thelight 31 10lo
DESCRIPTION
photography magazineTRANSCRIPT
EDISI XXXI / 2010 1
EDIS
I 31/
2010
www.thelightmagz.com
FREE
2 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 3
THEEDITORIAL THEEDITORIAL
PT Imajinasia Indonesia, www.thelightmagz.com
PEMIMPIN PERUSAHAAN: Ignatius Untung,
PEMIMPIN REDAKSI: Siddhartha Sutrisno, KONTRIBUTOR:
Yusuf Pudyo Nugroho, Rachmat Fajar,
Mariana Kurniawati, Vicky TanzilWEBMASTER: Gatot Suryanto
LAYOUT & GRAPHIC:Imagine Asia Indonesia
“Hak cipta semua foto dalam majalah ini milik fotografer yang bersangkutan dan pihak-pihak yang terlibat dalam pembuatannya, serta dilindungi oleh Undang-undang. Penggunaan foto-foto dalam majalah ini sudah seijin fotografernya. Dilarang menggunakan foto dalam majalah ini dalam bentuk / keperluan apapun tanpa ijin tertulis pemiliknya.”
COVER BY: YUSUF PUDYO NUGROHO 7
Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jum’at, Sabtu, dan Minggu. Bangsa Romawi mem-beri nama Bulan, Mars, Merkurius, Jupiter, Venus, Saturnus, dan Matahari. Itu adalah nama-nama hari yang kita kenal. Muladhara, Swadhisthana, Manipu-ra, Anahata, Vishudda, Ajna, dan Sahasrara. Itu adalah Chakra tubuh manusia. Tanpa butuh menghitung, kita tahu ada angka tujuh di sana. Ada iman yang mengatakan bahwa langit itu tujuh lapis, mungkin demikian dengan neraka – tentu bukan nerakanya Dante- pun tujuh dosa mematikan, juga merah, oranye, kuning, hijau, biru, lembayung, dan ungu, warna-warni bianglala. Mu-dah untuk menemukan tujuh elemen di alam maupun kebudayaan. Betapa angka ini menyimpan misteri sedari apa itu tujuh sampai mengapa tujuh?
Cipta Robbi Wibowo, seorang sarjana komunikasi jurnalistik. Hendra Ku-suma, sarjana teknik arsitektur. Vicky Tanzil, sarjana desain komunikasi visual. Yusuf Nugroho, sarjana psikologi. Mariana Kurniawati, mahasiswi jurnalistik. Rachmat Fajar, dosen di jurusan desain interior, dan Debbie Tea, sarjana seni. Mereka berjumlah tujuh orang. Masing-masing telah mengenal fotografi dalam kisaran tahunan dalam usia mereka yang awal 20-an sampai awal 30-an. Cukup muda tetapi usia yang sering dikatakan mulai matang secara emosi. Pembaca setia The Light telah mengetahui bahwa mereka adalah finalis Indonesia’s Next Top Photographer 2010, salah satu agenda terpenting majalah ini dengan dukungan berbagai pihak yang memiliki komitmen ter-hadap Fotografi – dengan f besar – Indonesia. Finalis adalah sebuah prestasi, menjadi tujuh samurai berkamera masa depan, tetapi barulah mula.
Dua bulan pertama mereka menjalani intensitas kelas kreatif dengan mentor Ignatius Untung yang sekaligus penggagas INTP, kelas menulis dengan men-
tor direktur kreatif dan penyair Andy Darmawan, kelas kepekaan dengan mentor Leo Lumanto, mengenal fotografi jurnalistik dengan mentor Bea Wiharta, kritik foto dengan mentor Edy Purnomo, kelas teknik dengan mentor Ully Zoelkarnain, Iswanto Soerjanto, dan kelas ’fotografi budaya’ dengan mentor Dana Irvan. Mereka juga kembali berkenalan dengan kajian fotografi mulai sejarahnya sampai bermain-main dengan teori-teori milik Roland Barthes, Susan Sontag, Walter Benjamin, juga filsafat Martin Heidegger pun estetika Immanuel Kant dengan mentor punggawa-punggawa The Light. Masih ada mentor-mentor yang antri untuk mereka. Di samping itu mereka mencoba berinteraksi dengan komunitas Indonesia’s Sketcher’s dan Yayasan Pita Kuning yang memberi perhatian kepada anak-anak penderita kanker.
4 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 5
THEEDITORIAL THEEDITORIAL
Dapat diperkirakan dengan begitu pa-datnya jadwal pelatihan –yang masih harus dijalani empat bulan ke depan plus satu tahun- dan tugas-tugas yang demikian banyak, mereka semacam dimasukkan dalam kondisi chaos untuk menggali apa yang disebut ”Gnoti Se Authon” dalam pemikiran Sokrates. Mereka yang telah nyaman dengan ’jalan’ tertentu dengan fotografinya dicoba digoda kesadaran mereka akan apa yang oleh Peter L. Berger disebut dengan ”Homeless Mind”. Apakah tu-juh calon ’pendekar’ yang menyandang beban sangat berat ini akan ada yang menyerah di tengah jalan? Apakah akan ada hari yang tanggal? Akankah ada warna pelangi yang meredup? Ter-jadikah chakra yang padam atau lapis langit yang runtuh?
The Light menyajikan sesuatu yang transparan untuk diperhatikan ber-sama. Tujuh anak muda ini adalah sebagian dari usaha untuk masa depan Fotografi Indonesia. Kami percaya setiap proses, setiap usaha dengan niat yang baik tak akan sia-sia. Ijinkan saya mengutip sebuah dialog dari film Seven Samurai: ”Bagaimana kita mencari samurai yang hanya mampu kita bayar dengan beras?”...Dijawab, ”Carilah samurai yang lapar!” dan dari tokoh Orang Tua dalam film Magnifi-cent Seven, ”Then learn or die!”
Ramazan Bayrami, Proprieta Mubarak, Happy Eid El Fitr, Sugeng Riyadin, Selamat Lebaran 1431 H... Mohon Maaf Lahir dan Batin ☺
Siddhartha Sutrisno
Special Edition
supported by:
6 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 7
JOURNALISMPHOTOGRAPHY JOURNALISMPHOTOGRAPHY
8 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 9
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
“Aa”, begitu ia dipanggil akrab oleh teman-temanya di Indonesia’s Next Top Pho-tographer (INTP). “Aa” adalah panggilan untuk kaum laki-laki Sunda seperti halnya “Mas” bagi orang Jawa atau “Bang” bagi orang Betawi. “Aa” yang memiliki nama lengkap Rachmat Fajar (Fajar) ini memang peserta INTP yang berasal dari kota Bandung diantara 6 temannya yang juga sebagai filnalis INTP 2010 yang berasal dari beberapa daerah lainnya di Indonesia.
Bandung adalah kota kedua baginya setelah Cianjur, Cianjur adalah kota kelahi-rannya, ia lahir 31 tahun lalu dan menghabiskan masa kecilnya hingga menjelang remaja di sana, setelah ia menamatkan bangku Sekolah Menengah Pertamanya ia hijrah ke kota Bandung mengikuti jejak kedua kakaknya yang telah lebih dulu menimba ilmu di kota “Kembang” itu. Dari masa ia duduk di bangku Sekolah Menengah Atas hingga selesai kuliah dan akhirnya ia bekerja, selama itupun ia tinggal menjadi bagian dari 3 juta warga kota Bandung lainnya selama kurang lebih 15 tahun . Begitu cintanya ia pada kota Bandung sampai-sampai kalau kita menanyakan segala hal tentang kota Bandung dipastikan ia dapat menjelaskan-nya, mulai dari sejarah kota Bandung, perkembangan kota Bandung dari dulu hingga kini, tempat-tempat kuliner favorit, tempat kegiatan alam bebas hingga tempat-tempat nongkrong favorit barudak (anak muda) Bandung.
Di kota Bandung jugalah ia mendapatkan banyak pengalaman di bidang foto-grafi. Setelah ia menyelesaikan studi di jurusan Desain Interior Institut Teknologi
Rachmat Fajar,Fotografer Penggambar
10 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 11
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
Nasional Bandung kemudian ia berniat untuk lebih serius lagi mempelajari ilmu fotografi. Sebenarnya ilmu ini ia senangi sejak masa Sekolah Menengah Pertama akan tetapi sempat ia lupakan ketika masa kuliah, karena banyaknya tugas-tugas kuliah yang harus ia sele-saikan sehingga cukup menyita waktu kesehariannya. Kecintaanya terhadap fotografi diawali karena kesenangannya yang suka menggambar dan melukis, karena kesenangannya itulah akhirnya ia mendapatkan sebuah kamera film pocket sebagai hadiah dari prestasinya menjuarai lomba menggambar karika-tur tingkat Sekolah Menengah Pertama, dari sinilah fotografi dalam diri Fajar dimulai, sejak itu ia gemar sekali “menj-epret” dengan kamera pocketnya itu, segala sesuatu yang menurut ia menarik untuk diabadikan ia akan memotretnya sebagai sebuah hasil karya fotografi hingga pada suatu hari orangtuanya melihat bahwa anaknya ini memang memiliki bakat memotret. Ketika ulang tahun ke-15 ia akhirnya mendapatkan sebuah kado istimewa dari ayahnya sebuah kamera SLR, dengan harapan dapat mendukung kesukaannya dalam fotografi.
Setelah menamatkan studi S1 nya selama 5 tahun kemudian Fajar kembali
menekuni fotografi, hobi yang sempat ditinggalkannya itu. Ia kembali serius mempelajari fotografi dengan cara otodidak yaitu mempelajari buku-buku fotografi, mengikuti banyak seminar fotografi, belajar dari kakeknya yang memang seorang fotografer amatir ketika masa mudanya dan juga belajar dari rekan-rekan fotografer yang sudah profesional. Hingga pada satu waktu ia memutuskan untuk mempelajari fotografi lebih fokus lagi yaitu belajar melalui beberapa sekolah foto, dan dengan cara seperti ini akhirnya ia lebih memahami tentang segala per-masalahan fotografi terutama secara teknis. Berbeda dengan permasala-han seni dalam ilmu fotografi, hal ini tentunya telah ia pahami lebih dulu karena bakat yang ia miliki dibidang seni sejak kecil dan semakin terasah bakatnya itu ketika ia menekuni ilmu desain semasa bangku kuliah. Karena ilmu desain dengan ilmu fotografi pada dasarnya memiliki basic yang sama, seperti misalnya pemahaman tentang teori-teori warna, bentuk juga kompo-sisi bidang, garis dan titik, kesemuanya itu tentunya memerlukan sense of art yang terlatih agar dapat menghasilkan sebuah karya yang sangat indah dan dapat dinikmati.
