tinjauan pustaka

28
TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Batubara Batubara (coal) adalah sumber energi fosil yang paling banyak kita miliki di dunia ini. Batubara sendiri merupakan campuran yang sangat kompleks dari zat kimia organik yang mengandung karbon, oksigen, dan hidrogen dalam sebuah rantai karbon serta sedikit nitrogen dan sulfur. Pada campuran ini juga terdapat kandungan air dan mineral (Anonim 1 , 2010). Batubara merupakan sisa tumbuhan dari zaman prasejarah yang berubah bentuk yang awalnya berakumulasi di rawa dan lahan gambut. Penimbunan lanau dan sedimen lainnya, bersama dengan pergeseran kerak bumi (dikenal sebagai pergeseran tektonik) mengubur rawa dan gambut yang seringkali sampai ke kedalaman yang sangat dalam. Dengan penimbunan tersebut, material tumbuhan tersebut terkena suhu dan tekanan yang tinggi. Suhu dan tekanan yang tinggi tersebut menyebabkan tumbuhan

Upload: muhammad-untoro

Post on 01-Dec-2015

53 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Batubara

Batubara (coal) adalah sumber energi fosil yang paling banyak kita

miliki di dunia ini. Batubara sendiri merupakan campuran yang sangat

kompleks dari zat kimia organik yang mengandung karbon, oksigen, dan

hidrogen dalam sebuah rantai karbon serta sedikit nitrogen dan sulfur. Pada

campuran ini juga terdapat kandungan air dan mineral (Anonim1, 2010).

Batubara merupakan sisa tumbuhan dari zaman prasejarah yang

berubah bentuk yang awalnya berakumulasi di rawa dan lahan gambut.

Penimbunan lanau dan sedimen lainnya, bersama dengan pergeseran kerak

bumi (dikenal sebagai pergeseran tektonik) mengubur rawa dan gambut

yang seringkali sampai ke kedalaman yang sangat dalam. Dengan

penimbunan tersebut, material tumbuhan tersebut terkena suhu dan tekanan

yang tinggi. Suhu dan tekanan yang tinggi tersebut menyebabkan tumbuhan

tersebut mengalami proses perubahan fisika dan kimiawi dan mengubah

tumbuhan tersebut menjadi gambut dan kemudian batu bara (Anonim2,

2009).

Kondisi yang baik pada proses pembentukan batubara adalah

lingkungan yang berawa dangkal. Kondisi tersebut terdapat pada cekungan

sedimen yang terbentuk sepanjang pantai, daerah delta dan danau. Batubara

terbentuk oleh adanya perubahan secara fisik dan kimia yang dipengaruhi

oleh bakteri pengurai, tekanan, temperatur, serta waktu (Anonim2, 2009).

Pembentukan batu bara memerlukan kondisi-kondisi tertentu dan

hanya terjadi pada era-era tertentu sepanjang sejarah geologi. Zaman

Page 2: TINJAUAN PUSTAKA

Karbon, kira-kira 340 juta tahun yang lalu, adalah masa pembentukan batu

bara yang paling produktif dimana hampir seluruh deposit batu bara (black

coal) yang ekonomis di belahan bumi bagian utara terbentuk. Pada zaman

Permian, kira-kira 270 juta tahun lalu, juga terbentuk endapan-endapan batu

bara yang ekonomis di belahan bumi bagian selatan, seperti Australia, dan

berlangsung terus hingga ke zaman tersier (70 - 13 juta tahun lalu) di

berbagai belahan bumi lain (Anonim2, 2009).

Pembentukan batubara dimulai sejak Carboniferous Period (Periode

Pembentukan Karbon atau Batu Bara) dikenal sebagai zaman batu bara

pertama yang berlangsung antara 360 juta sampai 290 juta tahun yang lalu.

Mutu dari setiap endapan batu bara ditentukan oleh suhu dan tekanan serta

lama waktu pembentukan, yang disebut sebagai maturitas organik. Proses

awalnya gambut berubah menjadi lignit (batu bara muda) atau brown coal

(batu bara coklat). Ini adalah batu bara dengan jenis maturitas organik

rendah. Dibandingkan dengan batu bara jenis lainnya, batu bara muda agak

lembut dan warnanya bervariasi dari hitam pekat sampai kecoklat-coklatan.

