tugas pengelolaan daerah aliran sungai
DESCRIPTION
TEKNIK PENGAIRANTRANSCRIPT
TUGAS PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI
Studi Kasus : Kerusakan Daerah Aliran Sungai di DKI Jakarta
Oleh:
M. DIMAS NOOR 135060400111032ALIF RAMADHANI MPG 135060400111033ILHAM NUGRAHA 135060400111034FAUZIYAH NUSTYANI 135060400111036TRI KURNIAWATI 135060400111037BILLY MOSIS P 135060400111039TATAG TATA M 135060400111044ANTON NAWIPA 0910643013
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG2013
2
BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keberadaan Daerah Aliran Sungai (DAS) secara yuridis formal tertuang
dalam Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 1970 tentang Perencanaan Hutan. Di
dalam peraturan pemerintah ini DAS dibatasi sebagai suatu daerah tertentu yang
bentuk dan sifat alamnya sedemikian rupa sehingga merupakan suatu kesatuan
dengan sungai dan anak sungainya yang melalui daerah tersebut dalam fungsi
untuk menampung air yang berasal dari curah hujan dan sumber air lainnya,
penyimpanannya serta pengalirannya dihimpun dan ditata berdasarkan hukum
alam sekelilingnya demi keseimbangan daerah tersebut. Faktanya hingga saat ini,
kerusakan DAS di berbagai daerah di Indonesia mengalami kerusakan misalnya di
DKI Jakarta.
Meningkatnya kebutuhan dan intervensi manusia dalam pemanfaatan
sumber daya dalam Daerah Aliran Sungai (DAS) membuat makin banyaknya
DAS yang rusak. Meskipun kegiatan konservasi tanah dan air dalam pengelolaan
DAS telah dilakukan sejak tahun 1970-an, namun kerusakan DAS tetap
meningkat. Pentingnya posisi DAS sebagai unit pengelolaan yang utuh
merupakan konsekuensi logis untuk menjaga kesinambungan pemanfaatan
sumberdaya hutan, tanah dan air. Kurang tepatnya perencanaan dapat
menimbulkan adanya degradasi DAS yang mengakibatkan lahan menjadi gundul,
tanah/lahan menjadi kritis dan erosi pada lereng-lereng curam. Pada akhirnya
proses degradasi tersebut dapat menimbulkan banjir yang besar di musim hujan,
debit sungai menjadi sangat rendah di musim kemarau, kelembaban tanah di
sekitar hutan menjadi berkurang di musim kemarau sehingga dapat menimbulkan
kebakaran hutan, terjadinya percepatan sedimen pada waduk-waduk dan jaringan
irigasi yang ada, serta penurunan kualitas air. Perkembangan pembangunan di
bidang pemukiman, pertanian, perkebunan, industri, eksploitasi sumber daya alam
berupa penambangan, dan ekploitasi hutan menyebabkan penurunan kondisi
hidrologis suatu daerah aliran sungai (DAS).
3
Gejala penurunan fungsi hidrologis DAS ini dapat dijumpai di beberapa
wilayah Indonesia , seperti di Pulau Jawa, Pulau Sumatera, dan Pulau Kalimantan,
terutama sejak tahun dimulainya Pelita I yaitu pada tahun 1972. Penurunan fungsi
hidrologis tersebut menyebabkan kemampuan DAS untuk berfungsi sebagai
penyimpan air pada musim kemarau dan kemudian dipergunakan melepas air
sebagai “ base flow” pada musim kemarau, telah menurun. Ketika air hujan turun
pada musim penghujan air akan langsung mengalir menjadi aliran permukaan
yang kadang-kadang menyebabkan banjir dan sebaliknya pada musim kemarau
aliran “base flow” sangat kecil. Hal ini sering kali dijumpai di DKI Jakarta
Di Jakarta kerusakan lingkungan di daerah aliran sungai (DAS)
menyebabkan kota Jakarta setiap musim hujan justru kehilangan air sebesar 1,5
miliar meter kubik. Dampak dari kehilangan air secara besar-besaran ini membuat
Jakarta krisis air. Rusaknya DAS di Jakarta sebenarnya disebabkan oleh beberapa
hal, antara lain pengelolaan DAS di DKI Jakarta kurang maksimal,tidak adanya
tenaga pengelola DAS di DKI Jakarta, perilaku masyarakat yang membuang
sampah di sungai, teknologi dan daya tampung air hujan yang tidak maksimal,
serta penegakan hukum yang tidak tegas dalam menangani kerusakan DAS di
Jakarta.
Pada prinsipnya kebijakan pengelolaan daerah aliran sungai (DAS) secara
terpadu merupakan hal yang sangat penting dalam rangka mengurangi dan
menghadapi permasalahan sumberdaya air baik dari segi kualitas dan
kuantitasnya. Kebijakan ini oleh karenanya merupakan bagian terintegrasi dari
kebijakan lingkungan yang didasarkan pada data akademis maupun teknis,
beragamnya kondisi lingkungan pada beberapa daerah dan perkembangan
ekonomi dan sosial sebagai sebagai suatu keseluruhan dimana perkembangan
daerah. Dengan beragamnya kondisi, maka beragam dan spesifik juga solusinya.
Keberagaman ini harus diperhitungkan dalam perencanaan dan pengambilan
keputusan untuk memastikan bahwa perlindungan dan penggunaan DAS secara
berkelanjutan ada dalam suatu rangkaian kerangka kerja (framework).
4
Dalam upaya menciptakan pendekatan pengelolaan DAS secara terpadu,
diperlukan perencanaan secara terpadu, menyeluruh, berkelanjutan dan
berwawasan lingkungan dengan mempertimbangkan DAS sebagai suatu unit
pengelolaan. Dengan demikian bila ada bencana, apakah itu banjir maupun
kekeringan, penanggulangannya dapat dilakukan secara menyeluruh yang
meliputi DAS mulai dari daerah hulu sampai hilir. Oleh karena itu perlu adanya
pengelolaan DAS yang baik untuk mengatasi masalah kerusakan DAS di Jakarta
yang saat ini mengalami krisis air secara besar-besaran, seperti yang tertuang
dalam artikel yang berjudul “1,5 Meter Kubik Air Terbuang Percuma”.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa saja yang menyebabkan DAS di Jakarta dalam artikel “1,5 Meter
Kubik Air Terbuang Percuma” mengalami krisis air ?
2. Bagaimana solusi pemecahan masalah DAS di Jakarta dalam artikel “1,5
Meter Kubik Air Terbuang Percuma” mengalami krisis air ?
1.3 Tujuan
1. Menganalisis penyebab DAS di Jakarta dalam artikel “1,5 Meter Kubik
Air Terbuang Percuma” yang mengalami krisis air.
2. Mengetahui solusi pemecahan masalah DAS di Jakarta dalam artikel “1,5
Meter Kubik Air Terbuang Percuma” yang mengalami krisis air.
5
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian PSDA
Air adalah semua air yang terdapat di atas maupun di bawah permukaan
tanah. Air dalam pengertian ini termasuk air permukaan, air tanah, air hujan dan
air laut yang dimanfaatkan di darat. Sedangkan pengertian sumberdaya air adalah
air dan semua potensi yang terdapat pada air, sumber air, termasuk sarana dan
prasarana pengairan yang dapat dimanfaatkan, namun tidak termasuk kekayaan
hewani yang ada di dalamnya (Sunaryo,2004).
Air merupakan elemen yang paling melimpah di atas bumi, yang meliputi
70 persen permukaannya dan berjumlah kira-kira 1.4 ribu juta kilometer kubik.
