tr golongan darah

15
Task reading GOLONGAN DARAH O L E H 1. Sukandrana arya penida (011.06.0006) 2. NOVIAN IKMAL HADIPUTRA (011.06.0009) FAKULTAS KEDOKTERAN

Upload: sukandranaarya

Post on 20-Dec-2015

219 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

TR

TRANSCRIPT

Page 1: TR Golongan Darah

Task reading

GOLONGAN DARAH

O

L

E

H

1. Sukandrana arya penida (011.06.0006)

2. NOVIAN IKMAL HADIPUTRA (011.06.0009)

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR MATARAM

2014

Page 2: TR Golongan Darah

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat ALLAH SWT, karena dengan rahmat dan hidayah-

Nya kami dapat menyelesaikan tugas kelompok kami dalam modul ”HOMEOSTASIS &

HEMATOLOGI” task reading dengan judul “GOLONGAN DARAH”. Adapun tugas ini kami

selesaikan sebagai bahan acuan bagi mahasiswa khususnya mahasiswa Fakultas kedokteran

Universitas Islam Al-Azhar Mataram.

Tentu saja bahan-bahan yang terhimpun dalam tugas ini sepenuhnya bukan hasil kami

sendiri melainkan kami pilah, yang menurut kami atau siapa saja yang dapat dengan mudah

mempelajarinya, mendalaminya serta mensosialisasikannya.

            Semoga laporan ini dapat lebih bermanfaat bagi pembaca. Laporan ini tentunya masih

jauh dari sempurna, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan

untuk sempurnanya laporan ini.

Terima kasih

Mataram, Agustus 2014

Tim Penyusun

Kelompok 15

Page 3: TR Golongan Darah

PENDAHULUAN

Golongan darah adalah ciri khusus darah dari suatu individu karena adanya

perbedaan jenis karbohidrat dan protein pada permukaan membran sel darah merah.

Dengan kata lain, golongan darah ditentukan oleh jumlah zat (kemudian disebut antigen)

yang terkandung di dalam sel darah merah. Terdapat lebih dari 400 antigen golongan

darah telah dilaporkan, tetapi yang secara klinis ada dua jenis penggolongan darah yang

paling penting, yaitu penggolongan OAB dan Rhesus (faktor Rh).

Selain sistem OAB dan Rh, masih ada lagi macam penggolongan darah lain yang

ditentukan berdasarkan antigen yang terkandung dalam sel darah merah. System

golongan darah lain memiliki sedikit kepentingan klinis. Walaupun antibody alamiah

system P, Lewis dan MN lazim dijumpai,antibody tersebut biasanya hanya bereaksi pada

suhu rendah sehingga tidak menimbulkan masalah klinis.

Antibodi imun terhadap antigen system system tersebut jarang terdeteksi. Banyak

diantara antigen tersebut mempunyai antigenesitas yang rendah dan yang lainnya (missal,

Kell) walaupun secara imunologik sebanding, lebih jarang ditemukan sehingga kecil

kemungkinan untuk terjadinya isoimunisasi kecuali pada pasien yang mendapat transfusi

multiple. Kami akan membahas penggolongan darah OAB, dan Rhesus (factor Rh).

Sistem Golongan Darah yang penting secara Klinis

Sistem Frekuensi Antibodi

Penyebab reaksi transfusi hemolitik

Penyebab Hemolityc disease of new born

ABO Sangat Sering Ya (sering) Ya

Rh Sering Ya (sering) Ya

Kell Kadang – Kadang Ya ( kadang– kadang) Ya

Duffy Kadang – Kadang Ya ( kadang– kadang) Ya ( kadang– kadang)

Kidd Kadang – Kadang Ya ( kadang– kadang) Ya ( kadang– kadang)

Page 4: TR Golongan Darah

Lutheran Jarang Ya ( jarang ) Tidak

Lewis Kadang – Kadang Ya ( jarang ) Tidak

P Kadang – Kadang Ya ( jarang ) Ya ( jarang )

MN Jarang Ya ( jarang ) Ya ( jarang )

Penggolongan Darah OAB

Pembagian golongan darah tidak lepas dari jasa besar seorang ilmuwan

berkebangsaan Austria, bernama Karl Landsteiner. Ia lahir di Wina, Austria 14 Juni 1868,

anak seorang doktor hukum dan jurnalis terkenal yang meninggal sejak Karl berusia 6

tahun. Landsteiner menikah dengan Helen Wlasto pada 1916. Penemuannya mengenai

klasifikasi golongan darah A,B dan O menghantarkannya meraih nobel dibidang

kedokteran tahun 1930. Kemudian, Alfred Von Decastello dan Adriano Sturli—kolega

Landsteiner—menemukan golongan darah AB.