“andaikan saya pergi ke suatu tempat dan saya lupa mem-bawa kamera lebih baik saya tidak jadi pergi ke tempat itu”.
“mudah-mudahan hasil ini memang yang ter-baik buat saya”.
12 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 13
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
Selebihnya, ilmu fotografi yang ia dapatkan banyak diperoleh dengan cara magang dan bekerja di beberapa studio foto, dari pengalaman inilah ia akhirnya memutuskan fotografi sebagai dunia profesionalnya, dunia ini sudah ia tekuni selama kurang lebih 6 tahun hingga sekarang. Pekerjaannya sebagai fotografer mengantarkan ia untuk dapat mengunjungi beberapa daerah menarik di Indonesia hingga ke tempat-tempat terpencil sekalipun, hal ini sangat ia syukuri karena traveling dan alam bebas merupakan dua hal yang memang ia sukai. Karena kesu-kaannya itu adalah memotret dan pergi melancong ke suatu tempat maka ia pun memiliki moto “andaikan saya pergi ke suatu tempat dan saya lupa membawa kamera lebih baik saya tidak jadi pergi ke tempat itu”. Memang tidak jarang foto-foto yang ia hasilkan pun bertemakan pemandangan indah juga manusia dengan budaya setempatnya. Ia gemar sekali akan olahraga mendaki
gunung, setiap kali mendaki ia pun selalu terpilih menjadi seksi dokumen-tasi diantara teman-temannya satu tim, karena memang peralatan fotografi yang ia bawa selalu lebih lengkap dian-tara yang lainnya, maklum saja karena setiap pendakian akan selalu memakan waktu dan biaya yang tidak sedikit jadi kesempatan ini harus ia gunakan sebaik-baiknya dengan cara mendo-kumentasikan perjalanan secara baik dan lengkap dan dari kegiatan seperti inilah biasanya foto-foto landscape yang menarik sering ia hasilkan. Jiwa pantang menyerah dan selalu beru-saha sampai tujuan akhir ketika sedang mendaki gunung, rupanya ia gunakan sebagai filosofi hidup dalam menekuni dunia pekerjaannya sebagai seorang fotografer, agar karya-karyanya selalu mencapai hasil yang terbaik.
Kecintaannya terhadap mainan replika/ miniatur yang penuh dengan detail dalam skala, mengajak kita untuk
dapat memahami hasil karya-karya fotografinya yang memang sering mengetengahkan tema tentang detail-detail suatu benda yang mungkin se-bagian orang menamakannya sebagai hasil karya fine art. Ia sangat menyukai foto detail karena menurutnya hal itu akan menjadi sangat unik ketika orang lain tidak sadar akan keberadaan suatu detail benda, tapi ternyata detail tersebut dapat diapresiasi menjadi sebuah karya fotografi yang memiliki nilai estetika tinggi, dengan kata lain melihat sesuatu dari sudut lain yang tidak biasa dilakukan oleh kebanyakan orang, dan baginya itu adalah sebuah proses pengembangan kreatifitas yang sangat baik sedangkan kreatifitas itu sendiri adalah bahan dasar utama dalam fotografi.
Fotografi arsitektur pun adalah hal yang menarik perhatian ia dalam berkarya, ia memiliki cara tersendiri untuk menghargai hasil-hasil karya arsitektur yaitu dengan cara mengaba-
dikannya kedalam sebuah hasil karya fotografi, hal ini dapat kita pahami mengingat latar belakang pendidikan-nya sebagai seorang desainer inte-rior. Ditengah kesibukannya sebagai fotografer profesional dan sebagai pengajar di jurusan Desain Interior al-mamaternya, Fajar pun terkadang me-nyempatkan diri untuk ikut beberapa lomba foto sebagai ajang untuk men-gukur potensi diri dan juga sekedar untuk refreshing. Tidak jarang prestasi menjadi finalis dan juara selalu ia raih, prestasi yang terbaik yang pernah ia raih adalah sebagai pemenang 5 besar lomba foto Garuda di tahun 2007 yang diadakan oleh maskapai penerbangan internasional Garuda Indonesia.
Baru-baru ini prestasi bergengsi yang ia raih adalah terpilihnya ia sebagai salah satu dari tujuh orang Indonesia’s Next Top Photographer (INTP). Ajang ini dis-elenggarakan oleh The Light Magazine, yang tidak lain dan tidak bukan ajang ini diadakan untuk mencari fotografer
14 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 15
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
dari seluruh Indonesia yang memi-liki bakat-bakat unik dan berpotensi untuk menjadi seorang fotografer yang berkarakter dan handal dikemudian hari.
Awalnya, Fajar mengikuti acara INTP ini tidak lebih hanya sekedar iseng saja dan hanya ingin sekedar mengukur potensi diri sejauh mana kemampuan dan pengetahuan yang ia miliki dalam dunia fotografi. Tetapi ia berpandangan bahwa acara ini berbeda dari ajang-ajang fotografi lainnya yang pernah ada dan hal ini membuat acara ini unik dimatanya, sehingga ia memberanikan
diri untuk mencoba mengikutinya, siapa tahu ajang ini pun dapat menjadi sebuah langkah awal menuju dunia fotografi komersial yang ia damba-dambakan selama ini. Setiap peserta yang mengikuti ajang INTP ini, sebel-umnya wajib melalui beberapa tahap sebelum ia dinyatakan lolos sebagi tujuh besar. Ia sendiri pertama mengi-kuti kegiatan ini melalui acara road show yang diadakan di kota Bandung. Acara road show ini sekaligus sebagai tahap ke-1 yang harus dilalui oleh setiap peserta, pada tahap ini Fajar mempresentasikan hasil karyanya sebanyak sepuluh buah foto dihada-pan 5 orang juri yang berlatarbelakang disiplin ilmu yang berbeda-beda
mulai dari filsafat, penulis, advertis-ing, jurnalis dan fotografer komersil. Adapun foto-foto yang ia tampilkan mulai dari foto stil llife, Landscape, fine art, human, architecture dan fashion. Walaupun pada awalnya ia sempat demam panggung dihadapan para juri akan tetapi hal ini ia anggap sebagai sebuah tantangan yang harus ia lewati, sebagai awal meraih kesempatan emas untuk menjadi seorang fotografer yang hebat dimasa depan. Dan ternyata memang betul, kesempatan ini tidak ia sia-siakan begitu saja, jawaban-jawaban yang dikemukakan oleh Fajar ternyata membuat ke-5 juri cukup
puas, yang akhirnya ia lolos dan dapat tiket untuk maju ke tahap berikutnya. “Wah sebenarnya saya engga nyangka kalau bisa lolos tahap 1, tapi ternyata lolos juga, lega rasanya”, begitu ia men-gungkapkan perasaan senangnya.
Ketika sudah di tahap ke-2, setiap peserta yang lolos wajib menjawab soal yang sudah diberikan oleh pihak panitia melalui e-mail. Menurut Fajar, tahap ini memiliki tingkat kesulitan yang lebih tinggi, karena foto-foto yang dihasilkan adalah tujuh buah foto yang harus memiliki cerita atau konsep yang kuat, sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Ia sendiri mem-
16 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 17
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
buat foto konsep dengan mencerita-kan tentang dirinya lewat beberapa kegemarannya yaitu membaca buku, minum kopi, kegiatan alam bebas, film dokumenter dan tentunya fotografi yang dituangkan kedalam hasil karya foto. Memang ternyata dirinya sangat menikmati tantangan ini, terbukti ia dapat menyelesaikan tahap ini dengan hasil yang baik dan lolos ke tahap beri-kutnya, setengah jalan akhirnya telah ia lewati menuju 7 besar Indonesia’s Next Top Photographer.
Jakarta adalah tempat dimana para peserta 30 besar yang lolos ke tahap 3 berkumpul. Selama 2 hari Fajar be-serta peserta lainnya bersaing untuk mendapatkan tiket ke tahap akhir. Di tahap ke-3 ini setiap peserta diwajib-kan menyelesaikan foto konsep selama 24 jam yang pada akhirnya harus dapat dipertanggungjawabkan secara personal di depan para juri. Pada tahap ini ia memilih konsep “shadow” dan memilih sebuah tema “relationship”. Dengan bekal teknik-teknik fotografi yang telah dikuasainya ia mencoba menjawab konsepnya kedalam hasil karya foto still life dan mempresenta-sikannya didepan para juri dan menu-rutnya tahap ini adalah yang paling berat dibandingkan tahap-tahap
sebelumnya. Ternyata usahanya ini tidak sia-sia ia kembali terpilih menjadi 14 besar untuk mengikuti tahap ke-4. Di tahap ini setiap peserta hanya perlu menjawab beberapa pertanyaan yang sifatnya pribadi dan memperlihatkan beberapa portfolio tambahan. Fajar pun dengan keteguhan hati menjalani tahap ini walaupun dengan sisa tenaga dan pikiran yang sudah terkuras karena harus menjalani tahap-tahap yang berat sebelumnya.