Namun hanya sebagian kecil saja dari jumlah ini yang benar-benar dimanfaatkan,
yaitu kira-kira hanya 0,003 persen. Sebagian besar air, kira-kira 97 persen, ada
dalam samudera, laut, dan kadar garamnya terlalu tinggi.
Menurut Sunaryo (2004) berbagai persoalan tentang sumberdaya air yang
berkaitan dengan kuantitas dan kualitasnya menyadarkan semua pihak bahwa
persoalan air perlu dilakukan dengan tindakan yang tepat sehingga menghasilkan
solusi yang optimal. Diperlukan pengelolaan sumberdaya air terpadu, menyeluruh
dan berwawasan lingkungan agar sumberdaya air dapat dimanfaatkan secara
berkelanjutan.
Pengelolaan sumberdaya air adalah upaya merencanakan, melaksanakan,
memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan konservasi sumberdaya air,
pendayagunaan sumberdaya air, dan pengendalian daya rusak air. Adapun visi dan
misi pengelolaan sumberdaya air adalah mewujudkan kemanfaatan sumberdaya
air bagi kesejahteraan seluruh rakyat dan konservasi sumberdaya air yang adil
untuk berbagai kebutuhan masyarakat. Salah satu tujuan pengelolaan sumberdaya
air adalah mendukung pembangunan regional dan nasional yang berkelanjutan
dengan mewujudkan keberlanjutan sumberdaya air (Sunaryo, 2004).
6
2.2 Pengertian DAS
Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan daerah yang di batasi punggung -
punggung gunung dimana air hujan yang jatuh pada daerah tersebut akan
ditampung oleh punggung gunung tersebut dan akan dialirkan melalui sungai-
sungai kecil ke sungai utama (Asdak, 1995). DAS merupakan suatu sistem,
sehingga dalam pengembangannyapun, DAS harus diperlakukan sebagai suatu
sistem. Pengembangan DAS bertujuan untuk memenuhi tujuan pembangunan
berkelanjutan. Sasaran pengembangan DAS akan menciptakan ciri-ciri yang baik
sebagai berikut (Agus, dkk., 2007) :
1. Mampu memberikan produktivitas lahan yang tinggi. Setiap bidang lahan
harus memberikan produktivitas yang cukup tinggi sehingga dapat
mendukung kehidupan yang layak bagi petani yang mengusahakannnya.
2. Mampu mewujudkan, pemerataan produktivitas di seluruh DAS.
3. Dapat menjamin kelestarian sumber daya air.
Fungsi hutan dalam ekosistem DAS dipandang dari tiga aspek, yaitu
pohon, tanah dan lansekap (landscape). Vegetasi hutan berfungsi mengintersepsi
air hujan, akan tetapi laju transpirasi yang tinggi menyebabkan perbandingan
dengan jenis vegetasi non-irigasi lainnya.Tanah hutan memiliki lapisan seresah
yang tebal, kandungan bahan organik tanah, dan jumlah makro porositas yang
cukup tinggi sehingga laju infiltrasi air lebih tinggi dibandingkan dengan lahan
pertanian.Dari sisi lansekap, hutan tidak peka terhadap erosi karena memiliki filter
berupa seresah pada lapisan tanahnya. Hutan dengan karakteristik tersebut di atas
sering disebut mampu meredam tingginya debit sungai pada saat musim hujan dan
menjaga kestabilan aliran air pada musim kemarau. Akan tetapi prasyarat penting
untuk memiliki sifat tersebut adalah jika tanah hutan cukup dalam. Dalam kondisi
ini hutan akan mampu berpengaruh secara efektif terhadap berbagai aspek tata air
(Agus, Noordwijk dan Farida, 2007).
Daerah resapan air memiliki peran penting sebagai penyaring air tanah.
Ketika air masuk ke daerah resapan maka akan terjadi proses penyaringan air dari
partikel-partikel yang terlarut di dalamnya. Hal ini dimungkinkan karena
perjalanan air dalam tanah sangat lambat dan oleh karenanya memerlukan waktu
7
yang relatif lama.Pada keadaan normal, aliran air tanah langsung masuk ke sungai
yang terdekat (Asdak,1995).
Tanah yang mengalami erosi di bagian hulu DAS berakibat pada
berkurangnya infiltrasi air ke tanah, sehingga menyebabkan pengisian kembali air
di bawah tanah (ground water) berkurang yang mengakibatkan kekeringan di
musim kemarau. Dengan demikian terlihat bahwa peristiwa banjir dan kekeringan
merupakan fenomena yang tidak terpisahkan dari peristiwa erosi. Bersama dengan
sedimen, unsur-unsur hara terutama N dan P serta bahan organikpun banyak yang
ikut terbawa masuk ke dalam waduk atau danau (Agus, dkk., 2007).
Dalam pendefinisian DAS pemahaman akan konsep daur hidrologi sangat
diperlukan terutama untuk melihat masukan berupa curah hujan yang selanjutnya
didistribusikan melalui beberapa cara seperti diperlihatkan pada Gambar 1.
Konsep daur hidrologi DAS menjelaskan bahwa air hujan langsung sampai ke
permukaan tanah untuk kemudian terbagi menjadi air larian, evaporasi dan air
infiltrasi, yang kemudian akan mengalir ke sungai sebagai debit aliran.
2.2.1 Pengertian DAS Berdasarkan Fungsi
Ekosistem DAS dapat diklasifikasikan menjadi daerah hulu, tengah dan
hilir. DAS bagian hulu merupakan daerah konservasi, DAS bagian hilir
merupakan daerah pemanfaatan. DAS bagian hulu mempunyai arti penting
terutama dari segi perlindungan fungsi tata air, karena itu setiap terjadinya
kegiatan di daerah hulu akan menimbulkan dampak di daerah hilir dalam bentuk
perubahan fluktuasi debit dan transport sedimen serta material terlarut dalam
sistem aliran airnya. Dengan kata lain ekosistem DAS di bagian hulu berfungsi
sebagai pelindung terhadap keseluruhan DAS. Perlindungan tersebut antara lain
dari segi fungsi tata air, dan oleh karenanya pengelolaan DAS hulu seringkali
menjadi perhatian utama mengingat dalam suatu DAS, bagian hulu dan hilir
memiliki keterkaitan biofisik melalui daur hidrologi (Permadi,2011)
Dalam rangka memberikan gambaran keterkaitan secara menyeluruh
dalam pengelolaan DAS, terlebih dahulu diperlukan batasan-batasan mengenai
DAS berdasarkan fungsi, yaitu :
8
1) DAS bagian hulu didasarkan pada fungsi konservasi yang dikelola untuk
mempertahankan kondisi lingkungan DAS agar tidak terdegradasi, yang antara
lain dapat diindikasikan dari kondisi tutupan vegetasi lahan DAS, kualitas air,
kemampuan menyimpan air (debit), dan curah hujan.
2) DAS bagian tengah didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola
untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang
antara lain dapat diindikasikan dari kuantitas air, kualitas air, kemampuan
menyalurkan air, dan ketinggian muka air tanah, serta terkait pada prasarana
pengairan seperti pengelolaan sungai, waduk, dan danau.
3) DAS bagian hilir didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola
untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang
diindikasikan melalui kuantitas dan kualitas air, kemampuan menyalurkan air,
ketinggian curah hujan, dan terkait untuk kebutuhan pertanian, air bersih, serta
pengelolaan air limbah.
