tinjauan pustaka aids

Upload: dayoe-thegunners

Post on 19-Jul-2015

49 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DEFINISI Definisi AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) menurut US Centers' for Diseases Control (CDC) yang disetujui para ahli yang mengikuti Second Meeting of the WHO Collaborating Centers in AIDS di Geneva tanggal 16 -18 Desember 1985 (telah direvisi dalam tahun 1987) adalah sebagai berikut [1]: Suatu penyakit yang menunjukkan adanya defisiensi imunoseluler, misalnya sarkoma Kaposi atau satu atau lebih penyakit oportunistik yang di diagnosis dengan cara yang dapat dipercaya. Tidak adanya infeksi HIV). ETIOLOGI Penyebab AIDS adalah suatu retrovirus yang sejak tahun 1986 disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV) atas rekomendasi dari International Committee on Toxonomy of Viruses (lihat Gambar 1. Anatomi virus HIV). Nama ini mengganti nama lama, yaitu Lymphadenopathy Associated Virus (LAV) yang diberikan oleh L. Montagnier dan Institut Pasteur di Paris dan Human T-Lymphocyte Virus Type III (HTLV-III) yang diberikan oleh R. Gallo dari US National Cancer Institute [1]. sebab-sebab immunodefisiensi seluler lainnya (kecuali

Gambar 1. Anatomi virus HIV (dikutip dari [1])

Di Afrika Barat dan Eropa Barat telah ditemukan pula suatu retrovirus lain, yakni HIV-2 yang juga dapat menyebabkan AIDS. Virus ini mempunyai perbedaan cukup banyak dengan HIV-1, baik genetik maupun antigenetik, sehingga tidak bisa dideteksi dengan tes serologik yang biasa dipakai. HIV-2 ternyata mempunyai banyak persamaan dengan SIV (Simian Immunodeficiency Virus) yang terdapat pada kera, termasuk kera Macacus di Indonesia dan kera hijau di Afrika. [1]. PATOGENESIS Bila virus HIV masuk ke dalam tubuh, HIV akan menyerang sel darah putih, yakni limfosit T4 yang mempunyai peranan penting sebagai pengatur sistem imunitas. HIV mengadakan ikatan dengan CD4 receptor yang terdapat pada permukaan limfosit T4. Kini diketahui bahwa virus ini juga dapat langsung merusak sel-sel tubuh lainnya yang mempunyai CD4 antara lain sel glia yang terdapat di otak, makrofag dan sel Langerhans di kulit, saluran pencernaan dan saluran pernapasan. Suatu enzim, reverse transkriptase mengubah bahan genetik virus (RNA) menjadi DNA yang bisa berintegrasi dengan sel dari hospes [2]. Selanjutnya sel yang berkembang biak akan mengandung bahan genetik virus. Infeksi oleh HIV dengan demikian menjadi irreversibel dan berlangsung seumur hidup (lihat Gambar 2. Mekanisme virus HIV).

Gambar 2. Mekanisme virus HIV (dikutip dari [1])

