tugas fisiologi tumbuhan
DESCRIPTION
this is great taskTRANSCRIPT
TUGAS FISIOLOGI TUMBUHAN
PENGANGKUTAN / PENYERAPAN UNSUR HARA, METABOLISME KALIUM
DAN FUNGSI KALIUM PADA TANAMAN
Oleh :TULUS ANGKUMIHARJA
05121007082
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGIFAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
INDRALAYA2013
A. PENYERAPAN UNSUR HARA
Unsur hara dapat tersedia disekitar akar melalui 3 mekanisme
penyediaan unsur hara, yaitu: (1) aliran massa, (2) difusi, dan (3)
intersepsi akar. Hara yang telah berada disekitar permukaan akar
tersebut dapat diserap tanaman melalui dua proses, yaitu:
(1) Proses Aktif, yaitu: proses penyerapan unsur hara dengan energi aktif
atau proses penyerapan hara yang memerlukan adanya energi metabolik,
dan
(2) Proses Selektif, yaitu: proses penyerapan unsur hara yang terjadi
secara selektif.
Proses penyerapan unsur hara dengan energi aktif dapat
berlangsung apabila tersedia energi metabolik. Energi metabolik tersebut
dihasilkan dari proses pernapasan akar tanaman. Selama proses
pernapasan akar tanaman berlangsung akan dihasilkan energi metabolik
dan energi ini mendorong berlangsungnya penyerapan unsur hara secara
proses aktif. Apabila proses pernapasan akar tanaman berkurang akan
menurunkan pula proses penyerapan unsur hara melalui proses aktif.
Bagian akar tanaman yang paling aktif adalah bagian dekat ujung akar
yang baru terbentuk dan rambut-rambut akar. Bagian akar ini merupakan
bagian yang melakukan kegiatan respirasi (pernapasan) terbesar.
Bagian terluar dari sel akar tanaman terdiri dari: (1) dinding sel, (2)
membran sel, (3) protoplasma. Dinding sel merupakan bagian sel yang
tidak aktif. Bagian ini bersinggungan langsung dengan tanah. Sedangkan
bagian dalam terdiri dari protoplasma yang bersifat aktif. Bagian ini
dikelilingi oleh membran. Membran ini berkemampuan untuk melakukan
seleksi unsur hara yang akan melaluinya. Proses penyerapan unsur hara
yang melalui mekanisme seleksi yang terjadi pada membran disebut
sebagai proses selektif. Proses selektif terhadap penyerapan unsur hara
yang terjadi pada membran diperkirakan berlangsung melalui suatu
carrier (pembawa). Carrier (pembawa) ini bersenyawa dengan ion (unsur)
terpilih. Selanjutnya, ion (unsur) terpilih tersebut dibawa masuk ke dalam
protoplasma dengan menembus membran sel. Mekanisme penyerapan ini
berlangsung sebagai berikut:
1. Saat akar tanaman menyerap unsur hara dalam bentuk kation (K+,
Ca2+, Mg2+, dan NH4+) maka dari akar akan dikeluarkan kation H+
dalam jumlah yang setara.
2. Saat akar tanaman menyerap unsur hara dalam bentuk anion (NO3-,
H2PO4-, SO4-) maka dari akar akan dikeluarkan HCO3- dengan jumlah
yang setara.
Mekanisme Penyerapan Unsur Hara
Penyediaan unsur hara untuk tanaman terdiri dari tiga kategori,
yaitu: (1) tersedia dari udara, (2) tersedia dari air yang diserap akar
tanaman, dan (3) tersedia dari tanah. Beberapa unsur hara yang tersedia
dalam jumlah cukup dari udara adalah: (a) Karbon (C), dan (b) Oksigen
(O), yaitu dalam bentuk karbon dioksida (CO2). Unsur hara yang tersedia
dari air (H2O) yang diserap adalah: hidrogen (H), karena oksigen dari
molekul air mengalami proses oksidasi dan dibebaskan ke udara oleh
tanaman dalam bentuk molekul oksigen (O2). Sedangkan untuk unsur
hara essensial lain yang diperlukan tanaman tersedia dari dalam tanah.
