tugas 3 - (makalah organisasi dan kepemimpinan pendidikan)
TRANSCRIPT
-
Kepemimpinan Visioner untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan MK Landasan Manajemen Pendidikan |
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kualitas sumber daya manusia memiliki peran strategis dalam memenuhi tuntutan
pembangunan bangsa diberbagai bidang dan berhubungan erat dengan kemajuan dan
kemakmuran suatu bangsa. Artinya, semakin tinggi kualitas sumber daya manusia
maka suatu bangsa akan semakin maju dan semakin maju suatu bangsa raknyatnya
akan semakin makmur. Disamping itu, pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi berimplikasi kepada lahirnya era globalisasi dan pasar bebas yang menuntut
sumber daya manusia yang berkualitas sehingga mampu bersaing dalam kancah
internasional.
Satu-satunya jalan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia adalah
pendidikan. Namun demikian yang menjadi permasalahan bagaimana menciptakan
sistem pendidikan yang bermutu sehingga dapat menciptakan manusia yang
berkualitas, berakhlak mulia, dan cerdas sesuai tujuan pendidikan nasional sehingga
mampu bersaing baik ditingkat lokal, nasional, maupun global.
Pendidikan di Indonesia saat ini masih dihadapkan kepada berbagai
permasalahan, antara lain rendahnya kualitas sumber daya manusia yang disebabkan
oleh rendahnya mutu pendidikan. Hal ini dapat dilihat antara lain dari Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) yang menempatkan Indonesia pada peringkat ke 117
dari 177 negara di dunia. Indeks ini dikeluarkan oleh UNDP (The United Nations
Development Programme) pada bulan April tahun 2012. Selanjutnya, menurut laporan
UNESCO tahun 2013 menunjukkan Indeks Pembangunan Pendidikan Indonesia
berada di peringkat 69 dari 127 negara.
Sementara itu, seiring dengan perkembangan masyarakat yang semakin cerdas,
masyarakat saat ini sangat selektif dalam memilih sekolah untuk memenuhi kebutuhan
pendidikan bagi anak-anaknya, mereka memilih sekolah yang bermutu dan dapat
menghasilkan lulusan sesuai harapan mereka. Demi mengejar mutu pendidikan,
banyak masyarakat yang menyekolahkan anaknya ke sekolah yang berlabel Sekolah
Internasional bahkan hingga ke luar negeri. Oleh karenanya, sekolah sebagai
penyedia jasa pendidikan dituntut untuk senantiasa meningkatkan mutu secara
berkelanjutan, jika tidak akan ditinggalkan peminatnya.
-
Kepemimpinan Visioner untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan MK Landasan Manajemen Pendidikan |
2
Banyak aspek yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan, salah satunya
disebabkan kinerja kepemimpinan yang tidak dapat menyesuaikan diri dengan
perubahan dan tidak memiliki perencanaan stratejik yang adaptif terhadap perubahan.
Aspek kepemimpinan merupakan salah satu penjelas yang paling populer untuk
keberhasilan atau kegagalan suatu organisasi, artinya organisasi sekolah atau institusi
pendidikan jika dinyatakan berhasil atau gagal faktor penentu utamanya adalah faktor
kepemimpinan (Sagala, 2009:145). Oleh karenanya, kepemimpinan memiliki posisi
dan peran yang sangat strategis dalam organisasi pendidikan, sebab pemimpinlah yang
dapat mempengaruhi, mendorong, memotivasi, dan menggerakan personil sekolah
untuk mencapai tujuan yang ditetapkan sehingga mampu memenuhi harapan
masyarakat dalam menyediakan pendidikan yang bermutu.
Organisasi pendidikan sebagai sistem terbuka dipengaruhi oleh lingkungannya
baik secara internal maupin eksternal, sehingga akan senantiasa mengalami perubahan
mulai dari orientasi, teknologi, struktur, dan manajemen (Komariah dan Triatna,
2006:73). Oleh karenanya, organisasi pendidikan saat ini, memerlukan seorang
pemimpin yang memiliki visi (Visionary Leadership), mampu merekayasa masa depan
yang penuh tantangan, menjadi agen perubahan (agent of change) yang unggul, dan
menjadi penentu arah organisasi yang tahu prioritas, menjadi pelatih yang profesional
dan dapat membimbing personil lainnya ke arah profesionalisme kerja sehingga dapat
menghasilkan sistem pendidikan yang bermutu.
Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Peter dan Austin (Sagala, 2009:164),
yaitu:
Institusi pendidikan saat ini memerlukan pemimpin yang memiliki visi dan misi
atau yang disebut dengan visioner, dekat pada pelanggan atau masyarakat yang
membutuhkan jasa organisasi pendidikan, memiliki gagasan inovatif yang luas,
familiar, mempunyai semangat kerja dan berorientasi kepada mutu.
Berbicara mengenai mutu pendidikan berkaitan dengan input, proses dan output
pendidikan. Mutu input dan proses antara lain mencakup bahan ajar, metodologi
pembelajaran, media pembelajaran, sumber belajar yang lengkap, sistem penilaian dan
evaluasi yang efektif, dukungan administrasi sekolah dan dukungan sarana prasarana.
Sedangkan mutu output/hasil pendidikan mengacu pada prestasi yang dicapai sekolah
dalam kurun waktu tertentu, yang meliputi prestasi akademik dan non akademik.
-
Kepemimpinan Visioner untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan MK Landasan Manajemen Pendidikan |
3
Keberhasilan organisasi pendidikan (sekolah) dalam meningkatkan mutu
pendidikan, baik mutu akademik maupun non akademik, sangat bergantung pada
kemampuan pemimpinnya. Pemimpin visioner mengetahui apa saja yang terbaik bagi
siswa, guru, dan personil sekolah lainnya. Pemimpin visioner memiliki pandangan
jauh ke depan sehingga akan mampu menggerakan, menuntun, dan mengarahkan
personil organisasi pendidikan dalam mewujudkan tujuan yang dicita-citakan. Dengan
demikian untuk mencapai pendidikan yang bermutu, suatu lembaga pendidikan sangat
membutuhkan sosok pemimpin visioner, yakni pemimpin yang mampu memandang
jauh ke masa depan sebelum orang lain memandang, kemudian merancang rencana
tindakan yang jelas untuk mewujudkan cita-cita pendidikan yang bermutu.
B. Rumusan Masalah
Agar permasalahan yang dikaji tidak terlalu luas ruang lingkupnya dan terarah
pada tujuan yang ingin dicapai, berdasarkan pada latar belakang, penulis
mengidentifikasi beberapa permasalahan sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan kepemimpinan visioner (Visionary Leadership)?
2. Apa yang dimaksud dengan mutu pendidikan?
3. Bagaimana peran, posisi, dan hubungan kepemimpinan visioner dalam
meningkatkan mutu pendidikan?
C. Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk memberikan deskripsi yang jelas mengenai
kepemimpinan visioner (Visionary Leadership), mutu pendidikan, dan hubungan
kepemimpinan visioner dalam meningkatkan mutu pendidikan.
-
Kepemimpinan Visioner untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan MK Landasan Manajemen Pendidikan |
4
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Agar mendapatkan gambaran dan pemahaman yang komphrehensif mengenai pokok
permasalahan, tinjauan pustaka dimulai dari kajian mengenai organisasi pendidikan,
konsep kepemimpinan pendidikan. Kemudian kepada fokus tema kajian mengenai
kepemimpinan visioner dan mutu pendidikan.
A. Konsep Dasar Organisasi Pendidikan.
Manusia dalam menjalani kehidupannnya tidak lepas dari berbagai kebutuhan.
Untuk memenuhi kebutuhannya itu, manusia tidak dapat melakukannya sendiri, tetapi
memerlukan orang lain, sehingga terjadilah komunikasi dan interaksi dengan manusia
lain yang melahirkan bentuk-bentuk kelompok. Oleh karenanya, manusia disebut
makhluk sosial, manusia itu, zoon politicon, tidak dapat hidup sendiri, begitulah
kata Aristoteles. Atas dasar inilah organisasi lahir, tumbuh, dan berkembang di
berbagai bidang kehidupan masyarakat, pemerintah, politik, bisnis, pendidikan, dan
sebagainya.
