the document was created from a file 'g:cdcd fiksskripsi...

21
8 BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di SD Peserta didik di masa yang akan datang akan menghadapi tantangan berat, karena kehidupan masyarakat global selalu mengalami perubahan setiap saat, yang tercantum dalam KTSP Standar Isi 2006. Mata pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis. Istilah “Ilmu Pengetahuan Sosial” (IPS), merupakan nama mata pelajaran di tingkat sekolah dasar dan menengah atau nama program studi di perguruan tinggi identik dengan istilah social studies. Sapriya (2009:19). Istilah IPS di sekolah dasar merupakan nama mata pelajaran yang berdiri sendiri sebagai integrasi dari sejumlah konsep disiplin ilmu sosial, humaniora, sains bahkan berbagai isu dan masalah sosial kehidupan. Sapriya (2009:20). IPS adalah suatu bahan kajian terpadu yang merupakan penyederhanaan, adaptasi, seleksi dan modifikasi diorganisasikan dari konsep-konsep keterampilan-keterampilan Sejarah, Geografi, Sosiologi, Antropologi dan Ekonomi. Puskur (2001:9). Adanya mata pelajaran IPS di Sekolah Dasar para siswa diharapkan dapat memiliki pengetahuan dan wawasan tentang konsep- konsep dasar ilmu sosial dan humaniora, memiliki kepekaan dan kesadaran terhadap masalah sosial di lingkungannya, serta memiliki keterampilan mengkaji dan memecahkan masalah-masalah sosial tersebut. Pembelajaran IPS lebih menekankan pada aspek pendidikan dari pada transfer konsep karena dalam pembelajaran IPS siswa diharapkan memperoleh pemahaman terhadap sejumlah konsep dan mengembangkan serta melatih sikap, nilai, moral dan keterampilannya berdasarkan konsep yang telah dimilikinya.

Upload: duongtuyen

Post on 06-Mar-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

8

BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di SD

Peserta didik di masa yang akan datang akan menghadapi tantangan berat,

karena kehidupan masyarakat global selalu mengalami perubahan setiap saat,

yang tercantum dalam KTSP Standar Isi 2006. Mata pelajaran IPS dirancang

untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis

terhadap kondisi sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat

yang dinamis.

Istilah “Ilmu Pengetahuan Sosial” (IPS), merupakan nama mata pelajaran

di tingkat sekolah dasar dan menengah atau nama program studi di perguruan

tinggi identik dengan istilah “social studies”. Sapriya (2009:19). Istilah IPS di

sekolah dasar merupakan nama mata pelajaran yang berdiri sendiri sebagai

integrasi dari sejumlah konsep disiplin ilmu sosial, humaniora, sains bahkan

berbagai isu dan masalah sosial kehidupan. Sapriya (2009:20).

IPS adalah suatu bahan kajian terpadu yang merupakan penyederhanaan,

adaptasi, seleksi dan modifikasi diorganisasikan dari konsep-konsep

keterampilan-keterampilan Sejarah, Geografi, Sosiologi, Antropologi dan

Ekonomi. Puskur (2001:9). Adanya mata pelajaran IPS di Sekolah Dasar para

siswa diharapkan dapat memiliki pengetahuan dan wawasan tentang konsep-

konsep dasar ilmu sosial dan humaniora, memiliki kepekaan dan kesadaran

terhadap masalah sosial di lingkungannya, serta memiliki keterampilan mengkaji

dan memecahkan masalah-masalah sosial tersebut.

Pembelajaran IPS lebih menekankan pada aspek pendidikan dari pada

transfer konsep karena dalam pembelajaran IPS siswa diharapkan memperoleh

pemahaman terhadap sejumlah konsep dan mengembangkan serta melatih sikap,

nilai, moral dan keterampilannya berdasarkan konsep yang telah dimilikinya.

9

IPS juga membahas hubungan antara manusia dengan lingkungannya.

Lingkungan masyarakat dimana anak didik tumbuh dan berkembang sebagai

bagian dari masyarakat dan dihadapkan pada berbagai permasalahan di

lingkungan sekitarnya.

Somantri (Sapriya, 2008:9) menyatakan IPS adalah penyederhanaan atau

disiplin ilmu-ilmu social humaniora serta kegiatan dasar manusia yang

diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan pedagogis/psikologis untuk tujuan

pendidikan. Sementara itu Zuraik (Ahmad Susanto 2013:137) mengemukakan

bahwa IPS merupakan harapan untuk mampu membina suatu masyarakat yang

baik di mana para anggotanya benar-benar berkembang sebagai insan sosial yang

rasional dan penuh tanggung jawab, sehingga oleh karenanya diciptakan nilai-

nilai. Hakikat IPS di sekolah dasar memberikan pengetahuan dasar dan

ketrampilan sebagai media pelatihan bagi siswa sebagai warna negara sedini

mungkin. Karena pembelajaran IPS tidak hanya memberikan ilmu pengetahuan

semata , tetapi harus berorientasi pada pengembangan keterampilan berpikir kritis,

sikap, dan kecakapan-kecakapan dasar siswa yang berpijak pada kenyataan

kehidupan sosial kemasyarakatan sehari-hari dan memenuhi kebutuhan bagi

kehidupan sehari-hari dan memenuhi kebutuhan bagi kehidupan sosial siswa di

masyarakat. IPS pendidikan dasar dan menengah dimaksudkan untuk

menunjukkan bahwa tingkat kesukaran bahan harus sesuai dengan tingkat

kecerdasan dan minat peserta didik.