Mendapat pengaruh suhu dan tekanan yang terus menerus selama jutaan

tahun, batu bara muda mengalami perubahan yang secara bertahap

menambah maturitas organiknya dan mengubah batubara muda menjadi

batu bara sub-bituminus. Perubahan kimiawi dan fisika terus berlangsung

hingga batu bara menjadi lebih keras dan warnanya lebih hitam dan

membentuk bituminus atau antrasit. Dalam kondisi yang tepat, penigkatan

maturitas organik yang semakin tinggi terus berlangsung hingga membentuk

antrasit (Anonim2, 2009).

Page 3: TINJAUAN PUSTAKA

Tingkat perubahan yang dialami batubara dalam proses

pembentukannya, dari gambut sampai menjadi antrasit disebut sebagai

pengarangan memiliki hubungan yang penting dan hubungan tersebut

disebut sebagai tingkat mutu batu bara. Batu bara dengan mutu yang rendah,

seperti batu bara muda dan sub-bituminus biasanya lebih lembut dengan

materi yang rapuh dan berwarna suram seperti tanah. Baru bara muda

memilih tingkat kelembaban yang tinggi dan kandungan karbon yang

rendah, dan dengan demikian kandungan energinya rendah. Batu bara

dengan mutu yang lebih tinggi umumnya lebih keras dan kuat dan seringkali

berwarna hitam cemerlang seperti kaca. Batu bara dengan mutu yang lebih

tinggi memiliki kandungan karbon yang lebih banyak, tingkat kelembaban

yang lebih rendah dan menghasilkan energi yang lebih banyak (Anonim3,

2010).

Sumber daya batubara (Coal Resources) adalah bagian dari endapan

batubara yang diharapkan dapat dimanfaatkan. Sumber daya batu bara ini

dibagi dalam kelas-kelas sumber daya berdasarkan tingkat keyakinan

geologi yang ditentukan secara kualitatif oleh kondisi geologi/tingkat

kompleksitas dan secara kuantitatif oleh jarak titik informasi. Sumberdaya

ini dapat meningkat menjadi cadangan apabila setelah dilakukan kajian

kelayakan dinyatakan layak. Cadangan batubara (Coal Reserves) adalah

bagian dari sumber daya batubara yang telah diketahui dimensi, sebaran

kuantitas, dan kualitasnya, yang pada saat pengkajian kelayakan dinyatakan

layak untuk ditambang (Putrago, 2009).

Page 4: TINJAUAN PUSTAKA

3.2 Klasifikasi Batubara

3.2.1 Materi pembentuk batu bara

Hampir seluruh pembentuk batu bara berasal dari tumbuhan.

Jenis-jenis tumbuhan pembentuk batu bara dan umurnya menurut

Diessel (1981) adalah sebagai berikut:

a. Alga, dari Zaman Pre-kambrium hingga Ordovisium dan bersel

tunggal. Sangat sedikit endapan batu bara dari periode ini.

b. Silofita, dari Zaman Silur hingga Devon Tengah, merupakan

turunan dari alga. Sedikit endapan batu bara dari perioda ini.

c. Pteridofita, umur Devon Atas hingga karbon atas. Materi utama

pembentuk batu bara berumur Karbon di Eropa dan Amerika

Utara. Tumbuhan tanpa bunga dan biji, berkembang biak dengan

spora dan tumbuh di iklim hangat.

d. Gimnospermae, kurun waktu mulai dari Zaman Permian hingga

Kapur Tengah. Tumbuhan heteroseksual, biji terbungkus dalam

buah, semisal pinus, mengandung kadar getah (resin) tinggi.

Jenis Pteridospermae seperti gangamopteris dan glossopteris

adalah penyusun utama batu bara Permian seperti di Australia,

India dan Afrika.

e. Angiospermae, dari Zaman Kapur Atas hingga kini. Jenis

tumbuhan modern, buah yang menutupi biji, jantan dan betina

dalam satu bunga, kurang bergetah dibanding gimnospermae

sehingga, secara umum, kurang dapat terawetkan (Anonim1,

2010).

