tugas b.a vulkanik
TRANSCRIPT
BAB 1
INTERPRETASI PETA TOPOGRAFI
3.1 Definisi Geomorfologi
Pada hakekatnya geomorfologi dapat didefinisikan sebagai ilmu
tentang roman muka bumi beserta aspek-aspek yang mempengaruhinya.
Adapun bentangalam (landscape) didefinisikan sebagai panorama alam
yang disusun oleh elemen elemen geomorfologi dalam dimensi yang
lebih luas dari terrain, sedangkan bentuk-lahan (landforms) adalah
komplek fisik permukaan ataupun dekat permukaan suatu daratan yang
dipengaruhi oleh kegiatan manusia.
Pada dasarnya geomorfologi mempelajari bentuk bentuk
bentangalam; bagaimana bentangalam itu terbentuk secara kontruksional
yang diakibatkan oleh gaya endogen, dan bagaimana bentangalam
tersebut dipengaruhi oleh pengaruh luar berupa gaya eksogen seperti
pelapukan, erosi, denudasi,sedimentasi. Air, angin, dan gletser, sebagai
agen yang merubah batuan atau tanah membentuk bentang alam yang
bersifat destruksional, dan menghasilkan bentuk-bentuk alam darat
tertentu (landform).
Pengaruh struktur (perlipatan, pensesaran, pengangkatan, intrusi,
ketidakselarasan, termasuk didalamnya jenis-jenis batuan) yang bersifat
kontruksional, dan proses yang bersifat destruksional (pelapukan,
longsoran kerja air, angin, gelombang, pelarutan, dan lainnya), sudah
diakui oleh para ahli geologi dan geomorfologi sebagai dua buah
paramenter penting dalam pembentukan rupa bumi. Selain itu batuan
sebagai bagian dari struktur dan tahapan proses geologi merupakan faktor
cukup penting.
Selama pertengahan awal abad ini, hampir semua kegiatan riset
geomorfologi terutama ditujukan sebagai alat interpretasi geologi saja,
dengan menganalisa bentangalam dan bentuk-bentuk alam yang
mengarah pada kecurigaan pada unsur-unsur struktur geologi tertentu
atau jenis-jenis batuan, seperti pembelokan atau kelurusan sungai, bukit-
bukit, dan bentuk-bentuk alam lainnya. Tetapi dalam empat dekade
terakhir, riset geomorfologi sudah mulai diarahkan pada studi tentang
proses-proses geomorfologi, walaupun kegiatan interpretasi masih tetap
tidak ditinggalkan dan tetap diperlukan. Selain itu pembangunan fisik
memerlukan informasi mengenai geomorfologi yang menyangkut antara
lain:
Geometri bentuk muka bumi
Proses-proses geomorfologi yang sedang berjalan beserta besaran-
besarannya, dan antisipasi terhadap perubahan bentuk muka bumi dalam
skala detail dapat mempengaruhi pembangunan.
Dengan berkembang pesatnya teknologi penginderaan jauh,
seperti foto udara, citra landsat, SPOT, radar, Ikonos, Quickbirds dan
lainnya, maka geomorfologi semakin menarik untuk diteliti, baik karena
lebih mudahnya interpretasi geologi maupun lebih jelas dan aktualnya
data mengenai proses-proses yang sedang terjadi di permukaan bumi
yang diamati. Dengan demikian, pengamatan terhadap gejala struktur
(dan batuan) serta proses, adalah sangat penting dalam menganalisa
bentang alam, baik dengan cara menganalisa peta topografi, foto udara
dan citra, maupun di lapangan. Pengamatan yang baik di lapangan
maupun dilaboratorium terhadap alat bantu yang berupa peta topografi,
foto udara, citra satelit, citra radar akan membuat pembuatan peta
geomorfologi menjadi cepat dan menarik. Pembuatan peta geomorfologi
tidak dapat lepas dari skala peta yang digunakan. Pembuatan satuan
geomorfologi selain berdasar bentuk, proses maupun tahapan sangat
tergantung pada skala peta yang digunakan. Makin besar skala peta,
makin banyak satuan yang dapat dibuat.
3.2 Interpretasi Peta Topografi
Dalam interpretasi geologi dari peta topografi, maka penggunaan
skala yang digunakan akan sangat membantu. Di Indonesia, peta
topografi yang tersedia umumnya mempunyai skala 1 : 25.000 atau 1 :
50.000 (atau lebih kecil). Acapkali skala yang lebih besar, seperti skala
1 : 25.000 atau 1 : 12.500 umumnya merupakan pembesaran dari skala
1 : 50.000. dengan demikian, relief bumi yang seharusnya muncul pada
skala 1 : 25.000 atau lebih besar, akan tidak muncul, dan sama saja
dengan peta skala 1 : 50.000. Dengan demikian, sasaran / objek
interpretasi akan berlainan dari setiap skala peta yang digunakan.