Sejalan dengan pemikiran Zuraik dan Soemantri, Banks (Ahmad Susanto

2013:140) berpendapat bahwa pendidikan IPS merupakan bagian dari kurikulum

di sekolah yang bertujuan untuk membantu mendewasakan siswa supaya dapat

mengembangkan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai-nilai dalam rangka

berpartisipasi di dalam masyarakat, negara, dan bahkan di dunia. Banks

menekankan begitu pentingnya pembelajaran IPS diterapkan di sekolah-sekolah,

mulai dari tingkat dasar sampai ke perguruan tinggi, terutama di sekolah dasar dan

menengah.

Pendidikan IPS untuk tingkat sekolah sangat erat kaitannya dengan

disiplin ilmu-ilmu sosial yang terintegrasi dengan humaniora dan ilmu

10

pengetahuan alam yang dikemas secara ilmiah dan pedagogis untuk kepentingan

pembelajaran di sekolah. Oleh karena itu Sapriya (2009:12) menegaskan bahwa

IPS di tingkat sekolah pada dasarnya bertujuan untuk menguasai pengetahuan

(knowledge), ketrampilan (skills), sikap dan nilai (attitudes and values) yang dapat

digunakan sebagai kemampuan mengambil keputusan dan berpartisipasi dalam

berbagai kegiatan kemasyarakatan agar menjadi warga negara yang baik. Untuk

jenjang SD/MI, pengorganisasian materi mata pelajaran IPS menganut pendekatan

terpadu (integreted), artinya materi pelajaran dikembangkan dan disusun tidak

mengacu pada disiplin ilmu yang terpisah melainkan mengacu pada aspek

kehidupan nyata (factual/real) peserta didik sesuai dengan karakteristik usia,

tingkat pengembangan berpikir, dan kebiasaan bersikap dan berperilakunya.

Dalam dokumen Permendiknas (2006) dikemukakan bahwa IPS mengkaji

seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan isu sosial.

Dari ketentuan ini maka secara konseptual, materi pelajaran IPS di SD belum

mencakup dan mengakomodasi seluruh disiplin ilmu sosial.

Penulis menyimpulkan bahwa IPS adalah ilmu sosial yang bertujuan untuk

mendewasakan peserta didik agar mampu beradaptasi di dalam masyarakat. Di

dalam IPS terdapat berbagai macam ilmu, seperti geografi, sejarah, ekonomi,

sosiologi, antropologi dan lain sebagainya yang disederhanakan dengan tujuan

agar materi mudah untuk dipelajari. Dengan demikian, peranan IPS sangat penting

untuk mendidik siswa mengembangkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan

agar dapat mengambil bagian secara aktif dalam kehidupannya kelak sebagai

anggota masyarakat dan warga negara yang baik.

Tujuan utama pembelajaran IPS menurut Ahmad Susanto (2013:145) adalah

untuk mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial

yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan

segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi masalah yang terjadi

sehari-hari baik yang menimpa dirinya maupun yang menimpa masyarakat.

11

Secara rinci, Ahmad Susanto ( Mutakin, 2013:145-146) merumuskan tujuan

pembelajaran IPS di sekolah , sebagai berikut :

1. Memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap masyarakat atau lingkunganya, melaluipemahaman terhadap nilai-nilai sejarah dan kebudayaan masyarakat.

2. Mengetahui dan memahami konsep dasar dan mampu menggunkan metode yangdiadaptasi dari ilmu-ilmu sosial yang kemudian dapat digunakan untuk memecahkanmasalah-masalah sosial.

3. Mampu menggunakan model-model dan proses berfikir serta membuat keputusanuntuk menyelesaikan isu dan masalah yang berkembang di masyarakat.

4. Menaruh perhatian terhadap isu-isu dan masalah-masalah sosial, serta mampumembuat analisis yang kritis, selanjutnya mampu mengambil tindakan yang tepat.

5. Mampu mengembangkan berbaai potensi sehingga mampu mengembangkan dirisendiri agar survive yang kemudian bertanggungjawab membangun masyarakat.

Demikian pula dalam kaitannya dengan KTSP Standar Isi 2006 (Ahmad

Susanto 2013: 149), pemerintah telah memberikan arah yang jelas pada

tujuanpembelajaran IPS, yaitu:

1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat danlingkungannya.

2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir kritis dan logis, rasa ingin tahu, inkuiri,memecahkan masalah, dan ketrampilan dalam kehidupan sosial.

3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusian,4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerja sama dan berkompetensi dalam

masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.

Berdasarkan tujuan di atas, dengan mempelajari kondisi masyarakat seperti

yang dimuat dalam pembelajaran IPS, maka siswa akan dapat mengamati dan

mempelajari norma-norma atau peraturan serta kebiasaan-kebiasaan baik yang

berlaku dalam masyarakat, sehingga siswa mendapat pengalaman langsung

adanya hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi antara kehidupan

pribadi dan masyarakat.

Mata pelajaran IPS disusun secara sistematis, komprehensif, dan terpadu

dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan dalam

kehidupan di masyarakat. Adapun ruang lingkup mata pelajaran IPS di SD/MI

tercantum dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi meliputi

(a) manusia, tempat, dan lingkungan, (b) waktu, keberlanjutan, dan perubahan, (c)

sistem sosial dan budaya, dan (d) perilaku ekonomi dan kesejahteraan.

12

Secara rinci, Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS untuk SD/MI

kelas 4 Semester 2 sebagai berikut.

Tabel 2.1

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS Kelas III

Standar Kompetensi Konpetensi Dasar

2. Memahami jenis pekerjaan dan

penggunaan uang

Mengenal jenis-jenis pekerjaan

Memahami pentingnya semangat

kerja

Memahami kegiatan jual beli di

lingkungan rumah dan sekolah

Mengenal sejarah uang

Mengenal penggunaan uang

sesuai dengan kebutuhan

Sumber : Permendiknas No. 22 Tahun 2006

Dalam pelaksanaan pembelajaran, seorang guru perlu membuat rancangan

pembelajaran. Rancangan pembelajaran tersebut dinamakan Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran (RPP). RPP diatur dalam Standar Proses Permendiknas No. 41

Tahun 2007. Standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan

dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai

standar kompetensi lulusan.

