Rumah Dunia yang paling gencar mendokumentasikan

kegiatan.

Bagaimana metode pembelajaran kelas menulis RD pada

angkatan Anda? Siapa saja tutor menulis saat itu?

Pada waktu itu yang mengasuh kelas menulis Gol A Gong, Tias

Tatanka, sama senior-seniornya, yang memang pada waktu itu

Gol A Gong sangat jarang mengisi, karena pada wkatu itu beliau

masih bekerja di RCTI. Jadi kalau ketemu sama Gol A Gong itu

ya di hari libur. Tapi kalau untuk Kelas Menulis sekarang, karena

memang relawannya banyak, kemudian Gol A Gog sudah

berhenti dari RCTI, ketemu dengan penulis legenda novel Banten

itu, Gol A Gong itu, sekarang itu lebih mudah ketemu, ketimbang

dulu, karena beliau sibuk bekerja di Jakarta. Saya masih ingat

betul waktu itu Mas Gong mengisi kelas menulis cerpen dan

novel, adapun sekenario film ada, tapi hanya untuk relawan

senior Rumah Dunia saja. Dan kelas sekenario film waktu itu

hanya untuk mereka yang sudah bisa menulis cerpen dan punya

karya buku. Tapi kalau untuk cerpen, novel, puisi, mendongeng,

melukis itu untuk umum dari anak-anak sampai dewasa.

Bagaimana dengan adanya program Kelas Menulis?

Sebenarnya cukup bagus program Kelas Menulis Rumah Dunia,

karena bagaimanapun juga kampus tidak sepenuhnya mewadahi,

walaupun kita tahu bahwa ada Untirta, IAIN yang sekarang jadi

UIN Banten. Saya kira kampus relatif pada posisi teori, tetapi

Rumah Dunia nampaknya lebih menonjolkan pada praktiknya

langsung. Jadi penyeimbang diantara kampus-kampus yang ada

di Banten, yang selama ini mereka (para mahasiswa) dicekoki

dengan teori-teori, minim praktek, dengan konteks program kelas

menulis di Rumah Dunia melengkapi kegiatan-kegiatan wahana

menulis anak muda Banten. Jadi menurut saya sinergitas ini harus

terus dihadirkan bahkan kalau perlu ditingkatkan, karena

bagaimanapun juga lembaga pendidikan belum tentu mewadahi

semuanya. Maka untuk untuk praktik, komunitas harus bisa

menjangkau wilayah skill dan juga aplikasi lapangan. Saya kira

itu.

 

238

Sebelum di Rumah Dunia, apakah Anda juga pernah

mengikuti kelas menulis di komunitas lain/tempat lain?

Waktu itu saya bergabung juga di komunitas sastra Kubah

Budaya, waktu masih ketuanya Wan Anwar. Saya konsen pada

penulisan puisi sebenarnya, berbarengan dengan Kelas Menulis

Rumah Dunia. Kalau belajar puisi itu kepada Wan Anwar,

Herwan FR atau Arip Sanjaya. Kalau di Rumah Dunia lebih

kepada cerpen dan novel. Nah ketika Kubah Budaya sudah

ditinggalkan oleh almarhum Wan Anwar, pada akhirnya agak

sedikt terseok-seok untuk kegiatan kepenulisan di sana. Sekarang

nampaknya dosen-dosen baru juga sudah bergabung di sana, yang

pada saat itu sentralnya adalah Wan Anwar.

Bisa diceritakan awalnya Anda mencintai dunia tulis menulis?

Kenapa saya mencintai dunia tulis menulis, pertama dunia tulis

menulis ini tidak diatur oleh siapapun, tidak ditekan oleh

siapapun, yang mengatur waktu dan yang menentukan itu adalah

kita sendiri. Nah saya mencintai dunia tulis-menulis karena

kebebasan ekspresi tadi. Kalau kita kerja di pabrik kan diatur oleh

bos, kerja di perusahaan diatur oleh bos, tapi dunia menulis, kita

sendiri yang mengatur. Kemudian dunia menulis itu adalah dunia

ekspresi, kita juga bisa senang, bisa susah, bebas berkegiatan dan

menulis apapun, yang kemudian pada saat itu menjadi sesuatu

yang tren, muncul di koran, tiba-tiba terkenal, tulisannya

diperbincangkan. Nah yang membuat saya menjadi iri itu tidak

lain adalah kawan-kawan di Rumah Dunia. Kawan-kawan Rumah

Dunia tiba-tiba muncul karya Kacamata Sidik kumpulan cerpen,

Padi Memerah, kemudian juga ada buku Gerimis Terakhir, Mana

Bidadari Untukku, dari buku-buku yang diterbitkan oleh anak

muda yang ada di Rumah Dunia itu kemudian saya berusaha

sebisa mungkin bagaimana caranya saya juga bisa seperti mereka

pada waktu itu. Akhirnya sampai sekarang masih terus

menggeluti dunia tulis menulis. Kalau saya sebenarnya lebih ke

puisi. Tapi kemudian merambah menulis novel, cerpen, artikel

dan yang lainnya.

Kabarnya sekarang Anda beralih profesi mengajar?

Sekarang saya memang konsen di dunia pendidikan setara

SMP/SMA dan juga perguruan tinggi. Saya kepala sekolah di

SMP Al-Irsyad Banten, kemudian dosen di Universitas

 

239

Muhammadiyah Tangerang, Universitas Banten Jaya, STKIP

Setia Budi Rangkasbitung, kemudian juga pernah mengajar di

STKIP Panca Sakti, Faletehan, Saibana Pandeglang, Universitas

Terbuka (UT) Serang.

Sebenarnya bukan pada posisi alih profesi, karena dunia menulis

itu, dekat dengan dunia penulis yang saya lakoni. Kenapa

kemudian novel saya dan cerpen-cerpen saya lebih mengarah

pada dunia pendidikan, karena penulis tidak bisa dilepaskan dari

sosial masyarakatnya. Kalau kemudian saya menulis tentang

urusan pendidikan dan sebagainya, karena dunia saya berkubang

di sana. Tidak bisa saya menulis tentang dunia pabrik, tidak bisa

juga saya menulis dunia ekonomi, karena dunianya tidak digeluti

di sana. Dalam posisi ini bukan alih profesi, tetapi bagaimana

dunia kerja yang sekarang ini sedang saya laksanakan, tetapi

dunia menulis juga tetap harus berjalan. Tetapi memang secara

insensitas pada akhirnya menulis mulai terkurung. Sedikit demi

sedikit mulai berkurang. Karena aktivitasnya sekarang lebih pada

aplikasi, ketimbang pada aktivitas berpikir. Tetapi dunia

menulisnya masih terus dilanjut gitu. Sekarang saja saya menulis

biografi kepala Yayasan Al-Irsyad Banten. Target terbit buku itu

tiga bulan dari sekarang. Mudah-mudahan tidak ada kendala.

Menurut Anda bagaimana dengan profesi menulis?

Profesi menulis kalau ditekuni itu menguntungkan. Kalau betul-

betul ditekuni. Artinya tidak ada sejarah orang menulis itu

miskin, kalau memang betul-betul ditekuni. Kalau kemudian pada

akhirnya kitanya tidak serius, bisa jadi kita sebagai orang yang

gagal dalam dunia menulis. Harus produktif, harus banyak

membaca, harus banyak mengikuti bedah buku, harus banyak

sharing, harus banyak ngobrol, diskusi, membangun jaringan

penerbit, jaringan sosial, saya kira kalau itu diseriusi sesuatu yang

menggiurkan di dunia menulis.

