tinjauan negatif investasi usaha perikanan...
TRANSCRIPT
TINJAUAN NEGATIF INVESTASI USAHA PERIKANAN TANGKAP
INDONESIA BERDASARKAN PERATURAN PRESIDEN NOMOR 44
TAHUN 2016 TENTANG DAFTAR BIDANG USAHA YANG TERTUTUP
DAN BIDANG USAHA YANG TERBUKA DENGAN PERSYARATAN DI
BIDANG PENANAMAN MODAL
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi
Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH)
Oleh :
Bela Awaliyah Agustina
NIM : 1113048000056
K O N S E N T R A S I H U K U M B I S N I S
P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1439 H/2017 M
v
ABSTRAK
Bela Awaliyah Agustina, NIM 1113048000056, “TINJAUAN NEGATIF
INVESTASI USAHA PERIKANAN TANGKAP INDONESIA
BERDASARKAN PERATURAN PRESIDEN NOMOR 44 TAHUN 2016
TENTANG DAFTAR BIDANG USAHA YANG TERTUTUP DAN BIDANG
USAHA YANG TERBUKA DI BIDANG PENANAMAN MODAL”, Konsentrasi
Hukum Bisnis, Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 1439 H/2017 M. xii + 92 halaman 68
lampiran. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui kedudukan Peraturan Presiden
Nomor 44 Tahun 2016 dengan peraturan Perundang-undangan lainnya dan
keterkaitannya dengan kedaulatan dan kemandirian ekonomi bangsa. Serta untuk
mengetahui manfaat pengaturan negatif investasi asing usaha perikanan tangkap di
Indonesia. Latar belakang penelitian ini adalah pengaturan mengenai larangan
masuknya investasi asing di bidang usaha perikanan tangkap Indonesia. Penelitian ini
menggunakan tipe penelitian normatif dengan pendekatan undang-undang (statute
aproach), teori, dokumen-dokumen terkait dengan dukungan studi empiris. Penelitian
ini menggunakan tiga bahan hukum, yaitu bahan hukum primer, sekunder, dan non-
hukum.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kebijakan negatif investasi asing usaha
perikanan tangkap Indonesia merupakan sebuah kebijakan yang mengarah pada tujuan
menjaga kedaulatan bangsa dan membangun kemandirian ekonomi dari sektor bidang
kemaritiman guna mencegah bangsa dari keregantungan kepada pihak asing. Tujuan
tersebut selaras dengan pedoman perekonomian bangsa Pasal 33 UUD 1945. Namun
terdapat dampak positif dan negatif dalam pemberlakuannya. Seharusnya pemerintah
lebih mempertimbangkan aspek-aspek penting terkait dalam merumuskan sebuah
peraturan perundang-undangan.
Kata Kunci : DNI, Ivestasi Asing, Perikanan Tangkap
Pembimbing : Dr. Burhanuddin Yusuf, MM., MA. dan Ahmad Chairul Hadi, MA.
Daftar Pustaka : Tahun 1979 sampai Tahun 2017
vi
KATA PENGANTAR
حيم حمن الر بسم الله الر
Assalamu’alaikum Wr. Wb...
Segala puji dan syukur tak hentinya terucap kepada Allah SWT, berkat nikmat,
anugerah, dan nikmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“TINJAUAN NEGATIF INVESTASI USAHA PERIKANAN TANGKAP
INDONESIA BERDASARKAN PERATURAN PRESIDEN NOMOR 44 TAHUN
2016 TENTANG DAFTAR BIDANG USAHA YANG TERTUTUP DAN BIDANG
USAHA YANG TERBUKA DENGAN PERSYARATAN DI BIDANG
PENANAMAN MODAL”. Shalawat serta salam penulis limpah curahkan kepada Nabi
Muhammad SAW, yang telah memimpin umat Islam menuju jalan yang diridhoi Allah
SWT. Dalam meneyelesaikan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan, arahan
dan bimbingan dari berbagai pihak, sehingga dalam kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih yang amat besar kepada:
1. Asep Saepudin Jahar, M.A., Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, dan Para Wakil Dekan.
2. Dr. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H., M.H., Ketua Program Studi Ilmu Hukum dan
juga kepada Drs. Abu Tamrin, S.H., M. Hum, Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum
UIN Syarif Hidyatullah Jakarta.
3. Dr. Burhanuddin Yusuf, MM., MA., dan Ahmad Chairul Hadi, MA., Dosen
pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran serta
kesabaran dalam membimbing, sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian
skripsi ini dengan tepat waktu.
4. Kasie Pengawasan Penangkapan Ikan di Laut Teritorial Perairan Kepulauan dan
Pedalaman, Kementerian Klautan dan Perikanan, Bapak Asep Supriadi, S. St. Pi, M.
vii
Si. yang telah bersedia meluangkan waktu dan memberikan informasi serta data-
data terkait dengan skripsi ini, sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian
skripsi.
5. Pimpinan dan segenap staf Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidyatullah Jakarta, Pimpinan dan segenap staf Perpustakaan Utama Hukum UIN
Syarif Hidyatullah Jakarta, juga Pimpinan dan segenap staf Perpustakaan
Universitas Indonesia yang telah menyediakan fsilitas yang memadai untuk
mengadakan studi kepustakaan guna menyelesaikan skripsi ini.
6. Segenap Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jkarta
khususnya dosen Program Studi Ilmu Hukum yang telah memberikan ilmu
pengetahuan dengantulus dan ikhlas, semoga Allah SWT senantiasa membalas jasa-
jasa beliau serta menjadikan semua kebaikan ini sebagai amal jariyah untuk beliau
semua.
7. Kedua orang tuaku tercinta, Bapak Bagus Lukito, S. Ag., dan Ibu Sulistiyani, yang
selalu tulus memberikan semangat, doa serta dorongan moriil mulai dari pendidikan
di taman kanak-kanak, sekolah dasar sampai Perguruan Tinggi sehingga peneliti
dapat menyelesaikan skripsi ini hingga selesai. Juga kedua adikku tersayang,
Angger Sulthan Hakim dan Adeeva Na’il Bayanaka yang memberikan peneliti
hiburan dalam mengerjakan skripsi ini.
8. Sahabat-sahabat peneliti di kampus, Primadona, Delila Sandriva, Fina Rozana, dan
Siti Nurhadiyanti. Terima kasih atas segala dorongan, semanagat, waktu, keringat,
kebersamaan, dan rasa kekeluargaan, yang penulis dapatkan dari awal kuliah hingga
penulis dapat meneyelesaikan skripsi ini. Thanks a lot my Prims!.
9. Thank You! Ihsan Harivy Addas.
10. Keluarga besar Ilmu Hukum angkatan 2013, khususnya Ilmu Hukum B UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, Member Kosan Nenek (Badriatul Munawaroh, Qibti Aliyah,
Widia Ekadara, dan Aulia Adilla, juga teman magang peneliti selama di KPPU,
Hamalatul Qur'ani), teman-teman Business Law Community (BLC) UIN Jakarta,
teman-teman Kamar Wina Strings Chamber, dan teman-teman Kuliah Kerja Nyata
viii
(KKN) AKSI 2016, terima kasih atas dukungan kalian semua peneliti bisa
menyelesaikan skripsi ini.
11. Juga seluruh pihak yang telah membantu dalam penyususnan skripsi ini yang tidak
bisa saya sebutkan satu persatu.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi peneliti
dan umumnya bagi pembaca. Sekian terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Jakarta, 25 September 2017
Bela Awaliyah Agustina
ix
DAFTAR ISI
PERSETUJUAN PEMBIMBING...............................................................................i
LEMBAR PENGESAHA PENGUJI.........................................................................ii
LEMBAR PERNYATAAN........................................................................................iv
ABSTRAK....................................................................................................................v
KATA PENGANTAR.................................................................................................vi
DAFTAR ISI...............................................................................................................ix
DAFTAR TABEL.......................................................................................................xi
DAFTAR GAMBAR.................................................................................................xii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah................................................................................1
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah.......................................7
C. Tujuan Penelitian...........................................................................................9
D. Manfaat Penelitian.........................................................................................9
E. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu...........................................................10
F. Metode Penelitian........................................................................................11
G. Sistematika Penulisan..................................................................................17
BAB II KAJIAN TEORITIS.....................................................................................18
A. Hukum Investasi Asing di Indonesia.........................................................18
1. Pengertian dan Asas Hukum Investasi..................................................18
2. Tujuan dan Manfaat Investasi Asing.....................................................23
3. Daftar Negatif Investasi........................................................................24
4. Kriteria dan Persyaratan Penyusunan Bidang Usaha yang Tertutup dan
Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman
Modal.........................................................................................................28
5. Nasionalisasi dan Divestasi Modal Asing..................................................30
B. Usaha Perikanan Tangkap..............................................................................33
x
BAB III TINJAUAN UMUM..........................................................................................37
A. Daftar Negatif Investasi di Indonesia..............................................................37
B. Usaha Perikanan Tangkap..............................................................................42
BAB IV ANALISA NEGATIF INVESTASI ASING DI BIDANG USAHA
PERIKANAN TANGKAP INDONESIA........................................................57
A. Kebijakan Negatif Investasi Sebagai Upaya Menjaga Kedaulatan
Bangsa............................................................................................................61
B. Kemanfaatan Kebijakan Investasi (DNI) dan Asas kemandirian
Ekonomi.........................................................................................................70
BAB V PENUTUP............................................................................................................82
A. Kesimpulan....................................................................................................82
B. Saran...............................................................................................................83
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................85
LAMPIRAN.....................................................................................................................93
xi
DAFTAR TABEL
Tabel I : Lampiran Daftar Bidang Usaha yang Diperbolehkan dengan
Persyaratan Bidang Usaha Kelautan dan Perikanan dalam Peraturan
Presiden Nomor 39 Tahun 2012.......................................................... 48
Tabel II : Lampiran Daftar Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan
Tertentu Bidang Usaha Kelautan dan Perikanan dalam Peraturan
Presiden Nomor 44 Tahun 2016..........................................................51
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar I : Peta Wilayah Pegelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.......46
Gambar II : Yuridiksi maritim negara pantai berdasarkan UNCLOS....................54
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam era keterbukaan saat ini, tidak bisa dipungkiri dunia usaha tidak bisa
menutup diri dari perkembangan, salah satunya kepada penanaman modal asing
(investasi asing) untuk menegembangkan usaha yang mana pada kenyataannya,
bahwa penanaman modal asing di Indonesia menjadi sesuatu yang sifatnya tidak
dapat dihindarkan (inivitable), bahkan mempunyai peranan yang sangat penting
dan startegis dalam menunjang pelaksanaan pembangunan nasional1. Biasanya,
aktor dalam penanaman modal asing adalah negara maju dan negara berkembang
sebagai negara penerima modal (host country). Alasan negara berkembang selalu
menjadi negara penerima modal biasanya adalah karena pada dasarnya negara
berkembang memiliki potensi ekonomi di negaranya, namun tidak memiliki
kemampuan untuk memanfaatkan potensi yang ada tersebut, atau bisa juga karena
tidak memiliki modal untuk memanfaatkan potensi tersebut menjadi kekuatan
ekonomi riil. Sehingga oleh sebab itu semua, menjadikan negara maju
diperbolehkan untuk menanamkan modalnya di negara berkembang.
Negara-negara di dunia memiliki kebijakannya masing-masing atas
penanaman modal, baik dari dalam negerinya sendiri maupun modal asing di
negaranya, tergantung pada berbagai pertimbangan dan kebutuhan negara tersebut
atas investasi, terutama investasi asing. Indonesia sebagai negara yang kaya akan
sumber daya alamnya, juga memiliki pengaturan dan kebijakan tersendiri atas
investasi dalam negeri, juga asing. Bidang jenis dan jumlah besaran investasi asing
dan dalam negeri yang diperbolehkan diatur sedemikian rupa. Salah satu
pengaturan atau kebijakan mengenai investasi di Indonesia adalah Daftar Negatif
1 David Kairupan, Aspek Penanaman Modal Asing di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2013, Cet.
1), h. 2.
2
Investasi (DNI). DNI diterbitkan untuk mengatur bidang investasi, besaran, dan
juga persyaratan atas kegiatan investasi di Indonesia.
Sepuluh tahun lalu Jacob Oetama pernah melemparkan gagasan menarik
tentang pentingnya menemukan kembali (reinventing) Indonesia dengan kelautan.
Kata “reinventing” menunjukkan bahwa ada sesuatu yang telah hilang dan harus
ditemukan lagi. Yang hilang adalah kesadaran bahwa bangsa kita adalah bangsa
bahari yang dulu pernah jaya. Karena itu menemukan kembali Indonesia berarti
menemukan kembali identitas kebaharian sebagai idenitas bangsa2. Laut terutama
sekali merupakan jalan raya yang menghubungkan seluruh pelosok dunia.
Dapatlah dimengerti bahwa laut merupakan sarana penting dalam hubungan
politik internasional. Sejarah kaya dengan contoh-contoh kompetisi antara negara-
negara besar untuk menguasai laut, karena barang siapa yang menguasai laut, akan
menguasai lalu lintas laut dan barang siapa menguasai lalu lintas di laut juga akan
menguasai dunia. Di samping mempunyai arti komersial dan strategis, laut juga
merupakan sumber makanan bagi umat manusia karena ikan-ikannya yang kaya
dengan protein. Dari laut setiap tahunnya ditangkap sekitar 65 juta ton berbagai
jenis ikan3.
Indonesia dikenal sebagai negara maritim, dengan laut yang begitu luas,
dengan garis pantai lebih dari 104.000 km dan terdiri dari sekitar 17.504 pulau
yang tersebar di sekitar garis khatulistiwa4, menjadikan Indonesia sebagai negara
yang memiliki potensi sumber daya kelautan yang begitu besar. Potensi laut yang
2 Arif Satria, Politik Kelautan dan Perikanan: Catatan Perjalanan Kebijakan Era SBY hingga
Jokowi, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2015, Cet. 1), h. 99.
3 Boer Mauna, Hukum Internasional: Pengertian Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global, (Bandung: PT. Alumni, 2011, Cet. 4), h. 306.
4 Pusat Data Statistikk dan Informasi Sekretariat Kementerian Kelautan dan Perikanan, Data Pokok Kelautan dan Perikanan Periode s.d Oktober 2001, (Jakarta: t.p., 2011) h. 4. Lihat juga Muhammad Fadli, “Penerapan Asas Berwawasan Lingkungan pada Penanaman Modal Asing di Bidang Usaha Perikanan Menurut Hukum Positif di Indonesia” (Sumatera Utara: Skripsi Universitas Sumatera Utara , 2017).
3
sedemikian besar tentu membutuhkan modal yang besar untuk mengelola dan
memanfaatkan potensi-potensi tersebut agar tidak sia-sia. Pemanfaatan dan
pengelolaan tersebut juga sudah selayaknya tidak melupakan kepentingan
nasional, disamping asas-asas pembangunan nasional, seperti keberlanjutan,
kelestarian lingkungan dan kemandirian nasional. Sementara itu, Indonesia
sebagai negara yang masih menyandang status sebagai negara berkembang, sejauh
ini masih membutuhkan dukungan negara lain dalam memanfaatkan potensi
kelautannya. Banyak negara yang menanamkan modalnya di bisnis maritim, salah
satunya bidang usaha perikanan. Dari sektor tersebut, Indonesia mendapatkan
banyak keuntungan, salah satunya pemasukan pajak. Disamping itu juga,
Indonesia mendapatkan kerugian. Salah satu contoh kerugiannya adalah maraknya
illegal, unreported, unregulation fishing (IUUF), akibat dari penyalahgunaan izin
penangkapan ikan dan kegiatan perikanan lainnya yang dilakukan di wilayah laut
Indonesia. Banyak ikan dan sumber daya laut lainnya di curi dan dibawa ke negara
lain dengan cara transhipment di tengah laut untuk mengelabuhi pengawasan,
banyak terjadi penyelundupan narkotika bahkan satwa yang dilindungi dari dan ke
luar negeri dan Indonesia, dan penyelewengan lainnya dengan kedok kapal-kapal
pengangkut tersebut telah memiliki izin yang sah padahal terkadang izin atas
kapal-kapal asing tersebut palsu atau juga diduplikasi.
Terhitung sejak Tanggal 18 Mei 2016, sub bidang usaha Perikanan tangkap
masuk ke dalam Daftar Negatif Investasi dan menjadikannya tertutup 100% untuk
penanaman modal asing. Yang tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres)
Nomor 44 Tahun 2016 Tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang
Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal. Jadi para
penanam modal asing (perusahaan PMA) hanya boleh menanamkan modalnya
terbatas untuk pengelolaan kelautan dan perikanan—pengelolaan yang
diperbolehkan misalnya cold storage dan pabrik pengolahan ikan—, sedang untuk
bidang penangkapan ikan hanya boleh dimasuki oleh pemodal dalam negeri. Hal
ini dilakukan untuk menjaga sumber daya laut indonesia di masa depan guna
4
kepentingan nasional. Menurut Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pujiastuti,
bahwa hampir dua dekade Penanaman Modal Asing (PMA) dalam bidang
perikanan tangkap diperbolehkan dengan investasi 100% (tanpa penyetoran dalam
negeri).
Sebelumnya Kementerian Kelautan dan Perikanan mengeluarkan izin tangkap
untuk kurang lebih 1.300 kapal dari Tiongkok, Thailand, Thaiwan, Jepang dan
negara lain. Kapal-kapal tersebut ada yang masuk PMA murni karena boleh 100%
asing, ada Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), dan ada Join Venture5.
Sebelum diterbitkannya Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016, berdasarkan
Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 Tentang Daftar Bidang Usaha yang
Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang
Penanaman Modal, usaha penangkapan ikan diperbolehkan bagi asing dengan izin
khusus.
Adanya kelonggaran investasi yang sebelumnya ada, berpotensi untuk
dilakukannya illegal fishing di laut Indonesia. Dari apa yang terjadi di lapangan,
sekitar 1.300 izin kapal penangkap ikan diduplikasi, yang menyebabkan banyak
sekali, bahkan lebih dari total izin yang dikeluarkan untuk menangkap ikan yaitu
kapal ikan dari berbagai negara—yang bahkan tidak memiliki ijin sama sekali
untuk melakukan penangkapan ikan di laut Indonesia—berani menagkap ikan di
laut Indonesia secara bebas begitu saja. Hal ini menjadikan wilayah laut indonesia
menjadi wilayah/zona bebas bagi mereka yang bermaksud mengambil kekayaan
laut indonesia, khususnya kekayaan ikan. Hal lain yang patut dipandang penting
adalah, dengan maraknya kapal-kapal asing yang lalu-lalang di laut Indonesia,
membuka kesempatan bagi para oknum untuk melakukan illegal fishing
menyelundupkan narkoba, imigran illegal, bahkan satwa langka yang dilindungi,
dan lain sebagainya dari dan ke wilayah Indonesia yang tentunya berpotensi
5http://lautindo.com/susi-perikanan-tangkap-hanya-untuk-nelayan-indonesia-silahkan-
asing-masuk-budi-daya/ diakses pada Tanggal 7 Juni 2017.
5
mengancam kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang padahal jika
dimanfaatkan dengan sangat baik keuntungan bisnis yang didapatkan dari potensi
kelautan Indonesia sangat besar dan dapat memakmurkan rakyat Indonesia.
Diterbitkannya negatif investasi usaha perikanan tangkap bagi asing adalah
salah satu hal yang menjadi dasar, selain daripada perlindungan aset bangsa untuk
kepentingan nasional, pembangunan atas asas kemandirian ekonomi bangsa
(mencegah ketergantungan ekonomi terhadap asing), menjaga keberlanjutan demi
kepentingan bangsa, kepentingan atas kedaulatan negara, dan hal lainnya.
Namun, beberapa pihak mengkritik kebijakan ini. Ditutupnya keran investasi
asing di bidang usaha perikanan tangkap tersebut, banyak menuai pertentangan.
Dari mulai pelaku usaha perikanan tangkap, juga yang lainnya. Salah satunya
adalah Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan. Beliau
berpendapat bahwa keran investasi asing bisa saja dibuka, misalnya di wilayah laut
Natuna. Alasannya adalah karena potensi ikan di Natuna sangat melimpah, dan
tidak salah jika Indonesia dan pihak asing bisa secara bersama-sama
memanfaatkannya. Kritik ini kemudian mendapat kritik balik dari Menteri
Kelautan dan perikanan, Susi Pujiastuti. Menteri Susi bersikukuh tidak akan
membiarkan kebijakan ini diubah, mengingat kepentingan bangsa yang sangat
besar di dalamnya.
Sudah seharusnya kekayaan alam yang dimiliki oleh sebuah negara dikuasai
secara penuh, atau paling tidak secara mayoritas dikuasai oleh warga negara itu
sendiri. Bahkan jika perlu, dibuat adanya penghalang bagi asing untuk masuk ke
sektor tertentu dalam suatu negara untuk menunjukkan kedaulatan, kemandirian,
dan eksistensi dari negara itu sendiri agar tidak bergantung dan hanya dijadikan
pasar oleh negara lain atau asing. Negara dalam hal pemanfaatan atas kekayaan
sumber daya alamnya harus tetap mengupayakan dan memastikan agar sektor-
sektor hajat hidup orang banyak tetap dikuasai negara, sebagaimana yang
diamanahkan dalam konstitusi Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945), mengingat dewasa ini
6
dapat dikatakan bahwa ikan mulai menjadi hal penting untuk memenuhi kebutuhan
pangan bangsa Indonesia, baik pemenuhan lewat penangkapan di laut maupun
lewat pembudidayaan ikan. Status negara kepulauan yang di sandang Indonesia,
yang oleh PBB disebut sebagai Archipelagic State, tentuntya sudah dapat
menggambarkan bagaimana kekuatan laut indonesia. Pulau-pulau yang dipisahkan
oleh lautan, membuat kehidupan masyarakat Indonesia sangat dekat dengan laut—
khususnya daerah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Terdapat lima sektor (tulang punggung) pembangunan ekonomi yang
dikedepankan dalam Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla, yaitu
sektor pertanian, perikanan dan kelautan, energi, industri, dan pariwisata. Tujuan
dari pembangunan ekonomi ini adalah untuk menjadikan bangsa Indonesia
menjadi bangsa yang mandiri, yang tidak bergantung pada negeri lain, terutama
untuk kebutuhan-kebutuhan pokok. Khususnya pada sektor perikanan dan
kelautan, diharapan dengan luas perairan yang dimiliki, Indonesia menjadi salah
satu produsen ikan terbesar di ASEAN.
Salah satu sasaran dari empat Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) 2015-2019 dengan mengedepankan peran ekonomi kelautan
dan sinergitas pembangunan kelautan nasional adalah termanfaatkannya sumber
daya kelautan untuk pembangunan ekonomi dan kesejahteraan nelayan dan
masyarakat pesisir, yang mana salah satu dari enam tolak ukur tercapainya
kesuksesan pembangunan Indonesia yang merupakan negara maritim sebagai
pelaksanaan dari sasaran RPJMN tersebut adalah Meningkatnya keberlanjutan
usaha perikanan tangkap dan budidaya6.
Dengan masuknya Usaha Perikanan Tangkap ke dalam Daftar Negatif
Investasi sebagaimana yang disebutkan dalam Peraturan Presiden Nomor 44
6 http://setkab.go.id/potensi-besar-perikanan-tangkap-indonesia/, diakses pada Tanggal 4
Maret 2016. David Setia Maradong, “Analis Perekonomian pada Asisten Deputi Bidang Kelautan dan Perikanan”, Sekretariat Kabinet, Deputi Bidang Kemaritiman.
7
Tahun 2016, asing 100% dilarang menginvestasikan dana/modalnya di bidang
Usaha Penangkapan Ikan Indonesia. Namun, apakah kebijakan ini sudah tepat
mengingat modal adalah penopang berjalannya usaha perikanan tangkap, salah
satunya adalah modal asing.
Berkaitan dengan latar belakang yang telah dipaparkan peneliti, maka peneliti
bermaksud melakukan penelitian terhadap dampak dan kesiapan, maupun solusi
bagi Indonesia terkait masuknya Perikanan Tangkap Indonesia ke dalam Daftar
Negatif Investasi (DNI), dengan judul penelitian “Tinjauan Negatif Investasi
Usaha Perikanan Tangkap Indonesia berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 44
Tahun 2016 Tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang
Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal”.
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Penanaman Modal Asing adalah salah satu cara (usaha) pendanaan di
dalam negeri, dalam hal ini adalah Indonesia, disamping dari pajak sebagai
pemasukan nasional. Terdapat badan usaha juga perusahaan, baik swasta
maupun perusahaan nasional yang permodaannya dibantu atau ditopang dari
investasi asing. Penutupan 100% keran investasi asing di bidang usaha
perikanan tangkap oleh pemerintah, tentunya menjadi sebuah momentum untuk
menjadikan dan melatih Indonesia negara yang mandiri secara ekonomi di salah
satu sektor vital kemaritiman, yakni perikanan tangkap. Namun, patut
dipertanyakan dan dipertimbangkan mengenai kesiapan Indonesia dibidang
usaha perikanan tangkap, baik dari faktor ekternal maupun faktor internal.
Terdapat beberapa unsur masalah yang dapat diidentifikasi dari pemaparan latar
belakang masalah sebelumnya, yaitu:
a. Dalam segi hukum, resistensi instrumen hukum yang ada dapat
dipertanyakan kapasitasnya. Asumsi mengenai kesiapan dan kekuatan
8
hukum semakin melebar dan bias, sebab belum ada instrumen hukum yang
memadai untuk dapat mengakomodir sektor perikanan tangkap dan
investasi di segment ini.
b. Dengan ditutupnya keran investasi asing secara total di bidang usaha
perikanan tangkap, memerlukan kesiapan dalam menunjang usaha perikanan
tangkap Indonesia yang mandiri, salah satunya kesiapan infrastuktur.
Namun, kesiapan dalam menghadapi kemandirian ini bisa saja belum
dipersiapkan secara matang, mengingat sebelumnya usaha perikanan
tangkap dapat dimodali oleh asing, dan biaya untuk mempersiapkan
infrastuktur yang memadai tidak murah.
c. Diperlukan media transisi untuk mengakomodir proses penyesuaian dalam
pemberlakuan negative list usaha perikanan tangkap, mengingat investasi
asing merupakan bagian penting dalam menunjang pelaksanaan
pembangunan nasional. Media ini dapat diimplementasikan dalam bentuk
kegiatan usaha, misalnya joint venture atau bentuk usaha pengakomodir
lainnya yang dirasa mampu untuk menyesuaikan keadaan (iklim
permodalan/investasi) yang baru.
d. Sesuai Undang-Undang Penanaman Modal, bahwa saham-saham asing yang
sebelumnya tertanam di usaha perikanan tangkap nasional harus
dialihkan/dinasionalisasi menjadi modal nasional yang harus dimiliki oleh
pihak pemerintah maupun swasta nasional.
2. Pembatasan Masalah
Pembatasan dalam penelitian ini adalah meneliti apakah Peraturan Presiden
Nomor 44 Tahun 2016 ini bertentangan dengan Peraturan Perundang-
undangan yang lain, dan juga manfaat, kesiapan, dan kemampuan Indonesia
dalam melakukan usaha perikanan tangkap pasca ditutupnya keran investasi
asing dibidang usaha perikanan tangkap Indonesia.
9
3. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan pembatasan masalah yang
telah dipaparkan di atas, maka rumusan permasalahan yang ada dalam
penelitian ini adalah:
a. Apakah Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016 bertentangan dengan
ketentuan di bidang investasi dan aturan lainnya yang terkait, dan bagaimna
keterkaitannya dengan kedaulatan dan kemandirian ekonomi bangsa?
b. Bagaimana dampak positif dan negatif dalam permberlakuan negatif
investasi asing di bidang usaha perikanan tangkap Indonesia?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian yang ingin peneliti capai adalah:
a. Untuk mengetahui Perpres Nomor 44 Tahun 2016 bertentangan dengan
peraturan Perundang-undangan lainnya dan keterkaitannya dengan
kedaulatan dan kemandirian ekonomi bangsa.
b. Untuk mengetahui manfaat pengaturan negatif investasi asing usaha
perikanan tangkap di Indonesia
D. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Akademis
Hasil dari penelitian ini akan memberikan manfaat akademis berupa
pengetahuan juga wawasan seputar hukum dan manfaat negativ investasi asing
yang terkait dengan aspek kelautan terutama bidang perikanan kepada
Mahasiswa/i Syariah dan Hukum pada khususnya dan kepada instansi terkait
atau masyarakat luas pada umumnya.
10
b. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara praktis yang
sebesar-besarnya, yakni dapat menjadi solusi, sumbangsih atau menjadi
masukan bagi ilmu pengetahuan kemaritiman dan/atau sektor regulasi ekonomi
kelautan Indonesia pada umumnya, serta sektor regulasi usaha perikanan
tangkap dan investasi pada khususnya. Sektor regulasi ekonomi kelautan usaha
perikanan tangkap di sini maksudnya adalah aturan yang kemudian menjadi
solusi yang memang tepat berdasarkan hasil penelitian untuk diterapkan di
Indonesia, serta menganalisis regulasi yang sudah ada sebelumnya dan yang
terkait, sudah tepat ataukah belum. Juga untuk mengetahui seberapa pentingnya
investasi asing pada Usaha Perikanan Tangkap.
E. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu
Sepanjang pengetahuan peneliti, penelitian di bidang investasi dan usaha
perikanan, atau hukum maritim yang berkaitan dengan judul penelitian ini adalah:
1. “Analisis Yuridis Kewajiban Alih Teknologi dalam Investasi Asing di
Indonesia” oleh Endah Sulastri, Mahasiswi Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2014. Merupakan
Skripsi yang mengkaji tentang kewajiban alih teknologi pada sektor Investasi
Asing yang ditinjau juga dengan aspek Hak Kekaaan Intelektual (HKI).
2. “Asas Kemandirian dan Kemanfaatan Tindakan Nasionalisasi Modal Asing
(Pasal 7 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007)” oleh Azhar Nur Fajar Alam,
Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
Hidaytullah Jakarta, tahun 2015. Merupakan Skripsi yang mengkaji tentang
keterkaitan pemahaman antara prespektif hukum Indonesia dan prespektif
hukum internasional dalam pengertian nasionalisasi modal asing, juga untuk
mengetahui konsep pemahaman nasionalisasi modal asing terkait asas
kemandirian dari sudut hukum ekonomi pembangunan.
11
3. “Penerapan Asas Berwawasan Lingkungan pada Penanaman Modal Asing di
Bidang Usaha Perikanan Menurut Hukum Positif di Indonesia” oleh
Muhammad Fadli, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,
Tahun 2017. Merupakan Skripsi yang mengkaji tentang kajian asas wawasan
lingkungan terhadap pemanfaatan sumber daya perikanan oleh penanam modal
asing di Indonesia. Skripsi ini masih menggunakan peraturan DNI yang lama
(Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014) sedangkan pada tahun disahkannya
skripsi tersebut, peraturan mengenai DNI yang baru (Peraturan Presiden Nomor
44 Tahun 2016) sudah diterbitkan.
4. “Tinjauan Yuridis Mengenai Kebijakan Daftar Negatif Investasi Dalam
Kegiatan Penanaman Modal Di Indonesia”. Oleh Trisanto Bonifasto
Simanjuntak, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Tahun
2011. Skripsi ini membahas mengenai kebijakan investasi dengan kaitannya
pananaman modal di Indonesia secara umum.
5. "Teori dan Kebijakan Hukum Investasi Langsung (Direct Investment)" Buku
karangan Prof. Dr. Rahmi Jened, S.H., M.H. Tahun 2016. Buku ini membahas
tentang aktivitas investasi langsung di Indonesia, berikut kebijakan-kebijakan
serta hal-hal yang berkaitan dengan investasi langsung di Indonesia.
Penelitian yang telah ada sebelumnya bebeda dengan penelitian yang dilakukan
oleh peneliti dalam skripsi ini. Peneliti bermaksud meneliti mengenai pengaturan
investasi di sektor usaha periknan tangkap Indonesia dan manfaat pengaturan
mengenai usaha perikanan tangkap di Indonesia.
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan penelitian ini adalah jenis
penelitian yang bersifat deskriptif eksploratif. Jenis penelitian deskriptif adalah
penelitian yang bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu
12
individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan
penyebaran suatu gejala, atau untuk menentukan ada atau tidaknya hubungan
antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat. Sedangkan jenis
penelitian eksploratif adalah penelitian yang bertujuan untuk memperdalam
pengetahuan mengenai suatu gejala tertentu, atau untuk mendapatkan ide-ide
baru mengenai suatu gejala itu.7
Pendekatan deskriptif eksploratif ini dilakukan dengan kualitatif yang
digunakan untuk mendeskripsikan hasil penelitian. Pendekatan kualitatif
sebagai pendekatan penunjang merupakan penelitian tentang riset yang sifatnya
deskriptif dan juga menggunakan analisis dalam pengerjaannya. Landasan teori
digunakan sebagai arah agar penelitian dapat terfokus berdasarkan fakta
dilapangan dan juga landasan teori ini memberikan gambaran umum mengenai
dasar penelitian sebagai pembahasan hasil penelitian.
2. Pendekatan Penelitian
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis yuridis
normatif/empiris. Yuridis empiris dapat dikatakan juga pendekatan non
doktrinal. Kajian yuridis normatif/empiris ini dilakukan dengan menganalisa
teori hukum dengan peraturan peraturan perundang-undangan dengan disertai
kajian empiris sebagai pendukung dan penguat penelitian.
Metode penelitian hukum normatif adalah suatu prosedur penelitian ilmiah
untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi
normatifnya. Logika keilmuan yang ajeg dalam penelitian hukum normatif
dibangun berdasarkan disiplin ilmiah dan cara-cara kerja ilmu hukum normatif,
yaitu ilmu hukum yang objeknya hukum itu sendiri8. Kajian empiris sendiri
7 Nomensen Sinamo, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT Bumi Intitama Sejahtera, 2009),
h. 34.
8 Johnny Ibrahim, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang: Bayumedia Publishing, Cet. 3), h. 57.
13
adalah kajian yang memandang hukum sebagai kenyataan, sosial, kenyataan
kultur, dan lain-lain. Dengan perkataan lain, kajian empiris mengkaji law in
action. Dengan demikian, kajian empiris dunianya adalah das sein (apa
kenyataannya)9.
Sedangkan kajian yuridis empiris adalah suatu pendekatan yang dilakukan
untuk menganalisa tentang sejauh manakah suatu peraturan atau Perundang-
undangan atau hukum yang sedang berlaku secara efektif, dalam hal ini
pendekatan tersebut dapat digunakan untuk menganalisis secara kualitatif10.
Penelitian yuridis empiris dilakukan untuk menganalisa apakah adanya suatu
peraturan atau hukum tepat diterapkan pada suatu masyarakat atau tidak.
Kaitannya dengan judul penelitian ini adalah apakah masuknya usaha perikanan
tangkap kedalam daftar negatif investasi secara total (100% non asing) sudah
tepat diterapkan atau belum dilihat dari segi kesiapan Indonesia, yang dikaji
lewat peraturan Perundang-undangan yang ada dengan aspek kenyataan yang
ada dan dikomparasikan dengan metode penelitian kontemporer. Yang dalam
pengetiannya sendiri metode penelitian kontemporer meniscayakan kehandalan
dan ketajaman gagasan peneliti dalam mengangkat hal-hal yang mendesak
dipecahkan saat ini. Metode penelitian kontemporer seyogianya mampu
memberikan alternatif bagi solusi persoalan bangsa saat ini dan
mengkobinasikannya dengan pendekatan-pendekatan yang aktual berbasis
hukum dan keadilan11.
9 Achmad Ali dan Wiwie Heryani, Menjelajahi Kajian Empiris Terhadap Hukum, (Jakarta:
Kencana Prenadmedia Group, 2012), h. 2.
10 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta, Universitas Indonesia, 2010, Cet. 3), h. 52.
11 Nomensen Sinamo, Metode Penelitian Hukum, h. 81.
14
3. Sumber Data
Dalam menunjang penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa sumber data,
yaitu:
a. Sumber Hukum Primer
Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mencakup ketentuan-
ketentuan peraturan Perundang-undangan yang berlaku dan mempunyai
kekuatan hukum yang mengikat12. Dalam penelitian ini peneliti
menggunakan sumber hukum utama Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun
2016 Tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang
Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal sebagai sumber
data primer.
b. Sumber Hukum Sekunder
Dalam penelitian ini peneliti juga menggunakan sumber data sekunder.
Bahan hukum sekunder adalah yang memberikan penjelasan mengenai bahan
hukum primer, seperti misalnya hasil penelitian, buku-buku hukum, skripsi,
tesis, disertasi hukum, jurnal, dan lain-lain.13 Seperti buku-buku Tentang
Hukum Laut, Penanaman Modal Asing, dan karya tulis yang berkaitan
dengan judul penelitian ini.