Page 5: TINJAUAN PUSTAKA

3.2.2 Jenis batu bara

A. Gambut (peat)

Golongan ini sebenarnya belum termasuk jenis batubara, tapi

merupakan bahan bakar. Hal ini disebabkan karena masih

merupakan fase awal dari proses pembentukan batubara. Endapan

ini masih memperlihatkan sifat asal dari bahan dasarnya (tumbuh-

tumbuhan).

B. Lignit (Batubara Coklat, “Brown Coal”)

Golongan ini sudah memperlihatkan proses selanjutnya berupa

struktur kekar dan gejala pelapisan. Apabila dikeringkan maka gas

dan airnya akan keluar. Endapan ini bisa dimanfaatkan secara

terbatas untuk kepentingan yang bersifat sederhana, karena panas

yang dikeluarkan sangat rendah.

C. Sub-Bituminous (Bitumen Menengah)

Golongan ini memperlihatkan ciri-ciri tertentu yaitu warna

yang kehitam-hitaman dan sudah mengandung lilin. Ciri lain adalah

sisa bagian tumbuh-tumbuhan tinggal sedikit dan berlapis. Endapan

ini dapat digunakan untuk pemanfaatan pembakaran yang cukup

dengan temperatur rendah. Nilai kalori 3000- 6300 kal/gram.

D. Bituminous

Golongan ini dicirikan dengan sifat-sifat yang padat, hitam,

rapuh (brittle) dengan membentuk bongkah-bongkah prismatik.

Berlapis dan tidak mengeluarkan gas dan air bila dikeringkan.

Page 6: TINJAUAN PUSTAKA

Endapan ini dapat digunakan antara lain untuk kepentingan

transportasi dan jenis industri kecil. Nilai kalori antara 6300 – 7300

kal/gram.

E. Antrasite

Merupakam kelas batubara yang tinggi, warna hitam sangat

mengkilap, keras, dan kompak. Nilai kalori lebih dari 7300

kal/gram.

Tingkat perubahan yang dialami batu bara, dari gambut sampai

menjadi antrasit disebut sebagai pengarangan memiliki hubungan

yang penting dan hubungan tersebut disebut sebagai tingkat mutu

batu bara. Batubara dengan mutu yang rendah, seperti batu bara

muda dan sub-bitumen biasanya lebih lembut dengan materi yang

rapuh dan berwarna suram seperti tanah. Barubara muda memilih

tingkat kelembaban yang tinggi dan kandungan karbon yang rendah,

dan dengan demikian kandungan energinya rendah. Batubara dengan

mutu yang lebih tinggi umumnya lebih keras dan kuat dan seringkali

berwarna hitam cemerlang seperti kaca. Batubara dengan mutu yang

lebih tinggi memiliki kandungan karbon yang lebih banyak, tingkat

kelembaban yang lebih rendah dan menghasilkan energi yang lebih

banyak (Sukandarrumidi, 2004).

Page 7: TINJAUAN PUSTAKA

1.2.3 Kelas Sumber Daya

A. Sumber Daya Batubara Hipotetik (Hypothetical Coal

Resource)

Sumber daya batu bara hipotetik adalah batu bara di daerah

penyelidikan atau bagian dari daerah penyelidikan, yang dihitung

berdasarkan data yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan

untuk tahap penyelidikan survei tinjau. Sejumlah kelas sumber

daya yang belum ditemukan yang sama dengan cadangan

batubara yang diharapkan mungkin ada di daerah atau wilayah

batubara yang sama dibawah kondisi geologi atau perluasan dari

sumberdaya batubara tereka. Pada umumnya, sumberdaya berada

pada daerah dimana titik-titik sampling dan pengukuran serat

bukti untuk ketebalan dan keberadaan batubara diambil dari

distant outcrops, pertambangan, lubang-lubang galian, serta

sumur-sumur. Jika eksplorasi menyatakan bahwa kebenaran dari

hipotesis sumberdaya dan mengungkapkan informasi yg cukup

tentang kualitasnya, jumlah serta rank, maka mereka akan di

klasifikasikan kembali sebagai sumber daya teridentifikasi

(identified resources) (Sukandarrumidi, 2006).

