tugas prescil darurat
DESCRIPTION
tugas prescil daruratTRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II. 1. Diuretik
Diuretik merupakan obat-obatan yang dapat meningkatkan ekskresi urin
(diuresis). Istilah diuresis memiliki dua pengertian, pertama menunjukkan adanya
penambahan volume urin yang diproduksi dan yang kedua menunjukan jumlah
pengeluaran zat-zat terlarut dan air.
Fungsi utama diuretik ialah mobilisasi cairan edema seperti yang terlihat pada
gambar 1, dengan mengubah keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga
volume cairan ekstraselular kembali ke normal.
Pengaruh diuretik terhadap ekskresi zat terlarut penting artinya untuk menentukan
tempat kerja diuretik tersebut, untuk itu diuretik dibagi berdasarkan tempat kerja
(site of actions) seperti yang terlihat pada gambar 2. Berdasarkan tempat kerja
diuretik tersebut, diuretik dibagi menjadi:
7
Gambar 1. Mekanisme mobilisasi edema pada diuretik
8
Penghambat mekanisme transport elektrolit tubuli ginjal
o Diuretik kuat
o Benzotiadiazide
o Diuretik hemat kalium
o Penghambat karbonik anhidrase
Diuretik osmotik
Gambar 2. Jenis diuretik berdasarkan site of actions
9
II. 1.1. Penghambat Mekanisme Transport Elektrolit Tubuli Ginjal
II. 1.1.1 Diuretik Kuat
Diuretik kuat atau yang disebut juga high-ceiling diuretics merupakan
sekelompok diuretik yang efeknya sangat kuat dan cepat dibandingkan dengan
diuretik jenis lain. Tempat kerja utamanya di epitel segmen tebal Ansa Henle
asenden, oleh karena itu kelompok diuretik ini disebut juga loop diuretics. Obat-
obat yang termasuk kedalam kelompok ini diantaranya furosemide, torsemide,
bumetanid, dan asam etakrinat.
Furosemide atau asam 4-kloro-N-furfuril-5-sulfanoil antranilat, masih tergolong
derivat sulfonamide. Obat ini merupakan salah satu obat standar untuk
pengobatan gagal jantung dan edema interstitial.
Bumetanid yang merupakan derivat asam 3-aminobenzoat merupakan obat yang
lebih poten dari furosemide tetapi dalam hal lain keduanya memiliki kemiripan
struktur satu sama lain.
Sementara jenis diuretik kuat lainnya yakni asam etakrinat, bukan merupakan
derivat sulfonamide seperti kedua obat sebelumnya dan termasuk diuretik yang
dapat diberikan secara oral maupun parenteral dengan hasil yang memuaskan.
Gambar 3. Struktur Kimia Furosemide
Gambar 4. Struktur Kimia Bumetanide
10
Farmakodinamik
Diuretik kuat bekerja dengan cara menghambat reabsorpsi elektrolit pada
symporter Na+/K+/2Cl- di segmen tebal ansa Henle asenden yakni di epitel
bagian luminal. Beberapa inhibitor symporter Na+/K+/2Cl- memiliki efek
menurunkan reabsorpsi di tubulus proksimal tetapi sampai saat ini masih
dipelajari. Ketika terjadi inhibisi pada symporter tersebut, secara langsung akan
mengakibatkan peningkatan ekskresi natrium diikuti dengan ekskresi klor karena
reabsorpsi klor bergantung pada transport aktif natrium serta ekskresi kalium.
Selain itu inhibitor symporter Na+/K+/2Cl- juga dapat menghambat reabsorpsi
kalsium dan magnesium dengan cara menghilangkan beda potensial transepitelial
sebagai pendorong utama reabsorpsi kation tersebut sehingga timbullah diuresis.
Selain itu diuretik kuat dapat meningkatkan kadar asam urat plasma dengan cara
berkompetisi pada sistem sekresi anion di tubulus.