Mekanisme penyediaan unsur hara dalam tanah melalui tiga mekanisme,
yaitu:
1. Aliran Massa
Mekanisme aliran massa adalah suatu mekanisme gerakan unsur
hara di dalam tanah menuju ke permukaan akar bersama-sama dengan
gerakan massa air. Selama masa hidup tanaman mengalami peristiwa
penguapan air yang dikenal dengan peristiwa transpirasi. Selama proses
transpirasi tanaman berlangsung, terjadi juga proses penyerapan air oleh
akar tanaman. Pergerakan massa air ke akar tanaman akibat langsung
dari serapan massa air oleh akar tanaman terikut juga terbawa unsur hara
yang terkandung dalam air tersebut. Peristiwa tersedianya unsur hara
yang terkandung dalam air ikut bersama gerakan massa air ke
permukaan akar tanaman dikenal dengan Mekanisme Aliran Massa. Unsur
hara yang ketersediaannya bagi tanaman melalui mekanisme ini meliputi:
nitrogen (98,8%), kalsium (71,4%), belerang (95,0%), dan Mo (95,2%).
2. Difusi
Ketersediaan unsur hara ke permukaan akar tanaman, dapat juga
terjadi karena melalui mekanisme perbedaan konsentrasi. Konsentrasi
unsur hara pada permukaan akar tanaman lebih rendah dibandingkan
dengan konsentrasi hara dalam larutan tanah dan konsentrasi unsur hara
pada permukaan koloid liat serta pada permukaan koloid organik. Kondisi
ini terjadi karena sebagian besar unsur hara tersebut telah diserap oleh
akar tanaman. Tingginya konsentrasi unsur hara pada ketiga posisi
tersebut menyebabkan terjadinya peristiwa difusi dari unsur hara
berkonsentrasi tinggi ke posisi permukaan akar tanaman. Peristiwa
pergerakan unsur hara yang terjadi karena adanya perbedaan konsentrasi
unsur hara tersebut dikenal dengan mekanisme penyediaan hara secara
difusi. Perbedaan konsenterasi tersebut terdiri dari aktif dan pasif.
Beberapa unsur hara yang tersedia melalui mekanisme difusi ini, adalah:
fosfor (90,9%) dan kalium (77,7%).
3. Intersepsi akar
Mekanisme intersepsi akar sangat berbeda dengan kedua
mekanisme sebelumnya. Kedua mekanisme sebelumnya menjelaskan
pergerakan unsur hara menuju ke akar tanaman, sedangkan mekanisme
ketiga ini menjelaskan gerakan akar tanaman yang memperpendek jarak
dengan keberadaan unsur hara. Peristiwa ini terjadi karena akar tanaman
tumbuh dan memanjang, sehingga memperluas jangkauan akar tersebut.
Perpanjangan akar tersebut menjadikan permukaan akar lebih mendekati
posisi dimana unsur hara berada, baik unsur hara yang berada dalam
larutan tanah, permukaan koloid liat dan permukaan koloid organik.
Mekanisme ketersediaan unsur hara tersebut dikenal sebagai mekanisme
intersepsi akar. Unsur hara yang ketersediaannya sebagian besar melalui
mekanisme ini adalah: kalsium (28,6%)
Prinsip Serapan Hara
Strategi pertanian organik yaitu memindahkan hara secepatnya dari sisa tanaman,
kompos dan pupuk kandang menjadi biomassa tanah yang selanjutnya setelah mengalami
proses mineralisasi akan menjadi hara dalam larutan tanah. Sedangkan kegunaan pertanian
organik adalah meniadakan atau membatasi kemungkinan dampak negatif yang ditimbulkan
oleh budidaya kimiawi. Akhir-akhir ini pemerintah telah mensosialisasikan pertanian organik
dan mencanangkan 25 tahun ke depan bahwa sistem pertanian di Indonesia 50% harus sudah
melaksanakan sistem pertanian organik (wawancara Mentan di TV). Beberapa alas an
mengapa harus menerapkan pertanian organik, karena:
1. Ketahanan pangan mulai menghadapi banyak persoalan.
2. Persoalan lingkungan sudah mulai muncul.
Sejak beberapa tahun telah terjadi kenaikan produksi yang menurun yang berarti
terjadi kejenuhan produktivitas (levelling off). Hal tersebut merupakan suatu petunjuk bahwa
efisiensi pemupukan telah menurun, salah satu sebabnya adalah kurangnya perawatan dan
pelestarian sumber daya tanah sehingga kesuburannya merosot baik dari segi kimia, fisika
maupun biologi tanah. Pendapat Harwood (1991) yang dikutip oleh Swift dan Woomer
(1993) bahwa Revolusi hijau telah menurunkan kualitas sumberdaya lahan akibat pemakaian
pupuk kimia dan pestisida yang berlebihan dan terus menerus. Mutu tanah pertanian
ditentukan antara lain oleh kandungan bahan organik tanh seperti yang dikategorikan oleh
(Karama, 2001) bahwa tanah dengan kategori buruk jika mengandung kurang dari 1% bahan
organik, kategori kurang mengandung 1-2% bahan organik, kategori sedang mengandung 2-
3% bahan organik dan kategori baik jika mengandung bahan organik 3-5%. Tanah pertanian
di Indonesia dari Barat sampai dengan Timur mempunyai kandungan bahan organik, pH,
KTK, ketersediaan hara N, P, K, Ca, Cu, Zn, S, Mo, dan Bo rendah sampai sangat rendah.
Hasil penelitian ± 65% luas sawah di Indonesia kandungan bahan organiknya kurang dari 1%
yang berarti masuk dalam kategori buruk.
Peran Bahan Organik Pada umumnya bahan organik mengandung unsur hara makro
N,P dan K rendah tetapi mengandung unsur hara mikro dalam jumlah cukup yang sangat
diperlukan bagi pertumbuhan tanaman. Keuntungan yang diperoleh jika memanfaatkan bahan
organik yaitu dapat memperbaiki kesuburan fisik, kimia dan biologi tanah. Bahan organik
mampu mengikat air, memperbanyak ruang udara, mengikat metal berat / racun,
meningkatkan aktivitas dan manfaat mikro serta makroorganisme, memperbesar Kapasitas
Tukar Kation dan meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk anorganik. Kebiasaan para
petani padi sawah dalam menangani jerami padi adalah dengan cara membakarnya, padahal
jerami padi mengandung unsur N,P,K,S,Si,Ca dan Mg. Di samping itu keuntungan
pemanfaatan jerami padi dalam budidaya padi organik adalah tersedia langsung di lahan
usaha tani. Hasil penelitian di Cicurug Sukabumi, bahwa pemberian jerami padi pada tanah
sawah selama 6 musim tanam sebanyak 5 ton / ha / musim dapat menghasilkan sekitar 7 ton
gabah kering giling / ha dan efisiensi pupuk N dan P meningkat. Banyak sekali bahan organik
di lahan sawah, seperti : Azolla, Crotalaria, Sesbania bahkan gulma pun dapat dijadikan
sumber pupuk organik. Dalam usaha melestarikan produktivitas tanah dengan
mengembalikan sisa panen dan menambah bahan organik tanah merupakan kebijakan dan
tindakan utama. Bahan organik merupakan sumber utama energi untuk mikroba, oleh karena
itu teknologi yang erat kaitannya dengan penggunaan bahan organik yaitu "Teknologi Pupuk
Mikroba" atau sering disebut sebagai pupuk hayati / biofertilizer. Peran Mikroba :
1. Pengomposan oleh bioaktivator Petani sering mengeluhkan hasil pertanian organik yang
produktivitasnya cenderung rendah dan lebih rentan terhadap serangan hama dan penyakit.
Masalah ini sebenarnya bisa diatasi dengan memanfaatkan bioteknologi berbasis mikroba
yang diambil dari sumber-sumber kekayaan hayati.