B. Sumber Daya Batubara Tereka (Inferred Coal Resource)

Sumber daya batu bara tereka adalah jumlah batu bara di

daerah penyelidikan atau bagian dari daerah penyelidikan, yang

dihitung berdasarkan data yang memenuhi syarat-syarat yang

ditetapkan untuk tahap penyelidikan prospeksi. Titik pengamatan

Page 8: TINJAUAN PUSTAKA

mempunyai jarak yang cukup jauh sehingga penilaian dari

sumber daya tidak dapat diandalkan. Daerah sumber daya ini

ditentukan dari proyeksi ketebalan dan tanah penutup, rank, dan

kualitas data dari titik pengukuran dan sampling berdasarkan

bukti geologi dalam daerah antara 1,2 km – 4,8 km. termasuk

antrasit dan bituminus dengan ketebalan 35 cm atau lebih, sub

bituminus dengan ketebalan 75 cm atau lebih, lignit dengan

ketebalan 150 cm atau lebih (Sukandarrumidi, 2006).

C. Sumber Daya Batubara Tertunjuk (Indicated Coal Resource)

Sumber daya batu bara tertunjuk adalah jumlah batu bara di

daerah penyelidikan atau bagian dari daerah penyelidikan, yang

dihitung berdasarkan data yang memenuhi syarat-syarat yang

ditetapkan untuk tahap eksplorasi pendahuluan. Densitas dan

kualitas titik pengamatan cukup untuk melakukan penafsiran

secara relistik dari ketebalan, kualitas, kedalaman, dan jumlah

insitu batubara dan dengan alasan sumber daya yang ditafsir

tidak akan mempunyai variasi yang cukup besar jika eksplorasi

yang lebih detail dilakukan. Daerah sumber daya ini ditentukan

dari proyeksi ketebalan dan tanah penutup, rank, dan kualitas

data dari titik pengukuran dan sampling berdasarkan bukti

geologi dalam daerah antara 0,4 km – 1,2 km. termasuk antrasit

dan bituminus dengan ketebalan 35 cm atau lebih, sub-bituminus

dengan ketebalan 75 cm atau lebih, lignit dengan ketebalan 150

cm (Sukandarrumidi, 2006).

Page 9: TINJAUAN PUSTAKA

D. Sumber Daya Batubara Terukur (Measured Coal Resourced)

Sumber daya batu bara terukur adalah jumlah batu bara di

daerah peyelidikan atau bagian dari daerah penyelidikan, yang

dihitung berdasarkan data yang memenuhi syarat–syarat yang

ditetapkan untuk tahap eksplorasi rinci. Densitas dan kualitas

titik pengamatan cukup untuk diandalkan untuk melakukan

penafsiran ketebalan batubara, kualitas, kedalaman, dan jumlah

batubara insitu. Daerah sumber daya ini ditentukan dari proyeksi

ketebalan dan tanah penutup, rank, dan kualitas data dari titik

pengukuran dan sampling berdasarkan bukti geologi dalam

radius 0,4 km. Termasuk antrasit dan bituminus dengan

ketebalan 35 cm atau lebih, sub bituminus dengan ketebalan 75

cm atau lebih, lignit dengan ketebalan 150 cm (Sukandarrumidi,

2006).

3.3 Proses Pembentukan Batubara

A. Prinsip Sedimentasi

Pada dasarnya batubara termasuk ke dalam jenis batuan sedimen.

Batuan sedimen terbentuk dari material atau partikel yang terendapkan di

dalam suatu cekungan dalam kondisi tertentu, dan mengalami kompaksi

serta transformasi balik secara fisik, kimia maupun biokimia. Pada saat

pengendapannya material ini selalu membentuk lapisan yang horisontal.

Page 10: TINJAUAN PUSTAKA

B. Skala Waktu Geologi

Proses sedimentasi, kompaksi, maupun transportasi yang dialami

oleh material dasar pembentuk sedimen sehingga menjadi batuan sedimen

berjalan selama jutaan tahun.

Kedua konsep tersebut merupakan bagian dari proses pembentukan

batubara vang mencakup proses :

1. Pembusukan, yakni proses dimana tumbuhan mengalami tahap

pembusukan (decay) akibat adanya aktifitas dari bakteri anaerob.

Bakteri ini bekerja dalam suasana tanpa oksigen dan menghancurkan

bagian yang lunak dari tumbuhan seperti selulosa, protoplasma, dan

pati.

