tugas pengelolaan daerah aliran sungai

48
TUGAS PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI Studi Kasus : Kerusakan Daerah Aliran Sungai di DKI Jakarta Oleh: M. DIMAS NOOR 135060400111032 ALIF RAMADHANI MPG 135060400111033 ILHAM NUGRAHA 135060400111034 FAUZIYAH NUSTYANI 135060400111036 TRI KURNIAWATI 135060400111037 BILLY MOSIS P 135060400111039 TATAG TATA M 135060400111044 ANTON NAWIPA 0910643013 FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2013

Upload: disa

Post on 27-Jan-2016

260 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

TEKNIK PENGAIRAN

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

TUGAS PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI

Studi Kasus : Kerusakan Daerah Aliran Sungai di DKI Jakarta

Oleh:

M. DIMAS NOOR 135060400111032ALIF RAMADHANI MPG 135060400111033ILHAM NUGRAHA 135060400111034FAUZIYAH NUSTYANI 135060400111036TRI KURNIAWATI 135060400111037BILLY MOSIS P 135060400111039TATAG TATA M 135060400111044ANTON NAWIPA 0910643013

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG2013

Page 2: Tugas Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

2

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keberadaan Daerah Aliran Sungai (DAS) secara yuridis formal tertuang

dalam Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 1970 tentang Perencanaan Hutan. Di

dalam peraturan pemerintah ini DAS dibatasi sebagai suatu daerah tertentu yang

bentuk dan sifat alamnya sedemikian rupa sehingga merupakan suatu kesatuan

dengan sungai dan anak sungainya yang melalui daerah tersebut dalam fungsi

untuk menampung air yang berasal dari curah hujan dan sumber air lainnya,

penyimpanannya serta pengalirannya dihimpun dan ditata berdasarkan hukum

alam sekelilingnya demi keseimbangan daerah tersebut. Faktanya hingga saat ini,

kerusakan DAS di berbagai daerah di Indonesia mengalami kerusakan misalnya di

DKI Jakarta.

Meningkatnya kebutuhan dan intervensi manusia dalam pemanfaatan

sumber daya dalam Daerah Aliran Sungai (DAS) membuat makin banyaknya

DAS yang rusak. Meskipun kegiatan konservasi tanah dan air dalam pengelolaan

DAS telah dilakukan sejak tahun 1970-an, namun kerusakan DAS tetap

meningkat. Pentingnya posisi DAS sebagai unit pengelolaan yang utuh

merupakan konsekuensi logis untuk menjaga kesinambungan pemanfaatan

sumberdaya hutan, tanah dan air. Kurang tepatnya perencanaan dapat

menimbulkan adanya degradasi DAS yang mengakibatkan lahan menjadi gundul,

tanah/lahan menjadi kritis dan erosi pada lereng-lereng curam. Pada akhirnya

proses degradasi tersebut dapat menimbulkan banjir yang besar di musim hujan,

debit sungai menjadi sangat rendah di musim kemarau, kelembaban tanah di

sekitar hutan menjadi berkurang di musim kemarau sehingga dapat menimbulkan

kebakaran hutan, terjadinya percepatan sedimen pada waduk-waduk dan jaringan

irigasi yang ada, serta penurunan kualitas air. Perkembangan pembangunan di

bidang pemukiman, pertanian, perkebunan, industri, eksploitasi sumber daya alam

berupa penambangan, dan ekploitasi hutan menyebabkan penurunan kondisi

hidrologis suatu daerah aliran sungai (DAS).

Page 3: Tugas Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

3

Gejala penurunan fungsi hidrologis DAS ini dapat dijumpai di beberapa

wilayah Indonesia , seperti di Pulau Jawa, Pulau Sumatera, dan Pulau Kalimantan,

terutama sejak tahun dimulainya Pelita I yaitu pada tahun 1972. Penurunan fungsi

hidrologis tersebut menyebabkan kemampuan DAS untuk berfungsi sebagai

penyimpan air pada musim kemarau dan kemudian dipergunakan melepas air

sebagai “ base flow” pada musim kemarau, telah menurun. Ketika air hujan turun

pada musim penghujan air akan langsung mengalir menjadi aliran permukaan

yang kadang-kadang menyebabkan banjir dan sebaliknya pada musim kemarau

aliran “base flow” sangat kecil. Hal ini sering kali dijumpai di DKI Jakarta

Di Jakarta kerusakan lingkungan di daerah aliran sungai (DAS)

menyebabkan kota Jakarta setiap musim hujan justru kehilangan air sebesar 1,5

miliar meter kubik. Dampak dari kehilangan air secara besar-besaran ini membuat

Jakarta krisis air. Rusaknya DAS di Jakarta sebenarnya disebabkan oleh beberapa

hal, antara lain pengelolaan DAS di DKI Jakarta kurang maksimal,tidak adanya

tenaga pengelola DAS di DKI Jakarta, perilaku masyarakat yang membuang

sampah di sungai, teknologi dan daya tampung air hujan yang tidak maksimal,

serta penegakan hukum yang tidak tegas dalam menangani kerusakan DAS di

Jakarta.

Pada prinsipnya kebijakan pengelolaan daerah aliran sungai (DAS) secara

terpadu merupakan hal yang sangat penting dalam rangka mengurangi dan

menghadapi permasalahan sumberdaya air baik dari segi kualitas dan

kuantitasnya. Kebijakan ini oleh karenanya merupakan bagian terintegrasi dari

kebijakan lingkungan yang didasarkan pada data akademis maupun teknis,

beragamnya kondisi lingkungan pada beberapa daerah dan perkembangan

ekonomi dan sosial sebagai sebagai suatu keseluruhan dimana perkembangan

daerah. Dengan beragamnya kondisi, maka beragam dan spesifik juga solusinya.

Keberagaman ini harus diperhitungkan dalam perencanaan dan pengambilan

keputusan untuk memastikan bahwa perlindungan dan penggunaan DAS secara

berkelanjutan ada dalam suatu rangkaian kerangka kerja (framework).

Page 4: Tugas Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

4

Dalam upaya menciptakan pendekatan pengelolaan DAS secara terpadu,

diperlukan perencanaan secara terpadu, menyeluruh, berkelanjutan dan

berwawasan lingkungan dengan mempertimbangkan DAS sebagai suatu unit

pengelolaan. Dengan demikian bila ada bencana, apakah itu banjir maupun

kekeringan, penanggulangannya dapat dilakukan secara menyeluruh yang

meliputi DAS mulai dari daerah hulu sampai hilir. Oleh karena itu perlu adanya

pengelolaan DAS yang baik untuk mengatasi masalah kerusakan DAS di Jakarta

yang saat ini mengalami krisis air secara besar-besaran, seperti yang tertuang

dalam artikel yang berjudul “1,5 Meter Kubik Air Terbuang Percuma”.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa saja yang menyebabkan DAS di Jakarta dalam artikel “1,5 Meter

Kubik Air Terbuang Percuma” mengalami krisis air ?

2. Bagaimana solusi pemecahan masalah DAS di Jakarta dalam artikel “1,5

Meter Kubik Air Terbuang Percuma” mengalami krisis air ?

1.3 Tujuan

1. Menganalisis penyebab DAS di Jakarta dalam artikel “1,5 Meter Kubik

Air Terbuang Percuma” yang mengalami krisis air.

2. Mengetahui solusi pemecahan masalah DAS di Jakarta dalam artikel “1,5

Meter Kubik Air Terbuang Percuma” yang mengalami krisis air.