Fungsi pembelajaran IPS adalah untuk menanamkan sikap ilmiah dan

melatih siswa dalam memecahkan masalah yang dihadapi, mengembangkan daya

kreatif dan inovatif siswa serta memberi bekal pengetahuan dasar untuk

melanjutkan pada jenjang pendidikan lebih tinggi.

13

2.1.2 Model Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran merupakan sebuah model pembelajaran terkait

dengan teori pembelajaran tertentu. Miftahul Huda (2013:73) mengemukakan

bahwa model pembelajaran dirancang untuk tujuan tertentu yaitu pengajaran

konsep-konsep informasi, cara-cara berpikir, studi nilai-sosial, dengan meminta

siswa untuk terlibat aktif dalam tugas-tugas kognitif dan sosial tertentu.

Berdasarkan teori tersebut dikembangkan tahapan pembelajaran, sistem sosial,

prinsip reaksi dan sistem pendukung untuk membantu siswa dalam

membangun/mengontruksi pengetahuannya melalui interaksi dengan sumber

belajar. Model pembelajaran memiliki : 1) sintaks (fase pembelajaran); 2) sistem

sosial; 3) prinsip reaksi; 4) sistem pendukung; dan 5) dampak. Ridwan Abdullah

Sani (2013:97).

Joyce dan Weil (Ridwan Abdullah Sani 2013:98) mengemukakan bahwa

model pembelajaran dibagi dalam empat kelompok, yakni : 1) kelompok model

pembelajaran perilaku (behavioral systems family); 2) kelompok model

pembelajaran pemrosesan informasi (information proccesing family); 3)

kelompok model pembelajaran interaksi sosial (social family); 4) kelompok model

pembelajaran personal (personal family). Model pembelajaran ini didasarkan atas

rasional teoritis yang logis, landasan pemikiran tentang apa yang dipelajari dan

bagaimana cara belajar, perilaku dalam proses belajar mengajar agar

pelaksanaannya berhasil. Tujuan utama menggunakan pembelajaran ini adalah : 1)

membantu peserta didik bekerja bersama untuk mengidentifikasi dan

menyelesaikan masalah; 2) mengembangkan ketrampilan berhubungan dengan

orang lain; dan 3) menyadari nilai-nilai pribadi dan sosial.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli tentang model pembelajaran,

maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran merupakan pola atau

perilaku umum yang digunakan dalam pembelajaran yang dipakai untuk mencapai

tujuan pembelajaran tertentu. Untuk mencapai tujuan tersebut guru dapat memilih

model atau pola pembelajaran yang sesuai dan efisien untuk diterapkan sesuai

dengan komponen-komponen pembelajaran tertentu. Model pembelajaran dapat

dilihat berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu,

14

mempunyai misi, dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan pembelajaran,

memiliki dampak sebagai akibat dari penerapan model pembelajaran tertentu, dan

adanya prinsip-prinsip tertentu serta adanya urutan syntax atau langkah-langkah

pembelajaran

Pembelajaran Kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang

berdasarkan faham konstruktivis. Menurut Slavin (Isjoni 2012:12) pembelajaran

kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja

dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya 4-6 orang

dengan struktur kelompok heterogen.

Isjoni (2012:12) mengungkapkan bahwa pembelajaran kooperatif

merupakan strategi belajar dengan jumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil

yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompok,

setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu

untuk memahami materi pelajaran. Sedangkan Anita Lie (2007:28) pembelajaran

kooperatif adalah pembelajaran gotong royong, yaitu sistem pembelajaran yang

memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bekerja sama dengan siswa lain

dalam tugas-tugas yang terstruktur.

Isjoni (2012:13) berpendapat bahwa belajar dengan model kooperatif ini

dapat diterapkan untuk memotivasi siswa agar berani mengemukakan

pendapatnya, menghargai pendapat teman, dan saling memberikan pendapat

(sharing ideas). Selain itu dalam belajar biasanya siswa dihadapkan pada latihan

soal-soal atau pemecahan masalah. Oleh sebab itu, pembelajaran kooperatif sangat

baik untuk dilaksanakan karena siswa dapat bekerja sama dan saling tolong-

menolong mengatasi tugas yang dihadapinya. Selain itu, belajar dengan model

kooperatif ini tidak hanya unggul dalam membantu siswa memahami konsep yang

sulit, tetapi juga sangat berguna untuk menumbuhkan kemampuan berpikir kritis,

bekerja sama dan membantu teman. Dalam pembelajaran kooperatif, siswa terlibat

aktif pada proses pembelajaran sehingga memberikan dampak positif terhadap

kualitas interaksi dan komunikasi yang berkualitas, dapat memotivasi siswa untuk

meningkatkan prestasi belajarnya.

15

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan, maka dapat disimpulkan bahwa

pembelajaran kooperatif merupakan stategi belajar dengan beberapa jumlah siswa

sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda dimana

dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap siswa anggota kelompok harus

saling bekerja sama dan saling membantu guna mencapai tujuan dalam

pembelajaran tertentu. Dalam pembelajaran kooperatif ini, dikatakan belum

selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.

