tinjauan pustaka tetanus

18
TINJAUAN PUSTAKA TETANUS I. Definisi Tetanus adalah penyakit infeksi akut disebabkan eksotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani, ditandai dengan peningkatan kekakuan umum dan kejang-kejang otot rangka. 1 Tetanus secara klinis dikategorikan menjadi 4 tipe, yaitu : - Generalized tetanus - Localized tetanus - Cephalic tetanus - Neonatal tetanus (Tetanus Neonatorum) 2 II. Epidemiologi Tetanus ditemukan diseluruh dunia,terjadi secara sporadis atau secara "outbreak" dalam skala yang kecil. Saat ini dinegara-negara maju sudah jarang ditemukan, sedangkan dinegara agraris dimana kontak dengan kotoran hewan masih dimungkinkan, tetanus sering ditemukan. Pada dewasa, laki- laki lebih sering dari pada wanita, yaitu 2,5:1, kebayakan pada usia produktif. 3 Secara global hampir 14% penyebab kematian neonatus adalah tetanus neonatorum. Tetanus neonatorum bertanggung jawab terhadap 50% kematian neonatus yang disebabkan oleh penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Tetanus neonatorum dapat dicegah dengan imunisasi dan atau pelayanan

Upload: chandelie

Post on 11-Dec-2015

27 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

tetanus

TRANSCRIPT

Page 1: Tinjauan Pustaka Tetanus

TINJAUAN PUSTAKA

TETANUS

I. Definisi

Tetanus adalah penyakit infeksi akut disebabkan eksotoksin yang dihasilkan oleh

Clostridium tetani, ditandai dengan peningkatan kekakuan umum dan kejang-kejang otot

rangka.1 Tetanus secara klinis dikategorikan menjadi 4 tipe, yaitu :

- Generalized tetanus

- Localized tetanus

- Cephalic tetanus

- Neonatal tetanus (Tetanus Neonatorum)2

II. Epidemiologi

Tetanus ditemukan diseluruh dunia,terjadi secara sporadis atau secara "outbreak" dalam

skala yang kecil. Saat ini dinegara-negara maju sudah jarang ditemukan, sedangkan

dinegara agraris dimana kontak dengan kotoran hewan masih dimungkinkan, tetanus sering

ditemukan. Pada dewasa, laki-laki lebih sering dari pada wanita, yaitu 2,5:1, kebayakan

pada usia produktif.3

Secara global hampir 14% penyebab kematian neonatus adalah tetanus neonatorum.

Tetanus neonatorum bertanggung jawab terhadap 50% kematian neonatus yang disebabkan

oleh penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Tetanus neonatorum dapat dicegah

dengan imunisasi dan atau pelayanan persalinan dan pasca persalinan yang bersih. Di

beberapa Negara berkembang kematian tetanus neonatorum merupakan 23-72% dari total

kematian neonatal. Perawatan pasca persalinan yang kurang bersih, perawatan umbilikus

yang kurang steril, Pertolongan persalinan yang tidak steril masih merupakan faktor risiko

utama tetanus neonatorum. Beberapa hasil penelitian menunjukkan pemberian imunisasi

tetanus toksoid 2 kali selama hamil menurunkan kejadian tetanus neonatorum.4

III. Etiologi

Clostridium tetani, bakteri bersifat obligat anaerob. Bakteri ini terdapat di mana-mana,

mampu bertahan di berbagai lingkungan ekstrim dalam periode lama karena sporanya

Page 2: Tinjauan Pustaka Tetanus

sangat kuat. Clostridium tetani telah diisolasi dari tanah, debu jalan, feses manusia dan

binatang. Bakteri tersebut biasanya memasuki tubuh setelah kontaminasi pada abrasi kulit,

luka tusuk minor, atau ujung potongan umbilikus pada neonatus; pada 20% kasus, mungkin

tidak ditemukan tempat masuknya. Bakteri juga dapat masuk melalui ulkus kulit, abses,

gangren, luka bakar, infeksi gigi, tindik telinga, injeksi atau setelah pembedahan

abdominal/pelvis, persalinan dan aborsi. Jika organisme ini berada padalingkungan anaerob

yang sesuai untuk pertumbuhan sporanya, akan berkembang biak dan menghasilkan toksin