Page 5: Tugas Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

5

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian PSDA

Air adalah semua air yang terdapat di atas maupun di bawah permukaan

tanah. Air dalam pengertian ini termasuk air permukaan, air tanah, air hujan dan

air laut yang dimanfaatkan di darat. Sedangkan pengertian sumberdaya air adalah

air dan semua potensi yang terdapat pada air, sumber air, termasuk sarana dan

prasarana pengairan yang dapat dimanfaatkan, namun tidak termasuk kekayaan

hewani yang ada di dalamnya (Sunaryo,2004).

Air merupakan elemen yang paling melimpah di atas bumi, yang meliputi

70 persen permukaannya dan berjumlah kira-kira 1.4 ribu juta kilometer kubik.

Namun hanya sebagian kecil saja dari jumlah ini yang benar-benar dimanfaatkan,

yaitu kira-kira hanya 0,003 persen. Sebagian besar air, kira-kira 97 persen, ada

dalam samudera, laut, dan kadar garamnya terlalu tinggi.

Menurut Sunaryo (2004) berbagai persoalan tentang sumberdaya air yang

berkaitan dengan kuantitas dan kualitasnya menyadarkan semua pihak bahwa

persoalan air perlu dilakukan dengan tindakan yang tepat sehingga menghasilkan

solusi yang optimal. Diperlukan pengelolaan sumberdaya air terpadu, menyeluruh

dan berwawasan lingkungan agar sumberdaya air dapat dimanfaatkan secara

berkelanjutan.

Pengelolaan sumberdaya air adalah upaya merencanakan, melaksanakan,

memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan konservasi sumberdaya air,

pendayagunaan sumberdaya air, dan pengendalian daya rusak air. Adapun visi dan

misi pengelolaan sumberdaya air adalah mewujudkan kemanfaatan sumberdaya

air bagi kesejahteraan seluruh rakyat dan konservasi sumberdaya air yang adil

untuk berbagai kebutuhan masyarakat. Salah satu tujuan pengelolaan sumberdaya

air adalah mendukung pembangunan regional dan nasional yang berkelanjutan

dengan mewujudkan keberlanjutan sumberdaya air (Sunaryo, 2004).

Page 6: Tugas Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

6

2.2 Pengertian DAS

Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan daerah yang di batasi punggung -

punggung gunung dimana air hujan yang jatuh pada daerah tersebut akan

ditampung oleh punggung gunung tersebut dan akan dialirkan melalui sungai-

sungai kecil ke sungai utama (Asdak, 1995). DAS merupakan suatu sistem,

sehingga dalam pengembangannyapun, DAS harus diperlakukan sebagai suatu

sistem. Pengembangan DAS bertujuan untuk memenuhi tujuan pembangunan

berkelanjutan. Sasaran pengembangan DAS akan menciptakan ciri-ciri yang baik

sebagai berikut (Agus, dkk., 2007) :

1. Mampu memberikan produktivitas lahan yang tinggi. Setiap bidang lahan

harus memberikan produktivitas yang cukup tinggi sehingga dapat

mendukung kehidupan yang layak bagi petani yang mengusahakannnya.

2. Mampu mewujudkan, pemerataan produktivitas di seluruh DAS.

3. Dapat menjamin kelestarian sumber daya air.

Fungsi hutan dalam ekosistem DAS dipandang dari tiga aspek, yaitu

pohon, tanah dan lansekap (landscape). Vegetasi hutan berfungsi mengintersepsi

air hujan, akan tetapi laju transpirasi yang tinggi menyebabkan perbandingan

dengan jenis vegetasi non-irigasi lainnya.Tanah hutan memiliki lapisan seresah

yang tebal, kandungan bahan organik tanah, dan jumlah makro porositas yang

cukup tinggi sehingga laju infiltrasi air lebih tinggi dibandingkan dengan lahan

pertanian.Dari sisi lansekap, hutan tidak peka terhadap erosi karena memiliki filter

berupa seresah pada lapisan tanahnya. Hutan dengan karakteristik tersebut di atas

sering disebut mampu meredam tingginya debit sungai pada saat musim hujan dan

menjaga kestabilan aliran air pada musim kemarau. Akan tetapi prasyarat penting

untuk memiliki sifat tersebut adalah jika tanah hutan cukup dalam. Dalam kondisi

ini hutan akan mampu berpengaruh secara efektif terhadap berbagai aspek tata air

(Agus, Noordwijk dan Farida, 2007).

Daerah resapan air memiliki peran penting sebagai penyaring air tanah.

Ketika air masuk ke daerah resapan maka akan terjadi proses penyaringan air dari

partikel-partikel yang terlarut di dalamnya. Hal ini dimungkinkan karena

perjalanan air dalam tanah sangat lambat dan oleh karenanya memerlukan waktu

Page 7: Tugas Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

7

yang relatif lama.Pada keadaan normal, aliran air tanah langsung masuk ke sungai

yang terdekat (Asdak,1995).

Tanah yang mengalami erosi di bagian hulu DAS berakibat pada

berkurangnya infiltrasi air ke tanah, sehingga menyebabkan pengisian kembali air

di bawah tanah (ground water) berkurang yang mengakibatkan kekeringan di

musim kemarau. Dengan demikian terlihat bahwa peristiwa banjir dan kekeringan

merupakan fenomena yang tidak terpisahkan dari peristiwa erosi. Bersama dengan

sedimen, unsur-unsur hara terutama N dan P serta bahan organikpun banyak yang

ikut terbawa masuk ke dalam waduk atau danau (Agus, dkk., 2007).

Dalam pendefinisian DAS pemahaman akan konsep daur hidrologi sangat

diperlukan terutama untuk melihat masukan berupa curah hujan yang selanjutnya

didistribusikan melalui beberapa cara seperti diperlihatkan pada Gambar 1.

Konsep daur hidrologi DAS menjelaskan bahwa air hujan langsung sampai ke

permukaan tanah untuk kemudian terbagi menjadi air larian, evaporasi dan air

infiltrasi, yang kemudian akan mengalir ke sungai sebagai debit aliran.

2.2.1 Pengertian DAS Berdasarkan Fungsi

Ekosistem DAS dapat diklasifikasikan menjadi daerah hulu, tengah dan

hilir. DAS bagian hulu merupakan daerah konservasi, DAS bagian hilir

merupakan daerah pemanfaatan. DAS bagian hulu mempunyai arti penting

terutama dari segi perlindungan fungsi tata air, karena itu setiap terjadinya

kegiatan di daerah hulu akan menimbulkan dampak di daerah hilir dalam bentuk

perubahan fluktuasi debit dan transport sedimen serta material terlarut dalam

sistem aliran airnya. Dengan kata lain ekosistem DAS di bagian hulu berfungsi

sebagai pelindung terhadap keseluruhan DAS. Perlindungan tersebut antara lain

dari segi fungsi tata air, dan oleh karenanya pengelolaan DAS hulu seringkali

menjadi perhatian utama mengingat dalam suatu DAS, bagian hulu dan hilir

memiliki keterkaitan biofisik melalui daur hidrologi (Permadi,2011)

Dalam rangka memberikan gambaran keterkaitan secara menyeluruh

dalam pengelolaan DAS, terlebih dahulu diperlukan batasan-batasan mengenai

DAS berdasarkan fungsi, yaitu :

Page 8: Tugas Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

8

1) DAS bagian hulu didasarkan pada fungsi konservasi yang dikelola untuk

mempertahankan kondisi lingkungan DAS agar tidak terdegradasi, yang antara

lain dapat diindikasikan dari kondisi tutupan vegetasi lahan DAS, kualitas air,

kemampuan menyimpan air (debit), dan curah hujan.

2) DAS bagian tengah didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola

untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang

antara lain dapat diindikasikan dari kuantitas air, kualitas air, kemampuan

menyalurkan air, dan ketinggian muka air tanah, serta terkait pada prasarana

pengairan seperti pengelolaan sungai, waduk, dan danau.

