tugas peledakan ii
DESCRIPTION
peledakanTRANSCRIPT
BAB IPENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Untuk memperoleh hasil pembongkaran batuan sesuai dengan yang
diinginkan, maka perlu suatu perencanaan peledakan dengan memperhatikan besaran-
besaran geometri peledakan. Dan salah satunya dengan menggunakan teori coba-coba
atau yang sering disebut dengan Geometri Peledakan “Rules of Thumb” (Dyno
Nobel). Dasar dari penggunaan Teori “Rules of Thumb” adalah dari percobaan para
praktisi di lapangan maupun dari produsen bahan peledak yang tujuannya ingin
mempermudah dalam menentukan geometri peledakan karena geometri yang selama
ini digunakan seperti R.L. Ash (1963) dan C.J. Konya (1972) menyajikan batasan
range/konstanta untuk menentukan dan menghitung geometri peledakan, terutama
menentukan ukuran burden berdasarkan diameter lubang tembak, kondisi batuan
setempat dan jenis bahan peledak., sehingga para praktisi dilapangan mencetuskan
pendesainan geometri “Rules of Thumb” yang penggunaannya lebih simpel dan
disesuaikan dengan kondisi lapangan.
Untuk menghancurkan batuan maka bahan peledak harus ditempatkan dalam
batuan itu sendiri dengan jarak tertentu dibelakang bidang bebas atau disebut free
face. Masa batuan tersebut harus memiliki satu atau lebih free face. Geometri
peledakan terdiri dari burden, spacing, sub-drilling, stemming, dan kedalaman lubang
bor, seperti terlihat pada Gambar I.1.
1
Gambar I.1
Diagram Desain Peledakan Pada Bench
I.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana geometri peledakan menurut R.L.Ash dan C.J. Konya ?
2. Bagaimana kajian mengenai powder factor dalam suatu peledakan ?
I.3. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui geometri peledakan menurut R.L.Ash dan C.J.Konya .
2. Mengetahui kajian mengenai powder factor dalam suatu peledakan.
I.4. Manfaat Penulisan
Untuk memberikan pengetahuan mengenai geometri peledakan R.L.Ash dan
C.J.Konya, serta kajian mengenai powder factor dan kegunaannya dalam suatu proses
peledakan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
II.1. Kajian Geometri Peledakan R.L. Ash dan C.J. Konya
1. Burden
Burden dapat didefinisikan sebagai jarak dari lubang bor terhadap bidang
bebas (free face) yang terdekat pada saat terjadi peledakan. Peledakan dengan
jumlah baris (row) yang banyak, true burden tergantung penggunaan bentuk pola
peledakan yang digunakan delay detonator dari tiap-tiap baris delay yang
berdekatan akan menghasilkan free face yang baru. Burden juga berpengaruh
pada fragmentasi dan efek peledakan (gambar III.2).
Burden merupakan variabel yang sangat penting dan kritis dalam
mendesain peledakan. Dengan jenis bahan peledak yang dipakai dan jenis batuan
yang dihadapi, terdapat jarak maksimum burden agar hasil ledakan menjadi baik.
Jarak burden sangat erat hubungannya dengan besar kecilnya lubang bor
yang digunakan, secara garis besar jarak burden optimum adalah:
Burden = (25 – 40) x Blast Hole Diameter
3
Gambar II.1
Pengaruh Burden Terhadap Hasil Peledakan
Berikut ini persamaan untuk menghitung burden :
a. Menurut C.J. Konya
B=3 ,15 .De . 3√ SGeSGr
Keterangan:
B = burden (ft)
De = diameter lubang tembak (inch)
SGe = specific gravity bahan peledak
SGr = Specific gravity batuan yang diledakkan
b. Menurut R.L. Ash
B=Kb . d12
(dalam ft) atau
B=Kb . d39 , 30
(dalam m)
Keterangan:
B = burden (ft dan m)
4
Kb = burden ratio (14 – 49 ; harga rata-rata 30)
d = diameter mata bor (inch)
2. Spacing
Spacing adalah jarak antara lubang tembak dalam satu baris (row) dan
diukur sejajar terhadap pit wall. Biasanya spacing tergantung pada burden,
kedalaman lubang bor, letak primer, waktu tunda, dan arah struktur bidang
batuan. Yang perlu diperhatikan dalam memperkirakan spacing adalah apakah
ada interaksi antar charges yang berdekatan. Bila masing-masing lubang bor
diledakkan sendiri-sendiri dengan interval waktu yang cukup panjang, untuk
memungkinkan setiap lubang bor meledak dengan sempurna, tidak akan terjadi
interaksi antar gelombang energi masing-masing. Kalau waktu tunda diperpendek
maka akan terjadi interaksi sehingga menyebabkan efek yang kompleks.