tetanospasmin dan tetanolysin. Tetanospasmin adalah neurotoksin poten yang

bertanggungjawab terhadap manifestasi klinis tetanus, sedangkan tetanolysin sedikit

memiliki efek klinis.1

IV. Patogenesis

Terdapat dua mekanisme yang dapat menerangkan penyebaran toksin ke susunan saraf

pusat: (1) Toksin diabsorpsi di neuromuscular junction, kemudian bermigrasi melalu

jaringan perineural ke susunan saraf pusat, (2) Toksin melalui pembuluh limfe dan darah ke

susunan saraf pusat. Masih belum jelas mana yang lebih penting, mungkin keduanya

terlibat.1,2

Pada mekanisme pertama, toksin yang berikatan pada neuromuscular junction lebih

memilih menyebar melalui saraf motorik, selanjutnya secara transinaptik ke saraf motorik

dan otonom yang berdekatan, kemudian ditransport secara retrograd menuju sistem saraf

pusat. Tetanospasmin yang merupakan zincdependent endopeptidase memecah

vesicleassociated membrane protein II (VAMP II atau synaptobrevin) pada suatu ikatan

peptide tunggal. Molekul ini penting untuk pelepasan neurotransmiter di sinaps, sehingga

pemecahan ini mengganggu transmisi sinaps. Toksin awalnya mempengaruhi jalur inhibisi,

mencegah pelepasan glisin dan γ-amino butyric acid (GABA). Pada saat interneuron

menghambat motor neuron alpha juga terkena pengaruhnya, terjadi kegagalan menghambat

refleks motorik sehingga muncul aktivitas saraf motorik tak terkendali, mengakibatkan

peningkatan tonus dan rigiditas otot berupa spasme otot yang tiba-tiba dan potensial

merusak. Hal ini merupakan karakteristik tetanus. Otot wajah terkena paling awal karena

jalur axonalnya pendek, sedangkan neuron-neuron simpatis terkena paling akhir, mungkin

akibat aksi toksin di batang otak. Pada tetanus berat, gagalnya penghambatan aktivitas

Page 3: Tinjauan Pustaka Tetanus

otonom menyebabkan hilangnya kontrol otonom, aktivitas simpatis yang berlebihan dan

peningkatan kadar katekolamin. Ikatan neuronal toksin sifatnya irreversibel, pemulihan

membutuhkan tumbuhnya terminal saraf yang baru, sehingga memanjangkan durasi

penyakit ini.1,2

V. Manifestasi Klinis4

Masa inkubasi 5-14 hari, tetapi bisa lebih pendek. Karakteristik dari tetanus adalah

- Biasanya didahului dengan ketegangaan otot terutama pada rahang dari leher

- Kemudian timbul kesukaran membuka mulut (trismus, lockjaw) karena spasme otot

masetter

- Kejang otot berlanjut ke kaku kuduk (opistotonus, nuchal rigidity)

- Risus sardonicus karena spasme otot muka dengan gambaran alis tertarik keatas, sudut

mulut tertarik keluar dan ke bawah, bibir tertekan kuat

- Gambaran Umum yang khas berupa badan kaku dengan opistotonus, tungkai dengan

eksistensi, lengan kaku dengan mengepal, biasanya kesadaran tetap baik

- Kejang bertambah berat selama 3 hari pertama, dan menetap selama 5 -7 hari, setelah

10 hari kejang mulai berkurang frekuensinya, setelah 2 minggu kejang mulai hilang.

- Karena kontraksi otot yang sangat kuat, dapat terjadi asfiksia dan sianosis, retensi urin,

bahkan dapat terjadi fraktur collumna vertebralis (pada anak)

Tetanus Lokal (Localized Tetanus)1,4

Pada lokal tetanus dijumpai adanya kontraksi otot yang persisten, pada daerah tempat

dimana luka terjadi. Hal ini merupakan tanda dari tetanus lokal. Kontraksi otot tersebut

biasanya ringan, bisa bertahan dalam beberapa bulan tanpa progresif dan biasanya

menghilang secara bertahap. Lokal tetanus ini bisa berlanjut menjadi generalized tetanus,

tetapi dalam bentuk yang ringan dan jarang menimbulkan kematian.