Menurut Anda kedudukan penulis di mata masyarakat itu

bagaimana?

Di masyarakat Banten memang dunia menulis itu masih agak

diremehkan dan agak diacuhkan, Kenapa? Karena dianggapnya

pekerjaan penulis itu, dianggapnya orang yang tidak ada

pekerjaan, karena bagi masyarakat yang bekerja itu, ketika

mereka berpakian dasi, celana bagus, sepatu licin, mulus, bagi

 

240

masyarakat Banten itu yang dinilai. Tapi pada sesungguhnya

pekerjaan menulis itu kerja intelektual dan kerja „siluman‟.

Kenapa kerjanya disebut kerja „siluman‟ karena kerjanya enggak

kelihatan oleh orang. Kapan saja kita mau, kita bisa menulis, bisa

di rumah, di taman, tengah malam, di pinggir jalan, di pinggir

hutan, di pinggir sungai di tempat-tempat yang sepi. Bagi

merkeka yang dianggap bekerja itu yang pake baju rapi, tas atau

seragam, itu bagi masyarakat di kita pada umumnya.

Bagaimana kesan pertama saat mengenal Gol A Gong?

Kesan pertama saya kenal Mas Gong itu, saya tidak berani. Kesan

pertama itu saya enggak berani. Saya merasa sangat jauh sekali,

tetapi ternyata Gol A Gong setelah lama-lama sering ketemu,

sering ngobrol orangnya low profile. Kenapa disebut low profile

karena dia orangnya lebih suka mengajak berbagi ilmu

pengetahuan, jadi mengajari kita untuk menulis, tetapi Gol A

Gong tidak pernah marah-marah soal tulisan kita, misalnya

“tulisan kamu jelek!” beliau tidak mengatakan hal itu. Gol A

Gong lebih pada mengayomi dan membimbing, juga memberikan

masukan-masukan. Selain itu juga Gol A Gong jiwa sosialnya

sangat tinggi. Ketika dia sedang mempunyai kelebihan rizki

kepada para relawan, selian urusan makan-minum, ternyata juga

Gol A Gong memfasilitasi kegiatan yang sifatnya memberikan

banyak biaya. Misalkan mengajak para relawannya untuk tour

kepenulisan di dalam maupun di luar negeri. Kemudian juga Gol

A Gong sepengetahuan saya sering juga mengajak kepada para

relawannya untuk berbagi ilmu pengetahuan, kalau belum bisa

berbagi ilmu pengetahuan, mensedekahkan tenanganya untuk

merapikan buku misalnya, menyiapkan kegiatan-kegiatan yang

akan dilaksanakan, menyapu dan menyediakan kursi utnuk

kegiatan, kalau belum bisa berbagi ilmu pengetahuan. Selebihnya

Gol A Gong yang saya tahu lumayanlah kekuatan agamanya yang

saya suka dari dia itu adalah, kekuatan agamanya bagus. Artinya

kita melihat banyak sekali orang-orang yang seniman, sastrawan

tapi kalau untuk urusan Agama (urusan solat) agak sedikit abai.

Tetapi Gol A Gong untuk urusan Agama tetap dinomorsatukan.

Religiusnya ada. Misalnya kalau sedang ada kegiatan dan sudah

waktu solat, kadang dia izin dulu meninggalkan acara untuk solat.

Itu sisi lain yang saya suka dari Gol A Gong, selain karya-

karyanya juga.

 

241

Pernah memiliki momen/cerita paling berkesan saa mengenal

Gong?

Pertama kali saya naik pesawat itu sebenarnya saya diajari

langsung oleh Gol A Gong, itu yang sangat berkesan. Waktu itu

saya mau pergi ke acara Temu Sastrawan Indonesia (TSI) di

Ternate pada 2011. Dan naik pesawat itu seingat saya Gol A

Gong dan Rumah Dunia yang mendanai. Dan Gol A Gong sendiri

yang mengantarkan saya ke Bandara Soekarno Hatta, lalu kata

Gol A Gong; ini boarding pasnya, ini tiketnya, nanti kamu masuk

lorong sana, get ini, lalu kamu belok kanan, nanti kamu masuk ke

ruang tunggu. Karena pada waktu itu Gol A Gong tidak bareng

dengan saya. Gol A Gong ada acara di mana gitu, tetapi waktu

keberangkatannya dari Serang bareng dengan saya. Dari situ saya

merasa kebayang, sungguh luar biasa sekali Gol A Gong ini.

Sampai naik pesawat saja saya ditunjukkan boarding pasnya dan

lain-lainnya, pokoknya saya dituntun. Karena kan di bandara itu

banyak get-get itu. Sebab waktu itu saya gelap soal Bandara,

karena belum pernah seumur-umur saya naik pesawat.

Sosok Gol A Gong menurut Anda bagaimana?

Gol A Gong itu, pertama dia tidak pernah kehabisan ide.

Kegiatan ini selesai, muncul lagi ide baru, ide baru belum selesai

sudah muncul lagi kegiatan yang lain. Jadi saya kira, orang kalau

mau belajar me-menej waktu dan memenej masa depan belajar ke

Mas Gol A Gong. Lompatan-lompatan idenya luar biasa dasyat.

Sampai kemudian sekarang ada kegiatan 25 tahun Balasa Si Roy.

Jadi idenya enggak habis-habis. Dan orangnya juga kreatif,

rapatnya enggak habis-habis. Duhur rapat, asar rapat lagi dan isa

rapat lagi, karena untuk menjaga idenya terus berjalan. Saya

menduganya ke sana. Siap-siap saja kalau relawan bergabung

dengan Gol A Gong. Rapat terus. Haha.

Menurut Anda bagaimana sosok Gol A Gong?

Gol A Gong selalu tidak pernah mengabaikan suasana pagi. Coba

saja Anda jalan dengan Gol A Gong, pasti kalau Gol A Gong

mengajak relawan jalan ke mana, pasti disuruh solat subuh,

setelah solat subuh pasti diajak jalan-jalan. Itu Gol A Gong yang

saya ingat. Waktu saya diajak mengisi materi menulis di

Palembang, malam itu nyampe ke hotel, lalu pagi-pagi solat

subuh, dan saya dibangunkan, „Rahel yuk kita jalan-jalan ke

 

242

Palembang‟. Waktu itu saya berpikir, Gol A Gong itu senang

sekali sehabis solat subuh itu jalan-jalan. Biasanya kan habis solat

subuh itu kita tidur lagi. Tapi kalau Gol A Gong jalan-jalan. Itu

yang sering saya tafsirkan, ternyata Gol A Gong, mengajarkan

kepada kita barang siapa yang habis solat subuh tidur lagi, maka

orang itu dikutuk akan menjadi miskin. Karena dalam hadisnya

jelas, orang yang sehabis solat subuh, dan dia tidur lagi,

sebenarnya bumi itu menjerit, menangis kepada orang yang tidur

lagi. Kanapa menjerit dan menangis, rizki itu ditumpah-ruahkan

mulai jam satu dini hari sampai jam tujuh siang. Ketika orang

habis solat subuh lalu tidur lagi, maka dia tidak kebagian rizki.