3) DAS bagian hilir didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola

untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang

diindikasikan melalui kuantitas dan kualitas air, kemampuan menyalurkan air,

ketinggian curah hujan, dan terkait untuk kebutuhan pertanian, air bersih, serta

pengelolaan air limbah.

Keberadaan sektor kehutanan di daerah hulu yang dikelola dengan baik

dan terjaga keberlanjutannya dengan didukung oleh prasarana dan sarana di

bagian tengah akan dapat mempengaruhi fungsi dan manfaat DAS tersebut di

bagian hilir, baik untuk pertanian, kehutanan maupun untuk kebutuhan air bersih

bagi masyarakat secara keseluruhan. Dengan adanya rentang panjang DAS yang

begitu luas, baik secara administrasi maupun tata ruang, dalam pengelolaan DAS

diperlukan adanya koordinasi berbagai pihak terkait baik lintas sektoral maupun

lintas daerah secara baik.

2.3 Konsep Pengelolaan DAS

Keberlanjutan pemanfaatan dan pencagaran sumber daya alam merupakan 

suatu proses perubahan di mana terdapat kesinambungan pemanfaatan dan

pencagaran sumber daya alam, arah investasi pemanfaatan sumber daya alam dan

perubahan kelembagaan yang berkaitan dengan pemanfaatan dan perlindungan

sumber daya alam konsisten dengan sasaran saat ini dan di masa datang (Asdak,

2007).

Page 9: Tugas Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

9

Pengelolaan Daerah aliran Sungai (DAS) diharapkan dapat memberikan

kerangka kerja kearah tercapainya pembangunan yang berkelanjutan. Pengelolaan

DAS merupakan merupakan sumber daya yang dapat diperbaharui yaitu

tumbuhan, tanah dan air agar dapat memberikan manfaat maksimal dan

berkesinambungan. Pengelolaan DAS merupakan upaya manusia dalam

mengendalikan hubungan timbale balik antara sumber daya alam dan manusia

dengan segala aktifitasnya di dalam DAS. Tujuan pengelolaan DAS adalah untuk

membina kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatkan pemanfaatan

sumber daya alam bagi manusia secara berkelanjutan.

Untuk tercapainya pembangunan DAS yang berkelanjutan, maka harus

tercipta keselarasan antara kegiatan pembangunan ekonomi dan perlindungan

lingkungan. Dalam hal ini membutuhkan penyatuan kedua sisi pandang tersebut

secara realistis melalui penyesuaian kegiatan pengelolaan DAS dan konservasi

daerah hulu ke dalam bidang ekonomi dan social. Apabila tujuan pembangunan

yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan ingin di wujudkan, maka

formulasi kebijakan tersebut harus dituntaskan.

2.3.1 Tujuan Pengelolaan DAS

Pengelolaan daerah aliran sungai dilakukan dengan tujuan sebagai berikut :

1) Meningkatkan stabilitas tata air

2) Meningkatkan stabilitas tanah

3) Meningkatkan pendapatan petani

4) Meningkatkan perilaku masyarakat kea rah kegiatan konservasi

Untuk dapat mencapai tujuan pengelolaan DAS tersebut, maka ruang lingkup DAS harus meliputi :

1) Pengelolaan lahan melalui usaha konservasi tanah dalam arti luas

2) Pengelolaan air melalui pengembangan sumber daya air

3) Pengelolaan vegetasi khususnya pengelolaan hutan yang memiliki fungsi

perlindungan terhadap tanah dan air

Page 10: Tugas Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

10

4) Pembinaan kesadaran dan kemampuan manusia dalam penggunaan sumber

daya alam secara bijaksana, sehingga berperan serta pada upaya

pengelolaan DAS

Dengan pengelolaan DAS yang benar diharapkan tercapainya kondisi

hidrologi yang optimal, meningkatkan produktifitas lahan yang diikuti oleh

perbaikan kesejahteraan masyarakat, terbentuknya kelembagaan masyarakat yang

tangguh dan muncul dari bawah sesuai dengan kondisi social budaya setempat

serta terwujudnya pembangunan yang berkelanjutan, berwawasan lingkungan dan

berkeadilan.

2.3.2 Prinsip Dasar dan Sasaran

Menurut Sukardi (2011), dalam pengelolaan DAS terdapat beberapa

prinsip yang harus dijalankan, yaitu :

1) Pengelolaan DAS meliputi pemanfaatan, pemberdayaan, pengembangan,

perlindungan dan pengendalian sumber daya DAS.

2) Pengelolaan DAS berlandaskan pada aasa keterpaduan, kelestarian

pemanfaatan, keadilan, kemandirian serta akuntabilitas

3) Pengelolaan DAS diselenggarakan secara terpadu, menyeluruh, berkelanjutan

dan berwawasan lingkungan.

4) Pengelolaan DAS dilakukan melalui pendekatan ekosistem berdasarkan

prinsip satu sungai, satu perencanaan, satu pengelolaan dengan

memperhatikan system pemerintahan yang desentralistik sesuai dengan jiwa

otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab.

Prinsip dasar pengelolaan DAS tersebut di atas kemudian

diimplementasikan dalam pengelolaan yang:

1) Dilaksanakan secara holistic, terencana dan berkelanjutan

2) Dilaksanakan secara desentralisasi dengan pendekatan DAS sebagai unit

pengelolaan

3) Dilaksanakan berdasarkan prinsip partisipasi dan konsultasi masyarakat untuk

memperoleh komitmen bersama

Page 11: Tugas Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

11

4) Mendorong partisipasi masyarakat guna secara bertahap mengurangi beban

pemerintah dalam pengelolaan DAS.

Berdasarkan ruang lingkup dan prinsip dasar tersebut diatas, maka secara

umum terdapat tiga sasaran yang ingin dicapai dalam pengelolaan DAS.  Adapun

sasaran yang dimaksud adalah :

1) Rehabilitasi lahan terlantar atau lahan yang masih produktif tetapi di digarap

dengan cara yang tidak mengindahkan prinsip-prinsip konservasi tanah dan

air.

2) Perlindungan terhadap lahan-lahan yang umumnya sensitif terhadap terjadinya

erosi dan atau tanah longsor atau lahan-lahan yang diperkirakan memerlukan

tindakan rehabilitasi dikemudian hari.

3) Peningkatan atau pengembangan sumber daya air. Hal yang terakhir ini

dicapai dengan cara pengaturan satu atau lebih komponen penyususn

ekosistem DAS yang diharapkan mempunyai pengaruh  terhadap proses-

proses hidrolgi atau kualitas air.

2.3.3 Pedoman Kerja prinsip DAS

Perencanaan Pengelolaan DAS yang baik dilakukan dengan cara

pendekatan secara menyeluruh. Pendekatan tersebut dilakukan sebagai bahan

pertimbangan terhadap terganggunya salah satu komponen pada sistem alam yang

dapat berpengaruh pada komponen lain dari sistem tersebut. Pendekatan

menyeluruh ini pada hakekatnya suatu kajian terpadu terhadap semua aspek

sumber daya dalam suatu DAS dengan mempertimbangkan faktor-faktor

lingkungan, social, politik dan ekonomi.  Ekosistem DAS dapat dimanfaatkan

dalam melakukan suatu perencanaan dan pengendalian pengelolaan DAS  sebagai

suatu unit perencanaan dan evaluasi yang sistematis, logis dan rasional, sehingga

para stakeholder bisa memanfaatkannya secara multiguna.

