thesis pi

Upload: lily-thamzil-thahir

Post on 14-Jul-2015

293 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepastian bukan untuk dinafikkan, melainkan untuk

disambut dan disikapi dengan bijaksana, seperti itulah kiranya pepatah yang tepat ditujukan kepada konsekuensi hidup di dunia ini. Manusia hidup dipenuhi dengan berbagai pengalaman, baik yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan. Jika manusia ingin hidup dengan tenang, maka mereka harus menyikapinya dengan kepribadian yang mantap. Dalam perjalanan hidupnya, seorang manusia yang berada dalam ikatan individu (bertanggung jawab secara pribadi) ataupun dalam ikatan keluarga, lingkungan kerja, sosial kemasyarakatan dan negara, akan berhadapan dengan berbagai stimulus. Stimulus atau sering juga dimaknai sebagai sumber pasif, merangsang munculnya permasalahan hidup yang kemudian oleh setiap

individu diterjemahkan menjadi tantangan untuk mencapai tujuan hidup berupa kesuksesan, kesehatan dan kebahagiaan. Jika tidak disikapi dengan bijak, stimulus dapat menjadi beban hidup yang

1

2

akan menghentikan langkah mencapai tujuan dan selanjutnya akan membentuk pribadi pasif tak bertujuan yang diliputi dengan emosi negatif. Emosi negatif ini sering juga disebut dengan

psikopatologis yang umumnya berakhir pada keputusan bunuh diri sebagai bentuk penyelesaian masalah. Semuanya bergantung pada kekuatan kepribadian individu berhadapan dengan flexibilitas lingkungan. Terdapat memahami berbagi macam munculnya paradigma psikologi dalam hal

penyebab

psikopatologis.

Dalam

penanganan terhadap psikopatologis terdapat perbedaan paradigma dalam memahami penyebab psikopatologis. Teori psikoanalisis sebagai peletak dasar dalam pembahasan disebabkan psikopatologi peran dari

menjelaskan

bahwa

psikopatologis

dorongan-dorongan tak sadar dan konflik batin manusia 1 . Penganut teori kognitif berpendapat bahwa manusia memiliki kemampuan membentuk dirinya sendiri, dalam hal ini manusia adalah

pemroses informasi 2 . Dalam proses pengolahan unit-unit informasi itu1

(proses

berpikir)

manusia

memiliki

kelemahan

dalam

Lihat Yustinus Semiun, OFM Kesehatan Mental 1 (t.t., t.p., tth), h. 30-31. Ibid., h. 6.

2

3

memahami kejadian dengan kekeliruan dan kekalutan berpikir. Sebaliknya, pengikut teori aliran psikologi Perilaku berpendapat bahwa determinan tingkah laku manusia tidak berada di dalam

diri manusia akan tetapi berada pada lingkungan 3 , sehingga aliran psikologi Perilaku memahami abnormalitas sebagai hasil dari respon terhadap stimulus. Untuk membentuk tingkah laku baru, individu harus mengubah aspek-aspek relevan dari lingkungan terutama sumber penguatan yaitu lingkungan terhadap terbentuknya perilaku baru. Dalam perkembangannya, muncul aliran Perilaku-Kognitif (sintesis Kognitivisme dan aliran psikologi Perilaku) sebagai suatu pendekatan fleksibel dan eksklusif terhadap spekulasi dari masingmasing pendekatan yang diprakarsai oleh Albert Ellis dan Aaron T. Beck, yang kemudian dimodifikasi oleh Donald Meichenbaum. 4 Aliran Perilaku-Kognitif memandang bahwa psikopatologis yang kondusif

terbentuk melalui proses rangkaian Stimulus Kognitif Respon. Artinya, manusia bisa dibentuk oleh sistem kesadarannya dan sistem lingkungannya yang terjadi dalam pola pemikiran manusia.

3 4

Ibid., h. 7. Lihat A. Kasandra Oemarjoedi, Pendekatan Cognitive Perilaku dalam Psikoterapi ( Ed: I; Jakarta: Kreativ Media Jakarta, 2003) 14 -18

4

Dengan demikian Perilaku-Kognitif berpandangan bahwa karena sumber dari patologis adalah sistem kognisi, maka sistem kognisi adalah unsur utama dan pertama dalam penanganan (treatment), modifikasi fungsi berpikir dan pembentukan lingkungan kondusif adalah metode terapi dari Perilaku-Kognitif dengan penekanan pada peran otak dalam menganalisa, memutuskan, bertanya, dan memutuskan kembali, dan bagaimana seseorang menilai situasi dan bagaimana cara menginterpretasi suatu kejadian akan sangat berpengaruh terhadap kondisi reaksi emosional yang kemudian akan mempengaruhi sikap dan tindakan yang akan dilakukannya. 5 Berangkat dari beberapa paradigma di atas dan tanpa

menafikkan paradigma tertentu, penulis memfokuskan penelitian pada paradigma Perilaku-Kognitif sebagai suatu acuan berpikir dalam memahami permasalahan Gangguan Mood dan menyusun suatu rumusan perspektif, dan akhirnya menyajikan suatu solusi, baik dalam ranah teoritis maupun praktis.

5

Ibid., h. 6-7

5

B. Rumusan dan Batasan Masalah Uraian tentang alternatif klinis psikopatologis terhadap

gangguan mood pada manusia berdasarkan pandangan psikologi Perilaku-Kognitif merupakan masalah utama yang dibahas di dalam peneltian ini. Oleh karena itu, penulis mengajukan dua pertanyaan utama yang menjadi acuan dalam pembahasan

penelitian ini sebagai berikut: 1. Bagaimanakah gambaran terapi Perilaku-Kognitif serta pandangan paham tersebut mengenai gangguan mood?2. Bagaimanakah efektivitas aplikasi terapi pendekatan CBT

dalam menangani gangguan mood? C. Hipotesis Premis utama yang mendasari penelitian ini adalah bahwa setiap cabang psikologi memiliki cara pandang dan sistem terapi klinis yang berbeda dalam menangani gangguan mood pada manusia. Jika paham Perilaku-Kognitif dikembangkan sebagai bentuk kolaborasi psikologi mental dan psikologi perilaku dalam sistem kognisi dan sistem lingkungan, maka penulis berasumsi bahwa paham Perilaku-Kognitif memiliki pandangan dan alternatif

6

penanganan terhadap gangguan mood pada manusia. Oleh karena itu, hipotesis penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:1.

Paham Perilaku-Kognitif memandang gangguan mood

pada manusia sebagai manifestasi dari inkongruensi dari sistem kognisi dan sistem lingkungan; dan2.

Paham

Perilaku-Kognitif

menggunakan

modifikasi

sistem kognisi dan sistem lingkungan yang kondusif dalam terapi klinis terhadap gangguan mood pada manusia. D. Pengertian Judul Untuk menghindari kesalahpahaman dalam menginterpretasi judul yang diajukan dalam penelitian ini, penulis menguraikan makna kata-kata kunci yang terdapat pada judul sebagai berikut: 1. Gangguan Gangguan didefinisikan sebagai keadaan suatu sistem yang tidak berfungsi sebagai mana mestinya dengan tolak ukur pada beberapa kriteria diagnostik yaitu: kejarangan statistik,

pelanggaran norma, distress pribadi, disfungsi perilaku, dan sesuatu yang tidak diharapkan. 6 Dalam penelitian ini, gangguan6

. Lihat Gerald C. Davison, John M. Neale and Ann M. Kring., Abnormal Psychology diterjemahkan oleh Noermalasari Fajar dengan judul Psikologi Abnormal ( Jakarta: PT. RajaGrafindo

7

dimaksudkan

sebagai

suatu

keadaan

yang

memperlihatkan

kecenderungan disfungsi atau malfungsi fisik dan mental karena kecenderungan rendahnya daya adaptasi diri terhadap perubahan. 2. Mood Mood dimaknai sebagai suasana emosional seketika,

sebagaimana dideskripsikan oleh individu itu sendiri, lazimnya terdiri atas: menurun, menaik, dan normal 7 . Dalam penelitian ini, mood dapat dipahami sebagai suasana hati yang dimanifestasikan melalui perilaku-perilaku tertentu seperti senang, sedih, marah, atau jengkel.3. Perilaku-Kognitif (Cognitive-Behavior)

Perilaku-Kognitif

merupakan

suatu

aliran

dalam

ilmu

psikologi yang memahami bahwa permasalahan patologi terbentuk dari sumbangsih disfungsi kognitif dan lingkungan yang saling mempengaruhi dan bekerja sama membentuk jaringan StimulusKognisi-Respon yang didasari oleh sistem kognisi manusia dalam berpikir, merasa, dan bertindak. 8Persada, 2006)., h. 5-7., Lihat juga David B. Cohen, Microsoft Student with Encarta Premium 20097

Andi Mappiare, Kamus Istilah Kongseling dan Psikoterapi, Edisi I, Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2006)., h. 2128

8

Dari uraian di atas, judul penelitian ini dapat disintesa sebagai metode pemahaman mood teoretik dan atau dalam identifikasi suasana penyebab dan

psikopatologis penanganannya Kognitif.

gangguan secara

perasaan

pandangan

Perilaku-

E. Acuan Pustaka Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan referensi yang terdiri atas data primer dan data sekunder dari teori yang dibahas. Data primer dalam penyusunan skripsi bersumber dari buku-buku yang membahas masalah teori-teori kognitif dan

perilaku, yaitu: Pedekatan Cognitive Perilaku dalam Psikoterapi karya A. Kasandra Oemarjoedi., Mind Over Mood: Change How You Feel by Changing the Way You Think Manajemen Pikiran ( Metode Ampuh Menata Pikiran untuk Mengatasi Depresi, Kemarahan, Kecemasan, Perasaaan merusak lainnya karya Dennis Greenberger, and Christine A. Padesky, Psikoterapi: Pendekatan Konvensional dan Kontemporer, Pendekatan Cognitive dalam psikoterapi oleh MA. Subandi., e-Book Online Cognitive Therapy and the Emotional Disorders Oleh Aaron T. Beck., e Book OnlineKasandra Oemarjoedi., op. cit., h. 6.

9

Cognitive Perilaku Modification Oleh Donald Meichenbaum., e Book Online Learning Cognitive-perilaku Therapy: An Illustrated Guide Oleh Jesse H. Wright, Monica Ramirez Basco, Michael E. Thase., Kesehatan Mental 3 (Gangguan Mental yang Sangat Berat, Simtomatologi, Proses Diagnosis dan Proses Terapi

Gangguan-Gangguan Mental karya Samiun Kanisius., Psikologi Abnormal karya Gerald C. Davison, John M. Neale, Ann M. Kring., Intisari Psikologi Abnormal karya V. Mark Durand dan David H. Barlow., Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi karya Gerald Corey., Pengantar Konseling : Teori dan Study kasus Karya John Mc. Leod, sedangkan buku-buku pendukung adalah Keajaiban Berpikir karya Harold Sherman.,

Transformasional Thinking Chanpions of Change Karya Bill Gould., Revolusi Berpikir Karya Edward de Bono., Berpikir Strategis Membangun Kekuatan Pikiran Anda Karya S, P. Reid ., Change Your MindSet Change Your Life Karya Carol S. Dweck, Ph. D., Neuro Linguistic Programing for The Quantum Change Melatih dan Menerapkan Perubahan Cepat dengan NLP Karya Philip Hayes and jenny Rogers., The Secret Of Mind Set Oleh Adi W. Gunawan, Manage your Mind For Success Oleh Adi

10

W.