Ternyata Gol A Gong melampaui pemikiran itu. Makanyanya

kemudian yuk jalan-jalan cari inspirasi. Waktu itu saya diajak

jalan-jalan, kemudian menulis puisi. Dan puisinya dimuat di

media.

Yang kedua, Gol A Gong itu orangnya terbuka. Misalkan

begini, waktu itu saya diajak jalan-jalan ke Singapur dan ke

Malaysia, terbukanya begini, Gol A Gong tidak menutup-nutupi

keberangkatan, kalau keberangkatan sudah ditanggung Rumah

Dunia, tetapi kalau untuk urusan makan dia terbuka, „siapkan

uang sekian juta, karena kita di sana makan masing-masing.

Tidak bisa makannya saya yang nanggung‟. Nah, yang demikian

itu yang saya suka dari Gol A Gong. Jadi jangan harap kemudian

seperti kita di Serang, di Serang kan siapa yang punya uang bisa

bayarin. Tapi kalau sudah barangkat ke sana, masing-masing

persiapakan diri. Di sini kita hanya bisa memberikan

keberangkatan, kepulangan dan hostel di sana, tapi urusan makan,

dipastikan bayar masing-masing. Jadi tidak ada yang ditutup-

tutupi untuk urusan yang itu.

Selanjutnya soal urusan bangunan gedung Auditorium

Surosowan Rumah Dunia. Sampai dia bilang bahwa bantuan ini

sekian miliar dan dia terbuka. Kalau ada yang tanya sampaikan

saja. Mungkin kalau orang lain atau pejabat-pejabat, ketika ada

yang bertanya berapa biaya bangunan ini, mungkin akan ditutup-

tutupi. Tapi Gol A Gong, „Rahel, kalau kamu ketemu orang siapa

saja, baik itu tukang ojek atau siapa saja kalau ditanya, sampaikan

saja uangnya sekian. Biar semua orang pada tahu, karena Rumah

Dunia itu bukan milik saya seorang, tapi milik bersama. Itu yang

saya tangkap dari Gol A Gong.

 

243

Apa arti buku bagi Anda?

Buku bagi saya itu seperti teman sejati yang tak pernah

mengkhiyanati. Kenapa saya bilang demikian, karena buku itu

menuntun kita ke arah masa depan. Kalau kita ingin kaya, ya

baca juga buku-buku Bob Sadino, kalau ingin kaya secara islami

baca buku Ustad Yusuf Mansur. Kalau kita ingin tahu tentang

ilmu pengetahuan, ya kita tinggal baca buku-buku ilmu

pengetahuan. Sepanjang kita dekat dengan buku, sepanjang itu

pula sebenarnya pengetahuan kita bertambah. Tapi kalau kita

meninggalkan buku, berarti kita sudah mengubur masa depan

kita. Karena dunia ini, pengetahuan ini terus bergerak.

Apa makna literasi bagi Anda?

Upaya untuk bagaimana masyarakat kita ini cerdas. Dan yang

paling dekat dengan dunia literasi itu adalah dunia anak-anak dan

dunia pendidikan. Kalau orang tua diajak ke dunia literasi,

jawaban mereka; “Duh tiap dina maca buku mah ora olih picis.”

(duh, kalau tiap hari membaca buku tidak akan dapat uang).

Masyarakat kita masih menggangap kegiatan membaca buku itu

hal yang membuang-buang waktu, termasuk menulis. Inginnya

masyarakat itu sekali baca langsung dapat uang. Ya tidak akan

mungkin kan? Memang kuli cangkul, pagi mencangkul, sore

dibayar.

Menurut Anda seberapa penting kita harus melek literasi? Literasi itu harus menempati nomor urut satu dari kebutuhan-

kebutuhan manusia yang lian, kenapa harus nomor satu, kalau

orang yang cerdas memandang masa depan itu bisa dilakukan

dengan dunia tulis-menulis dan membaca, maka literasi harus

diutamakan dari urusan-urusan yang lain seperti misalkan beli

lipstick, beli bedak atau beli baju yang sifatnya barang-barang

sekunder. Itu harus dinomor sekiankan. Tapi literasi harus nomor

satu. Kenapa, karena kalau orang tidak mengutamakan dunia

literasi, dan yang dimunculkan dunia hedonis, maka sebenarnya

yang terjadi itu adalah terjadinya kekosoangan ilmu pengetahuan,

muncul manusia-manusia baru yang kosong tanpa arti dan tanpa

makna. Artinya banyak manusia, tapi tidak ada ilmunya, saya kira

mungkin lebih repot daripada binatang. Binatang itu kalau nakal

atau mengganggu tinggal dikurungi dalam kandang. Kalau

manusia kan tidak bisa. Artinya bahwa literasi itu harus

 

244

menempati urutan pertama dalam soal kebutuhan, jangan

dinomorduakan. Pendiidkan itu harus nomor satu.

Seberapa besar Rumah Dunia turut andil dalam

menghantarkan seorang Rahmat Heldy HS menjadi penulis?

Saya kira perjalanan dunia menulis saya ini, banyak sekali andil

dari Rumah Dunia. Salah satu contoh misalkan, saya kenal

dengan dunia penerbitan itu dari Rumah Dunia yang

memperkenalkan. Saya kenal dengan para penulis-penulis

nasional itu juga dari Rumah Dunia. Saya kenal dengan dunia

cerpen dan dunia novel, saya kira Rumah Dunia yang

memperkenalkan. Saya kenal dengan dunia luar bahkan

mancanegara, apakah sifatnya itu saya diundang mengisi materi,

atau baca puisi di beberapa negara itu tak lain berkat Rumah

Dunia. Saya masuk TV One, Banten TV, Baraya TV itu tak lepas

dari Rumah Dunia. Artinya bahwa Rumah Dunia secara tidak

langsung telah mengantarkan saya dan banyak orang untuk

menggapai masa depannya masing-masing. Tentu orang-orang

yang didorong Rumah Dunia tidak hanya dalam bidang menulis,

tapi banyak yang lain, ada di dunia sekenario film atau sinetron

ada. Ada yang bergeraknya di dunia teater, ada yang bergerak di

dunia liputan jurnalistik, musikalisasi puisi juga ada. Jadinya

beragam.

Apakah Gol A Gong menggunakan komunikasi dengan Bahasa

Jawa Serang atau Bahasa Sunda selama KMRD? Sebenarnya Gol A Gong itu dalam menyampaikan materi lebih

dominan menggunakan Bahasa Indonesia. Kalau bahasa Sunda

atau Jawa Serang itu sifatnya hanya untuk merubah suasana biar

lebih cair. Dalam konteks komunikasi dan pemeblajaran menulis,

Gol A Gong lebih banyak menggunakan Bahasa Indonesia.

Adakah gerakan nonverbal Gol A Gong yang tidak dipahami?