Secara etimologi, kata organisasi berasal dari kata organo (bahasa Latin) yang
berarti alat, anggota, bagian atau badan. Secara sederhana organisasi dapat diartikan
sebagai suatu kumpulan orang yang berada dalam naungan suatu sistem atau tata kerja
dalam memperjuangkan atau mencapai suatu tujuan bersama.
Banyak definisi mengenai organisasi yang dikemukakan oleh para pakar
menurut sudut pandang masing-masing, tergantung pada perspektif yang digunakan.
Organisasi merupakan satuan sosial yang dikoordinasi secara sadar, yang
tersusun atas dua orang atau lebih, yang berfungsi atas dasar yang relatif terus-
menerus untuk mencapai suatu tujuan atau seperangkat tujuan bersama
(Robbins, 1996:5). Organisasi merupakan mekanisme yang mempersatukan
kegiatan-kegiatan untuk menyelesaikan pekerjaan (Sutisna, 1993:205). Organisasi
dalam pengertian lain dikemukakan oleh Lubis (1987:1), bahwa:
terdapat kesamaan pengertian dari keseluruhan definisi organisasi yaitu pada
dasarnya organisasi sebagai suatu kesatuan sosial dari sekelompok manusia yang
saling berinteraksi menurut suatu pola tertentu sehingga setiap anggota organisasi
memiliki fungsi dan tugasnya masing-masing,yang sebagai suatu kesatuan
mempunyai tujuan tertentu dan mempunyai batas-batas yang jelas, sehingga dapat
dipisahkan secara tegas dari lingkungannya.
-
Kepemimpinan Visioner untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan MK Landasan Manajemen Pendidikan |
5
Dari sekian banyak definisi organisasi yang dikemukan para ahli, bermuara
kepada aspek-aspek yang membentuk keberaadan organisasi, seperti yang
dikemukakan oleh Hasibuan (2001:27) sebagai berikut:
1. Manusia (human factor), artinya organisasi baru ada jika ada unsur manusia yang
bekerja sama, ada pemimpin, dan ada yang dipimpin.
2. Tempat kedudukan, artinya organisasi baru ada jika ada tempat kedudukannya.
3. Tujuan, artinya organisasi baru ada jika ada tujuan yang ingin dicapai.
4. Pekerjaan, artinya organisasi baru ada jika ada pekerjaan yang akan dikerjakan
serta adanya pembagian pekerjaan.
5. Struktur, artinya organisasi baru ada jika ada hubungan dan kerja sama antara
manusia yang satu dengan yang lainnya.
6. Teknologi, artinya organisasi baru ada jika terdapat unsur teknis.
7. Lingkungan (environmental external social system), artinya organisasi baru ada
jika ada lingkungan yang saling mempengaruhi seperti.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dikemukakan bahwa organisasi pendidikan
merupakan kerjasama yang terstruktur dan sistematis dari berbagai komponen
penyelenggara pendidikan seperti pemerintah, institusi pendidikan, dan masyarakat
untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
B. Konsep Kepemimpinan Pendidikan
1. Pengertian Pemimpin dan Kepemimpinan
Agar mendapatkan pemahaman lebih jauh mengenai konsep
kepemimpinan, terlebih dahulu akan dijelaskan mengenai pengertian pemimpin
dan kepemimpinan.
Pemimpin dapat diartikan sebagai seorang pribadi yang memiliki
kecakapan dan kelebihan, khususnya kecakapan/kelebihan di satu bidang sehingga
dia mampu mempengaruhi orang-orang lain untuk bersama-sama melakukan
aktivitas-aktivitas tertentu demi pencapaian satu atau beberapa tujuan. Sedangkan
kepemimpinan merupakan kemampuan untuk mempengaruhi perilaku seseorang
atau sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu pada situasi tertentu.
Satu-satunya argumentasi mengenai pemimpin adalah adanya pengikut.
Oleh karenanya, secara sederhana kepemimpinan dapat diartikan sebagai proses
-
Kepemimpinan Visioner untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan MK Landasan Manajemen Pendidikan |
6
seorang pemimpin dalam mempengaruhi pengikut agar mau bekerjasama untuk
mencapai tujuan yang diinginkan.
Banyak definisi mengenai kepemimpinan yang dikemukakan oleh para
pakar menurut sudut pandang masing-masing, tergantung pada perspektif yang
digunakan. Terry (Sagala, 2009:144), mengungkapkan bahwa kepemimpinan
adalah hubungan antara seorang pemimpin dalam mempengaruhi orang lain untuk
bekerjasama secara sadar dalam hubungan tugas untuk mencapai yang diinginkan
pemimpin. Kemudian, Wirawan (2001:18) memberi definisi kepemimpinan
sebagai proses pemimpin dalam menciptakan visi, mempengaruhi sikap perilaku,
pendapat, nilai-nilai, norma, dan sebagainya dari pengikut untuk merealisasikan
visi.
2. Pendekatan, Tipe, Model, dan Gaya Kepemimpinan
Aspek penting mengenai kemimpinan yang dikemukan para ahli, bermuara
pada pendekatan, tipe, model, dan gaya yang mana paling memenuhi kriteria
efektif dan efesien dalam mencapai tujuan. Berikut berbagai pendekatan, tipe,
model, dan gaya kepemimpinan yang disarikan dari buku pengelolaan pendidikan
(Tim Dosen MKDK Jurusan Adpen FIP - UPI, 2011).
a. Tipe-tipe Kepemimpinan
Berdasarkan konsep, sifat, sikap dan cara-cara pemimpin dalam melakukan aktifitas
kepemimpinan diklasifikasikan kedalam empat tipe, yaitu: tipe otoriter, tipe laissez-
faire, tipe demokratis dan tipe pseudo demokrasi.
1) Tipe otoriter
Tipe kepemimpinan otoriter disebut juga tipe kepemimpinan authoritarian.
Dalam kepemimpinan yang otoriter, pemimpin bertindak sebagai diktator terhadap
anggota-anggota kelompoknya. Dominasi yang berlebihan mudah menghidupkan
oposisi atau menimbulkan sifat apatis, atau sifat-sifat pada anggota-anggota
kelompok terhadap pemimpinnya.
2) Tipe Laissez-faire
Dalam tipe kepemimpinan ini sebenarnya pemimpin tidak memberikan
kepemimpinannya, dia membiarkan bawahannya berbuat sekehendaknya.
Pemimpin sama sekali tidak memberikan kontrol dan koreksi terhadap pekerjaan
bawahannya. Pembagian tugas dan kerja sama diserahkan sepenuhnya kepada
bawahannya tanpa petunjuk atau saran-saran dari pemimpin. Tingkat keberhasilan
-
Kepemimpinan Visioner untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan MK Landasan Manajemen Pendidikan |
7
organisasi atau lembaga semata-mata disebabkan karena kesadaran dan dedikasi
beberapa anggota kelompok, dan bukan karena pengaruh dari pemimpin. Struktur
organisasinya tidak jelas dan kabur, segala kegiatan dilakukan tanpa rencana dan
tanpa pengawasan dari pimpinan.
3) Tipe Demokratis
Pemimpin yang bertipe demokratis menafsirkan kepemimpinannya bukan sebagai
diktator, melainkan sebagai pemimpin di tengah-tengah anggota kelompoknya.
Pemimpin yang demokratis selalu berusaha mestimulasi anggota-angotanya agar
bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan bersama. Dalam tindakan dan
usaha-usahanya ia selalu berpangkal pada kepentingaan dan kebutuhan
kelompoknya, dan memperimbangkan kesanggupan serta kemampuan
kelompoknya.
4) Tipe Pseudo-demokratis
Tipe ini disebut juga demokratis semu atau manipulasi diplomatik.