Di sisi lain, furosemide dan bumetanid juga memiliki daya hambat karbonik
anhidrase tetapi aktivitasnya terlalu lemah untuk mengakibatkan diuresis di
tubulus proksimal sedangkan asam etakrinat tidak menghambat karbonik
anhidrase. Dari besarnya diuresis yang terjadi, asam etakrinat diduga bekerja di
segmen tubuli lain tetapi mekanismenya belum dapat dipahami.
Gambar 5. Struktur Kimia Asam Etakrinat
Gambar 6. Mekanisme Kerja Diuretik Kuat
11
Farmakokinetik
Diuretik kuat mudah diserap melalui saluran cerna, dengan derajat yang berbeda-
beda.Obat ini terikat protein plasma secara ekstensif, sehingga tidak difiltrasi di
glomerulus tetapi cepat disekresi melalui sistem transport asam organik di tubulus
proksimal sehingga terakumulasi di cairan tubuli dan mungkin sekali bekerja di
segmen yang lebih distal. 2/3 diuretik kuat diekskresikan melalui ginjal dalam
bentuk utuh dan sisanya dalam bentuk metabolit.
Penggunaan Klinik pada Gagal Jantung
Furosemid merupakan obat standar untuk gagal jantung dengan tanda-tanda
bendungan sirkulasi seperti peningkatan JVP, edema paru, edema tungkai, dan
ascites. Furosemide juga lebih banyak digunakan karena memiliki efek gangguan
aluran cerna yang lebih rendah dibandingkan dengan asam etakrinat. Pada kasus
akut penggunaan diuretik kuat secara parenteral lebih diindikasikan untuk
mencapai efek yang cepat, sementara pada fase kronik obat oral menjadi pilihan
utama. Mekanisme kerja diuretik pada gagal jantung adalah dengan menurunkan
resistensi perifer serta penurunan volume cairan ekstrasel dengan cepat sehingga
mengurangi beban jantung.
Pada edema refrakter, diuretik kuat dapat dikombinasikan dengan diuretik lainnya
seperti tiazid atau diuretik hemat kalium, tetapi penggunaan dua macam diuretik
kuat secara bersamaan tidak disarankan.
Obat Sediaan Dosis Efek
Furosemid tab 20 & 40 mg
inj. 20 mg/amp 2 mL
10-40 mg oral 2x1
(HT)
20-80 mg IV, 2-3x
sehari (CHF)
dapat dinaikkan
sampai 250-2000
mg PO/IV
diuresis dalam 10-
20 menit
efek max. 1,5 jam
lama kerja 4-5 jam
12
Torsemid 5-10 mg oral 1x1
(HT)
10-20 mg (CHF)
PO atau IV dapat
dnaikkan s/d 200
mg
onset 10 menit
efek max. 60 menit
lama kerja 6-8 jam
Bumetanid tab 0,5 & 1 mg
inj. 5 mg
0,5-2 mg oral 2x1
max 10 mg/hari
onset 75-90 menit
lama kerja 4-5 jam
Asam
etakrinat
tab 25 & 50 mg
inj. 50 mg/amp
50-200 mg/hari
0,5-1 mg/kgBB
Efek Samping
Efek samping yang dapat diakibatkan karena penggunaan diuretik kuat khususnya
pada jangka waktu lama diantaranya:
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, seperti hipotensi, hiponatremia,
hipokalemia, hipokloremia, hipomagnesemia, hipokalsemia.
Ototoksisitas, asam etakrinat ternyata terbukti dapat menyebabkan ketulian
sementara maupun menetap diduga karena gangguan keseimbangan cairan
endolimfe.
Reaksi alergi, diuretik tiazid dan diuretik kuat derivate sulfonamide di kontra
indikasikan pada pasien dengan alergi sulfonamide.
II. 1.1.2 Benzotiazid
Menekan reabsorpsi ion-ion Na+, Cl-. Meningkat ekskresi K+, Mg++,
HCO3-, menurunkan eksresi asam urat dan kalsium.
13
Kimia dan hubungan antara struktur dan aktivitas
Perubahan pada R1, R2, R3 akan membentuk berbagai senyawa tiazid.
Hubungan antara struktur dan aktivitanya ternyata amat kompleks dan
dipengaruhi berbagai faktor fisiologik maupun farmakokinetik.