Prinsip yang berlaku secara umum mensyaratkan bahwa perencanaan yang

disiapkan secara sistematis, logis dan rasional seharusnya mengarah pada bentuk

pengelolaan yang bijaksana dan implementasi yang efektif. Pengalaman empiris

menunjukkan bahwa proses perencanaan dan implementasi program akan

Page 12: Tugas Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

12

berlangsung dengan efektif apabila disertai pedoman kerja yang berisi prinsip-

prinsip perencanaan sebagai berikut:

1) Tujuan atau sasaran utama pengelolaan DAS secara menyeluruh harus

dirumuskan secara jelas dengan disertai mekanisme system monitoring dan

evaluasi yang dilakukan secara periodic. Dengan demikian, apabila ditemukan

adanya dampak lingkungan yang cukup serius dapat segera ditangani. Seluruh

usulan kegiatan dan hasil yang diperoleh harus berorientasi pada kepentingan

jangka panjang dan capaian kesejahteraan yang berkelanjutan.

2) Perlu disiapkan mekanisme administrasi yang efisien dengan focus perhatian

pada aspek-aspek social-ekonomi-politik dan kerjasama yang harmonis di

antara lembaga-lembaga (pemerintah dan non pemerintah) yang terlibat dalam

pengelolaan DAS

3) Pengelolaan menyeluruh DAS diarahkan pada penyelesaian konflik yang

muncul di antara stakeholders dalam melaksanakan pembangunan. Pada kasus

ketika terjadi konflik harus dihormati dan dilaksnakan dengan konsisten.

Selain masalah penyelesaian konflik, pendekatan menyeluruh pengelolaan

DAS juga mempertimbangkan prinsip-prinsip upaya pengendalian dan proses

umpan balik yang mengarah pada proses pengambilan keputusan optimal.

Dalam merencanakan suatu pengelolaan DAS harus tetap memperhatikan

karakteristik dari DAS bersangkutan. Hal ini disebabkan setiap DAS mempunyai

karakteristik masing-masing yang mempengaruhi proses pengaliran air

didalamnya sampai keluar di muara dan masuk ke laut atau danau. Karakteristik

DAS ini ditentukan oleh factor lahan (topografi, tanah, geologi, geomorphologi)

dan faktor vegetasi, tata guna lahan dan factor social masyarakat sekitarnya . Tiap

daerah memiliki karakteristik DAS yang berbeda sehingga suatu kebijakan  dalam

suatu wilayah pengelolaan DAS bisa berbeda dengan wilayah pengelolaan DAS

lainnya. Dan tidak kalah pentingnya masukan dan informasi masyarakat pada

tingkat local dalam proses penyusunan rencana sangat diharapkan bagi lahirnya

kebijakan pengelolaan DAS

Kebijakan-kebijakan pengelolaan sumber daya alam dan manusia yang

dibuat dan dilaksanakan dalam skala DAS seringkali mengalami kemacetan atau

Page 13: Tugas Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

13

terlaksana dengan hasil yang tidak optimal serta tidak sesuai dengan yang telah

direncanakan. Hal ini seringkali berkaitan dengan kurangnya pemahaman pada

perencana pengelola DAS terhadap mekanisme dan proses-proses yang

berlangsung dalam ekosistem termasuk elemen manusia dengan segala

kecenderungannya.

Pengelolaan DAS tidak dapat hanya didasarkan pada keterkaitan fisik

semata. Sebab rencana pengelolaan DAS yang benar mengharuskan adanya

keterkaitan antar unsur social/ekonomi/budaya dengan unsur-unsur yang berkaitan

dengan ekosistem dan teknologi lainnya yang telibat dalam pengelolaan. Maka

perencanaan pengelolaan DAS dikerjakan oleh suatu tim yang terdiri atas

berbagai bidang ilmu yang ada kaitannya dengan aspek sumber daya termasuk

sumber daya manusia.

Pada dasarnya pengelolaan DAS adalah rasionalisasi alokasi sumber daya

alam dan manusia termasuk pencagaran sumber daya yang dikelola sehingga

selain dapat diperoleh manfaat yang optimal juga dapat dijamin keberlanjutannya.

Oleh karena itu, para perencana pengelolaan DAS diharapkan mempunyai

pemahaman yang cukup tentang mekanisme dan proses-proses keterkaitan bio

fisik dan kelembagaan yang berlangsung di daerah-daerah hulu, tengah dan hilir

suatu DAS. Dengan kata lain, pengelolaan DAS perlu mempertimbangkan aspek-

aspek social,ekonomi,kelembagaan dan sumber daya yang beroperasi di dalam

dan diluar daerah aliran sungai bersangkutan. Keberhasilan pengelolaan DAS erat

kaitannya dengan terpenuhinya persyaratan-persyaratan yang diperlukan dalam

perencanaan pengelolaan DAS.

Page 14: Tugas Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

14

BAB 3. PEMBAHASAN

3.1 Permasalahan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) di DKI Jakarta

3.1.1 Kasus : Pengelolaan DAS yang Kurang Maksimal

Sumber : http://bebasbanjir2025.wordpress.com/artikel-tentang-

banjir/naik-sinukaban

Page 15: Tugas Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

15

3.1.2 Review

Kerusakan lingkungan di daerah aliran sungai yang melintasi Jakarta

menyebabkan setiap musim hujan justru kehilangan air sebesar 1,5 miliar meter

kubik. Hal ini justru bertentangan dengan fungsi DAS yang seharusnya bisa

menjadi tendon/tempat penampungan air ketika musim hujan agar persediaan air

tetap terjaga meskipun ketika kemarau datang. Padahal air sebanyak itu bisa

memenuhi kebutuhan air minum dan air bersih untuk kebutuhan penduduk selama

enam bulan atau mengairi sawah seluas 20 hektar dalam waktu empat bulan

sepanjang musim tanam.

Hilangnya air ketika musim hujan sampai 1,5 meter kubik tersebut

diakibatkan karena DAS tidak mampu menampung debit air yang meningkat

ketika hujan. Kerusakan DAS menyebabkan defisit air. Akhirnya air malah

meluap dan bukan tertampung. Hal tersebut tentu menjadi masalah bagi warga

sekitar karena jika sudah demikian maka banjirlah yang akan terjadi banjir

sedangkan ketika musim kemarau akan mengalami kekeringan karena minimnya

cadangan sumber air tanah. Pemerintah harusnya tidak menutup mata dengan

masalah ini. Solusi yang diusulkan oleh pakar konservasi DAS Institut Pertanian

Bogor (IPB), Prof. Dr. Naik Sinukaban adalah penerapan pengelolaan air secara

megapolitan atau megapolitan water resources management yang dilakukan

secara bersam oleh pemerintah daerah Jakarta dengan pemda lainnya di sekitar

DKI Jakarta. Teknik tersebut memang harus bertahap dan sekaranglah waktunya

untuk memulai.

3.2 Analisa Penyebab Permasalahan Kerusakan DAS di Jakarta

Dalam peraturan pemerintah Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 1970

tentang Perencanaan Hutan, DAS dibatasi sebagai suatu daerah tertentu yang

bentuk dan sifat alamnya sedemikian rupa sehingga merupakan suatu kesatuan

dengan sungai dan anak sungainya yang melalui daerah tersebut dalam fungsi

untuk menampung air yang berasal dari curah hujan dan sumber air lainnya,

penyimpanannya serta pengalirannya dihimpun dan ditata berdasarkan hukum

alam sekelilingnya demi keseimbangan daerah tersebut.

Page 16: Tugas Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

16

Kerusakan DAS merupakan bagian dari kerusakan sumber daya alam yang

tentunya akan membawa kerugian bagi manusia dan dapat menimbulkan dampak

berupa bencana terhadap kehidupan misalnya banjir. Faktor utama yang

menyebabkan rusaknya Daerah Aliran Sungai di Jakarta (DAS) disebabkan

peningkatan pembangunan dan infrastruktur yang menimbulkan peralihan fungsi

lahan sehingga lahan penyimpa ari berkurang dan jenis lahan penyimpan air turun.

