tinjauan pustaka
TRANSCRIPT
![Page 1: TINJAUAN PUSTAKA](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022071803/55cf9d6e550346d033ad999c/html5/thumbnails/1.jpg)
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Batubara
Batubara (coal) adalah sumber energi fosil yang paling banyak kita
miliki di dunia ini. Batubara sendiri merupakan campuran yang sangat
kompleks dari zat kimia organik yang mengandung karbon, oksigen, dan
hidrogen dalam sebuah rantai karbon serta sedikit nitrogen dan sulfur. Pada
campuran ini juga terdapat kandungan air dan mineral (Anonim1, 2010).
Batubara merupakan sisa tumbuhan dari zaman prasejarah yang
berubah bentuk yang awalnya berakumulasi di rawa dan lahan gambut.
Penimbunan lanau dan sedimen lainnya, bersama dengan pergeseran kerak
bumi (dikenal sebagai pergeseran tektonik) mengubur rawa dan gambut
yang seringkali sampai ke kedalaman yang sangat dalam. Dengan
penimbunan tersebut, material tumbuhan tersebut terkena suhu dan tekanan
yang tinggi. Suhu dan tekanan yang tinggi tersebut menyebabkan tumbuhan
tersebut mengalami proses perubahan fisika dan kimiawi dan mengubah
tumbuhan tersebut menjadi gambut dan kemudian batu bara (Anonim2,
2009).
Kondisi yang baik pada proses pembentukan batubara adalah
lingkungan yang berawa dangkal. Kondisi tersebut terdapat pada cekungan
sedimen yang terbentuk sepanjang pantai, daerah delta dan danau. Batubara
terbentuk oleh adanya perubahan secara fisik dan kimia yang dipengaruhi
oleh bakteri pengurai, tekanan, temperatur, serta waktu (Anonim2, 2009).
Pembentukan batu bara memerlukan kondisi-kondisi tertentu dan
hanya terjadi pada era-era tertentu sepanjang sejarah geologi. Zaman
![Page 2: TINJAUAN PUSTAKA](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022071803/55cf9d6e550346d033ad999c/html5/thumbnails/2.jpg)
Karbon, kira-kira 340 juta tahun yang lalu, adalah masa pembentukan batu
bara yang paling produktif dimana hampir seluruh deposit batu bara (black
coal) yang ekonomis di belahan bumi bagian utara terbentuk. Pada zaman
Permian, kira-kira 270 juta tahun lalu, juga terbentuk endapan-endapan batu
bara yang ekonomis di belahan bumi bagian selatan, seperti Australia, dan
berlangsung terus hingga ke zaman tersier (70 - 13 juta tahun lalu) di
berbagai belahan bumi lain (Anonim2, 2009).
Pembentukan batubara dimulai sejak Carboniferous Period (Periode
Pembentukan Karbon atau Batu Bara) dikenal sebagai zaman batu bara
pertama yang berlangsung antara 360 juta sampai 290 juta tahun yang lalu.
Mutu dari setiap endapan batu bara ditentukan oleh suhu dan tekanan serta
lama waktu pembentukan, yang disebut sebagai maturitas organik. Proses
awalnya gambut berubah menjadi lignit (batu bara muda) atau brown coal
(batu bara coklat). Ini adalah batu bara dengan jenis maturitas organik
rendah. Dibandingkan dengan batu bara jenis lainnya, batu bara muda agak
lembut dan warnanya bervariasi dari hitam pekat sampai kecoklat-coklatan.
Mendapat pengaruh suhu dan tekanan yang terus menerus selama jutaan
tahun, batu bara muda mengalami perubahan yang secara bertahap
menambah maturitas organiknya dan mengubah batubara muda menjadi
batu bara sub-bituminus. Perubahan kimiawi dan fisika terus berlangsung
hingga batu bara menjadi lebih keras dan warnanya lebih hitam dan
membentuk bituminus atau antrasit. Dalam kondisi yang tepat, penigkatan
maturitas organik yang semakin tinggi terus berlangsung hingga membentuk
antrasit (Anonim2, 2009).