Tanah pertanian yang subur mengandung lebih dari 100 juta mikroba per gram tanah,
jadi produktivitas dan daya dukung tanah tergantung pada aktivitas mikroba tersebut. Tetapi
ada mikroba yang menguntungkan dan ada pula yang merugikan, oleh karena itu mikroba
yang diharapkan adalah yang menguntungkan, berarti mikroba yang digunakan harus
diidentifikasi sampai sejauh mana peranannya. Mikroba yang menguntungkan bagi pertanian
yaitu berperan dalam menghancurkan limbah organik, recycling hara tanaman, fiksasi
biologis Nitrogen, pelarutan Pospat, merangsang pertumbuhan , biokontrol pathogen dan
membantu penyerapan unsur hara. Salah satu masalah yang sering ditemui ketika
menerapkan pertanian organik adalah kandungan bahan organik dan status hara yang rendah.
Cara mengatasinya yaitu dengan memberikan pupuk hijau atau pupuk kandang. Limbah
organik tersebut harus dikomposkan dulu agar menjadi unsur hara yang dapat diserap oleh
tanaman, sedangkan pengomposan alami memakan waktu yang lama antara 3 sampai 5 bulan
tergantung bahannya. Proses pengomposan dapat dipercepat dengan menggunakan mikroba
penghancur (dekomposer) yang berkemampuan tinggi. Penggunaan mikroba dapat
mempersingkat proses pengomposan dari beberapa bulan menjadi beberapa minggu. Mikroba
tersebut akan tetap hidup dan aktif di dalam kompos. Ketika kompos tersebut diberikan ke
tanah, mikroba tersebut akan berperan untuk mengendalikan organisme patogen penyebab
penyakit tanaman.
2. Pupuk Mikroba / Pupuk Hayati. Pelaksanaan pertanian organik sangat membatasi bahkan
menghindari pemakaian pupuk kimia. Untuk memenuhi kebutuhan hara tanaman, jangan
mengandalkan kompos sebagai sumber utama nutrisi / unsur hara tanaman, karena kandungan
hara kompos rendah. Kompos matang kandungan haranya ± 1,7% N; ± 0,4% P2O5 dan ±
2,2% K dengan kata lain untuk memupuk padi yang kebutuhan haranya 200kg urea / ha, 75kg
SP-36 / ha dan 37,5kg Kcl / ha dibutuhkan 22 ton kompos / ha. Jumlah kompos yang
demikian besar ini memerlukan banyak tenaga kerja dan berimplikasi pada naiknya biaya
produksi. Untuk mengatasi masalah tersebut, dapat menggunakan mikroba-mikroba yang
menguntungkan yang dapat berperan dalam penyediaan dan penyerapan hara bagi tanaman.
Unsur hara N, P dan K adalah unsur yang penting bagi tanaman, semuanya melibatkan
aktivitas mikroba. Hara N tersedia banyak di udara, hampir 74% kandungan udara adalah N,
tetapi agar tersedia bagi tanaman maka N harus ditambat oleh mikroba-mikroba penambat N
seperti: Rhizobium, Azospirillum, Azotobacter dll. Hasil penelitian di Filipina, bahwa
tanaman jagung yang diinokulasi Azospirillum hasilnya meningkat sampai 48% dan
kebutuhan pupuk N berkurang 66%. Begitu juga penelitian yang dilakukan, memperlihatkan
bahwa hasil kentang meningkat ± 20% jika diinokulasi Azospirillum bersama-sama
pemberian pupuk organik yang difermentasi M-BIO. Mikroba lain yang berperan dalam
penyediaan hara adalah mikroba pelarut Pospat dan Kalium. Tanah pertanian di Indonesia
umumnya mengandung P cukup tinggi (jenuh), namun P ini tidak tersedia bagi tanaman
karena terikat mineral liat tanah. Bila memberikan mikroba pelarut P ke dalam tanah, maka
mikroba tersebut akan melepaskan ikatan P dari mineral liat sehingga hara P menjadi tersedia
bagi tanaman. Mikroba ini seperti: Pseudomonas, Bacillus, Aspergillus dll. Mikroba yang
berkemampuan tinggi melarutkan P, umumnya juga berkemampuan tinggi dalam melarutkan
K. Hasil penelitian pemberian inokulasi mikroba pelarut P pada padi sawah ternyata dapat
menekan kebutuhan NPK sampai 75% dari dosis anjuran.