Perhatikan Tabel 3-3 dibawah. Walaupun demikian, interpretasi pada
peta topografi tetap ditujukan untuk menginterpretasikan batuan, struktur
dan proses yang mungkin terjadi pada daerah di peta tersebut, baik
analisa secara kualitatif, maupun secara kuantitatif.
Dalam interpretasi peta topografi, prosedur umum yang biasa
dilakukan dan cukup efektif adalah: 1). Menarik semua kontur yang
menunjukkan adanya lineament /kelurusan; 2). Mempertegas (biasanya
dengan cara mewarnai) sungai-sungai yang mengalir pada peta, 3).
Mengelompokan pola kerapatan kontur yang sejenis.
Tabel 3.2 Contoh skala peta dan satuan geomorfologi
Skala Contoh satuan geomorfologi
1 : 250.000 Zona fisiografi : geoantiklin Jawa, pegunungan Rocky, Zona
patahan Semangko
1 : 100.000 Sub fisiografi : Komplek dieng, Perbukitan kapur selatan, dan
lainnya, Plateau Rongga
1 : 50.000 Perbukitan Karst Gn. Sewu, Perbukitan Lipatan Karangsambung,
Delta Citarum, Dataran Tinggi Bandung, dan lainnya
1 : 25.000 Lembah Antiklin Welaran, Hogback Brujul – Waturondo, Bukit
Sinklin Paras, Kawah Upas, dan lainnya
1 : 10.000 Lensa gamping Jatibungkus, Sumbat Lava Gn. Merapi, Longsoran
Cikorea
1 : 10.000 < Aliran Lumpur di ……, rayapan di km……,Erosi alur di……, dsb
Tabel 3.3 Hubungan antara skala peta dan pengenalan terhadap objek
geomorfologi.
Skala
Objek Geomorfologi 1:2.500
s/d
1:10.000
1:10.000
s/d
1:30.000
Lebih
Kecil
dari
1:30.000
Regional / bentang alam
(Contoh : jajaran
Pegunungan, perbukitan
lipatan dan lainnya )
Buruk Baik Baik –
Sangat
baik
Lokal/bentuk alam darat
(Contoh :korok, gosong
pasir, questa, dan lainnya
Baik –
Sangat Baik
Baik–
Sedang
Sedang-
Buruk
Detail/proses geomorfik
(contoh: longsoran kecil,
erosi parit, dan lainnya
Sangat Baik Buruk Sangat
buruk
Pada butir 1, penarikan lineament biasa dengan garis panjang,
tetapi dapat juga berpatah-patah dengan bentuk garis-garis lurus pendek.
Kadangkala, setelah pengerjaan penarikan garis-garis garis-garis pendek
ini selesai, dalam peta akan terlihat adanya zona atau trend atau arah
yang hampir sama dengan garis-garis pendek ini.
Pada butir 2, akan sangat penting untuk melihat pola aliran sungai
(dalam satu peta mungkin terdapat lebih dari satu pola aliran sungai).
Pola aliran sungai merupakan pencerminan keadaan struktur yang
mempengaruhi daerah tersebut.
Pada butir 3, pengelompokan kerapatan kontur dapat dilakukan
secara kualitatif yaitu dengan melihat secara visual terhadap kerapatan
yang ada, atau secara kuantitatif dengan menghitung persen lereng dari
seluruh peta. Persen lereng adalah persentase perbandingan antara beda
tinggi suatu lereng terhadap panjang lerengnya itu sendiri.
Banyak pengelompokan kelas lereng yang telah dilakukan,
misalnya oleh Mabbery (1972) untuk keperluan lingkungan binaan,
Desaunettes (1977) untuk pengembangan pertanian, ITC (1985) yang
bersifat lebih kearah umum dan melihat proses-proses yang biasa terjadi
pada kelas lereng tertentu (lihat tabel 3.4).
Tabel 3-4 Kelas lereng, dengan sifat-sifat proses dan kondisi alamiah yang
kemungkinan terjadi dan usulan warna untuk peta relief secara umum (disadur
dan disederhanakan dari Van Zuidam, 1985)
Kelas
Lereng
Sifat-sifat proses dan kondisi
alamiah
Warna
0 – 20
(0-2 %)
Datar hingga hampir datar; tidak ada
proses denudasi yang berarti
Hijau
2 – 40
(2-7 %)
Agak miring; Gerakan tanah
kecepatan rendah, erosi lembar dan
erosi alur (sheet and rill erosion).
rawan erosi
Hijau
Muda
4 – 80
(7 – 15 %)
Miring;sama dengan di atas, tetapi
dengan besaran yang lebih tinggi.