Sejak kecil, Karl menyukai ilmu kedokteran dan biologi. Ia memilih Universitas

kedokteran di Wina dan lulus tahun 1891. Kemudian, memperdalam ilmu kimia selama

lima tahun di Laboratorium Hantzch di Zurich. Pada tahun, 1896, Karl kembali ke Wina

dan bekerja di Rumah Sakit Gruber di Institut Higiene Wina. Karl yang keturunan

Yahudi ini kemudian menekuni penyelidikan tentang kekebalan tubuh manusia dan

penyakit. Sayangnya, Karl harus pindah tugas menjadi dokter pembantu di Departemen

Anatomi dan Patologi di Universitas Wina. Anehnya, Karl tidak menyukai hal itu. Ia

lebih menyukai bidang lama yang ia tekuni.

Golongan darah adalah ciri khusus darah atas suatu individu karena adanya

perbedaan jenis karbohidrat dan protein pada permukaan membran sel darah merah.

Dengan kata lain, golongan darah ditentukan oleh jumlah zat (kemudian disebut antigen)

yang terkandung di dalam sel darah merah. Karl Landsteiner menemukan 3 dari 4

golongan darah (yang kemudian disebut sistem ABO) dengan cara memeriksa golongan

Page 5: TR Golongan Darah

darah beberapa teman sekerjanya. Percobaan sederhana itu dilakukan dengan

mereaksikan sel darah merah dengan serum dari para donor.

Hasil percobaan itu menghasilkan dua macam reaksi (menjadi dasar antigen A

dan B, dikenal dengan golongan darah A dan B), dan satu macam tanpa reaksi (tidak

memiliki antigen, dikenal dengan golongan darah O). Kesimpulannya, ada dua macam

antigen A dan B di dalam sel darah merah yang disebut golongan A dan B, atau sama

sekali tidak ada reaksi yang disebut golongan O.

Kemudian, Alfred Von Decastello dan Adriano Sturli kolega Landsteiner

menemukan golongan darah AB. Pada golongan darah AB, kedua antigen A dan B

ditemukan secara bersamaan pada sel darah merah, sedangkan pada serum tidak

ditemukan antibody.

Antigen A dan B-Aglutinogen

Dua Antigen Tipe A dan tipe B terdapat pada permukaan sel darah merah pada sejumlah besar manusia. Antigen-antigen inilah( yang disebut juga aglutinogen karena sering kali menyebabkan aglutinasi sel darah) yang menyebabkan reaksi transfusi. Karena aglutinogen tersebut diturnkan, orang dapat tidak mempunyai antigen tersebut di dalam selnya, atau hanya mempunyai satu, atau keduanya.

Genotip Golongan Darah Aglutinogen Aglutinin

OO

OA atau AA

OB atau BB

BB

O

A

B

AB

-

A

B

A dan B

Anti-A, dan Anti-B

Anti-B

Anti-A

-

Golongan darah dengan genotype dan unsur pokok Aglutinogen serta Aglutininnya (Guyton&Hall)

Golongan Darah O-A-B yang Utama

Dalam mentransfusi darah dari orang ke orang, darah donor dan darah resipen normalnya diklasifikasikan ke dalam 4 tipe golongan darah O-A-B yang utama, seperti yang tampak pada tabel, bergantung pada ada atau tidaknya kedua yaitu, aglutinogen A ataupun B. Bila tidak terdapat agluyingen A ataupun B, golongan darahnya adalah O. Bila hanya terdapat aglutinogen tipe A darahnya adalah golongan A. Bila hanya terdapat

Page 6: TR Golongan Darah

aglutinogen tipe B, darahnya adalah golongan B. Dan bila terdapat aglutinogen A dan B, darahnya adalah golongan AB

Penentuan Genetik Terhadap Aglutinogen

Dua gen, salah satunya terdapat di setiap kromosom dari 2 kromosom yang berpasangan, menentukan golongan darah O-A-B. Gen-gen tersebut bisa mengandung salah satu dari ketiga antigen, namun hanya satu tipe saja yang terdapat di setiap kromosom dari 2 kromosom: tipe O, tipe A, atau tipe B. Gen tipe O tidak berfungsi atau hampir tidak berfungsi, sehingga gen tipe ini menghasilkan aglutinogen tipe O yang tidak bermakna pada sel. Sebaliknya, gen tipe A dan B menghasilkan aglutinogen yang kuat pada sel

.6 kemungkinan kombinasi dari gen-gen ini, dapat dilihat pada tabel, yaitu OO, OA, OB, AA, BB, dan AB. Kombinasi gen-gen ini dikenal sebagai genotip, dan setiap orang memiliki salah satu dari keenam genotip tersebut.