![Page 3: TINJAUAN PUSTAKA](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022071803/55cf9d6e550346d033ad999c/html5/thumbnails/3.jpg)
Tingkat perubahan yang dialami batubara dalam proses
pembentukannya, dari gambut sampai menjadi antrasit disebut sebagai
pengarangan memiliki hubungan yang penting dan hubungan tersebut
disebut sebagai tingkat mutu batu bara. Batu bara dengan mutu yang rendah,
seperti batu bara muda dan sub-bituminus biasanya lebih lembut dengan
materi yang rapuh dan berwarna suram seperti tanah. Baru bara muda
memilih tingkat kelembaban yang tinggi dan kandungan karbon yang
rendah, dan dengan demikian kandungan energinya rendah. Batu bara
dengan mutu yang lebih tinggi umumnya lebih keras dan kuat dan seringkali
berwarna hitam cemerlang seperti kaca. Batu bara dengan mutu yang lebih
tinggi memiliki kandungan karbon yang lebih banyak, tingkat kelembaban
yang lebih rendah dan menghasilkan energi yang lebih banyak (Anonim3,
2010).
Sumber daya batubara (Coal Resources) adalah bagian dari endapan
batubara yang diharapkan dapat dimanfaatkan. Sumber daya batu bara ini
dibagi dalam kelas-kelas sumber daya berdasarkan tingkat keyakinan
geologi yang ditentukan secara kualitatif oleh kondisi geologi/tingkat
kompleksitas dan secara kuantitatif oleh jarak titik informasi. Sumberdaya
ini dapat meningkat menjadi cadangan apabila setelah dilakukan kajian
kelayakan dinyatakan layak. Cadangan batubara (Coal Reserves) adalah
bagian dari sumber daya batubara yang telah diketahui dimensi, sebaran
kuantitas, dan kualitasnya, yang pada saat pengkajian kelayakan dinyatakan
layak untuk ditambang (Putrago, 2009).
![Page 4: TINJAUAN PUSTAKA](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022071803/55cf9d6e550346d033ad999c/html5/thumbnails/4.jpg)
3.2 Klasifikasi Batubara
3.2.1 Materi pembentuk batu bara
Hampir seluruh pembentuk batu bara berasal dari tumbuhan.
Jenis-jenis tumbuhan pembentuk batu bara dan umurnya menurut
Diessel (1981) adalah sebagai berikut:
a. Alga, dari Zaman Pre-kambrium hingga Ordovisium dan bersel
tunggal. Sangat sedikit endapan batu bara dari periode ini.
b. Silofita, dari Zaman Silur hingga Devon Tengah, merupakan
turunan dari alga. Sedikit endapan batu bara dari perioda ini.
c. Pteridofita, umur Devon Atas hingga karbon atas. Materi utama
pembentuk batu bara berumur Karbon di Eropa dan Amerika
Utara. Tumbuhan tanpa bunga dan biji, berkembang biak dengan
spora dan tumbuh di iklim hangat.
d. Gimnospermae, kurun waktu mulai dari Zaman Permian hingga
Kapur Tengah. Tumbuhan heteroseksual, biji terbungkus dalam
buah, semisal pinus, mengandung kadar getah (resin) tinggi.
Jenis Pteridospermae seperti gangamopteris dan glossopteris
adalah penyusun utama batu bara Permian seperti di Australia,
India dan Afrika.
e. Angiospermae, dari Zaman Kapur Atas hingga kini. Jenis
tumbuhan modern, buah yang menutupi biji, jantan dan betina
dalam satu bunga, kurang bergetah dibanding gimnospermae
sehingga, secara umum, kurang dapat terawetkan (Anonim1,
2010).
![Page 5: TINJAUAN PUSTAKA](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022071803/55cf9d6e550346d033ad999c/html5/thumbnails/5.jpg)
3.2.2 Jenis batu bara
A. Gambut (peat)
Golongan ini sebenarnya belum termasuk jenis batubara, tapi
merupakan bahan bakar. Hal ini disebabkan karena masih
merupakan fase awal dari proses pembentukan batubara. Endapan
ini masih memperlihatkan sifat asal dari bahan dasarnya (tumbuh-
tumbuhan).
B. Lignit (Batubara Coklat, “Brown Coal”)
Golongan ini sudah memperlihatkan proses selanjutnya berupa
struktur kekar dan gejala pelapisan. Apabila dikeringkan maka gas
dan airnya akan keluar. Endapan ini bisa dimanfaatkan secara
terbatas untuk kepentingan yang bersifat sederhana, karena panas
yang dikeluarkan sangat rendah.