Unsur-unsur dalam pembelajaran kooperatif menurut Lungdren (Isjoni

2012:13) sebagai berikut :

a. Para siswa harus memiliki persepsi bahwa “tenggelam atau berenang sama”.b. Para siswa harus memiliki tanggung jawab terhadap siswa atau peserta didik lain

dalam kelompoknya, selain tanggung jawab terhadap diri sendiri dalammempelajari materi yang dihadapi.

c. Para siswa harus berpandangan bahwa mereka semua memiliki tujuan yang sama.d. Para siswa membagi tugas dan berbagi tanggung jawab diantara para anggota

kelompok.e. Para siswa diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut berpengaruh

terhadap evaluasi kelompok.f. Para siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh keterampilan

bekerja sama selama belajar.g. Setiap siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi

yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

Thompson (Isjoni, 2012:14) mengemukakan, pembelajaran kooperatif

turut menambah unsur-unsur interaksi sosial pada pembelajaran. Pembelajaran

kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil yang saling

membantu satu sama lain. Kelas disusun dalam kelompok yang terdiri dari

campuran kemampuan siswa, jenis kelamin, dan suku. Hal ini bermanfaat untuk

melatih siswa menerima perbedaan dan bekerja dengan tman yang berbeda latar

belakangnya.

Pembelajaran kooperatif yang diajarkan adalah keterampilan-keterampilan

khusus agar dapat bekerja sama dengan baik di dalam kelompoknya, seperti

menjadi pendengar yang baik, siswa diberi lembar kegiatan yang berisi

pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan. Selama kerja

kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan. Keterampilan

kooperatif ini berfungsi untuk melancarkan hubungan, kerja dan tugas. Peranan

hubungan kerja dapat dibangun dengan mengembangkan komunikasi antar

16

anggota kelompok, sedangkan peranan tuga dilakukan dengan membagi tugas

antar anggota kelompok selama kegiatan.

Menurut Wina Sanjaya (2006:249) keunggulan-keunggulan dalam

pembelajaran kooperatif, berikut ini kelebihan dalam pembelajaran kooperatif

antara lain adalah sebagai berikut:

1. Melalui pembelajaran kooperatif siswa tidak terlalu menggantungkanpada guru, akan tetapi dapat menambah kepercayaan kemampuanberpikir sendiri, menemukan informasi dari berbagai sumber, danbelajar dari siswa yang lain.

2. Dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan idea atau gagasandengan kata secara verbal dan membandingkannya dengan ide-ideorang lain.

3. Membantu anak untuk respek pada orang lain dan menyadari akansegala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan.

4. Dapat membantu memberdayakan setiap siswa untuk lebih bertanggungjawab dalam belajar.

5. Pembelajaran kooperatif ampuh untuk meningkatkan prestasi akademiksekaligus kemampuan sosial, termasuk mengembangkan rasa harga diri,hubungan interpersonal yang positif dengan yang lain, mengembangkanketrampilan me-manage waktu dan sikap positif terhadap sekolah.

6. Mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide dan pemahamansendiri, menerima umpan balik.

7. Meningkatkan kemampuan siswa menggunakan informasi dankemampuan belajar abstrak menjadi riil.

8. Interaksi selama kooperatif berlangsung dapat meningkatkan motivasidan memberikan rangsangan untuk berpikir.

Selain mempunyai kelebihan, pembelajaran kooperatif juga mempunyai

kelemahan yang harus dihindari, yakni adanya anggota kelompok yang tidak aktif.

Ini dapat terjadi jika hanya ada satu permasalahan saja. Kelemahan ini dapat

dihindari dengan cara seperti di bawah ini:

1. Untuk memahami dan mengerti filosofis pembelajaran kooperatifmemang butuh waktu. Untuk siswa yang dianggap memiliki kelebihan,contohnya mereka akan merasa terhambat oleh siswa yang dianggapkurang memiliki kemampuan.

2. Ciri utama dari pembelajaran kooperatif adalah bahwa siswa salingmembelajarkan. Jika tanpa peer teaching yang efektif maka sesuatuyang seharusnya dipelajari dan dipahami tidak akan dicapai siswa.

3. Penilaian yang diberikan didasarkan pada hasil kerja kelompok.Meskipun demikian guru perlu menyadari bahwa hasil yang diharapkanadalah hasil individu setiap siswa.

17

4. Pengembangan kesadaran berkelompok memerlukan waktu yangpanjang dan tidak mungkin dicapai dengan penerapan modelpembelajaran yang tidak berkesinambungan.

5. Selain mampu bekerja sama siswa juga harus mempunyai kepercayaandiri untuk melakukan aktivitas secara individu dan bukan hal yangmudah untuk mencapai keduanya.

Berdasarkan beberapa pemaparan tentang kelebihan dan kekurangan

pembelajaran kooperatif yang telah dijelaskan di atas, maka dalam menerapkan

pembelajaran kooperatif guru perlu memperhatikan prinsip-prinsip, karakteristik,

serta prosedur dari pembelajaran kooperatif itu sendiri dengan benar. Dengan

begitu guru dapat memaksimalkan penggunaan model pembelajaran kooperatif

dalam proses belajar mengajar sehingga guru dapat mengatasi kelemahan dari

pembelajaran kooperatif.

2.1.3 Model Pembelajaran Role Playing (Bermain Peran)

Menurut Fogg (Miftahul Huda 2013:209) bahwa Role Playing atau

bermain peran adalah sejenis permainan gerak yang di dalamnya ada tujuan,

aturan, dan edutainment. Sementara itu, Husein Achmad (Hidayati, 2004: 93)

mengemukakan bahwa role playing adalah salah satu bentuk permainan

pendidikan yang dipakai untuk menjelaskan peranan, sikap, tingkah laku, dan

nilai dengan tujuan menghayati perasaan, sudut pandang dan cara berpikir orang

lain. Sama halnya menurut Sugihartono (2006:83) bahwa model role playing

adalah metode pembelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan

siswa dengan cara siswa memerankan suatu tokoh baik tokoh hidup maupun

tokoh mati, sehingga siswa berlatih untuk penghayatan dan terampil memakai

materi yang dipelajari.