Dalam posisi noverbal saya belum menemukan. Tapi kalau dalam

posisi rambut Mas Gong yang gondrong itu, dia selalu

mengibaskan rambutnya ke belakang, tapi itu bukan berarti

kemudian harus dimaknai gerakan nonverbal. Tapi barangkali

beliau tidak nyaman saja. Hal-hal lain saya belum menemukan

hal yang tidak dipahami itu. Tapi Gol A Gong itu orangnya ada

berubah-rubahnya gitu. Jadi kalau kita menerima perintah itu,

 

245

bisa jadi perintah itu dibeberapa menit, atau satu jam ke depan itu

berubah. Nah artinya gini, kalau perintahnya sudah dikatakan

sampai tiga kali berarti itu silahkan dilaksanakan. Contohnya

diminta melakukan tindakan ini-itu, tapi itu kadang berubah.

Akhirnya kadang kita nunggu hingga tiga kali perintah itu.

Biasanya dalam hal kegiatan menulis, bikin majalan atau kegiatan

gitu.

Anda memahami budayanya Gol A Gong selaku tutor KMRD?

Saya memahami budaya Gol A Gong. Saya mencoba memahami

budaya Gol A Gong saat berkarya. Kalau karyanya begitu

banyak, berarti di jam berapa saja dia produktif berkarya.

Ternyata Gol A Gong diketahui siang hari dia mengumpulkan

bahan bacaan atau riset, malam ternyata dia gunakan untuk

menulis karya. Sehingga saya lihat malam hari dia mulai

mengetik hingga subuh.

Pernah mengalami hambatan komunikasi saat KMRD?

Kalau awal-awal saya segan dengan Gol A Gong. Dugaan saya

bahwa Gol A Gong itu akan berjarak dengan para peserta. Tapi

ternyata dugaan saya salah. Kalau di sini kita duduk bersama.

Seperti misalnya ada pejabat juga kita duduk di bangku yang

sama. Mejanya juga dari meja peti bekas jeruk.

Kenapa saya merasa segan itu, karena waktu itu saya

melihat Gol A Gong pada posisi orang yang hebat, terkenal,

sementara saya baru datang begitu. Bercanda atau mau Tanya-

tanya itu takut tidak sopan begitu. Cuma ke sini Gol A Gong

bergaul dan berbaur tidak memandang jabatan. Sehingga dia

kepada siapapun selalu nyambung. Yang membuat minder saya

itu itu kan dari kampung dan belum bisa apa-apa. Belum terkenal

seperti sekarang ini. Menulis juga belum sejago hari ini.

 

246

WAWANCARA XI

Data Informan 11 Nama : Nita Nurhayati, S.Pd. M.Hum.

Jenis Kelamin : Perempuan

Kelas Menulis Rumah Dunia : Angkatan ke-4

Pekerjaan : Ibu rumah tangga dan pengelola

Komunitas Ngejah

Waktu Wawancara : Minggu, 4 Maret 2018

Metode Wawancara : Melalui surat elektronik

Anda ikut kelas menulis angkatan ke berapa? Bisa diceritakan?

Angkatan ke empat. Sekitar tahun 2005. Tepatnya saat saya

masih kelas II di MAN 2 Serang.

Apa yang mendorong Anda mengikuti kelas menulis ini?

Karena setiap kali saya membaca buku, saya merasa bahwa saya

juga bisa menulis seperti apa yang saya baca. Tentu tidak hanya

membaca modalnya, melainkan butuh pula latihan dan tekad

yang kuat untuk bertahan menyelesaikan tulisan. Karena itu

butuh wadahnya, dan saya mendapatkan wadah itu di kelas

menulis Rumah Dunia.

Bagaimana metode pembelajaran KMRD?

Metodenya teori dan praktik plus eksplorasi tempat-tempat yang

mungkin menjadi sumber inspirasi tulisan. Seingat saya, waktu

itu sepertinya pernah diajak Mas Gong ke alun-alun serang,

dipinta menghapal nama jalan dan menuliskan apa yang menarik

dari apa yang dilihat. Tutornya, Mas Gong, Mas Toto, dan Kak

Ibnu.

Kabarnya sekarang Anda beralih profesi mengajar?

Dunia mengajar sudah saya geluti sejak SMA/MAN 2, jadi

sebenarnya bukan beralih profesi. Justru karena mengajar itu juga

berkaitan dengan bidnag tulis menulis. Seperti sekarang, saya

ngajar di MTs. dan sebagian besar pembelajaran diarahkan ke

praktik menulis. Seperti menulis pengalaman pribadi, menulis

resensi, dan sebagainya.

 

247

Menurut Anda bagaimana dengan profesi menulis?

Menurut saya menulis mungkin belum bisa menyejahterakan

secara kehidupan pribadi bagi penulis jika dinilai dari segi

finansial. Namun, jika dilihat dari segi yang lebih luas dari

sekadar materi, tentu menulis merupakan profesi yang mulia.

Hanya saja kurang dihargai di lingkungan kita.

Bagaimana menurut Anda dengan adanya KMRD?

Ini sangat bagus untuk menggali potensi menulis di kalangan

pelajar dan mahasiswa serta dapat menjadi wadah bagi para

calon penulis untuk mengasah potensinya.

Ada saran untuk program KMRD?

Metodenya sudah menarik, hanya saja butuh lebih banyak

praktik, diskusi, dna menghasilkan karya lebih produktif lagi.

Kesan pertama Anda saat melihat/mengenal Gol A Gong?

Sangat baik, terkesan kebapakan, namun mengayomi kami, yang

masih muda segingga tidak mengenal jarak saat berdiskusi.

Motivasi dari Mas Gong serta banyak jalan yang dibukakan tentu

mempermudah jalan kami meniti masa depan.

Menurut Anda bagaimana sosok Gol A Gong? Gol A Gong atau yang biasa dipanggil akrab Mas Gong adalah

sosok yang baik, ramah, supel, dan terbuka. Mas Gong membuka

jalan bayak orang untuk menjadi lebih baik. Mas Gong juga

memberikan banyak peluang para pelajar dan mahasiswa untuk

banyak belajar di Rumah Dunia.

Beberapa kata untuk menggambarkan sosok Gol A Gong?

Baik, Menyenangkan, Supel, Kritis, Reaktif, dan Jujur.

Apa arti buku bagi Anda?

Buku bagi saya adalah sumber pengetahuan, mata air ilmu dan

dari buku kita bisa membaca dan menyerap pengalaman banyak

orang.

Apa makna literasi menurut Anda?

Saya kurang paham benar arti literasi, walaupun dari akar katanya

literasi merupakan kemampuan membaca dan menulis, namun

 

248

saat ini kata literasi berkembang menjadi kemampuan di berbagai

bidang sehingga ada istilah literasi media, literasi sains, dan

sebagainya. Meski demikian, semangat literasi atau ber-literasi

bagi saya sangat penting untuk ditingkatkan, sebab membaca dan

menulis, yang diawali dengan membaca merupakan tonggak

sebuah kemajuan di berbagaimana bidang.

Menurut Anda seberapa penting kita harus melek literasi?

Melek literasi itu penting seperti halnya melek aksara, sebab

zaman semakin berkembang, teknologi semakin canggih, dan

pengaruh media semakin besar terhadap pila pikir masyarakat,

sehingga melek aksara diperlukan guna menyaring berbagai

informasi, dan tak ketinggalan zaman.

Apakah Gong menggunakan komukiasi dengan bahasa jawa? Mas Gong lebih sering menggunakan Bahasa Indonesia dalam

percakapan KMRD. Kalaupun terselip Bahasa Sunda atau Bahasa

Jaseng itu masih dapat dimengerti.