Dalam literatur lain disebutkan bahwa, bahan hukum sekunder adalah
bahan hukum yag terdiri atas buku-buku teks (textbooks) yang ditulis para
ahli hukum yang berpengaruh (de herseende leer), jurnal-jurnal hukum,
pendapat para sarjana, kasus-kasus hukum, yurisprudensi, dan hasil-hasil
simposium mutakhir yang berkaitan dengan topik penelitian14.
12 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, h. 52.
13 Soerjno Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, h. 52.
14 Johnny Ibrahim, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, h. 296.
15
c. Bahan Hukum Tertier
Bahan hukum tersier adalah bahan yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, contohnya adalah
kamus, wawancara, dan lain-lain15. Dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan wawancara sebagai penunjang kepada pihak yang terkait
dengan judul penelitian ini.
4. Teknik Pengumpulan Data
Sehubungan dengan pendekatan deskriptif yang akan digunakan dalam
penelitian ini, maka pengumpulan data untuk menunjang penelitian ini adalah
sebagai berikut:
a. Penelitian Kepustakaan (Liblary Reseach)
Kerja mencari bahan di perpustakaan merupakan hal yang tidak dapat
dihindarkan oleh seorang peneliti16. Tujuan dan kegunaan studi kepustakaan
pada dasarnya adalah menunjukkan jalan pemecahan permasalahan
penelitian17. Teknik ini dilakukan dengan cara mempelajari buku atau bahan
bacaan lainnya yang berhubungan atau terkait dengan judul penelitian ini guna
mendapatkan petunjuk untuk mendukung penelitian ini.
b. Penelitian Lapangan (Field Reseach)
Penelitian ini dilakukan dengan cara menemui pihak atau melihat
langsung objek yang terkait dengan penelitian ini. Teknik yang dilakukan
dalam penelitian lapangan ini adalah:
1. Wawancara, yakni dengan cara menemui langsung pihak terkait yang
menjadi subjek dalam penelitian ini. Teknik ini dilakukan dengan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berakar dari rumusan masalah
15 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, h. 53.
16 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003, Cet. 6), h. 52.
17 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, h. 112.
16
dalam penelitian ini yang diajukan secara tersusun dan sudah diencanakan
(atau bisa saja pertanyaan yang muncul secara spontan), juga di dalamnya
terdapat opini dan pendapat dari subjek penelitian.
2. Observasi, yakni teknik yang dilakukan dengan ara mendatangi langsung
lokasi atau tempat yang terkait dengan penelitian ini. Dalam penelitian ini
adalah Kementerian Kelautan dan Perikanan.
5. Subjek Penelitian
Dengan dirumuskannya judul penelitian, secara implisit maupun eksplisit
pihak yang menjadi subjek terkait dengan penelitian ini antara lain: Pihak
Kementrian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia.
6. Teknik Pengolahan Data dan Metode Analisis Data
Teknik pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
studi dokumen berupa peraturan-peraturan terkait, buku atau literatur hukum
maupun lainnya yang terkait dengan penelitian ini, dan hasil wawancara subjek
yang menjadi pihak terkait dalam penelitan ini. Kemudian data yang didapatkan
dikumpulkan dan diolah dan dianalisis.
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan deskriptif kualitatif, yakni
dengan menyeleksi data yang sudah diperoleh dari studi kepustakaan dan
ditunjang dengan fakta empiris yang ditemukan, kemudian dianalisa sehingga
menghasilkan jawaban dari permasalahan yang diangkat dalam judul penelitian
ini.
7. Teknik Penulisan
Teknik penulisan dalam pembuatan penulisan skripsi ini adalah
menggunakan “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2017”18.
18 Pusat Peningkatan dan Jaminan Mutu (PPJM) Fakultas Syariah dan Hukum, Pedoman
Penulisan Skripsi, (Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2017).
17
G. Sistematika Penulisan
Untuk mengetahui sistematika penulisan skripsi ini, maka laporan
penelitian ini akan disajikan ke dalam beberapa bab, yaitu:
Bab Pertama, merupakan bagian pendahuluan dalam penelitian yang memuat
latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, hingga bagian
sistematika penulisan. Bab ini memaparkan apa yang menjadi alasan peneliti
mengangkat tema dalam skripsi ini, rincian masalah yang akan diangkat, batasan
masalah, hingga sistematika penulisannya.
Bab Kedua, merupakan bagian yang menyajikan kajian kepustakaan, yang
berisikan teori, pengertian-pengertian, asas-asas, tujuan dan manfaat, termasuk
definisi yang terkait dengan skripsi ini
Bab Ketiga, merupakan bagian tinjauan umum berupa deskripsi data yang
menggambarkan objek yang terkait dengan penelitian, diantaranya tentang
negative list usaha perikanan tangkap di Indonesia.
Bab Keempat, merupakan bagian pembahasan dan analisis dari penelitian yang
dilakukan. Yakni mengenai dampak (sebab-akibat) dari diberlakukannya negative
list pada usaha perikanan tangkap.
Bab Kelima, merupakan bagian penutup yang berisi kesimpulan dan saran dari
hasil penelitian.
18
BAB II
KAJIAN TEORITIS
A. HUKUM INVESTASI ASING DI INDONESIA
1. Pengertian dan Asas Hukum Investasi
Dalam berbagai kepustakaan hukum ekonomi atau hukum bisnis,
terminologi penanaman modal dapat berarti penanaman modal yang dilakukan
secara langsung oleh investor lokal (domestic investor), investor asing (Foreign
Direct Investment, FDI) dan penanaman modal yang dilakukan secara tidak
langsung oleh pihak asing (Foreign Indirect Investment, FII). Untuk yang
terakhir ini dikenal dengan istilah penanaman modal dalam bentuk portofolio,
yakni pembelian efek lewat Lembaga Pasar Modal (Capital Market). Dalam
kamus istilah Keuangan dan Investasi digunakan istilah invstment (investasi)
yang mempunyai arti:”Penggunaan modal untuk menciptakan uang, baik melalui
sarana yang menghasilkan pendapatan maupun melalui ventura yang lebih
berorientasi ke resiko yang dirancang untuk mendapatkan modal". Dalam kamus
Hukum Ekonomi digunakan terminologi investment, penanaman modal,
investasi yang berarti penanaman modal yang biasanya dilakukan untuk jangka
panjang misalnya berupa pengadaan aktiva tetap perusahaan atau membeli
sekuritas dengan maksud untuk memperoleh keuntungan1.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), investasi berarti,
“penanaman uang atau modal dalam suatu perusahaan atau proyek untuk tujuan
memperoleh keuntungan”2.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal
(selanjutnya disebut UUPM) memberikan definisi penanaman modal
sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 butir 1, yaitu “Penanaman modal adalah
1Hendrik Budi Untung, Hukum Investasi, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010, Cet. 1), h. 1-2.
2 Kbbi.web.id/investasi, diakses pada 31 Agustus 2017, pukul 04.13.
19
segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri
maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara
Republik Indonesia.”
Kemudian pengertian investasi asing dalam Undang-undang tersebut
sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 butir 3 adalah “Penanaman modal asing
adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara
Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang
menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan
penanam modal dalam negeri.”
Selanjutya pengertian penanam modal asing tercantum dalam Pasal 1 butir 6
UUPM adalah “Penanam modal asing adalah perseorangan warga negara asing,
badan usaha asing, dan/atau pemerintah asing yang melakukan penanaman modal
di wilayah negara Republik Indonesia.”
Dan pengertian modal asing sebagaimana tercantum pula dalam tercantum
dalam Pasal 1 butir 8 UUPM adalah “Modal asing adalah modal yang dimiliki
oleh negara asing, perseorangan warga negara asing, badan usaha asing, badan
hukum asing, dan/atau badan hukum Indonesia yang sebagian atau seluruh
modalnya dimiliki oleh pihak asing.”
Istilah teori investasi berasal dari bahasa Inggris, yaitu investment theory.3
Pada dasarnya, negara-negara yang sedang berkembang sangat membutuhkan
investasi, khususnya investasi asing. Tujuan investasi ini adalah mempercepat
laju pembangunan di negara tersebut. Pada umumnya, yang memiliki modal atau
investasi adalah negara-negara yang sudah maju.
Istilah hukum investasi (juga) berasal dari terjemahan bahasa Inggris,
yaitu investment of law. Dalam peraturan Perundang-undangan tidak ditemukan
pengertian hukum investasi. Untuk mengetahui pengertian hukum investasi, kita
harus mencari dari berbagai pandangan para ahli dan kamus hukum. Ida Bagus
3 H. Salim, Perkembangan Teori dalam Ilmu Hukum, h. 107-114.
20
Wyasa Putra, dkk., mengemukakan pengertian hukum investasi. Hukum
investasi adalah “norma-norma hukum mengenai kemungkinan-kemungkinan
dapat dilakukannya investasi, syarat-syarat investasi, perlindungan dan yang
terpenting mengarahkan agar investasi dapat mewujudkan kesejahteraan bagi
rakyat”4.
Dalam definisi ini, hukum investasi dikonstruksikan sebagai norma hukum.
Norma hukum ini mengkaji tentang kemungkinan dilakukannya:5
1. Penanaman investasi;
2. Syarat-syarat investasi;
3. Perlindungan; dan
4. Kesejahteraan bagi masyarakat.
Kaitannya dengan penanaman modal asing adalah, modal asing sering
dikatakan atau dibahasakan menjadi investasi, pun demikian modal dalam
keseharian sering dibahasakan dengan kata investasi.
Dengan memahami definisi dari Penanaman Modal Asing, dapat
disimpulkan bahwa Penanaman Modal Asing adalah kegiatan menanamkan/
menginvestasikan modal (dana) dari luar Negara Indonesia (asing) kepada suatu
usaha tertentu milik bangsa Indonesia untuk mendapatkan keuntungan.
Hal yang diatur dalam hukum investasi adalah hubungan antara investor
dengan penerima modal. Status investor dapat digolongkan menjadi dua macam,
yaitu investor asing dan investor domestik. Investor asing merupkan penanam
modal yang berasal dari luar negeri, sedangkan investor domestik merupakan
penanam modal yang berasal dari dalam negeri. Bidang usaha merupakan bidang
usaha yang diperkenankan atau dibolehkan untuk berinvestasi. Prosedur dan
4 Ida Bagus Wyasa Putra., dkk, seperti dikutip Salim H. S., dan Budi Sutrisno, Hukum Investasi
di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), h. 9.
5 Salim H. S dan Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2008), h. 9.
21
syarat-syarat merupakan tata cara yang harus dipenuhi oleh investor untuk
menanamkan investasinya. Negara merupakan negara yang menjadi tempat
investasi itu ditanamkan. Biasanya negara yang menerima investasi merupakan
negara-negara yang sedang berkembang6.
Terdapat beberapa teori yang mempengaruhi investasi langsung, jika dilihat
keterkaitannya dengan peran negara dalam kegiatan investasi langsung:
1. Teori Neo Classical Economic
Teori ini menyatakan bahwa investasi langsung memiliki kontribusi,
khususnya di negara berkembang. Investasi dari negara maju dengan fungsi
produksinya yang superior sebagai "tutor" bagi negara berkembang dengan
fungsi produksinya yang masih inferior melalui transfer teknologi (transfer of
technology), keahlian managemen dan pemasaran (managerial and marketing
skill), informasi pasar (market information), pengalaman organisasi
(arganizational experience), inovasi dalam teknik proses produksi dan
produknya (inovation in product and production techniques), dan pelatihan
pekerja (training of workers). Dapat dikataknan PMA secara ksekuruhan
bermanfaat atau menguntungkan bagi host country, sehingga mampu
mendorong pertumbuhan ekonomi dan pembangunan nasional7.
2. Teori Dependency
Merupakan konvergensi dari dua kecenderungan intelektual utama, yakni
tradisi Marxist (marxism tradition) dan strukturalis Amerika Latin (Latin
American structuralist) adalm diskursus dalam masalah pembangunan,
walaupun ada yang berpendapat bahwa gagasan dependency hanya memiliki
satu keaslian, yaitu Marxisme. Pada dasarnya, dependency theory berkaitan
dengan masalah development and under-development. Teori dependency ini
6 Salim H. S., dan Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia, h. 11.
7 Rahmi Janed, Teori dan Kebijakan Hukum Investasi Langsung (Direct Investment), (Jakarta: Kencana, 2016, Cet. 1), h. 103-105.
22
secara diametral berlawanan dengan teoi neo-classical economy dan
berpendapat bahwa investasi asing (foreign investment) tidak menimbulkan
makna apapun bagi pembangunan ekonomi di negara tuan rumah (host
country), bahkan menindas pertumbuhan ekonomi dan menimbulkan
pertambahan ketidakseimbangan pendapatan di host country8.
3. Teori Midle Path (Teori Jalan Tengah)
Bahwa PMA melaui Multinational Corporations (MNCs), pasti dapat
menimbulkan keadaan yang membahayakan. Namun ternayata studi ini juga
menunjukkan bahwa jika secara tepat dihunakan, MNCs dapat menjadi
mesindan menghidupkan ertumbuhan dalam pembangunan dunia. Jadi dapat
dikatakan bahwa menurut teori Midle Path, PMA memilik aspek positif dan
juga aspek negatif terhadap host country9.
Di dalam Pasal 3 ayat (1) UUPM telah ditentukan 10 asas dalam penanaman
modal atau investasi. Kesepuluh asas itu, disajikan berikut ini.10
1. Asas kepastian hukum, yaitu asas dalam negara hukum yang meletakan
hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai dasar dalam
setiap kebijakan dan tindakan dalam bidang penanaman modal.
2. Asas keterbukaan, yaitu asas yang terbuka terhadap hak masyarakat untuk
memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif tentang
kegiatan penanaman modal.
3. Asas akuntabilitas, asas yang menetukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir
dari penyelenggaraan penanaman modal dipertanggungjawabkan kepada
8 Rahmi Janed, Teori dan Kebijakan Hukum Investasi Langsung (Direct Investment), (Jakarta:
Kencana, 2016, Cet. 1), h. 106.
9 M. Sonarayah, The International Law an Foreign Investment, (UK: Cambridge Press, 2011), 3rd Ed, h. 48-52. Lihat juga Rahmi Janed, Teori dan Kebijakan Hukum Investasi Langsung (Direct Investment), h. 107.
10 Salim H. S., dan Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia, h. 14-15.
23
masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan negara sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
4. Asas perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal negara adalah
perlakuan pelayanan nondiskriminasi berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan baik antara penanam modal dalam negeri dan penanam
modal dari negara asing dan penanam modal dari negara asing lainnya.
5. Asas kebersamaan adalah asas yang mendorong peran seluruh penanam modal
secara bersama-sama dalam kegiatan usahanya untuk mewujudkan
kesejahteraan rakyat.
6. Asas efisiensi berkeadilan adalah asas yang mendasari perlakuan penanaman
modal dengan mengedepankan efisiensi berkeadilan dalam usaha
mewejudkan iklim usaha yang adil, kondusif, dan berdaya saing.
7. Asas keberlanjutan adalah asas yang scara terencana mengupayakan
berjalannya proses pembangunan melalui penanaman modal untuk menjamin
kesejahteraan dan kemajuan dalam segala aspek kehidupan, baik untuk masa
kini maupun yang akan datang.
8. Asas berwawasan lingkungan adalah asas penanamn modal yang dilakukan
dengan tetap memerhatikan dan mengutamakan perlindungan dan
pemeliharaan lingkungan hidup.
9. Asas kemandirian adalah asas penanaman modal yang dilakukan dengan tetap
mengedepankan potensi bangsa dan negara dengan tidak menutup diri pada
masuknya modal asing asing demi terwujudnya pertumbuhan ekonomi.
10. Asas keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional adalah asas
yang berupaya menjaga keseimbangan kemajuan ekonomi wilayah dalam
kesatuan ekonomi nasional.
2. Tujuan dan Manfaat Investasi Asing
Sebagaimana tercantum dalam UUPM Pasal 3 ayat (2), bahwa tujuan
penanaman modal yaitu:
Tujuan penyelenggaraan penanaman modal, anatara lain untuk:
24
a. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional;
b. Menciptakan lapangan kerja;
c. Meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan;
d. Meningkakan kemampuan daya saing dunia usaha nasional;
e. Meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional;
f. Mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan;
g. Mengolah ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi rill dengan
menggunakan dana yang berasal, baik dari dalam ngeri maupun dari dalam
negeri; dan
h. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Manfaat dari kehadiran Investor asing yakni dapat menyerap tenaga kerja di
negara penerima modal, dapat menciptakan demand bagi produk dalam negeri
sebagai bahan baku, menambah devisa apalagi investor asing yang beroientasi
ekspor, dapat menambah penghasilan negara dari sektor pajak, adanya alih
teknologi (transfer of technology) maupun alih pengetahuan (transfer of know
how)11.
3. Daftar Negatif Investasi
Semula Daftar Negatif Investasi diberi nomenklatur Daftar Skala Prioritas
(DSP), namun mengingat semakin banyaknya proyek yang diprioritaskan oleh
pemerintah sehingga sejak tahun 1979, istilah Dafar Skala Prioritas (DSP) diubah
menjadi Daftar Negatif Investasi (DNI). Daftar Negatif Investasi (DNI) adalah
sektor baik yang tertutup secara keseluruhan atau sebagian untuk investor asing
ataupun investor dalam negeri. Namun sejak Pemerintahan Presiden SBY
digunakan nomenklatur Daftar Skala Prioritas (DSP) bersama-sama dengan
DNI12.
Sebelumnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 Tentang Penanaman
Modal Asing menetapkan perincian bidang-bidang usaha yang terbuka bagi
modal asing menurut prioritas, dan menentukan syarat-syarat yang harus
11 Hendrik Budi Untung, Hukum Investasi, h. 41.
12 Rahmi Janed, Teori dan Kebijakan Hukum Investasi Langsung (Direct Investment), h. 200.
25
dipenuhi bagi modal asing menurut prioritas, dan menentukan syarat-syarat yang
harus dipenuhi oleh investasi asing dalam tiap-tiap usaha tersebut. Urutan
prioritas tersebut ditetapkan tiap kali pada waktu pemerintah menyusun rencana-
rencana pembangunan jangka menengah dan jangka panjang, dengan
memperhatikan perkembangan ekonomi serta teknologi. Setiap tahun
menetapkan skala prioritas (Daftar Skala Prioritas/ DSP) bidang usaha yang
terbuka bagi modal asing13. Pemerintah telah melakukan perubahan dan
penyederhanaan atas berbagai regulasi dengan mengatur kembali peraturan yang
telah pernah berlaku sebelum diberlakukannya Klasifikasi Baku Lapangan Usaha
Indonesia (KLBI) dan/ atau International Stadar for Industrial Classification
(ISIC), yaitu aturan yang terdapat dalam Daftar Skala Prioritas (DSP), yang
kemudian diubah menjadi Daftar Negatif Investasi (DNI)14.
Daftar Negatif Investasi merupakan bentuk pelaksanaan UUPM, yakni
amanah dari Pasal 12 ayat (4) bahwa “kriteria dan persyaratan bidang usaha yang
tertutup dan yang terbuka dengan persyaratan serta daftar bidang usaha yang
tertutup dan yang terbuka dengan persyaratan masing-masing akan diatur dengan
Peraturan Presiden”, dan juga pelaksanaan dari Pasal 13 ayat (1) “Pemerintah
wajib menetapkan bidang usaha yang dicadangkan untuk usaha mikro, kecil,
menengah dan koperasi serta bidang usaha yang terbuka untuk usaha besar
dengan syarat harus bekerja sama dengan usaha mikro, kecil, menengah dan
koperasi”. Sedang bidang usaha lain diluar daripada yang ditentukan dan
disyaratkan dalam Daftar Negatif Investasi merupakan bidang usaha yang
terbuka seluas-luasnya, sebagaimana yang ditentukan Pasal 12 ayat (1) UUPM,
bahwa “semua usaha atau jenis usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal,
13 Suyud Margono, Hukum Investasi Asing Indonesia, (Jakarta: CV. Novindo Pustaka Mandiri,
2008, Cet. 1), h. 24-25.
14 Hulman Panjaitan dan Abdul Mutalib Mahakam, Komentar dan Pembahasan Pasal Demi Pasal Terhadap UU No 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, (Jakarta: CV. Indihill Co, 2007), h. 51.
26
kecuali bidang usaha atau jenis usaha yang dinyatakan tertutup dan terbuka
dengan persyaratan”, kemudian ditegaskan kembali dalam Peraturan Presiden
Nomor 44 Tahun 2016 Tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang
Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal, Pasal 1
butir 2 “bidang usaha yang terbuka adalah bidang usaha yang dilakukan tanpa
persyaratan dalam rangka penanaman modal.”
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 (UUPM) ini mengatur cakupan
semua kegiatan investasi langsung di semua sektor. UUPM menentukan
keterbukaan bagi semua bidang usaha atau jenis usaha terbuka bagi kegiatan
penanam modal, kecuali bidang usaha atau jenis usaha yang dinyatakan tertutup
dan terbuka dengan persyaratan. Pemerintah menetapkan bidang usaha yang
terbuka dengan persyaratan berdasarkan kriteria kepentingan nasional, yaitu
perlindungan sumber daya alam, pengembangan usaha mikro, kecil, menengah
dan koperasi, pengawasan produksi dan distribusi, peningkatan kapasitas
teknologi, partisipasi modal dalam negeri, serta kerja sama dengan badan usaha
yang ditunjuk pemerintah15.
Daftar Negatif Investasi merupakan pedoman bagi pelaksanaan investasi,
baik dalam negeri maupun asing, yang di dalamnya menjabarkan mengenai
bidang-bidang usaha apa saja yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka
dengan persyaratan di bidang penanaman modal. Dalam Peraturan Presiden
Nomor 44 Tahun 2016, dalam Pasal 2 ayat (1) ditentukan Bidang Usaha dalam
kegiatan Penanaman Modal terdiri atas:
a. Bidang Usaha Yang Terbuka;
b. Bidang Usaha Yang Tertutup; dan
c. Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan.
Bagi negara-negara berkembang, untuk bisa mendatangkan investor setidak-
tidaknya dibutuhkan tiga syarat, yaitu pertama, ada economic opportunity
15 Suyud Margono, Hukum Investasi Asing Indonesia, Cet. I, h. 23-24.
27
(investasi mampu menberi keuntungan secara ekonomis bagi investor); kedua,
political stability (investasi akan sangat dipengaruhi stabilitas politik); ketiga,
legal certainly atau kepastian hukum16. Dapat dikatakan pula bahwa Daftar
Negatif Investasi merupakan bentuk kebijakan penanaman modal yang dibuat
pemerintah guna memberikan kepastian hukum atas penanaman modal.
Kepastian hukum merupakan faktor utama yang menjadi pertimbangan investor
untuk menanamkan modalnya di Indonesia, juga di negara berkembang lainnya.
Di samping itu juga, DNI bisa dikatakan sebuah kebijakan penting yang
dikeluarkan pemerintah untuk memanfaatkan potensi-potensi yang ada di
Indonesia yang belum mampu dimanfaatkan sendiri dengan baik dengan tetap
menjaga kepentingan nasional, karena di dalamnya terdapat persyaratan-
persyaratan bagi penanam modal dalam negeri juga terutama bagi penanam
modal asing yang ingin menanamkan modalnya di Indonesia dalam sektor-sektor
vital, karena kriterianya ditentukan dalam DNI.
Dengan pentingnya objek penanaman modal dalam suatu bidang usaha, bagi
penanam modal dalam negeri maupun asing, harus memiliki perizinan yang sah
untuk mlakukan kegiatan usahanya. Menurut Pasal 1 angka 5 Peraturan Presiden
Nomor 27 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang
Penanaman Modal, “Perizinan adalah segala bentuk persetujuan untuk
melakukan penanaman modal yang dikeluarkan oleh pemerintah dan pemerintah
daerah yang memiliki kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan”.
Dalam ketentuan bab 3 Pasal 4 diatur Tentang Kebijakan Dasar Penanaman
Modal yang menjadi acuan dan kerangka dalam pengembangan penanaman
modal di Indonesia baik penanaman modal asing, maupun modal dalam negeri.
Secara tegas disebutkan bahwa pemerintah menetapkan kebijakan dasar
penanaman modal untuk (a) mendorong terciptanya iklim usaha nasional yang
16 Hendrik Budi Untung, Hukum Investasi, Cet. I, h. 48.
28
kondusif bagi penanaman modal untuk penguatan daya saing perekonomian
nasional; dan (b) mempercepat peningkatan penanaman modal. Untuk
mempertegas arah kebijakan dasar penanaman modal tersebut, maka pemerintah
akan mewujudkannya dalam suatu bentuk rencana umum penanaman modal17.
4. Kriteria dan Persyaratan Penyusunan Bidang Usaha yang Tertutup dan
Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman
Modal
Kriteria yang digunakan untuk menentukan bidang usaha yang dinyatakan
tertutup dan bidang usaha terbuka dengan persyaratan diatur dalam Pasal 8
sampai dengan Pasal 15 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 76 Tahun
2007 Tentang Kriteria dan Persyaratan Penyususnan Bidang Usaha yang
Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang
Penanaman Modal. Yang diartikan dengan kriteria adalah ukuran-ukuran yang
menjadi dasar penilaian atau penetapan terhadap daftar bidang usaha yang
tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan. Prinsip-prinsip yang
digunakan dalam penentuan bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang
terbuka dengan persyaratan adalah:18
1. Penyederhanaan;
2. Kepatuhan terhadap perjanjian atau komitmen internasional;
3. Transparansi;
4. Kepastian hukum; dan
5. Kesatuan wilayah Indonesia sebagai pasar tunggal (Pasal 5 Peraturan
Presiden Nomor 76 Tahun 2007).
17 Aminudin Ilmar, Hukum Penanaman Modal Di Indonesia, h. 62.
18 Salim H. S., dan Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia, h. 42 dan 41.
29
Kriteria yang digunakan untuk menetukan bidang usaha yang tertutup
untuk penanaman modal, baik asing maupun dalam negeri adalah didasarkan
pada kriteria:19
1. Kesehatan;
2. Keselamatan;
3. Pertahanan dan keamanan;
4. Kepentingan nasional lainnya (Pasal 12 ayat (3) Undang-Undang Nomor 25
Tahun 2007; Pasal 8 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 76
Tahun 2007).
Yang menjadi pertimbanagan dalam penyususnan kriteria bidang usaha
yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan adalah
didasarkan pada:20
1. Mekanisme pasar tidak efektif dalam mencapai tujuan;
2. Kepentingan nasional tidak dapat dilindungi dengan lebih baik melalui
instrumen kebijakan lain;
3. Mekanisme bidang usaha yang tertutup dan terbuka dengan persyaratan
adalah efektif untuk melindungi kepentingan nasional;
4. Mekanisme bidang usaha yang tertutup dan terbuka dengan persyaratan
adalah konsisten dengan keperluan untuk meneyelesaikan masalah yang
dihadapi pengusaha nasional dalam kaitan dengan penanam modal asing
dan/atau masalah yang dihadapi pengusaha kecil dalam kaitan dengan
penanaman modal besar secara umum;
5. Manfaat pelaksanaan mekanisme bidang usaha yang tertutup dan terbuka
dengan persyaratan melebihi biaya yang ditimbulkan bagi ekonomi
Indonesia (Pasal 7 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 76 Tahun
2007).
19 Salim H. S., dan Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia, h. 42.
30
5. Nasionalisasi dan Divestasi Modal Asing
Nasionalisasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai suatu
proses, cara, atau perbuatan menjadikan sesuatu, terutama milik asing menjadi
milik bangsa atau negara, biasanya diikuti dengan penggantian yang merupakan
kompensasi21.
Tindakan nasionalisasi diatur dalam Pasal 7 UUPM, bahwa:
(1) Pemerintah tidak akan melakukan tindakan nasionalisasi atau
pengambilalihan hak kepemilikan penanam modal, kecuali dengan undang-
undang.
(2) Dalam hal Pemerintah melakukan tindakan nasionalisasi atau
pengambilalihan hak kepemilikan sebagaimana dimaksud pada ayat (I),
Pemerintah akan rnemberikan kompensasi yang jurnlahnya ditetapkan
bcrdasarkan harga pasar.
(3) Jika diantara kedua belah pihak tidak tercapai kescpakatan tentang
kompensasi atau ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
penyelesaiannya dilakukan melalui arbitrase”.
Pasal 7 UUPM mengatur masalah yang berkaitan dengan nasionlisasi, yang
dalam istilah lain juga dikenal sebagai konfiskasi, onteigening, pencabutan hak.
Kesemuanya dapat diartikann sebgai sutu tindakan pencabutan hak oleh
pemerintah dengan adanya ciri khusus yang membedakannya. Dalam teori, ada
dua jenis nasionalisasi, yaitu22:
1. Nasionalisasi yang disertai dengan pemberian ganti rugi (compensation)
yang disebut dengan expropriation.
2. Nasionalisasi yang tidak disertai dengan ganti rugi yang disebut dengan
konfiskasi.
21 http//kbbi.web.id/nasionalisasi, di akses pada 28 Agustus 2017, pukul 08.33 WIB.
22 Hulman Panjaitan dan Abdul Mutalib Mahakam, Komentar dan Pembahasan Pasal Demi Pasal Terhadap UU No 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, h. 33.
31
Dengan demikian, konfiskasi merupkan suatu tindakan pemerintah untuk
mengambilalih milik perseorangan tanpa ganti kerugian dan dapat terjadi di
segala bidang, sedangkan expropriation mengandung unsur bahwa pengambilan
hak milik perorangan oleh pemerintah ini dilakukan oleh kepentingan umum dan
dengan memberikan sutu macam ganti rugi yan adil23.
Nasionalisasi adalah suatu terminologi netral yang sering kali dengan atau
tanpa kompensasi. Adapun konfiskasi adalah tindakan pemerintah di mana
kekayaan pribadi disita tanpa kompensasi tidak masalah bentuk ataupun
namanya. Sementara ekspropiarsi adalah untuk kegunaan umum terhadap
kompensasi yang adil24.
Setiap negara sebagai entitas publik (public entity) memiliki kedaulatan
atas negara dan wilayahnya. Demikian pula negara tuan rumah sebagai negara
tujuan investasi (host country) memiliki kedaulatan penuh atas sumber daya alam
dan sumber daya kesejahteraan alam (sovereign natural wealth and natural
resources) sebagaimana diatur dalam the United nations Commission on
Permanent Soverignty over Natural Resources yang terbentuk pada 12 Desember
1958 berdasarkan Resulution 1314 (XIII) pada tahun 196125.
Saat ini menjadi komitmen negara tujuan investasi atau negara tuan rumah
(host country), termasuk Indonesia untuk tidak akan melakukan nasionalisasi
sebagai salah satu fasilitas dalam bentuk jaminan kepada investor agar investor
memperoleh jaminan rasa aman dan kepastian hukum atas investasinya di
Indonesia26.
23 Hulman Panjaitan, Hukum Penanaman Modal Asing, (Jakarta: Ind-Hil Co, 2003), h. 127.
24 Rahmi Jened, Teori dan Kebijakan Hukum Investasi Langsung (Direct Investment), Cet. 1, h. 314.
25 www.un.org, diakses 15 Agustus 2013, Lihat juga Rahmi Jened, Teori dan Kebijakan Hukum Investasi Langsung (Direct Investment), Cet. 1, h. 310.
26 Rahmi Janed, Teori dan Kebijakan Hukum Investasi Langsung (Direct Investment, Cet. 1, h. 316.
32
Jaminan untuk tidak akan melakukan nasionalisasi dapat diwujudkan
melalui:27
1. Peraturan Perundang-undangannya, seperti dalam Undang-Undang No. 25
Tahun 2012.
2. Persetujuan bilateral, seperti dalam Bilateral Investment Treaty antara
Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Inggris.
3. Persetujuan multilateral, seperti pengesahan Washington Convention 1965
dan New York Convention 1958.
Nasionalisasi dapat disimpulkan merupakan suatu pengambilan hak secara
paksa oleh pemerintah negara kepada pihak asing yang meski kini nasionalisasi
itu sendiri sudah diupayakan untuk dipersulit dengan adanya Pasal 7 UUPM.
Berbeda dengan nasionalisasi, divestasi merupakan hal yang tidak sama.
Dalam KBBI, divestasi adalah, pertama, pelepasan atau pembebasan, kedua,
pengurangan modal28. Dalam finansial dan ekonomi, divestasi adalah
pengurangan beberapa jenis aset baik dalam bentuk finansial atau barang, dapat
pula disebut penjualan dari bisnis yang dimiliki oleh perusahaan29. Jadi dapat
dikatakan divestasi merupakan kebalikan daripada investasi. Divestasi biasanya
ditemukan dan sangat identik dengan bidang pertambangan yang sahamnya baik
keseluruhan maupun sebagian dimiliki oleh asing.
27 Rahmi Janed, Resume Artikel Karangan Rudhi Prasetya dan Neil Hamiton, The Regulation
of Indonesian States Enterprises, dalam Tugas Resume mata kuliah Prof. Rudhi Prasetya, S. H. PJMK Hukum Ekonomi, Program Doktor Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Airlangga, 2002 (Rahmi Janed XI), h. 6-10.
28 Kbbi.web.id/investasi, diakses pada 02 September 2017, pukul 09.12.
29 Id.m.wikipedia.org/divestasi, diakses pada 02 September 2017, pukul 09.17.
33
B. USAHA PERIKANAN TANGKAP
Dalam kerangka teori ini, penulis berpendapat bahwa definisi dari usaha
perikanan tangkap harus dijelaskan secara terstuktur. Jadi, dalam bagian ini penulis
akan menjelaskannya satu persatu terlebih dahulu.
Perikanan adalah salah satu dari 11 bidang sektor ekonomi kelautan Indonesia.
Tuntutan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam secara lestari serta
pemberdayaan masyarakat lokal, yang berhubungan langsung dengan sumer daya
alam, saat ini menjadi agenda internasional. Perikanan merupakan sumber daya
ekonomi yang strategis untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat suatu negara.
Makna strategis bisa tercermin dari kondisi objektif suatu negara yang mempunyai
perairan, baik perairan pedalaman, laut teritorial, zona ekonomi ekslusif dan landas
kontinen30.
Usaha perikanan ternyata sangat beragam, yang dimulai dari usaha menangkap
ikan dan membudidayakan ikan, termasuk di dalamnya bermacam-macam kegiatan,
seperti menyimpan, mendinginkan, atau mengawetkannya—untuk tujuan komersial
yang mendatangkan penghasilan dan keuntungan bagi manusia. Usaha penangkapan
ikan dilakukan di perairan bebas—dalam artian tidak sedang pembudidayaan—
yaitu di laut dan perairan umum (sungai, danau, waduk, rawa, dan sejenisnya),
dengan mempergunakan alat tangkap ikan. Pembudidayaan ikan merupakan
kegiatan memelihara/membesarkan ikan termasuk melakukan pembenihan atau
pembiakan ikan untuk menghasilkan benih serta memanen hasilnya.31
Menurut Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 Tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan (UU Perikanan), yang
dimaksud dengan Perikanan adalah “semua kegiatan yang berhubungan dengan
30 Dina Sunyowati, Hukum Laut (Surabaya: Pusat Penerbitan dan Percetakan Universitas
Airlangga, 2013, Cet. 1), h. 161.
31 Djoko Tribawono, Hukum Perikanan Indonesia (Jakarta: PT Citra Adita Bakti, 2013, Cet. 2), h. 2.
34
pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari
praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan
dalam suatu sistem bisnis perikanan”.
Usaha perikanan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2002 Tentang
Usaha Perikanan, Pasal 1 butir 1 adalah “semua usaha perorangan atau badan hukum
untuk menangkap atau mebudidayakan ikan, termasuk kegiatan menyimpan,
mendinginkan atau mengawetkan ikan untuk tujuan komersial”.
Penangkapan ikan menurut Pasal 1 butir 10 Peraturan Menteri Kelautan dan
Perikanan Nomor 57 Tahun 2014 Tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri
Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2013 Tentang Usaha
Perikanan Tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia adalah
“kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan
dibudidayakan dengan alat atau cara apapun, termasuk kegiatan yang menggunakan
kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani,
mengolah, dan/atau mengawetkannya”. Sedangkan Usaha Perikanan Tangkap
menurut Pasal 1 butir 2 Peraturan Menteri tersebut adalah “usaha perikanan yang
berbasis pada kegiatan penangkapan ikan dan/atau kegiatan pengangkutan ikan”.