Sangat rawan erosi tanah.
Kuning
8 – 160
(15 -30 %)
Agak curam; Banyak terjadi gerakan
tanah, dan erosi, terutama longsoran
yang bersifat nendatan.
Jingga
16 – 350
(30 – 70 %)
Curam;Proses denudasional intensif,
erosi dan gerakan tanah sering
terjadi.
Merah
Muda
35 – 550
(70 – 140
%)
Sangat curam; Batuan umumnya
mulai tersingkap, proses
denudasional sangat intensif, sudah
mulai menghasilkan endapan
rombakan (koluvial)
Merah
>550
(>140 %)
Curam sekali, batuan tersingkap;
proses denudasional sangat kuat,
rawan jatuhan batu, tanaman jarang
tumbuh (terbatas).
Ungu
>550
(>140 %)
Curam sekali Batuan tersingkap;
proses denudasional sangat kuat,
rawan jatuhan batu, tanaman jarang
tumbuh (terbatas).
Ungu
Dalam interpretasi batuan dari peta topografi, hal terpenting yang
perlu diamati adalah pola kontur dan aliran sungai.
1. Pola kontur rapat menunjukan batuan keras, dan pola kontur jarang
menunjukan batuan lunak atau lepas.
2. Pola kontur yang menutup (melingkar) diantara pola kontur lainnya,
menunjukan lebih keras dari batuan sekitarnya.
3. Aliran sungai yang membelok tiba-tiba dapat diakibatkan oleh
adanya batuan keras.
4. Kerapatan sungai yang besar, menunjukan bahwa sungai-sungai itu
berada pada batuan yang lebih mudah tererosi (lunak). (kerapatan
sungai adalah perbandingan antara total panjang sungai-sungai yang
berada pada cekungan pengaliran terhadap luas cekungan pengaliran
sungai-sungai itu sendiri).
Dalam interpretasi struktur geologi dari peta topografi, hal terpenting
adalah pengamatan terhadap pola kontur yang menunjukkan adanya
kelurusan atau pembelokan secara tiba-tiba, baik pada pola bukit maupun
arah aliran sungai, bentuk-bentuk topografi yang khas, serta pola aliran
sungai. Beberapa contoh kenampakan Geologi yang dapat diidentikasi
dan dikenal pada peta topografi:
- Sesar, umumnya ditunjukan oleh adanya pola kontur rapat yang
menerus lurus, kelurusan sungai dan perbukitan, ataupun pergeseran,
dan pembelokan perbukitan atau sungai, dan pola aliran sungai
parallel dan rectangular.
- Perlipatan, umumnya ditunjukan oleh pola aliran sungai trellis atau
parallel, dan adanya bentuk-bentuk dip-slope yaitu suatu kontur yang
rapat dibagian depan yang merenggang makin kearah belakang. Jika
setiap bentuk dip-slope ini diinterpretasikan untuk seluruh peta,
muka sumbu-sumbu lipatan akan dapat diinterpretasikan kemudian.
Pola dip-slope seperti ini mempunyai beberapa istilah yang mengacu
pada kemiringan perlapisannya.
- Kekar, umumnya dicirikan oleh pola aliran sungai rektangular, dan
kelurusan-kelurusan sungai dan bukit.
- Intrusi, umumnya dicirikan oleh pola kontur yang melingkar dan
rapat, sungai-sungai mengalir dari arah puncak dalam pola radial
atau anular.
- Lapisan mendatar, dicirikan oleh adanya areal dengan pola kontur
yang jarang dan dibatasi oleh pola kontur yang rapat.
- Ketidakselarasan bersudut, dicirikan oleh pola kontur rapat dan
mempunyai kelurusan-kelurusan seperti pada pola perlipatan yang
dibatasi secara tiba-tiba oleh pola kontur jarang yang mempunyai
elevasi sama atau lebih tinggi.
- Daerah mélange, umumnya dicirikan oleh pola-pola kontur
melingkar berupa bukit-bukit dalam penyebaran yang relative luas,
terdapat beberapa pergeseran bentuk-bentuk topografi, kemungkinan
juga terdapat beberapa kelurusan, dengan pola aliran sungai
rektangular atau contorted.
- Daerah Slump, umumnya dicirikan oleh banyaknya pola dip-slope
dengan penyebarannya yang tidak menunjukan pola pelurusan, tetapi
lebih berkesan “acak-acakan”. Pola kontur rapat juga tidak
menunjukan kelurusan yang menerus, tetapi berkesan terpatah-patah.