Adakah gerakan nonverbal Gol A Gong yang tidak dipahami? Sepertinya tidak ada.

Anda memahami budayanya Gol A Gong selaku tutor KMRD?

Pertanyaan ini saya kurang mengerti. Budaya memang dibangun

atas dasar individu, namun akan jadi berbudaya atau kebudayaan

apabila dibangun secara kolektif dan continue. Jadi, mohon maaf.

Saya kurang tahu budayanya Mas Gong seperti apa..

Pernah mengalami hambatan komunikasi saat KMRD?

Tidak pernah, sejauh ini masih lancar saja. Tak ada kendala,

karena bahasanya tidak jauh berbeda.

Apakah sang tutor (laki-laki) mengikuti cara berfikir Anda? Nah, kalau ini jelas berbeda. Bahasa seseorang itu bergantung

pada pola pikir, pengetahuan, pengalaman, bahan bacaan, dan

lingkungan tempat seseorang hidup. Nah, kendala berkomunikasi

dengan Mas Gong adalah karena adanya kesenjagan pemikiran.

Daya tangkap dan pengalaman saya yang terbatas terkadang tak

dapat menjangkau maksud dan tujuan komunikasi tersebut. Tapi,

sejauh ini berjalan baik.

 

249

WAWANCARA XII

Data Informan 12 Nama Lengkap : Muhamad Tohir

Nama Pena : Gading Tirta

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tempat/Tgl. Lahir : Serang, 3 Agustus 1984

Pendidikan : S2 Universitas Muhammadiyah

Jakarta

Kelas Menulis Rumah Dunia : Angkatan ke-5

Pekerjaan : Wartawan Banten Raya

Waktu Wawancara : Jumat, 2 Februari 2018

Anda ikut kelas menulis angkatan ke berapa?

Saya ikut angkatan ke-5 di Kelas Menulis Rumah Dunia. Itu

sekitar tahun 2004-2005. Saat itu saya masih kuliah semester

awal di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Serang-Banten

(Sekarang UIN Banten). Saya jurusan Pendidikan Bahasa Arab,

Fakultas Tarbiah dan Adab (Tarda). Sebelum ikut Kelas Menulis

RD, saya juga baru mendaftar menjadi anggota Unit Kegiatan

Mahasiswa (UKM) SiGMA di IAIN Banten.

Dari mana Anda tahu Rumah Dunia dan KMRD?

Kenal Rumah Dunia saat di SiGMA ketika saya membaca buku

karangan Mas Gong yang judulnya “Perjalanan Asia”. Saat saya

lihat di biodatanya, ternyata Gol A Gong itu orang Serang dan

punya komunitas RD. Saya jadi penasaran, sebab pada saat itu

belum banyak penulis dari Serang. Saya tidak percaya, masa

orang Serang nulis buku. Pas ngobrol-ngobrol dengan pengurus

SiGMA, mereka juga tahu. Terus ada saran dari teman-teman

SiGMA, untuk ke Rumah Dunia. Akhirnya saya dan teman

sekelas Ipul, pergi ke RD. Kami kemudian mendaftar menjadi

anggota kelas menulis, ketika tahu ada informasi pembukaan

kelas menulis. Waktu itu saya agak senang dengan dunia tulis

menulis. Saya masih ingat, saat itu kami huan-junan menuju ke

RD. Saya dan Ipul ditunjukkan lokasi RD dari teman yang

kebetulan mondok di dekat RD. Saya satu angkatan dengan Hilal

 

250

Ahmad, Fey Chandra, Yuwi Manisa, Bonang, Ibu Ros, Damar

dan yang lainnya.

Motivasi mengikuti kelas menulis Rumah Dunia?

Karena saya suka dengan dunia tulis-menulis, dan sejak SD saya

sudah senang dengan pelajaran Bahasa Indonesia. Pokoknya

terhadap hal-hal menulis saya senang. Sama perpustakaan juga

syaa senang. Dulu saat saya di mondok di Darul Falah Carenang

Kopo (SMP-Aliyah, 1997-2002), saya suka membaca, tapi

bukunya enggak ada. Pas sudah lulus dan lihat perpustakaan di

Kampus IAIN, Kota Serang dan Rumah Dunia, seperti

menemukan harta karun saja. Bahagia luar bisa.

Apa harapan Anda mengikuti KMRD?

Saya ingin bisa menulis. Saat jadi mahasiswa cukup sering

mampir ke Perpusda. Saya membaca buku Arswendo yang

berjudul Mengarang itu Gampang. Membaca buku itu lumyan

memberi gambaran dan semangat pada saya, bahwa jadi penulis

itu gampang. Jadi klop, pas masuk Rumah Dunia ada pembukaan

Kelas Menulis.

Bagaimana metode pembelajaran KMRD saat angkatan Anda?

Waktu itu angkatan kelas menulis Rumah Dunia selama enam

bulan, setiap hari Minggu siang. Dan setiap hari Sabtu di RD

selalu ramai diskusi buku dan temu penulis. Tutornya Mas Gong

yang mengajari jurnalisik dan cerpen, untuk tutor puisi diisi oleh

Mas Toto.

Apakah pada masa itu, banyak informasi soal pembukaan kelas

menulis di tempat lain? Setahu saya belum banyak Taman Bacaan Masyarakat (TBM)

atau organisasi yg membuka pelatihan menulis semacam itu. FLP

belum ada. Yang saat itu saya tahu hanya Rumah Dunia dan

SiGMA.

Bagaimana menurut Anda terkait adanya KMRD?

Menurut saya ini bagus. Apalagi waktu itu tidak ada biaya sama

sekali. Hanya menyumbang satu buku. Buat yang mau belajar

menulis sangat membantu. Buat yang mau belajar menulis dan

 

251

tidak punya banyak uang seperti mahasiswa pada umumnya

apalagi.

Adakah saran untuk program KMRD?

Udah cukup bagus saya kira. Materi hanya 30 persen dan

selebihnya praktik karena praktik adalah inti dari menulis.

Semakin banyak praktik semakin baik kualitas tulisannya. Selama

belajar menulis diskusi mengenai buku juga akan ikut menjaga

keinginan terus belajar menulis. Seperti ada yg memotivasi.

Seperti ada yg mengajak untuk mencapai langkah yang sama,

menjadi penulis.

Kenapa memilih beralih profesi menajdi wartawan?

Saya mulai bekerja menjadi wartawan di Banten Raya (Baraya)

itu Desember 2009. Sebelum di Baraya saya nulis-nulis

jurnalistik juga di media online Rumah Dunia,

www.rumahdunia.net. liputan ala relawan. Setelah masuk jadi

waratawan, saya jadi jarang menulis esai dan fiksi. Mungkin

karena kesibukan.

Menurut Anda bagaimana dengan profesi penulis?

Profesi penulis, karena sya baca buku Arswendo dan majalah

Anida yang pernah memuat profesi penulis, di sana dibeberkan

soal honor-honor penulis. Menurut saya bisa dijadikan profesi

yang bisa dijadikan sumber mencari uang.

Beberapa kata untuk menggambarkan sosok Gol A Gong?

Humoris dan beliau suri tauladan yang baik.

Apa arti buku dan literasi bagi Anda?