Keberadaan sektor kehutanan di daerah hulu yang dikelola dengan baik
dan terjaga keberlanjutannya dengan didukung oleh prasarana dan sarana di
bagian tengah akan dapat mempengaruhi fungsi dan manfaat DAS tersebut di
bagian hilir, baik untuk pertanian, kehutanan maupun untuk kebutuhan air bersih
bagi masyarakat secara keseluruhan. Dengan adanya rentang panjang DAS yang
begitu luas, baik secara administrasi maupun tata ruang, dalam pengelolaan DAS
diperlukan adanya koordinasi berbagai pihak terkait baik lintas sektoral maupun
lintas daerah secara baik.
2.3 Konsep Pengelolaan DAS
Keberlanjutan pemanfaatan dan pencagaran sumber daya alam merupakan
suatu proses perubahan di mana terdapat kesinambungan pemanfaatan dan
pencagaran sumber daya alam, arah investasi pemanfaatan sumber daya alam dan
perubahan kelembagaan yang berkaitan dengan pemanfaatan dan perlindungan
sumber daya alam konsisten dengan sasaran saat ini dan di masa datang (Asdak,
2007).
9
Pengelolaan Daerah aliran Sungai (DAS) diharapkan dapat memberikan
kerangka kerja kearah tercapainya pembangunan yang berkelanjutan. Pengelolaan
DAS merupakan merupakan sumber daya yang dapat diperbaharui yaitu
tumbuhan, tanah dan air agar dapat memberikan manfaat maksimal dan
berkesinambungan. Pengelolaan DAS merupakan upaya manusia dalam
mengendalikan hubungan timbale balik antara sumber daya alam dan manusia
dengan segala aktifitasnya di dalam DAS. Tujuan pengelolaan DAS adalah untuk
membina kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatkan pemanfaatan
sumber daya alam bagi manusia secara berkelanjutan.
Untuk tercapainya pembangunan DAS yang berkelanjutan, maka harus
tercipta keselarasan antara kegiatan pembangunan ekonomi dan perlindungan
lingkungan. Dalam hal ini membutuhkan penyatuan kedua sisi pandang tersebut
secara realistis melalui penyesuaian kegiatan pengelolaan DAS dan konservasi
daerah hulu ke dalam bidang ekonomi dan social. Apabila tujuan pembangunan
yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan ingin di wujudkan, maka
formulasi kebijakan tersebut harus dituntaskan.
2.3.1 Tujuan Pengelolaan DAS
Pengelolaan daerah aliran sungai dilakukan dengan tujuan sebagai berikut :
1) Meningkatkan stabilitas tata air
2) Meningkatkan stabilitas tanah
3) Meningkatkan pendapatan petani
4) Meningkatkan perilaku masyarakat kea rah kegiatan konservasi
Untuk dapat mencapai tujuan pengelolaan DAS tersebut, maka ruang lingkup DAS harus meliputi :
1) Pengelolaan lahan melalui usaha konservasi tanah dalam arti luas
2) Pengelolaan air melalui pengembangan sumber daya air
3) Pengelolaan vegetasi khususnya pengelolaan hutan yang memiliki fungsi
perlindungan terhadap tanah dan air
10
4) Pembinaan kesadaran dan kemampuan manusia dalam penggunaan sumber
daya alam secara bijaksana, sehingga berperan serta pada upaya
pengelolaan DAS
Dengan pengelolaan DAS yang benar diharapkan tercapainya kondisi
hidrologi yang optimal, meningkatkan produktifitas lahan yang diikuti oleh
perbaikan kesejahteraan masyarakat, terbentuknya kelembagaan masyarakat yang
tangguh dan muncul dari bawah sesuai dengan kondisi social budaya setempat
serta terwujudnya pembangunan yang berkelanjutan, berwawasan lingkungan dan
berkeadilan.
2.3.2 Prinsip Dasar dan Sasaran
Menurut Sukardi (2011), dalam pengelolaan DAS terdapat beberapa
prinsip yang harus dijalankan, yaitu :
1) Pengelolaan DAS meliputi pemanfaatan, pemberdayaan, pengembangan,
perlindungan dan pengendalian sumber daya DAS.
2) Pengelolaan DAS berlandaskan pada aasa keterpaduan, kelestarian
pemanfaatan, keadilan, kemandirian serta akuntabilitas
3) Pengelolaan DAS diselenggarakan secara terpadu, menyeluruh, berkelanjutan
dan berwawasan lingkungan.
4) Pengelolaan DAS dilakukan melalui pendekatan ekosistem berdasarkan
prinsip satu sungai, satu perencanaan, satu pengelolaan dengan
memperhatikan system pemerintahan yang desentralistik sesuai dengan jiwa
otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab.
Prinsip dasar pengelolaan DAS tersebut di atas kemudian
diimplementasikan dalam pengelolaan yang:
1) Dilaksanakan secara holistic, terencana dan berkelanjutan
2) Dilaksanakan secara desentralisasi dengan pendekatan DAS sebagai unit
pengelolaan
3) Dilaksanakan berdasarkan prinsip partisipasi dan konsultasi masyarakat untuk
memperoleh komitmen bersama
11
4) Mendorong partisipasi masyarakat guna secara bertahap mengurangi beban
pemerintah dalam pengelolaan DAS.
Berdasarkan ruang lingkup dan prinsip dasar tersebut diatas, maka secara
umum terdapat tiga sasaran yang ingin dicapai dalam pengelolaan DAS. Adapun
sasaran yang dimaksud adalah :
1) Rehabilitasi lahan terlantar atau lahan yang masih produktif tetapi di digarap
dengan cara yang tidak mengindahkan prinsip-prinsip konservasi tanah dan
air.
2) Perlindungan terhadap lahan-lahan yang umumnya sensitif terhadap terjadinya
erosi dan atau tanah longsor atau lahan-lahan yang diperkirakan memerlukan
tindakan rehabilitasi dikemudian hari.
3) Peningkatan atau pengembangan sumber daya air. Hal yang terakhir ini
dicapai dengan cara pengaturan satu atau lebih komponen penyususn
ekosistem DAS yang diharapkan mempunyai pengaruh terhadap proses-
proses hidrolgi atau kualitas air.
2.3.3 Pedoman Kerja prinsip DAS
Perencanaan Pengelolaan DAS yang baik dilakukan dengan cara
pendekatan secara menyeluruh. Pendekatan tersebut dilakukan sebagai bahan
pertimbangan terhadap terganggunya salah satu komponen pada sistem alam yang
dapat berpengaruh pada komponen lain dari sistem tersebut. Pendekatan
menyeluruh ini pada hakekatnya suatu kajian terpadu terhadap semua aspek
sumber daya dalam suatu DAS dengan mempertimbangkan faktor-faktor
lingkungan, social, politik dan ekonomi. Ekosistem DAS dapat dimanfaatkan
dalam melakukan suatu perencanaan dan pengendalian pengelolaan DAS sebagai
suatu unit perencanaan dan evaluasi yang sistematis, logis dan rasional, sehingga
para stakeholder bisa memanfaatkannya secara multiguna.
Prinsip yang berlaku secara umum mensyaratkan bahwa perencanaan yang
disiapkan secara sistematis, logis dan rasional seharusnya mengarah pada bentuk
pengelolaan yang bijaksana dan implementasi yang efektif. Pengalaman empiris
menunjukkan bahwa proses perencanaan dan implementasi program akan
12
berlangsung dengan efektif apabila disertai pedoman kerja yang berisi prinsip-
prinsip perencanaan sebagai berikut:
1) Tujuan atau sasaran utama pengelolaan DAS secara menyeluruh harus
dirumuskan secara jelas dengan disertai mekanisme system monitoring dan
evaluasi yang dilakukan secara periodic. Dengan demikian, apabila ditemukan
adanya dampak lingkungan yang cukup serius dapat segera ditangani. Seluruh
usulan kegiatan dan hasil yang diperoleh harus berorientasi pada kepentingan
jangka panjang dan capaian kesejahteraan yang berkelanjutan.
