tugas farmakokinetik
TRANSCRIPT
Soal
1. Jelaskan absorbsi dan berikan gambaran dalam bentuk kurva
dari
a. Transdermal
b. Intraperitoneal
c. Bukal
d. Subkutan
e. Intramuscular
f. Intravena
Jawaban
1. A. Absobsi transdermal
Proses masuknya suatu zat dari luar kulit melintasi
lapisan – lapisan kulit menuju posisi di bawah kulit hingga
menembus pembuluh darah disebut absorbsi perkutan.
Absorbsi transdermal terjadi melalui proses difusi yang lambat
yang ditentukan oleh gradient konsentrasi obat dari
konsentrasi tinggi (pada sediaan yang diaplikasikan) menuju
konsntrasi rendah di kulit. Obat dapat mempenetrasi kulit
utuh melalui dinding folikel rambut, kelenjar minyak, atau
kelenjar lemak. Dapat pula melalui celah antar sel dari
epidermis dan inilah cara yang paling dominan untuk
penetrasi obat melalui kulit dibandingkan penetrasi melalui
folikel rambut, kelenjar minyak, maupun kelenjar lemak. Hal
ini terkait perbandingan luas permukaan diantara
keempatnya. Sebenarnya, kulit yang rusak pun (robek, iritasi,
pecah –pecah, dll) dapat terpenetrasi oleh obat. Bahkan
penetrasinya lebih banyak dari pada kulit normal. Hal ini
karena kulit rusak telah kehilangan sebagian lapisan
pelindungnya. Meski demikian, penetrasi melalui kulit yang
rusak tidak dianjurkan karena absorbsi obat menjadi sulit
untuk diprediksi.
1S
Senyawa peningkat penetrasi (penetration enhancers)
lazim digunakan di dalam sediaan transdermal dengan tujuan
mempermudah transfer obat melewati kulit. Rute pemberian
obat secara transdermal merupakan suatu alternatif untuk
menghindari variabilitas ketersediaan hayati obat pada
penggunaan per oral, menghindari kontak langsung obat
dengan mukosa lambung sehingga mengurangi efek samping
obat tertentu, juga untuk memperoleh konsentrasi obat
terlokalisir pada tempat kerjanya. Namun, kulit merupakan
suatu ’barrier’ alami dengan lapisan terluar (stratum
corneum) tersusun atas jalinan kompak ’crystalline lipid
lamellae’ sehingga bersifat impermeable terhadap sebagian
besar senyawa obat(Lucida, 2008).
B. Absorbsi intraperitoneal
Ketika obat diberikan ke peritoneum, biasanya
ditempatkan dalam larutan dialisis pertioneal. Studi
mengenai pengaruh antibiotik dari rongga peritoneal telah
menemukan bahwa faktor-faktor berikut mempengaruhi
penyerapan obat dari rongga peritoneal:
1. antibiotik konsentrasi dialisat
2. Durasi obat administrasi
3. obat-protein yang mengikat di dialisat
4. ada atau tidak adanya peritonitis
5. plasma dan protein yang mengikat ekstravaskuler
6. volume distribusi
7. izin mekanisme nonrenal
Ketika diberikan IP, obat bebas dapat menyebar di
seluruh membran peritoneal ke dalam sirkulasi, di mana
dapat elminasi atau didistribusikan ke ruang ekstravaskular.
Dalam ruang ekstravaskuler, dapat dihilangkan dengan
mekanisme nonrenal. Sebagai obat konsentrasi dalam
dialisat dan peningkatan waktu diam,tingkat peritoneal
2S
meningkatkan penyerapan. Peritoneal protein meningkat
mengikat peritonitis, tetapi permeabilitas membran
peritoneum meningkat sehingga penyerapan meningkat
selama peritonitis. Fraksi diserap juga tergantung satu sifat
physiochemical dari antibiotik sendiri, dengan F nilai mulai
dari .52 untuk vankomisin untuk 0,86 untuk moxalactam,
yang meningkat menjadi .91 dan .94 (masing-masing) selama
peritonitis.
Rongga peritoneum dipagari oleh semi-permeabel jalan
membran yang dialisis atau difusi terjadi. Pembuluh darah
yang memasok dan pengeringan visera perut, otot dan
messentery, merupakan darah mengisi kompartemen di mana
obat dapat berdifusi dari peritoneum. Ini akan mencakup
sistem hepatik Portal serta vena lain dan arteri memasok
daerah.
Pada pemberian intraperitoneal, obat di injeksi pada
rongga perut tanpa melewati GIT dan hepar, sehingga obat
tidak mengalami absorpsi dan metabolisme. Obat akan
langsung lewat sirkulasi darah dan sistemik. Efek yang timbul
juga lebih cepat dan teratur dibandingkan peroral, dapat
diberikan pada penderita yang tidak kooperatif, tidak sadar,
vomit, dan sangat berguna pada saat darurat. Kerugiannya
adalah menyebabkan rasa nyeri, sulit dilakukan oleh pasien
sendiri, dan kurang ekonomis. Namun dapat menyebabkan
onset of action lebih cepat begitu pula duration of action juga
cepat.
C. Absorbsi Bukal
Obat yang diberikan untuk ditahan di dalam mulut
untuk gangguan lokal dari faring atau mukosa bukal seperti
maag aphtous (hidrokortison lozenges atau gel
carbenoxelone) atau thrush (pelega nistatin). Administrasi
sublingual adalah cara yang efektif menyebabkan efek
3S
sistemik, dan memiliki keunggulan yang berbeda dari
pemberian oral untuk obat dengan metabolisme presystemic,
menyediakan akses langsung dan cepat ke sirkulasi sistemik,
melewati usus dan hati. Trinitrat gliseril dan buprenorfin
diberikan sublingual karena alasan ini. Trinitrat gliserin
diambil baik sebagai tablet atau sebagai subllingual
semprotan. Administrasi Subilingual memberikan jangka
pendek penyihir efek dapat dihentikan dengan menelan
tablet. Tablet untuk penyerapan bukal memberikan
konsentrasi plasma yang lebih berkelanjutan dan diadakan di
satu tempat antara bibir dan gusi sampai mereka dibubarkan
( Ritter, 1999 ).
