tugas pendahuluan

15
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengertian "otonom" secara bahasa adalah "berdiri sendiri" atau "dengan pemerintahan sendiri". Sedangkan "daerah" adalah suatu "wilayah" atau "lingkungan pemerintah". Dengan demikian pengertian secara istilah "otonomi daerah" adalah wewenang atau kekuasaan pada suatu wilayah atau daerah yang mengatur dan mengelola untuk kepentingan wilayah atau daerah masyarakat itu sendiri. Pengertian yang lebih luas lagi adalah wewenang atau kekuasaan pada suatu wilayah atau daerah yang mengatur dan mengelola untuk kepentingan wilayah atau daerah masyarakat itu sendiri mulai dari ekonomi, politik, dan pengaturan perimbangan keuangan termasuk pengaturan sosial, budaya, dan ideologi yang sesuai dengan tradisi adat istiadat daerah lingkungannya. Pelaksanaan otonomi daerah dipengaruhi oleh faktor-faktor yang meliputi kemampuan pelaksana, kemampuan dalam keuangan, ketersediaan alat dan bahan, dan kemampuan dalam berorganisasi. Otonomi daerah tidak mencakup bidang-bidang tertentu, seperti politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter, fiskal, dan agama. Bidang-bidang tersebut tetap menjadi urusan pemerintah pusat. Pelaksanaan otonomi daerah berdasar pada prinsip demokrasi, keadilan, pemerataan, dan keanekaragaman.

Upload: ratu-erika-sarah

Post on 18-Dec-2015

1 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

jj

TRANSCRIPT

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pengertian "otonom" secara bahasa adalah "berdiri sendiri" atau "dengan pemerintahan sendiri". Sedangkan "daerah" adalah suatu "wilayah" atau "lingkungan pemerintah". Dengan demikian pengertian secara istilah "otonomi daerah" adalah wewenang atau kekuasaan pada suatu wilayah atau daerah yang mengatur dan mengelola untuk kepentingan wilayah atau daerah masyarakat itu sendiri. Pengertian yang lebih luas lagi adalah wewenang atau kekuasaan pada suatu wilayah atau daerah yang mengatur dan mengelola untuk kepentingan wilayah atau daerah masyarakat itu sendiri mulai dari ekonomi, politik, dan pengaturan perimbangan keuangan termasuk pengaturan sosial, budaya, dan ideologi yang sesuai dengan tradisi adat istiadat daerah lingkungannya.

Pelaksanaan otonomi daerah dipengaruhi oleh faktor-faktor yang meliputi kemampuan pelaksana, kemampuan dalam keuangan, ketersediaan alat dan bahan, dan kemampuan dalam berorganisasi. Otonomi daerah tidak mencakup bidang-bidang tertentu, seperti politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter, fiskal, dan agama. Bidang-bidang tersebut tetap menjadi urusan pemerintah pusat. Pelaksanaan otonomi daerah berdasar pada prinsip demokrasi, keadilan, pemerataan, dan keanekaragaman.Otonomi daerah tidak hanya pelaksanaan demokrasi pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat. Rakyat tidak saja menentukan nasibnya melainkan juga memperbaiki nasibnya sendiri. Di dalam UUD 1945 antara lain tersurat bahwa sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia memberikan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah.

Sistem Pemerintahan Daerah otonom sebelum UU No 22 tahun 1999 terbagi dalam Sistem Pemerintahan Administratif dan Otonomi. dalam Sistem Pemerintahan Administratif Pemerintah Daerah berperan sebagai pembantu dari penyelenggaraan pemerintah pusat yang dikenal sebagai azas dekosentrasi dalam UU No 54 tahun 1970 tentang Pemerintah Daerah, hal ini diaplikasikan dalam Pemerintahan Daerah Tingkat I dan Pemerintahan Daerah tingkat II. Sedangkan dalam Sistem Pemerintahan Otonomi Pemerintahan Daerah adalah mandiri dalam menjalankan urusan rumah tanganya. Pemerintahan Daerah memerlukan alat-alat perlengkapannya sendiri sebagai pegawai/pejabat pejabat daerah dan bukan pegawai/pejabat pusat. Memberikan wewenang untuk menyelenggarakan rumah tangga sendiri berarti pula membiarkan bagi daerah untuk berinisiatif sendiri dan untuk merealisir itu, daerah memerlukan sumber keuangan sendiri dan pendapatan-pendapatan yang diperoleh dari sumber keuangan sendiri memerlukan pengaturan yang tegas agar di kemudian hari tidak terjadi perselisihan antara pusat dan daerah. Pemerintahan Daerah diberikan kekuasaan yang sangat besar dalam mengelola daerahnya terutama Pemerintahan Kota atau Kabupaten. Dalam makalah ini akan dibahas masalah dasar hukum otonomi daerah dan bagaimana kewenangan pemerintah daerah dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

1.2. Rumusan Masalah

1. Apa landasan hukum sistem otonomi daerah?2. Bagaimana kewenangan pemerintah daerah dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia ?