C. Sub-Bituminous (Bitumen Menengah)
Golongan ini memperlihatkan ciri-ciri tertentu yaitu warna
yang kehitam-hitaman dan sudah mengandung lilin. Ciri lain adalah
sisa bagian tumbuh-tumbuhan tinggal sedikit dan berlapis. Endapan
ini dapat digunakan untuk pemanfaatan pembakaran yang cukup
dengan temperatur rendah. Nilai kalori 3000- 6300 kal/gram.
D. Bituminous
Golongan ini dicirikan dengan sifat-sifat yang padat, hitam,
rapuh (brittle) dengan membentuk bongkah-bongkah prismatik.
Berlapis dan tidak mengeluarkan gas dan air bila dikeringkan.
![Page 6: TINJAUAN PUSTAKA](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022071803/55cf9d6e550346d033ad999c/html5/thumbnails/6.jpg)
Endapan ini dapat digunakan antara lain untuk kepentingan
transportasi dan jenis industri kecil. Nilai kalori antara 6300 – 7300
kal/gram.
E. Antrasite
Merupakam kelas batubara yang tinggi, warna hitam sangat
mengkilap, keras, dan kompak. Nilai kalori lebih dari 7300
kal/gram.
Tingkat perubahan yang dialami batu bara, dari gambut sampai
menjadi antrasit disebut sebagai pengarangan memiliki hubungan
yang penting dan hubungan tersebut disebut sebagai tingkat mutu
batu bara. Batubara dengan mutu yang rendah, seperti batu bara
muda dan sub-bitumen biasanya lebih lembut dengan materi yang
rapuh dan berwarna suram seperti tanah. Barubara muda memilih
tingkat kelembaban yang tinggi dan kandungan karbon yang rendah,
dan dengan demikian kandungan energinya rendah. Batubara dengan
mutu yang lebih tinggi umumnya lebih keras dan kuat dan seringkali
berwarna hitam cemerlang seperti kaca. Batubara dengan mutu yang
lebih tinggi memiliki kandungan karbon yang lebih banyak, tingkat
kelembaban yang lebih rendah dan menghasilkan energi yang lebih
banyak (Sukandarrumidi, 2004).
![Page 7: TINJAUAN PUSTAKA](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022071803/55cf9d6e550346d033ad999c/html5/thumbnails/7.jpg)
1.2.3 Kelas Sumber Daya
A. Sumber Daya Batubara Hipotetik (Hypothetical Coal
Resource)
Sumber daya batu bara hipotetik adalah batu bara di daerah
penyelidikan atau bagian dari daerah penyelidikan, yang dihitung
berdasarkan data yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan
untuk tahap penyelidikan survei tinjau. Sejumlah kelas sumber
daya yang belum ditemukan yang sama dengan cadangan
batubara yang diharapkan mungkin ada di daerah atau wilayah
batubara yang sama dibawah kondisi geologi atau perluasan dari
sumberdaya batubara tereka. Pada umumnya, sumberdaya berada
pada daerah dimana titik-titik sampling dan pengukuran serat
bukti untuk ketebalan dan keberadaan batubara diambil dari
distant outcrops, pertambangan, lubang-lubang galian, serta
sumur-sumur. Jika eksplorasi menyatakan bahwa kebenaran dari
hipotesis sumberdaya dan mengungkapkan informasi yg cukup
tentang kualitasnya, jumlah serta rank, maka mereka akan di
klasifikasikan kembali sebagai sumber daya teridentifikasi
(identified resources) (Sukandarrumidi, 2006).
B. Sumber Daya Batubara Tereka (Inferred Coal Resource)
Sumber daya batu bara tereka adalah jumlah batu bara di
daerah penyelidikan atau bagian dari daerah penyelidikan, yang
dihitung berdasarkan data yang memenuhi syarat-syarat yang
ditetapkan untuk tahap penyelidikan prospeksi. Titik pengamatan
![Page 8: TINJAUAN PUSTAKA](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022071803/55cf9d6e550346d033ad999c/html5/thumbnails/8.jpg)
mempunyai jarak yang cukup jauh sehingga penilaian dari
sumber daya tidak dapat diandalkan. Daerah sumber daya ini
ditentukan dari proyeksi ketebalan dan tanah penutup, rank, dan
kualitas data dari titik pengukuran dan sampling berdasarkan
bukti geologi dalam daerah antara 1,2 km – 4,8 km. termasuk
antrasit dan bituminus dengan ketebalan 35 cm atau lebih, sub
bituminus dengan ketebalan 75 cm atau lebih, lignit dengan
ketebalan 150 cm atau lebih (Sukandarrumidi, 2006).