Pemimpin yang bertipe pseudo demokratis hanya tampaknya saja bersikap
demokratis padahal sebenarnya dia bersikap otokratis. Misalnya jika ia mempunyai
ide-ide, pikiran, kosep-konsep yang ingin diterapkan di lembaga yang dipimpinnya,
maka hal tersebut didiskusikan dan dimusyawarahkan dengan bawahannya, tetapi
situasi diatur dan diciptakan sedemikian rupa sehingga pada akhirnya bawahan
didesak agar menerima ide/pikiran/konsep tersebut sebagai keputusan bersama.
b. Pendekatan Tentang Teori Munculnya Pemimpin
Munculnya pemimpin dikemukakan dalam beberapa teori, yaitu : Teori pertama,
berpendapat bahwa seseorang akan menjadi pemimpin karena ia memang dilahirkan
untuk menjadi pemimpin; dengan kata lain ia mempunyai bakat dan pembawaan untuk
menjadi pemimpin. Menurut teori ini tidak setiap orang bisa menjadi pemimpin, hanya
orang-orang yang mempunyai bakat dan pembawaan saja yang bisa menjadi pemimpin.
Maka munculah istilah leaders are borned not built. Oleh karenanya teori ini disebut
teori genetis.
Teori kedua, mengatakan bahwa seeorang akan menjadi pemimpin kalau
lingkungan, waktu atau keadaan memungkinkan ia menjadi pemimpin. Setiap orang
bisa menjadi pemimpin asal diberi kesempatan dan diberi pembinaan untuk menjadi
pemimpin walaupun ia tidak mempunyai bakat atau pembawaan. Maka munculah
istilah leaders are built not borned. Teori ini disebut teori sosial.
Teori ketiga, adalah gabungan teori pertama dengan teori kedua, ialah untuk
menjadi seorang pemimpin perlu bakat dan bakat itu perlu dibina supaya berkembang.
-
Kepemimpinan Visioner untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan MK Landasan Manajemen Pendidikan |
8
Kemungkinan untuk mengembangkan bakat ini tergantung kepada lingkungan, waktu
dan keadaan. Teori ini disebut teori ekologis.
Teori keempat, disebut teori situasi. Menurut teori ini setiap orang bisa menjadi
pemimpin, tetapi dalam situasi tertentu saja, karena ia memiliki kelebihan-kelebihan
yang diperlukan dalam situasi itu. Dalam situasi lain dimana kelebihan-kelebihannya
itu tidak diperlukan, ia tidak akan menjadi pemimpin, bahkan mungkin hanya menjadi
pengikut saja.
Dengan demikian seorang pemimpin yang ingin meningkatkan kemampuan dan
kecakapannya dalam memimpin, perlu mengetahui ruang lingkup gaya kepemimpinan
yang efektif. Para ahli di bidang kepemimpinan telah meneliti dan mengembangkan
gaya kepemimpinan yang berbeda-beda sesuai dengan evolusi teori kepemimpinan.
Untuk ruang lingkup gaya kepemimpinan terdapat tiga pendekatan utama yaitu:
pendekatan sifat kepribadian pemimpin, pendekataan perilaku pemimpin, dan
pendekatan situasional atau kontingensi.
1) Pendekatan Sifat (Traits Approach)
Pendekatan sifat didasari asumsi bahwa kondisi fisik dan karakteristik pribadi
adalah penting bagi kesuksesan pemimpin. Hal tersebut akan menjadi faktor
penentu yang membedakan antara seseorang pemimpin dengan bukan pemimpin.
Sifat-sifat pokok itu biasanya meliputi:
a) Kondisi fisik: energik, tegap, kuat, dan lain-lain.
b) Latar belakang sosial: berpendidikan dan berwawasan luas, serta berasal dari
lingkungan sosial yang dinamis.
c) Kepribadian: adaptif, egresif, emosi stabil, populer, kooperatif, dan lain-lain.
d) Karakteristik yang berhubungan dengan tugas-tugas: terdorong untuk maju, siap
menerima tanggungjawab, berinisiatif, berorientasi pada tugas, dan cakap dalam
komunikasi interpersonal, dan sebagainya.
2) Pendekatan Keperilakuan (Behavioral Approach)
Pendekatan keperilakuan memandang kepemimpinan dapat dipelajari dari
pola tingkah laku, dan bukan sifat-sifatnya. Studi ini melihat dan mengidentifikasi
perilaku yang khas dari pemimpin dalam kegiatannya untuk mempengaruhi
anggota-anggota kelompok atau pengikutnya. Perilaku pemimpin ini dapat
berorientasi pada tugas keorganisasian ataupun pada hubungan dengan anggota
kelompoknya. Pendekatan ini menitik beratkan pandangannya pada dua aspek
perilaku kepemimpinan yaitu: fungsi-fungsi kepemimpinan dan gaya-gaya
kepemimpinan.
-
Kepemimpinan Visioner untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan MK Landasan Manajemen Pendidikan |
9
Gaya-gaya kepemimpinan dapat dikatagorikan sebagai gaya yang berorientasi
pada tugas (task oriented) dan gaya yang berorientasi pada hubungan dengan
bawahannya (employee oriented). Yang dimaksudkan dengan istilah gaya ialah
suatu cara berperilaku yang khas dari seorang pemimpin terhadap para anggota
kelompoknya. Jadi, apa yang dipilih oleh pemimpin untuk dikerjakan, kapan ia
mengerjakannya dan caranya ia bertindak, akan membentuk gaya
kepemimpinannya. Berikut beberapa teori kepemimpinan yang termasuk dalam
pendekatan keperilakuan.
a) Studi Kepemimpinan Ohio State University
Studi Kepemimpinan yang dilakukan di Ohio State University oleh
Hemphil dan Coons, dan kemudian diteruskan oleh Halpin dan Winer, melihat
kepemimpinan itu atas dua dimensi perilaku pemimpin yaitu : initiating
structure and consideration.
Yang dimaksud dngan Initiating structure (prakarsa) ialah cara
pemimpin melukiskan hubungannya dengan bawahan dalam usaha menetapkan
pola organisasi, saluran komunikasi, dan metode atau prosedur yang dipakai di
dalam organisasi. Sedangkan yang dimaksud dengan consideration
(pertimbangan) adalah perilaku yang berhubungan dengan persahabatan, saling
mempercayai, saling menghargai, kehangatan, perhatian, dan keakraban
hubungan antara pimpinan dengan para anggota kelompoknya.
Kedua perilaku kepemimpinan tersebut saling bergantung artinya
pelaksanaan perilaku yang satu tidak mempengaruhi perilaku yang lain. Dengan
demikian seorang pemimpin dapat sekaligus berperilaku kepemimpinan
initiating structure dan consideration dalam derajat yang sama-sama tinggi atau
sama-sama rendah, tetapi mungkin jugas seorang pemimpin berperilaku
struktur prakarsa dengan derajat tinggi dan pertimbangan dengan derajat
yang rendah atau sebaliknya. Kombinasi antara kedua perilaku kepemimpinan
tersebut dapat digambarkan seperti berikut:
-
Kepemimpinan Visioner untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan MK Landasan Manajemen Pendidikan |
10
Dari hasil penelitian lebih lanjut dikemukakan bahwa keluhan yang
timbul dari para bawahan sangat sedikit bila pemimpin sekaligus berperilaku
struktur prakarsa dan pertimbangan dengan derajat yang sama-sama tinggi,
dan sebaliknya banyak keluhan timbul dari bawahan jika pemimpin berperilaku
struktur tugas dan tenggang rasa dengan derajat yang sama-sama rendah.
b) Teori Kepemimpinan Managerial Grid
Teori ini dikemukakan oleh Robert K. Blake dan Jane S. mouton yang
membedakan dua dimensi dalam kepemimpinan yaitu : Concern for people
dan Concern for production. Pada dasarnya teori managerial grid ini
mengenal lima gaya kepemimpinan yang didasarkan atas dua aspek utama tadi
yaitu pertama menekankan pada produksi (concern for production) dan yang
kedua menekankan pada hubungan antar individu (concern for people).
Berdasarkan kedua aspek ini, maka ada kepemimpinan yang berorientasikan
kepada tugas semata-mata, ada pula yang berorientasi kepada faktor hubungan
individu saja. Kelima gaya kepemimpinan sebagai hasil kombinasi antara dua
aspek tersebut, dapat dilhat pada gambar bawah ini.
Dalam gambar di atas diungkapkan lima gaya kepemimpinan yang
merupakan kombinasi antara concern for people dan concern for
production.