1. Pengelolaan DAS di DKI Jakarta kurang maksimal

Dengan pengelolaan DAS yang benar diharapkan tercapainya kondisi

hidrologi yang optimal, meningkatkan produktifitas lahan yang diikuti oleh

perbaikan kesejahteraan masyarakat, terbentuknya kelembagaan masyarakat yang

tangguh dan muncul dari bawah sesuai dengan kondisi sosial budaya setempat

serta terwujudnya pembangunan yang berkelanjutan, berwawasan lingkungan dan

berkeadilan.

Pengelolaan DAS merupakan upaya manusia dalam mengendalikan

hubungan timbal balik antara sumber daya alam dan manusia dengan segala

aktifitasnya di dalam DAS. Tujuan pengelolaan DAS adalah untuk membina

kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatkan pemanfaatan sumber

daya alam bagi manusia secara berkelanjutan.

2. Tidak Adanya Tenaga Pengelola DAS di DKI Jakarta

Pengelolaan DAS harus benar-benar direncanakan secara tepat dan

dilaksanakan secara optimal. Pengelolaan DAS bukan hanya sekedar kebijakan,

namun harus diaplikasikan dengan adanya tenaga operasional. Upaya pengelolaan

DAS memang bukan sesuatu yang urgent namun kerugian yang dirasakan

Peningkatan Pembangunan dan Infrastruktur

Alih fungsi lahan Meningkat-Lahan Penyimpan air berkembang-Jenis lahan penyimpan air turun

Pada lokasi dan situasi tertentu air berlebih atau terlalu berkurang

DKI Jakarta: Musim Hujan banjir dan Musim kemarau kekeringan

Page 17: Tugas Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

17

masyarakat saat DAS itu rusak karena kurang optimalnya pengelolaannya

sangatlah besar.

3. Kurangnya kesadaran peran serta masyarakat dalam upaya menjaga

kelestarian das

Beberapa prinsip dasar dalam pengelolaan DAS adalah:

a. Pengelolaan DAS meliputi pemanfaatan, pemberdayaan, pengembangan,

perlindungan dan pengendalian sumber daya DAS.

b. Pengelolaan DAS berlandaskan pada aasa keterpaduan, kelestarian

pemanfaatan, keadilan, kemandirian serta akuntabilitas

c. Pengelolaan DAS diselenggarakan secara terpadu, menyeluruh,

berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

d. Pengelolaan DAS dilakukan melalui pendekatan ekosistem berdasarkan

prinsip satu sungai, satu perencanaan, satu pengelolaan dengan

memperhatikan system pemerintahan yang desentralistik sesuai dengan

jiwa otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab.

Prinsip dasar pengelolaan DAS tersebut di atas diimplementasikan

dalam pengelolaan yang:

a. Dilaksanakan secara holistic, terencana dan berkelanjutan

b. Dilaksanakan secara desentralisasi dengan pendekatan DAS sebagai unit

pengelolaan

c. Dilaksanakan berdasarkan prinsip partisipasi dan konsultasi masyarakat

untuk memperoleh komitmen bersama

d. Mendorong partisipasi masyarakat guna secara bertahap mengurangi

beban pemerintah dalam pengelolaan DAS.

Pengelolaan DAS oleh Pemerintah tanpa adanya peran serta masyarakat

akan sia-sia karena tidak sedikit rusaknya DAS disebabkan karena perilaku

masyarakat seperti membuang sampah di sungai. Tentu hal itu merupakan

perilaku yang dapat merusak lingkungan DAS, seperti kapasitas tampung sungai

berkurang, air sungai tercemar, menghambat aliran sungai, dan kerusakan-

kerusakan lainnya yang semakin memperparah kerusakan DAS.

Page 18: Tugas Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

18

4. Penegakan Hukum Yang Kurang Tegas

Pengeloaan DAS dilakukan dengan penerapan kebijakan-kebijakan yang

mendukung. Penegakan hukum yang tegas sangat dibutuhkan agar semua pihak

dapat mendukung pengelolaan DAS tersebut. Misalnya larangan eksploitasi air,

larangan membuang sampah, dan peraturan-peraturan lainnya. Tanpa adanya

penegakan hukum yang tegas, peraturan tersebut hanyalah akan sia-sia tanpa

adanya aplikasi yang nyata. Air tetap tereksploitasi, badan-badan sungai tetap

terpenuhi oleh sampah dan akhirnya rusaklah daerah aliran sungai.

3.3 Alternatif dan rekomendasi upaya pengendalian

3.3.1 Pengelolaan Daerah Aliran Sungai di Jakarta yang Terpadu

Kerusakan lingkungan di daerah aliran sungai (DAS) yang melintas

Jakarta baik Ciliwung, Cakung, Sunter, Grogol, Pesanggrahan, Cipinang, Buaran,

Angke dan Krukut telah beralih fungsi, sebelumnya menjadi daerah resapan air

justru menimbulkan defisit air hingga menyebabkan krisis air terutama pada

sumber-sumbernya di bawah tanah. Kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan

pada umumnya karena diakibatkan ulah manusia yang dalam pemanfaatan

sumberdaya alam tersebut tidak dilakukan secara arief dengan mendasarkan

kaedah konservasi sumberdaya alam, seperti yang terjadi di badan sungai

Ciliwung, jalan Tambak Ujung, Jakarta Pusat yang dipenuhi banyak sampah

limbah rumah tangga menyebabkan hamparan sampah itu tertahan di pintu air dan

menimbulkan bau busuk yang sangat menyengat.

Gambar 1. Pencemaran sungai Ciliwung(sumber : http://megapolitan.kompas.com)

Page 19: Tugas Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

19

Strategi mengatasi masalah ini perlu diterapkan cara pengelolaan sumber

air secara megapolitan atau megapolitan water resources management, yaitu

Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Terpadu. Pengelolaan terpadu pada

dasarnya merupakan pengembangan keserasian tujuan antar berbagai sistem

pengelolaan sumberdaya alam bilamana suatu obyek dikelola oleh banyak

pengelola sesuai dengan keterkaitan dan kepentingannya terhadap obyek yang

dikelola itu. Pengelolaan DAS terpadu adalah upaya terpadu dalam pengelolaan

sumberdaya alam, meliputi tindakan pemanfaatan, penataan, pemeliharaan,

pengawasan, pengendalian, pemulihan dan pengembangan DAS berazaskan

pelestarian kemampuan lingkungan yang serasi dan seimbang untuk menunjang

pembangunan yang berkesinambungan bagi peningkatan kesejahteraan

masyarakat Menurut Sudaryono (2002), Sehingga cara ini tidak dapat dilakukan

oleh satu Pemerintah Daerah saja seperti Jakarta tetapi bersama pemda lainnya di

sekitar DKI, seperti Ciliwung pengelolaan DAS-nya harusnya mulai dari Gunung

Pangrango hingga hilir yang akan melibatkan pula Kabupaten Bogor, Kota Bogor,

Bekasi dan Tangerang.

Alternatif dalam permasalahan ini melalui pengelolaan DAS terpadu yaitu

dengan Penataan ruang. Strategi penataan ruang dilakukan dengan menjaga

keseimbangan penataan ruang di hulu dan hilir. Bilamana karena pertumbuhan

penduduk meningkat terjadi peningkatan infrastruktur, sehingga kebutuhan untuk

lahan juga meningkat. Upaya yang dapat dilakukan yaitu mempertahankan daerah

yang lebih tinggi sebagai kawasan hijau terbuka ketika daerah bawah (hilir)

sudah padat. Oleh karena itu, perlu dibuat kebijakan mempertahankan kawasan

hijau terbuka di daerah dengan ketinggian yang cukup besar (Robert, 2005).