2. Pengendapan, yakni proses dimana material halus hasil pembusukan

terakumulasi dan mengendap membentuk lapisan gambut. Proses ini

biasanya terjadi pada lingkungan berair, misalnya rawa-rawa.

3. Dekomposisi, yaitu proses dimana lapisan gambut tersebut di atas

akan mengalami perubahan berdasarkan proses biokimia yang

berakibat keluarnya air (H2O) dan sebagian akan menghilang dalam

bentuk karbondioksida (CO2), karbonmonoksida (CO), dan metana

(CH4).

4. Geotektonik, dimana lapisan gambut yang ada akan terkompaksi oleh

gaya tektonik dan kemudian pada fase selanjutnya akan mengalami

lipatan dan patahan. Selain itu gaya tektonik aktif dapat menimbulkan

adanya intrusi/terobosan magma, yang akan mengubah batubara low

grade menjadi high grade. Dengan adanya tektonik setting tertentu,

Page 11: TINJAUAN PUSTAKA

maka zona batubara yang terbentuk dapat berubah dari lingkungan

berair ke lingkungan darat.

5. Erosi, dimana lapisan batubara yang telah mengalami gaya tektonik

berupa pengangkatan kemudian dierosi sehingga permukaan batubara

yang ada menjadi terkupas pada permukaannnya. Perlapisan batubara

inilah yang dieksploitasi pada saat ini (Anonim2, 2009).

3.4 Faktor-Faktor dalam Pembentukan Batubara

Beberapa faktor yang berpengaruh dalam pembentukan batubara

adalah :

1. Material dasar, yakni flora atau tumbuhan yang tumbuh beberapa juta

tahun yang lalu, yang kemudian terakumulasi pada suatu lingkungan dan

zona fisiografi dengan iklim clan topografi tertentu. Jenis dari flora

sendiri amat sangat berpengaruh terhadap tipe dari batubara yang

terbentuk. Lingkungan pengendapan, yakni lingkungan pada saat proses

sedimentasi dari material dasar menjadi material sedimen.

Lingkungan pengendapan ini sendiri dapat ditinjau dari beberapa

aspek sebagai berikut :

• Struktur cekungan batubara, yakni posisi di mana material dasar

diendapkan. Strukturnya cekungan batubara ini sangat berpengaruh

pada kondisi dan posisi geotektonik.

• Topografi dan morfologi, yakni bentuk dan kenampakan dari tempat

cekungan pengendapan material dasar. Topografi dan morfologi

cekungan pada saat pengendapan sangat penting karena menentukan

penyebaran rawa-rawa di mana batubara terbentuk. Topografi dan

Page 12: TINJAUAN PUSTAKA

morfologi dapat dipengaruhi oleh proses geotektonik.

• Iklim, yang merupakan faktor yang sangat penting dalam proses

pembentukan batubara karena dapat mengontrol pertumbuhan flora

atau tumbuhan sebelum proses pengendapan. Iklim biasanya

dipengaruhi oleh kondisi topografi setempat.

2. Proses dekomposisi, yakni proses transformasi biokimia dari material

dasar pembentuk batubara menjadi batubara. Dalam proses ini, sisa

tumbuhan yang terendapkan akan mengalami perubahan baik secara

fisika maupun kimia.

3. Umur geologi, yakni skala waktu (dalam jutaan tahun) yang menyatakan

berapa lama material dasar yang diendapkan mengalami transformasi.

Untuk material yang diendapkan dalam skala waktu geologi yang

panjang, maka proses dekomposisi yang terjadi adalah fase lanjut clan

menghasilkan batubara dengan kandungan karbon yang tinggi.

Posisi geotektonik, yang dapat mempengaruhi proses

pembentukan suatu lapisan batubara dari :

• Tekanan yang dihasilkan oleh proses geotektonik dan menekan

lapisan batubara yang terbentuk.

• Struktur dari lapisan batubara tersebut, yakni bentuk cekungan stabil,

lipatan, atau patahan.

• Intrusi magma, yang akan mempengaruhi dan/atau merubah grade

dari lapisan batubara yang dihasilkan (Anonim2, 2010).