Disamping itu, beberapa mikroba mampu menghasilkan hormon. Seperti Azotobacter
dan Azospirillum mampu mensintesis substansi yang secara biologis aktif dapat
meningkatkan perkecambahan biji, tegakan dan pertumbuhan tanaman seperti vitamin B,
asam indol asetat, gibberelin dan sitokinin. Hormon yang dihasilkan oleh mikroba akan
diserap oleh tanaman sehingga tanaman akan tumbuh lebih cepat atau lebih besar. Hama dan
penyakit merupakan salah satu kendala dalam budidaya pertanian organik. Di alam terdapat
mikroba yang dapat mengendalikan organisme patogen. Organisme patogen akan merugikan
ketika terjadi ketidakseimbangan populasi antara organisme patogen dengan mikroba
pengendalinya. Tugas kita harus menyeimbangkan populasi kedua jenis organisme itu, hama
dan penyakit tanaman dapat dihindari. Mikroba yang dapat mengendalikan patogen antara
lain: Bacillus thuringiensis, Bauveria bassiana dll. Aplikasi pupuk hayati / mikroba pada
pertanian organik khususnya pada tanaman padi dapat menyuplai kebutuhan hara tanaman
yang selama ini dipenuhi dari pupuk kimia. Adanya bioteknologi berbasis mikroba, para
petani organik (padi) tidak perlu hawatir dengan masalah ketersediaan bahan organik, unsur
hara, dan serangan hama serta penyakit tanaman.
Cara Masuknya Hara Ke Dalam Tanaman
Kedalaman tanah efektif yang dangkal,merupakan karakter inheren tanah Entisol dari
subgroup Lithic. Risiko utama pada tanah-tanah yang bersolum tipis adalah keterbatasan
kemampuan tanah untuk menyimpan air dan unsur hara, termasuk N dan P . Keterbatasan ini
juga biasanya akan menyebabkan sistem pemupukan yang dilakukan menjadi tidak efektif.
Hal ini akan berimplikasi Terhadap pertumbuhan bibit tanaman,pertumbuhan tanaman
dewasa, dan pada tanaman menghasilkan yang dikembangkan pada areal peertanaman kelapa
sawit yang ada. Banyak metode dapat digunakan untuk menulusuri pergerakan hara dan
proses metabolismenya oleh tanaman , antara lain: melalui analisis jaringan tanaman atau
dengan melihat besarnya laju pertumbuhan dan jumlah produksi yang dihasilkan, dan
dihubungkan dengan jumlah pupuk yang diberikan . Namun cara ini memerlukan waktu yang
relatif lama dan tingkat akurasi datnya relatif rendah. Karena itu diperlukan teknologi lain
sebagai acuan untuk me-nelusuri pergerakan hara dan distribusinya di dalam tanaman. Peng-
gunaan teknik nuklir (melalui isotop) untuk menditeksi dan menulusuri pergerakan hara dari
tanah masuk ke dalam tanaman . Teknik ini telah banyak dilakukan tetapi masih terbatas pada
tanaman –tanaman semusim, dan tidak memperhitungkan pengaruh pembatas airtanah yang
juga menentukan ketersediaan dan pergerakan hara. Penelitian tahap ketiga ini bertujuan
untuk mengevaluasi efektivitas pemupukan pada tanaman sawit yang telah
menghasilkandengan iplikasi teknik nuklir, baik pada tanah dangkal maupun pada tanah
dalam dengan tingkat ketersediaan air tanah yang berbeda. Selanjutnya ,menditeksi secara
dini mobilitas N dan P yang diserap oleh tanaman kelapa sawit menghasilkan pada tingkat
ketersediaan air tanah yang bebeda Penelitian dilaksanakan pada pertanaman kelapa sawit
yang telah menghasilkan dari dua regim tanah yang kontras dengan blok pertanaman yang
berbeda. Kekontrasannya dinilai berdasarkan tanah yang solumnya dangkal dan dalam.