2) Perlu disiapkan mekanisme administrasi yang efisien dengan focus perhatian
pada aspek-aspek social-ekonomi-politik dan kerjasama yang harmonis di
antara lembaga-lembaga (pemerintah dan non pemerintah) yang terlibat dalam
pengelolaan DAS
3) Pengelolaan menyeluruh DAS diarahkan pada penyelesaian konflik yang
muncul di antara stakeholders dalam melaksanakan pembangunan. Pada kasus
ketika terjadi konflik harus dihormati dan dilaksnakan dengan konsisten.
Selain masalah penyelesaian konflik, pendekatan menyeluruh pengelolaan
DAS juga mempertimbangkan prinsip-prinsip upaya pengendalian dan proses
umpan balik yang mengarah pada proses pengambilan keputusan optimal.
Dalam merencanakan suatu pengelolaan DAS harus tetap memperhatikan
karakteristik dari DAS bersangkutan. Hal ini disebabkan setiap DAS mempunyai
karakteristik masing-masing yang mempengaruhi proses pengaliran air
didalamnya sampai keluar di muara dan masuk ke laut atau danau. Karakteristik
DAS ini ditentukan oleh factor lahan (topografi, tanah, geologi, geomorphologi)
dan faktor vegetasi, tata guna lahan dan factor social masyarakat sekitarnya . Tiap
daerah memiliki karakteristik DAS yang berbeda sehingga suatu kebijakan dalam
suatu wilayah pengelolaan DAS bisa berbeda dengan wilayah pengelolaan DAS
lainnya. Dan tidak kalah pentingnya masukan dan informasi masyarakat pada
tingkat local dalam proses penyusunan rencana sangat diharapkan bagi lahirnya
kebijakan pengelolaan DAS
Kebijakan-kebijakan pengelolaan sumber daya alam dan manusia yang
dibuat dan dilaksanakan dalam skala DAS seringkali mengalami kemacetan atau
13
terlaksana dengan hasil yang tidak optimal serta tidak sesuai dengan yang telah
direncanakan. Hal ini seringkali berkaitan dengan kurangnya pemahaman pada
perencana pengelola DAS terhadap mekanisme dan proses-proses yang
berlangsung dalam ekosistem termasuk elemen manusia dengan segala
kecenderungannya.
Pengelolaan DAS tidak dapat hanya didasarkan pada keterkaitan fisik
semata. Sebab rencana pengelolaan DAS yang benar mengharuskan adanya
keterkaitan antar unsur social/ekonomi/budaya dengan unsur-unsur yang berkaitan
dengan ekosistem dan teknologi lainnya yang telibat dalam pengelolaan. Maka
perencanaan pengelolaan DAS dikerjakan oleh suatu tim yang terdiri atas
berbagai bidang ilmu yang ada kaitannya dengan aspek sumber daya termasuk
sumber daya manusia.
Pada dasarnya pengelolaan DAS adalah rasionalisasi alokasi sumber daya
alam dan manusia termasuk pencagaran sumber daya yang dikelola sehingga
selain dapat diperoleh manfaat yang optimal juga dapat dijamin keberlanjutannya.
Oleh karena itu, para perencana pengelolaan DAS diharapkan mempunyai
pemahaman yang cukup tentang mekanisme dan proses-proses keterkaitan bio
fisik dan kelembagaan yang berlangsung di daerah-daerah hulu, tengah dan hilir
suatu DAS. Dengan kata lain, pengelolaan DAS perlu mempertimbangkan aspek-
aspek social,ekonomi,kelembagaan dan sumber daya yang beroperasi di dalam
dan diluar daerah aliran sungai bersangkutan. Keberhasilan pengelolaan DAS erat
kaitannya dengan terpenuhinya persyaratan-persyaratan yang diperlukan dalam
perencanaan pengelolaan DAS.
14
BAB 3. PEMBAHASAN
3.1 Permasalahan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) di DKI Jakarta
3.1.1 Kasus : Pengelolaan DAS yang Kurang Maksimal
Sumber : http://bebasbanjir2025.wordpress.com/artikel-tentang-
banjir/naik-sinukaban
15
3.1.2 Review
Kerusakan lingkungan di daerah aliran sungai yang melintasi Jakarta
menyebabkan setiap musim hujan justru kehilangan air sebesar 1,5 miliar meter
kubik. Hal ini justru bertentangan dengan fungsi DAS yang seharusnya bisa
menjadi tendon/tempat penampungan air ketika musim hujan agar persediaan air
tetap terjaga meskipun ketika kemarau datang. Padahal air sebanyak itu bisa
memenuhi kebutuhan air minum dan air bersih untuk kebutuhan penduduk selama
enam bulan atau mengairi sawah seluas 20 hektar dalam waktu empat bulan
sepanjang musim tanam.
Hilangnya air ketika musim hujan sampai 1,5 meter kubik tersebut
diakibatkan karena DAS tidak mampu menampung debit air yang meningkat
ketika hujan. Kerusakan DAS menyebabkan defisit air. Akhirnya air malah
meluap dan bukan tertampung. Hal tersebut tentu menjadi masalah bagi warga
sekitar karena jika sudah demikian maka banjirlah yang akan terjadi banjir
sedangkan ketika musim kemarau akan mengalami kekeringan karena minimnya
cadangan sumber air tanah. Pemerintah harusnya tidak menutup mata dengan
masalah ini. Solusi yang diusulkan oleh pakar konservasi DAS Institut Pertanian
Bogor (IPB), Prof. Dr. Naik Sinukaban adalah penerapan pengelolaan air secara
megapolitan atau megapolitan water resources management yang dilakukan
secara bersam oleh pemerintah daerah Jakarta dengan pemda lainnya di sekitar
DKI Jakarta. Teknik tersebut memang harus bertahap dan sekaranglah waktunya
untuk memulai.
3.2 Analisa Penyebab Permasalahan Kerusakan DAS di Jakarta
Dalam peraturan pemerintah Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 1970
tentang Perencanaan Hutan, DAS dibatasi sebagai suatu daerah tertentu yang
bentuk dan sifat alamnya sedemikian rupa sehingga merupakan suatu kesatuan
dengan sungai dan anak sungainya yang melalui daerah tersebut dalam fungsi
untuk menampung air yang berasal dari curah hujan dan sumber air lainnya,
penyimpanannya serta pengalirannya dihimpun dan ditata berdasarkan hukum
alam sekelilingnya demi keseimbangan daerah tersebut.
16
Kerusakan DAS merupakan bagian dari kerusakan sumber daya alam yang
tentunya akan membawa kerugian bagi manusia dan dapat menimbulkan dampak
berupa bencana terhadap kehidupan misalnya banjir. Faktor utama yang
menyebabkan rusaknya Daerah Aliran Sungai di Jakarta (DAS) disebabkan
peningkatan pembangunan dan infrastruktur yang menimbulkan peralihan fungsi
lahan sehingga lahan penyimpa ari berkurang dan jenis lahan penyimpan air turun.
1. Pengelolaan DAS di DKI Jakarta kurang maksimal
Dengan pengelolaan DAS yang benar diharapkan tercapainya kondisi
hidrologi yang optimal, meningkatkan produktifitas lahan yang diikuti oleh
perbaikan kesejahteraan masyarakat, terbentuknya kelembagaan masyarakat yang
tangguh dan muncul dari bawah sesuai dengan kondisi sosial budaya setempat
serta terwujudnya pembangunan yang berkelanjutan, berwawasan lingkungan dan
berkeadilan.