Page 13: TINJAUAN PUSTAKA

3.5 Komposisi Kimia Batubara

Batubara merupakan senyawa hidrokarbon padat yang terdapat di alam

dengan komposisi yang cukup kompleks. Pada dasarnya terdapat dua jenis

material yang membentuk batubara, yaitu :

1. Combustible Material, yaitu bahan atau material yang dapat

dibakar/dioksidasi oleh oksigen. Material tersebut umumnya terdiri

dari:

• karbon padat (fixed carbon)

• senyawa hidrokarbon

• senyawa sulfur

• senyawa nitrogen, dan beberapa senyawa lainnya dalam jumlah kecil.

2. Non Combustible Material, yaitu bahan atau material yang tidak dapat

dibakar/dioksidasi oleh oksigen. Material tersebut umumnya terdiri dari

senyawa anorganik (SiO2, A12O3, Fe2O3, TiO2, Mn3O4, CaO, MgO,

Na2O, K2O, dan senyawa logam lainnya dalam jumlah yang kecil) yang

akan membentuk abu/ash dalam batubara. Kandungan non combustible

material ini umumnya diingini karena akan mengurangi nilai bakarnya.

Pada proses pembentukan batubara/coalification, dengan bantuan

factor fisika dan kimia alam, selulosa yang berasal dari tanaman akan

mengalami perubahan menjadi lignit, subbituminus, bituminus, atau

antrasit. Proses transformasi ini dapat digambarkan dengan persamaan

reaksi sebagai berikut

5(C6Hl0O5) → C20H22O4 + 3CH4 + 8H2O + 6CO2 + CO

Selulosa lignit gas metan

Page 14: TINJAUAN PUSTAKA

6(C6H10O5) → C22H20O3 + 5CH4 + 10H2O + 8CO2 + CO

Selulosa bituminous gas metan

Untuk proses coalification fase lanjut dengan waktu yang cukup

lama atau dengan bantuan pemanasan, maka unsur senyawa karbon

padat yang terbentuk akan bertambah sehingga grade batubara akan

menjadi lebih tinggi. Pada fase ini hidrogen yang terikat pada air yang

terbentuk akan menjadi semakin sedikit.

Nitrogen pada batubara pada umumnya ditemukan dengan kisaran

0,5 – 1,5 % w/w yang kemungkinan berasal dari cairan yang terbentuk

selama proses pembentukan batubara.

Oksigen pada batubara dengan kandungan 20 – 30 % w/w

terdapat pada lignit atau 1,5 – 2,5 % w/w untuk antrasit, berasal dari

bermacam-macam material penyusun tumbuhan yang terakumulasi

ataupun berasal dari inklusi oksigen yang terjadi pada saat kontak

lapisan source dengan oksigen di udara terbuka atau air pada saat

terjadinya sedimentasi.

Variasi kandungan sulfur pada batubara berkisar antara 0,5 – 5 %

w/w yang muncul dalam bentuk sulfur organik dan sulfur inorganik

yang umumnya muncul dalam bentuk pirit. Sumber sulfur dalam

batubara berasal dari berbagai sumber. Pada batubara dengan

kandungan sulfur rendah, sulfurnya berasal material tumbuhan

penyusun batubara. Sedangkan untuk batubara dengan kandungan

sulfur menengah-tinggi, sulfurnya berasal dari air laut (Anonim4, 2009).

Page 15: TINJAUAN PUSTAKA

3.6 Kualitas Batubara

Kualitas batubara adalah sifat fisika dan kimia dari batubara yang

mempengaruhi potensi kegunaannya. Kualitas batubara ditentukan oleh

maseral dan mineral matter penyusunnya, serta oleh derajat coalification

(rank) (Anonim5, 2008).

Umumnya, untuk menentukan kualitas batubara dilakukan analisa

kimia pada batubara yang diantaranya berupa analisis proksimat dan analisis

ultimat. Analisis proksimat dilakukan untuk menentukan jumlah air

(moisture), zat terbang (volatile matter), karbon padat (fixed carbon), dan

kadar abu (ash), sedangkan analisis ultimat dilakukan untuk menentukan

kandungan unsur kimia pada batubara seperti : karbon, hidrogen, oksigen,

nitrogen, sulfur, unsur tambahan dan juga unsur jarang (Anonim5, 2008).

Kualitas batubara ditentukan dengan analisis batubara di

laboraturium, diantaranya adalah analisis proksimat dan analisis ultimat.