14
Farmakodinamik
Diuretik tiazid bekerja menghambat simpoter Na+, Cl- di hulu tubulus
distal. Sistem transport ini dalam keadaan normal berfungsi membawa Na+ dan Cl-
dari lumen ke dalam sel epitel tubulus. Na+ selanjutnya dipompakan ke luar
tubulus dan ditukar dengan K+. Sedangkan Cl- dikeluarkan melalui kanal klorida.
Efek farmakodinamik tiazid yang utama ialah meningkatkan eksresi natrium,
klorida dan sejumlah air. Efek natriuresis dan kloruresis ini disebabkan oleh
penghambatan mekanisme reabsorpsi elektrolit pada hulu tubuli distal. Laju
eksresi Na+ maksimal yang ditimbulkan oleh tiazid relative lebih rendah
dibandingkan dengan apa yang dicapai oleh beberapa diuretic lain, hal ini
disebabkan 90% Na+ dalam cairan filtrate telah di reabsorpsi lebih dahulu
sebelumia mencapai tempat kerja tiazid.
15
Derivat tiazid memperlihatkan efek penghambatan karbonik anhidrase
dengan potensi yang berbeda-beda.
Pada pasien hipertensi,tiazid menurunkan tekanan darah bukan saja karena
efek diuretiknya, tetapi juga karena efek langsung terhadap arteriol sehingga
terjadi vasodilatasi.
Farmakokinetik
Absorpsi: absorpsi tiazid melalui saluran cerna baik sekali. Umumnya efek
obat tampak setelah satu jam.
Distribusi: Klorotiazid didistribusi ke seluruh ruang ekstrasel dan dapat melewati
sawar uri, tetapi obat ini hanya ditimbun dalam jaringan ginjal saja.
Metabolisme dan ekskresi: Dengan suatu proses aktif, tiazid diekskresi oleh sel
tubuli proksimal ke dalam cairan tubuli. Jadi klirens ginjal obat ini besar sekali,
biasanya dalam 3-6 jam sudah diekskresi dari badan.
16
Efek samping
Obat ini mulai digunakan sejak tahun 1950 dengan dosis 200 mg/hari,
dengan tujuan mendapatkan efek dieresis. Akibatnya,dosis tinggi ini
menimbulkan berbagai efek samping. Uji klinik yang lebih baru membuktikan
bahwa dosis rendah (12,5-25 mg HCT) lebih efektif menurunkan tekanan darah
dan mengurangi risiki kardiovaskular.
1. Gangguan elektrolit: meliputi hipokalemia, hipovolemia, hiponatremia,
hipokloremia, hipomagnesia. Hipokalemia mempermudah terjadinya
aritmia terutama pada pasien yang juga mendapat digitalis atau antiaritmia
lain. Pemberian diuretic pada pasien sirosis dengan aistes perlu dilakukan
dengan hati-hati, ganguang pembentukan H+ menyebabkan amoniak tidak
adaoat diubah menjadi ion amonium dan memasuki darah. Ini merupakan
salah satu factor penyebab terjadinya depresi mental dan koma pada pasien
sirosis hepatis. Diuretik yang menyebabkan kloruresis juga akan
meningkatkan ekskresi kedua ion halogen (yodida dan bromide). Dengan
demikian obat ini dapat digunakan untuk menanggulangi keracunan
bromide dan mengakibatkan deplesi yodida ringan.
17
2. Insufiensi ginjal:dapat diperberat oleh tiaizd, karena tiazidlangsung
mengurangi kecepatan filtrasi glomerulus terutama bila diberikan
intravena.
3. Hiperkalsemia: efek samping yang menguntungkan terutamauntuk orang
tua dengan risiko osteoporosiskarena dapat mengurangi resiko fraktur.
4. Hiperurisemia: Diuretik tiazid dapat meningkatkan kadar asam urat darah
karenaefeknya menghambat sekresi dan meningkatkan reabsorpsi asam
urat. Efek samping ini perlu menjadi perhatian pada pasien arthritis gout.