- Gunung api, dicirikan umumnya oleh bentuk kerucut dan pola
aliran radial, serta kawah pada puncaknya untuk gunung api muda,
sementara untuk gunung api tua dan sudah tidak aktif, dicirikan oleh
pola aliran anular serta pola kontur melingkar rapat atau memanjang
yang menunjukan adanya jenjang volkanik atau korok-korok.
- Karst, dicirikan oleh pola kontur melingkar yang khas dalam
penyebaran yang luas, beberapa aliran sungai seakan-akan terputus,
terdapat pola-pola kontur yang menyerupai bintang segi banyak,
serta pola aliran sungai multibasinal.
- Pola karst ini agak mirip dengan pola perbukitan seribu yang
biasanya terjadi pada kaki gunung api. Walaupun dengan pola kontur
yang melingkar dengan penyebaran cukup luas, tetapi umumnya
letaknya berjauhan antara satu pola melingkar dengan lainnya, dan
tidak didapat pola kontur seperti bintang segi banyak.
Pada peta batuan resisten diwakili oleh pola kontur yang rapat,
sedangkan batuan non-resisten diwakili oleh pola kontur yang renggang.
Bagian sebelah atas peta memperlihatkan bentuk dan pola kontur yang
rapat dengan tekstur yang relatif tidak teratur dan ditafsirkan tersusun
dari batuan metamorf.
Kedudukan lapisan batuan (strike/dip) dapat ditafsirkan dengan
melihat arah dari pola kerapatan kontur dan arah kemiringan lapisan
ditafsirkan ke arah spasi kontur yang semakin renggang.
BAB II
PENCIRI ADANYA VULKANISME MINOR
3.1 Volcanic Neck
Volcanic neck merupakan sebuah bukit yang dihasilkan dari
perbedaan pelapukan dan erosi antara tabung pengumpan bekas gunung
berapi dan batuan sekitarnya. Volcanic neck juga disebut leher lava
gunung berapi atau leher, adalah bentuk lahan volcanic diciptakan ketika
lava mengeras dalam lubang pada gunung api aktif. Ketika membentuk,
pasang bisa menyebabkan ekstrim
membangun-up tekanan jika
magma dibebankan pada yang
terperangkap di bawahnya, dan ini kadang-kadang dapat menyebabkan
letusan eksplosif. Jika dibiarkan, erosi dapat menghapus batu sekitarnya.
Pada hukum North Berwick, digambarkan bahwa Leher vulkanik terdiri
dari trachyte phonolitic, batu merah berbintik-bintik dan halus tahan
beku. Suprastruktur asli gunung berapi Karbon telah seluruhnya hilang
terhadap erosi. Erosi glasial telah menciptakan karang megah dan ekor.
Sebuah leher vulkanik berdiri berbentuk silinder di atas permukaan yang
diciptakan oleh magma memperkuat dalam lubang gunung berapi.
3.2 Goa Lava
Dua unsur penting yang memegang peran terjadinya gua, yaitu
rekahan dan cairan. Rekahan atau lebih tepat disebut sebagai “zona
lemah”, merupakan sasaran bagi suatu cairan yang mempunyai potensi
bergerak keluar. Cairan ini dapat berupa larutan magma atau air. Larutan
magma menerobos ke luar karena kegiatan magmatis dan mengikis
sebagian daerah yang dilaluinya. Apabila kegiatan ini berhenti, maka
bekas jejaknya (penyusutan magma cair) akan meninggalkan bentuk gua,
lorong, celah atau bentuk lain semacamnya. Ini sering disebut gua lava,
biasanya di daerah gunung berapi. Lain lagi Pembentukan gua pada batu
basalt aliran lava. Proses ini tidak ada kaitannya dengan reaksi kimia,
tetapi lebih terkait dengan proses aliran magma yang encer-panas-
membara yang keluar dari kawah gunung api. Ketika magma keluar dari
kawah, ia akan mengalir di permukaan menuruni lembah sebagai aliran
lava (ingat …!!! bedakan dengan lahar yang merupakan banjir bandang
dari lereng gunung api). Tentu saja aliran lava ini masih sangat panas
membara dalam suhu sekitar 1000oC. Tetapi ketika keluar, segera lava
ini kontak dengan suhu udara normal dan lava mulai membeku. Bagian
yang membeku dan mengeras lebih dulu adalah bagian permukaan,
sementara bagian dalam masih bisa mengalir ke arah lereng bawah. Maka
ketika seluruh bahan lava yang masih mengalir di bagian dalam keluar di
lereng bawah, akan menyisakan lubang yang di batasi oleh lapisan lava
yang mengeras lebih dahulu di permukaan.