Kualitas batubara ini diperlukan untuk menentukan apakah batubara tersebut

menguntungkan untuk ditambang selain dilihat dari besarnya cadangan

batubara di daerah penelitian. Berikut parameter-parameter yang sering

menjadi acuan dalam menentukan kualitas batubara:

a. Kalori (Calorific Value atau CV, satuan kal/g atau kkal/kg)

Kandungan nilai kalor total batubara adalah kandungan panas pada

batubara yang dihasilkan dari pembakaran setiap satuan berat dalam

jumlah kondisi oksigen standar.

Page 16: TINJAUAN PUSTAKA

b. Kadar kelembaban (Moisture, satuan persen berat)

Hasil analisis untuk kelembaban terbagi menjadi free moisture (FM)

dan inherent moisture (IM). Adapun jumlah dari keduanya disebut

dengan total moisture (TM). Kadar kelembaban mempengaruhi jumlah

pemakaian udara primernya. Batubara berkadar kelembaban tinggi akan

membutuhkan udara primer lebih banyak untuk mengeringkan batubara

tersebut pada suhu yang ditetapkan oleh output pulveriser.

c. Zat terbang (Volatile Matter atau VM, satuan persen berat)

Kandungan VM mempengaruhi kesempurnaan pembakaran dan

intensitas api. Penilaian tersebut didasarkan pada rasio atau perbandingan

antara kandungan karbon (fixed carbon) dengan zat terbang, yang disebut

dengan rasio bahan bakar (fuel ratio). Semakin tinggi nilai fuel ratio maka

jumlah karbon di dalam batubara yang tidak terbakar juga semakin

banyak. Jika perbandingan tersebut nilainya lebih dari 1.2, maka

pengapian akan kurang bagus sehingga mengakibatkan kecepatan

pembakaran menurun.

d. Kadar abu (Ash content, satuan persen berat)

Kandungan abu akan terbawa bersama gas pembakaran melalui

ruang bakar dan daerah konversi dalam bentuk abu terbang (fly ash) yang

jumlahnya mencapai 80 persen dan abu dasar sebanyak 20 persen.

Semakin tinggi kadar abu, secara umum akan mempengaruhi tingkat

pengotoran (fouling), keausan, dan korosi peralatan yang dilalui

.

Page 17: TINJAUAN PUSTAKA

e. Kadar karbon (Fixed Carbon atau FC, satuan persen berat)

Nilai kadar karbon diperoleh melalui pengurangan angka 100

dengan jumlah kadar air (kelembaban), kadar abu, dan jumlah zat terbang.

Nilai ini semakin bertambah seiring dengan tingkat pembatubaraan. Kadar

karbon dan jumlah zat terbang digunakan sebagai perhitungan untuk

menilai kualitas bahan bakar, yaitu berupa nilai fuel ratio sebagaimana

dijelaskan di atas.

f. Kadar sulfur (Sulfur content, satuan persen berat)

Kandungan sulfur dalam batubara terbagi dalam pyritic sulfur,

sulfate sulfur, dan organic sulfur. Namun secara umum, penilaian

kandungan sulfur dalam batubara dinyatakan dalam Total Sulfur (TS).

Kandungan sulfur berpengaruh terhadap tingkat korosi sisi dingin yang

terjadi pada elemen pemanas udara, terutama apabila suhu kerja lebih

rendah dari pada titik embun sulfur, di samping berpengaruh terhadap

efektivitas penangkapan abu pada peralatan electrostatic precipitator.

g. Ukuran (Coal size)

Ukuran butir batubara dibatasi pada rentang butir halus (pulverized

coal ataudust coal) dan butir kasar (lump coal). Butir paling halus untuk

ukuran maksimum 3 milimeter, sedangkan butir paling kasar sampai

dengan ukuran 50 milimeter.

h. Tingkat ketergerusan (Hardgrove Grindability Index atau HGI)

Kinerja pulveriser atau mill dirancang pada nilai HGI tertentu.

Untuk HGI lebih rendah, kapasitasnya harus beroperasi lebih rendah dari

Page 18: TINJAUAN PUSTAKA

nilai standarnya pula untuk menghasilkan tingkat kehalusan (fineness)

yang sama (Anonim5, 2008).