Penelitian dilakukan dengan menggnakan rancangan petak terpisah, perlakuan air (-05
sampai –10 kPa atau regim basah, dan –20 samapi –200 kPa atau regim kering), ditempatkan
sebagai petak utama dan dosis pupuk (tanpa N dan P; N 1.000 g pohon-1 dan P 500 g pohon-
1; dan N 2.000 g pohon-1 dan P 1.000 g pohon-1) ditempatkan sebagai anak petak.
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah tanaman kelapa sawit telah m,enghasilkan
™, berumur 8 tahun pada masing-masing blok areal pertanaman yang berbeda regim
tanahnya (dangkal dan dalam), dan diseleksi berdasarkan kondisi pertumbuhannya yang
seragam. Urea, SP36, KCl, isotop 15N dan 32P, pestisida, aqudest dan air, selang air, box
sampel bagian tanaman dan gabus.
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah satu set alat aplikasi dan pengamanan
isotop serta analisisnya, drum air, pompa air, ember,timbangan analitik, meteran, gelas ukur,
ring sampel, sinterfunnel, permeameter constant head, pH meter digital ,alat pengukur
fotosintesis Portable Photosynthesis System CID Licor Tipe CI-301PS, alat pengukur
potensial matriks tanah (pengukur konduktifitas hidrolik berupa sinter-funnel, permeameter
constant head), seperangkat alat analisis potensial air daun tanaman, parang ,cangkul, kereta
dorong dan skop. Berdasarkan hasil penelitian di pertanaman kelapa sawit menghasilkan,
secara umum diperoleh hasil bahwa perbedaan jumlah ketersediaan , berpengaruh terhadap
kemampuan tanaman untuk menyerap hara dari dalam tanah,jumlah air yang cukup (-5 kPa
sampai-10 kPa) mengakibatkan tanaman dapat menyerap N dan P lebih baik dibading dengan
jumlah air –20 kPa sampai-200 kPa. Rata-rata jumlah serapan hara total (dari pupuk dan dari
tanah) lebih tinggi pada dosis N 2.000 g dan P 1.000 g,jumlah serapan ini dideteksi dengan
baik melalui 15N dan32P, sehingga meningkatkanaspek fisiologi tanaman kelapa sawit,
menghasilkan, peningkatan ini terlihat pada penurunan konduktan stomata, penurunan laju
transpirasi,peningkatan potensial air daun, meningkatkan laju fotosintesis, dan meningkatnya
pertumbuhan tanaman kelapa sawit yang telah menghasilkan. Terjadi interaksi antara
ketersediaan air dengan jumlah pupuk yang dapat diserap oleh tanaman kelapa sawit
menghasilkan, meskipun hubungan dengan efesiensi penggunaan air tidak berkolrelasi
positif., semakin tinggi jumlah air tersedia (-5 kPa sampai –10 kPa), maka jumlah serapan N
dan P total (dari pupuk dan dari tanah) semakin lebih banyak (34,55% N dan 21.17% P pada
tanah dangkal, dan 44,80% N dan 25.77% P pada taah dalam). Demikian juga terhadap
aktifitas fisiologi tanaman, semakin tinggi tingkat ketersediaan air tanah dan dosis pupuk N
dan P yang diberikan, maka proses fisiologi yang diekpresikan terhadap laju fotosintesis
tanaman semakin tinngi. Proses ini juga jelas ditunjukkan dengan aspek pertumbuhan
tanaman yang terjadi
B. METABOLISME KALIUM ( K ) PADA TANAMAN
Elektrolit tanaman adalah senyawa di dalam Tanaman yang berdisosiasi menjadi
partikel yang bermuatan (ion) positif atau negatif. Sebagian besar proses metabolisme K pada
tanaman memerlukan dan dipengaruhi oleh elektrolit. Konsentrasi elektrolit yang tidak
normal dapat menyebabkan banyak gangguan pada proses penyerapan hara dan pertumbuhan
tanaman. Pemeliharaan tekanan osmotik dan distribusi beberapa kompartemen Tanaman
adalah fungsi utama empat elektrolit mayor, yaitu natrium (Na+), kalium (K+), klorida (Cl-),
dan bikarbonat (HCO3-). Pemeriksaan keempat elektrolit mayor tersebut dalam klinis dikenal
sebagai “profil elektrolit”. Kalium adalah kation terbanyak dalam cairan ekstrasel tanaman,
kalium kation terbanyak dalam cairan intrasel tumbuhan dan klorida merupakan anion
terbanyak dalam cairan ekstrasel. Jumlah natrium, kalium dan klorida dalam tubuh tanaman
merupakan cermin keseimbangan antara yang masuk terutama dari serapan hara dan keluar
melelui transpirasi tanaman.