Gaya kepemimpinan yang pertama disebut improverished artinya
pemimpin menggunakan usaha yang paling sedikit unuk menyelesaikan tugas
tertentu dan hal ini diangap cukup untuk mempertahankan organisasi.
Gaya kepemimpinan yang kedua disebut country club artinya
kepemimpinan yang didasarkan kepada hubungan informal antara individu,
Sumber: http://manajemenpembebas.wordpress.com
-
Kepemimpinan Visioner untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan MK Landasan Manajemen Pendidikan |
11
keramah tamahan dan kegembiraan. Tekanan terletak pada penghargaan kepada
hubungan kemanusiaan secara maksimal.
Gaya kepemimpinan yang ketiga ialah team yang berarti keberhasilan
suatu organisasi tergantung kepada hasil kerja sejumlah individu yang penuh
pengabdian. Tekanan utama terletak pada kepemimpinan kelompok yang satu
sama lain saling memerlukan. Dasar dari kepemimpinan kelompok ini adalah
kepercayaan dan penghargaan antara sesama anggota kelompok.
Gaya kepemimpinan yang keempat ialah task artinya pemimpin
memandang efisiensi kerja sebagai faktor utama untuk keberhasilan organisasi.
Penekanan terletak pada penampilan individu dalam organisasi.
Gaya kepemimpinan yang kelima disebut midle road artinya tengah-
tengah. Yang menjadi tekanan pada gaya ini ialah pada keseimbangan yang
optimal antara tugas dan hubungan manusiawi.
c) Model Getzels dan Guba
Getzels dan Guba mengadakan studi yang menganalisa perilaku
pemimpin dalam sistem sosial. Mereka mengemukakan dua katagori perilaku.
Yang pertama ialah perilaku kepemimpinan yang bergaya normatif dengan
dimensi nomotetis yang meliputi usahanya untuk memenuhi tuntutan organisasi.
Dimensi ini mengacu kepada lembaganya yang ditandai dengan peranan-
peranan dan harapan tertentu sesuai dengan tujan-tujuan organisasi.
Yang kedua ialah perilaku kepemimpinan yang bergaya personal yang
disebut dimensi idiografis yaitu pemimpin mengutamakan kebutuhan dan
ekspektasi anggota organisasinya. Dimensi kedua ini mengacu kepada individu-
individu dalam organisasi yang masing-masing dengan kepribadian dan
disposisi kebutuhan tertentu.
Dimensi pertama disebut juga dimensi sosiologis, sedangkan dimensi
kedua disebut dimensi psikologis. Sekolah selaku sistem sosial bisa
dibayangkan memiliki kedua dimensi tersebut, yang bisa dianggap berdiri
sendiri-sendiri, tetapi dalam situasi sebenarnya saling mempengaruhi. Konsep
umum model Getzels dan Guba ini dapat dilihat pada gambar berikut.
-
Kepemimpinan Visioner untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan MK Landasan Manajemen Pendidikan |
12
3) Pendekatan Kontingensi/Situasi
a) Model Kepemimpinan Kontingensi
Model kepemimpinan ini dekembangkan oleh Fred E. Fiedler. Dia
berpendapat bahwa keberhasilan seorang pemimpin tidak hanya ditentukan oleh
suatu gaya kepemimpinan yang diterapkannya. Dengan kata lain, tidak ada
seorang pemimpin yang dapat berhasil hanya dengan menerapkan satu macam
gaya untuk semua situasi. Seorang pemimpin akan cenderung berhasil dalam
menjalankan kepemimpinnya apabila menerapkan gaya kepemimpinan yang
berlainan untuk menghadapi situasi yang berbeda.
Menurut pendapat ini, ada tiga variabel yang menentukan efektif
tidaknya kepemimpinan seseorang, yaitu : hubungan antara pemimpin dengan
yang dipimpin, derajat struktur tugas, dan kedudukan kekuasaan pemimpin.
Menurut Fiedler, hubungan pemimpin dengan yang dipimpin merupakan
variabel yang terpenting dalam menentukan situasi yang menguntungkan.
Derajat struktur tugas merupakan masukan kedua sangat penting bagi situasi
yang menguntungkan, dan kedudukan kekuasaan pemimpin yang diperoleh
melalui wewenang merupakan dimensi ketiga dari situasi.
Berdasarkan pendapat Fiedler tersebut, maka situasi organisasi atau
lembaga dikatakan menguntungkan dalam arti menentukan keberhasilan
pemimpin jika:
Hubungan pemimpin dengan anggota bawahan baik, pemimpin disenangi
oleh anggota kelompoknya dan ditaati segala perintahnya.
Struktur tugas-tugas terinci dengan jelas dan dipahami oleh tiap anggota
kelompok, setiap anggota memiliki wewenang dan tanggungjawab masing-
masing secara jelas, sesuai dengan fungsinya.
Kedudukan kekuasaan formal pemimpin kuat dan jelas sehingga
memperlancar usahanya untuk mempengaruhi anggota kelompoknya.
b) Model Kepemimpinan Tiga Dimensi
Pendekatan atau model kepemimpinan ini dikemukakan leh Williaw J.
Reddin. Model ini dinamakan Three dimensional model karena dalam
pendekatannya menghubungkan tiga kelompok gaya kepemmpinan, yang
disebut gaya dasar, gaya efektif, dan gaya tidak efektif menjadi satu kesatuan.
Raddin membagi tiga pola dasar orientasi perilaku pemimpin, yaitu:
(1) Orientasi Tugas (Task Oriented = TO);
-
Kepemimpinan Visioner untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan MK Landasan Manajemen Pendidikan |
13
(2) Orientasi Hubungan Kerja Relation (Relation Oriented = RO)
(3) Orientasi Hasil (Effectiveness Oriented = E)
Dari kombinasi tiga orientasi ini, diperoleh delapan tipe
kepemimpinan, yaitu:
(1) Deserter: TO (-) ; RO (-) ; E (-)
(2) Autocrat: TO (+) ; RO (-) ; E (-)
(3) Missionary : TO (-) ; RO (+) ; E (-)
(4) Compromiser : TO (+) ; RO (+) ; E (-)
(5) Bereucrat : TO (-) ; RO (-) ; E (+)
(6) Benovalent : TO (+) ; RO (-) ; E (+)
(7) Developper : TO (-) ; RO (+) ; E (+)
(8) Executive : TO (+) ; RO (+) ; E (+)
Efektifitas kepemimpinan dari delapan gaya tersebut di jelaskan pada tabel
berikut:
KEPEMIMPINAN KURANG EFEKTIF
DESERTER MISSIONARY AUTOCRAT COMPROMISER
Tidak ada rasa keterlibatan
Semangat rendah Sukar diramalkan
Santai Penolong Lemah
Kaku Diktator Keras
kepala
Angin-anginan Diktator Berpandangan
pendek
KEPEMIMPINAN LEBIH EFEKTIF
BEREUCRAT BENOVALENT DEVELOPPER EXECUTIVE
Patuh pada aturan
Loyal Memelihara
lingkungan
dengan
peraturan
Menciptakan kerja sama
Menggunakan Percaya pada
orang lain
Mengembangkan bakat pada orang
lain
Mampu memotivasi
orang lain
Belajar dari pengalaman
Efektif untuk
memperoleh
hasil
Paham aturan dan
metode
kerja
Berorientasi ke masa
depan
Membangkitkan
partisipasi
bawahan
Berpandanngan jangka
panjang
Memotivasi dengan baik
Bekerja efektif
-
Kepemimpinan Visioner untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan MK Landasan Manajemen Pendidikan |
14
c) Teori Kepemimpinan Situasional
Teori kepemimpinan situasional dikembangkan oleh Paul Hersey dan
Keneth H. Blanchard. Teori kepemimpinan situasional merupakan
perkembangan yang mutakhir dari teori kepemimpinan dan merupakan hasil
baru dari model kefektifan pemimpin tiga dimensi. Model ini didasarkan pada
hubungan garis lengkung atau curva linier diantara perilaku tugas dan
perilaku hubungan dan kematangan. Teori ini mencoba menyiapkan pemimpin
dengan beberapa pengertian mengenai hubungan di antara gaya kepemimpinan
yang efetif dan taraf kematangan pengikutnya.