Buku itu sedikit banyak mengubah hidup. Atau minimal cara

pandang terhadap sesuatu, mulai merasakan manfaat buku itu,

ketika saya kelas V SD, ada gutu yang bertanya tentang sesuatu

dan hanya saya yang bisa menjawab itu. Pokoknya pada saat itu

sesuatu banget. Karena saya yang tahu disbanding yang lain. Dari

situ berpikir, wah makin banyak tahu, makin banyak tahu, sudah

bisa unggullah dari yang lain. Literasi saya kira itu sangat

penting. Karena untuk membah pengetehauan dan ketrampilan

seseorang menjadi lebih baik.

 

252

Apakah Gol A Gong menggunakan komunikasi dengan Bahasa

Jawa Serang atau Bahasa Sunda?

Mas Gong menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa

pengantar.

Adakah simbol nonverbal Gol A Gong yang tidak dipahami? Seingat saya tidak ada.

Anda memahami budaya Gol A Gong selaku tutor KMRD?

Sepertinya Mas Gong yang mengerti saya. Dia kan memiliki

pengalaman banyak sejak remaja dengan keliling Indonesia dan

bertemu banyak orang dengan banyak karakter juga budaya

mereka. Maka dia yg lebih memahami budaya saya. Setidaknya

asumsi saya mengatakan demikian.

Pernah mengalami hambatan komunikasi saat KMRD?

Hambatan komunikasi sepertinya tidak ada. Materi yang

disampaikan Mas Gong bisa dipahami.

Jika ada misskomunikasi, lantas bagaimana cara Anda agar

bisa bertahan selama mengikuti pembelajaran KMRD?

Misskom bisa diluruskan dengan cara dialog. Mas Gong akan

mengikuti gaya serta level komunikasi lawan bicaranya sehingga

misskom atau hambatan komunikasi cenderung sedikit. Mengapa

saya bertahan karena saya punya cita-cita ingin jadi penulis. Atau

bisa juga karena komunikasi Mas Gong yg komunikatif dan tidak

memiliki jarak. Antara pesera KMRD dg tutor seperti setara.

Seperti teman bicara dengan teman. Bukan guru dengan murid.

 

253

WAWANCARA XIII

Data Informan 13 Nama : Hilal Ahmad

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tempat/Tgl. Lahir : Lampung, 1 Januari 1986

Kelas Menulis Rumah Dunia : Angkatan ke-5

Pendidikan : S1 IAIN Serang Banten

Pekerjaan : Wartawan Radar Banten

Waktu Wawancara : Minggu, 18 Februari 2018

Anda ikut kelas menulis angkatan berapa?

Saya angkatan ke-5 di Kelas Menulis Rumah Dunia. Pada saat itu

sekitar tahun 2004 akhir. Waktu itu saya masih kuliah S1 di IAIN

Serang semester II (sekarang UIN Banten), jurusan Pendidikan

Bahasa Inggris.

Apa yang mendorong Anda mengikuti KMRD?

Sebenarnya saya dari dulu juga senang nulis. Dari SD juga sering

baca buku Anita Cemerlang, udah tahu juga ada buku Mas Gol A

Gong, Reni Teratai Air, Kurnia Effendi, baca novel juga dan

biasa nulis. Tapi waktu SMA itu ada juga penulis Wangsa

Nestapa itu angkatan KMRD juga.

Dari awal juga sudah gabung di Sanggar Sastra Serang bersama

Rizal, kalau ada tulisan relawan Rumah Dunia yang dimuat di

Aneka Yes! atau Keren Beken, Rizal itu selalu ngasih tahu, ini

tulisannya dimuat, hasil dari Rumah Dunia. Jadi enggak asing

lagi, dan ternyata temen-temen SMA, kebetulan Rizal ini temen

SMA saya juga. Waktu kelas satu SMA saya sempat satu kelas

dengan Rizal. Ketika mereka sudah mengawali, lalu saya berpikir

kenapa enggak.

Kenapa memilih bergabung di KMRD?

Kan Gol A Gong ini fenomenal banget. Walaupun saya baru tahu

banget itu pas kuliah. Jadi seperti kaya heran aja, orang-orang

pada berguru ke sini, dari luar Banten juga, kenapa sih kita yang

anak Banten enggak mau berguru. Pada waktu itu kan masih

gratis. Tapi sekarang KMRD ada infaknya 100 ribu, meskipun

 

254

dibalikkan lagi dalam bentuk buku. Jadi waktu angkatan saya

semuanya gratis, udah dikasih gartis, pembicaranya nasional,

kenapa sih enggak ikutan. Akhinya dari situ udah kepikiran, ya

duahlah, mendingan ikutan.

Tanggapan Anda tentang adanya KMRD?

Menurut saya KMRD adalah kegitan yang sangat bagus dan patut

terus dipertahankan.

Bagaimana metode pembelajaran KMRD pada angkatan Anda?

Selian Mas Gong, tutornya ada Mas Toto ST Radik di puisi. Dan

waktu itu sering banget ada penulis tamu, penulis dari penerbit

Gagas Media, tapi saya lupa namanya, dari Gramedia, terus ada

Helvi Tiana Rosa, Asma Nadia. Waktu itu juga hari Minggu

sempat kedatengan penulis teenlite Dealova kaya Dyan

Nuranindya, sama penulis Fairish Esti Kinasih. Itu lagi hits

banget. Mereka juga berbagi proses kreatif. akhinya jadi mantep

ke Rumah Dunia.

Waktu itu kelas menulis sering banget didatangkan penulis dari

luar. Waktu itu novel itu beneran diapresiasi banget sama anak-

anak muda seusia 15-20 tahun itu suka sastra, kalau sekarang

agak susah sih. Terus waktu itu juga ada Gramedia Book Fair,

acaranya bagus banget tuh di Rumah Dunia, ditambah ada

pengumpulan seribu buku dalam satu hari.

Pada tahun berapa Anda mulai istiqomah di dunia menulis?

Mulainya sejak gabung di Rumah Dunia. Kan waktu di Rumah

Dunia ada teman namanya Wanja, ankatan KMRD dari

Palembang. Waktu itu terpecut semangat menulis, lihat dia rela

jauh-jauh dari Palembang ke Serang, cuti kuliah satu semester

cuma untuk belajar di Rumah Dunia. Dan dia hasilnya bagus,

belum selesai kelas menulis Rumah Dunia, tulisan dia sudah

dimuat di Anida. Kalau (cerpen) saya masuk Anida itu nunggu

sekitar dua tahun setengah dulu. Masuk majalah Aneka Yes! itu

dua tahun dulu fasenya. Mas Gong juga bilang, jalan kita itu

beda-beda. Ada yang cepet ada yang agak lama. Setelah karya

dimuat seneng aja. Tapi sebelaum karya saya dimuat di majalah

nasional, tulisan-tulisan saya sudah dimuat di media lokal Banten,

seperti SiGMA majalah kampus IAIN, Radar Banten itu seraing.

Itu berarti sekitar tahun 2005-2006. Kalau di lokal karya saya

 

255

lebih banyak dimuat itu cerpen dan artikel. Setelah dimuat di

majalah nasional, sudah itu baru bermunculan di majalah-majalah

lain. Kebanyakan cerpen yang lebih ke teenlit, cerpen remaja.