Santoso (2011) mengatakan bahwa model role playing adalah adalah suatu

cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan

penghayatan siswa. Ginnot (dalam Eka, 2008) menegaskan bahwa bermain peran

merupakan seperangkat prosedur yang digunakan untuk melakukan konseling

dengan anak melalui penggunaan secara sistematis dari metode bermain,

permainan, dan alat permainan.

Sejalan teori diatas, Corsini (dalam Tatiek, 1989) menyatakan bahwa

bermain peran dapat digunakan sebagai alat untuk mendiagnosis dan mengerti

18

seseorang dengan cara mengamati perilakunya waktu memerankan dengan

spontan situasi-situasi atau kejadian yang terjadi dalam kehidupan yang

sebenarnya. Menurut Mulyasa (2004:141) terdapat empat asumsi yang mendasari

pembelajaran bermain peran untuk mengembangkan perilaku dan nilai-nilai

sosial, yang kedudukannya sejajar dengan model-model mengajar lainnya.

Keempat asumsi tersebut sebagai berikut:

a. Secara implisit bermain peran mendukung situasi belajar berdasarkan

pengalaman dengan menitikberatkan isi pelajaran pada situasi ‘’di sini pada saat

ini’’. Model ini percaya bahwa sekelompok peserta didik dimungkinkan untuk

menciptakan analogy mengenai situasi kehidupan nyata. Terhadap analogy yang

diwujudkan dalam bermain peran, para peserta didik dapat menampilkan

respons emosional sambil belajar dari respons orang lain.

b. Kedua, bermain peran memungkinkan para peserta didik untuk

mengungkapkan perasaannya yang tidak dapat dikenal tanpa bercermin pada

orang lain. Mengungkapkan perasaan untuk mengurangi beban emosional

merupakan tujuan utama dari psikodrama (jenis bermain peran yang lebih

menekankan pada penyembuhan). Namun demikian, terdapat perbedaan

penekanan antara bermain peran dalam konteks pembelajaran dengan

psikodrama. Bermain peran dalam konteks pembelajaran memandang bahwa

diskusi setelah pemeranan dan pemeranan itu sendiri merupakan kegiatan utama

dan integral dari pembelajaran; sedangkan dalam psikodrama, pemeranan dan

keterlibatan emosional pengamat itulah yang paling utama. Perbedaan lainnya,

dalam psikodrama bobot emosional lebih ditonjolkan daripada bobot

intelektual, sedangkan pada bermain peran peran keduanya memegang peranan

yang sangat penting dalam pembelajaran.

c. Model bermain peran berasumsi bahwa emosi dan ide-ide dapat diangkat ke

taraf sadar untuk kemudian ditingkatkan melalui proses kelompok. Pemecahan

tidak selalu datang dari orang tertentu, tetapi bisa saja muncul dari reaksi

pengamat terhadap masalah yang sedang diperankan. Dengan demikian, para

peserta didik dapat belajar dari pengalaman orang lain tentang cara

memecahkan masalah yang pada gilirannya dapat dimanfaatkan untuk

mengembangkan dirinya secara optimal. Dengan demikian, para peserta didik

dapat belajar dari pengalaman orang lain tentang cara memecahkan masalah

19

yang pada gilirannya dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan dirinya secara

optimal. Oleh sebab itu, model mengajar ini berusaha mengurangi peran guru

yang teralu mendominasi pembelajaran dalam pendekatan tradisional. Model

bermain peran mendorong peserta didik untuk turut aktif dalam pemecahan

masalah sambil menyimak secara seksama bagaimana orang lain berbicara

mengenai masalah yang sedang dihadapi.

d. Model bermain peran berasumsi bahwa proses psikologis yang tersembunyi,

berupa sikap, nilai, perasaan dan system keyakinan, dapat diangkat ke taraf

sadar melalui kombinasi pemeranan secara spontan. Dengan demikian, para

pserta didik dapat menguji sikap dan nilainya yang sesuai dengan orang lain,

apakah sikap dan nilai yang dimilikinya perlu dipertahankan atau diubah. Tanpa

bantuan orang lain, para peserta didik sulit untuk menilai sikap dan nilai yang

dimilikinya.

2.1.3.1 Langkah-langkah Model Pembelajaran Role Playing

Langkah-langkah pelaksanaan model pembelajaran bermain peran (role

playing) agar berhasil dengan baik menurut Sunarto (2013: 418) yaitu:

1. Guru harus menerangkan dan memperkenalkan kepada siswa

tentangteknik pelaksanaan metode bermain peran ini.

2. Guru menunjuk beberapa siswa yang akan bermain peran dimana masing-

masing akan mencari pemecahan masalah sesuai

dengan perannya sementara siswa yang lain menjadi penonton dengan

tugas-tugas tertentu pula.

3. Guru harus memilih masalah yang urgen sehingga menarik minat siswa.

4. Guru harus dapat menceritakan peristiwa yang akan diperankan sambil

mengatur adegan yang pertama agar siswa memahami peristiwanya,

5. Guru memberikan penjelasan kepada pemeran dengan sebaik-

baiknya,agar mengetahui tugas peranannya, menguasai masalahnya dan

pandai berekspresi maupun berdialog.

6. Siswa yang tidak bermain peran menjadi penonton yang aktif, disamping

mendengar dan melihat, siswa harus memberikan saran dan kritik kepada

siswa yang telah bermain peran.

7. Bila siswa belum terbiasa, perlu dibantu guru dalam menimbulkan

kalimat pertama dalam dialog.

20

8. Setelah bermain peran mencapai situasi klimaks, maka harus dihentikan

agar kemungkinan-kemungkinan pemecahan masalah dapat didiskusikan

secara umum. Sehingga para penonton ada kesempatan untuk

berpendapat, menilai permainan dan sebagainya. Bermain peran juga

dapat dihentikan bila sedang menemui jalan buntu.