Meskipun variabel situasional (pemimpin, pengikut, atasan, organisasi,
tuntutan kerja dan waktu) yang terlibat dalam teori kepemimpinan situasional,
namun penekanan tetap terletak pada hubngan pemimpin dengan yang
dipimpin. Pengikut atau yang dipimpin merupakan faktor yang paling
menentukan dalam suatu peristiwa kepemimpinan.
Teori ini berasumsi bahwa pemimpin yang efektif tergantung pada taraf
kematangan pengikut dan kemampuan pemimpin untuk menyesuaikan
orientasinya, baik orientasi tugas ataupun hubungan antar manusia. Makin
matang si pengikut, pemimpin harus mengurangi tingkat struktur tugas dan
menambah orientasi hubungannya. Pada saat seseorang atau kelompok/pengikut
bergerak dan mencapai tingkat rata-rata kematangan, pemimpin harus
mengurangi baik hubungannya maupun orientasi tugasnya. Keadaan ini
berlangsung sampai pengikut mencapai kematangan penuh, dimana mereka
sudah dapat mandiri baik dilihat dari kematangan kerjanya ataupun kematangan
psikologinya. Jadi teori situasional ini menekankan pada kesesuaian antara gaya
kepemimpinan dengan tingkat kematangan pengikut.
Model teori kepemimpinan situasional dilukiskan dengan bentuk kurva
seperti lonceng yang melintasi kuadran kepemimpinan seperti yang terlihat pada
gambar di bawah ini.
-
Kepemimpinan Visioner untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan MK Landasan Manajemen Pendidikan |
15
Taraf kematangan pengikut terentang dalam satu kontinum dari
immature ke maturity. Semakin dewasa pengikut, semakin matang individu
atau kelompok untuk melakukan tugas atau hubungan.
Untuk menentukan gaya kepemimpinan yang sesuai pada situasi yang
dihadapi pemimpin, pertama-tama harus menetapkan taraf kematangan individu
atau kelompok dalam hubungan dengan tugas khususnya yang diharapkan
pemimpin untuk mereka selesaikan. Setelah taraf kematangan ini diketahui,
gaya kepemimpinan yang cocok dapat ditentukan dengan membuat sudut 90
derajat dari titik pada garis kontinum yang mewakili taraf kematangan pengikut
kepada suatu titik yang memotong fungsi garis lengkung kawasan gaya
kepemimpinan pada model tersebut. Kuadran dimana perpotongan itu terjadi,
menyatakan suatu gaya yang sesuai yang dapat digunakan pemimpin dalam
situasi itu. Apabila dengan gaya kepemimpinan tersebut tampak kemampuan
pengikut meningkat, maka segera perilaku kepemimpinan berubah menuju ke
gaya yang lebih sesuai lagi untuk kemampuan/kematangan tersebut. Hal ini
akan terus berlangsung sampai pengikut bisa berdiri sendiri atau mempunyai
kemampuan yang tinggi (matang dalam tugas yang dimaksud).
Dalam kepemimpinan situasional ini, Hersey dan Blanchard
mengemukakan empat gaya kepemimpinan seperti diuraikan di bawah ini.
(1) Telling (S1) yaitu perilaku pemimpin dengan tugas tinggi dan hubungan
rendah. Gaya ini mempunyai ciri komunikasi satu arah. Pemimpin yang
berperan dan mengatakan apa, bagaimana, kapan dan dimana tugas harus
dilaksanakan.
(2) Selling (S2) yaitu perilaku dengan tugas tinggi dan hubungan tinggi.
Kebanyakan pengarahan masih dilakukan oleh pimpinan, tetapi sudah
mencoba komunikasi dua arah dengan dukungan sosioemosional untuk
menawarkan keputusan.
(3) Participating (S3) yaitu perilaku hubungan tinggi dan tugas rendah.
Pemimpin dan pengikut sama-sama memberikan andil dalam mengambil
keputusan melalui komunikasi dua arah dan yang dipimpin cukup mampu
dan cukup berpengalaman untuk melaksanakan tugas.
(4) Delegating (S4) yaitu perilaku hubungan dan tugas rendah. Gaya ini
memberi kesempatan pada yang dipimpin untuk melaksanakan tugas
mereka sendiri melalui pendelegasian dan supervisi yang bersifat umum.
Yang dipimpin adalah orang yang sudah matang dalam melakukan tugas
dan matang pula secara psikologis.
-
Kepemimpinan Visioner untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan MK Landasan Manajemen Pendidikan |
16
3. Kepemimpinan Pendidikan
Berdasarkan berbagai pengertian mengenai kepemimpinan, secara
sederhana kepemimpinan pendidikan dapat diartikan sebagai kemampuan dari
seorang pemimpin pendidikan untuk mempengaruhi, mengajak, mendorong,
menggerakkan, membimbing, mengarahkan, memberdayakan sumber daya
pendidikan baik berupa human resources maupun non human resources untuk
mencapai tujuan pendidikan.
Setiap orang dapat disebut pemimpin pendidikan, jika ia memiliki
kemampuan dan pengaruh untuk mengajak, membimbing, mendorong, dan
menggerakkan seluruh sumber daya pendidikan kearah pencapaian tujuan
pendidikan. Pemimpin pendidikan yang terlibat langsung dalam organisasi
pendidikan lazim disebut pemimpin resmi, sedangkan pemimpin pendidikan yang
tidak terlibat langsung disebut pemimpin pendidikan yang tidak resmi, namun ia
memiliki kontribusi terhadap pencapaian tujuan pendidikan.
C. Konsep Kepemimpinan Visioner (Visionary Leadership)
Substansi dari kepemimpinan visioner adalah visi, yaitu pemimpin yang
memiliki pandangan jauh kedepan mengenai tujuan atau gambaran keadaan dan
karakteristik organisasi yang dipimpinnya dan memahami apa yang harus dilakukan
untuk mencapai tujuan tersebut pada masa yang akan datang.
Kepemimpinan visioner dapat dipahami sebagai pola kepemimpinan yang
ditujukan untuk memberi arti pada kerja dan usaha yang perlu dilakukan bersama-
sama oleh para anggota perusahaan dengan memberi arahan dan makna pada kerja dan
usaha yang dilakukan berdasarkan visi yang jelas (Kertanegara, 2003 dalam
Suprayitno, 2007).
Selain mengandung unsur kemampuan untuk memberi makna atau arti pada kerja
dan usaha bawahan dengan memberikan arahan, seorang pemimpin yang visioner
haruslah seorang yang bisa menjadi agen perubahan yang unggul dan menjadi penentu
arah organisasi yang memahami prioritas, menjadi pelatih yang professional, serta
dapat membimbing bawahannya untuk bisa bekerja secara professional seperti yang
diharapkan.
Untuk bisa menjadikan organisasi dan seluruh elemen yang ada di dalamnya bisa
bekerja secara maksimal sesuai dengan yang diharapkan, maka seorang pemimpin
-
Kepemimpinan Visioner untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan MK Landasan Manajemen Pendidikan |
17
yang visioner dituntut untuk mampu menjalankan empat peran. Nanus (1992, dalam
Suprayitno, 2007:6) mengungkapkan keempat peran yang harus bisa dijalankan oleh
seorang pemimpin yang visioner adalah:
1. Peran penentu arah (direction setter). Peran ini adalah peran dimana seorang
pemimpin menyajikan sauatu visi, meyakinkan gambaran atau target untuk suatu
organisasi, guna diraih pada masa depan, dengan melibatkan orang-orang yang ada
dalam organisasi. Sebagai penentu arah, pemimpin harus bisa menyampaikan visi,
mengomunikasikannya, memotivasi pekerja dan rekan,serta meyakinkan orang
bahwa apa yang dilakukan adalah hal yang benar, dan mendukung partisipasi pada
seluruh tingkat dan pada seluruh tahap usaha menuju masa depan.