Tiazid dapat meningkatkan kadar asam urat dengan kemungkinan: 1.
Tiazid meninggikan reabsorpsi asam urat di tubuli proksimal, 2: tiazid
mungkin menghambat eksresi asam urat oleh tubuli.
5. Tiazid menurukan toleransi glukosa dan mengurangi efektivitas obat
hipoglikemik oral. Ada 3 faktor yang menyebabkan hal ini yaitu
menurunnya sekresi insulin, meningkatnya glikogenolisis dan menurunnya
glikogenesis. Deplesi K+ ikut memegang peranan dalam hal menurunnya
toleransi glukosa ini, melalui pengambatan konversi proinsulin menjadi
insulin.
6. Tiazid dapat menyebabkan peningkata kadar kolesterol dan trigliserida
7. Gangguan funngsi seksual
Indikasi
1. Hipertensi: selain sebagai diuretic,tiazid member efek anti hipertensi
berdasarkan efek oenurunan resistensi pembuluh darah.
2. Gagal jantung: diuretic terpilih untuk pengobatan akibat gagal jantung
ringan sampai sedang. Ada baiknya bila dikombinasi dengan diuretic
hemat kalium pada pasien yang juga mendapat pengobatan digitalis untuk
mencegah timbulnya hipokalemia yang mempermudah intoksikasi
digitalis.
3. Pengobatan jangka panjang edema kronik. Obat ini hendaknya diberikan
dalam dosis yang cukup unruk mempertahankan berat badan tanpa edema.
Pasien jangan terlalu dibatasi makan garam
18
4. Diabetes insipidus. Golongan tiazid juga digunakan untuk pengobatan
diabetes insipidus terutama bersifat nefrogenik.
5. Hiperkalsuria: pada pasien dengan batu kalsium pada saluran kemih
mmendapat manfaat dari pengobatan tiazid, karena obat ini dapat
mengurangi eksresi kalsium ke saluran kemih sehingga mengurangi risiko
pembentukan batu.
Kontraindikasi
1. Gout
2. Hipokalemia
3. Hiperkalsemia
4. Pengguna digitalis
5. Sirosis hepatis
6. Pasien hipertensi dengan gangguan ginjal
II. 1.1.4 Diuretik Hemat Kalium
Diuretik hemat kalium adalah senyawa yang mempunyai aktivitas natriuretik
ringan dan dapat menurunkan sekresi ion H+ dan K+. Senyawa tersebut bekerja
pada tubulus distal dengan cara memblok pertukaran ion Na+ dengan ion H+ dan
K+, menyebabkan retensi ion K+ dan meningkatkan sekresi ion Na+ dan air.
Aktivitas diuretiknya relatif lemah, biasanya diberikan bersama-sama dengan
diuretik turunan tiazid. Kombinasi ini menguntungkan karena dapat mengurangi
sekresi ion K+ sehingga menurunkan terjadinya hipokalemi dan menimbulkan efek
aditif. Obat golongan ini menimbulkan efek samping hiperkalemi, dapat
memperberat penyakit diabetes dan pirai (Asam Urat), serta dapat menyebabkan
gangguan pada saluran cerna.
Mekanisme kerja
Diuretik hemat kalium bekerja pada saluran pengumpul, dengan
mengubah kekuatan pasif yang mengontrol pergerakan ion-ion, memblok absorpsi
kembali ion Na+ dan ekskresi ion K+ sehingga meningkatkan sekresi ion Na+ dan
Cl- dalam urin.
19
Diuretik hemat kalium dibagi menjadi dua kelompok, yaitu diuretika
dengan efek langsung dan antagonis aldosteron.