9. Sebagai tindak lanjut dari hasil diskusi, dilakukan tanya jawab, diskusi

atau membuat karangan yang berbentuk sandiwara.

2.1.3.2 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Role Playing

Menurut Bobby De Porter (2000:12) kelebihan dan kelemahan

model role playing sebagai berikut:

a. Kelebihan

Kelebihan model role playing melibatkan seluruh siswa berpartisipasi,

mempunyai kesempatan untuk memajukan kemampuannya dalam bekerja sama.

Siswa juga dapat belajar menggunakan bahasa dengan baik dan benar. Selain itu,

kelebihan metode ini adalah, sebagai berikut:

1. Siswa bebas mengambil keputusan dan berekspresi secara utuh.

2. Permainan merupakan penemuan yang mudah dan dapat digunakan dalam

situasi dan waktu yang berbeda.

3. Guru dapat mengevaluasi pengalaman siswa melalui pengamatan pada waktu

melakukan permainan.

4. Dapat berkesan dengan kuat dan tahan lama dalam ingatan siswa. Disamping

merupakan pengaman yang menyenangkan yang saling untuk dilupakan

5. Sangat menarik bagi siswa, sehingga memungkinkan kelas menjadi dinamis

dan penuh antusias

6. Membangkitkan gairah dan semangat optimisme dalam diri siswa serta

menumbuhkan rasa kebersamaan dan kesetiakawanan sosial yang tinggi

7. Dapat menghayati peristiwa yang berlangsung dengan mudah, dan dapat

memetik butir-butir hikmah yang terkandung di dalamnya dengan

penghayatan siswa sendiri

8. Dimungkinkan dapat meningkatkan kemampuan profesional siswa, dan dapat

menumbuhkan / membuka kesempatan bagi lapangan kerja.

21

b. Kelemahan

Hakekatnya sebuah ilmu yang tercipta oleh manusia tidak ada yang

sempurna. Semua ilmu ada kelebihan dan kekurangan.Jika kita melihat

model Role Playing dalam dalam cakupan cara dalam proses mengajar dan

belajar dalam lingkup pendidikan tentunya selain kelebihan terdapat

kelemahan.

1. Model bermain peranan memelrukan waktu yang relatif panjang/banyak

2. Memerlukan kreativitas dan daya kreasi yang tinggi dari pihak guru

maupun murid. Dan ini tidak semua guru memilikinya

3. Kebanyakan siswa yang ditunjuk sebagai pemeran merasa malu untuk

memerlukan suatu adegan tertentu

4. Apabila pelaksanaan sosiodrama dan bermain pemeran mengalami

kegagalan, bukan saja dapat memberi kesan kurang baik, tetapi

sekaligus berarti tujuan pengajaran tidak tercapai

5. Tidak semua materi pelajaran dapat disajikan melalui metode ini.

2.1.3.3 Sintagmatik

Menurut Winataputra (2001: 8), sintagmatik adalah tahap-tahap kegiatan dari

sebuah model. Dengan mengutip dari Shaftel, Mulyasa (2003) mengemukakan

tahapan pembelajaran bermain peran meliputi:

1. Menghangatkan suasana dan memotivasi peserta didik.

Menghangatkan suasana kelompok termasuk mengantarkan peserta didik

terhadap masalah pembelajaran yang perlu dipelajari. Hal ini dapat

dilakukan dengan mengidentifikasi masalah, menjelaskan masalah,

menafsirkan cerita dan mengeksplorasi isu-isu, serta menjelaskan peran

yang akan dimainkan. Tahap ini lebih banyak dimaksudkan untuk

memotivasi peserta didik agar tertarik pada masalah karena itu tahap ini

sangat penting dalam bermain peran dan paling menentukan keberhasilan.

Bermain peran akan berhasil apabila peserta didik menaruh minat dan

memperhatikan masalah yang diajukan guru.

22

2. Memilih peran

Memilih peran dalam pembelajaran, tahap ini peserta didik dan guru

mendeskripsikan berbagai watak atau karakter, apa yang mereka suka,

bagaimana mereka merasakan, dan apa yang harus mereka kerjakan,

kemudian para peserta didik diberi kesempatan secara sukarela untuk

menjadi pemeran.

3. Menyusun tahap-tahap peran

Menyusun tahap-tahap baru, pada tahap ini para pemeran menyusun garis-

garis besar adegan yang akan dimainkan. Dalam hal ini, tidak perlu ada

dialog khusus karena para peserta didik dituntut untuk bertindak dan

berbicara secara spontan.

4. Menyiapkan pengamat

Menyiapkan pengamat, sebaiknya pengamat dipersiapkan secara matang

dan terlibat dalam cerita yang akan dimainkan agar semua peserta didik

turut mengalami dan menghayati peran yang dimainkan dan aktif

mendiskusikannya.

5. Pemeranan

Tahap ini para peserta didik mulai beraksi secara spontan, sesuai dengan

peran masing-masing. Pemeranan dapat berhenti apabila para peserta didik

telah merasa cukup, dan apa yang seharusnya mereka perankan telah dicoba

lakukan. Ada kalanya para peserta didik keasyikan bermain peran sehingga

tanpa disadari telah memakan waktu yang terlampau lama. Dalam hal ini

guru perlu menilai kapan bermain peran dihentikan.

6. Diskusi dan evaluasi

Diskusi akan mudah dimulai jika pemeran dan pengamat telah terlibat

dalam bermain peran, baik secara emosional maupun secara intelektual.

Dengan melontarkan sebuah pertanyaan, para peserta didik akan segera

terpancing untuk diskusi.

7. Pemeranan ulang

Pemeranan ulang, dilakukan berdasarkan hasil evaluasi dan diskusi

mengenai alternatif pemeranan. Mungkin ada perubahan peran watak yang

23

dituntut. Perubahan ini memungkinkan adanya perkembangan baru dalam

upaya pemecahan masalah. Setiap perubahan peran akan mempengaruhi

peran lainnya.