Pengelolaan DAS merupakan upaya manusia dalam mengendalikan
hubungan timbal balik antara sumber daya alam dan manusia dengan segala
aktifitasnya di dalam DAS. Tujuan pengelolaan DAS adalah untuk membina
kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatkan pemanfaatan sumber
daya alam bagi manusia secara berkelanjutan.
2. Tidak Adanya Tenaga Pengelola DAS di DKI Jakarta
Pengelolaan DAS harus benar-benar direncanakan secara tepat dan
dilaksanakan secara optimal. Pengelolaan DAS bukan hanya sekedar kebijakan,
namun harus diaplikasikan dengan adanya tenaga operasional. Upaya pengelolaan
DAS memang bukan sesuatu yang urgent namun kerugian yang dirasakan
Peningkatan Pembangunan dan Infrastruktur
Alih fungsi lahan Meningkat-Lahan Penyimpan air berkembang-Jenis lahan penyimpan air turun
Pada lokasi dan situasi tertentu air berlebih atau terlalu berkurang
DKI Jakarta: Musim Hujan banjir dan Musim kemarau kekeringan
17
masyarakat saat DAS itu rusak karena kurang optimalnya pengelolaannya
sangatlah besar.
3. Kurangnya kesadaran peran serta masyarakat dalam upaya menjaga
kelestarian das
Beberapa prinsip dasar dalam pengelolaan DAS adalah:
a. Pengelolaan DAS meliputi pemanfaatan, pemberdayaan, pengembangan,
perlindungan dan pengendalian sumber daya DAS.
b. Pengelolaan DAS berlandaskan pada aasa keterpaduan, kelestarian
pemanfaatan, keadilan, kemandirian serta akuntabilitas
c. Pengelolaan DAS diselenggarakan secara terpadu, menyeluruh,
berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
d. Pengelolaan DAS dilakukan melalui pendekatan ekosistem berdasarkan
prinsip satu sungai, satu perencanaan, satu pengelolaan dengan
memperhatikan system pemerintahan yang desentralistik sesuai dengan
jiwa otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab.
Prinsip dasar pengelolaan DAS tersebut di atas diimplementasikan
dalam pengelolaan yang:
a. Dilaksanakan secara holistic, terencana dan berkelanjutan
b. Dilaksanakan secara desentralisasi dengan pendekatan DAS sebagai unit
pengelolaan
c. Dilaksanakan berdasarkan prinsip partisipasi dan konsultasi masyarakat
untuk memperoleh komitmen bersama
d. Mendorong partisipasi masyarakat guna secara bertahap mengurangi
beban pemerintah dalam pengelolaan DAS.
Pengelolaan DAS oleh Pemerintah tanpa adanya peran serta masyarakat
akan sia-sia karena tidak sedikit rusaknya DAS disebabkan karena perilaku
masyarakat seperti membuang sampah di sungai. Tentu hal itu merupakan
perilaku yang dapat merusak lingkungan DAS, seperti kapasitas tampung sungai
berkurang, air sungai tercemar, menghambat aliran sungai, dan kerusakan-
kerusakan lainnya yang semakin memperparah kerusakan DAS.
18
4. Penegakan Hukum Yang Kurang Tegas
Pengeloaan DAS dilakukan dengan penerapan kebijakan-kebijakan yang
mendukung. Penegakan hukum yang tegas sangat dibutuhkan agar semua pihak
dapat mendukung pengelolaan DAS tersebut. Misalnya larangan eksploitasi air,
larangan membuang sampah, dan peraturan-peraturan lainnya. Tanpa adanya
penegakan hukum yang tegas, peraturan tersebut hanyalah akan sia-sia tanpa
adanya aplikasi yang nyata. Air tetap tereksploitasi, badan-badan sungai tetap
terpenuhi oleh sampah dan akhirnya rusaklah daerah aliran sungai.
3.3 Alternatif dan rekomendasi upaya pengendalian
3.3.1 Pengelolaan Daerah Aliran Sungai di Jakarta yang Terpadu
Kerusakan lingkungan di daerah aliran sungai (DAS) yang melintas
Jakarta baik Ciliwung, Cakung, Sunter, Grogol, Pesanggrahan, Cipinang, Buaran,
Angke dan Krukut telah beralih fungsi, sebelumnya menjadi daerah resapan air
justru menimbulkan defisit air hingga menyebabkan krisis air terutama pada
sumber-sumbernya di bawah tanah. Kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan
pada umumnya karena diakibatkan ulah manusia yang dalam pemanfaatan
sumberdaya alam tersebut tidak dilakukan secara arief dengan mendasarkan
kaedah konservasi sumberdaya alam, seperti yang terjadi di badan sungai
Ciliwung, jalan Tambak Ujung, Jakarta Pusat yang dipenuhi banyak sampah
limbah rumah tangga menyebabkan hamparan sampah itu tertahan di pintu air dan
menimbulkan bau busuk yang sangat menyengat.
Gambar 1. Pencemaran sungai Ciliwung(sumber : http://megapolitan.kompas.com)
19
Strategi mengatasi masalah ini perlu diterapkan cara pengelolaan sumber
air secara megapolitan atau megapolitan water resources management, yaitu
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Terpadu. Pengelolaan terpadu pada
dasarnya merupakan pengembangan keserasian tujuan antar berbagai sistem
pengelolaan sumberdaya alam bilamana suatu obyek dikelola oleh banyak
pengelola sesuai dengan keterkaitan dan kepentingannya terhadap obyek yang
dikelola itu. Pengelolaan DAS terpadu adalah upaya terpadu dalam pengelolaan
sumberdaya alam, meliputi tindakan pemanfaatan, penataan, pemeliharaan,
pengawasan, pengendalian, pemulihan dan pengembangan DAS berazaskan
pelestarian kemampuan lingkungan yang serasi dan seimbang untuk menunjang
pembangunan yang berkesinambungan bagi peningkatan kesejahteraan
masyarakat Menurut Sudaryono (2002), Sehingga cara ini tidak dapat dilakukan
oleh satu Pemerintah Daerah saja seperti Jakarta tetapi bersama pemda lainnya di
sekitar DKI, seperti Ciliwung pengelolaan DAS-nya harusnya mulai dari Gunung
Pangrango hingga hilir yang akan melibatkan pula Kabupaten Bogor, Kota Bogor,
Bekasi dan Tangerang.
Alternatif dalam permasalahan ini melalui pengelolaan DAS terpadu yaitu
dengan Penataan ruang. Strategi penataan ruang dilakukan dengan menjaga
keseimbangan penataan ruang di hulu dan hilir. Bilamana karena pertumbuhan
penduduk meningkat terjadi peningkatan infrastruktur, sehingga kebutuhan untuk
lahan juga meningkat. Upaya yang dapat dilakukan yaitu mempertahankan daerah
yang lebih tinggi sebagai kawasan hijau terbuka ketika daerah bawah (hilir)
sudah padat. Oleh karena itu, perlu dibuat kebijakan mempertahankan kawasan
hijau terbuka di daerah dengan ketinggian yang cukup besar (Robert, 2005).
Menurut Anshori (2004), keterpaduan pengelolaan SDA mencakup dua
komponen besar yaitu sistem alami dan non alami. Keterpaduan pada komponen
pengelolaan sistem alami, mencakup :
a. Kawasan hulu dengan kawasan hilir.
b. Kuantitas air dengan kualitas air.
c. Air hujan dengan air permukaan, dan air bawah tanah.
d. Penggunaan lahan (land use) dengan pendayagunaan air (water use).