Menurut Anshori (2004), keterpaduan pengelolaan SDA mencakup dua

komponen besar yaitu sistem alami dan non alami. Keterpaduan pada komponen

pengelolaan sistem alami, mencakup :

a. Kawasan hulu dengan kawasan hilir.

b. Kuantitas air dengan kualitas air.

c. Air hujan dengan air permukaan, dan air bawah tanah.

d. Penggunaan lahan (land use) dengan pendayagunaan air (water use).

Page 20: Tugas Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

20

Sedangkan keterpaduan pada komponen pengelolaan sistem non alami,

sekurang-kurangnya mencakup:

a. Keterpaduan antar sektor yang terkait dalam perumusan kebijakan, dan

program di tingkat pusat dan daerah. Keterpaduan dalam aspek ini diperlukan

untuk menyelaraskan kebijakan pembangunan ekonomi dengan kebijakan

pembangunan sosial serta lingkungan hidup.

b. Keterpaduan antar semua pihak yang terkait (stakeholder) dalam perencanaan

dan pengambilan keputusan. Keterpaduan dalam aspek ini merupakan elemen

penting dalam menjaga keseimbangan dan keberlanjutan pendayagunaan air.

Saat ini masing-masing pihak yang terkait masih menempatkan prioritas

kepentingan yang berbeda-beda, bahkan seringkali bertentangan satu sama

lain. Dalam kaitan ini perlu dikembangkan instrumen operasional untuk

menggalang sinergi dan penyelesaian konflik.

c. Keterpaduan antar wilayah administrasi baik secara horisontal maupun

vertikal. Dalam aspek ini tidak saja perlu ada kejelasan tentang pembagian

wewenang dan tanggung jawab pengelolaan, tetapi perlu juga dikembangkan

pola kerjasama antar daerah atas dasar saling menggantungkan dan saling

menguntungkan.

Pengelolaan DAS perlu menganut prinsip keterpaduan “satu sistem

perencanaan dalam satu Daerah Aliran Sungai” (one river one plan one

management). Artinya, perencanaan DAS tidak dapat dilakukan melalui

pendekatan sektoral saja, melainkan perlu adanya keterkaitan antar sektor yang

mewakili masing-masing sub DAS, dari sub-DAS hulu hingga ke hilir yang

menjadi fokus perhatian (Damayanti, 2010).

Sudaryono (2002) menyebutkan, pengelolaan DAS di DKI perlu

melibatkan peran aktif manusia, sehingga tercapai manfaat yang maksimal dan

berkesinambungan. Oleh, karena itu sasaran pembinaan aktivitas manusia dalam

pemanfaatan sumberdaya alam mencakup :

1. penyuluhan/pendidikan dan pembinaan untuk meningkatkan persepsi dan

kemampuan mengelola lingkungan;

2. mengurangi laju pertumbuhan dan kepadatan penduduk;

Page 21: Tugas Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

21

3. meningkatkan pendapatan penduduk;

4. menciptakan lapangan kerja di luar sektor pertanian;

5. meningkatkan kesehatan masyarakat melalui peningkatan gizi, peningkatan

prasarana kesehatan; dan

6. mengembangkan lembaga-lembaga swadaya masyarakat.

Menurut Moch. Amron dalam Dialog Interaktif Air dan Kehidupan

(Jakarta, 8 November 2011), dengan adanya pengelolaan sumber daya air terpadu

diharapkan dapat mengatasi permasalahan ketersediaan air dengan

mengoptimalkan upaya-upaya pengelolaan SDA yang didasarkan pada

keseimbangan antara upaya-upaya konservasi dan pendayagunaan SDA sehingga

nantinya dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat. Dan

hal ini juga akan menambah kuantitas air tanah sehingga cadangan air di bumi

bertambah yang berarti permasalahan ketersediaan air teratasi dan dapat pula

mengatasi banjir.

Pengelolaan SDA harus dilakukan secara menyeluruh dan terpadu,

sedangkan pelaksanaannya perlu didukung oleh sistem kelembagaan yang kuat

dan bertanggung jawab. Dalam pelaksanaan sistem perencanaan pengelolaan DAS

terpadu, semua pihak perlu mengambil peran secara konsisten dalam keseluruhan

proses pengelolaan SDA yang optimal, efektif dan berkelanjutan. Pelaksanaannya

memang harus bertahap dan sudah saatnya dimulai.

1.3.2 Teknik Pemanenan Air Hujan (Rain Water Harvesting)

Maryono dan Santoso (2006) menyebutkan bahwa teknik pemanenan air

hujan atau disebut juga dengan istilah rain water harvesting yang didefinisikan

sebagai suatu cara pengumpulan atau penampungan air hujan atau aliran

permukaan pada saat curah hujan tinggi untuk selanjutnya digunakan pada waktu

air hujan rendah.

Teknik ini dapat digolongkan dalam 2 (dua) kategori, yaitu :

a. Teknik pemanenan air hujan dengan atap bangunan (roof top rain water

harvesting),

Page 22: Tugas Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

22

b. Teknik pemanenan air hujan (dan aliran permukaan) dengan bangunan

reservoir, seperti dam parit, embung, kolam, situ, waduk, dan sebagainya.

Teknik Pemanenan Air Hujan dengan

Atap Bangunan

Teknik Pemanenan Air Hujan

Ruang lingkup pada skala individu

bangunan rumah dalam suatu wilayah

pemukiman ataupun perkotaan.

Skalanya lebih luas lagi, biasanya

untuk suatu lahan pertanian dalam

suatu wilayah DAS ataupun subDAS.

Teknik pemanenan air hujan dengan atap bangunan (roof top rain water

harvesting) pada prinsipnya dilakukan dengan memanfaatkan atap bangunan

(rumah, gedung perkantoran, atau industri) sebagai daerah tangkapan airnya

(catchment area) dimana air hujan yang jatuh diatas atap kemudian disalurkan

melalui talang untuk selanjutnya dikumpulkan dan ditampung ke dalam tangki

atau bak penampung air hujan. Selain berbentuk tangki atau bak, tempat

penampungan air hujan juga dapat berupa tong air biasa ataupun dalam suatu

kolam/taman di dalam rumah. Teknik pemanenan air hujan yang memanfaatkan

atap bangunan ini umumnya dilakukan di daerah permukiman / perkotaan.

Al Amin et al (2008) menyebutkan komponen-komponen utama konstruksi

tampungan air hujan terdiri dari: atap rumah, saluran pengumpul (collector

channel), filter untuk menyaring daun-daun atau kotoran lainnya yang terangkut

oleh air, dan bak penampung air hujan.

Page 23: Tugas Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

23

Page 24: Tugas Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

24

Heryani (2009) dalam tulisannya yang berjudul Teknik Panen Hujan: bahwa

potensi jumlah air yang dapat dipanen (the water harvesting potential) dari suatu

bangunan atap dapat diketahui melalui perhitungan secara sederhana, sebagai

berikut:

Jumlah air hujan yang dapat dipanen = Luas area X curah hujan X koefisien

runoff

Dari hasil studi pustaka, teknik konservasi air dengan metode Roof Top

Rain Water Harvesting dinilai mempunyai potensi yang cukup besar untuk

mengatasi permasalahan krisis ketersediaan air baku di Jakarta.

Berikut ini ilustrasi untuk menunjukkan bagaimana teknik Roof Top Rain

Water Harvesting dapat memberikan kontribusi dengan hasil yang cukup

signifikan untuk dijadikan sebagai solusi alternatif terhadap permasalahan krisis

ketersediaan air baku di Jakarta :

- Misalnya, untuk suatu atap bangunan dengan luas area 100 m2(=

10.000 dm2) ; dan Jumlah curah hujan tahunan untuk wilayah DKI

Jakarta berdasarkan data adalah 1.929 mm/tahun (19,29 dm); maka

- Volume air hujan yang jatuh di satu atap rumah dengan luas atap 100

m2 dalam satu tahun adalah sebanyak :

= 10.000 dm2 x 19,29 dm

Page 25: Tugas Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

25

= 192.900 liter/tahun

- Dengan asumsi hanya 80% dari total hujan yang dapat dipanen maka

volume air yang dapat dipanen :

= 80% x 192.900 liter

= 154.320 liter/tahun.