Dalam menjalankan usaha perikanan, sebagaimana diamanatkan Pasal 1 butir 6
Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2002, perusahaan perikanan harus memiliki
Izin Usaha Perikana (IUP) yang merupakan izin tertulis untuk melakukan usaha
perikanan dengan sarana produksi yang tercantum dalam izin tersebut. Bentuk usaha
perikanan terdiri dari usaha penangkapan ikan dan usaha pembudidayaan ikan.
Dengan memahami definisi dari perikanan, dapat disimpulkan bahwa perikanan
adalah kegiatan yang dilakukan yang berhubungan dengan ikan guna mendapat
keuntungan dari hewan ikan.
Sumber daya ikan sebagai sumber daya yang dapat diperbarui, namun pada satu
sisi keberadaannya perlu pula mendapat perhatian serius dari pemerintah, sebab jika
tidak dilakukan dengan pengawasan dengan cermat dan baik, maka tidak dapat
dipungkiri suatu saat akan mengalami peurunan populasinya. Oleh karena itu, dalam
35
melakukan eksploitasi terhadap sumber daya ikan ini, perlu adanya penangkapan
ikan dengan menggunakan peralatan yang selektif. Diharapkan dengan adanya
penggunaan peralatan penangkapan ikan ini secara selektif, maka diharapkan akan
terjadi keberlanjutan sumber daya ikan ini dengan baik pula32. Selain daripada
penggunaan peralatan penangkpan ikan guna eksploitasi sumber daya ikan di laut,
tentunya diperlukan instrumen kebijakan lain guna mempertahankan
potensi/cadangan perikanan Indonesia agar tidak mengalami over fishing, apalagi
jika kegiatan over fishing tersebut tidak tercatat karena tidak diketahui atau lepas
kendali dari pemerintah yang kemudian sumber daya ikan yang seharusnya
dimanfaatkan oleh bangsa Indonesia sendiri justru dinikmati oleh negara lain
dengan cara yang tidak sah/illegal fishing yang kemudian dapat merugikan
Indonesia.
Usaha perikanan tangkap merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh
masyarakat nelayan sebagai salah satu mata pencahariannya. Usaha perikanan
tangkap ini, berkaitan pula dengan upaya penangkapan ikan, baik yang berada di
daratan (budi daya kolam dan tambak) maupun pembudidayaan ikan laut.33
Dengan memahami definisi dari Usaha Perikanan Tangkap, dapat disimpulkan
bahwa Usaha Perikanan Tangkap adalah kegiatan usaha yang memanfaatkan ikan
sebagai basis usaha dengan melakukan kegiatan penangkapan atau pengangkutan
ikan khususnya dalam penelitian ini adalah ikan laut.
Usaha perikanan tangkap merupakan kegiatan yang membutuhkan sarana, baik
berupa perahu maupun kapal dalam rangka penangkapan ikan yang dilengkapi pula
dengan sarana lain di luar perahu dan kapal, yaitu berupa alat tangkap, misalnya
pukat harimau dan lain-lain. Selain itu, usaha perikanan tangkap ini juga berkaitan
pula dengan kapal pengangkut ikan yang mempunyai tujuan untuk mengangkut
32 Supriadi dan Alimuddin, Hukum Perikanan Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika, 2011, cet.1), h.
299.
33 Supriadi dan Alimuddin, Hukum Perikanan Indonesia, h. 296.
36
hasil tangkapan yang telah ada. Namun disadari bahwa kegiatan usaha perikanan
tangkap ini memerlukan modal yang besar. Modal yang besar tesebut diharapkan
dapat menggerakkan kegiatan penangkapan ikan secara terpadu34. Dijelaskan dalam
Pasal 50 ayat (1) Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 05 Tahun 2008
Tentang Usaha Perikanan Tangkap, dinyatakan bahwa “setiap orang atau badan
hukum asing yang akan melakukan usaha penangkapan ikan harus melakukan
investasi usaha pengolahan dengan pola investasi perikanan tangkap terpadu”.
Kemudian dijelaskan dalam ayat (2) bahwa “Pola usaha perikanan tangkap terpadu
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan membangun dan/atau
memiliki sekurang-kurannya berupa unit pengolahan kan (UPI) dalam negeri.
34 Supriadi dan Alimuddin, Hukum Perikanan Indonesia, h. 156-157.
37
BAB III
TINJAUAN UMUM
A. DAFTAR NEGATIF INVESTASI DI INDONESIA
Mencermati peranan penanaman modal cukup signifikan dalam membangun
perekonomian, tidaklah mengherankan jika di berbagai negara dalam dekade
terakhir ini, baik negara-negara maju maupun negara-negara berkembang berusaha
secara optimal agar negaranya dapat menjadi tujuan investasi asing1. Investasi
merupakan potensi berharga yang tidak dapat diabaikan kerena banyak manfaat
yang dapat diambil, antara lain, masuknya aliran devisa dan kesempatan kerja yang
lebih luas. Pada gilirannya dapat meningkatkan pembangunan yang ditandai
dengan meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat2.
Sejauh berjalannya waktu, tidak bisa dipungkiri begitu saja bahwa keberadaan
penanaman modal asing, khususnya penanaman modal asing secara langsung
(foreign direct investment) memberi keuntungan yang besar bagi negara penerima
modal, salah satunya Indonesia. Beberapa negara berkembang masih ada yang
menggantungkan pembangunannya pada modal asing, bahkan misalnya
pembangunan fasilitas publik. Namun, penanaman modal asing yang tidak
diterapkan secara bijak dengan tidak memperhatikan dan mempertimbangkan
kepentingan nasional, akan berdampak buruk bagi negara penerima modal itu
sendiri.
Hukum penanaman modal/investasi di Indonesia dimulai sejak tahun 1967.
Semula diatur secara terpisah antara penanaman modal dalam negeri dan
penanaman modal asing dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1967 Tentang Penanaman Modal Asing (UUPMA) beriringan dengan terbitnya
1 Hendrik Budi Untung, Hukum Investasi, Cet. 1, h. 4.
2 Rahmi Jened, Teori dan Kebijakan Hukum Investasi Langsung (Direct Investment), Cet. 1, h. 54.
38
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 Tentang Penanaman Modal (UUPMDN).
Kemudian sejalan dengan perkembangan iklim investasi, kedua Undang-undang
tersebut mengalami perubahan, yaitu, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967
Tentang PMA diubah dengan diterbitkannya Undang-undan Nomor 11 Tahun
1970 Tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967
Tentang PMA, dan juga Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 Tentang
UUPMDN diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1970 Tentang
Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 Tentang
UUPMDN. Seiring berjalannya waktu dengan perkembangan iklim investasi yang
semakin maju dan beragam jenisnya, sejak 26 April 2007 Penanaman modal diatur
menjadi satu dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman
Modal (UUPM). Dengan diterbitkannya UUPM yang baru, maka aturan mengenai
Penanaman Modal tidak lagi terpisah seperti tahun-tahun sebelumnya.
Selain karena perkembangan iklim investasi yang kian maju dan beragam,
salah satu yang menjadi akar pertimbangan disatukannya UUPMA dan UUPMDN
menjadi Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 adalah dengan diratifikasinya
kesepakatan antara Indonesia sebagai anggota World Trade Organization (WTO)
mengenai ketentuan investasi yang berkaitan dengan perdagangan3 ke dalam
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 Tentang Pengesahan Agreement
Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi
Perdagangan Dunia).
Sejak diterbitkannya Undang-Undang Penanman Modal yang baru tersebut,
setidaknya menimbulkan kurang lebih dua pandangan. Ada yang berpendapat
bahwa undang-undang ini tidak berpihak kepada kepentingan rakyat dan justru
sangat berpihak kepada asing, karena adanya jaminan perlakuan yang sama antara
3 Lihat Penjelasan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 Tentang Pengesahan Agreement
Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia); Perundingan di bidang ini bertujuan untuk mengurangi atau mengapus segala kebijakan di bidang investasi yang dapat menghambat kegiatan perdagangan.
39
investor dalam negeri dan asing (Pasal 3 ayat (1) huruf d, dan Pasal 6 ayat (1)). Di
samping itu, ada juga yang berpendapat bahwa undang-undang ini merupakan
salah satu solusi untuk mengatasi perkembangan investasi yang semakin maju dan
kompleks.
Terdapat asas keterbukaan dalam UUPM yang disematkan dalam Pasal 3 ayat
(1) huruf (b). Kemudian sebagai bentuk pelaksanaan asas keterbukaan yang
tersebut, pemerintah menegeluarkan kebijakan daftar negative invstasi (DNI),
yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2007 Tentang Kriteria dan
Penyususnan Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Daftar Bidang Usaha yang
Terbuka dengan Persyaratan dan Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 20074
Tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Terbuka dengan Persyaratan.
Beleid atau kebijakan ini menunjukkan komitmen pemerintah akan keterbukaan
(transparansi) sehingga tidak ada lagi bidang usaha yang "abu-abu". "Abu-abu"
yang dimaksudkan di sini adalah tidak jelas mana bidang usaha yang telah tertutup
dan mana yang masih terbuka bagi penanaman modal, sehingga menibulkan
dampak yang buruk5.
Daftar Negatif Investasi (DNI) merupakan salah satu ketentuan-ketentuan
standar yang menjadi Pedoman pelaksanaan kebijakan Penanaman Modal
(Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal)6 . Daftar
negatif investasi adalah suatu bentuk kepastian hukum yang diberikan pemerintah
kepada penanam modal, baik penanaman modal dalam negeri maupun asing.
4 Lihat Hulman Panjaitan dan Abdul Mutalib Mahakam, Komentar dan Pembahasan Pasal
Demi Pasal Terhadap UU No 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, h. 57. Juga sebagai bentuk aturan pelaksana dari Pasal 12 dan Pasal 13 UUPM.
5 Hulman Panjaitan dan Abdul Mutalib Mahakam, Komentar dan Pembahasan Pasal Demi Pasal Terhadap UU No 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, h. 19.
6 Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Paket Kebijakan Ekonomi Minggu ke-II Februari 2016 (Tahap X), h. 2.
40
Selain itu, pembentukan Daftar Negatif Investasi merupakan salah satu bentuk
usaha pemerintah dalam menjaga kepentingan nasional.
Penyususnan daftar negatif investasi mengacu pada Kualifikasi Baku
Lapangan Indonesia (KBLI) yang mana ditetapkan oleh Badan Pusat Statistik
(BPS) yang kemudian dalam pelaksanaannya ditetapkan dengan kementerian
tertentu/terkait, sesuai dengan bidang usaha7. Penyususnan KBLI dalam
prakteknya memperhatikan ketentuan-ketentuan Internasional dan kepentingan
pembangunan bangsa, terutama pembangunan sektor ekonomi.
Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) merupakan salah satu
klasifikasi baku yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) untuk aktivitas
ekonomi. Pada awalnya KBLI dirancang untuk keperluan analisis ekonomi,
pengambilan keputusan dan pembuatan kebijakan. Dengan semakin strategisnya
peranan dan penggunaan KBLI, klasifikasi ini juga digunakan untuk penentuan
kualifikasi jenis kegiatan usaha dalam Surat Permohonan Surat Izin Usaha
Perdagangan (SIUP), Tanda Daftar Perusahaan (TDP), dan penentuan kualifikasi
perizinan investasi8.
Sebelumnya, kebijakan Daftar Negatif Investasi9 diatur dalam Peraturan
Presiden Nomor 77 Tahun 2007 Tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan
Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal
yang kemudian dicabut dengan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 Tentang
Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan
Persyaratan di Bidang Penanaman Modal yang kemudian dicabut dengan
7 Ricky Pratomo, dalam Seminar Hukum Online (Training for Fresh Graduate: Seinzing Legal
Issues), pada Tanggal 31 Agustus 2017.
8 http://www.bkpm.go.id/id/prosedur-investasi/klasifikasi-baku-lapangan-usaha, diakses pada 9 September 2017, pukul 12.03.
9 Lihat Hulman Panjaitan dan Abdul Mutalib Mahakam, Komentar dan Pembahasan Pasal Demi Pasal Terhadap UU No 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, h. 57. Juga sebagai bentuk aturan pelaksana dari Pasal 12 dan Pasal 13 UUPM.
41
Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 Tentang Daftar Bidang Usaha yang
Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang
Penanaman Modal dan kemudian yang terakhir diubah dengan Peraturan Presiden
Nomor 44 Tahun 2016 Tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang
Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.
Perubahan10 atas Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 dengan Peraturan
Presiden Nomor 44 Tahun 2016, berkaitan dengan dikeluarkannya Paket
Kebijakan Ekonomi Presiden Joko Widodo Tahap X yang dikeluarkan pada
Minggu ke-II Februari 2016 (tepatnya pada tanggal 11 Februari 2016).
Paket Kebijakan Ekonomi Tahap X adalah untuk Mendorong peningkatan
investasi baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri (asing) untuk percepatan
pembangunan dengan tetap meningkatkan perlindungan bagi Usaha Mikro, Kecil,
Menengah, dan Koperasi (UMKMK) dan berbagai sektor strategis nasional
(Memperlonggar Investasi Dengan Meningkatkan Perlindungan Bagi Usaha
Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi). Perubahan Daftar Negatif Investasi
(tersebut) telah dibahas sejak Tahun 2015 termasuk melalui sosialisasi, uji publik,
dan konsultasi dengan Kementerian/Lembaga, pelaku usaha, dan pemangku
kepentingan lainnya11.
Pada dasarnya, Paket Kebijakan Ekonomi diadakan untuk merespon
perlambatan pertumbuhan ekonomi, depresiasi rupiah, serta menghadapi
Masyarakat Ekonomi Asia (MEA) dan dinamika globalisasi ekonomi. Selain itu,
peningkatan investasi dengan diiringi paket kebijakan ekonomi yang ada
sebelumnya adalah untuk mendorong kemajuan perekonomian nasional.
10 Lihat Hulman Panjaitan dan Abdul Mutalib Mahakam, Komentar dan Pembahasan Pasal
Demi Pasal Terhadap UU No 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, h. 57. Daftar Negatif Investasi yang ditetapkan melaui Perpres berlaku untuk tiga tahun dan selanjutnya akan dilakukan evaluasi oleh Tim Nasional Peningkatan Ekspor dan Peningkatan Investasi (Timnas PEPI).
11 Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, “Paket Kebijakan Ekonomi Minggu ke-II Februari 2016 (Tahap X)”, h. 2-3.
42
Perbedaan antara peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 dengan Peraturan
Presiden Nomor 44 Tahun 2016 terlihat cukup mencolok dengan dikeluarkannya
35 bidang usaha dari daftar negatif investasi antara lain: industri crumb rubber;
cold storage; pariwisata (restoran; bar; cafe; usaha rekreasi, seni, dan hiburan:
gelanggang olahraga); industri perfilman; penyelenggara transaksi perdagangan
secara elektronik (market place) yang bernilai Rp.100 milyar ke atas; pembentukan
lembaga pengujian perangkat telekomunikasi; pengusahaan jalan tol; pengelolaan
dan pembuangan sampah yang tidak berbahaya; industri bahan baku obat. Dimana
dengan dikeluarkannya 35 bidang usaha tersebut, maka kepemilikan modal asing
dapat mencapai 100%12.
B. USAHA PERIKANAN TANGKAP
Letak geografi yang strategis menunjukkan kekayaan Indonesia akan sumber
daya alam dengan segala flora, fauna dan potensi hidrografis dan deposit sumber
daya alamnya yang melimpah. Sumber daya alam Indonesia berasal dari Pertanian,
kehutanan, kelautan dan perikanan, peternakan, pekerbunan serta pertambangan
dan energi13. Dua pertiga wilayah Indonesia berupa Laut, maka mengingat dua
pertiga sumber daya alam di laut memiliki potensi yang sangat besar14. Selain
12http://www.calonsh.com/2016/11/13/apakah-perubahan-daftar-negatif-investasi-pada-
perpres-no-44-tahun-2016-berpengaruh-terhadap-gairah-penanaman-modal-di-indonesia, diakses pada 18 September 2017, pukul 14.21.
13 Rahmi Jened, Teori dan Kebijakan Hukum Investasi Langsung (Direct Investment), Cet. 1, h. 43.
14 Lihat Rahmi Jened, Teori dan Kebijakan Hukum Investasi Langsung (Direct Investment), Cet. 1, h. 44. Pengembangan sumber daya kelautan dan perikanan dikelompokkan dalam lima industri kelautan, yaitu:
a. Industri Perikanan; b. Industri mineral dan energi laut; c. Industri maritim, termasuk industri galangan kapal; d. Industri pelayaran (transportasi laut); dan e. Industri pariwisata (kawasan bahari dan kawasan konservasi).
43
mengandung minyak, gas, mineral dan energi laut nonkonvensional, serta harta
karun yang sudah mulai digali meskipun masih terbatas, laut juga menghasilkan
ikan yang potensi lestarinya15 diperkirakan sebesar 6,4 juta ton per tahun. Saat ini
yang baru dimanfaatkan nsekitar 70 persen16.
Indonesia merupakan negara yang mempunyai jumlah penduduk terbesar ke-
5 di dunia, namun sayangnya tidak diimbangi dengan tingginya kualitas17 sumber
daya manusianya18. Padahal, Indonesia memiliki kekayaan laut yang begitu
melimpah, sektor kelautan dan perikanan merupakan salah satu hal penting dalam
pembangunan perekonomian nasional, dan juga telah dicantumkan dalam Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional (RPJPN) Tahun 2005-2025, yang mana di dalamnya dinyatakan bahwa
salah satu misi pembangunan jangka panjang 2005-2025 adalah untuk
mewujudkan Indonesia menjadi negara yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan
kepentingan nasional.
Laut yang mempunyai sumber daya dengan nilai ekonomis—sektor ekonomi
pada sub sektor perikanan antara lain sebagai bahan pangan, kesempatan kerja,
pajak, kesejahteraan ekonomi, dan perdagangan—, salah satunya sektor perikanan
merupakan potensi bangsa yang harus dijaga kelestariannya, juga dimanfaatkan
15 Potensi Lestari adalah pemanfaatan perikanan yang berkelangsungan dan tak pernah habis
sehingga dapat diambil hasil panen di tahun berikutnya.
16 Rahmi Jened, Teori dan Kebijakan Hukum Investasi Langsung (Direct Investment), Cet. 1, h. 42.
17 Lihat Rahmi Jened, Teori dan Kebijakan Hukum Investasi Langsung (Direct Investment), Cet. 1, h. 46. Berdasarkan Indeks SDM (Human Resources Development Index, HDI), dari Forum Ekoomi Dunia (World Economic Forum) merupakan perangkat pengukuran baru untk menilai bagaimana negara mengelola anugerah sumber daya manusianya berdasarkan potensi kekuatan ekonomi jangka panjang pada tenaga kerja mereka
18 Rahmi Jened, Teori dan Kebijakan Hukum Investasi Langsung (Direct Investment), Cet. 1, h. 46.
44
seefesien mungkin agar tidak terabaikan dan sia-sia, terutama dimanfaatkan oleh
bangsa Indonesia sendiri sebagai pemilik sah sumber daya tersebut.
Pemanfaatan sumber daya kelautan perikanan diatur dalam Pasal 16 Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2014 Tentang Kelautan, bahwa “pemerintah mengatur
sumber daya ikan di wilayah perairan dan wilayah yuridiksi serta menjalankan
pengaturan sumber daya ikan di laut lepas berdasarkan kerja sama dengan negara
lain dan hukum internasional.”
Jenis usaha perikanan tangkap sebagaiaman disebutkan dalam Pasal 3
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 30 Tahun 2012 Tentang Usaha
Perikanan Tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik
Indonesia, yaitu:
a. Usaha penangkapan ikan;
b. Usaha pengangkutan ikan;
c. Usaha penangkapan dan pengangkutan ikan;
d. Usaha perikanan tangkap terpadu.
Sebelum diberlakukannya Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016,
Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2002 mengamanatkan bahwa perusahaan
perikanan asing yang melakukan penangkapan ikan tidak boleh melakukan
kegiatan usahanya di Wilayah Perikanan Republik Indonesia, melainkan hanya
boleh melakukan penangkapan ikan di ZEEI19. Jadi, asing masih boleh melakukan
kegiatan penangkapan ikan di ZEEI dan laut lepas20, tentunya dengan izin khusus
sebagaimana yang ditentukan oleh Peraturan Perundang-undangan. Kemudian
19 Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia (ZEEI), menurut Pasal 2 Undang-undang Nomor 5 Tahun
1983 Tentang Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia, “Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia adalah jalur di luar dan berbatasan dengan laut wilayah Indonesia sebagaimana ditetapkan berdasarkan undang-undang yang berlaku tentang perairan Indonesia yang meliputi dasar laut, tanah di bawahnya dan air di atasnya dengan batas terluar 200 (dua ratus) mil laut diukur dari garis pangkal laut wilayah Indonesia.”
45
diatur kembali dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang
Perikanan bahwa:
Ayat (1): “usaha perikanan di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia
hanya boleh dilakukan oleh warga negara Republik Indonesia atau badan hukum
Indonesia.”
Ayat (2): “pengecualian terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan kepada orang atau badan hukum asing yang melakukan usaha
penangkapan ikan di ZEEI, sepanjang hal tersebut menyangkut kewajiban Negara
Republik Indonesia berdasarkan persetujuan Internasional atau ketentuan hukum
Internasional yang berlaku.”
Ketentuan tersebut mempertegas bahwa pemodal asing diperbolehkan/diberi
kesempatan untuk melakukan kegiatan usaha perikanan tangkap di Indonesia, tapi
hanya dibatasi pada wilayah ZEEI.
Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (WPP-RI) diatur
sebagaiama tercantum dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun
2004, bahwa “wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia untuk
penangkapan ikan meliputi: (a) perairan Indonesia, (b) ZEEI, (c) sungai, danau,
waduk, rawa dan genangan air lainnya yang dapat diusahakan serta lahan
pembudidayaan ikan yang potensial di wilayah Republik Indonesia”.
Selain itu, lebih konkret lagi mengenai wilayah pengelolaan perikanan,
ditegaskan kembali dalam Pasal 1 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan
Nomor 18 Tahun 2014 Tentang Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik
Indonesia, bahwa “Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia,
yang selanjutnya disingkat WPPNRI, merupakan wilayah pengelolaan periknan
untuk penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, konservasi, penelitian, dan
pengembangan perikanan yang meliputi perairan pedalaman, perairan kepulauan,
laut teritorial, zona tambahan, dan zona ekonomi ekslusif Indonesia.”
46
Gambar 1:
Peta Wilayah Pegelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia21
Bentuk usaha penanaman modal asing sebagaimana yang di tentukan oleh
Pasal 5 ayat (2) UUPM diwajibkan dalam bentuk (Perseroan Terbatas) PT, bahwa
“penanaman modal asing wajib dalam bentuk perseroan terbatas berdasarkan
hukum Indonesia dan berkedudukan di wilayah negara Republik Indonesia,
kecuali ditentukan lain oleh undang-undang”. Kemudian ditegaskan kembali
dalam Pasal 40 ayat (1) huruf b Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
30 Tahun 2012 Tentang Usaha Perikanan Tangkap di Wilayah Pengelolaan
Perikanan Negara Republik Indonesia, dinyatakan bahwa “untuk penanaman
modal asing wajib mendirikan perseroan terbatas berdasarkan hukum Indonesia
dan berkedudukan di dalam wilayah Negara Republik Indonesia”. Ini artinya
bentuk penananan modal asing di sektor usaha perikanan tangkap adalah investasi
langsung (indirect investment). Dapat disimpulkan bagi penanam modal asing
yang akan menjalankan kegiatan usahanya di bidang usaha perikanan tangkap
21 Lampiran I, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 18 Tahun 2014 Tentang
Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.
47
secara fisik wajib mendirikan badan usaha (statusnya sebagai pemodal asing), dan
badan usaha tersebut harus tunduk pada ketentuan hukum Indonesia.
Dalam kaitannya dengan usaha perikanan, sebelumnya Pasal 50 Peraturan
Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 05 Tahun 200822 mengamanatkan bahwa:
Ayat (1) : “setiap orang atau badan hukum asing yang akan melakukan usaha
penangkapan ikan harus melakukan investasi usaha pengolahan dengan pola
investasi perikanan tangkap terpadu”.
Ayat (2) : “pola usaha perikanan terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan mebangun dan/atau memiliki sekurang-kurangnya berupa UPI23
dalam negeri.”
Usaha Perikanan Terpadu sebagaimana disebutkan Pasal 8 Peraturan Menteri
Kelautan dan Perikanan Nomor 30 Tahun 2012 Tentang Usaha Perikanan Tangkap
di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia, bahwa usaha
perikanan tangkap terpadu terdiri dari:
a. Usaha perikanan tangkap dengan penanaman modal dalam negeri dan
penanaman modal asing.
b. Usaha perikanan tangkap non-penanaman modal.
Bentuk usaha perikanan terpadu sebagaimana disebutkan dalam Pasal 9,
merupakan integrasi antara kegiatan penangkapan ikan, pengangkutan ikan,
dengan industri pengolahan ikan. Usaha perikanan tangkap terpadu dengan
fasilitas penanaman modal asing sebagaimana ditentukan Pasal 39 ayat (1) huruf
22 Namun, Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan ini telah dicabut dan diubah beberapa
kali, sampai dengan Keputusan Menteri yang terakhir adalah Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 30 Tahun 2012, diubah dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 26 Tahun 2013, dan diubah untuk kedua kalinya dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 57 Tahun 2014.
23 Pasal 1 angka 37 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 05 Tahun 2008 Tentang usaha Perikanan Tangkap bahwa “ unit pengolahan ikan, yang selanjutnya diebut UPI, adalah tempat yang digunakan untuk mengolah hasil perikanan, baik yang dimiliki oleh perorangan atau badan hukum.”
48
b Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 26 Tahun 2013 Tentang
perubahan atas Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 30 Tahun 2012
Tentang Usaha Perikanan Tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara
Republik Indonesia, disyaratkan dengan ketentuan menggunakan kapal perikanan
berukuran diatas 100 GT (Gros Tonage). Dan Pasal 42 ayat (1) Menteri Kelautan
dan Perikanan Nomor 26 Tahun 2013 juga menagamanahkan bahwa “usaha
perikanan tangkap terpadu dengan penanaman modal yang menggunakan kapal
perikanan dengan jumlah kumulatif diatas 2.000 (dua ribu) GT harus melakukan
pengolahan ikan dengan membangun, memiliki UPI, atau bermitra dengan UPI.”
Usaha perikanan tangkap, sebelum diterbitkannya Peraturan Presiden Nomor
44 Tahun 2016, masuk dalam daftar bidang usaha yang diperbolehkan dengan
persyaratan (masih diperbolehkan dimasuki oleh modal asing), yang diatur dalam
lampiran bidang Kelautan dan Perikanan Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun
2012, adalah sebagai berikut:
Tabel 1:
Lampiran Daftar Bidang Usaha yang Diperbolehkan dengan Persyaratan
Bidang Usaha Kelautan dan Perikanan dalam Peraturan Presiden Nomor
39 Tahun 2012
No Bidang Usaha KBLI (2009)24 Persyaratan
1 Perikanan Tangkap
Dengan Menggunakan
Kapal Penangkap Ikan
Berukuran Sampai
Dengan 30 GT, di
Wilayah Perairan
Sampai Dengan 12 Mil
Kode: 03111
Penangkapan
pisces/ikan bersirip di
laut
Kelompok ini mencakup
usaha atau kegiatan
penangkapan pisces atau
Dicadangkan
untuk
Usaha Mikro,
Kecil,
Menengah dan
Koperasi
24 Penulis tidak menggunakan KBLI Tahun 2015 (KLBI terbaru). Penyususnan DNI mengacu
pada KLBI, Perpres Nomor 39 Tahun 2014 tentunya mengacu pada KLBI Tahun 2009 Cetakan ke 3.
49
8 Usaha Perikanan
Tangkap menggunakan
kapal penangkap ikan
berukuran 100 GT
dan/atau lebih besar di
wilayah penangkapan
ZEEI
ikan bersirip seperti ikan
tuna dan cakalang (ikan
big eye tuna, yellow fin
tuna, albacore dan
cakalang), ikan hiu (hiu
macan, hiu gergaji) dan
cucut (cucut tikus/cucut
monyet, cucut lanyam,
cucut martil/capingan dan
cucut botol), ikan tenggiri,
bawal, layang, lemuru,
kakap merah dan ikan hias
laut (ikan sekar taji layar
lurik, ikan buntel pasir dan
ikan kalong) di laut, muara
sungai, laguna dan tempat
lain yang dipengaruhi
pasang surut. Termasuk
pula kegiatan kapal yang
digunakan baik untuk
menangkap ikan maupun
pengolahan dan
pengawetan ikan25.
Perizinan
khusus26
(Persyaratan
dan ketentuan
lebih lanjut
diatur oleh
Menteri
Kelautan dan
Perikanan)
Usaha Perikanan
Tangkap dengan
menggunakan kapal
penangkap ikan
berukuran 100 GT
dan/atau lebih besar di
wilayah penangkapan
laut lepas
Usaha Perikanan
Tangkap dengan
menggunakan kapal
penangkap ikan
berukuran di atas 30 GT,
di wilayah perairan di
atas 12 Mil
Modal dalam
negeri 100%
25 Peraturan Kepala Badan Pusat Statistik Nomor 27 Tahun 2009 Tentang Klasifikasi Baku
Lapangan Usaha Indonesia, Cetakan ke 3, h. 76.
26Izin khusus yang di maksud adalah sebagaimana yang diatur dalam beberapa perauran perundang-undangan dibidang perikanan, diantaranya Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004, Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 5 Tahun 2008, bahwa izin Khusus Usaha Perikanan meliputi: Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP), Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI), Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI).
50
Cakupan golongan sub bidang perikanan tangkap sendiri menurut KBLI
adalah “Golongan ini mencakup kegiatan "penangkapan ikan", yaitu perburuan,
penangkapan organisme air liar yang masih hidup (terutama ikan-ikanan, mollusca
dan crustacea27) termasuk tumbuhan laut, tumbuhan pesisir atau tumbuhan
perairan dalam, untuk konsumsi atau tujuan lain yang ditangkap baik
menggunakan tangan atau berbagai jenis alat tangkap seperti jaring, dan peralatan
pancing lainnya. Kegiatan tersebut dapat dilakukan di daerah pasang sekitar garis
pantai (misalnya mollusca seperti remis/kepah dan tiram), sekitar pantai dengan
menggunakan jaring, atau dengan menggunakan sampan atau umumnya dengan
kapal di laut dekat pantai, laut pesisir pantai atau laut lepas28.”
Setelah diterbitkannya Perturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016 Tentang
Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan
Persyaratan di Bidang Penanaman Modal, bahwa lampiran III Peraturan Presiden
Nomor 44 Tahun 2016 yang menerangkan mengenai Daftar Bidang Usaha yang
Terbuka dengan Persyaratan Tertentu (sub bab C. Sektor Kelautan dan Perikanan,
Nomor 124). Peraturan Presiden Tersebut mengenai pengaturan usaha perikanan
tangkap adalah:
27 Peraturan Kepala Badan Pusat Statistik Nomor 27 Tahun 2009 Tentang Klasifikasi Baku
Lapangan Usaha Indonesia, Cetakan ke 3, h. 76-77. Penangkapan Crustasea di laut (kode 03112), Kelompok ini mencakup usaha atau kegiatan penangkapan jenis udang (udang windu, udang putih, udang dogol), lobster dan crustacea laut lainnya (kepiting dan rajungan) di laut, muara sungai, laguna dan tempat lain yang dipengaruhi pasang surut. Penangkapan Mollusca di laut (kode 03113), Kelompok ini mencakup usaha atau kegiatan penangkapan molusca, seperti jenis kerang mutiara, cumi-cumi, sotong, gurita dan mollusca laut lainnya (remis, simping, kerang darah, kerang hijau dan tiram) di laut, muara sungai, laguna dan tempat lain yang dipengaruhi pasang surut.
28 Peraturan Kepala Badan Pusat Statistik Nomor 27 Tahun 2009 Tentang Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia, Cetakan ke 3, h. 75.
51
Tabel 2:
Lampiran Daftar Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan
Tertentu Bidang Usaha Kelautan dan Perikanan dalam Peraturan Presiden
Nomor 44 Tahun 2016
No Bidang Usaha KBLI
(2015)
Persyaratan
124 Perikanan Tangkap
dengan Menggunakan
Kapal Penangkap Ikan di
Wilayah Perairan
Indonesia dan Laut Lepas
0311129
Modal dalam negeri 100% dan
Izin Khusus dari Kementerian
Kelautan dan Perikanan
mengenai alokasi sumber daya
ikan dan titik koordinat30
daerah penangkapan ikan
Berbalik dengan bidang usaha perikanan tangkap, bidang usaha pengolahan
ikan justru dibuka seluas-luasnya bagi asing.
Kegiatan menangkap ikan di wilayah pengelolaan perikanan Negara
Republik Indonesia diperbolehkan, sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Pelanggaran atas ketentuan aturan kegiatan
penangkapan ikan, ditindak dengan wewenang berdasarkan Pasal 69 Undang-
Undang Nomor 45 Tahun 2009, bahwa:
29 Peraturan Kepala Badan Pusat Statistik Nomor 95 Tahun 2015 Tentang Klasifikasi Baku
Lapangan Usaha Indonesia, Kelompok ini mencakup usaha atau kegiatan penangkapan pisces atau ikan bersirip seperti kelompok ikan pelagis besar (ikan tuna mata besar, yellowfin tuna, albacore, cakalang, ikan hiu macan, ikan hiu gergaji, cucut tikus/monyet, cucut lanyam, cucut martil/capingan, cucut botol, dll) ikan pelagis kecil (ikan layang, ikan lemuru, ikan julung-julung, dll), ikan demersal (ikan bawal hitam, ikan bawal putih, ikan lidah, ikan pari kelelawar, ikan pari macan, ikan baracuda, dll), ikan karang (ikan pisang-pisang, ikan blue line, ikan kerapu bebek, ikan honeycomb, ikan leopard, ikan baronang kuning, dll) dan ikan lainnya di laut, muara sungai, laguna dan tempat lain yang dipengaruhi pasang surut. Termasuk pula kegiatan kapal yang digunakan baik untuk menangkap ikan maupun pengolahan dan pengawetan ikan.
52
(1) Kapal pengawas perikanan berfungsi melaksanakan pengawasan dan
penegakan hukum di bidang perikanan dalam wilayah pengelolaan perikanan
Negara Republik Indonesia.
(2) Kapal pengawas perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat
dilengkapi dengan senjata api.
(3) kapal pengawas perikanan dapat menghentikan, memeriksa, membawa, dan
menahan kapal yang diduga atau patut diduga melakukan pelanggaran di
wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia ke pelabuhan
terdekat untuk pemrosesan lebih lanjut.
(4) dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) penyidik
dan atau pengawas perikanan dapat melakukan tindakan khusus berupa
pembakaran atau peneggelaman kapal perikanan yang berbendera asing
berdasarkan bukti permulaan yang cukup31.
Jadi, jika terindikasi adanya tindak pidana pencurian ikan, maka Pasal 69
ini berlaku sebagai legalitas atas tindakan yang diberlakukan. Pihak asing yang
sudah dilarang melakukan kegiatan (usaha) penangkapan ikan, seiring dengan
berlakunya aturan negatif investasi asing di bidang usaha perikanan tangkap, maka
kegiatan tersebut dianggap sebagai tindak pidana pencurian ikan, karena setiap
kapal yang berlayar di laut Indonesia wajib mengibarkan bendera negaranya. Jadi
pihak asing sudah tidak mempunyai alasan lagi untuk tetap melakukan kegiatan
penagkapan ikan di laut Indonesia.
Dalam lingkup Internasional, ketentuan mengenai penangkapan ikan diatur
pula dalam United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982.
Indonesia telah meratifikasi UNCOS dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun
31 Lihat penjelasan Undang-undang Nomor 45 Tahun 2009 Tentang Perubahan Undang-
undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan. bukti permulaan yang cukup adalah bukti permulaan untuk menduga adanya tindak pidana di bidang perikanan oleh kapal perikanan berbendera asing, misalnya kapal perikanan berbendera asing tidak memiliki SIPI dan SIKPI, serta nyata-nyata menangkap dan/atau mengangkut ikan ketika memasuki wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia.
53
1985 Tentang Pengesahan United Nations Convention on the Law of the Sea
(Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa Tentang Hukum Laut), yang kemudian
menjadikan Indonesia harus tunduk pada ketentuan yang ada pada UNCLOS.