Menurutnya saat-saat yang sangat menegangkan dari keseluruhan rangkaian acara INTP ini adalah ketika malam itu ia harus menunggu untuk mendengarkan hasil final 7 besar. “Rasanya bener-bener campur aduk, mulai dari rasa lelah, penat, lapar,
ngantuk dan tegang semuanya campur jadi satu, tapi saya hanya berharap apapun hasilnya entar bisa yang ter-baik buat saya”, ungkap Fajar. Setelah menunggu kurang lebih selama 1 jam akhirnya giliran ia melangkah ke ruang juri untuk menerima hasil keputusan. Dalam waktu kurang lebih 20 menit ia mendengarkan hasil evaluasi dan akh-irnya para juri menentukan kalau Fajar ternyata termasuk 7 besar yang lolos INTP. “Saya bingung harus bilang apa, hal ini sama sekali diluar dugaan saya, saya terharu malam itu, yang langsung teringat oleh saya waktu itu wajah kedua orangtua dan saya langsung menelepon mereka”. Ia waktu itu hanya bisa berterimakasih kepada kedua orangtuanya dan bersyukur kepada
Tuhan bahwa apa yang sudah diraih-nya saat ini adalah sebuah kerja keras yang dapat terwujud tidak lain karena bantuan banyak pihak dan sudah tentu karena karunia yang diberikan-Nya. “mudah-mudahan hasil ini memang yang terbaik buat saya”.
“Saya ingin menjadi seorang fotografer yang matang dan pada suatu saat nanti dapat mencapai satu titik kemapanan, hasil seperti ini sudah pasti tidak akan mudah meraihnya, modal kerja keras, bijak dan kreatif adalah kunci dari ter-bukanya jalan menuju ke arah perbai-kan tersebut”, kata-kata yang bernada optimis dari Fajar seorang yang akan memulai kariernya di bidang fotografi komersial dan menurut ia, “fotografi di Indonesia telah mengalami kemajuan ke arah positif tetapi akan sangat bijak apabila arus digitalisasi yang sangat deras ini kita imbangi dengan mem-pertahankan cara berpikir sesuai den-gan pribadi ketimuran sehingga kita akan selalu menjadi orang Indonesia dimanapun dan betapapun modern-nya dunia ini, jadilah fotografer profe-sional yang bisa berbicara banyak di mata internasional dan tetap diterima di rumah sendiri”. Sebuah pemikiran yang bijak yang perlu kita apresiasi bersama.
18 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 19
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
20 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 21
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
22 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 23
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
24 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 25
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
26 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 27
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
28 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 29
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
30 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 31
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
32 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 33
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
34 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 35
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
36 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 37
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
38 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 39
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
40 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 41
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
42 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 43
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
44 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 45
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
46 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 47
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
48 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 49
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
50 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 51
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
52 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 53
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
54 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 55
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
56 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 57
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
58 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 59
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
60 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 61
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
62 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 63
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
64 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 65
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
66 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 67
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
68 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 69
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
NEWFoba Superball M-2 BOLLO & BOLLAthe small head that delivers high performance
BOLLA
BOLLO
Protective Carrying Technologies
Filters for digital photography h i g h p e r f o r m a n c e f i l t e r
Main Office : 4 4 C D , J l . K H H a s y i m A s h a r i , J a k a r t a 1 0 1 3 0 I N D O N E S I ATelp. (62) 21 6343127 | Fax. (62) 21 634 2271 | Sms Hotline (021) 68339936 | [email protected].| www.primaimaging.comPROFESSIONAL PHOTOGRAPHY EQUIPMENT CENTER & STUDIO RENT - A - SYSTEM
Putting People In Professional Light
70 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 71
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
Sebuah kenarsisan, menjadi jembatan penghubung antara Yusuf dengan dunia fotografi. Ketertarikannya dengan foto-foto yang sering ia lihat dimana-mana, en-tah di majalah atau di internet, akhirnya diwujudkan dengan keinginannya untuk difoto. Beruntungnya, setelah terlaksana, hasil foto dirinya gagal dalam arti sama sekali tidak sesuai harapannya. Mengapa hasilnya berbeda dengan yang saya in-ginkan? Bagaimana caranya agar bisa menghasilkan foto yang seperti sering saya lihat itu? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang akhirnya membuat Yusuf memutus-kan untuk mempelajari ilmu fotografi secara serius. Terlebih lagi, sejalan dengan waktu, Yusuf menemukan sesuatu dalam fotografi yang sesuai dengan apa yang dicarinya selama ini. Sebuah alasan, yang lebih fundamental bagi dirinya. Ketika itu, Yusuf masih kuliah di sebuah perguruan tinggi swasta di Yogyakarta sekaligus bekerja paruh waktu sebagai penjaga warnet. Kemudian dengan hasil tabungannya ia lalu membeli kamera SLR pertamanya, Yashica FX 3000. Dibimb-ing temannya, ia lalu mulai mempelajari teknis fotografi seadanya. “Hasrat saya waktu itu adalah memotret fashion dan model”, aku Yusuf sambil tersenyum lebar. Entah sudah berapa rol film yang ia habiskan untuk bereksperimen dengan ka-mera analognya. Ya, waktu itu Yusuf masih belajar fotografi hanya mengandalkan secuil pengetahuan dan selebihnya trial dan error alias serabutan.
Yusuf Pudyo Nugroho Sang Pencari
72 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 73
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
Hingga beberapa lama kemudian ia lalu berkenalan dengan seorang instru-kutur fotografi dari sebuah klub foto-grafi dekat tempat tinggalnya. Dengan cepat mereka lalu bersahabat dan karena kebaikan hatinya, sang sahabat lalu berkenan mengajari Yusuf ilmu fotografi dengan metode yang lebih sistematis meski dalam suasana yang tidak formal. Metode tersebut dibagi dalam dua tahap, yaitu tahap pertama memotret hanya dengan bantuan cahaya alami dan tahap kedua baru Yusuf belajar memotret dengan cahaya buatan. Yusuf sangat beruntung karena diperbolehkan meminjam alat-alat studio foto milik sahabatnya itu meski tidak bisa setiap saat. Ditambah, waktu itu Yusuf juga sudah memiliki sebuah kamera DSLR yang sangat mendukung proses belajarnya itu.
“Saat itu, saya belajar memotret den-gan komposisi obyek manusia 10% dan obyek benda mati 90%.”, ungkap Yusuf. Alasan sahabatnya adalah, jika sudah memahami seluk beluk fotografi benda mati dengan segala efek cahay-anya, maka memotret manusia secara teknis akan lebih mudah. Tetapi, sejak itu pula Yusuf kemudian menjadi jatuh cinta dengan fotografi still life dengan segala turunannya. Ia menemukan
sebuah kenyamanan disana. Selain itu, ada kepuasan tersendiri baginya, saat bisa membuat benda-benda mati yang sepele bagi orang lain, berubah men-jadi sebentuk karya seni yang indah didalam sebuah foto. “Waktu itu saya belum belajar tentang konsep. Mayori-tas foto-foto saya berdasarkan intuisi atau bahkan bersifat teknis belaka.” Tambahnya.
Bagi Yusuf, fotografi adalah sebuah me-dia berkomunikasi, baik kepada dirinya sendiri maupun kepada orang lain. “Karena itu saya sering menyebut diri saya sebagai Sang Pencari. Mengapa saya ada, untuk apa saya ada, adalah pertanyaan-pertanyaan yang sering saya renungkan.” Ungkapnya. “Bagi beberapa orang,”sambungnya, ”Hal-hal tersebut tidaklah penting. Merepot-kan saja. Tapi bagi saya, mendapatkan hikmah kehidupan ini, membuat saya utuh menjadi manusia. Saya tidak ingin menjalani kehidupan ini hanya karena memang sudah seharusnya begitu. La-hir, makan, minum, bekerja, menikah, punya anak, lalu mati. Selesai. Seperti robot yang digerakkan sebuah sistem mekanik tertentu. Tidak ada passion, alias hambar.”Dan itulah maksud Yusuf dengan foto-grafi sebagai media komunikasi den-
fotografi adalah sebuah media
berkomunikasi, baik kepada
dirinya sendiri maupun kepada
orang lain.
”Hal-hal tersebut tidaklah penting. Merepotkan saja. Tapi bagi saya, mendapatkan hik-mah kehidupan ini, membuat saya utuh menjadi ma-nusia. Saya tidak ingin menjalani ke-hidupan ini hanya karena memang su-dah seharusnya be-gitu. Lahir, makan, minum, bekerja, menikah, punya anak, lalu mati. Selesai. Seperti ro-bot yang digerak-kan sebuah sistem mekanik tertentu. Tidak ada passion, alias hambar.”
74 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 75
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
gan dirinya sendiri. Bersama imaji, ia menjelajahi kedalaman relung-relung jiwanya. Disaat yang sama, Yusuf juga berkeinginan untuk berbagi dengan orang lain. “Saat hati ini tersilet, atau sedang dilanda jatuh cinta, saya ingin menceritakannya dengan berfoto-grafi. Mungkin, jadi seperti berpuisi lewat foto”, jelasnya. Sebagai manusia yang mempertanyakan keberadaan-nya, dia menyadari tak bisa lepas dari keberadaan orang-orang disekitarnya. Namun tidak berarti lalu menanggal-kan jati dirinya.
Eksistensi diri juga merupakan salah satu motivasi Yusuf untuk berfotografi. Meski fotografi bukanlah cara satu-
satunya untuk bisa beraktualisasi diri. “Berjualan sayur di pasar pun juga bisa.” Tambahnya. Abraham Maslow, seorang psikolog, memiliki teori bahwa puncak kebutuhan manusia adalah aktualisasi diri. Dengan begitu, manusia tidak akan menjadi sekedar debu-debu di jalan. Dan untuk itu, Yusuf memilih fotografi sebagai cara dirinya ber-proses menuju puncak pencapaian diri. Namun Yusuf juga tidak menutup mata bila ternyata mungkin di masa depan takdir berkata lain. ”Saya percaya den-gan sebuah proses. Bisa saja, alih-alih menjadi fotografer terkenal, kelak saya mungkin menjadi seorang petani di masa tua saya.” Tutur Yusuf seraya terse-nyum. “Bukannya saya tidak memiliki rencana masa depan. Atau cita-cita. Saya cuma tidak ingin menganggap itu
sebagai harga mati.” Tegasnya kemu-dian.