2. Agen perubahan (agent of change). Peran ini adalah peran penting kedua.
Pemimpin yang efektif harus mampu secara konstan menyesuaikan organisasi
untuk bisa beradaptasi dengan perubahan yang terjadi di lingkungan luar baik
perubahan dalam bidang ekonimi, sosial, teknologi dan politik yang sifatnya
dinamis. Selain itu, dengan mengacu kepada perubahan-perubahan yang selalu
terjadi, poemimpin harus mampu berpikir dalam kerangka waktu masa depan
mengenai perubahan potensial dan yang dapat diubah.
3. Juru bicara (spokeperson). Pemimpin sebagai juru bicara visi harus
mengomunikasikan suatu pesan yang mengikat semua orang untuk melibatkan diri
dan menyentuh visi organisasi baik secara internal dan eksternal. Efektivitas
pemimpin pada tataran ini sangat ditentukan oleh kecakapannya untuk mengetahui
dan menghargai segala bentuk komunikasi yang ada kemudian
mendayagunakannya untuk menjelaskan dan membangun dukungan bagi visi masa
depan organisasi.
4. Pelatih (coach). Pemimpin visioner yang efektif harus bisa menjadi pelatih yang
baik. Artinya, pemimpin harus menggunakan kerjasama kelompok untuk mencapai
visi yang telah dikemukakan dan mengoptimalkan kemampuan seluruh pemain
untuk bekerjasama, mengoordinir aktivitas atau usaha para pemain, untuk
mencapai kemenangan atau mencapai visi organisasi. sebagai pelatih, pemimpin
harus bisa membuat dan menjaga supaya semua pemainnya bisa fokus untuk
merealisasikan visi dengan memberikan pengarahan, membarikan harapan dan
membangun kepercayaan di antara pemain yang penting bagi organisasi dan
visinya untuk masa depan.
-
Kepemimpinan Visioner untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan MK Landasan Manajemen Pendidikan |
18
Efektifitas peran seorang pemimpin visioner bisa dijalankan secara maksimal
apabila ia memiliki kompetensi. Mengenai kompetensi, Nanus (1992 dalam
Suprayitno, 2007:5) menyatakan empat kompetensi yang harus dimiliki pemimpin
visioner. Yang pertama adalah kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif dengan
manajer dan karyawan lainnya dalam organisasi.
Kemampuan memahami lingkungan luar dan bereaksi secara cepat terhadap
potensi ancaman dan peluang adalah kompetensi kedua yang wajib dimiliki oleh
pemimpin yang visioner. Dalam kemampuan bereaksi ini tercakup komponen bisa
melakukan relasi secara cakap dengan orang-orang kunci di luar organisasi yang
memiliki pengaruh signifikan terhadap organisasi.
Kompetensi ketiga adalah kemampuan pemimpin untuk membentuk dan
memengaruhi praktik organisasi, prosedur, produk, dan jasa. Dalam konteks ini
pemimpin harus terlibat untuk menghasilkan dan memertahankan kesempurnaan
pelayanan, sembari memersiapkan dan memandu jalannya organisasi untuk mencapai
visi yang telah ditetapkan.
Kompetensi yang terakhir adalah kemampuan untuk mengembangkan ceruk guna
mengantisipasi masa depan. Yang dimaksud dengan ceruk adalah sebuah bentuk
imajinatif, yang didasarkan pada kemampuan data untuk mengakses kebutuhan masa
depan konsumen, teknologi dan lain sebagainya. Ini termasuk kemampuan untuk
mengatur sumberdaya organisasi guna memersiapkan diri menghadapi kemunculan
kebutuhan dan perubahan.
Dari kompetensi-kompetensi yang dikemukakan diatas dapat disimpulkan bahwa
kepemimpinan visioner adalah kepemimpinan yang kerja pokoknya difokuskan pada
rekayasa masa depan yang penuh tantangan dan ditandai oleh kemampuan dalam
membuat perencanaan yang jelas sehingga dari rumusan visinya akan tergambar
sasaran yang hendak dicapai dari pengembangan lembaga yang dipimpinnya. Dalam
konteks kepemimpinan pendidikan, penentuan sasaran dari rumusan visi tersebut
dikenal dengan sasaran bidang hasil pokok. Di samping itu, kemampuan visioner
pemimpin dimaknai sebagai kemampuan untuk mencipta, merumuskan,
mengomunikasikan, mensosialisasikan/mentransformasikan dan mengimplementasi-
kan pemikiran-pemikiran ideal yang berasal dari dirinya atau sebagai hasil interaksi
sosial diantara anggota organisasi dan pemangku kepentingan (stakeholders) yang
-
Kepemimpinan Visioner untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan MK Landasan Manajemen Pendidikan |
19
diyakini sebagai cita-cita organisasi pada masa yang akan datang yang harus diraih
atau diwujudkan melalui semua personel.
D. Konsep Mutu Pendidikan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia mutu adalah baik buruk suatu benda;
kadar; taraf atau derajat misalnya kepandaian, kecerdasan dan sebagainya (Depdiknas,
2001:768). Secara umum kualitas atau mutu adalah gambaran dan karakteristik
menyeluruh dari barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam
memuaskan kebutuhan yang diharapkan atau tersirat (Depdiknas, 2002:7). Dalam
pengertian mutu mengandung makna derajat (tingkat keunggulan suatu produk (hasil
kerja/upaya) baik berupa barang maupun jasa, baik yang tangible atau intangible.
Mutu yang tangible artinya dapat diamati dan dilihat dalam bentuk kualitas suatu
benda atau dalam bentuk kegiatan dan perilaku. Misalnya televisi yang bermutu karena
mempunyai daya tahan (tidak cepat rusak), warna gambarnya jelas, suara terdengar
bagus, dan suku cadangnya mudah didapat, perilaku yang menarik, dan sebagainya.
Sedangkan mutu yang intagible adalah suatu kualitas yang tidak dapat secara langsung
dilihat atau diamati, tetapi dapat dirasakan dan dialami, misalnya suasana disiplin,
keakraban, kebersihan dan sebagainya (Suryosubroto, 2004:210).
Mutu pendidikan dapat dilihat dalam dua hal, yakni mengacu pada proses
pendidikan dan hasil pendidikan. Proses pendidikan yang bermutu apabila seluruh
komponen pendidikan terlibat dalam proses pendidikan itu sendiri. Faktor-faktor
dalam proses pendidikan adalah berbagai input, seperti bahan ajar, metodologi, sarana
sekolah, dukungan administrasi dan sarana prasarana dan sumber daya lainnya serta
penciptaan suasana yang kondusif. Sedangkan mutu pendidikan dalam konteks hasil
pendidikan mengacu pada prestasi yang dicapai oleh sekolah pada setiap kurun waktu
tertentu.
Prestasi yang dicapai atau hasil pendidikan (student achievement) dapat berupa
hasil tes kemampuan akademis (misalnya ulangan umum, Ebta dan Ebtanas). Dapat
pula di bidang lain seperti prestasi di suatu cabang olah-raga, seni atau keterampilan
tambahan tertentu misalnya computer, beragam jenis teknik, jasa dan sebagainya.
Bahkan prestasi sekolah dapat berupa kondisi yang tidak dapat dipegang (intangible)
seperti suasana, disiplin, keakraban, saling menghormati, kebersihan, dan sebagainya
(Suryosubroto, 2004:210-211). UU RI No. 20 Tahun 2003, tentang SISDIKNAS
-
Kepemimpinan Visioner untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan MK Landasan Manajemen Pendidikan |
20
melihat pendidikan dari segi proses dengan dengan merumuskan pendidikan sebagai
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
(Fokusmedia, 2003:3). Pengertian kualitas atau mutu dapat dilihat juga dari konsep
secara absolut dan relatif (Edward & Sallis, 1993, dalam Nurkolis, 2003: 67). Dalam
konsep absolut sesuatu (barang) disebut berkualitas bila memenuhi standar tertinggi
dan sempurna. Artinya, barang tersebut sudah tidak ada yang melebihi. Bila diterapkan
dalam dunia pendidikan konsep kualitas absolut ini bersifat elitis karena hanya sedikit
lembaga pendidikan yang akan mampu menawarkan kualitas tertinggi kepada peserta
didik dan hanya sedikit siswa yang akan mampu membayarnya. Sedangkan dalam
konsep relatif, kualitas berarti memenuhi spesifikasi yang ditetapkan. Oleh karena itu
kualitas bukanlah merupakan tujuan akhir, melainkan sebagai alat ukur atas produk
akhir dari standar yang ditentukan. Produk yang berkualitas adalah sesuai dengan
tujuan (fit for their purpose). Definisi kualitas dalam konsep relatif memiliki dua
aspek, yaitu dilihat dari sudut pandang produsen, maka kualitas adalah mengukur
berdasarkan spesifikasi yang ditetapkan dan dari sudut pandang pelanggan maka
kualitas untuk memenuhi tuntutan pelanggan (Edward Sallis, 1993, dalam Nurkolis
2003:68).