Cephalic Tetanus1,4

Cephalic tetanus adalah bentuk yang jarang dari tetanus. Masa inkubasi berkisar 1 –2 hari,

yang berasal dari otitis media kronik, luka pada daerah muka dan kepala, termasuk adanya

benda asing dalam rongga hidung. Gejala klinis dapat berupa kelumpuhan saraf kranial.

Generalized Tetanus1,4

Page 4: Tinjauan Pustaka Tetanus

Bentuk ini yang paling banyak dikenal. Trismus merupakan gejala utama yang sering

dijumpai, yang disebabkan oleh kekakuan otot-otot masseter, bersamaan dengan kekakuan

otot leher yang menyebabkan terjadinya kaku kuduk dan kesulitan menelan. Gejala lain

berupa Risus Sardonicus (Sardonic grin) yakni spasme otot-otot muka, opistotonus

(kekakuan otot punggung), kejang dinding perut. Spasme dari laring dan otot-otot

pernafasan bisa menimbulkan sumbatan saluran nafas, sianosis dan asfiksia. Bisa terjadi

disuria dan retensi urin, kompressi fraktur dan pendarahan didalam otot. Kenaikan

temperatur biasanya hanya sedikit, tetapi bisa mencapai 40oC. Disfungsi otonom ditandai

dengan tekanan darah dan irama yang tidak stabil, serta diaphoresis.

Tetanus Neonatorum1,4

Tetanus neonatorum merupakan penyebab utama kematian bayi pada negara yang kurang

berkembang. Infeksi terjadi akibat kontaminasi pada pemotongan umbilikus saat

persalinan, ditambah dengan kurangnya imunisasi pada ibu hamil. Pada minggu pertama

kehidupan, bayi yang terinfeksi menjadi iritabel, tidak dapat menyusu, sering menangis,

menyeringai dan berkembang menjadi kaku disertai opistotonus.

VI. Diagnosis

Diagnosis tetanus adalah murni diagnosis klinis berdasarkan riwayat penyakit dan temuan

saat pemeriksaan. Pada pemeriksaan fisik dapat dilakukan uji spatula, dilakukan dengan

menyentuh dinding posterior faring menggunakan alat dengan ujung yang lembut dan

steril. Hasil tes positif jika terjadi kontraksi rahang involunter (menggigit spatula) dan hasil

negatif berupa refleks muntah. Laporan singkat The American Journal of Tropical

Medicine and Hygiene menyatakan bahwa uji spatula memiliki spesifisitas tinggi (tidak ada

hasil positif palsu) dan sensitivitas tinggi (94% pasien terinfeksi menunjukkan hasil

positif). Pemeriksaan darah dan cairan cerebrospinal biasanya normal. Kultur C. tetani dari

luka sangat sulit (hanya 30% positif), dan hasil kultur positif mendukung diagnosis, bukan

konfirmasi.1

Terdapat beberapa sistem penilaian tetanus. Skala yang diusulkan Ablett adalah

yang paling banyak digunakan (Tabel 1). Selain skoring Ablett, terdapat sistem scoring

untuk menilai prognosis tetanus seperti Phillips score dan Dakar score. Kedua sistem

Page 5: Tinjauan Pustaka Tetanus

skoring ini memasukkan kriteria periode inkubasi dan periode onset, begitu pula

manifestasi neurologis dan kardiak. Phillips score juga memasukkan status imunisasi

pasien. Phillips score <9, severitas ringan; 9-18, severitas sedang; dan >18, severitas berat.

Dakar score 0-1, severitas ringan dengan mortalitas 10%; 2-3, severitas sedang dengan

mortalitas 10-20%; 4, severitas berat dengan mortalitas 20-40%; 5-6, severitas sangat berat

dengan mortalitas >50%.1

Page 6: Tinjauan Pustaka Tetanus

Beberapa keadaan yang dapat disingkirkan dengan pemeriksaan cermat adalah

meningitis, perdarahan subarachnoid, infeksi orofacial serta arthralgia temporomandibular

yang menyebabkan trismus, keracunan strychnine, tetani hipokalsemia, histeri, encefalitis,

terapi phenotiazine, serum sickness, epilepsi dan rabies.1

VII. Penatalaksanaan1,2

Ada tiga sasaran penatalaksanaan tetanus, yakni :