Masa inkubasi diperkirakan 5 tahun atau lebih. Diperkirakan bahwa sekitar 25% dari orang yang terinfeksi akan menunjukkan gejala AIDS dalam 5 tahun pertama. Sekitar 50% dari yang terinfeksi dalam 10 tahun pertama akan mendapat AIDS [2]. Ada beberapa Tahapan ketika mulai terinfeksi virus HIV sampai timbul gejala AIDS [1]: 1. Tahap 1: Periode Jendela - HIV masuk ke dalam tubuh, sampai terbentuknya antibody terhadap HIV dalam darah. - Tidak ada tanda2 khusus, penderita HIV tampak sehat dan merasa sehat. - Test HIV belum bisa mendeteksi keberadaan virus ini. - Tahap ini disebut periode jendela, umumnya berkisar 4-8 minggu setelah terinfeksi. 2. Tahap 2: HIV Positif (tanpa gejala) rata-rata selama 5-10 tahun: - HIV berkembang biak dalam tubuh. - Tidak ada tanda-tanda khusus, penderita HIV tampak sehat dan merasa sehat. - Test HIV sudah dapat mendeteksi status HIV seseorang, karena telah terbentuk antibody terhadap HIV. -Umumnya tetap tampak sehat selama 5-10 tahun, tergantung daya tahan tubuhnya (rata-rata 8 tahun (di negara berkembang lebih pendek). 3. Tahap 3: HIV Positif (muncul gejala) - Sistem kekebalan tubuh semakin turun. - Mulai muncul gejala infeksi oportunistik, misalnya: pembengkakan kelenjar limfa di seluruh tubuh, diare terus menerus, flu, dll. - Umumnya berlangsung selama lebih dari 1 bulan, tergantung daya tahan tubuhnya. 4. Tahap 4: AIDS - Kondisi sistem kekebalan tubuh sangat lemah. - Berbagai penyakit lain (infeksi oportunistik) semakin parah. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya AIDS pada orang yang seropositif belum diketahui dengan jelas adalah menurunnya limfosit T4 di bawah

200 per ml yang berarti mempunyai prognosis yang buruk. Diperkirakan bahwa infeksi HIV yang berulang dan pemaparan terhadap infeksi-infeksi lain mempunyai peranan penting. CDC Atlanta menetapkan klasifikasi infeksi pada orang dewasa sebagai berikut [1]: 1. 2. 3. 4. group I Infeksi akut (penyakit flu) group II Infeksi simptomatik group III Limfadenopati generalisata menetap group IV Penyakit lainnya subgroup A Penyakit konstitusional (demam, diare, berat badan menurun) subgroup B Penyakit saraf (ensefalitis) subgroup C Penyakit infeksi sekunder (Pneumocystis carinii, Cytomegalovirus, Salmonella, dan lainnya) subgroup D Kanker sekunder (Kaposi sarcoma dan Non-Hodgkin lymphoma) subgroup E Kondisi lainnya MANIFESTASI KLINIS Pada suatu WHO Workshop yang diadakan di Bangui, Republik Afrika Tengah, 2224 Oktober 1985 telah disusun suatu definisi klinik AIDS untuk digunakan oleh negara-negara yang tidak mempunyai fasilitas diagnostik laboratorium. Ketentuan tersebut adalah sebagai berikut (lihat Gambar 3. Manifestasi klinis HIV) [1]: 1. AIDS dicurigai pada orang dewasa bila ada paling sedikit dua gejala mayor dan satu gejala minor dan tidak terdapat sebab-sebab imunosupresi yang diketahui seperti kanker, malnutrisi berat, atau penyebab lainnya. Gejala mayor : Penurunan berat badan lebih dari 10% Diare kronik lebih dari 1 bulan Demam lebih dari 1 bulan (kontinu atau intermiten)

Gejala minor : Batuk lebih dari 1 bulan Dermatitis pruritik umum Herpes zoster rekurens Candidiasis orofaring Limfadenopati umum Herpes simpleks diseminata yang kronik progresif 2. AIDS dicurigai pada anak (bila terdapat paling sedikit dua gejala mayor dan dua gejala minor dan tidak terdapat sebab-sebab imunosupresi yang diketahui seperti kanker, malnutrisi berat, atau penyebab lainnya. Gejala mayor : Penurunan berat badan atau pertumbuhan lambat yang abnormal Dian kronik lebih dari 1 bulan Demam lebih dari 1 bulan Gejala minor : Limfadenopati umum Candidiasis orofaring Infeksi umum yang berulang (otitis, faringitis, dsb). Batuk persisten Dermatitis umum Infeksi HIV maternal