8. Diskusi dan evaluasi tahap dua

Diskusi dan evaluasi tahap dua, diskusi dan evaluasi pada tahap ini sama

seperti pada tahap enam, hanya dimaksudkan untuk menganalisis hasil

pemeranan ulang, dan pemecahan masalah pada tahap ini mungkin sudah

lebih jelas.

9. Membagi pengalaman dan mengambil kesimpulan

Tahap ini para peserta didik saling mengemukakan pengalaman hidupnya

dalam berhadapan dengan orang tua, guru, teman dan sebagainya.Semua

pengalaman peserta didik dapat diungkap atau muncul secara spontan.

2.1.3.4 Kriteria Keefektifan Model

Sebuah kegiatan pembelajaran dikatakan efektif apabila dapat memenuhi

beragam kriteria yang telah ditetapkan.Kegiatan pembelajaran yang efektif

merupakan hasil dari manajemen kelas yang efektif pula. Hal ini diwujudkan oleh

guru melalui beragam strategi yang dapat meningkatkan kebiasaan-kebiasaan baik

dalam diri siswa misalnya disiplin, antusias, aktif, dan kreatif. Aktivitas-aktivitas

pembelajaran di kelas mulai dari kegiatan awal sampai dengan akhir diharapkan

mampu membantu siswa memahami materi pembelajaran yang disampaikan,

misalnya menggunakan kegiatan apersepsi yang mendukung, menggunakan media

yang cocok bagi materi pembelajaran tersebut, memberikan tugas-tugas mandiri.

Manajemen kelas, aktivitas pembelajaran siswa dan cara pengelompokan

siswa merupakan beberapa aspek yang terdapat di dalam komponen-komponen

model pembelajaran. Joyce, Weil dan Calhoun (2009:104-106) menyebutkan

bahwa sebuah model terdiri dari komponen sintaks atau struktur suatu model,

komponen prinsip reaksi atau tugas guru, komponen sistem sosial atau situasi

kelas pada saat model berlangsung, daya dukung yang terdiri dari bahan dan alat

yang diperlukan untuk melaksanakan model, serta dampak instruksional yaitu

hasil belajar siswa sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai dan dampak

24

pengiring sebagai akibat dari terciptanya suasana belajar dalam model tertentu.

Apabila kriteria-kriteria di dalam komponen-komponen model tersebut dapat

terpenuhi dengan baik maka sebuah model dapat dikatakan sebagai model

pembelajaran yang efektif. Dengan kata lain, model pembelajaran role playing

dalam penelitian ini akan berjalan dengan efektif apabila setiap kriteria dalam

komponen model role playing dapat terpenuhi dengan baik selama proses

pembelajaran berlangsung.

2.1.4 Hasil belajar

Menurut M Thobroni (2015:20) hasil belajar merupakan perubahan

perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar perolehan

aspek-aspek perubahan perilaku tersebut tergantung pada pada yang dipelajari

oleh pembelajar. Hasil belajar yang dicapai oleh siswa di sekolah merupakan

tujuan dari kegiatan belajarnya. Sama halnya yang dikemukakan oleh Thobroni,

Suprijono (2009:5-6) “hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai,

pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi, dan keterampilan”.

Merujuk pada pemikiran Gagne, hasil belajar berupa hal-hal berikut:

1.1 Informasi verbal, yaitu pengungkapan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik

lisan maupun tertulis.

Purwanto (2013:46) mendefinisikan bahwa hasil belajar merupakan pencapaian

tujuan pendidikan pada siswa yang mengikuti proses belajar mengajar. Tujuan

pendidikan bersifat ideal, sedangkan hasil belajar bersifat aktual. Hasil belajar

merupakan realisasi tercapainya tujuan pendidikan, sehingga hasil belajar yang

diukur sangat tergantung kepada tujuan pendidikannya.

2.1.5 Hubungan Role Playing Dengan Hasil Belajar

Role playing mengutamakan kerja sama dalam memainkan permainan lakon

dalam pembelajaran untuk menerapkan pengetahuan dan ketrampilan dalam

rangka mencapai tujuan pembelajaran. Pada penerapan pembelajaran ini dengan

menggunakan media pembelajaran berupa video dapat memupuk kerjasama siswa

dalam pemahaman materi dan menjawab pertanyaan yang disediakan dalam

materi tersebut. Melalui bantuan video maka mereka dalam proses pembelajaran

lebih menarik dan nampak sebagian besar siswa lebih antusias mengikuti proses

25

pembelajaran, dan kegiatan siswa tampak sekali pada saat siswa menggunakan

media dan memerankannya.. Hal ini membuat siswa menjadi aktif dan tertarik

untuk mengikuti kegiatan belajar mengajar serta menimbulkan rasa ingin tahu

siswa.

2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian dengan metode Role Playing ini bukanlah yang pertama

dilaksanakan, melainkan sudah pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya.

Peneliti melakukan penelitian kembali menganai metode role playing karena

metode pembelajaran tersebut terbukti efektif meningkatkan hasil belajar siswa

pada penelitian sebelumnya. Penelitian yang relefan terhadap penelitian ini yaitu

hasil penelitian Tien Kartini dalam Jurnal Pendidikan Dasar Nomor: 8- Oktober

2007, dengan judul Penggunaan Metode Role Playing untuk Meningkatkan Minat

Siswa Dalam Pembelajaran Pengetahuan Sosial di Kelas V SDN Cileunyi 1

Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung. Diperoleh kesimpulan penggunaan

metode bermain peran (role playing) efektif digunakan dalam pembelajaran IPS.

Siswa tampak lebih berminat dan antusias untuk belajar. Tingkat partisipasi siswa

lebih baik serta kemampuan menggunakan pendapat dan saran juga menjadi lebih

baik.