Selalu berusaha membuka diri, itulah yang selalu Yusuf coba lakukan. Dalam fotografi, itu termasuk dengan hal-hal yang tidak berkaitan dengan memotret. “Salah satu alasan saya dulu mendaftar INTP karena, INTP menawar-kan ilmu-ilmu lain selain ilmu fotografi. Misal, adanya kelas filsafat, bisnis, menulis, bahkan sampai kelas akting. Dalam bayangan saya, alangkah dah-syatnya seorang fotografer profesional yang dilengkapi dengan ilmu-ilmu seperti itu. Tidak melulu tentang teknis memotret.” Tukasnya. “Meskipun sangat tidak mudah mempelajari semua itu
sekaligus dalam waktu yang sing-kat, tapi tetap tidak ada yang sia-sia. Selama hati ini mau terbuka dan juga berusaha keras.” Tambahnya lagi.Yusuf lalu teringat ketika dulu masih di awal dia belajar memotret, ia pernah ikut sebuah komunitas fotografi online. Dia tertarik ikut karena berharap dari situ ia bisa mendapatkan bimbingan dan semakin mahir membuat foto. Namun sayangnya, hal tersebut tidak ia dapatkan. “Dan yang paling membuat saya kecewa, suatu kali saya melihat sebuah foto modelling, dimana foto tersebut kualitasnya sangat amat standar jika tidak dibilang jelek, namun karena si wanita di dalam foto tersebut berpakaian sangat seksi, maka banyak sekali yang memujinya setinggi langit. Saya lalu memutuskan untuk tidak
”Saya percaya dengan sebuah
proses. Bisa saja, alih-alih men-
jadi fotografer terkenal, kelak
saya mung-kin menjadi
seorang pet-ani di masa tua
saya.”
“Bukannya saya tidak memiliki rencana masa depan. Atau cita-cita. Saya cuma tidak in-gin mengang-gap itu sebagai harga mati.”
76 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 77
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
berharap lagi pada forum tersebut.” Ungkapnya.Sejak itu, Yusuf juga menemukan ke-janggalan-kejanggalan lainnya dalam dunia fotografi Indonesia khususnya. Era digital memang tidak bisa dibend-ung, namun ini harusnya disikapi den-gan bijak. Terlebih bila memang ingin menjadi seorang fotografer, bukan ahli desain grafis. “Alangkah ironisnya, bila ada seseorang yang ingin menjadi foto-grafer namun malas belajar memotret, karena semuanya bisa diperbaiki di komputer.” Dan kemudian muncullah istilah Photosopher sebagai antikli-maks dari Photographer. Dalam hal ini
Yusuf menekankan, jika ingin menjadi seorang design graphis artist, maka jelas itu lain masalah. Tapi jika ingin jadi seorang fotografer, maka hal tersebut tentu disayangkan.
Bagi Yusuf, dalam masalah ini, dunia fotografi Indonesia terbagi tiga kelom-pok. Pertama, kelompok yang sangat anti dengan penggunaan olah digital dalam sebuah fotograf. Yang kedua, kelompok yang kebablasan dalam menggunakannya dan yang ketiga adalah kelompok yang menganggap olah digital tetap diperlukan sebagai alat pembantu fotografi, akan tetapi bukan sebagai aktor utamanya. “Saya pernah mengkritik seseorang yang enggan belajar memotret secara benar, dan lebih mengandalkan software olah digital untuk memperbagus fotonya yang dia akui sendiri memang jelek. Akhirnya saya lalu dimusuhi orang tersebut hingga kini.” Ungkapnya.Selain fenomena olah digital, Yusuf juga menjawab pertanyaan menge-nai kegiatan hunting model secara bersama-sama. Baginya, kegiatan tersebut tidaklah masalah selama para pelakunya menyadari bahwa keg-iatan tersebut tidak lebih dari sekedar bersenang-senang terhadap seorang wanita atau lebih secara bersama-
sama dengan menggunakan fotografi sebagai medianya. Namun bila ada se-seorang yang ingin menjadi fotografer yang sesungguhnya, maka ia keliru jika menganggap kegiatan tersebut adalah metode yang tepat. “Dan semoga kegiatan tersebut tidak dijadikan ajang pelecehan seksual berkedok hunting model bersama”. Tambahnya.Di akhir wawancara, Yusuf menitipkan pesan mengenai INTP pada khususnya. “Kami bertujuh di INTP ini, bukanlah 7 orang paling berbakat di negeri ini. Masih banyak di luar sana yang juga memiliki talenta di bidang fotografi, namun mungkin situasi dan kondisi yang membuat mereka tidak bisa ikut ajang ini. Semoga, INTP tahun kedua kalian berkesempatan bisa ikut, demi memajukan fotografi Indonesia ber-sama-sama tentunya. Sampai jumpa tahun depan!”
“Kami bertujuh di INTP ini, bu-kanlah 7 orang paling berbakat di negeri ini. Masih banyak di luar sana yang juga memiliki talenta di bi-dang fotografi, namun mung-kin situasi dan kondisi yang membuat mer-eka tidak bisa ikut ajang ini.
78 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 79
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
80 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 81
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
82 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 83
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
84 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 85
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
86 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 87
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
88 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 89
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
90 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 91
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
92 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 93
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
94 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 95
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
96 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 97
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
98 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 99
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
100 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 101
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
102 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 103
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
104 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 105
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
106 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 107
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
108 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 109
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
110 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 111
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
112 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 113
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
114 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 115
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
116 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 117
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
118 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 119
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
120 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 121
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
122 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 123
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
124 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 125
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
DEBINDOMITRA DYANTAMA
www.debindodyantama.com
Organized By : Media Partner :
imaging your soul
JAKARTA PHOTO& DIGITALIMAGING
EXPO 20119 - 13 MARCH 2011JAKARTA CONVENTION CENTER
www.focus-expo.com
BOOK
YOUR
SPACE
NOW.. !
126 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 127
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
128 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 129
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
130 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 131
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
132 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 133
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
134 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 135
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
136 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 137
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
138 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 139
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
140 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 141
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
142 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 143
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
144 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 145
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
146 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 147
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
148 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 149
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
150 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 151
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
152 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 153
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
154 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 155
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
156 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 157
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
158 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 159
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
160 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 161
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
Sekarang Anda dapat menciptakan warna-warna seperti aslinya yang begitu akurat, sesuai keinginan, dan mudah dilakukan lewat 1 kali pengaturan saja. Lihat apa lagi yang bisa Anda dapatkan:
Milyaran warna memukau•� Pilihan warna yang tidak terbatas (64 kali lebih canggih daripada LCD biasa). •� Memiliki performa terbaik off-axis di kelasnya, termasuk ultra low chrominance shift dan degradasi kontras. •� Tearing-free film and 50/60 Hz video playback.
Kendali warna yang menakjubkan•� Menampilkan warna-warna yang 'tajam' CRT-class black dan putih yang dapat di program. •� Membagikan proyek dan mencocokkan warna yang rumit. •� Warna yang tepat dan kolaborasi karya yang mudah dengan mudah dengan media cetak, film dan lainnya.
Konsistensi tidak tertandingi• Pada tahap final, Anda bisa mencocokkan monitor dengan hasil akhir, memakai color space support yang luas dan�
HP DreamColor Engine. •� Memastikan akurasi warna dan pengaturan yang mudah dengan HP DreamColor Engine. •� Mengatur warna dengan gamut, gamma white-point, cahaya dan kalibrasi dengan konsistensi yang tahan lama.
Cari tahu lebih banyak tentang HP DreamColor LP 2480zx Professional LCD Display di HP Workstation Elite Partner terdekat dan gunakan sekarang juga.
HP Workstation Elite Partners: Sentra Grafika Kompumedia, PT 30020505; Primatech Computama Infomatindo 3914980/3907659/3914983; Panca Putra Solusindo, PT 62313100; Mitra Integrasi Informatika, PT 2511360; Microreksa Infonet 6327988; Karlin Mastrindo 5324990/5349380; Indocom Niaga 56944121/56944122; Berca Hardayaperkasa, PT 3800902/3455880; Alphacipta Computindo 3848481
© 2010 Hewlett-Packard Development Company, L.P. All rights reserved.
162 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 163
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
Mariana Kurniawati, Siapa Sangka?Perempuan berkacamata dan tomboy itu adalah yang termuda di antara tujuh besar Indonesia’s Next Top Photographer (INTP). Usianya akan menginjak 22 ta-hun Oktober nanti. Ia juga salah satu peserta yang masih aktif berkuliah, seharus-nya. Namun, kesempatan ini ia rasa terlalu berharga untuk dilewatkan begitu saja. “Saya sudah memikirkan kosekuensinya masak-masak. Orang tua dan keluarga terdekat juga sudah mendukung. Jadi untuk apa takut cuti kuliah?,” ujarnya.
Siapa sangka? Kalimat tanya itu masih tersangkut paten di otaknya. Lahir dengan nama Mariana Kurniawati, dari keluarga Sunda-Cina yang statis, lurus, dan tidak berkesenian. Ia menjadi siswa. Bersekolah, bermain, belajar dan bergaul seperti anak-anak kebanyakan. Ia pun menjadi mahasiswa. Sok berani memutuskan un-tuk tidak kuliah di Bandung melainkan Surabaya. Hidupnya mengalir selaras arus. Karena itu, ia masih sering tak percaya kalau dirinya nyata bersama enam orang pemenang itu. Dirinya nyata duduk di kelas program pendidikan. Dirinya, nyata dan sadar, bukan mimpi.“Kenyataan hidup saya saat ini saya percayai sebagai suatu rencana indah. Orang lain boleh menyebutnya sebagai kebetulan yang berulang. Saya sering berpikir,
164 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 165
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
kalau saja saya tidak begini atau be-gitu,” katanya. Kalau saja ia tidak pindah ke Surabaya, mungkin ia tidak akan mengenal fotografi. Kalau saja ia tidak bertemu dengan seseorang terkasih, ia tidak akan mengikuti kompetisi ini. Ka-lau saja ia tidak…, kalau saja ia tidak…, dan kalau saja ia tidak yang lainnya maka ia tidak akan…, ia tidak akan…, dan ia tidak akan.