1. Diuretik dengan efek langsung
Contoh : amilorid dan triamteren.
a. Amilorid HCl (puritrid), selain bekerja melalui mekanisme kerja di
atas juga dapat permeabilitas membran terhadap ion Na+ dan
menyebabkan retensi ion K+ dan H+. Amilorid digunakan untuk
mengontrol sembab dan hipertensi. Awal kerja amilorid terjadi 2-3 jam
setelah pemberian secara oral, kadar serum tinggi dicapai dalam 3-4
jam, waktu paruh ± 6 jam dan mempunyai masa kerja yang cukup
panjang ± 24 jam. Penggunaan obat ini dapat dalam bentuk tunggal
atau dikombinasi dengan diuretik turunan tiazid. Dosis oral untuk
diuretik : 5 mg 1-2 dd, untuk mengontrol hipertensi : 5 mg 1 dd.
b. Triamteren, adalah diuretik turunan pteridin, absorpsi dalam saluran
cerna cepat tetapi tidak sempurna. Ketersediaan hayatinya 30-70%,
pada cairan tubuh ± 45-75% terikat oleh protein plasma. Kadar plasma
tertinggi obat dicapai dalam 1-2 jam setelah pemberian oral, dengan
waktu paro biologis 2-4 jam. Dosis diuretik : 150-300 mg/hari.
2. Antagonis aldosteron
Aldosteron, adalah mineralokortikoid yang dikeluarkan oleh korteks
adrenalis. Merupakan senyawa yang sangat aktif untuk menahan elektrolit,
dapat meningkatkan absorpsi kembali ion Na+ dan Cl- serta ekskresi ion K+
dalam saluran pegumpul.
20
Senyawa yang mempunyai struktur mirip dengan aldosteron, seperti
spironolakton, bekerja sebagai antagonis melalui mekanisme
penghambatan bersaing pada sisi reseptor pada saluran pengumpul,
dimana terjadi pertukaran ion Na+ dan K+. penghambatan tersebut
menyebabkan peningkatan ekskresi ion Na+ dan Cl- serta retensi ion K+.
Contoh :
Spironolakton (aldactone, idrolatton), diabsorpsi dengan baik dalam
saluran cerna, ± 98% terikat oleh protein plasma. Spironolakton cepat
dimetabolisme oleh hati menjadi kanrenon yaitu bentuk yang bertanggung
jawab terhadap 80% aktivitas diuretiknya. Waktu paronya cukup lama,
antara 10-35 jam. Aktivitasnya meningkat bila diberikn bersama-sama
dengan diuretika turunan tiazid atau diuretika loop. Dosis : 50-100
mg/hari.
.
Toksisitas:
Efek samping utama adalah hiperkalemi, ginekomasti dan amenore.
Indikasi:
Efek yang besar pada pasien yang tinggi aldoteron plasma (Hiperaldosteron
menyebabkan tumor adrenal atau hyperplasia) juga pada pasien sirosis.
Kontraindikasi:
Jangan digunakan pada hiperkalemi.
1. Amiloride dan triamterene
21
Mekanisme:
Menghambat Na+ Channel pada apek membrane tubulus distal dan tubulus
collecting. Karena sekresi K+ dan H+ pada segmen nefron ini di hasilkan oleh
reabsorbsi Na+, K+ dan H+ ke urin di kurangi.
Farmakokinetik:
Efektif per oral, waktu paruh Amiloride dan triamterene 6 dan 3 jam.di
eliminasi di ginjal.
Toksisitas:
Hiperkalemia, tapi metabolik asidosis dapat juga terjadi mual dan muntah.
Indikasi:
Biasa diberikan dengan diuretik lainnya, sering dengan loop diuretik atau
thiazide.
Kontraindikasi:
Jangan digunakan pada hiperkalemia.
II. 1.1.5 Penghambat Karbonik Anhidrase
Karbonik anhidrase adalah enzim yang terdapat di dalam sel korteks renalis,
pankreas, mukosa lambung, mata, eritrosit dan SSP, tetapi tidak terdapat dalam
plasma. Derivat sulfonamid yang juga dapat menghambat kerja enzim ini adalah
asetazolamid dan diklorofenamid.
Farmakodinamik
Efek farmakodinamik yang utama dari asetozolamid adalah penghambatan
karbonik anhidrase secara nonkompetitif. Akibatnya terjadi perubahan sistemik
dan perubahan terbatas pada organ tempat enzim tersebut berada.
1) Ginjal.
2) Susunan cairan plasma.
3) Mata.