Spacing merupakan fungsi daripada burden dan dihitung setelah burden
ditetapkan terlebih dahulu. Spacing yang lebih kecil dari ketentuan akan
menyebabkan ukuran batuan hasil peledakan terlalu hancur. Tetapi jika spacing
lebih besar dari ketentuan akan menyebabkan banyak terjadi bongkah (boulder)
dan tonjolan (stump) diantara dua lubang ledak setelah peledakan. Pada Geometri
Rules of Thumb menerapkan peledakan dengan pola equilateral (segitiga sama
sisi) dan beruntun tiap lubang ledak dalam baris yang sama.
Spacing = 1,15 x Burden
Berikut ini persamaan untuk menghitung spacing :
a. Menurut C.J. Konya
S=√B .LKeterangan:
S = spacing (m)
L = kedalaman lubang ledak (m)
B = burden (m)
5
b. Menurut R.L. Ash
S=Ks . B
Keterangan:
S = spacing (ft)
Ks = spacing ratio (1-3; rata-rata 1,5)
B = burden (ft)
3. Diameter Lubang Ledak / Blast Hole Diameter
Ukuran diameter lubang tembak merupakan faktor yang penting dalam
merancang suatu peledakan, karena akan mempengaruhi dalam penentuan jarak
burden dan jumlah bahan peledak yang digunakan pada setiap lubangnya. Untuk
diameter lubang tembak yang kecil, maka energi yang dihasilkan akan kecil.
Sehingga jarak antar lubang bor dan jarak ke bidang bebas haruslah kecil juga,
dengan maksud agar energi ledakan cukup kuat untuk menghancurkan batuan.
Begitu pula sebaliknya.Pemilihan diameter lubang ledak di didalam teori “Rules
of Thumb” dipengaruhi oleh besarnya tinggi jenjang / bench height . Namun
dalam pengamatan saya kali ini pemilihan diameter lubang ledaknya berdasarkan
laju produksi yang direncanakan. Karena makin besar diameter lubang akan
diperoleh laju produksi yang besar pula dengan persyaratan alat bor dan kondisi
lapangan yang baik. Berikut adalah formula dari teori “Rules of Thumb” dalam
penentuan diameter lubang ledak:
Blast Hole Diametre (mm) ≤ 15 x Bench Height (m)
4. Subdrilling
Subdrilling adalah tambahan kedalaman daripada lubang bor dibawah
rencana lantai jenjang. Subdrilling perlu untuk menghindari problem tonjolan
pada lantai (toe), karena dibagian ini adalah tempat yang paling sukar diledakkan.
6
Dengan demikian, gelombang ledak yang ditimbulkan pada lantai dasar jenjang
yang akan bekerja secara maksimum.