Gunawan.,

Hypnosis

:

The

Art

of

Subconscious

Communication Oleh Adi W. Gunawan., Hypnotherapy : The Art of Subconscious Restructuring Oleh Adi. W. Gunawan, the secret of attractor factor oleh syahril syam., Victor E. Frankl Mans Search for Meaning: An Introduction to Logotherapy

diterjemahkan oleh Murtadlo dengan judul Logoterapi Terapi Psikologi melalui Pemaknaan Eksistensi., The 5 Rules of Thought karya Mary T. Browne., Mind Power Menjelajah Kekuatan Pikiran karya Bertrand Russell., Quantum Ikhlas karya Erbe Sentanu., e-book The Secret karya Rhonda Byrne. F. Metode Penelitian Penelitian ilmiah senantiasa menyandarkan diri pada tradisi keilmiahan yang ditopang oleh metode ilmiah, baik pengumpulan data maupun dalam pengolahannya. Dalam penyusunan skripsi ini dipergunakan metode sebagai berikut:

11

1.

Metode pengumpulan data Dalam mengumpulkan data sebagai bahan analisis penelitian,

peneliti menggunakan library research (riset kepustakaan), yaitu suatu metode yang digunakan penulis dalam pengumpulan data dari hasil bacaan buku-buku, artikel, jurnal, internet atau literatur lainnya yang terkait dengan pembahasan skripsi ini. Teknik pengambilan data yang digunakan adalah: a. Kutipan langsung; penulis mengutip secara langsung pendapat atau tulisan dari berbagai literatur tanpa ada perubahan dari sumbernya atau dengan kata lain hasil kutipan sesuai dengan teks aslinya. b. Kutipan tidak langsung atau parafrasa; yaitu penulis mengutip pendapat para ahli dari berbagai sumber bacaan secara tidak langsung dengan menggunakan redaksi penulis sendiri namun tidak bertentangan dengan maksud dan tujuan teks aslinya. c. Ulasan; yaitu penulis menguraikan suatu bacaan yang diperoleh malalui referensi yang terkait, kemudian diulas dari uraian yang diperlukan.

12

2.

Metode Analisis Data Dalam pengolahan dan analisis data, penulis menggunakan

tiga metode sebagai model penalaran sebagai berikut: a. Metode deduktif; yaitu cara menganalisis dari yang

bersifat umum kemudian menarik kesimpulan yang bersifat khusus. b. Metode induktif; yaitu cara menganalisis dari yang bersifat khusus kemudian menarik kesimpulan yang bersifat umum. c. Metode komparatif; yaitu pengolahan data dengan jalan membandingkan dua data atau lebih, kemudian memilih salah satu di antara data itu yang dianggap kuat untuk menarik suatu kesimpulan. G. Tujuan dan Kegunaan Peneitian 1. Tujuan penelitiana. Mendeskripsikan

dan menguraikan konsep paradigma

Perilaku-Kognitif sebagai suatu pendekatan psikoterapi dalam mendiagnosa gangguan mood.b. Memaparkan dan menjelaskan efektifitas aplikasi terapi

pendekatan CBT menangani gangguan mood.

13

2.

Kegunaan penelitiana. Kegunaan ilmiah, yaitu penelitian dilakukan sebagai

sarana untuk menyampaikan ide atau gagasan dalam bentuk karya ilmiah dengan harapan dapat bermanfaat untuk memahami paradigma Perilaku-Kognitif dalam menangani gangguan mood pada orang dewasa, sehingga menjadi bahan dan referensi bagi pembaca terkhusus kepada peminat studi psikopatologi dan konseling.b. Kegunaan

praktis,

yaitu

penelitian

ini

diharapkan

memberikan sumbangsi bagi professional terapis ataupun konselor dalam praktek konseling dan psikoterapis

dengan pendekatan Perilaku-Kognitif. H. Garis-Garis Besar Isi Skripsi Secara umum, skripsi ini disusun dalam 5 bab yang terdiri atas sub-sub bab. Komposisi ini dimaksudkan untuk memberi gambaran umum kepada pembaca tentang uraian yang tercakup dalm skripsi ini. Bab I yang merupakan Bab Pendahuluan dimulai dengan Latar Belakang Masalah, Rumusan dan Batasan Masalah, Pengertian

14

Judul, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian, Tujuan dan Kegunaan Penelitian, Serta Garis-Garis Besar Isi Skripsi. Bab II membahas tentang Gambaran Umum Gangguan Mood dalam Perspektif Tradisi Psikologi. Bagian ini terdiri atas: Karakteristik Umum Gangguan Mood, Teori-teori Psikologis

Tentang Gangguan Mood, dan Bunuh Diri sebagai Akibat dari Gangguan Mood Kronis. Bab III membahas tentang sekilas perkembangan terapi Perilaku-Kognitif atau pendekatan CBT dalam sejarah. Bab IV membahas tentang aplikasi pendekatan CBT

menangani gangguan mood. Bab V yang merupakan bab Penutup memuat beberapa kesimpulan dan implikasi penelitian dalam skripsi ini.

15

BAB II GANGGUAN MOOD A. Pengertian Gangguan Mood Gangguan mood merupakan kata bentukan yang terdiri atas kata gangguan dan mood. Menurut bahasa, gangguan yang dalam bahasa Inggris disebut dengan disturbance atau disorder adalah keadaan yang memperlihatkan kecenderungan disfungsi atau malfungsi fisik dan mental karena kecenderungan rendahnya daya adaptasi diri terhadap perubahan. Menurut istilah,

gangguan didefinisikan sebagai keadaan suatu sistem yang tidak berfungsi sebagai mana mestinya dengan tolok ukur pada beberapa kriteria diagnostik yaitu: kejarangan statistik, pelanggaran norma, distress pribadi, disfungsi perilaku, dan sesuatu yang tidak diharapkan. 9 Mood dapat dimaknai sebagai suasana hati yang dimanifestasikan melalui perilaku-perilaku tertentu seperti senang, sedih, marah, atau jengkel. Menurut istilah, mood adalah suasana emosional seketika, sebagaimana dideskripsikan oleh individu itu

9

. Lihat Gerald C. Davison, John M. Neale and Ann M. Kring., Abnormal Psychology diterjemahkan oleh Noermalasari Fajar dengan judul Psikologi Abnormal (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2006)., h. 5-7., Lihat juga David B. Cohen, Microsoft Student with Encarta Premium 2009

16

sendiri, lazimnya terdiri atas: menurun, menaik, dan normal 1 0 . Dengan demikian, gangguan mood adalah istilah khusus dalam ilmu psikologi yang menjelaskan tentang suatu keadaan yang memperlihatkan kecenderungan disfungsi mental yang berakibat pada suasana hati dan dimanifestasikan melalui perilaku-perilaku sebagai refleksi dari perasaan. Dalam aktivitas kesehariannya, manusia sebagai makhluk sosial melakukan interaksi dengan manusia lainnya baik dalam rumah tangga, maupun lingkungan sosial. Dalam interaksi

tersebut, setiap individu akan mengalami fluktuasi intensitas emosi (suasana perasaan positif, negatif ataupun netral) yang kemudian berujung para penentuan sikap. Munculnya emosi atau perasaan diawali dengan proses yang kompleks yaitu proses kognisi atau pemberian makna terhadap stimulus (situasi atau kejadian). Stimulus atau kejadian merupakan awal terbentuknya

intensitas emosi yang akan berbeda antara individu yang satu dengan yang lainnya. Walaupun diperhadapkan dengan stimulus atau permasalahan yang sama, setiap individu akan memiliki10

Andi Mappiare, Kamus Istilah Kongseling dan Psikoterapi, Edisi I, Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2006)., h. 212

17

intensitas emosi yang berbeda. Hal yang sama juga terjadi pada pengalaman intrapsikis individu itu sendiri yang pada suatu saat berada dalam suasana normal, namun pada kesempatan lain berada dalam suasana malfungsi. Hal ini sangat fluktuatif dan bahkan ada yang berlangsung lama pada level tertentu. Jika hal itu terjadi, seseorang akan mengalami suasana perasaan bersemangat yang melambung tinggi atau ketidakberfungsian sistem mental dan sistem motorik. Inilah yang dalam psikopatologi dikenal dengan nama gangguan mood atau gangguan suasana perasaan yang terentang dari bentuk kegirangan sampai depresi berat 1 1 . B. Karakteristik Umum Gangguan Mood Dalam ilmu psikologi, gangguan mood secara umum dikenal memiliki dua karakteristik utama, yaitu: (1) depresi, dan (2) mania. Kedua karakteristik ini merupakan tanda umum dalam gangguan mood.

11

V. Mark Durand dan David H. Barlow, Essentials of Abnormal Psychology, diterjemahkan oleh Helly Prajitno soetjipto dan Sri Mulyanti Soetjipto, Intisari Psikologi Abnormal, (Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006) h.