Kegiatan menangkap ikan dibebaskan di wilayah laut lepas, sebagaimana
ditentukan dalam Article 87, Part VII mengenai High Seas, Section 1.General
Provision: Freedom of the high seas:32
1. The high seas are open to all States, whether coastal or land-locked.
Freedom of the high seas is exercised under the conditions laid down by
this Convention and by other rules of international law. It comprises, inter
alia, both for coastal and land-locked States:
a. freedom of navigation;
b. freedom of overflight;
c. freedom to lay submarine cables and pipelines, subject to Part VI;
d. freedom to construct artificial islands and other installations permitted
under international law, subject to Part VI;
e. freedom of fishing, subject to the conditions laid down in section 2;
f. freedom of scientific research, subject to Parts VI and XIII.
2. These freedoms shall be exercised by all States with due regard for the
interests of other States in their exercise of the freedom of the high seas,
and also with due regard for the rights under this Convention with respect
to activities in the Area.
Artinya: Pasal 87: Kebebasan laut lepas
1. Laut lepas terbuka untuk semua Negara, baik Negara pantai atau tidak
berpantai. Kebebasan laut lepas, dilaksanakan berdasarkan syarat-
syarat yang ditentukan dalam Konvensi ini dan ketentuan lain hukum
internasional. Kebebasan laut lepas itu meliputi, inter alia, baik untuk
Negara pantai atau Negara tidak berpantai :
(a) kebebasan berlayar;
(b) kebebasan penerbangan;
(c) kebebasan untuk memasang kabel dan pipa bawah laut, dengan
tunduk pada Bab VI;
(d) kebebasan untuk membangun pulau buatan dan instalasi lainnya
yang diperbolehkan berdasarkan hukum internasional, dengan
tunduk pada Bab VI;
32 Kewenangan ini terkait dengan Article 89, Part VII mengenai High Seas, Section 1. General
Provision: Invalidity of claims of sovereignty over the high seas: No State may validly purport to subject any part of the high seas to its sovereignty.
54
(e) kebebasan menangkap ikan, dengan tunduk pada persyaratan yang
tercantum dalam bagian 2;
(f) kebebasan riset ilmiah, dengan tunduk pada Bab VI dan XIII.
2. Kebebasan ini akan dilaksanakan oleh semua Negara, dengan
memperhatikan sebagaimana mestinya kepentingan Negara lain dalam
melaksanakan kebebasan laut lepas itu, dan juga dengan
memperhatikan sebagaimana mestinya hak-hak dalam Konvensi ini
yang bertalian dengan kegiatan di Kawasan.
Indonesia sebagai negara kepulauan, diperbolehkan memanfaatkan ikan di
wilayah laut lepas karena posisi Indonesia yang berhadapan dengan dua perairan
internasional, yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik.
Laut Lepas berdasarkan Pasal 1 butir 22 Undang-Undang Nomor 45 Tahun
2009, bahwa "Laut Lepas adalah bagian dari laut yang tidak termasuk dalam ZEEI,
laut teritorial Indonesia, perairan kepulauan Indonesia, dan perairan pedalaman
Indonesia".
Gambar 2:
Yuridiksi maritim negara pantai berdasarkan UNCLOS
55
Jenis usaha perikanan tangkap di laut lepas sebagaimana terdapat pada Pasal
3 ayat (1) Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2012
Tentang Usaha Perikanan Tangkap di Laut Lepas, meliputi usaha penangkpan ikan
dan usaha pengangkutan ikan. Wilayah laut lepas untuk usaha perikanan tangkap
berdasarkan Pasal 3 ayat (2) Peraturan Menteri tersebut adalah meliputi wilayah
pengelolaan RFMO33 di Samudera Hindia dan Samudera Pasifik.
Sementara itu, wilayah RFMO yang terbentuk di daerah laut lepas dan
berdampingan dengan perairan Indonesia, diantaranya yaitu:34
a. Indian Ocean Tuna Commission (IOTC), Indonesia sudah menjadi anggota
tetap.
b. The Convention for The Conservation of Southern Bluefin Tuna (CCSBT),
Indonesia sudah menjadi anggota tetap.
c. Commission for the Conservation and Management of Highly Migratory Fish
Stock in the Western and Central Pacific Ocean (WCPFC), Indonesia masih
berstatus sebagai negara non-contracting parties.
Setelah pelaksanaan Rencana Pembangunan Menengah Nasional (RPJMN) I
2005-2009, pengembangan sektor kelautan dan perikanan pada RPJMN II 2010-
2014 semakin jadi arus utama. Demikian pula dengan sub sektor perikanan
tangkap di dalamnya, baik itu perikanan tangkap di laut maupun di perairan umum
33 Organisasi Pengelolaan Perikanan Regional atau Regional fisheries management
organisations (RFMOs), yang mengatur tentang wilayah penangkapan ikan negara-negara yang tergabung dalam organisasi tersebut. Namun terdapat sebuah kritik bahwa adanya RFMO adalah sebuah sistem hegemoni yang dibuat oelh negara-negara maju untuk menguasai laut lepas. Hal ini terindikasi dari ketentuan bahwa negara yang tidak tergabung dalam RFMO tidak boleh melakukan penangkapan ikan pada wilayah RFMO di laut lepas. Sanksi yang dijatuhkan kepada negara yang melanggar larangan tersebut adalah embargo atas produk perikanan karena dianggap negara yang melanggar tersebut telah melakukan illegal fishing. Kaitannya dengan RFMO, Indonesia sampai saat ini hanya baru menjadi anggota tetap organisasi pengelolaan dan konservasi perikanan regional Indian Ocean Tuna Commission (IOTC).
34https://ikanbijak.wordpress.com/2008/04/21/perikanan-indonesia-dalam-kepungan-organisasi-pengelolaan-perikanan-regional-dan-internasional/, diakses pada 15 September 2017, pukul 22.09.
56
daratan (PUD). Pelaksanaan pengrausutamaan tersebut mengacu pada tema
RPJMN II sebagaimana telah tercantum dalam RPJPN 2005-202535.
Pembangunan perikanan tangkap merupakan bagian penting yang dilaksanakan
untuk mewujudkan empat pilar pembangunan nasional (penanggulangan
kemiskinan, penyerapan tenaga kerja, peningkatan pertumbuhan dan pemerataan
ekonomi, serta pemulihan dan pelestarian lingkungan dan sumber daya alam).
35 Rencana Strategis Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan
Perikanan Republik Indonesia Tahun 2015-2019, h. 2.
57
BAB IV
ANALISA NEGATIF INVESTASI ASING DI BIDANG USAHA PERIKANAN
TANGKAP INDONESIA
Negatif invetasi asing usaha perikanan tangkap Indonesia termaktub dalam
Lampiran III Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016 yang menerangkan mengenai
Daftar Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan Tertentu (sub bab C. Sektor
Kelautan dan Perikanan, Nomor 124). Bagian tersebut menyebutkan bahwa "Perikanan
Tangkap dengan Menggunakan Kapal Penangkap Ikan di Wilayah Perairan Indonesia1
dan Laut Lepas". Kemudian daripada klausul tersebut, terdapat persyaratan yang
menegaskan bahwa Negatif invetasi usaha perikanan tangkap Indonesia dilarang bagi
asing, bahwa "Modal dalam Negeri 100% dan Izin Khusus dari Kementerian Kelautan
dan Perikanan Mengenai Alokasi Sumber Daya Ikan dan Tititk Koordinat Daerah
Penangkapan Ikan". Kalusul tersebut tentunya jelas melarang adanya investasi asing di
bidang usaha perikanan tangkap Indonesia, karena dalam klausul tersebut modal
diwajibkan 100% dari dalam negeri.
Kemandirian ekonomi dalam pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan
merupakan visi kedaulatan yang saat ini sedang diperjuangkan oleh Presiden Joko
Widodo lewat Kementerian Kelautan dan Perikanan. Pemanfaatan sumber daya ikan
di laut, merupakan suatu kebolehan dan anjuran yang diperintahkan oleh Allah SWT
melaui Firmannya, dalam Al-Qur’an Surat An-Nahl: 16 (14):
ر البحر لتأكلوا منه لحما طريا وتستخرجوا منه حلية تلبسونها وترى الفلك وهو الذي سخ
مواخر فيه ولتبتغوا من فضله ولعلكم تشكرون
1 Perairan Indonesia berdasarkan Pasal 1 butir 20 Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009,
bahwa "Perairan Indonesia adalah laut teritorial Indonesia beserta perairan kepulauan dan perairan pedalamannya".
58
Artinya: "Dan Dialah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu
dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan
dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar
padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya
kamu bersyukur".
Juga diterangkan dalam Hadits Riwayat Abu Dawud:
ه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم، في البحر: هو عن أبي هريرة رضي الله عن
حه ابن خ زيمة الطهور ماؤه، الحل ميتته أخرجه األربعة وابن أبي شيبة واللفظ له وصح
شافعي وأحمد والت رميذي ورواه مالك وال
Artinya: "Dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu ia berkata: Telah bersabda
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang (hukum) air laut: “Air laut itu suci,
(dan) halal bangkainya.” Diriwayatkan oleh, Abu Dawud, Tirmidziyy, Nasaa-i,
Ibnu Majah, dan Ibnu Abi Syaibah, dan ini merupakan lafazhnya, dan telah
dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah, dan Tirmidziyy dan telah diriwayatkan pula
oleh Malik, Syafi’i dan Ahmad".
Dalil dan Hadits tersebut menjelaskan bahwa kita diperbolehkan memanfaatkan
sumber daya laut yang dihalalkan dagingnya untuk dikonsumsi dan mendapatkan
keuntungan atas sumber daya laut, khususnya ikan. Diperlukan kebijakan yang
mengatur tentang pemanfaatan atas luas lautan yang dimiliki Indonesia juga
melimpahnya potensi sumber daya ikan yang dimiliki Indonesia, salah satunya di
bidang investasi.
Tinjauan atas pemberlakuan negatif investasi asing di bidang usaha perikanan
tangkap sebagaimana wawancara yang telah dilakukan oleh peneliti dengan pihak dari
Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kasie (Kepala Seksie) Pengawasan
Penangkapan Ikan di Laut Teritorial Perairan Kepulauan dan Pedalaman, Bapak Asep
Supriadi, S. St. Pi, M. Si., pada tanggal 26 Juli 2017, setelah peneliti olah dalam bentuk
deskriptif adalah sebagai berikut:2
2 Asep Supriadi, (Kepala Seksie) Pengawasan Penangkapan Ikan di Laut Teritorial Perairan
Kepulauan dan Pedalaman, Interview Pribadi, 26 Juli 2017.
59
Investasi asing/modal asing pada dasarnya sangat berpengaruh dan merupakan
aspek yang penting karena merupakan aset pembangun perusahaan perikanan.
Berdasarkan pengawasan dan peninjauan usaha pasca pengaturan negatif investasi
asing usaha perikanan tangkap, perusahaan-perusahaan yang sebelumnya dimiliki
dengan kepemilikan modal asing baik sebagian maupun seluruhnya banyak yang
kegiatan usahanya berhenti total, tetapi ada juga yang tetap beratahan, karena untuk
beroperasi, kapal tidak bisa bergerak lagi, dan sudah sekitar 77 kapal asing sudah
kembali ke negaranya. Pengehentian perusahaan-perusahaan perikanan yang di
dalamnya terdapat (kontribusi) modal asing, juga dibarengi dengan Surat Edaran
Menteri mengenai Pemberhentian Izin Perusahaan (perikanan tangkap). Kemudian,
dari permasalahan ini membuat banyak pekerja warga negara indonesia yang
sebelumnya sudah menggantungkan hidupnya pada perushaan perikanan yang dicabut
izinnya tersebut menganggur dan tidak memiliki pekerjaan.
Sebenarnya terdapat beberapa pertimbangan pada pencabutan izin dalam
kaitannya pembarlakuan negatif investasi asing usaha perikanan tangkap tersebut:
1. Perusahaan sudah memberikan pekerjaan
2. Perusahaan telah menghidupkan lingkungan masyarakat setempat
3. Perusahaan telah membantu meningkatkan ekonomi masyarakat sekitar
Namun pertimbanagan tersebut jika dipersentasikan dalam rupiah tidak sebanding
dengan persentasi perusahaan tersebut yang mengambil kekayaan alam/ikan
(membawa lari ikan ke luar negeri, misalnya dengan transhipment di tengah laut)
sampai ratusan juta—sebagai gambaran, jika dibandingkan keuntungan yang didapat
masyarakat dari perusahaan hanya kisaran dibawah satu juta rupiah dengan kerugian
negara yang ditimbulkan dari penangkapan ikan yang disalahgunakan bisa mencapai
ratusan juta rupiah.
Jika diamati, negatif investasi asing usaha perikanan tangkap ini dapat dikatakan
merugikan, karena banyak orang yang menjadi pengangguran padahal sebelumnya
mereka sudah menggantungkan hidupnya pada perusahaan yang tertanam modal asing,
baik sebagian maupun seluruhnya. Namun kembali lagi yang menjadi pertimbangan
60
adalah kepentingan masyarakat yang terlanjur menggantungkan pekerjaannya pada
perusahaan perikanan dengan modal asing ataukah pada sisi kerugian negara.
Bisa terjadi demikian, karena banyak dari investor hanya memberikan modal usaha
saja, dan yang menjalankan usaha adalah orang Indonesia, bahkan bisa secara
keseluruhan. Meski, terdapat dua katagori dalam menjalankan usaha tersebut. Ada
investor yang hanya memberikan modal saja dan yang menjalankan usaha sampai ke
level bawah adalah warga negara Indonesia (dengan tetap didampingi asing), dan ada
juga investor asing yang tidak hanya menyetorkan modal, melainkan ikut menjalankan
perusahaan tersebut, dengan ciri nahkoda yang berlayar adalah nahkoda asing, juga
kepala kantor dan stafnya cenderung asing. Dengan begitu, rasanya benar bahwa
dampak negatif dirasakan tidak hanya oleh investor asing, mlainkan juga oleh warga
Indonesia yang sudah menggantungkan pekerjaannya pada perusahaan perikanan
tersebut.
Sebagai solusi, saat ini sudah dibentuk Pembangunan Sentra Kelautan dan
Perikanan Terpadu (PSKPT) untuk memajukan pulau kecil dan terluar, cold trorage,
kapal gratis, bantuan usaha/modal, bantuan kapal, dan lain-lain. yang mana program
ini diharapkan dapat menyerap tenaga kerja dan mengatasi masalah ketengakerjaan
dari dampak pencabutan izin/matinya perusahaan perikanan yang tidak beroperasi lagi.
Jadi bukan semata-mata membuat kebijakan dengan menghentikan modal asing tanpa
adanya solusi, tetapi juga sudah dipertimbangkan untuk menanggulangi dampak-
dampak yang kemungkinan akan terjadi.
Sebenarnya, Ide/gagasan negatif investasi asing di bidang usaha perikanan tangkap
dalam Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016 adalah untuk menggiatkan usaha
nelayan-nelayan kecil dan para pengusaha Indonesia. Jika kesempatan asing dalam
berinvestasi/menanamkan modalnya diberikan kembali misalnya di natuna bagi
investor asing guan pemasukan kas negara sebagaimana yang sempat diusulkan, upaya
yang selama dua tahun sudah memberikan peluang kepada nelayan dan pengusaha
dalam negeri terasa akan sia-sia. Selain itu, terdapat keinginan bahwa orang indonesia
itu mampu berusaha di bidang perikanan dan mampu bersaing dengan negara luar.
61
Banyak negara yang menggugat negatif investasi asing usaha perikanan tangkap
dalam Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016 ini, misalnya Thailand dan China,
meski sebenarnya mereka hanya ingin adanya kerja sama antar negara yang saling
menguntungkan di bidang ekonomi. Gugtan itu pernah disampaikan ke Presiden
Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Koordinator Kemaritiman,
Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Luar Negeri. Desakan untuk dibukanya
keran asing juga diterima oleh negara lain. Bahkan ada juga pihak pengusaha domestik
yang menggugat karena sebelumnya diuntungkan dan sudah bergantung pada investor
asing, mereka merasa dirugikan rugi karena ada perjanjian-perjanjian yang harus
dibatalkan.
Selain dampak yang dinilai negatif, terdapat pula banyak dampak positif yang
didapat. Misalnya, dahulu ukuran hasil penangkapan ikan di Daerah Timika, Tual,
Fakfak, Pulau Seram, cenderung keci, sekarang nelayan merasa senang karena di
daerah-daerah itu nelayan bisa mendapatkan has il tangkapan ikan dengan ukuran
besar, bahkan di Daerah Tual, nelayan yang sudah 20 tahun tidak menemukan ikan
layur untuk ditangkap, sekarang nelayan sudah bisa menagkap ikan layur. Artinya,
sumber daya alam sudah dinikmati oleh masyarakat kecil. Di Pantai Selatan, Sulawesi
Utara, dulu nelayan harus menempuh waktu 6-8 jam dari pantai menuju ke lokasi
penangkapan ikan, sekarang nelayan hanya butuh menempuh waktu dua jam untuk
mendapatkan ikan, karena lokasi penangkapan ikan sudah semakin dekat. Jika
dibandingkan pada saat masih ada investor asing, nelayan tidak mudah mendapatkan
ikan.
A. KEBIJAKAN NEGATIF INVESTASI SEBAGAI UPAYA MENJAGA
KEDAULATAN BANGSA
Keterlibatan Indonesia dalam pengelolaan ikan regional maupun internasional
telah diamanatkan oleh UU No. 31 Tahun 2004. Misalnya, dimuatnya pengaturan
kegiatan perikanan di laut lepas sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 5, yaitu:
”Pengelolaan perikanan di luar wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia
62
yang diselenggarakan berdasarkan peraturan perundang-undangan, persyaratan,
dan/atau standar internasional yang diterima secara umum”. Selain itu, UU No. 31
Tahun 2004 juga menuntut Pemerintah Indonesia untuk ikut serta secara aktif
dalam keanggotaan badan/lembaga/organisasi regional dan internasional dalam
rangka kerjasama pengelolaan perikanan regional dan internasional sebagaimana
yang tertuang pada Pasal 10. Dengan demikian, secara yuridis Indonesia telah
mempunyai landasan hukum yang jelas dalam melakukan kerjasama pengelolaan
perikanan dengan negara-negara tetangga, baik di wilayah perairan yang
berbatasan maupun di perairan laut lepas. Sementara itu, hal-hal yang perlu
diperhatikan Indonesia dalam mewujudkan perikanan bertanggung jawab di laut
lepas, harus juga memperhartikan kepentingan negara lain terutama yang
berbatasan langsung dengan wilayah laut Indonesia, agar tidak mencederai
kedamaian wilayah laut yang berbatasan tersebut.
Setiap negara di dunia berhak atas penguasaan kedaulatan seluruh kekayaan
alamnya. Kekayaan alam adalah salah satu faktor utama mengapa suatu negara
berupaya memiliki atau mengkalim kedaulatannya atas suatu wilayah. Kekayaan
alam pula yang menjadi alasan utama mengapa negara-negara di abad pertengahan
menduduki wilayah-wilayah dibagian dunia lain yang jauh dari wilayahnya.
Prinsip kedaulatan negara terhadap kekayaan alamnya terdapat dalam berbagai
dokumen hukum internasional sebagai berikut:3
(1) Resolusi Majelis Umum PBB No. 626 (VII) Tanggal 21 Desember 1952
Resolusi ini menegaskan prinsip “penentuan nasib sendiri di bidang
ekonomi setiap negara” (economic selfdetermination). Resolusi ini
menegaskan hak negara sedang berkembang untuk memanfaatkan sumber
daya alamnya. Pasal ini antara lain menyatakan: “The right of the peoples
3 Huala Adolf, Aspek-aspek Negara dalam Hukum Internasional, (Bandung: Keni Media, 2015,
Cet. 5), h. 133.
63
freely use and exploit their natural wealth and resources in accordance with
the United Nations Charter.”
Artinya: Hak masyarakat bebas menggunakan dan memanfaatkan
kekayaan dan sumber daya alam mereka sesuai dengan Piagam
Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Menurut prinsip ini adalah hak setiap negara untuk memanfaatkan secara
bebas kekayaan alamnya. Tujuan utama dari resolusi adalah untuk mendorong
negara-negara terbelakang untuk memanfaatkan sumber kekayaan alam
negerinya dan mencegah negara lain memanfaatkannya untuk kepentingannya
sendiri4.
(2) Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 1803 (XVII) Tanggal 14 Desember
1962 dan 25 November 1966.
Dalam resolusi ini, majelis umum memperluas ruang lingkup kedaulatan
permanen (permanent sovereignty) terhadap kekayaan alam di dasar laut dan
tanah dibawahnya dan di perairan laut yang masih berada dalam yuridiksi
nasional suatu negara. Pasal 1 Resolusi Nomor 1803 ini menyatakan: “The
right of peoples and nations to permanent sovereignty over their natural
wealth and resources must be exercised in the interest of their national
development and of the well-being of the people of the State concerned.”
Artinya: Hak bangsa dan negara terhadap kedaulatan permanen atas
kekayaan dan sumber daya alam mereka harus dilakukan untuk
kepentingan pembangunan nasional dan kesejahteraan rakyat Negara yang
bersangkutan.
(3) Covenant on Economic, Social and Cultural Rights Tanggal 16 Desember
1966 dan Covenant on Civil and Political Rights Tanggal 16 Desember
1966.
4 J. G. Starke, Introduction to International Law, (London: Butterworhts, 1984), 9th.ed., h. 121.
64
Kedua covenant menegaskan hak suatu negara (peoples) untuk
memanfaatkan secara bebas kekayaan alamnya. Sebagai contoh, Pasal 1 ayat
(2)
"Covenant on Economic, Social and Cultural Rights menegaskan: “All
peoples may, for theit own ends, freely dispose of their natural wealth and
resources without prejudice to any obligations arising out of
international economic cooperation, based upon the principle of mutual
benefit, and international law. In no case may a people be deprived of its
own means of subsistence.”
Artinya: Kovenan tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya:
"Semua negara boleh, untuk kepentingan mereka sendiri, dengan
bebas memanfaatkan kekayaan alam dan sumber daya mereka tanpa
mengurangi kewajiban yang timbul dari kerjasama ekonomi
internasional, berdasarkan asas saling menguntungkan, dan hukum
internasional. Sama sekali tidak boleh, negara dirampas dari sarana
penghidupannya sendiri."
(4) Resolusi Majelis Umum PBB tentang Permanent Sovereignty over Natural
Resources Tahun 1974 dan Deklarasi tentang pembentukan Tata
Ekonomi Internasional Baru dan Piagam Hak-hak Ekonomi dan
Kewajiban Negara (Charter of Economic Rights and Duties of States), 10
Desember 1974.
Kedua instrumen ini menegaskan kembali kedaulatan negara untuk
mengawasi kekayaan alamnya, terutama bagi negara berkembang, guna
meningkatkan pertumbuhan ekonominya. Secara implisit dinyatakan pula
bahwa adalah tanggung jawab masyarakat internasional untuk menolong
pemanfaatan kekayaan alam negara-negara sedang berkembang. Piagam hak-
hak ekonomi dan kewajiban negara ini antara lain menyatakan sebagai
berikut:5 “Every state has and shall freely exercise full permanent sovereignty,
including possession, use and disposal, over all its wealth, natural resources
and economic activities.”
5 Parry and Grant, Encyclopaedic Dictionary of International Law, (New York: Oceana, 1986),
h. 290.
65
Artinya: Setiap negara memiliki dan secara bebas menjalankan
kedaulatan permanen sepenuhnya, termasuk kepemilikan, penggunaan
dan pembuangan, atas semua kekayaan, sumber daya alam dan kegiatan
ekonominya.
(5) Prinsip 21 dan 11 Declaration on The Human Environment yang
dihasilkan oleh konferensi Stockholm 5-6 Juni Tahun 1972.
Kedua prinsip menayatakan kembali bahwa negara-negara memiliki hak
berdaulat untuk memanfaatkan kekayaan alamnya sesuai dengan
kebijaksanaan pengamanan dan pemeliharaan lingkungannya6. Dalam
pemanfaatan tersebut, negara bertanggung jawab atas setiap kegiatan yang
merugikan lingkungan atau wilayah negara lain yang berada di luar yuridiksi
nasionalnya.
Prinsip 21 menyatakan:
“State have, in accordance with the Character of The United Nations and te
principles of international law, the sovereign right to exploit their own natural
resorces pursuant to their environmental policies, and the responsibility to
ensure that activities within their juridiction or control do not cause damage
to the evironmental of their states or of areas beyond the limits of national
juridictions.”
Artinya: Negara memiliki, sesuai dengan Piagam Perserikatan Bangsa-
Bangsa dan prinsip-prinsip hukum internasional, hak kedaulatan untuk
memanfaatkan pemanfaatan alam mereka sendiri sesuai dengan kebijakan
lingkungan mereka, dan tanggung jawab untuk memastikan bahwa kegiatan
di dalam yuridiksi atau pengawasan mereka tidak menyebabkan merusak
lingkungan negara bagian mereka atau wilayah yang berada di luar batas
yurisdiksi nasional.
Prinsip 11 menyatakan:
“The environmental policies of all States should enhance and not adversely
affect the present or future development potential of developing countries, nor
should they hamper the attainment of better living conditions for all, and
appropriate steps should be taken by States and international organizations
with a view to reaching agreement on meeting the possible national and
international economic consequences resulting from the aplication of
environmental measures.”
6 Parry and Grant, Encyclopaedic Dictionary of International Law, h. 122-123.
66
Artinya: Kebijakan lingkungan dari semua Negara harus ditingkatkan dan
tidak berdampak buruk terhadap potensi pembangunan saat ini atau masa
depan negara-negara berkembang, dan juga tidak boleh menghambat
pencapaian kondisi kehidupan yang lebih baik untuk semua orang, dan
langkah-langkah yang tepat harus diambil oleh Negara-negara dan
organisasi internasional dengan maksud untuk mencapai kesepakatan untuk
memenuhi konsekuensi ekonomi nasional dan internasional yang mungkin
timbul akibat penerapan tindakan lingkungan.
Regulasi Negatif invetasi asing usaha perikanan tangkap Indonesia ini
mengatur sampai Laut Lepas yang pada hakikatnya bukan merupakan kedaulatan
suatu negara/tidak dapat dimiliki oleh suatu negara manapun di dunia. Jadi, aturan
yang dibuat oleh suatu negara di dunia tidak boleh sampai kepada Laut Lepas.
Namun, jika diteliti kembali, terasa bahwa klausul "Laut Lepas" tersebut telah
melebihi kewenangan suatu negara dalam membuat peraturan7. Hal ini sangat
disayangkan karena tidak dijelaskan maksud lebih detail mengenai adanya klausul
"Laut Lepas", misalnya saja penjelasan titik koordinat bagian mana yang di
maksud pada "Laut Lepas" ini. Menurut aturan hukum, baik internasional maupun
nasional, laut lepas bukan merupakan wilayah laut sebuah negara. Namun, terdapat
aturan wilayah laut lepas dalam pengaturannya bagi negara-negara yang terikat
dalam RFMO, sehingga seakan-akan laut lepas merupakan milik negara yang
tergabung dan menjadi anggota dalam organisasi tersebut, ditegaskan lagi dengan
adanya sanksi embargo bagi negara non-anggota yang melakukan kegiatan
penangkapan ikan di wilayah RFMO.
Kebebasan di laut bebas berarti bahwa laut bebas dapat digunakan oleh negara
manapun. Oleh karena itu, berdasarkan prinsip kebebasan, semua negara, apakah
berpantai atau tidak, dapat mempergunakan laut bebas dengan syarat memenuhi
ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh UNCLOS 1982 atau ketentuan hukum
7 Kewenangan ini terkait dengan Article 89, Part VII mengenai High Seas, Section 1. General
Provision: Invalidity of claims of sovereignty over the high seas: No State may validly purport to subject any part of the high seas to its sovereignty.
67
internasional lainnya. Kebebasan juga berarti bahwa tidak satupun negara yang
dapat menundukkan kegiatan manapun di laut bebas di bawah kedaulatannya dan
laut bebas hanya digunakan untuk tujuan-tujuan damai. Di samping itu,
pelaksanaan kebebasan di laut bebas tidak dapat lagi ditafsirkan secara liberal dan
mutlak tanpa mengingat kepentingan negara-negara lain. Seluruh pasal yang ada
dalam UNCLOS 1982 memang ditujukan pada masa damai8.
Terdapat dua teori atau konsep Natur Yuridis Laut Bebas:9
(1) Res Nullius
Res nullius berasal dari konsep Hukum Perdata Romawi, yang berart suatu
benda tidak ada pemiliknya. Berkaitan dengan permasalahan di sini, maka
sebagai res nullius, laut bebas adalah bebas karena tidak ada yang memiliki.
Namun, dalam penerapannya, konsep ini membawa akibat negatif. Apabila laut
bukan merupakan milik sebuah negara, maka kebebasan yang terdapat di laut
tersebut dapat mempunyai akibat-akibat yang ekstrim, misalnya suatu negara
dapat memiliki laut karena yang bersangkutan mempunyai teknologi untuk itu
atau setidaknya berbuat semaunya seolah-olah laut itu adalah miliknya.
Sebagaimana diketahui bahwa tidak satu negara pun dapat menduduki laut,
berbuat sehendak hatinya di laut dan seperti apa yang disebutkan dalam Pasal
87 UNCLOS 1982, kebebasan di laut harus dilakukan dengan syarat-syarat
tertentu
(2) Res Communis
Res communis juga diadopsi dari Hukup Perdata Romawi yang berari bahwa
suatu benda menjadi milik bersama. Ini berarti bahwa laut adalah milik
bersama, karena itu negara-negara bebas menggunakannya. Apabila laut
menjadi milik bersama maka itu berarti bahwa laut bebas berada di bawah
8 Dina Sunyowati dan Enny Narwati, Buku Ajar Hukum Laut, (Surabaya: Airlangga University
Press, 2013, Cet. 1), h. 104.
9 Dina Sunyowati dan Enny Narwati, Buku Ajar Hukum Laut, h. 105-106.
68
kedaulatan negara-negara secara bersama-sama dan diatur melalui pengelolaan
internasional. Namun, kenyataannya tidaklah demikian. Bila diterima gagasan
bahwa tiap-tiap negara adalah pemilik bagian dari laut bebas, ini dapat berari
bahwa negara-negara tersebut dapat menggunakan semaunya kebebasan-
kebebasan di laut sehingga mengganggu negara-negara lain.
Indonesia yang tergabung dan sudah menjadi anggota tetap RFMO
diperbolehkan mengatur kapal-kapalnya yang berkegiatan di laut lepas dan berhak
atas wilayah laut lepasnya sebagimana yang dutentukan oleh RFMO, tetapi,
kewenangan tersebut hanya terbatas pada masalah perlindungan ikan Tuna10.
Dengan ditegaskannya wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia,
sebagaimana yang ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 dan
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 18 Tahun 2014, jelas bahwa
laut lepas bukan merupkan yuridiksi sebuah negara.
Adanya hukum di setiap negara yang berbeda-beda, agaknya saling
mempengaruhi kebijakan dan hukum dalam negaranya masing-masing. Dalam
konteks global pun, hukum internasional dapat kiranya mempengaruhi hukum
nasional sebuah negara, misalnya melaui ratifikasi sebuah kesepakatan
internasional, kemudian menuntut adanya harmonisasi peraturan perundang-
undangan yang berkaitan dan berada di bawahnya. Negara dalam menetapkan
sebuah kebijakan ekonomi harusnya berhati-hati dalam mentaati ketentuan
internasional yang justru dapat merugikan kepentingan bangsa.
Globalisasi investasi ditengarai oleh perubahan peran dan kewajiban negara
dalam konsep negara yang berkedaulatan rakyat. Negara tidak lagi berperan
melindungi rakyat dan mewujudkan kesejahteraan sosial, tetapi sebatas membuat
undang-undang sedangkan yang menjalankan dan mengawasi adalah private atau
10 Asep Supriadi, Kepala Seksie Pengawasan Penangkapan Ikan di Laut Teritorial Perairan
Kepulauan dan Pedalaman, Interview Pribadi, 26 Juli 2017.
69
independent11. Perkembangan perdangangan dan faktor ekonomi lainnya yang
mempengaruhi iklim investasi internasional menyebabkan ketergantungan antar
negara-negara yang berbeda, sehingga memanjakan negara dalam segi
ekonominya terhadap negara lain yang menjadikan negara tidak mampu mandiri.
Kebijakan investasi internasional yang liberal—misalnya TRIMs12—,
menuntut negara-negara berkembang untuk mengikuti arus dan memaksa mereka
untuk menuruti aturan yang berlaku, sedangkan aturan-aturan tersebut juga dibuat
oleh negara-negara yang sudah maju (developed countries) dan belum tentu
mempertimbangkan kepentingan negara-negara berkembang (developing
countries).
TRIMs adalah perjanjian tentang aturan-aturan investasi yang menyangkut
atau berkaitan dengan penandatanganan. Kesepakatan TRIMs dimaksudkan untuk
mengurangi atau menghapus kegiatan perdagangan dan meningkatan kebebasan
investasi. Dalam pandangan negara berkembang, ketentuan TRIMs dipandang
sebagai kendaraan (sarana) dengan tujuan khusus untuk keuntungan terbesar bagi
negara maju dalam pasar global melaui peraturan perdagangan misalnya kebijakan
investasi. Negara berkembang menegaskan bahwa kebijakan investasi jangan
hanya dipandang dari sisi mikro dan makro ekonomi semata, tetapi dengan adanya
sistem yang menyeluruh tentang ekonomi, sosial, politik, dan keamanan, investasi
hanyalah satu bagian saja dari subsistem ekonomi. Jika terdapat maasalah yang tak
terselesaikan tentang kebijakan investasi, hal ini mengakibatkan ketidakstabilan
pada subsistem yang lain. Penyesuaian hukum investasi memang perlu dilakukan
tanpa mengabaikan kepentingan stabilitas nasional13. Perundingan TRIMs sarat
11 Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 26, No. 4 Tahun 2007, h. 4
12 Trade Related Investment Measures/TRIMs (Ketentuan Investasi yang berkaitan dengan perdagangan), perundingan yang bertujuan untuk mengurangi atau menghapus segala kebijakan di bidang investasi yang dapat menghambat kegiatan perdagangan.
13 Siti anisah, Implemantasi TRIMs dalam Hukum Investasi Indonesia, Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 22 No. 5 Tahun 2003, h. 33.
70
dengan kepentingan-kepentingan negara maju dan mendapat pertentangan dari
negara berkembang, sehingga menjadi isu yang sensitif14.
Jadi dari segi kelestarian dan keberlanjutan, potensi ikan laut yang dimiliki
Indonesia akan lebih bermanfaat jika diberdayakan oleh bangsa Indonesia sendiri,
terutama dari bidang penangkapan yang di dalamnya sering kali disalahgunakan
oleh pihak asing. Dengan demikian, merupakan momentum dan peluang emas
untuk belajar di bidang usaha perikanan bagi pengusaha Indonesia, di samping
juga untuk membangun kepercayaan diri bangsa sebagai bangsa maritim yang
berdaulat.
Pemerintah membatasi partisipasi kepemilikan saham asing pada sektor-
sektor tertentu, yakni sektor-sektor yang diatur dalam DNI. Pembatasan atas
kepemilikan asing dalam sektor-sektor usaha dalam negeri merupakan bentuk
perlindungan hajat hidup orang banyak pada sektor potensial disamping juga
menjaga kedaulatan negara. Merupakan suatu kebijakan yang besar jika Indonesia
beranjak dengan mengembangkan dan memanfaatkan sumber daya alam yang
tersedia melimpah untuk digunakan bagi kemakmuran bangsa tanpa adanya campur
tangan asing.
B. KEMANFAATAN KEBIJAKAN INVESTASI (DNI) DAN ASAS
KEMANDIRIAN EKONOMI
Masuknya modal asing bagi perekonomian Indonesia merupakan tuntutan
keadaan baik ekonomi maupun politik Indonesia. Alternatif penghimpunan dana
pembangunan perekonomian Indonesia melalui investasi modal secara langsung
sangat baik dibandingkan dengan penarikan dana internasional lainnya seperti
pinjaman dari luar negeri15.
14 H. S. Kartadjoemena, GATT WTO dan Hasil Uruguay Round, (Jakarta: UI Press, 1997), h. 220.
15 Yulianto Syahyu, “Pertumbuhan Investasi Asing di Kepulauan Batam: Antara Dualisme Kepemimpinan dan Ketidakpastian Hukum”, Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 22, No. 5, Tahun 2003, h. 46.
71
Setidakya terdapat beberapa sumber pembiayaan pembangunan Indonesia,
yaitu Ekspor, Bantuan Luar Negeri, Investasi Asing (PMA), dan juga Tabungan
Domestik. Salah satu cara untuk menggerakkan kembali perekonomian nasional
menjadi lebih maju adalah dengan melalui kebijakan yang mampu mengundang
minat investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia, terlebih investor asing
yang merupakan salah satu penopang berjalannya roda perekonomian bangsa.