Tujuan dari sub-drilling adalah supaya batuan bisa meledak secara
full face sebagaimana yang diharapkan. Tonjolan-tonjolan pada lantai (floor)
yang terjadi setelah dilakukan peledakan akan menyulitkan peledakan
selanjutnya, atau pada waktu pemuatan dan pengangkutan Besarnya KJ
tergantung dari struktur dan jenis batuan, serta arah lubang bor. Pada batuan yang
miring KJ yang dibutuhkan lebih kecil. Terkadang pada lubang bor yang vertikal
juga sering tidak diperlukan adanya sub-drilling, misalnya pada coal stripping
atau rock quarry tertentu. Subdrilling = (3 – 15) x Blast Hole Diameter. Nilai
subdrilling dapat ditentukan dengan menggunakan rumus-rumus berikut:
1. Menurut C.J. Konya
SD=Ks . B Keterangan:
SD = subdrilling (ft)
Ks = antara 0,3 sampai 0.5
B = burden (ft)
2. Menurut R.L. Ash
J=Kj . B Keterangan:
J = subdrilling (ft)
Kj = subdrilling ratio (rata-rata 0,33 dan minimum 0,3)
B = burden (ft)
5. Stemming
Stemming adalah panjang isian lubang ledak yang tidak diisi dengan
bahan peledak tapi diisi dengan material seperti tanah liat atau material hasil
pemboran (cutting), dimana stemming berfungsi untuk mengurung gas yang
timbul sehingga air blast dan flyrock dapat terkontrol. Untuk bahan stemming
7
batuan hasil dari crushing jauh lebih baik daripada cutting rock (material bekas
pemboran). Namun dalam hal ini panjang stemming juga dapat mempengaruhi
fragmentasi batuan hasil peledakan. Dimana stemming yang terlalu panjang dapat
mengakibatkan terbentuknya bongkah apabila energi ledakan tidak mampu untuk
menghancurkan batuan di sekitar stemming tersebut, dan stemming yang terlalu
pendek bisa mengakibatkan terjadinya batuan terbang dan pecahnya batuan
menjadi lebih kecil.
Panjang pendeknya stemming juga akan mempengaruhi hasil dari
peledakan, jika stemming terlalu panjang, maka :
a. Ground vibration tinggi (getar tinggi)
b. Lemparan kurang
c. Fragmentasi area jelek
d. Suara kurang
Jika stemming terlalu pendek :
a. Fragmentasi diarea bawah jelek
b. Terdapat toe di floor (tonjolan di floor)
c. Terjadi flying rock (batu terbang)
d. Suara keras (noise) or (airblast)
Stemming ≥ 20 x Blast Hole Diametre or (0,7 – 1,2) x Burden
Rumus-rumus menghitung stemming antara lain:
Menurut C.J. Konya
T=Kb+ OB2
Keterangan:
T = stemming (m)
Kt = 0.17 sampai 1 kali B
B = burden (m)
OB = overburden (m)
Menurut R.L Ash
8
T=Kt .B Keterangan:
T = stemming (ft)
Kt = stemming ratio (0,5-1; rata-rat 0,7)
B = burden (ft)
6. Kedalaman Lubang Tembak / Blast Hole Depth
Kedalaman lubang ledak tergantung pada ketinggian bench, burden, dan
arah pemboran. Kedalaman lubang tembak merupakan penjumlahan dari besarnya
stemming dan panjang kolom isian bahan peledak. Kedalaman lubang ledak
biasanya disesuaikan dengan tingkat produksi (kapasitas alat muat) dan
pertimbangan geoteknik.
Blast Hole Depth = Bench Height + Subdrilling
Kedalaman lubang tembak tidak boleh lebih kecil dari burden. Hal ini
untuk menghindari terjadinya overbreaks atau cratering. Disamping itu letak
primer menentukan kedalaman lubang bor. Berdasarkan arah lubang ledak maka
kedalaman lubang ledak dapat ditentukan dengan rumus:
Untuk lubang ledak vertikal
H=L+J Keterangan:
H = kedalaman lubang ledak (m)
L = tinggi bench (m)
J = subdrilling (m)
Untuk lubang ledak miring
H= Lcosα
+J
Keterangan:
H = kedalaman lubang ledak (m)
L = tinggi bench (m)
J = subdrilling (m)
9
α = sudut kemiringan lubang ledak terhadap bidang vertical
7. Bench Height/Tinggi Jenjang
Tinggi jenjang berhubungan erat dengan parameter geometri peledakan
kainnya dan ditentukan terlebih dahulu atau terkadang ditentukan kemudian
setelah parameter atau aspek - aspek lainnya diketahui. Tinggi jenjang maksimum
biasanya dipengaruhi oleh kemampuan alat bor dan ukuran mangkok serta tinggi
jangkauan alat muat.