18

1. Dalam

Depresi dan gejalanya kamus oleh psikologi Kartini karya J. P. Chaplin yang

diterjemahkan

Kartono,

depresi

diterjemahkan

dalam dua sudut pandang, yaitu orang normal dan kasus patologis. Pada orang normal, depresi merupakan keadaan kemurungan (kesedihan, kepatahansemangatan) yang ditandai dengan perasaan tidak seimbang (ekuilibrium), menurunya kegiatan, dan pesimisme menghadapi masa yang akan datang. Pada kasus patologis, depresi merupakan ketidakmauan ekstrim untuk mereaksi terhadap

perangsang disertai menurunnya nilai diri, delusi (keyakinan keliru) ketidakpasan, tidak ketidakmampuan, dan keputusasaan 1 2 . Dalam kamus istilah konseling dan terapi karya Andi

Mappiare T, istilah depression atau depresi diartikan sebagai perasaan tidak berdaya dan putus asa dimana kecemasan balik ke dalam diri inidividu ketimbang ke luar atau secara eksternal, atau suatu kekacauan pribadi serius yang secara umum bercirikan suasana kepiluan, ketidakberdayaan, kekurangan energi, kesepian, keputusasaan, kesesalan, dan kehilangan kontak dengan realitas. 1 312

J.P. Champlin, Dictionary of Psychology, diterjemahkan oleh Kartini Kartono, Kamus Lengkap Psikologi, (Cet. IV; Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1997) h. 13013

Andi Mappiare T., op. cit., h. 84

19

Merujuk pada pengertian dari kedua kamus di atas, depresi dapat dipahami sebagai suatu kondisi seorang individu dalam kepasifan atau ketidak berfungsian sebagaimana biasanya, baik itu fungsi berpikir, merasa maupun bertindak. Lebih jauh, depresi dapat memperlihatkan gejala yang kompleks, variatif, dan periodik dengan kadar persoalan yang bertingkat pula. Selain itu, Gerald C. Davidson menjelaskan bahwa depresi merupakan kondisi emosional yang biasanya ditandai dengan kesedihan yang amat sangat, perasaan tidak berarti dan bersalah, menarik diri dari orang lain, tidak dapat tidur, kehilangan selera makan, kehilangan hasrat seksual, dan minat serta kesenangan dalam aktivitas yang biasa dilakukan 1 4 . Bagi mereka yang

mengalami depresi akan sulit memusatkan perhatian. Hasil perkataan dan pembacaan dari orang yang mengalami depresi juga membutuhkan upaya serius. Percakapannya pun dapat menjadi suatu masalah dalam analisisnya disebabkan karena orang yang mengalami depresi umumnya berbicara lambat, banyak jeda, intonasi yang monoton, dan sangat hemat menggunakan kata dalam berdialog.14

Gerald C. Davison, John M. Neale and Ann M. Kring, op. cit., h. 372

20

Dalam aspek sikap dan tingkah laku, penderita depresi lebih banyak yang memilih menyendiri dan berdiam diri. Bila

diperhadapkan dengan suatu permasalahan, mereka

akan sulit

memikirkan cara penyelesaiannya. Gejala efek fisik yang dialami oleh orang yang mengalami depresi adalah keluhan somatik, seperti sakit kepala atau sakit perut; dan ketidakmampuan untuk berkonsentrasi serta keluhan hilangnya memori atau ingatan. Dengan demikian karakteristik gangguan mood yang berujung pada keadaan depresi mewakilkan suasana emosional pasif.

Suasana emosional pasif lebih mengarahkan pikiran, perasaan, dan tingkah ke dalam diri daripada ke luar diri yang biasa juga disebut gejala mania. 2. Mania dan gejalanya Mania dalam kamus psikologi karya J. P. Chaplin diartikan sebagai: Tingkah laku berang, keras, bengis, tidak terkontrol, dicirikan dengan perbuatan motorik yang berlebihan, kegemparan dan impulsivitas (desakan). 1 5 Pengertian mania di atas menunjukkan intensitas perilaku atau gerak motorik yang melebihi batas normal. Hal ini tidak15

J.P. Champlin, Op. Cit., h. 285

21

terbatas pada tindakan brutal, tetapi juga berbagai bentuk luapan kegembiraan yang sangat tidak beralasan atau irritable (mudah tersinggung). Luapan emosional yang tidak terkontrol ini

umumnya disertai sikap hiperaktivitas, banyak berbicara, pikiran yang melompat-lompat, perhatian yang mudah teralihkan, serta perencanaan yang tidak praktis dan berlebihan. Kadang-kadang depresi dan mania ditemukan pula dalam waktu yang bersamaan (Episode Manik Campuran/Manik

Disforik) 1 6 . Karakteristiknya teridentifikasi dengan beberapa kata yang biasa diucapkan dengan keras dan tanpa henti. Mania semacam ini dapat bertahan hingga berbulan-bulan. Isi perkataan biasa bernuasa kekonyolan, gurauan, puisi dan komentar dan komentar tentang berbagai objek dan kejadian di sekitar yang menarik perhatian pembicara. Tema pembicaraannya sangat tidak konsisten, mudah dan cepat beralih topik, dan kesehariannya diisi dengan kesibukan yang tak bertujuan. Secara umum, gejala mania dapat disimpulkan sebagai suatu kondisi emosional seorang

individu berada dalam keadaan aktif yang terkadang agresif

16

Lihat Gerald C. Davison, John M. Neale and Ann M. Kring, op. cit., h. 373

22

bahkan destruktif karena pikiran, perasaan dan tingkah laku berorientasi ke dunia luar dirinya dengan intensitas yang tinggi. Adapun sturktur dari kelompok gangguan mood berdasarkan intensitas kadar emosional dan tingkah laku, yaitu: a. Episode Depresi Berat; yaitu pengalaman depresi yang

paling lazim dan paling berat, termasuk perasaan tidak berharga, gangguan aktivitas fisik seperti pola tidur, kehilangan interes (perhatian, minat, kepentingan),

ketidakmampuan mengalami kesengan, yang berlangsung selama paling tidak dua minggu. b. Episode Mania; yaitu periode kegirangan atau euphoria

eksesif yang tidak normal, yang berhubungan dengan beberapa gangguan suasana perasaan. c. Episode Hipomanik; yaitu versi dari episode manic

yang tidak terlalu parah dan tidak terlalu destruktif yang merupakan salah satu criteria dari beberapa gangguan suasana perasaan. d. Episode Manik Campuran; yaitu suatu kondisi di mana mengalami kegirangan dan depresi atau

individu

kecemasan di waktu yang sama.

23

C. Teori-Teori Gangguan Mood Teori-teori yang membahas tentang gangguan mood pada manusia sangat beragam. Beberapa di antaranya diuraikan sebagai berikut:1.

Teori Psikoanalisis Menurut Freud, jiwa manusia memiliki dan tiga tingkatan

kesadaran,

yaitu

kesadaran,

keprasadaran,

ketaksadaran.

Ketiga tingkatan ini dijadikan sebagai peta dalam mendeskripsikan setiap aktivitas mental manusia. Teori ini dikembangkan dan menghasilkan rumusan baru berupa struktur dan dinamika psike manusia yaitu Id, Ego, dan Superego 1 7 . Id berisi aspek-aspek psikologis berupa insting, impuls, dan drivers. Aspek ini beroperasi pada wilayah ketidaksadaran dengan prinsip kenikmatan, yaitu memperoleh kenikmatan dan

menghindari rasa sakit. Dalam upayanya mencapai hal ini, Id akan bergerak melakukan apa saja untuk mendapatkan kepuasan dan melakukan penolakan jika ada ketegangan.

17

Lihat Alwisol, Psikologi Kepribadian, (Cet: IV; Malang: Penerbitan Universitas Muhammadia Malang, 2006), h. 15-16

24

Ego beroperasi pada wilayah penghubung kesadaran dan ketidaksadaran. Kepuasan yang merupakan tuntutan dari Id akan dinetralisir oleh ego dengan prinsip realitasnya berupa

pemunculan obyek yang nyata bagi kepuasan kebutuhan prioritas dengan resiko minim. Dengan kata lain, Ego berfungsi bijaksana memenuhi kebutuhan Id sekaligus kebutuhan moral dari superego. Superego merupakan kekuatan moral dan etik dari

kepribadian yang beroperasi dengan prinsip idialistik. Superego merupakan elemen yang mewakili nilai sosial berupa perintah dan larangan yang kemudian diterima menjadi pola kontrol sosial kesempurnaan di setiap aktivitasnya. Dalam pemahaman terhadap gangguan mood, psikoanalisis memahami depresi ataupun mania sebagai akibat dari impulsimpuls yang ditekan dari dorongan Id. Dalam pandangan

psikoanalisis, potensi depresi diciptakan pada awal masa kanakkanak. Dalam periode oral (periode pertama kehidupan manusia yang menjadikan mulut sebagai pusat rangsangan utama), atau

misalnya,

kebutuhan

seorang

anak

kurang

terpenuhi

berlebihan. Akibatnya, terjadi kemandekan perkembangan yang bergantung pada pemenuhan kebutuhan instingtif atau

25

ketergantungan

pada

kebutuhan

oral

(yang

tentunya

dalam

pemahaman yang lebih luas, yaitu segala kebutuhan eksternal individu). Kondisi semacam ini membentuk pola kecenderungan

manusia untuk tergantung pada orang lain dalam mempertahankan harga dirinya. Bila kebutuhan ini tidak terpenuhi, anak akan memendam ketidakpuasannya ke dalam ketaksadaran yang pada waktu tertentu akan muncul menjadi perilaku agresivitas terhadap diri sendiri. Agresivitas ini dapat berupa kecenderungan menyiksa diri sendiri, menyalahkan diri sendiri yang merujuk pada gejala, simtom, atau impuls dalam diagnosa gangguan mood. Mengikuti pandangan psikodinamik, diri manusia adalah suatu gambaran perang bagi konflik-konflik tersebut dan dari sinilah simptom gangguan mental dan fisik seperti histeria, kesedihan, kemurungan, kekecewaan, takut, dan sebagainya.

Hakikatnya semua konflik ini ingin keluar dari alam tidak sadar tetapi dikawal oleh ego dengan tindakan mekanisme pembelaan diri. 2. Teori Kognitif

26

Di

antara

psikolog

kontemporer

yang

mengkaji

serius

persoalan depresi dengan penyebab utama proses-proses kognisi yang menyimpang adalah Aaron T Beck. Beliau berpendapat bahwa orang-orang yang mengalami depresi dengan berbagai macam pemikiran negatif terhadap dirinya dan perasaan lemah tak berdaya melingkupi hidupnya disebabkan oleh pemikiran

menyimpang dalam bentuk interpretasi negatif. Negative menjelaskan triad hasil adalah suatu istilah kognisi dari Beck dalam

penyimpangan

melalui

skemata 1 8

negative seseorang. Negative triad mewakili pandangan individu yang sangat negatif terhadap tiga obyek, yaitu: terhadap diri sendiri, terhadap dunia, dan terhadap masa depan.19

Tidak dapat dipungkiri bahwa setiap individu memiliki berbagai jenis skemata. Salah satu skemata yang dimiliki manusia adalah sekamta negatif. Bagi orang yang mengalami depresi, skemata negatifnya terbentuk dari rangkaian stimulus dalam kehidupan saat menghadapi berbagai peristiwa dan pengalaman18

schemata suatu proses-proses kognitif yang menunjuk pada pemetaan secara utuh informasi yang diperoleh individu melalui system perekeman dan penyimpanan baik itu berkenan dengan unit informasi eksternal atau pun informasi internal.19

Lihat Gerald C. Davison, John M. Neale and Ann M. Kring, op. cit., h. 382

27

yang ada kemiripan atau sejalan dengan pengalaman sebelumnya. Dalam situasi tersebut proses pembelajaran terjadi, situasi yaitu dan

penarikan

kesimpulan

global

terhadap

berbagai

peristiwa yang sama untuk membentuk suatu kebenaran akan suatu peristiwa yang belum teruji kebenarannya disebabkan kerangka persepsi yang sempit dan subjektif. Skemata negatif dari orang-orang depresi dapat memicu terbentuknya penyimpangan kognitif, dan sebaliknya terbentuknya skemata negatif dapat dipicu oleh penyimpangan kognitif yang terjadi. Skema yang salah yang terjadi secara terus-menerus dapat membuat orang depresi tidak dapat berbuat apa-apa atau

berperilaku pasif. 3. Teori Psikososial Dalam teori psikososial, hubungan antarmanusia ataupun dengan lingkungannya yang tidak normal akan menyebabkan gangguan akal maupun jiwa. Contohnya, suatu kejadian traumatik yang dialami pada masa kanak-kanak seperti dipukul dan didera, ditimpa musibah seperti kematian ibu bapa akan menyebabkan satu trauma psikologis yang sulit dilupakan. Biasanya anak akan