4) Susunan Saraf Pusat.
5) Pernafasan.
22
Farmakokinetik
Asetazolamid mudah diserap melalui saluran cerna, kadar maksimal dalam
darah dicapai dalam 2 jam dan ekskresi melalui ginjal sudah sempurna dalam 24
jam
Mekanisme kerja
Karbonik anhidrase mengkatalisis perubahan CO2 + H2O, Selanjutnya
H2CO3 akan terionisasi menjadi H+ dan HCO3-
Terjadi Hambatan pembentukan ion H dan HCO3 di sel tubuli
Padahal ion H dibutuhkan untuk pertukaran dengan Ion Na di lumen tubuli,
akibatnya ion Na yang difiltrasi glomerulus ke lumen bertambah
Menyebabkan hipertonis, menarik cairan disekitar tubuli, jumlah urin yang
diekskresikan bertambah.
Berkurangnya HCO3 menyebabkan Asidosis, bisa untuk terapi epilepsi.
Di cairan bola mata banyak dijumpai enzim ini, penghambatan karbonik anhidrase
mengurangi tekanan intraokuler
Efek nonterapi dan kontraindikasi
Intoksikasi asetazolamid jarang terjadi. Pada dosis tinggi dapat timbul
parestesia dan kantuk yang terus-menerus. Asetazolamid mempermudah
pembentukan batu ginjal karena berkurangnya ekskresi sitrat, kadar kalsium
dalam urin tidak berubah atau meningkat. Asetazolamid sebaiknya tidak diberikan
selama kehamilan, kerena pada hewan cobra obat ini dapat menimbulkan efek
teratogenik.
23
Indikasi
Penggunaan asetazolamid yang utama ialah untuk menurunkan tekanan
intraokuler pada penyakit glaukoma. Asetazolamid jarang digunakan sebagai
diuretik, tetapi dapat bermanfaat untuk alkalinisasi urin sehingga mempermudah
ekskresi zat organik yang bersifat asam lemah.
Sediaan dan posologi
Asetazolamid tersedia dalam bentuk tablet 125 mg dan 250 mg untuk
pemberian oral. Dosis antara 250-500 mg per kali, dosis untuk chronic simple
glaucoma yaitu 250-1000 mg per hari.
Dosis dewasa untuk acute mountain sickness yaitu 2 kali sehari 250 mg,
dimulai 3-4 hari sebelum mencapai ketinggian 3000 m atau lebih, dan dilanjutkan
untuk beberapa waktu sesudah dicapai ketinggian tersebut.
Dosis untuk paralisis periodik yang bersifat familier (familial periodic
paralysis) yaitu 250-750 mg sehari dibagi dalam 2 atau 3 dosis, sedangkan untuk
anak-anak 2 atau 3 kali sehari 125 mg.
Diklorofenamid dalam tablet 50 mg, efek optimal dapat dicapai dengan
dosis awal 200 mg sehari, serta metazolamid dalam tablet 25 mg dan 50 mg dan
dosis 100-300 mg sehari, tidak terdapat dipasaran.
II. 1.2. Diuretik Osmotik
Diuretik osmotik → meningkatkan osmaliritas plasma dan cairan dalam
tubulus ginjal → Na, Cl, K, air diekresikan. Suatu zat dapat bertindak sebagai
diuretik osmotik apabila memenuhi 4 syarat :
1) Di filtrasi secara bebas oleh glomerulus
2) Tidak atau hanya sedikit direabsorpsi sel tubuli ginjal
3) Secara farmakologis merupakan zat yang inert
4) Umumnya resisten terhadap perubahan-perubahan metabolik
Cara kerja diuretik osmotik:
24
1) Tubuli proksimal → penghambatan reabsorbsi Na dan air melalui daya
osmotiknya
2) Ansa Henle → penghambatan reabsorbsi Na dan air oleh karena
hipertonisitas daerah medula menurun
3) Ductus koligentis → penghambatan reabsorbsi Na dan air akibat adanya
papilary wash out, kecepatan aliran filtrat yang tinggi atau adanya faktor
lain.