1. Membuang Sumber Tetanospasmin

Page 7: Tinjauan Pustaka Tetanus

Luka harus dibersihkan secara menyeluruh dan didebridement untuk mengurangi

muatan bakteri dan mencegah pelepasan toksin lebih lanjut. Antibiotika diberikan untuk

mengeradikasi bakteri, sedangkan efek untuk tujuan pencegahan tetanus secara klinis

adalah minimal. Pada penelitian di Indonesia, metronidazole telah menjadi terapi

pilihan di beberapa pelayanan kesehatan. Metronidazole diberikan secara iv dengan

dosis inisial 15 mg/kgBB dilanjutkan dosis 30 mg/kgBB/hari setiap 6 jam selama 7-10

hari. Metronidazole efektif mengurangi jumlah kuman C. tetani bentuk vegetatif.

Sebagai lini kedua dapat diberikan penicillin procain 50.000-100.000 U/kgBB/hari

selama 7-10 hari, jika hipersensitif terhadap penicillin dapat diberi tetracycline 50

mg/kgBB/hari (untuk anak berumur lebih dari 8 tahun). Penicillin membunuh bentuk

vegetatif C. tetani. Sampai saat ini, pemberian penicillin G 100.000 U/kgBB/hari iv,

setiap 6 jam selama 10 hari direkomendasikan pada semua kasus tetanus. Sebuah

penelitian menyatakan bahwa penicillin mungkin berperan sebagai agonis terhadap

tetanospasmin dengan menghambat pelepasan asam aminobutirat gama (GABA).

2. Netralisasi toksin yang tidak terikat

Antitoksin harus diberikan untuk menetralkan toksin-toksin yang belum berikatan.

Setelah evaluasi awal, human tetanus immunoglobulin (HTIG) segera diinjeksikan

intramuskuler dengan dosis total 3.000-10.000 unit, dibagi tiga dosis yang sama dan

diinjeksikan di tiga tempat berbeda. Tidak ada konsensus dosis tepat HTIG.

Rekomendasi British National Formulary adalah 5.000-10.000 unit intravena. Untuk

bayi, dosisnya adalah 500 IU intramuskular dosis tunggal. Sebagian dosis diberikan

secara infiltrasi di tempat sekitar luka; hanya dibutuhkan sekali pengobatan karena

waktu paruhnya 25-30 hari. Makin cepat pengobatan diberikan, makin efektif.

Kontraindikasi HTIG adalah riwayat hipersensitivitas terhadap immunoglobulin atau

komponen human immunoglobulin sebelumnya; trombositopenia berat atau keadaan

koagulasi lain yang dapat merupakan kontraindikasi pemberian intra muskular.

Bila tidak tersedia maka digunakan ATS dengan dosis 100.000-200.000 unit

diberikan 50.000 unit intramuscular dan 50.000 unit intravena pada hari pertama,

kemudian 60.000 unit dan 40.000 unit intramuskuler masing-masing pada hari kedua

dan ketiga. Setelah penderita sembuh, sebelum keluar rumah sakit harus diberi

Page 8: Tinjauan Pustaka Tetanus

immunisasi aktif dengan toksoid, karena seseorang yang sudah sembuh dari tetanus

tidak memiliki kekebalan.

3. Pengobatan suportif

Penatalaksanaan lebih lanjut terdiri dari terapi suportif sampai efek toksin yang telah

terikat habis. Semua pasien yang dicurigai tetanus sebaiknya ditangani di ICU agar bisa

diobservasi secara kontinu. Untuk meminimalkan risiko spasme paroksismal yang

dipresipitasi stimulus ekstrinsik, pasien sebaiknya dirawat di ruangan gelap dan tenang.

Pasien diposisikan agar mencegah pneumonia aspirasi. Cairan intravena harus

diberikan, pemeriksaan elektrolit serta analisis gas darah penting sebagai penuntun

terapi. Penanganan jalan napas merupakan prioritas. Spasme otot, spasme laring,

aspirasi, atau dosis besar sedatif semuanya dapat mengganggu respirasi. Sekresi

bronkus yang berlebihan memerlukan tindakan suctioning yang sering.1 Trakeostomi

ditujukan untuk menjaga jalan nafas terutama jika ada opistotonus dan keterlibatan

otot-otot punggung, dada, atau distres pernapasan. Kematian akibat spasme laring

mendadak, paralisis diafragma, dan kontraksi otot respirasi tidak adekuat sering terjadi

jika tidak tersedia akses ventilator.