20
Sedangkan keterpaduan pada komponen pengelolaan sistem non alami,
sekurang-kurangnya mencakup:
a. Keterpaduan antar sektor yang terkait dalam perumusan kebijakan, dan
program di tingkat pusat dan daerah. Keterpaduan dalam aspek ini diperlukan
untuk menyelaraskan kebijakan pembangunan ekonomi dengan kebijakan
pembangunan sosial serta lingkungan hidup.
b. Keterpaduan antar semua pihak yang terkait (stakeholder) dalam perencanaan
dan pengambilan keputusan. Keterpaduan dalam aspek ini merupakan elemen
penting dalam menjaga keseimbangan dan keberlanjutan pendayagunaan air.
Saat ini masing-masing pihak yang terkait masih menempatkan prioritas
kepentingan yang berbeda-beda, bahkan seringkali bertentangan satu sama
lain. Dalam kaitan ini perlu dikembangkan instrumen operasional untuk
menggalang sinergi dan penyelesaian konflik.
c. Keterpaduan antar wilayah administrasi baik secara horisontal maupun
vertikal. Dalam aspek ini tidak saja perlu ada kejelasan tentang pembagian
wewenang dan tanggung jawab pengelolaan, tetapi perlu juga dikembangkan
pola kerjasama antar daerah atas dasar saling menggantungkan dan saling
menguntungkan.
Pengelolaan DAS perlu menganut prinsip keterpaduan “satu sistem
perencanaan dalam satu Daerah Aliran Sungai” (one river one plan one
management). Artinya, perencanaan DAS tidak dapat dilakukan melalui
pendekatan sektoral saja, melainkan perlu adanya keterkaitan antar sektor yang
mewakili masing-masing sub DAS, dari sub-DAS hulu hingga ke hilir yang
menjadi fokus perhatian (Damayanti, 2010).
Sudaryono (2002) menyebutkan, pengelolaan DAS di DKI perlu
melibatkan peran aktif manusia, sehingga tercapai manfaat yang maksimal dan
berkesinambungan. Oleh, karena itu sasaran pembinaan aktivitas manusia dalam
pemanfaatan sumberdaya alam mencakup :
1. penyuluhan/pendidikan dan pembinaan untuk meningkatkan persepsi dan
kemampuan mengelola lingkungan;
2. mengurangi laju pertumbuhan dan kepadatan penduduk;
21
3. meningkatkan pendapatan penduduk;
4. menciptakan lapangan kerja di luar sektor pertanian;
5. meningkatkan kesehatan masyarakat melalui peningkatan gizi, peningkatan
prasarana kesehatan; dan
6. mengembangkan lembaga-lembaga swadaya masyarakat.
Menurut Moch. Amron dalam Dialog Interaktif Air dan Kehidupan
(Jakarta, 8 November 2011), dengan adanya pengelolaan sumber daya air terpadu
diharapkan dapat mengatasi permasalahan ketersediaan air dengan
mengoptimalkan upaya-upaya pengelolaan SDA yang didasarkan pada
keseimbangan antara upaya-upaya konservasi dan pendayagunaan SDA sehingga
nantinya dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat. Dan
hal ini juga akan menambah kuantitas air tanah sehingga cadangan air di bumi
bertambah yang berarti permasalahan ketersediaan air teratasi dan dapat pula
mengatasi banjir.
Pengelolaan SDA harus dilakukan secara menyeluruh dan terpadu,
sedangkan pelaksanaannya perlu didukung oleh sistem kelembagaan yang kuat
dan bertanggung jawab. Dalam pelaksanaan sistem perencanaan pengelolaan DAS
terpadu, semua pihak perlu mengambil peran secara konsisten dalam keseluruhan
proses pengelolaan SDA yang optimal, efektif dan berkelanjutan. Pelaksanaannya
memang harus bertahap dan sudah saatnya dimulai.
1.3.2 Teknik Pemanenan Air Hujan (Rain Water Harvesting)
Maryono dan Santoso (2006) menyebutkan bahwa teknik pemanenan air
hujan atau disebut juga dengan istilah rain water harvesting yang didefinisikan
sebagai suatu cara pengumpulan atau penampungan air hujan atau aliran
permukaan pada saat curah hujan tinggi untuk selanjutnya digunakan pada waktu
air hujan rendah.
Teknik ini dapat digolongkan dalam 2 (dua) kategori, yaitu :
a. Teknik pemanenan air hujan dengan atap bangunan (roof top rain water
harvesting),
22
b. Teknik pemanenan air hujan (dan aliran permukaan) dengan bangunan
reservoir, seperti dam parit, embung, kolam, situ, waduk, dan sebagainya.
Teknik Pemanenan Air Hujan dengan
Atap Bangunan
Teknik Pemanenan Air Hujan
Ruang lingkup pada skala individu
bangunan rumah dalam suatu wilayah
pemukiman ataupun perkotaan.
Skalanya lebih luas lagi, biasanya
untuk suatu lahan pertanian dalam
suatu wilayah DAS ataupun subDAS.
Teknik pemanenan air hujan dengan atap bangunan (roof top rain water
harvesting) pada prinsipnya dilakukan dengan memanfaatkan atap bangunan
(rumah, gedung perkantoran, atau industri) sebagai daerah tangkapan airnya
(catchment area) dimana air hujan yang jatuh diatas atap kemudian disalurkan
melalui talang untuk selanjutnya dikumpulkan dan ditampung ke dalam tangki
atau bak penampung air hujan. Selain berbentuk tangki atau bak, tempat
penampungan air hujan juga dapat berupa tong air biasa ataupun dalam suatu
kolam/taman di dalam rumah. Teknik pemanenan air hujan yang memanfaatkan
atap bangunan ini umumnya dilakukan di daerah permukiman / perkotaan.
Al Amin et al (2008) menyebutkan komponen-komponen utama konstruksi
tampungan air hujan terdiri dari: atap rumah, saluran pengumpul (collector
channel), filter untuk menyaring daun-daun atau kotoran lainnya yang terangkut
oleh air, dan bak penampung air hujan.
23
24
Heryani (2009) dalam tulisannya yang berjudul Teknik Panen Hujan: bahwa
potensi jumlah air yang dapat dipanen (the water harvesting potential) dari suatu
bangunan atap dapat diketahui melalui perhitungan secara sederhana, sebagai
berikut:
Jumlah air hujan yang dapat dipanen = Luas area X curah hujan X koefisien
runoff
Dari hasil studi pustaka, teknik konservasi air dengan metode Roof Top
Rain Water Harvesting dinilai mempunyai potensi yang cukup besar untuk
mengatasi permasalahan krisis ketersediaan air baku di Jakarta.
Berikut ini ilustrasi untuk menunjukkan bagaimana teknik Roof Top Rain
Water Harvesting dapat memberikan kontribusi dengan hasil yang cukup
signifikan untuk dijadikan sebagai solusi alternatif terhadap permasalahan krisis
ketersediaan air baku di Jakarta :
- Misalnya, untuk suatu atap bangunan dengan luas area 100 m2(=
10.000 dm2) ; dan Jumlah curah hujan tahunan untuk wilayah DKI
Jakarta berdasarkan data adalah 1.929 mm/tahun (19,29 dm); maka
- Volume air hujan yang jatuh di satu atap rumah dengan luas atap 100
m2 dalam satu tahun adalah sebanyak :
= 10.000 dm2 x 19,29 dm
25
= 192.900 liter/tahun
- Dengan asumsi hanya 80% dari total hujan yang dapat dipanen maka
volume air yang dapat dipanen :
= 80% x 192.900 liter
= 154.320 liter/tahun.