Gambar 3. Manifestasi klinis HIV (dikutip dari [1]) Klasifikasi klinis penyakit terkait dengan HIV diusun untuk digunakan pada pasien yang sudah didiagnosis secara pasti bahwa terinfeksi HIV (lihat Tabel 1. Menentukan stadium klinis HIV dan Tabel 2. Gejala dan tanda klinis yang patut diduga infeksi HIV). Tabel 1. Menentukan stadium klinis HIV (dikutip dari [1]) Stadium 1. Asimptomatik Tidak ada penurunan berat badan Tidak ada gejala atau hanya : Limfadenopati Generalisata Persisten Stadium 2. Sakit ringan Penurunan BB 5-10% ISPA berulang, misalnya sinusitis atau otitis Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir Luka di sekitar bibir (keilitis angularis) Ulkus mulut berulang Ruam kulit yang gatal (seboroik atau prurigo -PPE) Dermatitis seboroik Infeksi jamur kuku Stadium 3. Sakit sedang Penurunan berat badan > 10%

Diare, Demam yang tidak diketahui penyebabnya, lebih dari 1 bulan Kandidosis oral atau vaginal Oral hairy leukoplakia TB Paru dalam 1 tahun terakhir Infeksi bakterial yang berat (pneumoni, piomiositis, dll) TB limfadenopati Gingivitis/Periodontitis ulseratif nekrotikan akut Anemia (Hb 250/mm3, koinfeksi hepatitis, reaksi berat terhadap NVP atau EFV atau infeksi HIV-2 - Jenis : AZT/3TC/ABC or Tidak direkomendasikan AZT/3TC/TDF Monoterapi and dual terapi (kecuali untuk PPP and PMTCT), D4T/AZT, D4T/DDI, 3TC/FTC, TDF/3TC/ABC, TDF/3TC/DDI,TDF/DDI/NNRTI Tabel 6b. Kombinasi obat ARV untuk terapi inisial (dikutip dari [5]) Kolom A Lamivudin+zidovudin Lamivudin+didanosin Lamivudin+stavudin Lamivudin+zidovudin Lamivudin+stavudin Lamivudin+didanosin Lamivudin+zidovudin Lamivudin+stavudin Lamivudin+didanosin Kolom B Evafirenz Nevirapine Nelvinafir

Terapi HAART memungkinkan stabilnya gejala dan viremia (banyaknya jumlah virus dalam darah), tetapi tidak menyembuhkan dari HIV ataupun menghilangkan gejalanya. HIV-1 dalam tingkat yang tinggi sering resisten terhadap HAART dan gejalanya kembali setelah terapi dihentikan (lihat Tabel 7. Efek samping ARV dan Tabel 8. Toksisitas ARV) [6]. Tanpa terapi HAART, berubahnya infeksi HIV menjadi AIDS terjadi dengan kecepatan rata-rata (median) antara sembilan sampai sepuluh tahun, dan selanjutnya waktu bertahan setelah terjangkit AIDS hanyalah 9 bulan. Penerapan HAART dianggap meningkatkan waktu bertahan pasien selama 4 sampai 12 tahun. Ketidaktaatan dan ketidakteraturan dalam menerapkan terapi antiretrovirus adalah alasan utama kebanyakan individu gagal memperoleh manfaat dari penerapan HAART [1]. Tabel 7. Efek samping ARV (dikutip dari [6]) Golongan obat / nama obat NRTI Lamivudine (3TC) Stavudine (d4T) Efek samping Toksisitas rendah, asidosis laktat dengan steatosis hepatitis Pankreatitis, neuropati perifer, asidosis laktat dengan steatosis Zidovudine (ZDV atau AZT) hepatitis, lipoatrofi Anemia, neutropenia, intoleransi gastrointestinal, sakit kepala, sukar tidur, miopati, asidosis laktat dengan steatosis hepatitis Didanosin (ddI) Insufisiensi fungsi ginjal Pankreatitis, neuropati perifer, mual, diare, asidosis laktat dengan steatosis hepatitis Tenofovir (TDF) NNRTI Efavirenz (EFV) (jarang) Insufisiensi ginjal Gejala SSP seperti pusing, mengantuk, sukar tidur,