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Pemerintah Daerah

Definisi Pemerintahan Daerah (Pasal 1 angka 2 UU Nomor 32 Tahun 2004):Penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945. Definisi Pemerintah Daerah (Pasal 1 angka 3 UU Nomor 32 Tahun 2004):Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945.

2.2. Landasan Hukum Sistem Otonomi Daerah

Di dalam pokok-pokok perubahan UUD 1945 pada bab IV pasal 18 ayat 1 tentang pengaturan pemerintahan daerah, dijelaskan bahwa negara Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota. Setiap provinsi, kabupaten dan kota mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang. Sebagai negara kesatuan, kita tidak mengenal adanya negara dalam negara, karena memang bukan negara federal (serikat).

Pembagian daerah adalah sekedar suatu desentralisasi dengan otonomi yang luas untuk melancarkan jalannya pemerintahan. Selanjutnya dalam ayat 2 diatur tentang otonomi pemerintahan daerah. Dijelaskan dalam pasal tersebut bahwa pemerintahan daerah provinsi, kabupaten dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan. Selain mengatur tentang otonomi daerah, UUD 1945 hasil amandemen juga mengakui keistimewaan pemerintahan daerah. Dalam pasal 18B ayat 1, hubungan pemerintah pusat dan daerah provinsi, kabupaten dan kota diatur dalam suatu undang-undang dengan memperhatikan keistimewaan daerah masing-masing. Selain itu, negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat berserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip NKRI yan diatur dalam undang-undang (pasal 18B ayat2). Hal ini merupakan perwujudan kebinekaan masyarakat dan wilayah Negara Indonesia dengan segala kekayaan etnis, budaya, adat istiadat dan karakter masing-masing.

Kebebasan dan keterbukaan politik yang terjadi pasca Orde Baru membawa konsekuensi logis pada pemerintahan untuk segera mengubah diri. Segala macam kebijakan dan regulasi yang berbau orde baru yang sentralistis diubah sedemikian besarnya menjadi sangat terdesentralisasi. Kebijakan desentralisasi diperkenalkan pada tahun 1999 melalui UU No.22/1999 dan UU 25/1999. Dua undang-undang ini lahir untuk merespon dua kondisi sosial-politik yaitu merebaknya tuntutan daerah untuk memperoleh otonomi yang lebih luas, bahkan tuntutan federasi dan merdeka, serta semangat demokrasi yang menuntut ruang partisipasi yang luas.

Melalui setting sosial politik ini maka UU No. 22/1999 dan UU 25/1999 hadir dengan dua misi utama. Untuk memuaskan semua daerah dengan memberikan ruang partisipasi politik yang tinggi melalui desentralisasi politik dari pusat kepada daerah, dan memberikan kesempatan dan kepuasan politik kepada masyarakat dengan memberikan kesempatan untuk menikmati simbol-simbol utama demokrasi lokal (misal pemilihan Kepala Daerah). Untuk memuaskan daerah-daerah kaya sumberdaya alam yang memberontak dengan memberikan akses yang lebih besar untuk menikmati sumberdaya alam yang ada di daerah mereka masing-masing.

Regulasi yang baru ini memberikan kewenangan yang luas kepada daerah otonom yang meliputi seluruh bidang pemerintahan kecuali politik luar negeri, hankam, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta beberapa kewenangan bidang lain. Disamping memperoleh kewenangan politik yang luas, daerah juga memperoleh peluang partisipasi politik yang tinggi. Hal ini dapat dilihat dari kesempatan untuk memilih Kepala Daerah secara langsung, juga pembentukan Badan Perwakilan Desa sebagai perkembangan baru bagi kehidupan demokrasi di tingkat desa. Secara lebih detail, UU No.22/1999 yang kemudian dilanjutkan dengan UU No.32/2004 dengan beberapa revisi, telah melakukan perubahan signifikan dibandingkan dengan sistem yang digunakan di masa Orde Baru.Semangat otonomi daerah yang lebih besar ini dimulai dengan perubahan simbolisasi pada nama daerah otonom. Istilah tingkatan daerah otonom (Dati I dan Dati II) dihapuskan, dan diganti dengan istilah yang lebih netral, yaitu Propinsi, Kabupaten dan Kota. Hal ini didasari semangat untuk menghindari citra bahwa tingkatan lebih tinggi (Dati I) secara hierarkhis lebih berkuasa daripada tingkatan lebih rendah (Dati II). Padahal dua-duanya merupakan badan hukum yang terpisah dan sejajar yang mempunyai kewenangan berbeda. UU No.22/1999 memperpendek jangkauan asas dekonsentrasi yang dibatasi hanya sampai pemerintahan Propinsi.