Spasme otot dan rigiditas diatasi secara efektif dengan sedasi. Pasien tersedasi

lebih sedikit dipengaruhi oleh stimulus perifer dan kecil kemungkinannya mengalami

spasme otot. Diazepam efektif mengatasi spasme dan hipertonisitas tanpa menekan

pusat kortikal. Dosis diazepam yang direkomendasikan adalah 0,1-0,3 mg/kgBB/ kali

dengan interval 2-4 jam sesuai gejala klinis, dosis yang direkomendasikan untuk usia

<2 tahun adalah 8 mg/kgBB/hari oral dalam dosis 2-3 mg setiap 3 jam. Spasme harus

segera dihentikan dengan diazepam 5 mg per rektal untuk berat badan <10 kg dan 10

mg per rektal untuk anak dengan berat badan ≥10 kg, atau diazepam intravena untuk

anak 0,3 mg/kgBB/kali. Setelah spasme berhenti, pemberian diazepam dilanjutkan

dengan dosis rumatan sesuai keadaan klinis. Alternatif lain, untuk bayi (tetanus

neonatorum) diberikan dosis awitan 0,1-0,2 mg/kgBB iv untuk menghilangkan spasme

akut, diikuti infus tetesan tetap 15-40 mg/kgBB/hari. Setelah 5-7 hari dosis diazepam

diturunkan bertahap 5-10 mg/hari dan dapat diberikan melalui pipa orogastrik. Dosis

maksimal adalah 40 mg/kgBB/hari. Tanda klinis membaik bila tidak dijumpai spasme

Page 9: Tinjauan Pustaka Tetanus

spontan, badan masih kaku, kesadaran membaik (tidak koma), tidak dijumpai gangguan

pernapasan. Tambahan efek sedasi bisa didapat dari barbiturate khususnya

phenobarbital dan phenotiazine seperti chlorpromazine, penggunaannya dapat

menguntungkan pasien dengan gangguan otonom. Phenobarbital diberikan dengan

dosis 120-200 mg intravena, dan diazepam dapat ditambahkan terpisah dengan dosis

sampai 120 mg/hari. Chlorpromazine diberikan setiap 4-8 jam dengan dosis dari 4-12

mg bagi bayi sampai 50-150 mg bagi dewasa.5,10 Morphine bisa memiliki efek sama

dan biasanya digunakan sebagai tambahan sedasi benzodiazepine. Jika spasme tidak

cukup terkontrol dengan benzodiazepine, dapat dipilih pelumpuh otot nondepolarisasi

dengan intermittent positive-pressure ventilation (IPPV). Pancuronium harus dihindari

karena efek samping simpatomimetik. Atracurium dapat sebagai pilihan. Vecuronium

juga telah digunakan karena stabil pada jantung. Pasien tetanus berat sering kali

membutuhkan IPPV selama 2 hingga 3 minggu sampai spasme mereda. Insiden

ventilator-associated pneumonia pada pasien-pasien tetanus sebesar 52,6%. Infeksi

nosokomial umum terjadi karena lamanya perjalanan penyakit tetanus dan masih

merupakan penyebab penting kematian. Pencegahan komplikasi respirasi meliputi

perawatan mulut sangat teliti, fisioterapi dada dan suction trakea. Sedasi adekuat

selama prosedur invasif mencegah provokasi spasme atau ketidakstabilan otonom.

Instabilitas otonom terjadi beberapa hari setelah onset spasme umum dan fatality

ratenya 11-28%. Manifestasi berupa hipertensi labil, takikardia, dan demam. Berbagai

gangguan kardiovaskular seperti disritmia dan infark miokard serta kolaps sirkulasi

sering menyebabkan kematian. Tanda overaktivitas simpatis yaitu takikardia fluktuatif,

hipertensi yang kadang diikuti hipotensi, pucat dan berkeringat sering tampak beberapa

hari setelah onset spasme otot. Henti jantung tiba-tiba umum terjadi dan dikatakan

dapat dipresipitasi oleh kombinasi kadar katekolamin yang tinggi dan kerja langsung

toksin tetanus pada miokardium. Aktivitas simpatis yang memanjang dapat berakhir

dengan hipotensi dan bradikardi. Aktivitas parasimpatis berlebihan dapat menyebabkan

sinus arrest, dikatakan karena kerusakan langsung nucleus vagus oleh toksin tetanus.