C. Sumber Daya Batubara Tertunjuk (Indicated Coal Resource)
Sumber daya batu bara tertunjuk adalah jumlah batu bara di
daerah penyelidikan atau bagian dari daerah penyelidikan, yang
dihitung berdasarkan data yang memenuhi syarat-syarat yang
ditetapkan untuk tahap eksplorasi pendahuluan. Densitas dan
kualitas titik pengamatan cukup untuk melakukan penafsiran
secara relistik dari ketebalan, kualitas, kedalaman, dan jumlah
insitu batubara dan dengan alasan sumber daya yang ditafsir
tidak akan mempunyai variasi yang cukup besar jika eksplorasi
yang lebih detail dilakukan. Daerah sumber daya ini ditentukan
dari proyeksi ketebalan dan tanah penutup, rank, dan kualitas
data dari titik pengukuran dan sampling berdasarkan bukti
geologi dalam daerah antara 0,4 km – 1,2 km. termasuk antrasit
dan bituminus dengan ketebalan 35 cm atau lebih, sub-bituminus
dengan ketebalan 75 cm atau lebih, lignit dengan ketebalan 150
cm (Sukandarrumidi, 2006).
![Page 9: TINJAUAN PUSTAKA](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022071803/55cf9d6e550346d033ad999c/html5/thumbnails/9.jpg)
D. Sumber Daya Batubara Terukur (Measured Coal Resourced)
Sumber daya batu bara terukur adalah jumlah batu bara di
daerah peyelidikan atau bagian dari daerah penyelidikan, yang
dihitung berdasarkan data yang memenuhi syarat–syarat yang
ditetapkan untuk tahap eksplorasi rinci. Densitas dan kualitas
titik pengamatan cukup untuk diandalkan untuk melakukan
penafsiran ketebalan batubara, kualitas, kedalaman, dan jumlah
batubara insitu. Daerah sumber daya ini ditentukan dari proyeksi
ketebalan dan tanah penutup, rank, dan kualitas data dari titik
pengukuran dan sampling berdasarkan bukti geologi dalam
radius 0,4 km. Termasuk antrasit dan bituminus dengan
ketebalan 35 cm atau lebih, sub bituminus dengan ketebalan 75
cm atau lebih, lignit dengan ketebalan 150 cm (Sukandarrumidi,
2006).
3.3 Proses Pembentukan Batubara
A. Prinsip Sedimentasi
Pada dasarnya batubara termasuk ke dalam jenis batuan sedimen.
Batuan sedimen terbentuk dari material atau partikel yang terendapkan di
dalam suatu cekungan dalam kondisi tertentu, dan mengalami kompaksi
serta transformasi balik secara fisik, kimia maupun biokimia. Pada saat
pengendapannya material ini selalu membentuk lapisan yang horisontal.
![Page 10: TINJAUAN PUSTAKA](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022071803/55cf9d6e550346d033ad999c/html5/thumbnails/10.jpg)
B. Skala Waktu Geologi
Proses sedimentasi, kompaksi, maupun transportasi yang dialami
oleh material dasar pembentuk sedimen sehingga menjadi batuan sedimen
berjalan selama jutaan tahun.
Kedua konsep tersebut merupakan bagian dari proses pembentukan
batubara vang mencakup proses :
1. Pembusukan, yakni proses dimana tumbuhan mengalami tahap
pembusukan (decay) akibat adanya aktifitas dari bakteri anaerob.
Bakteri ini bekerja dalam suasana tanpa oksigen dan menghancurkan
bagian yang lunak dari tumbuhan seperti selulosa, protoplasma, dan
pati.
2. Pengendapan, yakni proses dimana material halus hasil pembusukan
terakumulasi dan mengendap membentuk lapisan gambut. Proses ini
biasanya terjadi pada lingkungan berair, misalnya rawa-rawa.
3. Dekomposisi, yaitu proses dimana lapisan gambut tersebut di atas
akan mengalami perubahan berdasarkan proses biokimia yang
berakibat keluarnya air (H2O) dan sebagian akan menghilang dalam
bentuk karbondioksida (CO2), karbonmonoksida (CO), dan metana
(CH4).