- Dipanen sebanyak 154.320 liter/tahun atau setara dengan 40.763 galon

air (1 liter = 0,264 galon), jika air galonan diasumsikan seharga

Rp.1.000,00 galon air saja, maka dari segi pengeluaran satu keluarga

sudah terjadi peng hematan sebanyak Rp.40.763.000,000/tahun.

Menurut Ali (Kompas, 10 Mei 2009), standar setiap orang membutuhkan

190 liter air per hari dan dunia usaha membutuhkan 30 persen dari total kebutuhan

domestik. Secara total, masyarakat Jakarta membutuhkan air bersih 2,099 miliar

liter per hari atau 24.300 liter per detik. Berdasarkan keterangan tersebut maka :

- Jika diasumsikan rata-rata dalam satu keluarga terdiri atas 6 orang,

maka volume air tampungan mampu untuk mencukupi kebutuhan air

satu keluarga selama :

= 154.320 / (190 x 6)

= 135 hari (sekitar 4 bulan lebih)

Selanjutnya masih berdasarkan keterangan di atas dan mengacu

pada data jumlah penduduk DKI terhitung sebanyak 8.511.168 jiwa,

maka :

- Jika diasumsikan rata-rata tiap keluarga terdiri atas 6 orang, maka

jumlah bangunan rumah di DKI Jakarta diperkirakan kurang lebih ada

sejumlah :

= 8.511.168 / 6

= 1.418.528 bangunan rumah.

- Jika diasumsikan seluruh bangunan rumah di DKI Jakarta sudah

melakukan upaya konservasi air dengan teknik Roof Top Rain Water

Harvesting, maka total volume air hujan yang tertampung di atap

rumah warga di wilayah DKI Jakarta dalam setahun adalah sebanyak :

Page 26: Tugas Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

26

= 1.418.528 x 154.320 liter/tahun

= 218.907.240.960 liter/tahun atau setara dengan :

= 218.907.240.960 liter/tahun : 365

= 599.745.866 liter/hari

- Jika hasil perhitungan total volume air hujan yang tertampung di atap

rumah warga di seluruh wilayah DKI Jakarta dibandingkan dengan

total kebutuhan air bersih penduduk Jakarta yang mengacu pada

keterangan sebelumnya sebanyak 2,099 milyar liter/ hari, maka rasio

persentasenya adalah sebesar :

= (599.745.866 / 2.099.000.000) x 100%

= 28.6 %

Volume air sebanyak 599.745.866 liter/hari atau sekitar 28,6% dari total

kebutuhan air bersih penduduk Jakarta per harinya, merupakan suatu jumlah yang

cukup signifikan untuk dijadikan sebagai tambahan suplai kebutuhan air baku di

wilayah DKI Jakarta, disaat suplai utama yang berasal dari Waduk Jatiluhur saat

ini sudah tidak mampu lagi mencukupi kebutuhan air baku warga DKI Jakarta.

Hal yang perlu diperhatikan jika ingin memanfaatkan air yang tertampung

dari hasil pemanenan air hujan sebagai substitusi air dari PDAM adalah bahwa

selama 5 menit pertama air hujan masih mengandung asam yang berbahaya bagi

tubuh, tapi setelah 5 menit, air hujan sudah cocok untuk ditampung ke tempat

penampungan. Air hujan yang tertampung mempunyai kualitas yang layak minum

setelah air itu diendapkan dan disaring. Sebagai tambahan, pada tempat

penampungan air hujan tersebut perlu juga diberikan Abate untuk mencegah

berkembangnya bintik-bintik nyamuk.

Teknik pemanenan air hujan selain ramah lingkungan juga dapat menjadi

jalan keluar bagi permasalahan sumberdaya air bagi masyarakat yang tinggal di

wilayah perkotaan, khususnya di DKI Jakarta. Tidak saja dalam hal menambah

cadangan suplai ketersediaan air baku seperti yang telah diilustrasikan di atas,

tetapi juga dalam hal lainnya seperti menambah suplai air tanah, mengurangi

resiko semakin turunnya permukaan tanah dan terjadinya banjir.

Page 27: Tugas Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

27

Dengan menampung dan menyimpan air hujan, beban PDAM juga bisa berkurang

dan sebagai multiplier effect dari itu adalah berkurangnya intensitas pengambilan

(ekstraksi) air tanah dalam oleh rumah tangga atau perkantoran yang terbukti telah

mengakibatkan penurunan permukaan tanah di wilayah DKI Jakarta

3.3.3 Penerapan Teknologi Lingkungan dalam Pengelolaan Sumber Daya Air

Sumberdaya lingkungan perairan daerah aliran sungai (SDLP-DAS) DKI

Jakarta yang telah banyak memberikan manfaat dan berperan dalam

pembangunan telah rusak dan tercemar sangat berat oleh sedimen dan berbagai

limbah; baik limbah cair maupun padat yang langsung ataupun tidak langsung

dibuang oleh manusia kedalamnya. Oleh karena itu maka perlu dirumuskan

sebuah strategi pegelolaan dan teknologi lingkungan yang dapat merehabilitasi/

memulihkan SDLP DAS DKI Jakarta sehingga perannya dapat berkelanjutan.

Menurut Soetrisno (2000) menyatakan kristalisasi dari literatur dan diskusi fanel

yang telah dilaksanakan untuk mengidentifikasi jenis-jenis teknologi lingkungan

yang dibutuhkan dalam pengelolaan SDLP DAS DKI Jakarta menyimpulkan

bahwa pengelolaan sumberdaya lingkungan perairan daerah aliran sungai (SDLP-

DAS) DKI Jakarta yang berkelanjutan dan berkeadilan untuk kesejahteraan

masyarakat akan dapat terwujud jika dan hanya jika didukung oleh semua

stakeholders, dengan melalui koordinasi aktif yang dilandasi rasa empati dan

didukung dengan penerapan teknologi lingkungan dan teknologi ramah

lingkungan.

Mencermati permasalahan yang ada dan kondisi SDLP-DAS DKI

Jakarta yang seharusnya (ideal) seperti tersebut diatas maka beberapa teknologi

lingkungan yang perlu diterapkan dan dikembangkan di DAS tersebut adalah

teknologi-teknologi Menurut Soetrisno (2000) yaitu:

a. Pengolahan air bersih;

b. Pengelolaan limbah cair;

c. Pengelolaan limbah padat;

d. Remediasi dan restorasi;

e. Pemantauan kualitas perairan;

Page 28: Tugas Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

28

f. Revegetasi dan reboisasi

g. Serta perlu ditunjang sistem informasi lingkungan dan Master Plan

pengelolaan lingkungan.

3.3.4 Pengorganisasian, koordinasi dan pengawasan

Pengorganisasian dalam sistem DAS harus teratur. Pengorganisasian

merupakan pengaturan dalam pembagian kerja, tugas, hak, kdan kewajiban

sehingga petugas dalam organisasi yang menangani DAS harus mampu

mejalankan amanahnya sesuai dengan pendidikan dan keahlian serta

keterampilannya dalam mengelola DAS di DKI Jakarta. Selain itu diperlukan

suatu koordinasi yang aktif guna menunjang kinerja dalam menciptakan kerja ama

yang baik antara pemerintah pusat DKI Jakarta dengan sector lingkungan serta

masyarakat demi mewujukannya kondisi keseimbangan yang harmoni antara hak

dan kewajiban dari SDM atau petugas DAS. Pengawasan dalam pengorganisasian

pengelolaan DAS harus dilakukan guna memastikan SDM bekerja dengan benar

sesuai dengan fungsi, tugas dan wewenanya. Dalam hal ini pemerintah pusat DKI

Jakarta yaitu Gubenur harus memastikan proses pengelolaan dalam DAS di

Jakarta berjalan dengan baik sebagai bentuk pertanggungjawaban.