Contoh golongan obat ini adalah manitol, urea, gliserin, isosorbid.
Manitol paling sering digunakan diantara obat ini, karena manitol
tidak mengalami metabolisme dalam badan dan hanya sedikit sekali
direabsorpsi tubuli bahkan praktis dianggap tidak direabsorpsi. Substansi
yang tidak di metabolisme, difiltrasi bebas di glomerulus dan tidak
direabsorpsi dalam jumlah yang signifikan di tubulus ginjal. Untuk terapi
edema yg resisten, edema serebral, keracunan barbiturat, salisilat,
karbontetraklorida, bromida dan imipramin, peningkatan TIK dan TIO,
profilaksis sblm & sesudah prostatektomi, cegah gagal ginjal pada reaksi
transfusi. Mannitol sebabkan hipotensi, dehidrasi, hilangnya elektrolit,
asidosis dan tromboplebitis, sakit kepala, mual, muntah.
Manitol harus diberikan secara IV, jadi obat ini tidak praktis untuk
pengobatan udem kronik. Pada penderita payah jantung pemberian manitol
berbahaya, kerana volume darah yang beredar meningkat sehingga
memperberat kerja jantung yang telah gagal.
Efek nonterapi
Manitol di distribusikan ke cairan ekstra sel, oleh karena itu pemberian
larutan manitol hipertonis yang berlebihan akan meningkatkan osmolaritas cairan
ekstraseluler, sehingga secara tidak diharapkan akan terjadi penambahan jumlah
cairan ekstraseluler.
Sedian and posologi
25
Manitol. Untuk suntikan intravena digunakan larutan 5-25% dengan
volume antara 50-1000ml. Dosis untuk menimbulkan diuresis adalah 50-200g
yang diberikan dalam cairan infus selama 24 jam dengan kecepatan infus
sedemikian, sehingga diperoleh diuresis sebanyak 30-50ml per jam. Untuk
penderita dengan oliguria hebat diberikan dosis percobaan yaitu 200mg/kgBB
yang diberikan melalui infus selama 3-5 menit. Bila dengan 1-2 kali dosis
percobaan diuresis masih kurang dari 30ml per jam dalam 2-3 jam, maka status
pasien harus di evaluasi kembali sebelum pengobatan dilanjutkan.
Urea. Suatu kristal putih dengan rasa agak pahit dan mudah larut dalan air.
Merupakan agen diuretik osmotik, disaring bebas pada glomerulus dan
direabsorpsi terbatas pada tubulus renalis. Sediaan intravena mengandung urea
sampai 30% dalam dekstrose 5% (iso-osmotik) sebab larutan urea murni dapat
menimbulkan hemolisis. Pada tindakan bedah saraf, urea diberikan intravena
dengan dosis 1-1,5g/kgBB. Sebagai diuretik, urea potensinya lebih lemah
dibandingkan dengan manitol, karena hampir 50% senyawa urea ini akan
direabsorbsi oleh tubuli ginjal. Efek samping lainya antara lain aritmia, hemolisis,
dan rentan perdarahan.
Gliserin. Diberkan per oral sebelum suatu tindakan optalmologi dengan
tujuan menurunkan tekanan intraokuler. Dipakai untuk menurunkan edema
serebral dan menurunkan TIO pada operasi mata. Gliserin digunakan pada cairan
infus 10 % gliserin dalam larutan dekstrosa 5 %. Gliserin 10 % menjadi larutan
hiperosmolalitas saat diberikan intra vena, menyebabkan hiperosmolalitas darah
dan disusul urin. Dosis biasanya 1-1,5 g/KgBB dengan konsentrasi larutan oral
50-75 %. Efek maksimal terlihat 1 jam sesudah pemberian obat dan menghilang
sesudah 5 jam.
Isosorbid. Diberikan secara oral untuk indikasi yang sama dengan
gliserin. Efeknya juga sama, hanya isosorbid menimbulkan diuresis yang lebih
besar daripada gliserin, tanpa menimbulkan hiperglikemia. Dosis berkisar antara
1-3g/kgBB, dan dapat diberikan 2-4 kali sehari.