28

menjadi pendiam dan takut kehilangan orang-orang yang dekat dengannya. Situasi ini akan mendorongnya lahirnya penolakan untuk melakukan interaksi sosial 2 0 . Berbagai masalah sosial lainnya secara tidak langsung juga menyebabkan masalah kejiwaan dan tingkah laku seperti keadaan ekonomi individu, tekanan hidup di rumah atau tempat kerja, kegagalan dalam bercinta, dan sebagainya. 4. Teori Humanistik Psikologi humanistik atau disebut juga dengan nama

psikologi kemanusiaan adalah suatu pendekatan yang multifaset terhadap pengalaman dan tingkah laku manusia, yang memusatkan perhatian pada keunikan dan aktualisasi diri manusia. Bagi sejumlah ahli psikologi humanistik ia adalah alternatif, sedangkan bagi sejumlah ahli psikologi humanistik yang lainnya merupakan pelengkap bagi penekanan tradisional aliran psikologi Perilaku dan psikoanalis (Misiak dan Sexton, 2005). Psikologi humanistik berdasarkan kepada keyakinan bahwa nilai-nilai etika merupakan daya psikologi yang kuat dan ia20

Lawrence A. Pervin dan Oliver P. John. (2000). Personality theory and research eighth Edition. United states of America: John. Wiley and Sons, Inc.

29

merupakan

penentu

asas

kelakuan

manusia.

Keyakinan

ini

membawa kepada usaha meningkatkan kualitas manusia seperti pilihan, kreativitas, interaksi fisik, mental dan jiwa, dan keperluan untuk menjadi lebih bebas 2 1 . Psikologi humanistik juga

didefinisikan sebagai sebuah sistem pemikiran yang berdasarkan kepada berbagai nilai, sifat, dan tindak tanduk yang dipercayai terbaik bagi manusia 2 2 . Psikologi humanistik dapat dipahami dari tiga ciri utama, yaitu, psikologi humanistik menawarkan satu nilai yang baru sebagai pendekatan untuk memahami sifat dan keadaan manusia. Kedua, psikologi humanistik menawarkan pengetahuan yang luas akan kaedah penyelidikan dalam bidang tingkah laku manusia. Ketiga, psikologi humanistik menawarkan metode yang lebih luas akan kaedah-kaedah yang lebih efektif dalam pelaksanaan

psikoterapi. Pokok persoalan dari psikologi humanistik adalah pengalaman subjektif manusia, keunikannya yang membedakan dari hewan-hewan, sedangkan area-area minat dan penelitian yang utama dari psikologi humanistik adalah kepribadian yang normal dan21 22

sehat,

motivasi,

kreativitas,

kemungkinan-kemungkinan

www.geocities.com/masterptvpsikologi www.geocities.com/masterptvpsikologi

30

manusia untuk tumbuh dan bagaimana bisa mencapainya, serta nilai-nilai manusia Dalam metode-metode studinya, psikologi humanistik menggunakan berbagai metode mencakup wawancara, sejarah hidup, sastra, dan produk-produk kreatif lainnya 2 3 . Psikologi humanistik meliputi beberapa pendekatan untuk konseling dan psikoterapi. Pada pendekatan-pendekatan awal ditemukan teori perkembangan dari Abraham Maslow, yang

menekankan pada hirarki kebutuhan dan motivasi, psikologi eksistensial dari Rollo May yang mempelajari pilihan-pilihan manusia dan aspek tragis dari keksistensian manusia, dan terapi person-centered atau client-centered dari Carl Rogers, yang

memusatkan seputar kemampuan klien untuk mengarahkan diri sendiri (self-direction) dan memahami perkembangan diri sendiri. Pendekatan-pendekatan lain dalam konseling dan terapi psikologi humanistik adalah Gestalt therapy, humanistic psychotherapy, depth therapy, holistic health, encounter groups, sensitivity training, marital and family therapies, body work, dan the existential psychotherapy dari Medard Boss. Teori humanisitk

23

Misiak, Henryk and Sexton, Virginia staudt. (2005). Psikologi Fenomenologi, Eksistensial,dan Humanistik. Bandung: Refika Aditama

31

juga mempunyai pengaruh besar pada bentuk lain dari terapi yang populer, seperti Harvey Jackins Re-evaluation Counselling dan studi dari Carl Rogers. Seperti yang disebutkan oleh Clay 2 4 psikologi humanistik cenderung untuk melihat melebihi model medikal dari psikologi dengan tujuan membuka pandangan nonpatologis dari seseorang. Kunci dari pendekatan ini adalah pertemuan antara terapis dan klien dan adanya kemungkinan untuk berdialog. Hal ini seringkali berimplikasi terapis menyingkirkan aspek patologis dan lebih menekankan pada aspek sehat dari seseorang. Tujuan dari kebanyakan terapi humanistik adalah untuk membantu klien mendekati perasaan yang lebih kuat dan lebih sehat terhadap diri sendiri, yang biasa disebut self-actualization. Semua ini adalah bagian dari motivasi psikolgi humanistik untuk menjadi ilmu dari pengalaman manusia, yang memfokuskan pada pengalaman hidup nyata dari seseorang. Menurut Ab.Alim Abdul Rahman 2 5 , penyakit mental dari sudut kemanusiaan akan terjadi apabila pertumbuhan individu itu terhambat. Hambatan itu terjadi karena beberapa sebab:

24 25

http://en.wikipedia.org/wiki/Humanistic_psychology

Ab. Alim Abdul Rahim. (1994).Pengantar psikologi bilazim.Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka. Hal. 32

32

a. Penggunaan mekanisme bela diri menyebabkan individu keluar dari realitas. b. Keadaan sosial yang negatif karena pembelajaran yang salah. c. Ketegangan yang berlebihan Menurut Mahmood Nazar Mohamed 2 6 , pakar psikologi

humanistik seperti Rogers dan Maslow tidak menyatakan bahwa individu yang mempunyai masalah jiwa itu mengalami sakit jiwa tetapi mereka percaya masalah itu terjadi akibat hambatan yang dialami dalam mencapai makna kehidupan dan kesempurnaan diri. Individu ini akan mengalami anxiety jiwa. eksistensial Sebenarnya yang dari

menyebabkan

terjadinya

gangguan

perspektif kemanusiaan, individu diharapkan dapat menghadapi kenyataan dan dapat mencapai kepuasan dalam berinteraksi dengan individu lainnya. Gangguan mental dan tingkah laku terjadi apabila individu tersebut gagal mencapai potensinya. 5. Teori Biologis Menurut Jahmahmud 2 7 , hampir semua penyakit ada faktor biologisnya dan begitu juga dengan gangguan mood. Faktor26

Mahmood Nazar Mohamed. (2005). Pengantar psikologi: Satu pengenalan asas kepada jiwa dan tingkah laku manusia. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka. Hal. 376. 27 http://jahmahmud.blogspot.com/2008/06/kecelaruan-bipolar.html

33

biologis yang mempengaruhi kesehatan seseorang adalah faktor genetik, ketidakimbangan hormon, kecacatan fisik, dan asupan gizi. Terdapat kajian yang menyatakan bahwa kerusakan beberapa gen dapat juga menyebabkan berbagai masalah kejiwaan. Tingkah dikeluarkan laku oleh manusia kelenjar dipengaruhi adrenalin oleh hormon adrenaline yang dan

yaitu

noradrenalin yang akan mengubah tingkah laku manusia apabila berada dalam keadaan tegang atau tertekan. Apabila hormon mengalami gangguan, maka akan terjadi juga gangguan pada sistem otak. Selain itu asupan makanan atau gizi juga memainkan peranan penting dalam membentuk tingkah laku individu. Hasil kajian menunjukkan bahwa kekurangan bahan-bahan seperti

tiamina, niasin dan vitamin B12 akan menyebabkan beberapa gangguan organik otak. Teori Perilaku Pakar aliran psikologi Perilaku berpendapat bahwa gangguan mental dan fisik disebabkan oleh kesalahan belajar serta proses pembiasaan yang tidak sesuai 2 8 . Manusia sentiasa mempelajari hal28

6.

Ab. Alim Abdul Rahim. (1994).Pengantar psikologi bilazim.Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka. Hal. 47

34

hal baru dan kadangkala dalam proses memperoleh pengetahuan dan pengalaman itu, sesuatu yang tidak sesuai juga ikut dipelajari secara langsung maupun tidak langsung. Hasil belajar seperti inilah yang menyebabkan terjadinya gangguan jiwa seperti fobia, kemurungan, dan lain-lain dalam kehidupan seseorang. D. Bunuh Diri Sebagai Akibat dari Gangguan Mood Kronis Sedimen terbawah dalam gangguan mood umumnya berakhir dengan peristiwa bunuh diri. Sejauh ini, kita mungkin

membayangkan bahwa orang yang memutuskan untuk bunuh diri memiliki perencanaan yang mantap dan penuh perhitungan dengan perasaan pasrah melakukan tindakan dramatis. Keputusan yang dipilih manusia untuk mengakhiri hidupnya umumnya didasari dengan keyakinan bahwa ia akan segera bebas dari tekanan

permasalahan hidupnya. Modus peristiwa bunuh diri adalah berdiri di atas kursi dengan leher terlingkari tali dari ujung tiang tinggi; seseorang dengan tangan kanan memegang gelas yang siap dituangkan sebotol racun serangga dari tangan kirinya; di atas lengannya yang halus telah siap pisau tajam mengkilap memutus urat nadinya; pistol yang mengeluarkan suara dan asapnya

35

mengiringi sebutir peluru yang tertancap di kepalanya. Demikian beberapa cara dari orang-orang dengan kondisi psikologis stagnan berkeyakinan telah menemukan jalan terakhir menyelesaikan

permasalahannya. Henriksson dkk., melalui penelitian menyatakan dalam

tulisannya yang dikutip oleh Gerald C. Davison dkk., bahwa: ...banyak orang yang mengalami depresi dan orang-orang yang menderita gangguan bipolar (gangguan episode campuran dengan simtom kombinasi depresi dan manik) memiliki pikiran untuk bunuh diri dan kadang benar-benar mencoba untuk menghilangkan nyawa mereka sendiri. Diyakini bahwa lebih dari separuh orang-orang yang mencoba bunuh diri mengalami depresi dan putus asa pada saat mereka melakukan tindakan tersebut. 2 9 Bunuh diri merupakan suatu fenomena dramatis; sebuah pilihan keputusan dan tindakan sebagai alternatif atau bahkan jalan utama dalam menyelesaikan tekanan permasalahan yang berat. Salah satu hasil penelitian Baumeister menyatakan

kematian tampak lebih dapat diteloransi dari pada terus-menerus dalam kesadaran yang menyakitkan akan berbagai

kekurangannya.