Ia ingat saat itu baru saja menyandang titel Mahasiswa Jurusan Ilmu Komuni-kasi Universitas Kristen Petra, Surabaya angkatan 2007. Dan ia harus memilih satu jenis Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) untuk satu tahun pertama kuliah. Di antara ular-ularan mahasiswa
baru, awalnya ia berpikir, agar menjadi anak kos yang sehat maka ia harus berolahraga, UKM bulutangkis pun jadi pilihan. Namun ujungnya, ada rumput tetangga yang lebih hijau. Ia menim-bang, tak perlulah sehat, yang ini lebih menarik daripada bulutangkis. “Saat saya bilang ke orang rumah kalau mau ambil bulutangkis, Oma saya nyele-tuk, ‘Emangnya kamu mau jadi atlit? Udah foto aja, siapa tau bisa berguna.’,” tuturnya, mengenang.Dengan nasihat-nasihat dari sang ibu pada anaknya yang cepat bosan, akh-irnya ia dibelikan sebuah kamera DSLR. “Mama saya ngewanti-wanti supaya diseriusin hobby-nya. Jangan kaya waktu kecil dulu. Udah dibeliin piano
terus bosen, udah dibeliin flute terus ditinggal kuliah. Apalagi harga kamera DSLR cukup mengejutkan Mama saya,” ungkapnya.Untung saja, ibunya tidak tahu kalau ternyata ia hanya bertahan satu semes-ter di UKM itu. Ia merasa tidak berbaur. Keinginan untu belajar lebih intesif pun bersambut dengan ajakan seorang teman. Selama liburan semester, ia pun mengambil kursus fotografi dasar di Bandung. Ia diajari untuk membuat foto dengan benar. Benar, benar, dan benar. Bagus, bagus, dan bagus? Tidak pernah terjawab.Kembali ke kampus, ia ikut beberapa
teman yang menyebut diri fotografer. Sayangnya, lingkup pergaulan yang sempit tidak membawa kemajuan. Evaluasi foto hanya datang dari orang yang itu-itu lagi. Tapi mereka juga saling adu pengetahuan. Satu bilang begini, satu bilang begitu. Satu pakai alat canggih ini jadi bagus, satu pakai alat biasa jadi tidak percaya diri. Ia jadi bingung, sebenarnya bagaimanakah caranya membuat foto itu?Hingga peristiwa yang menentukan terjadi. Bumbu kisah-kasih menambah rasa kegemarannya akan fotografi. Bertemu dengan seorang laki-laki yang sejalan, namun jauh lebih ambisius. Laki-laki itu menamparnya dengan
166 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 167
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
kata-kata, “Kamu mau jadi fotografer nda? Kalau mau ya buat apa begini-begini terus,”.“Saya dulu itu tergabung dalam golongan mahasiswa yang kerjaannya nongkrong di kampus sampe sore. Duduk-duduk dan ketawa-ketawa aja kerjaannya. Udah kepikiran kalau ingin jadi jurnalis atau fotografer, tapi ga ada usaha untuk mencapainya,” ujar perem-puan yang akrab dipanggil Nana. Ia mengistilahi pertemuannya dengan seseorang itu sebagai hubungan yang menyelamatkan. Sejak itu, ia menjadi orang yang menyambut positif kompe-tisi dan eksperimen. Bayangan profesi fotografer semakin jelas.Suatu rencana atau kebetulan dalam hidupnya terjadi lagi. Audisi awal INTP di Surabaya ia lewati. Sambil menung-gu babak kedua, ia menang di sebuah lomba dan dihadiahi sejumlah uang. Selang beberapa hari, namanya ter-cantum di notes “Pengumuman Babak Dua INTP”. Dengan uang hasil lomba, ia berangkat ke Jakarta mengikuti babak ketiga lalu di sanalah dirinya duduk. Di detik akhir penentuan, bersama tiga orang peserta lain. Menunggu hasil, siapa di antara mereka yang mengisi sisa satu tempat dari tujuh yang terse-dia.“Saya, Indah (Indah Octaviani Yusuf ),
dan Tessa (Maria Teressa) jadi tiga orang terakhir yang belum diten-tukan nasibnya. Saya sudah pasrah karena saya tahu, saingannya berat,”. Ia mendengarkan tiap kalimat yang diucapkan juri tanpa konsentrasi. Suara juri-juri kalah keras dengan suara-suara di otaknya. “Kalau tidak diterima, aku melanjutkan kuliah dan tak perlu pisah. Kalau diterima, aku sangat senang tapi juga sangat sedih,”. “Kalau menang, har-us ngurus cuti. Harus tinggal di Jakarta. Harus pisah,”. “Kalau kalah, kecewa juga sih. Udah cape begini, sampe kaya mau potong badan. Mama juga udah ngedukung, orang rumah ngedukung,”. Suara juri benar-benar tenggelam.Hasilnya? Ia kembali ke Surabaya den-gan terburu-buru. Ia hanya punya be-berapa hari untuk mengurus semuan-ya. Tetek bengek birokrasi kampus dan hatinya. Kenapa waktu selalu berjalan lebih cepat di saat ia membutuhkan lebih banyak waktu?Ia menarik nafas beberapa saat di rumahnya, Bandung. Terpenting, mem-berikan ruang kelegaan dan liburan sejenak pada hatinya. Terhimpit urusan birokrasi kampus dan hijrah cukup membuatnya lelah fisik dan mental.Ia mengawali Jakarta dengan tangisan dan penasaran. Hati dan otaknya masih semrawut. “Saya merasa ini seperti
“Kenyataan hidup saya saat ini saya percayai sebagai suatu rencana indah. Orang lain bo-leh menyebut-nya sebagai kebetulan yang berulang. Saya sering berpikir, kalau saja saya tidak begini atau begitu,”
“Dibentuk, ditambah, di-gali, dijungkir-balikan sampai paham. Ada filsafat, sejarah, komposisi (yang tidak seperti ia kenali sebel-umnya), menu-lis, kreativitas, mengkonsep, mengeksekusi, cahaya, berima-jinasi dengan lagu, membaca foto dan masih ada mata pela-jaran lain yang menunggu.”
168 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 169
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
proses seseorang keluar dari zona kenyamanan hidupnya. Hampir sama dengan saat saya pertama pindah ke Surabaya dulu, tapi tak bisa dijelaskan bedanya. Yang jelas makin diterka-terka malah makin membuat semrawut hati. Jadi lihat saja nanti deh,” tuturnya.
Hari pertama di bulan Juli 2010, ia ber-sekolah. Mempelajari yang lebih dari sekedar benar, menuju bagus, lebih dari sekedar bagus, menuju apa yang saat ini belum terlalu ia pahami.Ia merasakan suatu keunikan terutama karena mata pelajaran tidak dimu-lai dari teknik, melainkan apa yang selama ini kurang diperhatikan yaitu si pembuat foto sendiri. Bedah dulu otak pembuatnya baru kemudian pelajari lagi tekniknya sampai seimbang. Tak lupa juga diberikan pengenalan medan sesungguhnya. Dilatih dengan tugas. Diajar untuk mengatur diri sendiri. Dibentuk, ditambah, digali, dijungkir-balikan sampai paham. Ada filsafat, sejarah, komposisi (yang tidak seperti ia kenali sebelumnya), menulis, kreati-vitas, mengkonsep, mengeksekusi, ca-haya, berimajinasi dengan lagu, memb-aca foto dan masih ada mata pelajaran lain yang menunggu. Kelas-kelas yang ia jalani terasa lebih menyeluruh. Tidak melulu disesaki dengan teknik-teknik-
teknik dan teknik. Tidak dihajar habis-habisan dengan komentar tentang benar atau tidaknya datangnya cahaya dan jatuhnya bayangan.“Dari pelajaran-pelajaran itu, saya semakin mutlak bergerak di foto jur-nalistik. Saya memang sempat terbuai memotret still life, tapi hati saya ingin memberikan sesuatu pada dunia agar menjadi lebih baik. Membawakan apa yang tidak semua orang bisa lihat karena terpisah jarak dan waktu,” ucap-nya. Ia ingin membuat dirinya serta khalayak jadi lebih mensyukuri hidup atau termotivasi.Menurutnya, karena gambar dapat di-mengerti tanpa harus mengalami ham-batan seperti bahasa. Baginya gambar menjadi sesuatu yang universal. Orang Indonesia, Cina, Eskimo, Jepang, India, Afrika, Amerika, Brasil, Rusia dan ban-yak lagi, bisa ikut menangisi korban tsunami Aceh dari sebuah gambar. Dan mereka bereaksi dalam bentuk datang-nya bala bantuan. Gambar mempunyai kekuatan yang besar hingga membuat orang yang melihatnya melakukan suatu tindakan tertentu.Ia bermimpi, tahun-tahun ke depan, berprofesi seorang jurnalis agen berita internasional, bisa mengelilingi Indo-nesia dan mengabadikan apa yang terjadi di negerinya tercinta. Berharap
melalui gambar yang ia buat, Indonesia bisa jadi negeri yang bercermin dari kesalahan. Selanjutnya, mengabadikan apa yang terjadi di belahan dunia lain. Membantu sesama dengan menyuara-kan jeritan ketakutan, kesakitan, tangis bahagia, kenyataan pahit, berbagai ekspresi orang-orang yang membutuh-kan. Kali ini, ia berharap agar seluruh dunia bercermin dari kesalahan.“Mama saya sempat meminta saya berpikir kembali karena risikonya besar tapi penghasilannya meragukan. Waktu ditanya seperti itu, saya men-jawab saya sudah punya rencana. Saya
memang tidak bisa mengharapkan dari kantor berita Indonesia, jadi saya mengincar kantor berita internasional. Namun, selama perjalanan itu, saya hidup dengan nyambi dari foto yang lain untuk menunjang hidup. Sedikit belokan untuk mencapai keinginan saya,” katanya.