Proses gua pada lava biasanya terjadi pada magma yang bersifat
encer, umumnya magma basalt yang ketika mengeras menjadi batu
berwarna hitam. Jarang sekali gua terbentuk pada lava andesit yang lebih
kental, karena begitu magma andesit keluar dari kawah gunung api,
begitu pula ia membeku dan mengeras. Namun demikian lorong-lorong
pendek yang sempit dan tidak beraturan bisa terbentuk pada bongkah-
bongkah lava yang umumnya terjadi pada bagian lereng bawah suatu
gunung api. Contoh gua-gua lava yang terkenal berada di Kepulauan
Hawaii, sebagian malah berada di bawah laut. Di Indonesia diketahui ada
di Purworejo di Gua Lawa.
3.3 Xenolith
Apabila magma asalnya bersifat asam sedangkan batuan
sampingnya bersifat basa, maka batuan yang terbentuk umumnya
dicirikan oleh adanya Xenolite (Xenolite adalah fragment batuan yang
bersifat basa yang terdapat dalam batuan asam).
3.4 Ekshalasi
Ekshalasi, yaitu keluarnya sumber-sumber gas secara pasif yang
terdiri atas sumber gas belerang (H2S) disebut solfatar, sumber gas gas
asam arang (CO2) disebut mofet, dan sumber uap air (H2O) disebut
fumarol.
a) Solfatara adalah fumarol yang mengeluarkan gas-gas oksida
belerang (seperti SO2 dan SO3), selain karbon dioksida (CO2)dan
uap air (H2O). solfatara, yang berasal dari kata solfo dari bahasa
Italia, sulfur (melalui dialek Sisilia) diberikan pada fumarol yang
mengeluarkan gas sulfur. Solfatara mudah dikenali karena udara
sekitarnya berbau busuk seperti kentut, sebagai bau khas gas-gas
oksida belerang. Dalam konsentrasi tinggi, gas emisi ini juga
berbahaya bagi hewan dan manusia. Nama Solfatara berasal dari
bahasa Latin "Sulpha terra", yang artinya "daratan belerang", atau
"bumi belerang". Nama "Solfatara" diambil dari nama tempat
bernama sama di Gunung Pozzoli, Italia.
b) Fumarol (Latin fumus, asap) adalah lubang di dalam kerak bumi
(maupun objek astronomi yang lain), yang sering terdapat di
sekitar gunung berapi, yang mengeluarkan uap dan gas seperti
karbon dioksida, sulfur dioksida, asam hidroklorik, dan hidrogen
sulfida Fumarol bisa terdapat di sepanjang retakan kecil maupun
rekahan yang panjang, dalam medan atau klaster yang kacau balau,
dan di permukaan aliran lava serta endapan aliran piroklastik yang
tebal.
Lapangan fumarol merupakan suatu wilayah mata air panas dan
semburan gas dimana magma atau batuan beku yang panas di
kedalaman yang dangkal atau air tanah. Dari perspektifnya air
tanah, fumarol bisa dideskripsikan sebagai mata air panas yang
membuat air mendidih sebelum air mencapai permukaan tanah.
Salah satu aktivitas fumarol yang terkenal adalah Lembah Ten
Thousan Smokes, yang terbentuk selama meletusnya gunung
Novarupta di Alaska pada 1912. Fumarol bisa bertahan selama
beberapa dekade atau abad jika berada di atas sebuah sumber panas
yang persisten, atau hilang dalam berminggu-minggu atau
berbulan-bulan jika berada di puncak sebuah endapan volkanik
yang masih baru dan cepat dingin.
c) Mofet adalah gas asam arang (CO2), seperti yang terdapat di
Gunung Tangkuban Perahu dan Dataran Tinggi Dieng.
KESIMPULAN
1. Interpretasi peta topografi dapat digunnakan untuk mengidentifikasi
beberapa kenampakan geomorfologi seperti sungai, gunung api, daerah
karst, struktur sesar, sungai bawah tanah dan lain-lain.
2. Penciri adanya vulkanisme minor adalah adanya volcanic neck, ekshalasi,
goa lava, dan batuan xenolite.
DAFTAR PUSTAKA
http://dannbuea.wordpress.com/2010/11/27/geomorfologi/
Diakses pada Jumat, 18 Maret 2011 pukul 21.00 WIB
http://geologikita.blogspot.com/2008/12/bentang-alam-vulkanik.html
Diakses pada Minggu, 20 Maret 2011 pukul 10.00 WIB