D. Absorbsi Subkutan
Rute administrasi obat dengan cara injeksi ke dalam
tubuh bermacam-macam, dua diantaranya adalah injeksi
subkutan (SK) dan intramuskular (IM). Masing-masing rute
memiliki tujuan tersendiri dalam mencapai tujuan terapi.
Injeksi SK merupakan pemberian obat ke dalam lapisan
jaringan lemak dibawah kulit menggunakan jarum hipodermik
yang dapat diaplikasikan sendiri oleh pasien (eg. insulin).
Beberapa faktor yang mempengaruhi rute subkutan
diantaranya ukuran molekul akan menyebabkan kecepatan
penetrasi molekul besar lebih rendah, viskositas obat akan
mempengaruhi kecapatan difusi obat ke dalam cairan tubuh,
karakteristik anatomi sisi injeksi (eg.vaskularitas, jumlah
jaringan lemak) akan mempengaruhi kecepatan absorpsi
obat. Perbandingan kecepatan absorpsi antara SK, IM dan IV
adalah SK < IM < IV. Adapun kekurangan rute SK adalah
kesulitan mengontrol kecepatan absorpsi dari deposit SK,
terjadi komplikasi lokal (iritasi dan nyeri pada tempat injeksi)
sehingga tempat injeksi harus berganti-ganti untuk mencegah
akumulasi obat yang tidak terabsorpsi karena dapat
4S
menyebabkan kerusakan jaringan. Cara dan daerah tempat
penyuntikan digambarkan di bawah ini.
E. Absorpsi Intramuskular
Injeksi IM dilakukan dengan cara obat dimasukan ke
dalam otot skeletal, biasanya otot deltoit atau gluteal. Onset
of action IM > SK. Absorpsi obat dikendalikan secara difusi
dan lebih cepat daripada SK karena vaskularitas pada jaringan
otot lebih tinggi. Kecepatan absorpsi bervariasi bergantung
pada
Sifat fisikokimia larutan yang diinjeksikan dan variasi
fisiologi (sirkulasi darah otot dan aktivitas otot). Pemberian IM
ke dalam otot dapat membentuk depot obat di otot dan akan
terjadi absoprsi secara perlahan-lahan. Adapun kekurangan
dari cara IM yaitu nyeri di tempat injeksi, jumlah volume yang
5S
diinjeksikan terbatas yang bergantung pada masa otot yang
tersedia , dapat terjadi komplikasi dan pembentukan
hematoma serta abses pada tempat injeksi. Faktor yang
mempengaruhi pelepasan obat dari depot otot antara lain
kekompakan depot yang mana pelepasan obat akan lebih
cepat dari depot yang kurang kompak dan lebih difuse,
konsentrasi dan ukuran partikel obat dalam pembawa, pelarut
yang digunakan, bentuk fisik sediaan, karakteristik aliran
sediaan dan volume obat yang diinjeksikan. Contoh bentuk
sediaan yang dapat diberikan melalui IM diantaranya emulsi
minyak dalam air, suspensi koloid, serbuk rekonstitusi. Daerah
tempat penyuntikan digambarkan di bawah ini.
F. Absorbsi Intravena
Pemberian intravena (IV) tidak mengalami absorpsi
tetapi langsung masuk ke dalam sirkulasi sistemik, sehingga
kadar obat dalam darah diperoleh secara capat, tepat, dan
dapat disesuaikan langsung dengan respon penderita.
Kerugiannya adalah mudah tercapai efek toksik karena kadar
6S
obat yang tinggi segera mencapai darah dan jaringan, dan
obat tidak dapat ditarik kembali.
Cara pemberian obat dengan cara suntikan.
Keuntungannya adalah efek timbul lebih cepat dan teratur;
dapat diberikan pada penderita yang tidak kooperatif, tidak
sadar, atau muntah-muntah; sangat berguna dalam keadaan
darurat. Kerugiannya adalah dibutuhkan kondisi asepsis,
menimbulkan rasa nyeri , tidak ekonomis, membutuhkan
tenaga medis. Parenteral meliputi intravena, intramuscular,
subcutan dan intrathecal.
Intravena tidak mengalami tahap absorbsi. Obat
langsung dimasukkan ke pembuluh darah sehingga kadar
obat didalam darah diperoleh dengan cepat, tepat dan dapat
disesuaikan langsung dengan respons penderita. Kerugiannya
adalah obat yang sudah diberikan tidak dapat ditarik kembali,
sehingga efek toksik lebih mudah terjadi. Jika penderita alergi
akan lebih terjadi. Pemberian intravena harus dilakukan
perlahan-lahan sambil mengawasi respons penderita.
7S
Gambar 1. Cara Pemberian Obat
Kurva
Kurva 1. Rute pemberian
obat Transdermal
Kurva 2. Bukal/Sublingual
8S
5` 10` 15` 20` 25` 30` 35` 40` 45` 50` 55` 60`0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
Per OralIntraperitoneal
Kurva 3. Rute Konsentrasi Antara Intraperitoneal dan Oral
Kurva 4. Rute Konsentrasi Antara Intravena, Intramuskular, Sub
Kutan dan Oral
9S