Salah satu asas atau landasan sistem perekonomian Indonesia sebagaimana
yang disebutkan dalam UUPM adalah asas kemandirian ekonomi. Kemandirian
merupakan sebuah sikap yang mengedepankan kemampuan diri bangsa dalam
menumbuhkan dan menjalankan roda perekonomian untuk mencapai tujuan
kemakmuran ekonomi bangsa yang mandiri tanpa menutup diri pada globalisasi
ekonomi termasuk di dalamnya masuknya modal asing yang memungkinkan
adanya berbagai kerja sama untuk saling menguntungkan.
Di era keterbukaan atas perkembangan ekonomi dunia dan globalisasi
ekonomi, negara-negara berkembang memiliki rasa takut akan ketergantungan
pada modal asing, misalnya karena terlalu membuka diri dengan ketentuan dan
terikat kerja sama internasional yang ternyata menjebak dan memaksa negara
berkembang untuk tunduk pada aturan tersebut sehingga negara berkembang tidak
mampu secara absolut melepaskan diri dan terlanjur bergantung pada modal asing.
Merupakan sebuah dinamika bahwa dalam era modern, negara harus tetap
mengikuti arus globalisasi tetapi harus diseimbangkan dengan kepentingan
bangsa. Jangan sampai negara hanyut terbawa arus globalisasi yang tak terkendali
hingga kehilangan jati diri sebagai bangsa yang berdaulat dan mandiri.
Globalisasi ekonomi jika tidak di cerna dan diolah baik dengan berbagai
pertimbanagan di dalamnya, akan memperparah ketergantungan negara
miskin/berkembang terhadap negara maju. Terlebih ketergantungan tersebut dapat
diperparah dengan eksploitasi sektor perekonomian yang dimiliki negara
miskin/berkembang oleh negara maju.
72
Jika di pikirkan, sumber dana eksternal yang berupa modal asing sebenranya
dapat dimanfaatkan oleh negara berkembang sebagai alat untuk mempercepat
pertumbuhan ekonomi. Namun, terdapat hipotesis utama teori ketergantungan
(dependencia) adalah sebagai berikut:16
a. PMA dan bantuan luar negeri dalam jangka pendek memperbesar
pertumbuhan ekonomi, namun dalam jangka panjang (5-20 tahun)
menghambat pertumbuhan ekonomi.
b. Makin banyak negara bergantung pada PMA dan bantuan luar negeri, makin
besar perbedaan penghasilan dan pada gilirannya tujuan pemerataan tidak
tercapai.
Teori dependency juga berpendapat bahwa investasi asing secara langsung
(Foreign Direct Investment/FDI) kelihatannya sebagai ancaman terhadap
kedaulatan negara tuan rumah (host country) dan terhadap kebebasan
pembangunan kehidupan sosial dan budaya karena penanam modal asing akan
cenderung memperluas yuridiksi dan menggunakan pengaruh kekuatan pemerintah
asing terhadap host country17.
Dapat dikatakan bahwa tidak ada suatu negara di dunia ini yang sepenuhnya
otonom dan mandiri. Dengan kata lain tidak ada satu negara pun yang proses
pembangunannya semata-mata merupakan refeksi kegiatan yang dilaksanakan oleh
negara yang bersangkutan tanpa pengaruh dari luar. Semua negara di dunia saat ini
tergantung dengan negara lain. Singkatnya, ada interpedensi antar negara di dunia.
Hanya saja terdapat perbedaan dalam jenis ketergantungan ataupun tingkat
interpedensi antara satu negara dengan negara yang lain18. Tentunya dengan adanya
16 Mudrajad Kuncoro,Masalah, Kebijakan, dan Politik Ekonomika Pembangunan, (Jakarta:
Penerbit Erlangga, 2010), h. 359.
17 M. Sonarayah, The International Law an Foreign Investment, h. 54.
18 Mudrajad Kuncoro,Masalah, Kebijakan, dan Politik Ekonomika Pembangunan, h. 31.
73
kesadaran mengenai ketergantungan anatara negara ini, diperlukan adanya suatu
konsep atau solusi yang mampu menjembatani kepentingan yang dialndasi keadilan
di bidang ekonomi.
Menutut teori sistem dunia, pada hakikatnya hanya dikenal tiga strategi
pembangunan, yaitu:19
a. Strategi Pembangunan dengan Memanfaatkan Peluang Pasar Luar Negeri
Dalam strategi ini, pemerintah berperan aktif (state capitalism) dalam
memanfaatkan keunggulan komparatifnya untuk memanfaatkan peluang pasar
luar negeri, meskipun harus diakui tidak semua negara memiliki kemampuan
untuk memanfaatkan peluang tersebut.
b. Strategi pembangunan dengan Mengundang Investasi Luar Negeri
Strategi pembangunan dengan mengundang investasi luar negeri dilakukan
dengan memanfaatkan keunggulan komparatif, seperti upah buruh yang murah
serta kemudahan-kemudahan lainnya. Ini disebut juga sebagai model liberal
open door.
c. Strategi Pembangunana Mandiri
Strategi pembangunan mandiri (self-reliance) menekankan pada kemampuan
dalam negeri dan sesedikit mungkin bantuan dari pihak luar. Strategi ini kuang
berhasil diterapkan pada negara-negara dunia ketiga karena keterbatasan
sumber daya alam ataupun manusia.
Teori pembangunan modern terdiri atas dua komponen, yaitu: tujuan akhir
pembangunan dana alat yang digunakan untuk mencapai tujuan pembangunan20.
Komponen pertama pada umumnya bersifat normatif, dengan ideologi negara
yang mempengaruhinya. Komponen kedua, tergantung bagaimana strategi yang
19 Immanuel Wallerstein, The Capitalist Wild Economy, (Cambridge: Cambridge University
Press, 1979), h. 76.
20 Bjorn Hettne, Development Theory and the Three Worlds, Essex: Longman Group, 1991), h. 135.
74
diterapkan dan direncanakan oleh negara dalam upaya pembangunannya. Teori
pembangunan yang dikemukakan para ekonom barat dan yang diterapkan pada
negara maju, tidak bisa begitu saja dan secara mentah diterapkan di negara
berkembang, apalagi negara yang pernah dijajah. Strategi pembangunan ekonomi
yang diterapkan haruslah memasukkan faktor sosial dan politik di negara tersebut
sebagai perimbangannya. Tingkat keberhasilan pembangunan ekonomi tidak
boleh hanya semata-mata ditentukan oleh percepatan pertumbuhan ekonomi,
namun juga pada tingkat kesejahteraan masyarakat.
Adam Smith berpendapat bahwa kemakmuran negara diperoleh dari
kemampuannya untuk menggunakan sumber daya alam dan manusia untuk
meghasilkan tingkat produksi yang lebih baik dengan menekankan adanya
spesialisasi individu dan pembangian kerja.
Teori pembangunan yang didasarkan pada pengalaman pembangunan dan
pradigma berpikir barat, ternyata banyak menemui kegagalan dalam dataran
implementasinya di negara sedang berkembang (NSB). Asumsi-asumsi dasar yang
dipergunakan dalam teori pembangunan, merupakan asumsi yang hanya tepat
berlaku di negara-negara barat. Sementara itu, kondisi di NSB yang demikian
kompleks memerlukan strategi pembangunan yang jauh lebih canggih. Kondisi
dasar NSB jauh lebih rumit dibandingkan dengan negara maju, dan pada banyak
hal asumsi yang digunakan dalam teori pembangunan hanya mengacu pada
kondisi yang ada di negara maju. Kondisi tersebut diperparah oleh penerapan teori
pembangunan tersebut secara mentah-mentah tanpa melalui proses penyesuaian
dengan asumsi dasar yang terdapat di suatu negara21.
Dalam pembangunan ekonomi, hukum harus dapat menyediakan pengaturan-
pengaturan dan pemikiran-pemikiran hukum mengenai cara-cara peningkatan dan
pengembangan kehidupan ekonomi Indonesia (peningkatan produksi) secara
21 Mudrajad Kuncoro,Masalah, Kebijakan, dan Politik Ekonomika Pembangunan, h. 40.
75
nasional dan berencana dengan tetap mengedepankan potensi nasional untuk
mencapai kemandirian ekonomi nasional dan kesejahteraan warga dan negara22.
Terdapat dua pemikiran yang berkembang dan dianggap sangat
mempengaruhi eksistensi investasi asing yang muncul dari awal kemerdekaan
pasca reformasi. Pemikiran yang pertama, adalah pemikiran Hatta dan Soekarno
dan para ekonom lainnya seperti Syafruddin Prawiranegara (Gubernur BI 1953-
1958) yang berpandangan pragmatis bahwa kapital dan modal asing masih
diperlukan untuk menunjang pertumbuhan ekonomi. Pandangan ini melahirkan
berbagai bentuk kebijakan yang cukup menuai respon positif, dikarenakan
serangan dan konfrontasi baik berbentuk nasionalisasi maupun ekspropiasi hanya
perlu dilakukan kepada kapitalisme jahat yang dilakukan para imperialis yang
mengekploitasi kekayaan alam Indonesia. Kedua, pemikiran Tan Malaka, para
ekonom dan politikus sepemahaman, serta kaum serikat buruh yang berpandangan
lebih radikal kontemporer bahwa penyitaan (Nasionalisasi/ekspropriasi) seluruh
kekayaan dan aset-aset asing sajalah yang mampu membebaskan perekonomian
Indonesia dari hambatan-hambatan kaum imperialis dan kolonialis23.
Dapat dimasukinya modal asing yang sampai 100% yang salah satunya adalah
pada sektor usaha perikanan tangkap terpadu dan budi daya ikan, yang merupakan
salah satu kebijakan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1994 sebagai
peraturan Pelaksana Penamaan modal asing, dianggap melahirkan kebijakan yang
sifatnya liberalistik, kapitalistik, neo kolonialistik, dan neo imperialistik24. Seperti
22 Sunaryati Hartono, Hukum Ekonomi Pembangunan Indonesia, (Bandung: Binacipta, 1988),
h. 41.
23 Bondan Kanumoyoso, Menguatnya Peran Ekonomi Negara: Nasionalisasi Perusahaan Belanda di Indonesia, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2001), h. 2-3. Lihat juga skripsi Azhar Nur Fajar Alam, “Asas Kemandirian dan Kemanfaatan Tindakkan Nasionalisasi Modal Asing: Pasal 7 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal” (Jakarta:Skripsi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2015), h. 50.
24 Erman Rajagukguk, Negara dan Kesejahteraan: Pro dan Kontra Modal Asing, h. 8-10., lihat juga skripsi Azhar Nur Fajar Alam, “Asas Kemandirian dan Kemanfaatan Tindakkan Nasionalisasi Modal
76
dalam hal larangan nasionalisasi, bila ditelusuri, larangan nasionalisasi
sebagaimana yang tercantum dalam UUPM adalah hasil dari ketentuan-ketentuan
yang disusun berdasarkan praktik perjanjian internasional di bidang promosi dan
perlindungan penanaman modal yang telah dilakukan oleh Indonesia dengan lebih
dari 60 negara yang telah diratifikasi berdasarkan Undang-Undang Tentang
Perjanjian Internasional25.
DNI berfungsi sebagai keran tertutup, setengah terbuka atau terbuka penuh
untuk memastikan adanya keseimbangan tertentu yang hendak dipelihara oleh
BKPM, yaitu di satu sisi memerhatikan kepentingan swasta nasional terhadap
pemerataan ekonomi dan di pihak lain mendukung kepentingan pertumbuhan
ekonomi nasional. Contoh kebijakan yang mendukung pertumbuhan ekonomi
nasional adalah kebijakan pemba-tasan usaha bagi pelaku usaha asing, kewajiban
membangun kemitraan dengan usaha kecil dan menengah, serta kewajiban
memprioritaskan local content26. DNI juga berfungsi dalam mengatur ketentuan
porsi bidang usaha yang diperbolehkan kepemilikan modalnya bagi pemodal
dalam negeri maupun asing.
Yang sering kali menjadi pertanyaan dalam sebuah kebijakan investasi adalah,
apakah kebijakan investasi yang dikeluarkan sudah mencerminkan Pasal 33 UUD
1945 sebagai dasar perekonomian nasional ataukah justru menyimpang dari tujuan
utama pembangunan perekonomian nasional.
Pancasila yang merupakan landasan utama dalam setiap pembentukan
kebijakan, tak terkecuali kebijakan di bidang perekonomian, sebagaimana yang
Asing: Pasal 7 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal” (Jakarta: Skripsi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2015).
25 Azhar Nur Fajar Alam, “Asas Kemandirian dan Kemanfaatan Tindakkan Nasionalisasi Modal Asing: Pasal 7 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal” (Jakarta:Skripsi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2015), h. 67.
26 Sulistiowati dan Paripurna, “Mempertahankan Tujuan Peraturan Daftar Negatif Investasi dalam Mengendalikan Dominasi Kepemilikan Asing (Studi Kasus Pada Industri Telekomunikasi)” Jurnal Dinamika Hukum Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Vol. 14 No. 2 Mei 2014, h. 201.
77
tercantum dalam pembukaan UUD 1945 yang mana dalam hal kebijakan ekonomi
harus selalu mencerminkan UUD 1945 yang merupakan recht idea atas segala
kebijakan Peraturan Perundang-undangan di Indonesia.
Pasal 33 UUD 1945 merupakan amanat kontitusi yang mendasari
pembentukan seluruh peraturan perundang-undangan di bidang pereknomian27.
Dalam pasal 33 UUD 1945 sebagai landasan sistem Demokrasi Ekonomi, pada
ayat (2), yaitu “cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang
mengusai hajat hidup orang banyak dikuasai negara”, dan ayat (3), dinyatakan
bahwa “Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
negara dan dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
Sebenarnya para pendiri bangsa Indonesia telah menetapkan Pasal 33 UUD
1945 sebagai politik perekonomian bangsa Indonesia dan politik sosial Republik
Indonesia. Pasal 33 UUD 1945 secara filosofis dan konseptual bertujuan untuk
mengamankan kekayaan ekonomi bagi bangsa Indonesia untuk kesejahteraan
rakyat dan mencegah kepentingan kelompok untuk mengontrol elemen-elemen
vital ekonomi tersebut28.
Berbeda dengan sektor bidang usaha pengelolaan perikanan yang justru tetap
dibuka, bahkan pada bidang cold storage yang dibuka sampai 100% untuk modal
asing. Usaha perikanan tangkap merupakan bidang usaha yang dianggap vital
karena langsung kepada ikan sebagai objek utama penopang usaha. Yang
sebelumnya memberi celah untuk dilakukannya IUUF akibat izin tangkap yang
disalahgunakan kemudian menimbulkan kerugian.
Diperlukannya pengaturan pemerintah terhadap penanaman modal
dimaksudkan untuk memberikan arah terhadap penanaman modal yang
27 Penjelasan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 tetang
Penanaman Modal.
28 Rahmi Jened, Teori dan Kebijakan Hukum Investasi Langsung (Direct Investment), Cet. 1, h. 80.
78
dilaksanakan di Indonesia agar dapat berperan dalam pembangunan nasional.
Dengan kata lain, kebijaksanaan penanaman modal baik asing, maupun dalam
negeri, ditetapkan berdasarkan pemikiran bahwa kegiatan penanaman modal harus
dapat memberikan kontribusi untuk memperkuat dan memperkukuh struktur
perekonomian nasional29.
Tujuan utama dari diterbitkannya DNI 2016 (Peraturan Presiden Nomor 44
Tahun 2016) adalah untuk lebih meningkatkan kegiatan dan arus penanaman
modal di Indonesia, juga meningkatkan daya saing ekonomi skala nasional dalam
menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), globalisasi ekonomi yang
harus tetap mempertimbangkan kepentingan dan potensi bangsa, juga
menigkatkan perlindungan bagi pengusaha domestik dalam berbagai sektor usaha
nasional yang strategis dan sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, serta
Koperasi (UMKMK).
Di samping itu, tujuan utama pemberian kebijaksanaan penanaman modal di
sub bidang usaha perikanan, adalah meningkatkan taraf hidup masyarakat
khususnya nelayan dengan peningkatan jumlah dan mutu produksi perikanan baik
darat maupun laut. Oleh sebab itu, penanaman modal diarahkan sedemikian rupa
untuk tidak atau jangan sampai bertentangan dan menyaingi atau bahkan
merugikan perkembangan usaha perikanan rakyat. Hal itu sejalan dengan
pembagunan perikanan oleh pemerintah yang mengarahkan pada upaya
peningkatan pendapatan dan taraf hidup nelayan dan memajukan kualitas
kehidupan desa pantai melalui peningkatan disersivikasi produksi ikan guna
memenuhi pangan dan gizi serta meningkatkan nilai ekspor Agrobisnis perikanan
dapat dikembangkan melalui pola perikanan inti rakyat dengan memperkuat
koperasi melalui pengembangan dan penerapan teknologi maju dalam berbagai
29 Aminudin Ilmar, Hukum Penanaman Modal Di Indonesia, h. 46.
79
usaha penangkapan ikan di daerah pantai,tambak, dan air tawar serta penangkapan
ikan di daerah pantai dan daerah lepas pantai30.
Agaknya DNI yang baru (Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016, sub
bidang perikanan) sesuai juga dengan visi kesejahteraan yang juga diusung
bersamaan dengan visi kedaulatan Meningkatkan pemberdayaan, daya saing, dan
kemandirian dalam menjaga keberlanjutan usaha kelautan dan
perikanan.”Masyarakat dan segenap bangsa Indonesia berhak atas kekayaan
sumberdaya kelautan dan perikanan Indonesia”.
Diusungnya kemandirian ekonomi nasional dari sektor kelautan, khususnya
perikanan melalui kebijakan investasi tentunya dibuat pemerintah untuk
mewujudkan kemandirian perekonomian nasional dengan mengedepankan potensi
bangsa dan negara dengan tidak menutup diri pada masuknya modal asing demi
terwujudnya pertumbuhan ekonomi.
Kelemahan aturan negatif investasi usaha perikanan tangkap sebagaimana
yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016 tidak mengatur dan
menentukan apakah negatif investasi usaha perikanan tangkap tersebut dilarang
untuk penanaman modal asing langsung31 ataukah tidak langsung (fortofolio).
Walaupun sebenarnya, ketentuan mengenai DNI merupakan bentuk aturan
investasi dalam penanaman modal langsung, baik domestik maupun asing. Namun
berdasarkan analisa penulis dan juga berdasarkan hasil dari wawancara dengan
30 Aminuddin Ilmar, Hukum Penanaman Modal di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media, 2004),
h. 96.
31 Lihat Hulman Panjaitan dan Abdul Mutalib Mahakam, Komentar dan Pembahasan Pasal Demi Pasal Terhadap UU No 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, h. 15-16. Penanaman modal secara langsung adalah penanaman modal dengan mana penanam modal (investor) menjalankan sendiri perusahaan di mana modalnya ditanam, sedangkan penanaman modal tidak langsung adalah penanaman modal yang dilakukan melalui pasar modal. Penanaman modal secara langsung adalah penanaman modal oleh pemiliknya sendiri, sedangkan yang tidak langsung diakukan melalui pembelian obligasi-obligasi, surat-surat kertas perbendaharaan negara, emisi-emisi lainnya (saham-saham) yang dikeluarkan oleh perusahaan serta deposito dan tabungan yang berjangka sekuang-kurangnya satu tahun.
80
pihak Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, bahwa, negatif
investasi usaha perikanan tangkap Indonesia sebagaimana yang dimaksud
Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016 adalah tertutup untuk segala jenis
investasi, baik untuk penanaman modal asing secara langsung maupun tidak
langsung.
Salah satu kebijakan dasar investasi asing sebagaimana adanya yang diatur
dalam Undang-Undang Nomor UUPM adalah memberikan perlakuan yang sama
kepada investor dalam negeri juga investor asing. Agaknya terdapat ketidakpastian
hukum dalam hal modal asing yang sebelumnya sudah ada/ditanam di bidang ini.
Berdasarkan ketentuan Pasal 9 Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014, dampak
dari peraturan DNI tidak akan berlaku surut pada investasi dalam bidang-bidang
khusus yang telah disetujui sebelum peraturan ini diterbitkan, sepanjang ketentuan
tersebut lebih bermanfaat pada investasi yang relevan32.
Ketentuan peralihan yang diatur dalam Pasal 13 Peraturan Presiden Nomor 44
Tahun, juga menentukan hal yang serupa, bahwa: ketentuan pelaksanaan kegiatan
Penanaman Modal terhadap Bidang Usaha yang diatur dalam Peraturan Presiden
ini tidak berlaku bagi Penanaman Modal yang telah disetujui pada bidang usaha
tertentu sebelum Peraturan Presiden ini diundangkan, sebagaimana yang
tercantum dalam izin Penanaman Modal dan atau izin usaha perusahaan, kecuali
ketentuan tersbut lebih menguntungkan bagi Penanaman Modal dimaksud.
Pencabutan atas izin perusahaan perikanan tangkap yang dimasuki modal
asing, agaknya tidak sesuai dengan ketentuan mengenai modal yang ada
sebelumnya sebagaimana aturan yang tercantum tersebut. Pencabutan izin tersebut
juga merupakan bentuk kelanjutan dari Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan
Nomor 56 Tahun 2014 Tentang Penghentian Sementara (Moratorium) Perizinan
32 juga Rahmi Janed, Teori dan Kebijakan Hukum Investasi Langsung (Direct Investment), h.
204.
81
Usaha Perikanan Tangkap di Wilayah Pegelolaan Perikanan Negara Republik
Indonesia.
Jika dikaitkan, terdapat aturan grandfather yang bisa dijadikan alasan
pembenar atas pencabutan izin perusahaan tersebut. Aturan grandfather adalah
suatu aturan dengan mana aturan yang lama terus berlaku untuk beberapa situasi,
sementara suatu aturan baru akan berlaku untuk semua kasus di masa mendatang.
Jadi, klausula ini engecualikan aturan baru terhadap hak yang telah diperoleh oleh
kakeknya. Lazimnya perkecualian ini jarang terjadi dan sangat terbatas, yang
hanya mungkin diperpanjang untuk suatu waktu atau perkecualian terakhir dengan
suatu situasi khusus33. Bisa dipahami bahwa tidak terdapat situasi khusus yang
sangat penting, yang kemudian tetap membiarkan modal asing tertanam di bidang
usaha perikanan tangkap Indonesia.
Namun, dapat dikatakan juga hal ini merupakan suatu bentuk ketidakpastian
hukum, karena terdapat perbedaan maksud dalam hal aturan yang ada dan
kenyataannya. Sedangkan kepastian hukum merupakan syarat mutlak untuk
menarik minat investor dalam menanamkan modalnya, terlebih Indonesia
merupakan negara berkembang yang masih membutuhkan partisipasi modal asing
dalam mengejar ketertinggalan pembangunan dari negara lain.
Kendati demikian, patut dibanggakan usaha pemerintah dalam mengupayakan
kemandirian ekonomi nasional dengan menegedepankan kedaulatan bangsa agar
senantiasa dihargai dan tidak begitu saja mudah diremehkan oleh negara lain yang
menganggap Indonesia adalah negara yang bergantung pada asing.
33 juga Rahmi Janed, Teori dan Kebijakan Hukum Investasi Langsung (Direct Investment), h.
203.
82
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian-uraian yang telah dipaparkan peneliti, dapat diambil
kesimpulan bahwa:
1. Kebijakan negatif investasi asing di bidang usaha perikanan tangkap telah
jelas dinyatakan terlarang sebagaimana yang telah diatur dalam Peraturan
Presiden Nomor 44 Tahun 2016 Tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup
dan Daftar Bidang Usaha yang terbuka dengan Persyaratan di Bidang
Penanaman Modal. Ketentuan ini dinyatakan terlarang 100% bagi
penanaman modal asing. Tujuan utamanya adalah membangun kemandirian
ekonomi dan menjaga kedaulatan bangsa guna mengamankan dan
memanfaatkan kekayaan alamnya secara mandiri agar tidak bergantung pada
investor asing. Hal ini selaras dengan upaya menjaga kedaulatan dan
membangun emandirian ekonomi bangsa dan sudah sesuai dengan pedoman
perekonomian Pasal 33 UUD 1945 juga. Hal ini juga dibenarkan dalam
beberapa resolusi dan ketentuan Internasional bahwa bangsa yang berdaulat
berhak untuk menentukan nasib dan arah perekonomiannya sendiri.
termasuk nasib atas arah kebijakan ekonomi yang ditetapkan. Namun
terdapat ketentuan yang dirasa abu-abu/tidak jelas. Yaitu larangan tersebut
sampai kepada wilayah laut lepas, diketahui bahwa laut lepas bukan hak
milik satu negarapun di dunia/milik umum dunia, sedangkan Indonesia
merupakan negara yang meratifikasi dan tunduk pada UNCLOS.
2. Kebijakan negatif investasi asing di bidang usaha perikanan tangkap saat ini
dirasa bermanfaat, terlebih arah tujuannya yang jelas yakni demi
membangun kemandirian ekonomi dan upaya menjaga kedaulatan bangsa.
Dampak positif yang didapat yakni tersedia ruang yang seluas-luasnya bagi
pengusaha lokal untuk memajukan usahanya, melatih kemandirian ekonomi
83
rakyat, khususnya rakyat kecil, memakmurkan kehidupan rakyat dengan
potensi pribadi negara dan mencegah ketergantungan dari pihak asing.
Namun, patut disadari juga dampak negatif yang didapat. Bahwa kebijakan
ini berdampak pada banyaknya pegangguran karena perusahaan perikanan
yang harus dicabut izinnya, meski sudah diberikan solusi berupa penyerapan
tenaga kerja kembali lewat pogram yang disediakan Kementerian Kelautan
dan Perikanan. Namun, solusi tersebut tidak dapat dirasakan langsung
manfaatnya oleh pihak-pihak yang terkena dampak negatif dari kebijakan
ini. Karena dalam implementasinya terdapat proses dan prosedur tertentu
yang harus dijalani, padahal dampak negatif tersebut dampaknya langung
dirasakan. Kemudian, timbul pertanyaan, apakah kebijakan ditutupnya
keran investasi asing di bidang usaha perikanan tangkap sudah tepat ataukah
belum. Padahal diketahui untuk mengelola potensi perikanan laut indonesia
yang sedemikian melimpah dan agar tidak jadi sia-sia juga untuk memenuhi
kebutuhan kosumsi ikan masyarakat Indonesia yang juga besar, investasi
asing merupakan sebuah kebutuhan yang tak terelakkan. Kendati demikian,
patut disadari bahwa sebuah kebijakan tidak bisa dipandang buruk begitu
saja, terlebih sudah diberikan kebijakan lain sebagai solusi dan upaya
penanggulangan dari dampak ditutupnya keran investasi asing di bidang
usaha perikanan tangkap. Dalam upaya pembangunan ekonomi bangsa yang
mandiri dengan tetap menjaga kedaulatan bangsa, merupakan sebuah hal
yang patut diperjuangkan dan diamini, karena di dalamnya terdapat usaha
untuk memakmurkan rakyat.
B. Saran
1. Kebijakan/aturan dalam suatu peraturan perundang-undangan yang dibuat
dalam suatu negara yang berdaulat untuk menentukan sendiri nasib dan arah
kebijakan pembangunan ekonomi dalam negaranya merupakan suatu hak
mutlak, dan tidak bisa dengan mudah diintervensi oleh pihak-pihak asing
demi kepentingannya. Namun, pemerintah dalam menentukan/membuat
84
peraturan perundang-undangan, regulator sudah selayaknya jeli, apakah
ketentuan tersebut tepat ataukah tidak.
2. Dalam menetapkan sebuah kebijakan investasi, tentunya pemerintah harus
membuat kebijakan yang pro rakyat dengan tujuan memajukan
kesejahteraan rakyat sebagaimana yang diamanahkan UUD 1945. Bahwa,
dalam menetapkan sebuah kebijakan ekonomi, sudah sepatutnya
pemerintah mempertimbangkan segala aspek dan dampak yang akan
ditimbulkan, terutama imbas negatif yang akan diterima masyarakat lemah.
85
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Adolf, Huala. Aspek-aspek Negara dalam Hukum Internasional. Cet. V. Bandung:
Keni Media. 2015.
Ali, Achmad dan Wiwie Heryani. Menjelajahi Kajian Empiris Terhadap Hukum.
Jakarta: Kencana Prenadmedia Group, 2012.
Hartono, Sunaryati. Hukum Ekonomi Pembangunan Indonesia. Bandung: Binacipta.
1988.
Hettne, Bjorn. Development Theory and the Three Worlds. Essex: Longman Group.
1991.
Ibrahim, Johnny. Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Cet. III. Malang:
Bayumedia Publishing, , 2007.
Ilmar, Aminuddin. Hukum Penanaman Modal di Indonesia. Jakarta: Prenada Media,
2004.
Jened, Rahmi. Teori dan Kebijakan Hukum Investasi Langsung (Direct Investment),
Cet. I. Jakarta: Kencana. 2016.
Kairupan, David. Aspek Penanaman Modal Asing di Indonesia. Cet, I. Jakarta:
Kencana. 2013.
Kanumoyoso, Bondan Menguatnya Peran Ekonomi Negara: Nasionalisasi
Perusahaan Belanda di Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. 2001.
Kartadjoemena, H. S. GATT WTO dan Hasil Uruguay Round. Jakarta: UI Press.
1997.
86
Kuncoro, Mudrajad. Masalah, Kebijakan, dan Politik Ekonomika Pembangunan.
Jakarta: Penerbit Erlangga, 2010.
Margono, Suyud. Hukum Investasi Asing Indonesia. Cet. I. Jakarta: CV. Novindo
Pustaka Mandiri. 2008.
Mauna, Boer. Hukum Internasional: Pengertian Peranan dan Fungsi dalam Era
Dinamika Global. Cet. IV. Bandung: PT. Alumni., 2011.
Panjaitan, Hulman. Hukum Penanaman Modal Asing. Jakarta: Ind-Hil Co. 2003.
Panjaitan, Hulman dan Abdul Mutalib Mahakam. Komentar dan Pembahasan
Pasal Demi Pasal Terhadap UU No 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman
Modal. Jakarta: CV. Indihill Co, 2007.
Parry and Grant. Encyclopaedic Dictionary of International Law. New York: Oceana,
1986.
Pusat Peningkatan dan Jaminan Mutu (PPJM) Fakultas Syariah dan Hukum. Pedoman
Penulisan Skripsi. Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. 2017.
Putra, Ida Bagus Wyasa, dkk. Hukum Bisnis Pariwisata. Bandung: Reflika Aditama.
2003.
S, Salim H. dan Budi Sutrisno. Hukum Investasi di Indonesia. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada. 2008.
Satria, Arif. Politik Kelautan dan Perikanan: Catatan Perjalanan Kebijakan Era
SBY hingga Jokowi. Cet. I. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. 2015.
Sinamo, Nomensen. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: PT Bumi Intitama
Sejahtera, 2009.
87
Soekanto, Soerjno. Pengantar Penelitian Hukum. Cet. III. Jakarta, Universitas
Indonesia. 2010.
Sonarayah, M. The International Law an Foreign Investment. 3rd Ed. UK. Cambridge
Press. 2011.
Supriadi dan Alimuddin, Hukum Perikanan Indonesia. Cet.I. Jakarta: Sinar Grafika,
2011.
Starke, J. G. Introduction to International Law. 9th.ed. London: Butterworhts, 1984.
Sunggono, Bambang. Metodologi Penelitian Hukum. Cet. VI. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, , 2003.
Sunyowati, Dina dan Enny Narwati, Buku Ajar Hukum Laut. Cet. I. Surabaya:
Airlangga University Press. 2013.
Sunyowati, Dina Hukum Laut. Cet. I. Surabaya: Pusat Penerbitan dan Percetakan
Universitas Airlangga. 2013.
Tribawono, Djoko. Hukum Perikanan Indonesia. Cet. II. Jakarta: PT Citra Adita
Bakti. 2013..
Untung, Hendrik Budi. Hukum Investasi. Cet. I. Jakarta: Sinar Grafika. 2010.
Wallerstein, Immanuel. The Capitalist Wild Economy. Cambridge: Cambridge
University Press. 1979.
Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Dasar 1945.
United Nations Conventions on the Law of the Sea (UNCLOS 1982).
88
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 Tentang Pengesahan Agreement Establishing
the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi
Perdagangan Dunia).
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983 Tentang Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005-2025
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal.
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan.
Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 Tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 Tentang Kelautan.
Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2002 Tentang Usaha Perikanan.
Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di
Bidang Penanaman Modal.
Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 Tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup
dan Bidang Usaha yang Terbuka di Bidang Penanaman Modal.
Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016 Tentang Daftar Bidang Usaha yang
Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka di Bidang Penanaman Modal.
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 5 Tahun 2008 Tentang Usaha
Perikanan Tangkap.
89
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Usaha
Perikanan Tangkap di Laut Lepas.
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 26 Tahun 2013 Tentang
perubahan atas Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 30 Tahun
2012 Tentang Usaha Perikanan Tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan
Negara Republik Indonesia.
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 18 Tahun 2014 Tentang Wilayah
Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 56 Tahun 2014 Tentang
Penghentian Sementara (Moratorium) Perizinan Usaha Perikanan Tangkap
di Wilayah Pegelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 57 Tahun 2014 Tentang Perubahan
Kedua atas Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia
Nomor 30 Tahun 2013 Tentang Usaha Perikanan Tangkap di Wilayah
Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia.
Peraturan Kepala Badan Pusat Statistik Nomor 27 Tahun 2009 Tentang Klasifikasi
Baku Lapangan Usaha Indonesia. Cetakan ke III.
Peraturan Kepala Badan Pusat Statistik Nomor 95 Tahun 2015 Tentang Klasifikasi
Baku Lapangan Usaha Indonesia.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan
dan Perikanan Republik Indonesia Tahun 2015-2019.
Jurnal, Makalah dan Putusan
Alam, Azhar Nur Fajar. “Asas Kemandirian dan Kemanfaatan Tindakkan Nasionalisasi
Modal Asing: Pasal 7 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang
Penanaman Modal.” Skripsi S1 Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2015.
90
Anisah, Siti. “Implemantasi TRIMs dalam Hukum Investasi Indonesia”. Jurnal Hukum
Bisnis, Vol. 22 No. (2003): 33.
Fadli, Muhammad. “Penerapan Asas Berwawasan Lingkungan pada Penanaman
Modal Asing di Bidang Usaha Perikanan Menurut Hukum Positif di
Indonesia”, Skripsi S1 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2017.
Rajagukguk, Erman. “Negara Dan Kesejahteraan: Pro dan Kontra Modal
Asing”. Disampaikan pada Diskusi Panel: Kritik Atas Arah
Kecenderunga"Supremasi Hukum". Pasca 1998 Terkait Dengan Modal”,
diselenggarakan oleh ELSAM. HUMA, SAWIT WATCH, INFID, WALHI,
AMAN, YLBHI, ICEL. Jakarta: 5 -7 Agustus 2008.
Interview pribadi dengan Asep Supriadi, Kepala Seksie Pengawasan Penangkapan
Ikan di Laut Teritorial Perairan Kepulauan dan Pedalaman, Jakarta, 26 Juli
2017.
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Paket Kebijakan Ekonomi Minggu
ke-II Februari 2016 (Tahap X), h. 2-3.
Pengantar Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 26, No. 4 (2007): 4.
Pratomo, Ricky. dalam Seminar Hukum Online (Training for Fresh Graduate:
Seinzing Legal Issues), pada Tanggal 31 Agustus 2017.
Prasetya, Rudhi dan Neil Hamiton. The Regulation of Indonesian States Enterprises,
dalam Tugas Resume mata kuliah Prof. Rudhi Prasetya, S. H. PJMK Hukum
Ekonomi, Program Doktor Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas
Airlangga, 2002.
Sekretariat Kementerian Kelautan dan Perikanan. Data Pokok Kelautan dan Perikanan
Periode s.d Oktober 2001. Jakarta: Pusat Data, Statistik dan Informasi
Sekretariat Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2011.
Sulistiowati dan Paripurna, “Mempertahankan Tujuan Peraturan Daftar Negatif
91
Investasi dalam Mengendalikan Dominasi Kepemilikan Asing (Studi Kasus
Pada Industri Telekomunikasi)”. Jurnal Dinamika Hukum Fakultas Hukum
Universitas Gadjah Mada Vol. 14 No. 2 (2014): 201.
Syahyu, Yulianto. “Pertumbuhan Investasi Asing di Kepulauan Batam: Antara
Dualisme Kepemimpinan dan Ketidakpastian Hukum”. Jurnal Hukum
Bisnis, Vol. 22, No. 5 (2003): 46.