Gangguan keseimbangan natrium, kalium dan klorida berupa hipo- dan hiper-. Hipo
terjadi bila konsentrasi elektrolit tanaman tersebut dalam sel tanaman turun lebih dari
beberapa miliekuivalen dibawah nilai normal dan hiper- bila konsentrasinya meningkat diatas
normal. Pemeriksaan laboratorium untuk menentukan kadar natrium, kalium dan klorida
adalah dengan metode elektroda ion selektif, spektrofotometer emisi nyala, spektrofotometer
atom serapan, spektrofotometri berdasarkan aktivasi enzim, pemeriksaan kadar klorida
dengan metode titrasi merkurimeter, dan pemeriksaan kadar klorida dengan metode titrasi
kolorimetrik-amperometrik.
Sekitar 98% jumlah kalium dalam tanaman berada di dalam cairan sitosol.
Konsentrasi kalium intrasel sekitar 145 mEq/L dan konsentrasi kalium ekstrasel 4-5 mEq/L
(sekitar 2%). Jumlah konsentrasi kalium pada tanaman dewasa berkisar 50-60 per kilogram
berat tanaman (3000-4000 mEq). Jumlah kalium ini dipengaruhi oleh umur tanaman. Jumlah
kalium pada wanita tanaman dewasa lebih kecil dibanding pada tanaman muda dan jumlah
kalium pada benih lebih kecil 20% dibandingkan pada bibit. Perbedaan kadar kalium di
dalam plasma dan cairan sitosol dipengaruhi oleh keseimbangan Gibbs-Donnan, sedangkan
perbedaan kalium cairan intrasel dengan cairan interstisial adalah akibat adanya transpor aktif
(transpor aktif kalium ke dalam sel tanaman bertukar dengan natrium). Jumlah kalium dalam
tanaman merupakan cermin keseimbangan kalium yang masuk dan keluar. Pemasukan
kalium melalui serapan har tergantung dari jumlah dan nutrisi tanaman. Tanaman dewasa
pada keadaan normal memerlukan metabolisme kalsium 60-100 mEq kalium perhari (hampir
sama dengan metabolisme natrium). Kalium difiltrasi di sel tanaman, sebagian besar (70-
80%) direabsorpsi secara aktif maupun pasif oleh jaringan xylem dan direabsorpsi bersama
dengan natrium dan klorida. Kalium dikeluarkan dari tanaman melalui proses transpirasi
kalium.
C. FUNGSI KALIUM (K) PADA TANAMAN
Fungsi Kalium (K) Bagi Pertumbuhan tanaman
Kalium merupakan unsur ketiga yang penting setelah N dan P. Kalium berfungsi
antara lain untuk meningkatkan proses fotosintesis, mengefisienkan penggunaan air,
mempertahankan turgor, membentuk batang yang lebih kuat, sebagai aktivator bermacam
sistem enzim, memperkuat perakaran sehingga tanaman lebih tahan rebah dan meningkatkan
ketahanan tanaman terhadap penyakit. Meskipun pada kenyataannya total K yang diserap
oleh tanaman lebih besar daripada N maupun P, namun demikian perhatian mengenai kalium
sampai saat ini masih kurang dibandingkan kedua unsur tersebut.