Dilaksanakan juga Penelitian yang menerapkan metode role playing oleh

Shery Novita Purwandari (2012) dengan judul penelitian “Keefektifan Penerapan

Metode Bermain Peran (Role Playing) pada Pembelajaran Bahasa Indonesia

Materi Pesan melalui Telepon di Kelas IV Sekolah Dasar Negeri Purbalingga

Kidul 1 Kabupaten Purbalingga. ”Populasi dalam penelitian ini yaitu peserta

didik kelas IV SD Negeri 1 Purbalingga Kidul tahun ajaran 2010/2011 dengan

jumlah seluruhnya 64 peserta didik. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini

sebanyak 56 peserta didik yang terbagi ke dalam kelompok eksperimen 27

peserta didik dan kelompok kontrol 29 peserta didik. Hasil penelitian

menunjukan hasil penghitungan uji independent sample t-test menggunakan

SPSS versi 17, nilai t hitung > t tabel yaitu 2,515 > 2,005 serta nilai signifikan

yang kurang dari 0,05 yaitu 0,015. Kesimpulannya yaitu Ho ditolak dan Ha

diterima. Kedua hasil tersebut dapat disimpulkan, bahwa penerapan metode

26

bermain peran (role playing) terbukti efektif dalam meningkatkan hasil

belajar dan aktivitas peserta didik dalam pembelajaran dibandingkan dengan

penerapan metode pemberian tugas.

Untuk membuktikan efektif atau tidaknya metode role playing dalam

pembelajaran, penulis menambahkan bukti yang relevan dari Penelitian tindakan

kelas yang dilakukan oleh Fajar Dayu Saputra (2012) dengan judul penelitian

“Peningkatan Aktivitas Dan Hasil Belajar Drama Melalui Metode Bermain Peran

(Role Playing) Pada Siswa Kelas V Madrasah Ibtidaiyah (Mi) Gapura

Watukumpul Kabupaten Pemalang”. Dari hasil penelitian yang dilakukan pada

18 peserta didik, hasil rata-rata kelas pada siklus I adalah 67,13 jumlah yang

memenuhi KKM 12 siswa (66,66%), aktivitas siswa 6,28 (69,78%) dan

performansi guru 76,43 (B). Pada siklus II mengalami peningkatan rata-rata kelas

menjadi 84,53 jumlah yang memenuhi KKM sebanyak 18 siswa (100%), aktivitas

siswa 7,72 (85,78%) dan performansi guru 89,04 (A). Peningkatan siklus I

kesiklus II rata-rata kelas 5,58 dan persentase tuntas belajar klasikal 17,4

(33,34%), aktivitas siswa 1,14 (16%) dan performansi guru 12,61%. Dari

penelitian diatas disimpulkan bahwa penerapan metode pembelajaran Role

Playing dapat meningkatkan hasil belajar dan aktivitas siswa pada materi drama

kelas V MI Gapura Kecamatan Watukumpul Kabupaten Pemalang tahun ajaran

2011/2012. Keberhasilan penerapan metode pembelajaran role playing pada

penelitian di atas, menjadi salah satu faktor pendorong bagi peneliti untuk

melakukan penelitian ini. Penelitian-penelitian di atas memiliki kesamaan pada

metode pembelajaran yang digunakan yaitu metode role playing. Perbedaannya

penelitian yang dilakukan kali ini merupakan penelitian eksperimen untuk

melakukan pengujian lebih lanjut mengenai keefektifan metode role playing

terhadap hasil belajar Pendidikan Kewarganegaraan Materi Keputusan Bersama

siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri 3 Randugunting Kota Tegal.

27

2.3 Kerangka Berfikir

Gambar 2.1 Pola Kerangka Berfikir

Kegiatan belajar mengajar di SDN Randulawang 03 lebih berpusat pada

guru, siswa cenderung pasif. Siswa merasa bosan sehingga respon siswa selama

pembelajaran ada yang hanya diam saja, bermain sendiri, mengobrol dengan

teman, dan mengantuk. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial akan berjalan

dengan baik, apabila guru dapat menerapkan pembelajaran yang melibatkan siswa

secara aktif, salah satunya dengan model Role Playing. Dalam Role Playing guru

berperan sebagai fasilitator. Guru berusaha agar semua siswa berpartisipasi dalam

pembelajaran dan melakukan eksplorasi pengetahuan dan pengalaman baru agar

tujuan tercapai secara optimal.

Hasil belajar siswarendah

Dilakukantindakan

Guru menggunakanmodel pembelajaran role

playing denganmelakukan permainan

peran yaitumengkondisikan siswa

pada keadaansebenarnya.

Kondisi AwalPembelajaran bersifat

konvensional yang hanyaberpusat pada Guru

Siswa malasmemperhatikan

dan bosan

Siswa berpikiraktif dan lebihtertarik dalam

prosespembelajaran

Kemampuanmengingat dan

memahami materilebih baik

Hasil belajarsiswa meningkat

28

2.4 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kerangka pikir telah dikemukakan, maka hipotesis tindakan

sebagai jawaban sementara dalam peneitian adalah:

1. Pembelajaran IPS dengan menerapkan model pembelajaran role playing

berbantuan media benda konkrit diduga dapat meningkatkan hasil belajar IPS

pada siswa kelas III SDN Randulawang 03 Kecamatan Jati, Kabupaten Blora

Semester II Tahun Ajaran 2015/2016.

2. Penerapan langkah-langkah model pembelajaran role playing berbantuan

media benda konkrit diduga dapat meningkatkan hasil belajar IPS pada siswa

kelas III SDN Randulawang 03 Kecamatan Jati, Kabupaten Blora Semester II

Tahun Ajaran 2015/2016.