Dalam konteks pendidikan, kualitas yang dimaksudkan adalah dalam konsep
relatif, terutama berhubungan erat dengan kepuasan pelanggan. Pelanggan pendidikan
ada dua aspek, yaitu pelanggan internal dan eksternal. Pelanggan internal adalah
kepala sekolah, guru dan staf kependidikan lainnya. Pelanggan eksternal ada tiga
kelompok, yaitu pelanggan eksternal primer, pelanggan sekunder, dan pelanggan
tersier. Pelangan eksternal primer adalah peserta didik. Pelanggan eksternal sekunder
adalah orang tua dan para pemimpin pemerintahan. Pelanggan eksternal tersier adalah
pasar kerja dan masyarakat luas ( Kamisa, 1997, dalam Nurkolis, 2003: 70 71).
Berdasarkan konsep relatif tentang kualitas, maka pendidikan yang berkualitas
apabila:
1. Pelanggan internal berkembang baik fisik maupun psikis. Secara fisik antara
mendapatkan imbalan finansial. Sedangkan secara psikis adalah bila mereka diberi
-
Kepemimpinan Visioner untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan MK Landasan Manajemen Pendidikan |
21
kesempatan untuk terus belajar dan mengembangkan kemampuan, bakat dan
kreatifitasnya.
2. Pelanggan eksternal: Eksternal primer (para siswa): menjadi pembelajar sepanjang
hayat, komunikator yang baik dalam bahasa nasional dan internasional, punya
keterampilan teknologi untuk lapangan kerja dan kehidupan sehari-hari, siap secara
kognitif untuk pekerjaan yang kompleks, pemecahan masalah dan penciptaan
pengetahuan, dan menjadi warga Negara yang bertanggung-jawab secara sosial,
politik dan budaya (Phillip Hallinger, 1998, dalam Nurkolis, 2003:71). Intinya para
siswa menjadi manusia dewasa yang bertanggungjawab akan hidupnya. (Kartini
Kartono, 1997:11).
3. Eksternal sekunder (orang tua, para pemimpin pemerintahan dan perusahan):
mendapatkan konstribusi dan sumbangan yang positif. Misalnya para lulusan dapat
memenuhi harapan orang tua dan pemerintah dan pemimpin perusahan dalam hal
menjalankan tugas-tugas dan pekerjaan yang diberikan.
4. Eksternal tersier (pasar kerja dan masyarakat luas): para lulusan memiliki
kompetensi dalam dunia kerja dan dalam pengembangan masyarakat sehingga
mempengaruhi pada pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan rakyat dan keadilan
sosial.
-
Kepemimpinan Visioner untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan MK Landasan Manajemen Pendidikan |
22
BAB III
PEMBAHASAN
Sebagaimana dikemukakan terdahulu, isu krusial yang menjadi masalah dan
menjadi pusat perhatian segenap praktisi pendidikan adalah rendahnya mutu
pendidikan. Sistem pendidikan belum menghasilkan tujuan yang diharapkan, sehingga
outputnya belum memiliki daya saing baik di tingkat lokal, nasional, maupun global.
Banyak aspek yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan, salah satunya
adalah aspek kepemimpinan yang tidak dapat menyesuaikan diri dengan perubahan
dan tidak memiliki perencanaan stratejik yang adaptif terhadap perubahan.
Organisasi pendidikan sebagai suatu sistem yang terbuka dipengaruhi
lingkungannnya baik secara internal maupun eksternal yang menuntut untuk
senantiasa mampu berubah dan beradaptasi dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Di pihak lain, tuntutan masyarakat dan pemangku kepentingan akan
kualitas pendidikan, menuntut organisasi pendidikan sebagai penyedia jasa pendidikan
untuk senantiasa meningkatkan mutu secara keberlanjutan jika tidak ingin
ditingggalkan peminat. Oleh karenanya, organisasi pendidikan saat ini, memerlukan
seorang pemimpin yang memiliki visi (Visionary Leadership), mampu merekayasa
masa depan yang penuh tantangan, menjadi agen perubahan (agent of change) yang
unggul, dan menjadi penentu arah organisasi yang tahu prioritas, menjadi pelatih yang
profesional dan dapat membimbing personil lainnya ke arah profesionalisme kerja
sehingga dapat menghasilkan sistem pendidikan yang bermutu.
Banyak para ahli yang mengemukakan kepemimpinan visioner mampu
meningkatkan mutu pendidikan, seperti yang dikemukakan Sallis (2006:169),
Kepemimpinan adalah unsur penting dalam peningkatan mutu. Pemimpin harus
memiliki visi dan mampu menerjemahkan visi tersebut ke dalam kebijakan yang jelas
dan tujuan yang spesifik. Selanjutnya Sallis (2006:173), mengemukakan bahwa:
keberhasilan peningkatan mutu pendidikan sangat ditunjang oleh adanya budaya mutu.
Peran pemimpin dalam mengembangkan budaya mutu di institusi pendidikan/sekolah
mengharuskan ia menjalankan fungsi utamanya sebagai berikut:
1. memiliki visi mutu terpadu bagi institusi
2. memiliki komitmen yang jelas terhadap proses peningkatan mutu
3. mengkomunikasikan pesan mutu
4. memastikan kebutuhan pelanggan menjadi pusat kebijakan dan praktek institusi
-
Kepemimpinan Visioner untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan MK Landasan Manajemen Pendidikan |
23
5. mengarahkan perkembangan karyawan
6. berhati-hati dengan tidak menyelahkan orang lain saat persoalan muncul tanpa
bukti-bukti yang nyata. Kebanyakan masalah muncul akibat kebijakan institusi
bukan kesalahan staf
7. memimpin inovasi dalam institusi
8. mampu memastikan bahwa struktur organisasi secara jelas telah mendefinisikan
tanggungjawab dan mampu mempersiapkan delegasi yang tepat
9. memiliki komitmen untuk menghilangkan rintangan, baik yang bersifat
organisasional maupun kultural
10. membangun tim yang efektif
11. mengembangkan mekanisme yang tepat untuk mengawasi dan mengevaluasi
kesuksesan.
Dalam implementasinya seorang pemimpin visioner harus memahami tiga hal
seperti yang dikemukan Locke (Hidayah, 2012), yaitu: pertama memahami konsep visi
yaitu pemikiran yang ideal tentang masa depan organisasi/lembaga sebagai kunci
utama dalam rangka mengadakan perubahan organisasi ke arah yang lebih baik sesuai
dengan cita-cita organisasi tersebut. Kedua, memahami unsur visi meliputi tiga unsur
utama, yaitu (1) visi berkaitan dengan kepribadian dan ketrampilan kognitif pemimpin;
(2) visi tersebut merefleksikan kemampuan untuk dapat mengembangkan visi
organisasi; dan (3) kemampuan pemimpin mengartikulasikan visi tersebut. Ketiga
memahami karakteristik visi, yaitu: ringkas; jelas; abstraksi; tantangan; orientasi masa
depan; stabilitas; disukai.
Selanjutnya, visi mengandung unsur basic values, mission, dan objectives. Basic
values adalah nilai dasar yang dianut. Mission adalah operasional dari visi merupakan
pemikiran seseorang tentang organisasinya, meliputi pernyataan mau menjadi apa
organisasi ini di kemudian hari dan akan berperan sebagai apa? Objectives adalah
tujuan-tujuan ke mana organisasi dibawa meliputi, mau menghasilkan apa, untuk apa,
dan dengan mutu yang bagaimana?