Pemerintahan Kabupaten dan Kota telah terbebas dari intervensi pusat yang sangat kuat melalui perangkapan jabatan Kepala Daerah Otonom (Local Self-government) dan Kepala Wilayah Administratif (Field Administration). Bupati dan Walikota adalah Kepada Daerah Otonom saja. Sementara itu jabatan Kepala Wilayah pada kabupaten dan Kota (dulu Kotamadya) sudah tidak dikenal lagi. UU No.22/1999 yang kemudian dilanjutkan oleh UU No.32/2004 menghapuskan posisi wilayah administratif (field administration) pada level Daerah Kabupaten dan Daerah Kota. Integrated Prefectoral System yang sentralistis yang digunakan UU No.5/1974 diubah menjadi Functional System, dan bukan sekedar Unintegrated Prefectoral System yang dikenal pada UU No.1/1957.UU tersebut menempatkan pemerintahan kecamatan dan kelurahan sebagai perangkat Daerah otonom, yaitu Daerah Kabupaten dan Daerah Kota. Dengan kata lain, pemerintahan kecamatan menempati posisi sebagai kepanjangan tangan pemerintahan daerah otonom (desentralisasi), dan bukan sebagai aparat dekonsentrasi.

Bupati dan Walikota dipilih secara mandiri di daerah tanpa melibatkan pemerintah Propinsi maupun pemerintah Pusat. Dalam UU No.22/1999, Kepala Daerah dipilih oleh DPRD. Oleh karena itu, Bupati/Walikota harus bertanggung jawab kepada dan bisa diberhentikan oleh DPRD sebelum masa jabatannya usai. Sementara itu, pemerintah pusat (Presiden) hanya diberi kekuasaan untuk memberhentikan sementara seorang Bupati/Walikota jika dianggap membahayakan integrasi nasional. Pada tahun 2004, diperkenalkanlah Pilkada Langsung di mana Kepala Daerah dipilih secara langsung oleh rakyat dari para pasangan calon yang diajukan oleh partai politik. Perubahan ke arah pendalaman demokrasi ini terus berkembang. UU No.32/2004 ini kemudian direvisi di tahun 2008 dengan memberikan kesempatan kepada calon perseorangan untuk berkompetisi dalam Pilkada Langsung.Kewenangan yang lebih luas kepada daerah otonom yang meliputi seluruh bidang pemerintahan kecuali politik luar negeri, hankam, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lain. Hanya saja, definisi kewenangan bidang lain ini ternyata masih sangat luas, sebab mencakup perencanaan dan pengendalian pembangunan nasional secara makro, dana perimbangan keuangan, sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara, pembinaan dan pemberdayaan SDM, pendaya gunaan SDA serta teknologi tinggi strategis, koservasi dan standarisasi nasional.

Sementara itu, keuangan daerah juga mengalami beberapa perubahan. Melalui UU No.25/1999 dan UU No. 33/2004, secara makro sumber-sumber keuangan daerah diperbesar, sejalan dengan dikembangkannya prinsip perimbangan. Jumlah alokasi transfer keuangan ke daerah terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Jumlah ini juga semakin terasa untuk dua provinsi yang memperoleh otonomi khusus, yaitu Papua dan Aceh (Nanggroe Aceh Darussalam) melalui dana Otsus dan penyesuaian. Semua ini dilakukan untuk mengurangi kesenjangan fiskal antara pusat dan daerah, meningkatkan kualitas pelayanan publik di daerah, serta meningkatkan sinergi perencanaan pembangunan pusat dan daerah.