4. Geotektonik, dimana lapisan gambut yang ada akan terkompaksi oleh
gaya tektonik dan kemudian pada fase selanjutnya akan mengalami
lipatan dan patahan. Selain itu gaya tektonik aktif dapat menimbulkan
adanya intrusi/terobosan magma, yang akan mengubah batubara low
grade menjadi high grade. Dengan adanya tektonik setting tertentu,
![Page 11: TINJAUAN PUSTAKA](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022071803/55cf9d6e550346d033ad999c/html5/thumbnails/11.jpg)
maka zona batubara yang terbentuk dapat berubah dari lingkungan
berair ke lingkungan darat.
5. Erosi, dimana lapisan batubara yang telah mengalami gaya tektonik
berupa pengangkatan kemudian dierosi sehingga permukaan batubara
yang ada menjadi terkupas pada permukaannnya. Perlapisan batubara
inilah yang dieksploitasi pada saat ini (Anonim2, 2009).
3.4 Faktor-Faktor dalam Pembentukan Batubara
Beberapa faktor yang berpengaruh dalam pembentukan batubara
adalah :
1. Material dasar, yakni flora atau tumbuhan yang tumbuh beberapa juta
tahun yang lalu, yang kemudian terakumulasi pada suatu lingkungan dan
zona fisiografi dengan iklim clan topografi tertentu. Jenis dari flora
sendiri amat sangat berpengaruh terhadap tipe dari batubara yang
terbentuk. Lingkungan pengendapan, yakni lingkungan pada saat proses
sedimentasi dari material dasar menjadi material sedimen.
Lingkungan pengendapan ini sendiri dapat ditinjau dari beberapa
aspek sebagai berikut :
• Struktur cekungan batubara, yakni posisi di mana material dasar
diendapkan. Strukturnya cekungan batubara ini sangat berpengaruh
pada kondisi dan posisi geotektonik.
• Topografi dan morfologi, yakni bentuk dan kenampakan dari tempat
cekungan pengendapan material dasar. Topografi dan morfologi
cekungan pada saat pengendapan sangat penting karena menentukan
penyebaran rawa-rawa di mana batubara terbentuk. Topografi dan
![Page 12: TINJAUAN PUSTAKA](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022071803/55cf9d6e550346d033ad999c/html5/thumbnails/12.jpg)
morfologi dapat dipengaruhi oleh proses geotektonik.
• Iklim, yang merupakan faktor yang sangat penting dalam proses
pembentukan batubara karena dapat mengontrol pertumbuhan flora
atau tumbuhan sebelum proses pengendapan. Iklim biasanya
dipengaruhi oleh kondisi topografi setempat.
2. Proses dekomposisi, yakni proses transformasi biokimia dari material
dasar pembentuk batubara menjadi batubara. Dalam proses ini, sisa
tumbuhan yang terendapkan akan mengalami perubahan baik secara
fisika maupun kimia.
3. Umur geologi, yakni skala waktu (dalam jutaan tahun) yang menyatakan
berapa lama material dasar yang diendapkan mengalami transformasi.
Untuk material yang diendapkan dalam skala waktu geologi yang
panjang, maka proses dekomposisi yang terjadi adalah fase lanjut clan
menghasilkan batubara dengan kandungan karbon yang tinggi.
Posisi geotektonik, yang dapat mempengaruhi proses
pembentukan suatu lapisan batubara dari :
• Tekanan yang dihasilkan oleh proses geotektonik dan menekan
lapisan batubara yang terbentuk.
• Struktur dari lapisan batubara tersebut, yakni bentuk cekungan stabil,
lipatan, atau patahan.
• Intrusi magma, yang akan mempengaruhi dan/atau merubah grade
dari lapisan batubara yang dihasilkan (Anonim2, 2010).
![Page 13: TINJAUAN PUSTAKA](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022071803/55cf9d6e550346d033ad999c/html5/thumbnails/13.jpg)
3.5 Komposisi Kimia Batubara
Batubara merupakan senyawa hidrokarbon padat yang terdapat di alam
dengan komposisi yang cukup kompleks. Pada dasarnya terdapat dua jenis
material yang membentuk batubara, yaitu :
1. Combustible Material, yaitu bahan atau material yang dapat
dibakar/dioksidasi oleh oksigen. Material tersebut umumnya terdiri
dari:
• karbon padat (fixed carbon)
• senyawa hidrokarbon
• senyawa sulfur
• senyawa nitrogen, dan beberapa senyawa lainnya dalam jumlah kecil.