Ia ingat, perbincangan mereka diakhiri dengan helaan nafas sang ibu. Mung-kin helaan nafas itu berisi doa, supaya anaknya berada di jalan yang tepat, bisa hidup bahagia dan membaha-giakan keluarga. Tak lupa juga, jangan sampai anaknya itu jadi jurnalis di medan perang.Realita yang mengenaskan dalam in-dustri fotografi Indonesia terpampang
“Saya merasa ini seperti proses se-seorang keluar dari zona ke-nyamanan hidupnya.”
170 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 171
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
luas dihadapan ketujuh orang ini. Ia mengutip kata-kata seorang pengajar INTP, saat berhadapan dengan kema-tian, ada dua alternatif yaitu memilih untuk menaklukkan atau menyerah. “Saya memilih untuk selalu gelisah agar tak mandheg lalu mati. Memilih untuk mulai mengedarkan obat penawar untuk virus-virus bebal tak tahu diri. Karena fotografi Indonesia sebenarnya masih memiliki solusi,” ucapnya serius. Menurut pendapatnya, kunci solusi itu adalah kesadaran untuk lebih men-gapresiasi karya dan kesadaran untuk menjadi diri sendiri dalam tiap karya.Sungguh, kehidupannya saat ini sama sekali tidak pernah ia bayangkan. Ajang yang bertitel Indonesia’s Next
Top Photographer membuatnya masuk ke dalam pusaran ilmu yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. Membuat foto, tidak sesederhana yang dibayangkan. Untuk seseorang yang buta mengenai seni seperti dirinya, pengalaman ini adalah keajaiban yang berharga.Ia membayangkan, dua, tiga atau empat tahun lagi ada karya foto anak Indonesia yang diapresiasi tinggi di negerinya sendiri. Lalu diapresiasi pula di dunia internasional. Ia menggam-barkan karya-karya itu indah. Menon-jolkan cerita-cerita dari si pembuatnya. Membuat banyak orang merasakan sesuatu yang intim. Atau bahkan be-berapa puluh tahun kemudian menjadi karya yang disegani. Menjadi patokan munculnya era baru. “Jadi nanti seluruh orang di dunia menggunakan foto karya anak Indonesia untuk studi seni, bersanding dengan karya-karya besar dari Leonardo da Vinci, Michelangelo atau nama besar lainnya,” katanya sembari mengkhayal. Ya, kelak, siapa yang tahu.
“Saya memilih un-tuk selalu gelisah
agar tak mand-heg lalu mati. Me-milih untuk mulai
mengedarkan obat penawar untuk vi-rus-virus bebal tak
tahu diri. Karena fotografi Indonesia sebenarnya masih
memiliki solusi,”
172 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 173
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
174 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 175
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
176 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 177
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
178 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 179
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
180 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 181
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
182 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 183
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
184 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 185
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
186 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 187
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
188 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 189
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
190 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 191
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
192 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 193
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
194 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 195
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
196 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 197
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
Vicky Tanzil,Ketidakpuasan yang memuaskanBerawal pada tahun 2006, Vicky Tanzil, seorang pria kelahiran Samarinda, mendapat pelajaran basic-basic fotografi pertamanya ketika duduk di bangku kuliah, universitas Kristen Petra, jurusan Desain Komunikasi Visual. Menggunakan kamera Nikon FM2, yang merupakan kamera pertamanya, kamera tersebut meru-pakan pemberian kakaknya yang dulu sempat berfotografi juga. Vicky sendiri sangat tertarik dengan fotografi sebelum dia memegang kamera slr pertamanya. Dengan menggunakan handphone berkamera.
Kamera dslr pertamanya didapatkan ketika mendapat tugas dari universitas, tentang pembuatan promosi wisata setempat. Vicky Tanzil menyadari penting-nya sebuah karya fotografi yang bagus dan mendukung dalam sebuah promosi tempat wisata. Tugas tersebutlah yang membuat dia terjun serius dan menekuni fotografi lebih dalam.
“Saya orang yang cepat bosan dan gak pernah puas dengan semua kegiatan dan hobby-hobby saya” aku Vicky. Sebenarnya Vicky Tanzil hampir saja mengambil kuliah jurusan musik, dia menekuni musik semenjak umur 5 tahun yaitu Piano. Selain itu juga bermain gitar dan drum. Semua kegiatan tersebut tidak bertahan lama dan belum benar-benar ditekuninya karena sifatnya yang cepat bosan,
198 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 199
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
walaupun bagi Vicky Tanzil, musik adalah suatu hal yang penting dan berguna bagi hidupnya. Cerita hidup nya berubah ketika suatu hari, Vicky Tanzil berkenalan dengan fotografi. Dia mendapatkan kepuasan yang berbeda ketika merekam cahaya dan moment dalam hidupnya, dia merasa menemu-kan “hidupnya” di fotografi, dan sangat mencintai fotografi. “Dalam kehidupan sehari-hari kita banyak melewati mo-ment dan kejadian begitu saja, tetapi ketika ada sebuah media yang berna-ma fotografi, kita dapat merekam dan mengabadikan moment tersebut. foto-grafi itu tersendiri merupakan ekspresi kita, ketika berfotografi, kita dapat melepaskan dan menyalurkan emosi tersebut kedalam sebuah gambar, dan juga merekam emosi dari object yang kita ambil. sehingga gambar terse-but memiliki arti, bahkan soul, yang membuat foto tersebut terasa hidup dan ada”.
Tak lepas dari sifatnya yang tidak pernah puas, dan selalu ingin mencoba segala hal yang baru baginya, semua sub kategori fotografi pernah di coba oleh Vicky Tanzil. Dari Fashion, Travel photography, street photo, candid jurnalist, fine art, hingga lomography, dicoba dan di tekuni olehnya. Ketika
ditanya mengapa seorang Vicky Tanzil mencoba semua kategori fotografi? kenapa tidak konsentrasi kepada satu bidang saja? Dia menjawab “Wa-wasan dan pengalaman itu sangat penting!! Saya selalu mencoba segala sesuatu yang ada, dan baru bagi hidup saya, dan saya selalu mencari dan mendapatkan nilai positif dari segala hal yang saya jalani, mau itu dari ke-hidupan keseharian saya, atau bahkan dari fotografi yang saya jalani. Dalam fotografi saya tidak pernah menutup segala ilmu yang masuk, bahkan yang hanya melewati saya, mau itu bagus, maupun jelek”. “jangan pernah menu-tup segala informasi dan pengetahuan yang ada disekitar kita, Kejar jika bisa!” tambahnya. Vicky Tanzil mengakui, dari cara pandang dan sifatnya tersebut, dia mendapatkan style dan karakter foto
yang termasuk unik dan berbeda dari orang-orang biasanya.
Suatu hari Vicky Tanzil merasa sangat gerah dengan dunia fotografi di sekel-ilingnya, di Indonesia tepatnya, ketika mengamati foto-foto di sekelilingnya yang kurang layak untuk dijual kepada konsumen, banyaknya fenomena foto-grafer fotografer dadakan, yang punya uang untuk membeli perlengkapan dslr, dan langsung berani menerima kerjaan, tanpa memiliki pengetahuan dan taste yang bagus akan fotografi, bahkan mengetahui teknik DASAR fotografi pun tidak. Akhirnya Vicky Tan-zil terdorong untuk memberi sesuatu yang berbeda, dan lebih layak bagi yang membutuhkan fotografi. Pas-sionnya yang besar, untuk membawa dunia fotografi Indonesia ke jenjang yang lebih baik, dan layak di apresiasi
di seluruh dunia. Dia memberanikan diri untuk menerima kerjaan foto-grafi. karirnya sebagai photographer freelance ternyata cukup diapresiasi di bidangnya, dan dari sana juga Vicky Tanzil membiayai kebutuhan foto-grafinya. “Saya selalu memulai belajar fotografi dengan alat-alat yang biasa, ketika saya sudah bisa memaksimal-kan, dan mengetahui seluk beluk alat tersebut, saya pasti berusaha meng-ganti alat tersebut dengan yang ter-baik, karena saya melakukan fotografi karena kecintaan terhadap fotografi itu sendiri, saya selalu memberi yang terbaik untuk diri sendiri, maupun client dan yang melihat karya saya” kata-kata itu keluar ketika kita berbi-cara masalah pekerjaan, dia bercerita ketika dia ingin memiliki alat-alat pho-tography yang terbilang cukup mahal, tentunya dia harus memutar otak lebih keras, bagaimana mendapatkan alat-alat tersebut, mengingat fenomena fotografer-fotografer dadakan yang di tambah dengan fenomena banting-bantingan harga fotografer yang mem-buat gerah dan memperburuk situasi fotografi di Indonesia. “bagaimana seorang fotografer mau dihargai oleh orang lain, kalo fotografer itu sendiri ti-dak menghargai hasil karyanya sendiri? mengobral harga diri nya serendah
“jangan pernah menutup segala informasi dan pengetahuan yang ada dis-ekitar kita, Kejar jika bisa!”
200 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 201
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
mungkin dan membanting harga dari fotografer lainnya, sepertinya pada gak mikir kalo tindakannya membunuh kerjaannya itu sendiri di masa depan. Mereka pelaku banting harga tentunya fotografer yang tidak pernah berkem-bang karyanya, dan berpikir panjang tentang kehidupan fotografi itu sendiri, karena selama kita membuat karya fotografi yang bagus, maka kita tidak perlu capek-capek membanting harga untuk mendapatkan client, bahkan ke-tika memiliki keunikan dalam cirikhas yang tidak didapatkan di fotografer lain, kita mendapatkan harga di atas rata-rata”.