29

Gerald C. Davison, John M. Neale and Ann M. Kring, Op. Cit., h. 421

36

Terdapat

beberapa

faktor

yang

berisiko

mengakibatkan

terjadinya bunuh diri 3 0 : 1. 2. 3. 4. 5. Depresi kronis; Putus asa; Alkoholisme dan penyalahgunaan narkotika; Pengaruh keluarga; Kehilangan orang yang dikasihi (bahkan binatang

peliharaan) Suatu teori tentang bunuh diri yang didasari penelitian yang dilakukan oleh Baumeister dalam bidang psikologi sosial dan kepribadian yang dikutip oleh Gerald C. Devison dkk dalam bukunya menyatakan bahwa: Bebarapa tindakan bunuh diri dilakukan karena keinginan kuat untuk lari dari kesadaran diri yang menyakitkan, yaitu kesadaran yang menyakitkan atas kegagalan dan kurangnya keberhasilan yang diatribusikan orang yang bersangkutan pada dirinya. 3 1 Kesadaran ini oleh Baumeister diasumsikan menimbulkan efek emosional yang sangat berat. Harapan yang tidak terwujud30

www.helda.blogdetik.com (hasil kutipan dari Stephen Flanders Suicide)., dikutip pada 25 Juli 200831

Gerald C. Davison, John M. Neale and Ann M. Kring, op. cit., h. 427

37

karena tidak realistis atau terlalu tinggi

dapat menggagalkan

harapannya. Lebih lanjut, Stephens menguraikan tulisannya yang dikutip oleh Gerald C. Davison bahwa hal yang sangat berdasar adalah terjadinya kesenjangan antara ekspektasi (pengharapan) yang tinggi terhadap keintiman dan kenyataan yang tidak sesuai dengan ekspektasi. Sebagai contoh, harapan seseorang terhadap kedekatan dihancurkan oleh orang yang dicintainya yang tidak mungkin dapat memberikan apa yang dibutuhkan oleh orang yang bersangkutan. 3 2 Pada kondisi ini seperti yang dijelaskan di atas ditambah dengan frekuensi yang tinggi dari akumulasi harapan-harapan yang tidak terwujudkan, orang akan membentuk pola skemata negatif. Pola ini kemudian akan menjadikan aktivitas mental pasif dan tidak berfungsi sebagaimana tuntutan individu dan sosialnya (pikiran, perasaan, dan tingkah lakunya). Selain itu, kondisi keberfungsian mewujudkan dirinya tuntutan pun dinilai tidak diperlukan tak dalam

itu.

Jika

dunia

dinilai

mengakui

keberadaannya, jika masa depan hidupnya dinilai hilang bersama

32

Gerald C. Davison, John M. Neale and Ann M. Kring, Loc. Cit

38

asa dan citanya, maka bunuh diri menjadi jalan keluar baginya untuk keluar dari dunia yang tak menginginkannya.

39

BAB III PEMAHAMAN TERAPI PERILAKU-KOGNITIFA.

Pendahuluan Terapi Perilaku-Kognitif (selanjutnya ditulis: CBT) mulai

dikenal di era 60an. Namun, jenis terapi yang diperkenalkan belum dapat dikatakan berkembang dengan baik. Salah satu kendala yang menghambat perkembangan CBT adalah ketidakjelasan

pembatasan ruang lingkup. CBT pernah menjamur di era 60an hingga kemunculan modifikasi Perilaku-Kognitif (Kendall and Hollon, 1979; Mahoney, 1974; Meichenbaum, 1977). Pada masa inilah dimulainya perkembangan teori kognitif terhadap perubahan perilaku. (Dobson, 2002). Berbagai penelitian tentang gangguan mood di Amerika Serikat menunjukkan bahwa modifikasi CBT efektif untuk

mengatasi individu yang mengalami gangguan mood (Markman dalam Kanfer dan Goldstein, 1986). Modifikasi pendekatan CBT merupakan teknik menggabungkan terapi kognitif dan bentuk modifikasi perilaku (Meichenbaum dalam Kanfer dan Goldstein, 1986).

40

lndividu yang akan bertindak, sebelumnya didahului adanya proses berpikir, sehingga bila ingin mengubah suatu perilaku yang tidak adaptif, terlebih dahulu harus memahami aspek-aspek yang berada dalam pengalaman kognitif dan usaha untuk membangun perilaku adaptif melalui mempelajari ketrampilan-ketrampilan yang terdapat pada terapi perilaku (Meichenbaum and Goldstein, 1986). Meichenbaum (dalam Ivey, 1993) menekankan interaksi

antara manusia dan lingkungan. Perilaku teljadi secara timbal balik dipengaruhi oleh pemikiran, perasaan, proses fisiologis dan konsekuensi perilaku. MPK merupakan bentuk terapi yang

bertujuan mengamati dan menarik kesimpulan bahwa individu tidak hanya dipahami melalui perilaku yang tampak saja seperti yang dilihat oleh paham Perilaku (Behaviorist), namun di balik tingkah laku yang tampak terdapat proses internal yang

sebenarnya merupakan hasil pemikiran atau kognisi. Kazdin (1978:337) berpandangan bahwa istilah PerilakuKognitif meliputi upaya penanganan perilaku nyata dengan

mengubah pikiran, pemahaman, anggapan dasar, dan strategi penanggapan. Modifikasi CBT dan CBT hampir serupa dalam hal

41

asumsi

dasar

dan

metode

penanganan.

Modifikasi

CBT

mengidentifikasi terapi divergen yang berfokus pada hasil terapi, sementara CBT berfokus pada perubahan perilaku nyata sebagai hasil akhir. Hipotesis yang terbangun adalah jika pemikiran dapat diubah, maka perilaku dengan sendirinya akan mengikuti. B. Sejarah Singkat CBT

CBT berakar dari pengembangan terapi perilaku pada awal abad ke-20 dan perkembangan terapi kognitif di tahun 1960. Pendekatan terapi Perilaku muncul pada awal tahun 1924, oleh Cover Mary Jones yang bekerja di salah satu pusat kajian psikologi anak di Amerika. Kajian ini berkembang pesat pada tahun 1950 hingga 1970 yang dilakukan oleh peneliti di Amerika Serikat, Inggris dan Afrika Selatan. Mereka terinspirasi oleh ahli Perilaku seperti Ivan Pavlov, John B. Watson, dan Clark L. Hull. (www.wikipedia.org). Lebih lanjut dikemukakan bahwa di Inggris, kajian ini sebagian besar difokuskan pada gangguan saraf yang

dikembangkan oleh Josef Wolpe dengan menggunakan hewan percobaan. Psikolog Hans Eysenck Inggris, yang terinspirasi oleh

42

tulisan-tulisan dari Karl Popper, dikritik oleh ahli psikoanalisa dengan asumsi bahwa jika anda dapat sembuh dari gejala, anda bisa sembuh dari penyakit saraf. Asumsi ini disajikan sebagai perilaku pengobatan alternatif yang konstruktif. Di Amerika Serikat, paham pesikologi Perilaku Radikal yang dikembangkan oleh B.F. Skinner digunakan untuk kepentingan klinis. Di antaranya digunakan untuk penanganan gangguan

kejiwaan kronis seperti kegilaan dan autisme. Albert Ellis (1913 2007) merupakan satu dari sekian banyak pelopor dalam

pengembangan CBT. Pada awal perkembangannya, pendekatan Perilaku banyak mebuahkan hasil untuk gangguan saraf. Hanya saja, untuk pasien depresi, pendekatan teori Perilaku tidak banyak membantu. Pada akhirnya, pendekatan Perilaku mengalami kemunduran setelah pendekatan Kognitif berkembang. Revolusi Kognitif dikenal dan digunakan oleh para terapis setelah dipopulerkan oleh Aaron T. Beck dan Albert Ellis. Sebelumnya, ahli psikologi Perilaku menentang konsep

mentalistik yang merupakan akar dari teori Kognitif. Namun, pada akhirnya, kedua paham ini dimodifikasi dan melahirkan

43

paham CBT.C.

Pengertian dan Perkembangan CBT CBT didefinisikan sebagai pendekatan psikoterapiutik yang

bertujuan mempengaruhi disfungsi emosi, perilaku, dan pikiran melalui prosedur sistematis yang berorientasi tujuan. CBT

merupakan induk terapi yang memadukan landasan teori belajar Perilaku dan teori psikologi Kognitif. Metode yang dihasilkan merupakan hasil sintesa dari kedua aliran psikologi tersebut. (Handbook of CBT). Perlakuan CBT telah dibuktikan secara empiris dalam

berbagai persoalan klinik dan non klinik termasuk gangguan mood, gangguan kecemasan, gangguan kepribadian, gangguan makan, gangguan rasa malu, dan gangguan psikotik. Dalam pelaksanaannya, CBT termasuk metode yang efisien serta dapat digunakan untuk perorangan dan kelompok. Metode ini juga dapat diterapkan sendiri oleh pasien. Beberapa jenis CBT lebih berorientasi pada intervensi kognitif dan sebagan lainnya lebih berorientasi pada perilaku. Dalam perkembangannya, pendekatan CBT telah digunakan secara

44

luas dalam menangani berbagai didesain untuk mendidik

gangguan. Di antaranya, CBT kejahatan menggunakan

pelaku

keterampilan kognitifnya untuk mengurangi perilaku jahatnya. Pada akhirnya, program penanganan masalah kriminal dengan CBT dapat dengan mudah ditemukan di rutan dan lembaga

pemasyarakatan di berbagai negara. Dalam terapi yang berorientasi kognitif, tujuan terapi lebih diutamakan pada identifikasi dan pemantauan pikiran, asumsi, keyakinan, dan perilaku yang berhubungan dan bersumber dari emosi negatif yang tersembunyi. Di samping itu, terpai ini juga digunakan untuk mengidentifikasi orang-orang yang mengalami masalah disfungsi, ketidakakuratan, dan penyimpangan. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk mengubah mereka menjadi lebih

realistis dan terarah. CBT pada awalnya dikembangkan dengan pemaduan terapi perilaku dan terapi kognitif. Karena CBT bersumber pada dua jenis terapi tersebut, kedua tradisi ini bekerjasama menuntaskan masalah psdikologis dengan memusatkan perhatian pada aspek kekinian dan kedisinian serta penghilangan simtom. Banyak program penanganan CBT telah dikembangkan dan dievaluasi