2. Non Combustible Material, yaitu bahan atau material yang tidak dapat
dibakar/dioksidasi oleh oksigen. Material tersebut umumnya terdiri dari
senyawa anorganik (SiO2, A12O3, Fe2O3, TiO2, Mn3O4, CaO, MgO,
Na2O, K2O, dan senyawa logam lainnya dalam jumlah yang kecil) yang
akan membentuk abu/ash dalam batubara. Kandungan non combustible
material ini umumnya diingini karena akan mengurangi nilai bakarnya.
Pada proses pembentukan batubara/coalification, dengan bantuan
factor fisika dan kimia alam, selulosa yang berasal dari tanaman akan
mengalami perubahan menjadi lignit, subbituminus, bituminus, atau
antrasit. Proses transformasi ini dapat digambarkan dengan persamaan
reaksi sebagai berikut
5(C6Hl0O5) → C20H22O4 + 3CH4 + 8H2O + 6CO2 + CO
Selulosa lignit gas metan
![Page 14: TINJAUAN PUSTAKA](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022071803/55cf9d6e550346d033ad999c/html5/thumbnails/14.jpg)
6(C6H10O5) → C22H20O3 + 5CH4 + 10H2O + 8CO2 + CO
Selulosa bituminous gas metan
Untuk proses coalification fase lanjut dengan waktu yang cukup
lama atau dengan bantuan pemanasan, maka unsur senyawa karbon
padat yang terbentuk akan bertambah sehingga grade batubara akan
menjadi lebih tinggi. Pada fase ini hidrogen yang terikat pada air yang
terbentuk akan menjadi semakin sedikit.
Nitrogen pada batubara pada umumnya ditemukan dengan kisaran
0,5 – 1,5 % w/w yang kemungkinan berasal dari cairan yang terbentuk
selama proses pembentukan batubara.
Oksigen pada batubara dengan kandungan 20 – 30 % w/w
terdapat pada lignit atau 1,5 – 2,5 % w/w untuk antrasit, berasal dari
bermacam-macam material penyusun tumbuhan yang terakumulasi
ataupun berasal dari inklusi oksigen yang terjadi pada saat kontak
lapisan source dengan oksigen di udara terbuka atau air pada saat
terjadinya sedimentasi.
Variasi kandungan sulfur pada batubara berkisar antara 0,5 – 5 %
w/w yang muncul dalam bentuk sulfur organik dan sulfur inorganik
yang umumnya muncul dalam bentuk pirit. Sumber sulfur dalam
batubara berasal dari berbagai sumber. Pada batubara dengan
kandungan sulfur rendah, sulfurnya berasal material tumbuhan
penyusun batubara. Sedangkan untuk batubara dengan kandungan
sulfur menengah-tinggi, sulfurnya berasal dari air laut (Anonim4, 2009).
![Page 15: TINJAUAN PUSTAKA](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022071803/55cf9d6e550346d033ad999c/html5/thumbnails/15.jpg)
3.6 Kualitas Batubara
Kualitas batubara adalah sifat fisika dan kimia dari batubara yang
mempengaruhi potensi kegunaannya. Kualitas batubara ditentukan oleh
maseral dan mineral matter penyusunnya, serta oleh derajat coalification
(rank) (Anonim5, 2008).
Umumnya, untuk menentukan kualitas batubara dilakukan analisa
kimia pada batubara yang diantaranya berupa analisis proksimat dan analisis
ultimat. Analisis proksimat dilakukan untuk menentukan jumlah air
(moisture), zat terbang (volatile matter), karbon padat (fixed carbon), dan
kadar abu (ash), sedangkan analisis ultimat dilakukan untuk menentukan
kandungan unsur kimia pada batubara seperti : karbon, hidrogen, oksigen,
nitrogen, sulfur, unsur tambahan dan juga unsur jarang (Anonim5, 2008).
Kualitas batubara ditentukan dengan analisis batubara di
laboraturium, diantaranya adalah analisis proksimat dan analisis ultimat.