Dapat dilihat dari tabel bahwa orang dengan genotip OO tidak menghasilkan aglutinogen, dan karena itu golongan darahnya adalah O, orang yang genotip OA atau AA menghasilkan aglutinogen A, dan karena itu mempunyai golongan darah A. Genotip OB atau BB menghasilkan golongan darah B, dan genotip AB menghasilkan golongan darah AB.

Frekuensi Relatif Berbagai Tipe Darah

Prevalensi berbagai golongan darah pada sekelompok responden kira-kira sebagai berikut:

O

A

B

AB

47%

41%

9%

3%

Jelas dari persentase ini bahwa gen O dab A sering dijumpai, sedangkan gen B jarang.

Page 7: TR Golongan Darah

Penggolongan Darah Rhesus (factor Rh)

Jenis penggolongan darah lain yang cukup dikenal adalah dengan

memanfaatkan faktor Rhesus atau faktor Rh. Nama ini diperoleh dari monyet jenis

Rhesus yang diketahui memiliki faktor ini pada tahun 1940 oleh Karl Landsteiner dan

Alexander Weiner. Mereka menemukan antigen sistem Rhesus pada sel darah merah.

Mula-mula mereka menyuntikkan sel darah monyet Rhesus pada kelinci, ternyata serum

kelinci yang telah disuntik atau diimunisasi tersebut, mengandung zat anti atau antibody

yang mengagglutinasikan (menggumpalkan) sel darah merah,kemudian golongan darah

mereka kemudian disebut golongan Rhesus Positif (Rh Positif).

Sedangkan sisanya, sel - sel darah merah tidak diagglutinasikan (tidak

digumpalkan) disebut golongan Rhesus negatif (Rh negatif). Juga Seseorang yang tidak

memiliki faktor Rh di permukaan sel darah merahnya memiliki golongan darah Rh-.

Mereka yang memiliki faktor Rh pada permukaan sel darah merahnya disebut memiliki

golongan darah Rh+. Jenis penggolongan ini seringkali digabungkan dengan

penggolongan ABO.

Antigen Rh-Orang dengan “Rh positif” dan “Rh negatif”. Terdapat enam tipe

antigenRh yang umum, setiap tipe disebut factor Rh. Tipe-tipe ini ditandai dengan

C,D,E,c,d, dan e. Orang yang memiliki antigen C tidak mempunyai antigen c, tetapi

orang yang tidak memiliki antigen C selalu mempunyai antigen c. Keadaan ini sama

halnya pada antigen D-d dan E-e. Karena faktor-faktor yang diturunkan dengan cara

tersebut. Setiap orang hanya mempunyai satu dari ketiga pasang antigen tersebut.

Tipe antigen D dijumpai secara luas dalam populasi dan bersifat antigenik

daripada antigen Rh lain. Seseorang yang mempunyai tipe antigen ini dikatakan Rh

positif, sedangkan orang yang tidak mempunyai tipe antigen D dikatakan Rh negative.

Antibodi RH jarang timbul secara alamiah. Sebagian besar bersifat imun, antibody

tersebut dihasilkan dari transfusi atau kehamilan sebelumnya.

Dalam sistem Rhesus terdapat antigen yang utama, yaitu antigen D. Antigen ini

merupakan antigen yang kuat yang dapat menyebabkan komplikasi, berupa reaksi

transfusi hemolitik, yaitu reaksi hancurnya sel-sel darah merah. Pada bayi menyebabkan

penyakit Hemolytic disease of the newborn, yaitu bayi lahir kuning atau bahkan

bengkak di seluruh tubuh atau mungkin lahir meninggal. Meskipun demikian perlu

diperhatikan bahwa pada orang-orang dengan Rh negatif, beberapa antigen Rh lainnya

Page 8: TR Golongan Darah

bahkan masih dapat menimbulkan reaksi transfusi, walaupun reaksi tersebut biasanya

jauh lebih ringan.

Kira-kira 85% dari seluruh orang kulit putih adalah Rh positif dan 15%-nya Rh

negatif. Pada orang kulit hitam amerika, persentase Rh-positifnya kira-kira 95%,

sedangkan pada orang kulit hitam Afrika, hampir 100%.