45

untuk meningkatkan manfaat dan efektivitasnya. Dalam hal ini, evaluasi dilakukan dalam berbagai terapi kesehatan dengan

pembuktian keberhasilan perawatan yang menggunakan diagnosa gejala khusus. Hal ini kemudian mengalahkan efektivitas

pendekatan lainnya seperti pendekatan psikodinamika. Di Inggris, the National Institute for Health and Clinical Excellence

merekomendasikan CBT untuk digunakan mengani berbagai jenis gangguan kesehatan mental seperti gangguan tekanan pascatrauma, OCD, bulimia nervosa, dan depresi klinik. D. Asumsi Dasar CBT

Pada dasarnya semua jenis terapi Perilaku-Kognitif memiliki 3 jenis proposisi, yaitu: (1) Kegiatan kognitif mempengaruhi perilaku; (2) Kegiatan kognitif dapat dimonitor dan dipertukarkan; dan (3) Perubahan perilaku yang diinginkan dimungkinkan dengan perubahan kognitif. Ketiga premis di atas memperlihatkan

keterpaduan kegiatan kognitif dan kecenderungan perilaku. Premis 1 yang menyatakan bahwa kegiatan kognitif

mempengaruhi perilaku dianggap oleh Mahoney (1974) sebagai ringkasan model meditasi dasar. Beberapa bukti menunjukkan bahwa penilaian kognitif seseorang terhadap peristiwa dapat

46

mempengaruhi

tanggapannya

terhadap

peristiwa

tersebut

di

samping nilai klinis dalam memodifikasi konten penilaian. Premis 2 yang menyatakan Kegiatan kognitif dapat

dimonitor dan dipertukarkan menyiratkan beberapa konsekuensi. Misalnya, jika memang kegiatan kognitif dapat dilakukan, maka

kognisi otomatis dapat diamati dan dinilai. Meskipun demikian, terdapat keraguan dalam menyikapi interpretasi premis 2 dengan asumsi bahwa manusia memiliki kecenderungan membohongi. Dengan kata lain, pikiran yang dinyatakan tidak selalu sesuai kenyataan tetapi ada kalanya dinyatakan berdasarkan keinginan hati (Nisbet and Wilson, 1977). Itulah sebabnya sehingga upaya memahami jalan pikiran atau pikiran seseorang yang didasarkan pada pernyataan dan tingkah laku dianggap oleh sebagian ahli sebagai sesuatu yang kurang dapat dipercaya dan bervaliditas rendah (Merluzzi, Glass and Genest, 1981). Konsekuensi kedua dari Premis 2 adalah asumsi bahwa penilaian penuntun kegiatan kognitif merupakan kognitif. inisiasi Asumsi alterasi ini atau

pergantian

kegiatan

bersifat

spekulatif dalam pengertian bahwa jika kita mulai mengukur sebuah konstruksi maka dengan sendirinya kita dapat membuat

47

pengertian konseptual mengenai hal itu dan secara tidak langsung kita mampu memanipulasinya. Namun, tentu saja hal ini tidak selalu harus berurutan. Topik tentang perubahan sikap ataupun perilaku pada

manusia, ukuran kognisi atau pikiran tidak selalu konsisten dengan upaya ditemukan perubahan itu sendiri. Dalam beberapa kajian kebanyakan strategi penilaian kognitif

bahwa

menekankan pada konten kognisi dan penilaian hasil kognisi. Penilaian proses kognisi dan saling ketergantungan sistem kognisi dengan perilaku serta afeksi sangat jarang dilakukan padahal pemahaman mendalam tentang perubahan kognisi dan perilaku dapat diperoleh melalui kajian tersebut (Mischel, 1981; Shaw and Dobson, 1981; Segal and Cloitre, 1993). Premis 3 yang menyatakan Perubahan perilaku yang

diinginkan dimungkinkan dengan perubahan kognitif menyiratkan kemungkinan perubahan perilaku dengan metode Perubahan

Kognitif selain metode Kontingensi Penguatan Nyata (Overt Reinforcement Contingencies) yang selama ini digunakan para ahli terapi. Dengan asumsi dasar bahwa perubahan kognitif dapat mengubah perilaku, peneliti pun mulai mencobakan metode

48

tersebut. Dengan demikian, jelaslah kiranya bahwa penggabungan dua aliran, Kognitif dan Perilaku melahirkan konsep gabungan terapi Perilaku-Kognitif.

49

BAB IV APLIKASI PENDEKATAN CBT TERHADAP GANGGUAN MOOD A. Pendahuluan Meichenbaum menyatakan bahwa (dalam tidak Kanfer mudah and Goldstein, menjelaskan 1986) definisi

untuk

pendekatan CBT. Di dalam pendekatan CBT terdapat berbagai macam prosedur, termasuk di dalamnya misalnya terapi kognitif, terapi emotif rasional, latihan penurunan stress, latihan

pengelolaan kecemasan, kontrol diri, dan latihan instruksi diri. Meichenbaum berpengaruh di yang dalam merupakan pendekatan seorang CBT tokoh (Ivey, yang 1993)

mengemukakan pandangannya bahwa pendekatan CBT dilakukan berkenaan untuk menolong klien mendefinisikan problem kognitif dan perilakunya, dengan mengembangkan kognisi, emosi,

perubahan perilaku dan mencegah kambuh kembali. Adapun asumsi yang mendasari perilaku kognitif adalah: 1. Kognisi yang tidak adaptif mengarah pada pembentukan tingkah laku yang tidak adaptif pula

50

2. Peningkatan diri yang adaptif dapat ditempuh melalui peningkatan pemikiran yang positif 3. Klien dapat mempelajari peningkatan pemikiran mengenai sikap, pikiran, dan tingkah laku. Jadi, dari penjelasan di atas, secara singkat pendekatan CBT dapat diartikan sebagai suatu teknik yang secara simultan berusaha memperkuat timbulnya perilaku adaptif dan memperlemah

timbulnya perilaku yang tidak adaptif melalui pemahaman proses internal yaitu aspek kognisi tentang pikiran yang kurang rasional dan upaya pelatihan ketrampilan coping yang sesuai.B. Prinsip-prinsip Pendekatan CBT

Sebelum proses terapi dimulai, terapis perlu terlebih dahulu dijelaskan susunan terapi kepada subjek, yang meliputi penjelasan tentang sudut pandang teori perilaku dan teori terapi kognitif terhadap perilaku yang tidak adaptif, prinsip yang melandasi prosedur pendekatan CBT, dan tentang langkah-langkah di dalam terapi. Penjelasan ini penting perannya untuk meningkatkan motivasi individu dan menjalin kerjasama yang baik. Perlu pula dijelaskan bahwa fungsi terapis hanyalah sebagai fasilitator

51

timbulnya perilaku yang dikehendaki, dan individu yang berperan aktif dalam proses terapi (Ivey, 1993). Oleh karena itu individu harus benar-benar dan terampil modifikasi

menggunakan

prinsip-prinsip

terapi

kognitif

perilaku dengan masalah yang dialaminya, dan peran terapis penting dalam mengajak individu memahami perasaannya dan teknik terapi yang efektif untuk terjadinya perubahan perilaku yang dikehendaki. Terkait dengan perlunya pemahaman tentang prinsip-prinsip pendekatan CBT, Meichenbaum (dalam Ivey, 1993)

mengemukakan 10 hal yang harus diperhatikan seorang terapis dalam penggunaan pendekatan CBT, yaitu: 1. Terapis perlu memahami bahwa perilaku klien ditentukan oleh pikiran, perasaan, proses fisiologis, dan akibat yang dialaminya. Terapis dapat memasuki sistem interaksi dengan memfokuskan pada pikiran, perasaan, proses fisiologis, dan perilaku yang dihasilkan klien. 2. Proses kognitif sebenarnya tidak menyebabkan kesulitan emosional, namun yang menyebabkan kesulitan emosional adalah karena proses kognitif itu sendiri merupakan proses

52

interaksi yang kompleks. Bagian penting dari proses kognisi adalah meta-kognisi yaitu klien berusaha untuk memberi komentar secara internal pada pola pemikiran dan

perilakunya saat itu. Struktur kognisi yang dibuat individu untuk mengorganisasi pengalaman adalah personal schema. Terapis perlu memahami personal schema yang digunakan oleh klien untuk lebih mamahami masalah yang dialami klien. Perubahan personal schema yang tidak efektif adalah bagian yang penting dari terapi. 3. Tugas penting dari seorang terapis adalah menolong klien untuk memahami cara klien membentuk dan menafsirkan realitas.4. Pendekatan CBT memahami persoalan dengan pendekatan

psikoterapi yang diambil dari sisi rasional atau objektif.5. Pendekatan

CBT

ditekankan

pada

penjabaran

serta

penemuan proses pemahaman pengalaman klien.6. Dimensi

yang

cukup

penting

adalah

untuk

mencegah

kekambuhan.

53

7. Pendekatan

CBT

melihat

bahwa

hubungan

baik

yang

dibangun antara klien dan terapis merupakan sesuatu yang penting dalam proses perubahan klien. 8. Emosi memainkan peran yang penting dalam terapi, untuk itu klien perlu dibawa ke dalam suasana terapi yang mengungkap pengalaman emosi. 9. Terapis perlu menjalin kerjasama dengan pihak keluarga ataupun pasangan klien.10. Pendekatan CBT dapat diperluas sebagai proses pencegahan

timbulnya perilaku maladaptif.C. Pengukuran Dalam Pendekatan CBT

Pengukuran merupakan hal yang penting dalam pendekatan CBT. Pengukuran yang cermat perlu dilakukan sebelum, selama, dan setelah terapi (Hersen and Bellack, 1977). Melalui pengukuran akan diperoleh data yang berguna untuk melakukan identifikasi, klasifikasi, prediksi, spesifikasi, dan evaluasi. Terapis perlu mengidentifikasi faktor-faktor pada subjek yang dapat menjadi penghambat ataupun pendorong timbulnya perilaku subjek, aspek biologis, dan anatomis.