Gambar II.2
Pengaruh Diameter Lubang Tembak Bagi Tinggi Stemming
Umumnya peledakan pada tambang terbuka dengan diameter lubang besar, tinggi
jenjang berkisar antara 10 -15 m. pertimbangan lain yang harus diperhatikan adalah
kestabilan jenjang jangan sampai runtuh, baik karena daya dukungnya lemah atau
akibat getaran peledakan. Dapat disimpulkan bahwa dengan jenjang yang pendek
memerlukan diameter lubang bor yang kecil, sementara untuk diameter lubang bor
yang besar dapat diterapkan pada jenjang yang lebih tinggi.
Bench Height ≥ Blast Hole Diametre / 15
10
8. Charge Length / Panjang Kolom Isian Bahan Peladak
Bagian dari lubang tembak yang berisikan bahan peledak dan juga primer.
Dalam perhitungan besarnya kolom isian bahan peledak menggunakan rumus
sebagai berikut :
Charge Length = ≥ 20 x Blast Hole DiametrePowder Factor (PF)
9. Powder Factor
Powder factor adalah perbandingan antara jumlah bahan peledak dengan
berat batuan yang diledakkan. Adapun rumus perhitungannya adalah sebagai
berikut :
PF = 0.5 – 1 Kg per Square Meter of Face
II.2. Geometri Peledakan
Geometri Peledakan R.L. Ash
a. Lubang Ledak Tegak
Gambar II.3
Lubang Ledak Tegak
11
b. Lubang Ledak Miring
Gambar II.4
Lubang Ledak Miring
Geometri Peledakan C.J.Konya
Gambar II.5
12
Geometri Peledakan Jenjang
II.2. Kajian Mengenai Powder Factor
Powder factor adalah suatu bilangan untuk menyatakan jumlah material yang
akan diledakan atau dibongkar, oleh sejumlah tertentu jumlah bahan peledak. Nilai
powder factor dapat dinyatakan dalam satuan ton/kg atau kg/ton. Powder factor patut
diperhitungkan agar dapat diketahui tingkat efektif suatu pekerjaan peledakan serta
efisiensi pengunaan bahan peledak.
Powder factor menunjukan jumlah bahan peledak yang dipakai untuk
memperoleh satu satuan volume atau berat fragmentasi. Satuan yang dipakai biasanya
kg/m3 atau kg/ton. Powder factor cenderung mengarah pada nilai ekonomis suatu
proses peledakan karena berkaitan dengan harga bahan peledak yang digunakan dan
perolehan fragmentasi peledakan yang akan dijual. Penghitungan nilai powder factor
yang tepat nantinya akan sangat mempengaruhui efektifitas dan efisiensi suatu
perkejaan peledakan dalam melakukan suatu pekerjaan peledakan. Nilai powder
factor sangat dipengaruhi oleh jumlah bidang bebas, geometri peledakan, pola
peledakan dan struktur geologi.
Nilai powder factor sangat dipengaruhi oleh jumlah bidang bebas, geometri
peledakan, pola peledakan dan struktur geologi, dan bila nilai powder factor besar
dapat dikatakan bahwa kuantitas bahan peledak yang dipakai telah cukup efektif,
sedangkan bila nilai powder factor kecil, mengindikasikan bahwa pekerjaan
peledakan yang dilakukan masih kurang efektif. Bila banyak sedikitnya jumlah bahan
peledak dalam suatu lubang sangat mempengaruhi efektifitas dan efisiensi pekerjaan
yang ditinjau dari segi penggunaan bahan peledak.
13
Contoh Permasalahan Menurunkan Nilai Powder Factor Untuk
Mendapatkan Hasil Peledakan dengan Ukuran Fragmentasi yang Sesuai di
PT Adaro Indonesia Sub Pit N4 North Tutupan.