Tujuan Visi, menurut Kotter (Hidayah, 2012) visi yang baik memiliki tujuan
utama: a) Memperjelas arah umum perubahan kebijakan organisasi. b) Memotivasi
karyawan untuk bertindak dengan arah yang benar, dan. c) Membantu proses
mengokordinasi tindakan-tindakan tertentu dari orang yang berbeda-beda.
-
Kepemimpinan Visioner untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan MK Landasan Manajemen Pendidikan |
24
Sebagaimana dikemukakan pada tinjauan pustaka, bahwa mutu pendidikan
mencakup input, proses dan output pendidikan. Mutu input dan proses mencakup
bahan ajar, metodologi pembelajaran yang bervariasi sesuai dengan kemampuan guru,
media pembelajaran yang tepat, sumber belajar yang lengkap, sistem penilaian dan
evaluasi yang efektif, dukungan administrasi sekolah dan dukungan sarana prasarana.
Mutu output/hasil pendidikan mengacu pada prestasi yang dicapai sekolah dalam
kurun waktu tertentu, yang meliputi prestasi akademik dan non akademik.
Keberhasilan organisasi pendidikan dalam meningkatkan mutu pendidikan, baik
mutu akademik maupun non akademik, sangat bergantung pada kemampuan
pemimpinnya. Pemimpin visioner mengetahui apa saja yang terbaik bagi siswa, guru,
dan personil sekolah lainnya, membuat keputusan- keputusan berdasarkan keyakinan-
keyakinannya yang digunakan untuk mengembangkan visi. Membangun visi
melibatkan pertimbangan tentang siswa dan harapan-harapan siswa dalam masyarakat
luas. Setelah dirumuskan, visi dinyatakan kepada semua stakeholders oleh pemimpin
visioner.
Peran yang dilakukan pemimpin visioner adalah menjaga visi. Untuk itu ia harus
selalu memelihara arah yang jelas dengan menggunakan visi bersama sebagai
penuntun. Visi bersama memberi arah bagi organisasi pendidikan. Pendekatan
pemimpin visioner berfokus pada pertumbuhan dimana keluwesan dan perbaikan
berkelanjutan merupakan aspek utama bagi kesuksesan kepemimpinan visioner.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa untuk mencapai pendidikan yang
bermutu, suatu lembaga pendidikan sangat membutuhkan sosok pemimpin visioner,
yakni pemimpin yang mampu memandang jauh ke masa depan sebelum orang lain
memandang, kemudian merancang rencana tindakan yang jelas demi mewujudkan
cita-cita pendidikan yang bermutu.
Akhirnya, dalam perannya dalam meningkatkan mutu pendidikan, seorang
pemimpin visioner harus:
1. Memiliki visi, misi dan strategi;
2. Memiliki kemampuan mengkoordinasikan dan menyerasikan seluruh sumberdaya
untuk mencapai tujuan;
3. Memiliki kemampuan mengambil keputusan cepat, tepat, cekat, dan akurat;
-
Kepemimpinan Visioner untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan MK Landasan Manajemen Pendidikan |
25
4. Memiliki kemampuan memobilisasi sumberdaya untuk mencapai tujuan dan yang
mampu menggugah pengikutnya untuk melakukan hal-hal penting bagi tujuan
organisasi;
5. Memiliki toleransi terhadap perbedaan pada setiap orang;
6. Memiliki kemampuan memerangi ketidakpedulian, kecurigaan, tidak membuat
keputusan, arogansi, pemborosan, kaku, dan bermuka dua dalam bersikap dan
bertindak.
Adapun langkah-langkah bagi pemimpin visioner dalam meningkatkan mutu
pendidikan adalah
1. Menciptakan visi, melalui trend watching (kemampuan memprediksi kemungkinan
yang terjadi di masa depan) dan envisioning (kemampuan merumuskan visi
berdasarkan trend wacthing).
2. Merumuskan visi bersama dengan stakeholders.
3. Transformasi visi. Pemimpin visioner membangun kepercayaan melalui
komunikasi intensif dan efektif.
4. Implementasi visi. Pemimpin visioner mampu menjabarkan dan menerjemahkan
visi ke dalam tindakan
-
Kepemimpinan Visioner untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan MK Landasan Manajemen Pendidikan |
26
BAB IV
KESIMPULAN
Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat dan
perkembangan masyarakat yang semakin cerdas dalam memilih pendidikan yang bermutu,
menuntut organisasi pendidikan untuk senantiasa berubah sesuai tuntutan zaman dan
melakukan peningkatan mutu secara berkelanjutan untuk memenuhi tuntutan masyarakat
dan pemangku kepentingan lainnya.
Kepemimpinan visioner diyakini sebagai salah satu problem solver organisasi
pendidikan saat ini, karena mampu merekayasa masa depan yang penuh tantangan,
menjadi agen perubahan (agent of change) yang unggul, dan menjadi penentu arah
organisasi yang tahu prioritas, menjadi pelatih yang profesional dan dapat membimbing
personil lainnya ke arah profesionalisme kerja sehingga dapat menghasilkan sistem
pendidikan yang bermutu.
Keberhasilan organisasi pendidikan dalam meningkatkan mutu pendidikan, baik
mutu akademik maupun non akademik, sangat bergantung pada kemampuan
pemimpinnya. Dalam perannya dalam meningkatkan mutu pendidikan, seorang pemimpin
visioner harus:
1. Memiliki visi, misi dan strategi;
2. Memiliki kemampuan mengkoordinasikan dan menyerasikan seluruh sumberdaya
untuk mencapai tujuan;
3. Memiliki kemampuan mengambil keputusan;
4. Memiliki kemampuan memobilisasi sumberdaya untuk mencapai tujuan;
5. Memiliki toleransi terhadap perbedaan pada setiap orang;
Adapun langkah-langkah bagi pemimpin visioner dalam meningkatkan mutu
pendidikan adalah
1. Menciptakan visi
2. Merumuskan visi bersama dengan stakeholders.
3. Transformasi visi
4. Implementasi visi
-
Kepemimpinan Visioner untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan MK Landasan Manajemen Pendidikan |
27
DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas. (2003). Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta: Depdiknas
Edward Sallis, (2006) Total Quality Management ini Education (Terjemahan).
Yogyakarta: IRCiSoD
Hidayat, Nurul. 2012). Kepemimpinan Visioner dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan.
Administrasi Manajemen Organisasi [online], 2 halaman. Tersedia:
http//jatim.kemenag.go.id
Hasibuan, H. Malayu SP. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PTBumi
Aksara
Komariah, Aan dan Cepi Triatna. (2006). Visionary Leadership menuju Sekolah Efektif.
Bandung:Bumi Aksara
Lubis, Hari & Huseini, Martani, (1987). Teori Organisasi; Suatu Pendekatan Makro. Jakarta:
Pusat Antar Ilmu-ilmu Sosial UI
Nanus, Burt alih bahasa oleh Frederick Ruma (2001). Kepemimpinan Visioner. Jakarta:
Prenhallindo
Nurkolis, 2003, Manajemen Berbasis Sekolah, Teori, Model dan Aplikasi, Jakarta : PT.
Gramedia Widiasarana Indonesia.
Sagala, Syaiful. (2009). Administrasi Pendidikan Kontemporer. Bandung: Alfabeta
Sutisna, Oteng. (1983). Administrasi Pendidikan Dasar Teoritis untuk Praktek
Profesional. Bandung: Angkasa
Suryosubroto, B. (2004). Manajemen Pendidikan di Sekolah. Jakarta : PT. Rineka Cipta
Tim Redaksi Fokusmedia.(2003). Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang
SISDIKDAS (sistem Pendidikan Nasional) 2003. Bandung: Fokusmedia
Tim Dosen Adpend. (2011). Pengantar Pengelolaan Pendidikan, Bandung : Jurusan Administrasi Pendidikan FIP UPI
Wirawan. (2001). Pendidikan Jiwa Kewirausahaan: Strategi Pendidikan Nasional dalam
Globalisasi dan Otonomi Daerah. Jakarta: Uhamka Press