3.3.5 Penegakan Hukum (Peraturan perundangan No.37 Tahun 2012)

Pengelolaan DAS merupakan salah satu upaya manusia dalam mengatur

hubungan timbal balik antara sumberdaya alam dengan manusia di dalam DAS

dan segala aktivitasnya, agar terwujud kelestarian dan keserasian ekosistem serta

meningkatnya kemanfaatan sumberdaya alam bagi manusia secara berkelanjutan.

Penyusunan Rencana Pengelolaan DAS, meliputi:

a. penyusunan Rencana Pengelolaan DAS yang dipulihkan daya dukungnya.

b. penyusunan Rencana Pengelolaan DAS yang dipertahankan daya dukungnya.

Pelanggaran hukum menjadi lebih kompleks bila terjadi perubahan tata

guna lahan yang tidak terkendali yang mengakibatkan dampak tidak langsung

terhadap daya dukung lingkungannsumber daya air. Sebagai contoh di hulu

daerah aliran sungai yang memiliki pesona pemandangan yang indah bangunan-

bangunan permanen baik rumah, perumahan (rilestat), hotel, restoran dan lain-

lain, tumbuh subur dan tidak terkendali. Secara teknis diketahui bahwa perubahan

Page 29: Tugas Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

29

lahan menjadi bangunan permanen akan mengakibatkan aliran permukaan (run

off) meningkat dan pengurangan resapan air ke dalam tanah. Akibatnya secara

cepat dapat dirasakan bahwa banjir di wilayah hilir menjadi lebih besar dan

berkurangnya cadangan air di dalam tanah. Dengan kata lain perubahan tata guna

lahan yang tidak terkendali (yang dapat disebut sebagai bentuk pelanggaran)

meningkatkan bencana banjir dan bencana kekeringan.

Menurut Robert (2005) bahwa penegakan hukum perlu terus dilakukan

dengan berbagai cara dan upaya, antara lain dapat berupa :

1. Sosialisasi peraturan-peraturan yang berkaitan dengan sumber daya air

kepada semua stakeholders.

2. Hal-hal substansi tentang aturan dan sanksinya perlu disosialisasikan

lebih detail. Misalkan dengan cara pemasangan papan aturan dan sanksi

di tempat-tempat strategis.

3. Perlu shock therapy yaitu dengan misalnya menerapkan sanksi, denda,

atau hukuman maksimal dari aturan yang ada. Hal ini dimaksudkan

agar stakeholders menjadi jera dan mau mentaati aturan yang berlaku.

4. Perlu lembaga pengawasan yang melekat pada instansi. Lembaga ini

berfungsi mengawasi pengelolaan sumber daya air baik internal

maupun eksternal.

5. Karena isu-isu yang kompleks tersebut maka diperlukan kolaborasi

yang baik antara institusi penentu kuantitas dan kualitas air dengan

institusi penegakan hukum.

6. Implementasi penegakan hukum dilakukan dengan cara bertahap.

Kegiatan Pengelolaan DAS dilaksanakan berdasarkan Rencana Pengelolaan

DAS yang telah ditetapkan dan menjadi acuan rencana pembangunan sektor dan

rencana pembangunan wilayah administrasi. Peran serta pemberdayaan

masyarakat,perlu dilakukan (baik perorangan maupun melalui forum koordinasi

pengelolaan DAS) dengan tujuna pemberdayaan masyarakat yaitu untuk

meningkatkan kapasitas dan kapabilitas, kepedulian dan peran serta masyarakat

dalam pengelolaan DAS. Peran serta masyarakat secara perorangan dapat berupa:

Page 30: Tugas Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

30

menjaga, memelihara dan menikmati kualitas lingkungan hidup yang dihasilkan

ekosistem DAS; mendapatkan dan memberikan informasi, saran dan

pertimbangan dalam pengelolaan DAS; dan mendapatkan pelatihan dan

penyuluhan yang berkaitan dengan pengelolaan DAS.

Page 31: Tugas Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

31

DAFTAR PUSTAKA

Agus, F., Meine Van Noordwijk dan R. Subekti. 2007. Dampak Hidrologis Hutan, Agroforestry, dan Pertanian Lahan Kering sebagai Dasar Pemberian Imbalan Kepada Penghasil Jasa Lingkungan di Indonesia. ICRAF. Bogor

Al Amin, Muhammad Baitullah., Lau, Victor M.,Safari, Hanjar., dan Tabarid, Mansur. P.2008. Teknik Panen hujan dengan Atap Usaha Konservasi Air di Daerah Kering. www.BebasBanjir2015.wordpress.com

Anshori, Imam. 2004. Kebijakan Pengelolaan SDA di Indonesia, ISBN-979-98014-4-3. [Serial Online].http://dsdan.go.id. [Diakses Pada Tanggal 7 Oktober 2013]

Asdak C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan DAS. Yogyakarta : Gadjah Mada University

Asdak, C. 2007. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. GadjahMada University Press. Yogyakarta.

Damayanti, Astrid. 2010. Kebijakan Pembangunan Wilayah Berbasis Pengelolaan DAS Terpadu dan Berkelanjutan. [Serial Online].http://staff.blog.ui.ac.id. [Diakses Pada Tanggal 6 Oktober 2013]

Heryani, Nani. 2009. Teknik Panen Hujan: Salah Satu Alternatif Untuk Memenuhi Kebutuhan Air Domestik. Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi. Departemen Pertanian. Jakarta

Kompas. 10 Mei 2009. Penduduk Bertambah; DKI Krisis Air Bersih. www.kompas.com

Kompas. 11 November 2012. Pencemaran Sungai Ciliwung. http://megapolitan.kompas.com

Maryono, A., dan E.N. Santoso (2006). Metode Memanen dan Memanfaatkan Asir Hujan untuk

Pengelolaan SDA Terpadu. 2011.http://www.pu.go.id/pdf.Penyediaan Air Bersih, Mencegah Banjir dan kekeringan. Kementerian

Lingkungan Hidup. Jakarta.Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 1970 tentang Perencanaan Hutan

Permadi, A 2011. Pemanfaatan Sumber Daya Air sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro. Bogor : IPB

PP.no.37 tahun 2012 tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai .

http://www.dephut.go.id

Robert J.K & Sjarief R. 2005. Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu. Edisi

II.Penerbit Andi. Yogyakarta

Soetrisno Yudhi, G.2000.Peran Teknologi Lingkungan Dalam Pengelolaan Sumberdaya Lingkungan Perairan DAS Citarum Bekelanjutan. Jurnal Teknologi Lingkungan.Volume 3.P3TL BPP Teknologi

Page 32: Tugas Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

32

Sudaryono. 2002. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (Das) Terpadu, Konsep Pembangunan Berkelanjutan. [Serial Online].http://ejurnal.bppt.go.id [Diakses Pada Tanggal 6 Oktober 2013]

Sukardi,S. 2011. Konsep Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Dalam Pengelolaan SDA yang Berkelanjutan. Sumatra Utara : Balai Pengelolaan DAS

Sunaryo, D.Suharjito dan M Sirait. 2004. Model Pengelolaan Kawasan Permukiman Berkelanjutan Di. Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung Hulu Kabupaten Bogor World Agroforestry Centre (ICRAF) Southeast Asia Regional Office