Instabilitas tonom sulit diobati. Fluktuasi tekanan darah membutuhkan obat-obat

dengan waktu paruh singkat. Terapi konvensional terdiri dari sedasi dalam sebagai

terapi lini pertama, menggunakan benzodiazepine dosis besar, morphine, dan/atau

Page 10: Tinjauan Pustaka Tetanus

chlorpromazine. Saatini, magnesium sulfat intravena dicoba untuk mengendalikan

spasme dan disfungsi otonom; dosis loading 5 g (atau 75 mg/kg) IV dilanjutkan 1

sampai 3 g/jam sampai spasme terkontrol telah digunakan untuk mendapatkan

konsentrasi serum 2 sampai 4 mmol/L. Untuk menghindari overdosis, dimonitor reflek

patella. Beta blocker dapat menyebabkan hipotensi berat. Episode hipotensi yang tidak

membaik dengan penambahan volume intravaskular membutuhkan inotropik. Atropin

dosis tinggi, lebih dari 100 mg/jam, telah dianjurkan pada keadaan bradikardia. Tidak

ada regimen terapi yang dipercaya efektif secara universal untuk instabilitas otonom.

Tetanus terbukti secara klinis dan biokimia menyebabkan aktivitas simpatis

berlebihan dan katabolisme protein sehingga pemeliharaan nutrisi sangat diperlukan.

Nutrisi buruk dan penurunan berat badan terjadi cepat karena disfagia, gangguan fungsi

gastrointestinal dan peningkatan metabolisme, menurunkan daya tahan tubuh sehingga

memperburuk prognosis. Nutrisi parenteral total mengandung glukosa hipertonis dan

insulin dalam jumlah cukup untuk mengendalikan kadar gula darah, dapat menekan

katabolisme protein. Formula asam amino sangat membantu membatasi katabolisme

protein. Pada hari pertama perlu pemberian cairan secara intravena sekaligus pemberian

obat-obatan, dan bila sampai hari ke-3 infus belum dapat dilepas sebaiknya

dipertimbangkan pemberian nutrisi secara parenteral. Setelah spasme mereda dapat

dipasang sonde lambung untuk makanan dan obat-obatan dengan perhatian khusus pada

risiko aspirasi.

Emboli paru juga merupakan salah satu penyebab kematian, sehingga banyak

digunakan antikoagulan secara rutin seperti heparin subkutan; risiko thromboemboli

dan perdarahan harus dipertimbangkan. Gerakan pasif harus terus diberikan jika

digunakan pelumpuh otot.

VIII. Prognosis2

Prognosis bergantung pada masa inkubasi, interval inokulasi spora hingga timbul gejala

pertama, dan interval gejala pertama hingga kejang tetanus pertama. Secara umum, interval

yang semakin singkat mengindikasikan beratnya tetanus dan prognosis yang lebih buruk.

Cephalic tetanus dan tetanus neonatorum selalu merupakan tetanus yang berat. Skala

Page 11: Tinjauan Pustaka Tetanus

penilaian dikembangkan untuk menilai derajat beratnya tetanus dan untuk menentukan

prognosis. Setiap manifestasi di bawah ini bernilai 1 poin;

- Periode inkubasi kurang dari 7 hari

- Periode onset kurang dari 48 jam

- Tetanus akibat luka bakar, pembedahan, fraktur multipel, abortus septik,

pemotongan umbilukus, atau injeksi intramuscular

- Pengguna narkotika

- Generalized tetanus

- Suhu tubuh lebih dari 40oC

- Takikardi lebih dari 120x/menit (> 150x/menit pada neonatus)

Skor Kelompok Mortalitas

0-1 Ringan Dibawah 10%

2-3 Sedang 10-20%

4 Berat 20-40%

5-6 Sangat berat Diatas 50%

Page 12: Tinjauan Pustaka Tetanus

DAFTAR PUSTAKA

1. Laksmi NKS. Continuing Professional Development : Penatalaksanaan tetanus. CDK.2014;

222(41):823-7.

2.