Kualitas batubara ini diperlukan untuk menentukan apakah batubara tersebut
menguntungkan untuk ditambang selain dilihat dari besarnya cadangan
batubara di daerah penelitian. Berikut parameter-parameter yang sering
menjadi acuan dalam menentukan kualitas batubara:
a. Kalori (Calorific Value atau CV, satuan kal/g atau kkal/kg)
Kandungan nilai kalor total batubara adalah kandungan panas pada
batubara yang dihasilkan dari pembakaran setiap satuan berat dalam
jumlah kondisi oksigen standar.
![Page 16: TINJAUAN PUSTAKA](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022071803/55cf9d6e550346d033ad999c/html5/thumbnails/16.jpg)
b. Kadar kelembaban (Moisture, satuan persen berat)
Hasil analisis untuk kelembaban terbagi menjadi free moisture (FM)
dan inherent moisture (IM). Adapun jumlah dari keduanya disebut
dengan total moisture (TM). Kadar kelembaban mempengaruhi jumlah
pemakaian udara primernya. Batubara berkadar kelembaban tinggi akan
membutuhkan udara primer lebih banyak untuk mengeringkan batubara
tersebut pada suhu yang ditetapkan oleh output pulveriser.
c. Zat terbang (Volatile Matter atau VM, satuan persen berat)
Kandungan VM mempengaruhi kesempurnaan pembakaran dan
intensitas api. Penilaian tersebut didasarkan pada rasio atau perbandingan
antara kandungan karbon (fixed carbon) dengan zat terbang, yang disebut
dengan rasio bahan bakar (fuel ratio). Semakin tinggi nilai fuel ratio maka
jumlah karbon di dalam batubara yang tidak terbakar juga semakin
banyak. Jika perbandingan tersebut nilainya lebih dari 1.2, maka
pengapian akan kurang bagus sehingga mengakibatkan kecepatan
pembakaran menurun.
d. Kadar abu (Ash content, satuan persen berat)
Kandungan abu akan terbawa bersama gas pembakaran melalui
ruang bakar dan daerah konversi dalam bentuk abu terbang (fly ash) yang
jumlahnya mencapai 80 persen dan abu dasar sebanyak 20 persen.
Semakin tinggi kadar abu, secara umum akan mempengaruhi tingkat
pengotoran (fouling), keausan, dan korosi peralatan yang dilalui
.
![Page 17: TINJAUAN PUSTAKA](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022071803/55cf9d6e550346d033ad999c/html5/thumbnails/17.jpg)
e. Kadar karbon (Fixed Carbon atau FC, satuan persen berat)
Nilai kadar karbon diperoleh melalui pengurangan angka 100
dengan jumlah kadar air (kelembaban), kadar abu, dan jumlah zat terbang.
Nilai ini semakin bertambah seiring dengan tingkat pembatubaraan. Kadar
karbon dan jumlah zat terbang digunakan sebagai perhitungan untuk
menilai kualitas bahan bakar, yaitu berupa nilai fuel ratio sebagaimana
dijelaskan di atas.
f. Kadar sulfur (Sulfur content, satuan persen berat)
Kandungan sulfur dalam batubara terbagi dalam pyritic sulfur,
sulfate sulfur, dan organic sulfur. Namun secara umum, penilaian
kandungan sulfur dalam batubara dinyatakan dalam Total Sulfur (TS).
Kandungan sulfur berpengaruh terhadap tingkat korosi sisi dingin yang
terjadi pada elemen pemanas udara, terutama apabila suhu kerja lebih
rendah dari pada titik embun sulfur, di samping berpengaruh terhadap
efektivitas penangkapan abu pada peralatan electrostatic precipitator.
g. Ukuran (Coal size)
Ukuran butir batubara dibatasi pada rentang butir halus (pulverized
coal ataudust coal) dan butir kasar (lump coal). Butir paling halus untuk
ukuran maksimum 3 milimeter, sedangkan butir paling kasar sampai
dengan ukuran 50 milimeter.
h. Tingkat ketergerusan (Hardgrove Grindability Index atau HGI)
Kinerja pulveriser atau mill dirancang pada nilai HGI tertentu.
Untuk HGI lebih rendah, kapasitasnya harus beroperasi lebih rendah dari
![Page 18: TINJAUAN PUSTAKA](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022071803/55cf9d6e550346d033ad999c/html5/thumbnails/18.jpg)
nilai standarnya pula untuk menghasilkan tingkat kehalusan (fineness)
yang sama (Anonim5, 2008).