Selain itu kegerahan nya terhadap ko-munitas-komunitas di Indonesia yang selalu menekankan aturan-aturan foto yang harus diikuti, manipulasi sebuah foto yang sedemikan rupa demi kein-dahan dan kesempurnaan sebuah foto, dengan begitu foto yang tidak mengi-kuti aturan hampir bisa dikatakan jelek dan salah. Sebuah wadah yang hanya menghargai foto-foto yang terlihat cantik secara gambar, dan mempunyai ribuan gambar mirip dengan yang lain, kekakuan tersebut membuat Vicky Tanzil untuk memberontak, dan selalu mencoba memberi sesuatu yang berbeda, dan memberi sudut pandang
yang lain tentang fotografi, karena fotografi tidak hanya diliat dari satu sisi saja, dan tidak selalu harus cantik, dan menarik secara gambar baginya, dari keadaan ini juga Vicky Tanzil belajar mendalami Fine art. Vicky pun sangat menyayangkan, beberapa sosok senior fotografi Indonesia, yang seharusnya memberi panutan dan contoh yang baik kepada pemula-pemula fotografi Indonesia, tetapi memberikan warna yang tidak baik bagi mereka dan penik-mat fotografi di Indonesia sendiri. Kembali ke masa setelah lulus dari uni-versitas, Vicky Tanzil bertahan di Sura-baya selama 1 tahun sebagai freelance photographer. Dan ketika dia merasa sangat kurang hidupnya untuk menjadi fotografer yang hanya begitu-begitu saja dan berdiam di kota pahlawan tersebut. Vicky mulai berpikir untuk melanjutkan sekolah photography, dan akhirnya mendaftarkan dirinya di Brooks Institute, USA. Karena cukup banyak jebolan Brooks yang men-jadi top photographer di Indonesia. Sempat juga ketika bertepatan dengan salah satu fotografer New York, yang mengadakan seminar dan mencari talent di Surabaya, Vicky Tanzil sempat memberi portfolio dan bertanya untuk menjadi intern photographer tersebut, di New York. Jawaban yang memba-
“Wawasan dan pengalaman itu sangat pent-ing!! Saya selalu mencoba segala sesuatu yang ada, dan baru bagi hidup saya, dan saya selalu mencari dan mendapatkan nilai positif dari segala hal yang saya jalani”
“bagaimana seorang fotografer mau dihargai oleh orang lain, kalo fotografer itu send-iri tidak menghar-gai hasil karyanya sendiri? mengobral harga diri nya ser-endah mungkin dan membanting harga dari foto-grafer lainnya, sepertinya pada gak mikir kalo tin-dakannya mem-bunuh kerjaannya itu sendiri di masa depan.”
202 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 203
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
hagiakan Vicky ketika photographer tersebut menerima dan memberikan waktu kapanpun untuk menjadi intern-nya. Di saat yang hampir bersamaan, orang tua Vicky Tanzil bertanya untuk meneruskan bisnis keluarga di Sa-marinda, dimana dari bisnis tersebut, tentu saja mampu untuk menghidupi keinginan dia untuk mendapatkan ke-butuhan-kebutuhan photographynya. Dilemma yang sangat memusingkan Vicky Tanzil untuk memutuskan, jalan apa yang harus di ambilnya. Tetapi akh-irnya dia tidak memilih salah satupun dari ke tiga pilihan tersebut, dia merasa terlalu lama dan membuang waktunya jika harus mengulang sekolah fotografi lagi dari awal, dan dia memutuskan untuk meneruskan karir fotografi di Ja-karta, karena passion nya yang sangat
kuat di photography dan cita-cita nya untuk memajukan fotografi di Indo-nesia, membuatnya untuk menetap di Indonesia.
November tahun lalu dia pindah ke Jakarta, untuk mencari tantangan dan mencari karir yang lebih baik. Vicky Tanzil sempat mendapatkan beberapa tawaran dari beberapa photography management di Jakarta untuk ber-gabung. Vicky pun mengakui sangat tergiur oleh tawaran tersebut, tetapi suatu kebetulan dan keberuntungan lagi, ketika Vicky Tanzil kenal dengan staf majalah theLight. Beliau memberi informasi tentang ajang pencarian photographer Indonesia yang ber-bakat, melalui acara Indonesia’s Next Top Photographer, setelah mendengar detail acara tersebut, dia pun lang-sung tertarik dengan acara ini, tidak hanya mendapat kesempatan untuk mendapatkan kerjaan yang bagus ke depannya, tetapi di INTP mendapatkan pembelajaran selama 6 bulan, dari top pengajar di bidangnya, dan tentunya itu bukan kesempatan yang datang 2x, dan acara ini menjadi harapan dia untuk menjawab keinginannya untuk
sekolah foto yang dikesampingkannya tersebut, “INTP tiba-tiba datang di sela-sela dilemma kehidupan saya, seperti mimpi di siang bolong gitu, saya ber-harap INTP dapat menjawab kegunda-han hati saya selama ini” tuturnya.
Ketika hari yang dinanti-nanti tersebut datang, Vicky Tanzil langsung menuju the looop Indonesia, untuk mengikuti audisi INTP. Pada saatnya untuk masuk ke ruang penjurian. Vicky berhadapan dengan juri Andy Darmawan, Ully zoelkarnain dan Ignatius Untung, 20 menit diruang penjurian yang terasa sangat lama, dan akhirnya menghasil-kan Golden Ticket, yaitu ticket yang memberi kesempatan untuk langsung mengikuti babak 3.
Babak ke 3 INTP berlangsung se-lama 3 hari, Vicky hanya berpikir dan bertanya-tanya, ada apa dengan babak 3, sehingga diperlukan waktu selama itu, seberat itu kah? Setelah berkumpul dengan 26 finalist babak 3 yang lain, diadakan pembagian kelompok, Vicky bersama lima orang peserta lainnya yang tidak saling mengenal sebelum-nya. Ketika juri-juri mengumumkan ketentuan dalam babak 3, dan kebu-tuhan seperti kerjasama team, kon-sep per team, dan berbagai macam lainnya, dia pun baru menyadari bahwa babak tiga tidak segampang yang dia bayangkan. Setelah berdiskusi bersama lima teman yang lain, akhirnya kelom-pok Vicky pun mengajukan konsep Losing! Waktu yang diperlukan untuk mencari konsep, presentasi hingga
204 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 205
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
pembuatan sketsa aja sudah memakan waktu hingga jam 3 pagi, tidak sedikit dari teman-teman yang kecapekan dan terlelap disela-sela babak 3. Vicky menyelesaikan karyanya sekitar jam 7 pagi. Dari hasil konsep dan eksekusi tersebut, Vicky berhasil masuk ke ba-bak 4. Pada babak ke 4, semua finalist INTP di interview 1 per 1 oleh juri, dan suasananya jauh lebih cair dan santai ketimbang babak 3 yang sangat ter-tekan dan berat tersebut. dan akhirnya Tiba saatnya pengumuman pemenang Indonesia’s Next Top Photographer, “saya hanya tersenyum tenang ketika teman-teman yang lain dipanggil, dan menunggu giliran saya, tetapi hati ini tegang sekali, menunggu jawaban Ya
atau Tidak dari mereka” ungkap Vicky. Tiba saat nya Vicky masuk ke ruan-gan yang menentukan dia sebagai pemenang INTP atau tidak. Setelah melalui sedikit pertanyaan dan saran dari para juri, akhirnya Vicky Tanzil di nobatkan sebagai salah satu dari tujuh finalist Indonesia’s Next Top Photog-rapher. “Senang, Lega, dan Capek ber-campur jadi satu, dan saya bersyukur bisa menang, mengingat teman-teman finalist lain yang mempunyai bakat dan kemampuan yang tidak bisa diremeh-kan”.
Sampai hari ini Vicky Tanzil berbicara untuk the Light, program INTP telah berjalan selama 1 bulan 24 hari. Sejauh
ini harapanya untuk mengisi satu sisi kekosongannya tentang fotografi cukup terjawab bersama INTP, materi-materi yang tidak pernah didapatkan sebelumnya, dan cara pengajaran yang unik memberi suasana yang betul-bet-ul berbeda dari cara dan metoda pem-belajaran yang pernah diketahui oleh dia. Hampir sepertiga program ini telah terjalani, dan banyak sekali yang sudah didapatkan dari INTP tersebut. dan masih banyak kelas-kelas menarik yang dibawakan oleh maestro di bidangnya masing-masing, yang membuat Vicky Tanzil selalu tidak bersabar menunggu kelas-kelas tersebut.Setelah program INTP ini berakhir selama 6 bulan, Vicky berharap untuk
dapat memberi yang terbaik untuk dunia fotografi Indonesia bersama ke 6 pemenang INTP yang lain, dan dapat mencapai keinginannya di dunia foto-grafi Indonesia, mengingat passionnya yang sangat besar di dunia fotografi negeri ini. Dan tentunya dapat mem-buktikan bahwa pendidikan 6 bulan INTP tidak di sia-sia kan, dan membuk-tikan bahwa dia layak disebut sebagai Indonesia’s Next Tpp Photographer. “Biar pemula dan masi amatiran gini, saya berani di adu sama photographer professional lainnya! Hahahahaha” canda Vicky Tanzil di akhir pembicaraan ini.