Dokumen Elektronik dan Internet Maradong, David Setia, “Analis Perekonomian pada Asisten Deputi Bidang Kelautan dan
Perikanan”. Sekretariat Kabinet, Deputi Bidang Kemaritiman, diakses pada
Tanggal 4 Maret 2016, dari http://setkab.go.id/potensi-besar-perikanan-tangkap-
indonesia/.
https://ikanbijak.wordpress.com/2008/04/21/perikanan-indonesia-dalam kepungan-
organisasi-pengelolaan-perikanan-regional-dan-internasional/, diakses pada 15
September 2017.
http://lautindo.com/susi-perikanan-tangkap-hanya-untuk-nelayan-indonesia-
silahkan-asing-masuk-budi-daya/ diakses pada Tanggal 7 Juni 2017.
http://www.bkpm.go.id/id/prosedur-investasi/klasifikasi-baku-lapangan-usaha,
diakses pada 9 September 2017, pukul 12.03.
Id.m.wikipedia.org/divestasi, diakses pada 02 September 2017.
Kamus Bahasa Indonesia, diunduh dari http//kbbi.web.id/nasionalisasi, di akses
pada 28 Agustus 2017.
--------------Kbbi.web.id/investasi, diakses pada 02 September 2017.
--------------Kbbi.web.id/investasi, diakses pada 31 Agustus 2017.
92
www.un.org, diakses 15 Agustus 2013.
http://www.calonsh.com/2016/11/13/apakah-perubahan-daftar-negatif-investasi-pada-
perpres-no-44-tahun-2016-berpengaruh-terhadap-gairah-penanaman-modal-
di-indonesia, diakses pada 18 September 2017.
http://lautindo.com/susi-perikanan-tangkap-hanya-untuk-nelayan-indonesia-silahkan-
asing-masuk-budi-daya/ diakses pada Tanggal 7 Juni 2017.
http://setkab.go.id/potensi-besar-perikanan-tangkap-indonesia/, diakses pada Tanggal
4 Maret 2016.
93
LAMPIRAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 44 TAHUN 2016
TENTANG
DAFTAR BIDANG USAHA YANG TERTUTUP DAN BIDANG USAHA YANG
TERBUKA DENGAN PERSYARATAN DI BIDANG PENANAMAN MODAL
Menimbang
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
a. bahwa untuk melaksanakan Pasal 12 ayat (4) dan Pasal
13 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007
tentang Penanaman Modal telah ditetapkan Peraturan
Presiden Nomor 39 Tahun 2014 tentang Daftru· Bidang
Usaha yan.g Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka
Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal;
b. bahwa untuk lebih meningkatkan kegiatan penanaman
modal baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri
untuk percepatan pembangunan dengan tetap
meningkatkan perlindungan bagi Usaha Mikro, Kecil,
dan Menengah, serta Koperasi dan berbagai sektor
strategis nasional serta meningkatkan daya samg
ekonomi dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi
ASEAN dan dinamika globalisasi ekonomi, dipandang
perlu mengganti ketentuan n1engenai daftar bidang
usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka
dengan persyaratan di bidang penanaman modal;
c. bahwa sehubungan dengan hal sebagaimana dimaksud
pada huruf a dan huruf b di atas, perlu menetapkan
Peraturan Presiden tentang Daftar Bidang Usaha yang
Tertutup dan Bidang Usal1a yang Terbuka Dengan
Persyaratan di J?idang Penanaman Modal;
Mengingat ...
Mengingat
PRESIDEN REPUBLIK INDONES IA
- 2 -
1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4724);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN PRESIDEN TENTANG DAFTAR BIDANG USAHA
YANG TERTUTUP DAN BIDANG USAHA YANG TERBUK.A
DENGAN PERSYARATAN DI BIDANG PENANAMAN MODAL.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan:
1. Bidang Usaha adalah segala bentuk kegiatan usaha yang
dilakukan untuk memproduksi barang atau jasa pada
sektor-sektor ekonomi.
2. Bidang Usaha Yang Terbuka adalah Bidang Usaha yang
dilakukan tanpa persyaratan dalam rangka Penanaman
Modal.
3. Bidang Usaha Yang Tertutup adalah Bidang Usaha
tertentu yang dilarang diusahakan sebagai kegiatan
Penanaman Modal.
4. Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan adalah
Bidang Usaha tertentu yang dapat diusahakan untuk
kegiatan Penanaman Modal dengan persyaratan, yaitu
dicadangkan ...
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
- 3 -
dicadangkan untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menenga h
serta Koperasi, Kemitraan, kepemilikan modal, lokasi
tertentu, perizinan khusus, dan penanarn modal dari
negara Association of Southeast Asian Nations (ASEAN).
5. Penanaman Modal adalah segala bentuk kegiatan
menanam modal, baik oleh Penanam Modal dalam negeri
maupun Penanam Modal asing untuk melakukan usaha
di wilayah negara Republik Indonesia.
6. Penanarn Modal adalah perseorangan atau badan usaha
yang melakukan penanaman modal yang dapat berupa
penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing.
7. Kemitraan adalah kerjasama dalam kegiatan penanaman
modal untuk Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan
Persyaratan baik langsung maupun tidak langsung, atas
dasar prinsip saling memerlukan, mempercayai,
memperkuat, dan menguntungkan yang melibatkan
pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dengan usa11a
besar.
8. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah adalah usaha mikro,
kecil, menengah sebagaimana diatur dalam Undang
Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro,
Kecil, dan Menengah.
9. Koperasi adalah koperasi sebagain1ana diatur dalam
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian.
BAB II
BIDANG USAHA
Pasal2
(1) Bidang Usaha dalam kegiatan Penanaman Modal terdiri
atas: .. .
a. Bidang ...
PRE SI DEN REPUBLIK INDONESIA
- 4 -
a. Bidang U saha Yang Terbuka;
b. Bidang Usaha Yang Tertutup; dan
c. Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan.
(2) Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas:
a. Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan:
yang dicadangkan atau kemitraan dengan Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah serta Koperasi; dan
b. Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan
terten tu yai tu:
1) batasan kepemilikan modal asing;
2) lokasi tertentu;
3) perizinan khusus;
4) modal dalam negeri 100% (seratus persen);
dan /atau
5) batasan kepemilikan modal dalam kerangka
kerjasama Association of Southeast Asian Nations
(ASEAN).
Pasal 3
Bidang Usaha yang tidak tercanturn dalam Bidang Usaha
Yang Tertutup dan Bidang UsE).ha Yang Terbuka Dengan
Persyaratan merupakan Bidang Usaha Yang Terbuka.
Pasal 4
Bidang Usaha Yang Tertutup sebagaimana d imaksud dalam
Pasal 2 ayat (1) huruf b tercantum dalam Lampiran I dan
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Presiden
fill.
Pasal 5 ...
PR ESIDEN REPUBLIK INDONES IA
- 5 -
Pasal 5
(1) Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan: yang
dicadangkan atau Kemitraan dengan Usaha Mikro, Kecil,
clan Menengah serta Koperasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a tercantum dalam Lampiran
II dan merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Presiden ini.
(2) Kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh Penanam Modal dengan Usaha Mikro,
Kecil, dan Menengah serta Koperasi dengan pola: inti
plasma, subkontrak , keagenan, waralaba, dan pola
Kemitraan lainnya.
Pasal6
Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan tertentu
sebagaimana dimaksud dalarn Pasal 2 ayat (2) huruf b
tercantum dalam Larnpiran III dan merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Presiden ini.
BAB III
PELAKSANAAN PENANAMAN MODAL
PADA BIDANG USAHA
Pasal 7
(1) Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan
se bagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) harus
memenuhi persyaratan lokasi sebagaimana diatur dalam
peraturan perundang-undangan di bidang penataan
ruang dan perat.uran perundang-undangan di bidang
pengelolaan lingkungan hidup.
(2) Dalam ...
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
- 6 -
(2) Dalam hal izin Penanaman Modal untuk Bidang Usaha
Yang Terbuka Dengan Persyaratan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) telah ditetapkan lokasi usahanya
dan Penanam Modal bermaksud memperluas usaha
dengan melakukan kegiatan usaha yang sama di luar
lokasi yang sudah ditetapkan dalam izin Penanaman
Modal tersebut, Penanam Modal harus memenuhi
persyaratan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Untuk memenuhi persyaratan lokasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), Penanam Modal tidal< diwajibkan
untuk mendirikan badan usaha baru, kecuali ditentukan
lain yang ditetapkan dengan undang-undang.
Pasal 8
(1) Dalam hal pelaksanaan kegiatan Penanaman Modal pada
Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf c
dilakukan secara tidak langsung atau portofolio yang
transaksinya dilakukan melalui pasar modal dalam
negeri, Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf c
menjadi Bidang Usaha Terbuka.
(2) Dalam hal pelaksanaan kegiatan Penanaman Modal pada
Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan
si:: bagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dilakukan
di kawasan ekonomi khusus, Bidang Usaha tersebut
menjadi Bidang Usaha Terbuka kecuali Bidang Usaha
yang dicadangkan untuk Usaha Mikro, Kecil1 dan
Menengah serta Koperasi.
Pasal 9 ...
PRE SI DEN REPUBLIK INDONES IA
- 7 -
Pasal 9
Dalam hal terjadi perubahan kepemilikan modal akibat
penggabungan, pengambilalihan, atau peleburan dalam
perusahaan Penanaman Modal yang bergerak di Bidang
Usaha yang sama, berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. batasan kepemilikan modal Penanam Modal asing dalam
perusahaan Penanaman Modal yang menerima
penggabungan adalah sebagaimana yang tercantum
dalam izin Penanaman Modal dan/ a tau izin usaha
perusali.aan terse but;
b. batasan kepemilikan modal Penanam Modal asing dalam
perusahaan Penanaman Modal yang diambil alih adalah
sebagaimana tercantum dalam izin Penanaman Modal
dan/ atau izin usaha perusahaan terse but; dan/ atau
c. batasan kepemilikan modal Penanam-Modal asing dalam
perusahaan baru hasil peleburan adalah sebagaimana
ketentuan yang berlaku pada saat terbentuknya
perusahaan baru hasil pelebu.ran dimaksud.
Pasal 10
{1) Dalam h al Penanaman Modal asing melakukan perluasan
kegia tan usaha dalam Biclan g U saha yang sama dan
perluasan kegiatan usal1a tersebut membutuhkan
penambahan modal melalui penerbitan saham dengan
h ak memesan efek terlebih dahulu (rights issue) dan
Penanam Moda l dalam negeri tidak dapat berpartisipasi
dalam penambahan modal tersebut, maka berlaku
ketentuan mengenai hak mendahului bagi Penanam
Moda l asmg, sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang perseroan terbatas.
(2) Dalarn ...
; .
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
- 8 -
(2) Dalam hal penambahan modal sebagaimana dimaksud
pada ayat ( 1) mengakibatkan jumlah kepemilikan modal
asing melebihi batasan mal<simum yang tercantum dalam
izin Penanaman Modal dan /a tau izin usaha, maka dalam
jangka waktu 2 (dua) tahun, kelebihan jumlah
kepemilikan modal asrng tersebut harus disesuaikan
dengan batas maksimum yang tercantum dalam 1zm
penanaman modal dan/ a tau izin usaha, melalui cara:
a. Penanam Modal asing menjual kelebihan saham yang
dimilikinya kepada Penanam Modal dalam negeri;
b. Penanarn Modal asing menjual kelebihan sahamnya
melalui penawaran umum yang dilakukan oleh
perusahaan yang sahamnya dimiliki oleh Penanam
Modal asing tersebut pada pasar modal dalam negeri;
a tau
c. perusahaan sebagaimana dimaksud pada huruf b
membeli kelebihan jumlah saham yang dimiliki
Penanam Modal asing tersebut dan diperlakukan
sebagai treasury stocks, dengan memperhatikan
ketentuan Pasal 37 Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas.
Pasal 11
Pelaksanaan kegiatan Penanaman Modal terhadap Bidang
Usaha yang diatur dalam Peraturan Presiden ini tidak
mengurangi kewajiban Penanam Modal untuk mematuhi
ketentuan dan syarat teknis untuk melakukan kegiatan
usaha yang ditetapkan oleh:
a. kementerian/lembaga yang secara teknis berwenang di
bidang usaha Penanaman Modal; dan/ atau
b. pemerintah daerah.
BAB IV ...
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
- 9 -
BAB IV
PEMANTAUAN, EVALUASI, DAN PENYELESAIAN
PERMASALAHAN DALAM PENANAMAN MODAL
Pasal 12
(1) Menteri yang menyelenggarakan urusan koordinasi
Pemerintahan di bidang perekonomian melakukan
pemantauan, evaluasi, dan penyelesaian permasalahan
dalam pelaksanaan kegiatan Penanaman Modal pada
Bidang Usaha yang diatur dalam Peraturan Presiden.
(2) Pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan penyelesaian
permasalahan sebagairnana dimaksud pada ayat (1)
dibantu oleh Tim Nasional Peningkatan Ekspor dan
Peningkatan Investasi yang telah dibentuk dan ditetapkan
dengan Keputusan Presiden tersendiri.
BAB V
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 13
Ketentu an pelaksanaan kegiatan Penanaman Modal terhadap
Bidang U saha yang diatur dalam Peraturan Presiden ini tidak
berlaku bagi Penanarnan Modal yang telah disetujui pada
bidang usaha tertentu sebelum Peraturan Presiden ini
diundangkan, sebagaimana yang tercantum dalam izin
Penanaman Modal dan/ a tau izin usaha perusahaan, kecuali
ketentuan tersebut lebih menguntungkan bagi Penanaman
Modal dimaksud.
BAB VI ...
PR E SIDEN REPUBLIK INDONESIA
- 10 -
BAB VI
KETENTUANPENUTUP
Pasal 14
Semua peraturan pelaksanaan dari Peraturan Presiden
Nomor 39 Tahun 20 14 tentang Daftar Bidang Usaha yang
Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan
Persyaratan di Bidang Penanaman Modal, sepanjang tidak
bertentangan dengan Peraturan Presiden ini, tetap berlaku
sampai dengan d ikeluarkannya peraturan pelaksanaan
berdasarkan Peraturan Presiden ini.
Pasal 15
Dengan berlakunya Peraturan Presiden im, Peraturan
Presiden Nomor 39 Tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha
yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan
Persyaratan di Bidang Penanaman Modal (Lembaran Negara
Tahun 2014 N omor 93} dinyatakan dicabut dan tidak
berlaku.
Pasal 16
Peraturan Presiden m1 mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar ...
PRESIDEN REPUBLIK INOONESIA
- 11 -
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan .
pengundangan Peraturan Presiden ini dengan penempatannya
dalam Lembaran·Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 12 Mei 2016
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
JOKO WIDODO
piundangkan di Jakarta
Pada tanggal 18 Mei 2016
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
YASONNA H LAOLY
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR 97
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT KABINET RI
Deputi Bidang Perekonomian,
Agqst9at.lt!gsih
NO.
1.
2.
3.
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
DAFTAR LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 44 TAHUN 2016 TENT ANG
DAFTAR BIDANG USAHA YANG TERTUTUP DAN BIDANG USAHA YANG TERBUKA DENGAN PERSYARATAN DI BIDANG PENANAMAN MODAL
LAMPIRAN JUD UL ¥LAMAN LAMPIRAN I Daftar Bid ang Usaha yang Tertutup Untuk Penanaman ModaJ 1
LAMPIRAN TI Daftar Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan: yang dicadangkan atau kemitraan dengan Usaha 1 Mikro, Kecil, dan Menengah serta Koperasi
LAMPIRAN HI Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan tertentu: - 1 1. Sektor Pertanian 2. Sektor Kehu tanan 11 3. Sektor Kelautan dan Perikanan 13 4. Sektor Energi dan Sumber Daya MineraJ 14 5. Sektor Perindustrian 17 6. Sektor Pertahanan dan Keamanan 19 7. Sektor Pekerjaan Umum 20 8. Sektor Perdagangan 21 9. Sektor Pariwisata dan Ekonomi Kreatif 25 10. Sektor Perhubungan 28 11. Sekt.or Komunikasi dan Informatika 32 12. Sektor Keuangan 34 13. Sektor Perbankan 36 14. Sektor Tenaga Kerja 37
15. Sektor Pendidikan .. 38
, 16. Sektor Kesehatan 39 ·'"1
PRES ID E N REPUBLIK INDONES IA
LAMPIRAN I PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2016 TENT ANG DAFTAR BIDANG USAHA YANG TERTUTUP DAN BIDANG USAHA YANG TERBUKA DENGAN PERSYARATAN DI BIDANG PENANAMAN MODAL
DAFTAR BlDANG USAHA YANG TERTUTUP
·NO.: • .. ,~;~·:;.~ p~~~ys~ :. · ... ,._ -':/· ~:"
: ... .... -.Jr..~;;: ·~·1.:3;. I ... '~ :, · ....... :~Jt~·/~ .· -~ ... ' ~~:-~<." ·"' ·,:..: ..... ,:; .. :~·
.z;~·
1. I Budidaya Ganja
2. I Penangkapan Sp esies Ikan yang Tercantum dalam Appendix I Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES)
3. I Pengangkatan Ben da Berharga Asal Muatan Kapal yang Tenggelam 4. I Pemanfaatan (Pengambilan) Koral/Karang dari Alam Untuk: Bahan Bangunan/Kapur/Kalsium,
Akuarium, dan Souvenir/ Perhiasan, Serta Koral Hidup atau Koral Mati (recent death coraij dari Alam.
5. I Industri Pembuat Chlor Alkali dengan Proses Merkuri
6. I Industri Bahan Aktif Pestisida: Dichloro Diphenyl Trichloroethane (DDT), Aldrin, End.rin, Dieldrin, Chlordane, Heptachlor, Mi.rex, dan Toxaphene
7. I Industri Bahan Kimia Indu stri dan Industri Bah.an Perusak Lapisan Ozone (BPO): Polychlorinated Biphenyl (PCB), Hexachlorobenzene; clan Carbon Tetrachloride (CTC), Methyl Chloroform, Methyl Bromide, Trichloro Fluoro Methane (CFC-11), Dichloro Trijl.uoro Ethane (CFC-12), Trichloro Trifluoro Ethane (CFC-113), Dichloro Tetra Fluoro Ethane (CF C-114}, Chloro Pentajl.uoro Ethane (CFC-115). Chloro Trijluoro Methane (CFC-13), Tetrachloro Dijl.uoro Ethane (CFC-112), Pentachloro Fluoro Ethane (CFC-11 l)i_ Chloro_Hepta{luoro Prop_arie (OFQ-2_17), Dfr;hlQ!o Hexajl.uoro Pro12_qri._e (CFC-216). Tricft.loro
·' . --
'.KB'ii1-· . •,.\'
S'.El('{.O.R .. ,,, ....... • .· ·~·~> ... - :. ~ .. -:~ - ,, ..
0 1289 Pertanian
10719 Kehutanan
52229 Kelautan dan Perikanan 03117 Kelautan dan Perikanan
20 111 Perindustrian
20211 Perindu strian
201 19 Perindustrian
Propane ...
NO ..
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
Bll>ANG USAHA
PRE SIDEN REPUBLIK INDONES IA
2
Propane (CFC-213), Hexachloro Dijluoro Propane (CFC-2 11), Bromo Chloro Dijluoro Methane (Halon-1211),_ Bromo Trijluoro Methane (Halon-1301), Dibromo Tetrajluoro Ethane (Halon-2402), R-500, R-502. Industri Bahan Kirnia Daftar-1 Konvensi Senjata Kimia Sebagaimana Tertuang Dalam Lampiran I Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2008 Tentang Penggunaan Bahan Kimia sebagai Senjata Kirnia
lndustri Minuman Keras Mengandung Alkohol
lndustri Minuman Mengandung Alkohol : Anggur
Industri Minuman Mengandung Malt
Penyelenggaraan dan Pengoperasian Terminal Penumpang Angkutan Darat
Penyelenggaraan dan Pengoperasian Penimbangan Kendaraan Bermotor
Telekomunikasi/Sarana Bantu Navigasi Pelayaran dan Vessel Traffic Information System (VTIS)
Penyelenggaraan Pelayanan Navigasi Penerbangan
Peoyelenggaraan Pengujian Tipe Kendaraan Berrnotor
Manajemen dan Penyelenggaraan Stasiun Monitoring Spektrum Frekuensi Radio d an Orbit Satelit
Museum Pemerintah
Peninggalan Sejarah dan Purbakala (candi, keraton, prasasti, petilasan, bangunan kuno, dsb)
Perjudian/Kasino
KBLI SEKTOR
20119 Perindustrian
11010 Perindustrian
11020 Perindustrian
11031 Perindustrian
52211 Perhubungan
52219 Perhubungan
52221 Perhubungan
52230 Perhu buogan
71203 Perhubungan
61300 Komunikasi dan Informatika
9 1021 Pendidikan dan Kebudavaan
91023 Pendidikan dan Kebudavaan
92000 Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
Catatan ...
Cata tan:
PRESIDEN REPUBLIK INDONES IA
3
1. Bidang Usaha yang tertutup dapat dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan nonkomersial seperti: penelitian dan pengembangan, dan mendapat persetujuan dari instansi yang bertanggungjawab atas pembinaan bidang usaba terse but.
2. Dalam haJ Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) meliputi lebih dari satu bidang usaha, maka ketentuan sebagaimana te rmaksud dalam Lampiran I hanya berlaku bagi bidang usaha yang tercantum dalam kolom bidang usaha terse but.
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT KABINET RI
Deputi Bidang Perekonomian,
Agus~~sih
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
JOKOWIDODO
PRESIDEN ·REPUBLIK INDONESIA
LAMPIRAN II PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 20 16 TENT ANG DAFTAR BIDANG USAHA YANG TERTUTUP DAN BIDANG USAHA YANG TERBUKA DEN GAN PERSYARATAN DI BIDANG PENANAMAN MODAL
DAFTAR BIDANG USA.HA YANG TERBUKA DENGAN PERSYARATAN: YANG DICADANGKAN ATAU KEMlTRAAN DENGAN USA.HA M.IKRO, KECIL, DAN MENENGAH SERTA KOPERASI
' ... ... -' t;~· · ·-; ~ ··:
:.:~ ~~-: .. -' ': . .. ,, ... ,;;,};;,-. ;;_ :: .. '
~~~~,:- ·:,, .. ,.,. .. ~~~aii..~;·V.~~~,~·<, < .. "' ; :. ~:-..
Usaha budidaya t a naman pangan pokok dengan luas kurang dari 25 Ha:
1. I Pacli
2. I Jagung
3. I Kedelai
4. I Kacang Tanah
5. I Kacang Hijau
6. I Tanaman pangan lainnya (ubi kayu dan ubi j alar)
Usaha perbenihan perkebunan dengan luas kurang dari 25Ha:
7. I Tanaman Jarak Pagar
8. I Tan.aman Pemanis Lainnya
~Ll
. l • ~.~
01121 0 1122 01111
01113
01114
01115
01135
01299
01137
:· '
. ..fe.#i~~~~n.. . .. .... _ ..
•pf~~~#~~:JJi~7 .. ~~*'l!wa~ . , .• ,1
., :·-·· , :·.UM~~~. ·, .. ;:.;:.... . ,• ~
s~~·or
" Pertanian
.J Pertanian
.J Pertanian
" Pertanian
-;r Pertanian.
"' Pertanian
"' Pertanian
.J Pertanian t
\:·.·
9. Tanaman ...
No. Bidang Usah~
9. Tanaman Tebu
10. Tanaman Tembakau
11. Tanaman Bahan Baku Tekstil dan Tanaroan Kapas
12. Tanaman Lainnya yang Tidak Diklasifikasikan di Tempat Lain
13. Tanaman Jambu Mete
14. Tanaman Kelapa
15. Tanaman Kelapa Sawit
16. Tana.man Untuk Bahan Minuman (Teh, Kopi dan Kakao)
17. Tanaman Lada
18. Tanaman Cengkeh
19. Tanaman Minyak Atsiri
20. Tanaman Obat/Bahan Farmasi (di luar hortikultura)
21. Tanaman Rempah Lainnya
22. Tanaman Karet dan. Penghasil Getah Lainnya
Usaha perkebunan dengan luas kuran g dari 25 Ha:
23. Perkebunan Pemanis Lainnya
24. Perkebunan Tebu
,.
PRE SI DEN REPUBLIK INDO NES IA
2
Persyarat:fln
KBJ,I Dicadangka11 u ntlik . Kemitraan
UMKMK 0 1140 .../ -0 1150 ..J -01160 ..J -0 1299 ..J -
01220 -v -
01261 ..J -01262 .../ -01270 ..J -0 1281 ..J -01282 " -01284 .../ -
01285 -v -01286 0 1289 ..J -01291 ..J -
0 1137 ..J -01 140 .../ -
Sektor
Pertanian
Pertanian
Pertanian
Pertanian
Pertanian
Pertanian
Pertanian
Pertanian
Pertanian
Pertanian
Pertanian
Pertanian
Pertanian
Pertanian
Pertanian
Pertanian
2 5 . Perkebunan ...
. No. Bidang Usah~
25. Perkebunan Tembakau
26. Perkebunan Bahan Baku Tekstil dan Tanaman Kapas 27. Perkebunan Jambu Mete 28. Perkebunan Kelapa
29. Perkebunan Kelapa Sawit 30. Perkebunan Untuk Bahan Minuman (Teh, Kopi dan
Kakao)
31. Perkebunan Lada
32. Perkebunan Cengkeh
33. Perkebunan Minyak Atsiri
34. Perkebunan Obat/Bahan Farmasi (di luar hortikultura)
35. Perkebunan Rempah Lainnya
36. Perkebunan Karet dan Penghasil Getah Lainnya
37. Perkebunan Lainnya
Usaha dengan kapasitas tertentu:
38. Industri Bunga Cengkeh Kering 39. Industri Minyak Mentah (minyak makan) dari Nabati dan
Hewani
40. lndustri Kopra, Serat (fiber), Arang Tempurung, Debu
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
3
P.e~~aratan
KBLI Dicadangkan untuk Kemitraan UMKMK
01150 " -01160 " -01220 ..J -01261 v -01262 ...J -01270 v -
01281 ...J -01282 ...J -01284 ..J -01285 -01286 01289 ...J -01291 ...J -01299 " -
01630 " -10490 -
10421 ...J -
Sektor
Pertanian
Pertanian
Pertanian
Pertanian
Pertanian
Pertanian
Pertanian
Pertanian
Pertanian
Pertanian
Pertanian
Pertanian
Pertanian
Pertanian
Pertanian
Pertanian
(dust) ...
No . Bidan~ Usaha
(dust), Nata de Coco
41. lndustri Minyak Kelapa
42. Industri Minyak Kelapa Sawit
43. lndustri Serat Kapas 44 . lndustri Biji Kapas
45. Industri Pengupasan, Pembersihan, Pengeringan, dan Sortasi Hasil Perkebunan {kakao dan kopi)
46. Industri Jambu Mete Menjadi Biji Mete Kering dan Cashew Nut Shell Liquid (CNSL)
47. Industri Lada Menjadi Biji Lada Putih Kering dan Biji Lada Hitam Kering
48. lndus tri Gula Pasir, Pucuk Tebu dan Ba gas
49. lndustri Teh Hitam/ Teh Hijau
50. lndustri Daun Tembakau Kering (Krosok)
5 1. Industri Karet Menjadi Sheet, Lateks Pekat
52. Industri Minyak Jarak Kasar
53. Pembibitan dan Budidaya Babi dengan Jumlah Kurang Atau Sama dengan 125 Ekor
54. Pembibitan dan Budidaya Ayam Buras Serta Persilan!!annva
.· PRESIDEN
REPUBLIK IND ONES IA
4
Persyai"ata~
KBLI Dicadan gkan, u~tu.k Kemitraan
UMKMK-
10422 " -10431 " -01630 " -10490 -.J -10399 " -
10614 " -
10614 -.J -
10721 ,f -10763 " -12091 " -22122 " -20294 " -
01450 " -
01463 " -
S e kt.or
Pert.anian
Pertanian
Pertanian
Pertanian
Pertanian
Pertanian
Pertanian
Pertanian
Pertanian
Pertanian
Pertanian
Pertanian
Pertanian
Pertanian
55. Pengusahaan ...
..
• ,,=-: No.
. . Bfdaµg: "Qsaha .. ~ ·-.~~ ... ..
,.·· , . . :: ~ .. 55. Pengusahaan Hutan Tanaman Lainnya (antara lain: Aren,
Kemiri Biii Asam, Bahan Baku Arang, Kavu Manis) 56. Industri Primer Pen golahan Hasil Hutan: Getah Pinus
57. Industri Primer Pengolahan Hasil Hutan: Bambu
58. Pengusahaan Sarang Burnng Walet di Alam
59. Industri Kayu Gergajian (kapasitas produksi sampai dengan 2000 m3 I tahun)
60. Industri Primer Pengolahan Rotan
61. Pengusahaan Rutan: Rotan
62. Pengusahaan Hutan: Getah Pinus
63. Pengusahaan Rutan: Bambu
64. Pengusahaan Hutan: Damar
65. Pengusahaan Hutan: Gaharu
66. Pengusahaan Shellak, Tanaman Pangan Alternatif (sagu), Getah-getahan, dan Perlebahan
67. Pengusahaan Kokon/Kepompong Ulat Sutra (persutraan alam)
68. Pembenihan Ikan Laut
69. Pembenihan Ikan Air Payau
70. Pembenihan Ikan Air Tawar
71. Pembesara n Ik:an Laut ..... .....
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
5
.. Persyarataii ... -: ~ . . .
KBLI Dicada:gg~~ untuk Kemitraan tiM:KMx ·-·. · · .
02119 v -
02303 ..J -
02308 v -
01469 v -
16101 '1 -
16104 v -
02131 - -v 02132 - v 02134 - v 02135 - v 02136 - -v 02139 - ...;
01492 - -v
03212 - v 03525 - -v 03226 - . v 03211 - v
Sektor
Kehutanan
Kehutanan
Kehutanan
Kehutanan
Kehutanan
Kehutanan
Kehutanan
Kehutanan
Kehutanan
Keh utan.an
Kehutanan
Kehutanan
Kehutanan
Kelautan dan Perikanan.
Kelautan dan Perikanan
Kelautan dan Perikanan
Kelautan dan Perikanan.
72. Pembesaran ...
. - ~ ., .... ' . . .
No;· .. · Bid~g,·U~'~li~ . •' ·.·· ·. . . . ~. . .. ,. : ·: . · . .;:....;.,•." .. ~:
'I.; ~· ~.-;~•· _. ...... ·. .
72. Pe ro besaran Ikan Air Payau
73. Pembesaran Ikan Air Tawar
74. U saha Pengolahan Hasil Perikanan (UPI) : lndustri Penggaraman/Pengeringan Ikan dan Biota Perairan Lainnya
75. Usaha Pengolahan Hasil Perikanan (UPI): lndustri Pengasapan Ikan dan Biota perairan Lainnva
76. U saha Pengol~an Hasil Perikanan (UPI): lndustri Peragian/ Fermentasi lkan dan Produk Masak Lainnya (untuk usaha ekstraksi dan iellv ikan)
77. Usaha Pengolahan Hasil Perikanan (UPI): lndustri berbasis Daein2' Lumatan dan Surimi
78. Usaha Pemasaran, Distribusi, Perdagangan Besar, dan Eksuor Hasil Perikanan
79. lndustri Pemindangan Ikan
80. Indus tri Tempe Kedelai
81. lndustri Tahu Kedelai
82. Industri Kue Basah
83. Industri Makanan dari Kedelai dan Kacang-Kacangan Selain Kecao, Tempe dan Tahu
84. lndustri Krupuk, Keripik, Peyek dan Sejenisnya
85. lndustri Gula Merah
86. lndustri Pengupasan dan Pembersihan Umbi-umbian
: .. '
PRESIDEN REPUBLIK INDONES IA
6
Pe~y~r~~~n . ' ... .. . .
. . KBLI ~i¢~dang.kaii untuk : . ,: mKMk . K~µiitraan
03251 - ...)
03221 - -J
10211 - -v
10212 - -J
10215 - -v 10779
10216 - -J
46206 - ...)
10214 -J -
10391 -J -
10392 . -J -10792 -J -10793 -J -
10794 -J -
10722 -J -01630 -J -
·" Sekto~ .
Kelautan dan Perikanan
Kelautan dan Perikanan
Kelautan dan Perikanan
Kelautan dan Pe1ikanan
Kelautan dan Perikanan
Kelautan dan Perikanan
Kelau tan dan Perikanan
Perindustrian
Perindustrian
Perindustrian
Perind ustrian
Perindustrian
Perindustrian
Perindustrian
Perindustrian
87. lndustri ...
.. ·~··.
... . !'fo .• Bida~ _Y,:s;:ih.a . •'
.. . • . 87. Industri Pewarnaan Benang dari Serat Alam Maupun
Serat Buatan Menjadi Benang Bermotif/Celup, Ikat, dengan Alat yang Digerakkan Tangan
88. Industri Percetakan Kain
89. lndustri Batik Tulis
90. Industri Kain Rajut Khususnya Renda
91. Industri Bordir /Sulaman
92. lndustri Anyam-anyaman dari Rotan dan Bambu
93. Industri Anyam-anyaman dari Tanaman Selain Rotan dan Barn bu
94. Industri Kerajinan Ukir-ukiran dari Kayu Kecuali Mebeler
95. Industri Alat-alat dapur dari Kayu, Rotan dan Bambu
96. Industri dari Kayu, Rotan, Gabus yang Tidak Diklasifikasikan Ditempat Lain -
97. Industri Alat-alat Musik Tradisional
98. Industri Mukena, Selendang, Kerudung, dan Pakaian Tradisional Lainnva
99. Industri Pengasapan Karet
100. Industri Barang dari Tanah Liat Untuk Keperluan Rumah Tanmza Khusus Gerabah
101. Industri Perkakas Tangan Untuk Pertanian yang Diperlukan Untuk Persiapan Lahan Proses Produksi, Pemanenan, Pasca Panen, dan Pengolahan Kecuali
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
7
-~~rsya.ratan
KBLI ·-D~c~daiig~~n uiit4~ . .,. . . ~ .J{emitraan .. . UMK¥K .
13122 ..J -
13133 ..J -13134 ..J -
13911 -.J -13912 -.J -16291 '1 -16292 " -
16293 '1 -16294 ..J -
16299 '1 -
32201 ..J -14111 -
22121 ..J -23932 '1 -
25931 -.J -
Sektor.
Perindustrian
Perindustrian
Perindustrian
Perindustrian
Perindustrian
Perindustrian
Perindustrian
Perindustrian
Perindustrian
Perindustrian
Perindus trian
Perindustrian
Perindustrian
Perindustrian
Perindustrian
Cangkul ...
No.
102.
103.
104.
105.
106.
107.
108.
109.
110.
111.
112.
113.
114.
115.
Bidajig,JJ.~aha
Cangkul dan Sekop
lndustri Perkakas Tangan yang Diproses Secara Manual Atau Semi Mekanik Untuk Pertukangan dan Pemotongan
Industri Jasa Pemeliharaan dan Perbaikan Sepeda Motor Kecuali yang Terintegrasi dengan Bidang Usaha Penjualan Sepeda Motor (agen/ distributor) Industri Reparasi Barang-barang Keperluan Pribadi dan Rumah Tangga
Industri Kopra
Industri Asinan Buah-Buahan dan Sayur-Sayuran
lndustri Kecap
Industri Pengolahan Susu Bubuk dan Susu Kental Manis
Industri Batik Cap
Industri Pengolahan Rotan
Industri Pengawetan Rotan, Barn.bu dan Sejenisnya
Industri Barang dari Kayu (Industri Moulding dan Komponen Bahan Bangunan) Industri Minyak Atsiri
lndustri Pengeringan dan Pengolahan Tembakau
Industri Batu Bata dan Tan.ah Liat/Keramik
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
8
.Pers yai:atan
KBLI
25932 25933 25934 45407
95220 95240 95290 10421
10311
10771
10520
13134
16104
16103
16221
20294
12091
23921
Picad~ngiiitn ~1;ti.~ . uMKMK
" " "
Ke.in,itraail
" " " " " " ~
" " "
Sektor
Perindustrian
Perindustrian
Perindustrian
Perindustrian
Perindustrian
Perindu strian
Perind ustrian
Perindustrian
Perindustrian
Perind u~trian
Perindustrian
Perindustrian
Perindustrian
Perindustrian
116. Industri ...
No. Bidang Usaha
116. Indu stri Barang Lainnya dari Tanah Liat/Keramik
117. Industri Kapur
118. lndustri Barang-barang dari Semen
119. Industri Barang-barang dari Kapur
120 . lndustri Barang-barang dari Semen dan Kapur Lainnya
121. Industri Paku, Mur, dan Bau t
122. lndustri Komponen dan Suku Cadang Motor Pengger ak Mula
123. lndustri Pompa dan Kompresor
124. lndustri Komponen dan Perlengkapan Kendaraan Bermotor Roda Dua, dan Tiga
125. lndu stri Perlengkapan Sepecia dan Becak
126. Industri Alat Mesin Pertanian yang Menggunakan Telmologi Madya Seperti Perontok Padi, Pemipil Jagung, dan Traktor Tangan
12 7. lndustri Kapal Kayu Untuk Wisata Bahari dan Untuk Penangkapan Ikan
128. Indu stri Pera.Iatan dan Perlengkapan Kapa.I Kayu Untuk Wisa ta Bahari dan Untuk Penangk apan Ikan
129. Industri Barang Perhiasan Berharga untuk Keperluan Pribadi dari Logam Mulia
13 0 . In dustri Barang Perhiasan Berharga Bukan Untuk Keperluan Pribadi d ari Logam Mulia
PRE SI DEN REPUB LIK IND ONES IA
9
·. Persy,aratan
KBLI Dicadan_gkan untuk Kemitraan UMKMK
23939 - " 23942 - -..J
23951 - " 23952 - " 23959 - " 25952 - " 281 13 - " 281.30 - " 309 12 - " 30922 - " 28210 - ...J
30111 - " 30120 30113 - " 32112 - " 32113 - "
S ektor
Perindustrian
Perindustrian
Perindustrian
Perindustrian
Perind ustrian
Perindustrian
Perindustrian
Perindu strian
Perindustrian
Perindustrian
Perindustrian
Perindustrian
Perindustrian
Perindustrian
Perindustrian
131. Industri ...
No.