Kecocokan faktor Rhesus amat penting karena ketidakcocokan golongan.

Misalnya donor dengan Rh+ sedangkan resipiennya Rh-) dapat menyebabkan produksi

antibodi terhadap antigen Rh(D) yang mengakibatkan hemolisis. Hal ini terutama terjadi

pada perempuan yang pada atau di bawah usia melahirkan karena faktor Rh dapat

memengaruhi janin pada saat kehamilan.

Susunan genotif dan kemungkinan gamet dapat dilihat pada tabel berikut.

Golongan Rhesus ini memiliki arti penting pada perkawinan. Bila seorang pria Rhesus + menikah dengan wanita Rhesus -, kemungkinan anaknya menderita eritroblastosis fetalis (penyakit kuning bayi).

Contoh: perkawinan antara pria Rh + dengan wanita Rh -

P    :    pria Rhesus +        x         wanita Rhesus –

         RhRh                    rhrh

G    :    Rh                        rh

Page 9: TR Golongan Darah

F : Rhrh Rhesus + (eritroblastosis fetalis)

Bersama dengan sistem golongan darah O-A-B, golongan darah sistem Rh juga

penting dalam mentransfusi darah. Perbedaan utama antara sistem O-A-B dan sistem Rh

adlah sebagai berikut : pada sistem O-A-B, aglutinin plasma bertanggung jawab atas

timbulnya reaksi transfusi yang terjadi secara spontan, sedangkan pada sistem Rh, reaksi

aglutinin spontan hampir tidak pernah terjadi. Sebagai gantinya, orang mula-mula harus

terpajan secara masif dengan antigen Rh, misalnya melalui transfusi darah yang

mengandung antigen Rh, sebelum terdapat cukup aglutinin untuk menyebabkan reaksi

transfusi yang bermakna.

Page 10: TR Golongan Darah

KESIMPULAN

Parotitis merupakan penyakit infeksi akut yang disebabkan paramyxovirus dengan

tanda khas pembengkakan kelenjar parotis yang disertai nyeri yang kadang mengenai kelenjar

gonad, pankreas dan organ lain, Penyakit ini dapat dicegah secara pasif dengan pemberian

gamaglobulin atau secara aktif dengan vaksinasi.

Gejala klinis dimulai dengan masa tunas 15 sampai 21 hari, dengan stadium

prodromal 1 sampai 2 hari dengan gejala, demam, anoreksia, sakit kepala, muntah dan nyeri otot.

Kemudian timbul pembengkakan kelenjar parotis yang mula-mula unilateral tetapi kemudian

dapat bilateral. Pembengkakan terasa nyeri baik spontan maupun pada perabaan. Terlebih-lebih

jika penderita makan atau minum sesuatu yang asam, ini merupakan gejala yang khas untuk

parotitis .

Diagnosis ini ditegakkan bila jelas ada gejala infeksi parotitis pada pemeriksaan

fisik, pemeriksaan laboratorium tidak spesifik sehingga tidak bisa dijadikan patokan bila gejala

fisik tidak jelas maka diagnosis didasarkan atas pemeriksaan serologis, amilase dan virologi.

Penatalaksanaan penyakit ini bersifat simptomatik dan suportif, karena tidak ada

terapi spesifik untuk infeksi virus “mumps”. Prognosis baik, kematian yang terjadi akibat

parotitis sangat jarang terjadi, sterilitas dan ketulian yang permanen juga sangat jarang terjadi.

Page 11: TR Golongan Darah

DAFTAR PUSTAKA

1. Adam A. Rosenberg, David W. Kaplan, Gerald B. Merenstein, Mumps (Epidemic

Parotitis), dalam Handbook Of Pediatrics, Edisi XVI, Colorado, 1991, hal: 442-444.

2. Komite Medis RSUP Dr. Sardjito dan FK UGM Yogyakarta, Parotitis , dalam Standar

Pelayanan Medis, Edisi II, Komite Medis RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta, 1999, hal : 62-

64.

3. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI, Parotitis , dalam Ilmu Kesehatan Anak, Edisi

VI, infomedika, Jakarta 2000, hal: 629-632.

4. Suprohaita, Arif Mansjoer, Wahyu Ika Wardhani, Wiwiek Setiowulan, Parotitis , dalam

Kapita Selekta Kedokteran, Edisi III, Jilid II, Media Aesculapius FK UI, Jakarta, 2000,

hal: 418-419.

5. C.George Ray, Parotitis , dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Harrison, Edisi

XIII,EGC, Jakarta, 1999, hal : 935-938.