- Dipanen sebanyak 154.320 liter/tahun atau setara dengan 40.763 galon
air (1 liter = 0,264 galon), jika air galonan diasumsikan seharga
Rp.1.000,00 galon air saja, maka dari segi pengeluaran satu keluarga
sudah terjadi peng hematan sebanyak Rp.40.763.000,000/tahun.
Menurut Ali (Kompas, 10 Mei 2009), standar setiap orang membutuhkan
190 liter air per hari dan dunia usaha membutuhkan 30 persen dari total kebutuhan
domestik. Secara total, masyarakat Jakarta membutuhkan air bersih 2,099 miliar
liter per hari atau 24.300 liter per detik. Berdasarkan keterangan tersebut maka :
- Jika diasumsikan rata-rata dalam satu keluarga terdiri atas 6 orang,
maka volume air tampungan mampu untuk mencukupi kebutuhan air
satu keluarga selama :
= 154.320 / (190 x 6)
= 135 hari (sekitar 4 bulan lebih)
Selanjutnya masih berdasarkan keterangan di atas dan mengacu
pada data jumlah penduduk DKI terhitung sebanyak 8.511.168 jiwa,
maka :
- Jika diasumsikan rata-rata tiap keluarga terdiri atas 6 orang, maka
jumlah bangunan rumah di DKI Jakarta diperkirakan kurang lebih ada
sejumlah :
= 8.511.168 / 6
= 1.418.528 bangunan rumah.
- Jika diasumsikan seluruh bangunan rumah di DKI Jakarta sudah
melakukan upaya konservasi air dengan teknik Roof Top Rain Water
Harvesting, maka total volume air hujan yang tertampung di atap
rumah warga di wilayah DKI Jakarta dalam setahun adalah sebanyak :
26
= 1.418.528 x 154.320 liter/tahun
= 218.907.240.960 liter/tahun atau setara dengan :
= 218.907.240.960 liter/tahun : 365
= 599.745.866 liter/hari
- Jika hasil perhitungan total volume air hujan yang tertampung di atap
rumah warga di seluruh wilayah DKI Jakarta dibandingkan dengan
total kebutuhan air bersih penduduk Jakarta yang mengacu pada
keterangan sebelumnya sebanyak 2,099 milyar liter/ hari, maka rasio
persentasenya adalah sebesar :
= (599.745.866 / 2.099.000.000) x 100%
= 28.6 %
Volume air sebanyak 599.745.866 liter/hari atau sekitar 28,6% dari total
kebutuhan air bersih penduduk Jakarta per harinya, merupakan suatu jumlah yang
cukup signifikan untuk dijadikan sebagai tambahan suplai kebutuhan air baku di
wilayah DKI Jakarta, disaat suplai utama yang berasal dari Waduk Jatiluhur saat
ini sudah tidak mampu lagi mencukupi kebutuhan air baku warga DKI Jakarta.
Hal yang perlu diperhatikan jika ingin memanfaatkan air yang tertampung
dari hasil pemanenan air hujan sebagai substitusi air dari PDAM adalah bahwa
selama 5 menit pertama air hujan masih mengandung asam yang berbahaya bagi
tubuh, tapi setelah 5 menit, air hujan sudah cocok untuk ditampung ke tempat
penampungan. Air hujan yang tertampung mempunyai kualitas yang layak minum
setelah air itu diendapkan dan disaring. Sebagai tambahan, pada tempat
penampungan air hujan tersebut perlu juga diberikan Abate untuk mencegah
berkembangnya bintik-bintik nyamuk.
Teknik pemanenan air hujan selain ramah lingkungan juga dapat menjadi
jalan keluar bagi permasalahan sumberdaya air bagi masyarakat yang tinggal di
wilayah perkotaan, khususnya di DKI Jakarta. Tidak saja dalam hal menambah
cadangan suplai ketersediaan air baku seperti yang telah diilustrasikan di atas,
tetapi juga dalam hal lainnya seperti menambah suplai air tanah, mengurangi
resiko semakin turunnya permukaan tanah dan terjadinya banjir.
27
Dengan menampung dan menyimpan air hujan, beban PDAM juga bisa berkurang
dan sebagai multiplier effect dari itu adalah berkurangnya intensitas pengambilan
(ekstraksi) air tanah dalam oleh rumah tangga atau perkantoran yang terbukti telah
mengakibatkan penurunan permukaan tanah di wilayah DKI Jakarta
3.3.3 Penerapan Teknologi Lingkungan dalam Pengelolaan Sumber Daya Air
Sumberdaya lingkungan perairan daerah aliran sungai (SDLP-DAS) DKI
Jakarta yang telah banyak memberikan manfaat dan berperan dalam
pembangunan telah rusak dan tercemar sangat berat oleh sedimen dan berbagai
limbah; baik limbah cair maupun padat yang langsung ataupun tidak langsung
dibuang oleh manusia kedalamnya. Oleh karena itu maka perlu dirumuskan
sebuah strategi pegelolaan dan teknologi lingkungan yang dapat merehabilitasi/
memulihkan SDLP DAS DKI Jakarta sehingga perannya dapat berkelanjutan.
Menurut Soetrisno (2000) menyatakan kristalisasi dari literatur dan diskusi fanel
yang telah dilaksanakan untuk mengidentifikasi jenis-jenis teknologi lingkungan
yang dibutuhkan dalam pengelolaan SDLP DAS DKI Jakarta menyimpulkan
bahwa pengelolaan sumberdaya lingkungan perairan daerah aliran sungai (SDLP-
DAS) DKI Jakarta yang berkelanjutan dan berkeadilan untuk kesejahteraan
masyarakat akan dapat terwujud jika dan hanya jika didukung oleh semua
stakeholders, dengan melalui koordinasi aktif yang dilandasi rasa empati dan
didukung dengan penerapan teknologi lingkungan dan teknologi ramah
lingkungan.
Mencermati permasalahan yang ada dan kondisi SDLP-DAS DKI
Jakarta yang seharusnya (ideal) seperti tersebut diatas maka beberapa teknologi
lingkungan yang perlu diterapkan dan dikembangkan di DAS tersebut adalah
teknologi-teknologi Menurut Soetrisno (2000) yaitu:
a. Pengolahan air bersih;
b. Pengelolaan limbah cair;
c. Pengelolaan limbah padat;
d. Remediasi dan restorasi;
e. Pemantauan kualitas perairan;
28
f. Revegetasi dan reboisasi
g. Serta perlu ditunjang sistem informasi lingkungan dan Master Plan
pengelolaan lingkungan.
3.3.4 Pengorganisasian, koordinasi dan pengawasan
Pengorganisasian dalam sistem DAS harus teratur. Pengorganisasian
merupakan pengaturan dalam pembagian kerja, tugas, hak, kdan kewajiban
sehingga petugas dalam organisasi yang menangani DAS harus mampu
mejalankan amanahnya sesuai dengan pendidikan dan keahlian serta
keterampilannya dalam mengelola DAS di DKI Jakarta. Selain itu diperlukan
suatu koordinasi yang aktif guna menunjang kinerja dalam menciptakan kerja ama
yang baik antara pemerintah pusat DKI Jakarta dengan sector lingkungan serta
masyarakat demi mewujukannya kondisi keseimbangan yang harmoni antara hak
dan kewajiban dari SDM atau petugas DAS. Pengawasan dalam pengorganisasian
pengelolaan DAS harus dilakukan guna memastikan SDM bekerja dengan benar
sesuai dengan fungsi, tugas dan wewenanya. Dalam hal ini pemerintah pusat DKI
Jakarta yaitu Gubenur harus memastikan proses pengelolaan dalam DAS di
Jakarta berjalan dengan baik sebagai bentuk pertanggungjawaban.