bingung, halusinasi, agitasi peningkatan kadar Nevirapine (NVP) transaminase, ruam kulit Peningkatan kadar, aminotransferase serum hepatitis, toksisitas hati yang mengancam jiwa PI Lopinavir + ritonavir (LPV/r) Intoleransi gastrointestinal, mual, muntah, peningkatan enzim transaminase, hiperglikemia, pemindahan lemak dan abnormalitas lipid Tabel 8. Toksisitas ARV (dikutip dari [6]) Toksisitas hematologi Disfungsi mitokondria Anemia, neutropenia yang sering disebabkan oleh AZT Sering disebabkan oleh obat NRTI, termasuk asidosisi laktat, hepatotoksik, pankreatitis, neuropati Toksisitas renal Abnormalitas metabolic periferal, lipoatropi dan miopati Nefroliatiasis dan disfungsi tubular renal Umumnya dengan Pis. Hiperlipidemia, akumulasi lemak, resistensi insulin, Reaksi alergi diabetes dan osteopenia Ruam kulit dan reaksi hipersensitivitas, sering pada NNRTI, pada beberapa NRTI seperti ABC dan pada beberapa PI

Pembahasan obat ARV sebagai berikut [1]: 1. Lamivudin Mekanisme kerja : Merupakan L-enantiomer analog deoksisitidin. Lamivudin dimetabolisme di hepatosit menjadi bentuk triposfat yang aktif. Lamivudin bekerja dengan cara menghentikan sintesis DNA, secara kompetitif menghambat polymerase virus. Lamivudin tidak hanya aktif terhadao HBV wild-type saja, namun juga terhadap varian precorel core promoter dan dapat mengatasi hiperresponsivitas sel T sitotoksik pada pasien yang terinfeksi kronik. Resistensi : disebabkan oleh mutasi pada DNA polymerase virus. Indikasi : Infeksi HBV ( wild-type dan precore variants). Farmakokinetik : Bioavailabilitas oral lamivudin adalah 80% C max tercapai dalam 0,5-1,5 jam setelah pemberian dosis. Lamivudin didistribusikan secara luas dengan Vd setara dengan volume cairan tubuh. Waktu paruh plasmanya sekitar 9 jam dan sekitar 70% dosis diekskresikan dalam bentuk utuh di urine. Sekitar 5% lamivudin dimetabolisme menjadi bentuk tidak aktif. Dibutuhkan penurunan dosis untuk insufisiensi ginjal sedang ( CLcr 200 mg/mm3 >200 mg/mm3 obat CD4 untuk menghentikan profilak-sis primer [b] >200 mg/mm3 CD4 untuk menghentikan profilaksis sekunder [b] >200 mg/mm3

kriptokokal indikasi Kandidosis oral dan Tidak ada esofagealKeterangan: [a] Kotrimoksasol profilaksis dapat dimulai dalam dua konteks berbeda. profilaksis klasik, yaitu untuk mencegah PCP dan stadium klini 2-3 dan 4 toksoplasmosis, dianjurkan keapda semua ODHA dengan atau dengan CD4 < 200/mm3. Bila pencegahan ditujukan juga

indikasi

untuk mencegah kematian dan kesakitan infeksi bakterial dan malaria juga maka dianjurkan pada ODHA dewasa dengan CD4 < 350 /mm3 atau stadium klini 2, 3 dan 4. [b] Dihentikan apabila dua kali berturut-turut hasil tes CD4 seperti dalam tabel di atas, sudah mendapat terapi ARV lebih dari 6 bulan lamanya dengan kepatuhan yang tinggi. Profilaksis harus diberikan kembali apabila jumlah CD4 turun di bawah tingkat awal.

Tabel 11. Rangkuman anjuran terapi kortimoksasol profilaksis (dikutip dari [2]) Tidak ada tes CD4 Tersedia tes CD4

Saat memberikan dosis pertama kotrimoksasol

Stadium klinis 2, Semua 3, 4 (termasuk klinis Stadium dan semua dengan TB)

stadium CD4 3

pasien