2.3. Kewenangan Pemerintah Daerah

Kewenangan pemerintahan daerah terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan. menurut pasal 13 undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah provinsi adalah urusan dalam skala provinsi yang meliputi :(1) perencanaan dan pengendalian pembangunan;(2) perencanaan, pemanfaatan dan pengawasan tata ruang;(3) penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat;(4) penyediaan sarana dan prasarana umum;(5) penanganan di bidang kesehatan;(6) penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial;(7) penanggulangan masalah sosial lalu litas kabupaten/kota;(8) pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota;(9) fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah termasuk lintas kabupaten/kota;(10) pengendalian lingkungan hidup;(11) pelayanan pertanahan termasuk lintas batas kabupaten/kota;(12) pelayanan kependudukan dan catatan sipil;(13) pelayanan administrasi umum pemerintahan;(14) pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas kabupaten/kota;(15) penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat dilaksanakan oleh kabupaten/kota; dan(16) urusan wajib lainnya yang dimanfaatkan oleh peraturan perundang-undangan.

sedangkan urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah kabupaten/kota adalah urusan yang berskala kabupaten/kota meliputi :(1) perencanaan dan pengendalian pembangunan;(2) perencanan, pemanfaatan dan pengawasan tata ruang;(3) penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat;(4) penyediaan sarana dan prasarana umum;(5) penanganan di bidang kesehatan;(6) penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial;(7) penanggulangan masalah sosial;(8) pelayanan bidang ketenagakerjaan;(9) fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah;(10) pengendalian lingkungan hidup;(11) pelayanan pertanahan;(12) pelayanan kependudukan dan catatan sipil;(13) pelayanan administrasi umum pemerintahan;(14) pelayanan administrasi penanaman modal;(15) penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan(16) urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.urusan wajib di atas, seperti halnya urusan wajib, termasuk di dalamnya pelayanan administrasi umum pemerintahan. kemudian urusan pemerintahan kabupaten/kota yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan. Pemerintahan Daerah Provinsi terdiri atas Pemerintah Daerah Provinsi dan DPRD Provinsi. Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota terdiri atas Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan DPRD Kabupaten/Kota.

Kewenangan Propinsi terdiri dari :I. Kewenangan dalam bidang pemerintahan yang bersifat lintas Kabupaten/Kota;II. Kewenangan dalam bidang tertentu, seperti perencanaan pengendalian pembangunan regional secara makro, penentuan baku mutu lingkungan propinsi, yang harus sama atau lebih ketat dari baku mutu lingkungan nasional, menetapkan pedoman teknis untuk menjamin keseimbangan lingkungan yang ditetapkan dalam rencana tata ruang propinsi dan sebagainya.III. Kewenangan dekonsentrasi seperti pembinaan AMDAL untuk usaha atau dan kegiatan di luar kewenangan pusat.Kewenangan Kabupaten/Kota terdiri dari :I. Perencanaan pengelolaan lingkungan hidup;II. Pengendalian pengelolaan lingkungan hidup;III. Pemantauan dan evaluasi kualitas lingkungan;IV. Konservasi seperti pelaksanaan pengelolaan kawasan lindung dan konservasi, rehabilitasi lahan dsb.

PENUTUP

3.1. Kesimpulan Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945.Kewenangan pemerintahan daerah terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan. menurut pasal 13 undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah provinsi dan Kabupaten.

3.2. SaranKewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah yang sangat besar memberikan kesempatan kepada setiap daerah untuk menunjukkan eksistensinya dengan memaksimalkan setiap potensi yang ada. Namun ada hal yang harus dikritisi seperti kesenjangan tiap-tiap daerah yang terjadi serta adanya usaha untuk melepaskan diri dari NKRI, sehingganya peraturan mengenai hubungan pemerintah pusat kepada daerah harus lebih dikuatkan dan dikembangkan agar tetap bisa menjaga keutuhan NKRI.

DAFTAR PUSTAKA

Diane Hakim Koentjoro, Hukum Administrasi Negara, Ghalia IndonesiaTahun, Ciawi, 2004 .

Irawan Soejito, Pengawasan Terhadap Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah, Bina Aksara, Jakarta, 1983.

Ridwan H.R., Hukum Administrasi Negara, PT. Raja Grafindo Persada,Jakarta, 2006.

Prof. Dr. CST. Aknsil, S.H., Sistem Pemerintahan Indonesia, Bumi Aksara,Jakarta, 2003..

UUD 1945 dan Perubahan dari naskah UUD 1945, Perubahan Pertama,Kedua, Ketiga, dan Keempat.

UU No. 5 Tahun 1986, Tentang Peradilan Tata Usaha Negara

UU No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah

UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

Google.com/Wikipedia