3.3.5 Penegakan Hukum (Peraturan perundangan No.37 Tahun 2012)
Pengelolaan DAS merupakan salah satu upaya manusia dalam mengatur
hubungan timbal balik antara sumberdaya alam dengan manusia di dalam DAS
dan segala aktivitasnya, agar terwujud kelestarian dan keserasian ekosistem serta
meningkatnya kemanfaatan sumberdaya alam bagi manusia secara berkelanjutan.
Penyusunan Rencana Pengelolaan DAS, meliputi:
a. penyusunan Rencana Pengelolaan DAS yang dipulihkan daya dukungnya.
b. penyusunan Rencana Pengelolaan DAS yang dipertahankan daya dukungnya.
Pelanggaran hukum menjadi lebih kompleks bila terjadi perubahan tata
guna lahan yang tidak terkendali yang mengakibatkan dampak tidak langsung
terhadap daya dukung lingkungannsumber daya air. Sebagai contoh di hulu
daerah aliran sungai yang memiliki pesona pemandangan yang indah bangunan-
bangunan permanen baik rumah, perumahan (rilestat), hotel, restoran dan lain-
lain, tumbuh subur dan tidak terkendali. Secara teknis diketahui bahwa perubahan
29
lahan menjadi bangunan permanen akan mengakibatkan aliran permukaan (run
off) meningkat dan pengurangan resapan air ke dalam tanah. Akibatnya secara
cepat dapat dirasakan bahwa banjir di wilayah hilir menjadi lebih besar dan
berkurangnya cadangan air di dalam tanah. Dengan kata lain perubahan tata guna
lahan yang tidak terkendali (yang dapat disebut sebagai bentuk pelanggaran)
meningkatkan bencana banjir dan bencana kekeringan.
Menurut Robert (2005) bahwa penegakan hukum perlu terus dilakukan
dengan berbagai cara dan upaya, antara lain dapat berupa :
1. Sosialisasi peraturan-peraturan yang berkaitan dengan sumber daya air
kepada semua stakeholders.
2. Hal-hal substansi tentang aturan dan sanksinya perlu disosialisasikan
lebih detail. Misalkan dengan cara pemasangan papan aturan dan sanksi
di tempat-tempat strategis.
3. Perlu shock therapy yaitu dengan misalnya menerapkan sanksi, denda,
atau hukuman maksimal dari aturan yang ada. Hal ini dimaksudkan
agar stakeholders menjadi jera dan mau mentaati aturan yang berlaku.
4. Perlu lembaga pengawasan yang melekat pada instansi. Lembaga ini
berfungsi mengawasi pengelolaan sumber daya air baik internal
maupun eksternal.
5. Karena isu-isu yang kompleks tersebut maka diperlukan kolaborasi
yang baik antara institusi penentu kuantitas dan kualitas air dengan
institusi penegakan hukum.
6. Implementasi penegakan hukum dilakukan dengan cara bertahap.
Kegiatan Pengelolaan DAS dilaksanakan berdasarkan Rencana Pengelolaan
DAS yang telah ditetapkan dan menjadi acuan rencana pembangunan sektor dan
rencana pembangunan wilayah administrasi. Peran serta pemberdayaan
masyarakat,perlu dilakukan (baik perorangan maupun melalui forum koordinasi
pengelolaan DAS) dengan tujuna pemberdayaan masyarakat yaitu untuk
meningkatkan kapasitas dan kapabilitas, kepedulian dan peran serta masyarakat
dalam pengelolaan DAS. Peran serta masyarakat secara perorangan dapat berupa:
30
menjaga, memelihara dan menikmati kualitas lingkungan hidup yang dihasilkan
ekosistem DAS; mendapatkan dan memberikan informasi, saran dan
pertimbangan dalam pengelolaan DAS; dan mendapatkan pelatihan dan
penyuluhan yang berkaitan dengan pengelolaan DAS.
31
DAFTAR PUSTAKA
Agus, F., Meine Van Noordwijk dan R. Subekti. 2007. Dampak Hidrologis Hutan, Agroforestry, dan Pertanian Lahan Kering sebagai Dasar Pemberian Imbalan Kepada Penghasil Jasa Lingkungan di Indonesia. ICRAF. Bogor
Al Amin, Muhammad Baitullah., Lau, Victor M.,Safari, Hanjar., dan Tabarid, Mansur. P.2008. Teknik Panen hujan dengan Atap Usaha Konservasi Air di Daerah Kering. www.BebasBanjir2015.wordpress.com
Anshori, Imam. 2004. Kebijakan Pengelolaan SDA di Indonesia, ISBN-979-98014-4-3. [Serial Online].http://dsdan.go.id. [Diakses Pada Tanggal 7 Oktober 2013]
Asdak C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan DAS. Yogyakarta : Gadjah Mada University
Asdak, C. 2007. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. GadjahMada University Press. Yogyakarta.
Damayanti, Astrid. 2010. Kebijakan Pembangunan Wilayah Berbasis Pengelolaan DAS Terpadu dan Berkelanjutan. [Serial Online].http://staff.blog.ui.ac.id. [Diakses Pada Tanggal 6 Oktober 2013]
Heryani, Nani. 2009. Teknik Panen Hujan: Salah Satu Alternatif Untuk Memenuhi Kebutuhan Air Domestik. Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi. Departemen Pertanian. Jakarta
Kompas. 10 Mei 2009. Penduduk Bertambah; DKI Krisis Air Bersih. www.kompas.com
Kompas. 11 November 2012. Pencemaran Sungai Ciliwung. http://megapolitan.kompas.com
Maryono, A., dan E.N. Santoso (2006). Metode Memanen dan Memanfaatkan Asir Hujan untuk
Pengelolaan SDA Terpadu. 2011.http://www.pu.go.id/pdf.Penyediaan Air Bersih, Mencegah Banjir dan kekeringan. Kementerian
Lingkungan Hidup. Jakarta.Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 1970 tentang Perencanaan Hutan
Permadi, A 2011. Pemanfaatan Sumber Daya Air sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro. Bogor : IPB
PP.no.37 tahun 2012 tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai .
http://www.dephut.go.id
Robert J.K & Sjarief R. 2005. Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu. Edisi
II.Penerbit Andi. Yogyakarta
Soetrisno Yudhi, G.2000.Peran Teknologi Lingkungan Dalam Pengelolaan Sumberdaya Lingkungan Perairan DAS Citarum Bekelanjutan. Jurnal Teknologi Lingkungan.Volume 3.P3TL BPP Teknologi
32
Sudaryono. 2002. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (Das) Terpadu, Konsep Pembangunan Berkelanjutan. [Serial Online].http://ejurnal.bppt.go.id [Diakses Pada Tanggal 6 Oktober 2013]
Sukardi,S. 2011. Konsep Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Dalam Pengelolaan SDA yang Berkelanjutan. Sumatra Utara : Balai Pengelolaan DAS
Sunaryo, D.Suharjito dan M Sirait. 2004. Model Pengelolaan Kawasan Permukiman Berkelanjutan Di. Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung Hulu Kabupaten Bogor World Agroforestry Centre (ICRAF) Southeast Asia Regional Office