Profesi Anda sekarang menjadi wartawan? Bisa dijelaskan? Itu seperti tidak sengaja gitu. Jadi gini, dari kelas menulis itu kan

diajarin semua teori, ada tuh teori jurnalistik. Dari awal

sebenarnya saya enggak suka jurnalistik. Tapi waktu itu ada

semacam beasiswa dari kampus yang dibiayai dari Lazharfa, satu

kampus satu orang. Dari IAIN saya yang dikasih beasiswanya.

Untuk belajar menulis di Radar Banten selama satu bulan. Satu

minggu tiga kali pertemuan. Ternyata dari situ di Radar Banten

ada rekrutmen wartawan baru, karena waktu itu Radar Banten

mau bikin koran baru Banten Raya di Cilegon sama Tangerang

Ekspres di Tangerang. Karena dipecah, wartawan lama itu

dipindahin ke dua koran baru itu. Jadi Radar butuh rekrutmen

wartaawan baru dari mahasiswa. Tapi waktu itu kita pelatihan sih

belum dikasih tahu bakal jadi wartawan. Jadi dikasih pelatihan

aja gitu. Itu waktu saya semester lima sekitar 2006 akhir.

Menurut Anda bagaimana dengan profesi menulis?

Profesi menulis, sebenarnya kalau jadi wartawan itu menurut

saya enggak terlalu menjanjikan sih. Karena gaji wartawan itu di

awal-awal itu di bawah UMR banget. Sementara pengeluaran

besar. Cuma kenapa saya masih bertahan jadi wartawan, ini tahun

ke-12 saya jadi wartawan, itu kaya ada apa ya, kepuasan

tersendiri aja ketika saya menulis. Ketika tulisan kita dimuat,

orang kan baca, „Makasih ya Mas udah ditulis. Udah dibikinin

beritanya,‟ katanya tulisannya bagus. ‟ Dulu kan saya wartawan

bisnis. Dengan orang bilang suka itu, udah puas dan seneng

banget.

Awalnya darimana Anda mengenal Gol A Gong?

Saya kenal Mas Gong itu dari tulisan. Waktu kecil kan sering

baca majalah Anita Cemerlang juga. Terus dari Rizal, teman. Ya

udah jadi kenal.

Menurut Anda bagaimana sosok Gol A Gong?

Mas Gong itu orangnya blak-blakkan. Mas Toto sempat bilang

pada acara Majlis Puisi, katanya Mas Gong itu orangnya

 

256

emosionil dan kalau saya lebih ke ngeredamin. Dari sana udah

mulai paham. Waktu saya kenal Mas Gong itu sekitar 2003, Mas

Gong kan masih muda banget. Kalau dia lagi ga suka, negur kita

itu di kelas banget, ini cerpen apaan nih. Itu terus diinget kita,

emang sih agak sakit hati, tapi akhirnya kita akan menghindari

kesalahan dalam menulis itu. Jadi Mas Gong itu orangnya

meledak-ledak gitu kalau bahasa dari Mas Toto mah.

Beberapa kata untuk menggambarkan sosok Gol A Gong? Legendaris, ambisius, relawan dalam arti dia itu merelakan

dirinya untuk Rumah Dunia, agamis/religius. Dan juga taggung

jawab untuk membiyayai kehidupan di Rumah Dunia.

Apa arti buku dan makna literasi bagi Anda?

Buku itu adalah nafas. Itu enggak lebay. Karena kalau kita

enggak baca buku itu kerasa banget, kalau kita lagi ngomong

sama orang itu kayak bego gitu. Dan kalau orang udah pergi ke

mana, kita enggak tahu apa-apa. Karena dari buku juga bisa hidup

dan bisa punya teman banyak. Sedangkan literasi itu penting,

karena tanpa literasi kita akan kemabali lagi ke masa pra sejarah.

Apakah Gol A Gong menggunakan komunikasi dengan Bahasa

Jawa Serang atau Bahasa Sunda saat KMRD berlangsung? Nggak kok. Selalu pakai bahasa Indonesia.

Adakah simbol nonverbal Gol A Gong yang tidak dipahami? Seingat saya sih ada tapi nggak sering. Mas Gong orangnya

atraktif. Jadi gerak tubuhnya hanya melengkapi apa yang dia

sampaikan. Dalam kondisi susah menjelaskan sesuatu, biasanya

tangannya berputar-putar ke atas.

Anda memahami budaya Gol A Gong selaku tutor KMRD? Sebagai murid, sayalah yang harus mencari tahu untuk paham

budaya beliau. Karena murid dia banyak. Jadi kitalah yang harus

paham budaya Mas Gong.

Pernah mengalami hambatan komunikasi saat KMRD?

Jarang sih. Mas Gong itu menjelaskan dengan ringkas. Lebih

banyak praktik. Dia bukan tipikal yang teoritis.

 

257

WAWANCARA XIV

Data Informan 14 Nama Lengkap : Khodijah

Nama Pena : Wanja Almunawar

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat/Tgl. Lahir : Palembang, 3 Mei 1984

KMRD : Angkatan ke- 5

Pekerjaan : Script Editor/Scriptwriter

Waktu Wawancara : Senin, 12 Februari 2018

Teknik Wawancara : Melalui surat elektronik

Anda ikut kelas menulis Rumah Dunia angkatan berapa?

Angakatan Kelas Menulis Rumah Dunia ke-5. Kalau tidak salah

sekitar tahun 2005.

Waktu itu Anda masih kuliah atau apa?

Saat itu saya sedang kuliah semester 5 di Universitas Sriwijaya

jurusan FKIP Fisika. Ya, karena saya memang passion-nya

menulis, kecebur di dalam eksak bikin saya sesak nafas, pas saya

browsing di www.rumahdunia.net, disitulah saya mengenal

Rumah Dunia. Setelah itu saya diantar orangtua saya dari

Palembang, buat belajar di Rumah Dunia, saya cuti 1 tahun

kuliah dan belajar di sana (Rumah Dunia).

Apa yang mendorong Anda mengikuti KMRD?

Saya kan emang udah suka nulis sejak SD, impian saya pengen

jadi penulis skenario film, ketika SMP cerpen perdana saya

masuk di majalah Sabili, mulai itu saya langsung makin semangat

pengen belajar jurnalistik dan film. Saat saya lulus SMA, saya

pengen masuk di IKJ tapi keluarga nggak support, akhirnya

terjebaklah saya di Fisika, disitu saya ngerasa bahwa passion saya

bukan disitu, jadi alasan utama saya masuk ke Rumah Dunia

selain emang saya pingin jadi penulis, alasan lainnya pengen

keluar dari kejenuhan belajar di fisika.

 

258

Program KMRD menurut Anda bagaimana?

Program Kelas Menulis Rumah Dunia itu bagus banget dan

bermanfaat. Pertama karena programnya gratis, yang kedua

Rumah Dunia menjadi atmosfir bagi penulis untuk memulai

menjadi penulis, atau yang sudah jadi penulis untuk membuat

mereka makin tergerak mengembangkan karya-karyanya, karena

kegiatannya itu mempertemukan dengan penulis-penulis yang

sudah ternama.

Bagaimana metode pembelajaranKMRD saat itu?

Ehheeem, yaah biasanya sih setiap Sabtu-Minggu belajar,

tutornya ganti-ganti, mulai Asma Nadia, Helvy Tiana Rosa,

jurnalis, karikatur, penulis skenario dan lain-lain. Nah kita juga

pernah ada writing camp, kelas angkatan ke-5 yang memulainya.