206 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 207
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
208 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 209
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
210 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 211
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
212 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 213
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
214 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 215
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
216 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 217
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
218 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 219
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
220 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 221
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
222 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 223
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
224 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 225
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
226 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 227
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
228 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 229
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
230 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 231
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
232 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 233
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
234 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 235
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
236 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 237
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
238 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 239
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
240 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 241
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
242 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 243
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
244 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 245
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
246 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 247
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
248 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 249
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
250 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 251
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
252 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 253
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
254 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 255
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
256 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 257
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
258 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 259
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
260 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 261
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
262 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 263
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
264 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 265
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
266 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 267
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
268 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 269
SPECIALEDITION - INTP SPECIALEDITION - INTP
270 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 271
WHERETOFIND WHERETOFIND
JAKARTATelefikom Fotografi Universitas Prof. Dr. Moestopo (B) Jalan Hang Lekir I, JakSel; Indonesia Photographer Organization (IPO) Studio 35, Rumah Samsara, Jl.Bunga Mawar, no. 27, JakartaSelatan 12410; Unit Seni Fotografi IPEBI (USFIPEBI) Komplek Perkantoran BankIndonesia, Menara Sjafruddin-Prawiranegara lantai 4, Jl.MH.Thamrin No.2, Jakarta; UKM mahasiswa IBII, Fotografi Institut Bisnis Indonesia (FOBI) Kampus STIE-IBII, Jl Yos Su-darsoKav 87, Sunter, Jakarta Utara; Perhimpunan Penggemar Fotografi Garuda Indonesia(PPFGA) PPFGA, Jl. Medan Merdeka SelatanNo.13, Gedung Garuda Indonesia Lt.18 ; Komunitas Fotografi Psikologi Atma Jaya, JKT Jl. Jendral Sudirman 51, Jakarta.Sekre-tariat Bersama Fakultas Psikologi Atma Jaya Ruang G. 100; Studio 51 Unver-sitas Atma Jaya, Jl. Jendral Sudirman 51, Jakarta; Perhimpunan Fotografi Tarumanegara Kampus I UNTAR Blok M Lt. 7 Ruang PFT. Jl. Letjen S. Parman I JakBar; Pt. Komatsu Indonesia Jl. Raya Cakung Cilincing Km. 4 Jakarta Utara 14140; LFCN (Lembaga Foto-grafi Candra Naya) Komplek Green Ville -AW / 58-59, Jakarta Barat 11510; HSBC Photo Club Menara Mulia Lt. 22, Jl. Jendral Gatoto Subroto Kav. 9-11,
JakSel 12930; XL Photograph Jl. Mega Kuningan Kav. E4-7 No. 1 JakSel; Free-Phot (Freeport Jakarta Photography Community) PT Freeport Indonesia Plaza 89, 1st Floor Jl. Rasuna Said Kav X-7 No. 6 PSFN Nothofagus (Perhim-punan Seni Fotografi PT Freeport Indonesia) PT Freeport Indonesia Plaza 89, 1st Floor Jl Rasuna Said Kav X-7 No. 6; CybiLens PT Cyberindo Aditama, Manggala Wanabakti IV, 6th floor. Jl.Gatot Subroto, jakarta 10270; \FSRD Trisakti, Kampus A. Jl. Kyai Tapa, Grogol. Surat menyurat: jl.Dr. Susilo 2B/ 30, Grogol, Jakbar; SKRAF (Seputar Kamera Fikom) Universitas SAHID Jl. Prof. Dr.Soepomo, SH No. 84, Jak-Sel 12870 One Shoot Photography FIKOM UPI YAI jl. Diponegoro no.74, JakPus Lasalle College Sahid Office Boutique Unit D-E-F\ (komp. Hotel Sahid Jaya). Jl. Jend Sudirman Kav. 86, Jakarta 1220 Jurusan Ilmu Komuni-kasi Universitas Al-Azhar Indonesia Jl. Sisingamangaraja, Kebayoran baru, Jak-Sel, 12110; LSPR Photography Club London School of Public Rela-tion Campus B (Sudirman Park Office Complex) Jl. KH Mas Mansyur Kav 35 Jakarta Pusat 10220 FOCUS NUS-ANTARA Jl. KH Hasyim Ashari No. 18, Jakarta; e-Studio Wisma Starpage, Salemba Tengah No. 5, JKT 10440; Roxy Square Lt. 1 Blok B2 28-29, Jkt; Neep’s
Art Institute Jl. Cideng Barat 12BB, Jakarta ; POIsongraphy ConocoPhil-lips d/a Ratu Prabu 2 Jl.TB.Simatupang kav 18 Jakarta 12560; NV Akademie Jl. Janur Elok VIII Blok QG4 No.15 Kelapa Gading permai Jakarta 14240
BANDUNGPAF Bandung Kompleks Banceuy Permai Kav A-17,Bandung 40111; Je-pret Sekretariat Jepret Lt. Basement Labtek IXB Arsitektur ITB, Jl Ganesha 10, Bandung Spektrum (Perkumpulan Unit Fotografi Unpad) jl. Raya Jati-nangor Km 21 Sumedang, Satyabodhi Kampus Universitas Pasundan Jl. Se-tiabudi No 190, Bandung Air Photog-raphy Communications Jalan Taman Pramuka 181 Bandung 40114
PURWOKERTOECOLENS Sekretariat Bersama FE UNSOED, Jl HR Bunyamin No.708 Pur-wokerto 53122
SEMARANGPRISMA (UNDIP) PKM (Pusat Ke-giatan Mahasiswa) Joglo Jl. Imam Bardjo SH No. 1 Semarang 50243MATA Semarang Photography Club FISIP UNDIP Jl. Imam Bardjo SH. No.1, Semarang; DIGIMAGE STUDIO Jl. Setyabui 86A, Semarang Jl. Pleburan VIII No.2, Semarang 50243
SOLOHSB (Himpunan Seni Bengawan) Jl. Tejomoyo No. 33 Rt. 03/ 011, Solo 57156; Lembaga pendidikan seni dan design visimedia college Jl. Bhay-angkara 72 Solo, FISIP Fotografi Club (FFC) UKM FFCFakultas Ilmu Sosial dan Ilmu PolitikUniversitas Sebelas Maret Jl Ir Sutami 36A 57126 Solo, Jawa Tengah
YOGYAKARTAAtmajaya Photography club Gedung PUSGIWA kampus 3 UAJY, jl. babarsari no. 007 yogyakarta; “UKM MATA” Aka-demi Seni Rupa dan Desain MSD Ja-lan Taman Siswa 164 Yogyakarta 55151; Unif Fotografi UGM (UFO)Gelang-gang mahasiswa UGM,Bulaksumur, Yogya; Fotografi Jurnalistik Club Kampus 4 FISIP UAJY Jl Babarsari Yogyakarta; FOTKOM 401 gedung Ahmad Yani Lt.1 Kampus FISIPOL UPN “Veteran” Jl Babasari No.1, Tambak-bayan, Yogyakarta, 55281; Jurusan Fotografi Fakultas Seni Media Rekam Institut Seni Indonesia Jl. Parangtritis Km. 6,5 Yogyakarta Kotak Pos 1210; UKM Fotografi Lens Club Universitas Sanata Dharma Mrican Tromol Pos 29 Yogyakarta 55281
SURABAYAHimpunan Mahasiswa Penggemar
272 EDISI XXXI / 2010EDISI XXXI / 2010 273
WHERETOFIND WHERETOFIND
Fotografi (HIMMARFI) Jl. Rungkut Harapan K / 4, Surabaya; AR TU PIC; UNIVERSITAS CIPUTRA Waterpark Boulevard, Citra Raya. Surabaya 60219; FISIP UNAIR JL. Airlangga 4-6, Suraba-ya; Perkumpulan Senifoto Surabaya (PSS), jln Basuki Rahmat 42 Surabaya.
MALANGMPC (Malang Photo Club) Jl. Pahla-wan Trip No. 25 Malang JUFOC (Jur-nalistik FotografiClub) student Centre Lt. 2 Universi-tas Muhammadiyah Malang. Jl. Raya Tlogomas No. 246 malang, 65144; UKM KOMPENI (Komunitas Mahasiswa Pecinta Seni) kampus STIKI (Sekolah Tinggi Informatika Indonesia) Malang, Jl. Raya Tidar 100
JEMBERUFO (United Fotografer Club) Perum taman kampus A1/16 Jember 68126, Jawa Timur;Univeritas Jember (UKPKM Tegalboto) Unit Kegiatan Pers Kam-pus Mahasiswa Universitas Jember jl. Kalimantan 1 no 35 komlek ged. PKM Universitas Jember 68121
BALIMagic Wave Kubu Arcade at Kuta Bungalows Bloc A3/A5/A6 Jl. Benesari, Legian-kuta
MEDANMedan Photo Club Jl. Dolok Sanggul Ujung No. 4 Samping Kolam Paradiso Medan, Sumatra Utara20213 UKM FOTOGRAFI USU Jl. Per-pustakaan no.2 Kampus USU Medan 20155
BATAMBatam Photo Club METEOR PhotoPanbil Commercial AreaRuko Blok E no.1, lt. 3Batam 29436
PADANGKOMUNITAS FOTOGRAFI SINKROJl. Komplek Monang B/16 Lubuk BuayaPadang - Sumatra Barat
PEKANBARUCCC (Caltex Camera Club) PT. Chevron Pasific Indonesia, SCMPlanning, Main Office 229, Rumbai, Pekanbaru 28271
LAMPUNGMalahayati Photography Club Jl. Pramuka No. 27, Kemiling, Bandar Lam-pung, 35153. Lampung-Indonesia. Telp. (0721) 271114BALIKPAPANTotal Photography Club (TPC). ORSOSBUD - Seksi Budaya Total E&P IndonesieJl. Yos Sudorso Balikpapan
KALTIMBadak Photographer Club (BPC) ICS Department, System Support Section, PT BADAK NGL, Bontang,Kaltim, 75324; KPC Click Club/PT Kaltim Prima Coal Supply Department (M7 Bu-liding), PT Kaltim Prima Coal, Sangatta
SAMARINDAMANGGIS-55 STUDIO (Samarinda Photographers Community) Jl. Mang-gis No. 55 Voorfo, SamarindaKaltim
SOROWAKOSorowako Photographers Society General Facilities & Serv. Dept - DP. 27, (Town Maintenance) - Jl.Sumantri Brojonegoro, SOROWAKO 91984 - LUWU TIMUR, SULAWESI SELA-TAN
GORONTALOMasyarakat Fotografi Gorontalo Graha Permai Blok B-18, Jl.Rambutan, Huangobotu,Dungingi, Kota Gorontalo
AMBONPerforma (Perkumpulan Fotografer Maluku) jl. A.M. Sangadji No. 57 Am-bon.(Depan Kantor Gapensikota Ambon/ Vivi Salon)
ONLINE PICK UPPOINTS:www.thelightmagz.comwww.ayofoto.comwww.estudio.co.idhttp://charly.silaban.net/; www.studiox-one.com ; http://www.focusnusantara.com/articles/thelightmag.php
MAILING LIST:[email protected]