131.
132.
133.
134.
135.
136.
137.
138.
139 .
140.
Bidang Usaha
:
lndustri Barang Perhiasan Bukan untuk Kepeduan Pribadi dari Bukan Logam Mulia Industri Permata
lndustri Kerajinan yang Tidak Diklasifi.kasikan di Tempat Lain lndustri Daur Ulang Barang-barang Bukan Logam
Industri Gula Pasir (gula kristal putih, gula kristal rafinasi, dan gula krista l mentah) Berba sis Tebu dengan Kemitraan Dalam Bentuk Inti Plasma 20% dari Luas Laban Jasa Kons truksi (J asa Pelaksana Konstruksi) yang Menggunakan Teknologi Sederhana dan Madya dan/ atau Risiko Kecil dan Sedang dan/atau Nilai Pekerjaan Sampai den gan Rp 50.000.000.000,00 Jasa Bisnis/Jasa Konsultansi Konstruksi yang Menggunakan Teknologi SederhanajMadya dan/atau
P R E SIDEN REPUBLIK IND ONESIA
10
Pers yaratan
KBLl Dicadangkan . untuk . < .; \ .· Kemitraan
UMKMK. ·
32120 - " 32111 - " 32903 - v
38302 - " 10721 - v
00000 " -
00000 ..J -
Risiko Kecil/Sedang dan/atau Nilai Pek erjaan kurang dari Rol0.000.000.000,00 Per dagangan Eceran Melalui Pemesanan Pos dan Internet 47911 - " 47912
479 13 47914
Agen Perjalanan Wisata 791 11 " -Pondok Wisata (Homestay) 55130 ~ -
Se)ctqr
Perindustrian
Perindustrian
Perindustrian
Perindustrian
Perindustrian
Pekerjaan Umum
Pekerjaan Umum
Perdagangan
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
141. Sanggar .. .
No. Bidang Usaha
141 Sanggar $eni
142. Usaha Jasa Pramuwisata
143. Lembaga Penyiaran Komunitas (LPK) Radio dan Televisi
144. lnstalasi Kabel ke Rumah dan Gedung
145. Wanmg Internet
Cata tan:
1. .../ = Mengikuti persyaratan kolom tersebut.
PRESIDEN REPUBLIK IND ONE SIA
11
Persraratan .. .... ..
KBLI Dicadangpn untuk Remitraa_n
UMKMK
90001 ..J -
79921 --J -
60 102 ..J -60202 43212 ..J -
61994 ..J -
Se kt or
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Komunikasi dan Informatika Komunikasi dan lnformatika Komunikasi dan Informatika
2. Dalam bal Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KELI) meliputi lebih dari satu bidang usaha, maka persyaratan sebagaimana termaksud dalam Lampiran II hanya berlaku bagi Bidang Usaha yang tercantum dalam kolom Bidang Usaha terse but.
3. Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi (UMKMK) adalah orang perorangan atau badan usaha yang memen uhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
4. Kemitraan ...
•
PRESI DEN REPUBLIK INDONESIA
12
4. Kemitraan adalah sebagaimana d.iatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, d an Menengah.
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT KABlNET RI
Deputi Bidang Perekonomian,
Agus~}f.~~sili
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
JOKO WIDODO
4il> •
PRE SI DEN REPUBLIK INDO N ES IA
LAMPIRAN III PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2016 TENT ANG DAFTAR BIDANG USAHA YANG TERTUTUP DAN BIDANG USAHA YANG TERBUKA DENGAN PERSYARATAN DI BIDANG PENANAMAN MODAL
DAFTAR BIDANG USAHA YANG TERBUKA DENGAN PERSYARATAN TERTE NTU
A. Sekto r Pe rta n ian
:~~tl; ~--. ,,::•~'-·:-=:; .-~.·~z~-;~~ ~~_:.·::- -.·B~~,~~~:~tJ;~~;- · ·-.· 1
- · , -,. '··. ,~:···?~: :: ·: .. · . "" ., -- !., . -
Usaha P erbenihan/ P embibitan T ana.man Pa n gan Poko k dengan Luas lebih dari 25 1ia:
1. IPadi
2. Jagung
3. Kedelai
4. Kacang Tanah
5. Kacang Hijau
6. Tanaman Pangan Lainnya (ubi kayu dan ubi jalar)
Usaha Budidaya T a n a m a n Pangan Pokok d engan Lu as lebih dari 2 5 Ha:
7. Padi
,_ :_: .. ~~f .,:;· F.-.·~::" ·;r~~~ ::": ·_~ :·-. :~~~-~: .. ::~.~:·:·:?~~~*~~~~ -- /t. :{:::··;·; ~.£
,:{;·.2;:~i;~
01121 01122 0 1111
01113
01114
01115
01135
0 1121 0 1122
Penanaman Modal Asing Maksimal 49%
Pena:naman Modal Asing Maksirn.al 49%
Penanaman Modal Asing Maksirn.al 49%
Penanaman Modal Asing Maksimal 49%
Penanaman Modal Asing Maksimal 49%
Penanaman Modal Asing Maksimal 49%
Penanaman Modal Asing Maksimal 49%
8. Jagung ···
1No.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
2 0 .
21.
· Bida:ng Usah a
Jagung
Kedelai
Kacang Tanah
Kacang Hijau
Tanaman Pangan Lainnya (ubi kayu dan ubi jalar)
PRE SI OEN REPUBLIK INOONES IA
2
Usaha Industri Perbenihan Perkebunan dengan Luas 25 Ha atau Lebih:
Tanaman Jarak Pagar
Tanaman Pemanis Lainnya
Tanaman Tebu
Tanaman Tembakau
Tanaman Bahan Baku Tekstil dan Tanaman Kapas
Tanarnan Jambu Mete
Tanaman Kelapa
Tanaman Kelapa Sawit
Tanaman Untuk Bahan Minuman (Teh, Kopi dan Kakao)
J{BLI Persyaratan
01111 Penanaman Modal Asing Maksimal 49%
01113 Penanaman Modal Asing Maksimal 49%
01114 Penanaman Modal Asing Maksimal 49%
01115 Penanaman Modal Asing Maksimal 49%
01135 Penanaman Modal Asing Maksimal 49%
01299 a Penanaman Modal Asing Maksimal 95% b. Kewajiban Perkebunan Plasma Sebesar 20%
01137 a. Penanaman Modal Asing Maksimal 95% b. Kewajiban Perkebunan Plasma Sebesar 20%
01140 a . Penanaman Modal Asing Maksimal 95% b. Kewajiban Perkebunan Plasma Sebesar 20%
01150 a Penanaman Modal Asing Maksimal 95% b . Kewajiban Perkebunan Plasma Sebesar 20%
01160 a Penanaman Modal Asing Maksimal 95% b. Kewajiban Perkebunan Plasma Sebesar 20%
01252 a. Penanaman Modal Asing Maksimal 95% b . Kewajiban Perkebunan Plasma Sebesar 20%
01261 a. Penanaman Modal Asing Maksimal 95% b. Kewajiban Perkebunan Plasma Sebesar 20%
01262 a. P~nanaman Modal Asing Maksimal 95% b. Kewajiban Perkebunan Plasma Sebesar 20%
01270 a. Penanaman Modal Asing Maksimal 95%
b. kewajiban ...
No.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
.. Bidang Usaha
Tanaman Lada
Tanaman Cengkeh
Tanaman Minyak Atsiri
Tanaman Obat/Bahan Farmasi
Tanaman Rempah Lainnya
Tanaman Karet dan Penghasil Getah Lainnya
PRE SI DEN REPUBLIK IND ONESIA
3
Tanaman Lainnya yang 1'idak Diklasifikasikan di Tempat Lain
Usaha Perkebunan dengan Luas 25 Ha atau Lebib Sanipai Luasan Tertentu Tanpa Unit Pene:olahan:
Perkebunan Jarak Pagar
Perkebunan Pemanis Lainnya
Perkebunan Tebu
Perkebunan Tembakau
KBLI Persyaratan
b. Kewajiban Perkebunart Plasma Sebesar 20%
01281 a. Penanaman Modal Asing Maksimal 95% b. Kewaiiban Perkebunan Plasma Sebesar 20%
01282 a. Penanaman Modal Asing Maksimal 95% b. Kewajiban Perkebunan Plasma Sebesar 20%
01284 a. Penanaman Modal Asing Maksimal 95% b. Kewaiiban Perkebunan Plasma Scbesar 20%
01285 a. Penanaman Modal Asing Maksimal 95% 01286 b. Kewajiban Perkebunan Plasma Sebesar 20% 01289 a. Penanaman Modal Asing Maksimal 95%
b. Kewajiban Perkebunan Plasma Sebesar 20% 01291 a. Penanaman Modal Asing Maksimal 95%
b. Kewaiiban Perkebunan Plasma Sebesar 20% 01299 a. Penanaman Modal Asing Maksimal 95%
b. Kewajiban Perkebunan Plasma Sebesar 20%
01299 a. Penanaman. Modal Asing Maksimal 95% b. Kewajiban. Perkebunan Plasma Sebesar 20%
01137 a. Penanaman Modal Asing Maksimal 95% b. Kewaiiban Perkebunan Plasma Sebesar 20%
01140 a. Penanarnan Modal Asing MaksimaJ 95% b. Kewajiban Perkebunan Plasma Sebesar 20%
01150 a. Penanarnan Modal Asing Maksimal 95% b. Kewaiiban Perkebunan Plasma Sebesar 20%
33. Perkebunan ...
:~,Q~. ..
33.
34.
. 35. -
36.
37.
38.
39.
40.
41.
42.
43.
44.
PRESIDEN REPUBLIK IND ONE SIA
4
:
Bidang V-l?aha . . . .. . .
Perkebunan Bahan Baku Tekstil dan Tanaman Kapas
Perkebunan Lainnya yang Tidak Diklasifikasikan di Tempat Lain
Perkebunan Jambu Mete ..
Perkebunan Kelapa
Perkebunan Kelapa Sawit
Perkebunan Untuk Bahan Minuman ('feh, Kopi dan Kakao)
Perkebunan Lada
Perkebunan Cengkeh
Perkebunan Minyak Atsiri
Perkebunan Obat/Bahan Farmasi
Perkebunan Rempah Lainnya
Perkebunan Karet dan Penghasil Getah Lainnya
Usaha Perkebunan dengan Luas 25 Ha atau Lebih yang Terintegrasi dengan Unit Pengolahan dengan Kapasitas Sama atau Melebihi Kapa~itas Tertentu :
I(B,,. : Pe·rsyarat;ui
01160 a. Penanarnan Modal Asing Maksirnal 95% b. Kewaiiban Perkebunan Plasma Sebesar 20%
01299 a. Penanaman Modal Asing Maksimal 95% b . Kewajiban Perkebunan Plasma Sebesar 20%
01252 a . Penanaman Modal Asing Maksimal 95% b. Kewajiban Perkebunan Plasma Sebesar 20%
01261 a. Penanaman Modal Asing Maksimal 95% b. Kewajiban Perkebunan Plasma Sebesar 20%
01262 a. Penanaman Modal Asing Maksimal 95% b. KewajibRn Perkebunan Plasma Sebesar 20%
01270 a. Penanaman Modal Asing Maksimal 95% b. Kewajiban Perkebunan Plasma Sebesar 20%
01281 a. Penanarnan Modal Asing Maksirnal 95% b. Kewajiban Perkebunan Plasma Sebesar 20%
01282 a. Penanaman Modal Asing Maksimal 95% b. Kewajiban Perkebunan Plasma Sebesar 20%
01284 a Penanaman Modal Asing Maksimal 95% b. Kewajiban Perkebunan Plasm a Sebesar 20%
01285 a. Penanaman Modal Asing Maksimal 95% 01286 b . Kewajiban Perkebunan Plasma Sebesar 20% 01289 a. Penanaman Modal Asing Maksirnal 95%
b. Kewajiban Perkebunan Plasma Sebesar 20% 01291 a. Penanaman Modal Asing Maksimal 95%
b . Kewajiban Perkebunan Plasm a Sebesar 20%
45. Perkebunan ...
No.
45.
46.
47.
48.
49.
50.
51.
52.
53.
54.
55.
56.
57.
P R E SIDEN REP UBLIK IND ONESIA
5
- --~id<,l~g U~ah,a
.. .: .
Perkebunan Jambu Mete dan lndustri Biji Mete Kering dan Cashew Nut Shell Liquid (CNSL)
Perkebunan Lada dan lndustri Biji Lada Putih Kering dan Biji Lada Hitam Kering
Perkebunan Jar!Ak dan Industri Minyak Jarak Pagar
Perkebunan Tebu, Industri Gula Pasir, Pucuk Tebu, dan Bagas
Perkebunan Tembakau dan Industri Daun Tembakau Kering
Perkebunan Kapas dan Industri Serat Kapas
Perkebunan Kelapa dan lndustri Minyak Kelapa
Perkebunan Kela pa dan Industri Kopra, Serat (fiber}, Arang Tempurun g, De bu (dust), Nata de Coco
Perkebunan Kelapa Sawit dan lndustri Minyak Kelapa Sawit {CPO)
Perkebunan Kopi dan lndustri Pengupasan, Pembersihan dan Sortasi Kopi
Perkebunan Kakao dan lndustri Pengupasan, Pembersihan dan Pengeringan Kakao
Perkebunan Teh dan Industri Teb Hitam/Teh Hijau
Perkebunan Cengkeh dan Industri Bunga Cengkeh Kering
'
·KBLI Persyaratan
01252 a. Penanaman Modal Asing Maksimal 95% 10399 b. Kewajiban Perkebunan Plasma Sebesar 20% 01281 a Penanaman Modal Asing Maksimal 95% 10399 b. Kewajiban Perkebunan Plasma Sebesar 20% 01299 a.. ?enanaman Modal Asing Maksimal 95% 20294 b. Kewajiban Perkebunan Plasma Sebesar 20% 01140 a. Penanaman Modal Asing Maksimal 95% 10721 b. Kewajiban Perkebunan Plasma Sebesar 20% 01150 a. Penanaman Modal Asing Maksimal 95% 12091 b. Kewajiban Perkebunan Plasma Sebesar 20% 01 160 a. Penanaman Modal Asing Maksimal 95%
b. Kewajiban Perkebunan Plasma Sebesar 2 0% 01261 a Penanaman Modal Asing Maksimal 95% 10423 b. Kewajiban Perkebunan Plasma Sebesar 20% 01261 a. Penanaman Modal Asing Maksimal 95% 10421 b . Kewajiban Perkebunan Plasma Sebesar 20% 10773 01262 a. Penanaman Modal Asing Maksimal 95% 10432 b. Kewajiban Perkebunan Plasma Sebesar 20% 01270 a. Penanaman Modal Asing Maksimal 95% 10399 b . Kewajiban Perkebunan Plasma Sebesar 20% 01270 a. Penanaman Modal Asing Maksimal 95% 10399 b. Kewajiban Perkebunan Plasma Sebesar 20% 01270 a. Penanaman Modal Asing Ma.ksimal 95% 10763 b. Kewajiban Perkebunan Plasma Sebesar 20% 01282 a. Penanaman Modal Asing Ma.ksimal 95% 10772 b . Kewajiban Perkebunan Plasma Sebesar 20%
58. Perkebunan .. .
No.
58.
59.
60.
61.
62.
63.
64.
65.
6 6.
PRE SI DEN REPUBLIK INDONESIA
6
•,. ' . . · ... ·. Bida~~ usa!l~· .. .. .
Perkebunan Tanaman Minyak Atsiri dan Indu s tri Min.yak Atsiri
Perkebunan Karet dan lndustri Sheet, Lateks Pekat
Perkebunan Biji-bijian selain Kopi dan Kakao dan lndustri Pengupasan dan Pembers ihan Biji-Bijiao Selain Kopi dan Kakao Usaha de ngan Kapasitas Sama atau Melebihi Kapasitas Tertentu:
Industri Minyak Mentah (minyak makan) dari Nabati dan Hewani
Industri Kopra, Serat (fiber), Arang Ternp urung, De bu (dust), Nata de Coco
Industri Minyak Kela.pa
Industri Minyak Kela.pa Sawit
Industri Pengupasan, Pembersihan, Pengeringan dan Sortasi Hasil Perkebunan (kakao dan kopi)
Industri Gula Pasir, Pucu.k Tebu, d an Bagas
:
. KB;LI Pe.rsyaratan
0 1284 a. Penanaman Modal Asing Maksimal 95% 20294 b. Kewajiban Perkebunan Plasma Sebesar 20% 01291 a. Penanaman Modal Asing Maksimal 95% 22121 b. Kewajiban Perkebunan Plasma Sebesar 20% 22122 10399 a. Penanaman Modal Asing Maksimal 95%
b . Kewajiban Perkebunan Plasma Sebesar 20%
10411 a Penanaman Modal Asing Maksimal 95% b . Bahan Baku Minimal 20% Berasal dari
Kebun Sendiri 10421 a. Penanaman Modal Asing Maksimal 9 5%
b. Bahan Baku Minimal 20% Berasal dari Kebun Sendiri
10423 a. Penanaman Modal Asing Maksimal 95% b. Bahan Baku Minimal 20% Berasal da ri
Kebun Sendiri 10432 a. Penanaman Modal Asing Maksimal 95%
b. Bahan Baku Minimal 20% Berasal dari Kebun Sendiri
10399 a . Penanaman Modal Asing Maksimal 9 5% b. Bahan Baku Minimal 20% Berasal dari
Kebun Sendiri 10721 a. Penanaman Modal Asiµg Maksimal 95%
b. Bahan Baku Minimal 20% Berasal dari Kebun Sendiri
67. Indus tri ...
~~·
67.
68.
69.
70.
·71.
72.
73.
74.
Bidang·Usaba
Industri Teh Hitam/Teh Hijau
Industri Tern bakau Kering (Krosok)
Industri Minyak Jarak Kasar
Industri Serat Kapas dan Biji Kapas
Industri Karet Menjadi Sheet, Lateks Pekat
PRESIOEN REPUBLIK IN O O NESIA
7
. -
lndustri Jam bu Mete Menjadi Biji Mete Kering dan Cashew Nut Shell Liquid (CNSL)
Industri Lada Menjadi Biji Lada Putih Kering dan Biji Lada Hitam Kering
Industri Bunga Cengkeh Kering
KBLI Persyaratan
10763 a_ Penanaman Modal Asing Maksimal 95% b. Bahan Baku Minimal 20% Berasal dari
Kebun Sendiri
12091 a. Penanaman Modal Asing Maksimal 95% b . Bahan Baku Minimal 20% Berasal dari
Kebun Sendiri
20294 a. Penanaman Modal Asing Maksimal 95% b. Bab.an Baku Minimal 20% Berasal dari
Ke bun Sendiri
01630 a. Penanaman Modal Asing Maksimal 95% 10490 b. Bahan Baku Minimal 20% Berasal dari
Kebun Sendiri
22121 a. Penanaman Modal Asing Maksimal 95% 22122 b. Bab.an Baku Minimal 20% Berasal dari
Kebun Sendiri
10614 a. Penanaman Modal Asing Maksimal 95% b. Bab.an Baku Minimal 20% Berasal dari
Kebun Sendiri
10614 a. Penanaman Modal Asing Maksimal 95% b. Bahan Baku Minimal 20% Berasal dari
Kebun Sendiri
01630 a. Penanaman Modal Asing Maksimal 95% b. Bah.an Baku Minimal 20% Berasal dari
Kebun Sendiri
75. Perbenihan ...
: ~q. Bidang Usaha
-·
75. Perbenihan Tanaman Buah Semusim
76. Perbenihan Anggur
77. Perbenihan Buah Tropis
78. Perbenihan J eruk
79. Perbenihan Apel dan Buah Batu (Pome and Stone Fruit)
80. Perbenihan Buah Berl
81. Perbenihan Tanaman Sayuran Semusim
82. Per benihan Tanaman Sayuran Tahunan
83. Perbenihan Tanaman Obat
84. Perbenihan J amur
85. Perbenihan Tanaman Florikultura
86. Budidaya Buah Semusim
87. Budidaya Anggur
88. Budidaya Buah Tropis
89. Budidaya Jeruk
90. Budidaya Apel dan Buah Batu (Pome and Stone FnLit)
PRESIDEN REPUBLIK INDONES IA
8
-.. KBLI
01139
012 10
01220
01230
01240
01251
01139
01253
01285 01286 01139
01194 01302 01132
01210
01220
01230
01240
'.
Persyara~ ..
Penanaman Modal Asing Maksimal 30%
Penanaman Modal Asing Maksimal 30%
Penanaman Modal Asing Maksimal 30%
Penan_aman Modal Asing Maksimal 30%
Penanaman Modal Asing Maksimal 30%
Penanaman Modal Asing Maksimal 30%
Penanaman Modal Asing Maksimal 30%
Penanaman Modal Asing Maksimal 30%
Penanaman Modal Asing Maksimal 30%
Penanaman Modal Asing Maksimal 30%
Penanaman Modal Asing Maksimal 30%
Penanaman Modal Asing Maksimal 30%
Penanarnan Modal Asing Maksimal 30%
Penanaman Modal Asing Maksimal 30%
Penanaman Modal Asing Maksimal 30%
Penanaman Modal Asing Maksimal 30%
91. Budidaya .. .
No.
91.
92.
93.
94.
95.
96.
97.
98.
99.
100.
101.
102.
103.
104.
.. Bidang. Usaha
Budidaya Buah Beri
·'
PRE SI DEN REPUBLI K INDONES IA
9
Budidaya Sayuran Daun (antara lain.: kubis, sawi, bawang daun, seledri)
Budidaya Sayuran Um bi (antara lain: bawang merah, bawang putih, kentang, wortel) Budidaya Sayuran Buah (antara lain: tomat, mentimun)
Budidaya Cabe, Paprika
Budidaya Jamur
Budidaya Tanaman Rias
Budidaya Tanaman Hias Non Bunga
Industri Pengolahan Hortikultura: Usaha Pasca Panen Buab dan Sayuran
Usaha Penelitian Hortikultura dan Usaha Laboratorium Uji Mutu Hortikultura Pengusahaan Wisata Agro Hortikultura
Usaha Jasa Pascapanen Hortikultura
U saha Perangkaian Bunga/ Florist/ Dekorator
Konsultan Pengembangan Hortikultura
KBLI Per5yaratan
01251 Penanaman Modal Asing Maksimal 30%
01131 Penanaman Modal Asing Maksimal 30%
01134 Penanaman Modal Asing Maksirnal 30%
01133 Penanaman Modal Asing Maksimal 30%
01283 Penanaman Modal Asing Maksimal 30%
01136 Penanaman Modal Asing Maksirnal 30%
01193 Pcnanaman Modal Asing Maksimal 30%
01301 Pena:narnan Modal Asing Maksimal 30%
10311 Penanaman Modal Asing Maksimal 30% 10320 10313 10314 10330 72102 Penanaman Modal Asing Maksimal 30%
93231 Penanaman Modal Asing Maksimal 30%
01630 Penanaman Modal Asing Maksimal 30%
47761 Penanaman Modal Asing Maksimal 30%
70209 Penanarnan Modal Asi_ng Maksimal 30%
105. Landscaping ...
No.
105.
106.
107.
108.
109.
• ".',
Landscaping Hortikultura
Jasa Kursus Hortikultura
Bidang Usah_a
PRESIDEN REPUBLI K INDONES IA
10
Penelitian dan Pengem bangan ·Ilmu Teknologi dan Rekayasa Sumber Day a Genetik Pertanian Penelitian dan Pengernbangan Ilmu Teknologi dan Rekayasa Produk GMO (Rekayasa Genetika)
Pembibitan dan Budidaya Babi dengan Jumlah Lebih dari 125 ekor
.. , • .
K,BU · ~ersyari'!-tan
43305 Penanaman Modal Asing Maksimal 30% 71101 81300 85499 Penanaman Modal Asing Maksimal 30%
72102 Penanaman Modal Asing Maksimal 49%
72104 Penanaman Modal Asing Maksimal 49%
01450 Lokasi Tertentu yang ditetapkan oleh Kementerian Pertanian
B . Sektor ...
PRE SI DEN REPUBLIK INDONESIA
11
B. Sektor Kehutanan
'.&~. --. .. - · .· ..... . - . .
-·~id~Jig. U~aha ' : ·· . ·' .. . .. . .
110. Pengusahaan Perburua.n di Taman.Buru dan Blok Buru
111. Penangkaran Satwa dan Tumbuhan Serta Lerobaga K9nservasi
112. Pengusahaan Pariwisata Alam berupa Pengusahaan Sarana, Kegiatan dan Jasa Ekowisata di dalam Kawasan Hutan meliputi Wisata Tirta, Wisata Petualangan Alam, dan Wisata Gua..
113. Pengembangan Teknologi Pemanfaatan Genetik Tumbuhan dan Satwa Liar
114. Industri Kayu Gergajian dengan Kapasitas Produksi di atas 2000 m3/tahun
115. Industri Kayu Veneer
116. Industri Kayu Lapis
117. Industri Kayu Laminated Veneer Lumber (LVL) ..
' -. - . ' KBLI ..
Pet'S~ta~-.. I t' • . .. : .
93193 Penanaman ModaJ Asing Maksimal 49% 93229 0172 Penanaman Modal Asing Maksimal 49%
- ·-93241 a. Penanaman Modal Asing Maksimal S 1 % 93242 b. Penanaman Modal Asing Maksimal 70% bagi 93243 penanam modal dari negara-negara ASEAN 93249 93223 93222 72102 Pernyataan kerjasama dengan lembaga yang
terakreditasi/ laboratorium di Indonesia/ lembaga nasional bidang litbang yang ditunjuk oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
16101 Rekomendasi pasokan bahan baku berkelanjutan dari Kementerian Lingkungan Hiduo dan Kehutan.an
16214 Rekomendasi pasokan bahan baku berkelanjutan dari Kementerian Lingkungan Hiduo dan Kehutanan
16211 Rekomendasi pasokan bahan baku berkelanjutan dari Kementerian Lingkungan Hiduo dan Kehutanan
16212 Rekomendasi pasokan bahan baku berkelanjutan dari Kementerian Lingkungan Hiduo dan Kehutanan
118. Industri ...
No.
118.
119.
120 .
121.
122.
123.
; ; .. - : -.-iuclap.g "C]saha
lndustri Kayu Industri Serpih Kayu (wood chip)
Industri Pelet Kayu (wood pellet)
Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Alam
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
12
Pengadaan dan Peredaran Benih dan Bibit Tanaman Hutan (ekspor dan imnor benih dan bibit tanaman hutan) Usaha Pemanfaatan Jasa Lingkungan Air di Kawasan Hutan
Penangkapan dan Peredaran Tumbuhan dan Satwa Liar (TSL) dari Habitat Alam
KBLI Persyaratan
16299 Rekomendasi pasokan bahan baku berkelanjutan dari Kementerian Lingkungan Hiduo dan Kehutanan
16295 Rekomendasi pasokan bahan baku berkelanjutan dari Kementerian Lingkungan Hidun dan Kehutanan
02120 Modal dalam negeri 100%
46207 Modal dalam negeri 100%
02209 Modal dalam negeri 100%
01711 a. Modal dalam negeri 100% 01712 b. Rekomendasi dari Kementerian Lingkungan 01713 Hidup dan Kehutanan 01714 01715
C. Sektor .. .
C. Sektor Kelautan dan Perikana.n
. .
rfo. Bi~flilg Usa,ha .
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
13
. .
124. Perikanan Tangkap dengan Menggunakan Kapal Penangkap Ikan di Wilayah Perairan Indonesia dan Laut Lepas
125. Penggalian Pasir Laut
126. Budidaya Koral/Karang Hias
~LI Persyaratan,
03111 Modal dalam negeri 100% dan Izin Khusus dari Kementerian Kelautan dan Perikanan mengenai alokasi sumber daya ikan dan titik koordinat daerah penangl<apan ikan
08995 Modal dalam negeri 100%
01727 Rekomendasi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
D. Sektor ...
PRESIDEN REPUBLIK IN D ONES IA
14
D. Sektor Energi dan Sumber Daya 'Mineral
.. .· .. ..
No. B.i-d?-ng U.sa:~a :
127. J asa Konstruksi Migas: Platform
128. J asa Konstruksi Migas: Tangki Spherical
129. Jasa Konstruksi Migas: Instalasi Produksi Hulu Minyak dan Gas Bumi di Darat
130. Jasa Konstruksi Migas: lnstalasi Pipa Penyalur di Darat
131. Jasa Konstruksi Migas: Instalasi Pipa Penyalur d i Laut
132. Jasa Konstruksi Migas: Tangki Horisontal/Vertikal, Instalasi Penyimpanan, dan Pemasaran Minyak dan. Gas Bumi di Darat
133. Jasa Survei Migas, Geologi,dan Geofisika
134. Jasa Survei Panas Bumi
135. Jasa Pemboran Migas di Darat
136. Jasa Pemboran Migas di Laut
137. Jasa Pemboran Panas Bumi
138. Jasa Penunjang Migas: Jasa Operasi Sumur dan Pemeliharaan
139. Jasa Penunjang Migas: Jasa Desain dan Engi.neering Migas
140. Jasa Penunjang Migas: Jasa Inspeksi Teknis
141. Jasa Pengoperasian dan Pemeliharaan Panas Bumi
. . . KBLI P~~}'.~~tan
09100 Penanaman Modal Asing Maksimal 75%
09100 Penanaman Modal Asing Maksimal 49%
09100 Modal dalam negeri l 00%
42219 Modal dalam negeri l 00%
42219 Penanaman Modal Asing Maksimal 49%
42914 Modal dalam negeri 100%
71102 Penanaman Modal Asing Maksimal 49%
71102 Penanaman Modal Asing Maksimal 95%
09100 Modal dalam negeri 100%
09100 Penanaman Modal Asing Maksimal 75%
06202 Penanaman Modal Asing Maksimal 95%
09100 Modal dalam negeri 100%
71102 Modal dalam negeri 100%
71204 Modal dalam negeri 100%
06202 Penanaman Modal Asi.ng Maksimal 90%
142. Pembangkit ...
No . .
142.
143.
144.
145.
146.
147.
148.
149.
150.
151.
152.
153.
..
Bid·a~g Usaha . . .
Pembangkit Listrik < lMW
Pembangkit Listrik Skala Kecil (1 - 10 MW)
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
15
Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi dengan Kapasitas ~ 10 MW
Pembangkit Listrik > 10 MW
Transrnisi Tenaga Llstrik
Distribusi Tenaga Listrik
Konsultasi di Bidang Instalasi Tenaga Listrik
Pembangunan dan Pemasangan Instalasi Tenaga Listrik atas Instalasi Penyediaan Tenaga Listrik
Pembangunan dan Pemasangan Instalasi Tenaga Listrlk atas Instalasi Pemanfaatan Tenaga Listrik Tegangan Tinggi/Ekstra Tinggi
Pembangunan dan Pemasangan Instalasi Tenaga Listrik atas Instalasi Pemanfaatan Tenaga Listrik Tegangan Rendah/Menengah
Pengoperasian dan Pemeliharaan Instalasi Tenaga Listrik
Pemeriksaan dan Pengujian Instalasi Tenaga Listrik atas Instalasi Penyediaaµ Tenaga Listrik atau Pemanfaatan Tenaga Listrik Tegangan Tinggi/Ekstia Tinggi
. . . . . . ;ltBLI Persya~tan
35101 Modal dalam negeri 100%
35101 Penanaman Modal Asing Maksimal 49%
35101 Penanaman Modal Asing Maksimal 67%
35101 Penanaman Modal Asing Maksim.a1 95% {Maksimal 100% apabila dalam rangka Kerjasama Pemerintah Swasta/KPS selama masa konsesi)
35102 Penanaman Modal Asing Maksimal 95% (Maksimal 100% apabila dalam rangka KPS selama masa konsesi)
35103 Penanaman Modal Asing Maksimal 95% (Maksimal 100% apabila dalam rangka KPS selama masa konsesi)
71102 Penanaman Modal Asing Maksimal 95%
42213 Penanaman Modal Asing Maksimal 95%
43211 Penanaman Modal Asing Maksimal 49%
43211 Modal dalam negeri 100%
43211 Penanaman Modal Asing Maksimal 95%
71204 Penanaman Modal Asing Maksimal 49%
154. Pemeriksaan ...
..
··No.
154.
. .. ;
_B_icl~D.~~:U'$ciha
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
16
Pemeriksaan dan Pengujian Instalasi Tenaga Listrik a tas lnstalasi Pemanfaatan Tenaga Listrik Tegangan Rendab/ Menengah
KBLl Persyaratan
7 1204 Modal dalam negeri 100%
E. Sektor ...
PRESIDEN REPUBLIK INDONES IA
17
E. Sektor Perindustrian
... - · . . ' ... .. ~
:::Nb~··.: ·: .. •.• ~· . .·
. · . Bidang U:salia ·
155. Pemeliharaan dan Reparasi Mobil
156. Industrl Rokok Kretek
157. lndustri Rokok Putih
158. lndustri Rokok Lainnya
159. Industri Bu bur Kertas Pulp (dari kayu)
160. Industrl Kertas Berharga (antara lain: bank notes paper, cheque paper, watennark paper)
..
~LI' Pefsyara:tan, ·
45201 Penanaman Modal Asing Maksimal 49%
12011 Rekomendasi dari Kementerian Perindustrian: a. Untuk perluasan usaha, hanya industri rokok
yang telah memiliki Izin Usaha Tndustri (JUI) pada bidang usaha sejenis; atau
b. Untuk penanaman modal baru, hanya industri rokok skala kecil dan rnenengah yang bermitra dengan industri rokok skala besar yang sudah memiliki JUI pada bidang usaha sejenis
12012 Rekomendasi dari Kementerlan Perindustrian: a. Untuk perluasan usa11a, hanya industri rokok
yang telah memiliki Izin U saha lndustri (IUI) pada bidang usaha sejenis; atau
12019 b . Untuk penanaman modal ba.ru, hanya industri
rokok skala kecil dan menengah yang bermitra dengan industri rokok skala besar yang sudah memiliki IUI pada bidang usaha sejenis
17011 Bah.an baku dari Rutan Tanaman Industri (HTI) atau berasal dari Chip Impor jika bah.an balm dalam negeri tidak mencukupi
17013 a Izin operasional dari BOTASUPAL/BIN; dan b. Rekomendasi dari Kementerian Perindustrian
161. Industri ...
:No.
161.
162.
163.
164.
165.