Waktu itu acaranya di Anyer, Serang-Banten. Tapi bagi saya

atomosfer dunia menulis saya adalah Rumah Dunia. Rasanya

bertemu banyak orang yang punya cita-cita sama bikin saya

semakin semangat menulis.

Anda pernah mengikuti kelas menulis di komunitas lain?

Pada waktu itu hanya Rumah Dunia aja, tapi klao di SMA pernah

jadi editor majalah Al-badi`u SMU Negeri 5 Palembang, dan di

UNSRI majalah kampusnya juga sebagai editor.

Pada tahun berapa Anda mulai serius menulis dan istiqomah? Mulai saya masih di Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Profesi Anda lebih ke mana sekarang? Bisa diceritakan? Dan

kenapa memilih profesi ini yang ditekuni?

Saya selama ini nulis skenario freelance, waktu saya pulang dari

Jepang, PH Tobali lagi cari script editor, saya ngelamar disitu dan

Ahamdulillah diterima. Di Tobali saya pegang program FTV

Hijrah, Cantik-cantik Kucing Dapur dan Jumat ke-13. Kenapa

memilih profesi ini? Karena ini adalah profesi yang saya sukai,

passion hidup saya.

Menurut Anda profesi penulis itu sesuatu yang menjajikan atau

bagaimana?

Semua profesi asalkan ditekuni dan fokus pasti hasilnya

menjanjikan, dan profesi menulis adalah salah satu profesi yang

 

259

ketika kamu masuk ke situ, orang ga tanya dimana ijazah kamu,

berapa IPK-nya, apa prestasi kamu, yang dilihat hanya karya kita.

Menjanjikan atau tidaknya tergantung dari diri kita sendiri yang

mengolahnya. Sejauh ini profesi sebagai penulis skenario

menurut saya sanagat menjanjikan. Nggak perlu modal banyak,

cukup gunakan otak keren kamu buat bikin karya keren, bisa

kerja sambil dasteran, di rumah, biar belum mandi juga masih

dapat duit.

Apakah tutor KMRD Gol A Gong menggunakan komukiasi

dengan Bahasa Jawa Serang atau Bahasa Sunda?

Selama kegiatan yang saya ikuti di Rumah Dunia, Gol A Gong

selalu menggunakan Bahasa Indonesia. Tetapi ketika bercanda,

atau ketika saat tertentu terkadang menggunakan Bahasa Sunda

yang familiar, jadi meskipun saya orang Palembang saya masih

bisa mengerti dengan Bahasa Sunda itu.

Adakah gerakan nonverbal Gol A Gong yang tidak dipahami

peserta KMRD? Sebenarnya karena mungkin sudah jangka waktu yang lama

sekali saya belajar di Rumah Dunia waktu itu tahun 2005,

gerakan nonverbal yang tidak saya fahami, saya tidak ingat, tapi

saya hampir menghabiskan waktu seharian di Rumah Dunia saat

itu, saya merasa tidak ada kendala dan cukup memahami hampir

semua materi yang diberikan. Karena materi kepenulisan menurut

saya materi yang ringan, kita belajar dari diskusi, melihat

pertunjukan, kegiatan writing camp, mengunjungi tempat dan

lain-lain, sehingga materi itu diserap melalui pengalaman, dan

menyenangkan.

Apakah Anda memahami budayanya Gol A Gong selaku tutor

KMRD?

Menurut saya Gol A Gong adalah salah satu orang yang sangat

idealis dalam mengembangkan budaya di Banten, selama dua

tahun saya belajar di Rumah Dunia saya menikmati beragam

budaya Banten, di setiap pementasan di Rumah Dunia, bahkan di

dalam lingkungan Rumah Dunia itu pun sudah mencerminkan

budaya berbagai daerah. Sikap santun Gol A Gong kepada orang

tuanya pun membuat saya kagum, kepada para murid, para tamu,

sikap santun dan toleransi sangat dijaga di Rumah Dunia.

 

260

Pernah mengalami hambatan komunikasi saat KMRD? Selama saya belajar disana, saya tidak pernah mengalami kendala

dalam bahasa, semua menyenangkan, seru, kalaupun ada bahasa

yang tidak saya mengerti, misalkan waktu itu kami mau

mengadakan acara “bacakan” saya nggak ngerti itu apa? Padahal

kan acara makan-makan bersama gitu di atas daun pisang

misalnya, saya yang nggak ngerti ya langsung dijelasin aja

bacakan itu apa? Sehingga saya memahami, oh ada budaya

bacakan dimana kita kumpul, makan, bercanda, di situ.

Apakah Gol A Gong selaku tutor (laki-laki) mengikuti cara

berfikirnya Anda selaku peserta KMRD (perempuan)?

Saya rasa tidak ada perbedaan ya, untuk perempuan atau laki-

laki, semua sama. Dalam pelajaran sastra, kita menghasilkan

karya, Gol A Gong membimbing kita menemukan ide, dan ketika

ide itu di dapatkan bagaiman cara mengolahnya. Laki-laki dan

perempuan tidak ada bedanya, tapi tetap dalam sebuah karya,

perasaan terkadang mempengaruhi, misalnya ketika seorang

penulis perempuan menulis tentang cerita rumah tangga, mungkin

lebih manis dan lebih drama daripada laki-laki. Dan itu pun

mempengaruhi saya ketika membuat skenario film seperti

sekarang ini. Sebagai perempuan, perasaan saya lebih peka ketika

membuat adegan drama, menguras airmata, atau tentang cerita

drama rumah tangga.

Menurut Anda bagaimana sosok Gol A Gong?

Gol A Gong menurut saya sosok yang inspiratif, idealis, santun,

dan salah satu tokoh yang sangat saya kagumi, karena tidak

pernah “perhitungan” dalam memberikan ilmu yang bermanfaat

bagi orang banyak. Dia membuka “pekarangan” rumahnya untuk

menjadi tempat ladang ilmu, dan menghasilkan banyak penulis,

seniman, dan ribuan karya, sehingga menurut saya, sosok Gol A

Gong bahkan pantas untuk mendapatkan nobel, karena dia adalah

orang yang banyak memberikan manfaat untuk masyarakat.

Apa arti literasi menurut Anda? Dan seberapa penting kita

harus melek literasi?

Menurut saya kita memang harus melek literasi ya. Literasi itu

bukan hanya membaca saja, menulis, melek teknologi itu juga

bagian dari literasi. Sementara membaca menurut saya adalah

 

261

investasi awal untuk masa depan yang lebih baik. Dengan

membaca kita mendapatkan wawasan, menjadi lebih cerdas untuk

semua aktifitas yang kita kerjakan. Jadi melek literasi sangat

penting, dan itu harus ditularkan ke anak-anak mulai dari balita.

Bagaimana menurut Anda terkait adanya KMRD ini?

Rumah Dunia adalah atmosfir menulis bagi para penulis, tempat

yang memberikan banyak manfaat, mengembangkan

keanekaragaman budaya Indonesia dan dunia, di Rumah Dunia,

kita menemukan banyak teman seperjuangan, teman yang passion

sama dalam menulis dan dunia literasi, Rumah Dunia bukan

hanya sebuah rumah, tapi merupakan rumah yang di dalamnya

berisi banyak inspirasi.