54

Setelah

informasi

diperoleh,

terapis

dapat

melakukan

klasifikasi perilaku yang tidak adaptif, dan perilaku yang adaptif. Prediksi yang dilakukan terutama terkait dengan kontrol yang bersifat terapiutik untuk munculnya perilaku adaptif. Langkah selanjutnya adalah menentukan teknik serta tujuan yang ingin dicapai. Evaluasi dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh efek pelatihan berpengaruh terhadap subjek.D. Jenis-Jenis pendekatan CBT

Pendekatan CBT terdiri dari bermacam-macam teknik. Pada bagian ini akan dibahas teknik-teknik yang digunakan dalam modfikasi Perilaku-Kognitif.1. Teknik Relaksasi

Teknik ini dilakukan berdasar pada asumsi bahwa individu dapat secara sadar untuk belajar merilekskan otot-ototnya sesuai dengan keinginannya melalui suatu cara yang sistematis (Jacobson dalam Walker dkk., 1981). Ada bermacam-macam teknik relaksasi, salah satunya yaitu teknik relaxation via letting go agar subjek mampu melepaskan ketegangan dan akhirnya mencapai keadaan tanpa ketegangan. Diharapkan subjek belajar menyadari

55

ketegangannya dengan menegangkan otot-ototnya dan berusaha untuk sedapat mungkin mengurang dan menghilangkan ketegangan otot tersebut. Selain itu dilatihkan pula teknik differential

relaxation yang mengajarkan kepada subjek ketrampilan untuk merilekskan otot-otot yang tidak mendukung aktivitas yang

dilakukan, karena dalam keadaan cemas seluruh otot cenderung tegang, walau otot tersebut kurang berperan dalam aktivitas tertentu. Pada penelitian ini materi teknik relaksasi yang

digunakan diambil dari materi relaksasi yang digunakan oleh Andajani (1990). 2. Teknik Pemantauan Diri Teknik ini berfungsi sebagai alat pengumpul data sekaligus berfungsi terapiutik. Dasar pemikiran teknik ini adalah

pemantauan diri terkait dengan evaluasi diri dan pengukuhan diri (Kanfer, dikutip Andajani, 1990). Subjek memantau dan mencatat perilakunya sendiri, sehingga lebih menyadari perilakunya setiap saat. Beberapa langkah dalam teknik pemantauan diri adalah sebagai berikut: (a) mendiskusikan dengan subjek tentang

56

pentingnya subjek memantau dan mencatat perilakunya secara teliti, (b) subjek dan terapis secara bersama-sama menentukan jenis perilaku yang hendak dipantau, (c) mendiskusikan saat-saat pemantauan dilaksanakan, (d) terapis menunjukkan pada subjek cara mencatat data, (e) role play.Pemantauan diri hendaknya dilakukan untuk satu jenis perilaku dan relatif merupakan respon yang sederhana (Kanfer, 1975).3. Teknik Kognitif

Dasar pikiran teknik kognitif adalah bahwa proses kognitif sangat berpengaruh terhadap perilaku yang ditampakan oleh individu. Burns (1988) mengungkapkan bahwa perasaan individu sering dipengaruhi oleh apa yang dipikirkan individu mengenai dirinya sendiri. Pikiran individu tersebut belum tentu merupakan suatu pemikiran yang objektif mengenai keadaan yang dialami sebenarnya. Penyimpangan proses kognitif oleh Burns (1988) juga disebut dengan distorsi kognitif. Pemikiran Burns merupakan pengembangan dari pendapat Goldfried dan Davison (1976) yang menyatakan bahwa reaksi emosional tidak menyenangkan yang dialami individu dapat digunakan sebagai tanda bahwa apa yang

57

dipikirkan mengenai dirinya sendiri mungkin tidak rasional, untuk selanjutnya individu belajar membangun pikiran yang objektif dan rasional terhadap peristiwa yang dialami. Distorsi kognitif (Burns, 1988) yang dapat dialami oleh individu terdiri dari penyimpangan pemikiran-pemikiran dapat dipaparkan sebagai berikut:a.

Pemikiran Segalanya atau Tidak Sama Sekali; Pemikiran ini menunjuk pada kecenderungan individu untuk

mengevaluasi kualitas pribadi diri sendiri dalam kategori hitam atau putih secara ekstrim. Pemikiran bila saya tidak begini maka saya bukan apa-apa sama sekali merupakan dasar dari perfeksionisme yang menuntut kesempumaan. Pemikiran ini menyebabkan individu takut terhadap

kesalahan atau ketidaksempurnaan apapun, sehingga untuk selanjutnya individu akan memandang dirinya sebagai

pribadi yang kalah total, dan individu akan merasa tidak berdaya.b.

Terlalu

Menggeneralisasi;

Individu

yang

melakukan

pemikiran terlalu menggeneralisasi terhadap peristiwa yang dihadapinya maka individu tersebut menyimpulkan bahwa

58

satu hal yang pernah terjadi pada dirinya akan terjadi lagi berulang kali, karena apa yang pernah terjadi sangat tidak menyenangkan, maka individu selalu senantiasa merasa terganggu dan sedih.c.

Filter

Mental;

Pemikiran

ini

menunjuk

kecenderungan

individu untuk mengambil suatu hal negatif dalam situasi tertentu, terus memikirkannya, dan dengan demikian

individu tersebut mempersepsikan seluruh situasi sebagai hal yang negatif. Dalam hal ini individu yang bersangkutan tidak menyadari adanya proses penyaringan, maka

individu lalu menyimpulkan bahwa segalanya selalu negatif. Istilah teknis untuk proses ini ialah abstraksi selektif.d.

Mendiskualifikasikan Yang Positif; Suatu pemikiran yang dilakukan oleh individu yang tidak hanya sekedar

mengabaikan pengalaman-pengalaman yang positif, tetapi juga mengubah semua pengalaman yang dialaminya menjadi hal yang negatif.e.

Loncatan ke Kesimpulan; Individu melakukan pemikiran meloncat ke suatu kesimpulan negatif yang tidak didukung oleh fakta dari situasi yang ada. Dua jenis distorsi kognitif

59

ini adalah membaca pikiran dan kesalahan peramal. Membaca pikiran yaitu individu berasumsi bahwa orang lain sedang memandang rendah dirinya, dan individu tersebut yakin akan hal ini sehingga dirinya sama sekali tidak berminat untuk mengecek kembali kebenarannya. Kesalahan peramal yaitu kecenderungan individu untuk membayangkan sesuatu yang buruk akan terjadi, dan individu tersebut menganggap pemikirannya sebagai suatu fakta walaupun sama sekali tidak realistis.f.

Pembesaran

dan

Pengecilan;

Individu

memiliki

kecenderungan untuk memperbesar atau memperkecil halhal yang dialaminya di luar proporsinya. Pembesaran yaitu individu akan melebih-lebihkan kesalahan, ketakutan, atau ketidaksempurnaan dirinya. Pengecilan yaitu individu akan mengecilkan nilai dari kemampuan dirinya sehingga

kemampuan yang dimilikinya tampak menjadi kecil dan tidak berarti. Jika individu dirinya membesar-besarkan serta memperkecil

ketidaksempurnaan

kemampuannya, maka individu akan merasa dirinya rendah dan tidak berarti.

60

g.

Penalaran sebagai

Emosional; bukti untuk

Individu kebenaran

menggunakan yang

emosinya

dikehendakinya.

Penalaran emosional akan menyesatkan sebab perasaan individulah yang menjadi cermin pemikiran serta

keyakinannya, bukan kondisi yang sebenarnya.h.

Pernyataan Harus; Individu mencoba memotivasi diri sendiri dengan mengatakan Saya harus melakukan

pekerjaan ini. Pernyataan tersebut menyebabkan individu merasa tertekan, sehingga menjadi tidak termotivasi. Bila individu menunjukkan pernyataan harus kepada orang lain, maka individu akan mudah frustasi ketika mengalami kenyataan yang tidak sesuai dengan harapannya.i.

Memberi Cap dan Salah Memberi Cap; Memberi cap pribadi berarti menciptakan gambaran diri yang negatif yang

didasarkan pada kesalahan individu. Ini mernpakan bentuk ekstrim dari terlalu menggeneralisasi. Pemikiran dibalik distorsi kognitif ini adalah nilai individu terletak pada kesalahan yang dibuatnya, bukan pada kelebihan potensi dirinya. Salah memberi cap berarti menciptakan gambaran negatif didasarkan emosi yang dialami saat itu.

61

j.

Personalisasi; Individu merasa bertanggung jawab atas peristiwa negatif yang terjadi, walaupun sebenarnya

peristiwa bukan merupakan kesalahan dirinya. Jadi, individu memandang dirinya sebagai penyebab dari suatu peristiwa yang negatif, yang dalam kenyataan sebenarnya bukan individu yang harus bertanggung jawab terhadap peristiwa tersebut.D. Beberapa Temuan Efektivitas Pendekatan CBT untuk

Mengatasi Gangguan Mood. Berikut ini akan dipaparkan peranan masing-masing teknik yang terhadap penanganan gangguan mood. 1. Peranan Teknik Relaksasi Individu perlu membuat dirinya dalam keadaan rileks pada saat individu menyadari pikiran-pikirannya yang tidak rasional dan melihat peristiwa yang dihadapinya secara objektif dan rasional, sehingga tercapai tidak keadaan individu yang mampu relaksasi

mengurangi

perasaan

menyenangkan.

Teknik

dipelajari untuk meningkatkan kemampuan menyadari ketegangan otot yang terjadi pada saat mengalami gangguan mood dan secara

62

sistematis rileks.

meredakan

ketegangan

tersebut

mencapai

keadaan

Pada saat individu merasa cemas, maka sebenarnya otot-otot tubuhnya mengalami ketegangan terutama pada otot sekitar wajah, dan leher. Denyut jantung juga menjadi berdetak lebih keras. Ketegangan pada otot-otot tersebut menyebabkan individu semakin sulit untuk melakukan komunikasi, denyut jantung yang berdebar membuat seseorang menjadi merasa cemas dan tidak mampu berpikir tentang hal-hal yang ingin diungkapkan. Dengan melatih tubuh menjadi rileks, maka ketika individu merasa tegang ia menjadi lebih cepat sadar tentang kondisi dirinya yang tegang. Ketika individu telah berhasil meredakan ketegangan tubuhnya, ia akan lebih mampu berpikir lebih baik tentang hal-hal yang ingin diungkapkan.2. Peranan

Teknik Gangguan mood Teknik

Pemantauan diri

Diri

Pada

Penanganan tujuan

pemantauan

dilaksanakan

dengan

peningkatan kesadaran individu tentang perilaku dirinya, melalui pemantauan serta pencatatan sehingga diharapkan individu yang bersangkutan mempunyai pemahaman yang objekif terhadap

63

perilakunya

(Kanfer,

1975).

Soekadji

(1983)

menegaskan

pentingnya pemantauan diri dan pencatatan data pada subjek agar tidak menimbulkan kesan yang salah bahwa ada perubahan perilaku yang sebenarnya hanya merupakan harapannya saja. Proses pemantauan diri dan pencatatan data dapat

menimbulkan perubahan frekuensi perilaku maladaptif, karena dalam proses tersebut juga terjadi proses evaluasi dan pengukuhan diri (Kanfer, 1975). Pencatatan yang dilakukan individu akan membantu individu tersebut untuk lebih memahami peristiwaperistiwa yang terjadi sehari-hari, perasaan-perasaan yang dialami ketika mengalami gangguan mood. Dengan latihan pencatatan pemantauan diri maka individu lebih menyelami perasaannya dan mampu mengoreksi perasaan negatif yang dialaminya.3. Peranan

Teknik Gangguan Mood

Komunikasi

pada

Pengendalian

Teknik ini bertujuan untuk mengajarkan kemampuan aspek kognitif yang berperan (Goldfried untuk dan pembentukan Davison, perilaku yang

dikehendaki

1976).