~ -
Bidang U$aha ... .. '
PRESIDEN R EPUBLIK IND ONESIA
18
Industri Percetakan Uang dan Industri Percetakan Khusus/Dokumen Sekuriti (antara lain: perangko, materai, surat berharga, paspor, dokumen kependudukan dan hologram) lndustri Sil<lamat clan Sakarin
lndustri Tinta Khusus
Industri Peleburan Timah Hitam
Industri Crumb Rubber
KBq
18112
20119
20293
24202
22123
. . •,
}>er_!;y~tap .; ..
a. Izin operasional dari BOTASUPAL/BIN; dan b. Rekomendasi dari Kementerian Perindustrian
Sesucii dengan ketentuan yang ditetapkan BPOM dan Kementerian Perdagangan
a. Izin operasional dari BOTASUPAL/BIN; dan b. Rekomendasi dari Kementerian Perindustrian
Rekomendasi dari Kementerian Lingkungan. Hidup dan Kementerian Perindustrian khusus untuk industri yang menggunakan bahan baku accu bekas
Izin khusus dari Menteri Perindustrian dengan ketentuan terpadu dengan pengembangan perkebunan karet: a. pemenuhan kebutuhan bahan baku paling
kurang 20% dari kapasitas produksi berasal dari kebun karet sendiri; dan
b. Pemenuhan kebutuhan bahan baku paling banyak 80% dengan pola kemitraan
dengan paling sedikit dari luas kebun 20% merupakan kebun olasma
F. Sektor ...
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
19
F . Sektor Pertahanan dan Keamanan
., -· :No. ~ida.ng_' Usaha
-166." Industri Saban Baku Untuk Baban Peledak
167. Industri Komponen Utama dan/ atau Penunjang
168. Industri Komponen dan/ atau Pendukung (Perbekalan)
169. Industri Alat Utama
170. Jasa Konsultasi Keamanan
171. Jasa Penyediaan Tenaga Keamanan, Kawal Angkut Uang dan Barang Berbarga, Penyediaan Jasa Keamanan Menggunakan Hewan/ Satwa
172. J asa Penerapan Peralatan Keamanan
173. Jasa Pendidikan dan Latihan Keamanan . ,
KaLI Persyaratan.
20114 a. Penanaman Modal Asing Maksimal 49%, dengan 51 % untuk BUMN
b. Rekomendasi dari Kcm~nterian Pertabanan
20292 a. Penanaman Modal Asing Maksimal 49%, dengan 5 1 % untuk BUMN
b. Rekomendasi dari Kementerian Pertahanan
20292 a Penanaman Modal Asing Maksimal 49%, dengan 51 % untuk BUMN
b. Rekomendasi dari Kementerian Pertahanan
25200 a. Modal dalam negeri 100% 25934 b. Rekomendasi dari Kementerian Pertahanan 30300 30400 74909 a. Penanaman Modal Asing Maksimal 49%
b. Izin Operasional dari Mabes Polri
80100 a Penanaman Modal Asing Maksimal 49% b. lzin Operasional dari Mabes Polri
80200 a . Penanaman Modal Asing Maksimal 49% b. Izin Operasional dari Mabes Polri
85499 a . Penanaman Modal Asing Maksimal 49% b. Izin Operasional dari Mabes Polri
G. Sektor ...
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
20
G. Sektor Pekerjaan Umum
' no"
. .. Bid~hg Usa:h.1'(~ ,', ' ... . . . ~ ·. ...
174. Jasa Kon truksi (Jasa Pelaksana Konstruksi) yang Menggunakan Teknologi Tinggi dan/ atau Risiko Tinggi dan/ atau Nilai Pekerjaan Lebih dari Rp 50.000.000.000,00 (CPC 511, 512, 513, 514, 5 15, 516, 517, dan 518)
175. Jasa Bisnis/ Jasa Konsultansi Konstruksi yang Menggunakan Teknologi Tin.ggi dan/atau Risiko Tinggi dan/atau Nilai Pekerjaan Lebih dari Rp 10.000.000.000 ,00 (CPC 867 1, 8672, 8673, 8674, dan 9403)
176. Pengusahaan Air Minum
~
KBLI .. Persyaratan
00000 a. Penanaman Modal Asing Maksimal 67% b. Maksimal 70% bagi penanam modal dari
negara-negara ASEAN
00000 a. Penanaman Modal Asing Maksimal 67% b. Maksimal 70% bagi penanam modal dari
negara-negara ASEAN
36001 Penanaman Modal Asing Maksimal 95%
H . Sektor ...
l I
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
21
H . Sektor Perdagangan
. . No. ·. ~ic(an~ U~ha
177. Perdagangan Eceran Mobil, Sepeda Motor, dan Kendaraan Niaga
178. Perdagangan Eceran Suku Cadang dan Aksesoris Mobil, Sepeda Motor, dan Kendaraan Niaga
179. Supermarket dengan Luas Lantai Penjualan Kurang dari 1.200 m 2
180. Minimarket dengan Luas Lantai Penjualan Kurang dari 400 m 2 Termasuk Convenience Store dan Community Store
181. Departement Store dengan Luas Lantai Penjualan 400 m 2 - 2.000 m 2
182. Perdagangan Eceran Barang Perhiasan 183. Perdagangan Eceran Barang Antik 184. Perdagangan Eceran Alat Transportasi Air dan Perlengkapannya 185. Perdagangan Eceran Bukan di Supermarket atau Minimarket 186. Perdagangan Eceran Bukan di Toserba/ Departement Store 187. Perdagangan Eceran Tekstil
188. Perdagangan Eceran Kbusus Alat Pennainan dan Mainan Anak di Toko 189. Perdagangan Eceran Kosmetik
$LI Pe~yaratan
45103 Modal dalam negeri 100% 45104 45403 45404 45302 Modal dalam negeri 100% 45406 47111 Modal dalam n egeri 100% 47111 Modal dalam n egeri 100%
47191 a. Penanaman Modal Asing Maksimal 67%; dan b. lzin Khusus dari Kementerian Perdagangan
dengan persyaratan: 1. Bertempat di dalam mal dan tidak stand
alone; 2. Pena.mbahan outlet store berdasarkan
ekspor p erformance (pay perfomiance) 47735 Modal dalam negeri 100% 47746 Modal dalam negeri 100% 47795 Modal dalam negeri 100% 47112 Modal dalam negeri 100% 47192 Modal dalam negeri 100% 47511 Modal dalam negeri 100% 47512 47640 Modal dalam negeri 100% 47725 Modal dalam n egeri 100%
190. Perdagangan ...
N<>• - '
190.
191. 192.
193.
194.
195.
196.
197.
198.
199.
200.
201.
202.
203.
204.
205.
PRE S I DEN REPUBLIK IN D ONE S IA
22
B.id*n g Usaha
Perdagangan Eceran Alas Kaki Perdagangan Eceran Elektronik
Perdagangan Eceran Makanan dan Min um an
Perdagangan Eceran Melalui Sistem Elektronik Untuk Berbagai Barang Lainnya (MisaJnya: Minuman Beralkohol) J asa Keagenan (Commision Agent)
Broker Properti/ Real Estate
Perdagangan Distributor yang Tidak Terafiliasi dengan Produksi
Pergudangan
Jasa Survei Keadaan Barang Muatan (Cargo Condition Survey)
Jasa Swvei Sarana Angkutan Darat, Laut, dan Udara Beserta Kelengkapannya
Jasa Survei Sarana Keteknikan dan lndustri Termasuk Rekayasa teknik (Technical and Industry Survey)
Jasa Survei Lingkungan Hidup (Ecologica.l Survey)
Jasa Survei Terhadap Obyek-Obyek Pembiayaan atau Pengawasan -Persediaan Barang dan Pergudangan (Warehousing Supervision) Jasa Survei dengan atau Tanpa Merusak Obyek (Destructive/Nondestructive Testing)
Jasa Sur\rei Kuantitas (Quantity Survey)
Jasa Survei Kualitas (Quality Survey)
.·. . .
JQJLJ Per~~a,~atan . " -
47712 Modal dalam negeri 100%
47861 Modal dalam negeri 100%
4722 Modal dalam negeri 100% 4724
47919 .1 Modal dalam negeri 100%
46100 Modal dalam negeri 100%
68200 Modal dalam negeri 100%
00000 Penanaman Modal Asing Maksimal 67%
52101 Penanaman Modal Asing Maksimal 67%
00000 Modal dalam negeri 100%
00000 Modal dalam negeri 100%
00000 Modal dalam negeri 100%
00000 Modal dalam negeri 100%
00000 Modal dalam negeri 100%
00000 Modal dalam negeri 100%
00000 Modal dalam negeri 100%
00000 Modal dalam negeri 100%
206. Jasa ...
:No. 206.
207.
208.
209.
210.
211.
212.
213.
214.
215.
216.
217.
2 18.
219.
PRESIDEN REPUBLIK INDONES IA
23
.. ' ··· ·· ..
: Bid~ng Usa~a: ..
Jasa Survei Pengawasan (Supervision Survey) atas Suatu Proses Kegiatan Sesuai Standar yang Berlaku atau yang Disepakati _ Jasa Survei/ Jajak Pendapat Masyarakat dan Penelitian Pasar
Persewaan Alat Transportasi Darat (Rental Without Operator)
Persewaan Mesin Pertanian dan Peralatannya
Persewaan Mesin Konstruksi dan Tek:nik Sipil dan Peralatannya
Persewaan Mesin Kantor dan Peralatannya (termasuk komputer)
Persewaan Mesin Lainnya dan Peralatannya yang Tidak Diklasifi.kasikan di Tempat Lain (pembangkit tenaga listrik, tekstil, pengolahan/pengerjaan logam/kayu, percetakan, dan las listrik)
Jasa Kebersihan Gedung
JasaBinatu
Pangkas Ram.but
Salon Kecantikan
Penjahitan
Jasa Foto Kopi, Penyiapan Dokuroen, dan Jasa Khusus Penunjang Kantor La.inn ya Perdagangan Besar Minuroan Keras/Beralkohol (importir, distributor, dan subdistributor)
-KBLI · Pe~yaratan
00000 Modal dalam negeri 100%
73200 a. Modal dalam negeri 100% b. Maksimal 70% bagi penanam modal dari
negara-negara /'\~~AN 77100 Modal dalam negeri 100%
77305 Modal dalam negeri 100%
77306 Modal dalam negeri i 00%
77307 Modal dalam negeri 100%
77309 Modal dalam negeri 100%
81210 Modal dalam negeri 100%
96200 Modal dalam negeri 100%
96111 Modal dalam negeri 100%
96112 Modal dalam negeri 100%
96991 Modal dalam negeri 100%
82190 Modal dalam negeri 100%
46333 Memiliki: .. a. Surat Izin Usaha Perdagangan Minuman
Beralkohol (SIUP-MB) b. Jaringan distribusi dan tempatnya khusus
220. Perdagangan ...
'No.
220.
221.
222.
223.
.. :·;· •' . -
B.idang· tJsaha :
Perdagangan Eceran Minuman Keras/Beralkohol
. ,
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
24
·' ..
Perdagangan Eceran Kaki Lima Minurnan Keras/Beralkohol
-
Penyelenggaraan Sistem Perdagangan Alternatif
Peserta Sistem Perdagangan Alternatif
·- ·, . ... . . KBLI Persyaratan
47221 Memiliki: a. Surat Izin Usaha Perdagangan Minuman
Beralkohol (SIUP- MB) b. Jaringan distribusi dan tempatnya khusus
47826 Memiliki: a. Surat Izin Usaha Perdagangan Minuru.aD
Beralkohol (SIUP- MB) b. Jaringan distribusi dan tempatnya khusus
00000 Modal dalam negeri 100%
00000 Modal dalam negeri 100%
I . Sektor .. .
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
25
l. Sektor Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
No. Bi_d~g Usaba . . .
224. Pengelolaan Museum (CPC 96321)
225. Pengelolaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Berupa Candi, Keraton, Prasasti, Petilasan, d an Bangunan Kuno
226. Biro Perjalanan Wisata (CPC 7471)
.
227. Jasa Boga/ Catering
228. Hotel Bintang Dua
229. Hotel Bintang Satu
230. Hotel Non Bintang
231. Motel
232. Rumah Biliar (CPC964)
•. . ' ..
_. ipJLf . ,.• ,:,."· Pe~yaratan.
91022 a. Penanaman Modal Asing Maksimal 67% b . Maksimal 70% bagi penanam modal dari
negara-negara ASEAN
91024 Penanaman Modal Asing MaksimaJ 67%
79120 a. Penanaman Modal Asing MaksimaJ 67% b. Maksimal 70% bagi penanam modal dari
negara-negara ASEAN
56210 a. Penanaman Modal Asing Maksimal 67% b. Maksimal 70% bagi penanam modal dari
n egara-negara ASEAN
55114 Penanaman Modal Asing Maksimal 67%
55115 Penanaman Modal Asing Maksimal 67%
55120 Penanam.an Modal Asing Maksimal 67%
55199 a. Penanaman Modal Asing Maksimal 67% b . Maksimal 70% bagi penanam modal dari
negara-negara ASEAN
93111 a. Penanaman Modal Asing Maksimal 67% b. Maksimal 70% bagi penanam modal dari
negara-negara ASEAN
233. Gelanggang ...
~o~
233.
234.
235.
236.
237.
238.
239.
240.
241.
24 2.
. . -
... Gelanggang Bowling (CPC964)
Lapangan Golf (CPC 96413)
Galeri Seni
Gedung Pertunjukan Seni
J asa Impresariat (CFC 96191)
Karaoke
Ketangkasan
Bidang ·Usah~
PRESIDEN REPUBLIK INOONESIA
26 . .
Penyelenggaraan Pertemuan, Perjalanan Insentif, Konferensi, dan Pameran (MICE) (CPC 87909)
SPA (Sante Par Aqua)
Pengusahaan Obyek Wisata Alam di Luar Kawasan Konservasi
. :: ... . .. KBLI Per~y~r.~t~li - . .. .
93113 a . Penanaman Modal Asing Maksimal 67% b. Maksimal 70% bagi penanam modal dari
negara-negara ASEAN
93112 a. Penanaman Modal Asing Maksimal 67% b. Maksimal 70% bagi penanam modal dari
negara-negara ASEAN
90006 Penana.man Modal Asing Maksimal 67%
90006 Penanaman Modal Asing Maksimal 67%
90004 a. Penanaman Modal Asing Maksimal 67% b. Maksimal 70% bagi penanam modal dari
negara-negara ASEAN
93292 Penana.man Modal Asing Maksimal 67%
93293 Penanaman Modal Asing Maksimal 67%
8230 1 a. Penanaman Modal Asing Maksimal 67% b. Maksimal 70% bagi penanam modal dari
negara-negara ASEAN
96122 Penanaman 1vtt>dal Asing Maksimal 51 %
91034 Penanaman Modal Asing Maksimal 67%
243. Pembuatan ...
No. -243.
. .. . . ;' :
.. - , -• ·: ··r .....
Bida~ifiqsa:l)a
P R E SID E N REPUB.LI K IN D ONES IA
27
. . . . .
Pembuatan Sarana Promosi Film, Ik.lan, Poster, S till, Photo, Slide, Klise, Banner, Pamflet, Baliho, Folder, dll (CFC 871)
• • t •
IqjLI P~r~yara·tan
73100 a. Penanaman Modal Dalam Negeri 100% b. Maksimal 51 % bagi penanam modal dari
negara-negara ASEAN
J . Sektor ...
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
28
J. Sektor Perhubungan
..
Ni;>,_ Bidan· ·. tlsalia . • .. & ... , ··. ... . . .. 244. Angkutan Barang Umum dengan Moda Darat
245. Angkutan Barang Khusus dengan Mada Darat
246. Angkutan Orang dengan Mada Darat Dalam Trayek (Angkutan Antarkota Antar Provinsi, Angkutan Pedesaan, Angkutan Antarkota Dalam Provinsi, Angkutan Perkotaan/Perdesaan, dan Angkutan Lintas Batas Negara)
247. Angkutan Orang dengan Moda Darat Tidak Dalam Trayek (Taksi, Angkutan Pariwisata, Angkutan Tujuan Tertentu, Angkutan Kawasan Tertentu)
248. Angkutan Mada Laut Dalam Negeri
249. Angkutan Mada Laut Luar Negeri
250. Angkutan Mada Laut Luar Negeri untuk Penumpang (tidak tennasuk cabotage) ( CPC 7211)
251. Angkutan Mada Laut Luar Negeri untuk Barang (tidak termasuk cabotage) (CPC7212)
252. Angkutan.. Penyeberangan Umum An tar Provinsi
253. Angkutan Penyeberangan Perintis Antar Provinsi
.JCBLI Persyarat a;n
49431 Penan.aman Modal Asing Maksimal 49%
49432 Penanaman Modal Asing Maksimal 49%
49211 Penanaman Modal Asing Maksimal-49% 49414 492 13 49214 . 49215
49421 Penanaman Modal Asing Maksimal 49% 49221
5011 Penanaman Modal Asing Maksimal 49% 5013
5012 Penanaman Modal Asing Maksimal 49% 5014
50121 Maksimal 70% bagi penanam modal dari negara-50122 negara ASEAN 50123
50141 Maksimal 70% bagi penanam modal dari negara-50142 negara ASE AN 50143 50214 Penanaman Modal Asing Maksimal 49%
50215 Penanaman Modal Asing Maksimal 49%
254. Angkutan ...
h ·:...-
·f;fq.
254.
255.
256.
257.
258.
259.
260.
261.
262.
263.
264.
265.
266.
267.
268.
PRESIDEN R E P UBLIK IN O ONE SIA
29
. ··,; • ... . . -· . . · . . . . . . :'.s • .::· · :, '
Bidang Us~·P.~ ~);I . :-·· •·'·= . -
Angkutan Penyeberangan Umum An tar Kabupaten/Kota 50216
Angkutan Penyeberangan Perintis Antar Kabupaten/Kota 50217
Angkutan Penyeberangan Umum Dalam Kabupaten/Kota 50218
Angkutan Sungai dan Danau Untuk Penumpang dengan Trayek Tetap dan 50211 Teratur Angkutan Sungai dan Danau Untuk Penumpang dengan Trayek Tidak Tetap 50212 dan Tidak Teratur
Angkutan Sungai dan Danau dengan Trayek Tidak Tetap dan Tidak Teratur 50213 Untuk Wisata
Angkutan Sungai dan Danau Untuk Barang Umum dan/ a tau Hewan 50221
Angkutan Sungai dan Dan.au Untuk Barang Khusus 50222
Angkutan Sungai dan Danau Untuk Barang Berbahaya 50223
Penyediaan Fasilitas Pelabuhan (dermaga, gedung, penunda an kapal terminal 52221 peti kemas, terminal Cl.lrah cair, terminal curah kering dan terminal Ro-Ro) 52222
52223
Penyediaan Fasilitas Pelabuhan Berupa Penampungan Limbah (reception 52 109 facilities) Jasa Salvage dan/ atau Pekerjaan Bawah Air {PBA) 52229
Usaha Penunjang pada Tenninal 52211
Jasa Kebandarudaraan .. 52230
Jasa Penunjang Angkutan Udara (sistem reservasi melalui komputer, 51102
" . P.etsya.ratan
Penanaman Modal Asing Maksimal 49%
Penanaman Modal Asing Maksimal 49%
Penanaman Modal Asing Maksimal 49%
Penanaman Modal Asing Maksimal 49%
Penanaman Modal Asing Maksirnal 49%
Penanaman Modal Asing Maksimal 49%
Penanaman Modal Asing Maksi.mal 49%
Penanaman Modal Asing Maksimal 49%
Penanaman Modal Asing Maksimal 49%
a. Penanaman Modal Asing Maksirnal 49% b. Izin Khusus dari Kementerian Perhubungan
terkait dengan persyaratan modal minimum Penanaman Modal Asing Maksimal 49%
!Zin Khusus dari Kementerian Perhubungan
Penanaman Modal Asing Maksimal 67%
Penanaman Modal Asing Maksimal 49%
Penanaman Modal Asing Maksimal 67%
·pelayanan .. -:
T~~·:·.
269.
270.
271.
272.
273.
274.
275.
276.
277.
278.
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
30
- ' . .. . . ... "
sidang V$~ha
pelayanan di darat untuk penumpang dan kargo/ ground handling, dan penyewaan pesawat udara/ aircraft leasing)
Pelayanan Jasa Terkait Bandar Udara
Jaso. Bongkar Muat Barang (mari.time cargo handling services dengan CPC 7412)
Jasa Pengurusan 'I'ransportasi
Jasa Ekspedisi Muatan Pesawat Udara
Agen Penjualan Um um (GSA) Perusahan Angkutan Udara Asing
Penyediaan dan Pengusahaan Pelabuhan Penyeberangan
Penyediaan dan Pengusahaan Pelabuhan Sungai dan Danau
Pelayaran Rakyat
Angkutan Moda Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri
..
Angkutan Moda Udara Niaga Berjadwal Luar Negeri
- . ..
~ .. ~ . . p~~~y~ta,n
·• . ~::::" . :
51202 52240 77304 52230 Penanaman Modal Asing Maksimal 67%
52240 a. Pen anaman Modal Asing Maksimal 67% b . Maksimal 70% bagi penanam modal dari
negara-negara ASEAN c. Hanya berlaku pada 4 (empat) pelabuhan di
wilayah Indonesia bagian timur yaitu: Pelabuhan Bitung, Pelabuhan Ambon, Pelabuhan Kupang, dan Pelabuhan Sarong klmsus Negara-negara anggota ASEAN
52291 Penanaman Modal Asing Maksimal 67%
52294 Penanaman Modal Asing Maksimal 67%
79112 Penanaman Modal Asing Maksimal 67%
52223 Penanaman Modal Asing Maks imal 49%
52222 Penanaman Modal Asing Maksimal 49%
50135 Modal dalam negeri 100%
51101 a Penanaman Modal Asing Maksimal 49% 51102 b. Pemilik modal nasional harus tetap lebih besar
dari keseluruhan pemilik modal asing (single majority)
5 1101 a. Penanaman Modal Asing Maksimal 49%
51102 ...
·No ·:\ :.,· "
279.
280.
281.
282.
283.
•'. -~i~ang Usa~
Angkutan Udara Niaga Tidak Berjadwal
Angkutan Udara Bukan Niaga
Penyelenggaraan Pengujian Berk ala Kendaraan Bermotor
PRESIDEN REPUBLIK INDONES IA
3 1
....
KBlil . -·
51102 51103
51104 5 1105
51109
7 1203
Pembangunan Terminal Penumpang Angkutan Darat (ter batas hanya fasili tas 52211 umum dan terminal barang untuk um um)
Angkutan Multimoda 52295
. .. P'ersyaratap
. . :
b. Pemilik modal nasional harus tetap lebih besar dari keseluruhan pemilik modal asing (single majority)
a. Penanaman Modal Asing Maksimal 49% b . Pemilik modal nasional barus tetap lebih besar
dari keseluruhan pemilik m odal a sing (single majority)
a Penanaman Modal Asing Maksimal 49% b. Pemilik modal n a sional h arus tetap lebih besar
dari keseluruhan pemili.k modal asing (single majority)
Penanaman Modal Asing Maksimal 49%
Penanaman Modal Asing Maksimal 49%
Penanaman Modal Asing Maksimal 49%
K. Sektor ...
K. Sektor Komunikas i dan Informatika
·:?
:IJb:; :•. 'B,idang P's·a.~a ,,-
PRESIDEN REPUBLIK INDONES IA
32
'::: imp . :
Pe~yatatan
284. Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi Tetap 61100 Penanaman Modal Asing Maksimal 67% 1~~-;-~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~-1-~~~~~~~~--11--~~--~~~~~~~~~~~~-
285. Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi Bergerak 61200 Penanaman Modal Asing Maksimal 67%
286. I Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikas1 yang Terintegrasi dengan Jasa Telekomunikasi
287. IPenyelenggaraan Jasa Telekomunikasi Layanan. Content (ring tone, sms premium~ dsb)
2 88. IPusat Layanan Informasi (call center) dan Jasa Nilai Tambah Teleponi Lainnya
289. I Jasa Akses Internet (Internet service provider)
290. I Jasa Sistem Komunikasi Data
291. I Jasa Internet Teleponi Untuk Keperluan Publik
292. I Jasa Interkoneksi Internet (NAP), Jasa Multimedia Lainnya
293. I Lembaga Penyiaran Publik (LPP): Radio
6 1300 61921 61922 61923 61929 61911
61919
61921
6 1922
61923
6 1929
60101
Penanaman Modal Asing MaksimaJ 67%
Penanaman Modal Asing Maksimal 67%
Penanaman Modal Asing Maksimal 67%
Penanaman Modal Asing Maksimal 67%
Penanaman Modal Asing Maksimal 67%
Penanaman Modal Asing Maksimal 67%
Penanaman Modal Asing Maksimal 67%
Han.ya monopoli untuk Lembaga Penyiaran Publik Radio. Republik Indonesia (RRI), Te levisi Republik I I I !Indonesia (TVRI), dan Lembaga Penyiaran Publik
294. Lembaga Penyiaran Publik (LPP): Televisi 60201 Lokal (LPPL)
295. IPenyedia, Pengelola (Pengoperasian dan Penyewaan) dan Penyedia Jasa Kon struksi untuk Menara Telekomunikasi
42217 Modal dalam negeri 100%
296. Pen er bi tan ...
.;
~·-:- . '" .. --r.~ ·: ... :., · .. - . -...
PRE SI D EN R EPUBLIK INDONESIA
33
. . ·:(' " • .. " Bidan:g Us~~~·:·;;~-'~N°b;; '
; . ·~ '!.
: . ·. - ... ~ '.Co ... ~: . , - .. •. .. - -.. . :.: ,_ . .. 296. Penerbitan Surat Kabar, Majalah, dan Buletin (pers)
297. Lembaga Penyiaran Swa sta (LPS)
298. Lembaga Penyiaran Berlangganan (LPB)
299. Penyelenggaraan Pos
300. Penyelenggara Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (market place berbasis platform, daily deals, price grabber, iklan baris online) dengan Nilai Investasi kurang dari Rpl00.000.000.000,00
, ,··z ·-
KiJiJ" :·;-:_ ·.. . .(". ,. . . . . Pe~yµata~ ._- "':" .
58130 Modal dalam negeri 100%
60102 a Hanya untuk penambahan dan pengembangan
60202 usaha.
b. Penanaman Modal Asing Maksimal 20% ~--
53101 Penanaman Modal Asing Maksimal 49% 53102 53202 00000 Penanaman Modal Asing Maksim~ 49%
L. Sektor .. .
L. Sektor Keuangan
-(· = ·~ ,,.
-~id~:qg .. JJ~ab~ .... . ~~:~t<; .: r'J:~-:. :. :·e .=' .1
301. 1 Perusahaan Pembiayaan Investasi
~(!2. I Perusahaan Pembiayaan Modal Kerja
303. I Perusahaan Pembiayaan Multiguna
304. 1 Modal Ventura
305. I Perusahaan Asuransi Kerugian
306. I Perusahaan Asura.nsi Jiwa
307. I Perusahaan Reasuransi
308. I Perusahaan Pen.ilai Kerugian Asuransi
309. I Perusahaan Agen Asuransi
310. IPerusahaan Pialang Asuransi
311. I Perusahaan Pialang Reasuransi
312. IPerusahaan Konsultan Aktuaria
313. I Perusahaan Penjaminan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
34
\
~J;I
64929 64910
: -54992
64922 64923
64991
64991
65111 65112
65121 65122
66210
66221
66222
66225
66291
64993
'p ...... '. ~:..;. ' . e,q;~.3.-(~~n
·,'·\ ;:· .
Penanaman Modal Asing Maksimal 85%
Penanaman Modal Asing Maksimal 85%
Penanaman Modal Asing Maksimal 85%
Penanaman Modal Asing Maksimal 85%
Penanaman Modal Asing Maksimal 80%
Penanaman Modal Asing Maksimal 80%
Penanaman Modal Asing Maksimal 80%
Penanaman Modal Asing Maksimal 80%
Penanaman Modal Asing Maksimal 80%
Penanaman Modal Asing Maksimal 80%
Penanaman Modal Asing Maksimal 80%
Penanaman Modal Asing Maksimal 80%
Penanaman Modal Asing Maksimal 30%
314. Pedagang ...
· ;· ·· .. ,..... ... .... . . · : .. · :No. I . .:', Bl~~mg u~a'.Jla.
... .::~.::·· :;... • • ,, . • .. ~·._t.J_!. • .. ~ ;
314. IPedagang Valuta Asing NonBank
315. JPerusahaan Pialang Pasar Uang
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
35
" "'. ·-:·
KBliI Pe.tsyara'tan·
66197 Modal dalam negeri 100%
64190 Perizinan Khusus dari Otoritas Jasa Keuangan
M. Sektor ...
M. Sektor Perbankan
PRE SID EN REPUBLIK INDONESIA
36
::, .- :·•
,::~~;·, · '. •• , ,,!.
·;:~i~~~~::~~;~~ . .::: ~r~,!::.::·" .! .. ). , •
. . . '· · .. ;:- c<:1:1 ... r.;..-"J, :,-_: . - , ..
. !,,~·~:~- " ?· . t;·" JPJP: .~~ -- . .
316. I Bank Konvensional
3 17. IBank Syariah
318. I Bank Perkreditan Rakyat Konvensional 3 19. I Bank Perkreditan Rakyat Syariah
64125 64126
64131
64127 64133
;' P~~y~abin ... . ..
Perizinan Khusus dari Otoritas Jasa Keuangan
Perizinan Khu sus dari Otoritas Jasa Keuangan
Modal dalam negeri 100% Modal dalam negeri 100%
N. Sektor ...
PRESIDEN REPUBLIK INOONESIA
37
N. Se kt or Ketenagakerjaan
,. 4 • M. ' . ·. ·. : . ·. :;. . · :. . . ~: ~ . _.. '.·::.;-,;, . "
"·· ! .,.,.:, ,·' ..
'\,. ... -. "·~;;~. -
.. , , ..... . - BieiaJ:ig· 'usaha :. •; : :; .
' .. ,. .·. . . J ..,...,. .. - -320. Jasa Penempatan Tenaga Kerja Indonesia di Dalam Negeri (seperti
pendaftaran, perekrutan, pengurusan dokumen, penamptp.1gan orientasi pra pemberangkatan, pemberangkatan, penempatan dan pemuiangan tenaga kerja)
321. Penyediaan Jasa Pekerja/Buruh !proses pendaftaran, perekrutan, pengurusan dokumen (antara la.lll perjanjian kerja), negosiasi untuk mendapatkan pekerjaan dari perusahaan pemberi kerja, mempekerjakan pekerja/buruh, sepe.rti pekerjaan jasa cleaning servi.ce, satpam, catering dan jasa penunjang lainnya]
322. Pelatihan Kerja (memberi, .memperoleh, menihgkatkan, mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap dan etas kerja antara lain meliputi bidang kejuruan teknik dan engineering, tata niaga, bahasa, pariwisata, manajemen, teknologi infonnasi, seni dan pertanian yang diarahkan untuk membekali angkatan kerja memasuki dunia kerja)
323. Jasa Penempatan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (proses perekrutan, pengurusan dokumen, pendidikan dan pelatihan, penampungan, persiapan pemberangkatan, pemberangkatan dan pemulangan Calon Tenaga Kerja Indonesia/ CTKI)
.. . . ... t . :· ... u·· ' .. -· ' . . . .. -' l .•
· tmLI ' ... . '. ·' " : .... ... . . ..... ·; ,; Pe~y.ci~.atan ·· :-.:. . . ... ·.: . .
·- " 78101 Penanaman Modal Asing Maksimal 49%
·.
78200 Penanaman Modal Asing Maksimal 49%
85499 Penanaman Modal Asing Maksimal 67% 85492 85493 85494
78102 Modal dalam negeri 100% ·
0. Sektor .. .
O. S ektor Pendidikan
.. · . ...... . '
N:'o. Bidang Usa.J.ia
. 3 24. ·! . Pendidikan Anak Usia Dini
325. Jasa Pendidikan Sekolab Dasar Swasta
326. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Swasta
327. Jasa Pendidikan Sekolah Menengah Umum Swasta
328. J asa Pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan Swasta
329. J a sa Pendidikan Tinggi Program Gelar Swasta
330. Jasa Pendidikan Tinggi NonGelar Swasta
PRES I DEN REPUBLI K IND O NES IA
38
--. . ... -
" . ..
. . KBLI .. Persyaratan
" '·· ..
85132 85133
85121 Sesuai Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdilmas)
85122 serta Peraturan Pelaksanaannya
85220
85240
85321 Sesuai Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012
85322 tentang Pendidikan Tinggi serta Peraturan Pelaksanaannya
P. Sektor .. .
P. Sektor Kesehatan
.. • , : - -°N<;>; : BJ4a.ng .:Usajia
,· .· , • . "~ .' . .
331. Industri Farmasi Obat Jacli
332. Institusi Penguj~an Alat Kesehatan
333. Fa.silitas Pelayanan Akupuntur
334. Pelayanan Pest Control/ Fumigasi
335. Pelayanan Evakuasi Medik dan Ambulantory
336. Produsen Narkotika (lndustri Farmasi)
337. Pedagang Besar Farmasi Narkotika
338. Pengolahan Obat Tradisional
339. Industri/Usaba Obat Tradisional/ Ekstrak Ba.ban Alam
340. Perdagangan Besar Ba.ban Baku Farmasi
341. Apotek, Toko Obat, Toko Alat Kesehatan, dan Optik
PRE SIDEN REPUBLI K INDO NES IA
39
..
. . '
.'
KB.~l
21012
71205
86901
86903
86904
2 1012
46693
2 1022
21022
46693
47722 47723 47733
fersyaratan
Penanaman Modal Asing Maksimal 85%
Penanaman Modal Asing Maksimal 67%
Penanaman Modal Asing Maksimal 49%
Penanaman Modal Asing Mak:simal 67%
Penanaman Modal Asing Maksimal 6.7%
lzin Khusus dari Kementerian Kesehatan
Izin Khusus dari Kementerian Kesebatan
Modal dalam negeri 100%
Modal dalam negeri 100%
Modal dalam negeri 100%
Modal dalam negeri 100%
342. Klinik ...
.No.
342.
343.
344.
345.
346.
347.
348.
PRESIDEN REPUBLIK INDONES IA
40
'. . . . . ·~. { : .- ··- ·. .. ,: :: \ .:,.:._.•:" ... :Bida~g:·t.rsaha . _;-.,; : .
.. . •
Klinik Pratama: Rumah Bersalin Swasta, Clinic General Medical, Seruices/Klinik Pengobatan Umum, Jasa Kesehatan Pemukiman (Residential Health Services), dan Saran a Pelayanan Kesehatan Dasar
Ru.mah Sakit
Klinik Utama: Klinik Kedokteran Spesialis (Clinic Specialised Medical Services) (CPC 9312), Klinik Kedokteran Gigi Spesialis (CPC 93 12), Jasa Keperawatan Spesialis (Nursing Services dengan CPC 93191), dan J asa Rumah Sakit Lainnya (klinik rehabilitasi medik)
PenyaJur Alat Keseha tan
lndustri Alat Kesebatan: Kelas A (Kapas, pembalut, kasa, toogkat, tiang infus, pembalut wanita, popok dewasa, tempat tidur pasien, kurs i roda)
lndustri Alat Kesehatan: Kelas B (Masker bedah, jarum suntik, p a sien monitor, kondom, surgical gloves, cairan hemodialisa, PACS, surgical knives)
Industri Alat Kesehatan: Kelas C (IV Catheter, X Ray, ECG, Patient Monitor, Inplan Orthopedy, Contact Lens, Oxymeter, Densitometer)
. . :_ .-·!;·_ .. · ~ .
·K.BLI Persyarata n ..
86103 Modal dalam negeri 100% 86104 86109
86103 a. Penanaman Modal Asing Maksimal 67% b . Maksimal 70% bagi penanam modal dari
negara-negara ASEAN; dan c. Dapat dilakukan diselurub Ibukota Provinsi
Indonesia Timur, kecuali Makassar dan Man.ado
86109 a. Penanaman Modal Asing Maksimal 67% 86202 b. Maksimal 70% bagi penanam modal dari
86203 negara-negara ASEAN; dan
86901 c. Dapat dilakukan diseluruh Ibukota Provinsi
Indonesia Timur kecuali Makassar dan Manado
46693 a. Penanaman Modal Asing Maksimal 49% b. Izin Khu sus dari Kementerian Kesehatan
21012 a Penanaman Modal Asing Maksimal 33% b. lzin Khusus dari Kementerian Kesehatan
2 1012 Izin Khusus dari Kementerian Kesehatan
21012 Izin Khusus dari Kementerian Kesehatan
349. Kelas ...
•
No. Bidang Usaha
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
41
349. Kelas D (CTScan, MRJ, Catheter Jantung, Stent Jan tung, HIV Test, Pacemaker, Dormal Filler, Ablation Catheter)
.·
350. Bank dan Laboratorium Jaringan dan Sel
Cata tan:
IPJLI Pers;ra~~tan
21012 Izin Khusus dari Kementerian Kesehatan
86903 Izin Khusus dari Kementerian Kesehatan
Dalam hal Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) meliputi lebib dari satu bidang usaha, maka p-;rsyaratan sebagaimana termaksud dalam Lampiran III hanya berlaku bagi Bidang Usaha yang tercantum dalam kolom Bidang Usaba tersebut.
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT KA.BINET RI
Deputi Bidang Perekonomian,
Agustin~~~tsib
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
JOKO WIDODO