Sebelum tahun 70-an pemupukan K tidak dimasukkan dalam paket program BIMAS
maupun INMAS. Penggunaan pupuk K baru dimulai dengan adanya program INSUS dan
SUPRA INSUS yang dimulai pada tahun 1977. Mengingat dinamika keseimbangan K dalam
tanah yang cepat dan sumbangan K dalam air irigasi yang cukup tinggi (sekitar 2,24 –2,59
me/100g) maka dosis pemupukan K mungkin akan berbeda untuk setiap lokasi. Hasil
penelitian di lahan sawah irigasi menunjukkan bahwa respon tanaman padi terhadap
pemupukan K bervariasi, walaupun demikian respon terhadap pemupukan K pada umumnya
hanya dijumpai pada tanah dengan kandungan K rendah (<0,1 me/100g).
Pada tanah berpasir dengan KTK rendah dan cadangan K rendah, tanah masam yang
telah terdegradasi lanjut, tanah sawah dengan jenis mineral liat 2:1 (montmorilonit), tanah
dengan rasio (Ca+Mg)/K dalam larutan tinggi, dan tanah sawah yang drainasenya buruk
sering kali kekurangan K.
Kekurangan kalium menyebabkan: (1) pinggir daun berwarna kuning kecoklatan
disertai bercak warna jingga terutama pada daun tua, tanaman tumbuh kerdil dan daun-daun
terkulai, (2) sering terjadi rebah karena N/K rasio tinggi, penuaan daun lebih cepat ( leaf
senescence), (3) kehampaan gabah tinggi dan pengisian gabah tidak sempurna (banyak butir
hijau), (4) pertumbuhan akar tidak sehat (banyak akar yang busuk karena kehilangan daya
oksidasi, sehingga serapan hara terganggu), dan (5) tanaman mudah terserang penyakit
seperti blas, busuk batang, dan bercak daun; terlebih bila dipupuk N berlebihan.
Fungsi Kalsium (K) pada membran sel.
Gradien elektrokemis tidak stabil menyeberangi membran oleh pergerakan ion H. Ion
K bergerak dengan arah berlawanan sebagai lawan terhadap gerakan Ion H. Ini penting dalam
bekerjanya kloroplas (fotosintesis), mitokondria (respirasi), dan transpor translokasi floem.
Fungsi Kalsium (K) pada Aktivasi ensim.
Lebih dari 60 macam ensim membutuhkan ion Monovalensi untuk aktivasinya.
Dalam hampir setiap kasus ion K adalah ion yang paling efisien dalam mempengaruhi
aktivasi ensim tersebut. Berbagai proses utama seperti sintesis pati dan protein dapat
terhambat dalam kondisi defisiensi K. Ion K paling merajai dalam floem sehingga sangat
mobil dalam tanaman.
Secara lebih umum dan rinci, fungsi Kalium bagi tanaman, antara lain :
Membentuk dan mengangkut karbohidrat
Sebagai katalisator dalam pembentukan protein
Mengatur kegiatan berbagai unsur mineral
Menetralkan reaksi dalam sel terutama dari asam organik
Menaikan pertumbuhan jaringan meristem
Mengatur pergerakan stomataMemperkuat tegaknya batang sehingga tanaman tidak
mudah roboh
Mengaktifkan enzim baik langsung maupun tidak langsung
Meningkatkan kadar karbohidrat dan gula dalam buah
Membuat biji tanaman menjadi lebih berisi dan padat
Meningkatkan kualitas buah karena bentuk, kadar, dan warna yang lebih baik
Membuat tanaman menjadi lebih tahan terhadap hama dan penyakit
Membantu perkembangan akar tanaman.