Individu

mengembangkan perilakunya yang adaptif maupun maladaptif dan pola perasaan melalui proses kognitif (Burns, 1988). Kesadaran

64

individu bahwa gangguan mood disebabkan oleh adanya pikiran dan persepsi yang tidak rasional tidak dan kemampuan dengan untuk pikiran

menggantikan

pikiran-pikiran

rasional

objektif membuat individu lebih terkendali (Markman dalam Kanfer dan Goldstein, 1986). Dengan demikian individu

melakukan evaluasi terhadap pernyataan-pernyataan diri yang menimbulkan kecemasan, menghentikan pikiran-pikiran tersebut, dan kemudian membuat pernyataan-pernyataan diri yang objektif serta rasional (Bellack dan Hersen, 1977). Individu yang merasakan gangguan mood sebenarnya

mengalami beberapa distorsi kognitif yang tidak disadarinya. Dengan menyadari bahwa ternyata ada beberapa distorsi kognitif, maka diharapkan individu tersebut mampu mengatasi gangguan mood-nya dengan memperbaiki pola pemikirannya.

65

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Berdasarkan studi pustaka yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya maka pada akhirnya dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:1.

Pendekatan CBT yang dikembangkan oleh Aaron T. Beck dan Ellis diyakini efektif untuk digunakan dalam menangani gangguan mood.

2.

Efektivitas CBT diasumsikan mampu mengurangi gangguan mood dan dapat bertahan selama beberapa waktu lamanya. Hal ini dimungkinkan karena proses modifikasi sendiri mampu direkam oleh sisi kognitif individu yang dapat digunakan sewaktu-waktu.

3. Motivasi

adalah

faktor

yang

sangat

penting

dalam

perubahan perilaku individu.

66

B.

Saran Saran-saran yang dapat dikemukakan berdasarkan penelitian

ini adalah sebagai berikut:1.

Perlu dilakukan studi eksperimental untuk menguji secara empiris gangguan efektivitas mood. 2 pendekatan Pelaksanaan kelompok CBT untuk menangani sebaiknya kelompok

penelitian yaitu

menggunakan

penelitian

eksperimen dan kelompok kontrol.2.

Studi mengenai pendekatan CBT untuk menangani gangguan mood sebaiknya dikembangkan ke masyarakat luas maupun bidang pendidikan untuk memberikan sumbangan nyata dalam mengatasi masalah yang sebenarnya cukup banyak terjadi di lingkungan pendidikan maupun masyarakat luas.

3.

Bagi

peneliti

selanjutnya

disarankan

hendaknya

memperhatikan atau mengukur faktor-faktor lain yang ikut mempengaruhi terjadinya gangguan mood; yang mungkin saja memiliki pola yang berbeda dari satu individu ke individu lainnya.

67

4.

Dengan menemukan teknik sederhana dan praktis untuk menangani gangguan mood akan sangat membantu praktisi dan psikolog menangani kasus yang sama.

5.

Dari hasil penelitian lanjutan diharapkan bahwa pendekatan CBT akan makin efektif digunakan untuk mengatasi

masalah gangguan mood.

68

DAFTAR PUSTAKA

Agustian, Ary Ginanjar. ESQ, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi Dan Spiritual, Edisi Revisi; Cet. 33; Jakarta: Arga, 2007 Alwisol. Psikologi Kepribadian, Edisi Revisi, Cet IV; Malang: UMM Press, 2006 Andajani, A. S.. Etektivitas Teknik Kontrol Diri pada Pengendalian Kemarahan. Skripsi (Tidak diterbitkan). Fakultas Psikologi UGM Yogyakarta, 1990 Atkinson, Rita L., Atkinson, Richard C., Smith, Edward E., Bem, Daryl J, Introduction Of Psychology Diterjemahkan Oleh Widjaja Kusuma Dengan Judul Pengantar Psikologi, Edisi Ke 11, Jilid Dua, Interaksara AT. Andi Mappiare, Kamus Istilah Kongseling dan Psikoterapi, Edisi I, Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2006 Beck, Aaron T. Cognitive Therapy of Depression New York: Guilford Press, 1979 ----------Cognitive Therapy and The Emotional Disorder. New York: International Universities Press, 1979 ----------., Freeman Arthur. Cognitive Therapy of Personality Disorder. New York: Guilford Press, 1990 Bellack, A. S. and Hersen, M. Behavior Modification: An Introductory Textbook. New York: Oxford University Press. 1977 Boeree, C. George. Personality Theories diterjemahkan oleh Inyiak Ridwan Muzir dengan judul Personality Theories (Melacak Kepribadian Anda Bersama Psikolog Dunia), Cet II, Jogjakarta: Prismasophie, 1997 Browne, Mary T. The 5 Rules of Thought, diterjemahkan Oleh T. Hermaya dengan judul 5 Aturan Pikiran (Bagaimana Menggunakan Kekuatan Pikiran Untuk Meraih Apa Yang Kita Inginkan) Jakarta: Pt. Gramedia Pustaka Utama, 2008 Burns, David D. Feeling Good: The New Mood Therapy New York: Morro, 1980 ------------------. Terapi Kognitif. Pendekatan baru Bagi Penanganan Depresi. Jakarta: Penerbit Airlangga, 1988

69

Byrne, Rhonda. The Secret, Diterjemahkan Oleh Susi Purwoko, Cet. V, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2007 Chaplin, J. P. Dictionary of Psychology diterjemahkan oleh Kartini Kartono dengan judul Kamus Lengkap Psikologi, Edisi I; Cet. IV, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997 Chapman, Robin. A The Clinical Use of Hypnosis in Cognitive Perilaku Therapy: A Practitioner's Casebook. New York: Springer Publishing Company, 2005 Corey, Gerald. Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy diterjemahkan oleh E. Koeswara dengan judul Teori dan Praktek Konseling dan psikoterapy, Edisi I, cet. IV; Bandung: PT. Refika Aditama, 2003. Davison, Gerald Corey., Neale. John M., Kring. Ann M, Abnormal Psychology diterjemahkan oleh Noermalasari Fajar dengan judul Psikologi Abnormal, edisi IX; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006 De Bono, Edward. Teach Your Child How To Think, diterjemahkan oleh Ida Sitompul dan Fahmi Yamani, dengan judul Revolusi Berpikir, Cet. II, Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2007. Durand, V. Mark , Barlow. David H, Essentials of Abnormal Psychology diterjemahkan oleh Helly Prajitno Soetjipto, Sri Mulyantini Soetjipto dengan judul Intisari Psikologi Abnormal, edisi IV, cet. I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006. Dweck, Carol S. Change Your MindSet Change Your Life diterjemahkan oleh Ruslani, Cet: I; Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2007 Foreyt, John Paul., Rathjen, Diana P. Cognitive Perilaku Therapy: Research and Application. Michigan: Plenum Press, 1978 Frankl, Victor E. Mans Search for Meaning: An Introduction to Logotherapy diterjemahkan oleh Murtadlo dengan judul Logoterapi Terapi Psikologi melalui Pemaknaan Eksistensi. Cet. I; Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2003 Freeman, Arthur., Felgoise, Stephanie H., Nezu, Arthur M., Nezu, Christine M. Encyclopedia of Cognitive Perilaku Therapy, Springer, 2005 Goldfried, M. R., and Davison, G. L. Clinical Behavior Therapy. New York: Holt Rinehart and Winston. 1976

70

Gould, Bill. Transformasional Thinking Chanpions of Change diterjemahkan oleh Ahmad Pathoni, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2006 Greenberger, Dennis., Padesky, Christine A. Mind Over Mood: Change How You Feel by Changing the Way Think, diterjemahkan oleh Yosep Bambang Margono dengan judul Manajemen Pikiran (Metode Ampuh Menata Pikiran untuk Mengatasi Depresi, Kemarahan, Kecemasan, Perasaaan merusak lainnya, Cet: II, Bandung: Kaifa, 2004. Gunarsa, Singgih D. Konseling dan Psikoterapi (BPK Gunung Mulia) Gunawan, Adi W The Secret Of Mind Set, Cet. I; Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008 ----------Manage your Mind For Success, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2006 ----------Hypnosis : The Art of Subconscious Communication Cet. III; Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2007 ----------Hypnotherapy : The Art of Subconscious Restructuring, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2006 Hayes, Philip and Rogers, Jenny. Neuro Linguistic Programing for The Quantum Change, diterjemahkan oleh Teguh Wahyu Utomo dengan judul NLP For the Quantum Change Melatih dan Menerapkan Perubahan Cepat dengan NLP Edisi Indonesia; Yogyakarta: Pustaka Baca, 2007 Ivey, A E., Ivey, M. B., Simek, L. Morgan. Conseling and Psychotherapy. A Multicultural Perspective. Boston: Allyn and Bacon a Division of Simon and Schuster, Inc. 1993. Kanfer, F. H. and Goldstein, AP. Helping People Change. New York :Pergamon Press. 1986. Martin, Anthony Dio. Smart Emotion Vol 1 and 2, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2006 Meichenbaum, Donald. Cognitive Perilaku Modification, General Learning Press, 1974 Mc. Leod, John. Pengantar Konseling : Teori dan Study kasus Teori dan Praktek Konseling and Psikoterapi, Edisi III, cet. I; Kencana Prenada Media Group, 2006. Oemarjoedi, A. Kasandra, Pedekatan Cognitive Perilaku dalam Psikoterapi, Edisi I; Jakarta: Kreativ Media Jakarta, 2003

71

Osho, Emotional Learning, Belajar Efektif Mengelola Emosi, Mengubah Ketakutan, Kemarahan, Kecemburuan Menjadi Energi Kreatif,, Edisi Indonesia; Cet. I; Jakarta: 2008 Reid, S. P. How to Think diterjemahkan oleh Paul A. Rajoe dengan judul Berpikir Strategis Membangun Kekuatan Pikiran Anda, Edisi I, Jakarta: PT. Buana Ilmu Populer, 2002 Samiun, Yustinus. Kesehatan Mental 3 (Gangguan Mental yang Sangat Berat, Simtomatologi, Proses Diagnosis dan Proses Terapi Gangguan-Gangguan Mental. Kanisius Suharli, J.I. Michell, Mind Set (Winning Strategy For Winning People) Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008 Syam, Syahril. The Secret Of Attrakctor Factor (Mengetahui Rahasia Law Og Attraction Untuk Mendapatkan Apa Pun Yang Anda Inginkan). Jakarta: PT. Gamedia Pustaka Utama, 2008 Walker, C. E., Clement, P. W. Clinical Procedures for Behavior Therapy. New Jersey: Prentice - Hall Inc. Englewood Cliffs. 1981. Wright, Jesse H. Cognitive Perilaku Therapy ( Review of Psychology) Washington, DC: American Psychiatric Pub, 2004 Wiliam, Crain. Theories of Development, Conceptsnand Applications diterjemahkan oleh Yudi Santoso dengan judul Teori Perkembangan (Konsep Dan Aplikasi ), Edisi III, Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007 Willis, Sofyan S. Konseling Individual Teori dan Praktek Cet : I, Bandung: CV. Alfabeta, 2004