Pada operasi peledakan PT Adaro Indonesia di Sub Pit N4 North Tutupan,
hasil peledakan yang dilakukan menunjukan bahwa ukuran fragmen batuan yang
terlalu kecil. Ukuran fragmen yang kecil menunjukan pemakaian bahan peledak
yang berlebih dan kurang efisien. Hal ini menyebabkan diperlukannya kajian
powder factor yang tepat untuk mendapatkan fragmen optimal di area tersebut.
Penentuan nilai fragmen optimal didapatkan dengan menurunkan nilai powder
factor peledakan pada beberapa uji coba peledakan. Penurunan powder factor
menggunakan dua buah metode yaitu pengurangan kolom isian dan ekspansi
burden dan spasi. Penurunan powder factor ini akan berdampak kepada semakin
besarnya ukuran fragmen batuan hasil peledakan dan semakin lama waktu
penggalian material. Titik optimal ukuran fragmen akan ditentukan berdasarkan
waktu penggalian material tersebut tidak melebihi waktu penggalian yang
ditetapkan perusahaan yaitu 12 detik. Pemodelan ukuran fragmen menggunakan
model Kuz-Ram dan penghitungan ukuran fragmen aktual menggunakan program
Split Desktop.
Hasil penelitian menunjukan powder factor optimal bernilai 0.18 dengan
cara ekspansi burden dan spasi menjadi 9 x 11 meter. Ukuran fragmentasi optimal
pada area N4 adalah 67cm. Diperlukan koreksi pada model Kuz-Ram agar
hasilnya semakin mendekati keadaan aktual. Faktor koreksi pada model Kuz-Ram
berada di parameter ukuran karakteristik dengan nilai koreksi 1.018 dan pada
parameter indeks keseragaman dengan nilai koreksi 1.473. Penurunan powder
factor peledakan berdampak pada semakin berkurangnya penggunaan bahan
peledak, sehingga dapat menurunkan unit cost peledakan dari 0.264 $/BCM
menjadi 0.218 $/BCM atau turun sebesar 0.046 $/BCM.
14
BAB III
KESIMPULAN
III.1. Kesimpulan
Jadi perbedaan antara Teori R.L.Ash dengan Teori C.J.Konya adalah hanya
dari segi pemakaian rumus jika teori R.L.Ash memakai burden ratio dan jika
C.J.Konya memakai berat jenis batuan yang akan diledakkan dan berat jenis bahan
peledak.
Powder factor adalah suatu bilangan untuk menyatakan jumlah material yang
akan diledakan atau dibongkar,oleh sejumlah tertentu jumlah bahan peledak. Nilai
powder factor dapat dinyatakan dalam satuan ton/kg atau kg/ton. Powder factor patut
diperhitungkan agar dapat diketahui tingkat efektif suatu pekerjaan peledakan serta
efisiensi pengunaan bahan peledak. Nilai powder factor cenderung berpengaruh ke
segi keekonomisan karena berkaitan terhadap nilai bahan peledak yang digunakan,
jika nilai powder factor besar dapat dikatakan bahwa kuantitas bahan peledak yang
dipakai telah cukup efektif, sedangkan bila nilai powder factor kecil, mengindikasikan
bahwa pekerjaan peledakan yang dilakukan masih kurang efektif.
Nilai Powder Factor yang terlalu besar dapat meyebabkan hasil peledakan
berupa ukuran fragmentasi batuan yang sangat kecil sehingga tidak sesuai dengan
kriteria yang di inginkan, untuk medapatkan fragmentasi yang sesuai maka dilakukan
penurunan nilai powder factor dengan mengurangi jumlah bahan peledak yang
digunakan dan ukuran antara spasi dan burden.
15
DAFTAR PUSTAKA
http://arghaminers.blogspot.com/2010/12/geometri-peledakan.html
http://gdl.fttm.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=--davidryanh-734
Dyno Nobel . 2011. Geometri Peledakan “Rules of Thumb”
16